Dwidjono Hadi Darwanto
Jurusan Sosial Ekonomi / Agribisnis
Fakultas Pertanian – Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2011
I. PENDAHULUAN 1. Pengertian tentang ”Perencanaan”? Perencanaan adalah rangkaian tindakan sistematis yang didasarkan pada kerangka pemikiran tertentu dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi hingga saat ini untuk mencapai tujuan atau penyelesaian persoalan-persoalan di masa datang Menurut Friedman: "Perencanaan adalah suatu cara berpikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa mendatang, sangat berhubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan kolektif, dan mengusahakan kebijakan dan program yang menyeluruh”.
Tahapan dalam Perencanaan: - perumusan tujuan-tujuan umum dan khusus - identifikasi masalah & kendala
- proyeksi mengenai keadaan di masa mendatang - pencarian dan penilaian berbagai kemungkinan kegiatan alternatif - penyusunan suatu rencana yang sesuai - perumusan kebijaksanaan atau strategi - penyusunan program dan pelaksanaannya
2. Mengapa Perlu Perencanaan ? - Pertambahan penduduk yang pesat dan distribusi yang tidak merata antar daerah - Kemajuan teknologi yang semakin cepat - Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata sehingga terjadi ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah - Pertumbuhan antar sektor ekonomi yang tidak seimbang
Perlunya perencanaan wilayah a. Perencanaan nasional yang menyeluruh mencakup pengalokasian sumberdaya antar wilayah yang disusun berdasarkan informasi wilayah kemudian dirumuskan dalam program dan kebijakan nasional b. Perencanaan wilayah meliputi perihal yang bersifat fungsional - pertumbuhan kota yang tidak terkendali dan kemacetan lalu-lintas - perkembangan industri dan hilangnya fungsi-fungsi pertanian - masalah ekonomi pedesaan yang mengalami kemunduran - pertumbuhan ekonomi yang tidak merata - pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat - pengembangan sektor yang tidak seimbang
3. Tipe Perencanaan A. Perencanaan Fisik dan Ekonomi Perencanaan wilayah biasanya mencakup perencanaan fisik dan ekonomi: 1. Perencanaan Fisik (physical planning) adalah perencanaan struktur fisik suatu daerah (area) yang meliputi: tataguna tanah, utilitas, komunikasi, dan sebagainya, serta berasal dari penataan dan/atau pengendalian pengembangan wilayah 2. Perencanaan Ekonomi (economic planning) lebih berkenaan dengan struktur ekonomi suatu daerah dan tingkat kemakmurannya secara keseluruhan. Perencanaan ekonomi lebih bertumpu pada mekanis-me pasar kebijakan pengendalian yang bersifat langsung
B. Perencanaan alokatif dan inovatif 1. Perencanaan Alokatif (Allocative Planning) berkenaan dengan koordinasi, penyelarasan hal-hal yang bertentangan agar sistem yang bersangkutan dapat berjalan secara efisien sepanjang waktu sesuai dengan kebijaksanaan yang ditempuh. Sering juga dinamakan perencanaan yang bersifat mengatur (regulatory planning). 2. Perencanaan Inovatif (Innovative Planning) berkenaan dengan perbaikan/pengembangan system yang bersangkutan sebagai keseluruhan dengan menunjukkan sasaran-sasaran baru dan berusaha menimbulkan perubahan-perubahan besar. Sering disebut juga perencanaan pembangunan (development planning).
