.VI. KARAKTERISTIK USAHA DAN RANTAI PEMASARAN
Usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken Kabupaten Blora telah berlangsung lama hingga lebih dari 10 tahun. Namun sebagian besar dari para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak tersebut, mulai menjalankan usaha setelah diberlakukannya kebijakan dari Perum Perhutani dalam pembentukan LMDH yang merupakan bagian dari program-program PHBM. LMDH didirikan karena pada tahun 1998-2002 telah terjadi penjarahan kayu hutan besar-besaran di Kabupaten Blora. LMDH didirikan pada bulan Desember tahun 2003, dengan SK direksi no 136 tahun 2003. LMDH memiliki visi hutan lestari masyarakat tetap sejahtera. Sehingga diharapkan dengan adanya LMDH kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan dan pengelolaan hutan tetap lestari. Peran LMDH adalah perantara antara masyarakat dengan Perhutani dalam melakukan kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan. Pada kegiatan pengolahan limbah tunggak jati, peran LMDH adalah mengawasi masyarakat dalam pengambilan tunggak yang diperolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan. Tunggak yang tidak diperbolehkan dimanfaatkan adalah tunggak yang berada di sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai), di daerah lereng/bukit dan tunggak yang usia tebangannya kurang dari 1,5 tahun setelah tebangan. Hal tersebut dengan pertimbangan setelah umur 1,5 tahun akan dilakukan penanaman kembali sehingga tunggak tersebut memang akan diangkat. LMDH juga mengawasi ketika dalam pengambilan tunggak, tanah yang tersangkut di akar harus dikembalikan ke tempatnya semula. Sehingga dengan peraturan-peraturan
tersebut diharapkan pemanfaatan limbah tunggak dapat menghasilkan mata pencaharian baru bagi masyarakat Kecamatan Jiken dan tetap terjadi pengelolaan hutan secara lestari. 6.1.
Skala Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati Usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken termasuk
kedalam skala usaha mikro. Hal tersebut terlihat dari pendanaan, jumlah tenaga kerja dan aksesnya terhadap pasar. Sesuai dengan karaktersistik yang disebutkan siregar (2009) mengenai karakteristik usaha dengan skala mikro, usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken juga lebih mengandalkan non-banking financial dimana para pelaku usaha yang meminjam kepada dana pinjaman bank/finance hanya sebesar 13,04% dari total keseluruhan jumlah pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati. Sisanya sebesar 86,96% menggunakan dana pribadi mereka dalam menjalankan usahanya. Pendanaannya yang masih bersifat pribadi dikarenakan biaya bahan baku dari usaha pengolahan limbah tunggak jati yang berasal dari tunggak sehingga relatif murah. Menurut Siregar (2009) jumlah tenaga kerja pada UMKM berkisar antara 9 orang hingga 99 orang, Jumlah tenaga kerja usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken rata-rata berkisar antara 9 orang hingga 20 orang. Jumlah tenaga kerja yang tidak banyak tersebut menunjukkan bahwa skala usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken memiliki skala usaha yang mikro (UMKM). Akses usaha terhadap pasar dapat menunjukkan skala dari suatu usaha. Usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken menunjukkan cukup kesulitan untuk mempunyai akses terhadap pasar. Seperti halnya ketika
39
para pelaku usaha memasarkan produknya, para pelaku usaha tersebut tergantung kepada para reseller yang jumlahnya tidak menentu, sehingga jumlah produksi yang mereka hasilkan hanya bergantung dari pemesanan yang ada. Kesulitan terhadap akses pasar lainnya yang dirasakan para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah kesempatan untuk memamerkan hasil dari kerajinan yang mereka kerjakan. Hal tersebut berkaitan dengan kurangnya informasi yang diterima oleh para pelaku usaha mengenai pameran yang diadakan. Selain itu kesulitan terhadap akses lainnya adalah karena bahan bakunya yang berasal dari limbah, tidak banyak yang mengetahui bahwa kualitas kerajinan tersebut tidak kalah dengan kerajinan dari kayu non limbah. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati terhadap akses pasar menunjukkan bahwa skala usaha yang mereka miliki adalah skala usaha mikro, sehingga merupakan bagian dari UMKM. Apabila dibandingkan dengan usaha lainnya yang sejenis, seperti halnya usaha pengolahan limbah kayu jati (bukan limbah), usaha tersebut membutuhkan modal yang besar karena harga kayu jati yang relatif mahal. Modal yang dibutuhkan besar sehingga tak jarang usaha tersebut menggunakan financial banking untuk pendanaan usaha. Selain itu, karena bahan bakunya memang kayu jati dan bukan limbah, sehingga aksesnya lebih mudah menjangkau pasar, dimana pasar untuk kayu jati telah banyak bukan hanya di tingkat domestik, namun hingga mancanegara. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa sebagian besar skala usaha untuk usaha pengolahan limbah kayu jati bukan memiliki skala yang luas (makro) dan bukan UMKM.
