VI. IMPLEMENTASI SISTEM Tahap akhir dalam proses pengembangan perangkat lunak adalah implementasi sistem. Implementasi sistem merupakan tahap merubah desain arsitektur sistem menjadi sebuah perangkat lunak. Tahap implementasi dimulai dengan mengidentifikasi atribut tiap objek yang terdapat pada model data konseptual. Atribut-atribut tersebut akan digunakan sebagai acuan pembuatan rancangan database yang dikumpulkan dalam sebuah tabel besar. Tahap-tahap dalam implementasi paket program SPKPalmpowder 1.0 meliputi pembuatan struktur data, pembuatan kerangka pengkodean dan tahap pembuatan perangkat lunak. Paket program SPKPalmpowder 1.0 mempunyai tampilan yang menarik dengan bahasa antar muka yang digunakan adalah bahasa Inggris sehingga dapat dimengerti tidak hanya di Indonesia akan tetapi dapat dimengerti oleh pengguna yang berasal dari negara lain. Paket program SPKPalmpowder 1.0 akan dapat membantu calon investor atau pelaku industri pengeboran minyak dan kelapa sawit dalam perencanaan industri LCM serbuk sawit dengan memberikan informasi kelayakan investasi dan penjadwalan penebangan sehingga dapat menarik minat investor untuk berinvestasi dalam agroindustri LCM serbuk sawit dengan mengurangi resiko kegagalan dalam investasinya. Dalam pengembangannya, SPKPalmpowder 1.0 menggunakan bahasa pemograman Pascal yang terintegrasi dalam perangkat lunak Borland Delphi 7 (Borland 2002) sebagai desain Graphic User Interface. Manajemen basis data pada SPKPalmpowder 1.0 ada dua jenis, yaitu basis data lokal (local database) dan basis data online (online database) sehingga SPKPalmpowder 1.0 memungkinkan diintegrasikan dengan perangkat lunak berbasis web (web based application). Manajemen basis data lokal yang digunakan adalah Microsoft Acces 2007 (Microsoft 2007) dengan koneksi yang digunakan adalah activeX data object (ADO). Sedangkan manajemen basis data online yang digunakan adalah MySQL (Oracle 2009) dengan koneksi yang digunakan adalah open database connection (ODBC). Semua perangkat lunak yang digunakan tersebut dijalankan pada sebuah perangkat komputer notebook dengan spesifikasi, prosesor Intel Core memori RAM 1GB. Kapasitas hardisk 160 GB. Selama pembuatan, sistem dilakukan pengujian (testing) maupun pelacakan kesalahan (debugging) baik pada saat pembuatan masing komponen halaman maupun ada saat penyatuan. Tujuan pengujian dan pelacakan adalah agar dapat memimalkan kesalahan yang terdapat pada paket program baik kesalahan pengkodean (syntax error) maupun kesalahan logika (semantic logical error). Setelah semua pengujian sudah dilakukan, langkah selanjutnya adalah verifikasi sistem menggunakan data real di lapangan untuk melihat apakah keluaran SPKPalmpowder 1.0 telah sesuai dengan pada saat tahap analisis dan desain sistem. Proses verifikasi dilakukan dengan metode black box yang menganggap SPKPalmpowder 1.0 sebagai sebuah kotak hitam dan hanya melihat masukan dan keluarannya. A. Tampilan Paket Program 1. Halaman Menu Utama Setelah proses instalasi selesai, paket program SPKPalmpowder 1.0 dapat dijalankan melalui start menu. Jika proses intalasi berjalan dengan baik, akan masuk pada halaman utama dari program tersebut seperti Gambar 30. Menu pada halaman utama terdapat pada bagian atas (top menu) untuk melihat informasi-informasi yang berkaitan dengan industri LCM serbuk sawit serta untuk memilih model-model yang tersedia.
Menu-menu pada paket program hanya dapat digunakan setelah pengguna telah mengkoneksikan dengan database yang tersedia pada menu instruksi penggunaan sistem. Koneksi terdiri dari empat jenis koneksi database, yaitu (1) koneksi online merupakan koneksi dengan database utama MySql, diperlukan jaringan internet untuk menggunakannya. (2) koneksi offline localhost, adalah koneksi ke database MySql yang terletak pada komputer yang sama. (3) koneksi offline (MS Acces) merupakan koneksi ke database Microsoft Acces. Database ini digunakan jika tidak tersedia jaringan internet. (4) Koneksi offline (peer to peer) adalah koneksi menggunakan database MySql ataupun Ms Acces dalam satu jaringan intranet.
Gambar 30. Tampilan utama SPKPalmpowder 1.0 2.
