YOUTUBE Seni Berwawasan Teknologi Modern Ricardo F. Nanuru Abstrak Kajian mengenai YouTube sebagai seni berwawasan teknologi modern diawali dengan fenomena yang terjadi belakangan ini, dimana banyak sekali orang atau kelompok menjadi “ngetop” karena situs ini. YouTube menjadi sarana dimana banyak orang mengekspresikan diri dan kemampuannya. Bukan hanya sampai di situ, banyak pencari bakat pun mempergunakan situs YouTube untuk mencari bakat-bakat tertentu yang dapat menghasilkan orang-orang atau kemampuan-kemampuan yang dapat dipasarkan kepada masyarakat. Hal ini tentu saja tidak salah dan sah-sah saja. Namun yang menjadi inti bahasan kajian ini bukan saja YouTube yang berfungsi sebagai media penyalur kreatifitas seni, tetapi lebih jauh yaitu YouTube sebagai karya seni itu sendiri. Kajian ini merupakan kajian pustaka yang menggunakan filsasafat seni sebagai objek formal, sedangkan objek materialnya adalah YouTube. Kesimpulan dari kajian ini adalah:
YouTube mampu untuk memberikan pengaruh keindahan bagi penyaluran karya-karya seni yang di-video-kan tetapi sekaligus menjadi seni itu sendiri. Keindahannya terlihat pada bagaimana ia memberikan pengalaman-pengalaman menarik bagi mereka yang menggunakannya sekaligus memberikan aspek ketergantungan untuk tetap kembali padanya. Apapun apresiasi yang diberikan penikmat YouTube terhadapnya, teknologi ini telah menjadi karya monumental yang merajai dunia seni audiovisual di dunia. Kata kunci: YouTube, Seni, Situs, Teknologi Modern.
Pendahuluan Tulisan ini berangkat dari pengalaman penulis ketika duduk di kantin sebuah universitas ternama di Yogyakarta beberapa tahun lalu. Saat itu, sekumpulan mahasiswa bergerombol dan dan memusatkan pandangan pada layar komputer jinjing di depan mereka. Sesekali mereka tertawa geli, sesekali pula mereka terdiam kagum, namun kerap kali mereka mengerutkan dahi menunjukan rasa heran atas tontonan gratis yang mereka akses dari YouTube. Para mahasiswa tersebut menonton penampilan menarik sekaligus “kampungan” dua gadis remaja, Shinta dan Jojo, yang berjoget di depan kamera komputer dengan iringan lagu Keong Racun. Mungkin inilah video di YouTube yang paling banyak dilihat di Indonesia tahun 2010 menurut penulis.
Itulah fenomena Shinta, Jojo, dan YouTube yang melanda negeri ini. Sebelumnya, masyarakat Indonesia sempat “dihibur” dengan tontonan video porno pasangan selebritas ibukota dan vokalis band terkenal, yang juga sempat “menobatkan” YouTube sebagai salah satu situs yang diakses oleh hampir setiap orang yang “melek internet” di negeri ini. Tampaknya, YouTube berhasil memberikan sebuah media sosial berbasis internet tingkat dunia yang dapat diakses terlalu mudah. Sebuah cara yang canggih untuk berbagi tentang apapun kepada dunia, bahkan hal-hal yang bersifat pribadi dan tak layak tonton. Layaknya produk-produk teknologi canggih lainnya, YouTube telah menjadi konsumsi setiap orang yang mengaku dirinya melek teknologi, bukan saja di
kalangan “borjuis” tetapi juga kalangan “babu/pembantu”. Menjadi hal yang lumrah untuk mengabadikan bentuk-bentuk kegiatan manusia, siapa pun dia, baik dari rutinitas kerja kantoran, kegiatan-kegiatan tamasya keluarga juga hasil karya orangorang yang disebut seniman, berupa klip, lukisan, lakon, dan lain sebagainya. Apapun yang dilakukan dan dihasilkan, jika memang bisa direkam lewat video, bisa ditampilkan atau bahasa kerennya di upload ke YouTube dan bisa diakses oleh semua pengguna internet di muka bumi. Fenomena YouTube yang sekarang menjadi bagian dari Perusahaan Google tampaknya tidak pernah habis dibahas. Sisi negatif ataupun positif YouTube tergantung kita untuk menyikapinya. Situs www.youtube.com setiap bulannya bisa dikunjungi lebih dari 1 milyar orang. 1 Bahkan belakangan situs ini diberitakan diakses sebanyak 2 milyar kali dalam sehari.2 Tentu saja hal ini menjadi menarik untuk banyak kalanan terutama dalam mempromosikan produk-produk bisnisnya termasuk karya-karya seni para seniman. Terlepas dari semua itu, YouTube menjadi menarik bagi penulis untuk dikaji menggunakan pisau analisis filsafat seni. Kajian ini memungkinkan YouTube untuk dibedah dan dijadikan sebagai objek bagi pengembangan seni itu sendiri. Kajian ini lebih jauh diharapkan dapat menjadikan YouTube sebagai seni itu sendiri, dan bukan hanya sebagai media penyampaian hasil karya yang disebut seni.
