ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH POHON JATI (Studi Kasus Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah)
CITRA ANGGUN PRAMITHASARI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN CITRA ANGGUN PRAMITHASARI. Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Pohon Jati (Kasus: Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah). Dibimbing oleh ADI HADIANTO. Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi karakteristik usaha dan rantai pemasaran dari usaha pengolahan limbah pohon jati dengan menggunakan metode yang dilakukan analisis deskriptif. (2) menghitung nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami dan menghitung pendapatan usaha pengolahan limbah pohon jati dengan menggunakan metode analisis pendapatan. (3) menghitung tingkat penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan dari kegiatan usaha pengolahan limbah pohon jati dengan menggunakan metode rumus pertumbuhan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Data sekunder diperoleh dari Kantor Kecamatan Jiken, Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora, Perum Perhutan KPH Cepu, Perum Perindagkop & UMKM Kabupaten Blora dan literatur yang terkait dengan penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik usaha pengolahan limbah pohon jati termasuk kedalam skala usaha mikro dimana fungsi kelembagaannya kurang berperan dan sumberdaya manusia nya tergolong SDM tradisional. Rantai pemasaran dari kegiatan usaha tersebut, dimulai dari pemasok bahan baku, pengolah limbah, pembeli jumlah dalam jumlah banyak (tengkulak) dilanjutkan ke konsumen akhir. Perhitungan nilai tambah metode Hayami menunjukkan nilai tambah tertinggi ada pada produk meja ukir dengan rasio 75,97% dari nilai produknya. Nilai tambah terendah pada produk meja akar dengan rasio 56,48% dari nilai produknya. Produk patung ukir memiliki nilai tambah dengan rasio 73,05% dari nilai produknya dan lemari display akar memiliki nilai tambah dengan rasio 67,99% dari nilai produknya. HOK per produk tertinggi terdapat pada produk meja ukir sebesar 8 HOK. HOK per produk terendah pada produk meja akar sebesar 1,45 HOK. Produk patung ukir membutuhkan 7,72 HOK untuk setiap produknya dan produk lemari display akar membutuhkan 5,14 HOK untuk setiap produknya. namun dari sisi permintaan tertinggi ada pada produk meja akar sebanyak 228 unit setiap bulannya, dilanjutkan produk lemari display akar sebanyak 14 unit setiap bulannya, yang terakhir produk meja ukir dan patung ukir sebanyak 11 unit setiap bulannya. Pendapatan rata-rata setiap pelaku usaha setiap periodenya adalah sebesar Rp 35,4 juta dengan rasio sebesar 42,59% dari total penerimaannya setiap bulan. Penyerapan tenaga kerja pada tahun 2011 yang dihasilkan sebesar 278 orang atau 6,3 kali jumlah tenaga kerja sebagai pengrajin limbah pohon jati pada tahun 2002. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengolahan limbah pohon jati menghasilkan manfaat ekonomi meskipun masih memiliki karakteristik usaha yang belum cukup baik. Kata kunci: nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, limbah pohon jati
ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH POHON JATI (Studi Kasus Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah)
CITRA ANGGUN PRAMITHASARI H44070028
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NRP
: Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Pohon Jati (Kasus: Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah) : Citra Anggun Pramithasari : H44070028
Disetujui, Dosen Pembimbing
Adi Hadianto, SP, M.Si NIP : 19790615 200501 1 004
Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH POHON JATI (Kasus: Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Juli 2011
Citra Anggun Pramithasari H44070028
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH POHON JATI (Kasus: Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah)”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini membahas tentang nilai tambah, pendapatan usaha dan penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan dari usaha pengolahan limbah pohon jati. Skripsi ini juga membahas karakteristik usaha dan rantai pemasaran dari usaha pengolahan limbah pohon jati di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Citra Anggun Pramithasari
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu serta memberi dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada : 1. Bapak Pudji Harmanto dan Ibu Sri Utami selaku orangtua yang mendoakan dan memberikan dukungan baik materi dan moral kepada penulis selama ini. 2. Adi Hadianto, SP, M.Si selaku pembimbing skripsi yang dengan semangat dan kesabaran luar biasa dalam memberikan arahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini. 3. Ir. Nindyantoro, MSP dan Rizal Bahtiar, Spi, M.Si selaku dosen penguji ujian akhir sarjana yang senantiasa memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. 4. Ir Tuti Miyarti selaku KSS PHBM Perhutani KPH Cepu yang senantiasa membantu dan mempermudah dalam pengambilan data untuk skripsi ini. 5. Agus Jati Kusworo SP selaku TPM (Tenaga Pendamping Masyarakat) yang senantiasa membantu dalam pengambilan data dilapangan untuk skripsi ini. 6. Seluruh teman-teman ESL 44 yang senantiasa saling mendukung dan mendoakan bagi kelancaran penyusunan skripsi penulis. 7. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ......................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
v
I.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................
1 5 7 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
9
2.1. Pohon Jati ................................................................................... 2.2. Limbah Pohon ............................................................................ 2.3. Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Pohon Jati ................. 2.4. Nilai Tambah .............................................................................. 2.5. Penelitian Terdahulu ..................................................................
9 9 11 13 14
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................
17
3.1. Kerangka Teoritis ....................................................................... 3.1.1. Konsep Pemasaran dan Rantai Pemasaran ....................... 3.1.2. Konsep Pendapatan Usaha Tani ....................................... 3.1.3. Konsep Nilai Tambah ...................................................... 3.1.4. Penyerapan Tenaga Kerja ................................................ 3.2. Kerangka Operasional ................................................................
17 17 18 19 21 21
IV. METODE PENELITIAN .......................................................................
24
4.1. Lokasi dan Waktu ................................................................... 4.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 4.3. Metode Pengambilan Data ......................................................... 4.4. Metode Analisis Data ................................................................. 4.4.1. Karakteristik Usaha dan Rantai Pemasaran ..................... 4.4.2. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha ................. 4.4.2.1. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami ............. 4.4.2.2. Analisis Pendapatan Usahatani ........................... 4.4.3. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja ..................................
24 24 24 25 26 26 26 28 29
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..................................
31
5.1. Gambaran Lokasi Penelitian dan Sosial Ekonomi Masyarakat. 5.1.1. Wilayah dan Topografi ....................................................... 5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ................................ 5.2. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Pohon Jati ..................................................................... 5.2.1. Umur Responden ............................................................. 5.2.2. Tingkat Pendidikan Responden........................................ 5.2.3. Lama Usaha Responden ...................................................
31 31 32
i
33 34 34 35
5.2.2. Pendanaan Usaha Responden ...........................................
36
VI. KARAKTERISTIK USAHA DAN RANTAI PEMASARAN .............
38
6.1. Skala Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati. ....................... 6.2. Lembaga Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati .................. 6.3. Sumber Daya Manusia Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati .............................................................................................. 6.4. Rantai pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati .....
39 41 42 43
VII. NILAI TAMBAH, PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA .................................................................................
46
7.1. Analisis Nilai Tambah................................................................ 7.1.1. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar .................. 7.1.2. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar Ukir ......... 7.1.3. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Lemari Display Akar . 7.1.4. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Patung Akar Ukir ....... 7.1.5 Nilai Tambah Agregat Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Jati .................................................................... 7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati ............................................................................... 7.3. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja ............................................
46 51 54 58 61
66 71
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
74
8.1. Kesimpulan.............................................................................. 8.2. Saran ...........................................................................................
74 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
77
ii
64
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Hasil Penelitian Potensi Limbah Pada Beberapa PengusahaanHutan Alam dan Hutan Tanaman Industri di Indonesia ..................................
3
2.
Matriks Analisis Data............................................................................
25
3.
Analisis Perhitungan Nilai Tambah Hayami ........................................
27
4.
Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Jiken Tahun 2010 ..
33
5.
Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati Berdasarkan Umur di Kecamatan Jiken, Tahun 2011 ..... 34
6.
Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Jiken Tahun 2011 ...................................................................................................... 35
7.
Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Berdasarkan Pengalaman Usaha di Kecamatan Jiken Tahun 2011 ....................................................................................................... 36
8.
Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Berdasarkan Pendanaan Usaha di Kecamatan Jiken Tahun 2011 ...................................................................................................... 37
9.
Perbandingan Nilai Tambah dan Keuntungan Tiap Unit Produk Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati .............................................. 46
10. Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar di Kecamatan Jiken pada Bulan Maret 2011 ............................................................................................ 51 11. Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar Ukir pada Bulan Maret 2011.......
54
12. Nilai Tambah Kerajinan Display Akar di Kecamatan Jiken pada Bulan Maret 2011 .................................................................................. 58 13. Nilai Tambah Kerajinan Patung Akar Ukir di Kecamatan Jiken pada Bulan Maret 2011 .................................................................................. 61 14. Nilai Tambah Agregat Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken ................................................................................... 65 15. Pendapatan Rata-Rata Usahatani Pengolah Limbah Tunggak Jati Periode Maret 2011 ............................................................................... 16. Pendapatan Agregat Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken .................................................................................... 17. Pendapatan Agregat Tenaga Kerja Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken ................................................................................ 18. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Sebagai Pengrajin Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken..........................................................
67 69 70 66
iii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Konsep Pemasaran dan Konsep Penjualan ............................................ 17
2.
Aliran Rantai Pemasaran ........................................................................ 18
3.
Alur Kerangka Pemikiran Operasional .................................................. 23
4.
Luas Wilayah Kecamatan Jiken Menurut Penggunaan, Tahun 2010 .... 31
5.
Aliran Rantai Pemasaran Kegiatan Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken ........................................................... 43
6.
Konsep Pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken ..................................................................................... 44
iv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Meja Akar. Kursi Akar dan Souvenir Akar pada Bulan Maret 2011 .................................. 79
2.
Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Meja Akar Ukir pada Bulan Maret 2011 .......................................................................... 80
3.
Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Display Akar pada Bulan Maret 2011 ................................................................................... 81
4.
Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Patung Akar Ukir pada Bulan Maret 2011 .......................................................................... 82
5.
Pendapatan Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken (2011) ............................................................................................ 83 Tenaga Kerja Pemasok Bahan Baku Limbah Tunggak Pohon Jati di Kecamatan Jiken .................................................................................... 84
6.
v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya yang melimpah di Indonesia adalah sumberdaya hutan. Indonesia adalah penghasil sumberdaya hutan kedua terbesar di dunia. Sehingga sumberdaya hutan di Indonesia merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian. Sumberdaya hutan memiliki nilai-nilai ekonomi yang terdiri dari nilai guna langsung (direct use value) dan nilai guna tidak langsung (indirect use value). Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (KLH, 2008) nilai guna langsung adalah nilai yang dapat ditemukan harga pasarnya. Nilai guna tidak langsung adalah manfaat yang dirasakan dari adanya jasa lingkungan hutan. Nilai guna langsung sumberdaya hutan terdapat pada kayu, madu, buah, dan sumberdaya lainnya yang dapat ditemukan harga pasarnya. Nilai guna tidak langsung sumberdaya hutan terdapat pada fungsi hidrologis hutan sebagai penahan air, sebagai penyerap emisi di udara, dan juga sebagai penahan erosi/mencegah terjadinya bencana longsor. Nilai guna sumberdaya hutan sangat berperan penting dalam menambah jumlah devisa negara. Salah satu nilai guna hutan yang memiliki nilai strategis terdapat pada kayu sebagai hasil hutan. Jumlah produksi kayu bulat oleh Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 7,39 juta m3 (BPS, 2010). Banyaknya kayu bulat yang diproduksi tersebut menandakan bahwa industri kayu pada saat sekarang ini telah berkembang pesat dan memiliki permintaan yang tinggi. Selain permintaan dan
nilai ekonomi yang tinggi, terdapat beberapa jenis pohon yang memang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kayu hutan yang memiliki potensi di Indonesia adalah kayu dari pohon jati. Pohon jati merupakan termasuk pohon yang memiliki struktur kayu yang kuat dan sangat baik untuk menjaga struktur tanah, sehingga sangat baik untuk mencegah erosi. Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang bernilai tinggi dalam industri kayu di Indonesia. Kayu jati telah dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, furniture, hingga souvenir. Pohon jati sangat cocok untuk ditanam di Indonesia karena iklim dan suhu udaranya yang mendukung daya tumbuh pohon tersebut (Mulyana dan Asmarahman, 2010). Sehingga Indonesia berpotensi untuk mengembangkan hutan jati, karena menguntungkan dari segi ekonomi dan juga ekologi. Kegiatan pengembangan hutan produksi kayu jati di Indonesia, selain menghasilkan manfaat ekonomi juga menghasilkan limbah eksploitasi hutan. Limbah eksploitasi hutan merupakan bagian pohon yang sebenarnya dapat dimanfaatkan tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan (Simamarta
&
Sastrodimedjo
dalam
Anggoro,
2007).
Limbah
eksploitasi/pemanenan hutan dapat berupa kayu bulat yang merupakan bagian dari batang komersial, potongan pendek, tunggak, cabang dan ranting (Budiaman dalam Anggoro, 2007). Di bawah ini adalah tabel potensi limbah eksploitasi hutan pada beberapa pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman industri di Indonesia:
2
Tabel 1. Hasil Penelitian Potensi Limbah pada Beberapa Pengusahaan Hutan Alam dan Hutan Tanaman Industri di Indonesia: Pengusahaan Lokasi;Penelitian;Tahun Hutan Alam
8 areal HPH Di Kalteng dan Kalsel; Dulsalam; 1995
PT Narkata, Rimba, Kaltim; Sukanda; 1995 PT Suka Jaya Makmur, Kalbar; Muhdi; 2001
Hutan Tanaman Industri
Jambi; Budiaman; 2000 HPHTI Kayu Pertukangan BKPH Cikeusik, KPH Banten; Gustian; 2004 HPHTI PT Musi Hutan Persada, Sumsel; Rishadi; 2004
Potensi Limbah 5,61 m3/pohon untuk teknik penebangan konvensional dan 4,51 m3/pohon untuk teknik penebangan serendah mungkin 86,46 m3/ha 13,707 m3/ha untuk teknik penebangan konvensional dan 11,059 m3/ha untuk teknik penebangan berdampak rendah 39,53% 16,8% (60,12 m3/ha) 29,32 m3/ha
Sumber : Anggoro (2007) Dari data hasil penelitian mengenai potensi limbah yang dihasilkan, disebutkan bahwa limbah eksploitasi per pohon hingga 5,61 m3. Sedangkan limbah eksploitasi per ha mencapai paling tinggi sebanyak 86,46 m3, dan jumlah limbah setiap dilakukan eksploitasi dapat mencapai 39,53% dari seluruh kayu yang di eksploitasi. Limbah hasil eksploitasi tersebut sebagian besar masih belum dimanfaatkan, maka dapat dibayangkan berapa nilai kayu yang terbuang berupa limbah eksploitasi tersebut. Banyaknya limbah pohon yang dihasilkan, sehingga diperlukan suatu usaha dalam meminimisasi limbah kayu tersebut. Salah satu daerah yang telah melakukan pemanfaatan terhadap limbah kayu adalah Kabupaten Blora. Kabupaten Blora merupakan salah satu Kabupaten penghasil kayu jati yang cukup besar di Indonesia. Produksi Kayu Jati menurut Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di Kabupaten Blora pada tahun 2009 mencapai 6484 m3 (BPS, 2010). Selain itu, 51% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Blora 3
merupakan hutan jati. Dari luas wilayah dan jumlah produksi kayu jati tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa limbah eksploitasi berupa tunggak pohon jati yang ditinggalkan di Kabupaten Blora cukup melimpah. Pemanfaatan limbah kayu oleh masyarakat Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora telah berlangsung selama 10 tahun terakhir. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan Perum Perhutani dalam bekerjasama dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) sebagai salah satu program dari adanya PHBM. Peran LMDH adalah mengawasi pengambilan limbah tunggak pohon jati yang akan dimanfaatkan dan mengatur bagi hasil dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan bersama. Kebijakan Perum Perhutani dalam kerjasama dengan LMDH dikeluarkan karena pada tahun 1998-2002 terjadi penjarahan kayu besar-besaran di hutan jati milik Perhutani oleh masyarakat Kabupaten Blora. Penjarahan kayu yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar milik Perhutani tersebut merugikan Perhutani dalam jumlah besar. Sehingga perhutani mengijinkan masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan limbah pohonnya saja, dengan syarat-syarat tertentu dan dibawah pengawasan LMDH setempat. Selain itu, potensi limbah tunggak yang dihasilkan di Kabupaten Blora juga mendukung dikeluarkannya kebijakan tersebut. Sehingga pemanfaatan kembali dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan produksi kayu jati di hutan jati Kabupaten Blora, diharapkan menghasilkan manfaat ekonomi yang menciptakan pembangunan perekonomian. Pembangunan ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti halnya peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan. Maka dari itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan limbah kayu jati di Kabupaten Blora, guna menjadi bahan pertimbangan
4
Pemerintah untuk merumuskan kebijakan lanjutan guna mendukung kegiatan tersebut. Dengan permasalahan diatas, maka saya mengangkat topik “Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Pohon Jati” agar dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Blora dalam merumuskan kebijakan lanjutan. 1.2 Perumusan Masalah Pemanfaatan limbah tunggak pohon jati selain memang membuka lapangan pekerjaan, juga dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan. Pemanfaatan limbah pohon jati juga bersifat ramah terhadap lingkungan, karena dapat memanfaatkan limbah kayu sebaik-baiknya untuk memenuhi permintaan pasar. Dengan cara demikian penyediaan bahan baku dapat ditingkatkan tanpa menambah areal tebangan tahunan, sehingga upaya ini di satu pihak akan menambah penyediaan bahan baku, dan di lain pihak juga akan membantu menghemat sumberdaya hutan. Lokasi hutan jati yang cukup luas dengan potensi limbah pohon yang tinggi adalah wilayah Kabupaten Blora, dimana 51% dari keseluruhan wilayah Kabupaten Blora adalah hutan baik milik Perum Perhutani maupun milik masyarakat. Potensi limbah yang ada tersebut tidak digunakan lagi oleh Perum Perhutani. Limbah-limbah yang ada di Kabupaten Blora tersebut masih dapat dimanfaatkan kembali menjadi suatu barang kerajinan kayu seperti yang telah dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat Kabupaten Blora, khususnya masyarakat Kecamatan Jiken. Kegiatan pemanfaatan limbah pohon tersebut berkembang setelah Perum Perhutani mengeluarkan kebijakan untuk bekerjasama
5
dengan LMDH, dimana LMDH berperan memfasilitasi masyarakat untuk pengambilan limbah pohon (tunggak) dengan syarat-syarat tertentu, dimaksudkan agar tetap terciptanya pengelolaan hutan lestari. Namun hanya sebagian kecil dari masyarakat yang dapat ikut serta dalam kegiatan pemanfaatkan limbah pohon tersebut. Sehingga diharapkan pemerintah dapat mengembangkan kebijakan tersebut yang terkait dengan kegiatan pemanfaatan limbah pohon. Karena kegiatan pemanfaatan limbah pohon tersebut selain dapat memenuhi permintaan tanpa menambah areal tebangan, juga dapat menghasilkan manfaat ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segi pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Tingginya potensi Limbah di Kabupaten Blora khususnya Kecamatan Jiken dan dihasilkannya potensi ekonomi dari pengolahan limbah kayu pohon jati, sehingga dbutuhkan penelitian mengenai analisis manfaat ekonomi pengolahan limbah kayu jati, untuk dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam merumuskan kebijakan lanjutan yang dapat mendukung kegiatan pemanfaatan limbah pohon jati tersebut. Maka untuk dapat menganalisis manfaat ekonomi dari pengolahan limbah pohon jati, dalam penelitian ini dirumuskan lingkup masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik usaha dan rantai pemasaran dari pengolahan limbah pohon jati yang dihasilkan oleh masyarakat Kecamatan Jiken saat ini? 2. Berapa nilai tambah dan pendapatan usaha dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken?