C. Perencanaan Bertujuan Tunggal & Jamak 1. Perencanaan wilayah selalu bertujuan jamak tetapi metode implementasinya dapat berbeda 2. Perencanaan dapat mempunyai tujuan dan sasaran tunggal tetapi tujuan tunggal tersebut dapat memberikan dampak ganda (multiplier effects) D. Perencanaan Indikatif dan Imperatif 1. Perencanaan indikatif hanya mengemukakan petunjuk / pedoman umum dan bersifat sebagai sumber informasi pelaksanaan. 2. Perencanaan imperatif adalah semacam perintah yang mengandung pengarahan yang bersifat konkrit
4. Tingkatan perencanaan Perencanaan wilayah merupakan proses perumusan dan penegasan tujuan-tujuan sosial dalam penataan kegiatan-kegiatan dalam ruang di atas tingkat perkotaan (Supra Urban) - Perencanaan tingkat wilayah merupakan penghubung tingkat nasional dan tingkat lokal. - Kurang efektifnya perencanaan di tingkat atas akan menimbulkan implikasi-implikasi pada tingkat perencanaan yang lebih rendah - Perencanaan tingkat pemerintah nasional umumnya bersifat ekonomi, yakni: a. alokatif jangka pendek yang berkenaan dengan stabilisasi fluktuasi perekonomian b. bentuk inovatif jangka panjang yang terutama berkenaan dengan pencapaian tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang tertentu.
II. KONSEP PERENCANAAN WILAYAH 2.1. Konsep tentang Wilayah Dalam ekonomi wilayah terdapat 3 konsep wilayah yang digunakan, yakni: (a) functional region; (b) homogeneous region; dan (c) administrative region
a. Konsep wilayah atas dasar fungsi (functional regions) - Seberapa besar wilayah itu terintegrasi - Seberapa jauh masing-masing komponen berinteraksi Jika interaksi antar komponen dalam suatu wilayah itu sangat signifikan dibandingkan dengan tempat lain (misalnya kegiatan bisnis), maka dasar bagi terbentuknya functional region menjadi kuat. Contoh Wilayah Fungsional: Nodal Regions dan Metropolitan Statistical Area (MSA)
Nodal Regions (Wilayah Nodal) - Terbentuknya didasarkan pada sistem hirarkis hubungan bisnis /perdagangan. - Pusat-pusat bisnis yang kecil tergantung pada pusat bisnis yang besar, sementara kedua pusat bisnis tersebut mungkin tergantung pada pusat bisnis yang lebih besar lagi. - Wilayah yang dilayani oleh pusat bisnis dikenal dengan istilah hinterland. - Kecenderungan: semakin besar hinterland - semakin besar pusat bisnis yang melayaninya. - Konsep wilayah nodal ini mensiratkan adanya "wilayah dalam wilayah", artinya: suatu kota kecil mungkin memiliki hinterland-nya sendiri sementara mereka merupakan bagian dari hinterland yang lain.
Metropolitan Statistical Areas (MSA) - Wilayah metropolitan itu memperlihatkan adanya pola hirarkis yang menjadi ciri dari nodal regions. Contoh: kegiatan tenaga kerja dan perdagangan cenderung terkonsentrasi di CBS (Central Business District) - Nodal (pusat konsentrasi) dari kegiatan ekonomi terlihat kontras dengan wilayah pemukiman dimana kegiatan bisnisnya sangat kecil. - Terdapat saling ketergantungan antara pusat bisnis dengan wilayah pemukiman mengingat satu sama lain saling membutuhkan. Implikasi: seringkali kebijakan wilayah bisa diterapkan secara baik pada wilayah metropolis ini sebagai akibat adanya saling ketergantungan dalam wilayah tersebut.
Struktur MSA: - Pusat kota sebagai jantung dan nodal. - Setiap MSA harus memiliki satu kota dengan penduduk lebih kurang 50.000. - Total penduduk seluruh MSA minimal 100.000.
- MSA dibagi kedalam counties yang masing-masing memiliki pusat kota. - MSA memiliki daerah Sub-urban atau komunitas urban yang dekat pusat kota. - Wilayah Sub-urban termasuk Komunitas yang dicirikan oleh kegiatan ekonomi lokal yang aktif (termasuk kota satelit). - Dalam wilayah MSA terdapat juga kegiatan pertanian yang umumnya dilakukan di pinggiran kota
b. Konsep Wilayah Homogen (Homogeneous Regions) - Ditentukan atas dasar persamaan internal - Dicirikan oleh kesamaan pada kegiatan umum, budaya dan iklim. Contoh: Wilayah kepulauan dengan kegiatan umum yang homogen - Bisa juga homogenitas tersebut atas dasar Etnis. Contoh: Pecinan (China town), Kampung Arab, Kota apel, dan lain sebagainya. - Pembagian Wilayah atas homogenitas ini penting juga untuk analisis Statistik.
