Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
VARIASI PARAMETER PERTUMBUHAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN Agus Arifin Sentosa* dan Astri Suryandari Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan *e-mail:
[email protected] Abstrak Labi-labi (Amyda cartilaginea) merupakan spesies kura-kura air tawar bercangkang lunak yang telah menjadi komoditas perikanan yang penting di Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan parameter pertumbuhan labi-labi yang tertangkap dari wilayah Musi Rawas dan Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Data distribusi frekuensi panjang lengkung karapas (PLK) labi-labi diperoleh dari catatan enumerator selama tahun 2013. Parameter pertumbuhan labi-labi dengan rumus von Bertalanffy dianalisis menggunakan ELEFAN I pada perangkat lunak FiSAT II. Hasil menunjukkan persamaan pertumbuhan labi-labi dari Musi Rawas adalah PLK(t) = 89,25{1-EXP[-0,59(t-(0,2)]} cm dan dari Musi Banyuasin adalah PLK(t) = 78,75{1-EXP[-0,67(t-(-0,18)]} cm. Perbedaan karakteristik habitat Musi Rawas yang sebagian besar wilayahnya cenderung berbukit dibandingkan dengan Musi Banyuasin yang merupakan daerah rawa banjiran serta upaya penangkapan labi-labi di Musi Banyuasin yang cenderung lebih besar diduga berpengaruh terhadap variasi parameter pertumbuhan A. cartilaginea di kedua wilayah tersebut. Kata kunci: A. cartilaginea, karakteristik habitat, labi-labi, parameter pertumbuhan Pengantar Labi-labi (A. cartilaginea Boddaert, 1770) merupakan salah satu spesies kura-kura Trionychidae yang memiliki sebaran merata di Sumatera Selatan, mulai dari dataran tinggi hingga dataran rendah mengingat 93,05% wilayahnya merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi yang berpotensi sebagai habitat labi-labi (Oktaviani et al., 2008). Labi-labi merupakan spesies kura-kura air tawar bercangkang lunak yang telah menjadi komoditas perikanan yang penting di Sumatera Selatan. Adanya nilai ekonomis labi-labi menyebabkan spesies tersebut telah diperdagangkan dan diekspor (Kusrini et al., 2009), namun Sari (2012) menyebutkan volume perdagangan labi-labi terus mengalami penurunan 15 tahun terakhir yang mengindikasikan penurunan populasinya di alam. Oleh karena itu, Convention on International Trade in Endangered of Wild Fauna and Flora (CITES) sejak tanggal 12 Januari 2005 telah memasukkan A. cartilaginea dalam Appendix II CITES sehingga pemanfaatannya diatur dengan prinsip non detrimental findings (NDF) yang salah satunya diterjemahkan dalam bentuk sistem kuota tangkap maupun ekspor (CITES 2013). Sebelumnya, status konservasi A. cartilaginea telah masuk dalam kategori vulnerable (rentan) pada Red Data Book IUCN (IUCN, 2010). Pemanfaatan labi-labi di Sumatera Selatan telah berlangsung sejak lama (Oktaviani et al., 2006), bahkan Sumatera Selatan telah tercatat sebagai salah satu provinsi pemasok A. cartilaginea di Indonesia (Samedi & Iskandar, 2000). Permasalahan yang terjadi adalah masih adanya pelanggaran terhadap aturan CITES, baik kuota tangkap atau batasan ukuran labi-labi yang diperbolehkan untuk ditangkap (Sentosa et al., 2013). Hal tersebut tentu akan mengancam kelestarian A. cartilaginea karena labi-labi yang diperdagangkan masih dalam taraf pengambilan langsung dari alam (Shepherd, 2000). Informasi dasar mengenai data biologi dan populasi A. cartilaginea di Sumatera Selatan masih diperlukan dalam rangka pengelolaan spesies tersebut dan sebagai data dukung bagi delegasi Indonesia dalam pertemuan tahunan CITES. Penelitian terkait A. cartilaginea di Sumatera Selatan sudah dilakukan oleh Kasmiruddin (1998), Oktaviani & Samedi (2008), Oktaviani et al. (2008), Mumpuni & Riyanto (2010) dan Sentosa et al. (2013). Karakteristik habitat diduga berpengaruh terhadap beberapa aspek biologi dan populasi satwa liar, termasuk labi-labi (Alikodra, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi parameter pertumbuhan A. cartilaginea di Kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan yang secara umum memiliki karakteristik habitat yang berbeda. Hasil penelitian Semnaskan_UGM / Biologi Perikanan (BP-14) - 267
BP-14
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014 tersebut diharapkan dapat menambah khazanah data dan informasi ilmiah mengenai populasi A. cartilaginea di Sumatera Selatan. Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan berbasis pada catatan enumerator yang dipilih secara snowball sampling di Kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2013 mengikuti Riyanto & Mumpuni (2003) dan Sentosa et al. (2013) (Gambar 1). Enumerator tersebut merupakan pengumpul labi-labi tingkat pertama yang menerima hasil tangkapan labi-labi dari alam secara langsung dari penangkapnya.
