BAB 2. SISTEM SUMUR DUAL GAS LIFT
17
dP = f2 P, h; qL , qg . dh
(2.11)
P(0) = Pwh ,
(2.12)
dengan
Pwh , merupakan tekanan kepala sumur, dan P(L) = Pw f .
(2.13)
Bab 3 Performansi Sumur Dual Gas Lift
Performansi sumur dual gas lift menyatakan kemampuan sumur memproduksi cairan untuk suatu nilai laju gas injeksi tertentu. Performansi sumur gas lift akan diilustrasikan melalui kurva performansi gas lift, equal slope dan kestabilan laju produksi sumur.
3.1
Kurva Performansi Gas Lift
Kurva performansi gas lift menggambarkan hubungan antara jumlah gas injeksi dengan jumlah liquid atau cairan yang dapat diproduksi oleh sumur. Kurva performansi gas lift sangat berperan dalam menentukan jumlah total gas injeksi yang diperlukan sumur-sumur minyak pada suatu lapangan minyak. Ilustrasi mengenai kurva performansi gas lift dapat dilihat pada gambar (3.1). Persamaan (2.11) dan (2.12) merupakan permasalahan nilai awal. Misalkan P h; qL , qg solusi dari masalah nilai awal (2.11) dan (2.12). P h; qL , qg merupakan keluarga 18
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
19
fungsi yang bergantung pada dua (2) parameter bebas, qL , qg . Untuk setiap nilai qg yang diberikan, nilai qL (jika ada) dapat diperoleh dengan menambahkan syarat (2.13) pada P h; qL , qg , yakni menyelesaikan persamaan im plicit P L; qL , qg = Pw f = f1 (qL ) Himpunan semua titik qL , qg yang memenuhi (2.11), (2.12) dan (2.13) akan membentuk kurva performansi gas lift. Laju produksi cairan, (qL ) dapat dinyatakan sebagai fungsi dari laju gas injeksi, qg secara explicit, yaitu:
q L = ϕ qg
(3.1)
Gambar 3.1: Sketsa Kurva Performansi Gas Lift Eksistensi kurva performansi gas lift secara analitik untuk sumur tunggal telah dibuktikan [6]. Pada mulanya peningkatan laju injeksi gas akan meningkatkan laju produksi minyak. Namun, sejalan dengan peningkatan laju injeksi gas tersebut, suatu saat akan tercapai kondisi dimana laju injeksi gas menjadi tidak efisien lagi sebagai media pangangkat fluida dari reservoir ke permukaan, yang ditunjukkan dengan semakin ditambahkan jumlah gas injeksi, semakin menurunkan jumlah produksi minyak. Pada saat dimana kondisi ini terjadi disebut sebagai kondisi setelah
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
20
optimum. Kondisi tepat sebelum ini terjadi disebut sebagai kondisi optimum. Kondisi optimum menggambarkan bahwa banyaknya gas yang diinjeksikan kedalam sumur merupakan jumlah gas injeksi optimum yang akan mengakibatkan sumur memproduksi total cairan maksimum. Berdasarkan kurva performansi gas lift dapat ditentukan total gas injeksi yang diperlukan pada sebuah sumur jika sumur akan diproduksi pada laju produksi tertentu. Jumlah gas injeksi optimum ditunjukkan dari kemiringan pada kurva performansi gas lift, yaitu jika kemiringan kurva sama dengan nol, maka gas injeksi menunjukkan jumlah maksimum. dqL = 0. dqg
(3.2)
Dalam prakteknya, jumlah gas injeksi optimum tersebut dapat dipenuhi jika persediaan gas dilapangan tidak terbatas, tetapi untuk suatu lapangan dengan jumlah gas injeksi terbatas, jumlah gas injeksi yang diberikan untuk sumur-sumur minyak ditentukan pada saat kemiringan kurva performansi gas lift berharga positif, yaitu: dqL > 0. dqg
3.2
(3.3)
Equal Slope
slope pada istilah ini menyatakan perubahan laju produksi minyak untuk setiap peningkatan laju gas injeksi. Pada subbab (3.1) telah diuraikan mengenai kurva performansi gas lift, dan telah disebutkan bahwa nilai produksi maksimum dipenuhi oleh persamaan (3.2).Untuk beberapa sumur gas lift (lebih dari satu sumur), jumlah total
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
21
gas injeksi yang memenuhi persamaan (3.2) lebih dari yang tersedia di lapangan, hal ini tidak mungkin diterapkan mengingat gas alam memiliki nilai jual yang tinggi. Akibatnya, harus dicari laju injeksi gas dari masing-masing sumur dimana jumlah gas injeksi kurang dari yang tersedia di lapangan. Maka laju injeksi optimum ini dicari melalui slope atau kemiringan yang sama pada tiap-tiap kurva performansi gas lift. Equal Slope digunakan untuk menyelesaikan permasalahan jumlah alokasi gas injeksi pada short string dan long string pada sumur dual gas lift dengan jumlah gas injeksi terbatas[3]. Prinsip equal slope adalah menghitung kemiringan atau gradien kurva performansi gas lift. Kurva performansi gas lift menggambarkan jumlah produksi minyak sebagai fungsi dari jumlah gas yang diinjeksikan ke dalam sumur, sehingga dapat dituliskan:
