ASPERGILOSIS
Penyaji: dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP.132 308 599
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 1 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
PENDAHULUAN Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds saprophyte dari genus aspergillus, dapat ditemukan di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan dan spesies Aspergillus yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu Aspergillus fumigatus. 1-3 Manifestasi klinis aspergillosis dapat berupa respon allergik, kolonisasi aspergillus spesies, invasif aspergillosis dan disseminated aspergillosis. 1-5 Setelah candidiasis, aspergillosis merupakan infeksi jamur opportunistik ke dua yang sering dijumpai pada pasien immunokompromais. 6 Pada individu immunokompromais, inhalasi spora jamur aspergillus dapat menyebabkan infeksi yang invasif pada paru maupun sinus dan sering diikuti perluasan infeksi secara hematogen ke organ lain. Pada individu nonimmunokompromais, inhalasi spora jamur aspergillus dapat menyebabkan infeksi yang terlokalisir pada paru, sinus ataupun pada tempat lain. 7
SEJARAH Infeksi
aspergillus
pada
manusia
pertama
kali
ditemukan
pada
pertengahan tahun 1800. Pada tahun 1729, Micheli di Florence menemukan genus Aspergillus untuk pertama kali. Pada tahun yang sama dalam Nova Geneva Plantarum, ia menggambarkan bentuk kepala conidia aspergillus yaitu kepala spora menyebar dari bagian tengah menyerupai aspergillum yang digunakan untuk memercikkan air suci. Pada tahun 1842, Rayer dan Montagne mengidentifikasi Aspergillus candidus dari pundi-pundi udara burung dan sejak itu diketahui Aspergillus dapat menyebabkan penyakit pada spesies avian. Pada tahun 1856, Virchow merupakan orang yang pertama kali menggambarkan secara rinci gambaran mikroskopis Aspergillus dan melaporkan bahwa Aspergillus dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Pada tahun 1859, Cramer melaporkan Aspergillus niger pada kasus infeksi telinga dan pada tahun 1863, Fresenius mengidentifikasi Aspergillus fumigatus yang disolasi dari bronchus. 2 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
Pada tahun 1938, Dave melaporkan kasus fungus ball (pulmonary aspergilloma) yang disebabkan Aspergillus. Pada tahun 1952, Hinson dan kawan-kawan melaporkan reaksi alergik terhadap Aspergillus yang menimbulkan allergic bronchopulmonary aspergillosis. Pada tahun 1926, Tom dan Church menemukan 69 spesies Aspergillus selanjutnya pada tahun 1945, Thom dan Raper menemukan 80 spesies Aspergillus dan pada tahun 1965 Raper dan Fennel menemukan sebanyak 151 spesies Aspergillus. 2,3
ETIOLOGI Spesies Aspergillus merupakan moulds saprophyte yang sering dijumpai di tanah, air dan tumbuh-tumbuhan yang membusuk. Lebih dari 200 spesies Aspergillus telah di identifikasi dan Aspergillus fumigatus merupakan penyebab infeksi pada manusia yang terbanyak dimana > 90% menyebabkan invasif dan non-invasif aspergillosis. Aspergillus flavus menyebabkan invasif aspergillosis sebanyak 10% sedangkan Aspergillus niger dan Aspergillus terreus sebanyak 2%. 1 Primary cutaneous aspergillosis pada umumnya disebabkan oleh Aspergillus flavus sedangkan Aspergilus niger dan Aspergillus ustus dari hasil pemeriksaan kultur dilaporkan juga dapat sebagai penyebab primary cutaneous aspergillosis. 6
EPIDEMIOLOGI Masuknya spora jamur aspergillus pada manusia umumnya melalui inhalasi dan masa inkubasinya tidak diketahui. 1-4,8 Aspergillosis dapat mengenai semua ras dan ke dua jenis kelamin dengan perbandingan yang sama dan dapat mengenai semua usia. 1 Insiden invasif aspergillosis pada pasien immunokompromais yang beresiko tinggi yaitu : 1. Pasien
neutropenia
(disebabkan
hematologic
malignancy
ataupun
mendapat kemoterapi) : 7%. 3 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
2. Pasien leukemia akut : 5% -20%. 3. Penerima transplantasi sumsum tulang belakang : 10%-20%. 4. Penerima transpalantasi organ (ginjal, hati, jantung) : 5%-15%. 5.