Halaman Informasi Produk dan Jasa Halaman ini berisi tentang informasi produk LCM serbuk sawit serta jasa penebangan kebun kelapa sawit yang ditawarkan oleh industri. Halaman informasi produk dan jasa ini meliputi definisi umum LCM serbuk sawit, aplikasinya didalam proses pengeboran, standar mutu dari LCM serbuk sawit serta jenis kemasan yang digunakan. Pada halaman ini pengguna dapat mengetahui informasi mengenai LCM serbuk sawit secara rinci. Tampilan dari halaman informasi produk dan jasa industri LCM serbuk sawit adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 31.
Gambar 31. Tampilan halaman informasi produk dan jasa
3.
Halaman Informasi Lingkungan Halaman ini berisi tentang informasi penangan limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan batang kelapa sawit ini menjadi LCM serbuk sawit. Pada halaman ini pengguna dapat mengetahui jenis limbah yang dihasilkan dan bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan secara rinci. Tampilan dari halaman informasi lingkungan industri LCM serbuk sawit adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 32.
Gambar 32. Tampilan halaman informasi lingkungan 4.
Halaman Informasi Instruksi Penggunaan Sistem Halaman ini berisi tentang informasi tata cara penggunaan sistem secara keseluruhan. Pada halaman ini pengguna akan diberikan petunjuk dalam melakukan input data yang diperlukan guna menunjang keputusan dalam perencanaan industri LCM serbuk sawit ini. Tampilan dari halaman informasi petunjuk penggunaan sistem adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 33 dan Lampiran 21.
Gambar 33. Tampilan halaman informasi petunjuk penggunaan sistem B. Verifikasi Sistem 1. Model Pemilihan Lokasi Model pemilihan lokasi potensial ini bertujuan untuk mendapatkan lokasi yang strategis dan potensial sebagai lokasi pendirian industri LCM serbuk sawit. Teknik yang digunakan dalam model ini adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dimana pembobotan dilakukan dengan menggunakan penilaian alternatif dan kriterai yang diperoleh dari wawancara dan
pengisian kuisioner oleh para pakar. Terdapat tiga orang pakar yang diwawancarai dalam penentuan bobot alternatif dan kriteria. Ketiga pakar tersebut yaitu :
Harry Muhammad Nadir, Ak. : Pelaku bisnis kelapa sawit di PT. Bakrie Sumatera Plantation,Tbk.
Ir. Nandra Djajantia : Pelaku bisnis kelapa sawit dan staff Information and Technology di PT. Chevron Indonesia.
Ir. Freddy Ibrahim : Operation Manager drilling processing di PT. Tiara Bumi Petroleum.
Kriteria dan alternatif tersebut diberikan rentang penilaian dengan skala satu sampai sembilan. Penilaian yang dilakukan oleh pakar adalah dengan memberikan bobot nilai dari kriteria kemudian memberikan bobot alternatif berdasarkan kriterianya pada kuisioner. Terdapat tujuh kriteria yang dijadikan pertimbangan dalam penentuan alternatif lokasi pendirian industri LCM serbuk sawit, yaitu :
Ketersediaan Bahan Baku Penilaian dari variabel ini adalah ada tidaknya sumber bahan baku pada suatu alternatif lokasi atau jauh tidaknya sumber bahan baku dengan alternatif lokasi. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang terdapat sumber bahan baku atau dekat dengan sumber bahan baku.
Ketersediaan Tenaga Kerja Penilaian dari variabel ini adalah banyak tidaknya tenaga kerja yang tersedia pada suatu alternatif lokasi dan mahal tidaknya gaji tenaga kerja pada daerah tersebut. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang terdapat banyak tenaga kerja dan berbiaya minimum untuk gaji pekerjanya.
Ketersediaan Infrastruktur yang Baik Penilaian dari variabel ini adalah baik tidaknya kondisi infrastruktur pada suatu alternatif lokasi. Infrastuktur meliputi jalan, fasilitas air, fasilitas listrik, dan jaringan komunikasi. Alternatif lokasi yang baik adalah yang memiliki lokasi infrasturktur memadai Masyarakat Sekitar yang Mendukung Penilaian dari variabel ini adalah kondusif tidaknya budayadan kebiasaan masyarakat yang tinggal pada suatu alternatif lokasi. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang masayarakatnya mendukung berdirinya suatu industri baru.
Sudah Terbangunnya Jaringan Distribusi Penilaian dari variabel ini adalah sudah terbangun tidaknya jaringan distibusi produk pertanian pada suatu alternatif lokasi. Jarignan distribusi ini mencakup ada tidaknya jaringan distributor pada daerah tersebut dan mudah tidaknya akses keluar masuk produk dan barang dari dan ke alternatif lokasi tersebut. Alternatif lokasi yang baik adalah yang sudah terbangun jaringan distribusi dengan baik dan akses keluar masuk produk dan barang mudah.