qo = h qg
(3.4)
Kemiringan atau gradien dari kurva performansi gas lift dinyatakan: h0 qg
(3.5)
Fungsi turunan akan didekati oleh h qg + c − h qg lim h0 qg =c → o c
Dalam permasalahan sumur dual gas lift, equal slope akan dikenakan bagi masingmasing kurva performansi gas lift long string dan short string. Nilai produksi maksimum bagi long string dan short string untuk total gas injeksi terbatas dipenuhi
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
22
oleh persmaan, ∀qgls , qgss ∃qLls , qLss 3 h0 qgls = h0 qgss Persamaan h0 qgls = h0 qgss dapat dituliskan sebagai, h qgls + c − h qgls c
=
h qgss + c − h qgss c
diperoleh,
h qgls + c − h qgls = h qgss + c − h qgss
(3.6)
q∗Lls − qLls = q∗Lss − qLss
(3.7)
atau
3.3
Kestabilan Produksi Sumur Gas Lift
Pada sub bab berikut akan diuraikan daerah kestabilan pada sumur gas lift berdasarkan penelitian Herald Asheim [4] dan F.J.S Alhanati [5]. Dalam penelitian Asheim, dikaji mengenai kestabilan pada valve titik injeksi dan pada formasi, sedangkan Alhanati, mengkaji mengenai kestabilan pada choke gas injeksi di permukaan. Dengan menggabungkan kedua kriteria tersebut diharapkan dapat dilakukan analisa kestabilan pada sebuah sumur gas lift melalui pengukuran parameter-parameter operasi di lapangan. Penelitian mengenai kestabilan produksi pada sumur gas lift juga telah dilakukan oleh [7],[8] dan [9] dengan mengembangkan penelitian Asheim dan Alhanati.
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
3.3.1
23
Kriteria Kestabilan Asheim
Kriteria kestabilan pada formasi dikembangkan berdasarkan laju alir fluida dari reservoir ke dalam sumur, dimana laju alir tersebut lebih sensitif terhadap tekanan dibandingkan laju injeksi gas, terutama pada reservoir yang memproduksi minyak berat atau pada kondisi produksi dengan kadar air tinggi. Oleh karena, peningkatan densitas rata-rata fluida campuran yang mengalir akan menyebabkan penurunan tekanan tubing di titik injeksi. Persamaan kestabilan F1 dinyatakan dalam: ρgi q2gi Bg J F1 = > 1. qL (EA1 )2
(3.8)
ρgi menyatakan massa jenis gas di titik injeksi kg/m3 lbm/ f t3 , qgi menyatakan laju alir gas injeksi m3 /sec f t3 /s , qL menyatakan laju alir fluida reservoir m3 /sec f t3 /s . Bg adalah faktor volume gas dalam formasi, J merupakan Indeks Produktivitas, stdm3 /s.Pa[sc f /sec.psi], m3 /(kPa.s)[bpd/psi], Ai sebagai luas area port injeksi h i m2 f t2 dan E: Faktor efisiensi orifice (diasumsikan 0.7). Analisa kestabilan pada formasi ditentukan berdasarkan densitas gas injeksi, tekanan tubing di dasar sumur, dan jumlah gas injeksi yang masuk kedalam tubing. Dari kriteria ini, kestabilan aliran akan dipenuhi oleh sejumlah besar gas injeksi yang masuk ke dalam tubing, produktivity index (produktivitas cairan) tinggi, dan diameter valve injeksi yang kecil. Hal ini akan meningkatkan tekanan tubing di titik injeksi yang mengarah kepada keadaan stabil. Ketaksamaan (3.8) dapat dituliskan dalam ql = f qg sebagai langkah mendapatkan daerah kestabilan dari kriteria pertama. 0 < qL < αq2g ,
(3.9)
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT dengan, α =
24
ρg Bg J (EAi )2
Selain itu, Asheim [4] menambahkan sebuah kriteria lagi jika kriteria stabilitas F1 tidak terpenuhi. Jika F1 tidak terpenuhi, maka terjadi penurunan tekanan tubing yang akan menyebabkan laju injeksi gas meningkat dan lebih besar dari laju alir cairan. Hal ini akan menyebabkan penurunan tekanan tubing pada titik injeksi, tetapi secara bersamaan akan terjadi penurunan tekanan injeksi gas di annulus pada titik injeksi. Dengan demikian, jika penurunan tekanan annulus lebih cepat daripada penurunan tekanan tubing pada titik injeksi, maka perbedaan tekanan antara tekanan annulus dan tekanan tubing pada titik injeksi akan berkurang, dan demikian juga laju injeksi gas akan berkurang. Kondisi ini akan membuat aliran menjadi stabil. Kriteria kestabilan pada titik injeksi sebagai pengaruh penurunan tekanan annulus diberikan oleh persamaan F2 . F2 = C
qgi + qL
Vti 1 Pti > 1. Vc gDi qL [1 − F1 ] ρL − ρgi
(3.10)
Ketaksamaan (3.10) dapat dituliskan dalam
0 < qL <
dimana, β =
(1 − F1 ) Pti Vt 1 Vc gLi ρ f i −ρgi
qg . β
(3.11)
− 1.
