UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DENGAN INTERVENSI EDUKASI PADA PASIEN RAWAT INAP IPD LANTAI 7 ZONA A RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
IIN MUTHMAINAH S.,S.Kep. 1006823280
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DENGAN INTERVENSI EDUKASI PADA PASIEN RAWAT INAP IPD LANTAI 7 ZONA A RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
IIN MUTHMAINAH S.,S.Kep. 1006823280
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini. Penulisan KIAN ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners pada Fakultas ilmu Keperawatan Universitas indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa praktik profesi sampai pada masa penyusunan karya tulis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2.
Ibu Henny Permatasari, SKp., M.Kep, Spp. Kom sebagai koordinator Praktik klinik keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (PK KKMP).
3.
Ibu Riri Maria, SKp., MANP selaku koordinator Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN)..
4.
Ibu Yulia, SKp., M.N., Ph.D. selaku pembimbing penulisan karya ilmiah akhir yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikirannya untuk mengarahkan dan membimbing saya dalam penyusunan KIAN ini.
5.
Ibu Ns. Yeane Anastania SKp selaku kepala ruangan dan CI di ruang rawat Lt 7 Gedung A RSCM yang memberikan bimbingan di lahan praktik.
6.
Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan secara materi ataupun dukungan moral dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini, terutama pada suami saya tercinta Syaiful Anwar, anak saya Hana Rizqi Mumtaza, mama beserta keluarga di Subang, dan ibu mertua yang menggantikan tugas saya dalam menjaga anak selama masa perkuliahan. Jazakallah khoron katsiir.
iv Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
7.
Adik saya Nurul Febrian yang senantiasa siap membantu saya dalam proses pembuatan KIA ini dari awal sampai akhir. Jazakallah khoiron katsiir.
8.
Rekan-rekan Program program Ners Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia terutama rekan kelompok yang selalu membantu dan memahami kondisi saya.
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang ikut berperan dalam penyelesaian karya ilmiah akhir ini.
Akhir kata, saya berharap Allah Subhanahuwata’ala berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan pelayanan keperawatan di rumah sakit.
Depok, Juli 2013
Penulis
v Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
ABSTRAK Nama : Iin Muthmainah Suhendar, S.Kep. Program studi : Ilmu Keperawatan Judul : Analisa Praktik Klinik Keperawatan Masyarakat Perkotaan pada Penyakit Gagal Jantung Kongestif dengan Intervensi Edukasi Pada Pasien Rawat Inap IPD Lantai 7 Zona A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Masyarakat perkotaan memiliki risiko relatif lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit gagal jantung dibandingkan dengan masyarakat rural. Intervensi edukasi pada pasien rawat inap diharapkan dapat meningkatkan kondisi klinis pasien gagal jantung kongestif. Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menganalisa asuhan keperawatan pada Tn. S dengan gagal jantung kongestif menurut konsep kesehatan masyarakat perkotaan dan intervensi edukasi berdasarkan evidence base. Intervensi edukasi diberikan saat pasien pulih dan saat akan pulang. Edukasi dapat meningkatkan kondisi klinis, meningkatkan ketaatan terhadap self-care dan dapat menurunkan biaya perawatan pada pasien gagal jantung. Kata kunci: Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan; gagal jantung; edukasi; rawat inap
ABSTRACT Name Major Title
: Iin Muthmainah Suhendar : Nursing : Analysis of urban health clinical nursing practice in patient with congestif heart failure in IPD Room at 7th floor Zone A RSUP Cipto Mangunkusumo
Urban community have a higher risk factor of cardiovascular heart disease include heart failure than rural community. Patient health education intervention is expected to improve clinical outcomes in patient with congestif heart failure. This final clinical nursing report aimed to analyze nursing care for patient Mr. S with congestive heart failure based on urban health concepts and inpatient education intervention based on existing evidence based. Patient health education could improve clinical outcomes, increase self care adherence, and reduce hospitalization cost. Keywords: urban health nursing; heart failure; inpatient health education
vii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………….……ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………….................iii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………………………...vi ABSTRAK………………………………………………………………...........vii DAFTAR ISI…………………………………………………………………....viii DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR SKEMA............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii 1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penulisan................................................................................... 4 1.3 Manfaat Penulisan……………………………………………………..5 2. KONSEP GAGAL JANTUNG................................................................... 6 2.1 Definisi………...................................................................................... 6 2.2 Etiologi dan Faktor Risiko................................................................... 6 2.3 Patofisiologi dan Mekanisme Kompensasi....................................... 12 2.4 Gagal Jantung Dekompensasi.............................................................. 14 2.5 Manifestasi Klinis…............................................................................. 15 2.6 Klasifikasi Gagal Jantung..................................................................... 16 2.7 Pemeriksaan Penunjang…… .............................................................. 17 2.8 Tatalaksana ........................................................................................... 18 2.9 Edukasi dalam Penatalaksanaan Gagal Jantung………….….………. 20 3. TINJAUAN KASUS……............................................................................. 27 3.1 Pengkajian……...................................................................................... 27 3.2 Analisa Data…....................................................................................... 38 3.3 Diagnosa Kaperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah…….……..… 40 3.4 WOC………………………………………………………….…..…….41 4. ANALISIS SITUASI.................................................................................... 42 4.1 Profil RSCM dan JCI…………………………………………………..42 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait……………………………………………....... 43 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait………………………….……. 48 4.4 Alternatif yang dapat dilakukan.......................................................... 51 5. PENUTUP……………….………………………………………..……........53 5.1 Simpulan……………………………………………………..………...53 5.2 Saran……………………………………………………….…………..54 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………...……………xiii
viii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Etiologi Penyakit…………………………………………….……...7 Tabel 2.2. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Assosiation of Chronic Heart Failure……...……………………………………….16 Table 2.3. TopikEedukasi…………………………………………………...…..22 Table 3.1. Hasil pemeriksaan penunjang: hasil laboratorium………..………..35 Table 3.2. Obat yang diresepkan………………................................................37 Table 3.3. Analisa Data…………………………………………………………38
ix Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1. Kerangka teori.................…………………………………………. 26
x Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Skema 3.1. WOC Gagal Jantung.............………………………………………41
xi Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. NCP Gagal Jantung……………...…………................................. xvii Lampiran 2. Catatan Perkembangan……………………………………….…...xxviii Lampiran 3. Booklet Gagal Jantung…………………………………………….xxxviii
xii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (Panggabean, 2010). Gagal jantung merupakan suatu syndrom ketidakmampuan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi tubuh. Kelainan struktur dan fungsi jantung tersebut berasal dari penyakit jantung itu sendiri (cardiac disease) atau beberapa kasus terjadi akibat kelainan diluar jantung (non-cardiac disease) seperti anemia, penyakit tiroid, infeksi dll. Insiden gagal jantung mengalami peningkatan secara konsisten di dunia walaupun terjadi kemajuan teknologi dalam diagnosis dan penatalaksanaan gagal jantung. Di Amerika Serikat 5.7 ribu orang menderita gagal jantung, 670.000 kasus baru di diagnosa setiap tahun. Terdapat data pasien yang menjalani hospitalisasi sebanyak 1.094.000 pasien dan diperoleh data kejadian rehospitalisasi hampir sekitar 50% dari total pasien gagal jantung yang pernah menjalani hospitalisasi sebelumnya (AHA, 2012). American Heart Association memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk pasien jantung $ 34.4 juta tiap tahun (Heidenreich, 2011). Dengan demikian gagal jantung merupakan suatu penyakit dengan biaya yang cukup mahal dan dapat berpengaruh pada kualitas hidup seseorang dengan angka kejadian morbiditas yang tinggi dan mortilitas dini yang tinggi pula. Di Indonesia, secara statistik belum ada prevalensi penyakit gagal jantung secara khusus. Namun secara umum gagal jantung tergambar dalam data penyakit jantung. Hal tersebut dikarenakan gagal jantung merupakan suatu sindrom yang muncul dari berbagai macam penyebab kelainan struktur atau fungsi pada jantung jantung (Panggabean, 2010). Data riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Kementrian Kesehatan Indonesia menunjukan terdapat 7.2% penduduk Indonesia menderita penyakit jantung. Sedangkan angka mortalitas di Indonesia yakni sebesar 31,9 % disebabkan oleh penyakit kardioserebrovaskuler yaitu penyakit jantung, stroke dan pembuluh darah kapiler (Departemen Kesehatan RI, 2007).
1 Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup dan gangguan irama jantung. Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner biasanya akibat infark miokard yang merupakan penyebab paling sering pada usia < 75 tahun, disusul oleh hipertensi dan diabetes. Sedangkan di indonesia belum ada data yang pasti ( Ghani, 2010). Penyakit jantung koroner, hipertensi dan diabetes sebagai faktor penyebab terbesar tejadinya gagal jantung tersebut memiliki faktor risiko penyakit yang dapat dimodifikasi dan dapat dicegah. Faktor risiko tersebut meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya aterosklerosis koroner terkait pola hidup individu. Faktor risiko terkait pola hidup meliputi merokok, diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori, gaya hidup yang kurang aktivitas dan kondisi stres psikologis ( Muttaqin, 2009). Hal tersebut sesuai dengan data Riskesdas (2007) menunjukkan beberapa faktor risiko penyakit tidak menular penduduk Indonesia terkait penyakit kardiovaskular meliputi konsumsi garam berlebihan (24.5%), konsumsi lemak berlebihan (12.8%), kurang konsumsi sayur dan buah (93.6%), konsumsi makanan siap saji (6.3%), kurang aktivitas fisik (48.2%), merokok (34.7%), stres emosional (11.6%). Penelitian terkait data dan informasi kesehatan penyakit tidak menular Kementerian Kesehatan RI berdasarkan analisa data sekunder Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa salah satu sosial determinan yaitu mereka yang tinggal di daerah urban (perkotaan) memiliki risiko kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah rural (Hatma, 2007). Masalah urban akan selalu dihubungkan dengan kepadatan penduduk serta konsekuensi perubahan-perubahan kondisi lingkungan sosial yang kurang sehat. Pola makan atau diet erat kaitannya dengan hipercholesterolemia. Dimana Lifestyle atau pola hidup serta kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kondisi derajat kesehatan seseorang. Pola makan dan lifesyle masyarakat perkotaan yang kurang sehat tersebut merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular khususnya penyakit jantung koroner sebagai salah satu penyebab terjadinya penyakit gagal jantung pada kondisi lanjut di daerah perkotaan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
3
Gagal jantung kronik merupakan salah satu diagnosis perawatan di rumah sakit yang utama pada usia lanjut dan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi Manggioni (2005) dalam Alwi (2012). Prevalensinya meningkat seiring dengan meningkatnya populasi usia lanjut. Penelitian pada populasi umum berdasarkan kriteria klinis menunjukkan prevalensinya berkisar antara 0.3-2%, meningkat lebih dari 10 % pada usia > 65 tahun Murray & Stewart (2000). Kondisi penyakit gagal jantung merupakan suatu kondisi yang mungkin sulit untuk dimengerti yang dapat berpengaruh pada kualitas hidup seseorang dan memerlukan penjelasan yang lebih detail. Tatalaksana penanganan gagal jantung dilakukan melalui pendekatan multidisiplin dalam managemen program penanganan gagal jantung yang komprehensif. Program tersebut terbukti dapat meningkatkan kondisi pasien secara klinis dan menurunkan angka readmisi pasien ke rumah sakit dengan kondisi gagal jantung dekompensasi akut ataupun kronik (Kasper et al, 2002) dalam Angelidou (2010). Masalah utama dalam tatalaksana pasien dengan gagal jantung adalah sebagian besar dari pasien tersebut tidak mendapatkan informasi mengenai kondisi penyakit yang akan menetap selama hidupnya (Angelidou, 2010). Tidak adekuatnya informasi yang diberikan dapat memperburuk kondisi gagal jantung pasien. Penelitian yang dilakukan Britz dan Dunn (2010) dalam Kaawoan (2012) menyebutkan
bahwa
sebagian
pasien
melaporkan
bahwa
mereka
belum
melaksanakan self care secara tepat seperti yang telah diajarkan misalnya mematuhi pengobatan yang telah diberikan, diet rendah garam, aktivitas fisik yang teratur sesuai toleransi, pembatasan cairan, monitor berat badan setiap hari, serta mengenal tanda dan gejala secara dini. Ketidakmampuan melaksanakan self care ini mengakibatkan gejala yang dirasakan semakin berat dan menjadi penyebab pasien menjalani hospitalisasi. Program edukasi yang berpusat pada pasien sangat diperlukan bagi setiap pasien gagal jantung (Angelidou, 2010). Perawat memiliki peran dan kontribusi yang besar dalam perawatan pasien dengan gagal jantung baik saat dirawat di rumah sakit, akan pulang dari rumah sakit dan setelah pulang dari rumah sakit. Salah satu peran perawat adalah melakukan edukasi. Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
4
bahwa edukasi pada pasien gagal jantung bertujuan agar pasien dapat belajar dan mengerti sehingga dapat mengatur aktivitas dan istirahat sesuai respon individual serta
mengerti
dan
memahami
bagaimana
upaya
untuk
memperlambat
perkembangan penyakit gagal jantung tersebut. Adapun topik edukasi yang diberikan meliputi topik umum mengenai gagal jantung (pengertian, mengenali tanda dan gejala, monitoring pribadi terhadap peningkatan berat badan dll), rekomendasi diet (retriksi garam dan retriksi cairan), perubahan gaya hidup (berhenti merokok dan minum alkohol), aktivitas dan latihan, serta konseling pengobatan (Angelidou, 2010). 1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum Penulisan KIAN ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program profesi praktik
klinik keperawatan masyarakat
perkotaan (PK KKMP) dimana mahasiswa menganalisa kasus kelolaan klien dengan penyakit gagal jantung sebagai penyakit yang terkait dengan perubahan perilaku dan pola hidup masyarakat perkotaan yang kurang sehat. 1.2.2. Tujuan khusus 1. Mahasiswa
mampu
mengidentifikasi
faktor
risiko
penyakit
kardiovaskuler pada masyarakat urban. 2. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pasien dengan
gagal
jantung
(pengkajian,
perumusan
diagnosis
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi) melalui penerapan konsep, teori, teknologi di bidang keperawatan secara komprehensif 3. Mahasiswa
mampu
mengidentifikasi
intervensi
tindakan
keperawatan pada pasien gagal jantung yang mengalami kondisi sakit kronik dengan upaya meningkatkan self care melalui program edukasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
5
4. Mahasiswa mampu menganalisa intervensi edukasi pasien rawat inap berdasarkan evidence base nursing practice yang sudah ada. 1.3. Manfaat penulisan 1.3.1. Bagi penulis Menambah wawasan dan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam mengaplikasikan teori PKKMP dalam melakukan Askep pada masyarakat urban. 1.3.2. Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil KIAN ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan informasi mengenai intervensi keperawatan edukasi pada pasien rawat inap dengan penyakit gagal jantung kronik berdasarkan evidence base nursing
practice.
Sehingga
diharapkan
dapat
meningkatkan
pelaksanaan edukasi oleh perawat dalam pelayanan keperawatan pada pasien gagal jantung di ruang rawat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Terpadu Gedung A 7 RSCM. 1.3.3. Bagi pengembangan ilmu keperawatan Diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan kardiovaskuler tentang upaya peningkatan pelayanan asuhan keperawatan melalui intervensi edukasi pada pasien rawat inap sehingga implementasi edukasi lebih efektif dan efisien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
BAB II KONSEP GAGAL JANTUNG 2.1. Definisi Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, dan penekanan arti gagal ditujukan pada pompa jantung secara keseluruhan. (Price & Wilson, 2005; Sabatine 2011). Gagal jantung didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Kegagalan fungsi pompa jantung ini di dalamnya disebabkan oleh berbagai kondisi kardiovaskuler termasuk di dalamnya hipertensi kronis, Corony Artery Disease dan valvular disease (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Gagal jantung adalah sindrom (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung (Panggabean, 2009).
2.2. Etiologi dan Faktor Risiko 2.2.1. Etiologi Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium (Price & Wilson, 2005), serta dapat disebabkan oleh dekompensasi pada gagal jantung kronik (Manurung, 2009).
6 Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
7
Tabel 2.1 Etiologi penyakit gagal jantung Kelainan Mekanis
1. Peningkatan beban tekanan - Dari sentral (stenosis aorta) - Dari peripheral (hipertensi sistemik) 2. Penignkatan beban volume - Regurgitasi katup – pirau - Meningkatnya beban awal 3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel - Stenosis mitral atau trikupsid 4. Tamponade pericardium 5. Restriksi endokardium dan miokardium 6. Aneurisma ventricular 7. Dis-sinergi ventrikel Kelainan Miokardial Primer Kardiomiopati Gangguan neuromuscular Miokarditis Metabolik (DM) Keracunan (alkohol, kobalt dll) Sekunder Iskemia (penyakit jantung koroner) Gangguan metabolic Inflamasi Penyakit infiltrative (restrictive cardiomiophaty) Penyakit sistemik Penyakit paru obstruktif kronis Obat-obatan yang mendepresi miokard Gangguan irama 1. Henti jantung jantung 2. Ventricular fibrilasi 3. Takikardi atau bradikardia yang ekstrim 4. Asinkronik listrik dan gangguan konduksi Dekompensasi pada Tidak patuh minum obat gagal jantung kronik Volume overload Infeksi, terutama pneumonia Cerebrovaskular insult Operasi Disfungsi renal Asma/PPOK Penyalahgunaan obat Penyalahgunaan alcohol
Sumber: Price dan Lorraine M (2005); Manurung ( 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
8
2.2.2. Faktor Risiko Gagal Jantung Terdapat sejumlah faktor atau kondisi yang dapat meningkatkan kemungkinan
seseorang
akan
(cardiovascular disiase, CVD).
mengalami
penyakit
kardiovaskular
Tingginya kadar plasma kolesterol,
hipertensi arterial dan kebiasaan merokok merupakan tiga faktor risiko utama terjadinya CVD di Indonesia (Riskesdas, 2007). Data Riskesdas ini menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di daerah urban memiliki faktor risiko kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah rural. Faktor risiko tersebut meliputi tingginya kadar kolesterol darah, perubahan gaya hidup dan pola makan, obesitas, dan aktivitas fisik yang kurang pada daerah urban. kadar rata-rata kolesterol lebih tinggi pada mereka yang tinggal di urban versus rural. Tingginya kolesterol darah, erat kaitannya dengan dengan pola makan seseorang. Mereka yang tinggal di daerah urban cenderung akan mengalami perubahan gaya hidup yaitu perubahan pola makan dengan mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kaya energi dibandingkan dengan daerah rural, dimana konsekuensinya akan mempengaruhi kadar kolesterol darah. Prevalensi obesitas central juga lebih tinggi secara signifikan pada mereka yang tinggal di daerah urban dibandingkan dengan mereka yang tinggal di darah rural pada berbagai kondisi sosial. Pola hidup daerah urban cenderung memiliki hidup yang lebih sedenter, aktivitas fisik kurang sehingga lebih beresiko untuk menderita obesitas. Walaupun beberapa faktor risiko seperti usia, jenis kelamin pria, dan riwayat CVD di keluarga bersifat mutlak, namun faktor lain seperti merokok, dislipidemia, hipertensi, diabetes melitus, obesitas, dan inaktivitas
fisik,
bersifat
dapat
dimodifikasi
(dinamis)
untuk
memperbaiki progresivitas CVD. Pendekatan ini telah terbukti dapat menurunkan kejadian dan keparahan CVD, dan secara khusus di setujui karena CVD yang nyata bersifat ireversibel (Aaronson & Ward, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
9
a. Faktor Risiko Dinamis Dislipidemia merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang di tandai oleh kadar abnormal pada satu atau lebih lipoprotein. Lipoprotein merupakan partikel dalam darah yang mengandung kolesterol dan lipid lainnya. Dislipidemia mencakup kadar lipoprotein berdensitas rendah (low-density lipoprotein, LDL) yang berlebihan dalam plasma, yang menyebabkan peningkatan kadar kolesterol plasma, karena LDL mengandung 70% kolesterol total plasma. Bila kadar kolesterol plasma meningkat, terutama di atas 240 mg/dL (6,2 mmol/L), maka terdapat peningkatan progresif risiko CVD akibat peningkatan ikutan kadar LDL. LDL memiliki peran utama dalam menyebabkan aterosklorosis karena LDL dapat di konversi menjadi bentuk teroksidasi, yang bersifat merusak dinding vaskular (Aaronson & Ward, 2010). Hipertensi, didefinisikan sebagai tekanan darah di atas 140/90 mmHg, terjadi pada ~25% populasi. Hipertensi memacu terjadinya aterogenesis, kemungkinan dengan merusak endotel dan menyebabkan efek berbahaya lain pada dinding arteri besar. Hipertensi merusak pembulu darah otak dan ginjal, sehingga meningkatkan risiko sroke dan gagal ginjal. Semakin tinggi beban kerja jantung, yang di tambah dengan tekanan arteri yang meningkat, juga menyebabkan penebalan dinding ventrikel kiri. Proses ini, disebut hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy, LVH), merupakan penyebab sekaligus penanda kerusakan kardiovaskular yang lebih serius. LVH menjadi predisposisi bagi miokardium untuk mengalami aritmia dan iskemia, dan merupakan kontributor utama terjadinya gagal jantung, infark miokard, dan kematian mendadak (Aaronson & Ward, 2010; Ghani, 2008). Inaktivitas fisik menaikan risiko terjadinya CVD melalui berbagai mekanisme. Kebugaran yang rendah dapat menyebabkan HDL plasma yang menurun, tingkat tekanan darah yang lebih tinggi,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
10
dan resistensi insulin, serta obesitas itu sendiri merupakan faktor risiko CVD. Studi menunjukan bahwa tingkat kebugaran yang sedang hingga tinggi berkaitan dengan penurunan mortalitas CVD setengah kalinya (Aaronson & Ward, 2010). Diabetes melitus sudah dikenal sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskular (WHO, 2011). Orang dengan diabetes (diabetisi) kekurangan hormon insulin secara keseluruhan, atau menuju resisten terhadap kerjanya. Kondisi resistensi insulin yang biasanya terjadi pada usia dewasa, disebut diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2), dan di alami oleh 95% pasien diabetik. DM tipe 2 meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler 2 sampai 4 kali pada populasi secara keseluruhan (Terzic & Nelson dalam Alwi, 2012). Diabetes menyebabkan kerusakan progresif terhadap susunan mikrovaskular maupun arteri yang lebih besar selama bertahun-tahun. Kira-kira 75% pasien diabetik akhirnya meninggal akibat CVD. Terdapat bukti bahwa pasien DM tipe 2 mengalami kerusakan endotel maupun peningkatan kadar LDL teroksidasi. Kedua efek tersebut mungkin merupakan akibat dari mekanisme yang terkait dengan hiperglikemia yang khas pada kondisi ini. Selain itu, koagulabilitas darah meningkat pada DM tipe 2 karena peningkatan plsminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) dan peningkatan kemampuan agregasi trombosit. Serangkaian faktor risiko kardiovaskular mencakup trigliserida plasma yang tinggi, HDL plasma yang rendah, hipertensi, peningkatan glukosa plasma, dan obesitas (terutama abdominal) seringkali berkaitan satu sama lain. Kombinasi faktor-faktor risiko ini sangat terkait dengan dan dapat timbul sebagai akibat dari resistensi insulin. Individu dengan tiga atau lebih faktor-faktor risiko ini dikatakan mengalami sindrom metabolik.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
11
Merokok tembakau menyebabkan CVD dengan menurunkan kadar HDL, menurunkan koagulabilitas darah, dan merusak endotel, sehingga memacu terjadinya aterosklerosis. Selain itu, terjadi pula stimulasi jantung yang diinduksi nikotin serta penurunan kapasitas darah pengangkut oksigen yang dimediasi oleh karbon monoksida. Efek ini, bersama dengan peningkatan kejadian spasme koroner, menentukan tingkatan terjadinya iskemia jantung dan infark miokard (Aaronson & Ward, 2010).
