i
MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA
Dr.Ir. Edi Purwanto, MT
Diterbitkan Oleh:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang 2014
ii
MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA
Dr.Ir. Edi Purwanto, MT Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang 2014 v; 72; 15,5cm x 23cm
ISBN : 978 – 979 – 097 – 186 – 8
Cetakan Pertama : September 2010 Cetakan Kedua : September 2012 Cetakan Ketiga : September 2014
Perupa Sampul : Edi Purwanto
Copyright© Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang Prof. H. Soedarto, SH – Kampus UNDIP Tembalang Telp. 024-76480683 Semarang
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, termasuk fotokopi, mikro film, dan cetak tanpa ijin penerbit.
iii iii iii
PENGANTAR ISI BUKU Selama ini, perancangan kota (urban design) merupakan media yang menjembatani antara perencanaan kota (urban planning) dengan perancangan arsitektur. Dengan kata lain bahwa perancangan kota merupakan perwujudan secara tiga dimensi dari perencanaan kota dan perancangan arsitektur mewujudkan elemen-elemen tiga dimensi tersebut. Dilihat dari aspek perancangannya, kota merupakan pengaturan pengaturan unsur-unsur fisik lingkungan kota sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi baik,ekonomis untuk dibangun dan memberi kenyamanan untuk dilihat dan untuk hidup didalamnya (Anthony dalam Purwanto, 2010). Muncul pertanyaan, apakah kota yang dirancang oleh arsitek dan perancang kota sudah cukup jelas dipahami oleh pengamat? Pertanyaan ini layak muncul karena beberapa rancangan kota membuat pengamat merasakan dis-orientasi karena struktur kotanya kurang jelas dipahami, sehingga menjadikan pengamat kesulitan arah untuk melakukan penjelajahan. Kasus lain, beberapa kota tidak mudah diingat atau dibayangkan suasananya karena kota tersebut tidak cukup menarik bahkan sama sekali tidak meninggalkan kesan yang menyenangkan sehingga suasana kota tidak disimpan dalam ingatan pengamat dengan cukup kuat dan cenderung dihindari. Disisi lain banyak pengamat yang menyimpan kenangan cukup kuat terhadap kota tertentu karena kota tersebut berhasil menjadikan dirinya sebagai tempat memproduksi banyak kenangan bagi siapapun yang menikmatinya (Purwanto, 2010). Penjelasan tersebut di atas menggambarkan bahwa kota harus mempunyai citra yang baik, karena kalau kota mempunyai citra yang baik maka akan mudah dibayangkan dan meninggalkan kesan bagi siapapun (Purwanto, 2001). Citra kota tidak lain adalah gambaran mental hasil proses kognisi dan ingatan atas dasar pengalaman tentang lingkungannya, bersifat dinamis, mampu memadukan perilaku manusia sebagai pengamat, membantu menafsirkan informasi yang diperolehnya dari lingkungan sekitar. Citra lingkungan perkotaan yang baik memberikan perasaan aman secara emosional pada manusia dan memungkinkan manusia untuk membangun hubungan yang iv iv iv
selaras dengan lingkungan perkotaannya. Citra lingkungan perkotaan terbentuk antara lain oleh kaitan lokasi keruangan dan pemaknaan. Kaitan lokasi antar obyek
dalam lingkungan
perkotaan
merupakan
acuan
penting
yang
memungkinkan manusia secara cermat mengenali berbagai isyarat petunjuk, tanda-tanda dalam penjelajahan lingkungan yang berbeda-beda. Pemaknaan terhadap berbagai obyek dalam lingkungan perkotaan dilakukan menurut berbagai dimensi: simbolik, fungsional, emosional, historik, budaya, politik (Purwanto, 2004). Pemaknaan ini merupakan ekspresi dari mental (kognisi) manusia sebagai pengamat terhadap lingkungan perkotaan sebagai simpul makna pengalaman dan eksistensinya. Pengungkapan citra kota memberikan manfaat karena menjadi salah satu cara untuk mengevaluasi apakah rancangan sebuah kota sudah sesuai dengan yang diharapkan semua pihak. Buku ini disusun oleh
penulis berdasarkan
beberapa
studi
kepustakaan yang berkaitan dalam rangka memberikan wawasan kepada calon peneliti atau praktisi yang berkecimpung di bidang perancangan kota di Indonesia yang berminat untuk mengembangkan penelitian pemahaman citra kota. Dengan demikian munculnya pertanyaan yang timbul dalam benak seorang calon peneliti bagaimana suatu kota yang telah direncanakan dan dirancang oleh ahlinya dapat dipahami dan dievaluasi oleh masyarakat luas akan dapat dilakukan dengan mudah. Buku ini merupakan buku cetakan ketiga yang isinya telah mengalami penyempurnaan pada bagian contoh penerapan teori dan metode pemahaman citra kota berupa hasil penelitian yang telah penulis lakukan.
