USULAN MENURUNKAN DEFECT DELAMINATION OUTSOLE TO UPPER DI PT.NIKOMAS GEMILANG DIVISI adidas DENGAN METODE FMEA DAN AHP TAUFIK ANSORI (2004-21-102) Jurusan Teknik Industri,
Universitas Indonusa Esa Unggul. ABSTRAK PT.Nikomas Gemilang adalah salah satu sub-kontraktor bagi merek alat olahraga ternama adidas yang memproduksi alas kaki berbagai jenis. Dalam rangka meningkatkan mutu produk sesuai tuntutan konsumen atau buyer PT.Nikomas Gemilang Divisi adidas terus melakukan peningkatan kualitas dan menekan jumlah cacat produk serendah-rendahnya. Untuk mengetahui jenis cacat yang mendominasi pada proses pembuatan alas kaki tersebut dilakukan pengolahan data menggunakan diagram pareto, sehingga didapat cacat kegagalan fungsi perekat atau delamination outsole to upper sebagai cacat yang paling dominan dengan persentase sebesar 31% dan bagian gedung 17 sebagai penyumbang cacat terbanyak dengan 21%. Selanjutnya melakukan sumbang saran atau brainstorming dengan semua pihak yang terkait dalam proses produksi di gedung 17. Semua kemungkinan penyebab utama di tinjau dari man, methode, meachine, measurement dan environtment di analisa langsung di lokasi produksi dengan menggunakan fishbone diagram. Setelah melakukan analisa dengan menggunakan Critical to Quality (CTQ) dan Failure Mode and Effect Analyze yang didahului dengan diskusi lebih lanjut disimpulkan bahwa defect delamination outsole to upper disebabkan oleh penggunaan jenis lem yang kurang tepat. Selanjutnya pengolahan data dengan menggunakan Analitycal Hierarchy Process yang bertujuan mencari jenis lem yang terbaik dari 3 jenis lem yang ada di tinjau dari kriteria dukungan teknisi,harga,efisiensi pemakaian,kekuatan daya rekat dan keramahan terhadap lingkungan di simpulkan bahwa jenis atau nama dagang lem HY sebagai yang terbaik dengan skor tertinggi yaitu 0.394. PENDAHULUAN Dalam usaha memenangkan persaingan dalam bisnis, setiap perusahaan harus berupaya secara terus menerus meningkatkan kualitas produk dan menekan jumlah defected product atau produk cacat. Apabila terjadi gangguan pada kualitas dengan kata lain produk cacat meningkat,hal ini langsung akan menurunkan keuntungan , kepercayaan dan kepuasan pelanggan PT.Nikomas Gemilang adalah salah satu sub-kontraktor bagi merek ternama adidas yang memproduksi alas kaki berbagai jenis olahraga dan umur. Dalam rangka meningkatkan mutu produk sesuai tuntutan konsumen atau buyer dalam hal ini adidas, PT.Nikomas Gemilang Divisi adidas terus melakukan peningkatan kualitas dan menekan jumlah cacat produk serendah-rendahnya . Salah satu defect yang dominan terjadi saat ini adalah delamination outsole to upper dimana perusahan sedang melakukan usaha menekan jumlah defect ini dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analyse dan Analythical Hierarchy Process. Dari hasil pembahasan awal dengan menggunakan fishbone diagram disimpulkan bahwa salah satu root cause dari defect delamination outsole to upper adalah penggunaan jenis lem yang tidak tepat. Root cause tersebut di bahas lebih lanjut menggunakan FMEA dan AHP, sehingga di dapat jenis lem yang paling ideal yang dengan demikian mampu menurunkan defect delamination outsole to upper.
i
LANDASAN TEOR FMEA FMEA proses adalah teknik analisa proses manufacture atau perakitan dimana di dalamnya memuat modus kegagalan potensial dan penyebab kegagalan mekanis yang muncul pada proses produksi tersebut.Masingmasing item dari semua sistem yang ada,sub sistem,dan semua komponen harus di evaluasi. Secara sistematik pendekatan dilakukan paralel,formal,dan semua dokumen yang terkait dengan egineer yang melalui beberapa desain proses. FMEA berguna untuk antara lain :
•
Mengidentifikasi fungsi dari proses dan requierement
•
Mengidentifikasi potensial produk dan hubungan antara proses dengan modus kegagalan.
•
Menaksir efek kegagalan potensial pada konsumen
•
Mengidentifikasi proses potensial atau yang berfokus mengurangi tingkat occurrence atau deteksi dari kondisi kegagalan.
•
Mengidentifikasi variabel proses yang berfoksu pada proses kontrol
•
Mengembangkan peringkat dari modus kegagalan potensial yang di dapat dari dari sistem untuk pencegahan pertimbangan aksi yang diambil
•
Dokumentasi dari hasil proses produksi atau proses perakitan
FMEA proses adalah sebuah living document dan di gunakan sebagai awal untuk : •
Sebelum dan sesudah tahap kelayakan proses
•
Prioritas tooling untuk produksi
•
Pengambilan laporan semua produksi,dari bentuk per part komponent sampai perakitan.
Pada tahap awal dan analisa dari peninjauan kembali proses yang meningkatkan anstisipasi,pemechan ulang,atau monitor potensial proses yang berfokus pada tahap rencana produksi kedalam model baru atau kompoen program.FMEA proses berasumsi bahwa produk yang telah di desain merupakan bagian dari FMEA desain.Modus kegagalan potensial dapat terjadi karena desain mempunyai kelemahan yang mungkin masih terdapat didalam FMEA proses.Efek dari kegagalan dan pencegahannya sudah dijabarkan dalam FMEA desain.FMEA proses tidak sepenuhnya percaya bahwa perubahan desain produk dapat mengatasi kelemahan proses. Langkah-langkah membuat FMEA proses:
1. FMEA number : Tuliskan nomor dokumen 2.
System,subsystem,component name and number: Indikasi level yang tepat dari sebuah analisa dan tulis nama dan nomor dari fungsi sistem,subsistem,atau kompoenen yang sedang dianalisa.