b. Faktor Risiko Mutlak Riwayat CVD dalam keluarga Berbagai survey epidemiologis telah menunjukkan adanya predisposisi familial terhadap CVD. Hal ini sebagian besar disebabkan karena banyak faktor risiko CVD (misal hipertensi) memiliki dasar genetik multifaktorial (akibat gen abnormal multiple yang berinteraksi dengan pengaruh lingkungan). Pengaruh genetik yang membahayakan mungkin juga terlibat, karena predisposisi familial tetap ada bila data epidemiologis di koreksi terhadap faktor risiko yang telah diketahui. Riwayat keluarga dapat pula mencerminkan gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas (Aaronson & Ward, 2010; Muttaqin, 2009). Jenis kelamin pria Wanita usia paruh baya mungkin jauh lebih jarang mengalami CVD dibandingkan pria. Perbedaan ini berkurang secara progresif setalah menopause, dan ini terjadi terutama disebabkan oleh peran estrogen. Kerja estrogen yang berpotensi menguntungkan adalah sebagai antioksidan, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL, menstimulasi ekspresi dan aktivitas oksida nitrat sintase, serta menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan produksi plasminogen. Pria
memiliki
risiko
yang lebih
besar
dibandingkan
wanita
premenopouse (Aaronson & Ward, 2010; Smeltzer & Bare, 2002).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
12
2.3. Patofisiologi dan Mekanisme Kompensasi Patofisiologi gagal jantung diuraikan berdasarkan tipe gagal jantung yang dibedakan atas gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung akut dan kronis, gagal jantung sistolik dan diastolik, serta gagal jantung dengan Low output dan Hight output (Panggabean, 2009; Ignatavisius & Workman, 2010).
Sebagian besar
kondisi gagal jantung dimulai dengan kegagalan ventrikel kiri dan dapat berkembang menjadi kegagalan dua ventrikel. Hal ini terjadi karena kedua ventrikel jantung terdiri dari dua sistem pompa jantung yang berbeda fungsi satu sama lain (Ignatavisius & Workman, 2010). Kagagalan ventrikel kiri terjadi karena ketidakmampuan ventrikel untuk mengeluarkan isinya secara adekuat sehingga menyebabkan terjadinya dilatasi, peningkatan volume akhir diastolik dan peningkatan tekanan intraventrikular pada akhir diastolik. Hal ini berefek pada atrium kiri dimana terjadi ketidakmampuan atrium
untuk mengosongkan isinya ke dalam ventrikel kiri dan selanjutnya
tekanan pada atrium kiri akan meningkat. Peningkatan ini akan berdampak pada vena pulmonal yang membawa darah dari paru-paru ke atrium kiri dan akhirnya menyebabkan kongesti vaskular pulmonal (Hudak & Gallo, 2010). Gagal jantung kanan terjadi jika kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahunan tidak lagi berbeda (Panggabean, 2009). Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik, menurun dan gejala hipoperfusi lannya. Sedangkan gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik terjadi ketika ventrikel kiri tidak dapat berelaksasi secara adekuat selama fase diastol. Tidak adekuatnya relaksasi (stiffening) ini mencegah pengisian darah yang cukup oleh ventrikel yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
13
menjamin kardiak output yang adekuat (Ignatavisous dan Workman, 2010). Pada gagal jantung diastolik pengisian ventrikel terganggu, umumnya karena dinding ventrikel kaku akibat fibrosis atau hipertopi (Aaronson & Ward, 2010). Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang mengakibatkan
gangguan
sirkulasi
perifer
dan
vasokontriksi
perifer.
Vasokontriksi dapat terjadi pada kondisi low utput heart failure sedangkan pada high output heart failure terjadi vasodilatasi yang mengakibatkan peningkatan stroke volume (Crawford, 2009; Sabatine 2011). Bila curah jantung normal atau diatas normal namun kebutuhan metabolik tubuh tidak mencukupi, maka hight output syndrome
terjadi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan
metabolik, seperti pada hipertiroidisme, demam, kehamilan, kondisi hiperkinetik seperti pada kondisi fistula arteriovenous, beri-beri dan penyakit pagets (Udjianti, 2010; Sabatine, 2011). Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Kompensasi pada gagal jantung sistolik terjadi melalui dua mekanisme utama, yaitu sistem simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Aktivasi sistem simpatis terjadi sebagai reaksi terhadap penurunan curah jantung yang dipersepsi oleh baroreseptor. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan peningkatan kontraksi otot jantung dan frekuensi denyut jantung melalui stimulasi reseptor adrenergik ß1 di jantung (Sherwood, 2001). Akibat dari aktivasi sistem simpatis tersebut terjadi peningkatan curah jantung sebagai kompensasi terhadap penurunan curah jantung pada gagal jantung sistolik. Aktivasi sistem RAA dimulai oleh sekresi renin oleh sel jukstaglomerular di ginjal melalui stimulasi reseptor adrenergik ß1 dan sebagai reaksi terhadap berkurangnya perfusi ke ginjal. Sekresi renin akan mengahasilkan angiotensin II yang memiliki dua efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh aktivitas simpatis dan Angiotensin II akan meningkatkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload) jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan menambah peningkatan preload jantung. Tekanan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
14
pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah jantung (menurut hubungan Frank-Starling) sebagai mekanisme kompensasi (Aaronson & Ward, 2010). Mekanisme kompensasi lainnya adalah dilatasi dan hipertropi. Pada dilatasi sel otot meregang. Peregangan pada sel otot jantung ini berpengaruh terhadap curah jantung. Hubungan antara curah jantung dan panjangnya sel otot jantung pada akhir diastolik dikenal dengan hukum Starling, yang menyatakan bahwa saat akhir diastolik panjang serat meningkat, demikian juga curah jantung. Terdapat titik dimana regangan sel otot bukan menimbulkan peningkatan curah jantung tetapi sebaliknya (Hudak & Gallo, 2010). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (Hukum Laplace) (Davey, 2006). Peningkatan afterload yang menetap (pada hipertensi, stenosis aorta) menyebabkan penebalan dinding ventrikel karena sel-sel otot bertambah besar (hipertropi miokard). Walaupun hipertropi memperbaiki kekuatan jantung, namun ventrikel yang lebih tebal bersifat kurang komplian (fleksibel) dan end diastolic pressure (EDP) harus meningkat lagi untuk pengisian yang adekuat; hal ini dapat menyebabkan gagal diastolik. Hipertropi juga menurunkan densitas kapiler, meningkatkan jarak difusi dan menurunkan cadangan koroner. Oleh karena itu perfusi menurun saat latihan. Perubahan pada isoform protein kontraktil (miosin, tropomiosin) juga menurunkan kecepatan kecepatan kontraksi dan kontraktilitas (Aaronson & Ward, 2010). 2.4. Gagal Jantung Dekompensasi Mekanisme kompensasi ini tidak berjalan lama, karena dengan berjalannya waktu, mekanisme kompensasi tersebut justru memperburuk disfungsi miokard. Dengan tujuan untuk tetap meningkatkan curah jantung yang urang, terjadilah perubahan-perubahan maladaptif berupa hipertrofi dinding ventrikel (untuk meningkatkan kontraktilitas miokard) dan ekspansi volume (untuk meningkatkan tekanan dinding ventrikel sehingga meningakatkan kontraktilitas miokard). Dilatasi pada ventikel juga akan meningkatkan stres pada ventrikel. Akan tetapi perubahan-perubahan maladaptif tersebut, terutama perubahan peningkatan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
15
dinding ventrikel yang berlebihan, akan menyebabkan apoptosis sel jantung dan proriferasi jaringan ikat (fibrosis), sehingga kontraktilitas miokard akan menurun. Proses yang menghasilkan perubahan-perubahan maladaptif dalam struktur dan fungsi jantung ini disebut proses remodelling jantung. proses remodeling jantung ini terjadi pada saat dekompensasi gagal jantung. Selain melaui peningkatan stres hemodinamik pada ventrikel (peningkatan preload dan afterload jantung), aktivasi sistem neurohormonal endogen tersebut di atas (peningkatan kadar norepinefrin, epinefrin, angiotensis II, aldosteron, dan lain-lain), sendiri mupun bersama, juga mempunyai efek toksik langsung pada sel jantung untuk terjadinya remodelling jantung (dengan mensimulasi terjadinya apoptosis dan fibrosis miokard) (Fuster et al, 2001; Black & Hawks, 2009; AHA, 2005). Proses remodeling jantung ini merupakan proses yang progresif, sehingga akan berjalan terus tanpa perlu ada kerusakan baru/berulang pada jantung. Proses remodeling jantung yang progresif ini menyebabkan kontraktilitas miokard akan semakin menurun, sehingga curah jantung akan semakin menurun. Di samping itu peningkatan afterload juga akan menurunkan curah jantung. Akibatnya terjadi dekompensasi jantung. Oleh karena itu, pengobatan gagal jantung kronik ditunjukkan untuk mencegah atau memperlambat remodeling miokard tersebut, sedangkan pada gagal jantung akut, pengobatan ditunjukkan untuk mengurangi overload cairan, menurunkan resistensi perifer, dan memperkuat kontraktilitas miokard (Fuster et al, 2001; AHA, 2005; Black & Hawks, 2009; ).
2.5. Manifestasi Klinis Manifestasi gagal jantung yang utama adalah (1) sesak napas dan rasa lelah, yang membatasi kemampuan melakukan kegiatan fisik; dan (2) retensi cairan, yang menyebebkan kongesti paru da edema perifer (Setiawati & Nafrialdi, 2007). Pada umumnya pasien datang dengan dispneu (sesak napas), meskipun pada awalnya hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas fisik, keluhan disertai dengan kelemahan dan kelelahan, dan edema perifer (retensi cairan dalam jaringan), yang paling sering terlihat sebagai pembengkakan tungkai. Jantung dan hati membesar, dan CVP yang tinggi menyebabkan distensi vena jugular. Irama
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
16
gallop dapat terdengar akibat tekanan pengisian jantung yang tinggi, curah jantung dan tekanan darah mungkin normal atau menurun (Aaronson & ward, 2010) Manifestasi klinis gagal jantung dapat digolongkan juga berdasarkan tipe gagal jantung. Tanda gagal jantung kiri berupa: 1) Penurunan kardiak output berupa kelelahan, oliguria, angina, konfusi dan gelisah, takikardia dan palpitasi, bunyi jantung gallop S3 & S4, nadi perifer melemah, pucat dan akral teraba dingin, dan 2) Tanda kongesti pulmonal meliputi: batuk yang bertambah buruk pada malam hari (paroxysmal noctural dyspneu, PND), dispneu/sesak, batuk iritasi dengan sputum pink berbusa, krakels, pernapasan cheyne-stokes, tachipnoe, orthopneu, edema pulmonal akut pada CXR. Sedangkan manifestasi klinis gagal jantung kanan adalah kongesti sistemik berupa: distensi vena jugularis, pembesaran hati dan lien, anorexia dan nausea, edema tungkai yang menetap, asites, edema anasarka,
peningkatan berat badan, peningkatan tekanan darah
karena kelebihan volume cairan atau penurunan tekanan darah karena kegagalan pompa jantung (Davey, 2006; Black & Hawks, 2009; Ignatavisius & Workman, 2010; Hudak & Gallo, 2010).
2.6. Klasifikasi Gagal jantung New York Hearth Association (NYHA) membuat gradasi keparahan gagal jantung dalam 4 kelas fungsional berdasarkan jumlah aktivitas fisik yang diperlukan untuk menimbulkan gejala-gejalanya. Tabel 2.2 klasifikasi gagal jantung menurut New York Association of Chronic heart failure Kelas
Definisi
I
Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas fisik. Tidak ada limitasi aktivitas fisik. Tidak timbul sesak napas, rasa lelah, atau palpitasi dengan aktivitas fisik biasa.
II
Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan gangguan aktivitas fisik ringan. Sedikit limitasi aktivitas fisik. Timbul rasa
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
17
lelah, palpitasi, dan sesak napas dengan aktivitas fisik biasa, tetapi nyaman sewaktu istirahat. III
Keterbatasan aktifitas fisik sangat terasa pada pasien dengan penyakit jantung. nyaman pada saat beristirahat
tetapi
merasakan gejala walaupun hanya dengan aktivitas minimal. IV
Pasien dengan penyakit jantung, beraktivitas fisik sangat terbatas. Gejala dirasakan walaupun saat beristirahat, dan aktivitas fisik sedikit saja akan memperberat gajala.
Sumber: modifikasi dari Davey (2006); Setiawati & Nafrialdi (2007)
2.7. Pemeriksaan Penunjang Dilakukan untuk menemukan penyebab, menilai beratnya penyakit dan memantau pengobatan (Davey, 2006; RSCM, 2007). Pemeriksaan penunjang tersebut terdiri dari: Elektrokardiogram Gambaran EKG pada penderita gagal jantung akut pada umumnya abnormal. Pemeriksaan EKG digunakan untuk mengetahuai irama jantung akut, etiologi gagal jantung akut, kondisi jantung seperti sindroma koroner akut, dan hipertrofi rongga jantung. Aritmia jantung harus dinilai dengan EKG 12 sadapan kemudian dipasang EKG monitor kontinu. Ekokardiografi Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk evaluasi perubahan fungsi dan struktur jantung pada gagal jantung akut seperti pada sindrom koroner akut. Hal penting yang harus dinilai oleh ekokardiografi: fungsi ventrikel kiri dan kanan, keadaan katup, perikard, komplikasi mekanik dari infark miokard dan adanya massa di jantung (jarang), tekanan arteri ulmonal, dan curah jantung. Biokimiawi Elektrolit, fungsi ginjal (ureum, kreatinin), dan hematologi (anemia), kimia darah tes fungsi liver, lipid darah, glukosa dan fungsi tiroid. Scan Isotop Nuklir Bermanfaat untuk pengukuran fraksi ejeksi yang akurat (ventrikulografi isotop atau multiple gated acquisition scans [MUGA]) atau
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
18
miokardium yang tidak berfungsi (otot jantung masih ada, namun tidak berkontrkasi akibat stenosis koroner yang hebat pada arteri yang memberi nutrisi, yang akan berkontraksi bila aliran darah membaik dengan angioplasty transluminal perkutan [PTCA] atau cangkok bypass arteri koroner [CABG]).
2.8. Tatalaksana Respons fisiologis pada gagal jantung membentuk dasar rasional untuk tindakan. Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk menurunkan kerja jantung dengan istirahat, untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard dengan penggunaan obat, dan untuk menurunkan retensi garam dan air dengan terapi diet dan istirahat ( Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer & Bare 2002). Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non-farmakologik dan terapi farmakologik (Ghani, 2009; Setiawati dan Nafrialdi, 2007; Davey, 2006). Terapi Nonfarmakologis (1) Diet: pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau <2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya utnuk gagal jantung berat. (2) Merokok: harus dihentikan (3) Aktivitas fisik: olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien. (4) Istirahat: dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil. (5) Bepergian: hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau lembab, dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
19
Terapi Farmakologis Tujuan primer pengobatan adalah mencegah terjadinya gagal jantung dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung, terutama hipertensi dan/atau penyakit arteri koroner. Jika disfungsi miokard sudah terjadi, tujuan pertama adalah mengobati/menghilangkan penyebab dasarnya, jika mungki (misalnya iskemia, penyakit tiroid, alkohol, obat). Jika penyebab dasar tidak dapat dikoreksi, pengobatan ditunjukkan untuk Tujuan (1) adalah tujuan untuk pengobatan gagal jantung kronik: mencegah memburuknya fungsi jantung, dengan miokard, sehingga dapat mengurangi mortalitas; diberikan penghambat ACE dan β-bloker, disamping mengurangi beban kerja jantung dan sedangakna tujuan (2) adalah tujuan utama pengobatan gagal jantung akut, yaitu untuk mengurangi gejala-gejala gagal jantung sehingga memperbaiki kualitas hidup pasien; diperlukan pengurangan overload cairan dengan diuretic, penurunan resistensi perifer dengan vasodilator, dan peningkatan kontraktilitas miokard dengan obat inotropik. Diuretik, adalah dasar untuk terapi simtomatik. Dosisnya harus cukup besar untuk menghilangakan edema paru dan/atau perifer. Efek samping utama adalah hipokalemia (berikan suplemen K+ atau diuretic hemat kalium, seperti amilorid). Inhibitor
ACE,
menghambat
perubahan
angiotensisn
I menjadi
angiotensin II, memotong respon neuroendokrin maladaptive, menimbulkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Obat golongan ini memperbaiki gejala, kualitas hidup, dan prognosis pada gagal jantung yang nyata atau kerusakan fugsi ventrikel kiri. Obat ini dapat memicu gagal ginjal pada stenosis arteri renalis bilateral (periksa ureum dan kreatinin). Efek samping lainyang paling banyak dijumpai adalah batuk kering persisten sebanyak 15%. Antagonis reseptor angiotensin II, misalnya losartan, mengahambat angiotensin II dengan antagonism langsung terhadap reseptornya. Efek dan manfaatnya seperti inhibitor ACE. Bloker β, seperti bisoprolol, metoprolol, dan karvedilol, sebelumnya dianggap kontraindikasi pada gagal jantung katekolamin yang tinggi dalam
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
20
sirkulasi dan penurunan regulasi reseptor adregenik sangat barbahaya pada gagal jantung. Bloker β (diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis sangat rendah, dinaikkan bertahap) membalikkan keadaan ini dan memperbaiki status fungsional serta prognosis. Menurunkan kegagalan pompa serta kematian mendadak akibat aritmia. Antagonis aldosteron, spironolakton, suatu diuretic hemat kalium (antagonis aldosteron) memperbaiki prognosis pada CHF berat. Digoksin, saat ini hanya digoksin yang digunakan untuk terapi gagal jantung, sedangakan sedangakan digitoksin dan folia digitalis tidak digunakan lagi. Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung sebagai inotropik positif, kronotropik negative (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardia atau fibrilasi atrium) dan mengurangi aktifasi saraf simpatis. Antitrombotik, warfarin (antikoagulan oral) diindikasikan pada gagal jantung dengan fibrilasi atrial, riwayat kejadian tromboembolik sebelumnya, atau adanya trombus di ventrikel kiri, untuk mencegah stroke atau tromboembolisme. Antiaritmia, antiaritmia yang digunakan pada gagal jantung hanyalah ßbloker dan amiodaron. ß-bloker mengurangi kematian mendadak pada gagal jantung. Amiodaron digunnakan pada gagal jantung hanya jika desertai dengan fibrilasi atrial dan dikehendaki ritme sinus. Amiodaron adalah satu-satunya obat aritmia yang tidak dsertai dengan efek inotropik negatif.
