Edisi 6 | II | juni 2014
Untuk Kemandirian, Integritas dan Kredibilitas Penyelenggara Pemilu
Kuliah Etika
Menegakkan Sistem Norma, agama, Etika, dan Hukum
hlm. 14-15
Kupas Tuntas
Teropong
Ketua Bawaslu: DKPP Bisakah Penyelenggara Ibarat Bayi Yang Mampu Pemilu Netral Seperti Melompat TNI dan Polri? hlm. 4-6
www.dkpp.go.id | facebook:
[email protected] | twitter @DKPP_RI
hlm. 13
Sekapur Sirih
Tantangan DKPP Ke Depan
Daftar Isi
ewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memasuki usia yang kedua, tepat di tanggal 12 Juni 2014. Lembaga ini baru berdiri seumur jagung. Istilah dunia persilatan, “anak baru gede”. Di usianya yang masih sangatlah belia, DKPP telah memberikan warna terhadap sistem politik di Indonesia. DKPP telah menjadi wadah bagi para pencari keadilan, khususnya dalam bidang kepemiluan. Meski lembaga ini tidak mengurusi tahapan pemilu, namun lembaga ini turut serta menyukseskan jalannya Pemilu. DKPP mengawal kewibawaan serta integritas penyelenggara Pemilu. Dalam perjalanan, DKPP menjadi kanalisasi para peserta Pemilu yang kecewa, kesal dan tidak puas terhadap kinerja para penyelenggara Pemilu. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pengaduan yang masuk ke sekretariat DKPP. Hampir setiap harinya, sekretariat menerima laporan atas kinerja para penyelenggara Pemilu. Apalagi jumlah laporan pasca Pemilu Legislatif 2014 yang meningkat drastis. “Kekecewaan, kekesalan itu harus dilembagakan. Bila disalurkan di luar itu, malah tidak baik,” kata Ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie di suatu kesempatan. Sebagai lembaga kanalisasi kekecewaan, menandakan bahwa DKPP telah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Memang bukan isapan jempol semata, atau kege-eran, istilah anak baru gede (ABG). Pada medio bulan ini contohnya, sewaktu DKPP meng-
Warta DKPP Enam Hakim “Turun Gunung” Gelar Sidang di Papua hlm. 3
D
gelar sidang di Papua. Salah seorang Pengadu menyampaikan bahwa pasca Mahkamah Konstitusi bermasalah, harapan dan kepercayaan besar masyarakat berlabuh ke DKPP. Apresiasi pun muncul dari para aktivis penggiat pemilu, DPR. Penggiat pemilu menilai, DKPP telah melakukan terobosan-terobosan hukum, “breaktrough”. Bahkan ketua Bawaslu menyebutnya bahwa DKPP tak lagi sebagai bayi yang ajaib yang bukan saja bisa berlari tapi sebagai bayi yang mampu melompat.
Kupas Tuntas Ketua Bawaslu: DKPP Ibarat Bayi Yang Mampu Melompat hlm. 4-6 Perspektif Melembagakan Upaya Penegakan Etika Penyelenggara Pemilu hlm. 7 Ketok Palu Sehari, DKPP Berhentikan 55 Penyelenggara Pemilu esia hlm. 8 Sisi Lain Tahu Jadi Caleg, Pengadu Urungkan Niat Sidang Lanjutan hlm. 9 Mereka Bicara Problematik Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum hlm. 10-11
Kepercayaan yang telah diberikan dari masyarakat khususnya dari para justice seeker menjadi tantangan. Apakah DKPP mampu mempertahankan sekaligus meningkatkan kepercayaan dari masyarakat ataukah terperosok di tengah kepercayaan diri itu sendiri. Artinya, DKPP mencederai amanah itu. Tentunya, jawaban itu ada pada internal DKPP itu sendiri. Semoga, lembaga yang baru seumur jagung ini tetap menjaga integritas dalam mengawal penyelenggara pemilu yang berintegritas. Proviciate!. n
Ketok Palu Ketua KPU dan Ketua Bawaslu Beri Sambutan di Ultah Kedua DKPP hlm. 12 Teropong Bisakah Penyelenggara Pemilu Netral Seperti TNI dan Polri? hlm. 13 Kuliah Etika Memahami dan Menerapkan Sistem Etika Dalam Praktik Kehidupan Sosial hlm. 14-15 Parade Foto
hlm. 16
Susunan Redaksi Penerbit: DKPP RI Pengarah: Prof. Jimly Asshiddiqie, SH., Nur Hidayat Sardini, S.Sos, M.Si., Saut H Sirait, M.Th., Prof. Anna Erliyana, SH, MH., Dr. Valina Singka Subekti, Ida Budhiati, SH, MH., Ir. Nelson Simanjuntak Penanggung Jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si., Redaktur: Ahmad Khumaidi, SH, MH., Editor: Yusuf, S.Si, MA, Dini Yamashita S.Pi, MT, Dr. Osbin Samosir Sekretariat: Umi Nazifah, Diah Widyawati, Rahman Yasin, Susi Dian Rahayu, Sandhi Setiawan Desain Grafis dan Fotografer: Irmawanti, Teten Jamaludin, Arif Syarwani Pembuat Artikel: Tim Humas DKPP Alamat Redaksi: Jalan M. H. Thamrin No. 14 Lt. 5 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 391 4194
2
Warta DKPP
Enam Hakim “Turun Gunung” Gelar Sidang di Papua
P
asca pungut hitung Pemilu Legislatif, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kebanjiran pengaduan. Tiap hari, Pengadu dari berbagai daerah datang ke kantor Sekretariat DKPP. Para Pengadu adalah mereka yang merasa tidak puas atas kinerja dari para penyelenggara Pemilu di daerah. Tak terkecuali dengan daerah Papua. Daerah paling timur Indonesia ini, DKPP cukup banyak menerima pengaduan. Berdasarkan buku “Out Look DKPP: Evaluasi dan Proyeksi 2014, Papua menempati peringkat satu yang penyelenggarannya diadukan ke DKPP. Semua perkara yang masuk adalah menyangkut pemilihan umum kepala daerah. Pengaduan Pemilu Legislatif 2014 dari daerah Papua pun tidak sedikit, khususnya pasca pungut hitung. Pada medio Juni, ada sepuluh perkara yang disidangkan dalam satu pekan. Untuk itu, sebanyak enam hakim pun menggelar sidang di Papua. Sidang sepuluh perkara ini selama dua hari di dua tempat yang berbeda yaitu di Mapolda Papua dan Kejaksaan Tinggi Papua. Hakim yang memeriksa pun dibagi dua. Pada Jumat (20/6) pukul 14.00 WIT, sidang di Mapolda Papua. Hakim yang bertugas, Prof. Jimly Asshiddiqie, Nur Hidayat Sardini dan Anna Erliyana dengan melibatkan Tim Pemeriksa Daerah Marthen Very Kareth, dan Fegie Y Mattimena. Pengadu Moris Cerullo Muambai, masyarakat, dan Yunitha E Yaas, anggota Panwaslu Kabupaten Sarmi. Teradu, Bithsael Maraou, Marhun La Poandu dan Ferdinand Yawan, anggota KPU Sarmi. Sedangkan Hakim yang bertugas di Kejati, Saut H Sirait, Valina Singka Subekti, dan Ida Budhiati dan anggota pemeriksa daerah JJ Lebelauw. Perkara yang ditangani, Pengadu Letinus Yikwa, anggota DPR Papua dengan Teradu; ketua dan anggota KPU Lani Jaya, Timan Tabuni, Salamina, Yigibalom, Toiras Yenega, Durian Yanega. Teradu lainnya, Adam Arisoi, Zadrat Nawipa dan Musa Sombuk, ketua dan anggota KPU Papua. Hari kedua, Sabtu, (21/6) pukul 08.00
WIT, Tim Pemeriksa Daerah yang bertugas di Kejaksaan memeriksa ketua dan anggota KPU Mimika. Jumlah pengadu ada 12 orang. Mereka adalah Anastasia Tekege, ketua DPD Partai Nasdem, Fandanita Silimang, PDI Perjuangan Mimika, Luthers Wakerkwa, PAN Mimika, Muslihudin, PKS Mimika, Aser Gobay, Partai Nasdem Mimika, Peben Jikwa, Demokrat Mimika, Minus Wanibo, PBB Mimika, Markus Samaran PKPI Mimika, Miler Gogoya, PKB Mimika dan Gusteeyanto Sutomo, PPB Mimika. Pengadu lainnya, Aloysius Renwarin dan David Matubong. Pukul 12. 30 WIT, TPD menyidang Noce Wenda, ketua KPU Yahukimo dan Ketua KPU Papua Adam Arisoi dengan Pengadu Selvinus Yual, Tim Koalisi Peduli Demokrasi Yahukimo, Matias Heliku, anggota Panwaslu Yahukimo. Terakhir pukul 15.30 WIT, menyidang ketua dan anggota KPU Yapen, Benyamin Wayangkau, Barnabas Arisoi, Irma Isriyani Hasan, Mathias Imbiri dan Semith E Rumbiak. Pengadu Daniel Paririe, caleg Partai Golkar, Moris Cerullo Muabuai, Adi Jaya Andi Makasau, Benyamin Wayangkau, Bobi Hendra. Di Polda Papua, pukul 09.00 WIT, TPD menyidang ketua dan anggota Tolikara, Hosea Genoa, ketua, Hendrik Lumalente, Yupinus Wanimbo, Terinus Wenda dengan Pengadu Yanwenda.