3. Design Responsibility : Tulis nama departemen,grup dan suplier jika produk di buat oleh suplier. 4. Prepared by : Tuliskan nama,nomor telephone atua engineer yang terlibat. 5. Model years : Tuliskan tahun pembuatan 6. Key Date : Tuliskan awal pembuatan dari FMEA 7. FMEA date : Tuliskan tanggal selesainya FMEA
ii
8. Core Team : Tuliskan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan MEA 9. Item/Function : Tuliskan nama atau informasi lain yang berhubungan dari item yang sedang di analisa.
10. Potential Failure Mode : Modus kegagalan potensial yang didefinisikan sebagai proses yang potensial akan menimbulkan kegagalan pada proses produksi
11. Potential Effect of Failure : Adalah efek yang ditimbulkan oleh adanya modus kegagalan potensial pada konsumen.
12. Severity : Adalah peringkat yang menunjukkan efek yang serius yang berasal dari modus kegagalan. 13. Classification : Kolom yang digunakan untuk mengklasifikasikan beberapa jenis produk khusus atau mempunyai karakteristik proses yang khusus.
14. Potensial Cause atau Mechanism of Failure : Adalah bagaimana sebuah kegagalan dapat terjadi dan menjelaskan sesuatu yang dapat mengkoreksi atau mengkontrol.
15. Occurrence : Adalah sesuatu yang secara spesifik menerangkan rata-rata kegagalan yang terjadi. 16. Current Process Control : Suatu penjelasan yang menerangkan sebuah kontrol
yang dapat
mendeteksi modus kegagalan yang akan terjadi.
17. Detection : adalah peringkat yang menerangkan deteksi terbaik yang dapat mengontrol terjadinya kegagalan.
18. Recommended Action : Perkiraan dari seorang engineer untuk mengurangi atau mencegah terjadinya suatu kegagalan yang didasarkan terhadap nilai RPN tertinggi ,severity tertinggi atau yang lainnya yang di desain oleh sebuah sistem.Rumus perhitungan RPN adalah :
RPN= (Severity)(Occurance)(Detectability)
19. Responsible for the recommended action : Tuliskan masing-masing pemenuhan untuk pencapaian rekomendasi aksi.
20. Action taken : Setelah aksi di terapkan pada proses,tulis secara jelas aksi actual dan tanggal efektivenya.
21. Action Result : Setelah pencegahan atau koreksi aksi yang telah diidentifikasi ,lakukan peramalan dan catat hasil severity,accorrence dang peringkat dari deteksi.Kalkulasi dan catat hasil RPN. Dibawah ini skala penilain yang digunakan dalam memberikan penilain untuk occurance,severity dan detectability . Tabel 2.1 Skala penilaian occurrence.
iii
PR O B A B ILITA S K EG A G A L ANNILA I
S a n ga t tin g g i : K e g a g a la n h a m p ir tid a k b is a d ih in d a r k a n ( V e r y h ig h ,a lm o s tin e vita 1b 0le,9fa ilu r e ) T in g g i : K e g a g a la n s e r in g te rja d i ( H ig h ,r e p e a te d 8 ,7 fa ilu r e ) S e d a n g : K e g a g a la n ya n g te r ja d i k a d a ng k a d a ng , te ta p i tid a k d a la m p o rs i y a n g b e s a r a ta u m a jo r .( m o d e ra te , o c c a s io n a l fa ilu6 ,5 r e ,4 ) R e n d a h : H a n y a k e g a g a la n te r te n tu y a ng te r ja d i 3 ( lo w re la tiv e ly fe w fa ilu r e ) S a n g a t R e n d a h : K e g a g a la n y a n g h a m p ir b is a d i 2 id e n tifik a s i H a m p ir tid a k te r ja d i : K e g a g a la n tid a k d i k e ta h u i , tid a k a d a p e n g a la m a n g a ga l ( R e m o te ,fa ilu r e is 1 un lik e ly )
Tabel 2.2 Skala Penilaian Severity. AKIBAT
KRITERIA BAHAY AKIBAT KEGAGALAN
Berbahaya tanpa ada peringatan
C acat dapat merusak mesin produksi dan dapat menyebabkan kematian pada karyawan,kegagalan 10 terjadi tanpa ada peringatan
Berbahaya dengan ada peringatan
NILAI
C acat dapat merusak mesin produksi dan dapat menyebabkan cedera pada karyawan,kegagalan terjadi dengan di dahului peringatan Sangat mengganggu produksi ,100% produk kemungkinan harus di buang.Produk tidak sesuai Sangat tinggi spesifikasi Agak mengganggu produksi.Produk mengalami cacat sehingga dilakukan penyortiran dan sebgian harus Tinggi dimusnahkan Sedikit mengganggu produksi,sebagian produk harus Sedang dibuang tanpa disortir terlebih dahulu
Rendah
9
8
7 6
Agak mengganggu produksi.produk harus dirework 5 atau di perbaiki,produk berkualitas rendah