1
Dapat dilihat pada http://www.anneahira.com/youtube diakses : 20 Desember 2012. 2 Dapat dilihat pada http://www.terangdunia.com/index.php?option=com _content&view=article&id=709:situs-youtubediakses-2-miliar-kali-dalam-sehari&catid=58:mediainternet&Itemid=88 diakses : 20 Desember 2012.
Pembahasan A. YouTube : Selayang Pandang YouTube adalah salah satu layanan dari Google yang memfasilitasi penggunanya untuk meng-upload video dan bisa diakses oleh pengguna yang lain dari seluruh dunia secara gratis. Bisa dikatakan YouTube adalah database video yang paling populer di dunia internet, atau bahkan mungkin yang paling lengkap dan variatif. Pada awalnya YouTube memang bukan dikembangkan oleh Google, tapi Google mengakuisinya lalu kemudian menggabungkannya dengan layananlayanan Google yang lain. Sama seperti Google juga mengakuisi blogger.3 YouTube adalah sebuah situs web video sharing (berbagi video) populer yang didirikan pada Februari 2005 oleh tiga orang bekas karyawan PayPal: Chad Hurley, Steven Chen, dan Jawed Karim. Menurut perusahaan penelitian Internet Hitwise, pada Mei 2006 YouTube memiliki pangsa pasar sebesar 43 persen. Para pengguna dapat memuat, menonton dan berbagi klip video secara gratis. Umumnya video-video di YouTube adalah klip musik (video klip), film, TV, serta video buatan para penggunanya sendiri. Format yang digunakan video-video di YouTube adalah .flv yang dapat diputar di penjelajah web yang memiliki plugin Flash Player.4 Orang pertama yang menaruh video di situs YouTube adalah Jawed Karim. Video berdurasi 19 detik itu diberi judul “Saya ketika di Kebun Binatang”. Makin cepatnya akses internet dan murahnya piranti perekam video dianggap sebagai salah satu faktor yang membuat YouTube 3
Dapat dilihat pada http://pertanyaan.com/apaitu-youtube diakses : 20 Desember 2012. 4
Dapat dilihat pada http://id.wikipedia.org/wiki/YouTube diakses : 20 Desember 2012.
sangat populer. Raksasa pencari internet Google mengendus pasar video online dan membeli situs ini US$ 1,65 miliar pada 2006.5 Pengguna YouTube juga mencakup perusahaan yang memanfaatkan situs ini untuk mempromosikan acara atau produk mereka. Beberapa video menjadi buah bibir dan ditonton jutaan kali. Di balik kisah sukses YouTube, ada kontroversi. Di awal berdirinya situs ini, para pengguna dengan mudah mengupload aneka video yang seharusnya tidak boleh ditaruh di YouTube. Sampai sekarang pun YouTube secara berkala harus menghapus aneka video yang memiliki hak cipta itu. Sejumlah kalangan sekarang memperkirakan YouTube di masa depan mungkin menjadi bagian dari ambisi Google untuk membuat 'media cloud'. Ini semacam proyek di mana para pengguna bisa menikmati film, buku, majalah, acara televisi dan aneka konten digital lain.6 B.
