UNIVERSITAS INDONESIA
PROSES STRATEGIC PLANNING DI DALAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. BANK SYARIAH MUAMALAT INDONESIA, TBK DALAM MELAKSANAKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (STUDI KASUS PEMBENTUKAN YAYASAN BAITULMAAL MUAMALAT)
TESIS
TAAJUN NISAIL H 1006744276
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM MAGISTER ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
DEPOK JULI 2012
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PROSES STRATEGIC PLANNING DI DALAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. BANK SYARIAH MUAMALAT INDONESIA, TBK DALAM MELAKSANAKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (STUDI KASUS PEMBENTUKAN YAYASAN BAITULMAAL MUAMALAT)
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial (M.Kesos)
TAAJUN NISAIL H 1006744276
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM MAGISTER ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL PEMINATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, KEMISKINAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
DEPOK JUNI 2012
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
HALAMAN PERIIYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber yang dikutip dan dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
Taajun Nisail Huluq
NPM
10067 4427 6
Tanda Tangan
Tanggal
3 Juli 2012
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama
Taajun Nisail Huluq
NPM
10067 4427 6
Ilmu Kesejahteraan Sosial
Program Studi
:
Judul Tesis
: Proses Strategic Planning
Di Dalam Corporate Social Responsibility PT. Bank Syariah Muamala Indonesia, Tbk Dalam Melaksanakan Corporate Social Responsibility. (Studi Kasus Pembentukan Yayasan Baitulmaai Muam alal)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial pada program studi Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia.
DtrWAN PENGUJI
,.....)
Pembimbing
Bagus Aryo, Ph.D
Penguji
Dra. Dj oemeliarasanti, MA
Penguji
Dra. Fentiny Nugroho, MA, Ph.D
Penguji
Dra. Fitriyah, M.Si
Ditetapkan di
Depok
Tanggal
3 Juli 2012
:.:.
...
...
..\.. . ... .. .)
:.............)
iii
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMAKASIH Bismillahirrahmanirrahiim.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah. Dengan bersyukur karena rahmat, inayah dan hidayah-Nya yang telah menyertai penulis, sehingga penulis memperoleh kekuatan dan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini untuk memperoleh gelar Magister Kesejahteraan Sosial Program Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Dalam penulisan tesis ini, penulis menerima bantuan yang amat berharga dari banyak pihak, untuk itu perkenanlah penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Dra. Fentiny Nugroho, MA, Ph.D dan Dra. Fitryah, M.Si selaku ketua dan sekretaris program Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia yang telah memberikan motivasi dan inspirasi kepada semua anak didiknya terutama kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi program magister Ilmu Kesejahteraan Sosial dan telah menjadi Tim Penguji Proposal dan Tesis, atas berbagai masukan, saran dan kritiknya yang konstruktif untuk penyempurnaan penulisan tesis ini. 2. Bagus Aryo, Ph.D selaku pembimbing yang senantiasa memberikan dukungan dan dorongan serta nasihat keilmuan yang sangat berharga. Peran beliau dalam proses bimbingan studi hingga penulisan tesis ini, dengan segala kesabaran dan ketelitiannya yang tidak mungkin dapat penulis balas dengan sesuatu apapun, kecuali hanya dengan menghaturkan terimakasih yang tulus dari dasar lubuk hati yang dalam teriring do’a semoga beliau beserta keluarga senantiasa dalam Rahmat dan ridho-Nya. 3. Dra. Djoemeliarasanti, MA selaku penguji ahli yang berkenan meluangkan waktu untuk memberikan saran kontruktif dan berkenan menguji penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 4. Kepada semua Bapak dan Ibu Dosen Program Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia yang telah memberikan sumbangsih keilmuan serta Bapak Ibu Pengelola Program Magister Ilmu Kesejahteraan
iv Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Sosial FISIP Universitas Indonesia atas bantuan pelayanan administrasi sehingga dapat memperlancar tugas-tugas penulis dalam studi. 5. Kepada pihak-pihak PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dan Yayasan Baitulmaal Muamalat yang telah membantu jalannya proses penelitian tesis ini, Isnaini Mufti Aziz (Dir. Yayasan BMM); Iwan Agustiawan Fuad (GM. Yayasan BMM); Yayan Daryunanti Rachman (Manajer Keuangan & Administrasi Umum Yayasan BMM); Meitra N. Sari (Head of Corporate Secretary Division PT. BMI); Diyanti (Muamalat Institute). 6. Kepada sahabat, saudara seperjuangan bunda Lenni Nurliana, Kak M. Christina Nainggolan, Dyah Asri Gita P dan Shaomi Safitri yang telah memberikan motivasi penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Semoga kekompakan dan kebersamaan kita tetap terjalin baik selamanya. 7. Kepada Uwak Encam yang berkenan mempersilahkan penulis untuk menyelesaikan tesis ini di tempat/ kosan (Kak Tina) secara cuma-cuma. Semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang berlipat ganda dengan kebaikan yang telah beliau berikan. Selanjutnya tesis ini penulis persembahkan kepada kedua orangtua penulis, Uminda Hj. Suprapty, Abinda H. Syarifuddin yang telah memberikan dukungan moril sepanjang masa studi ini. Kepada seluruh abang (Wildan, Hilman, Zulfakar, Ibnu), kakak (Nuri dan Lulu) beserta kedua adik kecilku ( Ghifar dan Muthi) yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi dan penelitian tugas akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan rahim-Nya kepada kita semua amin. Akhirnya, sebagai makhluk dhoif dengan segala keterbatasannya, penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna dan penulis dengan sangat terbuka menerima saran-saran dan kritik yang sifatnya konstrukrif dari berbagai pihak.
Jakarta, 3 Juli 2012 Taajun Nisail Huluq
v Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK K Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
Taajun Nisail Huluq
NPM
10067 4427 6
Program Studi
P asc as
Departemen
Ilmu Kesej ahter aan S o sial
Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
Tesis
arj ana Magi ster I lmu Ke sej ah ter aart
So
sial
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclucive RoyattiFree RighQ atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Di Dalam Corporate Social Responsibitity PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk Dalam Melaksanakan Corporate Social
Proses Strategic Planning
Responsibility ( Studi Kasus Pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat)
Beserta perangkat yang ada
fiika diperlukan). Dengan Hak Bebas
Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyim pdn, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat Pada
di
: Depok
tanggal
: 3 Juli 2012 kan
(Taajun Nisail, H)
VI
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
ABSTRAK Nama
: Taajun Nisail Huluq
Program Studi
: Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial
Judul
: Proses Stratetgic Planning Di Dalam Corporate Socail Responsibility PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk Dalam Melaksanakan Corporate Social Responsibility: Studi Kasus Pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat
Dalam membuat suatu kebijakan, dibutuhkan suatu bentuk perencanan yang strategis di dalam mewujudkannya. Tesis ini membahas latar belakang, proses dan juga faktor pendukung-penghambat perencanaan strategis PT. Bank Muamalat Tbk dalam mendirikan yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian menjelaskan bahwa PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk memiliki proses dan tahapan perencanaan strategis yang sesuai dengan teori perencanaan strategis di dalam Corporate Social Responsibility di dalam penelitian ini, meskipun tanpa adanya panduan khusus di dalam proses pelaksanaannya. Kata Kunci: Perencanaan Strategis dan CSR
ABSTRACT Name
: Taajun Nisail Huluq
Study Program
: Magister of Social Welfare Science
Title
: Process of Strategic Planning in Corporate Social Responsibility PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk in Implementation of Corporate Social Responsibility: A Case Study Establishment of Baitulmaal Muamalat Foundation
It is need a strategic planning in realizing a policy. This thesis discusses the background, process, and supporting and barrier factors of PT Bank Muamalat Tbk strategic planning in establishing Baitulmaal Muamalat foundation as the implementing of Corporate Social Responsibility. The result of this study is that PT Bank Muamalat Indonesia Tbk has strategic planning process and steps in Corporate Social Responsibility which is appropriate with the theory of strategic planning in this research, although without special guidance in it is process implementation. Key word: Strategic planning and CSR
vii Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………… HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. KATA PENGANTAR……………………………………………………… HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………….. ABSTRAK/ABSTRACT…………………………………………………… DAFTAR ISI………………………………………………………………... DAFTAR TABEL….………………………………………………………. DAFTAR BAGAN...………………………………………………………..
i ii iii iv vi vii viii xi xii
1.
Pendahuluan…………………………………………………………. 1.1. Latar Belakang…………………………………………………… 1.2. Rumusan Permasalahan…………………………………………. 1.3. Tujuan Penelitian………………………………………………… 1.4. Manfaat Penelitian……………………………………………….. 1.5. Metodologi Penelitian……………………………………………. 1.5.1. Pendekatan Penelitian……………………………………... 1.5.2. Jenis Penelitian……………………………………………. 1.5.3. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………… 1.5.3.1. Lokasi Penelitian………………………………….. 1.5.3.2. Waktu Penelitian………………………………….. 1.5.4. Teknik Pengumpulan Data………………………………... 1.5.5. Teknik Pemilihan Informan………………………………. 1.5.6. Teknik Analisis Data……………………………………… 1.5.6.1. Proses Analisis Data………………………………. 1.6. Sistematika Penulisan…………………………………………….
1 1 11 12 13 13 14 16 19 19 19 19 21 24 24 27
2.
Tinjauan Pustaka…………………………………………………… 2.1. Strategic Planning……………………………………………….. 2.1.1. Pengertian Strategic Planning……………………………..
28 28 28 31 36 42 42 44 48
2.1.2. Model dan Konsep Strategic Planning Bagi Perusahaan………..
2.1.3. Langkah-langkah (Proses) Pembuatan Strategic Planning 2.2. Corporate Social Responsibility (CSR)………………………….. 2.2.1. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)…………… 2.2.2. Model Corporate Social Responsibility (CSR)……………. 2.2.3. Cara Pandang, Dorongan dan Alasan Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility…………………………… 2.3. Strategic Planning In Corporate Social Responsibility (CSR)…... 2.4. Zakat, Definisi dan Konsep……………………………………… 2.5. Hikmah dan Manfaat Zakat……………………………………… 2.6. Hukum Syariah Perbankan………………………………………. 2.7. Kerangka Pemikiran……………………………………………...
viii Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
53 61 63 64 69
3.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian………………………………. 3.1. Sejarah Singkat Perusahaan……………………………………… 3.1.1. Visi dan Misi Perusahaan…………………………………. 3.1.2. Budaya Perusahaan………………………………………... 3.1.3. Prinsip Kerja Perusahaan………………………………….. 3.1.4. Komitmen Perusahaan…………………………………….. 3.1.5. Cara Berbisnis…………………………………………….. 3.2. Kepemilikan Saham……………………………………………… 3.3. Susunan Komisaris dan Direksi………………………………….. 3.4. Kegiatan Utama Perusahaan……………………………………... 3.5. Struktur Organisasi………………………………………………. 3.6. Profil Yayasan Baitulmaal Muamalat…………………………….
70 70 74 74 75 76 77 77 78 79 79 79
4.
Hasil Temuan Lapangan……………………………………………. 4.1. Hasil Temuan Lapangan…………………………………………. 4.1.1. Latar Belakang dan Tujuan Pembuatan Strategic Planning In CSR PT. BMI, Tbk Dengan Mendirikan Yayasan BMM 4.1.2. Langkah-langkah Proses Pembuatan Strategic Planning In CSR PT. BMI, Tbk Dengan Mendirikan Yayasan BMM… 4.1.2.1. Sosialisasi Pembuatan Strategic Planning In CSR PT. BMI, Tbk Dengan Mendirikan Yayasan BMM 4.1.2.2. Assessment Kekuatan dan Kelemahan Internal Maupun Eksternal Perusahaan……………………. 4.1.2.3. Identifikasi Isu-isu Yang Terkait…………………. 4.1.2.4. Perumusan Visi dan Misi Yayasan BMM………... 4.1.2.5. Plan and Action Yayasan BMM………………….. 4.1.2.6. Aksi dan Fasilitasi………………………………... 4.1.2.7. Evaluasi, Terminasi dan Reformasi………………. 4.1.2.8. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pembuatan dan Implementasi Strategic Planning In CSR 4.1.5. Kebijakan Pendirian Yayasan BMM Sebagai Pelaksana Kegiatan CSR PT. BMI, Tbk………………………………
82 82 82
5.
Analisa……………………………………………………………….. 5.1. Latar Belakang Pembuatan Strategic Planning In CSR PT. BMI, Tbk ……………………………………………………. 5.2. Proses Strategic Planning In CSR PT. BMI, Tbk………………... 5.2.1. Sosialisasi Internal SP In CSR…………………………….. 5.2.2. Assessment Kekuatan dan Kelemahan Internal Maupun Eksternal Perusahaan……………………………………… 5.2.3. Identifikasi Isu-isu Yang Terkait………………………….. 5.2.4. Perumusan Visi dan Misi Yayasan BMM………………… 5.2.5. Rencana Aksi Yayasan BMM…………………………….. 5.2.6. Aksi dan Fasilitasi Yayasan BMM………………………... 5.2.7. Evaluasi, Terminasi dan Reformasi……………………….. 5.3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat……………………… 5.3.1. Faktor Pendukung………………………………………….
ix Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
86 86 88 91 92 92 98 98 100
106
108 108 110 110 112 114 115 117 118 120 120 120
6.
5.3.2. Faktor Penghambat………………………………………...
121
Kesimpulan dan Rekomendasi……………………………………... 6.1. Kesimpulan………………………………………………………. 6.2. Reekomendasi…………………………………………………….
123 123 125
Daftar Pustaka……………………………………………………….
127
Daftar Lampiran
x Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Daftar Tabel
Tabel 1.1 ……………………………………………………………
23
Tabel 2.1 ……………………………………………………………
49
Tabel 3.1 ……………………………………………………………
77
Tabel 4.1 ……………………………………………………………
105
Tabel 5.1 ……………………………………………………………
122
xi Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Daftar Bagan
Bagan 1.1
…………………………………………………………….
Bagan 1.2
……………………………………………………………. 26
Bagan 2.1
……………………………………………………………. 38
Bagan 2.2
……………………………………………………………
39
Bagan 2.3
……………………………………………………………
40
Bagan 2.4
……………………………………………………………
41
Bagan 2.5
……………………………………………………………
44
Bagan 2.6
……………………………………………………………
60
Bagan 2.7
……………………………………………………………
69
Bagan 3.1
……………………………………………………………
78
Bagan 3.2
……………………………………………………………
78
Bagan 3.3
……………………………………………………………
79
Bagan 3.4
……………………………………………………………
81
Bagan 3.5
……………………………………………………………
81
xii Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
2
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Pertanyaan Wawancara 1 (BMI & BMM) Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Wawancara 2 (BMM) Transkrip Wawancara
xiii Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang ideal adalah pembangunan yang bukan hanya bersifat insidental atau sementara, namun pembangunan yang ideal adalah pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Aspek peran dan tanggung jawab tersebut mengarah pada “Kemitraan Tiga Sektor” dimana sinergitas peran dari berbagai pihak diperlukan seperti, pemerintah, komunitas/masyarakat dan juga dunia usaha (swasta). Begitu pula dengan pembangunan kesejahateraan sosial. Sinergitas ketiga peran diantara pemerintah, komunitas/masyarakat, dan dunia usaha juga perlu dibangun dan dilestarikan dalam bentuk kemitraan yang bertujuan untuk mencapai tujuan dari pembangunan kesejahteraan sosial yang telah dicita-citakan bersama. Seperti yang telah dikatakan oleh Chamsyah (2007) dalam pidatonya mengatakan bahwa, “Prinsip keadilan sosial di Indonesia terletak pada usaha secara bersama seluruh komponen bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Sehingga tidak ada yang paling utama dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Pembangunan sosial adalah tanggung jawab pemerintah, juga masyarakat, dunia usaha dan komponen lainnya. Konsekuensinya harus terjadi saling sinergi dalam penanganan masalah sosial antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha bahkan khususnya perguruan tinggi sebagai pencetak kader bangsa” (h. 1). Dengan begitu, dunia usaha (korporat) mempunyai peran yang bukan hanya sekedar single bottom line yang hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata, melainkan sudah meliputi aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan biasa disebut triple bottom line. 1
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
2
Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Dalam bukunya tersebut, Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan, haruslah memperhatikan “3P”. Selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Hubungan ini kemudian diilustrasikan dalam bentuk segi tiga sebagai berikut (Wibisono, 2007: h. 32): Sosial (People)
Lingkungan (Planet)
Ekonomi (Profit)
Bagan 1.1: Triple Bottom Line Sumber: Wibisono, 2007
Sinergi dari tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Wibisono (2007) menambahkan bahwa “Dalam melakukan usahanya perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban yang bersifat ekonomis dan legal, namun juga kewajiban yang bersifat etis” (h. 9). Kepedulian sebuah perusahaan pada masyarakat merupakan bentuk investasi bagi keberlanjutan bisnis yang tidak hanya mengejar keuntungan finansial (bottom line), tapi juga kepedulian sosial. Sehingga perilaku perusahaan ini disebut sebagai sebuah investasi sosial (social investment). Rachman, Efendi dan Wicaksana (2011) mengatakan bahwa: “Investasi adalah salah satu faktor yang memberikan perubahan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan hidup. Dengan demikian, salah satu bentuk kewajiban perusahaan adalah meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif atas kehadirannya terhadap perubahan tersebut. Sejarah menunjukkan bahwa sektor swasta
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
3
membawa pengaruh pada perubahan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan hidup” (h. 15). Secara konseptual kontribusi perusahaan ini dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial (social work) dikenal dengan model Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat. CSR merupakan konsep yang tergabung dalam sub pekerjaan sosial industri sebagai model guna mewujudkan “Pembangunan Kesejahteraan Sosial” atau
“Social
menanggulangi
Welfare
Development”,
sebagai
permasalahan-permasalahan
sosial.
konsep Garis
alternatif besar
guna konsep
Pembangunan Kesejahteraan Sosial ini mengacu pada penyeimbangan antara Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth) dengan Pembangunan Sosial (Social Development). Penyeimbangan seperti ini secara historis muncul sebagai kekecewaan atas berbagai konsep pembangunan ekonomi yang telah lama diterapkan. Begitupun dengan CSR yang lahir dari perubahan model perusahaan yang dominan ekonomis ke model sosio-ekonomis. Model ekonomi menekankan pada aspek produksi, eksploitasi sumber daya, kepentingan individual, dan sedikit peranan pemerintah. Sedangkan, model sosio-ekonomis menekankan pada kualitas kehidupan keseluruhannya, kelestarian sumber daya, kepentingan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah dan pandangan sistem terbuka perusahaan. Oleh karena itu, pada saat ini dinamika perubahan cara pandang dunia usaha atau korporasi di dalam berbisnis yang pada awalnya hanya berprinsip single bottom line beralih pada prinsip yang telah dipopulerkan oleh Elkington yaitu triple bottom line di mana konsep tersebut diwujudkan dalam kegiatankegiatan CSR yang dilaksanakan berdasarkan alasan maupun motivasi perusahaan itu sendiri. Model-model CSR yang digunakan oleh perusahaan juga sedikit banyaknya dipengaruhi pula oleh alasan dan motivasi yang dimiliki oleh perusahaan. Tingkat keberhasilan dan pencapaian target dari visi dan misi kegiatan CSR pun dipengaruhi pula oleh bagaimana perusahaan merencanakan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
4
dan membuat strategic planning yang tepat dan ideal sesuai dengan permasalahan sosial yang ada di lingkungan masyarakat. Selain itu, dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, dan ISO 26000 on Social Responsibility pada tahun 2008, menjadikan sebuah tuntutan tersendiri bagi dunia usaha agar semakin jelas akan pentingnya program CSR dijalankan oleh perusahaan apabila menginginkan keberlanjutan dari perusahaan tersebut. Alasan lain mengapa dunia usaha (korporat) merasa ’wajib’ menjalankan kegiatan CSR yaitu sejalan dengan makin besar dan luasnya cengkraman dan pengaruh korporasi atas kehidupan sehari-hari masyarakat, makin besar pula kekuasaan dan kekuatan yang digenggam korporasi. Wibisono (2007) mengemukakan “Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh majalah Business Week (edisi 10 2000) melaporkan bahwa pada tahun 1999, 100 kekuatan ekonomi terbesar dunia berada di tangan korporasi-korporasi global. Kalau digabung, nilai penjualan dari 200 perusahaan terbesar dunia, lebih besar dari sepertiga aktivitas perekonomian dunia. Selanjutnya, sepertiga dari perdagangan dunia didominasi oleh transaksi diantara unit-unit usaha perusahaanperusahaan raksasa itu” (h. 89). Ilustrasi di atas, sebetulnya sejak lama telah disadari banyak Negara tentang
betapa
potensialnya
pengaruh
sepak
terjang
perusahaan
atas
masyarakatnya. Kekuasaan di tangan korporasi bisnis modern semakin memperlihatkan bahwa setiap tindakan yang diambil korporasi membawa dampak yang nyata terhadap kualitas kehidupan para stakeholders-nya (shareholders, karyawan, pemasok dan juga masyarakat (konsumen) secara umum). Jauh sebelum isu mengenai pentingnya sebuah perusahaan (dunia usaha) melaksanakan kegiatan CSR, dunia usaha memang telah lebih dulu melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang sifatnya karitatif dan philantropi. Namun, seiring dengan perkembangan global saat ini perusahaan dituntut untuk lebih berkomitmen dan berpikir sistematis dan efektif dalam menjalankan peran dan ‘kekuatannya’ sebagai salah satu aspek penunjang terlaksananya sustainable development guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara menyeluruh
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
5
serta menjawab persoalan-persoalan yang ada di lingkungan sekitarnya seperti, halnya kemiskinan, pengangguran dan masalah-masalah lainnya. Namun saat ini – saat perubahan sedang melanda dunia – kalangan usaha juga tengah dihimpit oleh berbagai tekanan, mulai dari kepentingan untuk meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan corporate governance, hingga masalah kepentingan stakeholder yang makin meningkat. Oleh karena itu, dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan (partnership) dengan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing. Berdasarkan uraian di atas, pada akhirnya perusahaan membutuhkan formula baru yang dapat membantu persoalan yang tengah dihadapi tersebut dengan tidak merugikan pihak dan kepentingan (tujuan) shareholder itu sendiri untuk mencapai keuntungan bisnis dan juga tetap menjalankan CSR-nya secara baik dan tepat. Seperti yang diungkapkan oleh Yocepine (2011) dalam penelitiannya mengatakan bahwa: “rakyat, pemerintah dan pemodal harus setara dalam merumuskan strategi kebijakan publik untuk kepentingan bersama. Kegiatan CSR yang diarahkan memperbaiki konteks korporat inilah yang memungkinkan alignment antara manfaat sosial dan bisnis yang muaranya untuk meraih keuntungan materi dan sosial dalam jangka panjang. CSR tidak haram dipraktikkan bahkan dengan target mencari untung. Yang terpenting kemampuan menerapkan strategi” (h. 5).