Sedangkan Pengadu Aloysius Rewarin, Dafid S Maturbongs, Eugens Ehrlich Arie, Victor Abraham Abaidata, selaku kuasa Jhon Tabo. Jumlah penyelenggara pemilu yang diperkarakan, ketua dan anggota KPU Tolikara dan 200 orang dari seluruh ketua dan anggota PPD Tolikara. Jumlah Teradu ini rekor dalam sejarah perkara di DKPP. Pukul 12.30, TPD menyidang ketua dan anggota KPU Membramo Tengah. Teradu lain, ketua dan anggota PPD Distrik Eragram. Pengadu, N Dennis Pena Yikwa, Jemi Pagawak dan Simon Gombo dan Alenda Kagawak. Usai itu, sidang dilanjutkan pukul 15.30 dengan Teradu ketua dan anggota KPU Nduga. Pengadu Samuel Tabuni. “Teradu dan Pengadunya ini kan banyak sehingga kami yang ke sana. Ini adalah bagian dari pelayanan kami terhadap para justice seeker,” kata Nur Hidayat Sardini, juru bicara DKPP saat diwawancara wartawan. Sementara itu, Moris Cerullo Muabuai, pengadu, mengapresiasi dengan digelarnya sidang di Papua. Keberadaan DKPP telah mendapatkan kepercayaan di hati masyarakat. “Kami sangat mengapresiasi adanya DKPP di Papua. Setelah MK tercederai, hanya DKPP yang kami bisa percaya,” katanya. n
Teten Jamaludin
3
Kupas Tuntas
Ketua Bawaslu: DKPP Ibarat Bayi Y
K
etua KPU Husni Kamil Manik bergegas masuk ke Ruang Sidang. Tak hanya sendiri. Dia ditemani koleganya di KPU, Sigit Pamungkas, Ida Bu dhiati, Hadar Nafis Gumay, Ferry Rizkyiansyah, Arief Budiman. Hadir pula ketua Bawaslu Muhammad. Ada pula dua Sekjen penyelenggara Pemilu, Gunawan Suswantoro, Bawaslu, dan Arif Rahman Hakim, KPU. Para awak media baik cetak maupun online pun berdatangan. Mereka sudah stand bye di kursi sidang. Seluruh kamera tertuju ke depan, begitu juga juru potret membidik angel yang pas untuk mengabadikan momen-momen bersejarah dari bangsa ini. Para penyelenggara pemilu hadir di ruang sidang kali ini bukan menjadi Teradu dalam kasus pelanggaran kode etik. Mereka sedang menghadiri ulang tahun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang kedua, tepat 12 Juni 2013. Tidak seperti perayaan ultah pertama yang digelar dengan mengundang banyak tamu dari stakeholder Pemilu, perayaan kali ini digelar sangat bersahaja. Tidak ada tenda bagi para undangan, tidak ada panggung untuk para pemberi sambutan, serta tidak ada grup musik semacam organ tunggal untuk memeriahkan acara. Ultah secara sederhana digelar di ruang sidang DKPP yang ditata sedemikian rupa menjadi tempat memberi sambutan sekaligus ruang prasmanan. Di ruang sidang, meja Teradu dan Meja Pengadu pun “ditiadakan”. Di tempat itu, dipajang meja bundar. Mejameja itu tempat duduknya tuan rumah dan tamu undangan. Tersaji pula nasi tumpeng dengan tulisan “Milad DKPP ke 2. Ada pula aneka makanan yang siap disantap. Sementara itu, Anggota DKPP Nur Hidayat Sardini saat memberikan sambutan, kebersahajaan tersebut tidak lepas dari kesibukan DKPP menangani perkara pasca penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 (Pileg). “Rencananya, di ulang tahun kedua ini kami menerbitkan buku etika, jurnal etika, dan laporan tahunan DKPP. Tapi saya tahu, semua jajaran di DKPP sedang memelototi perkara, sehingga
4
kurang waktu untuk menyiapkan acara ultah,” ujar Nur Hidayat Sardini. Apa yang disampaikan Nur Hidayat Sardini memang benar. Dalam sambutan Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie, misalnya, dikatakan saat ini DKPP sedang kebanjiran perkara. Pasca Pileg saja, atau hanya dalam dua bulan, DKPP telah menerima sebanyak 547 pengaduan dengan Teradu sebanyak 2.696
orang. “Dari 547 pengaduan, kami telah menyidangkan sebanyak 98 perkara. Sebanyak 60 perkara telah diputus. Dari putusan tersebut, hanya dalam dua bulan ini, DKPP telah memberhentikan 81 penyelenggara Pemilu, baik dari jajaran KPU maupun Bawaslu. Sanksi pemberhentian ini tidak lain demi menyelamatkan lembaga KPU dan Bawaslu. Pilpres
DKPP sebagai bayi ajaib. Pasalnya, lembaga DKPP yang baru seumur jagung telah bisa berlari. “DKPP bukan lagi bayi yang bisa berlari, melainkan sudah mampu melompat.”