6
3. Berapa penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berkut: 1. Menganalisis karakteristik usaha dan rantai pemasaran dari pengolahan limbah pohon jati yang dihasilkan oleh masyarakat Kecamatan Jiken saat ini. 2. Menghitung nilai tambah dan pendapatan usaha dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken. 3. Menghitung penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasl penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Perhutani, sebagai informasi dan bahan evaluasi bahwa limbah kayu memiliki manfaat ekonomi yang berkontribusi dalam pembangunan daerah. 2. Pemerintah, agar terus mendukung usaha pemanfaatan limbah kayu jati guna mengurangi pencurian kayu dari hutan jati oleh penduduk sekitar hutan. 3. Masyarakat, sebagai informasi bahwa jika limbah diolah, selain mengurangi masalah pencemaaran lingkungan juga memberikan manfaat ekonomis.
7
4. Akademisi, baik sebagai pengetahuan maupun sebagai tambahan informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa yang akan datang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah survey lapangan dengan teknik wawancara. Limbah pohon jati yang digunakan dalam penelitian ini adalah tunggak pohon jati. Karakeristik usaha dan rantai pemasaran pengolahan limbah pohon jati diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif. Nilai tambah yang dihasilkan dihitung dengan menggunakan metode Hayami. Pendapatan usaha yang dihasilkan dihitung dengan menggunakan analisis kuantitatif pendapatan. Penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan dihitung dengan menggunakan rumus pertumbuhan, dari selisih jumlah tenaga kerja sebagai pengolah limbah pohon jati pada tahun 2002 dan tahun 2011.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pohon Jati Pohon jati merupakan pohon yang memiliki kayu golongan kayu keras
(hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40 meter. Tinggi batang bebasnya mencapai 18-20 meter. Kulit batang berwarna cokelat gradasi dan kuning keabu-abuan. Pohon jati yang baik adalah pohon yang memiliki garis diameter batang yang besar, berbatang lurus dan jumlah cabangnya sedikit. Bentuk daun pohon jati besar dan membulat dengan tangkai yang sangat pendek. Ukuran daun pohon jati yang telah tua sekitar 15 x 20 cm. Daun yang muda berwarna kemerahan mengeluarkan getah jika diremas. Bunga dari pohon jati terletak di puncak pucuk pohon dengan ukuran 40 cm. Pohon jati merupakan salah satu jenis tanaman yang mendominasi hutan di Indonesia. Tanaman ini sangat baik untuk dibudidayakan di Indonesia, karena selain memang nilai ekonominya yang tinggi, kondisi cuaca dan lingkungan tropis sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman jati. Syarat lokasi untuk bududaya jati diantaranya ketinggian lahan maksimum 700 meter dpl, suhu usara 13° - 43° C, pH tanah 6 dan kelembapan lingkungan 60% – 80%. Curah hujan optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan jati sekitar 1000 – 1500 mm/tahun. Curah hujan berpengaruh terhadap sifat gugurnya daun dan kualitas fisik kayu. Secara alamiah pohon jati akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau, lalu tumbuh kembali pada musim hujan (Mulyana dan Asmarahman, 2010). 2.2
Limbah Pohon Limbah pohon dari pemanenan merupakan bagian pohon yang sebenarnya
dapat dimanfaatkan tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan.
Selain itu, limbah pemanenan kayu adalah limbah atau residu dari kegiatan industri kayu seperti pada pabrik, penggergajian, mebel, dan lain-lain. (Simarmata & Sastrodimedjo dalam Anggoro, 2007). Limbah pemanenan dapat berupa kayu bulat yang merupakan bagian dari batang komersial, potongan pendek, tunggak, cabang dan ranting. Batasan jenis sortimen kayu bulat yang dimaksud adalah sebagai berikut (Budiaman dalam Anggoro, 2007): 1. Batang komersial adalah batang dari atas banir sampai cabang pertama atau batang yang selama ini dikeluarkan oleh perusahaan pada pengusahaan hutan alam. 2. Batang atas adalah bagian dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama (Komersial). 3. Cabang dan ranting adalah komponen tajuk dari pohon yang ditebang yang berada diatas cabang pertama 4. Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada dibawah takik rebah dan takik balas. Tinggi tunggak sangat bervariasi tergantung dari ketinggian takik balas. 5. Potongan kecil adalah bagian batang utama yang mengandung cacat dan perlu dipotong. Potongan kecil juga meliputi banir, batang dengan cacat nampak, pecah, busuk dan jenis cacat fisik lainnya yang mengurangi nilai fisik kayu. Menurut Martawijaya (1990), menyebutkan bahwa limbah kayu merupakan semua kayu yang bersisa, baik berasal dari pohon yang ditebang maupun pohon-pohon yang rusak akibat kegiatan eksploitasi berupa pembuatan
10
jalan, tebang bayang, penebangan dan pengangkutan, termasuk pohon yang ditebang untuk pembebasan pohon inti. Kelayakan pemanfaatan limbah pohon akibat pemanenan tergantung pada dua faktor utama, yaitu : 1. Kesesuaian fisik dari limbah pemanenan untuk menghasilkan produkproduk tertentu. 2. Nilai produk yang dihasilkan dari limbah pemanenan relatif terhadap biaya pengolahan dan penerimaan (Timson dalam Anggoro, 2007). 2.3
Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Pohon Jati Usaha pengolahan limbah pohon jati merupakan bagian dari usaha mikro
kecil menengah (UMKM), karena memiliki kriteria yang sama dengan kriteria dari UMKM, yaitu (Siregar, 2009): 1. Memiliki kekayaan atau asset bersih paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak 1 miliar rupiah 3. Milik warga Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah dan usaha besar. 5. Terbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum. 6. Jumlah tenaga kerja 5 – 99 orang. Adapun empat macam karakteristik usaha mikro kecil menengah (UMKM), yaitu:
11
1. Sebagian besar UMKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods) khususnya yang tidak tahan lama (non-durable consumer goods). Kelompok barang ini dicirikan bila seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat permintaan terhadap barang ini tidak berubah banyak, begitu juga sebaliknya jika pendapatan masyarakat merosot sebagai akibat dari krisis maka permintaan pun tidak berkurang banyak. 2. Mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha. 3. Umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi yang ketat yaitu hanya memproduksi
barang
atau
jasa
tertentu
saja
(Kebalikan
dari
konglomerasi). UMKM mengarah pada pasar persaingan sempurna dimana kondisi keluar masuk pasar kerap terjadi. Spesialisasi dan struktur pasar tersebut membuat UMKM cenderung fleksibel dalam memilih dan berganti usaha. 4. Terbentuknya usaha kecil informal baru akibat banyaknya pemutusan hubungan kerja dimasa krisis. Hambatan-hambatan yang terjadi pada UMKM di Indonesia, yang mempengaruhi karakteristik dari UMKM, yaitu (Siregar, 2009): 1. Financial atau permodalan. Masalah permodalan umumnya disebabkan karena UMKM merupakan usaha perseorangan yang mengandalkan modal sendiri dengan jumlah yang terbatas dan keterbatasan akses ke sumberseumber permodalan, terutama akses lembaga keuangan formal seperti bank.
12
2. Kelemahan dalam Organisasi manajemen. Umumnya UMKM merupakan usaha yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Hal ini berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. 3. Kelemahan dalam akses pasar. UMKM biasanya memiliki keterbatasan dalam menyediakan produk atau jasa yang sesuai dengan keinginan pasar. 4. Kebijakan pemerintah daerah. Adanya undang-undang tentang oronomi daerahnya sendiri. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur masyarakatnya. Sehingga seringkali terjadi pengaturan yang berlebihan oleh pemerintah. 5. Pengaruh globalisasi. Di tengah tuntutan kemampuan bersaing dalam negeri, UMKM juga harus menghadapi persaingan global yang berasal dari berbagai bentuk usaha. 2.4
Nilai tambah Nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya
input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komodits dapat dilihat dari adanya perubahanperubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat dan waktu. Perubahan yang terjadi diakibatkan adanya perlakuan-perlakuan tertentu terhadap produk primer seperti pengolahan, pengawetan dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah. Menurut Hayami (1987) dalam Maimun (2009), terdapat dua cara dalam menghitung nilai tambah, yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses
13
pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah (value added) adalah penambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut Hayami et. al (1987) dalam Maimun (2009), definisi dari nilai tambah adalah penambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk (from utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen. Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang diciptakan oleh system tersebut. 2.5
Penelitian Terdahulu Sari (2010) melakukan penelitian mengenai kayu pohon jati, dengan judul
Pemasaran Mebel Kayu Jati Jepara. Hasil dari penelitian ini adalah manajemen usaha pengrajin mebel kayu Jepara memperlihatkan bahwa keberlangsungan usaha pengrajin dipengaruhi oleh pengelolaan keuangan pengrajin dan manajemen produksi pengrajin. Para pengrajin sering menggunakan uang dana operasional perusahaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal ini menyebabkan pengrajin mengalami kesulitan keuangan ketika mendapatkan order. Manajemen produksi pada penelitian ini ditinjau dari bentuk kerjasama dengan pembeli, kemampuan menentukan harga dan negosiasi serta akses pengrajin terhadap pembeli. Karakteristik pasar mebel jati di Jepara juga didapatkan marjin pasar terbesar terdapat pada lembaga pengolahan akhir yang melakukan tambahan
14
proses finishing yaitu pedagang mebel. Struktur pasar yang terbentuk pada pengrajin dan pemilik toko adalah struktur pasar persaingan monopolistik. Hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga pemasaran, didapat nilai rasio tertinggi terdapat pada pengumpul. Hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh pengumpul lebih sedikit dari pada biaya yang dikeluarkan oleh pengrajin dan pemilik toko. Saluran pemasaran yang banyak terdapat di industri mebel jati Jepara adalah saluran satu tingkat (pengrajin, eksportir, gudang, konsumen) dan saluran empat tingkat (pengrajin, pengumpul dilur Jepara, finishing, konsumen). Perbedaan preferensi antara produsen dan konsumen terdapat pada atribut produk seperti pada keluhan dan kekuatan mebel, atribut harga, atribut lokasi, dan atribut promosi. Komalasari (2009) melakukan penelitian mengenai kayu pohon jati dengan judul “Kuantifikasi Kayu Sisa Penebangan Jati pada Areal Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Tersertifikasi di Kabupaten Konawe Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa volume total 30 pohon termasuk kulit berdasarkan pengukuran sampai diameter 3 cm adalah 34,98 m2 dengan nilai ratarata per pohon 1,17 m3. Sejumlah 23,32 m3 (66,57%) berupa kayu sisa dan kulit yang belum termanfaatkan dengan nilai rata – rata per pohon 0,78 m3. Volume terbesar berasal dari sebetan dengan nilai 8,26 m3 dan presetase dari total kayu sisa sebesar 35,44% dan volume terkecil berasal dari tunggak yaitu 0,73 m3 (3,12%). Sejumlah 68,31% masih berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai sortimen kayu bulat, yaitu sebesar 0,16 m3/pohon dengan proporsi cabang dan ranting 47,20%, 46,98% batang atas dan sisanya (5,82%) merupakan potongan pendek.
15
Anggoro (2007) melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Potensi Limbah Pemanenan Jati di KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani II Jawa Timur”. Hasil penelitian ini diketahui volume limbah yang dihasilkan mencapai 15.759,017 m3. Terdiri atas 1,77% limbah berbentuk kayu pecah, 0,48% limbah berbentuk kayu lapuk, 1,4% berbentuk potongan pendek, 91,35% berbentuk cabang dan ranting, 2,91% berbentuk tunggak dan 2,08% berbentuk limbah kayu tak beraturan. Limbah yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah limbah yang berbentuk kayu pecah, kayu tak beraturan, tunggak, limbah berbentuk cabang dan ranting. Volume limbah yang dimanfaatkan 15.313,280 m3 atau 97% dari total limbah pemanenan. Nilai dari limbah yang dimanfaatkan adalah sebesar Rp 401.700.000. Penelitian mengenai kayu pohon jati dari dari segi sosio-ekonomi maupun teknis telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, seperti halnya pada bagian pohon jati yang dikaji. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Blora khususnya Kecamatan Jiken yang telah melakukan pengolahan limbah pohon jati. Bagian dari pohon jati yang diteliti adalah tunggak dari pohon jati. Penelitian ini menitik beratkan pada karakteristik usaha, rantai pemasaran, nilai tambah dan pendapatan yang dihasilkan, serta penyerapan tenaga kerja akibat usaha pengolahan limbah pohon jati.
