VITILIGO
Penyaji: dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP.132 308 599
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 1 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
PENDAHULUAN Asal mula istilah “vitiligo” tidak diketahui. Pada pertengahan abad ke16, Hieronymous Mercurialis menduga istilah vitiligo berasal dari bahasa Latin yaitu kata “vitium” atau “vitellum“ yang artinya cacat. 1 Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang didapat disebabkan tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata maupun bulbus dari rambut. Karakteristik lesi berupa makula ataupun bercak depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik. Kelainan ini cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan. 1,2,3,4 Vitiligo dapat mengenai semua usia, namun biasanya lebih sering pada usia 10 - 30 tahun. 1,2,4,5,6 Pengobatan vitiligo mempunyai banyak pilihan dan bersifat individual. Repigmentasi biasanya membutuhkan jangka waktu yang lama sehingga membutuhkan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang merawatnya. 1,2,3,4,5,6
EPIDEMIOLOGI Insiden terjadinya vitiligo berkisar 1 - 2% populasi dunia, dimana 30% penderita mempunyai riwayat keluarga. Perkembangan awal dari lesi, sekitar 25% penderita dijumpai pada usia dibawah 10 tahun, 50% terjadi sebelum usia 23 tahun dan kurang dari 10% terjadi pada usia lebih dari 42 tahun. Walaupun vitiligo relatif jarang dijumpai pada bayi tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan dan kadang-kadang didiagnosa sebagai piebaldism. 1,2 Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita (dewasa) dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 : 1. Sedangkan penelitian vitiligo pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama pada ke dua jenis kelamin. Kemungkinan hal ini disebabkan wanita (dewasa) lebih memberikan perhatian terhadap penyakitnya dibandingkan laki-laki (dewasa), sehingga lebih banyak mendapat pengobatan. 1,2
2 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
ETIOLOGI Pada vitiligo, penyebab hilangnya melanosit pada epidermis belum diketahui dengan pasti. Diduga merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. 1,3,4
PATOGENESIS Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan yaitu : 1. Autoimmune hipotesis Merupakan teori yang banyak diterima, dimana immune sistem tubuh akan menghancurkan melanosit. Pada vitiligo dapat dijumpai autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik yang disebut autoantibodi anti melanosit, yang bersifat toksik terhadap melanosit dan menghambat pembentukan melanin. 2. Neurogenik hipotesis Beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti Neuropeptide-Y, merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat menghambat
proses
melanogenesis.
Kemungkinan
Neuropeptide-Y
memegang peranan dalam patogenesis vitiligo melalui mekanisme neuroimmunity atau neuronal terhadap melanosit. 3. Self- destruct teori oleh Lerner Mekanisme pertahanan yang tidak sempurna pada sintesis melanin di dalam melanosit, menyebabkan menumpuknya bahan toksik (campuran phenolik) yang menghancurkan melanosit. Hipotesis ini berdasarkan pengaruh bahan toksik yang dihasilkan oleh campuran kimia (phenol) terhadap fungsi melanosit. 4. Autocytotoxic hipotesis Berdasarkan observasi, sewaktu terjadinya sintesis melanin, terbentuk bahan kimia yang bersifat cytotoxic terhadap citoplasma dari sel sehingga menyebabkan
timbulnya
kerusakan
struktur
yang
penting
seperti
mitochondria. 5. Genetik hipotesis Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan secara khromosom autosomal. Cacat genetik ini menyebabkan dijumpainya melanosit yang abnormal dan mudah 3 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
mengalami trauma, sehingga menghalangi pertumbuhan dan diferensiasi dari 1,2,3,4,6
melanosit.
KLASIFIKASI Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan distribusi pada kulit. Secara luas vitiligo dapat dibagi atas : 1. Tipe lokalisata
Fokal : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi pada beberapa lokasi yang tersebar.
Segmental : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi yang lokalisasinya unilateral pada satu areal tubuh. Sering dijumpai pada anak-anak.