Gambar 1. Lokasi enumerator A. cartilaginea di Kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin. Jenis data yang dicatat enumerator meliputi ukuran morfologi, asal lokasi tangkap dan jumlah tangkapan A. cartilaginea dengan identifikasi mengacu pada Ernst & Barbour (1989), Iskandar (2000) dan Das (2010). Morfologi yang diukur meliputi panjang lengkung karapas (PLK), lebar lengkung karapas (LLK) dan berat tubuh (Kusrini et al., 2009). Data morfologi yang digunakan untuk analisis pertumbuhan labilabi adalah data PLK yang diukur mulai anterior sampai posterior bagian tengah karapas labi-labi (Gambar 2) (Oktaviani et al., 2008).
268 - Semnaskan_UGM / Agus Arifin Sentosa dan Astri Suryandari
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
Gambar 2. Pengukuran panjang lengkung karapas A. cartilaginea. Data panjang lengkung karapas (PLK) yang diperoleh dari pengukuran langsung dan data enumerator kemudian dikelompokkan dalam suatu tabel distribusi frekuensi panjang untuk mengetahui parameter pertumbuhan labi-labi yang dianalisis menggunakan model pertumbuhan von Bertalanffy (Sparre & Venema, 1999; Effendie, 2002) dengan persamaan matematis sebagai berikut:
Metode penentuan PLK asimtot (PLK∞) dan koefisien pertumbuhan (K) diduga menggunakan subprogram ELEFAN I yang terdapat pada paket perangkat lunak FiSAT II (Gayanilo et al., 2005). Rumus tersebut telah digunakan Macale et al. (2009). Umur teoritis (to) diduga menggunakan persamaan empiris Pauly (1983) dengan rumus sebagai berikut:
Penentuan kelompok umur (kohort) dilakukan pemisahan distribusi normal data frekuensi panjang dengan metode gerak maju modus dengan metode Bhattacharya menggunakan paket program FiSAT II (Gayanilo et al., 2005). Umur maksimum labi-labi diduga dengan persamaan menurut Gayanilo & Pauly (1997) sebagai berikut:
Hasil dan Pembahasan Hasil Total tangkapan labi-labi yang terdapat pada catatan enumerator selama periode Januari hingga Desember 2013 adalah sebanyak 1359 ekor di Kabupaten Musi Banyuasin dan 1354 ekor di Kabupaten Musi Rawas dengan sebaran PLK disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan sebaran PLK diketahui bahwa labi-labi yang tertangkap di Kabupaten Musi Banyuasin didominasi oleh kelas ukuran PLK 20 – 30 cm (42,24%), sedangkan untuk Kabupaten Musi Rawas didominasi oleh kelas ukuran PLK 30 – 40 cm (35,30%). Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa labi-labi yang tertangkap di Musi Rawas cenderung memiliki kelas ukuran PLK yang lebih besar dibandingkan dari Musi Banyuasin. Berdasarkan metode Bhattacharya diketahui bahwa sebaran PLK labi-labi berdistribusi normal dengan hanya terdapat satu kelompok umur.