16
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi teori-teori yang
dipakai dalam penelitian ini. Teori-teori ini merupakan landasan untuk menjawab tujuan-tujuan penelitian. 3.1.1
Konsep Pemasaran dan Rantai Pemasaran
a. Konsep Pemasaran Pemasaran merupakan proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Konsep pemasaran menyatakan pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar dan memberikan kepuasan yang diinginkan dengan lebih baik daripada pesaing. Konsep pemasaran dan konsep penjualan berbeda. Perbedaan konsep pemasaran dan konsep penjualan akan diuraikan pada Gambar 1 di bawah ini :
Konsep Penjualan
Pabrik
Konsep Pemasaran
Pasar
Produk yang sudah ada
Penjualan dan promosi
Kebutuhan
Pemasaran yang terintegrasi
pelanggan
Keuntungan melalui volume penjualan
Keuntungan melalui kepuasan pelanggan
Sumber : Kotler (2008) Gambar 1. Konsep pemasaran dan konsep penjualan Gambar 1 di atas menggambarkan bahwa konsep pemasaran lebih menekankan pasar yang terintegrasi dibandingkan dengan konsep penjualan yang menekankan
pada penjualan dan promosi. Pasar yang terintegrasi membutuhkan rantai pemasaran yang menghubungkan antara produsen dengan konsumen akhir. Menurut firdaus (2008) pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang harus dilakukan oleh para pengusaha dalam mendapatkan laba, dan untuk berkembang. Proses pemasaran meliputi aspek fisik dan nonfisik. Aspek fisik meliputi perpindahan barang-barang ke tempat dimana mereka dibutuhkan. Sedangkan aspek non fisik dalam arti bahwa para penjual harus mengetahui apa yang diinginkan oleh para pembeli dan pembeli harus pula mengetahui apa yang dijual. b. Rantai Pemasaran Perekonomian dewasa ini, sebagian besar produsen tidak menjual langsung barang-barang mereka kepada pemakai akhir. Antara produsen dan pemakai akhir terdapat sekelompok pemasaran (saluran distribusi) yang memerankan bermacam-macam fungsi dan memakai berbagai macam nama. Saluran distribusi pada sistem pemasaran digambarkan pada gambar 2 di bawah ini:
Pemasok bahan baku
Perusahaan (pemasar)
Perantara pemasaran
Pengguna akhir
Sumber : Kotler (2008) Gambar 2. Aliran Rantai Pemasaran 3.1.2 Konsep Pendapatan Usaha Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Penerimaan tunai usaha tani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan semua produk usaha, yaitu perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. 18
Pengeluaran atau biaya tunai usaha adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usaha. Biaya usaha tani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sehingga besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2002). Rahim, Abd dan Diah R.D.Hastuti (2002) menyebutkan bahwa pendapatan usaha merupakan selisisih antara penerimaan dan pengeluaran, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah nilai produksi secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Pengeluaran usaha merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 3.1.3
Konsep Nilai Tambah Menurut Hayami et. al (1987) dalam Maimum (2009) menyatakan bahwa
nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumbersumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor-faktor tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia dan manajemen. Besaran
nilai
tambah
yang
dihasilkan
dapat
digunakan
untuk
menduga/menaksir besarnya balas jasa yang diterima faktor produksi yang digunakan dalam proses perlakuan tersebut. Analisis nilai tambah memiliki tiga
19
komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai yang menunjukkannilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Distribusi nilai tambahan berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan ketrampilan, serta kualitas bahan baku. Apabila penerapan teknologi cenderung padat karya maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar dari proporsi bagian keuntungan bagian perusahaan, sedangkan apabila diterapkan pada teknologi padat modal, maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian tenaga kerja. Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor teknis terdiri dari jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi dan penggunaan unsur tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar dan nilai input lain (selain bahan bakar). Dengan demikian fungsi dari nilai tambah yang menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen dapat dirumuskan sebagai berikut : Nilai Tambah = f ( K, B, T, U, H, h, L) Dimana : K = Kapasitas produksi unit usaha (Unit) B = Jumlah bahan baku yang digunakan (Unit) T = Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan (HOK)
20
U = Upah tenaga kerja (Rp/HOK) H = Harga output (Rp/Unit) h = Harga bahan baku (Rp/Unit) L = Nilai input lain (Unit) Analisis input lain adalah semua korbanan yang terjadi Selama proses pelakuan untuk menambah nilai output, selain bahan baku dan tenaga kerja langsung, mencakup modal berupa bahan penolong dan biaya overhead pabrik lainnya, upah tenaga kerja tidak langsung. 3.1.4 Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha (Zamrowi, 2007). Usaha pengolahan limbah pohon jati akan menumbuhkan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja dapat terlihat dari jumlah tenaga kerja yang bertambah akibat adanya usaha tani pengolahan limbah kayu jati. Rumus penyerapan tenaga kerja dapat digambarkan dengan rumus pertumbuhan, yaitu (Fatmasari, 2007): Pertumbuhan = Xt – Xt-1
x 100%
X t-1 3.2
Kerangka Operasional Saat sekarang ini, industri kayu jati memiliki peran penting terhadap
perekonomian negara. Nilai ekonomi dari kayu jati yang tinggi, menjadikan usaha industri pengolahan kayu jati begitu menjanjikan, selain itu Indonesia memiliki potensi dalam pengembangan pohon jati. Potensi tersebut mencakup iklim dan suhu di Indonesia yang mendukung daya tumbuh pohon tersebut. Industri kayu jati yang memiliki potensi di Indonesia, nilai ekonomi yang tinggi, dan
21
keunggulain kayu jati berupa kayu keras yang baik untuk dijadikan bahan bangunan maupun furniture, menyebabkan permintaan kayu dari pohon jati menjadi tinggi. Permintaan
pohon
jati
yang
tinggi,
menjadikan
para
produsen
pengolahanan kayu jati meningkatkan produksinya untuk memenuhi permintan dari produk olahan kayu jati. Setiap kegiatan produksi, akan menghasilkan limbah. Pada kegiatan produksi kayu jati, akan meninggalkan limbah atau sisaan residu yang terdiri dari limbah eksploitasi dan limbah pengolahan. Limbah eksploitasi berupa daun, batang cabang kayu, dan tunggak pohon jati. Sedangkan limbah pengolahan berupa sisa gergajian baik serpihan kayu kecil sisa olahan maupun serbuk kayu. Limbah-limbah pada kayu jati tersebut masih dapat dimanfaatkan kembali menjadi barang serba guna, seperti yang telah dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Jiken Kabupaten Blora. Pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Jiken Kabupaten Blora adalah pengolahan limbah pohon jati menjadi barang serba guna seperti kerajinan, hingga barang-barang furniture. Pemanfaatan limbah pohon jati tersebut, memiliki manfaat-manfaat ekonomi yang menukung pembangunan perekonomian di wilayah Kabupaten Blora pada khususnya. Penelitian ini menganalisis manfaat-manfaat ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan pengolahan limbah pohon jati. Penelitian ini akan membahas mengenai karakteristik profil usaha dan rantai pemasaran dari usaha pengolahan limbah pohon jati. Selain itu, dari pengolahan tersebut akan dihitung berapa nilai tambah yang dihasilkan dan berapa pendapatan yang diterima pelaku usaha. Penghitungan nilai tambah tersebut akan menggunakan metode hayami. Yang terakhir, dalam
22
menganalisis manfaat pengolahan limbah pohon jati tersebut, akan dapat diketahui seberapa banyak jumlah tenaga kerja yang dapat diserap. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dalam usaha pengembangan masyarakat dengan usaha rakyat. Untuk lebih jelas kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini : Permintaan kayu pohon jati tinggi Produksi kayu pohon jati tinggi Limbah pohon jati tinggi Tunggak
Daun
Kayu dan Serbuk gergajian
Pemanfaatan limbah tunggak pohon jati Dijadikan bahan bakar (kayu bakar)
Daur ulang/pengolahan limbah tunggak pohon jati menjadi barang serba guna
Manfat ekonomi pengolahan limbah tunggak jati Karakteristik usaha dan rantai pemasarannya
Analisis nilai tambah dan analisis pendapatan usaha
Analisis penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan
Rekomendasi kebijakan lebih lanjut untuk pengembangan masyarakat dengan usaha pengolahan limbah tunggak jati
Keterangan :
tidak dibahas dalam penelitian ini Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
23
IV. METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa di Kecamatan Jiken, Kabupaten
Blora dikhususkan di tiga desa sekitar hutan yaitu Desa Jiken, Desa Cabak dan Desa Nglebur. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan tujuan penelitian (purposive) dengan pertimbangan bahwa di daerah tersebut telah terdapat LMDH dan telah terdapat usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Kegiatan pengumpulan data untuk keperluan penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret hingga April 2011. 4.2
Jenis dan Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapat dari wawancara masyarakat di Kecamatan Jiken yang bergerak dalam usaha pengolahan limbah pohon jati. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, instansi yang terkait seperti Perum Perhutani, Dinas Perindagkop & UMKM Kab. Blora, Bappeda Kab. Blora, Dinas Kehutanan, BPS, juga referensi lainnya dan penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan yang berhubungan dengan usaha pemanfaatan limbah tunggak pohon jati. 4.3
Metode pengambilan Data Metode pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan dengan Sensus
Sampling dimana responden yang dipilih dari seluruh populasi yang ada. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 23 pelaku usaha. Pengambilan data dari populasi ini digunakan untuk menjawab masalah mengenai karakteristik usaha pengolahan limbah tunggak jati, rantai pemasarannya, nilai tambah yang
dihasilkan, jumlah pendapatan yang dihasilkan, dan jumlah tenaga kerja yang diserap pada tahun 2011 dari pengolahan limbah tunggak pohon jati. Sedangkan untuk menjawab masalah jumlah tenaga kerja yang dapat diserap menggunakan data sekunder dari Dinas peridagkop & UMKM Kabupaten Blora mengenai jumlah tenaga kerja yang berprofesi sebagai pengrajin atau pengolah limbah tunggak pohon jati. 4.4
Metode Analisis Data Data dan informasi yang telah didapat selanjutnya dilakukan pengolahan
dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi karakteristik usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati dan rantai pemasarannya. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis manfaat ekonomi yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati, yang meliputi nilai tambah, pendapatan, serta tenaga kerja yang dapat diserap. Tabel dibawah ini menguraikan matriks analisis data untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini: Tabel 2. Matriks Analisis Data No
Tujuan Penelitian
1
Mengidentifikasi karakteristik usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati dan rantai pemasarannya
2
Menghitung nilai tambah dan jumlah pendapatan yang dihasilkan dari pengolahan limbah jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken
Jenis danSumber Data Wawancara dengan pelaku usaha yang menjadi responden dalam penelitian
Metode Analisis Data Analisis deskriptif
Wawancara dengan pelaku usaha yang menjadi responden dalam penelitian
Analisis nilai tambah metode Hayami dan analisis pendapatan usaha
25
3
4.4.1
Menganalisis jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari kegiatan pengolahan limbah tunggak jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken
Data sekunder jumlah tenaga kerja pada tahun 2002 dan Data Primer tenaga kerja tahun 2011.
Rumus Pertumbuhan dari tahun 2002 dan 2011
Karakteristik Usaha dan Rantai Pemasaran. Mengidentifikasi karakterisitik usaha dan rantai pemasaran pengolahan
limbah tunggak pohon jati, dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Karakterisitik usaha yang diteliti adalah meliputi skala usahanya, kelembagaannya dan sumberdaya manusianya. Rantai pemasaran yang diteliti adalah alur rantai pemasaran pengolahan limbah tunggak pohon jati dari hulu (penyediaan bahan baku) hingga hilir (pemasarannya). 4.4.2
Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Penghitungan dan analisis nilai tambah dan pendapatan usaha yang
dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati dengan menggunakan analisis kualitatif. Penghitungan nilai tambah, dilakukan dengan menggunakan metode hayami. Penghitungan pendapatan usaha yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan metode analisis pendapatan. 4.4.2.1 Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Nilai tambah yang dihasilkan dari suatu pengolahan pada barang dan jasa, merupakan selisih antara nilai akhir suatu produk (nilai output) dengan nilai bahan baku dan input lainnya. Nilai tambah tidak hanya melihat besarnya nilai tambah yang didapatkan, tetapi juga distribusi terhadap faktor produksi yang digunakan. Sebagian dari nilai tambah merupakan balas jasa (imbalan) bagi tenaga kerja, dan sebagian lainnya merupakan keuntungan pengolah. Metode analisis Hayami adalah metode yang umum digunakan untuk menganalisis nilai tambah pada 26
subsistem pengolahan. Kerangka analisis perhitungan nilai tambah metode Hayami dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 3. Analisis Perhitungan Nilai Tambah Hayami No.
Variabel
Nilai
Output, Input, Harga 1.
Output / total produksi (Unit / periode)
A
2.
Input bahan baku (Tunggak / periode)
B
3.
Input tenaga kerja (HOK / periode)
C
4.
Faktor konversi (1) / (2)
D=A/B
5.
Koefisien tenaga kerja (3) / (2)
E=C/B
6.
Harga produk (Rp / unit)
F
7.
Upah rata-rata tenaga kerja per HOK (Rp / HOK)
G
Pendapatan dan Keuntungan 8.
Harga input bahan baku (Rp / tunggak)
H
9.
Sumbangan input lain (Rp)
I
10.
Nilai produk (4) x (6) (Rp / tunggak)
11.
a. Nilai tambah (10) – (8) – ( 9) (Rp / tunggak) b. Rasio nilai tambah (11a) / (10) (%)
12.
13.
J=DXF K=J–H–I L% = (K / J) %
a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp / tunggak)
M=EXG
b. Imbalan Tenaga Kerja (12a) / (11a) (%)
N% (M / K)%
a. Keuntungan (11a) – (12a) (Rp / tunggak)
O=K–M
b. Tingkat Keuntungan (13a) / (10) (%)
P% = (O – J)%
Balas Jasa untuk Faktor Produksi 14.
Marjin (10) – (8) (Rp / tunggak) a. Pendapatan tenaga kerja (12a) / (14) (%)
Q=J–H R% = (M / Q)%
b. Sumbangan input lain (9) / (14) (%)
S% = (I / Q)%
c. Keuntungan perusahaan (13a) / (14) (%)
T% = (O / Q)%
Sumber : Hayami et. al (1987) dalam Maimun (2009)
Informasi yang dihasilkan melalui metode analisis nilai tambah Hayami yang digunakan pada subsistem pengolahan ini adalah sebagai berikut : 1. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp). 27
2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (%), menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk. 3. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh tenaga langsung. 4. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkn (%), menunjukkan presentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah. 5. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha (pengolah), karena menanggung risiko usaha. 6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%), menunjukkan presentase keuntungan terhadap nilai tambah. 7. Marjin pengolah (Rp), menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. 8. Presentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%) 9. Presentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%) 10. Presentase sumbangan input lain terhadap marjin (%) 4.4.2.1 Analisis Pendapatan Usaha Analisis pendapatan dapat dilihat dari selisih total penerimaan dihasilkan dan total biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan adalah nilai produk total usaha dalam jangka waktu tertentu. Total biaya adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Perhitungan untuk mengukur pendapatan yang dihasilkan dapat dimodelkan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) : Pd
= TR – TC …………………. (1)
TR
= Py x Qy …………………. (2)
TC
= TVC+TFC ……………….. (3)
28
dimana :
4.4.3
Pd
= Pendapatan yang dihasilkan
TR
= Total penerimaan
TC
= Total biaya
Py
= Harga output
Qy
= Jumlah output
TVC
= Total biaya variabel
TFC
= Total biaya tetap
Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Analisis pertumbuhan penyerapan dapat digunakan untuk menganalisis
tingkat penyerapan tenaga kerja. Selain mengetahui jumlah tenaga kerja, juga dapat diketahui presentase peningkatan tenaga kerja yang dapat diserap. Jumlah tenaga kerja yang dibandingkan adalah jumlah tenaga kerja sebagai pengolah limbah tunggak pohon jati pada tahun 2002 (tahun sebelum ada kebijakan dari Perum Perhutani mengenai pembentukan LMDH dalam pengelolaan limbah tunggak pohon jati) dan jumlah tenaga kerja pada tahun 2011 (setelah adanya kebijakan). Rumus yang digunakan untuk penyerapan tenaga kerja : ΔTK = TK2011 – TK2002 ……………. (4) dimana : ΔTK
= Jumlah penyerapan tenaga kerja dari tahun 2002 hingga tahun 2011
TK2010 = Tenaga kerja pada tahun 2011 sebagai pengolah limbah pohon jati TK2002 = Tenaga kerja pada tahun 2002 sebagai pengolah limbah pohon jati Rumus untuk mengukur presentase peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap, dengan menggunakan rumus pertumbuhan (Fatmasari, 2007): ΔTK% = TK2011-TK2002 x 100% ………….. (5) TK2002 29
Penghitungan jumlah tenaga kerja sebagai pemasok bahan baku limbah tunggak pohon jati dengan menghitung jumlah seluruh tenaga kerja sebagai pemasok limbah tunggak pohon jati, sehingga dirumuskan : TKbb = Σxi ………………… (6) Dimana : TKbb
= Tenaga kerja pemasok bahan baku
30
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Kecamatan Jati, Kecamatan Randublatung, Kecamatan Kradenan, Kecamatan Kedungtuban, Kecamatan Cepu, Kecamatan Sambong, Kecamatan Jiken, Kecamatan Bogorejo, Kecamatan Jepon, Kecamata Blora, Kecamatan Banjarejo, Kecamatan Tunjungan, Kecamatan Japah, Kecamatan Ngawen, Kecamatan Kunduran dan Kecamatan Todanan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jiken. 5.1.
Gambaran Lokasi Penelitian dan Sosial Ekonomi Masyarakat Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jiken Kabupaten Blora.