Mukosal : makula depigmentasi hanya terdapat pada membran mukosa.
2. Tipe generalisata Merupakan tipe yang sering dijumpai, berupa makula depigmentasi yang distribusinya tersebar luas pada seluruh permukaan kulit. Pola yang sering dijumpai yaitu bilateral dan simetris.
Acrofacial : makula depigmentasi yang terdapat pada distal ekstremitas dan wajah.
Vulgaris : makula depigmentasi yang menyebar.
Campuran : acrofacial dan vulgaris atau segmental dan acrofasial dan atau vulgaris.
3. Tipe universalis : proses depigmentasi yang luas mengenai hampir seluruh tubuh dan hanya menyisakan sedikit daerah yang mempunyai pigmentasi yang normal. Tipe ini jarang ditemukan. 1,2,3,4,5
FAKTOR PENCETUS Ada beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo yaitu :
Trauma Vitiligo sering timbul pada tempat yang sering mengalami trauma disebut Koebner Phenomen (Isomorphic respon).
Sinar matahari 4
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
Pada kulit yang terbakar / terpapar sinar matahari dapat terjadi vitiligo.
Emosi dan stress Sekitar 40% penderita vitiligo, mengalami emosi dan stress lebih kurang 6 bulan sebelum timbul atau berkembangnya lesi vitiligo.1,3,5
GAMBARAN KLINIS Lesi vitiligo biasanya asimptomatik dimana tidak dijumpai rasa gatal dan sakit, walaupun penderita dapat juga mengeluhkan terjadinya luka bakar akibat sinar matahari pada daerah yang mengalami depigmentasi.5 Karakteristik lesi pada vitiligo yaitu berupa makula atau bercak putih seperti susu, berdiameter beberapa mm - cm dan berbentuk oval - bundar. Lesi biasanya berbatas tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan lesi lebih mudah dilihat pada penderita yang berkulit gelap atau agak kecoklatan.1,2,3,4,5,6 Lokasi depigmentasi paling sering dijumpai pada wajah, leher dan kulit kepala dan daerah yang sering mendapat trauma seperti ekstensor dari lengan, bagian ventral dari pergelangan tangan, bagian dorsal dari tangan dan digital phalanges. Vitiligo juga dapat dijumpai pada bibir, genitalia, gingival, areola dan puting susu. 1,2,3,4,5,6,7 Depigmentasi dapat juga mengenai rambut pada kulit kepala dimana rambut menjadi berwarna abu-abu ataupun putih, yang pada awalnya hanya melibatkan sebagian kecil dari rambut. Perubahan warna tersebut dapat juga terjadi pada rambut alis mata, bulu mata, pubis dan axilla. 1,2,3,6 Dapat juga ditemukan variasi bentuk klinis vitiligo yaitu :
Trichrome vitiligo : vitiligo dengan lesi yang berwarna coklat muda
Quadrichrome vitiligo : adanya makula peri-follicular atau batas hiperpigmentasi yang terlihat pada proses repigmentasi vitiligo.
Inflammatory vitiligo : lesi eritematosa dengan tepi yang meninggi.4,7
.
GAMBARAN HISTOPATOLOGIS Pada lesi yang mengalami depigmentasi, dilakukan biopsi pada pinggir lesi dan dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya. Hasilnya menunjukkan hilangnya sebagian atau seluruh sel melanosit pada epidermis 5 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
dan pada batas melanosit tampak dendrit yang besar dan panjang. Pemeriksaan dapat juga dikonfirmasikan dengan menggunakan pewarnaan histokimia yaitu pewarnaan dopa untuk tyrosinase yang merupakan enzim khusus untuk melanosit dan pewarnaan Fontana-Mason untuk melanin. Pada pemeriksaan elektron mikroskop, dijumpai jumlah sel-sel langerhans meningkat pada daerah basal epidermis dibandingkan pada daerah tengah epidermis.1,3,4,5,6,8
DIAGNOSIS Menegakkan diagnosa vitiligo pada umumnya berdasarkan gambaran klinis yang khas yaitu adanya lesi depigmentasi berupa makula atau bercak bewarna putih, berbatas tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan mempunyai distribusi yang khas. Penderita vitiligo dengan kulit yang terang (putih), agak sulit membedakan lesi vitiligo dengan kulit normal disekitarnya, untuk keadaan ini dapat digunakan lampu wood yang memberikan hasil yaitu makula
yang
amelanosit
akan
tampak
putih
berkilau.