yi Yang Mampu Melompat yang sudah dekat ini harus diselamatkan,” tutur Jimly. Panitia memberikan kesempatan kepada masing-masing penyelenggara Pemilu, para pihak yang berkaitan langsung dengan DKPP. Dalam sambutannya, Ketua Bawaslu RI Muhammad menyampaikan pujiannya kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. DKPP sebagai bayi ajaib. Pasalnya, lembaga DKPP yang baru seumur jagung telah bisa berlari. “DKPP bukan lagi bayi yang bisa berlari, melainkan sudah mampu melompat,” kata pria asal Makasar itu. Husni Kamil Manik mengatakan bahwa keberadaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu sangat penting khususnya bagi para penyelenggara Pemilu. Kinerja DKPP juga patut diapresiasi dalam menjaga martabat
penyelenggara Pemilu dan objektif dalam memutus perkara. “Secara statisitk, ada 1065 perkara yang didismissal sementara yang disidangkan sebanyak 324 perkara. Ini artinya yang mengajukan pengaduan secara emosional lebih banyak. Namun DKPP tidak serta merta menyidangkan. DKPP Objektif dalam melihat perkara,” katanya. Menurutnya, segala putusan DKPP akan menjadi pelajaran bagi pihak KPU dan jajarannya, agar beban penyelenggara Pemilu juga menjadi berkurang. “Cuma satu hal yang menjadi catatan kita. Struktur penyelenggara pemilu yang di level ad hoc beban moral mereka sangat tinggi. Mereka hadir karena lebih banyak semangatnya keswadayaan. Mengabdi kepada masyarakat. Bila dihitung dengan kompensasi sangat tidak
sepadan,” katanya. Lanjut dia, mungkin di antara mereka yang sudah diberhentikan ini, justru lebih senang. Karena di beberapa daerah justru sulit mencari penyelenggara pemilu di level itu (PPK hingga KPPS). “Jadi ini sangat tidak bisa disamaratakan. Apalagi di waktu sidang di MK, mereka ada yang jadi saksi dari pemohon. Mereka lebih baik diberhentikan. Setelah ditelusuri, dengan menjadi saksi mereka bisa naik pesawat, tinggal di hotel dan pulang mendapatkan sesuatu. Inilah dinamika penyelenggara pemilu yang tidak mudah. Kami harus bekerja dalam ketidakmudahan. Mudahan-mudahan dengan dukungan semua pihak, tanggung jawab yang kedepan bisa kami emban,” tutup Husni. Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie merasa bersyukur kinerja sistem demokrasi di Indonesia lebih maju. Bahkan sudah cukup memuaskan bila dibandingkan dengan Thailand dan Mesir. “Bila melihat dan membandingkan dengan bangsa lain yang sama-sama sedang mengalami transformasi demokrasi, kinerja demokrasi kita itu lebih bagus,” kata Jimly. Pada waktu tahun 1998, Indonesia sedang mengalami masa reformasi, di Thailand sudah terbentuk Mahkamah Konstitusi. Tapi hasil Pemilu di negara yang dikenal gajah putih itu belum menghasilkan pemerintahan yang stabil. Masih ada usaha-usaha untuk membatalkan Pemilu dengan cara-cara di luar sistem demokrasi itu sendiri. “Mari kita syukuri. Sistem demokrasi kita mencapai tingkat memuaskan. Dan menjadikan Indonesia demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan India,” kata guru besar hukum tata negara itu. Boleh jadi, lanjut dia, rasionalitas berpolitik Indonesia juga jauh lebih cepat bahkan dibandingkan dengan Amerika Serikat sekalipun. Dia menerangkan, hingga abad ke-2, demokrasi Amerika Serikat masih terseok-seok. Contohnya saja, orang yang punya keyakinan agama yang tidak mainstream baru bisa terpilih itu di abad ke 2,5 yaitu John F. Kennedy yang beragama Katolik sementara mayoritas warga Amerika itu Kristiani.
5
Kupas Tuntas
“Memang benar, Amerika itu Sekuler. Tapi sebenarnya dipandang dari sikap keberagamaan bangsabangsa di dunia, Amerika itu contoh masyarakat yang agamis. Gereja-gereja di Amerika sangat penuh beda dengan gereja-gereja di Eropa. Maksud saya, baru 2,5 abad bisa menerima keyakinan yang berbeda dengan mayoritas penduduknya termasuk menerima orang kulit hitam menjadi pemimpin,” bebernya. Namun dia mengingatkan agar bangsa ini tidak segara berpuas diri dengan capaian yang sudah diraih saat ini. Pasalnya, masih ada pekerjaan besar bangsa ini dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi. “Zaman sekarang ini tidak lagi sekadar menegakan aturan hukum, (rule of law) tapi demokrasi berakhlak atau berintegritas. Demorkasi bila hanya sekadar formal, tapi substansial,” tutup Jimly. Ade Hanas, salah satu pokja DKPP, mengapresiasi dengan keberadaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Menurutnya, meski lembaga yang dipimpin oleh Prof. Jimly Asshiddiqie ini baru dua tahun namun lembaga ini telah mewarnai sistem
6
Dengan adanya DKPP, para penyelenggara Pemilu lebih berhati-hati dalam bertindak dan mengeluarkan kebijakan.
demokrasi di Indonesia. “Dengan adanya DKPP, para penyelenggara Pemilu lebih berhati-hati dalam bertindak dan mengeluarkan kebijakan,” katanya. Kata dia, keberadaan DKPP juga bisa meng-exercise terhadap lembaga-lembaga etika di Indonesia. Menurutnya, pada umumnya, lembaga-lembaga etika yang ada di Indonesia hanya sekedar formalistis, sementara fungsinya kurang. “Saya melihat lembaga-lembaga etika yang ada malah berfungsi melindungi orang-orang yang bermasalah. Nah, DKPP bertindak tegas terhadap para penyelenggara Pemilu yang melanggar etika,” katanya. Kata dia, dengan adanya DKPP bisa menjadi prototife terhadap lembagalembaga etika yang ada. Bila memang efektif, sepertinya DKPP, maka lembagalembaga yang lain juga turut mencontoh. “Lembaga-lembaga baik yang ada di pemerintah maupun di swasta perlu mengefektifkan lembaga etika, bila perlu seperti DKPP,” ujarnya. Di miladnya yang kedua, Ade berpesan agar terus meningkatkan sumber daya manusia. Karena tantangan kedepan yang akan dijalan lebih sukar. n
Teten Jamaludin
Perspektif Dua Tahun DKPP
Melembagakan Upaya Penegakan Etika Penyelenggara Pemilu
D
ewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dibentuk untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara Pemilu di seluruh tingkatan. DKPP sebagai lembaga yang bersifat tetap, ditantang memperlihatkan langkah lebih maju dibandingkan dengan lembaga penegakan etika yang bersifat adhoc sebagaimana Pemilu sebelumnya. Salah satunya adalah penanganan pengaduan yang memberikan kejelasan dan kepastian bagi para pencari keadilan (justice seeker). Dua tahun kelahiran DKPP diwarnai dengan putusan yang menjadi tonggak penting bagi penegakan kode etik penyelenggara Pemilu. Lebih dari 1.300 pengaduan yang diterima sejak 2012 setidaknya memperlihatkan bagaimana DKPP menjadi kanal penting atas harapan masyarakat akan penyelenggara Pemilu yang jujur dan adil. Di sisi lain, aparat penyelenggara Pemilu di semua tingkatan tidak bisa lagi mencoba-coba melanggar aturan. Pelanggaran kode etik dapat berujung pada pemberian sanksi. Sanksi dapat berupa Teguran Tertulis, Pemberhentian Sementara dan Pemberhentian Tetap. Dalam dua tahun terbentuknya, DKPP telah mencapai: Pertama-tama, dengan kehadiran DKPP, perkara menyangkut dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dapat dipastikan penanganannya. Dibandingkan sebelumnya, saat ini ada kepastian penanganan hukum, juga status penanganan dugaan pelanggaran kode etik. Begitu ada pengaduan, ada batasan waktu untuk verifikasi administrasi dan materiil. Meski undang-undang tidak menentukan waktunya secara konkret, lembaga DKPP punya kewenangan untuk menentukan prosedur kerjanya. Rata-rata (perkara) bisa diselesaikan dalam satu hingga tiga kali persidangan ditambah sekali sidang pembacaan putusan. Yang kedua, ada deterrent effect, upaya penjeraan yang kentara. Jika dulu penyelenggara Pemilu seolah tak tersentuh, sekarang mereka bisa dipecat jika melakukan pelanggaran. Yang ketiga, DKPP menjadi semacam clearing house. Bagi penyelenggara Pemilu yang digugat atau dipergunjingkan oleh masyarakat umum, persidangan DKPP akan membuat mereka merasa nyaman. Jika terus dibiarkan dalam ketidakpastian, jika
yang dipersangkakan orang tidak diberi putusan, selamanya mereka akan berada dalam kondisi ketidakpastian. DKPP terus berharap penyelenggara Pemilu bukan sekadar takut kepada DKPP; tetapi tumbuh kesadaran untuk menjalankan pekerjaan secara profesional, cermat, sebagaimana yang diatur dalam kode etik. Jika semua itu dipadukan dengan perbaikan kesisteman melalui perubahan peraturan perundang-undangan dan juga pemberian kompensasi yang layak, kinerja penyelenggara Pemilu pasti akan lebih baik.
