Remote Control Boy Hilman Hariwijaya
DJVU by Syauqy_arr OCR by Raynold Epub by Axra
Thanks to:
Tiraikasih Hanaoki Otoy Dimhad BBSC And many other people for ebook source....
Special Thanks to: Pengarang buku ini yang telah menghasilkan karya yang hebat <<<<<<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>>> eBook ini hanya untuk pelestarian buku dari kemusnahan dan arsip digital untuk pendidikan serta membiasakan budaya membaca untuk generasi penerus...
DILARANG MENGKOMERSIALKAN EBOOK INI!! Belilah buku aslinya di toko terdekat >>AXRA<< (2012)
1. Sobat Seukuran Saku
“VLADDVANIOOO!” Teriakan nyaring seorang wanita muda memenuhi ruang-ruang di sebuah rumah mewah di Jalan Sekolah Duta, Pondok Indah. Nggak ada sahutan dari nama yang dipanggil. Rumah berukuran dua ribu meter persegi itu pun sepi kembali. Beberapa saat kemudian suara panggilan kembali terdengar melalui interkom yang dipasang dari satu ruang ke ruang lain. "Vladdvaniooo! Vlaaad! Vladdvaniooo!!!" Wanita muda berpenampilan oke yang menjerit-jerit sejak beberapa menit lalu itu bernama Mirna. Tapi dia lebih suka dipanggil Smirnov. Penampilannya, sebagaimana layaknya ibu muda keluarga kaya. Serba enak diliat mata. Smirnov lalu mengambil handy-talky dari dalam tas mungilnya, lalu ngomong dengan judes ke kepala pembantu rumah tangganya lewat alat komunikasi itu, "Maryati, cepat kamu liat Vladd di kamarnya! Diinterkom nggak ada jawaban!" "Walaah, Nyonya! Masa Nyonya nggak tau? Interkom di kamar Mas Vladd kan udah lama nggak ada. Udah dicabut sama Mas Vladd. Katanya, udah kuno!" terdengar sahutan di seberang sana. Smirnov melotot kesal. "Kuno? Jadi yang modern itu gimana? Cepat kamu panggil Vladd ke sini!" jerit Smirnov. "Wah, ya nggak bisa, Nyonya. Saya nggak bisa masuk ke kamarnya Mas Vladd...," suara Maryati terdengar khawatir. "Kenapa nggak bisa?" "Mas Vladd pasang kamera di depan pintu kamarnya. Kalo liat saya yang dateng, nggak pernah dibuka, Nyonya!" Smirnov membanting HT-nya ke sofa. Kaget sendiri. Lalu buru-buru diambil tu HT lalu ditimang-timang. Sambil duduk di sofa, Smirnov mengeluarkan alat komunikasi yang lain, handphone. Lalu ia memijit beberapa nomor. Terdengar suara sahutan voice-mail, "...Di sini Vladd. Gue lagi sibuk. Tinggalin pesen aja kali ye? Tekan tanda bintang atau bicara setelah nada bip...." Smirnov menjawab dengan nada kesal, "Vladd, ini Mami! Di mana pun kamu berada, hubungi Mami, cepat! Siang ini Mami take off ke UK. Ada seminar obat terlarang. Minggu depan Mami pulang. Kamu mau oleh-oleh apa? Oya, pulangnya Mami mampir ke Jepang dulu. Tante Gina mau ngelamarin Dandy. Iya, Dandy anak laki-laki Tante Gina yang paling tua. Dapet cewek Jepang, Vladd. Tante Gina minta tolong Mami buat bantu-bantu. Oke ya, Vladd? Kamu mau oleh-oleh dari UK atau Jepang? Atau dari dua-duanya? Eh, tapi sempatnya Mami aja ya? Udah ya, Vladd jangan nakal-nakal!" Sementara itu di kamarnya, Vladd-seorang cowok yang baru lepas mas a ABG dan duduk di kelas satu SMU itu-malah sedang asyik membongkar sebuah benda yang dulunya kita kenai sebagai remote control. Anak jenius itu emang hobi banget membongkar-bongkar barang elektronik untuk diubah fungsi jadi lebih canggih. Urusan maen sega aja, sambil merem pun dia bisa mecahin rekor anak-anak se Pondok Indah. "Kalo remote control cuma bisa mengontrol TV doang, kagak seru. Tapi kalo bisa menguasai orang-orang, asyik juga ya?" Vladd menggumam sambil senyam-senyum sendiri. Dan anak itu sudah sebulan ini emang jadi punya kegiatan yang mengasyikkan. Vladdvanio alias Vladd, namanya. Kalo dipanjangin lagi narnanya jadi Vladdimir Transylvanio. Itu memang nama aslinya. Tapi Vladd ogah kepanjangan nama. Dia pengen namanya disingkat aja. Jadinya Vladdvanio. Kabarnya dulu Mami Smirnov
waktu ngidam Vladd punya keinginan yang aneh. Yaitu kepengen banget dipotret bareng drakula. Jadi nama Vladd dipaksain kedrakula-drakulaan. Untung Vladd wujudnya jauh banget dari syerem. Malah keliatan jenaka, dengan kacamata yang lumayan gede gagangnya itu. Vladd itu anak semata wayang. Cowok polos dan culun itu meski anak keluarga kaya, tapi nggak bisa dibilang anak gaul juga. Soalnya temennya dikit, dan hobinya mengurung diri di kamar. Sebetulnya Vladd nggak jelek. Wajahnya sih lumayan imut. Tapi berhubung terlalu cuek sama penampilan, imutnya jadi nggak keliatan. Malah kacamatanya dan rambut cepaknya yang berdiri kayak Don King yang menonjol. Bapaknya Vladd, Papi Eraisuli, adalah seorang konglomerat low profile di Indonesia. Punya belasan perusahaan dengan relasi bisnis para pengusaha mancanegara. Sama George Soros yang pialang top itu aja dia kenal. O iya, Eraisuli disebut konglomerat low profile karena dia emang nggak suka menonjolkan diri. Dia ambisius banget dengan kerjaannya. Kalo kata orang-orang sih workaholic. Tapi paling ogah diekspos di media. So, kalo kamu selama ini nggak pernah dengar namanya, ya maklum aja deh. Mami Vladd, si Smirnov, seperti yang tadi udah diliat, eh, dibaca tadi, supersibuk juga. Jadwal kegiatannya ketat sekali. Kegiatan senamnya aja ada macem-macem. Senam jantung, senam asma, senam aerobik, senam disko, sampai senam body language-nya Roy Tobing. Belum privat jaipongan di Camelia Malik atau ngerecokin padepokan seninya Bagong Kusudiardjo. Itulah kegiatan Smirnov yang berhubungan dengan goyang-goyang. Kalo kursus, lain lagi. Dari bahasa Mandarin, Itali, Spanyol, Francis, Arab, sampe bahasa Urdu, dijabanin. Kursus yang seabrek itu nggak bikin Smirnov jadi pinter cas-cis-cus pake bahasa asing. Malah ngomongnya jadi suka ngaco. Kecampur-campur. Di manamana Smirnov jadi murid yang paling bego. Kasian ya? Tapi soal penampilan, wow! Kece dan langsingnya ngalahin Claudia Schiffer. Di setiap perusahaan yang dimiliki Eraisuli, Smirnov memimpin perkumpulan istri karyawan. Dari belasan perusahaan Eraisuli, pentolan istri karyawannya hanya Smirnov seorang. Hari ini rapat istri karyawan perusahaan anu, besok tinjauan ke pabrik bareng perkumpulan istri karyawan yang lain lagi. Belum kalo ada kegiatan sosial ngunjungin daerah bencana alam, ngebuka klinik di perumahan karyawan, arisan, dan lain-lain. Eraisuli suka kalah sibuk. Kalo Eraisuli pulang jam sepuluh malam, Smirnov paling cepat jam satu. Sering juga pulang pagi. Apa nggak sakti tuh!
Jadi, jangan salahin Vladd kalo dia jadi cuek banget sama sekitarnya. Abis orangtuanya juga cuek banget sama dia. Masing-masing asyik sendiri dengan kegiatannya. Kali di era cyberspace ini emang harus begitu ya? Kalo nggak, bisa dianggap bukan anak gaul! Makanya banyak remaja sepantaran Vladd yang jadi amburadul. Pergaulan bebas, nagih ecstacy, tripping-tripping, putaw, de el el. Bagusnya Vladd nggak ikut trend yang satu itu. Vladd memilih nyepi. Nggak gaul sama orang. Jadi cowok kuper. Padahal di sekolahnya yang berpengantar bahasa Inggris itu, ekstrakurikulernya asyik-asyik lho. - Berkuda, ngegolf, tenis, segala macem bela diri, dan kegiatan seni. Pokoknya banyak, seru, dan heboh. Maklum, espepe-nya juga ribuan dolar. Karena wajib milih satu kegiatan ekstrakurikuler, Vladd milih komputer. Sayang komputer di kamar Vladd jauh lebih canggih dari yang di sekolah. Kalo sedang kegiatan komputer, Vladd paling sering dijadiin tempat bertanya oleh tementemennya. Malah guru komputernya sendiri juga sering nanya. Vladd jadi suka kesel. Ini belajar apa ngajar sih? Dan sekarang, kita kembali ke kamar Vladd lagi ya? Iya tuh, dia masih sibuk mengotak-atik remote control mungilnya.
"Tinggal masukin microchip ke sini." Setengah berbisik Vladd menyentuh bagian dalam remotenya. "Kombinasiin sama ini, trus pasang kartu modem di sini sama di sini, beres deh!" Vladd tertawa puas. "Kalo besok remote ini dibawa ke sekolah, pada takjub nggak, ya?" Vladd menggumam. Tapi tiba-tiba Vladd menggeleng cepat. "Ah, enggak! Teman-temannya jangan sampai tau! Ntar dikira pamer. Males ah! Ntar mereka makin santer tanyatanya. Rese!”