Kriteria Asheim diatas dibangun berdasarkan kondisi steady state atau kondisi tunak. Akibatnya, hubungan antara aliran dari reservoir dan tekanan dasar sumur
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
25
diberikan oleh hubungan inflow performance relationship yang steady state. Selain itu gas injeksi yang melalui choke dipermukaan dianggap konstan dan gas injeksi yang melalui valve injeksi diasumsikan dalam kondisi isothermal. Tekanan tubing diasumsikan hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi, sedangkan percepatan dan friksi diabaikan.
3.3.2
Kriteria Kestabilan Alhanati
Kriteria kestabilan yang dikembangkan oleh Alhanati [5] merupakan pengembangan dari kriteria yang dikembangkan oleh Asheim [4], dengan tujuan melengkapi kriteria Asheim. Kriteria ini dikembangkan dari choke gas injeksi di permukaan sampai dengan gas lift valve. Dengan penambahan kriteria ini, diharapkan kestabilan produksi sumur gas lift dapat diperoleh berdasarkan parameter operasi di lapangan yang lebih lengkap. Asumsi yang digunakan pada penurunan kriteria kestabilan ini adalah bahwa tekanan distribusi gas sejak dari choke injeksi dianggap konstan. Flow regime pada choke adalah aliran kritis, dimana aliran gas injeksi yang melalui choke konstan. Untuk kasus ini, aliran gas injeksi yang masuk melalui valve injeksi meningkat seiring dengan penurunan tekanan tubing. Kriteria Alhanati dipenuhi oleh pertaksamaan: ! rv 2 − rv F1 + F3 > 0. µv µv dan
(3.12)
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
! rv F1 − 1 + rv > 0. µv dimana F1
B f q2g Jρg (EAi )2 qL
(q +q )A P , F3 (ρL −ρg )gqt t , rv g L f
Pt Pc ,
µv
26
(3.13)
(zT )t (zT )c .
Kriteria tersebut diatas merupakan kriteria yang terkait dengan kriteria F1 dan F2 . Jika hanya terjadi penurunan tekanan yang cukup kecil di valve, maka harga rv dan µv akan mendekati 1, dan pada kondisi ini kedua pertaksamaan diatas dapat direduksi menjadi:
(F1 − 1) + F3 > 0. dan F1 > 0. dimana kedua pertaksamaan tersebut selalu benar. Jika kriteria I Asheim menyebutkan F1 > 1, maka pertaksamaan (F1 − 1) + F3 > 0 memenuhi dan pertaksamaan F1 > 0, selalu benar. Ketaksamaan (3.12) dan (3.13) dapat dituliskan dalam qo qg sebagai langkah mendapatkan daerah kestabilan, yaitu:
0 < qL <
1 − F1
γqg r
µv v µv (2−rv )
0 < qL < µ
−γ
αq2g
v rv
− µv
(3.14)
(3.15)
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
27
dimana: (zT )t At Pti Pt , rv = , µv = γ= (zT )c Pc g ρ f − rhog
3.3.3
Kriteria Kestabilan Produksi Sumur Dual Gas Lift
Dengan menggunakan kriteria Asheim dan Alhanati diatas, kestabilan produksi sumur gas lift dapat dinyatakan sebagai daerah kestabilan sebagai berikut: Kriteria Asheim: 2 ρ B Jq g g g D1 = ql , qg ∈ R2 |0 < ql < 2 (EAi ) D2 = ql , qg ∈ R2 |0 < ql <
qg (1−F1 ) Pt Vt 1 Vc gL1 ρ f −ρg
(3.16)
− 1
(3.17)
Kriteria Alhanati:
D3 = ql , qg ∈ R2 |0 < ql <
At Pt qg g(ρ f −ρg )
1 − F1 µrvv
dan D4 = ql , qg ∈ R2 |0 < ql < dimana: rv =
Pt Pc ,
µv =
(zT )t (zT )c
µv (2−rv )
A Pt qg − g(ρt −ρ g) f
(3.18)
q2g ρ f Bg J
(EAi )2 µv − µv rv
(3.19)
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
28
