1
Jurnal Psikologi Tazkiya
DZIKRUL MAUT: SEBUAH FENOMENA PSIKOLOGI Oleh : Muhammad Iqbal
Sudah menjadi kehendak Allah bahwa manusia akan menghadapi sebuah akhir dari etape kehidupannya yang sering disebut : mati, yaitu terpisahknya ruh dari jasad. Manusia, dalam literatur ajaran Islam, pernah dua kali mati dan dua kali hidup. Mati pertama adalah ketika berada di dalam kandungan, namun Allah belum meniupkan padanya ruh dan jasad terpisah, kemudian yang bersangkutan memasuki alam kubur. Sementara kehidupan pertama adalah etape kehidupan setelah Allah meniupkan ruh pada saat dia di dalam kandungan, kemudian hidup kedua ialah ketika dia dibangkitkan dari alam kubur di akhirat kelak. Atas dasar ajaran itu, kematian kerapkali dilukiskan sebagai tahap paling awal dari kehidupan kita, dan sekaligus etape terakhir dari seluruh proses perjalanan hidup kita di dunia ini.
Akhir dari suatu kehidupan dan awal dari kehidupan yang lain adalah keniscayaan yang tidak dapat diganggu gugat. Semua makhluk yang bernyawa, tanpa kecuali akan menjumpai dan menghadapi kematian meskipun dengan cara yang berbeda dan situasi psikis yang berbeda pula. Seperti firman Allah SWT dalam Al-Quran: “ Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah yang disempurnakan pahalamu. Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran:185)
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang lebih sempurna dari makhluk ciptaan Allah SWT yang lainnya. Kehidupan manusia yang mengalami berbagai fase kehidupan mulai dari kelahiran, masa anak-anak, pertumbuhan remaja, dewasa, tua hingga
2
fase kematian merupakan siklus hidup yang akan dilalui manusia dalam kehidupannya yang juga merupakan ketentuan dari Allah Swt.
Dzikir pada dasarnya adalah kegiatan gejolak nafsaniah untuk selalu mengingat pada hukum Tuhan dalam segala situasi dan kondisi kehidupan (Nafsiologi, Sukamto. MM). Dzikrul maut sesuai dengan ayat diatas merupakan aktivitas rohani yang membuat manusia menjadi lebih menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan maksiat yang mendatangkan dosa, sehingga dalam aktivitas kesehariannya seseorang akan berbuat sebaik mungkin dalam rangka ibadah kepada Allah Swt.
Kebutuhan hati akan berbagai bentuk ibadah/ketaatan seperti kebutuhan tubuh kepada makanan dan minuman. Kedudukan segala jenis kemaksiatan seperti makanan beracun, yang pasti akan merusak hati. Seorang hamba benar-benar membutuhkan ibadah kepada Rabbnya seperti halnya ia perlu nutrisi pada waktu-waktu tertentu demi menjaga kesehatan dirinya. Apabila ia sadar tanpa sengaja telah mengkonsumsi makanan beracun, ia akan berusaha secepatnya untuk membebaskan tubuhnya dari pengaruh racun itu atau mengeluarkannya.
Hidupnya hati seorang hamba tentu lebih utama untuk diperhatikan. Jika hidupnya badan membuatnya lancar dalam beraktifitas maka hidupnya hati membuatnya bahagia di dunia dan akhirat. Begitupun sebaliknya, matinya badan berarti terputus dari dunia, sedangkan matinya hati, beban deritanya kekal selamanya. Seorang yang shalih bertutur, “mengherankan sekali manusia itu. Mereka menangisi orang yang mati jasadnya tetapi tidak menangisi orang yang mati hatinya. Padahal keadaan ini lebih berbahaya, untuk mengisi kekosongan hati salah satunya dengan cara berzikir”. Dalam alWaabilus-Shayyib, Ibnu Qayyim menyebutkan sekitar 80 faedah dzikir, diantaranya: 1. Dzikir adalah makanan pokok bagi hati dan ruh. Apabila seorang hamba kehilangannya, ia seperti tubuh yang tidak mendapatkan makanan pokok. 2. Dzikir dapat mengusir setan dan menundukkannya, juga menjadikan kita diridhai oleh Allah, selain itu berdzikir juga menghilangkan kesedihan dan kegelisahan dari hati, mendatangkan kegembiraan, memberikan cahaya bagi hati dan wajah, memberikan pakaian kewibawaan dan keindahan, mendatangkan kecintaan kepada Allah. 3. Dzikir adalah obat bagi kerasnya hati
3
4. Berdzikir secara kontinyu berarti memperbanyak usaha untuk selalu menyaksikan hari akhir, juga akan membuat seoarang hamba sibuk dari mengucapkan kata-kata yang batil seperti: ghibah, namimah, dll.