Semnaskan_UGM / Biologi Perikanan (BP-14) - 269
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
Gambar 3. Sebaran kelas ukuran PLK A. cartilaginea yang tertangkap di Kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin selama tahun 2013. Parameter pertumbuhan von Bertalanffy untuk labi-labi di Musi Rawas dan Musi Banyuasin disajikan pada Tabel 1. Secara umum, nilai parameter pertumbuhan labi-labi di kedua kabupaten tersebut tidak jauh berbeda. Ukuran PLK∞ labi-labi di Musi Rawas cenderung lebih panjang dibandingkan yang tertangkap di Musi Banyuasin dengan umur maksimum yang lebih lama juga, namun kecepatan pertumbuhan labi-labi Musi Rawas relatif lebih lambat dibanding Musi Banyuasin. Model kurva pertumbuhan von Bertalanffy untuk masing-masing labi-labi tersebut dapat dihitung dengan memasukkan parameter tahun (Gambar 4). Tabel 1. Nilai parameter pertumbuhan von Bertalanffy A. cartilaginea di Kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin. PLK∞ K to tmax Persamaan Pertumbuhan No. Kabupaten -1 (cm) (tahun ) (tahun) (tahun) (cm) 1. Musi Rawas 89,25 0,59 -0,20 4,83 PLK(t) = 89,25{1-EXP[-0,59(t-(-0,20)]} 2. Musi Banyuasin 78,75 0,67 -0,18 4,25 PLK(t) = 78,75{1-EXP[-0,67(t-(-0,18)]}
Gambar 4. Kurva pertumbuhan A. cartilaginea di Kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin. 270 - Semnaskan_UGM / Agus Arifin Sentosa dan Astri Suryandari
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
Pembahasan Penggunaan persamaan pertumbuhan von Bertalanffy telah umum digunakan dalam menduga model pertumbuhan ikan dan organisme perairan lainnya dengan basis data frekuensi panjang dan umur (Sparre & Venema, 1999). Labi-labi dari ordo Testudinata yang walaupun secara fisiologi berbeda dengan ikan, namun secara umum model pertumbuhan labi-labi sejalan dengan model pertumbuhan von Bertalanffy (Lindeman, 1997; Lagarde et al., 2001). Oleh karena itu, analisis persamaan pertumbuhan von Bertalanffy ini digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan labi-labi (A. cartilaginea) yang tertangkap di Kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin. Beberapa penelitian terkait pertumbuhan organisme Testudinata umumnya menggunakan panjang plastron yang berada di bagian posterior karapas sebagaimana dilakukan oleh Lindeman (1999) dan Macale et al. (2009), tetapi penggunaan panjang lengkung karapas (PLK) dinilai lebih praktis dan mudah untuk dilakukan pengukuran karena berada di bagian anterior karapas. Penggunaan PLK tersebut mengacu kepada Lovich et al. (2011). Pendugaan parameter kurvatur PLK∞ dan K bagi labi-labi dilakukan dengan asumsi bahwa pertumbuhan organisme akan mencapai suatu batas ukuran tertentu dan sampel yang diperoleh dari pengumpul dianggap sebagai sampel acak. Penelitian ini menggunakan data catatan enumerator di Kabupaten Musi Rawas dan Musi Banyuasin karena relatif sulit untuk memperoleh sampel labi-labi secara langsung di alam dan juga mengingat keterbatasan peneliti yang tidak selalu berada di lokasi penelitian. Ukuran PLK labi-labi yang tertangkap tersebut dapat dianggap sebagai spesimen liar yang merepresentasikan ukurannya di alam mengingat labi-labi tersebut langsung diukur di pengumpul pertama yang juga berperan sebagai enumerator. Walaupun demikian, hasil analisis tidak selalu menggambarkan struktur populasi yang sebenarnya di alam, namun bias tersebut dapat diminimalisasi dengan jumlah data ukuran PLK labi-labi yang banyak dan relatif mewakili kelas ukuran tertentu (Macale et al., 2009). Berdasarkan data catatan enumerator diketahui bahwa labi-labi yang tertangkap di Musi Rawas dan Musi Banyuasin relatif beragam dan berdistribusi normal dari kelas ukuran yang dianggap sebagai remaja/juvenil (PLK 6 – 19,9 cm), dewasa