TIM PENYUSUN
Penanggungjawab: Dr. Ir. Imron Bulkin, MRP (Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah)
Ketua Tim Perumus Rekomendasi Kebijakan (TPRK): Dr. Ir. Oswar Muadzin Mungkasa, MURP (Direktur Tata Ruang dan Pertanahan)
Anggota TPRK: Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP Mia Amalia, ST, M.Si, Ph.D Ir. Nana Apriyana, MT Ir. Rinella Tambunan, MPA Santi Yulianti, SIP, MM Herny Dawaty, SE, ME Aswicaksana, ST, MT, M.Sc Raffli Noor, S.Si Tenaga Ahli: Idham Khalik S.Si, M.Si Ali Ridho, ST, MT Chrisantum Aji Paramesti, ST, MT Tenaga Pendukung: Sylvia Krisnawati Cecep Saryanto
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt, atas perkenan-Nyalah KAJIAN PENYUSUNAN RENCANA TEKNOKRATIK RPJMN 2015-2019 BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN dapat terlaksana dengan baik. Kajian merupakan salah satu rangkaian dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan nasional untuk periode lima tahun mendatang. Sebagaimana amanat dari UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) agar Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyusun kerangka kebijakan pembangunan nasional. Tahun 2014 ini merupakan tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014 sekaligus tahap penyusunan RPJMN 2015-2019. Perumusan kebijakan pembangunan nasional diharuskan untuk mengidentifikasi berbagai capaian pelaksanaan pembangunan periode sebelumnya serta menjaring isu strategis dan permasalahan yang diprakirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Isu strategis tersebut diperlukan untuk menyusun kerangka kebijakan dan program pada periode perencanaan pembangunan berikutnya. Berkaitan dengan hal di atas, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas melaksanakan kajian untuk bidang penataan ruang dan pengelolaan pertanahan nasional. Kajian dimulai dengan desk study (review kebijakan, evaluasi pelaksanaan pembangunan periode sebelumnya), focus group discussion/FGD termasuk FGD dengan pemerintah daerah, dan seminar nasional. Kesemuanya dilakukan sebagai rangkaian dalam kerangka penyusunan RPJMN 2015-2019. Semoga kajian ini dapat memberikan manfaat yang lebih baik. Demikian dan terima kasih.
Jakarta, Januari 2014 Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas
Dr. Ir. Oswar Muadzin Mungkasa, MURP
iii
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
i ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan dan Sasaran 1.3 Ruang Lingkup 1.4 Metodologi 1.5 Sistematika Pembahasan
I-1 I-4 I-4 I-5 I-6
BAB II KEGIATAN PENYUSUNAN RANCANGAN RPJMN 2015-2019 2.1 Penyusunan Rancangan RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang 2.2 Penyusunan Rancangan RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan
II-1 II-8
BAB III MASUKAN DAN USULAN YANG DIAKOMODIR DALAM RANCANGAN RPJMN 2015-2019 BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN 3.1 Bidang Tata Ruang 3.1.1 Perubahan Secara Umum 3.1.2 Perubahan Masing-Masing Kebijakan
III-1 III-1 III-3
3.2 Bidang Pertanahan 3.2.1 Perubahan Secara Umum 3.2.2 Perubahan Masing-Masing Kebijakan
III-5 III-6 III-7
BAB IV MASUKAN DAN USULAN DAERAH DALAM MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN 4.1 Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Regional dan Nasional dalam Penyusunan RPJMN 2015-2019
4.2 Matriks Pembahasan Usulan Daerah
iv
IV-1 IV-2
BAB V RPJMN 2015-2019 BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN 5.1 Buku I: Agenda Pembangunan Nasional
V-1
5.2 Buku II: Arah dan Kebijakan Bidang-Bidang Pembangunan 5.2.1 Bidang Tata Ruang 5.2.2 Bidang Pertanahan
V-3 V-3 V-12
5.3 Buku III: Arah Kebijakan Pembangunan Kewilayahan 5.3.1 Arah Pengembangan Tata Ruang Wilayah Nasional 5.3.2 Arah Pengembangan Wilayah Papua 5.3.3 Arah Pengembangan Wilayah Kepulauan Maluku 5.3.4 Arah Pengembangan Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara 5.3.5 Arah Pengembangan Wilayah Sulawesi 5.3.6 Arah Pengembangan Wilayah Kalimantan 5.3.7 Arah Pengembangan Wilayah Jawa-Bali 5.3.8 Arah Pengembangan Wilayah Sumatera
V-24 V-27 V-31 V-35 V-39 V-45 V-51 V-56
BAB VI PENUTUP
VI-1
Lampiran A Matriks Bidang Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang Lampiran B Matriks K/L Bidang Tata Ruang dan Pertanahan Lampiran C Matriks Masukan dan Usulan Bidang Tata Ruang Lampiran D Matriks Masukan dan Usulan Bidang Pertanahan
A-1 B-1 C-1 D-1
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Secara umum Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup lima pendekatan, yaitu: politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top-down), dan bawah-atas (bottom-up). Pendekatan-pendekatan tersebut merupakan amanat dari UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) dan proses penyusunannya menjadi salah satu tugas dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas untuk perencanaan pembangunan nasional. UU tersebut menyatakan bahwa perencanaan pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Dokumen rencana ini yang kemudian menjadi pedoman bagi aktor pembangunan dalam melaksanakan pembangunan. Pada tahun 2014 merupakan periode terakhir dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, sehingga perlu disusun RPJMN 20152019. Dalam setiap penyusunan rencana pembangunan jangka menengah, langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Sesuai dengan tupoksi, pada tahun 2014 Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan menyiapkan dokumen perencanaan untuk bidang tata ruang dan pertanahan. Penyelenggaran bidang tata ruang dan pertanahan nasional yang menjadi dasar pembangunan nasional tidak terlepas dari amanat dari berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku antara lain UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturann Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), menyatakan bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: (a) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; (b) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan (c) terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Sedangkan Pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa tanah dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian peraturan perundangan telah menggariskan agar tanah harus diatur dan dikelola untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. I-1
Memperhatikan pelaksanaan pembangunan pada periode RPJMN 2010-2014 untuk bidang penyelenggaraan penataan ruang, beberapa capaian kegiatan (s.d Desember 2014) antara lain: telah ditetapkan 25 Perda RTRW Provinsi dari total 34 Provinsi, 317 Perda RTRW Kabupaten dari jumlah total 398 kabupaten, dan 81 Perda RTRW Kota dari 93 jumlah total kota seluruh Indonesia. Selain itu, telah ditetapkan juga Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) terdiri atas: 5 Perda RZWP-3-K Provinsi, 8 Perda RZWP-3-K Kabupaten, dan 4 Perda RZWP-3-K Kota. Sedangkan untuk Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan (RTR Pulau/Kepulauan) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR KSN) yang sudah ditetapkan melalui Peraturan Presiden terdiri atas: 7 Perpres RTR Pulau/Kepulauan, dan 8 Perpres RTR KSN. Penyusunan peraturan daerah (perda) dan Peraturan Presiden tersebut merupakan amanat dari UUPR. Selanjutnya pencapaian bidang pertanahan terutama untuk beberapa prioritas nasional dengan beberapa indikator antara lain: sertipikasi tanah (legalisasi aset) hingga Tahun 2013 telah dilakukan sebanyak 44.982.125 bidang tanah atau 51,80% dari total 86.845.839 bidang tanah secara Nasional. Penyusunan peta dasar pertanahan mencapai seluas 25,43 Juta Ha atau mencakup sekitar 13,31 % dari 189,9 juta ha total luas daratan Indonesia. Selain itu pelaksanaan redistribusi tanah pada kurun waktu 19612012 telah dilakukan redistribusi seluas 2.177.550 hektar kepada 2.339.626 kepala keluarga (KK) petani penerima tanah hasil Redistribusi Tanah Obyek Landreform (TOL). Untuk kegiatan inventarisasi pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) pada kurun waktu 2004-2012 telah dilakukan inventarisasi sebanyak 2.706.424 bidang. Selain itu dalam penyusunan RPJMN 2015-2019 memperhatikan berbagai isu strategis yang ada masing-masing bidang. Isu-isu strategis tersebut merupakan hasil identifikasi dalam Background Study Penyusunan RPJMN 2015-2019 yang telah dilaksanakan pada tahun 2013. Untuk bidang tata ruang, beberapa isu strategis antara lain: Belum efektifnya pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang; Belum dijadikannya RTRW sebagai acuan pembangunan berbagai sektor; dan Belum efektifnya kelembagaan penyelenggaraan penataan ruang. Sedangkan untuk bidang pertanahan, beberapa isu strategis yaitu: Kepastian Hukum Hak Atas Tanah; Ketimpangan Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) serta Kesejahteraan Masyarakat; Peningkatan Pelayanan Pertanahan; Penyediaan Lahan Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. Beberapa fakta empirik dan yuridis menunjukkan berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan penataan ruang yang terjadi antara lain seperti semakin tingginya konversi penggunaan lahan; meningkatnya permasalahan bencana banjir dan longsor; urban sprawl; semakin meningkatnya kemacetan lalu lintas dan permukiman kumuh, serta semakin berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di perkotaan; kurang memadainya kapasitas kawasan metropolitan dalam menampung pertambahan jumlah I-2
penduduk; dan kurang seimbangnya pembangunan kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Berkaitan dengan penataan ruang wilayah kota, UUPR secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam bidang pertanahan salah satu permasalahan yang dihadapi adalah masih maraknya kasus-kasus pertanahan yang terjadi saat ini. Badan Pertanahan Nasional (BPN) membagi jenis kasus pertanahan menjadi: sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Perbedaan ketiga istilah kasus pertanahan tersebut didasarkan pada kriteria dampak/akibat secara sosio-politis bagi masyarakat. Sengketa pertanahan tidak berdampak luas, sedangkan konflik pertanahan berdampak luas secara sosio politis. Sementara untuk kriteria perkara pertanahan tidak didasarkan pada kriteria dampaknya melainkan penekanannya difokuskan pada proses penanganan dan penyelesaiannya, yaitu baik perkara itu masih dalam proses lembaga peradilan, maupun yang sudah terdapat putusan lembaga peradilan, akan tetapi masih dimintakan penanganan perselisihannya di BPN. Marak terjadinya kasus pertanahan yang kadang berujung pada konflik antar elemen masyarakat bahkan tidak jarang menimbulkan korban jiwa merupakan gambaran pengelolaan pertanahan selama ini belum memadai. Terjadinya kasus pertanahan merupakan ujung dari permasalahan-permasalahan yang menunjukkan kurang terjaminnya hak atas tanah. Hal ini bermula dari belum memadainya ketersediaan peta dasar pertanahan dan masih relatif kecilnya jumlah bidang-bidang tanah yang telah didaftarkan (disertifkatkan), adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan dan sebagainya. Kesemuanya merupakan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Fakta di lapangan masih terdapat sertifikat ganda, sengketa batas juga kerap berujung pada sengketa dan konflik pertanahan. Dengan demikian pilihan untuk mempercepat penyediaan peta dasar pertanahan dan akselerasi kegiatan pendaftaran sertifikasi tanah merupakan pilihan yang tepat dan harus dilakukan segera. Selain itu, untuk mempercepat penanganan kasus-kasus pertanahan, kedepan perlu disiapkan untuk membentuk peradilan khusus pertanahan. Gambaran berbagai permasalahan dan isu bidang tata ruang dan pertanahan sebagaimana telah dijelaskan di atas menunjukkan pentingnya isu-isu strategis yang terkait bidang penataan ruang dan pertanahan untuk diselesaikan pada periode RPJMN 2015-2019 mendatang. Berdasarkan hasil evaluasi capaian pelaksanaan pembangunan bidang tata ruang dan pertanahan pada tahun 2010-2014 tersebut serta mengacu pada hasil background study yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya, disusun RPJMN 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) dan akan menjadi acuan bagi pelaksanaan pemerintahan pada periode 2015-2019 mendatang. Berkenaan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas pada tahun 2014 melaksanakan Kajian Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka I-3
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Dokumen RPJMN 2015-2019 tersebut meliputi narasi dan matriks yang akan menjadi acuan dan pedoman bagi pembangunan bidang tata ruang dan pertanahan pada kurun waktu lima tahun kedepan. Pada bagian Narasi memuat Permasalahan dan Isu Strategis, Sasaran (Impact), Arah Kebijakan dan Strategi, Kerangka Pendanaan, Kerangka Regulasi, dan Kerangka Kelembagaan. Sedangkan matriks memuat rincian program, kegiatan, sasaran, indikator, target fisik dan anggaran tahun 2015-2019, serta K/L pelaksana.
1.2 Tujuan Secara umum tujuan dari kegiatan kajian ini adalah sebagai berikut: (i) Melakukan penilaian capaian kinerja pembangunan bidang tata ruang dan pertanahan tahun 20102014; (ii) Mengidentifikasi indikator-indikator penilaian kinerja pembangunan termasuk kerangka anggaran bidang tata ruang dan pertanahan selama pelaksanaan RPJMN 2010-2014; dan (iii) Menyusun rancangan RPJMN 2015-2019 bidang Tata Ruang dan Pertanahan, meliputi narasi, matriks dan anggaran dalam kerangka Logical Framework Analysis (LFA).
1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup kajian ini meliputi: a. Melakukan tinjauan kebijakan tata ruang dan pertanahan dalam RPJPN 20052025, RPJMN 2010-2014 dan peraturan perundangan terkait lainnya; b. Melakukan kajian literatur terhadap isu-isu strategis bidang tata ruang dan pertanahan; yang meliputi background study, peraturan perundangan terkait, studi-studi terdahulu dan lain sebagainya; c. Melakukan desk study untuk mendapatkan gambaran permasalahan bidang tata ruang dan pertanahan; d. Menghimpun opini dan masukan dari stakeholder di bidang tata ruang dan pertanahan, baik di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah untuk menangkap persoalan di lapangan serta menghimpun persepsi dan keinginan pemerintah daerah di bidang tata ruang dan pertanahan, dalam bentuk focus group discussion/FGD; e. Mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data dan informasi yang dibutuhkan untuk penyusunan kerbijakan bidang tata ruang dan pertanahan; f. Menyusun Rancangan Teknokratik (RT) RPJMN 2015-2019 bidang Tata Ruang dan Pertanahan, meliputi narasi, matriks dan anggaran; I-4
g. Menyusun Rancangan Awal (RA) RPJMN 2015-2019 yang telah mengakomodir Visi, Misi, dan Program Aksi Presiden/Wakil Presiden; dan h. Melakukan diseminasi kepada K/L di bidang tata ruang dan pertanahan serta diseminasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Regional (Musrenbangreg) dan diakhiri dengan pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) sebagai upaya penyempurnaan RA RPJMN 2015-2019.
1.4 Metodologi Kajian Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20152019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan diperlukan untuk memberikan gambaran mengenai permasalahan, potensi, proyeksi dan analisa yang solid dalam rangka mendukung penyusunan RPJMN 2015-2019 di bidang tata ruang dan pertanahan. Secara umum tahap-tahap pelaksanaan kegiatan kajian antara lain meliputi: persiapan, pelaksanaan kegiatan, analisis data dan pelaporan. Pada tahap persiapan dilaksanakan penyelesaian administrasi kegiatan, koordinasi dan konsolidasi dengan tenaga ahli, koordinasi dengan pengguna jasa konsultansi, penyusunan instrumen pengumpulan data. Metode yang digunakan dalam tahap persiapan adalah rapat, pertemuan, dikusi, termasuk konsolidasi dengan tim kajian. Pada tahap selanjutnya dilakukan pengumpulan data melalui studi pustaka terhadap referensi di Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Studi pustaka merupakan upaya yang dilakukan untuk menggali dan mendalami mengenai pelaksanaan kegiatan terutama terkait dengan capaian pelaksanaan pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan yang didasarkan pada kajian-kajian sebelumnya seperti hasil monitoring dan evaluasi. Pelaksanaan pengumpulan data dan informasi juga dilakukan melalui koordinasi dengan K/L di Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, focus group discussion (FGD), dan lokakarya. Adapun sumber-sumber data yang dipergunakan dalam kajian ini antara lain: 1. Dokumen-dokumen kebijakan dan peraturan perundang-undangann yang berkaitan dengan penataan ruang dan pertanahan nasional. 2. Laporan-laporan, hasil penelitian, pidato, dan makalah. 3. Kliping berita di media cetak lokal dan nasional. 4. Data yang diperoleh melalui FGD dan diskusi dengan para pihak terkait. Metode analisis terhadap data dan informasi yang telah dikumpulkan dan diolah menggunakan analisis kerangkas logis (logical frameworks analysis). Pada tahap awal dilakukan identifikasi berbagai permasalahan dan isu strategis bidang tata ruang dan pertanahan. Penjaringan isu strategis tersebut dilakukan dengan melakukan focus group discussion dengan berbagai pihak terkait. Tahap selanjutnya dilakukan review I-5
terhadap pencapaian pembangunan bidang tata ruang dan pertanahan untuk kerangka waktu tahun 2010-2014. Kemudian dilakukan identifikasi terhadap berbagai isu strategis, permasalahan dan rancangan kebijakan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Tahap akhir dilakukan penyusunan arah kebijakan serta penyusunan kegiatan, indikator dan sasaran pembangunan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan untuk periode 2015-2019.
1.5 Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan di dalam kajian ini adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Berisi latar belakang kegiatan, tujuan pelaksanaan kegiatan, ruang lingkup kegiatan serta metodologi yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan BAB II Kegiatan Penyusunan Rancangan RPJMN 2015-2019 Berisi kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama penyusunan rancangan RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan BAB III Masukan dan Usulan yang Diakomodir dalam Rancangan RPJMN 20152019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan BAB IV Masukan dan Usulan Daerah dalam Musyawarah Rencana Pembangunan BAB V RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan Berisi kebijakan di Bidang Tata Ruang dan Pertanahan yang tercantum dalam Buku I. Buku II, dan Buku III RPJMN 2015-2019 BAB VI Penutup
I-6
BAB II KEGIATAN PENYUSUNAN RANCANGAN RPJMN 2015-2019
2.1 Penyusunan Rancangan RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Berbagai kegiatan telah dilaksanakan, dimulai dari penyusunan background study hingga penyerapan aspirasi dari berbagai lembaga di pemerintahan pusat dan daerah. Pada bagian berikut menyajikan capaian dan tahapan pelaksanaan kegiatan penyusunan rancangan RPJMN 2015-2019. 1. Penyusunan Background Study RPJMN 2015-2019 (Kajian Arah Kebijakan Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan Nasional 2015-2019) Penyusunan Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dilakukan dalam rangka mengidentifikasi isu-isu strategis pembangunan di Bidang Tata Ruang yang berkembang selama pelaksanaan RPJMN 2010-2014, memperoleh kondisi benchmark serta proyeksi ke depan di Bidang Tata Ruang, serta menyusun rancang bangun kebijakan Bidang Tata Ruang masa depan sebagai input dalam penyusunan RPJMN 2015-2019. Dalam Background Study RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang, teridentifikasi beberapa permasalahan pembangunan Bidang Tata Ruang pasca pelaksanaan RPJMN I (2004-2009) dan II (2010-2014) adalah sebagai berikut: 1) Banyaknya peraturan perundangan terkait ruang yang perlu disinkronkan; 2) Kompetensi sumberdaya manusia (SDM) penyelenggara penataan ruang yang belum memadai; 3) Kurangnya kapasitas dan koordinasi kelembagaan di bidang penataan ruang; 4) Belum terintegrasinya indikasi program dalam RTR dengan rencana pembangunan dan program sektoral; 5) Tingginya variasi kualitas Rencana Tata Ruang; 6) Masih lemahnya penegakan hukum dalam implementasi Rencana Tata Ruang; 7) Belum operasionalnya perangkat pengendalian yang jelas dan lengkap; 8) Masih terbatasnya sistem informasi penataan ruang dalam rangka monitoring dan evaluasi; 9) Rencana rinci belum tersedia. Permasalahan pembangunan Bidang Tata Ruang salah satunya tercermin dari indikasi bahwa tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam program penyelenggaraan penataan ruang belum tercapai. Tujuan pembangunan bidang tata ruang secara tegas telah ditetapkan dalam UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yakni mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif, II-1
dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Adapun tantangan Bidang Tata Ruang, ditinjau dengan kaidah TURBINLAKWAS (pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan) dalam pembangunan Bidang Tata Ruang, meliputi tantangan demografi (struktur demografi nasional dan provinsi, perubahan proporsi pertumbuhan), kesenjangan antarwilayah (dominasi Jawa-Bali dan Sumatera yang masih tinggi), kawasan perkotaan (urbanisasi dan migrasi, penurunan daya dukung), kawasan perdesaan (penyediaan pangan nasional, defisit SDM dan lahan), pemekaran wilayah (pembentukan daerah otonom baru/DOB tanpa mempertimbangkan sumberdaya dan keberlanjutan program), lingkungan hidup (penurunan kualitas lingkungan), kebencanaan (risiko bencana dan integrasinya ke dalam Rencana Tata Ruang), kelembagaan (koordinasi, sistem informasi, kualitas SDM, penyediaan data, PPNS), serta pendanaan (insentif untuk penyelenggaraan penataan ruang, integrasi ke dalam rencana pembangunan). Uraian permasalahan dan capaian pembangunan bidang penataan ruang pasca RPJMN I dan II merepresentasikan backlog atau target yang masih harus dicapai pada RPJMN III. Adapun tantangan, dalam perspektif TURBINLAKWAS adalah representasi kebutuhan penyelenggaraan penataan ruang di luar yang tertulis dalam RPJMN. Dengan mengacu pada arahan RPJPN 2005-2025 dan tujuan penyelenggaraan penataan ruang di dalam RTRWN, maka isu strategis yang dirumuskan adalah sebagai berikut: 1) Belum efektifnya Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang; 2) Pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang belum efektif; dan 3) RTRW belum dijadikan acuan pembangunan berbagai sektor. Dengan telah banyaknya produk rencana tata ruang yang dihasilkan, ironisnya justru implementasi produk tersebut menjadi titik lemah yang belum ditangani dengan baik. Aspek pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang belum efektif karena produk rencana yang ada belum menghasilkan impact yang mampu menjawab tujuan penyelenggaraan penataan ruang. Kualitas SDM dan kelembagaan yang rendah menjadi salah satu permasalahan kunci yang juga menghambat implementasi produk rencana. Implementasi ini termasuk adanya konflik pemanfaatan ruang di lapangan. Muara dari kedua isu strategis itu adalah RTRW belum menjadi acuan pembangunan sektor yang ditandai dengan belum sinkronnya RTRW dengan rencana pembangunan. Berdasarkan ketiga isu strategis yang telah diuraikan sebelumnya, maka ditetapkan empat sasaran yang menjadi agenda pembangunan Bidang Tata Ruang untuk tahun 2015-2019, yaitu: 1) Peraturan Perundang-undangan Bidang Tata Ruang yang Lengkap, Harmonis, dan Berkualitas 2) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan di Bidang Tata Ruang
II-2
3) Peningkatan Kualitas Rencana Tata Ruang serta Tertibnya Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang 4) Peningkatan Kualitas Pengawasan Penyelenggaraan Penataan Ruang. 2. Penyusunan Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 telah disusun pada bulan Januari-Juni 2014. Disebut rancangan teknokratis karena belum mengakomodir visi-misi Presiden dan Wakil Presiden. Adapun substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang mencakup sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Isu strategis Bidang Tata Ruang Sasaran Bidang Tata Ruang Arah kebijakan dan strategi pembangunan Bidang Tata Ruang Kerangka pendanaan Kerangka regulasi Kerangka kelembagaan
3. Penyerapan aspirasi dari berbagai sektor pemerintahan baik yang di pusat maupun di daerah. Kegiatan penyerapan aspirasi ini dilaksanakan dengan berbagai cara, baik melalui pertemuan/rapat maupun secara tertulis. Kegiatan pertemuan/rapat yang telah diselenggarakan dalam rangka memperoleh masukan dan mengkonfirmasi data adalah sebagai berikut: 1) Rapat Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat Peserta rapat
: Sekretariat BKPRN : 23 April 2014 : Pembahasan agenda sektoral yang terkait Bidang Tata Ruang : BKPRN Direktorat TRP Bappenas
2) Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
Peserta rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 7 Mei 2014 : Pembahasan substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat Kelautan dan Perikanan Bappenas. : Direktorat Kelautan dan Perikanan Bappenas Direktorat TRP Bappenas
II-3
3) Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
Peserta rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 20 Mei 2014 : Pembahasan substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat KKDT Bappenas. : Direktorat KKDT Bappenas Direktorat TRP Bappenas
4) Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
Peserta rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 21 Mei 2014 : Pembahasan substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Kementerian Dalam Negeri. : Kementerian Dalam Negeri Direktorat TRP Bappenas
5) Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
Peserta rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 4 Juni 2014 : Pembahasan substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat Transportasi Bappenas. : Direktorat Transportasi Bappenas Direktorat TRP Bappenas
6) Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
Peserta rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 9 Juni 2014 : Pembahasan substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat Otonomi Daerah Bappenas. : Direktorat Otonomi Daerah Bappenas Direktorat TRP Bappenas
7) Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 9 Juni 2014 : Pembahasan substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan II-4
Peserta rapat
tupoksi Direktorat Perkotaan dan Perdesaan Bappenas. : Direktorat Perkotaan dan Perdesaan Bappenas Direktorat TRP Bappenas
8) Rapat Pembahasan Inisiasi RUU Pengelolaan Udara Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat Peserta rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 13 Juni 2014 : Pembahasan penyusunan undang-undang mengenai pengelolaan ruang udara. : Direktorat Pertahanan dan Keamanan Bappenas Direktorat KKDT Bappenas Direktorat TRP Bappenas
9) Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
Peserta rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 18 Juni 2014 : Pembahasan substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat SDA dan Lingkungan Hidup Bappenas. : Direktorat SDA dan Lingkungan Hidup, Bappenas Direktorat TRP Bappenas
10) Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 18 Juni 2014 : Pembahasan substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas.