D1 menyatakan daerah kestabilan Asheim pada formasi, D2 menyatakan daerah kestabilan Asheim pada titik injeksi. Karena D1 dan D2 bukan merupakan kriteria yang saling berpengaruh antara kriteria yang satu dengan yang lain maka hubungan antara daerah pertama dan kedua adalah gabungan D1 ∪ D2 . D3 dan D4 menyatakan daerah kestabilan Alhanati (choke gas injeksi di permukaan). Karena D3 dan D4 harus terpenuhi keduanya agar aliran pada choke injeksi di permukaan stabil, maka hubungan antara D3 dan D4 adalah irisan, D3 ∩ D4 . Kriteria Asheim D1 ∪ D2 dengan kriteria Alhanati D3 ∩ D4 tidak saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain, sehingga hubungan keterkaitan antara kriteria Asheim dan Alhanati adalah gabungan kriteria, (D1 ∪ D2 ) ∪ (D3 ∩ D4 ), yang dapat dinyatakan sebagai:
0 < ql < Γ
(3.20)
dimana: At Pt qg ! αq2 q g ρ f −ρg ) ( g g Γ = max max αq2g , , min µv , β r − µv 1 − F 1 r v µ v − v
µv 2−rv
At Pt g(ρ f −ρg )
Dalam ilustrasi ruang parameter, daerah kestabilan sumur gas lift ditunjukkan pada gambar (2.3) Dari Gambar (2.3) terlihat bahwa daerah kestabilan ditentukan oleh nilai F1 . Jika F1 =
ρg q2g Bg J ql (EAi )2
> 1 dan aliran pada choke berada pada kondisi aliran kritis maka
menurut Asheim [4], hal ini menjamin stabilitas keseluruhan sumur gas lift. Kriteria F1 diturunkan dari kondisi fisis, jika parameter reservoir Bg , J yang berada pada posisi pembilang bernilai tinggi, menunjukkan bahwa reservoir memiliki performa
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
29
Gambar 3.2: Ilustrasi Daerah Kestabilan Produksi Sumur Dual Gas Lift yang baik. Maka, daerah kestabilan memenuhi D1 , persamaan (2.22). Jika F1 =
ρg q2g Bg J ql (EAi )2
< 1 maka permasalahan sumur gas lift secara umum masih
harus didefinisikan berdasarkan keadaan di titik injeksi dan aliran gas injeksi pada choke di permukaan. Jika aliran gas injeksi pada choke dipermukaan senantiasa konstan, karena parameter aliran pada choke tersebut, yaitu P atau tekanan di downstream dan P atau tekanan pada upstream dapat diatur sehingga dapat menstabilkan aliran gas injeksi dalam choke, maka permasalahan daerah kestabilan sumur gas lift berada pada aderah D2 . Daerah kestabilan produksi sumur dual gas lift berdasarkan penurunan kriteria kestabilan Asheim [4] dan Alhanati [5] dinyatakan dalam (D1 ∪ D2 ) ∪ (D3 ∩ D4 ). Kemiringan-kemiringan pada kurva performansi gas lift didalam daerah kestabilan bagi short string dan long string untuk suatu kondisi tertentu akan diilustrasikan pada Gambar (3.3).
BAB 3. PERFORMANSI SUMUR DUAL GAS LIFT
30
Gambar 3.3: Ilustrasi kemiringan kurva performansi gas lift short string dan long string pada daerah kestabilan D1
Bab 4 Model Optimasi Alokasi Gas Injeksi Sumur Dual Gas Lift
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab 2, sumur dual gas lift merupakan sumur dengan dua tubing, long string dan short string. Gas injeksi dari permukaan akan terbagi dua, masuk ke dalam long string dan sisanya masuk ke dalam short string.
Gambar 4.1: Ilustrasi Kurva Performansi Gas Lift untuk Short String dan Long String untuk satu kondisi tertentu Hubungan antara laju injeksi gas dan laju produksi pada short string dan long string 31
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT32 dinyatakan melalui kurva performansi gas lift, seperti yang telah dijelaskan pada subbab (3.1). Kurva performansi gas lift untuk long string dan short string masingmasing diberikan oleh persamaan (4.1) dan (4.2),
qLls = ϕls qgls qLss = ϕ ss qgss
(4.1) (4.2)
Persamaan (4.1) memenuhi
dPls = f2ls Pls , hls ; qLls , qgls . dhls
(4.3)
Pls (0) = Pwhls ,
(4.4)
P(Lls ) = Pw fls = f1ls qLls .
(4.5)
dP ss = f2ss P ss , h ss ; qLss , qgss . dh ss
(4.6)
P ss (0) = Pwhss ,
(4.7)
dengan
Persamaan (4.2) memenuhi
dengan
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT33 P(L ss ) = Pw fss = f1ss qLss .
