UNIVERSITAS INDONESIA
PENGAKTIFAN IDENTITAS KEDAERAHAN OLEH SEKELOMPOK PEDAGANG PERANTAUAN: STUDI KASUS IKATAN KELUARGA SOSIAL PARIAMAN PASAR MINGGU (IKSPPM)
SKRIPSI
ANNISA 0706285461
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK DESEMBER 2011
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan ini, saya sebagai penulis skripsi yang berjudul “Pengaktifan Identitas Kedaerahan oleh Sekelompok Pedagang Perantauan: Studi Kasus Ikatan Keluarga Sosial Pariaman Pasar Minggu” menyatakan bahwa skripsi dan penelitian ini adalah asli. Penulis tidak melakukan studi duplikasi ataupun bentuk plagiat lainnya. Kutipan yang terdapat dalam skripsi ini sudah melalui tata cara pengutipan yang benar, yaitu dengan menyertakan sumber kutipan, baik itu sumber pertama maupun sumber kedua. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak berada dalam tekanan manapun.
Depok, Januari 2012
Penulis
ii Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Annisa
NPM
: 0706285461
Departemen
: Antropologi
Judul Skripsi
: Pengaktifan Identitas Kedaerahan Oleh Sekelompok Pedagang Perantauan: Studi Kasus Ikatan Keluarga Sosial Pariaman Pasar Minggu (IKSPPM)
Tanggal Sidang : 22 Desember 2011
Telah Diuji dan Dinyatakan Lulus oleh:
Pembimbing
Penguji
(Dr. Jajang Gunawijaya, MA)
(Dr. Semiarto Aji Purwanto)
Ketua Sidang
(Drs. Irwan M. Hidayana, MA)
iii
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-nya saya bisa menyelesaikan studi yang berjudul Pengaktifan Identitas Kedaerahan oleh Sekelompok Pedagang Perantauan: Studi Kasus Ikatan Keluarga Sosial Pariaman Pasar Minggu. Studi ini memperlihatkan kondisi terbaru terkait keberadaan perkumpulan kedaerahan khususnya Pariaman di lokasi Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Saya berharap hasil studi ini dapat mendorong warga masyarakat sukubangsa di perantauan untuk lebih meningkatkan tali silaturahmi dan solidaritas antar sesamanya sehingga kesibukan mereka di perantauan tidak serta merta memutus tali persaudaraan di antara mereka. Dalam kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: Dr. J. Emmed Prioharyono, MA, M.Sc, selaku Ketua Program S1 Antropologi. Dr. Jajang Gunawijaya, MA, selaku pembimbing skripsi. Dr. Semiarto Aji Purwanto, MA, selaku penguji. Drs. Irwan M. Hidayana, MA, selaku ketua sidang. Drs. Hilarius S. Taryanto, selaku sekretaris sidang. Terima kasih atas saran dan masukannya sehingga skripsi ini dapat mencapai hasil yang diharapkan. Akhir kata saya berharap hasil studi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang tertarik terhadap kajian mengenai etnisitas, khususnya yang berkaitan dengan bidang
perekonomian. Saya menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun saya terima dengan terbuka.
Depok, 6 Januari 2012
(Annisa) iv
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Tiada kata yang bisa diungkapkan selain rasa syukur yang teramat dalam kehadirat Allah SWT, yang atas ridho-nya akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Setelah hampir empat setengah tahun lamanya akhirnya saya bisa mengakhiri karya ilmiah ini demi tercapainya gelar Sarjana Sosial yang telah saya dambakan. Kepada kedua orang tua Bapak (Djaswadi AR), Mama (Rosnawati), dan kakak (Nofellisa), terima kasih atas segala dukungan yang telah diberikan selama ini. Kedua orang tua saya yang selalu mendoakan dan mendukung anaknya. Bapak yang rela meluangkan waktunya untuk mengantarkan saya kuliah dan membantu mencari solusi atas kesulitan saya dalam melaksanakan penelitian, dan Mama yang selalu menyediakan makanan lezat serta siap sedia mendengarkan kegalauan anaknya ini…neomu kamsahamnida. Di balik semua yang saya peroleh ini juga tidak terlepas dari dukungan my beloved sista Nofellisa a.k.a Bongki, tanpa kucuran pundi-pundi rupiah dan kesediannya untuk menghibur adik Ongglo ini dikala galau dan resah, mungkin saya tidak bisa lagi menatap masa depan dengan lebih optimis…asyikkk…hehe☺. Beribu terima kasih saya haturkan kepada pembimbing skripsi yang tiada duanya, Bapak Dr. Jajang Gunawijaya MA. Di tengah kesibukanya yang luarrrrr biasa, ia rela menyempatkan waktu untuk berbagi sebongkah ilmu kepada anak bimbingannya ini. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Dr. Semiarto Aji Purwanto MA, yang menjadi penuntun awal saya dalam membuat skripsi melalui kuliah Seminar serta kesediannya untuk menjadi penguji dalam sidang skripsi ini. Kepada Ibu Endang Partridjunianti selaku penasehat akademik yang selama kurang lebih empat setengah tahun ini telah menemani anak-anak Antropologi ’07, terima kasih Bu... Yap…berikutnya terima kasih juga saya haturkan kepada orang-orang yang berkontribusi dalam terciptanya skripsi ini yaitu para informan di Pasar Minggu. Uda Hendri, Uda Mus, Uni Yenti, Apak Syarlan, Apak Zul serta anggota IKSPPM lainnya yang telah menyempatkan waktunya di tengah kerumunan v Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
pembeli untuk berbagi cerita dan informasi kepada saya. Tanpa mereka mungkin skripsi ini tidak akan terlaksana. Gomapseumnida T-ALL, Lia dan Laurentia Nisa a.k.a Mamzlore atas kesediaannya menggalau bersama di KTV semoga kedepannya kita bisa debut yah ☺. Buat Lia thanks banget supply MV KPopnya yang berhasil membuat mata terbelalak setelah hampir terpejam akibat tumpukan konsep-konsep ilmiah, gomawoyo chingu. Mamzlore, thanks atas ketawaannya yang terkadang bikin kita ketawa gak jelas, hehe. Semangat teman-teman, semoga kalian cepat menyusul. Last but not least, teman seperjuanganku Riva Nur Insania, setelah beriburibu OST kita ciptakan saat menunggu kehadiran (ya, you know lah…) hehe, akhirnya kita bisa bertemu di Balairung juga. Semua yang telah kita jalani selama ini mungkin bisa menjadi kenangan terindah di masa-masa nyusun skripsi (ya, itulah kata-kata yang selalu muncul sebagai pelipur lara di tengah panas terik dan hujan badai), perjuangan kita gak sia-sia teman ☺. Oh iya, teman-teman antrop ’07, Salmah Muslimah, Nurul Hasmi, Intan, Dintan, Senorita, dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, thanks atas kerjasamanya selama ini.
I dream high, I dream When I’m tired, I close my eyes I keep imagining that dream While I get up I can fly high, I believe that I can go up in that sky - Dream High -
vi Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS (Hasil Karya Perorangan)
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis Karya
: Annisa : 0706285461 : Antropologi : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Ekskusif (Non-exclusive Royalti – Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Pengaktifan Identitas Kedaerahan oleh Sekelompok Pedagang Perantauan: Studi Kasus Ikatan Keluarga Sosial Pariaman Pasar Minggu (IKSPPM) beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif ini UI bebas menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, menampilkan atau mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas segala pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah ini menjadi tanggung jawab saya pribadi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Depok, 8 Januari 2012
(Annisa)
vii
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI PROGRAM SARJANA REGULER
Annisa. 0706285461 Pengaktifan Identitas Kedaerahan oleh Sekelompok Pedagang Perantauan: Studi Kasus Ikatan Keluarga Sosial Pariaman Pasar Minggu (IKSPPM) 83 + xiii halaman; 3 Lampiran Bibliografi 26 (1969-2007): Buku (20), Karya Ilmiah (6), Situs Jejaring (5)
ABSTRAK Penelitian ini difokuskan pada mekanisme pengaktifan identitas kedaerahan oleh sekelompok pedagang Pariaman yang tergabung dalam IKSPPM melalui berbagai atribut yang hadir pada perkumpulan tersebut. Saya menerapkan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dalam studi ini. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, pengamatan langsung serta dilengkapi dengan studi kepustakaan. Studi ini menyimpulkan bahwa identitas kedaerahan yang aktif pada sekelompok pedagang Pariaman ini bersifat situasional dan dapat dilihat dari dua konteks yang berbeda. Yakni dalam lingkungan kelompok dan dalam suasana pasar yang multikultural. Pengidentifikasian dilakukan melalui berbagai atribut kedaerahan yang muncul seperti dantam, pelestarian pepatah yang tergolong sastra lisan Minang dan susunan masyarakat adat Minang, penggunaan bahasa Minang dalam keseharian, hingga pandangan khas mereka yang terungkap melalui kebiasaan untuk mendahulukan kepentingan kerabat atau keluarga mereka. Penelitian ini penting untuk melihat kondisi terkini para perantau Minang di Jakarta terutama terkait usaha mereka mempertahankan solidaritas dan tali silaturahmi di tengah kegiatan perdagangan mereka di pasar. Kata Kunci: identitas, perkumpulan kedaerahan, atribut
viii
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
THE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES UNIVERSITY OF INDONESIA MAJORING ANTHROPOLOGY
Annisa. 0706285461 Activation of Regional Identity by a group of Merchants Overseas: Study of Ikatan Keluarga Sosial Pariaman Pasar Minggu (IKSPPM) 83 + xiii pages; 3 Lampiran Bibliography 26 (1969-2007): Books (20), Final Papers & Thesis (6), Website (5)
ABSTRACT This research focused on the mechanism of local identity activation by a group of Pariaman merchants which participate in IKSPPM, through a variety of attribute. I apply a qualitative approach descriptively. The data was collected by conducting interviews, observation, and completed by literacy study. This study concludes that local identities which actived in a group of Pariaman merchant is situational and can be seen from two different contexts, inside the group and in a multicultural atmosphere of the market. Identification is done through a variety of local attributes such as dantam, preservation of pepatah (Minang oral literature) and the used of community structure through Minang social custom, used of Minang language, and local Minang point of view such the tendency to put their relative or families interest as priority. The important of this research is to see the latest condition of the nomads (perantau) Minang in Jakarta, especially those related to their effort for maintaining solidarity and silaturahmi in the middle of their trading activities. Keyword: identity, regional association, attribute
ix
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Halaman Judul
i
Lembar Pernyataan Orisinalitas
ii
Lembar Pengesahan
iii
Kata Pengantar
iv
Ucapan Terima Kasih
v
Lembar Pernyataan Bebas Royalti
vii
Abstrak
viii
Daftar Isi
x
Daftar Tabel dan Gambar
xii
Daftar Lampiran
xiii
1. PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7
Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Signifikansi Penelitian Kerangka Pemikiran Metode Penelitian Sistematika Penulisan
1 7 8 9 9 14 17
2. PASAR MINGGU SEBAGAI TEMPAT PERTEMUAN BERBAGAI ETNIK 2.1 2.2 2.3 2.4
Lokasi Pasar Minggu Kelompok Etnik dan Komoditi yang Diperdagangkan Pedagang Pariaman di Pasar Minggu Kelompok Etnik di Perantauan
19 25 26 28
3. IKSPPM SEBAGAI WADAH MASYARAKAT MINANG PARIAMAN DI KAWASAN PASAR MINGGU 3.1 Profil Perkumpulan Kedaerahan IKSPPM x
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
32
3.2 3.3 3.4 3.5
3.1.1 IKSPPM Dulu dan Kini 3.1.2 Keanggotaan Perkumpulan Kedaerahan IKSPPM Kegiatan dan Program Kerja IKSPPM Peranan IKSPPM Bagi Para Anggotanya Interaksi Sosial di Pasar Minggu Atribut Kedaerahan dalam Kehidupan Pedagang Pariaman
32 37 40 43 47 50
3.5.1 Penggunaan Bahasa dan Ungkapan Khas Minang
50
3.5.1.1 Dalam Lingkungan Pasar
50
3.5.1.2 Dalam Lingkungan Kelompok
52
3.5.2 Pelaksanaan Dantam dalam Perkumpulan Kedaerahan
56
IKSPPM 4. MEKANISME PENGAKTIFAN IDENTITAS MELALUI BERBAGAI ATRIBUT KEDAERAHAN 4.1 Atribut Kedaerahan dan Pengaktifannya dalam IKSPPM
60
4.2 Identitas Kedaerahan dalam Perkumpulan IKSPPM
66
4.3 Manfaat Pengaktifan Identitas serta Atribut Kedaerahan bagi
74
Anggota IKSPPM 4.3.1 Dari Segi Sosial
74
4.3.2 Dari Segi Ekonomi
76
4.3.3 Dari Segi Budaya
77
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
80
5.2 Saran
83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Daftar Tabel Tabel 1 Susunan Kepengurusan Inti
Daftar Gambar Gambar 1
Peta Lokasi Pasar Minggu
Gambar 2
Denah Lokasi PD Pasar Jaya Pasar Minggu
Gambar 3
Kondisi Pasar Minggu di Siang Hari
Gambar 4
Situasi Kegiatan Arisan dan Pertemuan Bulanan
Gambar 5
Kegiatan Dantam: Gotong Royong Kaum Ibu
Gambar 6
Kegiatan Dantam: Pengumpulan Uang
xii
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
Lampiran 2
Struktur Kepengurusan
Lampiran 3
Contoh Form Simpan Pinjam
xiii
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdagangan sangat erat kaitannya dengan keberadaan etnis Minangkabau dimanapun mereka berada. Hampir sebagian besar masyarakat Minangkabau berkecimpung mulai dari usaha yang hanya memerlukan modal kecil hingga usaha-usaha besar beromset luar biasa. Mereka tersebar mulai dari pasar tradisional, pusat perbelanjaan besar atau Mal, hingga sudut-sudut pasar dan persimpangan jalan sebagai pedagang kaki lima. Orang Minangkabau secara umum mendorong kaum mudanya untuk merantau1; namun ketika kembali dari daerah rantau mereka diharuskan membawa sesuatu, baik harta ataupun pengetahuan, sebagai simbol berhasilnya misi mereka. Harta itu digunakan untuk membangun atau memperbaiki rumah para saudara perempuan atau istri-istri mereka atau guna membelikan tanah. Mereka juga mengajarkan pengetahuan dan pikiran-pikiran baru untuk mengubah dan memajukan negeri dan adat matrilineal mereka (Pelly, 1994:11). Kini terdapat kecenderungan baru dalam proses merantau yaitu merantau dengan keluarga inti yang menggantikan perantauan orang bujang. Oleh karena itu, mustahil jika tidak terjadi penyusunan kembali sistem matrilineal. Jika mamak tidak melepaskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban tradisional terhadap keluarga saudara perempuannya, si urang sumando2 yaitu suami tidak dapat membawa anak istrinya ke rantau (Kato, 2005:171). 1
Merantau dalam budaya Minangkabau dimaknai sebagai tindakan meninggalkan kampung halaman dengan kemauan sendiri untuk jangka waktu yang lama ataupun tidak dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman dan biasanya engan maksud pulang kembali (Naim,1979:3) 2 Dalam sistem matrilineal, anak-anak masuk ke dalam suku ibunya dan bukan suku pihak ayah. Demikian juga kaum laki-laki dalam hal ini tidak termasuk dalam keluarga istrinya. Ia merupakan orang asing dan di Minangkabau istilahnya disebut ‘urang sumando’ (orang semenda) (Maryeti, 1996:38).
1
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Pergeseran struktur keluarga tradisonal Minangkabau yang disebabkan oleh pengaruh Islam, merantau, dan modernisasi, secara prinsipnya tidak membuat masyarakat Minang meninggalkan tradisi-tradisi yang sudah ada. Hal ini disebabkan pandainya mereka memadukan nilai-nilai yang mereka anut dengan nilai-nilai baru yang mereka terima (lihat Alfian dalam Maryeti, 1996:80). Salah satu buktinya dapat kita lihat dari pemilihan berdagang sebagai profesi dan sumber penghidupan mereka di perantauan yang tidak terlepas dari nilai-nilai mendasar pada setiap individu Minang selama ini. Merujuk pada hasil studi Sa’danoer (dalam Yulia, 1986:7) kecenderungan tersebut erat kaitannya dengan pola-pola kehidupan masyarakat Minang yang menjunjung tinggi watak cadiak candokio (intelligence). Kecenderungan berdagang ini berakar dari watak galia (Sa’danoer dalam Yulia, 1986:7). Mereka yang dilihat seperti orang nan cadiak candokio memiliki watak galia yaitu bekerja lebih menekankan penggunaan akal tetapi tidak memerlukan pengetahuan atau pengalaman dan menghindarkan pekerjaan yang dapat melibatkan beban fisik atau melambangkan ketergantungan. Pada akhirnya orang Minang lebih cenderung berusaha sendiri dengan berdagang dari pada harus bekerja dengan orang lain. Hal di atas terlukis pula dalam prinsip pedagang Minangkabau yaitu “elok jadi kapalo samuik daripado ikua gajah” (Lihat MinangforumCom ‘Kultur Pedagang Minangkabau’). Dalam budaya Minang yang egaliter setiap orang akan berusaha untuk menjadi seorang pemimpin. Menjadi sub-ordinat orang lain sehingga siap diperintah-perintah bukanlah sebuah pilihan yang tepat. Oleh karena itu, salah satu alternatif untuk menghindari ini masyarakat Minang memilih berdagang walaupun hanya berdagang kecil-kecilan. Bagi para pedagang keuntungan dan keberhasilan perdagangan menjadi tujuan utama dalam melakukan usahanya tersebut. Namun, sebagai mahluk sosial tentunya manusia selalu memerlukan orang lain bahkan tidak dapat hidup tanpa berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Kehidupan para pedagang yang sebagian besar dihabiskan dalam lingkungan pasar menjadikan mereka memiliki suatu ikatan-ikatan khusus yang terbina dari interaksi sehari-hari. Dalam hal ini pasar dilihat sebagai suatu ruang fisik yang penting bagi kehidupan para pedagang. Ruang fisik tersebut dapat dilihat sebagai ruang sosial 2
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
karena penekanan dari kegiatan-kegiatan para penggunanya adalah pada interaksiinteraksi sosial untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial, ekonomi, politik, dan budaya (Suparlan, 2005:58-59). Dari definisi Suparlan tersebut dapat kita lihat bahwa pasar sebagai suatu ruang sosial tidak hanya digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi tetapi juga sosial dan budaya. Oleh karena itu, perlu kita lihat lebih mendalam bagaimana aspek budaya turut berperan dalam interaksi yang tercipta pada sebuah ruang sosial seperti pasar. Soekarno dan Azidin (1990: 2) dalam studinya menyatakan bahwa pasar yang merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dari berbagai lapisan masyarakat itu akhirnya berperan pula sebagai arena sosial. Pasar sebagai tempat pertemuan antar masyarakat yang berbeda-beda itu dapat juga diartikan sebagai pintu gerbang yang menghubungkan dengan dunia luar. Ini berarti pasar memungkinkan tempat terjadinya pertautan kebudayaan yang berlainan dari kebudayaan setempat. Terkait pemaparan di atas, dari hasil observasi yang saya lakukan di kawasan Pasar Minggu, ditemukan adanya upaya pemenuhan kebutuhan sosial dan budaya yang dilakukan oleh para pedagang Minangkabau khususnya masyarakat Pariaman. Mereka membentuk suatu kelompok etnik yang berbasis daerah asal yaitu Pariaman. Melalui perkumpulan kedaerahan tersebut mereka membangun suatu kekuatan solidaritas sosial antar pedagang di kawasan PD Pasar Jaya Pasar Minggu. Perkumpulan kedaerahan tersebut mengatasnamakan diri sebagai Ikatan Keluarga Sosial Pariaman Pasar Minggu (IKSPPM). Kemunculan
kelompok
etnik
baik
yang
berwujud
perkumpulan
kedaerahan maupun perkumpulan kesukuan telah banyak kita temui di lingkungan perantauan seperti Jakarta. Hal tersebut dinyatakan pula oleh Menno dan Alwi (1992:57): “ Sejalan dengan berkembangannya kota-kota, terutama dalam jumlah penduduknya, maupun jumlah tuntutan kebutuhan (ekonomi, politik, dan sosial-budaya lainnya), maka orang-orang, keluarga dan kerabat juga cenderung berkembang meluas menjadi organisasi regional, yang tentunya mempunyai fungsi-fungsi yang harus dipenuhi, kalau tidak ingin tenggelam dalam situasi anomik, individualisme, dan lain-lainnya yang bersifat disintegratif. Dengan kata lain, alasan-alasan fundamental pembentukan asosiasi-asosiasi regional ialah karena asosiasi-asosiasi ini 3
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
dapat berfungsi secara efektif sebagai suatu mekanisme adaptif dalam kota-kota yang besar.” Kelompok etnik muncul dalam berbagai tingkatan. Ada yang hanya berupa perkumpulan, namun adapula yang berupa organisasi besar dengan berbagai cabang baik di dalam maupun di luar negeri seperti salah satunya organisasi perantau Minang, Sulit Air Sepakat (SAS) (Huri, 2006:6). Di Jakarta dan sekitarnya terdapat berbagai organisasi maupun perkumpulan etnik Minangkabau. Organisasi itu ada yang berbasiskan masyarakat Minang
asal
Sumbar
secara
keseluruhan,
seperti
Badan
Koordinasi
Kemasyarakatan dan Kebudayaan Alam Minangkabau (BK3AM) dan Gebu Minang. Ada pula yang berbasiskan kabupaten atau kota mereka berasal. Banyaknya organisasi yang ada di wilayah Jabodetabek itu, belum terorganisasir dengan baik. BK3AM sebagai induk organisasi masyarakat Minang di Jabotabek, tidak punya data pasti jumlah organisasi tersebut (Lihat HarianhaluanCom ‘Orang Minang Jabodetabek Belum Terdata’). Solidaritas yang terbina dalam perkumpulan seperti IKSPPM ini didasarkan atas community sentiment yang mencakup unsur-unsur seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan (Santosa, 2004:84) karena kesamaan daerah asal mereka Pariaman. Pariaman merupakan suatu wilayah Kabupaten di Provinsi Padang Sumatera Barat. Sampai akhir tahun 2007 Kabupaten Padang Pariaman memiliki 17 Kecamatan, 46 nagari dan 364 korong. Kecamatan yang paling banyak memiliki nagari adalah Kecamatan Nan Sabaris dan Kecamatan Enam Lingkung yang mempunyai 5 (lima) nagari, sedangkan kecamatan yang paling sedikit memiliki nagari adalah Kecamatan Lubuk Alung dan Kecamatan IV Koto Aur malintang yang hanya mempunyai 1 nagari (‘Kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman’ lihat www.padangpariamankab.go.id). Seperti yang telah kita ketahui bahwa keberadaan kelompok etnik dimana dalam hal ini berwujud perkumpulan kedaerahan sudah banyak dibahas dalam studi-studi sebelumnya. Namun, yang menarik perhatian saya dalam kasus IKSPPM ini yaitu lokasi kemunculannya di sebuah pasar. Hal tersebut tidak bisa dilihat begitu saja karena pada dasarnya pasar merupakan tempat dimana setiap orang menjalin sebuah interaksi yang didasarkan atas kepentingan tertentu misalnya antara penjual dan pembeli ataupun antar sesama penjual dan pembeli. 4
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Yussuwadinata (1989:1) dalam studinya menegaskan bahwa unsur kepentingan yang menyebabkan orang-orang berinteraksi satu sama lainnya, misalnya seorang produsen memiliki kepentingan untuk menwarkan hasil produksinya sementara di lain pihak ada konsumen yang berkepentingan untuk membeli hasil produksi tersebut. Oleh karena itu, keunikan IKSPPM dalam memanfaatkan ruang sosial yang bersifat ekonomi dalam memperkuat hubungan kesukubangsaan mereka patut diperhitungkan keberadaannya. Mekanisme identitas yang mereka jalankan baik di dalam maupun di luar lokasi pasar dapat dilihat lebih mendalam dengan melibatkan anggota-anggota yang tergabung pada perkumpulan tersebut. Hal ini dikarenakan identitas merupakan sesuatu yang askriptif atau yang paling umum dan mendasar bagi seorang individu (Barth,1969:13). Keberadaan suatu etnis atau yang dalam studi ini berupa sub-etnik Pariaman di daerah perantauan bukan berarti hanya merupakan sekumpulan orang-orang yang tersebar di tanah rantau, tetapi mereka sebagai makhluk sosial tentu juga mengaktualisasikan budaya yang dimilikinya (Suprapti, 1999:1). Dengan demikian berbagai kegiatan yang mereka lakukan baik yang berkaitan dengan kelompok maupun tidak, dapat dilihat sebagai suatu ciri budaya yang memiliki arti tersendiri bagi mereka. Hal tersebut menarik untuk dilihat terutama jika dikaitkan dengan kondisi lingkungan pasar yang multikultural serta kaitannya dengan aspek-aspek kehidupan setiap anggotanya baik ekonomi, sosial, maupun budaya. Cukup banyak studi mengenai masyarakat Minangkabau di daerah perantauan mereka, baik kajian terkait pengelompokan yang mereka lakukan melalui perkumpulan atau organisasi kedaerahan maupun terkait upaya adaptasi mereka di lingkungan perantauan. Seperti yang dilakukan oleh Mariana (1988) yang mengangkat isu perkumpulan kedaerahan yang bersifat kepemudaan dengan berbagai upaya sosialisasi yang dilakukan perkumpulan terhadap generasi muda Koto Gadang di Jakarta. Berbeda dengan studi tersebut, IKSPPM yang merupakan perkumpulan kedaerahan di perantauan dilihat dalam kaitannya terhadap kehidupan perdagangan mereka di lingkungan pasar. Kajian ini menjadi berbeda dari kajian5
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
kajian terdahulu yang biasanya berkaitan dengan proses sosialisasi ataupun terkait fungsi-fungsi dan peranan kelompok etnik di perantauan. Dengan demikian saya mencoba untuk mengaitkan kajian mengenai perkumpulan kedaerahan ini dengan kehidupan perdagangan masyarakat Pariaman tersebut dalam konteks pasar sehingga kemunculan perkumpulan tersebut tidak dapat dipisahkan dari proses adaptasi yang biasanya mendasari studi-studi masyarakat perantauan di ibukota. Salah satu studi terkait strategi adaptasi sekelompok pedagang perantauan dilakukan oleh Karmila (2004) yang mengangkat tema strategi adaptasi beberapa pedagang kaki lima di kawasan Pasar Minggu terkait berbagai peluang, hambatan serta upaya yang mereka lakukan dalam menanggulangi hambatan tersebut sehingga dapat tetap mempertahankan usahanya. Studi ini menyimpulkan beberapa strategi adaptasi yang dilakukan oleh sekelompok pedagang kaki lima tersebut dimana salah satunya yaitu dengan mempererat hubungan persaudaraan di antara mereka. Dalam hal ini konsep kekerabatan diartikan secara lebih fleksibel karena tidak terbatas pada mereka yang memiliki hubungan darah saja melainkan mereka yang memiliki hubungan kepentingan untuk mempertahankan hidup dan mencari nafkah di kota (Karmila, 2004:157). Mengacu pada hasil studi tersebut, saya dapat melihat pula kenyataan bahwa pada sekelompok pedagang Pariaman di lokasi yang sama yaitu Pasar Minggu memanfaatkan ikatan kedaerahan sebagai dasar pengelompokan yang juga tidak terlepas dari adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi. Dengan demikian, saya berusaha menyajikan bentuk lain dari upaya mempererat hubungan persaudaraan yang dilakukan sekelompok pedagang yang salah satunya melalui kesamaan identitas kedaerahan di antara mereka. Jika kita hubungkan dengan latar belakang ekonomi mereka dalam mendirikan usaha dagang masing-masing, maka kemampuan mereka untuk mengorganisir anggotanya turut menjadi bukti ketidaksesuaian ungkapan yang seringkali muncul di tengah pergulatan perdagangan masyarakat Minang yaitu malapeh untuang surang. Ungkapan ini merujuk pada kecenderungan para pedagang Minang yang hanya memikirkan kepentingan masing-masing atau penekanan sifat individualistis.