Berdasarkan Model atau pola CSR yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia (Said dan Abidin, 2004 h. 64-65) terdapat beberapa model seperti: pertama, keterlibatan langsung dimana perusahaan menjalankan program CSR-nya sendiri tanpa melalui perantara; kedua, melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan; ketiga, bermitra dengan pihak lain, dimana perusahaan bekerjasama dengan pihak maupun lembaga di luar perusahaan dalam melaksanakan program CSR-nya; dan keempat, mendukung
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
6
atau bergabung dalam suatu konsorsium, turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dalam prakteknya, perusahaan memiliki banyak cara agar pelaksanaan CSR nya dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan kebutuhan masyarakat. Menurut Saidi dan Abidin (2004) diketahui bahwa pola pelaksanaan CSR di Indonesia; 51,6 % dilaksanakan bermitra dengan lembaga sosial dan 40,5% dilaksanakan secara langsung oleh perusahaan sedangkan sisanya dilakukan secara konsorsium dan melalui yayasan perusahaan (h. 66). Namun, lagi-lagi keberhasilan dan kesuksesan kegiatan CSR yang dilakukan oleh sebuah perusahaan (korporat) juga dilatar belakangi oleh perencanaan dan kematangan konsep yang dibuat oleh perusahaan itu sendiri. Sebagai salah satu solusi permasalahan tersebut adalah perusahaan dituntut untuk membuat strategic planning yang tepat, efektif dan ideal dalam memilih model penerapan kegiatan CSR yang tepat dan dapat menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. Galbreath (2009), dalam studinya menjelaskan bahwa upaya perusahaan mengintergrasikan ataupun merealisasikan CSR dalam strategi perusahaan secara integratif tidak menunjukkan perubahan yang mendasar. Permasalahan dalam implementasi CSR baru sebatas popularitas belum menyentuh permasalahan yang mendasar.
Oleh
karena
itu,
pekerjaan
utama
secara
bisnis
dalam
mengimplementasikan CSR adalah “mengadopsi” nya menjadi bagian strategi perusahaan. Dengan mengadopsi konsep perencanaan strategis di dalam melaksanakan kegiatan CSR sebagai salah satu bagian dari perencanaan strategis perusahaan dapat memudahkan proses pengimplementasian kegiatan CSR yang telah direncanakan sesuai dengan target visi dan misi perusahaan itu sendiri (h. 109-127). Pengertian perencanaan menurut Abe (2001) tidak lain dari susunan (rumusan) sistematik mengenai langkah (tindakan-tindakan) yang akan dilakukan di masa depan, dengan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang seksama
atas
potensi,
faktor-faktor
eksternal
dan
pihak-pihak
yang
berkepentingan dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam pengertian
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
7
ini, termuat hal-hal yang merupakan prinsip perencanaan, yakni: (1) apa yang akan dilakukan, yang merupakan jabaran dari visi dan misi; (2) bagaimana mencapai hal tersebut; (3) siapa yang akan melakukan; (4) lokasi aktivitas; (5) kapan akan dilakukan, berapa lama; dan (6) sumber daya yang dibutuhkan (h. 43). Sedangkan Strategic planning itu sendiri merupakan proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST (Political, Economic, Social, Technological),
atau
STEER
(Socio-cultural,
Technological,
Economic,
Ecological, Regulatory). Oleh karena itu, pentingnya internalisasi CSR dalam perencanaan dan strategi perusahaan akan menentukan keberhasilan program CSR itu sendiri (Rangkuti, 1999, h. 2-3). Penelitian tesis pada ranah CSR pada dasarnya telah banyak dilakukan. Namun, penelitian tersebut belum mengkaji serta membahas topik yang terkait dengan strategic planning di dalam CSR suatu perusahaan baik swasta maupun BUMN. Penelitian-penelitian terdahulu lebih banyak mengupas tentang implementasi aktivitas kegiatan CSR sebuah perusahaan, analisis undang-undang dan pelaporan kegiatan CSR, analisis model penerapan kegiatan CSR serta evaluasi program CSR yang telah dilakukan. Nurrochmani (2010) melakukan penelitian yang menganalisis undangundang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan tanggung jawab sosial dalam rangka memberikan rekomendasi pengungkapan tanggung jawab sosial di Indonesia. Dan saat ini belum ada udang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial. Kebanyakan undangundang atau peraturan yang ada mengatur mengenai aktivitas tanggung jawab sosial. Hafidza (2010) mendapatkan hasil penelitian dari aktivitas dan pelaporan CSR di PT. AKZO NOBEL CAR REFINISHES INDONESIA (ANCRI) bahwa CSR yang ada di perusahaan ANCRI ini lingkupnya tidak hanya terbatas pada
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
8
community development sebagaimana umum terjadi pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Community development yang dilakukan ANCRI di Marunda (lokasi kegiatan CSR PT. ANCRI) berjalan baik walaupun masih terdapat kelemahan di berbagai sisi. Untuk pelaporan CSR, ANCRI membuatnya dalam bentuk narasi yang dilaporkan secara langsung ke Akzo Nobel Global di Belanda untuk dikonsolidasikan, sebab segala bentuk aktivitas ANCRI masih terpusat di Akzo Nobel Global. Bentuk pelaporan CSR yang dibuat oleh ANCRI tersebut masih belum mengikuti standar yang umum dipakai oleh perusahaanperusahaan di Indonesia. Hasil analisis yang didapatkan Sutan (2008) dari penelitiannya diketahui bahwa ada dua motivasi uatama perusahaan atau korporasi tersebut melaksanakan CSR. Pertama, akomodasi, yaitu kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik, superficial, dan pasrsial. CSR dilakukan untuk member citra sebagai korporasi yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Kedua, legitimasi, yaitu motivasi yang bertujuan untuk mempengaruhi wacana. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa motivasi ini mampu memenuhi fungsi utama memberikan keabsahan pada system kapitalis dan perusahaan besar. Selain hasil tersebut, Sutan juga mendapatkan hasil lainnya, yaitu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang paling banyak dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan adalah: 1) penelitian dan pengembangan; 2) pengembangan regional dan komunitas; 3) pelatihan karyawan; dan 4) sumbangan kemanusiaan dan kontribusi kepada yayasan nirlaba. Hasil temuan yang didapatkan Noormandari (2006) dari penelitiannya bahwa program tanggung jawab sosial korporat (CSR) yang dilakukan Gran Melia Jakarta sebagai perusahaan berbasis jasa dengan sudut pandang stakeholder. Penelitian ini menganalisa perkembangan dari kebijakan dan program tanggung jawab sosial, serta bagaiamana bentuk keterlibatan stakeholder. Penelitian ini pada akhirnya mencari lebih dalam pengembangan dari program tanggung jawab sosial korporat. Satrio (2002) yang melakukan penelitian mengenai evaluasi kegiatan CSR yang telah dilaksanakan oleh PT. Unilever Indonesia bahwa perusahaan tersebut melaksanakan CSR dikarenakan program CSR sejalan dengan falsafah, tujuan dan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
9
keyakinan perusahaan. PT. Unilever Indonesia telah membuktikan keuntungan menjalankan program CSR dimana ketika perusahaan-perusahaan lain yang beroperasi di Indonesia terkena dampak krisis moneter, PT. Unilever Indonesia ini tidak terkena dampak tersebut. Winanda (2011) melakukan analisis terhadap implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) Pada PT. Semen Padang dan memperoleh kesimpulan bahwa Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sebagai implementasi tanggung jawab sosial perusahaan dengan studi kasus di PT Semen Padang menyalurkan dana sesuai dengan cara penyaluran dan kriteria pengusaha yang menjadi mitra binaan sebagaimana yang ditentukan sesuai dengan
Peraturan
Menteri
BUMN
Nomor
PER/05/MBU/2007.
Dalam
pengikatannya antara PT Semen Padang terhadap mitra binaan seharusnya digunakan akta notaris sehingga mencegah terjadinya wanprestasi dan sebagai bukti otentik dalam hal pengurangan pajak. Manfaat dari dilaksanakannya penerapan tanggung jawab sosial bagi perusahaan dan lingkungan sekitar perusahaan itu memiliki dampak yang positif bagi kedua belah pihak. Perusahaan akan terhindar dari reputasi yang negatif, serta berpeluang untuk mendapatkan dan menaikkan image perusahaan, terutama bagi perusahaan yang telah go public. Perusahaan yang menjalankan program tanggung jawab sosial dapat memperoleh pengurangan pajak sesuai dengan 6 ayat (1) huruf i, j, k, l, m Undangundang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010. Bagi masyarakat sekitar dapat menjadi mitra usaha dan pembinaan serta pemeliharaan lingkungan. Pramesvhari (2011) mengkaji implementasi kewajiban melaksanakan Corporate Social Responsibility pada PT TIMAH (Persero) Tbk.; kendala-kendala yang dihadapi oleh PT TIMAH (Persero) Tbk dalam mengimplementasikan kewajiban melaksanakan corporate social responsibility; serta peran notaris dalam
mengimplementasikan
kewajiban
melaksanakan
corporate
social
responsibility dalam akta pendirian PT TIMAH (Persero) Tbk. Ekawati, Dewinta Garnis (2011) menganalisis Tanggung Jawab Sosial (CSR) pada BUMN dengan menggunakan sudut pandang Good Corporate
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
10
Governance sebagai landasan operasional BUMN di Indonesia. Mengingat kedudukan BUMN yang tunduk kepada ketentuan penerapan GCG seperti yang diatur pada Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP -117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN dan kedudukan BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) tunduk pada Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam hal ini Pasal 74 tentang kewajiban untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial (CSR). Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil analisa bahwa pada umumnya CSR telah dikenal terlebih dulu melalui pelaksanaan PKBL pada BUMN. CSR pada BUMN berhubungan erat dengan penerapan prinsip GCG sebagai landasan operasional BUMN, terutama prinsip responsibility karena bersifat stakeholder-driven dibandingkan prinsip lainnya. Dari korelasi keduanya dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan salah satu bentuk implementasi prinsip responsibility. PTBA sebagai BUMN ikut menerapkan prinsip GCG secara konsisten dan PTBA juga menerapkan CSR secara berkelanjutan. Dari beberapa tinjauan kepustakaan sebelum dilakukannya penelitian terhadap beberapa penelitian CSR, memang belum ditemukannya penelitian yang terkait dengan penjelasan strategic planning in CSR. Oleh karena itu, penelitian ini tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai proses pembuatan strategic planning in CSR yang belum pernah ada dan pada akhirnya akan menambah wacana baru di bidang CSR. Salah satu perusahaan perbankan syariah pertama yang berdiri di Indonesia yaitu, PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia (PT. BMI) telah berkomitmen untuk melaksanakan CSR dengan menggunakan salah satu model penerapan CSR yaitu dengan cara mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR dan kegiatan sosial lainnya. Dalam perjalanan dan perkembangannya, PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia (PT. BMI) telah menjalankan kegiatan-kegiatan CSR melalui Yayasan Baitulmaal Muamalat. Selain itu, salah satu program yang ada di Yayasan Baitulmaal Muamalat (BMM) ini juga telah mendapatkan award atau penghargaan Best Empowerment in Economic Program dari IMZ Award
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
11
(Indonesia Magnificence of Zakat) dan sebagai 3rd Rank “The Best Lembaga Amil Zakat Nasional” dari lembaga Islamic Social Responsibility (ISR) Award, yaitu program KUM3 (Komunitas Usaha Mikro Muamalat berbasid Masjid) yang bertujuan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat kecil dan menengah yang didukung pula oleh program lainnya yaitu Program Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Hal tersebut sejalan dan terkait langsung dengan apa yang dilakukan oleh PT. BMI itu sendiri yaitu finance (sumber, situs resmi profil Yayasan Baitulmaal Muamalat yang diakses pada bulan Nopember 2011). Selain program KUM3 dan LKMS di atas, terdapat juga beberapa program dan kegiatan lainnya seperti halnya, Santunan Pendidikan (ISS dan Orphan Kafala, Beasiswa Yatim); Santunan Sosial dan kemanusiaan; Santunan Kesehatan; Program Non-ZIS; Berbagi Cahaya Qurban dan Pemberdayaan Wakaf yang telah dilakukan dan dilaksanakan oleh PT. BMI dan Yayasan BMM dalam mewujudkan program CSR-nya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Dan oleh karenanya, penelitian yang akan dilakukan ini mengupas dan mendeskripsikan kembali proses pembuatan strategic planning in CSR PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia yang juga telah mendapatkan beberapa award di bidang CSR melalui program-program CSR yang telah dilaksanakan selama 11 tahun belakangan ini melalui Yayasan Baitulmaal Muamalat. Selain itu, penelitian mengenai CSR yang selama ini telah ada lebih banyak dilakukan pada perusahaan-perusahaan pertambangan dan juga perusahaan industri kebutuhan masyarakat sehari-hari (PT. Unilever; PT. Gudang Garam, PT. Djarum, dsb). Belum banyak peneliti yang mengkaji CSR pada perusahaan perbankan, khususnya perbankan syariah.
1.2. Rumusan Permasalahan Sebagaimana hal yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa keberhasilan dan kesuksesan kegiatan CSR yang dilakukan oleh sebuah perusahaan (korporat) juga dilatar belakangi oleh perencanaan dan kematangan konsep yang dibuat oleh perusahaan itu sendiri. Sebagai salah satu solusi permasalahan tersebut adalah perusahaan dituntut untuk membuat strategic planning yang tepat, efektif dan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
12
ideal dalam memilih model penerapan kegiatan CSR yang tepat dan dapat menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. PT. Bank Mumalat Indonesia, Tbk memilih untuk mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai bentuk kebijakan dan strategic planning perusahaan di dalam pelaksanaan kegiatan CSR. Dengan memperhatikan latar belakang permasalahan di atas, maka penelitian ini akan berfokus pada pertanyaan: (1) Bagaimana latar belakang strategic planning pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR oleh PT. Bank Muamalat Indonesia? (2) Bagaimana proses strategic planning pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR oleh PT. Bank Muamalat Indonesia? (3) Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat proses pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai bagian CSR dari PT. Bank Muamalat Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan latar belakang strategic planning pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR PT. Bank Muamalat Indonesia. (2) Mendeskripsikan proses strategic planning pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR PT. Bank Muamalat Indonesia. (3) Mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai bagian CSR dari PT. Bank Muamalat Indonesia (PT. BMI).
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
13
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Manfaat Akademik. • Memperluas wawasan dan menjadi bahan informasi, referensi, dan kajian bagi para pemerhati, akademisi, dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk memahami dan mempelajari bagaimana proses pembuatan strategic planning yang ideal dan efektif dalam melaksanakan program CSR yang berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan lingkungan masyarakat sekitar perusahaan. • Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi penelitian lebih lanjut pada berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan langkahlangkah pembuatan strategic planning in CSR efektif dan ideal serta penerapannya pada perusahaan yang berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan apa lingkungan masyarakat sekitar perusahaan.
(2) Manfaat Praktis. •
Menjadi bahan masukan dan informasi bagi perusahaan dalam membuat strategic planning in CSR yang efektif dan ideal dalam melaksanakan program CSR dengan model dan pola membangun organisasi sosial/ Yayasan.
•
Memberi masukan bagi praktisi CSR baik yang berasal dari perusahaan maupun yang berasal dari lembaga non-profit.
1.5. Metodologi Penelitian Pandangan Raco (2010), metodologi penelitian dapat dipahami sebagai “suatu kegiatan ilmiah yang terencana, terstruktur, sistematis dan memiliki tujuan tertentu baik praktis maupun teoritis…” kegiatan ilmiah, karena penelitian aspek ilmu dan teori” (h. 8). Pandangan lain menjelaskan “research methodology consist of the assumptions, postulates, rules, and methods – the blueprint or roadmap – that
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
14
researchers employ to render their work open to analysis, critique, replication, repetition, and/or adaptation and to choose research methods” (Schensul, 2008, h. 516), atau penelitian yang terdiri dari asumsi, tuntutan, dan metode-cetak biru atau peta jalan-yang mempekerjakan peneliti untuk membuat pekerjaan mereka terbuka untuk analisis, kritik, replikasi, pengulangan, dan/atau adaptasi dan memilih metode penelitian. Sehingga dalam penelitian ini, metodologi penelitian adalah sebuah kegiatan penelitian secara ilmiah berdasarkan keilmuan yang memiliki tujuan untuk memahami lebih dalam mengenai gambaran latar belakang, proses, faktor pendukung dan penghambat pembuatan strategic planning PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia dalam melaksanakan kegiatan CSR melalui Pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat.