Pasien AIDS : 1%-9%. Dari
laporan
9
diketahui
bahwa
lingkungan
rumah
sakit
sering
terkontaminasi dengan spora Aspergillus, kontaminasi ini dapat dijumpai pada : 1. Konstruksi rumah sakit, dimana dijumpai peningkatan jumlah spora aspergillus pada sistem ventilasi. 2. Daerah sekitar kateter intravena (menjadi jalan masuknya Aspergillus). 3. Penggunaan plester. 4. Penggunaan armboard. 5.
Penutupan kulit secara oklusif. 2,3,7
IMMUNITAS Kecil kemungkinan untuk menderita penyakit invasif kecuali jika jumlah fagosit pada tubuh berkurang. Kulit dan paru-paru mempunyai mekanisme pertahanan fagositik. Makrofag dapat memfagosit dan menghancurkan conidia Aspergillus sedangkan polymorphonuclear (PMN) leukosit dan monosit (MNC) dapat merusak hypha aspergillus melalui mekanisme oxidatif dan non-oxidatif. Makrofag dan neutrophil merupakan mekanisme pertahanan paru-paru yang utama terhadap spesies aspergillus. Keratin dan barrier epidermis kulit juga merupakan mekanisme pertahanan terhadap spesies aspergillus. 3
PATOGENESIS Infeksi Aspergillus pada umumnya didapat dengan cara inhalasi conidia ke paru-paru walaupun cara yang lain dapat juga dijumpai seperti terpapar secara lokal akibat luka operasi, kateter intravenous dan armboard yang terkontaminasi.
Invasif
aspergillosis
jarang
dijumpai
pada
pasien
immunokompeten. Spesies Aspergillus pada umumya memproduksi toksin / mikotoksin yang dapat berperan pada manifestasi klinis yaitu aflatoxins,
4 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
achratoxin A, fumagillin dan gliotoxins. Gliotoxins dapat menurunkan fungsi makrofag dan neutrophil. 2
GAMBARAN KLINIS Sejak diketahui bahwa inhalasi merupakan cara masuknya spora Aspergillus ke dalam saluran pernafasan manusia, maka istilah aspergillosis secara umum meliputi kelompok penyakit yang gambaran klinisnya melibatkan paru-paru yaitu :
1. Non-invasif aspergillosis a. Allergik bronchopulmonary aspergillosis Merupakan respon allergi yang khronik akibat kolonisasi aspergillus. Kriteria yang spesifik untuk menetapkan diagnosis antara lain : 1) Obstruksi bronchial yang episodik (asma). 2) Peripheral eosinophilia. 3) Tes kulit dengan hasil reaktif yang cepat terhadap antigen aspergillus. 4) Adanya antibodi terhadap aspergillus. 5) Peninggian serum immunoglobulin E (IgE). 6) Adanya riwayat atau dijumpainya infiltrate di paru-paru. 7) Adanya bronchiectasis yang sentral. Allergik bronchopulmonary aspergillosis dilaporkan dijumpai pada pasien asma yang tergantung dengan steroid sekitar 14% dan pada pasien dengan kolonisasi aspergillus seperti cystic fibrosis dijumpai sebanyak 7%. Gambaran klinis yang sering dijumpai yaitu demam, asma dengan perbaikan klinis yang lambat, batuk yang produktif, malaise dan berat badan menurun.
1-5,7
b. Pulmonary aspergilloma Aspergilloma (fungus ball) adalah berupa massa yang padat tidak berbentuk dari mycelium jamur yang kadang-kadang dapat dijumpai adanya sisa kavitas
pada
paru-paru
akibat
tuberkulosis,
sarkoidosis,
bronchiectasis,
pneumokoniosis atau ankylosing spondylitis. Fungus ball sering dijumpai pada lokasi bagian atas lobus paru. Terjadinya lisis yang spontan pernah dilaporkan sekitar 10% dari kasus.
5 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
Gambaran klinis sering asimptomatik, tetapi dapat juga dijumpai batuk yang kronis, malaise dan berat badan menurun. Haemoptisis merupakan gejala klinis yang sering dijumpai sekitar 50-80% dari kasus. Kebanyakan pasien menderita episode perdarahan intermitten yang jumlahnya sedikit, tetapi lebih dari 25% pasien dapat mengalami haemoptisis yang parah dan dapat mengancam jiwa. 1-5,7
2. Invasif-aspergillosis a. Invasif pulmonary aspergillosis Invasif pulmonary aspergillosis merupakan manifestasi yang tersering dijumpai dari seluruh bentuk invasif aspergillosis.