Peraturan Pemerintah Lokal yang Mendukung Penilaian dari variabel ini adalah kondusif tidaknya sikap Pemerintah Lokal terhadapa pembangunan industri. Sikap Pemerintah Lokal ini mencakup kemudahan prosedur perizinan usaha, perpajakan, dan peraturan lainnya. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang Pemerintah lokalnya mendukung untuk pembangunan industri.
Biaya Penilaian dari variabel ini adalah besar tidaknya efisiensi biaya yang dikeluarkan untuk membangun industri pada suatu alternatif lokasi. Biaya ini mencakup biaya pembanguna fisik industri, biaya perizinan usaha, biaya tenaga kerja dan semua aspek yang membuthkan pembiayaan. Alternatif lokasi yang baik adalah lokasi yang mendukung efisiensi biaya yang besar. Pada model pemilihan lokasi industri LCM serbuk sawit ini, terdapat sepuluh alternatif lokasi, yaitu kabupaten Rokan Hulu, Kampar, Pelalawan, Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Simalungun, Langkat, Musi Banyuasin, Pasaman Barat, dan Dharmas Raya. Kesepuluh alternatif tersebut diperoleh berdasarkan luas areal perkebunan kelapa sawit yang dimiliki dari tiap-tiap kabupaten tersebut dan hasil studi literatur yang mendukung dan sesuai dengan kondisi saat ini berdasarkan ketersediaan bahan baku tersebut. Dalam penggunaan model pemilihan lokasi, pengguna dari sistem ini dapat menggunakan data yang telah didapat berdasarkan wawancara dengan pakar atau dapat juga dengan memasukkan penilaian pada kolom-kolom variabel yang telah disediakan bagi para pengguna. Hasil keluaran atau output pemilihan lokasi industri LCM serbuk sawit (berdasarkan pakar) dengan menggunakan teknik MPE menghasilkan urutan alternatif lokasi yang akan dipilih yang dapat dilihat pada Gambar 34. Nilai MPE terbesar dari alternatif yang diberikan yang akan dijadikan lokasi industri potensial dalam pendirian industri LCM serbuk sawit. berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh ketiga pakar dan perhitungan bobot dengan teknik MPE maka didapatkan kabupaten Rokan hulu sebagai lokasi potensial dalam pendirian industri LCM serbuk sawit dikarenakan memiliki nilai MPE terbesar dibandingkan dengan alternatif lokasi lainnya.
Gambar 34. Tampilan halaman model pemilihan lokasi
2.
Model Prakiraan Bahan Baku Model analisis prakiran bahan baku bertujuan untuk menganalisis jumlah bahan baku yang masih tersedia beberapa tahun mendatang. Model analisis ini menggunakan satu buah database yang ada dalam sistem yaitu database luas areal perkebunan yang telah di prakirakan dan dihitung dengan menggunakan metode time series single exponential smoothing. Keluaran yang dihasilkan dalam model ini berupa luas areal yang perkebunan kelapa sawit yang diprakirakan pada tahun tertentu, luas areal yang dapat ditebang atau dilakukannya proses re-planting serta bobot dari bahan baku yang dapat dihasilkan dari proses re-planting yang nantinya bahan baku tersebut akan diolah menjadi serbuk sawit. Analisis prakiraan bahan baku dihitung berdasarkan data historis yang terhitung selama 15 tahun sejak tahun 1995-2009. Data historis yang digunakan hanya sampai dengan data tahun 2009 dikarenakan Badan Statistik Pusat belum mengeluarkan pada tahun 2010 dan tahun 2011, oleh karena itu tahun yang diprakirakan akan dimulai pada tahun 2010-2019. Pada Gambar 35 dapat dilihat salah satu contoh analisis dalam prakiraan bahan baku batang kelapa sawit. Pengguna melakukan input dapat berupa pemilihan tahun yaitu tahun 2012 dan provinsi Riau yang akan dilakukan prakiraan. Setelah diproses, luas areal perkebunan kelapa sawit yang diprakirakan oleh sistem sebesar 1,953,797 hektar dengan total areal yang dapat dilakukan proses re-planting sebesar empat persen dari total luas areal prakiraan yaitu 78,152 hektar. Setelah luas areal yang dapat dilakukan proses re-planting didapat maka, dapat dihitung pula jumlah bahan baku yang diperoleh dari proses re-planting tersebut yaitu sebesar 15,005,184 ton batang kelapa sawit.