1.5.1. Pendekatan Penelitian Berdasarkan
pertanyaan
dan
tujuan
penelitian
yang
bersifat
mendeskripsikan mengenai bentuk dan proses strategic planning didirikannya Yayasan BMM sebagai ‘perpanjangan tangan’ dalam melaksanakan kegiatan CSR oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif menurut pandangan Creswell (1997) “Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports detailed views of informants, and conducts the study in natural setting” atau dengan kata lain bahwa penelitian kualitatif adalah proses penyelidikan pemahaman didasarkan pada tradisi metodologis yang berbeda dari penyelidikan yang mengeksplorasi masalah sosial atau manusia. Peneliti membangun gambaran, kompleks holistik, analisis kata, laporan pandangan rinci dari informan, dan melakukan penelitian dalam pengaturan alam (h. 15). Menurut Denzin & Lincoln “Qualitative research is multimethod in focus, involving an interpretative, naturalistic approach to its subject matter. This means
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
15
that qualitative researchers study things in their natural settings, attempting to make sense of or interpret phenomena in terms of meanings people bring to them” atau dengan kata lain adalah bahwa penelitian kualitatif merupakanPenelitian kualitatif adalah multimethod dalam fokus, yang melibatkan pendekatan, interpretatif naturalistik dengan materi subjek. Ini berarti bahwa peneliti kualitatif mempelajari hal-hal dalam pengaturan alam mereka, mencoba untuk memahami atau menafsirkan fenomena dalam hal arti orang membawa kepada mereka (Cresswell, 1997 h. 15). Pandangan lain menjelaskan bahwa “Qualitative research properly seeks answers to questions by examining various social settings and the individuals who inhabit these settings. Qualitative researchers, then, are most interested in how humans arrange themselves and their settings and how inhabitants of these settings make sense of their surroundings through symbols, rituals, social structures, social roles, and so forth” (Berg, 1989) atau dengan kata lain bahwa penelitian kualitatif benar mencari jawaban atas pertanyaan dengan memeriksa berbagai pengaturan sosial dan individu yang menghuni pengaturan ini. Maka peneliti kualitatif, yang paling tertarik pada bagaimana manusia mengatur diri mereka sendiri dan pengaturan mereka dan bagaimana penduduk pengaturan ini memahami lingkungan mereka melalui simbol-simbol, ritual, struktur sosial, peran sosial, dan sebagainya (h. 6). Menurut Denzin dan Lincoln (2009), “Penelitian kualitatif sebagai sebuah kata yang menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur (jika memang diukur) dari sisi kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensinya. Para peneliti kualitatif menekankan sifat realita yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subjek yang diteliti, dan tekanan situasi yang membentuk penyelidikan. Para peneliti semacam ini mementingkan sifat penyelidikan yang sarat nilai. Mereka mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menyoroti cara munculnya pengalaman sosial sekaligus perolehan maknanya” (h. 6). Nawawi (1992), mengemukakan ciri-ciri pendekatan penelitian kualitatif sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
16
1. Sumber data dalam kondisi sewajarnya; dimaksudkan untuk mengungkapkan masalah nyata di lingkungan sumber data; 2. Penelitian tergantung pada kemampuan peneliti dalam mempergunakan instrument, dimana peneliti harus memahami makna yang tampak dalam setiap tingkah laku atau penampilan sumber data yang terdiri dari manusia; 3. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif; karena datanya berbentu uraian kalimat-kalimat yang berupa informasi; 4. Hasil penelitian sangat penting artinya bagi pengembangan disiplin ilmu atau kemanfaatan bagi kehidupan manusia; dan 5. Analisis data harus dilakukan terus menerus sejak awal dan selama proses penelitian (h. 209) Jadi dalam penelitian ini pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada penyajian informasi secara deskripsi, wajar yang dikaji secara terus menerus mengenai gambaran latar belakang, proses, faktor pendukung dan penghambat pembuatan strategic planning PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia dalam melaksanakan kegiatan CSR melalui pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat. 1.5.2. Jenis Penelitian Berdasarkan pertanyaan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitan ini adalah penelitian Studi kasus. Beberapa pakar mengemukakan jenis-jenis penelitian studi kasus dalam penjelasan yang berbeda-beda. Perbedaan penentuan jenis tersebut disebabkan oleh cara pandang masing-masing pakar terhadap posisi dan kedudukan kasus di dalam penelitian. Meskipun demikian, secara umum, terdapat pandangan yang sama di antara mereka, yaitu memposisikan dan memperlakukan obyek penelitian sebagai kasus. Studi kasus menurut Faisal (2007) merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelahaannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif (h. 22). Sedangkan Stake (2005) membagi penelitian studi kasus berdasarkan karakteristik dan fungsi kasus di dalam penelitian. Stake sangat yakin bahwa kasus bukanlah sekedar obyek biasa,
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
17
tetapi kasus diteliti karena karakteristiknya yang khas. Hal ini sesuai dengan penjelasannya yang menyatakan bahwa penelitian studi kasus bukanlah sekedar metoda penelitian, tetapi adalah tentang bagaimana memilih kasus yang tepat untuk diteliti. Berdasarkan hal tersebut, Stake (2005) dalam membagi penelitian studi kasus menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: 1) Penelitian studi kasus mendalam Penelitian studi kasus mendalam (intrinsic case study) adalah penelitian studi kasus yang dilakukan dengan maksud untuk yang pertama kali dan terakhir kali meneliti tentang suatu kasus yang khusus. Hal ini dilakukan tidak dengan maksud untuk menempatkan kasus tersebut mewakili dari kasus lain, tetapi lebih kepada kekhususan dan keunikannya. Pada awalnya, penelitianya mungkin tidak bermaksud untuk membangun teori dari penelitiannya, tetapi kelak mungkin ia akan dapat membangun teori apabila kasus tersebut memang menjadi satu-satunya di dunia. Pada umumnya, para peneliti studi kasus mendalam ini bermaksud untuk meneliti atau menggali hal-hal yang mendasar yang berada dibalik kasus tersebut. Kata intrinsic itu sendiri, menurut Kamus Merriam-Webster dalam Stake (2005) adalah sebagai berikut: 1 a : belonging to the essential nature or constitution of a thing *the intrinsic worth of a gem* *the intrinsic brightness of a star* b : being or relating to a semiconductor in which the concentration of charge carriers is characteristic of the material itself instead of the content of any impurities it contains 2 a : originating or due to causes within a body, organ, or part *an intrinsic metabolic disease* b : originating and included wholly within an organ or part *intrinsic muscles* 1. a: Intrinsik adalah mengacu pada esensi dasar atau konstitusi dari sesuatu hal * nilai intrinsik dari sebuah permata*, *kecemerlangan dari sebuah bintang* b: mengacu pada sebuah semi konduktor dimana konsentrasi pemberi harga/nilainya adalah karakteristik dari nilai itu sendiri bukan ketidakmurnian yang dikandungnya
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
18
2. a: berasal dari/ penyebab-penyebab dalam sebuah tubuh, organ atau bagian * penyakit metabolisme intrinsik* b: berasal dari dan terdapat dalam keseluruhan sebuah organ atau bagian *otot intrinsik* Pengertian tentang intrinsic di atas menunjukkan bahwa penelitian studi kasus mendalam
bermaksud
menggali
hal
yang
mendasar
(esensi)
yang
menyebabkan terjadinya atau keberadaan dari suatu kasus. 2) Penelitian studi kasus intrumental Penelitian studi kasus intrumental (instrumental case study) adalah penelitian studi kasus yang dilakukan dengan meneliti kasus untuk memberikan pemahaman mendalam atau menjelaskan kembali suatu proses generalisasi. Dengan kata lain, kasus diposisikan sebagai sarana (instrumen) untuk menunjukkan penjelasan yang mendalam dan pemahaman tentang sesuatu yang lain dari yang biasa dijelaskan. Melalui kasus yang ditelitinya, peneliti bermaksud untuk menunjukkan adanya sesuatu yang khas yang dapat dipelajari dari suatu kasus tersebut, yang berbeda dari penjelasan yang diperoleh dari obyek-obyek lainnya. 3) Penelitian studi kasus jamak Penelitian studi kasus jamak (collective or mutiple case study) adalah penelitian studi kasus yang menggunakan jumlah kasus yang banyak. Penelitian studi kasus ini adalah pengembangan dari penelitian studi kasus instrmental, dengan menggunakan kasus yang banyak. Asumsi dari penggunaan kasus yang banyak adalah bahwa kasus-kasus yang digunakan di dalam penelitian studi kasus jamak mungkin secara individual tidak dapat menggambarkan karakteristik umumnya. Masing-masing kasus mungkin menunjukkan sesuatu yang sama atau berbeda-beda. Tetapi apabila dikaji secara bersama-sama atau secara kolektif, dapat menjelaskan adanya benang merah di antara mereka, untuk menjelaskan karakteristik umumnya. (h. 448). Sedangkan jenis penelitian studi kasus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penelitian studi kasus instrumental, dimana penelitian ini bermaksud untuk
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
19
memberikan pemahaman mendalam atau menjelaskan kembali suatu proses generalisasi mengenai latar belakang, proses, faktor pendukung dan penghambat pembuatan strategic planning PT. Bank Muamalat Indonesia dalam melaksanakan kegiatan CSR melalui pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat. 1.5.3. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan alamat Gedung Arthaloka, Jalan Jenderal Sudirman No. 2, Jakarta 10220. Pemilihan PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia (BMI) sebagai lokasi penelitian dikarenakan bahwa PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia (BMI) ini merupakan salah satu bank syariah pertama yang berdiri di Indonesia yang telah memilih model pendirian yayasan atau organisasi sosial yaitu Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR PT. Bank Muamalat Indonesia selama sebelas tahun dan juga telah memperoleh beberapa award di beberapa program atau kegiatan CSR-nya. 1.5.3.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai dengan tahapan reading course atau studi mandiri yang dilaksanakan pada bulan September 2011 hingga Desember 2011 dengan melakukan pengumpulan data dan pendalaman teori yang berhubungan dengan tema penelitian sebagai bahan pra-proposal tesis. Setelah melalui tahapan studi mandiri, penelitian memasuki tahapan proposal yang dimulai pada awal bulan Desember 2011 hingga februari 2012 dan dilanjutkan dengan proses penelitian tesis, pengumpulan data dan informasi sampai dengan pengolahan data dilakukan pada bulan Maret 2012 – Juni 2012. 1.5.4. Teknik Pengumpulan Data Menurut Lofland dalam teknik pengumpulan data yang dikutip dari Moleong (2000, h. 47) sumber data utama dari penelitian kualitatif ialah kata-kata
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
20
dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Studi kepustakaan / literatur Penelitian ini diawali dengan melakukan studi kepustakaan ataupun literatur selama beberapa waktu. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperkaya kerangka pemikiran peneliti sebelum turun ke lapangan, dengan mencari literatur mengenai konsep dan model penerapan/ implementasi kegiatan CSR, model dan bentuk strategic planning secara umum dan dalam konteks pelaksanaan kegiatan CSR melalui buku teks, jurnal/makalah, majalah ilmiah dan kajian-kajian seperti tesis sejenis. Selain literatur dan kajian ilmiah, studi kepustakaan juga dilakukan dengan cara mempelajari dokumen-dokumen (PT. Bank Muamalat Indonesia) yang terkait dengan latar belakang dan juga proses pembuatan strategic planning pelaksanaan kegiatan CSR dan implementasinya melalui media elektronik ataupun website resmi milik PT. Bank Muamalat Indonesia. 2) Metode wawancara mendalam (in-depth interview) Menurut Lofland (1984) teknik pengumpulan data, sumber data utama dari penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong, 2000 h. 47). Interview atau wawancara menurut Hariwijaya dan Djaelani (2005) dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan wawancara dengan nara sumber atau responden (h.45). Adapun teknik wawancara ini dipilih peneliti sebagai salah satu metode pengumpulan data dikarenakan teknik wawancara mempunyai kelebihan, yakni penanya dapat menerangkan secara detail pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pelaksanaan dari wawancara ini dapat dilakukan langsung berhadapan dengan yang diwawancarai tetapi dapat pula secara tidak langsung seperti memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab dikesempatan lain. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
21
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Adapun wawancara yang dimaksud di dalam penelitian adalah jenis wawancara mendalam yang sebelumnya peneliti telah membuat daftar ataupun rangkaian pertanyaan yang ditujukan kepada informan dari PT. Bank Muamalat Indonesia dan Yayasan Baitulmaal Muamalat untuk menggali lebih dalam informasi terkait dengan latar belakang, proses, faktor pendukung dan penghambat proses pembuatan strategic planning didirikannya Yayasan BMM sebagai bentuk ‘perpanjangan tangan’ dalam melaksanakan kegiatan CSR oleh PT. Bank Muamalat Indonesia.
1.5.5. Teknik Pemilihan Informan Menurut Sarantakos menyatakan bahwa penelitian kualitatif sedikit banyak dapat dianalogikan dengan proses penyelidikan (investigasi), tidak banyak berbeda dengan kerja detektif yang harus mendapat gambaran dan ‘sense’ tentang fenomena yang diselidikinya. Pemilihan orang yang tepat dengan berbagai argumentasi konseptualnya menjadi faktor penting. Untuk memperoleh data yang paling akurat sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, peneliti juga harus menentukan secara hati-hati waktu dan setting (kondisi) yang tepat untuk mewawancara atau mengamati responden (Miles dan Huberman, 1993 h. 51-53). Dalam riset ilmu sosial, menurut Bungin (2001) hal yang penting adalah menemukan sesuatu yang berkaitan dengan apa atau siapa yang distudi. Persoalan tersebut bukan menyangkut topik riset, tetapi apa yang disebut dengan tingkat analisis. Dari tingkat analisis yang telah ditetapkan itulah data dapat diperoleh, dalam arti kepada siapa atau apa, tentang apa, proses pengumpulan data diarahkan (h. 83-84). Oleh karena itu, teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive sampling. Teknik ini digunakan karena para individu yang menjadi informan merupakan orang yang Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
22
berkompeten untuk memberikan informasi yang ingin diketahui sesuai dengan tujuan penelitian. Hariwijaya dan Djaelani (2005) mengatakan bahwa “Purposive sampling dalam hal ini adalah pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut-paut dengan karakteristik tertentu yang sudah diketahui sebelumnya” (h. 49). Sedangkan menurut Herdiansyah (2010) bahwa “Purposive sampling yang berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek (informan) yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan” (h. 106). Lebih lanjut Alston dan Bowles (1998) menjelaskan bahwa “purposive sampling adalah: this sampling technique allows us to select the sample for our study for a purose. We may have prior knowledge that indicates that a particular group is important to our study or we select those subjects who feel are ‘typical’ examples of the issue we wish to study” atau teknik sampling ini memungkinkan kita untuk memilih sample untuk penelitian purpose. Kita mungkin mempunyai pengetahuan utama terlebih dulu yang menunjukkan bahwa suatu kelompok tertentu adalah penting bagi penelitian kita dan kita memilih subjek itu siapa yang kita rasa ‘mencirikan’ contoh-contoh tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan (h. 92). Sugiyono (2010) menjelaskan bahwa purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti (h. 218-219). Berdasarkan beberapa ketentuan para ahli di atas, maka penelitian ini yang dimaskud dengan purposive sampling adalah para informan yang dipilih berdasarkan pengetahuan mereka mengenai latar belakang, proses, faktor pendukung dan penghambat strategic planning didirikannya Yayasan Baitulmaal Muamalat oleh PT. Bank Mualamalat Indonesia sebagai ‘perpanjangan tangan’ dalam melaksanakan kegiatan CSR dan kegiatan sosial lainnya.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
23
Mengenai individu pemberi informasi atau dikenal sebagai informan harus memiliki syarat yakni “credible dan Information rich” (Raco, 2010 h. 115). Agar sesuai dengan tujuan penelitian dan informasi yang ingin diketahui, maka kriteria yang digunakan dalam pemilihan informan adalah mereka yang: 1) Mengerti dan mengetahui mengenai gambaran proses pembuatan strategic planning yang digunakan oleh PT. Bank Muamalat dalam melaksanakan kegiatan CSR. 2) Mengerti dan mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat strategic planning yang telah dibuat dalam pelaksanaan kegiatan CSR PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia. Dengan demikian, maka informan yang dianggap kredibel, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini: Tabel 1.1 Kerangka Sampling Informasi yang diperlukan Latar belakang, bentuk dan model strategic planning yang dilakukan oleh PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia (PT. BMI) dalam melaksanakan kegiatan CSR
Informan • Head of Corporate
Jumlah
1
Secretary Division PT BMI, Tbk • Anggota Tim Perencanaan dan
2
pelaksanaan pendirian Yayasan BMM Proses
pembentukan
Yayasan
Baitulmaal
Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR oleh PT. Bank Muamalat Indonesia
• Head of Secretary
1
Division PT. BMI, Tbk • Direktur atau General Manager Yayasan
1
BMM • Anggota Tim Perencanaan dan pelaksanaan pendirian
2
Yayasan BMM
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
24
Faktor pendukung dan faktor penghambat proses
pembentukan
Yayasan
Baitulmaal
• Head of Secretary
1
Division PT. BMI, Tbk
Muamalat sebagai bagian CSR dari PT. Bank • Direktur atau General Manager Yayasan Muamalat Indonesia
1
BMM • Anggota Tim Perencanaan dan pelaksanaan pendirian
2
Yayasan BMM Jumlah Informan keseluruhan adalah 3 orang, dimana salah satunya sebagai GM Yayasan BMM dan juga sebagai anggota Tim Perencanaan dan Persiapan pendirian Yayasan BMM Sumber: telah diolah kembali Jumlah informan disesuaikan dengan kebutuhan peneliti
1.5.6. Teknik Analisis Data 1.5.6.1. Proses Analisis Data Secara umum, analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara induktif, yaitu dari data/fakta menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi, termasuk juga melakukan sintesis dan mengembangkan teori (bila diperlukan, dan datanya menunjang). Artinya, analisis data pada penelitian kualitatif lebih bersifat open ended dan harus disesuaikan dengan data/informasi di lapangan sehingga prosedur analisisnya sukar untuk dispesifikasikan sedari awal (Faisal, 1990, h. 39). Proses analisis sebagaimana yang dijelaskan oleh Nasution (1998) dalam Sugiyono (2010) menyatakan bahwa: “analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang “grounded”. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data” (h. 245).
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
25
Metode untuk analisis data menggunakan teori Miles dan Huberman, sebagaimana penjelasan berikut: 1) Reduksi data Reduksi
data
mengacu
pada
proses
memilih,
memfokuskan,
menyederhanakan, meringkas, dan mengubah data yang terdapat dalam catatan lapangan atau mendeskripsikan. Reduksi data terjadi terus-menerus sepanjang kehidupan dari kegiatan yang berorientasi kualitatif. Bahkan sebelum data yang sebenarnya dikumpulkan, antisipasi reduksi data sebagai keputusan peneliti (sering tanpa kesadaran penuh) bagaimana kerangka kerja konseptual, dimana kasus, dengan pertanyaan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data untuk dipilih. Sebagai proses pengumpulan data, bagian lebih lanjut adanya reduksi (menulis ringkasan, pengkodean, gangguan adanya penyimpangan tema, membuat pengelompokan, membuat pengelompokan, menulis memo). Proses reduksi data dilanjutkan setelah turun lapangan, sampai laporan akhir selesai. 2) Tampilan data Kegiatan analisis berikutnya adalah menampilkan data. Umumnya, sebuah tampilan dikelola, temuan menekankan informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan tindakan oleh peneliti. Memandang tampilan data membantu kita untuk memahami apa yang terjadi dan untuk melakukan sesuatu yang baik dalam menganalisis lebih lanjut atau mengambil tindakan yang didasarkan pada pemahamannya. 3) Kesimpulan: gambaran dan verifikasi Tahap ketiga analisis adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Sejak awal pengumpulan data, analis kualitatif mulai memikirkan cara yang tanpa aturan, arus kausal, dan proposisi. Peneliti kompeten memegang kesimpulan ini dengan ringan, menjaga keterbukaan dan skeptimisme, tetapi kesimpulan yang masih ada di sini, belum lengkap dan samar-samar pada awalnya, kemudian semakin eksplisit dan mendasar. Kesimpulan “Final” yang mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data selesai, tergantung pada ukuran kumpulan catatan lapangan, penyimpanan, coding, dan metode pengambilan yang Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
26
digunakan; pengalaman peneliti, dan tuntutan lembaga pendana, tetapi mereka sering telah menggambarkan sedari awal, bahkan ketika seorang peneliti mengklaim telah melanjutkan proses “induktif”. Kesimpulan juga diverifikasi sebagai proses analis. Verifikasi mungkin sesingkat waktu yang berlalu pada pikiran analis selama menulis, dengan melihat kembali ke catatan lapangan, atau mungkin lebih teliti dan terperinci, dengan argumentasi panjang dan penelahaan di antara rekan-rekan untuk mengembangkan “subyektif antar consensus”, atau dengan upaya-upaya luas untuk mereplikasi temuan di kumpulin data lain. (Sugiyono, 2010, h. 247). Ketiga tahapan analisa: reduksi data, tampilan data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi
–
dilakukan
sejak
sebelum,
selama,
dan
setelah
pengumpulan data dalam bentuk pararel, untuk membuat domain umum yang disebut “analisis”. Ketiga arus juga dapat direpresentasikan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut: Bagan 1.2: proses analisis data
Data Collection
Data Display
Data Reduction
Conclusions: Drawing/ verifying
Bagan 1.2: proses analisis data Sumber: Miles and Huberman dalam Sugiyono (1994, h. 247)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
27
Analis data kualitatif bersifat berkelanjutan, terus menerus berulang. Isu reduksi data, dari tampilan, dan penarikan simpulan/ verifikasi masuk ke dalam gambar berurutan sebagai peristiwa analisa mengikuti satu sama lain. 1.6. Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan permasalahan (terdiri atas masalah penelitian dan pertanyaan penelitian), tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 Kerangka Pemikiran, berisi konsep-konsep tentang topik penelitian, yang diambil dari buku, artikel, jurnal/makalah, dan dokumen lainnya; yang digunakan selain untuk memperluas wawasan peneliti juga digunakan untuk menganalisis data. Bab 3 Gambaran Umum Lembaga, Program dan Lokasi Penelitian, mendeskripsikan profil PT. Bank Muamalat Indonesia dengan alamat Gedung Arthaloka, Jalan Jenderal Sudirman No. 2, Jakarta 10220 dan Yayasan Baitulmaal Muamalat dengan alamat di Gedung Dana Pensiun Telkom Lt.2 Jl. Letjen S. Parman Kav. 56 Jakarta 11410. Bab 4 Temuan Lapangan, mendeskripsikan hasil-hasil wawancara dengan para informan dan hasil observasi, sesuai dengan tujuan penelitian. Bab 5 Pembahasan data hasil temuan lapangan, berisi mengenai analisa data hasil temuan lapangan yang dikritisi dengan cara membandingkan konsep dan teori yang ada di Bab 2 yang diuraikan menurut tujuan penelitian Bab 6 Kesimpulan dan Saran, berisi rincian kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian. Rekomendasi/saran untuk penelitian/kajian lanjutan.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Kajian teoritis yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah teori-teori yang berkaitan dengan konsep strategic planning secara umum dan juga strategic planning dalam CSR; definisi, konsep serta model dari CSR; dan juga motivasi pelalaksanaan kegiatan CSR, konsep mengenai definisi dan hikmah zakat dan hokum perbankan syariah.
2.1. Strategic planning 2.1.1. Pengertian Strategic Planning Perencanaan merupakan salah satu empat fungsi manajemen yang penting dan saling terkait satu sama lain. Berbicara tentang perencanaan, kita dihadapkan pada pertanyaan apakah suatu rencana berjalan dengan baik atau tidak. Pertanyaan mendasar ini kiranya aktual diajukan manakala kita melihat realitas keseharian yang menunjukkan banyaknya kegagalan akibat perencanaan yang salah dan tidak tepat. Kesalahan perencanaan dapat berada pada awal perencanaan itu sendiri ataupun pada saat proses perencanaan itu berlangsung. Perencanaan menurut Abe (2001), “Tidak lain dari susunan (rumusan) sistematik mengenai langkah (tindakan-tindakan) yang akan dilakukan di masa depan, dengan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang seksama atas potensi, faktor-faktor eksternal dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, termuat hal-hal yang merupakan prinsip perencanaan, yakni: (1) apa yang akan dilakukan, yang merupakan jabaran dari visi dan misi; (2) bagaimana mencapai hal tersebut; (3) siapa yang akan melakukan; (4) lokasi aktivitas; (5) kapan akan dilakukan, berapa lama; dan (6) sumber daya yang dibutuhkan” (h. 43). Sedangkan strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang dapat
28 Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan (Jauch n Gleuck, 1988, h. 12). Tinjauan dari strategi adalah untuk mempersiapkan kesuksesan di masa depan. Strategi yang efektif membantu keuntungan pemasaran posisi dan mempertahankan keunggulan kompetitif dalam persaingan (Fahey, 2001). Sejumlah model dikembangkan untuk mengatasi masalah ini (Williams, 2008, h. 28). Perencanaan strategis adalah sebuah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Analisis perencanaan strategis merupakan satu bidang studi yang banyak dipelajari secara serius di bidang akademis. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST (Political, Economic, Social, Technological), atau STEER (Socio-cultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory). Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal (Rangkuti, 1999, h. 2-3). Membahas masalah perencanaan strategis, kita juga akan membicarakan manajemen strategi. Karena kedua hal tersebut merupakan konsep yang saling berkaitan. Manajemen strategi berkaitan dengan perumusan arah pengembangan organisasi ke masa depan, untuk mencapai sasaran-sasaran jangka panjang dan jangka pendek. Menurut Boseman dan Phatak (1989), proses manajemen atau perencanaan strategis mencakup tujuh bagian yang saling berkaitan, sebagai berikut (Djunaidi, 1995 h. 21): 1) Penilaian terhadap organisasi, dalam hal kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan (strengths, weakness, opportunities, and threats atau disingkat sebagai SWOT). 2) Perumusan misi organisasi. 3) Perumusan falsafah dan kebijakan organisasi.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
4) Penetapan sasaran-sasaran stratejik. 5) Penetapan strategi organisasi. 6) Implementasi strategi organisasi. 7) Pengendalian (control) strategi organisasi. Kerzner (2001) mengemukakan bahwa perencanaan strategis (Strategic Planning) adalah: “Sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi di masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan”(h.87 ). Lorange (1980) menuliskan, bahwa strategic planning adalah kegiatan yang mencakup serangkaian proses dari inovasi dan merubah perusahaan, sehingga apabila strategic planning tidak mendukung inovasi dan perubahan, maka itu adalah kegagalan (Djunaidi, 2002, h. 5). Sedangkan perencanaan strategis menurut Bryson (2001) adalah: “Kumpulan konsep, prosedur, dan alat-alat yang dimaksudkan untuk membantu para pemimpin dan manajer dalam tugas-tugasnya tersebut (mencapai visi-misi perusahaan dan memuaskan para ‘anggota’ perusahaan) di atas. Bahkan, perencanaan strategis dapat didefinisikan sebagai upaya yang mendisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana suatu organisasi (atau entitas) itu, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi mengerjakan hal tersebut” (h. x). Bryson (2001) menjelaskan lebih lanjut bahwa perencanaan strategis adalah: “Salah satu cara untuk membantu organisasi dan komunitas mengatasi lingkungan mereka yang telah berubah. Perencanaan strategis dapat membantu organisasi dan komunitas untuk merumuskan dan memecahkan masalah terpenting yang mereka hadapi. Perencanaan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
strategis dapat membantu organisasi dan komunitas membangun kekuatan dan mengambil keuntungan dari peluang penting, sembari organisasi dan komunitas mengatasi dan meminimalkan kelemahan dan ancaman serius. Perencanaan strategis dapat membantu organisasi dan komunitas menjadi lebih efektif lagi dalam dunia yang sangat bermusuhan” (h.24). Jadi pada kesimpulannya adalah bahwa perencanaan strategis merupakan salah satu cara untuk membantu oganisasi dan komunitas dalam merumuskan, memecahkan masalah dan mengatasi lingkungan mereka yang telah berubah untuk membangun kekuatan dan mengambil keuntungan dari peluang penting sekaligus mengatasi dan meminimalkan kelemahan dan ancaman serius untuk menjadi lebih efektif dan efisien lagi dalam menghadapi kenyataan dunia yang terus berkembang. 2.1.2. Model dan Konsep Strategic Planning Bagi Perusahaan Perencanaan perusahaan khususnya memfokus kepada organisasi dan apa yang harus dilakukan organisasi untuk memperbaiki kinerjanya, bukan memfokuskan. Proses perencanaan strategis mencakup kebijakan umum dan setting arah, penilaian situasi, identifikasi isu strategis, pengembangan strategi, pembuatan keputusan, tindakan dan evaluasi (Bryson, 2001, h. 26-27). Sedikitnya ada 9 model pendekatan dalam penerapan perencanaan strategis bagi perusahaan yang dapat diterapkan dalam organisasi. Model-model pendekatan tersebut merupakan suatu model perenanaan strategis yang dikembangkan dalam sektor swasta. Bryson (2001) menjelaskan ke- 9 model tersebut sebagai berikut: 1) Model Kebijakan Harvard (Andrews, 1980; Christensen et.al., 1983). Tujuan model Harvard ini adalah membantu perusahaan mengembangkan kesesuaian yang terbaik antara perusahaan dan lingkungannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Andrew (1980), strategi adalah “pola tujuan dan kebijakan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
yang menegaskan perusahaan dan bisnisnya.” Seorang melihat strategi yang terbaik dengan menganalisis kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) internal perusahaan serta nilai-nilai manajemen senior, dan mengenali ancaman (threats) dan peluang (opportunities) eksternal dalam lingkungan dan kewajiban sosial perusahaan. 2) Sistem Perencanaan Strategis (Lorange, 1980; Lorange, et.al.,). Sistem perencanaan strategis berbeda-beda dalam beberapa dimensi:
kekomprehensifan
bidang
keputusan
yang
tercakup, rasionalitas formal proses keputusan, dan ketatnya kontrol yang dilakukan terhadap implementasi keputusan (Amstrong, 1982). 3) Manajemen Stakeholder (Freeman, 1984). Freeman menyatakan bahwa strategi dapat dipahami sebagai
cara
perusahaan
dalam
berhubungan
atau
membangun jembatan dengan stakeholder-nya. Stakeholder itu sendiri adalah setiap kelompok atau individu yang dipengaruhi atau yang dapat mempengaruhi masa depan perusahaan – pelanggan, pekerja (karyawan), pemasok, pemilik, pemerintah, lembaga keuangan dan kritikus. Karena pendekatan manajemen stakeholder menyatukan masalah ekonomi, politik, dan sosial, maka model ini merupakan salah satu pendekatan yang paling mungkin diterapkan bagi dunia publik dan nirlaba. 4) Pendekatan isi Metode Portofolio (Henderson, 1979; Wind & Mahajan, 1981; MacMillan, 1983). Gagasan
perencanaan
strategis
sebagai
pengelolaan
portofolio bisnis didasarkan pada analogi terhadap praktik investasi.