- Akut invasif pulmonary aspergillosis Faktor predisposisi yaitu dijumpainya neutropenia terutama pada pasien leukemia atau penerima tranplantasi sumsum tulang belakang, mendapat pengobatan kortikosteroid, sitotoksik kemoterapi, pasien dengan AIDS atau penyakit kronik granulomatous. Gambaran klinis yang umumnya dijumpai yaitu batuk yang non produktif, demam (gagal memberikan respon terhadap pengobatan dengan antibiotik berspektrum luas) tetapi pada pasien yang mendapat terapi dengan kortikosteroid biasanya tidak disertai demam, dyspnea, nyeri dada yang pleuritik, haemoptisis dapat dijumpai. 1-5,7 - Kronik invasif pulmonary aspergillosis Perkembangannya biasanya lambat (tidak progresif), semi invasive. Lebih jarang dijumpai dibandingkan akut invasif pulmonary aspergillosis. Sering dijumpai pada pasien AIDS, chronik granulomatous disease, sarkoidosis, diabetes
mellitus
tetapi
dapat
juga
dijumpai
pada
individu
yang
immunokompeten. Pasien sering mengeluhkan batuk kronis yang non-produktif disertai dengan haemoptisis. Dapat juga dijumpai demam yang tidak begitu tinggi, berkurangnya berat badan dan malaise. 1-5,7
6 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
b.Tracheobronchitis Sering dijumpai pada pasien AIDS dan pasien penerima transplantasi paru. Gambaran klinis yang sering dijumpai yaitu dyspnoe, wheezing tetapi pada beberapa pasien dapat disertai batuk dan demam. Beberapa pasien meninggal akibat penyumbatan trachea atau bronchus atau penyakitnya berkembang menjadi disseminated aspergillosis. 1-5,7
c. Sinusitis Infeksi aspergillus pada rongga sinus dan hidung pada pasien immunokompromais selalu berupa akut invasif rhinosinusitis. Gambaran klinisnya tidak spesifik yang biasanya berupa demam, batuk, epistaksis, adanya discharge pada sinus dan sakit kepala. Sering penyakit ini meluas kedaerah yang berdekatan seperti palatum, orbita dan otak. Angka kematian yang tinggi dijumpai pada pasien leukemia yang mengalami remisi dengan pengobatan maintenance sekitar 20% dan lebih dari 100% pada pasien leukemia yang relaps atau sedang mendapat transplantasi sumsum tulang belakang. 1-5,7
d. Disseminated aspergillosis : 1. Cerebral aspergillosis Cerebral aspergillosis merupakan invasif aspergillosis yang ke 2 yang sering dijumpai sekitar 10-20% kasus. Kebanyakan cerebral aspergillosis terjadi akibat penyebaran secara hematogenous dari paru-paru dibandingkan akibat penyebaran langsung dari nasal sinus. Gambaran klinis pada umumnya tidak spesifik berupa defisit neorologik yang fokal, mental status yang alteration dan sakit kepala. Lesi otak yang multipel dengan infark disertai dengan cerebral arterial trombosis dapat menyebabkan gejala fokal neurologik dan dapat meningkatkan tekanan cairan cerebrospinal (CSF). 1-5,7 2. Endocarditis aspergillosis Dapat dijumpai pada pasien yang melakukan operasi jantung terbuka. Tempat yang paling sering dijumpai yaitu pada katub aorta dan mitral. Murmur 7 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