40
6.2.
Lembaga Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati Menurut Rahardjo (1999) lembaga secara umum sering diartikan sebagai
wahana memenuhi kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat atau suatu komunitas). Bentuk lembaga dalam suatu usahatani adalah terbentuknya kelompok tani. Usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken pernah memiliki lembaga dalam bentuk paguyuban pengolahan limbah tunggak pohon jati. Pembentukan lembaga tersebut bertujuan untuk menciptakan pasar bagi hasil usaha. Maksud dari penciptaan pasar tersebut adalah dalam pembentukan harga yang dikendalikan oleh para pelaku usaha. Namun fungsi dari lembaga tersebut tidak bertahan lama, saat ini lembaga (paguyuban) usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken tidak lagi aktif. Tidak aktifnya lembaga karena tidak adanya pengurus dan sulitnya koordinasi antar anggota satu dengan anggota lainnya. Saat ini, lembaga yang lebih berperan dalam kegiatan usahatani pengolahan limbah tunggak pohon jati adalah dari pihak pemerintah daerah Kabupaten Blora yaitu Dinas Perindagkop & UMKM. Dinas tersebut berperan dalam mengadakan pelatihan-pelatihan bagi para pengrajin hingga pemberian alat-alat untuk menjalankan usaha. Informasi mengenai pengadaan pameranpameran kerajinan juga berusaha disampaikan oleh Dinas Perindagkop & UMKM, namun terdapat beberapa hambatan dalam penyampaian informasi mengenai keberadaan pameran tersebut. Kurangnya koordinasi antara Dinas Perindagkop & UMKM dengan para pelaku usaha pengolah limbah tunggak jati yang menyebabkan informasi sulit tersampaikan. Sehingga meskipun Dinas
41
Perindagkop telah berperan sebagai lembaga yang menaungi usaha pengolahan limbah tunggak jati dalam memberikan pelatihan dan informasi terkait pameran, dirasakan oleh para pelaku usaha fungsinya sebagai lembaga yang berperan menaungi kegiatan usahatani pengolahan limbah tunggak jati masih kurang efektif. 6.3.
Sumber Daya Manusia Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati Sumberdaya manusia merupakan faktor yang penting dalam pembentukan
kualitas hasil usaha pengolahan limbah tunggak jati. Sumberdaya yang baik dan profesional akan menghasilkan produk yang baik juga. Kegiatan usaha ini merupakan usaha padat karya, dimana nilai tambah terdapat karena adanya suatu karya pada kerajinan tersebut, seperti halnya dalam bentuk ukir-ukiran. Tipe sumberdaya manusia/tenaga kerja kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken adalah tenaga kerja tradisional. Disebut demikian karena sebagian besar tenaga kerja tersebut memiliki keahlian secara otodidak dan bukan merupakan tenaga kerja profesional. Rata-rata upah yang mereka dapat berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp. 65.000 setiap harinya. Berbeda dengan usaha lainnya yang sejenis, seperti halnya usaha pengolahan kayu ukir-ukiran Jepara. Pada usaha tersebut telah menggunakan tenaga kerja yang professional. Dapat dikatakan professional, karena tenaga kerja yang digunakan sebagian besar berasal dari sekolah ukir yang berada di Kota Jepara tersebut. Maka dari itu, upah yang mereka dapatkan juga lebih besar dari upah tenaga kerja usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati. Kelemahan sumberdaya manusia/tenaga kerja kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah pada tingkat pendidikannya yang sebagian besar hanya
42
lulusan SMP. Menurut Siregar (2009) dimana tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengorganisasian manajemen. Pengaruhnya adalah kepada manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Maka dari itu, kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken Kabupaten Blora sulit untuk berkembang. Sehingga perlu memperbaiki system manajemen pengelolaan usaha, bagaimana usaha tetap dapat berjalan optimal dengan tenaga kerja berpendidikan rendah. 6.4.