(4.8)
Agar sistem dual gas lift berjalan stabil, qgls , qgss harus terletak pada daerah kestabilan, yakni:
n o ls ls ls ss ss ss ss qgls , qgss ∈ D = Dls ∪ D ∪ D ∩ D × D ∪ D ∪ D ∩ D |0 ≤ q + q ≤ q g g g ss ls tersedia 1 2 3 4 1 2 3 4
dengan, 2 ρ B J q gls gls ls gls 2 Dls = q , q ∈ R |0 < q < L g L 2 , ls 1 ls ls EAils qL , qg ∈ R2 |0 < qL < Dls = ls 2 ls ls
qgls
1−F1ls
Vt Pt ls 1 ls Vc gLi ρ f −ρg ls ls
, − 1
Atls Ptls qgls g ρ fls −ρgls ls 2 D3 = qLls , qgls ∈ R |0 < qLls < rv µv 1 − F1ls µvls ls − ls
ls D4 = qLls , qgls ∈ R2 |0 < qLls < dimana: rvls =
Ptls Pc ,
µvls =
(zls T ls )t (zT )c
2−rvls
q2gls ρ fls Bgls Jls 2 EAils µvls rv − µvls ls
! , Atls Ptls qgls
g ρ fls −ρgls
.
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT34
D1ss
ρgss Bgss J ss q2gss 2 , = qLss , qgss ∈ R |0 < qLss < EAiss 2
ss D2 = qLss , qgss ∈ R2 |0 < qLss <
qgss (1−F1ss ) Vt ss 1 Pt ss Vc gLi ss ρ f ss −ρg
, − 1
At ss Pt ss qg ss g(ρ f ss −ρg ss ) ss 2 , D3 = qLss , qgss ∈ R |0 < qLss < A P ss qg ss µ r 1 − F1ss µvvss (2−rvss ) − g(tρss t−ρ ) ss
D4ss = qLss , qgss ∈ R2 |0 < qLss <
v ss
q2g ss ρ f ss Bg ss J ss
(EAiss )2 µv ss rv − µv ss ss
f ss
g ss
.
dimana: rvss =
Pt ss Pc ,
µvss =
(z ss T ss )t (zT )c
ls ss ss Dls 1 , D2 dan D1 , D2 masing-masing menyatakan daerah kestabilan Asheim unls ss ss tuk long string dan short string. Dls 3 , D4 dan D3 , D4 masing-masing menyatakan
daerah kestabilan Alhanati untuk long string dan short string.
4.1
Model Optimasi
Akan dibangun model optimasi sumur dual gas lift yang dikaitkan dengan equal slope. Masalah memaksimumkan produksi minyak pada sumur dual gas lift dapat dituliskan sebagai berikut.
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT35
max ϕ1 qgls + ϕ2 ξ qgls
(4.9)
0 0 dimana, qgss = ξ qgls yang memenuhi ϕ1 qgls = ϕ2 qgss . dengan qgls , qgss ∈ D. Untuk kondisi laju gas injeksi yang sangat sedikit, maka solusi optimum untuk model dual gas lift mungkin jatuh dibawah kurva performansi gas lift. Kondisi ini tidak diharapkan, karena tidak memberikan interpretasi kemampuan produksi sumur gas lift. Pada penelitian ini, laju gas injeksi optimum akan dicari pada daerah kestabilan sepanjang kurva performansi gas lift. Daerah pencarian laju gas injeksi optimum dinyatakan dalam Dqg
o n Dqg = qgls , qgss |q+gls ≤ qgls ≤ qgtersedia , q+gss ≤ qgss ≤ qgtersedia
(4.10)
q+gls dan q+gss adalah nilai laju gas injeksi terkecil sehingga titik q+gls , q+Lls dan q+gss , q+Lss berada pada kurva performansi gas lift didalam daerah kestabilan.
4.2
Skema Numerik
Untuk suatu nilai qgls dan qgss yang diberikan, nilai ϕ1 qgls dan ϕ2 qgss dapat diperoleh dari solusi persamaan implicit, Pls Lls ; qgls , qLls − Pw fls qLls = 0 P ss L ss ; qgss , qLss − Pw fss qLss = 0
(4.11) (4.12)
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT36 Dimana Pls Lls ; qgls , qLls memenuhi masalah nilai awal (4.3), (4.4) dan (4.5). P ss L ss ; qgss , qLss memenuhi masalah nilai awal (4.6), (4.7) dan (4.8). Dalam skema numerik, Pls Lls ; qgls , qLls dan P ss L ss ; qgss , qLss akan dihitung dengan metode Runge-Kutta orde 4. Nilai qLls dan qLss akan dihitung dengan metode shooting, (prosedur metode shooting dapat dilihat di lampiran). Dalam skema numerik, permasalahan optimasi (4.11) dapat dinyatakan sebagai masalah pemaksimuman produksi liquid dari short string dan long string. max qL¯ ls + qL¯ ss
(4.13)
dengan, q∗L¯ ls − qL¯ ls = q∗L¯ ss − qL¯ ss
(4.14)
qgls + qgss ≤ qqtersedia
(4.15)
dan, qgls , qgss ∈ D(qg ) .