Dua tahun kelahiran DKPP diwarnai dengan putusan yang menjadi tonggak penting bagi penegakan kode etik penyelenggara Pemilu.
DKPP mempunyai gagasan untuk menyelenggarakan evaluasi penyelenggara Pemilu secara menyeluruh. Persoalan yang terjadi dalam Pemilu itu terjadi karena disumbang sistemnya atau apa? DKPP, KPU, dan Bawaslu bertemu bersama. Seluruh persoalan akan dibicarakan: apa benar memang seperti yang disampaikan orang atau sebenarnya tidak serunyam yang dibayangkan. Kita semua perlu mengetahui apa yang terjadi, mengapa terjadi, dan bagaimana itu terjadi, serta apa yang harus kita lakukan untuk perbaikan. Dalam pertemuan tripartit itu, kita harus bergerak untuk memperbaiki keadaan. DKPP ingin agar ada perbaikan regulasi, perilaku, maupun produktivitas
kinerja penyelenggara Pemilu. Lebih konkret dari dua tahun terakhir ini Putusan DKPP soal pengaduan Bawaslu menyangkut keputusan KPU mengenai hasil verifikasi partai politik peserta Pemilu 2014 adalah salah satu contoh. Putusan DKPP meminta agar KPU mengubah sikap. Hasilnya memang ada perubahan. Kami melihat KPU bekerja lebih sistemik. Undang-Undang menyatakan bahwa KPU dan Bawaslu merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu. Setelah itu, hubungan antarlembaga menjadi lebih baik, menjadi lebih produktif. DKPP menginisiasi pertemuan tripartit untuk memikirkan apa yang sudah terjadi, yang saat ini terjadi, dan yang akan terjadi di masa datang. Perkembangan masyarakat luarbiasa, akan kacau kalau lembaga ini tidak bisa mengimbangi perkembangan tersebut. Terkait penilaian pencapaian target dan program secara umum semua program sudah jalan. Perangkat DKPP sudah lengkap, hanya beberapa di struktur kepegawaian yang belum terisi. Tim Pemeriksa Daerah (TPD) sudah lengkap, untuk mengantisipasi membludaknya perkara seperti yang kami perkirakan sebelumnya. Persidangan juga berjalan baik; sidang reguler, sidang video conference, dan sidang setempat. Kerja sama kelembagaan juga sudah lengkap. Misalnya, DKPP juga sudah merintis kerjasama dengan ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), dokumen sudah diserahkan sejak tahun lalu. Tinggal sekarang DKPP perlu memikirkan kesejahteraan staf. Yang ada saat ini hanya sekitar 60-an pegawai, masih sekitar separuh dari kebutuhan ideal. Kami membangun dari nol; memulainya saja dari hanya tiga staf saja. Target DKPP untuk tahun ketiga akan terus makin meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil. Berikutnya, capacity building kepada semua jajaran, baik yang terkait dengan bagian umum, pengaduan, maupun persidangan. Fungsi penerimaan pengaduan, persidangan, fungsi fasilitasi, fungsi publikasi atau kehumasan terus dibangun. Memang belum optimal, tapi yang pokok-pokok sudah terpenuhi. DKPP juga akan meningkatkan SOP (standard operating procedure) dan berupaya agar tradisi baik berupa laporan akhir tahun dan annual report tetap dilanjutkan. [*]
Diah Widyawati
7
Ketok Palu
Sehari, DKPP Berhentikan 55 Penyelenggara Pemilu
S
DKPP juga memberikan Peringatan kepada 34 penyelenggara Pemilu serta merehabilitasi nama baik 42 penyelenggara Pemilu yang tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
8
enin (9/6) DKPP menggelar sidang dengan agenda pembacaan putusan sebanyak 26 Putusan untuk 32 perkara, yakni perkara KPU Kab. Pontianak, PPK Lembah Bawang, KPU Fak Fak, KPU Kota Tanjung Balai, KPU Kota Medan, KPU Provinsi Sumatera Utara, Panwaslu Langsa, Aceh, KPU dan Panwaslu Solok, KPU Kepulauan Mentawai, Bawaslu Lampung, KPU Kabupaten Tebo, KPU Banten, KPU Tangerang, KPU Batam, Panwaslu Tanjung Morawa, KPU Kab Banyuasin, Panwaslu Poso, dan KPU Raja Ampat. Delapan belas putusan tersebut dibacakan pada sesi pagi pukul 09.00 WIB. Sedangkan pada sesi siang pukul 13.30 WIB dibacakan untuk Putusan Perkara Panwaslu Tanjung Morawa, KPU Nias Selatan, KPU Cianjur, KPU Takalar, KPU Tasikmalaya, PPK Soreang Kota Pare-Pare, KPU Kotawaringin Timur, Panswaslu Kabupaten Tuban dan KPU Prov Sulut dan KPU Manado. Sidang pembacaan putusan ini dipimpin oleh Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie bersama Anggota Saut H Sirait, Valina Singka Subekti dan Nelson Simanjuntak. Sidang ini juga digelar secara video conference dengan kantor Bawaslu seluruh Indonesia. Dalam sidang putusan tersebut
sebanyak 55 penyelenggara Pemilu dijatuhi sanksi berupa Pemberhentian Tetap oleh DKPP. Hal ini dikarenakan mereka terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Para Penyelenggara Pemilu yang diberhentikan yakni (5) lima orang anggota PPK Lembah Bawang, Ketua KPU Kabupaten Fak Fak, Ketua dan satu orang anggota KPU Kota Medan, satu orang Panwaslu Langsa, Aceh, Ketua KPU dan Panaslu Solok Selatan, Ketua KPU Kabupaten Tebo, Jambi, PPK Pasar Kemis dan Panwascam Pasar Kemis sebanyak tiga orang, Ketua dan anggota KPU Kab Tapanuli Tengah, lima orang PPS di Kab Tangerang, dua orang KPU dan satu Panwaslu Kep Mentawai, Ketua KPU Kota Batam, lima anggota PPK Rantau Bayur, Banyuasin, empat anggota KPU Kab Nias Selatan, 15 Penyelenggara Pemilu se Kab Cianjur, satu orang anggota KPU Kotawaringin Timur (Kotim), dua orang KPU Kab Takalar, dan tiga orang KPU Kota Manado. Selain itu, DKPP juga memberikan Peringatan kepada 34 penyelenggara Pemilu serta merehabilitasi nama baik 42 penyelenggara Pemilu yang tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie mengungkapkan dari total perkara yang dibacakan putusannya, sebanyak 68% penyelenggara Pemilu terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Hal tersebut berarti bahwa pengaduan dari Pengadu yang disampaikan kepada DKPP ini tidak main-main, dan terbukti. Lebih lanjut, Jimly menyebutkan bahwa DKPP terpaksa memberhentikan mereka (red 55 penyelenggara Pemilu) karena memang terbukti melanggar kode etik. Jimly menegaskan DKPP tidak akan melindungi siapapun yang memang terbukti melanggar kode etik. “Pemberhentian ini untuk menyelamatkan nama baik lembaga, baik KPU maupun Bawaslu. Harapannya, Pilpres yang sudah dekat ini jangan lagi dikotori oleh mereka-mereka yang bermasalah,” tegas Jimly. n
Susi Dian Rahayu
Sisi Lain
Tahu Jadi Caleg, Pengadu Urungkan Niat Sidang Lanjutan
D