Seni Sumartono (2010: 6-8) menulis bahwa, ada tiga konsep awal pembentuk pengertian seni pada zaman YunaniRomawi, yaitu: 1. Techne/ars Kata techne (Yunani) dan ars (Romawi) mengandung arti tenik atau ketrampilan. Pada masa ini dikenal dua pembagian, yaitu artes serviles (pertukangan) dan artes liberales (keprofesian). Seni lukis, musik, dan desain yang sekarang paling bergengsi, dulu termasuk dalam kategori artes serviles (pertukangan). 2. Poiesis Pembentuk kata ‘poetika’ (poetics), bidang yang berkaitan dengan permasalahan teknis seperti bagaimana 5
Dapat dilihat pada
http://www.terangdunia.com/index.php?option=com _content&view=article&id=709:situs-youtubediakses-2-miliar-kali-dalam-sehari&catid=58:mediainternet&Itemid=88 diakses : 20 Desember 2012. 6
Ibid.,
cara menyusun puisi, terutama yang susunannya panjang. 3. Ars Rethorica Pembentuk kata ‘retorika,’ bidang yang berkaitan dengan permasalahan umum pembahasan dan pengajaran, cara mengutarakan pembicaraan (speech). Lebih jauh dikemukakan Sumartono (2010: 9-14), menurut Plato (dalam Republik, dll) seni adalah representasional atau mimetik (kadangkadang diartikan “imitatif”). Secara ontologis karya seni bergantung pada, dan lebih rendah/inferior daripada benda-benda fisis biasa. Imanuel Kant (1724-1804) mendefenisikan seni sebagai sejenis representasi yang bersifat purposif dalam dirinya sendiri dan, meskipun tanpa sebuah akhir, tetap mengutamakan kultivasi kekuatan-kekuatan mental dalam rangka komunikasi sosial. Pada zaman post modern, definisi seni menjadi sangat tidak stabil dan menuju ke arah ‘dedefinisi’; definisi seni tergantung siapa yang mendefinisikan. Tentu saja hal ini mendorong pertentangan yang hebat. Seni rupa konseptual (conceptual art), misalnya, bahkan bisa ‘tidak memiliki rupa’, meskipun disebut ‘seni rupa.’ Contohnya: ada karya yg hanya berupa tiga paku yang ditancapkan di tiga daerah berbeda; orang hanya disuruh membayangkan “bentuk segitiga” dengan menghubungan tiga titik paku itu dalam angan-angan. Kata seni (art) seringkali juga digunakan untuk menyebut sesuatu yang telah mencapai puncak pencapaiannya, misalnya karya desain (mobil, dsb.), arsitektur, bedah mulut, operasi kosmetik, dll. Istilah yg populer: state of the art. Seni juga berdekatan maknanya dengan estetika, bahkan ada yang menyamakannya. Ada beberapa penggunaan untuk kata “estetika”. Secara luas, estetika dipahami sebagai filsafat seni.
Oleh karena itu, orang dapat saja menggunakan kedua kata ini secara bergantian. Dalam pengertian yang lebih khusus, estetika berasal dari kata Yunani aisthesis, yang berarti “persepsi sensual” atau “kognisi sensorif”. Tentu saja pengertian ini sangat berhubungan dengan kemampuan indrawi manusia dalam rangka mencandrai suatu objek. Pada pertengahan abad ke-18, istilah ini diadaptasi oleh Alexander Baumgarten sebagai istilah yang melingkupi studi filosofis atas seni. Ia memilih istilah ini karena ia berpikir bahwa pekerjaan-pekerjaan seni terutama berhubungan dengan persepsi sensorif dan juga kognitif. Ketika berbicara tentang estetika dalam pengertian khusus itu, maka sesungguhnya ada ketertarikan tentang peran dan posisi audiensi dalam berinteraksi dengan pekerjaan-pekerjaan seni. Para audiens dapat menjadi pembaca, pendengar dan pengamat. Dalam pengertian ini, estetika dipahami lebih sebagai kata sifat yang menunjuk pada sifatnya yang dapat dibagikan kepada audiensi. Dengan demikian, salah satu pengertian yang dapat ditarik adalah estetika sebagai sesuatu yang bersifat dapat dibagi (shared) kepada audiensi. Dalam kaitan dengan itu, muncul istilah “pengalaman estetis,” “persepsi estetis,” dan “tingkah laku estetis” (Carroll, 1999: 156-157). Lebih jauh, Carroll (1999: 168-169) menyatakan bahwa telah banyak orang yang membicarakan tentang pengalaman estetis. Namun dari banyaknya pembicaraan itu, ia memilih dua pandangan utama tentang pengalaman estetis. Kedua pandangan utama itu adalah (i) pengalaman berorientasi isi (content-oriented), dan (ii) pengalaman berorientasi pengaruh (affectoriented). Pengalaman estetis berorientasi isi sangat jelas melihat pengalaman estetis sebagai suatu pengalaman dari sifat-sifat estetis suatu pekerjaan. Sifat-sifat itulah yang merupakan isi dari pengalaman yang