c. KonsepWilayah Administratif (Administrative Regions) - Penting artinya untuk tujuan manajemen ataupun organisasi baik bagi organisasi swasta maupun pemerintah. - Pada umumnya lebih kelihatan wujudnya dibanding dengan dua bentuk wilayah yang lain. - Karena pembagiannya berdasarkan administrasi, maka berbagai ragam kegiatan akan dijumpai di dalamnya - Bisa terjadi wilayah administratif memiliki kesamaan atas dasar fungsi, sehingga peran dari wilayah itu bisa sekaligus sebagai wilayah fungsional.
d. Konsep Wilayah Perencanaan - Daerah perencanaan (planning region) atau "programming region": daerah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. - Daerah perencanaan adalah daerah geografik yang cocok untuk perancangan dan pelaksanaan rencana-rencana pembangunan wilayah.
2.2. Pewilayahan dan Penentuan Batas-batas Daerah a) Penentuan Batas-batas daerah Formal - Pengelompokan unit-unit lokal yang berciri serupa menurut kriteria tertentu tetapi berbeda secara nyata dari unit-unit di luar daerah berdasarkan kriteria yang telah dipilih tersebut - Sifat: tidak homogen secara sempurna tetapi homogen dalam batas-batas tertentu - Kriteria yang digunakan: tingkat pengangguran, kegiatan, dan arah perkembangan migrasi, yang sifatnya dinamis a.1. Metode Bilangan Indeks Tertimbang - Daerah dibagi menjadi lokalitas yang berbeda-beda, misalkan menurut tingkat pengangguran dan pendapatan per kapita - Berdasarkan pertimbangan kebijakan & daerah persoalan utama, maka daerah yang bersifat khusus perlu disendirikan - Digunakan bobot kriteria untuk menentukan indeks tertimbang untuk masing-masing daerah
a.2. Metode Analisis Faktor - Metode ini lebih kompleks dan prinsip dasarnya adalah ilustrasi pewilayahan kondisi ekonomi oleh Smith. - Smith mengidentifikasikan 14 kriteria industri atas dasar daerah pertukaran kesempatan kerja lokal dan 14 kriteria sosio-ekonomi atas dasar pemerintahan lokal. - Metode analisis faktor dapat digunakan untuk mengisolasikan faktor-faktor dasar ini, dan mengelompokkan daerah-daerah berdasarkan factor loading. - Smith mengidentifikasikan perubahan industri dan struktur industri sebagai faktor sosio-ekonomi pokok. - Berdasarkan faktor-faktor ini dapat ditentukan batas-batas daerah berdasarkan kondisi ekonomi.
b) Penentuan Batas-batas Daerah Fungsional - Merupakan pengelompokan unit-unit lokal yang menunjukkan tingkat interdependensi yang cukup besar. - Lebih ditekankan pada arus yang terkait dengan suatu titik sentral dan bukan pada keseragaman daerah sebagai suatu kesatuan
b.1. Analisis Arus (Flow Analysis) - Menentukan batas-batas daerah fungsional berdasarkan arah dan intensitas arus antara pusat yang dominan dan satelit-satelit yang mengitarinya. - Intensitas arus akan semakin berkurang dengan semakin jauhnya jarak dari pusat dan sebaliknya. - Green & Carruthors telah mencoba menentukan batas-batas lingkungan berdasarkan pengaruh dari suatu pusat (daerah fungsional) dengan menggunakan arus angkutan bis sebagai indikator bagi kaitan-kaitan ekonomi. Asumsi yang digunakan adalah bahwa angkutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route yang paling ekonomis, yaitu daerah-daerah dengan permintaan paling besar dan mencerminkan kaitan-kaitan fungsionai dengan pusat yang dominan.
