Yusuf Wibisono
Umroh Minimalis
Oktober 2014
UMROH MINIMALIS Bismillahirohmaanirrohiim. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah beserta sanak keluarganya dan segenap orang-orang baik yang bersamanya. Berikut ini adalah tulisan ringkas tentang umroh, suatu ibadah sunnah bernilai tinggi yang tidak diketahui oleh banyak orang Islam yang belum melaksanakannya, atau diketahui samar-samar saja. Tulisan ini dibuat ringkas/concise, supaya bisa selesai dibaca, dalam sekali baca, dan tidak dimaksudkan untuk komprehensif. Walau begitu diharapkan tulisan singkat ini bisa membuat yang samar menjadi lebih benderang. Info Detil, Syarat, Niat, & Ihram Umroh sering disebut sebagai ‘haji kecil’ atau 'haji kecilkecilan'. Jadi, untuk membahas ikhwal umroh, sedikit-sedikit dirujuk haji juga. Syarat untuk berhaji adalah standar saja (1) Islam; (2) aqilbaligh (dewasa & berakal sehat); (3) merdeka (bukan budak); dan (4) mampu (istitho'ah). Syarat umroh idem ditto. Beberapa orang, terlalu membesar-besarkan soal 'mampu'nya, sehingga disebutkan sebagai rukun islam kelima 'berhaji bila mampu'. Padahal, itu standar saja. Puasa juga mempersyaratkan 'mampu', demikian pula zakat. Jadi, demi praktisnya menurut saya tidak perlulah disebutkan dalam rukun Islam: berpuasa jika mampu, berzakat sesuai kemampuan dan jika mampu, dan berhaji jika mampu. Rukun haji dan umroh pertama: berihram dan berniat. 2
Berbeda dengan sholat yang niatnya itu tidak mesti eksplisit, haji dan umrah niatnya harus dideklarasikan secara eksplisit setelah berpakaian yang memenuhi syarat pakaian ihram. LABBAIKA ALLAHUMMA 'UMROTAN, (Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, untuk berumrah) dan untuk haji: Labbaika allahumma 'hajjan, (Aku sambut panggilan-Mu ya Allah, untuk berhaji). Satu hal penting, kadang lupa di-garisbawah-i oleh para ulama, adalah bahwa berhaji atau berumroh itu mesti dengan niat dan tekad yang mantap. Tidak boleh ogah-ogahan, setengah nggak hati, atau dengan perasaan 'sok nggak butuh'. Di balik niat yang setengah-setengah itu, kemungkinannya biasanya ada beberapa alternatif: (1) ada perasaan ketakutan, atau minder berlebihan yang tidak beralasan (in a sense, ini adalah semacam 'berprasangka buruk kepada Allah', which is tidak boleh); atau sebaliknya (2) ada perasaan kelewat jumawa, atau pede berlebihan, meremehkan tanah harom (gue gitu loh, masak sih ke tanah haram gagal? Atau perasaan lain semacam itu). Condong kiri, tidak boleh. Condong kanan, tidak boleh. Dan Islam itu adalah yang tengahtengah. Niat harus mantap, tapi tidak boleh kepedean berlebihan. Itu kurang lebihnya dari sisi niatnya. Banyak kisah menceritakan, yang niatnya gak pas ini, kelewat ke kiri atau kelewat ke kanan, beware... nanti ibadahnya malah banyak terkendala, atau banyak gangguan. Wallahualam. Mudah-mudahan anda semua tidak mengalami hal seperti itu. Insya Allah saya doakan. Amat bagus kalau kemantapan niat itu sudah disiapkan jauh sebelum berangkat dari tanah air atau dari kampung halaman. Setelah niat, berikutnya soal pakaian. Pakaian ihram untuk pria ditentukan: (1) hanya terdiri dari dua helai kain tidak berjahit (tidak boleh lebih dari dua helai, dan tidak boleh 3
berjahit); (2) tidak boleh membuka aurat; (3) tidak boleh memakai alas kaki yang menutup tumit dan mata kaki, dan (4) tidak boleh memakai penutup kepala. Kecuali kalau kepepet/darurat (misalnya: berupa perban karena pertimbangan medis, dan seperti itu, bisa digolongkan sebagai darurat). Disunnahkan: warnanya putih, yang sederhana saja, bukan yang mewah. Dalam hal ini, sekali lagi: untuk pria. Eh, soal warna itu sunnah atau tidak ya? Mungkin lebih tepat afdolnya, barangkali ya, karena saat dicontohkannya demikian. Yang jelas bukan wajib. Mau warnanya broken white, putih hvs, atau putih dengan nuansa xyz seribu satu macam, jadinya oke-oke saja. No worry. Mesti bersih, tapi bersih ini sewajarnya. Bukan super bersih. Sewaktu tawaf disunnahkan idtiba' (kain diselempangkan, menutup bahu kiri, membuka bahu kanan); sedangkan di lain waktu, disunahkan kain ditutupkan ke badan dengan rapih, tidak mbligu atau telanjang dada. Tapi sekali lagi, yang disunahkan itu, artinya 'the best way to do it', dan bukannya 'must do'. Itu khusus lelaki. Sedangkan wanita, itu dengan pakaian muslimah biasa, dan tidak ada selempangselempangan itu tadi. Kelengkapan aksesori non-pakaian, dibolehkan (sabuk, kalung identitas, gelang identitas, tas, arloji, masker, dst). Berpayung (tudung yang tidak menutup/nempel di kepala), itu juga dibolehkan. Bagi lelaki, memakai penutup kepala, topi, kupluk, dan seterusnya selama ihram itu jangan. Demikian pula, tidak boleh memakai sepatu (kaki bagian depan tertutup, tumit tertutup, apalagi sampai mata kaki, dan ke atasnya lagi tertutup pakai sepatu boot, itu jangan banget). Saya pernah mendengar, sempat ada yang bikin 'celana dalam' desain khusus, yang merupakan satu kesatuan dengan 4
salah satu kain ihram pria, tidak berjahit, dan tetap mempertahankan 'dua helai kain', dipakainya dengan sedikit teknik ikat sana, ikat sini, dan menurut creatornya.. itu tetap tidak melanggar syarat pakaian ihram dan sehingga dibolehkan. Tapi, demi afdolnya, kalau saya menyarankan, kita ikuti saja pakem yang standar sesuai yang dicontohkan sang uswatun hasanah, yaitu: tidak memakai celana dalam. Yang lebih tidak boleh lagi: memakai celana dalam sebagai topi penutup kepala! Yang terus setiap lima menit sekali diberi wangi-wangian! Mana celana dalamnya.. milik istri pulak. Bukan istri sendiri, tapi istri orang lain. Walah. Terus,.. mengambilnya dengan cara mencuri dari jemuran! Ngaco bertumpuk. Astagfirullah. Untuk wanita, pakaiannya tidak mesti dua helai, dan berjahit pun boleh. Tidak mesti putih juga. Bahkan Fatimah putri Rasulullah saw, saat berhaji menemani Rasul, menggunakan baju yang colorful warna-warni. Begitu diriwayatkan. Kembali ke dress-code untuk ibu-ibu, baju untuk muslimah: sifatnya seperti mukena, menutup semua kecuali muka dan telapak tangan, dan karena itu, tidak boleh memakai cadar atau masker/gogel. Sebagian besar pendapatnya seperti itu. Diwajibkan, haji dimulai di miqot (waktu-tempat) yang ditentukan. Aturan miqot waktu (miqot zamani) menentukan bahwa niat haji dilakukan pada 1 syawal paling cepat; dan paling akhir terbit fajar 10 Dzulhijah. Kalau lebih dari 10 Dzulhijah itu, artinya sudah terlambat wukuf, dan telat wukuf, hajinya tidak sah. Sedangkan sebelum 1 syawal, itu belum masuk musim haji. Kejauhan. Sedangkan umroh, tidak ada ketentuan waktunya spesifik. Dengan catatan: konon kadang, pas hari Arofah, ie. 9 Dzulhijah, saat semua 5
jamaah haji di Padang Arofah, Masjidil Haram itu dicleaning, diganti kiswah/kerudungnya, dan seterusnya, bisa saja ditutup, sehingga tidak memungkinkan untuk orang tawaf dan sa'i umroh. Di luar itu, umumnya sebagian besar ulama, dari sisi waktunya umroh boleh kapan saja. Aturan miqot untuk umroh dengan demikian cuma ada miqot lokasi atau miqot makani. Aturan miqot lokasi (miqot makani) untuk haji dan/atau umroh ditentukan bahwa (1) untuk yang datang dari arah utara (Madinah, dst), miqot-nya di Dzul Hulaifah (Bir Ali, 450km dari Mekah arah Utara); (2) untuk arah barat (Palestina, Mesir, dst), di Juhfah atau Rabigh (sekitar 80-an km); (3) untuk arah lain di bukit Qornul Manajil (94km), Yalamlam (54km), dan Dzatu Irqin (94km, atas ijtihad Umar Bin Khottab). Tergantung, datangnya dari arah mana. Kelompok yang methentheng perfeksionis, menganggap bahwa yang paling afdol-dol adalah Bir Ali itu, karena persis contoh Rasulullah. Namun demikian, kecuali yang Dzatu Irqin, secara eksplisit Rasulullah sudah mensabdakan bahwa itu boleh dan benar. Kalau yang Dzatu Irqin itu yang berijtihad Umar Bin Khottab. Untuk yang sudah mukim di Mekah beberapa lama, miqot untuk ihram haji boleh di hotel/pondokan, sedangkan untuk umrohnya mesti di Tan'im, Jironah, atau Hudaibiyah, yang lokasinya di sekitar Mekah juga. Jadi, yang sudah di Mekah beberapa hari, karena berbagai urusan, lalu ingin umroh, maka tidak perlu susah-susah ngibrit ke miqot-miqot yang jauh, tapi cukup di salah satu dari tiga tempat itu. Sejumlah ulama moderat, meyakini bahwa miqot itu boleh didasarkan pada ijtihad, sepanjang ditentukan pada jarak 6
lebih dari 45km dari Mesjidil Haram. Ijtihad lain menyebutkan, kalau seseorang melewati dua titik miqot, maka dia boleh mengambil ihram di miqot yang keduanya; Dan oleh karena itu, ijtihad para ulama Indonesia menyebutkan bahwa jamaah Indonesia boleh mengambil miqot di Jeddah (airport King Abdul-Aziz) atau di atas pesawat, saat melintas di garis Yalamlam atau Qornul Manajil (yang sebenarnya, apakah pesawat itu benar-benar di atas Yalamlam atau Qornul Manajil? Kenyataannya sih walahualam, tergantung pilot dan rencana penerbangannya, yang itu pun bisa berubah juga karena kondisi di lapangan, cuaca, gangguan teknis, dan seterusnya, tapi kebanyakan pesawat konon tidak lewat pas di atasnya, tapi melenceng jauh di selatannya, atau di utaranya. Sehingga, in a sense, lokasi miqot di atas pesawat ini basisnya ijtihad juga). Buat haji minimalis seperti saya: it really doesn't matter. Kita ikuti saja keputusan para ahli. Malah, kalau fanatik tanpa sebab, harga mati tidak mau ditawar lagi, nuntut mesti dari Bir Ali,.. dan mengharamkan yang lain, lha,.. mewajibkan yang tidak wajib, itu kan sama saja dengan mengharamkan yang tidak haram, dan itu tidak boleh. Jadi, untuk yang sepaham dengan saya, bisa di atas pesawat sekitar 30 menit menjelang mendarat (pilot biasanya mengumumkan di udara), atau di airport Jeddah, atau kalau ke Madinah dulu, ya udah di Bir Ali. Kalau ada yang sedikit fanatik kekeuh dengan pendapat tertentu, ya sudahlah, kita hargai saja tidak usah bentrok. Rasulullah sendiri, hajinya cuma sekali, datangnya dari arah Madinah, sehingga miqotnya di Bir Ali itu. Tapi beliau tidak bilang mesti persis seperti itu dalam mengambil miqot.