Semarang, September 2014
Dr.Ir. Edi Purwanto, MT
v v
DAFTAR ISI PENGANTAR ISI BUKU UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI
i iii v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Manfaat D. Lingkup Bahasan
1 1 4 5 5
BAB II TEORI DASAR DALAM MEMAHAMI KOTA A. Model Informasi Lingkungan B. Perilaku Sebagai Satu Pendekatan C. Kerangka Studi Perilaku D. Konsep Penting dalam Kajian Pemahaman Lingkungan Kota E. Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Memahami Kota E.1. Persepsi E.2. Kognisi E.3. Kognisi Spasial atau Peta mental F. Teori Spasial Kota G. Teori Citra Kota H. Teknik Penggalian Informasi dalam Pemahaman Citra Kota
6 6 8 13 15 19 22 23 24 27 29 37
BAB III PENERAPAN TEORI, METODE, DAN MEMBACA HASIL PEMAHAMAN CITRA KOTA A. Deskripsi Objek pemahaman Citra Kota B. Metode yang Digunakan B.1. Teknik Penggalian Informasi yang Digunakan B.2. Cara Analisis Data C. Temuan Penelitian dan Pembahasan C.1. Temuan Penelitian C.2. Pembahasan
39 39 44 45 48 48 48 66
BAB IV PENUTUP
69
Kepustakaan
71
vi vi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pemahaman seorang pengamat terhadap suatu kota akan lebih
mendalam daripada sekedar kesan visual. Di dalam sebuah kota terbentang banyak arti lainnya : keindahan, kenangan, pengalaman, harapan, keramaian banyak orang, keragaman bangunan serta drama kehidupan dan kematian, mempengaruhi setiap orang yang mendiami dan memahami suatu kota (Purwanto, 2004). Dari sebuah lingkungan, bagi setiap orang akan terbentuk gambaran citra (image) dalam hubungan fisik antara satu lingkungan dengan yang lainnya. Pengamat dapat menyusun satu gambaran atau kesan-kesan dari sebuah kota; sebuah gambaran bersama dari apa yang disarikan dari realitas fisik sebuah kota yang sebagian besar dibentuk oleh banyak karya-karya arsitektur. Pengetahuan dan pemahaman manusia tentang lingkungan perkotaan tidak diperoleh dengan sendirinya secara sepihak, tetapi melalui rangkaian proses hubungan timbal balik yang bersifat dinamis. Manusia tidak menempatkan dirinya sebagai pengamat yang pasif, tetapi sebagai tokoh penting yang berperan aktif di atas pentas peristiwa timbal balik manusia dengan
lingkungannya.