menjadikannya sebagai pengalaman estetis. Apa yang dikatakan sebagai “elegan”, “rapuh”, “monumental”, dan hubunganhubungan formal yang terbangun atasnya adalah sifat-sifat estetis suatu kerja seni. Hubungan-hubungan itu kemudian dibagi ke dalam tiga hal, yaitu unitas atau kesatuan, keragaman, dan intensitas. Unitas suatu kerja seni terlihat dalam hubunganhubungannya yang formal antara satu bagian dengan bagian yang lain. Tanpa satu bagian tertentu, suatu kerja seni akan dimaknai secara lain. Pengalaman estetis kita akan sangat mempertimbangkan unitas suatu karya seni, atau yang lebih tepatnya, unitas atau kesatuan suatu karya seni adalah unsur yang sangat menentukan dalam membentuk pengalaman estetis manusia. Selain itu, keragaman juga menentukan hubungan-hubungan formal dari tiap bagian dalam suatu karya seni. Semua hal yang ada di dalam karya seni adalah berbeda satu dengan yang lainnya. Tidak ada yang sama persis. Dengan demikian, keragaman juga menentukan pengalaman estetis manusia. Intensitas kualitatif yang terbangun di dalam suatu karya seni turut mempengaruhi. Bagaimana perasaan yang terpengaruh ketika ada dalam pengalaman estetis tertentu adalah wujud dari intensitas dan hubungan-hubungan yang terbangun olehnya. Berdasarkan apa yang telah dikatakan di atas, sesuatu dapat dikatakan sebagai karya seni hanya jika telah memenuhi tiga unsur tersebut, yaitu kesatuan, keragaman dan/atau intensitas. Keindahan dalam pemahaman metafisisnya merupakan hal yang harus ada dalam tata aturan kosmos demi keteraturan kosmos itu sendiri. Dalam pengertian ini, keindahan merupakan sesuatu yang diyakini merupakan bagian tak terpisahkan dari ritus-ritus kehidupan manusia yang berfungsi tetap menjaga kosmos agar tidak mengalami kekacauan atau chaos (Townsend, 2006: xviii). Keindahan adalah
mitos yang dipelihara dalam ritual-ritual tertentu dengan menghadirkan konsepkonsep tentang sikap dan pengalaman, kategori-kategori indah dan ketidakindahan. Intinya, manusia sebagai makhluk seni (artist) adalah pencipta keindahan sekaligus audiens dari keindahan itu sendiri. Walaupun dalam pendekatan naturalis, alam dapat dijadikan sebagai objek, namun “indahnya atau rusaknya alam” tetap merupakan ekspresi, hasil dari penilaianpenilaian atau judgment manusia. Secara metafisis, seni berhubungan dengan keindahan. Keindahan hadir sebagai bagian dari mitos pemelihara keteraturan kosmos. Sebagai mitos, maka keindahan harus dipelihara lewat ritus-ritus tertentu. Ritus-ritus itu bisa berupa pameran, konser, bahkan dalam dunia modern sudah berupa perbanyakan dan komodifikasi. Hanya dengan ritus-ritus itu, maka konsep tentang keindahan telah menjadi ideologi tersendiri. Orang akan beramai-ramai terikat pada gagasan-gagasan besar tentang mana yang indah dan mana yang tidak indah. Seolaholah dengan tidak merayakan ritus-ritus itu, maka dunia, khususnya dunia seni sendiri akan mengalami chaos. C. YouTube: Seni Berwasasan Teknologi Modern Belakangan ini, seni diyakini sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita tidak bisa terlepas dari yang namanya seni, tanpa adanya seni hidup kita tidak akan indah karena seni merupakan hal pendukung terbentuknya keindahan. Manusia berusaha menghasilkan berbagai produk-produk pendukung kehidupan dengan nuansa keindahan sehingga hidup ini berjalan dan dinikmati dengan berbagai bentuk pengalaman estetis yang unik dan saling mendukung (Graham, 1997 : 12). Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
signifikan mampu mengadopsi berbagai penerapan pengetahuan baru. Salah satu reformasi di bidang pengetahuan yang berhubungan dengan seni adalah munculnya cabang seni berhubungan dengan pemanfaatan alat-alat canggih. Cabang pengetahuan seni yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi adalah munculnya cabang seni, seperti seni peran (khususnys sinetron), pendokumentasian (sinema), audio-visual (keproduseran) dan lain-lain. Wahana penjajagan pengetahuan di bidang yang berhubungan dengan pemanfaatan alat-alat canggih tersebut memunculkan garapan pengetahuan di bidang seni peran dan adaptasinya. Munculnya cabang seni berwawasan teknologi menjadi pertanda bahwa wahana pengembangan seni dan pengetahuan kesenian