Sebagaimana
seorang
investor
memasang
portofolio persediaan untuk mengelola risiko dan meraih
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
keuntungan (returns) yang optimal, seorang manajer perusahaan dapat berpikir mengenai perusahaan sebagai portofolio bisnis dengan pelbagai potensi yang dapat diseimbangkan untuk mengelola keuntungan dan arus kas (cash flow). Jika dimodifikasikan untuk memasukkan faktor politik dan sosial, pendekatan portofolio ini dapat digunakan dalam sektor publik dan nirlaba. 5) Analisa Kompetitif (Porter, 1980, 1985; Harrigan, 1981). Analisis
kompetitif
mengasumsikan
bahwa
dengan
menganalisis kekuatan yang membentuk suatu industri, seseorang dapat meramalkan tingkat umum keuntungan seluruh industri dan kemungkinan berhasilnya strategi tertentu bagi unit bisnis strategis. Pertimbangan mengenai kekuatan sosial dan politik serta kemungkinan kolaborasi diantara keduanya merupakan suatu analisis kompetitif yang harus dilakukan dalam sektor publik dan nirlaba. 6) Manajemen Isu Strategis (Ansolf, 1980; King, 1982; Pflaum dan Delmont, 1987). Pendekatan manajemen isu strategis merupakan komponen proses, yakni bagian dari proses perencanaan strategis yang lebih besar. Sebagian besar perusahaan melakukan revisi strategi yang komprehensif tiap beberapa (biasanya lima) tahun dan dalam the interim memfokuskan proses perencanaan
strategis
tahunan
mereka
kepada
pengidentifikasian dan pemecahan beberapa isu strategis kunci yang muncul dari analisis SWOT, peninjauan lingkungan, dan analisis lainnya (Hambrick, 1982; Pflaum dan Delmont, 1987). 7) Strategi Proses Negosiasi Strategis (Pettigrew, 1977; Fisher dan Ury, 1981; Allison, 1971).
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Beberapa penulis memandang strategi perusahaan sebagai pemecahan parsial atas isu organisasi melalui proses politik tingkat tinggi (Pettigrew, 1977; Mintzberg dan Waters, 1985). Sebagaimana dibayangkan oleh Pettigrew (1977), srategi adalah arus tindakan dan nilai yang melekat dalam suatu konteks. Dengan demikian negosiasi strategis terikat konteks. 8) Inkrementalisme Logis (Quinn, 1980; Lindblom, 1959). Dalam pendekatan inkrimental, strategi adalah kelompok keputusan yang saling terkait dengan longgar yang ditangani secara inkrimental. Quinn mengembangkan konsep inkrimentalis logis – inkrimentalisme dalam melayani seluruh tujuan perusahaan – dan hasilnya mentransformasikan pendekatan
inkrimentalisme
strategis.
Inkrimentalisme
menjadi
suatu
logis
adalah
pendekatan proses yang sebetulnya, memadukan formulasi dan implemntasi strategi. 9) Kerangka bagi inovasi (Taylor, 1984; Pinchot, 1985). Banyak bisnis yang menganggap perlu menekankan strategi inovatif sebagai penyeimbang terhadap orientasi kontrol yang berlebihan dari banyak sistem perencanaan strategis. Dengan kata lain, perencanaan strategis dalam pendekatan ini adalah merancang sistem yang memperkembangkan kreativitas dan kewiraswastaan di tingkat lokal dan mencegah sentralisasi dan birokrasi sumber pertumbuhan dan perubahan bisnis yang melumpuhkan (Taylor, 1984). Kerangka bagi pendekatan inovasi terhadap perencanaan strategis perusahaan berssandar kepada banyak unsur dari pendekatan-pendekatan yang dibahas pada pendekatanpendekatan sebelumnya, seperti analisis SWOT dan metode portofolio. (h. 28-34)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Dari ke-sembilan model pendekatan tersebut, Bryson menilai bahwa model kebijakan Harvard-lah yang merupakan model terbaik yang diterapkan pada tingkat unit bisnis strategis (the strategic business unit – SBU). Rue dan Holland (1986) Unit bisnis strategis adalah yang berbeda yang mempunyai pesaingnya sendiri dan dapat dikelola secara agak independen oleh unit lainnya dalam satu organisasi (Bryson, 2001, h. 35). Hal tersebut dikarenakan bahwa model kebijakan Harvard ini melihat strategi sebagai pola tujuan dan kebijakan perusahaan dan bisnisnya dimana perusahaan melihat strategi yang terbaik dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan internal perusahaan serta nilai-nilai manajemen senior dan menggali ancaman dan peluang eksternal dalam lingkungan dan kewajiban sosial perusahaan. Pada intinya bahwa tujuan model kebijakan Harvard ini adalah membatu perusahaan mengembangkan kesesuaian yang terbaik antara perusahaan dan lingkungannya. Penilaian sistematis terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman – yang dikenal sebagai analisis SWOT – adalah kekuatan utama model Harvard. Namun, model Harvard ini juga memiliki kelemahan utama yaitu, karena model ini tidak menawarkan nasihat khusus tentang bagaimana mengembangkan strategi, keuntungan dari peluang, dan mengatasi atau meminimalkan kelemahan dan ancaman. Oleh karena itu, kombinasi dan kolaborasi konsep dan pendekatan diantara ke-9 model pendekatan di atas dapat dimungkinkan dan disesuaikan dengan visi-misi yang ingin dicapai oleh sebuah perusahaan atapun organisasi serta kebutuhan dan kondisi di lapangan (lingkungan). Selain
model
Harvard,
Mintzberg
(1994)
dan
Drucker
(1976),
“Merasionalisasi bahwa formulasi strategi adalah proses dimana suatu sistem terpadu dari keputusan internal yang relatif konsekuesional, diciptakan oleh struktur organisasi, memungkinkan organisasi untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam lingkungan yang tak terduga (Williams, h. 33). Strategi perusahaan yang tepat adalah campuran dari tindakan yang dihasilkan dari pendekatan internal dan eksternal (Thompson et al., 2005). Bracker et al (1988) mengidentifikasi dalam komponen perencanaan yang harus jelas hadir untuk sesi strategi bisnis…pengaturan tujuan, analisis lingkungan, analisis SWOT,
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
perumusan strategi, proyeksi keuangan, anggaran fungsional, operasi pengukuran kinerja, dan kontrol prosedur” (Williams, 2008, h. 33). Komponen-komponen perencanaan formalitas, menurut Robinson dan Pearce (1984), meningkatkan usaha kecil pemilik proses keputusan. Osgood (1980) setuju…dan menekankan pentingnya dalam memfasilitasi persiapan perencanaan strategis (Williams, 2008, h. 33). 2.1.3. Langkah-langkah (proses) Pembuatan Strategic Planning Dalam melaksanakan proses perencanaan strategis Bryson (2001) terdapat sepuluh langkah. Ke-sepuluh langkah tersebut harus mengarah kepada tindakan, hasil, dan evaluasi. Bryson juga menekankan bahwa tindakan, hasil dan penilaian evaluasi harus muncul ditiap-tiap langkah dalam proses. Dan ke-sepuluh langkah tersebut adalah (h. 23-37): 1) Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis. Tujuan langkah pertama adalah menegosiasikan kesepakatan dengan orang-orang penting pembuat keputusan (decision maker) atau petunjuk opini (opinion leader) internal (dan mungkin eksternal) tentang seluruh upaya perencanaan stratetegis dan langkah perencanaan yang terpenting. 2) Mengidentifikasi mandat organisasi. Mandat formal dan informal yang ditempatkan pada organisasi adalah “keharusan” yang dihadapi organisasi. 3) Memperjelas misi dan nilai organisasi. Misi organisasi, yang berkaitan erat dengan mandatnya, di mana misi tersebut selain bertujuan untuk mempertegas keberadaan organisasi tetapi juga harus didasarkan pada bagaimana sebaiknya mereka memenuhi kebutuhan sosial dan dan politik stakeholder-nya yang beragam, termasuk kebutuhan stakeholder itu terhadap “perasaan komunitas”.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
4) Menilai lingkungan baik eksternal maupun internal dari organisasi untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan: peluang dan ancaman. Tim perencanaan harus mengeksplorasi lingkungan di luar organisasi untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi. Selain itu Untuk mengenali kekuasaan dan kelemahan internal, organisasi dapat memantau sumber daya (inputs), strategi sekarang (process), dan kinerja (outputs). 5) Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi. Dalam hal ini, organisasi diharapkan dapat menemukan ataupun mengidentifikasi isu-isu yang dihadapi oleh organisasi, baik internal maupun eksternal. 6) Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Strategi didefinisikan sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan, atau alokasi sumber daya yang menegaskan bagaimana organisasi, apa yang dikerjakan organisasi, mengapa organisasi harus mengerjakan hal itu. Strategi dapat berbeda karena tingkat, fungsi, dan kerangka waktu. 7) Menimbang
dan
mengadopsi
perencanaan
strategis
atau
perencanaan. Tim perencana yang telah merumuskan strategi pada langkah keenam meninjau kembali konsep perencanaan strategis yang akan diadopsi untuk mendapatkan strategi perencanaan yang sesuai untuk diimplemetasikan oleh mereka. 8) Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan. Langkah
berikutnya
mengembangkan
dalam
deskripsi
proses
perencanaan,
organisasi
mengenai
bagaimana
seharusnya
organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya dan mencapai seluruh potensinya. Deskripsi ini merupakan “visi keberhasilan” organisasi (Taylor, 1984). 9) Mengembangkan proses implementasi yang efektif.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Mengembangkan strategi-strategi sesuai dengan realita nilai dan kehidupan di lapangan untuk menciptakan kreasi yang efektif untuk organisasi dan stakeholders. 10) Menilai kembali strategi-strategi dan proses dari perencanaan strategis. Pada saat proses implementasi telah berjalan untuk beberapa waktu, sangat penting bagi organisasi ataupun perusahaan untuk meninjau dan menilai kembali strategi-strategi dan perencanaan strategis yang telah berjalan tersebut dan mendahulukan perencanaan strategis untuk babak selanjutnya.
Memprakarsai & menyepakati suatu proses perencanaan strategis
Mengidentifik asi mandat organisasi
Mengembangkan proses implementasi yang efektif
Memperjelas misi dan nilai organisasi
Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan
Menilai lingkungan eksternalinternal: Peluang dan ancaman
Menimbang dan mengadopsi perencanaan strategis atau perencanaan
Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi
Merumuskan strategi untuk mengelola isuisu
Menilai kembali strategi-strategi dan proses dari
perencanaan strategis
Bagan 2.1 Model Bryson Sumber: telah diolah kembali
Sedangkan model dan tahapan perencanaan strategis, Kumpf (2004) menggabungkan beberapa elemen yang sama dengan model Bryson (1988) dan menambahkan beberapa pendekatan unik yang dijelaskan dalam lima langkah
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
proses.
Kumpf
(2004)
menyarankan
bahwa
mengembangkan
dan
mengimplementasikan rencana strategis yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan visi dari tujuan, tujuan atau kondisi yang ingin dicapai; 2) Mengidentifikasi hambatan besar atau kendala untuk mencapai visi; 3) Mengembangkan pendekatan baru dan petunjuk untuk mengatasi dan/atau menghilangkan hambatan untuk mencapai visi atau tujuan; 4) Mempersiapkan
rencana
aksi
langkah-demi-langkah
untuk
menerapkan pendekatan-pendekatan atau metode, dan 5) Pemantauan pelaksanaan rencana secara teratur, periodik. (h. 77)
Mengembangkan visi dari tujuan, tujuan atau kondisi yang ingin dicapai
Mengidentifikasi hambatan besar atau kendala untuk mencapai visi
Mengembangkan pendekatan baru dan petunjuk untuk mengatasi dan/atau menghilangkan hambatan untuk mencapai visi/tujuan
Mempersiapkan rencana aksi langkah demi langkah untuk menerapkan pendekatanpendekatan atau metode
Pemantauan pelaksanaan rencana secara teratur Bagan 2.2 Model Kumpf Sumber: telah diolah kembali
Alasan Kumpf (2004) mengenai proses tersebut adalah karena perancanaan strategis memberikan manajemen dan karyawan dengan struktur untuk mengerucutkan tujuan dan sasaran dari bisnis dan memberikan mereka tonggak terukur untuk memantau kemajuan. Bracker dan Pearson (1985), Cabang (1991), Jones (1982), dan Hillidge (1990) mendukung gagasan ini karena mereka berpendapat bahwa perencanaan adalah kunci keberhasilan, meskipun tidak wajib (Williams, 2008). Lain halnya dengan proses perencanaan strategis menurut Djunaedi (2001). Djunaedi mengungkapkan bahwa perencanaan strategis tidak mengenal
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
standar baku, dan prosesnya mempunyai variasi yang tidak terbatas. Tiap penerapan perlu merancang variasinya sendiri sesuai kebutuhan, situasi dan kondisi setempat. Meskipun demikian, secara umum proses perencanaan strategis memuat unsur-unsur: (1) perumusan visi dan misi, (2) pengkajian lingkungan eksternal, (3) pengkajian lingkungan internal, (4) perumusan isu-isu strategis, dan (5) penyusunan strategi pengembangan (yang dapat ditambah dengan tujuan dan sasaran). Proses perencanaan strategis tidak bersifat sekuensial penuh, tapi dapat dimulai dari salah satu dari langkah ke (1), (2), atau (3). Ketiga langkah tersebut saling mengisi. Setelah ketiga langkah pertama ini selesai, barulah dilakukan langkah ke (4), yang disusul dengan langkah ke (5). Setelah rencana strategis selesai disusun, maka diimplementasikan dengan terlebih dahulu menyusun rencana-rencana kerja (aksi/tindakan). (h. 4)
Perumusan visi dan misi
Pengkajian lingkungan eksternal
Pengkajian lingkungan internal
Saling mengisi Implementasi rencanarencana kerja melalui aksi dan tindakan
Penyusunan strategi pengembangan (yang dapat ditambah dengan tujuan dan sasaran
Perumusan isu-isu strategis
Bagan 2.3 Model Djunaedi Sumber: telah diolah kembali
Dari ketiga pandangan di atas, menyimpulkan bahwa proses perencanaan strategis dalam penelitian ini merupakan suatu proses yang tidak mutlak dan baku yang terdiri dari beberapa langkah yang dirangkai menjadi satu rangkaian proses berkesinambungan mulai dari perencanaan dan perumusan visi-misi dari perusahaan ataupun organisasi, mengidentifikasi isu-isu yang terkait, menilai dan mengindentifikasi lingkungan internal maupun eksternal baik berupa peluang
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
maupun hambatan serta kekuatan dan kelemahan bagi perusahaan/ organisasi, implementasi pendekatan dan model dalam perencanaan strategis yang digunakan, mulai dari perumusan (perencanaan), proses sampai dengan tahap evaluasi. Perencanaan dan Perumusan visimisi perusahaan atau organsasi
Mengidentifikasi isu-isu yang terkait
Menilai dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal
Implementasi hasil perencanaan strategis (program)
Evaluasi
Implementasi pendekatan dan model dalam perencanaan strategis
Bagan 2.4 Teori Model SP dalam Penelitian Sumber: telah diolah kembali
Pada langkah pertama, perusahaan/ organisasi merumuskan visi dan misi yang akan digunakan dalam proses perencanaan, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi mengenai isu-isu yang terkait dengan proses perencanaan strategis yang akan dilakukan seperti halnya isu-isu lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya. Setelah identifikasi terhadap isu-isu yang terkait, perusahaan/ organisasi selesai, dilanjutkan dengan langkah berikutnya yaitu, penilaian dan identifikasi terhadap hal-hal yang menjadi faktor kekuatan dan kelemahan baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Ketika ketiga langkah di atas selesai, barulah perusahaan/ organisasi melakukan pendekatan-pendekatan terhadap model dalam perencanaan strategis yang akan diimplementasikan. Kemudian, hasil tersebut dapat diterjemahkan ke dalam bentuk program dilanjutkan dengan rencana evaluasi yang akan dilakukan untuk menilai dan menukur tingkat keberhasilan dari implementasi program yang telah direncanakan.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
2.2. Corporate Social Responsibilty 2.2.1. Konsep Corporate Social Responsibilty Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) memiliki banyak definisi yang dikemukakan oleh banyak ahli. Wibisono (2007) menyebutkan bahwa definisi CSR berasal dari konsep dan pemikiran yang dicetuskan oleh John Elkington (1997) dalam bukunya yang berjudul “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Dalam buku tersebut, Elkington mengemukakan konsep “3P” (profit, people, dan planet) yang menerangkan bahwa dalam menjalankan operasional perusahaan, selain mengejar profit (keuntungan ekonomis) sebuah korporasi harus dapat memberikan kontribusi positif bagi people (masyarakat) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Konsep inilah yang senada dengan latar belakang kemunculan konsep lain mengenai pelaksanaan CSR bagi perusahaan-perusahaan yang dicetuskan oleh World Bank, yakni pembangunan berkelanjutan yang dikembangkan lagi menjadi dua konsep penting, yaitu business sustainability dan triple
bottom
berkelanjutan
line. secara
World
Bank
operasional
mendefinisikan sebagai
“A
konsep
process
pembangunan
whereby
future
generationsreceive as much capital per capita, or more than, the current generation has available”. Definisi tersebut menggambarkan bahwa penurunan modal natural yang diakibatkan oleh kegiatan operasional perusahaan seharusnya dapat dikompensasikan dengan peningkatan bentuk modal yang lain, yang dapat dituangkan melalui pelaksanaan keberadaan tujuan perusahaan, yaitu tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan (h. 18). Secara etimologis, istilah CSR di Indonesia disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Adiprigandri (2006) mendefinisikan istilah tanggung jawab sosial perusahaan sebagai sebuah tindakan pengambilan keputusan yang rasional dan menghormati kelangsungan hidup dan harkat semua pihak sehingga tidak hanya memikirkan kepentingan diri tapi kepentingan umum (Effendi, 2009. h. 21). Definisi istilah ini didasari oleh ciri penting dari esensi konsep tanggung jawab yang bermoral, yakni rasionalitas (tindak impulsif atau semena-mena dan berupaya memetakan alternatif dengan melihat akibatnya, serta jelas tujuan dan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
memperhatikan rincian implementasinya) dan hormat (kesadaran dan kehendak untuk memperhatikan bagaimana efek dari keputusan atau kebijakan yang diambil yang melebihi kesadaran dan keprihatinan secara rasional sehingga tidak melihat pihak lain hanya sebagai alat pencapaian tujuan sendiri). Ambadar (2008) mendefinisikan CSR merupakan salah satu upaya perusahaan untuk menciptakan keberlangsungan usaha dalam menciptakan dan memelihara keseimbangan antara mencetak keuntungan, fungsi-fungsi sosial, dan pemeliharaan lingkungan hidup (triple bottom line). Implementasi CSR merupakan salah satu upaya membangun konsep sustainable development yang menghendaki hubungan yang harmonis antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, sebab dunia usaha merupakan salah satu stakeholder yang memiliki peranan penting terkait dengan kepemilikan terhadap potensi sumber daya manusia dan modal perusahaan (h. 11). Sukada (2006) menyimpulkan beberapa perbedaan definisi dari istilah CSR menjadi segala upaya manajemen yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasarkan keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif dari setiap pilar (h. 159). Pendapat Sukada dikuatkan kembali dengan definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable Development (WBCSD): “CSR adalah suatu komitmen dari perusahaan untuk melaksanakan etika keperilakuan
(behavioral
ethics)
dan
berkontribusi
terhadap
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development). Komitmen lainnya adalah meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, serta masyarakat luas” (Effendi, 2009, h. 107). Berdasarkan definisi-definisi mengenai istilah CSR tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya konsep CSR mencakup segala sesuatu yang dilakukan oleh perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosial atas eksistensinya dalam kehidupan masyarakat dan terkait usaha untuk mendapatkan keuntungan
ekonomis.
