UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 – 18APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
RAUDHATUR RAHMAH, S.Farm. (1306344116)
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 – 18 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker
RAUDHATUR RAHMAH, S.Farm. (1306344116)
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
HALAMAN PENGESAIIAN
Laporan Praktek Keria Profesi Apoteker ini diajukan
oletl
: Raudhatur Rahmah :13063214116 : Profesi Apoteker - Fakultas Farmasi UI :Laporun Praktek K-eria Prcrfesi Apotek-er d! Dlrektorat Bina Produksi dan Distribusi Alat K€s€,hatarl Direktorat Jenderal
Nanra
NPM Program Studi Judu! Laporan
Bina Kefarmasian ,ian Alat Kesehatan, Kernenterian
Kesehatan Republik Indonesia Periode 7
-
18 Arni! 20.!4
Telah berhasil dipertahankan di h*dap*n Ilewan Penguii dan diterirna sebagai bagian persyaratan yang dipertukan untuk memperoleh gelar Apotek-er pada Program Studi Apotek-er Fak-ultas Farms.si Universitas
I*dsaeia DEWAN PENGI-T.JI
Pembimbing
Drs. Rahbudi Hehni, MKM., APt.
I
Prof. Dr. Yahdiana
Pembimbingll
H arahap M.S.,
f Apt.
Hoyun , MS\,APL
Penguji
Dn.
Penguji
Dro. Anix $slPrToh , APt-
Dro
Penguii
Ditetrykmdi
:
'.T,[ffi*
MonYotr .K, M si '' APt
DePok
Tanggal : Juni20l4
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
A ..)
)).'
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, Penulis mampu melaksanakan dan menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada 7 – 18 April 2014. Penulis menyadari bahwatanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa praktek kerja sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini.Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1) Ibu Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D., selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2) Ibu drg. Arianti Anaya, MKM., selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 3) Bapak Drs. Rahbudi Helmi, MKM, Apt., selaku Kepala Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT serta selaku pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan, dan arahan selama pelaksanaan PKPA. 4)
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap M.S., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat kepada penulis selama pelaksanaan dan penulisan laporan PKPA.
5) Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi UI 6) Bapak Dr. Hayun, M.Si., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI 7) Ibu Lucia Dina, SH, MH dan seluruh pegawai di Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI atas bantuan, keramahan, dan pengetahuan yang diberikan selama melakukan PKPA. 8)
Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI.
iv
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
9)
Keluarga tercinta atas doa, perhatian, kasih sayang, dan dukungan yang tiada berbatas untuk penulis dalam menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dan penyusunan laporan PKPA ini.
10) Sahabat-sahabat
terbaik,
rekan
selokasi
PKPA
serta
teman-teman
seperjuangan Apoteker angkatan LXXVIII yang telah mewarnai masa-masa menempuh pendidikan Program Profesi Apoteker. 11) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang juga banyak berkontribusi dalam seluruh kegiatan PKPA ini. Penulis berharap Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih belum sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi para pembaca.
Penulis
2014
v
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
diDAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv DAFTAR ISI ......................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 1.2
Latar belakang .................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN UMUM ........................................................................ 4 2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ........................................ 4 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................. 6 BAB III. TINJAUAN KHUSUS .................................................................... 14 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ................... 17 Visi dan Misi ...................................................................................... 18 Tugas Pokok dan Fungsi..................................................................... 18 Tujuan ................................................................................................. 19 Sasaran Strategis ................................................................................. 20 Indikator Kerja dan Target ................................................................. 20 Struktur Organisasi ............................................................................. 21 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan ............................................. 21 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga .................................................................. 22 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ................................................................. 24 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi ........................................ 26 Sub Bagian Tata Usaha...................................................................... 27 Sumber Daya Manusia........................................................................ 27 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ... 28
3.11 3.12 3.13 3.14
BAB IV. PEMBAHASAN.............................................................................. 43 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan ............................................... Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT ........ Subdirektorat Inspeksi Alkes & PKRT ................................................ Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi .......................................... Penilaian Program/Kegiatan Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes .............
vii
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
45 46 48 50 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 53 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 53 5.2 Saran ...................................................................................................... 54 DAFTAR ACUAN .......................................................................................... 55
viii
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3
Logo Kementerian Kesehatan .................................................. 3 Persentase golongan PNS di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .................................. 27 Persentase tingkat pendidikan pegawai di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .................................. 28 Pengelompokan pegawai berdasarkan jenis kelamin ............... 28
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Indikator Kinerja dan Target Tahun 2010-2014 ...................... 20
ix
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Struktur organisasi Kementerian Kesehatan................................. 57 Lampiran 2.Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian danAlat Kesehatan ...................................................................... 58 Lampiran 3.Struktur organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ..................................................................... 59 Lampiran 4.Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ...................................................................................... 60 Lampiran 5.Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 61 Lampiran 6.Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ............................................................................ 62 Lampiran 7.Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ................................................................................ 63 Lampiran 8.Formulir permohonan sertifikat produksi alat kesehatan/ perbekalankesehatan rumah tangga (PKRT) .............................. 64 Lampiran 9.Formulir permohonan izin penyalur alat kesehatan ..................... 65
x
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Kesehatan menjadi salah satu faktor penting dalam mewujudkan
pembangunan nasional. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan (UndangUndang RI No. 36 tentang Kesehatan). Dalam
Peraturan
Menteri
KesehatanRepublik
Indonesia
Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan dinyatakan bahwa Kementerian kesehatan memegang peranan penting dalam pembangunan kesehatan sebagai bagian pemerintahan yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Kesehatan berupaya agar seluruh fasilitas terkait kesehatan, mulai dari pelayanan, obat-obatan, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan yang memiliki standar dan mutu yang terjamin dapat tersalurkan kepada masyarakat dalam keadaan yang baik. Untuk menunjang hal tersebut, maka Pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277/MENKES/SK/2001 membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes), yang kemudian berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar danAlkes) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1575/MENKES/PER/XI/2005. Penggantian nama tersebut memperluas ruang lingkup kewenangan serta tugas pokok dan fungsinya, tidakhanya pelayanan kefarmasian namun lebih luas pada pembinaan seluruh aspek kefarmasian menuju 1
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
2
pengembangan pelayanan untuk meningkatkan akses dan sumber daya kefarmasian untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) bertanggung jawab merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidangpembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina produksi dan Distribusi Alat kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
mempunyai
tugas melaksanakan
penyiapan
perumusan
dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan
dan
perbekalan
kesehatan
rumah tangga
(Peraturan Menteri
KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010). Seorang apoteker sebagai tenaga kefarmasian perlu ikut berperan dalam bidang ini sebagai personil yang dapat memberikan pandangan dan masukan dalam merumuskan kebijakan dan penyusunan norma dalam pelayanan kesehatan dengan latar belakang kefarmasian yang dimiliki, sehingga diharapkan regulasi yang dihasilkan dapat mencakup dan menjamin obat, perbekalan kesehatan, pelayanan kefarmasian, serta alat kesehatan memiliki mutu yang baik untuk diberikan kepada masyarakat. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka diperlukan adanya pembekalan bagi para calon apoteker mengenai regulasi terkait bidang kefarmasian dan alat kesehatan melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan, khususnya di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam Hal ini PKPA dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
3
1.
Memahami struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dan Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
2.
Memahami ruang lingkup kerja, tugas pokok, dan fungsi Direktorat Bina Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta pencapaian
target
pelaksanaannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
merupakan
badan
pelaksanapemerintah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,2010a). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 namaKementerian Kesehatan digunakan untuk mengganti nama sebelumnya yaituDepartemen Kesehatan. 2.1.1 Logo Kementrian Kesehatan
Gambar 2.1. Logo Kementrian Kesehatan
Makna simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah: a.
Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota makna Pancakarsa Husada melambangkan tujuan pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.
b.
Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau melambangkan Pancakarya Husada pada hakikatnya adalah penjabaran makna pembangunan kesehatan.
c.
Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak daun berwarna hijau mempunyai makna melambangkan pengabdian luhur.
d.
Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan.
e.
Tulisan “BHAKTI HUSADA” bermakna kesehatan paripurna. 3
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.1.2 Dasar Hukum Dasar hukum dari dibentuknya Kementerian Kesehatan, yaitu: a.
Peraturan Presiden RI no. 47 tahun 2009 nomor 144 tentang pembentukan dan organisasi kementerian negara.
b.
Peraturan Presiden RI no. 24 tahun 2010 tentang kedudukan, tugas dan fungsi kementerian negara serta susunan organisasi, tugas dan fungsi eselon 1 kementerian negara.
c.
Peraturan Menteri Kesehatan RI no.1144/MENKES/per/VIII/2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan.
2.1.3
Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yaitu
“Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Untuk bisa mewujudkan visi tesebut, maka Kementerian Kesehatan memiliki misi (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013): a.
Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pemberdayaanmasyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b.
Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.
c.
Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d.
Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.4
Strategi Kementerian Kesehatan memiliki strategi-strategi dalam mewujudkan visi
dan misi yang telah ditetapkan. Strategi-strategi tersebut yaitu(Menteri Kesehatan Republik Indonesia,2011): a.
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
b.
Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
5
c.
Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
d.
Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu.
e.
Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
f.
Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab.
2.1.5
Tujuan Terselenggaranya
danberdaya-guna dalam
pembangunan
kesehatan
rangka mencapai
secara
berhasil-guna
derajat kesehatan masyarakat
yangsetinggi-tingginya(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013).
2.1.6
Nilai-Nilai Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kementerian Kesehatan
menganut nilai-nilai(Direktorat jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013): a.
Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan harus menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosialekonomi.
b.
Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
6
profesi,
organisasi
masyarakat
pengusaha,
masyarakat
madani
dan
masyarakat akar rumput. c.
Responsif Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula.
d.
Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien.
e.
Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.7
Kedudukan, tugas, dan fungsi Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian Kesehatan mempunyai tugas membantu menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan
dalam
pemerintahan
untuk
membantu
Presiden
dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a.
Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b.
Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan.
c.
Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.
d.
Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah.
e.
Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
7
2.1.8 Kewenangan Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsinya, Kementerian Kesehatan RI mempunyai
kewenangan-kewenangan,
yaitu(Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia, 2010a): a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro; b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan; c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan; d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan; e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan; f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan; g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan; h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan; i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan; j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan; k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan; l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak; m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan; p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan; q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi; r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan; Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
8
s. Surveillans
epidemiologi
serta
pengaturan
pemberantasan
dan
penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa; t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional); u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.
2.1.9
Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan
mempunyai
Rencana
Strategis
dalam
pembangunan kesehatan tahun 2010-2014berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 021/MENKES/SK/1/2011 sebagai
pembaharuan dari
Keputusan Menteri Kesehatan No HK.03.01/60/I/2010, adalah sebagai berikut: a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular. c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparitas separuh dari tahun 2009. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. h. Seluruh Kabupaten/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.1.10 Struktur organisasi Dalam Permenkes
RI
No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010
dinyatakan
bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: 1.
Sekretariat Jenderal. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
9
2.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
3.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
4.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
5.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
6.
Inspektorat Jenderal.
7.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
8.
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
9.
Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
10. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. 11. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. 12. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. 13. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. 14. Pusat Data dan Informasi. 15. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. 16. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. 17. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. 18. Pusat Komunikasi Publik. 19. Pusat Promosi Kesehatan. 20. Pusat Inteligensia Kesehatan. 21. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.2 2.2.1
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi-fungsi, yaitu (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
10
a.
Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
b.
Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
d.
Pemberian
bimbingan
teknis
dan
evaluasi
di
bidang
pembinaan
kefarmasiandan alat kesehatan. e.
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.2.2 a.
Tujuan
Terjaminnya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan.
b.
Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan.
c.
Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
2.2.3
Sasaran dan indikator Sasaran
hasil
program
kefarmasian
dan
alat
kesehatan
adalah
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (MenteriKesehatan Republik Indonesia, 2011).
2.2.4
Kegiatan Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan yang akan dilakukan meliputi:
a.
Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c.
Peningkatan pelayanan kefarmasian. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
11
d.
Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
2.2.5
Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh
seorang Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a.
Sekretariat Direktorat Jenderal.
b.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
c.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.
d.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
e.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal a.
Tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan
tugas,
Sekretariat
Direktorat
Jenderal
menyelenggarakan
fungsi(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): 1) Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran. 2) Pengelolaan data dan informasi. 3) Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan hubungan masyarakat. 4) Pengelolaan urusan keuangan. 5) Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan. 6) Evaluasi dan penyusunan laporan
b.
Struktur organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 3) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
12
1) Bagian Program dan Informasi. 2) Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. 3) Bagian Keuangan. 4) Bagian Kepegawaian dan Umum. 5) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a.
Tugas dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyaitugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, danpenyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberianbimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalankesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publikdan
Perbekalan Kesehatan
menyelenggarakan fungsi(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi hargaobat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, sertapemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. 2) Pelaksanaan
kegiatan
di
bidang analisis
dan
standardisasi
harga
obat,penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, sertapemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. 3) Penyiapan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidanganalisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obatpublik dan perbekalan kesehatan. 4) Pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi hargaobat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, sertapemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. 5) Penyiapan
pemantauan,
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaankebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
13
penyediaan danpengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan danevaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. 6) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
b.
Struktur organisasi Direktorat
Bina
Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan
terdiri
dari(Lampiran 4) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): 1) Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. 2) Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 3) Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 4) Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian a.
Tugas dan fungsi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugasmelaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, danpenyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbinganteknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakantugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasikomunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. 2) Pelaksanaan
kegiatan
di
bidang standardisasi,
farmasi
komunitas,
farmasiklinik, dan penggunaan obat rasional. 3) Penyiapan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidangstandardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obatrasional. 4) Pemberian
bimbingan
teknis
di
bidang
standardisasi,
farmasi
komunitas,farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
14
5) Penyiapan
pemantauan,
evaluasi
dan
penyusunan
laporan
pelaksanaankebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, danpenggunaan obat rasional. 6) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
b.
Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 5) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): 1) Subdirektorat Standardisasi. 2) Subdirektorat Farmasi Komunitas. 3) Subdirektorat Farmasi Klinik. 4) Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan a.
Tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
tugasmelaksanakan
penyiapan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
penyusunannorma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis danevaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalankesehatan rumah tangga.Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksidan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2) Pelaksanaan
kegiatan
di
bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi,
dansertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3) Penyusunan
norma,
standar,
prosedur,
dan
kriteria
di
bidang
penilaian,inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatanrumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
15
4) Penyiapan
pemberian
bimbingan
teknis
di
bidang
penilaian,
inspeksi,standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumahtangga. 5) Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatanrumah tangga 6) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
b.
Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 6) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): 1) Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. 2) Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 3) Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 4) Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian a. Tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya,Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): 1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 2) Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
16
3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian, dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 5) Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 6) Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. 7) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
b. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 7) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): 1) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. 2) Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. 3) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus. 4) Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. 5) Subbagian Tata Usaha. 6) Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
BAB III TINJAUAN KHUSUS
3.1
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan
salah satu direktorat di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Selain Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan, terdapat Direktorat Bina obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, dan Sub bagian Tata Usaha yang mengurus mengenai administrasi di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan.Oleh karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan alkes dan PKRT dilakukan mulai dari proses produksi hingga digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, distribusi dan penggunaan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat ini berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan mengenai alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
yaitu
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga danPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1191/MENKES/PER/VIII/2010
tentang
Penyaluran
Alat
Kesehatan.
43Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
44
Ketiganya menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari penggunaan alkes dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
3.2
Visi dan Misi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki visi
yang juga mendukung visi dari Kementerian Kesehatan, yaitu tersedianya alat kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat, tepat guna serta terjangkau oleh masyarakat. Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki misi (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 2013): a. Alat kesehatan yang beredar di wilayah Indonesia sesuai dengan yang dipersyaratkan. b. Pengawasan diperedaran (post market survaillance) untuk melindungi masyarakat dari produk alat kesehatan yang substandar dan mengetahui sumber permasalahan di lapangan. c. Meningkatkan pengawasan sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dan sarana distribusi alat kesehatan. d. Meningkatkan mutu pelayanan perizinan yang prima di bidang alat kesehatan dan PKRT. e. Meningkatkan profesionalisme dan kompetensi SDM dan etika kerja. f. Mengembangkan industri alat kesehatan dan PKRT dalam negeri yang berbasis riset. g. Mencegah penyalahgunaan dan penggunasalahan alat kesehatan dan PKRT. h. Melindungi masyarakat dari alat kesehatan yang dapat berisiko terhadap kesehatan. i. Meningkatkan daya tarik investasi dan daya saing produk dalam negeri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
45
3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi-fungsi, berupa (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a.
Penyiapan
perumusan
kebijakan
di
bidang
penilaian,
inspeksi,
standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
f.
3.4
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Tujuan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu
(Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan, 2013): a.
Meningkatkan kontrol premarket alat kesehatan dan PKRT;
b.
Meningkatkan kontrol postmarket alat kesehatan dan PKRT;
c.
Melakukan kerjasama lintas sektor terkait dalam pengawasan alat kesehatan; Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
46
d.
Melakukan pengendalian alat kesehatan agar terjangkau oleh masyarakat;
e.
Meningkatan produksi alat kesehatan dalam negeri yang mampu bersaing dalam mutu;
f.
Melakukan pengembangan sistem pelayanan publik alat kesehatan;
g.
Meningkatkan jumlah sarana produksi dan distribusi alat kesehatan yang memenuhi standar GMP dan GDP.
3.5 Sasaran Strategis Sasaran Strategis yang ditetapkan dalam Rencana Aksi Kegiatan, Rencana Kinerja Tahunan dan Penetapan Kinerja 2013 adalah meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan Peralatan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)(Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan, 2013).