6
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
1.2 Masalah Penelitian
Ikatan Keluarga Sosial Pariaman Pasar Minggu (IKSPPM) merupakan suatu perkumpulan etnik berbasis kedaerahan yang berperan sebagai alat penguat solidaritas sosial masyarakat Pariaman di Jakarta. Solidaritas yang terbina dalam kasus IKSPPM ini didasari oleh perasaan senasib sepenanggungan karena berasal dari daerah yang sama. Lingkungan pasar dengan berbagai dinamikanya baik yang bersifat sosial, ekonomi, maupun budaya mendorong para pedagang Pariaman ini untuk mengintegrasikan diri mereka ke dalam suatu wadah perkumpulan kedaerahan. Jalannya perkumpulan tersebut tidak terlepas dari keberadaan berbagai atribut kedaerahan yang merupakan ciri budaya, baik nyata maupun tidak pada masyarakat Pariaman sebagai salah satu sub-etnik Minangkabau. Kehadiran ciri budaya tersebut berpengaruh terhadap kedudukan sosial mereka di mata pedagang atau masyarakat yang berasal dari etnis lain. Seperti yang kita ketahui bahwa pasar sebagai suatu lingkungan multikultural seharusnya mampu mendorong warga masyarakat-masyarakat sukubangsa dalam masyarakat majemuk untuk melonggarkan batas-batas sukubangsa dan rasial yang dipagari oleh kebudayaan masing-masing sukubangsa (Suparlan, 2005:192). Keberadaan IKSPPM erat kaitannya dengan kehidupan primordial yang harus dihormati keberadaanya terutama dalam lingkup multikultural. Namun perlu rasanya kita melihat dinamika pengaktifan atribut kedaerahan yang menjadi bagian dari setiap anggota IKSPPM dalam konteks pasar. Situasi ini didorong oleh kenyataan bahwa pasar sebagai ruang publik memiliki kebudayaan sendiri yang mampu mengorganisir jalannya interaksi sosial orang-orang di dalamnya. Studi terkait keberadaan kelompok etnik di Jakarta memang sudah banyak dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, saya berusaha menyajikan cara pandang lain dalam melihat kehadiran suatu perkumpulan kedaerahan di ibukota Jakarta. Salah satunya dengan mengkaji kelompok etnik yang bersifat kedaerahan dalam kaitannya dengan lingkungan tempat mereka mencari sumber penghidupan di
7
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
perantauan. Dari sudut pandang tersebut dapat saya tarik beberapa pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk atribut kedaerahan yang hadir di tengah kehidupan para anggota IKSPPM? 2. Bagaimana mekanisme pengaktifan identitas kedaerahan oleh para anggota IKSPPM baik di dalam maupun di luar lingkungan pasar? 3. Apa manfaat yang diperoleh dari aktifnya identitas serta atribut kedaerahan tersebut bagi setiap anggota IKSPPM? 1.3 Tujuan Penelitian
Dilihat dari masalah penelitian di atas, secara garis besar studi ini bertujuan
memperlihatkan
upaya
perkumpulan
kedaerahan
dalam
mempertahankan berbagai ciri budayanya di daerah perantauan khususnya dalam lingkup pasar yang multikultural. Saya tertarik untuk melihat mekanisme tersebut berjalan dalam setiap individu yang merupakan bagian dari perkumpulan kedaerahan IKSPPM. Dengan
demikian dapat ditarik beberapa tujuan
diadakannya studi mengenai IKSPPM ini yang antara lain: 1. Memberikan gambaran terkait berbagai bentuk atribut kedaerahan yang hadir di tengah kehidupan para anggota IKSPPM 2. Mengetahui mekanisme para anggota IKSPPM dalam memainkan identitas kedaerahan yang dimiliki baik di dalam maupun di luar lingkungan pasar 3. Mengetahui manfaat yang akan diperoleh dari pengaktifan identitas serta atribut kedaerahan tersebut bagi setiap anggota IKSPPM
1.4 Signifikansi Penelitian
Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya studi mengenai masyarakat Minangkabau di perantauan terutama yang terkait dengan masalah 8
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
perekonomian serta identitas kedaerahan mereka di Jakarta. Saya berharap studi mengenai perkumpulan kedaerahan IKSPPM ini dapat memberikan gambaran terbaru
mengenai
keberadaan
perkumpulan
kedaerahan
dalam
upaya
mempertahankan solidaritas dan hubungan kekerabatan mereka di daerah perantauan. Seperti yang kita ketahui bahwa model masyarakat multikultural mendorong terjadinya peleburan etnis sehingga kesetaraan dan keselarasan antar sukubangsa dapat tercapai. Namun, etnisitas tidak hanya dapat dilihat dari segi konflik saja melainkan juga dalam pemanfaatannya sebagai kekuatan sosial yang mampu menciptakan solidaritas sehingga kesejahteraan kelompok etnik di perantauan dapat tercapai. Melihat kenyataan tersebut dalam konteks perantauan, studi terkait perkumpulan kedaerahan ini diharapkan mampu memberikan kesadaran bagi masyarakat sukubangsa terutama yang memiliki kecenderungan merantau, untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pengembangan potensi sumber daya manusia yang dimiliki dimana dalam hal ini generasi muda daerah, serta menyambung kembali tali silaturahmi masyarakat Minang di perantauan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Identitas atau jatidiri adalah pengenalan atau pengakuan terhadap seseorang sebagai termasuk dalam sesuatu golongan yang dilakukan berdasarkan atas serangkaian ciri-cirinya yang merupakan satu satuan yang bulat dan menyeluruh. Dalam kasus IKSPPM ini penggolongan yang terjadi didasari oleh status mereka sebagai orang atau pedagang yang beretnis Minang Pariaman. Identitas atau jatidiri sukubangsa, yang dalam hal ini bersifat kedaerahan, sebenarnya muncul dan mantap melalui dan dalam interaksi-interaksi sosial yang terwujud di dalam masyarakat tersebut (Suparlan, 2005: 117). Kemunculannya identitas tersebut tidak terlepas dari berbagai atribut yaitu segala sesuatu yang terseleksi, baik disengaja maupun tidak, yang dikaitkan dengan dan untuk kegunaannya bagi mengenali identitas atau jatidiri seseorang atau sesuatu gejalan (Suparlan, 2005:29). Dalam konteks perdagangan maupun dalam lingkungan kelompok, identitas kedaerahan tersebut hadir dalam kadar 9
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
yang berbeda. Hal ini dapat teridentifikasi jika kita melihat berbagai atribut kedaerahan tersebut dari sudut pandang Lakoff (1987) yang diadaptasi oleh Barth (1996 dalam Cohen, 2000: 22) dalam penjelasannya terkait ‘batasan’ pada sebuah kelompok etnik. Barth mengadaptasi pemikiran Lakoff (1987) dalam analisis budaya terhadap simbol dan pemikiran. “ we are invited to ask not what is a conventional representation of a concept, to be recognized and pursued through various transformations and transpositions, but: preconceptual sources, the experiential bases for the concept, and how does it consequently convey our thoughts and reasoning (Barth dalam Cohen, 2000:22).” Mengidentifikasi orang lain sebagai bagian dari suatu kelompok etnik lain berarti menerapkan kriteria penilaian atau peradilan baginya (Barth,1969:16). Sebaliknya dikotomisasi seseorang sebagai orang asing atau sebagai bagian dari kelompok etnik lain, menyatakan adanya pembatasan dalam pengertian bersama, adanya perbedaan kriteria dalam mempertimbangkan nilai-nilai dan penampilan, serta adanya interaksi yang terbatas pada sektor-sektor yang diasumsikan mengandung pengertian yang sama dan diminati bersama (Barth, 1969:16-17) Dengan demikian kehadiran berbagai atribut kedaerahan tersebut mendasari status mereka sebagai orang Pariaman. Hal ini dikarenakan pada dasarnya terdapat dua hal pokok yang dapat dibahas dalam mengamati kehadiran kelompok-kelompok etnik dengan ciri-ciri unit budayanya yang khusus, yaitu (1) kelanggengan unit-unit budaya ini, dan (2) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya unit budaya tersebut (Barth,1969:12). Labih lanjut Barth (1969: 1213) mengatakan bahwa bentuk-bentuk budaya yang tampak menunjukan adanya pengaruh ekologi. Tapi ini tidak berarti bahwa semua itu hanya menunjukan penyesuaian diri terhadap lingkungan; lebih tepat dikatakan bahwa bentuk budaya ini merupakan hasil penyesuaian para anggota kelompok etnik yang dalam kasus ini bersifat kedaerahan, dalam menghadapi berbagai faktor luar. Situasi ini dapat terjadi karena dalam pelestarian batas etnik yang dalam kasus ini bersifat kedaerahan terdapat situasi kontak sosial antara orang-orang dengan budaya yang berbeda: kelompok etnik hanya dikenal sebagai unit bila kelompok itu memperlihatkan perilaku yang berbeda, jadi ada perbedaan budaya (Barth, 1969:17). 10
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Terbentuknya perkumpulan etnik IKSPPM tidak terlepas dari proses identifikasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui apa yang dikatakan oleh Suparlan (2005:28) sebagai identitas atau jatidiri yang merupakan satu satuan yang bulat dan menyeluruh. Identitas yang dalam kasus IKSPPM ini bersifat kedaerahan dimanfaatkan sebagai dasar pengelompokan oleh para perantau Pariaman di Jakarta. Hal ini tidak terlepas dari apa yang dikatakan oleh Suparlan (2005:51-52) bahwa tingkat migrasi penduduk dari berbagai sukubangsa ke berbagai tempat di Indonesia itu tinggi, terutama ke daerah perkotaan, dan migrasi yang dilakukan bertujuan untuk memperbaiki taraf kehidupan ekonomi dan sosial, menghasilkan adanya kecenderungan dari para migran atau pendatang tersebut untuk hidup mengelompok diantara mereka yang seasal sukubangsa atau seasal daerahnya (desa, kampung-kota, kabupaten, atau propinsi). Kondisi ini telah menjadi kecenderungan
dimana
masyarakat-masyarakat
yang
mempunyai
sistem
kekerabatan patrilineal dan matrilineal dengan klen atau marga, biasanya mengaktifkan hubungan-hubungan klen atau marga untuk membentuk kelompokkelompok marga (pada orang Batak) atau kelompok-kelompok suku atau asal tumpah darah (pada orang Minangkabau) (Suparlan, 2005:45). Pengelompokan yang didasarkan atas identitas atau jatidiri sukubangsa dimana dalam hal ini bersifat kedaerahan tersebut, sebenarnya muncul dan mantap melalui dan dalam interaksi-interaksi sosial yang terwujud di dalam masyarakat tersebut (Suparlan, 2005:117). Namun, di tengah fenomena pengelompokan tersebut perlu kiranya kita mempertimbangkan kemungkinan yang dapat terjadi, salah satunya terkait keberadaan batas etnik yang dalam kasus ini bersifat kedaerahan. Suparlan (2005:59) menyatakan bahwa batas etnik dapat dipertajam atau diperlonggar sesuai dengan tujuan kegiatan dan kepentingan masing-masing warga sukubangsa yang bersangkutan. Proses mempertajam batasan etnik dimana dalam kasus ini bersifat kedaerahan sangat mungkin terjadi mengingat masing-masing anggota kelompok ini merupakan pendatang di ibukota Jakarta. Situasi ini telah dijelaskan sebelumnya oleh Suparlan (2005:45) bahwa di kota-kota besar di Indonesia dewasa ini kelompok-kelompok kekerabatan dimana dalam kasus ini bersifat 11
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
kedaerahan, mempunyai fungsi dalam upaya saling tolong-menolong dan kerjasama mengatasi berbagai masalah dan kesulitan hidup. Di samping fungsinya dalam upaya tolong-menolong, keberadaan perkumpulan IKSPPM tidak terlepas dari berbagai bentuk kontrol sosial didalamnya. Hal ini dikarenakan Pariaman yang merupakan sub-etnik Minangkabau, dilihat sebagai sebuah jatiditi sukubangsa yang tidak bisa dibuang begitu saja dan menjadi dasar bagi para anggota komunitinya dalam bertindak (Suparlan, 2005:36). Identitas kedaerahan yang menjadi dasar pengelompokan IKSPPM tidak hanya hadir dalam lingkungan internal mereka. Oleh karena sebagian besar anggota perkumpulan ini berprofesi sebagai pedagang, maka perlu kiranya kita melihat mekanisme lain yang mungkin berjalan di tengah pengaktifan identitas kedaerahan tersebut khususnya dalam lingkungan pasar. Lingkungan pasar yang majemuk mendorong hadirnya kebudayaan umum-lokal sebagai wujud model multikulturalisme pada sebuah ruang publik. Dalam model ini warga masyarakat sukubangsa didorong untuk melonggarkan batas-batas sukubangsa dan rasial yang dipagari oleh kebudayaan masing-masing sukubangsa (Suparlan, 2005:103). Oleh karena itu, kebudayan umum-lokal dalam hal ini menjembatani dan mengakomodasi perbedaanperbedaan kebudayaan di antara mereka, dan membawa serta menggunakan hasilhasil akulturasi yang berlaku di tempat-tempat umum-lokal menjadi pedoman hidup yang berlaku dalam kehidupan sukubangsa atau etnik, yaitu dalam kehidupan keluarga dan kekerabatan (Suparlan, 2004:162). Kondisi ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Suparlan (2004:37) bahwa sebagian besar warga masyarakat Indonesia kini, tidak hanya mempunyai pengetahuan yang bersumber pada kebudayaan sukubangsanya saja tetapi juga memiliki suatu pengetahuan yang bersumber pada kebudayaan campuran yang terwujud sebagai hasil dari serangkaian hubungan sosial dalam suatu waktu yang relatif lama dari sejumlah warga suku-sukubangsa yang berlainan dan yang terjadi di dalam suatu daerah wilayah tertentu (yang perwujudannya antara lain adalah bahasa pasar atau linguafranca). Salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan kebudayaan tersebut yaitu tempat wilayah terjadinya hubungan sosial tersebut (Suparlan, 2005:37). 12
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Kebudayaan yang digambarkan seperti di atas ini dapat dimasukan dalam tipe kebudayaan umum yang muncul di dalam dan melalui interaksi sosial yang berlangsung secara spontan untuk kepentingan-kepentingan pribadi para pelakunya, kepentingan ekonomi, kepentingan politik, ataupun kepentingan sosial. Berbeda dengan kebudayaan nasional, kebudayaan umum menjadi pedoman bagi para pelaku dalam bertindak di tempat-tempat umum dalam kehidupan kota (Suparlan, 2004:59). Kebudayaan umum tersebut bercorak lokal dan setempat. Artinya masing-masing lokal atau tempat-tempat umum di kota menekankan penggunaan sesuatu corak kebudayaan untuk digunakan di tempat yang bersangkutan saja, dan bukan corak kebudayaan umum lainnya (Suparlan, 2004:60). Di balik semua itu, pengaktifan identitas kedaerahan melalui berbagai atributnya memiliki manfaat tersendiri bagi kehidupan anggota perkumpulan baik dari segi sosial, ekonomi, maupun budaya. Identitas kedaerahan aktif melalui atribut yang salah satunya berwujud nilai-nilai budaya, yaitu sesuatu yang esensial mengenai hakekat hidup dan kehidupan serta harkat dan martabat manusia dan simbol-simbol yang secara empirik dijadikan sebagai pedoman utama dalam kehidupan sehari-hari yang dijalani oleh pendukung kebudayaan tersebut (Suparlan, 2004:159). Lebih lanjut Barth (1969:19) menyatakan bahwa bahwa identitas umumnya ditandai dan diperhatikan, maka bentuk perilaku baru akan mengalami dikotomisasi, dengan demikian orang akan selalu berusaha membatasi diri untuk tidak berperilaku menyimpang, karena khawatir perilaku itu merusak citra identitas kelompok etniknya. Keberadaan berbagai atribut kedaerahan yang biasa berupa ciri-ciri yang menyolok dari benda atau tubuh orang, sifat-sifat seseorang, pola-pola tindakan, atau bahasa yang digunakan (Suparlan, 2005:29), tidak terlepas dari manfaat dalam kehidupan sosial setiap anggotanya. Dijelaskan oleh Suparlan (2005:131) bahwa selain kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan, manusia juga memiliki kebutuhan sekunder yang diantaranya ialah kebutuhan untuk berkomunikasi dengan sesama, kegiatan-kegiatan bersama, serta keteraturan sosial dan kontrol sosial. Dalam hal ini kontrol sosial tidak terlepas dari kenyataan bahwa desa sebagai sebuah komuniti merupakan acuan jatidiri dan kehormatan 13
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
yang mendasar dan umum bagi warganya, atau yang primordial (Suparlan, 2005:52). Di sisi lain, atribut kedaerahan yang salah satunya berwujud pola tindakan kelompok, memperlihatkan adanya kecenderungan di kota-kota besar di Indonesia dewasa ini, kelompok-kelompok kekerabatan mempunyai fungsi dalam upaya saling tolong-menolong dan kerjasama mengatasi berbagai masalah dan kesulitan hidup di perantauan (Suparlan, 2005:45).
1.6 Metode Penelitian
Dalam studi mengenai perkumpulan kedaerahan IKSPPM ini, saya menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih karena jenis penelitian ini memberikan celah bagi kita untuk melihat secara jelas dan nyata sebuah fenomena atau peristiwa yang menjadi objek penelitian saya. Dalam mengkaji fenomena Pengaktifan Identitas Kedaerahan dalam Kelompok Pedagang Pariaman ini, saya dapat menyelidiki hal-hal mendetail terkait keberadaan suatu perkumpulan yang di dalamnya terdapat interaksi yang sangat dinamis. Dapat saya katakan demikian karena penelitian kualitatif sendiri dibangun pada sebuah latar yang alami. Rossman dan Rallis (1998 dalam Creswell 2003:181) mengatakan: “ Qualitative research takes place in the natural setting, the qualitative researcher often goes to the site (home, office) of the participant to conduct the research. This enables the researcher to develop a level of detail about the individual or place and to be highly involved in actual experiences of the participants.” Merujuk pada definisi Creswell tersebut, maka strategi yang cocok dilakukan untuk memperoleh data yang terperinci yaitu dengan mengikuti kegiatan dan mengamati setiap perilaku individu yang menjadi fokus penelitian serta lingkungan tempat mereka berada. Dengan cara tersebut saya berharap mendapatkan gambaran nyata mengenai fenomena yang diteliti. Bentuk penelitian seperti ini disertai pula dengan proses pengumpulan data lainnya di samping pengamatan dan partisipasi observasi. Saya memilih jenis pengumpulan data 14
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
dengan teknik wawancara baik mendalam maupun sambil lalu dengan satu orang atau lebih. Dalam proses pengumpulan data secara wawancara ini, saya melakukan dokumentasi baik berupa audio maupun visual. Namun, sebagai peneliti kualitatif saya berusaha melakukan pengumpulan data melalui pengamatan penuh dan wawancara senetral mungkin. Salah satu caranya dengan melakukan wawancara secara tidak disengaja dan dengan jalan obrolan santai tanpa naskah. Kalaupun ada naskah itu hanya menjadi pedoman saja. Hal ini menghindarkan saya dari bias yang biasanya hadir dalam sebuah penelitian yang bersifat kualitatif di mana peneliti berkedudukan merangkap sebagai instrumen penelitian. Studi ini merupakan kajian deskriptif terhadap individu-individu yang menjadi bagian dari kelompok IKSPPM. Kelompok ini didominasi oleh para pedagang di Pasar Minggu yang memang berasal dari Kabupaten Pariaman, Sumatera Barat dan sekitarnya. Sebagian besar dari mereka merupakan para perantau, baik yang sudah lama maupun mereka yang baru saja menetap di Jakarta. Dengan demikian, penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam tipe penelitian case study3. Penelitian ini berlangsung dalam dua sesi. Sesi pertama dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011 sedangkan sesi kedua dilaksanakan pada bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian ini berada di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan tanpa membatasi pada wilayah tertentu, sebab anggota dari perkumpulan ini keberadaanya menyebar. Penelitian ini melibatkan beberapa orang informan di mana satu diantaranya merupakan informan kunci. Langkah awal saya dalam melakukan penelitian ini yaitu dengan malakukan observasi selama kurang lebih dua minggu untuk mencari target informan dan lokasi-lokasi tempat mereka biasa berkumpul. Informasi perihal keberadaan kelompok etnik Pariaman ini, awalnya saya dapatkan dari seorang sanak saudara yang juga berprofesi sebagai pedagang di Pasar Minggu yaitu Bapak Zul. Lebih lanjut saya diperkenalkan dengan informan 3
Case study involved a detailed description of the setting or individuals, followed by analysis of the data for themes or issues (Stake, 1995: Wolcott, 1994 dalam Creswell, 2003: 191).