Gambar 35. Tampilan halaman model prakiraan bahan baku. 3.
Model Teknis dan Teknologis Model teknis dan teknologis bertujuan untuk memberikan informasi mengenai teknologi yang digunakan dalam proses produksi industri LCM serbuk sawit, perhitungan neraca massa, mesin dan peralatan yang digunakan, perencanaan tata letak, dan kebutuhan luas ruangan produksi dari proses produksi tersebut. Pemilihan jenis teknologi proses produksi didasarkan pada kemudahan proses produksi dan perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing komponen bahan pada setiap proses. Penentuan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antar aktivitas,
kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area Kebutuhan luas ruang produksi tergantungan pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruang produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk melaksanakan operasi. Berikut Gambar 36 merupakan tampilan halaman utama model teknis dan teknologis dan tampilan halaman isi dari model teknis teknologi pada Lampiran 22.
Gambar 36. Tampilan halaman model teknis dan teknologis. 4.
Model Penjadwalan Penebangan Persoalan pedagang keliling (Travelling Salesperson Problem-TSP) merupakan salah satu persoalan optimasi kombinatorial jika diberikan sejumlah kota (atau tempat) dan biaya perjalanan dari satu kota ke kota lain. Deskripsi persoalannya adalah bagaimana menemukan rute perjalanan paling murah dari suatu kota dan mengunjungi semua kota lainnya, masingmasing kota hanya dikunjungi satu kali, dan harus kembali ke kota asal keberangkatan. Kombinasi dari semua rute perjalanan yang ada adalah faktorial dari jumlah kota. Biaya perjalanan bisa berupa jarak, waktu, bahan bakar, kenyamanan, dan sebagainya. Tipe persoalan TSP banyak muncul di beberapa persoalan aplikasi teknik yang mencakupi optimasi tampilan dari pipa saluran udara, perancangan antena feed system, pengurutan objek untuk memperoleh susunan yang tepat. Sudah banyak metode pemecahan masalah yang dikerahkan untuk menyelesaikan persoalan TSP. Persoalan TSP adalah persoalan yang sulit (hard problem) dipandang dari sudut komputasinya. Hingga saat ini belum ditemukan algoritma yang mangkus (dalam orde polinomial) untuk menyelesaikannya. Jika algoritma dengan kompleksitas dalam orde polinomial ditemukan untuk TSP, maka banyak persoalan sulit juga dapat diselesaikan dengan algoritma tersebut. Algoritma genetika merupakan teknik pencarian dan optimasi yang terinspirasi oleh prinsip dari genetika dan seleksi alam (teori evolusi Darwin). Algoritma ini digunakan untuk mendapatkan solusi yang tepat untuk masalah optimasi dari satu variabel atau multi variabel. Berbeda dengan teknik pencarian konvensional, algoritma genetika bermula dari himpunan solusi yang dihasilkan secara acak. Himpunan ini disebut populasi. Sedangkan setiap individu dalam populasi disebut kromosom yang merupakan representasi dari solusi. Kromosom-kromosom
berevolusi dalam suatu proses iterasi yang berkelanjutan yang disebut generasi. Pada setiap generasi, kromosom dievaluasi berdasarkan suatu fungsi evaluasi (Gen dan Cheng, 1997). Setelah beberapa generasi maka algoritma genetika akan konvergen pada kromosom terbaik, yang diharapkan merupakan solusi optimal (Goldberg,1989). Sebelum Pertama kali, sebelum algoritma genetika dijalankan, maka perlu didefinisikan fungsi fitness sebagai masalah yang ingin dioptimalkan. Jika nilai fitness semakin besar, maka sistem yang dihasilkan semakin baik. fungsi fitness ditentukan dengan metode heuristik. Algoritma genetika sangat tepat digunakan untuk penyelesaian masalah optimasi yang kompleks dan sukar diselesaikan dengan menggunakan metode konvensional. Sebagaimana halnya proses evolusi di alam, suatu algoritma genetika yang sederhana umumnya terdiri dari tiga operasi yaitu: operasi reproduksi, operasi crossover (persilangan), dan operasi mutasi. Struktur umum dari suatu algoritma genetika dapat didefinisikan dengan langkahlangkah sebagai berikut:
Membangkitkan populasi awal secara random.
Membentuk generasi baru dengan menggunakan tiga operasi diatas secara berulang-ulang sehingga diperoleh kromosom yang cukup untuk membentuk generasi baru sebagai representasi dari solusi baru.