aniel Pariere, calon anggota legislatif dari Partai Golkar, mencari keadilan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu DKPP). Pasalnya, dia merasa sudah memenuhi syarat terpilih menjadi anggota DPRD Kepulauan Yapen. Namun pada kenyataannya malah caleg lain yang terpilih. Daniel mengadukan Ketua dan anggota KPU Kepulauan Yapen Benyamin Wayangkau, Barnabas Arisoi, Irma Isriyani Hasan. Bertindak selaku ketua majelis Saut H Sirait, anggota majelis Ida Budhiati, Sombuk Musa Yosep dan JJ Lebelauw. “Pada 28 April, rekapitulasi suara tingkat kabupaten. Perolehan Golkar 2.542 suara. Saya nomor urut 2 memperoleh suara terbanyak 1.179 suara. Namun tanggal 19 Mei, KPU Kepulauan Yapen melakukan rekapitulasi penetapan perolehan kursi parpol dan penetapan calon terpilih anggota DPRD. KPU Kepulauan Yapen tidak menetapkan calon terpilih berdasarkan atas peringkat suara terbanyak, sehingga Pengadu tidak ditetapkan dan digantikan dengan calon nomor urut 1 atas
“Saya baru tahu hasil keputusan MK dalam sidang ini. Saya merasa sudah cukup. Sidang ini tidak perlu dilanjutkan.” nama Orgenes Runtoboi dengan perolehan suara 789 suara,” katanya, Sabtu (21/06). Kemudian majelis menggali alasan para Teradu menetapkan Orgenes. Benyamin menjelaskan bahwa penetapan Orgenes itu karena ada rekomendasi dari Partai Golkar. Isi rekomendasi itu, karena caleg-caleg di internal Partai Golkar menyerahkan suaranya kepada Orgenes. Sehingga perolehan suara Orgenes melebihi perolehan suaranya. Atas pernyataan tersebut majelis heran. Pasalnya, dalam peraturan perundang-undangan, caleg yang memperoleh suara baik besar maupun kecil tidak bisa menyerahkan kepada
caleg lain meskipun di internal partai. Sehingga dengan statemen tersebut, majelis pun menanyakan dasar hukumnya kepada masing-masing Teradu. Anehnya, para Teradu juga mengakui bahwa keputusan tersebut tidak ada dalam peraturan. Setelah sidang berlangsung cukup lama, Mathias Imbiri menginformasikan kepada majelis bahwa Daniel sudah ditetapkan sebagai anggota DPRD Kepulauan Yapen. Hal tersebut berdasarkan hasil keputusan sengketa perolehan suara di Mahkamah Konstitusi. “Kalau sudah begitu buat apa sidang ini dilanjutkan. Apa Pengadu masih tetap melanjutkan?” tanya Saut kepada Pengadu. Pengadu menggelengkan kepala. Dia mengatakan tidak akan melanjutkan sidang di DKPP. “Saya baru tahu hasil keputusan MK dalam sidang ini. Saya merasa sudah cukup. Sidang ini tidak perlu dilanjutkan,” katanya. Dengan begitu, majelis pun menganggap sidang kode etik KPU Yapen dengan Pengadu Daniel Pariere selesai. “Selanjutnya akan dibacakan ketetapan,” tutup Saut. n
Teten Jamaludin
9
Mereka Bicara
Problematik Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum (Suatu Tinjauan tentang Ketidakhadiran Saksi dalam Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Pemilihan Umum di Daerah)
Oleh Dr. Tengku Erwinsyahbana, S.H., M.Hum
A. Urgensi Keberadaan Saksi dalam Persidangan Peranan saksi dalam persidangan (pemeriksaan perkara) sangat penting, yaitu untuk membuktikan terjadinya suatu pelanggaran terhadap aturan hukum yang berlaku. Dalam perspektif hukum acara pidana dan hukum pidana, keterangan saksi sangat diperlukan untuk memberikan keyakinan kepada hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar telah terjadi atau tidak terjadi. Mengingat pentingnya keterangan saksi ini, maka dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), keterangan saksi dijadikan sebagai salah satu alat bukti dalam persidangan, sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, bahwa alat bukti yang sah terdiri dari: (1) keterangan saksi; (2) keterangan ahli; (3) surat; (4) petunjuk; dan (5) keterangan terdakwa. Bahkan seorang yang telah ditetapkan (dipanggil) secara patut sebagai saksi dalam persidangan, dan ternyata tidak mau menghadirinya, maka kepadanya dapat dijatuhi sanksi pidana. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 224 KUHP, yang menentukan bahwa barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya, diancam: (1) dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan; dan (2) dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.1 Selain itu, berdasarkan Pasal 522 KUHP ditentukan pula bahwa barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Ancaman hukuman bagi saksi yang tidak mau hadir dalam persidangan setelah dipanggil secara patut oleh pengadilan, diatur pula dalam Pasal 159 ayat (2) KUHAP, yang 1
Bung Palu Di usianya yang masih sangatlah belia, DKPP telah memberikan warna terhadap sistem politik di Indonesia: n DKPP menjadi kanalisasi para peserta Pemilu yang kecewa, kesal dan tidak puas terhadap kinerja para penyelenggara Pemilu. n Tanda bahwa DKPP telah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. n DKPP telah melakukan terobosan-terobosan hukum, “breaktrough”.
10
menentukan bahwa dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk manyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan, dan dalam penjelasan Pasal 159 ayat (2) KUHAP disebutkan bahwa menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Terkait dengan masalah saksi ini, maka tidak semua orang dapat dipanggil sebagai saksi, karena seorang saksi adalah orang yang memang mendengar sendiri, melihat sendiri dan mengalami sendiri suatu peristiwa yang telah terjadi. Hal ini sesuai dengan pengertian saksi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP, yaitu orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Tidak ada keseragaman pengertian saksi dalam perspektif peraturan perundang-undangan, seperti pada Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor
Mereka Bicara 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, disebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri. Dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, disebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan/atau, pemeriksaan di sidang pengadilan tentang perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang ia dengar sendiri lihat sendiri, dan alami sendiri, yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan teror, dan kekerasan dari pihak manapun, sedangkan dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003, tentang Tata Cara Perlindungan Khusus bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang, disebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana pencucian uang yang didengar sendiri, dilihat
Melalui keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti maka seorang hakim diharapkan dapat menyelaraskan nilai-nilai keadilan dan kepastian hukum, karena menurut Gustav Radbruch, sebagaimana dikutip Astim Riyanto, dikatakan bahwa gagasan hukum merupakan gagasan kultural tidak bisa formal, berarti terarah pada cita hukum (rechtsidee), yaitu keadilan.