7
Selesai soal miqot, kita ke soal lain. Setelah niat-ihrom (pengharaman) maka berlakulah haram hal-hal yang telah ditentukan, tidak boleh dilakukan, yaitu: (1) Membuka aurat, dan berpakaian tidak sesuai ketentuan ihram. Tidak berpakaian, dibungkus daun.. lha, ini juga tidak boleh. Membuka pakaian orang lain.. itu juga iseng amat! (2) Memotong kuku, memotong/mencabut rambut/bulu; yaitu baik rambut dan kuku kita sendiri, maupun rambut dan kuku orang lain. Mencabut rambut dan kuku macan juga tidak boleh. Iseng bener. Hati-hati digraung! Dengan catatan: bila rambut atau kuku lepas tanpa sengaja di saat ihram, maka ia tidak dikenakan denda apa-apa. (3) Memakai wewangian; termasuk minyak gosok beraroma apapun. Kalau pakai tisu pun... pilihlah yang tidak berparfum, model kayak colognette jaman dulu itu mending jangan. Lebih afdolnya begitu. Simpen aja tuh minyak parem kocok, remason, body lotion, dan minyak si nyong-nyong. Wewangian ini tidak boleh baik untuk lelaki dan perempuan. Sedangkan wewangian yang telah dibubuh sebelum ihram, itu diperbolehkan. (4) Membunuh/memetik/menyakiti hewan/tanaman. Dalam hal ini, kalau hewan atau mahluk yang bersifat buas atau menyerang, itu boleh dibunuh atau dilumpuhkan, misalnya ular atau nyamuk, atau anjing rabies, atau onta ngamuk karena sakaw. Ta'uk deh tuh onta habis dikasih makan apa kok sampai sakaw begitu. Berburu dan membantu orang berburu, itu jadinya juga tidak boleh. Apalagi kalau yang diburu itu celeng, terus ikut memakannya, walah, itu pelanggarannya malah jadi berlipat ganda. 8
Khusus untuk tanaman, ada yang berpendapat, yang tidak boleh dipetik itu adalah tanaman yang masih segar hijau. Sedangkan tanaman yang sudah layu mati, maka itu tidak lagi dikategorikan sebagai tanaman hidup, sehingga tidak mengapa bila terpetik atau terpatahkan oleh kita. Dalam hal ini, perlu menjadi catatan, bahwa pelarangan ini tidaklah super ribet. Andai terjadinya karena tidak sengaja,.. maka itu tidak diwajibkan membayar denda. Misal: anda jalan di kegelapan, nggak sengaja nginjek leher onta, terus ontanya mati.. walah,.. berapa tuh berat badan anda, nginjek onta sampai mematikan begitu? (5) Berurusan kawin (Mengakad-nikahkan, menikah atau menikahkan, janji-janjian mau menikah, semuanya tidak boleh. Jadi saksi nikah juga jangan). Kalo ngurus ayam kawin, lah, ta'uk deh. Silakan dipikir sendiri boleh enggaknya. Saya nggak sempat nanya sama siapapun. Kalo menurut saya sih, by law boleh-boleh saja, tapi apa pentingnya sedang umroh ngurusin kawinnya ayam? (6) Berhubungan suami istri (Baik dengan pasangan sah, dan apalagi yang gak sah, naudzubillah), yaitu kalau dilakukan secara sengaja. Sedangkan kalau dilakukan secara tidak sengaja.. itu tidak mengapa. Rada jarang sih, bisa hubungan suami istri terjadi karena tidak sengaja, tapi sebetulnya bisa saja. Misal, seorang wanita yang dipaksa dengan kekerasan, maka itu tidak membatalkan, yaitu tidak membatalkan ibadah si wanita yang dipaksa itu. Sedangkan si pemaksanya, batal segala-galanya kalau dia sih. Naudzubillah. (7) Jidal (berbantahan, cela-mencela, bertengkar). (8) Rafats (berkata kotor, berkelakuan rendah). 9
(9) Fasik (melanggar hukum-hukum Allah). (10) Ini dasar hukumnya silakan di-google sendiri, di kebanyakan buku haji/umroh tidak disebutkan: Memungut barang temuan (yang berharga), itu juga tidak boleh. Ada yang bilang begitu. Jadi, bila anda nemu uang gepokan 1000 dolar, misalnya, maka itu tidak boleh dipungut untuk dimiliki. Kalau dipungut untuk diumumkan atau diserahkan kepada petugas berwajib, maka itu tidak mengapa. Mungut anak jadinya juga tidak boleh selagi ihram. Apa susahnya sih ditunda sampai selepas tahalul? Kalau mungut retribusi parkir, lha.. ini malah boleh. Yaitu misalnya bila insting tukang parkir anda tiba-tiba muncul di tanah suci. Secara umum: berniaga, berbisnis, berbicara atau menggagas soal bisnis-perniagaan selama haji atau umroh, itu boleh. Namun perlu hati-hati. Di balik pembolehan ini bisa saja terkandung ujian. Jangan sampai anda distracted, menyimpang fokus dan niatnya, datang ke tanah suci jadi berat ke bisnisnya. Beli karpet, beli korma, beli onta.. dan seterusnya,.. kalau keasikan itu bisa mengurangi porsi ibadah ritualnya bukan? Misalnya, anda sedang tawaf, terus tiba-tiba yang kepikir, "Hmm, tadi onta udah diiket atau belum ya? Waduh. Lupa dikasih makan tuh onta..." Nggak ada larangan sih, tapi kelihatannya serasa jadi jauh-jauh ke tanah suci,.. kok ribetnya malah soal onta? Bingung, kan? Larangan tambahan untuk pria, saya ulang lagi saja: tidak boleh mengenakan tutup kepala yang melekat. Topi, kupluk, kopyah, sorban, ubel-ubel, dan seterusnya, itu tidak boleh. Sedangkan kalau peneduh yang tidak lekat ke kepala, yaitu misalnya berada di bawah naungan payung atau di bawah naungan atap mobil, itu tidak mengapa. 10
Kecuali jika jelas unsur kedaruratannya, maka memakai baju, kemeja, dan semacamnya yang berjahit untuk menutupi sebagian atau seluruh badannya, itu tidak boleh untuk pria. Alas kaki juga tidak boleh yang sepatu rapat menutup tumit dan mata kaki. Sendal atau sepatu sandal yang kelihatan jarijari kaki, tumit, mata kaki, itulah yang biasanya dipakai. Nyeker juga sepertinya tidak perlu, kecuali di mesjid atau tempat bersih. Untuk wanita, di buku-buku panduan disebutkan tidak boleh mengenakan sarung tangan dan menutup mukanya dengan cadar atau kerudung sampai mukanya tidak terlihat. Kemudian, Prof Miftah Faridl, pembimbing haji saya, juga menyatakan: selama ihram dan belum tahalul, perempuan tidak boleh 'membuka', yaitu sebagaimana perempuan tidak boleh membuka mukena dan pakaian sholatnya, saat sholat. Dalam hal ini, ada kekecualian, kalau sedang sepi sunyi sendiri (di dalam kamar mandi, atau semacam itu) maka boleh saja membuka diri. Di luar yang di atas itu, kalau dasarnya sudah haram, ya tetap haram. Jadi, jangan mentang-mentang makan daging babi tidak disebut di yang di atas, terus wal-wel ngemplok gorengan balung celeng, sambil meninggalkan puasa wajib dan sholat wajib. Naudzubillah. Bila larangan-larangan itu dilanggar, konsekuensinya bisa macam-macam, tidak dijelaskan di sini satu per satu, mohon maaf. Ada yang membuat umrohnya menjadi batal atau tidak sah. Ada yang berkonsekuensi harus membayar denda kifarat, supaya bisa kembali menjadi sah. Ada pula yang konsekuensinya adalah menghilangkan atau mengurangi pahala umrohnya. 11
Secara prinsip, bila melanggarnya karena hukumnya tidak tahu atau lupa, maka itu tidak apa-apa. Namun, melanggar karena tidak tahu dan/atau lupa ini, maka begitu nyadar, mesti langsung koreksi diri. Para ulama yang ingin menyempurnakan ibadah, cenderung menganjurkan, bila terlanggar larangan karena lupa atau tidak tahu, maka begitu nyadar, selain koreksi diri, istigfar, juga tetap membayar kifarat sesuai dengan yang disyaratkan. Namun tidak wajib demikian kalau menurut saya, karena prinsipnya: tidak ada dosanya orang yang lupa. Dan Allah tidaklah membebani hambanya dengan keribetan yang bener-bener ribet. Hal-hal yang wajib yang esensial sekali, maka itu disebut rukun. Wajib yang rukun, atau disebut rukun saja, bila terlewat atau terlanggar, maka ibadahnya batal dan tidak sah. Sedangkan wajib yang non-rukun, atau disebut wajib saja, bila terlewat atau terlanggar, maka kifarat atau kompensasinya harus dipenuhi. Selainnya yang dilarang itu, maka boleh. Boleh memakai sandal, cincin, kacamata, alat pendengar, headphone, jam tangan, gelang, kalung, ikat pinggang, termasuk ikat pinggang yang bersaku untuk menyimpang uang dan surat-surat, dan boleh juga mencangklong tas. Tas biasa maupun tas ransel. Bawa-bawa koper juga boleh. Karena sifatnya bukan pakaian. Pakaian (dan kain ihram) berganti-ganti juga boleh. Yang kotor, dicuci, lalu dipakai lagi. Itu juga boleh. Namun perlu diingat dalam hal ini, tidak boleh ada bubuhan wewangian tambahan. Jadi, sabun wangi (untuk mandi, cuci tangan, cebok, dst), detergen wangi, dan seterusnya, ya sudah.. dihindari saja sampai tahalul. Tanpa wewangian: Mandi, cuci, kakus, itu boleh. Rambut dan bulu-bulu rontok karena terbasuh mandi atau wudhu, maka itu tidak mengapa, 12
kecuali kalau dengan sengaja dijambak-jambak... gila-gilaan kalau itu sih. Astagfirullah. Kalau ada kedaruratan, itu juga tidak mengapa ada bulu atau rambut dicukur. Demikian pula, bila obat lukanya ada aromanya, maka itu tidak termasuk kategori terlarang itu. Pakai lotion penumbuh rambut, kumis, dan bulu ketek.. lha, itu silakan dipikir sendiri, boleh enggaknya. Untuk perempuan, dikisahkan: saat haji pun, Fatimah putri Nabi memakai pakaian bermotif fancy, dan dibenarkan oleh Nabi, walau sempat diprotes Ali, suaminya. Sehingga, diyakini, untuk wanita, pakaiannya tidak harus putih polos, melainkan pakaian muslimah bebas rapih saja sebagaimana praktisnya, namun mesti menghindari bermewah-mewah berlebihan, karena itu siapa tahu menyakiti hati kaum ibu yang lain yang tidak mampu beli kemewahan. Menyinggung perasaan saudara kita yang lain, selama ihram itu mesti sedapat mungkin dihindari. Tapi,.. kalau orang lain menyinggung kita, maka kita dengan ihsan mesti memaafkan dan banyak berbuat baik. Taktiknya bagaimana? Itu berpulang kepada masing-masing. Ada yang mengambil sikap jadinya tidak banyak omong, tidak banyak cengengesan, tetapi bisa saja, kurang senyum dan terlalu banyak diam, itu juga menyinggung orang. Di sisi lain, sementara yang haram ditinggalkan jauh-jauh, yang makruh juga sedapat mungkin dihindari,.. mesti diperbanyak berlaku baik (pikiran, perkataan, dan perbuatan), bersikap sabar, menahan amarah, tahan uji, dan banyak istigfar, serta banyak mengingat Allah. Serta menambah-nambah ibadah atau kebaikan yang sunnah.