Berdasarkan
konteks
tersebut,
pelaksanaan
CSR
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
merupakan pengimplemetasian konsep triple bottom line demi tercapainya tujuan pembangunan dan bisnis yang berkelanjutan.
2.2.2. Model Corporte Social Responsibility (CSR) Model yang telah menjadi acuan bagi para akademisi dan beberapa penelitian sebelumnya tentang bagaimana memahami dan mengembangkan konsep CSR adalah model “four-part model of CSR” yang dikemukakan oleh Carroll (2001) sebuah model berbentuk piramida (The Pyramid Of Social Responsibility) (h. 40-42). Carroll menempatkan “four-part model of CSR/ The Pyramid Of Social Responsibility” ini sebagai ekspektasi bisnis ekonomi dan legal dalam hubungan mereka untuk lebih perhatian pada orientasi sosial. Perhatian sosial ini termasuk tanggung jawab etika dan tanggung jawab philantropi. Model ini digambarkan sebagaimana bagan berikut:
Bagan 2.5 The Pyramid Of Social Responsibility Sumber: Archie B. Carroll, The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward the Moral Management of Organizational Stakeholders
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Carroll menjelaskan bagan di atas sebagai berikut: 1) Economic Responsibilities. Dasar pertama, adalah tanggung jawab economic. Pertama dan yang terpenting, sistem sosial Amerika menyerukan agar bisnis menjadi sebuah institusi ekonomi. Bahwa, mengharuskannya berorientasi untuk menghasilkan barang-barang dan jasa yang diinginkan masyarakat dan menjualnya dengan harga yang layak. 2) Legal Responsibility. Tingkatan kedua, adalah tanggung jawab legal. Sebagai dorongan masyarakat pada system ekonomi dengan ijin bisnis untuk
menerima peran produksi, sebagai sebuah bagian
pemenuhan kontrak sosial, juga tunduk di bawah aturan –the lawdaerah dimana bisnis beroperasi. 3) Ethical Responsibility. Tingkatan ketiga, tanggung jawab ‘etika’ mencakup segala aktivitas dan parktek yang diharapkan atau dilarang oleh anggota masayarakat bahkan yang tidak disusun dalam aturan mereka. Tanggung jawab etika mewujudkan serangkaian norma, standar dan harapan yang menggambarkan perhatian kepada konsumen, karyawan, shareholders, dan perhatian komunitas sebagai sebuah keadilan, kepantasan, atau memelihara penghormatan atau melindungi hak-hak moral stakeholders. 4) Philantropic Responsibilities. Tingkatan keempat, adalah tanggung jawab voluntary/discretionary, atau philanthropic. Mungkin ini sebuah istilah yang tidak cocok pada makna “responsibilities”, sebab mereka dipandu oleh kebijaksanaan bisnis – ini pilihan atau keinginan. Aktivitas ini murni sukarela, dipandu hanya oleh keinginan bisnis untuk aktivitas sosial bahwa ini bukanlah sebuah mandat, bukan diwajibkan oleh hukum, dan bukan harapan umum dari bisnis dalam arti sebuah etika. Pada intinya, bentuk definisi konsep “four-part model of CSR/The Pyramid of CSR” dapat disimpulkan sebagai berikut: tanggung jawab sosial bisnis
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
meliputi ekonomi, legal, etika, dan philantropi yang ditempatkan pada organisasi (korporat). Pada The Pyramid of CSR di atas menggambarkan 4 komponen CSR, yang dimulai dengan pembangunan blok dasar yakni tanggung jawab ekonomi korporasi atau dunia usaha. Pada saat yang bersamaan bisnis (korporasi) diharapkan tunduk pada hukum, sebab hukum adalah aturan tersusun yang diterima dan tidak diterima oleh masyarakat. Selanjutnya adalah tanggung jawab etis dunia usaha (korporasi). Pada level yang amat mendasar, kewajiban ini dilakukan dengan benar, pantas, dan berkeadilan serta menghindari atau meminimalkan kerugian stakeholder (karyawan, konsumen, lingkungan, dsb). Pada tahap akhir, dunia usaha (korporasi) diharapkan menjadi sebuah Good Corporate Citizen untuk melaksanakan tanggung jawab philantropi yang mengkontribusikan keuangan dan sumber daya manusia kepada komunitas serta meningkatkan kualitas kehidupan. Dalam persamaan bentuk, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dapat dijelaskan sebagai berikut: tanggung jawab ekonomi + tanggung jawab legal/hukum + tanggung jawab etika + tanggung jawab philantropi = CSR secara menyeluruh (holistic) (Carroll & Buchholtz: 2000, h. 33-38). Dalam penelitian Matten (2006), Carrol memperhatikan CSR sebagai sebuah konsep multi lapisan, dimana dapat dibedakan ke dalam empat aspek yang saling berhubungan – tanggung jawab ini sebagai lapisan yang berurutan dengan sebuah piramida, sungguh ‘hakikatnya’ mewajibkan tanggung jawab sosial bertemu ke-empat tingkatan secara berurutan (h. 6). Selain model pyramid Carroll di atas, Saidi dan Abidin (2004) juga menjelaskan bahwa model penerapan CSR di Indonesia secara umum ada 4 pola, yaitu (h. 64-65): 1) Keterlibatan langsung, perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan kemasyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan biasanya menugaskan salah satu
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. 2) Melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan, perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi yang lazim dilakukan di negara maju. Disini perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan. 3) Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga/organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. 4) Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium, perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan kemudian mengembangkan program yang telah disepakati. Keempat pola tersebut ada kecenderungan mempengaruhi motivasi pelaksanaan CSR sebuah korporat. Sehingga akan terlihat kesungguhan korporat dalam melaksanakan dan mengelola setiap program CSR. Oleh karena itu, penelitian ini juga akan menguraikan cara pandang dan juga motivasi perusahaan di dalam melaksanakan kegiatan CSR pada sub bab berikutnya. Menurut Untung (2007), dekade 1990 adalah periode di mana CSR mendapat pengembangan makna dan jangkauan. Sejak saat itu banyak model CSR diperkenalkan termasuk corporate Social Performance (CSP), Business Ethics Theory (BET), dan Corporate Citizenship, dan sejak itu pula CSR menjadi tradisi baru dalam dunia usaha di banyak Negara. Oleh karenanya, ada dua metode yang diberlakukan dalam CSR, yaitu Cause Branding dan Venture Philantropy (h. 39). 1) Cause Branding adalah pendekatan Top Down, dalam hal ini perusahaan menentukan masalah sosial dan lingkungan seperti apa yang perlu dibenahi.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
2) Sedangkan Venture Philantropy kebalikannya yaitu, sebuah pendekatan Bottom up, di sini perusahaan membantu berbagai pihak non-profit dalam masyarakat sesuai apa yang dikehendaki masyarakat. Dalam metode Cause Branding, perusahaan biasanya mendesain program sosial yang ada kaitannya dengan branding produk atau layanannya, tujuannya membuat masyarakat lebih akrab dengan merek dagang perusahaan itu, tetapi untuk jangka panjang model ini bermanfaat bagi perusahaan, sebab tujuan Cause Branding adalah mendekatkan perusahaan kepada masalah yang ada di dalam masyarakat lalu membenahi lingkungan sosial itu agar mendukung eksistensi perusahaan untuk jangka panjang. Dalam model Venture Philantropy perusahaan membantu masyarakat untuk menciptakan sendiri sumber-sumber penghidupan baru dan tidak sekedar menyalurkan bantuan sosial atau finansial kepada masyarakat. Berdasarkan beberapa model menurut ahli di atas, kesimpulan yang dapat diambil mengenai teori model CSR di dalam penelitian ini adalah model CSR yang holistik, yang mampu mengintegrasikan tanggung jawab secara ekonomi, hukum, etika dan juga philantropi yang kesemuanya itu dapat dilaksanakan berdasarkan bentuk yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan perusahaan itu sendiri. Perusahaan dapat melakukan kegiatan CSR-nya dengan menggunakan salah satu dari ke-empat model yang ditawarkan oleh Saidi dan Ambadar seperti, terlibat langsung dalam menjalankan kegiatan CSR, melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan, bermitra dengan pihak lain (organisasi pemerintah, sosial maupun swasta) dan juga bergabung dalam suatu konsorsium.
2.2.3. Cara Pandang, Dorongan Serta Alasan Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility Cara pandang perusahaan terhadap pelaksanaan program CSR merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi CSR sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Wibisono (2007) mengemukakan klasifikasi cara pandang perusahaan terhadap pelaksanaan kegiatan CSR menjadi tiga kategori, yaitu: 1. CSR dianggap sebagai faktor eksternal (external driven)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
2. CSR dianggap sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance) 3. CSR dianggap sebagai faktor internal (internal driven). (h. 55) Good Corporate Citizenship dalam pelaksanaannya berfokus pada kontribusi suatu perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mengalami metamorfosis, dari yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan
pada
penciptaan
kemandirian
masyarakat,
yakni
program
pemberdayaan (Ambadar, 2008). Metamorfosis kontribusi perusahaan tersebut diungkapkan oleh Za’im Saidi (2003 h. 57), yaitu dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini. Tabel 2.1. Metamorfosis CSR Paradigma
Charity
Philantropy
Good Corporate Citzenship (GCC)
Faktor Pendorongan
Agama,
Norma, etika dan
Pencerahan diri
tradisi,
hukum universal
dan
adaptasi
rekonsiliasi dengan ketertiban social
Misi
Mengatasi
Mencari dan mengatasi
Memberikan
masalah
akar masalah
kontribusi
setempat
terhadap masyarakat
Pengelolaan
Jangka
Terencana,
Terinternalisasi
pendek,
terorganisasi, dan
dalam kebijakan
mengatasi
terprogram
perusahaan
Yayasan/dana
Keterlibatan baik
pribadi/profesionalitas
dana maupun
masalah sesaat Pengorganisasian
Kepanitiaan
sumberdaya lain Masyarakat luas Penerima Manfaat
Orang Miskin
Masyarakat luas
dan perusahaan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Hibah (sosial dan Kontribusi
Hibah Sosial
Hibah pembangunan
pembangunan serta keterlibatan sosial)
Inspirasi
Kewajiban
Kepentingan bersama
Sumber: Za’im Saidi (2003, h. 57)
Menurut Kotler dan Nancy Lee (2005), setidaknya ada 6 pilihan sebagai motif korporasi melakukan CSR, yaitu: 1) Cause Promotion. Perusahaan menyediakan dana, bentuk kontribusi dan atau sumber daya perusahaan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap masalah sosial, atau menduung penggalangan dana, berpartisipasi atau menjadi sukarelawan bagi masalah tersebut. Aktivitas semacam ini dapat dikelola sendiri oleh perusahaan atau dengan menjadi partner utama dari suatu kegiatan yang mengangkat masalah sosial atau dapat juga dengan menjadi salah satu sponsor dari kegiatan sosial. 2) Cause-Related Marketing. Komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi atau mendonasikan beberapa persen dari keuntungan penjualannya untuk mengatasi permasalahan sosial. Umumnya kegiatan ini dilakukan pada suatu produk dalam periode waktu tertentu untuk sebuah kegiatan sosial yang bekerjasama dengan organisasi
non-profit
dengan
menciptakan
hubungan
saling
menguntungkan demi peningkatan angka penjualan yang sebagian keuntungannya diberikan kepada kegiatan sosial tersebut. 3) Corporate Social Marketing. Perusahaan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan perubahan perilaku, untuk memperbaiki kesehatan masyarakat, keamanan, dan kesejahteraan lingkungan tempat perusahaan korporasi. Kampanye perubahan perilaku ini dapat dibuat dan diterapkan sendiri oleh perussahaan atau dengan melibatkan organisasi non-profit serta sektor publik lainnya. Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
4) Corporate Philantrophy. Perusahaan memberikan kontribusi secara langsung dalam sebuah kegiatan atau permasalahan sosial tertentu dengan memberikan bantuan uang tunai donasi atau pelayanan. 5) Community Voluntering. Perusahaan memberikan dukungan dan mendorong karyawan serta mitra bisnis menyediakan waktunya untuk mendorong komunitas dan permasalahan lokal. 6) Social Responsibility Business Practices. Perusahaan mengadopsi dan melakukan praktek bisnis dan investasi yang mendukung permasalahan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan. (h. 77-83) Sementara Daniri (2004) dalam menjelaskan ada tiga kategori sebagai motif korporasi untuk melaksanakan CSR yaitu: 1) Community Relation. Yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program lebih cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan. 2) Community Services. Merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Inti kategori ini adalah memberikan kebutuhan yang ada di masyarakat dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh masyarakat sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah tersebut. 3) Community Empowering. Adalah program-progaram yang berkaitan dengan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya, seperti pembentukan usaha industri kecil lainnya yang secara alami anggota masyarakat sudah mempunyai pranata pendukungnya dan perusahaan memberikan akses kepada pranata sosial yang ada tersebut agar dapat berlanjut. Dalam kategori ini, sasaran utama adalah kemandirian komunitas (Fajar, 2010, h. 267).
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Dalam melakukan CSR, tentunya perusahaan memiliki alasan di antaranya adalah (Fajar, 2010): 1) Alasan Sosial. Perusahaan melakukan program CSR untuk memenuhi tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus ikut memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkannya. 2) Alasan Ekonomi. Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan melakukan program CSR untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif bagi perusahaan yang tujuan akhirnya tetap pada peningkatan profit. 3) Alasan Hukum. Alasan hukum membuat perusahaan melakukan program CSR hanya karena adanya peraturan pemerintah. CSR dilakukan perusahaan karena adanya tuntutan yang jika tidak dilakukan akan dikenai sanksi atau denda dan bukan karena kesadarannya perusahaan untuk ikut serta menjaga lingkungan. (h. 268) Hamann dan Acutt (2003) mengemukakan dua motivasi utama dunia bisnis memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yaitu terkait dengan masalah akomodasi dan legitimasi. Alasan akomodasi terkait dengan kebijakan bisnis yang hanya bersifat superfisial dan parsial. CSR dilakukan untuk memberi citra sebagai korporasi yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi CSR cenderung bersifat akomodatif dan tidak melibatkan perubahan mendasar dalam kebijakan bisnis korporasi sesungguhnya. Alasan kedua masalah legitimisasi, yaitu upaya untuk mempengaruhi wacana yang terkait dengan pertanyaan-pertanyaan absah apakah yang dapat diajukan terhadap perilaku korporasi, serta jawaban-jawaban apa yang mungkin diberikan dan terbuka untuk diskusi. Hal ini melahirkan argumentasi bahwa CSR dapat memenuhi fungsi utama yang memberikan keabsahan pada sistem kapitalis dimana tanpa kita sadari bangsa Indonesia mulai mengarah pada sistem kapitalis (Anatan, 2011 h. 7).
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Ambadar (2008) mengemukakan beberapa motivasi dan manfaat yang diharapkan perusahaan dengan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan meliputi: 1) Perusahaan terhindar dari reputasi negatif perusak lingkungan yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek tanpa memperdulikan akibat dari perilaku buruk perusahaan; 2) Kerangka kerja etis yang kokoh dapat membantu para manajer dan karyawan menghadapi masalah seperti permintaan lapangan kerja di lingkungan dimana perusahaan bekerja; 3) Perusahaan mendapat rasa hormat dari kelompok inti masyarakat yang membutuhkan keberadaan perusahaan khususnya dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan; 4) Perilaku etis perusahaan aman dari gangguan lingkungan sekitar sehingga dapat beroperasi secara lancar. (h. 21) Menurut Prince of Wales Fondation dalam Untung (2008) ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi implementasi CSR. Pertama, menyangkut human capital atau pemberdayaan manusia; kedua, Environments yang berbicara tentang lingkungan; ketiga adalah Good Governance; keempat, social cohesion. Artinya, dalam melaksanakan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial. Dan kelima adalah economic strength atau memberdayakan lingkungan menuju kemandirian di bidang ekonomi (h.11-12). Berdasarkan beberapa pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi ataupun pelaksanaan kegiatan CSR suatu perusahaan didasari oleh latar belakang ataupun motivasi tertentu seperti halnya motivasi ekonomi, sosial, dan hukum yang menjadikan perusahaan dapat dan atau melaksanakan kegiatan CSR. 2.3.
Strategic Planning di dalam Corporate Social Responsibility Suharto mengemukakan bahwa CSR termasuk dalam gugus Pekerjaan
Sosial Industri, industrial social work atau occupational social work. Pekerjaan Sosial Industri mencakup pelayanan sosial internal dan eksternal. Sedangkan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
dalam konteks pemberdayaan, CSR merupakan bagian dari policy perusahaan yang dijalankan secara profesional dan melembaga. CSR kemudian identik dengan CSP (corporate social policy), yakni strategi dan roadmap perusahaan yang mengintegrasikan tanggung jawab ekonomis korporasi dengan tanggung jawab legal, etis, dan sosial sebagaimana konsep piramida CSR-nya Archie B. Carol (2007a, 2008, h. 3). Abertis (2003) menjelaskan mengenai strategic planning in CSR adalah: “The principal goal of the Strategic Plan for Corporate Social Responsibility is to establish some management directives to guarantee certain ethical principles, respect for people and for the environment. The specific objectives that have been established in the Strategic Plan for Corporate Social Responsibility coincide with the strategic lines defined:1)
Minimise the environmental impact; 2) Guarantee
transparency with the investment community; 3) Ensure that employees are motivated and involved in the continuous improvement of the company; 4) Maintain a close relationship with the client to guarantee client satisfaction; 5) Extend the commitment to Social Responsibility to suppliers and sub-contracted companies; 6) Involvement with the community and the society as a whole; 7) Encourage and systematise communication channels; and 8) Guarantee that the implementation of the Strategic Plan for Corporate Social Responsibility is controlled and monitored”. “Atau Tujuan utama dari Rencana Strategis untuk Corporate Social Responsibility adalah untuk membangun beberapa arahan manajemen untuk menjamin prinsip-prinsip etika tertentu, menghormati orang lain serta bagi lingkungan. Tujuan khusus yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis untuk Corporate Social Responsibility bertepatan dengan garis strategis yang didefinisikan: 1) Meminimalkan dampak lingkungan; 2) Jaminan transparansi dengan komunitas investasi; 3) Pastikan bahwa karyawan yang termotivasi dan terlibat dalam terus menerus perbaikan perusahaan; 4) Menjaga hubungan yang erat dengan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
klien untuk menjamin kepuasan klien; 5) Memperpanjang komitmen untuk Tanggung Jawab Sosial kepada pemasok dan sub-kontrak perusahaan; 6) Keterlibatan dengan masyarakat dan masyarakat secara keseluruhan; 7) mendorong dan sistematis saluran komunikasi, dan 8) Jaminan bahwa pelaksanaan Rencana Strategis untuk Corporate Social Responsibility dikendalikan dan dipantau”. Adapun penjelasan setiap langkah strategic planning in CSR menurut Abertis (2003) adalah sebagai berikut: 1) Minimize Environmental Impact. Menghormati lingkungan merupakan aspek fundamental dari Social Responsibility. Pada kenyataannya, ini adalah salah satu dari tiga tempat untuk pembangunan berkelanjutan: "... ekonomi kemakmuran, kualitas dan lingkungan keadilan sosial. Perusahaan bertujuan untuk keberlanjutan perlu melakukan tidak melawan garis, bawah tunggal keuangan, tetapi juga terhadap triple bottom line"(Elkington, 1997). Setiap kegiatan memiliki dampak, untuk tingkat yang lebih besar atau lebih kecil, pada lingkungan. Untuk meminimalkan dampak ini, langkah pertama adalah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi, sehingga untuk kemudian menetapkan perbaikan yang diperlukan. 2) Guarantee transparency with the investment community. Garis strategis ini berlaku untuk Corporation, mengingat bahwa sebagai perusahaan publik yang diperdagangkan memiliki hubungan dengan komunitas investasi. Mencakup semua aspek yang berhubungan dengan tata kelola perusahaan diatur dalam undang-undang (hokum) baru dari transparansi, serta rekomendasi yang dibuat dalam Kode Olivencia dan Laporan Aldama, meskipun ini tidak mengikat. Referensi ini juga dibuat untuk dialog, dengan tujuan untuk menemukan saluran yang ideal untuk menjamin umpan balik dari komunitas investasi. 3) Ensure that employees are motivated and involved in the continuous improvement of the company. Masalah yang tercakup di titik ini tidak mencakup diskriminasi; pelatihan yang berkesinambungan, manajemen partisipatif; keseimbangan antara pekerjaan, keluarga dan rekreasi, kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, dan etika bisnis. Standar internasional SA
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
8000 telah diambil sebagai referensi, yang mengadopsi sistem manajemen bertanggung jawab untuk fokus secara khusus pada hubungan dengan karyawan. 4) Maintain a close relationship with the client to guarantee client satisfaction. Penawaran keunggulan dalam kualitas layanan kepada klien telah dan terus menjadi salah satu tujuan dasar dan penting dalam aktivitas abertis. Dengan demikian, salah satu jalur strategis dalam Social Responsibility Plan khusus mengacu pada hubungan dengan klien untuk menjamin kepuasan dialog, transparansi dan klien. 5) Extend the commitment to Social Responsibility to suppliers and subcontracted companies. Jika komitmen untuk Tanggung Jawab Sosial adalah untuk menjadi pemasok efektif dan perusahaan subkontrak harus terlibat, karena mereka melakukan bagian penting dari aktivitas bagi perusahaan dalam kelompok. Untuk alasan ini tujuan diasumsikan memperluas komitmen yang abertis harus Tanggung Jawab Sosial ke rantai pasokan. Untuk melakukan hal ini, kriteria lingkungan dan sosial yang didirikan untuk pemilihan produk dan layanan yang memungkinkan produk dan pemasok untuk diberikan prioritas, berdasarkan persyaratan yang ditetapkan, baik di bidang pengelolaan lingkungan dan dalam hubungan karyawan. 6) Involvement with the community and the society as a whole. Baris ini termasuk apa yang dikenal sebagai "aksi sosial", yang mengacu pada berbagai tindakan, dari dialog dengan masyarakat untuk investasi uang atau barang (waktu, jasa), donasi, sponsor dan patronase. Aksi sosial telah dipraktekkan secara luas di seluruh perusahaan yang berbeda dalam kelompok. Penyusunan Rencana Aksi Sponsor dan Sosial bertujuan untuk menyalurkan seluruh sponsor dan tindakan sosial melalui yayasan abertis, meskipun beberapa sponsor dan aksi sosial oleh perusahaan-perusahaan anak perusahaan akan dipertahankan pada tingkat lokal. 7) Encourage and systematise communication channels. Tanggung Jawab Sosial inheren menyiratkan konsep keterlibatan dan dialog dengan stakeholders. Garis
strategis
sebelumnya
secara
khusus
menangani
pihak
yang
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
berkepentingan yang berbeda diidentifikasi oleh abertis (investasi masyarakat, karyawan, klien, pemasok dan sub-kontrak perusahaan, masyarakat). Namun, dialog dengan para pemangku kepentingan ini dianggap cukup penting untuk menentukan garis strategis yang terpisah dalam Rencana Strategis untuk Corporate Social Responsibility yang mencakup semua hal yang berkaitan dengan keterlibatan. Hal ini penting untuk menekankan konotasi dari "dialog" kata, yang mengungkapkan komunikasi dua arah. Oleh karena itu, tujuan akhir adalah untuk menetapkan saluran yang tidak hanya memungkinkan informasi yang akan diberikan, tetapi juga, dan pada dasarnya, untuk menerima informasi dan memperoleh umpan balik dari para pemangku kepentingan yang berbeda. 8) Guarantee that the implementation of the Strategic Plan for Corporate Social Responsibility is controlled and monitored. Garis strategis ini menetapkan mekanisme organisasi internal bahwa Rencana Strategis untuk Corporate Social Responsibility harus membantu untuk menerapkan menggunakan suatu sistem pengawasan dan kontrol yang aliments sendiri, menjamin perbaikan terus-menerus. Dalam hal ini, Unit Tanggung Jawab Sosial didirikan sebagai tubuh untuk koordinasi dan pemantauan Rencana Strategis untuk Corporate Social Responsibility; seorang manajer-pemimpin untuk setiap perusahaan kelompok ditunjuk. Pekerjaan dikendalikan dan dipantau secara teratur menggunakan indikator yang dipilih untuk setiap tindakan, yang akan digunakan untuk menyiapkan laporan tahunan dan keberlanjutan untuk memonitor kemajuan pelaksanaan rencana itu. (h. 11-15) Menurut Suharto (2007, 2008), Good CSR memadukan kepentingan shareholders dan stakeholders. Karenanya, CSR tidak hanya fokus pada hasil yang ingin dicapai. Melainkan pula pada proses untuk mencapai hasil tersebut. Lima langkah di bawah ini bisa dijadikan panduan dalam merumuskan program CSR, termasuk Community Development (CD). Adapun tahapan dari ke-lima langkah dalam proses tersebut adalah sebagai berikut: 1) Engagement. Pendekatan awal kepada masyarakat agar terjalin komunikasi dan relasi yang baik. Tahap ini juga bisa berupa
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
sosialisasi mengenai rencana pengembangan program CSR. Tujuan utama langkah ini adalah terbangunnya pemahaman, penerimaan dan trust masyarakat yang akan dijadikan sasaran CSR. Modal sosial bisa dijadikan
dasar
untuk
membangun
”kontrak
sosial”
antara
masyarakat dengan perusahaan dan pihak-pihak yang terlibat. 2) Assessment. Identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat yang akan dijadikan dasar dalam merumuskan program. Tahapan ini bisa dilakukan bukan hanya berdasarkan needs based approach (aspirasi masyarakat), melainkan pula berpijak pada rights-based approach (konvensi internasional atau standar normatif hak-hak sosial masyarakat). 3) Plan of action. Merumuskan rencana aksi. Program yang akan diterapkan
sebaiknya
memerhatikan
aspirasi
masyarakat
(stakeholders) di satu pihak dan misi perusahaan termasuk shareholders di lain pihak. 4) Action and Facilitation. Menerapkan program yang telah disepakati bersama. Program bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat atau organisasi lokal. Namun, bisa pula difasilitasi oleh LSM dan pihak
perusahaan.
