VII. STRUKTUR PASAR KARET ALAM DI PASAR INTERNASIONAL 7.1.
Pangsa Pasar Karet Alam Dalam rangka mengetahui struktur pasar karet alam yang terbentuk dalam
perdagangan karet alam di pasar internasional, penting untuk mengetahui besarnya penguasaan pasar oleh masing-masing negara eksportir. Penguasaan pasar ini menggambarkan seberapa besar pengaruh perdagangan (dalam hal ini ekspor) yang dilakukan suatu negara untuk komoditas tertentu terhadap perdagangan dunia. Hasil perhitungan mengenai besarnya penguasaan pasar komoditas karet alam dunia disajikan pada Lampiran 3. Komoditas karet alam secara umum dikuasai oleh tiga eksportir utama, yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai pangsa pasar yang dikuasai oleh masing-masing negara tersebut, yang mana penguasaan ketiganya memiliki nilai penguasaan terbesar dibandingkan dengan negara lain dalam perdagangan internasional. Pada periode tahun 2001-2008, ratarata penguasaan pasar oleh Thailand, Indonesia, dan Malaysia masing-masing sebesar 38, 26, dan 14%. Hal ini berarti sekitar 78% pasar karet alam internasional dikuasai oleh ketiga negara tersebut. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap penguasaan pasar negara eksportir tersebut, maka dapat dilihat trend perkembangan dalam pasar karet alam negara eksportir utama sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar tersebut menunjukkan besaran perubahan penguasaan pasar eksportir utama karet alam dari tahun ke tahun. Nilai yang diperoleh merupakan nilai persentase penguasaan pasar dan pertumbuhan pasar masing-masing negara eksportir.
77
Pangsa Pasar
0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 2000
Thailand Indonesia Malaysia 2002
2004
2006
2008
2010
Tahun Sumber: International Trade Statistics (diolah), 2010
Gambar 7. Penguasaan Pasar Eksportir Utama Karet Alam Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa terjadi penurunan penguasaan pasar oleh Thailand dan Malaysia sejak tahun 2004. Berbeda dengan kedua negara tersebut, Indonesia perlahan-lahan mengalami peningkatan penguasaan pasar. Peningkatan tersebut terjadi karena persentase pertumbuhan ekspor Indonesia lebih besar dibandingkan persentase pertumbuhan dunia, di mana pertumbuhan ekspor karet alam dunia, dalam periode tahun 2001-2008 sebesar 30%, dan pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia pada periode yang sama mencapai 35%. Hal ini mengakibatkan terjadinya kenaikan terhadap penguasaan pasar. Penyebab lain adalah pertumbuhan ekspor karet alam negara pesaing, yaitu Thailand dan Malaysia lebih kecil dibandingkan dengan persentase pertumbuhan Indonesia dan dunia, di mana rata-rata pertumbuhan Thailand dan Malaysia masing-masing sebesar 27,5 dan 27%, sehingga mengakibatkan turunnya persentase penguasaan pasar kedua negara ini terhadap penguasaan pasar secara global. Pada tahun 2009, terlihat bahwa Indonesia mengalami penurunan penguasaan pasar. Hal ini terjadi sebagai akibat dari menurunnya persentase pertumbuhan ekspor karet alam dunia maupun yang terjadi pada masing-masing negara sebagai akibat yang ditimbulkan oleh krisis global dan kebijakan yang 78
berlaku. Tahun 2009, ekspor karet alam yang terjadi baik pada persentase pertumbuhan dunia, maupun yang terjadi pada masing-masing negara eksportir mengalami pertumbuhan yang negatif. Indonesia bahkan mengalami penurunan yang lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada nilai ekspor karet alam dunia dan Thailand, yaitu mencapai 46%, sementara penurunan yang terjadi pada nilai ekspor karet alam dunia dan Thailand masing-masing sebesar 43% dan 36%. Hal inilah yang kemudian berpengaruh terhadap perhitungan penguasaan pangsa pasar Indonesia.
7.2.