2.9. Edukasi dalam Penatalaksanaan Gagal Jantung Pasien pasca rawat di rumah sakit biasanya lebih sering kembali ke klinik dan rumah sakit akibat kekambuhan episode gagal jantung berulang terutama pada pasien dengan usia diatas 65 tahun dengan kondisi yang lebih buruk (Stromberg, 2005). Gagal jantung merupakan suatu sindrom dengan kondisi kronis dan memiliki prognosis yang menurun dan tidak selalu dapat dicegah. Namun demikian setengah dari penyebab readmisi pasien dapat dicegah. Data di Eropa menunjukkan bahwa 50 % dari pasien gagal jantung yang pernah dirawat di rumah sakit mengalami readmisi dalam waktu 6 bulan dan menghabiskan sekitar 70% dana untuk perawatan (Stromberg, 2005). Hal tersebut tidak hanya menimbulkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
21
masalah psikologis, sosiologis dan finansial tetapi beban fisiologis pasien akan menjadi lebih serius. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan melibatkan pasien dalam implementasi program terapi akan memperbaiki kerjasama dan kepatuhan. Kebanyakan kekambuhan gagal jantung dterjadi karena pasien tidak mematuhi terapi yang dianjurkan, seperti tidak mampu melaksanakan terapi pengobatan dengan tepat, melanggar pembatasan diet, tidak mematuhi tindak lanjut medis, melakukan aktivitas fisik yang berlebihan dan tidak dapat mengenali gejala kekambuhan (Smeltzer & Bare, 2002, Sromberg, 2005; Paul, 2008). 2.9.1. Definisi edukasi Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya pembelajaran,
dan
pembelajaran
merupakan
upaya
untuk
menambah
pengetahuan baru, sikap serta keterampilan melalui penguatan praktik dan pengalaman tertentu (Smeltzer & Bare, 2005; Potter & Perry, 2009). Salah satu peran penting perawat dalam tim manajemen gagal jantung adalah sebagai edukator. Dimana pasien dengan kondisi gagal jantung harus mengerti kondisi sakitnya, pengobatanya dan mengetahui kapan waktu untuk memeriksakan diri ke petugas kesehatan. Perawat memiliki peranan penting pada proses edukasi tersebut sebagai petugas pertama yang mengajarkan dan mengevaluasi kemampuan self care pasien (Paul, 2008). 2.9.2. Tujuan Edukasi dan self care pada pasien gagal jantung Tujuan dari edukasi pada pasien gagal jantung adalah membantu pasien secara aktif berpartisipasi dalam perawatannya sendiri, membuat keputusan dalam pengobatan dan perubahan perilaku kesehatan sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki dan dengan rasa percaya diri (Stromberg, 2005). Edukasi dapa membuat penyakit gagal jantung dan gejala yang muncul dapat ditangani oleh pasien secara komprehensif. Pengetahuan meningkatkan kontrol dan memfasilitasi pasien untuk beradaptasi terhadap kondisi sakit gagal jantung yang bersifat kronis dan pasien memiliki peran dalam perilaku perawatan diri (self care behaviour)
seperti retriksi cairan dan intake garam, latihan, terapi
pengobatan, dan monitoring terjadinya tanda dan gejala perburukan kondisi gagal jantung (Paul, 2008).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
22
Dalam penelitiannya mengenai edukasi yang diberikan oleh perawat pada saat pasien pulang rawat Koeling et all (2005) membuktikan bahwa edukasi pada saat pulang rawat meningkatkan kondisi klinis pasien dengan gagal jantung dengan menurunkan angka readmisi rawat selama follow up 180 hari. Data laporan follow up padien yang mendapatkan edukasi juga menunjukkan bahwa melakukan self –care secara mandiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa edukasi pada pasien gagal jantung dapat menurunkan angka readmisi pasien dan menurunkan dana rawat yang signifikan. Definisi self care menurut Riegel et al (2004) adalah sebuah proses pengambilan keputusan secara naturalistik terhadap pemilihan tingkah laku untuk mempertahankan stabilitas fisiologis (self care maintenance) dan respon terhadap gejala yang dialami (self care management). Self care pada pasien gagal jantung digambarkan sebagai suatu proses dimana pasien berpartisipasi secara aktif dalam melakukan managemen gagal jantung baik secara mandiri maupun dengan bantuan keluarga maupun petugas kesehatan.
2.9.3. Topik edukasi untuk pasien gagal jantung 2.3. Tabel Topik Edukasi Nasihat umum
-
Konseling pengobatan -
Istirahat dan latihan
-
Definisi, tanda dan gejala gagal jantung Etiologi Monitoring gejala Self management tanda dan gejala Menimbang berat badan setiap hari Rasional terapi Ketaatan dalam pengobatan Prognosis Efek dan efek samping obatserta tanda-tanda keracunan obat Cara penggunaan obat Obat-obatan yang harus dihindari seperti hati-hati dalam penggunaan obat NSAID Penggunaan terapi diuretik Istirahat Latihan exercise Pekerjaan Aktivitas fisik sehari-hari
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
23
Diet dan kebiasaan sosial
- Aktivitas seksual - Rehabilitasi - Pembatasan intake sodium - Retriksi cairan - Batasi minum alkohol - Berhenti merokok - Kurangi kondisi overweight Imunisasi Pnemococcal dan influenza
Vaksinasi -
Perjalanan
Penerbangan udara Ketinggian, hindari tempat yang panas atau lembab
Sumber: European Society of Cardiology (2001) Bakang & Akyol (2008) dalam penelitianya mengenai studi eksperimen efek dari teori adaptasi Roy terhadap model edukasi, latihan dan program dukungan sosial terhadap pasien gagal jantung dengan menggunakan booklet pada pasien yang diintervensi menunjukkan bahwa pasien yang diintervensi dan diberikan edukasi dapat beradaptasi secara baik terhadap kondisi gagal jantung yang dialaminya. Kualitas hidup pasien meningkat, kapasitas fungsional meningkat dan dukungan sosial pun meningkat. Dengan demikian Roy adaptation model melalui pemberian edukasi dapat digunakan perawat dalam merawat pasien dengan kondisi gagal jantung.
2.9.4. Proses edukasi pasien Rankin & Stallling (2001) menggambarkan roses edukasi pada pasien menjadi 5 tahap. 1) Pengkajian terhadap pengetahuan pasien sebelumnya, kemampuan belajar pasien, mispersepsi pengetahuan, pola belajar, perilaku, dan motivasi untuk belajar. Pengkajian dapat dilakukan melalui wawancara, dan test. Pengkajian pengetahuan sebelumnya sangat penting dilakukan, penelitian Ni et al (1999) dalam Stromberg (2005) menyatakan sebagian besar edukasi diberikan secara verbal (75%), tertulis (71%) dan melalui tulisan dan verbal (65%). Namun diantara pasien yang mendapat edukasi hanya 14 % yang mengetahui banyak informasi mengenai penyakit jantung dan sebagian besar (38%) mengetahui
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
24
informasi sedikit bahkan menyatakan tidak ingat kembali apa yang telah disampaikan. 2) Diagnosa sumber daya pasien dan hambatan dalam proses pengajaran Intervensi edukasi disesuaikan dengan kondisi yang menghambat pasien dalam melakukan pembelajaran seperti keterbatasan fungsional dan kognitif, persepsi yang salah, motivasi yang rendah dan kepercayaan diri yang rendah. Ketidakpatuhan pasien pada tatalaksana penyakit gagal jantung disebakan oleh banyak faktor, kemungkinan hambatan dalam partisipasi perawatan mandiri meliputi kompleknya regimen pengobatan, kerusakan kognitif pasien yang membuatnya kesulitan dalam mengikuti instruksi yang diberikan serta kurangnya motivasi dalam melakukan instruksi saat pulang (Paul, 2008). 3) Penentuan rencana dan intervensi edukasi pada pasien sesuai kebutuhan Pada fase perencanaan ditentukan tipe edukasi yang diberikan, frekuensi pemberian edukasi, penentuan siapa yang memberikan edukasi dan bagaimana penyampaian edukasi tersebut diberikan. 4) Proses pemberian edukansi pada pasien sesuai rencana edukasi 5) Evaluasi terhadap edukasi yang telah diberikan. Evaluasi hasil edukasi yang diberikan tergantung dari target yang ingin dicapai oleh edukator. Terdapat beberapa alat penilaian yang dapat digunakan baik untuk menilai penyakit secara umum dan khusus ataupun menilai kualitas kesehatan berhubungan dengan kualitas hidup pasien (Stromberg, 2005). 2.9.5. Edukator, setting dan material yang digunakan saat edukasi (Stromberg, 2005; Paul, 2008) Edukasi dapat diberikan oleh semua tim dalam managemen gagal jantung, baik oleh dokter, perawat, dietisiant, apoteker, pemberi layanan sosial, atau fisioterapis. Perawat spesialis gagal jantung yang memberikan edukasi memiliki kemampuan dan pengetahuan khusus berdasarkan evidence base intervensi edukasi. Adapun tempat edukasi mulai dilakukan di rumah sakit pada saat pasien dirawat, atau pada saat pasien mendapatkan perawatan primer di masyarakat (Stromberg, 2005). Material/media yang digunakan dapat berupa
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
25
verbal, tertulis melalui booklet, buletin, leaflet, brosur dll, serta kombinasi audiovisual menggunakan video, CD dan program komputer seperti penggunaan website dll. Edukasi tambahan dapat diberikan melalui konseling melalui sesi pembelajaran selama satu jam khusus (Paul, 2008)
serta telecare dan
telemonitoring sebagi follow up kondisi klien setelah pasien pulang (Louis, Turner, Gretton & Baksh, 2003).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
26 2.4. Kerangka Teori Kelaianan mekanis, kelainan miokard & gangguan irama jantung
Gangguan preload
Gangguan kontraktilitas ventrikel
Gangguan overload
GAGAL JANTUNG Gagal jantung sistolik
Gagal jantung diastolik
Pe↓ kontrtaktilitas miokard
Mekanisme kompensasi
Pe↓ perfusi ginjal
Refleks baroreseptor
Pe↑ aktivasi simpatis Pe↑ pelepasan renin
Pe↑ kontraktilitas otot jantung
Pe↑ angiotensin Pe↑ HR
Vasodilator arteri Venokonstriksi
Pe↑ Co (kompensasi)
Pe↑ sekresi aldosteron
Pe↑ retensi perifer Pe↑ aliran balik vena
Pe↑ tekanan sistolik (afterload)
Pe↑ tekanan diastolic akhir ventrikel kiri (preload)
Remodelling Jantung
Mekanisme dekompensasi
Gagal jantung kanan
Gagal jantung kiri
Tanda dan gejala kongesti pulmonal
Tanda dan gejala kongesti sistemik
Pe↓ kapasistas fungsional Self care management Rehospitalisasi Edukasi
Universitas Indonesia Sumber: Modifikasi daripraktik Ignatavisius & Workman (2010); Hudak Gallo (2010); Black & Hawk (2009); Analisis ..., Iin Muthmainah, FIK & UI, 2013 Stromberg (2005); Koelling et. al (2005)
Pe↑ volume darah
BAB III TINJAUAN KASUS 3.1. Pengkajian 3.1.1. Biodata Nama
: Tn. S
Informasi
: klien & keluarga
Reliabilitas
:3
Umur
: 56 tahun
Tgl lahir
: 21-04-1957
Suku bangsa
: Betawi
Jenis kelamin
:L
Tgl masuk
: 12-05-2013 Jam 19.30 WIB dari rumah
Tanggal pengkajian
: 15-05-2013
Diagnosa Medis
: CHF Fc III, hipertensi grade II, CAD anterolateral dan DM tipe 2
3.1.2. Riwayat Penyakit a. Keluhan utama: sesak dan lemah saat beraktivitas b. Riwayat penyakit sekarang Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit mengeluh sesak dan lemas saat beraktivitas, dapat tidur dengan menggunakan 2-3 bantal atau dalam posisi duduk, kadang-kadang terbangun dari tidur karena sesak. Nyeri dada kanan seperti ditusuk-tusuk hilang timbul. Namun pada saat pengkajian di ruangan sudah tidak keluhan nyeri dada. Batuk sesekali namun tidak ada demam, kadang merasa mual. c. Riwayat penyakit dahulu Mengetahui memiliki penyakit hipertensi dan diabetes melitus sejak 3 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur dan sudah tidak pernah kontrol ulang sejak maret 2013. Pernah dirawat di RSCM karena sakit jantung 1 tahun yang lalu. Pernah dilakukan pemeriksaan Echocardiografi (tahun 2009) dan Catheterisasi jantung (tahun 2011).
27 Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
28
d. Riwayat penyakit keluarga Adanya penyakit hipertensi, diabetes melitus, astma dan alergi disangkal. e. Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan (Pengkajian terkait PKKMP) Sebelum sakit klien bekerja sebagai supir angkot atau supir pribadi. Ekonomi keluarga dibantu juga oleh istri klien yang berjualan makanan di rumahnya. Kebiasaan merokok sejak klien SD, 1-2 bungkus sehari, sempat berhenti merokok sejak sakit tahun 2010 namun sesekali merokok kembali. Pada saat 3 bulan yang lalu sebelum dirawat saat ini klien merokok kembali dan baru berhenti saat klien di rawat di rumah sakit sekarang. Klien biasa minum bir 1-2 botol setiap hari setelah pulang narik angkot, berhenti sejak sakit pertama tahun 2010. Klien menyenangi minuman dingin dan manis serta suka ngemil saat mengemudi. Dalam hal makanan klien memiliki hobi makan makanan bersantan seperti makan nasi uduk atau lontong sayur setiap hari, minum minuman dingin dan manis hampir setiap hari. Klien mengatakan sering stres memikirkan 2 anak laki-lakinya yang sering ikut pergaulan dengan teman-temanya yang tidak baik di lingkungan tempat tinggalnya. Kedua anak laki-lakinya tersebut sering pulang malam, sehingga sering membuat klien khawatir.
3.1.3. Pengkajian Tambahan dan Pemeriksaan Fisik a. Aktivitas/Istirahat Sebelum dirawat di RS, klien masih mampu melakukan aktivitas harian sendiri di rumah, sejak klien dirawat aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat. Klien mengalami kelemahan fisik dan masih merasa sesak saat beraktivitas, dengan kondisi aktivitas ringan di tempat tidur pun masih terasa lelah dan sesak. Pada saat ini klien bedrest di tempat tidur. Mobilitas terbatas di tempat tidur, makan di bantu oleh keluarga, higiene dilakukan di tempat tidur, masih
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
29
menggunakan catheter urine. Untuk istirahat tidur, sebelum sakit klien jarang tidur siang karena bekerja, istirahat tidur malam klien sekitar 6-8 jam sehari. Setelah sakit klien tampak sering tertidur siang ataupun malam hari, namun sesekali terbangun saat tidur karena klien merasa sesak. Pengkajian neuromuscular : Saat ini kesadaran klien compos mentis, GCS : E4M6V5, tonus otot normal, postur tubuh tegak,
agak membungkuk saat klien merasa
sesak, klien lebih sering berbaring di tempat tidur. Rentang gerak normal namun tampak lemah dan lelah, tidak terdapat deformitas. Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555
b. Sirkulasi TD : Ka : Berbaring : 150/90 mmHg Nadi perifer : radialis 90 bpm, kualitas kuat, irama reguler Leher: Distensi vena jugularis 5+3 cmH2O, tidak teraba pembesaran KGB Jantung: getaran dan dorongan pada PMI tidak teraba, Bunyi jantung: BJ I dan BJ II normal, murmur(-), gallop (-) Ektrimitas Terdapat pitting edema +2 pada tungkai dan mata kaki, tidak terdapat edema periorbital, tidak terdapat asites. Tidak terdapat luka pada ekstrimitas, dan tidak ada riwayat penyembuhan luka yang lama. Terdapat kebas/kesemutan pada ujung tangan dan kaki. akral hangat, warna kulit sama dengan warna sekitarnya, pengisian kapiler < 3 detik, tidak ada varises, tanda Homan’s tidak ada, tidak ada sianosis pada kaki dan kelainan pada kuku. Turgor kulit baik, elastis, membran mukosa warna merah muda, lembab. c. Pernapasan Bentuk dada simetris, auskultasi paru vesikuler, ronchi basah halus bilateral, wheezing (-/-), terdapat keluhan sesak, terasa sesak pada saat aktivitas ringan, terdapat retraksi dada setelah melakukan aktivitas RR
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
30
24 kali/menit, pernapasan cepat dan dangkal, terpasang oksigen 3 lt/menit. Keluhan batuk jarang, warna sputum putih, viskositas kental. Klien perokok berat 1-2 bungkus sehari, klien sempat berhenti merokok sejak sakit , namun 3 bulan yang lalu merokok kembali. d. Integritas Ego Status hubungan klien menikah memiliki satu orang istri dengan 4 orang anak. Klien mengatakan suka teringat dengan 2 anak laki-lakinya yang menurut klien nakal, klien mengatakan stres dengan kondisi anaknya yang sering pulang malam dan sulit diatur. Dalam mengatasi stres yang dialaminya klien berbagi cerita kekhawatiran klien dengan anak laki-lakinya dengan istrinya, serta klien berusaha untuk berbicara dengan anaknya. Pada saat ini klien merasa ingin cepat sembuh dan pulang kembali ke rumah, klien tidak mau berlama-lama di RS karena merasa kasihan dengan anak dan istrinya yang harus bolak-balik ke RS. Terkadang klien merasa tidak berdaya saat kondisi sakitnya sedang kambuh, klien lebih sering tampak sendiri, dan sesekali tampak melamun karena teringat anak laki-lakinya yang menurut penuturan klien suka nakal dan tidak mau menurut pada orang tua. Masalah finansial, kondisi ekonomi klien dan keluarga pas-pasan, klien pernah putus berobat karena rujukan rumah sakit yang ditunjuk oleh penjamin jauh dari rumahnya sehingga diperlukan biaya lebih untuk kontrol. Selain itu dengan kondisi klien yang sudah tidak bekerja, istri klien berjualan nasi untuk membantu ekonomi keluarga. Anak-anak klien sebagian besar sudah bekerja dan sesekali membantu keuangan keluarga sesuai dengan kebutuhan. Faktor-faktor budaya dan agama, klien beragama islam, namun tidak menjalankan ajaran agama secara rutin. Tinggal di wilayah perkotaan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal yang padat dan penuh stressor, namun tidak ada nilai budaya tertentu yang bertentangan dengan kesehatan klien. Terdapat perubahan gaya hidup
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
31
masyarakat urban yang klien miliki yakni pola hidup yang tidak sehat, konsumsi rokok dan meminum alkohol setiap hari, kurang aktivitas, kurang konsumsi sayuran dan konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kalori seperti memiliki kesenangan memakan makanan yang bersantan setiap hari Perubahan terakhir, setelah klien sakit (terutama 1 tahun terakhir) klien sudah tidak bekerja lagi sebagai supir, klien sering berada di rumah dan melakukan aktivitas sehari-hari di rumah. Biaya hidup ditopang oleh istri klien yang berjualan nasi serta dibantu oleh anakanak klien yang sudah bekerja. Pada pagi-sore hari klien sendiri di RS dan pada malam hari terkadang istri dan anak klien bergantian menunggui klien di RS. e. Eliminasi Pola BAB, di rumah klien sering mengalami konstipasi dengan frekuensi BAB setiap 4-5 hari sekali, menggunakan laxatif dengan laxadine sirup, namun setelah klien tidak melakukan kontrol (sejak maret 2013) klien sudah tidak menggunakan laksatif sehingga BAB keras dan klien selalu mengalami kelelahan dan sesak setiap selesai BAB. Selama di rawat di RS klien BAB 1-2 hari sekali dengan menggunakan laxadinine 3x 1 sendok sehari, konsistensi lembek. Tidak ada perdarahan saat BAB dan tidak ada hemoroid. Abdomen,
simetris, bising usus 8x/mnt, tidak ada nyeri tekan,
abdomen teraba supel, tidak teraba adanya massa pada abdomen. Perkemihan, menggunakan folley catheter, volume urin banyak warna kuning jernih dengan menggunakan terapi iv furosemide drip 5 mg/jam. Tidak ada riwayat kesulitan BAK, riwayat penyakit ginjal dan kandung kemih disangkal. f. Makanan/Cairan Klien mendapat diet DM 1700 kkal, tiga kali sehari dengan pola diet makanan lunak pagi, siang dan sore hari disertai selingan makanan ringan 2 kali, makanan selingan kadang dimakan, kadang tidak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