3.6
Indikator Kinerja dan Target Untuk mencapai kinerja secara terarah maka telah ditetapkan indikator
kinerja dan target sebagaimana tabel
berikut(Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat kesehatan, 2013):
Tabel 3.1
Indikator Kinerja dan Target Tahun 2010-2014 Target
Indikator Kerja
2010 2011 2012 2013 2014
a. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT
yang
persyaratan
beredar
keamanan,
memenuhi mutu
dan
produksi
alat
70%
80%
85%
90%
95%
45%
45%
50%
55%
60%
50%
55%
60%
65%
70%
manfaat. b. Persentase
sarana
kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara pembuatan yang baik. c. Persentase
sarana
distribusi
alat
kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi yang baik. 3.7
Struktur Organisasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
47
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki struktur organisasi mengikuti yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, yaitu terdiri dari 5 Subdirektorat, yatu : a.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;
b.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
c.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
d.
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;
e.
Subbagian Tata Usaha;
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
3.8 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan 3.8.1
Tugas dan Fungsi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Untuk melaksanakan tugas tersebut Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria
b.
dibidang penilaian alat kesehatan. c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan.
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan.
3.8.2
Struktur Organisasi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari 2 seksi yaitu Seksi Alat
Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
48
a. Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik bertugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi.Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli dan harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.Contoh alatkesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). b. Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan
non
elektromedik
merupakan
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik.Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, termometer raksa, kursi roda, dan lain-lain(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
3.9
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
3.9.1
Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/
MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan tugas dari Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
49
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik
In vitro dan PKRT
menyelenggarakan fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
b.
bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik invitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan
penyusunan
laporan di
bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.9.2
Struktur Organisasi Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT juga terdiri
dari 2 Seksi, yaitu Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
a. Seksi Produk Diagnostik In vitro Seksi Produk Diagnostik In vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia.Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lainlain(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
50
b. Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Contoh Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah pembalut, adult diaper, pembersih lantai, dan lain-lain(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
3.10 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 3.10.1 Tugas dan Fungsi Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan
Rumah
Tangga
menyelenggarakan
fungsi(Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
51
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.10.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas: a. Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). b. Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
3.11 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi 3.11.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat
Standardisasi
dan
Sertifikasi
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
52
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.11.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari 2 Seksi yaitu Seksi Standardisasi Produkdan
Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan
Distribusi. a. Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). b. Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
53
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
3.12 Sub Bagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
3.13 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan berjumlah 62 orang, terdiri dari PNS 37 orang (struktural 14 orang dan fungsional umum 23 orang), serta tenaga honorer sebanyak 25 orang (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan, 2013).
Gambar 3.1 Persentase golongan PNS di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
54
Gambar 3.2 Persentase tingkat pendidikan pegawai di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Gambar 3.3 Pengelompokan pegawai berdasarkan jenis kelamin
3.14 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 3.14.1 Sertifikasi Produksi Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang produksi alat kesehatan dan PKRT menyebutkanbahwa produk alat kesehatan dan PKRT
yang
beredar
harus
memenuhi
standar dan/atau
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan tersebut sesuai dengan Farmakope Indonesia Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
55
atau Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT atau standar lain yang ditetapkan oleh Menteri seperti Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan Cara Pembuatan PKRT yang Baik (CPPKRTB). Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi. Jenis produk yang diizinkan untuk diproduksi harus sesuai dengan lampiran sertifikat produksi. Penambahan jenis produk dapat dilakukan dengan addendum sertifikat untuk perluasan produksi. Perusahaan yang
hanya
melakukan
pengemasan
kembali,
perakitan,
rekondisi/remanufakturing tetap harus memiliki sertifikat produksi. Perusahaan yang memproduksi alat kesehatan/PKRT bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan/PKRT Perusahaan harus dapat
yang diproduksinya.
menjamin bahwa produknya dibuat sesuai dengan
CPAKB dan CPPKRTB dan tidak terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses penyimpanan, penggunaan maupun transportasi (Menteri Kesehatan RI, 2010b). Bangunan untuk produksi alat kesehatan dan PKRT harus berada di lokasi yang sesuai, memenuhi persyaratan teknis, sanitasi dan higiene dan tidak digunakan untuk kegiatan selain yang tertulis di serifikat produksi kecuali telah disetujui, seperti penggunaan bersama produksi obat, maka pencemaran silang harus dihindari. Fasilitas yang telah memenuhi syarat harus selalu dipelihara (Menteri Kesehatan RI, 2010b). Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 mengklasifikasikan sertifikat produksi alat kesehatan menjadi tiga kelas, meliputi: a.
Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lain yang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri.
b.
Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B,yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
56
dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c.
Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C , yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asistenapoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratoriumyang terakreditasi. Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu:
a.
Sertifikat Produksi PKRT Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPPKRTB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi PKRT kelas I dan kelas II dan kelas III.
b.
Sertifikat Produksi PKRT Kelas B, yaitu sertifikat
yang diberikan
kepadapabrik yang layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II sesuai ketentuanCPPKRTB. c.
Sertifikat Produksi PKRT Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II tertentu, sesuai ketentuan CPPKRTB. Klasifikasi Sertifikat Produksi tersebutditetapkan
berdasarkan
hasil
pemeriksaan kesiapan pabrik dalam penerapan CPAKB dan CPPKRTB. Untuk mendapatkan Sertifikat Produksi, perusahan harus mengajukan permohonan. Permohonan hanya dapat diajukan oleh badan usaha yang telah melengkapi persyaratan administratif dan teknis. Prosedurnya sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2010b): a.
Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1 (Lampiran 8).
b.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
57
melakukan pemeriksaan setempat. c.
Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
d.
Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan.
e.
Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
f.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat.
g.
Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alatkesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkaslengkap.
h.
Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi.
i.
Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambatlambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Sertifikat Produksi tersebut dapat berlaku selama 5 tahun dan dapat
diperpanjang dengan mengajukan permohonan selambat-lambatnya 3 bulan sebelum masa berakhir. Untuk perubahan sertifikat produksi, dapat dilakukan jika terjadi perubahan badan usaha, nama dan alamat perusahaan,penggantian penanggung jawab teknis dan pimpinan perusahaan, serta perubahan klasifikasi. Sertifikat produksi juga dapat dicabut jika terjadi pelanggaran terhadap Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
58
persyaratan dan peraturan perundang-undangan serta jika perusahaan tidak menerapkan CPAKB ataupun CPPKRTB. Jika terjadi pelanggaran maka dapat diberikan peringatan secara tertulis sebanyak 2 kali berturut-turut dengan tenggat waktu masing-masing 2 bulan, penghentian kegiatan sementara, dan pencabutan sertifikat produksi (Menteri Kesehatan RI, 2010b). Perusahaan yang akan mengekspor alat kesehatan dan/atau PKRT yang memiliki sertifikat produksi dan produknya telah memiliki izin edar diberikan certificate of free sale yaitu surat keterangan yang dikeluarkan oleh Menteri yang menerangkan bahwa suatu produk alat kesehatan dan/atau PKRT sudah mendapatkan izin edar atau telah bebas dijual di Indonesia (Menteri Kesehatan RI, 2010b).
3.14.2 Pelayanan Permohonan Izin Edar Kesehatan dan PKRT Alat kesehatan dan/atau PKRT
yang akan diimpor, digunakan
dan/ataudiedarkan di Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izinedar. Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2010c): a. keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan melakukan uji klinisdan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan; b. keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan; c. mutu, dinilai dari carapembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan risiko penggunaannya, produk alat kesehatan dibagi menjadi 4 kelas yaitu kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III, sedangkan produk PKRT dibagi menjadi 3 kelas yaitu kelas I, kelas II dan kelas III (Menteri Kesehatan RI, 2010c). Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT produksi dalam negeri diajukan oleh (Menteri Kesehatan RI, 2010c): a.
Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan dan/atau rekondisi/remanufaktur dan/atau makloon alat kesehatan dan/atau PKRT yang telah mendapat sertifikat produksi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
59
b.
Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin penyalur dan ditunjuk sebagai agen tunggal dari perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam negeri.
c.
Perusahaan pemilik merek dagang produk PKRT yang melakukan makloon kepada perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi PKRT. Untuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang merupakan produk impor, cara
pembuatan yang baik ditunjukkan dengan sertifikat produksi. Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT impor diajukan oleh (Menteri Kesehatan RI, 2010c) : a.
Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin atau Importir PKRT yang memiliki penunjukan dari perusahaan atau perwakilan usaha yang memiliki kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk yang diageni serta diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat, dengan masa penunjukan minimal 2 (dua) tahun.
b.
PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRT yang bukan agen tunggal harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dan/atau PKRT dari perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau PKRT atau perusahaan penanggung jawab di luar negeri.
c.
Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan perakitan/pengemasan kembali produk impor. Alat kesehatan atau PKRT impor yang akan didaftarkan, wajib disertai
surat yang menyatakan bahwa alat kesehatan atau PKRT tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal produk diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau mutu alat kesehatan dan/atau PKRT dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses evaluasi. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a.
Data Administrasi 1) Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
60
lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). 2) Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificateof Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. 3) Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. 4) Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI. b.
Data Teknis 1) Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. 2) Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
61
3) Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. 4) Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation).
Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal pemberitahuan.Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon
tidak
melengkapi
data
maka
dilakukan
penolakan
pendaftaran(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan keputusan persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar alat kesehatan atau PKRT dalam jangka waktu yang dihitung sejak permohonan izin edar dinyatakan lengkap, yaitu 30 hari kerja untuk Kelas I, 60 hari kerja untuk Kelas IIa dan kelas IIb, dan 90 hari kerja untuk kelas III. Jika persyartan telah lengkap, maka nomor izin edar kan dikeluarkan yang terdiri dari 11 digit, yaitu(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): X – XX – XX – XX - XXXX Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
62
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar : a. Alat Kesehatan AKD 21104100085 AKL
: Alat Dalam Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: Kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90)
: Tahun pemberian izin (dibalik) 2010
Digit 8-11 (Angka 085)
: Nomor urut pendaftaran 0085
Penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). b. PKRT: PKL 20305800100 PKL
: PKRT luar negeri
Digit 1 (Angka 2)
: Kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 03)
: Kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05)
: Sub kategori 5 (pembersih kloset)
Digit 6,7 (Angka 80)
: Tahun pemberian izin (dibalik) 2008
Digit 8-11 (Angka 0100) : Nomor urut pendaftaran 0100 Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukankeagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan. Izin edar tidak berlaku apabila masa berlakunya habis, masa berlaku sertifikat produksi habis, batas waktu keagena habis dan tidak diperpanjang, atau persetujuan izin edar dicabut. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan serta kemanfaatan, pemerintah berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran. Izin edar dapat diperpanjang selambat-lambatnya 3 bulan sebelum masa berlakunya habis. Jika dalam masa peredarannya terdapat perubahan seperti ukuran, kemasan, penandaan, dan NPWP, maka perusahaan harus mengajukan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
63
perubahan izin edar, tanpa perubahan pada nomor izin edar. Jika perubahan yang ada selain pada 4 hal tersebut, maka harus memenuhi ketentuan tata cara permohonan izin edar baru dengan perubahan nomor izin edar baru(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
3.14.3 Pelayanan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) Penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh Penyalur Alat Kesehatan (PAK), Cabang PAK, dan toko alat kesehatan dengan adanya izin. Pedagang Besar Farmasi yang juga menyalurkan alat kesehatan juga harus memiliki IPAK. Izin PAK diberikan oleh Kementerian Kesehatan, izin cabang PAK diberikan oleh Dias Kesehatan Propinsi, dan izin toko alat kesehatan diberikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d). Untuk dapat mengajukan permohonan izin PAK, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d): a. berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku; c. memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun; d. memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya; e. memenuhi CDAKB. Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) ditujukan kepada Dinas Kesehatan Propinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): a.
Akte notaris.
b.
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
64
Perdagangan). c.
Peta lokasi dan denah bangunan.
d.
Alamat gedung, dan bengkel.
e.
Penanggung jawab teknis.
f.
Tenaga teknisi.
g.
Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat.
h.
Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan.
i.
Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan. Jika persyaratan telah dipenuhi, maka permohonan izin dapat dilakukan
sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d): a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat. b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 hari
kerja melakukan
pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jenderal. e. Dalam
hal pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada huruf
b- d tidak
dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. f. Dalam jangka waktu 12 hari kerja sejak menerima surat pernyataan Direktur Jenderal dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan IPAK. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan Direktur Jenderal mengeluarkan IPAK. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
65
h. Terhadap penundaan yang dimaksud pada huruf f kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambatlambatnya 3 bulan sejak diterbitkan surat penundaan. Izin PAK yang telah diperoleh berlaku selama PAK melaksanakan ketentuan CDAKB
(yang dibuktikan dengan audit setiap 5 tahun) dan
perusahaannya aktif melakukan kegiatan usaha. Perubahan izin PAK harus dilakukan jika ada perubahan badan hukum perusahaan, pimpinan, penanggung jawab teknis, dan alamat kantor, gudang atau bengkel. Izin PAK juga dapat dicabut apabila PAK mendistribusikan produk yang tidak memiliki izin edar atau tidak sesuai dengan klaim izin edar, PAK sengaja menyalahi jaminan pelayanan purna jual, dan PAK tidak memenuhi persyaratan berdasarkan hasil audit. PAK yang ingin melakukan ekspor dan impor alat kesehatan harus memiliki serifikat PAK, dan sertifikat bebas jual (certificate of free sale/CFS) bagi alat kesehatan yang telah memiliki izin edar atau sertifikat bebas ekspor (certificate of exportation) bagi alat keehtan yang tidak memiliki izin ear dan diproduksi oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d). 3.14.4 Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga memberikan pelayanan surat keterangan sepertiCertificate of Free Sale (CFS) dan surat keterangan lainnya untuk keperluan berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d): a.
Produk alat kesehatan atau PKRT untuk penelitian dan pendidikan.
b.
Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan atau PKRT yang sudah terdaftar.
c.
Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan).
d.
Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
66
3.14.5 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT tercakup
dalam
Permenkes
1190/MENKES/PER/VIII/2010
1189/MENKES/PER/VIII/2010,
dan1191/MENKES/PER/VIII/2010
mengenai
produksi, izin edar, dan izin penyalur alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pemerintah melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala minimal 1 tahun sekali untuk menjamin ketaatan terhadap
CPAKB dan CPPKRTB.
Perusahaan yang memproduksi, mengemas kembali, merakit, merekondisi/ remanufakturing
juga harus
melaporkan
hasil
pengawasan
mutu
alat
kesehatan dan/atau PKRT secara berkala minimal setahun sekali. Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan produksi alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan oleh pemerintah, produsen, distributor, dan masyarakat. Pengawasan oleh pemerintah dilaksanakan secara berjenjang di tingkat pusat oleh Direktur Jenderal dan di daerah oleh kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan kepala dinas kesehatan provinsi melaporkan hasil pembinaan
dan
pengawasan
yang
dilakukan
kepada
Direktur Jenderal.
Pembinaan
dalam hal terkait produk alat kesehatan dan PKRT mencakup
informasi produk, perdagangan, sumber daya manusia, pelayanan kesehatan, dan periklanan. Pembinaan dan pengawasan dalam hal penyaluran alat kesehatan dan PKRT mencakup saran dan prasarana, dokumentasi, penyaluran, pengadaan, dan penyimpanan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010c). Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dapat melalui (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010c): Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
67
a. Audit terhadap informasi teknis dan klinik. b. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi c. Sampling dan pengujian. d. Pengawasan penandaan iklan. e. Penindakan yang berupa penegakan hukum. Produsen dan distributor juga harus melakukan pengawasan terhadap produknya. Pengawasan oleh produsen/penyalur dapat berupa (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d): a. Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT. b. Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak diinginkan. c. Melaporkan kepada pemerintahtentang kejadian yang tidak diinginkan. Pengawasan oleh masyarakat dilakukan dengan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010c): a. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban terhadap alat kesehatan yang beredar. b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. c. Memberikan masukkan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu. Jika terdapat indikasi kerugian karena penggunaan alat kesehatan dan/atau PKRT, dapat dilakukan penelusuran oleh pemerintah, produsen dan penyalur untuk segera diambil tindakan lebih lanjut berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan dan hasilnya dilaporkan kepada pemerintah. Penarikan kembali alat kesehatan dan/atau PKRT dari peredaran karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin edarnya, kadaluwarsa, tanggung
dilaksanakan oleh dan menjadi
jawab perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya.