Nilai qL¯ ls dan qL¯ ss diperoleh dengan metode shooting untuk nilai qgls dan qgss yang berpadanan. Nilai q∗L¯ ls dan q∗L¯ ss diperoleh dengan metode shooting untuk nilai qgls + c dan qgss + c yang berpadanan, untuk suatu nilai c yang cukup kecil. Permasalahan optimasi ini akan diselesaikan dengan menggunakan algoritma genetika. Untuk menyelesaikan permasalahan dengan algoritma genetika diperlukan mengubah masalah optimasi dengan kendala menjadi masalah optimasi tanpa kendala, dengan menggunakan pendekatan fungsi penalti. Permasalahan pemaksimuman (4.13), (4.14) dan (4.15) dapat dituliskan menjadi masalah peminimuman,
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT37
min f =
1 1 + qL¯ ls + qL¯ ss
+ r1 g + r2 h
(4.16)
qgls , qgss ∈ Dqg . h i2 g = max 0, qgss + qgls − qgtersedia . 2 h = q∗L¯ ls − qL¯ ls = q∗L¯ ss − qL¯ ss .
dengan,
r1 dan r2 merupakan faktor penalti yang nilainya diambil cukup besar. Dalam algoritma genetika, r1 dan r2 akan dipilih sebagai fungsi yang naik terhadap generasi.
4.3
Algoritma Genetika
Algoritma genetika merupakan metode optimasi dengan menggunakan teknik pencarian acak berdasarkan mekanisme seleksi alam. Algoritma genetika dapat menyelesaikan permasalahan optimasi dengan kendala maupun masalah optimasi tanpa kendala. Masalah optimasi dengan kendala terbagi menjadi kendala persamaan (equality constraints) dan atau kendala pertaksamaan (inequality constraints). Algoritma Genetika bekerja pada sekumpulan titik calon solusi optimum yang disebut sebagai populasi [10],[11]. Setiap titik di dalam populasi disebut sebagai individu, dan setiap individu dinyatakan oleh sejumlah bit yang merepresentasikan sifat dan karakteristik dari individu itu sendiri. Dalam thesis ini digunakan string biner untuk menyatakan sejumlah bit tersebut. Untuk suatu populasi akan diproses melalui beberapa iterasi sehingga diperoleh individu terbaik sebagai solusi optimum dari permasalahan yang diberikan. Ukuran baik atau tidaknya suatu individu dilihat dari nilai fitness-nya, dimana nilai fitness merupakan harga dari suatu individu yang diperoleh dengan cara memetakan
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT38 individu tersebut menjadi suatu fungsi fitness. Individu yang memiliki nilai fitness tertinggi di dalam suatu populasi merupakan individu terbaik. Secara umum langkah-langkah pada algoritma genetika dijelaskan pada sub bab berikut ini.
4.3.1
Populasi Awal Pada Algoritma Genetika
Pada tahap awal, Algoritma Genetika akan membangkitkan sebanyak N individu, dari bilangan acak, yang disebut sebagai ukuran populasi. N individu ini disebut sebagai populasi awal. Setiap individu dinyatakan oleh sejumlah bit, yang dalam thesis ini direpresentasikan dalam string biner. Namun, sebelum membangkitkan individu-individu tersebut, perlu ditentukan panjang dari string biner yang akan digunakan untuk merepresentasikan masing-masing individu dalam populasi. Panjang string biner dalam algoritma genetika didefinisikan sebagai berikut: Misalkan diberikan suatu permasalahan yang memiliki M variabel x1 , x2 , . . . , x M dengan xi ∈ [ai , bi ] dan ki merupakan ketelitian angka di belakang koma yang dikehendaki untuk variabel ke-i, untuk i = 1, 2, . . . , N. Misalkan li adalah panjang string biner yang akan ditentukan untuk variabel ke-i, maka li yang optimal adalah bilangan bulat li terkecil yang memenuhi persamaan berikut : 1 + (bi − ai ) · 10ki ≤ 2li . untuk i = 1, 2, . . . , N. Panjang string biner yang mewakili suatu individu l merupakan jumlah dari panjang
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT39 string biner untuk setiap variabel: l=
N X
li .
i=1
Selanjutnya, populasi awal dibangun dengan membangkitkan bilangan acak yaitu bilangan 1 dan 0 sebanyak ukuran populasi dikalikan dengan panjang string satu individu, yaitu N × l. Bilangan acak diperoleh dengan menggunakan fungsi pembangkit bilangan acak yang tersedia dalam perangkat lunak komputer.
4.3.2
Fungsi Fitness
Setelah terbentuk populasi awal yang berupa string biner dilanjutkan dengan menghitung nilai objektif, f (x) dengan merubah terlebih dahulu dari string biner ke real. Dalam algoritma genetika untuk mengukur tingkat adaptif suatu individu terhadap lingkungannya digunakan fungsi fitness. Fungsi fitness F (x) merupakan hasil transformasi dari fungsi objektifnya. Karena permasalahan yang dihadapi adalah masalah meminimumkan suatu fungsi objektif f maka fungsi fitness F yang digunakan adalah: F (x) = max ( f (x1 ) , f (x2 ) , . . . , f (xN )) − f (xi ) .