Evolusi solusi yang akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom hingga kriteria berhenti terpenuhi. Bila kriteria berhenti belum terpenuhi maka akan dibentuk lagi generasi baru dengan mengulangi langkah 2. beberapa kriteria berhenti yang sering digunakan antara lain:
berhenti pada generasi tertentu
berhenti setelah dalam beberapa generasi berturut-turut didapatkan nilai fitness tertinggi/terendah (tergantung persoalan) tidak berubah.
berhenti bila dalam n generasi berikutnya tidak diperoleh nilai fitness yang lebih tinggi/rendah. Algoritma cepat untuk mencari suatu solusi yang mendekati solusi optimal, tetapi tidak memerlukan waktu yang lama. Algoritma genetika adalah salah satu algoritma alternatif yang dapat digunakan sebab prosesnya cepat dan memberikan hasil yang diinginkan. Selain itu, algoritma genetika juga mampu memberikan suatu solusi pada waktu kapanpun. Bagaimana algoritma genetika dapat menyelesaikan TSP yaitu solusi direpresentasikan ke dalam suatu kromosom yang berisi dari nomor urut kota-kota selain kota asal. Masing-masing nomor urut tidak boleh muncul lebih dari satu kali di dalam kromosom sehingga satu kromosom merepresentasikan satu rute perjalanan (satu solusi) yang valid. Dalam model ini persoalan TSP digunakan dalam penerapan penjadwalan penebangan batang kelapa sawit. Persoalan TSP digunakan untuk mendapatkan rute minimum yang akan ditempuh penebang dalam pengambilan bahan baku yang berupa batang kelapa sawit di setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di kabupaten Rokan Hulu. Rute minimum yang dihasilkan melalui persoalan TSP dapat menghasilkan solusi optimum sehingga biaya yang dikeluarkan industri dalam penjadwalan penebangan ini merupakan biaya paling minimum yang dapat dikeluarkan. Berikut merupakan contoh penyelesaian persoalan TSP yang diselesaikan dengan menggunakan algoritma genetika dengan perhitungan secara manual. Terdapat 4 buah contoh lokasi yang akan dilalui oleh seorang penebang keliling, yaitu lokasi A,B,C,D. Perjalanan dimulai dari kota A dan berakhir di kota A. Jarak antar kota diperlihatkan pada Gambar 37 dan Tabel 23 di bawah ini:
D
A
C
B
Gambar 37. Graf rute penebangan Tabel 23. Jarak antar lokasi pabrik dan lokasi tebang
A
A (Pabrik) 0
B (PT. Toganda) 180.88
C (PT. Eluan Mahkota) 118.22
D (PT.Ekadura) 135.22
B
180.88
0
81.03
298.56
180.88
C
118.22
81.03
0
249.96
118.22
D
135.22
298.56
249.96
0
135.22
A
0
Rute
A (Pabrik) 0
180.88 118.22 135.22 Sumber : http://www.google.com/earth/index.html [23 Juni 2011]
0
Persoalan TSP tersebut akan diselesaikan dengan menggunakan algoritma genetika. Kriteria berhenti ditentukan terlebih dahulu yaitu apabila setelah dalam beberapa generasi berturutturut diperoleh nilai fitness yang terendah tidak berubah. Pemilihan nilai fitness yang terendah sebagai syarat karena nilai tersebut yang merepresentasikan jarak terdekat yang dicari pada persoalan TSP ini. Ada 3 kota yang akan menjadi gen dalam kromosom yaitu kota-kota selain kota asal. a. Inisialisasi Misalkan kita menggunakan 6 buah populasi dalam satu generasi, yaitu: Kromosom[1] = [B C D] Kromosom[2] = [B D C] Kromosom[3] = [C B D] Kromosom[4] = [D C B] Kromosom[5] = [C D B] Kromosom[6] = [D B C] b. Evaluasi kromosom Kita akan menghitung nilai fitness dari tiap kromosom yang telah dibangkitkan: Fitness[1] = AB + BC + CD +DA = 180.88 + 81.03 + 249.96 + 135.22 = 647.05 Fitness[2] = AB + BD + DC +CA = 180.88 + 298.56 + 249.96 + 118.22 = 847.62 Fitness[3] = AC + CB + BD +DA = 118.22 + 81.03 + 298.56 + 135.22 = 633.05 Fitness[4] = AD + DC + CB +BA = 135.22 + 249.96 + 81.03 + 180.88 = 647.05 Fitness[5] = AC + CD + DB +BA = 118.22 + 249.96 + 298.56 + 180.88 = 847.62 Fitness[6] = AD + DB + BC +CA = 135.22 + 298.56 +81.03 + 118.22 = 633.05