13
Biar pun minimalis, mestinya dari miqot sampai tiba di tahapan berikutnya, para jamaah bisa banyak bertalbiyah. Doanya minimal seperti ini, atau yang setara ini, (atau yang lebih baik lagi): LABBAIKA ALLAAHUMMA LABBAIK. LABBAIKA LAA SYARIIKALA KA LABBAIK. INNALHAMDA, WANNI'MATA LAKA WALMULKA LAA SYARIIKALAK... Artinya, kurang lebih: Aku datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu (dan bukan datang karena alasan lain). Tidak ada sekutu bagi-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya, segala puji (adalah milikmu) dan segala nikmat, milik-Mu semua. Segenap kekuasaan, milik-Mu. Tiada sekutu, bagi-Mu. Bukan wajib, ini sunnah, tapi masak sih, belajar talbiyah saja nggak bisa? Buat yang pria disunnahkan dikeraskan suara (tapi tidak keras-keras amat pun okelah, baek-baek jaga tenggorokan, dan juga jangan sampai kuping saudara di dekat kita jadi pengeng atau budek!), yang wanita digumam saja (tapi rada keras-keras dikit, orang Indonesia tea', bukan orang Arab, udahlah....). Setelah talbiyah, membaca shalawat yang standar. ALLAHUMMA SHALLI 'ALAA MUHAMMADIN WA 'ALAA AALI MUHAMMAD. Bermakna: Ya Allah, berilah kesejahteraan atas Muhammad dan keluarganya. Atau yang setara itu. Diikuti doa: ALLAHUMMA INNA NAS'ALUKA, RIDHOOKA WALJANNATA, WA NA'UUDZUBIKA MIN 14
SAKHATIKA WANNAAR. RABBANA AATINAA FIDDUN-YAA HASANAH, WAFIL'AAKHIROTI HASANAH. WAQINAA 'ADZAABANNAAR. Bermakna: Ya Allah, sesungguhnya kami mohon keridhoan dan surga, dan berlindung pada-Mu dari murka-Mu dan neraka. Wahai Tuhan kami, karuniailah kami kebajikan di dunia, kebajikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka. Ada ritual-ritual yang disarankan saat masuk kota Mekah, saat masuk Masjidil Haram, dan saat melihat Kaabah. Bahkan ada saat baru berangkatnya dari kampung halaman. Tapi itu bukan wajib. Silakan saja dibaca doanya kalau mau dan hafal, atau membaca dari buku juga boleh. Info Detil, Tawaf Tawaf adalah ibadah yang bernilai paling tinggi di Masjidil Haram, yaitu mengelilingi kabah 7x, counter-clockwise atau berlawanan jarum jam. Menurut sebuah hadits, Tawaf bernilai 60 kebaikan/rahmah, sholat di masjidil haram bernilai 40 kebaikan, dan sekedar memandang kabah saja bernilai 20 kebaikan. Gambarannya seperti itu. Sedangkan sholat di masjidil haram itu, bernilai kebaikannya 100.000x sholat di tempat lain. Jadi, kalau dikalikan, tawaf itu nilainya 150.000x sholat di tempat lain. Dan sekedar memandangi kabah saja, itu sudah setara 50.000x sholat di tempat lain. Tawaf bisa dilakukan di lantai dasar, atau di loteng masjid. Berputarnya adalah selalu berlawanan jarum jam (ie. berjalan maju, pundak kiri kita di sisi kabah). Berjalan mundur, atau 15
berjalan miring, atau berjalan njengkelit gak jelas, tidak pernah dicontohkan, jadi tidak boleh. Naik kendaraan? Boleh. Yaitu misalnya dengan ditandu, atau dengan kruk, atau dengan kursi roda. Baik kursi roda dorong maupun dengan kursi roda listrik. Naik mobil bagaimana? Yaitu dengan melingkar di luar mesjid? Saya belum pernah dengar apa ini boleh atau tidaknya. Kenapa nggak sekalian tawafnya di udara dengan naik helikopter saja? Lha, ini saya juga tidak pernah kepikir, boleh atau tidaknya. Apakah jaman dulu ada yang tawafnya melingkar sambil duduk di punggung onta? Silakan dicari sendiri. Kemungkinannya ada. Karena itu tidaklah terlalu beda dengan yang sekarang tawafnya dengan duduk di kursi roda. Tapi ya itu dilakukannya di dalam komples mesjid, dan bukannya di luarnya. Apakah Rasulullah saw. pernah tawaf sambil berada di punggung onta? Ini saya juga punten pisan, tidak punya informasinya. Seperti sholat, setiap tawaf kita mesti punya wudhu. Kalau batal di tengah, mesti wudhu atau tayamum dulu, lantas putaran yang batal (kepotong di tengah) tidak dihitung, dan mulai tawaf lagi dari sudut Hajar Aswad. Misal putaran ke-2 batal, maka saat re-start, dihitung lagi start dari putaran ke-2 (tidak dari 1 lagi!). Jadi kalau sudah putaran ke-7, lantas kentut mbebret,.. wudhu saja (tapi ini practically susah), atau tayamum (ini praktis yang dilakukan kebanyakan orang), dan tambah lagi satu putaran, dan bukannya mengulang dari putaran satu lagi. BISMILLAHI ALLAHU AKBAR.... Allah, Allah Maha Besar).