Pemeriksaan
histopatologi, juga diperlukan untuk menetapkan diagnosis dan membedakan vitiligo dari penyakit depigmentasi yang lain.1,2,3,4,5,6
DIAGNOSIS BANDING Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi seperti vitiligo yaitu : 1. Tinea versicolor Lesi
berupa
bercak
hipopigmentasi
dengan
skuama
pada
permukaanya. Lesi biasanya terdapat pada punggung atas dan dada yang dapat meluas ke leher dan lengan. Dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) menunjukan adanya hypa dan spora.1,2,3,4 2. Pityriasis alba Lesi berupa bercak hipopigmentasi dan dijumpai adanya skuama. Lesi biasanya terdapat pada pipi, lengan dan paha bagian atas. Biasanya terdapat pada penderita dermatitis atopik.1,2,3,4
6 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
3.
Tuberous sclerosis
Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi didaerah punggung dan ekstremitas.1,2,3,4 4. Piebaldism Merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara dominan autosomal. yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak dijumpainya melanosit pada kulit dan rambut. Lokasi lesi selalu pada permukaan tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan sering berwarna putih, kemudian bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke dahi. Perkembangan lesi depigmentasi biasanya stabil. Riwayat keluarga selalu dijumpai pada penyakit ini.1,2,3,4 5. Albinism Merupakan kelainan genetik yang sering terdeteksi pada saat lahir. Dijumpai adanya melanosit tetapi mengalami mutasi atau tidak mampu mensintesis melanin. Dapat mengenai seluruh permukaan kulit, rambut maupun mata. Penderita akan menderita kelainan pada mata seperti nystagmus, strabismus dan berkurangnya ketajaman penglihatan.1,2,3,4 6. Lupus erythematosus Pada
tipe
sistemik
maupun
cutaneous,
dapat
dijumpai
bercak
depigmentasi dengan pinggir hiperpigmentasi. Kadang-kadang dijumpai plak berwarna merah dan bersisik. Penderita mempunyai riwayat penyakit yaitu terdapat lesi inflamasi yang dicetuskan oleh sinar matahari. Lokasi sering pada daerah yang terpapar sinar matahari seperti wajah, kulit kepala dan lengan. Pemeriksaan biopsi dan antinuclear antibodi (ANA) dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa.1,2,3,4,5 7. Nevus depigmentosus Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Pada pemeriksaan histologi dijumpai melanosit dan melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan pada kulit yang normal.1,2,3,4
7 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatan vitiligo adalah pembentukan cadangan baru melanosit, dimana diharapkan melanosit baru yang terbentuk akan tumbuh kedalam kulit yang mengalami depigmentasi.1,4 Pengobatan vitiligo membutuhkan waktu, dimana sel baru yang terbentuk akan mengalami proliferasi dan kemudian bermigrasi ke dalam kulit yang mengalami depigmentasi, sehingga untuk melihat respon pengobatan dibutuhkan waktu minimal 3 bulan.1,4 Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas : 1. Pengobatan secara umum yaitu :
Memberikan
keterangan
mengenai
penyakit,
pengobatan
yang
diberikan dan menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita maupun orang tua.1,2,5
Penggunaan tabir surya (SPF15-30) pada daerah yang terpapar sinar matahari. Melanosit merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yang tidak dijumpai pada penderita vitiligo. Penggunaan tabir surya mempunyai beberapa alasan yaitu : ¾ Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari (sunburn) dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit. ¾Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya dapat memperluas daerah depigmentasi (Koebner phenomen). ¾ Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit yang normal menjadi lebih gelap. Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan menggunakan tabir surya yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB.1,2,3,5,6
Camouflage Cosmetik Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkankan bercak putih sehingga tidak terlalu kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan Dermablend.1,3,5,6
8 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia dari penderita yaitu : A. Usia dibawah 12 tahun.