Peserta rapat
: Direktorat Pangan dan Pertanian, Bappenas Direktorat TRP Bappenas
11) Rapat Koordinasi Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 dengan pemerintah daerah Penyelenggara : Direktorat TRP Bappenas Waktu pelaksanaan : 10 Juli 2014 Agenda rapat : Pembahasan Draf Awal RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Peserta rapat : Direktorat TRP Bappenas Bappeda Provinsi Gorontalo II-5
Bappeda Provinsi Jawa Timur Bappeda Provinsi Sumatera Barat Bappeda Provinsi Kalimantan Timur
12) Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
Peserta rapat
: Direktorat TRP Bappenas : 22 Juli 2014 : Pembahasan substansi RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU. : Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU Direktorat TRP Bappenas
13) Rapat Pembahasan Rancangan Rencana Strategis Bidang Tata Ruang, Kementerian Dalam Negeri Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat Peserta rapat
: Kementerian Dalam Negeri : 23 Juli 2014 : Sosialisasi Renstra Kementerian Dalam Negeri : Kementerian Dalam Negeri Direktorat TRP Bappenas
4. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Regional. Penjaringan masukan dari pemerintah daerah untuk penyempurnaan Rancangan RPJMN 2015-2019 dilakukan juga melalui pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Regional. Musrenbang Regional dilaksanakan di 5 (lima) regional yang meliputi beberapa provinsi di region tersebut sebagai berikut: 1) Musrenbang Regional Sulawesi di Palu pada tanggal 6 Desember 2014; 2) Musrenbang Regional Maluku-Papua di Ambon pada tanggal 8 Desember 2014; 3) Musrenbang Regional Jawa-Bali-Nusa Tenggara di Ambon pada tanggal 10 Desember 2014; 4) Musrenbang Regional Sumatera di Belitung pada tanggal 13 Desember 2014; 5) Musrenbang Regional Kalimantan di Tarakan pada tanggal 15-16 Desember 2014; Secara umum, beberapa masukan Bappeda terhadap rancangan RPJMN 2015-2019 terkait bidang tata ruang dan pertanahan antara lain: 1) Bidang Tata Ruang di Regional Kalimantan: Perlu disepakati terkait luasan hutan yang harus dipertahannya sebagai paru-paru dunia. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi se wilayah Kalimantan yang cukup tinggi maka diperlukan kesepakatan luasan hutan yang perlu dijaga sekaligus penetapan Rencana Tata Ruang Pulau di beberapa wilayah yang saat ini belum selesai. II-6
Penetapan ini sangat penting, mengingat investor selalu meminta kepastian regulasi sebelum melakukan investasi; 2) Perlu percepatan penyelsaian RTRW terutama provinsi/kab/kota yang belum menetapkan perda karena belum selesainya permasalahan kehutanan. 5. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Penyelenggaraan Musrenbangnas dalam rangka Penyusunan RPJMN 2015-2019 bertujuan untuk menyampaikan Rancangan RPJMN 2015-2019. Musrenbangnas dilaksanakan di Jakarta pada 18 Desember 2014. Adapun tema yang diangkat dalam Musrenbangnas tersebut adalah: “Pembangunan Berkualitas Menuju Bangsa Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian”. Berikut beberapa masukan umum terkait dengan bidang tata ruang dan pertanahan yang disampaikan pada Musrenbangnas RPJMN 2015-2019, antara lain: 1) Untuk mencapai kedaulatan energi, diperlukan dukungan perizinan dan pembebasan lahan terutama untuk geothermal dan mikro hidro yang potensinya banyak berada di dalam kawasan lindung. 2) Tumpang tindih pengaturan penggunaan lahan yang terjadi secara nasional membutuhkan deregulasi untuk memudahkan pelaksanaan berbagai kegiatan. 6. Pasca Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (PascaMusrenbangnas) Penyelenggaraan Pasca-Musrenbangnas dalam rangka Penyusunan RPJMN 20152019 bertujuan untuk menyampaikan Rancangan RPJMN 2015-2019 dan menampung berbagai masukan pemerintah daerah untuk penyempurnaan Rancangan RPJMN 2015-2019. Pasca-Musrenbangnas dilaksanakan di Jakarta pada 19 Desember 2014. Dalam forum Pasca-Musrenbangnas tersebut hanya membahas masukan yang terkait dengan Bidang Sarana dan Prasarana, dan Bidang Sumberdaya Manusia dan Kebudayaan. 7. Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting) Penyusunan RPJMN 2015-2019 Penyelenggaraan pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) penyusunan RPJMN 2015-2019 dilaksanakan pada Selasa, 30 Desember 2014, bertempat di Kementerian Keuangan. Agenda trilateral meeting adalah Pembahasan Rancangan RPJMN 2015-2019. Adapun pesertanya adalah Direktorat TRP Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Beberapa hal yang menjadi catatan dalam trilateral meeting pembahasan RPJMN 2015-2019 antra lain sebagai berikut: 1) Terkait Kebijakan Meningkatkan Kualitas Pelaksanaan Penataan Ruang Nasional, perlu penyediaan peta dasar skala 1:5000 untuk penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR), berdasarkan pilot survey, penyusunan peta RRTR.
II-7
2) Berdasarkan Roadmap Penyusunan Peta RRTR 2015-2019, Provinsi, Kabupaten, dan Kota akan menyusun 1319 peta RRTR. 3) Alokasi untuk Program Quick Wins dan Program Lanjutan agar tetap memperhatikan kapasitas fiskal setiap tahunnya. 4) Dana dekon dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan pembinaan teknis penyelenggaraan penataan ruang daerah di 34 provinsi, 206 kabupaten (atau 50% dari total jumlah kabupaten sebanyak 412) dan 93 kota selama 5 tahun dengan kriteria: Sudah memiliki perda RTRW Kabupaten; Sudah memiliki perda RDTR Kabupaten; Dalam wilayah kabupaten terdapat terdapat Kawasan Strategis Nasoinal (KSN). Diprioritaskan pada kabupaten yang tertinggal dan kurang didukung oleh resources daerah (SDM dan APBD). Selain kegiatan pertemuan/rapat tersebut, masukan bagi draf awal RPJMN 2015-2019 juga diperoleh dari: 1) Masukan/koreksi tertulis dari Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atas draft Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 (September 2014). 2) Masukan/koreksi tertulis dari Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Bappenas atas draft Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 (September 2014).
2.2 Penyusunan Pertanahan
Rancangan
RPJMN
2015-2019
Bidang
Berbagai kegiatan telah dilaksanakan, dimulai dari penyusunan White Paper hingga penyerapan aspirasi dari berbagai lembaga di pemerintahan pusat dan daerah. 1.
Penyusunan White Paper Kebijakan Pengelolaan Pertanahan Nasional Sebagai amanat dari Presiden RI dalam upaya menyelesaikan permasalahan pertanahan di Indonesia, pada tahun 2012 Direktorat TRP Bappenas telah menyusun White Paper Kebijakan Pengelolaan Pertanahan Nasional. Dokumen ini disusun untuk memberikan gambaran secara garis besar mengenai perkembangan terkini bidang pertanahan serta memberikan ulasan singkat dan usulan kebijakan secara umum kepada pengambil keputusan di tingkat nasional. Kebijakan pengelolaan pertanahan nasional disajikan lebih lengkap pada Background Study RPJMN 2015-2019.
2.
Penyusunan Background Study RPJMN 2015-2019 (Kajian Arah Kebijakan Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan Nasional 2015-2019) Pada tahun 2013 Direktorat TRP Bappenas telah menyusun Kajian Arah Kebijakan Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan Nasional 2015-2019 dengan kesimpulan sebagai berikut: II-8
1) Terjadinya kasus pertanahan menggambarkan bahwa sistem pendaftaran tanah stelsel negatif yang dianut selama ini tidak memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah; 2) Kebijakan reforma agraria melalui redistribusi tanah sudah dilaksanakan namun dalam pelaksanaannya belum diikuti dengan upaya peningkatan access reform; 3) Kendala yang dihadapi dalam percepatan pelaksanaan pelayanan bidang pertanahan adalah masih kurangnya sumber daya bidang pertanahan terutama juru ukur; 4) Pembangunan untuk kepentingan umum menghadapi kendala karena sulitnya penyediaan tanah; Kajian Arah Kebijakan Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan Nasional 2015-2019 juga memberikan rekomendasi atas kerangka kebijakan dan fokus prioritas bidang pertanahan untuk 2015-2019 sebagai berikut: 1) Kepastian hukum hak masyarakat atas tanah, dengan fokus prioritas: – Perubahan Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah, yang program/ kegiatannya berupa percepatan pembuatan peta dasar pertanahan dan percepatan sertifikasi tanah; – Percepatan Penyelesaian Kasus-Kasus Pertanahan, yang program/ kegiatannya pembentukan pengadilan khusus pertanahan; dan – Kepastian Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat yang program/ kegiatannya berupa inventarisasi tanah masyarakat hukum adat; pemetaan tanah ulayat; advokasi masyarakat adat. – Berdasarkan White Paper Kebijakan Pengelolaan Pertanahan Nasional, untuk mencapai kepastian hukum hak atas tanah, selain kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas diperlukan juga kegiatan sertifikasi hutan. Dalam perjalanannya kegiatan ini diusulkan menjadi publikasi tata batas kawasan hutan. 2) Mengatasi ketimpangan Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) dan Kesejahteraan Masyarakat, dengan fokus prioritas redistribusi Tanah dan access reform, yang program/kegiatannya berupa Inventarisasi P4T, redistribusi tanah dan penyediaan access reform. 3) Meningkatkan pelayanan pertanahan, dengan fokus prioritas peningkatan kualitas dan proporsi SDM bidang pertanahan yang program/kegiatannya berupa penerimaan juru ukur, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. 4) Penyediaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, dengan fokus prioritas pencadangan tanah untuk pembangunan kepentingan umum yang salah satu program kegiatannya adalah pembentukan bank tanah. 3.
Penyusunan Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 bidang Pertanahan Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 telah disusun pada bulan Januari–Juni 2014 dengan substansi yang mencakup: II-9
4.
Isu strategis bidang pertanahan Sasaran bidang pertanahan Arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang pertanahan Kerangka pendanaan Kerangka regulasi Kerangka kelembagaan
Penyerapan aspirasi dari berbagai lembaga pemerintahan baik yang di pusat maupun di daerah. Kegiatan penyerapan aspirasi ini dilaksanakan dengan berbagai cara, baik melalui pertemuan/rapat maupun secara tertulis. Kegiatan pertemuan/rapat yang telah diselenggarakan dalam rangka memperoleh masukan dan mengkonfirmasi data adalah sebagai berikut: 1) Rapat Pembahasan RKP 2015 Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
: Dit. TRP Bappenas : 12 Maret 2014 : Pembahasan Target RKP 2015 dan RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan Peserta rapat : Direktorat TRP Bappenas Direktorat Pemetaan Dasar BPN Direktorat Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang BPN Direktorat Land Reform BPN Direktorat Penatagunaan Tanah BPN Pusat Hukum dan Humas BPN 2) Rapat Eselon II BKPRN Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
: BKPRN : 7 April 2014 : Pembahasan Draf Awal RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang & Pertanahan Peserta rapat : Direktorat TRP Bappenas Asdep Bidang Prasarana, Riset, Teknologi dan SDA, Sekretaris Kabinet Kasubdit Penataan Ruang Kawasan Hutan Wilayah II, Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Kementerian Kehutanan Kasubdit Penataan Ruang Wilayah, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri Kasubdit Pengendalian Lahan, Kementerian Pertanian Kasubdit Tata Ruang, Kementerian Pertahanan II-10
Direktorat Binda I, Kementerian PU Kasie Program, Binda II, Kementerian PU Keasdepan Urusan Kajian Kebijakan Wilayah dan Sektor, Kementerian LH Kasubdit Rencana Tata Ruang Laut Nasional dan Perairan Yurisdiksi, KKP Direktorat Penatagunaan Tanah, BPN 3) Rapat Koordinasi (FGD) Pembahasan Draf Awal RPJMN 2015-2019 dengan pemerintah pusat Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
: Dit. TRP Bappenas : 12 Juni 2014 : Pembahasan Draf Awal RPJMN 2015-2019 bidang Pertanahan Peserta rapat : Direktorat TRP Bappenas Direktorat KKDT Bappenas Direktorat Hukum & HAM Bappenas Direktorat Pemetaan Dasar BPN Biro Kepegawaian BPN Badan Informasi Geospasial Kementerian Pertanian Kementerian KUKM Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi Kementerian Kelautan & Perikanan 4) Rapat Koordinasi dan Klarifikasi Luasan Kawasan Hutan dan Budidaya Indonesia dengan BIG, BPN dan Kementerian Kehutanan Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
: Dit. TRP Bappenas : 26 Juni 2014 : Pembahasan Draf Awal RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan Peserta rapat : Direktorat TRP Bappenas Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas Pusat Pemetaan Dasar BPN Pusat Pemetaan Batas Wilayah BIG Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik BIG Direktorat Pengukuhan, Penatagunaan, dan Tenurial Kementerian Kehutanan II-11
5) Rapat Koordinasi (FGD) Pembahasan Draf Awal RPJMN 2015-2019 dengan pemerintah daerah dan Kanwil BPN Penyelenggara Waktu pelaksanaan Agenda rapat
: Dit. TRP Bappenas : 11 Juli 2014 : Pembahasan Draf Awal RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan Peserta rapat : Direktorat TRP Bappenas Kanwil BPN Provinsi Gorontalo Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur Kanwil BPN Provinsi Sumatera Barat Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Timur Kanwil BPN Provinsi Maluku Utara Bappeda Provinsi Gorontalo Bappeda Provinsi Kalimantan Timur 8. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Regional. Penjaringan masukan dari pemerintah daerah untuk penyempurnaan Rancangan RPJMN 2015-2019 dilakukan juga melalui pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Regional. Musrenbang Regional dilaksanakan di 5 (lima) regional yang meliputi beberapa provinsi di region tersebut sebagai berikut: 1) Musrenbang Regional Sulawesi di Palu pada tanggal 6 Desember 2014; 2) Musrenbang Regional Maluku-Papua di Ambon pada tanggal 8 Desember 2014; 3) Musrenbang Regional Jawa-Bali-Nusa Tenggara di Ambon pada tanggal 10 Desember 2014; 4) Musrenbang Regional Sumatera di Belitung pada tanggal 13 Desember 2014; 5) Musrenbang Regional Kalimantan di Tarakan pada tanggal 15-16 Desember 2014; Secara umum, beberapa masukan Bappeda terhadap rancangan RPJMN 2015-2019 terkait bidang tata ruang dan pertanahan antara lain: 1) Perlu jaminan pemenuhan atas tanah melalui kebijakan pembentukan bank tanah dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur; 2) Terkait masalah pertanahan di Regional Maluku-Papua salah satunya tanah ulayat harus dilakukan dengan pendekatan antropologis tidak bisa dilakukan dengan cara bussiness as usual; 3) Perlu dilakukan legalisasi aset (sertipikasi) tanah yang dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan rendah, nelayan, petani, dan UKM.
II-12
9. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Penyelenggaraan Musrenbangnas dalam rangka Penyusunan RPJMN 2015-2019 bertujuan untuk menyampaikan Rancangan RPJMN 2015-2019. Musrenbangnas dilaksanakan di Jakarta pada 18 Desember 2014. Adapun tema yang diangkat dalam Musrenbangnas tersebut adalah: “Pembangunan Berkualitas Menuju Bangsa Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian”. Berikut beberapa masukan umum terkait dengan bidang tata ruang dan pertanahan yang disampaikan pada Musrenbangnas RPJMN 2015-2019, antara lain: 1) Untuk mencapai kedaulatan energi, diperlukan dukungan perizinan dan pembebasan lahan terutama untuk geothermal dan mikro hidro yang potensinya banyak berada di dalam kawasan lindung. 2) Tumpang tindih pengaturan penggunaan lahan yang terjadi secara nasional membutuhkan deregulasi untuk memudahkan pelaksanaan berbagai kegiatan. 10. Pasca Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (PascaMusrenbangnas) Penyelenggaraan Pasca-Musrenbangnas dalam rangka Penyusunan RPJMN 20152019 bertujuan untuk menyampaikan Rancangan RPJMN 2015-2019 dan menampung berbagai masukan pemerintah daerah untuk penyempurnaan Rancangan RPJMN 2015-2019. Pasca-Musrenbangnas dilaksanakan di Jakarta pada 19 Desember 2014. Dalam forum Pasca-Musrenbangnas tersebut hanya membahas masukan yang terkait dengan Bidang Sarana dan Prasarana, dan Bidang Sumberdaya Manusia dan Kebudayaan.
11. Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting) Penyusunan RPJMN 2015-2019 Penyelenggaraan pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) penyusunan RPJMN 2015-2019 dilaksanakan pada Selasa, 30 Desember 2014, bertempat di Kementerian Keuangan. Agenda trilateral meeting adalah Pembahasan Rancangan RPJMN 2015-2019. Adapun pesertanya adalah Direktorat TRP Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Beberapa hal yang menjadi catatan dalam trilateral meeting pembahasan RPJMN 2015-2019 antra lain sebagai berikut: 1) Target luas cakupan peta dasar pertanahan ditingkatkan dari 60 persen menjadi 80 persen wilayah nasional diluar kawasan hutan (budidaya); 2) Untuk mendukung kebijakan pencadangan tanah untuk kepentingan umum, maka akan dibentuk lembaga bank tanah dengan skema Badan Layanan Umum (BLU) di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN; 3) Kegiatan IP4T difokuskan untuk mengidentifikasi sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA);
II-13
4) Kegiatan identifikasi tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU yang akan habis masuk dalam kegiatan identifikasi tanah terindikasi terlantar; 5) Alokasi untuk Program Quick Wins dan Program Lanjutan agar tetap memperhatikan kapasitas fiskal setiap tahunnya. 6) Distribusi lahan hanya untuk ke petani 7) Untuk membantu penyelesaian tanah transmigrasi, dapat memanfaatkan Peraturan Bersama 4 Menteri terkait bidang masuk kawasan hutan, dan perlu ada pendataan data by name by address. Selain kegiatan pertemuan/rapat tersebut, masukan bagi draf awal RPJMN 2015-2019 juga diperoleh dari: 1) Rapat internal Subdit Pertanahan 2) Masukan tertulis dari Kabag Pemantauan & Evaluasi, Biro Perencanaan BPN 3) Masukan tertulis dari Kasubdit Penataan Ruang Kementerian Kehutanan 4) Masukan tertulis dari Direktorat Hukum dan HAM Bappenas 5) Artikel di media massa (Kompas 7 April 2014) 6) Surat resmi dari BIG No. B-3.4/SESMA/IGD/07/2014 tanggal 3 Juli 2014 Perihal Informasi Wilayah NKRI 7) Surat resmi dari BPN No. 3248/3.2-1003/IX/2014 tanggal 12 September 2014 perihal usulan kebijakan proporsi SDM Juru Ukur BPN RI 8) Masukan/koreksi tertulis dari Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atas draft Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 (September 2014) 9) Masukan/ koreksi tertulis dari Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Bappenas atas draft Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 (September 2014)
II-14
BAB III MASUKAN DAN USULAN YANG DIAKOMODIR DALAM RANCANGAN RPJMN 2015-2019 BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN
3.1 Bidang Tata Ruang Berikut akan disajikan berbagai masukan dan usulan yang disampaikan oleh beberapa pihak terkait. Masukan tersebut telah diakomodir baik pada bagian narasi maupun matriks. Masukan yang disampaikan dan diakomodir ini mencakup masukan secara umum di narasi dan masukan terhadap masing-masing arah kebijakan bidang tata ruang.