Pengambilan responden difokuskan di tiga desa sekitar hutan di Kecamatan Jiken. Desa-desa tersebut adalah Desa Jiken, Desa Nglebur dan Desa Cabak. 5.1.1. Wilayah dan Topografi Kecamatan Jiken yang menjadi lokasi penelitian ini terletak di Kabupaten Blora, Provinsi Jawa tengah. Menurut data monografi Kecamatan, sebelah utara Kecamatan Jiken berbatasan dengan Kecamatan Bogorejo, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sambong, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cepu, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jepon. Jarak tempuh dari Ibukota Kabupaten Blora sejauh 13 km dan jarak tempuh dari Ibukota Povinsi Jawa Tengah sejauh 140 km. Dilihat dari kondisi geografisnya Kecamatan Jiken ini berada 500 m dari permukaan laut. Berdasarkan data iklimnya, desa ini memiliki curah hujan 1000 1275 mm/tahun dan suhu udara rata-rata 300 C sampai 360 C. Pembagian wilayah Kecamatan Jiken menurut penggunaannya terdapat pada gambar 4 dibawah ini :
1% 4% 17%
Lahan Hutan Lahan Persawahan Lahan Perkebunan
9%
Lahan Permukiman 69%
Lahan Industri
Sumber: Buku Monografi Kecamatan Jiken, 2010 Gambar 4. Luas Wilayah Kecamatan Jiken Menurut Penggunaan, Tahun 2010
Luas wilayah Kecamatan Jiken mencapai 17,38 juta Ha. Luas wilayah tersebut dimanfaatkan untuk lahan hutan, persawahan, lahan kering/perkebunan, lahan permukiman, serta lahan industri. Pada gambar 4 dapat dilihat persentase luas wilayah Kecamatan Jiken didominasi oleh lahan untuk hutan dengan presentase sebesar 69% yaitu seluas 11.914.781 Ha. Luas lahan perkebunan memiliki presentase sebesar 17% dengan luas sebesar 3,01 juta Ha. Luas lahan persawahan memliki presentase sebesar 9% dengan luas sebesar 1,62 juta Ha. Luas lahan permukiman memiliki presentase sebesar 4% dengan luas 684.970 Ha dan luas lahan industry memiliki presentase sebesar 1% dengan luas sebesar 159.873 Ha. Berdasarkan luas pemanfaatan lahannya, terlihat bahwa Kecamatan Jiken ini memiliki potensi besar di bidang kehutanan. 5.1.2
Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah penduduk Kecamatan Jiken secara keseluruhan berjumlah 42.509
jiwa yang terdiri dari 21.247 laki-laki dan 21.262 perempuan. Jumlah kepala
32
keluarga di desa ini adalah 10.880 orang dengan ukuran rumah tangga sebanyak 3-4orang/KK. Dilihat dari usia, usia masyarakat Kecamatan Jiken dengan usia berkisar antara 0-4 tahun sebanyak 8.461 orang, dengan usia 15-64 tahun sebanyak 28.615 orang, dan dengan usia diatas 65 tahun sebanyak 4.135 orang. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Jiken terdiri dari pertanian (pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan), bangunan, pedagang, angkutan (pergudangan dan komunikasi), dan jasa keuangan. Struktur mata pencaharian penduduk Kecamayan Jiken dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Jiken Tahun 2010 No 1 2 3 4 5
Struktur Mata Pencaharian Pertanian Bangunan Pedagang Angkutan Jasa Keuangan Jumlah
Jumlah (Orang) 2.982 76 621 43 3 3725
(%) 80,05 2,04 16,67 1,15 0,08 100,00
Sumber: Buku Monografi Kecamatan Jiken, 2010 Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Purwasari adalah dibidang pertanian (80,05%) yang mencakup juga kehutanan, perikanan, dan peternakan. Sisanya sebagai pedagang (16,67%), dibidang bangunan (2,04%), angkutan penggudangan (1,15%) dan dibidang jasa keuangan (0,08%). 5.2.
Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha
pengolahan limbah tunggak pohon jati. karakteristik yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi umur pelaku usaha, pendidikan formal terakhir pengrajin, status kependudukan dan lama usaha kerajinan.
33
5.2.1. Umur Responden Responden pelaku usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati dalam penelitian berjumlah 23 orang. Berdasarkan hasil wawancara, umur responden petani padi organik mulai dari yang terkecil 23 tahun sampai yang tertua 56 tahun. Karakteristik responden berdasarkan umur untuk pelaku usaha pengolah limbah tunggak jati dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati Berdasarkan Umur di Kecamatan Jiken, Tahun 2011 Umur 20-30 31-40 41-50 >50 Total Sumber: Data Primer diolah (2011)
Jumlah 3 12 6 2 23
(%) 13,04 52,17 26,09 8,70 100,00
Pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati sebagian besar berumur antara 31 sampai 40 tahun, hal tersebut dapat terlihat dari tabel 4 yaitu sebanyak 52,17% responden pelaku usaha pengolah limbah jati berumur antara 31 sampai 40 tahun. Presentase umur terkecil pelaku usaha adalah pada selang umur diatas 50 tahun yaitu sebanyak 2 orang dengan presentase sebesar 8,70%. Pada selang umur 41 sampai 50 tahun pelaku usaha pengolah limbah tunggak jati sebanyak 6 orang dengan presentase sebanyak 26,09%. Sisanya adalah responden dengan selang umur 20 sampai 30 tahun sebanyak 3 orang dengan presentase sebesar 13,04%. 5.2.2. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan pelaku usaha menggambarkan tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) dalam memanajemen kegiatan usaha mereka. Semakin tinggi tingkat pendidikan, diharapkan menghasilkan manajemen usaha yang baik. 34
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati, tingkat pendidikan terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Jiken, Tahun 2011 Pendidikan
Jumlah
%
1 16 6
4,35 69,57 26,09
23
100,00
PT SMA SMP Total Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Pada tabel di atas, presentase terbesar untuk tingkat pendidikan responden pelaku usaha pengolah limbah tunggak jati adalah pada tingkat SMA sebanyak 16 orang dengan presentase sebesar 69,57%. Sedangkan presentase terkecil untuk tingkat pendidikan responden adalah pada tingkat perguruan tinggi yaitu sebanyak satu orang dengan jumlah presentase sebesar 4,35 %dari jumlah responden. Sisanya ada pada tingkat pendidikan SMP sebanyak 6 orang dengan presentase sebesar 26,09% dari jumlah responden. Sebagian besar karakteristik responden untuk tingkat pendidikan adalah pada tingkat SMA. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik, sehingga manajemen usaha pengolahan limbah tunggak jati tersebut menjadi cukup baik. 5.2.3. Lama Usaha Responden Lamanya pengalaman usaha merupakan hal yang sangat mendukung keberhasilan dalam menjalankan usaha. Pada umumnya, semakin lama pelaku usahatani melakukan usaha, maka ia akan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, usaha pengolahan limbah tunggak jati telah menjalankan usahatani
35
selama lebih dari 10 tahun, namun lebih berkembang saat ini setelah adanya kebijakan dari Perhutani dalam bentuk LMDH yang merupakan bagian program dari PHBM. Pengalaman usaha tiap responden cukup beragam, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken Berdasarkan Pengalaman Usaha, Tahun 2011 Lama usaha 1-5 tahun 5-10 tahun >10 tahun Total Sumber: Data Primer diolah (2011)
Jumlah 7 9 7 23
% 30,43 39,13 30,43 100,00
Pada Tabel 7, terlihat bahwa sebagian besar pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati memiliki pengalaman usaha di selang antara 5 sampai 10 tahun, dengan komposisi 39,13% dengan jumlah responden sebanya 9 orang. Lama usaha pengolahan limbah tunggak jati pada selang waktu 1-5 tahun sebanyak 7 orang pelaku usahatani dengan komposisi sebanyak 30,43%. Sisanya adalah pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati yang telah melakukan usaha tersebut lebih dari 10 tahun sebanyak 7 orang dengan komposisi sebesar 30,43%. Banyaknya pelaku usaha tani melakukan usaha selama kurang dari 10 tahun, dikarenakan kebijakan dari Perum Perhutani dalam bentuk didirikannya LMDH pada tahun 2003. Sehingga
belum ada insentif bagi masyarakat
Kecamatan Jiken untuk bermatapencaharian sebagai pengrajin limbah tunggak pohon jati. Namun setelah adanya LMDH, telah jelas bahwa pengambilan tunggak pohon jati merupakan hal yang atau diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu. 5.2.4
Pendanaan Usaha Responden Karakteristik Pendanaan dalam menjalankan usaha menggambarkan
36
kemampuan para pelaku usaha dalam memperluas usaha. Karena usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken merupakan usaha dalam skala mikro (UMKM). Karakteristik usaha dalam pendanaan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati Berdasarkan Pendanaan Usaha di Kecamatan Jiken, Tahun 2011 Pendanaan Pinjaman Pribadi Total Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Jumlah
%
3 20 23
13.04 86.96 100,00
Pada Tabel 8, terlihat sebagian besar para responden pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati tidak menggunakan dana pinjaman dalam menjalankan usaha mereka. Mereka menggunakan dana pribadi untuk menutupi biaya operasional. Responden yang menggunakan dana pribadi dalam menjalankan usaha pengolahan limbah tunggak jati sebanyak 20 orang dengan komposisi sebesar 86,96%. Sedangkan responden yang menggunakan dana pinjaman untuk menjalankan usaha pengolahan limbah tunggak jati sebanyak 3 orang dengan komposisi sebesai 13,04%. Banyaknya para responden yang tidak menggunakan dana pinjaman dalam melakukan usaha pengolahan limbah tunggak jati, menggambarkan dua kemungkinan. Pertama mereka telah mandiri dalam melakukan usahatan tersebut, atau mereka mendapat kesulitan dalam mengajukan pinjaman.
37
.VI. KARAKTERISTIK USAHA DAN RANTAI PEMASARAN
Usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken Kabupaten Blora telah berlangsung lama hingga lebih dari 10 tahun. Namun sebagian besar dari para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak tersebut, mulai menjalankan usaha setelah diberlakukannya kebijakan dari Perum Perhutani dalam pembentukan LMDH yang merupakan bagian dari program-program PHBM. LMDH didirikan karena pada tahun 1998-2002 telah terjadi penjarahan kayu hutan besar-besaran di Kabupaten Blora. LMDH didirikan pada bulan Desember tahun 2003, dengan SK direksi no 136 tahun 2003. LMDH memiliki visi hutan lestari masyarakat tetap sejahtera. Sehingga diharapkan dengan adanya LMDH kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan dan pengelolaan hutan tetap lestari. Peran LMDH adalah perantara antara masyarakat dengan Perhutani dalam melakukan kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan. Pada kegiatan pengolahan limbah tunggak jati, peran LMDH adalah mengawasi masyarakat dalam pengambilan tunggak yang diperolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan. Tunggak yang tidak diperbolehkan dimanfaatkan adalah tunggak yang berada di sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai), di daerah lereng/bukit dan tunggak yang usia tebangannya kurang dari 1,5 tahun setelah tebangan. Hal tersebut dengan pertimbangan setelah umur 1,5 tahun akan dilakukan penanaman kembali sehingga tunggak tersebut memang akan diangkat. LMDH juga mengawasi ketika dalam pengambilan tunggak, tanah yang tersangkut di akar harus dikembalikan ke tempatnya semula. Sehingga dengan peraturan-peraturan
tersebut diharapkan pemanfaatan limbah tunggak dapat menghasilkan mata pencaharian baru bagi masyarakat Kecamatan Jiken dan tetap terjadi pengelolaan hutan secara lestari. 6.1.
Skala Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati Usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken termasuk
kedalam skala usaha mikro. Hal tersebut terlihat dari pendanaan, jumlah tenaga kerja dan aksesnya terhadap pasar. Sesuai dengan karaktersistik yang disebutkan siregar (2009) mengenai karakteristik usaha dengan skala mikro, usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken juga lebih mengandalkan non-banking financial dimana para pelaku usaha yang meminjam kepada dana pinjaman bank/finance hanya sebesar 13,04% dari total keseluruhan jumlah pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati. Sisanya sebesar 86,96% menggunakan dana pribadi mereka dalam menjalankan usahanya. Pendanaannya yang masih bersifat pribadi dikarenakan biaya bahan baku dari usaha pengolahan limbah tunggak jati yang berasal dari tunggak sehingga relatif murah. Menurut Siregar (2009) jumlah tenaga kerja pada UMKM berkisar antara 9 orang hingga 99 orang, Jumlah tenaga kerja usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken rata-rata berkisar antara 9 orang hingga 20 orang. Jumlah tenaga kerja yang tidak banyak tersebut menunjukkan bahwa skala usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken memiliki skala usaha yang mikro (UMKM). Akses usaha terhadap pasar dapat menunjukkan skala dari suatu usaha. Usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken menunjukkan cukup kesulitan untuk mempunyai akses terhadap pasar. Seperti halnya ketika
39
para pelaku usaha memasarkan produknya, para pelaku usaha tersebut tergantung kepada para reseller yang jumlahnya tidak menentu, sehingga jumlah produksi yang mereka hasilkan hanya bergantung dari pemesanan yang ada. Kesulitan terhadap akses pasar lainnya yang dirasakan para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah kesempatan untuk memamerkan hasil dari kerajinan yang mereka kerjakan. Hal tersebut berkaitan dengan kurangnya informasi yang diterima oleh para pelaku usaha mengenai pameran yang diadakan. Selain itu kesulitan terhadap akses lainnya adalah karena bahan bakunya yang berasal dari limbah, tidak banyak yang mengetahui bahwa kualitas kerajinan tersebut tidak kalah dengan kerajinan dari kayu non limbah. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati terhadap akses pasar menunjukkan bahwa skala usaha yang mereka miliki adalah skala usaha mikro, sehingga merupakan bagian dari UMKM. Apabila dibandingkan dengan usaha lainnya yang sejenis, seperti halnya usaha pengolahan limbah kayu jati (bukan limbah), usaha tersebut membutuhkan modal yang besar karena harga kayu jati yang relatif mahal. Modal yang dibutuhkan besar sehingga tak jarang usaha tersebut menggunakan financial banking untuk pendanaan usaha. Selain itu, karena bahan bakunya memang kayu jati dan bukan limbah, sehingga aksesnya lebih mudah menjangkau pasar, dimana pasar untuk kayu jati telah banyak bukan hanya di tingkat domestik, namun hingga mancanegara. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa sebagian besar skala usaha untuk usaha pengolahan limbah kayu jati bukan memiliki skala yang luas (makro) dan bukan UMKM.
40
6.2.
Lembaga Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati Menurut Rahardjo (1999) lembaga secara umum sering diartikan sebagai
wahana memenuhi kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat atau suatu komunitas). Bentuk lembaga dalam suatu usahatani adalah terbentuknya kelompok tani. Usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken pernah memiliki lembaga dalam bentuk paguyuban pengolahan limbah tunggak pohon jati. Pembentukan lembaga tersebut bertujuan untuk menciptakan pasar bagi hasil usaha. Maksud dari penciptaan pasar tersebut adalah dalam pembentukan harga yang dikendalikan oleh para pelaku usaha. Namun fungsi dari lembaga tersebut tidak bertahan lama, saat ini lembaga (paguyuban) usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken tidak lagi aktif. Tidak aktifnya lembaga karena tidak adanya pengurus dan sulitnya koordinasi antar anggota satu dengan anggota lainnya. Saat ini, lembaga yang lebih berperan dalam kegiatan usahatani pengolahan limbah tunggak pohon jati adalah dari pihak pemerintah daerah Kabupaten Blora yaitu Dinas Perindagkop & UMKM. Dinas tersebut berperan dalam mengadakan pelatihan-pelatihan bagi para pengrajin hingga pemberian alat-alat untuk menjalankan usaha. Informasi mengenai pengadaan pameranpameran kerajinan juga berusaha disampaikan oleh Dinas Perindagkop & UMKM, namun terdapat beberapa hambatan dalam penyampaian informasi mengenai keberadaan pameran tersebut. Kurangnya koordinasi antara Dinas Perindagkop & UMKM dengan para pelaku usaha pengolah limbah tunggak jati yang menyebabkan informasi sulit tersampaikan. Sehingga meskipun Dinas
41
Perindagkop telah berperan sebagai lembaga yang menaungi usaha pengolahan limbah tunggak jati dalam memberikan pelatihan dan informasi terkait pameran, dirasakan oleh para pelaku usaha fungsinya sebagai lembaga yang berperan menaungi kegiatan usahatani pengolahan limbah tunggak jati masih kurang efektif. 6.3.
Sumber Daya Manusia Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati Sumberdaya manusia merupakan faktor yang penting dalam pembentukan
kualitas hasil usaha pengolahan limbah tunggak jati. Sumberdaya yang baik dan profesional akan menghasilkan produk yang baik juga. Kegiatan usaha ini merupakan usaha padat karya, dimana nilai tambah terdapat karena adanya suatu karya pada kerajinan tersebut, seperti halnya dalam bentuk ukir-ukiran. Tipe sumberdaya manusia/tenaga kerja kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken adalah tenaga kerja tradisional. Disebut demikian karena sebagian besar tenaga kerja tersebut memiliki keahlian secara otodidak dan bukan merupakan tenaga kerja profesional. Rata-rata upah yang mereka dapat berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp. 65.000 setiap harinya. Berbeda dengan usaha lainnya yang sejenis, seperti halnya usaha pengolahan kayu ukir-ukiran Jepara. Pada usaha tersebut telah menggunakan tenaga kerja yang professional. Dapat dikatakan professional, karena tenaga kerja yang digunakan sebagian besar berasal dari sekolah ukir yang berada di Kota Jepara tersebut. Maka dari itu, upah yang mereka dapatkan juga lebih besar dari upah tenaga kerja usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati. Kelemahan sumberdaya manusia/tenaga kerja kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah pada tingkat pendidikannya yang sebagian besar hanya
42
lulusan SMP. Menurut Siregar (2009) dimana tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengorganisasian manajemen. Pengaruhnya adalah kepada manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Maka dari itu, kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken Kabupaten Blora sulit untuk berkembang. Sehingga perlu memperbaiki system manajemen pengelolaan usaha, bagaimana usaha tetap dapat berjalan optimal dengan tenaga kerja berpendidikan rendah. 6.4.