muda/sub-adult (20 – 24,9 cm) dan dewasa/adult (≥ 25 cm) (Kusrini et al., 2007) walaupun menurut metode Bhattacharya diduga hanya terdapat satu kelompok umur. Berdasarkan sebaran nilai PLK terlihat bahwa labi-labi yang tertangkap di Musi Rawas cenderung berukuran lebih besar dibandingkan dari Musi Banyuasin. Hal tersebut juga didukung dengan nilai parameter pertumbuhan von Bertalanffy yang menunjukkan adanya variasi Labi-labi di Musi Rawas diduga akan mencapai ukuran PLK hingga 89,25 cm pada umur yang sangat tua (tidak terbatas) sedangkan yang di Musi Banyuasin hanya mencapai ukuran PLK 78,75 cm. Secara umum nilai PLK∞ keduanya tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Lim & Das (1999) yang mencapai 83 cm. Iskandar (2000) menyebutkan bahwa diameter punggung labi-labi dapat mencapai 100 cm, meskipun umumnya hanya hingga 60 cm saja. Nilai PLK∞ labi-labi di Musi Rawas yang lebih tinggi dibandingkan di Musi Banyuasin diduga terkait perbedaan karakteristik habitat labi-labi di antara keduanya. Secara umum, karakteristik habitat di Musi Banyuasin berupa daratan rendah dan rawa banjiran sehingga diduga hal tersebut akan memudahkan labi-labi untuk tertangkap, sedangkan karakteristik habitat di Musi Rawas walaupun terdapat daerah rawa tetapi cenderung berbukit sehingga daerah jangkauan untuk menangkap labi-labi menjadi relatif lebih kecil dan labi-labi menjadi sulit untuk tertangkap. Akibatnya, labi-labi di Musi Rawas mampu untuk hidup lebih lama hingga mencapai panjang asimtot yang lebih besar dibandingkan di Musi Banyuasin. Hal tersebut juga dibuktikan dengan nilai umur maksimum labi-labi di Musi Rawas yang relatif lebih lama dibandingkan di Musi Banyuasin. Laju eksploitasi yang semakin meningkat juga diduga akan menurunkan nilai panjang asimtot karena hewan tidak memiliki kesempatan untuk tumbuh (Sparre & Venema, 1999). Walaupun Macale et al. (2009) menyebutkan bahwa tekanan penangkapan tidak berdampak bagi laju pertumbuhan (K), namun studi kasus labi-labi di Musi Banyuasin dengan tekanan penangkapan yang relatif tinggi cenderung memiliki nilai K yang lebih tinggi dibanding di Musi Rawas. Hal tersebut diduga merupakan strategi adaptasi labi-labi di Musi Banyuasin untuk mempertahankan keberadaannya yang tentu didukung oleh
Semnaskan_UGM / Biologi Perikanan (BP-14) - 271
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014 karakteristik habitat Musi Banyuasin yang sebagian besar berupa rawa yang mendukung pertumbuhan labi-labi di daerah tersebut. Secara umum, nilai dugaan parameter pertumbuhan labi-labi di Musi Rawas dan Musi Banyuasin tersebut hanya merupakan gambaran sekilas dari kondisi populasi labi-labi di kedua wilayah tersebut. Perbedaan nilai dugaan parameter pertumbuhan tersebut masih bersifat umum karena hanya berdasarkan data frekuensi PLK labi-labi yang tertangkap dan tercatat di enumerator. Pertumbuhan kurakura atau labi-labi dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin dan kondisi lingkungan habitatnya (Aresco & Guyer, 1999) sehingga dalam analisis sebaiknya dipisah antara jantan dan betina. Lovich et al. (1998) menyebutkan bahwa perbedaan kelamin, tingkat matang kelamin, umur, tekanan penangkapan dan variasi lingkungan berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan labi-labi dan bangsa kura-kura lainnya. Macale et al. (2009) menyebutkan bahwa perubahan lingkungan, baik itu oleh pencemaran, perubahan habitat, tekanan manusia dan penangkapan secara ilegal dapat menekan populasi dan diduga akan berpengaruh terhadap parameter pertumbuhan yang merupakan bagian dari kajian dinamika populasi. Oleh karena itu, pemantauan populasi dan parameter pertumbuhan labi-labi secara berkala diperlukan dalam rangka pengelolaan populasinya sehingga