sendiri, dan dialami sendiri. Terlepas dari perbedaan pengertian saksi sebagaimana disebut di atas, pada prinsipnya seorang saksi adalah orang yang memang benar-benar mendengar, melihat dan mengalami sendiri suatu peristiwa yang terjadi (tidak berdasarkan keterangan yang diperolehnya dari orang lain), dan
kepadanya diwajibkan untuk memberikan keterangan dengan sejujurjujurnya atas peristiwa dimaksud apabila dirinya dimintakan untuk itu dan telah dipanggil secara patut oleh pengadilan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Apabila seseorang telah dipanggil sebagai saksi, maka dirinya wajib menghadirinya untuk memberikan keterangan yang dimintakan, karena keterangan saksi sangat membantu bagi proses pencapaian salah satu tujuan hukum, yang dalam hal ini adalah keadilan (gerichtigheid), bahkan untuk mewujudkan tujuan hukum lainnya, yaitu kepastian hukum (rechtszeherheid).2 Melalui keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti maka seorang hakim diharapkan dapat menyelaraskan nilai-nilai keadilan dan kepastian hukum, karena menurut Gustav Radbruch, sebagaimana dikutip Astim Riyanto, dikatakan bahwa gagasan hukum merupakan gagasan kultural tidak bisa formal, berarti terarah pada cita hukum (rechtsidee), yaitu keadilan. Untuk mengisi cita keadilan ini dengan isi yang konkrit harus dilihat dari sisi finalitas-nya, dan untuk melengkapi cita hukum serta finalitas, dibutuhkan kepastian hukum. n
[bersambung]
2
*) Penulis adalah Anggota Tim Pemeriksa Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum di Daerah dari Unsur Masyarakat Provinsi Sumatera
Utara, dan berprofesi sebagai staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara untuk Program Sarjana Ilmu Hukum, Program Magister Ilmu Hukum dan Program Magister Kenotariatan.
Ketua KPU Husni Kamil Manik “Secara statisitk, ada 1065 perkara yang didismissal sementara yang disidangkan sebanyak 324 perkara. Ini artinya yang mengajukan pengaduan secara emosional lebih banyak. Namun DKPP tidak serta merta menyidangkan. DKPP Objektif dalam melihat perkara.” Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie “Mari kita syukuri. Sistem demokrasi kita mencapai tingkat memuaskan. Dan menjadikan Indonesia demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan India.” Ketua Bawaslu RI Muhammad “DKPP bukan lagi bayi yang bisa berlari, melainkan sudah mampu melompat.” Ade Hanas, penggiat Pemilu. “Saya melihat lembaga-lembaga etika yang ada malah berfungsi melindungi orang-orang yang bermasalah. Nah, DKPP bertindak tegas terhadap para penyelenggara Pemilu yang melanggar etika.”
11
Ragam
Ketua KPU dan Ketua Bawaslu Beri Sambutan di Ultah Kedua DKPP
K
amis (12/6/2014), menjadi hari berbahagia bagi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pasalnya, tepat tanggal 12 Juni 2014 tersebut lembaga penegak kode etik penyelenggara Pemilu ini merayakan ulang tahunnya (ultah) yang kedua. Meskipun acara tampak sederhana, ultah kedua ini cukup lengkap karena dihadiri oleh dua pimpinan penyelenggara Pemilu, yakni Ketua KPU Husni Kamil Manik dan Ketua Bawaslu Muhammad. Keduanya pun didapuk untuk memberikan kata sambutan. Sambutan pertama diberikan oleh Ketua Bawaslu Muhammad. Bagi Muhammad, di usianya yang baru menginjak dua tahun, DKPP dapat dikatakan masih muda. Jika dibanding dengan lembaga kepemiluan lain seperti KPU dan Bawaslu, usia DKPP terpaut jauh. Namun, Muhammad tidak mengelak bahwa kinerja DKPP sangat luar biasa. “Dua tahun itu masih bayi. Tapi DKPP ini seperti bayi ajaib. Baru dua tahun sudah bisa melompat,” ujar Muhammad. Muhammad mengaku bahwa dirinya adalah salah satu yang pernah mendapatkan peringatan dari DKPP. Meski demikian, dia tidak marah, apalagi sakit hati. Dia mengibaratkan peringatan DKPP tersebut seperti seorang ayah yang menegur anaknya. “Teguran kepada saya dan kepada anggota Bawaslu yang lain saya menganggap ini baik dalam menjaga Bawaslu ke depan,” ungkapnya. Hal lain yang dia apresiasi dari DKPP adalah gaya pendekatannya. Menurutnya, gaya tersebut mirip dengan Bawaslu. Pendekatan yang digunakan lebih banyak pendekatan preventif (pencegahan). Dia mengaku sering mendapat masukan dari anggota DKPP untuk mengantisipasi potensi agar tidak di-DKPP-kan. Pendekatan preventif ini tujuannya tidak lain agar semua bisa diperbaiki. “Semangatnya menjaga kehormatan,” tegas dia. Muhammad menambahkan, dalam mengelola pemilu ini pasti tidak semua orang puas. Tapi baginya apa yang
12
keberadaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu sangat penting khususnya dalam menjaga martabat penyelenggara Pemilu. dianggap benar, dia bersama jajarannya akan siap mengawal. Menutup sambutannya, dia berharap tidak banyak lagi anggota Bawaslu dan KPU yang diadukan ke DKPP. Kuncinya adalah terus melakukan pembinaan. Ketua KPU RI Husni Kamil Manik pun mengapresiasi kinerja DKPP. Dia mengatakan, keberadaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu sangat penting khususnya dalam menjaga martabat penyelenggara Pemilu. DKPP, menurut dia, juga sangat objektif dalam memutus perkara. “Seperti kata Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie, secara statistik ada 1.065 perkara yang didismis. Sementara yang disidangkan sebanyak 324 perkara. Ini artinya yang mengajukan pengaduan secara emosional lebih banyak. Namun DKPP tidak serta merta menyidangkan. DKPP objektif dalam melihat perkara,” katanya. Bagi Husni, segala putusan DKPP akan menjadi pelajaran bagi pihak KPU
dan jajarannya, agar beban penyelenggara Pemilu juga menjadi berkurang. Hanya saja, satu hal yang menjadi catatan dia, struktur penyelenggara Pemilu yang di level ad hoc, seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Komite Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) beban moralnya sangat tinggi. “Mereka hadir karena lebih banyak semangatnya keswadayaan. Mengabdi kepada masyarakat. Bila dihitung dengan kompensasi sangat tidak sepadan,” katanya. Oleh karena itu, lanjut Husni, mungkin di antara panitia ad hoc yang sudah diberhentikan tersebut justru lebih senang. Pasalnya, di beberapa daerah justru sulit mencari penyelenggara pemilu di level itu. Husni pun mencontohkan ada anggota PPK, PPS, dan PPK yang lebih memilih menjadi saksi di sidang MK dari pemohon. Padahal itu dapat dikatakan melanggar hukum. Akan tetapi mereka dengan senang hati mau menjalani itu karena ada sesuatu yang didapatkan. “Setelah ditelusuri, dengan menjadi saksi mereka bisa naik pesawat, tinggal di hotel, dan pulang mendapatkan sesuatu. Inilah dinamika penyelenggara pemilu yang tidak mudah. Kami harus bekerja dalam ketidakmudahan. Mudahan-mudahan dengan dukungan semua pihak, tanggung jawab yang ke depan bisa kami emban,” tutup Husni. n
Arif Syarwani
Teropong
Bisakah Penyelenggara Pemilu Netral Seperti TNI dan Polri?