dari jantung dapat dijumpai pada sekitar 50-90% pasien dan sekitar 80% kasus dapat terjadi emboli yang menyumbat arteri terutama pada otak. 1-5,7 3. Osteomyelitis aspergillosis Merupakan kasus yang jarang dijumpai dan biasanya perluasannya akibat adanya lesi di paru-paru. Tempat yang sering dikenai yaitu tulang rusuk dantulang punggung. Pada pasien dewasa yang immunokompromais tempat yang sering dijumpai adalah tulang punggung tetapi perluasan organisma melalui hematogen sering dijumpai. Osteomyelitis aspergillosis dapat juga terjadi akibat inokulasi dari organisma ketika dilakukan proses operasi. 1-5,7 3. Endopthalmitis Merupakan kasus yang jarang dijumpai tetapi pernah dilaporkan pada pengguna obat narkotika, pasien endokarditis dan penerima transplantasi organ. Hal ini dapat timbul akibat trauma pada mata ataupun perluasan secara hematogen dari paru. Gambaran klinisnya berupa sakit pada mata dan dapat mengganggu penglihatan. Pada pemeriksaan dijumpai adanya iridosiklitis, vitritis, retinal haemorrahage dan abses. 1-5,7
4. Cutaneous aspergillosis Merupakan manifestasi disseminated aspergillois yang jarang, dijumpai pada 5-10% pasien. Cutaneous aspergillosis dapat berupa : 1. Primary cutaneous aspergillosis : Lesi pada pasien muncul didekat atau disekitar tempat masuknya kateter intravena. Dari hasil laporan diketahui berhubungan juga dengan penutupan secara oklusif, armboard, kain khas yang tidak steril, plester yang digunakan untuk membalut gips, inokulasi secara langsung akibat trauma kulit, luka bakar dan dilakukannya tindakan bedah. 7,8,10,11
8 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
2. Secondary cutaneous aspergillosis Lesi terjadi akibat penyebaran infeksi secara langsung pada pasien pulmonary aspegillosis maupun penyebaran secara hematogen. Hal ini dapat dijumpai sekitar 5% pada pasien invasif aspergillosis. 7,8,11 Cutaneus aspergillosis dapat dijumpai pada : a. Pasien HIV Dari hasil laporan Burik JAH dan kawan-kawan (1998), dijumpai primary cutaneous aspergillosis pada pasien HIV/AIDS dengan lesi berupa nodular cutaneous aspergillosis. Lesi terletak dibawah plester yang digunakan sebagai balutan di dekat tempat masuknya kateter intravenous.11 b. Pasien immunokompromais non –HIV Korban luka bakar Cutaneous aspergillosis selalu melibatkan pasien dengan luka bakar yang luasnya 50-60% dari seluruh area permukaan tubuh dan dapat terjadi pada hari ke 50-60 setelah mendapat luka bakar (biasanya pada hari ke 10-35). Kulit yang mengalami luka bakar merupakan tempat masuknya organisma Aspergillus. Dari laporan hasil penelitian diketahui 0,4% dari luka bakar, kulit akan mendapat infeksi organisma aspergillus. 7,11 Neonatus Dilaporkan dijumpainya kasus primary cutaneous aspergillosis pada preterm infant dengan berat badan lahir 800-1500 gr pada hari ke 5 - 30 setelah kelahiran. Semua kasus diakibatkan oleh kerusakan fungsi barier kulit akibat pemakaian tape adhesive, tape adhesive yang berhubungan dengan chest tube, penekanan dibawah sensor pulse oximetry dan posisi supine dalam waktu yang lama. Lesi cutaneous aspergillosis pada neonatus berupa papul, nodul, pustul dan ulkus. Kematian pada neonatus akibat terjadinya secondary disseminated aspergillosis pada hari ke 18 dan 32 setelah kelahiran.
7,10,11
9 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
Pasien kanker Dari hasil laporan diketahui cutaneous aspergillosis dapat dijumpai lebih dari 50 pasien kanker dan kebanyakan pasien menderita leukemia tetapi dapat juga dijumpai pada pasien aplastik anemia, astrocytoma, chronic granulomatous disease dan pasien agranulocytosis yang mendapat pengobatan dengan antithymocyte globulin. Lebih dari 85% pasien kanker mendapat primary cutaneous aspergillosis berhubungan dengan pemasangan kateter intravena, armboard ataupun plester yang digunakan untuk mempertahankannya.