16
(Dengan nama
Doa itu itu mengawali tawaf. Mulainya dari pojok hajar aswad (pojoknya kabah yang ada batu hitamnya dan ditandai dengan pilar/lampu hijau di arah jauhnya), terus berputar tujuh kali, berakhir di pojok hajar aswad lagi. Setelah itu, zikirlah dan sholawat. Minimal: Subhaanallahi walhamdulillahi walaa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Walaa haula walaa quwwata illaa billahil'aliyyil 'azhiim. Wassholaatu wassalaamu 'alaa rasuulillahi shollallaahu 'alaihi wasallam. (Maha suci Allah, dan segala puji bagi Allah. Dan tiada tuhan selain Allah. Allah Maha Besar. Tiada daya dan kekuatan selain dengan kuasa Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung. Sholawat dan salam pada Rasulullah saw). Itu minimalnya. Bisa diulang-ulang, dan bisa dilengkapi doadoa lain, dan bisa pula setiap putaran tawaf itu doanya berbeda. Kalau mau sempurna bisa membaca buku-buku yang memuat hal ini, misalnya buku doa dari Kementrian Agama. Dan bisa dilengkapi doa-doa baik sekehendak kita, namun pembimbing haji kami menyarankan, apabila doanya tidak standar, maka sebaiknya tidak dilantun keras-keras, agar tidak mengganggu saudara kita yang lain. Walaupun tidak haram sama sekali,.. kalau sambil tawaf ada yang bengok-bengok pakai bahasa Jawa: "Waduh Gusti tulungono mbok-ku sing kecepit lawang...." dan seterusnya, silakan dibayangkan sendirilah bagaimana situasinya. Begitu sampai di rukun Yamani (3/4 putaran), dibaca lagi: Bismillahi Allahu akbar.... Lalu doa umum: Rabbana aatinaa fiddun-yaa hasanah, wafil'aakhiroti hasanah. Waqinaa 'adzaabannaar. Waadkhilnaljannata 17
ma'al'abroor. Yaa aziizu yaa ghoffaaru yaa robbal'aalamin. Wahai tuhan kami, karuniailah kami kebajikan di dunia, kebajikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka. Dan masukkanlah kami ke surga bersama orang-orang yang berbuat baik, wahai Sang Maha Mulia, Maha Pengampun, dan Tuhan yang menguasai seluruh alam. Dibolehkan (sunah), dalam tawaf itu mencium hajar aswad saat melintasinya, dan mengusap dengan tangan kanan rukun Yamani (ie. pojok kabah sebelum hajar aswad saat memutar tawaf 3/4 putaran). Rasul mencontohkan demikian, namun, dalam musim ramai, ada resikonya mendekat ke lingkaran dalam. Resiko kecil: kita terhimpit, teraniaya, dan/atau terpukul, dan resiko yang besar, dunia-akhirat: kita menghimpit dan menganiaya saudara kita, tamu-tamu Allah. Masya Allah. Menganiaya tamu Allah itu tentu haram. Oleh karena itu, mencium hajar aswad dan mengusap rukun yamani dibolehkan, sesuai contoh Nabi, namun sulit dilakukan dan beresiko. Jadi, dilambai pun, itu boleh, sudah cukup. Adalah amat bertentangan dengan semangat 'rahmatan lil alamin', kalau untuk menguber yang sunnah itu, anda sikut sana, sikut sini, melakukan hal yang haram. Memangnya bisa anda mau masuk surga sendirian saja? Tawaf ini dianggap seperti tahyitaul masjid, jadi termasuk yang pertama dikerjakan saat masuk Masjidil Haram. Selesai tawaf, di sekitar multazam (pintu kabah) dan di belakang maqom Ibrahim, lazimnya jamaah berdoa, lalu sholat tahiyatul masjid dua rakaat (atau sholat lainnya). Di bagian ini doa diyakini bersifat mustajab. Untuk lebih afdol, 3 putaran pertama jalannya lebih cepatcepat, sedang 4 putaran berikutnya berjalan biasa, lebih rileks. Bercepat-cepat itu bukan berarti tergesa atau lari 18
ngibrit. Kalau tergesa, umumnya konsentrasi dan doanya menjadi kacau, dan sama sekali tidak bisa khusyu'. Sampai di sini, kalau anda tidak jelas juga tentang tawaf, silakan tanya pada yang tahu, atau cari info lebih detil di internet. Kalau boleh memberi advis: saat anda tawaf, kalau ada saudara kita yang mau menyalip atau memotong jalan, maka berilah jalan. Berilah kemudahan pada saudara-saudara kita, tamu-tamu Allah. Kalau kita memberi kemudahan pada orang lain, maka insya Allah, kita akan mendapat kemudahan dari Allah. Nanti akan ada perasaaan leluasa, lega, dan nyaman yang luar biasa. Sebaliknya, kalau anda kemrungsung, penuh emosi, ingin cepat-cepat kelar, tidak mau disalip siapapun, ingin jadi juara tawaf dalam hal speed, atau tidak ingin terpisah sedikit pun dengan rombongan yang terdiri dari dua puluh orang, misalnya... masya Allah, bisa-bisa yang ada malah perasaan sempit dan tidak enak. Informasi tambahan tentang tawaf, ada beberapa jenis tawaf: Tawaf umrah. Tawaf dalam rangkaian ibadah umrah. Tawaf ini mesti diikuti sa'i dan tahalul, dan dalam posisi ihram. Jadi, setelah tawaf, berdoa dan sholat, jamaah mesti segera sa'i. Tawaf ifadha (tawaf wajib-haji). Tawaf dalam rangkaian ibadah haji. Bila haji-nya tidak diawali dengan tawaf qudum, maka tawaf ifadhanya mesti diikuti sa'i. Sebaliknya, bila sudah sa'i saat tawaf qudum, maka tidak perlu sa'i lagi setelah tawaf ifadha. Namun ada juga (pendapat lain) yang sudah sa'i saat tawaf qudum, tetap sa'i saat tawaf ifadha. Bila ifadha ini dilakukan setelah selesai jumrah, maka dilakukan bukan dalam posisi ihram (dan sudah tidak perlu tahalul awal/cukur rambut lagi bila cukur rambut sudah 19
dilakukan selesai jumrah). Di pihak lain, bila ifadha sebelum jumrah, maka dilakukan dalam posisi ihram, dan setelah sa'i melakukan tahalul cukur rambut (tahalul awal). Tawaf ifadha baru boleh dilakukan setelah lewat tengah malam 10 Dzulhijah, tidak boleh lebih awal, dan tidak ada batas waktunya mau sampai kapan. Mau lebih dulu dari jumrah, atau belakangan, boleh saja. Ada yang bilang pula, bahkan long time setelah musim haji, misalnya ibu-ibu karena ada halangan menstruasi dan sebagainya, maka tawaf ifadha yang belum dilakukan, boleh dilakukan. Tawaf qudum. Tawaf 'selamat datang'-nya jamaah haji saat ke masjidil haram pertama kali. Haji tamattu bisa tawaf umrohnya jadi selamat datangnya, sehingga tidak melaksanakan tawaf qudum khusus yang terpisah. Di pihak lain, bila hajinya tidak diawali dengan umrah dulu (umrahnya belakangan), maka saat pertama ke masjidil haram tawaf qudum dulu, yang dapat diikuti dengan sa'i. Dengan kata lain: sa'i haji itu cukup sekali, either serangkai dengan tawaf qudum, atau serangkai dengan tawaf ifadha. Tawaf wada (tawaf perpisahan). Tawaf yang dilakukan sebelum jamaah luar kota Mekah pulang ke kampung halamannya. Tidak boleh diikuti sa'i. Doanya agak berbeda, yang intinya berpengharapan agar bisa kembali ke baitullah lagi, dan/atau dikaruniai surga. Selesai tawaf ini, disunahkan tidak tidur lagi di Mekah, dan baru tidur setelah keluar dari batas kota. Biar tidak ketiduran, orang cenderung secepatnya keluar Mekah setelah tawaf wada, atau mengakhirkan tawaf wada seakhir mungkin. Tapi tidak wajib demikian. Sunnah juga rasanya tidak juga. Cuma boleh-boleh saja.
20
Tawaf sunnah. Boleh dilakukan kapan saja (tapi ada waktuwaktu tertentu yang dianggap makruh, ie. misalnya saat para jamaah haji sedang wukuf di Arafah tanggal 9 Dzulhijah). Dengan catatan: tawaf ini tidak boleh diikuti dengan sa'i. Tawaf nazar. Bila orang bernazar tawaf karena sesuatu hal, maka tawaf itu menjadi suatu tawaf wajib. Tata caranya mestinya seperti tawaf sunnah saja sebagaimana yang dicontohkan Nabi, dan tidak boleh ngarang yang aneh-aneh. Secara ringkasnya seperti itu, mudah-mudahan tidak salah informasi. Berdasarkan cerita banyak orang, sering kali (katanya) tawaf ifadha dan tawaf wada itu super crowded, dan menjadi pengalaman tak terlupakan. Tapi itu nasibnasiban juga. Kenyataannya, tidak semua mengalami crowded yang super. Untuk lebih detil lagi, silakan lihat bagan, ilustrasi kabah dan jalur tawaf (tampak atas). Pertama, orang masuk tawaf dari arah luar (1). Lalu start di arah hajar aswad yang ditandai di kejauhan dengan lampu hijau (2), memulai dengan bismillahi Allahu akbar, melambai tangan kanan ke hajar aswad lalu cup, telapak tangan kanan itu dicium (khusus pria, perempuan tanpa kecup). Alternatively, mencium hajar aswad. Setelah itu dibaca doanya.
21
Arah putaran tawaf adalah berlawanan jarum jam (3). Dalam keadaan sepi, tipikalnya tawaf memutari jalur merah no. (4). Dalam keadaan ramai, melebar ke jalur luar s/d jalur merah nomor (5). Pada saat tawaf mencapai 3/4 putaran, di suduh rukun Yamani (6), kita berucap lagi bismillahi Allahu akbar, dengan melambai tanpa mengecup untuk lelaki, dan untuk perempuan, tidak perlu melambai. (Alternatively, mengusap sudut rukun Yamani dengan tangan kanan). Lalu berdoa pungkasan. Begitu terus 7x putar, selalu 'punya wudhu' dan menutup aurat. Arsiran bertanda nomor (7), itu adalah area 'berbahaya'. Ekstra waspada kalau berada di sana; nomor (8) itu hijir Ismail. Sholat di dalamnya setara sholat di dalam kabah, tapi bukan termasuk rangkaian tawaf. Dan karena hijir Ismail 22