Monitoring,
supervisi
dan
pendampingan
merupakan kunci keberhasilan implementasi program. 5) Evaluation and Termination or Reformation. Menilai sejauh mana keberhasilan
pelaksanaan
program
CSR
di
lapangan.
Bila
berdasarkan evaluasi, program akan diakhiri (termination) maka perlu adanya semacam pengakhiran kontrak dan exit strategy antara pihak-pihak yang terlibat. Misalnya, melaksanakana TOT CSR melalui capacity building terhadap masyarakat (stakeholders) yang akan melanjutkan program CSR secara mandiri. Bila ternyata program
CSR
akan
dilanjutkan
(reformation),
maka
perlu
dirumuskan lessons learned bagi pengembangan program CSR berikutnya. Kesepakatan baru bisa dirumuskan sepanjang diperlukan. (h. 9-10)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Selain itu, strategi pelaksanaan CSR juga sangat terkait dengan sudut pandang yang dimiliki oleh korporasi dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaannya. Begitu pula dengan prosesnya. Menurut Rachman, dkk., (2011) menjelaskan bahwa proses perumusan strategi CSR, pengembangan program, dan implementasi dimulai dari assessment secara internal dan senantiasa mencakup seluruh unit kerja. Strategi pelaksanaan program-program yang dimaksud dapat berupa kerjasama dengan pihak ketiga, yayasan milik perusahaan atau dilakukan oleh perusahaan itu sendiri. Pada dasarnya, pelaksanaan kegiatan CSR dalam jangka panjang memerlukan berbagai pihak, untuk menciptakan pola kemitraan yang lebih strategis, yakni antara pelaku bisnis, pemerintah dan masyarakat sebagai sasaran kegiatan CSR tersebut (h. 166). Strategi
perusahaan
dalam
mengimplementasikan
kegiatan
CSR
dipengaruhi oleh standar yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan CSR tersebut. Standar pelaksanaan CSR tersebut antara lain Global
Reporting
Initiatives (GRI), Global Sullivan Principles, OECD Guidelines for Multinational Enter, Principles for Global Corporate Responsibility-Benchmarks, SA 8000, dan United Nations Global Compact. Secara umum, dapat dilihat bahwa standar pelaksanaan kegiatan CSR mengacu pada penerapan etika bisnis yang diindikasikan dengan faktor keselamatan kerja karayawan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan (Susanta, 2007, h. 23).
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Sosialisasi Internal SP. In CSR
Assassment kekuatan & kelemahan baik internal maupun eksternal
Evaluation, Termination and Reformation
Identifikasi isuisu yang terkait
Action and Facilitation
Perumusan visimisi SP. In CSR
Plan and Action
Bagan 2.6 Teori Model SP in CSR dalam Penelitian Sumber: telah diolah kembali
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa proses perencanaan strategis di dalam CSR adalah serangkaian langkah yang membutuhkan kerjasama dari setiap unit kerja yang berada di perusahaan dan juga stakeholders, oleh karena itu, sosialisasi akan diadakannya proses strategic planning di dalam CSR ini haruslah sampai pada setiap unit kerja yang ada agar mereka dapat memberikan kontribusi dalam proses strategic planning
ini.
Kemudian mengidentifikasi setiap bentuk kekuatan dan kelemahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal perusahaan dilanjutkan dengan identifikasi isu-isu lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya yang pada akhirnya akan membantu perumusan visi-misi strategis yang akan dibuat untuk melakukan kegiatan ataupun program CSR yang sesuai dengan visi-misi perusahaan dan juga kebutuhan masyarakat. Serangkaian identifikasi yang dilakukan tersebut masuk ke dalam proses assessment yang dilakukan oleh tim perencanaan CSR perusahaan yang juga bekerjasama dengan stakeholders. Setelah proses assessment selesai dilakukan, barulah tim perencanaan membuat plan of action yang tepat, action and facilitation yang dapat dikerjakan oleh perusahaan itu sendiri ataupun bekerjasama (bermitra) dengan pihak lain (LSM ataupun pemerintah), dan diakhiri dengan evaluation and termination or
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
reformation untuk menilai apakah semua kegiatan CSR yang telah dilakukan sudah sesuai dengan target dan visi-misi yang telah ditetapkan di awal perencanaan,
lalu
apakah
program
tersebut
masih
dapat
dilanjutkan
(dipertahankan) ataukah selesai, dan apakah perlu dilakukan sebuah strategi tambahan yang dapat memperbaiki ataupun membuat program CSR tersebut lebih baik lagi. Proses strategic planning in CSR ini dapat lagi berulang sesuai dengan kebutuhan perusahaan ataupun organisasi yang berjangka lima sampai sepuluh tahunan berdasarkan pendapat Kerzner sebelumnya (lihat bab 2 h. 30). Hal tersebut mengikuti perkembangan isu-isu dan kebutuhan sosial, lingkungan ekonomi dan budaya. 2.4. Zakat, Definisi dan Konsep Kata
zakat
berarti
menumbuhkan,
memurnikan
(mensucikan),
memperbaiki, yang berarti pembersihan diri yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiban membayar zakat (Rahman, 1996, h. 235). Zakat adalah pembayaran yang diwajibkan dan tidak ada balasan atau imbalan atas pembayaran tersebut; akan tetapi hanya dikenakan kepada orang muslim di negara itu sedangkan orangorang non-muslim terbebas dari kewajiban membayar zakat (Rahman, 1996, h. 242). Pengertian lain mengenai zakat adalah pemberian kadar harta tertentu kepada orang atau badan tertentu, menurut cara dan syarat-syarat tertentu (Amirah II/2). Zakat itu merupakan kewajiban agama yang berhubungan dengan harta atau disebut juga ibadat amaliyah. Kewajibannya didasarkan kepada dalil yang pasti dalam Al-Qur’an (Sjadzali, dkk., 1992, h. 71). Hakikat zakat menurut Al-Qardhawi masih dalam Sadzali, dkk., (1992:170) menjelaskan bahwa zakat ialah hak tertentu yang diwajibkan Allah SWT pada harta orang Islam untuk diberikan kepada pihak-pihak yang telah ditentukan Allah dalam Al-Qur’an; seperti fakir, miskin dan lain-lain, sebagai syukuran kepada nikmat Allah, cara untuk bertaqarrub kepada-Nya, pembersihan jiwa dan harta (h. 170). Dalam definisi di atas, ada hal-hal yang perlu digarisbawahi, antara lain (Sadzali, dkk.,):
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
1. Hak Tertentu. Berarti hak itu telah ditentukan bantuk dan kadarnya, yaitu: 2,5%, 5% dan 10%, sehingga kalau ada seruan untuk mengambil zakat itu lebih dari kadar yang telah ditentukan maka kelebihannya itu bukanlah zakat; 2. Diwajibkan Allah SWT. Berarti yang tertentu prosentasenya itu wajib dikeluarkan, bukan atas perintah siapapun selain dari Allah. Karena pentingnya pelaksanaan kewajiban ini, ditetapkan Allah juga sebagai rukun Islam yang ketiga; 3. Pada harta orang Islam. Karena itulah pada harta milik non-muslim tidak diwajibkan zakat, walaupun harta ditangan orang Islam. Demikian juga kalau harta orang Islam ditangan orang kafir/non-muslim, zakat wajib dikeluarkan juga (h. 171-172). Dalam buku edisi ketiganya (Doktrin Ekonomi Islam), Rahman (1996) mengemukakan bahwa sesungguhnya, zakat disebut ‘Zakat’ karena zakat membantu mensucikan jiwa manusia (dari sifat mementingkan diri sendiri, kikir dan cinta harta) sehingga mampu membuka jalan untuk pertumbuhan dan kemajuan (melalui pembelanjaan untuk orang lain). Zakat bukan sekedar sumbangan, melainkan merupakan suatu langkah yang penting demi kamajuan umat manusia. Sesungguhnya, dengan membantu anggota masyarakat yang miskin, orang-orang kaya telah membantu dirinya sendiri. Apabila mereka menolak berbagi harta dengan orang-orang miskin berarti mereka membinasakan dirinya sendiri. Dengan kata lain mereka meninggalkan jalan utama untuk pembangunan umat manusia dan sesat di suatu jalan yang buntu dan sia-sia (h. 237). Melihat uraian konsep zakat yang dikemukan oleh Rahman di atas, penulis dapat menarik benang merah dari tujuan zakat dengan salah satu tujuan pembangunan itu sendiri yaitu, memberantas kemiskinan. Dengan mensinergikan konsep zakat yang baik, tepat sasaran (orang-orang yang berhak menerima zakat ‘mustahiq’) melalui lembaga amil zakat (baik swasta maupun pemerintah) yang sifatnya bukan hanya menyalurkan dana zakat, namun membuat suatu strategi ataupun cara yang dapat menjadikan orang-orang miskin tidak lagi miskin (mustahiq menjadi muzakki). Dengan kata lain, mengelola dan zakat menjadi
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
suatu proses pemberdayaan dan berkelanjutan bagi masyarakat. Oleh karena itu, proses pemberdayaan melalui konsep zakat tersebut merupakan salah satu bagian dari proses pembangunan sosial. Selain itu, firman Allah SWT dalam surat AlBaqarah: 267 yang berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik” mengenai konsep zakat sejalan dengan etika bisnis yang “mengharuskan” perusahaan mengeluarkan keuntungannya kepada masyarakat dan lingkungannya yang saat ini lebih dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial perusahaan/CSR.
2.5. Hikmah (Manfaat) Zakat Menurut Alifjuman (2007), banyak manfaat ataupun hikmah dari zakat. Hikmah dan manfaat itu bukan hanya dapat dirasakan oleh si pemberi zakat yang berfungsi untuk membersihkan harta, hati, dan juga rasa kikir dan tinggi hati. Namun juga dapat dirasakan kemaslahatannya untuk masyarakat maupun lingkungan sekitarnya (h. 9-12). Dengan penghimpunan, penyaluran dan pendayagunaan dana zakat yang tepat dan professional dapat menjadikan hal tersebut sebagai sebuah sistem pemberdayaan yang baik, yang sifatnya bukan lagi bersifat konsumtif namun produktif. Dengannya juga, pembangunan kesejahteraan ummat baik ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan dan juga budaya dapat terwujud dengan pendayagunaan dana zakat yang produktif dan tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup sumber daya manusia itu sendiri. Dan dikarenakan dana zakat adalah hak yang mutlak bagi mustahik, menjadikan setiap individu masyarakat dan juga perusahaan mempunyai kewajiban untuk mengeluarkan ‘zakat’ mereka kepada para mustahik dari harta yang dimiliki. Khususnya bagi perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari hasil operasional bisnis perusahaannya, seharusnya, wajib mengeluarkan 3-5% profit perusahaannya untuk para mustahik (masyarakat), dan dengan kata lain istilah yang lebih dikenal pada saat ini adalah tanggung jawab sosial perusahaan sebagai bentuk good corporate governance atau etika bisnis yang baik.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Pada akhirnya, pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat yang tepat juga dapat mengurangi kesenjangan baik sosial, ekonomi, pendidikan dan juga budaya yang ada di masyarakat. Bagi mereka yang kaya, bukan lagi hanya memikirkan kepentingan diri mereka sendiri, namun juga kemaslahatan ummat. Dari sekian banyak manfaat serta hikmah zakat, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa ternyata zakat merupakan salah satu sistem yang dapat membantu mengatasi permasalahan ekonomi maupun sosial yang ada di masyarakat sebagai wujud pembangunan kesejahteraan sosial. 2.6. Hukum Syariah Perbankan Perbankan merupakan bagian integral sistem perekonomian modern dan seluruh
superstruktur
sistem
ini
dibentuk
berdasarkan
bunga.
Dalam
kenyataannya, sistem perbankan modern hidup dan berkembang di atas riba (Setyani, h. 40). Islam telah memberikan pelayanan yang besar kepada manusia dengan institusi yang menghisap darah yang menjadi penghalang pertumbuhan proyekproyek yang mempunyai nilai sosial tinggi tetapi memberikan keuntungan yang rendah. Dengan demikian, Islam telah menghapuskan sama sekali perbedaan dan ketidakadilan di bidang ekonomi. Tidak diragukan lagi bahwa perbankan itu memberikan pelayanan yang sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat. Bank tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat modern dan tidak ada sistem ekonomi yang dapat mencapai kemajuan tanpa bantuan bank. Memang benar untuk menyatakan bahwa tidak ada sistem
perekonomian
dapat
mencapai
kemajuan
atau
bahkan
untuk
mempertahankan angka pertumbuhannya di bidang teknik dan industri pada jaman modern ini tanpa bantuan perbankan modern. Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic banking atau terkadang juga dikenal sebagai perbankan tanpa bunga/interest – free banking. Pada umumnya para pakar perbankan syariah menolak penyederhanaan perbankan syariah sebagai bank tanpa bunga, perbankan syariah tidak dikembangkan dengan hanya menghilangkan unsur riba (bunga) dalam
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
transaksi keuangan, namun lebih dari itu dengan mengadopsi seluruh prinsipprinsip keadilan, dalam ajaran agama serta menerapkan hukum, prosedur dan instrument keuangan yang dapat memelihara dan menjamin terlaksananya keadilan, persamaan, dan tegaknya nilai-nilai moral dalam kegiatan keuangan. Selanjutnya perbankan syariah tidak-semata–mata dikaitkan dengan masalah tuntutan pemenuhan ketentuan agama, tetapi lebih ditekankan pada advantages yang dapat ditawarkannya, baik secara mikro bagi pengguna jasa dan investor maupun secara makro bagi sistem perekonomian secara keseluruhan, oleh karena itu perbankan syariah adalah sistem yang dapat dipakai dan dioperasikan oleh siapa saja, tidak hanya masyarakat muslim. Dalam khazanah keilmuan Islam istilah bank tidak dikenal, yang dikenal adalah istilah Jihbiz (Setyani, 2009, h. 4041). Dasar hukum yang digunakan dalam perbankan Islam adalah berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits. Di mana para ulama dan ekonom Islam bersandar pada surat At-Taubah ayat: 34-35 yang berbunyi: ” 34. …. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, 35. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” Dengan kutipan ayat di atas, maka Islam mengajak kepada para pemilik harta untuk mengembangkan harta mereka dan menginvestasikannya, sebaliknya melarang mereka untuk membekukan dan tidak memfungsikannya. Demikian juga tidak diperbolehkan bagi pemilik uang untuk menimbun dan menahannya dari peredaran, sedangkan ummat dalam keadaan membutuhkan untuk memfungsikan uang itu untuk proyek-proyek yang bermanfaat dan dapat membawa dampak
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
berupa terbukanya lapangan kerja bagi para pengangguran dan menggairahkan aktivitas perekonomian. Perbankan
menurut
hukum
Islam
adalah
suatu
lembaga
yang
melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang, yang tak lepas dari lima transaksi, yaitu: 1. Transaksi yang tidak mengandung riba. 2. Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli (murabahah) 3. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dengan cara sewa (ijarah) 4. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (mudharabah) 5. Transaksi deposito, tabungan, giro yang imbalannya adalah bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan (wadiah) (Anshori. 2007, h. 162) Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam, sebagai proses pencarian alternatif sistem perbankan yang diwarnai oleh prinsip-prinsip transparansi, berkeadilan, seimbang dan beretika. Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18 – 20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait (Setyani, 2009, h. 46-47). Sedangkan menurut Undang-undang Perbankan Islam (UUPI) butir 13 pasal 1 memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai berikut (Setyani, 2009):
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
”Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”. Menurut Anshori (2007), pelaksanaan sistem syariah pada perbankan syariah dapat dilihat dari 2 (dua) prespektif yakni perspektif mikro maupun perspektif makro. Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menghendaki bahwa semua dana yang diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati. Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro meliputi (h.170): 1. Shiddiq, yaitu memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Nilai ini mencerminkan bahwa pengelolaan dana masyarakat akan dilakukan dengan mengedepankan cara-cara yang diperkenankan (halal) serta menjauhi cara-cara yang meragukan (Shubhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram); 2. Tabligh, dimana secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah; 3. Amanah, artinya menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara pemilik dana dan pengelola dana investasi (mudharib); 4. Fathanah, yaitu memastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
dalam tingkat resiko yang ditetapkan oleh bank Termasuk didalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatan dan kesantunan (ri’ayah) serta penuh rasa tanggung jawab (masuliyah). Dalam perspektif makro, nilai-nilai syariah menghendaki perbankan syariah harus berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dengan memenuhi halal sebagai berikut (Anshori, 2007, h. 171): 1. Kaidah zakat, mengkondisikan perilaku masyarakat yang lebih menyukai berinvestasi dibandingkan hanya menyimpan hartanya. 2. Kaidah pelarangan riba, menganjurkan pembiayaan bersifat bagi hasil (equity based financing) dan melarang riba 3. Kaidah pelarangan judi atau maisir tercermin dari kegiatan bank yang melarang investasi yang tidak memiliki kaitan dengan sektor riil. 4. Kaidah pelarangan gharar (uncertainty), mengutamakan transparansi dalam bertransaksi dan kegiatan operasi lainnya dan menghindari ketidakjelasan. Berdasarkan prinsip-prinsip syariah tersebut, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali. Dengan positioning khas perbankan syariah sebagai “lebih dari sekedar bank” (beyond banking), yaitu perbankan yang menyediakan produk dan jasa keuangan yang lebih beragam serta didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
2.7. Kerangka Pemikiran Pembangunan Yang Berkelanjutan: 1. Economic Sustainability 2. Social Sustainability 3. Environmental Sustainability
Teori/ Tinjauan Pustaka
Cara pandang dan motivasi Kegiatan CSR Pemerintah
Masyarakat / komunitas
UU. 25 Tahun 2007
Dunia usaha/ swasta
Model dan Konsep
ISO 26000 Th.2008
Penerapan CSR Model dan Konsep
Penerapan CSR Proses Pembuatan
Strategic Planning
Strategic Planning
Strategic Planning
In CSR
In CSR
PT. BMI
Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
Zakat, definisi, konsep dan Manfaat
Implementasi CSR Hukum
Yayasan BMM
69 Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Syariah Perbankan
Universitas Indonesia
BAB 3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan kepada sekitar 2,5 juta nasabah mlalui 368 kantor layanan yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia dan didukung oleh jaringan layanan di lebih dari 4.000 outlet System Onlie Payment Point (SOPP) di PT POS Indonesia, 32.000 Automated Teller Machine (ATM), serta 95.000 merchant debet. Bank Muamalat merupakan satu-satunya bank syariah yang berekspansi ke luar negeri dengan membuka kantor cabang di Kuala Lumpur, Malaysia. Nasabah dapat memanfaatkan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) dengan jangkauan akses lebih dari 2.000 ATM di Malaysia. Pelopor bank syariah ini selalu berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan mudah dijangkau bagi masyarakat hingga ke berbagai pelosok Nusantara. Bukti komitmen tersebut telah mendapat apresiasi dari pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional, serta masyarakat luas dengan perolehan lebih dari 70 penghargaan bergengsi selama 5 tahun terakhir. 3.1. Sejarah Singkat Perusahaan Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia pada 18-20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia di Hotel Syahid Jaya, Jakarta, pada 22-25 Agustus 1990 yang diteruskan dengan pembentukan kelompok kerja untuk mendirikan bank murni syariah pertama Indonesia. Realisasinya dilakukan pada 1 Nopember 1991 yang ditandai dengan penandatanganan akte pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia di Hotel Syahid Jaya berdasarkan Akte Notaris Nomor 1 Tanggal 1 Nopember yang dibuat oleh Notaris Yudo Paripurno, SH dengan izin Menteri Kehakiman Nomor C2.24.13.T.01.01 Tanggal 21 Maret 1992/Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 28 April 1992 Nomor 34. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini diperoleh komitmen dari berbagai pihak untuk membeli saham sebanyak Rp. 84 70 Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
71
miliar. Kemudian dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan dana dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp. 106 miliar sebagai wujud dukungan mereka. Dengan modal awal tersebut dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1223/MK.031/1991 Tanggal 24 April 1992, Bank Muamalat mulai beroperasi pada 1 Mei 1992 bertepatan dengan 27 Syawal 1412 H. pada 27 Oktober 1994, Bank Muamalat mendapat kepercayaan dari Bank Indonesia sebagai Bank Devisa. Beberapa tahun yang lalu Indonesia dan beberapa Negara di Asia Tenggara pernah mengalami krisis moneter yang berdampak terhadap perbankan nasional yang menyebabkan timbulnya kredit macet pada segmen korporasi. Bank Muamalat pun ikut terimbas dampak tersebut. Tahun 1998, angka non performing financing (NPF) Bank Muamalat sempat mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp 105 miliar dan ekuitas mencapai titik terendah hingga Rp 39,3 miliar atau kurang dari sepertiga modal awal. Kondisi tersebut telah mengantarkan Bank Muamalat memasuki era baru dengan keikutsertaan Islamic Development Bank (IDB), yang berkedudukan di Jeddah-Saudi Arabia, sebagai salah satu pemegang saham luar negeri yang resmi diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 21 Juni 1999. Dalam kurun waktu 1999-2002 Bank Muamalat terus berupaya dan berhasil membalikkan keadaan dari rugi menjadi laba. Hasil tersebut tidak lepas dari upaya dan dedikasi segenap karyawan dengan dukungan kepemimpinan yang kuat, strategi usaha yang tepat, serta kepatuhan terhadap pelaksanaan perbankan secara murni. 1991: Bank Muamalat merupakan bank syariah pertama di Indonesia berdiri pada 1 Nopember 1991 bertepatan 24 Rabiuts Tsani 1412 H. •
Pendiriannya digagas oleh Majelis Ulama Indonesia, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, serta pengusaha muslim dengan dukungan Pemerintah Republik Indonesia.