keberadaannya dapat lestari dan berkelanjutan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Pertumbuhan labi-labi (Amyda cartilaginea) di Kabupaten Musi Rawas dirumuskan sebagai PLK(t) = 89,25{1-EXP[-0,59(t-(-0,2)]} cm dan di Musi Banyuasin sebagai PLK(t) = 78,75{1-EXP[-0,67(t-(-0,18)]} cm dengan ukuran PLK labi-labi di Musi Rawas relatif lebih besar dibandingkan di Musi Banyuasin. Variasi parameter pertumbuhan antarwilayah tersebut diduga terkait dengan faktor karakteristik habitat dan tekanan eksploitasi. Saran Perlu analisis data frekuensi PLK labi-labi yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin agar dugaan nilai parameter pertumbuhan dapat lebih spesifik mengingat pertumbuhan labi-labi terkait dengan perbedaan jenis kelamin. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada para enumerator atas bantuannya dalam mengumpulkan data PLK labi-labi. Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian “Penelitian Biologi, Dinamika Populasi dan Habitat LabiLabi (Amyda cartilaginea) untuk Mendukung Evaluasi Penetapan Status Perlindungannya di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur”, Tahun Anggaran 2013 di Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan. Daftar Pustaka Alikodra, H. S. 2010. Teknik pengelolaan satwa liar dalam rangka mempertahankan keanekaragaman hayati Indonesia. IPB Press. Bogor. 368 p. Aresco, M. J. & C. Guyer. 1999. Growth of the tortoise Gopherus polyphemus in slash pine plantations of southcentral Alabama. Herpetologica 55 : 499-506. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). 2013. http://checklist.cites.org. [20 Februari 2013]. Das, I. 2010. A field guide to the reptiles of South-East Asia. New Hollan Publisher Ltd. London. 376 p. Effendie, M. I. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 p.
272 - Semnaskan_UGM / Agus Arifin Sentosa dan Astri Suryandari
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
Ernst, C. H. & R. W. Barbour. 1989. Turtle of the world. Smithsonian Intitution Press. Washington DC and London: 96 – 110. Iskandar, D. T. 2000. Kura-kura dan buaya Indonesia dan Papua Nugini dengan catatan mengenai jenisjenis di Asia Tenggara. PAL Media Citra, Bandung. 191 p. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). 2010. IUCN red list of threatened species. www.iucnredlist.org. [28 Juli 2010]. Gayanilo, F. C. Jr. & D. Pauly. 1997. FiSAT: FAO-ICLARM stock assessment tools. (FiSAT). Reference manual. FAO Computerized Information Series (Fisheries), Rome, 262 p. Gayanilo, F. C. Jr., P, Sparre & D. Pauly. 2005. FAO-ICLARM stock assessment tools II (FiSAT II). Revised version. User's Guide. FAO Computerized Information Series (Fisheries). No. 8, Revised version. FAO Rome. 168 p. Kasmiruddin. 1998. Morfologi dan keragaman genetik labi-labi, Amyda cartilaginea (Testudines: Trionychidae) dari Bengkulu dan Palembang. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis. 61 p. Kusrini, M. D., Y. Wardiatno, A. Mashar, & N. Widagti. 2007. Upaya konservasi satwa langka: kura-kura belawa (Amyda cartilaginea, Boddaert 1770). Laporan Penelitian. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat. Bandung. Kusrini, M. D., A. Mardiastuti, B. Darmawan, Mediyansyah & A. Muin. 2009. Laporan sementara survei pemanenan dan perdagangan labi-labi di Kalimantan Timur. NATURE Harmony. Bogor. 43 p. Lagarde, F., X. Bonne, B. T. Henen, J. Corbin, K. A. Nagy & G. Naulleau. 2001. Sexual size dimorphism in steppe tortoises (Testudo horsfieldi): growth, maturity, and individual variation. Can. J. Zool. 79: 1433–1441. Lim, B. L. & I. Das. 1999. Turtles of Borneo and Peninsular Malaysia. Natural History Publications (Borneo), Sdn. Bhd. Kota Kinabalu. 