3.1.1. Perubahan Secara Umum Pada bagian ini menyajikan masukan yang disampaikan berbagai forum yang mengubah subtansi secara umum. Tabel 3.1 Perubahan Umum pada Narasi RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang No
Kegiatan
1
Rapat BKPRN
2
Rapat Koordinasi (FGD) Pembahasan Draf Awal RPJMN 20152019 dengan Pemerintah
Pemberi Masukan Notulensi BKPRN
Bappeda Prov. Sumatera Barat
Perubahan Penambahan aspek pedesaan secara spasial dalam narasi, tidak hanya aspek perkotaan (urbanisasi) dalam rangka mewujudkan keterpaduan. Penambahan narasi yang mempertimbangkan adanya penambahan KSN baru (update status KSN). Perlunya mengarusutamakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Adanya penegasan dan amanah tertulis dalam RPJMN sehingga ada upaya nasional yang dapat dikerahkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Penambahan indikator yang menyebutkan kebutuhan akan peta dasar skala 1:5.000 dalam rangka meningkatkan efektifitas pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
III-1
No
Kegiatan
3
daerah, 10 Juli 2014 Rapat BKPRN
4
Rapat BKPRN
5
Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang, 4 Juni 2014 Rapat Internal Subdit Tata Ruang Bappenas
6
Pemberi Masukan
Kasubdit penataan Ruang KH, Kehutanan
Asdep Penataan Ruang dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kemenko Direktorat Transportasi Bappenas
Subdit Tata Ruang Bappenas
Perubahan
Penambahan narasi dalam RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang mengenai integrasi KLHS, LP2B, dan Mitigasi Bencana dengan rencana tata ruang yang harus diimplementasikan. Penambahan narasi mengenai indikator kinerja pelaksanaan penataan ruang baik di Tingkat Pusat maupun Daerah.
Agar dalam keberjalanan penyusunannya, UU Pengelolaan Ruang Udara sebaiknya mengatur hal-hal yang belum diatur oleh UU lain. Perubahan enam arah kebijakan menjadi empat arah kebijakan, dimana arah kebijakan “Mengembangkan Rencana Tata Ruang yang Berkualitas dan Tepat Waktu”, arah kebijakan “Meningkatkan Kualitas Pelaksanaan Pembangunan melalui Internalisasi Rencana Tata Ruang dalam Rencana Pembangunan Sektoral”, serta arah kebijakan “Menegakkan Aturan Zonasi, Insentif, dan Pemberian Sanksi Secara Konsisten” digabung menjadi arah kebijakan “Meningkatkan Kualitas Pelaksanaan Penataan Ruang Nasional”. Pengelompokan seluruh NSPK di Kebijakan 1 dan pelaksanaan NSPK di Kebijakan 2, 3, dan 4. Penyesuaian dan peningkatan konsistensi istilah-istilah penting yang digunakan juga oleh sektor lain. Penambahan strategi integrasi RTR dengan rencana pembangunan selain dengan menyusun pedoman dan mekanisme integrasi juga dengan melaksanakan pemetaan indikasi program RTR ke dalam program rencana III-2
No
7
8
Pemberi Masukan
Kegiatan
Masukan/ koreksi tertulis atas draft RT RPJMN 20152019 September 2014 Masukan/koreksi tertulis atas draft RT RPJMN 20152019 September 2014
Staff Ahli Menteri PPN
Deputi Bidang Pengembangan Regional & Otonomi Daerah, Bappenas
Perubahan pembangunan. Membagi evaluasi menjadi 2, yaitu: (1) evaluasi penyelenggaraan penataan ruang (turbinlakwas) yang menjadi bagian dari kebijakan 4, dan (2) evaluasi pemanfaatan ruang (pelaksanaan-pemanfaatanpengendalian) yang menjadi bagian dari kebijakan 3. Meringkas RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dengan menghilangkan narasi mengenai capaian pembangunan di Bidang Tata Ruang pada periode RPJMN Tahap I dan II. Koreksi atas penulisan isu strategis RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang, yaitu: Dari isu strategis “Belum Efektifnya Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang “menjadi “Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang “. Dari isu strategis “Belum Efektifnya Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang” menjadi “Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang”. Dari isu strategis “Belum Dijadikannya RTRW Sebagai Acuan Pembangunan Berbagai Sektor” menjadi “RTRW Sebagai Acuan Pembangunan Berbagai Sektor”.
3.1.2 Perubahan Masing-Masing Kebijakan 1) Kebijakan 1 : Meningkatkan Ketersediaan Regulasi Tata Ruang yang Efektif dan Harmonis Tabel 3.2 Perubahan Substansi Kebijakan 1 dalam Narasi RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang No 1
Kegiatan Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN
Pemberi masukan Direktorat KKP Bappenas
Perubahan Perubahan narasi mengenai ruang laut nasional dari “pengelolaan ruang laut bebas” menjadi “pengelolaan ruang laut diatas 12 mil III-3
No
2
3
Kegiatan 2015-2019 Bidang Tata Ruang, 7 Mei 2014 Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang, 21 Mei 2014 Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang, 4 Juni 2014
Pemberi masukan
Kementerian Dalam Negeri
Direktorat Transportasi Bappenas
Perubahan s/d 200 mil laut. Peraturan perundangan pengelolaan ruang laut di atas 12 mil akan berupa RTR Laut Nasional yang merupakan turunan dari RUU Kelautan. Penambahan narasi dalam Kerangka Kelembagaan bahwa Kemendagri akan menyusun pedoman tentang mekanisme dan tata kerja BKPRD.
Memunculkan RPI2JM (Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah) sebagai salah satu contoh jembatan antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan terkait infrastruktur.
2) Kebijakan 2 : Meningkatkan Pembinaan Kelembagaan Penataan Ruang Tabel 3.3 Perubahan Substansi Kebijakan 2 dalam Narasi RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang No 1
2
Kegiatan Rapat BKPRN
Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang, 21 Mei 2014
Pemberi Perubahan masukan Notulensi Rapat Adanya amanat untuk meningkatkan peran serta BKPRN masyarakat untuk mencapai tata kelola secara utuh.
Kementerian Dalam Negeri
Adanya penambahan narasi mengenai inisasi RUU pengelolaan udara karena terdapat konflik pertahanan yang masih belum dapat dicegah di forum BKPRN. Usulan Kemendagri untuk menyusun standarisasi instansi penyelenggara penataan ruang dilakukan hanya oleh Kemendagri sedangkan pembinaan SDM Bidang Tata Ruang di nasional & daerah dengan kurikulum terstandardisasi dilakukan oleh Kementerian PU & instansi tematik ditambahkan ke dalam Kerangka Kelembagaan.
III-4
No
3
4
Kegiatan
Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang, 9 Juni 2014 Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang, 22 Juli 2014
Pemberi masukan
Perubahan
Penambahan narasi mengenai Kemendagri sebagai instansi pelaksana penyusunan pedoman hubungan tata kerja BKPRN dan BKPRD dalam Kerangka Kelembagaan. Strategi peningkatan kualitas dan kuantitas PPNS menjadi masuk ke dalam arah kebijakan 2: Meningkatkan Pembinaan Kelembagaan Penataan Ruang. Direktorat Perlakuan/ perlindungan khusus untuk PPNS Otonomi Daerah memungkinkan untuk dilakukan. Sebaiknya Bappenas pedomannya disusun oleh Kemendagri (melalui Permendagri).
Dirjen Penataan Penambahan narasi mengenai peningkatan Ruang partisipasi masyarakat dan dunia usaha. Kementerian PU
3) Kebijakan 3: Meningkatkan Kualitas Pelaksanaan Penataan Ruang Nasional. Tidak ada masukan yang menyebabkan perubahan pada Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang.
4) Kebijakan 4 : Melaksanakan Evaluasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Tidak ada masukan yang menyebabkan perubahan pada Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang.
Adapun pembahasan lebih mendetail mengenai seluruh masukan dan usulan untuk Bidang Tata Ruang, baik yang diakomodir maupun tidak diakomodir, dapat dilihat pada matriks dalam Lampiran C.
III-5
3.2 Bidang Pertanahan Berikut akan disajikan berbagai masukan dan usulan yang disampaikan oleh beberapa pihak terkait. Masukan tersebut telah diakomodir baik pada bagian narasi maupun matriks. Masukan yang disampaikan dan diakomodir ini mencakup masukan secara umum di narasi dan masukan terhadap masing-masing arah kebijakan bidang pertanahan.
3.2.1 Perubahan Secara Umum Pada bagian ini menyajikan masukan yang disampaikan berbagai forum yang mengubah subtansi secara umum. Tabel 3.4 Perubahan Umum pada Narasi RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan No 1
Kegiatan Masukan/ koreksi tertulis atas draft RT RPJMN 20152019
Pemberi masukan Staf Ahli Menteri PPN
September 2014 Deputi Bidang Pengembangan Regional & Otonomi Daerah, Bappenas
Perubahan - Kalimat dan Paragraf pada narasi draft RPJMN 2015-2019 (isu strategis, sasaran, dan kebijakan) agar dibuat lebih singkat - Tabel Kerangka Pendanaan agar dijelaskan dalam bentuk narasi Koreksi atas sub judul Isu Strategis RPJMN 2015-2019 bidang Pertanahan: (1) "Belum Kuatnya Jaminan Kepastian Hukum Hak Masyarakat Atas Tanah" diubah menjadi "Jaminan Kepastian Hukum Hak Masyarakat Atas Tanah" (2) "Masih Terjadinya Ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) serta Masih Rendahnya Kesejahteraan Masyarakat" diubah menjadi "Ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) serta Kesejahteraan Masyarakat" (3) "Kinerja Pelayanan Pertanahan Yang Belum Optimal" diubah menjadi "Kinerja Pelayanan Pertanahan" (4) "Belum Terjaminnya Ketersediaan III-6
No
Kegiatan
Pemberi masukan
Perubahan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum" diubah menjadi "Ketersediaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum"
3.2.2 Perubahan Masing-Masing Kebijakan 1) Kebijakan 1 : Membangun Sistem Pendaftaran Tanah Publikasi Positif Tabel 3.5. Perubahan Substansi Kebijakan 1 dalam Narasi RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan No
Kegiatan
1
Rapat Koordinasi (FGD) Pembahasan Draf Awal RPJMN 2015-2019 dengan pemerintah pusat, 12 Juni 2014
2
Rapat Koordinasi dan Klarifikasi Luasan Kawasan Hutan dan Budidaya Indonesia, 26 Juni 2014
Pemberi masukan Dir. KKDT Bappenas
Perubahan Penyesuaian angka jumlah Kabupaten/Kota, dari 492 menjadi 539
Notulensi rapat
Penyesuaian angka panjang batas kawasan hutan yang telah ditetapkan 189.056,6 km
Kesimpulan rapat
Penyesuaian angka luas keseluruhan wilayah daratan Indonesia menjadi 189.073.936 Ha Penyesuaian angka luas kawasan hutan seluruh Indonesia menjadi 124.022.849 Ha Penyesuaian angka luas kawasan non hutan seluruh Indonesia menjadi 65.051.087 Ha Penyesuaian angka panjang kawasan hutan seluruh Indonesia menjadi 418.478,63 Km
III-7
No
Kegiatan
3
Surat dari BIG Perihal: Informasi Wilayah NKRI
Pemberi masukan BIG
3 Juli 2014
Perubahan a. Luas keseluruhan wilayah daratan Indonesia : 189.073.936 Ha b. Luas kawasan hutan seluruh Indonesia : 123.653.985 Ha c. Luas kawasan non hutan seluruh Indonesia : 65.419.951 Ha d. Panjang kawasan hutan seluruh Indonesia : 378.448,2 Km
2) Kebijakan 2 : Reforma Agraria Melalui Redistribusi Tanah, Pemberian Tanah dan Bantuan Pemberdayaan Masyarakat Tabel 3.6 Perubahan Substansi Kebijakan 2 dalam Narasi RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan No 1
Pemberi masukan Rapat Internal Direktur Tata Subdit Pertanahan Ruang dan Bappenas Pertanahan, Bappenas Kegiatan
Kesimpulan rapat
Perubahan Arahan untuk menggunakan skenario optimis terhadap target RPJM
Perubahan kata Identifikasi P4T, menjadi Inventarisasi P4T. Perubahan poin arah kebijakan dan strategi: Inventarisasi Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T), dilakukan selain sebagai instrumen untuk mengidentifikasi TOL, dapat juga dilihat sebagai instrumen percepatan sertipikasi tanah. Untuk itu kegiatan IP4T dapat dilanjutkan dengan sertipikasi tanah khususnya melalui Prona.
2
Artikel di harian Kompas 7 April 2014
Tambahan informasi mengenai ketimpangan P4T di Indonesia
III-8
3) Kebijakan 3 : Pencadangan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Tidak ada masukan yang menyebabkan perubahan pada Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019 4) Kebijakan 4 : Pencapaian Proporsi Kompetensi SDM Ideal Bidang Pertanahan untuk Mencapai Kebutuhan Minimum Juru Ukur Pertanahan Tabel 3.7 Perubahan Substansi Kebijakan 4 dalam Narasi RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan No
Kegiatan
1
Masukan tertulis
2
Masukan tertulis
Pemberi masukan Kabag Pemantauan & Evaluasi, Biro Perencanaan BPN Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian, BPN
Perubahan Penambahan target pencapaian: - Termanfaatkannya teknologi informasi dan komputerisasi (TIK) dalam pelayanan pertanahan dan pengelolaannya - Jumlah Pegawai BPN (JuruUkur) tahun 2014: 3.013 orang (15 %) - Target jumlah Juru Ukur di tahun 2019 : 5.863 orang (30%)
5) Kebijakan 5 : Pembentukan Kamar Khusus Pertanahan pada Pengadilan Negeri Tabel 3.8 Perubahan Substansi Kebijakan 5 dalam Narasi RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan No
Kegiatan
1
Rapat Koordinasi (FGD) Pembahasan Draf Awal RPJMN 2015-2019 dengan pemerintah pusat, 12 Juni 2014, dan masukan tertulis (email 16 Juni 2014)
Pemberi masukan Direktorat Hukum & HAM Bappenas
Perubahan Rekomendasi untuk tidak membuat kebijakan pembentukan kamar khusus pertanahan, melainkan dengan penyempurnaan penyelesaian sengketa tanah di pengadilan. Sasaran dan kebijakan mengenai pembentukan kamar khusus pertanahan dihilangkan dari naskah RPJMN.
III-9
Adapun pembahasan lebih mendetail mengenai seluruh masukan dan usulan untuk Bidang Pertanahan, baik yang diakomodir maupun tidak diakomodir, dapat dilihat pada matriks dalam Lampiran D.
III-10
BAB IV MASUKAN DAERAH DALAM MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN
4.1 Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Regional dan Nasional dalam Penyusunan RPJMN 2015-2019 RPJMN III Tahun 2015-2019 yang akan menjadi acuan pembangunan lima tahun ke depan disusun sebagai penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Aksi Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Proses penyusunan RPJMN 2015-2019 telah dimulai sejak Februari 2014, berupa penyusunan konsep Rancangan Teknokratik (RT) RPJMN. Keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan RT RPJMN ini diwadahi dalam bentuk kegiatan sosialisasi, road show dan penjaringan aspirasi melalui berbagai pertemuan. Secara resmi, RT RPJMN tersebut disampaikan kepada seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) pada Agustus 2014. Setelah penetapan Presiden/Wakil Presiden terpilih pada Oktober 2014, disusunlah Rancangan Awal (RA) RPJMN 20152019 yang telah mengakomodir Visi, Misi, dan Program Aksi Presiden/Wakil Presiden. Dalam proses penyempurnaan RA RPJMN ini, dilakukan diseminasi kepada seluruh K/L melalui Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) RPJMN pada tanggal 25 November 2014, kemudian K/L menyusun rancangan Rencana Strategis (Renstra) masing-masing dengan mengacu pada RA RPJMN tersebut. Sementara diseminasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat dilakukan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Regional (Musrenbang Regional) pada lima wilayah, dimulai dengan Wilayah Sulawesi di Palu (6 Desember 2014), Wilayah Maluku dan Papua di Ambon (8 Desember 2014), Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara di Mataram (10 Desember 2014), Wilayah Sumatera di Belitung (13 Desember 2014), dan terakhir Wilayah Kalimantan di Tarakan (15-16 Desember 2014). Sebagai titik kulminasi dari upaya penyempurnaan Rancangan Awal RPJMN 2015-2019, dilaksanakanlah Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN pada tanggal 18 Desember 2014. Musrenbangnas RPJMN ini merupakan amanat UU SPPN. Hasil Musrenbangnas RPJMN dibahas dan disepakati pada Sidang Kabinet tanggal 12 Januari 2014, dan selanjutnya RPJMN 2015-2019 ditetapkan melalui Perpres pada tanggal 16 Januari 2014. Musrenbangnas RPJMN secara resmi dibuka oleh Presiden RI dengan tema "Dengan Pembangunan yang Berkualitas Menuju Bangsa Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian". Melalui Musrenbangnas diharapkan diperoleh kesepakatan dan keselarasan prioritas pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang akan menjadi acuan bersama dalam melaksanakan pembangunan lima tahun mendatang. IV-1
4.2
Matriks Pembahasan Usulan Daerah
Pembahasan usulan daerah akan disajikan dalam matriks per pulau yang berisi informasi mengenai usulan apa saja yang diakomodir dan tidak diakomodir dalam RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan sebagai berikut ini. A.
PULAU PAPUA Tabel IV.1 Matriks Pembahasan Usulan Daerah Untuk Pulau Papua (Dalam Miliar Rupiah)
No
Usulan Daerah
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
Provinsi Papua Usulan Biak menjadi PKSN Provinsi Papua Barat Usulan Manokwari 2 menjadi PKSN 1
√
√
Total
IV-2
Rp
B.
KEPULAUAN MALUKU Tabel IV.2 Matriks Pembahasan Usulan Daerah Untuk Kepulauan Maluku (Dalam Miliar Rupiah)
No
Usulan Daerah
Provinsi Maluku Utara Kawasan Industri Perikanan di 1 Halmahera Selatan menjadi KSN Kawasan Industri Pengolahan Nikel di 2 Halmahera Tengah – Halmahera Timur menjadi KSN
Sumber Usulan
Usulan Revisi RTRWN
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
√
Usulan Revisi RTRWN √
Total
IV-3
Rp
C.
KEPULAUAN NUSA TENGGARA Tabel IV.3 Matriks Pembahasan Usulan Daerah Untuk Kepulauan Nusa Tenggara (Dalam Miliar Rupiah)
No
Usulan Daerah
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
Provinsi NTB
1
2
Usulan Kawasan Perkotaan Mataram dan sekitarnya menjadi KSN Usulan Kawasan Perkotaan Kupang (Kupang, Kupang Barat dan Oelamasi) dan sekitarnya menjadi KSN
Surat Gubernur /Usulan Revisi RTRWN
√
Surat Gubernur
√
Total
IV-4
Rp
D.
PULAU SULAWESI Tabel IV.4 Matriks Pembahasan Usulan Daerah Untuk Pulau Sulawesi (Dalam Miliar Rupiah)
No
Usulan Daerah
Provinsi Sulawesi Utara Kawasan Perkotaan BitungMinahasa1 Manado (Bimindo) menjadi KSN
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
Usulan Revisi RTRWN √
Provinsi Gorontalo 2
3
4
5
Usulan Kawasan Gopandang menjadi KSN Usulan Kawasan Utara Utara menjadi KSN Usulan Kawasan Danau Limboto menjadi KSN Usulan Kwandang menjadi PKSN
Musren bang Regional
√
Musren bang Regional Musren bang Regional
√
√
√
IV-5
Rp
No
Usulan Daerah
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
Rp
Provinsi Sulawesi Barat
6
Usulan Mamuju menjadi PKN
Masukan Tertulis Bappeda Sulawesi Barat kepada PW
Provinsi Sulawesi Tengah Usulan Tolitoli 7 menjadi PKSN
√
√
Total
E.
PULAU KALIMANTAN Tabel IV.5 Matriks Pembahasan Usulan Daerah Untuk Pulau Kalimantan (Dalam Miliar Rupiah)
No
Usulan Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan Usulan Kawasan Perkotaan Metropolitan 1 Banjar Bakula (Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
Usulan Revisi RTRWN √
IV-6
Rp
No
Usulan Daerah
Kuala dan Tanah Laut) menjadi KSN Provinsi Kalimantan Barat Usulan 2 Temajok menjadi PKSN Kawasan Danau Sentarum/ 3 Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) Provinsi Kalimantan Utara Usulan 4 Tarakan menjadi PKSN Usulan 5 Tanlumbis menjadi PKSN
Sumber Usulan
Diakomodasi
Usulan Revisi RTRWN
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
√
√
√ √
Total
IV-7
Rp
F.
PULAU JAWA-BALI Tabel IV.6 Matriks Pembahasan Usulan Daerah Untuk Pulau Jawa-Bali (Dalam Miliar Rupiah)
No
Usulan Daerah
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
Provinsi Jawa Barat 1
Boscha menjadi KSN
Perlu penetapan LP2B di 2 Kabupaten/Kota pada skala 1:50.000 Provinsi Jawa Tengah Perlu penetapan 3 perangkat insentif LP2B
Usulan Revisi RTRWN Musren bang Regional
√
Musren bang Regional
Provinsi Jawa Timur
4
5
6
Usulan Kawasan TrowulanSangiran menjadi KSN Usulan Kawasan Bromo Tengger Semeru menjadi KSN Usulan Kawasan Geopark
Usulan Revisi RTRWN Usulan Revisi RTRWN Usulan Revisi RTRWN
√
√
√
IV-8
Rp
No
Usulan Daerah
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
Rp
Pacitan menjadi KSN 7
8 9
Bali Landscape menjadi KSN
Usulan Revisi RTRWN
Usulan Pasuruan menjadi PKW Usulan Batu menjadi PKW
√
√ √
Total
G.