Topikal steroid Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme
pertahanan
terhadap
autodestruksi
melanosit
dan
menekan
proses
immunologis. Topikal steroid merupakan bentuk pengobatan yang paling mudah. Steroid yang aman digunakan pada anak adalah yang potensinya rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3 bulan. Penggunaan topikal steroid yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadinya atrofi pada kulit, telangectasi. 1,2,3,4,5,6,7
Topikal Tacrolimus Berdasarkan penelitian, topikal Tacrolimus 0,1% dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi Streptomyces tsukubaensis. Merupakan suatu immunosupressor yang poten dan selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Berdasarkan penelitian, penggunaan topikal tacrolimus 0,1% memberikan hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan topikal steroid poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan rasa gatal, namun biasanya menghilang setelah beberapa hari pengobatan.9,10
Topikal PUVA Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan
vitiligo tipe lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh. Digunakan cream atau solution Methoxsalen (8Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi 0,1 –0,3 %. Dioleskan 15 30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang depigmentasi. Pemaparan menggunakan UV-A dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan berikutnya dosis dapat ditingkatkan sebanyak 0,12 joule sampai terjadi eritema yang ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada 9 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama 15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dalam 2 hari berturut- turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat timbul adalah photoaging, reaksi phototoxic dan penggunaan yang lama dapat meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-6 bulan.1,2,3,4,5,6,7
B. Usia lebih dari12 tahun (remaja)
SISTEMIK PUVA
Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8MOP, Oxsoralen), bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan secara kovalen pada dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. Dosis yang diberikan 0,2-0,4 mg/kg BB/ oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan. Pemaparan menggunakan UV-A yang berspektrum 320-400 nm. Dosis awal pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap pengobatan dosis UV-A dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi akan berubah menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan dipertahankan pada level yang konstan pada kunjungan yang berikutnya, sehingga
terjadi
repigmentasi
pada
kulit.
Pemaparan
dapat
juga
menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit, pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit sehingga dicapai eritema ringan dan maksimum selama 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari berturut-turut. Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit terbakar dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita yang mendapat pengobatan dengan psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu dilakukan pemaparan menggunakan kacamata pelindung terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk menghindari terjadinya toksisitas pada mata. Terapi
dilanjutkan
pengobatan.
minimum
3
bulan
untuk
menilai
respon
1,2,3,4,5,6,7
10 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
TERAPI BEDAH Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya stabil, dapat
dilakukan transplantasi secara bedah yaitu : 1. Autologous skin graft Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak luas. Tekhnik ini menggunakan jaringan graft yang berasal dari pasien itu sendiri dengan pigmen yang normal, yang kemudian akan dipindahkan ke area depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri. Repigmentasi akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi pada tempat donor dan resipien yaitu infeksi, parut, cobblestone appearance ataupun dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau tidak terjadi samasekali repigmentasi.1,2,3,4,5 2. Suction blister Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bula pada kulit yang pigmentasinya normal mengunakan vakum suction dengan tekanan 150 Hg ataupun menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap bula yang terbentuk dipotong dan dipindahkan pada daerah depigmentasi. Komplikasi tekhnik ini adalah timbulnya jaringan parut, cobble stone appearance ataupun terjadi repigmentasi yang tidak sempurna. Tetapi dengan tekhnik ini, resiko timbulnya jaringan parut lebih sedikit dibandingkan prosedur graft yang lain.1,2,4