dalam kaitannya dengan wawasan teknologi mampu mengadaptasikan pengetahuan baru sebagai wadah penuangan bakat-bakat seni berhubungan dengan penggunaan alat-alat canggih. YouTube sebagai bagian dari kecanggihan teknologi ternyata mendapat tempat dalam perkembangan seni di dunia, dimana YouTube menjadi alat untuk mempresentasikan dan ataupun mempromosikan hasil-hasil karya seni apapun bentuknya dalam bentuk video yang bisa dinikmati oleh setiap orang yang menggunakannya. Terlepas dari pengertiannya sebagai media penyalur berbagai hasil karya seni, penulis beranggapan bahwa YouTube bukan hanya sebatas itu. YouTube lebih dari itu. YouTube diciptakan sebagai sebuah hasil karya seni yang berwawasan teknologi modern yang di dalamnya – meminjam bahasa Carrooll (1999: 156-157) – memiliki sifat estetis dapat dibagi (shared) kepada audensi. Setiap hari ribuan orang mengakses YouTube untuk menyaksikan video-video
yang tidak terbatas jumlah dan kategorinya. Bukan hanya itu, setiap harinya juga, ribuan orang mengunjungi YouTube untuk mengupload/memasukan video hasil garapannya ke situs ini. Orang yang tidak menyimak dengan baik bisa saja berkata bahwa hal ini merupakan hal yang wajar dan biasa-biasa saja, tetapi menurut penulis hal ini merupakan suatu hasil kerja seni luar biasa dari pengembang situs YouTube yang dapat menarik peminat dan penikmat bagi karyanya, sekaligus mengajak mereka untuk berpartisipasi sebagai pengguna serta pengamat. Hal inilah yang menurut penulis sejalan dengan apa yang dikemukakan Carroll sebagai pengalaman estetis. YouTube sebagai pengalaman estetis yang di dalamnya tercakup pengertiannya sebagai seni, jika diteorikan dengan pengalaman estetisnya Carroll (1999: 168), memiliki pengalaman yang berorientasi isi (content-oriented) dan pengalaman berorientasi pengaruh (affectoriented). Pengalaman estetis berorientasi isi sangat jelas melihat pengalaman estetis sebagai suatu pengalaman dari sifat-sifat estetis suatu pekerjaan. Sifat-sifat itulah yang merupakan isi dari pengalaman yang menjadikannya sebagai pengalaman estetis. Apa yang dikatakan sebagai “elegan”, “rapuh”, “monumental”, dan hubunganhubungan formal yang terbangun atasnya adalah sifat-sifat estetis suatu kerja seni. Hubungan-hubungan itu kemudian dibagi ke dalam tiga hal, yaitu unitas atau kesatuan, keragaman, dan intensitas. YouTube dapat dikatakan sebagai karya seni monumental serta elegan ketika dipahami sebagai suatu hasil karya yang mampu menyerap berbagai karya dari para penggunanya, yaitu berbagai video yang tak pernah habis ditonton. Namun di sisi lain YouTube dapat dikatakan rapuh bila melihat kondisinya yang tidak bisa mengontrol secara ketat berbagai video
yang seharusnya tidak layak ditonton oleh beberapa kalangan. YouTube di sisi lain merupakan karya seni yang sangat berpengaruh dan bisa dikatakan mempengaruhi semua bidang kehidupan dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan jutaan karya-karya manusia yang di-video-kan dan dimasukkan ke YouTube. YouTube telah menjadi fenomena dan berpengaruh di seluruh penjuru dunia yang berakses internet. YouTube, bagi penulis, bukan sekedar hasil karya teknologi modern yang dapat menampung dan menyalurkan berbagai kategori video tergantung key word yang dipakai pencarinya tetapi lebih dari itu merupakan merupakan hasil karya seni yang menjadi pengalaman estetis pengembangnya. Pengalaman mana mampu memberi pengaruh luar biasa bagi perkembangan seni di dunia serta menjadi suatu karya monumental dan bersejarah bagi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya. Berdasarkan hal inilah menjadi jelas kenapa tulisan ini diberi judul, YOUTUBE : Seni Berwawasan Teknologi Modern. Penutup Manusia dalam kelebihan dan kekurangannya adalah makhluk seni, walaupun tidak semua orang dapat disebut sebagai artis karena definisi. Namun, manusia sebagai art being adalah sebutan yang layak. Hal itu disebabkan karena hanya manusia yang mampu menciptakan dan sekaligus menikmati seni. Sejak kecil, semua orang telah memiliki apa yang disebut sebagai perasaan seni. Walaupun apa yang disebut sebagai yang indah dan tidak indah juga ditentukan oleh masyarakatnya, sesungguhnya manusia telah memiliki perasaan itu sejak ia terlahir.