Lagi asyik-asyiknya kerja, tiba-tiba alarm yang dipasang di kamera Vladd berbunyi. Vladd buru-buru menyalakan layar monitor. Maryati di layar cengarcengir sambil membawa nampan berisi cokelat susu dan kue-kue kecil. "Saya, Mas Vladd, Maryati. Bukan maling," suara Maryati lantang. Vladd menyahut sambil berteriak nggak kalah kenceng. "Ngapain kamu, Mar? Ngeganggu aja!" "Kata Nyonya, sore begini Mas harus tea time. Biar nggak kambuh sakit maagnya!" "Udah deh, taro aja di pintu!" Maryati celingukan dengan begonya. "Mbok yang bener, Mas Vladd. Kok ditaro di pintu?" "Di depan pintu, bego! Di bawah!" jerit Vladd kesel. Maryati bergegas meletakkan nampan di depan pintu kamar Vladd. Lalu balik kanan sambil ngomel-ngomel nggak jelas. Selesai memasang kembali remote yang telah di-up grade-nya, Vladd memencet remote pintu kamar, melongok sebentar, lalu buru-buru mengambil nampan di depan pintu. Vladd cernberut lihat cokelat susu di gelas besar. "Susu lagi, susu lagi, bosen! Emangnya saya bayi? Tadi Mar bilang tea time. Tapi munculnya kok susu? Ini pasti Mami yang nyuruh. Udah berkali-kali saya bilang, ogah minum susu. Nekat, dipaksa juga!" Aduh, si Vladd payah juga. Teh kan emang nggak baik buat yang sakit maag. Tapi kalo dibilang Mami Vladd suka maksa, iya juga sih. Dulu waktu Vladd pengen sekolah di tempat yang biasa-biasa aja, dilarang. Kata Mami harus sekolah di sekolah yang canggih, harus yang mahal. Biar ketauan mutunya. Biar masa depan jelas. Kalo Vladd nolak, Smirnov dan Eraisuli siap mengirim Vladd ke States. Tentunya ke sekolah yang paling oke di sana. Vladd jelas nolak. Emang kurang kerjaan, sekolah kok di States? Daripada dibuang ke sana, Vladd tetap milih di Indonesia. Biar deh temenan sama anak-anak pengusaha yang tengil-tengil. Enggak apa. Kan Vladd nggak wajib gaul sama mereka. Biarin aja. Vladd membuka subnotebook-nya yang multi-media. Komputer mungil itu lumayan oke buat ditenteng ke sekolah. Soalnya kalo Vladd males ngetik, dia tinggal menghidupkan fungsi VOX (Voice Activated Recording)-nya, dan terekam deh omongan gurunya. Jadi nggak usah repot-repot nyatet omongan guru. Ditambah lagi Vladd bisa ngedit sambil ngatur jarak rekamnya segala. Pokoknya canggih punya. Vladd lalu iseng memeriksa e-mail-nya sekilas. Ets, siapa nih yang ngirim surat? Kayaknya pas pelajaran terakhir tadi belum ada. Vladd membaca. Di situ ada nama Marigold. Ya ampun, cewek model itu? Ngapain dia ngirim e-mail? Iseng amat Mau nggak mau Vladd ngebaca juga:
“Dear Vladd, lagi ngapain? Bobo ya? Jangan dong! Enakan surat-suratan aja. Mar lagi iseng nih! (Ihiik! Vladd menyeringai geli. Panggilan Marigold kok samaan sama Maryati? Sama-sama Mar. Vladd ngelanjutin baca lagi:) Vladd, kamu ajaib deh. Kayak ada magnet di atas kepala kamu. Abis rambut kamu berdiri. Ehh, jangan ngambek ya? Mar becanda kok. Kamu sih nggak ngerawat rambut. Sekali-sekali nyisir nggak dosa Iho! Eh, udah dulu Vladd, ada yang ngebel tuh di HP Mar. Moga-moga aja dari James. Iya, James yang bokapnya Raharjo pengusaha real estate di Perth itu tuh. Kali aja James ngajak weekend di Pulau X-mas.” Vladd mendengus. la pun menutup e-mail-nya tanpa keinginan untuk membalas surat Marigold. Soalnya langsung terbayang di mata Vladd, Marigold sedang mesramesraan di HP dengan si James. Vladd pun mencoba nggak peduli! Ia kembali asyik mengotak-atik remote-nya. Ia nggak sabar ingin mempraktekkan kecanggihannya besok di sekolah. Besoknya di sekolah Marigold langsung menegur Vladd dengan ramah. "Vladd, udah baca belum e-mail saya? Kok nggak dibales? Sori ya saya buru-buru, kemaren itu emang James yang nelepon. Tapi nggak ngajak saya weekend ke X-mas. Dia cuma nanyain kafe baru di Kemang. Sial nggak tuh?" Vladd curna melirik sambil nyengir sedikit ke Marigold. Rese amat nih cewek. Yang kayak begitu aja pake diceritain. Kurang kerjaan! Vladd lalu melengos pergi. Tinggal Marigold yang ngomel-ngomel dengan sebelnya. "Sok! Belagu! Mentangmentang jago komputer. Norak! Berani amat nyuekin saya? Awas kamu, Vladd! Saya kirim jin pelet, baru rasa!" James yang melintas di dekat Marigold, tersenyum geli. "Ets, siapa yang mau dipelet, Mar? Saya? Kok susah-susah gitu? Nggak usah dipelet saya juga udah naksir kamu. Suer!" Marigold bengong. Ketika James sudah menghilang, dia melompat sambil berteriak girang, "Yes-yes-yes!" Saat kelas komputer dimulai, Vladd malahan asyik menjelajah dunia internet. Ngebuka homepage-nya nintendo dan sega. Pengen tau mainan tercanggih yang sudah mereka buat. Sedang serius-seriusnya memelototi layar sub-notebook, sebuah teriakan bikin Vladd kaget. "Vladdvanio! Ngapain kamu?" Pak Bangke (nama aslinya sih Bambang Eko. Dasar anak-anak pada jail, nama bagusbagus itu disingkat anak sekelas Vladd, jadi Bangke. Kurang ajar ya? Bagusnya, Pak Bangke sendiri nggak tau kalo dijuluki panggilan buruk begitu) menatap Vladd dengan galaknya. Spontan Vladd mengeluarkan remote dari sakunya. Ini saatnya mempraktekkan kecanggihan remote yang semalaman ia otak-atik. Apa bisa berfungsi ke manusia? Vladd memijit tornbol smile sambil mengarahkan ke Pak Bangke. Ajaib, tiba-tiba saja ekspresi wajah Pak Bangke ramah sekali. Beliau tersenyum pada Vladd dengan lebarnya. Yess! Sukses! Berarti remote ini bisa berfungsi! Seisi kelas yang cuma bersebelas itu langsung takjub. Kok mendadak Pak Bangke yang terkenal mahal senyum itu jadi tersenyum selebar itu?
"Vladd, kamu sedang apa? Bisa tolong ke sini sebentar? Tolong jelaskan pada teman-temanmu fungsi-fungsi hardware di sini. Bapak agak lupa," kata Pak Bangke dengan lembut. Kembali sekelas bengong. Vladd sendiri juga kaget. Dia memperhatikan remote di tangannya. Idih, kok sukses, ya? Masa bener-bener gara-gara remote ini? Vladd langsung berlari keluar kelas sambil berteriak girang, "Saya pulang duluan, Pak! Terima kasih, Pak!" "Mari... mari...," ujar Pak Bangke ramah. Begitu Vladd keluar kelas, ekspresi Pak Bangke kembali galak. Dan dia langsung belingsatan. "Ke mana si Vladdvanio? Kenapa dia kabur? Kurang ajar itu anak!" Anak-anak sekelas pun bengong lagi. Maryati menatap bingung pada Vladd yang tiba-tiba menerjang masuk ke dalam rumah. Nggak biasanya Vladd pulang pukul satu. Paling cepet pukul tiga. Apalagi hari ini kan ada ektrakurikuler komputer. Maryati hafal betul jadwal pelajaran Vladd. Itu sudah jadi tugasnya. "Mas Vladd? Kok pulang cepet? Kenapa? Sakit ya?" Maryati menyusul Vladd ke kamar sambil berteriak khawatir. "Enggak, enggak! Sana ah, Mar! Pengen tau aja!” Vladd segera berlari masuk kamar. Maryati hampir berhasil menyusulnya masuk, saat Vladd berbalik dan memijit tombol lock di remote-nya. Ajaib, pintu kamar Vladd terkunci dengan sendirinya. Dengan kesal Maryati menggedor-gedor pintu. Vladd nggak peduli lagi. Dia kembali membongkar remote mungilnya. Dia senang sekali karena berhasil membuatnya berfungsi. Berjam-jam Vladd nggak keluar dari dalam kamarnya, sampe saat tea time-nya tiba. Sampai Maryati muncul lagi membawa makanan untuk Vladd, dan menimbulkan bunyi pada alarm. Kali ini Vladd nggak niat menyalakan layar monitor. Vladd cuma mematikan alarm biar nggak berisik. Di luar, Maryati meletakkan nampan lalu pergi sambil mengomel. "Ternyata sistem biosignals ini berhasil. Bisa mempengaruhi saraf manusia," kata Vladd hati-hati. Vladd tersenyum kecil, lalu ia memanggil Maryati lewat HT. Tak berapa lama, sambil cemberut Maryati datang. Vladd membuka pintu dan menyuruh Maryati masuk. Vladd memencet tombol dance dan mengarahkannya ke Maryati. Beberapa detik kemudian Maryati sudah bergoyang-goyang ala putri padang pasir. Vladd ngakak kegirangan. Maryati disuruh pergi lagi.
Maryati tak sadar apa yang barusan terjadi. Dia heran, ngapain Vladd manggil kalo ia cuma disuruh pergi lagi. Kenapa Vladd nggak jadi nyuruh? Maryati nggak sadar kalo tadi dia hot banget menari perut. Yang dia rasain cuma, kenapa badannya jadi pegel-pegel? Begitu Maryati keluar, Vladd ngakak sekeras-kerasnya. Baru kali ini dia merasa nggak kesepian berada di rumah. Baru sekarang ini. Biasanya biar ada orang di rumah, Vladd selalu merasa kesepian. Biar ada Maryati, Bik Zuleha, Narsakip tukang kebun, Pak Satpam Lukijo, tim cleaning service langganan, Vladd tetap kesepian. Tapi kali ini nggak. Iya, mulai hari ini Vladd nggak kesepian lagi. Vladd menimang remote mungilnya sambil tersenyum. "Kamu sobat baru saya ya? Sobat mungil seukuran saku!"
2. Off Day
NYARIS dua mingguan Vladd nggak diganggu oleh maminya. Biasanya Mami Smirnov suka ngecek Vladd lewat interkom yang emang udah lama dicabut sama Vladd, atau via telepon genggam, pager, atau e-mail. Khusus yang terakhir ini jarang sekali dilakukan Mami. Kalo sempat aja. Nah, berhubung si Mami kini lagi ke UK terus nyambung ke Jepang, di bumi jadi terasa damai sejenak. Tapi sayang seribu sayang, subuh-subuh ini rencana kedatangan Mami Smirnov sudah terasa. HP dan e-mail Vladd kemasukan pesan yang sama: "Mami hari ini pulang, jangan main ke mana-mana ya, Vladd? Ada surprais untuk kamu. Kecil, mungil, imut. Pasti kamu suka. Sampe ketemu di rumah ya? Kalo ketemu papimu, tolong bilangin sekalian. Mami tadi udah kontak, nggak ada. jawaban. " Vladd menghela napas, kesel. Jangan main ke mana-mana? Mau main ke mana? Mami ini ngelawak atau bener-bener cuek sama anak sih? Sudah tahu Vladd nggak pernah kelayapan, kerjanya mengurung diri di kamar terus, kok pake dipesenin begitu? Pasti deh Mami nggak tau gimana Vladd. Soalnya kalo emang niat Mami mau ngelawak, garing banget! Dan rencana kepulangan Mami Smirnov bikin Maryati makin sok repot. Masih pagi dia sudah nelepon beberapa tukang bunga langganan. Tim cleaning service yang baru kemaren datang ditelepon juga. "Nyonya suka kalo disambut bunga segar dan liat rumah dalam keadaan bersih," alasan Maryati. Tukang bunga sih senang aja dapat order begitu. Yang agak ngomel ketua tim cleaning service-nya. Dia complain, karena jatah bersih-bersih di rumah itu cuma dua kali seminggu. Kalo ditambah lagi, mereka minta tambah bayaran. Selain itu, kalo baru kemaren dibersihin, sekarang kan belum kotor. Tapi Maryati tetap ngotot menjalankan niatnya. Soal tambah bayaran, gampang. Bisa diatur. Kalo masih pada bersih, ya dikotor-kotorin aja lagi. Ntar dibersihin lagi. Dodol deh si Maryati! Eh, tapi jangan pada protes ya, kalo acara bersih-bersih di rumah Vladd dikerjain tim cleaning service. Kalo nggak manggil yang profesional kayak gitu, rumah Vladd bakal nggak keurus. Memang, tiap pagi Maryati cs (Bik Zuleha, Pak Lukijo, Pak Narsakip) juga punya kewajiban bersih-bersih. Tapi karena nggak pakar, maminya Vladd merasa perlu mendatangkan tirn cleaning service khusus buat itu. Maklum, rumah mereka gedeee sekali. "Maas! Mas Vlaaadd! Jemputannya datang!" Maryati teriak-teriak menggedor pintu kamar Vladd. Vladd yang masih asyik dengan subnotebook-nya memijit remote pintu. Pintu kamar Vladd terbuka. Maryati menyerbu masuk sambil mengomel dengan cerewetnya. "Cepet, Mas Vladd! Cepeeet! Ntar kalo Mas ditinggal, bisa terlambat ke sekolah. Johan kan libur selama Nyonya pergi. Nggak ada sopir, Mas Vladd. Naik taksi, lama lagi!" "Saya bisa bawa mobil sendiri!" sahut Vladd dengan matanya yang nggak lepas dari layar komputer. "Aduh, Mas! Kan Mas Vladd nggak boleh bawa mobil sama Nyonya! Mas Vladd tujuh bulan lagi baru enam belas. Jangan nekat dong, Mas Vladd! Kalo Mas nekat, saya yang bakal dipecat! Apa nggak kasian sama saya? Saya kan baru setahun nyicil rumah di Cinere. Masa Mas Vladd tega..."