Rantai Pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati Kegiatan usaha tidak dapat lepas dari pemasaran untuk mendukung
lancarnya suatu usaha tersebut. Rantai pemasaran merupakan saluran distribusi dari produsen bahan baku (hulu) hingga konsumen akhir (hilir). Fungsi-fungsi saluran pemasaran tersebut terbagi dalam empat tahap. Pertama, yaitu pemasok bahan baku di bagian hulu. Selanjutnya pengrajin limbah tunggak pohon jati, dilanjutkan dengan reseller domestik dan mancanegara, yang terakhir adalah konsumen akhir. Gambar dibawah ini merupakan gambar rantai pemasaran dalam kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati. Pemasok bahan baku
Pengrajin Limbah Tunggak
Reseller domestik dan Mancanegara
Konsumen Akhir
Sumber : Data Primer (2011) Gambar 5. Aliran Rantai Pemasaran Kegiatan Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken
Pada Gambar di atas terlihat awal rantai pemasaran adalah pemasok bahan
baku. Pemasok bahan baku pada kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken adalah masyarakat disekitar hutan yang mengambil
43
tunggak dengan seizin dari LMDH setempat. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat disekitar hutan Kecamatan Jiken yaitu masyarakat di Desa Jiken, Desa Cabak dan Desa Nglebur. Tahap selanjutnya tunggak-tunggak tersebut diolah menjadi barang-barang kerajinan seperti meja akar, meja ukir, lemari display dan patung ukir oleh para pengrajin sehingga memiliki nilai tambah dan nilai jual yang tinggi. Barang-barang hasil kerajinan dari limbah tunggak jati tersebut tidak sampai langsung kepada konsumen akhir, mereka memiliki reseller/perantara pemasaran sebagai fungsi saluran pemasaran sebelum sampai ke konsumen akhir dari domestik atau mancanegara. Dari dalam negeri adalah reseller yang berada dari kota-kota besar seperti Semarang, Jepara, Bali dsb. Untuk mancanegara telah sampai ke Pasar Asia hingga pasar Amerika Serikat. Setelah melewati reseller atau perantara baru barang-barang tersebut sampai kepada para konsumen akhir. Konsep pemasaran merupakan proses menciptakan nilai bagi pelanggan (Kotler, 2008). Kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati telah berusaha menggunakan konsep pemasaran untuk dapat menciptakan nilai bagi pelanggan demi terciptanya kepuasan pelanggan. Konsep pemasaran kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken akan digambarkan pada Gambar 6 di bawah ini : Pasar
Kebutuhan Pelanggan
Pemasaran yang Terintegrasi
Keuntungan Melalui Kepuasan Pelanggan
Sumber : Data Primer (2011)
Gambar 6. Konsep Pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken
44
Konsep pemasaran kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati berasal dari pasar. Pasar tersebut dapat memberikan informasi mengenai keinginan dan kebutuhan pelanggan atas suatu produk. Produk yang disebutkan disini adalah produk hasil kerajinan tunggak jati. Informasi yang ingin didapat oleh para pelaku usaha tersebut, tidak langsung didapat dari konsumen akhir, melainkan didapat dari reseller. Setelah mengetahui kebutuhan yang dimiliki oleh para konsumen, dibutuhkan pemasaran yang terintegrasi. Pemasaran yang terintegrasi didapatkan ketika komunikasi antara produsen dan konsumen saling berkomunikasi untuk mengetahui nilai-nilai yang didapat dari suatu produk tersebut. Pemasaran yang terintegrasi dalam kegiatan pengolahan limbaj tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken adalah dalam bentuk pembentukan website/pemasaran melalui internet oleh beberapa pelaku usaha. Maka dari itu dengan pemberlakuan pemasaran yang terintegrasi dan telah mengetahui kebutuhan pelanggan, diharapkan didapatkan keuntungan melalui kepuasan pelanggan.
45
VII. NILAI TAMBAH, PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA USAHA PENGOLAHAN LIMBAH POHON JATI
7.1.
Analisis Nilai Tambah Proses pengolahan pada limbah tunggak pohon jati menjadi suatu
kerajinan menyebabkan adanya nilai tambah pada limbah tersebut, sehingga harga jual kerajinan dari tunggak jati menjadi lebih tinggi dari pada harga jual gelondongan dari tunggak tersebut. Perhitungan nilai tambah dilakukan pada periode produksi bulan maret 2011, dengan menganalisis hasil pengambilan data pada bulan maret hingga April 2011. Pada penelitian ini, analisis nilai tambah pengolahan limbah tunggak jati yang dilakukan mulai dari pengadaan bahan baku berbentuk tunggak pohon jati gelondongan, sampai dengan menjadi kerajinan yang siap dipasarkan. Kerajinan yang dinilai nilai tambahnya adalah kerajinan meja akar, meja ukir akar, display akar, dan patung ukir. Analisis nilai tambah ini dilakukan untuk menghitung berapa jumlah nilai tambah yang dapat dihasilkan dan jumlah keuntungan yang didapat. Selain itu, analisis nilai tambah ini juga dapat melihat HOK yang dibutuhkan dan jumlah permintaan pasarnya. Analisis perbandingan masingmasing produk digambarkan pada Tabel 9 dibawah : Tabel 9. Perbandingan Nilai Tambah, Keuntungan, HOK dan Permintaan Tiap Unit Produk Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati Perbandingan Harga Nilai Tambah Keuntungan HOK Permintaan
Meja Akar 580.000 327.600 255.231 1,45 228
Meja Ukir Lemari Display 3.250.000 1.390.000 2.469.000 945.000 1.949.000 687.857 8 5,14 11 14
Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Patung Ukir 4.200.000 3.068.000 2.565.727 7,72 11
Dapat dilihat pada tabel di atas, produk hasil pengolahan limbah tunggak jati terdiri dari meja akar , meja ukir, lemari display dan patung ukir. Perbandingan yang dari tabel di atas dilihat dari sisi harga, nilai tambah, keuntungan, HOK per produk dan sisi permintaan pasar terhadap produk tersebut. a.
Harga Produk Pada tabel di atas menunjukkan harga rata-rata yang paling tinggi terdapat
pada produk patung ukir. Harga rata-rata untuk patung ukir itu sendiri adalah Rp 4,2 juta. Harga rata-rata yang paling rendah dari produk hasil olahan limbah tunggak jati adalah produk meja akar yaitu Rp 580.000. Produk lainnya adalah lemari display dengan harga Rp 1,39 juta tiap unit produknya dan yang terakhir adalah produk meja ukir dengan harga 3,25 juta. b.
Nilai Tambah Dilihat dari rasionya, nilai tambah yang dihasilkan paling tinggi adalah
pada meja ukir dimana nilai tambahnya sebesar Rp 2,46 juta dengan rasio 75,97% dari nilai produknya. Nilai tambah terendah pada produk meja akar sebesar Rp 327.600 dengan rasio 56,48% dari nilai produknya. Produk lainnya adalah patung ukir dengan nilai tambah sebesar Rp 3,06 juta dengan rasio 73,05% dari nilai produknya. Terakhir adalah untuk produk lemari display akar nilai tambahnya sebesar 945.000 dengan rasio 67,99% dari nilai produknya. Apabila diurutkan menurut rasio terhadap nilai produk, maka produk meja ukir memiliki nilai tambah paling tinggi, diikuti dengan produk patung ukir, lemari display dan meja akar. Nilai tambah yang tinggi dari produk dikarenakan pada produk tersebut diberikan pengolahan yang lebih. Seperti halnya pemberian ukiran pada produk sehingga memiliki harga jual yang lebih tinggi dari produk yang tanpa ukir-
47
ukiran. Nilai tambah yang tinggi dari setiap produk tersebut bila dibandingkan dengan biaya bahan bakunya adalah karena pengolahan tersebut dilakukan pada limbah tunggak jati, yang memang tanpa adanya kegiatan pengolahan dirasakan tidak memiliki nilai. Berbeda jika bahan baku yang digunakan bukan limbah (kayu jati gelondongan), tanpa adanya pengolahan kayu tersebut tetap memiliki nilai jual yang tinggi. c.
Keuntungan Keuntungan paling tinggi bila dilihat dari rasionya, adalah pada produk
patung ukir yaitu sebesar Rp 2,56 juta dengan rasio 61,09% dari nilai produknya. Keuntungan paling rendah ada pada produk meja akar yaitu sebesar Rp 255.231 dengan rasio 44,01% dari nilai produknya. Produk lainnya adalah meja ukir dengan keuntungan sebesar 1,95 juta dengan rasio 59,97% dari tiap unit produknya dan yang terakhir adalah produk lemari display dengan keuntungan sebesar Rp 687.857 dengan rasio 49,49% dari nilai produknya. Bila diurutkan dari keuntungan yang paling tinggi, maka produk patung ukir memiliki keuntungan tertinggi diikuti dengan produk meja ukir, lemari display akar dan yang terakhir adalah produk meja akar. Keuntungan berkaitan erat dengan nilai tambah yang dihasilkan. Apabila nilai tambah yang dihasilkan tinggi, maka keuntungan yang dihasilkan juga tinggi. Namun hal tersebut tidak lepas dari imbalan yang dihasilkan bagi tenaga kerja dari pengolahan dan pengerjaan untuk setiap produknya. Hal tersebut karena keuntungan merupakan selisih dari nilai tambah dan imbalan bagi tenaga kerja atas pengolahan yang dilakukan pada bahan baku. Sehingga keuntungan merupakan nilai tambah bersih yang dihasilkan, namun hanya dirasakan bagi pelaku usaha saja.
48
d.
HOK per Produk HOK per produk merupakan hari orang kerja yang dibutuhkan untuk
memproduksi suatu produk tersebut. HOK per produk tertinggi ada pada produk meja ukir, yaitu sebesar 8 HOK untuk setiap produknya. HOK terendah ada pada produk meja akar yaitu sebesar 1,45 hari untuk setiap produknya. Produk lemari display akar memerlukan HOK sebanyak 5,14 hari untuk setiap produknya dan yang terakhir produk patung ukir memerlukan HOK sebanyak 7,72 hari untuk setiap produknya. Bila diurutkan dari HOK yang tertinggi, HOK tertinggi ada pada produk meja ukir, diikuti dengan produk patung ukir, lemari display dan yang terakhir adalah produk meja akar ukir. Semakin tinggi HOK, menandakan semakin berpotensi produk tersebut untuk dapat menyerap tenaga kerja. Apabila diasumsikan setiap produk memiliki permintaan yang sama setiap bulannya, maka untuk dapat memenuhi permintaan pasar, produk yang memiliki HOK tinggi yang dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak daripada produk yang memiliki HOK rendah. Perbedaan tingkat HOK pada tiap produk dikarenakan tingkat pengolahan yang dilakukan pada bahan baku masing-masing produk. Semakin banyak dan sulit pengolahan yang dilakukan, maka akan membutuhkan HOK yang semakin tinggi juga. Seperti perbedaan HOK pada produk meja akar dan meja ukir, meskipun memiliki bentuk yang hampir sama, namun pada produk meja ukir memiliki HOK lebih tinggi karena pada produk meja ukir membutuhkan pengolahan lebih yaitu pemberian ukir-ukiran pada produk. e.
Permintaan Pasar Permintaan pasar pada analisis ini dilihat dari jumlah produksi setiap
periodenya. Periode pada analisis ini adalah setiap bulannya. Permintaan tertinggi
49
ada pada produk meja akar yaitu sebanyak 228 meja setiap bulannya. Permintaan terendah ada pada produk patung ukir dan meja ukir yaitu sebesar 11 unit setiap bulannya. Produk lainnya adalah produk lemari display dengan permintaan pasar sebanyak 14 unit setiap bulannya. Produk meja akar memiliki permintaan yang tinggi, karena harganya yang memang paling rendah diantara produk lainnya. Untuk produk meja ukir dan patung ukir memiliki permintaan yang rendah karena harganya yang tinggi. Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa setiap produknya memiliki potensi masing-masing. Produk meja ukir dan patung ukir memiliki keunggulan pada nilai tambah dan HOK nya yang tinggi, sedangkan produk meja akar memiliki keunggulan pada permintaan pasarnya yang tinggi. Sehingga apabila diasumsikan bahwa satu tunggak dapat dijadikan menjadisalah satu dari produk meja akar, meja ukir, lemari display akar dan patung ukir. Sehingga dari setiap tunggaknya memiliki opportunity untuk diolah menjadi salah satu dari produk tersebut. Namun karena pada usahatani pengolahan limbah tunggak jati masih bergantung pada pemesanan, Sehingga memerlukan pengembangan potensi masing-masing produknya. seperti halnya pada produk patung ukir dan meja ukir yang memiliki nilai tambah dan HOK yang tinggi dan permintaan pasar yang rendah memerlukan perbaikan manajemen pemasarannya. Pada produk meja akar yang memiliki permintaan pasar tinggi, perlu ditingkatkan nilai tambahnya. Dengan demikian sehingga diharapkan tidak terjadi ketimpangan antara nilai tambah, HOK per produk dan permintaan pasar terhadap produk tersebut. Dari pengembangan potensi masing-masing produk tersebut, diharapkan dapat tercapai produksi yang optimal.
50
7.1.1. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar. . Pada analisis ini, nilai tambah yang dianalisis adalah pada produk Meja akar. Hasil analisis nilai tambah kerajinan tunggak jati produk meja akar dapat dilihat di Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar di Kecamatan Jiken pada Bulan Maret 2011 No Variabel 1 Harga Produk Rata-Rata (RP/Unit) 2 Biaya input Rata-Rata 3 Biaya Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HOK) 4 Nilai tambah (Rp/tunggak) 5 Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/tunggak) 6 Keuntungan (Rp/tunggak) 7 Marjin (Rp/tunggak) Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Nilai 580.000 252.400 50.000 327.600 72.368 255.231 434.000
Pada analisis ini produksi rata-rata dari meja akar adalah sebesar 228 meja akar (lampiran 1). Nilai faktor konversi untuk analisis ini dihitung berdasarkan pembagian antara nilai output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Faktor konversi pada analisis tabel di atas nilainya adalah sebesar satu. Artinya untuk menghasilkan satu unit meja akar, dibutuhkan sebanyak satu tunggak sebagai bahan bakunya (lampiran 1). Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak pohon jati menjadi meja akar adalah 14 orang tenaga kerja. Semua tenaga kerja tersebut adalah laki-laki. Upah rata-rata yang dibayarkan adalah sebesar Rp 50.000 per HOK. Nilai koefisien tenaga kerja didapatkan dari pembagian jumlah total hari kerja (HOK) selama satu periode (satu bulan). Nilai koefisien tenaga kerja sebesar 1,45 (lampiran). Nilai tersebut menunjukkan jumlah hari orang kerja (HOK) yang diperlukan untuk memproduksi satu unit meja akar dibutuhkan tenaga kerja sebesar 1,45 HOK.