Terhadap beberapa objek, tanpa diberitahu oleh masyarakat bahwa itu indah, seseorang dapat langsung mengatakan berdasarkan penilaiannya sendiri. Di Indonesia, seni pun dipelajari di bangku-bangku pendidikan. Namun, ada hal yang cukup menyedihkan ketika seni menjadi bagian yang formal dalam kurikulum pendidikan, yaitu ketidaksinambungan pembelajaran dalam seni. Contoh dari ketidaksinambungan pembelajaran itu adalah: ketika masih dalam tingkat pendidikan dasar, seni yang diajarkan adalah dengan langsung berpraktek, membiarkan setiap anak mengekspresikan pemahamannya sendiri secara bebas. Ketika dalam pendidikan lanjutan, seni yang diajarkan lebih banyak berupa teori-teori dan sejarahnya. Akibatnya adalah seni menjadi bahan pelajaran yang sedikit membosankan, tidak lagi seperti di tingkat pendidikan dasar. Banyak anak yang berbakat seni tinggi kemudian memilih jalan dan sekolah khusus terkait pengembangan bakatnya di bidang seni. Lebih banyak anak lagi yang dikatakan tidak berbakat di bidang seni kemudian mengekpresikan pengalaman estetisnya itu sebagai audiens atau penikmat seni. Apapun itu, baik selaku pelaku seni, yang menciptakan karya-karya seni, maupun hanya sebagai penikmat karya seni tertentu, manusia adalah makhluk yang berseni. YouTube sebagai seni berwawasan teknologi modern menjadi suatu kajian yang menarik karena cenderung berbeda dengan pengertian umum kita tentang seni. YouTube mampu untuk memberikan pengaruh keindahan bagi penyaluran karyakarya seni yang di-video-kan tetapi sekaligus menjadi seni itu sendiri. Keindahannya terlihat pada bagaimana ia memberikan pengalaman-pengalaman
menarik bagi mereka yang menggunakannya sekaligus memberikan aspek ketergantungan untuk tetap kembali padanya. Apapun apresiasi yang diberikan penikmat YouTube terhadapnya, teknologi ini telah menjadi karya monumental yang merajai dunia seni audiovisual di dunia.
Daftar Pustaka Carol, Noël, 1999, Philosophy of Art: A Contemporary Introduction – Routledge Contemporary Introductions to Philosophy, Routledge: London Graham, Gordon, 1997, Philosophy of the Arts: An Introduction to Aesthetics (3rd ed.), Routledge: London Sumartono, 2010, Filsafat Seni, (Modul Perkuliahan Filsafat Seni), Program Pasca Sarjana Ilmu Filsafat UGM. Townsend, Dabney, 2006, Historical Dictionary of Aesthetics: Historical Dictionaries of Religions, Philosophies, and Movements, No. 72, Scarecrow Press, Inc.: NY http://www.anneahira.com/youtube, diakses: 20 Desember 2012. http://www.terangdunia.com/index.php?opt ion=com_content&view=article&id =709:situs-youtube-diakses-2miliar-kali-dalamsehari&catid=58:mediainternet&Itemid=88, diakses: 20 Desember 2012. http://pertanyaan.com/apa-itu-youtube diakses : 20 Desember 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/YouTube diakses : 20 Desember 2012.