Vladd menoleh ke arah Maryati dengan sebel. Mau nyicil rumah apa nyicil gentong, bodo amat! Pake acara ngitungin umur orang lagi. Si Maryati kurang kerjaan! Vladd meraih remote mungilnya di meja. Dipijitnya tombol mute sambil diarahkan ke Maryati.
Maryati masih terus mengomel-omel, tapi suaranya nggak kedengaran sama sekali. Cuma mulutnya aja yang termonyong-monyong. Setelah sadar nggak bisa bersuara, Maryati kaget banget. Berusaha menjerit, tapi nggak ada suara yang keluar. Dengan panik Maryati berlari keluar kamar Vladd. Vladd ketawa ngakak, lalu ngeberesin subnoteoook-nya Remote ajaibnya juga tak lupa dikantonginya, lalu berangkat sekolah. Begitu sampe sekolah, Vladd langsung masuk ke ruang loker. Ganti baju olahraga. Tiga jam pertama ini pelajaran olahraga buat kelas Vladd. Vladd dan temantemannya bebas mau milih jenis olahraga apa. James mencolek punggung Vladd. Nyengir. "Ngambil apa, Vladd?" Vladd mengangkat bahu cuek. "Nggak tau, catur komputer, kali." James tergelak. "Ngapain kamu ganti baju? Komputernya aja nggak pake baju!" Vladd ikutan ketawa geli. Betul juga. Ngapain juga dia ganti baju. Tapi nggak apa deh, daripada enggak ganti baju. Ntar si Bayi Sehat protes. Rese, kan? Eh, siapa tuh si Bayi Sehat? Hehehe, itu julukan anak-anak untuk Pak Wim, koordinator olahraga kelas Vladd. Orangnya gendut bulet dan kocak. Vladd dan temen-temennya ngatain dia Bayi Sehat. Nanda dan Nandi, cewek kembar manis turunan India itu, lewat di dekat Vladd. Dua-duanya tersenyum manis pada Vladd. Vladd cuma membalas dengan basa-basi. Males ngomong sama mereka. Selain Vladd emang kuper, dia selalu nggak pernah bisa ngebedain mana Nanda dan mana Nandi. Padahal udah jelas kalo Nanda pake kacamata, Nandi enggak. "Bareng kita yuki Vladd! Kita mau loncat indah!" ajak Nanda ramah. "Kamu bisa ngegedein badan sambil renang. Bareng yuk!" timpal Nandi. Vladd menggeleng cepat. "Enggak ah, enggak. Saya catur aja." Nanda dan Nandi ketawa bareng, lalu pergi. Vladd manyun sendirian. Ngegedein badan? Sialan. Apa mereka pikir badan ini kurang gede? Iih, menghina amat! Kalo yang mereka bilang gede itu minimal kayak bodinya binaragawan Ade Rai, ogah deh. Repot kalo sebentar-sebentar kudu makan banyak. Ngabisin waktu! Di ruang catur Vladd menemukan Pak Wim sedang duduk selonjoran main catur lawan komputer. Sebentar-sebentar tangan Pak Wim meraup kacang goreng di meja. Mulutnya sibuk mengunyah. Vladd cengengesan sendiri. Pak Wim ini tipe guru olahraga yang cuek banget. Bawaannya santai, nggak peduli diketawain sana-sini. Soalnya dengan perut buncit begitu Pak Wim lebih pantes jadi bola daripada guru olahraga. "Pak...," tegur Vladd pelan. Pak Wim menoleh, tersenyum kecil. "Heh, Vladd, catur?" Vladd manggut-manggut, menyalakan desktop sekolah. Nggak lama Vladd udah asyik main catur sendiri. "Mau kacang, Vladd?" tawar Pak Wim.
"Makasih, Pak," tolak Vladd sopan. Pak Wim terkekeh. "Kenapa? Takut gemuk? Takut nggak ada yang naksir? Jangan takut, Vladd. Saya aja gemuk begini, banyak yang suka. Ini bukan. sembarang gemuk lho. Perut ini gede karena..." "Otot!" sambar Vladd. Vladd dan Pak Wim ketawa bareng. "Eh, pernah ya saya ngomong begitu?" tanya Pak Wim. Vladd tersenyum geli. Bukan pernah lagi deh, tapi sering! Masa sih Pak Wim nggak sadar setiap minggu dia selalu menantang seisi kelas buat meninju perutnya? "Ayo, tinju perut Bapak. Pasti yang sakit tangan kalian. Soalnya perut Bapak ini bukan gede oleh lemak, tapi gede karena otot!" kata Pak Wim selalu. Pak Wim mematikan komputernya. Kepalanya menoleh ke arah layar komputer Vladd. Vladd melirik, merasa terganggu. Waduh, mulai rese nih, gumam Vladd dalam hati. "Pinter mana, Vladd apa komputer?" goda Pak Wim. Vladd tersenyum sebel. "Udah deh, Vladd, sepinter-pinternya otakmu, nggak bakal bisa ngalahin otak komputer!" kata Pak Wim lagi. Vladd kesel. Iih, asli rese nih! Vladd mulai nggak tahan. Diambilnya remote dari saku. Dipijitnya tombol sleep dan diarahkannya ke Pak Wim. Nggak lama, zzz... zzz... zzz! Asyik, Pak Wim bobo! Dengan tenang Vladd meneruskan permainan caturnya. Bebas, tanpa gangguan. Sampe jam olahraga berakhir Pak Wim tetap tidur dengan damainya. Marigold melongok ke ruang catur. Bengong liat Pak Wim tidur di sebelah Vladd. "Vladd, Pak Wim tidur apa pingsan tuh?" "Tau!" "Bangunin dong!" "Ogah!" Vladd cuek ninggalin Marigold yang masih bengong. Keluar dari ruang loker, Vladd dihadang Nanda dan Nandi. "Hatciiim!" Nanda bersin sambil nyengir. "Haaatciiim!!!" Nandi latah. Vladd buru-buru menghindar. Tuh kan, pada pilek! Vladd mempercepat langkahnya. Tapi cewek kembar itu malah ngejar. Nandi menarik tangan Vladd, maksa. "Vladd, ntar pelajaran bio kita barengan ya ?" Nanda manggut-manggut. "Percobaan kita minggu lalu kan gagal. Kita pengen belajar dari kamu, Vladd. Boleh, kan?" Vladd terpaksa setuju lihat ekspresi Nanda dan Nandi yang sudah siap bersin lagi. Pasangan tukang pilek itu pake milih olahraga loncat indah segala. Cari penyakit! Nanda dan Nandi ketawa puas.
"Haaatciiim! Yes!" duet mereka kompak. Dan akibatnya bisa ketebak, selama praktikum biologi di rumah kaca, Nanda dan Nandi pada sibuk bersin. Bersahut-sahutan, nggak pake acara ditutupin. Vladd sampe puas deh dikirimin virus si kembar. Waktu Vladd nyoba mijit tombol mute, tetep nggak berhasil. Mereka berdua tetap berbangkis dengan suara ribut. Vladd jadi heran. Ternyata virus influenza nggak mempan dilawan remote-nya. Payah! Nanda dan Nandi ketawa-ketawa diselingi bersin melihat Vladd berkali-kali memijit remote-nya dan mengarahkannya ke mereka berdua. "Aduh, Vladd, hatcim! Kita kan bukan TV berwarna. Kok pake di-remote segala?!"
Si kembar ketawa lagi. Vladd jadi pusing. Pengen cepet-cepet pulang ke rumah. Pengen ngotak-ngatik remote mungilnya lagi. Ada yang kudu diberesin nih! Di dalam bus antar-jemput yang membawanya pulang ke rumah, Vladd duduk dengan gelisah. Vladd sudah milih bangku paling belakang, eh, si cewek kembar pake ikut-ikut duk di belakang. Mereka malah mengapit Vladd. Lagi-lagi Vladd dihujani bersin dari kanan-kiri. Vladd pindah ke depan, si kembar membuntuti lagi. Dan dengan kompaknya saling berduet bersin lagi. Vladd pun terpaksa menghindar ke deretan bangku tengah, duduk dekat James dan Marigold. James jelas terganggu oleh kehadiran Vladd, soalnya dia kan lagi mesra-mesraan sama pacarnya yang seksi, Marigold. Tapi Vladd nggak peduli sama kali sekali! Belum lama Vladd menarik napas lega, karena terbebas dari serangan si kembar itu, tau-tau Nanda dan Nandi datang sambil ngomong permisi-permisi lalu langsung ikutan nyempil duduk dekat Vladd. Ngobrol-ngobrol sambil bersin lagi. James dan Marigold jelas makin terganggu. Pasangan mesra itu menyingkir ke pojok belakang. Dan si kembar dengan gembiranya berhasil mengapit Vladd lagi. Vladd pun pasrah, nutupin mukanya pake subnotebook. Seisi bus yang merhatiin tingkah Vladd dan si kembar, pada tersenyum geli. Mereka pikir Vladd kege-eran dibuntutin dua cewek kembar yang manis. Soalnya Vladd kan emang nggak pinter gaul. Padahal kalo mereka tau, Vladd sebel dikasih virus bersin dan nggak bisa nangkisnya. Remote canggihnya nggak berfungsi. Begitu Vladd meloncat turun dari bus, semua yang di bus ketawa ngakak. Nanda dan Nandi apalagi. Mereka berdua puas ngegodain Vladd. Masuk rumah, Vladd langsung menghambur ke kamarnya. Maryati yang sedang asyik mencereweti koordinator tim cleaning service, berbalik ngejar Vladd. "Mas Vladd! Maaas!" Terlambat, Vladd sudah masuk kamar. Maryati mengetuk pintu berkali-kali. Tapi Vladd nggak peduli. Dia sibuk membongkar remote-nya. "Pasti ada yang nggak beres. Pasti ada yang harus dibenerin," gumam Vladd. Maryati yang dicuekin akhirnya ninggalin pintu kamar Vladd. Kesel juga sih ngomong pada pintu. Padahal Maryati cuma mau tanya, Vladd ikut ngejemput maminya apa enggak. Cuma mau tanya itu aja. Ngeliat kecuekan Vladd, Maryati jadi sadar, Vladd nggak bakal tertarik ngejemput Mami Smirnov. Biar nanti Maryati bareng Johan yang ngejemput. Johan sudah dipesen lewat pager tadi pagi.