bagian dari kabah, tawaf tidak boleh memotong dari celah di antara kabah (9) dan hijir Ismail (8). Lalu, (10) letak hajar aswad si batu hitam; (11) maqom Ibrahim; (12) multazam, di antara pintu kabah dan hajar aswad; (13) area di belakang maqom Ibrahim yang dianggap lebih utama untuk sholat selepas tawaf. Terakhir nomor (14), jalur-jalur melingkar sekeliling kabah, itu adalah untuk saf-saf sholat (Note: secara umum para penjaga Masjidil Haram tidak senang perempuan sholat di lingkaran-lingaran depan, kecuali perempuanperempuan yang amat sepuh yang disertai mahramnya). Selesai tawaf, 7 putaran, akan afdol dan mustajab kalau bisa berdoa di multazam itu (dengan segala resikonya). Kalau tidak mau resiko, mundur keluar dari jalur utama tawaf, namun lebih afdol kalau searah multazam. Kalau kepaksa tidak di arah multazam itu, konon rasulullah mengatakan "Tidak mengapa" saat ada yang bertanya selepas haji wadanya dulu. Insya Allah benar informasinya. Atau lebih tepatnya. Saya membaca di buku tulisan Pak Quraish Shihab, bahwa setelah haji wada itu, umat banyak bertanya tentang ini-itu kepada Rasulullah saw, "..kalau begini bagaimana ya Rasulullah", "saya telanjur begini, ya Rasulullah..", dan seterusnya, dan most of the question itu dijawab oleh Rasulullah dengan jawaban "Tidak mengapa..." atau kalau pas keliru diberikan alternatif pengganti yang tidak menyulitkan. Haji saja begitu, apalagi umroh. Jadi, tidak perlu kelewat takut-takut atau kelewat penasaran ingin sempurna dalam menjalankan ibadah umroh (atau haji). Setelah berdoa di multazam, sholat dua rakaat (tahiyatul masjid) di belakang maqom Ibrahim (13). Kalau di multazam tidak bisa, berdoa juga boleh di situ. Atau, kalau sholat dan berdoa di maqom Ibrahim pun tidak bisa, ya sudahlah, dimana saja di area Masjidil Haram juga boleh. 23
Soal waktu tempuhnya. Saat sepi, tawaf memutar melewati jalur merah (nomor 4), jarak seputarnya 100-150m. Kalau lengkap 7x, berarti 700-1050m, bisa terselesaikan dalam waktu 20-45 menit. Plus jalan kakinya menuju lokasi, dan ritual selepas tawafnya, biasanya masih kurang dari satu jam. Pengalaman saya (mudah-mudahan valid untuk yang lain), di awal-awal musim haji, hal ini relatif mudah didapatkan pada menjelang waktu dhuha. Di luar musim haji, bahkan di bulan Ramadhan yang ramai, secara umum tawaf lebih lengang dari menjelang dan saat puncak haji. Dalam keadaan ramai, jalur tawaf melebar ke jalur merah yang ditandai nomor (5) pada bagan. Satu putarannya, kalkulasi saya adalah sekitar 220m. Kalau lengkap 7x berarti sekitaran 1,54km. Dalam situasi ini, jalannya tidak bisa normal, biasanya timik-timik, jadi menghabiskan sejam, atau lebih dikit, atau lebih banyak (ie. murni untuk tawaf-nya tok). Kalau tawaf terlalu melebar ke lingkaran luar, nggak bisa, macet total terhalang orang yang duduk atau sholat. Alternatifnya, bisa tawaf di lantai atas Masjidil Haram. Jaraknya nggak tahu berapa, saya belum pernah nyoba. Kemungkinan lebih dari lima kilometer in total distance. Sekarang, ada lingkaran lantai atas yang memutarnya tidak sejauh lantai dua dan tiga (knocked-downed?). Ini juga mohon maaf saya belum tahu dimensinya, tapi jelas lebih kecil daripada melingkar di lantai dua dan tiga, dan tidak seberapa beda jauh dengan berputar di bawah. Ramadhan 2013, yang melingkar di lantai knock-down ini masih taraf uji-coba, kebanyakannya berkursi roda. Silakan dicek lagi di internet bila ingin lebih pasti untuk situasi sekarang. 24
Info Detil, Sa'i Salah satu rukun haji, dan umrah, adalah sa'i (ie. kadang tawaf juga disebutnya, berjalan bolak-balik, antara bukit Sofa dan Marwah). Bagaimana pelaksanaan sa'i itu? Berikut ini sedikit informasi tentang itu. Pertamanya, selesai tawaf ifadha (atau tawaf qudum) atau tawaf umrah, di sekitar multazam (pintu kabah) dan di belakang maqom Ibrahim, jamaah berdoa, lalu sholat tahiyatul masjid dua rakaat, lalu menuju ke arah bukit Sofa untuk bersiap sa'i. Jaraknya sekitar 130-150-an meter dari arah hajar aswad. Setelah tiba di Sofa, tawaf-lah dari Sofa ke Marwah, balik lagi ke Sofa, 7x trip. Tawaf yang ini disebut sa'i. Perlu diingat, sa'i mesti serangkai dengan tawaf yang 7x putaran kabah, tidak boleh keluar dulu dari masjid untuk urusan lain. Afdolnya demikian. Tetapi, kalau karena suatu kedaruratan atau ketidaksengajaan jadi terpaksa keluar mesjid sejenak, seperlunya, maka itu tidak mengapa. Diawali minimal dengan basmalah. Inna sofa, wal marwata, min sya'aairillah. Faman hajjalbayta, awi 'tamara falaa junaaha 'alayhi ayyatthawwafa bihimaa. Waman tathowwa'a khayron fainnallaha syakirun 'aliim... Sesungguhnya, Sofa dan Marwah itu bagian dari syiar Allah. Barangsiapa berhaji ke baitullah, atau berumrah, tidak ada dosa atasnya bertawaf di antara keduanya (ie. ber-sa'i). Dan siapa yang berbuat lebih baik lagi, maka Allah Maha Mengetahui dan Menerima. 25
Demikian disebutkan di QS. Al Baqarah 158. Itu bacaan pokoknya orang sa'i, saat mendaki bukit Sofa atau Marwah. Dan mengingat ayatnya demikian: tidak ada dosa sa'i bagi yang sedang haji dan umrah, maka di luar konteks haji dan umrah, tidak ada ibadah sa'i (ie. tidak ada sa'i sunnah). Ini seperti ritual sujud dengan rukuk. Kalau sujud itu ada dicontohkan yang independen (sujud syukur), tapi tidak ada rukuk yang independen. Semua rukuk mesti dalam rangkaian sholat. Kalo maksain juga sa'i, malah dosa/haram/bid'ah. Untuk diketahui pula, pada masa jahiliyah, konon ada ritual semacam sa'i untuk berhala, namun penuh kekufuran dan kesyirikan, dan karena itu, sebelum ayat tersebut turun, banyak sahabat yang lurus merasa berat hati untuk ber-sa'i. Lalu ayat itu turun dengan frase 'tidak ada dosa...' itu. Yang saya ketahui demikian. Wallahualam. Tujuh kali trip itu, dari sofa ke marwah, dihitung sekali. Lalu arah sebaliknya, kedua. Berikutnya, tiga. Seterusnya, sehingga 7x itu sama dengan 3,5x bolak-balik (dan bukannya 7x bolak-balik, jangan dilebihin. Dalam hal ibadah, bonus tidak boleh diberlakukan! ;-), dan berakhirlah sa'i itu di Marwah. Lebih afdol, saat di bukit Marwah, kita menginjak di bebatuan di sudut Marwah (pojok Marwah yang terdekat ke Kabah). Lalu, sunnah yang lain, di tengah-tengah jalur sa'i itu, ada area yang ditandai dengan dua pilar (lampu) hijau. Nah, di antara pilar itu, jalan kakinya dipercepat (untuk wanita atau yang uzur) atau diubah menjadi lari-lari kecil penuh semangat untuk pria.
26
Soal doanya, untuk tawaf, sa'i, dan seterusnya, tentu ada di buku doa, tapi untuk haji minimalis, sudahlah, sehafalnya saja, atau dibaca di tempat. Detil teknis yang lain juga bisa dilihat di buku petunjuk haji. Akan halnya doa di atas 'Inna sofa.. dst', itu ayat Quran, baik sekali kalau dihafalkan. Selesai sa'i, di atas bukit Marwah, jamaah berdoa. Bila mesti cukur rambut untuk menandai tahalul, ya cukur rambut, bila tidak, ya tidak. Bukit Sofa dan bukit Marwah itu, jangan dikira seperti gunung tinggi. Tingginya tidak seberapa, tapi memang agak tinggi menanjak, dan juga bukan di tengah padang pasir, melainkan masih di dalam lingkup Masjidil Haram. Saat ini jalur sa'i bertingkat, meliputi empat susun. Saya sendiri selalu sa'i di bawah. Yang bawah ini sepenuhnya indoor. Ada basement-nya di bawah jalur Sa'i ini, namun basement itu tidak bisa dipakai sa'i oleh siapapun disebabkan karena bentangannya tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk sa'i itu kemungkinannya. Saya belum pernah melihat langsung sumber air zam-zam, tapi yang saya dengar, air zam-zam itu pancarannya adalah di antara tempat tawaf dan tempat sa'i itu. Silakan dicek sendiri saja ke sumber yang lebih sahih untuk pastinya. Dari Sofa ke Marwah, jalur sa'i menurun landai, lalu datar. Lurus sedikit, ada pilar hijau. Sekian meter lagi, pilar hijau kedua. Lalu lurus lagi agak jauh, sampai nanjak di kaki bukit Marwah yang tidak seberapa tinggi juga. Satu sisinya flat, datar, biasa dipakai orang bercukur, sedang sisi satunya, yang dekat ke arah Kabah ada (semacam) bebatuan, diinjak boleh (lebih afdol), tidak pun tidak apa. Apakah cukurnya mesti di 27
situ? Tidak ada keterangan yang melarang keras cukur di tempat lain. Namun, kebanyakan orang di situ bercukur secara simbolik saja. Tiga kali kres-kres, masing-masing seruas jari or so. Selebihnya, kalau mau plontos, atau bercukur yang beneran, maka di luar masjid. Best-practicenya seperti itu. Konon yang cukur plontos didoakan Nabi tiga kali, yang cukur tidak plontos didoakan sekali. Jalurnya (koridor) ada dua, yang satu, untuk searah dari Sofa ke Marwah. Satu lagi, dari Marwah ke Sofa. (Ini mestinya kreasi baru, hasil ijtihad, ya?) Dan gerakannya, sa'i itu jadi seperti memutar juga. Maka ada juga yang mengatakan bahwa antara Sofa dan Marwah itu, itu juga bisa disebut dengan kata tawaf. Memutarnya idem: counter-clockwise. Jadi, untuk kembali ke Sofa, jalurnya tidak sama dengan saat datang ke Marwah. Di tengah-tengah, di antara kedua jalur jalan kaki itu, ada dua jalur khusus yang lebih kecil, dipakai untuk yang berkursi roda. Berdasarkan yang saya baca, tiaptiap jalur lebarnya adalah 40 meter. Pas di antara pilar hijau, disunnahkan (untuk pria) berlari-lari kecil (sedangkan untuk wanita, mempercepat langkah), sambil membaca doa, minimal: Rabbighfir, warham, wa'fu, wa takarram, wa tajaawaz.... Ya Tuhan, ampunilah. Dan sayangilah. Dan maafkanlah. Dan muliakanlah. Dan hapuskanlah (yang Engkau ketahui dari dosa kami). Kalau mau lengkap, silakan dibaca saja buku doanya sambil jalan. Jarak antara Sofa dan Marwah sekitar 450 meter. Ups, ada yang bilang 405 meter. Atau gampangnya, kalau penampang atasnya, mungkin 405 meter, tapi kan ada nanjak dan menurunnya, dan ada gerakan melengkungnya, kadang jalan 28
