Perancangan Produk ISSN 1410-9891
UNJUK KERJA FORMULASI PELUMAS SAWIT PADA SISTEM UJI GEAR-PINION Rizqon Fajar, Ikhwan Haryono, Misbakhudin BTMP BPPT, Kawasan Puspiptek Gd. 230 Serpong Tangerang 15314, Indonesia email:
[email protected]
Triharyati, Purboyo Guritno PPKS, Jl. Brigjend Katamso 51, Kp. Baru, P.O. Box 1103, Medan 2001, Indonesia
Abstrak Sebuah formulasi pelumas sawit (food grade) telah diuji pada sebuah bangku uji sistem gear-pinion. Diharapkan sebuah metode uji yang efektif diperoleh yang berguna untuk menyeleksi formulasi pelumas sawit untuk pengujian lanjut (uji ketahanan dan sertifikasi). Formulasi pelumas sawit diuji bersamaan dengan pelumas pembanding yaitu pelumas komersial. Pelumas sawit diformulasikan mengacu pada sifat kimia fisik pelumas food grade yang mempunyai spesifikasi kekentalan SAE 20 sedangkan pelumas mineral mempunyai spesifikasi SAE 90 dan SAE 20. Pengujian dilakukan menggunakan variasi beban dan pada kecepatan putaran tetap. Pemeriksaan kondisi pelumas dilakukan setiap 10, 20 dan 30 jam. Parameter kondisi pelumas yang diperiksa adalah viskositas, keasaman, kandungan air dan tingkat keausan. Selain itu dilakukan pula pemeriksan pada permukaan (gear-bearing) menggunakan teknik XRD (X-Ray Difraction). Metode uji terbukti menghasilkan parameterparameter yang dapat membedakan secara signikfikan antara unjuk kerja pelumas sawit dan mineral. Secara umum kondisi pelumas sawit cukup stabil dan dapat melumasi logam tetapi belum dapat menyamai kemampuan pelumas mineral dalam hal tingkat keausan logam. Pelumas sawit masih harus diperbaiki sifat kimia fisiknya sebelum mengalami uji lanjut.
Abstract A Foodgrade lubricant based on palm oil has ben tested on a gear-pinion rig test. An effective screening test method was developed which was able to select the lubricant formulations for further tests (durability and certification test). At the same time two mineral based lubricants were tested tested and the results are compared with which of the foodgrade lubricant. The foodgrade lubricant has the viscosity of SAE 20 and the mineral based lubricantshave the SAE 90 and SAE 20 specification. Parameters used for the evaluating the lubricant conditions include viscosity, total acid number, water content and metal wear. Investigation on the gear surface was also done using XRD analyse. The tests were done at variable loads and at constant speed. The conditions of lubricant was monitored by taking sample after 10, 20 and 30 hours. The test method is proved to be effective in identifying the performanec of the lubricants. In general it was found that foodgrade lubricant is thermally stable, however there is still discrepancy in ability to prevent excessive wear. The presence of excessive water in the formulation could be the main reason for improvement in the lubricant properties before performing the field test.
1.
Pendahuluan
Pasar minyak sawit Indonesia perlu mendapat perhatian karena produksi minyak sawit dunia naik dengan laju sekitar 6% pertahun lebih tinggi dari laju permintaan minyak nabati dunia (3%). Harga pasar dunia minyak sawit diperkirakan akan merosot bila tidak dilakukan diversifikasi produk turunan minyak sawit. Salah satu prospek yang terbaik untuk turunan minyak sawit adalah minyak pelumas sawit (palmlubricant). Pelumas berbahan baku sawit berpeluang untuk menggantikan pelumas konvensional yang berbahan baku dari minyak bumi. Pelumas nabati selain bersifat renewable juga aman digunakan pada
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Perancangan Produk ISSN 1410-9891 industri pengolahan makanan, jika mencemari produk olahannya. Meskipun demikian unjuk kerja minyak nabati harus dapat menjalankan fungsi seperti pelumas pada umumnya yaitu melindungi terhadap keausan, gesekan, korosi, oksidasi, dapat membuang panas dsb. Makalah ini akan menguraikan hasil uci coba pelumas sawit yang diformulasikan untuk memenuhi spesifikasi pelumas food grade untuk aplikasi pada gear/bearing yang banyak digunakan pada industri makan. Sedangakan spesifikasi kekentalan pelumas sawit adalah SAE 20. Hasil uji diharapkan dapat memberi masukan terhadap keputusan apakah formulasi telah layak/siap untuk uji selanjutnya (ketahanan/field test, dan sertifikasi) atau masih harus kembali laboaratorium kimia untuk diperbaiki formulasinya. Selain itu penelitian ini juga bertujuan mengembangkan metode uji kelayakan (screening test) yang cepat dan murah juga memberikan masukan untuk perbaikan formulasi pelumas agar pelumas diupayakan untuk dapat menjalai serangkaian uji lanjut yang lebih berat.