Hampir dua jam Vladd ngebongkar remoteya. Vladd nggak ngerti, kenapa alat canggih ini mogok berfungsi? Apa segitu hebatnya yang namanya virus influenza? Vladd mulai putus asa. "Tok-tok-tok! Tuing-tuing-tuiing!" Bunyi ketukan di pintu bersamaan dengan bunyi alarm. Dengan kesel Vladd nyalain monitor. Bik Zuleha menoleh ke arah kamera, lersenyum sopan. “Cokelat susunya, Mas Vladd." Vladd memijit remote pintu, membiarkan Bik Zuleha masuk. "Mangga, Mas. Diminum atuh,” tawar Bik Zuleha. Tapi Vladd cuek aja. Terus ngebongkar dan gebongkar sampe akhirnya ketiduran. Bangun-bangun Vladd sudah terbaring di tempat tidur. Sepatunya sudah dicopot. Vladd melirik ke meja kecil di sarnping tempat tidurnya. Ada sebuah bungkusan mungil dan secarik kertas di atasnya. Vladd ngebaca malesan. "Vladd sayang, ini surprais dari Mami. Buka deh!" Vladd sama sekali nggak tertarik pada surprais marninya. Yang sudah-sudah dia selalu nggak pernah terkejut sih. Mami Smirnov biasanya kasih oleh-oleh CD-ROM. Koleksi CD-ROM Vladd lumayan lengkap. Dari yang isinya referensi kayak ensiklopedi, segala macarn game, sampe CD-ROM lagu-lagu, Vladd punya. Kadang Mami juga suka bawain tamagotchi. Vladd sebel banget dikasih tamagotchi. Mainan anak kurang kerjaan, katanya! Kue donat bikinan Bik Zuleha keliatannya oke juga. Tumbukan kacang di atasnya cukup menggoda. Vladd mencomot donat, mengunyahnya buru-buru. Hmm, lezat! Ihiik, ehh, kok tenggorokan kayak ada yang ngeganjel? Susah banget untuk menelan! "Seret amat nih donat! Bikin tenggorokan sakit!" maki Vladd sambil mengambil cokelat susunya yang sudah dingin. "Gluk-gluk, haaatciiim!" Vladd terlonjak kaget. Dipeganginya hidungnya kuat-kuat. Sekali lagi, "Haaatciim!" Bersin Vladd muncul lagi. Sialan si kembar! Gara-gara mereka, Vladd di pilek. Sepanjang sore itu Vladd bersin-bersin terus. Maryati dan Bik Zuleha bolak-balik keluar-masuk kamar dengan bebasnya. Vladd nggak sempat nge-remote pintu. Bersin membuatnya sibuk sendiri. "Nggak usah mandi, Mas Vladd, nanti flunya tarnbah parah!" kata Maryati sambil memijit-mijit kaki Vladd. Idih, flu kok yang dipijit kaki ya? Sementara Bik Zuleha dengan yakinnya berusaha membuka baju Vladd. Vladd spontan berkelit sambil marah-marah. "Apa-apaan sih, Bik? Saya kan bukan anak ke... hatciim!" Bik Zuleha dan Maryati ketawa. "Bibik tolongin ganti baju. Masa dari pagi pake baju itu terus. Ganti ya, Mas?" bujuk Bik Zuleha. Vladd menggeleng cepat. "Ogah, ogah!" Vladd melompat mengambil remote pintu. "Pada keluar deh! Saya bisa ganti baju sendiri!"
Lagi-lagi Maryati dan Bik Zuleha ketawa. Mereka geli, Vladd kayak mau diperkosa aja. Segitu paniknya digantiin baju. Padahal Maryati sudah kenal Vladd sejak masih SD. Bik Zuleha malah sejak Vladd belum bisa jalan. Sekarang Vladd sudah merasa gede. Digantiin baju ngelawan. Sudah perjaka sih! Maryati dan Bik Zuleha keluar kamar sambil ketawa-ketawa. Vladd buru-buru ngeremote pintu supaya terkunci. Nggak ingat ganti baju, Vladd ngelanjutin acara bongkar-pasang remote lagi. Kali ini diselingi acara bersin-bersin yang mengganggu sekali. Vladd menghela napas panjang. Dia tetap belum tau, kenapa remote-nya nggak mempan sama virus influenza. Vladd membuka bajunya asalan, lalu dilempar ke keranjang baju kotor di pojok kamar. Remote yang bikin penasaran itu dirakitnya lagi. Nggak lama kemudian telepon genggamnya berbunyi. Vladd mengangkat. "Halo?" "Vladd? Gimana?" suara Mami Smirnov penasaran. Dahi Vladd berkerut. "Apanya yang gimana, Mi?" "Oleh-olehnya, bagus nggak? Kamu suka, nggak?" Huhh, oleh-oleh! Ingat juga enggak. Vladd melirik ke bungkusan mungil di meja sebelah tempat tidur. Kirain Mami tanya kabar Vladd. Apa Vladd sehat-sehat aja? Eh, ini malah tanya oleh-oleh. "Bagus. Vladd suka," jawab Vladd asal. "Pinter ya Mami milihnya!" Mami Smirnov muji diri sendiri. Vladd keselek. Bersin-bersin lagi. "Hayo, kamu renang lagi ya, Vladd? Kan Mami udah bilangin, nggak usah ikut renang. Badan kamu nggak kuat di air lama-lama. Nanti Mami tegur deh guru olahraga kamu. Siapa tuh? Pak Wengki? Wimpi? Wendi?" "Wim!" "O iya, Pak Wim! Nanti Mami tegur dia!" "Mami gimana sih?" suara Vladd, kesel. “tadi Vladd catur, nggak renang!" "Ah, yang betul, Vladd? Kalo gitu udah dulu ya, Sayang? Ada pembicara lagi tuh. Mami kan sedang gala dinner...." "Mami gimana sih? Baru pulang udah kabur lagi!" Vladd makin sebel. Mau gala dinner apa galatama, terserah deh! Vladd asli sebel! “Iya, Mami nggak boong! Mami dari Cengkareng langsung ditelepon. Ada penobatan eksekutif wanita dan pria berbusana terbaik. Nggak nyombong ya, Vladd, Mami salah satunya. Kamu harus bangga dong, Vladd. Mami kamu terpilih!" Vladd cuma memanyunkan bibirnya. "Udah dulu ya, Vladd? Bye!" Klik. Mami Smirnov mematikan telepon genggamnya tanpa menunggu salam Vladd. Vladd tambah-tambah sebelnya. Vladd mengotak-atik remote ajaibnya lagi. Apa iya penyebabnya karena cara kerja remote itu di-up grade-nya dengan memakai BioControl sistem? Alat ini kan mengontrol pikiran orang. Jadi kalo orang yang dikontrol itu sedang kena virus penyakit, yang mengakibatkan sistem sarafnya terganggu, dia tak bisa dikontrol pake remote ajaibnya. Apa iya begitu?
Tapi setelah berjam-jarn menganalisis, ternyata kelemahan remote-nya cukup sederhana. Ketika Vladd mengecek indikator baterai, ada tanda merah menunjuk ke tulisan low batt. Baterainya udah mau abis!!! Vladd memukul kepalanya sendiri sambil memaki, "Ah, bego!" Pusingnya jadi nambah. Seperti telepon genggam, remote Vladd itu memakai baterai yang bisa diisi kembali, alias di-recharge. Dan karena baterainya khusus, terpaksa semalaman, sakit-sakit Vladd harus menciptakan charger khusus untuk alat ajaibnya. Ternyata secanggih-canggihnya alat, punya kelemahan juga!
3. Si Nino
VLADD nggak masuk sekolah. Sakit flunya makin parah. Maryati sudah nyuruh pergi si sopir bus sekolah yang pagi-pagi menjemput. Maryati tadi juga sudah nelepon dokter keluarga. Pak Dokter Saragih baru bisa datang agak siangan. Pagi ini ada tugas di rumah sakit. Dan gara-gara itu juga, Papi Eraisuli mengalah untuk tidak berangkat kerja. Urusan bisnisnya ditunda sampe nanti siang. Soalnya Mami Smirnov pagi ini harus menggunting pita. Meresmikan sebuah pabrik di pinggiran Tangerang.
Papi Eraisuli nelepon Vladd lewat telepon genggam dari kamarnya. "Vladd? Udah mendingan belum?" Vladd mendengus. Nada bicara papinya kayak orang nggak sabaran. "Kenapa? Papi ada bisnis? Udah deh, Papi jalan aja! Di rumah masih ada banyak orang. Ada Maryati, Bik Zuleha, Narsakip, Lukijo..." Papi Eraisuli tersenyum lega. Vladd nggak lihat. Ya iya lah, mereka ngobrolnya kan lewat telepon genggam. "Bener kamu nggak apa-apa kalo ditinggal?" tanya Papi Eraisuli pura-pura khawatir. Padahal dalam hati sudah meng-yes! "Bener! Kalo Vladd kenapa-kenapa, Maryati bisa ngabarin." "Iya deh, Vladd. Papi jalan dulu. Bisnis nggak bisa menunggu. Sori ya, Papi nggak nengok ke kamar kamu. Buru-buru sih. Tadi juga Papi sibuk nyiapin bahan buat meeting nanti. Oya, Vladd, kalo Mami nanti nelepon, kamu jelasin ya?" suara Papi Eraisuli terdengar riang, tak bisa menyembunyikan kegirangan hatinya. "Jelasin apa?" Vladd mulai sebel. "Ya kamu jelasin kalo Papi ada bisnis penting. Meeting yang nggak bisa ditunda. Dan yang terpenting, bilang Mami kalo kamu yang maksa Papi pergi." Vladd diam saja. Keselnya makin menggunung dengar omongan Papi Eraisuli. "Vladd?" Papi Eraisuli agak khawatir. "Are you still there, Son?" Norak! Vladd terpaksa mendehem. "Iya, iya, Vladd ngerti. Udah sana, Papi pergi aja!" ujar Vladd ketus. Lalu telepon genggamnya dimatiin. Di kamarnya, Papi Eraisuli bengong sejenak. Tapi dasar Papi Eraisuli memang nggak sensitif, dengan cueknya dia keluar rumah. Bussiness is waiting!