151 p. Lindeman, P. V. 1999. Growth curves for Graptemys, with a comparison to other Emydid turtles. Am. Midl. Nat. 142: 141-151. Lovich, J. E. C. H. Ernst, R. T. Zappalorti & D. W. Herman. 1998. Geographic variation in growth and sexual size dimorphism of bog turtles (Clemmys muhlenbergii). American Midland Naturalist Vol. 139 (1) : 69-78 Lovich, J. E., J. R. Ennen, S. Madrak, K. Meyer, C. Loughran, C. Bjurlin, T. R. Arundel, W. Turner, C. Jones & G. M. Groenendaal. 2011. Effects of wind energy production on growth, demography, and survivorship of a desert tortoise (Gopherus agassizii) population in Southern California with comparisons to natural populations. Herpetological Conservation and Biology 6 (2): 161-174. Macale, D., M. Scalici & A. Venchi. growth, mortality and longevity of the egyptian tortoise Testudo kleinmanni Lortet, 1883. Israel Journal of Ecology & Evolution Vol. 55: 133 – 147. Mumpuni & A. Riyanto. 2010. Harvest, population and natural history of shoft-shell turtle (Amyda cartilaginea) in South Sumatera, Jambi and Riau Provinces, Indonesia. A Report to APEKLI. Research Center for Biology, Indonesian Institute of Sciences (LIPI). 26 p. Oktaviani, D. S. Schope & M. D. Kusrini. 2006. Kura-kura air tawar sebagai komoditas perikanan di Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Forum Perairan Umum Indonesia III Palembang: 72 – 79.
Semnaskan_UGM / Biologi Perikanan (BP-14) - 273
Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
Oktaviani, D., N. Andayani, M. D. Kusrini & D. Nugroho. 2008. Identifikasi dan distribusi jenis labi-labi (Famili: Trionychidae) di Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 14 (2): 145 – 157. Oktaviani, D. & Samedi. 2008. Status pemanfaatan labi-labi (Famili: Trionychidae) di Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 14 (2): 159 – 171. Pauly, D. 1983. Some simple methods for the assessment of tropical fish stocks. FAO Fisheries Technical Paper (254): 52 p. Riyanto, A. & Mumpuni. 2003. Metoda survei dan pemantauan populasi satwa: Kura-Kura, Bidang Zoologi. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong. 24 p. Samedi & D. T. Iskandar. 2000. Freshwater turtle and tortoise conservation and utilization in Indonesia. In van Dijk, P.P., Stuart, B.L. & A.G.J. Rhodin (eds.). Asian Turtle Trade: Proceedings of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs, 2: 106-111. Sari, M. 2012. Karakteristik habitat tangkap dan parameter demografi populasi panenan labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert 1770) di Provinsi Kalimantan Tengah. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tesis. 100 p. Sentosa, A. A., D. Wijaya & A. Suryandari. 2013. Karakteristik populasi labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) yang tertangkap di Sumatera Selatan. Jurnal Biologi Indonesia 9 (2): 175 – 182. Shepherd, C.R. 2000. Export of live freshwater turtles and tortoises from North Sumatera and Riau, Indonesia: a case study. Chelonian Research Monograph 2: 112-119. Sparre, P. & S. Venema. 1999. Introduction to tropical fish stock assesment. (Introduksi pengkajian stok ikan tropis, alih bahasa: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan). Buku 1: Manual. Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. 438 p. Tanya Jawab Penanya Pertanyaan Jawaban
: Namastra Probosunu : Apakah ada parameter habitat/ lingkungan yang berpengaruh terhadap perubahan nilai parameter pertumbuhan labi-labi? : Belum dapat dipastikan parameter habibat yang berpengaruh karena baru sebatas dugaan/analogi, bisa jadi faktor tutupan vegetasi dan pola tata guna lahan yang berpengaruh mengingat terkait langsung dengan habitat utama dan ketersediaan makanan bagi labi-labi.
274 - Semnaskan_UGM / Agus Arifin Sentosa dan Astri Suryandari