c. Seleksi kromosom Oleh karena pada persoalan TSP yang diinginkan yaitu kromosom dengan fitness yang lebih kecil akan mempunyai probabilitas untuk terpilih kembali lebih besar maka digunakan inverse. Q[i] = 1 / Fitness[i] Q[1] = 1 / 647.05 = 0.0015 Q[2] = 1 / 847.62 = 0.0012 Q[3] = 1 / 633.05 = 0.0016 Q[4] = 1 / 647.05 = 0.0015 Q[5] = 1 / 847.62 = 0.0012 Q[6] = 1 / 633.05 = 0.0016 Total = 0.0015 + 0.0012 + 0.0016 + 0.0015 +0.0012 +0.0016 = 0.0086 Untuk mencari probabilitas kita menggunakan rumus berikut : P[i] = Q[i] / Total P[1] = 0.0015 / 0.0086 = 0.17 P[2] = 0.0012 / 0.0086 = 0.14 P[3] = 0.0016 / 0.0086 = 0.19 P[4] = 0.0015 / 0.0086 = 0.17 P[5] = 0.0012 / 0.0086 = 0.14 P[6] = 0.0016 / 0.0086 = 0.19 Dari probabilitas di atas dapat terlihat bahwa kromosom ke-1 mempunyai fitness paling kecil mempunyai probabilitas untuk terpilih pada generasi selanjutnya lebih besar dari kromosom lainnya. Untuk proses seleksi kita menggunakan rouletewheel, untuk itu kita terlebih dahulu mencari nilai kumulatif dari probabilitasnya. C[1] = 0.17 C[2] = 0.17 + 0.14 = 0.31 C[3] = 0.31 + 0.19 = 0.50 C[4] = 0.50 + 0.17 = 0.67 C[5] = 0.67 + 0.14 = 0.81 C[6] = 0.81 + 0.19 = 1 Proses roulete-wheel adalah membangkitkan nilai acak R antara 0-1. Jika R[k]
Setelah itu, populasi baru akan terbentuk yaitu : Kromosom[1] = [B C D] Kromosom[2] = [B D C] Kromosom[3] = [C B D] Kromosom[4] = [D C B] Kromosom[5] = [C D B] Kromosom[6] = [D B C] Kromosom[1] = [2] = [B D C] Kromosom[2] = [1] = [B C D] Kromosom[3] = [3] = [C B D] Kromosom[4] = [5] = [C D B] Kromosom[5] = [4] = [D C B] Kromosom[6] = [6] = [D B C] d. Crossover (pindah silang) Pindah silang pada TSP dapat diimplementasikan dengan skema order crossover. Pada skema ini, satu bagian kromosom dipertukarkan dengan tetap menjaga urutan kota yang bukan bagian dari kromosom tersebut. Kromosom yang dijadikan induk dipilih secara acak dan jumlah kromosom yang dicrossover dipengaruhi oleh parameter crossover probability (ρc). Misal kita tentukan ρc = 25%, maka diharapkan dalam 1 generasi ada 50% (3 kromosom) dari populasi mengalami crossover. Pertama kita bangkitkan bilangan acak R sebanyak jumlah populasi yaitu 6 kali. R[1] = 0,45 R[2] = 0,21 R[3] = 0,30 R[4] = 0,88 R[5] = 0,77 R[6] = 0,13 Kromosom ke-k yang dipilih sebagai induk jika R[k] < ρc. Maka yang akan dijadikan induk adalah kromosom[2], kromosom[3], dan kromosom[6]. Setelah melakukan pemilihan induk, proses selanjutnya adalah menentukan posisi crossover. Hal tersebut dilakukan dengan membangkitkan bilangan acak antara 1 sampai dengan panjang kromosom-1. Dalam kasus TSP ini bilangan acaknya adalah antara1-3. Misal diperoleh bilangan acaknya 1, maka gen yang ke-1 pada kromosom induk pertama diambil kemudian ditukar dengan gen pada kromosom induk kedua yang belum ada pada induk pertama dengan tetap memperhatikan urutannya. Bilangan acak untuk 3 kromosom induk yang akan di-crossover : C[2] = 2 C[3] = 1 C[6] = 2 Proses crossover : Kromosom[2] = Kromosom[2] >< Kromosom[3] = [B C D] >< [C B D] = [B C D]
Kromosom[3] = Kromosom[3] >< Kromosom[6] = [C B D]>< [D B C] = [C D B] Kromosom[6] = Kromosom[6] >< Kromosom[2] = [D B C] >< [B C D] = [D B C] Populasi setelah di-crossover : Kromosom[1] = [B D C] Kromosom[2] = [B C D] Kromosom[3] = [C B D] Kromosom[4] = [C D B] Kromosom[5] = [D C B] Kromosom[6] = [D B C] e. Mutasi Pada kasus TSP ini skema mutasi yang digunakan adalah swapping mutation. Jumlah kromosom yang mengalami mutasi dalam satu populasi ditentukan oleh parameter mutation rate(ρm). Proses mutasi dilakukan dengan cara menukar gen yang dipilih secara acak dengan gen sesudahnya. Jika gen tersebut berada di akhir kromosom, maka