32
dimakan. Retriksi cairan 1000 cc/24 jam. Klien datang ke RS (12 mei 2013) dengan keluhan sindrom dispepsia, mengalami mual pada saat makan dengan porsi makan yang berkurang karena klien merasa sesak dan lelah pada saat aktivitas ringan. Pada saat pengkajian (13 mei 2013) klien masih merasa mual (kadang-kadang), klien sudah bisa makan habis 1/2 porsi bubur sumsum dengan kontrol pengobatan lansoprazole dan domperidon oral. Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, kondisi gigi tidak lengkap, tampak caries pada gigi geraham, tidak ada perdarahan gusi namun fungsi gigi masih optimal, tidak ada masalah dalam menelan dan mengunyah makanan. Pengkajian Antropometri Berat badan 60 kg, tinggi badan 160 cm; IMT 23.43 (normal), pada saat sebelum sakit klien mengalami obesitas dengan berat badan sekitar 80 -90 kg, namun setelah klien sakit mulai 3 tahun yang lalu berat badan klien berangsur-angsur turun. g. Higiene Penampilan umum agak kotor, tercium bau tidak sedap (bau keringat) saat berada dekat dengan klien, sudah 3 hari belum berganti celana panjang, klien mengatakan 2 hari dirawat di IGD, belum pernah mandi, ganti baju ataupun melakukan higiene lainnya selama dirawat di IGD, di ruang rawat sekarang belum mandi dan belum memiliki peralatan untuk mandi dan ganti baju karena keluarga belum datang menjenguk. cara berpakaian rapi, kondisi kulit dan rambut kepala berminyak, rambut tampak kusut dan acak-acakan (tidak disisir). Klien belum bisa ke kamar mandi karena masih merasa lemah dan cepat lelah h. Neurosensori Status mental
Compos mentis, GCS: E4M6V5, orientasi terhadap
orang, waktu dan tempat baik, kooperatif. Terdapat keluhan
rasa
pening dan sakit kepala terasa pada saat berubah posisi mendadak atau setelah melakukan aktivitas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
33
Mata : isokor 2 mm/2 mm, akomodasi pupil (+), refleks berkedip (+), tidak ada miopi, tidak ada edema periorbital, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Telinga normal, tidak ada tuli konduktif Hidung: normal, tidak ada epistaksis, tidak ada masalah dengan penciuman. Memori yang lama dan baru tidak ada kelainan, tidak ada kelemahan tubuh tidak ada dan tidak terdapat facial drop Refleks tendon dalam: fisiologis (bisep, trisep, patella dan achiles) normal, tidak terdapat refleks patologis babinsky (-/-) i. Nyeri Keluhan nyeri : tidak ada j. Keselamatan Tidak ada alergi, tidak memiliki penyakit hubungan seksual, tidak memiliki masalah tulang, sendi dan masalah pada punggung. Fungsi penglihatan dan pendengaran baik, integritas kulit baik, tidak ada kemerahan, tidak ada laserasi, tidak ada riwayat demam. Suhu 36.6°C. k. Interaksi Sosial Bicara jelas, dapat berkomunikasi dengan perawat, keluarga dan orang terdekat lainnya. Pola interaksi dengan keluarga baik. l. Penyuluhan/Pembelajaran Bahasa dominan Indonesia, melek huruf , tingkat pendidikan SMP, keyakinan kesehatan yang dilakukan selama dirawat di RS: mematuhi medikasi dari RS Riwayat keluhan terakhir sesak dan lelah saat aktivitas Harapan pasien terhadap perawatan ini: dapat cepat pulih kembali dan segera pulang ke rumah Bukti kegagalan untuk perbaikan: klien pernah mengalami dua kali perawatan di rumah sakit dengan penyakit dan gejala yang sama, klien datang kembali dirawat yang ke 3 ini dengan kondisi gagal jantung
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
34
yang bertambah berat, klien tidak taat dengan diet dan tidak melakukan kontrol secara teratur Rencana pasien pulang (Discharge planning) Lama rawat rawat rata-rata untuk pasien CHF: 4-7 hari Rencana pulang : paling lambat 1 minggu setelah perawatan Sumber-sumber , orang : istri, jaminan menggunakan KJS Antisipasi perubahan pola hidup
kondisi umum penyakit gagal
jantung, pengaturan diet, gaya hidup sehat, aktivitas yang dapat dilakukan di rumah, self care (perawatan mandiri) Hambatan pembelajaran yang dialami klien berupa kurangnya motivasi dan kontrol diri, klien mengalami kesulitan dalam mengikuti anjuran diet dan menghentikan kebiasaan merokok serta kelemahan dan penurunan kapasitas fisik Bantuan
yang
kemungkinan
dibutuhkan
terjadinya
pemenuhan
gejala
gagal
ADL,
jantung
pemantauan
yang berulang,
pemenuhan diet dan pemantauan penggunaan obat dan efek samping obat gagal jantung. Media yang digunakan untuk edukasi berupa verbal dan tulisan berupa booklet. Persiapan dukungan keluarga dalam perawatan klien di rumah. m. Pengkajian Tambahan Fall Morse Scale : 35 (Risiko Jatuh rendah) 1. Riwayat jatuh dalam 3 bln terakhir (tidak) = 0 2. Mempunyai Dx sekunder (iya) = 15 3. Ambulasi: bed rest (iya) = 0 4. Terpasang infuse (iya) = 20 5. Cara berjalan (bed rest) = 0 6. Status mental (orientasi baik) = 0
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
35
3.1.4. Hasil Pemeriksaan Penunjang a. Hasil Laboratorium Tabel 3.1. Hasil laboratorium 12 mei 2013
13 mei 2013
Indikator
Nilai
Nilai
Hb
13.4 g/dl
11.7-15.5
Ht
40.3%
33-45
Leukosit
10.2 ribu/ul
5-10
Trombosit
262 ribu/ul
150-440
Eritrosit
2.12 juta/ul
3.8-5.2
Ureum darah
32 mg/dl
20-40
Kreatinin darah GDS
1.6 mg/dl
0.6-1.5
272 mg/dl
349 mg/dl
70-140
pH
7.423
7.263
7.35-7.45
pCO2
31.2 mmHg
53.1 mmHg
35-45
pO2
145.4 mmHg
208 mmHg
83-108
HCO3-
20.6 mmol/L
24.2 mmol/L
21-28
Saturasi O2
97.4 %
98.5 %
95-99
BE
-2 mmol/L
-3.9 mmol/L
-2.5-2.5
Natrium
139 mmol/L
135-147
Kalium
3.9 mmol/L
3.10-5.10
Klorida
108 mmol/L
95-108
SGOT
14
SGPT
8
Rujukan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
36
Indikator
12 mei 2013
13 mei 2013
Nilai
Nilai
Keton
Rujukan
0.3
b. EKG (12 Mei 2013) Sinus rhytm, HR 100x/mnt, gelombang P normal, PR interval 0.16 detik, terdapat perubahan ST, T inverted pada I, aVL, V5-V6, tidak terdapat bundle branch blok, tidak terdapat hipertropi pada atrium ataupun ventrikel. c. Hasil CXR (12 Mei 2013) Kardiomegali dengan awal bendungan paru, CTR 65%, efusi pleura kanan. d. Echocardiografi (September 2009) LV dilatasi, hipokinetik segmental, fungsi sistolik LV menurun, EF 31%, fungsi diastolik LV normal, katup-katup jantung normal. Echocardiografi ulang (16 Mei 2013) Dimensi ruang jantung RA, RV, LA, LV dilatasi Dinding LV tidak menebal Analisa segmental: hipokonetik pada anterior, anterolateral pada segmen basal mid apikal Katup-katup: MR, TR, AR, moderate Fungsi sitolik LV: menurun LVEF 25% Fungsi diastoli LV : abnormal relaksasi Fungsi sistolik RV menurun : TAPSE 15 mm e. Catheterisasi Jantung LMS normal LAD stenosis 20% LAD proksimal setelah D1, stenosis 30%D1 proksimal, Left circumfleks (LCX) normal, RCA : tourtous distal RCA Kesimpulan: no significant CAD.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
37
3.1.5. Pengobatan Tabel 3.2. Obat yang diresepkan Nama Obat Furosemide
Dosis
Indikasi/tujuan
Drip 5 mg/jam
Diuretik untuk mengatasi gagal jantung, edema paru
Ascardia (Acetylsalicyclic acid)
1x80 mg
KSR
3 x 600 mg
Mengurangi risiko kematian dan serangan infark miokard pada pasien dengan MCI dan TIA berulang akibat hiperaktivitas trombosit Pencegahan hipokalemia
Amlodipin
1 x 10 mg
Captopril
2 x 12.5 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg
Domperidon
3 x 10 mg
Simvastatin
1 x 20 mg
Insulin
- GDS< 200 tidak diberikan insulin - GDS 201-250 3 iu - GDS 251-300 6 iu - GDS 301-350 9 iu - GDS > 300 12 iu
Obat hipertensi (Ca antagonis), angina stabil kronis, angina vasospastik Obat hipertensi (ACE inhibitor) Obat penghambat sekresi asam lambung) Pengobatan jangka pendek tukak usus, tukak lambung, dan refluks esofagus Antiemetik, stimulasi peristaltik dan pengosongan lambung. Antikolesterol (menghambat sintesa kolesterol dalam hati, dengan menghambat enzim HMG CoA reduktase) Meningkatkan transport glukosa ke dalam sel dan menghambat konversi glikogen dan asam amino menjadi glukosa. Insulin yang diberikan insulin aspart (novorapid) dengan kerja singkat, mulai kerja dalam 30 menit, puncak 1-3 jam dan bertahan 7-8 jam.
Efek samping Hipotensi, hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia Iritasi gastrointestinal, hipoprotrombinemia, reaksi hipersensitivitas
Mual, muntah, sakit pinggang dan diare Hipotensi
Hipotensi, batuk, peningkatan ureum kreatinin Mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence dan diare
Jarang dilaporkan: kejang saluran cerna, reaksi ekstrapiramidal, ruam kulit Myopati dan rhabdomiolisis, hepatotoksik. Hipoglikemia, reaksi alergi, resistensi, gangguan penglihatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
38
3.2. Analisa Data Tabel 3.3. Analisa data No Data
Etiologi
Masalah
1
Edema paru
Kerusakan pertukaran gas
Gangguan kontraktilitas jantung
Penurunan kardiak output (curah jantung)
2
DS: - Sesak saat beraktivitas ringan - Klien mengatakan tidur menggunakan 2-3 bantal - Klien mengatakan kadang mengalami sakit kepala pada saat berubah posisi (bangun tidur) DO: - Klien tampak lelah dan pucat - RR 24x/mnt - Pernapasan cepat dan dangkal - Auskultasi: suara napas vesikuler, ronchi basah halus bilateral. - PND (+), DOE (+) - AGD pH 7. 263, pCO2 53.1, PO2 208, HCO3 24.3, BE -3.9 (asidosisi respiratorik) - CXR awal bendungan paru DS: - Sesak dan lelah pada saat aktivitas ringan DO: - Klien tampak mudah lelah dan sesak - TD 150/90 mmHg, nadi 90 x/mnt - Perubahan pola EKG : T inverted pada I, avL, V5-V6 - JVP 5 + 2 cmH2O - Terdapat edema pada tungkai, pitting edema +2 Hasil echocardiografi : EF 31% turun menjadi 25%, RA,RV,LA, LV dilatasi, Katup-katup: MR, TR, AR, moderate - Hasil catheterisasi jantung: LAD stenosis 20% LAD proksimal setelah D1, stenosis 30% D1 proksimal
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
39
3
4
5
DS: - Sesak saat beraktivitas - Lemah saat beraktivitas DO: - Klien dengan CHF Fc III - Klien tampak lemah dan lebih sering tambak berbaring di tempat tidur - Tachipnoe dan tachicardia pada saat melakukan aktivitasaktivitas - EKG: T inverted pada I, aVL, V5-V6 DS: - Klien mengatakan sesak - Klien mengatakan minum dibatasi 600-1000 cc/24 jam DO: - Klien dengan CHF Fc III dengan riwayat edema paru - Retriksi cairan - Mendapatkan terapi iv furosemide - Pitting edema +2 pada tungkai
Penurunan curah jantung
Intoleransi aktivitas
Overload cairan Kelebihan volume dan cairan penggunaan diuretik
DS: DM type 2 - Klien mengatakan kadangkadang merasa mual, tidak ada muntah - Nafsu makan kadang-kadang berkurang - Klien mengatakan mengetahui menderita sakit diabetes sejak 3 tahun yang lalu - Klien mengatakan sudah 3 bulan terakhir tidak kontrol gula darah DO: - Porsi makan habis ½ porsi, makanan selingan kadang dimakan kadang tidak dimakan - Nilai GDS saat sliding scale bervariasi - Klien mendapatkan terapi insulin dengan kelipatan 3 unit - IMT 23.3 (normal)
Risiko ketidakstabilan nutrisi: kurang dari kebutuhan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
40
6
DS: Intoleransi - Klien mengatakan tidak pernah aktivitas mandi dan belum melakukan higiene lainnya sejak di rawat di IGD - Klien mengatakan belum ke kamar mandi karena masih lelah dan lemas - Klien mengatakan belum ganti celana karena belum dibawakan oleh keluarga DO: - Klien tampak kurang motivasi melakukan higiene karena masih merasa lelah dan lemas - Kulit dan rambut klien tampak berminyak - Tercium bau tidak sedap (bau keringat) jika berada dekat klien - Celana panjang klien tampak tidak diganti sampai dengan hari ke 3 perawatan - Rambut tampak kusut dan acakacakan (tidak disisir)
Defisit perawatan diri
3.3. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Kerusakan pertukaran gas Penurunan curah jantung Kelebihan volume cairan Intoleransi aktivitas Risiko Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Defisit perawatan diri
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
41
3.4. Web of Cause (WOC) Gambar 3.1. WOC Gagal Jantung
3.5. NCP Terlampir
3.6. Catatan Perkembangan
Terlampir
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
vDM
Hiperglikemia
Nilai GDS Skala bervariasi, intake nurisi kurang
Risiko Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pe↑ afterload
- Stres oksidatif (me↓ aktivitas antioksidan & me↑ gangguan oksidatif) - Aktivasi protein kinase C (PKC) - Aktivasi RAGE (hasil dari advance glication and product) pe↑ permeabilitas vascular, aktivasi prokoagulan & masuknya monosit yang berperan terhadap kekrusakan vaskular
Kabiasaan merokok 1-2 bungkus sehari & konsumsi alcohol 1-2 gelas/hari
Disfungsi endotel
Pe↑ beban kerja LV
WOC Gagal Jantung e.c DM , Hipertensi & CAD
Hipertrovfi ventrikel kiri
Melebihi batas kompensasi
Gagal jantung sistolik
Dilatasi ventrikel
Pe↑ tekanan pengisian LV
Pe↑ EDV
Kongesti pulmonal
Pe↓ EF
Echo: RA, RV, LA, RV Dilatasi Echo: EF 33% ↓ 25%
Pe↓ CO - Pe↓ NO (Nitrit Oxide) - Pe↑ Plasminogen activator inhibitor (PAI-1) - Pe↓ prostasiklin
Trombosis
- Pe↓ NO (Nitrit Oxide) - Endothelin me↑ - Pe↑ angiotensin II
Ventrikel kiri gagal memompa
Forward failure ↓ Stroke volume
Vasokonstriksi
Mekanise kompensasi mengalamai kegagalan (back ward failure)
Pe↓ CO Hiperkoagulasi, aktivasi trombosit, ↓ fibrinolisis
- Hipertensi - Perubahan otot polos pembuluh darah
Pe↑ volume darah sisa (EDV/preload) LV
Pe↓ Tekanan darah
Pe↓ kapasitas isi ventrikel
Aterosklerosis subklinis Hasil: cathetersasi jantung stenosis LAD proksimal dan O1 distal
Lab kolesterol LDL= 199mg/dl
Mekanisme kompensasi
Dislipidemia
Penyempitan lunun arteri, ruptur plak, thrombosis & spasme arteri
Hipertrofi atrium kiri & terjadi bendungan darah (pe↑ tekanan atrium kiri)
Pe↓ renal flow
Pe↑ ADH
Pe↑ RAA Retensi air
Pe↓ aliran darah koroner
Bendungan dan pe↑ tekanan pada vena pulmonalis
Retensi Na + H2O Urine output
>30 menit EKG: T. invertad I, aVL, V5-V6 Echo: analisa segmental: hipokinetik pada anterior, anterolateral pada segmen basal mid apikal
Infark miokard
Kerusakan miokardium berulang
Kongesti paru = edema paru & pe↑ wedge pressure Bendungan dan pe↑ tekanan pada vena pulmonalis
Kehilangan myocyt Deficit perawatan diri Pe↑ tekanan pengisian LV saat latihan Intoleransi aktivitas & kelemahan
Gangguan pertukaran gas
Pe↑ volume plasma
Kerusakan miokardium Kerusakan yang lama
HYHA FC III lelah pada aktivitas ringan
Tekanan hidrostatik melebihi tekanan osmotik
Peningaktan beban sistolik pada ventrikel kanan
Iin Muthmainah, FIK UI, 2013 kanan gagal memompa Napas pendek & dangkal | pe↓Analisis CO praktik ...,Ventrikel
-
CXR: oedema paru AGD asidosis respiratorik Ronchi basal bilateral RR 24x/mnt
Kelebihan volume cairan tubuh
Peningaktan JVP 5+2 cmH2O Pe↓ CO atrium kanan & pe↑tekanan akhir diastolic (bendungan & pe↑ tekanan atrium kanan)
Edema tungkai Bendungan vena sistemik & pe↑ tekanan vena cava
BAB IV ANALISIS SITUASI 4.1. Profil RSCM dan JCI RSCM merupakan pusat rujukan nasional dengan visi menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di asia pasifik tahun 2014. Adapun misi dari RSCM adalah memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan serta tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang dinamis dan akuntabel. Gedung A merupakan suatu wujud komitmen peningkatan mutu pelayanan rawat inap RSCM dengan pelayanan terstandarisasi bertaraf internasional Joint Commision Internasional (JCI). Dalam rangka meningkatkan mutu asuhan keperawatan, RSCM menggunakan model praktek keparawatan profesional (MPKP). Model praktik keperawatan profesional merupakan penataan struktur dan proses sistem pemberian
asuhan
keperawatan
pada
tingkat
ruang
rawat
sehingga
memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional (Sitorus, 2006). MPKP di RSCM memiliki empat komponen yang menjadi karakteristik model tersebut, yaitu jumlah tenaga, jenis tenaga, standar renpra, dan metode modifikasi keperawatan primer. Pada aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan sesuai dengan derajat ketergantungan pasien, jenis tenaga dibedakan menjadi PP dan PA dengan peran dan fungsi masing-masing sesuai tanggungjawabnya dalam sistem pemberian asuhan keperawatan serta adanya standar renpra berdasrakan diagnostik medik dan atau sistem tubuh. Melalui penataan keempat komponen tersebut, hubungan perawat /(PP)-pasien/keluarga menjadi berkesinambungan sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan. Sifat hubungan ini memfasilitasi pemberian asuhan keperawatan yang didasarkan pada nilai-nilai profesional (Sitorus, 2011). Berdasarkan wawancara selama praktik didapatkan data informasi dari perawat
42 Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
43
dan kepala ruangan bahwa MPKP sudah diterapkan namun sistem kompensasi yang dirasakan belum optimal di ruangan. 4.2. Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep kasus terkait Secara teori terdapat empat perilaku beresiko yang dapat diubah merokok, diet yang tidak sehat, kekurangan kegiatan fisik dan konsumsi alkohol yang merupakan penyebab kematian utama penyakit tidak menular (Depkes RI, 2012). Tingginya kadar plasma kolesterol, hipertensi arterial dan kebiasaan merokok merupakan tiga faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular di Indonesia (Riskesdas, 2007). Data Riskesdas ini menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di daerah urban memiliki faktor risiko kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah rural. Faktor risiko tersebut meliputi tingginya kadar kolesterol darah, perubahan gaya hidup dan pola makan, obesitas, dan aktivitas fisik yang kurang pada daerah urban. Tingginya kolesterol darah, erat kaitannya dengan dengan pola makan seseorang. Mereka yang tinggal di daerah urban cenderung akan mengalami perubahan gaya hidup yaitu perubahan pola makan dengan mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kaya energi dibandingkan dengan daerah rural, dimana konsekuensinya akan mempengaruhi kadar kolesterol darah. Merokok menyebabkan menjadi faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dengan menurunkan kadar HDL, menurunkan koagulabilitas darah, dan merusak endotel, sehingga memacu terjadinya aterosklerosis. Selain itu, terjadi pula stimulasi jantung yang diinduksi nikotin serta penurunan kapasitas darah pengangkut oksigen yang dimediasi oleh karbon monoksida. Efek ini, bersama dengan peningkatan kejadian spasme koroner, menentukan tingkatan terjadinya iskemia jantung dan infark miokard (Aaronson & Ward, 2010). Perokok berat yang menghabiskan lebih dari 20 batang sehari memiliki risiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak merokok. Bahkan orang yang telah berhenti merokok pun masih memiliki risiko
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
44
23% lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan perokok Norma (2007) dalam Irawan (2010). Alkohol dapat menyebabkan gagal jantung sekitar 2-3 % dari kasus. Alkohol dapat berefek langsung pada jantung akut ataupun gagal jantung yang disebabkan
oleh
aritmia.