S
ikap ketidakberpihakan menjadi kewajiban bagi seluruh penyelenggara Pemilu. Bagi penyelenggara Pemilu yang berpihak, akan dikenakan sanksi kode etik. “Haruskah sikap politik penyelenggara Pemilu itu netral seperti TNI dan Polri?” Pertanyaan ini muncul dari salah seorang peserta kepada ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Jimly Asshiddiqie dalam acara Rapat Koordinasi Bidang Sumber Daya Manusia KPU dan KPU Provinsi Seluruh Indonesia, Jalan Gajahmada, Jakarta Rabu (4/6) sore. Kegiatan ini diselenggarakan oleh KPU RI pasca pungut hitung Pemilu Legislatif 2014. Hadir dalam kesempatan tersebut perwakilan dari komisioner KPU Provinsi dan Bawaslu Provinsi dari seluruh Indonesia. Menurut Jimly, gagasan itu merupakan ide bagus, hanya saja tidak untuk sekarang. Status itu cocok hanya untuk jangka menengah. Misalnya, apabila para penyelenggara Pemilu itu sudah sepakat terhadap netralitas seperti status khusus TNI dan Polri. “Cuma ada resiko bila netralitas penyelenggara Pemilu seperti TNI dan Polri diterapkan. Tidak mendidik bagi pemilih. Perlu diterangkan alasan yang
jelas mengenai status netral itu. Saya kira itu bisa. Kemudian dicantumkan di dalam UU,” jelas dia. Di negara-negara yang sistem kelembagaannya profesional, hak politik TNI dan Polri tidak menjadi masalah. Di Jerman misalnya. Seorang TNI dan Polisi serta pegawai negeri sipil (PNS) diperbolehkan untuk mencalonkan sebagai anggota legislatif. Nanti bila terpilih, dia berhenti dari PNS/prajuritnya. Bila sudah pensiun dari parlemen dia kembali lagi. “Toh birokrasi itu tidak ada pengaruhnya apa-apa dengan berubahnya seorang individu. Karena kultur kerja sudah profesional. Tidak ada masalah. Anggota militer atau polisi mau ikut nyaleg, boleh. Apalagi mau memilih, mau nyaleg aja boleh. Karena semua orang sudah tahu membedakan hak dan kewajibanya. Mana urusan pribadi dan mana institusi,” jelas mantan ketua MK itu. Jadi begitulah gambaran tatkala sistem peradaban berdemokrasi, struktur kelembagaan bernegara sudah terpisah dengan soal-soal yang bersifat pribadi, tidak perlu ada batasan-batasan. “Toh, hak politik itu hak semua orang,” jelasnya. Dia berpendapat, sebenarnya ke-
beradaan pengadilan pun tidak perlu bila masing-masing orang sudah mengetahui hak dan kewajibannya. Dia memisalkan, ketika Khalifah Abu Bakar Sidiq, Zaman Khulafurasidin. Pada waktu itu, Umar Bin Khatab diangkat menjadi Qhady, ketua mahkamah konstitusi pada waktu itu. “Pada waktu itu Umar bilang kepada Abu Bakar ‘Ini jabatan saya kembalikan’. Kemudian, Abu Bakar heran. Sang Khalifah pun bertanya, ‘Kenapa? Apa kurang bergengsi? Atau terlalu banyak masalah?” Jawab Umar, ‘Saya sudah satu tahun menjadi Qodi tapi menganggur karena tidak ada perkara. Saya meminta jabatan lain.” jelas Jimly. Dari kejadian tersebut Jimly menyimpulkan bahwa, tatkala masyarakat sudah tahu hak dan kewajibannya, orang tidak mengambil lebih dari haknya dan tidak memberi kurang dari kewajibannya maka tidak perlu lagi ada pengadilan. Kejadian dari zaman Abu Bakar itu kerap dia jadikan selogan. “Ambilah hakmu jangan lebih dari seharusnya. Berikan kewajibanmu jangan kurang dari semestinya. Kalau sudah begitu, pengadilan pun tidak perlu,” tutup guru besar hukum tata negara UI itu. n
Teten Jamaludin
13
Kuliah Etika
Menegakkan Sistem Norma Agama, Etika, dan Hukum Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI
A
pa yang dimaksud sebagai norma? Norma berasal dari kata bahasa Inggris yang berasal dari istilah ‘norm’ istilah Yunani ‘nomoi’ atau ‘nomos’ yang berarti hukum atau kaedah dalam bahasa Arab. Karena itu, judul buku Plato ‘Nomoi’ juga biasa diterjemahkan dengan kata “The Laws” dalam bahasa Inggeris. Istilah kaedah atau ‘qoidah’ dalam bahasa Arab juga biasa dikonotasikan pengertiannya dengan hukum (singular) atau Al-Ahkam (jamak). Karena itu, lima kaedah yang dikenal dalam ajaran agama Islam, yaitu kaedah wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah biasa juga disebut sebagai “al-ahkam al-khamsah” atau kaedah yang lima. Kaedah atau norma itu sebenarnya merupakan suatu pelembagaan atau institutionalisasi nilai-nilai yang diidealkan sebagai kebaikan, keluhuran, dan bahkan kemuliaan berhadapan dengan nilai-nilai yang dipandang buruk, tidak luhur, atau tidak mulia. Nilai-nilai baik dan buruk itu berisi keinginan dan harapan yang tercermin dalam perilaku setiap manusia. Nilai baik dan buruk itulah yang dilembagakan atau dikonkretkan dalam bentuk atau berupa norma atau kaedah perilaku dalam kehidupan bersama. Sebagaimana tercermin dalam pengertian tentang ‘al-ahkam al-khamsah’ tersebut di atas, kaedah-kaedah perilaku itu dapat dibedakan dalam lima norma, yaitu (i) wajib atau ‘obligattere’, (ii) haram atau ‘prohibere’, (iii) sunnah atau anjuran untuk melakukan, (iv) makruh atau anjuran untuk jangan melakukan, dan (v) mubah atau kebolehan atau ‘permittere’. Kelima norma tersebut, menurut Profesor Hazairin, dapat dibedakan dalam tiga jenis sistem norma, yaitu norma agama, norma hukum, dan norma kesusilaan. Norma agama mencakup kelima-lima kaedah itu sekaligus. Tetapi norma hukum hanya mencakup tiga kaedah saja, yaitu (i) kaedah kewajiban (obligattere), (ii) kaedah larangan (haram), dan (iii) kaedah kebolehan atau (mubah, ibahah). Sebaliknya, norma kesusilaan berisi tiga kaedah, yaitu (i)
14
kaedah kebolehan (mubah), (ii) kaedah anjuran untuk melakukan (sunnah), dan (iii) kaedah anjuran untuk tidak melakukan (makruh). Pengelompokan jenis kaedah yang lima (al-ahkam alkhamsah) menurut Profesor Hazairin tersebut dapat kita elaborasi lebih rinci dengan mengaitkannya dengan sistem norma yang dikembangkan dalam filsafat hukum dan politik yang selalu dinisbatkan berasal dari warisan tradisi Yunani kuno mengenai adanya tiga macam kaedah yang meliputi (a) obligattere (kewajiban), (b) permittere (kebolehan), dan (c) prohibere (larangan) seperti diuraikan di atas. Norma kesusilaan, menurut Profesor Soerjono Soekanto, dapat dibedakan antara norma kesusilaan pribadi dan norma kesusilaan antar pribadi. Keduanya dapat dicakup ke dalam pengertian etika yang kita bahas dalam tulisan ini. Etika atau kesusilaan pribadi menyangkut keinsyafan pribadi setiap manusia tentang nilai baik dan buruk dalam suatu keadaan atau dalam menghadapi segala sesuatu yang perlu disikapi oleh seseorang, terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Misalnya, seorang yang kaya raya dan baru saja mendapat rizki yang besar, dengan mudah dapat saja tergerak hatinya untuk berbuat baik dengan membagikan rizki dengan
antar pribadi terkait dengan nilai baik dan buruk dalam hubungan antar manusia dalam pergaulan bersama secara interaktif dalam kehidupan bermasyarakat. Kesusilaan antar pribadi inilah yang oleh Soerjono Soekanto disebut sebagai kaedah sopan-santun atau kesopanan. Misalnya dalam bertutur kepada seorang yang usianya dan kedudukan sosialnya lebih tinggi harus menggunakan kata-kata yang dipilih dan yang biasa dipakai dalam hubungan yang dianggap pantas. Dalam pergaulan, diidealkan bahwa kita harus memakai pakaian yang pantas menurut tempat dan waktunya. Ke pesta, tidaklah dianggap pantas untuk berpakaian daster bagi perempuan atau piyama bagi laki-laki. Demikian pula pakaian yang pantas dikenakan di kantor oleh perempuan bekerja, bukanlah baju kebaya dengan sanggul yang biasa dikenakan untuk pergi ke pesta atau juga bukanlah pakaian rok mini atau baju minim yang hanya pantas dipakai untuk bertamasya ke pantai. Dengan demikian, jika digambarkan dalam bagan, ketiga sistem norma agama, hukum, dan kesusilaan (etika) tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Norma Agama. Dalam sistem norma agama, semua kaedah yang lima itu berlaku secara keseluruhan dan simultan.