Vladd cemberut sedih. Diambilnya subnotebook. Dia ngirim e-mail ke wali kelas. “Ibu Bertina yth, Saya nggak masuk hari ini karena flu berat. Surat dokternya nanti saya bawa kalo sudah sembuh. Atas pengertiannya, saya ucapkan terima kasih. Vladdvanio” Selesai ngirim e-mail, alarm pintu berbunyi. Vladd menyalakan layar monitor. Di pintu ada Maryati dan Dokter Saragih. Vladd cepat nge-remote pintu supaya terbuka. " Asyiik! Masuk kamar rahasia!" Dokter Saragih ketawa-ketawa sanbil menatap ke sekeliling kamar Vladd. "Mar, ngapain ikut masuk?" tegur Vladd galak. Dokter kocak itu mencolek lengan Maryati. "Iya nih, Mar? Ngapain kamu ikut? Menuh-menuhin aja!" Mau nggak mau Vladd jadi nyengir juga. "O iya, Vladd, Maryati saya jadiin suster. Soalnya suster saya hari ini nggak bisa ikut. Biasa deh, ngejagain jemuran!" canda Pak Dokter lagi. Semua ketawa geli. Nggak lama Dokter Saragih sudah selesai memeriksa Vladd. Resepnva diserahkan ke Maryati. "Seperti biasa, Vladd, saya nggak akan bilang 'jangan' ke kamu. Pokoknya selama sakit, kamu istirahat dulu main airnya. Renang boleh, mandi air hujan boleh. Tapi itu kalo kamu pengen sakit yang luamaaa banget. Asyik, kan?" Vladd manggut-manggut sambil senyum. Dokter Saragih memang asyik orangnya. Bawaannya bercanda melulu. Sebelum keluar kamar, dokter jenaka itu menoleh sambil ngomong, "Vladd, kapan saya boleh nginap di kamar kamu? Disuruh bayar, saya juga rela!" Vladd ngakak. Sementara Maryati yang nggak nyambung, bengang-bengong saja. Selesai makan siang Vladd mencoba istirahat. Vitamin dan obat dari Dokter Saragih sudah diminum. Ngapain lagi ya? Vladd melirik meja kecil di samping tempat tidurnya. Remote-nya yang sedang kehilangan kesaktiannya tergeletak di sana. Di samping gelas jumbo, vitamin, dan obat. Eh, tapi ada bungkusan mungil tuh. Apaan ya? Wah, itu kan dari Mami! Kalo nggak sedang sakit, Vladd males sekali membuka oleh-oleh dari Smirnov. Tapi sekarang daripada iseng, boleh lah! Bungkusan mungil itu dibuka Vladd. Heii, tikus? Vladd terkekeh. Ternyata Mami punya selera humor juga. Vladd menimang-nimang tikus mainan yang mungil seukuran telapak tangan. Lalu Vladd mencoba membaca buku petunjuk tentang mainan itu. Tapi tulisannya huruf kanji semua. Vladd nggak bisa baca. Vladd tersenyum geli. "Mami ngasih tikus Jepang buat saya? Ini harusnya Mami kasih sepuluh tahun yang lalu." Vladd membuka pengaman pada mata tikus. Perlahan tikus kecil itu beringsutingsut berjalan menuju lampu meja.
Vladd kaget. Kok bisa jalan? Dan ia mulai tertarik. "Pake baterai apaan nih?" Akhirnya Vladd punya kesibukan ngebongkar tikus kecil oleh-oleh maminya. Vladd
jadi kagum. Ternyata tikus kecil ini dijalankan dengan komputer. Processor termungil yang pernah Vladd lihat. Hebat! Vladd langsung memijit nomor telepon genggam maminya. Ia jelas senang sekali dikasih hadiah secanggih itu. Tumben Mami tau apa yang dia inginkan. "Mami? Ini Vladd! Mi, thanks ya tikus kecilnya. Vladd suka. Bye, Klik. Mami Smirnov yang sedang terkantuk-kantuk mendengarkan sambutan pimpinan pabrik, jadi seger menerima telepon sirnpatik dari anaknya itu. Terima kasih Vladd bikin Mami Smirnov bangga. Tapi mami Vladd itu bingung juga. Tikus kecil? Oleh-oleh buat Vladd itu tikus kecil? Gimana sih si Rendy? Anak bungsunya Tante Gina itu kok iseng betul? Masa disuruh beli oleh-oleh, yang dibeli tikustikusan? Ngawur! Ya, terus terang aja, Mami Smirnov sama sekali nggak tau isi oleh-oleh buat Vladd itu. Mami Smirnov hanya nitip sama Rendy untuk membelikan sesuatu buat Vladd. Smirnov cengar-cengir sendiri. Tapi biar deh Rendy beli tikus. Yang penting Vladd suka. Biasanya Vladd complain terus kalo dikasih oleh-oleh. Selera anak itu nggak jelas! Di kamarnya Vladd ngoceh sendiri. "Nino. Ini satu-satunya tulisan huruf Latin di kardus. Nino? Kayaknya cocok jadi nama tikus kecil ini. Kecil, mungil, ngegemesin!" Vladd berulang kali menutup dan membuka penahan mata Nino. Nino jadi mundurmaju. Mendekat,lalu menjauhi sinar lampu. "Nino berjalan berdasarkan sensor cahaya yang ada di matanya. Boleh juga," gumam Vladd. Mendadak jiwa iseng Vladd muncul. Buru-buru dipanggilnya Maryati lewat HT. "Mar, kamu jorok amat sih? Kata Pak Dokter saya kan harus istirahat. Gimana bisa istirahat kalo di kamar ada tikus!" "Tikus?!!" pekik Maryati kaget. "Iya, tikus! Cepet deh ke sini kalo nggak percaya!" "Aduh Mas Vladd, saya takut tikus, Mas!" "Enak aja takut! Pokoknya saya nggak mau tau, sekarang juga keluarin tikus itu dari kamar!" Vladd mematikan HT-nya, lalu cekakakan sendiri. Sementara Maryati bergegas mengumpulkan bala bantuan. Pak Narsakip, Lukijo, Bik Zuleha diajaknya ikut menyerbu tikus di kamar Vladd. Begitu alarm pintu berbunyi, Vladd memijit remote pintu, lalu meloncat ke atas tempat tidur. Pura-pura panik. Pintu terbuka, Maryati dengan rombongannya menyeruak masuk. Vladd sampe kaget sendiri Maryati membawa bala bantuan sebanyak itu. "Mana tikusnya? Mana?" Lukijo menantang dengan gaya satpamnya. Bik Zuleha dan Maryati bersembunyi takut-takut di belakang tubuh Pak Narsakip yang bersenjatakan golok. Vladd terbatuk, berusaha menahan tawa. Dia geli sekali, Maryati bawa pasukan. Tapi acting-nya wajib diteruskan. Vladd menunjuk-nunjuk ke arah kolong tempat tidur. Lukijo dan Pak Narsakip melongok ke bawah kolong. Senter Lukijo menyorot-nyorot. Tiba-tiba sebuah makhluk mungil beringsut-ingsut mendekati senter Lukijo. . "Itu tikusnya, Jo! Pukul, Jo!" Pak Narsakip kasih semangat. Maryati dan Bik Zuleha menjerit latah. "Pukul, Jo! Pukul!"
Vladd kaget, lalu langsung turun dari tempat tidur, menarik tangan Lukijo. "Jangan, Jo! Jangan pukul!" suara Vladd panik betulan. Semua orang menatap Vladd, bingung. "Itu tikus oleh-oleh Mami, Jo! Dari Jepang!" jelas Vladd akhirnya. Vladd khawatir sekali si Nino bisa remuk dipukul Lukijo. "Oleh-oleh?" Lukijo bengong. "Masa Nyonya kasih oleh-oleh tikus? Yang bener, Mas Vladd?" tanya Maryati mulai mendekat. Vladd mengambil Nino dari lantai, mengelusnya pelan. "Ini tikus mainan, Mar. Boong-boongan!" Vladd menoleh ke Lukijo, tersenyum nakal. "Kalo kamu pukul, gantinya sepuluh bulan gaji lho!" Lukijo bergidik ngeri. "Mas Vladd ah, mainin saya aja!" "Saya juga!" Pak Narsakip ikut kesel. "Iya, saya juga!" Bik Zuleha tersenyum kecut. Maryati cemberut. "Apalagi saya!" Vladd cengar-cengir tanpa dosa. Nggak lama Maryati dan gerombolannya meninggalkan kamar Vladd. Semuanya pergi sambil ngomel. Malam harinya, waktu Mami Smirnov dan Papi Eraisuli sudah pulang ke rumah, Vladd lagi-lagi jail. Nino dibiarkan bebas berkeliaran di ruang makan. Mami Smirnov yang sedang sok romantis ber-candle light dinner bareng suaminya, menjerit-jerit histeris. Soalnya Nino beringsut-ingsut mendekati cahaya lilin di meja dan naik ke gaun malamnya Mami Smirnov. Kebayang deh!
Menyaksikan kehisterisan Mami Smirnov, Papi Eraisuli bukannya menghibur, malah ngakak berat. Lalu Papi Eraisuli jadi penasaran sama Nino. Asyik mainin Nino pake lampu bacanya. Nyala-mati, nyala-mati lagi. Ketawa-ketawa sendiri. Candle light dinner-nya jadi bubar. Mami Smirnov termanyun-manyun. Karena terlalu lama nunggu Papi Eraisuli bermain sama Nino, Mami Smirnov nggak tahan lagi. Dia berteriak ke suaminya, "Eerrr! Kamu mau makan apa enggak? Kalo enggak biar Bik Zuleha saya suruh beresin meja!" jerit Mami Smirnov kesel. Papi Eraisuli nggak bereaksi. Nggak pake acara nanya dua kali, Mami Smirnov menjerit lagi. Kali ini Bik Zuleha sasarannya. "Bik! Bibiiik! Beresin meja makan!" Bik Zuleha yang sejak tadi sudah ready for use (maksudnya, dia siap dipanggil. Kalo ada yang kurang beres sama masakannya. Atau ada yang harus ditambah. Makanya dia sengaja berdiri di balik pintu ruang makan), tergopoh-gopoh mendatangi meja makan. Dia bingung melihat Mami Smirnov duduk cemberut sendirian. "Lho, Tuan ke mana, Nyonya?" "Tau!" Bik Zuleha melirik hidangan di meja. Kelihatannya nggak ada yang berkurang. Masih utuh. Diliriknya juga keadaan piring dan peralatan makan. Masih bersih dan mengilat. Bik Zuleha tambah bingung. "Kok belum dimakan, Nyonya? Apa Nyonya dan Tuan mau makan di luar?" tanya Bik Zuleha sok akrab.
"Enggak!" sahut Mami Smirnov ketus. "Lalu, makan malamnya?" Mami Smirnov melotot sebel. Bik Zuleha ini mau tau aja urusan majikan. Rese! Tapi tiba-tiba Mami Smirnov sadar, Bik Zuleha nggak salah apa-apa. Dia nggak boleh galak-galak. Mami Smirnov mencoba tersenyum. Tapi kecut! "Enggak, Bik, saya nggak makan malam. Diet. Kalo Tuan, nggak tau lah. Tanya aja sendiri!" jelas Smimov sambil pergi meninggalkan meja makan. Bik Zuleha bengong sejenak. Tanya Tuan? Apa sudah kuat? Itu namanya sama juga ngajak perang majikan sendiri. Nehi! Enggak usah ya! Lalu Bik Zuleha buru-buru membereskan meja makan. Sebelum masuk ke kamarnya, Smirnov mampir ke kamar Vladd. Siap ngomel ke Vladd karena acara romantisnya bareng Eraisuli gagal total. Ketika akan mengetuk pintu, suara alarm berbunyi. Smimov terlonjak kaget. Vladd yang melihat maminya dari kamera, tersenyum geli. "Tumben, Mi? Ada angin apa nih? Kok kunjungan kenegaraan malam begini?" Smirnov menatap kamera. Ya ampun, anak ini sudah kecanduan nonton film-film spionase rupanya. "Aduuh! Cepet buka deh, Vladd! Mami nggak sempet basa-basi nih!" Vladd membuka pintu. Begitu rnasuk, Smimov langsung maki-maki, "Kamu ini gimana sih, Vladd? Enak aja ngerusak makan malam Mami! Kamu kan tau, Mami dan Papi jarang sekali bisa makan malam bersama. Mami udah susah-susah meluangkan waktu, eh kamu rusak! Gagal total deh!" "Mi, apaan sih? Vladd ngerusak apa?" tanya Vladd asli polosnya. Mami Smirnov jadi tambah nafsu. "Nggak usah pasang wajah tanpa dosa, Vladd! Sekarang aja Mami udah tau kalo kamu sakitnya boong. Masa orang sakit bisa jail? Jelas kamu boong! Ntar Mami lapor ke Kepsek, baru kapok!" Lapor ke Kepsek? Kok jadi serius begitu? Vladd semakin bingung. Soalnya dia merasa nggak berbuat jail sama sekali, kok Mami ngamuknya dahsyat amat? "Oke, oke, Mi! Kalo Vladd salah, Vladd minta maaf! Sori, Mi!" kata Vladd berusaha bikin Mami Smirnov tenang. Dibimbingnya Mami Smirnov duduk di tepi tempat tidur. "Sekarang tolong jelasin, Mi, salah Vladd di mana?" "Tikus kamu tuh!" Smirnov penuh dendam. Vladd bengong, nggak lama cengar-cengir. "Oo itu! Vladd nggak nyangka si Nino ngerusak acara Mami. Kirain malahan jadi tambah romantis...." "Romantis apa?" suara Smirnov kesel. "Ya romantis. Kan kalo ngeliat tikus Mami ngejerit tuh. Lalu dipeluk Papi. Apa nggak asyik?" jelas Vladd jenaka. Mami mendengus. "Boro-boro dipeluk! Papimu malahan sibuk sendiri mainin tikus sialan itu. Mami dicuekin!"