2. Studi Pustaka 1
2.1 Gear & Pinion
Gear adalah komponen mesin yang dapat mentransfer gerakan melalui persentuhan gigi. Jika ada dua roda gigi yang saling berputar maka roda dengan jumlah gigi terbanyak dinamakan gear dan roda dengan jumlah gigi lebih sedikit dinamakan pinion. Jika gear pada mesin otomotif beroperasi pada kondisi dan beban yang berat maka gear untuk peralatan industri beroperasi pada kondisi sedang atau ringan. Dengan demikian diperlukan pelumas dengan kapasitas beban yang lebih rendah dibandingkan pelumas otomotif. Karena fungsi gear hanya meningkatkan dan menurunkan keceptan dan mengubah arah dari drive. Sehingga pelumas gear hanya berfungsi mencegah keausan (wear) dan mengurangi gesekan (friction) dengan membentuk lapisan pelumas antara dua permukaan gigi yang salingh bergesekan. Ada dua jenis gear yaitu tertutup dan terbuka. Pada gear tertutup level pelumas dijaga sehingga gigi roda terendah diupayakan tenggelam kedalam pelumas. Sistem pelumasan gear tertutup juga bisa dibantu dengan pompa dimana pelumas disemprotkan ke permukaan roda gigi dan pelumas senantiasa disirkulasi. Pada gear terbuka pelumas disemprotkan ke perermukaan roda gigi. Disain gear untuk mesin industri berbeda dengan gear untuk mesin otomotif. Gear untuk otomotif biasanya tipe hypoid sedangkan untuk gear industri tipe herringbone, helical, spur, bevel, spiral bevel atau worm 2.2 Pelumas Gear untuk Industri1,2 Gear pada peralatan industri biasanya menggunakan pelumas jenis mineral karena tidak beroperasi pada kondissi ekstrem. Pemilihan kekentalan pelumas ditentukan oleh tenaga/power yang ditransfer dan kecepatan pinion. Pemilihan pelumas yang tepat untuk gear industri mengikuti petunjuk dari American Gear Manufacturer Association (AGMA). Secara umum berlaku bahwa kekentalan pelumas menurun jika kecepatan meningkat dan kekentalan meningkat jika tenaga yang ditransfer meningkat. Jika kondisi cukup ekstrem misalnya ada beban kejut maka pada pelumas perlu ditambahkan additive extreme pressure dan anti-wear (senyawa mengandung sulfur dan fosfor). Pelumas gear industri biasanya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu extreme pressure (EP), non EP dan kombinasi keduanya. Pelumas gear EP Pelumas EP digunakan untuk gear beban berat contohnya pada desain herringbone dan spiral bevel. Pelumas EP untuk industri mempunyai kandungan additive EP yang lebih sedikit sehingga tidak dapat diaplikasikan pada mesin gear otomotif. Pelumas Non EP Diidentifikasikan sebagai pelumas berjenis R & O (rust dan oxidation inhibited). Pelumas non EP diaplikasikan pada gear berbeban ringan dengan kecepatan tinggi. Pelumas non EP pada penggunaannya tidak boleh dicampur dengan pelumas EP. Compounded Gear Oil Pelumas ini mengandung asam lemak nabati atau asam lemak sintetis (polybutenes). Pelumas jenis ini digunakan pada gear dengan desain worm dimana gesekan antara gigi dalam bentuk sliding atau wiping, bukan rolling seperti pada desain lain.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
2