Kita tidak mengetahui berapa lama lagi waktu yang kita miliki. Kita mungkin berpikir bahwa kita kuat dan sehat dan memiliki masih banyak waktu tapi kita harus selalu sadar bahwa kematian dapat datang kapan saja. Bahkan, jika kita memiliki penyakit yang serius, seperti kanker, kita harus ingat bahwa jika Tuhan mengizinkan, kita mungkin saja memiliki umur panjang.
1.
Fenomena kematian
Maut/mati ialah terpisahnya anatara ruh dan jasad atas kehendak Allah Swt. Sayyid Quthb menjelaskan bahwa mati adalah sesuatu kepastian yang tidak ada kaitannya dengan perang atau damai, tempat yang kokoh atau sederhana, dan ada atau tidak adanya upaya untuk mempercepat atau memeperlambatnya. Jika kematian itu datang, maka datanglah ia. Karena itu, nilai seseorang tidak terletak pada umurnya yang panjang, melainkan pada amalannya yang baik.
Merenungi kematian adalah sarana luar biasa untuk mengeluarkan kita dari kebiasaan dan perilaku lama. Memikirkan kematian adalah sebuah latihan untuk menjadi lebih peka akan masa kini. Ia adalah jalan untuk menuju proses pertumbuhan diri.
Perkembangan zaman yang semakin cepat, penuh dengan kemajuan di berbagai bidang kehidupan membuat manusia semakin sibuk dengan aktifitas keduniaannya yang sangat beragam, mulai dari pekerjaan, pendidikan, bisnis, dll.
Beragam aktifitas yang dilakukan mengejar pangkat, harta, jabatan, popularitas, gelar, dll. Yang dilakukan manusia seringkali melupakan hakikat manusia itu sendiri yaitu bahwa suatu saat manusia akan mati.
Dzikrul maut(mengingat mati) merupakan suatu kegiatan yang dianjurkan dalam Islam, karena dengan mengingat kematian maka manusia akan terus berhati-hati dalam amal
4
ibadah dan segala aktifitasnya sehari-hari karena akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Seperti Firman Allah Swt: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu lakukan.”(QS. Al-Hasyr, 59:18)
Dzikrul maut sesuai dengan ayat diatas merupakan aktifitas rohani yang membuat manusia menjadi
lebih menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan maksiat
yang
mendatangkan dosa, sehingga dalam aktifitas kesehariannya seseorang akan berbuat sebaik mungkin dalam rangka ibadah kepada Allah Swt.
2.
Urgensi Dzikrul Maut (Mengingat Mati)
Firman Allah Swt: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu(jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka “matilah kamu” kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al Baqarah, 2:243)
Sayyid Quthb menjelaskan tentang makna ayat tersebut sebagai pelurusan persepsi dan pandangan terhadap masalah kematian tersembunyi. Selain itu juga untuk mengembalikan persoalan ini kepada kekuasaan yang mengatur; mengembalikan jiwa manusia agar mantap dengan takdir Allah Swt, menjalankan tugas dan kewajiban tanpa keluh kesah, karena apa yang telah ditakdirkan Allah pasti akan terjadi. Akhirnya urusan kematian dan kematian ada di tangan Allah Swt.
Eksodus beribu-ribu manusia dari kampung halamannya untuk menghindari kematian tidak akan terjadi kecuali jika batin mereka dilanda kegelisahan dan keresahan, baik takut terhadap serangan musuh ataupun karena wabah penyakit yang mengganas. Sesungguhnya semua itu tidak akan menghindarkan mereka dari kematian. Mereka pasti akan mati, kapanpun dan dimanapun, atau karena apapun. Tegasnya, ketakutan, keluh
5
kesah, kecemasan, tidak akan menolak kematian dari mereka. Justru kesabaran, ketabahan, sikap positif menghadapi kematian yang akan menentukan nilainya.