15
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
kunci yaitu Bapak Syarlan Tanjung yang kebetulan berkedudukan sebagai pendiri dan ketua kelompok etnik tersebut. Melalui pertemuan dengan informan kunci dan hasil observasi saya mengenai keberadaan orang-orang dari kelompok etnik ini selama kurang lebih satu bulan, maka penelitian pun dimulai. Pada tahap berikutnya saya mulai menemui beberapa pengurus inti perkumpulan serta mewawancarai beberapa anggota perkumpulan ini. Pengumpulan data tidak saya lakukan secara acak, karena pada dasarnya “ the idea behind qualitative research is to purposefully select participants or sites (or documents or visual material) that will best help the researcher understand the problem and the research question (Cresswell, 2003:185)”. Lokasi Pasar Minggu sudah tidak begitu asing bagi saya karena ada beberapa kerabat yang juga berdagang di lokasi tersebut salah satunya ialah Bapak Zul. Dari beliaulah awalnya saya diperkenalkan dengan pendiri perkumpulan IKSPPM yaitu Bapak Syarlan yang juga seorang pemilik rumah makan Minang Baru Sederhana di sekitaran Pasar Minggu. Begitu seterusnya saya menemui informan-informan saya di lokasi penelitian tersebut. Melalui informasi yang diperoleh dari Bapak Syarlan, saya dapat mengetahui orang-orang yang kiranya dapat memenuhi kebutuhan saya untuk memperoleh informasi yang lebih relevan. Pemilihan informan seperti ini dapat dikatakan sebagai bentuk penjaringan informan dengan teknik bola salju. Pemilihan informan dengan teknik tersebut mempermudah saya dalam mendapatkan informan yang benar-benar tepat sesuai dengan maksud yang diangkat dalam studi ini. Dengan demikian data yang didapatkan pun lebih relevan dan langsung tepat sasaran. Pengambilan sumber data dengan cara seperti ini saya anggap sesuai dengan kondisi pasar dimana masing-masing orang biasanya saling berinteraksi dengan lebih akrab sehingga informasi cenderung akan lebih cepat menyebar dari satu individu ke individu lain. Dari teknik penjaringan data seperti itu saya berharap mendapatkan data berupa foto, hasil wawancara, bukti fisik yang dapat diolah menjadi sebuah catatan lapangan maupun verbatim. Melalui data-data inilah kemudian saya akan melakukan analisis. Namun pada dasarnya kegiatan analisis tersebut dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data di lapangan. Misalnya saja dalam 16
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
membuat sebuah catatan lapangan yang secara tidak langsung mengandung sebuah reflective notes4. Analisis data dalam sebuah pendekatan kualitatif merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari tahapan pengumpulan data. Oleh karena itu, dalam studi ini saya akan melakukan analisis secara holistic atau menyeluruh berdasarkan apa yang saya temukan di lapangan. Kemudian dengan temuan tersebut saya mencoba melakukan suatu bentuk thick description terhadap setiap kasus yang saya temui pada perkumpulan etnik IKSPPM ini. Dalam menjalani proses turun lapangan, saya tidak mengalami hambatan yang berarti. Kesulitan yang saya hadapi salah satunya terkait pengaturan waktu pertemuan karena sebagian besar informan berprofesi sebagai pedagang sehingga proses pengumpulan data dilakukan di tengah-tengah kegiatan dagang mereka. Selain itu kendala bahasa masih menjadi masalah utama dalam penelitian ini. Namun, kesediaan para informan untuk membantu menerjemahkan beberapa kata yang sulit dipahami cukup membantu saya untuk menyelesaikan studi ini.
1.7 Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan karya akademis ini terdiri dari lima bagian atau bab. Berikut uraian singkatnya: BAB 1
PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, signifikansi penelitian, metode penelitian dan yang terkahir risalah penelitian.
BAB 2
PASAR MINGGU SEBAGAI TEMPAT PERTEMUAN BERBAGAI ETNIK
4
The researcher’s personal thoughts, such as speculation, feelings, problems, ideas, hunches, impressions, and prejudice (lihat Bodgan & Biklen 1992 dalam Cresswell 2003:189)
17
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Bab ini berisikan gambaran singkat mengenai lokasi penelitian yaitu kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan sebagai pasar tradisional dan tempat pertemuan berbagai etnik. Dalam bagian ini dijelaskan mengenai lokasi Pasar Minggu itu sendiri, kelompok etnik dan berbagai komoditi yang diperdagangkan, keberadaan pedagang asal Pariaman di lokasi Pasar Minggu, serta gambaran keberadaan kelompok etnik Minang di perantauan. BAB 3
IKSPPM SEBAGAI WADAH MASYARAKAT MINANG PARIAMAN DI KAWASAN PASAR MINGGU Bagian ini berisikan gambaran mengenai IKSPPM sebagai wadah masyarakat Minang Pariaman di kawasan Pasar Minggu. Pada bab ini dijelaskan hal-hal yang terkait objek penelitian ini yang antara lain profil perkumpulan kedaerahan IKSPPM yang meliputi latar belakang berdirinya IKSPPM, perkembangan perkumpulan ini dari awal terbentuk hingga sekarang, serta hal-hal yang terkait keanggotaan dalam perkumpulan IKSPPM. Kemudian terdapat pula deskripsi mengenai aktivitas serta peranan perkumpulan kedaerahan IKSPPM.
BAB 4
MEKANISME PENGAKTIFAN IDENTITAS MELALUI BERBAGAI ATRIBUT KEDAERAHAN Bagian ini berisikan penjabaran hasil analisa terhadap hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
18
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
BAB 2 PASAR MINGGU SEBAGAI TEMPAT PERTEMUAN BERBAGAI ETNIK
2.1
Lokasi Pasar Minggu
Secara umum pasar merupakan tempat dimana penjual dan pembeli saling bertemu. Namun, dari sudut pandang ilmu sosial pasar tidak hanya sebagai tempat usaha semata. Di samping fungsinya dalam hal ekonomi, pasar juga memiliki fungsi sosial dan budaya. Bahkan pasar berperan dalam perubahan-perubahan kebudayaan dan ekonomi pada satu masyarakat. Melalui pasar akan ditawarkan beberapa alternatif yang mengandung seperangkat nilai, gagasan, dan keyakinan yang berfungsi sebagai sumber pengetahuan, pilihan hidup, dan alat komunikasi (Yussuwadinata,1989:1). Hampir sebagian besar pasar di wilayah Jakarta berada di bawah naungan Perusahaan Dagang (PD) Pasar Jaya. Misalnya, PD Pasar Jaya Pasar Minggu, PD Pasar Jaya Cipulir, dan lain-lain. PD Pasar Jaya pada awalnya merupakan perusahaan pasar hasil reorganisasi di lingkungan Jawatan Perekonomian Rakyat DKI Jakarta yang ditetapkan melalui keputusan Gubernur DKI Jakrta No. Lb 3/2/15/66 tanggal 24 Desember 1966 dan selanjutnya disahkan melalui keputusan Mendagri No Ekbang 8/8/13305 tanggal 23 Desember 1967. Lalu pada tahun 1982 dikeluarkan ketetapan peraturan Daerah Khusus Ibukota nomor 7 untuk memenuhi kebutuhan akan peningkatan status Pasar Jaya dalam hal kedudukan hukumnya. Ketetapan ini disahkan keputusan Mendagri nomor 511 2331-181 tanggal 19 April 1983 (Fira, 2006:61). Pasar Minggu sendiri merupakan sebuah pasar yang berada di kawasan Jakarta Selatan. Kawasan Pasar Minggu diambil sebagai nama 19
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
kecamatan di wilayah Jakarta Selatan. Berikut ini gambaran letak Pasar Minggu: Gambar 1 Peta Lokasi Pasar Minggu
Sumber: www.asiamaya.com
Nama ‘Pasar Minggu’ berawal dari keberadaan pasar itu sendiri yang hanya ada pada hari Minggu. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak Sugiono selaku pengurus PD Pasar Jaya, Pasar Minggu: “Pada dasarnya pasar-pasar di Jakarta itu, kayak pasar Minggu, Pasar Kamis, Pasar Senen, Pasar Rebo, Pasar Jumat itu awalnya tempat-tempat itu dikenal karena keberadaan pasar itu. Orang berdagang hari-hari minggu saja disini, dulunya kayak gitu, pasarnya cuma seminggu sekali.” Kini hanya tersisa beberapa saja di antara pasar-pasar tersebut yang masih mempertahankan keberadaannya, seperti Pasar Minggu dan Pasar Senen. Gambar 2 Denah Lokasi Pasar Minggu Jakarta Selatan
20
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Sumber: Dokumentasi Pribadi
: Pedagang Non-Existing (non-formal) : Pedagang Existing (Formal) Dari pengamatan yang saya lakukan, secara umum Pasar Minggu terbagi menjadi tiga bagian yaitu PD Pasar Jaya Pasar Minggu Blok D, Gedung Pusat Perbelanjaan Robinson, dan Pasar Inpres di bagian belakang gedung PD Pasar Jaya Blok D. Hal ini diperkuat melalui penjelasan ketua PD Pasar Jaya, Bapak Sugiono: “Pasar Minggu ini ada lima blok ya..blok-nya dari blok B, C, D, E, F. Di mulai dari ujung sono depan terminal, itu blok B ex inpres itu. Blok C disini yang ada parkirnya, blok D disini, dan blok E, F itu yang di Robinson itu.” Komplek perdagangan Pasar Minggu di bagian timur berbatasan langsung dengan jalan raya Pasar Minggu-Kalibata, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan jalan raya Ragunan-Pasar Minggu. Pada kenyataannya dalam kawasan Pasar Minggu ini pedagang tidak hanya menempati tiga wilayah itu saja. Para pedagang kaki lima juga memanfaatkan lorong-lorong antara gedung PD Pasar Jaya Pasar Minggu blok D dengan pusat perbelanjaan Robinson atau yang disebut sebagai blok E dan F. Sebagian besar pedagang yang berada di lorong tersebut menjual komoditi pangan mulai dari sayur-mayur, ikan, daging, hingga pakaian anak-anak dan keperluan sandang lainnya. Jika kita memasuki kawasan Pasar Minggu dari arah selatan, maka deretan pedagang kaki lima yang pertama kita jumpai yaitu mereka yang memperdagangkan komoditi kering seperti pakaian hingga perabot rumah tangga. Beberapa di antara penjual komoditi kering tersebut seperti misalnya pakaian merupakan masyarakat etnis Minang. Bergerak ke arah barat, tepatnya dari arah belakang gedung ‘ex inpres’ blok B, kita akan menemui para pedagang yang menjajakan kebutuhan pangan mulai dari ikan, daging, buah-buahan hingga sayur mayur. Pedagang yang menajajakan komoditi tersebut kebanyakan 21
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
beretnis Jawa dan mereka menempati bagian belakang pasar inpres blok B hingga ke arah barat terminal bus Pasar Minggu. Kondisi yang akan kita temui begitu memasuki lorong di antara gedung pasar blok D dan pusat perbelanjaan Robinson ini ialah kesemrawut-an berbagai ‘onggokan’ barang dagangan serta terpal-terpal yang dipasang sebagai pelindung dari teriknya matahari. Ditambah dengan kondisi hujan maka kondisi jalanan yang berlubang menjadi becek karena membentuk kubangan air. Gambar 3 Kondisi Pasar Minggu di Siang Hari
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Di bagian belakang gedung PD Pasar Jaya Blok D terdapat sebuah pasar inpres yang dipenuhi oleh pedagang-pedagang kaki lima. Lokasi ini berbatasan dengan terminal bus Pasar Minggu. Pedagang kaki lima di kawasan tersebut merupakan pedagang binaan PD Pasar Jaya. Sama halnya dengan pedagang yang berada di lorong PD Pasar Jaya, para pedagang yang berjualan di lokasi ini menjajakan barang dagangan baik yang basah seperti sayur-sayuran maupun yang kering berupa perabot rumah tangga dan pakaian. Menurut Bapak Sugiono selaku ketua PD Pasar Jaya Pasar Minggu, pada dasarnya pedagang di lokasi Pasar Minggu terdiri dari dua golongan, yakni mereka yang termasuk dalam pedagang formal atau pedagang existing dan pedagang non-formal atau non-existing. Pedagang yang termasuk golongan formal biasanya memiliki Surat Izin Pemakaian Tempat Usaha (SIPTU), misalnya mereka yang berada di 22
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
dalam kios-kios. Sedangkan pedagang yang tergolong non-formal seperti para pedagang kaki lima termasuk dalam warga binaan PD Pasar Jaya. Begitu pula dengan komoditi yang diperdagangkan, masingmasing
lokasi
memiliki
kecenderungan
jenis
komoditi
yang
didagangkan. Dalam gedung PD Pasar Jaya Blok D terdapat kios-kios kecil yang sebagian besar ditempati oleh pedagang komoditi kering seperti pakaian wanita dan anak-anak, sepatu, seragam sekolah, pakaian sehari-hari, alat-alat rumah tangga, perhiasan emas, hingga jasa seperti tukang jahit dan bordir. Sedangkan pada lokasi binaan PD Pasar Jaya yaitu di sekitar terminal Pasar Minggu, komoditi yang dijajakan cukup beragam mulai dari bahan pangan mentah dan matang, hingga kebutuhan sehari-hari seperti pakaian dan perabot rumah tangga. Lain halnya dengan ‘pasar PD’ (sebutan pedagang terhadap gedung PD Pasar Jaya Pasar Minggu), pusat perbelanjaan Robinson yang juga terhubung dengan pasar PD melalui jembatan lorong, terdiri dari pusat perbelanjaan milik swasta yaitu Robinson yang didalamnya terdapat konter-konter layaknya mal dan ITC. Komoditi yang diperjualbelikan di lokasi ini lebih beragam mulai dari aksesoris wanita, mainan anak-anak, berbagai barang bermerek hingga beberapa konter makanan (foodcourt) di lantai bagian atas. Dari segi kualitas, barang-barang yang dijajakan di kawasan Pasar Minggu ini berkisar dari yang kualitas rendah hingga barang dagangan dengan merek-merek tertentu. Namun di sisi lain saya menemukan pula penjual yang menjajakan sepatu-sepatu merek luar negeri yang dipalsukan. Jenis pedagang yang ada di wilayah Pasar Minggu cukup bervariasi. Ada yang menjual barang dagangannya dalam bentuk satuan atau eceran, ada pula yang berjualan dalam bentuk grosir. Misalnya saja toko seragam sekolah yang berada di gedung PD Pasar Jaya, terlihat menjajakan barang dagangannya dalam bentuk kodian maupun satuan serta beberapa toko pakaian wanita yang menjual secara satuan. 23
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Aktivitas perdagangan di Pasar Minggu ini sangatlah beragam. Pedagang yang menempati gedung PD Pasar Jaya misalnya, mulai membuka kios mereka sekitar pukul 07.30 pagi dan menutupnya sekitar pukul 17.00 petang. Hal ini terungkap dari hasil wawancara saya dengan Uda Mus seorang pedagang emas etnik Minang: “Kalau saya biasa buka jam delapan pagi paling tutupnya sekitar jam lima sore lah. Habis sekarang ini pasar sepi…” Nah, kalau pedagang daging, sayur-sayuran gitu, mereka buka 24 jam, malah kadang ada yang baru buka malam hari. Kalau pasar PD ini paling cuma sampe jam enam sore lah paling lambat” Hal lain juga diungkapkan oleh ketua PD Pasar Jaya yang saya temui, Bapak Sugiono: “Emang 24 jam disini tuh kegiatannya tapi pedagang juga hanya sedikitlah yang bisa melakukan kegiatan 24 jam. Umumnya mereka berganti walaupun kegiatannya 24 jam pedagangnya berganti-ganti. Kalau yang di dalam kios biasanya itu dari pagi lah ya, dari jam lima sampe lagi jam lima sore. Malam itu biasanya pedagang binaan itu yang nonformal gitu.” Di samping itu, sistem penggunaan kios-kios di pasar tersebut berbeda antara satu pedagang dengan pedagang lainnya. Ada yang menyewa langsung dari pihak PD Pasar Jaya dan ada pula yang menyewa dari pihak kedua. Hal ini disampaikan oleh Uda Hendri salah satu pedagang di Gedung PD Pasar jaya blok D: “Kalau di sini tuh sistem kita nyewa nih ada tahapannya, kayak saya gini saya nyewanya sama orang, ada orang Cina gitu, dia beli sama pihak PD. Ada juga yang nyewa langsung tapi mahal biasanya. Sekarang nih pasar sepi sih, gak ketutup sewanya”. Lebih lanjut pihak PD Pasar Jaya mengatakan bahwa kini terdapat sekitar seribu delapan ratus tempat berdagang yang digunakan oleh para pedagang, namun itu yang formal saja. Setiap pedagang existing diberikan hak guna pakai selama maksimal dua puluh tahun oleh pihak PD Pasar Jaya dengan mempertimbangkan kondisi bangunannya. 24
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Di sisi lain, satu hal yang turut berperan dalam kehidupan orang-orang di kawasan Pasar Minggu ini yaitu keberadaan fasilitasfasilitas umum yang mendukung kegiatan keseharian mereka. Dalam kawasan gedung PD Pasar Jaya terdapat beberapa fasilitas pendukung yang antara lain MCK, tempat parkir kendaraan, Masjid Al Furqan yang berada di gedung Blok D, serta fasilitas eskalator pada gedung Robinson. Keseluruhan fasilitas tersebut disediakan oleh pihak PD Pasar
Jaya
untuk
menunjang
kegiatan
para
pedagang
yang
menghabiskan sebagian besar waktunya di pasar.
2.2
Kelompok Etnik dan Komoditi yang Diperdagangkan
Keberagaman pedagang di kawasan Pasar Minggu dapat dilihat baik dari segi komoditi yang diperjualbelikan maupun etnis dari setiap pedagang tersebut. Sebagai sebuah tempat umum, pasar menyimpan berbagai dinamika baik dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya. Hal inilah yang memicu saya untuk melihat lebih jauh bagaimana setiap kelompok etnis di pasar tersebut dapat mengelompokan diri mereka dan bertindak dengan mengacu pada nilai-nilai yang secara tidak langsung terdapat dalam kelompoknya tersebut. Di tengah kondisi pasar yang majemuk, kita dapat melihat adanya kecenderungan komoditi yang diperdagangkan oleh masingmasing etnik. Pengelompokan pedagang berdasarkan etnis memang terjadi namun dalam skala kecil, tidak mengacu pada blok-blok tertentu. Di balik itu semua perlu kita ketahui bahwa secara tidak langsung mereka memiliki kecenderungan untuk memperdagangkan satu komoditi tertentu. Misalnya, pada bagian belakang pasar dimana banyak dijual komoditi pangan, kita dapat menemukan dominasi pedagang etnis Jawa. Kondisi tersebut dapat saya identifikasi melalui percakapan mereka yang menggunakan logat Jawa serta adanya beberapa pedagang yang 25
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
memasang lagu-lagu Jawa di kedai mereka. Sedangkan pedagang komoditi kering seperti pakaian, perabot rumah tangga, emas, dan berbagai aksesoris banyak didominasi oleh pedagang asal Minang walaupun tidak menutup kemungkinan adanya pedagang Jawa yang menggeluti usaha tersebut. Misalnya saja seorang pedagang pakaian Batik yang berjualan di kios sebelah kantor IKSPPM. Keberadaan pedagang Minang tersebar mulai dari kios-kios pasar PD hingga lapaklapak kaki lima di sekitar gedung pasar. Hal tersebut dapat saya identifikasi melalui beberapa anggota IKSPPM yang juga berprofesi sebagai pedagang di Pasar Minggu. Di samping etnis-etnis yang telah disebutkan di atas, terdapat pula etnis Cina, Batak dan Sunda yang juga berdagang di kawasan Pasar Minggu. Etnis Cina cukup mendominasi perdagangan di kawasan Pasar Minggu ini. Kebanyakan pedagang etnis Cina menguasai perdagangan emas dan barang-barang elektronik.
Mereka juga
berkontribusi dalam usaha penyewaan kios-kios di kawasan Pasar Minggu. Menurut salah satu informan yang saya temui, biasanya mereka membeli kios kepada pihak PD untuk kemudian disewakan kembali kepada pedagang yang akan membuka usahanya di pasar tersebut. Lain halnya dengan pedagang Minang, Jawa, dan Cina, pedagang Batak sangat menonjol dalam usaha jasa jual beli emas, walaupun adapula di antara mereka yang berjualan sembako seperti beras, minyak goreng, dan lainnya.
2.3
Pedagang Pariaman di Pasar Minggu
Hal pertama yang saya tangkap begitu memasuki kawasan Pasar Minggu yaitu obrolan sesama pedagang dengan balutan logat Minang yang sangat kental. Para pedagang ini membicarakan mulai dari masalah dagangannya hingga bersenda gurau sambil menghilangkan rasa penat di tengah aktivitas perdagangan mereka. Menurut salah satu 26
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
pedagang pakaian Muslim yaitu Uda Hen, yang saya temui di kiosnya yang terletak di lantai 2 gedung blok D, memang sebagian besar pedagang di Pasar Minggu ini ialah ‘orang Padang’ (sebutan yang biasa digunakan untuk orang Minang). Berikut pemaparan Uda Hen : “Kalau di sini memang banyak orang Padang dari pada orang Jawa gitu tapi orang Cina cukup banyak juga. Kira-kira ya… 80 persen orang Padang lah, baru yang 5 persennya orang Jawa sama orang Cina sisanya. Kayak dia nih (menunjuk pada seorang bapak yang ikut mendengar percakapan kami) orang Jawa dia, tapi suka ikutikutan ngomong Padang dia, udah lama dia di sini. Tuh lihat aja, dagangannya Batik…” Selain di lorong-lorong kios, biasanya pedagang Minang banyak di temukan di selasar Masjid Al Furqan yang berada di lantai paling atas gedung Blok D PD Pasar Jaya. Mereka biasanya berkumpul di depan kantor Yayasan milik Masjid Al Furqan. Bahkan beberapa di antaranya membawa serta anak dan istri mereka bersantai melepas penat di atas karpet yang disediakan oleh pihak Masjid. Dapat dipastikan hampir sebagian besar pedagang yang berkumpul di Masjid tersebut merupakan pedagang Minang yang berasal dari Pariaman. Hal ini dikatakan oleh Pak Syarlan, pendiri perkumpulan IKSPPM. Berikut petikan wawancaranya: “Kita gampang kalau mau ketemu sama anggota, sembahyang jamaah aja di atas pasti ktemu paling gak 10 orang-an ada. Kenapa ketemu? karena memang isinya orang-orang Masjid banyaknya” Biasanya mereka berkumpul di selasar Masjid Al Furqon ini setelah selesai waktu shalat Dzuhur ataupun Ashar. Mereka tidur-tiduran dan berbincang mengenai dagangan mereka sambil sesekali melepas candaan. Para pedagang Minang di kawasan Pasar Minggu berasal dari daerah yang berbeda-beda. Ada yang berasal dari Padang Panjang, Payakumbuh, bahkan ada pula yang berasal dari Bukittinggi. Pedagang Pariaman khususnya, banyak berlapak di sekitar lorong yang menghubungkan antara gedung PD Pasar Jaya blok D dengan pusat perbelanjaan Robinson. Mereka merupakan pedagang kaki lima yang 27
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
menjajakan barangnya dengan meja-meja papan dan beratapkan terpal. Hal tersebut disampaikan pula oleh Uda Hendri di tengah perbincangan kami mengenai IKS PPM: “Pada dasarnya, orang Pariaman ini di Pasar Minggu persentasesnya lebih tinggi dari pada yang lain, jadi ya cukup banyak juga tapi pedagang kaki limanya. Kalau yang di kioskios gini mah justru campur kemungkinan malah orang Pariaman nya gak cukup banyak, pedagang kaki lima yang di terowongan itu lo…kini kan dekat Pasar Kaki Lima udah buka ni,yang pake bale-bale gitu…Kalau di sini banyaknya PadangPadang yang sekitaran Padang Panjang Alui Saba gitu…” Pedagang Pariaman di kawasan Pasar Minggu sebagian besar menggeluti perdagangan tekstil, pakaian, dan jual beli emas. Namun, yang paling mendominasi yaitu penjualan pakaian wanita dan anakanak di kios-kios gedung PD Pasar Jaya maupun di lapak-lapak sekitar lorong gedung.
Hal ini dikatakan oleh Uda Henri di tengah
perbincangan kami: “Kalau Uda Mus dia dagang emas, nah kalau saya jualan pakaian muslim. Kalau saya (Uda Henri) sejak tahun 1987 di sini. Kalau saya (Uda Mus) baru dari tahun 2000 di sini, baru saya…” Pedagang Pariaman yang berjualan di kawasan Pasar Minggu ini kebanyakan mereka yang memang datang dari kampung halaman untuk membangun usaha di Jakarta. Hal ini terungkap dari wawancara saya dengan salah satu pengurus IKSPPM Uda Henri. Ia mengatakan bahwa sebagian besar pedagang Pariaman yang berdagang di pasar ini memang asli berasal dari Pariaman. Jarang sekali ada pemuda yang meneruskan perdagangan orang tua mereka, kalaupun ada hanya sebatas membantu orang tua mereka seperti yang dilakukan oleh anak dari Apak Syarlan. Anak-anak dari para pedagang ini biasanya didorong untuk mencari profesi lain ataupun didukung untuk mencapai pendidikan tingkat tinggi.