Dari
waktu
ke
waktu
manusia
secara
berkesinambungan dan aktif menjelajah untuk memahami lingkungannya, dengan bantuan indera persepsi dan mekanisme penataan pengalaman yang dimilikinya. Pemahaman tersebut tidak diperoleh dalam waktu singkat, tetapi secara bertahap melalui proses yang panjang yang berkaitan dengan berbagai macam kejadian, konteks sekeliling dan ingatan masa silam (Purwanto, 2001). Citra lingkungan perkotaan tidak lain adalah gambaran mental hasil proses kognisi dan ingatan atas dasar pengalaman tentang lingkungannya, bersifat dinamis, mampu memadukan perilaku manusia sebagai pengamat, membantu menafsirkan informasi yang diperolehnya dari lingkungan sekitar. Citra lingkungan perkotaan yang baik memberikan perasaan aman secara emosional pada manusia dan memungkinkan manusia untuk membangun 1
hubungan yang selaras dengan lingkungan perkotaannya. Citra lingkungan perkotaan terbentuk atara lain oleh kaitan lokasi keruangan dan pemaknaan. Kaitan lokasi antar obyek dalam lingkungan perkotaan merupakan acuan penting yang memungkinkan manusia secara cermat mengenali berbagai isyarat petunjuk, tanda-tanda dalam penjelajahan lingkungan yang berbedabeda. Pemaknaan terhadap berbagai obyek dalam lingkungan perkotaan dilakukan menurut berbagai dimensi: simbolik, fungsional, emosional, historik, budaya, politik (Purwanto, 2004). Pemaknaan ini merupakan ekspresi dari mental (kognisi) manusia sebagai pengamat terhadap lingkungan perkotaan sebagai simpul makna pengalaman dan eksistensinya. Citra Kota merupakan kesan fisik yang memberikan ciri khas kepada suatu kota. Dalam pengembangan suatu kota, citra kota berperan sebagai pembentuk identitas kota, dan sebagai penambah daya tarik kota. Oleh karena itu, citra kota yang jelas dan kuat akan memperkuat identitas dan wajah kota sehingga membuat kota tersebut menarik dan memiliki daya tarik. Citra dan identitas kawasan seakan telah menjadi tolak ukur bagi kualitas suatu lingkungan khususnya menyangkut cara pandang orang terhadap nilai lingkungan tersebut (Lynch, 1972). Salah satu upaya untuk mencoba memahami citra lingkungan perkotaan dapat dilakukan dengan cara mengetahui peta mental manusia sebagai pengamat (Pocock, 1978; Lang, 1987; Hartshorn, 1980; Holahan, 1982; Bell, 2001, dan Gifford, 2007;). Peta mental mempersoalkan cara pengamat memperoleh, mengorganisir, menyimpan, dan mengingat kembali informasi tentang lokasi, jarak dan susunan dalam lingkungan fisik (kota). Peta mental melibatkan imaji-imaji gambar dan semantik di dalam kepala pengamat dan pada tanda-tanda / simbol-simbol (Gifford, 2007). Peta mental mempunyai konsep dasar (utama) yang disebut dengan legibility atau kemampuan untuk mendatangkan kesan. Legibility mempunyai hubungan yang sangat erat dengan imageability, atau kemudahan untuk dapat dipamahi / dibayangkan dan dapat diorganisir menjadi satu pola yang koheren (Lynch, dalam Purwanto, 2004). Agar suatu kota dapat dengan mudah dipahami citranya, maka kota tersebut harus mempunyai karakter, karena
2
karakter kota diperlukan untuk memberikan pernahanan tentang identitas kota, sesuai dengan potensi yang ada. Dalam hal ini, karakter merupakan jiwa, perwujudan watak, baik secara fisik maupun non-fisik, yang memberikan suatu citra dan identitas kota (Lynch, 1960). Identitas kota pada hakekatnya merupakan jejak peradaban yang ditampilkan sejarah suatu kota (Budihardjo, 2009). Pemahaman terhadap suatu lingkungan kota berkaitan erat dengan tiga komponen, yaitu: [i] identitas dari beberapa obyek/elemen dalam suatu kota yang berkarakter dan khas dengan kota
sebagai jatidiri yang dapat membedakan
lainnya; [ii] struktur, yaitu mencakup pola hubungan antara
obyek/elemen dengan obyek/elemen lain dalam ruang kota yang dapat dipahami dan dikenali oleh pengamat, struktur berkaitan dengan fungsi kota tempat obyek/elemen tersebut berada; [iii] makna merupakan pemahaman arti oleh pengamat terhadap dua komponen (identitas dan struktur) berdasarkan dimensi-dimensi: simbolik, keunikan, fungsional, emosional, historik, budaya, politik (Lynch dalam