Vladd ketawa geli. "Kalo begitu melenceng dong skenario Vladd. Maksud Vladd kan baik, Mi. Biar Mami dan Papi tambah romantis. Tapi kalo hasilnya terbalik, ya... nasib!" Mami Smirnov mendorong kepala Vladd. “Ngawur kamu!" Ketika berjalan keluar kamar Vladd, tiba-tiba Smirnov berbalik, menatap Vladd dengan heran. "Kenapa, Mi?" "Katanya kamu sakit, kok Mami liat seger banget?" "Haatciim!" Vladd pura-pura bersin. "Udah lumayanan, Mi. Berkat Nino, oleh-oleh Mami dari Jepang." Smirnov tersenyum. Sadar kalo sedang digombali. "Ya udah, besok sekolah ya?" Vladd menggeleng cepat. "Enggak, Mi. Kata Dokter Saragih, Vladd disuruh istirahat tiga hari. Surat dokternya juga ada!" "Terserah Vladd! Cuma satu yang Mami minta, kamu harus serius belajar. Mami nggak mau kamu sekolah di sekolah bagus, tapi hasilnya mengecewakan Mami. Ingat itu Vladd!" Vladd cuma manggut-manggut. Ini hari ketiga Vladd nggak sekolah. Vladd mulai kangen sama teman-teman sekelasnya. Pasangan aneh James dan Marigold. Si kembar tukang pilek, Nanda dan Nandi. Yudiantara, sang ketua kelas yang suka marah kalo dapat C. Maunya selalu dapat A. Dapat B aja suka protes. Payah! Terus si Su Yin gimana ya? Semua anak di kelas Vladd pake fasilitas antarjemput, kecuali Su Yin. Dia ogah naik bus sekolah. Soalnya nggak bisa pamer mobil. Iya, bapaknya Su Yin kayaknya punya peternakan mobil. Dari pertama masuk sampe sekarang, Su Yin belum pernah naik mobil yang sama. Gonta-ganti terus setiap hari. Yang sirik bilang, Su Yin punya rental mobil. Bianca lain lagi. Dia hobi gonta-ganti sepatu. Aksesorinya juga selalu diusahakan senada. Pokoknya Bianca saingan beratnya Imelda Marcos. Kolektor berat sepatu. Lalu Muhardito dan Adrian Manurung. Mereka selalu berendeng ke mana-mana. Belajar, nonton, ngelaba selalu bareng. Mungkin tripping juga bareng. Hush! Yang terakhir-makhluk paling tengil satu sekolahan Perry Lontoh. Putih-tinggigede hobi-nya fitness. Tiap hari kerjanya pamer otot. Vladd sebel kalo Perry sudah menunjukkan otot-ototnya yang gede pada anak cewek. Dia juga hobi melecehkan Vladd. Katanya, Vladd mirip banci. Terlalu kurus, nggak bertenaga. Kangen juga sama makhluk-makhluk ajaib nan tengil itu. Untung ada Nino, jadi acara sakit Vladd bisa jadi heboh. Bisa ngejailin orang. Bikin sewot orang. Tiba-tiba Vladd ingat, tadi malam Nino nggak balik ke kamar. Kata Mami, papinya sibuk mainin Nino. Berarti Nino masih ada di sekitar ruang baca Eraisuli. Vladd bergegas keluar kamar. Cari Nino di ruang baca. Sampe jungkir balik, Nino nggak ketemu. "Cari apa, Mas Vladd?" Maryati tahu-tahu sudah ada di belakangnya. "Nino!" Vladd jongkok-jongkok berusaha melihat ke kolong lemari buku. "Tikus kecil yang kemaren, Mar. Kamu liat nggak?" Maryati tersenyum lega. "liang, Mas? Bagus deh, nggak bikin panik lagi!"
Vladd menoleh, manyun. Maryati berlalu. Vladd jadi mikir, jangan-jangan banyak yang dendam sama dia gara-gara Nino. Lalu Nino diapa-apain! Gawat! Vladd berlari ke belakang, ketemu Narsakip dan Lukijo yang sedang main gaple. "Pada liat Nino nggak? Itu tuh, tikus kecil yang kemaren?" Narsakip dan Lukijo menggeleng bareng. "Di tempat sampah, kali, Mas. Mungkin kesapu," tebak Lukijo, asal. Vladd bum-buru membongkar tempat sampah. Pak Sampah yang kebetulan jadwalnya datang, cemberut. Khawatir dapat saingan. Setelah mengaduk-aduk nggak ketemu, Vladd putus asa. Seharian Vladd nggak semangat. Besoknya waktu pulang sekolah, Vladd tetap lesu. Baru juga punya mainan baru, sudah hilang. Yang agak menghibur, pilek Vladd sudah sembuh. Tiba-tiba Vladd inget. Waktu lagi bongkar-bongkar tikusnya itu, ia sempat menempelkan lempengan besi bertuliskan namanya, untuk menandakan tikus itu milik dia pribadi. Dan dengan lempengan itu, berarti tikusnya punya sensor khusus yang bisa dicari oleh remote ajaibnya. Maka dengan bersemangat, Vladd mengarahkan remote ke delapan penjuru mata angin. Mijit tombol search & find. Waktu mijit ke arah tenggara, remote Vladd mengeluarkan nada bip... bip... bip! Dia girang banget. Ngikutin arah tarikan. Kok ke rumah tetangga? Vladd terpaksa bertamu ke rumah tetangganya. Nggak pake basa-basi, dia minta izin pembantu sebelah ke kebun belakang. Ke arah suara "bip" yang makin keras. Si pembantu sebelah langsung bengong dan ketakutan. "Ada apa, Mas?" "Ada bom!" jawab Vladd cuek. Hah? Pembantu itu langsung minggat jauh-jauh. Sampe di kebun, tombol find menyala di atas sebuah gundukan tanah merah. Surinah, pembantu tetangga, mengintai dari jauh. "Ini apaan?" teriak Vladd kepada Surinah. "I-itu kuburannya Felicia, Mas," jawab Surinah takut-takut. "Felicia ?" "Iya, Felicia kucing Angora-nya Non Sarah. Tadi pagi Felicia mati. Kayaknya nelan tikus kecil. Saya juga heran. Biasanya Felicia nggak doyan makan tikus...." Vladd bengong. Sedih banget, nggak bisa ngomong apa-apa.
4. Kembali Untuk Pergi
VLADD syok berat melihat Nino, tikus robot pemberian maminya dari Jepang itu, dikubur hidup-hidup di perut Felicia. Felicia tuh kucing Angora Sarah, tetangga
Vladd. Dan setelah memakanNino, si kucing Angora yang doyan tidur itu jadi tidur selamanya, alias is dead. Saat itu juga Vladd melakukan autopsi di TKP (Tempat Kejadian Perkara), disaksikan Surinah, pembantu Sarah. Vladd cuma mengandalkan daya ingatnya waktu membedah perut kodok, di praktikum biologi. Makanya Vladd sempat bingung lihat anatomi perut Felicia yang beda banget dengan perut kodok. Tapi Vladd nggak mau lama-lama bingung. Tujuan autopsinya cuma satu: menyelamatkan Nino secepatnya. "Bik, lain kali kalo punya kucing, tolong dijaga. Jangan boleh makan sembarangan!" kata Vladd sambil merapikan kembali kuburan Felicia. Bibik tetangga mengangguk-angguk. "Kalo Non Sarah nanya?" "Dia nggak boleh tau!" sambar Vladd tegas. Setelah menyelipkan uang tutup mulut; Vladd membawa Nino pulang. Begitu Vladd masuk rumah, Maryati, pembantunya yang cerewet itu, menjerit-jerit panik. Gimana enggak? Kedua tangan Vladd berlepotan tanah, kotor sekali. Sisasisa tanah berjatuhan ke karpet.
"Aduh, Mas Vladd! Gimana sih, Mas? Cleaning service baru aja pulang, karpet udah penuh tanah! Apa nanti kata Nyonya? Saya bisa didamprat abis!" Vladd cuek, berjalan menuju kamarnya. Maryati jadi makin kesel. Vladd dikejar, lalu dihadang. "Bantuin dong, Mas Vladd! Kan Mas yang ngotorin karpet!" Maryati jejeritan. Vladd menatap Maryati, sebel. "Pernah denger kata laundry? Dry clean? 5 a Sec? Binatu? Fasilitas cuci karpet? Pernah, Mar?" "Ya pernah, Mas! Tapi dimasukin laundry suka nggak bersih! Malah pulang-pulang karpetnya jadi rusak!" cerocos Maryati. "Mas Vladd inget nggak, karpet di kamar tamu yang ketumpahan kopi? Keluar dari laundry malah jebol. Bukannya bersih!" "Jebol?" Vladd tersenyum geli. Maryati makin semangat. "Iya, jebol! Rusak!" "Kalo jebol, beli aja yang baru. Susah-susah amat!" ujar Vladd lalu bergegas ke kamarnya. Maryati makin sewot, menjerit-jerit histeris. "Itu karpet bagus, Mas! Karpet Persia! Bukan Tanah Abang punya! Oleh-oleh Nyonya waktu seminar putaw di Persia. Enak aja Mas Vladd main nyuruh beli! Emang Persia deket? Emang tiket pesawatnya murah? Enak aja!" Sementara Maryati masih ngomel-ngomel nggak jelas, Vladd sudah mulai melakukan operasi kecil pada tubuh Nino. Vladd begitu asyik bekerja hingga waktu tea timenya datang.
Suara ketukan di pintu berbarengan dengan alarm. Bik Zuleha cuek, terus saja mengetuk pintu. Vladd mematikan alarrnnya kesal. "Ditinggal aja, Bik. Saya lagi repot nih!" Bik Zuleha menatap kamera di atas pintu depan kamar Vladd. "Mas Vladd, Maryati ngambek tuh. Katanya gara-gara Mas Vladd. Mas Vladd ngapainin dia sih?" tanyanya penasaran.