51
Biaya input rata-rata terdiri dari biaya bahan baku dan biaya sumbangan input lain. Biaya bahan baku untuk meja akar ini sebesar Rp 146.000. Untuk memproduksi satu unit meja akar ini, diperlukan input lainnya seperti flitur, lem serta melamin. Biaya tersebut merupakan biaya finishing. Biaya finishing rata-rata untuk setiap unit meja akar adalah sebesar Rp 106.400. Nilai produk diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga produk. Harga produk rata-rata untuk satu unit meja adalah sebesar Rp 580.000. karena faktor konversi adalah sebesar satu, sehingga nilai produk untuk meja akar adalah tetap sebesar Rp 580.000 (lampiran 1). Nilai tambah merupakan hasil pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku tunggak dan sumbangan input lainnya per unit meja akar. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan adalah sebesar Rp 327.600 dengan rasio nilai tambah sebesar 56,48% dari nilai produknya. Artinya dari Rp 580.000 per unit nilai produk, maka 56,48% merupakan nilai tambah dari pengolahan produk. Nilai tambah ini merupakan nilai tambah kotor bagi pengolah, karena belum dikurangi imbalan bagi tenaga kerja. Nilai tambah tercipta karena adanya proses pengolahan dari bahan baku produk. Nilai tambah yang mencapai lebih dari setengah harga produk tersebut karena produk ini menggunakan bahan baku limbah, sehingga harga bahan bakunya tidak mahal namun harga jualnya tetap tinggi. Sehingga nilai tambahnya yang tinggi, meskipun diantara produk yang lain nilai tambah pada meja akar adalah nilai tambah yang paling rendah. Imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata per HOK, yaitu sebesar Rp 72.368 dengan rasio 22,09% dari nilai produknya. Hal ini berarti bahwa 22,09% dari nilai tambah merupakan
52
imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Setiap unit penjualan meja akar, keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 255.231 dengan rasio 44,01% dari nilai produknya. Artinya bahwa sebesar 44,01% dari nilai produk merupakan keuntungan yang diterima pelaku usaha. Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih karena telah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Sehingga keuntungan merupakan nilai tambah yang hanya dirasakan bagi para pelaku usaha. Berdasarkan analisis nilai tambah ini diperoleh marjin dari pengolahan limbah tunggak pohon jati. Marjin ini merupakan selisih nilai produk dengan nilai input bahan baku. Marjin ini kemudian didistribusikan menjadi imbalan tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan perusahaan. Marjin yang diperoleh dari setiap unit penjualan meja akar adalah sebesar Rp 434.000. marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja adalah sebesar Rp 72.368 atau sebesar 16,67% dari total marjin. Marjin untuk sumbangan input lain adalah sebesar Rp 106.400 atau sebesar 24,52% dari total marjin. Sedangkan marjin untuk keuntungan usaha adalah Rp 255.231 atau sebesar 58,81% yang merupakan imbalan bagi pelaku usaha atas penggunaan modal dan manajemen. Pada kerajinan meja akar ukir ini meskipun nilai tambah produk tersebut merupakan nilai tambah yang paling rendah dibandingkan dengan produk lainnya, pengusaha tetap memproduksi produk meja akar tersebut. Hal ini dikarenakan permintaan terhadap meja akar memang lebih banyak dibanding permintaan terhadap produk-produk lainnya. Selain itu, para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati memang masih bergantung pada pemesanan dari reseller dan belum dapat menciptakan pasarnya sendiri. Sehingga produksi setiap bulannya meja akar
53
memang lebih banyak dari produk-produk lainnya meskipun nilai tambahnya paling rendah disbanding produk lainnya. Untuk imbalan bagi tenaga kerja yang hanya 22,09% dari nilai tambahnya menandakan bahwa sebagian besar nilai tambah merupakan imbalan bagi pelaku atas modal yang digunakan. Selain itu, karena kerajinan meja akar ini tanpa ukir sehingga imbalan bagi tenaga kerja hanya 22,09% dari nilai tambah atau hanya 16,67% dari total marjinnya. Karena permintaan memang banyak, dan nilai tambahnya yang kurang dibanding dengan produk lainnya sehingga perlu pengembangan dalam pengolahan meja akar agar nilai tambahnya menjadi lebih tinggi. Nilai tambah yang dihasilkan pada kegiatan usaha ini adalah pada proses pembentukan tunggak menjadi sebuah meja. Maka untuk
meningkatkan
nilai
tambahnya,
proses
pembentukannya
perlu
dikembangkan seperti pemberian aksen ukir. 7.1.2. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar Ukir Produk yang dianalisis nilai tambahnya adalah meja akar ukir. Hasil analisis nilai tambah metode Hayami untuk produk meja akar ukir dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini : Tabel 11. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Ukir di Kecamatan Jiken pada Bulan Maret 2011 No Variabel 1 Harga Produk Rata-Rata (Rp/unit) 2 Biaya Input Rata-Rata(Rp/Tunggak) 3 Biaya Upah Tenaga Kerja Rata-Rata (Rp/HOK) 4 Nilai tambah (Rp/tunggak) 5 Pendapatan tenaga kerja (Rp/tunggak) 6 Keuntungan (Rp/tunggak) 7 Marjin (Rp/tunggak) Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Nilai 3.250.000 771.000 65.000 2.469.000 520.000 1.949.000 2.710.000
Produk meja ukar ukir memiliki harga rata-rata sebesar Rp 3,25 juta. Hasil produksi rata-rata untuk produk hasil pengolahan limbah tunggak pohon jati meja
54
ukir adalah sebanyak sebelas unit per periodenya (lampiran 2). Faktor konversi pada produk meja ukir nilainya adalah sebesar satu. Artinya untuk menghasilkan satu unit meja akar ukir, dibutuhkan sebanyak satu tunggak sebagai bahan bakunya. Nilai faktor konversi tersebut didapat dari pembagian nilai output yang dihasilkan dengan nilai input yang digunakan. Sehingga pada pemakaian tiap satu tunggak, hanya dapat dijadikan satu unit produk meja ukir saja. Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak pohon jati menjadi meja akar ukir adalah empat orang tenaga kerja. Semua tenaga kerja tersebut adalah laki-laki. Upah rata-rata yang dibayarkan adalah sebesar Rp 65.000 per HOK. Nilai koefisien tenaga kerja didapatkan dari pembagian jumlah total hari kerja (HOK) selama satu periode (satu bulan). Nilai koefisien tenaga kerja untuk meja ukir adalah sebesar delapan (lampiran 2). Nilai tersebut menunjukkan jumlah hari orang kerja (HOK) yang diperlukan untuk memproduksi satu unit meja akar ukir dibutuhkan tenaga kerja sebesar delapan HOK. Biaya input rata-rata terdiri dari biaya bahan baku dan biaya sumbangan input lain. Biaya bahan baku untuk meja ukir ini sebanyak Rp 540.000. Untuk memproduksi satu unit meja akar ukir ini, diperlukan input lainnya seperti flitur, lem serta melamin. Biaya tersebut merupakan biaya finishing. Biaya finishing rata-rata untuk setiap unit meja akar ukir adalah sebesar Rp 241.000 setiap satu unit meja akar ukir. Nilai produk diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga produk. Harga produk rata-rata untuk satu unit meja akar ukir adalah sebesar Rp 3,25 juta karena faktor konversi adalah sebesar satu, sehingga nilai
55
produk untuk meja akar ukir adalah tetap sebesar Rp 3,25 juta. Pada produk ini nilai produknya sama dengan harga produknya. Nilai tambah merupakan hasil pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku tunggak dan sumbangan input lainnya per unit meja akar ukir. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan adalah sebesar Rp 2,47 juta dengan rasio nilai tambah sebesar 75.97%. Artinya dari Rp 3,25 juta per unit nilai produk, maka 75,97% merupakan nilai tambah dari pengolahan produk. Nilai tambah ini merupakan nilai tambah kotor bagi pengolah, karena belum dikurangi imbalan bagi tenaga kerja. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati menjadi meja ukir mencapai lebih dari ¾ dari nilai produknya. Hal tersebut dikarenakan selain karena harga bahan bakunya yang lebih murah daripada memakai bahan baku kayu jati bukan limbah, juga terdapat penambahan ukirukiran yang menjadikan nilai tambahnya tinggi. Imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata per HOK, yaitu sebesar Rp 520.000 dengan rasio imbalan tenaga kerja sebesar 21,06%. Hal ini berarti bahwa 21,06% dari nilai tambah merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Setiap unit penjualan meja akar ukir, keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 1,95 juta dengan rasio keuntungan sebesar 59,97% yang artinya bahwa sebesar 59,97% dari harga jual merupakan keuntungan yang diterima pelaku usaha. Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih karena telah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Sehingga keuntungan merupakan nilai tambah yang hanya dinikmati oleh pelaku usaha, tidak untuk para tenaga kerja.
56
Berdasarkan analisis nilai tambah ini diperoleh marjin dari pengolahan limbah tunggak jati. Marjin ini merupakan selisih nilai produk dengan nilai input bahan baku. Marjin ini kemudian didistribusikan menjadi imbalan tenaga kerja, sumbangan input lain dan keuntungan perusahaan. Marjin yang diperoleh dari setiap unit penjualan meja akar ukir adalah sebesar Rp 2,71 juta. Marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja adalah sebesar Rp 520.000 per unit atau sebesar 19,19% dari total marjin. Marjin untuk sumbangan input lain adalah sebesar Rp 241.000 per unit dengan komposisi sebesar 08,89% dari total marjin. Sedangkan marjin untuk keuntungan usaha adalah Rp 1.949.000 per unit atau sebesar 71,92% yang merupakan imbalan bagi pelaku usaha atas penggunaan modal dan manajemen. Pada produk meja akar ukir, nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan produk sebesar 75,97% dari nilai produknya, menandakan bahwa produk meja akar ukir merupakan produk padat karya. Dimana nilai tambah yang dihasilkan lebih tinggi dari produk meja akar karena terdapat ukiran yang menjadikan nilai tambah tinggi. Namun, pada sisi permintaan rata-rata per periode pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati hanya memproduksi sebanyak 11 unit meja akar ukir. Hal tersebut memang karena para pelaku usaha memproduksi sesuai dengan permintaan yang ada. Sehingga meskipun memiliki nilai tambah yang tinggi, para pelaku usaha tetap memproduksi meja akar ukir hanya sesuai permintaan yang ada saja. Maka dari itu memang dirasakan dibutuhkannya manajemen pemasaran yang lebih baik untuk produk meja ukir ini. Karena produk meja ukir memiliki keunggulan dalam hal nilai tambah dan HOK per produk, namun tidak untuk permintaan dari pasar. Imbalan bagi tenaga kerja hanya sebesar 21,06% dari nilai
57
tambahnya atau sebesar 19,19% dari total marjinnya. Hal tersebut menandakan sebagian besar nilai tambah diterima oleh para pelaku usahanya sendiri. 7.1.3 Analisis Nilai Tambah Kerajinan Lemari Display Akar Analisis nilai tambah dibawah ini menganalisis produk lemari display akar. Harga produk rata-rata untuk setiap unit lemari display akar adalah sebesar Rp 1,39 juta. Hasil produksi rata-rata untuk produk lemari display akar per periodenya sebanyak 14 unit lemari (lampiran 3). Hasil analisis nilai tambah metode Hayami untuk produk lemari display akar dapat dilihat pada tabel 12 dibawah ini : Tabel 12. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Display Akar pada Bulan Maret 2011 No Variabel 1 Harga Produk Rata-Rata(Rp/unit) 2 Biaya Input Rata-Rata 3 Biaya Upah Rata-Rata Upah Tenaga Kerja 4 Nilai tambah (Rp/tunggak) 5 Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/tunggak) 6 Keuntungan (Rp/tunggak) 7 Marjin (Rp/tunggak) Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Nilai 1.390.000 445.000 50.000 945.000 257.142 687.857 1.048.000
Faktor konversi pada analisis tabel diatas nilainya adalah sebesar satu (lampiran). Artinya untuk menghasilkan satu lemari display akar, dibutuhkan sebanyak satu tunggak sebagai bahan bakunya. Nilai faktor konversi tersebut didapat dari pembagian nilai output yang dihasilkan dengan nilai input yang digunakan. Sehingga dalam mengolah satu tunggak jati, hanya dapat dijadikan menjadi satu produk lemari display akar. Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak pohon jati menjadi meja akar ukir adalah tiga orang tenaga kerja. Semua tenaga kerja tersebut adalah laki-laki. Upah rata-rata yang dibayarkan kepada setiap 58
tenaga kerja adalah sebesar Rp 50.000 per HOK. Nilai koefisien tenaga kerja didapatkan dari pembagian jumlah total hari kerja (HOK) selama satu periode (satu bulan). Nilai koefisien tenaga kerja sebesar 5,14 (lampiran 3). Nilai tersebut menunjukkan jumlah hari orang kerja (HOK) yang diperlukan untuk memproduksi satu unit meja akar ukir dibutuhkan tenaga kerja sebesar 5,14 HOK. Artinya tenaga kerja membutuhkan waktu selama 5,14 hari dalam mengolah limbah tunggak jati menjadi produk lemari display akar. Biaya input rata-rata terdiri dari biaya bahan baku dan biaya sumbangan input lain. Biaya bahan baku rata-rata untuk lemari display ini adalah Rp 342.000. Untuk memproduksi satu unit patung akar ukir ini, diperlukan input lainnya. Input tersebut merupakan biaya finishing, seperti biaya untuk flitur, lem dan melamin. Biaya finishing rata-rata untuk setiap unit lemari display akar adalah sebesar Rp 103.000. Harga produk rata-rata untuk satu unit lemari display akar adalah sebesar Rp 1,39 juta. Faktor konversi untuk produk lemari display akar adalah sebesar satu, sehingga nilai produk untuk lemari display akar adalah tetap sebesar Rp 1,39 juta. Nilai produk merupakan perkalian antara faktor konversi dengan harga produk rata-rata. Untuk produk ini, nilai produknya setara dengan harga produknya. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tunggak jati menjadi kerajinan lemari display akar adalah sebesar Rp 945.000 dengan rasio nilai tambah sebesar 67,99%. Artinya dari Rp 1,39 juta per unit nilai produk, 67,99% merupakan nilai tambah dari pengolahan produk. Imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata per HOK, yaitu
59
sebesar Rp 257.142 dengan rasio imbalan tenaga kerja terhadap nilai tambah sebesar 27,21%. Hal ini berarti bahwa 27,21% dari nilai tambah merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Setiap unit penjualan lemari display akar, keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 687.857 dengan rasio keuntungan sebesar 49,49% dari nilai produknya. Artinya bahwa sebesar 49,49% dari nilai produk merupakan keuntungan yang diterima pelaku usaha. Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih karena telah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Berdasarkan analisis nilai tambah ini diperoleh marjin dari pengolahan limbah tunggak jati. Marjin yang diperoleh dari setiap unit penjualan lemari display akar adalah sebesar Rp 1,048 juta. marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja adalah sebesar Rp 257.142 per unit atau sebesar 24,54 % dari total marjin. Marjin untuk sumbangan input lain adalah sebesar Rp. 103.000 per unit atau sebesar 09,83 % dari jumlah marjin. Sedangkan marjin untuk keuntungan usaha adalah Rp 687.857 per unit dengan komposisi sebesar 65,64 % dari total marjin yang merupakan imbalan bagi pelaku usaha atas penggunaan modal dan manajemen. Pada kerajinan lemari display akar, imbalan terhadap tenaga kerjanya merupakan imbalan tenaga kerja yang paling besar dibanding imbalan tenaga kerja pada produk lainnya, yaitu sebesar 24,54% dari total marjin. Hal tersebut karena pada lemari diplay tersebut merupakan kerajinan tanpa ukir namun tetap memiliki nilai jual yang tinggi. Meskipun demikian, pada kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati tetap mengandalkan permintaan, sehingga jumlah produksi bergantung kepada jumlah permintaan dari reseller. Maka dari
60
itu pada produk lemari display akar ini diperlukan manajemen pemasaran yang lebih baik lagi, agar penjualan tidak hanya bergantung kepada pemesanan dari pada reseller. 7.1.4
Analisis Nilai Tambah Kerajinan Patung Akar Ukir Analisis nilai tambah ini menganalisis produk hasil pengolahan limbah
tunggak pohon jati yaitu patung akar ukir. Harga produk rata-rata untuk setiap unit patung akar ukir adalah sebesar Rp 4,2 juta. Hasil analisis nilai tambah metode Hayami untuk produk meja akar ukir dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini. Tabel 13. Nilai Tambah Kerajinan Patung Akar Ukir pada Bulan Maret 2011 No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Harga Produk Rata-Rata (Rp/unit) Biaya Input Rata-Rata (Rp/Unit) Biaya Upah Tenaga Kerja Rata-Rata (Rp/HOK) Nilai tambah (Rp/tunggak) Pendapatan tenaga kerja (Rp/tunggak) Keuntungan (Rp/tunggak) Marjin (Rp/tunggak)
Nilai 4.200.000 1.132.000 65.000 3.068.000 502.272 2.565.727 3.380.000
Sumber : Data Primer Diolah (2011) Dapat dilihat pada tabel di atas, jumlah produksi rata-rata untuk patung akar ukir adalah sebanyak 11 unit patung (lampiran 4). Faktor konversi pada analisis ini nilainya adalah sebesar satu. Artinya untuk menghasilkan satu patung ukir, dibutuhkan sebanyak satu tunggak sebagai bahan bakunya. Sehingga satu tunggak jati hanya dapat dijadikan satu patung ukir. Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak pohon jati menjadi meja akar ukir adalah empat orang tenaga kerja. Semua tenaga kerja tersebut adalah laki-laki. Upah rata-rata bagi tenaga kerja yang dibayarkan adalah sebesar Rp 65.000 per HOK. Nilai koefisien tenaga kerja didapatkan dari
61
pembagian jumlah total hari kerja (HOK) selama satu periode (satu bulan). Nilai koefisien tenaga kerja sebesar 7,72 (lampiran). Nilai tersebut menunjukkan jumlah hari orang kerja (HOK) yang diperlukan untuk memproduksi satu unit meja akar ukir dibutuhkan tenaga kerja sebesar 7,72 HOK. Artinya tenaga kerja membutuhkan waktu selama 7,72 hari untuk mengolah limbah tunggak jati menjadi kerajinan patung ukir. Biaya input rata-rata terdiri dari biaya bahan baku rata-rata dan biaya sumbangan input lain rata-rata. Biaya bahan baku rata-rata untuk meja akar ini sebesar Rp 820.000. Untuk memproduksi satu unit patung akar ukir ini, diperlukan input lainnya. Input tersebut merupakan biaya finishing, seperti biaya untuk flitur, lem dan melamin. Biaya finishing rata-rata untuk setiap unit patung akar ukir adalah sebesar Rp 312.000. Harga produk rata-rata untuk satu unit patung akar ukir adalah sebesar Rp. 4,2 juta. karena faktor konversi adalah sebesar satu, sehingga nilai produk untuk lemari display akar sama dengan harga produknya yaitu sebesar 4,2 juta. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tunggak jati menjadi kerajinan patung akar ukir adalah sebesar Rp 3,07 juta dengan rasio nilai tambah sebesar 73,05% dari nilai tambahnya. Artinya dari Rp 4,2 juta per unit nilai produk, 73,05% merupakan nilai tambah dari pengolahan produk. Nilai tambah yang hampir mencapa ¾ dari nilai produknya tersebut selain karena memang harga bahan baku limbah tunggak yang jauh lebih murah dibandingkan bahan baku kayu jati bukan limbah, produk patung ini ditambahkan ukir-ukiran oleh para tenaga kerja. Sehingga menjadikan nilai tambah yang tinggi pada produk patung ukir tersebut.