ditukar dengan gen yang pertama. Pertama kita hitung dulu panjang total gen yang ada pada satu populasi: Panjang total gen = jumlah gen dalam 1 kromosom * jumlah Kromosom (3) =3*6 = 18 Untuk memilih posisi gen yang mengalami mutasi dilakukan dengan membangkitkan bilangan acak antara 1 – Panjang total gen yaitu 1- 18. Misal kita tentukan ρm = 20 %. Maka jumlah gen yang akan dimutasi adalah = 0,2*18 = 3.6 = 4 4 buah posisi gen yang akan dimutasi, setelah diacaka dalah posisi 1, 6, 9, 11, 17. Proses mutasi : Kromosom[1] = [D B C] Kromosom[2] = [B D C] Kromosom[3] = [C D B] Kromosom[4] = [C B D] Kromosom[5] = [D C B] Kromosom[6] = [D C B] Proses algoritma genetik untuk 1 generasi telah selesai. Maka nilai fitness setelah 1 generasi adalah: Fitness[1] = AD + DB + BC + CA = 633.03 Fitness[2] = AB + BD + DC + CA = 847.62 Fitness[3] = AC + CD + DB + BA = 847.62 Fitness[4] = AC + CB + BD + DA = 633.03 Fitness[5] = AD + DC + CB + BA = 647.09 Fitness[6] = AD + DC + CB + BA = 647.09
Sebelumnya telah ditentukan kriteria berhenti yaitu bila setelah dalam beberapa generasi berturut-turut diperoleh nilai fitness yang terendah tidak berubah. Pada 1 generasi telah terlihat bahwa terdapat nilai fitness terkecil yang tidak berubah. Apabila perhitungan dilanjutkan hingga ke generasi ke-N maka diyakinkan bahwa nilai fitness yang terendah tetap tidak akan berubah. Walaupun perhitungan cukup dijabarkan hingga generasi ke-1 saja namun solusi yang mendekati optimal telah didapatkan. Oleh karena itu, terbukti bahwa algoritma genetika dapat menyelesaikan persoalan TSP. Berikut merupakan contoh penyelesaian persoalan TSP dengan menggunakan MATLAB. Penyelesaian persoalan TSP dengan menggunakan software matlab akan lebih mudah dan lebih cepat dikarenakan pengkodean yang dilakukan dalam matlab merepresentasikan perhitungan algoritma genetika persoalan TSP secara manual. Berikut hasil runing dari pengkodean penyelesaian persoalan TSP dengan metode algoritma genetika dalam matlab. wil = ABCDA jarak = 0 180.8800 118.2200 135.2200 0 180.8800 0 81.0300 298.5600 180.8800 118.2200 81.0300 0 249.9600 118.2200 135.2200 298.5600 249.9600 0 135.2200 0 180.8800 118.2200 135.2200 0 urutan rute: ADBCA Jarak Minimum : 633.0300
Gambar 38. Grafik rute terpendek hasil perhitungan dengan MATLAB
Gambar 39. Hasil penyelesaian TSP dengan algoritma genetika Setelah didapatkan rute terpendek dengan menyelesaikan persoalan TSP, selanjutnya dilakukan metode clustering guna mengelompokkan data tanam dari pohon kelapa sawit yang nantinya akan dilakukan penebangan. Pengelompokkan data tersebut dapat menghasilkan keluaran data yang berupa kebun mana yang akan pertama kali ditebang. Pada metode ini akan diprediksi kebun mana yang akan ditebang pertama kali dari data tahun tanam yang diberikan oleh user. Menurut Jianxin (2006), jarak antara dua kebutuhan fungsional menggambarkan ketidaksamaan diantaranya. Pada Lampiran 23 digambarkan contoh clustering dari 150 data random mengenai kondisi batang kelapa sawit tersebut. Data tersebut berupa data tahun tanam pohon kelapa sawit, produktivitas pohon dan kondisi kelapa sawit apakah terinfeksi dengan penyakit jamur ganoderma atau tidak.Data mengenai kondisi pohon kelapa sawit akan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok (klaster) yang berbeda. C1 adalah perhitungan terhadap centroid pertama yang didapat dari kalkulasi menggunakan rumus Euclidean. Begitu pula C2 dan C3 yang merupakan perhitungan terhadap centroid kedua dan centroid ketiga yang didapat dari kalkulasi rumus Euclidean pula. Kemudian diperoleh nilai minimum pada tiap centroid yang dipaparkan dalam bentuk matriks. Nilai matriks 1 akan diberikan pada nilai paling minimum dan matriks 