TUGAS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
ALFRED ADLER (INTI TEORI, STRUKTUR KEPRIBADIAN DAN DINAMIKA KEPRIBADIAN)
ZHAFRAN FADHIL DAMARA (1471042015) ANNISA WIDYA SARI (14710420 MUH. RAHMAT FAHREZA (1371041032)
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI MAKASSSAR MAKASSAR 2015
A. PENGANTAR Alfred Adler adalah bapak Individual Psychologie. Beliau lahir di Wina pada tahun 1870. Pada awalnya Adler bekerja sama dengan Freud dan menjadi anggota serta akhirnya menjadi presiden “Masyarakat Psikoanalisis Wina”. Namun dia segera mengembangkan pendapatnya sendiri yang menyimpang dari pendapat Freud serta lain-lain anggota persatuan itu, yang akhirnya menyebabkan dia mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai
presiden
serta
dari
keanggotaannya
dalam
“Masyarakat Psikoanalisis Wina” tersebut dan mendirikan aliran baru yang diberinya nama Individual Psychologie. Hal ini terjadi pada tahun 1911. Seperti psikoanalisis pengaruh Adler juga lekas meluas, walaupun tidak seluas pengaruh Psikoanalisis, terutama karena Dler dengan pengikut-pengikutnya
mempraktekkan
teorinya
dalam
lapangan
pendidikan. Pendapat-pendapat Adler tetap terpelihara dan bertambah luas berkat adanya “The American Society of Individual Psycholody” yang mempunyai majalah tersendiri, yaitu: The American Journal of Individual Psychology. B. INTI TEORI Alfred Adler menggambarkan manusia bukan sebagai korban dari insting dan konflik yang dikontrol oleh sifat-sifat bipologis dan pengalaman masa kecil. Menurut Adler manusia adalah makhluk social. Kepribadian kita terbentuk dari lingkungan social dan interaksi yang unik, bukan oleh usaha-usaha mencapai kepuasan biologis. Karena itu Adler meminimalisir peran seks dalam teorinya. Bagi Adler, yang menjadi inti dari kepribadian adalah alam sadar kita dan manusia mamiliki kebebasan untuk mengatur diri dan mengarahkan diripada tujuan kita, bukan diatur oleh factor-faktor dari luar yang tidak dapat kita control. Teori Adler dapat dipahami lewat pengertian-pengertian pokok yang dipergunakannya untuk membahas kepribadian. Pengertian pokok tersebut antara lain: 1. Individualitas sebagai pokok persoalan
Menurut Adler tiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifatsifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh sesorang membawakan corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual. 2. Pandangan Teleologis: Finalisme Semu Adler bergagasan bahwa manusia lebih didorong oleh harapanharapannya terhadap masa depan daripada pengalaman-pengalaman masa lampaunya. Tujuan itu tidak ada di masa depan sebagai bagian daripada suatu rancangan teleologis, melainkan ada secara subyektif (dalam diri si subyek) pada waktu kini sebagai keinginan atau cita-cita yang mempengaruhi tingkah laku dewasa ini. Jadi, segala aktivitas proses psikis ditentukan oleh motif-motif tertentu, juga bilamana motifmotif ini tak disadari oleh yang bersangkutan. Tiap orang mempunyai Leitlenie, yaitu rancangan hidup rahasia yang tak disadari, yang diperjuangkan terhadap segala rintangan. Tujuan yang ingin dikejara manusia itu mungkin hanya suatu fiksi belaka, yaitu cita-cita yang tak mungkin pelecut
direalisasikan, yang
nyata
namun
kendatipun
bagi usaha
demikian
merupakan
manusia, dan karenanya
juga
merupakan sumber keterangan bagi tingkah lakunya. 3. Dua Dorongan Pokok Dalam diri manusia
terdapat
dua
dorongan
pokok
yang
melatarbelakangi tingkah lakunya, yaitu : a. Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bergerak dan mengabdi kepada masyarakat b. Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak dan mengabdi kepada aku sendiri. Mengenai dorongan keakuan ini Adler menyimpulkan bahwa manusia bertindak karena dorongan superior, dorongan untuk berharga, untuk lebih sempurna. Dorongan untuk berharga ini adalah hal yang ada dalam diri subyek, sebagai bagian dari hidupnya, ya, malahan hidup itu sendiri. Sejak lahir sampai mati dorongan superioritas itu membawa
pribadi
dari
satu
fase
perkembangan
ke
fase
selanjutnya. Dorongan ini dapat menjelma kedalam beribu-ribu bentuk cara.