Pemusnahannya harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal. Dalam
rangka
pembinaan dan pengawasan, pemerintah dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangannya masing-masing berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
68
BAB IV PEMBAHASAN
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memiliki tugas dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010. Dengan tanggung jawabnya dalam menjamin kesejahteraan masyarakat dalam bidang kesehatan, Kementerian kesehatan memilikifungsi yaitu melakukan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan, pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian kesehatan, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan kementerian kesehatan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian kesehatan di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Kementerian Kesehatan memiliki visi yaitu“Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”, dengan misi-misi yang dimiliki, diantaranya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; serta menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Visi dan misi kementerian kesehatan tersebut diidukung dengan strategi-strategi, tugas, fungsi, dan kewenangan yang dimiliki. Visi dan misi tersebut juga dicapai dengan adanya struktur organisasi yang dibentuk di Kementerian Kesehatan, yang mana terdapat koordinasi antar direktorat jenderal yang bernaung di bawahnya. Salah satu Direktorat Jenderal yang berkoordinasi adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Ketiga Direktorat Jenderal lainnnya yaitu Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) berfokus pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang selaras Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
69
dengan visi kementerian kesehatan melalui lingkup peran dan fungsi dalam melaksanakan pembinaan. Ditjen Binfar dan Alkes berfokus pada kegiatankegiatan yang berupa penjaminan yang berkaitan dengan obat dan alkes, peningkatan sektor farmasi dan alkes dalam negeri dan pengawasan, serta penyediaan layanan publik yang profesional merupakan komponen kegiatan yang akan berdampak pada derajat kesehatan masyarakat. Pemerintah berupaya menjamin keamanan, mutu, dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT melalui Ditjen Binfar dan Alkes. Dalam rangka pencapaian visi dan misi tersebut, Ditjen Binfar dan Alkes juga memiliki struktur organisasi untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang ada agar lebih terarah dan dapat tercapai dengan baik sesuai dengan target yang dibuat. Ditjen Binfar dan Alkes terbagi dalam: a. Sekretariat Direktorat Jenderal. b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Setiap direktorat yang tergabung dalam ditjen ini dapat memiliki visi dan misinya tersendiri, yang tentunya mendukung visi dan misi kementerian kesehatan dan Ditjen Binfar dan Alkes itu sendiri. Kegiatan-kegiatan yang dirumuskan secara lebih detail tersusun dalam Rencana Strategi (Renstra) dalam lima tahun untuk tiap periode lengkap dengan target pencapaiannya. Strategy Map yang terdapat dalam Renstra memperhatikan segi mandat kementerian kesehatan, nilai tambah untuk masyarakat, layanan publik yang disediakan, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan yang akan diperoleh. Kegiatan Unit Kerja dalam KoordinasiDitjen Binfar dan Alkes juga diperinci dalam dokumen Renstra. Setiap tahunnya dibuat pelaporan akuntabilitas kinerja masing-masing direktorat yang merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban dalam menilai keberhasillan atau kegagalan pelaksanaan program/kegiatan di tiap-tiap direktorat. Berdasarkan Permenkes Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 527 bahwa
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
70
alat kesehatan;penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Salah satu direktorat dari Ditjen Binfar dan Alkes yaitu Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang terbagi dalam empat subdirektorat yaitu: a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi Setiap subdirektorat dikepalai oleh seorang kepala subdit yang membawahi dua kepala seksi. Subdirektorat tersebut bertugas dalam menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan produk alat kesehatan dan PKRT baik sebelum produk tersebut diedarkan (pre market) maupun setelah produk tersebut diedarkan (post market).
4.1
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri atas Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Pada struktur organisasi terdahulu kedua seksi tersebut berada dalam subdirektorat yang berbeda. Perubahan struktur organisasi tersebut bertujuan meningkatkan efisiensi kinerja sesuai dengan spesifikasi dari kedua jenis alat kesehatan tersebut. Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang menggunakanlistrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sedangkan alat kesehatan nonelektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidakmenggunakan tenaga listrik. Pembagian kelas alat kesehatan dibagi menjadi 4 (empat) kelas berdasarkan risiko yang ditimbulkan, yaitu I, kelas IIa, kelas IIb, kelas III. Kelas I adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
71
menyebabkan akibat yang berarti. Kelas IIa adalah adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Kelas IIb adalah adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Kelas III adalah adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Produk alkes baik elektromedik maupun nonelektromedik sebelum diedarkan harus sudah memiliki izin edar prooduk terlebih dahulu. Untuk mendapatkan izin edar tersebut, produk yang akan diedarkan harus didaftarkan ke bagian Direktorat Produksi dan Distribusi Alkes yang mana selanjutnya akan dinilai oleh bagian Subdirektorat Penilaian Alkes sesuai dengan kententuan persyaratannya. Mekanisme izin edar produk alkes tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor1190/MENKES/PER/VIII/2010. Produk yang didaftarkan akan dinilai berdasarkan persyaratan admnistrasi dan persyaratan teknis. Produk-produk seperti kondom, kasa, dan pembalut dilakukan pengujian keamanaan, manfaat dan mutunya seperti mislanya diuji untuk daya serap da fluorosensi. Jika produk tersebut memenuhi semua persyaratan sesuai dengan yang telah ditentukan dan terbukti keamaannya maka, izin edar produk tersebut dapat diberikan sehingga produk dapat diedarkan, namun jika belum sesuai, maka pendaftar dapat memperbaiki atau melengkapi persyaratan yang kurang dalam tenggat waktu tertentu. Proses pendaftaran untuk izin edar produk dilakukan dengan sistem online. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses dari mulai pendaftaran hingga surat izin tersebut dikeluarkan.
4.2
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan PKRT merupakan
subdit yang menilai/mengevaluasi produk diagnostik In Vitro dan PKRT. Subdit ini dibagi menjadi dua seksi yaitu Seksi Produk Diagnostik In Vitrodan Seksi produk PKRT. Kegiatan yang dilakukan subdit ini yaitu menilai dan memberikan izin edar alat kesehatan berupa produk diagnostik in vitrodan PKRT dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
72
maupun luar negeri. Sama halnya dengan penilaian produk alkes, penilaian produk ini juga bertujuan menjamin produk diagnostik In Vitro dan PKRT yang beredar di Indonesia telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Penilaian ini meliputi data administrasi dan data teknis dengan mekanisme seperti yang tercantum
dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor1190/MENKES/PER/VIII/2010. Data administrasi terdiri dari formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor), dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Data teknis terdiri dari data formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate ofAnalysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Untuk mendapatkan Izin Penyalur Alat Kesehatan, penyalur tersebut juga harus mendaftarkan ke direktorat ini sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan.Penyalur juga harus memiliki izin sarana terlebih dahulu yang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kab/Kota. Pemohon yang telah melengkapi persyaratan, mengajukan kepada Dinas Propinsi setempat untuk peninjauan sarana. Dinkes setempat akan mengeluarkan surat rekomendasi, kemudian akan diperiksa untuk kelengkapan datannya hingga izin sarana diperoleh. Setelah zjin sarana didapat, baru dilakukan registrasi produk. Izin edar berlaku selama 5 tahun yang kemudian dapat dilakukan perpanjangan dengan biaya sesuai dengan kelas produknya. Produk diagnostik In Vitro adalah alat kesehatan yang digunakan tunggal maupun dalam kombinasi dibuat bertujuan pemeriksaan spesimen yang berasal dari tubuh manusia secara reagensia yang digunakan untuk diagnostik, pemantauan atau kesesuaian pelaksanaan pengobatan. Produk diagnostik In Vitro dibagi dalam empat kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi, dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan diagnostik In Vitrokelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
73
PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan, perawatan, pengendali kutu hewan peliharaan, dan keperluan kebersihan rumah tangga. Pembagian kelas risiko untuk PKRT sama dengan kelas untuk alat kesehatan yaitu kelas I (risiko rendah), kelas II (risiko sedang), dan kelas III (risiko tinggi). Produk PKRT banyak digunakan oleh konsumen dan beberapa diantaranya mengandung bahan berbahaya seperti pestisida sehingga tidak kalah penting dilakukan penilaian produk PKRT sebelum diberikan izin edar.
4.3
Subdirektorat Inspeksi Alkes & PKRT Subdirektorat
melaksanakan
Inspeksi
penyiapan
Alat
bahan
Kesehatan dan PKRT
perumusan
dan
ini
pelaksanaan
bertugas kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan PKRT. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk dan inspeksi sarana produksi dan distribusi. Kegiatan pengawasan alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia dilakukan dengan lima kegiatan utama, yaitu post market surveillanceyang bersifat proaktif, terbagi dalam Monitoring Evaluasi dan Sampling produk; vigilanceyang merupakan kegiatan bersifat responsif; pengawasan iklan; dan penindakan atau penegakan hukum. Post market surveillance merupakan kegiatan pemantauan terhadap produk yang beredar di pasaran, sarana produksi serta sarana distribusi alkes dan PKRT. Kegiatan ini dilakukan dengan cara pembelian produk dari pasar kemudian diuji sesuai dengan parameter keamanan, mutu, dan kemanfaatannya.