Purwanto, 2004). Selanjutnya menurut Lynch, ketiga
komponen tersebut mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting sebagai satu kesatuan yang holistik dalam membentuk citra lingkungan kota. Kajian pemahaman citra kota berdasarkan konsep citra kognitif menekankan kepada teori hubungan antara lingkungan dan perilaku akan menjabarkan dan menstrukturkan beberapa teori tersebut dalam suatu struktur pemahaman lingkungan kota. Kevin Lynch dalam bukunya yang terkenal dengan judul “The Image of The City” telah melakukan penelitian tentang citra kota di kota-kota di Amerika yaitu: Boston, New Jersey dan Los Angeles. Pada perkembangan selanjutnya penelitian Kevin Lynch dilanjutkan oleh beberapa peneliti lain di kota-kota Amerika Utara dan Eropa (Pocock, dalam Purwanto, 2004) dengan tetap menggunakan metode dan pendekatanyang sama seperti yang digunakan oleh Kevin Lynch. Meskipun hasilnya berbeda dengan hasil penelitian Kevin Lynch, namun metode dan pendekatan yang digunakan oleh Kevin Lynch telah menjadi acuan yang tidak lekang oleh waktu dalam upaya memahami citra kota dimanapun berada. Pada perkembangan berikutnya Nasar (1997) telah
3
mengembangkan metode bagaimana mengevaluasi citra kota berbasis metode yang dibuat oleh Kevin Lynch namun dibuat dalam konteks kekinian. Evaluasi rancangan kota dengan fokus pada citra kotanya menjadi topik bahasan buku ini. Beberapa ahli (terutama disiplin ilmu perancangan kota, psikologi lingkungan, geografi) telah mengembangkan penelitian tentang citra kota ini. Sudut pandang tentang arti dari sebuah kota pun bisa berbedabeda tergantung bagaimana pendekatannya terhadap konsentrasi bidang ilmunya masing-masing. Seperti misalnya, seorang dengan profesi di bidang Geografi akan menekankan pada permukaan kota dan lingkungannya dengan mencari hubungan antara wajah kota dan bentuk serta fungsi kotaitu. Lain halnya dengan seorang ahli spikologi lingkungan, dia akan memperhatikan aspek peta mental manusianya dalam konteks hubungan timbal balik lingkungan dan perilaku manusianya. Sudut pandang seorang perancang kota akan berbeda lagi karena dia akan mementingkan pengaturan pengaturan unsur-unsur fisik lingkungan kota sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi baik. Adapun seorang Antropolog akan memandang kota dari lingkup budaya dan sejarah.
B.
Tujuan Mengapa memahami citra kota sangat penting, terutama bagi para
ahli yang terkait? Jawabannya adalah memahami citra kota mempunyai dua tujuan utama dan cukup penting untuk dikemukakan. 1.
Memahami citra kota bertujuan agar sebuah kota dapat diketauhi apa kelemahan dan apa kelebihan sebuah kota dari sisi strukturnya, bentuknya, estetika dan suasananya, maknanya.
2.
Memahami
citra
kota
bertujuan
mengembangkan
wawasan
pengetahun dibidang perkotaan, yaitu dengan cara mengembangkan metode meneliti tentang citra kota dengan berbagai teknik dan caranya dan dengan objek kota dengan segala keberagaman ciri dan keuanikannya. Dengan demikian tujuan pembahasan dalam buku ini adalah pada dimensi praktis dan dimensi teoritiknya.
4
C.
Manfaat Manfaat yang didapat pembaca setelah mendalami buku ini ada dua,
yaitu manfaat aplikasi/penerapan bagaimana mengevaluasi rancangan kota melalui aspek citra kotanya. Kelompok pembaca yang mendapatkan manfaat adalah para praktisi dibidang perancangan kota dan bidang lain yang terkait dengan pembangunan kota. Manfaat kedua yaitu manfaat pengembangan wawasan pengetahuan bagaimana meneliti citra kota dengan baikdan benar. Kelompok pembaca yang mendapatkan manfaat adalah para peneliti yang tertarik dibidang arsitektur dan perkotaan serta mahasiswa S1, S2 dan S3 yang tertarik meneliti dengan topik citra kota.
D.
Lingkup Bahasan Buku ini akan membatasi lingkup bahasan pada aspek bagaimana
memahami citra kota berbasis pada buku Kevin Lynch (1960) yang kemudian dikembangkan oleh beberapa pakar dibidang psikologi lingkungan, geografi, arsitek, perancang kota serta objek pembahasannya adalah kota/bagian kota di kota Semarang (kawasan Simpang Lima) sebagai contoh penerapannya.
5