Perancangan Produk ISSN 1410-9891 Klasifikasi viskositas untuk pelumas gear industri menggunakan dapat sistem AGMA atau yang lebih umum dipakai sistem ISO VG. Pelumas dengan klasifikasi ISO 150 adalah sama dengan AGMA 4. Untuk jenis pelumas EP, ditambahkan kode EP dibelakang (AGMA 4 EP). Untuk penggunaan mesin di luar (outdoor), direkomendasikan menggunakan ISO 150 atao 220 sedangkan untuk indoor memerlukan viskositas multigrade ISO 46, 68 atau 100. 2.3
Pelumas Food Grade 3,4
Fungsi pelumas food-grade sama dengan jenis pelumas lain yaitu melindungi dari keausan, gesekan, korosi dan oksidasi. Selain itu harus dapat membuang panas, dapat memindahkan tenaga dan kompatibel dengan karet atau seal. Pelumas food grade yang banyak digunakan di industri makanan dan farmasi harus stabil jika mengalami kontak dengan makanan, bahan kimia, air dan dapat melarutkan gula. Selain itu pelumas food grade juga harus memenuhi persyaratan kesehatan dan keamanan, tidak berasa dan tiadak berbau. Pelumas food grade biasanya merupakan formulasi yang berasal dari minyak tumbuhan atau turunannya (polyester, polyolester, polyglycols dll). Departemen Pertanian Amerika (USDA) memberikan kategori pelumas food grade menjadi H1, H2 and H3. Pelumas H1 digunakan pada pemrosesan makanan dimana ada kemungkinan kontak langsung dengan bahan makanan. Pelumas H2 diguanakn pada peralatan/mesin dimanan tidak ada kontak langsung dengan bahan makanan. Pelumas H3 biasanya merupakan minyak nabati, digunakan untuk mencegah karat. Pelumas food grade tidak boleh mengandung logam berat dan senyawa penyebab kanker (carcinogenic) dan penyebab mutagen. Selama beroperasi perlu dilakukan monitoring kondisi pelumas agar kualitas pelumasan tetap terjaga. Tabel 2 memberikan batasan umum yang dapat digunakan untuk mengontrol kualitas pelumas food grade. Tabel 1. Batasan sifat kimia fisika pelumas nabati/food grade Sifat Kimia Fisika Batas Yang Direkomendasikan Perubahan Viskositas: Kenaikan @ 40oC, % maks 20 Penurunan @ 40oC, % maks 10 Penurunan @ 100oC, % maks 10 Kandungan Air, ppm, maks 300 s/d 500 Bilangan Asam, mg KOH/g, maks 1,6 2.4
Screening Test 1
Dalam mengembangkan sebuah formulasi pelumas perlu dilakukan serangkaian uji untuk dapat mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan formulasi. Karena jumlah formula yang akan diuji cukup banyak maka diperlukan uji yang efektif (cepat & akurat) untuk menyeleksi calon formulasi pelumas yang potensial dimana akan dilakukan uji lanjut (uji ketahanan & uji lapangan). Uji untuk menyeleksi formulasi yang berpotensial biasa dinamakan screening test. Ada beberapa prosedur internasional yang digunakan untuk menguji pelumas gear. Prosedur L-20 digunakan di Amerika untuk melakukan screening dan penelitian terhadap unjuk kerja pelumas gear. Prosedur L-20 digunakan untuk menentukan kapasitas beban, keausan dan karakteristik dari aditif extreme pressure. Setiap pengujian memiliki setting lama waktu , beban, kecepatan (rpm) dan temperatur tertentu. Uji gear dengan L-20 dilakukan pada kecepatan (rpm) rendah tetapi dengan torsi yang tinggi. Selain L 20 ada prosedur uji (L-37) untuk menunjukkan unjuk kerja pelumas gear jika diset untuk kecepatan tinggi, tenaga rendah kemudian diikuti kecepatan rendah dan dengan dengan tenaga yang tinggi.
3.