4. Rasa Rendah Diri dan Kompensasi Adler berpendapat bahwa rasa rendah diri bukanlah suatu pertanda ketidaknormalan; melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia. Misalnya saja anak merasa kurang jika membandingkan diri dengan orang dewasa, dan karenanya didorong untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi, dan apabila dia telah mencapai taraf perkembangan itu timmbul lagi rasa diri kurangnya dan didorong untuk maju lagi, demikian selanjutnya. Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebihan sehingga manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah diri atau kompleks untuk superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupak pendorng kea rah kemajuan artau kesmpurnaan (superior). Meskipun rasa rendah diri itu membawa penderitaan, namun hilangnya
rasa
kenikmatan.
rendah
Bagi
Adler
diri
tidak
tujuan
mesti
manusia
berarti bukanlah
mendatangkan mendapatkan
kenikmatan, akan tetapi mencapai kesempurnaan. 5. Dorongan Kemasyarakatan Pada mula-mulanya Adlere hanya memntingkan dorongan keakuan, masalah rendah diri dan usaha menjdai superior karena itu dia banyak mendapat kecaman. Karena itu dia, yang juga menjadi pendukung demokrasi kemasyarakatan, akhirnya memperluas pendapatrnya dan mencakup
dorongan
kemasyarakatan.
Dalam
bentuk
konkretnya
dorongan ini misalnya berwujud kooperasi, hubungan social hubungan antar pribadi, mengikatkan diri dengan kelompok, dan sebagainya. Secara teori, dalam arti luas, dorongan kemasyarakatan merupakan dorongan untuk membantu masyarakat guna mencapoai tujuan masyarakat yang sempurna. Dalam hubungan ini Adler menyatakan “Social interest is true and inevitable compensation for all the natural weaknesses of individual human being”. 6. Gaya Hidup, Leitlinie
Gaya hidup adlaha pengertian yang sentral dalam teori Adler, tetapi juga pengertian yang paling susah dijelaskan. Gaya hidup ini adalah prinsip yang dapat dipakai landasan untuk memahami tingkah laku sesorang; inilah yang melatarbelakangi sifat khas seseorang. Tiap orang punya gaya hidup masing-masing. Tiap orang punya tujuan yang sama ytaitu mencapai superioritas, namun caranya untuk mencapai tujuan
itu
boleh
dikata
tak
terhingga
banyaknya,
ada
yang
mengbangkan akalnya, ada yang dengan melatih otot-ototnya, dan sebagainya. Gaya hidup si pemikir dan si olahragawan adalah lain. Tiap tingkah laku orang tentu membawakan gaya hidupnya; dia mengamati, berangan,angan, berpikir serta bertindak dalam gayanya sendiri yang khas. Inilah gaya hidupnya, Leitlinie, yang menjadi pembimbing dalam hidupnya dan diperjuangkannya terhadap segala macam rintangan. Menurut Adler gaya hidup itu ditentukan oleh inferioritas yang khusus, jadi gaya hidup itu adalah suatu bentuk kompensasi terhadap kekurangsempurnaan tertentu. 7. Diri yang Kreatif Diri yang kreatif adalah penggerak utama, pegangan filsafat, sebab perta,ma bagi semua tingkah laku. Sukarnya menjelaskan soal ini ialaha karena orang tak dapat menyaksikannya secara langsung akan tetapi
hanya
menyaksikan
lewat
manifestasinya.
Inilah
yang
mengantarai antara perangsang yang dihadapi individu dengan respon yang dilakukan. Diri yang kreatif inilah yang memberi arti kepada hidup,
yang
menetapkan
tujuan
serta
membuat
alat
untuk
mencapainya. C. STRUKTUR KEPRIBADIAN Manusia dimotivasi oleh adanya dorongan utama, yaitu mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Inferioritas berarti merasa lemah dan tidak memiliki keterampilan untuk menghadapi tugas atau keadaan yang harus diselesaikan. Hal itu tidak berarti rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, meskipun ada unsur membandingkan kemampuan diri dengan kemampuan orang lain
yang lebih matang dan berpengalaman. Misalnya manusia yang lebih lemah akan berjuang untuk menjadi lebih kuat. Mengenai perasaan inferioritas Adler mengemukakan dua sumber inferioritas yaitu inferioritas fisik dan inferioritas psikologis. a. Inferioritas fisik adalah rasa tidak lengkap oleh
adanya
kekurangan-kekurangan dalam tubuh. Ada inferioritas dalam tubuh dan kompensasi berlebihan. Dalam praktik kedokteran, Adler tertarik untuk menemukan jawaban mengapa orang yang terkena penyakit tertentu akan berusaha untuk mengatasinya. Ia menemukan
bahwa
gangguan
pada
tubuh
sebenarnya
merupakan inferioritas dasar yang timbul karena hereditas atau kelainan
dalam
perkembangan.