Sedikit mengganggu produksi.Produk mengalami cacat sehingga dilakukan penyortiran dan sebgian harus di rework.Gangguan defect dapat dirasakan 4 oleh kebanyakan karyawan. Agak mengganggu produksi.Produk mengalami cacat sehingga dilakukan penyortiran dan sebgian harus di K ecil rework.Gangguan defect dapat dirasakan oleh rata 3 Agak mengganggu produksi.Produk mengalami cacat sehingga dilakukan penyortiran dan sebgian harus di rework.Gangguan defect dapat dirasakan oleh 2 Sangat K ecil karyawan yang teliti. Tidak ada effect 1 Tidak ada effect Sangat Rendah
Tabel 2.3
Skala penilaian untuk Detecabilite
(K R ITER IA) Ke mungk inan cacat bis a di de te k s i ole h pros e s control yanga ada,se be lum di pros e s le bih D ETEK SI lanjut,atau s e be lum produk dikirim ke cus tome N ILAI r H a m p ir tid a k b is a d id e te k s i T id a k d i k e ta hui c o ntro l d a p a t m e nd e te k s i k e ga ga1 0la n S a nga t k e c il K e c il
S a nga t k e c il k e m a m p ua n c o ntro l ya ng d a p a t m e nd e te k s i k e ga ga la n 9 K e c il k e ma m p ua n c o ntro l untuk m e nd e te k s i k e ga ga 8 la n
S a nga t R e ndSa ahnga t re nd a h k e m a m p ua n c o ntro l untuk m e nd e te k s i 7k e ga ga la n R e nd a h k e m ungk ina n c o ntro l y a ng a d a d a p a t m e nd e te k s i k e ga ga la n 6 S e d a ng k e m ungk ina n c o ntro l ya ng a d a d a p a t m e nd e te k s i S e d a ng k e ga ga ln 5 A ga k b e s a r k e m ungk ina n c o ntro l ya ng a d a d a p a t m e nd e te k s i A ga k b e s a r k e ga ga la n 4 B e s a r k e m ungk ina n c o ntro l ya ng a d a d a p a t m e nd e te k s i B e sa r k e ga ga la n 3 S a nga t b e s a r k e m ungk ina n c o ntro l ya ng a d a d a p a t me nd e te k s i S a nga t B e s a r k e ga ga la n 2 H a m p ir p a sti k e m ungk ina n c o ntro l d a p a t m e nd e te k si H a m p ir p a s ti k e ga ga la n 1 R e nd a h
Analytic Hieararchy Process (AHP)
iv
Analytic Hierarchy Process adalah suatu structure teknik dalam menyelesaikan pengambilan keputusan yang komplek. Dengan AHP membantu pembuat keputusan menemukan satu pilihan terbaik yang memenuhi kriteria dan memahami permasalahan yang ada. AHP dikembangkan oleh Thomas L.Saaty pada era 70 an yang terus dikembangkan dan di pelajari setelah itu. AHP memberikan sebuah pemahaman dan kerangka perbandingan yang terstruktur atas keputusan yang akan diambil
dalam
satu
permasalahan,
mewakilkan
dan
memberikan
bobot
terhadap
elemen
yang
dimiliki,menghubungkan elemen yang bersangkutan dengan tujuan secara umum,dan mengevaluasi pilihan keputusan. Ciri khas suatu AHP adalah digunakannya model yang salah satu fungsinya untuk penyederhanaan masalah. Langkah-langkah metode AHP adalah: 1.
Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2.
Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan subtujuan-
subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yan menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masingtujuan kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan bersadarkan ”judgment” dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgment seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5.
Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
6.
Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10% maka penilaian data judgment harus diperbaiki Dengan naluri, manusia dapat memperkirakan besaran sederhana melalui inderanya. Proses yang mudah adalah dengan membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan elemen,Saaty(1980) menetapkan skala kuantitatif 1 sampai 9 seperti tabel dibawah ini. Tabel 2.3: Skala penilaian perbandingan berpasangan.
v
IN T E N SIT A S K E PEN TIN GA N 1
K E T E R A N GA N
Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lainnya Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari elemen yang lainnya Satu elemen mutlak lebih penting dari
3 5 7 9
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktivitas I mendapat satu angka dibanding aktivitas j,maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i.
2,4,6,8 Kebalikan
Skala nilai diatas digunakan untuk mengisi nilai matrik perbandingan berpasangan yang akan menghasilkan prioritas (bobot/nilai kepentingan) masing-masing kriteria atau subkriteria.
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA Tabel 4.3: Data produksi PT.Nikomas Gemilang Bulan Mei-September 2009 (dalam satuan pasang)
Gedung B u la n
13
14
15
16
17
18 T o tal
M ei
4 9 0 0 0 7 3 0 0 06 3 0 0 0 4 5 5 0 0 3 7 7 0 0 8 0 0 0 0 3 4 8 2 0 0
Ju n i
3 4 3 0 0 7 5 0 0 04 5 0 0 0 4 6 7 0 0 5 4 3 0 0 5 6 4 0 0 3 1 1 7 0 0
J u li
5 6 0 0 0 5 3 0 0 07 0 0 0 0 3 2 0 0 0 4 5 3 2 2 5 6 4 3 2 3 1 2 7 5 4
A g u s tu s
1 5 0 0 0 2 7 0 0 03 4 0 0 0 1 2 9 8 0 2 3 1 0 0 4 3 3 2 1 1 5 5 4 0 1
S e p te m b e r 1 2 9 8 0 3 2 1 0 04 3 0 0 0 3 2 1 1 0 2 1 0 0 0 4 3 0 0 0 1 8 4 1 9 0 T o ta l
1 6 7 2 9 3 2 6 0 1 1 24 5 5 0 1 15 6 9 3 0 61 8 1 4 3 92 7 9 1 7 11 3 1 2 2 4 5
Tabel 4.4: Rangkuman data reject produk PT.Nikomas Gemilang divis adidas bulan Mei-September 2009
vi
Ged u n g 13
14
15
16
17
485
521
482
495
788
629
3400
D e la m in a t io n O u t s o le t o U p p5 e8 r6
351
699
747
827
501
3711
187
213
90
115
235
195
1035
100
87
92
124
81
65
549
271
89
78
120
114
105
777
104
91
92
92
44
37
460
56
78
120
131
64
73
522
B a d / D a m a g e d u p p e r m a t e ria l4 2
14
58
63
114
56
347
H e e l H e ig h t D iff e re n t O v e r C e m e n t in g W r in k le s V a m p / H e e l o ff c e n t re B r o k e n S t it c h in g
18 T o tal
R o c k in g / B a n a n a S h o e s
9
30
84
70
80
11
284
C o lo r b le e d in g O u t s o le
48
73
67
50
54
64
356
8
71
11
83
82
17
272
2090
2483
1753
11713
D iffe r e n t C o lo r T o tal
1896
1618 1873
Pareto Jenis cacat 12000
40
4000
20
2000 0
r r t s g g e le al p e t o m re n kle tin h in n tr so e ri t h e U p o t if f e rin e n t it c c e O u t mat O W em S t o e r /B t D ff g er o C en l h r e d in p om p tt U p e ig ve ok e e u p O Br p /H b le e d Bo t ain e l H r g n m o e S H l a a t io V Co a m in a /D m d Ba e la
371134001035 777 549 522 460 356 347 556 31.729.0 8.8 6.6 4.7 4.5 3.9 3.0 3.0 4.7 31.760.769.576.280.985.389.392.395.3100.0
0
10000 Jumlah Cacat
60
6000
Jumlah Cacat Percent Cum %
100
80
8000
D
12000 Percent
Jumlah Cacat
10000
Jenis Cacat (Defect )
Data Gedung
100
80
8000 60 6000 40
4000
20
2000 0 Gedung Jumlah Cacat Percent Cum %
Percent
J e n is M a s a la h S t a in U p p e r/ O u t s o le
17 2483 21.2 21.2
16 2090 17.8 39.0
13 1896 16.2 55.2
15 1873 16.0 71.2
18 1753 15.0 86.2
14 1618 13.8 100.0
0
Diagram Sebab Akibat Delamination Upper to Outsole Measurements
Material
P engukuran suhu ov en
P erso nn el
F ormulasi lem
Kurang teliti/trampil
M aterial berminy ak P engukuran kekentalan lem
Kurand Konsentrasi
M aterial tdiak mey erap lem
T idak M engiluti S O P
Delamin atio n Up per to O utsole
P enempalan tidak sesuai S O P S uhu ruang terlalu panas/dingin
P engadukan tidak rata
En v iron men t
M esin press tidak optimal
P engeleman tidak merata
Meth od s
Terlalu cepat Terlalu P anas/D ingin
Mach ines
vii
Faktor Material Faktor Mesin Faktor Metode Faktor Lingkungan
Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Cacat
Faktor Manusia
Crtical to Quality
Proporsi pengaruh terjadinya cacat
Area Score (Row Sum)
Suplier
Bagian Laboratory
Bagian Quality Control
Bagian Penempelan
Quality Matriks
Bagian Pengeleman
P ihak- Pihak yang terkait dengan Qualitas
Kurang terampil
3
3
4 2
3
15 0.071
Kurang Konsentarsi
2
2
4 2
2
12 0.057
Tidak Sesuai SOP
3
3
5 5
5
21 0.099CTQ
Formulasi/J enis/Merek Lem 5 4
5 3
5
22 0.104CTQ
Upper Material berminyak 3
4
2 3
5
17 0.08
Material Terlalu tipis/tebal2
2
4 1
3
12 0.057
Mesin Press tidak optimal 2
5
5 2
5
19 0.09CTQ
Oven terlalu panas/dingin 4
4
3 4
5
20 0.094CTQ
Conveyor terlalu cepat/lambat 2 2
3 2
1
10 0.047
Target terlalu tinggi
5
5
3 1
1
15 0.071
SOP tidak tepat
2
2
4 3
2
13 0.061
Pengeleman tidak merata 5
3
5 3
3
19 0.09CTQ
3
3 4
4
17 0.08
Suhu Ruang terlalu rendah/tinggi
3
viii
Potential Failure Mode and Effect Analysis Process Defect Delamination Outsole to Upper Componen : Shoes
Process Responsibility : Sujarmi
Page : 1 of 5
Model Years : 2009
Key Date : November,2009
Prepared by : Taufik
Core Team: Prouction,Egineering,QC,PPIC,Supplier. FMEA Number : 001
5
Rekomenda si Action
Operator kurang memahami fungsi dari SOP
Libatkan Operator 6 dalampembuatan SOP,Training
Lakukan test secara berkala tentang SOP
5 120
Training Operator tentang SOP
Semua Operator pengeleman
Proses tidak berurutan
Melengkapi semua area pengeleman 5 dengan SOP yang jelas
Pastikan SOP dapat diikuti dengan nyaman oleh operator
4 100
Training Operator tentang SOP
Semua Operator pengeleman
Proses Kontrol Deteksi
Hasil Rekomendasi Action yang dilakuka
RPN Det Occ Sev
Hasil Pengeleman tidak sesuai
Beberapa bagian tidak terlapisi lem
4
Pemenuhan Target Pencapaian
RPN
Lem menjadi kering dan tidak merekat dengan kuat
Process Kontrol Pencegahan
Detec
Proses pengeleman menjadi lama dan tidak effektif
Penyebab Potensial
Occurance
Operator Mengelem tidak mengikuti SOP yang ada
Effect Kegagalan Potensial
Class Severity
Item
Modus Kegagalan Potensial
FMEA Date: December,2009
9
Potential Failure Mode and Effect Analysis Process Defect Delamination Outsole to Upper Componen : Shoes
Process Responsibility : Sujarmi
Page : 2 of 5
Model Years : 2009
Key Date : November,2009
Prepared by : Taufik
Core Team: Prouction,Egineering,QC,PPIC,Supplier. FMEA Number : 001
Process Kontrol Pencegahan
RPN Det Occ Sev
Penyebab Potensial
RPN Detec
Jenis dan Lem tidak Formula Lem dapat tidak sesuai 6 merekat dengan Formula,Jenis dengan kuat Peruntukannya dan Merk Lem yang dipakai Merek Lem Lem hanya tertentu hanya dapat bagus untuk merekat 6 material pada jenis tertentu material
Proses Pemenuhan Hasil Rekomendasi Rekomenda Kontrol Target Action si Action Deteksi Pencapaian yang Melakukan Spesifikasi Melakukan cross Memastikan perbandinga lem yang di check setiap proses Semua Jenis n antar hasil anjurkan 5 spesifikasi yang 6 180 kontrol dan lem dari semua pengujian oleh suplier ada dengan uji deteksi merk lem dengan tidak akurat coba dilakukan spesifikasi Perbedaan Diadakan Diadakan Memastikan merek standardisazi audit proses Semua Merek dagang dan 6 merek lem dan berkala 6 216 kontrol dan lem dan semua formula material melalui tentang deteksi jenis material lem percobaan pada penggunaan dilakukan Occuran
Effect Kegagalan Potensial
Class Severity
Item
Modus Kegagalan Potensial
FMEA Date: December,2009
10
Potential Failure Mode and Effect Analysis Process Defect Delamination Outsole to Upper Componen : Shoes
Process Responsibility : Sujarmi
Page : 3 of 5
Model Years : 2009
Key Date : November,2009
Prepared by : Taufik
Core Team: Prouction,Egineering,QC,PPIC,Supplier. FMEA Number : 001
Chamber (pemanas/ Lemtidak pendingin) kering atau tidak terlalu kering sesuai suhu standard
Beberapa bagian terjadi defec Delamination
5
Bantalan mesin sudah rusak atau usang
4
Dilakukan penjadwalan pergantian bantalan
5
Pemanas atau pendingin sudah tidak berfungsi
Dilakukan 5 pengukuran suhu stiap 2 jam.
Rekomenda si Action
Pemenuhan Target Pencapaian
Pemeliharaan mesin berkala oleh bagian mekanik
Memastikan proses 5 100 kontrol dan deteksi dilakukan
Semua mesin press di bagian assembly
Pemeliharaan mesin berkala oleh bagian mekanik
Memastikan proses 5 125 kontrol dan deteksi dilakukan
Semua chamber (pemanas atau pendingin)
Hasil Action yang
RPN Det Occ Sev
Beberapa bagian terjadi defect Delamination
Proses Kontrol Deteksi
RPN
Hasil pengeleman tidak menempel secara optimal
Process Kontrol Pencegahan
Penyebab Potensial
Detec
Mesin Press tidak berfungsi secara optimal
Occuran
Effect Kegagalan Potensial
Class Severity
Item
Modus Kegagalan Potensial
FMEA Date: December,2009
i
Potential Failure Mode and Effect Analysis Process Defect Delamination Outsole to Upper Componen : Shoes
Process Responsibility : Sujarmi
Page : 4 of 5
Model Years : 2009
Key Date : November,2009
Prepared by : Taufik
Core Team: Prouction,Egineering,QC,PPIC,Supplier.
FMEA Number : 001
FMEA Date: December,2009
Beberapa bagian terjadi defec Delamination
5
Tidak tersedia pergantian secara cukup
4
Dilakukan penghitungan ulang kebutuhan perlatan pengeleman
Proses Kontrol Deteksi
Diadakan audit pergantian peralatan lem
Rekomenda si Action
Pemenuhan Target Pencapaian
Memastikan proses 5 100 kontrol dan deteksi dilakukan
Semua peralatan pengeleman
Hasil Rekomendasi Action yang
RPN Det Occ Sev
Pengolesan Lem pada permukaan sepatu tidak merata.
Process Kontrol Pencegahan
RPN
Peralatan pengelema n tidak sesuai /tidak diganti secara berkala
Penyebab Potensial
Detec
Effect Kegagalan Potensial
Occuran
Modus Kegagalan Potensial
Class Severity
Item
ii
AHP (Analitical Hierarchy Process) Analytic Hierarchy Process adalah suatu strucktur tehnik dalam menyelesaikan pengambilan keputusan yang komplek. Dengan AHP membantu pembuat keputusan menemukan satu pilihan terbaik yang memenuhi kriteria dan memahami permasalahan yang ada. Adapun dalam pembahasan ini yang menjadi tujuan dari AHP adalah pemilihan merek lem yang terbaik dari tiga alternatif merek lem yang ada. Sedangkan yang menjadi kriteria adalah dukungan teknisi,harga,efisiensi pemakaian,kekuatan daya rekat dan ramah lingkungan Untuk menentukan jenis lem yang optimal dari item dan modus kegagalan yang mempunyai RPN tertinggi dari defect delamination outsole to upper dengan metode AHP akan dibahas merek lem yang paling optimum dengan mempertimbangkan factor-faktor antara lain :
1. Dukungan Teknisi dari pihak supplier. Hal ini dapat berupa dukungan informasi,dukungan saran dan keterlibatan langsung dalam penanganan suatu masalah yang ada baik itu dalam development process maupun production process 2.
Harga. Harga menjadi pertimbangan yang menarik oleh karena semua proses harus sesuai dengan anggaran yang berikan perusahaan dalam rangka penghematan dan peningkatan keuntungan perusahaan.
3.
Efisiensi Pemakaian. Efisiensi pemakaian terkait dengan seberapa banyak lem yang digunakan untuk mendapatkan hasil kekuatan daya rekat yang diinginkan.
4.
Kekuatan Daya Rekat. Faktor ini yang menjadi tolak ukur utama dari bagus tidak nya sutau prosuk akhir dalam hal ini sepatu. Adalah kewajiban dari produsen adalah memberikan kualitas yang bagus untuk kepuasan pelanggan.
5.
Ramah Lingkungan. Sejalan dengan kebijakan semua pihak baik pemerintah maupun sector swasta dewasa ini bahwa setiap proses produksi harus lah memberikan dampak yang seminimal mungkin terhadap lingkungan dan keselamatan umat manusia pada umumnya dan pekerja pada khusunya.
4.7.1 Struktur Hierarchy Struktur hierarchy adalah gambar diagram yang menggambarkan tujuan yang dikaitkan dengan kriteria yang ada dan juga di hubungkan dengan alternatif pilihan yang tesedia . Sebagaimana yang di dapat dari FMEA bahwa nilai RPN yang tertinggi adalah merek dan jenis lem. Pada tahap AHP ini akan di cari solusi dari tiga alternatif merek lem yang ada dengan mempertimbangkan kelima kriteria yang telah dijabarkan diatas.
i
Tujuan
P e m ilih a n J e n is L e m
Alternatif (Merek Lem)
Kriteria
D u k u n g a n T e k n is i E f is ie n s i P e m a kKa iae kn u a t a n D a y a RRe akma ta h L in g k u n g a n H a rg a (H G ) (D T ) (E P ) (K D R ) (R L )
DS
NP
HY
Gambar 4.30 : Gambar Struktur Hierarchy Sebagai mana telah di uraikan di atas yang menjadi tujuan dari bahasan AHP pada penelitian ini adalah mencari merek lem yang ideal, ditinjau dari lima kriteria yang di tetapkan yaitu dukungan teknisi,harga,efisiensi pemakaian,kekuatan daya rekat,ramah lingkungan. Tiga jenis lem yang saat ini PT.Nikomas Gemilang gunakan menjadi alternatif yaitu DS,NP dan HY. 4.7.2 Matrik Perbandingan Matrik perbandingan adalah matrik yang membandingkan derajat kepentingan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain.Matrik ini diawali dengan pengumpulan data langsung di lapangan yang mlibatkan narasumber yang kompeten dibidang masing-masing sesuai dengan kriteria. Pengisian tabel perbandingan matrik menggunakan skala 1-9 dan kebalikan, artinya jika aktivitas A dibandingkan dengan aktivitas B mendapat nilai C maka aktivitas B dibandingkan dengan aktivitas A mendapat nilau 1/C. Tabel matrik perbandingan antar kriteria dan alternative dapat dilihat pada tabel.4.8 sampai 4.13 a.
Tabel matrik perbandingan Dukungan Teknisi Matrik perbandingan dukungan teknisi membandingkan ketiga merek lem yang ada yaitu DS,HY dan NP dilihat dari kemampuan ketiganya dalam membantu masalah-masalah yang bagian produksi hadapi dengan tenaga ahli yang ketiganya miliki, sehingga masalah akan dengan cepat teratasi dan produk cacat akan minimal. Data ini berdasarkan quesioner yang diberikan kepada Bapak Abdul bagian teknisi assembly sehingga data yang ada merupakan data yang dapat dipertanggung jawabkan ke akuratannya. Tabel 4.8 : Matrik Perbandingan Dukungan Teknisi
Alternatif DS HY NP
DS 1.000 0.333 4.000
HY 3.000 1.000 3.000
NP 0.250 0.333 1.000
Keterangan : DS dibandingkan dengan HY mendapat nilai 3,HY dibandingkan dengan DS mendapat nilai 1/3=0.333.
ii
b.
Tabel Matrik Perbandingan Harga. Matrik ini membandingkan kriteria harga terhadap alternatif DS,HY dan NP ditinjau dari harga jual ketiganya ke PT.Nikomas Gemilang, nara sumber bapak Jeffry bagian costing. Tabel 4.9 : Matrik Perbandingan Harga
Alternatif DS HY NP
DS 1.000 1.000 0.500
HY 1.000 1.000 0.500
NP 2.000 2.000 1.000
c. Tabel Perbandingan Efisiensi Pemakaian. Tabel matrik perbandingan efisiensi pemakaian membandingkan ketiga jenis atau merek lem ditinjau dari efisiensi pemakaian, untuk memproduksi sepatu dalam jumlah yang sama ketiganya membutuhkan jumlah lem yang berbeda, nara sumber bapak Alex bagian Continues Improvement.
Tabel 4.10 : Matrik Efisiensi Pemakaian
Alternatif DS HY NP
DS 1.000 2.000 0.250
HY 0.500 1.000 0.333
NP 4.000 3.000 1.000
d. Tabel Perbandingan Kekuatan Daya Rekat. Tabel kekuatan daya rekat membandingkan antara DS,HY, dan NP ditinjau dari daya rekat yang ketiganya mampu capai pada pengetesan yang rutin dilakukan oleh bagian laboratory. Nara sumber bapak Hengky kepala bagian laboratory. Tabel 4.11 : Matrik Kekuatan Daya Rekat
iii
Alternatif DS HY NP
a.
DS 1.000 1.000 0.500
HY 1.000 1.000 0.500
NP 2.000 2.000 1.000
Tabel Perbandingan Keramahan Terhadap Lingkungan Tabel antar
alternatif
keramahan DS,HY
terhadap dan
NP
lingkungan ditinjau
dari
yang
ada
membandingkan dampak
ketiganya
terhadap pencemaran lingkungan, data diperoleh dari narasumber Danny bagian Safety. Tabel 4.12 : Matrik Keramahan Lingkungan.
Alternatif DS HY NP f.
DS 1.000 3.000 4.000
HY 0.333 1.000 0.500
NP 0.250 2.000 1.000
Matrik Perbandingan Kriteia. Pada
matrik
ini
teknisi,harga,efisiensi ada produksi
kriteria
pemakaian
lingkungan yang
semua
dan
dibandingkan
bersumber
dari
PT.Nikomas
yakni
dukungan
keramahan satu
dengan
Mr.Johny
Wang
Gemilang
yang
lain,data
kepala divisi
bagian adidas.
iv
Tabel 4.13 : Matrik Perbandingan Kriteria
Matrik P erbandingan Kriteria DT HG EP KDR 1.000 2.000 3.000 0.200 0.500 1.000 1.000 2.000 0.333 1.000 1.000 3.000 5.000 4.000 2.000 1.000 1.000 5.000 1.000 0.333
Kriteria DT HG EP KD R RL
RL 1.000 2.000 1.000 3.000 1.000
4.7.3 Matrik Penjumlahan. Matrik penjumlahan menjumlahkan masing-masing kolom alternative DS,HY dan NP secar menurun ke bawah, hal ini untuk mencari total dari setiap alternatif.Matrik penjumlahan dari masing-masing alternative dan kriteria dapatdilihat pada tabel 4.14-4.19. Tabel 4.14: Matrik Penjumlahan Dukungan Teknisi.
Alternatif DS HY NP Total
DS 1.000 0.333 4.000 5.333
HY 3.000 1.000 3.000 7.000
NP 0.250 0.333 1.000 1.583
Tabel 4.15 : Matrik Penjumlahan Harga
Kriteria DS HY NP Total
Harga DS 1.000 1.000 0.500 2.500
(HG) HY 1.000 1.000 0.500 2.500
NP 2.000 2.000 1.000 5.000
Tabel 4.16 : Matrik Penjumlahan Efisiensi Pemakaian
v
Efisiensi Pamakaian (EP) Kriteria DS HY DS 1.000 0.500 HY 2.000 1.000 NP 0.250 0.333 Total 3.250 1.833
NP 4.000 3.000 1.000 8.000
Tabel 4.17 : Matrik Penjumlahan Kekuatan Daya Rekat
A lternatif DS HY NP Total
DS 1.000 1.000 0.500 2.500
HY 1.000 1.000 0.500 2.500
NP 2.000 2.000 1.000 5.000
Tabel 4.18 : Matrik Penjumlahan Ramah Lingkungan
Alternatif DS HY NP Total
DS 1.000 3.000 4.000 8.000
HY 0.333 1.000 0.500 1.833
NP 0.250 2.000 1.000 3.250
vi
Tabel 4.19 : Matrik Penjumlahan Kriteria Kriteria DT HG EP KDR RL Total
4.7.4
Matrik Perbandingan Kriteria DT HG EP 1.000 2.000 3.000 0.500 1.000 1.000 0.333 1.000 1.000 5.000 4.000 2.000 1.000 5.000 1.000 7.833 13.000 8.000
KDR 0.200 2.000 3.000 1.000 0.333 6.533
RL 1.000 2.000 1.000 3.000 1.000 8.000
Normalisai Langkah berikutnya adalah normalisasi, semua nilai yang ada di kolom akan di bagi dengan total dari
masing-masing alternative yang ada pada kolom total , selanjutnya secara mendatar di tentukan nilai rata-rata dari setiap alternatif. Hal ini berlaku pula untuk matrik penjumlahan kriteria. Matrik normalisasi dapat dilihat pada tabel 4.20 -4.25 dibawah ini . Tabel 4.20 : Matrik Normalisasi Dukungan Teknisi.
Alternatif DS HY NP
DS HY 0.188 0.429 0.063 0.143 0.750 0.429 Total
NP 0.158 0.211 0.632
Rata-Rata 0.258 0.139 0.603 1.000
Keterangan : Nilai 0.18 diperoleh dari nilai kolom tersebut pada matrik penjumlahan yakni 1 dibagi total dari kolom DS pada matrik penjumlhan yakni 5.33. Nilai rata-rata diperoleh dengan menjumlahkan alternative DS secara mendatar dan di bagi 3 ( 0.18+0.42+0.158)/3=0.258). Pada kolom rata-rata jika dijumlahkan menurun harus berjumlah satu , hal ini dikarenakan nilai-nilai tersebut adala besaran peluang. Tabel 4.21 : Matrik Normalisasi Harga
Alternatif DS HY NP
DS 0.400 0.400 0.200 Total
HY 0.400 0.400 0.200
NP 0.400 0.400 0.200
Rata-Rata 0.400 0.400 0.200 1.000
Tabel 4.22 : Matrik Normalisasi Efisiensi Pemakaian
vii
Alternatif DS HY NP
DS 0.308 0.615 0.077 Total
HY 0.273 0.546 0.182
NP 0.500 0.375 0.125
Rata-Rata 0.360 0.512 0.128 1.000
Tabel 4.23 : Matrik Kekuatan Daya Rekat
Alternatif DS HY NP
DS 0.400 0.400 0.200
HY 0.400 0.400 0.200
NP 0.400 0.400 0.200
Rata-Rata 0.400 0.400 0.200 1.000
Total
Tabel 4.24: Matrik Normalisasi Ramah Lingkungan
Alternatif DS HY NP
DS 0.125 0.375 0.500 Total
HY 0.182 0.546 0.273
NP 0.077 0.615 0.308
Rata-Rata 0.128 0.512 0.360 1.000
Tabel 4.25: Matrik Normalisasi Kriteria
Alternatif
DT
HG
EP
KDR
RL
Rata-Rata
DT HG EP KDR RL
0.128 0.064 0.043 0.638 0.128
0.154 0.077 0.077 0.308 0.385
0.375 0.125 0.125 0.250 0.125
0.031 0.306 0.459 0.153 0.051
0.125 0.250 0.125 0.375 0.125
0.162 0.164 0.166 0.345 0.163 1.000
Total
4.7.3 Menghitung nilai eigen dan Scoring. Penghitungan nilai eigen dilakukan untuk mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.Perhitungan dilakukan dengan menggunakan nilai rata-rata dari masing-masing kriteria pada matrik normalisasi . Tabel 4.26: Rata-rata Dari Matrik Normalisasi
viii
Alternaatif DS HY NP
DT 0.258 0.139 0.603
Kriteria EP 0.360 0.512 0.128
HG 0.400 0.400 0.200
KDR 0.400 0.400 0.200
RL 0.128 0.512 0.360
Tabel 4.27: Rata-rata Dari Matrik Normalisasi Kriteria.
Kriteria DT HG EP KDR
0.162 0.164 0.166 0.345
Untuk menentukan skor masing-masing nilai dikalikan dengan vektor eigen dalam hal ini rata-rata kriteria.
Sebagai
contoh
DS
adalah
hasil
perkalian
dari
(0.25x0.162)+(0.4x0.164)+(0.36x0.166)+(0.4x0.345)+(0.128x0.163) maka didapat skor sebesar 0.326068 dan menjadi peringkat kedua dari tiga jenis lem yang dibandingkan. Tabel 4.28: Skor dan Peringkat
A lte rn atifS k o r P e rin gk at DS 0.326068 2 HY 0.394318 1 NP 0.279614 3 Setelah dilakukan pembahasan dengan menggunakan AHP dengan kriteria yang ada yaitu dukungan teknisi,harga,efisiensi pemakaian,kekuatan daya rekat dan ramah lingkungan dari ketiga alternatif yaitu DS,HY dan NP dapat disimpulkan bahwa HY menjadi pilihan terbaik disusul oleh DS dan NP. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Dengan menggunakan diagram pareto dapat di ketahui bahwa defect yang paling dominan yang terjadi di PT.Nikomas Gemilang divisi adidas periode bulan Mei sampai dengan September 2009 adalah defect delamination out sole to upper yakni kegagalan fungsi perekatan dengan persentase sebesar 31% dan bagian yang paling banyak membuat produk cacat adalah bagian assembly gedung 17 sebesar 21.2% dari jumlah cacat yang ada.
2.
Dengan menggunakan fishbone diagram didapat bahwa faktor 5M + 1 yaitu man (personal),machine,material,methode,meas-
ix
surement mempunyai kontribusi terhadap terjadinya defect delamination out sole to upper di PT.Nikomas Gemilang divisi adidas.
3.
Berdasarkan hasil penentuan CTQ (Criticak to Quality) yang dominan dengan nilai proporsi pengaruh terjadinya defect delamination outsole to upper > 0.09 adalah :
♦ Tidak mengikuti SOP pengeleman yang ada merupakan faktor dari sisi manusia atau Man dengan proporsi 0.099.
♦ Formulasi dan Jenis lem mempunyai proposri tertinggi dengan nilai 0.104 yang merupakan faktor dari sisi material.
♦ Mesin press tidak bekerja dengan optimal memberikan proporsi sebesar 0.09 dan merupakan faktor yang datang dari sisi mesin .
♦ Keadaan suhu oven yang terlalu panas atau terlalu dingin memberikan proporsi sebesar 0.094 dan merupakan faktor yang juga datang dari sisi mesin. ♦ Pengeleman tidak merata dan tidak mengikuti urutan yang ada memberikan proporsi sebesar 0.09 dan faktor yang datang dari sisi metoda.
4.
Berdasarkan hasil pegolahan data dengan failure mode and effect analysis (FMEA) didapat penyebab defect delamination outsole to upper yang mempunyai nilai RPN (Risk Priority Number) adalah item formulasi dan jenis lem yang digunakan dengan nilai RPN sebesar 216.
5.
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan analytic hierarchy process (AHP) didadapat bawha merek lem yang mempunyai score paling tinggi adalah HY yang di tinjau dari lima kriteria yang di tetapkan yakni dukungan teknisi,harga,efisiensi pemakaian,kekuatan daya rekat dan ramah lingkungan.
6.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa merek lem HY adalah jenis lem yang paling ideal untuk semua proses assembly dan untuk semua jenis material. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA
Adidas chemical team, version 1 – May 01,2005 , Best Practice Manual, Rubber – facts, problem and solution, adidas LO Indonesia, Jakarta. Darma Tintri E.Sudarsono,2004,Penerapan AHP Untuk Pemilihan Metode Audit PDE oleh Auditor Internal ,
[email protected] Kiyoshi Suzaki, 1987, The New Manufacturing Challenge Technique for Continues Improvement, The Free Press New York. Kusrini dan Ester Sulistyawati,2004,Pemanfaatan AHP Sebagai Model Sistem Penerimaan Karyawan,Yogyakarta,
[email protected]
x
Kusuma, Arif.Diktat 2004 ,Kuliah Pengendalian Kualitas.Jakarta Universitas Indonusa Esa Unggul. Potential Failure Mode and Effect Analysis. Third edition USA : Daimler Crysler Coorporation,General Motor Coorporation,Ford Motor Company.2001. Suseno, Mulyo. Diktat Kuliah Pengendalian Kualitas. 2004, Universitas Indonusa Esa Unggul , Jakarta. Saaty,Thomas L 1990 .The Analytical Hierarchy Process. Pittsburgh University Tim Asisten Praktikum Pengendalian Kualitas, 2007, Modul Praktikum Pengendalian Kualitas, Indonusa Quality Centre, Jakarta.
xi