kita mesti agak zig-zag, jadi, jarak jalan kakinya bisa jadi memang sekitaran 450 meter itu. Jadi 7x bolak-balik menempuh jarak sekitar 3,15km. Secara umum, kita ini berjalan kaki normal dalam kecepatan 3-4 km/jam, jadi plus doa-doanya dan berhenti segala macem, bisa rehat minum juga di tengah, di tempat air zam-zam, jarak segitu menghabiskan waktu sekitar satu jam. Kecuali kalau sedang puasa, ya jangan minum. Catatan: saat tawaf, orang mesti 'punya wudhu'. Sementara sa'i, tidak mesti punya wudhu. Mau kentut, sepuasnya boleh.. asal tidak meracuni sampai bikin pingsan teman sekeliling. Catatan lain: sa'i (dan tawaf) bisa terinterupsi sholat fardhu berjamaah. Nah, andai ini terjadi, kita mesti berhenti, lalu ikut sholat. Setelah selesai, melanjutkan lagi dari titik dimana kita berhenti. Dan mesti diingat bahwa untuk sholat, kita mesti punya wudhu. (Ya iyalah! Ups. Tapi bisa aja lupa) Tidak seperti sholat, Tawaf dan Sai boleh bicara dikit-dikit seperlunya. Kalo nginjek orang, ya sorry, minta maaf. Kalau ada yang tiba-tiba ngasih berlian, ya terima kasih. Alhamdulillah banget tuh kalo ada yang ngasih berlian. Saling melempar senyum dengan saudara-saudari kita juga boleh (tapi jangan terus keganjenan). Walaupun boleh berbicara dikit-dikit, kalo sampai ngerumpi membahas soal belanja korma dan karpet.. walah, ya janganlah. Namanya ibadah kan mesti khusyuk dan tertib. Tahalul Untuk umroh, maka detil yang kita bahas sudah kurang lebih lengkap, yaitu: pertama niat-ihram, kemudian tawaf, dan 29
setelah itu sa'i. Selesai Sa'i, di posisi Marwah kita berdoa sejenak, dan mencukur rambut sebagai penanda tahalul (penghalalan kembali). Cukup tiga ruas rambut atau sejumput kecil, tiga kali guntingan, sepanjang sebuku jari or so. Pas benar untuk para minimalis. Tidak ruwet. Setelah itu, selesai. Setelah tuntas yang simbolik, afdol lagi kalau cukur plontos dikerok. Tidak sampai mengkilat, tapi sekedar bercukur rapih juga tidak mengapa, asal saja jangan didasari oleh kesombongan, tidak bergundul karena ogah mengikuti sunnah rasulullah atau ingin tetap kelihatan ganteng dan jaga gengsi,.. lha, itu bertentangan dengan spirit umroh. Untuk cukur ini, ada yang fanatik dalam kaitannya dengan mencukur perempuan. Silakan saja kalau mau cari diskusi mendalam soal itu, tapi bagi minimalis, nggak perlu ribetlah. Demikianlah ringkasnya tentang umroh. Untuk haji, ada amalan-amalan lain. Bagaimana seandainya umroh (atau haji) sudah diniatkan, ikrar niat niat sudah dideklarasikan, sudah berpakaian ihram, kemudian tidak terlaksana sampai selesai? Semoga anda tidak mengalaminya, namun, sekiranya kejadian.. maka ada perintah Allah, ajaran, terkait situasi yang seperti ini. Suatu mekanisme, sehingga, prosesi dapat disudahi, dan bisa tahalul (penghalalan kembali), hal-hal yang semestinya diharamkan setelah ihram (pengharaman), dan tidak jadi penasaran seumur hidup,.. yaitu dengan menyembelih hewan, lalu bercukur. Sedangkan kalau batalnya dalam keadaan belum sempat berikrar niat dan berpakaian ihram, maka tidak perlu dilakukan mekanisme itu. Hal-hal Lain, Tambahan Di samping ritual pokok yang disebutkan di sini, untuk lebih afdol lagi, umroh mesti diperindah dengan perbuatan30
perbuatan baik, sebelumnya, sesudahnya, dan selama prosesinya. Silakan dipikirkan sendiri, perbuatan baik apa yang ingin anda lakukan. Memperbanyak sedekah dengan harta dan kedua tangan kita, itu salah satu contohnya yang bisa di optimalkan. Di tulisan ini tidak dibahas, karena sekali lagi tulisan ini dimaksudkan minimalis saja, jadi yang dibahas hanya unsur esensialnya. Dan bicara tentang esensialnya, umroh yang paling bernilai tinggi bagi seorang Islam.. adalah umroh yang pertama kali seumur hidup. Dijuluki sebagai 'umroh al-Islam' atau 'umrotul-islam', yang insya Allah bagi semua orang memang terasa beda. Mungkin setara dengan saat seorang masuk Islam pertama kali, dan dia mengucapkan dua kalimah syahadat. Maka syahadat yang pertama kali itu, terasa bernilai amat tinggi dibandingkan yang berikut-berikutnya. Wallahualam. Soal hikmahnya umroh, secara personal, sosial, dan spiritual, silakan dibaca sendiri dari sumber lain. Hakikatnya, umroh adalah bukan pada tahap-tahap ritualnya. Hikmahnya umroh adanya adalah pada hikmahnya yang mendalam di balik segenap rangkaian prosesinya. Selain di sananya, banyak dari muslim awam sering bertanyatanya, ikhwal umroh ini karena tidak tahu sama sekali. Ada baiknya saya ringkaskan info tambahan untuk pelengkap. Intinya, mempersiapkan umroh itu tidak sulit. Pertama, tentu anda mesti menyiapkan dana. Untuk umroh yang minimalis (tidak sekalian jalan-jalan ke mana-mana yang jauh-jauh di luar Mekah-Madinah), maka biayanya adalah sekitar USD 2000-2500. Kalaupun bisa dihemat, ya dihemat dikit-dikitlah. Langsung tanya saja pada biro perjalanan, dan dipilih biro yang terpercaya. Mohon maklum, walau urusannya umroh, dari waktu ke waktu ada saja biro abal-abal yang nantinya berpotensi merugikan anda. 31
Kalau haji, pada periode 2013-an ini mestinya ongkosan USD 4000 kurang sedikitlah (sudah termasuk bekal uang di dompet) untuk haji-reguler, dan untuk haji khusus sekitar USD 8000-10000. Soal mahal-murah itu relatif. Namun kalau kita renungkan benar hidup kita,.. kita ini toh senantiasa 'ditraktir' oleh Allah. Jadi dalam banyak pengalaman teman yang saya pernah dengar,.. berapapun keluarnya orang umroh atau haji, in no time at all, dalam sekejap diganti oleh Allah bahkan dengan ganti yang lebih baik, lebih banyak. Dengan kata lain, haji atau umrohnya itu secara harfiah memang beneran gratis 'ditraktir oleh Allah'. Apakah haji dan umroh boleh dengan berhutang? Ada yang bilang tidak boleh. Tapi sebenarnya, menurut saya,.. yang tidak boleh itu adalah dengan hutang yang dikemplang, atau hutang yang 'disepelekan pembayarannya', atau hutang yang dipaksakan. Contoh nih: Hutang sama si Mr. X belum dilunasi (padahal mestinya sudah jatuh tempo, atau mestinya didahulukan membayarnya),.. eh malah duitnya dipake haji duluan. Atau apalagi umroh! Lha, itu jahat, tidak adil, dan yang seperti itu tidak boleh, bertentangan dengan semangat ihsan. Tidak boleh juga, kalau haji dan/atau umroh itu bersifat memaksakan, sedemikian sehingga di belakangnya tertinggal misalnya anak-anak yang terus terlantar.. Sesuai dengan semangat ihsan juga, disebutkan bahwa hendaklah kita ini mengkuatirkan, bahwa di belakang kita, tertinggal generasi-generasi yang lemah. Di luar itu, kalau pada dasarnya kita ini cukup lapang, cuma sedikit problem atau keterbatasan cash-flow saja,.. maka haji dengan masih ada hutang, atau memakai dana talangan sesuai kesepakatan, dan sebagainya yang diridhoi oleh si pemilik dana, maka itu boleh-boleh saja. Haji dan/atau umroh di bawah tanggungan pihak lain, jadinya juga boleh. Misalnya: dibiayai perusahaan. 32
Dari biro perjalanan itu, hal-hal teknis detil bisa ditanyakan, dan dari situ terus dipenuhi, dan biasanya selesailah urusannya. Anda mesti punya paspor berlaku 6 bulan minimal (dari saat berangkat, sampai expired); tapi demi amannya kalau kurang dari 9 bulan masa lakunya, maka bikinlah perpanjangannya. Dan kalau belum punya, maka bikinlah. Biro perjalanan bisa membantu urusan ini. Mereka juga bisa mensolusi kalau nama anda kurang dari tiga kata. Supartiyem saja, misalnya, maka nanti akan disolusi supaya bisa jadi 'Supartiyem Binti Wakijo'. Misalnya seperti itu. Logika Arab mohon maaf memang seperti itu. Tidak bisa anda punya nama, kecuali tiga kata atau lebih, karena anda sendiri, pasti punya nama, minimal satu kata. Lalu, anda pasti punya orang tua, yang punya nama juga, minimal satu kata. Lha, ditambahi bin atau binti, maka pasti jadi minimal tiga. Di pihak lain, kalau nama resmi sudah tiga kata, ya sudah, beres urusannya. KTP tidak berlaku untuk jalan-jalan ke Arab, jadi sekali lagi, anda mesti bawa paspor. Apalagi girik, itu tidak berlaku sama sekali. Yang mau umroh adalah anda, dan bukannya tanah pekarangan di kampung sono. Mengurus paspor ini mestinya kurang dari sejuta (per standar 2013-2014), atau kalau lewat bantuan profesional ya paling sejutaanlah gitu ordenya, yaitu dalam denominasi rupiah, bukan poundsterling. Sebelum ke biro perjalanan, kalau mau tahu hal-ikhwal bisa tanya handai taulan atau baca artikel lepas di internet, seabrek-abrek. Waktu umroh bisa kapan saja. Agak khusus biasanya kalau bulan Ramadhan dan musim haji (Syawal sampai selepas bulan haji). Di musim haji, biasanya visa umroh tidak akan diterbitkan oleh pemerintah Arab Saudi, dan bulan 33