Rantai Pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati Kegiatan usaha tidak dapat lepas dari pemasaran untuk mendukung
lancarnya suatu usaha tersebut. Rantai pemasaran merupakan saluran distribusi dari produsen bahan baku (hulu) hingga konsumen akhir (hilir). Fungsi-fungsi saluran pemasaran tersebut terbagi dalam empat tahap. Pertama, yaitu pemasok bahan baku di bagian hulu. Selanjutnya pengrajin limbah tunggak pohon jati, dilanjutkan dengan reseller domestik dan mancanegara, yang terakhir adalah konsumen akhir. Gambar dibawah ini merupakan gambar rantai pemasaran dalam kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati. Pemasok bahan baku
Pengrajin Limbah Tunggak
Reseller domestik dan Mancanegara
Konsumen Akhir
Sumber : Data Primer (2011) Gambar 5. Aliran Rantai Pemasaran Kegiatan Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken
Pada Gambar di atas terlihat awal rantai pemasaran adalah pemasok bahan
baku. Pemasok bahan baku pada kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken adalah masyarakat disekitar hutan yang mengambil
43
tunggak dengan seizin dari LMDH setempat. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat disekitar hutan Kecamatan Jiken yaitu masyarakat di Desa Jiken, Desa Cabak dan Desa Nglebur. Tahap selanjutnya tunggak-tunggak tersebut diolah menjadi barang-barang kerajinan seperti meja akar, meja ukir, lemari display dan patung ukir oleh para pengrajin sehingga memiliki nilai tambah dan nilai jual yang tinggi. Barang-barang hasil kerajinan dari limbah tunggak jati tersebut tidak sampai langsung kepada konsumen akhir, mereka memiliki reseller/perantara pemasaran sebagai fungsi saluran pemasaran sebelum sampai ke konsumen akhir dari domestik atau mancanegara. Dari dalam negeri adalah reseller yang berada dari kota-kota besar seperti Semarang, Jepara, Bali dsb. Untuk mancanegara telah sampai ke Pasar Asia hingga pasar Amerika Serikat. Setelah melewati reseller atau perantara baru barang-barang tersebut sampai kepada para konsumen akhir. Konsep pemasaran merupakan proses menciptakan nilai bagi pelanggan (Kotler, 2008). Kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati telah berusaha menggunakan konsep pemasaran untuk dapat menciptakan nilai bagi pelanggan demi terciptanya kepuasan pelanggan. Konsep pemasaran kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken akan digambarkan pada Gambar 6 di bawah ini : Pasar
Kebutuhan Pelanggan
Pemasaran yang Terintegrasi
Keuntungan Melalui Kepuasan Pelanggan
Sumber : Data Primer (2011)
Gambar 6. Konsep Pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken
44
Konsep pemasaran kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati berasal dari pasar. Pasar tersebut dapat memberikan informasi mengenai keinginan dan kebutuhan pelanggan atas suatu produk. Produk yang disebutkan disini adalah produk hasil kerajinan tunggak jati. Informasi yang ingin didapat oleh para pelaku usaha tersebut, tidak langsung didapat dari konsumen akhir, melainkan didapat dari reseller. Setelah mengetahui kebutuhan yang dimiliki oleh para konsumen, dibutuhkan pemasaran yang terintegrasi. Pemasaran yang terintegrasi didapatkan ketika komunikasi antara produsen dan konsumen saling berkomunikasi untuk mengetahui nilai-nilai yang didapat dari suatu produk tersebut. Pemasaran yang terintegrasi dalam kegiatan pengolahan limbaj tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken adalah dalam bentuk pembentukan website/pemasaran melalui internet oleh beberapa pelaku usaha. Maka dari itu dengan pemberlakuan pemasaran yang terintegrasi dan telah mengetahui kebutuhan pelanggan, diharapkan didapatkan keuntungan melalui kepuasan pelanggan.
45