7,11
Penerima transplantasi sumsum tulang belakang Laporan mengenai cutaneous aspergillosis pada pasien penerima transplantasi sumsum tulang belakang sangat sedikit dilaporkan. Diketahui bahwa neutropenia merupakan faktor resiko untuk terjadinya cutaneus aspergillosis pada penerima transplantasi sumsum tulang belakang. Biasanya dijumpainya lesi kulit yang multipel. 7,11 Penerima organ transplantasi Primary cutaneous aspergillosis dapat dijumpai pada luka operasi pasien tranplantasi ginjal atau hepar dan biasanya jumlah neutrophil normal. Terjadi akibat plester ataupun tempat masuknya kateter intravena. 7,11 Gambaran klinis cutaneus aspergillosis : Lesi utama cutaneus aspergillosis dapat berbentuk makula, papul, nodul ataupun plak sedangkan bentuk pustul ataupun lesi yang disertai dengan purulen discharge sering dijumpai pada neonatus cutaneous aspergillosis. 6-12 Untuk infeksi yang timbul pada armboard ataupun plester yang digunakan secara oklusif (mempertahankan tempat kateter masuk) lesi sering berbentuk bulla hemoragik yang timbul pada tempat trauma di kulit. Sedangkan infeksi yang timbul pada tempat masuknya kateter intravenous sering diawali dengan erythema pada tempat masuknya kateter tersebut. Pada pasien primary cutaneus aspergillosis yang disertai adanya luka biasanya disertai demam, 10 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
perubahan permukaan luka, membengkak, adanya indurasi dan disertai nyeri. Variasi infeksi dimulai dari lesi yang tidak nyeri hingga fulminan, dimana angka kematian sekitar 30-75%. 11 Sedangkan gambaran klinis pada secondary cutaneus aspergillosis (akibat sistemik aspergillosis) awalnya berupa papul atau plak erythematous atau violaceous, indurated, soliter atau multipel. Lesi biasanya nyeri tetapi dapat juga asimptomatik. Manifestasi ini mengalami perubahan secara cepat menjadi pustule, vesikel yang haemoragic dan selanjutnya akan terbentuk krusta yang ditutupi oleh keropeng berwarna hitam. Sering dijumpai pada tungkai, lengan dan kepala. Bentuk lesi secondary cutaneous aspergillosis menyerupai ecthyma gangrenosum yang biasanya disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. 8,11
DIAGNOSIS BANDING Cutaneous aspergillosis : 1. Ecthyma ganggrenosum 2. Pyoderma gangrenosum 3. Mucormycosis 4.
Cryptococcosis 8
PEMERIKSAAN PENUNJANG ◘ Pemeriksaan Mikroskopis Langsung Bahan yang dapat digunakan yaitu sputum, bronchial washing, aspirasi tracheal dari pasien dengan penyakit paru dan biopsi jaringan dari pasien disseminated. Sebelum pemeriksaan sputum, bronchial washing dan aspirasi tracheal dilakukan, spesimen tersebut diberi KOH 10% dan tinta Parker kemudian selanjutnya diberi pewarnaan Gram sedangkan spesimen yang berasal dari biopsi jaringan diberi pewarnaan khusus untuk jamur yaitu Gomori methenamine silver atau Periodic acid-Schiff. Dari hasil pemeriksaan dijumpai adanya cabang dichotomous dan hypha bersepta.1-5,7,8
11 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
◘ Pemeriksaan Kultur Spesimen kultur berasal dari sputum, bronchial washing dan aspirasi tracheal di inokulasi pada agar Sabouroud dextrose. Pertumbuhan koloni cepat dan dapat berwarna putih, kuning, kuning kecoklatan, coklat kehitaman atau hijau. Hasil yang positif dari pemeriksaan kultur tersebut hanya dijumpai 10% 30%. Hal ini disebabkan dapat dijumpainya kontaminan lain pada kultur sehingga menimbulkan kesulitan melakukan isolasi dan akibatnya organisma yang di isolasi jumlahnya relatif sedikit. Kesulitan yang lain yaitu spesies Aspergillus sering merupakan kontaminan laboratorium. Hasil pemeriksaan kultur darah biasanya negatif tetapi apabila hasilnya positif dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. 1-5,7,8 ◘ Tes Kulit Test kulit dengan menggunakan antigen aspergillus hanya berhasil untuk mendiagnosis allergic aspergillosis. Penderita dengan asma tanpa komplikasi yang disebabkan aspergillus menimbulkan reaksi immediate tipe I. Pada pasien allergic bronchopulmonary aspergillosis menimbulkan reaksi immediate tipe I dan juga 70% memberikan reaksi delayed tipe III. 1-5,7,8 ◘ Pemeriksaan Serologis Pemeriksaan antibodi Aspergillus sering membantu untuk mendiagnosis bentuk lain dari aspergillosis yang dijumpai pada penderita non-compromise. Pemeriksan serologis yang dapat dilakukan yaitu immunodiffusion (ID), indirect haemagglutination
dan
enzyme-linked
immunosorbent
assay
(ELISA).
