UNIVERSITAS INDONESIA
PERALIHAN HAK JUAL BELI ATAS TANAH SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG TELAH BERAKHIR MASA BERLAKUNYA DENGAN PENGAJUAN PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH
SKRIPSI
WIDI ASTUTI 0501232523
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI HUKUM TENTANG HUBUNGAN SESAMA ANGGOTA MASYARAKAT DEPOK 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
PERALIHAN HAK JUAL BELI ATAS TANAH SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG TELAH BERAKHIR MASA BERLAKUNYA DENGAN PENGAJUAN PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
WIDI ASTUTI 0501232523
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI KEKHUSUSAN I HUKUM TENTANG HUBUNGAN SESAMA ANGGOTA MASYARAKAT DEPOK 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
:
WIDI ASTUTI
NPM
:
0501232523
Tanda Tangan
:
Tanggal
:
ii Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
iii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim, Segala puji hanya bagi Allah SWT, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Atas
berkat
dan
rahmat-Nya,
Alhamdulillah
saya
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan lahir batin serta kemampuan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi. Dengan penuh kesabaran dalam menghadapai rintangan
penulis dapat
mengerjakan proses penulisan skripsi ini. Hal itu dapat menjadi pelajaran yang bermanfaat dan sekaligus merupakan pengalaman yang akan selalu teringat. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, penulis dengan tulus hati mengucapkan terima kasih kepada : (1)
Keluarga penulis, yang selalu mengingatkan dan memotivasi untuk dapat segera menyelesaikan skripsi ini.
(2)
Ibu Dr. Nurul Elmiyah, SH., MH selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
(3)
Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmunya bagi para mahasiswa dan dalam hal ini bagi penulis.
(4)
Bapak/Ibu pegawai di Sekretariat Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang selalu memberikan bantuan informasi maupun hal-hal lain selama penulis sebagai mahasiswa sejak awal hingga akhir semester.
(5)
Seluruh Staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang selalu memberikan bantuan pencarian literatur dari buku-buku yang diperlukan penulis.
iv Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
(6)
Rekan-rekan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta dan Kantor Pertanahan lainnya yang telah memberi motivasi untuk dapat segera menyelesaikan skripsi.
(7)
Organisasi Perpustakaan Badan Pertanahan Nasional Pusat Pengembangan dan Penelitian yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan.
(8)
Beberapa teman di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang selalu memotivasi agar segera menyelesaikan tugas skripsi. Dengan demikian penulis menyadari akan berbagai kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini, oleh karenanya besar harapan penulis untuk dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar lebih baik. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan bagi kita semua.
Depok, Penulis
Widi Astuti
v Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NPM Program Studi
: : :
Fakultas Jenis Karya
: :
Widi Astuti 0501232523 Ilmu Hukum Masyarakat Hukum Skripsi
tentang
Hubungan
Sesama
Anggota
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : PERALIHAN HAK JUAL BELI ATAS TANAH SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG TELAH BERAKHIR MASA BERLAKUNYA DENGAN PENGAJUAN PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal :…………. Yang menyatakan
(Widi Astuti)
vi Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
ABSTRAK
Nama : WIDI ASTUTI Program Studi : Hukum tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat Judul : PERALIHAN HAK JUAL BELI ATAS TANAH SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG TELAH BERAKHIR MASA BERLAKUNYA DENGAN PENGAJUAN PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH
Salah satu sumber daya alam yang terpenting adalah tanah. Pada masa sekarang ini dimana jumlah manusia bertambah banyak, sedangkan jumlah tanah tidak dapat bertambah, hal tersebut menyebabkan nilai tanah semakin tinggi dan tidak mungkin turun. Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum di bidang pertanahan. Setiap pihak yang mendaftarkan tanahnya akan mendapatkan sertifikat hak atas tanah. Perolehan hak atas tanah dapat melalui jual beli yang harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti otentik telah beralihnya kepemilikan hak atas tanah. Proses balik nama sertipikat hak atas tanah tersebut harus melalui Badan Pertanahan Nasional.
Kata Kunci : Tanah, Sertipikat Hak Atas Tanah, Jual Beli, Akta Jual Beli, PPAT.
vii Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
ABSTRACT
Name : Study Program : Title :
WIDI ASTUTI Law about Society Relationship LAND MATTERS FIELD, CONCERNING ON RIGHT LAND PURCHASE AND SALE CERTIFICATE OF BUILDING UTILIZATION RIGHT THAT HAS EXPIRED IN THE TERM OF LAND TAKE OVER
One of important nature resource is land. Nowadays the number of people rapidly growing in the same size of land causing the price getting rise and impossible to be down. Government opens land registration to give assurance of the lands right. Those who register the land, will get the lands certificate. Lands right can be get by purchase and sale activity in front of Land Official Documents Officer. Official Document of Purchase and Sale is authentic evidence that the lands right belonging has been over. Certificate owner change process must through National Land Board.
Key Words : Land, Lands Certificate Right, Purchase and Sale, Purchase and Sale Official Document, Lands Official Document Maker Officer.
viii Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………
ii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………..
iii
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
iv-v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………..
vi
ABSTRAK ………………………………………………………………
vii
ABSTRACT ……………………………………………………………..
viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….
ix-x
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………………………………………….. 1-4 1.2 Pokok Permasalahan ……………………………………. 5 1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………..
5
1.4 Metode Penelitian ………………………………………. 5-6 1.5 Kerangka Konsepsional ………………………………… 7-9 1.6 Sistematika Penulisan …………………………………… 9-10
BAB II
TINJAUAN UMUM HAK ATAS TANAH DI INDONESIA 2.1 Hak-Hak Atas Tanah Menurut Hukum Kolonial Belanda... 11 2.1.1 Macam-Macam Hak-Hak Atas Tanah……………… 11-14 2.1.2 Konversi Hak-Hak Atas Tanah.................................. 14-15 2.2 Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah menurut Hukum Tanah Nasional………………………………………………….. 15 2.2.1 Ruang Lingkup Hak Atas Tanah…………………... 15-21 2.2.1.1 Hak Milik………………………………….. 21-22 2.2.1.2 Hak Guna Usaha…………………………... 22-24 2.2.1.3 Hak Guna Bangunan………………………. 24-31 2.2.1.4 Hak Pakai………………………………….. 31-33 2.3 Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia ………………… 34-36
ix Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
BAB III
SYARAT-SYARAT PERMOHONAN PERALIHAN HAK JUAL BELI ATAS TANAH DAN BANGUNAN 3.1 Sertipikat Hak Atas Tanah ………………………………. 36-40 3.2 Akta Jual Beli ……………………………………………. 40-44 3.3 Surat Kuasa ……………………………………………… 45-46 3.4 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).. 47-49 3.4.1 Saat Pembayaran BPHTB ………………………… 49 3.4.2 Menentukan Besarnya BPHTB …………………… 50 3.4.3 Tata Cara Pembayaran BPHTB …………………... 50
BAB IV
PERALIHAN HAK JUAL BELI ATAS TANAH SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG TELAH BERAKHIR MASA BERLAKUNYA
DENGAN
PROSES
BALIK
NAMA
SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH 4.1 Peralihan Hak Atas Tanah………………………………... 51-52 4.1.1 Jual Beli Menurut KUHPerdata……………………. 52-55 4.1.2 Jual Beli Hak Atas Tanah Menurut Hukum Adat dan UUPA…………………………………………. 55-58 4.2 Pembaharuan Sertipikat Hak Guna Bangunan ………........ 58-61 4.3 Pengajuan Proses Balik Nama Sertipikat Hak Atas Tanah.. 61-67 4.4 Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah …………………... 67-69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………………………………………………… 70-71 5.2 Saran ………………………………………………….......... 72
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 73-75 LAMPIRAN
x Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan pokok bagi keberadaan seluruh makhluk hidup beserta benda-benda lainnya di permukaan bumi ini. Semakin meningkatnya kebutuhan terhadap tanah, maka perolehan tanah melalui jual beli banyak dilakukan oleh masyarakat. Jual beli atas tanah yang sudah bersertipikat maupun yang belum bersertipikat harus melalui pendaftaran pada Kantor Pertanahan. Kebijaksanaan, mekanisme dan prosedur permohonan pendaftaran tanah masih menunjukkan adanya gejala ketidakpastian, karena tata caranya dirasakan panjang dan berbelit-belit, serta membutuhkan waktu yang lama, maupun biaya yang cukup tinggi. Meningkatnya kesadaran hukum masyarakat yang disertai dengan semakin tingginya nilai ekonomi tanah, menjadikan masyarakat makin menyadari pentingnya status hak atas tanah, sehingga perlu dilakukannya pendaftaran tanah untuk pertama kali. Mengingat keterbatasan aparat Kantor Pertanahan pada saat ini, menuntut adanya tata kerja yang baik dalam hal pengumpulan data, penelitian, pengolahan data maupun dalam penyajian informasi status hak atas tanah. Sebagaimana diketahui bahwa tanah sebagai salah satu wujud benda tetap yang menjadi obyek hukum dalam melakukan perbuatan hukum dapat diklasifikasikan dalam buku ke II KUHPerdata yaitu tentang kebendaan yang dikategorikan sebagai hukum harta kekayaan dan hukum mewaris. Sebagai benda tetap maka tanah juga dapat dialihkan atau beralih kepada pihak lain dengan cara dijual, dihibahkan, diwariskan, dijaminkan ataupun dibagikan menurut kehendak pemiliknya. Dalam melakukan suatu perbuatan hukum peralihan hak jual beli atas tanah maka harus disertai dengan bukti otentik seperti Pernyataan Perjanjian Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB) yang dapat diperoleh dari pejabat yang berwenang. Dengan cara tersebut maka akan terjadi Universitas Indonesia
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
2
hubungan kausal antara peralihan hak dengan suatu kesepakatan, sebab dalam penyerahan sesuatu benda akan dianggap sah apabila perjanjiannya telah dinyatakan sah.1 Suatu benda dapat menjadi hak milik bagi seseorang atau pihak lain dengan bukti kepemilikan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak kebendaan memiliki ciri-ciri yaitu hak yang mengikuti bendanya dan hak sepenuhnya untuk memindahkan, seperti dalam hal pemilik ingin menjual bendanya.2 Hak-hak kebendaan yang dapat melekat pada benda tak bergerak seperti tanah antara lain berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Tanggungan, dll. Sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap hak atas tanah yang dimiliki oleh orang atau badan hukum, maka negara berkewajiban memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut, sehingga setiap orang atau badan hukum yang memiliki hak tersebut dapat mempertahankan haknya. Untuk memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum maka Pemerintah mengadakan sistem pendaftaran tanah, sebab dalam pendaftaran tanah dimaksudkan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum hak atas tanah yang diwujudkan dalam bentuk sertipikat hak atas tanah.3 Pendaftaran tanah dilakukan apabila akan terjadi perbuatan hukum atas tanah seperti jual beli yang merupakan perwujudan dari perubahan data pendaftaran tanah. Salah satu perbuatan hukum yang dapat dilakukan dengan sertipikat sebagai alas hak yaitu jual beli tanah dan bangunan yang mensyaratkan adanya suatu pernyataan kehendak secara tegas yang dilakukan dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum. Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Sedangkan dalam pasal lain menyebutkan dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang
1
Asas-asas hukum perdata ( Senat Mahasiswa FHUI, 1990 ) hal. 41
2
Ibid, hal. 52.
3
Pasal 19 ayat 1 UUPA jo. Pasal 3 PP 24 Tahun 1997.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
3
disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar, ataupun hibah wasiat.4 Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya jual beli dihadapan PPAT maka dipenuhi syarat terang. Akta Jual Beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembeli dengan disertai pembayaran harganya sehingga telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata dan riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Apabila jual beli hak atas tanah menggunakan sertipikat hak atas tanah yang memiliki status Hak Guna Bangunan, maka harus dilihat tanggal berakhirnya sertipikat tersebut. Untuk sertipikat Hak Guna Bangunan yang sudah berakhir jangka waktunya dan belum dilakukan permohonan perpanjangan hak pada saat sertipikat Hak Guna Bangunan tersebut masih berlaku, terlebih dahulu harus dilakukan permohonan pembaharuan hak. Pembaharuan hak atas tanah dilakukan melalui penerbitan Surat Keputusan pembaharuan hak yang diketahui oleh Kepala Kantor Pertanahan, selanjutnya dilakukan pendaftaran hak untuk memperoleh sertipikat Hak Guna Bangunan kembali dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Suatu permohonan pemindahan hak hanya dapat dilakukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah atau oleh pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT. Sedangkan apabila para pihak tidak dapat mengajukan sendiri permohonan tersebut, maka dapat dikuasakan kepada orang lain dengan menyertai surat kuasa yang diketahui oleh pihak pemberi kuasa. Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta oleh PPAT sebagai seorang pejabat pelaksana pendaftaran tanah, maka wajib menyampaikan akta yang dibuatnya disertai dokumen-dokumen lain 4
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, ( Sinar Grafika: Jakarta, 2007 )
hal. 76.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
4
yang diperlukan pada Kantor Pertanahan untuk dapat segera dilaksanakan proses pendaftaran peralihannya.5 Akan tetapi Kepala Kantor Pertanahan juga dapat menolak suatu permohonan pemindahan hak apabila sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tersebut tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan, dokumen yang diperlukan tidak lengkap, tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa, perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam pasal 37 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 ditetapkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli, tukar menukar, hibah, dan pemindahan hak lainnya kecuali lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Adapun fungsi akta yang dibuat oleh PPAT adalah hanya sebagai syarat bagi terjadinya dan sahnya perbuatan hukum pemindahan hak yang telah dilakukan. Sahnya suatu perbuatan hukum peralihan hak antara lain ditentukan oleh :6 1. Adanya kecakapan dan kewenangan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. 2. Dipenuhinya syarat oleh penerima hak untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang akan diperolehnya. 3. Persetujuan bersama untuk melakukan perbuatan hukum. 4. Dipenuhinya syarat terang, tunai dan riil bagi perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan. Dengan memperoleh tanda bukti hak berupa sertipikat hak atas tanah yang telah dilakukan proses balik nama, maka pemegang hak baru atau
semula
sebagai
pihak
pembeli
dapat
secara
leluasa
untuk
mempergunakan sertipikat tersebut.
5
Sahat HMT Sinaga, Jual Beli Tanah dan Pencatatan Peralihan Hak, ( Bandung: Pustaka Sutra,
2007 ) hal. 31. 6
Seminar Pertanahan, PPAT sebagai Mitra Kerja BPN ( Jakarta: Pusdiklat BPN, 2004 ).