PULAU SUMATERA Tabel IV.7 Matriks Pembahasan Usulan Daerah Untuk Pulau Sumatera (Dalam Miliar Rupiah)
No
Usulan Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Usulan Banda 1 Aceh menjadi PKN Usulan 2 Lhokseumawe menjadi PKW Usulan 3 Lhokseumawe menjadi PKSN
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
√ √ √
IV-9
Rp
No
Usulan Daerah
Provinsi Sumatera Utara Usulan Medan 4 menjadi PKSN Provinsi Sumatera Barat Usulan Kawasan Perkotaan 5 Padang dan Sekitarnya menjadi KSN Usulan Wilayah Pantai Barat Sumatera Barat (7 kabupaten/ kota wilayah 6 pesisir yang rentan terhadap bencana) menjadi KSN Usulan Danau Maninjau di 7 Kabupaten Agam menjadi KSN Usulan Danau Singkarak di Kabupaten 8 Solok dan Kabupaten Tanah Datar menjadi KSN
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
√
Surat Gubernur /Usulan Revisi RTRWN
√
Surat Gubernur /Usulan Revisi RTRWN
Usulan Revisi RTRWN
√
√
Usulan Revisi RTRWN √
IV-10
Rp
No
9 10 11 12
Usulan Daerah Usulan Pariaman menjadi PKW Usulan Mentawai menjadi PKW Usulan Payakumbuh menjadi PKW Usulan Tuapejat menjadi PKW
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
Surat Gubernur
√
Surat Gubernur
√
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
√ √
Provinsi Riau
13
14
Percepatan Penyelesaian Perda RTRW provinsi dan kabupaten kota di Riau Usulan Kawasan Metropolitan PekanbaruSiak-KamparPelalawan (Pekansikawan ) menjadi KSN
Musren bang Regional
Surat Gubernur Provinsi Riau
√
√
IV-11
Rp
No
Usulan Daerah
Usulan Kawasan Perbatasan Negara di Kabupaten Rokan Hilir (Gugus Pulau Arwah/Batu 15 Mandi), Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis (Pulau Rupat) dan Kabupaten Kepulauan Meranti menjadi KSN Usulan 16 Bengkalis menjadi PKSN Provinsi Kepulauan Riau Pengadaan Peta Digital Rencana 17 Tata Ruang (12 Kecamatan) Penyediaan Peta Dasar dan Tematik Kabupaten 18 Kepulauan Anambas di Kawasan Perkotaan dan
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
Surat Gubernur Provinsi Riau
√
√
Surat Gubernur Provinsi Kepri Surat Gubernur Provinsi Kepri
IV-12
Rp
No
19
20
Usulan Daerah PKW Tarempa Masih banyak pemanfaatan ruang eksisting tidak sesuai dengan SK Menhut Usulan Tarempa menjadi PKSN
Sumber Usulan
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
Musren bang Regional
√
Provinsi Bengkulu Usulan Kota Bengkulu menjadi PKN Provinsi Bangka Belitung Perlu percepatan Sertifikasi Lahan Pertanian, 22 Nelayan, Pelaku IKM, dan Masyarakat kurang mampu Usulan Kawasan Industri Suge 23 dan Pelabuhan Tanjung Batu menjadi KSN 21
Musren bang Regional
√
Masukan Tertulis Bappeda Babel √
Masukan Tertulis Bappeda Babel
9.650
9.400
9.600
9.350
9.800
√
IV-13
Rp
No
24
25
26
Usulan Daerah Usulan KI Tanjung Berikat menjadi KSN Usulan Lokasi Tapak PLTN di Teluk Mangris (Bangka Barat) dan Sebangin (Bangka Selatan) menjadi KSN Membentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Pulau (BKPRP) untuk mengurangi potensi konflik peruntukan ruang di kawasan perbatasan
Sumber Usulan Masukan Tertulis Bappeda Babel Masukan Tertulis Bappeda Babel
Diakomodasi
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
√
√
Surat Gubernur Babel
Provinsi Jambi 27
28
Kawasan Percandian Muaro Jambi menjadi KSN Usulan Perkotaan Sarolangun menjadi PKN
Usulan Revisi RTRWN Usulan Revisi RTRWN
√
√
IV-14
Rp
No
Usulan Daerah
Usulan Perkotaan 29 Muara Bango menjadi PKN Usulan Muara 30 Sabak menjadi PKW Provinsi Sumatera Selatan Usulan Kawasan Perkotaan PalembangBetung31 InderalayaKayu Agung (Patungraya Agung) menjadi KSN Usulan TN 32 Sembilang menjadi KSN Usulan Perkotaan 33 ITBN Palapa menjadi PKN
34
Usulan TN Bukit Barisan Selatan menjadi KSN
Sumber Usulan
Diakomodasi
Usulan Revisi RTRWN
Tidak Diakomodasi
2015 Target
2016 Rp
Target
2017 Rp
Target
2018 Rp
Target
2019 Rp
Target
Total Rp
Target
√
√
Surat Gubernur Provinsi Sumatera selatan
Usulan Revisi RTRWN Surat Gubernur Provinsi Sumatera selatan Usulan Revisi RTRWN
√
√
√
√
Total
IV-15
Rp
BAB V RPJMN 2015-2019 BIDANG TATA RUANG DAN PERTANAHAN 5.1 Buku I : Agenda Pembangunan Nasional Pembangunan nasional adalah upaya seluruh komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdasakan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pencapain tujuan ini dilaksanakan secara bertahap dan terencana dalam tahapan jangka panjang, jangka menengah, maupun tahunan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) ketiga (2015-2019), disusun sebagai penjabaran dari Visi Misi, Program Aksi Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan menggunakan Rancangan Teknokratik yang telah disusun Bappenas serta berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Dalam pembangunan Bidang Tata Ruang, isu strategis utama terkait erat dengan Agenda Pemerataan Pembangunan Antarwilayah terutama Desa, Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Perbatasan. Pemerataan pembangunan perlu dilengkapi dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan rencana tata ruang (RTR), sebagai landasan utama dalam pembangunan, dengan rencana pembangunan yang serasi antarpemerintahan, antarsektor, antarwaktu serta antara darat dan laut. Keterpaduan pembangunan antarsektor sangat penting dalam perencanaan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan. Keterpaduan perencanaan daratan, pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan dapat mendorong kinerja pembangunan maritim dan perikanan yang menjadi salah satu fokus dalam pemerintahan ini. Selain dengan agenda utama di atas Bidang Tata Ruang berkaitan erat dengan berbagai agenda pembangunan lainnya, termasuk di dalamnya Agenda: (1) Memperkuat Sistem Pertahanan; (2) Memperkuat Jati Diri sebagai Negara Maritim; (3) Membangun Transparansi dan Tata Kelola Pemerintahan; (4) Menjalankan Reformasi Birokrasi yang dapat mendukung kelembagaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang Tata Ruang yang handal; (5) Membuka Partisipasi Publik; serta (6) Mewujudkan Kedaulatan Pangan dengan integrasi perencanaan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dengan RTR Wilayah Provinsi yang diamanatkan oleh UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan peraturan turunannya.
V-1
Sasaran pembangunan Bidang Tata Ruang untuk Tahun 2015-2019 adalah: (1) tersedianya peraturan perundang-undangan Bidang Tata Ruang yang lengkap, harmonis, dan berkualitas; (2) meningkatnya kapasitas kelembagaan Bidang Tata Ruang, dalam jangka pendek, yang akan segera diselesaikan adalah penyusunan pedoman perlindungan PPNS Bidang Tata Ruang; (3) meningkatnya kualitas dan kuantitas RTR serta terwujudnya tertib pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam jangka pendek, yang akan segera diselesaikan adalah penetapan Revisi Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur yang dilengkapi dengan lembaga dan/atau pengelola Kawasan Strategis Nasional (KSN) Jabodetabekjur, penyediaan peta dasar skala 1:5.000 untuk penyusunan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) pada KSN dan daerah yang diprioritaskan, serta penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan; dan sasaran terakhir (4) meningkatnya kualitas pengawasan penyelenggaraan penataan ruang. Berdasarkan isu strategis Bidang Tata Ruang Tahun 2015-2019, maka disusun arah kebijakan dan strategi untuk memenuhi sasaran di atas, sebagai berikut: a.
Meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis untuk mendukung pembangunan Indonesia dari pinggiran serta untuk mendukung kemandirian ekonomi dan kedaulatan pangan. Kebijakan tersebut dicapai melalui strategi: (a) penyusunan peraturan perundangan pengelolaan ruang udara nasional dan regulasi turunannya; (b) harmonisasi peraturan perundangan terkait Bidang Tata Ruang termasuk di dalamnya peraturan yang insentif untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) untuk menurunkan konversi lahan pertanian pangan menjadi lahan untuk kegiatan budidaya lainnya.
b.
Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang, untuk mendukung pengendalian pemanfaatan ruang. Kebijakan tersebut dicapai melalui strategi: (a) pembangunan sistem informasi penataan ruang yang terintegrasi; (b) pembentukan perangkat PPNS yang handal dengan menyusun pedoman perlindungan PPNS Bidang Tata Ruang; serta (c) membuka partisipasi publik melalui pembentukan forum masyarakat dan dunia usaha untuk pengendalian pemanfaatan ruang yang optimal sesuai dengan amanat PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
c.
Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang, dengan strategi: (a) peningkatan kualitas produk dan penyelesaian serta peninjauan kembali RTR, baik RTRWN, RTR Laut Nasional, RTR Pulau/Kepulauan, RTR KSN (termasuk penetapan revisi Perpres RTR KSN Jabodetabekjur), RTRW yang telah mengintegrasikan LP2B dan prinsip-prinsip RZWP3K; dan (b) percepatan penyediaan data pendukung pelaksanaan penataan ruang yang mutakhir termasuk peta skala 1:5000 untuk RDTR.
V-2
d.
Melaksanakan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang, melalui pemantauan dan evaluasi yang terukur untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan ruang yang telah disusun.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 merupakan penjabaran dari visi, misi dan program aksi pembangunan nasional dari pasangan Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla. RPJMN ini terdiri atas 3 (tiga) buku: yang pertama memuat prioritas pembangunan nasional, kedua memuat arah dan kebijakan bidang-bidang pembangunan, dan ketiga memuat arah kebijakan pembangunan kewilayahan. Dokumen ini menjadi pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di dalam penyelenggaraan pembangunan nasional lima tahun ke depan. Dokumen ini juga menjadi acuan di dalam penyusunan RPJM Daerah dan menjadi pedoman bagi pimpinan nasional dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan visi TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG sebagai arah perubahan yang memberikan jalan bagi kelahiran Indonesia Hebat. Untuk itu, pelaksanaan pembangunan harus didukung oleh (1) komitmen dari kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis; (2) konsistensi kebijakan pemerintah; (3) keberpihakan kepada rakyat; dan (4) peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif (5) sistem birokrasi pemerintahan yang kuat, transparan, akuntabel, dan efisien. Selain itu, sektor-sektor pembangunan lainnya serta penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang tidak disebutkan secara spesifik di dalam dokumen ini tetap dilanjutkan di dalam rangka mencapai visi di atas. Pembangunan nasional yang digariskan dalam RPJMN ini dilaksanakan melalui upaya seluruh komponen bangsa, akan membawa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan.
5.2 Buku II : Arah dan Kebijakan Bidang-Bidang Pembangunan 5.2.1 Bidang Tata Ruang 5.2.1.1 Permasalahan dan Isu Strategis Bidang Tata Ruang Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional melalui: (i) harmonisasi antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; (ii) keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia; dan (iii) perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat V-3
pemanfaatan ruang. Ruang di dalam UUPR didefisinikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah. Dalam konteks perencanaan pembangunan, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025) menyatakan Rencana Tata Ruang (RTR) menjadi pedoman bagi pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal dan lestari dengan memperhatikan resiko bencana serta menjadi dasar bagi pembangunan sarana dan prasarana pembentuk struktur ruang nasional. Di dalam visi dan misi pembangunan nasional, sebagaimana diuraikan dalam RPJPN tersebut, dari 8 (delapan) misi yang ada, 2 (dua) misi memberikan arahan bagi pembangunan Bidang Tata Ruang, yaitu misi kelima (mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan) dan misi keenam (mewujudkan Indonesia asri dan lestari). Kedua misi tersebut memberi penekanan khusus pada: (1) keserasian rencana pembangunan dengan RTR; dan (2) peran kunci RTR sebagai acuan kebijakan spasial lintas sektor. Dalam RPJPN juga dinyatakan bahwa untuk mencapai kedua hal tersebut, perlu ditingkatkan (1) kompetensi sumberdaya manusia dan kelembagaan di Bidang Tata Ruang; (2) kualitas RTR; dan (3) efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam rentang waktu lima tahun, yang merupakan periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), RPJPN memberikan kata kunci dalam mengarahkan pembangunan Bidang Tata Ruang untuk setiap periode perencanaan jangka menengah (Gambar 8.1). Kata kunci untuk periode RPJMN 2015-2019 adalah “kapasitas kelembagaan penataan ruang yang mantap” dan “ketersediaan infrastruktur yang sesuai rencana tata ruang”. GAMBAR 5.1 ARAHAN RPJPN UNTUK BIDANG TATA RUANG
V-4
Dalam pembangunan Bidang Tata Ruang diidentifikasi 3 (tiga) isu strategis sebagai berikut: 1.
Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Siklus pelaksanaan penataan ruang, sebagaimana diatur oleh UUPR, terdiri dari perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Mempertimbangkan masih ada RTR dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) yang belum selesai, maka tahapan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang belum dapat dilaksanakan secara efektif. Salah satu faktor penyebab belum seluruh daerah memiliki RTR dan RZWP-3-K adalah belum tersedianya peta berskala besar. Untuk mendukung pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, dibutuhkan juga skema insentif sebagaimana tercantum dalam PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
2.
Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang Permasalahan kelembagaan mencakup masih belum memadainya kualitas, kuantitas dan kompetensi SDM Bidang Tata Ruang, yang berdampak pada cenderung rendahnya kualitas RTR. Untuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang Tata Ruang, selain kualitas dan kuantitas yang masih harus ditingkatkan, wadah dan tata kerjanya belum terdefinisikan dengan baik untuk menunjang kinerjanya. Selain itu, masyarakat pengguna ruang juga belum berperan aktif dalam penyelenggaraan penataan ruang. Minimnya pedoman yang dapat menjadi panduan bagi Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang juga menimbulkan banyak kendala.
3.
RTR sebagai acuan pembangunan berbagai sektor Sebagai peraturan perundangan yang mewadahi Bidang Tata Ruang, seluruh amanat UUPR harus dilengkapi dan selaras dengan aturan sektoral lain. Namun saat ini RTR belum menjadi pedoman bagi pembangunan sektoral. Selain itu, RTR juga belum selaras dengan rencana pembangunan yang menjadi acuan pembiayaan pembangunan. Dalam rangka mendukung visi misi dan program aksi “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian”, isu strategis utama Bidang Tata Ruang terkait erat dengan Agenda Pemerataan Pembangunan Antarwilayah terutama Desa, Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Perbatasan. Namun selain itu, Bidang Tata Ruang juga berkaitan erat dengan berbagai agenda pembangunan lainnya, termasuk di dalamnya agenda: (1) Memperkuat sistem pertahanan melalui penyusunan peraturan perundangan tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN); (2) Memperkuat jati diri sebagai negara maritim, salah satunya dengan penetapan RTR Laut Nasional; (3) V-5
Membangun transparansi dan tata kelola pemerintahan dengan pembangunan sistem informasi tata ruang yang handal; (4) Menjalankan reformasi birokrasi yang dapat mendukung kelembagaan PPNS Bidang Tata Ruang yang Handal; (5) Membuka partisipasi publik dengan melibatkan masyarakat dan dunia usaha secara aktif dalam penyelenggaraan penataan ruang; serta (6) Mewujudkan kedaulatan pangan dengan integrasi perencanaan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dengan RTR Wilayah Provinsi yang diamanatkan oleh UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan peraturan turunannya. 5.2.1.2 Sasaran (Impact) Bidang Tata Ruang Untuk menjawab isu-isu strategis Bidang Tata Ruang yang telah diuraikan sebelumnya, berikut 4 (empat) sasaran pembangunan Bidang Tata Ruang untuk tahun 2015-2019. 1.
Tersedianya Peraturan Perundang-undangan Bidang Tata Ruang yang Lengkap, Harmonis, dan Berkualitas Pengaturan yang lengkap dan harmonis berarti pengaturan menyeluruh dan terpadu pada ruang darat, bawah tanah, udara dan laut. Keterpaduan di ruang darat dilakukan di kawasan perkotaan yang cepat tumbuh, kawasan perdesaan yang menyediakan sumberdaya penting, dan kawasan perbatasan negara. Sementara itu, harmonis dan berkualitas berarti bahwa peraturan perundangan Bidang Tata Ruang serasi dengan peraturan sektor lain.
2.
Meningkatnya Kapasitas Kelembagaan Bidang Tata Ruang Peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Tata Ruang berupa penyediaan pelaksana kebijakan dan lembaga yang berkualitas di seluruh daerah otonom yang mencakup penyediaan sistem informasi terpadu yang dapat menjadi acuan bagi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam jangka pendek, kegiatan yang sesuai dengan Visi, Misi, dan Program Aksi Presiden (kegiatan prioritas jangka pendek) dan akan segera diselesaikan adalah penyusunan pedoman perlindungan PPNS Bidang Tata Ruang.
3.
Meningkatnya Kualitas dan Kuantitas RTR serta Terwujudnya Tertib Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Peningkatan kualitas RTR berupa pemanfaatan data dan informasi yang meliputi peta dasar dan peta tematik yang lengkap. Peningkatan kuantitas RTR berupa penyelesaian seluruh RTR meliputi RTRWN, RTR Pulau, RTR Kawasan Strategis Nasional, RTRW (provinsi, kabupaten, kota), RZWP-3-K (provinsi, kabupaten, kota) dan rencana rinci tata ruang. Terwujudnya tertib pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang dengan meningkatkan kesesuaian pemanfaatan ruang dengan RTR yang telah ditetapkan. Kegiatan prioritas jangka pendek yang akan segera diselesaikan adalah penetapan Revisi Perpres No. 54 V-6
Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur yang dilengkapi dengan lembaga dan/atau pengelola KSN Jabodetabekjur, penyediaan peta dasar skala 1:5.000 untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) pada KSN dan daerah yang diprioritaskan, serta penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan. 4.
Meningkatnya Kualitas Pengawasan Penyelenggaraan Penataan Ruang. Peningkatan kualitas pengawasan penataan ruang berupa pemanfaatan sistem informasi yang memadai dalam rangka pemantauan dan evaluasi keberhasilan penyelenggaraan penataan ruang yang didukung indikator outcome dan baseline, dan sistem evaluasi tingkat pencapaian implementasi RTR. KERANGKA RPJMN 2015-2019 BIDANG TATA RUANG
5.2.1.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Tata Ruang Berdasarkan isu strategis dan sasaran pembangunan Bidang Tata Ruang tahun 20152019, arah kebijakan dan strategi pembangunan Bidang Tata Ruang diuraikan ke dalam 4 (empat) kebijakan di bawah ini. 1.
Meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis dengan strategi: (a) penyusunan peraturan perundangan amanat UU No. 26 Tahun 2007 berupa peraturan perundangan Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) dan regulasi turunannya dalam rangka mendukung agenda Penguatan Sistem Pertahanan; (b) penyusunan regulasi turunan UU No. 27/2007 jo UU No. 1/2014 terkait RZWP-3-K; (c) harmonisasi peraturan perundangan yang V-7
berkaitan dengan Bidang Tata Ruang termasuk di dalamnya peraturan insentif untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam rangka mendukung Agenda Kedaulatan Pangan; (d) penginternalisasian kebijakan sektoral dalam NSPK Bidang Tata Ruang; dan (e) pengintegrasian RTR dengan rencana pembangunan. 2.
Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang, dengan strategi: (a) optimasi kinerja lembaga penyelenggara tata ruang (instansi, SDM Bidang Tata Ruang, dan koordinasi kelembagaan); (b) pembentukan perangkat PPNS yang handal dalam rangka mendukung agenda Menjalankan Reformasi Birokrasi, salah satunya melalui penyusunan pedoman perlindungan PPNS Bidang Tata Ruang; (c) peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mendukung agenda Membuka Partisipasi Publik; dan (d) penyusunan sistem informasi penataan ruang (termasuk sistem informasi untuk sosialisasi, perizinan, serta pemantauan dan evaluasi) dalam rangka mendukung agenda Membangun Transparansi dan Tata Kelola Pemerintahan.
3.
Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang, dengan strategi: (a) peningkatan kualitas produk dan penyelesaian serta peninjauan kembali RTR, baik RTRWN, peraturan perundangan RTR Laut Nasional (dalam rangka mendukung Agenda Memperkuat Jati Diri sebagai Negara Maritim), RTR Pulau/Kepulauan, RTR KSN (termasuk penetapan revisi Perpres RTR KSN Jabodetabekjur) dan RTRW yang telah mengintegrasikan LP2B dan prinsipprinsip RZWP-3-K; (b) penyusunan peraturan zonasi yang lengkap untuk menjamin implementasi RTR; (c) percepatan penyediaan data pendukung pelaksanaan penataan ruang yang mutakhir termasuk penggunaan Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) dan penyediaan foto udara resolusi tinggi sebagai dasar peta skala 1:5000 untuk RDTR; dan (d) peningkatan efektifvitas pengendalian pemanfaatan ruang; dalam rangka mendukung agenda Pemerataan Pembangunan Antarwilayah terutama Desa, Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Perbatasan.
4.
Melaksanakan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang, melalui pemantauan dan evaluasi yang terukur.
5.2.1.4 Kerangka Pendanaan Pendanaan kegiatan penyelenggaraan penataan ruang adalah melalui APBN dan APBD yang ditujukan untuk: 1. Meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis 2. Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang 3. Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang 4. Melaksanakan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang
V-8
Selain APBN dan APBD, mengingat bahwa banyak pihak dimudahkan dari ketersediaan RTR, khususnya swasta/investor, maka pilihan pendanaan melalui dana perusahaan (Corporate Social Responsibility – CSR) layak dipertimbangkan. Hal ini khususnya dalam penyusunan perangkat kelembagaan yang tidak terkait langsung dengan peraturan perundangan, yaitu penyusunan sistem informasi penataan ruang, pemanfaatan sistem informasi penataan ruang untuk perizinan di daerah, dan peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha. 5.2.1.5 Kerangka Regulasi Dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan Bidang Tata Ruang, beberapa peraturan perundangan perlu disusun maupun ditinjau kembali. Berikut kerangka regulasi yang menjadi fokus pada RPJMN 2015-2019:
Untuk arah kebijakan pertama: Meningkatkan ketersediaan regulasi Tata Ruang yang efektif dan harmonis, kegiatan yang perlu dilakukan adalah penyusunan peraturan perundangan Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) dan regulasi turunannya. Untuk arah kebijakan kedua: Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang, kegiatan yang perlu dilakukan adalah: (a) penyusunan regulasi yang mengatur pedoman kerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan pelatihan PPNS; dan (b) penyusunan regulasi yang mengatur tentang sistem informasi penataan ruang. Untuk arah kebijakan ketiga: Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang, kegiatan yang perlu dilakukan adalah: (a) penyusunan peraturan perundangan RTR Laut Nasional; (b) revisi PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN); (c) revisi Perpres No. 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekjur, termasuk konsep kelembagaan pengelolanya; serta Peninjauan Kembali dan penyusunan seluruh RTR Pulau/Kepulauan dan KSN. Untuk arah kebijakan keempat: Melaksanakan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang, kegiatan yang perlu dilakukan berupa penyusunan regulasi yang mengatur tentang pedoman dan sistem pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang nasional dan daerah.