•
Modal awal diperoleh dari sejumlah pribadi dan pengusaha muslim dengan nominal sebesar Rp 84 miliar. Tambahan modal awal diperoleh dari masyarakat, sehingga jumlahnya menjadi Rp 106 miliar.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
72
•
Acara pengumpulan modal dilakukan di Istana Presiden Bogor, Jawa Barat
1992: Mulai beroperasi pada 1 Mei 1992 atau 27 Syawal 1412 H. Sejak beroperasi, Bank Muamalat telah menjadi pelopor bisnis keuangan syariah lainnya seperti: a. Asuransi syariah pertama (Asuransi Takaful) b. Memberikan bantuan teknis dan bantuan modal kepada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) c. Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK) yang kemudian mendirikan lebih dari 3.000 Baitul Maal wat Tamwil (BMT) d. Beraliansi dengan Perum Pegadaian dalam pendirian pegadaian syariah e. Mendirikan Muamalat Institute (MI) untuk pengembangan, peningkatan dan penyebarluasan pengetahuan mengenai lembaga keuangan syariah f. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat (DPLK Muamalat) g. Baitulmaal Muamalat (BMM) sebagai kepanjangan tangan Bank Muamalat untuk pengumpulan dan penyaluran Zakat, Infaq, Sedekah (ZIS), serta dana tanggung jawab sosial perusahaan Bank Muamalat melalui program pengembangan usaha mikro 1993: Terdaftar sebagai perusahaan publik, namun tidak listing di Bursa Efek Indonesia. 1994: Pada 27 Oktober 1994 memperoleh izin sebagai Bank Devisa 1998: •
Krisis finansial menghantam Indonesia dan berdampak luas terhadap bisnis, termasuk sektor perbankan
•
Kondisi ekonomi yang tidak kondusif telah menyebabkan ditutupnya sejumlah bank di Indonesia dan Bank Muamalat tidak ikut dalam program rekapitalisasi yang dilakukan pemerintah
•
Bank Muamalat terimbas krisis moneter dengan Non-Performing Financing (NPF) lebih besar dari 60%
•
Pencadangan yang besar untuk menutupi NPF yang tinggi menyebabkan bank merugi dan menguras modal bank hingga berkurang menjadi seperiga dari modal awalnya
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
73
•
Tidak terdapat negative spread, karena modal bank masih positif dan memperoleh predikat Bank Kategori A
1999: Penawaran Umum Terbatas (PUT) I dengan Hak Memesan Efek Terlebih (HMETD) yang menghasilkan pemegang saham baru yaitu Islamic Development Bank 2000: Berhasil mengembalikan keadaan (recovery) dari krisis 1998 dengan meraih keuntungan 2003: •
Melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT) II dengan Hak Memesan Efek Terlebih (HMETD) dengan hadirnya IDB dan pemegang saham lokal lainnya untuk berinvestasi
•
Berhasil menerbitkan Suku Sub-Ordinasi Mudharabah I sejumlah Rp 200 miliar dan merupakan sukuk pertama yang diterbitkan oleh lembaga perbankan di Indonesia
2004: Peluncuran produk Shar-e yang merupakan tabungan instant pertama di Indonesia melalui ribuan jaringan online Kantor Pos di seluruh Indonesia, yakni System Online Payment Point (SOPP). Produk ini mengalami pertumbuhan tercepat dengan pencapaian lebih dari 2 juta pemegang kartu dalam waktu 4 tahun. 2005: Menyelenggarakan Penawaran Umum Terbatas (PUT) III dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang menghasilkan pemegang saham baru yaitu Boubyan Bank dari Kuwait, Atwil Holdings Ltd, IDF Fondation, dan BMF Holdings Ltd. 2007: Pendirian Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF) bersama dengan Boubyan Bank dan International Liesing and Investement Company (ILIC) sebagai perusahaan multifinance syariah pertama di Indonesia. 2008 •
Penerbitan Sukuk Sub-Ordinasi Mudharabah II Menerbitkan Sukuk SubOrdinasi Mudharabah senilai Rp 314 miliar. Sukuk yang diterbitkan sebelumnya jatuh tempo pada tahun yang sama.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
74
•
Krisis global melanda sektor finansial yang pemicunya subprime mortgage di Amerika Serikat.
2009: Pembukaan kantor cabang internasional pertama di Kuala Lumpur, Malaysia, tercatat sebagai bank pertama dari Indonesia yang membuka jaringan bisnis di Malaysia 2010 •
Menyelenggarakan Penawaran Umum Terbatas (PUT) IV dengan Hak Memedan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang menghasilkan penambahan modal sebesar Rp 673 miliar.
•
Pencapaian asset Rp 21.400,79 miliar tumbuh sebesar 33,53%.
•
Predikat juara pertama dari Bank Indonesia untuk kategori Penyelesaian Pengaduan Nasaba Terbaik yang diikuti oleh seluruh bank.
•
Menyalurkan pembiayaan berskala internasional. 3.1.1. Visi dan Misi Perusahaan Visi yang dimiliki oleh Bank Mumalat Indonesia ini adalah “Menjadi bank
syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dan dikagumi di pasar rasional”. Sedangkan Misi yang dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia ini adalah, “Menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen, dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai pada stakeholder”. 3.1.2. Budaya Perusahaan Keberhasilan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya manusianya, keunggulan produk atau jasa yang dijual, jaringan, dan teknologi yang unggukl guna mendukung operational excellence. Komponen tersebut bukanlah penentu yang menjadi kunci keberhasilan suatu bisnis. Faktor pendorong yang sesungguhnya terletak pada kekuatan visi dan misi serta nilainilai yang menjadi sumber inspirasi dan energy budaya kerja perusahaan. Hal ini dibuktikan oleh Bank Muamalat yang memiliki visi menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
75
dengan misi menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia yang penekanannya pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai kepada stakeholder. Pencapaian visi dan misi tersebut sangat didukung dengan nilai-nilai yang tertanam dan ditumbuhkembangkan oleh individual serta positioning perusahaan sebagai lembaga keuangan syariah, sehingga harus digerakkan dengan sistem, akhlak, dan akidah sesuai prinsip syariah. Bank Muamalat menjunjung praktek kejujuran sejak awal rekruitmen, serta larangan menerima imbalan dalam bentuk apapun dari para nasabah dan mitra kerja. Selain itu Bank Muamalat juga sangat tegas dalam menyikapi resiko reputasi yang ditimbulkan karyawan akibat perilaku yang tidak sesuai dengan tatanan budaya, etika, dan hukum. Penilaian kinerja terhadap karyawan mengacu kepada scoreboard berdasarkan aspek-aspek finansial dan kepatuhan. Pengangkatan staf dan pejabat yang akan memangku jabatan harus melalui prosesi sumpah jabatan secara lisan dan tertulis tentang pernyataan tujuh perilaku sebagai pedoman perilaku (code of conduct) yang harus dipertanggungjawabkan dengan janji untuk: •
Mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan perusahaan
•
Memegang teguh rahasia bank dan perusahaan
•
Tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun terkait tugas dan jabatan
•
Menjunjung kehormatan perusahaan dan karyawan
•
Bekerja sesuai dengan prinsip syariah
•
Berpegang teguh pada akhlak Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari
•
Bertanggung jawab terhadap kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan Bank Muamalat senantiasa menjunjung tinggi etika bisnis yang
berorientasi kepada kemaslahatan, khusus kepuasan nasabah dan segenap pemangku kepentingan. 3.1.3. Prinsip Kerja Perusahaan Sesuai dengan namanya, Bank Syariah Muamalat Indonesia mempunyai prinsip kerja perusahaan yang berlandaskan prinsip-prisip syariah agama Islam.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
76
Dalam hal ini, prinsip-prinsip syariah yang digunakan oleh Bank Muamalat adalah sebagai berikut: 1. Keterbukaan. Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. 2. Akuntabilits. Kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organisasi bank (Dewan Komisaris dan Direksi) sehingga pengelolaan perusahaan dapat berjalan efektif. 3. Tanggung Jawab. Kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dengan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat. 4. Profesional. Memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif, bebas dari pengaruh atau tekanan pihak manapun (independen) serta memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan Bank Muamalat. 5. Keadilan. Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders berdasarkan perjanjian peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Kepedulian Sosial. Rasa peduli kepada masyarakat yang kurang beruntung, dan sebagai wujud dari pertanggungjawaban sosial Perseroan kepada masyarakat. 3.1.4. Komitmen Perusahaan Bank Muamalat senantiasa berkomitmen untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik, terutama bagi masyarakat di sekelilingnya dan lingkungan sosial di mana bank berada. Bentuk kepedulian sosial atau corporate social responsibility (CSR) dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Selama tahun 2010, Bank Muamalat telah menyalurkan dana CSR melalui Baitulmaal Muamalat (BMM), Yayasan Dana Dakwah Pembangunan (YDDP) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) untuk program community Development Fund, sesuai dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham pada 28 Juni 2010. BMM sebagai perpanjangan tangan Bank Muamalat dalam pelaksanaan CSR dan kegiatan sosial lainnya, tidak hanya menyalurkan dana ZIS (Zakat, Infaq, Sedekah) perusahaan, karyawan dan nasabah Bank Muamalat, serta dana Non-ZIS perusahaan. Total dana yang telah disalurkan melalui BMM selama tahun 2010 sebesar Rp 22,8 miliar. Dana tersebut disalurkan dalam bentuk program yaitu:
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
77
Pemberdayaan Ekonomi (KUM3 dan KJKS KUM3); Santunan Pendidikan (ISS dan Orphan Kafala, Beasiswa Yatim); Santunan Sosial dan Kemanusiaan; Santunan Kesehatan; Corporate Social Responsibility; Program Non-ZIS; Berbagi Cahaya Qurban; dan Pemberdayaan Wakaf. Selama tahun 2009 dan 2010 ICMI telah melaksanakan program community development dengan beberapa kegiatan antara lain: Program Agroforesty dengan penanaman pohon seluas 5 hektar di Hutan Rakyat Arjasari, Kabupaten Bandung; Pelatihan Bandung; Kajian Konsolidasi Ekonomi; National Leadership Training; dan Program Pendidikan dan Pemberdayaan Perempuan. Pada tahun 2010 Bank Muamalat juga menyalurkan porsi dana CSR tahun 2008 dan 2009 senilai Rp 906,5 juta untuk menunjang kegiatan Yayasan Dana Dakwah Pembangunan (YDDP) Majelis Ulama Indonesia dalam bentuk: Sosialisasi Perbankan Syariah; Penerbitan Fatwa oleh Komisi Fatwa MUI; Kegiatan keja sama internasional dengan Saudi Arabia, Malaysia, Amerika Serikat, dan Iran; Bimbingan rohani bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan; dan juga Penyuluhan ibadah dan bimbingan keagamaan bagi TKI/TKW. 3.1.5. Cara Berbisnis Cara yang digunakan oleh Bank Muamalat Indonesia di dalam berbisnis adalah pelaksanaannya menggunakan cara yang sesuai dengan kaidah dan hukum syariah agama Islam. Dengan menggunakan prinsip-prinsip hukum perbankan syariah tersebut, maka perjalanan dan pelaksanaan bisnis PT. Bank Muamalat Indonesia pun dalam pengawasan dewan syariah. 3.2. Kepemilikan Saham Tabel 3.1
Komposisi Kepemilikan Saham Desember 2010 Shareholders Coposition December 2010 No
Nama
Total lembar
Nilai (Rp)
Name
Total Share
Nominee (IDR)
1
Islamic Development Bank
459.492.232
249.991.925.500
32,82%
2
Boubyan Bank
349.100.562
174.550.281.000
24,94%
3
Atwil Holdings Limited
251.352.406
125.676.203.000
17,95%
%
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
78
4
Abdul Rohim
55.000.000
27.500.000.000
3,93%
5
IDF Fondation
48.874.078
24.437.039.000
3,49%
6
BMF Holdings Limited
48.874.078
24.437.039.000
3,49%
7
Rizal Ismael
45.000.000
22.500.000.000
3,21%
8
KOPKAPINDO
26.627.296
26.627.296.000
1,90%
9
Badan Pengelola Dana ONHI
19.990.000
19.990.000.000
1,43%
10
Masyarakat Lain
95.693.900
93.957.410.000
6,84%
Jumlah / Total
1.400.004.552
782.667.193.500
100,00%%
Sumber: Annual Report PT. BMI 2010
3.3. Susunan Komisaris dan Direksi
Bagan 3.1
Dewan Komisaris Sumber: Annual Report PT. BMI 2010
Bagan 3.2
Dewan Direksi Sumber: Annual Report PT. BMI 2010
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
79
3.4. Kegiatan Utama Perusahaan Layaknya bank pada umumnya, PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk memiliki kegiatan utama perbankan yang menghasilkan beberapa produk layanan yang sesuai dengan kaidah dan hukum syariah yang berlaku. Adapun kegiatan dan produk perbankan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah sebagai berikut: Tabungan Haji Arafah; Tabungan Haji Arafah Plus; Dana Tabungan Porsi Haji; TabunganKu; Tabungan Muamalat; Tabungan Muamalat Pos; Pembiayaan Hunian
Syariah
(Kongsi);
Pembiayaan
Hunian
Syariah
(Pembelian);
Automuamalat & Joint Financing Multifinance; Tabungan Muamalat Sahabat. 3.5. Struktur Organisasi Adapun bagan struktur organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia disajikan sebagai berikut:
Bagan 3.3 Struktur Organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Sumber: Annual Report PT. BMI 2010
3.6. Profil Yayasan Baitulmaal Muamalat (BMM) Baitulmaal Muamalat (BMM) merupakan yayasan yang didirikan oleh Bank Muamalat pada 16 Juni 2000 sebagai perpanjangan tangan perseroan dalam melaksanakan kegiatan CSR dan kegiatan sosial lainnya. Selama tahun 2009 dan Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
80
2010 telah disalurkan 35% dari alokasi dana CSR yang telah ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Visi : Menjadi motor penggerak program kemandirian ekonomi ummat menuju terwujudnya tatanan
masyarakat
yang berkarakter, tumbuh dan peduli
(empowering a caring society) Misi : • Melaksanakan program pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat secara terintegral dan komprehensif • Membangun dan mengembangkan jaringan kerja pemberdayaan seluasnya Spesialisasi kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Baitulmaal Muamalat adalah program yang berkonsentrasi pada program pemberdayaan, seperti: Community Development; Micro Finance; dan Islamic Social Fund. Tahun 2010 merupakan periode penguatan organisasi dan jaringan BMM agar semakin dipercaya dan senantiasa berprestasi di bidang perzakatan. Pelaksanaan kegiatan sosial yang dilakukan BMM bersumber dari alokasi dana CSR Bank Muamalat, dan ZIS (Zakat, Infaq, Sedekah) perseroan, karyawan dan nasabah Bank Muamalat, serta dana non-ZIS perusahaan dan dana sosial lainnya. Selama tahun 2010 telah disalurkan dana sosial melalui BMM sebesar Rp 22,8 miliar. Dana tersebut disalurkan dalam bentuk program yaitu: Pemberdayaan Ekonomi (KUM3 dan KJKS KUM3); Santunan Pendidikan (ISS dan Orphan Kafala, Beasiswa Yatim); Santunan Sosial dan Kemanuisiaan; Santunan Kesehatan; Corporate Social Responsibility; Program Non-ZIS; Berbagi Cahaya Qurban; dan Pemberdayaan Wakaf. Program-program di atas merupakan yang telah dilakukan oleh Yayasan Baitulmaal Muamalat yang terbagi dalam 2 jenis pemanfaatan/ pendayagunaan. Yang pertama bersifat pendayagunaan non ekonomi (B-SHARE; ATM “Aksi Tanggap Muamalat”; Santun “Santunan Tunai”; Qurban dan SBL “Sahur Berbuka & Lebaran”; B-HEALTH; dan B-SMART); dan kedua bersifat pendayagunaan ekonomi (KUM3 “Komunitas Mikro Muamalat Berbasis Masjid”; LKMS “Lembaga Keuangan Syariah”; Baitulmaal Software “B-WARE). Selain itu, ada yang sifatnya program khusus, yaitu ISS “Islamic Solidarity School” dan Orphan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
81
Kafala. Dimana program khusus ini, dibiayai secara khusus oleh IDB (Islamic Development Bank) dan diberikan kepada anak-anak yatim korban bencana tsunami Aceh 2004. 3.6.1. Struktur Organisasi Yayasan Baitulmaal Muamalat
Bagan 3.4 Struktur Yayasan BMM Sumber: Profil Yayasan Baitulmaal Muamalat 2012
Dewan Pertimbangan
Direktur Eksekutif
Dewaan Pengawas
General Manager
Manajer Penghimpunan Dana
Manajer Perencanaan, Komunikasi & Standarisasi,
Manajer Pendayagunaan Non-Ekonomi
Manajer Pendayagunaan Ekonomi
Manajer Program Khusus
Manajer Administrasi Umum
Penghimpunan Dana Ziswaf Nasional & Internasional
Perencanaan, Komunikasi & Standarisasi Operasional (SO)
Sosial, Wakaf dan CSR
KUM3 & LKMS
ISS, Orphan Kafala
Keuangan, Logistik, Kepegawaian, Teknologi & Informasi
Bagan 3.5 Struktur Fungsional Lembaga Zakat Sumber: Profil Yayasan Baitulmaal Muamalat 2012
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
BAB 4 HASIL TEMUAN LAPANGAN
4.1. Hasil Temuan Lapangan 4.1.1. Latar Belakang & Tujuan Pembuatan Strategic Planning in CSR PT. BMI, Tbk dengan mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat Setiap keputusan ataupun kebijakan yang dibuat oleh sebuah perusahaan pasti memiliki latar belakang. Adapun hal-hal yang melatarbelakangi adanya kebijakan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk untuk mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai Lembaga Amil Zakat (LAZ) perusahaan yang ditugaskan untuk mengelola dana zakat perusahaan dan juga sebagai perpanjangan tangan perusahaan untuk melaksanakan kewajiban syariah dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebagai berikut: 1. UU Kemenag No.38 Th. 1999 Berdasarkan terbitnya UU Kemenag No.38 tahun 1999 yang menyatakan bahwa dana zakat yang dikumpulkan harus dikelola oleh lembaga tersendiri yang terpisah dari perusahaan yang bersifat profit, maka secara personil anggota direksi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk berinisiatif untuk mendirikan yayasan yang dapat mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan dana zakat perusahaan, karyawan dan juga nasabah yang lebih dikenal dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dengan nama Yayasan Baitulmaal Muamalat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudari YD selaku anggota tim perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai berikut: “…tapi terkait dengan UU BI dan Kemenag No.38 Th. 1999, yang mengatur tentang pengelolaan dana zakat yang tidak memperbolehkan dikelola sendiri oleh perusahaan, tapi harus melalui Lembaga zakat….membuat dewan direksi pada saat itu berinisiatif untuk mendirikan LAZ (Lembaga Amil Zakat) nya sendiri….” (YD, 8 Mei 2012) 82
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
83
Pernyataan saudari YD tersebut menguatkan kembali pernyataan saudara MN sebelumnya yang mengatakan: “….selain itu juga, karena terkait dengan UU No. 38 Th. 1999 yang mengharuskan kita tidak menghimpun dan mengelola dana zakat perusahaan kita sendiri, tapi harus mendirikan yayasan sosial tersendiri yang dapat mengerjakan tugas yang sebelumnya telah kita lakukan, yaitu BMM itu.” (April 2012) 2. Mengatasi Kesalahapahaman Masyarakat Selain hal tersebut di atas, pandangan masyarakat umum kepada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk pada masa-masa awal pendirian sampai dengan tahun 1999 lebih banyak yang melihatnya sebagai bank sosial atau sama halnya lembaga sosial seperti LAZ (lembaga amil zakat) pada umumnya, dikarenakan sifatnya dan hukumnya yang berlandaskan syariah Islam. Oleh karenanya, banyak dari masyarakat yang datang meminta bantuan (proposal) dan santunan secara finansial baik secara individu maupun organisasi. Hal tersebut secara tidak langsung cukup mengganggu proses operasional dan tujuan core business dari PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk itu sendiri yaitu mencapai profit bisnis layaknya bank pada umumnya. Pada akhirnya, beberapa personel dewan direksi yang menjabat pada saat itu (1999-2000) berinisiatif untuk menyelesaikan permasalahan di atas tanpa meninggalkan kewajiban atau tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat, yaitu dengan cara mendirikan yayasan atau lembaga sosial yang dapat menampung kebutuhan masyarakat, dan berharap langkah pendirian yayasan ini sebagai solusi yang tepat untuk mempertahankan tujuan bisnis dan juga pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara berimbang dan sesuai dengan hukum syariah dan undang-undang yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudari YD selaku tim proses pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai berikut: “Pada awalnya memang Muamalat mengelola dana zakat di divisi LKS (Lembaga Keuangan Syariah), nah…tapi terkait dengan UU BI dan banyak mustahiq yang menganggap Bank Muamalat adalah sebagai bank sosial, jadi banyak masyarakat yang datang ke Muamalat itu
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
84
