UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL DENGAN PENERAPAN TEORI ADAPTASI ROY DI RUSP FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
APRISUNADI 0906594186
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2012
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL DENGAN PENERAPAN TEORI ADAPTASI ROY DI RUSP FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
APRISUNADI 0906594186
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2012
ii FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Aprisunadi
NPM
: 0906594186
Tanda tangan
:
Tanggal
: Juli 2012
iii FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah akhir ini diajukan oleh: Nama : Aprisunadi NPM : 0906594186 Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Judul Tesis : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di RSUP Fatmawati Jakarta Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Ketua
:
(
)
Anggota
: Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc, Ph.D
(
)
Anggota
: Umi Aisyiyah, M.Kep, Sp.KMB
(
)
Anggota
: dr. Iman Widya Aminata, Sp.OT
(
)
Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 12 Juli 2012
iv FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas segala limpahan rahmat, taufik, hidayah dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelasaikan karya ilmiah akhir (KIA) yang berjudul “Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di RUSP Fatmawati Jakarta” Dalam penyusunan KIA ini, Saya banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu Peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1.
Ibu DR. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc, selaku supervisor utama yang penuh kesabaran dalam memberikan masukan berharga, arahan, dukungan moril dan bimbingan dalam menyelesaikan penyusunan KIA ini.
2.
Bapak Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., Ph.D, selaku supervisor yang juga telah memberikan masukan, arahan, dukungan moril dengan penuh kesabaran dan ketelitian dalam pembimbingan selama penyusunan KIA ini.
3.
Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS, selaku Koordinator mata ajar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah yang telah banyak memberikan masukan demi kelancaran proses belajar mengajar.
4.
Ibu Umi Aisyiyah, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, selaku pembimbing klinik dan penguji yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan penyusunan KIA ini.
5.
Bapak dr. Iman Widya Aminata, Sp.OT, selaku penguji KIA dan memberikan banyak masukan demi kesempurnaan KIA
6.
Seluruh dosen dan staf Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan penulis.
7.
Ibunda dan Ayahanda yang tidak pernah berhenti menghaturkan doa untuk kelancaran dan kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan.
8.
Istri dan anak-anakku yang selalu bisa menjadi motivatorku.
9.
Sahabat dan rekan-rekan kerja di Universitas Respati Indonesia Jakarta, yang selalu memberikan dukungan pengembangan ilmu pengetahuan demi kemajuan institusi.
v FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
10. Sahabat dan rekan-rekan angkatan 2011 khususnya Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah yang selalu saling mendukung, saling memotivasi dan saling mengingatkan dalam kebersamaan yang tidak akan terlupakan. 11. Semua pihak yang telah membantu Saya dalam menempuh pendidikan. Semoga segala bantuan dan kebaikan serta dukungan yang telah diberikan kepada saya, mendapatkan imbalan yang tak terhingga dari Allah Subhanahuwata’ala. Selanjutnya, Saya mengharapkan masukan, saran dan kritik yang sifatnya melengkapi penyusunan karya ilmiah akhir ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang selalu mengamalkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi sesamanya, Amin.
Depok, Juli 2012 Penulis
vi FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis Karya
: Aprisunadi : 0906594186 : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah : Ilmu Keperawatan : Karya Ilmia Akhir (KIA)
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclsusive Royaltyfree right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy di RSUP Fatmawati Jakarta beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 12 Juli 2012
Yang menyatakan,
Aprisunadi
vii FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama Program Judul
: Aprisunadi : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal Dengan Penerapan Teori Adaptasi Roy Di RSUP Fatmawati Jakarta
Penulisan karya ilmiah akhir bertujuan untuk menggambarkan empat peran perawat dalam praktek keperawatan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Peran tersebut adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung, sebagai penelitian pendidik dan inovator. Peran seabagai pemberi Asuhan keperawatan dilakukan dengan menerapakan model Adaptasi Roy pada pasien yang mengalami fraktur Shaft femur di Ruang Perawatan Orthopedi RSUP Fatmawati Jakarta. Peran sebagai peneliti dijalankan dengan menerapkan praktik keperawatan berdasarkan pembuktian dalam memberikan asuhan keperawatan. Praktek yang dijalankan adalah dengan memberikan intervensi edukasi untuk menurunkan nyeri dan kecemasan pada pasien pasca operasi akibat trauma muskuloskeletal ektremitas bawah. Peran sebagai pendidik dilakukan dengan memberikan bimbingan langsung kepada mahasiswa aplikasi, mahasiswa program profesi yang sedang praktik, dan pendidikan berkelanjutan bagi perawat ruangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan staf manajemen RSUP. Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk pasien dan keluarganya.
Kata kunci : Perawat, Teori Adaptasi Roy, Sistem Muskuloskeletal, fraktur shaft femur, intevensi edukasi .
viii FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Program Title
: Aprisunadi : Specialist nurses Medical Surgical Nursing, Faculty of Nursing, University of Indonesia. : Analysis of Medical Surgical Nursing Practice Residency In Patients With Musculoskeletal System Disorders With the application of Roy's Adaptation Theory Fatmawati Hospital in Jakarta
Analysis of Medical Surgical Nursing Practice Residency aimed to describe the four roles of nurses in nursing practice conducted at the General Hospital Center Fatmawati Jakarta. These Role are as a care provoder, as a researcher, educator and innovator. The role as care giver was implemented by applying Roy Adaptation Model in patients with femoral shaft fracture. The role as a researcher was carried out by applying evidence-based nursing practice in providing nursing care. The educational interventions to reduce pain and anxiety on patients after surgery at lower limb. The role as an educator is done by providing direct assistance to the nursing students and continuing education for nurses room is done in cooperation with the department of management staff. Health education for patients and their families.
Key words: Nurses, Roy Adaptation Theory, Musculoskeletal system, femur shaft fracture, educational intervention
ix FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................ vii ABSTRAK ........................................................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii DAFTAR SKEMA ................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 5 1.3 Manfaat Penulisan ................................................................................... 6 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7 2.1 Fraktur Shaft Femur ............................................................................... 7 2.1.1 Pengertian .................................................................................... 7 2.1.2 Anatomi dan Fisiologi ................................................................. 7 2.1.3 Etiologi ......................................................................................... 8 2.1.4 Klasifikasi .................................................................................... 8 2.1.5 Proses Penyembuhan Fraktur ....................................................... 9 2.1.6 Patofisiologi ................................................................................. 10 2.1.7 Manifestasi Klinik ........................................................................ 10 2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................. 10 2.1.9 Penatalaksanaan ........................................................................... 11 2.1.10 Komplikasi ................................................................................. 12 2.2 Teori Adaptasi Roy ................................................................................. 12 2.2.1 Manusia ........................................................................................ 12 2.2.2 Lingkungan .................................................................................. 15
x FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
2.2.3 Kesehatan ................................................................................... 15 2.2.4 Keperawatan ................................................................................ 16 2.3 Penerapan Asuhan Keperawatan pada Fraktur Shaft Femur dengan Model Adaptasi Roy ............................................................................................. 17 2.3.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus ............................................... 17 2.3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 21 2.3.3 Tujuan Keperawatan .................................................................... 21 2.3.4 Intervensi Keperwatan ................................................................. 21 2.3.5 Evaluasi Keperawatan .................................................................. 22 3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL .............................................................. 23 3.1 Deskripsi Kasus Kelolaan Utama ........................................................... 23 3.2 Penerapan Model Adaptasi Roy pada Kasus Kelolaan Utama ............... 24 3.2.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus ............................................... 24 3.2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................ 28 3.2.3 Penetapan Tujuan ......................................................................... 29 3.2.4 Intervensi Keperawatan ............................................................... 29 3.2.5 Evaluasi Keperawatan .................................................................. 29 3.3 Pembahasan Berdasarkan Teori Model Adaptasi Roy ............................ 29 3.3.1 Mode Adaptasi Fisiologis ............................................................ 29 3.3.2 Mode Adaptasi Konsep Diri ........................................................ 34 3.4 Analisis Penerapan Model Adaptasi Roy pada 33 Kasus Kelolaan ......... 35 3.4.1 Kasus Keganasan pada Sistem Muskuloskeletal ......................... 35 3.4.2 Kasus Infeksi pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal .............. 36 3.4.3 Kasus Trauma pada Gangguan Muskuloskeletal ......................... 37 4. PENERAPAN EVIDENCE-BASED NURSING PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL ................................................................ 40 4.1 Hasil Journal Reading (Critical Review) ................................................. 41 4.2 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian ...................................... 43 4.2.1 Penerapan EBN ............................................................................ 43 4.2.2 Hambatan dan Pemecahan ........................................................... 48 4.2.3 Rekomendasi ............................................................................... 48 4.3 Pembahasan ............................................................................................. 49
xi FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
5. KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER .................................................................................................. 52 5.1 Analisis Situasi ........................................................................................ 52 5.2 Kegiatan Inovasi .................................................................................... 54 5.2.1 Persiapan ...................................................................................... 54 5.2.2 Pelaksanaan .................................................................................. 55 5.2.3 Evaluasi ........................................................................................ 55 5.3 Pembahasan ............................................................................................. 56 6. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 58 6.1 Simpulan .................................................................................................. 58 6.2 Saran ........................................................................................................ 58 6.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan ........................................................ 58 6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan ........................................ 59 6.2.3 Bagi Pengetahuan Keperawatan .................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 60
xii FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Femoral Shaft Femur ........................................................ 7 Gambar 2.2 Jenis Fraktur yang Dapat Terjadi pada Shaft Femur ..................... 8 Gambar 2.3 Jenis Pembedahan pada Shaft Femur ............................................. 11 Gambar 5.1 Rerata Penurunan Nyeri Kelompok Intervensi ............................... 45 Gambar 5.2 Rerata Penurunan Nyeri Kelompok Kontrol ................................... 45 Gambar 5.3 Perbandingan Nyeri Kelompok Kontrol dan Intervensi ................. 46 Gambar 5.4 Skor Ansietas Kelompok Intervensi ................................................ 47 Gambar 5.5 Skor Ansietas Kelompok Kontrol .................................................... 47 Gambar 5.6 Perbandingan Kecemasan antara Kelompok Kontrol & Intervensi
xiii FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
48
Universitas Indonesia
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Model Adaptasi Roy ................................................................................... 14 Skema 2.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy .................................................... 17
xiv FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Format Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy Lampitan 2 Rencana Asuhan Keperawatan Pasien Kelolaan Utama Lampiran 3 Catatan Perkembangan Keperawatan Pasien Kelolaan Utama Lampiran 4 Resume Asuhan Keperawatan Pasien Kelolaan Lampiran 5 Leaflet Intervensi Edukasi Lampiran 6 Skala Kecemasan Menurut State Trait Anxiety Inventory (STAI) Lampiran 7 Skala Nyeri Visual Analogical Scale (VAS) Lampiran 8 Lembar Evaluasi Dampak Pemberian Intervensi Edukasi
xv FIK UI, 2012 Analisis praktik..., Aprisunadi,
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pasien orthopedi adalah individu yang mengalami gangguan muskuloskeletal yang diakibatkan oleh gangguan degenerative, traumatic, inflamasi, kongenital, metabolic ataupun onkologi (CONA, 2000). Dilaporkan bahwa satu dari empat orang Amerika mengalami gangguan muskuloskeltal dan sekitar 40% gangguan muskuloskeletal ini penyebab ketidakmampuan fisik (Orthopedic Research Foundation, 2010). Di Indonesia, sekitar 13.000 pasien dengan kasus orthopedi datang ke Rumah Sakit Cipto mangunkusumo, dimana jumlah kunjungan setiap tahunnya mencapai 168.000 pasien. Sekitar 80% diantara datang akibat trauma kecelakaan dan 20% lainya adalah kasus non trauma (PERKI, 2001). Sedangkan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, terdapat sebayak 1.155 pasien orthopedi yang dirawat sepanjang tahun 2011. Dewasa ini pasien dengan gangguan muskuloskeletal semakin bertambah banyak. Bertambahnya jumlah kendaraan bermotor dan pengguna jalan raya, menjadi penyebab semakin bertambahnya angka kecelakaan yang menimbulkan cedera pada organ tubuh termasuk cedera pada tulang. Meningkatnya angka kriminalitas dengan tindak kekerasan juga menjadi faktor penyebab terjadinya cedera pada tulang. Selain peningkatan angka gangguan muskuloskeletal ini juga diakibatkan faktor kecelakaan kerja dan faktor-faktor lain seperti degenerative, congenital dan onkologi (Rasjad, 2007). Menurut Rasjad (2007), komplikasi yang paling sering pada fraktur adalah malunion. Malunion adalah kondisi penyambungan tulang yang tidak sesuai dengan tempatnya sehingga menimbulkan deformitas; delay union adalah kondisi keterlambatan penyambungan tulang; non union adalah kondisi tidak terjadinya penyambungan tulang. Dampak dari kondisi ini dapat mempeerpanjang hari rawat pasien di rumah sakit sehingga menyebabkan masalah psikologis pasien berupa kecemasan, kejenuhan sampai menimbulkan depresi serta menimbulkan pula dampak sosioekonomi pasien dan peningkatan biaya perawatan.
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
2
Kasus orthopedi dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor penyakit dan faktor non penyakit. Kasus orthopedi sering terjadi karena faktor penyakit adalah artritis, osteoartritis, nyeri punggung bawah, gangguan jaringan lunak, gangguan diskus servikal dan intravertebral, miopati dan rematisme. Sedangkan kasus orthopedi yang disebabkan oleh faktor non penyakit (karena kecelakaan, jatuh dan atau cedera) antara lain adalah fraktur tengkorak dan dan tulang muka, fraktur leher, toraks atau panggul, fraktur paha, fraktur tulang anggota gerak dan fraktur atau cedera pada bagian tubuh lainya (Ignatavicius dan Workman, 2006; Lewis et al, 2007). Fraktur paling sering diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan cedera olah raga, dimana pembedahan fiksasi interna (nail), sekrup, plat atau kawat untuk memfiksasi ektrimitas menjadi terapinya. Seluruh prosedur ini danpat mengakibatkan stress pada pasien. Pasien dengan fraktur shaft femur dapat mengalami nyeri yang hebat setelah mengalami cedera atau telah menjalani operasi (Wong, Chan, & Chair, 2010). Penanganan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien dengan kasus fraktur dibutuhkan keterampilan khusus perawat. Sehingga pasien mendapatkan pelayanan professional dan memadai dalam rangka mencegah berbagai komplikasi baik secara fisik maupun psikologis. Dampak komplikasi fisik pada pasien dengan fraktur mengakibatkan dampak ringan sampai berat yang dangan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi fraktur tersebut antara lain adalah non union, malunion (kehilangan aligment), infeksi, dan komplikasi medical seperti tromboemboli (Buckley, 2007). Pasien fraktur pada usia lanjut dan lama perawatan sehingga memerlukan tirah baring yang lama sehingga dapat menyebabkan infeksi paru yang merupakan komplikasi yang sering terjadi dan sangat berbahaya. Untuk mencegah terjadinya komplikasi paru dapat diatasi dengan latihan nafas, perubahan posisi setiap 2 jam dan penggunaan spirometer intensif sehingga komplikasi paru pada pasien fraktur tidak akan mengacam kehidupan pasien (Smeltzer & Bare, 2004) Berdasarkan uraian diatas tentang gangguan sistem musculoskeletal yang diantaranya non union, malunion (kehilangan aligment), infeksi, dan komplikasi medical seperti tromboemboli serta pada pernafasan, penulis tertarik untuk dapat Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
3
menerapkan secara langsung dalam pemberian asuhan keperawatan spesialis. Peran ini sudah dilakukan selama residensi klinik keperawatan di RSUP Fatmawati sehingga mempunyai pengalaman dan wawasan selama dalam menerapkan peran sebagai pemberi asuhan. Pengaruh peran perawat sangat besar dalam menentukan hasil asuhan keperawatan yang diharapkan. Kemandirian dan adaptasi yang baik pada pasien adalah bentuk kontribusi besar perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga dapat membuat pasien menjadi kooperatif pasien dalam program terapi atau pengobatan yang sedang dijalani. Perawat yang bekerja pada unit orthopedi yang merawat pasien dengan gangguan muskuloskeletal mempunyai peran yang sangat besar dalam meningkatkan efektifitas pelayanan keperawatan dengan mengelola kasus yang ada. Dalam melakukan praktek residensi keperawatan medikal bedah kekhususan orthopedi, secara garis besar mempunyai peran antara lain sebagai pemberi asuhan keperawatan, peneliti, pendidik bagi mahasiswa aplikasi, profesi, perawat dan pasien termasuk keluarga pasien, disamping itu tak kalah pentingnya peran sebagai inovator yang diperlukan untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu asuhan keperawatan. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanakan secara langsung dengan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan masalah muskuloskletal. Salah satunya adalah pasien dengan dengan fraktur shaft femur sinistra di ruang perawatan pasien orthopedi di RSUP Fatmawati Jakarta. Asuhan keperawatan dilaksanakan mulai dari pengkajian awal hingga pasien pulang. Peran sebagai peneliti dijalankan dengan menerapkan praktik keperawatan berdasarkan pembuktian dalam memberikan asuhan keperawatan. Praktek yang dijalankan adalah dengan memberikan intervensi edukasi untuk menurunkan nyeri dan kecemasan pada pasien pasca operasi akibat trauma muskuloskeletal ektrimitas bawah (Wong, Chan, & Chair, 2010). Peran perawat sebagai pendidik dilakukan dengan memberikan bimbingan langsung kepada mahasiswa aplikasi, mahasiswa program profesi yang sedang praktik, dan pendidikan berkelanjutan bagi perawat ruangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan staf managemen RSUP. Penyuluhan kesehatan dilakukan untuk pasien dan keluarganya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
4
Peran perawat sebagai inovator dilaksanakan bersama perawat ruangan dalam rangka mempersiapkan perawat menjalankan intervensi edukasi untuk mengatasi nyeri dan kecemasan pasca operasi ektrimitas bawah. Program inovasi ini dilakukan secara bersama-sama dengan kepala instalasi, tim pokja nyeri yang sudah terbentuk sebelunya dan seluruh perawat baik karu, wakaru, PN maupun perawat pelaksana. Dengan perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan maka pengetahuan masyarakat semakin meningkat di bidang kesehatan dan banyaknya rumah sakit diluar negeri yang dapat memberikan pelayanan yang bekualitas, sehingga menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya keperawatan untuk berbenah diri dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sehingga perlu adanya terobosanterobosan baru dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dapat ditempuh dengan meningkatkan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki perawat, sehingga perawat dituntut untuk semakin mempelajari bidang ilmu yang terkait dengan pemberian asuhan keperawatan dan teori keperawatan yang dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan. Salah satu teori yang dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan adalah Teori Adaptasi Roy. Teori Adaptasi Roy dikenal tahun 1964. Tujuan keperawatan adalah untuk meningkatkan adaptasi bagi individu dan kelompok dalam empat mode adaptif, sehingga memberikan kontribusi untuk memulihkan, mempetahankan atau meningkatkan status kesehatan pasien. Penerapan Teori Adaptasi Roy telah dilaksanakan baik pada setting akut maupun kronik. Teori Adaptasi Roy juga dapat digunakan pada pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal. Salah satu gangguan muskuloskelatal adalah fraktur shaft femur. Pasien dengan fraktur shaft femur akan mengalami nyeri, perdarahan dan gangguan mobilisasi. Sedangkan dari aspek psikososial, pasien dapat mengalami kecemasan dan pasien yang akan menjalani amputasi dapat mengalami depresi. Gangguan mobilisasi yang dialami oleh pasien akan membuat pasien tidak dapat lagi menjalankan peran yang dimilikinya dan membutuhkan pertolongan serta dukungan dari keluarga sehingga Teori Adaptasi Roy sangat cocok untuk digunakan dalam asuhan keperawatan fraktur shaft femur.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
5
Fraktur shaft femur sangat spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan. Hal ini berkaitan dengan adanya pembuluh darah besar yang dapat mengakibatkan syok pada pasien. Selain itu fraktur shaft femur terjadi pada batang tulang, dimana tulang tersebut sangat potensial sebagai alat pergerakan untuk mobilisasi. Diharapkan perawat spesialis dapat melakukan asuhan keperawatan secara maksimal sehingga pasien dapat beradaptasi dengan kondisi yang dialaminya. Karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat memberikan gambaran praktek klinik keperawatan residensi medikal bedah dengan peran perawat sebagai pemberi asuhan pelayan keperawatan, peneliti, pendidik dan inovator. Penulis mengharapkan penulisan karya ilmiah akhir ini dapat dijadikan salah satu bukti peran serta perawat spesialis medikal bedah kekhususan muskuloskeletal dalam mengembangkan ilmu keperawatan di Indonesia. 1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1. Tujuan Umum Memberikan gambaran tentang peran perawat resedensi spesialis muskuloskeletal dalam melakukan penyelesaian kegiatan praktek keperawatan medikal bedah di RSUP Fatmawati Jakarta 1.2.2. Tujuan Khusus a. Menganalisa peran perawat residensi sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan menerapkan Teori Adaptasi Roy pada pasien closed fracture shaft femur. b. Menganalisis peran perawat sebagai peneliti dalam keperawatan medikal bedah spesialis muskuloskelatal c. Menganalisis peran perawat sebagai pendidik yang terkait dengan pengelolahan pasien closed fracture shaft femur. d. Menganalisa
peran
perawat
residensi
sebagai
inovator dalam
praktik
keperawatan di RSUP Fatmawati Jakarta.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
6
1.3 1.3.1
Manfaat Penulisan Bagi perawat
Hasil karya ilmiah akhir ini dapat dipakai sebagai acuan bagi perawat untuk meningkatkan kemampuan pemahaman tentang Teori Adaptasi Roy dalam memberikan asuhan keperawatan. 1.3.2
Bagi institusi rumah sakit
Hasil analisis karya ilmiah akhir ini memberikan gambaran dalam mengembangkan asuhan keperawatan dengan penerapan model Teori Adaptasi Roy dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun program-program pengembangan dalam menyusun asuhan keperawatan. 1.3.3
Perkembangan ilmu pengetahuan
Hasil karya ilmiah akhir ini dapat menambah kekayaan keilmuan keperawatan khususnya yang berhubungan dengan peran perawat sebagai pemberi asuhan, peneliti, pendidik dan peran sebagai inovator.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai fraktur shaft femur yang terdiri dari pengertian, tinjauan anatomi dan fisiologi, proses penyembuhan fraktur, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaannya. Selain itu akan diuraikan pula tentang Teori Adaptasi Roy yang menjadi kerangka acuan dalam memberikan asuhan keperawatan. 2.1 Fraktur shaft femur 2.1.1
Pengertian
Fraktur shaft femur merupakan adalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang femur yang mengenai bagian shaft atau diafise tulang femur. masalah yang umumnya terjadi pada dewasa muda yang diakibatkan trauma langsung dengan kekuatan tinggi dan keras yang biasanya disebabkan oleh kecelakan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dan luka tembak (OTA, 2011; Lewis et al, 2007). 2.1.2
Anatomi dan Fisiologi
Shaft femur adalah bagian dari tulang panjang yang berada di regio 5 cm dari trokanter mayor dan berakhir 9 cm diatas sendi lutut. Secara anatomis dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1 Anatomi Femoral Shaft
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
8
2.1.3
Etiologi
Penyebab utama fraktur shaft femur adalah kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian (OTA, 2011) Penyebab lainnya adalah osteoporosis yang biasanya terjadi pada usia di atas 65 tahun (Orthopaedia, 2011). 2.1.4
Klasifikasi
Klasifikasi fraktur shaft femur terdiri atas : 2.1.4.1 klasifikasi menurut OTA Fraktur shaft femur terdiri dari 3 jenis yaitu: a. Tipe A merupakan fraktur sederhana (melintang spiral atau obligue pendek) b. Tipe B merupakan fraktur berbentuk kupu-kupu kecil atau berbentuk fragmen yang melekung dan mendesak c. Tipe C merupakan fraktur kominutif segmental
Gambar 2.2 Jenis Fraktur yang Dapat Terjadi pada Shaft Femur
2.1.4.2 Klasifikasi menurut Winquist Klasifikasi menurut Winquist membagi fraktur shaft
femur berdasarkan jumlah
patahan yaitu : a.
Tipe I merupakan fraktur shaft femur tanpa patahan atau kupu-kupu kecil kurang dari 25 % tulang.
b.
Tipe II merupakan fraktur shaft femur dengan fragmen kupu-kupu ≤ 50 % dari lebar tulang
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
9
c.
Tipe III merupakan fraktur shaft femur dengan fragmen kupu-kupu lebih dari 50 %
d.
Tipe IV merupakan fraktur shaft femur yang berat dan mengenai seluruh segmen tulang
e.
Tipe V merupakan fraktur shaft femur dengan kehilangan fragmen tulang
2.1.5
Proses Penyembuhan Fraktur
Menurut Smeltzer & Bare (2004), tahapan penyembuhan tulang meliputi tahap inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus, osifikasi dan remodeling. Tiap tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a.
Inflamasi Pada saat cedera terjadi pendarahan dan pembentukan hematom pada lokasi fraktur. Ujung framen tulang mengalamai devitalisasi karena terputusnya suplai darah. Tempat cedera akan diinvasi oleh makrofag yang akan membersihkan daerah tersebut. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya edema dan nyeri.
b.
Proliferasi Sel Hematom akan mengalami organisasi dalam waktu sekitar 5 hari, terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast yang berdinding sel darah putih pada lokasi dan melokalisir radang.
c.
Pembentukan Kalus Osteoblas masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahankan penyambungan tulang. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah gangguan dan pergeseran tulang. Perlu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fragmen tulang tak bisa digerakkan.
d.
Osifikasi Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3 minggu patah tulang melalui proses endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan untuk patah tulang panjang bagi orang dewasa normal. Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
10
e.
Remodelling Merupakan tahap akhir perbaikan patah tulang yang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Proses ini membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan stress fungsional pada tulang.
2.1.6
Patofisiologi
Saat fraktur shaft femur, maka sel-sel tulang mati fraktur sering menyebabkan gangguan jaringan lunak. Gangguan ini dapat menimbulkan masalah yang serius dibandingkan dengan cedera tulang. Pergeseran fragmen tulang yang fraktur dapat menyebakan fraktur terbuka dan dapat meningkatkan gangguan jaringan lunak serta menyebabkan pendarahan, biasanya terjadi 1 sampai 1,5 liter (Lewis et al, 2007). Gangguan jaringan menyebabkan sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga meningkatkan aliran darah. Proses fagositosis dimulai dan terjadi
inflamasi,
pembengkakan dan nyeri. Reaksi peradangan hebat biasanya timbul setelah fraktur (Corwin, 2000). 2.1.7
Manifestasi Klinik
Manifestasi klini fraktur shaft femur selalu jelas, biasanya terlihat deformitas, angulasi, ektrimitas yang mengalami fraktur lebih pendek, ketidakmampuan mengerakkan pinggul atau lutut (Lewis et al, 2007). Nyeri hebat dan ketidak mampuan berjalan sering ditemukan. Perdarahan dapat terjadi pada fraktur shaft femur yang tampak sebagai lebam di atas area fraktur (OTA, 2011). 2.1.8
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengetahui jenis fraktur dengan memakai alat sebagai berikut: a. Sinar X merupakan metode yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi fraktur. Sinar X dapat memberikan gambar yang jelas, sehingga dapat menunjukan kondisi tulang. Sinar X juga dapat menunjukkan jenis fraktur dan lokasi fraktur. b. CT-Scan memberikan informasi yang penting tentang tingkat keparahan fraktur dan garis fraktur yang sangat tipis yang sulit diidentifikasi dengan sinar X.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
11
2.1.9
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pasien yang mengalami farktur shaft femur adalah stabilisasi dan immobilisasi. Pasien yang mengalami shaft femur hampir selalu membutuhkan pembedahan. Biasanya terdapat tiga jenis pembedahan, yaitu: a. Fiksasi eksternal dilakukan jika terdapat cedera jaringan lunak yang luas, penanganan selanjutnya dapat dilanjutkan dengan pembedahan yang berbeda yaitu dengan intermedular nail. b. Intramedular nail sangat baik karena tindakannya hanya membutukan insisi kecil untuk memasukan logam ke dalam saluran
sumsum tulang paha. Screw
ditempatkan di kedua ujung logam untuk mencegah pemendekan atau rotasi femur. Intermedular nail akan memberikan stabilitas yang baik, memiliki hasil yang baik dengan tingkat keberhasilan 99%. Komplikasi seperti infeksi, pemendekan kaki dan rotasi akan sangat jarang terjadi. c. Plat digunakan untuk menstabilkan fraktur shaft terutama ketika frakturnya terjadi di dekat hip tulang pinggul atau lutut plat memliki komplikasi yang lebih tinggi termasuk infeksi, delayed union dan kehilangan fiksasi.
Gambar 2.3 Jenis Pembedahan pada Shaft Femur
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
12
2.1.10 Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur shaft femur adalah sebagai berikut (OTA 2011) : a. Mal union adalah penyambungan tulang tidak sesuai pada tempatnya sehingga menimbulkan deformitas 5 -10 % dengan rotasi yang membutuhkan revisi. b. Delayed union adalah kondisi keterlambatan penyambungan tulang c. Non union adalah kondisi tidak terjadinya penyambungan tulang d. Pendarahan dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler hal ini dapat dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai e. Infeksi terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai f. Sindrom emboli lemak terjadi ditandai dengan hipoksia, perubahan status mental, dan petikea. Sidrom ini tidak umum terjadi tapi dapat mengakibatkan morbiditas dan motalitas yang signifikan g. Sindrom kompartemen meningkatkan resiko koagulapati dan cedera vaskuler. Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. h. Nyeri panggul dengan aterograde dan nyeri lutut retrograde i. Deep vein trombosis (DVT) 2.2 Teori Adaptasi Roy 2.2.1
Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia merupakan sebuah sistem dapat menyesuaikan diri dan dapat digambarkan secara holistik (bio, psiko, sosial) sebagai satu kesatuan yang mempunyai Input, Control, Feedback Processes dan Output. Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara-cara penyesuaian diri. Lebih spesifik, manusia didefinisikan sebagai sebuah sistem yang dapat menyesuaikan diri dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara penyesuaian diri yaitu Fungsi Fisiologis, Konsep diri, Fungsi peran, dan Interdependensi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
13
Roy menggambarkan manusia sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka, perubahan suatu unsur, zat, materi di lingkungannya. Sebagai sistem yang dapat menyesuikan diri, manusia dapat digambarkan dalam karakteristik sistem, manusia dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit-unit fungsional atau beberapa unit fungsional yang mempunyai tujuan yang sama. Manusia dapat juga dijelaskan dalam istilah Input, Control, Prosess Feedback dan Output. a. Input Manusia dapat menyesuaikan diri atau dengan kata lain dapat menerima masukan dari lingkungan luar dan dalam diri individu itu sendiri (Faz Patrick & Wall, 1989). Input atau stimulus yang masuk, feedbacknya dapat berlawanan atau responnya berubah-ubah dari suatu stimulus, sehingga menunjukkan manusia mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda-beda dan sesuai besarnya stimulus yang bisa ditoleransi oleh manusia. b. Mekanisme Koping Mekanisme koping yang diupayakan dan diarahkan pada penatalaksanaan stress dan penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan diri (Stuart & Sundeen, 1995). Manusia dapat melakukan penyesuaian diri terhadap stres dari lingkungan yang disebut dengan mekanisme koping, dimana mekanisme koping itu dapat bersifat bawaan bawaan atau dipelajari. Mekanisme koping bawaan/genetik bersifat otomatis dan berlangsung tanpa dipikirkan sebelumnya oleh manusia. Sedangkan mekanisme koping yang dipelajari, dikembangkan melalui
pembelajaran atau
melalui pengalaman-pengalaman yang ditemui. Respon adaptif adalah keseluruhan yang meningkatkan integritas dalam batasan yang sesuai, sesuai respon maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak memberikan kontribusi yang sesuai dengan tujuan “human sistem”. Mekanisme koping dapat diwujudkan dengan Subsistem Regulator dan Subsistem Kognator. Regulator dan Kognator digambarkan sebagai cara penyesuaian diri melaui 4 mode fungsi adaptasi yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
14
c. Output Faz Patrick & Wall (1989), manusia sebagai suatu sistem adaptif dapat mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan respon maladaptf dapat mengganggu integritas. Melalui proses feedback, respon-respon itu selanjutnya akan menjadi input kembali pada manusia sebagai suatu sistem. Perilaku adaptasi yang muncul bervariasi, perilaku seseorang berhubungan dengan metode adaptasi. Koping yang tidak konstruktif atau tidak efektif berdampak terhadap respon sakit (maladaptif). d. Subsistem Regulator dan Kognator Mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan, diperlihatkan melalui perubahan biologis, psikologis dan sosial. Subsistem Regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh dan organ endokrin. Subsistem regulator merupakan mekanisme kerja utama yang berespon dan beradaptasi terhadap stimulus lingkungan. Subsistem kognator digambarkan berkaitan respon dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnnya persepsi, proses informasi, pembelajaran, membuat alasan dan emosional. Secara keseluruhan konsep manusia sebagai sistem Adaptif dapat digambarkan dengan skema dibawah ini.