5.2.1.6 Kerangka Kelembagaan Pasca ditetapkannya UUPR, urusan tata ruang seharusnya menjadi tanggung jawab Menteri yang membidangi urusan penataan ruang. Namun demikian, karena belum terdapat kementerian/lembaga yang membidangi langsung urusan penataan ruang, dan mengingat sifat penataan ruang yang lintas-sektor, maka dibentuklah Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) melalui Keppres No. 4 Tahun 2009. Saat ini, dengan dibentuknya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, maka implementasi kebijakan (delivery mechanism) Bidang Tata Ruang akan dilaksanakan V-9
oleh Kementerian tersebut dengan dukungan program dan kegiatan dari K/L lain. Fungsi BKPRN diharapkan akan tetap sebagai forum koordinasi antarK/L dengan melibatkan pemangku kepentingan lain di luar pemerintahan seperti masyarakat dan dunia usaha. Secara rinci, kerangka kelembagaan diuraikan di bawah ini: 1. Meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis Dalam meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis, diperlukan peran dan kerjasama beberapa instansi pemerintah yaitu a. Kementerian Agraria dan Tata Ruang • Menyusun NSPK Bidang Tata Ruang; Bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian Hukum dan HAM • Melakukan harmonisasi UU yang berkaitan dengan Bidang Tata Ruang. Bersama dengan Kementerian Pertahanan • Menyusun peraturan perundangan Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) dan turunannya. b. Kementerian Kelautan dan Perikanan • Menyusun regulasi turunan UU No. 27/2007. c.
2.
Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan Kementerian Dalam Negeri • Menyusun materi teknis integrasi RTR dengan Rencana Pembangunan dan rencana sektor; • Menyusun mekanisme implementasi integrasi pemanfaatan ruang oleh berbagai sektor yang mengacu pada indikasi program RTR.
Meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang Dalam meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang, instansi pelaksana yang terlibat langsung. a. Kementerian Agraria dan Tata Ruang • Mengoordinasikan BKPRN (termasuk di dalamnya menyelenggarakan Rakernas BKPRN); • Menyusun sistem informasi penataan ruang yang terintegrasi (termasuk sistem informasi untuk sosialisasi, perizinan, serta pemantauan dan evaluasi); • Menyusun pedoman kerja PPNS; dan • Melakukan pelatihan PPNS; Bersama Kementerian Dalam Negeri • Menyusun standarisasi instansi penyelenggara Tata Ruang; • Melakukan pembinaan SDM Bidang Tata Ruang di Daerah;
V-10
b.
3.
Kementerian Dalam Negeri • Menyusun Mekanisme Hubungan Kerja BKPRN-BKPRD; dan • Menyelenggarakan Rakereg BKPRD. Bersama dengan Bappeda • Membentuk forum masyarakat pemangku kepentingan dan dunia usaha terkait penataan ruang di daerah.
Meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang Dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang, instansi pelaksana yang terlibat mencakup. a. Kementerian Agraria dan Tata Ruang • Melakukan percepatan penyelesaian dan peninjauan kembali RTR Pulau/Kepulauan, RTR KSN (termasuk Revisi Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur yang dilengkapi dengan lembaga dan/atau pengelola KSN Jabodetabekjur), RTRW dan Rencana Rinci Tata Ruang; • Melakukan peninjauan kembali PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN; • Menyusun rekomendasi perbaikan mekanisme persetujuan substansi RTR termasuk sertifikasi bagi tim teknis persetujuan substansi; • Menyusun peraturan zonasi; • Melakukan kajian dan penyusunan pedoman mekanisme insentif, dan pemberian sanksi; • Menyusun sistem informasi publik terpadu yang terintegrasi dengan sistem perizinan di daerah; dan • Menyusun pedoman dan sistem evaluasi pemanfaatan ruang; • Menyusun peraturan perundangan Rencana Tata Ruang Laut Nasional. Bersama dengan Badan Informasi Geospasial • Menyediakan peta dasar peta skala 1:5000 untuk RDTR yang mutakhir dan sesuai dengan kebutuhan penataan ruang. b.
Kementerian Kelautan dan Perikanan • Melaksanakan percepatan penyelesaian dan implementasi RZWP3-K;
c.
Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang • Melaksanakan pedoman integrasi RTR dengan rencana pembangunan;
V-11
•
d.
4.
Melakukan pemetaan indikasi program RTR ke dalam program rencana pembangunan dalam rangka menyusun rencana pembangunan.
Kementerian Dalam Negeri • Melakukan pembinaan kapasitas kelembagaan terkait peraturan zonasi, insentif, dan pemberian sanksi; dan • Menyusun rekomendasi perbaikan mekanisme evaluasi RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota.
Melaksanakan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang Pelaksanaan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang akan dilaksanakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. a. Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Kementerian PPN/Bappenas • Melakukan penyusunan indikator outcome dan baseline penyelenggaraan penataan ruang, pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang di tingkat pusat; dan • Menyusun sistem informasi penataan ruang yang mendukung pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang. b.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah • Melakukan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang di tingkat daerah sesuai dengan pedoman yang telah disusun oleh Pemerintah Pusat.
5.2.2 Bidang Pertanahan 5.2.2.1 Permasalahan dan Isu Strategis Bidang Pertanahan Amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 dan UU No. 5/1960 Tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (UUPA) bahwa pemanfaatan bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang dijabarkan dalam perencanaan nasional sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Untuk bidang pertanahan, yang dijabarkan dalam Misi 5 – Mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan; arah pengelolaan pertanahan meliputi: (i) penerapan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien dan efektif; (ii) pelaksanaan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi; (iii) penyempurnaan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui perumusan berbagai aturan pelaksanaan landreform, agar masyarakat golongan ekonomi lemah dapat lebih mudah mendapatkan hak atas tanah; (iv) penyempurnaan sistem hukum dan produk hukum V-12
pertanahan melalui inventarisasi peraturan perundang-undangan pertanahan dengan mempertimbangkan aturan masyarakat adat; (v) peningkatan upaya penyelesaian sengketa pertanahan; dan (vi) penyempurnaan kelembagaan pertanahan sesuai dengan semangat otonomi daerah dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang pertanahan di daerah. Terkait arah pengelolaan pertanahan di atas, terdapat 4 (empat) isu strategis bidang pertanahan sebagai berikut. 1.
Jaminan Kepastian Hukum Hak Masyarakat Atas Tanah Jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah masih menjadi isu utama, manakala faktor-faktor utama yang mempengaruhi kondisi kepastian hukum hak atas tanah belum dapat diperbaiki secara signifikan. Faktor-faktor dimaksud, antara lain adalah rendahnya cakupan peta dasar pertanahan (23,26 persen), rendahnya jumlah bidang tanah yang telah bersertipikat (51,8 persen), rendahnya kepastian batas kawasan hutan dan non hutan (49,96 persen), rendahnya tingkat penyelesaian kasus pertanahan, dan rendahnya penetapan batas tanah adat/ulayat (hingga saat ini baru 1 (satu) tanah adat/ulayat yang ditetapkan yaitu Tanah Adat Badui, Provinsi Banten). Saat ini, bila terjadi sengketa pertanahan antara dua pihak atau lebih dan tidak dapat diselesaikan melalui musyarawah, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara litigasi dengan berperkara di pengadilan. Diperoleh fakta ada beberapa jenis pengadilan yang berbeda dengan kemungkinan keputusan pengadilan yang berbeda pula. Hal ini menyebabkan kepastian hukum masyarakat terhadap hak atas tanah tidak dapat terjamin bahkan oleh lembaga peradilan yang ada.
2.
Ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) serta Kesejahteraan Masyarakat Ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) masih menjadi masalah, terlihat dari luas wilayah darat nasional di luar kawasan hutan seluas 65 juta Ha, hanya sekitar 39,6 juta Ha yang dikuasai oleh petani. Sensus pertanian 2013 menunjukkan, 26,14 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan rata-rata 0,89 hektar (Ha) dan 14,25 juta rumah tangga tani hanya mengusai lahan kurang dari 0,5 Ha per keluarga. Meskipun secara menerus telah diupayakan redistribusi tanah dari berbagai sumber tanah, namun disadari bahwa sumber tanah untuk kegiatan redistribusi hanya tinggal berasal dari tanah terlantar dan pelepasan tanah hutan. Sepanjang tahun 2004 hingga tahun 2013 hanya berhasil ditetapkan seluas 68.953,21 hektar tanah terlantar.
V-13
Dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi petani amat miskin, disadari bahwa pemberian sebidang tanah melalui kegiatan redistribusi tanah belum dapat efektif meningkatkan kesejahteraannya sehingga perlu dilengkapi dengan pemberian bantuan lain yang dapat meningkatkan kemampuan penerima bidang tanah dalam mengolah dan memanfaatkan bidang tanah tersebut. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN tidak memiliki program dan kegiatan pemberdayaan. Sementara K/L lainnya memiliki program pemberdayaan masyarakat yang dapat digunakan sebagai bantuan pendukung redistribusi tanah. 3.
Kinerja Pelayanan Pertanahan Upaya terus menerus yang dilakukan Pemerintah dalam memperbaiki kinerja pelayanan pertanahan, antara lain adalah dengan membangun dan mengembangkan sistem informasi manajemen pertanahan nasional (Simtanas). Sepanjang tahun 2010-2014 telah dikembangkan aplikasi sistem informasi pertanahan pada seluruh Kantor Wilayah Pertanahan. Namun demikian tetap dirasakan bahwa pelayanan pertanahan belum optimal. Kemudian, teridentifikasi bahwa kurangnya kinerja pelayanan pertanahan karena masyarakat harus menunggu cukup lama untuk dapat menyelesaikan pelayanan pertanahannya sebagai akibat kurangnya jumlah Juru Ukur Pertanahan. Data tahun 2014 menunjukkan komposisi perbandingan Juru Ukur pada keseluruhan pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN hanya mencapai 15 persen atau 3.013 orang untuk melayani pelayanan pertanahan di seluruh Indonesia. Sementara keseluruhan jumlah pegawai BPN tahun 2014 berjumlah 19.493 orang. Kondisi yang demikian menunjukkan adanya proporsi yang tidak seimbang antara juru ukur pertanahan dan non juru ukur sehingga memengaruhi kinerja pelayanan pertanahan menjadi tidak optimal.
4.
Ketersediaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Ketersediaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum menjadi permasalahan bidang pertanahan terlihat dari pembebasan tanah yang berlarutlarut dan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. UU No. 2/2012 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Perpres No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dan Perpres No. 40/2014 tentang Perubahan Perpres No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta perangkat hukum turunannya, memberi kepastian dari sisi waktu pengadaan melalui pembatasan waktu maksimal pengadaan tanah. Namun demikian, peraturan tersebut belum dapat mengantisipasi permasalahan kepastian dari sisi perencanaan dan penganggaran pengadaan tanah.
V-14
Dalam rangka mendukung visi misi dan program aksi “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian”, isu strategis utama bidang pertanahan terkait erat dengan agenda Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya dengan menjamin kepastian hukum hak kepemilikan tanah dan melindungi dan memajukan hak-hak masyarakat adat. Agenda lain yang terkait dengan bidang pertanahan adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui komitmen untuk implementasi reforma agraria melalui: a). pendistribusian aset terhadap petani melalui distribusi hak atas tanah petani melalui land reform dan program kepemilikan lahan bagi petani dan buruh tani; menyerahkan lahan sebesar 9 juta Ha; b) meningkatkan akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian dari rata-rata 0,3 Ha menjadi 2,0 Ha per KK tani, dan pembukaan 1 juta Ha lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali. Selain itu, bidang pertanahan juga berkaitan erat dengan berbagai agenda pembangunan lainnya, termasuk di dalamnya agenda: (1) Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokratis, dan Terpercaya melalui pengelolaan pelayanan Teknologi Informasi dan Komputerisasi (TIK) dalam pelayanan pertanahan untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas; (2) Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik melalui perbaikan proporsi penerimaan SDM Juru Ukur Pertanahan untuk perbaikan kualitas pelayanan publik; dan (3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan. 5.2.2.2 Sasaran (Impact) Bidang Pertanahan Untuk menjawab isu-isu strategis bidang pertanahan yang telah diuraikan sebelumnya berikut 4 (empat) sasaran pembangunan bidang pertanahan untuk tahun 2015-2019. 1.
Meningkatnya kepastian hukum hak atas tanah Dalam upaya meningkatkan kepastian hukum, telah teridentifikasi bahwa permasalahan mendasar adalah sistem pendaftaran tanah yang dianut saat ini berupa sistem publikasi negatif yang berarti negara tidak menjamin kebenaran informasi yang ada dalam sertipikat. Dibutuhkan upaya untuk mulai membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif yang dikenal sebagai Pendaftaran Tanah Stelsel Positif, yang berarti negara menjamin kebenaran informasi yang tercantum dalam sertipikat tanah yang diterbitkan. Dengan demikian, ketika terjadi gugatan maka pihak yang dirugikan akan memperoleh ganti-kerugian dari negara. Upaya membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif perlu dimulai dengan memperbaiki secara signifikan cakupan peta dasar pertanahan, cakupan bidang tanah bersertipikat hingga masing-masing meliputi 80 persen wilayah nasional, dan percepatan penetapan batas kawasan hutan pada skala kadastral. Selain itu, perlu juga dilakukan percepatan penetapan batas tanah adat/ulayat V-15
yang didahului oleh sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait tanah adat/ulayat kepada seluruh pihak terutama pemerintah daerah untuk menyamakan pemahaman tentang peran masing-masing pihak dalam proses penetapan tersebut. Namun demikian upaya membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif tersebut amat terkait dan perlu mendapat dukungan bidang hukum, terutama pada percepatan penyelesaian kasus pertanahan di pengadilan. Dengan memperhatikan kemampuan penyelenggaraan pembangunan dan sumber daya yang ada kemudian ditetapkan target pencapaian beberapa kondisi berikut yang dapat dipenuhi dalam kerangka waktu 5 (lima) tahun. a. Tercapainya Cakupan Peta Dasar Pertanahan hingga meliputi 80 persen dari wilayah darat nasional bukan hutan (wilayah nasional); b. Tercapainya Cakupan Bidang Tanah Bersertipikat hingga meliputi 70 persen dari wilayah nasional; c. Tercapainya penetapan batas wilayah hutan pada skala 1:5.000 dan terintegrasi dengan sistem pendaftaran tanah di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN sepanjang 189.056,6 km; d. Terlaksananya sosialisasi peraturan perundangan tanah adat/ulayat pada 34 provinsi dan 539 kab/kota. 2.
Semakin baiknya proporsi kepemilikan, penguasaan, penggunaan, pemanfaatan tanah dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat
dan
Upaya perbaikan ketimpangan kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dilakukan melalui reforma agraria, yaitu redistribusi tanah, legalisasi aset, dengan sekaligus dilengkapi dengan bantuan pemberdayaan masyarakat kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan terutama pemilik usaha skala mikro dan kecil termasuk petani dan nelayan, serta masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dalam melakukan redistribusi tanah, negara melakukan Inventarisasi Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) untuk mendapatkan sumber-sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) yang kemudian ditetapkan sebagai tanah obyek agar selanjutnya dapat diredistribusikan kepada para petani sebagai penerima hak tanah (beneficiaries). Untuk itu, upaya reforma agraria perlu dipandang sebagai upaya lintas sektor yang melibatkan sektor lain seperti kehutanan, industri, dan IPTEK. Dengan demikian, sasaran semakin baiknya proporsi P4T dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat diasumsikan tercapai bila beberapa kondisi berikut dapat terpenuhi. a.
Tersedianya sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan terlaksananya redistribusi tanah dan legalisasi aset;
V-16
b.
•
teridentifikasi dan terinventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) sebanyak 18 juta bidang atau sedikitnya mencapai 9 juta ha;
•
teridentifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha;
•
teridentifikasi tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya, tanah terlantar, dan tanah transmigrasi yang belum bersertipikat, yang berpotensi sebagai TORA sedikitnya sebanyak 1 juta ha; dan
•
teridentifikasi tanah milik masyarakat dengan kriteria penerima reforma agraria untuk legalisasi aset sedikitnya sebanyak 3,9 juta ha.
Terlaksananya pemberian hak milik atas tanah (reforma aset) yang meliputi redistribusi tanah dan legalisasi aset: •
•
3.
Terlaksananya redistribusi tanah sedikitnya sebanyak 4,5 juta ha yang meliputi: –
tanah pada kawasan hutan yang dilepaskan; dan
–
tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya dan tanah terlantar.
Terlaksananya legalisasi aset sedikitnya sebanyak 4,5 juta ha, yang meliputi: –
tanah transmigrasi yang belum dilegalisasi; dan
–
legalisasi aset masyarakat dengan kriteria penerima reforma agraria.
Meningkatnya kepastian ketersediaan tanah bagi kepentingan umum
pembangunan untuk
Tujuan lain diterbitkannya UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dan Perpres No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta Perpres No. 40/2014 tentang Perubahan Perpres No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, adalah untuk mencegah spekulasi tanah dan mengendalikan harga tanah yang sebenarnya berdampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat secara umum. Untuk melaksanakan tujuan tersebut Pemerintah belum memiliki instrumen kelembagaan yang khusus. Dengan demikian, V-17
diperlukan lembaga khusus yang mewakili negara untuk melakukan penyediaan tanah bagi pembangunan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Lembaga negara tersebut disebut Lembaga Penyediaan Tanah atau dikenal dengan “Bank Tanah”. Dalam pelaksanaannya Bank Tanah diamanatkan untuk melakukan pembelian bidang-bidang tanah untuk dimanfaatkan pembangunan kepentingan umum atau menjual kembali dengan harga tertentu bagi keperluan pembangunan. Dengan demikian, sasaran meningkatnya kepastian ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum diasumsikan tercapai dengan Pembentukan Kelembagaan Penyediaan Tanah (Bank Tanah) yang ditetapkan melalui penyusunan Peraturan Presiden (Perpres). Pasca diterbitkannya Perpres pembentukan Kelembagaan Penyediaan Tanah (Bank Tanah), maka bank tanah tersebut dapat secara aktif melakukan pembelian bidang-bidang tanah pada kawasan-kawasan yang diprioritaskan pembangunannya seperti Pusat Pertumbuhan Baru, Terminal Logistik Tol Laut, Kawasan Industri, Sentra Industri Maritim dan Perikanan. 4.
Meningkatnya pelayanan pertanahan Upaya meningkatkan pelayanan pertanahan yang dilakukan Pemerintah belum memberikan hasil yang cukup memuaskan, terutama kepastian waktu pelayanan mengingat proporsi pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN belum mencapai komposisi ideal bagi jumlah Juru Ukur. Dari keadaan saat ini, dengan proporsi 15 persen, perlu ditingkatkan hingga mencapai 40 persen dari jumlah pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN secara nasional. Namun demikian, memperhatikan kemampuan penyelenggaraan pembangunan dan sumber daya serta pemanfaatan teknologi informasi dan komputerisasi (TIK) yang ada, ditetapkan target pencapaian beberapa kondisi berikut yang dapat dipenuhi dalam kerangka waktu 5 (lima) tahun. a. Tercapainya proporsi Juru Ukur secara nasional mencapai 30 persen dari seluruh pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN; b. Termanfaatkannya teknologi informasi dan komputerisasi (TIK) dalam pelayanan pertanahan dan pengelolaannya di 34 kantor wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dan 539 kantor pertanahan kabupaten/kota.
5.2.2.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Pertanahan Berdasarkan isu strategis dan sasaran pembangunan bidang pertanahan tahun 20152019, maka disusun arah kebijakan dan strategi untuk memenuhi keempat sasaran bidang yang telah diuraikan di atas.
V-18
1.
Membangun Sistem Pendaftaran Tanah Publikasi Positif Dalam rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah perlu dikembangkan sistem pendaftaran tanah publikasi positif. Kebijakan tersebut dicapai melalui strategi. a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas georefrensi melalui penyediaan peta dasar pertanahan; b. Mempercepat penyelesaian sertipikasi tanah; c. Meningkatkan kepastian batas hutan dan non hutan; d. Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan perannya untuk penyusunan Peraturan Daerah terkait penyelesaian tanah adat/ulayat.
2.
Reforma agraria melalui redistribusi tanah dan bantuan pemberdayaan masyarakat Redistribusi tanah dilakukan dengan memberikan hak atas tanah kepada masyarakat yang tidak memiliki tanah. Kebijakan redistribusi tanah tersebut perlu disempurnakan dan dilengkapi dengan pemberdayaan masyarakat (access reform) melalui upaya mengkoordinasikan dan menghubungkan (channeling) masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi produktif sehingga dapat lebih berkontribusi secara nasional dalam mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kebijakan tersebut dicapai dengan strategi sebagai berikut. a. Koordinasi lokasi redistribusi tanah dan legalisasi aset dengan progam pemberdayaan masyarakat; b. Pengembangan teknologi pertanian dan pengolahan hasil pertanian; c. Pembentukan dan penguatan lembaga keuangan mikro; d. Membangun koneksi antara usaha petani, dan UKM dengan dunia industri.
3.
Pencadangan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum Negara memiliki kewenangan untuk melakukan pencadangan tanah yang akan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam pelaksanaannya pencadangan tanah oleh negara tidak terikat waktu untuk melakukan pemanfaatan pada bidang-bidang tanah yang dikuasai. Kebijakan tersebut dicapai dengan strategi sebagai berikut: a. Penyiapan regulasi pembentukan lembaga bank tanah berupa Peraturan Presiden (Perpres); b. Mewakili negara untuk melakukan pembelian bidang-bidang tanah pada kawasan-kawasan yang diprioritaskan pembangunannya.
V-19
4.
Pencapaian proporsi kompetensi SDM ideal bidang pertanahan untuk mencapai kebutuhan minimum juru ukur pertanahan Pelayanan pertanahan memerlukan kompetensi sumber daya manusia yang ideal baik kuantitas maupun kualitas dengan komposisi yang ideal terutama ketersediaan juru ukur sebagai ujung tombak di lapangan. Dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara yang terbatas dan kebijakan organisasi birokrasi yang efektif dan efisien perlu disusun kebijakan penerimaan PNS baru. Kebijakan tersebut dicapai dengan strategi perbaikan proporsi penerimaan SDM Juru Ukur Pertanahan melalui penerimaan PNS Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN yang terencana.
5.2.2.4 Kerangka Pendanaan Kerangka pendanaan bidang pertanahan sebagian besar bersumber dari APBN, terkecuali beberapa kegiatan yang dananya dapat bersumber dari APBD yaitu: pelaksanaan sertipikasi tanah melalui PRODA, dukungan pemberdayaan masyarakat paska sertipikasi tanah (reforma akses). Sementara sumber lainnya dapat berasal dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk membiayai kegiatan diantaranya dukungan pemberdayaan masyarakat paska sertipikasi tanah (reforma akses), dan sertipikasi tanah. 5.2.2.5 Kerangka Regulasi Kerangka regulasi bidang pertanahan mencakup: 1.