Bahan dan Metode Pengujian
3.1 Spesifikasi Pelumas Sawit dan Mineral
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
3
Perancangan Produk ISSN 1410-9891 Tabel 1 merupakan spesifikasi pelumas food grade sawit yang telah diformulasikan sehingga memiliki spesifikasi pelumas komersial gear dengan kekentalan SAE 20. Kedua pelumas tersebut diuji dalam waktu bersamaan, pada beban dan kecepatan yang sama. Pelumas food grade sawit dan pelumas mineral yang diuji tidak mengandung aditif extreme pressure. Pengujian juga dilakukan pada pelumas food grade sawit dan pelumas mineral komersial SAE 90-EP (mengandung aditif extreme pressure) dan SAE 20 (tanpa aditif) secara bersamaan dengan beban dan kecepatan yang sama. Tabel 2. Spesifikasi pelumas sawit, food grade dan mineral No. Keterangan Sawit SAE 20 1 Viskositas pada 40oC, cSt 46
Food grade SAE 20 46
Mineral SAE 90-EP 182,21
2
Viskositas pada 100oC, cSt
9,0
7,0
17,02
3
Indeks viskositas
148
107
99
200
210
220
4
o
Flash point, C o
5
Pour point, C
+10
-12
-18
6
Densitas, g/mL
0,91
0,95
0,90
3.2 Metode Uji Pada penelitian ini, pelumas sawit food grade diujicobakan pada komponen mesin gearing dan pinion yang banyak digunakan pada industri pengolahan pangan. Gearing dan pinion system umumnya banyak digunakan pada pengadukan dan mesin untuk pemindahan produk. Aplikasi pada gear merupakan kondisi yang sangat ekstrem karena akan terjadi kontak langsung antara dua permukaan logam yang bergesekan (boundary lubrication). Gearing dan pinion akan diberi beban 1,5 kg dan 5 kg. Dengan pengujian pada kondisi tersebut akan diperoleh evaluasi kinerja pelumas pada keadaan ekstrem dan besar parameter operasional yang direkomendasikan (beban dan putaran gear). Kondisi pelumas selama pengujian dimonitor, sampling pelumas dilakukan pada setelah 10 jam, 20 jam dan 30 jam. Parameter pelumas yang dimonitor adalah viskositas, keausan logam, kandungan asam, kandungan air dan struktur kimia menggunakan FTIR. Adapun pada akhir pengujian gear dan bearing dibongkar dan diperiksa kondisi permukaannya baik dnegna pengukuran dimensi maupun dengan metode XRD (X-Ray Diffraction)
4.
Hasil dan Pembahasan
Uji coba telah dilakukan pada mesin bangku gear-pinion seperti pada gambar 1. Uji coba pelumas food grade dilakukan secara bersamaan dengan pelumas gear komersial. Pelumas sawit food grade yang diuji mempunyai kekentalan SAE-20 sedangkan pelumas komersial mempunyai kekentalan SAE 90-EP dan SAE-20 berjenis mineral. Penggunaan pelumas mineral sebagai pembanding karena belum adanya pelumas food grade di pasar Indonesia dengan kekentalan SAE 20. Ada dua beban yang digunakan, yaitu beban berat (5 kg) dan beban ringan (1,5 kg). Tabel 3 dan 4 memperlihatkan kondisi pelumas dan keausan logam setelah mengalami beban sebesar 5 kg dan 1,5 kg pada bangku uji gear-pinion. Setelah mengalami uji selama 10 jam, 20 jam dan 30 jam kekentalan/viskositas pelumas food grade relatif konstan seperti halnya pada pelumas mineral komersial. Hal ini mengindikasikan bahwa pelumas food grade mempunyai stabilitas tinggi terhadap suhu dan beban yang tinggi. Meskipun demikian rendahnya viskositas pelumas food grade (2 hingga 3 kali lebih rendah dari pelumas mineral SAE 90) dapat menyebabkan lapisan pelumas yang terjadi menjadi lebih tipis sehingga tidak terlalu stabil dan dapat menyebabkan kontak langsung antara logam yang saling bergesekan. Hal ini menyebabkan keausan logam (terutama logam besi, Fe) pada pelumas food grade lebih tinggi jika dibandingkan pelumas mineral. Tinggi keausan logam besi juga dapat disebabkan kandungan air pada pelumas sawit sebesar >2% (>20.000 ppm) yang telah melampaui batas yang ditentukan (lihat tabel 1). Kehadiran air pada pelumas menyebabkan lapisan pelumas antar permukaan logam tidak stabil dan menghasilkan panas (kenaikan suhu, viskositas turun) sehingga kontak langsung anatar logam bergesekan tidak terhindarakan. Keausan logam Fe yang tinggi pada pelumas sawit dapat disebabkan oleh adanya aditif extreme pressure. Pelumas mineral yang digunakan sebagai pembanding mengandung aditif extreme pressure yang berfungsi melindungi kontak langsung antar logam, mengurangi gesekan dan keausan.