Contoh
terkenal
adalah
Demosthenes, seorang yang gagap ketika kanak-kanak, namun berkat latihan yang keras kemudian menjadi seorang orator ulung yang terkenal. b. Inferioritas psikologis, yaitu perasaan-perasaan inferioritas yang bersumber pada rasa tidak lengkap atau tidak sempurna dalam setiap bidang kehidupan. Contoh: anak yang dimotivasikan oleh perasaan
inferior
perkembangan
akan
yang
berjuang lebih
untuk
tinggi.
mencapai
Setelah
taraf
mencapai
perkembangan yang diinginkan, muncul lagi perasaan inferioritas lalu ada perjuangan lagi, demikian akan terjadi seterusnya. Perasaan
inferioritas
bukan
suatu
pertanda
abnormalitas,
melainkan justru penyebab segala bentuk penyempurnaan dalam kehidupan manusia. D. DINAMIKA KEPRIBADIAN Striving for Superiority, or Perfection Striving for Superiority adalah suatu usaha untuk terus menerus menjadi lebih baik, untuk menjadi lebih dekat dengan tujuan yang ingin dia capai. Adler menggambarkan Striving for Superiority sebagai dasar fundamental dari kehidupan dan bukan usaha untuk menjadi lebih baik dari orang lain, atau untuk menguasai. Adler mengatakan bahwa kita berjuang menjadi superior sebagai usaha melengkapi diri kita atau membuat merasa utuh. Fictional final goals
Kita hidup dalam dunia dimana ada anggapan bahwa semua orang itu sama, atau pada dasarnya semua orang itu baik. Kepercayaan ini mempengaruhi cara kita bertingkah laku kepada orang lain. Misalnya, jika
kita
percaya
bahwa
dengan melakukan hal-hal
baik
akan
membawa kita ke surga7u maka kita akan melakukannya. The style of life Tujuan utama kita adala superiority atau perfection (kesempurnaan), tapi
cara
kita
untuk
menuju
hal
tersebut
berbeda-beda.
Kita
mengembangkan subuah pola unuk dari karakter, tingkah laku, kebiasaan, yang mana disebut Adler sebagai style of life. Semua yang kita lakukan terbentuk dengan keunikan gaya hidup kita. Hal ini menentukan aspek kehidupan mana yang cenderung kita sukai atau tidak sukai, dan sikap mana yang kita pegang. Gaya hidup dipelajari dari interkasi social yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan. Adler mengatakan bahwa gaya hidup terbentuk sejak umur 4 atau 5 tahun, dan setelah itu sangat sulit untuk dirubah. Gaya hidup menjadi penentu dari sikap-sikap kita kedepannya. Social interest Adler percaya bahwa bergaul dengan orang lain merupaka tugas pertsama kita dalam menghadapi hidup. Adler mengkonsepsikan minat social sebagai potensial individu yang dibawa sejak lahir untuk bekerja sama dengan orang lain mencapai tujuan pribadi maupun sosial. Creative self Adler berpendapat bahwa setiap orang memiliki control terhadap hidupnya sendiri dan bahwa mereka menciptakan style of life mereka sendiri. Kekuata kreativitas itulah yang membuat individu menciptakan diri, karakter, serta kepribadian mereka. E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI ADLER Tiap teori pastilah memiliki nilai plus dan minus di dalamnya. Mengenai teori Adler ini, kelompok kami telah berdiskusi dan menyimpulkan, bahwa kelebihan teori Adler adalah:
Teorinya konsisten secara keseluruhan dan teori ini memiliki kekuatan untuk tetap bertahan melawan waktu, mengimplikasikan bahwa teori ini mengandung kebenaran.
Pandangannya lebih optimis daripada teori Freud mengenai manusia, dan lebih berorientasi kepada masa depan.
Teorinya sangat aplikatif dan praktis, khususnya dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Teorinya menarik dan unik, sehingga membangkitkan minat para peneliti untuk melakukan berbagai riset dan menggali bidang psikologi lebih dalam.
Teori Adler membuat pandangan terhadap aspek sosial manusia lebih dikenal.
Sedangkan kekurangan dari teori ini adalah sebagai berikut.
Pada kenyataannya, tidak semua penderita cacat fisik mengubah kelemahannya menjadi suatu kekuatan.
Teori ini hanya melihat pada hereditas dan lingkungan, meminimalkan pengaruh kognitif.
DAFTAR PUSTAKA Naisaban, L. 2004. Para Psikolog Terkemuka di Dunia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana. Suryabrata, S. 2013. Edisi ke-20 Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers. Yusuf, S, LN, dan Juntika, N. 2007. Teori kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.