Asumsi yang digunakan adalah bahwa angkutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route yang paling ekonomis, yaitu daerah-daerah dengan permintaan paling besar dan mencerminkan kaitan-kaitan fungsionai dengan pusat yang dominan. - Suatu Variasi yang menarik dari analisis arus sederhana tersebut di atas adalah Graph Theory. - Banyaknya penggunaan telepon adalah kriteria yang lazim digunakan dan merupakan suatu indeks yang sangat bermanfaat mengenai pelbagai macam hubungan ekonomi dan sosial. - Arus tersebut digambarkan dalam bentuk matrik, dan dari matrik ini arus Primer diidentifikasikan. - Hirarkhi pusat yang dihasilkannya dapat digambarkan sebagai suatu jaringan (network) sederhana, dan memberikan gambaran mengenai bentuk dan luasnya hubungan-hubungan fungsional di dalam suatu daerah
Matrik Arus Hubungan Telepon (hanya arus primer & sekunder) HUBUNGAN TELEPON KE PUSAT (ribu per hari) A
C
HUBUNGAN TELEPON DARI PUSAT
40
A
B
B
10
F
G
H
I
60 30 60
10 40
30
E
10 20
F G
50
H
20
I
E
20
C D
D
10
10 20
30
40
Dari matrik arus hubungan telepon tersebut di atas dapat digambarkan grafik jalur seperti gambar di bawah ini.
Gambar di bawah ini menunjukkan contoh dari teori grafik sederhana, sehingga dapat diketahui bahwa D adalah pusat utama, dengan B, E dan G sebagai pusat-pusat sekunder
C I A D
H G
B E
F
Gambar Jaringan Hubungan Fungsional
b.2. Analisis Gravitasional - Analisis ini berkenaan dengan kekuatan-kekuatan daya tarik yang bersifat teoritik antara pusat-pusat. - Asumsi: bahwa interaksi antara dua pusat mempunyai hubungan proporsional langsung dengan massa dari pusat-pusat yang bersangkutan dan mempunyai hubungan terbalik dengan jarak dari pusat-pusat tersebut. - Dalam perencanaan model, massa diwakili oleh variabel-variabel seperti penduduk, kesempatan kerja, pendapatan, pengeluaran dan omset eceran. - Jarak dinyatakan dalam ukuran fisik (kilometer/mil), waktu, harga dan kesempatan-kesempatan antara. - Dalam notasi matematik ditulis sebagai berikut : P ij Tij k 2 dij
.Keterangan: Tij Pi & Pj dij
= kekuatan gravitasional antara kota i dan kota j = massa dari kedua pusat yang bersangkutan = jarak antara kedua kota (konstan)
2.3. Pewilayahan dan Administrasi Daerah - Daerah perencanaan (planning region) mungkin saja tidak berkorelasi dengan daerah administratif namun daerah administratif penting bagi pelaksanaan perencanaan wilayah. Pada umumnya perencanaan berkaitan dengan program-program pelaksanaan dan administrasi. - Supaya dapat terlaksana pewilayahan secara administratif, daerah harus memenuhi sekurang-kurangnya lima kriteria: a. Harus cukup besar untuk menopang suatu tim administrator profesional b. Harus mencakup daerah belakang komuter utama c. Harus mencakup daerah sumber air untuk kebutuhan manusia d. Harus mampu menyediakan ketrampilan yang diperlukan e. Harus memperhitungkan faktor-faktor topografik
BAB III. NILAI EKONOMI REGIONAL Perhitungan Nilai Ekonomi suatu Wilayah / Region : 1. Regional Account (Income – Expenditure) Approach Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini didasarkan pada perhitungan produk dari semua kegiatan ekonomi pada setiap sektor di wilayah tertentu. 2. Input – Output Approach Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini didasarkan pada pengertian bahwa kegiatan ekonomi di suatu wilayah dinilai dari pemanfaatan faktor produksi atau input, baik yang tersedia di wilayah tersebut maupun yang berasal dari wilayah lain, untuk menghasilkan output tertentu 3. Economic Base Approach
Pendekatan ini lebih didasarkan pada perhitungan nilai produksi dan pertumbuhan setiap sektor ekonomi dengan mengelompokkan struktur perekonomian daerah menjadi sektor unggulan dan bukan unggulan.