2.4 Kelompok Etnik di Perantauan
28
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Komuniti merupakan suatu istilah yang merujuk pada keberadaan sekelompok orang. Biasanya suatu komuniti terbentuk jika terdapat dua atau lebih individu. Menurut Suparlan (2005:220) komuniti dapat dilihat sebagai sebuah satuan kehidupan berskala kecil yang menempati suatu wilayah. Komuniti dapat juga dilihat sebagai perkumpulan profesi, kepentingan, atau lainnya. Dalam studi ini saya menyoroti keberadaan komuniti etnis Minang, khususnya Pariaman dalam usaha mempertahankan solidaritas sosial mereka melalui sebuah kelompok etnik yang berbentuk perkumpulan kedaerahan. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam hubungan sosial yang terjalin pada lingkungan tempat mereka berdagang sehari-hari, perbedaan dan persamaan secara tidak langsung akan muncul dengan sendirinya. Dengan demikian hal-hal yang dianggap memiliki kesamaan cenderung terus dipertahankan sedangkan perbedaan akan selalu terlihat. Apalagi jika perbedaan tersebut berkaitan dengan etnis atau kesukubangsaan seseorang. Sukubangsa, jatidiri sukubangsa atau kesukubangsaan dan batas-batas sukubangsa dengan berbagai stereotip yang melekat di dalamnya adalah sesuatu yang tidak dapat begitu saja dibuang dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan setiap manusia dilahirkan dan dibesarkan oleh dan dalam keluarganya dan dengan menggunakan kebudayaan sukubangsanya dia dijadikan manusia (Suparlan, 2005:61). Dengan demikian, seberapa jauh pun orang itu pergi dan di manapun mereka berada identitas itu akan selalu melekat pada dirinya. Begitu pula yang terjadi dengan masyarakat etnik Minangkabau yang hampir sebagian besar melakukan perantauan ke berbagai daerah. Dimanapun mereka berada masyarakat Minangkabau cenderung akan mencari kelompok-kelompok yang berwujud organisasi maupun perkumpulan, baik yang bersifat kedaerahan maupun didasarkan atas kesamaan suku sebagai sarana pengaktualisasian diri mereka. Kelompok menurut Koentjaraningrat (1974:109) ialah suatu kesatuan individu yang terikat oleh paling sedikit enam unsur, yaitu: a) suatu sistem norma-norma yang mengatur kelakuan warga kelompok. 29
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
b) suatu rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warganya. c) aktivet-aktivet berkumpul dari warga-warga kelompok secara berulang-ulang. d) suatu sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antar warga kelompok. e) suatu pimpinan atau pengurus yang mengorganisasi aktivetaktivet kelompok dan suatu sistem hak dan kewajiban bagi para individunya terhadap sejumlah harta produktif. f) harta konsumtif atau harta pusaka tertentu. Dengan bergabung dalam sebuah kelompok etnik5 dimana dalam kasus ini bersifat kedaerahan, mereka dapat dengan leluasa membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kampung halaman, masalah keseharian mereka karena adanya kesamaan cara pandang. Banyak sekali kelompok etnik Minang di Jakarta maupun di daerahdaerah lain di Indonesia. Misalnya saja organisasi perantau Minang, Sulit Air Sepakat (SAS) yang tergolong organisasi formal, hingga IKSPPM yang dibangun secara swadaya. Sulit Air Sepakat (SAS) merupakan salah satu organisasi perantau masyarakat Minang yang paling terkenal dan terbesar di provinsi Sumatera Barat. Organisasi ini telah memiliki sekitar 60 Dewan Perwakilan Cabang (DPC) di Indonesia dan 4 DPC di luar negeri (Malaysia, Sidney, Melbourne, dan Washington) (Huri, 2006:6). Seberapa pun luas cangkupan suatu kelompok etnik, satu hal yang perlu digarisbawahi yaitu adanya solidaritas sosial yang terbangun di atas suatu keyakinan yang mendasar dan mendalam akan kesamaan jatidiri kesukubangsaan mereka. Berdasarkan keberadaan unsur tersebut, masingmasing individu merasa bahwa dirinya adalah bagian dari suatu kelompok tertentu. Dalam kasus IKSPPM ini, rasa memiliki tersebut menjadi dasar
5
“…an ethnic group can be operationally defined as a collectivity of people who (a) share some patterns of normative behavior and (b) form a part of a larger population, interacting with people from other collectivities within the framework of a social system (Cohen, 1974: ix)”.
30
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
mereka dalam bertindak termasuk ketika salah satu anggota kelompoknya tersebut mengalami suatu masalah. Swasono (1974: 124)
menyatakan
ada empat tujuan dari
terbentuknya perkumpulan warga Minangkabau di Jakarta, yakni: (1) mengembangkan rasa solidaritas antara masyarakat Sumatera Barat di Jakarta pada umumnya dan warga suatu daerah tertentu yang di rantau khususnya (2) mengadakan hubungan dengan nagari di daerah asal dalam usaha memajukan kampung halaman (3) mengusahakan kesejahteraan dan bantuan terhadap masyarakat Minangkabau pada umumnya di Jakarta dan (4) menghidupkan terus serta memperkenalkan kesenian Minangkabau kepada masyarakat luas di Jakarta. Dari keempat tujuan tersebut kita dapat melihat bahwa keberadaan kelompok etnik sangatlah penting. Melalui kelompok etnik yang dalam hal ini bersifat kedaerahan setiap anggota bisa mendapatkan perlindungan serta akses terhadap hal-hal yang tidak dapat mereka capai dengan mengandalkan diri sendiri. Hal ini terjadi karena pada dasarnya keanggotaan dalam sebuah perkumpulan sangat beragam jika dilihat dari segi kekuasaan ekonomi maupun politis mereka. Kekurangan dan kelebihan inilah yang menjadikan sebuah kelompok etnik dapat berjalan dan aktif di tengah masyarakat yang majemuk.
31
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
BAB 3 IKSPPM SEBAGAI WADAH MASYARAKAT MINANG PARIAMAN DI KAWASAN PASAR MINGGU
3.1 Profil Perkumpulan Kedaerahan IKSPPM
3.1.1 IKSPPM Dulu dan Kini Ikatan Keluarga Sosial Pariaman Pasar Minggu (IKSPPM) merupakan sebuah perkumpulan masyarakat Minang Pariaman di daerah rantau mereka, khususnya wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kelompok etnik yang berbentuk perkumpulan kedaerahan tersebut dibangun secara swadaya oleh beberapa orang Pariaman yang berprofesi sebagai pedagang di kawasan Pasar Minggu, kurang lebih empat tahun yang lalu atau sekitar akhir tahun 2007. Pada awalnya IKSPPM hanyalah sebuah perkumpulan arisan keluarga yang dilakukan sebulan sekali dan beranggotakan kurang lebih delapan keluarga saja. Berikut pernyataan Pak Mukhlis salah satu anggota perkumpulan arisan yang menjadi cikal bakal IKSPPM: “ Dulu asal mulanya, pendirinya kan cuma delapan keluarga, ke delapan keluarga itu memang keluarga semua. Keponakan, yang punya cucu, punya bini dia masuk juga, mamak. Ya…sodara tu waktu dulu misalnya abang saya punya anak, nah anaknya ikut, jadi ya memang cuma bersaudara gak ada yang lain masuk. Cuma ya karena gak ada perkembangannya ya jadilah diperluas gitu. Ya dulu belom ada namanya baru arisan keluarga aja tu istilahnya ya.” Arisan keluarga tersebut telah ada sejak tahun 2002 dan beranggotakan keluarga yang berasal dari daerah Pariaman tepatnya kelurahan Laras Nan Panjang. Setelah berjalan kurang lebih setahun lamanya, perkumpulan arisan ini kurang berkembang. Pada akhirnya beberapa anggota seperti Bapak Syarlan Tanjung dan Bapak Amid mengusulkan kepada Bapak Mukhlis yang merupakan anggota awal
32
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
perkumpulan
arisan
tersebut
untuk
memperluas
keanggotaan
perkumpulan tersebut hingga terbentuklah IKSPPM. Lama kelamaan anggota yang mengikuti perkumpulan Pariaman ini bertambah hingga kurang lebih empat puluh orang. Berikut petikan wawancara dengan Pak Mukhlis salah satu pendiri IKSPPM: “Lalu gak berapa lama ada dua atau tiga bulan kemudian diperlebar, jadi istilahnya dipanggil atau diundang gitu lah yang lainnya. Mana yang bisa ikut sebagai anggota gitu. Sesudah itu setelah masuk ya sekitar beberapa orang gitu, sekitar 35 atau 40 orang lah, jadi baru kita bentuk wadah.” Perlahan tapi pasti IKSPPM membentuk kepengurusan sementara yang masih bersifat sederhana dimana hanya terdiri dari ketua, wakil ketua, bendahara, wakil bendahara dan sekretaris. Dua tahun kemudian setelah perluasan keanggotaan, masuklah beberapa generasi muda yang dapat dipercaya untuk lebih mengembangkan perkumpulan kedaerahan tersebut hingga pada akhirnya tercetuslah nama IKSPPM untuk wadah sosial ini. Dengan masuknya anggota-anggota baru yang notabene generasi muda, IKSPPM mulai membenahi struktur yang sudah ada sebelumnya. Hal ini bertujuan agar perkumpulan dapat lebih terkontrol dan aktif lagi. Salah
satu
bentuknya
yaitu
pengembangan
beberapa
cabang
kepengurusan baru yang terbagi menjadi beberapa seksi seperti seksi yang mengurusi masalah sosial dan humas. Menurut Bapak Mukhlis, seksi humas atau hubungan masyarakat bertugas untuk menyebarkan setiap informasi yang ada, misalnya pemberitahuan
untuk
kumpul
bulanan,
diadakannya
perhelatan
pernikahan hingga pengumpulan iuran-iuran sosial jika ada anggota yang sakit atau meninggal dunia. Seksi humas yang terdiri dari enam orang ini tersebar di setiap wilayah pasar, ada yang berada di dalam gedung PD, adapula yang berada di lapak-lapak di luar gedung PD. Pada tanggal 24 September 2011, IKSPPM melaksanakan ‘pemutihan’ kepengurusan yang sudah berjalan kurang lebih tiga tahun. Demi terlaksananya pemilihan tersebut dibentuklah Panitia Pelaksana 33
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Pemilihan Pengurus (P3P) IKSPPM. Pada acara yang diselenggarakan di kantor RW 08 Lebak, Pasar Minggu ini dilakukan pembubaran pengurus IKSPPM tahun jabatan 2009-2011 dan pemilihan pengurus untuk masa jabatan 2011-2014. Dari penuturan Apak Syarlan dan beberapa dokumentasi yang ada, terdapat sekitar dua puluh lima kandidat calon ketua IKSPPM yang diajukan. Namun, dari ke dua puluh lima calon tersebut Apak Syarlan kembali terpilih menjadi ketua untuk masa jabatan 2011-2014. Ia menambahkan bahwa secara keseluruhan tidak ada pergantian posisi yang signifikan. Perubahan hanya terjadi pada jabatan wakil ketua yang kini dipegang oleh Bapak Santos serta penambahan beberapa seksi. Berikut susunan kepengurusan inti IKSPPM periode tahun 2011-2014: Tabel 1 Susunan Kepengurusan Inti Jabatan
Nama
Pembina
Drs. H.Latief Sirun Safe’i Amid H. Hasan
Penasihat
Dr. Anwar rahim MM.SE Drs. Bertman MSi
Ketua
Syarlan Tanjung
Wakil ketua
Santos
Bendahara
Musrifun
Wakil Bendahara
Yulizar Kasim
Sekretaris
Julhendri 34
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Wakil Sekretaris
Serli Nafi
IKSPPM sebagai perkumpulan yang bersifat kedaerahan memiliki cangkupan keanggotaan yang cukup luas. Hingga kini keanggotaanya terus bertambah hingga mencapai kurang lebih seratus orang dan ketika saya berkesempatan mengikuti salah satu acara pertemuan bulanan atau arisan perdana setelah pembentukan pengurus baru, anggota IKSPPM pun bertambah sekitar dua puluh orang. Saya sempat bertemu dan berbincang dengan salah satu anggota yang baru mendaftar pada saat itu yaitu Etek’ Elly. Ia menyatakan bahwa “namanya kita tinggal di perantauan, kalau-kalau kita sakit atau gimana-gimana kan gak ada yang bantu. Nah, IKSPPM ini emang perkumpulannya kuat ni”. Animo masyarakat Pariaman untuk berpartisipasi dalam IKSPPM tidak terlepas dari peran aktif para pengurus perkumpulan dalam melakukan berbagai kegiatan yang dapat menarik perhatian masyarakat Minang dan Pariaman di Pasar Minggu. Misalnya saja pelaksanaan Halal Bihalal pada hari raya Idul Fitri tahun 2010 kemarin yang juga menjadi
Halal
Bihalal
IKSPPM
untuk
pertama
kalinya.
Penyelenggaraan Halal Bihalal ini menjadikan IKSPPM lebih dikenal oleh masyarakat Minang yang tidak hanya berada di kawasan Pasar Minggu tetapi juga di daerah lainnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Uda Hendri Koto: “Kemarin kita Halal Bihalal, itu kapasitas pengunjung kita ada seribu lebih di Balai Rakyat. Itu diadakan habis lebaran kemaren itu. Kita ngundangnya gak harus orang Pariaman, jadi kita gak mengikat harus orang Pariaman aja yang Halal Bihalal gitu, tidak seperti itu. Termasuk di sana perangkat pasar.” Sebelum perkumpulan IKSPPM ini dibentuk, sudah terlebih dahulu muncul organisasi masyarakat Minang yang mencakup keseluruhan pedagang Minang di kawasan Pasar Minggu. Organisasi tersebut bernama IKM (Ikatan Keluarga Minang). Hal ini disampaikan oleh sekretaris IKSPPM, Uda Hendri Koto: 35
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
“Kalau di pasar ini memang gak ada perkumpulan-perkumpulan lain, yang ‘Padang’ gitu. Dulu memang ada IKM Ikatan Keluarga Minang tapi udah bubar. Kalau Ikatan Keluarga Minang kan lebih luas lagi, seluruh orang Minang kan. Kalau ini kan Pariaman kan, Pariaman memang luas tapi kan persennya dari Minang cuma sekian persen.” Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa cakupan organisasi yang cukup luas menyebabkan keberadaan IKM tidak dapat bertahan lama karena sulitnya mengorganisir anggota yang ada. IKSPPM merupakan sebuah perkumpulan yang berdiri secara swadaya dan dibangun dengan jalan bergotong-royong. Namun, keberadaanya sangat berperan dalam kehidupan setiap anggota. Jika kita bandingkan dengan beberapa perkumpulan Minang yang ada maka IKSPPM ini belum dapat dikatakan sebagai organisasi besar layaknya organisasi Minang SAS (Sulit Air Sepakat)6 yang memang sudah menjadi organisasi dan telah memiliki cabangnya di berbagai kota bahkan di luar negeri. Uda Hendri menyatakan, “seenggaknya ini belum jadi organisasi, masih perkumpulan lah. Tetapi nanti Insyaallah rencana kita mau akta notariskan.” IKSPPM melengkapi keberadaannya dengan sebuah kantor. Kantor tersebut memang belum optimal penggunaannya, namun mulai bulan April 2011 kantor ini sudah mulai dibuka dan dioptimalisasikan. Pada kunjungan pertama saya, kantor tersebut sering tutup dan hanya dibuka ketika saya akan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap beberapa anggota IKSPPM. Menurut Apak Syarlan, setelah program simpan pinjam diaktifkan, kantor akan terus dibuka karena sudah ada yang menjaga kantor tersebut. Keberadaan kantor baru IKSPPM sempat menjadi kontroversi dikalangan kaum tua dan muda. Di satu sisi keberadaan kantor
ini
penting namun di sisi lain kekurangan dana dan tidak adanya donatur
6
Organisasi perantau Sulit Air Sepakat (SAS) dikenal sebagai organisasi perantau pertama terbesar dan terkuat di Sumatera Barat. Organisasi ini berdiri pada tahun 1918, memiliki 60 Dewan Perwakilan Cabang di Indonesia dan empat DPC di luar negeri (Huri, 2006:6).
36
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
menyulitkan
pembayaran
sewa
bulanan
kantor
ini.
Hal
ini
disampaikan Pak Syarlan Tanjung (60 tahun): “ Kemaren tu tegang juga…itu kantor kan dua kios, biayanya itu sekitar lima ratus ribu untuk SPP dan sewanya. Itu kantor untuk keperluan bersama tapi dananya biayanya tu dari mana. Masa’ udah dipake terus gak mau bayar, sebenarnya udah usaha cari donatur tapi kan belom ada, akhirnya Apak putuskan ambil dari kas aja, tapi Apak harap itu diumumkan gitu. Gunanya kita cari donatur itu agar kita bisa ada kantor biar lebih hidup gitu, sementara ini ditalangin oleh IKS PPM dulu. Tapi kayaknya anak-anak tu pada gak setuju gitu diambil dari kas.” Kantor IKSPPM berada pada lantai dua gedung Blok D PD Pasar Jaya Pasar Minggu. Bangunan berupa kios ini berdekatan dengan kios dagang Uda Hendri yang merupakan sekretaris IKSPPM.
3.1.2 Keanggotaan Perkumpulan Kedaerahan IKSPPM Keanggotaan IKSPPM sangatlah beragam dan fleksibel. Secara umum ada dua jenis keanggotaan, anggota tetap dan simpatisan atau mereka yang biasanya berasal dari daerah selain Pariaman. Pada awal berdirinya IKSPPM hanya beranggotakan enam keluarga saja namun lama-kelamaan bertambah menjadi puluhan orang dan kemudian berkembang terus hingga mencapai seratus orang anggota. Dari kurang lebih seratus kepala keluarga yang tercatat, terdapat sekitar 65 hingga 70 orang anggota yang aktif. Anggota
perkumpulan
ini diutamakan
sekali
orang
Pariaman tetapi jika ada seseorang yang tertarik untuk ikut sebagai simpatisan, diperbolehkan namun diharapkan dapat mengikuti tata cara orang Pariaman. Misalnya saja salah satu pemilik toko pakaian seragam Romi Jaya. Ia tidak berasal dari Pariaman namun tertarik dan salut terhadap perkumpulan ini sehingga memutuskan untuk bergabung. Selain sebagai simpatisan ia pun turut menjadi donatur dalam perkumpulan ini. Anggota yang berasal dari luar Pariaman ini diakui
37
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
keberadaannya dalam IKSPPM, namun tidak berhak menjadi pengurus. Sebagian besar pendiri dan anggota IKSPPM ialah para pedagang yang berada di kawasan Pasar Minggu namun mereka memiliki tempat tinggal yang saling berjauhan meski masih disekitar wilayah Pasar Minggu Jakarta Selatan. Hal ini dikatakan oleh Pak Syarlan selaku pendiri IKSPPM: “ Bahkan orang-orang di luar Pasar Minggu aja ada, kadangkadang dari Lenteng, Jagakarsa, ya dari mana-mana. Ada yang di Jagakarsa itu, dosen, dia Doktor, namanya Anwar Rahim. Dia punya Yayasan Aur Serumpun dia di Jagakarsa” Sebagian besar anggota IKSPPM merupakan pedagang yang setiap harinya berjualan di kawasan Pasar Minggu. Ada yang menempati kios-kios di gedung PD Pasar Jaya adapula yang menggelar dagangannya secara kaki lima di lorong-lorong sekitar gedung PD Pasar Jaya. Barang yang mereka jajakan cukup beragam mulai dari pakaian hingga perhiasan. Berikut penuturan Apak Syarlan “Banyak pedagang, si Jeboh dagang perhiasan, si Lun yang toko olah raga itu, H. Hasan Zaini yang banyak kiosnya di pasar itu. Boleh dikatakan gak seberapa yang gak ikut.” Meskipun demikian, terdapat pula beberapa anggota yang profesi utamanya bukan pedagang. Biasanya mereka berprofesi sebagai tenaga pendidik dan adapula yang merupakan pendiri Yayasan Pendidikan.
Biasanya anggota yang berasal dari luar pedagang ini
memberikan suntikan dana hingga pada bantuan non-finansial seperti bantuan
pendidikan
bagi
anak-anak
anggota
yang
ingin
mengembangkan kemampuan bahasa Inggris melalui kursus bahasa Inggris gratis seperti yang diadakan oleh anak dari Ibu Ida, salah satu pengurus IKSPPM. Hingga pendidikan gratis bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi, salah satunya melalui Yayasan Aur Serumpun milik Dr. Anwar Rahim. Keberagaman anggota IKSPPM tidak hanya dalam hal profesi dan lokasi tempat tinggal saja. Para anggota IKSPPM memiliki latar belakang usia yang berbeda-beda. 38
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Biasanya, kaum tua yang merupakan pendiri IKSPPM kurang memahami perihal struktur dan kepengurusan dalam perkumpulan ini. Oleh karena itu, dengan masuknya generasi muda diharapkan kedepannya IKSPPM menjadi sebuah perkumpulan yang jelas kedudukannya di masyarakat dan memiliki kepengurusan yang aktif. Namun disamping itu semua, keberadaan kaum tua tentunya berperan dalam hal pembinaan terutama dalam pemberian ‘wejangan’
atau
nasihat kepada kaum muda yang baru mulai menapaki kehidupan perantauan mereka. Melihat cukup banyaknya anggota yang ingin bergabung, sempat tercetus ide untuk mengembangkan perkumpulan hingga ke luar kawasan Pasar Minggu. Keinginan tersebut sempat tercetus dari salah satu kaum tua perkumpulan ini yaitu Drs. Abdul Latief. Dengan mempertimbangkan cangkupan wilayah yang terlalu luas sehingga dapat menyusahkan anggota jika ada hal penting yang harus dilakukan serta sulitnya mengorganisir anggota yang terlalu banyak, akhirnya hal tersebut dibatalkan. Satu hal yang terus-menerus diingatkan pada setiap anggota bahwa kehadiran dan peran serta mereka dalam setiap kegiatan yang dilakukan merupakan hal yang terpenting. Bapak Syarlan menyatakan bahwa “Kalau perkumpulan lain misalnya, seringkali yang dikumpulin hanya dana-dana aja terus, ngumpulnya gak. Nah, seperti itu yang sepertinya gak ada rasa memiliki”. Ia menggambarkan usaha penguatan solidaritas sosial ini seperti ‘mengikat lidi menjadi sapu’ di mana setiap orang memiliki kekuatan yang sama tidak ada yang lebih tinggi. Setiap anggota IKSPPM dikenakan iuran keangotaan yang terdiri dari uang sosial sebesar lima belas ribu rupiah, yang nantinya dimasukan ke dalam kas. Iuran sosial biasanya dikumpulkan bersamaan dengan agenda perkumpulan mereka sebulan sekali. Dana yang masuk ke dalam kas ini digunakan untuk biaya konsumsi dan diberikan kepada tuan rumah tempat diselenggarakannya pertemuan bulanan. Selain dana sosial terdapat pula iuran arisan bagi mereka yang ikut serta dalam 39
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
kegiatan arisan, yang berkisar antara seratus hingga tiga ratus ribu rupiah. Di samping itu, dana iuran sosial juga digunakan untuk sumbangan, jika ada keluarga anggota yang meninggal dunia, sakit, ataupun bagi mereka yang akan pulang kampung habis7. Namun, iuran sosial ini tidak bersifat mengekang atau mutlak, jika memang ada anggota yang sedang mengalami kesulitan keuangan dia bisa membayar di bulan berikutnya atau jika memang tidak sanggup membayar sebesar yang telah ditetapkan maka IKSPPM memberikan keringanan untuk membayar semampunya. Sekali lagi yang ingin ditekankan disini menurut Bapak Syarlan yaitu hikmat kegotongroyongan antar anggota.
3.2 Kegiatan dan Program Kerja IKSPPM
Sebagai kelompok etnik yang berlandaskan kedaerahan IKSPPM memiliki berbagai kegiatan atau aktivitas yang bertujuan membantu menyejahterakan anggota maupun masyarakat yang ada di sekitarnya. Salah satu kegiatan sosial tersebut berupa santunan anak yatim. Bapak Syarlan Tanjung menyatakan bahwa terdapat sekitar delapan belas orang anak yatim yang disantuni oleh IKSPPM. Dana santunan anak yatim diperoleh melalui berbagai sumber. Salah satunya yaitu kotak amal diatasnamakan IKSPPM yang diletakan di toko setiap anggota maupun non-anggota. Dengan harapan diperolehnya dana sumbangan dari pelanggan mereka sehari-hari. Kotak tersebut salah satunya dapat saya temui di Rumah Makan Padang milik Apak Syarlan. Namun, terdapat pula beberapa anggota maupun simpatisan yang dermawan dan rela menyisihkan sedikit harta mereka untuk diberikan kepada anak yatim. Ketika saya berkesempatan menghadiri acara pertemuan bulanan IKSPPM, di bagian
7
Pulang kampung habis merupakan suatu istilah yang merujuk pada kondisi dimana seorang perantau akan kembali ke daerah asalnya tanpa kembali lagi ke daerah rantaunya di kemudian hari.