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
5
1.2
Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang karya tulis ini, maka hal-hal yang dapat menjadi pokok-pokok permasalahan sesuai dengan perihal dalam judul skripsi ini, yaitu : 1. Bagaimanakah agar pelaksanaan jual beli dapat dianggap sah ? 2. Apakah sertipikat hak atas tanah yang telah berakhir masa berlakunya dapat dipergunakan sebagai dasar permohonan peralihan hak atas tanah melalui jual beli ?
1.3
Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini secara umum yaitu untuk memberikan informasi kepada masyarakat apabila akan melakukan jual beli tanah. Sedangkan secara khusus yaitu memberikan informasi berupa tata cara atau prosedur dalam mengajukan permohonan peralihan hak jual beli hak atas tanah dan dokumen-dokumen yang diperlukan, jangka waktu penyelesaian serta besarnya biaya yang dibutuhkan. Dengan demikian masyarakat dapat dengan mudah mengajukan permohonan peralihan hak jual beli atas tanahnya guna memperoleh kepastian hukum atas kepemilikan suatu bidang tanah.
1.4
Metode Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat langkah-langkah teknis dalam melakukan kegiatan ilmiah dalam bidang tertentu untuk mendapatkan fakta atau prinsip baru dalam kajian ilmu dan teknologi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.7 Di antara aspek metode penelitian yang terpenting adalah metode pengumpulan data, sebab data
7
Tim Pengajar Metode Penelitian Hukum, Metode Penelitian Hukum Buku A, ( Depok: FHUI,
2000 ) hal. 15.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
6
merupakan informasi yang relevan dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian. Jenis Data dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu data primer dan data sekunder.8 Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu dari literatur-literatur yang penulis miliki ataupun dari studi dokumen lainnya. Selain itu dibantu dengan data primer yang diperoleh langsung dari masyarakat dengan melihat perbuatan-perbuatan hukum apa saja yang dilakukan oleh para pemohon sertipikat hak atas tanah. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif yang lebih menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis. Bahan pustaka hukum yang dipergunakan antara lain :9 1. Bahan Hukum Primer, seperti peraturan perundang-undangan. 2. Bahan Hukum Sekunder, seperti buku, makalah, artikel, koran, internet. 3. Bahan Hukum Tersier, seperti kamus. Dengan data sekunder maupun data primer tersebut peneliti dapat memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam penyusunan karya tulis ini. Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan menggambarkan suatu keadaan atau gejala tertentu pada suatu kelompok tertentu dalam hubungannya terhadap kehidupan masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu memusatkan pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau pola-pola yang dianalisis oleh gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum positif yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.10
8
Ibid, hal. 27.
9
M. Syamsudin, Operasional Penelitian Hukum, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007 ) hal.
25. 10
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2004 ) hal. 20.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
7
1.5
Kerangka Konsepsional Dalam ilmu sosial termasuk juga ilmu hukum, kerangka konsepsional diperlukan guna memberikan batasan kepada pembaca mengenai istilah-istilah yang akan digunakan dalam penulisan suatu karya tulis. Sesuai dengan judul dari skripsi ini, maka kiranya dapat diberikan definisi dari hal-hal pokok yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, antara lain : a. Tanah yaitu bagian dari permukaan bumi sebagai suatu daratan yang diperlukan oleh manusia maupun makhluk hidup lain serta sebagai tempat mendirikan bangunan ataupun sarana pembangunan lainnya.11 b. Peralihan hak yaitu suatu proses mengalihkan atau memindahkan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain.12 c. Jual beli yaitu suatu bentuk perbuatan hukum dalam mengalihkan sesuatu benda atau hak kepada pihak lain dengan kesepakatan mengenai harga dan benda atau hak tersebut.13 d. PPAT yaitu Pejabat yang dengan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional mempunyai wewenang dalam membuat akta otentik.14 e. Akta PPAT yaitu Akta yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.15
11
AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, ( Bandung: Mandar Maju, 1999 ) hal. 20.
12
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, ( Jakarta: Djambatan, 2003 ) hal. 332.
13
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Cet.1, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003 ) hal. 7. 14
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, ( Koperasi Pegawai Badan Pertanahan Nasional
Bumi Bahkti, 1998 ) hal. 3. 15
Ibid. hal. 3.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
8
f. Sertipikat yaitu salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah.16 g. Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran yang sudah ada haknya.17 h. Surat Ukur yaitu dokumen dalam bentuk gambar suatu bidang tanah yang menunjukan letak tanah dan batas-batasnya.18 i.
Data fisik yaitu data berupa hasil pengukuran yang berupa luas dan letak serta kondisi fisik bidang tanah.19
j. Data yuridis yaitu data berupa status hukum atas suatu bidang tanah berupa riwayat kepemilikan, pihak yang berhak memperoleh atas kepemilikan hak atas tanah.20 k. Hak Atas Tanah yaitu hak-hak yang memberikan kewenangan untuk mempergunakan tanah.21 l. Hak Guna Bangunan yaitu salah satu hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh perorangan maupun badan hukum yang berkedudukan di Indonesia atau yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia. Hak Guna Bangunan bukan merupakan hak yang sifatnya abadi, akan tetapi memiliki jangka watu berlakunya dan dapat diperpanjang atau diperbaharui untuk memperoleh hak kembali.22
16
Catatan Kuliah Pendaftaran Tanah ( Yogyakarta: STPN, 1997 )
17
Florianus SP Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertipikat Tanah, ( Jakarta: Visimedia, 2008 ) hal.
21. 18
Ibid, hal. 22.
19
R. Rahardjo, Himpunan Istilah Pertanahan, ( Jakarta: Djambatan, 2008 ) hal. 38.
20
Ibid, hal. 40.
21
Ibid, hal. 58.
22
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, ( Jakarta: Kencana Predana Media
Group, 2005 ) hal. 106.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
9
m. Pembaharuan hak yaitu memberikan hak sesuai dengan hak lama yang disebabkan oleh telah lewat jangka waktu perpanjangan hak tersebut, dengan suatu Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Pertanahan.23
1.6
Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini terdiri atas 5 (lima) bab yang disertai dengan beberapa sub bab, diantara bab pertama sampai dengan bab ke-lima memilki keterkaitan yang disusun secara teratur sesuai dengan tata urutan dalam memberikan pengertian-pengertian pokok mengenai perihal peralihan hak jual beli atas tanah dan bangunan hingga proses pendaftarannya. Pada Bab I adalah Pendahuluan yang berisi uraian secara umum mengenai hal-hal yang akan menjadi pokok bahasan dalam penulisan karya tulis ini dan dilengkapi dengan pokok-pokok permasalahan yang menjadi hal penting untuk dapat diberikan solusinya. Selain itu juga diuraikan mengenai tujuan penulisan, metode penelitian yang dipergunakan, kerangka konsepsional serta sistematika penulisan. Pada Bab II adalah Tinjauan Umum Hak Atas Tanah di Indonesia. Dalam bab ini dimaksudkan untuk memberikan uraian secara terperinci mengenai pengertian dan macam-macam hak atas tanah pada masa sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria. Pada Bab III adalah Syarat-Syarat Permohonan Peralihan Hak Jual Beli Atas Tanah dan Bangunan. Bab ini menguraikan beberapa persyaratan yang harus dimiliki untuk dapat melakukan peralihan hak jual beli hak atas tanah.
23
Ibid, hal. 151.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
10
Pada Bab IV adalah Jual Beli Tanah Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Telah Berakhir Masa Berlakunya Dengan Pengajuan Proses Balik Nama Sertipikat Hak Atas Tanah. Dalam bab ini merupakan inti pokok bahasan secara keseluruhan, yaitu menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan permohonan balik nama sertipikat hak atas tanah apabila menggunakan sertipikat hak guna bangunan yang telah berakhir masa berlakunya. Pada Bab V adalah Kesimpulan dan Saran yang merupakan telaahan dari pembahasan keseluruhan penulisan ini dan sebagai jawaban dari pokok permasalahan.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
11
BAB II TINJAUAN UMUM HAK ATAS TANAH DI INDONESIA
2.1
Hak-Hak Atas Tanah Menurut Hukum Kolonial Belanda 2.1.1 Macam Macam Hak Atas Tanah Sebelum
berlakunya
Undang-Undang
Pokok
Agraria
(UUPA) hukum tanah di Indonesia didasarkan atas Hukum Tanah Adat yang menggunakan konsepsi Hukum Adat dan Hukum Tanah Barat yang menggunakan konsepsi Hukum Tanah Barat. Hukum Tanah Barat mulai berlaku di Indonesia pada tahun 1848 yang diwujudkan dalam Burgelijk Wetboek (BW) yang hingga sekarang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam KUHPerdata juga terdapat perangkat hukum tanah barat, antara lain dapat dilihat pada : a. Buku II dengan judul Hak-hak Atas Tanah yang antara lain mengatur lembaga-lembaga Eigendom, Opstal, Erfpacht, Gebruik. b. Buku III dengan judul Perihal Jual Beli yang mengatur jual beli tanah yang meliputi tahap perjanjian berarti hak atas tanah belum berpindah dan tahap juridische levering yaitu tahap terjadinya pemindahan hak atas tanah dengan balik nama di kantor kadaster. c. Buku IV dengan judul Perihal Daluwarsa. Adanya hukum tanah barat tersebut dikarenakan banyaknya orang Belanda yang memerlukan tanah, misalnya untuk perkebunan, rumah tinggal atau bangunan sebagai tempat usaha.24 Dalam konsep hukum
tanah
barat
didasarkan
atas
konsepsi
yang
liberal
individualistis. Tanah atau bumi merupakan ciptaan Tuhan yang diperuntukkan bagi kesejahteraan umat manusia. Pada awal mulanya 24
Arie S. Hutagalung, Suparjo Sujadi dan Rahayu Nurwidari, “Asas-asas Hukum Agraria“
( FHUI: Edisi 2001 ) hal. 4.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
12
tanah-tanah dimuka bumi merupakan tanah yang belum ada pemiliknya (res nuliius), oleh karena itu tanah dapat diduduki (occupatie) dan dimanfaatkan oleh siapa saja yang memerlukan. Dengan menduduki atau menguasai tanah tersebut, maka akan menjadi pemiliknya yang menjelma sebagai suatu hubungan hukum dengan sebutan hak eigendom. Konsepsi
hukum
tanah
barat
sebagai
konsep
yang
individualisme merupakan suatu ajaran yang memberikan tekanan pada nilai utama pribadi, sedangkan disebut konsepsi liberal karena memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada individu dalam memenuhi
kebutuhannya
masing-masing
untuk
mencapai
kemakmuran.25 Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan menyebabkan dualisme hukum pertanahan yaitu tanahtanah di bawah hukum Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum pertanahan kolonial, tanah bersama milik Adat (tanah hak ulayat masyarakat hukum adat) dan tanah milik Adat perorangan adalah tanah di bawah penguasaan negara. Hak individual atas tanah seperti hak milik atas tanah diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat. Hak milik (eigendom) perorangan dan hak milik (domein) negara dalam konsepsi hukum tanah barat merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan sekaligus merupakan hak primer. Dalam hal ini negara berkedudukan sebagai pemilik seperti badan hukum perdata, jadi bukan sebagai badan penguasa. Hak-hak atas tanah yang lain yaitu hak-hak sekunder yang bersumber pada hak eigendom perorangan atau hak domein negara seperti hak opstal, hak erfpacht
25
Arie Sukamti Sumantri, “Konsepsi Yang Mendasari Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional”
(Pidato Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Agraria FHUI, Depok, 2003), hal. 27.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
13
atau hak gebruik. Negara dalam hal ini selaku pemilik tanah sama seperti milik perorangan. Hukum tanah kolonial mempunyai mempunyai 3 (tiga) ciri yang
dimuat
dalam
Konsideran
UUPA
dibawah
perkataan
“menimbang” huruf b, c dan d serta dimuat dalam Penjelasan Umum Angka I UUPA, antara lain : - Bahwa hukum agraria atas tanah yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan jajahan. - Hukum agraria atas tanah tersebut mempunyai sifat dualistis. - Hukum yang berdasarkan penjajahan tidak menjamin kepastian hukum. Hukum agraria kolonial bagi rakyat Indonesia asli tidak menjamin kepastian hukum, hal itu disebabkan : 1. Dari segi perangkat hukum. Bagi orang-orang yang tunduk pada hukum barat memiliki perangkat hukum tertulis yaitu diatur dalam KUHPerdata, sedangkan bagi rakyat Indonesia asli berlaku hukum agraria adat yang perangkat hukumnya tidak tertulis yaitu terdapat dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berlaku sebagai hukum. 2. Dari segi pendaftarannya. Tanah-tanah yang tunduk pada hukum barat seperti hak eigendom, hak opstal, hak erfpacht dilakukan pendaftaran tanah dengan tujuan memberikan jaminan kepastian hukum dan menghasilkan tanda bukti yang berupa sertipikat. Sedangkan tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat tidak dilakukan pendaftaran tanah sehingga tidak mempunyai jaminan kepastian hukum, karena pendaftaran tanah menurut hukum adat tujuannya adalah untuk menetapkan siapa saja yang berkewajiban membayar pajak atas tanah. Adanya pernyataan domein atas tanah, maka pemerintah Hindia Belanda mulai mengatur penggunaan dan hak-hak atas tanah Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
14
untuk kepentingan ekonomi.26 Hal tersebut berakibat timbulnya ketimpangan dalam penggunaan dan pemilikan tanah. Hak-hak atas tanah yang berlaku dalam hukum kolonial yaitu : 27 a. Hak atas tanah yang tunduk pada hukum agraria Barat yang diatur dalam KUHPerdata, misalnya hak eigendom, hak opstal, hak erfpacht. b. Hak atas tanah yang tunduk pada hukum agraria adat daerah masing-masing yang disebut tanah adat, misalnya Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. c. Hak atas tanah yang merupakan ciptaan Pemerintah Swapraja yang didaftar di Kantor pejabat swapraja, misalnya Grant Sultan. d. Hak-hak atas tanah yang merupakan ciptaan Pemerintah Hindia Belanda, misalnya Hak Agrarische Eigendom.