3.1. Regional Account McCrone: pengembangan akuntansi tingkat nasional adalah prasyarat esensial sebelum perencanaan regional dapat dilaksanakan Fungsi Akuntansi Regional - Memberikan gambaran terinci mengenai saling-hubungan antara sektorsektor penting dari perekonomian regional - Dapat menjadi landasan bagi penentuan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan regional - Tersedia informasi mengenai hal-hal yang sangat penting seperti pendapatan, output, investasi dan produktivitas regional - Taksiran produk regional menurut industri akan memudahkan pemisahan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dalam perekonomian regional - Data mengenai investasi dapat memberi petunjuk tentang industri apa dan di daerah mana yang akan memberikan hasil terbaik bagi penerapan investasi tertentu.
Regional Account (Income – Expenditure) Approach : Pendapatan regional merupakan penjumlahan dari pendapatan/pengeluaran beberapa sektor utama, yaitu sektor rumahtangga, industri, pemerintah, luar negeri (ekspor-impor)
Y = C + I + G + X -M
Tk
Upah
Industri
Rumahtangga
Ekspor
I Impor
C Tax Tax
Pemerintah Subsidi
Gx Tax
Y = C + I + G + X -M Konsumsi:
C = C0 + c Y d
Impor:
M = M0 + m Yd
Pendptn yg dibelanjakan:
Yd = Y - t Y = (1 – t) Y
Investasi:
I = I0
Belanja Pemerintah :
G = G0
Ekspor:
X = X0
maka : dengan:
Y = k (C + I0 + G0 + X0 - M) 1 k =
1 – (1 – t) (c – m)
sebagai angka pengganda
Catatan Penting : - Akuntansi regional memerlukan data yang bersifat makro - Secara konseptual, daerah bukanlah negara sehingga diperlukan bentuk akuntansi yang berbeda dengan akuntansi nasional. - Untuk tujuan perbandingan antar-daerah diperlukan akuntansi standar
3.2. Tabel Input-Output Regional 3.2.1. Konsep Tabel Input-output - Merupakan suatu kelompok akuntansi, biasanya dalam bentuk moneter, mengenai suatu perekonomian - Perhatian eksplisit adalah saling hubungan antar berbagai sektor perekonomian, memusat terutama pada hubungan-hubungan antar industri. -Tabel input-output biasanya merupakan matrik "n x n" dimensi yang dibagi menjadi beberapa bagian dan tiap bagian mendiskripsikan suatu hubungan tertentu.
- Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input). - Biasanya sektor terbesar & menggambarkan hubungan-hubungan antar industri karena penjualan dari suatu industri merupakan input bagi proses produksi dalam industri-industri lain yang bersangkutan
3.2.2. Input – Output Approach Tabel 1. Arus Input-Output pada satu daerah (Milyar Rp) Input untuk :
Uraian
Pertanian
Permintaan Akhir
Industri
Jasa
Pemerintah
Ekspor
Investasi
Total Output
Nominal
Persen
Nominal
Persen
Nominal
Persen
Rumah tangga
- Pertanian
20
0,200
40
0,200
0
0,000
20
0
20
0
100
- Industri
20
0,200
20
0,100
10
0,100
75
10
55
10
200
- Jasa
0
0,000
40
0,200
10
0,100
25
20
5
0
100