Membangun Sistem Pendaftaran Tanah Publikasi Positif Dalam membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif, perlu dilakukan pengkajian ulang beberapa peraturan perundang-undangan dengan tujuan (i) mengakomodasi perubahan sistem pendaftaran menuju sistem pendaftaran tanah publikasi positif, dan (ii) mendukung upaya peningkatan kepastian hukum hak atas tanah, diantaranya meliputi : a.
UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; •
b.
PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah; •
c.
Pasal-pasal terkait sistem pendaftaran tanah perlu diubah menjadi sistem pendaftaran publikasi positif;
Pasal-pasal terkait sistem pendaftaran tanah perlu diubah menjadi sistem pendaftaran publikasi positif;
UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah;
V-20
•
2.
Pasal-pasal terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) perlu diubah agar dapat dibebaskan bea bagi pendaftaran tanah pertama.
Mendorong Reforma Pemberdayaan
Agraria
melalui
Pemberian
Tanah
dan
Bantuan
Dalam rangka melaksanakan reforma agraria untuk mengurangi ketimpangaan pemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, beberapa peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan pengkajian ulang, diantaranya meliputi: a. Penyusunan Perpres Reforma Agraria tentang: (a) Dimulainya program Reforma Agraria; (b) Kerangka waktu pelaksanaan dan tahapan program Landreform; b. Revisi PP No. 11/2010 tentang Penertiban dan Pemberdayaan Tanah Terlantar untuk memperkuat penetapan tanah terlantar. Selain itu PP tersebut perlu dilengkapi dengan rencana (bussiness plan) yang rinci sehingga dalam menetapkan tanah terlantar negara mempunyai dasar yang kuat. c. Menyusun pedoman pelaksanaan redistribusi tanah meliputi: sumbersumber tanah yang dapat menjadi tanah objek reforma agraria (redistribusi tanah). d. Menyusun pedoman pelaksanaan reforma akses meliputi program/kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh K/L dan pemerintah daerah. 3.
Pencadangan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Dalam rangka pencadangan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum perlu penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan dalam bentuk Perpres untuk pembentukan bank tanah yang mengatur kelembagaan bank tanah, kewenangan, sumber pendanaannya serta pemanfaatan tanah yang berasal dari bank tanah.
4.
Pencapaian Proporsi Kompetensi SDM Ideal Bidang Pertanahan untuk mencapai kebutuhan minimum juru ukur pertanahan Untuk mencapai proporsi kompetensi SDM ideal bidang pertanahan perlu disusun kebijakan penerimaan PNS Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dengan jumlah tertentu sampai memenuhi kebutuhan ideal terutama untuk mencapai kebutuhan minimum juru ukur pertanahan. Selain itu, menyediakan kebijakan jenjang karir juru ukur pertanahan.
V-21
5.2.2.6 Kerangka Kelembagaan Kerangka kelembagaan Bidang Pertanahan mencakup: 1. Sistem Pendaftaran Tanah Publikasi Positif Dalam membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif, diperlukan peran dan kerjasama beberapa instansi pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan tugas tertentu dengan tujuan (i) mengakomodasi perubahan sistem pendaftaran menuju sistem pendaftaran tanah publikasi positif, dan (ii) mendukung upaya peningkatan kepastian hukum hak atas tanah, diantaranya adalah : a. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional • Percepatan penyusunan peta dasar pertanahan; • Percepatan sertipikasi tanah; • Melakukan review dan perubahan peraturan perundang-undangan terkait sistem pendaftaran tanah; • Bersama Kementerian Kehutanan melakukan pendaftaran dan publikasi batas kawasan hutandalam skala 1:5.000; • Bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, melakukan sosialisasi peraturan perundangan tanah adat/ulayat; b. BIG dan LAPAN • Penyediaan peta dasar rupabumi; • Penyediaan foto udara; • Penyediaan citra satelit. c. Kementerian Keuangan • Bersama Kementerian Dalam Negeri melakukan review dan perubahan UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah untuk dapat membebaskan BPHTB pada pendaftaran tanah pertama; d. Kementerian Dalam Negeri • Bersama Kementerian Keuangan melakukan review dan perubahan UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah untuk dapat membebaskan BPHTB pada pendaftaran tanah pertama; • Bersama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, melakukan sosialisasi peraturan perundangan tanah adat/ulayat; e. Kementerian Kehutanan • Bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN melakukan pendaftaran dan publikasi batas kawasan hutan dalam skala 1:5.000. f. Pemerintah Daerah • Melakukan identifikasi masyarakat adat/ulayat; • Menetapkan perda tanah adat/ulayat.
V-22
g.
Akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan/atau Tokoh Masyarakat • Bersama pemerintah daerah melakukan sosialisasi peraturan perundangan tanah adat/ulayat.
2.
Reforma Agraria melalui pemberian tanah dan bantuan pemberdayaan masyarakat Dalam upaya pelaksanaan reforma agraria diperlukan dukungan dan peran dari setiap instansi pemerintah dan masyarakat sebagai berikut: a. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN • Melakukan identifikasi ketersediaan sumber tanah sebagai Tanah obyek Reforma Agraria • Melakukan koordinasi lokasi antara kegiatan redistribusi tanah dan kegiatan pemberdayaan masyarakat • Melaksanakan redistribusi tanah b. Seluruh K/L dan Pemda: • Mengidentifikasi lokasi program pemberdayaan masyarakat • Melakukan identifikasi masyarakat penerima tanah obyek reforma agraria • Melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagai access reform
3.
Pencadangan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Upaya mewujudkan institusi/lembaga pencadangan tanah, memerlukan peran dan kerjasama dari beberapa instansi pemerintah sebagai berikut : a. Kementerian PPN/Bappenas • Melakukan kajian pengembangan konsep bank tanah b. Kementerian Hukum dan HAM • Penyusunan peraturan perundang-undangan terkait bank tanah. c. Kementerian Keuangan • Mengalokasikan anggaran untuk pembentukan institusi/lembaga bank tanah. • Mengalokasikan anggaran pembelian bidang-bidang tanah pada kawasan yang diprioritaskan pembangunannya. d. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN • Membentuk Badan Layanan Umum (BLU) penyediaan tanah/Bank Tanah • Menyiapkan SDM dan mekanisme praktek pencadangan tanah
4.
Pencapaian Proporsi Kompetensi SDM Ideal Bidang Pertanahan untuk mencapai kebutuhan minimum juru ukur pertanahan.
V-23
Dalam rangka memenuhi proporsi kompetensi SDM bidang pertanahan yang ideal terutama juru ukur maka perlu dukungan dan kerjasama dari beberapa pihak sebagai berikut. a. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN: • Melakukan analisa kebutuhan pegawai Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN • Menyiapkan skenario rencana penerimaan pegawai baru terutama juru ukur; b. Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara • Mengkaji permintaan dan penerimaan pegawai baru Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN c.
Kementerian Keuangan: • Menyiapkan alokasi anggaran untuk penambahan pegawai baru Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.
5.3 Buku III : Arah Kebijakan Pembangunan Kewilayahan 5.3.1 Arah Pengembangan Tata Ruang Wilayah Nasional Untuk mendukung pelaksanaan percepatan pembangunan wilayah, diperlukan landasan utama pembangunan, yaitu: penataan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang yang ditujukan untuk pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Acuan untuk pengembangan tata ruang wilayah nasional mengacu pada PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Adapun arah kebijakan pengembangan tata ruang wilayah nasional adalah sebagai berikut: a)
Kebijakan terkait pengembangan struktur tata ruang: peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.
b)
Kebijakan terkait pengembangan pola ruang: pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan; V-24
pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional; pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional; pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan. internalisasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) yang sudah disahkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
Strategi yang diuraikan di bawah hanya mencakup strategi untuk pengembangan struktur ruang khususnya terkait dengan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasaran; dan strategi untuk pengembangan pola ruang khususnya pengembangan kawasan lindung, dan strategi pengendalian perkembangan kegiatan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta strategi untuk pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Sedangkan strategi untuk pengembangan kebijakan lainnya dipertimbangkan dalam perumusan pengembangan strategi-strategi pengembangan kawasan strategis, daerah tertinggal, daerah perbatasan, kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan. Untuk melaksanakan arah kebijakan pengembangan tata ruang wilayah nasional tersebut, maka strategi pengembangan tata ruang wilayah sebagai berikut: 1. Peningkatan Kualitas dan Jangkauan Pelayanan Jaringan Prasarana, meliputi: a) meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara; b) mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi; c) meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik; d) meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; e) meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal. 2. Pemeliharaan dan Perwujudan Kelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, meliputi: a) menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;
V-25
3.
4.
b) mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30 persen dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya; c) mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah. d) implementasi Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) yang sudah disahkan dan pemulihan kesehatan DAS kritis. Pencegahan Dampak Negatif Kegiatan Manusia Terhadap Kerusakan Lingkungan Hidup, meliputi: a) menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup; b) melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan c) manusia dan makhluk hidup lainnya; d) melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya; e) mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak f) berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan; g) mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; h) mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; i) mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana. Pengendalian Perkembangan Kegiatan Budi Daya Sesuai Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan, meliputi: a) membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana; b) mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan kompak; c) mengembangkan ruang terbuka hjau dengan luas paling sedikit 30 persen (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan; d) membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan besar dan metropolitan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya. V-26
5.
e) mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil. Pelestarian dan Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup, meliputi: a) menetapkan kawasan strategis nasional berfungsi lindung; b) mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan; c) membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan; d) membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional yang dapat memicu perkembangan kegiatan budi daya; e) mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budi daya terbangun; f) merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional.
5.3.2 Arah Pengembangan Wilayah Papua A.
Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Papua
1. Kebijakan mewujudkan struktur ruang Pulau Papua dengan menggunakan prinsip pusat pengembangan wilayah berbasis Kampung Masyarakat Adat, meliputi: a. Pengintegrasian kawasan kampung masyarakat adat dalam pengembangan Wilayah Papua; b. Pengembangan pusat klaster; c. Pengembangan serta rehabilitasi prasarana dan sarana mitigasi dan adaptasi bencana untuk mengatasi indeks kerawanan dan risiko bencana yang tinggi; dan d. Pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional 2. Kebijakan mewujudkan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 70 persen dari luas Pulau Papua dan kelestarian keanekaragaman hayati kelautan dunia sebagai bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) meliputi: a. Pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi; b. Pemertahanan kawasan hutan yang bervegetasi sesuai dengan ekosistemnya; dan c. Pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi. V-27
3. Kebijakan mewujudkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip berkelanjutan meliputi: a. Pengembangan kawasan Merauke sebagai pusat pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan berbasis bisnis; dan b. Pengembangan kawasan minapolitan. 4. Kebijakan mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan Negara Papua Nugini, Negara Palau, dan Negara Australia meliputi: a. Percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan Pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup; dan b. Pemertahanan eksistensi 9 (sembilan) PPKT sebagai titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia. 5. Kebijakan mewujudkan Kawasan Strategis Nasional (KSN) di Pulau Papua meliputi: a. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara di Kawasan Perbatasan Papua; b. Pemanfaatan sumberdaya alam di Kawasan Timika secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. B.
Strategi Penataan Ruang Wilayah Papua
B.1.
Struktur Ruang Wilayah
1. Strategi untuk pengintegrasian kawasan Kampung Masyarakat Adat dengan mengintegrasikan kawasan Kampung Masyarakat Adat dalam pengembangan sentra produksi, kawasan perkotaan nasional, serta prasarana dan sarana wilayah. Struktur perkotaan nasional yang akan dikembangkan pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 5.1. TABEL 5.1 PRIORITAS LOKASI PENGEMBANGAN PUSAT KEGIATAN PULAU PAPUA PERIODE 2015-2019
Provinsi
PKN
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKW PKSN
Papua Barat
Sorong (I/C/1)
Papua
Timika (I/C/1) Jayapura (I/C/1)
Fak-Fak (I/C/1) Manokwari (I/C/1) Ayamaru (II/C/1) Biak (I/C/1) Nabire (II/C/1) Muting (II/C/2) Bade (II/C/2) Merauke (I/C/1) Sarmi (II/C/2)
Jayapura (I/A/1) Tanah Merah (I/A/1) Merauke (I/A/1) Manokwari (Revisi RTRWN) Biak (Revisi RTRWN)
Arso (I/C/1) V-28
Provinsi
PKN
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKW PKSN Wamena (II/C/1)
Sumber : Diolah, Bappenas 2014 2. Strategi untuk pengembangan pusat klaster, meliputi: a. Mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat klaster; dan b. Mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri komoditas unggulan. 3. Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional, meliputi: a. Mengembangkan dan memantapkan jaringan prasarana dan sarana transportasi sesuai dengan kondisi dan karakteristik kawasan; b. Mengembangkan jaringan transportasi antarmoda untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah; c. Mengembangkan dan meningkatkan jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan serta bandar udara untuk melayani angkutan keperintisan; dan d. Mengembangkan jaringan jalan serta jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan yang membuka akses kampung masyarakat adat. B.2.
Pengembangan Kawasan Lindung
1. Strategi untuk pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi, meliputi: a. Mempertahankan dan merehabilitasi fungsi ekologis kawasan suaka alam dan pelestarian alam dengan memperhatikan keberadaan Kampung Masyarakat Adat; dan b. Mengembangkan nilai ekonomi dan jasa lingkungan pada kawasan suaka alam dan pelestarian alam. 2. Strategi pemertahanan kawasan hutan yang bervegetasi sesuai dengan ekosistemnya 3. Strategi pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman hayati laut. a. Mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekologis kawasan hutan lindung dengan memperhatikan keberadaan Kampung Masyarakat Adat; b. Mempertahankan, merehabilitasi, dan meningkatkan fungsi kawasan peruntukan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat; dan c. Mengendalikan alih fungsi kawasan peruntukan hutan untuk kegiatan budi daya nonhutan. 4. Strategi pemertahanan dan pelestarian kawasan perairan yang memiliki nilai ekologis tinggi adalah dengan mengendalikan kegiatan budidaya di laut yang mengancam keanekaragaman hayati laut.
V-29
B.3
Pengembangan Kawasan Budidaya
1. Strategi untuk pengembangan kawasan Merauke sebagai pusat pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan berbasis bisnis, meliputi: a. Mengembangkan pusat penelitian dan pengembangan produksi hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan dan peternakan; b. Mengembangkan prasarana sumberdaya air untuk meningkatkan luasan kawasan pertanian tanaman pangan. 2. Strategi untuk pengembangan kawasan minapolitan, meliputi mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang didukung teknologi tepat guna dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat. 3. Strategi perwujudan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian serta perikanan yang berdaya saing dengan prinsip berkelanjutan, dilakukan dengan: a. Mengembangkan sentra pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan yang didukung industri pengolahan ramah lingkungan; b. Mengembangkan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan luasan kawasan pertanian tanaman pangan; c. Mengembangkan kawasan peruntukan industri berbasis komoditas perikanan; d. Mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang dilengkapi prasarana dan sarana dengan memperhatikan kesejahteraan Kampung Masyarakat Adat. 4. Strategi percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup, meliputi: a. Mempercepat pengembangan PKSN sebagai pusat pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, simpul transportasi, serta pusat promosi dan pemasaran ke negara yang berbatasan; b. Mengembangkan kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagai perwujudan kedaulatan negara. 5. Strategi untuk pemertahanan eksistensi 9 (sembilan) PPKT sebagai titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia dengan mengembangkan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan yang dapat meningkatkan akses ke PPKT. B.4
Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 2 (dua) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Papua. Strategi pengembangan KSN di Pulau Papua dapat dilihat pada Tabel 5.2.
V-30
TABEL 5.2 STRATEGI PENGEMBANGAN KSN DI PULAU PAPUA No KSN Tipe 1 Kawasan Sudut Perbatasan Kepentingan Papua Pertahanan dan Keamanan 2
Kawasan Timika
Kepentingan Pendayagunaa n Sumberdaya Alam
Strategi Pengelolaan kawasan lindung dengan memberdayakan masyarakat adat di Kawasan Perbatasan Papua Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan pertambangan yang produktif dan berdaya saing internasional di Kawasan Timika
K/L Kementerian Agraria dan Tata Ruang BNPP Kementerian Pertahanan Kementerian Agraria dan Tata Ruang Kementerian ESDM
Sumber : Diolah, Bappenas 2014
5.3.3 Arah Pengembangan Wilayah Kepulauan Maluku A.
Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kepulauan Maluku
1. Kebijakan mewujudkan struktur ruang wilayah Kepulauan Maluku melalui kawasan permukiman perkotaan yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana dengan sistem jaringan prasarana yang handal 2. Kebijakan mewujudkan sistem jaringan prasarana yang handal berbasis Gugus Pulau serta kawasan permukiman perkotaan yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana meliputi: a. Pengendalian perkembangan kawasan permukiman perkotaan yang berada di kawasan rawan bencana; b. Pengembangan jaringan transportasi untuk membuka keterisolasian wilayah; c. Pengembangan jaringan jalan yang terpadu dengan jaringan transportasi penyeberangan, pelabuhan, dan bandar udara berbasis Gugus Pulau; dan b. Pengembangan serta rehabilitasi prasarana dan sarana mitigasi dan adaptasi bencana. 3. Kebijakan mewujudkan lumbung ikan nasional yang berkelanjutan melalui pengembangan dan rehabilitasi kawasan perikanan tangkap dan perikanan budi daya sebagai kawasan minapolitan. 4. Kebijakan mewujudkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis minyak dan gas bumi lepas pantai, perkebunan, serta kehutanan yang berkelanjutan dengan memperhatikan ekosistem Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil meliputi: a. Pengembangan dan rehabilitasi sentra perkebunan; dan V-31
b. Pengendalian dan rehabilitasi sentra pertambangan mineral. 5. Kebijakan mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan Negara Timor Leste, Negara Australia, dan Negara Palau meliputi: a. Percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup; dan b. Pemertahanan eksistensi PPKT sebagai titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia. 6. Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) meliputi: a. Pengembangan KSN Perbatasan dalam rangka peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara; b. Pengembangan KSN untuk mendukung Kepulauan Maluku sebagai lumbung ikan nasional; B.
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kepulauan Maluku
B.1
Struktur Ruang Wilayah
1. Strategi pengembangan jaringan transportasi untuk membuka keterisolasian wilayah, dilakukan dengan: a. Mengembangkan jaringan transportasi antarmoda yang menghubungkan Pulau Kecil berpenghuni dengan kawasan perkotaan nasional; dan b. Mengembangkan jaringan jalan nasional yang terpadu dengan dermaga di Pulau Kecil berpenghuni. 2. Strategi pengembangan jaringan jalan yang terpadu dengan jaringan transportasi penyeberangan, pelabuhan, dan bandar udara berbasis Gugus Pulau, dilakukan dengan: a. Mengembangkan jaringan jalan nasional yang terpadu dengan lintas penyeberangan pada pulau-pulau dalam Gugus Pulau; dan b. Mengembangkan jaringan jalan yang terpadu dengan pelabuhan dan bandar udara. 3. Strategi pengembangan serta rehabilitasi prasarana dan sarana mitigasi dan adaptasi bencana yaitu dengan mengembangkan dan merehabilitasi prasarana dan sarana yang adaptif terhadap dampak bencana tanah longsor, gelombang pasang,banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami. Prioritas lokasi pengembangan pusat kegiatan pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 5.3.
V-32
Tabel 5.3 Prioritas Lokasi Pengembangan Pusat Kegiatan Kepulauan Maluku Periode 2015-2019
Provinsi Maluku
Maluku Utara
PKN Ambon (I/C/1)
Ternate (I/C/1)
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKW PKSN Masohi (I/C/1) Saumlaki (I/A/2) Werinama (II/C/2) Kairatu (II/C/1) Tual (II/C/1) Namlea (II/C/1) Wahai (II/B) Bula (II/B) Tidore (I/C/1)
Ilwaki (II/A/2) Dobo (II/A/2)
Daruba (I/A/2)
Tobelo (II/C/2) Labuha (II/C/1) Sanana (II/C/2) Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014. B.2
Pengembangan Kawasan Lindung
1. Strategi penetapan dan pelestarian kawasan konservasi di laut yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi meliputi: a. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam pada kawasan yang termasuk dalam Segitiga Terumbu Karang yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi; b. Mengendalikan perkembangan kegiatan budi daya dan transportasi perairan yang berpotensi merusak fungsi ekologis kawasan konservasi di laut. 2. Strategi pengendalian wilayah perairan di sekitar Koridor Ekosistem meliputi mengendalikan perkembangan kegiatan budi daya dan aktivitas transportasi pada Koridor Ekosistem. 3. Strategi mempertahankan luasan dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi meliputi: a. Melestarikan kawasan suaka alam dan pelestarian alam dalam kesatuan Gugus Pulau; dan b. Mempertahankan luasan dan merehabilitasi kawasan bervegetasi hutan tetap yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya. 4. Strategi pengembangan dan rehabilitasi kawasan perikanan tangkap dan perikanan budi daya sebagai kawasan minapolitan meliputi: a. Mengembangkan Kawasan Andalan dengan sektor unggulan perikanan sebagai kawasan minapolitan yang berkelanjutan; mempertahankan, memelihara, dan merehabilitasi ekosistem terumbu karang dan kawasan pantai berhutan bakau sebagai kawasan pemijahan ikan, udang, dan/atau hasil laut lainnya yang potensial; dan V-33
b. Meningkatkan keterkaitan sentra produksi perikanan dengan kawasan perkotaan nasional. 5. Strategi pengendalian perkembangan kawasan permukiman perkotaan yang berada di kawasan rawan bencana, dilakukan dengan: a. Mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan permukiman perkotaan dan kawasan budi daya terbangun yang berada dikawasan rawan bencana tanah longsor, gelombang pasang, banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami; dan b. Mengendalikan alih fungsi dan merehabilitasi kawasan pantai berhutan bakau di kawasan perkotaan nasional. B.3
Pengembangan Kawasan Budidaya
1. Strategi pengembangan dan rehabilitasi sentra perkebunan dilakukan dengan mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan hasil perkebunan. 2. Strategi pengendalian dan rehabilitasi sentra pertambangan mineral, dilakukan dengan: a. Merehabilitasi sentra produksi komoditas unggulan pertambangan mineral dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan b. Mengendalikan perkembangan kawasan peruntukan pertambangan mineral yang berpotensi merusak lingkungan dan mengancam keberadaan Pulau Kecil. 3. Strategi untuk percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup dengan mempercepat pengembangan PKSN sebagai pusat pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, dan simpul transportasi, serta pusat promosi dan pemasaran ke negara yang berbatasan; 4. Strategi untuk pemertahanan eksistensi PPKT sebagai titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia meliputi dengan mengembangkan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan yang dapat meningkatkan akses ke PPKT berpenghuni di Pulau Panambulai, Pulau Larat, Pulau Selaru, Pulau Marsela, Pulau Meatimiarang, Pulau Letti, Pulau Kisar, Pulau Wetar, dan Pulau Liran. B.4
Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 3 (tiga) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Kepulauan Maluku. Strategi pengembangan KSN di Kepulauan Maluku dapat dilihat pada Tabel 5.4.