Untuk i = 1, 2, . . . , N menyatakan banyaknya individu.
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT40
4.3.3
Elitis
Elitis merupakan pemilihan individu terbaik dalam populasi pada suatu generasi untuk terus memasuki generasi berikutnya. Elitis bertujuan untuk menjamin individu dengan nilai fitness tertinggi untuk tetap bertahan ke tahap lebih lanjut. Biasanya jumlah individu yang dipilih dalam elitis adalah dua individu.
max F (x) . Dengan F (x) = max ( f (x1 ) , f (x2 ) , . . . , f (xN )) − f (xi ).
4.3.4
Reproduksi
Setelah populasi mengalami proses elitis, selanjutnya populasi akan mengalami reproduksi, yang merupakan pemilihan individu dalam populasi secara acak berdasarkan nilai fitness-nya. Semakin tinggi nilai fitness suatu individu berarti semakin besar peluangnya untuk terpilih memasuki tahap selanjutnya, bahkan memungkinkan suatu individu terpilih lebih dari satu kali. Reproduksi yang digunakan dalam Algoritma Genetika Sederhana adalah reproduksi yang berdasarkan mekanisme roda rolet (roulette wheel). Semakin tinggi nilai fitness suatu individu, semakin besar proporsi areanya di roda rolet. Pemilihan individu dilakukan dengan memutar roda rolet secara acak sebanyak ukuran populasi. Individu yang proporsi areanya ditunjuk oleh pin roda rolet berarti berhak memasuki tahap selanjutnya. Oleh karena itu, individu yang memiliki proporsi area yang lebih besar memiliki peluang untuk terpilih yang lebih besar pula. Misalkan suatu populasi terdiri dari lima individu dengan nilai fitness masing-
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT41 masing. Setiap individu memiliki peluang seleksi yang besarnya bergantung pada nilai fitness-nya. Selanjutnya, ilustrasi roda rolet dapat digambarkan pada gambar(3.2).
Gambar 4.2: Roulette Wheel Langkah-langkah proses reproduksi:
1. Hitung total nilai fitness populasi Ftotal =
N X
f (xi ) , i = 1, 2, . . . , N
i=1
2. Hitung peluang seleksi setiap individu Pi =
F (xi ) , i = 1, 2, . . . , N Ftotal
3. Hitung peluang kumulatif setiap individu: Qk =
k X
Pi , k = 1, 2, . . . , N
i=1
4. Acak bilangan r antara 0 dan 1, kemudian tentukan bilangan bulat terkecil j
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT42 sehingga r ≤ Q j , maka individu ke- j merupakan individu yang bertahan ke tahap selanjutnya 5. Ulangi langkah 4 sampai diperoleh sebanyak N − e individu, e merupakan banyak individu dalam elitis.
4.3.5
Persilangan (Crossover)
Setelah populasi mengalami proses elitis dan reproduksi, selanjutnya di dalam populasi akan mengalami persilangan, yang merupakan pertukaran substring antara dua individu secara acak sehingga menghasilkan dua individu yang baru. Dalam proses persilangan terdapat peluang persilangan (Pc ) yang menentukan apakah di antara dua individu yang dipilih secara acak tersebut akan mengalami persilangan atau tidak. Metode persilangan yang digunakan dalam thesis ini adalah one point cut, dimana dipilih suatu bilangan acak di antara 1 dan n − 1 sebagai posisi persilangan, dengan n adalah panjang string dari suatu individu. Misalkan bilangan acak yang diperoleh adalah tiga maka persilangan terjadi pada posisi di antara bit ketiga dan bit keempat. Skema metode one point cut dapat digambarkan sebagai berikut.
Langkah-langkah persilangan: j k 1. Semua individu dalam populasi dipasangkan dua-dua sehingga terbentuk N2 j k pasangan ; N2 = bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau sama dengan N 2.
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT43 2. Acak bilangan rk antara [0, 1], k = 0, 1, . . . ,
j k N 2
=; jika rk < Pc maka pasan-
gan ke-k mengalami persilangan jika tidak, pasangan ke-k tidak mengalami persilangan.
4.3.6
Mutasi
Mutasi adalah proses evolusi terakhir yang dialami oleh populasi setelah mengalami elitis, reproduksi, dan persilangan. Mutasi merupakan perubahan nilai bit individu secara acak dari 1 menjadi 0 dan dari 0 menjadi 1. Dalam proses mutasi juga terdapat peluang mutasi (Pm ) yang menentukan apakah suatu bit dari individu dalam populasi mengalami mutasi atau tidak. Langkah-langkah mutasi: 1. Acak bilangan rk ∈ [0, 1], k = 0, 1, . . . , R R merupakan banyak bit dalam populasi, yakni ukuran populasi dikalikan dengan panjang satu individu 2. Jika rk < Pm maka ubah nilai bit ke-k dari 0 menjadi 1 atau dari 1 menjadi 0 Jika tidak maka bit ke -k tidak mengalami mutasi
4.3.7
Uji Penghentian
Terdapat dua pengujian yang dilakukan untuk menentukan kriteria penghentian iterasi, yakni : Uji kekonvergenan dan uji iterasi.