- Jasa Rumahtangga
40
0,400
45
0,225
70
0,700
5
0
0
0
160
- Jasa Pemerintah
10
0,100
15
0,075
5
0,050
0
0
0
0
30
- Impor barang
10
0,100
40
0,200
5
0,050
0
0
0
5
60
100
1,000
200
1,000
100
1,000
125
30
80
15
650
Output dari:
Pembayaran untuk:
Total Input
Perhitungan Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto): Konsumsi Rumahtangga = 125 Belanja Pemerintah = 30 Ekspor daerah = 80 Investasi daerah = 15 Pembayaran jasa Pemerintah (pajak,dll) = - 30 Impor barang = - 60 PDB daerah = 160
Apabila terjadi kenaikan permintaan akhir untuk hasil Pertanian senilai Rp 10 M, maka sektor pertanian memerlukan (lihat kolom-1 pada tabel-1): 0,2 x 0,2 x 0,0 x 0,1 x 0,1 x
Rp 10 M Rp 10 M Rp 10 M Rp 10 M Rp 10 M
= = = = =
2 2 0 1 1
M M M M M
tambahan output Pertanian tambahan ouput Industri tambahan Jasa tambahan jasa pemerintah tambahan impor barang Tahap-0 Pertanian = 10
Permintaan naik 10 M
Pertanian 0,2 x 2 = 0,4
Pertanian
Industri
Jasa
0,2 x 10 = 2
0,2 x 10 = 2
0,0 x 10 = 0
Industri
Jasa
0,2 x 2 = 0,4
0,0 x 2 = 0
Pertanian 0,2 x 2 = 0,4
Industri
Jasa
0,1 x 2 = 0,2
0,2 x 2 = 0,4
Tahap-1 : Pertanian = 2 Industri = 2 Tahap-2 : Pertanian = 0,8 Industri = 0,6 Jasa = 0,4 Tahap-3 :
P I J 0,08 0,08 0,00
P I J 0,08 0,08 0,00 P I J 0,08 0,04 0,08
P I J 0,00 0,04 0,04 P I J 0,04 0,02 0,04
Pertanian = 0,28 Industri = 0,26 Jasa = 0,16
Angka kumulatif pertambahan tersebut: 1. Pertanian = 10 + 2 + 0,8 + 0,28 + ......... = 13,26 M 2. Industri = 2 + 0,6 + 0,26 + ......... = 3,02 M 3. Jasa = 0,4 + 0,16 + ......... = 0,67 M Tabel 2. Efek setelah kenaikan permintaan pertanian sebesar Rp 10 M (Milyar Rp) Input untuk
Permintaan Akhir
Pertanian
Industri
Jasa
RT
Pem.
Ekspor
Investasi
Total Output
- Pertanian
2,6520
0,6040
0,0000
0
0
10
0
13,26
- Industri
2,6520
0,3020
0,0670
0
0
0
0
3,02
- Jasa
0,0000
0,6040
0,0670
0
0
0
0
0,67
- Jasa Rumahtangga
5,3040
0,6795
0,4690
0
0
0
0
6,45
- Jasa Pemerintah
1.3260
0,2265
0,0335
0
0
0
0
1,59
- Impor barang
1.3260
0,6040
0,0335
0
0
0
0
1,96
13,2600
3.0200
0,6700
0
0
0
0
26,95
Uraian Output dari:
Pembayaran untuk:
Total Input
Jadi setiap kenaikan Rp 1 M permintaan hasil Pertanian akan meningkatkan total output sebesar Rp 1,645 M dari: Pertanian = 1,326 M Industri = 0,302 M Jasa = 0,067 M
Tabel 3. Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah) Input
Uraian
untuk
Daerah A
Permintaan Akhir
Daerah B
Total Output
Pertanian
Industri
Jasa
Pertanian
Industri
Jasa
A
- Pertanian
-
-
10
-
50
10
30
100
- Industri
-
-
-
-
20
-
-
-
30
50
-
-
-
-
- Industri
20
-
20
-
- Jasa
20
-
-
-
50
- Rumahtangga A
40
-
20
-
20
80
- Rumahtangga B
-
-
-
-
80
110
100
-
50
-
200
B
Output dari A:
- Jasa Output dari B:
- Pertanian
60
20
80
200
30
100
Pembayaran untuk:
Total Input
100
80
110
640
Tabel 4. Koefisien Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah) Input