Konsusmsi
alkohol
yang
berlebihan
dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi (Nasution, 2009). Berdasarkan data Riskesdas (2007) tingkat pengetahuan masyarakat urban beragam dan berpengaruh beragam pula pada risiko penyakit cardiovaskular sebagai faktor risiko penyakit tidak menular penduduk di indonesia. Rata-rata kadar kolesterol pada mereka yang berpendidikan tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Tetapi pada mereka yang berpendidikan rendah di daerah urban, rata-rata kadar kolesterol lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah rural. Pada penelitian di China dan Turki juga menunjukkan bahwa kedua faktor sosial determinan ini, yaitu urban dan tingkat pendidikan rendah ada hubungan yang kuat dengan faktor risiko kardiovaskular khususnya kadar cholesterol darah ( Hatma, 2012). Pada kasus kelolaan klien mengalami gagal jantung ec CAD, DM dan hipertensi dimana terdapat beberapa faktor risiko daerah urban yang klien miliki yakni hiperkolesterol akibat konsumsi makanan tinggi lemak setiap hari, merokok dengan kategori perokok berat dengan penggunaan rokok 1-2 bungkus (> 20 batang) sehari serta konsumsi alkohol 1-2 gelas sehari yang menyebabkan meningkatkan risiko hipertensi, diabetes melitus dan penyakit arteri koroner yang diderita oleh klien. Tingkat pendidikan klien yang rendah menjadikan gaya hidup dan perilaku klien yang kurang sehat menjadi faktor penunjang yang kuat dalam peningkatan kadar kolesterol dan glukosa darah klien. Selain itu kondisi stresor daerah urban seperti kondisi psikososial daerah urban menjadikan faktor risiko yang ada semakin bertambah berat. Klien mengetahui sakit gagal jantung, hipertensi dan diabetes sejak tiga tahun yang lalu saat pertama kali dirawat di rumah sakit. Secara teori bahwa komplikasi makrovaskular dari diabetes salah satunya adalah penyakit jantung
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
45
koroner. Perilaku yang tidak sehat, merokok dan konsumsi alkohol memperberat kondisi sakit klien. Tingkat pendidikan klien yang rendah menjadikan klien tidak menyadari dan melakukan deteksi dini terhadap penyakit yang di derita. Klien datang ke petugas kesehatan dalam kondisi lanjut dan memerlukan penanganan secara berkelanjutan pula. Secara ideal kondisi daerah urban menyediakan fasilitas kesehatan yang lengkap dibandingkan daerah rural, namun manfaat dari fasilitas kesehatan belum dirasakan optimal oleh seluruh masyarakat urban. Begitupun yang dirasakan klien, klien sempat mengalami putus pengobatan dan tidak melakukan kontrol teratur dengan alasan tempat rujukan jaminan kesehatan yang klien miliki jauh dari tempat tinggal klien. Namun dengan fasilitas jaminan kesehatan yang baru di Jakarta sekarang ini, klien dapat berobat dekat dengan tempat tinggalnya. Selain itu ketidakpatuhan klien terhadap pengobatan dan management program gagal jantung menjadikan klien mengalami readmisi rawat ke rumah sakit lebih dari tiga kali. Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non-farmakologik dan terapi farmakologik (Ghani, 2009; Setiawati dan Nafrialdi, 2007; Davey, 2006). Intervensi yang dilakukan dalam terapi farmakologik meliputi pemantauan respon terhadap terapi melalui pemantauan hemodinamik dan tanda-tanda vital, pengukuran intake-output dan balance cairan serta pemantaun terjadinya kelebihan cairan atau dehidrasi akibat efek samping pemberian terapi. Sedangkan intervensi terapi non-farmakologik meliputi edukasi kesehatan mengenai modifikasi gaya hidup. Evaluasi dilakukan setiap hari dalam catatan perkembangan. Kondisi klien mengalami perbaikan dengan lama hari rawat 7 hari. Salah satu intervensi dalam managemen adukasi dan perencanaan pulang pada gagal jantung kongestif adalah pemberian edukasi. Terdapat lima tahap proses pemberian edukasi pada pasien gagal jantung meliputi pengkajian kebutuhan edukasi, hambatan dalam proses pembelajaran, penyusunan rencana edukasi yang akan diberikan, pemberian edukasi
dan evaluasi (Rankin &
Stalling, 2001). Pengkajian dilakukan melalui wawancara dengan klien dan keluarganya. Klien lulusan SMP, tidak memiliki gangguan kognitif, menyatakan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
46
dirawat karena penyakit jantung dan mengalami readmisi rawat sebanyak empat kali. Keluarga mengatakan klien tidak patuh berobat dan kembali merokok setelah merasa sehat paska rawat sebelumnya. Elemen pengkajian lain berupa tingkat pengetahuan yang klien miliki sebelumnya. Penelitian Ni et al (1999) dalam Stromberg (2005) menyatakan sebagian besar edukasi diberikan secara verbal (75%), tertulis (71%) dan melalui tulisan dan verbal (65%). Namun diantara pasien yang mendapat edukasi hanya 14 % yang mengetahui banyak informasi mengenai penyakit jantung dan sebagian besar (38%) mengetahui informasi sedikit bahkan menyatakan tidak ingat kembali apa yang telah disampaikan. Klien pernah mendapatkan informasi penyakit jantung pada saat rawat sebelumnya secara lisan, namun informasi tersebut tidak diterapkan secara tepat dan klien tidak dapat mengingat kembali sebagian informasi edukasi yang telah diberikan. Terdapat beberapa alasan yang menjadi hambatan dalam pembelajaran meliputi regimen pengobatan yang komplek, kerusakan kognitif terutama akibat faktor bertambahnya usia dan kurangnya motivasi (Stromberg, 2005). Hambatan pembelajaran yang dialami klien berupa kurangnya motivasi dan kontrol diri, klien mengalami kesulitan dalam mengikuti anjuran diet dan menghentikan kebiasaan merokok serta kelemahan dan penurunan kapasitas fisik. Lansia dengan usia > 65 tahun memiliki angka readmisi lebih besar dibandingkan dengan usia lebih muda disebabkan oleh lansia memiliki penyakit penyerta yang lebih banyak dan memiliki insiden gangguan kognitif yang lebih besar (Paul, 2008). Usia klien 56 tahun masuk ke dalam usia dewasa lanjut, klien tidak memiliki kerusakan kognitif, namun mengalami readmisi berulang dengan penyakit penyerta diabetes melitus. Rencana edukasi yang diberikan pada klien dilakukan secara bertahap setelah pasien stabil sampai klien pulang. Topik edukasi yang dapat diberikan berdasarkan European society of cardiology meliputi nasihat umum, konseling pengobatan, pengontrolan diet dan kebiasaan sosial, aktivitas fisik dan istirahat, vaksinasi serta bagaimana melakukan traveling (Angelidou, 2010). Informasi edukasi dapat diberikan secara verbal ataupun tulisan booklet, buletin, program komputer seperti melalui
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
47
web dan audio visual berupa video, CD dll (Paul, 2008). Sebagian besar informasi edukasi diberikan secara verbal baik oleh dokter, perawat, bagian gizi dan bagian farmasi. Pemberian informasi dengan media yang lain belum tersedia di ruangan. Topik edukasi mengenai vaksinasi dan traveling juga tidak diberikan mengingat kondisi klien yang tidak memungkinkan dalam melakukan perjalanan jauh serta pemberian vaksinasi pnemococal dan influenza yang jarang dilakukan. Edukasi secara tertulis melalui booklet menjadi solusi tambahan informasi kesehatan yang diberikan pada klien. Bakang & Akyol (2008) dalam penelitianya mengenai studi eksperimen efek dari teori adaptasi Roy terhadap model edukasi, latihan dan program dukungan sosial terhadap pasien gagal jantung dengan menggunakan booklet pada pasien yang diintervensi menunjukkan bahwa pasien yang diintervensi dan diberikan edukasi dapat beradaptasi secara baik terhadap kondisi gagal jantung yang dialaminya. Kualitas hidup pasien meningkat, kapasitas fungsional meningkat dan dukungan sosial pun meningkat. Evaluasi dilakukan pada klien dan keluarga pada saat akan pulang. Klien dan keluarga dapat mengenal informasi mengenai gagal jantung dan berusaha mentaati anjuran yang telah diberikan. Dengan demikian diharapkan klien dapat beradaptasi dengan kondisi penyakit jantung yang dialaminya. Dalam penelitiannya, Whellan et al (2010) mengidentifikasi prediksi LOS 70.094 pasien yang pulang ke rumah pasca rawat dengan gagal jantung dari 246 rumah sakit yang berpartisipasi dalam penelitian. Analisa meliputi karakteristik pasien, karakteristik rumah sakit dan evaluasi standar laboratorium meliputi troponin dan brain natriuretik peptide (BNP). Diperoleh hasil 31.995 pasien (45.6%) dengan LOS < 4 hari, 26.750 (38,2%) dengan LOS 4-7 hari dan 11.349 (16.2%) dengan LOS > 7 hari. Pasien dengan LOS yang lebih lama memiliki beberapa komorbiditas dan tingkat keparahan penyakit yang berat pada saat admisi ke rumah sakit. Selama praktik 3 minggu di ruang rawat kardiologi lantai 7 RSCM terdapat 10 pasien dengan kondisi gagal jantung NYHA II-III, lama hari rawat berkisar 7 hari dan terdapat klien dengan lama rawat > 7 hari dengan komorbid penyakit
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
48
paru, penyakit ginjal, kardiomiopati post partum dan keganasan. Sedangkan klien kelolaan dirawat dengan lama rawat 7 hari dengan riwayat readmisi hospitalisasi selama tiga kali sebelum rawat saat ini. Dengan demikian kondisi gagal jantung merupakan suatu penyakit dengan lama rawat yang singkat namun memiliki angka readmisi yang tinggi pasca rawat bila tidak melakukan management yang tepat dalam menangani penyakit gagal jantung tersebut. Gagal jantung merupakan suatu kondisi kronis dan memerlukan perawatan secara berkelanjutan. Implementasi terhadap penanganan gagal jantung tidak hanya berhenti sampai kondisi akut tertangani di rumah sakit saja namun berkesinambungan sampai kondisi pulang di rumah. Dengan demikian sangat diperlukan adanya team secara multidisiplin dalam tatalaksana gagal jantung untuk meningkatkan kualitas hidup jangka panjang dan mempengaruhi prognosis selanjutnya. Mayoritas populasi dengan kondisi gagal jantung berada di masyarakat dan diangani oleh tim perawatan primer di komunitas, hanya sebagian kecil saja yang dirawat dan menjalani readmisi di rumah sakit. Peran perawat sangat penting menjadi bagian dalam tim tersebut baik sebagai perawat tersier dalam membuat rencana implementasi penanganan akut di rumah sakit atau sebagai perawat primer yang berperan di masyarakat. Salah satu peran penting perawat adalah dalam edukasi klien baik saat klien di rawat di rumah sakit, saat rawat jalan atau perawatan di rumah (home care). 4.3. Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait Salah satu intervensi pada team management gagal jantung adalah pemberian edukasi, penelitian membuktikan bahwa kombinasi intervensi edukasi pasien dan postdischarge management memberikan dampak positif bagi pasien gagal jantung kronik dalam menurunkan angka hospitalisasi dan biaya rawat, namun belum diketahui manfaat edukasi itu sendiri terhadap hasil klinis pasien dengan gagal jantung kronik (Koeling, et.al, 2005). Pada praktik di ruangan, edukasi yang dilakukan di ruangan dilakukan secara informal dan belum dilakukan pada setiap pasien, edukasi diberikan baik oleh dokter, perawat dan apoteker saat klien akan pulang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
49
Deskripsi penelitian terkait intervensi edukasi pada pasien rawat inap dilakukan di Rumah Sakit University of Michigan Amerika. Subjek penelitian direkrut dari pasien rawat di rumah sakit sejak April 2001 sampai dengan Oktober 2002. Kandidat subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis gagal jantung menurut International clasification of disease 9 th ed (ICD-9) dengan dokumentasi EF<40%. Desain penelitian menggunakan RCT design, dimana setelah penandatanganan inform consent, pemilihan pasien
yang menerima
informasi standar saat pasien pulang (control group) dan pasien yang diberikan informasi standar pasien pulang ditambah dengan intervensi edukasi tambahan (education group) dilakukan secara random menggunakan program komputer. Jumlah pasien setelah disaring secara acak terdiri dari 223 pasien yang memenuhu kriteria inklusi, 116 pasien grup kontrol dan 107 pasien grup edukasi. Informasi standar yang diberikan meliputi rincian pengobatan, dosis dan cara meminum obat, instruksi diet, instruksi penimbangan berat badan secara berkala, informasi vaksinasi, aktivitas dan informasi kontrol ulang. Selain itu terdapat informasi umum mengenai penyakit gagal jantung bagi pasien melalui booklet yang disediakan rumah sakit bagi pasien rawat inap dengan gagal jantung. Edukasi dilakukan oleh dokter residen, perawat, dietisian tanpa kualifikasi khusus. Sedangkan pasien yang mendapatka program edukasi meliputi 60 menit tambahan waktu edukasi, one-on one teaching (sesi pembelajaran langsung satu pasien) oleh perawat pemberi edukasi (nurse educator). Nurse educator mendiskusikan lebih spesifik informasi dasar mengenai gagal jantung seperti penyebab gagal jantung yang terjadi pada pasien dan rasional terapi yang diberikan. Seperti penyebab kelebihan volume cairan intravaskular pada gagal jntung dan mekanisme kerja pemberian terapi diuretik. Pemberian informasi diet juga dilakukan lebih spesifik seperti penggunaan intake garam kurang dari 2 gr/hari dan pembatasan cairan kurang dari 2000 cc/24 jam sesuai dengan request dokter. Sesi pemberian informasi meliputi rasional dari perilaku perawatan diri meliputi monitoring berat badan secara berkala, berhenti merokok, menghentikan konsumsi alkohol dan penggunaan obat-obat antiinflamasi steroid dan hal yang perlu dilakukan saat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
50
terjadi perburukan gejala. Selain booklet dari rumah sakit pasien juga mendapatkan copy panduan pengobatan dan perawatan. Follow up pasien dilakukan melalui telepon pada hari ke 30, 60, 90 dan 180 setelah pasien pulang. Biaya pengobatan dan perawatan diestimasi menggunakan Medicare Diagnosis Related group (DRG) menggunakan software estimasi penggantian biaya berdasarkan ICD-9 untuk diagnosis primer, dan kode prosedur ICD-9 untuk pasien yang menjalani prosedur tertentu. Biaya intervensi program edukasi clinical nurse educator diperkirakan memerlukan waktu 2 jam untuk intervensi, 1 jam untuk untuk menemukan kasus yang sesuai kriteria, mereview kasus pasien dan mencatat kondisi pasien sebelum melakukan edukasi serta 1 jam waktu pelaksanaan edukasi dengan perkiraan biaya $50 per jam. Kemudian data diolah secara statistik menggunakan program komputer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi jumlah hari rawat atau meninggal selama follow up 180 hari menunjukkan bahwa edukasi menurunkan jumlah hari rawat di rumah sakit. Jumlah hari rawat grup edukasi (1554 hari; mean ± SD, 14±36 hari; median 75 persentil, 0 dan 10 hari) sedangkan untuk grup kontrol (2103 hari; mean±SD, 18±37 hari; median dan 75 persentil, 4 dan 19). Pasien yang mendapatkan intervensi edukasi juga memiliki resiko readmisi atau kematian yang lebih rendah dibandingka dengan grup kontrol yaitu (relative risk, 0.65;95% CI, 0.45-0.93; p = 0.018). Hasil laporan pelaksanaan perawatan diri (self-care practice) selama follow up 30 hari menunjukkan bahwa grup edukasi memiliki skor yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan grup kontrol. Selain itu biaya pengobatan dan perawatan, termasuk pehitungan biaya intervensi, menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan edukasi mengeluarkan biaya pengobatan dan perawatan yang lebih rendah $ 2823 per pasien dibandingkan dengan grup kontrol. Pada penelitian disimpulkan bahwa pasien rawat inap yang mendapatkan discharge edukasi oleh nurse educator memiliki angka readmisi ke rumah sakit yang lebih rendah dalam 180 hari follow up. Pasien yang mendapatkan program edukasi juga dilaporkan melakukan ketaatan self care secara tepat. Hal tersebut meningkatkan hasil klinik yang lebih baik pada pasien gagal jantung kronik dan menurunkan biaya parawatan secara signifikan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
51
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa edukasi perseorangan sebagai bagian dari intervensi pada pasien rawat inap memiliki peranan yang penting dalam mempersiapkan klien dalam melakukan perawatan lanjut di rumah. Edukasi lanjut juga diperlukan secara berkesinambungan saat pasien menjalani rawat jalan. Selain itu pengawasan dan pemantauan secara berkesinambungan juga di perlukan dalam upaya optimalisasi manajeman pasien dengan gagal jantung lebih lanjut. Di ruangan lantai 7 gedung A RSCM pelaksanaan edukasi bagi pasien gagal jantung belum dirasakan optimal. Format pencatatan untuk perencanaan pulang di ruangan sudah ada, namun adanya sumber informasi seperti leaflet atau booklet mengenai penyakit gagal jantung dan penanganan serta informasi mengenai program perawatan mandiri di ruangan belum tersedia. Selain itu nurse educator yang berkompeten dibidang edukasi pasien belum dipersiapkan sesara optimal. Perawat ruangan memiliki peran sebagai nurse educator merangkap sebagai nurse incharge di ruangan dengan jumlah pasien yang cukup banyak, sehingga waktu edukasi secara khusus terutama pada saat pasien pulang belum dilakukan secara khusus. Edukasi secara khusus oleh dokter residen sudah dilakukan pada beberapa pasien, namun tidak semua pasien mendapatkannya dan tidak semua dokter melakukannya. Sehingga kondisi-kondisi tersebut menjadi hambatan dalam pelaksanaan edukasi yang sesui di ruangan. 4.4. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan Berdasarkan analisa kondisi ruangan terkait pengelolaan kasus gagal jantung, discharge planning pasien sangat penting dilakukan sejak awal pasien datang sehingga dapat diidentifikasi kebutuhan edukasi pasien untuk manajemen program penatalaksanaan gagal jantung secara optimal. Penyediaan informasi mengenai penyakit dan tatalaksana penyakit gagal jantung juga diperlukan dalam pelaksanaan edukasi pada pasien rawat inap, sehingga penyediaan informasi melalui booklet atau media lain menjadi salah satu solusi pemberian informasi umum tersebut sejak pasien dirawat di Rumah Sakit. Edukasi sejak pasien dirawat yang dilakukan setelah pasien melewati fase akut yakni pada fase pemulihan gagal jantung sampai pada saat pasien akan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
52
pulang. Pemberian edukasi
tersebut diharapkan dapat menjadi modal dasar
perawatan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan yang berkesinambungan. Sedangkan terkait aplikasi tindakan edukasi tambahan selain edukasi standar saat pasien pulang dapat dilakukan jika didukung oleh sistem di rumah sakit dan ruangan, ketenagaan dengan spesifikasi khusus serta nurse educator yang dipersiapkan secara khusus sehingga memiliki kompetensi yang sesuai di bidangnya. Sehingga pelaksanaan edukasi tambahan tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan khususnya pada pelayanan keperawatan khusus cardiovaskuler.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Gagal jantung adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung yang ditandai dengan ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tubuh. Insiden terjadinya penyakit gagal jantung semakin meningkat seiring dengan peningkatan medikasi dan teknologi. Terdapat beberapa faktor risiko penunjang terjadinya penyakit kardiovaskular yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat urban yang dapat meningkatkan ataupun memperburuk kondisi
penyakit gagal jantung. Faktor risiko terkait pola hidup pada klien
kelolaan meliputi merokok, diet tinggi lemak jenuh, tinggi kolesterol dan kalori, gaya hidup yang kurang aktivitas dan kondisi stres emosional. Kondisi klien yang belum taat melakukan program
managemen tatalaksana gagal jantung
menyebabkan klien mengalami readmisi ke rumah sakit yang berulang. Asuhan keperawatan pada klien Bpk S dengan gagal jantung kronik terdiri dari pengkajian, analisa data dan penentuan diagnosa, menetapkan intervensi, melakukan implementasi keperawatan serta melakukan evaluasi. Diagnosa keperawatan yang muncul pada bapak S meliputi gangguan pertukaran gas, penurunan kardiak output, kelebihan volume cairan, intoleransi aktivitas, risiko nutrisi kurang dari kebutuhan, dan defisit perawatan diri. Bpk S menjalani 7 hari perawatan mulai dari fase akut hingga fase pemulihan. Hal tersebut sesuai dengan rata-rata lama rawat klien dengan penyakit gagal jantung dalam jurnal penelitian yang sudah ada. Edukasi merupakan salah satu intervensi yang sangat penting untuk suksesnya managemen gagal jantung. Perawat memiliki peran penting dalam memberikan edukasi terhadap pasien tersebut. Salah satu kunci sukses pada managemen gagal jantung adalah proses perencanaan pulang saat pasien dirawat di rumah sakit. Edukasi pada pasien rawat inap dilakukan selama pasien dirawat setelah pasien melewati kondisi akut sampai saat pasien akan pulang. Evidence base nursing practice menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan edukasi
53 Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
54
tambahan yang diberikan oleh nurse educator pada waktu pasien akan pulang mengalami penurunan angka rehospitalisasi selama waktu follow up 180 hari. Pasien yang mendapatkan program edukasi juga melaksanakan self care (perawatan mandiri) secara tepat sehingga memberikan hasil yang lebih baik secara klinis dan mengurangi biaya perawatan. 5.2. Saran 1) Bagi pelayanan keperawatan -
Perlu dilakukan pelatihan perawat untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit dan managemen tatalaksana
penyakit gagal jantung
sehingga menjadi nurse educator yang kompeten. -
Perlu dibuat media edukasi yang memadai dalam proses pelaksanaan edukasi pada pasien dengan gagal jantung baik untuk edukasi saat pasien pulang ataupun edukasi tambahan sesuai kebutuhan pasien.