DEPIGMENTATION
Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau mendekati vitligo tipe universalis. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti 20% monobenzyl ether dari hydroquinone (Benzoquin 20%), yang dioleskan pada daerah yang normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari. Efek samping yang utama adalah timbulnya iritasi lokal pada kulit berupa kemerahan ataupun timbul rasa gatal. Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu lengan bawah yang dioleskan sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjadi iritasi selanjutnya cream dapat dioleskan sehari dua kali. Kemudian setelah 2 minggu pengolesan tidak terjadi iritasi maka cream tersebut dapat dioleskan 11 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
pada tempat dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat cytotoxic terhadap melanosit dan menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat permanen dan irreversible. Kulit penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir surya. 1,4,7
TATTOO (MIKROPIGMENTATION) Tattoo merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan
peralatan khusus yang bersifat permanen. Tekhnik ini memberikan respon yang terbaik pada daerah bibir dan pada orang yang berkulit gelap. Efek sampingnya yaitu dapat terjadi herpes simplex labialis. 1, 2,4,5,
PROGNOSIS Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya repigmentasi. Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan. Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigmentasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dalam beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% pasien tetapi hasilnya jarang memuaskan secara kosmetik.1,7
KESIMPULAN Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi didapat yang disebabkan hilangnya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata dan rambut. Penyebab hilangnya melanosit belum diketahui dengan pasti dan banyak hipotesis yang mencoba untuk menjelaskannya. Vitiligo terbanyak dijumpai pada usia 10-30 tahun, walaupun pada bayi vitiligo jarang dijumpai tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan. Gambaran klinis berupa makula atau bercak putih seperti susu, berbatas tegas, pinggir yang hiperpigmentasi, asimptomatik dan mempunyai distribusi lesi yang tertentu. Pemeriksaan menggunakan lampu wood, biopsi, pewarnaan khusus untuk melanosit dan melanin, dapat membantu menegakkan diagnosa vitiligo. Pengobatan pada 12 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
vitiligo sangat individual dan memiliki banyak pilihan sehingga membutuhkan kecermatan
dalam
memilih
pengobatan
dan
terjadinya
repigmentasi
membutuhkan waktu yang lama, sehingga diperlukan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang merawatnya.
DAFTAR PUSTAKA 1. Lamerson C, Nordlund J J. Vitiligo. In : Harper J, Oranje A, Prose N, editor.Textbook of Pediatric Dermatology. Vol 1, Blackwell Science, 2000 ; 880 - 88. 2. Hann S K. Vitiligo. http://www.emedicne.com/ Oct 9, 2001. 3. Hurwitz S. Disorders of Pigmentation : Vitiligo. In : Clinical Peditric Dermatology (A textbook of skin disorder of childhood and adolescence). 2 nd ed, Saunders Company, 1993 ; 458 - 465. 4. Boissy R E, Nordlund J J. Vitiligo. In : Cutaneous Medicine And Surgery. Vol 2, W.B. Saunders Company, 1996 ; 1210 -16. 5.
Fleischer A B, Feldman S R. Vitiligo. In : 20 Common Problems In Dermatology. McGraw-Hill, 2000 ; 277 – 86.
6.
Berhrman R E, Kliegman R M. Vitiligo. In : Nelson Textbook of Pediatrics, 16 th ed, W.B. Saunders Company, 2000 ; 1988.
7.
Vitiligo.
In
:
Handbook
of
Dermatology
&
Venereology.
http://www.hkmj.org.hk/skin/vitiligo.htm. 8.
Lever W F. Pigmentary disorders : Vitiligo. In : Histopathology of the skin. 6 th ed, J.B. Lippincott Company, 1983 : 441 - 42.
9.
Vitiligo. http://www.skinsite.com/info vitiligo.htm.
10.
Lepe V, Moncada B. A double - blind Randomized Trial of 0,1% Tacrolimus vs 0,05% Clobetasol for the Treatment of Childhood Vitiligo. In : Archives of Dermatology, vol 139, May, 2003.
13 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009
14 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009