untuk Permintaan Akhir
Uraian
Daerah A
Daerah B
Pertanian
Industri
Jasa
Pertanian
Industri
Jasa
A
B
- Pertanian
-
-
0,20
-
0,25
0,10
0,375
-
- Industri
-
-
-
-
-
-
-
-
0,20
-
-
-
-
-
0,375
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Industri
0,20
-
0,40
-
-
0,60
0,250
0,73
- Jasa
0,20
-
-
-
0,25
-
-
0,27
- Rumahtangga A
0,40
-
0,40
-
0,10
-
-
-
- Rumahtangga B
-
-
-
-
0,40
-
-
-
1,00
-
1,00
-
1,00
1,00
1,00
1,00
Output dari A:
- Jasa Output dari B: - Pertanian
Pembayaran untuk:
Total Input
Misalkan: Permintaan akhir daerah B untuk output Industri dan Jasa menjadi dua kali lipat (100%) berarti bertambah dengan 80 M untuk Industri dan 30 M untuk Jasa maka dengan menggunakan koefisien I-O tersebut dapat dihitung dengan kira-kira tujuh tahap perhitungan (dengan komputer) akan diperoleh hasil akhir nilai output :
- di daerah B meningkat dari Rp 300 M menjadi Rp 500 M (± 67%) - di daerah A meningkat dari Rp 150 M menjadi Rp 200 M (± 33%)
3. Economic Base Approach Teori basis ekonomi lebih didasarkan pada perkembangan peran sektor ekonomi, baik di dalam wilayah maupun ke luar daerah, terhadap pertumbuhan perekonomian wilayah / daerah tersebut. Untuk itu basis
ekonomi pada struktur perekonomian suatu wilayah / daerah dikelompokkan menjadi dua sektor, yaitu: 1. Sektor Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang mampu memenuhi permintaan barang dan jasa di pasar domestik maupun luar wilayah/daerah 2. Sektor Bukan Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang hanya mampu memenuhi permintaan barang dan jasa di pasar domestik atau di wilayah/daerah Untuk penentuan sektor unggulan dan bukan unggulan tersebut digunakan analisis Location Quotient (LQ) dengan formulasi:
LQr =
PDRBir / TPDRBr PDRBin / TPDRBn
dengan : i = sektor ; r = regional ; n = nasional LQr
= Location Quotient daerah r
PDRBir = PDRB sektor i di daerah r PDRBr = PDRB total daerah r PDRBin = PDRB sektor i di tingkat Nasional n
PDRBn = PDRB total Nasional n Jika LQr > 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih besar dari nasional n Jika LQr = 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r sama dengan dari nasional n Jika LQr < 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih kecil dari nasional n
Tabel 5. Location Quotient Provinsi DIY, periode 1983 - 2002 No.
Sektor Ekonomi
Location Quotient 1983
1992
1993
2002
Ratarata
Ket.
1.
Pertanian
0,881
0,919
0,964
0,980
0,957
N-Basis
2.
Pertambangan
0,095
0,150
0,153
0,122
0,136
N-Basis
3.
Industri
0,613
0,571
0,565
0,494
0,529
N-Basis
4.
Listrik
0,565
0,681
0,598
0,430
0,581
N-Basis
5.
Bangunan
2,079
1,620
1,524
1,435
1,688
Basis
6.
Perdagangan
0,842
0,916
0,916
0,992
0,916
N-Basis
7.
Pengangkutan
1,482
1,660
1,633
1,673
1,584
Basis
8.
Keuangan
1,557
1,201
1,204
1,605
1,408
Basis
9.