-
Mengoptimalkan proses pemberian intervensi edukasi dalam discharge planning
pada
pasien
gagal
jantung
rawat
inap
dengan
cara
mengidentifikasi dan mengaplikasikan kebutuhan pasien terhadap edukasi sehingga edukasi dapat terlaksana secara efektif sesuai kebutuhan. 2) Bagi rumah sakit Menyediakan ruangan khusus edukasi bagi pasien dan keluarga yang dilengkapi dengan fasilitas audiovisual serta media edukasi yang lengkap. 3) Bagi penulisan karya ilmiah selanjutnya -
Diperlukan penerapan
evidence base nursing practice intervensi
keperawatan pada kasus kelolaan secara komprehensif. -
Diperlukan follow up penerapan intervensi edukasi terhadap kualitas hidup pasien sebagai indikator keberhasilan intervensi dan tindak lanjut perawatan primer di masyarakat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Aaronson, P. I., & Ward, J. P. (2010). At a Glance: Sistem Kardiovaskular (3th Edition ed.). (R. Estikawati, Ed., & d. J. Surapsari, Trans.) Jakarta: Penerbit Erlangga. Alwi, I. (2012). Tatalaksana Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: Interna Publishing. AHA. (2005). Guidelines for the diagnosis and treatment of chronic heart failure in the adult. Circulation sept , 154-235. American heart Association. (2012). Heart disease and stroke statistic. diunduh dari http://circ.ahajournals.org/content/125/1/e2/T29.expansion.html. diakses tanggal 15 juni 2013. Angelidou, D. (2010). Caring for the Heart Failure Patient: Contemporary Nursing Intervention. Athens Cardiology , 1-8. Bakan, G., & Akyol, A. D. (2007). Theory-guide intervention for adaptation to heart failure. JAN Original Research , 596-608. Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes (8th Edition ed., Vol. II). Missouri: Saunders. Crawford, M.H. (2009). Current Diagnose & Treatment Cardiology (3th ed.). Mc. Graw: Hill Companies, Inc. Davey, P. (2006). At a Glance Medicine. (A. Rahmalia, Trans.) Jakarta: EMS. Departemen Kesehatan RI. (2007, Desember). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Riset Kesehatan Dasar 2007. Retrieved Juni 15, 2013, from kementrian Kesehatan RI: http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/ Departemen Kesehatan RI. (2012). Jendela data dan informasi kesehatan penyakit tidak menular. Jakarta: Depkes RI. Doenges, M. E., Moorhouse, M., & Geissler, A. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (3th ed.). Jakarta: Penerbit EGC. European Sociaety of Cardiology. (2001). Guidelines for the diagnosis nd reatment of chronic heart faiure, 27-60. Fuster, V. et al. (2001). the heart international edition, 10 th edition volume 1. United States of America: McGraw-Hill Companies.
xiii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Ghani, A. (2008). Hypertention Current Perspective. Jakarta: Media Crea. Hatma, R. D. (2012). Sosial Determinan dan Faktor Resiko Kardiovaskular. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan , 15-22. Heidenreich, P., Togdon, J., Khavjou, O., Butler, J., Dracup, K., Ezekowitz, M., et al. (2011). Forescasting the future of cardiovascular disease in the United State: a policy statement from the American Heart Assosiation. American Heart Assosiation , 933-944. Hudak,
& Galo. (2010). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik (Allenedekania; Betty Susanto; dkk. ed., Vol. 1). (M. Ester, Penyunt.) Jakarta: EGC.
Ignatavicius, D., & Workman, M. (2010). MEdical Surgical Nursing: Critical Thinking for Collaborative Care (5th ed.). Missouri: Elsevier. Irawan, Dedi. (2010). Prevalensi dan faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe 2 di daerah urban di indonesia. Tesis. FKM UI. Kaawoan, A.Y.A. (2012). Hubungan self care dan depresi dengan kualitas hidup pasien heart failure di RSUPN Prof. DR R.D Kandou Manado. Tesis. Diambil pada 7 Juni 2013 dari Http://lib.ui.ac.id Koelling, t. M., Johnson, M. L., Cody, R. J., & Aaroson, K. D. (2005). Discharge Education Improves Clinical inn Patien With Chronic Heart Failure. American Heart Assosiation , 178-185. Louis, A., Turner, T., Gretton, M., & buks, A. (2003). A systematic review of telemonitoring for management of heart failure. European Journal of heart failure. 5: 583-90 Manurung, D. (2009). Gagal Jantung Akut. In A. W. Sudoyo, b. Setiyohadi, I. Alwi, & M. S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed., pp. 15861595). Jakarta: Interna Publishing. McMurray JJ. & StewartS. Epidemiology, aetiology, and prognosis of heart failure. Heart 2000;83:596-602 Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salembs Medika. Nasution, S.A. (2009). Kardiomiopati. In A. W. Sudoyo, b. Setiyohadi, I. Alwi, & M. S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed., pp. 1720-1724). Jakarta: Interna Publishing. RSCM. (2007). Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam. Jakarta: RSUP. Nasional DR. Cipto Mangunkusumo
xiv Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Panggabean, M. M. (2009). Gagal Jantung. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K., & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed., pp. 1583-1585). Jakarta: Interna Publishing.. Paul, S. (2008). Hospital Discharge Education for Patients With Heart Failure: What Really Works and What is the Evidence? Critical Care Nurse , 6682. Potter, & Perry. (2009). Fundamental of Nursing. Singapore: Elsevier. Price, A.S. & Wilson, M.L. (2005). Patofisiologi, Konsep klinis, Proses-Proses Penyakit (6th ed., Volume 2). Jakarta: EGC Riegel, B., Lee, C. S., Dickson, V. V., & Carlson, B. (2010). An Update on the Self-Care of Heart Failure Index. NIH Public Access , 1-21. Sabatine, M.S. (2011). Pocket Medicine (4th ed.). Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. Setiawati, A., & Nafrialdi. (2007). Obat Gagal Jantung. In D. F. Indonesia, Farmnakologi dan Terapi (5th ed., pp. 299-313). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (2nd ed.). (B. I. Santoso, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: Penerbit Buku kedokteran. Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. (2008). Brunner and Sudddarth's Text Book of Medical Surgical Nursing. Lippincolt: Wilkam & Wilkins Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. (2010). Brunner and Sudddarth's Text Book of Medical Surgical Nursing (11th ed.). Lippincolt: Wilkam & Wilkins Stromberg, A. (2005). The crucial role of patien education in heart failure. he European Journal of Heart Failure , 363-369. Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika. Wakefield, B. J., Boren, S. A., Groves, P. S., & Conn, V. S. (2013). Heart Failure Care Management Programs: A Review of Study Intervention and MetaAnalysis of Outcomes. Journal of Cardiovascular Nursing , 8-19. Whellan et al (2011). Predictor of hospital lenght of stay in heart failure : findings from get with the guidelines.
xv Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
http://www.onlinejcf.com/article/S1071-9164%2811%2900149-7/abstract diunduh tanggal 30 juni 2013 jam 18.00 Wilkinson, J. M., & R.Ahern, N. (2009). Pretice Hall Nursing Diagnosis Handbook (9thed.). New Jersey: Pearson Education. World Health Organization. New WHO report: deaths from communicable diseases on the rise, with developing world hit hardest: noncommunicable diseases a two-punch blow to development. Published April 27, 2011.
xvi Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 1
3.3. Nursing Care Plan (NCP) No 1.
Diagnosa Keperawatan Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan, kongesti paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan intestisial.
Tujuan/sasaran Tujuan: Dalam waktu 2 x24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunana respon sesak napas. Kriteria hasil: - Secara subjektif klien manyatakan penurunan sesak napas - Secara objekif didapatkan TTV dalam batas normal (RR 16-20 kali/menit) Tidak ada penggunaan otot bantu napas - analisis gas darah dalam batas normal.
Intervensi Mandiri 1. Berikan posisi semifowler 2. Pantau status respirasi: frekuensi napas, kedalaman dan usaha napas, auskultasi suara napas kaji adanya ronkhi, krekel 3. Pantau status mental secara berkala 4. Berikan tambahan O2 3-6 lier/menit 5. Pantau saturasi (oksimetri) PH, BE, HCO3 (dengan BGA) 6. Koreksi keseimbangan asam basa 7. Cegah atlektasis dengan melatih batuk efektif dan napas dalam.
Kolaborasi 8. Pemberian terapi Furosemid 9. Pantau pemeriksaa CXR
xvii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Rasional 1. Untuk meningkatkan ekspansi paru dan meningkatkan oksigenasi 2. Menyatakan adanya tanda-tanda edema paru lanjut dan menunjukkan lebih intervensi lanjut 3. Menunjukkan sttatus oksigenasi di otak 4. Untuk meningkatakan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas. 5. Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan dengan dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas. 6. Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan. 7. Kongestif yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
8. Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH. 9. Untuk mengetahui perkembangan edema paru klien
Universitas Indonesia
lanjutan
2.
Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
Tujuan: Dalam waktu 7x24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi Kriteria hasil: - Tanda vital dalam batas normal: TD 120/80 mmHg, nadi 80-100 x/mnt, RR 20x/mnt - Nilai CVP normal 0-8 cmH2O - Distensi vena jugular berkurang atau hilang - Sesak hilang atau berkurang - Suara napas vesikuler - Tidak ada asites - Disritmia terkontrol atau hilang - Urin cukup > 0.5-1 cc/kgBB/jam - Berperan dalam aktivitas - Tidak terjadi aritma, denyut jantung dan irama jantung teratur - CTR kurang dari 3 detik
Mandiri 1. Monitor tanda-tanda vital. Observasi tekanan darah (observasi hipotensi atau hipertensi) dan frekuensi napas
2. Observasi frekuensi, irama jantung , monitor terjadinya disritmia jantung dan lakukan EKG 12 lead secara rutin setiap hari jika terjadi disritmia atau perubahan pada EKG. 3. Auskultasi bunyi jantung, pantau munculnya BJ S3 dan S4
4. Palpasi nadi perifer
5. Pantau adanya keluaran urin, catat keluaran dan kepekatan/konsentrasi urin
xviii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
1. Hipotensi mengindikasikan penurunan cardiak output disebabkan penurunan perfusi arteri koroner. Hipertensi mengindikasikan kondisi vasokonstriksi kronik seperti pada kondisi ansietas. Peningkatan frekuensi napas mengindikasikan kelelahan atau peningkatan kongesti paru. 2. Biasany terjadi takikardia meskipun pada saat istirahat untuk mengompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel, PAT, PVC, dan AF. Disritmia umum berkenaan dengan GJK meskipun lainnya juga terjadi 3. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang disensi, murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral. 4. Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alteran (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada. 5. Giinjal berespon untuk menunjukkan curah jantung dengn menahan ciran dan natrium, keluaran urin biasanya menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan ke
Universitas Indonesia
lanjutan
6. Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal
7. Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20 sampai 30 cm (810 inci) atau klien didudukkan di kursi
8. Observasi perubahan ada sensorik. Contoh: letargi, cemas, dan depresi
xix Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan kembali ke sirkulasi. 6. Melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan.Selain itu, untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerja pada jantung, tirah baring membantu dalam menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intravaskuler melalui induksi diuresis berbaring. Istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah. Istirahat t juga mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun yang akan memperpanjang periode diastole pemulihan, sehingga memperbaiki efisiensi kontraksi jantung. 7. Untuk mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung sehingga dapat mengurangi kongesti paru. Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung (preload) dan paru berkurang, kongesti paru berkurang, serta penekanan hepar ke diagfragma menjadi minimal. Klien yang dapat berrnapas hanya pada posisi tegak (ortopnea) dapat didudukkan di sisi tempat tidur 8. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.
Universitas Indonesia
lanjutan
9. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan yang tenang 10. Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul/masker sesuai indikasi 11. Hindari manuver dinamik seperti berjonkok sewaktu melakukan BAB dan mengepalngepalkan tangan
12. Kolaborasi untuk pemberian diet jantung : pembatasan natrium Kolaborasi 13. Kolaborasi untuk pemberian obat a. Inotropik (dopamin, dobutamin)
b. Diuretik, furosemid (lasix),
xx Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
9. Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi yang terkait, meningkatakn tekanan darah, dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung. 10. Meningkatakan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia. 11. Berjongkok menigkatkan aliran balik vena dan resistensi arteri sistemik secara simultan menyebabkan kenaikan volume sekuncup (stroke volume) dan tekanan arteri. Peregangan ventrikel kiri yang bertambah akan meningkatkan beban kerja jantung secara simultan. Latihan isometrik: mengepal-ngepalkan tangan (handgrip) secara terus menerus selama 20-30 detik meningkatkan resistensi arteri sistemik, tekanan darah, dan ukuran jantung. Latihan ini akan meningkatakan beban kerja jantung. 12. Mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan klien. Pembatasan natrium dituunjukkan untuk mencegah, menggatur, dan mengurangi edema seperti pada hipertensi atau gagal jantung. a. Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung, efek dari inotropik dosis sedang- tinggi juga dapat meningkatkan heart rate b. Penuruanan preload paling banyak
Universitas Indonesia
lanjutan
sprironolakton (aldakton)
c. Digoxin (lanoxin)
d. Captropil (capoten), lisinopril (prinvil), enapril (vasotec)
e. Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah warfarin (coumadin)
f.
Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam
xxi Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relatif normal ditambah dengan gejala kongesti .diuretik blok reabsorpsi diuretik, sehingga memerngaruhi reabsorsi natrium dan air. c. Meningkatakn kekuatan kontraksi miokardium dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskular sistemik (arteriodilator) juga kerja ventrikel. d. Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlambat periode refraktori angiotensin dalam paru serta menurunkan vasokontriksi, SVR, dan TD. e. Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah pembentukan trombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung, dan riwayat episode sebelumnya. f. Oleh karena adanya penigkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat meneoleransi peningkatan volume cairan (preload). Pasien juga mengeluarkan sedikit nattrium yang menyebabkan retensi cairan dan
Universitas Indonesia
lanjutan
g. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada
3.
Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan sistemik, perembesan cairan interstisial di sistemik sebagai dampak sekunder dari penurunan curah jantung, gagal jantung kanan.
Tujuan Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik Kriteria hasil: - Klien tidak sesak napas - Edema ekstremitas berkurang - Pitting edema (-) - Produksi urin >600 ml/hr
Intervensi 1. Kaji adanya edema ekstremitas 2. Kaji tekanan darah
3. Kaji distensi vena jugularis
4. Ukur intake dan output
5. Timbang berat badan
6. Beri posisi yang membantu drainase ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif
xxii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
meningkatkan kerja miokard g. Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena penigkatan kebutuhan oksigen.. Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal. 1. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan 2. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah 3. Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan vena jugularis. 4. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan keluaran urine. 5. Perubahan tiba-tiba berat badan manunjukkan gangguan keseimbangan cairan. 6. Meningkatkan venous return dan mendorong berkurangnya edema perifer.
Universitas Indonesia
lanjutan
Kolaborasi 7. Berikan diet tanpa garam
8. Retriksi cairan 600-1000 cc/24 jam 9. Berikan diuretic, contoh: furosemide, sprinolakton, hidronolakton
4.
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.
Tujuan: Aktivitas klien sehari-hari terenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas. Kriteria hasil: Klien menunjukan kemampuan beraktivitas secara bertahap tanpa gejala-gejala yang berat, terutama mobilisasi di temat tidur.
10. Pantau data laboratorium elektrolit kalium. Mandiri 1. Catat frekuensi jantung: irama; dan perubahan TD, selama dan sesudah aktivitas. 2. Tingakatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat. 3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, misal: mengejan saat defekasi. 4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas. Contoh: bangun dari kursi, bila tidak ada nyeri lakukan ambulasi, kemudian istirahat
xxiii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
7. Natrium meningkatkan retensi cairan dan menigkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan membuat kebutuhan miokard meningkat 8. Mengurangi beban volume cairan di jantung 9. Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru 10. Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi. 1. Respon klien terhadap akitvitas dapat mengindikasikan adanya penurunan oksigenasi miokard. 2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen. 3. Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan curah jantung dan takikardia, serta peningkatan TD. 4. Aktivitas yang mau memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan, dan mencegah aktivitas berlebihan.
Universitas Indonesia
lanjutan
5.
6. 7. 8. 9. 10. 11.
selama 1 jam setelah makan. Pertahankan klien pada posisi tirah baring sementara sakit akut. Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien. Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis. Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi. Berikan waktu istirahat di antara waktu aktivitas. Pertahankan penambahan O2 sesuai kebutuhan. Monitor respon klien selama aktivitas, observasi dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi naas, sertakeluhan subjektif.
Kolaborasi 12. Rujuk dan kolaborasi ke program rehabilitasi jantung.
5.
Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya produksi insulin
Tujuan Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dalam 3x 24 jam Kriteria hasil: - Pasien menungngkapkan tidak ada mual dan nafsu makan baik
Mandiri 1. Kaji status nutrisi pasien 2. Timbang berat badan pasien dan lakukan secara berkala 3 hari sekali atau sesuai indikasi 3. Ukur Indeks Massa Tubuh pasien
xxiv Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
5. Untuk mengurangi beban jantung.
6. Untuk meningkatkan venous return. 7. Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return. 8. Untuk mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan aktivitas. 9. Untuk mendapat cukup resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung. 10. Untuk meningkatakn oksigenasi jaringan. 11. Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
12. Meningkatkan jumah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sampai dengan iskemia. 1. Menentukan kebutuhan nutrisi pasien 2. Berat badan indicator status nutrisi pasien. Dapat menentukan Basal Massa Indeks dan merencanakan terapi nutrisi 3. Keutuhan nutrisi tubuh ditentukan juga oleh BMI
Universitas Indonesia
lanjutan
-
-
Berat badan pasien dalam rentang ideal Intake makanan sesuai dengan kebutuhan tubuh, Indeks Massa Tubuh (BMI) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi Nilai Hb dalam batas normal Kadar glukosa tubuh dalam rentang toleransi
4. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi status nutrisi pasien 5. Monitoring gula darah pasien secara periodic sesuai indikasi 6. Monitor nilai laboratorium yang terkait dengan status nutrisi seperti albumin, Hb, transferring, elektrolit
7. Monitor kadar serum lipid seperti kolesterol total, low density lipoprotein (LDL) kolesterol, high density lipoprotein (HDL) kolesterol, dan trigliserida 8. Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang diet diabetic 9. Kaji pola makan dan aktivitas pasien
10. Konsultasikan dengan ahli diet untuk mengidentifikasi dan merencanakan keutuhan nutrisi pasien 11. Libatkan pasien dan keluarga
xxv Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
4. Banyak faktor yang mempengaruhi status nutrisi sehingga perlu diketahui penyebab kurang nutrisi dan merencanakan pemenuhan nutrisi 5. Perubahan kadar gula darah dapat terjadi setiap saat serta dapat menentukan perencanaan kebutuhan kaloti 6. Penurunan albumin indikasi penurunan protein, penurunan Hb indikasi penurunan eritrosit darah, penurunan transferring indikasi penurunan serum protein. Kadar otassium dan sodium menurun pada malnutrisi 7. Peningkatan kadar lemak dapat meningkatkan resiko penyakit jantung dan stroke
8. Pasien DM rentan terjadi komplikasi sehingga pasiend an keluarga harus memahami komplikasi akut dan kronik 9. Aktivitas latihan yang rutin membantu menurunkan komplikasi penyakit jantung dan menurunkan kadar gula darah 10. Bagaimanapun juga ahli gizi lebih kompeten dalam penentuan dan merencanakan kebutuhan nutrisi pasien 11. Keluarga dan pasien merupakan subjek
Universitas Indonesia
lanjutan
dalam merencanakan kebutuhan nutrisi 12. Laksanakan program terapi seperti pemberian obat antidiabetik atau insulin 13. Monitoring tanda-tanda adanya hipoglikemia 14. Berikan pendidikan kesehatan tentang diet DM, obat-obatan dan resiko tidak mentaati apa yang sudah diprogramkan dan program aktivitas
6.
Defisit perawatan diri
15. Berikan dukungan yang positif jika pasien mampu melaksanakan program nutrisi dengan benar Tujuan Mandiri Defisit perawatan diri tertasi 1. Tentukan tingkat dalam waktu 1x24 jam ketergantungan klien dalam melakukan higiene saat ini Kriteria hasil - Klien mampu 2. Bantu klien dalam melakukan membersihkan tubuh higiene saat klien masih lelah sendiri dengan bantuan dan sesak saat melakukan minimal aktivitas - Klien tampak bersih dan rapi 3. Fasilitasi klien dalam - Klien melakukan mandi melakukan hygiene, anjurkan & hygiene lainnya klien mandi menggunakan
xxvi Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
dan objek yang dapat menentukan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan memberikan keyakinan rencana program nutrisi dapat dilaksanakan 12. Pengobatan merupakan bagian yang tidak tepisahkan dari peningkatan status nutrisi pasien 13. Pemberian obat antidiiabetik atau insulin dapat menimbulkan hipoglikemia 14. Pasien kooperatif dalam program pemulihan status nutrisi
15. Memberikan motivasi dan percaya diri pasien untuk tetap melaksanakan program diet.
1. Mengidentifikasi kebutuhan intervensi yang dibutuhkan. 2. Aktivitas fisik dapat meningkatkan kebutuhan oksigen, meningkatkan kelelahan, dan dapat meningkatkan rasa sesak saat kondisi penurunan cardiak output dan oedema paru masih berat. 3. Membantu klien dalam melakukan aktifitas hygiene tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.
Universitas Indonesia
lanjutan
-
Tidak tercium bau tak sedap Baju dan celana klien ganti setiap hari
shower/pancuran. 4. Dukung kemandirian klien dalam melakukan hygiene tubuh dan bantu klien hanya jika diperlukan sesuai kemampuan.
4. Melakukan hygiene untuk dirinya akan meningkatkan perasaan harga dirinya. Kegagalan dapat menyebabkan keputusasaan dan depresi.
Sumber: Deongoes (2000); Wilkinson & Ahern (2009)
xxvii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN PERAWATAN BPK S DENGAN CHF Fc II-III Tangal 15/05/13 Pk 20.00
Dx Keperawatan Kerusakan pertukaran gas
15/05/13 Pk 20.00
Penurunan curah jantung
15/05/13 Pk 20.00
Kelebihan volume cairan
Implementasi 1. Memberikan posisi semi fowler 2. Memantau status respirasi, auskultasi suara napas 3. Memantau status mental 4. Melanjutkan pemberian terapi oksigen 3 lt/mnt 5. Melatih napas dalam dan batuk efektif 6. Melanjutkan pemberian terapi furosemide 5 mg/jam sesuai program
1. Memonitor tanda-tanda vital 2. Observasi frekuensi dan irama jantung 3. Auskultasi bunyi jantung 4. Observasi nadi perifer 5. Mengistirahatkan klien dengan tirah baring optimal 6. Menempatkan posisi tirah baring dengan posisi semi fowler 7. Menganjurkan klien untuk menghindari manuver haemodinamik seperti mengedan saat BAB 8. Melakukan pemberian terapi furosemide, captopril, amlodipin, dan ascardia sesuai program 9. Pantau pengeluaran urin 1. Memantau kondisi edema ekstrimitas 2. Memantau TTV, distensi vena jugularis 3. Mengukur intake-output dan balance cairan 4. Retriksi pemberian cairan 1000cc/24 jam 5. Memberikan posisi kaki disangga dengan 1 bantal 6. Melanjutkan pemberian terapi furosemide drip , dan KSR oral sesuai program terapi 7. Melakukan pemantauan nilai lab elektrolit/3 hari
Evaluasi (SOAP) S: masih sedikit sesak O: - RR 22-24x/mnt, menggunakan NC 3 lt/mnt - Suara napas vesikuler, ronchi basah halus bilateral, wheezing (-/-) - Kesadaran CM - Klien dapat melakukan teknik napas dalam dan batuk efektif dg benar A: masalah kerusakan pertukaran gas masih ada P: lanjutkan intervensi pemantauan status respirasi dan status mental, pemberian terapi oksigen dan terapi furosemide Iin M S: masih merasa lemah dan lelah dengan aktivitas ringan O: - TD 120/80 mmHg, HR 90x/mnt, irama reguler, nadi perifer kuat - Akral hangat - BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-) - Klien masih tampak lemah dan lelah - Pengeluaran urin: 2000cc/24 jam A: masalah penurunan curah jantung masih ada P: lanjutkan pemantauan parameter haemodinamik, pemantauan keluaran urin dan pemberian terapi gagal jantung sesuai program. Iin M S: masih ada bengkak di kaki O: - TD 120/80 mmHg, nadi 90x/mnt, - Terdapat pitting edema +2 pada tungkai - JVP 5 + 3 cmH2O - Intake : 1000 cc/24 jam - Output : urin: 2000cc/24 jam IWL: 600 cc/24 jam - Balance : - 1600cc/24 jam A: masalah kelebihan volume cairan masih ada P: Lanjutkan intervensi pemantauan kelebihan volume cairan, pemantauan status hidrasi, perhitungan intake-output dan balance cairan, pemberian terapi
xxviii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
lanjutan
8. Timbang berat badan secara berkala/3 hari 15/05/13 Pk 20.00
Intoleransi aktivitas
15/03/13 Pk 20.00
Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
1. Pantau kemempuan aktivitas klien 2. Mempertahankan kondisi tirah baring selama klien mengalami peningkatan respon lelah saat aktivitas 3. Meningkatkan kemampuan mobilitas secara bertahap sesuai kemampuan 4. Melakukan pemantauan respon klien terhadap aktivitas ,TD, nadi dan RR sebelum dan sesudah melakukan aktivitas 5. meningkatkan istirahat, batasi aktivitas saat terdapat kelelahan yang berambah 6. kolaborasi dengan rehabilitasi medik 1. Melakukan identifikasi faktor yang mempengaruhi status nutrisi klien 2. Monitoring gula darah klien secara periodik 3. Melakukan pemantauan pola makan dan aktivitas klien 4. Monitoring tanda-tanda hipoglikemia 5. Melakukan pengkajian pengetahuan klien mengenai diet diabetes 6. Memberikan terapi insulin sesuai nilai gula darah dan nsesuai program terapi (kelipatan 3) 7. Kolaborasi pemberian diet DM 1700 kkal.
diuretik dan suplemen elektrolit, dan pementauan nilai lab elektrolit/3 hari Iin M S: masih lelah dan sesak dengan aktivitas ringan O: - klien masih tampak sering terbaring di tempat tidur, tampak lelah dg aktivitas ringan di tempat tidur - terdapat dispneu saat aktivitas di tempat tidur - TTV setelah aktivitas TD 10/80 mmHg, RR 24 x/mnt, nadi 100x/mnt. A: masalah intoleransi aktivitas masih ada P: Pantau kemampuan klien dalam beraktivitas, tingkatkan aktivitas klien secara bertahap sesuai kemampuan, kaji respon klien terhadap aktivitas dan pertahankan kondisi tirah baring jika masih terdapat lelah dan sesak dg aktivitas ringan in bed. Iin M S: kadang-kadang masih ada mual tetapi tidak muntah Klien mengatakan tidak ada pntang makanan selam di rumah, dan belum mengetahui mengenai diet diabetes O: - Porsi makan klien habis ½ porsi, selingan habis - Tidak terdapat tanda-tanda hipoglikemia - Klien belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai diet diabetes - GDKH pk 06.00 235 11.00 267 16.00 246 A: masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan masih ada P: lanjutkan intervensi monitoring porsi makan, pemantauan GDKH dan pemberian insulin sesuai program, serta pemantauan tanda-tanda hipoglikemia. Iin M
xxix Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
lanjutan
15/05/13 Pk 20.00
Defisit perawatan diri
1. Menentukan tingkat ketergantungan klien 2. Memfasilitasi klien untuk melakukan hygiene di tempat tidur 3. Memotivasi keluarga untuk membantu klien melakukan hygiene di tempat tidur 4. Mendukung kemandirian klien untuk melakukan hygiene tubuh sesuai kemampuan
16/05/13 Pk. 20.00
Kerusakan pertukaran gas
1. Memantau status respirasi, auskultasi suara napas 2. Memantau status mental 3. Melanjutkan pemberian terapi oksigen 3 lt/mnt 4. Melanjutkan pemberian terapi furosemide 5 mg/jam sesuai program
16/05/13 Pk 20.00
Penurunan curah jantung
1. Memonitor tanda-tanda vital 2. Observasi frekuensi dan irama jantung 3. Auskultasi bunyi jantung 4. Observasi nadi perifer 5. Mengistirahatkan klien dengan tirah baring optimal 6. Menempatkan posisi tirah baring dengan posisi semi fowler 7. Menganjurkan klien untuk menghindari manuver haemodinamik seperti mengedan saat BAB 8. Melakukan pemberian terapi furosemide, captopril, amlodipin, dan ascardia
S: masih merasa lelah dan sesak saat beraktivitas di tempat tidur O: - Tingkat kemandirian klien + 2 (semi ketergantungan dalam melakukan hygiene) - Klien masih tampak lelah dan sesak , RR 24x/mnt dengan aktivitas di tempat tidur - Hygiene dibantu keluarga, mandi dengan lap di tempat tidur - Klien belum sikat gigi, kerena keluarga belum membawa perlengkapan oral hygiene - Baju dan celana klien masih belum diganti, karena keluarga belum membawa baju ganti buat klien A: masalah defisit perawatan gigi masih ada P: fasilitasi dan dukung kemampuan klien dalam melakukan hygiene di kamar mandi secara bertahap jika kondisi memungkinkan. Iin M S: masih ada sesak O: - RR 20-24x/mnt, menggunakan NC 3 lt/mnt - Suara napas vesikuler, ronchi basah halus bilateral, wheezing (-/-) - Kesadaran CM - Batuk (+), sekret (+) warna putih, jumlah sedikit A: masalah kerusakan pertukaran gas masih ada P: lanjutkan intervensi pemantauan status respirasi dan status mental, pemberian terapi oksigen dan terapi furosemide, pantau nilai saturasi O2 Iin M S:merasa lemah lemah dan lelah setelah selesai pemeriksaan echocardiografi pk 18.300 WIB O: - TD 118/77 mmHg, HR 97x/mnt, irama reguler, nadi perifer kuat, saturasi O2 100%, akral hangat - BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-) - Klien masih tampak lebih lemah dan lelah - Hasil echo: dilatasi RA, RV, LA, LV, EF menurun menjadi 25 %, TAPSE 15 - Pengeluaran urin urin: 2500cc/24 jam A: masalah penurunan curah jantung masih ada P: lanjutkan pemantauan parameter haemodinamik, pemantauan keluaran urin dan
xxx Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
lanjutan
sesuai program 9. Pantau pengeluaran urin
16/05/13 Pk 20.00
Kelebihan volume cairan
16/05/13 Pk 20.00
Intoleransi aktivitas
pemberian terapi gagal jantung sesuai program, mengistrirahatkan klien saat merasa kelelahan. Iin M 1. Memantau kondisi edema S: bengkak di kaki masih ada ekstrimitas O: 2. Memantau TTV, distensi vena - TD 118/77 mmHg, nadi 97x/mnt, jugularis - Terdapat pitting edema +2 pada tungkai 3. Mengukur intake-output dan - JVP 5 + 2 cmH2O balance cairanan - Intake : 960 cc/24 jam 4. Retriksi volume cair 1000 - Output : urin: 2500cc/24 jam cc/24 jam IWL: 600 cc/24 jam 5. Memberikan posisi kaki - Balance : - 2140 cc/24 jam disangga dengan 1 bantal A: masalah kelebihan volume cairan masih ada 6. Melanjutkan pemberian terapi P: furosemide drip , dan KSR Lanjutkan intervensi pemantauan kelebihan oral sesuai program terapi volume cairan, pemantauan status hidrasi, 7. Rencana melakukan perhitungan intake-output dan balance cairan, pemantauan nilai lab pemberian terapi diuretik dan suplemen elektrolit/3 hari elektrolit, dan pementauan nilai lab elektrolit 8. Timbang berat badan secara besok, konfirmasi penurunan dosis iv berkala/per 3 hari furosemide drip. Iin M 1. memantau perkembangan S: sudah bisa duduk, tetapi masih terasa pusing kemempuan aktivitas klien O: 2. Mempertahankan kondisi - klien tampak mulai sering duduk di tempat tirah baring selama klien tidur, namun sering terlihat tirah baring mengalami peningkatan kembali saat merasa pusing, masih tampak respon lelah saat aktivitas lelah dg aktivitas ringan di tempat tidur 3. Meningkatkan kemampuan - TTV setelah aktivitas TD 125/80 mmHg, mobilitas secara bertahap RR4 22x/mnt, nadi 100x/mnt. sesuai kemampuan A: masalah intoleransi aktivitas masih ada 4. Melakukan pemantauan P: respon klien terhadap Pantau perkembangan kemampuan klien dalam aktivitas ,TD, nadi dan RR beraktivitas, tingkatkan aktivitas klien secara sebelum dan sesudah bertahap sesuai kemampuan, kaji respon klien melakukan aktivitas terhadap aktivitas, tingkatkan kemampuan 5. meningkatkan istirahat, batasi aktivitas in bed 1.7 mets. aktivitas saat terdapat kelelahan yang berambah Iin M 6. kolaborasi dengan rehabilitasi medik
xxxi Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
lanjutan
16/03/13 Pk 20.00
16/05/13 Pk 20.00
17/05/13 Pk. 20.00
Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
Defisit perawatan diri
Kerusakan pertukaran gas
1. Melakukan identifikasi faktor yang mempengaruhi status kondisi makan klien saat ini 2. Monitoring gula darah klien secara periodik 3. Melakukan pengkajian pengetahuan klien mengenai diet diabetes 4. Memberikan terapi insulin sesuai nilai gula darah dan nsesuai program terapi (kelipatan 3) .
1. Memotivasi keluarga untuk membantu klien melakukan hygiene di kamar mandi secara bertahap 2. Mendukung kemandirian klien untuk melakukan hygiene tubuh sesuai kemampuan
S: kadang-kadang masih ada mual tetapi tidak muntah Setelah diberikan penjelasan mengenai penyakit DM dan tatalaksanan penyakit DM, klien mengatakan sudah O: - Porsi makan klien habis 2/3 porsi, selingan habis - GDS masih belum stabil - Klien dapat mengulang kembali definisi DM, tanda dan gejala, penyebab dan 5 pilar tatalaksana DM termasuk pengaturan diet dengan bantuan perawat - GDKH pk 06.00 134 11.00 271 16.00 230 A: masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan masih ada P: lanjutkan intervensi monitoring porsi makan, pemantauan GDKH dan pemberian insulin sesuai program, serta pemantauan tanda-tanda hipoglikemia. Iin M S: sudah mandi dengan di lap di tempat tidur tidak menggunakan sabun, klien mengatakan akan mandi di kamar mandi jika sudah tidak terpasang selang kateter
O: - Klien tampak lebih bersih - Bau tidak sedap sudah berkurang - Baju dan celana klien sudah ganti A: masalah defisit perawatan gigi masih ada P: fasilitasi dan dukung kemampuan klien dalam melakukan hygiene di kamar mandi secara bertahap jika kondisi memungkinkan, menganjurkan klien mandi menggunakan shower. Iin M 1. Memantau status respirasi, S: sesak sudah berkurang, masih terasa sedikit auskultasi suara napas sesak saat berjalan di sekitar tempat tidur 2. Memantau status mental O: 3. Melanjutkan pemberian terapi - RR 20-22x/mnt, menggunakan NC 2 lt/mnt oksigen 3 lt/mnt - Sat O2 98-100& 4. Melanjutkan pemberian terapi - Suara napas vesikuler, ronchi basah halus furosemide iv 2x 40 mg berkurang, wheezing (-/-) 5. Memantau nilai saturasi, - Kesadaran CM AGD dan CXR ulang - Batuk jarang, produksi sputum tidak ada A: masalah kerusakan pertukaran gas masih ada P: lanjutkan intervensi pemantauan status
xxxii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
lanjutan
17/05/13 Pk 20.00
Penurunan curah jantung
1. Memonitor tanda-tanda vital 2. Observasi frekuensi dan irama jantung 3. Observasi terjadinya hipotensi orthostatik saat aktivitas 4. Auskultasi bunyi jantung 5. Observasi nadi perifer 6. Melakukan pemberian terapi furosemide, captopril, amlodipin, dan ascardia sesuai program 7. Pantau pengeluaran urin 8. Menganjurkan klien untuk tidak melakukan valsava manuver: tidak mengedan saat BAB
17/05/13 Pk 20.00
Kelebihan volume cairan
1. Memantau kondisi edema ekstrimitas 2. Memantau TTV, distensi vena jugularis 3. Mengukur intake-output dan balance cairanan 4. Retriksi volume cairan 1000 cc/24 jam 5. Melanjutkan pemberian terapi furosemide iv 2x 40 mg , dan KSR oral sesuai program terapi 6. melakukan pemeriksaan nilai pemantauan nilai lab elektrolit 7. Melakukan off catheter urin dan memberikan terapi furosemide iv (intermitten) sesuai program terapi
17/05/13 Pk 20.00
Intoleransi aktivitas
1. Memantau perkembangan kemempuan aktivitas klien 2. Meningkatkan kemampuan mobilitas secara bertahap sesuai kemampuan, berjalan disekitar tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi
respirasi dan status mental, pemberian terapi oksigen dan terapi furosemide, pantau nilai saturasi O2 Iin M S: lemah dan lelah sudah berkurang, sudah bisa berjalan di sekitar tempat tidur tanpa rasa pusing, hanya merasa sedikit sesak. O: - TD 153/68 mmHg, HR 86x/mnt, irama reguler, nadi perifer kuat, saturasi O2 98100%, akral hangat - BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-) - Klien dapat BAB tanpa mengedan - Pengeluaran urin urin: 800 cc/24 jam A: masalah penurunan curah jantung masih ada P: lanjutkan pemantauan parameter haemodinamik, pemantauan keluaran urin dan pemberian terapi gagal jantung sesuai program, mengistrirahatkan klien saat merasa kelelahan. Iin M S: bengkak di kaki sudah berkurang O: - TD 153/68 mmHg, nadi 86 x/mnt, - pitting edema +1 pada tungkai - JVP 5 + 2 cmH2O - Intake : 1000 cc/24 jam - Output : urin: 800 cc/24 jam IWL: 600 cc/24 jam - Balance : - 400 cc/24 jam - Hasil lab elektrolit: Na 134 mmol/L, kalium 3.80 mmol/L, Chlorida 82.7 mmol/L, calsium 7.9 mg/dl. A: masalah kelebihan volume cairan masih ada P: Lanjutkan intervensi pemantauan kelebihan volume cairan, pemantauan status hidrasi, perhitungan intake-output dan balance cairan, pemberian terapi diuretik dan suplemen elektrolit, dan pementauan nilai lab elektrolit/3 hari Iin M S: sudah berjalan di sekitar tempat tidur dan sudah ke kamar mandi 1x, masih terasa sedikit lelah dan sedikit sesak setelah berjalan ke kamar mandi O: - TTV sebelum ke kamar mandi TD 145/85 mmHg, nadi 86 x/mnt, RR 18 x/mnt.;
xxxiii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
lanjutan
17/03/13 Pk 20.00
Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
17/05/13 Pk 20.00
Defisit perawatan diri
18/05/13 Pk. 20.00
Kerusakan pertukaran gas
3. Melakukan latihan ROM aktif sesudah ke kamar mandi TD 150/90 bagian ekstrimitas di tempat mmHg, Nadi 100x/mnt, RR 20-22x/mnt. tidur - Latihan ROM aktif pd ektrimitas 4. Melakukan pemantauan dilakukan dengan baik respon klien terhadap A: masalah intoleransi aktivitas masih ada aktivitas ,TD, nadi dan RR P: sebelum dan sesudah Pantau perkembangan kemampuan klien dalam melakukan aktivitas beraktivitas, tingkatkan aktivitas klien secara 5. meningkatkan istirahat, batasi bertahap sesuai kemampuan, kaji respon klien aktivitas saat terdapat terhadap aktivitas, tingkatkan kemampuan kelelahan yang berambah aktivitas in bed 1.7 - 2 mets (program 7. kolaborasi dengan rehabilitasi rehabilitasi jantung). medik untuk meningkatkan Iin M program latihan 1. Memotivasi klien untuk S: mual sudah berkurang menghabiskan porsi O: makannya - Porsi makan klien habis 2/3 sampai habis 1 2. Monitoring gula darah klien porsi, selingan habis secara periodik - GDKH pk 06.00 158 3. Memberikan terapi insulin 11.00 353 sesuai nilai gula darah dan 16.00 221 nsesuai program terapi A: masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi: (kelipatan 3) kurang dari kebutuhan masih ada 4. Memberikan tambahan terapi glikuidon 3x30 mg sesuai P: lanjutkan intervensi monitoring porsi program terapi dokter makan, pemantauan GDKH sabtu-minggu dan . pemberian insulin dan glikuidon sesuai program Iin M 1. Memotivasi keluarga untuk S: sudah mandi di kamar mandi menggunakan membantu klien melakukan shower, dan sudah gosok gigi, masih merasa hygiene di kamar mandi, lelah namun sudah jauh berkurang dampingi klien saat dibandingkan sebelumnya melakukan hygiene di kamar O: mandi - Klien tampak lebih bersih dan seegar 2. Mendukung kemandirian - Tidak tercium bau tidak sedap klien untuk melakukan - Baju dan celana klien sudah ganti hygiene tubuh sesuai - Rambut klien rapi disisir kemampuan - Gigi klien tampak lebih bersih A: masalah defisit perawatan diri teratasi Iin M 1. Memantau status respirasi, S: sudah tidak ada sesak auskultasi suara napas O: 2. Melanjutkan pemberian terapi - RR 18-20x/mnt, nasal kanul sudah dilepas furosemide iv 2x 40 mg - Sat O2 98-100% 3. Memantau nilai saturasi, - Suara napas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing AGD dan CXR ulang (-/-) - Kesadaran CM - CXR ulang (18/06/13) : kesan oedema paru perbaikan, tidak ada effeusi pleura - AGD (18/05/13) dengan room air pH 7.355 PaO2 125mmHg, PCO2 40 mmHg HCO3 20 mmHg BE -2
xxxiv Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
lanjutan
18/05/13 Pk 20.00
Penurunan curah jantung
1. Memonitor tanda-tanda vital 2. Observasi frekuensi dan irama jantung 3. Auskultasi bunyi jantung 4. Observasi nadi perifer 5. Melakukan pemberian terapi furosemide, captopril, amlodipin, dan ascardia sesuai program 6. Memberikan terapi tambahan aldactone 1x25mg sesuai program terapi dokter 7. Pantau pengeluaran urin
18/05/13 Pk 20.00
Kelebihan volume cairan
1. Memantau kondisi edema ekstrimitas 2. Memantau TTV, distensi vena jugularis 3. Mengukur intake-output dan balance cairanan 4. Retriksi volume cairan 1000 cc/24 jam 5. Memberikan terapi furosemide oral 2x 40 mg , aldactone 1x25mg dan KSR oral sesuai program terapi 6. Menimbang berat badan klien 7. Memberikan pendidikan kesehatan persiapan klien pulang mengenai retriksi cairan 1000cc/24 jam, pembatasan intake garam yang berlebihan, dan timbang berat badan secara berkala.
A: masalah kerusakan pertukaran teratasi Iin M S: masih terasa sedikit lemah dan lelah, tapi jauh lebih baik dari sebelumnya, sudah tidak ada sesak saat pergi ke kamar mandi O: - TD 130/75mmHg, HR 84x/mnt, irama reguler, nadi perifer kuat, akral hangat - BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-) - Pengeluran urin 1000cc/24 jam A: masalah penurunan curah jantung masih ada P: lanjutkan pemantauan parameter haemodinamik, pemantauan keluaran urin dan pemberian terapi gagal jantung sesuai program Iin M S: bengkak di kaki mulai hilang Klien mengatakan mengerti penjelasan perawat / O: - TD 130/75 mmHg, nadi 84 x/mnt, - pitting edma (-) - JVP 5 + 0 cmH2O - Intake : 1000 cc/24 jam - Output : urin: 1000 cc/24 jam IWL: 500 cc/24 jam - Balance : - 600 cc/24 jam - BB 60 kg (tetap) - Klien dapat menyebutkan kembali batasan cairan 1000cc/24 jam, membatasi konsumsi garam dan menimbang berat badan secara berkala. A: masalah kelebihan volume cairan masih ada P: Lanjutkan intervensi pemantauan kelebihan volume cairan, pemantauan status hidrasi, perhitungan intake-output dan balance cairan, pemberian terapi diuretik dan suplemen elektrolit, dan pementauan nilai lab elektrolit/3 hari Iin M
xxxv Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
lanjutan
18/05/13 Pk 20.00
Intoleransi aktivitas
1. Memantau perkembangan kemempuan aktivitas klien 2. Meningkatkan kemampuan mobilitas secara bertahap sesuai kemampuan, berjalan disekitar tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi 3. Melakukan pemantauan respon klien terhadap aktivitas ,TD, nadi dan RR sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
18/03/13 Pk 20.00
Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
1. Memotivasi klien untuk menghabiskan porsi makannya 2. Monitoring gula darah klien secara periodik 3. Memberikan terapi diabetes glikuidon 3x30 mg sesui sesuai program terapi 4. Memberikan edukasi klien persiapan pulang mengenai kontrol gula darah secara teratur, dan meminum terapi obat diabetes secara teratur serta menghabiskan porsi makan sesuai anjuran gizi. 1. Memonitor tanda-tanda vital 2. Observasi frekuensi dan irama jantung, auskultasi bunyi jantung, observasi nadi perifer 3. Melakukan pemberian terapi furosemide, aldactone, captopril, amlodipin, dan ascardia sesuai program 4. Pantau pengeluaran urin 5. Memberikan edukasi mengenai hal-hal yang harus diperhatikan pada klien gagal jantung di rumah meliputi kontrol secara teratur, minum obat gagal jantung dan antihipertensi secara rutin, membatasi konsumsi garam dan makanan yang banyak mengandung garam, tidak mengedan saat BAB
20/05/13 Pk 15.00
Penurunan curah jantung
S: dapat berjalan ke tempat tidur dan berjalan di sekitar kamar tanpa rasa sesak O: - TTV sebelum berjalan di sekitar kamar TD 130/75, nadi 84 x/mnt, RR 16 x/mnt.; sesudah berjalan di sekitar kamar 130/80 kmmHg, Nadi 96 x/mnt, RR 20x/mnt - Klien berjalan dengan minimal rasa lelah A: masalah intoleransi aktivitas masih ada P: Pantau perkembangan kemampuan klien dalam beraktivitas, tingkatkan aktivitas klien secara bertahap sesuai kemampuan, kaji respon klien terhadap aktivitas, tingkatkan kemampuan aktivitas out of bed 1.7 - 2 mets sampai berjalan ke luar kamar (5-8 m) Iin M S: sudah tidak ada mual, makan habis O: - Porsi makan klien habis 2/3 sampai habis 1 porsi, selingan habis - GDKH pk 06.00 84 11.00 115 16.00 104 A: masalah risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan teratasi RTL: evaluasi ulang edukasi mengenai diet DM, dan terapi diabetes sebelum klien pulang Iin M S: tidak ada sesak saat berjalan ke luar kamar, sedikit merasa lelah - Klien dan keluarga mengatakan mengerti penjelasan perawat - Klien mengatakan 3 hari akan kontrol ke poli jantung O: - TD 110/70 mmHg, HR 80x/mnt, irama reguler, nadi perifer kuat, akral hangat - BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-) - Pengeluran urin 800cc/10 jam - Klien dan keluarga dapat menjelaskan kembali hal-hal yang harus diperhatikan pada klien gagal jantung di rumah dengan bantuan minimal A: Curah jantung optimal dengan terapi gagal jantung Klien pulang pukul 16.00
xxxvi Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
lanjutan
Iin M 20/05/13 Pk 15.00
Kelebihan volume cairan
1. Memantau kondisi edema ekstrimitas 2. Memantau TTV, distensi vena jugularis 3. Mengukur intake-output dan balance cairanan 4. Retriksi volume cairan 1000 cc/24 jam 5. Memberikan terapi furosemide oral 2x 40 mg , aldactone 1x25mg dan KSR oral sesuai program terapi 6. Mengevaluasi ulang pengetahuan klien dan keluarga tentang retriksi cairan, penggunaan terapi diuretik dan pemantauan penambahan berat badan secara berkala serta kontrol secara teratur.
20/05/13 Pk 20.00
Intoleransi aktivitas
1. Memantau perkembangan kemempuan aktivitas klien 2. Meningkatkan kemampuan mobilitas secara bertahap sesuai kemampuan, berjalan keluar kamar 3. Memberikan edukasi mengenai aktivitas yang dilakukan di rumah ditingkatkan secara bertahap sesuai kemampuan,, menghindari aktivitas berat dan segera beristirahat saat lelah beraktivitas, mandi menggunakan shower atau pancuran.
S: bengkak di kaki sudah hilang Klien dan keluarga mengatakan mengerti penjelasan perawat O: - TD 110/70mmHg, nadi 80x/mnt, - Tidak terdapat edema pada tungkai - JVP 5 + 0 cmH2O - Intake : 600cc/10 jam - Output : urin: 800cc/10 jam - Balance : -200 cc/10 jam belum termasuk IWL - Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali batasan cairan 1000cc/24 jam, membatasi konsumsi garam dan menimbang berat badan secara berkala di puskesmas. A: masalah kelebihan volume cairan teratasi dengan retriksi cairan, dan pemberian terapi diuretik Klien pulang pkl 16.00 Iin M S: dapat berjalan ke luar kamar tanpa sesak dan minimal rasa lelah. Klien dan keluarga mengatakan mengerti dengan penjelasan perawat mengenai aktivitas di rumah O: - TTV sebelum berjalan ke luar kamar TD 110/70, nadi 80 x/mnt, RR 16 x/mnt.; sesudah berjalan di sekitar kamar 120/80 kmmHg, Nadi 90 x/mnt, RR 20x/mnt - Klien berjalan dengan minimal rasa lelah - Klien dan keluarga dapat menjelaskan kembali aktivitas di rumah dengan minimal bantuan A: masalah intoleransi aktivitas teratasi Klien pulang pukul 16.00. Iin M
xxxvii Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
Program Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia http://fikui.ac.ui.id
Iin Muthmainah S.
Program Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013 http://fikui.ac.ui.id
16
Created by: UY 2013
1
Dear patient,
Catatan
Jika anda mengalami gagal jantung, anda mungkin akan sangat bertanya-tanya. Apa yang akan terjadi jika saya menderita gagal jantung? Bagaimana gagal jantung mem-
………………………………………………………………………………………………
pengaruhi hidup saya? Dapatkah gagal jantung disem-
………………………………………………………………………………………………
buhkan? Gagal jantung meruipakan penyakit yang serius.. Tetapi anda dapat mengatasi gejala agar tetap sehat dan tidak sering mendatangi rumah sakit karenanya. Buku ini akan
menolong
anda
untuk
mempelajari
bagaimana
……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………..…
mengontrol diri anda terhadap gejala gagal jantung. Terdapat uraian tentang diet, latihan dan hidup sehat. ………………………………………………………………………………………………
Salam hangat,
………………………………………………………………………………………………
Penulis
……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………..…
……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………
Program Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia http://fikui.ac.ui.id
……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………..…
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013 2
15
Dear patient,
Medikasi dan Pengobatan Pilihan
Jika anda mengalami gagal jantung, anda mungkin akan sangat bertanya-tanya. Apa yang akan terjadi jika saya menderita gagal jantung? Bagaimana Terapi lain yang mungkin diresepkan dokter: gagal jantung mempengaruhi saya? jantung disem Diuretics. hidup Membantu ginjal Dapatkah menurunkan gagal kadar garam dan air dari dabuhkan? rah. Diuretic membuat pengeluaran urin lebih banyak. Hal tersebut Gagal jantung meruipakan penyakit yang serius.. Tetapi membantu menurunkan peningkatan level cairan pada pasien gagal anda dapat mengatasi gejala agar tetap sehat dan tidak jantung. sering mendatangi rumah sakit karenanya. Buku ini Aldosteron inhibitors. Memblok fungsi aldosteron. Aldosteron meruakan menolong anda untuk mempelajari bagaimana pakan hormon menahan air dan garam dalamjantung. tubuh. Termengontrol diri untuk anda terhadap gejala gagal Digoxin. Menguatkan jantung dan dapat pula mengontrol dapat uraian tentang pompa diet, latihan dan hidup sehat. gangguan irama jantung. Salam hangat, Penulis Hanya dokter anda yang memberikan pengobatan tepat untuk terapi anda.
Jangan menambah atau menghentikan obat tanpa sepengetahuan dokter.
Table of contents Pengantar Gejala Umum Gagal Jantung Kapan Meminta Bantuan? Membatasi Ausupan Garam Membatasi Kolesterol dan Lemak Latihan
4 6 7 8 9 10
Perubahan gaya Hidup sehat Self Care Medikasi dan Pengobatan Pilihan Catatan
11 12 13 14
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013 14
3
P e n g a n tMae dr i k a s i
dan Pengobatan Pilihan
Apa itu gagal jantung?
Medikasi dan pengobatan pilihan
Gagal jantung dikenal juga sebagai congestive heart failure ( CHF ) , adalah
Medikasi memegang peranan penting dalam mengobati gagal jantung.
kondisi jantung yang tidak mampu memompa cukup darah untuk memenuhi
Pengobatan juga mencegah perburukan penyakit.
kebutuhan tubuh. Pengobatan gagal jantung dapat berbeda satu pasien dengan pasien
Apa penyebabnya? Gagal jantung seringkali berkembang akibat adanya beberapa kondisi tertentu yang merusak atau melemahkan jantung, seperti:
tung dan tingakat keparahan penyakit gagal jantung anda. Namun demikina pasien akan mendapatkan terapi berikut ini kecuali pada be-
Penyakit arteri koroner
Tekanan darah tinggi ( hipertensi )
Kerusakan katup jantung
Kerusakan otot jantung ( k ardiomiopati )
Radang otot jantung ( miokarditis )
Kelainan jantung bawaan
Aritmia jantung ( Irama jantung abnormal )
Penyekit kronis lainnya speerti diabetes, anemia berat, hipertiroidisme,
berapa kondisi pasien tidak mendapatkan terapi tersebut
ACE ( Angiotensin converting enzim ) Inhibitor membantu menurunkan tekanan darah, dan membantu menceah perburukan kondisi gagal jantung.
Angiotensin II reseptor blocker ( ARB ) . Membantu menurunkan tekanan darah.
hipotiridisme, emfisema dan lupus
lainnya. Dokter akan meresepkan obat berdasarkan penyebab gagal jan-
Beta bloker. Mencegah peningkatan kecepatan irama jantung, juga membantu menurunkan tekanan darah.
Adanya virus yang menyerang otot jantung, infeksi berat, reaksi alergi, pembekuan darah di paru-paru, penggunaan obat tertentu
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013 4
13
Perawatan Mandiri
Pengantar
( Self Care )
Penceahan
Self care: Lakukan program rencana terapi mandiri ( Self-care program ) untuk gagal jantung
Perubahan gaya hidup dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan gagal jantung, yaitu meliputi:
Hindari merokok dan konsumsi alkohol
Mengontrol kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi ( hipertensi ) ,
Minum obat sesuai program terapi
Timbang berat badan setiap hari
Diet rendah garam
Monitor tanda dan gejala setiap hari
Berhenti minum alkohol
Kontrol berat badan ( jika over weight/memiliki penyakit diabetes )
Latihan fisik secara rutin
Berhenti merokok
Mengetahui kapan saatnya konsultasi ke dokter/perawat
Komplikasi
Menjadikan program terapi sebagai rencana seumur hidup anda
Berbagai macam komplikasi yang dapat muncul akibat gagal jantung,
kadar lemak tinggi, dan diabetes
Rutin olehraga
Pola makan sehat
Menjaga berat badan yang sehat
Hindari stres
diantaranya:
Kerusakan atau gagal ginjal
Gangguan pada katup jantung
Kerusakan hati
Serangan jantung dan stroke
Gagal jantung dapat mengancam jiwa dan menyebabkan kematian
Hati-hati Gagal jantung dapat mengancam jiwa dan menyebabkan kematian
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013 12
5
Gejala Umum Gagal Jantung
Perubahan Gaya Hidup Sehat
Gejala umum gagal jantung diantaranya:
Anda dapat merubah gaya hidup anda agar dapat tetap sehat. Rubahlah
Bernapas pendek. Jika terasa sesak saat bernapas, khususnya saat tidak
gaya hidup anda secara perlahan agar menjadi sebuah kebiasaan. Tulis juga
beraktivitas. Hal ini terjadi karena cairan telah memasuki paru-paru, se-
apa yang ingin anda rubah dan tulis apa yang telah anda rubah. Hal in dapat
hingga mengakibatkan sulit bernapas. Kondisi seperti ini biasanya terjadi
membantu anda untuk memutuskan bagaimana anda merubah gaya hidup
lebih buruk saat malam hari. Karena saat berbaring, cairan menumpuk di
anda dan dari mana anda ingin merubah gaya hidup anda.
paru-paru. Sering batuk. Jika sering batuk. Dan biasanya batuk lebih sering terjadi saat malam hari. Denyut jantung cepat atau detak jantung kencang. Jika jantung terasa berdebar lebih cepat dan kencang.
Pantau tanda dan gejala Gagal Jantung Pantau selalu tanda dan Gejala gagal jantung. Hubungi tenaga kesehatan jika ditemukan ditemukan tanda dan gejala yang semakin memburuk. Kurangi Stress
Lelah dan lemas. Jika anda merasa lelah dan lemas, dan anda tidak dapat
Stress dapat membuat tekanan darah meningkat dan membuat jantung
bekerja dan melakukan aktivitas rutin. Bahkan aktivitas seperti menaiki
bekerja lebih keras. Sehingga menimbulkan tanda dan gejala gagal jantung
tangga dan membawa barang bawaan pun akan sulit.
yang semakin memburuk. Mencoba rileks dan mencegah hal-hal yang dapat
Bengkak pada pergelangan kaki, kaki dan/atau perut. Daerah tersebut
menimbulkan stress merupakan hal yang dapat dilakukan.
adalah daerah yang mungkin terjadi penumpukan cairan. Akibatnya akan terjadi pembengkakan. Sepatu, cicin, dan pakaian akan terasa lebih sempit.
Berhenti Meminum Alkohol
Pembengkakan ini akan terjadi lebih buruk saat bangun tidur.
Alkohol dapat membuat jantung sulit untuk bekerja. Oleh karena itu tenaga
Kehilangan nafsu makan dan/atau mual. Jika anda merasa tidak ingin makan padahal seharusnya anda merasa lapar. Dan jika anda merasakan sakit perut atau mual. Berat badan meningkat. Saat terjadi penumpukan cairan di dalam tubuh, maka tubuh akan berubah menjadi lebih berat. Sehingga anda harus mengontrol berat badan anda setiap hari.
kesehatan selalu menyarankan kepada penderita gagal jantung untuk berhenti meminum alkohol. Berhenti Merokok Merokok dapat merusak paru-paru dan jantung sehingga membuat gejala gagal jantung semakin parah. Dan jauhi tempat dimana terdapat orang yang merokok.
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013 6
11
Kapan Meminta Bantuan?
Latihan
Jantung adalah sebuah otot, dan berlatih atau melakukan aktivitas fisik dapat
Mintalah bantuan petugas kesehatan saat:
membuat jantung anda lebih kuat. Banyak alasan mengapa berlatih menjadi
1. Tanda dan gejala emergensi gagal jantung
hal yang baik untuk anda. Berlatih juga dapat dapat membantu anda menu-
Cari pertolongan emergensi ke rumah sakit dengan segera jika terjadi:
runkan berat badan dan menjaga berat badan anda tetap sehat. Selain itu,
Nyeri dada >15 menit dan tidak hilang dengan nitroglycerin
dapat menurunkan resiko terjadinya gejala gagal jantung, menurunkan kadar
Peristen sesak napas atau sesak yang bertambah berat
kolesterol dan tekanan darah. Stress yang dialami dapat diturunkan melalui
Saat merasa pusing dan ingin pingsan
latihan yang dilakukan dan memberikan energi lebih banyak. Jika latihan dilakukan secara rutin, maka sirkulasi di dalam tubuh anda akan berjalan dengan
2. Tanda dan gejala urgent gagal jantung
baik.
Cari pertolongan ke rumah sakit segera jika terjadi:
Bagaimana latihan yang dapat dilakukan?
Peningkatan sesak napas atau terjadi sesak saat istirahat
Sulit istirahat kerena sulit bernapas, seperti tiba-tiba terbangun saat
Berjalan, merupakan hal terbaik
Gunakan sepatu dan pakaian yang nyaman
Biasakan berlatih dalam waktu yang sama setiap harinya sehingga men-
tidur karena kesulitan bernapas
duduk saat tidur
jadi sebuah rutinitas
Memerlukan lebih dari satu bantal saat tidur / memerlukan posisi
Jangan berlatih saat cuaca sangat panas atau dingin, selesai makan,
Berdebar, merasa terjadi peningkatan irama jantung secara terus menerus dan membuat rasa pusing.
atau jika tubuh meresa kurang sehat
Lakukan latihan aktivitas secara bertahap sesuai kemempuan
Batuk berbusa warna pink ( f rothy/pink sputum )
Jauhi aktivitas seperti mengenggkat beban berat yang dapat membuat
Merasa pusing dan ingin pingsan
menahan napas
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013 10
7
Membatasi Asupan Garam
Membatasi Kolesterol dan Lemak
Penderita gagal jantung membutuhkan makanan dengan kandungan garam
Membatasi Kolesterol:
yang rendah, atau sering disebut dengan diet rendah garam. Garam meru-
Kolesterol merupakan minyak seperti lemak. Kolesterol dapat
pakan mineral yang tidak banyak dipergunakan tubuh. Terlalu banyak
ditemukan di dalam darah dan sel tubuh. Kolesterol ini dihasilkan oleh hati,
mengkonsumsi makanan dengan kadar garam yang tinggi akan menahan air
dan banyak diproduksi saat anda memakan makanan seperti daging sapi,
dalam tubuh sehingga jantung harus bekerja lebih keras saat memompakan
kambing, daging unggas, ikan, dan produk makan instan.
darah. Hal ini dapat menimbulkan gejala yang serius. The American Assosiation menyebutkan bahwa penderita gagal jantung
Terlalu banyak makan dengan kolesterol tinggi akan mengakibatkan
harus mengkonsumsi makanan dengan kadar garam kurang dari 2000 mg/
tertimbunnya kolesterol di dalam dinding aliran darah. Selanjutnya dapat
hari. Mungkin ini terdengar sangat banyak, tetapi kenyataannya tidak.
menyumbat saluran arteri anda. Hal ini menyebabkan terjadinya penyakit
1 sendok makan garam, mengandung 2300 mg kandungan sodium. Jadi,
arteri koroner. Dan mengakibatkan gagal jantung. Jadi, yang harus dilakukan
anda harus benar-benar teliti dengan makanan yang dimakan dan diminum.
adalah mengurangi kolesterol dalam diet yang andal lakukan. Membatasi Lemak
Hal yang perlu diperhatikan dirumah:
Jika terdapat makanan dengan
Mulailah tinggalkan lemak jenuh. Lemak jenuh ini paling banyak terdapat
Memasak dengan sedikit garam
garam yang tinggi rendam
dalam makanan yang berasal dari hewan seperti daging sapi, ayam, babi,
Tambahkan lemon pada makanan
dahulu
dan susu kotak. Lemak jenuh dapat membuat kolesterol anda meningkat. Hal
yang mengandung kadar garam
Tanyakan dokter untuk
tinggi Gunakan bumbu-bumbuan rendah garam
ini dapat menyebabkan penyakit arteri koroner dan serangan jantung. Selain
makanan pengganti yang dapat
itu juga dapat menyebabkan jantung anda melemah. Lemak tak jenuh mono-
dimakan
saturated fats ) berasal dari sayur-sayuran. Lemak ini dapat membuat kolesterol anda menurun. Monosaturated fats dapat ditemukan di dalam
Kurangi kadar garam pada makanan favorit anda
minyak kacang, alpukat, zaitun, dan macam-macam kacang-kacangan dan biji-bijian.
Makan makanan yang masih segar yang tidak mengandung banyak garam sebagai pengawet
Analisis praktik ..., Iin Muthmainah, FIK UI, 2013 8
9