62
Imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata per HOK, yaitu sebesar Rp 502.272 dengan rasio imbalan tenaga kerja sebesar 16,37% dari nilai tambahnya. Hal ini berarti bahwa 16,37% dari nilai tambah merupakan imbalan yang diterima bagi tenaga kerja. Setiap unit penjualan patung akar ukir, keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 2,56 juta dengan rasio keuntungan sebesar 61,09% dari nilai produknya. Artinya bahwa sebesar 61,09% dari harga jual patung akar ukir merupakan keuntungan yang diterima pelaku usaha. Keuntungan ini merupakan nilai tambah bersih bagi pelaku usaha karena telah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Berdasarkan analisis nilai tambah ini diperoleh marjin dari pengolahan limbah tunggak jati. Marjin yang diperoleh dari setiap unit penjualan patung akar ukir adalah sebesar Rp 3,38 juta. Marjin yang didistribusikan untuk tenaga kerja adalah sebesar Rp. 502.272 per unit atau sebesar 14,86%. Marjin untuk sumbangan input lain adalah sebesar Rp. 312.000 per unit atau sebesar 09,23%. Sedangkan marjin untuk keuntungan usaha adalah Rp. 2,56 juta per unit atau sebesar 75,91% yang merupakan imbalan bagi pelaku usaha atas penggunaan modal dan manajemen. Pada kerajinan patung akar ukir memiliki keuntungan yang paling tinggi dari pada kerajinan lainnya, yaitu sebesar 75,91% dari total marjinnya. Pada kerajinan ini, keuntungan yang didapat karena ukir-ukiran pada patung juga nilai seni yang dijual sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Namun imbalan bagi tenaga kerjanya yang sebesar 14,86% dari total marjinnya terbilang lebih kecil daripada imbalan bagi tenaga kerja pada produk meja akar.
63
Hasil analisis mengenai nilai tambah diatas, terlihat bahwa kerajinan yang kurang memiliki keunggulan dalam nilai tambah adalah meja akar, karena memiliki nilai tambah dan keuntungan yang paling rendah diantara kerajinan yang lain. Namun produk meja akar memiliki keunggulan pada permintaan pasarnya. Produk lainnya memiliki nilai tambah dan HOK yang tinggi namun kekurangan dalam permintaan pasarnya. Selain itu, seharusnya pada kerajinan ukir imbalan bagi tenaga kerja lebih tinggi, karena pada kerajinan ukir dibutuhkan keahlian yang lebih daripada kerajinan tanpa ukir. Namun rasio imbalan bagi tenaga kerja pada produk meja akar lebih besar daripada imbalan bagi tenaga kerja pada produk patung ukir. Perbedaan rasio nilai tambah terhadap nilai produk antar setiap kerajinan dikarenakan perbedaan antara produk ukir dan produk non ukir. Ukiran tersebut menyebabkan nilai tambah lebih besar dari produk non ukir. Selain memperhatikan ukiran yang menjadikan nilai tambahnya tinggi, perlu diperhatikan juga perbaikan manajemen pemasaran bagi produk yang memiliki permintaan pasar yang rendah. 7.1.5
Nilai Tambah Agregat Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Jati Hasil dari kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati yaitu meja akar,
meja ukir, lemari display dan patung ukir masing-masing memiliki nilai tambah yang berbeda. Nilai tambah yang dihasilkan tersebut menciptakan manfaat ekonomi yang bila dihitung secara agregat (keseluruhan) merupakan nilai tambah bagi wilayah setempat khususnya Kecamatan Jiken Kabupaten Blora. Nilai tambah secara agregat masing-masing produk dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini :
64
Tabel 14. Nilai Tambah Agregat Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken No
Produk
1
Meja Akar
Nilai Tambah per Produk 327.600
2
Meja Ukir
2.469.000
27.159.000
624.657.000
3
Lemari Display
945.000
13.230.000
304.290.000
4
Patung Ukir
3.068.000
33.748.000
776.204.000
Total Nilai Tambah 1 Tahun
Nilai Tambah per Periode 74.692.800
Nilai Tambah Agregat 1.717.934.400
3.423.085.400 41.077.024.800
Sumber : Data Primer Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 14 di atas, nilai tambah setiap produk hasil pengolahan limbah tunggak jati memiliki nilai tambah yang berbeda. Bila ditotal secara agregat, akan menggambarkan nilai tambah yang dihasilkan secara keseluruhan oleh masyarakat Kecamatan Jiken. Nilai tambah per produk merupakan nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan bahan baku untuk setiap produknya. nilai tambah per periode merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh satu usaha dalam satu periode (satu bulan). Produk meja akar memiliki nilai tambah per produknya sebesar Rp 327.600 sehingga setiap usaha menghasilkan nilai tambah total produk meja akar setiap periodenya sebesar Rp 74,69 juta. Nilai tambah per periode untuk produk meja akar memang paling tinggi, karena produksi meja akar setiap periodenya paling banyak disbanding dengak produk lainnya. Produk meja ukir yang memiliki nilai tambah per produknya Rp 2,46 juta sehingga untuk setiap usaha menghasilkan nilai tambah total produk meja ukir per periode rata-rata sebesar 27,15 juta. Produk lemari display memiliki nilai tambah sebesar Rp 945.000 sehingga setiap usaha menghasilkan nilai tambah total produk lemari display setiap periodenya sebesar 13,23 juta. Produk yang terakhir yaitu produk patung
65
ukir memiliki nilai tambah sebesar Rp 3,06 juta sehingga setiap usaha menghasilkan nilai tambah total produk patung ukir per periodenya sebesar Rp 33,74 juta. Nilai tambah agregat merupakan nilai tambah total yang dihasilkan dalam suatu wilayah, khususnya wilayah Kecamatan Jiken. Nilai tambah agregat untuk produk meja akar adalah sebesar Rp 1,71 milyar. Nilai tambah agregat yang dihasilkan dari pengolahan produk meja akar merupakan nilai tambah terbesar karena produksi produk meja akar setiap periodenya paling banyak. Nilai tambah agregat terendah pada produk lemari display yaitu sebesar Rp 304,29 juta. Nilai tambah agregat untuk produk meja ukir adalah sebesar 624,65 juta dan yang terakhir nilai tambah agregat untuk produk patung ukir adalah sebesar Rp 776,20 juta. Nilai tambah agregat yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati, bila dijumlahkan secara total maka didapat nilai tambah agregat total sebesar Rp 3,42 milyar untuk setiap periodenya. Banyaknya nilai tambah tersebut merupakan manfaat ekonomi yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati menjadi kerajinan yang memiliki nilai jual. Sehingga dalam satu tahun, didapatkan nilai tambah agregat totalnya sebesar Rp 41,07 milyar yang merupakan menjadi bagian dari pembangunan perekonomian di wilayah Kecamatan Jiken Kabupaten Blora. 7.2.
Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati Pendapatan dari suatu usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan
biaya dari usahatani tersebut. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghitung berapa pendapatan yang dapat diterima bagi pengolah limbah tunggak jati yang melakukan kegiatan pengolahan limbah tunggak menjadi
66
kerajinan meja akar, meja ukir, lemari display, hingga patung ukir. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Biaya total meliputi biaya bahan baku, biaya finishing, biaya transportasi, biaya upah tenaga kerja dan biaya tak terduga. Penerimaan pada analisis ini merupakan penjualan tiap unit produk yang dihitung berdasarkan harga jualnya. Pendapatan usaha pengolahan limbah tunggak jati akan digambarkan pada tabel 15 dibawah ini. Tabel 15. Pendapatan Rata-Rata Usaha Pengolaha Limbah Tunggak Jati Per Bulan No. 1 2
Uraian Penerimaan Total Biaya Total Biaya Bahan Baku Biaya Lainnya Biaya Transportasi Biaya Upah Tenaga Kerja Biaya Tak Terduga 3 Pendapatan Total Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Nilai (Rp) 83.123.913 47.719.565 23.417.391 6.521.739 1.578.260 16.117.391 54.347 35.404.347
(%) 100,00 49,07 13,67 3,31 33,78 0,11
Berdasarkan Tabel 15, total penerimaan usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah sebesar Rp 83,12 juta setiap periodenya (setiap bulannya). Biaya total yang harus dikeluarkan oleh pelaku usahatani pengolah limbah tunggak jati adalah sebesar Rp 47,72 juta. Pendapatan total usaha merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang harus dikeluarkan. Dari tabel di atas, didapat pendapatan total sebesar Rp 35,4 juta. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan bersih yang diterima oleh para pelaku usahatani pengolahan limbah tunggak jati setiap bulannya. Dari 23 responden pelaku usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati, pendapatan terendah adalah sebesar Rp 20.050.000 dan pendapatan tertinggi adalah Rp 55.650.000.
67
Biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah pada biaya bahan baku yaitu sebesar Rp 23,42 juta dengan presentase terhadap total biaya sebesar 49,07%. Biaya terkecil yang harus dikeluarkan adalah pada biaya tidak terduga, yaitu sebesar Rp 54.347 dengan presentase terhadap biaya total sebesar 0,11%. Pada biaya tidak terduga yang dikeluarkan kecil, karena para pengrajin/pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati hanya menggunakan biaya tersebut ketika ada salah satu karyawannya yang sakit. Biaya lainnya merupakan biaya yang dikeluarkan selain dari biaya bahan baku. Biaya lainnya tersebut meliputi biaya untuk listrik, biaya untuk makan tenaga kerja dan biaya untuk finishing. Biaya untuk pembayaran listrik setiap bulannya Rp 500.000. Biaya untuk makan tenaga kerja setiap bulannya Rp 2,5 juta. Biaya finishing adalah biaya yang dikeluarkan ketika produksi telah setengah jadi. Biaya finishing rata-rata setiap periodenya meliputi biaya untuk pembelian lem sebanyak 5kg sebesar Rp 500.000, pembelian flitur sebanyak enam dus sebesar Rp 900.000, pembelian ferlax sebanyak 8kg sebesar Rp 960.000, pembelian melamin sebesar Rp 600.000 dan biaya untuk penggantian alat sebesar Rp 500.000. Total biaya lainnya rata-rata setiap bulannya adalah sebesar Rp 6,5 juta. Biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh para pengrajin adalah sebesar Rp 1,57 juta setiap bulannya. Biaya transportasi tersebut terbilang kecil karena presentasenya terhadap total biaya rata-rata hanya sebesar 3,31%. Hal tersebut karena para buyer/pembeli barang kerajinan limbah tunggak jati sebagian besar menanggung biaya transportasinya sendiri. Biaya transportasi yang
68
dikeluarkan oleh para pelaku usaha hanyalah ketika pengambilan bahan baku, terutama ketika para pelaku usaha tidak memiliki kendaraan pribadi untuk mengangkut bahan baku, sehingga mereka harus menyewa kendaraan. Biaya terakhir adalah total biaya pembayaran upah tenaga kerja yaitu sebesar Rp 16,11 juta dengan rasio sebesar 33,78% dari total biaya. Upah tenaga kerja kerja untuk usaha kerajinan ini bervariasi, berkisar antara Rp 50.000 hingga 65.000 setiap harinya. Perbedaan tingkat upah tersebut dikarenakan perbedaan keahlian pada tenaga kerja, seperti hal nya dalam pengukiran kayu. Rata-rata setiap pelaku usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati memiliki tenaga kerja sebanyak 9-20 orang. Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa jumlah pendapatan yang dihasilkan mencapai 42,59% dari jumlah penerimaan yang dihasilkan. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan bersih setelah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan setiap bulannya. Pendapatan bila dihitung secara agregat, menggambarkan manfaat ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati di suatu wilayah khususnya wilayah Kecamatan Jiken. Pendapatan secara agregat dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini : Tabel 16. Pendapatan Agregat Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken No. 1 2
Uraian Pendapatan Usaha per Bulan Pendapatan Agregat Pendapatan Agregat 1 Tahun
Nilai (Rp) 35.404.347 814.299.981 9.771.599.772
Sumber : Data Primer Diolah (2011) Tabel 16 di atas menggambarkan pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati. Pendapaan rata-rata per usahanya adalah sebesar Rp 35,40 juta. Pendapatan agregat merupakan
69
pendapatan total dari seluruh usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken Kabupaten Blora, yaitu pendapatan dari 23 pelaku usaha. Pendapatan agregat yang dihasilkan dari kegiatan tersebut adalah sebesar Rp 814,29 juta. Pendapatan agregat dalam satu tahun menggambarkan manfaat ekonomi yang dihasilkan pada wilayah setempat dalam periode satu tahun. Pendapatan agregat dalam satu tahun kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah sebesar Rp 9,77 milyar. Artinya, kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken dalam satu tahun menghasilkan manfaat ekonomi dalam bentuk pendapatan sebesar Rp 9,77 milyar. Pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati bukan hanya bagi pelaku usaha. Pendapatan juga tercipta bagi pengrajin limbah tunggak pohon jati (tenaga kerja) dalam bentuk upah tenaga kerja. Pendapatan tenaga kerja dalam bentuk agregat dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini : Tabel 17. Pendapatan Agregat Tenaga Kerja Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken No 1 2
Uraian Upah Tenaga Kerja per Usaha Upah Tenaga Kerja Secara Agregat Upah Tenaga Kerja Agregat dalam 1 Tahun
Nilai (Rp) 16.117.391 370.699.993 4.448.399.916
Sumber : Data Primer Diolah (2011) Tabel 17 di atas menunjukkan upah rata-rata bagi tenaga kerja yang harus dibayarkan oleh pelaku usaha. Upah yang dibayarkan pelaku usaha merupakan pendapatan bagi tenaga kerja. Setiap usaha, mengeluarkan biaya upah tenaga kerja rata-rata sebesar Rp 16,11 juta. Setiap usaha memiliki tenaga kerja rata-rata 12
70
orang. Sehingga pendapatan rata-rata setiap tenaga kerjanya setiap bulan adalah sebesar 1,34 juta. Pendapatan bagi tenaga kerja secara agregat dapat dihitung dengan pendekatan upah bagi tenaga kerja secara agregat. Pendapatan secara agregat tersebut adalah jumlah seluruh pendapatan bagi tenaga kerja pengrajin limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken. Sehingga didapat upah bagi tenaga kerja secara agregat adalah sebesar Rp 370,69 juta. Artinya kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati menghasilkan manfaat ekonomi di Kecamatan Jiken dalam bentuk pendapatan bagi tenaga kerja sebesar Rp 370,69 juta. Maka, pendapatan agregat bagi tenaga kerja yag dihasilkan dalam waktu satu tahun adalah sebesar Rp 4,44 milyar. 7.3.
Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Kegiatan pengolahan limbah tunggak jati menjadi kerajinan berupa meja
akar, meja ukir, lemari display hingga patung ukir pada akhirnya menghasilkan manfaat-manfaat ekonomi. Salah satu manfaat ekonomi yang timbul dari kegiatan usaha tersebut adalah terserapnya tenaga kerja sehingga mengurangi tingkat pengangguran. Jumlah penyerapan tenaga kerja sebagai pengrajin dari kegiatan pengolahan limbah tunggak jati terdapat pada Tabel 18: Tabel 18. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Sebagai Pengrajin Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken (2011). No. 1 2 Sumber :
Tahun Jumlah 2011 278 2002 38 Total Penyerapan Tenaga Kerja 240 Dinas Perindagkop & UMKM Kab. Blora (2003) dan Data Primer Diolah (2011).
Penyerapan tenaga kerja yang dianalisis adalah tingkat penyerapan dan pertumbuhan tenaga kerja sebelum adanya kebijakan dari Perum Perhutani dalam 71
bentuk kerjasama dengan LMDH dan sesudah adanya kerjasama dengan LMDH. LMDH terbentuk pada tahun 2003, sehingga pertumbuhan yang dianalisis pada tahun 2002 dan pada tahun 2011 dengan menggunakan rumus pertumbuhan, sehingga dapat diketahui presentase pertumbuhan tenaga kerjanya. Jumlah tenaga kerja sebagai pengolah limbah tunggak jati pada tahun 2002 hanya sebanyak 38 orang. Namun setelah didirikannya LMDH pada tahun 2003 oleh pihak Perum Perhutani, sebagai salah satu program dari PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) maka banyak masyarakat yang mulai bermata pencaharian sebagai pengolah limbah tunggak pohon jati. Pada maret 2011, jumlah tenaga kerja sebagai pengolah limbah tunggak jati ada 278 orang. Sehingga kegiatan usaha tersebut dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 240 orang. Pertumbuhan tenaga kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah presentase jumlah tenaga kerja sebagai pengolah limbah tunggak jati pada saat ini (maret 2011) terhadap jumlah tenaga kerja kegiatan usaha tersebut pada tahun 2002. Maka presentase pertumbuhannya: ΔTK% = 278 - 38 x 100% = 631,58% 38 Sumber : Dinas Perindagkop & UMKM (2003) dan Data Primer Diolah (2011) Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2002 sebanyak 38 orang dan jumlah tenaga kerja pada tahun 2011 sebanyak 278 orang sehingga menghasilkan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebanyak 631,58%. Artinya, jumlah tenaga kerja pada tahun 2011 sebesar 6,3 kali jumlah tenaga kerja pada tahun 2002 (sebelum adanya LMDH).