Ketika Nabi mengetahui bahwa ajal menghampirinya, ia mengumpulkan sahabatsahabat terdekatnya. Mereka sangat sedih. Banyak diantara mereka yang merasa dirinya tidak dapat hidup tanpa bimbingan dan petunjuk beliau. Nabi menghibur mereka dengan berkata: “Aku meninggalkan dua orang guru, yang pertama adalah guru yang berbicara dan yang lainnya adalah guru yang diam,” para sahabat mulai mengira-ngira identitas guru tersebut. Lalu Nabi menambahkan “guru yang berbicara adalah Al-Quran dan guru yang diam adalah kematian.”
Firman Allah Swt: Artinya: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya akan Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala akhirat. Dan kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (QS. Ali Imran,3:45)
Pada peristiwa kematian, ada hikmah ilahiyah yang sangat besar, yang tersembunyi dibalik pemberian dan penarikan kembali kehidupan yang mengakibatkan kematian. Kemasalahatan manusia terwujud pada pengambilan dan pemberian ini. Didalamnya terdapat rahasia ilmu Tuhan yang pintunya tidak dibuka-buka kepada akal manusia, dan ada sejumlah teka-teki yang hanya dapat dijawab oleh orang yang memiliki bashirah cemerlang, sejauh akal manusia, yang serba terbatas menyelami kedalamannya, sebatas itu pula ia terdampar dalam kedangkalan akalnya.
Mengenai kematian kita harus menumbuhkan dua sikap penting, pertama, kematian adalah keniscayaan, kedua, menyadari bahwa kita tidak tahu kapan ajal menjemput kita. Ia mungkin saja bulan depan atau beberapa tahun dari sekarang, namun kita tidak mengetahui dan tidak bisa memastikannya.
6
Kendati kematian sepanjang sejarah kehidupan manusia, merupakan sebuah peristiwa keseharian yang melekat dalam struktur hidupnya dan dapat ditemukan kapan saja, dimana saja, bahkan semua manusia pernah mengalami kematian. Tetapi ia tetap menjadi sesuatu yang asing bagi dirinya, tetap saja banyak orang yang entah apa alasannya mencemaskannya. Tidak jelas apakah kecemasan itu bersifat ontologis, dalam arti dimiliki setiap orang dan merupakan bagian dari kemanusiaannya, atau hanyalah sebuah akibat dari persepsi yang keliru terhadap hakikat kematian.
Kenyataan menunjukkan, tidka sedikit orang yang takut akan kematian, bahkan menghindar sejauh mungkin. Sebagian orang menekan rasa takut itu dengan segala cara. Tetapi kendati ketakutan terhadap kematian dapat ditekan, tetap menjadi bagian dari ketidaksadaran manusia yang dapat mempengaruhi perilakunya, padahal takut mati itu tidak ada gunanya, bersedih hati, keluh kesah dan mencemaskan tidak akan menambah kehidupan dan memperpanjang usia, karena Allah yang memberi kehidupan dan Dia yang mengambilnya.
Dialah yang memperlakukan kedua ketika memberi dan ketika
mengambilnya.
Dzikrul maut tidak dilakukan oleh orang yang berdosa atau takut akan kematian saja namun hendaknya dilakukan setiap muslim kapan pun dan dimanapun mereka berada karena dengan mengingat mati maka seseorang akan tahu hakikat diri dan kehidupannya, akan menjaga waktunya seefektif mungkin untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat, menjaga amanah yang diberikan kepadanya dan selalu istiqomah di jalan dakwah yang merupakan kewajiban yang diberikan Allah kepada setiap manusia, wallahualam bissawab
7
Daftar Pustaka
Abu Ridha, Berhenti Sejenak: Recik-Recik Spiritualitas Islam, Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2002 Ibnu Qayim al-Jauziah, Ibnu Rajab al-Hambali, Imam Ghazali, Tazkiyah An-Nafs, diterjemahkan oleh Imtihan asy-Syafi’i, Solo, Pustaka Arafah, Cetakan III, 2001 Robert Frager, Psikologi Sufi Transformasi untuk hati, diri dan jiwa, diterjemahkan oleh Hasmiyah Rauf, Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002 Ahmad Mudjab, Membangun Pribadi Muslim, Yogyakarta, Menara Kudus, 2002 M.Ali Chasan, Mahkamah di Padang Mahsyar, Semarang, Cv.Toha Putra, 1979 Sukanto MM dann A. Dardiri Hasyim, Nafsiologi Refleksi Analisisi Tentang Diri dan Tingkah Laku Manusia, Surabaya, Risalah Gusti, 1995.