No. 14 / 28 /DPM
Jakarta, 27 September 2012
SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA
Perihal
:
Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Standing Facilities Syariah
Sehubungan
dengan
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
10/36/PBI/2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 119) dan penyempurnaan mekanisme Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), perlu dilakukan pengaturan kembali ketentuan mengenai tata cara transaksi repurchase agreement (repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dalam rangka Standing Facilities Syariah sebagai berikut : I.
KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang tentang Perbankan Syariah yang berlaku.
3. Unit …
2
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan Syariah yang berlaku. 4. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN
adalah
berdasarkan
surat
prinsip
berharga syariah,
negara
sebagai
yang bukti
diterbitkan atas
bagian
penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah. 5. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 6. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 7. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 8. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS. 9. Haircut adalah faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 10. Sistem
Bank
Indonesia-Real
Time
Gross
Settlement
yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS. 11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank
Indonesia
termasuk
penatausahaannya
dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud …
3
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 12. Transaksi
Repurchase
Agreement
SBSN
yang
selanjutnya
disebut Repo SBSN adalah transaksi penjualan SBSN oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka Standing Facilities Syariah. 13. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. 14. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat berharga
di
central
registry
pada
BI-SSSS
yang
dapat
diperdagangkan. 15. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 16. Marjin Repo SBSN adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang melakukan transaksi Repo SBSN.
II. PERSYARATAN UMUM 1. Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’d (janji) oleh Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati. 2. Janji (wa’d) Bank kepada Bank Indonesia untuk membeli kembali SBSN dalam rangka Repo SBSN dilakukan dalam dokumen yang terpisah, sebagaimana contoh yang tercantum pada
Lampiran
I
yang
merupakan
bagian
yang
tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Repo …
4
3. Repo SBSN dilakukan dengan mekanisme non lelang. 4. Jangka waktu Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah 1 (satu) hari kerja (overnight). 5. Dalam hal setelah terjadinya Repo SBSN, tanggal jatuh tempo Repo SBSN ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan Marjin Repo SBSN atas tambahan jangka waktu Repo SBSN. 6. Bank Indonesia menetapkan Marjin Repo SBSN sebesar BI-Rate yang berlaku pada tanggal transaksi ditambah marjin tertentu. 7. Marjin Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 6 diumumkan oleh Bank Indonesia melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat sebelum window time Repo SBSN dibuka (T+0). 8. Repo SBSN disediakan Bank Indonesia pada setiap hari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank Indonesia. 9. Bank Indonesia membuka window time Repo SBSN dengan mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. 10. Bank Indonesia dapat mengubah window time Repo SBSN dan mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau
sarana
lainnya
yang
ditetapkan
Bank
Indonesia, sebelum window time. 11. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Repo SBSN sebagai berikut : a. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BIRTGS; b. tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; c. memiliki Rekening Giro; dan d. memiliki …
5
d. memiliki Rekening Surat Berharga. 12. Bank mengajukan Repo SBSN kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. 13. Bank dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 14. Bank mengajukan Repo SBSN setelah menandatangani Janji (wa’d) Untuk Membeli Kembali SBSN Dalam Rangka Repo SBSN yang telah dibubuhi meterai cukup sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran I dan menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. 15. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 14 meliputi : a. bagi
Bank
yang
kantor
pusatnya
berkedudukan
di
Indonesia: 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d) dilakukan oleh direksi; 2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani Janji (wa’d) jika penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh direksi; 3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan Janji (wa’d) dilakukan oleh direksi; atau 4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada angka 3) dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; dan
5) fotokopi …
6
5) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat yang berwenang untuk menandatangani perjanjian. b. bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri : 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili
Bank
jika
penandatangan
Janji
(wa’d)
dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); 2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani Janji (wa’d) jika penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh CEO; atau 3) dalam hal penandatangan Janji (wa’d) tidak dilakukan oleh CEO maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus
memuat
hak
CEO
untuk
mengalihkan
kewenangannya (hak substitusi); dan 4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani perjanjian. 16. Penandatanganan Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada angka 14 dilakukan pada saat Bank pertama kali mengajukan Repo SBSN Dengan Bank Indonesia. 17. Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada angka 14 berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi Janji (wa’d) dan/atau perubahan Anggaran Dasar Bank atau peraturan daerah mengenai kewenangan Direksi Bank untuk mewakili Bank atau ketentuan internal Bank yang mengatur mengenai pendelegasian wewenang. 18. Dokumen …
7
18. Dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 14 dan angka 15 disampaikan dengan surat pengantar kepada : Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. M.H Thamrin No.2 Jakarta 10350 19. Bank yang melakukan Repo SBSN wajib : a. memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi dalam Rekening Surat Berharga untuk setelmen penjualan SBSN secara repo paling lambat pada saat dilakukan setelmen Repo SBSN (first leg); dan b. memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo (second leg). 20. Setelmen Repo SBSN dilaksanakan pada hari transaksi (same day settlement) melalui mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan delivery versus payment.
III. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN 1. SBSN milik Bank yang dapat direpokan adalah: a. SBSN Jangka Panjang dan SBSN Jangka Pendek; b. tercatat dalam Rekening Surat Berharga di BI-SSSS; c. tidak sedang diagunkan; dan d. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat second leg Repo SBSN. 2. Bank Indonesia menetapkan jenis dan seri SBSN yang dapat direpokan. 3. Harga SBSN yang dapat direpokan ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di BI-SSSS dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masingmasing jenis dan seri SBSN. 4. Harga …
8
4. Harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan penjualan SBSN pada tanggal Repo SBSN (first leg) sama dengan harga SBSN yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali SBSN pada tanggal Repo SBSN jatuh tempo (second leg). 5. Bank Indonesia menetapkan besarnya Haircut untuk masingmasing jenis dan seri SBSN dalam rangka penentuan nilai setelmen penjualan SBSN. 6. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan Haircut dan mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
IV. PENGUMUMAN DAN PENGAJUAN REPO SBSN 1. Bank Indonesia cq. Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) mengumumkan antara lain window time, jenis dan seri SBSN yang dapat direpokan, Marjin Repo SBSN, jangka waktu Repo SBSN dan Haircut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau
sarana lainnya paling lambat sebelum window time Repo SBSN dibuka (T+0) untuk pertama kali. 2. Bank Indonesia cq. Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) mengumumkan Marjin Repo SBSN sebelum window time Repo SBSN dibuka (T+0). 3. Window time Repo SBSN adalah dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB pada setiap hari kerja. 4. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis SBSN, Haircut, Marjin Repo SBSN, pengumuman dilakukan sebelum window time Repo SBSN. 5. Pengajuan Repo SBSN meliputi antara lain nilai nominal, jenis dan seri SBSN yang di-repo-kan. 6. Pengajuan Repo SBSN dilakukan melalui BI-SSSS dengan mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 7. Bank4…
9
7. Bank yang melakukan Repo SBSN bertanggung jawab terhadap kebenaran data Repo SBSN yang diajukan. 8. Nilai setelmen atas setiap SBSN yang direpokan dihitung berdasarkan nilai nominal, harga, Haircut, accrued imbalan SBSN, Marjin Repo SBSN dan jangka waktu Repo SBSN. Contoh perhitungan Repo SBSN adalah sebagaimana Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
V. SETELMEN 1. Setelmen Repo SBSN melalui BI-SSSS dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan delivery versus payment. 2. Setelmen
Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1
terdiri dari: a. Setelmen penjualan SBSN (first leg). 1) Pada tanggal setelmen Repo SBSN, DPM melakukan setelmen first leg setelah pre cut off Sistem BI-RTGS. 2) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung sebagai berikut : a) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
nominal nilai ܽܿܿ݀݁ݑݎ harga setelmen = ൭SBSN yang ൱ × ቀ − ݐݑܿݎ݅ܽܪቁ൩ + ൭ imbalan ൱ SBSN ݂݈݅݃݁ ݐݏݎ direpokan SBSN
b) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
Keterangan …
10
Keterangan : Harga SBSN
:
Harga
SBSN
sebagaimana
diumumkan di BI-SSSS pada tanggal Repo SBSN. Haircut
:
Haircut
sebagaimana
diumumkan di BI-SSSS pada tanggal Repo SBSN Accrued
:
-
Accrued
kupon/imbalan
dihitung sejak 1 (satu) hari
kupon/imbalan
sesudah
tanggal
pembayaran kupon/imbalan terakhir
sampai
dengan
tanggal setelmen first leg. -
Perhitungan
accrued
kupon/imbalan didasarkan hari
SBSN
pada
yang
jumlah
sebenarnya
(actual per actual). 3) Setelmen first leg dilakukan dengan cara : a) mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal dari SBSN yang direpokan; dan b) mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 2). 4) Bank wajib menyediakan jenis dan seri SBSN yang direpokan dalam jumlah yang cukup untuk setelmen first leg. 5) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi sebagaimana dimaksud pada angka 4), setelmen first leg Repo SBSN dibatalkan. 6) Pembatalan setelmen first leg sebagaimana dimaksud pada angka 5) hanya dikenakan terhadap Repo SBSN yang tidak memiliki jenis dan seri SBSN yang sesuai dan jumlah …
11
jumlah
yang
tidak
mencukupi
sebagaimana
yang
diajukan oleh Bank. 7) Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Repo SBSN (first leg), dalam rangka
perhitungan
sementara
pengenaan
sanksi
penghentian
kegiatan
OMS,
pembatalan
mengikuti
transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen pembelian kembali SBSN (second leg). 1) Pada tanggal Repo SBSN jatuh waktu (second leg) BISSSS