72
Selain tenaga kerja sebagai pengrajin limbah tunggak pohon jati, penyerapan tenaga kerja yang tercipta adalah pada tenaga kerja sebagai pemasok bahan baku limbah tunggak pohon jati. Pemasok bahan baku tersebut adalah masyarakat yang berasal dari tiga desa sekitar hutan di Kecamatan Jiken, yaitu Desa Jiken, Desa Nglebur dan Desa Cabak. Para pelaku usaha telah memiliki masing-masing langganan dalam memasok bahan baku yang mereka butuhkan. Para pemasok tersebut terbentuk dalam satu kelompok dengan jumlah anggotanya rata-rata 6 orang setiap kelompoknya. Sehingga untuk seluruh kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati yang berjumlah 23 pelaku usaha, jumlah pemasok bahan baku di Kecamatan Jiken adalah sebanyak 138 orang (lampiran 6). Kegiatan usaha pengolahan limbah pohon jati di Kecamatan Jiken menyerap tenaga kerja baik sebagai pengrajin limbah atau pemasok limbah tersebut. bila dijumlahkan, total tenaga kerja yang dapat diserap dari kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati adalah sebesar 416 orang (lampiran 6).
73
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1
Kesimpulan
1.
Karakteristik usaha dari usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati ini termasuk kedalam skala usaha mikro, dengan SDM tradisional, lembaga kelompok usaha dalam bentuk paguyuban yang kurang aktif dan akses terhadap pasarnya yang cenderung sulit karena kegiatan pengolahan limbah tunggak jati memang belum umum. Rantai pemasaran dari kegiatan ini adalah dimulai dari pemasok bahan baku, pengrajin limbah tunggak, reseller atau pedagang perantara dan yang terakhir adalah konsumen akhir. Fungsi dari rantai pemasaran optimal pada pemasok bahan baku hingga pengolahan. Namun, masih tergantung dengan pembeli tetap dan produk yang dibuat hanya berdasarkan order sehingga pemilik usaha tidak dapat menentukan produk yang dijual.
2.
Nilai tambah yang dihasilkan pada masing-masing produk adalah pada produk meja akar sebesar 56,48 % dari nilai produknya, produk meja ukir 75,97 % dari nilai produknya, produk lemari display sebesar 67,99 % dan produk patung ukir sebesar 73,05 % dari nilai produknya. Pendapatan ratarata bagi usaha yang dihasilkan adalah sebesar Rp 35,40 juta sehingga pendapatan usaha secara agregat adalah sebesar Rp 9,77 milyar. Pendapatan bagi tenaga kerja dalam bentuk biaya upah tenaga kerja yang harus dikeluarkan bagi setiap pelaku usaha adalah sebesar Rp 16,11 juta, sehingga pendapatan bagi tenaga kerja secara agregat adalah sebesar Rp 4,44 milyar.
3.
Manfaat ekonomi lainnya dari kegiatan pengolahan limbah tunggak pohon jati adalah terciptanya penyerapan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran di wilayah setempat. Tenaga kerja sebagai pengrajin limbah tunggak jati adalah sebanyak 278 orang, yaitu 6,3 kali jumlah tenaga kerja sebagai pengrajin limbah sebelum didirikannya LMDH. Tenaga kerja sebagai pemasok limbah tunggak jati adalah sebanyak 138 orang. Sehingga total jumlah tenaga kerja yang dapat diserap adalah sebanyak 416 orang.
8.2.
Saran
1.
Pemerintah kabupaten Blora sebaiknya melakukan pembinaan kepada para pelaku usaha agar dapat mengembangkan pasar sehingga penjualan produk tidak hanya bergantung kepada para reseller atau pemesanan saja. Selain itu, pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan informasi-informasi yang dibutuhkan bagi para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati seperti halnya informasi dalam pengadaan pameran hingga informasi mengenai nilai tambah yang lebih besar terdapat pada kerajinan ukir daripada kerajinan non ukir.
2.
Pemerintah hendaknya memberikan pelatihan dan penyuluhan agar produk meja akar ditingkatkan pengolahannya seperti dalam pemberian aksen ukir sehingga nilai tambahnya dapat ditingkatkan. Selain itu pemerintah hendaknya memberikan pembinaan dalam manajemen pemasaran bagi produk lainnya yang memiliki nilai tambah tinggi namun permintaan pasar yang rendah. Pembinaan manajemen pemasaran tersebut bisa dalam
75
bentuk pengadaan pameran rutin bagi hasil-hasil kerajinan pengolahan limbah tunggak. 3.
Agar dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak, sebaiknya pemerintah melakukan pembinaan terhadap UMKM nya dalam manajemen usaha dan pembinaan kepada masyarakat lainnya agar dapat ikut dalam kegiatan pengolahan limbah tunggak pohon jati.
76
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, Romadoni. 2007. Identifikasi Limbah Pemanenan Jati di KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi Kayu Bulat oleh Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan Menurut Jenis Kayu, 2004-2009. http: //www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=60&n otab=3. diakses: 20 Desember 2010 . 2010. Produksi Kayu Jati Menurut Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di Jawa Tengah Keadaan Februari Tahun 2010(m).http://jateng.bps.go.id/2006/web06bab105/web06_1050502.html. diakses: 20 Desember 2010 . 2011. Blora dalam Angka Tahun 2010. Blora : Badan Statistik Kabupaten Blora
Pusat
Fatmasari, Dian Sapta Wulan. 2001. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Kota Tangerang.http://www.docstoc.com/docs/36647921/AnalisisPotensiPertumbuhan-Ekonomi-di-Kota-Tangerang. diakses: 24 Februari 2011 Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara Kementrian Lingkungan Hidup. 2008. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta Komalasari, Putri. 2009. Kuantifikasi Kayu Sisa Penebangan Jati pada Areal Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Tersertifikasi [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Kotler, Philip dan Dary Amstrong. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran Jilid I. Jakarta: Erlangga Maimun. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani, Nilai Tambah dan Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik & Anoeganik Aceh Tengah-Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Sceh Nanggroe Aceh Darussalam [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Martawijaya, Abdurahim dan Paribroto Sutigno. 1990. Peningkatan Efisiensi dan Produktifitas Pengolahan Kayu melalui Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah. Jakarta.
77
Mulyana, Dadan dan Ceng Asmarahman. 2010. 7 Jenis Kayu Penghasil Rupiah. Jakarta: Agromedia Pustaka Rahim, Abd dan Diah Ratno Dwihastuti. 2002. Pengantar, Teori dan Kasus Ekonomika Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Sari, Kasmalia. 2010. Pemasaran Mebel Kayu Jati Jepara [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Siregar, Hermanto. 2009. Makro-Mikro Pembangunan-Kumpulan Makalah dalam Esai. Bogor: IPB Press Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Zamrowi, Muhammad Taufik. 2007. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil http://eprints.undip.ac.id/15705/1/M_Taufik_Zamrowi.pdf. diakses: 24 Februari 2011
78
Lampiran 1. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Meja Akar pada Bulan Maret 2011 No Variabel input, output, harga 1 output/total produksi (unit/periode) 2 input bahan baku (tunggak/periode) 3 input tenaga kerja (HOK/periode) 4 Faktor Konveksi (1)/(2) 5 Koefisien tenaga kerja (3)/(2) 6 harga Produk (Rp/unit) 7 Upah rata-rata TK per HOK (Rp/HOK) Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga input bahan baku (Rp/tunggak) 9 Sumbangan input lain (Rp/tunggak) 10 Nilai Produk (4)x(6) (Rp/tunggak) 11 a. Nilai tambah (10)-(8)-(9) (Rp/tunggak) b. Rasio nilai tambah (11a)/(10) (%) 12 a. Pendapatan tenaga kerja (5)x(7) (Rp/tunggak) b. Imbalan tenaga kerja (12a)/(11a) (%) 13 a. Keuntungan (11a)-(12a) (Rp/tunggak) b. Tingkat keuntungan(13a)/(10) (%) Balas Jasa untuk Faktor Produksi 14 Marjin (10)-(8) (Rp/tunggak) a. Pendapatan tenaga kerja (12a)/(14) (Rp/tunggak) b. Sumbangan input lain (9)/(14) (%) c. Keuntungan usaha (13a)/(14) (%) Sumber : Data Primer Diolah (2011)
Perhitungan
Nilai
A B C D=A/B E=C/B F G
228 228 330 1 1,45 580.000 50.000
H I J=DXF K=J-H–I L=(K/J)
146.000 106.400 580.000 327.600
M=EXG N=(M/K) O=K–M P=(O–J)
56,48 % 72.368 22,09 % 255.231 44,01 %
Q=J–H R=(M/Q) S=(I/Q) T=(O/Q)
434.000 16,67 % 24,52 % 58,81 %
Lampiran 2. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Meja Akar Ukir pada Bulan Maret 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14
Variabel Input, Output, Harga output/total produksi (unit/periode) input bahan baku (tunggak/periode) input tenaga kerja (HOK/periode) Faktor Konveksi (1)/(2) Koefisien tenaga kerja (3)/(2) harga Produk (Rp/unit) Upah rata-rata TK per HOK (Rp/HOK) Pendapatan dan Keuntungan Harga input bahan baku (Rp/tunggak) Sumbangan input lain (Rp/Tunggak) Nilai Produk (4)x(6) (Rp/tunggak) a. Nilai tambah (10)-(8)-(9) (Rp/tunggak) b. Rasio nilai tambah (11a)/(10) (%) a. Pendapatan tenaga kerja (5)x(7) (Rp/tunggak) b. Imbalan tenaga kerja (12a)/(11a) (%) a. Keuntungan (11a)-(12a) (Rp/tunggak) b. Tingkat keuntungan(13a)/(10) (%) Balas Jasa untuk Faktor Produksi Marjin (10)-(8) (Rp/tunggak) a. Pendapatan tenaga kerja (12a)/(14) (Rp/tunggak) b. Sumbangan input lain (9)/(14) (%) c. Keuntungan usaha (13a)/(14) (%)
Perhitungan
Nilai
A B C D=A/B E=C/B F G
11 11 88 1 8 3.250.000 65.000
H I J=DXF K=J-H–I L=(K/J) M=EXG N=(M/K) O=K–M P=(O–J)
540.000 241.000 3.250.000 2.469.000 75,97 % 520.000 21,06 % 1.949.000 59,97 %
Q=J–H R=(M/Q)
2.710.000
S=(I/Q) T=(O/Q)
19,19% 08,89% 71,92%
Sumber : Data Primer Diolah (2011)
80
Lampiran 3. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Display Akar pada Bulan Maret 2011 No Variabel Input, Output, Harga 1 output/total produksi (unit/periode) 2 input bahan baku (tunggak/periode) 3 input tenaga kerja (HOK/periode) 4 Faktor Konveksi (1)/(2) 5 Koefisien tenaga kerja (3)/(2) 6 harga Produk (Rp/unit) 7 Upah rata-rata TK per HOK Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga input bahan baku (Rp/tunggak) 9 Sumbangan input lain (Rp) 10 Nilai Produk (4)x(6) (Rp/tunggak) 11 a. Nilai tambah (10)-(8)-(9) (Rp/tunggak) b. Rasio nilai tambah (11a)/(10) (%) 12 a. Pendapatan tenaga kerja (5)x(7) (Rp/tunggak) b. Imbalan tenaga kerja (12a)/(11a) (%) 13 a. Keuntungan (11a)-(12a) (Rp/tunggak) b. Tingkat keuntungan(13a)/(10) (%) Balas Jasa untuk Faktor Produksi 14 Marjin (10)-(8) (Rp/tunggak) a. Pendapatan tenaga kerja (12a)/(14) (Rp/tunggak) b. Sumbangan input lain (9)/(14) (%) c. Keuntungan usaha (13a)/(14) (%)
Perhitungan
Nilai
A B C D=A/B E=C/B F G
14 14 72 1 5,14 1.390.000 50.000
H I J=DXF K=J-H–I L=(K/J) M=EXG N=(M/K) O=K–M P=(O–J)
342.000 103.000 1.390.000 945.000 67,99 % 257.142 27,21 % 687.857 49,49 %
Q=J–H R=(M/Q) S=(I/Q) T=(O/Q)
1.048.000 24,54 % 09,83 % 65,64 %
Sumber : Data Primer Diolah (2011)
81
Lampiran 4.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14
Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Patung Akar Ukir pada Bulan Maret 2011
Variabel Input, Output, Harga output/total produksi (unit/periode) input bahan baku (tunggak/periode) input tenaga kerja (HOK/periode) Faktor Konveksi (1)/(2) Koefisien tenaga kerja (3)/(2) harga Produk (Rp/unit) Upah rata-rata TK per HOK Pendapatan dan Keuntungan Harga input bahan baku (Rp/tunggak) Sumbangan input lain (Rp) Nilai Produk (4)x(6) (Rp/tunggak) a. Nilai tambah (10)-(8)-(9) (Rp/tunggak) b. Rasio nilai tambah (11a)/(10) (%) a. Pendapatan tenaga kerja (5)x(7) (Rp/tunggak) b. Imbalan tenaga kerja (12a)/(11a) (%) a. Keuntungan (11a)-(12a) (Rp/tunggak) b. Tingkat keuntungan(13a)/(10) (%) Balas Jasa untuk Faktor Produksi Marjin (10)-(8) (Rp/tunggak) a. Pendapatan tenaga kerja (12a)/(14) (Rp/tunggak) b. Sumbangan input lain (9)/(14) (%) c. Keuntungan usaha (13a)/(14) (%)
Perhitungan
Nilai
A B C D=A/B E=C/B F G
11 11 85 1 7,72 4.200.000 65.000
H I J=DXF K=J-H–I L=(K/J) M=EXG N=(M/K) O=K–M P=(O–J)
820.000 312.000 4.200.000 3.068.000 73,05 % 502.272 16,37 % 2.565.727 61,09 %
Q=J–H R=(M/Q) S=(I/Q) T=(O/Q)
3.380.000 14,86 % 09,23 % 75,91 %
Sumber : Data Primer Diolah (2011)
82
Lampiran 5. Pendapatan Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken (2011 Nama Ahmad Syaifudin Raisah Gito Ahmad Salamun Purwanto Rumhayati kukuh Ali Didi Nabi Kasiyo Sarji Muklisin Warmin Parmin Majt Kiki Sumarno Abdul Munir Edi Priyono siswoyo Dari priyanto
TR 97000000 103000000 50000000 87500000 86500000 49500000 87500000 107500000 63750000 135000000 70000000 92500000 64000000 64000000 64000000 75000000 97500000 70000000 97500000 65000000 106100000 99000000 80000000
Bahan Baku 23500000 43250000 8500000 8750000 21250000 8400000 20000000 32250000 15500000 35000000 30000000 30000000 28000000 28000000 28000000 29500000 39000000 10000000 32500000 6500000 26200000 29000000 5500000
Lainnya 6500000 6500000 6500000 7000000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000 6500000
Transportasi 2000000 2000000 200000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 600000 2500000 500000 2500000 1000000 500000 2000000 1000000 2000000 1500000 2000000 500000 1500000 1500000 2500000
Tak Terduga 750000 50000 200000 50000 0 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000 50000
Upah TK 14700000 30000000 7500000 14000000 18900000 6000000 9000000 36000000 15750000 47700000 10650000 8400000 8400000 6000000 6000000 10500000 10500000 15000000 15000000 18000000 7200000 31500000 15000000
TC 47450000 81800000 22900000 31800000 48650000 22950000 37550000 76800000 38400000 91750000 50700000 47450000 43950000 47050000 42550000 47550000 58050000 33050000 56050000 31550000 41450000 68550000 29550000
PD 49550000 21200000 27100000 55700000 37850000 26550000 49950000 30700000 25350000 43250000 22300000 45050000 20050000 22950000 21450000 27450000 39450000 36950000 41450000 33450000 55650000 30450000 50450000
Lampiran 6. Tenaga Kerja Pemasok Bahan Baku Limbah Tunggak Pohon Jati di Kecamatan Jiken No
Uraian
1
Jumlah Usaha Pengolahan Limbah Jati
2
Jumlah Anggota Kelompok Pemasok Bahan Baku Jumlah Tenaga Kerja Pemasok Bahan Baku
Jumlah (orang) 6 23 138
84
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 November 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Pudji Harmanto dan Sri Utami. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di Sekolah Dasar Sasana Wiyata II. Tahun 2004 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bogor. Tahun 2007 penulis lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Bogor, lalu pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis tergabung dalam UKM Music Agriculture X-pression (MAX) sebagai divisi Music Corner periode 2008-2009 dan sebagai sekretaris 1 periode 2009-2010. Penulis merupakan penerima Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) periode 2009-2010 dan periode 201012011. Penulis juga menjadi finalis Pekan Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) periode 2010-2011 dengan mengusung tema Butik Jeans (Butut-Antik Jeans). Selain itu, penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitiaan seperti Green Base pada tahun 2009, IPB Art Contest pada tahun 2009.