Herfindahl Index dan Concentration Ratio Analisis struktur pasar karet alam di pasar internasional dianalisis secara
kuantitatif dengan melihat penguasaan pangsa pasar masing-masing produsen karet alam. Alat analisis yang digunakan adalah Herfindahl Index dan Concentration Ratio. Hasil perhitungan penguasaan pangsa pasar karet alam dari tahun 2001 hingga 2009 oleh tiga negara eksportir utama karet alam dunia diperlihatkan pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Perhitungan Herfindahl Index dan Concentration Ratio Negara Eksportir Karet Alam Tahun Nilai HI Nilai CR 2001 0,2317 77,58 2002 0,2329 77,83 2003 0,2486 78,89 2004 0,2393 79,68 2005 0,2271 78,15 2006 0,2309 79,04 2007 0,2203 76,57 2008 0,2198 76,11 2009 0,2415 78,22 Rata-rata 0,2325 78,01 Sumber: International Trade Statistics (diolah), 2010
79
Herfindahl Indeks menggambarkan besar kecilnya usaha dalam suatu industri yang menjadi indikator persaingan di antara pesaingnya. Nilai HI yang didapatkan dari produsen karet alam bernilai rata-rata 0,23. Nilai tersebut merupakan nilai yang mendekati nol yang mana menggambarkan industri yang bersangkutan (dalam hal ini karet alam) cenderung ke pasar persaingan (competitive market). Penguasaan pasar yang terjadi pada usaha ini ditunjukkan dari nilai CR 3 yang diperoleh, yang mana nilai ini merupakan penjumlahan dari pangsa pasar tiga eksportir terbesar karet alam di pasar internasional. Karet alam dipasaran internasional dalam kurun waktu 2001-2009 memiliki nilai CR3 rata-rata senilai 78% yang mana nilai tersebut menunjukkan kondisi pasar yang berbentuk oligopoli. Nilai yang diperoleh tersebut menggambarkan bahwa 78% pangsa pasar karet alam internasional dikuasai oleh tiga produsen terbesar, di mana dalam kurun waktu itu Thailand, Indonesia dan Malaysia masing-masing menguasai rata-rata 38, 26% dan 14% pangsa pasar karet alam internasional. Penguasaan pasar tertinggi terjadi pada tahun 2004 di mana pangsa pasar yang dikuasai oleh tiga produsen ini mencapai 79,68% dari pangsa pasar internasional, dimana masing-masing negara produsen menguasai 39% oleh Thailand, 25% oleh Indonesia dan 15% oleh Malaysia. Berdasarkan pada hasil yang diperoleh dari perhitungan HI dan CR, maka dapat dikatakan bahwa dalam kurun waktu 2001-2009 struktur pasar yang dihadapi oleh ketiga negara ekportir utama karet alam di pasar internasional cenderung ke arah persaingan yang berbentuk oligopoli. Tingginya nilai rasio konsentrasi menggambarkan bahwa industri karet alam merupakan suatu industri
80
yang terkonsentrasi dengan jumlah produsen yang relatif sedikit. Keberadaan kondisi ini juga memperlihatkan bahwa dalam perkembangannya terjadi persaingan yang ketat antar produsen, karena tidak ada produsen yang secara signifikan menguasai pasar. Kondisi pasar yang demikian diperkuat dengan adanya penggabungan produsen utama karet alam dalam suatu wadah yang dinamakan IRCo. Kebijakan yang dibuat oleh IRCo dalam rangka mempertahankan kestabilan harga turut berpengaruh terhadap penguatan stabilitas perdagangan karet alam dunia. Meskipun demikian, secara umum persaingan industri karet alam di pasar internasional belum menunjukkan persaingan yang ketat, sehingga Indonesia masih memiliki peluang yang cukup besar untuk bersaing/meningkatkan daya saingnya. Bentuk usaha yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan daya saing ini antara lain melalui promosi, peningkatan mutu, atau diferensiasi jenis produk yang dijual, mengingat persaingan dalam bentuk oligopoli lazimnya bersaing bukan dalam sistem harga melainkan lebih kepada kampanye komoditi (Hikaru, 2010).
81