Hasil
pengujian
dibandingkan
dengan
dokumen
yang
dilampirkan oleh produsen ketika proses pendaftaran. Penilaian terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan dengan melakukan inspeksi sarana produksi dan distribusi di seluruh wilayah Indonesia di 33 propinsi. Kegiatan dilakukan setiap 5 tahun sekali. Kelayakkan sarana produksi dan distribusi dinilai dari komitmen produsen dan distributor dalam menerapkan pedoman CPAKB dan CDAKB. Kegiatan sampling produk dilakukan secara random di seluruh Indonesia yang kemudian dilakukan pengujian. Dari hasill pengujian tersebut, akan didapatkan hasil apakah prooduk tersebut memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
74
Pengujian dilakukan terhadap parameter pengujian masing-masing produk. Jika tidak memenuhi syarat maka akan diberika surat peringatanhingga penghentian permanen. Kegiatan vigilance adalah kegiatan pelaporan terkait alkes dan PKRT oleh produsen, distributor, masyarakat atau pemerintah mencakup kegiatan produksi, distribusi serta penggunaanya oleh masyarakat. Laporan ini dilakukan setiap satu tahun sekali. Pada kasus tertentu seperti kejadian yang menimbulkan banyak korban jiwa, maka pelaporan harus dilakukan maksimal 2x24 jam setelah kejadian. Bila suatu kasus menimbulkan korban jiwa yang tidak banyak (hanya satu atau dua korban), maka pelaporan dilakukan maksimal sepuluh hari setelah kejadian. Apabila suatu peristiwa terjadi namun tidak menimbulkan korban jiwa, maka pelaporan dilakukan maksimal tiga puluh hari. Pengawasan iklan dilakukan dengan pemantauan terhadap iklan yang dipublikasikan di media massa, baik elektronik maupun cetak. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa iklan yang dipublikasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Beberapa hal yang diatur terkait periklanan antara lain tenaga profesional tidak boleh mengiklankan produk kecuali untuk pelayanan masyarakat mengunakan kata-kata superlatif, tidak diperkenankan mengunakan anak-anak kecuali produk tersebut digunakan oleh anak. Penyidikan dilakukan jika terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum pidana. Pelaksanaan ini dilakukan oleh PPNS baik pusat, provinsi, maupun Kabupaten/Kota
4.4
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas Seksi Standardisasi
Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi memiliki tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Dalam melaksanakan tugas standardisasi, subdit ini bekerjasama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
75
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari: Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Keduanya mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi Produk) atau di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi). Produk dari Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi antara lain, sertifikat produksi, izin penyalur, pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Selama melaksanakan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mahasiswa mengamati kegiatan, mendapatkan materi, dan berdiskusi terkait dengan tugas dan fungsi dari setiap subdirektorat. Kegiatan tersebut memberikan pemahaman dan pengetahuan terkait tugas dan fungsi dari masing-masing subdirektorat.
4.5 Penilaian Program/Kegiatan Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian kesehatan memiliki rencana strategis tiap periodenya dalam lima tahun untuk pencapaian visi dan misi yang ada. Rencana strategis tersebut dibuat hingga ke masing-masing direktorat yang bernaung di bawahnya untuk secara bersama-sama saling mendukung dalam pencapaian visi dan misi Kementerian Kesehatan dengan pelaksanaan tugas pokok, fungsi, dan kewenangan masing-masing direktorat. Diperlukan sistem manajemen kinerja yang baik dan terarah untuk upaya pencapaian target dan hasil yang lebih baik. Setiap tahunnya, dibuat Laporan Akuntabilitas Kinerja tiap-tiap direktorat yang merupakan suatu pertanggungjawaban dalam menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program/kegiatan di masing-masng direktorat. Seperti yang tercantum dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2013,target yang dimiliki oleh Ditjen Binfar dan Alkes adalah Meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Salah satu indikator kinerjanya adalah presentase Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
76
produk alkes dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat dengan target yaitu 90%. Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/kegiatan di masa yang akan datang agar setiap program/kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Pada tahun 2013, berdasarkan indikator kinerja, terealisasi presentase produk alkes dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat yaitu 90,12% dengan capaian 100,13% dari target yaitu 90%. Sampling alkes dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap keamanan, mutu dan manfaat alkes dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Sampling dilakukan di 33 propnsi dengan jumlah sampel yang diuji sebanyak 1103 sampel. Seluaruh sampel diuji di beberapa laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk. Dari 982 sampel yang telah diperoleh hasil uji, 885 sampel memenuhi syarat dan 97 sampel tidak memenuhi syarat. Walaupun secara nasional target indikator produk alkes dan PKRT yang beredar telah tercapai, masih terdapat kendala dalam pencapaian kinerja indikator tersebut, yaitu masih terbatasnya laboratorium yang terakreditasi untuk pengujian sampel alkes dan PKRT; serta belum optimlanya pelaksanaan fungsi pengawasan pada post market surveillance terhadap produk alkes dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Perlu upaya untuk memecahkan masalah tersebut yaitu dengan meningkatkan koordinasi dengan laboratorium agar memperluas kemampuan pengujian alkes dan PKRT, serta pengoptimalkan pelakasnaan fungsi pengawasan pada post market surveillance termasuk penyediaan tenaga PPNS dan sistem emonitoring post market. Kinerja yang telah dilakukan sudah berjalan dengan cukup baik sesuai tugas dan fungsi yang dimiliki masing-masing. Beberapa masalah yang dialami yaitu seperti minimnya tenaga pegawai dengan tugas yang cukup besar, misalanya untuk bagian penilaian produk alkes dan PKRT karena saat ini produk-produk Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
77
yang didaftarkan semakin meningkat. Selain itu juga akibat para pendaftar izin edar produk yang kurang teliti dan maksimal dalam mengirimkan persyaratan berkas-berkas yang diperlukan sehingga menyebabkan beban kerja miningkat. Maka dari itu, perlu dilakukan optimalisasi kinerja yang lebih baik lagi bagi para pegawai maupun dari pihak pendaftar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a.
Menteri Kesehatan RI membawahi Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderaldan empat Direktorat Jenderal. Salah satu Direktorat Jenderal tersebut adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. DirektoratJenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari Direktorat BinaObat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina PelayananKefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan danDirektorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki struktur organisasi yang kesemuanya memiliki tugas dan fungsi yang saling mendukung, yang mana berfokus pada penilaian alat kesehatan dan PKRT sebelum dan sesudah produk tersebut beredar. Hal tersebut bertujuan untuk menjamin keamanan, mutu, dan khasiat alkes dan PKRT yang beredar sehingga aman dan efektif digunakan oleh masyarakat. Struktur organisasi yang dimiliki oleh Direktorat Produksi dan Distribusi Alkes tercantum dalam dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010.
b.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Direktorat ini berperan dalam menyelenggarakan upaya
kesehatan
melalui
penilaian,
pembinaan,
pengendalian,
dan
pengawasan terhadap alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. Kegiatan pelayanan yang dilakukan Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alkes dan PKRT.Tugas dan fungsi ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 Tahun 2010. Pencapaian hasil kinerja yang dilakukan telah mencapai target indikator yang ditentukan seperti yang 53Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
54
tercantum dalam Laporan AkuntabilitasKinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2013. Kendala-kendala yang masih ada dalam kinerja tersebut perlu diperbaiki dengan mengoptimalkan peran dan fungsi serta kinerja masingmasing bagian sehingga tercpai hasil yang lebih baik.
5.2 Saran a. Sosialisasi sistem online dalam pelayanan sertifikasi produksi, izin penyalurdan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga perluditingkatkan
agar
pelayanan
lebih
optimal
dan
mempermudah
pemohondalam mengajukan permohonan.Pengadaan peraturan yang cukup tegas pada sistem registrasi produk secara onlinesehingga pihak yang mengajukan permohonan perizinan dapat lebih teliti dalam mengirimkan berkas sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja dari pihak penilaian. Hal tersebut juga kemudian dapat meningkatkan jangka waktu pemrosesan permohonan registrasi. Misalnya dengan pembatasan kesempatan perbaikan dan waktu perbaikan yang lebih sngkat. b. Meningkatkan koordinasi dengan laboratorium agar memperluas kemampuan pengujian alkes dan PKRT, serta mengoptimalkan pelaksnaan fungsi pengawasan pada post market surveillance termasuk penyediaan tenaga PPNS dan sistem e-monitoring post market.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.(2013). Laporan Akuntabilitas Kinerja. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.(2013). Laporan Akuntabilitas KinerjaDirektorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2013. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.(2010a). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.(2010c). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.(2010d). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan.Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.(2010e). Rencana Strategis (Renstra)Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014.Jakarta.: Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 021/MENKES/SK/1/2011: Rencana StrategisKementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Jakarta.: Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta.
55Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan
57
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
58 Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
59 Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
60
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
61
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
62
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
63
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
64
Lampiran
8.
Formulir
permohonan
sertifikat
produksi
alat
kesehatan/
perbekalankesehatan rumah tangga (PKRT). PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN /PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Saya yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan sertifikat produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 1. Nama Pemohon
:
Alamat Pemohon
:
2. Nama Pabrik
:
Alamat Pabrik
:
3. Badan Usaha
:
4. NPWP
:
SIUP
:
TDI
:
5. Status Permodalan : Alamat Surat menyurat 6. dan : Nomor Telepon Alamat Gudang
:
7. Jenis yang akan diproduksi : 8. Nama Penanggung Jawab : Teknis Produksi 9. Pendidikan Penanggung
:
Jawab Produksi Pas foto pemohon
Pemohon,
Tanda Tangan
Berwarna Stempel Perusahaan
(.......................)
Ukuran 4 x 6 Materai 6000
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
65
Lampiran 9. Formulir permohonan izin penyalur alat kesehatan
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
MONITORING DAN EVALUASI SARANA PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA (PKRT)
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
RAUHATUR RAHMAH,S.Farm. 1306344116
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................1 1.1 Latar Belakang..................................................................................1 1.2 Tujuan ...............................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN UMUM.................................................................................3 2.1 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga…………………………………….....….. 5 2.2 2.3
Post Market Surveillance …………………………………………. 6 Sertifikasi Produksi ..........................................................................9
BAB 4 PEMBAHASAN .....................................................................................14 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................18 5.1 Kesimpulan .....................................................................................18 5.2 Saran ...............................................................................................18 DAFTAR ACUAN ................................................................................................19
ii
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan masyarakat adalah salah satu modal pokok dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa serta mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional, oleh karena itu masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang tidak memenuhi persyaratan. Di era globalisasi dan pasar bebas dengan semakin mudahnya transportasi antar negara, wilayah dan antar kota dan desa, menyebabkan hilangnya entry barier semua komoditi termasuk diantaranya adalah alat kesehatan. Sehingga baik jumlah maupun jenis alkes dan PKRT yang beredar semakin meningkat. Alkes dan PKRT juga merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang umumnya tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan regulasi yang berorientasi pada alkes dan PKRT yang aman, bermutu dan bermanfaat (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Alat kesehatan dan PKRT memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Namun di sisi lain juga dapat menimbulkan masalah dalam penggunaannya, baik itu merugikan penggunanya atau orang di sekelilingnya. Masalah tersebut antara lain disebabkan karena alat kesehatan dan PKRT tersebut tidak memenuhi standar mutu dan keamanan atau terjadi salah penggunaan. Peningkatan jumlah dan jenis alkes dan PKRT yang beredar tersebut harus diiringi dengan adanya suatu pengendalian dari pemerintah, yang dituangkan melalui Permenkes RI No.1144/Menkes/Per/VIII/2010 menunjuk Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sebagai institusi yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alkes dan PKRT melalui premarket control dan post market control. Premarket control dan post market control berfungsi untuk memastikan bahwa alkes dan PKRT yang telah diberikan izin edar, secara terus-menerus sesuai dengan persyaratan kemanan, mutu, manfaat dan kinerja yang telah 1
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
2
disetujui. Namun pada faktanya, saat ini banyak ditemukan alkes dan PKRT yang tidak memenuhi standar kemanan dan mutu di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pengawasan post market atau inspeksi yang dilakukan oleh Sub Direktorat inspeksi alat kesehatan dan PKRT pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan diantaranya adalah kegiatan monitoring dan evaluasi sarana produksi alkes dan PKRT. Kegiatan monitoring dan evaluasi sarana produksi merupakan kegiatan proaktif yang dilakukan dalam pengawasan alkes dan PKRT, sehingga diperlukan peninjauan berkala terhadap proses yang telah, tengah, dan akan berlangsung, untuk menghasilkan kinerja yang lebih efektif dan efisien. Dengan memperhatikan hal tersebut diatas, maka Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes mempunyai tanggung jawab mensinergikan melalui penyusunan kebijakan dan pedoman-pedoman yang dapat dipergunakan, termasuk di dalamnya upaya-upaya peningkatan mutu produksi alat kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT sejak dini, mulai dari proses produksi hingga produk tersebut digunakan oleh masyarakat. Pembinaan dilakukan terhadap sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. 1.2`
Tujuan Untuk mengetahui kegiatan monitoring dan evaluasi sarana produksi
yang dilakukan oleh Sub Direktorat inspeksi alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT).
Univerrsitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Subdirektorat
Inspeksi
Alat
Kesehatan
dan
Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga 2.1.1
Tugas dan Fungsi
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi
dan penyusunan laporan
pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.1.2
Struktur Organisasi
Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas: 2.1.2.1 Seksi Inspeksi Produk
3
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2.1.2.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.2
Post Market Surveillance
Post Market Surveillance merupakan kegiatan proaktif yang dilakukan dalam rangka melakukan pengecekan kesesuainan terhadap mutu, keamanan dan kinerja alat selama di peredaran dan penilaian kesesuaian terhadap data awal yang dimasukkan pada saat registrasi. Post Market Surveillance dilakukan
oleh
pemerintah
bersama
produsen
secara
berkala
dan
berkelanjutan melalui : a. Monitoring dan evaluasi sarana produksi b. Monitoring dan evaluasi dan penyalur c. Audit Quality System d. Sampling produk di pasaran Post Market Surveillance mempersyaratkan produsen dan penyalur untuk: a. Secara sistematik mampu melakukan peninjauan terhadap pengalaman yang didapat setelah alkes disalurkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan sifat dan resiko yang terkait dengan produk tersebut. c. Memberitahukan pihak penyalur alkes mengenai KTD. d. Produsen dan atau penyalur wajib melaporkan kepada Kementrian Kesehatan setiap KTD yang memerlukan tindak lanjut. Univerrsitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
5
e. Produsen dan atau penyalur dapat menunjukkan hasil dari post market surveillance yang dilakukannya bila diminta. Informasi yang termuat dalam post market surveillance ini dapat berasal dari banyak sumber yaitu : a. Kelompok pengguna ahli b. Survei pelanggan, sarana produksi dan penyalur c. Keluhan pelanggan d. Informasi servis dan pemeliharaan e. Tinjauan pustaka f. Umpan balik pengguna g. Penelusuran alat kesehatan h. Reaksi pengguna selama program pelatihan i. Sampling dan uji laboratorium Pada umumnya post market surveillance oleh produsen telah ada sebagai bagian dari “Quality System” internal. Walaupun sertifikat “Quality System” tidak dipersyaratkan untuk produsen Alkes atau PKRT kelas I (paling tidak berisiko) atau non alkes yang berfungsi sebagai pengukuran, namun produsen masih perlu melaporkan hasil post market surveillance yang telah dilaksanakan pada waktu melakukan pendaftaran izin edar. Penarikan produk dari peredaran adalah tanggung jawab produsen atau penyalur, namun Kementrian Kesehatan melakukan pengawasan apakah pelaksanaan post market surveillance telah dilaksanakan sesuai prosedur dan meminta hasilnya apabila diperlukan.
2.2.1
Monitoring
dan
evaluasi
sarana
produksi
dan
distribusi
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012) Kegiatan Monitoring dan evaluasi mencakup pemeriksaan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan.
2.2.2.1 Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan secara rutin yaitu pemeriksaan berkala yang frekuensi disesuaikan dengan kapasitas tenaga yang dimiliki oleh Pemerintah, Univerrsitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
6
dan pemeriksaan secara Khusus/Kasus yaitu pemeriksaan untuk tujuan khusus ataupun dalam rangka penulusuran kasus.
2.2.2.2 Data yang diperiksa Data yang diperiksa adalah data administrasi dan teknis. Data teknis diperiksa kesesuian kondisi saat pemeriksaan dengan ketentuan yang ada, antara lain meliputi persyaratan manajemen, sumber daya, serta sanitasi higiene. Ruang lingkup pemeriksaan sarana produksi adalah mengevaluasi: a. Dokumentasi b. Proses produksi c. Sarana penyimpanan d. Peralatan e. Sistem pengawasan yang dilakukan produsen untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang telah ditentukan sesuai Cara Pembuatan Alkes atau PKRT yang baik. f. Install dan Service Apabila diperlukan petugas juga dapat mengambil dan menguji produk pertinggal yang ada di pabrik. Di sisi lain, ruang lingkup pemeriksaan sarana distribusi adalah mengevaluasi: a. Proses distribusi b. Sarana penyimpanan c. Kontrol yang dilakukan distributor untuk menjamin produk yang didistribusikan memenuhi persyaratan kemanan, mutu, dan manfaat apakah telah sesuai Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik. d. Install dan Service Distributor terutama distributor pemegang izin edar yang menyalurkan produk import harus mempunyai system monitoring terhadap produk yang disalurkannya, dan untuk distributor pemegang izin edar alkes elektromedik harus mempunyai bengkel untuk menguji produk yang disalurkannya. 2.2.2.3 Petugas Pelaksana Petugas pelaksana pemeriksaan rutin harus telah mendapatkan pelatihan tentang pengawasan Alkes dan PKRT, surat tugas, memiliki pengetahuan dan Univerrsitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
7
memahami sistem pengawasan Alkes dan PKRT, Peraturan dan ketentuan yang berlaku, Cara Pembuatan Alkes dan PKRT yang baik serta menggunakan form pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku.Petugas pelaksana
pemeriksaan kasus selain memnuhi persyaratan diatas, juga
didampingi oleh petugas penyidik pegawai negeri sipil yang dilengkapi surat tugas. 2.2.2.4
Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan Provinsi bersama dengan petugas Dinkes Kabupaten/Kota menggunakan formulir pemeriksaan yang disusun oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes. Hasil pemeriksaan bersama tersebut direkapitulasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan dilaporkan kepada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa sarana produksi dan distribusi tersebut telah memenuhi prinsip-prinsip CPAKB dan/atau CDAKB di dalam melaksanakan kegiatan produksi dan/atau distribusi alat kesehatan. Data yang diperiksa antara lain : proses produksi, sarana penyimpanan, peralatan produksi, SDM, dan dokumen pendukung lainnya. Selain itu juga memastikan bahwa produsen/distributor telah melakukan sistem pengawasan internal.
2.3 Sertifikasi Produksi Sertifikasi produksi diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk didasarkan
yang pada
memenuhi standar mutu. Sertifikasi
produksi
Peraturan
Republik
Menteri
Kesehatan
Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan produksi Univerrsitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
8
yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB antara lain: a. Bangunan (denah untuk proses produksi). Pemenuhan persyaratan ruangan produksi yang baik untuk pencampuran, pengisian, pewadahan, penandaan dan lain-lain. b. Peralatan dan bahan. c. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknis). d. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala,pakaian kerja, dan lain-lain. e. Higiene dan sanitasi f. Pengawasan mutu g. SOP (Standard Operating Procedure). h. Inspeksi diri. i. Penanganan terhadap keluhan. j. Dokumentasi, dan lain-lain.
Tata cara mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) : a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri
Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1 (Lampiran 9). b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Univerrsitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
9
c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehtan Kabupaten/Kota setempat. f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. h. Terhadap
penundaan
sebagaimana
dimaksud
huruf
(g),
diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat produksi alat kesehatan kelas A adalah sertifikat
yang
diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas Univerrsitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
10
IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lain yang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri. b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat produksi alat kesehatan kelas B adalah sertifikat
yang
diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat produksi alat kesehatan kelas C adalah sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asisten
Univerrsitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Ada 4 strategi utama (grand strategy) dari Kemenkes RI adalah: a. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat; b. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang
berkualitas; c. Meningkatkan sistem surveillance monitoring dan informasi kesehatan; d. Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
Berdasarkan strategi tersebut dilakukan berbagai upaya yang dilakukan untuk menjamin kesehatan masyrakat, termasuk pemantauan produksi alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan (PKRT) rumah tangga yang dilakukan oleh produsen. Peningkatan pengadaan dan peredaran produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga memerlukan pembinaan dan pengendalian, agar tidak menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan agar produsen tetap bertanggung jawab terhadap produk yang diproduksinya. Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013), tertulis adanya target peningkatan mutu dan keamanan Alat Kesehatan dan Peralatan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) pada tahun 2014 dengan indikatornya antara lain: a.
Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%.
b.
Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%;
c.
Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 70%. Target tersebut hendak dicapai melalui penyempurnaan peraturan,
penyusunan pedoman kerja, dan koordinasi lintas sektor dan dinas kesehatan provinsi atau kabupaten kota (Anaya, 2013). Dengan mengacu pada target tersebut, terlihat jelas bahwa kinerja Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan 11
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
Universitas Indonesia
12
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, baik pada Seksi Inspeksi Produk maupun Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi, berkontribusi pada pencapaian target tersebut. Melalui kegiatan monitoring dan evaluasi sarana produksi yang sesuai dengan SOP yang telah dirancang, dapat diperoleh data akurat yang dibutuhkan seraya melakukan peninjauan berkelanjutan terhadap SOP yang ada untuk terus diperbaharui dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan turut ditujukan untuk memastikan alat kesehatan yang beredar memenuhi persyaratan keamanankemanfaatan-mutu. Tersedianya alat kesehatan yang memenuhi persyaratan tersebut sangat dipengaruhi oleh penerapan GoodPractices di sarana produksi (Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik, CPAKB) dan di sarana distribusi (Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik, CDAKB).Untuk memastikan pelaksanaan Good Practices tersebut, dilakukanlah inspeksi ke sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. Pada tahun 2012, berdasarkan pemilihan secara sampling, telah dilakukan inspeksi kepada 34 sarana produksi dan 45 sarana distribusi alat kesehatan. Dari hasil inspeksi, ditemukan sebanyak 22 sarana produksi memenuhi syarat CPAKB dan sebanyak 29 sarana distribusi memenuhi syarat CDAKB. Terhadap sarana yang belum memenuhi syarat, telah diberikan tindak lanjut sesuai ketentuan yang berlaku (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013). Sedangkan pada tahun 2013, berdasarkan pemilihan secara sampling, telah dilakukan inspeksi kepada 55 sarana produksi dan 94 sarana distribusi alat kesehatan. Dari hasil inspeksi, ditemukan sebanyak 43 sarana produksi memenuhi syarat CPAKB dan sebanyak 62 sarana distribusi memenuhi syarat CDAKB. Pada Gambar 3.3, dapat terlihat peningkatan kinerja Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dari tahun 2013 ke tahun 2014 dari segi sarana distribusi dan produksi. Realisasi dari target tersebut juga telah memenuhi target yang telah ditentukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
13
Keterangan: D: totalsarana distribusi; DMS: totalsarana distribusi yang memenuhi syarat; P: totalsarana produksi; PMS: totalsarana produksi yang memenuhi syarat
Gambar 3.1. Diagram batang perbandingan kegiatan sampling produk alat kesehatan dan peralatan kesehatan rumah tangga pada tahun 2012 dan 2013
Dalam gambar 3.1, terlihat bahwa sekalipun telah terdapat pengawasan pre-market, pada saat proses produksi dan distribusi telah berlangsung, tetap ditemukan penyimpangan terhadap pedoman yang telah ada. Dari kasus ini, dapat dilihat pentingnya peranan kementerian kesehatan secara umum dan Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga secara khusus untuk melindungi konsumen dari seluruh alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia. Pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya harus dilakukan secara obyektif. Pembangunan
kesehatan
diarahkan
untuk
meningkatkan
kemauan
dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Upaya pembangunan kesehatan salah satunya dilaksanakan melalui monitoring dan evaluasi sarana produksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
14
Tabel 3.1 Perbandingan persentase target inspeksi produksi, sarana produksi, dan sarana distribusi Alkes dan PKRT tahun 2011 hingga tahun 2014
Indikator
Target (%) 2011
% sarana produksi Alkes dan PKRT yang 45
2012
2013
2014
50
55
60
60
65
70
85
90
95
memenuhi persyaratan cara pembuatan yang baik % sarana distribusi Alkes dan PKRT yang 55 memenuhi persyaratan cara distribusi yang baik % produk Alkes dan PKRT yang beredar 80 memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat [sumber: Anaya, 2013; Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2012]
Pada Tabel 3.1, dapat dilihat perbandingan inspeksi target produksi, sarana produksi, dan sarana distribusi Alkes dan PKRT tahun 2011 hingga tahun 2014 yang secara konstan mengalami peningkatan. Dari tahun 2010 hingga 2013, seluruh target yang telah ditetapkan telah tercapai dengan beberapa pencapaian yang jauh melebihi target selama periode tersebut.Pencapaian tersebut dimungkinkan dengan adanya tugas, pokok, dan fungsi yang jelas serta kinerja yang maksimum dari setiap anggota dalam subdierktorat tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
15
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan Kegiatan Monitoring dan evaluasi sarana produksi Alat Kesehatan dan
PKRT yang dilakukan untuk mengetahui apakah alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar di masyarakat telah sesuai dengan standar yang ada dan juga memberikan jaminan keamanan serta mutu alat kesehatan yang beredar tersebut agar sama dengan alat kesehatan yang telah disetujui untuk diedarkan.
4.2
Saran
a.
Bekerjasama dengan mahasiswa yang tengah melakukan penelitian ilmiah maupun penelitian tingkat akhir dalam proses monitoring dan evaluasi sehingga menghasilkan suatu simbiosis mutualisme.
b.
Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara instansi pusat dan daerah agar alkes dan PKRT yang di produksi dan beredar di Indonesia dapat dipantau dan dikendalikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
16
DAFTAR ACUAN
Anaya, A. (2013). Program Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi Alat Kesehatan, Rapat Koordinasi Nasional, Bandung, 27-28 Februari 2013. Diunduh
pada
pukul
13.39,
26
Maret
2014
dari
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=Program+Direktorat+Bina+Pro duksi+Dan+Distribusi+Alat+Kesehatan+ppt&source=web&cd=2&cad=rja &uact=8&ved=0CC4QFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.binfar.depkes.g o.id%2Fbmsimages%2F1362061356.ppt&ei=N-gyU_8C5 yIB9nUgYgC&usg=AFQjCNFYcvIB3N2iMnZgqWIMAD2AwM5PiA&s ig2=6Mo46m34a6vbH2pIMwcShw&bvm=bv.63738703,d.aGc'
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2012). Laporan Akuntabilitas Kinerja
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2012. Diunduh pada pukul 20.05, 26 April 2014 darihttp://binfar.depkes.go.id/bmsimages/1370323381.pdf
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2013). Komitmen untuk Kesehatan: Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2012. Diunduh pada pukul 20.10, 26
April2014
dari
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=indikator+kinerja+direktorat+b ina+produksi+dan+distribusi+alkes&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8 &ved=0CFIQFjAG&url=http%3A%2F%2Fwww.lktmpalembang.com%2Fdownlot.php%3Ffile%3D1382353497.pdf&ei=tfEyU 48A4OKiQeJ6IDwCQ&usg=AFQjCNG3t9jF3RCIRqQmoTC_Fg0zNG1iN A&sig2=f0HEnnMz9wjXpykreYkKLw&bvm=bv.63738703,d.aGc
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014
17
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2012). Pedoman Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta.
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia.(2013).
Rencana
Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Sistem E-Monitoring Post Market & Surveillance Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Raudhatur Rahmah, F Far UI, 2014