"Alaa, Bik, nggak usah dipikirin. Si Mar emang doyan ngambek, kan? Setelin aja lagu dangdut yang iramanya gembira. Sebentar juga ilang ngambeknya. Atau itu, lagunya Meggy Z." "Betul juga ya!" Bik Zuleha girang. "Ya udah, Mas, Bibik mau setelin lagu dangdut itu aja tuh, Sun Sing Suwe! Pasti Maryati senyam-senyurn!" "Iya, iya, sana deh, Bik!" Bik Zuleha yang sudah berjalan beberapa langkah mendadak berbalik lagi. "Mas Vladd..." "Apa lagi?" Vladd menatap layar monitor, nggak sabar. "Jangan lupa lho, cokelat susunya dirninum." Vladd mengangguk-angguk tanpa suara. Bik Zuleha yang sedang tidak menatap kamera jadi penasaran. "Dirninum ya, Mas, jangan sampe enggak!" Vladd kesel, teriak kenceng sekali. "Iyaaa!!!" Bik Zuleha langsung lari terbirit-birit. Vladd meneruskan membongkar Nino. Nggak sia-sia dia tadi membongkar kuburan Felicia. Sekarang si mungil Nino bisa jalan-jalan lagi. Vladd menatap Nino puas. Tiba-tiba Vladd ingat cokelat susunya di depan pintu. Dia bergegas membuka pintu. Aneh, cokelat susunya nggak ada. Bukannya kesel, Vladd malah girang. Buru-buru menutup pintu kamarnya. Kembali asyik bermain bersama Nino. Malamnya, Vladd baru keluar kamar. Jam biologis Vladd berdentang soalnya. Seharian dia cuma sarapan. Siang nggak ingat makan. Sibuk sama Nino-nya. Tea time-nya juga sudah diangkut lagi sama Bik Zuleha ke dapur. Mo makan malam di kamar, dilarang maminya. Kata Mami Smirnov, kalo nggak sakit, nggak boleh makan di dalam kamar. Tapi yang paling bikin Vladd sebel, acara makan malam di rumahnya selalu superresmi. Setiap anggota keluarga harus berpakaian rapi. Nggak boleh pakai kaus oblong. Apalagi bercelana pendek. Beberapa kali Vladd memberontak terhadap aturan kaku ini, tapi Mami Smirnov tegas banget. Lihat Vladd ngejins dan berkaus kutung, Mami Smirnov langsung mengusirnya dari meja makan. Disetrap, nggak boleh makan malam. Dasar Vladd, bukannya ganti baju, malah mengurung diri di kamar. Mengganjel perutnya dengan buah-buahan segar dari lemari es kecil di pojok kamar. Tapi sekarang Vladd sedang lapar berat. Buah-buahan nggak bakal bisa menghilangkan rasa laparnya. Terpaksa Vladd pake kemeja dan celana yang rapi. Baru berjalan beberapa langkah dari pintu kamar, Bik Zuleha mencegatnya. "Mas Vladd, cangkir sama piring kuenya dikeluarin dulu. Biar Bibik cuci..." Vladd menatap Bik Zuleha, bengong. "Cepet, Mas. Kerjaan Bibik masih banyak!" desak Bik Zuleha, gemes liat Vladd bengang-bengong. "Piring? Cangkir? Bibik ngomong apa sih?" Bik Zuleha makin gemes, ditepuknya pipi Vladd. "Aduh, Mas Vladd, cepet dong! Ya piring bekas lapis legit sama cangkir cokelat susunya. Ayo, ayo, ayo!" Bik Zuleha setengah menyeret Vladd kembali ke kamarnya. "Bukannya tadi Bibik ambil lagi?" tanya Vladd polos.
Gantian Bik Zuleha yang bengong. "Iya kan, Bik? Bibik kelamaan nunggu, trus cokelat susunya diangkut lagi ke dapur. Tadi pas saya mo ambil, udah nggak ada. Saya pikir diambil lagi...." "Diambil lagi, gimana? Mas Vladd yang bener aja! Nyonya bisa nyemprot abis, kalo saya berani begitu!" "Suer, Bik! Saya nggak liat cokelat susunya! Suer!" sahut Vladd, lalu meninggalkan Bik Zuleha yang menatapnya terheran-heran. Vladd juga tak abis pikir. Di meja makan ternyata Mami Smirnov dan Papi Eraisuli sudah menunggu Vladd. "Selamat malam, Vladdvanio," tegur Mami Smirnov yang keliatan begitu resmi dengan pakaian malamnya. Papi Eraisuli melirik Vladd sedikit. Kayaknya dia kesel, karena sejak tadi nggak mulai-mulai makan. Nungguin Vladd. "Malam, Mami, Papi...." Vladd balas melirik Papi Eraisuli, lalu menarik kursi makan. Semua nggak ada yang bereaksi mulai makan. Papi Eraisuli kali ini menatap Vladd dengan tajam. Mami Srnirnov menatap Vladd dengan tatapan menunggu sekaligus bertanya. Vladd yang asli lapar dengan cueknya menyendok sup asparagus, hidangan pembuka. Mami Smirnov langsung melotot, kesel. "Vladd!" Vladd nyengir geli. Lalu menutup matanya rapat-rapat, berdoa. Sekejap kemudian, dia sudah menikrnati supnya. "Vladd!" Mami Smirnov menegur gemes. “Mami dan Papi menunggu permintaan maaf kamu! Apa kamu lupa?" Vladd terus menyuap sup asparagusnya. “Maaf? Kenapa Vladd harus minta maaf? Emang Vladd salah apa? Nggak masuk sekolah? Mami kan tau, Vladd belum sehat betul. Lagian, besok juga masuk. Mami nggak usah panik begitu." "Bukan itu! Mami dan Papi pengen tau, kenapa kamu telat datang makan malam!" Mami Smirnov makin gemes. "Oo, itu!" Vladd nyengir lagi. "Apa ya? Ehh iya, tadi Bik Zuleha nyegat Vladd. Dia tanya cangkir cokelat susunya. Mo dia cuci. Padahal Vladd nggak merasa minum cokelat susu...." "Apa, Vladd?" Mami Smirnov makin galak. “Kamu nggak tea time?" Vladd meletakkan sendok supnya, lemes. “Yaah, salah lagi! Vladd bukannya nggak mau, Mi. Vladd mo minum, tapi cokelat susunya nggak ada...." "Nggak ada?" sambar Mami Smirnov. “Bagaimana mungkin nggak ada? Kamu jangan main-main, Vladd!" "Yeee, dibilangin nggak ada ya emang nggak ada. Ngapain juga Vladd boong? Nggak ada faedahnya." Mami Smirnov menatap Vladd, nggak percaya. "Tapi, Vladd, Mami rasa..." "Itu fakta, Mi. Bukan perasaan lagi, fakta."
"Ya tapi..." "Cukuuup!" Papi Eraisuli menggebrak meja. Sendok sup Vladd melenting ke atas lalu jatuh menancap di wadah nasi. Vladd cengengesan mengambil sendok supnya. "Saya mau makan, bukannya mau dengar adu argumentasi!" ujar Papi Eraisuli tegas. "Kalo kalian masih mau ngotot-ngototan, silakan tinggalkan meja makan." Mami Smirnov dan Vladd saling lirik. Nggak lama kemudian acara makan malam keluarga itu berlangsung dengan penuh kebisuan. Keesokan harinya Vladd pergi sekolah tanpa semangat. Tiga hari nggak masuk sekolah bikin dia jadi anak malas. Pengennya nggak masuk terus. Enak, soalnya. Maryati yang bersikap ketus pada Vladd (karena masih kesel akibat insinden karpet berlumuran tanah), dicuekin. Vladd cuma memeriksa remote controlnya di saku. Rasa percaya dirinya muncul setelah memastikan remote control ajaibnya dibawa. Begitu melihat kedatangan Vladd, Marigold berlari memeluknya. Lalu menghadiahi sun kangen di pipi Vladd, kanan-kiri. Vladd langsung mendorong Marigold, sebel. Marigold malah senyam-senyum geli. "Vladd, kamu kuno amat sih? Masa sun pipi aja nggak boleh? Mar kan kangen sama kamu. Nggak liat kamu tiga hari." Vladd menatap Marigold, menyelidik. "Kamu lagi pilek? Batuk? Radang tenggorokan?" tanya Vladd curiga. Marigold menggeleng kuat-kuat. "Enggak lah, Vladd, ngapain juga Mar sakit begituan. Nggak level!" Vladd menarik napas lega. Lalu berjalan cuek meninggalkan Marigold. Marigold tersenyum jail, bicara sendiri. "Vladd nggak tau, Mar punya panu! Biar kapok dia, ketularan!" Ketika akan menuju ruang loker, si kembar Nanda dan Nandi menghadang Vladd. Siap memeluk. Vladd buru-buru mengeluarkan remote control-nya, lalu memijit tombol Sleep. Nanda dan Nandi mendadak mengantuk, dan tertidur di bangku sambil berpelukan. Ngoroknya terdengar kenceng. Vladd cengengesan, lalu masuk ke ruang loker. Di ruang loker tampak James sedang mengagumi foto ukuran superjumbo cewek cantik, pemain sinetron remaja. Ketika Vladd melintas, James buru-buru memasukkan foto tersebut ke lokernya. "Hai, Vladd, udah sembuh?" tegur James basa-basi. Vladd cuma mengangkat sebelah alisnya. "Foto apa too, James?" tanya Vladd iseng sambil membuka lokernya sendiri yang berada tepat di sebelah loker James. "Ahh, cuma foto eksperimen waktu kemaren ambil kelas fotografi. Jelek kok, Vladd, malu-maluin!" James buru-bum mengunci lokernya. Vladd malah terus nanya. "Kamu ambil objek apa? Perut Pak Wim?" "Bukan, jempol kaki saya sendiri. Jelek, Vladd, gambreng!" "Kalo itu saya percaya. Aslinya aja jempol kaki kamu udah jelek. Apalagi
dipotret. Pasti makin rusak," ujar Vladd cuek. James manggut-manggut mengiyakan. "Kalo fotonya jelek, ngapain juga diumpetin di loker? Ketauan dibakar!" saran Vladd lalu keluar ruangan. Setelah Vladd nggak keliatan lagi, James buru-buru mengeluarkan lagi foto cewek itu, dan menciumnya mesra. "Vladd bego! Mana mungkin foto secantik ini dibakar? Saya kan cuma takut dia cerita ke Marigold kalo saya nyimpen foto ini...." Di koridor, Vladd berpapasan dengan Marigold. Vladd langsung balik kanan mo kabur. Marigold cekikikan geli. "Nggak, Vladd, saya nggak mo ngesun kamu lagi!" cegah Marigold. "Saya cuma mo tanya, kamu liat James nggak? Saya mo ngajak dia shopping di Taman Anggrek." Vladd menoleh sedikit. "James di ruang loker," sahutnya, lalu betul-betul kabur. Marigold menyusul James ke ruang loker. James masih mengagumi foto artis remaja itu. Sesekali foto itu dipeluk mesra, lalu dipandangi lagi. Dari arah belakang, Marigold datang mengendap-endap. Dengan gerakan gesit Marigold merebut foto di tangan James. Mukanya langsung merah padam menatap foto artis cantik jelita itu. Penuh dendam Marigold meremas foto jumbo itu lalu melemparkannya ke muka James.