V-34
Tabel 5.4 Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Nasional di Kepulauan Maluku 1
2
3
KSN Kawasan Perbatasan Maluku
Tipe Sudut Kepentingan Pertahanan dan Keamanan
Kawasan Perbatasan Maluku UtaraPapua Barat Kawasan Sudut Laut Banda Kepentingan Pendayagunaan Sumberdaya Alam
Strategi Mengembangkan prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan yang mendukung kedaulatan dan keutuhan batas wilayah negara) di Kawasan Perbatasan Maluku, Kawasan Perbatasan Maluku Utara-Papua Barat
Mengembangkan Kawasan Laut Banda sebagai Lumbung Ikan Nasional dengan memperhatikan kelestarian keanekaragaman hayati Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014.
K/L - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (PU) - BNPP - Kementerian Pertahanan
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang (PU) - Kementerian Kelautan dan Perikanan
5.3.4 Arah Pengembangan Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara A.
Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara
1. Kebijakan mewujudkan lumbung ternak nasional melalui pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan, industri kerajinan, dan industri jasa hasil peternakan. 2. Kebijakan mewujudkan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis perikanan dan kelautan, hortikultura dan perkebunan, pertanian tanaman pangan serta kehutanan yang berdaya saing dengan prinsip berkelanjutan meliputi: a. Pengembangan kawasan minapolitan; dan b. Pengembangan jaringan prasarana dan sarana yang terpadu untuk mewujudkan poros Indonesia Bagian Tenggara. 3. Kebijakan mewujudkan ketersediaan air sepanjang tahun dan kelestarian ekosistem kepulauan yang mendukung kegiatan pengembangan wilayah secara berkelanjutan meliputi: a. Pelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 30 persen (tiga puluh persen) dari luas daratan Wilayah V-35
Nusa Tenggara sesuai dengan kondisi ekosistemnya dan pelestarian kawasan keanekaragaman hayati kelautan dunia; dan b. Pengendalian perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan kawasan budi daya terbangun pada wilayah pesisir, pulau kecil, dan kawasan rawan bencana. 4. Kebijakan mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang internasional yang berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Negara Australia melalui percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup. 5. Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) meliputi pengembangan KSN Perbatasan dalam rangka peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. B.
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara
B.1
Struktur Ruang Wilayah
1. Strategi pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan, industri kerajinan, dan industri jasa hasil peternakan meliputi: a. Mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan, industri kerajinan, dan industri jasa hasil peternakan yang didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu; dan b. Mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat penelitian dan pengembangan peternakan. 2. Strategi pengembangan kawasan minapolitan meliputi: a. Mengembangkan kawasan peruntukan industri berbasis komoditas perikanan dan kelautan; dan b. Mengembangkan prasarana dan sarana transportasi untuk meningkatkan keterkaitan antara kawasan perkotaan nasional dan sentra perikanan dan kelautan. 3. Strategi untuk arah kebijakan pengembangan jaringan prasarana dan sarana yang terpadu untuk mewujudkan poros Indonesia Bagian Tenggara dengan mengembangkan lintas penyeberangan untuk meningkatkan keterkaitan antarpulau dan antarwilayah. Prioritas lokasi pengembangan pusat kegiatan pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 5.5.
V-36
Tabel 5.5 Prioritas Lokasi Pengembangan Pusat Kegiatan Kepulauan Nusa Tenggara Periode 2015-2019 Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKN PKW PKSN NTB Mataram (I/C/1) Praya (I/B) Raba (II/B) Sumbawa Besar (II/C/1) Kupang (I/C/1) Soe (II/B) Atambua (I/A/1) NTT Kefamenanu (II/B) Kalabahi (II/A/2) Ende (I/C/1) Kefamenanu (I/A/2) Maumere (I/C/1) Waingapu (II/C/1) Ruteng (II/C/1) Labuan Bajo (I/C/1) Sumber : Diolah, Bappenas 2014 Provinsi
B.2
Pengembangan Kawasan Lindung
1. Strategi pelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 30 persen (tiga puluh persen) dari luas daratan Wilayah Nusa Tenggara sesuai dengan kondisi ekosistemnya dan pelestarian kawasan keanekaragaman hayati kelautan dunia meliputi: a. Mempertahankan dan merehabilitasi kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, sungai, danau, dan waduk; b. Mempertahankan luasan dan merehabilitasi kawasan suaka alam dan pelestarian alam yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi; c. Meningkatkan fungsi ekologis kawasan peruntukan hutan terutama di Pulau Kecil; d. Mengendalikan kegiatan budi daya yang berpotensi mengganggu fungsi kawasan berfungsi lindung; e. Mengendalikan kegiatan budi daya laut yang mengancam habitat keanekaragaman hayati laut; dan f. Mencegah pengembangan pelabuhan dan/atau alur pelayaran yang berpotensi mengganggu fungsi Kawasan Lindung dan ekosistem pesisir. 2. Strategi pengendalian perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan kawasan budidaya terbangun pada Wilayah Pesisir, Pulau Kecil, dan kawasan rawan bencana meliputi: a. Mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan permukiman perkotaan dan kawasan budi daya terbangun yang berada di kawasan rawan tanah longsor, gelombang pasang, banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, gerakan tanah, tsunami, dan abrasi; dan b. Mengendalikan alih fungsi dan merehabilitasi kawasan pantai berhutan bakau di kawasan perkotaan nasional. V-37
B.3
Pengembangan Kawasan Budidaya
Strategi percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan dengan pendekatan pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup meliputi: a. Mempercepat pengembangan PKSN sebagai pusat pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, simpul transportasi, serta pusat promosi dan pemasaran ke negara yang berbatasan; b. Mengembangkan kawasan sentra produksi berbasis sumber daya alam potensial dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan c. Mengembangkan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan dan pemenuhan kebutuhan air baku pada PPKT berpenghuni di Pulau Alor, dan mengembangkan jaringan telekomunikasi pada PPKT berpenghuni di Pulau Alor. B.4
Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 1 (satu) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Kepulauan Nusa Tenggara. Strategi pengembangan KSN di Kepulauan Nusa Tenggara dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Nasional di Kepulauan Nusa Tenggara No 1
KSN Kawasan Perbatasan Nusa Tenggara Timur
Tipe Sudut Kepentingan Pertahanan dan Keamanan
Strategi Pengembangan prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan yang mendukung kedaulatan dan keutuhan batas wilayah negara dan pemertahanan kawasan konservasi di Kawasan
K/L - Kementerian Agraria dan Tata Ruang - BNPP - Kementerian Pertahanan - Kementerian Perhubungan - Kementerian PU dan Perumahan Rakyat
Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014.
V-38
5.3.5 Arah Pengembangan Wilayah Sulawesi A.
Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Sulawesi
1. Kebijakan mewujudkan pusat pengembangan ekonomi kelautan berbasis keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan konservasi laut meliputi pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan perikanan berbasis mitigasi dan adaptasi dampak pemanasan global. 2. Kebijakan mewujudkan lumbung pangan padi nasional di bagian selatan Pulau Sulawesi dan lumbung pangan jagung nasional di bagian utara Pulau Sulawesi meliputi: a. Pengembangan sentra pertanian tanaman pangan padi dan jagung yang didukung dengan industri pengolahan dan industri jasa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan b. Pemertahanan kawasan peruntukkan pertanian pangan berkelanjutan. 3. Kebijakan mewujudkan pusat perkebunan kakao berbasis bisnis di bagian tengah Pulau Sulawesi melalui pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kakao yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan. 4. Kebijakan mewujudkan pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi di Pulau Sulawesi meliputi: a. Pembangunan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan pertambangan mineral berupa nikel serta minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan; dan b. Pengembangan kawasan peruntukkan pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 5. Kebijakan mewujudkan jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah meliputi: a. Pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi, dan daya saing ekonomi wilayah; dan b. Pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil. 6. Kebijakan mewujudkan kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sulawesi sesuai dengan kondisi ekosistemnya meliputi: a. Pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi; dan b. Pengembangan koridor ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi. V-39
7. Kebijakan mewujudkan kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Filipina dan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup, meliputi: a. Pengembangan kawasan perbatasan negara dengan pendekatan kesejahteraan, pertahanan dan keamanan negara, serta lingkungan hidup; dan b. Pemertahanan eksistensi 14 (empat belas) PPKT sebagai titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia. 8. Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN), meliputi: a. Pengembangan KSN di Kawasan Sorowako secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. b. Pengembangan KSN Perbatasan dalam rangka peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara; dan c. Pengembangan KSN untuk meningkatkan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional. B.
Strategi Penataan Ruang Wilayah Sulawesi
B.1
Struktur Ruang Wilayah
1. Strategi untuk pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan perikanan berbasis mitigasi dan adaptasi dampak pemanasan global, dengan meningkatkan keterkaitan antara kawasan perkotaan nasional dan sentra perikanan. Struktur perkotaan nasional yang akan dikembangkan pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 7. 2. Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi, dan daya saing ekonomi wilayah, meliputi: a. Mengembangkan akses prasarana dan sarana transportasi darat, laut dan udara yang menghubungkan antarkawasan perkotaan nasional dan memantapkan koridor ekonomi Pulau Sulawesi; b. Mengembangkan dan memantapkan akses prasarana dan sarana transportasi darat meliputi jalan nasional, jaringan jalur kereta api, dan jaringan transportasi penyeberangan yang menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan sentra produksi, pelabuhan dan bandar udara; c. Mengembangkan pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul di sepanjang jalur ALKI II dan ALKI III; dan
V-40
d. Memantapkan fungsi bandara pengumpul dengan skala pelayanan primer, bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder, dan badara pengumpul dengan skala pelayanan tersier. 3. Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil, meliputi: a. Mengembangkan jaringan transportasi yang menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil; dan b. Mengembangkan sistem transportasi antarmoda menuju kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulaupulau kecil. Prioritas lokasi pengembangan pusat kegiatan pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Prioritas Lokasi Pengembangan Pusat Kegiatan Pulau Sulawesi Periode 2015-2019 Provinsi Gorontalo
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKN PKW PKSN Gorontalo (I/C/1) Isimu (II/C/2) Kwandang (Revisi RTRWN) Kuandang (II/C/2) Tilamuta (II/C/2) Kawasan Tomohon (I/C/1) Melonguane Perkotaan (I/A/2) Manado-Bitung (I/C/1) Tondano (II/C/1) Tahuna (I/A/2) Kotamobagu (II/C/1) Palu (I/C/1) Poso (II/C/3) Tolitoli (Revisi RTRWN) Luwuk (II/C/1) Buol (II/C/1) Kolonedale (II/C/1) Tolitoli (II/C/1) Donggala (II/C/1) Kawasan Pangkajene (II/C/1) Perkotaan MakassarSungguminasaTakalar-Maros (Mamminasata) (I/C/3) Jeneponto (I/C/1) Palopo (I/C/1) V-41
Provinsi
Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara
PKN
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKW Watampone (II/C/1) Bulukumba (I/C/1) Barru (II/C/1) Parepare (II/C/1)
PKSN
Mamuju (Revisi RTRWN) Kendari (I/C/1)
Unaaha (II/C/1) Lasolo (II/C/1) Bau-bau (I/C/1) Raha (II/C/1) Sumber :Data Diolah, Bappenas 2014 B.2
Pengembangan Kawasan Lindung
1.
2.
B.3
Strategi untuk pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi, meliputi menetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas DAS. Strategi untuk pengembangan koridor ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi, meliputi penetapan koridor ekosistem antarkawasan suaka alam dan pelestarian alam dan pengembangan prasarana yang ramah lingkungan pada koridor ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi.
Pengembangan Kawasan Budidaya
1. Strategi untuk pengembangan sentra pertanian tanaman pangan padi dan jagung yang didukung dengan industri pengolahan dan industri jasa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, meliputi mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan pusat industri jasa hasil pertanian tanaman pangan padi dan jagung. 2. Strategi untuk pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kakao yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan, melalui pengembangan kawasan industri pengolahan hasil perkebunan kakao dan peningkatan keterkaitan antara kawasan perkotaan nasional dengan sentra perkebunan kakao. 3. Strategi untuk pembangunan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan pertambangan mineral berupa nikel serta minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan, melalui pengembangan kawasan industri pengolahan beserta prasarana dan sarana untuk kelancaran distribusi hasil produksi dari kawasan peruntukan pertambangan ke pasar nasional dan internasional.
V-42
4.
Strategi untuk pengembangan kawasan perbatasan negara dengan pendekatan kesejahteraan, pertahanan dan keamanan negara, serta lingkungan hidup, meliputi: a. Mempercepat pengembangan PKSN sebagai pusat pengembangan ekonomi, pintu gerbang internasional, serta simpul transportasi kawasan perbatasan negara dengan Negara Filipina dan Negara Malaysia; b. Mengembangkan kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagai perwujudan kedaulatan negara. 5. Strategi untuk pemertahanan eksistensi 14 (empat belas) PPKT sebagai titiktitik garis pangkal Kepulauan Indonesia dengan mengembangkan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan yang dapat meningkatkan akses ke PPKT. B.4
Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 5 (lima) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Sulawesi. Strategi pengembangan KSN di Pulau Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Nasional di Pulau Sulawesi
No 1
KSN Kawasan Sorowako
Tipe Pendayagunaan Sumberdaya alam
2
Perbatasan Sulawesi UtaraGorontaloSulawesi Tengah
Pertahanan dan Keamanan
Strategi Pengembangan dan peningkatan kegiatan budidaya pertanian dan perikanan yang berkelanjutan sebagai alternatif kegiatan perekonomian masyarakat yang mampu bersaing dalam perekonomian nasional Kawasan Sorowako Pengembangan prasarana dan sarana Kawasan Perbatasan Negara secara sinergis di Provinsi Sulawesi Utara – Gorontalo – Sulawesi Tengah
K/L - Kementerian Agraria dan Tata Ruang - Kementerian Pertanian - Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang - BNPP - Kementerian Perhubungan - Kementerian PU dan Perumahan Rakyat
V-43
No 3
KSN Perkotaan Maminasata
Tipe Kepentingan Ekonomi
4
Perkotaan Bimindo (BitungMinahasaManado) (Revisi RTRWN)
Pertumbuhan Ekonomi
5
Kawasan GorontaloPaguyamanKwandang (Gopandang ) (Revisi RTRWN)
Pertumbuhan Ekonomi
Strategi Pengembangan Kawasan Perkotaan Mamminasata sebagai: Pusat orientasi pelayanan berskala internasional dan penggerak utama bagi KTI Pusat pertumbuhan dan sentra pengolahan hasil produksi bagi pembangunan kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya Pengembangan Kawasan Perkotaan Bimindo sebagai: Pusat orientasi pelayanan berskala internasional dan penggerak utama bagi KTI; Pusat pertumbuhan dan sentra pengolahan hasil produksi bagi pembangunan kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya. Pengembangan Kawasan Gopandang sebagai Pusat orientasi pelayanan berskala internasional dan penggerak utama bagi KTI
K/L - Kementerian Agraria dan Tata Ruang - Bappenas
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang - Bappenas
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang - Bappenas - Kementerian Koordinator Perekonomian
Sumber :Data Diolah, Bappenas 2014
V-44
5.3.6 Arah Pengembangan Wilayah Kalimantan A.
Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kalimantan
1. Kebijakan untuk mewujudkan pusat pengembangan kawasan perkotaan nasional: a. Pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kepala sawit, karet, dan hasil hutan; b. Pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi; c. Pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai kota tepi air (waterfront city); dan d. Pengembangan prasarana dan sarana perkotaan berbasis mitigasi bencana banjir. 2. Kebijakan untuk mewujudkan jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah dilakukan melalui pengembangan jaringan transportasi antarmoda yang terpadu dan efisien untuk menghubungkan kawasan produksi komoditas unggulan menuju bandar udara dan/atau pelabuhan, dan antarkawasan perkotaan, serta membuka keterisolasian wilayah. 3. Kebijakan untuk mewujudkan kelestarian kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tropis basah paling sedikit 45 persen dari luas Pulau Kalimantan sebagai Paru-paru Dunia meliputi: a. Pelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik kawasan; b. Pengembangan koridor ekosistem antarkawasan konservasi; c. Pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi; dan d. Pengendalian kegiatan budi daya yang berpotensi mengganggu kawasan berfungsi lindung. 4. Kebijakan untuk mewujudkan swasembada pangan dan lumbung pangan nasional melalui pengembangan sentra pertanian tanaman pangan dan sentra perikanan yang didukung dengan industri pengolahan dan industri jasa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. 5. Kebijakan untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup meliputi: V-45
a. Percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan negara dengan pendekatan pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup; dan b. Pemertahanan eksistensi 4 (empat) pulau kecil terluar yang meliputi Pulau Sebatik, Pulau Gosong Makassar, Pulau Maratua, dan Pulau Sambit sebagai titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia. 6. Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) meliputi: a. Pengembangan KSN Perbatasan dalam rangka peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara; dan b. Pengembangan KSN untuk meningkatkan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional. B.
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kalimantan
B.1
Struktur Ruang Wilayah
1. Strategi untuk arah kebijakan pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kepala sawit, karet, dan hasil hutan meliputi: a. Mengembangkan industri pengolahan lanjut kelapa sawit, karet, dan hasil hutan yang berdaya saing dan ramah lingkungan; dan b. Mengembangkan prasarana dan sarana untuk kelancaran distribusi hasil perkebunan kepala sawit, karet dan/atau hasil hutan. 2. Strategi pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi meliputi: a. Mengembangkan kawasan industri pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi yang didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu; b. Mengembangkan prasarana dan sarana untuk kelancaran distribusi hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi. 3. Strategi pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai kota tepi air (waterfront city) meliputi: a. Mengembangkan pusat kegiatan ekonomi di kawasan perkotaan yang berdekatan/ menghadap badan air; dan b. Mengembangkan jaringan transportasi sungai yang didukung dengan prasarana dan sarana yang memadai. 4. Strategi pengembangan prasarana dan sarana perkotaan berbasis mitigasi bencana banjir dilakukan dengan menata kawasan perkotaan yang adaptif terhadap ancaman bencana banjir. 5. Strategi untuk arah kebijakan pengembangan jaringan transportasi antarmoda yang terpadu dan efisien untuk menghubungkan kawasan produksi komoditas V-46
unggulan menuju bandar udara dan/atau pelabuhan, dan antarkawasan perkotaan, serta membuka keterisolasian wilayah meliputi: a. Mengembangkan jaringan jalan dan/atau jalur kereta api secara terpadu untuk menghubungkan kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dengan sentra produksi komoditas unggulan dan pelabuhan dan/atau bandar udara; b. Mengembangkan pelabuhan dan bandar udara yang terpadu dengan jaringan jalan, transportasi sungai dan penyeberangan; c. Mengembangkan alur-alur pelayaran untuk menjangkau pusat pertumbuhan dan pusat permukiman di wilayah pedalaman; dan d. Meningkatkan fungsi terusan yang menghubungkan antaralur pelayaran sungai. Prioritas lokasi pengembangan pusat kegiatan pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Prioritas Lokasi Pengembangan Pusat Kegiatan Pulau Kalimantan Periode 2015-2019 Provinsi Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
PKN Pontianak (I/C/1)
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKW PKSN Mempawah (II/B) Entikong (II/A/2)
Singkawang (I/C/1) Sambas (I/A/1) Ketapang (I/B) Putussibau (I/A/2) Entikong (I/A/1) Sanggau (I/C/1) Sintang (II/C/1) Palangkaraya Kuala Kapuas (I/C/1) (II/C/1) Pangkalan Bun (I/C/1) Buntok (II/C/1) Muarateweh (II/C/1) Sampit (II/C/1) Banjarmasin Amuntai (II/B) (I/C/1) Martapura (II/B) Marahaban (II/B) Kotabaru (II/C/1) Kawasan Tanjung Redeb Perkotaan (I/C/1) SamarindaBalikpapan-
Paloh (II/A/2) Jagoibabang (I/A/2) Nangabadau (I/A/2) Jasa (II/A/2)
Long Midang (I/A/2)
V-47
Provinsi
PKN Bontang (I/C/1)
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKW PKSN Sangata (I/B)
Long Pahangai (II/A/2) Long Nawan (II/A/2) Tanlumbis (Revisi RTRWN)
Tanlumbis (II/B) Sungai Nyamuk (II/C/2) Sanga-Sanga (II/C/2) Tanah Grogot (II/C/1) Sendawar (II/C/2) Tenggarong (I/B) Kalimantan Tarakan Tanjung Selor Nunukan (I/A/2) Utara (I/C/1) (II/C/1) Nunukan (I/B) Simanggaris (I/A/2) Malinau (II/C/1) Tarakan (Revisi RTRWN) Sumber : Diolah, Bappenas 2014 B.2
Pengembangan Kawasan Lindung
1. Strategi penataan ruang pelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik kawasan dengan mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan konservasi yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik kawasan. 2. Strategi penataan ruang untuk pengembangan koridor ekosistem antarkawasan konservasi meliputi: a. Mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan budi daya yang berfungsi sebagai koridor ekosistem; dan b. Membatasi perkembangan kawasan permukiman pada wilayah yang berfungsi sebagai koridor ekosistem. 3. Strategi penataan ruang untuk pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi dengan mempertahankan luasan dan melestarikan kawasan bergambut untuk menjaga sistem tata air alami dan ekosistem kawasan. 4. Strategi penataan ruang untuk pengendalian kegiatan budi daya yang berpotensi mengganggu kawasan berfungsi lindung meliputi: a. Mempertahankan permukiman masyarakat adat dan menyediakan akses bagi masyarakat adat yang tidak mengganggu kawasan berfungsi lindung; dan b. Mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang di bagian hulu wilayah sungai (WS), kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, dan kawasan konservasi. V-48
B.3
Pengembangan Kawasan Budidaya
1. Strategi penataan ruang pengembangan sentra pertanian tanaman pangan dan sentra perikanan yang didukung dengan industri pengolahan dan industri jasa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional meliputi: a. Mengembangkan sentra pertanian tanaman pangan di kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian untuk ketahanan pangan; b. Mengembangkan sentra produksi perikanan dengan memperhatikan potensi lestari; dan c. Mendorong pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan dan perikanan. 2. Strategi percepatan pengembangan Kawasan Perbatasan negara dengan pendekatan pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup meliputi: a. Mengembangkan dan meningkatkan fungsi PKSN sebagai pusat kegiatan pertahanan keamanan negara, pertumbuhan ekonomi, pintu gerbang internasional, serta simpul transportasi di kawasan perbatasan negara dengan Negara Malaysia; dan b. Mengembangkan prasarana dan sarana transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas di kawasan perbatasan. 3. Strategi pemertahanan eksistensi 4 (empat) pulau kecil terluar yang meliputi Pulau Sebatik, Pulau Gosong Makassar, Pulau Maratua, dan Pulau Sambit sebagai titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia meliputi: a. Mengembangkan prasarana dan sarana transportasi penyeberangan untuk meningkatkan akses dari dan ke Pulau Sebati, Pulau Maratua, dan Pulau Sambit; dan b. Mengembangkan prasarana sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan air baku di Pulau Sebatik, Pulau Maratua, dan Pulau Sambit. B.4
Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Dalam rangka pengembangan KSN, dikembangkan 5 (lima) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Kalimantan. Strategi pengembangan KSN di Pulau Kalimantan dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Nasional di Pulau Kalimantan
No KSN 1 Kawasan Perbatasan Kalimantan
Tipe Sudut Kepentinga n Pertahanan dan
Strategi Mengembangkan prasarana dan sarana Kawasan Perbatasan Negara secara sinergis di
K/L ‒ Kementerian Agraria dan Tata Ruang ‒ BNPP ‒ Kementerian V-49
No
KSN
2
Kapet Khatulistiwa
3
Kapet DAS KAKAB
4
Kapet Sasamba
5
Kapet Batulicin
Tipe Keamanan
Strategi Kalimantan
Kepentinga n Ekonomi
Mengembangkan komoditas utama sebagai komoditas unggulan yaitu sapi, jagung, dan rumput laut, serta mengembangkan produk-produk turunannya di Kapet Khatulistiwa; Mengembangkan komoditas utama sebagai komoditas unggulan yaitu padi, karet, sawit, sapi, dan rotan serta mengembangkan produk-produk turunannya di Kapet DAS KAKAB; Mengembangkan komoditas utama sebagai komoditas unggulan yaitu kelapa sawit dan perkayuan serta mengembangkan produk-produk turunannya di Kapet Sasamba dan Kapet Batulicin; Menguatkan sistem pusat pelayanan kegiatan ekonomi dan sistem jaringan prasarana pendukung Kapet Khatulistiwa, Kapet DAS KAKAB, Kapet Sasamba, Kapet Batulicin
K/L PU dan Perumahan Rakyat ‒ Kementerian Perhubungan ‒ Kementerian Agraria dan Tata Ruang ‒ Kementerian Koordinator Ekonomi ‒ Bappenas ‒ Kementerian Pertanian ‒ Kementerian LH dan Kehutanan
V-50
No KSN Kawasan 6
Perkotaan Metropolitan BanjarmasinBanjarbaruBanjar-Barito Kuala Tanah Laut (Banjar Bakula) (Revisi RTRWN)
Tipe Kepentingan Ekonomi
Strategi Pengembangan Kawasan Perkotaan Banjar Bakula sebagai Pusat orientasi pelayanan berskala internasional Pusat pertumbuhan dan sentra pengolahan hasil produksi bagi pembangunan kawasan perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya
K/L ‒ Kementerian Agraria dan Tata Ruang ‒ Bappenas ‒ Kementerian Koordinator Perekonomia n
Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014.