Ramadhan, biasanya termasuk jadwal favorit, namun juga relatif tidak seribet haji. Di luar itu, kapan saja waktu umroh,.. bisa. Demi skala ekonomi, biro-biro perjalanan biasanya menjadwalkan umroh dengan jadwal reguler dan jadwal umroh-plus. Umroh plus itu adalah umroh reguler, plus jalan-jalan wisata agamis atau wisata rileks biasa. Bisa juga, kalau anda beramai-ramai, misalnya ramai-ramai sekantor, atau ramai-ramai sekampung, atau sepesantren/pengajian, maka umroh mengarang jadwal sendiri. Bisa juga, anda kebetulan visa bisnis ke Arab Saudi, lantas menyempatkan umroh. Nanti setelah di Arab, orang kadang umrohnya bolak-balik. Berkali-kali dalam setahun, atau dalam sebulan, itu memang diijinkan. Namun demikian, tidak dicontohkan Rasul. Hidup anda mungkin dikuatirkan nanti kurang membumi kali ye kalo kebanyakan umroh? Wallahualam. Bisa juga, umroh yang kelewat bolak-balik (sehari lima kali! misalnya), itu akan merepotkan orang, dan mengandung kemubaziran. Jadi tidak pernah dicontohkan. Yang direkomendasikan Rasul: saat di tanah suci adalah memperbanyak tawaf, yaitu suatu ibadah yang tidak bisa anda lakukan kecuali di sekitar ka'bah itu (buka memperbanyak umroh). Selain memperbanyak tawaf, yang harus diperbanyak adalah sholat, yaitu sholat fardhu sedapat mungkin berjamaah di masjidil haram, lalu plus ditambah sholat-sholat yang sunnah, yang di antaranya yang dianggap memiliki keutamaan di antara yang sunnah adalah qiyamullail atau sholat malam. Memperbanyak di sini tentunya harus sesuai tuntunan. Jangan sampai, karena niatnya memperbanyak, sholat subuh jadi tujuh rokaat setengah. Salamnya pas lagi 34
ruku yang ke delapan! Lieur! Tentang sholat malam, mestinya bisa dicari di sumber lain. Hal penting lainnya yang pokok sekali dalam rangkaian umroh ini adalah memperbanyak tobat, doa, dan berbuat ihsan atau berbuat kebajikan. Tentang tobat, doa, dan berbuat ihsan itu,.. mestinya juga bisa dicari di sumbersumber bacaan lain. Kelak di hadapan Allah, yang paling mulia adalah orang yang paling bertakwa bukan? Dan di antara ciri orang bertakwa menurut QS Ali Imran: mesti bisa menahan emosi/amarah, senantiasa mau memaafkan, dan suka atau senang berbuat ihsan. Jadi, in short: yang mesti diperbanyak di tanah haram kalau diurutkan dari nilai pentingnya adalah: pertama ketakwaan, kedua kebajikan (ihsan), ketiga tawaf, keempat sholat (yaitu fardhu berjamaah, fardhu-kifayah sholat jenazah, qiyamul lail, plus opsional: sholat sunnah lain), kelima berdoa (yaitu utamanya meninggi-ninggikan Allah, sholawat, taubat, dan doa-doa lain yang sifatnya dunia-akhirat, dan jangan terfokus ke doa-doa yang duniawi melulu). Kalau mau memperbanyak shopping, di Pasar Baru sajalah, dengan pesan: cintailah produk dalam negeri! ;-) Persiapan utama dan pokok untuk umroh dan haji, adalah bekal spiritual. Ada yang bilang, umroh (dan haji) amat penting didukung oleh kesiapan fisik, namun saya cenderung mengatakan bahwa umroh (dan haji), nyaris seratus persen adalah soal spiritual (bukan fisik). Dan karena itu, orang seger bugar gagah perkasa, bisa menjalaninya dengan kepayahan, dan bahkan ritual-ritual tertentu gagal terlaksana atau terlaksana tidak sempurna... Sementara,.. yang kesiapan spiritualnya baik, umur delapan puluh tahun lebih pun, tua 35
renta, sakit, atau ada handicap fisik, bisa menjalaninya dengan riang gembira. Ajaran agamanya terkait persiapan haji (dan umroh) ini sederhana sekali: "..Berbekallah! Dan sebaik-baik bekal adalah takwa..." (al ayah). Jadi, janganlah terlalu penasaran karena.. misalnya: wah, mau umroh, tapi belum sempat sungkem sama orang tua. Ah, masih ada ganjalan ini dan itu. Ingatlah saja, ajaran sederhana tapi dalem itu. Di luar yang bekal spiritual itu, bekal lain, tambahan itu biasa saja, tidak ada yang istimewa. Dan kalau ada yang membesar-besarkan hal lain di luar bekal takwa itu, tenang sajalah, saya pikir itu agak out of proportion, dan dimaksudkan untuk orang-orang yang berkecenderungan pengawuran atau ceroboh saja. Dalam hal kesiapan fisik, untuk umroh asal kesehatan umum anda baik, itu sudah memadai untuk umroh di bulan Ramadhan. Apalagi kalau umrohnya bukan Ramadhan, itu lebih memadai lagi insya Allah. Sakit-sakit ringan, atau kondisi sakit berobat jalan, itu kebanyakannya bisa ditanggulangi dengan rekomendasi dari dokter umum. Bila ada handicap menetap, maka kelengkapan medisnya mesti disiapkan. Toh Arab Saudi bukanlah tempat yang terbelakang. Jadi, biasanya bukanlah isu besar. Vaksinasi untuk beberapa penyakit tertentu akan disarankan oleh dokter Anda, atau biro perjalanan. Tinggal diikuti. Bagi kaum ibu yang masih bulanan, sejumlah biro biasanya menyarankan untuk konsultasi ke dokter kandungan supaya bisa menyetel-nyetel datang bulan, agar tidak kehilangan 'kesempatan emas'. Silakan dipertimbangkan sendiri kalau soal yang ini. Saya tidak ada saran. 36
Aklimatisasi atau gladi/manasik atau persiapan/latihan fisik bisa membuat ibadah umroh lebih menyenangkan. Dengan hati gembira dan kaki yang fit, jalan kaki berkilo-kilo meter di Arab, itu akan jadi pengalaman yang menyehatkan lahir dan batin, tapi insya Allah, umroh dengan haji, itu amat beda jauh tantangannya. Umroh jauh lebih ringan. Jadi, sempatkanlah kalau memang bisa menyempatkan waktu. Manasik atau persiapan yang sifatnya spiritual, bila ada, itu lebih penting lagi, karena bisa menambah bekal takwa sebagaimana disebut sebelumnya itu. Cuaca di padang pasir sub-tropis Arab cenderung ekstrim. Ada kalanya panas luar biasa di siang hari sampai bikin orang tertentu jadi mimisan. Ada kalanya, malam dinginnya cukup menggigit juga. Di penghujung tahun biasanya titik terdinginnya, yaitu di sekitar Januari-Februari (winter time) dan di pertengahan tahun biasanya titik terpanasnya (summer time). Perlengkapan mesti menyesuaikan dengan ini, silakan ditanya ke biro perjalanan, namun kalau mereka menyarankan kelengkapan super ribet seperti orang mau mendaki Gunung Himalaya, anda jangan percaya. Tidak semua perlengkapan mesti beli di sini. Tamu Allah, insya Allah akan diberikan kemudahan oleh Sang Tuan rumah dimana pun dia berada. Makan minum, kalau anda bisa fleksibel itu lebih praktis. "Wah saya kalau belum ketemu nasi kucing.. serasa belum makan." Atau "Saya itu kalo pagi.. HARUS ada kopi..." Kalau gaya hidup anda seperti itu,.. ya.. insya Allah ada konsekuensinya sendiri, tapi kurang lebihnya no big deal juga di Arab Saudi yang relatif sudah maju itu.
37
Secara umum, hawa padang pasir itu kering, kelembaban rendah. Makin dingin, biasanya kelembaban makin rendah. Sehingga, untuk mencegah dehidrasi.. maka minum dan asupan cairan mesti dimanajemeni dengan baik. By the way, puasa juga di sana tidak apa-apa, insya Allah, beda-beda tipislah sama di sini. Tapi pas buka.. minum adalah keharusan, yaitu minum minuman yang biasa, air zam-zam, atau air minuman lain yang halalan toyiban, dan bukannya minum arak yang dicampur bir cap kuciang! Gubrak. Makan maupun minum itu juga penting untuk tidak terlalu napsu. Ini sebetulnya berlaku dimanapun sepanjang hidup. Tapi khusus untuk di Arab, silakan diamati sendiri, siapa yang kelewat napsu minum air dingin, zam-zam dingin,.. akan gampang kena iritasi tenggorokan dan kena batuk Arab. Batuk Arab itu sendiri, karena sifatnya batuk akibat iritasi di dalam, dan bukannya karena flu, asma, tbc, atau mengkis, maka diobati dengan obat-obat batuk tipikal di kita kebanyakan tidak mempan, malah cuma dapet efek sampingnya doang. Beberapa minggu baru hilang sendiri. Pengalaman saya, batuk ini agak mereda dan meringan oleh obat sariawan Enkasari malah. Beberapa orang akan mengalami sindrom gangguan fisik tertentu selama menjalankan ibadah umroh, seperti sakit kepala berlebih dan kelelahan. Sakit kepala atau pusing (dizzy) kalau yang ringan, bisa mereda dan meringan oleh obat antacid semacam promaag (obat ini akan merilekskan perut, mengatasi iritasi di perut yang bisa timbul karena berbagai hal, dan menghilangkan mabuk akibat asam lambung keluar dari tempatnya). Terkait kesehatan lagi, yang banyak bermanfaat adalah plester untuk mengatasi lecet, dan masker. Enkasari, Promaag, Hansaplast, masker... kalau bawa banyak, itu juga bisa jadi ladang amal demi saudara kita 38
tamu-tamu Allah yang membutuhkannya di sana. Dan berbuat ihsan itu amalan utama di tanah suci, maupun sepanjang hidup kita. Kembali lagi, selain dapat pahala ibadahnya, memperbanyak tawaf dan qiyamul lail (sholat malam) di Arab akan membuat fisik tubuh kita menjadi lebih mantap. Yaitu kalau tawafnya di sekeliling ka'bah. Kalau tawafnya di pertokoan.. lha, nggak tahu lagi deh tuh urusannya. Tapi,.. kalau tawaf di pertokoan sih sebetulnya di Indonesia aja jauh lebih menyenangkan, khususnya bagi anda yang berasal dari kota-kota besar. Doadoa dengan hati yang tenang itu juga tinggi nilai kesehatannya karena akan banyak memunculkan hormonhormon endorfin yang menenangkan dan membahagiakan. Saking tenangnya, jadi gampang ngantuk. Lha,.. bakat alam seperti itu serasa merata-rata. Pemicunya satu itu tadi: hormon endorfin. Awal keberangkatan, sebelum keluar rumah, biasanya jamaah mandi, sholat, lalu berdoa. Namun itu di luar ritual umroh. Itu sekedar agar perjalanannya barokah saja, sebagaimana perjalanan-perjalanan jauh yang lainnya. Lalu, ada pula yang menyelenggarakan semacam resepsi menjelang keberangkatan, itu juga boleh, tetapi tidak sunah, dan apalagi wajib. Sepanjang caranya baik, dan tujuannya baik, tidak ada larangan. Berangkat haji dan/atau umroh, pada dasarnya adalah kenikmatan, dan Allah mengingatkan, di dalam kenikmatan yang kita peroleh, itu ada hak orang lain. Sedekah yang banyak, tidak akan membuat kita kekurangan bekal (kalau sedekahnya dengan harta benda), dan juga tidak akan membuat kita njungkel (kalau sedekahnya dengan ilmu, tenaga, dan hal-hal baik lainnya). Sedekah yang serangkai dengan haji/umroh, dengan hati yang bersih, ikhlas, dengan cara yang baik, tentu pahalanya tidak mungkin kecil. 39