"Makan tuh artis!" kata Marigold ketus lalu bergegas keluar ruangan. "Mar! Marigold! Dengar dulu, Mar!" panggil James. Tapi Marigold cuek. James jadi lemes, 'pungutnya foto artis yang sudah kucel di lantai. James berusaha merapikan, lalu kembali memeluk foto itu. "Cewek saya cemburuan." James menatap untuk kesekian kalinya foto kucel itu. " Sorry, ya ?" Hari sudah sore, dengan lincah Vladd meloncat dari bus sekolahnya. Di kepala Vladd sudah terbayang bakal main lagi sama Nino, tikus mungil mainan terbarunya. Vladd nggak memperhatikan Maryati yang sedang bertingkah mencurigakan di tembok belakang rumah. Nggak biasanya, kali ini Vldd langsung menuju dapur. Dia pengen menjemput sendiri menu tea time-nya. Bik Zuleha yang sedang masak lumpia goreng kaget lihat kedatangan Vladd. "Lho, Mas Vladd turnben-turnbenan inspeksi ke dapur. Lapar ya?" kata Bik Zuleha ramah. Vladd cengengesan, lalu mencomot lumpia goreng dari piring. Mendadak lumpia yang sudah digigitnya dimuntahkan lagi. Bik Zuleha menatap Vladd sedih. "Nggak enak ya, Mas? Bibik padahal nyoba resep terbaru yang ada di majalahnya Nyonya. Katanya lumpia gedongan. Tapi kalo nggak enak gimana ya? Nanti Bibik ganti deh pake resep yang lama aja..." "Panas tau!" gerutu Vladd, kesel. Bik Zuleha ketawa girang. "Jadi enak ya? Syukur deh!"
Vladd makin cemberut. "Syukur, syukur! Lidah saya gosong, malah disyukurin!" "Namanya juga baru dari penggorengan! Ya jelas panas, Mas. Mbok ditiup dulu, biar dingin." Vladd mengarnbil sendiri cokelat susunya. "Lumpia buat Mas Vladd udah Bibik pisahkan di lemari gantung. Masih anget." "Bilang kek dari tadi!" Vladd mengambil piring lumpia, menenteng cangkir cokelat susu, lalu berlalu. Begitu masuk kamar, Vladd panik mengetahui Nino lenyap. Seluruh isi kamar diaduk-aduk. Narsakip dan Lukijo juga dikerahkan untuk menyapu seluruh rumah. Bik Zuleha vang masih repot di dapur, dipaksa juga untuk ikut berpartisipasi mencari Nino. Sedang panik-paniknya mencari Nino, Maryati masuk rumah sambil berlenggang santai. "Mar, liat Nino, nggak? Tikus mainan saya! liat nggak, Mar? Baru kemaren dibetulin, sekarang udah ilang!" sergap Vladd cerewet. Maryati cuma berdiri mematung, nggak bicara apa-apa. "Mar! Denger nggak sih?" teriak Vladd galak. "Kalo si Nino ilang, kalian semua harus tanggung jawab. Biar saya bilang Mami, bulan depan gaji kalian disunat lima puluh persen. Iya, separonya!” Satpam Lukijo langsung protes. "Ya jangan dong, Mas Vladd, dinaikin sih boleh. Tapi disunat, jangan, Mas!" "Emang enak disunat?" timpal Narsakip kesel. "Baju disunat harganya, untung. Kalo gaji, buntung, Mas!" "Betul,Mas Vladd, masa Mas tega sama Bibik? Bibik ini kan udah nggak punya apaapa lagi. Mbok ya jangan disunat gaji Bibik," Bik Zuleha memelas. Vladd menatap Maryati yang masih celingukan, nggak bereaksi. "Ya udah, kamu aja, Mar, yang gaji bulan depannya disunat." Maryati salah tingkah. "Oh ehh, Mas, tikus kecilnya dipinjem Non Sarah," jelas Maryati takut-takut. "Apa???" Vladd menatap Maryati nggak percaya. Bik Zuleha, Narsakip, dan Lukijo ikutan kaget mendengar pengakuan Maryati. Maryati mengangguk-angguk lesu. "Bener, Mas, tikusnya dipinjem Non Sarah. Saya yang kasih. Maaf ya, Mas Vladd. Abis saya kesel, kemaren Mas ngotorin karpet pake tanah kotor." "Itu kan nggak sengaja! Kamu lancang, Mar! Berani-beraninya rninjemin Nino ke tetangga. Emang rental?" semprot Vladd menggebu-gebu. "Biar saya minta kembali, Mas. Saya ngaku salah!" Maryati memelas banget. "Nggak usah!" sahut Vladd galak. "Kamu tetap di sini. Gaji kamu bulan depan, tetap disunat!" Dengan penuh emosi Vladd bergegas ke rumah Sarah, tetangga sebelah. Maryati mendekati Bik Zuleha, berbisik, "Kemaren saya yang ngambil cokelat susunya Mas Vladd."
"Yang bener, Mar?!" teriak Bik Zuleha kaget. Maryati buru-buru menenangkan Bik Zuleha. Lalu menyeretnya ke dapur. Lukijo dan Narsakip menatap penuh curiga. "Iya, abis kesel! Tapi jangan cerita ke siapa-siapa. Nanti gaji bulan depan bisa abis. Gimana saya bisa bayar cicilan?" Sementara itu Vladd memijit bel rumah Sarah dengan hebohnya. Begitu pintu pagar dibuka, Vladd langsung menghambur masuk. "Mana majikan kamu, Bik? Mana si Sarah?" Surinah, bibik tetangga, takut-takut menggiring Vladd menuju kamar Sarah. Tanpa mengetuk pintu, Vladd masuk kamar Sarah. Di kamarnya, Sarah sedang asyik mainin Nino dengan lampu belajarnya. Sarah kaget sekali melihat Vladd masuk. "Cepet kembaliin Nino! Itu tikus saya!" ujar Vladd tegas. Sarah tersenyum sinis, menimang-nimang Nino di tangannya. "Nggak segampang itu ya? Enak aja! Dia udah bikin Felicia mati!" Vladd menoleh pada Surinah yang mengawasi di pintu. Kesel. Percuma dong kemaren Vladd nyogok. Bibiknya Sarah tetap buka mulut. Payah! "Maaf, Mas, Non Sarah yang maksa nyelidikin kematian Felicia. Saya nggak cerita apa-apa, Mas," sahutnya takut-takut. "Betul, dia tutup mulut. Dia nggak salah. Saya yang penasaran sama kematian Felicia. Kamu tau, waktu saya bongkar kuburan Felicia, saya liat kucing saya sudah diautopsi. Mana nggak minta izin saya lagi!" "Tapi kucing kamu makan Nino!" Vladd membela diri. "Saya tau! Makanya saya akan balas kematian Felicia di depan kamu.” Selesai bicara begitu, Sarah meletakkan Nino di lantai. Lalu menginjaknya dengan sandal kamar. Muka Sarah sadis banget. Penuh dendarn. Vladd menjerit histeris, memunguti serpihan tubuh Nino yang remuk.
"Kamu iblis, Sarah! Saya benci kamu!" maki Vladd lalu menghambur ke luar. Sarah mengiringi kepergian Vladd dengan suara tawanya yang persis kuntilanak. Di kamarnya Vladd nangis sambil menatap sedih serpihan tubuh Nino. "Maafkan saya, Nino, kali ini saya nggak bisa nolong kamu lagi. Selamat jalan ya, Nino. Kamu nggak bisa kembali lagi...," desis Vladd di antara sesenggukan tangisnya. Vladd nyesel sekali. Saking emosinya tadi ia lupa bawa remote ke rumah Sarah. Coba kalo dibawa, pasti Sarah bakal tidur nyenyak dan melupakan peristiwa kematian Felicia....
5. Musuh-Musuh Baru
VLADD ngambek berat. Nggak mo makan, nggak mo minum. Apalagi sekolah. Kerjanya ngurung diri di kamar. Vladd masih sedih kehilangan sahabat mungilnya, Nino. Tingkah Vladd bikin seisi rumah panik. Maryati yang paling panik. Soalnya dia merasa bersalah: Gara-gara minjemin Nino ke Sarah, Nino Jadi hancur. Semua orang nggak nyangka kalo cewek semanis Sarah bisa sadis begitu. Karena sedih, Vladd nggak ingat apa-apa lagi. Pintu kamar nggak dikunci. Alarm pintu nggak dipasang. Siapa saja bebas keluar-masuk kamar Vladd. Mami Smirnov masuk dengan wajah berseri-seri. Di tangannya terdapat sebuah bungkusan mungil. Dia letakkan bungkusan mungil itu di samping tempat tidur Vladd. "Buat kamu, Vladd. Buka deh!" Vladd cuma melirik tanpa minat ke bungkusan itu. "Buka dong, Vladd. Masa kamu nggak mo liat isinya?" desak Mami Smirnov, nggak sabar. "Mami aja yang buka!" kata Vladd cuek, lalu melengos. Gantian Mami Smirnov yang kesel. "Mami. bilang buka ya buka! Kamu jangan bikin Mami naik darah ya?" Dengan gerakan kasar Vladd merobek bungkusan dari Mami Smirnov. Begitu bungkusan terbuka, Vladd langsung terpesona. Seekor tikus mungil-persis Nino-berada dalam kotak. Vladd menatap ke Mami Smirnov dan tikus di tangannya bergantian. Wajahnya nggak percaya. "Mami? Ini Nino, Mi?" Mami Smirnov manggut-manggut. "Langsung dikirim dari Tokyo. Kamu suka?" tanya Mami Smimov sambil tersenyum. Vladd nggak bisa jawab. Cuma matanya yang keliatan bingung memperhatikan tikus yang mirip Nino. "Suka kan, Vladd?" ulang Mami Smirnov, maksa. Vladd mengangkat bahu. "Ini memang mirip sekali sama Nino. Tapi ini bukan Nino," gumam Vladd, sedih. Mami Smirnov jadi kesal. Vladd dianggapnya nggak tahu terima kasih. Dia sudah bersusah payah pesen satu robot tikus lagi ke Jepang. Pake acara ngerjain Rendy lagi. Ternyata sambutan Vladd adem-adem saja. Siapa yang nggak kesal? "Terserah deh, Vladd!" kata Mami Smirnov ketus. "Pokoknya Mami sudah berusaha bikin kamu nggak sedih. Kalo kamu tetap sentimentil kayak begitu, Mami nggak tau lagi harus gimana. Terserah! Urusan Mami masih banyak. Bukan kamu aja!" Mami Smirnov keluar kamar. Beberapa saat kemudian Vladd jadi sadar, dia sudah mengecewakan maminya. Vladd nyesel banget, lalu mengambil telepon genggam dan memijit beberapa nomor. "Mami? Ini Vladd, Mi. Maaf ya, Mi, Vladd bikin Mami kesel. Ngg, trima kasih tikusnya, Mi. Bye!"
" Bye, Vladd!" Mami Smirnov mematikan telepon genggam lalu tersenyum lega. Ternyata anaknya masih punya sopan santun juga. Nggak percuma selama ini Mami Smirnov supersibuk seminar ini-itu. Ceramah ini-itu. Kasih imbauan sana-sini. Vladd-darah daging Maml Smirnov sendiri-ternyata nggak sesat di jalan. Nggak bikin malu keluarga Papi Eraisuli. Kalo Vladd amburadul, terjerat obat terlarang, dan doyan teler, mau ditaruh di mana wajah Mami Smirnov? Untung Vladd nggak begitu. Di kamarnya Vladd meneliti tubuh "teman Nino" . "Semuanya mirip Nino. Tapi kamu bukan Nino. Kamu siapa, ya? Noni, Nini, Nani, Nina. Ah, kayak nama cewek! Nono? Masa tikus dikasih nama Nono? Nggak pantes dong! Gimana kalo Nino 2? Hehehe, kayak film aja. Ada sequel-nya," Vladd mulai ngoceh sendiri. Sepanjang hari itu Vladd asyik bermain dengan Nino 2. Menjelang sore, Dokter Saragih datang. Dia ngakak berat lihat Vladd sedang main bersama robot tikus. "Gimana sih, Vladd? Katanya sakit? Kok malah main tikus?" P