2.1.2 Konversi Hak-Hak Atas Tanah Sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), maka hanya ada satu macam hukum tanah yang berlaku di Indonesia. Hal itu terwujud dalam unifikasi hukum tanah yang meliputi unifikasi hak-hak perorangan atas tanah yang sudah dipunyai oleh orang perorangan atau badan hukum berdasarkan hukum tanah adat dan hukum tanah barat dengan cara mengubah (dikonversi) menjadi salah satu hak perorangan atas tanah menurut UUPA. Dalam menyebutkan hak atas tanah yang berasal dari konversi atas tanah yang lama harus didahului dengan sebutan bekas, misalnya bekas hak milik adat yang belum bersertipikat, bekas hak grant sultan, bekas hak eigendom, bekas hak erfpacht, bekas hak opstal. 26
Urip Santoso, “Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah” ( Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2005 ) hal. 30. 27
Ibid, hal. 24.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
15
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang berasal dari konversi tanah hak barat berakhir pada tanggal 23 September 1980 dan sejak tanggal 24 September 1980 menjadi Tanah Negara. Apabila bekas pemegang haknya masih memerlukan tanah tersebut dan penggunaan tanahnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang serta tidak terkena proyek Pemerintah Pusat atau Daerah, maka dapat diajukan permohonan hak baru sesuai dengan Keppres Nomor 32 Tahun 1979 dan PMDN Nomor 3 Tahun 1979. Hak Eigendom dikonversi menjadi Hak Milik, sedangkan Hak Erfpacht dikonversi menjadi Hak Guna Usaha dan Hak Opstal dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan selama jangka waktu paling lama 20 tahun.28
2.2 Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah Menurut Hukum Tanah Nasional 2.2.1 Ruang Lingkup Hak Atas Tanah Pengertian penguasaan dan menguasai dapat dipakai dalam arti yuridis dan fisik yang beraspek publik dan perdata. Penguasaan yuridis dilandasi dengan hak yang dilindungi oleh hukum dan memberi wewenang kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah tersebut. Akan tetapi terdapat juga penguasaan hanya secara yuridis apabila fisik bidang tanah tersebut dipergunakan oleh pihak lain karena disewakan atau dipergunakan untuk menanam hasil bumi oleh pihak lain. Sedangkan penguasaan secara fisik saja dapat juga dimungkinkan apabila secara yuridis kewenangan tersebut ada pada pihak kreditor sebagai pemegang hak jaminan atas tanah yang dijadikan agunan. Beberapa pengertian penguasaan tersebut bersifat perdata. Sedangkan yang bersifat publik yaitu sesuai pada UUD 1945 dan UUPA.
28
Arie S. Hutagalung, Op.Cit hal. 57.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
16
Dalam pasal 2 UUPA tidak memberi arti bahwa dengan dikuasai oleh negara berarti pula negara memilikinya. Hal tersebut dikarenakan negara sebagai badan organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia pada tingkat tertinggi menguasai seluruh tanah di Indonesia. Dengan demikian yang dimaksud dikuasai dan menguasai negara yaitu : a. Mengatur
dan
menyelenggarakan
peruntukan,
penggunaan,
persediaan, pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas tanah. c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai tanah. Dalam Hukum Tanah Nasional yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang berbatasan dan berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA untuk dipergunakan dan dimanfaatkan. Dalam pasal 2 UUPA tersebut dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi, tetapi juga tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya, akan tetapi dalam penggunaan sebagian dari tubuh bumi tersebut diberikan batasan. Selain berupa kewenangan-kewenangan, dalam hak atas tanah
juga
berisikan
suatu
kewajiban-kewajiban
dalam
penggunaannya dan pemeliharaan potensi tanah. Dalam UUPA kewajiban-kewajiban tersebut bersifat umum artinya berlaku terhadap setiap hak atas tanah yang antara lain diatur pada : a. Pasal 6 UUPA yang menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. b. Pasal 15 UUPA dihubungkan dengan Pasal 52 ayat 1 UUPA tentang kewajiban memelihara tanah yang dimiliki. Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
17
c. Pasal 10 UUPA khusus tentang tanah pertanian yaitu kewajiban bagi pihak yang mempunyai tanah tersebut untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif. Hak penguasaan atas tanah adalah suatu hubungan hukum yang memberi wewenang untuk berbuat sesuatu kepada subyek hukum terhadap obyek hukum.29 Wewenang tersebut dapat bersifat umum dan khusus. Wewenang bersifat umum antara lain : a. Mempergunakan tanah untuk berbagai keperluan atau kebutuhan. b. Mempergunakan tubuh bumi, air, dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan tanah itu dalam batas-batas tertentu, sebab dalam penggunaannya tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pihak lain atau mengganggu pihak lain. Sedangkan wewenang yang bersifat khusus yaitu dengan memperhatikan jenis hak yang diberikan. Sebagaimana diketahui bahwa hak-hak penguasaan tanah merupakan lembaga hukum, apabila belum dihubungkan dengan subyek dan obyeknya, akan tetapi dapat sebagai hubungan hukum konret apabila telah dihubungkan dengan tanah sebagai obyek hak dan pemegang haknya sebagai subyek hak. Sistematika pengaturan hak-hak penguasaan tanah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu : 1. Ketentuan-ketentuan hukum tanah
yang mengatur hak-hak
penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum, antara lain : a. Memberi nama pada hak penguasaan tanah yang bersangkutan; b. Menetapkan isinya yaitu mengatur wewenang, kewajiban, dan larangan;
29
Arie Hutagalung, “Asas-Asas Hukum Agraria “( FHUI, Jakarta : 2001 ) hal. 26.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
18
c. Mengatur hal-hal mengenai subyeknya dan syarat-syarat sebagai pemegang hak; d. Mengatur hal-hal mengenai tanahnya. 2. Ketentuan-ketentuan hukum tanah
yang mengatur hak-hak
penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum konkret, antara lain : a. Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain; b. Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain; c. Mengatur hal-hal mengenai hapusnya; d. Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya. Dalam
hubungan
hukum
konkret
diperlukan
adanya
perjanjian sebagai sumber hukum sesuai pasal 1338 KUHPerdata. Akan tetapi terdapat pembatasannya khusus dalam bidang hukum tanah, sepanjang perjanjian tersebut diadakan tidak untuk melanggar atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam UUPA. Dalam Hukum Tanah Nasional terdapat bermacam-macam hak penguasaan atas tanah berdasarkan kewenangannya, yaitu : 1. Kewenangan khusus yang bersifat publik dan perdata, antara lain : - Hak Bangsa Indonesia sesuai pasal 1 UUPA. - Hak Menguasai Negara sesuai pasal 2 UUPA. - Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat sesuai pasal 3 UUPA. 2. Kewenangan umum dalam bidang perdata dalam hal penguasaan dan penggunaan tanah sesuai dengan jenis hak atas tanah yang diberikan, antara lain berupa : - Hak perorangan atas tanah yang meliputi hak atas tanah primer yang bersumber pada Hak Bangsa Indonesia yang diberikan oleh Negara melalui permohonan hak. Adapun macam-macam hak primer yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
19
- Hak perorangan atas tanah sekunder yang bersumber pada Hak Bangsa Indonesia yang dapat diperoleh melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah dengan calon pemegang hak. Macam-macam hak sekunder yaitu Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Gadai, Hak Menumpang. - Selain itu hak penguasaan tanah yang memberi kewenangan umum yaitu wakaf yang diatur dalam pasal 49 UUPA dan hak jaminan atas tanah yang menurut Hukum Tanah Nasional berupa Hak Tanggungan dan diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996. Hak penguasaan atas tanah tersebut berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah tersebut. Hukum Tanah Nasional merupakan hukum tanah Indonesia yang tunggal yang tersusun dalam suatu sistem berdasarkan alam pemikiran hukum adat mengenai hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanahnya. Dalam falsafah hukum adat
yang
mengandung konsepsi hukum adat mengenai pertanahan yang kemudian diangkat menjadi konsepsi Hukum Tanah Nasional yang menurut
Prof.
Boedi
Harsono
dirumuskan
sebagai
konsep
Komunalistik Religius, merupakan konsepsi yang memungkinkan penguasaan bagian-bagian tanah bersama sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa oleh para warga negara secara individual dengan hakhak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Pengertian Hak Atas Tanah yaitu hak penguasaan atas tanah yang
memberi
wewenang
kepada
pemegang
haknya
untuk
menggunakan tanah yang dikuasainya. Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah yang dapat diberikan kepada perseorangan baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
20
Asing, sekelompok orang secara bersama-sama dan badan hukum baik privat maupun publik. Jenis-jenis Hak Atas Tanah antara lain : a. Hak Atas Tanah Primer/Original. Yaitu hak atas tanah yang bersumber pada hak bangsa Indonesia dan diberikan oleh Negara dengan cara perolehannya melalui permohonan hak. b. Hak Atas Tanah Sekunder/Derivatif. Yaitu hak atas tanah yang tidak langsung bersumber pada hak bangsa Indonesia dan diberikan oleh pemilik tanah melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah dengan calon pemegang hak yang bersangkutan. Perlindungan hukum yang diberikan kepada setiap pemegang hak atas tanah merupakan suatu konsekuensi terhadap pendaftaran tanah yang akan menghasilkan sebuah sertifikat. Oleh karena itu setiap orang atau badan hukum wajib menghormati hak atas tanah. Hak atas tanah sebagai suatu hak yang dilindungi oleh konstitusi, maka penggunaan dan pemanfaatan tanah milik orang atau badan hukum lain wajib dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku karena pada dasarnya tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang. Hak-hak penguasaan atas tanah di dalam UUPA diatur dan sekaligus ditetapkan diantaranya : 1. Hak-hak perorangan/individual yang memiliki aspek perdata. 2. Hak-hak perorangan atas tanah berupa wakaf tanah hak milik, hak tanggungan dan hak milik atas satuan rumah susun. UUPA menentukan bahwa hak-hak atas tanah terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dll. Sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap hak atas tanah yang dimiliki oleh orang atau badan hukum, maka negara berkewajiban
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
21
memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut, sehingga setiap orang atau badan hukum yang memiliki hak tersebut dapat mempertahankan haknya.
2.2.1.1
Hak Milik Ketentuan mengenai Hak Milik (HM) disebutkan dalam pasal 16 ayat 1 huruf a UUPA. Pengertian Hak Milik menurut pasal 20 ayat 1 UUPA yaitu hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 UUPA. Sedangkan dalam pasal 20 ayat 2 UUPA diatur mengenai peralihan Hak Milik yaitu bahwa Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak Milik atas tanah dalam setiap peralihannya, pembebanannya, dan hapusnya Hak Milik harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Subyek Hak Milik yaitu Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah seperti bank yang didirikan oleh negara, koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial. Dalam peralihan Hak Milik atas tanah kepada Warga Negara Asing atau kepada badan hukum yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah adalah batal demi hukum dan tanahnya akan kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 2 (dua) cara, yaitu :30 1. Secara Originair, terjadinya hak milik atas tanah untuk pertama kali yang berasal dari tanah adat, penetapan pemerintah dank arena undang-undang.
30
Oloan Sitorus dan HM Zaki Sierrad, Hukum Agraria Di Indonesia Konsep Dasar dan
Implementasi, ( Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2006 ) hal. 97.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
22
2. Secara Derivatif, suatu subyek hukum memperoleh tanah dari subyek hukum lain yang semula sudah berstatus tanah Hak Milik misalnya jual beli, tukar menukar, hibah, pewarisan. Hapusnya Hak Milik atas tanah dan tanahnya jatuh pada Negara, yaitu :31 1. karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18 UUPA 2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya 3. karena diterlantarkan, musnah 4. karena subyek haknya tidak memenuhi syarat 5. karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain yang tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Milik atas tanah
2.2.1.2
Hak Guna Usaha Ketentuan mengenai Hak Guna Usaha (HGU) disebutkan dalam pasal 16 ayat 1 huruf b UUPA. Ketentuan lebih lanjut mengenai HGU diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 Tahun 1996 yang secara khusus diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 18. Pengertian HGU menurut pasal 28 ayat 1 UUPA yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang jangka waktu 25 tahun sebagaimana ketentuan dalam pasal 29 UUPA. Subyek HGU yaitu Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain sesuai dalam ketentuan pasal 28 ayat 3 UUPA jo. pasal 16 PP No. 40 tahun 1996.
31
Pasal 27 UUPA
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
23
Peralihan HGU wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan untuk dicatat dalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertipikat dari pemegang HGU yang lama kepada pemegang HGU yang baru. Tanah Hak Guna Usaha berasal dari tanah negara. Apabila asal tanah Hak Guna Usaha berupa tanah hak, maka tanah
hak
tersebut
harus
dilakukan
pelepasan
atau
penyerahan hak oleh pemegang hak dengan pemberian ganti kerugian oleh calon pemegang Hak Guna Usaha dan selanjutnya
mengajukan
Terjadinya
Hak
Guna
permohonan Usaha
pemberian
berdasarkan
hak.
penetapan
pemerintah melalui permohonan pemberian hak dan dengan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) yang kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Jangka waktu HGU untuk pertama kalinya paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Permohonan perpanjangan atau diajukan
selambat-lambatnya
2
(dua)
tahun
sebelum
berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha. Berdasarkan pasal 14 PP No. 40 Tahun 1996, pemegang Hak Guna Usaha berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan untuk usaha dibidang pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan. Selain itu HGU dapat digunakan untuk keperluan lain dengan mengingat pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan pada kepentingan masyarakat sekitarnya. HGU dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Peralihan Hak Guna Usaha harus didaftarkan dan dicatat dalam Buku Tanah. Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
24
Menurut pasal 17 PP No. 40 Tahun 1996, faktorfaktor penyebab hapusnya HGU dan berakibat tanahnya menjadi tanah negara, yaitu : 1. Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya. 2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena tidak dipenuhinya kewajibankewajiban pemegang hak atau dilanggarnya ketentuanketentuan yang telah ditetapkan dalam keputusan pemberian hak. 3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir. 4. Hak Guna Usaha dicabut. 5. Tanahnya diterlantarkan. 6. Tanahnya musnah. 7. Pemegang Hak Guna Usaha tidak memenuhi syarat sebagai pemegang HGU.
2.2.1.3 Hak Guna Bangunan Ketentuan mengenai Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan dalam pasal 1 ayat 1 huruf c UUPA. Secara khusus diatur dalam pasal 35 sampai dengan pasal 40 UUPA. Menurut pasal 50 ayat 2 UUPA, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Bangunan diatur dengan peraturan perundangan. Peraturan perundangan dimaksudkan disini adalah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang secara khusus diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 38. Pada pasal 35 UUPA memberikan pengertian Hak Guna Bangunan yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
25
jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Asal tanah Hak Guna Bangunan tercantum dalam pasal 37 UUPA yang menegaskan bahwa Hak Guna Bangunan terjadi pada tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Sedangkan pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 menegaskan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan, atau tanah hak milik. Subyek Hak Guna Bangunan menurut pasal 36 UUPA jo. pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Apabila subyek Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia, maka dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Guna Bangunan tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Bila hal tersebut tidak dilakukan maka Hak Guna Bangunan tersebut batal demi hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.32 Terjadinya Hak Guna Bangunan berdasarkan atas asal tanahnya dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara. Hak Guna Bangunan ini terjadi atas keputusan pemberian hak yang diterbitkan
oleh Badan Pertanahan Nasional
berdasarkan pasal 4, pasal 9, dan pasal 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/KaBPN No. 3 Tahun 1999. Sedangkan prosedur terjadinya HGB diatur dalam pasal 32 sampai dengan pasal 48 Peraturan Menteri Negara 32
Urip Santoso, SH.,MH “Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah” ( Jakarta: Prenada Media,
2005 ) hal. 106.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
26
Agraria/KaBPN No. 9 Tahun 1999. Hak Guna Bangunan ini terjadi sejak keputusan pemberian hak tersebut didaftarkan
oleh
pemohon
kepada
Kepala
Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah, sebagai tanda bukti haknya diterbitkan sertipikat sesuai pada pasal 22 dan pasal 23 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996. b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan. Hak Guna Bangunan ini terjadi dengan keputusan pemberian berdasarkan
hak
oleh
pasal
4
Badan
Pertanahan
Peraturan
Nasional
Menteri
Negara
Agraria/Ka.BPN No. 9 Tahun 1999. Hak Guna Bangunan ini terjadi sejak keputusan pemberian hak tersebut didaftarkan
kepada
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota untuk dicatat dalam buku tanah. c. Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik. Hak Guna Bangunan ini terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Akta PPAT ini wajib didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten /Kota untuk dicatat dalam buku tanah sesuai pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996. Bentuk Akta PPAT ini dimuat dalam Lampiran Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN No. 3 Tahun 1997. Jangka waktu Hak Guna Bangunan diatur dalam pasal 26 sampai dengan pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996. Jangka waktu Hak Guna Bangunan ini berbeda sesuai dengan asal tanahnya, yaitu : a. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara. Jangka waktu untuk pertama kali paling lama 30 tahun dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
27
lama 30 tahun. Permohonan perpanjangan jangka waktu atau
pembaharuan
Hak
Guna
Bangunan
diajukan
selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak Guna Bangunan untuk perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Bangunan antara lain : - Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut. - Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak (menguasai fisik bidang tanah). - Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang bersangkutan. b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan. Hak Guna Bangunan ini berjangka waktu dan dalam pembaharuan Hak Guna Bangunan ini atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah
mendapat
persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak diajukan
selambat-lambatnya
dua
tahun
sebelum
berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut. c. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik. Hak Guna Bangunan ini berjangka waktu paling lama 30 tahun dan tidak ada perpanjangan jangka waktu. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang Hak
Guna
Bangunan
dapat
diperbaharui
dengan
pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
28
Permintaan perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Bangunan dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan kepada negara yang sudah dirubah dengan tarif pelayanan pendaftaran tanah yang ditentukan untuk itu pada waktu pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan. Persetujuan untuk memberikan perpanjangan Hak Guna Bangunan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan serta perincian tarif pelayanan pendaftaran tanah dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Guna Bangunan sesuai pasal 28 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996
jo.
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2010 dengan nama tarif pelayanan pendaftaran tanah. Kewajiban pemegang HGB berdasarkan Pasal 30 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, antara lain : a. Membayar tarif pelayanan pendaftaran tanah (dahulu uang pemasukan kepada negara). b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan pemberiannya. c. Memelihara tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. d. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. Hak pemegang Hak Guna Bangunan telah diatur dalam pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang menyatakan bahwa pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usaha serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
29
Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani dengan Hak Tanggungan sesuai pasal 39 UUPA dengan syarat antara lain : 1. Adanya perjanjian utang piutang yang dibuat dengan akta PPAT atau akta dibawah tangan sebagai perjanjian pokoknya. 2. Adanya penyerahan Hak Guna Bangunan sebagai jaminan hutang yang dibuktikan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sebagai perjanjian ikutan. 3. Adanya pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertipikat Hak Tanggungan. Hak Tanggungan hapus dengan hapusnya Hak Guna Bangunan. Prosedur pembebanan Hak Guna Bangunan dengan Hak Tanggungan diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 jo. pasal 44 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo. pasal 114 sampai dengan pasal 119 Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain sesuai pasal 35 ayat 3 UUPA jo. pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996. Hak Guna Bangunan dapat beralih dengan cara pewarisan yang harus dibuktikan dengan adanya surat wasiat atau surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang dan surat keterangan kematian pemegang Hak Guna Bangunan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, bukti identitas para ahli warisnya, serta sertipikat Hak Guna Bangunan yang bersangkutan. Prosedur peralihan Hak Guna Bangunan karena pewarisan diatur dalam pasal 34 Peraturan
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
30
Pemerintah No. 40 Tahun 1996 jo. pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo. pasal 111 dan pasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/KaBPN No. 3 Tahun 1997. Hak Guna Bangunan juga dapat dialihkan oleh pemegang Hak Guna Bangunan kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan. Bentuk dialihkan tersebut dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan dalam modal perusahaan yang harus dibuktikan dengan akta PPAT, sedangkan lelang dibuktikan dengan Berita Acara lelang yang dibuat oleh pejabat dari kantor lelang. Peralihan Hak Guna Bangunan tersebut
harus
didaftrakan
pada
Kantor
Petanahan
Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertipikat dari pemegang Hak Guna Bangunan yang lama kepada pemerima Hak Guna Bangunan yang baru. Prosedur pemindahan Hak Guna Bangunan karena jual beli, tukar menukar, hibah, dan penyertaan atau pemasukan dalam modal perusahaan diatur dalam pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 jo pasal 37 sampai dengan pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 jo. pasal 97 sampai dengan pasal 106 Peraturan Menteri Negera Agraria/Ka.BPN No. 3 Tahun 1997. Hapusnya Hak Guna Bangunan berdasarkan pasal 40 UUPA antara lain disebabkan : a. Jangka waktunya berakhir. b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi. c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir. d. Dicabut untuk kepentingan umum. Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
31
e. Diterlantarkan. f. Tanahnya musnah. g. Ketentuan dalam pasal 36 ayat 2 UUPA.
2.2.1.4 Hak Pakai Ketentuan mengenai Hak Pakai (HP) disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf d UUPA. Secara khusus diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 UUPA. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 tahun 1996 yang secara khusus tercantum dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 58. Pengertian Hak Pakai menurut Pasal 41 ayat 1 UUPA yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuanketentuan UUPA. Subyek Hak Pakai sesuai Pasal 42 UUPA yaitu Warga Negara Indonesia, Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Sedangkan dalam PP 40 tahun 1996 disebutkan mengenai subyek hukum selain yang tercantum dalam Pasal 42 UUPA, antara lain Departemen,
Lembaga
Pemerintah
Non
Departemen,
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
32
Pemerintah Daerah, Badan-badan Keagamaan dan Sosia, Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional. Jangka waktu Hak Pakai menurut Pasal 41 ayat 2 UUPA yaitu dapat diberikan selama jangka waktu tertentu dan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Sedangkan dalam PP Nno. 40 tahun 1996 jangka waktu Hak Pakai diatur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 49, antara lain dibedakan menurut asal tanahnya. Hak Pakai atas Tanah Negara berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun serta dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Khusus Hak Pakai yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Badanbadan Keagamaan dan Sosial, Perwakilan Negara Asing, dan Perwakilan Badan Internasional diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Hak Pakai atas Tanah Hak Pengelolaan diberikan jangka waktu paling lama 25 tahun dapat diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui selama 25 tahun. Hak Pakai atas Tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang, akan tetapi atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang Hak Pakai dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan untuk dicatat dalam Buku Tanah. Peralihan Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila Hak Pakai tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik
yang
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
33
bersangkutan. Hak Pakai atas tanah Negara yang diberikan untuk
jangka
waktu
yang
tidak
ditentukan
selama
dipergunakan untuk keperluan tertentu tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Departemen,
Hak Pakai
Lembaga
yang dipunyai oleh
Pemerintah
Non
Departemen,
Pemerintah Daerah, Badan-badan Keagamaan dan Sosial, Perwakilan
Negara
Asing
dan
Perwakilan
Badan
Internasional tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Peralihan Hak Pakai wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan untuk dicatat dalam Buku Tanah. Berdasarkan pasal 55 PP No. 40 Tahun 1996, faktorfaktor penyebab hapusnya Hak Pakai, yaitu : 1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberian hak. 2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang. 3. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang Hak Pakai dan atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam Hak Pakai. 4. Tidak
dipenuhinya
syarat-syarat
atau
kewajiban-
kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dengan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan. 5. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 6. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir. 7. Hak pakainya dicabut. 8. Tanahnya diterlantarkan. 9. Tanahnya musnah. 10. Pemegang Hak Pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Pakai. Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
34
2.3
Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia
Peralihan hak atas tanah merupakan bagian dari kegiatan pendaftaran tanah. Untuk memenuhi perkembangan masyarakat dalam berbagai aspek, maka kebijaksanaan pendaftaran tanah dimulai sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Adapun yang dimaksud dengan Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan
yang
dilakukan
oleh
Pemerintah
secara
terus
menerus,
berkesinambungan dan teratur yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian, serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Pelaksanaan Pendaftaran tanah terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu :33 1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Pendaftaran tanah pertama kali merupakan jenis pendaftaran terhadap obyek tanah yang belum pernah terdaftar menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 2. Pendaftaran tanah kedua kali. Pendaftaran tanah yang memuat pembaruan
isi
sertipikat
yang
berdasarkan
jenis
permohonan
sertipikatnya, seperti pendaftaran peningkatan hak, perpanjangan hak, pembaharuan hak, peralihan hak, dll. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, sehingga dengan mudah dalam membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah sebagai pemegang hak atas tanah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka tidak hanya dibutuhkan perangkat hukum saja, melainkan harus 33
Kian Goenawan, Panduan Mengurus Izin Tanah & Properti, ( Yogyakarta: Pustaka Grhatama,
2008 ) hal. 26.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
35
tersedia data fisik dan data yuridis. Data fisik meliputi letak, batas dan luas bidang tanah dalam Surat Ukur. Data yuridis meliputi jenis hak, dan pemegang hak atas tanah yang tertuang dalam buku tanah. Dalam pendaftaran tanah dikenal 3 (tiga) sistem publikasi yaitu sistem torrens, sistem positif, dan sistem negatif. Dalam sistem torrens, sertipikat tanah merupakan alat bukti pemegang hak atas tanah yang paling lengkap serta tidak dapat diganggu gugat. Pada buku tanah tidak mungkin terjadi perubahan, kecuali jika dalam memperoleh sertipikat tanah dengan cara pemalsuan atau penipuan. Dalam sistem positif, apa yang tercantum di dalam buku pendaftaran tanah dan surat-surat tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang multak. Sertipikat tanah merupakan tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satusatunya tanda bukti hak atas tanah. Ciri pokok sistem positif pendaftaran tanah adalah menjamin dengan sempurna bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah. Sistem ini memberikan kepercayaan yang mutlak terhadap buku tanah. Sedangkan dalam sistem negatif, segala apa yang tercantum dalam sertipikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya di pengadilan. Pendaftaran tidak menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah jika nama yang terdaftar bukanlah pemilik yang sebenarnya. Maka sesuai Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 sistem publikasi yang digunakan adalah sistem negatif tetapi mengandung unsur positif. Sistem ini mengandung arti bahwa bidang tanah yang sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum tertentu dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tidak dapat lagi menuntut atau menggugat pelaksanaan hak tersebut. Beberapa implikasi yang harus dibenahi khususnya dalam operasional kegiatan pendaftaran tanah, antara lain : 1. Kebijakan terhadap masyarakat golongan sosial ekonomi ke bawah harus mendapat prioritas dalam keterlibatan dengan obyek pendaftaran tanah. Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
36
2. Isu pokok dalam hal biaya, waktu, prosedur dan persyaratan yang telah memberikan persepsi negatif bagi masyarakat yang ingin mendaftarkan tanahnya. Faktanya bahwa masyarakat pada umumnya mau dan mampu membayar biaya yang lebih tinggi dengan syarat prosesnya tetap mudah, cepat, dan transparan. 3. Sosialisasi program dilakukan secara transparan mengenai berbagai aspek sertipikasi tanah, mulai dari biaya, waktu, persyaratan, dan prosedur serta kemungkinan keterlibatan instansi lain yang terkait dengan persyaratan permohonan sertipikasi tanah seperti Kantor Kelurahan, Kantor Kecamatan, Kantor Pajak, PPAT.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
37
BAB III SYARAT-SYARAT PERMOHONAN PERALIHAN HAK JUAL BELI ATAS TANAH DAN BANGUNAN
3.1
Sertipikat Hak Atas Tanah Sertipikasi sebagai produk pendaftaran tanah menyediakan infomasi pertanahan baik secara fisik maupun yuridis.34 Terdapatnya kepastian hukum atas tanah yang telah bersertipikat akan memberikan rasa aman bagi pemilik tanah. Rasa aman terhadap kepemilikan akan mendorong pemilik tanah untuk mengusahakan dan memanfaatkan tanahnya seoptimal mungkin. Dalam sisi lain adanya kemudahan akses ke lembaga perbankan untuk
memperoleh
kredit.
Hal
tersebut
akan
mendorong
untuk
memanfaatkan tanah secara lebih optimal sehingga dengan proses yang linier akan memberikan dampak terhadap produktivitas tanah yang lebih tinggi. Manfaat sertipikat yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah ternyata bermacam-macam, yang dapat dilihat secara langsung maupun tidak langsung.35 Manfaat langsung misalnya sertipikat dapat digunakan sebagai jaminan hutang dengan lembaga jaminan hak atas tanah. Sedangkan manfaat tidak langsung yakni sebagai upaya kemungkinan terjadinya sengketa atas tanah ataupun penyerobotan oleh orang lain. Disamping itu pemanfaatan sertipikat tanah yang berkaitan dengan statusnya sebagai pemilik tanah berupa suatu kebanggaan dalam bentuk kehormatan sosial. Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961. Pengertian sertipikat menurut pasal 13 ayat 3 dan ayat 4 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 adalah surat tanda bukti hak sebagaimana 34
Bani Pamungkas, Dian Sesrina Jaya dan Redynal Saat, Hak Anda dan Pelayanan Publik di
Bidang Tanah dan Bangunan, ( Jakarta: Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, 2002 ) hal. 4. 35
Ibid, hal. 6.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
38
yang dimaksud dalam pasal 19 UUPA, terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan sampul yang bentuk dan formatnya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria. Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendafatran Tanah telah memberikan definisi dari istilah sertipikat, dalam bab I ketentuan Umum, pasal 1 angka 20 disebutkan bahwa Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagiamana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Dari ketentuan pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tersebut diketahui bahwa terdapat beberpaa macam sertipikat yaitu : 1. Sertipikat hak atas tanah, termasuk sertipikat hak pengelolaan dan tanah wakaf, sertipikat hak milik atas satuan rumah susun dan sertipikat hak tanggungan. Perbedaan antara sertipikat-sertipikat tersebut hanya terletak pada oyek pendaftarannya. Sertipikat diterbitkan semata-mata untuk kepentingan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, karenanya sertipikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan. 2. Sertipikat pengganti yaitu setipikat yang diterbitkan atas permohonan pemegang hak sebagai pengganti sertipikat yang rusak, hilang, atau masih menggunakan blangko sertipikat yang tidak digunakan lagi atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi. Dalam hal pemegang hak menninggal dunia maka permohonan sertipikat
penganti
dapat
diajukan
oleh
ahli
warisnya
dengan
menunjukkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan penggantian sertipikat ini harus dicatat pada buku tanah yang bersangkutan. Dalam hal penggantian sertipikat karena rusak atau pembaharuan blangko sertipikat, maka sertipikat yang lama harus ditahan atau Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
39
dimusnahkan. Sedangkan dalam hal penggantian sertipikat karena hilang maka permohonan sertipikat pengganti harus disertai dengan surat pernyataan kehilangan dari Kepolisian dan pernyataan dibawah sumpah dari yang bersangkutan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertipikat hak yang bersangkutan dengan didahului pengumuman tentang hilangnya sertipikat tersebut dalam salah satu harian surat kabar setempat. Jika dalam waktu 30 hari sejak pengumunan tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkannya sertipikat penganti atau ada yang mengajukan keberatan namun menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan tidak beralasan maka diterbitkanlah sertipikat. Sertipikat diterbitkan sebagai alat bukti untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah. Kekuatan sertipikat sebagai alat bukti yaitu :36 1. Sebagai alat bukti yang mutlak yaitu kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat tidak dapat disanggah kebenarannya dan tertutup kemunginan untuk dilakukan perubahan meskipun secara materiil mungkin terjadi kekeliruan. Konsekuensinya yaitu kegiatan pendaftaran tanah harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan jika terjadi kesalahan setelah diterbitkannya sertipikat sepenuhnya tanggung jawab instansi pendaftar termasuk kemungkinan adanya tuntutan ganti rugi. 2. Sebagai alat bukti yang kuat yaitu kebenaran data masih terbuka untuk disanggah. Perubahan terhadap data dalam sertipikat masih mungkin dilakukan jika ada pihak lain yang dapat menyangkal kebenaran datadata dan dapat menunjukkan kebenaran yang lainnya. Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menganut prinsip sertipikat sebagai alat bukti yang kuat. Hal ini tercantum dalam pasal 32 ayat 1 yang menyatakan bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data 36
Ibid, hal. 5.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
40
yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Hukum Tanah Nasional berupaya untuk merealisasikan pemberian jaminan kepastian hukum melalui pendaftaran tanah, sebagaimana tercantum dalam ketentuan pasal 32 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi “Dalam hal atas suatu bidang tanah sesudah diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tesebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut”.
3.2 Akta Jual Beli Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN No. 3 Tahun 1997, sebelum Akta Jual Beli dibuat maka PPAT wajib memeriksa kesesuaian sertipikat hak atas tanah pada Kantor Pertanahan dengan melihat kesesuaian pada daftar-daftar warkah mengenai subyek dan obyek hak, serta untuk mengetahui ada tidaknya catatan pemblokiran, sita, hak tanggungan yang ada. Apabila sertipikat sebagaimana dimaksud sesuai dengan daftardaftar yang ada di Kantor Pertanahan maka Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dapat membubuhkan cap atau tulisan pada sertipikat tersebut dengan kalimat “telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan”. Pada halaman perubahan sertipkat asli kemudian diberi paraf dan diberi tanggal pengecekan, sedangkan apabila sertipikat tersebut tidak sesuai dengan daftar yang ada maka sampul dan semua halaman sertipikat
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
41
tersebut dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat “sertipikat ini tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan” kemudian diparaf oleh pejabat yang ditunjuk. Setelah dilakukannya pengecekan atas sertipikat yang akan dijadikan sebagai dasar permohonan balik nama, maka PPAT dapat melakukan pembuatan Akta Jual beli. Didalam pelaksanaan pembuatan akta PPAT, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain :37 1.
Pembuatan akta harus dihadiri para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan.
2.
Pembuatan akta PPAT harus disaksikan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi.
3.
PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan dengan memberi penjelasan isi dan maksud pembuatan akta dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan.
4.
PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
5.
Akta yang dibuat berjumlah 2 (dua) lembar asli, 1 (satu) lembar untuk disimpan di Kantor PPAT sebagai protokol dan 1 (satu) lembar disampaikan kepada Kepala Kantor Petanahan, sedangkan pihak pembeli diberikan salinannya. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 maka
fungsi dan kedudukan PPAT menjadi semakin jelas.38 Tugas pokok PPAT yaitu mengatur secara administratif hal yang berkenaan dengan peralihan serta perubahan data kepemilikan hak atas tanah. Seorang PPAT mempunyai wewenang membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan
37
Rapat Kerja Kanwil BPN DKI Jakarta, Orientasi Administrasi Pertanahan Kaitannya dengan
UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, ( Jakarta, 2000 ). 38
Andi Rusnandi, Kedudukan dan Peranan PPAT dalam Masyarakat, ( Yogyakarta: Artikel
Majalah Sandi STPN, 1998 ) hal. 49.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
42
hukum seperti jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, pembagian hak bersama, pemberian hak tanggungan, dll. Beberapa syarat pembuatan Akta Jual Beli, antara lain : 1.
Ada obyek yang akan dialihkan.
2.
Ada persetujuan dari kedua belah pihak.
3.
Surat kuasa apabila diperlukan.
4.
Melakukan pengecekan mengenai keaslian sertipikat.
5.
Melunasi BPHTB.
6. Akta dibuat 2 (dua) lembar asli dan 1 (satu) lembar salinan untuk pihak pembeli. Apabila terdapat kesalahan pada pembuatan akta sebaiknya dilakukan
penggantian
atau
perbaikan
kalimat
dengan
melakukan
pencoretan, yang kemudian tambahan kalimat dapat dilakukan pada lembaran yang kosong yang disahkan dengan paraf para penandatangan akta tersebut. Suatu pengalihan secara yuridis sangat penting bagi pihak ketiga dalam hal terjadinya jual beli atas benda tidak bergerak.39 Dengan adanya pengalihan secara yuridis maka anggota masyarakat dapat mengetahui telah terjadinya peralihan hak milik atas benda yang menjadi obyek jual beli secara sah, dan anggota masyarakat akan mengetahui pemilik baru dari tanah yang telah dijual. Hal tersebut dapat diketahui dari dibuatnya bukti tertulis sebagai alat pembuktian atas terjadinya pengalihan hak atas tanah berupa Akta Jual Beli.40 Pembuatan Akta Jual Beli tanah merupakan bagian dari kegiatan pendaftaran tanah sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun 39
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-hak yang Memberi Kenikmatan, Cet.
2, ( Jakarta : Ind-Hill.Co,2002 ), hal. 118. 40
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perutangan Bagian B ( Yogyakarta : Seksi Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1980 ) hal. 1-2.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
43
yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998. Blanko Akta Jual Beli dan akta PPAT lainnya dibuat dan diterbitkan hanya oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia serta hanya dapat dibeli oleh PPAT yang bersangkutan. Mengenai kekuatan pembuktian akta PPAT yaitu bahwa suatu akta dikatakan otentik dan memiliki kekuatan bukti yang sah tanpa diperlukan alat bukti lain dalam suatu sengketa hukum perdata. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai alasan terhadap nilai pembuktian dari akta otentik, yaitu :41 1.
Secara lahiriah (uitwendige bewijskracht) Jika dilihat dari luar sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut sudah berlaku sebagai akta otentik. Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai penilaian kebenarannya adalah keaslian tanda tangan dari PPAT tersebut yang ada pada minuta dan salinan akta.
2. Secara formal (formale bewijskracht) Suatu akta otentik harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta dalam hal akta jual beli benar dilakukan oleh PPAT atau diterangkan oleh para pihak yang menghadap dan yang tercantum dalam akta sesuai prosedur pembuatan akta. Untuk membuktikan atas kebenaran tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) saat menghadap dan para pihak yang menghadap, paraf, tanda tangan para pihak, saksi, dan PPAT. 3. Secara materiil (materiele bewijskracht) Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa segala sesuatu yang disebutkan dalam akta adalah pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta. Setiap orang yang datang kemudian 41
R.Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Pengantar,( Jakarta: Rajawali
1982 ) hal. 55.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
44
menghadap pejabat yang berwenang dan memberikan keterangan yang dimuat dalam akta harus dapat dinilai kebenarannya, jika keterangan atau pernyataan tersebut ternyata tidak benar maka para pihak yang akan mempertanggungjawabkannya. Akibat hukum dari ketidakbenaran suatu akta PPAT antara lain :42 1. Batal demi hukum Akibat perbuatan hukum yang dilakukan dalam membuat Akta Jual Beli yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Dapat dibatalkan Akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak yang tidak sesuai dengan pihak yang sebenarnya. 3. Non existent Akibat perbuatan hukum yang disebabkan oleh tidak dipenuhinya essensialia dari suatu perjanjian atau tidak memenuhi salah satu unsur dalam suatu perbuatan hukum tertentu. Berkaitan dengan surat perolehan tanah, khususnya di wilayah DKI Jakarta, maka berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta Nomor : 1.711.72/2012/31/PT/2000 tanggal 3 Nopember 2000 terhadap akta PPAT yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 1998 perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan guna menghindari adanya pihak-pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Akta Jual Beli, seperti memberikan tanggal, bulan dan tahun pembuatan akta sebelum tanggal 1 Juli 1998 sedangkan akta tersebut sebenarnya produk sesudah tanggal 1 Juli 1998, hal itu dilakukan karena untuk menghindari pembayaran BPHTB.
42
Herlin Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata dibidang Kenotariatan, Cet. 2 ( Bandung:
PT.Citra Aditya Bakti, 2007 ) hal. 20.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
45
3.3
Surat Kuasa Kuasa merupakan kewenangan atas sesuatu untuk memerintah, mewakili atau mengurus suatu hal tertentu. Dalam pasal 1792 KUHPerdata memberikan pengertian mengenai pemberian kuasa, yaitu “suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pemberian kuasa dapat dilakukan oleh pihak pemberi kuasa kepada pihak penerima kuasa dalam melakukan suatu perbuatan hukum tertentu dengan menyebutkan bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa baik perorangan maupun badan hukum. Pemberian kuasa dapat dilakukan dengan suatu surat kuasa yang diketahui oleh para pihak. Dalam hal pihak pemberi kuasa tidak dapat melakukan suatu perbuatan hukum tertentu dikarenakan tidak mampu atau tidak sanggup sehingga memerlukan orang lain sebagai penerima kuasa. Adapun surat kuasa yang dipergunakan dalam suatu urusan tertentu seperti mengurus surat-surat tanah maka dapat menggunakan surat kuasa umum yang bentuk formatnya sudah ditetapkan. Surat kuasa umum diatur dalam pasal 1795 KUHPerdata. Kuasa umum bertujuan untuk memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa. Dalam surat kuasa selain menyebutkan para pihak juga harus menyebutkan kegunaan dari surat kuasa tersebut. Pihak penerima kuasa hendaknya orang yang cakap, berakal sehat, dan yang cukup umur atau dewasa. Penerima kuasa berhak mendapatkan balas jasa atau imbalan dari pemberi kuasa, sedangkan pemberi kuasa berhak menerima hasil dari pekerjaan yang dilakukan oleh penerima kuasa sesuai dengan hal apa yang dikuasakan. Kewajiban penerima kuasa antara lain menjalankan tugasnya sesuai apa yang telah diperjanjikan, menyelesaikan urusan pekerjaannya, dan bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya. Sedangkan kewajiban pemberi kuasa yaitu membayar upah kepada penerima kuasa serta memberikan ganti rugi atas apa yang menjadi kerugian pada saat menjalankan kuasanya. Universitas Indonesia
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
46
Beberapa sifat perjanjian kuasa, antara lain :43 1. Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa. Pemberian kuasa tidak hanya bersifat mengatur hubungan internal antara pemberi kuasa dan penerima kuasa, akan tetapi hubungan hukum tersebut langsung memberi kedudukan kepada kuasa menjadi wakil penuh pemberi kuasa. 2. Pemberian kuasa bersifat konsensual. Persetujuan kuasa berdasarkan pada kesepakatan antara pemberi dan penerima kuasa. Hubungan hukum itu berkekuatan mengikat, sebab pemberian kuasa harus dengan pernyataan kehendak secara tegas dari kedua belah pihak. Dalam pasal 1792 atau pasal 1793 menyebutkan bahwa pemberian kuasa selain didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak, dapat dituangkan dalam bentuk akta otentik atau dibawah tangan maupun dengan lisan. 3. Berkarakter garansi kontrak. Apabila kuasa bertindak melampaui batas mandat, tanggung jawab pemberi kuasa hanya sepanjang tindakan yang sesuai dengan mandat yang diberikan. Hal itu sesuai dengan asas garansi kontrak yang digariskan pasal 1806 KUHPerdata. Berakhirnya kuasa menurut pasal 1813 KUHPerdata yaitu pemberi kuasa menarik kembali secara sepihak, salah satu pihak meninggal dunia, penerima kuas melepas kuasa. Ketentuan tersebut bertentangan dengan ayat 2 pasal 1338 KUHPerdata yang menegaskan persetujuan tidak dapat ditarik atau dibatalkan secara sepihak tetapi harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (secara bilateral).44
43
Lihat Putusan MA No. 331 K/Sip/1973, tgl. 4-12-1975, Rangkuman Yurisprudensi (RY) MA
Indonesia, II, Hukum Perdata dan Acara Perdata, Proyek Yurisprudensi MA 1997, hal. 57. 44
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005 ) hal. 4.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
47
3.4 Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria, hak-hak kebendaan yang lama sudah diganti dengan hak-hak yang baru. Hal tersebut menyebabkan bea balik nama atas harta tetap berupa hak kebendaan atas tanah tidak dipungut lagi. Kemudian diterbitkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 yang diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagai pengganti Bea Balik Nama atas hak harta atas tanah. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan, merupakan perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan hukum.45 Obyek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, seperti jual beli hak atas tanah, hibah, waris, pemberian hak, pembaharuan hak, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, perubahan nama perseroan, dll. Subyek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang didasarkan pada self assessment yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan surat setoran BPHTB, dan melaporkannya kepada Instansi yang berwenang. Pajak didasarkan pada persentase nilai jual dari obyek pajak. Meningkatnya nilai dan harga tanah diduga berdampak terhadap peningkatan pajak tanah yang saat ini menggunakan dasar SPT-NJOP. Demikian juga dengan adanya peralihan tanah yang lebih transparan dan formal, maka objek BPHTB akan meningkat. Peluang menggunakan
45
Eddy Supardi, Panduan Pelatihan Perpajakan Terapan Brevet A&B, ( Bogor, IPB, 2007 ) hal.
327.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
48
sertipikat sebagai agunan akan mendorong peningkatan pembebanan hak atas tanah. Dengan adanya sertipikasi tanah, maka peralihan hak atas tanah akan menimbulkan konsekuensi beban BPHTB.46 Hal ini terjadi jika nilai tanah dan bangunan melampaui jumlah batas kena BPHTB, sebab BPHTB merupakan salah satu sumber pendapatan asli Daerah. Dalam prinsip perpajakan diharuskan adanya campur tangan Pemerintah dalam bidang perekonomian serta perimbangan keuangan antara berbagai
tingkat
administrasi
Pemerintah
yang
menuntut
adanya
peningkatan sumber-sumber penerimaan Pemerintah yang meliputi pajak, bukan pajak, pinjaman pemerintah dan lain sebagainya. Pajak adalah penerimaan pemerintah yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip dasar menghimpun dana yang diperoleh dari dan untuk masyarakat melalui mekanisme yang mengacu pada perundangundangan yang berlaku. Secara umum terdapat prinsip-prinsip perpajakan yang harus diperhatikan :47 1. Prinsip keadilan (equity) artinya bahwa beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. 2. Prinsip kepastian (certainty) yaitu pajak hendaknya tegas, jelas dan menjamin kepastian bagi setiap wajib pajak sehingga mudah dimengerti oleh wajib pajak dan juga akan memudahkan administrasi pemerintah. 3. Prinsip kecocokan (convenience) yaitu pajak jangan sampai terlalu menekan wajib pajak sehingga wajib pajak akan dengan senang hati melakukan pembayaran pajak pemerintah.
46
Jurnal Iptek Pertanahan, Kajian Informasi Data Pertanahan, ( Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Badan Pertanahan Nasional, 2003 ). 47
Ibid, hal. 3.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
49
4. Prinsip efisiensi (efficiency) yaitu pajak hendaknya menimbulkan kerugian yang menimal dalam arti jangan sampai biaya pemungutannya lebih besar dari jumlah penerimaan pajaknya.
3.4.1 Saat Pembayaran BPHTB BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal seperti :
48
a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan yang ditandatangani oleh PPAT atau pejabat yang berwenang. b. Risalah lelang untuk pembelian yang telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau pejabat lelang yang berwenang. c. Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pemberian hak baru atas tanah, pembaharuan hak atas tanah, peningkatan hak atas tanah atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan hak dengan Akta PPAT yang dibuat sebelum 1 Juli 1998, perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial lainnya. Dalam hal BPHTB nihil, maka wajib pajak tetap harus mengisi Surat Setoran BPHTB (SSB) dengan keterangan nihil dan hanya cukup diketahui oleh PPAT/Notaris/Pejabat Lelang, Kepala Kantor Pertanahan. SSB Nihil tersebut pada lembar 2, 3 dan 4 disampaikan ke Kantor Pajak dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal pembayaran BPHTB.
48
Ibid, hal. 331.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
50
3.4.2
Menentukan Besarnya BPHTB Beberapa ketentuan dalam perhitungan nilai pajak terutang, antara lain :49 a. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari NJOP Bumi dan NJOP Bangunan. b. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan sebesar Rp. 80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh Peraturan Pemerintah. c. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). d. Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP).
3.4.3 Tata Cara Pembayaran BPHTB Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan. Pajak yang terutang dapat dibayar di bank Pemerintah seperti bank DKI dan juga Kantor Pos yang ditunjuk yang meliputi letak tanah dan atau bangunan tersebut. Formulir BPHTB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan setelah wajib pajak memenuhi kewajiban melunasi SPT PBB tahun berjalan.
49
Ibid, hal. 330.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
51
BAB IV PERALIHAN HAK JUAL BELI ATAS TANAH SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG TELAH BERAKHIR MASA BERLAKUNYA DENGAN PENGAJUAN PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH
4.1
Peralihan Hak Jual Beli Atas Tanah Peralihan hak atas tanah secara singkat didefinisikan sebagai setiap perbuatan hukum yang bermaksud untuk mengalihkan hak kepemilikan atas tanah kepada pihak lain. Menurut pasal 26 UUPA peralihan hak atas tanah tersebut tidak hanya terbatas pada perbuatan hukum jual beli saja, namun juga mencakup hibah, wasiat, wakaf, warisan, tukar menukar dan lain-lain. Penyerahan atas suatu benda tanah yang menjadi obyek jual beli menentukan telah terjadi peralihan hak atas kepemilikan tanah tersebut.50 Pengalihan hak atas tanah dapat diketahui dengan dibuatnya bukti otentik dihadapan pejabat yang berwenang.51 Terjadinya peralihan hak atas tanah antara lain disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu :52 1. Peralihan hak atas tanah karena perbuatan hukum. Perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk mengalihkan sesuatu hak dalam keseluruhannya ataupun sebagian. Jenis kegiatan peralihan hak karena perbuatan hukum antara lain jual beli, hibah, tukar menukar, pembagian hak bersama, penggabungan usaha atau peleburan
50
Sahat Sinaga, Jual Beli Tanah dan Pencatatan Peralihan Hak, ( Bandung: Pustaka Sutra, 2007 )
hal. 14-15. 51
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perutangan Bagian B, ( Yogyakarta: Seksi Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1980 ) hal. 1-2. 52
Rapat Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta, ( Jakarta, 30
Agustus 2008 ).
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
52
usaha (merger), pemasukan dalam perseroan terbatas (inbreng), hibah wasiat, lelang. 2. Peralihan hak atas tanah karena peristiwa hukum. Peristiwa-peristiwa mengakibatkan
yang
peralihan
menurut hak.
hukum
Dengan
dengan
meninggalnya
sendirinya seseorang
pemegang hak atas tanah maka dengan sendirinya mengakibatkan peralihan hak atas tanah tersebut kepada ahli warisnya. Obyek peralihan hak atas tanah antara lain : 1. Obyek hak yang telah bersertipikat terdiri atas Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. 2. Obyek hak yang belum bersertipikat terdiri atas Tanah bekas Hak Milik Adat dan Tanah Negara. Subyek peralihan hak atas tanah yaitu perorangan baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing dan Badan Hukum atau Yayasan yang didirikan menurut hukum Indonesia serta berkedudukan di Indonesia. Orang atau Badan Hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah tetapi tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak, maka dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak segera dialihkan maka hak atas tanah tersebut akan hapus karena hukum.
4.1.1 Jual Beli Menurut KUHPerdata Sebelum UUPA berlaku, maka jual beli tanah diatur oleh KUHPerdata. Tanah menurut hukum perdata barat termasuk benda tak bergerak yang diatur dalam buku II KUHPerdata tentang kebendaan yang memuat hukum kebendaan dan hukum waris. Sedangkan mengenai jual beli diatur dalam buku III KUH Perdata tentang perikatan yang memuat hukum kekayaan yang berisi hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang atau pihak tertentu. Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
53
Ketentuan mengenai jual beli tanah menurut hukum perdata barat sama dengan jual beli benda lainnya artinya tidak ada bedanya dengan jual beli benda bukan tanah, yang membedakan hanyalah mengenai penyerahannya saja. Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik adalah sesuai dengan istilah belanda koop en verkoop yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu verkoop (menjual) sedangkan yang lainnya koop (membeli). Jual beli juga merupakan
suatu
perjanjian
dengan
mana
pihak
yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.53 Perjanjian dalam hukum perdata barat bersifat obligatoir artinya bahwa perjanjian jual beli hanya meletakkan hak dan kewajiban pada kedua belah pihak dalam memindahkan hak milik. Oleh karena itu wajib dilakukan perbuatan hukum lainnya yang disebut penyerahan yuridis (Juridische levering) yang diatur dalam pasal 616 dan pasal 620 KUHPerdata. Menurut pasal-pasal tersebut penyerahan yuridis itu dilakukan dihadapan PPAT yang membuat aktanya. Ketentuan-ketentuan KUHPerdata dan ordonansi balik nama (Overschrijvingsoedonnatie) yang mengatur penyerahan yuridis itulah yang termasuk hukum tanah, karena dengan dilakukannya peyerahan yuridis terjadi pemindahan hak atas tanah yang bersangkutan. Penyerahan (levering) dilakukan dengan pengumuman akta yang
53
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet.XIV ( Jakarta: Intermasa, 1987 ) hal. 79.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
54
bersangkutan dengan cara memindahkan salinan otentik yang lengkap dari akta otentik tanah yang harus diserahkan itu dengan membukukannya dalam register. Untuk mengetahui kapan saat terjadinya jual beli harus mengacu pada bilamana sahnya perjanjian yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, sehingga diakui oleh hukum. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Dari syarat-syarat di atas menunjukkan bahwa perjanjian yang dibuat itu dapat secara lisan saja dan dapat juga dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta apabila dikehendaki sebagai alat bukti. Unsur pokok perjanjian jual beli yaitu barang dan harga. Jika kedua belah pihak telah setuju tentang barang dan harga maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah, hal ini sesuai dengan asas konsesualisme yang dianut oleh KUHPerdata dalam pasal 1458 yang berbunyi “Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”. Hak milik atas barang yang dijual belum berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan. Penyerahan atas barang yang menjadi obyek jual beli menentukan telah terjadinya peralihan hak milik atas barang yang menjadi obyek jual beli. Dengan demikian jual beli dan penyerahan hak atas barang yang menjadi obyek jual beli dari penjual kepada pembeli merupakan 2 (dua) perbuatan yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu dikenal tahapan
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
55
penyerahan dan pengalihan sebagai tahap obligatoir yang merupakan tahap perjanjian yang menimbulkan suatu perikatan.
4.1.2 Jual Beli Hak Atas Tanah Menurut Hukum Adat Dan UUPA Pada umumnya hukum adat diartikan sebagai hukum positif, yang merupakan suatu rangkaian norma-norma hukum yang menjadi pegangan bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Normanorma hukum tersebut tersusun dalam suatu tatanan atau sistem dengan lembaga-lembaga hukum yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan konkret masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Penerapan konsepsi dan asas-asas hukum adat tersebut ditentukan oleh suasana dan keadaan masyarakat hukum adat yang besangkutan serta nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar anggota masyarakat hukum adat. Jual beli tanah sebagai lembaga hukum tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Dalam Pasal 5 UUPA terdapat pernyataan bahwa Hukum Tanah Nasional adalah hukum adat, yang berarti menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum adat yang telah disaneer. Menurut hukum adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti pemindahan tersebut harus dilakukan didepan kepala adat yang berperan sebagai pejabat yang menanggung sahnya perbuatan pemindahan hak, sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Dalam hal pembeli tidak membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum utang piutang.54 Belum lunasnya pembayaran harga tanah yang ditetapkan tersebut tidak menghalangi pemindahan hak atas tanah artinya pelaksanaan jual beli tetap dianggap selesai. 54
Soerjono Soekanto, Hukum adat Indonesia, ( Jakarta: Rajawali, 1983 ) hal. 211.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
56
Sebagai bukti telah terjadinya jual beli dan selesai pemindahan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli tersebut, maka dibuatlah Surat Jual Beli Tanah yang ditandatangani oleh pihak penjual dan pihak pembeli dengan disaksikan oleh Kepala Desa yang berfungsi untuk menjamin kebenaran tentang status tanahnya dan pemegang
haknya,
yang
memberi
keabsahan
bahwa
telah
dilaksanakan dengan hukum yang berlaku. Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah, sedangkan dalam pasal lain menyebutkan dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan
suatu
perbuatan
hukum
yang
disengaja
untuk
memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar, dan hibah wasiat.55 Menurut Prof. Boedi Harsono yang dimaksud jual beli tanah adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah yang
disebut
penjual
berjanji
dan
mengikatkan
diri
untuk
menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain yang disebut pembeli sedang pihak pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar harga yang telah disetujui. Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan
PPAT
yang
bertugas
membuat
aktanya.
Dengan
dilakukannya jual beli dihadapan PPAT maka dipenuhi syarat terang. Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembeli dengan disertai pembayaran harganya dan telah memenuhi syarat tunai yang menunjukkan bahwa secara nyata dan riil perbuatan hukum jual beli tersebut telah dilaksanakan. Oleh karena perbuatan hukum yang dilakukan adalah berupa pemindahan hak, maka akta tersebut 55
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2007 ) hal. 76.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
57
membuktikan bahwa penerima hak sebagai pembeli sudah menjadi pemegang hak yang baru. Namun demikian dalam praktik dimungkinkan suatu perbuatan hukum mengenai tanah meliputi juga bangunan dan tanaman yang ada diatasnya yang disebut dengan asas pemisahan horizontal, oleh karenanya dalam akta jual beli harus dicantumkan pernyataan tanah beserta bangunan. Jual beli yang dilakukan terhadap tanah yang berstatus Hak Guna Bangunan dapat juga dilakukan dengan mengingat ketentuan keberlakuan Hak Guna Bangunan tersebut, sebab dalam Hak Guna Bangunan berbeda dengan status tanah hak milik. Menurut hukum adat yang merupakan dasar dari hukum tanah nasional yang berlaku pada saat ini sebagaimana termuat dalam UUPA, bahwa peralihan hak atas tanah telah terjadi sejak ditandatanganinya akta jual beli di hadapan PPAT yang berwenang dan dibayarnya harga oleh pembeli kepada penjual. Pemindahan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli berarti pemindahan penguasaan secara yuridis dan secara fisik. Adakalanya pemindahan hak tersebut baru secara fisik saja, karena secara yuridis tanah masih dibawah penguasaan pemiliknya, misalnya karena hubungan sewa beli yang masih berlangsung. Adapun dalam jual beli tanah diperlukan beberapa syarat, yaitu : 1. Syarat materil. Menentukan sahnya jual beli tersebut yaitu terhadap para pihak penjual dan pembeli. Penjual adalah orang yang berhak atas tanah yang akan dijual. Pembeli adalah orang yang berhak untuk mempunyai hak atas tanah yang akan dibelinya. 2. Syarat formal. Setelah syarat materil dipenuhi maka PPAT akan membuat akta. Dalam pembacaan akta harus dihadiri oleh para pihak atau kuasa Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
58
dari penjual maupun pembeli dengan minimal 2 orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi, yang bertugas memberi kesaksian terhadap kehadiran para pihak atau kuasaanya. Keberadaan
dokumen-dokumen
yang
ditunjukkan
dalam
pembuatan akta menandakan telah dilaksanakannnya perbuatan jual beli oleh para pihak.56 Akta Jual Beli dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) rangkap yang satu disimpan oleh PPAT dan yang lain dikirim kepada Kepala Kantor Pertanahan, sedangkan para pihak diberikan salinannya.57
4.2
Pembaharuan Sertipikat Hak Guna Bangunan Pembaharuan hak berdasarkan pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai adalah pemberian hak baru yang sama kepada pemegang hak atas tanah sesudah jangka waktu haknya ataupun perpanjangannya telah habis. Dalam Buku IV KUHPerdata tentang daluwarsa atau verjaring dijelaskan bahwa hilangnya sesuatu hak bukan karena lewatnya waktu, tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukkan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan sesuatu hak.58 Adakalanya UndangUndang memberikan hak hanya untuk suatu waktu tertentu. Apabila tidak dipergunakan dalam jangka waktu tersebut, gugurlah hak tersebut, misalnya Hak Guna Bangunan diberikan untuk jangka waktu 30 tahun setelah adanya pengakuan hak pertama kali dan apabila tidak dilakukan perpanjangan hak ataupun pembaharuan hak maka Hak Guna Bangunan itu akan akan kembali menjadi tanah negara.
56
Pasal 101 Peraturan Menteri Negara Agaraia/KaBPN tentang ketentuan pelaksanaan PP 24/1997
tentang Pendafatran Tanah. 57
Pasal 21 ayat 3 Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Jabatan Pejabat pembuat Akta tanah PP.
37/1997. 58
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata cet. XXI ( Jakarta: PT. Intermasa, 1985 ) hal. 187.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
59
Sertipikat Hak Guna Bangunan dapat dialihkan melalui jual beli kepada pihak lain, baik perorangan ataupun badan hukum. Sebagaimana diketahui bahwa Hak Guna Bangunan bukan merupakan hak yang bersifat abadi,
oleh
karenanya
mempunyai
tenggang
waktu
dalam
hal
kepemilikannya. Hak Guna Bangunan memiliki jangka waktu paling lama 30 tahun sejak pendaftaran pertama kali, yang kemudian apabila setiap jangka waktu tersebut akan atau telah berakhir dapat dilakukan perpanjangan hak atau pembaharuan hak selama 20 Tahun. Pembaharuan hak dapat dilakukan apabila sertipikat tersebut sudah berakhir, sedangkan perpanjangan hak dilakukan jika masih terdapat sisa waktu dari Hak Guna Bangunan tersebut. Permohonan pembaharuan hak diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan melalui seksi Hak Tanah dengan melakukan proses pembuatan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan untuk luas tanah kurang dari 1000 M², sedangkan untuk luas tanah lebih dari 1000 M² hingga 5000 M² diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, dan untuk luas tanah lebih dari 5000 M² diajukan kepada Badan Pertanahan Nasional Pusat. Besaran biaya permohonan yaitu Luas Tanah/500 x Rp. 20.000 + Rp. 350.000 x 50%, sedangkan untuk biaya Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah disesuaikan dengan ketentuan PP 13 Tahun 2010 yaitu 2/1000 x (Luas Tanah x Nilai Tanah per meter persegi) + Rp. 100.000,Dalam membuat Surat Keputusan pembaharuan hak yang akan menjadi dasar untuk mendapatkan sertipikat Hak Guna Bangunan kembali, maka harus dilakukan dengan penelitian lapangan atau disebut dengan kegiatan pemeriksaan tanah konstatasi yaitu suatu kegiatan pemeriksaan lapangan terhadap tanah yang dimohon dan sudah ada hak atas tanahnya.59 Tujuan kegiatan pemeriksaan lokasi ialah untuk mengetahui keberadaan yang sesungguhnya terhadap fungsi dan keadaan tanah dan bangunan agar tidak menyimpang dari ketentuan yang diberikan oleh pengelola tata ruang 59
Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 110-170 tanggal 23-1 2003 tentang
Pelayanan Pemeriksaan Tanah dan Pemberian Hak Atas Tanah.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
60
dan wilayah. Hasil peninjauan lapangan tersebut kemudian dituangkan dalam lembar Berita Acara yang memuat antara lain alamat letak tanah, luas tanah, uraian keadaan tanah dan bangunan yang disertai dengan gambar denah, batas-batas bidang tanah dengan diketahui oleh pemilik tanah tersebut. Untuk mengetahui sertipikat tersebut sedang dalam sengketa/blokir atau menjadi hak tanggungan maka harus dilakukan pemeriksaan buku tanah. Selain itu perlu diketahui juga ada tidaknya perubahan luas tanah, maka perlu diadakan kegiatan pengukuran ulang yang kemudian dituangkan dalam Surat Ukur. Kemudian Surat Ukur tersebut dicocokkan dengan surat ukur yang lama. Sehingga penetapan batas-batas bidang tanah dapat diketahui dan diberikan dalam hal kebenaran atas fisik suatu bidang tanah. Dalam membuat Surat Keputusan pembaharuan hak harus disertai pula dengan Risalah Pengolahan Data sebagai dokumen yang akan disimpan di Kantor Pertanahan sebagai tanda bukti telah dilakukannya permohonan pembaharuan hak. Risalah Pengolahan Data merupakan risalah telaah akhir yang disajikan oleh jajaran staf pengolah data, Kepala Sub Seksi, Kepala Seksi dan Kepala Bidang sebelum sampai kepada Kepala Kantor yang akan menetapkan hak tertentu atas tanah bagi suatu subyek hak yang memenuhi syarat dan aturan hukum yang berlaku serta berisi uraian data teknis yuridis dan administrasi. Dalam risalah pengolahan data tersebut harus ditutup dengan pernyataan tanggungjawab (Legal Statement) oleh staf yang membuat Surat Keputusan pembaharuan hak. Setelah Surat Keputusan Pembaharuan Hak ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan kemudian dilakukan pendaftaran Surat Keputusan pada seksi Pendaftaran Hak pada Kantor Pertanahan tersebut. Untuk mendapatkan tanda bukti hak berupa pembaharuan sertipikat Hak Guna Bangunan, maka penerima hak terlebih dahulu diwajibkan membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan disertai validasi dari kantor pajak selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
61
Surat Keputusan pembaharuan hak tersebut ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Beberapa
dokumen
yang
diperlukan
dalam
pendaftaran
pembaharuan Hak Guna Bangunan antara lain :60 a. Identitas diri pemohon atau kuasanya. b. Surat pernyataan tidak sengketa dari kelurahan. c. Surat pernyataan penguasaan pemilikan tanah. d. Surat Pajak Tahunan Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) tahun berjalan). e. Sertipikat asli. f. Peta bidang tanah atau Surat Ukur untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan luas.
4.3
Pengajuan Proses Balik Nama Sertipikat Hak Atas Tanah Dalam melakukan jual beli suatu bidang tanah hendaknya memperhatikan status atas tanah tersebut. Ada kemungkinan belum bersertipikat dalam arti masih berupa tanah adat atau tanah negara. Selain itu juga perlu diketahui riwayat tanah melalui surat pernyataan dari kantor kelurahan, agar dapat diketahui secara jelas kepemilikan atas tanah tersebut. Jual beli atas tanah yang telah bersertipikat akan lebih mudah dilakukan dan lebih memiliki jaminan kepastian hukum. Tanah berstatus Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Adapun peralihan Hak Guna Bangunan dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai peralihan hak pada umumnya. Dalam pelaksanaan jual beli tanah berikut rumah atau bangunan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain :
60
Parlindungan, Berakhirnya Hak-Hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA, ( Bandung: Mandar
Maju, 2008 ) hal. 12.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
62
1. Bangunan tersebut menurut sifatnya menjadi satu kesatuan dengan tanahnya. 2. Pemegang hak atas tanah yang bersangkutan adalah pemilik bangunan tersebut 3. Dalam Akta Jual Beli disebutkan secara tegas bahwa obyek jual belinya adalah tanah hak berikut rumah dan bangunan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam jual beli tanah dan bangunan, antara lain :61 1. Secara yuridis yaitu terhadap kesesuaian subyek dalam sertipikat dengan pihak yang mengalihkan (penjual atau pemberi hibah dll). 2. Secara fisik yaitu kesesuaian obyek dalam sertipikat dengan obyek yang ada dalam akta peralihan haknya. 3. Melakukan kewajiban membayar pajak oleh masing-masing pihak. Semua jenis peralihan hak atas tanah dapat diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan tidak dibedakan menurut luas tanah. Sebelum melakukan perbuatan hukum jual beli tanah, maka terlebih dahulu harus dilakukan pengecekan sertipikat asli tersebut oleh calon pembeli pada seksi Penetapan Hak dan Informasi yang akan disesuaikan kebenarannya dengan warkah yang disimpan pada Kantor Pertanahan. Apabila telah dipastikan kebenaran sertipikat tersebut kemudian dapat mengajukan permohonan Akta Jual Beli pada Kantor PPAT sesuai wilayah letak obyek hak dan nantinya kepada pihak pembeli akan diberikan salinan Akta Jual beli tersebut untuk dipergunakan mendaftarkan peralihan hak pada Kantor Pertanahan. Apabila transaksi jual beli tanah terjadi di daerah yang belum ada PPAT maka dapat menghadap ke Camat dalam jabatan dan kapasitas sebagai PPAT sementara. Hal yang perlu diperhatikan oleh pihak penjual dan pembeli tanah adalah bahwa PPAT yang diminta membuat Akta Jual Beli tanah adalah PPAT yang tempat kedudukan dan kewenangannya 61
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2007 )
hal. 71.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
63
meliputi daerah keberadaan tanah yang dijadikan sebagai obyek transaksi jual beli tersebut, bukan PPAT yang kedudukan dan kewenangannyanya meliputi daerah keberadaan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli tanah. Sebagai bukti dalam peralihan hak jual beli yaitu telah dibayarnya BPHTB oleh calon penerima hak atas tanah dan bangunan sebelum akta jual beli ditandatangani oleh PPAT. Besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh pihak pembeli yaitu 5% dari Nilai Jual Obyek Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan pihak penjual dikenakan pajak penjualan yang besarnya dapat dihitung 5% dari NJOP bumi. Dalam formulir BPHTB dicantumkan secara jelas mengenai luas tanah dan luas bangunan dan besarnya pajak yang wajib dibayarkan, kemudian PPAT akan mencantumkan dalam blangko Akta Jual Beli bahwa jual beli meliputi tanah dan bangunan yang berdiri di atas tanah yang menjadi obyek jual beli. Dalam pembuatan Akta Jual Beli harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau kuasanya, misalnya dalam perbuatan hukum jual beli dihadiri oleh penjual atau pembeli atau kuasanya yang disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum tersebut. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak dengan dihadiri para saksi, serta menjelaskan sehingga para pihak mengerti tentang apa yang ditandatanganinya sebagai bukti persetujuan atas perbuatan hukum yang dimaksud dalam akta yang ditandatangani. PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut. Adapun ketentuan mengenai pendaftaran peralihan hak karena pemindahan hak diatur dalam Pasal 103 sampai dengan Pasal 106 Peraturan Menteri Negara Agraria No. 3 Tahun 1997.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
64
Dengan demikian proses peralihan hak atas tanah diawali dengan dibuatnya akta PPAT sebagai bukti terjadinya peralihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah yang lama kepada pemegang hak atas tanah yang baru, kemudian berdasarkan akta yang dibuat di hadapan PPAT tersebut lalu dilakukan pencatatan oleh petugas Kantor Pertanahan untuk mengetahui adanya peralihan hak atas tanah. Khusus untuk wilayah DKI Jakarta perlu melakukan permohonan surat pernyataan pencatatan kepemilikan suatu bidang tanah kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, yang kemudian akan disimpan pada Daftar Isian buku tanah.62 Untuk kepemilikan tanah bagi Badan Hukum dibuktikan dengan melampirkan akta pendirian atau akta perubahan. Tata cara pengajuan pembuatan Akta Jual Beli yang kemudian diikuti dengan pendaftarannya di Kantor Pertanahan untuk proses balik nama sertipikat hak atas tanah, antara lain :63 1. Persyaratan pembuatan Akta Jual Beli dihadapan PPAT. Saat menghadap ke PPAT untuk membuat Akta Jual Beli tanah, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh pihak-pihak terkait, antara lain : a. Pihak Penjual harus melengkapi dokumen sbb : - Sertipikat hak atas tanah yang asli - Kartu Tanda Penduduk - Kartu Keluarga - SPT PBB tahun berjalan - Surat persetujuan pihak keluarga - Surat pernyataan dari penjual bahwa tanah yang dimiliki tidak dalam sengketa
62
Pasal 171 s/d pasal 177 PMNA/KaBPN No. 3 Tahun 1997 Jo. Surat Keputusan Kakanwil BPN
DKI Jakarta No. 392/2005 Tgl. 21-3-2005. 63
Seminar Nasional, Tugas Pokok dan Fungsi PPAT, ( Jakarta: BPN Pusat, 2010 ).
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
65
b. Pihak pembeli harus melengkapi dokumen sbb: - Kartu Tanda Penduduk - Kartu Keluarga - Uang pembayaran yang dapat dilakukan secara tunai di hadapan PPAT.
2. Persiapan pembuatan Akta Jual Beli. a. Sebelum membuat Akta Jual Beli PPAT harus melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertipikat ke Kantor Pertanahan terkait. b. Penjual harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) apabila harga jual tanah diatas Rp. 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) yang dapat disetorkan di bank persepsi atau kantor pos yang ditunjuk.
3. Pembuatan Akta Jual Beli. a. Pembuatan Akta Jual Beli harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis. b. Pembuatan Akta Jual Beli harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. c. PPAT wajib membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta tersebut. d. Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi serta PPAT. e. Akta dibuat 2 (dua) lembar, 1 (satu) lembar disimpan di kantor PPAT dan 1 (satu) lembar disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran balik nama. f. Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
66
4.
Proses balik nama di Kantor Pertanahan. Setelah membuat Akta Jual Beli, PPAT kemudian menyerahkan berkas Akta Jual Beli ke Kantor Pertanahan untuk keperluan balik nama sertipikat selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut. Berkas yang diserahkan meliputi : - Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli - Akta Jual Beli - Sertipikat hak atas tanah yang asli - Surat Kuasa apabila dikuasakan dan KTP penerima kuasa. - KTP Penjual dan pembeli - Bukti PPh - Bukti BPHTB - Surat Pernyataan pemilikan tanah - Akta Pendirian dan Akta Perubahan untuk Badan Hukum Setelah permohonan dan kelengkapan berkas disampaikan ke
Kantor Pertanahan, baik oleh pembeli sendiri atau PPAT atas kuasa dari pembeli, maka Kantor Pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada pemohon. Selanjutnya petugas pelaksana akan memproses berkas permohonan tersebut dengan meneliti kebenaran dan kelengakapan berkas, yang kemudian dilakukan pembukuan dan pencatatan nama pemegang hak yang lama, nama pemegang hak yang baru, jenis hak, luas tanah, letak tanah, nama PPAT dalam Daftar Isian dengan data base pada komputer yang telah diprogram sesuai dengan jenis kegiatan pendaftaran tanah. Kemudian petugas akan memberikan kode tertentu atau paraf pada berkas permohonan sebagai tanda bahwa telah dilakukan proses peralihan hak atas tanah. Kemudian akan dilakukan pencoretan atas nama pemegang hak lama untuk kemudian diubah dengan nama pemegang hak yang baru yang diketahui oleh Kepala Seksi Bidang Hak Atas Tanah dan pendaftaran Tanah.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
67
Nama pemegang hak yang lama dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam serta diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Nama pemegang hak yang baru ditulis pada halaman dan kolom yang tersedia pada buku tanah dengan dibubuhi tanggal pencatatan serta ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu 14 (empat belas) hari pembeli dapat mengambil sertipikat yang sudah atas nama penerima hak di Kantor Pertanahan tersebut.64 Pemegang hak atas tanah yang baru menyimpan bukti perolehan hak atas tanah dalam sertipikat tanda bukti hak yang dipegangnya, dimana dalam buku tanah sertipikat hak atas tanah telah tercantum nama pemegang hak yang baru, tanggal lahir pemegang hak, nomor dan tanggal pembukuan, serta nama PPAT yang membuat akta tersebut. Kegiatan proses peralihan hak atas tanah dan pencatatan peralihan hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundangundangan yang mengaturnya tersebut, akan tergambar dengan jelas betapa pentingnya setiap orang harus memperlengkapi diri dengan dokumen identitas dengan benar.
4.4 Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah harus selalu dilakukan setelah diselesaikannya proses pendaftaran peralihan hak ataupun pembaharuan hak atau juga berbagai jenis pendaftaran tanah lainnya. Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan perubahanperubahan yang terjadi kemudian.65 Pasal 36 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa pemeliharaan data pendaftaran tanah 64
Kian Goenawan, Panduan Mengurus Izin Tanah & Properti, ( Yogyakarta: Pustaka Grhatama )
hal. 82. 65
Ibid, hal. 29.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
68
dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Hal-hal yang termasuk kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, antara lain : 1. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak 2. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah Perubahan data fisik dapat terjadi apabila dilakukan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan atas bidang-bidang tanah yang sudah didaftarkan, sedangkan perubahan data yuridis dapat terjadi antara lain apabila dilakukan pembebanan atau pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah terdaftar. Jika terjadi perubahan-perubahan seperti itu maka pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahanperubahan tersebut dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah. Sebagaimana halnya dalam tugas pokok PPAT yaitu melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh suatu perbuatan hukum tertentu.66 Perbuatan hukum yang dimaksud adalah jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik, pembebanan Hak Tanggungan, dan lain sebagainya. Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah, oleh karena itu wajib dibuat secara benar sesuai dengan petunjuk dan ketentuan yang berlaku dan dengan teliti sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran dan pembebanan hak yang bersangkutan. Dengan demikian PPAT bertanggungjawab untuk memeriksa syarat-syarat dalam sahnya suatu perbuatan hukum tertentu, seperti mencocokkan data yang terdapat dalam sertipikat dengan daftardaftar yang ada di Kantor Pertanahan. 66
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP
No. 37 Tahun 1998, LN No. 52 Tahun 1998, TLN 3746, pasal 2 ayat 1.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
69
Sistem publikasi yang digunakan dalam pendaftaran tanah yang juga merupakan bagian dari kegiatan dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah yaitu sistem negatif yang mengandung unsur positif, sebab dalam sistem publikasi positif menggunakan sistem pendaftaran hak yang memerlukan buku register atau buku tanah sebagai penyimpanan dan penyajian data yuridis. Sedangkan publikasi negatif lebih mengutamakan sahnya suatu perbuatan hukum yang dilakukan seperti pemindahan hak dan bukan bentuk pendaftarannya.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Beberapa perihal yang dapat disimpulkan sebagai ulasan dari pokok permasalahan, yaitu : 1.
Jual beli atas tanah telah dianggap sah apabila dipenuhi syarat materilnya yaitu pihak pembeli memenuhi syarat sebagai pihak yang akan memperoleh hak atas tanah, pihak penjual adalah sebagai pemilik tanah yang akan dijual, obyek hak tersebut tidak dalam keadaan sengketa, pemblokiran, penyitaan, atau sebagai Hak Tanggungan. Selain hal tersebut ada beberapa ketentuan yang terkait dengan sahnya suatu perbuatan hukum peralihan hak jual beli antara lain : a.
Adanya kecakapan dan kewenangan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan.
b.
Dipenuhinya syarat oleh penerima hak untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang akan diperolehnya.
c.
Persetujuan bersama untuk melakukan perbuatan hukum.
d.
Dipenuhinya syarat terang, tunai dan riil bagi perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan.
2.
Sertipikat Hak Guna Bangunan yang sudah berakhir masa berlakunya apabila akan dipergunakan sebagai alas hak dalam jual beli atas tanah, maka harus dilakukan permohonan terhadap sertipikat tersebut dengan dua jenis permohonan. Sebelum melakukan permohonan peralihan hak jual beli, terlebih dahulu harus dilakukan permohonan pembaharuan hak atas sertipikat Hak Guna Bangunan tersebut oleh pihak penjual, agar sertipikat Hak Guna Bangunan itu dapat diakui kembali. Kemudian setelah memperoleh sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah diperbaharui dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan, selanjutnya pihak pembeli dapat mengajukan Universitas Indonesia
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
71
permohonan pembuatan Akta Jual Beli kepada PPAT sebagai tanda bukti telah dilakukan jual beli tanah. Akta Jual Beli tersebut dipergunakan sebagai dasar mengajukan permohonan proses balik nama sertipikat hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan. Beberapa dokumen permohonan diperiksa dan diteliti kembali oleh petugas dengan melihat dokumen warkah yang tersimpan di Kantor Pertanahan guna mengetahui ada atau tidaknya catatan blokir atau sita atas sertipikat tersebut. Permohonan tersebut dicatat dan dibukukan dalam daftar isian perubahan data pendaftaran tanah dan dilakukan pencoretan nama pemegang hak yang lama untuk diganti dengan nama pemegang hak yang baru serta diberikan penomoran daftar isian pada sertipikat dengan diketahui oleh Kepala Sub Seksi Peralihan Hak dan Pembebanan Hak, Kepala Seksi Hak Atas Tanah, dan Kepala Kantor Pertanahan. Setelah proses balik nama sertipikat selesai, maka pemohon atau pihak pembeli hanya akan diberikan sertipikat hak atas tanah, sedangkan dokumen asli lainnya disimpan di Kantor Pertanahan dalam bentuk warkah.
5.2
Saran Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pihak pembeli apabila jual beli atas tanah dengan sertipikat Hak Guna Bangunan, maka harus selalu memperhatikan jangka waktu berakhirnya hak tersebut. Pihak penjual berkewajiban melakukan pembaharuan hak jika ternyata sertipikat itu telah habis masa berlakunya. Dalam melakukan jual beli tanah sebaiknya pihak pembeli tidak mengabaikan proses balik nama sertipikat hak atas tanah, karena pihak pembeli menganggap bahwa jual beli atas tanah hanya sebatas sampai pada diperolehnya Akta Jual Beli dari PPAT. Apabila pihak pembeli tidak melakukan proses balik nama sertipikat pada saat itu, maka akan dimungkinkan adanya hambatan-hambatan dalam permohonan balik nama tersebut dikemudian hari yang dikarenakan oleh peraturan-peraturan baru
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
72
yang diberlakukan dan dikwatirkan pihak penjual sudah tidak diketahui keberadaannya sehingga sulit untuk memperoleh dokumen yang diperlukan dari pihak penjual, selain itu dikwatirkan juga apabila para pihak sudah merupakan ahli waris, maka perlu adanya permohonan balik nama waris yang pada akhirnya akan memperlambat proses balik nama sertipikat dan membutuhkan tambahan biaya permohonan tersebut.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
73
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku Ahmadi, Wiratni, “ Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah Dengan Kebijakan Pertanahan di Indonesia “ Bandung : PT. Refika Aditama, 2006. Cet.1 Nopember. Amiruddin, H. Zaenal Asikin, “ Pengantar Metode Penelitian Hukum “ Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Januari 2003. Bakri, Muhammad, “ Hak Menguasai Tanah Oleh Negara “ (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria) Cet.1 Yogyakarta : Citra Media, Februari 2007. Goenawan, Kian, “ Panduan Mengurus Izin Tanah & Properti “ Yogyakarta : Pustaka Grhatama, 2008. Harahap, Yahya, “ Hukum Acara Perdata “ Jakarta : Sinar Grafika, 2005. Harsono, Boedi, “ Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional “ Jakarta : Universitas Trisakti, Nopember 2007. ---------------------------, “ Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya “ Jakarta : Djambatan, 2003. ---------------------------, “Hukum Agraria Indonesia Himpunan PeraturanPeraturan Hukum Tanah “ Jakarta : Djambatan, 2002. Hasbullah, Frieda Husni, “ Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak Yang memberi Kenikmatan “ Jakarta : Ind-hill, 2002 Hutagalung, Arie Sukanti, Prof., Markus Gunawan, “ Kewenangan Pemerintah diBidang Pertanahan “ Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Isnur, Eko Yulian, “ Tata Cara Mengurus Surat-Surat Rumah dan Tanah “ Yogyakarta : Yustisia, 2008. Muljadi, Kartini, Gunawan Widjaja “ Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik Dalam Sudut Pandang KUHPerdata “ Jakarta: Kencana, 2004. Muljadi, Kartini, Gunawan Widjaja “ Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian “ Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Murad, Rusmadi, “ Administrasi Pertanahan Pelaksanaannya Dalam Praktek “ Bandung : Mandar Maju, Cet. 1, 2008.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
74
Noor, Aslan, “ Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Hak Asasi Manusia “ Bandung : Mandar Maju, 2006. Pamungkas, Bani, “ Hak Anda dan Pelayanan Publik di Bidang Tanah dan Bangunan “ Jakarta : Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, 2002. Parlindungan, “ Pendaftaran Tanah di Indonesia “ Bandung : Mandar Maju, 1999. Parlindungan, “ Berakhirnya Hak-Hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA “ Bandung : Mandar Maju, 2008. Tim Pustaka Yustisia, “ Pokok-Pokok Hukum Agraria “ Cet. Pertama, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2007. Santoso, Budi “ Investasi Tanah dan Rumah “ Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, Januari 2004. Santoso, Urip., “ Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah “ Jakarta : Kencana, 2006. Sinaga, Sahat HMT “ Jual Beli Tanah dan Pencatatan Peralihan Hak “ Cet. 1 Bandung : Pustaka Sutra, Oktober 2007. Sitorus, Oloan, HM Zaki Sierad “ Hukum Agraria di Indonesia Konsep Dasar dan Implementasi “ Yogyakarta : Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2006. Soekanto, Soerjono “ Hukum Adat Indonesia “ Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008. -------------------------, Pengantar Penelitian Hukum, Depok : UI, 2006. -------------------------, Perihal Kaedah Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993. Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif “ Suatu Tinjauan Singkat ”, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006. Soemitro, Rami Hanitijo, “ Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri “ Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990. Suharnoko, “ Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus “ Jakarta : Kencana, 2004. Cet. 3. Supardi, Eddy, “ Panduan Pelatihan Perpajakan Terapan Brevat A&B “ Bogor : IPB, 2007.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
75
Sutedi, Adrian, “ Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya “ Jakarta : Sinar Grafika, 2007. Vollmar, H.F.A., “ Hukum Benda “ Bandung : Tarsito, 1980. Wahid, Mochtar, “ Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah Suatu Analisis Dengan Pendekatan Terpadu Secara Normatif “ Jakarta : Republika, 2008.
Artikel Iptek Pertanahan “ Kajian Informasi Data Pertanahan “, Puslitbang BPN RI. Jurnal Ilmiah “ Hasil-hasil Penelitian Pertanahan “, Edisi No. 3/Januari 1997, Puslitbang BPN RI.
Peraturan Perundang-undangan Keppres No.32/1979 tentang Pokok kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak Barat. Peraturan-peraturan Agraria Yang Berhubungan Dengan Masalah Konversi Hakhak Atas Tanah Depdagri Dirjen Agraria. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Indonesia Undang-Undang Pokok Agraria. UU No. 5 Tahun 1960. Indonesia Undang-Undang tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. UU No. 21 Tahun 1997. Indonesia Undang-Undang tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. UU No. 20 Tahun 2000. Yurisprudensi Indonesia tentang Hukum Agraria Jilid I.
Universitas Indonesia Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011
Peralihan hak ..., Widi Astuti, FH UI, 2011