Skema 2.1 Model Adaptasi Roy Stimulus lingkungan Fokal Kontekstual Residual
Proses Koping Regulator Kognator
Model Adaptasi Fisiologis Konsep diri Fungsi Peran Interdependensi
Manajemen stimulus
Sumber : Fawcett. J. (2009). Using the Roy adaptation model to guide research and/or practice: construction of conceptual-theoretical-empirical sistems of knowledge. Aquichan, 9 (3), 297-306
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
15
2.2.2 Lingkungan Roy menjelaskan lingkungan sebagai stimulus internal dan eksternal manusia. Stimuluis internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh manusia berupa pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Stimulus external dapat berupa fisik, kimiawi, maupun psikologis yang diterima individu sebagai ancaman (Faz Patrick & Wall,1989). 2.2.3 Kesehatan Kesehatan dipandang sebagai proses menjadi manusia secara utuh dan integrasi secara keseluruhan. Intergrasi adalah sehat, tidak ada integrasi berarti kurang sehat. Dalam model adaptasi
keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan konsep
adaptasi. Adaptasi yang tidak memerlukan energi dari koping yang tidak efektif sehingga memungkinkan manusia berespon terhadap stimulus yang lain, sehingga meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi kesehatan serta pembebasan energi yang dihubungkan dengan konsep adaptasi dan kesehatan. Adaptasi ditentukan baik oleh proses koping terhadap stressor maupun produk akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi holistik untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas. Bagian pertama dari proses dimulai dengan perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon. Perubahan stressor dipengaruhi oleh stimulus fokal, kontekstual dan residual. Bagian stresor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stres, bagian kedua dari stress adalah mekanisme koping yang merangsang menghasilkan respon adaftif atau inefektif. Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan penguasaan yang disebut intergritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan dinamis yang meliputi peningkatan dan penurunan respon. Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga keseimbangan dinamis dari manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi. 2.2.4 Keperawatan Menurut Roy, keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek. Sebagai ilmu, keperawatan mengobservasi, mengklasifikasi dan menghubungkan proses yang secara positif berpengaruh pada status kesehatan. Sebagai disiplin praktek,
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
16
keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan secara ilmiah untuk dalam memberikan pelayanan pada seseorang sehingga keperawatan dapat didefinisikan sebagai ilmu dan praktek dari peningkatan adaptasi untuk tujuan mempengaruhi kesehatan secara positif. Roy menyetujui pendekatan holistik keperawatan sebagai suatu proses untuk mempertahankan kondisi yang baik dan meningkatkan fungsi yang optimal. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan interaksi manusia dengan lingkungan melalui 4 mode adaptasi yaitu fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan, yang digunakan pada proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi. Adaptasi model keperawatan ditetapkan data apa yang dikumpulkan, bagaimana mengindentifikasi masalah dan tujuan utama, pendekatan apa yang dipakai dan bagaimana mengevaluasi efektifitas proses keperawatan. Analisis dari pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan. Proses
pengkajian
terdiri
dari
dua
tingkat
pengkajian.
Tingkat
pertama
mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat cara penyesuaian diri. Data-data tersebut dikumpulkan dari hasil observasi penilaian respon dan komunikasi dengan individu. Dari data tersebut perawat membuat alasan sementara tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak efektif. Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontekstual dan residual. Sebelum tingkat pengkajian ini, perawat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian tingkat pertama. Keterlibatan ini penting untuk menetapkan faktor-faktor utama yang memengaruhi perilaku. Intervensi keperawatan dibawa dalam konteks proses keperawatan dan meliputi pengelolaan atau manipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual. Manipulasi atau pengaturan stimulus (baik internal dan eksternal) bisa termasuk didalam penghilangan, peningkatan, pengurangan, pemeliharaan atau mengubah stimulus. Melalui pengelolaan faktor-faktor stimulus, pencetus tidak efektifnya perilaku diubah atau meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi masalah. Itu adalah memperlebar penyesuaian diri. Intervensi keperawatan berikutnya,
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
17
mengevaluasi hasil akhir perilaku dan memodifikasi pendekatan-pendekatan keperawatan sesuai kebutuhan Ini harus dicatat bahwa dalam model manusia dihormati sebagai individu yang berpartisipasi aktif dalam perawatan dirinya. Pendekatan keperawatan dapat digambarkan sebagai berikut: Skema 2.2. Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy
SISTEM ADAPTASI
Respon Inefektif
Proses keperawatan berdasarkan Roy
Tujuan adaptasi
SEHAT
Lingkungan
Stressor Internal
Stressor Internal
Sumber: Dawson, S. (1998). Pre-amputation assessment using Roy‟s Adaptation Model. British Journal of Nursing, 7 (9), 536-542.
2.3 Penerapan Asuhan Keperawatan pada Fraktur Shaft Femur dengan Model Adaptasi Roy 2.3.1
Pengkajian Perilaku dan Stimulus
Perilaku menururut Roy adalah suatu aksi atau reaksi terhadap stimulus. Suatu perilaku dapat di obesrvasi atau tidak dapat di observasi seperti perasaan pasien yang dilaporkan keperawat.
Pengkajian stimulus berasal dari lingkungan
diklasisfikasikan menjadi, stimulus fokal, kontektual dan residual
yang
Teori Model
Adaptasi Roy menuntun perawat mengaplikasikan proses keperawatan. Elemen proses keperawatan menurut Roy meliputi: pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosa keperawatan rumusan tujuan, intervensi dan evaluasi (Tomey & Alligood, 2006). Stimulus fokal adalah stimulus internal dan ekternal yang langsung mempengaruhi perilaku, stimulus kontekstual adalah seluruh stimulus yang ada dalam suatu situasi yang mempengaruhi stimulus fokal sedangkan stimulus residual adalah factor lingkungan internal maupun eksternal yang mempengaruhi tetapi
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
18
stiuasi tidak jelas (Roy & Andrews, 1999). Pengkajian perilaku dan stimulus pada pasien fraktur adalah : a. Pengkajian Fisiologis a) Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi. Respon perilaku tidak efektif pola oksigenisasi pada fraktur femur dapat dilihat pada masalah sirkulasi. Tekanan darah meningkat sebagai respon terhadap nyeri atau kecemasan, tekanan darah menurun karena kehilangan darah. Dengut nadi meningkat sebagai respon stress dan kekurangan volume cairan. Penurunan denyut nadi pada bagian distal ektrimitas yang mengalami cedera pengisisan kapiler lambat dan pucat. Pembengkakan jaringan atau masaa hematom pada sisi cedera (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010). Stimulus fokal pada masalah oksigenisasi pasien fraktur adalah perdarahan, kekurangan volume cariran, stimulus kontekstual adalah fraktur, cedera, nyeri stimulus residualnya adalah cemas b) Nutrisi: pengkajian perilaku pada nutrisi termasuk pola makan, alergi terhadap makanan dan proses pencernaan makanan (Roy & Andrews, 1999). kondisi pasien dengan shaft femur membutuhkan makanan yang banyak menggadung kalium, kalsium untuk penyembuhan tulangnya hal ini juga terlihat dari nutrisi yang dikonsumsi sehari hari pola penggunaannya dalam rangka memperbaiki fungsi tubuh dan perkembanganya. c) Eliminasi menurut Roy meliputi eleminasi pencernaa dan eleminasi urine, pasien fraktur femur dapat mengalami konstipasi dengan stimulus fokal immobilisasi, stimulus fokal fraktur, dan stimulus residual perasaan takut dan cemas d) Aktivitas dan istirahat: merurut Roy meliputi proses mobilisasi dan tidur. Respon perilaku tidak efektif pada pola aktivitas dan istirahat pasien fraktur adalah ketebatasan fungsi ektrimitas yang mengalami fraktur, deformitas, krepitasi, pembengkakan. Pemeriksaan ronsen menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Pasien fraktur juga dapat mengalami gangguan tidur akibat nyeri. Stimulus fokal terhadap masalah aktifitas dan istirahat adalah fraktur,nyeri, stimulus konstektual yaitu: pembengkakan jaringan sedangkan stimulus residual adalah kecemasan dan perasaaan takut untuk bergerak. e) Proteksi dan perlindungan merupakan proteksi secara fisiologis yang terdiri dari proses pertahanan non spesifik dan proses pertahanan spesifik. Kulit dan Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
19
membran mokusa adalah proses pertahanan pertama (Roy & Andrews, 1999), respon perilaku tidak efektif peoteksi dan perlidungan pada fraktur yaitu laserasi kulit, avulsi jaringan, peningkatan jumlah sel darah putih sebagai respon stress normal, peneingkatan laju endap darah mengindikasikan respon peradangan. Stimulus fokal cedera, fraktur terbuka, pemasangan traksi. Stimulus kontekstual, perubahan sirkulasi, immobilisasi stimulus residual adalah kurang pengetahuan, cemas f) Rasa/senses: merupakan repon perilaku yang menggambarkan pengindraan dan pengalaman sesoris termasuk nyeri. Pasien fraktur dapat mengalami nyeri hebat yang terjadi secara tiba-tiba pada saat cedera, pasien juaga mungkin tidak mengalami nyeri akibat gangguan syaraf, perasaan kesemutan, penurunan sensasi kram otot dapat terjadi. Stimulus fokal gangguan jaringan cedera atau luka oprasi. Stimulus kontekstual adalah immobilisasi dan stimulus residual pengalaman mengalami cedera, budaya. g) Cairan dan elektrolit: sistem tubuh yang memegang peranan penting dalam keseimbangan cairan dan elektrolit. Ginjal memegang peranan utama untuk mempertahankan keseimbangan melaluli proses filtrasi, reabsorsi dan sekresi. Pada pasien fraktur mengalami kekurangan volume cairan akibat perdarahan, cedera otot dapat meningkatkan beban creatinin untuk klirens ginjal. Sstimulus fokal perdarahan. Stimulus konstektual fraktur atau cedera stimulus residual kurang pengetahuan. h) Fungsi neurologis memegang peranan penting dalam proses adaptasi. Kedua subsistem regulator dan kognator didasarkan pada fungsi neurologis (Roy & Andrews, 1999). Pasien fraktur kaki beresiko mengami cedera syaraf perinial. Pemeriksaan sesasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput ibu jari pertama dan kedua dan kemampuan dorsofleksi ibu jari. Stimulus fokal cedera, fraktur. Stimulus kontekstual penurunan aliran darah, kekurangan volume cairan. Stimulus resisual kurang pengetahuan tentang pengaturan posisi, keterlambatan dalam pengobatan i) Fungsi endokrin menggambarkan kelenjar dan fungsi kelenjar endokrin, kelejar akan melepaskan horman untuk mempertahankan fisiologis tubuh. Respon perilaku pada pasien endokrin cendrung efektif. Perubahan fungsi endokrin yang terjadi merupakan mekanisme adaptasi fisiologis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
20
b. Pengkajian Konsep Diri Model adaptasi konsep diri menurut roy terdiri dari fisik diri dan keperibadian diri. Fisik diri meliputi sensasi diri dan sensasi tubuh dan citra tubuh. Sedangkan keperibadian diri meliputi konsistensi diri, ideal diri, dan moral spiritual diri (Christensen & Kenney, 2009). Respon perilaku konsep diri tidak efektif pada pasien fraktur berupa kecemasan, ketakutan, marah dan menarik diri. Pasien yang menjalani amputasi melaporkan perasaan negatif tentang tubuh, takut terhadap penolakan atau reaksi orang lain, perasaan tidak berdaya, putus asa, berfokus pada kehilangan bagian tubuh serta tidak mau menyentuh bagian tubuh. Stimulus fokal meliputi perubahan bentuk tubuh atau kehilangan bagian tubuh. Stimulus kontekstual gagangguan fungsi dan penampilan diri. Stimulus residual koping tidak efektif dan usia produktif. c. Pengkajian Fungsi Peran Peran merupakan fungsi sesorang dalam masyarakat. Peran diklasisfikasikan menjadi 3 yaitu primer, sekuder dan tersier. Peran perimer merupakan perilaku utama sesorang selama proses kehidupan, meliputi, usia, jenis kelamin dan status perkembangan. Peran sekuder merupakan peran pelengkap terhadap peran primer dan status perkembangan seperti anak, istri dan cucu. Sedangan peran tersir adalah aktivitas dan hobi seperti olah raga, memasak dan organisasi (Roy & Andrews, 199). Fraktur sebagian besar terjadi pada laki-laki usia produktif dan dalam tahap perkembangan usia dewasa muda. Pasien dapat mengalami perubahan pola hidup, perubahan fungsi peran yang berhubungan dengan penyakit atau kondisi yang dialami. Stimulus fokal masalah fungsi peran yaitu fraktur atau cedera. Stimulus kontektual yaitu tidak menjalankan peran di masyarakat dan stimulus residual takut, perasaan malu menjalankan fungsi peran sehubungan dengan kondisi penyakitnya. d. Pengkajian Interdpendensi Pengkajian Interdependensi menggambarkan atau mengidentifikasi pola nilai menusia, kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok. Pada pasien fraktur dapat memiliki perasaan ketakutan meanarik diri tau timbul masalah reaksi orang lain. Stimulus fokal cedera, fraktur, hubungan yang sulit dengan orang lain, stimulus kontektual kurangnya dukungan social, stimulus residual kurangnya harapan dan keterampilan dalam berintraksi. Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan hasil proses pendapat dalam penyampaian pernyataan status adapatasi seseorang (Roy & Andrews, 1999 dalam Aligood & Tomey, 2006). Diagnosa keperawatan ditetapakan dengan cara menghubungkan perilaku (Behavior) dan stimulus. Tiga hal yang mendukung penetapan diagnose keperawatan 1) pernyatanaan perilaku dan dengan stimulus yang sangat mempengaruhi, 2) Suatu ringkasan tentang stimulus yang relevan, 3) Penamaan atau pemberian label yang meringkaskan pola perilaku ketika lebih dari satu model dipengaruhi oleh stimulus yang sama. Sebelum diagnosa keperawatan ditetapkan semua data sudah terkumpul, data perilaku adalah pengamatan, pengukuran dan laporan subjektif. Disamping itu pernyataan stimulus fokal, konstektual, dan residual yang mempengaruhi perilaku tersebut. Setelah dibedakan antara dua hal yaitu data adaptif dan maldaptif. Diagnose keperawatan yang sering muncul pada kasus pasien fraktur adalah resiko trauma, nyeri akut, resiko disfunsi nurovaskuler perifer, resiko gangguan gas, gangguan mobilitas fisik, gangguan integritas kulit/jaringan, resiko infeksi dan kurang pengetahuan sedangkan pada pasien yang mengalami amputasi akibat fraktur adalah harga diri rendah situasional, nyeri akut resiko ferfusi jaringan perifer tidak efektif, resiko infeksi gangguan mobilitas fisik dan kurang pengetahuan (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010). 2.3.3 Tujuan Keperawatan Tujuan keperawatan ditujukan terhadap perilaku akhir yang dapat dicapai oleh seseorang. Adaptasi masalah pasien dengan masalah fraktur shaft femur dicatat untuk indikasi perilaku masalah pasien. Dengan membuat pernyataan perilaku, perubahan yang diharapkan dan waktu serta gambaran perkembangan individu terhadap proses adapatasi yang dialaminya, jangka pendek dapat teridentifikasinya hasil perilaku pasien setelah manajemen stimulus fokal dan kontektual. Keadaan perilaku pasien diindikasikan dari koping dan subsistem regulator dan kognator. 2.3.4
Intervensi Keperawatan
Rencana intervensi keperawatan bertujuan untuk mengantisipasi stimulus fokal kontektual dan residual, intervensi difokuskan ketidakmampuan koping manusia atau tingkat adaptasi dan hilangnya seluruh stimulus dan manusia dalam kemampuan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
22
untuk beradaptasi. Perawat merencanakan intervensi untuk keperawatan spesifik terhadap gangguan atau stimulus yang dialami pasien. Standar tindakan keperawatan menurut teori adaptasi Roy. Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan koping yang konstruktif (George, 1995). Intervensi ditujukan pada peningktan kemampuan koping secara luas. Tindakan diarahkan pada subsistem regulator (proses fisiologis/biologis) dan kognator (proses pikir, misalnya: perspesi, pengetahuan, pembelajaran). intervensi untuk mengurangsi nyeri dan mencegah cedera neurovaskuler dengan reduksi dan immobilisasi. Bebeapa terapi alternatif yang digunakan untuk mengurangi nyeri yaitu distraksi, imagery, terapi musik serta mengajarkan tehnik relaksasi seperti relaksasi nafas. Intervensi terhadap gangguan mobilitas fisik ditujukan untuk mencegah komplikasi dan membantu meningkatkan kemampuan meningkatkan mobilisasi. penggunaan kruk dan walker dapat emembantu pasien dalam meningkatkan pasien dalam ambulasi. (Black & Hawks, 2009). Sedangkan keperawatan untuk mencegah infeksi pada pasien fraktur dengan menggunakan tehnik asiptik saat ganti balutan dan irigasi luka. Tanda-tanda vital peniting dimonitor setiap 4 sampai 8 jam karena peningkatkan suhu dan denyut nadi selalu mengidikasikan sistemik (Black & Hawks, 2009). 2.3.5 Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan dilakukan bila proses keperawatan telah selesai dilakukan evaluasi bertujuan perubahan prilaku dibandingkan dengan respon-respon perilaku yang dihasilkan, bagaimana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperaweatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan. Perawat memperbaiki tujuan dan intervensi setelah hasil evaluasi ditetapkan bila tidak berhasil dapat dilanjutkan. Efektif tidak intervensi keperawatan tergantung pengkajian perilaku berkaitan dengan manajemen stimulus pada intervensi keperawatan tersebut (Roy & Andrews, 1999 dalam Aligood & Tomey, 2006)
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
23
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
Bab 3 menggambarkan penerapan teori adaptasi Roy pada asuhan keperawatan Tn.W dengan Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur. Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur yang dialami oleh Tn. W berdampak pada modemode kognator dan regulator sebagai mekanisme koping pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan bertujuan untuk menjadikan proses koping bersifat adaptif. Penulis dalam melakukan asuhan keperawatan pada Tn.W menggunakan lima langkah asuhan keperawatan yang dimulai dengan melakukan pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus, perumusan diagnosa keperawatan, perumusan tujuan dan intervensi, pelaksanaan dan evaluasi. 3.1.
Deskripsi Kasus Kelolaan Utama
Tn. WA (laki-laki), usia 18 tahun 9 bulan dengan Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur, masuk rumah sakit tanggal 20 Maret 2012 dengan keluhan nyeri dan bengkak pada paha kiri. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan terjatuh dari motor dan menabrak pohon 10 hari yang lalu (10 Maret 2012) kemudian pasien berobat alternatif, akan tetapi tidak ada perubahan pada kaki kiri dan malah semakin nyeri serta bengkak. Akhirnya pada tanggal 20 Maret 2012, orang tua membawa pasien ke rumah sakit. Pasien baru tamat SMK, belum bekerja. Kegiatan sehari-hari sebelum sakit hanya di rumah dan membantu kedua orang tuanya. Selama di rumah sakit pasien hanya berbaring di tempat tidur dengan terpasang traksi (skin traksi) dengan beban 4 kg pada kaki kiri. Skala nyeri 9, RR 18 x/menit, TD 110/80 mmHg, HR 68x/ menit. Hasil laboratorium pada tanggal 20 Maret 2012 antara lain Hb 13.6 g/dL, Hct 42 %, APTT 36,3 detik, kontrol APTT 31,7 detik, leukosit 10.4 ribu/uL, trombosit 694 ribu/uL, GDS 90 mg/dL, SGOT 23, SGPT 23, Na 148, K 1.94, GDS 90 mg/dL. Terapi yang sudah didapatkan yaitu operasi pemasangan ORIF broad plate pada tanggal 28 Maret 2012 pukul 11.00 Wib-15.00 Wib. Tn. W juga mendapatkan terapi Ketorolac 3x30 mg, Ceftriaxone 2x1 gr, Ranitidine 2x1 ampul.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
24
3.2.
Penerapan Model Adaptasi Roy pada Kasus Kelolahan Utama
Penerapan Model Adapatasi Roy pada Tn. W yang mengalami Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur dimulai dengan pengkajian saat pre operasi sampai post operasi. Pengkajian pre operasi dengan menggunakan teori adaptasi Roy dijabarkan sebagai berikut : 3.2.1. Pengkajian Perilaku dan Pengkajian Stimulus 3.2.1.1 Model Adaptasi Fisiologis a. Oksigenasi dan Sirkulasi a) Pengkajian Perilaku Oksigenasi: bentuk dada simetris, gerakan dada simetris, irama nafas reguler, retraksi interkosta (-), RR 18 x/menit, nyeri (-), krepitasi (-), emfisema subkutan (-), bunyi perkusi redup, vesikuler. Sirkulasi: sianosis (-), konjunktiva tidak anemis, thrill (-), akral hangat, pembesaran jantung (-),CRT <2 detik, denyut arteri dorsalis pedis (+), bunyi perkusi redup, TD 110/80 mmHg, HR 68x/ menit, bunyi jantung 1, 2 normal. Hasil laboratorium (20 Maret 2012) : Hb 13.6 g/dl, Hematokrit: 42 %, APTT :
36,3,
kontrol
APTT 31,7, Trombosit: 694 ribu/µl. Hasil radiologi thorax : normal. b) Pengkajian Stimulus Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif. b. Nutrisi a) Pengkajian Perilaku BB 60 kg, TB 160 cm, massa (-), turgor kulit normal, bunyi perkusi timpani, peristaltik (+) 8 x/menit, mukosa lembab, diit TKTP 3 kali sehari habis ditambah buah-buahan. Hasil laboratorium (20 Maret 2012) : GDS:90 mg/dL, SGOT:23, SGPT:23 b) Pengkajian Stimulus Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimulus residual tidak ada. Semua perilaku adaptif.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
25
c. Eliminasi a) Pengkajian Perilaku Pasien mengalami konstipasi, BAB terakhir pada hari Jumat 23 Maret 2011, konsistensi normal. BAK normal, frekuensi normal, warna normal, pola teratur, jumlah 700 cc/ hari. Hasil laboratorium fungsi ginjal (20.03.2011) : Ureum darah:36 Creatinin darah:0.7 b) Pengkajian stimulus Stimulus fokal: imobilisasi yang lama. Stimulus kontekstual: pasien mengeluh nyeri pada kaki kirinya apabila bergerak. Stimulus residual: perasaan takut dan cemas yang dialami pasien menyebabkan dirinya tidak mau mobilisasi. d. Aktivitas dan Istirahat a) Pengkajian Perilaku Pasien hanya berbaring di tempat tidur dengan terpasang traksi sebesar 4 kg pada kaki kiri. Pola tidur teratur 8 jam/ hari, gangguan tidur (-), rentang gerak terbatas. Pasien mengeluh lelah. Pada pemeriksaan Look: deformitas (+), shifting (+) Feel: tenderness (+), CRT < 2 detik, move: terbatas akibat nyeri. 5555 5555
Kekuatan otot:
5555 NA
Pemenuhan ADL parsial, makan dibantu, minum, dibantu, berdandan dibantu, berpakaian dibantu, toileting dibantu. b) Pengkajian Stimulus Stimulus fokal: fraktur tidak dapat memenuhi ADL secara mandiri karena mengalami keterbatasan gerak dan nyeri. Stimulus kontekstual: terdapat traksi pada
kaki
kiri
sehingga
bila
pasien
duduk
akan
mempengaruhi
kontratraksi.Stimulus residual : Perasan takut untuk melakukan aktivitas. e. Proteksi dan perlindungan a) Pengkajian perilaku Suhu tubuh 36,5 oC, akral hangat, terdapat bulae pada tumit dan daerah poplitea. Hasil laboratorium (20 Maret 2012) : Leukosit:10.4 ribu/µl b) Pengkajian stimulus Stimulus fokal: adanya tekanan dan tarikan disebabkan oleh pemakaian traksi yang terlalu rapat. Stimulus kontekstual: mengalami fraktur os. Femur sinistra
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
26
serta terpasang traksi 4 kg. Stimulus residual: menggunakan elesatis verban adesif f. Sensori a) Pengkajian Perilaku Pasien mengeluh nyeri apabila paha kirinya digerakkan, skala nyeri 6-7, fungsi penglihatan normal, fungsi penciuman normal, fungsi pengecapan normal. b) Pengkajian stimulus Stimulus fokal: pasien mengalami fraktur pada os. Femur kiri. Stimulus kontekstual: pergerakan pada kaki kiri menyebabkan kontraksi otot sehingga mengakibatkan nyeri. Stimulus residual : kurang pengetahuan karena baru pertama mengalami cedera. g. Cairan dan Elektrolit a) Pengkajian perilaku Intake cairan ±700 cc, output ±800 cc, edema (-), balance cairan (+) 100 cc, distensi vena jugularis (-). Hasil laboratorium (20 Maret 2012): Na 148 mmol/l, K 1.94 mmol/l. Pada saat operasi tanggal 28 Maret 2012, pasien dipuasakan 8 jam sebelum pembedahan, intake cairan selama pembedahan melalui IVFD NS 0.9% 500 cc, PRC 500 cc. Output urine 500 cc dan perdarahan intraoperasi 600 cc. Produksi drain 600 cc. b) Pengkajian stimulus Stimulus fokal pembatasan pemasukan cairan, stimulus kontekstual rencana pembedahan, stimuls residual usia, kurang pengetahuan karena pertamakali dioperasi. h. Fungsi Neurologi a) Pengkajian perilaku Kesadaran compos mentis, GCS:15, kaku kuduk (-). b) Pengkajian stimulus Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif. i. Fungsi Endokrin a) Pengkajian perilaku Tiroid normal, pankreas normal, adrenal normal.Hasil pemeriksaan laboratorium (20.03.12): GDS: 90 mg/dL Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
27
b) Pengkajian stimulus Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif. 3.2.1.2 Model Adaptasi Konsep Diri a.
Pengkajian perilaku Pasien berusia 18 tahun yang merupakan tahapan perkembangan usia dewasa, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan pasien tinggal bersama orang tuanya. Pasien yakin bisa sembuh. Pasien berharap supaya cepat sembuh dan bisa berjalan kembali. Setelah pembedahan, Tn. W direncanakan untuk ambulasi. Pasien menolak karena takut patah lagi, menolak untuk ambulasi dini.
b.
Pengkajian stimulus Stimulus fokal ambulasi dini, stimulus kontekstual aktivitas, stimuls residual kurang pengetahuan, cemas.
3.2.1.3 Model Adaptasi Fungsi Peran a.
Pengkajian perilaku Pasien baru tamat SMK, belum mendapatkan pekerjaan. Kegiatan sehari-hari sebelum sakit hanya di rumah dan membantu kedua orang tuanya. Setelah sakit pasien harus istirahat sehigga tidak bisa membantu orang tuanya lagi.
b.
Pengkajian stimulus Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif
3.2.1.4 Model Adaptasi Interdependen a. Pengkajian perilaku Pasien tinggal bersama dengan orang tuanya. Orang yang paling dekat dengan pasien adalah ibu dan adiknya. b. Pengkajian stimulus Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada, stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
28
3.2.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada Tn. W berdasarkan teori adaptasi Roy adalah: 3.2.2.1 Model adaptasi fisiologis Diagnosa keperawatan preoperasi adalah: a.
Gangguan mobilitas fisik b.d kehilangan integritas struktur tulang; nyeri
b.
Konstipasi b.d ketidakcukupan aktivitas fisik, ditandai dengan: pasien mengeluh tidak bisa BAB selama 4 hari
c.
Gangguan integritas kulit b.d tekanan, ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada area sekitar traksi, terdapat bulae pada tumit dan daerah poplitea, nyeri (+)
d.
Nyeri b.d cedera, ditandai dengan: pasien mengeluh nyeri bila kaki kirinya digerakkan,skala nyeri 6-7, gelisah (+).
Setelah menjalani pembedahan tanggal 28 Maret 2012, berdasarkan catatan perkembangan maka diagnosa keperawatan post operasi pada Tn. W berdasarkan Teori Adapatasi Roy adalah: a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif; perdarahan, pasien mengeluh haus dan pusing muntah >10 x (50 cc), intake cairan pd tgl 28.03.2012 ±500 cc, output ±500 cc, hasil pemeriksaan laboratorium (29.03.2012): Hb:10.1 mg/dL b. Resiko infeksi b.d gangguan mobilitas fisik, kehilangan integritas struktur tulang dan nyeri, ditandai dengan: pasien mengeluh nyeri apabila kaki kirinya digerakkan, pasien mengeluh lelah. skala nyeri 6-7, deformitas (+), c. Nyeri b.d. cedera, ditandai dengan: pasien mengeluh nyeri bila kaki kirinya digerakkan skala nyeri 6-7, gelisah (+)
3.2.2.2 Model Adaptasi Konsep diri Diagnosa yang muncul berdasarkan teori adaptasi roy pada mode konsep diri adalah sebagai berikut : Ansietas b.d perubahan status kesehatan ditandai dengan: pasien takut bergerak karena takut bila tulang kakinya patah lagi, pasien menolak untuk mobilisasi dini.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
29
3.2.3 Penetapan Tujuan Tujuan yang ingin dicapai terhadap masalah keperawatan yang dialami oleh Tn. W adalah pasien dapat beradapatasi terhadap gangguan mobilitas fisik,
konstipasi,
nyeri, difisit perawatan diri, gangguan integeritas kulit dan cemas. Tujuan jangka panjang dan jangka pendek yang ingin dicapai pada asuhan keperawatan pada Tn. W dapat dilihat pada lampiran 2. 3.2.4
Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan terhadapa masalah keperawatan yang dialami Tn. W terdiri dari intervensi regulator dan kognator, hal ini dapat dilihat pada rencana keperawatan di lampiran 2 3.2.5 Evaluasi keperawatan Evaluasi keperawatan untuk melihat perkembangan hasil asuhan keperawatan pada Tn.W disusun pada di catatan perkembangan hal ini dapat dilihat pada lampiran 3
3.3 Pembahasan berdasarkan Teori Adaptasi Roy Berdasarkan teori adaptasi roy, masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn.W dijelaskan sebagai berikut: 3.3.1 Model Adaptasi Fisiologis 3.3.1.1 Gangguan mobilitas fisik b.d kehilangan integritas struktur tulang, nyeri. Respon perilaku yang tidak efektif yang ditemukan pada Tn.W sebagai manifestasi gangguan mobilitas fisik yaitu pasien mengeluh nyeri apabila kaki kirinya digerakkan, skala nyeri 6 - 7, deformitas (+), shifting (+), tenderness (+), kekuatan otot:
5555 5555
5555 NA
Gejala yang sering ditemukan pada pasien yang mengalami
gangguan muskuloskeletal yaitu nyeri, kelemahan deformitas, keterbatasan pergerakan, kekakuan dan krepitasi (Lewis, Heitkemper, Diikssen, O‟Brien & Bucher, 2007). Gangguan mobilitas fisik dialami pasien pre operasi dan post operasi, stimulus yang mempengaruhi gangguan mobilitas sebelum operasi adalah penggunaan traksi yang mengharuskan pasien immobilisasi sedangkan stimulus gangguan mobilitas fisik setelah operasi adalah perasaan takut menjalani rehabilitasi sehingga pasien cenderung untuk tidak melakukan mobilisasi. Salah satu aktivitas regulator untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
30
mengatasi gangguan mobilitas fisik pada Tn. W adalah dengan melakukan latihan range of motion. Latihan range of motion dilakukan pada ektrimitas yang sehat maupun yang sakit. Latihan ROM untuk ektrimitas yang mengalami fraktur dengan dorso fleksi, plantar fleksi, inversi, eversi, fleksi dan ekstensi jari-jari kaki. Pelaksanaan latihan ROM dapat meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang, meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur, atropi, dan resorpsi kalsium karena tidak digunakan (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010). Pelaksanaan ROM pada Tn. W perlu memperhatikan posisi dan mempertahankan body alignment tetap baik. Area yang perlu mendapat perhatian adalah area fraktur yang terpasang skeletal maupun skin traksi. Hal ini dilakukan untuk membantu untuk membantu penyatuan/ penyambungan tulang yang fraktur (Ignatavicius & Workmann, 2006). Aktitifitas lain yang digunakan untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik adalah mengkaji derajat imobilitas, mengajurkan pasien untuk tetap melakukan rentang gerak pada ektrimitas yang sakit maupun tidak sakit, mengajurkan latihan isometrik, merubah posisi secara periodik dan mengajarkan nafas dalam serta batuk efektif. Sebelum operasi, Tn. W dapat melakukan aktifitas range of motion (ROM), mendemontrasikan ROM yang dilakukan sendiri sampai hari pembedahan. Setelah menjalani pembedahan, Tn.W dapat mengikuti tahapan mobilisasi mulai dari miring kiri dan kanan, duduk dalam 24 jam pertama dan duduk dengan kaki menjuntai (Non Weight Bering). selanjutnya pasien berjalan dengan menggunakan kruk mulai jarak 2 meter dan ditingkatkan 4 meter dan 6 meter sampai pasien pulang.
3.3.1.2 Konstipasi b.d ketidakcukupan aktivitas fisik. Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi konstipasi pada Tn.W yaitu pasien mengeluh tidak bisa buang air besar selama 4 hari. Stimulus fokal terjadinya konstipasi pada TN W adalah kurangnya aktivitas. Kurangnya aktifitas fisik dan pemenuhan akitifitas ditempat tidur dapat mempenyaruhi fungsi gatro intestinal seperti kehilangan nafsu makan, penurunan peritaltik usus dan penurunan kemampuan makan dalam posisi supine (Flatcher, 2005).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
31
Aktivitas regulator terhadap masalah konstipasi pada Tn. W adalah mengkaji pola eleminasi, mendengarkan bising usus, kolaborasi pemberian obat supositoria dengan aktifitas kognator menganjurkan diet tinggi serat dan meningkatkan intake cairan. Diet tinggi serat dapat meningkat konsistensi feces dan meningkatkan pengeluaran feces (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010). Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 hari, pasien dapat beradaptasi dengan masalah konstipasi. Pasien buang air besar dengan konsistensi feses lunak, bising usus 12 x per menit dan pasien melaporkan perasaan nyaman setelah buang air besar. Konstipasi pada Tn. W hanya dialami saat pre operasi. 3.3.1.3 Gangguan integritas kulit b.d tekanan. Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi gangguan integeritas kulit pada Tn.W yaitu pasien mengeluh nyeri disekitar area traksi, terdapat bulae pada tumit dan daerah poplitea. Stimulus fokal gangguan integritas kulit adalah tekanan dan tarikan akibat pemasangan traksi adhessive. Traksi kulit biasanya menggunkan plester yang direkatkan sepanjang ektrimitas kemudian dibalut dan ujung plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik dengan beban tarikan tidak melebihi 5 kg, kulit yang lebih tipis dibutuhkan tarikan beban yang lebih kecil (Sjamsuhidajat & Win de Jong, 2004). Intervensi yang dilakukan melakukan perawatan kulit dan kemudian mengganti verban elastisnya dengan noan adhessive, melakukan palpasi jaringan yang di plaster sebelum dan setalah tindakan, melakukan insfeksi dan perawatan kulit. Bila terdapat perasaan nyeri tekan dibawa plester menunjukan/diduga adanya iritasi. Infeksi dan perawatan kulit dilakukan untuk mempertahankan intergeritas kulit (Doenges. Moorhouse & Murr, 2010). Setelah dilakukan intervensi selama 2 hari, kondisi kulit mulai kering, tidak ada bulae, keluahan nyeri tidak ada, pasien dapat beradaptasi terhadap gangguan integeritas kulit.
3.3.1.4 Nyeri b.d cedera. Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi nyeri Tn.W yaitu pasien mengeluh nyeri bila kaki kirinya digerakkan, skala nyeri 6-7, gelisah (+). adanya keluhan nyeri
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
32
pada area fraktur. pada palpasi dan pergerakan nyeri meningkat, edema (+) di regio femur sinistra. Nyeri adalah fenomena universal, dimana hampir setiap orang pernah mengalaminya (Davis, 2000). Pengalaman nyeri merupakan proses yang komplek, melibatkan berbagai kejadian baik biokimia (biochemical) maupun elektrikal (electrical) dimulai dengan: gangguan jaringan (tissue damage), transduksi (transduction), transmisi (transmission), persepsi (perception), dan modulasi (modulation). Gangguan jaringan pada pasien ini terjadi akibat suatu gaya/energi mengenai jaringan tubuh. Pada proses ini jaringan tubuh yang cedera
melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory
neurotransmitters), seperti histamine dan bradykinin (sebagai vasodilator yang kuat) yang menyebabkan edema, kemerahan dan nyeri. Selain itu bradykinin juga menstimulasi pelepasan prostaglandins and substance P, suatu neurotransmitter yang meningkatkan pergerakan impuls nyeri melewati sinap saraf (Hamilton, 2007). Akitifitas regulator untuk mengatasi nyeri pre operasi yaitu kaji skala nyeri, melakukan skin traksi, mempertahankan efektifitas skin traksi, kolaborasi pemberian anagetik. Aktivitas kognator menjelaskan penanganan nyeri non farmakologik dengan intervensi edukasi dan menurunkan nyeri. Intervensi edukasi memgang peran yang sangat baik dalam menontrol nyeri pasien pada 7 hari pertama setelah pembedahan pada fraktur ektrimitas (Wong, Chan & Chair, 2010). Setelah pembedahan dilakukan evaluasi dan motivasi pasien untuk melakukan tehnik relaksasi nafas. Hasil yang didapat pasien dapat beradaptasi terhadap nyeri selama dalam perawatan. 3.3.1.5 Resiko kekurangan volume cairan. b.d kehilangan cairan aktif; perdarahan. Respon perilaku tidak efektif pada Tn.W sehingga beresiko mengalami kekurangan volume cairan setelah menjalani pembedahan yaitu pasien kehilangan darah lebih dari 500cc selama pembedahan dan adanya muntah 50 cc diikuti dengan intake dan output 500 cc, pemeriksaan Hb 10.1 mg/dl. Stimulus fokal resiko kekurangan volume cairan pada Tn.W adalah pendarahan intra operasi, sttimulus kontektual pasien puasa saat mau operasi dan stimulus residual adalah pengaruh anesthesi umum. Penyebab tersering kekurangan volume cairan adalah akibat perdarahan serta muntah atau diare yang berkepanjangan. Kehilangan volume cairan meyebabkan mekanisme Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
33
kompensasi berupa fase kontriksi dan peningkatan kardiak output. Mekanisme konpensasi ini terjadi akibat stimulasi sistem saraf simpatis, pelepasan renin angiotensin, aldesteron, anti diuretic hormone untuk mempertahankan perfusi jaringan (Black & Hawks, 2009). Aktivitas regulator untuk mempertahankan adaptasi pada Tn. W
yaitu dengan
mengkaji tanda-tanda dehidrasi, monitor intake output, memberikan transfusi PRC 500 cc, minum ±430 cc, memberikan infus ± 1000cc, dan monitor drainase. Cairan kristaloid berupa normal salin atau RL merupakan terapi pengganti pilihan pada pasien yang mengalami kekurangan volume cairan, pasien yang mengalami kehilangan darah yang aktual tidak diberikan 2-3 liter cairan kristaloid sebagai pengganti tetapi langsung diberikan darah (Black & Hawks, 2009). Hasil yang didapatkan setelah dilakukan evaluasi, Tn W tidak mengalami kukurangan cairan dan pasien dapat beradaptasi terhadap resiko kekurangan volume cairan.
3.3.1.6 Resiko infeksi b.d gangguan mobilitas fisik kehilangan integritas struktur tulang, nyeri. Respon perilaku tidak efektif pada Tn.W sebagai manifestasi resiko infeksi yaitu tidak adekuatnya pertahanan primer karena adanya luka pembedahan, adanya gangguan jaringan akibat dampak pembedahan, dimana pembedahan meninggalkan luka dengan luas 18 cm di femur sinistra. Aktivitas regulator untuk mencegah infeksi adalah melakukan insfeksi kulit, merawat luka, pemberian obat antibiotik. Sedangkan aktifitas kognator menganjurkan pasien untuk tidak membasahi luka saat mandi dan tidak menyentuh luka dengan tangan. Perawatan luka secara steril dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi. Aktivitas kognator dengan menjurkan untuk tidak membasahi dan tidak menyentuh luka bertujuan untuk meminimalkan kontaminasi sedangkan pemberian antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaksis atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010). Setelah menjalani perawatan selama 7 hari luka mengalami penyembuhan tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan pasien dapat beradapatasi dengan masalah resiko infeksi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
34
3.3.2 Mode Adaptasi Konsep Diri 3.3.2.1 Kecemasan b.d perubahan status kesehatan. Respon perilaku tidak efektif sebagai manifesestasi kecemasan pada Tn.W yaitu pasien takut bergerak karena takut bila tulang kakinya patah lagi, pasien menolak untuk mobilisasi dini. Stimulus fokal kecemasan pada Tn.W yaitu Rehabilitasi post operasi, stimulus kontekstual post operasi ORIF, stimulus residual kurang pengetahuan. Kecemasan pasca operasi merupakan konsekuensi yang sering dialami oleh pasien yang dapat mempengaruhi tingkat nyeri dan penyembuhan pasien. Kecemasan dapat berkaitan dengan ketakutan terlibat dalam aktivitas yang memicu nyeri, sehingga pasien cenderung menghindari aktivitas, fisioterapi dan perawatan diri. Kondisi ini dapat memperlambat proses rehabilitasi, penyusutan otot (muscle wasting), kelemahan dengan penurunan daya tahan fisik, kecemasan, depresi dan penurunan kualitas hidup (Ponzer et al, 2000; Scaf-Klomp et al, 2003; Carr et al, 2005). Aktivitas regulator untuk mengatasi masalah kecemasan pada Tn. W adalah mengakaji tingkat kecemasan dengan STAI, sedangkan aktivitas kognator dengan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan memberi kesempatan kepada klien untuk mendiskusikan perasaan/kekuatirannya. Eksplorasi perasaan/kehawatiran akan membuat pasien merasa berbagi dengan yang lain. Selain itu melalui eksplorasi perasaan akan dapat diketahui berbagai miskonsepsi/misinterpretasi dan kemudian meluruskannya, sehingga pasien akan lebih tenang dan menurun kecemasaannya. Setelah intervensi selama 3 hari, pasien dapat beradaptasi dengan kecemasan. Pasien mengungkapkan perasaan lebih rileks dan mengikuti program rehabilitasi. 3.4
Analisis Penerapan Teori Adaptasi Roy pada 33 Kasus Kelolaan
Penerapan model adaptasi Roy pada 33 kasus dengan masalah Gangguan sistem Muskuloskletal telah penulis laksanakan di ruang perawatan GPS Lt 1 dan IV RSUP F Jakarta. Ketiga puluh tiga kasus tersebut terdiri dari 4 kasus kegansan, 6 kasus infeksi, 23 kasus trauma yang terdiri dari 18 tauma tanpa komplikasi dan 5 kasus trauma dengan komplikasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
35
3.4.1 Kasus Keganasan pada Gangguan Muskuloskeletal Keempat pasien yang mengalami kegansan pada kusus gangguan sistem gangguan muskuloskeltal terdapat pada empat pasien mengalami osteosarkoma di bagian distal femur berusia, 15 tahun, 16 tahun, 35 tahun dan 53 tahun. Dua orang berjenis kelamin laki-laki dan 2 orang berjenis kelamin perempuan. Osteosarkoma merupakan tumor primer maligna, terbentuk pada tulang khusunya dibagian distal femur kemudian prosimal tibia dan humerus serta di daerah intramedular usia penderita osteo sarkoma berusia 10- 30 tahun (Black & Hawks, 2009). Respon perilaku tidak efektif adalah nyeri dengan skala 7-8, pasien mengalami keterbatsan mobilitas, pembengkakan, teraba hangat pada daerah tumor. Lesi yang luas pada osteo sarkoma meyebabkan nyeri dan pemebengkakan yang berlansung singkat, area yang terkena teraba hangat karena terjadi peningkatan vasukarisasi, bagian pusat dari masa terjadi sklerotik akibat peningkatan aktivitas oteoblast sedangkan bagian ferifer lembut merupakan pelebaran dari kortek tulang akibat neoplasma (Ignatavicius & Workman, 2006). Respon perilaku yang tidak efektif pada pasien keganasan juga ditemukan pada pola nutrisi. Nafsu makan berkurang, porsi makan tidak dihabiskan, rerata penurunan berat badan 15 % atau 10-15 kg dari berat badan ideal, pasien mengalami kadar albumin rerata 3,3 gr/dl dengan kadar HB rerata 6.7 gr. Penurunan berat badan 5-10 persen atau lebih terjadi dalam 6 bulan akibat sindrom metabolik selain itu dapat disebabkan oleh kurang nya asupan nutrisi, gangguan arsopsi gatrointentinal karena pengobatan, atau gejala tumor serta kateabolik serti penyakit kronis. Penurunan berat badan, hemoglobin dan albumin merupakan gejala ketidakseimbangan nutrisi. Malnutrisi yang berkepanjangan merupakan prediktor terhadap outcome yang jelek terhadap pasien kanker termasuk oteosarkoma (Cameron atal;2010) Selain perilaku adaptasi fisiologis yang tidak efektif, pasien juga menunjukkan respon perilaku yang tidak efektif pada mode adaptasi psikologis. Pasien mengalami cemas karena tindakan amputasi yang akan dijalani. Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien yang mengalami keganasan pada gangguan muskuluskeletal adalah nyeri akut, gangguan mobilitas fisik, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan fungsi peran, dan kecemasan. Pasien tidak dapat beradaptasi dengan kondisi yang dialami. Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
36
3.4.2 Kasus Infeksi pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal Kasus infeksi pada gangguan sistem muskuloskeletal terdiri dari 2 kasus oteo atritis dan 4 kasus spondiilitis TB. Pada kedua pasien yang mengalami oeteoatritis, kedua pasien berjenis kelamin laki-laki masing masinga mempunyai riwayat fraktur terbuka 1.5 dan dua tahun yang lalu. hal ini disebabkan pasien sewaktu akan dilakukan operasi di rumah sakit terbentur masalah biaya sehingga memutuskan untuk menjalani pengobatan alternatif Respon perilaku yang tidak efektif pada pasien yang mengalami osteo atritis post trauma adalah nyeri, keterbatasan aktivitas, luka menahun, penojonan tulang pada luka terbuka. Pasien yang mengalami oteoatritis yang besipat menahun, kadang mengeluhkan cairan yang keluar dari luka kadang disertai demam dan nyeri local yang hilang timbul pada daerah ektrimitas (Rasjad,(2007). Stimulus yang mempengaruhi nyeri dan gangguan mobilitas fisik pada pasien yang mengalmi osteo atritis adalah cedera traumatic, proses infeksi, kurang pengetahuan dan kecemasan. Proses infeksi pada tulang akan menghambat terjadinya resulosi dan penyembuhan tulang yang normal, infeksi akibat fraktur terbuka merupakan infeksi yang paling sering ditemukan pada orang dewasa, terjadi kerusakan jaringan, kerusakan pembuluh darah, edema, hematom dan adanya hubungan fraktur dengan dunia luar (Rasjad, 2007). Atritis traumatik biasanya berkembang setelah menagalami fraktur atau cedera sendi yang terbuka, (Black & Hawks, 2009). Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien osteoatritis dalam karya ilmiah ini yaitu nyeri, gangguan mobilitas fisik, kecemasan, resiko infeksi, gangguan peran. Selain oteoatritis, infeksi pada gangguan sistem muskuloskelatal yang ditemukan adalah spondilitis. Respon perilaku tidak efektif yang dialami oleh pasien dengan spondilitis yaitu pasien mempunyai riwayat batuk, spastic, konstipasi,restensi urine dan paraplegi. Gangguan saraf sensoris dan motorik disertai gangguan defikasi dan miksi lebih mudah terjadi pada spondilitis yang mengenai vertebra torakalis karena mempunyaai kanalis spinalis yang lebih kecil (Rasyad, 2007). Salah satu gangguan motorik adalah paraplegi. Gangguan parapelegi kebanyakan pada traktus motorik yang diawali dengan keluhaan kaki terasa kaku, lemah dan penurunan koordinasi tungkai.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
37
Paraplegi terjadi karena odem sekitar abses para spinal atau karena kompresi (Sjamsuhidayat & Wim de Jong, 2004). Hasil pengkajian stimulus yang ditemukan pada pasien yang mengalami spondilitis yaitu terjadi nyeri akibat spondilitis, imobilisasi dan infeksi kronis yang bersifat destruktif yang sering terjadi pada tulang belakang adalah spondidlitis tuberkulosa yang merupakan infeksi sekuder dari tempat lain. Tuburkolosis spondilitis umumnya terjadi pada daerah verterbera torakal bawah dan lumbal atas sehingga diduga adanya infeksi sekunder traktus urinarius yang penyembarannya melalui fleksus Batsoon pada vena paravetbralis (Rasyad, 2007). Diagnose keperawatan yang ditemukan pada pasien infeksi musculoskeletal karena spondilitis adalah selain diagnosa tersebut, juga ditemukan diagnose resiko infeksi, gangguan eliminasi urine dan bowel, ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, cemas dan kurang pengetahuan
3.4.3. Kasus trauma pada gangguan muskuloskeletal Kasus trauma muskuloskeletal meliputi 23 kasus yang terdiri dari 18 kasus tauma tanpa komplikasi yang seluruhnya merupakan fraktur ektrimitas bawah, sebagian besar fraktur femur dan 5 kasus trauma dengan komplikasi yang merupakan cedera medula sepenalis. Seluruh kasus taruma dalam karya ilmiah ini disebabkan oleh kecelakan lalu lintas. Respon perilaku yang tidak efektif pada pasien yang mengalami fraktur yaitu nyeri, ROM terbatas, adanya luka akibat cedera atau post operasi, edema, takut akan menghadapi operasi, sering mengeluh ketidaknyaman dalam posisi tidur akaibat fraktur, tidur kurang, adanya perdarahan. Pasien fraktur biasanya datang kerumah sakit dengan keluahan nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, kelainan gerak, deformitas, krepitasi atau datang dengan gejala yang lain (Rajad, 2007). Respon perilaku nyeri pada fraktur terjadi akibat cedera jaringan lunak adalah cedera otot dan ligamen atau akibat perdarahan dan edema pada sisi cedera. Nyeri dapat dievaluasi dengan menggunakan skala nyeri 0-10. Pasien yang mengalami nyeri
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
38
dianjurkan untuk istirahat, kompres es pada area cedera, kompresi dan elevasi ekstremitas yang mengalami cedera (LeMone & Burke, 2006). Nyeri hebat yang dialami pasien fraktur menyebabkan penilaian pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar. Selain itu, perherakan dapat menyebabakan kerusakan jaringan lunak seperti pembuluh darah dan syaraf. ROM terbatas pada pasien fraktur dinilai dengan mengajurkan pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi bagian proximal dan distal daerah yang mengalami cedera (rasjad, 2007). Cedera tulang panjang dapat menyebabkan perdarahan. Perdarahan yang banyak pada fraktur tulang panjang dapat mengakibatkan shcok. Shok hipovolemik merupakan salah satu komplikasi dari shafrft femur akibat kehilanganan darah 1-1,5 liter. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah emboli lemak, dislokasi pinggul atau lutut, atropi otot dan kerusakan ligamen (LeMone, Burke, 2006), penganan fraktur dengan traksi untuk memisahkan fragmen tulang dan imobilisasi fraktur tergantung pada lokasi, beratnya fraktur (LeMone & Burke, 2006). Jenis traksi tergantung pada lokasi dan beratnya fraktur. Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi ialah patah tulang introhanter, subtrokanter, fraktur diafisis, oblik, segmental, dan komunitif, serta patah tulang supracondiler tampa dislokasi berat, dan patah tulang kondilius femur, cara ini biasanya berhasil mempertautkan fraktur femur yang paling penting adalah latihan otot dan gerakan sendi.( Sjamsuhidajat dan Wim de jong, 2004) Respon perilaku tidak efektif pada pasien yang mengalami cedera medula spinalis yaitu parapelgi, incontenesia urin, ganggauan BAB. Spinal cord merupakan alat penghubung antara pons dengan sakral untuk mengontrol eliminasi urine. Spinal yang intak akan menyebakan eleminasi urine yang normal ketika terjadi injuri pada spinal cord maka pola eminasi urine akan mengalami gangguan. Sebagian besar pasien yang mengalami trauma muskuloskletal membutuhan transfusi darah akibat kehilangan darah post trauma. Pemberian transfuse darah dapat menyelamatkan klien dari kematian karena dengan adanya tranfusi darah berarti oksigenasi dan penyembuhan luka baik (DeChristopher et al, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
39
Stimulus yaang ditemukan pada kasus trauma muskuloskletal yaitu fraktur, cedera, perdarahan, diaganosa keperawatan pada kasus trauma muskuloskeltal yaitu nyeri, gangguan mobilitas fisik, cemas propse operasi, resiko infeksi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
40
BAB 4 PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
Bab ini menguraikan tentang evendince based nursing tentang intervensi idukasi untuk mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien dengan trauma muskulosekletal. Trauma muskuloskeletal merupakan penyebab umum pasien dirawat di rumah sakit. Fraktur paling sering diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan cedera olahraga, dimana pembedahan fiksasi internal berupa paku (nail), sekrup, plat atau kawat untuk memfiksasi ekstremitas menjadi terapinya. Seluruh prosedur ini dapat mengakibatkan stres pada pasien. Pasien dengan fraktur ekstremitas dapat mengalami nyeri dan kecemasan yang hebat setelah mengalami cedera atau telah menjalani operasi. Kecemasan yang timbul akibat trauma, biasanya melampaui batas kendali pasien, dapat dapat mengakibatkan ketidakstabilan psikologis (Wong, Chan & Chair, 2010). Beberapa penelitian seperti penelitian dari Ponzer et al, 2000; Scaf-Klomp et al, 2003; Carr et al, 2005) telah menegaskan bahwa kecemasan pasca operasi merupakan konsekuensi yang sering dialami oleh pasien dan mempengaruhi tingkat nyeri dan kesembuhan pasien. Kecemasan dapat berkaitan dengan ketakutan terlibat dalam aktivitas yang memicu nyeri. Sehingga pasien cenderung menghindari aktivitas, fisioterapi dan perawatan dirinya. Hal ini dapat mengarah kepada perlambatan proses rehabilitasi, penyusutan otot (muscle wasting), kelemahan dengan penurunan daya tahan fisik, kecemasan, depresi dan penurunan kualitas hidup. Sehingga timbul tuntutan dan kebutuhan untuk membantu pasien mengatasi nyeri dan kecemasan yang dialaminya setelah operasi. Kecemasan sangat sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma dan pembedahan muskuloskeltal, dimana edukasi (pendidikan) preoperatif sangat bermanfaat untuk memperbaiki kondisi fisik dan psikologis pasien. Tujuan intervensi edukasi preoperatif pada pembedahan orthopedi adalah untuk mempersiapkan pasien menjalani operasi dan memperbaiki outcome pasien, meliputi pengetahuan tentang program pembedahan dan rehabilitasi, kontrol nyeri, penurunan kecemasan, dan masa rawat (length of stay) di rumah sakit. Metode untuk memberikan edukasi preoperatif sangat bermacam-macam, bahkan ada yang berupa informasi audio-tape Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
41
atau video-tape. Beberapa penelitian sebelumnya telah menfokuskan penigkatan pengetahuan tentang pembedahan, komplikasi yang mungkin terjadi, latihan, rehabilitasi bagi pasien yang menjalani operasi seperti operasi penggantian paha atau lutut. Belum banyak penelitian yang melaporkan tentang kerangka teori intervensi, oleh karea itu cukup sulit untuk menginterpretasi temuan-temuan penelitian tersebut (Wong, Chan & Chair, 2010) 4.1 Hasil Journal Reading (Critical Review) Berdasarkan hasil penelusuran literatur didapatkan jurnal tentang intervensi edukasi untuk mengurangi nyeri dan kecemasan. Hasil penelusuran tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Artikel 1 dengan judul : ”The effect of educational intervention on pain beliefs and post operative pain relief among Chinese with fractured limbs” oleh Wong, Chan & Chair (2010). Penelitian ini dilaksanakan pada dua rumah sakit regional terbesar di Hongkong yang memberikan perawatan akut pada 1.600.000 populasi. Enam ruangan orthopedi dan trauma dari kedua rumah sakit tersebut dilakukan randomisasi dengan melakukan penarikan lot, dengan tiga rungan pada setiap kelompok. Ruangan-ruangan ini memiliki karakteristik pasien yang sama, staf, protokol terapi dan protokol manajemen nyeri yang sama sebagaimana diatur oleh Peraturan Rumah Sakit Hongkong. Pasien yang dilibatkan dalam penenlitian ialah pasien yang mampu ambulasi sebelum operasi, memiliki diagnosis media trauma muskuloskeletal pada salah satu ekstremitas yang akan menjalani operasi. Pasien dieksklusi dari penelitian jika mengalami fraktur tulang kepala, fraktur iga, status hemodinamik tidak stabil, memiliki riwayat nyeri kronik sebelumnya atau mengalami gangguan mental dan kognitif. Sampel pada penelitian ini sebesar 226, dimana hanya 125 yang mengikuti seluruh rangkaian penelitian, 62 pasien pada kelompok eksperimen dan 63 pasien pada kelompok kontrol. Intervensi edukasi bertujuan untuk mengurangsi nyeri dan kecemasan. Tingkat nyeri diukur dengan visual analogue scale (VAS) berupa garis 100 mm pada selembar kertas dengan kata „tidak nyeri pada salah satu ujung garis dan “nyeri sekali” pada satu ujungnya lagi. VAS ialah alat ukur valid untuk menilai nyeri
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
42
dan sensitif terhadap perubahan persepsi nyeri. Sedangkan tingkat kecemasan diukur dengan menggunakan State-Trait Anxiety Inventory (STAI). Instrumen ini terdiri atas 20 item pernyataan bertipe Likert rentang 4 poin, dimana skor penilaian mulai dari tidak cemas sama sekali hingga sangat cemas. Total skor dimulai dari 20 sampau 80, dengan skor yang tinggi menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi pula. Jumlah pasien yang mengikuti penelitian ini hingga tuntas sebanyak 125 pasien (kontrol, n=63; eksperimen, n=62). Kelompok eksperimen dilaporkan secara signifikan mengalami penurunan tingkat nyeri, penurunan kecemasan dan yang lebih baik selama menjalani hospitalisasi (sebelum operasi hingga hari ke-7), jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tidak terdapat kebermaknaan secara statistik efek pada lama rawat antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pada evaluasi bulan ke-3, secara statistik tingkat kecemasan ditemukan lebih rendah pada kelompok eksperimen. b. Artikel 2 dengan judul: “ Effect of preoperative education on patient outcomes after joint replacement surgery” oleh Kearney, Jennrich, Lyons, Robinson & Berger (2011) yang bertujuan untuk membedakan lama hari rawat, komplikasi, rentang waktu ambulasi dan skor nyeri. Penelitian ini dilakukan terhadap 150 yang terdiri dari 60 persen laki dengan usia rata-rata 60 tahun. 77 partisipan (51 %) mengikuti edukasi pre operasi di ruangan dan 73 (49 %) tidak berada di suangan. Metode alternative pre operasi yang digunakan adalah pencarian secara online melalui websaite, kursus online menuliskan informasi yang di dapat dari dokter, informasi pre operasi dari perawat dan lain-lain. Usia, jenis kelamin dan jenis pembedahan homogen diantara kedua kelompok. Hasil analisis melaporkan bahwa terdapat dua perbedaan yang signifikan antara pasien yang mengikuti edukasi di ruangan dan yang tidak mengikuti edukasi didalam ruangan, pasien yang yang mengikuti eduksi pre operasi di ruangan merasakan persiapkan oprrasi lebih baik (p=0,002) dan mereka juga merasa mampu mengontrol nyeri setelah pembedahan (p=0,001). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pasien yang mendapatkan edukasi pre operasi diruangan merasakan persiapan opersi lebih baik dan kemapuan mengontrol nyeri yang lebih baik setelah pembedahan Tidak ditemukan Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
43
perbedaaan yang signifikan lama hari rawat, waktu ambulasi dan tingkat nyeri antara kelompok yang mendapatkan intervensi edukasi preoperasi di ruangan dan di luar ruangan. c. Artikel 3 dengan judul “ Efectiveness of an educational intervention on levels of pain, anxiety and self-efficacy for patients with musculoskeletal trauma” oleh Wong, Chan & Chair (2009) yang meneliti tentang intervensi idukasi terhadap 125 pasien fraktur ektrimitas di dua rumah sakit regional di hongkong. Responden dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri dari 62 orang kelomnpok eksperimen dan 63 kelompok control yang semuanya mempunyai data karateristik demograpi yang homogen, menggunakan metode pretes dan postest. Intervensi edukasi dilakukan selama 30 menit yang memberikan informasi tentang nyeri, strategi koping dan latihan relaksasi napas. Pengkajian nyeri, kecemasan, self-efficacy, analgetik yang digunakan dan lama hari rawat dinilai sebelum pembedahan, hari ke-2, hari ke-4, hari ke-7, 1 bulan dan 3 bulan setelah pembedahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi edukasi selama 30 menit dapat menurunkan nyeri, kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur selama minggu pertama setelah pembedahan. Berdasarkan ketiga artikel diatas, penulis memilih unutuk menerapkan EBN dengan judul ”The effect of educational intervention on pain beliefs and post operative pain relief among Chinese with fractured limbs” oleh Wong, Chan & Chair (2010) dengan pertimbangan penelitian ini menggunakan quasi-experimental design, perekrutan subyek menggunakan randomisasi baik subyek yang menjadi kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Metode intervensi edukasi mudah diaplikasikan dan terbukti secara signifikan dapat mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah. 4.2 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian 4.2.1 Penerapan EBN Penerapan evidence based nursing (EBN) ini akan dipilih pasien dengan trauma muskuloskeletal yang akan menjalani operasi orthopedi dengan beberapa kriteria yaitu pasien mampu berkomunikasi dengan baik, pasien yang mampu ambulasi sebelum cedera, memiliki diagnosis medis trauma muskuloskeletal pada salah satu Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
44
ekstremitas dan akan menjalani pembedahan serta bersedia dievaluasi pada hari ke-2, ke-4 dan ke-7 setelah menjalani pembedahan. Pasien yang mengalami mengalami fraktur tulang kepala, fraktur iga, status hemodinamik tidak stabil, memiliki riwayat nyeri kronik sebelumnya atau mengalami gangguan mental dan kognitif tidak diikutsertakan dalam penerapan EBN ini.Penerapan EBN dilakukan di ruang rawat inap Orthopedi Rumah Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang pelaksanaannya minggu ke 1 bulan april s/d minggu ke 1 bulan Mei 2012. Penerapan EBN ini dilakukan setelah mengajukan proposal ke ruangan yang dituju, mengadakan sosialisasi di ruangan dan memeproleh izin untuk melakukan penerapan EBN. Intverensi edukasi ini dilakukan terlebih dahulu dengan mengdentifikasi pasien yang akan dilakukan operasi orthopedi, melakukan pengkajian/pengukuran tingkat nyeri dan kecemasan, memberikan intervensi edukasi selama 30 menit, dimana materi terdiri atas : pendahuluan selama 5 menit, manfaat manajemen nyeri selama 10 menit, demonstrasi dan redemonstrasi teknik menurunkan kecemasan selama 10 menit, memberikan reinforcement positive terhadap kemempuan pasien dalam mengontrol nyeri dan kecemasan selama 5 menit. Pengkajian ulang
nyeri dan
kecemasan dilakukan pada paska operasi hari ke 2, hari ke 4 dan hari ke 7. Hasil penerapan evidence-based nursing (EBN) terhadap 14 orang pasien terdiri dari 7 orang yang dilakukan intervensi dan 7 orang kasus kontrol. Semua responden mengalami fraktur ekstrimitas bawah karna mengalami kecelakaan lalu lintas. Umur rerata kelompok kontrol 25.57 tahun sedangkan pada kelompok intervensi rerata umur 30.86 tahun. Sebagian besar kelompok kontrol berjenis kelamin laki-laki (71,5%) dan seluruh kelompok intervensi berjenis kelamin laki-laki. Seluruh responden kelompok kontrol berpendidikan SMA sedangkan pada kelompok intervensi sebesar 71,4 % yang berpendidikan SMA. Status perkawinan antara kelompok kontrol dan intervensi memiliki proposi yang sama dan sebagaian besar belum menikah yaitu 57,1%. Status pekerjaan reponden bervariasi sebagian besar kelompok kontrol bekerja sebagai tukang ojek yaitu 28,6 % sedangkan kelompok intervensi sebagaian besar pegawai swasta yaitu 57.1 %.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
45
Rerata penurunan nyeri pada kelompok intvensi dan kontrol dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 5.1 Rerata Penurunan Nyeri Kelompok Intervensi
Gambar 5.1 menunjukan bahwa skor nyeri pada kelompok intervensi hari pertama sehari sebelum pembedahan sebesar 54.8 mengalami penurunan pada hari kedua post operasi menjadi 45, dan terus mengalami penurunan pada hari ke 4 sebesar 27.6 hingga mencapai 23.6 pada hari ke 7 setelah pembedahan. Gambar 5.2 Rerata Penurunan Nyeri Kelompok Kontrol
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
46
Gambar 5.2 menunjukan bahwa skor nyeri pada kelompok kontrol hari pertama sehari sebelum pembedahan sebesar 59.8 mengalami penurunan pada hari kedua post operasi menjadi 43, namun mengalami peningkatan pada hari ke 4 sebesar 46.6 dan kembali mengalami penurunan pada hari ketujuh. Gambar 5.3 Perbandingan Nyeri Kelompok Kontrol dan Intervensi
Gambar 5.3
menujukan perbandingan nyeri kelopok kontrol dengan intervensi.
Rerata skor nyeri pada kelompok intervensi dan kontrol pre operasi dan dua hari setelah pembedahan hampir sama tetapi pada hari ke empat dan ketujuh menujukan bahwah skor nyei pada kelompok intervensi lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol
Selain menurunkan nyeri , tehnik relaksasi nafas juga dapat menurunkan kecemasan. Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
47
Gambar 5.4 skor Ansietas kelompok intervensi
Gambar 5.4 menujukan skor kecemasan pada kelompok intervensi pada pre op sebesar 51.6 mengalami penurunan pada hari ke dua 43.97 dan hari ke 4 sebesar 37,9 pada hari ke tujuh sebesar 35.5. data ini menujukkan bahwa terjadi penurunan skor kecemasan dari hari pre operasi sampai dengan hari ke 7 setelah pembedahan. Gambar 5.5 skor Ansietas kelompok kontrol
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
48
Gambar 5.5 menunjukan skor kecemasan pada kelompok kontrol pada pre operasi sebesar 55.37, mengalami penurunan pada hari ke 2 sebesar 52.38, mengalami penurunan pada hari ke3 samapi dengan ke tujuh. Gambar.5.6 Perbandingan Kecemasan antara Kelompok Kontrol dan Intervensi
Gambar 5.6 menunjukan perbandingan kecemasan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Rerata skor kecemasan pada kedua kelompok mengalami penurunan tetapi skor kecemasan pada kelompok intervensi mengalmi penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol.
4.2.2 Hambatan dan Pemecahan Intervensi edukasi sulit diberikan pada pasien kondisi akut karena pasien belum siap menerima informasi akibat nyeri berat, sehingga intevensi edukasi sebaiknya diberikan bersamaan dengan pemberian analgetik. Pemahaman pasien tentang tehnik relaksasi nafas kurang, sehingga tehnik relaksasi diajarkan secara berulang dan membutuhkan pendampingan dalam melakukan tehnik relaksasi
4.2.3
Rekomendasi
Penggunaan tehnik relaksasi nafas sangat berguna dalam penurunan nyeri dan kecemasan sehingga dapat dijadikan intervensi keperawatan dalam menurunkan nyeri dan kecemasan dan dapat digunakan dalam membuat asuhan keperawatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
49
Tehnik relaksasi nafas ini dapat digunakan oleh perawat dalam mengatasi nyeri dan kecemasan pada pasien
yang akan mengalami
pembedahan pada kasus
muskuloskletal. 4.3 Pembahasan Reponden yang berpatisipasi dalam penerapan EBN ini,
semuanya mengalami
fraktur ekstrimitas bawah karena kecelakanan lalu lintas, hal ini sesuai dengan data dari PERKI (2001), sebayak 80 % pasien yang masuk ke rumah sakit karena kecelakaan lalu lintas. Rerata usia masih tergolong usia produktif yang memiliki mobilitas tinggi dan menggunkan kendaraan bermotor unutuk berbagai kepentingan termasuk bekerja.kecelakaan lalu lintas menyebabkan fraktur. Fraktur paling sering diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan cedera olahraga, dimana pembedahan fiksasi internal berupa paku (nail), sekrup, plat atau kawat untuk memfiksasi
ekstremitas
menjadi
terapinya.
Seluruh
prosedur
ini
dapat
mengakibatkan stres pada pasien. Pasien dengan fraktur ekstremitas dapat mengalami nyeri dan kecemasan yang hebat setelah mengalami cedera atau telah menjalani operasi. Kecemasan yang timbul akibat trauma, biasanya melampaui batas kendali pasien, dapat dapat mengakibatkan ketidakstabilan psikologis (Wong, Chan & Chair, 2010). Nyeri yang dialami responden kelompok kontrol dan kelompok intervensi cukup tinggi walaupun sudah di kontrol dengan anagesik. nyeri pada ektrimitas bawah selain disebabkan oleh cedera jaringan juga dapat disebabkan oleh asam laktat akibat metabolime an aerob yang terjadi karena penurunan sirkulasi dan oksigen jaringan. Relaksasi nafas merupakan tindakan yang secara tidak langsung dapat menurunkan asam laktat dengan cara meningkatkan suplai oksigen dan menurunkan kebutuhan oksigen di ektrimitas, sehingga terjadi keseimbangan oksigen di daerah ektrimitas. relaksasi nafas dapat menstimulasi respon syaraf otonom
melaluli pengeluaran
neurotransmitter endotropin yang berefek pada penurunan syaraf simpatis dan peningkatan respon parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan repon parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh atau relaksasi sehingga dapat menurunkan metabolic (velkumary &madanmohan, 2004). Peningkatan situmasi saraf simpatis dan penghambatan stimulasi syaraf simpatis pada relaksasi nafas juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah ke ektrimitas
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
50
cedera yang memungkinkan suplai oksigen lebih banyak sehingga perfusi jaringan ke ektremitas yang cedera diharapkan lebih adekuat (Denise, 2009) Upaya yang dilakukan untuk mengurangi nyeri pada pasien adalah tehnik relaksasi nafas. Hasil penerapan EBN ini menunjukan pasien dengan kelompok intervensi penurunan nyeri lebih baik dari kelompok kontrol pada hari ke tujuh setelah mengalami pembedahan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh McDonald et al (2004) dan Johansson et al (2004) menunjukkan bahwa intervensi edukasi memiliki efek yang positif terhadap manajemen nyeri setelah pasien menjalani pembedahan pada kelompok eksperimen mengalami penurunan nyeri dan kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol pada hari ke 7 pertama setelah pembedahan. menjalani pembedahan. Penelitian yang dilakukan oleh Havener (2004) untuk melihat efek intervensi edukasi perawat pada persepsi nyeri dan kepuasan pasien yang dirawat di ruang pasca operasi, menunjukkan bahwa pasien yang diberi intervensi edukasi mengalami skor nyeri yang lebih rendah dan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian yang dilakukan oleh Wong, Chan dan Chair (2010) pada 125 pasien fraktur tungkai (62 pasien eksperimen dan 63 pasien kontrol) dengan metode quasiexperimental untuk menilai efektifitas intevensi edukasi terhadap kepercayaan nyeri penurunan nyeri pasca operatif, menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen mengalami penurunan nyeri yang signifikan (p=0,03). Hal yang berbeda ditemukan pada kelompok kontrol yang mengalami peningkatan nyeri pada hari ke 4 post operasi, hal ini dipengaruhi efek analgetik dan rehabilitasi tampa disertai dengan manajemen nyeri. Respon nyeri juga dapat dipengaruhi oleh kecemasan. Kecemasan sangat sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma dan pembedahan muskuloskeletal. Hal ini juga ditemukan pada pasien yang berpartisipasi dalam penenerapan EBN. Hasil yang ditemukan pada kelompok iuntervensi mengalami penurunan kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Relaksasi nafas dapat menurunkan stressyang pada saat stress dan cemas saraf simpatis akan disetimulasi sehingga meningkatkan produksi kortisol dan adrenalin yang dapat mengganggu metobolisme ektrimitas dan endokrin. Relaksasi nafas merupakan jalan yang cepat untuk mengaktifkan saraf parasimpatis
yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
51
disebut respon relaksasi (Pick,1998). Hasil penelitian Burke and marconett (2008) juga menunjukkan rekasasi nafas meningkatkan aktivasi saraf parasimpatis yang mempunayai efek yang signifikan untuk menurunkan repiratory rate, konsumsi oksigen, pengeluran karbondioksida.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
52
BAB 5 KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELTAL Bab ini menguraikan tentang kegiatan inovasi yang dilakukan di ruang perawatan GPS lantai I Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
5.1 Analisis Situasi Inovasi keperawatan dalam karya ilmiah merupakan lanjutan dari kegiatan EBN tentang intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan kecemasan pada pasien trauma ekstremitas bawah pada gangguan sistem muskuloskeletal. Intervensi edukasi menggunakan pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang menguatkan (empowerment) memungkinkan pasien menjadi lebih percaya diri terhadap kemampuannya untuk menjalankan tugas-tugas perioperatif dan menjadikan pasien menjadi bagian yang lebih terintegrasi dalam proses pengajaran (Pellino et al, 1998). Pendidikan (edukasi) pasca operasi yang dilakukan oleh perawat harus diperbaiki, karena edukasi dibutuhkan untuk pencapaian manajemen pasca operasi yang lebih baik. Edukasi yang diperlukan meliputi tiga area yaitu: (1) pengetahuan, sikap dan pemberian analgesik, (2) pengkajian manajemen pasca operasi dan (3) variasi budaya dan etnik dalam menyikapi nyeri (Grinstein-Cohen, 2009). Fenomena di ruang perawatan orthopedi di Rumah Sakit Fatmawati ditemukan perawat telah melakukan pendidikan keperawatan kepada pasien orthopedi yang akan menjalani operasi, namun outcome yang diharapkan berupa penurunan tingkat nyeri dan kecemasan tidak tercapai dengan optimal. Pendidikan kesehatan diberikan berbeda-beda antar setiap perawat tanpa standar metode dan materi yang baku. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Watson-Miller (2004) bahwa perawat dapat saja memiliki interpretasi yang berbeda dalam pengkajian pasca-operasi sehingga tindakan yang mereka berikan pun bisa jadi sangat berbeda. Pengetahuan yang dimiliki oleh perawat akan mengarahkan perawat dalam mengkaji maupun memberikan tindakan pasien posca operatif, termasuk dalam hal pemberian pendidikan kesehatan, dimana setiap perawat akan memberikan pendidikan kesehatan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu ditemukan pula,
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
53
pasien-pasien tidak terlibat secara maksimal terhadap aktivitas pengobatan dan perawatan yang sedang dijalaninya, karena ketakutan untuk bergerak karena rasa nyeri yang dialami, kekurangtahuan tentang apa yang harus dilakukan setelah operasi, dan keterampilan/prosedur apa yang bisa dilakukan untuk menurunkan nyeri dan kecemasan. Temuan fenomena ini, dibenarkan oleh Chetty dan Ehlert (2009) bahwa pasien yang menjalani operasi orthopedi akan mengalami ketakutan dan kecemasan karena pasien tidak mengetahui apa yang akan dijalaninya. Informasi preoperatif membantu pasien menjadi lebih paham tentang apa yang bakal dijalaninya dan memungkinkan perawat untuk belajar tentang pasien dan membangun hubungan dan kepercayaan dan baik ke pasien sebelum pasien diantar ke ruang operasi. Pembelajaran preoperatif menurunkan kecemasan dan ketakutan pasien, meningkatkan kerjasama dan partisipasi pasien selama perawatan dan menurunkan insiden komplikasi pasca operasi. Sehingga informasi preoperatif harus diberikan melalui instruksi yang jelas untuk menyiapkan pasien menghadapi prosedur pembedahan dan perawatan setelah menjalani operasi. Hasil identifikasi awal yang dilakukan terhadap 16 pasien yang akan menjalani pembedahan di gedung GPS lantai 1 RSU. Fatmawati Jakarta pada bulan Januari 2011 untuk mengkaji pelaksanaan intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan kecemasan pasaca operasi, diperoleh hasil bahwa pelaksanaan intervesi edukasi dalam meurunkan nyeri dan kecemasan yang dilakukan perawat belum dilakukan (99%) dan hasil pertemuan dengan kepala instalasi, kepala ruangan dan PN pada tanggal 26 Februari 2012 yang membicarakan tentang kebutuhan inovasi yang meliputi intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan kecemasan menetapkan rencana asuhan keperawatan,
dalam
kepala instalasi dan kepala ruangan
mengharapkan perlunya hal tersebut berguna dalam menurunkan nyeri pada trauma muskuloskletal. Berikut diuraikan alisis situasi berdasarakan SWOT: 5.1.1 Strength Kekuatan yang dimuiliki ruang perawatan orthopedi lantai 1 memiliki tenaga perawat spesialisas, dengan kekhususan merawat pasien dengan kasus khusus orthopedic, setiap pagi mediskusikan permasalahan yang terjadi di pasien, sistem
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
54
operan sudah dilakukan setiap ganti dinas, penyegaran dilakukan bergilir oleh perawat 1 minggu sekali . 5.1.2 Weakness Kelemahan yang dimiliki oleh ruang rawat inap orthopedic perawat belum melaksanakan pendidikan kesehatan secara optimal, hanya sebatas anjuran dan belum dilakukan secara terprogram.
5.1.3 Oppotunities Peluang yang dimiliki rumah sakit pusat fatmawati adalah merupakan rumah sakit rujukan dengan unggulan khusus orthopedi, sebagai rumah sakit pendidikan, merupakan salah satu rumah sakit rujukan nasional
5.1.4 Treath Banyaknya RSUP Fatmatwati Jakarta yang mulai mengembangkan pusat rehabitiasi dan sistem perawatan sejenis merupakan acaman yang dapat terjadi pada rumah sakit umum pusat fatmawati jakarata
5.2 Kegiatan Inovasi 5.2.1
Persiapan
Inovasi ini terlebih dahulu dibuktikan oleh residence dalam melakukan Evidece Base Nursing, dalam pembuktian tersebut didapatkan bahwa intervensi edukasi dapat menurunkan nyeri dan kecemasan. Disamping itu dengan menganlis situasi yang ada intervesi edukasi ini mudah dan dapat dilaksanakan oleh semua perawat sehingga atas persetujuan pembimbing EBNP ini dapat dilanjutkan dan bisa dilanjutkan sebagai bentuk kegiatan inovasi residence. Dalam melakukan kegitan ini residence terlebih dahulu melakukan menyiapkan proposal kegiatan penggunaan
intervensi edukasi nyeri dan kecemasan untuk
menurunkan nyeri dan kecemasan. Kemudian menentukan Time schedule pelaksanaan inovasi intervensi edukasi yang dilaksanakan pada minngu ke 3 selama 4 minggu. melakukan konsultasi dan perbaikan proposal dan menentukan fasilitas pendukung dan sumber daya termasuk team work dalam pelaksanaan inovasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
55
5.2.2 Pelaksanaan Pelaksanaan diawali dengan sosialisasi program inovasi pada tanggal 26 April 2012 yang dihadiri oleh case manager irna C, Kepala Komite keperawatan, Kepala Instalasi irna C, Kepala Ruangan Lt 1 dan IV, Wakil kepala ruangan, PN dan perawat pelaksana. Pada saat sosialisasi residen menyampaikan program yang akan dilakukan dilanjutkan dengan pre test pada perawat untuk menilai pegetahuan perawat tentang intervensi edukasi dan teknik relaksasi nafas. Setelah pre test, perawat diberikan pejelasan tentang langkah intervensi edukasi dan teknik relaksasi nafas untuk menurunkan nyeri. Bedside teaching dilaksanakan kesokan harinya untuk mengimplimentasikan intervensi edukasi tehnik relaksasi nafas pada pasien. Setelah perawat mengikuti sosialisasi dan bedsaide teaching perawat diberikan kesempatan atan untuk melakukan sendiri tehnik relaksasi nafas pada pasien fraktur ektrimitas bawah sehari sebelum pembedahan dan dilajutkan dengan evaluasi hari ke 2, 4 dan ke 7.
5.2.3 Evaluasi Evaluasi inovasi keperawatan meliputi pengetahuan perawat tentang intervensi edukasi, kemampuan perawat melaksanakan intervensi edukasi dan evaluasi diri. Evaluasi terhadap pengetahuan perawat tentang intervensi edukasi tehnik relaksasi nafas sebelum diberikan penjelasan memiliki rerata skor 53,25 dengan nilai terendah 30 dan tertinggi 69. Pengetahuan perawat mengalami peningkatan setelah mendapatkan penjelasan dan mendemontrasikan tehnik relaksasi nafas pada pasien. Hasil post test yang dilakukan tanggal 10 mei 2012 menunjukan rerata skor pengetahuan perawat tentang relaksasi nafas sebesar 89.31 dengan nilai terrendah 80 dan tertinggi 98. Evaluasi terhadap kemampuan perawat melakukan intervensi edukasi relaksasi nafas dilakukan selama proses berlangsung. Evaluasi dilakukan terhadap 16 orang perawat dengan hasil 100% perawat mampu melakukan intervensi edukasi namun masih terdapat dua orang (12.5%) perawat yang belum melakukan secara maksimal dan tidak menyampaikan bahwa nyeri dapat menimbulkan perasaan tertekan dan pasien akan mendapatkan obat anti nyeri setelah pembedahan. Selain itu, 100% perawat melakukan evaluasi terhadap nyeri dan kecemasan yang dialami pasien pada hari 2,4 dan ke 7 serta mengevaluasi kemampuan pasien teknik relaksasi nafas. Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
56
Pasien yang berpartisipasi dalam inovasi ini sebayak 5 orang dan terdapat dua orang pasien lupa untuk melakukan tehnik relaksasi nafas dan harus didampingi oleh perawat.
5.3 Pembahasan Hasil inovasi keperawatan menunjukan bahwa pengetahuan perawat mengalami peningkatan setelah diberikan intervensi edukasi dalam menurunkan nyeri dan kecemasan yang dilakukan perawat. Intervensi edukasi dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan kognitif yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (Wong, Chan, & Chair, 2010) Pengetahuan perawat terdiri dari dua kategori yaitu pengetahuan praktek dan pengetahuan teori. Pengetahuan ini dapat digunakan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mengidentifikasi perubahan yang signifikan terhadap status kesehatan pasien pada saat pre operasi maupun post operasi termasuk nyeri dan kecemasan. Pengetahuan yang dimiliki perawat dapat diaplikasikan dalam praktek sehari-hari (Miller, 2005). Hasil inovasi juga menunjukan bahwa perawat dapat mendemontrasikan intervensi edukasi yang sudah diajarkan. Pengetahuan teori yang sudah dimiliki perawat merupakan dasar untuk melakukan praktek. Pengetahuan teori dan pengetahuan praktek yang dimiliki perawat dapat didemontrasikan dalam menerapkan asuhan keperawatan termasuk pengkajian dan intervensi keperawatan (Miller, 2005) Pengkajian nyeri dan kecemasan dalam inovasi ini dimulai pada saat preoperasi dan dilanjutkan setelah pasca operasi. Pendidikan (edukasi) pasca operasi yang dilakukan oleh perawat harus diperbaiki, karena edukasi dibutuhkan untuk pencapaian manajemen pasca operasi yang lebih baik. Edukasi yang diperlukan meliputi tiga area yaitu: (1) pengetahuan, sikap dan pemberian analgesik, (2) pengkajian manajemen pasca operasi dan (3) variasi budaya dan etnik dalam menyikapi nyeri (Grinstein-Cohen, 2009). Pada waktu kegiatan inovasi ini residence sudah mengundang pokja kelompok nyeri sehingga hasil dan brosur yang sudah dibuat disosialisasikan ke ketua pokja nyeri
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
57
yang pada waktu sosialisasi baru saja terbentuk, dan disetiap ruangan ada perwakilannya termasuk diruangan unit orthopedi. Diunit perawatan orthopedic intervensi edukasi akan dijadikan standar oprasional prosedur diruangan untuk menurunkan nyeri dan kecemasan pasien sebelum dan setelah pembedahan terutama fraktur ekstrimitas bawah. Hal ini akan disampaikan pada saat pasien akan operasi sebagai tambahan terhadap standar operasioanal yang ada bagi pasien pre operasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
58
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Setelah melakukan analisis seluruh rangkaian residensi terhadap penatalaksanaan keperawatan pasien dengan pendekatan teori keperawatan dan model adaptasi roy maka dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Pelaksanaan asuhan keperawartan Model Adaptasi Roy pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskelatal menunjukan bahwa pada model ini bertujuan memampukan pasien untuk merubah perilaku maladaptif ke perilaku yang adaptif. Pada teori keperawatan dengan Model Adapatsi Roy, pengkajian pasien dilakukan secara komperehensif, dikaji dan dianalisa secara bersamaan. Pengkajian perilaku dan stimulus serta pengkajian fisik digabung menjadi satu. Penegakan diagnosis, penetuan tujuan, intervensi, implementasi dan evaluasi pada dasarnya dapat dilakukan dengan baik. b. Pelaksanaan penerapan keperawatan pada pasien dengan ganggauan sistem muskuloskeletal berbasis pembuktian (evidence based nursing practice), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyeri dan kecemasan pada kelompok yang mendapatkan intervensi edukasi dibandingkan dengan pasien yang tidak dilakukan intervensi edukasi. Nyeri dan kecemasan pada kelompok intervensi lebih rendah. c. Pelaksananan
kegiatan
inovasi
pada
tatanan
layanan
kepearwatan
muskuloskelaetal dilaksanakan di rung orthopedic lantai 1 rumah sakit umum pusat fatmawati Jakarta. Kegiatan yang dilakukan melanjutkan kegiatan inovasi yang ada. Hasil inovasi yang di dapatkan menunjukan100% perawat mampu melakukan intervensi edukasi dan 100 % perawat melakukan evaluasi terhadap nyeri dan kecemasan pada hari 2,4,7.dari hasil inovasi bahwa tehnik relaksasi ini mudah untuk diterapkan. 6.2 Saran 6.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Perlu mempertimbangkan penggunaan teori keperawatan dalam asuhan keperawatan khususnya penerapan Model Adaptasi Roy pada fraktur shaft femur. Pendekatan
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
59
Model Adaptasi Roy
dapat digunakan untuk memaksimalkan prilaku sehingga
pasien dapat beradapatasi. 6.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Menjadikan Model Adaptasi Roy sebagai kerangka acuan dalam pelaksaaan praktik klinik oleh mahasiswa. 6.2.3 Bagi Pengetahuan Keperawartan Hasil analisis kasus gangguan sistem muskuloskeltal dapat di jadikan bahan rujukan dan
menjadi
dasar
analisis
asuhan
keperawatan
pada
gangguan
sistem
muskuloskeletal dengan menggunkan teori Adaptasi Roy.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
60
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M. & Hawk, J. H. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Positive Outcomes. Vol 2. 8th Ed. St.Louis, Missouri : Saunders Elsevier Brunner LS, Suddharth DS (2002). Medical Surgical Nursing s. 6th ed. London: Mosby Bukley
R, (2007), General Principles of Fraktur Care. (http://www.emedicine.com/orthoped/ortho TRAUMA.htm) di unduh pada tanggal 18 Juni 2012
Burke, A., & Marconett, S. (2008). The Role of Breathing in Yogic Traditions : Alternate Nostril Breathing. Association for Applied Psychophysiology & Biofeedback, 36 (2), 67-69. C Chetty, M. C., VJ Ehlers, D. L. P. (2009). Orthopaedic patients' perceptions about their pre-operative information. Research Article, 32(4), 55-60. Cameron,ct.g.,Demele,D.,Lynch,M.P.,Huntsetinger,C.,Alcorn,t.,lepicoff,j.,et.al.2010, Aninterdisplenery approach to manage cancer cachexia, clinical journal of oncology nursing, 14(1-72,72-81) Canadian Orthopaedic Nurses Association. (2000). Standards for Canadian Orthopaedic Nursing. Canada: Authors
Carr E., Thomas N. & Wilson-Barnet J. (2005). Patient experiences of anxiety, depression and acute pain after surgery: a longitudinal perspective. International Journal of Nursing Studies 42(5), 521–530. Christensen, P.J., & Kenney,J.W.(2009) Proses Keperawatan,. Aplikasi Model Konseptual. ( Yutun Yuningsih & Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta : EGC Craven, Ruth F, (2000). Fundamentals of Nursing: Human Health and Function, 3rd ed, DLMN/DLC
Dawson, S. (1998). Pre-amputation assessment using Roy‟s Adaptation Model. British Journal of Nursing, 7 (9), 536-542. Denise, M.L. (2007). Sympathetic Storning After Severe Traumatic Brain Injury. Critical Care Nurse Journal, 27 (1), 30-37.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
61
Doenges, M. E., Moorhaouse, M. F., & Muur, A. C. (2000). Rencana Asuhan keperawatan. (I Made Kariasa & Ni Made Sumarwati, Penerjemah). Jakarta: EGC. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Muur, A. C. (2010). Nursing Care Plans, Guideline for Individualizing Client Care Across Life Span. Philadelphia: F.A. Davis Company. Fawcett. J. (2009). Using the Roy adaptation model to guide research and/or practice: construction of conceptual-theoretical-empirical sistems of knowledge. Aquichan, 9 (3), 297-306. George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth Edition. USA : Appleton & Lange. Grinstein-Cohen, O., Sarid, O., Attar, D., Pilpel, D., Elhayany, A. (2009). Improvements and Difficulties in Postoperative Pain Management, Orthopaedic Nursing, 28(5), 232 Havener, J. M (2004). The Effects of a Nursing Education Intervention on Perceptions of Pain and Patient Satisfaction in a Post-Operative Setting. Sigma Theta Tau International. Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical Surgical Nursing, Critical Thinking for Collaborative Care. 5th Ed. St.Louis, Missouri : Elsevier Saunders Immobility : geriatric selft learning module, Flatcher,k metsurg nursing 14(1,3537) untuk daftar pustaka. Johansson, K., Salantera, S., Heikkinen, K., Kuusisto, A., Virtanen H. & Leino-Kilpi H. (2004). Surgical patient education: Assessing the interventions and exploring the ourcomes from experimental and quasiexperimental studies from 1990 to 2003. Clinical Effectiveness in Nursing 8(2), 81–92. Lewis, S. L., Heitkemper, M. M., Bucher, L., et al. (2007). Medical Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems. Vol. 2. 7th Ed. St.Louis : Mosby Elsevier. LeMone,P., & Burke.K (2006) Medical Surgical Nursing;.Critical thingking in client care, , new Jersey pearson education, Inc. McDonald S., Green S. & Hetrick S. (2004). Pre-operative education for hip or knee replacement. The Cochrane Database of Sistematic Reviews.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
62
Orthopaedic Research Foundation (2004). Supporting a New Generation of Orthopaedic Medicine, Commitment Today for a Better Tomorrow. Steadman Hawkins Clinic of the Carolinas, 501(c)(3) Pellino, T., Tluczek, A., Collins, M., Trimborn, S., Norwick, H., Engelke, Z. K, Broad, J (1998). Increasing self-efficacy through empowerment: Preoperative education for orthopaedic patients. Orthopaedic Nursing,17, 4, 48. DeChristopher, et.al (2010). Reducing Blood Transfusions Improves Patient Safety and Cuts Costs. Science News : USA PERKI (2001). Indonesia akan Canangkan Dekade Tulang dan Sendi. April 12, 2012. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=579&tbl=cakrawal Pick, M. (1998). Deep breathing the truly essential exercise. htt :www.women towomen.com/fatiqueandstress/deepbreathing.aspt, diakses tanggal 3 Maret 2012. Ponzer, S., Molin, U., Johanson, S., Bergman, B. & Tornkvist, H. (2000). Psychosocial support in rehabilitation after orthopaedic injuries. The Journal of Trauma, Injury, Infection, and Critical Care 48(2), 273–279. Rackley,R,(2009), Neurogenic Bladder, Glickman Urological Institute, Cleveland ClinicFoundation Rasjad, Chairuddin (2007). Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone Roy,S.C.,& Andrews,H.A.(1999). The Roy Adaptation Model. Second Edition. Unaited States of America; Appleton& Lange Scaf-Klomp, W., Sanderman, R., Ormel, J. & Kempen, G. (2003). Depression in older people after fall-related injuries: a prospective study. Age and Ageing 32, 88–94. Smeltzer S.C., Bare B.G (2004). Medical Surgical Nursing,10 th ed. Philadelphia: Lippincott Willliams & Wilkins Swann, J. (2010). Explaining the symptoms of pain. British Journal of Healthcare Assistants, 04 (09), 424-429. Tomey & Alligood M.R (2006). Nursing theoriest, utilization and application. Mosby : Elsevier.
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
63
Tomey Ann Marriner and Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6 ed. USA : Mosby Inc. Velkumary, G.K.P.S., & Madanmohan. (2004). Effect of Short-term Practice of Breathing Exercise on Autonomic Function in Normal Human Volunteers. Indian Journal Respiration, (120), 115-121. Watson-Miller, S. (2005). Assessing the postoperative patient: Philosophy, knowledge and theory International Journal of Nursing Practice, 11, 46–51. Wong, E.M. -L., Chan, S.W. -C. & Chair, S. -Y. (2009). Effectiveness of an educational intervention on levels of pain, anxiety and self-efficacy for patients with muskuloskeletal trauma. Journal of Advanced Nursing 66(5), 1120–113 Wong, E.M. -L., Chan, S.W. -C. & Chair, S. -Y. (2010). The effectiveness of educational intervention on pain beliefs and postoperative pain relief among Chinese with fracture limbs . Journal of Clinical Nursing 19, (2652–2655) R. Sjamsuhidayat & Wim de Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELTAL DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
IDENTITAS Nama
: ……….…………………….………………...
Ruang Rawat
: ……………………………...…...........
Umur
: ………. Th
No. Rekam Medik
: ……………………………...…...........
Pendidikan
:
Tgl/jam masuk
: ………………………………..............
Suku
: …...…………………………………………..
Tgl/jam pengkajian
: ………………………………..............
Agama
:
Diagnosa masuk
: …………………..…………….............
Informan
: ..........................................................
SD
SLTP
I
Status Perkawinan :
SLTA
K
P
B
S
K
J
S1/S2 H D
Hubungan dengan Pasien : ...........................................................
RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang : ……………………………………………………………………………………………………………………………………........................ ............................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................ Riwayat Kesehatan Masa Lalu : ............................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................ Riwayat Kesehatan Keluarga : ............................................................................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................................................................
1. MODE FISIOLOGIS-FISIK PERILAKU Ventilasi :
Frekuensi : ...........x/menit, irama :
teratur
tidak teratur
Sputum, karakteristik : ............................................................................................................................. Respirasi :
sesak napas
krakles
napas cuping hidung HCO3 : ........... mEq/L
batuk
hemoptisis
Nadi : ............... x/menit,
irama :
pH : ...........
PaO2 : ............mmHg
BE : ...........
Saturasi O2 : .................. %
reguler
irreguler
PaCO2 : ............ mmHg
TD : ................... mmHg
nyeri dada, karakteristik : ........................................................................................................................ anemis
:
OKSIGENASI
wheezing
retraksi dada
Pertukaran Gas: AGD (tgl :.............................) : Transport Gas:
ronchi
Bunyi Jantung :
pucat
distensi vena jugularis normal
sianosis
Akral :
hangat
dingin
clubbing finger
abnormal, jelaskan ....................................................................................................
EKG (tgl ...................................) : .............................................................................................................................................. Foto thoraks (tgl .................................) : .................................................................................................................................... Lain-Lain : .................................................................................................................................................................................. STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... .................................................................................................................................................................................................... Masalah Keperawatan : ● Bersihan jalan nafas tdk efektif
● Intoleransi aktivitas
● Pola nafas tidak efektif
● Kerusakan pertukaran gas
● Penurunan curah jantung
● Gangguan perfusi jaringan
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
1
Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan) PERILAKU TB : …...…. cm
Kebiasaan makan : ….... x/hari,
BB : ….…Kg
Keluhan :
tidak nafsu makan
mual
NUTRISI
nyeri ulu hati
teratur
muntah
tidak teratur
sukar menelan
stomatitis
Porsi makanan yang dihabiskan : …………………………………......................
Diet : ……………………………………………………………………............................................................................................. Hasil Lab (tgl ...................................) :
Glukosa darah : .............. mg/dl, Hb : ........... g/dl, Albumin : ............ mg/dl
STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... .................................................................................................................................................................................................... Masalah Keperawatan :
● Kerusakan menelan
● Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
● Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan
● Risiko ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan
PERILAKU
ELIMINASI
Kebiasaan BAB : ................ x/hari
Kebiasaan BAK : ................. cc/hari
Keluhan BAB :
diare
konstipasi
distensi
nyeri tekan
hemoroid
ostomi
Keluhan BAK :
retensi
inkontinensi
disuria
urgensi
keseringan
nokturia
keruh
hematuria
Penggunaan Obat : Peristaltik Usus :
Laksan
tidak
tidak ada
Selang Drainase :
ya, jenis ...............
Diuretik :
tidak
ya, jenis .................
ada, ............ x/menit
tidak ada
kateter indweling
kateter intermitten
chest tube
ostomi
Uraikan drainase .......................................................................................................................................... STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... ● Inkontinensia bowel
Masalah Keperawatan : ● Diare
● Konstipasi
● Perubahan pola eliminasi urin
● Inkontinesia urine (
stres,
● Retensi urine
fungsional,
refleks,
urgensi,
total)
PERILAKU Kebiasaan Tidur :
AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
Kesulitan tidur :
Malam, ........... jam tidak ada
Siang, ........... jam
ya, jelaskan .................................................................................................................
Penggunaan alat bantu :
tidak
gips
traksi
kruk/tongkat
lainnya .................................
Toleransi aktivitas :
tak
kelelahan
vertigo
jalan oleng
angina
Keluhan :
diapnea
gerak terbatas, di ................................................................................................................................... kelainan bentuk ektremitas, di ............................................................................................................... nyeri otot
nyeri sendi
kaku otot
parese
paralisis
amputasi, di ..................................................................................
mandiri
partial
Pelaksanaan aktivitas:
lemah otot
bengak sendi
total
Jenis aktivitas yg perlu dibantu : ……………………..........................................................................................………………… Lain-lain : ................................................................................................................................................................................... STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... .................................................................................................................................................................................................... Masalah Keperawatan :
● Hambatan mobilitas fisik
● Intoleransi aktivitas
● Risiko intoleransi aktivitas
● Kelelahan
● Gangguan pola tidur
● Risiko disuse syndrome
● Defisit perawat diri
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
2
Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan) PERILAKU Kulit :
Tandai lokasi : luka, karakteristik ........................................................................... insisi operasi, karakteristik ............................................................ drainase, karakteristik .................................................................... lainnya: ..........................................................................................
PROTEKSI
Rambut dan Kuku :
bersih
Suhu : ............ ºC
kotor
Leukosit : ................../ml (tgl .................................)
Membran Mukosa : ........................................................................................... Respon Inflamasi :
kemerahan
Sensitifitas nyeri/temperatur : Alergi :
panas
baik
tidak ada
bengkak
nyeri
menurun
tidak ada
ada, jenis .........................................
STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... .................................................................................................................................................................................................... Masalah Keperawatan :
● Kerusakan integritas kulit
● Risiko trauma
● Risiko cedera
● Risiko kerusakan integritas kulit
● Hipotermi
● Hipertermi
● Risiko infeksi
● Inefektif termoregulasi
INDERA / SENSE
PERILAKU Penglihatan :
tak
kacamata/lensa kontak
katarak
glaukoma
Pendengaran :
tak
alat bantu dengar
tuli total, ka / ki
buta, ka / ki tuli parsial, ka / ki
STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... Masalah Keperawatan :
● Perubahan persepsi sensori visual
● Perubahan persepsi sensori auditori
PERILAKU Minum : .................. cc/hari , jenis : .................................
Infus :
Turgor kulit :
Mukosa mulut :
kering
lembab
Mata cekung :
tidak
ya, ka / ki
elastis
tidak elastis
CAIRAN
Pengisian kapiler : ....... detik Edema :
tidak
JVP : ............ cmH2O ya, di ..................................
Asites :
tidak
ya , jenis ...................., .............tts/mnt
tidak
ya, .............. cm
Hasil Lab (tgl ................) : Ht .............., Ur ......... mg/dl, Kr ........ mg/dl , Na .......... mEq/L, K ........ mEq/L, Cl .......... mEq/L Lain-lain : ................................................................................................................................................................................... STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... Masalah Keperawatan :
● Kelebihan volume cairan
● Defisit volume cairan
● Risiko defisit volume cairan
● Perubahan perfusi jaringan (renal, serebral, kardiopulmonal, ,gastrointestinal, perifer) PERILAKU
NEUROLOGI
Kesadaran : Status Mental :
E ....... M....... V ....... terorientasi
Ukuran/Reaksi Pupil : Kaku kuduk : Brudzinnsky I :
tidak tidak
kompos mentis disorientasi
gelisah
Kanan : ..........mm / ...........
letargi
stupor
koma
halusinasi
kehilangan memori
Kiri : ..........mm / ...........
ya
Kernig Sign:
tidak
ya
Laseque :
tidak
ya
ya
Brudzinsky II
tidak
ya
Babinsky:
tidak
ya
Nervus Kranialis : ....................................................................................................................................................................... Refleks : ........................................................................................ Lain-lain : ..........................................................................
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
3
Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan) STIMULUS :............................................................................................................................................................................ Masalah Keperawatan :
ENDOKRIN
PERILAKU Riwayat DM :
tidak
ya, sejak ...............
Periode Menstruasi Terakhir :
tak
Pembesaran kelenjar :
perdarahan abnormal
tidak
riwayat payudara bengkak
ya, ......................... drainase vagina
Lain-lain : ................................................................................................................................................................................... STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... Masalah Keperawatan :
● Keterlambatan tumbuh kembang
● Risiko pertumbuhan disproporsional
2. MODE KONSEP DIRI SENSASI & CITRA TUBUH
PERILAKU Sensasi tubuh
: ......................................................................................................................................................................
Citra tubuh
: .....................................................................................................................................................................
Konsistensi Diri : ..................................................................................................................................................................... Ideal Diri
: ......................................................................................................................................................................
Moral Etik-Spiritual Diri : ............................................................................................................................................................ STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... Masalah Keperawatan :
● Kecemasan
● Ketakutan
● Koping tidak efektif
● Keputusasaan
● Spiritual distress
● Risiko merusak diri
● Harga diri rendah
● Isolasi diri
3. MODE FUNGSI PERAN PERILAKU Apakah memiliki cukup energi untuk melakukan aktivitas di rumah? : Apakah bekerja di luar rumah :
tidak
tidak
ya, jelaskan .....................................................................................................
Jika tidak, apakah pernah bekerja di luar rumah : :
tidak
pernah
Jika pernah, apakah penyakit ini yang membuat tidak lagi bekerja : : Berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat : Berpartisipasi pada terapi:
ya
selalu
tidak
ya
bukan
ya, sebutkan ................................................................................
kadang-kadang
jarang
tidak pernah
STIMULUS .................................................................................................................................................................................................... Masalah Keperawatan : ● Perubahan penampilan peran
● Inefektif manajemen regimen terapi
● Lain-lain : .......................................................................................
4. MODE INTERDEPENDENSI PERILAKU Orang lain yang bermakna : ............................................................................................................................................................... Sikap memberi : ................................................................................................................................................................................. Sikap menerima : ............................................................................................................................................................................... Sistem pendukung : ........................................................................................................................................................................... STIMULUS ............................................................................................................................................................................................................ Masalah Keperawatan : ● Isolasi sosial
● Risiko merusak diri / orang lain
● Risiko kesendirian
Nama Perawat :
Tanda Tangan :
Hari/Tanggal :
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
● Koping defensif
4
Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan)
RENCANA KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien :
Umur :
thn
No. RM : Intervensi Keperawatan
No
Diagnosis Keperawatan
Tujuan Keperawatan Regulator
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Kognator
5
Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan)
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tanggal/Jam
Umur : No. Dx
thn
No. RM :
Implmentasi dan Hasil
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
6
Lampiran 1: Format Askep dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy (Lanjutan)
EVALUASI KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tanggal/Jam
Umur : No. Dx
thn
No. RM : Evaluasi
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
7
Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan
RENCANA KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W
Umur :18 thn
No. RM : 01134545
Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur Intervensi Keperawatan
No
Diagnosis Keperawatan
Tujuan Keperawatan Regulator
1.
Gangguan mobilitas fisik b.d kehilangan integritas struktur tulang; nyeri, ditandai dengan: Perilaku kognator : pasien mengeluh nyeri apabila kaki kirinya digerakkan, pasien mnegeluh lelah. Perilaku regulator : skala nyeri 6-7, deformitas (+), shifting (+), tenderness (+), Kekuatan otot: 5555/5555 5555/ NA Stimulus fokal: konstipasi yang dialami oleh pasien bisa terjadi akibat imobilisasi yang lama. Stimulus kontekstual: pasien mengeluh nyeri pada kaki kirinya apabila bergerak. Stimulus residual: perasaan takut dan cemas yang dialami pasien menyebabkan dirinya tidak mau mobilisasi.
Tujuan jangka panjang : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirawat (14 hari) pasien dapat beradapatasi terahadap kerusakan mobitas fisik. Tujuan jangka pendek :
a. Mampu mengontrol nyeri (skala 1-3) b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang c. Mampu mengenali nyeri (skala 1-2) d. RR dan Nadi normal (RR 16-24 kpm, Nadi 80-84 kpm) e. Dapat melakukan ambulasi dengan kruk
Terapi latihan : ambulasi a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan b. Konsultasikan dengan terapis fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera d. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi e. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan f. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. g. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. h. Latih range of motion pada daerah yang sakit maupun yang sehat i. Koaborasi pemberian antibiotik
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Kognator
a. Ajarkan pasien dan keluarga tentang teknik ambulasi b. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan c. Motivasi pasien untuk tetap melkakukan rom d. Ajarkan pasien menggunkan kruk untuk ambulasi jalan saat post operasi
Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan
RENCANA KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W 2.
Umur :18 thn
No. RM : 01134545
Konstipasi b.d ketidakcukupan aktivitas fisik, ditandai dengan: Perilaku kognator: pasien mengeluh tidak bisa BAB selama 4 hari
Tujuan jangka panjang : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirawat 5 hari perawatan pasien dapat beradapatasi terahadap eleminasi BAB Perilaku regulator : BAB terakhir pada Tujuan jangka pendek : tanggal jumat 23 maret 2011, traksi (+), a. Pasien BAB dengan feces rentang gerak terganggu. lunak dan berbentuk Stimulus fokal: konstipasi yang dialami oleh pasien bisa terjadi akibat imobilisasi yang lama. Stimulus kontekstual: pasien mengeluh nyeri pada kaki kirinya apabila bergerak.
Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur Manajemen konstipasi a. Indetifikasi faktor resiko b. Auskultasi lokasi dan karateristik bunyi usus c. Kaji dan dokumentasikan frekwensi dan karateristik feces d. Evaluasi intake cairan dan makanan e. Kolaborasi pemeberian laksatif
b. Melaporkan bahwa telah BAB dan tidak ada keseulitan c. Mampu BAB seperti pola sebelumnya
Stimulus residual: perasaan takut dan cemas yang dialami pasien menyebabkan dirinya tidak mau mobilisasi
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
a. Anjurkan tetap melakukan aktifitas dan latihan b. Ajarkan kepada pasien tentang efek diet (cairan dan serat terhadap eleminasi c. Anjurkan diet tinggi serat d. Ajurkan untuk minun minimal 1500 ml/hari
Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan
RENCANA KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W 3
Umur :18 thn
Kerusakan integritas kulit b.d tekanan. bulae pada tumit dan daerah poplitea, nyeri (+) Perilaku kognator : pasien mengeluh nyeri pada area sekitar traksi
No. RM : 01134545
Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
Tujuan jangka panjang : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari perawatan pasien dapat beradapatasi terahadap kerusakan integritas kulit
Perilaku regulator : bulae pada tumit dan Tujuan jangka pendek : daerah poplitea, nyeri (+) a. Luka kering tampa ada tanda infeksi Stimulus fokal: adanya tekanan dan b. Keluhan nyeri tidak tarikan disebabkan oleh pemakaian ada,kemerah tidak ada panas traksi yang terlalu rapat. Stimulus c. Penyembuhan luka baik kontekstual: mengalami fraktur os. d. Tidak ada tanda-tanda infeksi Femur sinistra serta terpasang traksi 4 lokal kg. Stimulus residual: menggunakan e. Granulasi baik elesatis verban adhesif f. Paisen melaporkan bila tandatanda infeksi pada kulit
Perawatan luka dan pengawasan kulit a. Infeksi kemerahan, pembengkakan pada daerah luka b. Lakukan perawatan luka c. Insfeksi kulit setiap ganti balutan d. Pertahankan jaringan sekitar dari drainase dan kelembaban yang berlebihan e. ganti verban elastisnya dengan non adeshessif f. lakukan palpasi jaringan yang di plaster setiap hari
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
a. Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi b. Ajurkan mempertahankan luka tetap kering saat mandi
Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan
RENCANA KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W 4
Umur :18 thn
Nyeri b.d cedera, ditandai dengan pasien mengeluh nyeri bila kaki kirinya digerakkan, skala nyeri 6-7, gelisah (+). Perilaku Kognator: pasien mengeluh nyeri bila kaki digerakan Perilaku regulator: Skala nyeri 6-7, gelisah + Stimulus fokal: fraktur tidak dapat memenuhi ADL secara mandiri karena mengalami keterbatasan gerak dan nyeri. Stimulus kontekstual: terdapat traksi pada kaki kiri sehingga bila pasien duduk akan mempengaruhi kontratraksi. Stimulus residual : Perasan takut untuk melakukan aktivitas.
No. RM : 01134545
Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur Tujuan jangka panjang : Setelah Manajemen nyeri dilakukan tindakan keperawatan a. Lakukan pengkajian nyeri secara a. Ajarkan dan selama dirawat (14 hari ) pasien komprehensif termasuk lokasi, demontrasikan dapat beradapatasi dengan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas tentang teknik non dan faktor presipitasi farmakologi b. Observasi reaksi nonverbal dari b. Motivasi pasien Kriteria Hasil : ketidaknyamanan untuk melakukan a. Mampu mengontrol nyeri c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik tehnik relaksasi (skala 1-3) untuk mengetahui pengalaman nyeri nafas b. Melaporkan bahwa nyeri pasien c. Beri reinforment berkurang positif tentang c. mampu mengenali nyeri (skala d. Lakukan skin traksi, dan pertahankan 1-2) efektifitas skin traksi pencapaian yang d. R dan Nadi normal (RR 16-24 e. Evaluasi pengalaman nyeri masa dilakukan pasien kpm, Nadi 80-84 kpm) lampau f. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan g. Kurangi faktor presipitasi nyeri h. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) tehni relaksasi nafas Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri i. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri j. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil k. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan
RENCANA KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W 5
Umur :18 thn
Resiko Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif.perdarahan. Perilaku kognator: pasien mengeluh haus dan pusing Perilaku regulator: muntah >10 x (50 cc), intake cairan pd tgl 28.03.2012 ±500 cc, output ±500 cc, hasil pemeriksaan laboratorium (29.03.2012): Hb:10.1 mg/dL Stimulus fokal : perdarahan intra operasi Stimulus kontekstual : pasien puasa untuk persiapan operasi
No. RM : 01134545 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 hari post operasi pasien tidak terjadi kekurang volume cairan Tujuan jangka pendek : a. Tugor kulit baik b. Tada vital dalam batas normal c. Intake out put balance
Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur Managemen cairan a. Kaji tanda-tanda dehidrasi b. Monitor tanda-tanda vital c. Monitor intake output d. Pemberian transfusi PRC 500 cc e. Berikan minum ±430 cc, f. Monitor infuse cairan 1000cc g. Monitor pengeluran drainase pengeluaran 200 cc h. Periksa ulang eletrolit terutama natrium, kalium, klorida dan kriatinin i. Kolaborasi jika terdapat abnormalitas cairan elektrolit
Stimulus residual : pengaruh anestesi umum saat pembedahan
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
a. Laporkan kepda perawat jika pasien haus b. Anjurkan untuk meningkatkan ncairan oral setelah pasien sadar
Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien Kasus Kelolaan
RENCANA KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Nama Pasien : Tn.W 6
Umur :18 thn
Kecemasan b.d perubahan status kesehatan ditandai dengan pasien takut bergerak karena takut bila tulang kakinya patah lagi, pasien menolak untuk mobilisasi dini Perilaku kognator : pasien takut bergerak karena takut bila tulang kakinya patah lagi, pasien menolak untuk mobilisasi dini
No. RM : 01134545
Diagnosa Medis: Neglected Closed Fracture Proximal Shaft Femur
Tujuan jangka panjang: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tujuh hari pasien dapat mengontrol kecemasan
Tujuan jangka pendek: a. Pasien melaporkan lebih relek b. Pasien dapat berpartisipasi dalam ambulasi dini c. Pasien dapat berjalan Perilaku regulator : ekpresi muka pasien menggunkan kruk terlihat tegang, pasien cendrung menetap d. Skor kecemasan 20 dengan untuk tidak melakukan mobilisasi STAI Stimulus fokal: rehabilitasi post operasi e. Tanda-tanda vital dalam batas Stimulus kontekstual: post operasi orif normal Stimulus residual :kurang pengethauan tentang pentingnya mobilisasi
Menjemen cemas dan ambulasi dini a. Kaji tingkat kecemasan dengan STAI, b. Beri kesempatan kepada klien untuk mendiskusikan perasaan/kekuatirannya. c. Eksplorasi perasaan/kehawatiran pasien merasa berbagi dengan yang lain. d. Diskusikan program rehabilitasi pascabedah untuk menghindari miskonsepsi /misinterpretasi e. Dampingi pasien saat melakukan ambulasi dini f. Lakukan ambulasi dini secara bertahap sesuai kemampuan pasien g. Kolaborasi untuk pemberian analgesik
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
a. Ajarkan teknik
relaksasi napas dalam b. Motivasi pasien untuk melakukan program rehabilitasi post operasi c. Berikan reinforment terhadap pencapaian yang dilakukan pasien
Lampiran 3: Catatan Perkembangan Kasus Kelolaan Utama EVALUASI KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY Nama Pasien : Tn. W
Umur : 18 thn 9 bulan
Tanggal/Jam
No. Dx
Selasa/27 Maret
I
No. RM : 01134545
Catatan perkembangan S
: Pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3
2012
O : Pasien dapat mendemonstrasikan ROM aktif maupun pasif
09.00
A : Pasien belum beradapatasi terhadap kerusakan mobilitas fisik P
: Pertahankan intervensi untuk meningkakan adapatasi mobilitas fisik, persiapkan pasien mobilitas fisik setelah pembedahan
Jumat
I
S
30 Maret 2012
: Pasien mengeluh pusing lelah, nyeri pasien masih dibantu untuk mobilisasi, pasien masih dibantu untuk melakukan mobilisasi
O : TD 100/60 mmHg, nadi 88x/menit, RR:24 x/menit A : Pasien belum beradaptasi gangguan mobilitas fisik P
: Pertahankan intervensi dan motivasi pasien untuk melakukan ambulasi dini
Senin
S
2 April 2012
: Pasien mengatakan sudah siap untuk melakukan ambulasi dini, tidak merasa pusing
O : TD 120/80 mmHg, napas 20 x/menit, nadi 72 x/menit, mendapatkan obat analgensik A : Pasien dapat beradapatasi terhadap mobilitas fisik P
: Pertahankan intervensi
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 3: Catatan Perkembangan Kasus Kelolaan Utama EVALUASI KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY Nama Pasien : Tn. W Tanggal/Jam 28 Maret 2012
Umur : 18 thn 9 bulan
No. Dx II
No. RM : 01134545
Catatan perkembangan S
: Pasien mengatakan pasien melaporkan telah BAB pada malam hari.
O : Feces lunak, dan berbentuk. A : Pasien dapat beradaptasi dengan eleminasi BAB
28 Maret 2012
III
P
: Pertahankan intervensi member makan tinggi serat dan minum
S
: Pasien tidak merasakan adanaya demam,
O : Luka kering, tidak terdapat pus, tidak ada tanda-tanda infeksi, balutan kering A : Paisen dapat beradapatasi terhadap kerusakan integritas kulit
27 Maret 2012
IV
P
: Intervensi dihentikan
S
: Pasien mengatakan nyeri berkurang setelah pemasangan traksi
O : Skala nyeri : 3-4 bila digerakan, TD120/80 mmHg, Nadi 72x menit, napas 16 x/menit A : Pasien belum dapat beradapatasi dengan nyeri yang dialaminya P
: Lanjutkan intervensi untuk nmeningkatkan adapatasi terhadap nyeri.
29 Maret 2012
S
: Pasien melaporkan nyeri dan pusing
O : Skala nyeri 9, dapat obat analgesic keterolac A : Pasien belum dapat beradapatasi dengan nyerinya
02 April 2012
P
: Intervensi dan latihan nafas di pertahankan
S
: Pasien mengatakan tidak mengeluh pusing dan nyeri berkurang, pasien melaporkan dapat mendemontrasikan teknik napas dalam.
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 3: Catatan Perkembangan Kasus Kelolaan Utama EVALUASI KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY Nama Pasien : Tn. W Tanggal/Jam
Umur : 18 thn 9 bulan
No. Dx
No. RM : 01134545
Catatan perkembangan O : Nyeri skala 3-4, nadi normal A : Pasien beradapatasi terhadap nyeri
29 Maret 2012
V
P
: Pertahankan penggunanan tehnik napas dalam
S
: Pasien mengatakan pusin dan mual dan malam hari muntah 10 kali keluar cairan berwarna kuning kurang 50 cc, pasien merasa haus dan muntah setiap kali minum
O : Perdarahan post operasi, kurang lebih 600 cc, drain, 200 cc, Hb 10,1 ml/ dl, hemtokrit 31%, trombosit : 324 ribu/ul, eritrosit 36,5 juta/ul A : Pasien berreiko mengalami kekurangan volume cairan. P
: Lanjutkan intervensi dan pertahankan intake melalui oral dan intravena.
2 April 2012
S
: Tidak ada keluhan haus mual dan muntah
O : Intake dan output balance, tidak ada perdarahan, drain sudah aff A : Pasien dapat berdapatasi terhadap volume cairan P
: Intervensi dihentikan
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 3: Catatan Perkembangan Kasus Kelolaan Utama EVALUASI KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY Nama Pasien : Tn. W Tanggal/Jam 30 maret 2012
Umur : 18 thn 9 bulan
No. Dx VI
No. RM : 01134545
Catatan perkembangan S
: Pasien merasa cemas dan takut tulangnya patah bilah dipakai berjalan, pasien beranggapan dengan istirahat dan bwerlamaalama ditempat tidur tulang dapat tersambung kembali
O : Pasien memilih beristirahat dan berlama-lama ditempat tidur, ambulasi belum dilakukan saat hari kedua post oprasi, pasien terlihat tegang A : Pasien mengalami kecemasan P
: Lanjutkan intervensi dan dorong pasien melakukan ambulasi dan tehnik relaksasi
02 April 2012
S
: Pasien mengatakan siap untuk melakukan ambulasi dini, pasien senang dapat berjalan menggunakan kruk
O : Pasien mengikuti latihan berjalan, pasien pucat, berkeringat dan kelelahan, pasien berjalan kurang lebih 10 meter selama 5 menit menggunakan kruk dengan bantuan perawat, pasien terlihat lebih releks, post operasi ahri ke 5 A : Pasien dapat beradapatasi dengan kecemasan P
: Motivasi pasien unutk meningkatakan ambulasi dan mempertahankan tehnik relaksasi
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
1 RESUME ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL No 1.
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
Multiple fracture, closed fracture shaft femur sinistra, closed fracture distal ulna sinistra dan close fracture supracondiler femur dextra
Pengkajian perilaku: aktivitas/pergerakannya klien sangat terbatas karena nyeri dan fraktur yang dialami serta skin traksi pada kedua ektrimitas bawah dengan beban masingmasing 6 kg. Terdapat edema pada femur dextra. Sedangkan ektrimitas atas sinistra masih bisa digerakan dan tidak ada masalah dengan ektrimitas atas dextra. Klien mengatakan belum pernah mengalami fracture dan belum pernah menjalani operasi, klien mengatakan sebenarnya takut dan khawatir dengan keadaanya serta operasi yang akan dijalaninya. Pengkajian stimulus fokal: nyeri. Stimulus kontekstual: fraktur. Stimulus residual: perasaan takut dan cemas untuk bergerak. Diagnosa keperawatan: nyeri akut, gangguan mobilitas fisik dan ansietas. Implementasi yang dilakukan adalah pertahankan imobilisasi dan monitor skin traksi, motivasi untuk melakukan relaksasi nafas dalam dan berikan posisi dan lingkungan yang nyaman bagi pasien, lakukan ROM aktif/pasif pada angkle dan monitor sirkulasi pada ektrimitas, menganjurkan untuk melakukan kegiatan spiritual ditempat tidur (sholat dan dzikir). Hasil evaluasi klien mengatakan gerakannya sangat terbatas dan merasakan nyeri pada kedua ektrimitas dengan skala 3, CM, bedrest dengan terpasang kasur dekubitus, Post orif kedua femur H1. Terpasang drainase dengan produk kiri: 220 cc dan kanan: 230 cc dengan Akral teraba hangat, CRT < 3 det, asianosis, dapat melakukan pergerakan, dilakukan pemasangan cast pada ekstrimitas atas sinistra dengan Akral teraba hangat, CRT < 3 det, dapat melakukan pergerakan pasien dapat beradapatasi. Setelah menjalani perawatan selama 10 hari Pengkajian perilaku: nyeri pada pangkal paha dan lutut kedua tungkai yang terpasang skin traksi terutama saat melakukan gerakan, nyeri ringan pada pada luka laparatomi. Klien mengatakan dirinya lebih banyak tidur terlantang dan sulit miring kiri dan kanan karena kedua tungkai menggunakan traksi degan beban 4 kg. Klien tidak dapat istirahat dengan baik. Tidur malam 2-3 jam sering terbangun karena merasa tidak nyaman dengan posisi terlantang yang terus menerus. Terdapat luka post laparatomy, leukosit tgl 26 maret 2012 adalah 12.300, albumin 2,6 g/dl klien terpasang skin traksi di kedua tungkai. Stimulus fokal trauma tumpul abdomen, fraktur acetabulum dan kondilus femur, stimulus kontekstual immobilisasi, terpasang traksi, stimulus residual kurang pengetahuan, kebutuhan dipenuhi ditempat tidur. Diagnosa keperawatan: kerusakan mobilitas fisik,
Tn. S. 49 th, Alamat: Pondok Pinang, DKI. Suku: Jawa, beragama Islam, Pendidikan SLTP bekerja sebagai supir, status perkawinan: Kawin, Tanggal masuk RSUP: 07/04/2012, dirawat di Gedung Prof. Soelarto (GPS) Lantai 1 kamar 105, dengan No RM 01138466.
2.
Closed fracture condilus femur sinistra, closed fracture acetabullum femur dextra dan trauma tumpul abdomen. Tn. MM, 35 tahun, tidak tamat SMA, pekerjaan lepas/tidak tetap, menikah, agama Islam, alamat gang Harmas no 21 RT 003 RW 015 Beji Depok. Tanggal masuk RS 12 Maret 2012 Pk. 10.30
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
2 No
Identitas Pasien WIB, No. RM 1131927,
3.
Post Traumatic Osteoartritis Hip tn A Umur 24 tahun, Pendidikan SLTP,Pekerjaan Swasta, Alamat Cilobak Taman Sari RT 03 RW 07 Tanggal masuk RS 17 Februari 2012 jam 17.00, No. RM 01113517
Penerapan Asuhan Keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, konstipasi, nyeri, risiko kerusakan integritas kulit, defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian dan eliminasi. Implementasi keperawatan monitor tanda vital, kolaborasi tentang rencana ambulasi, mengajarkan ROM dan kontraksi isometric, kolaborasi dengan gizi untuk diet TKTP dengan ekstra telur 8 butir/hari, memberikan informasi kebutuhan diet, menganjurkan minum 2500 cc dan diet tinggi serat, mengajarkan teknik relaksasi, memberi bantuan sesuai kebutuhan. Evaluasi Pasien dapat beradaptasi dengan kondisi yang dialami setelah menjalani perawatan selama 6 minggu. Pengkajian perilaku: 18 Februari 2012 jam 10.00 WIB. Saat ini kondisi klien membaik, nyeri pada luka post operasi berkurang, skala nyeri 4, ekspresi wajah tampak tenang, luka tidak merembes. Mobilisasi klien berjalan di sekitar tempat tidur, saat ini klien akan melakukan mobilisasi dengan kruk dengan menggunakan kruk. RR : 16 x/menit. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekwensi nadi 76 x/menit, kondsi luka baik, Sukrafat 2 x1, Laxadin 2 x1, Farmadol 3 x 1, Ranitidin 3 x 1 amp, Hb:11,6 klien mengeluh sakit pada luka post operasi, ada 4 luka insisi di daerah pantat, sepanjang 12 cm, 8 cm, 5 cm, dan 3 cm. Luka masih basah, mengeluarkan cairan. Stimulus fokal: Cedera yang diakibatkan oleh traumatik, adanya peradangan, stimulus kontektual: nyeri karena adanya proses peradangan stimulus residual kurang pengetahuan dan cemas akibat dilakukan proses penyakit yang dialaminya. Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik, Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas tulang, Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang kurang adekuat. Implemetasi keperawatan: mengkaji skala nyeri dengan PQRST, jarkan tehnik relaksasi dan distraksi, Ciptakan suasana yang nyaman, Batasi pengunjung, wajah klien rileks, skala nyeri 1, tanda-tanda vital dalam batas normal. S : 36 C, N : 76 x/menit, R : 16 x/menit, TD : 120/80 mmHg, Ajarkan klien untuk melakukan aktifitas secara bertahap menajarkan klien, melakukan ambulasi dengan menggunakan kruk. Obsevasi kemapuan pasien dalam mobilisasi (Duduk sendiri tanpa di bantu, ke kamar mandi dengan menggunakan kruk), Menerapkan tehnik antiseptic saat injeksi obat-obatan. Menerapakan universal precaution dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien, memkai masker, memakai handscoen. Memberikan antibiotik meropenem 1 gram (pemberian 3x1 gram), Memonitor status imunitas melalui hasil pemeriksaan leukosit dan hitung jenisnya. Evaluasi Pasien dapat beradaptasi dengan kondisi yang dialami setelah menjalani perawatan selama 14 minggu.
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
3 No 4.
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
Open Fractur Shaft Tibia Sinistra 1/3 medial gr. III A dan Closed Fractur Olecranon Dextra distal post operative OREF Hari IV.
Pengkajian Perilaku: pengkajian ditemukan pada kaki kiri terdapat nyeri (+) dengan skala 4-5, durasi 3-5 menit dengan sifat hilang timbul, tidak dapat digerakan (+), luka tampat tertutup elastic verband dan hypavix. Selain itu, terpasang backslap elbow kanan. Kekuatan otot 2222/5555 untuk ekstremitas atas dan 5522/5555 untuk ekstremitas bawah, aktivitas pasien hanya di sekitar tempat tidur, belum dapat melakukan mobilitas turun dari tempat tidur, terpasang external fixasi pada bagian tibia sinistra dan terasa nyeri pada area itu. Nyeri bertambah saat digerakkan maupun ditekan, skala 4-5, hygiene kulit baik, pasien dapat tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1-2 jam, kualitas tidur menurun karena merasa sakit dan terpasang alat pada tungkai bawah kiri. HB: 9,5 g/dl, Sebelumnya klien tidak pernah mengalami fraktur, tidak ada riyawat cedera, pasien dapat menerima kondisi yang dialaminya saat ini dan menyerahkan kepada Tuhan. Klien berharap cepat sembuh dan dapat bekerja kembali seperti biasa setelah menjalani perawatan. Klien menanyakan kepada perawat tentang aktivitas yang dilakukan setelah kejadian ini dan dia merasa optimis penyakitnya segera sembuh. Pengkajian stimulus : Stimulus fokal: fraktur, stimulus kontekstual: nyeri, stimulus residual; kurang pengetahuan dan perasaan takut untuk bergerak perilaku maladaptif. Diagnosa keperawatan: nyeri, Kerusakan mobilitas fisik, Resiko infeksi. Implemintasi keperawatan:Mengkaji nyeri dengan lokasi kaki kiri, seperti tertusuk-tusuk, skala 4-5 dengan durasi 3-5 menit, mengatur posisi baring semifowler 450 dengan kaki kiri diganjal dengan bantal,mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, mengatur dan merapikan tempat tidur pasien, penatalaksanaan terapi Ketorolac 30 mg/iv tiap 12 jam, mengidentifikasi kemampuan klien untuk ambulasi, membimbing klien untuk melakukan active ROM pada ekstremitas yang sehat, mendampingi klien untuk melakukan active ROM pada ekstremitas sakit sesuai kemampuan, mengajarkan penggunaan trapeze (Monkey pull) yang tepat, melakukan isometric exercise, observasi tanda-tanda infeksi, merawat luka dengan tehnik aseptik/antiseptik tiap hari, mempertahankan luka moist,observasi hasil lab: leukosit, menganjurkan klien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tidur. Evaluasi Pasien dapat beradaptasi dengan kondisi yang dialami setelah menjalani perawatan selama 08 hari Pengkajian perilaku : Kekuatan otot 5555/5522 untuk ekstremitas atas dan 5555/2255 untuk ekstremitas bawah, aktivitas pasien terbatas di tempat tidur, hanya bisa miring kiri/kanan dilakukan dengan bantuan, terpasang external fixasi pada bagian femur kanan dan terasa nyeri pada area itu. Nyeri bertambah saat digerakkan, skala 7-8, hygiene kulit baik, pasien tidak dapat tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1-2 jam, kualitas tidur kurang karena merasa
Tn. SH, 52 th, Pekerjaan : Swasta, Status : Menikah beragama Islam, pendidikan Tamat SLTA; Alamat : Kp. Jontok, Lewiu Liang, Kab. Bogor. Masuk RS tgl : 18/04/12 jam 22.30, post operative OREF Hari IV.
5.
Open Fractur Femur grade III A Tn. KR, 24 th, beragama Islam, pendidikan Tamat SLTA; Alamat : Ds. Kerandon Talon,
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
4 No
6
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
Cirebon ; Pekerjaan : Pedagang ; Status : belum menikah. Masuk RS tgl : 08/04/12 jam 01.00, dirawat di Gedung Prof. Soelarto (GPS) Lantai 1, kamar 103,
sakit pada daerah yang patah. Pengkajian stimulus: adanya fraktur, nyeri kurang pengetahuan dan perasaan takut untuk bergerak. tidak dapat beraktivitas, kurang pengetahuan dan stress. Diagnosa keperawatan : Nyeri, Kerusakan mobilitas fisik, Resiko infeksi, Kurang pengetahuan. Implementasi keperawatan : Mengkaji nyeri dengan lokasi paha kanan, seperti tertusuk-tusuk, skala 7-8 dengan durasi 5-10 menit, mengatur posisi baring semifowler 450 dengan kaki kanan diganjal dengan bantal, mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam,mengatur dan merapikan tempat tidur pasien, pemberian anagesik terapi Ketorolac 30 mg/iv tiap 12 jam, mengidentifikasi kemampuan klien untuk ambulasi, membimbing klien untuk melakukan active ROM pada ekstremitas yang sehat, melakukan isometric exercise, observasi tanda-tanda infeksi, merawat luka dengan tehnik aseptik/antiseptik tiap hari, pemberikan terapi Ceftriaxone 1 gr/iv/12 jam, mengeksplorasi pengetahuan pasien tentang penyakitnya, mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan tentang penyakitnya menjelaskan tentang kondisi penyakit saat ini dan proses penyembuhannya evaluasi pasien dapat beradaptasi selama perawatan 7 hari Pengkajian perilaku : Klien mengeluh Nyeri pada lutut kanan, post debridement dengan fiksasi external. Nyeri pada lutut kanan sejak 3 jam SMRS. Awalnya pasien sedang bediri diluar gerbong kereta lalu kaki pasien yang kanan posisinya berada diluar pintu kereta tertabrak peron kereta distasiun, terjadi luka pada lutut dan pasien tidak dapat berdiri lagi. Selama Di IGD luka dikaki klien banyak mengalami perdarahan dan klien mendapatkan transfusi PRC 250 cc dengan Hb tanggal 20/2/2012 : 12.3 g/dl. Kemudian pada tanggal yang sama pukul 19.00 pasien dilakukan operasi debridement dan fiksasi external. Terapi post operasi : awasi TTV (riwayat syok +), IVFD RL : D5 = 2:2/ 24 jam, Cefrtiaxon 2x1 gr, Ketorolac 3 x 1 amp, Ranitidin 2 x 1 amp.
Open Fraktur Fibula Dextra Comunite Grade III A
Tn. An, umur 41 tahun, pendidikan tidak tamat SMA, pekerjaan tukang bangunan, status marital menikah, Agama Islam, alamat Kampung Gembong Cikupa RT.001 RW.001 Cikupa Tangerang. Tanggal masuk RS 20 Feburari Kekuatan otot , aktivitas klien terbatas di 2012 Pk. 09.00 WIB, tempat tidur, hanya bisa posisi ½ duduk. Kaki yang fraktur 5555/5555 No. RM 01127388 terpasang fiksasi externa. Nyeri meningkat saat digerakkan Fraktur/5555 dan saat dilakukan ganti balutan, skala 5-6, hygiene kulit baik, pasien dapat tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1-2 jam, kualitas tidur baik. Pasien banyak bedrest, belum berani ke kamar mandi karena luka masih merembes darah. mandi lap dibantu istri. Pengkajian Stimulus : fraktur, nyeri kurang pengetahuan dan perasaan takut untuk bergerak, luka fraktur dengan perdarahan, luka flebitis pada penusukan infuse tidak ada luka fraktur dengan perdarahan, Nilai Hb tgl 21/2/2012 : 7,4 g/dl. Diagnosa keperawatan: Hipertermi, Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera, kerusakan mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
5 No
7
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
imobilitas, Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer. Implementasi Keperawatan: Memonitor suhu tubuh klien (axillaris) (jam 12.30, suhu tubuh jam WIB 38,8 0 C), memonitor adanya tanda-tanda hipertermi (meraba akral, melihat warna kulit, pukul 09.20 akral teraba panas), memberikan program terapi parasetamol 500 mg (pukul 12.45 WIB), menganjurkan klien banyak minum 2,5 liter/hari, mengintrusikan kepada pasien membatasi aktifitas (aktifitas banyak dilakukan di tempat tidur), mengintrusikan untuk memakai pakaian yang tidak menahan panas mencatat gambaran lengkap terhadap nyeri dan lokasinya, mengobservasi dan lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. mengajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri dengan relaksasi, musik terapi, Analgetik : ketorolac 3 x 1 ampul Mengimobilisaasikan bagian kaki kanan yang sakit, memberikan posisi elevasi pada bagian kaki yang fraktur, melakukan latihan ROM pasif pada ektermitas yang sehat, melepas DC dan menganjurkan mobilisasi duduk, mengimobilisaasikan bagian kaki kanan yang sakit, memberikan posisi elevasi pada bagian kaki yang fraktur, memberikan latihan ambulasi jalan bertahap menggunakan kruk, mengidentifikas penyebab perdarahan, memonitor pasien thdp perdarahan,mengecek Hb/Ht, memberikan transfusi darah ke -4 : 250 cc, memberikan antibiotic ceftriaxon 1 gram, melakukan perawatan luka pada tungkai yang fraktur disebelah kanan, memberikan antibiotic ceftriaxon 1 gram, melakukan perawatan luka pada tungkai yang fraktur disebelah kanan. evaluasi pasien dapat beradapatasi selama perawatan 8 hari SCI complete AIS A Pengkajian perilaku : Klien mengalami Inkontinensia urin SL Fraktur dan inkontinensia bowel akibat paraplegi pada kedua Kompresi T8 e.c tungkainya, Klien mengalami inkontinensia urin dan bowel semenjak 5 bulan yang lalu, semenjak umur 8 tahun klien Spondilitis TB Paru menderita TB paru dengan pengobatan yang tidak tuntas. NN MM, umur 14 Sebelumnya tahun 2010 klien pernah menjalani operasi tahun, pelajar SMP, laminektomi di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, klien Agama Islam, alamat dibawa ke RS dengan keluhan kaki tidak bisa digerakaan Jl. Mawar Rt 11/01 dan mengeluh dari paha kiri sakit. Pada tanggal 17 Oktober Rempoa Bintaro, 2011 periksa radiologi dengan hasil Soft Tissue mas regio Ciputat Tanggal gluteal sinistra dengan sklerotik, lalu dioperasi pada tanggal masuk RS 28 25Januari 2012 dan jaringan dibiopsi dengan hasil Nopember 2011, No. neurofibroma. Klien mengalami inkontinensia urin dan RM 89622 inkontinensia bowel, klien mengalami paraplegi pada kedua tungkai akibat fraktur kompresi T8 e.c Spondilitis TB Paru. Selama sakit, buang air besar (BAB) dibantu perawat dengan merangsang daerah duburnya, Buang air kecil (BAK) dilakukan dengan program ICP (Intermintten Cateter Program) yang dilakukan selama 5x/hari, urin kuning pekat dan tidak ada endapan, luka dekubitus didaerah sacrum seluas 4 x 1 cm didaerah dermis, luka sudah mulai mengering, aktivitas klien dibantu penuh oleh keluarga dan perawat karena kaki tidak bisa digerakkan.
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan 5555/5555 1111/1111
No
Identitas Pasien
6
Penerapan Asuhan Keperawatan Aktivitas ditempat tidur miring kanan, miring kiri dan tengkurap dengan dibantu. Paraplegia/Kelemahan kedua tungkai pada keduanya. hygiene kulit baik, pasien dapat tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1-2 jam, kualitas tidur baik. makan dan minum dapat melakukan sendiri (tanpa disuapi), mandi lap dibantu ibu atau perawat. Pengkajian stimulus: Imobilisasi, paraplegia,fraktur kompresi T8 e.c Spondilitis TB Paru, tirah baring lama, cemas, kurang pengetahuan, Fraktur kompresi T8 e.c Spondilitis TB Paru. Diagnosa keperawatan: Inkontinensia urinarius reflex berhubungan dengan gangguan neurologis, Inkontinensia defekasi berhubungan dengan kerusakan saraf motorik bawah, kerusakan obilitas Fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular, Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit, Risiko ketidak berdayaan berhubungan dengan regimen terkait penyakit. Implementasi Keperawatan: Urinari Incontinence Care: Memberikan privacy untuk eliminasi, memonitor eliminasi urin meliputi frekuensi, konsistensi, volume dan warna (Frekuensi 5 x hari melalui program Intermintten Cateter Program, volume 140 cc dengn warna kuning pekat), memberikan perawatan vulva hygine, mengajarkan kepada klien dan keluarga untuk melakukan Intermitten Cateter Program (ICP) mandiri, meminta kepada keluarga untuk mencatat keluaran urin, menginstruksikan pada pasien untuk minum minimal 1500 cc/hari Mencuci area sekitar dubur dengan sabun dan air kemudian keringkan setelah mengeluarkan feses, memonitor diet dan cairan, memberikan program training bowel menginstruksikan kepada klien atau keluarga untuk mencatat keluaran feses, melindungi klien dari trauma selama latihan, memberikan latihan ROM Pasif pada kedua tungkai, menganti posisi klien tiap 2 jam dengan miring kiri , miring kanan, dna tengkurap mengobservasi karakteristik luka meliputi luas, grade, lokasi, eksudat,granulasi atau jaringan nekrotik dan epitelisasi, membersihkan luka dengan carian NaCl 0,9% dan mengolesi dengan salep kemicetin, Jaga luka agar tetap kering, memonitor tanda dan gejala infeksi pada luka, memonitor status nutrisi mengkaji pasien untuk mendiskusikan penyebab penyakitnya, mengkaji pasien untuk menjelaskan pengaruh peer group pada persepsi pasien terhadap citra tubuh, mengidentifikasi strategi koping yang digunakan orang tua pada perubahan respon di penampilan anaknya, mengidentifikasi kelompok motivasi yang tepat untuk pasien, membantu kebiasaan pasien ketika membuat kegiatan perawatan diri, memonitor kemampuan pasien untuk perawatan diri secara mandiri, memberikan pertolongan sampai pasien mampu penuh untuk melakukan perawatan dirinya Evaluasi pasien dapat beradapatasi selama perawatan 16
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
7 No 8
9
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
minggu Pengkajian perilaku : Klien mengatakan, nafsu makannya baik, makanan yang disediakan terasa enak, klien selalu menghabiskan menu dietnya, menu diet nasi biasa. Perut datar, peristaltic intestinal terdengar 8 x/menit, peristaltic kolon 5 x/menit, perkusi abdomen pada semua lapangnya Tn. S, Laki-laki Umur hipertympani, palpasi perut teraba masa faces, Konjungtiva 49 th, Agama Islam, tampak pucat (anemis), tinggi badan 168 cm, menurut PendidikanSLTP, Tgl keteranga klien berat badan terakhir 65 kg, Lila : 27 cm. Hb masuk : 25-3-2012, : 10,0 g/dl, albumin : 2,8 g/dl, Klien mengatakan, sudah 3 Alamat Jl.Damai, RT hari belum BAB, reflek kontraksi spinkter ani negative. 08/2, Bambu Apus BAK : terpasang dower cateter sejak 2-4-2012 (7 hari), uri Cipayung Jaktim No. keluar warna kuning jernih. Urin analisa : leukosit +1, MR01135517 sedimen leukosit 6-8, eritrosit 2,4/lp. klien mengatakan belum BAB 2 hari, SCI complete, AIS A, thorakal 5-6, Peristaltik intestinal 8 x/mnt, Respon spinkter ani negative, intake nutrisi selalu habis. Therapy laksadine 1 x 1 cdth. thorakal 5-6, Peristaltik intestinal 8 x/mnt, terpasang kateter hari ke 7, besok rencana intermiten cateter program. Pengkajian Stimulus: resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, konstipasi dan retensi urine SCI thorakal 5-6, AIS A, Paralegia (inferior), resiko kerusakan integritas kulit, nyeri akif jika berganti posisi, skala nyeri 6, klien, immobilisasi, kerusakan syaraf, Kerusakan control neuro muscular, Diagnosa keperawatan : Resiko kerusakan integritas kulit, Konstipasi, Kerusakan eiminasi urin (Retensi urine), Implementasi Keperawatan monitor peristaltic pencernaan, monitor intake dan output makanan dan cairan, menjelaskan mekanisme konstipasi yang terjadi pada klien.menjelaskan pentingnya makanan tinggi serat dan cairan dalam membantu proses BAB, melakukan stimulasi rectal guna membantu pergerakan feces.melakukan manual fekal evakuasi, memberikan laxadine 1x1 sendok teh, Jelaskan mekanisme retensi urine yang terjadi pada klien. menjelaskan pentingnya program manajemen cairan sebelum dan selama kegiatan ICP.men elasan tujuan dari pelaksanaan ICP, melakukan ICP sesuai program dengan prinsip steril.monitor balance cairan setiap 24 jam. Monitor integritas jaringan pada daerah punggung dan sacrum. menjelaskan pentingnya program alih baring setiap 2 jam.membantu dan motivasi klien dalam program alih baring setiap 2 jam.melakukan pemberian bantalan pada daerah yang tertekan seperti mata kaki.menjaga alat tenun tetap kering dan bersih serta kencang.memberikan lotion pada permukaan kulit yang kering bukan pada sela-sela jari. evaluasi pasien dapat beradapatasi selama perawatan 16 minggu SCI Complete AIS A Pengkajian perilaku: Keluhan masuk klien mengatakan kedua tangan dan kedua kakinya tidak dapat digerakkan, C5 ec. Trauma sebelum masuk rumah sakit, pada saat klien akan ke Tn. MN, umur 53 mushola untuk menunaikan sholat maghrib dari rumah, SCI Complete, AIS A, fraktur Thorakal 5-6
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
8 No
Identitas Pasien tahun, Laki-laki, agama islam, Menikah Pendidikan SD Pekerjaan Pedagang Alamat Jl. Kalibata Pulo Pancoran, tanggal Masuk RS 20 Februari 2012
Penerapan Asuhan Keperawatan klien terjatuh dari tangga rumahnya saat turun menginjak anak tangga ke-3 yang ternyata sudah kropos dari 5 anak tangga yang ada, klien mengatakan jarak anak tangga satu dengan lainnya berdekatan, pada saat jatuh kepala klien membentur bangku kayu, klien sadar dan mencoba untuk berdiri, tapi klien tidak mampu menggerakkan kedua tangan dan kakinya, istri klien dibantu dengan beberapa tetangga membawa klien ke ruang tamu, kurang lebih jam 20.00 klien dibawa ke rumah sakit Fatmawati, klien mengatakan BAK dan BAB tidak terasa, Klien mengatakan dirumah biasanya BAK 4-6 kali/hari. Sejak trauma klien tidak merasakan jika ingin BAK, terpasang DC, warna urine jernih. x-ray servical menunjukkan adanya kompresi minimal C5 dan penyempitan C5-6, sebenarnya dokter menganjurkan dilakukannya CT-Scan dan Operasi tulang belakang, tetapi sampai saat ini klien dan keluarga tidak mempunyai biaya. Anak klien mengatakan kepala bagian depan klien sedikit memar walaupun klien menyangkalnya Wajah agak pucat, Hb : 10 mg/dl. Analisa gas darah dilakukan pada tanggal 07-03-2012 dengan hasil : pH: 7.416, PCO2 : 29.9 mmhg, PO2 : 100.3 Mmhg, HCO3 : 18.8 Mmol/L, base exces : -4, O2 saturasi : 97.7%. Kemerahan pada pressure area (-). Kulit klien tampak kering, dilakukan miring kanan dan miring kiri dengan menggunakan tehnik logg roll tiap 2 jam sekali sehingga resiko terjadi luka tekan minimal, dilakukan back rubb dengan menggunakan minyak kelapa pada bagian belakang dan pada bagian tubuh yang tertekan, Fungsi Motorik: klien menderita tetraplegia Kekuatan otot 33333 33333 00000 00000 klien kasihan melihat istrinya bekerja dan kesal kepada klien karena tidak bekerja, tidak jarang keperluan sehari-hari dibantu oleh anak-anaknya yang sudah menikah. Pengkajian Stimulus:Kerusakan pada syaraf spinal, Kompresi C5 dan penyempitan C5-C6. Perubahan posisi, Integumen : Ulkus karena tekanan/pressure ulcer: tidak ada Bedrest.penekanan yang terus menerus pada daerah yang mengalami tekanan. Imobilisas, tirah baring. Hospitalisasi, disfungsi peran, kurangnya komunikasi, Cemas, kurang pengetahuan Diagnosa keperawatan: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular, Retensi urinarius berhubungan dengan gangguan sensori motorik, Inkontinesia defekasi berhubungan dengan kerusakan saraf motorik bawah, Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Imobilisasi fisik, Disfungsi proses keluarga berhubungan dengan pergeseran peran keluar. Implemetasi keperawatan: Memandikan klien di atas tempat tidur dibantu dengan perawat lain, memonitor kondisi kulit klien, memasangkan collar neck kembali, memberikan posisi yang dibutuhkan dengan tehnik log roll, melakukan pemeriksaan tanda-tanda
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
9 No
10
Identitas Pasien
Multipel Fraktur femur dextra, radius ulna dextra Tn. R, Laki-laki 44 th , Islam Pendidikan SMEA Tgl masuk 34-2012 MR 01137626
Penerapan Asuhan Keperawatan vital, melakukan pemeriksaan nervus cranialis , melakukan pemeriksaan kekuatan otot, melakukan pemeriksaan AIS, melakukan perubahan posisi dengan tehnik logg rol, membantu klien untuk minum, mengajarkan ROM passive dan aktif Memonitor volume dan warna urine. mengukur intake-output, menganjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2000 cc/hari, Melakukan bowel evakuasi, mengobservasi warna, konsistensi, bau, memonitor diet dan kebutuhan cairan klien, melakukan perawatan pada daerah anal setelah klien BAB, Merubah posisi klien miring kiri dengan tehnik log roll, memberikan minyak kelapa pada bagian tubuh yang tertekan, melakukan masage minimal bagian tubuh yang tertekan, mengobservasi kelembaban, tekstur dan turgor kulit klien, menganjurkan klien banyak minum tetapi disesuaikan program cairannya, Memberikan penjelasan tentang kondisi klien pada keluarga, menganjurkan keluarga untuk memberikan support pada klien, memberikan support pada keluaga, menjadi perantara komunikasi antara klien dengan anggota keluarga, melibatkan keluarga dalam setiap prosedur keperawatan yang akan dilakukan mengenalkan klien pada klien lainnya dalam satu ruangan Evaluasi keperawatan pasien dapat beradaptasi setelah 16 minggu Pengkajian perilaku : Klien mengatakan tertabrak mobil pada saat menyebrang jalan, dibawa ke rumah sakit oleh Pegawai Dinas Sosial Pem-Prof DKI, Tinggi badan terukur diatas Tempat tidur, 155 cm, Lila : 21 Cm, status nutrisi terkesan kurang. Pola nutrisi nutrisi di rumah sakit selalu dihabiskan setiap penyajian, SGOT : 64 u/l, SGPT : 33 u/l, terapi kurkuma 3 x 1 tablet/hari, Norton scale : 11, imobilisasi diatas tempat tidur, kebersihan kulit kurang, BAB diatas tempat tidur. skin traksi dilepaskan, fraktur femur dextra, radius ulna dextra, . Kurang kooperatif dalam keperawatan. Tidak ada penunggu. 3-4-2012 : HB : 11,1, d/dl, ht : 35 %,Leukosit : 11,9 ribu/ul, trombosit : 303 ribu/ul, eritrosit 4,03juta/u, Makan mandiri, mandi dengan bantuan, kebersihan setelah BAB dengan bantuan, kebersihan lingkungan tetap diatas tempat tidur, Program mobilisasi klien mampu duduk sendiri diatas tempat tidur tanpa ada keluhan nyeri. Tangan kanan terpasang spalek gips sampai dengan sebatas distal humerus.Kaki kanan panjang : 96 cm, kaki kiri panjang 100 cm (deformitas).Skin traksi dilepas oleh klien dan belum terpasang lagi.Kekuatan otot : tangan kanan 3-35/ kiri 5555, kaki kanan 4 - - -/kiri 5555. Pengkajian stimulus Kebutuhan nutrisi kurang, Fraktur multiple, gangguan kejiwaan (psikosis), imobilitas, resiko kerusakan jaringan kulit, resiko injuri. Terpasang gips spalk pada lengan bawah kanan, skin traksi femur kanan belum terpasang (lepas), resiko injuri, Ketidakkooperatifan dalam perawatan.
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
10 No
11
Identitas Pasien
Fraktur kompresi torakal 11-12 Tn. U, 34 Th, Lakilaki Menikah Islam, Pendidikan tamat smp Pekerjaan pemulung Alamat :padang, Sumatra barat, di Jakarta hidup di jalan Tanggal masuk RS : 11: Maret 2012 jam : 15.40 RM 100342
5555/5555 5555/Frakt ur
Penerapan Asuhan Keperawatan Diagnosa keperawatan: Resiko kerusakan integritas kulit. Resiko injuri, Defisit perawatan diri toileting. Deficite perawatan diri toileting.Implementasi Keperawatan: Timbang berat badan setiap hari/lila. Kaji kekuatan dan ketebalan otot.Berikan oral hygiene untuk kebersihan dan kesegaran mulut. Jelaskan fungsi makan secara sederhana. Motivasi klien untuk selalu menghabiskan porsi makannya, Motivasi klien untuk meminta bantuan saat ada dorongan untuk BAB. Bantu klien dalam program kebersihan diri dan toileting sesuai toleransi klien. Bersihkan lingkungan dan ganti alat tenun setiap hari. Rawat kateter setiap hari. Monitor integritas kulit. Monitor kondisi nadi perifer dan bandingkan.Monitor adanya keluhan nyeri bagian distal fraktur. Motivasi klien dalam imobilisasi fraktur sebelum fiksasi.Motivasi klien untuk ambulasi dini setelah proses fiksasi. Lakukan latihan ROM secara bertahap. Lakukan positioning per 2jam. Potong kuku yang panjang. Monitor posisi baring klien secara berkala. Motivasi klien untuk tidak turun dari tempat tidur. Ganti alat tenun setiap hari. Potong kuku yang panjang. Kaji integritas kulit pada area fraktur. Kolaboratif obat anti psikosis.Evaluasi keperawatan: klien dapat beradapatasi setalah perawatan 21 hari Pengkajian perilaku:Klien mengalami kecelakaan lalulintas di Jln. Tb. Simatupang saat akan menyeberang jalan klien tertabrak mobil, dengan posisi jatuh kepala dahulu dan terjatuh kembali dengan posisi terlentang. Hematom pada daerah torakolumbal, terdapat luka robek pada telinga kanan, luka lecet pada bahu kanan, luka bakar pada bahu kiri dan luka lecet pada kaki kiri bawah, Setelah hari ke 3 dirawat di RS klien belum BAB. Dilakukan colok dubur pada tanggal 14 maret feses tidak teraba. klien mengatakan tidak ada gangguan dalam tidur dan klien lebih sering terlihat tidur. Pemenuhan ADL dibantu oleh perawat, tingkat ketergantungan total. Suhu tubuh: 370C, akral hangat terdapat luka lecet pada bahu kanan, telinga kanan, luka bakar derajat 1 pada bahu kiri, luka lecet pada kaki kiri bawah. kondisi luka terlihat sudah mulai mengering. Terpasang infuse NaCl + ketorolac 20 tts/mnt. Koordinasi baik, klien tidak gelisah, Terdapat nyeri, panas dan pegal pada daerah punggung bawah Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang kampung halamannya di padang. Pasien terus bertanya tentang penyakitnya apakah dia akan cacat dan tidak bisa berdiri lagi. Klien menanyakna kapan dia akan semuh dan bisa pulang, klien tidak terlihat murung tidak ada keluarga yang mendampingi klien. Klien takut menjadi cacat karena dia merasa tidak mampu berdiri. Pengkajian stimulus penurunan motilitas gastrointestinal, imobilisasi, perubahan pada makanan biasanya, meminimalkan pergerakan pada tulang belakang pembatasan pergerakan penekanan pada area luka dan luka terbuka, tirah baring, manajemen terapi : imobilisasi pada
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
11 No
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan kasur keras, penekanan pada daerah sekitar fraktur fraktur kompresi torakal 11-12, posisi tubuh supine takut akan kehilangan fungsi gerak, ketidakmampuan untuk berdiri, tidak ada anggota keluarga yang menemani. Diagnosa keperawatan :Nyeri (akut) berhubungan dengan Penekanan area sekitar fraktur dan respon cidera ditandai dengan klien mengatakan masih terasa nyeri, panas dan pegal didaerah punggung belakang, Resiko konstipasi, Defisit perawatan diri, Resiko infeksi, Resiko kerusakan integritas kulit, Resiko ketidakberdayaan. Implementasi keperawatan Ajarkan prinsip prinsip manajemen nyeri, Identifikasi obat anti nyeri yang sering digunakan pasien. Ajarkan teknik manajemen nyeri non farmakologis seperti relaksasi, distraksi. Identifikasi dan diskusikan dengan pasien hal hal yang dapat memicu dan meringankan nyeri. Kontrol faktor faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi rasa nyeri pasien (misal: kebisingan, cahaya, suhu). Jelaskan pada pasien tentang sebab timbulnya nyeri, berapa lama nyeri akan bertahan, dan bagaimana mengantisipasinya. Libatkan pasien dalam penggunaan analgesik. Jelaskan pada pasien dan keluarganya sumber sumber bantuan yang dapat digunakan. Monitor kemampua klien untuk melakukan perawatan diri secara mandiri. Berikan bantuan perawatan diri: mandi dan berhias, makan, toileting. Motivasi klien untuk berpartisipasi dalam pemenuhan ADL sesuai tingkat kemampuan. Berikan bantuan pada pasien dalam memenuhi ADL sampai klien mampu mandiri. Dekatkan peralatan makan dan minum untuk meningkatkan kemampun klien secara bertahap memenuhi kebutuhan diri.Catat waktu terakhir BAB.Monitor BAB meliputi : frekuensi, konsistensi, volume, warnaMonitor bising usus. Laporkan jika ada peningkatan bising ususMonitor tanda dan gejala adanya konstipasi. Ajarkan pasien tentang makanan yang dapat meningkatkan keteraturan dalam BAB. Instruksikan pada pasien untuk mencatat warna, frekuensi dan konsistensi dari feses. Anjurkan untuk menurunkan asupan makana yang mengandung gas. Evaluasi terhadap efek samping dari pemberian obat-obatan. Kolaborasi pemberian laxative. Lakukan enema jika memungkinkan. Tingkatkan pemberian cairan jika tidak ada kontraindikasi. Monitor keadaan kulit setiap hari. Lakukan mobilisasi setiap 2 jam. Jauhkan pemakaian alat tenun yang kasar. Anjurkan pasien tidak berpakaian ketat. Berikan lubrikan pada mukosa dan bibir bila diperlukan. Lakukan pemijatan pada daerah yang rentan kerusakan. Tetap menjaga kebersihan linen. Bantu klien mengidentifikasi harapan tentang kehidupan. Gali perasaan klien tentang penyakit/situasi yang dihadapi. Berikan kesempatan pada klien mengungkapkan harapannya. Beritahu klien tentang keadaan penyakitnya. Hindari menyembunyikan kebenaran pada pasien tentang kondisi penyakitnya Berikan dukungan pada pasien untuk menghadapi kehidupan dengan optimis. Ajarkan pada
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
12 No
12
Identitas Pasien
Open Fraktur Tibia Fibula Tn J. Umur 69 tahun Laki-laki, Duda Islam Pendidikan SMA Pekerjaan Pedagang, Jl Hud. Sukabumi 26 Maret 2012 jam : 11.05 RM 1135882
Penerapan Asuhan Keperawatan pasien untuk selalu berpikir positif. Bantu klien untuk meningkatkan keyakinan akan tuhan. Evaluasi keperawatan pasien dapat beradapatasi selama 8 minggu Pengkajian perilaku: Pasien hendak pergi membayar tagihan listrik jam 08.00 WIB, pasien menunggu angkutan di pinggir jalan dan dari arah yang sama sebuah kendaraan bermotor yang melaju menabarak pasien, pasien jatuh dan tidak mampu bangkit dan bergerak, tidak pingsan. Oleh orang setempat dilarikan ke rumah sakit terdekat, namun karena kondisi RS kurang lengkap maka pasien dirujuk ke RS Fatmawati, tiba di IGD jam 11.05 wib, dan jam 21.30 sampai jam 23.00 dilakukan operasi. Tggl 27 Maret Jam 01.00 wib pasien dipindahkan ke ruang GPS kamar 102. Pasien mengatakan belum ada BAB sampai 24 jam setelah post operasi Pasien mengalami keterbatasan gerak karena adanya fraktur terbuka pada daerah tibia fibula kanan. Aktivitas pasien sebagian masih dibantu oleh keluarga; kebutuhan untuk makan, toilet, mandi, berpakaian dan berpindah. Pemenuhan ADL partial care. Kekuatan otot pada ektramitas atas normal: 5 5 5 5 / 5 5 2 2 untuk ROM tidak ada masalah kecuali pada ektremitas kanan yang terkena. Terdapat luka fraktur terbuka pada tibia fibula kanana,dengan terpasangnya fiksasi eksternal. Luka bersih, kondisi jahitan utuh sebanyak 15 jahitan ( 6 jahitan pada daerah anterior, dan 9 jahitan melingkar pada pergelangan kaki) masih keluar sedikit darah saat melakukan ganti balutan. Klien mengatakan nyeri pada daerah fraktur dengan skala 7, nyeri dirasakan bertambah saat mengganti balutan sampai skala 10 dan merasa lelah sampai balutan selesai diganti. pasien mengatakan belum paham akan tindakan selanjutnya terhadap kondisinya, pasien juga bertanya tentang berapa lama waktu pemasangan fiksasi ekternal dan apa tindakan selanjutnya. Pasien juga bertanya bagaimana ia akan berjalan menggunakan tongkat/kruk. Pengkajian stimulus pusing Penurunan HB, pendarahan post operasi, konstipasi, kurang mobilisasi, nyeri pada daerah fraktur intoleransi aktivitas open fraktur tibia fibula dektra dengan fiksasi eksternal, usia lanjut, resiko infeksi, fiksasi eksternal, nutrisi, imunitas. : nyeri, resiko tinggi disfungsi nuerovaskular perifer. spasme otot, gerakan fragmen tulang, open fraktur tibia fibula dengan fiksasi eksternal. kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan open fraktur tibia fibula dengan fiksasi ektsternal ansietas Diagnosa: nyeri, kerusakan mobilitas fisik, cemas proses tidakan operasi, resiko infeksi Implementasi keperawatan: latihan relaksasi nafas, berikan anti analgesik, rawat luka dengan aseptik dan antiseptik, eplorasi perasan pasien untuk mempersiapakan pasien menerima proses pengobatan Evaluasi keperawatan pasien beradapatas dengan penyakitnya setelah diberikan asuhan keperawatan selama 10 hari.
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
13 No
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
13
Multiple fracture; closed fracture shaft femur sinistra, closed fracture distal ulna sinistra dan close fracture supracondiler femur dextra
Pengkajian perilaku : aktivitas/pergerakannya klien sangat terbatas karena nyeri dan fraktur yang dialami serta skin traksi pada kedua ektrimitas bawah dengan beban masingmasing 6 kg, Terdapat edema terutama pada femur dextra. Sedangkan ektrimitas atas sinistra masih bisa digerakan dan tidak ada masalah dengan ektrimitas atas dextra. Klien mengatakan untuk istirahat/tidur tidak ada masalah, klien dapat tidur sekitar 7-8 jam. Klien mengatakan belum pernah mengalami fracture dan belum pernah menjalani operasi, klien mengatakan sebenarnya takut dan khawatir dengan keadaanya serta operasi yang akan dijalaninya. Namun yang bisa dilakukan adalah pasrah dengan keadaan yang megharuskan dilakukannya operasi, klien berharap agar cepat pulih dan sembuh seperti keadaan semula, karena dia adalah tulang punggung bagi keluarganya (istri dan 2 orang anaknya), Ekpresi terkadang menahan nyeri jika ada pergerakan, dan tampak meminimalkan gerakan. TD: 140/80 mmHg, N:94 x/m RR: 20 x/m Tampak mencoba latihan nafas dalam. Edema di femur dextra (+).Terpasang skin traksi kedua ektimitas bawah, Terpasang RL + tramadol Pengkajian stimulus: nyeri, fraktur. perasaan takut dan cemas untuk bergerak, rencana operasi. kurang pengetahuan Diagnosa keperawatan: cemas sehubungan dengan tindak operasi yang akan dijalani, nyeri karena terputusnya kontinus tulang, kerusakan mobilitas fisik, Implementasi keperawatan: Beri dukungan Anjurkan untuk melakukan kegiatan spiritual ditempat tidur, Pertahankan imobilisasi dan monitor skin traksi Motivasi untuk melakukan relaksasi nafas dalam dan berikan posisi dan lingkungan yang nyaman bagi pasien, latihan relaksasi nafas, Lakukan ROM aktiv/pasif pada angkle dan monitor sirkulasi pada ektrimitas,Awasi keadaan umum klien post operasi, Lakukan ROM aktiv/pasif dan monitor sirkulasi pada ektrimitas, Lakukan cast care, Monitor tanda infeksi Lakukan perencanaan untuk mobilisasi klien (kolaborasi dengan phisioteraphy) Evaluasi pasien dapat beradapatsi 9 hari Pengkajian perilaku: Mual , makan 3x/hari, ½ porsi, diet nasi, TKTP + ekstra putih telur 2 butir/hari. Jarang gosok gigi, gigi dan gusi tampak kotor, halitosis . Conjunctva anemis , BU normoactive. TB 159 cm,, LILA: 21 cm. Hasil laboratorium (24): Hb 9.8 g/dL; albumin 2.14 g/dL Terpasang skin traksi dg BB 5 kg. Mobiliasi duduk dengan bantuan monkey full. Nyeri positif , skala 3-5, meningkat dengan pergerakan.Tidur malam 5-6 jam, tidur siang 1-2 jam. rontgen femur (18/11/11): osteomielitis froksimal femur. Hasil biopsi (17/11/11): osteosarcoma Kaki kanan: skin traksi positif, BB 5 kg, akral hangat, pulse posif, capily. refill <3 detik, luka 17x2.5 cm, pus (+). Kesulitan dalam melakukan ADL: higiene, toileting dan berpakaian.
Tn. S. 49 th, Alamat: Pondok pinang, DKI. Suku: Jawa, beragama Islam, Pendidikan SLTP bekerja sebagai supir, status perkawinan: Kawin, Tanggal masuk RSUP: 07/04/2012, No RM 01138466,
14
Osteosarkoma Tn.SM, 15 tahun, laki-laki, beragama: Islam, pendidikan: Kelas 1 SMA, alamat: Jl.Mawaro Ciputat, suku: Betawi, pekerjaan: pelajar, status perkawinan: belum menikah. Tanggal masuk RSF: 27/10/11 WIB.
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
14 No
15
Identitas Pasien
Closed fracture shaft femur Tn.Ps 28 th, beragama Islam, pendidikan SLTP; Alamat: Jl. Masjid Rt 002/002 Pangkalan jati Cinere Depok Jawa Barat . Suku: Jawa ; pekerjaan: pegawai swasta; status perkawinan: belum. Tanggal masuk RSUP: 09/11/11, No RM 01103121
Penerapan Asuhan Keperawatan terhadap rencana amputasi, dimana keluarga belum dapat mengambil keputusan, dan klien masih belum diberitahu rencana tersebut.Pengkajian stimulus oteosarkoma mual.anoreksia anemia, nyeri,takut, kecemasan dan stress, kurang pengetahuan tentang rencana amputasi. Diagnosa keperawatan Nyeri berhubungan dengan invasi langsung tumor ke jaringan lunak, pembedahan dan kemungkinan progresivitas penyakit. Kerusakan mobilitas fisik b.d. nyeri. isiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermia. Resiko perluasan infeksi berhubungan dengan pembedahan atau supresi sumsum tulang. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, nausea, muntah. Kecemasan klien/orang tua berhubungan dengan diagnosis dan rencana pembedahan/amputasi. Implementasi keperawatan : pengkajian nyeri dilakukan managemen nyeri yang dilakukan baik managemen nonfarmakologik maupun managemen farmakologi (penggunaan analgesik). lakukan pengaturan posisi yang memungkinkan klien lebih nyaman (dengan mensupport bagian kaki kanan menggunakan bantal). mempertahankan beban skin traksi. Mempertahankan stabilitas posisi ekstremitas kanan saat mereposisi/mengganti linen, diberikan adalah Ketorolac (3x30 mg). teknik relaksasi, dan distraksi , Mengkaji ROM sendi ekstremitas yang sakit dan yang sehat. Tindakan ini dilakukan selain untuk mendapatkan data tentang kemampuan ROM sendi terkait, juga dimaksudkan sebagai pembanding dalam mengevaluasi kemajuan kemampuan ROM selanjutnya. Selain itu mengkaji area pemasangan traksi juga dilakukan untuk mengetahui kemungkinan komplikasi seperti kerusakan kulit dan dermatitis di bawah traksi kulit dan komplikasi akibat immobilisasi yaitu: penumonia stasis, tromboplebitis, Melakukan latihan ROM pasif dan aktif Evaluasi keperawtan pasien dapat beradaptasi dengan kondisinya setelah 14 hari. Pengkajian perilaku:Pasien mengalami KLL, masuk melalui UGD 1 hari yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas jatuh kesisi kiri dan tertimpa oleh sepeda motor yang dikendarainya. Pada kaki kiri: nyeri (+) dengan skala 5-6, tidak dapat digerakan (+), luka (-). Di kirim ke IGD RSUPF dan dilakukan ro’ femur didapatkan fraktur tertutup shaft femur. Rencana akan dilakukan pemasangan skin traksi 5 kg untuk immobilisasi fraktur. Kekuatan otot , aktivitas psien terbatas di tempat tidur, hanya bisa miring kiri/kanan dilakukan dengan bantuan trapezium bar direncanakan akan dipasang skin traksi, nyeri meningkat saat digerakkan, skala 5-6, pasien merasa cemas dan menanyakan kepada perawat tentang rencana operasi dan kemungkinan hasilnya, ekspresi wajah tegang. Pengkajian stimulus: fraktur, nyeri kurang pengetahuan dan perasaan takut untuk bergerak, rencana operasi tidak ada, pengetahuan dan stress
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
15 No
16
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan: Nyeri, Kerusakan mobilitas fisik, cemas,ditemukan pada saat pasien menjalani pembedahan Resiko infeksi, ditemukan setelah menjalani pembedahan. Implemetasi keperawata: Kaji nyeri (lokasi, onset, durasi, intensitas,faktor yang meringankan/memperberat), Jelaskan dan ajarkan menajemen nyeri nonfarmakologi (relaksasi, imagery, distrakasi, music th/) ,Lakukan skin traction (beban 5 kg), Pertahankan efektivitas skin traksi, Kolaborasi terapi ketorolac 2x30 mg, iv (jika perlu), Jelaskan tujuan dan manfaat tehnik relaksasi., Lakukan AAROM pada ekstremitas yang sakit, Lakukan active ROM pada ekstremitas sehat, Ajarkan penggunaan trapeze (Monkey pull) yang tepat, Lakukan isometric exercise, Eksplorasi penyebab cemas, Jelaskan operasi akan dilakukan oleh tim ahli, Tunjukan video tentang ORIF: interlocking nail Jawab/jelaskan tiap pertanyaan , Obs tanda-tanda infeksi, Rawat luka aseptik/antiseptik tiap hari, Pertahankan luka moist, Observasi hasil lab: leukosit. Anjurkan mengkonsumsi makanan bergizi. Anjurkan menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tidur.Ajarkan tanda-tanda infeksi dan cara pencegahannya Evaluasi keperawatan pasien dapat beradapatasi selamna 14 hari Neglected infektif Pengkajian perilaku: Klien mengalami patah tulang terbuka, akibat kecelakaan lalu lintas, menabrak orang gila yang fraktur tibia dextra tiba-tiba melompat ke tengah jalan, saat klien mengendarai Tn. S, umur: 49 tahun, sepeda motor dalam kecepatan tinggi. Diobati didukun, laki-laki, beragama: namun tidak ada perbaikan, dan luka semakin memburuk. Protestan, pendidikan: Kaki kanan: luka di area tibia, 15x11 cm, kemerahan, SMA. alamat: krusta kehitaman ditepian luka, kemerahan disekeliling Sukmajaya-Depok, luka, pus minimal. Ankle: kulit merah kehitaman, edema suku: Manado, di dorsalis pedis, plantar pleksi < 50º, dorsi pleksi < 20º, pekerjaan: swasta, ROM digiti baik. Knee: edema , fleksi terbatas, nyeri . status perkawinan: Sensasi menurun jika dibandingkan kaki kiri. Akral hangat menikah. Tanggal dan capillary refil < 3 dtk. mobilisasi terbatas di tempat masuk RSPF: 10/12/11 tidur, miring kiri/kanan dan duduk.nyeri bila kaki kanan MR 01111201 digerakan pasien ampak berhati-hati, dan membatasi pergerakan saat mobilisasi. Kulit terdapat luka di area tibia dextra, 15x11 cm, krusta kehitaman ditepian luka dan kemerahan di didaerah luka pus postif, hb cenderung menurun, lekosit 6.8, eosinofil 7.0, ada pembengkakan dan kemerahan, suhu 36.3 derajat. tidak ada allergi obat maupun makanan. Pengkajian stimulus: fraktur, nyeri, perasaan takut dan cemas untuk bergerak , neglected fraktur, kurang pengetahuan dan stress tidak ada, adanya pus postif. rencana operasi fraktur kurang pengetahuan dan stress.Diagnosa keperawatan Cemas berhubungan dengan rencana operas ditandai dengan: menanyakan kemungkinan hasil operasi yang akan dilakukan, dan menanyakan dan mengklarifikasi apa maksud yang dikatakan dokter tentang pemotongan tulang saat operasi,
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
16 No
17
Identitas Pasien
Open Fractur Tibia Fibula Dextra 1/3 medial post operative OREF Hari I Tn. JNP, 27 th, beragama Kristen Protestan, pendidikan Tamat SLTA, Alamat : Kp. Sanja, Kec. Citeureup, Bogor ; Pekerjaan : Swasta ; Status : Belum Menikah. Masuk RS tgl : 15/04/12 jam 13.00,
Penerapan Asuhan Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan disrupsi tulang, kerusakan jaringan lunak, spasme otot, edema.Kerusakan mobilitas fisik b.d. nyeri, Risiko infeksi b.d. kerusakan pertahanan primer (adanya luka akibat trauma); efek penggunaan invasif. Implementasi keperawatan. Memberi kesempatan kepada klien untuk mendiskusikan perasaan/kehawatirannya, Memberikan gambaran tentang pasien dengan kasus serupa yang dialami klien.Kaji intensitas nyeri (gunakan skala 0-10), onset, durasi dan faktor yang meringankan atau meningkatkan nyeri.Meninggikan bagian fraktur, Berikan ketorolac 3 x 30 mg (kalu perlu), evaluasi efektivitas dan efek sampingnya. Lakukan ROM aktif pada ekstremitas yang tidak cedera dan ROM pasif pada kaki kanan. pertahankan body alignment tubuh tetap baik saat mereposisi. Observasi komplikasi immobilisasi: decubitus, konstipasi, kontraktur sendi, pneumonia, trombosis vena, latihan mobilisasi duduk, lakukan berjalan dengan menggunakan kruk. Evaluasi keperawatan pasien dapat beradapatasi stelah 10 hari perawatan Pengkajian perilaku : Klien MRS karena mengalami KLL, sementara naik motor tiba-tiba tabrakan dengan sepeda motor dari arah yang berlawanan. Kejadian dialami pada tanggal 14 April 2012 jam 21.00. Sebelumnya klien sempat dirawat di RSUD Depok selama 10 jam, kemudian dirujuk ke RSUF dengan alasan fasilitas lebih lengkap. klien post operative OREF Hari I lebih kurang 6 jam yang lalu. Pada pengkajian ditemukan pada kaki kiri terpasang External Fixasi dan terdapat nyeri (+) dengan skala 4-5, durasi 3-5 menit dengan sifat hilang timbul, tidak dapat digerakan (+), luka tampat tertutup elastic verband dan terpasang drain dengan volume 25 cc. Kekuatan otot 5555/5555 untuk ekstremitas atas dan 5522/5555 untuk ekstremitas bawah, aktivitas pasien hanya di sekitar tempat tidur, belum dapat melakukan mobilitas turun dari tempat tidur, terpasang external fixasi pada bagian tibia dextra dan terasa nyeri pada area itu. Nyeri bertambah saat digerakkan maupun ditekan, skala 4-5, hygiene kulit baik, pasien dapat tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1-2 jam, kualitas tidur menurun karena merasa sakit dan terpasang alat pada tungkai bawah kanan. Pengkajian stimulus: fraktur, nyeri, kurang pengetahuan dan perasaan takut untuk bergerak, tidak dapat beraktivitas, Diagnosa keperawatan:kerusakan mobilitas fisik, nyeri, resiko infeksi. Implementasi keperawatan: managemen nyeri, therapi latihan, kontrol infeksi,Evaluasi keperawatan pasien dapat berhadaptasi setelah perawatan 7 hari
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
17 No 18
Identitas Pasien Osteosarkoma Tn. EA, umur: 36 tahun, laki-laki, beragama: Islam, pendidikan: SD. alamat: Bojong pulo Rt 03 Rw 03 Kecamatan cipayung Jaya Depok, suku: Betawi, pekerjaan: tukang ojek, status perkawinan: menikah punya anak 2, Tanggal masuk RSPF: 10/12/11 WIB, MR: 01111201
19
Primery bone tumor of proksimal tibia susp. Maligna Tn.umur: 33 tahun, laki-laki, beragama: islam, pendidikan: SD. alamat: Indogren Blok D9 no 3 Citereup Bogor, suku: Sunda, pekerjaan: Buruh, status perkawinan: menikah punya anak 2,. Tanggal masuk RSPF: 24/01/12 WIB, MR: 01084911
Penerapan Asuhan Keperawatan Pengkajian perilaku : Sebelum masuk rumah sakit mobilisasi terbatas sejak 3 bulan yang lalu karena fraktur yang dialaminya setalah masuk rumah sakit mobilisasi terbatas di tempat tidur, miring kiri/kanan dan duduk.nyeri bila kaki kanan digerakan pasien tampak berhati-hati, dan membatasi pergerakan saat mobilisasi , Kaki kanan: luka di area tibia, 15x11 cm, kemerahan, krusta kehitaman ditepian luka, kemerahan disekeliling luka, pus minimal. Ankle: kulit merah kehitaman, edema di dorsalis pedis, plantar pleksi < 50º, dorsi pleksi < 20º, ROM digiti baik. Knee: edema , fleksi terbatas, nyeri . Sensasi menurun jika dibandingkan kaki kiri. Akral hangat dan capillary refil < 3dtk. Pengkajian stimulus: fokal; osetosarkoma nyeri, perasaan takut dan cemas untuk bergerak, ada bengak. Diagnosa keperawatan: kerusakan mobilitas fisik, nyeri berhubungan dengan penekanan syaraf ditandai dengan pembengkakan masa.Implementasi keperawatan: manajemen nyeri, latihan aktif dan pasif, merawat luka dengan aseptik, ekplosri perasan dan anjurkanunutk ekplorasi atau sering dengan pasien kasusu yang samaEvaluasi keperawatan:15 hari pasien dapat beradapatasi. Pengkajian perilaku : pasien mengatakan penyakit yang didertanya cukup lama, karena biaya dan takut untuk menjalani operasi, tapi saat ini pasien mengatakan takut kehilangan, albumin. 3,2, pasien mengatakan nyeri pada kaki kiri bila digerakan, ada luka didaerah proxsimal seluas 2x2 bila diganti balutan kelaur darah bila ganti balutan, bengkak daerah ekterimitas, pasien cemas rencana amputasi pada derah kaki kiri, Kaki kiri: luka di area proximal tibia, 15x11 cm, kemerahan, kemerahan disekeliling luka, pus minimal. Akral hangat dan capillary refil < 3dtk. HB: 6.0 (25/04/2012), Menanyakan kemungkinan hasil operasi yang akan dilakukan, dan menanyakan dan mengklarifikasi apa maksud yang dikatakan dokter tentang pemotongan tulang saat operasi dilakukan nanti.Pengkajian stimulus: osteosarkoma, rencana operasi, nyeri saat pergerakan, ada luka daerah proksimal, pasien cemas akan tindak operasi, kurang pengetauan, stressDiagnosa keperawatan: nyeri, kerusakan mobilitas fisik, resiko gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko perluasan luka Implemintasi keperawatan: Memberi kesempatan kepada klien untuk mendiskusikan perasaan/kehawatirannya. Memberikan gambaran tentang pasien dengan kasus serupa yang dialami klien. Kaji intensitas nyeri (gunakan skala 010), onset, durasi dan faktor yang meringankan atau meningkatkan nyeri.Lakukan intervensi nyeri nonfarmakologik: distraksi, relaksasi, guided imagey, terapi musik.Meninggikan bagian kaki kiri.Berikan ketorolac 3 x 30 mg (kalu perlu), evaluasi efektivitas dan efek
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
18 No
20
Identitas Pasien
Open fraktur femur dektra
Penerapan Asuhan Keperawatan sampingnya, Lakukan ROM aktif pada ekstremitas yang tidak cedera dan ROM pasif pada kaki kiri. Pertahankan body alignment tubuh tetap baik saat mereposisi. Observasi komplikasi immobilisasi: decubitus, konstipasi,kontraktur sendi, pneumonia, trombosis vena. Latihan mobilisasi duduk Latihan berjalan menggunakan kruk. Evaluasi keperawatan pasien dapat beradaptasi stelah 14 hari perawatan. Pengkajiaan perilaku : pasien mengatakan pergerakan terbatas dengan nilai kekuatan otot Kekuatan otot 5555/5555
Tn AB, 41 tahun, lakilaki, SMA Pendidikan Pekerjaan pedagang tanggal masuk rumah sakit fatmawati :20 Februari 2012 alamat: kP.gebang cikupa tanggerang banten MR:01127388
21
Spondilitis Vertebra Thorakal 8 ec Suspect TB Tn SP.laki-laki, islam,36 tahun alamat jl.salak rt.003/002 pondok beda pamulang kab Tanggerang Selatan, masuk rumah sakit 14 nopember 2011 NM 011111989
NT/5555tidur . Nyeri meningkat dengan Aktivitas terbatas di tempat pergerakan, ROM sendi hip dan knee dan ankle dextra terbatas Hygiene kulit baik, aktivitas dengan bantuan. Menyakan kemungkinan penyembuhan Hb: 7.0, luka daerah operasi sepanjang 15 cm, takut bila mobilisasi Pengkajian stimulus:adanya fraktur, nyeri saat digerakan, pasien cemas, kurang pengetahuan terahadap proses penyakitnya. Urine: DC (+) hari ke 2, urine kuning kecoklatan (seperti teh botol), jumlah 1000 cc/24 jam. Diagnosa keperawatan: nyeri post operasi saat mnelakukan mobilitasi dengan kruk, kerusakan mobilitas fisik, cemas progeram proses rehabitasi ambulasi dini Implementasi keperawatan: latihan ambulasi dini secara bertahap sesuai kemampuan pasien dimulai dengan miringkanak kiri, duduk dan melakukan proses berjalan dengan kruk, mengkaji skala nyeri, intentitas adan ajarkan tehnik relaksasi nafas, ekplosi perasan pasien tentang rehabilatasi post operaasi, berikan pasien ekspresi dengan pasien yang sama dengan penyakitnya Evaluasi pasien dapat beradapatsi dengan penyakitnya selama perawatan 7 hari. Pengkajian perilaku: sebelum masuk rumah sakit tiga bulan yang lalu pasien mengalami batuk-batuk selama ±3 minggu. Batuk terutama malam hari. Kira-kira ±2 bln pasien mengeluhkan sakit pinggang, dan sekitar 2 mg, pasien mengalami kelemahan di kedua tungkai bawah. ± 1 hari SMRS pasien tidak bisa b.a.k. dan b.a.b, DC (+), urine kuning jernih, 1000 cc/24 jam, direncakanan dilakukan ICP. Eliminasi bowel: tidak dapat b.a.b. spontan; menggunakan laxadine syr, dan evakuasi manual. Aktivitas/istirahat: kedua tungkai bawah lemah dan tidak dapat beraktivitas, Kekuatan otot , miring kiri/kanan dilakukan dengan bantuan, spastik (+) di kedua tungkai bawah, nyeri ringan di 5555/5555 bowel, area vertebra thorakal 8-9, evakuasi manual intermitten catheter program (icp), pencegahan2222/2222. komplikasi immobilisasi, ROM exercise aktif dan pasif. Pengkajian stimulus: spondiliti, nyeri, imobilisasi, infeksi. Diagnosa keperawatan: gangguan mobilitas fisik; gangguan eliminasi urine dan bowel, gangguan nutrisi: kurang; dan kurang pengetahuan. Implementasi keperawatan : menjelaskan dan
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
19 No
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan mengatasai kontrol nyeri, pencegahan dekubitus, nutrisi, pencegahan infeksi, konstipasi.ajarkan jelasan dan ambulasi dini dalam pelaksanaan ambulasi, ROM exercise (isometric exercise, AAROM, dan active ROM), evaluasi keperawatan pasien 12 minggu dapat beradapati dengan kondisi penyakitnya.
22
fraktur tertutup shaft femur. Ny .As, perempuan 34 tahun 8 bulan, islam penndidikan SLTA pekerjanan ibu rumah tangga, alamat jl.lubuk desa libido ciputat kKab tanggerang tanggal masuk rumah sakit 15 Nopember 2012, RM : 01104556
23
Fraktur Dislokasi lumbal I, SCI TN AK, 20 tahun, Agam islam Pekerjaan : pegawai swasta, ststus lajang alamat : Kav.tipor timur
Pengkajian perilaku : pasien mengatakan 1 hari yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas jatuh kesisi kiri dan tertimpa oleh sepeda motor yang dikendarainya. Pada kaki kiri: nyer (+) dengan skala 5-6, tidak dapat digerakan (+), luka (-). Di kirim ke IGD RSUPF dan dilakukan ro’ femur didapatkan fraktur tertutup shaft femur. Rencana akan dilakukan pemasangan skin traksi 5 kg untuk immobilisasi fraktur. Pulsasi arteri femoralis (+), kuat.ROM terbatas karena nyeri, Pulsasi arteri tibialis posterior (+), terapi yang diberikan Ketorolac 2 x 30 mg, intravenaSkin traction dengan beban 5 kg, Rencana ORIF: interlocking nail, Mengatakan tidak bisa jalan, Menanyakan kepada perawat tentang rencana operasi dan kemungkinan hasilnya, Ekspresi wajah tegang, TD 110/80 mmHg, N: 80x/mnt, P: 20x/mnt Pengkajian stimulus: fraktur, cedera, nyeri, edema, Hilangnya pertahanan primer sekunder terhadap adanya vulnus laseratum. Diagnosa keperawatan : nyeri, kerusakan mobilitas fisik, kecemasan, resiko infeksi. Implementasi keperawatan: Kaji nyeri (lokasi, onset, durasi, intensitas, faktor yang meringankan/memperberat), Jelaskan dan ajarkan menajemen nyeri nonfarm (relaksasi, imagery, distrakasi, music th/) , Lakukan skin traction (beban 5 kg), Pertahankan efektivitas skin traksi. Kolaborasi terapi ketorolac 2x30 mg, iv (jika perlu). Jelaskan tujuan dan manfaat tehnik relaksasi. Lakukan AAROM paa ekstremitas yang sakit, Lakukan active ROM pada ekstremitas sehat Ajarkan penggunaan trapeze (Monkey pull) yang tepat, Lakukan isometric exercise. Eksplorasi penyebab cemas, Jelaskan operasi akan dilakukan oleh tim ahli , Tunjukan video tentang ORIF: interlocking nail, Jawab/jelaskan tiap pertanyaan, Rawat luka aseptik/antiseptik tiap hari, Pertahankan luka moist, Observasi hasil lab: leukosit, Anjurkan mengkonsumsi makanan bergizi, Anjurkan menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tidur. Evaluasi keperawatan pasien dapat beradapatasi setalah perawatan 9 hari Pengkajian perilaku: pasien mengalmi kecelakaan lalu lintas 6 september 2011 kemudian masuk rumaskit koja, lantaran biya msuk dan berubat di alternatif,ektermitas bawah paraplegi, ada dekubitus panjang, 15x 12 cm, mengeluarkan bau, pus tanda vital 37.8 derajat celicius, infus RL, pengobatan luka dengan madu, kesulitan beraktivitas sehubungan kelemahan pada ektrimitas, pasien sering mengungkapkan kesediannya terhadap apa yang
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
20 No
Identitas Pasien rt.03/04 semper baratkec.cilicing jakarta utara tanggal masuk 14 september 2011 RM 01097616
24
Open Fraktur Fibula Dextra Comunite Grade III A. Tn. AN, umur 41 tahun, pendidikan tidak tamat SMA, pekerjaan tukang bangunan, status marital menikah, Agama Islam, alamat Kampung Gembong Cikupa RT.001 RW.001 Cikupa Tangerang. Tanggal masuk RS 20 Feburari 2012 Pk. 09.00 WIB, No. RM 01127388
Penerapan Asuhan Keperawatan dialaminya, pasien direncanakan operasi pro orif, kebutuhan sehari-hari klien dibantu terutama saat buang air besar dan buang air kecil, rencana rehap pasien akan di lakukan terapi ICP, pasien terus diajarkan secara bertahap tentang mobilisasi, saat ini miring kiri dan kana setiap 2 jam, Hb : 6 dan sudah menjalani tranfusi darah 500 CC rencana akan pindah ruangan setelah reposisi lumbal. Pengkaian stimuklus fraktur/cedera lumbal, hilangannya sensasi saraf, kelemahan ektrimitas bawah, dekubitus, kerusakan mobilitas, perdarahan, cemas dan kurang pengetahuan. Diagnosa keperawatan:nyeri, gangguan mobilitas fisik, cemas terhadap proses penyakit dan pengobatan, gangguan citra diri, harga diri rendah, gangguan fungsi peran. Implemetasi keperawatan : management nyeri, managemen latihan, perawatan luka dengan aseptik dan antiseptik, kerja sama dengan keluarga untuk mendorong dan meeksploritasi perasaaan pasien dan harapan yang di inginkan, beri lingkungan yang nyaman, buat tempat sering sesama penderita yang dialami pasien. Dorong keluarga untuk memberikan pujian terhadap pencapaian yang dilakukan pasie. Evaluasi keperawatan pasien bisa beradapataasi setelah perawatan4 bulan. Pengkajian perilaku : Nyeri pada lutut kanan sejak 3 jam SMRS. Awalnya pasien sedang bediri5555/5555 diluar gerbong kereta lalu kaki pasien yang kanan posisinya berada diluar pintu Fraktur/5555 kereta tertabrak peron kereta distasiun, terjadi luka pada lutut dan pasien tidak dapat berdiri lagi. Pasien langsung dibawa ke RS Fatmawati. Selama Di IGD luka dikaki klien banyak mengalami perdarahan dan klien mendapatkan transfuse PRC 250 cc dengan Hb tanggal 20/2/2012 : 12.3 g/dl. Kemudian pada tanggal yang sama pukul 19.00 pasien dilakukan operasi debridement dan fiksasi external. Terapi post operasi : awasi TTV (riwayat syok +), IVFD RL : D5 = 2:2/ 24 jam, Cefrtiaxon 2x1 gr, Ketorolac 3 x 1 amp, Ranitidin 2 x 1 amp, Cek DPL, Ganti balutan. Pengkajian stimulus : Imobilisasi, nyeri, cedera, fraktur, perdarahan, cemas dan kurang pengetahuan. mengeluh pusing, nyeri pada luka post operasi. Diagnose keperawatan : Hipertermi berhubungan dengan penyakit (meningkatnya produksi leukosit yang mengakibatkan kerentanan timbulnya infeksi). Perilaku yang mendukung: suhu bapak ES 38,8 0 C, luka fraktur merembes darah, luka penusukan infuse (flebitis), Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (fisik). Perilaku yang mendukung : klien mengeluh nyeri dengan skala 5 – 6 saat digerakan dan saat mengganti balutan. gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot. Data-data yang mendukung adalah kekuatan klie aktivitas klien terbatas di tempat tidur, hanya bisa posisi ½ duduk. Kaki yang fraktur terpasang fiksasi externa .Klien belum berani kekamar mandi karena luka masih merembes perdarahan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas. Data- data yang
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
21 No
25
Identitas Pasien
Spondilitis TB Tn.A, 41 thn, agama islam, pekerjaan peg swasta, tanggal masuk rumah sakit 12 Maret 2012, SLTA alamat : jl. Lurah desa limbato ciputat kab.tanggerang MR 0114556
26
Penerapan Asuhan Keperawatan mendukung adalah klien mengeluh pusing, lemah dan Hb tanggal 20/2/2012 : 12,3 g/dl, Hb tanggal 21/2/2012 : 7,4 g/dl. Risiko tinggi infeksi, implementasi keperawatan : Monitor suhu tubuh tiap 2 jam.Monitor adanya tanda-tanda hipertermi.Atur suhu lingkungan lebih rendah dari panas rata-rata ruangan biasa .Programkan pemberian antiperatik dan analgetik (parasetamol dan tramadol). pantau/catat karakteristik nyeri baik verbal maupun non verbal, misalnya meringis, menangis, gelisah, mengcengkeram. Catat gambaran lengkap terhadap nyeri dan lokasinya.. Observasi dan lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri dengan relaksaski, guided imagery, music terapi, distraksi.Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang.Kolaborasi pemberian Analgetik. Proteksi terhadap infeksi, terapi mobilisasi. Pasien dapat beradaptasisetelah tindakan keprawatan 12 hari. Pengkajian perilaku :pasien mengatakan mudah lelah dan merasa kelemahan pada kedua kaki, suhu 36.0 c, pasien bedrest, kebutuhan sehari-hari dibantu, istirahat kurang rata-rata 4 jam sehari, recana akan debridement pada posterior . pada usia 17 th, pernah menderita peyakit TBC dan melakukan pengobatan untuk TBC selam 6 bulan sampai dengan selesai.Menurut keterangan klien 4 tahu yang lalu menderita penyakit ashma, kambuh jika udara dingin dan mengalami kelelahan fisik , melakukan perawatan jalan di rumahsakit Polri Kramat Jati hingga sekarang Pengkajin stimulus : spondilitis, aktivitas terbatas, kurang pengetahuan diagnosa keperawatan: nyeri, gangguan mobilitas fisik sehungna dengan kelemahan, intoleransi aktivitas, resiko penyebaran infeksi, implementasi keperawatan kaji nnyri lama, durasi,dan ajarkan tehnik relaksasi nafas, latih mobilisasi fsik dengan membuat jadwal sesuai kemampuan pasien, beri penjelasan tentang proses penyakitnya, pasien dapat berdapatasi selama 14 minggu
Pengkajian perilaku Klen mengatakan mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal, motor yang ditumpanginya terperosok edalam lubang jalan dank lien terjatuh tergulingguling sampai beberapa kali, saat kecelakaan klien Tn. SH, Laki-laki 51 dalamkondisi sadar, klien mengatakan saat mau bangun th,Islam,SLTP tidak bisa, kakinya terasa melayang (hilang). klien Alamat :Jl.Sukaraja , mengatakan tidak pernah miring ke arah kiri karena terasa sesak,konjungtiva tampak pucat (anemis), tinggi badan 168 Rt 02/14, pondok cm, menurut keteranga klien berat badan terakhir 65 kg, bambu Jakarta Timur Lila:27 cm. Pemeriksaan laboratorium : Hb:10,0 g/dl, Tanggal masuk : 22 albumin : 2,8 g/dl, Kontekstual stimuli:resiko nutrisi kurang Maret 2012 RM : dari kebutuhan tubuh. AIS A (komplit), kekuatn otot ekstremitas atas 5555/5555, ekstremitas bawah 0000/0000, SCI Complete, AIS A, fraktur Thorakal 6
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
22 No
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
01135417
27.
28
klien hanya berbaring diatas tempat tidur yang sudah terpasang rile side, aktifitas dibantu istrinya, SCI complete, AIS A, thorakal 5-6, Peristaltik intestinal 8 x/mnt, Respon spinkter ani negative, intake nutrisi selalu habis. Therapy laksadine 1 x 1 cdth. . Pengkajian stimulus: fraktur thorakal 5-6i, kelemahan fisik, aktifitas terbas, kelemhan fisik diaagnosa keperawatan gangguan mobilitas, Konstipasi, Kerusakan eliminasi urin (Retensi urine). Implementasi keperawatan, monitor peristaltic pencernakan, monitor intake dan output makanan dan cairan. menjelaskan mekanisme konstipasi yang terjadi pada klien. menjelaskan pentingnya makanan tinggi serat dan cairan dalam membantu proses BAB. Melakukan stimulasi rectal guna membantu pergerakan feces. Melakukan akukan manual fekal evakuasi, Jelaskan mekanisme retensi urine yang terjadi pada klien. menjelaskan pentingnya program manajemen cairan sebelum dan selama kegiatan ICP. menjelasan tujuan dari pelaksanaan ICP hitung blader capacity klien. melakukan ICP sesuai program dengan prinsip steril, monitor balance cairan setiap 24 jam.Kolaboratif dalam memberikan laxadine 1x1 sendok teh. Evaluasi pasien dapat beradapatasi setelah 16 minggu perawatan. Bust Fraktur TH 5-6 Pengkajian perilaku: pasien jatuh ketika pulang kerja, terprosok ke lubang, dirujuk kerumah sakit dari perahabatan Tn.SS, 49 Th, Islam, karena tidak ada dokter yang menangani maka di rujuk ke pegawai swasta, lakirumah sakit fatmawati, saat ini pasien di istirahatkan, NGT laki alamat jl.damai II terpasang, kekuatan otot para plegi di ektrimitas bawah, RT 08/02 Cipinang suhu 37 derajat celicius, nyeri dengan skala nyeri 5-6, saat muara Jakarta timur ini di puasakan pasien di immobilisasikan, rencana akan Tanggal masuk 26 dilakukan reposisi dengan ORIF diagnosa keperawatan Maret 2012 MR gangguan Imobilisasi fisik, nyeri, resiko infeksi, kecemasan 01113201 dengan proses penyakitnya. Implementasi keperawatan : bantu pasien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari , pertahankan immobilisasi pasien selama 24 jam, pantau cairan yang keluar dari NGT, diberikan infus RL 20 tetes/menit, pasien dapat beradaptasi setelah 4 minggu perawatan Trauma torak iga I Pengkajian perilaku :pasien terserempet kereta api senin jam 5 sore, pasien tepasang WSD, keluar darah 200 cc, dan II , 3,4,5,5,6,8,9 transfusi prc 500 cc, TD 110/70 pernafasan 24 x/menit, Tn KK, lali-laki 27 dada nyeri, obat-obat diberikan, Vit k, Vit C, transamin, tahun pekerjaan RL, terpasang 02 delapan liter, Hb 9.1 gr/dl.Pengkajian pegawai swasta, islam, stimulus: fraktur iga1-8, nyeri, sesak, terpasang WSD alamat Jl. Haji Somali diagnosa keperawatan gangguan pola nafas, gangguan kelurahan jurang imobilisasi, perdarahan. Diagnosa keperawatan nyeri, mangu timur pondok gangguan pola nafas, resiko infeksi, resiko kekuarangan aren tangsel tanggal volume cairan dan elektroli, cemas dengan proses penyakit masuk 01 Desember yany dialaminya. Implementasi keperawatan pasien berikan 2011 MR.01107286 prc 500-750 cc dengan kolaborasi dengan dokter yang merawat, posisi semi fowler, cek, dl terutama Hb untuk
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
23 No
29
30
31
32
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
melihat adekuatnya darah. Pantau dan pastikan adekuatnya oksigen pada pasien dapat beradaptasi dengan setelah perawatan 16 hari. Fraktur Humerus Pengkajian perilaku:nyeri pada daerah operasi post operasi hari 2 skala nyeri 5-6 therapi yang didapat keterolak 3x1, dektra mobilisasi di tempat tidur, ceftriaxon 2x1,ADL masih di Tn. EN 38 tahun, bantu, pengkaian stimulus fraktur, nyeri, cemas dan kurang Islam, pekerjaan pengetahuan. Diagnosa keperawatan gangguan pemenuhan pegawai swasta, SLTA kebutuhan sehari-hari. Nyeri, resiko infeksi Implemintasi Jl.Garda bintaro 8 keperawatan: kaji kemampuan pasien untuk memenuhi no.09 RT 03/07 kebutuhan sehari-hari. Bantu pasien untuk mandiri dalam pondok kacang, Kab. memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kemampuan Tanggerang, Bintaro pasien latih pasien unutk beraktifitas, monitor skala, durasi tanggal masuk 24 intensitas nyeri, latih pasien untuk menggunakan tehnik Maret 2012 nyeri dengan non farmakologi seperti tehnik relaksasi nafas. MR.01135797 Evaluasi pasien dapat beradaptasi setelah perawatan 6 hari Pengkajian perilaku: pasien mengatakan nyeri pada daerah Fraktur terbuka OS.Tibia fibula, post operasi, luka sepanjang 25 cm, terpasang alat fiksasi interna, ada rembesan daerah operasi, drein terpasang ekternal fiksasi produksi 200 cc, dibantu keluarga dan perawat, pasien takut Tn.M.R 58 tahun, untuk beraktivitas,takut tulanngnya patah lagi, perilaku islam, pekerjaan stimulus, fraktur yang menyebabkan nyeri, cemas untuk pedagang alamat jl. beraktivitas program therapi rehab, pendarahan dengan Bahri rt.03/07 gandaria adanya rebesan. Diagnosa keperawatan nyeri, gangguan selatan cilandak mobilitas fisik, cemas berhubungan dengan proses Jakarta selatan tanggal rehabiliatsi. Implementasi keperawatan manajemen nyeri, masuk 2 napember manajemen latihan aktif,pasif dan parsial, monitor tanda2011 RM 01101708 tanda infeksi seperti pembengkakan, kemerahan, panas dan pus. Pasien dapat beradapatsi setelah 12 hari Pengkajian perilaku : pasien mengatakan sewaktu naik Open fraktur tibia kresta api pasien berdiri di depan pintu dan terpental nyeri fibula dektra area fraktur, dipasang ekternal fiksasi, therapi yang didapat TN.AN 41 tahun, cefriaxson 2x1, keterolac, 30 mg, ranitidin 2x1, hb 7.0 islam, SMA, alamat gr/dl, terpasang ekternal fiksas, mobiliaai di bantu, saat KP.Gedong-Cikupa melakukan perawatan luka, luka merah ada bengkak daerah rt.001/001 luka, pasien bertanya kapan bisa pulang, pengkajian Kab.tanggerang stimulus : fraktur , cedera, nyeri, aktivitas dibantu diagnosa Selatan Banten tanggal keperawatan,: nyeri, gangguan mobilitas fisik, luka post masuk 20 Februari operasi ekternal fiksasi, cemas dan kurang pengetahuan 2012 MR 01127388 proses rehabilitasi, resiko infeksi. Implementasi keperawatan, monitor dan cek hb setiap post transfusi, monitor intake dan output cairan pada pasien, bantu pasien untuk melakukan mobilisasi secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan pasien dalam melakukan ambulasi dini, gunakan kruk unutk latihan berjalan pasien, rawat luka pasien dengan tehnik aseptik dan anti septik, evaluasi pasien dapat beradapatasi dengan kondisinya setelah perawatan 12 hari Fracture acetabullum Pengkajian perilaku : Keluhan utama saat ini adalah nyeri pada pangkal paha dan lutut kedua tungkai yang terpasang femur dextra skin traksi terutama saat melakukan gerakan. Klien juga
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
24 No
33
Identitas Pasien
Penerapan Asuhan Keperawatan
Tn MM, 35 tahun, SMA, pekerjaan lepas/tidak tetap, menikah, Islam, alamat gang Harmas no 21 RT 003 RW 015 Beji Beiji Depok. Tanggal masuk RS 12 Maret 2012 Pk. 10.30 WIB, No. RM 1131927,
sudah terpasang skin traksi pada kedua ekstremitas dengan beban 4 kg. Klien tampak terbaring dengan keadaan lemah dan kedua kaki terpasang skin traksi. Klien mengatakan dirinya lebih banyak tidur terlantang dan sulit miring kiri dan kanan karena kedua tungkai menggunakan traksi. Klien tidak dapat istirahat dengan baik. Tidur malam 2-3 jam sering terbangun karena merasa tidak nyaman dengan posisi terlantang yang terus menerus. BAB dan BAK. dilakukan di tempat tidur. Makan dan minum dapat melakukan sendiri namun dengan bantuan. Pengkajian stimulus: fraktur acetabulul dan kondilus femur sehinga mengalami imobilisasi terpasangnya traksi, imobilisasi, diagnose keperawatan gangguan imobilisasi fisik, Nyeri berhubungan dengan diskuntinunitas jaringan tulang dan kulit, Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi, Defisit perawatan diri. Implementasi keperawatan Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi Ajarkan dan motivasi pasien tentang tehnik mobilisai ; ROM dan kontraksi otot isometrik. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi,Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan, Kurangi faktor presipitasi nyeri, Ajarkan tentang teknik non farmakologi, Evaluasi keefektifan kontrol nyeri, Tingkatkan istirahat Mengobservasi tanda-tanda infeksi dan inflamasi seperti peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit. Menjaga teknik aseptik untuk prosedur invasif, (pemasangan infus, pemberian obat, dll). Mencegah infeksi silang atau infeksi nosokomial (menggunakan alat pelindung diri setiap kontak dengan klien, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien, dll). Memonitor status imunitas klien. Melakukan perawatan luka setiap hari menggunakan salep gentamicin. Eevaluasi pasien dapat beradapatasi setelag 8 minggu perawatan. Pengkajian perilaku: mengalami kecelakaan lalu lintas ketika sedang mengendarai motor, klien jatuh karena terserempet taksi dan pergelangan kaki klien patah tidak utuh di daerah pergelangan kaki kanan sisi luar dan dalam, dan juga bawah lutut kanan. Luka klien mengeluarkan pus, bau (+), berdarah (+), nyeri (+), kemerahan, bengkak. Klien mengeluh nyeri di luka dan pergelangan kaki kanan yang patahnya, dan juga di jari kaki kelingking kanannya yang bengkak.Intensitas nyeri 3-4, nyeri tidak menjalar, nyeri
Fraktur ankle dekstra Tn. T, 20 tahun Laki-laki, Tamat SLTP Tanggal masuk : 16 Februari 2012 jam 23.30 WIB RM :
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Resume Askep Kasus Kelolaan
25 No
Identitas Pasien 01126884
Penerapan Asuhan Keperawatan semakin terasa ketika di sentuh dan ketika berjalan, lamanya kurang lebih 3 menit, Hb.10.7. Pengkajian stimulus: fraktur/cedera. Diagnosa keperawatan risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit, Nyeri berhubungan dengan fraktur terbuka, spasme otot, kerusakan jaringan lunak. Implementasi keperawatan: Pengkajian yang tepat, tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya, Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya, Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman, Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritasi akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi, antibiotika dapat menbunuh kuman. Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien , Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan, Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri. Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien. Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien. Evaluasi keperawatan pasien dapat beradapatsi setelah 8 hari perawatan.
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
Langkah-langkah Intervensi Edukasi
TEKNIK RELAKSASI NAPAS
Intervensi edukasi ini berlangsung sekitar 10 menit, yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu: 5 menit pertama Perawat akan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan manfaat dari intervensi edukasi 10 menit berikutnya Perawat akan mengajarkan tentang nyeri dan teknik relaksasi napas untuk menurunkan nyeri. Beberapa manfaat yang akan diperoleh pasien jika teknik menurunkan nyeri dilakukan yaitu: 1. Penurunan nyeri yang berlangsung baik dapat meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas dan mempercepat penyembuhan. 2. Nyeri mendorong ke arah perasaan ketidaknyamanan psikologis, yang mengakibatkan perasaan tertekan dan nyeri bertambah 3. Pilihan penurun nyeri diberikan setelah pembedahan
Duduk tegak atau berbaring datar, hembuskan napas melalui mulut (bibir mencucu dan tiupkan udara), tarik napas melalui hidung sambil berhitung sampai 4 dengan perlahan Tahan napas, berhitung sampai 3 dengan perlahan, hembuskan napas melalui mulut dengan sikap rileks. Kemudian, rebahkan bahu dan rileks, ratakan perut Anda, menyusut sedikit demi sedikit, teruskan hingga 6 siklus Praktikkan 4 kali (6 siklus sekali) dalam sehari, pada pagi hari, siang, sore dan sebelum tidur. Prosedur ini membantu merelaksasikan tubuh Anda
Intervensi Edukasi Untuk Menurunkan Nyeri dan Kecemasan Pada Pasien Pasca Operasi Tungkai Bawah
5 menit terakhir Perawat akan mengulangi informasi-informasi penting Praktik Residensi KMB Peminatan Sistem Muskuloskeletal
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Intervensi Edukasi Untuk Menurunkan Nyeri dan Kecemasan setelah Menjalani Operasi Operasi atau pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya akan termasuk dalam perawatan pasca bedah. Tindakan pembedahan atau operasi dapat menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala yang sering adalah nyeri. Tindakan operasi menyebabkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan tubuh. Untuk menjaga keseimbangan, tubuh melakukan mekanisme untuk segera
melakukan pemulihan pada jaringan tubuh yang mengalami perlukaan. Pada proses pemulihan inilah terjadi reaksi kimia dalam tubuh sehingga nyeri dirasakan oleh pasien. Pada proses operasi digunakan anestesi agar pasien tidak merasakan nyeri pada saat dibedah. Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar, pasien akan merasakan nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan. Rasa nyeri yang timbul akibat pembedahan bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang mengganggu proses penyembuhan.
Apa dampak nyeri bagi pasien dan apa manfaat menurunkan nyeri? Nyeri mendorong ke arah perasaan ketidaknyamanan, yang mengakibatkan perasaan tertekan dan membuat nyeri bertambah Penurunan nyeri yang berlangsung baik dapat meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas dan mempercepat penyembuhan Dapat menurunkan konsumsi/dosis obat penurun nyeri, dan memakai obat hanya jika perlu. Nyeri pasca operasi sering menjadi masalah bagi pasien dan merupakan hal yang paling mengganggu, sehingga perlu dilakukan intervensi keperawatan untuk menurunkan nyeri. Salah satu bentuk intervensi tersebut adalah intervensi edukasi. Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
APA MANFAAT INTERVENSI EDUKASI?
Beberapa penelitian di Cina melaporkan bahwa intervensi edukasi efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah Intervensi edukasi tentang nyeri, strategi koping dan latihan napas efektif mengurangi nyeri dan kecemasan pada pasien cedera tulang dan otot pada tungkai bawah. Dikemukakan pula bahwa kecemasan pasca operasi merupakan konsekuensi yang sering dialami oleh pasien dan mempengaruhi tingkat nyeri dan kesembuhan pasien. Kecemasan dapat berkaitan dengan ketakutan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang memicu nyeri, sehingga pasien cenderung menghindari aktivitas, fisioterapi dan perawatan dirinya. Hal ini dapat mengarah kepada perlambatan proses rehabilitasi, penyusutan otot, kelemahan dengan penurunan daya tahan fisik, kecemasan, depresi dan penurunan kualitas hidup. Sehingga timbul tuntutan dan kebutuhan untuk membantu pasien mengatasi nyeri dan kecemasan yang dialaminya setelah operasi. Kecemasan sangat sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma dan pembedahan muskuloskeltal, dimana edukasi (pendidikan) preoperatif sangat bermanfaat untuk memperbaiki kondisi fisik dan psikologis pasien. Tujuan intervensi edukasi preoperatif pada pembedahan ortopedi adalah untuk mempersiapkan pasien menjalani operasi dan memperbaiki outcome pasien, meliputi pengetahuan tentang program pembedahan dan rehabilitasi, kontrol nyeri, penurunan kecemasan, dan masa rawat di rumah sakit
Lampiran 6: Skala Cemas Menurut State Trait Anxiety (STAI) Inventory
State Trait Anxiety Inventory Bacalah setiap pernyataan dan pilihlah jawaban yang paling tepat menunjukkan bagaimana perasaan Anda saat ini. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Anda tidak perlu menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menentukan pilihan jawaban pada setiap pernyataan. Tapi tentukanlah pilihan secara langsung yang paling sesuai menggambarkan perasaa Anda setelah membaca pilihan jawaban.
2
1 Tidak sama sekali
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sedikit
Saya merasa tenang Saya merasa aman Saya merasa tertekan Saya merasa tegang Saya merasa lega Saya merasa sedih Saya saat ini mengkuatirkan kemalangan yang mungkin terjadi
8. Saya merasa puas 9. Saya merasa takut 10. Saya merasa tidak nyaman 11. Saya merasa percaya diri 12. Saya merasa gugup 13. Saya merasa gelisah 14. Saya merasa ragu 15. Saya santai 16. Saya merasa senang 17. Saya kuatir 18. Saya merasang bingung 19. Saya merasa mantap 20. Saya merasa menyenangkan
3
4
Kadang-kadang
Sangat sering
1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4
1
2
3
4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
VISUAL ANALOGUE PAIN SCALE
Sumber: Swann, J. (2010). Explaining the symptoms of pain. British Journal of Healthcare Assistants, 04 (09), 424-429
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Lampiran 8: Lembar Evaluasi Observasi Dampak Pemberian Intervensi Edukasi
LEMBAR EVALUASI OBSERVASI DAMPAK PEMBERIAN INTERVENSI EDUKASI
No
Pernyataan
1
Perawat menjelaskan bahwa penurunan nyeri dapat meningkatkan kemampuan melakukan aktifitas
2
Perawat menjelaskan bahwa penurunan nyeri yang berlangsung baik dapat mempercepat penyembuhan
3
Perawat menjelaskan bahwa nyeri yang dialami dapat menimbulkan perasaan tertekan
4
Perawat menjelaskan bahwa perasaan cemas yang dialami dapat meningkatkan nyeri
5
Perawat menyampaikan setelah pembedahan akan mendapatkan obat penurun nyeri
6
Perawat menjelaskan tindakan yang dilakukan jika nyeri muncul
7
Perawat mengajarkan dan memperagakan relaksasi nafas dalam
8
Perawat mengajarkan relaksasi nafas dalam sebayak 4 kali sehari
9
Perawat memberikan penilaian postif terhadap pencapaian yang dihasilkan pasien tentang tehnik relaksasi nafas.
10
Perawat melakukan penilaian pada hari ke 2,4 dan 7
Analisis praktik..., Aprisunadi, FIK UI, 2012
Ya
Tidak