40
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
akhir acara salah seorang seksi sosial menginformasikan kepada seluruh anggota yang datang bahwa bantuan pendidikan bagi anak yatim tersebut kini berkembang hingga pada tingkatan SMP. Sebelumnya masing-masing anak yatim hanya disubsidi hingga tingkat sekolah dasar saja. Tidak hanya santunan anak yatim, kegiatan sosial yang dilaksanakan IKSPPM juga menyentuh kepentingan para anggota. Salah satunya yaitu kegiatan pengumpulan dana bagi anggota yang sakit ataupun anggota yang keluarganya ditimpa musibah misalnya meninggal dunia. Kegiatan tersebut telah berlangsung sejak awal terbentuknya IKSPPM. Pengumpulan dana bagi anggota yang mengalami musibah dilakukan dengan cara menjalankan bakul yang kemudian diisi uang semampunya oleh anggota yang lain. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh seksi sosial ataupun humas. Bagi mereka yang sakit, dana tersebut digunakan untuk membantu biaya pengobatan. Lalu, jika ada anggota yang orang tuanya meninggal dunia maka dana tersebut diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan. Berikut pernyataan Bapak Syarlan selaku ketua IKSPPM: “Dapat empat ratus atau tiga ratus sekianlah belum nyampe lima ratus lah tapi lumayan. Paling tidak kan kalau orang tuanya disini kita kan nyelawat karena kejadiannya di kampung kan nanti dia balik ke sini, yah namanya masyarakat kecil kan, mereka merasa lumayan lah terbantu. Alangkah rasanya merasa tertolong gitu maklum lah orang kecil.” Di samping kegiatan sosial, terdapat pula beberapa kegiatan IKSPPM yang bersifat kepemudaan. Misalnya yang baru-baru ini diselenggarakan yaitu kejuaraan Bulu Tangkis bertajuk Open Cup. Kegiatan ini sudah memasuki tahun yang ketiga. Kejuaraan Open Cup sendiri diselenggarakan oleh seksi pemuda dan olah raga di Balai Rakyat kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kejuaraan Open Cup tersebut dapat diikuti oleh siapa saja tanpa membatasi etnis atau agama apapun. Hal ini dinyatakan oleh Uda Mus, yang menjabat sebagai bendahara IKSPPM “Open Cup-nya ke tiga lagi, di Balai Rakyat itu, dan itu yang ikut bukan orang Pariaman, orang Cina, Betawi orang mana aja ikut cuma yang ngadain kita”. Kegiatan ini terbuka untuk umum, namun panitia tetap berasal dari dalam IKSPPM. Selain kegiatan olah 41
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
raga, pengurus menginginkan adanya kegiatan seni seperti pencak silat dan lain-lain namun hal tersebut masih sekedar rencana. Dari segi ekonomi, perkumpulan IKSPPM pun memiliki kegiatan yang cukup beragam seperti arisan dan simpan pinjam. Untuk kegiatan arisan, animo anggota IKSPPM cukup besar. Arisan yang diadakan berkisar antara seratus ribu hingga tiga ratus ribu rupiah. Pelaksanaan arisan biasanya bersamaan dengan pertemuan bulanan yaitu setiap minggu kedua dalam setiap bulannya. Pertemuan yang membahas berbagai hal terkait IKSPPM ini dilaksanakan di malam hari agar tidak mengganggu kegiatan perdagangan mereka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di rumah setiap anggota secara bergantian. Namun, jika ada anggota yang akan menggelar alek atau pesta maka pertemuan bulanan akan digelar bersamaan dengan kegiatan badhantam atau ber-dhantam. Seperti ketika saya menghadiri arisan perdana dengan pengurus IKSPPM yang baru. Kegiatan pertemuan bulanan atau arisan pada saat itu dilaksanakan di kantor RW 08, Kelurahan Lebak. Kantor tersebut telah disewa untuk penyelenggaraan pesta pernikahan putri dari salah satu anggota IKSPPM yang bernama Mazwar.
Gambar 4 Situasi Kegiatan Arisan atau Pertemuan Bulanan IKSPPM
Sumber: dokumentasi pribadi
42
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Kegiatan IKSPPM lainnya yang bersifat ekonomi yaitu program simpan pinjam yang hingga saat ini masih berada pada tahap awal pembentukan. Terdapat sekitar dua puluh orang yang berminat dengan program simpan pinjam ini. Di samping sifatnya yang ekonomis, kegiatan simpan pinjam juga memiliki fungsi sosial karena tujuan utamanya yang tidak lain membantu anggota yang kesulitan dalam hal modal usaha. Menurut Bapak Syarlan, kegiatan ini melibatkan anggota-anggota yang masih tergolong muda misalnya mereka yang telah dididik oleh Yayasan Aur Serumpun. Program simpan pinjam ini dipisahkan dari keuangan IKSPPM secara umum. Hal ini dilakukan demi menjaga kemunculan prasangka buruk dalam hal penataan keuangan IKSPPM. Kegiatan lain yang terhitung baru diselenggarakan oleh IKSPPM yaitu Halal Bihalal dalam rangka hari raya Idul Fitri. Animo para anggota terhadap acara tersebut cukup besar. Kegiatan ini diselenggarakan di Balai Rakyat Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Berikut penjelasan Uda Hendri dalam wawancara yang saya lakukan “Kemaren kan kita coba Halal Bihalal, itu baru pertama tuh di Balai Rakyat. Disangka itu gagal tapi Alhamdulillah bagus. Bahkan Halal Bihalal kemaren tuh bisa untung tuh, banyak sponsornya.”
3.3 Peranan IKSPPM Bagi Para Anggotanya
IKSPPM turut berkontribusi dalam berbagai sendi kehidupan anggotanya. Peranan tersebut hadir dalam bentuk moral maupun materil, dan secara langsung maupun tidak. Secara materil peranan tersebut hadir melalui pemberian bantuan bagi setiap anggota yang sedang membutuhkan seperti dalam program ‘pulang kampung habis’, bantuan dana bagi mereka yang tertimpa musibah, hingga bantuan modal bagi mereka yang ingin mengembangkan usahanya. Di sisi lain, upaya perkumpulan ini untuk menyelenggarakan pertemuan bulanan di rumah anggota yang berbeda-beda setiap bulannya berpengaruh besar terhadap kehidupan setiap anggota IKSPPM. Pola kegiatan 43
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
tersebut diharapkan mampu membangun rasa kebersamaan antar anggota tanpa membedakan status maupun kedudukan tertentu. Kunjungan ke setiap rumah anggota secara bergantian merupakan wujud pengakuan bahwa ‘mereka’ adalah bagian dari keluarga besar IKSPPM. Berikut pernyataan Pak Syarlan di tengah perbincangan kami: “Gunanya pindah-pindah rumah itu, kan banyak diantara keluarga kita cuma sanggup sewa satu kamar aja udah enam tahun atau tujuh tahun tinggal disana. Kayaknya tuh ya, namanya orang susah ya gak didatengin tamu segala macam, kayaknya tuh dikucilkan orang, kurang dipandang orang istilahnya ya.” Ia juga menambahkan ‘Walaupun IKSPPM tidak bisa mengangkat mereka secara ekonomi, setidaknya IKSPPM akan berusaha mengangkat harkat mereka di masyarakat’. Demikianlah maksud dan tujuan dibalik pelaksanaan kegiatan tersebut menurut Bapak Syarlan selaku kaum tua di perkumpulan IKSPPM. Menurutnya, hal tersebut juga dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa sebagian besar anggota IKSPPM yang berprofesi sebagai pedagang memiliki tingkat pendidikan yang dapat dikatakan kurang. Oleh karena itu, untuk membangun kepercayaan diri mereka tidak ada salahnya untuk terus memberikan dukungan moril agar tidak lagi merasa rendah diri. Selain itu, IKSPPM turut berperan dalam pembangunan karakter setiap anggotanya. Sebagai orang yang dituakan Apak Syarlan menyadari bahwa lingkungan pasar rentan terhadap pergaulan yang dapat dikatakan kurang baik, terutama bagi perantau muda yang baru memulai usahanya di Jakarta. Pada kondisi tersebut, seseorang membutuhkan tempat yang dapat dijadikan pedoman atau tempat mereka bernaung di tengah lingkungan yang baru mereka temui. Oleh karena itu, Pak Syarlan selalu menghimbau para generasi muda untuk dapat menjalani kehidupan secara ‘lurus’. Hal ini dikarenakan seringkali kaum muda cenderung bertindak frontal dan kurang bijak dalam menghadapi persaingan di lingkungan pasar. Seperti kondisi yang dipaparkan oleh Pak Syarlan dimana ada seorang pemuda yang dikarenakan kesuksesan usaha dagangnya tanpa berfikir panjang ia menghambur-hamburkan uang yang didapat untuk hal yang tidak bermanfaat. 44
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, biasanya kaum tetua memberikan nasihat-nasihat dan mengajak mereka untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME. Salah satu jalan yang biasa dilakukan yaitu dengan mengajak mereka berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan di Masjid. Hal ini dilakukan karena ada beberapa anggota IKSPPM yang aktif dalam kepengurusan Masjid seperti Hendri yang aktif menjadi pengurus dalam Yayasan milik Masjid Al Furqan . Selain itu dalam setiap pertemuan bulanan atau arisan yang diadakan oleh IKSPPM ‘diselipkan’ tausiyah atau ceramah singkat yang biasanya dibawakan oleh seorang Ustadz atau alim ulama. Seperti yang saya temui ketika menghadiri acara pertemuan bulanan IKSPPM dimana Bapak Abdul Latief Sirun didaulat untuk menyampaikan tausiyahnya dan kebetulan pada saat itu yang dibahas terkait moral pemuda atau anak masa kini yang cenderung terpengaruh oleh tayangan televisi yang kurang mendidik. Dari contoh-contoh di atas dapat dikatakan bahwa perkumpulan kedaerahan juga menjalankan peranannya sebagai kontrol sosial bagi para anggotanya. Keterlibatan mereka dalam perkumpulan semacam ini diharapkan mampu menimbulkan rasa malu sehingga pada akhirnya mereka menyadari hal mana yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan. IKSPPM juga berperan dalam hal peningkatan kesejahteraan setiap anggotanya, baik melalui program simpan pinjam maupun program yang berkaitan dengan masalah pendidikan. Misalnya keberadaan program yang memberikan kesempatan bagi anak-anak dari anggota yang tidak mampu untuk mengikuti pendidikan gratis di Yayasan milik salah satu anggota IKSPPM yaitu Yayasan Aur Serumpun. Pendidikan yang diberikan ini mampu mendorong generasi muda Pariaman untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dari pada orang tuanya kini. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan banyaknya anak-anak anggota yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Berikut pemaparan Pak Syarlan: “ umpamanya kan banyak itu, dia sudah tamat SMK, malah kerjanya tukang parkir, dia cewek ujungnya kemana nanti, kesudahannya kemana, ada tingkatan apa gak. Jadi Apak selaku ketua atau pengurus, bagaimana atau ngakalin bagaimana mengangkatnya. Alhamdulillah, sudah berjalan, ada delapan belas orang, tahap pertama ada 10 orang 45
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
anggota, yang diangkat anak-anak dari anggota kita, tahap kedua ada delapan orang. Apak menginginkan kalaupun sudah sarjana alangkah baiknya betul-betul paling tidak sekolah itu utama.” Bagi mereka yang sedang bingung mencari pekerjaan, terutama para pemuda, IKSPPM dengan jaringan yang dimiliki siap untuk membantu. Misalnya saja ada anggota yang sudah berhasil dan peduli akan nasib sanak saudaranya yang membutuhkan pekerjaan, diharapkan dapat membantu menjembatani mereka dengan informasi-informasi lowongan pekerjaan yang ada. Berikut pernyataan Apak Syarlan Tanjung: “…dan satu lagi Apak menghimbau sedari dulu, kalau kata-kata orang Minang dulu “patah tumbuah hilang baganti”. Pengertiannya tuh kalau bahasa Indonesianya, generasi muda kita harus diangkat kan gitu, kalau dia pejabat suatu departemen, bagaimana gitu dia bisa mengangkat yang muda-muda ini supaya ‘nyelip’ atau ditunjukin langkah gimana masuk kesana.” Di samping itu, IKSPPM juga berperan dalam membantu anggotanya yang sedang mengalami masalah dengan orang lain dan tidak bisa menyelesaikannya sendiri karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Ada kalanya kaum yang dituakan membantu menyelesaikan dengan melakukan negosiasi ataupun memberikan pengertian kepada pihak yang bersengketa agar permasalahan pun dapat terselesaikan. Berikut pernyataan Pak Syarlan: “ Umpamanya kalau punya sangkutan sama orang, terus belum bisa ketutup, temuin orang itu. Sangkutan tuh kayak misalnya utang-piutang gitu, kan susahnya kalau pendidikan kurang wawasan kurang kalau gak punya dan belum bisa jawab pertanyaan itu, gak didatangin. Kejadian kayak gitu nantinya akan dimasukin secara pelan-pelan supaya kita yang bersangkutan gak tabrakan lagi dengan orang lain.” Peranan IKSPPM yang tak kalah penting yaitu kemampuannya untuk mempertemukan kembali orang-orang Pariaman di kawasan Pasar Minggu dan sekitarnya. Tanpa disadari lingkungan pasar yang ramai dan cukup luas menyulitkan para pedagang untuk mengidentifikasi siapa saja orang atau rekan pedagang yang berasal dari daerah yang sama. Dengan mengikuti IKSPPM mereka dapat bertemu dengan rekan-rekan yang ternyata berasal dari kampung yang sama. Berikut pernyataan Pak Nusirwan salah satu anggota IKSPPM: 46
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
“ Ya, waktu belum ada IKSPPM, ya terkadang kita ada sodara deket sini tapi kita gak pernah tau malah jadi tau gitu. Yang biasanya gak ketemu sama sodara kita jadi ketemu sekarang ni. Jadi darinya yang kita gak tau ada sodara kita nah jadi tau, oh…itu sodara saya…Jadi banyak efeknya buat kita-kita banyak lah.” 3.4 Interaksi Sosial di Pasar Minggu
Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Dalam sebuah pasar berkumpul ratusan bahkan ribuan orang yang saling berinteraksi satu sama lain baik dalam rangka jual beli maupun yang lainnya. Orang-orang yang berkumpul di pasar berasal dari latar belakang yang berbeda-beda baik dari segi pendidikan, status sosial, agama, ras, dan lainnya. Di samping itu, warga pasar juga cukup beragam mulai dari para pedagang, pembeli, pengurus pasar, hingga petugas kemanan. Oleh karena itu, setiap harinya pasar berdinamika baik dari segi ekonomi, budaya, maupun sosial. Pasar Minggu sebagai tempat peneltian yang saya pilih dapat memperlihatkan betapa majemuknya individu yang berada di sana. Dari ribuan pedagang baik itu formal maupun informal saja dapat kita lihat beragamnya etnis dan komoditi yang diperjualbelikan. Setiap etnis memiliki keunikan masing-masing dari segi komoditi maupun sistem perdagangannya. Misalnya saja etnis Minang yang kebanyakan menjual pakaian atau makanan matang sedangkan etnis Batak yang sebagian besar menawarkan jasa jual beli emas. Kondisi ini diperkuat melalui hasil pengamatan saya di beberapa sudut pasar. Terlihat adanya suatu kecenderungan bagi para pedagang untuk menggelar lapak dagang mereka dalam suatu lingkup etnis yang sama. Misalnya, di bagian lorong bawah gedung PD Pasar Jaya Pasar Minggu tepatnya di area blok D. Di sana, saya menemukan sederetan masyarakat Pariaman yang berdagang secara bersama-sama, baik dengan komoditi perdagangan yang sama maupun tidak. Kurang lebih terdapat enam hingga delapan pedagang Pariaman di lokasi tersebut. Sedangkan pada bagian belakang Pasar Blok D arah pasar ‘ex Inpres’, atmosfer Jawa yang kental 47
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
dapat terlihat misalnya dari ungkapan-ungkapan obrolan sehari-hari antar pedagang ditambah lagi dengan musik-musik khas Jawa yang menemani kegiatan mereka berdagang. Terdapat beberapa titik yang menjadi lokasi pertemuan para pedagang Pariaman di Pasar Minggu. Misalnya saja di Masjid Al Furqan. Di lokasi ini biasanya para pedagang Pariaman berkumpul untuk beribadah dan melepas lelah setelah seharian berdagang. Lokasi tersebut hampir sebagian besar dipenuhi oleh pedagang asal Pariaman walaupun terdapat pula orang-orang dari etnis lainnya karena tempat ini merupakan sarana peribadatan bagi umum. Namun, begitu memasuki lorong Masjid ini percakapan berlogat Minang sangat mendominasi. Seperti ketika saya melakukan observasi dan menemui informaninforman saya di sana. Saat istirahat siang, terlihat beberapa pria, wanita atau ibu-ibu, bahkan anak-anak berkumpul di atas karpet yang disediakan pihak Masjid. Sebagian besar dari mereka merupakan pedagang Minang dan beberapa diantaranya merupakan anggota IKSPPM. Di sana saya bertemu dengan pengurus IKSPPM yaitu Uda Hendri dan Uda Mus. Mereka sedang bersenda gurau dan pada saat itu Uda Hendri ditemani oleh anak dan istrinya yang juga berjualan keripik balado khas Minang di pelataran Masjid tersebut. Dari lokasi Masjid Uda Hendri dan Uda Mus mengajak saya ke lokasi mereka berdagang di kios lantai dua Gedung Blok D PD Pasar Jaya tidak jauh dari lokasi kantor IKSPPM. Di lokasi tersebut Uda Hendri berjualan pakaian wanita dan jasa bordiran setiap harinya. Di tengah perbincangan kami seringkali hadir pembeli yang berniat membeli atau sekedar melihat-lihat pakaian yang dijajakan. Percakapan Uda Hendri dan Uda Mus (yang juga ikut bergabung bersama kami) tiba-tiba terputus karena kedatangan rekan pedagang dari kios sebelah. Obrolan yang tadinya menggunakan bahasa dan logat Minang tibatiba berubah menjadi bahasa Indonesia dengan logat Jawa. Hal ini dikarenakan kedatangan seorang pedagang beretnis Jawa yang merupakan sahabat mereka. Sambil melepaskan candaan Da Mus berkata “ Kalo yang
48
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
ini Wong Jowo dia, liat aja dagangannya Batik. Tapi suka ikut-ikutan juga pake bahasa Minang dia, bahasa Minang Jowo…hahaha…”. Dari bentuk-bentuk interaksi yang saya amati pada sekelompok pedagang Pariaman, baik terhadap sesama Pariaman maupun pedagang dan pembeli yang berasal dari etnis lain, terlihat adanya bentuk toleransi dalam setiap hubungan sosial yang dilakukan. Pada dasarnya para pedagang Pariaman ini menempatkan identitas secara lebih fleksibel ketika menghadapi orang-orang yang memang berbeda dari mereka. Menurut salah satu pengurus PD Pasar Jaya Bapak Sugiono, banyak organisasi-organisasi atau perkumpulan etnik maupun yang bersifat kedaerahan yang terbentuk di lokasi ini baik itu Jawa, Sunda, Minang, dan yang lainnya. Namun, kedudukannya bukanlah sebagai perkumpulan formal yang diakui pihak PD melainkan hanya berupa organisasi atau perkumpulan informal saja. Ada beberapa perkumpulan etnik yang keberadaan diketahui oleh Apak Syarlan sebagai ketua IKSPPM. “ Kalo perkumpulan Jawa Tengah di sini yang arah ke Al Makmur itu, tapi namanya kurang tau juga ya. Batak gak ada…mungkin Aceh barang kali, dekat langgar di situ sebelah barat pasar sedikit, kan ada langgar Aceh tu, belakang Kopas Pasar Minggu itu ada Aceh tu. Kalo Batak gak ada tu, gak begitu bergaul sama Batak tu. Kalo kerjasama mungkin gak sama kelompok-kelompok lain tapi kalo ada acara ya diundang. Tetapi ya biasanya yang Betawi aja kayak FBR gitu, namanya juga kita kan ada di ranah Betawi ya, dia yang punya wilayah kan….” Kondisi ini tidak serta-merta membatasi pergaulan atau interaksi mereka hanya dengan orang-orang dari satu etnisnya saja. Seperti yang kita ketahui persaingan atau pertentangan dapat muncul di tengah usaha dagang yang mereka jalani. Namun perasaan tersebut dapat dibalut dengan suatu hubungan sosial yang informal dan terkesan santai misalnya melalui candaan sehingga dapat meminimalisir munculnya sentimen negatif di antara mereka. Tidak seperti kondisi perkantoran dimana segmentasi status dan peranan masing-masing individu sangat jelas, di pasar saya melihat adanya hubungan saling membutuhkan di samping persaingan yang terjadi baik antara pedagang dengan pedagang maupun pedagang dengan pembeli.
49
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
3.5 Atribut Kedaerahan dalam Kehidupan Pedagang Pariaman
3.5.1 Penggunaan Bahasa dan Ungkapan Khas Minang Pedagang Pariaman yang tergabung dalam IKSPPM cenderung menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi sehari-hari. Dalam
menghadapi
seseorang
yang
berlainan
etnis
mereka
menggunakan bahasa Jakarta. Namun, dalam menghadapi sesama orang Pariaman atau Minang, mereka cenderung menggunakan bahasa Minang.
Penggunaan
bahasa
dan
ungkapan-ungkapan
khas
Minangkabau ini saya lihat dari dua situasi yang berbeda. Yang pertama dalam kegiatan perdagangan mereka dan yang kedua dalam kegiatan kelompok. 3.5.1.1 Dalam Lingkungan Pasar Pada subbab sebelumnya telah dipaparkan perihal bagaimana para pedagang Pariaman melakukan interaksi dalam keseharian di Pasar Minggu. Bahasa Minang tampaknya tidak dapat dilepaskan dari interaksi keseharian para pedagang ini, walaupun sebagian besar dari mereka telah lama menetap di Jakarta. Bahasa Minang Pariaman tentunya memiliki logat khas yang berbeda dari bahasa Minang daerah lainnya di Sumatera Barat. Dari hasil pengamatan saya, bahasa Minang Pariaman memiliki kekhasan dalam penekanan awal kata dan nada bicara yang sedikit diayun. Walaupun mereka berusaha untuk menampilkan bahasa Indonesia atau bahasa Jakarta dalam interaksi dengan orang di luar etnis Minang, tetap saja nada atau logat ini menyertai sehingga mudah bagi kita untuk mengidentifikasi keberadaan pedagang etnis Minang di pasar ini. Seperti yang telah saya paparkan sebelumnya bahwa atribut kedaerahan seperti bahasa merupakan indikator utama 50
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
yang mempermudah kita untuk melihat kapan seorang Pariaman mengaktifkan identitasnya sebagai orang Pariaman dan kapan ia melepaskan identitas tersebut. Seorang pedagang biasanya memiliki tujuan utama menggaet pembeli sebanyak-banyaknya dengan harapan mendapatkan keuntungan yang maksimal. Oleh karena itu, dalam menghadapi pembeli biasanya mereka melunturkan jatidiri yang dimiliki sebagai orang Minang. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu dengan berusaha berperilaku senetral mungkin dalam hal berbicara, misalnya dengan menggunakan bahasa Jakarta yang merupakan bahasa pengantar mereka sehari-hari atau bahkan mengimitasi logat khas si pembeli. Kondisi ini saya temui ketika mengikuti salah satu informan yaitu Pak Mukhlis yang juga pengurus IKSPPM untuk berjualan baju kesebelasan Timnas yang sedang tren pada saat ini. Pembeli : Berapaan nih Pak? MK : Oh itu, empat puluh aja dah ambil Bu… Pembeli : Ah, kayak gini mah dua lima biasanya… MK : Belom dapet Bu, kalo mau ya tiga lima ambil deh… Demi melancarkan usahanya, para pedagang Pariaman meminimalisir pemunculan identitas mereka, misalnya dari logat bahasa yang digunakan. Kondisi sebaliknya terjadi ketika saya dan Pak Mukhlis menelusuri lorong Blok D untuk diperkenalkan dengan rekanrekan pedagang Pariaman lainnya. Pak Mukhlis dan beberapa pedagang lainnya seperti Pak Iwan dan Uni Nur, berbicara dengan
bahasa
Minang
Pariaman
yang
pada
intinya
menjelaskan keberadaan saya di lokasi tersebut. Namun kondisi ini lagi-lagi berubah bilamana mereka berhadapan dengan saya ataupun pedagang yang datang ke lapak mereka. Berikut sepenggal percakapannya: 51
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Mukhlis : “Ni Nur di ma si Saf ko? Ado nan ka balanjo koa”. (Uni Nur, si Saf di mana? Ada yang mau belanja) tunggu dulu ya Bu… Uni Nur : “Pai ka Mushola nyo, layananlah dulu?” (dia lagi ke Mushola, layanin saja dulu) Mukhlis : Mau yang itu Bu? Oh kalo yang itu empat puluh aja Bu? Pembeli : tiga lima deh ya Bang? Mukhlis : “Ni bara agiah koa? Tigo limo lai buliah ko?” (Ni, kasih berapa ini? Tiga lima boleh?) (bertanya pada Uni Nur) Uni Nur : “Aa…agiah lah…”(kasih deh…) Mukhlis : ambil deh Bu, tiga lima… Dalam situasi seperti ini, atribut kedaerahan berupa bahasa dapat dijadikan media untuk membicarakan gosip atau gurauan, hingga hal-hal rahasia terkait penentuan harga jual.
3.5.1.2 Dalam Lingkungan Kelompok
Dalam
setiap
kesempatan
bertatap
muka,
bahasa
Minanglah yang dijadikan bahasa pengantar oleh para pedagang Pariaman ini. Misalnya dalam acara arisan atau pertemuan bulanan yang dilaksanakan pada minggu kedua setiap bulannya. Penggunaan bahasa Minang dapat saya temui ketika saya berkesempatan mengikuti acara bulanan yang kebetulan
bersamaan
dengan
kegiatan
dhantam
untuk
menyambut pesta pernikahan anak dari salah satu anggota IKSPPM yang bernama Mazwar. Di samping bahasa Minang pergaulan sehari-hari, dalam setiap acara formal masyarakat Minang secara umum dan Pariaman secara khusus selalu menerapkan penggunaan pepatah-petitih khas masyarakat Minangkabau dalam setiap sambutan atau pembicaraan formal di depan para tamu undangan. Hal ini dapat saya lihat salah satunya dari kata sambutan yang diberikan oleh Bapak Safei selaku Pembina 52
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
IKSPPM. Dalam setiap sapaan atau pesan yang disampaikan ia selalu menghadirkan sebuah perumpamaan yang menurut Pak Zul salah seorang informan yang saya temui, berintikan penjelasan mengenai fungsi dan peranan seseorang atau suatu adat tertentu. Saya akan memberikan salah satu bentuk ungkapan yang menggambarkan susunan masyarakat adat Minang. Susunan masyarakat adat Minang ini diungkapan melalui sambutan yang bertujuan untuk menyapa para tamu yang datang. Berikut petikan sambutan yang disampaikan oleh Bapak Safei selaku orang yang dituakan oleh kelompok ini: Sekali lagi saya menghormati ninik mamak, urang nan gadang basa batuah, ka pai tampek batanyo, ka pulang tampek babarito. Nan dihormati pulo cadiak pandai, urang nan arif bijaksano. Parik paga dalam nagari, alun bakilek lah ba kalam. Takilek ikan dalam lubuak, lah tau jantan batino nyo. Yang ambo hormati juo, alim ulama selaku suluah bendang dalam nagari, manarangkan urang nan kalam, nan ka manyuluik adek jo agamo. Nan ambo hormati juo kaum ibu, selaku bundo kanduang. Limpapeh rumah nan gadang, iyo nan baiak budi indah baso. Untuak bagalak jago lalok, kok auih tampek minta aie, kok lapa tampek minta nasi. Nan ambo kasihi jugo sayangi pamuda jo pamudi. Urang nan capek kaki ringan tangan, alun disuruah inyo lah pai, alun ditagah nyo lah baranti. Kok barek nan ka dipikue, kok ringan nan ka dijinjiang, jauah ka dijapuik ampie ka dijangkau, alie nyo batungke, kalamnyo basuluah. Menurut Pak Zul, apa yang disampaikan oleh Bapak Safei tersebut merupakan susunan inti masyarakat adat di Minangkabau. Pada urutan pertama adalah kaum ninik mamak yaitu mereka yang dituakan, di mana nasihatnya sangat diperlukan serta menjadi tempat bertanya dan tempat mencurahkan segala sesuatunya. Lalu yang kedua yaitu cadiak 53
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
pandai yaitu mereka yang arif bijaksana dan menjadi pagar atau memberikan batasan dalam sebuah nagari karena ia mengetahui berbagai hal terkait kaumnya. Kemudian yang ketiga yaitu alim ulama atau orang-orang yang ahli dalam hal keagamaan atau dalam hal ini yaitu ustad serta para ibu dan pemuda-pemudi. Dalam setiap acara adat yang dilakukan di kampung halaman, ungkapan-ungkapan di atas biasanya digunakan sebagai sapaan yang disertai pula dengan penjelasan mengenai kedudukan atau fungsi mereka di masyarakat. Kita ambil contoh sapaan terhadap kaum ibu-ibu berikut “kaum ibu, selaku bundo kanduang. Limpapeh rumah nan gadang, iyo nan baiak budi indah baso. Untuak bagalak jago lalok, kok auih tampek minta aie, kok lapa tampek minta nasi”. Ungkapan ini menggambarkan tentang kedudukan seorang ibu sebagai orang yang sangat dihormati. Karena ialah orang yang melahirkan kita, karena dia lah kita biasa hidup, ia memberikan kita makan ketika kita lapar dan ia pula yang memberikan kita minum ketika kita haus. Sapaan yang didasarkan pada susunan masyarakat adat Minang ini masih mereka pertahankan dalam kegiatan pertemuan yang biasa dilakukan oleh perkumpulan IKSPPM. Walaupun dilaksanakan di tempat yang bukan daerah asal mereka dan tidak pula sebuah acara adat khusus seperti pemilihan datuk atau kepala suku, mereka tetap menerapkan ketentuan adat yang telah menjadi sendi-sendi kehidupan mereka. Tidak hanya bahasa, hal lainnya yang patut diamati yaitu berbagai gosip atau cerita yang seringkali menjadi topik perbincangan mereka ketika bertemu. Biasanya gosip atau cerita yang beredar berkisar tentang teman-teman sekampung, baik yang berada di Jakarta maupun yang ada di kampung 54
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
halaman, serta permasalahan mengenai anak-anak maupun cucu mereka. Misalnya saja dalam perbincangan yang saya tangkap antara Etek8 Yenti dan Etek Elly berikut: Etek Elly : “si Da…lai ikuik?” ( si Da ikut tidak?) Etek Yen : “antah…indak barangkali. Inyo urang Piaman pulo nak?” (tidak tahu…tidak kali ya. Dia orang Pariaman juga kan?) Etek Elly : “iyo…urang Lubuak Aluang mah…suaminyo nan Bukittinggi”…(Iya, orang Lubuk Alung, suaminya orang Bukittinggi) Dalam setiap acara yang digelar oleh perkumpulan, biasanya disampaikan pula berbagai cerita terkait kondisi terbaru para anggota yang ada di Jakarta, baik yang menyedihkan maupun yang membahagiakan. Salah satu yang disampaikan oleh Da Hen pada saat itu ialah kondisi salah satu anggota baru IKSPPM yang sedang menderita sakit stroke. Hal penting lainnya yang biasa dijadikan topik pembicaraan di antara para anggota IKSPPM terkait pesta pernikahan atau alek yang akan diselenggarakan kerabat mereka. Pertemuan seperti ini biasanya dimanfaatkan bagi mereka yang akan mengadakan pesta untuk mengundang secara langsung setiap anggota yang datang dan bersamaan dengan itu pula undangan akan disebar. Dari pemaparan di atas dapat kita lihat bahwa bahasa Minang telah menjadi bahasa pengantar mereka seharihari terutama dalam menghadapi rekan sekampung. Baik berbagai ungkapan khas maupun gosip atau cerita-cerita yang berkembang di antara rekan satu kelompok, keduanya mampu memperlihatkan betapa status mereka sebagai orang Pariaman menjadi dasar mereka dalam menentukan tindakan dan
8
Panggilan untuk perempuan selain ibu atau yang dalam bahasa Indonesia berarti bibi (tante).
55
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
perilaku dalam keseharian. Hal tersebut mampu membedakan IKSPPM dengan perkumpulan lain yang ada di sekitarnya.
3.5.2 Pelaksanaan Dantam dalam Perkumpulan IKSPPM
Salah satu kenduri khas masyarakat Pariaman yang masih dipertahankan oleh IKSPPM yaitu dantam. Istilah dantam pada dasarnya mengandung makna berantem atau bertengkar. Namun, dantam yang merupakan kegiatan khas masyarakat Pariaman berarti kegotongroyongan membantu sanak saudara yang akan melaksanakan walimah atau pesta pernikahan. Berikut penjelasan Hendri Koto “…dantam tu cuma di Pariaman. Kalau di sini dantam tu ya berantam artinya. Makanya kalau orang Padang lain gak tau tu apa yang dimaksud dantam.” Ketika ada sanak saudara yang akan menikahkan anaknya atau kerabatnya, orang-orang sekampung mereka akan bermalam dan ikut membantu tuan rumah dalam mempersiapkan pesta tersebut. Mereka bersama-sama memasak makanan yang akan disajikan dan saling gotong royong mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan tuan rumah untuk menyambut tamu mereka di esok harinya. Gambar 5 Kegiatan Dantam: Gotong Royong Kaum Ibu
Sumber: Dokumentasi Pribadi
56
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Dari pengamatan yang saya lakukan, biasanya kaum ibu berkumpul di belakang atau di dapur bilamana ada sanak saudara yang akan melaksanakan pesta pernikahan. Tidak hanya kaum ibu para remaja pun ikut membantu. Terlihat beberapa remaja perempuan melipat tisu yang akan digunakan keesokan harinya. Suasana
kebersamaan
sangat
terasa
ketika
mereka
melakukan dantam. Setiap anggota akan saling membantu dan memberikan tenaga maupun dana mereka demi terlaksananya pesta pernikahan tersebut. Proses pengumpulan dana yang digunakan untuk
membantu
keuangan
si
tuan
rumah
yang
sedang
melaksanakan alek atau pesta ini dilakukan dengan cara yang cukup unik. Setelah acara pertemuan bulanan dan pengumuman kepengurusan baru dilakukan, tiba waktunya pada kegiatan inti yaitu ba-dantam atau ber-dantam. Gambar 6: Kegiatan Dantam: Pengumpulan Uang
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Seorang pria maju ke meja di bagian depan panggung. Ia berperan sebagai tukang surak yang berarti tukang sorak atau teriak. Tugas utama seorang tukang surak ialah berteriak memanggil para tamu yang hadir agar menyumbangkan sebagian uang mereka untuk membantu pelaksanaan alek atau pesta. Tukang surak biasanya mengeluarkan pernyataan yang 57
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
sedikit menyindir untuk menggerakan para tamu agar ikut berpartisipasi memberikan sumbangan. Berikut contoh teriakan si tukang surak: Aaa…iko si Edi ko mah, mungko balakang, limo puluah ribu rupiah. Dari Padang, Lubuak Aluang koa sakaluarga besar, delapan puluah ribu rupiah koa. Aaa, sia lai, dipasilahkan maju ka mungko. Pak Nazir koa, dari Gang Buntu, mungko balakang limo puluah ribu rupiah. Yo…sia lai…si Zulkifli koa, nan masih bujangan ko, ayolah…kok buliah banyak lai…hahaha. (Aaa…ini si Edi, depan belakang, lima puluh ribu rupiah. Dari Padang, Lubuk Alung, satu keluarga besar, delapan puluh ribu rupiah. Aaa, siapa lagi, dipersilahkan maju ke depan. Pak Nazir, dari Gang. Buntu, depan belakang, lima puluh ribu. Ayo siapa lagi…si Zulkifli yang masih bujangan, ayo…biar banyak lagi…hahaha) Dari pernyataan tukang surak di atas dapat kita lihat bahwa pengumpulan dana yang dilakukan dengan ber-dantam sangatlah kompetitif. Masing-masing orang berlomba-lomba memberikan yang terbanyak kepada saudaranya tersebut. Satu hal yang perlu dilihat dari petikan di atas yaitu adanya ungkapan mungko balakang atau depan belakang yang berarti uang tersebut diberikan oleh kedua belah pihak baik sang suami maupun istri. Jika hanya dikatakan mungko berarti uang sumbangan tersebut berasal dari sang suami. Jadi kata mungko atau depan melambangkan
seorang
bapak
atau
suami.
Hal
ini
dilatarbelakangi oleh kedudukan suami sebagai kepala keluarga atau yang berada di depan. Sedangkan balakang atau belakang berarti ibu atau istri, yang biasanya berada di belakang atau dapur. Dana yang terkumpul melalui dantam diberikan kepada si tuan rumah atau penyelenggara alek dengan tujuan untuk membeli cabe. Menurut Uda Hendri, istilah ini memiliki makna bahwa para kerabat membantu mendanai si penyelenggara pesta dalam membeli kebutuhan dapur seperti cabai, daging, dan lain58
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
lain. Biasanya kegiatan ini berlangsung di kampung halaman mereka
Pariaman,
namun
IKSPPM
berusaha
untuk
menerapkannya pada setiap acara pernikahan para anggota perkumpulan di Jakarta. Menurut Pak Syarlan selaku ketua IKSPPM, kegiatan tersebut
merupakan
salah
satu
upaya
mensosialisasikan
keberadaaan IKSPPM di wilayah Pasar Minggu ini. Berikut pernyataannya: “ Nah, banyak belakangan ini, kita liat aja keluarga Pariaman aja lah, ini sodaranya pesta tapi yang lain purapura gak tau aja kayak orang kondangan aja, kan gak bagus kayak gitu. Kita harus ikut merasakan, anggap saja kalau ada acara pesta-pesta kayak gitu kita mengiklankan keluarga kita.” Dengan demikian, ia mangharapkan adanya kesadaran bagi setiap warga Pariaman untuk terus menjalin hubungan dengan sanak saudaranya di rantau agar nantinya anak cucu mereka dapat saling mengenal dan silaturahmi pun tidak terputus.
59
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
BAB 4 MEKANISME PENGAKTIFAN IDENTITAS MELALUI BERBAGAI ATRIBUT KEDAERAHAN
4.1 Atribut Kedaerahan dan Pengaktifannya dalam IKSPPM
Identitas yang diaktifkan melalui perkumpulan kedaerahan IKSPPM ini sebenarnya muncul dan mantap melalui dan dalam interaksi-interaksi sosial yang terwujud di dalam masyarakat (Suparlan, 2005:117). Kemunculannya tersebut tidak terlepas dari adanya atribut kedaerahan yang hadir dalam keseharian para pedagang Pariaman ini baik disengaja maupun tidak yang dikaitkan dengan dan untuk kegunaannya bagi mengenali keberadaan perkumpulan ini (Suparlan, 2005:29). Dalam konteks perdagangan maupun dalam lingkungan kelompok, identitas kedaerahan tersebut hadir dalam kadar yang berbeda. Hal ini dapat teridentifikasi jika kita melihat berbagai atribut kedaerahan tersebut dari sudut pandang Lakoff (1987) yang diadaptasi oleh Barth (1996) dalam penjelasannya terkait ‘batasan’ pada sebuah kelompok etnik. Barth (1996) mengadaptasi pemikiran Lakoff (1987) dalam analisis budaya terhadap simbol dan pemikiran. “ we are invited to ask not what is a conventional representation of a concept, to be recognized and pursued through various transformations and transpositions, but: preconceptual sources, the experiential bases for the concept, and how does it consequently convey our thoughts and reasoning (Barth dalam Cohen, 2000:22).” Dalam IKSPPM atribut kedaerahan tersebut dapat ditangkap baik di dalam maupun di luar perkumpulan atau di lingkungan pasar. Atribut kedaerahan mereka dapat dilihat mulai dari dantam, pelestarian pepatah yang tergolong sastra lisan Minang dan susunan masyarakat adat Minang, penggunaan bahasa Minang dalam keseharian, hingga pandangan khas mereka yang terungkap melalui kebiasaan untuk mendahulukan kepentingan kerabat atau keluarga mereka. 60
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Berbagai atribut tersebut hadir di lingkungan pasar melalui kegiatan menghabiskan waktu istirahat bersama di tempat-tempat khusus seperti Masjid hingga dalam kegiatan berdagang mereka yang cenderung mengelompok. Sedangkan dalam lingkungan kelompok atribut kedaerahan mereka hadir pada berbagai program kerja dan kegiatan IKSPPM seperti arisan atau pertemuan bulanan. IKSPPM dengan berbagai atribut kedaerahannya tersebut menimbulkan suatu batasan jika dilihat secara simbolik. Atribut ke-Pariamanan tersebut merupakan suatu ciri atau sifat budaya yang bersangkutan dan dapat dilihat dari latar belakang pengaplikasiannya hingga mampu menjadi dasar identifikasi dalam interaksi mereka terhadap masyarakat di sekitarnya. IKSPPM sebagai salah satu bentuk kelompok etnik yang bersifat kedaerahan terus mempertahankan sifat budaya tersebut dalam keseharian mereka. Salah satu bentuk atribut kedaerahan yang jelas terlihat di lingkungan pasar yaitu penggunaan bahasa Minang. Kecenderungan para pedagang Pariaman untuk menggunakan bahasa Minang dalam percakapan sehari-hari dapat dijadikan dasar identifikasi, pedagang mana yang merupakan pedagang Pariaman dan mana yang bukan. Walaupun bahasa merupakan salah satu hal mendasar dalam interaksi sehari-hari, penggunaan bahasa Minang di tengah keberagaman etnis secara tidak langsung memperlihatkan kekuatan suatu kelompok dalam menyebarkan sifat budaya mereka di antara anggotanya. Upaya pengaktifan atribut kedaerahan berupa bahasa Minang tidak terlepas dari situasi yang menuntut mereka untuk menggunakannya. Misalnya, dalam proses penentuan harga mereka harus mempertimbangkan satu dua hal hingga penggunaan bahasa Minang menjadi pilihan yang tepat dalam menjaga kerahasiaan penghitungan modal dan seberapa besar keuntungan yang sebaiknya mereka ambil. Situasi tersebut dapat saya temui di area blok D, dimana terdapat sederetan masyarakat Pariaman yang berdagang secara bersama-sama, baik dengan komoditi perdagangan yang sama maupun tidak. Selain
itu
bahasa
Minang
juga
digunakan
ketika
mereka
memperbincangkan hal-hal internal kelompok, misalnya gunjingan atau gosip dalam kelompok terkait kerabat mereka yang sedang tertimpa musibah sakit hingga kabar bahagia terkait pelaksanakan pesta pernikahan. Kebiasaan ini 61
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
berdampak pada dikotomisasi pergaulan mereka di masyarakat luas karena biasanya kenyamanan dan kemudahan dalam berkomunikasi mendorong mereka untuk berinteraksi dengan sesama orang Pariaman. Selain dalam kegiatan perdagangan kecenderungan untuk menggunakan bahasa Minang dapat dilihat pula melalui kegiatan bersama menghabiskan waktu istirahat di tempat-tempat khusus seperti Masjid pasar. Situasi di atas terjadi dalam lingkungan pasar yang tidak hanya terdapat orang-orang dari etnis yang sama. Dengan demikian kenyataan tersebut memperlihatkan adanya pembatasan dalam pengertian bersama, adanya perbedaan kriteria dalam mempertimbangkan nilai-nilai dan penampilan, serta adanya interaksi yang terbatas pada sektor-sektor yang diasumsikan mengandung pengertian yang sama dan diminati bersama sehingga dalam hal-hal yang terkait kehidupan pribadi, mereka cenderung berbagi dengan orang-orang sekelompoknya saja (Barth, 1969:16-17). Selain bahasa pergaulan sehari-hari, berbagai sastra lisan yang menjadi bagian kebudayaan Minang serta susunan masyarakat adat Minang pun tetap dipertahankan dalam setiap acara formal kelompok. Hal ini dapat saya lihat dalam acara pertemuan bulanan IKSPPM, dimana para pengurus terutama kaum yang dituakan akan menyampaikan sambutan ataupun sapaan yang didasarkan atas susunan masyarakat adat Minang melalui berbagai pepatah-petitih khasnya. Situasi ini dapat dilihat sebagai usaha membangkitkan rasa ke-Pariamanan mereka di daerah perantauan. Sebagai sebuah perkumpulan kedaerahan, setiap anggota IKSPPM mampu berbagi sifat budaya khas yang mereka miliki sehingga dapat dijadikan ciri utama masyarakat Pariaman di Jakarta. Dengan demikian kehadiran berbagai atribut kedaerahan tersebut mendasari status mereka sebagai orang Pariaman karena pada dasarnya klasifikasi seseorang atau kelompok setempat dalam keanggotaan suatu kelompok etnik dimana dalam hal ini bersifat kedaerahan, tergantung pada kemampuan seseorang atau kelompok ini untuk memperlihatkan sifat budaya kelompok tersebut (Barth,1969:12). Tidak hanya dalam hal penggunaan bahasa saja, ciri budaya yang merupakan atribut kedaerahan para pedagang Pariaman juga muncul dan dipertahankan melalui pelaksanaan kebiasaan adat seperti dantam. Dari perbincangan saya dengan salah satu informan yaitu Da Hen, dantam itu sendiri 62
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
merupakan salah satu kebiasaan khas masyarakat Pariaman. Dantam merupakan upaya gotong royong dalam pelaksanaan pesta misalnya pesta pernikahan yang biasanya dilakukan dalam lingkungan kerabat ataupun orang sekampung. Di Jakarta, dantam masih terus dilaksanakan, salah satunya yang diadakan di kantor RW 08 dalam rangka pesta pernikahan anak dari Mazwar salah seorang anggota IKSPPM. Semakin intensifnya hubungan yang terjalin maka lama-kelamaan solidaritas pun dapat kembali terbangun. Kebiasaan dantam yang berbasis gotong royong ini mampu meningkatkan kembali rasa keberasamaan mereka di perantauan dari kondisi sebelumnya dimana seringkali sesama kerabat ataupun orang sekampung tidak mengetahui perkembangan perihal sesama kerabatnya di Jakarta. Hal ini disampaikan oleh Pak Syarlan selaku pendiri IKSPPM, ia terdorong untuk mengaktifkan kembali kelompok etnik yang berwujud perkumpulan kedaerahan ini karena seringkali sesama saudara ataupun rekan sekampung tidak mengetahui bahwasanya kerabat mereka menyelenggarakan pernikahan anak atau cucu-cucu mereka. Di balik pelaksanaan berbagai kegiatan dan kebiasaan adat tersebut muncul satu dampak yang cukup signifikan terkait status atau keberadaan mereka di tengah masyarakat sekitar. Semakin sering seseorang mengukuhkan sifat budaya mereka, maka semakin besar kesadaran yang muncul bahwa ia merupakan bagian dari suatu kelompok tertentu. Sedangkan dalam lingkup masyarakat luas, kecenderungan ini akan berdampak pada pengakuan atas eksistensi kelompok tersebut di masyarakat sekitarnya. Kondisi ini sesuai dengan apa yang dikatakan Barth bahwa terdapat dua hal pokok yang dapat dibahas dalam mengamati kehadiran kelompok etnik dimana dalam hal ini berwujud perkumpulan kedaerahan dengan ciri-ciri unit budayanya yang khusus, yaitu (1) kelanggengan unit-unit budaya ini, dan (2) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya unit budaya tersebut (Barth,1969:12). Selain
atribut
memperlihatkan
kedaerahan
adanya
hubungan
tersebut,
beberapa
emosional
program
mendalam
antar
IKSPPM anggota
perkumpulan ini. Misalnya dalam hal pekerjaan, kesejahteraan, hingga pendidikan anak-anak mereka. Setiap anggota perkumpulan memiliki tanggung jawab 63
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
bersama atas keberhasilan ketiga hal tersebut. Kita dapat melihatnya dari latar belakang mereka dalam melakukan tindakan tersebut yang tidak terlepas dari kecenderungan untuk medahulukan kepentingan kerabat atau urang sakampuangnya. Dalam
hal
pekerjaan
misalnya,
seringkali
jaringan
kekerabatan
dimanfaatkan untuk menjembatani para generasi muda Pariaman yang belum memiliki pekerjaan. Mereka tidak segan untuk mencari informasi dari kerabatkerabat yang berkedudukan sebagai pejabat di pemerintahan maupun di perusahaan swasta. Melalui perbincangan
dari mulut ke mulut pada setiap
pertemuan inilah, informasi mengenai lowongan pekerjaan dari kerabat atau orang sekampung mereka akan diperoleh. Tidak hanya itu, kecenderungan untuk mendahulukan kerabat dalam berbagai hal tersirat pula dalam program simpan pinjam bagi anggota yang kekurangan modal berdagang serta beasiswa pendidikan di Yayasan Aur Serumpun milik salah satu anggota. Kepedulian mereka terhadap keberhasilan sesama anggota etnisnya tidak dapat dilihat begitu saja. Pandangan seperti ini pada dasarnya dapat kita temui dalam setiap sukubangsa di Indonesia ini terutama pada etnis yang memiliki kecenderungan merantau seperti Minangkabau. Hal ini tergambar dari salah satu pepatah orang Minang sebagai berikut “baraia sawah di ateh, lambok sawah di bawah”(berair sawah di atas, lembab sawah di bawah), artinya bahwa jika seorang anggota kelompok mendapat rezeki atau mempunyai jabatan maka orang-orang di sekelilingnya akan ikut menikmati rezeki atau jabatan tersebut (Lihat HukumonlineCom ‘Menggali Cerita Di Balik Indeks Korupsi’). Penjabaran di atas memperlihatkan kehadiran berbagai atribut kedaerahan dalam keseharian setiap anggota IKSPPM. Keberadaan perkumpulan kedaerahan ini tidak terlepas dari pengakuan atau kesadaran masyarakat yang berada pada lingkungan sosial tempat di mana perkumpulan ini berada. Pengaktifan berbagai atribut kedaerahan ini berdampak pada munculnya batasan baik secara nyata maupun samar-samar dalam hubungan sosial yang tercipta di masyarakat luas. Sifat budaya masyarakat Pariaman tersebut pada kenyataannya aktif dan terus dipertahankan dalam lingkungan perantauan mereka yaitu Jakarta. 64
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Barth (1969: 12-13) mengatakan bahwa bentuk-bentuk budaya yang tampak menunjukan adanya pengaruh ekologi. Tapi ini tidak berarti bahwa semua itu hanya menunjukan penyesuaian diri terhadap lingkungan; lebih tepat dikatakan bahwa bentuk budaya ini merupakan hasil penyesuaian para anggota kelompok etnik yang dalam kasus ini bersifat kedaerahan, dalam menghadapi berbagai faktor luar. Ketika para pedagang Pariaman ini mengaktifkan berbagai atribut kedaerahan tersebut di tengah lingkungan masyarakat yang majemuk misalnya saja dantam, maka esensi dari sebuah dantam akan lebih dari pada sebuah bentuk gotong royong yang merupakan ciri khas hubungan sosial pada masyarakat pedesaan yang cenderung bersifat gemeinschaft atau paguyuban (Suparlan, 2004:76). Kegiatan yang dilaksanakan secara bersama-sama dan melibatkan seluruh anggota IKSPPM ini tentunya diikuti oleh kemunculan berbagai kebiasaan khas Pariaman lainnya dalam interaksi antar sesama anggota di lokasi pelaksanaan dantam. Misalnya keberadaan tukang surak (tukang berteriak) dan gaya pengumpulan dana layaknya proses lelang sehingga terkesan adanya kompetisi di antara mereka. Perbedaan semacam ini lambat laun dirasakan oleh mereka yang bukan berasal dari kelompok tersebut sehingga muncul suatu bentuk pembatasan. Batasan etnik merupakan salah satu istilah yang digunakan dalam tulisan Barth tersebut. Dalam kaitannya dengan IKSPPM, batasan saya lihat sebagai hasil dari terpeliharanya atribut kedaerahan yang mencirikan sebuah kelompok dimana dalam hal ini berwujud kedaerahan, dalam setiap interaksi yang dilakukan pada sebuah lingkungan multietnik. Atribut kedaerahan yang hadir dalam perkumpulan ini menunjukan adanya kategorisasi sehingga IKSPPM dapat dilihat sebagai sebuah tatanan sosial yang berbeda dari yang lainnya. Situasi tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Barth (1969:17) bahwa dalam pelestarian batas etnik yang dalam kasus ini bersifat kedaerahan terdapat situasi kontak sosial antara orang-orang dengan budaya yang berbeda: kelompok etnik hanya dikenal sebagai unit bila kelompok itu memperlihatkan perilaku yang berbeda, jadi ada perbedaan budaya. Pendapat Barth ini sesuai dengan kenyataan di lapangan yang memperlihatkan bahwa eksistensi IKSPPM 65
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
sebagai sebuah perkumpulan kedaerahan ditentukan oleh ada tidaknya pengakuan dari orang-orang di luar pedagang Pariaman itu sendiri. 4.2 Identitas Kedaerahan dalam Perkumpulan IKSPPM
Kemajemukan etnik pada sebuah ruang publik seperti pasar menjadi faktor penting dalam menyoroti kehadiran perkumpulan kedaerahan IKSPPM ini. Pasar Minggu menjadi lokasi tumbuhnya kelompok etnik baik yang berwujud organisasi dan perkumpulan kedaerahan, maupun berupa kelompok-kelompok pergaulan antar sesama pedagang. Perkumpulan kedaerahan seperti IKSPPM muncul akibat adanya serangkaian ciri-ciri dimana dalam hal ini ciri budaya yang merupakan satu satuan yang bulat dan menyeluruh (Suparlan, 2005:28). Kehadiran IKSPPM tidak terlepas dari kenyataan bahwa tingkat migrasi penduduk dari berbagai sukubangsa ke berbagai tempat di Indonesia itu tinggi, terutama ke daerah perkotaan, dan migrasi yang dilakukan bertujuan untuk memperbaiki taraf kehidupan ekonomi dan sosial, menghasilkan adanya kecenderungan dari para migran atau pendatang tersebut untuk hidup mengelompok diantara mereka yang seasal sukubangsa atau seasal daerahnya (desa, kampung-kota, kabupaten, atau propinsi) Suparlan (2005:51-52). IKSPPM dibangun atas dasar kesamaan daerah asal mereka yaitu Pariaman. Hal ini telah menjadi kecenderungan di antara orang-orang Minangkabau yang seringkali membentuk kelompok-kelompok suku atau asal tumpah darah di daerah perantauan mereka. (Suparlan, 2005:45). Pengelompokan tersebut terjadi karena adanya interaksi sosial yang melahirkan perbedaan-perbedaan dalam diri mereka dengan lawan interaksi mereka (Suparlan, 2005:117). Dari temuan saya di lapangan, dalam kesehariannya para pedagang yang tergabung dalam IKSPPM mudah sekali teridentifikasi terutama berdasarkan atribut kedaerahan yang hadir dalam keseharian para pedagang Pariaman ini baik disengaja maupun tidak yang dikaitkan dengan dan untuk kegunaannya bagi mengenali keberadaan perkumpulan ini (Suparlan, 2005:29). Atribut tersebut hadir mulai dari penggunaan bahasa Minang antar sesama pedagang Pariaman hingga kegiatan-kegiatan yang menjadikannya khas 66
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
dan berbeda dari pedagang lainnya. Salah satu yang dikatakan informan yaitu kebiasaan dantam yang dilakukan pada setiap pelaksanaan pesta pernikahan anak ataupun cucu dari sesama anggota mereka. Kegiatan-kegiatan perkumpulan dan cara berkomunikasi yang dengan mudahnya diidentifikasi melalui mimik dan logat, serta pola berdagang yang cenderung berkelompok jika dilihat dalam lingkup interaksi pasar tentunya menjadi sesuatu yang menonjol. Terutama dari sudut pandang para pedagang yang bukan berasal dari daerah Sumatera Barat. Dari ribuan pedagang baik itu formal maupun informal saja dapat kita lihat beragamnya etnis dan komoditi yang diperjualbelikan. Setiap etnis memiliki keunikan masing-masing dari segi komoditi, lokasi, hingga sistem perdagangannya. Misalnya saja pengelompokan yang saya temui di gedung PD Pasar Jaya blok D. Dua lokasi yang saya amati memperlihatkan betapa etnis menjadi salah satu atribut utama yang menempel dalam diri seseorang. Hal ini tentunya menentukan jenis tindakan yang mereka lakukan terhadap setiap lawan interaksinya. Di area blok D ini saya menemukan sederetan masyarakat Pariaman yang berdagang secara bersama-sama, baik dengan komoditi perdagangan yang sama maupun tidak. Kurang lebih terdapat enam hingga delapan pedagang Pariaman di lokasi tersebut. Di tengah perbincangan saya dengan salah satu informan yaitu Pak Mukhlis, saya menemukan situasi dimana dua orang pedagang membantu melayani pembeli yang datang ke kios rekan mereka yang sedang ditinggal sholat. Sepertinya mereka saling mengetahui dasar kesepakatan harga untuk masingmasing barang dagangan yang dijajakan dan dalam proses penentuan biasanya dilakukan dengan menggunakan bahasa Minang. Mereka memanfaatkan kesamaan identitas kedaerahan yang dimiliki sebagai pembangkit rasa solidaritas antar anggota perkumpulan. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari upaya mereka mengaktifkan atribut kedaerahan berupa bahasa Minang karena situasi pada saat itu menuntut mereka untuk menggunakannya. Misalnya, dalam proses penentuan harga mereka harus mempertimbangkan satu dua hal hingga penggunaan bahasa Minang menjadi
67
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
pilihan yang tepat dalam menjaga kerahasiaan penghitungan modal dan seberapa besar keuntungan yang sebaiknya mereka ambil. Lain halnya ketika mereka berhadapan dengan pembeli yang berasal dari etnik yang berbeda. Pada situasi ini mereka berusaha untuk mengubah diri serupa mungkin dengan atribut yang dimiliki calon pembeli, misalnya meniru logat atau bahasa yang digunakan. Hal ini memperlihatkan adanya upaya memperlonggar batasan yang hadir di antara para pedagang dengan pembeli mereka. Sebagai salah satu bentuk strategi perdagangan, situasi tersebut sesuai dengan pemikiran Suparlan (2005:59) bahwa batas etnik dapat diperlonggar sesuai dengan tujuan kegiatan dan kepentingan masing-masing warga sukubangsa yang bersangkutan. Jadi usaha para pedagang Pariaman dalam mempertahankan keuntungan ekonomi menjadi alasan utama mereka memilih jalan ini. Di luar interaksi umum yang tercipta di lingkungan mereka berdagang, kesamaan identitas kedaerahan tersebut diakomodir melalui pembentukan perkumpulan
yang
bersifat
sosial
yaitu
IKSPPM.
Salah
satu
bentuk
pengaktifannya melalui atribut yang berwujud ekspresi kedaerahan seperti bahasa, tindakan dan kegiatan khas mereka yang semakin jelas terlihat di luar kegiatan perdagangan mereka di pasar. Misalnya dalam kegiatan bersama menghabiskan waktu istirahat di tempat-tempat khusus seperti Masjid, kegiatan arisan bulanan, hingga berbagai kendurian yang melibatkan seluruh anggota perkumpulan ini. Di pelataran Masjid Al Furqan biasanya para pedagang Pariaman berkumpul untuk beribadah dan melepas lelah setelah seharian berdagang. Atribut kedaerahan berupa bahasa dapat dengan mudah dikenali dari obrolan-obrolan santai mereka. Melalui hasil pengamatan dengan jalan ikut bergabung dan membeli camilan yang dijajakan oleh salah satu penjual disana, kebanyakan dari mereka memperbicangkan masalah-masalah yang dihadapi di pasar. Hubungan yang terjalin tidak sekedar rekan kerja melainkan sebuah ikatan yang bersifat kekeluargaan. Sepertinya IKSPPM juga
menyentuh aspek kesejahteraan setiap
anggotanya. Hal ini terwujud dalam program-program yang dijalankan IKSPPM mulai dari sumbangan anak yatim, dana sosial kematian, program simpan pinjam, hingga program pendidikan bagi anak muda yang tidak bisa melanjutkan 68
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
pendidikan ke perguruan tinggi. Upaya ini dapat dilihat sebagai konsekuensi dari perantauan mereka yang bertujuan untuk memperbaiki taraf kehidupan ekonomi maupun sosial mereka. Dengan demikian berbagai masalah perekonomian yang menyangkut kesejahteraan hidup mereka tidak terlepas dari tanggung jawab orang-orang sekampungnya. Kondisi ini sesuai dengan pemikiran Suparlan (2005:45) bahwa di kotakota besar di Indonesia dewasa ini kelompok-kelompok kekerabatan dimana dalam kasus ini bersifat kedaerahan, mempunyai fungsi dalam upaya saling tolong-menolong dan kerjasama mengatasi berbagai masalah dan kesulitan hidup. Dalam bentuk materi, salah satu wujud nyatanya dapat kita lihat dari program simpan pinjam dan pengumpulan dana sosial bagi anggota yang tertimpa musibah. Dalam program simpan pinjam, IKSPPM membantu anggota yang belum memiliki modal untuk mengembangkan usaha mereka di Jakarta. Dengan adanya program ini diharapkan masyarakat Pariaman dapat memperbaiki tingkat perekonomian mereka dengan membuka usaha dagang. Bentuk solidaritas kedaerahan yang hadir dalam IKSPPM tidak hanya yang bersifat materi tetapi juga dukungan yang bersifat moril. Misalnya bantuan terhadap anggota yang sedang menghadapi masalah atau perselisihan dengan pihak lain. Tindakan kelompok penting karena berkaitan dengan harga diri atau kedudukan sosial mereka di masyarakat. Jika ada anggota yang bermasalah tentunya hal ini menghambat pencitraan positif kelompok. Citra positif IKSPPM di masyarakat penting karena menyangkut kehormatan keseluruhan anggotanya. Biasanya masalah perselisihan yang timbul dalam dunia perdagangan yaitu masalah utang piutang. Menurut salah satu informan yaitu Bapak Syarlan, bentuk dukungan moril hadir pula secara tidak langsung melalui kegiatan arisan atau pertemuan bulanan. Dapat dikatakan demikian karena kegiatan yang diadakan berpindah-pindah ini memberikan kesempatan bagi mereka yang tingkat kesejahteraannya kurang untuk didatangi. Kunjungan kerabat lain tentunya berperan dalam peningkatan kepercayaan diri mereka. Hal tersebut merupakan wujud pengakuan kelompok yang tentunya berpengaruh terhadap status mereka di masyarakat.
69
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Merujuk pada pandangan Suparlan (2005:36) Pariaman yang merupakan sub-etnik Minangkabau, dilihat sebagai sebuah jatiditi sukubangsa yang tidak bisa dibuang begitu saja dan menjadi dasar bagi para anggota komunitinya dalam bertindak. Oleh karena itu, secara tidak langsung para pedagang Pariaman yang tergabung dalam IKSPPM ini menerapkan nilai-nilai yang telah mendasar dalam kehidupan mereka untuk berperilaku sehari-hari. Nilai-nilai tersebut muncul dan berkembang di tengah kehidupan perantauan mereka sehingga pada akhirnya kelompok berperan pula sebagai alat kontrol sosial bagi setiap anggota. Dapat dikatakan demikian karena kehadiran kelompok etnik dimana dalam hal ini berwujud perkumpulan kedaerahan, berdampak pada munculnya nilai-nilai yang dijadikan acuan dalam bertindak oleh segenap anggota perkumpulan tersebut. Karena IKSPPM berlatar belakang kedaerahan maka berbagai standar perilaku yang ditetapkan tidak terlepas dari adat istiadat mereka di daerah asal mereka Pariaman. Seperti yang saya tangkap dari beberapa informan misalnya Apak Syarlan, serta petuah para kaum tetua dalam acara formal yang sebagian besar disandarkan pada nilai kehidupan keagamaan. Apak Syarlan sebagai ketua kelompok selalu berusaha untuk melakukan sosialisasi terhadap generasi-generasi muda untuk dapat menjalankan hidup secara ‘lurus’. Hal ini dikarenakan seringkali kaum muda cenderung bertindak frontal serta kurang bijak dalam menghadapi persaingan di lingkungan pasar. Tidak hanya melalui pendekatan langsung, dalam setiap pertemuan bulanan acara tausiyah atau ceramah agama sudah menjadi agenda wajib kelompok. Seperti yang saya saksikan dalam acara pertemuan bulanan di kantor RW 02, seorang kaum tetua yaitu Bapak Latif Sirun menghimbau para anggota untuk melindungi generasi muda Minang dari pengaruh buruk teknologi terutama Televisi. Menurut Apak Syarlan sendiri, tidak ada hukum atau aturan-aturan tertulis yang mengikat mereka, ‘rasa malu’ lah yang menjadi landasan mereka menyikapi himbauan tersebut. Di
balik
pengelompokan
yang
terjadi
perlu
kiranya
kita
mempertimbangkan mekanisme lain yang mungkin berjalan ditengah keragaman etnik pada lingkungan pasar sehingga proses perekonomian di dalamnya dapat tetap berjalan. Seperti yang kita ketahui bahwa pasar dengan keberagaman etnis di 70
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
dalamnya memperlihatkan aktifnya kehidupan multikultural antar warga pendukung pasar tersebut. Dalam model multikulturalisme hak-hak individu dan komuniti untuk berbeda harus dihormati dan berbagai bentuk ungkapan dari stereotip dan prasangka karena perbedaan tersebut ditentang. Model ini mendorong warga masyarakat sukubangsa untuk melonggarkan batas-batas sukubangsa dan rasial yang dipagari oleh kebudayaan masing-masing sukubangsa (Suparlan, 2005:103). Pasar sebagai ruang publik memiliki mekanisme pengetahuan tersendiri yang diakui dan aktif dalam kehidupan warga pendukung pasar tersebut. Dengan demikian keberadaan pasar dalam kehidupan perkumpulan kedaerahan seperti IKSPPM, di samping menjadi dasar pengelompokan karena berbagai perbedaan yang dirasakan, juga menjadi salah satu media peleburan yang tidak terlepas dari peran
kebudayan
umum-lokal yang
menjembatani
dan
mengakomodasi
perbedaan-perbedaan kebudayaan di antara mereka (Suparlan, 2004:162). Namun, dalam kasus IKSPPM hasil kebudayan umum-lokal tersebut hanya berlaku dalam lingkup perdagangan dan kegiatan keseharian mereka di masyarakat. Sementara dalam lingkup kekerabatan mereka, kebudayaan asli sukubangsa masih tetap dipertahankan. Pedagang Pariaman sebagai warga pasar turut menerapkan pengetahuan yang hadir dalam kehidupan perdagangan mereka. Dalam konteks sebuah pasar, pengetahuan tersebut dapat berupa aturan-aturan ataupun kebiasaan dalam berdagang. Misalnya saja bahasa dan ungkapan yang digunakan, ketentuan kepemilikan kios, ketentuan dalam pendirian lapak, dan berbagai aturan lain yang mengatur mekanisme hubungan sosial9 mereka di lingkungan pasar. Dalam berkomunikasi saja kita dapat melihat bahasa yang biasa digunakan oleh penjual dan pembeli dalam bertransaksi. Biasanya mereka menggunakan bahasa Indonesia yang merujuk pada beberapa kosa kata asal Betawi, contohnya gak apa-apa dah, belom dapet, abang, dan lain-lain. Sedangkan dari segi ungkapan yang digunakan, pasar memiliki beberapa ungkapan khas misalnya yang biasa digunakan oleh 9
Hubungan sosial atau keterhubungan menurut Van Zanden (1990) merupakan interaksi sosial yang berkelanjutan (relatif cukup lama atau permanen) yang akhirnya di antara mereka terikat satu sama lain dengan atau seperangkat harapan yang relatif stabil (dalam Agusyanto, 2007:14).
71
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
penjual dalam menawarkan dagangannya ke pembeli seperti boleh Mba, boleh kakak, boleh bu, istilah OB atau ‘orang bawah’ (merujuk pada pedagang yang bermukim di bawah atau pinggiran jalan) dan ‘orang atas’ (merujuk pada pedagang yang menghuni kios-kios). Tidak hanya dalam kehidupan perdagangan, beberapa kegiatan yang dilakukan perkumpulan juga melibatkan masyarakat sekitar tanpa melihat etnis atau agama apapun. Hal ini menunjukan pula kenyataan bahwa eksistensi sebuah kelompok tidak terlepas dari keterlibatan para anggotanya dalam lingkungan sekitar. Oleh karena itu, di samping kegiatan yang melibatkan anggota perkumpulan, IKSPPM mengadakan pula kegiatan-kegiatan yang melibatkan warga pasar tanpa membatasi ia berasal dari etnik manapun. Dalam kegiatan Open Cup misalnya, tanpa melakukan suatu pembatasan tertentu mereka mampu melakukan suatu kegiatan yang menjaring peserta dari seluruh lapisan masyarakat di pasar tersebut. Keberlangsungan perkumpulan pedagang Pariaman ini memang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan etnis lain yang ada di sekitarnya. Hal ini terlihat pula dalam setiap acara yang dilaksanakan kelompok dimana mereka tidak lupa untuk merangkul wakil-wakil dari perkumpulan lain terutama FBR yang dianggap sebagai ‘pemilik daerah’. Tindakan-tindakan di atas memperlihatkan bahwa interaksi yang dibangun oleh pedagang Pariaman dengan masyarakat etnis lainnya tidak hanya terjadi dalam hal yang bersifat ekonomi tetapi juga dalam kehidupan sosial mereka. Baik disadari ataupun tidak, hubungan yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama ditambah dengan kondisi lingkungan perdagangan yang menuntut adanya interaksi di antara mereka mampu menciptakan suatu kebudayaan baru yang menjadi pedoman mereka dalam bertindak di lokasi tersebut. Keseluruhan atribut tersebut mendasari setiap warga pasar dalam menjalankan perdagangannya sehari-hari, termasuk di dalamnya para pedagang Pariaman. Dengan demikian, terdapat lebih dari satu identitas yang mereka miliki dan keduanya bersifat situasional atau diaktifkan sesuai dengan kepentingan yang dimiliki. Dalam urusan perdagangan terutama yang berkaitan dengan para pembeli, mereka menggunakan identitasnya sebagai orang pasar yang ditandai dengan penggunaan bahasa Jakarta serta ungkapan yang berlaku diantara para 72
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
penghuni pasar. Sedangkan dalam menghadapi orang sakampuang, pedagang Pariaman akan kembali mengaktifkan atribut-atribut kedaerahan yang mereka miliki. Kondisi ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Suparlan (2004:37) bahwa sebagian besar warga masyarakat Indonesia kini, tidak hanya mempunyai pengetahuan yang bersumber pada kebudayaan sukubangsanya saja tetapi juga memiliki suatu pengetahuan yang bersumber pada kebudayaan campuran yang terwujud sebagai hasil dari serangkaian hubungan sosial dalam suatu waktu yang relatif lama dari sejumlah warga suku-sukubangsa yang berlainan dan yang terjadi di dalam suatu daerah wilayah tertentu (yang perwujudannya antara lain adalah bahasa pasar atau linguafranca). Walaupun lingkungan Pasar Minggu dihuni oleh berbagai etnik yang berbeda, namun interaksi yang terjalin dalam jangka waktu yang cukup lama antar warga pendukungnya menciptakan satu sistem yang mendasari proses perdagangan di pasar tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan kebudayaan tersebut yaitu tempat wilayah terjadinya hubungan sosial tersebut (Suparlan, 2005:37). Dalam kehidupan masyarakat perkotaan, kebudayaan yang digambarkan seperti di atas ini dapat dimasukan dalam tipe kebudayaan umum yang menjadi pedoman bagi para pelaku dalam bertindak di tempat-tempat umum seperti pasar (Suparlan, 2004:59). Wujud nyata kebudayaan umum tersebut dapat kita saksikan melalui proses komunikasi yang dilakukan oleh salah seorang pedagang Pariaman yang saya temui. Dalam berinteraksi di pasar mereka biasanya menggunakan kosa kata
seperti
kagak
dapet,
belom,
dan
lainnya
namun
dengan
tetap
mempertahankan logat khas Minang mereka. Kebudayaan umum tersebut bercorak lokal dan setempat dimana bergantung pada lingkungan fisik, sosial, dan budaya berlangsungnya interaksi sosial tersebut (Suparlan, 2004:60).