Jasa
1,821
1,977
2,033
2,186
2,054
Basis
Sumber: Hakim, 2004
Selanjutnya dapat pula dilakukan analisis yang digunakan untuk mengetahui pola dan struktur pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi dengan Klassen Typologi. Hasil analisis ini dapat melengkapi analisis LQ karena sektor-sektor ekonomi tersebut dengan matriks klasifikasi Klassen dapat dikelompokkan menjadi empat karakteristik, yaitu: Kontribusi terhadap PDRB
Kriteria Laju Pertumbuhan
dengan :
Yi > Y
Yi < Y
ri > r
Sektor maju dan tumbuh cepat
Sektor berkembang cepat
ri < r
Sektor maju tapi tertekan
Sektor relatif tertinggal
ri r yi yi
= = = =
laju pertumbuhan PDRB sektor i laju pertumbuhan PDRB total kontribusi PDRB sektor i terhadap total PDRB kontribusi PDRB rata-rata sektor terhadap total PDRB
Tabel 5. Klasifikasi Sektor Ekonomi Provinsi DIY dengan Klassen Typologi, 1983 - 2002
Klasifikasi
ri > r
ri < r Sumber: Hakim, 2004
yi > y Sektor maju dan tumbuh cepat:
yi > y Sektor berkembang cepat:
- Pengangkutan - Jasa
- Pertanian - Pertambangan - Perdagangan
Sektor maju tapi tertekan:
Sektor relatif tertinggal:
- Bangunan - Keuangan
- Industri - Listrik
Tabel 1. Klasifikasi Sektor Unggulan berdasarkan Location Quotient (LQ) di Jawa Tengah N o
Lapangan Usaha
(1)
(2)
1.
Location Quotient (LQ) 2008
Kriteria
(8)
(9)
2002
2003
2004
2005
2006
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1.46
1.37
1.41
1.44
1.45
1.45
1.46
1.43
Basis
a. Tanaman Bahan Makanan
2.07
1.99
2.06
2.09
2.09
2.06
2.05
2.06
Basis
b. Tanaman Perkebunan
0.84
0.79
0.83
0.84
0.85
0.87
0.88
0.83
-
c. Peternakan
1.35
1.22
1.19
1.25
1.32
1.45
1.53
1.26
Basis
d. Kehutanan
0.41
0.24
0.33
0.49
0.43
0.44
0.42
0.38
-
e. Perikanan
0.65
0.58
0.58
0.53
0.56
0.53
0.53
0.58
-
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
2007
Ratarata
2.
Pertambangan & Penggalian
0.09
0.09
0.10
0.11
0.12
0.13
0.13
0.10
-
3.
Industri Pengolahan
1.14
1.14
1.14
1.15
1.15
1.17
1.18
1.15
Basis
4.
Listrik, Gas & Air Bersih
1.21
1.15
1.19
1.25
1.26
1.22
1.16
1.21
Basis
5.
Konstruksi
0.89
0.94
0.94
0.94
0.92
0.92
0.92
0.93
-
6.
Perdagangan, Hotel & Restoran
1.32
1.32
1.28
1.25
1.25
1.23
1.22
1.28
Basis
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
0.94
0.90
0.82
0.78
0.73
0.70
0.65
0.83
-
8.
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
0.42
0.41
0.39
0.38
0.39
0.39
0.39
0.40
-
9.
Jasa-jasa
0.98
1.10
1.09
1.09
1.11
1.12
1.14
1.07
Basis
Sumber: BPS (Pusat dan Jawa Tengah)
Tabel 2. Klasifikasi Sektor Ekonomi Jawa Tengah dengan Klassen Typologi, 2002-2008
Kontribusi terhadap PDRB
Kriteria L a j u
Sektor Maju
Sektor Tertinggal
(Yi > Ŷ)
(Yi ≤ Ŷ)
Sektor Maju & Tumbuh Cepat
Tumbuh Cepat
Sektor Tertinggal tapi Tumbuh Cepat
- Industri Pengolahan
- Kehutanan
- Jasa-jasa
- Pertambangan & Penggalian - Listrik, Gas & Air Bersih
(ri > ř)
- Konstruksi
P e r t u m b u h a n
- Pengangkutan & Komunikasi
Sektor Maju tapi Tumbuh Lambat
Tumbuh Lambat (ri ≤ ř)
Sektor Tertinggal & Tumbuh Lambat
- Pertanian Secara Umum
- Perkebunan
- Pertanian Bahan Makanan
- Peternakan
- Perdagangan, Hotel & Restoran
- Perikanan - Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan