UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
LULU SOLIHAH, S.Far. 1206329783
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
i Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
LULU SOLIHAH, S.Far. 1206329781
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
ii Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jalan Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan Periode 2 September – 25 Oktober 2013. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian mengenai pelayanan farmasi di rumah sakit sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok. Pada penyelesaian penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mengarahkan, yaitu kepada: 1.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas izin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt sebagai Pejabat Sementara Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.
3.
Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4. Dr. Retnosari Andrajati, M.Si, Ph.D., Apt selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini. 5. Dra. Setianti Haryani, M.Farm., Apt selaku Pembimbing I atas waktu, bantuan serta bimbingan rutin selama berlangsungnya PKPA.
v Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
6. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt selaku Pembimbing tugas umum, atas waktu, bantuan dan bimbingan selama PKPA. 7. Seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Fatmawati yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) 8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 9. Keluarga penulis atas dukungan doa, semangat dan materi yang tak pernah putus. 10. Teman-teman apoteker UI 77, khususnya kelompok PKPA Fatmawati yang telah menjadi tim yang kompak dalam menjalani hari-hari PKPA. Serta teman-teman peserta PKPA dari Universitas Pancasila, ISTN, UNTAG dan UBAYA. 11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini menjadi amal ibadah yang dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pihak yang membacanya.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita
bimbingan dan balasan kebaikan atas amal ibadah kita. Amin.
Penulis
2014
vi Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Lulu Solihah, S. Far : 1206329783 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta Periode 2 September – 25 Oktober 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan di RSUP Fatmawati bertujuan agar mahasiswa calon apoteker dapat memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Tim Farmasi dan Terapi, memberi gambaran mengenai hal-hal terkait Farmasi Rumah Sakit dan mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari yang terkait dengan praktek di rumah sakit. Tugas khusus yang diberikan berjudul Gambaran Penggunaan Obat Pasien Geriatri di lantai 5 dan 6 Gedung Professor Soelarto RSUP Fatmawati. Tugas khusus ini bertujuan untuk medapatkan gambaran penggunaan obat pasien geriatri yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Professor Soelarto dari tanggal 2-25 Oktober 2013.
Kata kunci : RSUP Fatmawati, Gambaran penggunaan obat, Pasien geriatri Tugas umum : xii + 99 halaman; 16 lampiran Tugas khusus : v + 38 halaman; 2 tabel; 14 gambar; 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 12 (2003 - 2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 12 (1996 - 2013)
viii Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name NPM Program Study Title
: Lulu Solihah, S.Far : 1206329783 : Apothecary profession : Apothecary Internship Program at General Public Fatmawati Hospital Jakarta Period September 2nd October 25th 2013
Apothecary Internship Program at General Public Fatmawati Hospital was held so that student can understand the roles and responsibilities of pharmacist that takes place in hospital pharmaceutical installation and Pharmacists and Medic Team, and gaining knowledge into everything related Hospital Pharmacy and applied the knowledge that related Hospital Pharmacy Practices. Special assignmen was given by title Drug Use Study of Geriatric Patient at 5th and 6th floor of Professor Soelarto Building of RSUP Fatmawati. The aim of this special assignment was to obtain an overview of drug use by geriatric patients that hospitalized in 5th and 6th floor of Professor Soelarto Building from 2nd October to 25th October 2013 Keywords
: General Hospital Center Fatmawati, Drug use study, Geriatric patient General Assignment : xii + 99 pages; 16 appendices Specific Assignment : v + 38 pages, 2 tables, 14 pictures; 1 appendic Bibliography of General Assignment: 12 (2003 - 2013) Bibliography of Specific Assignment: 12 (1996 - 2013)
ix Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................... KATA PENGANTAR......................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...................... ABSTRAK............................................................................................................ ABSTRACT.......................................................................................................... DAFTAR ISI........................................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
ii iii iv v vii viii ix x xii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1 Latar Belakang................................................................................. 1.2 Tujuan ..............................................................................................
1 1 3
BAB 2. TINJAUAN UMUM ............................................................................ 2.1 Definisi Rumah Sakit..................................................................... 2.2 Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit ................................................... 2.3 Klasifikasi Rumah Sakit................................................................ 2.3.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan ............................................ 2.3.2 Berdasarkan Pengelolaan .................................................. 2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati............................ 2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati ................................. 2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati ......................................... 2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati ................................................... 2.6 Visi dan Misi .................................................................................. 2.6.1 Motto dan Falsafah ............................................................. 2.6.2 Nilai .................................................................................... 2.6.3 Tujuan...................................................................................
4 4 4 4 4 6 6 8 8 8 8 9 9 10
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS........................................................... .............. 3.1 Instalasi Farmasi ............................................................................. 3.1.1 Bagan Organisasi .................................................................. 3.1.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan FRS ......................... 3.1.3 Analisa Kebutuhan Tenaga ................................................... 3.1.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ........................................... 3.1.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alkes 3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati................................................ 3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi ........................... 3.2.2 Visi Instalasi Farmasi ............................................................. 3.2.3 Misi Instalasi Farmasi ............................................................. 3.2.4 Tujuan Instalasi Farmasi ......................................................... 3.2.5 Nilai – nilai Instalasi Farmasi .................................................. 3.2.6 Kegiatan Farmasi Klinik ...........................................................
11 11 11 11 12 13 15 16 17 18 18 18 19 19
x Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
3.2.7 Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi ........................................... 30 3.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati................................... 55 BAB 4. PEMBAHASAN ..................................................................................
57
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 5.2 Saran ...............................................................................................
80 80 80
DAFTAR ACUAN ............................................................................................. LAMPIRAN.......................................................................................................
82 84
xi Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Struktur Organisasi RSUP Fatmawati.......................................
84
Lampiran 2
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati........
85
Lampiran 3
Alur Pengkajian Resep.................................................................
86
Lampiran 4
Alur Pemantauan Efek Samping Obat.........................................
87
Lampiran 5
Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat.................................
88
Lampiran 6
Alur Penyimpanan Resep dan Arsip .......................................
89
Lampiran 7
Alur Pemusnahan Resep dan Arsip ...........................................
90
Lampiran 8
Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi.........................................
91
Lampiran 9
Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima .....
92
Lampiran 10 Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik ..................................
93
Lampiran 11 Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap
94
Lampiran 12 Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual Prescription..................................................................................
95
Lampiran 13 Alur Pelayanan Resep di Depo Askes ......................................
96
Lampiran 14 Alur Distribusi Obat secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ......................................................................... Lampiran 15
97
Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral...........................................................
Lampiran 16 Alur Program Pelayanan Informasi Obat...................................
xii Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
98 99
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ditegaskan dalam UU No. 36 Tahun 2009, kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Upaya kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meingkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam
bentuk
pencegahan
penyakit,
peingkatan
kesehatan,
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan promotif, kuratif dan rehabilitatif diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dalam UU. No 44 tahun 2009 tertulis, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Dalam keberlangsungannya sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, suatu rumah sakit membutuhkan sediaan farmasi serta alat kesehatan yang bermutu, 1
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
bermanfaat, aman dan terjangkau. Adanya bagian kefarmasian merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh rumah sakit. Yang dimaksud dengan "instalasi farmasi" dalam penjelasan UU. No. 44 Tahun 2009 adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit. Dalam PP 51 tahun 2009 disebutkan bahwa untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan yaitu tenaga kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker di rumah sakit merupakan salah satu sumber daya manusia yang mendukung serta terlibat dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan, maka setiap calon Apoteker harus meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan keahlian di bidang kefarmasian sehingga calon apoteker setidaknya mempunyai bekal untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional. Sesuai dengan Pasal 5 butir c dan d, fungsi rumah sakit adalah melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Oleh karena itu pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta karena RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pemerintah yang dapat memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian diseluruh disiplin ilmu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
3
1.2
Tujuan Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah
sebagai berikut : a. Calon Apoteker memahami peran dan tanggung jawab apoteker pada tiap bagian yang melibatkan Apoteker di RSUP Fatmawati diantaranya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), dan Tim Farmasi dan Terapi (TFT). b. Memberi gambaran pada calon Apoteker tentang hal-hal terkait Farmasi Rumah Sakit sehingga calon Apoteker mempunyai bekal untuk bertindak sesuai dengan kode etik dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan rumah sakit. c. Mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah dipelajari secara teoritis berkenaan dengan praktek di rumah sakit oleh calon Apoteker.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Definisi Rumah Sakit Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.2
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (UU RI No. 44/2009) Rumah
sakit
mempunyai
tugas
memberikan
pelayanan
kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3
Klasifikasi Rumah Sakit Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009, rumah sakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya. 2.3.1 Berdasarkan jenis pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
4
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5
2.3.1.1 Rumah Sakit Umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri dari: a. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) subspesialis. b. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik. d. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar. 2.3.1.2 Rumah Sakit Khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas : a. Rumah Sakit Khusus Kelas A Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
6
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas
dan
kemampuan
paling
sedikit
pelayanan
medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas. c. Rumah Sakit Khusus Kelas C Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.
2.3.2 Berdasarkan pengelolaan Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat. 2.3.2.1 Rumah Sakit Publik Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat. 2.3.2.2 Rumah sakit privat Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2.4
Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari
gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dengan dana yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu Soekarno.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
7
Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya pada tahun 1984 RSU Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan. Dalam perkembangan Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun 1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No.27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara
Bukan Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati
ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.117 tahun 2000
tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada
tanggal
11
Agustus
2005
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Dalam penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit, tahun 1997 RS Fatmawati memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat
Lanjut untuk 12
pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan Unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan No.424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001 : 2007 dan saat ini (Mei 2013) sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI (Joint Commission International).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
8
2.5
Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati
2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan
serta
melaksanakan
upaya
rujukan
dan
menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan, dan penelitian.
2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan: a. Pelayanan medis b. Pelayanan penunjang medis dan non medis c. Pelayanan dan asuhan keperawatan d. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit e. Pelayanan rujukan f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan g. Penelitian dan pengembangan h. Administrasi umum dan keuangan 2.6
Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,
paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP Fatmawati Nomor: HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan, paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan: a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap; b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care) serta tuntas; c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini; d. Menjangkau seluruh lapisan masyarakat; dan e. Berorientasi kepada para pelanggan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
9
Misi dari RSUP Fatmawati adalah: a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis. b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta berdaya saing tinggi. d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini. e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya manusia.
2.6.1
Motto dan Falsafah Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami” sedangkan
falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah: a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan
2.6.2 Nilai Nilai yang diterapkan di
RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif, dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas. 2.6.2.1 Jujur Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas. 2.6.2.2 Profesional Melaksanakan
tugas
sesuai
dengan
kompetensi
(pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan peka budaya). 2.6.2.3 Komunikatif Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
10
2.6.2.4 Ikhlas Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. 2.6.2.5 Peduli Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
2.6.3 Tujuan Tujuan RSUP Fatmawati adalah: a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi kaidah keselamatan pasien (patient safety) b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas
bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian. d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan pelanggan. e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya manusia rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1
Instalasi Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit
atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2003).
3.1.1
Bagan organisasi Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi,
kewenangan,
dan
fungsi.
Kerangka
organisasi
minimal
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan selalu harus dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.1.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit 3.1.2.1 Panitia Farmasi dan Terapi Panitia Farmasi dan Terapi merupakan badan yang membantu pimpinan rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang obat dan penggunaan obat di rumah sakit. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi sekurang - kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang yaitu dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari tiga orang yang mewakili semua staf medik fungsional 11
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
12
yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan obat yang diterima/ disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan. 3.1.2.2 Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya. 3.1.2.3 Panitia lain yang terkait dengan tugas farmasi rumah sakit Apoteker juga berperan dalam tim/panitia yang menyangkut dengan pengobatan antara lain: a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri c. Tim penanggulangan AIDS d. Tim transplantasi e. Tim PKMRS, dan lain - lain. 3.1.3
Analisa kebutuhan tenaga
3.1.3.1 Jenis ketenagaan a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, sarjana farmasi, dan asisten apoteker (AMF, SMF) b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer atau teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi c. Pembantu pelaksana 3.1.3.2 Beban kerja Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu: a. Kapasitas tempat tidur dan BOR b. Jumlah resep atau formulir per hari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
13
c. Volume perbekalan farmasi d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian rawat inap) 3.1.3.3 Jenis pelayanan a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat) b. Pelayanan rawat inap intensif c. Pelayanan rawat inap d. Pelayanan rawat jalan e. Penyimpanan dan pendistribusian f. Produksi obat
3.1.4
Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaam perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan
dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. 3.1.4.1 Pemilihan Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standardisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan pada transaksi pembelian. 3.1.4.2 Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar - dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain metode konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
14
metodekombinasi
konsumsi
dan
mobirditas.
Metode
konsumsi
dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. 3.1.4.3 Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan farmasi, maupun sumbangan atau droping atau hibah. 3.1.4.4 Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. 3.1.4.5 Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi (penitipan barang dari pemilik kepada suatu pihak untuk dijualkan) atau sumbangan. 3.1.4.6 Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. 3.1.4.7 Pendistribusian Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. a. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
15
b. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotik rumah sakit. c. Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh: 1) Apotik rumah sakit/ satelit farmasi yang dibuka 24 jam 2) Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi
3.1.5
Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan Merupakan pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam
menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain: 3.1.5.1 Pengkajian resep Kegiatan
dalam
pelayanan
kefarmasian
yang
dimulai
dari
seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. 3.1.5.2 Dispensing Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/ meracik obat, memberikan label/ etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. 3.1.5.3 Pemantauan dan pelaporan efek samping obat Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
16
yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. 3.1.5.4 Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. 3.1.5.5 Konseling Konseling
merupakan
suatu
proses
yang
sistematik
untuk
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. 3.1.5.6 Pemantauan kadar obat dalam darah Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit. 3.1.5.7 Ronde atau visite Ronde atau visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. 3.1.5.8 Pengkajian penggunaan obat Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. 3.2
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) satu-
satunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan farmasi dengan sistem satu pintu. Instalasi Farmasi berkedudukan di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan
Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan satu orang Wakil Kepala Instalasi yang membawahi 15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu: a. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3) b. Penyelia Depo Askes Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
17
c. Penyelia Depo IGD dan IRI d. Penyelia Depo IBS e. Penyelia Depo Teratai - IRNA A f. Penyelia Depo Teratai - IRNA B g. Penyelia Depo Griya Husada h. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto i. Penyelia Gudang Farmasi j. Penyelia Produksi Farmasi k. Penyelia Sistem Informasi l. Penyelia Distribusi dan Penerimaan m. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi n. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan o. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.
3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi Tugas Pokok Instalasi Farmasi adalah: a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati. b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. d. Turut serta
menyelenggarakan
kegiatan
pendidikan
dan
pelatihan
kefarmasian di RSUP Fatmawati. e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat. f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
18
Fungsi instalasi farmasi adalah: a. Melaksanakan
koordinasi
dan
kerjasama
dalam
pelaksanaan
tugas
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati dengan pihak - pihak terkait. b. Melaksanakan
pengawasan
mutu
pelayanan
kefarmasian
di
RSUP
Fatmawati. c. Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
3.2.2
Visi Instalasi Farmasi Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,
Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia.”
3.2.3
Misi Instalasi Farmasi Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien. b. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP Fatmawati. c. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan efisien. d. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang orthopedi dan rehabilitasi medik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
19
3.2.4
Tujuan Instalasi Farmasi Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Menjamin
pelayanan
farmasi
rumah
sakit
yang
profesional
dan
bertanggung jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit. b. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien. c. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh masyarakat rumah sakit. d. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari pelayanan farmasi. e. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit, masyarakat, serta lingkungan. f. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan pelatihan. g. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi pelayanan. h. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.
3.2.5
Nilai - nilai Instalasi Farmasi Nilai - nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Profesional b. Benar dan aman (safety) c. Penuh tanggung jawab d. Jujur e. Ramah dan peduli (care)
3.2.6
Kegiatan Farmasi Klinik
3.2.6.1 Pengkajian Resep Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan skrining resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
20
administratif, farmasetis dan klinis. Pengkajian peresepanobat dilakukan terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan “Resep atau Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien. Untuk resep yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Prosedur: a. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan: 1) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal dari RSUP Fatmawati 2) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan RSUP Fatmawati b. Pelaksanaan skrining resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi untuk menilai kelengkapan: 1) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak: a) Nama dokter b) Tanggal penulisan resep c) Tanda tangan / paraf dokter penulis resep d) Nomor rekam medik pasien e) Nama pasien f) Umur pasien g) Jenis kelamin pasien h) Berat badan pasien i) Nama obat j) Jumlah yang diminta dalam resep obat k) Aturan pemakaian obat 2) Persyaratan Farmasetis dengan menilai: a) Bentuk sediaan b) Kekuatan sediaan c) Kompatibilitas / ketercampuran farmasetis d) Stabilitas sediaan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
21
e) Cara penyimpanan obat 3) Persyaratan Klinis dengan menilai: a) Indikasi obat b) Riwayat alergi obat c) Duplikasi pengobatan d) Interaksi obat dengan obat e) Interaksi obat dengan makanan f) Kontra indikasi obat g) Biaya obat c. Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan dokter penulis resep 1) Untuk konfirmasi bila ditemukan a) Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep b) Ketidaklengkapan pada aspek farmasetis resep c) Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep d) Resep tidak terbaca e) Obat tidak tersedia f) Temuan masalah resep lainnya 2) Klarifikasi dan problem solving a) Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep b) Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan dengan komunikasi melalui telepon d. Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep. e. Pelaksanaan penandaan resep yang telah di skrining oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan: 1) Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi” pada resep pasien. 2) Penandaan cap stempel HETIP yaitu: a) Harga (billing) Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
22
b) Etiket c) Timbang d) Isi e) Penyerahan dan pemeriksaan 3) Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat diklarifikasi kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user (pemilik resep)
3.2.6.2 Pengkajian penggunaan obat Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian penggunaan obat adalah: a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/ dokter tertentu. b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/ dokter satu dengan yang lain. c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik. d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian penggunaan obat antara lain: a. Indikator peresepan b. Indikator pelayanan c. Indikator fasilitas Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat secara prospektif merupakan kegiatan penilaian (assessment) terhadap pengobatan pasien selama pasien menjalani pengobatan. Kegiatan pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan dengan mengumpulkan data dari catatan rekam medik pasien pada periode tertentu. Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
23
(SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan dilakukan oleh apoteker dengan menilai adanya potensial drug related problem (DRP), yaitu: a. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa b. Ketepatan pemilihan obat c. Dosis terlalu tinggi d. Dosis terlalu rendah e. Efek samping obat f. Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan uji laboratorium. g. Ketidakpatuhan pasien, misalnya karena obat tidak tersedia, pasien tidak mampu mendapatkan obat yang diinginkan, pasien tidak bisa menelan obat, pasien tidak mengerti instruksi pemberian obat, pasien lebih suka tidak mendapatkan pengobatan atau pasien lupa dalam pengobatan. h. Pasien menerima terapi obat yang tidak diperlukan Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati b. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) c. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan untuk evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang telah memenuhi persyaratan, akan
diberikan
“penanda”
berupa
stempel
keterangan “Resep atau Obat telah di review Farmasi” pada Rekam Medik (RM) pasien. Untuk obat yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep pada Lampiran 3.
3.2.6.3 Visite Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan obat, namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien (pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
24
lingkup rumah sakit. Apoteker rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien untuk memastikan bahwa pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah pengobatan yang rasional. Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite sebagai salah satu aktivitasnya. Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk: a. Meningkatkan
pemahaman
mengenai
riwayat
pengobatan
pasien,
perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif b. Memberikan informasi mengenai farmakologi farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan minimal: patofisiologi, terminologi medik, farmakokinetika,
farmakologi,
farmakoterapi,
farmakoekonomi,
farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan data penunjang diagnostik lainnya. Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang
harus dipertimbangkan
adalah
jumlah
sumber
daya
manusia
(apoteker). Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut: a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama); b. Pasien dalam perawatan intensif; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
25
c. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat; d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal; e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin; f. Pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit akan berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan pelayanan visite maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan pasien atau keluarga. Setelah informasi didapatkan maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat. Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien dengan terapi obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi). Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau bersama dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi. Kegiatan visite mandiri dimulai dengan melakukan perkenalan diri kepada pasien, mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasein setelah itu apoteker mengidentifikasi masalah lalu memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait
penggunaan
obat.
Untuk
kegiatan
visite
tim
dimulai
dengan
memperkenalkan diri kepada pasien dan atau tim, mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang disampaikan, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dan melakukan pemantauan efektivitas serta keamanan penggunaan obat. Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan adalah melakukan dokumentasi yang bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan kredibilitas, sebagai dasar untuk evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan serta sebagai materi pendidikan dan penelitian kegiatan. a. Monitoring efek samping obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
26
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat, pada dosis lazim untuk manusia, yang merugikan atau tidak diharapkan untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor resiko. Adanya efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan penderitaan, lama perawatan serta kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat pada Lampiran 4. MESO berguna bagi badan pengawas obat, perusahaan obat dan juga akademisi. Tujuan diadakannya MESO diantaranya adalah : 1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang 2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang baik yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan. 3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat 4) Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan 5) Membuat peraturan yang sesuai 6) Memberi peringatan pada masyarakat umum bila dibutuhkan 7) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : 1) Laporan insidentil Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau laporan kasus di majalah. 2) Laporan sukarela Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat 3) Laporan intensif di RS. Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim. 4) Laporan wajib Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
27
Adalah peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek samping obat di tempat tugas atau praktek sehari-hari. 5) Laporan lewat catatan medik Data yang dikumpul melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima. b. Pelayanan informasi obat Menurut
keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit serta untuk membuat kebijakan – kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah: 1) Rumah sakit dengan kapasitas 200 tempat tidur
: 20 m2
2) Rumah sakit dengan kapasitas 400 – 600 tempat tidur
: 40 m2
3) Rumah sakit dengan kapasitas 1300 tempat tidur
: 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan atau sumber referensi yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip dan kartu arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah : 1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. 2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. 3) Membuat buletin, leaflet serta label obat. 4) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi
dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
28
5) Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. 6) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. 7) Mengkoordinasi
penelitian
tentang obat
dan
kegiatan
pelayanan
kefarmasian. c. Monitoring interaksi obat Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati meliputi tata cara melakukan pemantauan serta pencegahan terhadap interaksi antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan oleh pasien di rawat inap RSUP Fatmawati. Kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan tahapan dari proses penilaian interaksi obat hingga pemberian rekomendasi penanggulangan interaksi obat kepada dokter penanggung jawab pasien. Pada saat mengevaluasi interaksi obat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah level signifikan dari interaksi yang sedang atau akan terjadi. Beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan adalah : 1) Penggantian dengan obat yang lebih aman. 2) Pengaturan jadwal penggunaan. 3) Penurunan dosis obat. 4) Pemberian antidot/ pramedikasi sebelum penggunaan obat. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO yang ada dapat dilihat pada Lampiran 5.
3.6.2.4 Konseling obat Konseling obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman bagi pasien tentang pengobatan yang mereka gunakan serta untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien berkaitan dengan penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara dalam pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
29
jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konsultasi obat atau pelayanan informasi obat (PIO). Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker pada pasien dengan kriteria: a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker. b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker. c. Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya: a. Pasien dengan rujukan dokter untuk berkonsultasi dengan apoteker. b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker. c. Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti: 1) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi). 2) Pasien dengan pengobatan kronis. 3) Pasien dengan riwayat alergi. 4) Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi. 5) Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi, pengobatan HIV/ AIDS, pengobatan Tuberkulosis. Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat oleh apoteker dengan tahapan berikut: a. Perkenalan. b. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya. c. Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
30
terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung. d. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan. e. Penutup.
3.6.2.5 Edukasi farmasi Program edukasi farmasi adalah rangkaian proses pendidikan dan penyampaian informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien dan masyarakat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman yang benar mengenai obat, terwujudnya kepatuhan terkait dengan penggunaan obat secara benar. Prosedur program edukasi farmasi dilakukan dengan pembuatan jadwal apoteker untuk kegiatan edukasi berdasarkan topik bahasan tentang obat pada tiap bulan oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi. Pelaksanaan sosialisasi kepada petugas yang telah ditentukan namanya dalam jadwal oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan tema edukasi yang telah dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal. Pelaksanaan pengumpulan materi edukasi oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi dalam bentuk power point atau makalah atau lainnya dalam softcopy atau hardcopy dari apoteker pembicara minimal dua hari sebelum pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan edukasi oleh apoteker ditentukan dengan metode: 1. Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab) antara pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal selama 60 menit). 2. Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan sebagai materi evaluasi pelaksanaan kegiatan.
3.2.7
Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi
3.2.7.1 Tata Usaha Farmasi Kegiatan yang dilakukan di Tata Usaha Farmasi adalah seluruh kegiatan administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 2 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
31
penyelia Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan bertanggung jawab dalam pencatatan seluruh surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan dan penyimpanan arsip. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi bertanggung jawab dalam administrasi seluruh pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, dari absensi atau kehadiran sampai cuti dan lembur pagawai. Penyelia Tata Usaha dan SDM juga bertanggung jawab dalam pengurusan klaim untuk seluruh pasien dengan jaminan sosial. Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam lingkup rumah sakit ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan pengiriman surat keluar untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah sebagai berikut: a. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan 1) Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan permintaan barang floor stock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua satuan kerja berdasarkan formulir permintaan barang setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan keuangan dan catatan permintaan obat atau alkes depo farmasi ke gudang farmasi untuk pembuatan laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi. 2) Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat - obat narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo farmasi oleh Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir bulan untuk narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk pembuatan laporan masing-masing penggunaannya. 3) Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik dan non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik di depo - depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan pemantauan penulisan resep obat generik. 4) Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi untuk pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
32
5) Pengambilan data dari catatan lembar resep dan jumlah resep depo farmasi dari pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap (ruangan) di depo - depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan instalasi farmasi. 6) Pengambilan data kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi dari catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi. b. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan. 1) Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi tiap depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan tagihan obat pasien tiap depo farmasi, laporan kegiatan instalasi farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi setiap bulan. 2) Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Kepala Instalasi Farmasi. Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Pemisahan arsip yang akan disimpan oleh Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas: a) Arsip surat masuk, surat keluar, SK Direktur RSUP Fatmawati dan SK Kemenkes. Alur ini dapat dilihat pada lampiran 6 yaitu alur penyimpanan arsip. b) Arsip Kepegawaian yang terdiri dari map masing-masing pegawai Instalasi Farmasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
33
c) Arsip laporan – laporan d) Arsip resep rawat jalan dan rawat inap. Alur penyimpanan resep dapat dilihat pada lampiran 6. e) Arsip catatan kehadiran pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. f) Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. g) Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan. h) Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan. Untuk pemusnahan arsip di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilakukan pada awal tahun untuk arsip laporan dan resep yang berumur lebih dari 3 tahun serta arsip surat masuk dan keluar yang berumur labih dari 5 tahun. Alur pemusnahan resep dan arsip dapat dilihat pada lampiran 7.
3.2.7.2 Gudang Kegiatan yang dilakukan di Gudang Farmasi merupakan proses kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Dalam menjalankan kegiatannya, terdapat empat penyelia di gudang farmasi yaitu: penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan perbekalan farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan dan penyelia sistem informasi farmasi. Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati antara lain: a. Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan dari perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Perencanaan dilakukan setiap bulan yaitu pada tanggal 10-20 tiap bulan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi bulan berikutnya. Perencanaan dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan usulan masing-masing depo farmasi. Dalam metode komsumsi, data yang digunakan adalah analisa penjualan masing-masing depo dan penggunaan obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
34
dan alkes floor stock masing-masing ruangan selama 3 bulan terakhir; terutama 1 bulan sebelumnya, melihat data stok obat yang ada dan anggaran yang tersedia. Perencanaan yang dibuat oleh penyelia gudang farmasi diantaranya adalah perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medik, reagen, bahan baku, dan kebutuhan untuk instalasi radiologi seperti film rontgen. Dasar perencanaan merujuk pada daftar obat dalam formularium, DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) , DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), obat bebas dan generik. Perencanaan yang telah dibuat akan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi b. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui. Tujuan pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Perencanaan yang telah ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi kemudian dikirimkan persetujuan
ke Direksi RSUP Fatmawati untuk mendapatkan
pengadaan. Pertama, perencanaan dikirimkan ke Direktur Medik
dan Keperawatan yang selanjutnya dikirimkan ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur
Utama
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan, data perencanaan disampaikan ke PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran untuk disetujui
dan dikirim
kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada Pejabat Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan harga. Bila perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke ULP untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
35
Kerja (SPK) untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta, dan mengirimkan ke distributor terkait. Alur pengadaan perbekalan farmasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Obat-obat cito dapat diadakan
dengan cara pembelian langsung, syarat
pembelian langsung obat-obat cito adalah kurang dari 20 juta. Pengadaannya dilakukan dengan membuat disposisi untuk meminta persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan untuk menggunakan kas kecil Pejabat Pengadaan Medik, sedangkan bila di luar jam kerja menggunakan kas kecil Duty Manager. Pengadaan obat juga dilakukan untuk obat gratis atau hibah dari pemerintah, yaitu obat HIV, obat TBC dan Metadon. Pengadaan obat-obat ini dilakukan oleh masing-masing penanggung jawab obat pemerintah, berdasarkan laporan pemakaian obat yang disusun setiap bulannya. c. Penerimaan Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai aturan kefarmasian. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat oleh ULP (Unit Layanan Penyedia), tender, konsinyasi atau sumbangan pada. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada pada lampiran 9 yaitu alur penerimaan perbekalan farmasi oleh tim penerima. Prosedur penerimaan perbekalan farmasi ialah sebagai berikut: 1) Perbekalan farmasi yang berasal dari distributor atau rekanan atau rumah sakit atau apotik atau donatur diterima oleh Tim Penerima Barang Medik, selanjutnya diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik untuk obat atau alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat-obat cito yang datang di luar jam kerja, maka diserahkan ke Depo IGD untuk selanjutnya diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medik. 2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
36
a) Faktur perbekalan farmasi; b) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan Surat Pesanan atau SPK; c) Kondisi perbekalan farmasi; d) Jumlah perbekalan farmasi; e) Tanggal kadaluwarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi tertentu (vaksin atau reagensia) dapat kurang dari 2 tahun dengan persetujuan user; f) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin untuk alat kesehatan sedangkan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. 3) Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia Gudang Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim Penerima Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang. 4) Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi yang akan diserahkan ke Bagian Akuntansi. 5) Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi. 6) Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi. d. Penyimpanan Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat (Dirjen Binfar Alkes, 2008). Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi yang dilakukan di RSUP Fatmawati adalah: 1) Pelaksanaan penyimpanan perbekalan farmasi oleh petugas farmasi dengan memperhatikan faktor - faktor sebagai berikut: a) Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan bentuk
sediaan
serta
jenisnya
dan
disusun
secara
alfabetis.
P enyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi RSUP Fatmawati dibedakan menjadi empat ruang besar yakni : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
37
i. Ruang penyimpanan alat kesehatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kegunaan (fungsi) dan ukurannya. ii. Ruang penyimpanan cairan atau elektrolit (infus). Cairan disimpan di ruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat kesehatan. Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet. iii. Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu kestabilan, bentuk sediaan dan alfabetis. iv. Ruang penyimpanan gas medik. Gas medik disimpan di gedung terpisah,
terletak
dibelakang
gedung teratai.
Penyimpanannya
disusun berdasarkan jenis gas medik dan ukurannya. b) Penyusunan perbekalan farmasi i. Penyusunan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In First Out) berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi atau FEFO (First Expired First Out) berdasarkan waktu kadaluwarsa. Metode FIFO dan FEFO akan meletakkan perbekalan farmasi di muka atau di depan perbekalan farmasi yang datang kemudian atau kadaluwarsa lebih lama. ii. Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka penyimpanan memperhatikan sistem FEFO. Perbekalan farmasi yang tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa, maka
penyimpanan
memperhatikan sistem FIFO. iii. Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike) untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama atau pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada rak atau tempat obat diberikan stiker LASA. iv. Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
38
ada kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati - Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah” v. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas. vi. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat diletakkan di lantai menggunakan alas pallet plastik atau kayu untuk menghindari kelembaban. c) Suhu selama penyimpanan i. Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus, alat kesehatan, pembalut, dan gas medik. ii. Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2- 8 oC untuk obat – obat tertentu, produk biologis, dan reagensia yang membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas yang mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”. iii. Sediaan vaksin membutuhkan “pharmaceutical refrigerator” khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati. d) Kelembaban Kelembaban dipantau menggunakan alat termohigrometer atau pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65 % 98 %. e) Cahaya matahari Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung. f) Sirkulasi udara Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan. g) Resiko kebakaran
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
39
Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api Ringan). h) Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya. i) Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi. j) Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada. k) Obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok sesuai jenis, jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat narkotika, yaitu PT. Kimia Farma. Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika: i. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yang sudah dicatat/ dokumentasi dengan ketentuan: i). Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis. ii). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. iii). Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya. iv). Dilengkapi dengan kartu stok. ii. Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman kepada beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut: i). Menurut bentuk sediaan dan jenisnya. ii). Menurut suhu dan kestabilan sediaan: Obat disimpan dalam lemari dingin, yaitu suhu 2 - 8oC Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu 15 - 25oC iii). Menurut sifatnya mudah terbakar iv). Menurut ketahanan terhadap cahaya iii.
Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) atau berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
40
iv.
Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara alfabetis, yaitu berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf “A” dan seterusnya.
v.
Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah keluar, jumlah stok awal, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil.
vi.
Monitoring selama proses penyimpanan dengan melakukan pengecekan fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan dan jumlah stok narkotika dan psikotropika setiap hari.
l) Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert: i.
Penerimaan obat high alert oleh Gudang Farmasi dari distributor melalui Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati.
ii.
Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa nama, jumlah, tanggal kadaluwarsa, dan kondisi fisik obat high alert, serta kondisi penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan.
iii.
Pemberian penanda khusus (sticker) obat
high alert golongan
elektrolit konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan pada kardus terluar obat high alert. iv.
Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok gudang farmasi sebagai penambahan jumlah.
v.
Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya.
vi.
Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode FIFO dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara: i). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin, yaitu antara 2 – 8OC, maka disimpan pada lemari pharmaceutical refrigerator dengan suhu terkendali. ii). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu ruangan, yaitu 25OC, maka disimpan dalam lemari yang telah diberikan penanda khusus. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
41
iii). Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike Sound Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan memberikan selingan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya. e. Pendistribusian Proses pendistribusian yang terdapat pada gudang farmasi adalah distribusi perbekalan dari gudang ke depo farmasi dan ke ruang- ruang rawat (floor stock). Distribusi perbekalan farmasi ke depo-depo secara sistem komputerisasi yang dilakukan setiap hari. Pada pagi hari staf gudang farmasi akan mengecek permintaan dari masing-masing depo, kemudian akan dinilai secara keseluruhan pembagian stok ke depo – depo farmasi agar manajemen persediaan di gudang farmasi tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan oleh petugas gudang farmasi, maka akan dilakukan serah terima dengan petugas depo. Saat serah terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi Petugas menandatangani bila telah dilakukan pengecekan dan telah sesuai, kemudian dilakukan proses pemasukkan data (input) ke sistem kemudian dicetak untuk mendapatkan print out. Setelah itu, petugas gudang farmasi mengecek pengeluaran sesuai atau tidak. Stok gudang farmasi akan berpindah ke depo farmasi bila telah diverifikasi. Proses distribusi obat dan alkes floor stock dilakukan setiap bulan sesuai jadwal pemgambilan barang masing-masing ruang satuan medik. Permintaan perbekalan farmasi dilakukan secara manual atau dengan mengisi formulir permintaan dan penerimaan barang, untuk kemudian diambil oleh petugas ruangan.
f. Pelaporan Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain: 1) Rekapitulasi penerimaan barang 2) Rekapitulasi pengeluaran barang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
42
3) Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medis 4) Laporan stok opname 5) Laporan persediaan floor stock 6) Laporan narkotik (setiap bulan) dan psikotropik (setiap tahun) 7) Laporan barang sumbangan
3.2.7.3 Produksi a. Produksi Non Steril Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk sediaan yang diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan sediaan semipadat. Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Di ruang produksi RSUP Fatmawati saat ini terdapat 43 master formula sebagai panduan pelaksanaan produksi farmasi. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP Fatmawati antara lain adalah untuk penghematan anggaran, terdapat sediaan dengan formula khusus dan sediaan obat dibutuhkan segar seperti rekonstitusi obat suntik dan obat kanker. Bahan baku yang digunakan di produksi non steril diperoleh dari gudang farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk dilanjutkan dengan proses pengadaan. Produksi non steril mendistribusikan produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di produksi non steril terbagi menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya) dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis). Pelaporan yang dilakukan oleh produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan produk yang kadaluwarsa.
b. Produksi steril Produksi steril merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Kegiatan yang melakukan rekonstitusi obat kemoterapi. Untuk sediaan steril, preparasi dilakukan di ruang produksi steril dengan menggunakan SPO (Standar Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
43
Prosedur Operasional) Aseptic dispensing preparation. Salah satu kebijakan yang berkaitan dengan produksi steril yaitu seluruh pencampuran atau rekonstitusi obat kemoterapi dilakukan dengan menggunakan SPO handling cytotoxic. Kegiatan pencampuran obat kemoterapi ini hanya dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati di ruang steril/semi steril dengan menggunakan BSC. BSC atau Biological Safety Cabinet merupakan sebuah alat kerja untuk pencampuran obat kemoterapi yang mempunyai sistem sirkulasi udara melalui HEPA filter sedemikian rupa sehingga dapat melindungi petugas, lingkungan serta menjaga terhindarnya produk steril dari paparan kontaminan. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang telah melakukan pelatihan internal. APD (Alat Pelindung Diri) wajib digunakan dengan tujuan tercapainya perlindungan petugas dari paparan obat dan bahan berbahaya saat kegiatan pelarutan obat dilakukan, terjaganya mutu dan sterilitas produksi injeksi. Untuk menjaga mutu sterilitas alat BSC dan LAF (Laminar Air Flow) maka perlu dilakukan desinfeksi BSC dan LAF agar menghilangkan kontaminan infeksius organik. Prosedur ini rutin dilakukan baik sebelum dan sesudah BSC dan LAF digunakan. Desinfeksi ini menggunakan alkohol 95%. Sedangkan dekontaminasi BSC dan LAF dilakukan rutin setiap 2 minggu sekali. Tujuan dekontaminasi ini adalah untuk membersihkan BSC atau LAF tempat dilakukannya pelarutan atau peracikan obat injeksi guna menghilangkan segala bentuk kontaminasi pada BSC atau LAF baik organik (mikroba) maupun organik (partikel sisa obat) pada BSC atau LAF. Petugas produksi steril diharuskan memeriksakan kondisi fisiologisnya secara klinik di Instalasi Patologi klinik dan Poli pegawai untuk menilai tingkat kesehatan fisik dan mental petugas secara keseluruhan. Ini dilakukan agar kondisi kesehatan operator terkontrol dan terjamin dalam keadaan normal tanpa adanya kelainan akibat paparan obat kanker maupun pengaruh stress lainnya. Serta agar tercapainya peningkatan motivasi operator/ petugas rekonstitusi bekerja secara hati - hati dan disiplin. Untuk alur masuk ke ruang produksi aseptic dispensing dan pelayanan obat sitostatika dapat dilihat pada Lampiran 10 dan lampiran 11. Pembuangan limbah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
44
kemoterapi merupakan kegiatan membuang limbah atau sisa barang tidak terpakai sepetri vial, ampul, syringe setelah dilakukan proses pelarutan atau pencampuran obat kemoterapi. Pengelolaan limbah ini meliputi persiapan kontainer sampah hingga sampah kemoterapi di kirim ke Bagian Instalasi Sanitas dan Pertamanan (ISP) untuk dimusnahkan dengan incenerator.
3.2.7.4 Depo Rawat Jalan Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 terdapat poliklinik bedah, poliklinik OK minor, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik ortopedi, poliklinik pegawai, poliklinik medik umum dan poliklinik jantung. Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik bedah saraf, poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik edukasi, poliklinik diabetes melitus, poliklinik gizi dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai 3 terdapat poliklinik paru, poliklinik Pusat Pelayanan Kanker Terpadu (PPKT), poliklinik anestesi anak, poliklinik akupuntur, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik mata dan poliklinik THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual dapat dilihat dalam lampiran 12. Depo farmasi terdapat di setiap lantai gedung Instalasi Rawat Jalan. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 berjumlah 5 orang yang terdiri dari 1 Apoteker, 2 Tenaga Teknis Kefarmasian, dan 1 Juru Racik. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 terdiri atas 1 Apoteker, 3 Tenaga Teknis Kefarmasian, 1 Juru Racik dan 1 bagian Administrasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya terdiri dari 1 Apoteker dan 2 Tenaga Teknis Kefarmasian. Setiap pagi masing - masing lantai depo farmasi melakukan permintaan ke gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, Jamkesda Tangerang, dan pasien TBC. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, dan Jamkesda Tangerang Selatan serta pasien KJS yaitu: resep Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
45
asli, SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 IRJ lantai 1, fotocopy bukti pendaftaran, dan surat rujukan asli puskesmas yang ditujukan untuk RSUP Fatmawati. Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual
prescription
merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan
menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien. Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription adalah agar: a. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing obat pada pasien rawat jalan. b. Tercapainya
peningkatan
efisiensi,
efektivitas,
dan
keamanan
dalam
penggunaan obat. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription Lampiran 12 : a. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi. b. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep. c. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada skrining resep. d. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan / asuransi: pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien KJS. e. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari skrining dan kajian peresepan obat. f. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati. g. Pelaksanaan permohonan izin prinsip: 1) Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas, atau 2) Resep pasien KJS dengan verifikasi oleh penjamin KJS, atau
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
46
3) Verifikasi izin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan farmasi yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi beban RSUP Fatmawati. h. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket: 1) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual / dan lain - lain). 2) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal. Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute pemberian, dan tanggal kadarluwarsa. i. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi. j. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar dokumentasi. k. Pelaksanaan penyerahan obat
yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju loket pengambilan obat. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian dengan kriteria: 1) Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) 2) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) 3) Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati 4) Selesai mengikuti masa orientasi l. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih lanjut. m. Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status pembiayaan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
47
3.2.7.5 Depo Askes Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat jalan peserta Askes. Sumber daya manusia yang terdapat di depo Askes terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 6 orang asisten apoteker, 2 orang juru resep, dan 3 orang petugas administrasi. Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Farmasi dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Penyimpanan barang disusun berdasarkan obat DPHO Askes dan non DPHO Askes, bentuk sediaan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci (double lock) (RSUP Fatmawati, 2012b). Obat obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan pengobatan pasien Askes di Depo Farmasi Askes adalah (PT. Askes, 2004) : a. Resep Asli b. Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan c. Fotokopi kartu Askes d. Surat Jaminan Pasien (SJP) yang didapat dari gedung Askes Dalam melayani pasien, Depo Askes mengacu pada pedoman – pedoman yang disesuaikan dengan status pasien. Pedoman yang digunakan di depo askes adalah Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes merupakan acuan obat bagi pasien peserta Askes. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat diberikan kepada pasien Askes yaitu, obat peresepan umum dan obat khusus untuk penyakit kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat dengan batasan jumlah peresepan maksimal yang dapat diberikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2009). Alur pelayanan pasien di depo Askes dimulai dari masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo Askes akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa oleh pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, selanjutnya dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
48
skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan nomor pengambilan obat yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep distempel dan datanya dimasukkan ke komputer. Setelah data dimasukkan ke komputer, selanjutnya resep diberikan kepada petugas untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu resep diberikan kepada petugas penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Obat yang telah siap dikemas dan diserahkan ke pasien disertai pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat. Alur pelayanan resep depo Askes dapat dilihat pada lampiran 13. Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes, yaitu (RSUP Fatmawati, 2012c): a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. b. Laporan penulisan obat generik dan non generik. c. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO Askes dan non DPHO Askes. d. Laporan analisa penjualan. e. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan. f. Laporan jumlah lembar resep dan jumlah resep. Depo Askes memiliki pasien terbanyak dengan jumlah 200 – 300 resep per hari. Obat yang paling sering diresepkan adalah obat untuk penyakit jantung dan penyakit dalam. Pembayaran pasien Askes dapat diklaim ke PT Askes (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2009)
3.2.7.6 Depo Rawat Inap (Teratai A dan B) Depo farmasi rawat inap (Depo Teratai) berada tepat di tengah lantai pertama gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki kapasitas 516 tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut : a. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan, contohnya pada kondisi pre eklampsia berat), high care unit di selatan Teratai, ruang Thalasemia dan ruang kemoterapi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
49
b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit di selatan Teratai. c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak – anak (< 18 tahun) dan yang belum menikah, ruang isolasi serta high care unit di selatan Teratai. d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di utara Teratai. e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high care unit di selatan Teratai. f. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan high care unit di selatan Teratai. Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua penyelia. Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri dari lantai 1, 2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA B yang terdiri dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan 17 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang farmasi. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasarkan alfabetis dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat LASA dan diberikan stiker LASA. Terdapat pharmaceutical refrigerator untuk penyimpanan obat - obat yang membutuhkan suhu dingin untuk kestabilannya. Obat – obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari dengan double lock dan setiap obat - obat tersebut diambil maka dilakukan pencatatan di buku penggunaan. Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam, diantaranya adalah sistem distribusi dosis unit atau dikenal dengan UDD (unit Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
50
dose dispensing). Dalam sistem UDD petugas menyiapkan sejumlah obat dengan dosis sekali pakai dan disiapkan untuk keperluan pasien selama 24 jam per hari selama pasien menjalani rawat inap. Alur sistem distribusi dosis unit tertera Lampiran 14. Sistem selanjutnya yaitu sistem floor stock dan sistem resep individual berupa resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual ini diterapkan di lantai dua dan lantai tiga untuk pasien anak - anak yang masih mendapatkan puyer. Depo Rawat Inap terdapat beberapa paket untuk penanganan pasien. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan depo - depo farmasi lain, di antaranya adalah: a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. b. Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan. c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. e. Laporan barang rusak dan kadaluwarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
3.2.7.7 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI) Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam. Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman lebih dari 40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan pelayanan secara maksimal mengatasi kegawatdaruratan medik. IGD memiliki pelayanan pendukung seperti laboratorium Instalasi Gawat Darurat 24 jam, radiologi (USG, CT Scanning), kamar operasi, bank darah, apotik, dan ambulance 24 jam (RSUP Fatmawati, 2009). IGD terdiri dari beberapa ruangan: a. Ruang resusitasi (ruang merah) Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket resusitasi. Lemari emergency sangat penting keberadaannya dalam ruang ini dikarenakan pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan kondisi yang cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdaruratan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
51
butuh penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD untuk mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat waktu dalam menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap hari pada pagi hari dan dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP Fatmawati. b. Ruang P2 (Ruang kuning) Ruang ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di ruang ini terdapat paket, namun tidak disediakan lemari emergency. c. Ruang Triase Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah sehingga tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini. d. Ruang Intermediate Ward Ruang ini digunakan pada pasien yang menunggu untuk dipindahkan ke ruang rawat inap atau ruang lainnya. Depo IGD dan IRI memiliki 1 orang apoteker penyelia, 1 orang administrasi, dan 14 orang asisten apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi, ruang P2, ruang triase, maupun poli IGD. Paket-paket yang ada di depo IGD antara lain : a. Paket Alat Kesehatan (Alkes) ICU b. Paket Alat Kesehatan (Alkes) NICU / PICU c. Paket Infus Dewasa d. Paket Resusitasi Anak e. Paket Resusitasi Dewasa Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan ke gudang farmasi setiap hari secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Obat obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
52
obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat kesehatan tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan IRI adalah sediaan injeksi. Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah (RSUP Fatmawati, 2012c): a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian. b. Laporan pemakaian obat – obat narkotika yang dibuat setiap bulan. c. Laporan pemakaian obat – obat psikotropika yang dibuat setiap bulan. d. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap bulan. e. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan. f. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan. g. Laporan jumlah resep dan lembar resep setiap bulan.
3.2.7.8 Depo Instalasi Bedah Sentral Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar. Pasien yang masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan jadwal operasinya atau yang sifatnya cito. Pada OK Cito terdapat Paket obat dan alkes OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi bedah dan lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi antibiotik, sedangkan lemari emergensi anestesi berisi obat anestesi dan alat kesehatan. Saat pasien masuk ke OK Cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes OK Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat kesehatan dalam paket kurang, maka penata anestesi dapat mengambilnya di lemari emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi, Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket obat dan alkes OK Cito yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
53
telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian dan pemakai, serta diisi kembali oleh petugas depo farmasi. Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar dan 1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif telah memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima jadwal operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung, maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila pasien telah selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi di mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien tunai dengan Paket Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau OK Cito. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat Lampiran 15. Obat - obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat kesehatan tersebut. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
54
SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 1 Penyelia dan 2 Asisten Apoteker. Paket anestesi spinal terdiri dari Spinocan (spinal and diagnostic puncture) 27G x 3”, bupivacain HCl 5 mg / ml, ondansetron 4 mg / 2 ml, klonidin HCl 150 μg / ml, dan ketolorac 3%. Paket anestesi umum terdiri dari propofol 10 mg / ml, atracurium besilat, fentanyl, ondansetron 4 mg / 2ml, dan ketolorac 3%.
3.2.7.9 Pelayanan Informasi Obat (PIO) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit serta untuk membuat kebijakan - kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah: : 20 m2
a. 200 tempat tidur
b. 400 - 600 tempat tidur : 40 m2 c. 1300 tempat tidur
: 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah: a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. c. Membuat buletin, leaflet, label obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
55
d. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. e. Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. f. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. g. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian. b. Alur program pelayanan informasi obat dapat dilihat pada Lampiran 16.
3.3
Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah suatu unit kerja yang dibentuk
untuk membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Tujuan dibentuknya TFT adalah : a. Menjamin tersedianya obat dan alat kesehatan (alkes) habis pakai yang bermutu untuk kebutuhan pasien di RSUP Fatmawati. b. Tersusunnya standar obat yang berlaku di RSUP Fatmawati. c. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan penggunaan obat dan pengelolaan yang baik bagi pengguna maupun penyedia obat di RSUP Fatmawati. d. Terselenggaranya penggunaan obat yang rasional dan aman di RSUP Fatmawati. e. Terlaksananya pengawasan, pengendalian, dan evaluasi penggunaan dan pengelolaan obat dan alkes di RSUP Fatmawati. Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di bawah koordinasi dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Struktur organisasi TFT terdiri dari: a. Ketua
: Dokter
b. Sekretaris : Apoteker c. Anggota
: Dokter, Apoteker, dan Perawat
Tugas pokok dari TFT adalah:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
56
a. Melaksanakan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat dan alkes habis pakai. b. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala. c. Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Komite Pengendalian Penyakit Infeksi. d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep dan penggunaan obat generik serta alkes habis pakai bersama-sama Instalasi Farmasi. e. Melaksanakan edukasi pada staf farmasi, profesi lainnya tentang obat dan perbekalan kesehatan lainnya . Formularium Obat RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item obat yang ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3 tahun. Daftar obat di Formularium Obat disusun berdasarkan kelas terapi dan berisi nama generik produk (1 item), nama merek original dari pabrik tertentu (1 item),
nama
merek
dagang dari pabrik tertentu (2 item), serta keterangan
mengenai bentuk sediaan, kekuatan produk dalam kemasan, dan nama pabrik pembuat. Formularium Obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Pembuatan revisi formularium RSUP Fatmawati tidak dilakukan setiap tahun, dikarenakan kendala biaya untuk mencetak formularium baru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan
penunjang,
salah
satunya
RSUP
Fatmawati.
Dalam
upaya
memberikan pelayanan kesehatan, RS tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Untuk menunjang hal tersebut maka dibentuk suatu badan organisasi yaitu IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang
Kepala
IFRS
yaitu
Apoteker
dan
bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan – peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi. Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes habis pakai di Rumah Sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau tidaknya TFT rumah sakit adalah dengan melihat formularium yang disusunnya. Pada tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun dilakukan evaluasi atau review untuk penyempurnaan Formularium. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat direvisi tiap setahun sekali karena masalah biaya untuk mencetak Formularium terbaru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Revisi formularium obat yang dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati adalah setiap 3 tahun sekali. Formularium obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990, kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun 1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Dengan adanya kesinambungan proses revisi, dapat dikatakan bahwa TFT RSUP Fatmawati sudah berjalan dengan baik. Salah satu tugas pokok farmasi klinik RSUP Fatmawati ialah meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan farmasi klinik. Berikut ini merupakan pembahasan dari pelaksanaan kegiatan farmasi klinik.
57
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
58
a. Pengkajian Resep Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat pasien. Selain itu, pengkajian resep juga dilakukan agar tercapainya rasionalisasi penggunaan obat. Kegiatan dalam pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetis, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian resep tidak sepenuhnya dilakukan. Hal ini terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap. Misalnya pada resep untuk pasien bayi atau anak, berat badan dan umur pasien sering kali tidak tertera pada lembar resep, padahal hal tersebut diperlukan terutama untuk menghitung dosis maksimal pada pasien bayi atau anak. Sering kali hanya nama pasien yang tertera pada lembar resep. Pada lembar instruksi pemberian obat pada pasien rawat inap, terkadang tidak semua lembar ada penanda berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi”. Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh banyaknya resep atau pasien yang harus dilayani oleh petugas farmasi di RSUP Fatmawati. Selain itu, untuk melakukan pengkajian resep secara keseluruhan cukup membutuhkan waktu sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan secara cepat karena banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien rawat jalan. b. Pengkajian Penggunaan Obat Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pengkajian penggunaan obat juga dilakukan untuk menilai ada tidaknya drug related problem selama pasien menjalani pengobatan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat jalan dengan melihat instruksi pemberian obat yang terdapat pada rekam medik pasien. Data yang diperoleh dari rekam medik pasien dipindahkan ke dalam lembar Formulir Terapi Pasien untuk selanjutnya dinilai ada tidaknya masalah - masalah yang terkait dengan pengobatan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
59
c. Visite Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik. Apoteker melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi dan kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Visite pasien yang dilakukan di RSUP Fatmawati diaplikasikan kepada pasien yang berada dalam perawatan intensif dan memiliki resiko mengalami terjadinya kesalahan obat (medication errors). Beberapa tempat dilakukannya praktik apoteker ruang rawat di RSUP Fatmawati contohnya pada ruang perawatan pasien Intensive Care Unit (ICU), Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post operasi. Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat memperoleh informasi terkini dan komprehensif, dapat dijadikan sebagai fasilitas pembelajaran, serta dapat langsung dikomunikasikan masalah terkait penggunaan obat dan mengimplementasikan rekomendasi yang dibuat. Namun, kegiatan visite ini juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah jadwal visite harus disesuaikan dengan jadwal tim dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi dan penyampaian informasinya kurang lengkap. Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan dan umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan Rehabilitasi Medik dan High Care lantai 6 Selatan Teratai. Sedangkan untuk pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya dilakukan 3-4 kali dalam seminggu, hal ini disebabkan kondisi pasien pada ruang perawatan tersebut merupakan pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memungkinkan pasien menerima bermacam - macam jenis obat. Hal ini memungkinkan terjadinya masalah terkait obat yang dapat mempengaruhi outcome pasien sehingga diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan terapi obat yang diterima oleh pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
60
Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi maka apoteker berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi, mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat. Pada saat visite secara tim rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat pasien. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada apoteker diantaranya adalah pemilihan terapi obat, misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen, obat pengganti yang dapat diberikan kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat, segi cost effectiveness, dan lain lain. Setelah rekomendasi yang diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya apoteker melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan keamanan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang diterima aman bagi pasien. Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi praktik visite yang dikelola dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan adanya pendokumentasian
yang baik dapat dijadikan sebagai jaminan
terlaksananya kegiatan visite, serta sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan. d. Monitoring Efek Samping Obat Prosedur program monitoring efek samping obat (MESO) adalah tata cara menganalisa kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan baik dokter, perawat, apoteker dan semua tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit termasuk pasien dan keluarga pasien. Di RSUP Fatmawati kegiatan monitoring penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan serta kemungkinan terjadinya efek terapi dari proses pengobatan serta kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat dilakukan pengkajian oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat dan tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien dan dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
61
Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi : 1) Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya efek samping obat. 2) Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenaga kesehatan, keluarga pasien atau petugas lainnya. 3) Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping obat dalam formulir pelaporan. 4) Pelaksanaan kegiatan komunikasi atau interview oleh tim kerja (tim monitoring efek samping obat) yang terdiri dari DPJP, perawat ruangan, apoteker ruangan. 5) Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim monitoring efek samping obat terhadap hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua sumber. 6) Pelaksanaan kegiatan diskusi setara komprehensif sebagai media problem solving oleh tim monitoring efek samping obat atas hasil analisa yang telah dilakukan. 7) Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim monitoring efek samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan terkait bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasian efek samping obat yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat yang akan datang. 8) Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim monitoring efek samping obat. Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan, mengganti obat dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis obat, memberikan antidot atau premedikasi sebelum penggunaan obat, dan membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi formulir laporan insiden (internal). 9) Pelaksanaan implementasi rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi efek samping obat. 10) Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan intervensi yang dilakukan. 11) Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim monitoring efek samping obat jika diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
62
12) Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada formulir laporan MESO Nasional. Penyampaian
laporan
efek
samping
obat
yang
terjadi
segera
ditindaklanjuti oleh tim monitoring efek samping obat menjadi laporan ke Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Manajemen Resiko (KMMR) dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam kategori Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Sentinel. e. Pelayanan Informasi Obat RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping,
dosis,
interaksi,
kompatibilitas,
ketersediaan,
kontraindikasi,
farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi atau efek samping obat yang pernah dialami pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati adalah literatur tersier. Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk: 1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap. 2) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa. 3) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya. 4) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi. 5) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan. 6) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan informasi obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
63
Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012, sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam). Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah pertanyaan yang masih sedikit. f. Monitoring Interaksi Obat Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurut Standar Prosedur Operasional (SPO) yang ada, kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan menggunakan software interaksi obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan analisis masih menggunakan literatur pustaka sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan pemantauan interaksi obat juga tidak dilakukan rutin karena kesibukan apoteker di pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan. g. Konsultasi Obat Konsultasi obat diawali dengan memperkenalkan diri kepada pasien. Kemudian, apoteker mulai menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obatnya. Apoteker mulai menjelaskan obat-obat yang diterima pasien dengan memberitahukan nama obat dan indikasi obat. Dalam menjelaskan atau memecahkan
masalah
pasien,
apoteker
menggunakan
alat
tulis
untuk
memudahkan pasien dalam memahami penjelasan dari apoteker, misalnya masalah waktu dan frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mendapat polifarmasi. Pasien yang mendapat polifarmasi sering mengalami kesulitan dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
64
hal waktu penggunaan obat. Pasien sering menanyakan apakah semua obat yang diberikan harus diminum bersamaan atau harus diberi jarak waktu. Pasien juga menanyakan obat mana yang harus diminum sebelum dan sesudah makan. Setelah pasien mendapat penjelasan tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan yang dipaparkan tadi untuk menguji pemahaman pasien. Jika pasien masih kurang jelas dengan penjelasan yang diberikan, apoteker akan mengulangi penjelasan tersebut dan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan dari apoteker tersebut. Setelah pasien memahami yang dijelaskan apoteker, apoteker akan menanyakan masalah lainnya yang dialami pasien yang dapat dibantu penanganannya oleh apoteker. Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker kurang menggali informasi dari pasien seperti obat, vitamin, atau jamu apa saja yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien. Apoteker juga tidak menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi. Apoteker hanya memberikan informasi tentang obat yang ditanyakan oleh pasien, informasi lain seperti aturan pakai obat, efek samping yang mungkin terjadi dan cara mengatasinya, interaksi yang mungkin terjadi antara obat dengan obat lain termasuk vitamin dan jamu atau interaksi antara obat dengan makanan. h. Edukasi Farmasi Program edukasi farmasi dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah orang dalam ruangan tertentu guna mendengarkan penjelasan dari apoteker mengenai tema tertentu misalnya tema tentang penggunaan dan penyimpanan obat yang benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih satu jam, dimulai dengan presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta diperkenankan bertanya mengenai obat berupa cara pakai, penyimpanan obat, dan masalah-masalah terkait obat lainnya. Untuk melakukan kegiatan program edukasi farmasi di rumah sakit diperlukan fasilitas penunjang seperti infocus, layar, laptop, microphone, dan lain-lain. Pada saat kegiatan, dilakukan pembagian questioner mengenai tanggapan peserta terhadap kegiatan tersebut. Hasil questioner tersebut berguna untuk perbaikan dan koreksi terhadap kegiatan edukasi selanjutnya. Peserta program edukasi banyak yang tidak mengisi questioner dikarenakan tidak membawa alat tulis. Saat dilaksanakan program Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
65
edukasi di Depo Askes, perhatian peserta edukasi terbagi antara mendengarkan pemaparan presenter dengan mendengarkan panggilan petugas depo farmasi yang akan memberikan obat.
Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dibagi menjadi beberapa sub bagian, antara lain: 1) TU Farmasi dan SDM Farmasi serta Pencatatan dan Pelaporan Seluruh kegiatan administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilakukan di Tata Usaha Farmasi. Tujuan kegiatan administrasi dan pelaporan dalam pelayanan kefarmasian adalah: a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b) Tersedianya informasi yang akurat c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan d) Tersedianya data yang lengkap untuk perencanaan. Selain itu, kegiatan administrasi dan pelaporan merupakan dasar dari akreditasi yang dilakukan di rumah sakit. RSUP Fatmawati sebagai RS pemerintah wajib melaporkan seluruh kegiatan yang dilakukan, pengawasan dari pemerintah dilakukan dengan melakukan audit-audit baik secara internal maupun eksternal. Jika proses administrasi dan pelaporan yang dilakukan baik, akan mempermudah audit. Salah satu laporan yang dilakukan adalah laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika. Laporan penggunaan obat narkotika dilakukan setiap bulan dan laporan penggunaan obat psikotropika dilakukan setiap tahun, namun tetap dilakukan perekapan penggunaan obat psikotropika setiap bulannya. 2) Gudang Farmasi Gudang Farmasi melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan kesehatan di RSUP Fatmawati dari perencanaan sampai pembuatan laporan. Perencanaan dibuat berdasarkan analisa penjualan masing-masing depo dan pemakaian obat serta alkes floor stock tiap ruang, selain itu perencanaan juga dibuat berdasarkan data epidemiologi di RSUP Fatmawati. Data epidemiologi bisa didapat dari laporan 10 besar penyakit di RSUP Fatmawati yang selalu diberikan IRMIK ke TU Farmasi setiap bulan. Dalam perencanaan pengadaan perbekalan farmasi, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
66
usulan-usulan dari depo-depo farmasi juga bisa menjadi rujukan perencanaan, untuk mengetahui obat apa saja yang belum terlayani atau untuk mengetahui obat yang banyak diresepkan oleh dokter. Pemilihan perbekalan farmasinya berdasarkan DOEN, DPHO Askes, dan Formularium RSUP Fatmawati. Tahap perencanaan merupakan tahap yang krusial dimana perencanaan harus dibuat sebaik mungkin untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati. Pengadaan yang dilakukan oleh RSUP Fatmawati dengan cara pembelian telah sesuai dengan ketentuan dalam Perpres No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah karena sebagai rumah sakit pemerintah aset yang ada di RSUP Fatmawati merupakan aset pemerintah. Kegiatan produksi di RSUP Fatmawati juga merupakan salah satu kegiatan pengadaan. Selain dengan pembelian dan produksi, pengadaan juga dilakukan untuk obat-obat program pemerintah yang gratis. Syarat pengadaan obat-obat ini adalah pengajuan permohonan kepada Dinas Kesehatan dan pembuatan laporan penggunaan obat program tersebut secara periodik. Obat program ini juga hanya dapat dipergunakan bagi pasien tertentu yang sesuai dengan kriteria. Setelah barang datang, dilakukan proses penerimaan barang oleh tim penerima. Ruang tim penerima sudah strategis karena terletak di bagian depan gudang farmasi sehingga pengecekan barang bisa langsung dilakukan. Jika semua syarat yang harus dicek sudah lengkap dan sesuai dengan faktur, tim penerima menyerahkan barang ke gudang farmasi untuk disimpan. Penyerahan barang dilakukan dengan membuat Berita Acara Penerimaan barang sebagai bukti bahwa barang yang diterima terjamin kesesuaiannya. Penyimpanan seluruh perbekalan farmasi
dilakukan
di
gudang
famasi
secara
terpisah
sesuai
dengan
pengelompokannya. Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun masih ada atau sebagian ditempatkan bersama dengan ruang penyimpanan obat. Seluruh label untuk obat karsinogen, bahan berbahaya dan beracun telah ditempelkan sesuai dengan tempatnya. Begitu pula dengan lembar MSDS untuk bahan B3, tidak seluruhnya ditempel di dinding, tetapi ada juga berupa buku yang diletakkan di dekat bahan B3 tersebut. Penyimpanan gas medis dilakukan di tempat yang terpisah dari gudang induk, gas medis yang terdapat di RSUP Fatmawati antara Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
67 lain O2 kecil (1 m3) dan O2 besar (6 m3), N2O 25 kg dan CO2 25 kg disimpan berdasarkan ukuran dan pada tabung terdapat tanda B3 mudah meledak. Tempat dan sarana penyimpanan perbekalan farmasi secara keseluruhan terlihat bersih. Petugas melaksanakan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS). 3) Produksi Farmasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati memiliki ruang produksi farmasi untuk sediaan farmasi non steril dan steril. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri, sesuai dengan Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Kegiatan produksi bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengadaan obat tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah sehingga pasien tidak membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih menjamin kualitas obat yang dihasilkan). Selain itu, produksi juga memudahkan penerimaan obat oleh pasien atau tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas kembali menjadi sediaan yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan produk yang tidak dijual di pasaran seperti pembuatan kapsul NaCl dan kapsul Natrium Bikarbonat. Sebenarnya terdapat 73 formula standar yang terdapat di ruang produksi RSUP Fatmawati, namun hanya 43 item yang masih diproduksi sampai saat ini. Artinya, hanya 58,9 % item obat yang masih diproduksi. Setiap kali petugas akan melakukan produksi, petugas harus mengisi formulir master formula baik untuk pembuatan atau pengenceran atau pengemasan kembali pada setiap tahapan kegiatan produksi. Formulir master formula berfungsi sebagai dokumentasi dari kegiatan produksi yang dilakukan dan juga merupakan bukti bahwa produksi yang dilaksanakan sesuai dengan CPOB. Setelah produk dihasilkan, produk dikemas dan diberi etiket serta tanggal kadaluwarsa. Penyimpanan produk jadi masih dilakukan di ruang produksi sendiri karena keterbatasan sumber daya, sementara obat-obat hasil produksi merupakan persediaan gudang. Petugas depo farmasi
yang membutuhkan produk dari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
68
produksi non steril datang ke gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon obat lalu datang ke produksi farmasi non steril untuk mendapatkan produknya kemudian melaporkannya ke gudang farmasi dengan membawa formulir bon obat.
Pendistribusian obat seperti ini memiliki kekurangan karena dapat
menyebabkan timbulnya kesalahan pencatatan stok produk. Peran apoteker sangat penting dalam mempersiapkan rekonstitusi obat kanker, diantaranya memastikan dosis yang sesuai dengan luas permukaan tubuh pasien. Walaupun dalam prakteknya rekonstitusi dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian, akan tetapi di RSUP Fatmawati diberlakukan kebijakan agar semua tenaga teknis kefarmasian bisa melakukan rekonstitusi termasuk apoteker. Ini dilakukan karena paparan obat kanker secara terus menerus akan membahayakan petugas, serta perlu tenaga kesehatan yang paham akan ketelitian dosis, melakukan teknis aseptis dan melakukan semua prosedur secara hati-hati. Sebagai apoteker yang bertugas di produksi steril ini, harus mampu menghitung dosis yang tepat dari suatu zat anti kanker, serta dikaji apakah obat tersebut sesuai dengan diagnosis pasien. apoteker juga harus dapat menentukan macam pelarut serta mengetahui dari literatur tentang kestabilan zat aktif obat kanker. Bagi pasien kanker, pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika dilakukan minimal 3 hari sebelum obat digunakan untuk perawatan. Pada saat obat diperlukan untuk perawatan, maka dilakukan permintaan pencampuran obat sitostatika dari ruang kemoterapi pasien ke produksi farmasi steril. Obat sitostatika harus disiapkan selalu baru karena pada umumnya, obat sitostatika memiliki waktu kadaluwarsa selama 24 jam sehingga obat yang telah disiapkan harus segera digunakan. Setelah obat selesai disiapkan, petugas produksi farmasi akan membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi pasien. Beberapa waktu terakhir ini, pasien dengan diagnosa kanker payudara dan serviks merupakan pasien yang paling banyak ditemui. Petugas biasanya merekonstitusi 12 hingga 15 resep.
Beberapa temuan yang diperoleh dari
kegiatan orientasi produksi steril adalah tidak dilakukan pemantauan atau monitoring lingkungan seperti jumlah mikroba dan pemantauan jumlah partikel di BSC misalnya dengan metode settle plate (cawan papar) atau menggunakan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
69
alat particle counter dikarenakan keterbatasan waktu serta SDM untuk melakukannya. 4) Depo Instalasi Rawat Jalan Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription dengan baik. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 khusus melayani pasien tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 khusus melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Sedangkan depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 khusus melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok dan Tangerang Selatan, serta pasien TBC. Obatobatan HIV dan TBC merupakan obat-obatan program pemerintah yang pengeluarannya dipantau oleh tim HIV dan tim TBC untuk kemudian dilaporkan setiap bulannya ke Departemen Kesehatan RI. Berdasarkan pengamatan penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1, 2 dan 3 masih ada beberapa obat yang belum ditempel label LASA serta pada penyusunannya tidak diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya, hal ini disebabkan karena keterbatasan luas ruangan dan kendala kesulitan untuk mencari obat karena penyusunan obat secara alfabetis akan terganggu oleh banyaknya obat-obatan yang termasuk LASA. Pada depo farmasi IRJ lantai 1, 2 dan 3 juga ditemukan beberapa obat keras yang terpajang di etalase depan umumnya berupa sediaan sirup dan topikal, seharusnya obat keras ini disimpan di dalam depo. Selain itu, pada depo farmasi IRJ lantai 1, 2, dan 3 persyaratan lemari narkotika telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu terdiri dari dua pintu dengan kunci terpisah, namun dalam hal ini penyimpanan narkotika dan psikotropika berada di dalam satu lemari narkotika, hal ini dikarenakan jumlah sediaan narkotika yang sedikit sehingga pada pelaksanaannya di dalam salah satu lemari terdapat pintu lagi di dalamnya dengan kunci terpisah dari dua kunci pintu yang ada di depan. Pembayaran di IRJ lantai 1 berdasarkan harga obat dengan persyaratan hanya berupa resep asli, sedangkan pembayaran pada IRJ lantai 2 dan 3 berdasarkan jaminan INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups). Besarnya jaminan INACBGs per hari yaitu sebesar Rp 350.000 – Rp 400.000,- untuk keseluruhan pelayanan kesehatan dengan pembatasan farmasi sebesar Rp 150.000,-. Jika Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
70
jumlah obat yang harus diberikan kepada pasien lebih dari Rp 150.000,- maka pasien akan diberi copy resep yang dapat dilayani dikemudian hari beserta persyaratan SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 yang terdapat pada IRJ lantai 1, fotokopi pendaftaran dan rujukan asli dari puskesmas yang ditujukan untuk RSUP Fatmawati. 5) Depo Askes Pasien Askes merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati. Mulai tanggal 1 April 2013, pasien Askes yang semula dilayani di lantai 2 dan 3 gedung Instalasi Rawat Jalan, sekarang dilayani di Depo Askes. Depo farmasi instalasi rawat jalan lantai 2 melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS), sedangkan depo farmasi instalasi rawat jalan lantai 3 melayani pasien Jamkesmas dan Jamkesda (seperti Jamkesda Tangerang, Jamkesda Bogor, Jamkesda Depok, dan lain-lain). Acuan yang dapat digunakan dalam melayani pasien Askes adalah DPHO Askes. Acuan tersebut digunakan untuk mengetahui obat-obat apa saja yang dapat diberikan kepada pasien Askes beserta batasan jumlah maksimal yang dapat diberikan. Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkasberkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas. Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obatobat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat diserahkan kepada pasien). Kemudian, resep diinput untuk pemotongan stok obat, lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan. Masing-masing tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda. Pada masing-masing tahap akan dilakukan pemberian stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan). Pemberian stempel tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan pengecekan kembali apabila terjadi kesalahan. Sebelum pembuatan etiket, petugas terlebih dahulu memeriksa kartu rujukan dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada kartu rujukan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada bagian ini, petugas
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
71
akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di Depo Askes sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain. Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket. Untuk mempermudah penyiapan, obat-obat fast moving diletakkan di meja tersendiri sehingga petugas akan lebih cepat dalam mengambil obat yang dibutuhkan. Untuk obat yang tidak dikemas dalam kemasan blister, obat dimasukkan ke dalam etiket dengan menggunakan peralatan seadanya karena tidak tersedia alat hitung tablet. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi obat apalagi jika obat dimasukkan ke dalam etiket menggunakan tangan. Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan. Alur penyerahan obat meliputi verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, kemudian petugas meminta nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan meminta tanda tangan pasien. Pemberian informasi obat dilakukan secara singkat. Informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah pasien yang dilayani sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat. Jumlah resep yang dilayani Depo Askes lebih kurang 200-300 resep per hari. Dengan jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat terlayani. Terkadang masih terdapat pasien yang belum dilayani, meskipun jam pelayanan telah selesai. Hal ini dikarenakan kurangnya SDM yang terdapat di Depo Askes. Selain itu, seringkali pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh orang yang sama, misalnya selain melakukan penyerahan obat, petugas tersebut juga melakukan penyiapan obat. Obat yang sering diresepkan di Depo Askes adalah obat - obat jantung. Selain itu, terdapat obat spesifik yang dilayani di Depo Askes yaitu obat-obat kemoterapi. Namun, untuk obat-obat kemoterapi, yang dilayani di Depo Askes hanya berkas-berkasnya saja, sedangkan obatnya dititipkan di ruang produksi steril di Instalasi Farmasi. Hal ini dikarenakan hanya gudang farmasi dan produksi farmasi steril yang boleh menyimpan obat - obat kemoterapi. Obat akan diberikan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
72
kepada pasien setelah direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi pada saat kemoterapi akan dilakukan. Selain melayani obat DPHO Askes, Depo Askes juga melayani obat non DPHO Askes, tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan biaya. Untuk obat non DPHO Askes, pembayaran dilakukan setelah penyerahan obat. Sedangkan untuk pasien peserta Askes yang mendapatkan obat-obat DPHO Askes, pembayaran dilakukan dengan cara melakukan klaim ke PT. ASKES. Setelah selesai pelayanan, dilakukan input data kembali menggunakan program yang terhubung dengan PT. ASKES. Klaim Askes dilakukan oleh Instalasi Penagihan Pasien (IPP). Oleh karena itu, di Depo Askes disediakan komputer yang digunakan untuk klaim Askes. Pembayaran untuk pasien peserta Jamkesda menggunakan sistem INA CBG’s yaitu pembayaran berdasarkan paketpaket yang telah ditentukan. Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang diberikan, selebihnya akan menjadi beban rumah sakit. Sedangkan bila tagihan pasien kurang dari paketnya, kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah sakit yang dapat digunakan untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban rumah sakit. Dengan demikian, terjadi subsidi silang antara pasien yang tagihannya melebihi paket dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket. Penyimpanan barang di Depo Askes dilakukan berdasarkan jenis sediaannya, suhu penyimpanan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus (double lock). Pelaporan yang dibuat oleh Depo Askes antara lain laporan analisa penjualan antara lain obat generik dan non generik, narkotika dan psikotropika, jumlah resep dan jumlah R/. Penghitungan jumlah resep dan jumlah R/ dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan mengetahui beban kerja pegawai di Depo Askes. 6) Depo Teratai A dan B Depo farmasi rawat inap merupakan depo yang menyediakan perbekalan farmasi (obat dan alkes) bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki SDM sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan 17 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Kegiatan - kegiatan yang dilakukan di depo farmasi rawat inap diantaranya pengadaan obat, penyiapan obat, distribusi hingga dokumentasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
73
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi Farmasi. IFRS bertanggung jawab terhadap obat yang beredar dan penggunaan obat yang aman dan efektif di rumah sakit secara keseluruhan. Tanggung jawab ini termasuk pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk konsumsi dan distribusi obat ke unit perawatan penderita. Oleh karena itu, sistem pendistribusian obat dari IFRS ke daerah perawatan pasien harus sesuai untuk efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan juga mencegah kesalahan atau kekeliruan agar dapat terpenuhi persyaratan penyampaian obat yang baik yaitu benar obat, benar waktu dan frekuensi, benar dosis, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi dan benar dokumentasi. Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap yang diterapkan setiap rumah sakit bervariasi, hal ini tergantung pada kebijakan rumah sakit, kondisi dan keberadaan fasilitas fisik, personel dan tata ruang rumah sakit. Di antara sistem
distribusi
yang
digunakan
di
depo
farmasi
rawat
inap,
sistem dosis unit merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan diantara sistem distribusi lainnya. Sistem ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan pasien hanya membayar obat yang dikonsumsinya saja, semua dosis yang diperlukan pada ruang perawat telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Hal ini membuat perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung pasien, sistem ini juga menghemat ruangan perawat dengan meniadakan persediaan obat- obatan dan kemasan dosis unit dapat mengurangi kesempatan terjadinya kesalahan obat, juga membantu penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan obat. Namun, sistem ini juga memiliki beberapa keterbatasan diantaranya adalah sistem ini mengharuskan obat harus sudah siap dikonsumsi sebelum jam makan pasien sehingga perlu teknik kerja yang cepat dan tepat, serta kebutuhan tenaga farmasi lebih banyak. Namun pada kenyataannya, peran apoteker belum optimal, karena proses mulai dari penerimaan resep hingga penyerahan obat ke ruang pasien lebih banyak dilakukan oleh asisten apoteker sehingga evaluasi kerasionalan penggunaan obat pasien masih belum dapat dilakukan secara maksimal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
74
Tiap pasien memiliki map yang berisi formulir instruksi obat, kardeks, lembar resep dan formulir pemberian obat insidentil. Formulir pemberian obat insidentil adalah formulir untuk mencatat obat atau alat kesehatan yang diambil dari lemari emergency yang digunakan oleh pasien. Dalam formulir ini tercantum nama, alamat, umur pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, diagnosa, nama dan jumlah obat yang digunakan per hari dan tanda tangan petugas administrasi farmasi. Pengadaan barang di depo rawat inap berasal dari gudang farmasi, permintaan barang dilakukan setiap hari dengan menggunakan formulir permintaan barang. Setiap
harinya
depo
rawat
inap
akan
membuat
perincian kebutuhan yang diinput ke komputer secara online dengan sistem di gudang farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan disiapkan oleh petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi yang diminta disiapkan, petugas gudang farmasi akan mengkonfirmasi petugas depo farmasi melalui telepon untuk pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah terima barang antara petugas gudang farmasi dan petugas depo farmasi. Pada saat penerimaan barang, petugas depo farmasi harus mengecek barang yang diminta untuk memastikan kesesuaian jenis atau bentuk sediaan, jumlah, tanggal expired date, kondisi fisik barang dan kekuatan sediaan. Setelah dilakukan verifikasi, secara otomatis maka stok barang yang diminta oleh depo farmasi rawat inap telah menjadi stok di depo rawat inap di dalam sistem. Dengan adanya sistem ini, maka memungkinkan stok obat di depo farmasi dan di sistem sama besarnya (real stock). Namun, hal ini terkadang masih belum berjalan dengan baik, stok di depo farmasi terkadang berbeda dengan stok yang ada di sistem. Salah satu faktor yang mempengaruhi
adalah
kurangnya
SDM
untuk
memantau stok yang ada. Terkadang obat-obat yang sudah digunakan lupa untuk diinput ke sistem. Penyimpanan perbekalan farmasi yang tersedia di depo farmasi ini cukup lengkap dan disusun dengan teratur. Obat dipisahkan antara generik dan non generik, bentuk sediaan dan disusun berdasarkan alfabetis agar memudahkan pengambilan sehingga mempercepat pelayanan. Obat-obat yang memerlukan penyimpanan suhu dingin ditempatkan pada pharmaceutical refrigerator. ObatUniversitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
75
obat mahal dan mudah pecah disimpan di dalam lemari kaca dan terkunci. Hal ini bertujuan agar mencegah hilang atau pecahnya obat. Sediaan nutrisi juga disimpan rapi dan terlindung dari cahaya dengan tujuan untuk menjaga kestabilan sediaan tersebut. Depo Farmasi
Teratai
memiliki
beberapa unit
lemari
emergency
yang berisi obat dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU (High Care Unit) lantai 4 Utara, 5 Selatan dan 6 Selatan. Obat dan alkes yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Setiap petugas mengambil obat dan alkes dari lemari emergency harus mencatat di lembar insidentil per pasien guna dimasukkan ke dalam tagihan pasien. Isi dari lemari emergency memiliki standar baku. Jumlah obat yang disediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam satu malam. Setiap harinya petugas depo farmasi memiliki tugas untuk mengecek persediaan obat dan alkes dalam lemari emergency, mencatat pasien yang menggunakan dan mengisi kembali jika terdapat kekurangan sesuai dengan standar baku. Selain lemari emergency, depo farmasi juga menyiapkan kit emergency yang disimpan di ruang perawat, dimana yang bertanggung jawab terhadap kit emergency tersebut adalah kepala ruangan (perawat) pada masing-masing ruangan. Kit emergency dilengkapi gembok sekali pakai dengan nomor seri yang ditulis oleh petugas depo farmasi. Depo farmasi rawat inap juga menyediakan paket-paket kebidanan yang digunakan di lantai satu gedung teratai (emergency kebidanan). Paket-paket ini disediakan agar mempercepat pelayanan obat dan alkes sampai kepada pasien tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Paket-paket ini berisi obat dan alkes yang dibutuhkan untuk pasien yang membutuhkan
tindakan
penanganan yang cepat karena berhubungan dengan nyawa. Terdapat delapan jenis paket yang tersedia antara lain Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio, Paket Abortus Curetage, Paket Haemorogic Post Partum (HPP), Paket PreEklampsia Berat (PEB) dan Paket Partus Normal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
76
Sistem distribusi yang digunakan cukup beragam diantaranya resep individual, floor stock dan dosis unit. Sistem distribusi resep individual adalah sistem order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien melalui perawat ke ruang pasien tersebut. Dalam sistem ini, resep orisinil oleh perawat dikirim ke depo farmasi, kemudian resep diproses sesuai kaidah dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan di lantai tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer dan lantai 2 kebidanan. Selanjutnya, sistem distribusi floor stock merupakan suatu sistem dengan cara kelompok obat tertentu disimpan di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien, biaya penggunaan obat-obat ini dihitung sebagai biaya perawatan. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di ruang perawat, seperti kapas, alkohol, masker. Apoteker bertanggung jawab dan bekerja sama dengan
bidang
keperawatan
untuk menyediakan obat dan meningkatkan
pelayanan. Sistem distribusi terakhir adalah sistem distribusi dosis unit, yaitu sistem distribusi obat yang diresepkan oleh dokter untuk penderita selama 24 jam atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Untuk penyediaan dosis unit, satu petugas depo farmasi bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada bagian utara dan selatan Teratai di tiap lantai yang menerapkan sistem ini. Proses penyiapan dosis unit oleh petugas dimulai dari pagi hari, dimulai dari pemilahan obat, penyiapan obat ke dalam kemasan dosis unit, pengecekan kembali hingga peletakkan di dalam trolley dosis unit sesuai dengan nama pasien. Selanjutnya, sore hari pukul 15.00 petugas depo farmasi yang bertanggung jawab mengantarkan obat dengan menggunakan trolley dosis unit ke ruangan perawat untuk selanjutnya dilakukan serah terima dan dilakukan pengecekan kembali. Hal ini sangat efektif untuk memastikan bahwa obat yang diterima oleh pasien adalah obat yang sesuai dengan yang diresepkan dan tidak ada duplikasi obat. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan depo-depo farmasi lainnya, diantaranya adalah laporan analisa penjualan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
77
laporan tagihan pasien, laporan pemakaian obat-obat narkotika dan psikotropika, laporan penulisan resep obat generik dan non generik, laporan medication error dan stok opname setiap 3 bulan. 7) Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI) Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat dipilih atau dipisahkan sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang butuh penanganan segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan resusitasi untuk mendapatkan tindakan medis sesuai yang dibutuhkan pasien. Pasien yang membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning. Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang mengantri kamar di gedung rawat inap. Pendistribusian obat untuk pasien-pasien rawat inap dilakukan dengan sistem unit dose, sedangkan pasien rawat jalan pendistribusiannya dilakukan dengan sistem individual prescription. Di instalasi gawat darurat terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa setiap pergantian shift sebanyak tiga kali sehari, sedangkan di ruang rawat inap seperti ruang ICU, NICU, PICU lemari emergency hanya diperiksa satu kali sehari. Lemari emergency diperiksa jumlahnya dan siapa yang menggunakan obat tersebut pada lembar insidentil. Jika terjadi ketidaksesuaian antara jumlah obat yang tersisa di lemari emergency dengan yang terdapat pada lembar insidentil maka petugas depo farmasi akan mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada perawat. Alur permintaan obat dan alat kesehatan di depo IGD dimulai dengan pasien masuk IGD, kemudian pasien ditempatkan di ruang sesuai kondisi pasien. Pasien yang masuk ruang P2 akan mendapat paket yang berisi obat maupun alat kesehatan ke depo farmasi IGD. Pasien yang masuk ruang resusitasi akan mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi tersebut melalui perawat. Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan paket tersebut. Barang dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan dikembalikan ke depo farmasi IGD dan dibuat rincian penagihan untuk obat dan alat yang telah dipakai oleh pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
78
8) Depo Instalasi Bedah Sentral Lemari emergensi hanya terdapat di OK Cito karena operasi bersifat segera dan depo farmasi berada di lantai 2. Permintaan obat dan alat kesehatan antara penata anestesi dan penata bedah dibedakan untuk mempermudah pendistribusian keperluan setiap penata. Pada saat perincian biaya, permintaan obat dan alat kesehatan penata anestesi dan bedah akan digabungkan. Obat di Depo Instalasi Bedah Sentral disimpan pada lemari yang terpisah dari alat kesehatan, namun obat tidak disusun sesuai abjad. Menurut ketentuan yang berlaku, obat seharusnya disusun sesuai abjad untuk mempermudah pengambilan saat diperlukan. Obat tidak disusun sesuai abjad karena fasilitas lemari penyimpanan yang sempit. Obat yang memerlukan suhu dingin disimpan di pharmaceutical refrigerator yang dilengkapi dengan monitor suhu. 9) PIO RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call dengan nomor 1382. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan di
RSUP
Fatmawati.
Pertanyaan - pertanyaan
yang diajukan meliputi
pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Pertanyaan terbanyak adalah mengenai dosis obat. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi atau efek samping obat yang pernah dialami pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati adalah literatur tersier, paling banyak menggunakan DIH (Drug Information Handbook). Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
79
a) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap. b) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa. c) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya. d) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi. e) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan. f) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan informasi obat. Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012 sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam). Berdasarkan hasil perhitungan pada bulan September 2013, sebanyak 69,23 % pertanyaan dapat dijawab dalam waktu < 1 jam. Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to date), tidak ada jaringan internet untuk mengupdate informasi maupun literatur, apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah pertanyaan yang masih sedikit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melakukan praktek kerja profesi Apoteker di RSUP Fatmawati adalah: a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Fatmawati adalah melakukan kegiatan pengelolaan
perbekalan
farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi m erupakan su at u s i kl us, dimulai dari proses perencanaan, pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu. b. Peran dan fungsi Apoteker dalam kegiatan farmasi klinik di RSUP Fatmawati yang bersifat profesional antara lain melakukan visite pasien, monitoring atau review penggunaan obat, monitoring efek samping obat, pemberian dan edukasi bagi staf farmasi. c. Kegiatan PKPA di RSUP Fatmawati memberikan wadah bagi calon apoteker untuk dapat mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah diperoleh sebelumnya. 5.2 Saran Kegiatan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati sudah berjalan baik, namun untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian maka penulis menyarankan beberapa upaya berikut : a. Untuk meringankan dan memperjelas pembagian kegiatan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati, sebaiknya Wakil Kepala Instalasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: Waka IFRS Pelayanan, Waka IFRS Perbekalan dan Waka IFRS Farmasi Klinik. b. Untuk mempermudah proses pelaporan pemakaian Narkotik dan Psikotropik, maka IFRS dapat melakukan secara online sebagaimana yang telah diterapkan pada fasilitas pelayanan lain.
80
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
81
c. Pelaporan psikotropik hendaknya dilakukan setiap satu bulan sekali bersamaan dengan pelaporan narkotik, hal ini dilakukan untuk menjamin data yang dilaporkan tersebut. d. Sebaiknya penyimpanan produk hasil produksi disimpan di gudang Farmasi, untuk mempermudah akses distribusi dan memaksimalkan ruang produksi hanya untuk kegiatan produksi saja. e. Untuk rekonstisusi obat yang memerlukan kondisi steril, setelah pengamatan kami menyarankan agar perlu dilakukan monitoring lingkungan pada saat dilakukan rekonstitusi. f.
Untuk menunjang kegiatan farmasi klinik, maka perlu diaktifkan kembali kegiatan konseling (tanpa harus diminta oleh pasien, apoteker harus berperan aktif dalam menentukan pasien yang membutuhkan konseling).
g. Untuk depo rawat jalan, beri Label LASA pada obat-obat LASA yang belum dilengkapi penanda untuk meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat, simpan obat keras di depo bagian dalam atau bagian yang tidak terjangkau dengan konsumen, dan sediakan lemari psikotropik terpisah. h. Untuk depo IBS, sebaiknya ditempatkan seorang apoteker sebagai penyelia depo IBS. i. Hasil dari tugas yang di berikan kepada para peserta PKPA di RSUP Fatmawati sangat baik dijadikan acuan atau evaluasi dari kegiatan pelayanan kefarmasian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tangerang : Duwo Okta. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006) Republik Indonesia Nomor Keputusan Menteri Kesehatan 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2009). Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat, dan Rumah Sakit Daerah. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta : Sekretariat Negara RI. PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. (2004). Pedoman Bagi Peserta Askes Sosial. Jakarta : PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. RSUP
Fatmawati. (2012a). Keputusan Direktur Utama No. HK. 03.05/II.1/1686/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional Hak Akses Sistem Informasi Farmasi. Jakarta : RSUP Fatmawati.
RSUP
Fatmawati. (2012b). Keputusan Direktur Utama No. HK. 03.05/II.1/779/2012 tentang Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika. Jakarta: RSUP Fatmawati.
RSUP
Fatmawati. (2012c). Keputusan Direktur Utama No. HK. 03.05/II.1/1612/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional Tata Cara Persuratan, Pelaporan, Pengarsipan di Instalasi Farmasi. Jakarta : RSUP Fatmawati. 82
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
83
RSUP
Fatmawati. (2013) Diunduh dari http://www.fatmawatihospital.com/konten/details/profil#sejarahsingkat. Pada : 28 Oktober 2013 Pukul 22.00 WIB.
Siregar, Charles J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Terapan. Jakarta : EGC
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
84
85
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
86
Lampiran 3. Alur Pengkajian Resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
87
Lampiran 4. Alur Pemantauan Efek Samping Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
88
Lampiran 5. Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
89
Lampiran 6. Alur Penyimpanan Resep dan Arsip (surat masuk, surat keluar, SK, Laporan-laporan dan arsip Kepegawaian)
Resep
Arsip
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
90
Lampiran 7. Alur Pemusnahan Resep dan Arsip
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi
91 Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
92 8 Lampiran 9. Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
93 Lampiran 10. Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
94
Lampiran 11. Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap
Rawat Jalan
Rawat Inap
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Lampiran 12. Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual Prescription
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
95
96
Lampiran 13. Alur Pelayanan Resep di Depo Askes
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
97
Lampiran 14. Alur Distribusi Obat Secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
98
Lampiran 15. Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral OK Cito
OK Elektif
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
99
Lampiran 16. Alur Program Pelayanan Informasi Obat
User (pasien/lainnya) Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis
Apoteker 1. Menerima pertanyaan 2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya
Tidak
1. 2. 3. 4.
Ya
Apoteker Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat. Penyampaian jawaban kepada user.
User 1. Menerima jawaban pertanyaan 2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan Tidak Ya Selesai
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PASIEN GERIATRI DI RUANG RAWAT INAP LANTAI V DAN VI GEDUNG PROFESOR SOELARTO (GPS) RSUP FATMAWATI PERIODE 2–25 OKTOBER 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
LU’LU SOLIHAH, S.Far 1206329783
ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2013
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI, CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 SEPTEMBER–25 OKTOBER 2013
GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PASIEN GERIATRI DI RUANG RAWAT INAP LANTAI V DAN VI GEDUNG PROFESOR SOELARTO (GPS) RSUP FATMAWATI PERIODE 2 – 25 OKTOBER 2013
LU’LU SOLIHAH, S.Far 1206329783
ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2013
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3 2.1
Pasien Geriatri ................................................................................ 3
2.2 Perubahan Yang Terjadi Pada Geriatri ........................................... 4 2.3 Perubahan Farmakokinetika Obat .................................................. 4 2.4 Rumah Sakit ................................................................................... 7 BAB 3 METODE PENGAMBILAN DATA ................................................... 8 BAB 4 HASIL PENGAMATAN ..................................................................... 9 4.1 Jenis Kelamin Pasien Geriatri ......................................................... 9 4.2 Jumlah Pasien Berdasarkan Ruang Rawat ...................................... 10 4.3 Lama Hari Rawat ............................................................................. 11 4.4 Profil Penyakit Pasien ...................................................................... 12 4.5 Profil Penggunaan Obat Pasien ...................................................... 14 BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................... 29 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 36 6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 36 6.2 Saran ............................................................................................... 36 DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 37 LAMPIRAN ....................................................................................................... 38
i Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Profil pasien geriatric yang dirawat di lantai 5 dan 6 GPS ................. Tabel 4.2 Kejadian interaksi obat pasien geriatri ................................................ 24
ii Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 8 Gambar 10 Gambar 12 Gambar 14 Gambar 16 Gambar 18 Gambar 20 Gambar 22 Gambar 24 Gambar 26 Gambar 28 Gambar 30
Persentase penyakit pasien geriatri ............................................... 12 Persentase pasien dengan komplikasi ........................................... 13 Persentase obat pasien geriatri ...................................................... 14 Persentase penggunaan obat pasien geriatri ................................. 15 Persentase penggunaan obat antidiabetes pasien geriatri ............... 16 Persentase penggunaan obat antihipertensi pasien geriatri............. 17 Persentase penggunaan obat antihiperlipidemia pasien geriatri ..... 18 Persentase penggunaan obat gangguan sal. cerna pasien geriatri ... 19 Persentase penggunaan obat antibiotik pasien geriatri ................... 20 Persentase penggunaan obat antitrombolitik pasien geriatri .......... 21 Persentase penggunaan obat SSP pasien geriatri ............................ 22 Persentase penggunaan obat analgetik & antiradang pasien geriatri ............................................................................................ 23 Gambar Persentase penggunaan obat nootropik........................................... Gambar 32 Persentase penggunaan supplemen pasien geriatri ......................... 24
iii Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel penggunaan obat pasien geriatri ....................................... 38
iv Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pasien geriatri merupakan salah satu kelompok pasien yang banyak
berobat ke rumah sakit. Berdasarkan data statistik kependudukan di Indonesia, jumlah geriatri di Indonesia mencapai 15,5 juta jiwa (Badan Statistik Nasional, 2012). Pasien geriatri menjadi perhatian khusus karena pada usia lanjut terjadi degenerasi pada semua organ sehingga terjadi penurunan kemampuan organ untuk melakukan fungsinya dengan normal. Sehingga pada pasien geriatri sering terjadi penyakit degeneratif, seperti diabetes, hipertensi, penyakit ginjal kronik dan lainlain. Penyakit yang terjadi pada geriatri cenderung bersifat multiple, yang merupakan gabungan antara penurunan fisiologis dengan berbagai proses patologis. Seperti pasien geriatri yang menderita DM sebelum umur 60 tahun, akan terus mengalami penurunan pada fungsi organ setiap tahunnya karena proses penuaan, sehingga terjadi komplikasi seperti penyakit ginjal kronis sehingga harus melakukan hemodialisa (Mulyaningsih, 2010). Kondisi pasien yang mengalami penurunan dan penyakit yang bersifat multiple menyebabkan setiap kali pasien geriatri berobat kepada dokter semua dokter akan memberikan obat, sehingga pasien mendapatkan banyak obat dan berpotensi terjadi polifarmasi serta berbagai permasalahan lain terkait dengan pengobatan yang dilakukan. Permasalahan yang dalam pengobatan beresiko memperburuk kondisi pasien geriatri baik dari segi ketidakpatuhan karena banyaknya obat yang didapat, sampai pada efek-efek yang tidak diharapkan yang terjadi pada pasien karena pengobatan yang dilakukan. Semua hal ini dapat menurunkan kualitas hidup pasien, padahal tujuan pengobatan yang dilakukan adalah peningkatan kualitas hidup sehingga pasien geriatri bisa lebih baik dalam melakukan kegiatannya (Pranarka, 2006). Salah satu tanggung jawab sebagai seorang farmasis adalah memberikan layanan kefarmasian yang berorientasikan pada pasien (patient oriented). Penggunaan obat oleh pasien geriatri yang sangat rentan mengalami polifarmasi harus dipantau demi mendapatkan pengobatan yang rasional oleh karena itu, peran
1 Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
farmasis sangat dibutuhkan untuk memonitor penggunaan obat pasien geriatri (Miller, 2011). Mengingat pentingnya pemantauan penggunaan obat oleh pasien geriatri, maka dilakukan pengumpulan data penggunaan obat berdasarkan rekam medis pasien geriatri yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto (GPS) selama tanggal 2-25 Oktober 2013. Data yang didapat kemudian akan diolah untuk melihat bagaimana profil pasien geriatri yang dirawat, penggunaan obat dan permasalahan obat yang terjadi pada pasien geriatri. Tugas khusus ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu proses evaluasi penggunaan obat di RSUP Fatmawati.
1.2
Tujuan Penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan
untuk mendapatkan gambaran penggunaan obat pasien geriatri yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto (GPS) dari tanggal 2–25 Oktober 2013.
2
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geriatri Geriatri (dari kata Geros = tua, iatrea = merumat) atau ilmu kesehatan usia lanjut (Pranarka, 2009). Geriatrik merupakan cabang ilmu kedokteran terutama berhubungan dengan masalah umur tua dan penuaan serta penyakit pada orang tua. Karakteristik penyakit pada orang tua berbeda dari orang dewasa, baik dari faktor etiologi, diagnosis serta progesivitas dari penyakitnya. Pada geriatri sering pula terjadi gangguan fungsi dari beberapa sistem organ seperti sistem kardiovaskular, endokrin, urogenital, gastrointestinal dan lain-lain (Sunarti et al, 2010) Dasar dari proses menua adalah kegagalan fungsi homeostatik penyesuaian diri terhadap faktor intrinsik dan ekstrinsik. Terjadi berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik, namun juga terhdadap fungsi dan tanggapan pada kehidupan sehari-hari. Setiap individu mengalami perubahan-perubahan tersebut secara berbeda. Pada beberapa individu, laju penurunannya mungkin cepat dan dramatis (Pranarka, 2006)
2.1.1. Definisi pasien geriatri Menurut WHO, pembagian terhadap populasi berdasarkan usia lanjut terbagi atas tiga tingkatan, yaitu : a)
Lansia (elderly) dengan kisaran umur 60-75 tahun,
b)
Tua (old) dengan kisaran umur 75-90 tahun,
c)
Sangat tua (very old) dengan kisaran umur > dari 90 tahun Penyakit dan kesehatan pada usia lanjut tidaklah sama dengan penyakit
dan kesehatan pada golongan populasi usia lainnya, yaitu dalam hal: i.
Penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multiple, merupakan gabungan antara penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/ penyakit.
ii.
Penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun akan menyebabkan kematian.
3 Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
iii. Usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, serta diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun. iv. Kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi. v.
Pada usia lanjut sering kali didapat penyakit iatrogenic
2.2. Perubahan yang terjadi pada geriatri Semakin bertambahnya usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan terjadi cenderung karena penurunan berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi hipokampal. Timbul proliferasi astrosit dan berubahnya neurotransmitter. Pada fungsi kognitif pengurangan massa otak, aliran darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor glukokortikoid terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi intelektual; berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi (Prananta, 2006). Pada fungsi gastrointestinal terjadi penurunan ukuran dan aliran darah ke hati, terganggunya bersihan obat oleh hati, sehingga membutuhkan metabolisme fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respon terhadap cedera pada mukosa lambung, berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya kontraksi kolon yang efektif dan absorpsi kalsium. Terjadi pula penurunan bersihan kreatinin (creatinin clearance) dan laju filtrasi glomerulus (GFR) 10 ml/ dekade, terjadi semakin bertambahnya usia seseorang. Penurunan massa ginjal sebanyak 25 %. Toleransi glukosa terganggu dimana terjadi peningkatan GD puasa sebanyak 1 mg/dl/dekade, GD post prandial meningkat 10 mg/dl/dekade (Prananta, 2006).
2.3. Perubahan farmakokinetika obat Perkembangan
usia
merupakan
salah
satu
faktor
yang
dapat
mempengaruhi nasib obat dalam tubuh. Proses menua pada hakikatnya dapat mempengaruhi salah satu atau lebih keefektifan absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. a. Absorpsi Obat
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
5
Keefektifan absorpsi suatu obat dapat berubah pada pasein geriatri. Hal ini terjadi karena menurunnya sekresi asam lambung (25-35 %), aliran darah ke saluran cerna, produksi tripsin pankreatik, gerakan saluran cerna atau waktu pengosongan lambung. Dampak berubahnya fisiologi tadi dapat berupa penurunan laju absorpsi, yang lebih lanjut dapat memperlama mula kerja efek farmakologi obat terkait. Penurunan keefektifan absorpsi menunjukkan makna klinis yang nyata pada usia 80 tahun ke atas bagi obat yang berdifusi aktif (Donatus, 1999). b. Distribusi Obat Perubahan fisiologi yang mempengaruhi keefektifan distribusi obat terkait dengan komposisi tubuh (cairan tubuh, bobot tubuh tak berlemak, lemak tubuh) dan ikatan protein plasma, jaringan atau organ. Pada lelaki lemak tubuh meningkat 18-36 %, sedangkan wanita 33-48 %., sehingga terjadi pengurangan bobot atau massa tubuh yang tidak berlemak. Obat-obat yang sangat larut dalam lemak (seperti lidokain, diazepam) akan menunjukkan peningkatan volume distribusi (Vd). Begitu pula sebaliknya, perlu dipertimbangkan juga perubahan ikatan protein, kadar albumin pada lansia akan turun 0,4-0,6 g/dL. Akibatnya, fraksi obat bebas (terikat albumin) obat-obat bersifat asam terikat kuat dengan albumin, sehingga dapat meningkatkan efek farmakologi dan toksikologinya (Donatus, 1999). c. Metabolisme Obat Metabolisme obat terutama terjadi di dalam hati, pada lansia terjadi penurunan darah kehati karena berkurangnya laju curah jantung sekitar 30-40 % . Penurunan ini dapat menyebabkan berkurangnya ekstraksi obat ke hati (Donatus, 1999). d. Eliminasi obat Ginjal merupakan jalur utama sekresi sebagian besar obat. Perubahan fisiologi ginjal mempengaruhi proses ekskresi yang terjadi. Pada lansia fungsi filtrasi glomerular akan berkurang, hal ini dikarenakan hilangnya sekitar 35 % nefron dan 30 % jumlah glomeruli yang berfungsi, selain itu aliran darah keginjal berkurang 45–53 %. Akibatnya, proses filtrasi glomerular obat apapun yang tidak terikat protein plasma akan berkurang pada lansia. Keefektifan ekskresi obat pada lansia juga mengalami kemunduran, sehingga waktu paruh eliminasi obat utuh
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
6
atau metabolitnya dapat diperpanjang, begitu pula keberadaan obat dalam tubuh. Hal ini jelas memperpanjang kerja farmakologi dan/atau toksikologi obat-obat seperti spironolakton, levodopa, asetoheksamida dan oksipurinal (Donatus, 1999) Selain penurunan fisiologi dalam filtrasi glomerular serta sekresi dan reabsorpsi tubuler, penderita lansia terutama mudah terkena gangguan ginjal karena dehidrasi, gagal jantung kongestif hipotensi atau karena patologi ginjalintrinsik seperti nefropati diabetik atau pielonefritis, yang kesemuanya dapat memicu kerusakan ginjal (Donatus, 1999). Komplikasi pada lansia perlu mendapat perhatian dengan seksama, karena dapat merumitkan pemilihan obat maupun dosis dan aturan pemberiaannya. Selain itu kemungkinan efek yang parah karena obat-obat digoksin, litium, antibiotik aminoglikosida dan klorpropamid juga perlu dipertimbangkan sebelum diberikan pada lansia. Karenanya, secara umum pasien geriatri lebih baik diberi dosis yang lebih rendah dari pada penderita dewasa, terutama obat yang dieksresi di ginjal (Miller, 2011)
2.4.
Rumah Sakit
2.4.1. Definisi Rumah
sakit
merupakan
institusi
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undangundang RI No. 44, 2009).
2.4.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (Undang-undang RI No. 44, 2009): Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna. Untuk menjalankan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standard pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
7
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
2.4.3 Indikator Pelayanan Rumah Sakit (Soejadi, 1996) Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain: a. Bed Occupation Ratio (BOR): presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. b. Average Length of Stay (AVLOS): rata-rata lama rawat pasien. c. Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. d. Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 3 METODE PENGAMBILAN DATA
3.1
Tempat dan Waktu Pengumpulan dan pengkajian data penggunaan obat pasien dilaksanakan
di ruang rawat inap lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Soelarto (GPS) RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan pada tanggal 2 – 25 Oktober 2013.
3.2
Metode Pengambilan data dilakukan secara prospektif dari rekam medis pasien
yang dirawat di lantai 5 dan 6 Gedung Profesor Solearto (GPS) RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan selama tanggal 2 – 25 Oktober 2013.
3.3
Cara pengambilan data
a. Data diambil dari rekam medik pasien yang dirawat di lantai 5 dan 6 GPS. Data yang diambil antara lain nama, jenis kelamin, umur, tempat dan tanggal lahir, diagnosa masuk, diagnosa rawat dan keluar, obat yang digunakan setiap harinya. b. Semua data dimasukkan dalam tabel pengobatan pasien. c. Data diolah dan dimasukkan dalam Microsoft Excel berdasarkan masingmasing kriteria yang ingin diketahui untuk dibuat grafik dan persentase. d. Kriteria yang ingin diketahui antara lain: jenis kelamin, ruang rawat, lama hari rawat, penyakit pasien geriatri dan penggunaan obat pasien geriatri e. Kejadian interaksi obat dilakukan melalui Drug Interaction Checker di Medscape, kemudian dikelompokkan berdasarkan banyaknya kejadian interaksi.
8 Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL PENGAMATAN
4.1. Profil Pasien Geriatri Selama pengambilan data, terdapat 15 pasien geriatri yang dirawat di ruang rawat lantai 5 dan 6 gedung GPS, tabel 4.1 memuat profil pasien geriatri yang dirawat selama periode pengambilan data.
Tabel 4.1. Profil Pasien Geriatri yang dirawat di Lantai 5 dan 6 GPS
Variabel
Kategori
Jumlah
Persentase
Jenis kelamin
Laki-laki
8
53
Perempuan
7
47
60-70
8
53
71-80
6
40
>80
1
7
Lantai 5
11
73
Lantai 6
4
27
3-5 hari
5
33
6-10 hari
6
40
>10 hari
4
27
Usia
Lantai rawat
Lama rawat
Pasien geriatri yang dirawat dilantai 5 dan 6 GPS sejak tanggal 2-25 Oktober berjumlah 15 pasien yang terdiri dari 53 % pasien laki-laki dan 47 % pasien perempuan. Dari 15 pasien yang dirawat, 72 % pasien dirawat dilantai 5 GPS yang terdiri atas 8 pasien laki-laki dan 3 pasien perempuan sedangkan 27 % pasien yang dirawat di lantai 6 yang semuanya merupakan pasien perempuan. Berdasarkan lama hari rawat, paling banyak pasien dirawat lebih dari 5 hari yaitu 40 % pasien.
9 Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
10
4.2. Profil Penyakit Pasien Geriatri Profil Penyakit
17% 28% Cardiovaskular Disease Diabetes Melitus
11%
Hipertensi Geriatric Problem 11%
Sindrom dispepsia Lainnya
22% 11%
Keterangan: Penyakit lainnya yang menyebabkan pasien dirawat adalah hernia, kanker sigmoid dan epistaksis
Gambar 4.1. Persentase Penyakit Pasien Geriatri
Berdasarkan penyakit yang diderita, didapatkan bahwa pasien geriatri masuk dengan indikasi CVD (cardiovascular disease) paling banyak terjadi yaitu sebesar 28 % pasien, kemudian karena DM (diabetes melitus) sebesar 22 %, kemudian karena dispepsia, geriatrik problem, dan hipertensi sebanyak 11 %. Pasien yang mengalami lebih dari 1 penyakit tercantum dalam gambar 4.2. Pasien Komplikasi
25% DM+ HT DM, HT, CKD st 5 50%
CVD + DM 12%
CVD+ Stroke
13%
Gambar 4.2. Persentase Pasien Geriatri dengan Komplikasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
11
4.3. Profil Penggunaan Obat Pasien Geriatri 4.5.1 Jumlah pasien berdasarkan jumlah obat yang digunakan Jumlah obat yang digunakan
27%
27% > 5 obat > 10 obat > 15 obat
46%
Gambar 4.3. Persentase Pasien Berdasarkan Jumlah Penggunaan Obat
4.5.2. Jumlah pasien geriatri berdasarkan golongan obat yang digunakan Golongan Obat yang digunakan Antihipertensi
2%
13%
Antihiperlipidemia
15%
8%
10%
Obat Gang. Saluran Cerna Antibiotik
15%
12%
Obat hemostasis Anti radang/Antinyeri
12%
13% SSP
Gambar 4.4. Persentase Penggunaan Obat Pasien Geriatri
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
12
4.5.3. Jumlah pasien geriatri berdasarkan jenis obat yang digunakan
Obat Antidiabetes
12% 25% Glibenklamid Lantus Apidra 38%
Novorapid
25%
Gambar 4.5. Persentase penggunaan obat antidiabetes pasien geriatri
Obat Antihipertensi
5%
5%
Amlodipin Bisoprolol
10%
33%
Lasix Candesartan
10%
Captopril Valsartan
9%
Losartan 14% 14%
Carvedilol
Gambar 4.6. Persentase penggunaan obat antihipertensi pasien geriatri
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
13
Obat Antihiperlipidemia
20%
Simvastatin Atorvastatin
80%
Gambar 4.7. Persentase penggunaan obat antihiperlipidemia pasien geriatri
Obat Gangguan Saluran Cerna 6%
Ranitidin
6%
22%
5%
Ondansentron Laxadine
5%
Loperamid Sucralfate
11% 17%
Pantoprazol Esomeprazol Polonosentron
11% 17%
Vitazym
Gambar 4.8. Persentase penggunaan obat gangguan saluran cerna pasien geriatri
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
14
Obat Antibiotik 8% 8%
Ceftriaxon 25%
Levofloxacin Ciprofloxacin
8%
Cefotaxim 9%
Ampicilin Sulbaktam Fosmicyn
25%
Ceftazidim
17%
Gambar 4.9. Persentase penggunaan obat antibiotik pasien geriatric
Obat Antitrombolitik
11%
Aspirin Clopidogrel 33%
56%
Silostazol
Gambar 4.10. Persentase penggunaan obat antitrombolitik pasien geriatri
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
15
Obat SSP
9%
Donezepil
9%
Gabapentin
28%
Halloperidol Trihexyphenidyl
9%
Sertralin Alprazolam
9% 18%
Estazolam
9%
Amitriptilin
9%
Gambar 4.11. Persentase penggunaan obat SSP pasien geriatri
Obat Analgetik & Antiradang
17% Paracetamol 17%
50%
Profenid Tramadol Etoricoxib
16%
Gambar 4.12. Persentase penggunaan obat analgetik dan antiradang pasien geriatri
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
16
Obat Nootropik
22%
Citicoline Piracetam
78%
Gambar 4.13. Persentase Penggunaan Obat Nootropik Pasien Geriatri
Supplemen As. Folat 5%
5%
Vitamin*
16%
Na Bicarbonat
5%
NaCl
5%
CaCO3 5%
16%
KSR Aspar K
5%
Neuroaid
5%
11% 5% 5%
6%
6%
Neurosanbe Neurodex Sohobion
*Vitamin yang digunakan adalah Vitamin B, Vitamin B6, dan Vitamin K
Gambar 4.14. Persentase penggunaan supplemen pasien geriatri
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
17
4.5.4. Kejadian interaksi obat pasien geriatri No
Obat
Efek
Jml
% kejadian
Manajemen Penanganan
BisoprololCandesartan
Kedua obat meningkatkan serum kalium
2
5
Monitoring serum kalium
2 Insulin-Aspirin
Peningkatan kerja insulin
2
5
Monitoring kadar gula darah
AspirinClopidogrel
Kedua obat meningkatkan tosisitas
2
5
Monitoring efek toksisitas dari obat, hanya gunakan aspirin dosis rendah
AmlodipinSimvastatin
Peningkatan kadar simvastatin, peningkatan resiko rhabdomiolisis/miophati
2
5
Monitoring kadar kolesterol darah. Batasi penggunaan simvastatin tidak lebih dari 20 mg/ hari
2
5
Monitoring serum kalium, fungsi ginjal dan tanda toksisitas obat.
1
2
Monitoring serum kalium
1
3
4
5
ValsartanAspirin
6
BisoprololEtoricoxib
Kedua obat meningkatkan serum kalium, meningkatkan resiko toksisitas kedua obat, dan dapat menurunkan fungsi ginjal Kedua obat meningkatkan serum kalium
7
CandesartanEtoricoxib
Kedua obat meningkatkan serum kalium
1
2
Monitoring serum kalium
8
BisoprololLosartan
Kedua obat meningkatkan serum kalium
1
2
Monitoring serum kalium
9
CarvedilolValsartan
Kedua obat meningkatkan serum kalium
1
2
Monitoring serum kalium
10
CarvedilolAspirin
Kedua obat meningkatkan serum kalium
1
2
Monitoring serum kalium
11
BisoprololAmlodipin
Meningkatkan efek antihipertensi
1
2
Monitoring tekanan darah
12
CarvedilolAmlodipin
Meningkatkan efek antihipertensi
1
2
Monitoring tekanan darah
13
AspirinBisoprolol
Aspirin menurunkan efek bisoprolol, kedua obat meningkatkan serum kalium
1
2
Monitoring tekanan darah dan serum kalium
14
AspirinLosartan
1
2
Monitoring serum kalium
15
CandesartanCaptopril
1
2
Monitoring fungsi ginjal dan serum kalium
Kedua obat meningkatkan serum kalium Peningkatan toksisitas kedua obat sehingga mempengaruhi fungsi ginjal dan hiperkalemia
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
18
No
Obat
CaptoprilFurosemid Valsartan17 Simvastatin Amlodipin18 CaCO3 Candesartan19 KCl 16
Efek
Jml
% kejadian
Manajemen Penanganan
Terjadi resiko hipotensi akut dan penurunan fungsi ginjal
1
2
Monitoring tekanan darah dan fungsi ginjal
Peningkatan efek valsartan
1
2
Monitoring tekanan darah
Penurunan efek amlodipin
1
2
Monitoring tekanan darah
1
2
Monitoring serum kalium
1
2
Monitoring serum kalium
1
2
Monitoring serum kalium
1
2
Monitoring kadar gula darah
1
2
Monitoring tekanan darah
AspirinGlibenklamid Captopril23 Aspirin
Kedua obat meningkatkan serum kalium Peningkatan kadar serum kalium dengan menurukan eliminasi Kedua obat meningkatkan kadar serum kalium Meningkatkan resiko hipoglikemia Penurunan efek hipotensi dan vasodilator
Simvastatin24 Glibenklamid
Peningkatan efek hipoglikemik
1
2
Tidak ada pencegahan, jika terjadi interaksi dilakukan penurunan dosis glibenklamid
20 Captopril-KCl 21 Bisoprolol-KCl 22
25
GlibenkalmidRanitidin
Penurunan klirens glibenklamid, terjadi hipoglikemia
1
2
Monitor kadar gula darah, tanda dan gejala hipoglikemia pada pasien
26
Aspirin-Asam folat
Penurunan kadar asam folat melalui penghambatan absorpsi GI
1
2
Tidak digunakan bersamaan
27
CiprofloksasinSucralfat
Penurunan kadar ciprofloksasin dengan menghalangi absorpsi GI
1
2
Ciprofloksasin diminum 2 jam sebelum atau 6 jam setelah sucralfat
28
RifampisinClopidogrel
Meningkatkan efek clopidogrel
1
2
Monitoring efek clopidogrel (pendarahan), gunakan alternative
Meningkatkan toksisitas, perubahan metabolit isoniazid menjadi metabolit yang hepatotoksik
1
2
Monitoring fungsi hati
1
2
Penggunaannya diberi jeda 2 jam
1
2
1
2
Rifampisin29 Isoniazid
30
Na BicIsoniazid
IsoniazidOndansentron Isoniazid32 Clopidogrel 31
Menurunkan efek isoniazid melalui penghambatan absorpsi GI Meningkatkan efek ondansentron Menurunkan efek clopidogrel
Monitoring keadaan pasien Monitoring keadaan pasien
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
19
No
Obat
Efek
Jml
% kejadian
Manajemen Penanganan Monitoring EKG, elektrolit dan terjadinya gejala CHF atau bradiaritmia Monitoring EKG, elektrolit dan terjadinya gejala CHF atau bradiaritmia
Haloperidol33 Ondansentron
Kedua obat meningkatkan interval QTc
1
2
34
SertrainOndansentron
Kedua obat meningkatkan interval QTc
1
2
35
SertralinHaloperidol
Peningkatan efek haloperidol dan peningkatan interval QTc
1
2
Monitoring keadaan pasien (EKG, elektrolit)
meningkatkan efek trehiksipenidil dengan sinergisme farmakodinamik
1
2
Monitor pasien, ada potensi terjadinya antikolinergik
SertralinIsoniazid
Kedua obat meningkatkan kadar serotonin
1
2
Monitoring keadaan pasien terhadap efek peningkatan serotonin
AmitriptilinLevofloksasin Diazepam39 Amitriptilin
Kedua obat meningkatkan interval QTc
1
2
Meningkatkan efek sedasi
1
2
1
2
1
2
1
-
-
1
-
-
1
-
-
1
-
-
Haloperidol36 Triheksipenidil
37
38
40
AspirinSilostazol
41
CeftriaksonFurosemid
42
DiazepamParasetamol
43
GabapentinParasetamol
44
RifampisisinOndansentron
45
Ceftriakson-Vit C
Kedua obat meningkatkan toksisitas dengan efek sinergisme farmakodinamik Meningkatkan toksisitas furosemid secara sinergisme farmakodinamik, meningkatkan resiko nefrotoksik Menurunkan efek parasetamol dengan meningkatkan metabolismenya (non signifikan) Menurunkan efek parasetamol dengan meningkatkan metabolismenya (non signifikan) Menurunkan efek ondansentron, dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP1A2 (nonsignifikan) Peningkatan efek ceftriakson (non signifikan)
Monitoring keadaan pasien Monitoring keadaan pasien Monitoring efek toksisitas dari obat, hanya gunakan aspirin dosis rendah
Monitor fungsi hati
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
20
No
Obat
Efek
Furosemid46 CaCO3
47
FurosemidAsam Folat
Penurunan kadar CaCO3 dengan meningkatkan klirens ginjal (non signifikan) Penurunan kadar asam folat dengan meningkatkan klirens ginjal (non signifikan)
Jml
% kejadian
Manajemen Penanganan
1
-
-
1
-
-
Keterangan: Interaksi yang bersifat non signifikan tidak dilakukan manajemen penanganan dan tidak dimasukkan dalam % kejadian interaksi obat (dapat diabaikan)
Tabel 4.2. Kejadian interaksi obat pasien geriatri
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Lantai 5 dan 6 GPS merupakan ruang rawat inap yang memberikan pelayanan eksekutif bagi pasien. Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik pasien geriatri yang menjalani rawat inap merupakan pasien yang mengalami kekambuhan atau peningkatan keparahan dari penyakit kronis yang diderita. Penyakit yang paling banyak menyebabkan pasien menjalani rawat inap adalah CVD, hal ini sesuai dengan data RSUP Fatmawati bahwa penyakit ini termasuk sepuluh besar penyakit di RSUP Fatmawati (IRMIK RSUP Fatmawati, 2013). Semua pasien geriatri rata-rata mengalami komplikasi penyakit dan satu pasien bisa mengalami 2 penyakit. Hal ini terkait dengan kondisi geriatri yang mengalami penurunan fungsi tubuh, sehingga penyakit dapat berkembang. Sebanyak 8 pasien dari keseluruhan pasien geriatri mengalami komplikasi, komplikasi yang tertinggi adalah pasien yang menderita CVD dengan stroke (50 %) seluruhnya merupakan pasien laki-laki, salah satu faktor resiko stroke adalah jenis kelamin sesuai dengan teori yang ada bahwa pria lebih beresiko terkena stroke dibanding wanita (Dipiro et al, 2008). Terdapat satu pasien yang masuk dirawat di rumah sakit karena epistaksis yang terus dan hal ini merupakan salah satu contoh ADR (adverse drug reaction)/ ROTD yang terjadi karena pengobatan antitrombolitik Clopidogrel®, hal ini menunjukkan bahwa satu pasien mengalami kejadian ADR yang menyebabkan pasien dirawat inap. Berdasarkan data tersebut dapat dikaji lebih lanjut mengenai tingkat ADR yang terjadi dengan kuisioner naranjo, seperti penelitian yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (Christianie, 2008). Karakteristik penyakit pasien geriatri yang bersifat kompleks membuat pengobatan yang dilakukan tidak cukup hanya dengan satu jenis obat. Hal ini menyebabkan pasien geriatri mendapatkan pengobatan yang polifarmasi. Dapat dilihat pada hasil pengkajian bahwa semua pasien mendapatkan lebih dari 3 obat, paling banyak pasien mendapat obat lebih dari 5 -10 obat, bahkan ada yang mendapatkan lebih dari 10 obat. Obat yang digunakan merupakan obat oral, inhalasi, injeksi IV dan infus.
29 Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
22
Berdasarkan hasil pengamatan golongan obat yang paling banyak digunakan oleh pasien geriatri adalah obat antihipertensi dan gangguan saluran cerna. Penggunaan terbanyak obat antihipertensi sejalan dengan data yang diperoleh sebelumnya bahwa penyakit yang terbanyak di derita pasien adalah CVD. Pasien dapat mendapatkan lebih dari 1 jenis obat hipertensi dari golongan yang
berbeda,
kombinasi
obat
antihipertensi
masih
rasional
karena
penggunaannya dari golongan yang berbeda/ tidak ada duplikasi obat (Standar Pel Kefar, Binfar). Penggunaan antihipertensi yang terbanyak adalah amlodipin yang merupakan golongan Ca antagonis penggunaannya paling banyak dengan antihipertensi golongan ARB, berdasarkan standard pelayanan kefarmasian obat golongan Ca antagonis paling efektif digunakan salah satunya adalah dengan ARB. Selain dengan ARB golongan lainnya adalah diuretik dan beta bloker (Standar Pel Kefar). Dua obat lain yang banyak digunakan adalah obat ganggguan saluran cerna dan suplemen. Penggunaan obat gangguan saluran cerna dimaksudkan untuk mewaspadai efek samping yang terjadi karena penggunaan obat-obat yang mempengaruhi saluran cerna dan juga mengatasi dispepsia yang terjadi, sebagai salah satu penyakit yang sering terjadi pada pasien geriatri (Sunanti et al, 2010). Suplemen yang digunakan dalam pengobatan pasien dimaksudkan untuk penunjang terapi dan meningkatkan/ mempertahankan fungsi tubuh, seperti vitamin-vitamin, asam folat, suplemen kalium dan natrium. Suplemen kalium dan nartrium digunakan untuk mengkoreksi kondisi klinik pasien terkait hasil labnya. Pasien dikombinasikan
yang
mendapatkan
dengan
obat
triheksifenidil
antipsikotik untuk
haloperidol
mengatasi
efek
banyak samping
ekstrapiramidal pada penggunaan obat-obat antipsikotik (Wiyono, Nasrun dan Damping, 2013). Penggunaan triheksifenidil dapat diberikan secara rutin maupun non rutin, pada pasien geriatri yang dirawat penggunaan triheksifenidil diberikan secara rutin. Penggunaan secara rutin karena mempertimbangkan bahwa efek ekstrapiramidal terjadi karena ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, Standar
yang telah
ditetapkan
menyatakan
bahwa
sebelum
digunakan
triheksifenidil, pemeriksaan mengenai efek ekstrapiramidal harus dilakukan terlebih dahulu (WHO, 1990). Data dari rekam medik belum mencakup informasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
23
mengenai pemeriksaan terhadap efek ekstrapiramidal pada pasien. Penggunaan obat nootropik pada pasien geriatri berupa obat tunggal maupun kombinasi, obat yang digunakan adalah sitikolin dan pirasetam. Penggunaannya sebagai obat tunggal maupun kombinasi untuk mengatur fungsi serebral dan meningkatkan kemampuan kognitif pada pasien stroke masih diperdebatkan. Pasien stroke yang mendapatkan pirasetam yang dikombinasi dengan sitikolin lebih menunjukkan perbaikan fungsi neurologis (Syifa, Ikayati dan Inawati, 2011). Hal ini menunjukkan kombinasi kedua obat dapat meningkatkan efektifitas terapi, terdapat pasien geriatri yang dirawat Penggunaan obat dengan polifarmasi sangat meningkatkan potensi terjadinya interaksi obat. Bila seorang pasien mendapatkan 2 atau lebih obat, kemungkinannya besar akan terjadi interaksi antara obat-obat yang dipakai (Tjay dan Kirana, 2007). Kemungkinan interaksi yang terjadi dapat dihitung dengan rumus: ½ n (n-1) Jika penggunaan obat oleh pasien lebih dari 5 obat maka interaksi yang mungkin terjadi ada 10 interaksi. Banyaknya kemungkinan interaksi yang terjadi berdasarkan rumus diatas, maka dilakukan pengkajian interaksi obat untuk mengetahui berapa banyak kejadian interaksi obat yang digunakan oleh masing-masing pasien. Berdasarkan pengkajian terdapat 34 (72%) interaksi termasuk interaksi secara farmakodinamik (nomor 1-17, 19, 21-24, 28, 31-40 dan 45 pada tabel 4.2 hal. 25-28) dan 13 (28%) interaksi termasuk interaksi farmakokinetik (nomor 18, 20, 25-27, 29, 30, 41-44, 46 dan 47 pada tabel 4.2 hal. 25-28). Interaksi farmakodinamik merupakan interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek adiktif, sinergistik atau antagonistik, interaksi ini seringkali dapat diprediksi, diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi. Contoh interaksi yang terjadi antara bisoprolol dan amlodipin dan aspirin dengan clopidogrel yang merupakan satu golongan obat (class effect). Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun yang berakibat terjadi
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
24
peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Contoh yang terjadi adalah antara ciprofloksasin dengan sucralfat yang mempengaruhi proses absorpsi di GI (Stochkey, ). Dari keseluruh pasien terdapat 2 pasien yang tidak mengalami interaksi obat. Pada pasien yang tidak mengalami interaksi obat, obat yang akan menimbulkan interaksi (Nalgestan®) dihentikan dan diganti dengan obat lain (Rhinos®). Sehingga kejadian interaksi obat tidak terjadi. Satu pasien lainnya sebenarnya mengalami interaksi karena pantoprazole dan ampicillin yang dapat meningkatkan pH lambung, dan interaksi terjadi hanya berlaku pada obat bentuk oral, sedangkan sediaan yang digunakan oleh pasien adalah sediaan injeksi, maka kemungkinan interaksi ini tidak terjadi pada pasien. Hasil pengkajian terhadap penggunaan obat pasien geriatri dilantai 5 dan 6 GPS diharapkan dapat membantu proses pengobatan yang rasional dan membantu peningkatan kualitas hidup pasien.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan data yang dikumpulkan selama tanggal 2–25 Oktober 2013,
dapat disimpulkan: 1. Sebanyak 53 % pasien laki-laki dan 47 % pasien perempuan dirawat di lantai 5 dan 6 GPS. 2. Sebanyak 40 % pasien menjalani perawatan lebih dari 5 hari, 33 % menjalani lebih dari 3 hari dan 27 % menjalani perawatan lebih dari 10 hari 3. Sebanyak 60 % pasien geriatri mengalami penyakit dengan komplikasi. 4. Sebanyak 46 % pasien mendapatkan > 10 obat. Pasien yang mendapatkan > 3 obat dan > 15 jenis obat masing-masing 27 % pasien. 5. Terdapat 3 golongan obat yang paling banyak digunakan dengan masingmasing persentase yang sama (14 %) yaitu obat antihipertensi, obat gangguan saluran cerna dan suplemen. 6. Sebanyak 86 % pasien mengalami interaksi pada pengobatannya. Interaksi yang terjadi secara farmakodinamik sebesar 72 % dan interasi farmasetik sebesar 28 %.
5.2
Saran 1. Kegiatan monitoring penggunaan obat pada pasien geriatri yang dirawat dilantai 5 dan 6 GPS perlu dilakukan secara berkala demi terlaksananya pengobatan yang rasonal bagi pasien. 2. Perlu dilakukan proses penilaian ADR dengan kuisioner naranjo untuk mengetahui tingkat ADR yang terjadi. 3. Semua pasien harus di kaji pengobatannya untuk melihat apakah terjadi interaksi pada penggunaan obat lebih dari 5 (polifarmasi). 4. Pada penggunaan antibiotik, harus diperhatikan lama pengobatan yang dilakukan, juga harus dilakukan tes resistensi dan tes kultur untuk menentukan jenis antibiotik yang tepat.
25 Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Christiani, Merry., Siti Setiati, YuliaTrisna, dan Retnosari Andrajati (2007). Kejadian Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki Yang Menyebabkan Pasien Lanjut Usia Dirawat di RSCM. Jurnal Farmasi Indonesia Vol.3 No. 4: 181-188 Donatus, Imono Argo. (1999). Nasib Obat pada Diri Lanjut Usia (Lansia). SIGMA Vol. 2 No. 1 Mulyaningsih, Kismawati., Lukman Hakim, Dewa I Putu Pramantara. (2010). Profil Drug-Related Problems Pada Pasien Geriatrik Rawat Inap di Bangsal Bugenvil Unit Pelayanan Penyakit Dalam RSUP DR Sardjito Yogyakarta periode September 2009 – Januari 2010. Prosiding Seminar Nasional “Eight Star Performance Pharmascist; Yogyakarta Pascasarjana UGM Pranarka, Kris. (2006). Penerapan Geriatrik menuju Usia Lanjut yang Sehat. Universa Medicina. Oktober- Desember: Vol. 25 No. 4 Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Sekretariat Negara. Sunarti, Sri., Chusnul Chuluq., Dyta Loverita (2009) Profil Keluhan Gastrointestinal dan Gambaran Endoskopi pada Pasien Geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang Tahun 2007-2009 . Farmascia http://www.statistik –indonesia.com
26 Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
27 Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Nama Pasien
P
P
77
75
JK Umur
TB
Diagnosa masuk
Diagnosa Keluar
Ruang rawat
Lama rawat
Frek mulai
Pemakaian Obat
Dosis
stop
9/10
Nama Obat
21/9
9/10
1x
22/9
9/10
10 mg
602 19 hari
1x
22/9
9/10
Atorvastatin
Splindotitis
10 mg
1x
22/9
9/10
9/10 Amlodipin
1.25 mg
1x
22/9
9/10
21/9
Concor
75 mg
2x
22/9
9/10
1x
Plavix
300 mg
2x
24/9
9/10
16 mg
Alpentin
500 mg
1x
26/9
30/9
Candesartan
Ciprofloxasin
60 mg
1x
21/9
4/10
DM tipe 2
Arcoxia
0,5 mg
1x
30/9
9/10
DM tipe 2
Colcatriol
30 unit
1x
4/10
9/10
Lantus
2 unit
1x
22/9
Lantus
10 unit
26/9
2x
Lantus
21/9
9/10
8-8-6
2/10
11/10
Apidra
1/10
4/10
2/10
1x
1/10
11/10
26/9
3x
1/10
16-16-8
2 tab
2x
Apidra 12-12-6 Pantozol 40 mg (pantoprazole) Prorenal
500 mg
Apidra
500 mg
605 11 hari
NaCl caps
*plus
Hipertensi
50 150 Geriatrik Problem
Hipertensi
50 150 Fraktur kompressi
BB
Lampiran : Data Pengobatan Pasien Geriatri No 1 Ny. TKY
2 Ny. MM
Lancolin
11/10
11/10
2/10
11/10
2/10
5000 1x
4/10
1x
1x
400 mcg
1 tab
Folavit Neurosanbe Iberet Folic
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
28
Nama Pasien JK Umur BB TB
Lampiran (lanjutan)
No
Diagnosa masuk
Diagnosa Keluar
Ruang rawat
Lama rawat
2C
3x
1x
Frek
8/10
7/10
4/10
mulai
11/10
11/10
11/10
11/10
Stop
Pemakaian Obat
Laxadine
2 cap
2x
2/10
11/10
Dosis
Pujimin
1:1
3x i.v
4/10
Nama Obat
Nebulizer (ventolin: bisolvon)
100 mg
4x i.v
2/10
1.5 g
Tramadol (50 mg/ml, ampul 2 ml);jika nyeri Ampicillin Sulbactam
1/10
3/10
11/10
1x i.v
2/10
4/10
2/10
/ 12 jam
3/10
1x i.v
500 cc
500 cc
11/10
/ 12 jam /12 jam
4/10
500 cc
Triofusin E 1000 (fruktosa 120 g, glukosa 66 g, xylitol 60 g, elektrolites, vitamin/L) RL
NaCl 0,9 % + 25 mEq KCl
500 ml
RL + 25 meq KCl
NaCl 0,9 %
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
29
Nama Pasien
P
L
60
76
TB
Diagnosa masuk HNP (Herniated Nucleous Pulpo
Diagnosa Keluar prostatitis
Ruang rawat
Lama rawat 502 7 hari
Nama Obat
1 tab
Dosis
1x
2x
1/10
1/10
mulai
7/10
7/10
stop
Pemakaian Obat Curcuma
1 tab
Frek Sohobion
7/10
7/10
2/10
400 mg
1/10
7/10
1x
3 mg
2/10
7/10
1 tab
Paracetamol
0.4 mg
2/10
11/10
Harnal Ocas (tamsulosin)
Amitriptilin
90 mg 1 1x IVdrip 500 ml 2x IV
25/9
8/10
7/10
Diazepam
1x
25/9
11/10
3/10
Gabapentin Cernevit Asering
3x
25/9
1x
Amlodipin
10 mg 1 tab
3x
Levofloxacin 500 mg
CKD st V
Vit B
1 cap
BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Hipertensi
CaCO3
Loratadin
Profenid
Nitrokaf
As. Folat
BIcnat
As. Folat
0.5 mg
1 tab
1 supp
2.5 mg
2 tab
3 tab 1 cap
1 cap
1x
ekstra
1x
1x
1x
2x
1x
3x
28/9
28/9
26/10
25/9
25/9
25/9
25/9
25/9
8/10
11/10
8/10
11/10
11/10
11/10
25/9
25/9
2x 1caps
56 150 CKD st V
DM tipe 2
BicNat
505 17 hari Hipertensi
on CAPD
47 156
JK Umur BB
Lampiran (lanjutan) No 3 Tn KD
4 Ny. EH
DM tipe 2 on Hemodialisa
Alprazolam
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
30
Nama Pasien
L
91
TB
Diagnosa masuk
55 158 Dispepsia syndrom Geriatrik problem
JK Umur BB
Lampiran (lanjutan) No
5 Tn MHS
Codipent Syr
Bicnat
Sertalin
THP
Halloperidol
Salbutamol
Ambroxol
CPG
B6
Etb
Rifampisin INH
Novorapid Lantus
Novorapid
Novorapid
Nama Obat Lasix
1 tab
1C
1 cap
12,5 mg
1 mg
0,5 mg
1/2 tab
1 tab
75 mg
1 tab
1000 mg
300 mg 300 mg
8 unit 8 unit
14 unit
13 unit
1x
1x
1x
2x
1x
3x
3x
1x
3x
1x
1x 1x
1x 1x
3x
3x
1/10
3/10
3/10
2/10
1/10
1/10
1/10
1/10
1/10
1/10
1/10
1/10
1/10 1/10
9/10 9/10
4/10
3/10
Pemakaian Obat Dosis Frek mulai 2 amp 1 x iv 30/9
4/10
4/10
4/10
4/10
3/10
4/10
4/10
3/10
4/10
4/10
4/10
4/10
4/10
4/10 4/10
11/10 11/10
9/10
4/10
Lama rawat
Abixa
1 tab
2x
1/10
4/10
Ruang rawat
Alzym
1 tab
3x
2/10
4/10
Diagnosa Keluar
Estalin
1 amp
3x
1/10
4/10
stop 9/10
Dispepsia
Ondansentron 1 amp
Ranitidin
1 amp
3x
1/10
506 4 hari
Imobilisasi
Cefotaxim
500 cc
1x
TB Paru dg infeksi sekunder
+ perbaikan
RL
1 colf
1x
Tutofusin
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
31
Nama Pasien
L
L
78
60
60
47
JK Umur BB
Lampiran (lanjutan) No 6 Tn. SW
7 Tn WS
Diagnosa Keluar
Diagnosa masuk
TB CVD
plus*
Hipertensi
156 CVD stroke iskemik
CVD Stroke Iskemik 165 terulang Febris Leukosis
Ruang rawat
Lama rawat
503 5 hari
504 8 hari
Aptor
10 mg
1 tab
1x
1x
1x
1/10
1/10
1/10
1/10
mulai
1/10
5/10
5/10
5/10
5/10
Stop
Pemakaian Obat
Simvastatin
5 mg
1x
1/10
Frek
Amlodipin
75 mg
1x
Dosis
CPG
300 mg
Nama Obat
Zyloric
3/10
5/10
1/10
3/10
3/10
1/10
21/10
2x
15/10
21/10
147,5 mg
500 cc
1x
15/10
21/10
Neulin PS
80 mg
jika perlu
15/10
500 cc
500 mg
1x
21/10
Neulin
4 tab
15/10
17/10
1x
16/10
17/10
5 mg
3x tiap 12 jam Asering Ascardia (aspirin) Paracetamol Carbloxal 6.25 Amlodipin
3x
16/10
21/10
21/10
1 cap
2x
17/10
21/10
16/10
(1:1)
3x
17/10
1x
Nebulizer (ventolin: bisolvon)
1
3x
80 mg
Edotin
1:1
Valsartan Fluimucyl (asetil sistein)
Nebulizer (combivent: NaCl 0,9 %)
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
32
Nama Pasien
P
70
TB
Diagnosa masuk
45 155 Post pasang
JK Umur BB
Lampiran (lanjutan) No
8 Ny. TJ
kolostomi
Diagnosa Keluar
Illeostomi + intake sulit
Ruang rawat
Lama rawat
505 13 hari
Fosmicyn
Neulin (citicolin)
Neurotam (piracetam)
Pranza (Pantoprazol)
Vit C
Ceftriaxone
Nebulizer (fulmicort: NaCl)
500 cc
2g
500 mg
3000 mg
40 mg (1 vial)
400 mg
2g
1:1
Dosis
/12 jm
/12 jm
2x
2x
4x
1x
1x
1x
2x
Frek
17/10
14/10
17/10
14/10
14/10
14/10
14/10
14/10
19/10
mulai
21/10
21/10
21/10
21/10
21/10
21/10
21/10
17/10
21/10
stop
Pemakaian Obat
NaCl 0,9 %
(1:1)
Nama Obat
Clinimix: ivelip
3x
12/10
12/10
16/10 23/10
23/10
23/10
21/10
1 amp
1 sdm
4x
14/10 16/10
23/10
18/10
Farmadol
Inpepsa
1 ml
1x
16/10
23/10
21/10
Nistatin drop
20 mg
1x 1x
18/10
20/10
Imodium (loperamid)
10 mg 0.25 mg
4x
/24 jm
Imodium Alprazolam
1 tab
Dex 5 %: 2,5 ampul aminophylin
FG troches
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
33
Nama Pasien
L
63
TB
Diagnosa masuk
90 175 CVD
JK Umur BB
Lampiran (lanjutan) No
9 Tn ZAS
DM dengan GD tidak terkontrol
Asering + cernevit
Levofloxacin
Ceteron
500 cc
500 cc
1g
4 mg
40 mg
1 tab
Dosis
2x
1x
500 mg 1 x
8 mg
1x
1x
2x
1x
1x
JP
13/10
11/10
11/10
11/10
21/10
16/10
16/10
13/10
12/10
12/10
11/10
21/10
Frek mulai
13/10
17/10
23/10
23/10
13/10
23/10
23/10
23/10
16/10
21/10
16/10
23/10
23/10
Stop
Pemakaian Obat
Aminofluid
100 cc
1x
12/10
23/10
Nama Obat
Lipofundin
100 cc
1x
18/10
23/10
Lama rawat
Cernevit+ NaCl 0,9%
500 cc
1x
17/10
25/10
Ruang rawat
NaCl 3 %
500 cc
1x
20/10
25/10
Diagnosa Keluar
NaCl 0.9 %
500 cc
1x
20/10
25/10
Lasix
Ondancentron
Paracetamol Nexium (esomeprazol) Ceteron (ondansentron) Cefxon
KaENMg
1 tab
1x
21/10
2x
1x
Forneuro
20 mg
1x
22/10
8 mg 1/2 amp
Simvastatin
1/2 tab
21/10
503 6 hari DM tipe 2
Glibenklamid
360 mg 1 x
CVD Hipertensi
Ascardia
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
34
Nama Pasien
P
70
TB
55 150
JK Umur BB
Lampiran (lanjutan) No
10 Ny TS
Diagnosa masuk
Ca Sigmoid pro Kemo S3
Diagnosa Keluar
Ca Sigmoid post Kemo S3
Ruang rawat
Lama rawat
503 3 hari
Dexamethason
Valsartan
Allerten
Tromboaspilet
Neurodex
Simvastatin
Reotal
NaCl 0.9 %
Novorapid
Novorapid
Brainact
Ranitidin
Brainact
Amlodipin
Captopril
Vitazym
Laxadine
Ascardia
Ascardia
1 amp
5 mg
1 tab
1 tab
1 tab
1 tab
10 mg
1 amp
500 cc
6 unit
4 unit
500 mg
1 amp
1000 mg
5 mg
12,5 mg
1 tab
2C
160 mg
80 mg
1x 1x
1x
1x
1x
1x
1x
1x
1x
1x
2x
2x
3x
3x
2x
2x
2x
1x
3x
3x
1x
1x
1x
10/10
10/10 10/10
10/10
10/10
10/10
10/10
10/10
9/10
9/10
9/10
21/10
20/10
24/10
22/10
24/10
20/10
20/10
24/10
23/10
23/10
22/10
23/10
22/10
Frek mulai
11/10
11/10 11/10
11/10
11/10
11/10
11/10
1110
11/10
11/10
11/10
24/10
25/10
25/10
24/10
25/10
25/10
24/10
25/10
24/10
25/10
25/10
25/10
23/10
Stop
Pemakaian Obat
Paloxi
1 amp
1x
Dosis
Ranitidin
150 mg 200 mg 1500 mg
Nama Obat
Eloxatin Leucovorin DBL Curacyl
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
35
Nama Pasien L
L
75
78
TB
Diagnosa masuk
85 170 Hemiplegi Dextra
54 160 CVD stroke Pro carotid shunt
JK Umur BB
Lampiran (lanjutan) No 11 Tn M
12 Tn TA
Neulin
Silostazol
Ascardia
Plavix
Nurobion
Maintate 2,5
Losartan Fordesia Neuroaid
1 tab 500 cc
50 mg
80 mg
75 mg
1 tab
1/2 tab
50 mg 1 tab 1 tab
2x
1x
3x
1x
1x
1x
1x
1x
1x
1x
3x
1x 1x
Frek
8/10
8/10
8/10
8/10
9/10
9/10
9/10
10/10
10/10
9/10
9/10
9/10
9/10 9/10
mulai
13/10 1310
13/10
12/10
13/10
13/10
13/10
13/10
13/10
13/10
13/10
13/10
13/10
13/10
13/10 13/01
stop
Pemakaian Obat
RL
25 mg
3x
8/10 8/10
13/10 13/10 13/10 13/10
CVD
504 4 hari
Dosis
Captopril
5 mg
1x 1x
8/10 9/10 10/10 11/10
13/10
Nama Obat
Concor
1 tab
1x 3x jp 2x
11/10
13/10
Lama rawat
KSR
1C
2x
11/10
13/10
Ruang rawat
Sucralfate
1C 5 mg 16 mg 1 tab 2 tab 500 mg 1 tab
1x
11/10
13/10
Diagnosa Keluar
Laxadine Amlodipin Candesartan Ambroxol Imodium Ciprofloxasin Neulin PS
800 mg
1x
12/10
506 5 hari
Hemiplegi
Piracetam
1x
CVD post carotid shunt
dextra
Arceft
5 mg 1 tab KSR
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
36
Nama Pasien
P
64
TB
Diagnosa masuk
65 165 Epistaksis cont
JK Umur BB
Lampiran (lanjutan) No
13 Ny ANS
post ec hipertensi dengan obat hemostasis
Diagnosa Keluar
Epistaksis
Ruang rawat
Lama rawat
611 5 hari
5 mg 1 tab 1 tab
500 cc
500 cc
2x
3x 2x
1x 3x 2x
/6 jam
/8 jam
2x 1x
3x 2x
Frek
7/10
7/10
7/10 7/10
8/10 7/10 9/10
10/10
8/10
8/10
7/10 7/10 7/10 8/10 7/10
7/10 7/10
mulai
11/10
11/10
9/10
11/10 11/10
10/10 9/10 11/10
11/10
10/10
10/10
10/10 10/10 10/10 9/10 9/10
10/10 10/10
Stop
Pemakaian Obat Ceftazidim Vit C Gastrofer Alinamin Ceteron Lasix Triofusin NaCl 0,9% 100 cc + citicolin 3 amp + NB 500 1 amp NaCl 0,9 % + 25 mEq KCl NaCl 0,9 % + 25 mEq KCl Levofloxacin Nalgestan Rhinos
1 amp 1 amp 1 amp
2x
9/10
11/10
Dosis
Transamin Vit K Ketese
1 amp
1x
10/10
Nama Obat
Ranitidin
1 amp
2x
/24 jam
1x 2x
Ketese
200 mg
2g 400 mg 40 mg 1 amp 4 mg 40 mg 500 ml
Jayacyn
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
37
Nama Pasien P
L
62
64
Diagnosa masuk
Diagnosa Keluar DM tipe 2
TB
67 160 Dispepsia Syndrome Celulitis
Ulkus plantar pedis dextra
65 165 Hemiplegi dextra
CVD S 1 stroke hemoragik
Hemiplegi dextra
DM tipe 2
JK Umur BB
Lampiran (lanjutan) No 14 Ny El H
15 Tn MAD
CVD S 1 stroke hemoragik
Ruang rawat
Lama rawat 605 4 hari
506 3 hari
Lantus
Lantus
Apidra
Ceftriaxone
Dumin
Aspilet
Paracetamol
Vometa
6 unit
30 unit
18 unit
4 unit
2g
1 tab
1 tab
500 mg
1 tab
1x
3x
1x
1x
3x
1x
3x
1x
3x
3x
Frek
24/10
23/10
23/10
22/10
22/10
22/10
23/10
23/10
22/10
22/10
mulai
25/10
25/10
24/10
24/10
23/10
23/10
25/10
25/10
25/10
23/10
25/10
stop
Pemakaian Obat
Apidra
12 unit
24/10
25/10
Dosis
Lantus
22/10
Nama Obat
Apidra
2x
25/10
4-4-0 500 cc
23/10
25/10
NaCl 0,9 %
1x
24/10
24/10
25/10
2x
23/10
25/10
23/10
10 mg
2x
24/10
25/10
/8jam
Simvastatin
1 tab
1x
23/10
25/10
500 cc
Aspar K
5 mg
2x
23/10
RL
Amlodipin
10 mg
2x
25/10
25/10
Amlodipin
500 mg
/12 jam 23/10
25/10
23/10
Brainact
1 amp
23/10
1x
Ranitidin
500 cc
/6 jam
1 tab
NaCl 0,9 %
125 cc
As. Folat
Manitol 20 %
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
38
Laporan praktek…., Lulu Solihah, FFar UI, 2014