0 untuk nilai lainnya. Proses kalkulasi akan terus berlangsung dan berhenti sampai nilai matriks pada iterasi terakhir sama dengan nilai matriks pada iterasi sebelumnya. Lampiran 24 merupakan hasil clustering setelah matriks hasil iterasi sama dengan matriks sebelumnya. Diperoleh tiga kelompok cluster yaitu kebun yang akan ditebang pertama kali yaitu klaster 3 dengan kebun nomor 1, 3, 6, 7, 10, 11, 14, 20, 21, 24, 25, 26, 27, 31, 35, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 53, 54, 56, 57, 58, 63, 64, 65, 68, 70, 75, 76, 78, 85, 86, 88, 89, 93, 94, 95, 97, 107, 114, 121, 122, 123, 125, 131, 132, 138, 141, 144, 146. Proses clustering yang berdasarkan pada data akan terus berubah sesuai dengan data yang dimasukkan oleh pengguna (user). Dalam proses pengelompokkan data tersebut digunakan bantuan software MATLAB sehingga mempermudah mendapatkan kelompok data kebun yang akan dilakukan penenbangan. Hasil pengelompokkan data kebun kelapa sawit yang akan ditebang dapat dilihat pada Gambar 40 berikut. Sedangkan untuk tampilan dari halaman model penjadwalan penebangan kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 41 dibawah ini.
3 iterations, total sum of distances = 582 3 iterations, total sum of distances = 582 3 iterations, total sum of distances = 582 2 iterations, total sum of distances = 582 2 iterations, total sum of distances = 582 Gambar 40. Hasil penyelesaian clustering k-means dalam penjadwalan penebangan Keterangan : Klaster 1 = kebun yang akan ditebang urutan kedua Klaster 2 = kebun yang akan ditebang terakhir kalinya Klaster 3 = kebun yang akan ditebang pertama kalinya
Gambar 41. Tampilan halaman model penjadwalan penebangan 5.
Model Kelayakan Industri Didalam model analisis finansial kelayakan industri ini, sistem menggunakan beberapa asumsi yang ditetapkan sesuai dengan hasil dari model analisis sebelumnya serta sesuai dengan keadaan saat ini. Asumsi-asumsi tersebut antara lain :
Umur proyek selama 10 tahun
Kapasitas produksi sebesar 160 ton per tahun dengan presentase produk terjual sebesar 100%
Presentase modal pinjaman sebesar 80% sedangkan presentase modal sendiri sebesar 20%
Bunga bank yang digunakan sebesar 12% dengan lama kembali pinjaman selama enam tahun
Harga jual produk setelah ditambah oleh margin sebesar Rp 4700 perkilogram. Kelayakan finansial tersebut dianalisis melalui paket program SPKPalmpowder 1.0. Pengguna dapat memasukkan nilai asumsi di atas pada program SPKPalmpowder 1.0 seperti pada Gambar 42.
Gambar 42. Tampilan halaman asumsi pada model kelayakan finansial Kemudian pengguna juga diminta memasukkan struktur biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel yang dibutuhkan di awal proyek. Tampilan programnya dapat dilihat pada Gambar 43 sampai Gambar 45.
Gambar 43. Tampilan halaman biaya investasi
Gambar 44. Tampilan halaman biaya tetap
Gambar 45. Tampilan halaman biaya variabel Selanjutnya, setelah semua nilai biaya dan asumsi dimasukkan, pengguna dapat memperoleh hasil kelayakannya berdasarkan kriteria investasi. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dapat dilihat hasil tiap kriteria kelayakan investasinya. NPV-nya bernilai positif dengan nilai sebesar Rp 567,088,575. Nilai Internal Rate Ratio (IRR) sebesar 36,21 % dan nilai IRR tersebut lebih besar dari tingkat suku bunga bank 12%. Kemudian Pay Back Period (PBP) adalah 3.4 tahun atau lebih cepat dari umur proyek. Nilai Net B/C Ratio sebesar 2.01 atau lebih besar dari 1. Dari kriteria-kriteria kelayakan investasi tersebut, maka investasi industri LCM serbuk sawit dinyatakan layak untuk dijalankan. Tampilannya dapat dilihat pada Gambar 46.
Gambar 46. Tampilan halaman kelayakan industri dalam program SPKPalmpowder 1.0.