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4
Perancangan Produk ISSN 1410-9891
Tabel 3. Kondisi pelumas dan keausan logam untuk pelumas food grade sawit SAE 20 dan mineral SAE 90-EP Kondisi pelumas pada beban 5 kg Parameter uji
10 jam
20 jam
30 jam
Food
Mineral
Food
Mineral
Food
Mineral
Viskositas pd 40oC, cSt
50,64
177,49
50,30
171,96
50,74
167,24
Viskositas pd 100oC, cSt
8,26
16,64
8,71
17,11
8,96
16,39
Kandungan air, % vol
2,3
<0,1
2,1
<0,1
2,3
<0,1
15,89
1,21
15,81
1,13
15,27
1,28
TAN, mg KOH/g sampel
Keausan Logam Parameter uji
Food
Mineral
Food
Mineral
Food
Mineral
Aluminium (Al), ppm
<1
3
2
4
2
3
Chromium (Cr), ppm
7
<1
9
<1
14
<1
Copper (Cu), ppm
<1
<1
1
<1
<1
<1
Iron (Fe), ppm
2026
104
2216
104
2192
92
Lead (Pb), ppm
0
0
0
0
0
0
Silicon (Si), ppm
13
13
8
19
2
4
Sodium (Na), ppm
1
2
3
4
2
2
Kandungan air pada pelumas food grade diduga berasal dari proses pencucian yang belum sempurna. Hal ini karena selam pengujian (5, 10 dan 30 jam) kandungan air relatif konstan sehingga kemungkinan terjadinya adanya kondensasi selama pengujian kecil. Kandungan asam pada pelumas food grade juga masih lebih tinggi dibandingkan pelumas mineral dan hal ini akan meningkatkan kemungkinan terjadinya korosi pada permukaan logam. Tingginya bilangan asam (TAN, Total Acid Number) diduga berasal dari kandungan asam lemak bebas dalam bahan baku. Pengaruh beban (5 dan 1,5 kg) ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap pelumas mineral, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi beban lapisan pelumas semakin tipis sehingga kontak langsung antara permukaan logam lebih intensif (keausan logam Fe lebih tinggi). Hal ini ternyat tidak berlaku bagi pelumas sawit, artinya dengan viskositas yang 2-3 kali lebih rendah pelumas tidak cukup kuat menahan beban hingga 1,5 kg. Tidak adanya aditif extreme pressure dan tingginya kandungan air juga memperburuk keausan logam. Pada penelitian ini tidak digunakan material gear-pinion yang diperkeras seperti pada keadaan di lapangan. Hal ini bertujuan untuk melihat batas kemampuan pelumas sawit jika dibandingkan dengan pelumas mineral. Keausan logam bisa menurun drastis jika menggunakan gear dan pinion yang telah diperkeras. Untuk mengetahui sebrapa jauh pengaruh aditif extreme pressure dan viskositas, pengujian dilakukan lagi menggunakan pelumas mineral tanpa additif dengan keknetalan sama dengan pelumas sawit yaitu SAE 20. Tabel 5 memperlihatkan tingkat keausan kedua logam gear-pinion menggunakan kedua pelumas tersebut.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5
Perancangan Produk ISSN 1410-9891 Tingkat keausan logam Fe pada pelumas mineral SAE 20 tanpa aditif ternyata cukup kecil dan relatif sama dengan keausan logam menggunakan pelumas SAE 90-EP. Hal ini mengindikasikan bahwa peran aditif pada pengujian ini belum terlihat demikian halnya dengan pengaruh viskositas. Kemungkinan kuat penyebab keausan adalah tingginya kandungan air dalam pelumas sawit atau perlu diteliti lebih lanjut adanya pengotoran pada pelumas sawit menginagt proses produksinya belum terkontrol dengan baik.
Tabel 4. Kondisi pelumas dan keausan logam untuk pelumas food grade sawit SAE 20 dan mineral SAE 90-EP Kondisi pelumas pada beban 1,5 kg Parameter uji
10 jam
20 jam
30 jam
Food
Mineral
Food
Mineral
Food
Mineral
Viskositas pd 40oC, cSt
99,96
177,17
66,64
176,36
49,71
178
Viskositas pd 100oC, cSt
9,70
17,30
9,42
16,27
10,85
17,12
Kandungan air, % vol
4,06
Td
4,63
td
4,83
Td
TAN, mg KOH/g sampel
14,11
0,99
18,20
1,06
15,02
1,10
Keausan Logam Parameter uji
Food
Mineral
Food
Mineral
Food
Mineral
Aluminium (Al), ppm
2
<1
4
<1
3
<1
Chromium (Cr), ppm
6
<1
11
<1
12
<1
Copper (Cu), ppm
1
<1
<1
<1
1
<1
Iron (Fe), ppm
1628
45
2105
27
2113
21
Lead (Pb), ppm
5
0
1
0
2
0
Silicon (Si), ppm
2
6
5
0
12
11
Sodium (Na), ppm
2
3
1
2
2
3
Untuk memastikan kondisi permukaan logam akibat gesekan, maka gear-pinion yang digunakan untuk uji pelumas sawit dan mineral diperiksa dengan alat XRD. Hasil XRD menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam struktur ikatan logam pada penggunaan pelumas sawit maupun pelumas mineral baik pada beban 5 kg maupun 1,5 kg. Spektrum XRD juga menunjukkan bahwa setelah menggunakan pelumas sawit, struktur ikatan logam/fase logam masih bersifat martensit (seperti aslinya). Tidak adanya spektrum ikatan Fe2O3 atau Fe3O4 yang biasa terjadi pada permukaan logam akibat gesekan langsung mengindikasikan bahwa pelumas sawit mengandung antioksidan alami yang cukup melindungi permukaan logam dari oksidasi.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
6
Perancangan Produk ISSN 1410-9891 Spektrum XRD Pelumas Sawit
Tidak ada spektrum Fe2O3 dan Fe3O4
Gambar 1 Spektrum XRD permukaan gear-pinion menggunakan pelumas sawit Tabel 5. Tingkat keausan logam untuk pelumas food grade sawit SAE 20 dan mineral SAE 20-NonEP Kandungan logam dalam pelumas pada beban 1,5 kg Parameter uji
10 jam Food
Parameter uji
Food
20 jam
Mineral Mineral
Food Food
30 jam
Mineral Mineral
Food Food
Mineral Mineral
Aluminium (Al), ppm
5
1
3
1
4
2
Chromium (Cr), ppm
4
<1
5
<1
6
<1
Copper (Cu), ppm
1
0
1
<1
1
<1
Iron (Fe), ppm
1136
20
1631
29
1705
58
Lead (Pb), ppm
2
<1
1
<1
<1
<1
Silicon (Si), ppm
7
3
8
4
9
4
Sodium (Na), ppm
4
<1
4
<1
4
<1
5. Kesimpulan a. Secara umum dapat disimpulkan bahwa peluams sawit food grade mempunyai stabilitas viskositas yang tinggi. viskositas tidak berubah banyak dengan perubahan beban dan lama pengujian. b. Pelumas sawit food grade terbukti dapat melindungi permukaan logam yang bergesekan dari oksidasi, sama halnya dengan pelumas mineral komersial yang umumnya mengandung aditif antioksidan. c. Pelumas sawit food grade SAE 20 yang telah diuji belum dapat menyamai kemampuan pelumas mineral dengan kekentalan yang sama. Hal ini karena keausan logam Fe yang masih cukup tinggi. Kandungan air diduga menjadi salah satu penyebab keausan yang tinggi jika menggunakan pelumas sawit. Oleh karena itu forrmualsi pelumas sawit masih harus diperbaiki sebelum dilakukan uji lanjut. d. Tingginya kandungan air pada pelumas food grade mengindikasikan bahwa masih belum sempurnanya proses pencucian pada pembuatan pelumas. e. Metode uji yang digunakan cukup efektif untuk menyeleksi dan mengevaluasi formulasi suatu pelumas hanya dalam waktu maksimum 30 jam.
6. DAFTAR PUSTAKA 1.
R.M. Mortier, S.T. Orszulik (editor), (1997), Chemistry and Technology of Lubricants, hal 221-222 & 248-249, Chapman & Hall, London
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
7
Perancangan Produk ISSN 1410-9891 2.
Panduan Pengawasan Produksi Pelumas, (2003), Direktorat Industri Hilir-Deperindag, Jakarta
3.
Lloyd Leugner, (2004), “How to Apply and Maintain Biodegradable Lubes”, http://www.noria.com
4.
Martin Williamson, (2004), “Understanding Food-Grade Lubricants”, http://www.noria.com
5.
“Foodgrade Anti-Wear Hydraulic, Bearing & Compressor”, http://KeystoneLubricants.com
6.
Triharyati, Rizqon Fajar, (2004), “Formulasi Pelumas Berbasis Minyak Sawit Untuk Industri Pangan”, Laporan Akhir Rusnas 2004, hal 27-30
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
8