1. Uji Kekonvergenan Iterasi akan dihentikan apabila populasi telah mengalami kestabilan. Suatu populasi dikatakan stabil apabila populasi tersebut memenuhi definisi kesta-
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT44 bilan populasi sebagai berikut. Definisi Populasi Stabil(Offersman 1995): Misalkan P suatu populasi yang terdiri dari n individu. l banyaknya gen dari suatu individu. Ai = Ai (1), Ai (2), . . . , Ai (l) kromosom untuk individu ke-i pada P. Gen Ai dikatakan stabil jika dan hanya jika terdapat lebih dari 90% individu dalam populasi dengan Ai (p) = c; c = 1, 2, . . . , n c bernilai 0 atau 1 untuk suatu p (p = 1, 2, . . . , l). Permutasi dikatakan stabil apabila semua gen dalam P tersebut stabil. Pada praktiknya, kriteria ini sulit untuk dicapai, terutama bila panjang string yang digunakan cukup besar. 2. Uji Iterasi Selain kriteria kekonvergenan di atas, suatu iterasi akan mengalami penghentian apabila telah mencapai iterasi maksimum yang telah ditentukan sebelumnya.
4.3.8
Fungsi Penalti
Permasalahan alokasi gas injeksi untuk mendapatkan total produksi maksimum merupakan permasalahan optimisasi dengan kendala. Algoritma genetika akan menyelesaikan permasalahan optimisasi tersebut dengan mengubahnya menjadi fungsi tanpa kendala atau dengan kendala yang sederhana (domain constraints). Kendala ditambahkan pada fungsi objektif melalui parameter penalti apabila terjadi pelanggaran terhadap kendala. Secara umum, fungsi penalti yang tepat harus memberikan penalti positif untuk titik infeasible dan meniadakan penalti untuk titik feasible. Apabila diberikan suatu masalah optimasi yang disertai kendala seperti berikut: gi (X) ≤ 0, untuk i = 1, 2 . . . , m.
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT45 h j (X) = 0, untuk i = 1, 2 . . . , n. Maka fungsi penalti P yang sesuai untuk masalah tersebut adalah:
P (X) =
m l X X φ gi (X) + ϕ [hi (X)] i=1
i=1
dengan φ dan ϕ fungsi kontinu yang memenuhi: φ(y) = 0 jika y ≤ 0 dan φ(y) ≥ 0 jika y > 0. ϕ(y) = 0 jika y = 0 dan ϕ(y) > 0 jika y , 0. Bentuk fungsi yang memenuhi persamaan diatas: φ(y) = max (0, y) q dan ϕ(y) = |y|q q merupakan bilangan bulat positif. Oleh karena itu, fungsi penalti P biasanya berbentuk:
m n X q X P (X) = max (0, gi (x)) + |hi (x)|q i=1
4.4
i=1
Penerapan algoritma genetika dalam masalah optimasi alokasi gas injeksi dalam sumur dual gas lift
Prosedur metode algoritma genetik dalam mencari solusi optimum dalam daerah kestabilan bagi permasalahan dual gas lift:
1. Menentukan banyaknya generasi.
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT46 2. Menentukan banyaknya individu dalam sebuah generasi. 3. Menentukan peluang persilangan (cross over). 4. Menentukan peluang mutasi. 5. Menentukan ketelitian yang diinginkan. 6. Dalam kasus optimasi pada sumur dual gas lift ini dibutuhkan 2 (dua) buah kromosom yang berada pada sebuah populasi. Dimana dua buah kromosom tersebut mewakili qgss , qgls . Daerah pencarian dibatasi pada daerah kestabilan produksi masing-masing string. 7. Menghitung nilai qL untuk masing-masing tubing dengan metode Shooting dan Runge-Kutta orde 4 dimana nilai qg diperoleh dari variabel acak pada nomor 6. 8. Melakukan proses evolusi yaitu menghitung nilai kendala, nilai fungsi objektif dan nilai fungsi fitness. 9. Melakukan proses seleksi (elitis dan reproduksi) dan proses evolusi (mutasi dan cross over). 10. Memeriksa kriteria pemberhentian, bila belum terpenuhi kembali ke nomor 7.
Diagram alir penyelesaian optimasi alokasi gas injeksi diilustrasikan pada Gambar (4.3). Sedangkan diagram alir mengenai proses optimasi dengan menggunakan algoritma genetika diilustrasikan pada gambar (4.4).
BAB 4. MODEL OPTIMASI ALOKASI GAS INJEKSI SUMUR DUAL GAS LIFT47
Gambar 4.3: Diagram alir tesis
Gambar 4.4: Diagram alir proses optimasi dengan algoritma genetika