Selain ke Mekah, biasanya jamaah haji dan umroh ke Madinah (dan Jeddah). Di Jeddah, masuknya bukanlah lingkup tanah haram, jadi sama saja dengan Indonesia. Sedang Madinah, itu adalah kota Nabi, namun ibadah-ibadah di sana dinilai tinggi juga. Disebutkan dalam salah satu hadits, bahwa sholat di Masjid Nabawi setara dengan 1000x sholat di tempat lain. Apakah orang yang umroh itu wajib ke Madinah? Tidak. Orang-orang Mekah, kalau mereka umroh, ya sudah, umroh saja. Sedang orang Indonesia, selain ke Mekah juga bablas ke Madinah lebih disebabkan karena mengoptimalkan ongkos yang sudah dikeluarkan. Keafdolannya, sudah jauh-jauh ke Mekah, apa masalahnya mengapa tidak sekalian ziarah ke makam Rasul? Dan hal ini disunahkan juga. Disunahkan bagi kita sebagai kaum muslim, dan bukannya disunahkan dalam konteks ritual umroh secara spesifik. Di Madinah itu, menempel dengan Masjid Nabawi ada makam Rasulullah saw. Di dekat makam yang merupakan bekas rumah tinggal Rasulullah saw, ada blok kecil (sekarang di dalam mesjid) yang disebut Raudhah. Rasulullah bilang, di antara rumahnya (yang sekarang makam) dan mimbar mesjidnya (dari mesjid Nabawi yang asli).. adalah laksana taman surga. Sehingga,.. banyak orang berduyun-duyun ingin melintas di situ.. atau sholat, atau berdoa, for whatever reason. Melintas di depan makam Rasul, tidaklah seberapa berduyunnya, tapi kalau di raudhah itu, orang amat antusias. Walaupun kita semua tahu, orang akan kemana nantinya adalah tergantung amal kebaikannya sepanjang hidup, dan sama sekali tidak ditentukan oleh hal-hal trivial seperti itu. Andai anda insya Allah khusnul khotimah, baik sampai 40
terakhirnya.. don't worry be happy-lah, anda pasti akan mendapatkan kebahagiaan dunia-akhirat. Lewat atau tidak lewat raudhah itu. Wallahualam. Di tanah suci (maupun dimana saja mestinya sih), kita mesti senantiasa berprasangka baik kepada Allah. "Aku (Allah) adalah sebagaimana persangkaan hamba-Ku kepada-Ku..." begitu yang diajarkan guru-guru kita, dan itu amat penting sekali dicamkan di tanah haram. Kalau kita penuh pesimisme, nanti gimana, nanti gimana,.. ujungnya beneran susah. Begitu kata orang. Orang haji, yang mikir.. yah, nanti ribet, nanti wc-nya ngantri, nanti wc-nya bau.. surprisingly bisa beneran ngalamin apa yang dikuatirkannya itu. Sebaliknya, kalau kita berpasrah diri dengan penuh optimisme: Ya, Allah,.. saya datang sepenuhnya karena ingin memenuhi panggilan-Mu. Apapun yang kamu berikan, saya akan ikhlas menerimanya..." Lha, kalau spiritnya sudah seperti itu,.. insya Allah semua enak-enak aja. Ya masih bisa juga keseruduk onta! Onta itu juga makhluk Allah. Jelas banget. Walau optimisme itu penting, optimis kelewat optimis itu bisa jadi jumawa, ujub, takabur, sombong. Dan siapakah biasanya yang kejeblos dalam kesombongan itu? Ya kita semua ini! Jangan dikira orang lain. Eling lan waspodo. Kita ini semuanya saja manusia biasa. Tiap kali terasa kita jumawa, segera istigfar. Atau,.. terasa nggak terasa, banyak istigfar sajalah. Mohon maklum, orang jumawa, ujub, sombong, arogan, itu.. kadang tidak terasa. Bisa jadi,.. kalau dari berangkat sampai pulang.. anda merasa: ah, alhamdulillah ya,.. dari awal sampai akhir saya nggak sempat dihinggapi kesombongan... lha,.. itu artinya malah anda sombong! Mana mungkin orang seperti anda (dan apalagi 41
saya) ini tidak dihinggapi kesombongan? Lha wong dalam sejumlah riwayat,.. seorang yang akhlaknya terbaik sekelas Rasulullah pun bukan sekali dua kali terkena penyakit sombong, kok. Bisa-bisanya kite ngerasa bersih. Emang kita lebih baik dari rasulullah? Jelas tidak. Di balik ngomongin orang, nyeritain keberuntungan kita,.. dan bahkan saat kita memberi nasehat atau tausyiah pada orang, atau saat kita sedekah.. itu ada kesombongan kalau salah-salah penyampaiannya. Wujud kesombongan yang lain adalah emosi jiwa atau marah-marah. Orang yang sepenuhnya tawadhu, tentu bisa menahan amarah, menahan dongkol, gemes, menahan ngambek, menahan sebal, penasaran.. atau bahkan rasa-rasa negatif itu sama sekali nggak sempat muncul. Dalam hal itu, jadi mesti dapet titik tengahnya. Pesimis nggak boleh. Tapi kelewat optimis juga nggak boleh. Yang mesti dapet titik tengahnya lagi, adalah antara kerajinan dan kemalasan. Kelewat rajin,.. kelewat disiplin, kelewat fanatik, ini bisa jadi sombong, dan bisa jadi njungkel ambruk, bisa nyikut orang sana-sini.. bisa ngelakuin yang bid'ah, dan seterusnya. Itu buruk. Ekstrim yang kanan. Kelewat getol ngaji, kelewat getol berdoa, kelewat getol ngapalin doa-doa,.. itu juga bisa negatif karena jadinya kesempatan kita berbuat ihsan kepada pihak lain tentu akan jadi terbatas. Tanpa kita sadar, bisa saja itu jadi 'memaksa' pihak lain 'mentoleransi kita' dalam berbagai bentuknya. Adalah tidak mungkin kita bisa masuk surga sendiran. Andaikan pun seseorang bisa di surga seorang diri saja,.. di sono tentu dia akan amat didera kesepian, dan lalu lantas apa bedanya dengan di neraka? Di sisi lain, kalau tidak ada disiplin diri, males,.. ya udah, itu ekstrim yang kiri. Jelek juga. Ngapain umroh dan haji kalau sekedar mau males-malesan membuang kesempatan emas? 42
Itu kemubaziran luar biasa. Termasuk malas yang buruk: malas beribadah ritual, malas berbuat ihsan membantu orang lain, malas berpikir, malas berencana, malas belajar, otaknya nggak dipake, terserah panitia saja,.. kita tidak mau mensyukuri dengan cara memakai segenap indera dan penalaran yang dikaruniakan oleh Allah. Bahkan, selain rajin berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, Rasul rajin berlindung dari Allah dari rasa malas. Jadi, yang pertama: pede kelewat pede, itu tidak boleh. Kurang pede, minder, tertekan putus asa, itu juga boleh. Yang kedua: kerajinan kelewat kerajinan, itu tidak boleh. Malas, itu juga tidak boleh. Yang ketiga tidak boleh: kaku kelewat kaku, disiplin kelewat disiplin, fanatik ini-itu. Itu tidak boleh. Kita ini mesti luwes fleksibel. Di satu sisi mesti luwes-fleksibel, tapi juga tidak boleh kelewat longgar dan terlalu kompromi.. sampai apa saja boleh, sampai menerabas yang haram. Kita mesti memiliki self-disiplin, disiplin diri, sesuai ajaran yang benar. Dan umat Islam itu adalah umat yang tengah-tengah, optimal. Ngepasinnya tentu tidak mudah, tetapi kita mesti senantiasa ingat, Allah Maha Pengampun, dan Beliau tidak membebani kita melebihi dari apa yang kita mampu. Penutup Kalau boleh diringkaskan: ibadah umroh, dan haji, itu intinya adalah spiritual. Bukan fisik. Untuk melaksanakannya, maka kita harus berbekal. Dan sebaik-baik bekalnya haji, dan umroh, (dan hidup ini) adalah bekal takwa. Lalu, apa yang harus diperbanyak? Yang harus diperbanyak adalah berbuat ihsan atau berbuat kebajikan. Termasuk 43
berbuat ihsan, adalah untuk diri sendiri (memperbanyak: tawaf, qiyamulail, berdoa, berzikir, dan seterusnya); kedua, ihsan untuk orang lain (memperbanyak salawat, doa untuk orang tua, guru-guru, pemimpin, dan orang-orang yang berjasa, anak-cucu handai taulan, dan seterusnya, memberi bantuan dalam berbagai bentuknya); ketiga, berbuat ihsan untuk semesta; dan ihsan kepada Allah (yaitu dengan cara 'memberi pinjaman kepada Allah', suatu perniagaan yang tidak akan merugi). Ada yang bilang tawaf, tahajud, dan zikir itu ihsan kepada Allah; tapi saya cenderung, itu untuk diri, karena pada dasarnya Allah tidaklah butuh apa-apa dari kita. Selain takwa dan ihsan apa lagi yang penting? Sikap istiqomah, yaitu sifat konsisten, continous improvement atau penyempurnaan berkelanjutan, dan kemantapan hati, mapan, semeleh. Disebutkan oleh Rasul, bahwa keimanan tiap orang itu fluktuatif. Kadang naik, kadang turun. Dengan sikap istiqomah, fluktuasi negatifnya mesti makin lama makin berkurang, dan akhirnya nanti, menjadi titik terbaik atau khusnul khotimah. Dengan istiqomah, maka ketakwaan yang dijadikan bekal haji atau umroh,.. sepulang ibadahnya, bukannya berkurang tapi makin bertambah. Demikian pula, perbuatan ihsannya, sepulang ibadah makin intensif dan meaningful. Jangan sampai, pulang umroh (atau apalagi haji), reset lagi banyak pengawuran. Demikianlah tulisan tentang umroh yang minimalis ini. Semoga tulisan ini bermanfaat. Lebih dan kurangnya mohon maaf. Billahi taufik wal hidayah. Wassalam. (YW. Jul'13. Rev. Okt'14)
44