73
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
4.3 Manfaat Pengaktifan Identitas Serta Atribut Kedaerahan Bagi Anggota IKSPPM
Kehadiran perkumpulan kedaerahan tentunya berdampak terhadap kehidupan setiap anggota yang terlibat di dalamnya. Apalagi pengelompokan tersebut terkait dengan kemunculan identitas kedaerahan yang ditandai oleh aktifnya berbagai atribut di tengah kemajemukan warga pasar. Lokasi di mana identitas dan atribut kedaerahan tersebut muncul merupakan lingkungan yang didiami oleh beragam etnis. Dengan demikian perlu kiranya saya meninjau bagaimana dampak pengaktifan identitas dan atribut kedaerahan tersebut terhadap lingkup kehidupan sosial, budaya, maupun ekonomi mereka. 4.3.1 Dari Segi Sosial Identitas aktif melalui atribut kedaerahan yang salah satunya berwujud nilai-nilai budaya, yaitu sesuatu yang esensial mengenai hakekat hidup dan kehidupan serta harkat dan martabat manusia dan simbol-simbol yang secara empirik dijadikan sebagai pedoman utama dalam kehidupan sehari-hari yang dijalani oleh pendukung kebudayaan tersebut (Suparlan, 2004:159). Sebagai sub-etnik Minangkabau, masyarakat Pariaman yang tergabung dalam IKSPPM memiliki nilai-nilai yang dijadikan pedoman bagi setiap anggotanya dalam bertindak. Di lingkungan sosial 10mereka, setiap anggota IKSPPM diharapkan bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap baik oleh kelompok terutama oleh para kaum tetua dan tokoh adat yang dihormati keberadaannya. Masyarakat Melayu dan Minang hidup dalam syariat agama Islam. Membangun tatanan kekerabatan adat resam, dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (www.kotogadang-pusako.com). Oleh karena itu, dalam berbagai kegiatan yang dijalankan, IKSPPM selalu menyisipkan 10
Lingkungan sosial adalah suatu bagian dari suatu lingkungan hidup yang terdiri atas antar hubungan individu dan kelompok dan pola-pola organisasi serta segala aspek yang ada dalam masyarakat yang lebih luas dimana lingkungan sosial tersebut merupakan bagian di antaranya (Suparlan,1981:89 dalam Karmila, 2004:14)
74
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
tausiyah atau ceramah-ceramah agama oleh para alim ulama, pepatah-petitih yang disampaikan oleh para ninik mamak (orang yang dituakan) dalam kelompok serta adanya gosip yang berkembang baik di dalam maupun di luar kelompok. Hal-hal tersebut merupakan bentuk kontrol sosial yang mampu menjadi dasar bagi setiap anggotanya dalam bertindak. Barang siapa yang melanggar, maka salah satu sanksi yang diterima berupa rasa malu. Mekanisme ini pada akhirnya mampu menciptakan keteraturan sosial yang berperan dalam keberlangsungan perkumpulan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Barth (1969:19) bahwa identitas umumnya ditandai dan diperhatikan, maka bentuk perilaku baru akan mengalami dikotomisasi, dengan demikian orang akan selalu berusaha membatasi diri untuk tidak berperilaku menyimpang, karena khawatir perilaku itu merusak citra identitas kelompok etniknya. Di samping itu, identitas kedaerahan diaktifkan pula melalui berbagai bentuk interaksi yang salah satunya berwujud pertemuan bulanan dimana melibatkan orang-orang dari dalam perkumpulan IKSPPM. Tidak terkecuali para perantau Pariaman yang telah menetap dan berketurunan di Jakarta. Hal ini dijelaskan pula oleh Suparlan (2005:131) bahwa selain kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan, manusia juga memiliki kebutuhan sekunder yang diantaranya ialah kebutuhan untuk berkomunikasi dengan sesama, kegiatan-kegiatan bersama, serta keteraturan sosial dan kontrol sosial. Sebagai salah satu sarana aktualisasi diri bagi para pedagang Pariaman di perantauan, IKSPPM mampu memenuhi kebutuhan para perantau dalam hal berkomunikasi dan kegiatan bersama. Hal tersebut dapat kita lihat dari berbagai kegiatan IKSPPM yang sebagian besar ditujukan demi terciptanya rasa kebersamaan antar anggota, mulai dari Halal Bihalal, pertemuan bulanan, dan berbagai acara pernikahan yang biasanya melibatkan rekan-rekan sesama anggota IKSPPM. Melalui kegiatan tersebut mereka terus mempertahankan segala bentuk adat istiadat serta kebiasaan mereka di
75
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
kampung halaman sehingga mampu mempererat tali silaturahmi serta membantu mengembangan jaringan kelompok menjadi lebih luas. Pertemuan tersebut berperan dalam pembentukan kepercayaan diri setiap anggota yang tergabung di dalamnya. Hal ini terkait pengakuan dan solidaritas yang tercipta dalam kegiatan tersebut. Setiap kegiatan pertemuan yang dilakukan IKSPPM diharapkan mampu memberikan keuntungan moril bagi anggota yang kurang beruntung dalam kehidupannya. IKSPPM sebagai wadah masyarakat Pariaman memberikan kekuatan berupa kepercayaan diri melalui
program-program
yang
secara
tidak
langsung
mengangkat
kehormatan dan harga diri rekan mereka di mata masyarakat banyak. Hal ini dikarenakan desa sebagai sebuah komuniti merupakan acuan jatidiri dan kehormatan yang mendasar dan umum bagi warganya, atau yang primordial (Suparlan, 2005:52).
4.3.2 Dari Segi Ekonomi
Atribut kedaerahan dapat pula kita lihat melalui pola tindakan kelompok yang memperlihatkan adanya upaya saling tolong-menolong dan kerja sama mengatasi berbagai masalah dan kesulitan hidup di perantauan (Suparlan, 2005:45). Salah satu bentuknya yaitu program kerja IKSPPM yang ditujukan untuk kesejahteraan dan kebaikan sesama anggota perkumpulan. Hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa kelompok etnik yang dalam kasus ini bersifat kedaerahan cenderung untuk melibatkan diri lebih mendalam terhadap masalah yang dihadapi anggotanya termasuk soal kesejahteraan hidup. Salah satu program kerja IKSPPM yang memberikan manfaat dari segi ekonomi yaitu program simpan pinjam. Pelaksanaan program simpan pinjam ini memiliki manfaat ekonomi yang tinggi terutama bagi mereka yang sedang mengalami kekurangan modal dagang. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kemampuan IKSPPM untuk menghimpun dana dan sumber daya manusia yang mampu menangani program keuangan semacam ini. 76
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Di samping itu, hubungan emosional antar pedagang Pariaman di lokasi pasar turut berperan dalam berjalannya usaha dagang mereka. Biasanya para pedagang ini saling tolong-menolong dan bahkan beberapa diantaranya memiliki usaha dagang bersama. Seperti yang saya temui di sekitaran lorong gedung Blok D beberapa pedagang Pariaman berinteraksi seperti layaknya kerabat, tidak ada atmosfer kompetisi yang dapat saya tangkap. Hal ini dapat pula saya lihat dari tindakan Uni Nur dan beberapa pedagang di sana yang membantu menjaga dan menjual barang dagangan milik salah seorang pedagang yang sedang pergi beribadah. Sebagai salah satu atribut ke-Pariamanan mereka, dantam juga memiliki manfaat ekonomi di samping manfaat sosial yang dibangun melalui kebersamaan dan gotong royong dalam dantam. Selain bantuan tenaga, para anggota perkumpulan akan berlomba-lomba mengumpulkan dana untuk membantu pelaksanaan pesta rekannya tersebut melalui kegiatan yang disebut ba-dhantam atau ber-dhantam. Dari setiap kegiatan dantam yang dilakukan akan terkumpul dana yang cukup besar sehingga dapat membantu keuangan si tuan rumah yang melaksanakan pesta. Hal ini memperlihatkan pada kita bahwa atribut kedaerahan berupa dantam yang merupakan kegiatan khas masyarakat Pariaman, selain memberikan kesempatan masing-masing kerabat untuk bersilaturahmi juga dapat memberikan keuntungan dari segi ekonomi karena dapat meringankan beban anggota yang sedang melaksanakan alek atau pesta. Yang perlu kita garis bawahi di sini bahwa dantam dilaksanakan oleh semua anggota perkumpulan tanpa membedakan kaya atau miskin.
4.3.3 Dari Segi Budaya
Keberadaan identitas atau jatidiri Pariaman pada setiap anggota IKSPPM tidak terlepas dari pengaktifan berbagai atribut kedaerahan mereka, baik yang tampak maupun yang tidak. Dalam konteks kelompok, atribut tersebut muncul melalui kebiasaan-kebiasaan adat yang menjadi ciri khas 77
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
masyarakat
Pariaman.
Hal
tersebut
tentunya
berdampak
terhadap
pengembangan aspek budaya masyarakat Minang khususnya Pariaman di perantauan. Pelaksanaan kebiasaan adat yang identik dengan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Pariaman itu sendiri menjadi bukti bahwa bertahannya sebuah sifat budaya menjadi faktor utama yang menentukan keberlangsungan suatu kelompok etnik yang salah satunya bersifat kedaerahan seperti IKSPPM di perantauan. Dari segi budaya, keberadaan atribut kedaerahan seperti dantam ataupun penggunaan berbagai sastra lisan khas Minang berperan dalam pelestarian budaya Minang secara umum dan Pariaman secara khusus. Lingkungan sosial baru di perantauan tentunya berpengaruh terhadap tingkat pemahaman para generasi penerus di mana dalam hal ini para anak dan cucu mereka terhadap khasanah kebudayaan lokal Minang Pariaman. Dengan demikian pelaksanaan kebiasaan adat pada setiap pertemuan bulanan yang dilaksanakan kelompok, misalnya penggunaan berbagai ungkapan dan susunan masyarakat adat Minang diharapkan hamampu membangkitkan kembali rasa ke-Pariamanan mereka di perantauan. Hal ini dapat kita lihat sebagai upaya pelestarian berbagai budaya Minang sekaligus menjadi jalan bagi kelompok untuk memperkenalkan dan mengembangkan ketertarikan masyarakat Pariaman terhadap kebudayaan Minang secara umum dan Pariaman secara khusus. Seperti yang kita ketahui bahwa tidak hanya kebudayaan sukubangsa yang aktif dalam diri para pedagang Pariaman ini terdapat pula kebudayaan umum-lokal yang terwujud di tengah lingkungan perdagangan mereka. Dengan demikian, kebudayaan sukubangsa yang diwujudkan melalui budaya lokal Minang ini diharapkan mampu menjadi sarana sosialisasi bagi setiap anggotanya, terutama bagi mereka yang sudah lama merantau hingga seringkali tidak lagi mengetahui berbagai kebiasaan serta nilai-nilai khas masyarakat daerah mereka. Hal ini umum terjadi pada mereka yang sudah menetap di ibukota bertahun-tahun lamanya hingga sebagian besar anak cucu mereka lahir dan dibesarkan di kota Jakarta. Situasi ini memperlihatkan kepada kita bahwa pada dasarnya perkumpulan kedaerahan 78
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
seperti IKSPPM ini memanfaatkan berbagai atribut kedaerahannya sebagai media sosialisasi melalui berbagai warisan budaya lokal daerah Minang di tengah gejolak identitas dalam menghadapi lingkungan sosial baru mereka di ibukota.
79
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Hasil studi ini memperlihatkan bahwa pengaktifan identitas kedaerahan terjadi di tengah kehidupan sekelompok pedagang Pariaman di kawasan Pasar Minggu, namun keberadaannya bersifat situasional sesuai konteks atau lingkungan yang dihadapi. Pengaktifan identitas tersebut dapat diidentifikasi melalui kehadiran atribut kedaerahan yang wujudnya bervariasi. Dengan demikian dapat saya simpulkan bahwa: 1) Mekanisme pengaktifan identitas atau jatidiri kedaerahan oleh para pedagang Pariaman ini dapat dilihat dari dua konteks yang berbeda yaitu di dalam perkumpulan dan di lingkungan pasar atau masyarakat sekitarnya. Di lingkungan masyarakat sekitar dimana dalam hal ini pasar, identitas tersebut diaktifkan melalui berbagai atribut kedaerahan yang telah menjadi bagian hidup mereka selama ini. Misalnya penggunaan bahasa Minang dalam keseharian mereka berdagang serta adanya pengelompokan dagang seperti yang saya temui di gedung PD Pasar Jaya blok D. 2) Pengaktifan identitas kedaerahan tersebut tidak terlepas dari upaya manipulasi yang dilakukan demi memperoleh kesempatan ekonomi, salah satunya dalam menghadapi pembeli. Pada situasi tersebut para pedagang cenderung akan melonggarkan batasan yang hadir di antara mereka
dan
berusaha
menghadirkan
kesamaan
atau
bahkan
mengimitasi atribut yang dimiliki oleh calon pembeli mereka. Hal tersebut menjadi salah satu bukti bahwa dalam lingkup perekonomian sebuah identitas kedaeraahan dapat begitu saja dilepaskan bilamana situasi menuntut mereka untuk mengaktifkan identitas lainnya. 80
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
3) Situasi ini turut memperlihatkan kehadiran kebudayaan umum di samping keberadaan kebudayaan sukubangsa yang menjadi pedoman mereka dalam bertindak dengan sesama anggota kelompoknya (Suparlan, 2004:37). Model multikulturalisme aktif dalam lingkup pasar dimana masyarakat pendukung pasar tersebut sangat majemuk baik dari segi etnis maupun agama mereka. Bukti nyata kehadiran model tersebut yaitu adanya kebudayaan umum yang bersifat lokal sehingga perwujudannya berbeda pada setiap tempat umum. Dalam kasus
IKSPPM,
kebudayaan
umum-lokal
tersebut
berwujud
kebudayaan pasar yang sebagian besar dipengaruhi oleh budaya Jakarta. 4) Ibukota Jakarta sebagai salah satu kota tujuan utama para perantau dari berbagai daerah di Indonesia, memiliki suatu bentuk budaya campuran. Dalam kasus IKSPPM, kebudayaan ini tidak terpaku pada budaya masyarakat Betawi saja tetapi lebih kepada budaya yang begitu saja hadir dalam sebuah lingkungan pasar akibat hubungan sosial yang terjadi relatif lama di antara para warga pendukung pasar tersebut (Suparlan, 2004:37). Hal ini dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan khas pasar serta berbagai aturan tertulis maupun tidak, terkait pola dan waktu berdagang mereka di sana. 5) Di luar interaksi umum yang tercipta di lingkungan tempat mereka berdagang,
hubungan
emosional
antar
anggota
IKSPPM
diaktualisasikan melalui berbagai kegiatan dan program kerja perkumpulan. Pengaktifan identitas kedaerahan melalui berbagai atributnya akan semakin jelas terlihat di luar kegiatan perdagangan yang mereka lakukan. Misalnya kegiatan menghabiskan waktu istirahat bersama di tempat-tempat khusus seperti Masjid, kegiatan arisan bulanan hingga pelaksanaan dantam yang melibatkan seluruh anggota kelompok. 6) Pengaktifan identitas kedaerahan tentunya tidak terlepas dari kemunculan berbagai atribut yang menjadi dasar identifikasi mereka di 81
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
masyarakat. Mengacu pada apa yang dikatakan Barth (1969:15), atribut tersebut berwujud sifat atau kadar budaya, baik gejala yang tampak maupun nilai-nilai khas masyarakatnya. Sebut saja dantam, pelestarian pepatah yang tergolong sastra lisan Minang dan susunan masyarakat adat Minang, penggunaan bahasa Minang dalam keseharian, hingga pandangan khas mereka yang terungkap melalui kebiasaan untuk mendahulukan kepentingan kerabat atau keluarga mereka. 7) Dalam kehidupan para pedagang Pariaman, pengaktifan identitas melalui berbagai atribut kedaerahan tersebut memberikan manfaat tersendiri baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, maupun budaya mereka. Dari segi sosial, IKSPPM bermanfaat sebagai sarana aktualisasi diri yang terkait erat dengan keinginan untuk terus mempertahankan segala bentuk adat istiadat serta kebiasaan mereka di kampung halaman. IKSPPM sebagai salah satu perkumpulan para pedagang Pariaman di Jakarta secara tidak langsung mampu memenuhi kebutuhan tersebut, terutama kebutuhan akan keteraturan sosial dan kontrol sosial 8) Hubungan emosional yang mendalam di antara para pedagang Pariaman ini, menimbulkan kecenderungan perkumpulan untuk melibatkan diri lebih dalam terhadap masalah yang dihadapi anggotanya termasuk soal kesejahteraan hidup mereka. Situasi ini memperlihatkan bahwa pengaktifan identitas kedaerahan bermanfaat bagi mereka yang mengalami kesulitan ekonomi di perantauan sebagai penopang atau penyangga atas kekurangannya tersebut. Dalam IKSPPM upaya tersebut nampak jelas dalam salah satu program kerja simpan pinjam yang hingga saat ini telah menjaring kurang lebih Sementara itu aktivasi berbagai atribut kedaerahan turut pula memberikan manfaat ekonomi bagi anggota IKSPPM. Misalnya, melalui kebiasaan adat dantam, terutama dalam hal pengumpulan dana bantuan atau ba-dantam. 82
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
9) Dari segi budaya pengaktifan berbagai atribut kedaerahan yang tampak, seperti kebiasaan adat Pariaman menjadi celah bagi kelompok untuk mensosialisasikan berbagai kebudayaan asli mereka kepada para generasi muda Pariaman dan bagi yang sudah lama merantau di ibukota. Kebudayaan sukubangsa yang diwujudkan melalui budaya lokal Pariaman ini mampu memperkaya khasanah ke-Pariamanan mereka yang sudah lama merantau hingga seringkali tidak lagi mengetahui berbagai kebiasaan serta nilai-nilai khas masyarakat daerahnya tersebut. 5.2 Saran
Dalam upaya pengembangan solidaritas sosial masyarakat Pariaman di perantauan, ada beberapa saran yang dapat saya berikan: 1) Mengoptimalisasikan peran generasi muda dalam kepengurusan sebuah perkumpulan sangat diperlukan karena kemampuannya diharapkan mampu mengembangkan perkumpulan ke tingkat yang lebih baik. Gagasan yang diberikan oleh generasi muda dianggap lebih sesuai dengan perkembangan zaman sehingga perkumpulan ini dengan berbagai kegiatan dan program kerja yang lebih menarik mampu menjaring keanggotaan yang lebih luas. Hal ini diharapkan dapat mempermudah upaya pengembangan kesejahteraan setiap anggotanya. 2) Demi keberlangsungan generasi penerus Pariaman, sebaiknya kegiatan perkumpulan tidak hanya ditujukan untuk generasi tua saja tetapi juga untuk anak cucu mereka. Dengan mengembangkan kegiatan untuk anakanak dan remaja diharapkan nantinya mereka dapat saling mengenal dan tali silaturahmi pun dapat terjalin hingga generasi selanjutnya. Lebih lanjut hal ini turut berperan dalam upaya mempertahankan budaya lokal Pariaman terutama di tengah kehidupan generasi muda Pariaman yang tumbuh dan dibesarkan di perantauan. 83
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA
Agusyanto, Ruddy 2007 Jaringan Sosial dalam Organisasi. Jakarta: Rajawali Press. Barth, Fredrik (peny) dan N.I. Soesilo (penerjemah) 1969 Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: UI-Press. Cohen, Abner (peny) 1974 Urban Ethnicity. London: Tavistock Publications. Cohen, Anthony P (peny) 2000 Signifying Identities: Anthropological Perspectives on Boundaries and Contested Values. London: Routledge. Creswell, John W 2003 Research Design “Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches”. California: SAGE Publications. Fira, Wiyos 2006 Kantau: Usaha Berbasis Kepercayaan dan Jaringan Studi Tentang Modal Sosial dalam Aktifitas Kantau pada Pedagang Minangkabau di Pasar Cipulir. Tesis Magister tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Huri, Irdam 2006
Filantropi Kaum Perantau: Studi Kasus Kedermawanan Sosial Organisasi Perantau Sulit Air Sepakat (SAS), Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Jakarta: Piramedia.
Karmila, Cut Laila 2004
Strategi Adaptasi Komunitas Pedagang Kaki Lima Di Pasar Minggu Jakarta Selatan. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
Kato, Tsuyoshi 2005
Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: Balai Pustaka.
Koentjaraningrat 1974
Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Mariana, Anita 1988 Pekumpulan Pemuda Koto Gadang Kanti Gandano Tinjauan terhadap Fungsi dan Aktivitas Perkumpulan Orang Minang di Jakarta melalui Studi Sosialisasi. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Maryetti (peny.) 1996
Peranan Mamak terhadap Kemenakan dalam Kebudayaan Minangkabau Masa Kini. Jakarta: Bagian proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Sumatera Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Menno, S dan Mustamin Alwi 1992
Antropologi Perkotaan. Jakarta: Rajawali Pers.
Naim, Mochtar 1979
Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Pelly, Usman 1994 Urbanisasi dan Adaptasi “Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. LP3ES. Saifudin, Ahmad F 2005 Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenada Media. Santosa, Slamet 2004 Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara. Soekarno, dan Y. Azidin (peny.) 1990 Peranan Pasar pada Masyarakat Pedesaan daerah Kalimantan Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suparlan, Parsudi 2004 Masyarakat dan Budaya Perkotaan: Perspektif Antropologi Perkotaan. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. 2005 Sukubangsa dan Hubungan Antar-Sukubangsa. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
Suprapti, M.C. (peny.)
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
1999 Keberadaan Paguyuban-Paguyuban Etnis di Daerah Perantauan dalam Menunjang Pembinaan Persatuan dan Kesatuan (Kasus Ikatan Keluarga Minang Saiyo di Denpasar Bali, Paguyuban Etnis). Jakarta: CV. Bima Sakti Raya. Swasono, Meutia F.H 1974 Generasi Muda Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas Sukubangsa. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Syarifah, Sifa 2002 Cultural Capital Pedagang Minangkabau dalam Kelangsungan Usaha Dagang: Studi Kasus PD Pasar Minggu Jaya Area 14 Pasar Minggu. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Woodward, Kathryn 1999 Identity and Difference. London: Sage Publications. Yulia, Efitri 1986 Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima Orang Minangkabau di pasar Tanah Abang. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia. Yussuwadinata (peny.) 1989 Peranan Pasar pada Masyarakat Pedesaan di Daerah Riau. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
Situs Jejaring
Abidin, H. Mas’oed 2008 “Memahami Adat basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah Dalam Rentangan Sejarah Masa Doeloe Dan Sekarang Dinamika Perilaku Generasi Muda Minangkabau”, Kotogadangpusako 21 April (www.kotogadang-pusako.com).
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
www.harianhaluan.com 2011 “Orang Minang Jabodetabek Belum Terdata”. Harianhaluan.com, 20 Maret. www.minangforum.com 2011 “Kultur Pedagang Minangkabau”. Minangforum, 31 Mei. www.padangpariamankab.go.id www.hukumonline.com 2008 “Menggali Cerita Di Balik Indeks Korupsi”. Hukumonline.com, 1 Desember.
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA
Data Informan IKSPPM
Nama Usia Jabatan Profesi
: Syarlan Tanjung : 55 : Ketua dan Pendiri IKS PPM : Pemilik Rumah Makan Minang “Baru Sederhana”
Nama
: Hendri Koto
Usia
: 35
Jabatan
: Sekretaris
Profesi
: Pedagang
Nama
: Musrifun
Usia
: 40
Jabatan
: Bendahara
Profesi
: Pedagang
Nama
: Mukhlis
Usia
: 52
Jabatan
: Pengurus (Seksi Pemuda)
Profesi
: Pedagang
Nama
: Nusyirwan
Usia
: 50
Jabatan
: Anggota
Profesi
: Pedagang
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Nama
: Uni Nur
Jabatan
: Anggota
Profesi
: Pedagang
Nama
: Ete’ Yenti
Usia
: 40 tahun
Jabatan
: Anggota
Profesi
: Pedagang
Nama
: Ete’ Elly
Usia
: 48 tahun
Jabatan
: Anggota
Profesi
: Ibu Rumah Tangga
Informan Diluar IKSPPM
Nama
: Zul
Usia
: 55
Profesi
: Pedagang
Nama Jabatan
: Sugiono : Ketua PD Pasar Jaya Pasar Minggu
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Pedoman Wawancara
Pendiri IKSPPM 1. Latar belakang pembentukan IKSPPM 2. Proses awal terbentuknya IKSPPM 3. Tempat terbentuknya 4. Waktu terbentuknya 5. Sifat kelompok etnik IKSPPM 6. Nilai yang menjadi pedoman dalam kelompok etnik 7. Hal yang menjadi fokus perhatian kelompok etnik IKSPPM 8. Struktur kelompok etnik IKSPPM 9. Jumlah anggota kelompok etnik IKSPPM 10. Tujuan dibentuknya kelompok etnik 11. Kontribusi kelompok etnik terhadap anggotanya 12. Kegiatan-kegiatan kelompok etnik
Pengurus IKSPPM 1. Alasan bergabung dalam kelompok etnik 2. Faktor internal yang mendorong keterlibatan dalam kelompok etnik 3. Faktor eksternal yang mendorong keterlibatan dalam kelompok etnik 4. Pengetahuan pengurus mengenai pembentukan IKSPPM 5. Perkembangan program kerja kelompok etnik 6. Kegiatan dan pembagian tugas dalam kepengurusan kelompok etnik 7. Hal yang menjadi pokok perhatian pengurus kelompok etnik 8. Sistem kepengurusan kelompok etnik 9. Pembentukan pengurus kelompok etnik
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
Anggota IKSPPM 1. Proses awal masuk ke dalam kelompok etnik 2. Motivasi dalam mengikuti kelompok etnik 3. Pandangan anggota terhadap kelompok etnik 4. Pengetahuan anggota mengenai pembentukan IKSPPM 5. Peranan kelompok etnik bagi anggota 6. Hubungan yang terbina antar sesama anggota dalam lingkungan pasar 7. Hubungan yang terbina antar sesama anggota di luar lingkungan pasar 8. Intensitas pertemuan anggota dalan kelompok etnik 9. Kewajiban yang diberikan kepada anggota kelompok etnik 10. Nilai dan norma yang diketahui anggota dalam kelompok etnik IKSPPM 11. Keterlibatan anggota pada kelompok-kelompok di luar kelompok etnik IKSPPM 12. Perubahan yang dirasakan sesetelah mengikuti IKSPPM 13. Harapan anggota kedepan sebagai bagian dari kelompok etnik IKSPPM
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
LAMPIRAN 2 STRUKTUR KEPENGURUSAN
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011
LAMPIRAN 3
Contoh Formulir Kegiatan Simpan pinjam
Pengaktifan identitas..., Annisa, FISIP UI, 2011