secara otomatis melakukan setelmen second leg
sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS. 2) Nilai atas setelmen second leg dihitung sebesar :
Nilai Nilai Nilai Marjin Setelmen = Setelmen + Repo ݈݃݁ ݐݏݎ݂݅ ݈݃݁ ݀݊ܿ݁ݏ SBSN
dimana : Nilai Marjin Repo SBSN adalah penerimaan Bank Indonesia sesuai jangka waktu Repo SBSN. 3) Setelmen second leg dilakukan dengan cara : a) Mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada angka 2); dan b) Mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang direpokan. 4) Bank wajib menyediakan saldo Rekening Giro dalam jumlah yang cukup untuk setelmen second leg. 5) Dalam
hal
Bank
Indonesia
menerima
pembayaran
kupon/imbalan setelah transaksi Repo SBSN jatuh waktu
(second
mengkredit
leg)
Rekening
maka
Bank
Giro
sebesar
Indonesia
akan
kupon/imbalan dimaksud …
12
dimaksud
pada
tanggal
Bank
Indonesia
menerima
kupon/imbalan. 3. Kegagalan Setelmen Second Leg a. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro dalam jumlah yang cukup sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. b. Transaksi
sebagaimana
dimaksud
pada
huruf
a
diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright dengan
perhitungan
setelmen
transaksi
outright
dan
penggunaan harga surat berharga transaksi outright sebagai berikut : 1) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
2) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
Keterangan : Harga Surat
:
Harga SBSN pada transaksi first
Berharga
leg.
Accrued kupon/ :
Hak
imbalan
yang dihitung sejak 1 (satu) hari
atas
sesudah
kupon/imbalan
tanggal
SBSN
pembayaran
kupon/ imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen outright (first leg). c. Pembatalan setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada huruf a hanya dikenakan terhadap Repo SBSN yang tidak memiliki dana dalam jumlah yang mencukupi.
d. Dalam …
13
d. Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Repo SBSN jatuh waktu (second leg), dalam rangka
perhitungan
pengenaan
sanksi
penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. e. Dalam
rangka
pemenuhan
kewajiban
Bank
untuk
penyelesaian Repo SBSN jatuh waktu diakibatkan karena pembatalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1) Bank Indonesia mengkredit/mendebet Rekening Giro dengan memperhitungkan selisih accrued imbalan pada periode Repo SBSN dan Haircut yang menjadi hak Bank dengan Marjin Repo SBSN yang harus dibayarkan oleh Bank. 2) Dalam hal terdapat kupon yang diterima oleh Bank pada saat second leg, pendebetan atau pengkreditan Rekening Giro
sebagaimana
dimaksud
pada
angka
1)
memperhitungkan pengembalian accrued imbalan yang diberikan oleh Bank Indonesia saat first leg. f.
Dalam
hal
Bank
Indonesia
menerima
pembayaran
kupon/imbalan SBSN setelah Repo SBSN jatuh waktu (second
leg),
maka
Bank
Indonesia
akan
mengkredit
Rekening Giro sebesar kupon/imbalan dimaksud pada tanggal penerimaan kupon/imbalan.
VI. SANKSI 1. Dalam
hal
terjadi
pembatalan
setelmen
Repo
SBSN
sebagaimana dimaksud pada butir V.2.a.5) dan butir V.3.a, Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran …
14
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada: 1) Departemen
Perbankan
Syariah,
dalam
hal
sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwBI DN) setempat cq. Divisi Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwBI DN; b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi Repo SBSN yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.00,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada butir V.3.a dan dalam hal harga SBSN pada saat second leg lebih rendah dari harga SBSN pada transaksi first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar sebesar selisih antara harga pada transaksi first leg dan harga pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang di-Repo-kan.
3. Penyampaian …
15
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan transaksi dilakukan
OMS pada
sebagaimana 1
(satu)
dimaksud
hari
kerja
pada setelah
butir
1.c.
terjadinya
pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan setelmen Repo SBSN.
VII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember
2008
perihal
Tata
Cara
Transaksi
Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah
Repurchase
Negara (SBSN)
Dengan Bank Indonesia; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/24/DPM tanggal 30 Agustus 2010 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember 2008 perihal Tata
Cara
Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) Dengan Bank Indonesia; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 September 2012.
Agar …
16
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER