USAHA ADAPTIF WANITA LANSIA DALAM MENGHADAPI MASA MENOPAUSE DAN HUBUNGANNYA DENGAN STATUS KESEHATAN MENTAL Fredia Heppy ABSTRACT Degenerative procces were normal in older people, but impact of hormonal inbalance in elderly have influenced mental state of older women. There were several adaptation mechanism of subject to avoid clinical manifestation of mental disorders such as suppression, realitiy anticipation, altruism and develop sense of humor. Objective of this study to know association aptative mechanism of older women to face menopause periode with mental health state. Study was a descriptive analytic with crossectional design. Study was done in village region in Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi. Sample have been taken with systematic simple random sampling. After excluded several criteria, sample have gotten 104 subjects. Primary data were gotten with interview guiding technic and analyzed with X2 formula whereas significancy p<0,05. Result of this study were 95% subjects had adaptive mechanism to face menopause periode and older age, reality anticipation with region was the most choise mechanism (100%) and last choise was altruism with sports (44%) and organization activity (40%). Almost subjects were free from mental disorder (81%). Anxiety and sensitive of feelings were the most clinical symptoms (100%). Association of mental disorders with adaptive mechanism was significant (p=0,00). Study were concluded that mental disorders associated with adaptive mechanism to face menopause periode in elderly women. Key words: adaptive mechanism, elderly, menopause, mental health state.
Alamat Korespondensi dr. Fredia Heppy, Sp.Pd Dosen dpk Kopertis Wilayah X pada STIKES PRIMANUSANTARA BUKITTINGGI Jl. Cikarau no. 10 Wisma Tabing Indah Padang 0751 7058123 / 08126637591 / 085263114877
[email protected]
PENDAHULUAN Proses degeneratif secara alamiah akan berlangsung pada tubuh setiap manusia. Semakin lanjut usia, proses ini akan semakin bertambah. Perubahan biokimia ditingkat seluler yang berlanjut dengan perubahan struktur dan fungsi organ dapat menimbulkan suatu sindroma klinik baik fisik maupun psikologis.1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002, mendefinisikan masa lanjut usia atau disingkat lansia adalah usia diatas 55 tahun.1 Pada wanita, usia ini identik dengan batas usia menopause ratarata wanita. Sebelum memasuki masa lansia setelah menopause, wanita harus dihadapkan dengan masa perubahan biokimia seluler akibat ketidakstabilan hormon wanita yaitu estrogen. Penurunan hormon ini akan menyebabkan penurunan aktivitas peptida endogen di otak yang mengontrol fungsi afektif dan kognitif manusia. Keadaan ini akan menimbulkan suatu ganguan psikologis atau kesehatan mental. Dari sudut psikologis sendiri, dalam menghadapi menopause, wanita sering dibayangi oleh ketakutan akan perubahan fisik, kehadiran penyakit degeneratif, persepsi negatif tentang kemunduran fungsi seksual, hilangnya ciri kewanitaan, ketidakberdayaan dan perasaan tidak bermanfaat tanpa disadari telah membawa seorang wanita kedalam status kesehatan mental yang tidak optimal.2,3 Gangguan kesehatan mental dapat ringan yang hilang dengan usaha yang adaptif sendiri hingga berat yang memerlukan bantuan medis. Gangguan ringan sering berupa depresi ringan dengan manifestasi berupa irritabilitas, gangguan nafsu makan, gangguan minat, gangguan
tidur, ucapan mencela diri dan kadangkadang gangguan ingatan dan konsentrasi.4 Kaplan (1997) menyebutkan 50% wanita menjelang menopause mempunyai persepsi negatif terhadap masa sesudah menopause yang menyebabkan beban mental. Keadaan ini akan menimbulkan pemberdayaan wanita lansia tidak terlaksana secara optimal.3 Dengan bertambahnya angka harapan hidup, jumlah lansia bertambah setiap tahun. Pada tahun 2002 jumlah lansia Indonesia mencapai 10-11% atau sekitar 30 juta orang dengan perbandingan komposisi wanita lebih banyak. Diduga pada tahun 2015 ini akan mencapai angka 248 juta jiwa, dimana Indonesia akan menduduki peringkat ke-4 di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.5 Dari tahun ke tahun Komisi Nasional lanjut usia (2010) melaporkan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik bahwa terdapat kecenderungan peningkatan masalah kesehatan pada lansia dimana pada tahun 2005 dilaporkan keluhan kesehatan sebanyak 48,94%, naik menjadi 54,25% pada tahun 2007 dan menjadi 54,57% pada tahun 2009.5 Peningkatan ini akan menjadi meningkatkan beban Negara di bidang kesehatan. Beban kesehatan yang dimaksud adalah beban kesehatan fisik ataupun psikologis baik pada pria ataupun wanita. Pada wanita lansia, setelah memasuki menopause sebanyak 20% wanita akan mengalami gangguan kesehatan psikologis atau kesehatan mental.3 Didaerah Eropa, 25% wanita dilaporkan memerlukan bantuan medis setelah melewati masa menopause, sedangkan di Indonesia wanita lanjut usia jarang mengunjungi ahli dalam melewati masa menopause.2,3 Berbagai faktor
adaptif secara psikologis dapat menyebabkan sindroma klinis akibat ketuaan pada wanita menopause tidak dirasakan. Sehingga jarang wanita lansia mengunjungi tenaga medis untuk masalah kesehatan mental. Faktor supresi, antisipasi realitas, altruisme dan sense of humor dari diri wanita akan membantu menghilangkan gejala yang mungkin muncul. Faktor eksternal lingkungan sosial keluarga terutama pasangan hidup turut mempengaruhi. Pada wanita Indonesia, faktor supresi berupa pengalihan perhatian terhadap diri, dan antisipasi realitas dengan ketaatan terhadap agama dan mencari pengetahuan tentang penuaan, altruism dengan kegiatan sosial serta membangun perilaku humoris menyebabkan gangguan mental yang sering muncul berupa sindroma akibat menopaus terabaikan. Usaha-usaha ini tanpa disadari telah dilakukan wanitawanita di Indonesia terutama di daerahdaerah perdesaan. Secara empiris,dalam pengamatan penelitian terlihat perbedaan yang mencolok antara wanita daerah perkotaan dengan perdesaan dalam menghadapi masa menopause. Jarang wanita pedesaan yang mengeluhkan tentang perubahan fisik atau psikologis akibat penurunan kadar estrogen dimasa menjelang masa menopause. Namun dimasa datang, dengan bertambahnya wanita yang meniti karir diluar luar rumah, perubahan pola hidup akibat pengaruh globalisasi, diduga wanita Indonesia akan lebih memperhatikan dirinya sehingga perubahan pada masa menopause akan lebih dirasakan.2,3 Berdasarkan kondisi ini, maka perlu dilakukan penelitian tentang usaha adaptif yang dilakukan oleh wanita lansia dalam menghadapi masa menopause dan hubungannya dengan status kesehatan mental wanita lansia tersebut di daerah pedesaan. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitan deskriptif analitik dengan disain studi potong lintang. Penelitian dilakukan di tiga
daerah pedesaan Kecamatan Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi yaitu kelurahan Parik Antang, Ladang Cakiah dan Kubu Tanjuang. Populasi penelitian adalah semua wanita lansia di atas 55 tahun yang berada di wilayah penelitian. Sampel diambil dengan cara sistematic simple random sampling. Jumlah sampel diperoleh 68 orang dari 203 orang populasi dengan tingkat ketepatan 10 %. Jumlah sampel digenapkan menjadi 100 orang ditambah cadangan 30% untuk menghindari drop out, sehingga jumlah sampel yang ditetapkan adalah 130 orang. Kriteria inkslusi adalah semua wanita lansia diatas usia 55 tahun yang tidak haid lagi selama 6 tahun terakhir. Kriteria ekslusi adalah sudah terdiagnosis mengalami penyakit kronik saat diwawancarai selama 6 tahun terakhir, terdiagnosis dengan gangguan jiwa, keluarga gangguan jiwa, tidak kooperatif, hidup sendiri, gangguan komunikasi, tidak bersedia diwawancarai dan tidak berada ditempat dalam 2 kali kunjungan. Setelah diekslusi diperoleh sampel sebanyak 104 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrument interview guiding dan wawancara. Data diolah secara manual dan computerized dengan analisis uji statistik chi square dan derajat kemaknaan p<0,05 untuk hipotesis dua arah. Usaha adaptif pada penelitian yang dimaksud pada penellitian ini adalah adanya usaha seseorang dalam menghadapi masa menopause berupa usaha supresi, antisipasi realitas, altruisme dan humor. Usaha supresi adalah jika ada usaha berupa pengalihan perhatian terhadap diri dengan cara meningkatkan aktivitas harian. Antisipasi realitas yaitu jika ada usaha wanita lansia tersebut mengenali identitas diri di usia tua dan mengenali kebutuhan usia tua dengan mencari pengetahuan tentan usia tua dan perubahan akibat penuaan serta
menigkatkan pengetahuan keagamaan dan ibadah. Altruisme jika wanita lansia tersebut aktif melakukan kegiatan sosial dan kemanusiaan, dan meningkatkan sensasi humor jika terlihat wanita lansia tersebut menciptakan suasana humoris di dalam keluarga dan lingkungan sosialnya. Sehat mental jika wanita lansia tersebut
terbebas dari keluhan gangguan kejiwaan. Sedangkan gangguan kejiwaan yaitu keadaan abnormalitas psikologis berupa gangguan emosi ringan berupa gangguan cemas, irritabilitas, gangguan tidur, gangguan minat, perasaan memberatkan, merasa kurang diperhatikan dan perasaan lain yang dikeluhkan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Wanita Lansia di Daerah Pedesaan Kecamatan Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi Tabel 1. Distribusi Frekuensi Wanita Lansia di Di Daerah Pedesaan Kecamatan Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi Berdasarkan Kelompok Umur. Umur (tahun) 55-60 61-65 66-70 71-75 76-80 81-85 86-90 91-95 96-100 Total Pada tabel 1 terlihat bahwa wanita lansia terbanyak pada usia 55 60 tahun (26%), diikuti kelompok usia 61-65 tahun dan 66-70 tahun dengan
Frekuensi
Persentase (%)
27 26 26 25 21 20 12 11 13 13 1 1 3 3 0 0 1 1 104 100 persentase masing-masing 25% dan 20%. Sedangkan jumlah pasing sedikit adalah usia 91-95 tahun.
Tabel 2. Distribusi frekuensi Wanita Lansia di Di Daerah Pedesaan Kecamatan Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi Berdasarkan Status Psikososial Status sosial Pekerjaan: bekerja Tidak bekerja Pendidikan: Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Akademi/PT Status perkawinan: Kawin
Frekuensi
Persentase (%)
34 70
33 67
15 58 16 11 4
14 56 15 11 4
66
63
Tidak kawin Janda Aktivitas organisasi: Sosial Kesehatan agama Kesukaan/hobi: Menjahit Memasak Dengar ceramah Jalan-jalan Membaca Tidak ada kesukaan/hobi Pada tabel 2 terlihat bahwa sebagian besar wanita lansia di daerah penelitian tidak bekerja yaitu 70 orang (67%) dan 34 orang (33%) masih bekerja. Sebagian besar berpendidikan rendah yaitu tamat SD sebanyak 58 orang (56%) dan berpendidikan tinggi hanya 4 orang (4%). Pada tabel 2 juga terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki status perkawinan utuh sebanyak 66 orang (63%) dan
0 38
0 37
7 7 88
7 7 85
7 7 4 4 4 4 7 7 49 47 34 3 janda sebanyak 38 orang (37%). Berdasarkan aktivitas sosial, sebagian besar responden aktif dalam organisasi keagamaan yaitu 88 orang (85%), hanya 7 orang (7%) yang aktif dalam kegiatan sosial dan kesehatan. Berdasarkan kesukaan terlihat sebagian besar responden memiliki kesukaan membaca sebanyak 49 orang (47%).
2. Usaha Adaptif Wanita Lansia di Daerah Pedesaan Kecamatan Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi Tabel 3. Distribusi Frekuensi Wanita Lansia Di Daerah Pedesan Kecamatan Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi Berdasarkan Usaha Adaptif Usaha adaptif Ada Tidak ada Total Pada tabel 3 terlihat bahwa sebagian besar wanita lansia di daerah penelitian pada umumnya melakukan
Frekuensi Persentase (%) 99 95 5 5 104 100 usaha adaptif terhadap masa menopause yaitu sebanyak 99 orang.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Jenis Usaha Adaptif Wanita Lansia Di Daerah Pedesan Kecamatan Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi Jenis usaha adaptif Membangun pikiran positif Mengembangkan pengetahuan tentang menopause dan penuaan Meningkatkan ibadah Membangun perilaku humor
Frekuensi (n=99)
Persentase (%)
87 29
88 29
99 87
100 88
Mengikuti aktivitas kelembagaan Mengikuti kegiatan olah raga Meningkatkan kepasrahan
40 44 78
Pada tabel 4 terlihat bahwa jenis usaha adaptif yang terbanyak adalah meningkatkan ibadah yaitu sebanyak 99 orang (100%). Sedangkan yang paling
40 44 78
sedikit adalah menambah pengetahuan tentang menopaus yaitu sebanyak 29 orang (29%).
3. Status Kesehatan Mental Tabel 5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Keluhan Kesehatan Mental Wanita Lansia Di Daerah Pedesan Kecamatan Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi Jenis keluhan Perasaah tergantung Cemas dengan penyakit ketuaan Perasaan tidak menarik lagi Perasaan kurang diperhatikan keluarga Perasaan tidak berfungsi Mudah tersinggung Nafsu makan menurun Pada tabel 5 terlihat bahwa keluhan yang paling banyak ditemukan adalah perasaan cemas akan penyakit ketuaan dan mudah tersinggung yaitu
Frekuensi (n=20) 16 20 18 17 16 20 12
Persentase (%) 80 100 90 85 80 100 60
masing-masing sebanyak 20 orang (100%). Gangguan nafsu makan terlihat paling sedikit yaitu pada 12 orang (20%).
3. Hubungan Usaha Adaptif Dalam Menghadapi Masa Menopause Dengan Status Kesehatan Mental Wanita Lansia Tabel 6. Hubungan Usaha Adaptif Dalam Menghadapi Masa Menopause Dengan Status Kesehatan Mental. Status kesehatan mental
ada Persentase (%) Sehat 83 99 Sakit 16 80 Total 99 89,5 X2 = 12,488, α= 0,05, p= 0,000 frekuensi
Pada tabel 12 terlihat bahwa terdapat hubungan bermakna antara usaha
Usaha adaptif Tidak frekuensi Persentase (%) 1 1 4 20 5 20,5
Total frekuensi Persentase (%) 84 100 20 100 104 100
adaptif wanita lansia dengan status kesehatan mental dengan nial p= 0,000
PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap wanita lansia diatas 55 tahun di 3 kelurahan dengan struktur geodemografi pedesaan dalam wilayah kerja kecamatan Aur Birugo Tigobaleh Bukittinggi diperoleh sampel sebanyak 130 dengan kriteria ekslusi sebanyak 26 orang. Sampel yang tidak memenuhi kriteria inklusi ini oleh pada saat kunjungan sampel sudah meninggal dunia, sedang sakit dan tidak berada ditempat pada saat penelitian dilaksanakan serta tidak bersedia diwawacarai. Berdasarkan karakteristiknya, terlihat bahwa rata-rata wanita lansia di daerah penelitian berusia 55-70 tahun dengan status psikososial berpendidikan rendah, status perkawinan masih mempunyai pasangan, aktif organisasi dan berkepribadian terbuka. Hasil ini mirip dengan data BPS (2009) yang dilaporkan oleh Komisi nasional lansia, dimana usia lansia rata-rata diatas 60 tahun dengan status pendidikan rendah yaitu 61,8 % tidak sekolah dan tidak tamat SD. Sebagian besar wanita lansia masih kawin (60,36%) dan separuh wanita masih bekerja (53,81%), di daerah pedesaan.5 Setelah dilakukan wawancara terpimpin terhadap responden tentang usaha yang mereka lakukan dalam menghadapi masa menopause diperoleh hasil bahwa sebanyak 99 orang (95%) wanita lansia di daerah penelitian telah melakukan usaha adaptif dengan sendirinya tanpa disadari. Sesuai dengan pernyataan Manuaba (1999) bahwa sebagian besar wanita di daerah pedesaan telah melakukan usaha adaptif tanpa disadari berupa teralihnya fikiran dari perubahan yang terjadi akibat masa menopause.2 Usaha adaptif yang terbanyak dilakukan oleh wanita lansia di daerah ini adalah berupa kegiatan peningkatan ibadah. Dari semua responden yang
melakukan usaha adaptif, tidak ada yang tidak melakukan tindakan ini (100%). Berdasarkan teori, Kaplan menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kekuatan mental dapat dengan cara antisipasi realitas dimana salah satu cara antisipasi realitas berupa peningkatan amal ibadah sesuai keyakinan masing-masing. Di daerah lain di Indonsia, Manuaba menyebutkan bahwa ketaatan beragama menyebabkan sedikitnya kasus sindroma menjelang menopause dan ketaatan merupakan usaha adatif terbanyak yang dilakukan oleh wanita Indonesia pada umumnya terutama di daerah pedesaan. 1,3 Usaha adaptif kedua terbanyak yang dilakukan dalam menghadapi masa menopause oleh para wanita lansia yang berada di daerah penelitian adalah membangun fikiran positif (88%) dan mengembangkan perilaku homor (88%). Hasil ini didapat pada saat wawancara dimana wanita lansia menyatakan pandangannya bahwa masa tua adalah masa proses alami yang akan dilewati oleh setiap manusia sehingga tak perlu ditakuti dan tak akan terjadi hal-hal yang mengkhawatirkan setelah usia menopause. Untuk meningkatkan keyakinan ini wanita lansia tersebut juga telah meningkatkan keinginan mencari pengetahuan tentang menopause dan penuaan dengan mengembangkan hobi membaca pada sebanyak 47% sampel. Sebagian wanita lansia ada yang menjelaskan bahwa banyak hikmah yang didapat setelah menopause karena mereka dapat melakukan ibadah lebih maksimal sehingga keluhan menopause tidak dirasakan. Selain itu, para wanita lansia juga memilih lebih perhatian dan meluangkan waktu untuk anak cucu sambil bersenda gurau. Menurut Kaplan tindakan ini termasuk dalam tindakan supresi, antisipasi realitas dan humor. Begitu juga dengan Hurlock (1980) menyatakan bahwa tindakan supresi bekerja dengan menekan munculnya fikiran-fikiran negatif dan
memunculkan fikiran positif sehingga tidak memperberat keadaaan gangguan psikologis akibat ketidakseimbangan hormon esterogen dalam tubuh wanita lansia tersebut.7 Selain dengan berfikiran positif, tindakan besenda gurau atau mengembangkan perilaku humor dapat menekan munculnya fikiran negatif.3,6,7,8 Usaha adaptif ketiga terbanyak adalah sikap kepasrahan dan tidak banyak menuntut yaitu sebanyak 77 orang (78%). Sikap ini kalau dilihat berdasarkan teori menurut Kaplan adalah tindakan supresi.3 Sedangkan usaha keempat terbanyak adalah melakukan altruisme berupa mengikuti kegiatan olah raga dan kelembagaan sebanyak masing-masing 44% dan 40%. Semua usaha adaptif yang telah dilakukan oleh wanita lansia di pedesaan telah terjadi tanpa disadari sehingga gangguan kesehatan mental ringan tidak banyak ditemukan (19%) pada wanita lansia di pedesaan. Niven (2002) menyatakan bahwa perawatan kesehatan penting dalam mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada usia lanjut.9 Berdasarkan data yang didapatkan, gangguan kesehatan ringan yang dikeluhkan wanita lansia adalah perasaan tergantung dengan orang lain, perasaan cemas akan penyakit ketuaan, rasa tidak menarik lagi, kurang diperhatikan keluarga, perasaan tidak berfungsi sebagai wanita dan mudah tersinggung serta nafsu makan menurun. Berdasarkan penelitian ini keluhan mental yang paling sering dikeluhkan adalah perasaan cemas akan penyakit ketuaaan dan sensitif yaitu sebanyak 100%, sedangkan keluhan yang paling sedikit adalah penurunan nafsu makan yaitu ditemukan pada 60%. Keadaan ini menggambarkan bahwa kelainan kesehatan mental yang sering terjadi pada wanita menjelang masa menopause adalah adanya persepsi negatif. Berdasarkan teori psikologi terjadinya hal ini adalah akibat stress menghadapi masa perubahan.3,7,9,10 Stres akibat perubahan
berdampak pada status gizi wanita lansiaseperti yang dilaporkan oleh Budiman dan Djaya N (2005).11 Setelah dilakukan uji statistik untuk melihat hubungan usaha adaptif dengan status kesehatan mental diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan bermakna antara usaha adaptif dengan status kesehatan mental wanita lansia dengan nilai p=0,000. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Huang dkk (2008) dimana terdapat hubungan antara status kesehatan mental dan gejala psikiatri serta jumlah rawatan pasien dengan kemampuan memberikan dukungan mental terhadap subyek dengan gangguan status kesehatan mental. Usaha memberi dukungan psikologis akan menigkatakan adaptasi seseorang terhadap perubahan status mental. Namun perbedaan penelitian ini adalah subyek yang diambil pada penelitian Huang adalah subyek usia dewasa dan usia tua yang berumur 21-67 tahun. Sedangkan pada usia tua, Coolidge dkk (2000) melaporkan bahwa pada subyek penelitian usia diatas 55 tahun gangguan kesehatan mental yang salah satunya adalah gangguan kecemasan berhubungan erat dengan usaha adaptasi dari subyek lansia tersebut terhadap perubahan yang dialaminya dimasa tua. Adaptasi tersebut dapat berupa membangun pikiran positif, meningkatkan aktivitas keagamaan, humor dan melakukan kegiatan sosial. Munculnya gangguan kesehatan mental berbeda bermakna (p=0,04) pada kelompok dengan ada riwayat gangguan kepribadian dengan tanpa gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian membuat adaptasi tidak berlangsung dengan baik sehingga menghasilkan gangguan terhadap 13 kesehatan mental. Di daerah pedesaan rendahnya gangguan gangguan kesehatan mental pada subyek penelitian diduga berhubungan dengan usaha adaptif altruism berupa peningkatan aktivitas organisasi dan olah raga. Strawbridge dkk (2002) melaporkan dalam penelitiannya
bahwa aktivitas menurunkan risiko gangguan kesehatan mental depresi 5 tahun kedepan dengan rasio Odd 0,9 kali.14 KESIMPULAN DAN SARAN Umumnya status kesehatan mental wanita dalam menghadapi masa menopause di daerah pedesaan berada dalam keadaan sehat. Hanya sebagian kecil wanita lansia yang mengalami gangguan kesehatan mental berupa persepsi negatif dengan penyakit ketuaan dan perasaan sensitif dengan lingkungan. Jenis usaha adaptif yang terbanyak yang dilakukan adalah antisipasi realitas diikuti dengan supresi, humor dan altruism. Terdapat hubungan bermakna antara usaha adaptif wanita lansia di daerah pedesaan dengan status kesehatan mentalnya. Untuk menghindari risiko terjadinya gangguan kesehatan mental usia tua, maka perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan mental secara berkala terhadap terhadap lansia, khususnya pada wanita perlu diberikan penyuluhan tentang dampak perubahan hormonal di masa menopause terhadap kesehatan mental serta mengenai antisipasi terhadap gangguan mental mungkin terjadi di usia tua dan menopause. DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Handayani, Y. S. 2005. Penyakit Kronis Pada Masyarakat Lansia Dalam Hubungan Dengan Perilakunya Di DKI Jakarta, Majalah Kesehatan Perkotaan 12 ( 2 ): 1-8. 2. Manuaba IBG. 1999. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Arcan: Jakarta. 3. Kaplan HI, Sadock JB. 1997. Sinopsis psikiatri. Binarupa aksara: Jakarta. 4. Smith KE, Judd HL. 1994. Menopause and post menopause. In: current obstretric and gynecology diagnosis and treatment 8th edition. A lange
medical book. Appleton and lange: USA. 5. Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Profil penduduk lanjut usia 2009. Jakarta: Komnas Lansia. 6. Winkjosasatro H. 1994. Ilmu kandungan. Edisi kedua. Yayasan bina pustgaka sarwono prawiharjo: Jakarta. 7. Hurlock EB. 1980. Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Penerbit erlangga: Jakarta. 8. Supatondo. Proses menua dan implikasi kliniknya. Prosiding simposium temu ilmiah akbar. FKUI. Jakarta. 2002. 9. Niven N. 2002. Psikologi kesehatan: pengantar untuk perawat dan professional kesehatan lainnya. EGC: Jakarta. 10. Ganong WF. 1994. Phisiology of reproduction in woman. current obstretric and gynecology diagnosis and treatment 8th edition. A lange medical book. Appleton and lange: USA. 11. Budiman H, Djaya N. 2005. Status gizi dan pola makan kelompok lanjut usia di DKI Jakarta. Majalah Kesehatan Perkotaan 12 ( 2 ): 9-21 12. Huang CY, Sousa VD, Tsai CC, Hwang MY. 2008. Social support and adaptation of Taiwanese adults with mental illness. J Clin Nurs.17(13):1795-802. 13. Coolidge FL, Segal DL, Hook JN, Stewart S. 2000. Personality Disorders and Coping Among Anxious Older Adults.Journal of Anxiety Disorders. 14(2): 157-72. 14. Strawbridge JW, Deleger S, Roberts RE, Kaplan GA. 2002. Physical Activity Reduces the Risk of Subsequent Depression for Older Adults. Am J Epidemiol.156:328–34.