Pemeriksaan immunodiffusion mudah dilaksanakan dan pengendapan dapat di diteksi
lebih
dari
70%
penderita
dengan
allergic
bronchopulmonary
aspergillosis dan lebih dari 90% pada penderita pulmonary aspergilloma atau kronik necrotizing pulmonary aspergillosis. Pemeriksaan immunodiffusion juga berguna untuk menditeksi infeksi Aspergillus bentuk invasif. Pemeriksaan untuk menditeksi antigen Aspergillus di dalam darah dan cairan tubuh yang lain dapat lebih cepat untuk mendiagnosis aspergillosis pada 12 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
penderita immunocompromise. Pada pasien invasif aspergillosis, ditemukan titer yang tinggi dari antigen galactomannan (galactomannan merupakan komponen utama dari dinding sel Aspergillus). Ada dua jenis pemeriksaan untuk menditeksi Aspergillus galactomannan yaitu Latex particle agglutination tetapi pemeriksaan ini kurang sensitif dan Sandwich ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay) dimana sensitivitinya 90-93% dan spesivitinya 9498%.1-5,7,8 ◘ Diagnostik Molekuler Metode pemeriksaan PCR telah mengalami perkembangan, digunakan untuk mendeteksi DNA Aspergillus di dalam darah, serum dan cairan bronchoalveolar lavage. Metode pemeriksaan Nucleic acid sequence-based amplification (NASBA) assay juga telah mengalami perkembangan, digunakan untuk menditeksi dan mengidentifikasi genus Aspergillus dengan RNA sequences yang spesifik dari specimen darah. 1-5,7,8
PEMERIKSAAN CT-SCAN Hasil pemeriksaan CT-SCAN dada pada aspergilloma (fungus ball) yaitu tampak adanya massa yang padat berbentuk bulat atau oval disertai adanya radiolucent udara yang berbentuk halo (lingkaran) atau crescent (bulan sabit) pada bagian atas. 2
PENATALAKSANAAN 1. Medikamentosa Lebih dari 40 tahun amfoterisin B deoxycholate telah digunakan sebagai standart pengobatan invasif aspergillosis. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa pemberian amfoterisin B deoxycholate dosis tinggi, secara signifikan menunjukkan toksisitas terhadap ginjal dan keberhasilan pengobatan pada penderita dengan resiko tinggi sangat terbatas. Dosis amfoterisin B deoxycholate 13 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
yaitu 1-1,5 mg/kg/hari diberikan secara intravenous. Tingkat respon pengobatan invasif aspergillosis menggunakan amfoterisin B deoxycholate ± 37% (rata-rata : 14%-83%). Pada penelitian selanjutnya ditemukan obat antijamur baru yang efektif untuk pengobatan invasif aspergillosis yaitu : 1. Amfoterisin B dengan formula dasar lemak : dapat diberikan dengan dosis lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dengan efek samping toksisitas terhadap ginjal lebih sedikit. Amfoterisin B dengan formula dasar lemak terdiri dari : a. Liposomal amfoterisin (IV) : Dosis 3-5 mg/kg/hari. b. Amfoterisin B lipid kompleks (IV) : Dosis 5 mg/kg/hari. c. Amfoterisin B koloidal dispersi (IV) : Dosis 3-6 mg/kg/hari. 2. Itrakonazol : ▪ Oral : Dosis 3x200 mg/hari selama 4 hari dan selanjutnya 2x200 mg/hari. Tingkat respon pengobatan ± 39%. 3. Vorikonazol (antifungal golongan triazol yang baru) : ▪ Intravenous : Dosis yang dianjurkan dengan fungsi hati yang normal adalah 6 mg/kg setiap 12 jam sebanyak 2 dosis kemudian dilanjutkan 4 mg/kg setiap 12 jam. ▪ Oral : Dosis yang dianjurkan 400 mg setiap 12 jam sebanyak 2 dosis kemudian selanjutnya 200 mg setiap 12 jam. Untuk penderita dengan BB < 40 kg maka dosis oral yang diberikan adalah setengah dari dosis yang biasa. Dari
hasil
penelitian
diketahui
angka
perbandingan
keberhasilan
pengobatan penderita menggunakan vorikonazol dan amfoterisin B deoxycholate adalah 4. Caspofungin
52% : 31%.