5.3.7 Arah Pengembangan Wilayah Jawa-Bali A.
Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Jawa-Bali
1. Kebijakan mewujudkan kawasan perkotaan nasional yang kompak berbasis mitigasi dan adaptasi bencana meliputi: a. Pengendalian perkembangan kawasan perkotaan nasional yang menjalar (urban sprawl); dan b. Pengendalian perkembangan kawasan perkotaan nasional di kawasan rawan bencana. 2. Kebijakan mewujudkan jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan daya saing melalui pengembangan dan pemantapan jaringan transportasi yang terpadu yang meningkatkan keterkaitan antarwilayah dan efisiensi ekonomi; dan 3. Kebijakan mewujudkan lumbung pangan nasional yang berkelanjutan, meliputi: a. Pemertahanan dan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagai upaya ketahanan pangan nasional dan menekan laju alih fungsi lahan pertanian; b. Pengembangan dan pemertahanan jaringan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan luasan lahan pertanian untuk tanaman pangan; c. Pengendalian alih fungsi peruntukan lahan pertanian untuk tanaman pangan; dan d. Pengendalian perkembangan fisik kawasan perkotaan nasional untuk menjaga keutuhan lahan pertanian tanaman pangan.
V-51
4. Kebijakan mewujudkan peningkatan keterkaitan ekonomi antarpusat industri yang berdaya saing dan ramah lingkungan. 5. Kebijakan mewujudkan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai untuk pembangunan, meliputi: a. peningkatan luasan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30 persen dari luas Pulau Jawa-Bali sesuai dengan kondisi ekosistemnya; dan b. pengembangan kawasan lindung dan kawasan budi daya untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 6. Kebijakan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dalam rangka menjaga momentum fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan hidup. 7. Kebijakan pengembangan jaringan prasarana wilayah energi, telekomunikasi dan informatika serta prasarana pengelolaan lingkungan. B.
Strategi Penataan Ruang Wilayah Jawa-Bali
B.1
Struktur Ruang Wilayah
1. Strategi pengendalian perkembangan kawasan perkotaan nasional yang menjalar (urban sprawl) meliputi: a. mengendalikan perkembangan kawasan permukiman, perdagangan, jasa, dan/atau industri di kawasan perkotaan nasional sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan b. mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan nasional yang berdekatan dengan kawasan lindung. 2. Strategi pengembangan dan pemantapan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah dan efisiensi meliputi: a. mengembangkan dan/atau memantapkan akses prasarana dan sarana transportasi darat, laut, dan/atau udara yang menghubungkan antarkawasan perkotaan nasional dan memantapkan koridor ekonomi Pulau Jawa-Bali; dan b. memantapkan akses prasarana dan sarana transportasi darat yang meliputi jaringan jalan, jaringan jalur kereta api, serta jaringan transportasi penyeberangan yang menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan sentra produksi, pelabuhan, dan/atau bandar udara. Prioritas lokasi pengembangan pusat kegiatan di Pulau Jawa-Bali pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 5.11.
V-52
Tabel 5.11 Prioritas Lokasi Pengembangan Pusat Kegiatan Pulau Jawa-Bali Periode 2015-2019 Provinsi DKI Jakarta Banten Jawa Barat
Jawa Tengah
DIY Jawa Timur
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKN PKW Kawasan Perkotaan Pandeglang (II/B) Jabodetabek (I/C/3) Serang (I/C/1) Rangkas Bitung (II/B) Cilegon (I/C/1) Kawasan Perkotaan Sukabumi (I/C/1) Bandung Raya (I/C/3) Cirebon(I/C/1) Cikampek – Cikopo (I/C/1) Pelabuhanratu (II/C/2) Indramayu (II/C/1) Kadipaten (II/C/2) Tasikmalaya (I/C/1) Pangandaran (II/C/2) Surakarta (I/C/1) Boyolali (II/B) Kawasan Perkotaan Klaten (II/C/1) Semarang-KendalDemak-UngaranPurwodadi (Kedungsepur) (I/C/3) Cilacap (I/C/1) Salatiga (II/C/1) Tegal (II/C/1) Pekalongan (I/C/1) Kudus (I/C/1) Cepu (II/C/1) Magelang (I/C/1) Wonosobo (II/C/1) Kebumen (II/C/1) Purwokerto (II/C/1) Yogyakarta (I/C/3) Bantul (I/D/1), (II/C/1) Sleman (II/C/1) Kawasan Perkotaan Probolinggo (II/C/1) (Gerbangkertosusila) (I/C/3) Malang (I/C/1) Tuban (I/C/1) Kediri (I/C/1) Madiun (II/C/1) Banyuwangi (I /C/1) Jember (II/C/2) Blitar (II/C/2) Pamekasan (II/C/2) Bojonegoro (II/C/2) Pacitan (II/C/2) Pasuruan
PKSN
V-53
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKW (Revisi RTRWN) Batu (Revisi RTRWN) Bali Kawasan Perkotaan Singaraja (I/C/1) Denpasar-BangliGianyar- Tabanan (Sarbagita) (I/C/1) Semarapura (II/B) Negara (II/B) Sumber : Diolah, Bappenas 2014 Provinsi
B.2
PKN
PKSN
Pengembangan Kawasan Lindung
Strategi terkait Arah Kebijakan dalam rangka mewujudkan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang memadai untuk pembangunan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan luasan kawasan berfungsi lindung paling sedikit 30 persen dari luas Pulau Jawa-Bali sesuai dengan kondisi ekosistemnya meliputi: a. Pemertahanan luasan kawasan berfungsi lindung dan merehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi; b. Pengendalian dan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) kritis; c. Pengendalian dan rehabilitasi kawasan lindung di bagian hulu Wilayah Sungai (WS), kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, dan kawasan konservasi; dan 2. Pengembangan kawasan lindung dan kawasan budidaya untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, meliputi: pengembangan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya melalui kerja sama antardaerah untuk kelestarian pemanfaatan sumberdaya alam. 3. Strategi pengendalian perkembangan kawasan perkotaan nasional di kawasan rawan bencana meliputi: a. menetapkan zona-zona rawan bencana beserta ketentuan mengenai standar bangunan gedung yang sesuai dengan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana di kawasan perkotaan nasional; dan b. mengendalikan perkembangan kawasan budi daya terbangun di kawasan perkotaan nasional yang berpotensi terjadinya bencana. B.3
Pengembangan Kawasan Budidaya
1. Strategi pemertahanan lahan pertanian untuk tanaman pangan, termasuk lahan pertanian pangan berkelanjutan meliputi:
V-54
a. Pengembangan dan pemeliharaan bendungan beserta waduknya untuk mempertahankan daya tampung air yang menjamin penyediaan air baku bagi kegiatan pertanian tanaman pangan; dan b. Pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi teknis pada daerah irigasi (DI) untuk meningkatkan luasan lahan pertanian tanaman pangan. 2. Strategi pengembangan dan pemertahanan jaringan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan luasan lahan pertanian tanaman pangan meliputi: a. Pemertahanan luas lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan mengendalikan kegiatan budi daya lainnya; b. Pengendalian alih fungsi peruntukan lahan pertanian untuk tanaman pangan; dan c. Pengendalian perkembangan fisik kawasan perkotaan nasional untuk menjaga keutuhan lahan pertanian tanaman pangan. 3. Strategi peningkatan keterkaitan ekonomi antarpusat industri industri yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi: a. Peningkatkan penataan lokasi kegiatan industri di dalam kawasan industri; dan b. Peningkatkan kegiatan industri yang benilai tambah tinggi dengan penggunaan teknologi tinggi dan ramah lingkungan. B.4
Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 4 (empat) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Jawa-Bali. Strategi pengembangan KSN di Pulau Jawa-Bali dapat dilihat pada Tabel 5.12. Tabel 5.12 Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Nasional di Pulau Jawa-Bali
No KSN 1 Kawasan Perkotaan Sarbagita
Tipe Kepentingan Ekonomi
Strategi Pengembangan keterpaduan sistem pusatpusat kegiatan yang mendukung fungsi kawasan berbagai pusat kegiatan ekonomi nasional berbasis kegiatan pariwisata yang bertaraf internasional di Kawasan Perkotaan Sarbagita
K/L - Kementerian Agraria dan Tata Ruang - Bappenas - Kementerian LH dan Kehutanan
V-55
No KSN 2 Kawasan Perkotaan Kedung sepur
3
Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung
4
Kawasan Perkotaan Jabodetabek punjur
Tipe
Kepentingan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
Strategi Pemantapan sistem kotakota secara hierarki dan terintegrasi dalam bentuk perkotaan inti dan perkotaan disekitarnya sesuai dengan fungsinya dan perannya di Kawasan Perkotaan Kedungsepur Peningkatan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah dengan mempertahankan kualitas dan kuantitas air tanah dan air permukaan, serta penanggulangan banjir di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung dan Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur
K/L
Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014
5.3.8 Arah Pengembangan Wilayah Sumatera A.
Arah Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Sumatera
1. Kebijakan mewujudkan pusat pertumbuhan baru di wilayah pesisir barat dan wilayah pesisir timur Pulau Sumatera dilakukan dengan pengembangan kawasan perkotaan nasional berbasis sumber daya alam dan jasa lingkungan di wilayah pesisir barat dan wilayah pesisir timur Pulau Sumatera dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 2. Kebijakan mewujudkan jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah meliputi: a. Pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi, dan daya saing ekonomi wilayah; dan b. Pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil.
V-56
3. Kebijakan mewujudkan kelestarian kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40 persen (empat puluh persen) dari luas Pulau Sumatera sesuai dengan kondisi ekosistemnya meliputi: a. Pemertahanan luasan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi; dan b. Pengembangan pengelolaan potensi kehutanan dengan prinsip berkelanjutan. c. Implementasi pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas; d. Perlindungan mata air di Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas; e. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan berbasis DAS; f. Rehabilitasi hutan dan lahan di dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan DAS dengan mempertimbangkan morfologi tanah, curah hujan, kondisi geologi, dan jenis tanamannya. 4. Kebijakan mewujudkan kelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati hutan tropis basah melalui pengembangan koridor ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi. 5. Kebijakan mewujudkan pusat industri yang berdaya saing melalui pengembangan keterkaitan ekonomi antar pusat-pusat industri. 6. Kebijakan mewujudkan KSN Perbatasan Negara dan KSN sudut kepentingan ekonomi melalui pengembangan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara, Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, Kawasan Perkotaan Medan–Binjai–Deli Serdang–Karo (Mebidangro), Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK), dan KPBPB Sabang. B.
Strategi Penataan Ruang Wilayah Sumatera
B.1
Struktur Ruang Wilayah
1. Strategi pengembangan pusat kegiatan, dilakukan dengan: a. Mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pertumbuhan perkebunan, agropolitan, pariwisata, minapolitan, dan pertambangan untuk pertumbuhan ekonomi wilayah; dan b. Mengembangkan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat perdagangan dan jasa yang berskala internasional. 2. Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi, dan daya saing ekonomi wilayah dilakukan dengan: a. Mengembangkan dan memantapkan akses prasarana dan sarana transportasi darat, laut, dan/atau udara yang menghubungkan antarkawasan perkotaan, dan memantapkan koridor ekonomi Pulau Sumatera; V-57
b. Meningkatkan fungsi dan/atau mengembangkan jaringan transportasi dengan memperhatikan kawasan berfungsi lindung; dan c. Mengembangkan dan memantapkan akses prasarana dan sarana transportasi darat yang meliputi jaringan jalan, jaringan jalur kereta api, serta jaringan transportasi sungai, danau, dan lintas penyeberangan yang menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan sentra produksi, bandar udara, dan pelabuhan. 3. Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil dilakukan dengan: a. Mengembangkan jaringan transportasi yang menghubungkan kawasan perkotaan nasional dengan kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil; dan b. Mengembangkan sistem transportasi antarmoda menuju kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulaupulau kecil. Prioritas lokasi pengembangan pusat kegiatan pada periode 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel 5.13. Tabel 5.13 Prioritas Lokasi Pengembangan Pusat Kegiatan Pulau Sumatera Periode 2015-2019 Provinsi Aceh
Sumatera Utara
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKN PKW PKSN Lhokseumawe Lhokseumawe Sabang (I/C/1) Sabang (I/A/2) Langsa (II/C/3) Takengon (II/C/1) Meulaboh (I/D/1) Tuapejat (II/C/3) Kawasan Tebing Tinggi (II/C/1) Medan Perkotaan MedanBinjai-DeliSerdang-Karo (Mebidangro) (I/C/3) Sidikalang (II/B) Pematang Siantar (I/C/1) Balige (II/C/1) Rantau Prapat (I/C/1) Kisaran (II/C/1) Gunung Sitoli (I/D/1), (II/C/1) V-58
Provinsi
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu Bangka Belitung
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKW PKSN Padang Sidempuan (II/C/1) Sibolga (I /C/1) Padang (I/C/1) Pariaman (II/C/1) Sawahlunto (II/C/1) Muarasiberut (II/C/2) Bukittinggi (I/C/1) Solok (II/C/2) Payakumbuh Pekanbaru (I/C/1) Bangkinang (II/B) Bengkalis Dumai (I/C/1) Taluk Kuantan (II/C/1) Dumai (I/A/1) Tarempa Bengkalis (II/B) Bagan Siapi-api (II/B) Tembilahan (I/C/1) Rengat (II/C/1) Pangkalan Kerinci (II/C/1) Pasir Pangarayan (I/C/1) Siak Sri Indrapura (II/C/1) Batam (I/C/3) Tanjung Pinang (I/C/1) Batam (I/A/1) Terempa (II/B) Ranai (I/A/2) Daik Lingga (II/B) Dabo – Pulau Singkep (II/B) Tanjung Balai Karimun (I/C/1) Jambi (I/C/1) Kuala Tungkal (II/B) Sarolangun (II/B) Muarabungo (I/C/1) Muara Bulian (II/C/1) Muara Sabak Palembang (I/C/1) Muara Enim (I/C/1) Kayuagung (II/B) Baturaja (II/B) Prabumulih (II/C/1) Lubuk Linggau (I/C/1) Sekayu (II/B) Lahat (II/B) Bengkulu Manna (I/C/1) Muko-Muko (II/C/2) Curup (II/C/2) Pangkal Pinang (I/C/1) Muntok (II/B) PKN
V-59
Provinsi
Lampung
Pusat Kegiatan dalam RTRWN PKW Tanjungpandan (I/B) Manggar (II/B) Bandar Lampung M e t r o (II/C/1) (I/C/1) Kalianda (II/B) Liwa (II/C/2) Menggala (II/B) Kotabumi (I/C/1) Kota Agung (II/B) PKN
PKSN
Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014
B.2
Pengembangan Kawasan Lindung
1. Strategi untuk pemertahanan luasan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi dilakukan dengan: a. mempertahankan luasan kawasan bervegetasi hutan tetap yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b. menetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS); dan c. memulihkan kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi dalam rangka memelihara keseimbangan ekosistem pulau; b. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan berbasis DAS; c. Rehabilitasi hutan dan lahan di dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan DAS dengan mempertimbangkan morfologi tanah, curah hujan, kondisi geologi, dan jenis tanamannya. 2. Strategi untuk pengembangan pengelolaan potensi kehutanan dengan prinsip berkelanjutan, dilakukan dengan: a. merehabilitasi kawasan peruntukan hutan yang mengalami deforestasi dan degradasi; b. mengembangkan sentra kehutanan (forest based cluster industry) pada kawasan andalan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 3. Strategi perwujudan kelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati hutan tropis basah, dilakukan dengan: a. Menetapkan koridor ekosistem antarkawasan suaka alam dan pelestarian alam; dan b. Mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan budi daya pada koridor ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi.
V-60
B.3
Pengembangan Kawasan Budidaya
Strategi perwujudan pusat industri yang berdaya saing melalui pengembangan keterkaitan ekonomi antar pusat-pusat industri dilakukan dengan mengembangkan keterkaitan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan yang terhubung dengan akses ke dan dari pelabuhan dan/atau bandar udara. B.4
Pengembangan Kawasan Strategis Nasional
Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dikembangkan 5 (lima) KSN yang mendukung pengembangan wilayah di Pulau Sumatera. Strategi pengembangan kawasan strategis nasional di Pulau Sumatera dapat dilihat pada Tabel 5.14. Tabel 5.14 Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Nasional di Pulau Sumatera No 1
2
3
KSN KPBPB Sabang
Tipe Kepentingan Ekonomi
Strategi Mengembangkan Kawasan Sabang sebagai pusat perdagangan dan jasa kepelabuhan serta pariwisata internasional
Perbatasan Negara di Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara, Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau
Kepentingan Pertahanan dan Keamanan
Menetapkan batas laut sebagai kawasan yang memiliki fungsi pertahanan dan keamanan dengan Negara India, Thailand dan Malaysia Merehabilitasi dan melestarikan kawasan yang berfungsi lindung dalam rangka mempertahankan pulau-pulau kecil terluar dan pengembangan prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan yang mendukung kedaulatan dan keutuhan batas wilayah negara di Perbatasan Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara dan di Perbatasan
K/L - Kementerian Agraria dan Tata Ruang - Kementerian Koordinator Perekonomian - Kementerian Pariwisata - Kementerian Agraria dan Tata Ruang - BNPP - Kementerian Pertahanan - Kementerian Kelautan dan Perikanan - Kementerian Perhubungan - Kementerian PU dan Perumahan Rakyat
V-61
No
KSN
Tipe
4
Kawasan Perkotaan Mebidangro
Kepentingan Ekonomi
5
Kawasan Perkotaan PalembangBetungIndralayaKayuagung (Patungraya Agung)
Kepentingan Ekonomi
Strategi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau Mengembangkan dan memantapkan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing secara internasional terutama dalam kerjasama ekonomi subregional Segitiga Pertumbuhan Indonesia-MalaysiaThailand Mengembangkan dan memantapkan fungsi Kawasan Perkotaan Patung Raya Agung sebagai pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing secara internasional.
K/L - Kementerian Agraria dan Tata Ruang - Bappenas - Kementerian Koordinator Perekonomian
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang - Bappenas - Kementerian Koordinator Perekonomian
Sumber: Data diolah, Bappenas, 2014
V-62
BAB VI PENUTUP
Kegiatan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019 melalui berbagai tahap antara lain: Penyusunan White Paper Kebijakan Bidang Pertanahan; Background study Penyusunan RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang; Penyusunan Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019; Penyerapan aspirasi dari berbagai sektor pemerintahan baik yang di pusat maupun di daerah melalui rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, direktorat terkait di Bappenas, pemerintah daerah; Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Regional di 5 (lima) Regional yaitu: Pulau/Kepualauan Sulawesi, Pulau/Kepulauan MalukuPapua, Pulau/Kepulauan Jawa-Bali-Nusa Tenggara, Pulau/Kepulauan Sumatera, dan Pulau/Kepulauan Kalimantan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta; Pasca-Musrenbangnas di Jakarta; dan Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting) Penyusunan RPJMN 2015-2019. Keseluruhan masukan yang relevan dan terkait sudah diakomodir dalam Rancangan RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan baik dalam narasi maupun matriks sebagaimana terlampir dan akan menjadi acuan dan pedoman dalam pelaksanaan pembangunan bidang tata ruang dan pertanahan. Narasi RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan terdapat pada BAB 8 PEMBANGUNAN WILAYAH DAN TATA RUANG yang terdiri atas: (1) Permasalahan dan Isu Strategis Bidang Wilayah dan Tata Ruang; (2) Sasaran (Impact) Bidang Wilayah dan Tata Ruang; (3) Arah Kebijakan dan Strategi Bidang Wilayah dan Tata Ruang; (4) Kerangka Pendanaan; (5) Kerangka Regulasi; dan (6) Kerangka Kelembagaan. Sedangkan matriks RPJMN 2015-2019 memuat beberapa hal antara lain: Prioritas Bidang, Sasaran Bidang, Indikator Bidang, Program, Kegiatan, Sasaran, Indikator, Baseline 2014, Target 2015-2019, Total Alokasi Anggaran 2015-2019, dan Kementerian/Lembaga yang menjadi Penanggung Jawab/Pelaksana.
VI-1