Tabel 1. Tiga Sistem Norma Agama Wajib Sunnah (anjuran +) Mubah (kebolehan) Makruh (anjuran -)
X X X X
X -
Etika X
X -
X X
Haram (larangan)
X
X
-
memberikan bantuan beasiswa tanpa publikasi kepada anak-anak sekolah SD dan SMP se-desa di suatu daerah terpencil. Dorongan untuk membantu anak-anak desa itu merupakan dorongan etika yang murni bersifat pribadi. Pengertian tentang etika pribadi inilah yang biasa disebut dengan istilah kesusilaan saja. Sedangkan etika atau kesusilaan
Hukum
Ada kaedah yang bersifat kewajiban, ada pula yang merupakan larangan dan kebolehan seperti dalam norma hukum. Tetapi, di samping itu, ada pula kaedah anjuran untuk melakukan (sunnah) dan anjuran untuk tidak melakukan sesuatu (makruh) seperti dalam sistem norma etika yang hanya dikaitkan dengan konsepsi pahala dan surga yang diyakini ada dalam semua agama, lihat tabel 2.
Kuliah Etika Tabel 2. Norma Agama Wajib (Kewajiban)
Sunnah (Anjuran untuk)
Mubah (Kebolehan)
Dapat dikatakan bahwa dalam agama, kelima sistem kaedah tersebut berlaku sebagai sarana pengendalian diri agar orang yang beriman dapat terpelihara tingkah lakunya sebagai umat untuk menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Kaedah wajib (kewajiban) dan haram (larangan) berkaitan erat dengan keyakinan orang akan ajaran agamanya. Sistem ‘reward and punishment’ dalam keyakinan beragama berkaitan dengan kepercayaan mengenai adanya surga dan neraka di hari kemudian atau hari akhirat. Tentu tidak semua agama mempunyai konsep-konsep yang sama mengenai ide tentang surga dan neraka, dan ide tentang hari akhirat atau hari sesudah kematian. Dalam paham deisme yang tidak percaya mengenai adanya hari akhirat, konsep tentang surga dan neraka boleh jadi dipahami hanya sebagai gejala kehidupan di dunia. Karena itu, ide tentang neraka dan surga itu tetap diterima dalam kerangka sistem penghargaan yang diidealkan dalam keyakinan paham deisme yang percaya kepada adanya Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang yang menjalankan kewajiban agamanya akan mendapatkan pahala dan balasan surga, sedangkan yang melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau dilarang oleh agama akan mendapatkan ganjaran dosa yang akan menempatkannya di neraka, baik surga atau neraka di akhirat atau pun surga atau neraka di dunia. Di luar ajaran tentang kewajiban dan larangan itu terbentang luas hal-hal lain sebagai kebolehan atau hal-hal yang dianjurkan untuk dikerjakan (sunnah) ataupun hal-hal yang dianjurkan untuk tidak dilakukan (makruh). Dalam pemahaman ajaran Islam, kaedah kebolehan dianggap sebagai kaedah asal dalam hu-
Makruh (Anjuran jangan)
Haram (Larangan)
bungan horizontal antar sesama manusia dan sesama makhluk Tuhan (urusan mu’amalat), sedangkan dalam hubungan dengan Tuhan (urusan ibadah) kaedah asalnya adalah larangan (haram). Dalam urusan ibadah, semua hal diperbolehkan, kecuali yang secara tegas dinyatakan sebagai larangan. Sedangkan dalam urusan mu’amalah, semua hal dilarang, kecuali yang secara tegas dinyatakan sebagai kewajiban. Dalam rumusan norma hukum dalam pelbagai naskah peraturan perundang-undangan di zaman sekarang kita sering menemukan unsur-unsur nilai kaedah anjuran positif atau pun anjuran negatif itu. Dalam perkembangan dewasa ini, substansi sifat kaedah anjuran ini semakin banyak ditemukan dalam pelbagai rumusan undangundang., terutama dalam perumusan-perumusan norma yang menyangkut prinsip-prinsip mengarahkan (directive principles) atau prinsip-prinsip yang membimbing (guiding principles) yang bersifat abstrak. Misalnya pasal-pasal yang memuat asas dan prinsipprinsip, se-
muanya tidak bersifat konkrit, sehingga tidak menentukan dengan pasti apakah berisi kaedah wajib atau larangan atau kebolehan. Contoh lain dapat pula kita temukan dalam Konstitusi Irlandia tahun 1937 yang kemudian dicontoh oleh Konstitusi India pada tahun 1946, yang secara khusus memuat ketentuan mengenai prinsip-prinsip haluan kebijakan negara (directive principles of state policy). Isinya bukanlah kewajiban, tetapi juga bukan larangan atau pun kebolehan. Gagasan penyusunan prinsip-prinsip kebijakan DPSP (Directive Principles of State Policy) ini oleh kaum nasionalis Irlandia dalam naskah Konstitusi tahun 1937 dapat ditelusuri dari pengaruh Deklarasi Hak-Hak Manusia dan HakHak Warga (Declaration of the Rights of Men and of Citizens) Revolusi Perancis 1789 dan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat 1776 (Declaration of Independence by the American Colonies). Meskipun prinsip-prinsip penuntun dalam konstitusi itu tidak bersifat ‘enforceable’ di pengadilan, tetapi prinsip-prinsip konstitusional yang terkandung di dalamnya dipahami sebagai haluan negara yang menjadi kewajiban negara untuk mewujudkannya dengan sebaik-baiknya dalam praktik penyelenggaraan kekuasaan negara. n
15
Parade Foto foto: Irma
Sebanyak 7 saksi sedang diambil sumpahnya dalam sidang kode etik KPU Yahukimo, Sabtu (21/6).
foto: Irma
Komnas HAM mengunjungi DKPP pada 5 Juni 2014 tujuan dari pertemuan ini Komnas HAM ingin memastikan terpenuhinya hak sipil dan politik sebagai hak konstitusional setiap warga negara yang berasaskan pada free and fair election.
foto: Irma
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Prof. Jimly Asshiddiqie sedang menyampaikan materi dalam Rapat Koordinasi Bidang Sumber Daya Manusia KPU dan KPU Provinsi Seluruh Indonesia, Jalan Gajahmada, Jakarta Rabu (4/6)
16
foto: Irma
DKPP gelar tasyakuran milad ke II dengan mengundang KPU, Bawaslu, Pokja dan rekan-rekan media (12/7). Muhammad, Ketua Bawaslu mengucapkan selamat milad ke II kepada DKPP.
foto: Irma
Dengan mengenakan pakaian adat Sumatera Utara, Gerakan Rakyat Medan (GERAM) pada hari ini, Jumat (2/5) menyerahkan petisi yang berisi penolakan atas hasil Pemilu Legislatif di Kota Medan yang digelar pada 9 April 2014 lalu ke DKPP.
foto: Arif Syarwani
DKPP gelar sidang putusan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu (9/6) bertempat di ruang sidang DKPP secara live video conference di 9 provinsi di Indonesia.