(merupakan
obat
antijamur
yang
baru
golongan
echinocandins). Dosis intravenous yang dianjurkan adalah 70 mg loading dose pada hari pertama dan selanjutnya 50 mg/ hari. Hasil percobaan menunjukkan respon klinis ± 41%. 14 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
Dari obat-obat diatas vorikonazol merupakan anti jamur pilihan utama untuk pengobatan invasif aspergillosis. 1,8,14,15
2. Surgical debridement Efektifitas dari surgical debridement untuk pengobatan primary cutaneous aspergillosis telah dilaporkan pada beberapa kasus. 8
PROGNOSIS Sebagian besar penderita invasif aspergillosis tidak dapat bertahan hidup, angka kematian sekitar 87% pada penderita infeksi paru, 90% pada penerima transplantasi sumsum tulang belakang, 77% pada penderita leukemia dan 93 % pada penderita AIDS. 9 Apabila dijumpai keterlibatan cutaneous akibat sistemik aspergillosis maka prognosisnya buruk. 8
KESIMPULAN 1. Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan spesies Aspergillus yang sering dijumpai di tanah, air dan tumbuh-tumbuhan yang mengalami pembusukan. 2. Aspergillus fumigatus merupakan penyebab infeksi pada manusia yang terbanyak
dimana
>
90%
menyebabkan
invasif
dan
non-invasif
aspergillosis. 3. Infeksi Aspergillus pada umumnya didapat dengan cara inhalasi conidia ke paru-paru walaupun cara yang lain dapat juga dijumpai seperti terpapar secara lokal akibat luka operasi, kateter intravenous dan armboard yang terkontaminasi. 4. Manifestasi klinis aspergillosis dapat berupa respon allergik, kolonisasi Aspergillus spesies, invasif aspergillosis dan disseminated aspergillosis. 5. Cutaneous aspergillosis dapat berupa primary cutaneous aspergillosis dan secondary cutaneous aspergillosis. 15 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
6. Pengobatan aspergillosis dapat menggunakan antijamur amfoterisin B deoxycholate, amfoterisin B dengan formula dasar lemak, itrakonazol, vorikonazol dan caspofungin.
DAFTAR PUSTAKA 1. Batra
V.
Aspergillosis.
August
18,2004.
Availabel
at
http://
www.emedicine.com. 2. Patterson TF. Aspergillosis. In: Dismuskes WE, Pappas PG, Sobel JD editor. Clinical Mycology. Oxford University Press, INC, 2003 :221-35. 3. Kwon-Chung
KJ,
Bennet
JE.
Aspergillosis.
Lea
&
Febiger,
Philadelphia, 1992 : 201-41. 4. Mycology
Online–Aspergillosis.
Availabel
at
http://
www.mycology.adelaideedu.au. 5. Doctor fungus.Aspergillosis. Availabel at http://www.doctorfungus.org 6. Fitzpatrick’s. Aspergillosis. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K editor. Dermatology In General Medicine. Sixth edition, volume 1, McGrawHill, 2003 : 1154. 7. Richardson MD, Warnock DW. Aspergillosis. In : Fungal Infection Diagnosis and Management. Second edition, Blacwell Publishing,1997 :156-83. 8. Chiu
A.
Aspergillosis
.June
2,
2005
Availabel
at
http://www.emedicine.com 9. Bodey GP. Fungal Infection in Immunocompromised patients. Aspergillosis and Cryptococosis. The infectious Disease, 1999 ;1(2): 87-92. 10. Woodruff CA, Hebert Adelaide A. Neonatal Primary Cutaneous Aspergillosis : Case Report and Rewiew of the literature. Pediatric Dermatology. Vol 19, No 5, 2002 : 439-444. 16 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009
11. Burik JAH, Colven R. Cutaneous Aspergillosis. Journal of Clinical Microbiology, November 1998, Vol 36, No 11 : 3115-121. 12. Ricci RM, Evans JS, Meffert JJ. Primary cutaneous Aspergillus ustus infection : Second reported case. Journal of the American Academy Dermatology , May 1998, part 2, Volume 38, Number 5. 13. Herbrecht R, Denning DW, Patterson TF et all. Voriconazole Versus Amphotericin B for Primary Therapy of Invasive Aspergillosis. N Engl J Med, Volume 347, Number 6, August 8, 2002. 14. Dillon DMB, Schrand LM. Therapeutic Options in the Treatment of invasive Aspergillosis. P&T, May 2002, Volume 27, Number 5.
17 Ramona Dumasari Lubis : Aspergilosis, 2008 USU e-Repository © 2009