bukan untuk menabung, tapi untuk meminta bantuan. Nah..dengan semakin banyak itu maka perlu dibentuk lembaga sosialnya bank Muamalat. Karena mengganggu nasabah-nasabah banknya dengan mustahiq….mengganggu secara operasional juga ya kan, dan tidak pada tempatnya juga kan. Karena kan Muamalat komersil kan, bisnis kan. Sementara yang minta bantuannya itu kan sosialnya gitu.” (8 Mei 2012) Hal tersebut juga selaras dengan pernyataan yang diberikan oleh saudara MN selaku head of corporate secretary division PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sebagai berikut: “Karena tugas utama BMI adalah mencapai target dari visi-misi perusahaan yang sifatnya komersial karena pada dasarnya, BMI memang memiliki core business yang sama dengan perusahaan perbankan lainnya yang sifatnya profit. Oleh karena itu, agar tugasnya tetap berjalan baik, maka didirikanlah Yayasan BMM untuk mengelola dan menyalurkan dana zakat BMI. Selain itu juga, karena terkait dengan UU No. 38 Th. 1999 yang mengharuskan kita tidak menghimpun dan mengelola dana zakat perusahaan kita sendiri, tapi harus mendirikan yayasan sosial tersendiri yang dapat mengerjakan tugas yang sebelumnya telah kita lakukan, yaitu BMM itu.” (April 2012) 3. Keinginan Para Nasabah Agar PT. BMI Dapat Mengelola Dana Zakat Selain dua hal di atas, saudara IA selaku general manajer Yayasan Baitulmaal Muamalat menambahkan motivasi pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat dikarenakan, adanya sebagian dari para nasabah yang mengiginkan dan mempercayakan PT. BMI, Tbk sebagai pengelola dana zakat milik mereka. “…atas permintaan para nasabah Muamalat yang menginginkan dana zakatnya dikelola oleh Muamalat….akhirnya didirikanlah BMM sebagai lembaga yang terpisah dan mandiri untuk mengelola dana zakat perusahaan…” (IA, 5 Juni 2012) Oleh karena itu, PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sepakat untuk mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai organisasi sosial yang dapat menghimpun, mengelola dan mendayagunakan dana zakat dan CSR perusahaan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
85
kepada para masyarakat (mustahik) di lingkungan sekitar. Dan karena landasan bisnis yang digunakan adalah hukum syariah Islam, maka organisasi sosial yang dibentuk adalah lembaga amil zakat (LAZ) yang pada dasarnya, standar operasional yang digunakan adalah sesuai dengan hukum syariah Islam. Sebagaimana yang telah diuraikan pada paragraf sebelumnya. Bahwa tujuan dibuatnya strategic planning in CSR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ini adalah untuk meluruskan kesalahpahaman masyarakat, bahwa sesungguhnya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ini adalah sebuah lembaga profit perbankan dan bukan bank sosial. Selain itu, tujuan SP in CSR ini dilakukan adalah sebagai bentuk kepatuhan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk terhadap UU No. 38 Tahun 1999 mengenai pengelolaan zakat, dimana dalam penghimpunan, pengelolaan, dan pendayagunaannya dilakukan oleh lembaga sosial/ non-profit. Oleh karenanya, PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang sebelumnya telah melakukan penghimpunan dan juga penyaluran dana zakat merasa perlu untuk mendirikan lembaga sosial yang tetap dapat menghimpun, mengelola dan mendayagunakan dana-dana zakat (juga, infaq, sedekah dan wakaf). Seperti yang diungkapkan oleh saudari YD sebagai berikut: “Jadi pendirian Yayasan BMM ini juga dikarenakan untuk mematuhi aturan UU No.38 tahun 1999 mba. Disitu dijelaskan bahwa perusahaan atau organisasi yang sifatnya profit tidak boleh mengelola dana zakatnya sendiri, boleh diserahkan pada yayasan atau lembaga sosial seperti LAZ pada umumnya, atau mendirikan LAZ sendiri yang dapat menaunginya.” (8 Mei 2012) Dewan direksi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang pada saat itu menjabat, DR. A.R.A dan Ir. SL berinisiatif untuk mendirikan lembaga sosial PT. Bank Muamalat Indonesia yaitu Yayasan Baitulmaal Muamalat, dimana lembaga sosial tersebut bertugas untuk menghimpun, mengelola dan mendayagunakan dana zakat (infaq, sedekah dan wakaf) yang telah terkumpul untuk melakukan pemberdayaan, lebih khususnya pada pemberdayaan ekonomi. Mengapa pemberdayaan ekonomi, karena pada dasarnya sesuai dengan core business Bank Muamalat Indonesia, Tbk itu sendiri yang fokus pada bidang finance.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
86
Oleh karena itu, dengan didirikannya Yayasan Baitulmaal Muamalat ini, diharapkan agar PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dapat terkonsentrasi untuk mencapai target (visi dan misi) profit perusahaan serta tanggung jawab ekonomi terhadap para
shareholders (Pemegang Saham) perusahaan. Dan untuk
kepentingan dan tanggung jawab sosial perusahaan, diserahkan kepada Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai lembaga sosial milik perusahaan melalui programprogram pemberdayaan ekonomi ummat dan juga pelayanan dan santunan sosial bagi pendidikan dan kesehatan ummat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari saudara MN pihak PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk : “Kami (PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk) bertugas dan bertanggung jawab untuk mencapai target profit perusahaan kepada para share holder, sedangkan untuk kegiatan dan tanggung jawab sosial perusahaan, kami serahan kepada Yayasan Baitulmaal Muamalat. Jadi kami konsentrasi dengan tugas utama kami. Walaupun begitu, tanggung jawab sosial perusahaan pun tetap kami jalankan melalui BMM.” (MN, April 2012) 4.1.2. Langkah-langkah Proses Pembuatan Strategic Planning in CSR PT. BMI Dengan Mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat Adapun penyajian hasil temuan lapangan disesuaikan dengan pertanyaan dan tujuan lapangan berdasarkan teori model strategic planning in CSR dalam penelitian sebagai berikut: 4.1.2.1. Sosialisasi Pembuatan Strategic Planning In CSR PT. BMI, Tbk Dengan Mendirikan Yayasan BMM Dalam pembuatan Strategic Planning in CSR PT. BMI, Tbk dengan mendirikan Yayasan BMM pihak dewan direksi tidak melakukan sosialisasi secara khusus dan terbuka kepada seluruh karyawan. Namun, hanya di kalangan dewan direksi dan juga beberapa pihak yang dianggap perlu untuk mengetahui rencana pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat ini. Hal tersebut, sesuai dengan pernyataan saudari YD sebagai berikut: “Pada saat melakukan perencanaan dan persiapan pendirian yayasan BMM ini, pihak direksi tidak melakukan sosialisasi secara khusus
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
87
maupun terbuka kepada seluruh karyawan Muamalat. Namun, hanya di kalangan tertentu saja yang dianggap perlu untuk tahu mengenai masalah perencanaan dan persiapan pendirian yayasan ini.” (8 Mei 2012) Selain itu, secara personel, dewan direksi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk juga melakukan sosialisasi kepada beberapa tokoh masyarakat yang yang akan menjadi dewan pembina yayasan yang mempunyai keahlian di bidang manajemen, syariah dan juga ekonomi. Para tokoh tersebut, mempunyai peran dalam memberikan ide pemikiran di dalam persiapan perencanaan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudara IA selaku General Manajer Yayasan BMM dan juga salah satu personel tim khusus persiapan dan perencanaan Yayasan Baitulmaal Muamalat, yaitu: “Sosialisasi memang tidak dilakukan secara khusus kepada setiap kru Muamalat. Namun, secara personel bapak A.R.A (selaku dewan direksi) memberitahukan dan mendiskusikan ke beberapa tokoh masyarakat (stakeholders) bahwa Muamalat akan mendirikan sebuah yayasan pengelola dan pendayagunaan dana zakat plus yang terpisah dan mandiri dari Muamalat. Tokoh masyrakat tersebut adalah orang-orang yang memiliki keahlian di bidang manajemen, syariah dan juga ekonomi yang pada akhirnya akan menjadi dewan Pembina Yayasan Baitulmaal Muamalat, yang juga memberikan masukan-masukan dan ide pemikirannya untuk persiapan dan perencanaan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat ini. Selain para tokoh masyarakat tersebut, kami juga diikutsertakan dalam rapat…dimana para pemimpin cabang dari bank Muamalat hadir. Dan pada saat itu, diberitahukanlah bahwa Muamalat akan mendirikan Yayasan pengelola dana zakat secara terpisah dan mandiri.” (IA, 5 Juni 2012) Namun pada akhirnya, ketika semua tahap persiapan dan perencanaan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat telah selesai oleh tim yang bertugas di dalamnya, barulah pihak direksi menginformasikan secara umum bahwa perusahaan akan mendirikan dan meresmikan Yayasan Baitulmaal Muamalat
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
88
sebagai lembaga non profit sebagai anak perusahaan yang bertanggung jawab sebagai penghimpun, pengelola, dan pendayagunaan dana zakat perusahaan dan juga setiap karyawan ke dalam beberapa program pemberdayaan ekonomi yang sejalan dengan core business PT. BMI, Tbk itu sendiri kepada para mustahik. Hal tersebut sesuai dengan akumulasi keterangan yang diberikan oleh YD (BMM), MN (PT. BMI, Tbk) dan juga IA (GM-BMM) dengan pernyataan sebagai berikut: “Pada akhirnya, pihak direksi mengumumkan secara umum, bahwa perusahaan akan mendirikan dan meresmikan yayasan BMM sebagai lembaga non profit milik perusahaan yang bertanggung jawab untuk menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana zakat perusahaan dan juga karyawannya…melalui program-program pemberdayaan ekonomi …” (YD, 8 Mei 2012) “Pada saat persiapan selesai, baru pihak direksi menginformasikan kepada pihak share holder, karyawan dan juga masyarakat, bahwa Muamalat
akan
meresmikan
pendirian
Yayasan
BMM
yang
bertanggung jawab sebagai lembaga yang menghimpun, mengelola dan juga menyalurkan dana zakat perusahaan melalui kegiatan-kegiatan sosial dan juga pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat yang memang sesuai dengan core business perusahaan kami.” (MN, April 2012) “Pada saat akan launching, barulah setiap kru dari Muamalat dan juga Masyarakat
umum
diinformasikan….pada
saat
itu
juga
kami
mengundang beberapa Menteri untuk ikut meresmikan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat ini” (IA, 5 Juni 2012)
4.1.2.2. Assessment Kekuatan dan Kelemahan Internal Maupun Eksternal Perusahaan Langkah-langkah awal yang dilakukan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk adalah melihat dan mengidentifikasi, siapakah yang dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab melakukan persiapan perencanaan pendirian yayasan.Merasa dibutuhkannya sebuah tim khusus, maka dibentuklah sebuah tim
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
89
perencanaan yang terdiri dari satu orang dalam Muamalat itu sendiri yaitu, bapak WDA yang mendapatkan kewenangan juga untuk merekrut dua orang di luar Muamalat yang mempunyai keahlian dan pengalaman dalam berorganisasi yaitu IA dan YD. Ketiga orang tersebut yang bertugas untuk melakukan proses persiapan dan perencanaan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat sampai dengan strategic planning untuk masa lima tahun ke depan atau periode pertama tahun 2000 s/d tahun 2005. Selain ketiga orang tersebut, akhirnya berdasarkan kebijakan dewan direksi, menugaskan dua orang kru Muamalat yang sebelumnya bertugas di divisi LKS (Lembaga Keuangan Syariah) atau ZIS Muamalat untuk turut membantu dalam melakukan persiapan dan perencanaan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan saudari YD selaku tim perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan BMM sebagai berikut: “Pada saat dewan direksi berinisiatif untuk mendirikan yayasan, pak WDA ditunjuk sebagai penanggung jawab dan diberi kewenangan untuk merekrut SDM yang memang telah mempunyai keahlian dan pengalaman
berorganisasi,
khususnya
lembaga
sosial
dan
pemberdayaan. Dan pak WDA akhirnya merekrut saya (YD) dan juga pak Iwan sebagai tim untuk melakukan persiapan dan perencanaan pendirian
yayasan.
Selain
kami
berdua,
pak
WDA
juga
memperbantukan 2 orang karyawan Muamalat selama masa persiapan sampai yayasan berdiri.” (YD, 8 Mei 2012) “Berdasarkan kebijakan dewan direksi pada saat itu, maka ada dua orang kru Muamalat yang juga ditugaskan untuk melakukan proses persiapan dan perencanaan pendirian yayasan…sebelumnya mereka memang telah bertugas di divisi LKS (Lembaga Keuangan Syariah) atau ZIS-nya Muamalat, sama halnya dengan pak WDA, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai ketua divisi LKS Muamalat” (IA, 5 Juni 2012) Bapak WDA selaku pihak yang telah lama bekerja di Muamalat, telah mengetahui seluk beluk dan juga pengalaman di bidang perbankan (banker),
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
90
pemberdayaan dan pengelolaan dana zakat Muamalat (ketua. Divisi LKS/ZIS Muamalat) akhirnya ditugaskan untuk melakukan proses perencanaan mulai dari perumusan
visi-misi,
program-program
yang
akan
digulirkan,
target
pemberdayaan, lokasi pemberdayaan dan juga sumber daya yang dibutuhkan (blue print Yayasan BMM pada periode lima tahun pertama tahun 2000-2005). Dalam hal ini, bapak Wahyu bekerjasama dengan saudara IA. Sedangkan saudari YD bertugas untuk menyelesaikan berkas dan persyaratan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat secara legal pada pihak notaris dan juga lembaga-lembaga hukum yang terkait. Dalam prosesnya, tim yang telah dibentuk tersebut menjalankan tugasnya selama kurang lebih dua sampai tiga bulan untuk melakukan persiapan dan perencanaan. Berdasarkan perkembangan bisnis yang telah dijalankan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk di daerah Jabodetabek dan kota besar di Indonesia seperti kota Bandung, Surabaya, Balik Papan, Pekanbaru, Medan, Semarang dan juga Jogja. Maka lokasi yang akan dijadikan sebagai target program pemberdayaan pertama kali adalah kota-kota dimana terdapat kantor cabang PT. Bank
Muamalat
Indonesia,
dan
pada
akhirnya
seiring
berjalan
dan
berkembangnya yayasan semakin meluas pula target lokasinya. Tbk. Hal tersebut sesuai dengan informasi yang diberikan oleh pihak BMM sebagai berikut: “Semua persiapan dan perencanaan kira-kira selesai sekitar 2-3 bulanan mba. Mulai dari perizinan pendirian yayasan, pembuatan perencanaan 5 tahun ke depan dan SOP-nya. Pak IA dan Pak WDA, mereka mengerjakan perencanaan dan SOP-nya, sedangkan saya mengurus perizinan pendirian yayasannya…untuk lokasi yang menjadi target program kami adalah daerah Jabodetabek dan juga kota-kota besar seperti, Semarang, Bandung, Surabaya, Balik Papan, Pekanbaru, Medan, dan juga Jogja, dengan harapan semakin berkembangnya yayasan, semakin meluas juga target lokasi pemberdayaannya…” (YD, Manajer Adm & Keuangan Yayasan BMM, 8 Mei 2012)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
91
4.1.3.3. Identifikasi Isu-isu Yang Terkait Berdasarkan informasi yang didapat, pada saat proses perencanaan dan persiapan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat ini adalah bahwa pihak PT. BMI dan juga Tim telah melihat contoh atau based mark dari perusahaan lain yang telah lebih dulu memiliki lembaga sosial (DDR/ Dompet Dhuafa Republika) dan juga beberapa organisasi sosial yang fokus terhadap pemberdayaan, pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat lainnya (yang ada di Singapura dan juga Malaysia). Dengan konsep pengelolaan dana zakat yang bukan hanya bersifat konsumtif dan konvensional, tapi juga mengedapankan konsep zakat produktif atau pemberdayaan. Oleh karena itu, konsep-konsep pemberdayaan menjadi suatu isu yang paling mempengaruhi perumusan visi-misi dan juga program-program yang akan diimplementasikan melalui Yayasan Baitulmaal Muamalat. Konsep pemberdayaan yang diangkat oleh BMM adalah mengenai isu yang terkait dengan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan juga sosial, dengan pemberdayaan ekonomi mikro sebagai program pemberdayaan yang paling dominan sesuai dengan core business bank Muamalat itu sendiri yaitu di bidang finance. Hal tersebut sebagaimana informasi yang diberikan oleh saudara IA sebagai berikut: “…dalam membuat konsep perencanaan dan program, pada dasarnya kami telah melihat beberapa based mark ataupun contoh dari beberapa organisasi sosial serupa yang telah lebih dulu berdiri. Seperti halnya, DDR (Dompet Dhuafa Republika) dan juga organisasi sosial yang ada di Singapura dan juga Malaysia…isu-isu pemberdayaan yang mereka angkat mengenai ekonomi, pendidikan, kesehatan dan juga sosial. namun, kami ingin membuat yang lebih berbeda. Karena latar belakang kami adalah perusahaan perbankan, kami ingin membuat LAZ plus yang berbeda dengan ciri khas kami yaitu pemberdayaan ekonomi mikro sebagai program yang paling dominan pada saat itu…presentasi kami untuk pemberdayaan ekonomi ini sekitar 70% dibandingkan dengan program pemberdayaan lainnya karena hal tersebut memang sesuai dengan core business kami di bidang keuangan (finance)…” (IA, 5 Juni 2012)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
92
4.1.3.4. Perumusan Visi dan Misi Yayasan Baitulmaal Muamalat Pada saat perumusan visi dan misi yayasan Baitulmaal Muamalat tersebut sesuai dengan based mark yang sudah ada sebelumnya yaitu LKS/ ZIS Muamalat yang telah bergerak di bidang pengelolaan dana zakat namun dibuat lebih baru dan berbeda. Maka dengan didirikannya Yayasan Baitulmaal Muamalat ini, diharapkan akan menjadi penggerak program kemandirian ekonomi ummat menuju terwujudnya tatanan masyarakat yang berkarakter, tumbuh dan peduli (empowering a caring society). Dengan kata kunci ekonomi, berkarakter, dan peduli diharapkan juga bahwa setiap karyawan dan juga nasabah PT. Bank Muamalat Indonesia memiliki karakter kepedulian yang baik dimana output-nya adalah dapat diterjemahkan dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial bagi masyarakat luas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudara IA sebagai berikut: “Pada saat perumusan visi dan misi yayasan, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, bahwa kami mengikuti based mark atau protype yang sudah ada sebelumnya yaitu LKS/ZIS Muamalat. Namun kami ingin membuat yang baru dan berbeda, dengan menjadikan yayasan ini sebagai motor penggerak kemandirian dan pemberdayaan ekonomi (sesuai visi dan misi yayasan). Yang intinya adalah membuat setiap kru (karyawan) dan juga nasabah menjadi lebih berkarakter dan peduli. Maksudnya adalah, karakter yang peduli akan kesejahteraan ummat dimana
output-nya
diterjemahkan
ke
dalam
program-program
yayasan…lalu munculah kata empowering a caring society yang menjadi visi dan misi kami” (IA, 5 Juni 2012) 4.1.3.5. Plan and Action Yayasan Baitulmaal Muamalat Program-program yang dibentuk oleh Yayasan Baitulmaal Muamalat pada saat proses perencanaan adalah program-program yang mencakup bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial. Program-program tersebut dikenal dengan nama, bina ekonomi, bina pendidikan, bina kesehatan, dan juga bina sosial. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudara IA sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
93
“Kami memiliki empat program besar, yaitu bina ekonomi, bina pendidikan, bina kesehatan dan bina sosial…” (5 Juni 2012) a. Bina Ekonomi Program pemberdayaan yang dipilih sebagai program utama Yayasan Baitulmaal Muamalat adalah pemberdayaan ekonomi mikro (bina ekonomi), dimana targetnya adalah para nasabah ataupun anggota BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) yang telah menjadi mitra dari PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dalam penyaluran dana zakat perusahaan semenjak Yayasan Baitulmaal Muamalat belum didirikan. Para nasabah dan anggota dari BMT dan KJKS mengajukan dana kredit usaha (pinjaman) kepada dua lembaga tersebut dengan ketentuan dan syarat yang telah ditentukan. Setelah pihak BMT dan KJKS telah melakukan assessment dan uji kelayakan, barulah dari pihak Yayasan Baitulmaal Muamalat melakukan verifikasi dan survey langsung untuk memastikan bahwa nasabah atau anggota koperasi tersebut layak mendapatkan dana kredit usaha mikro. Hal tersebut dengan informasi yang diberikan oleh saudari YD sebagai berikut: “Untuk pemberdayaan ekonomi/ bina ekonomi, kami melakukan kerjasama kepada lembaga yang memang sebelumnya telah menjadi mitra Muamalat untuk penyaluran dana zakat perusahaan, yaitu BMT dan KJKS. Kami memberikan dana untuk program pemberdayaan ekonomi mikro kepada BMT dan KJKS, lalu mereka yang menentukan siapa saja yang dapat melakukan kredit untuk usaha ekonomi mikro. Yang diberikan dana tersebut adalah para nasabah (BMT) dan anggota (KJKS)…diberikannya sesuai dengan persyaratan dari mereka (BMT dan KJKS). Mereka yang turun lapangan, ketika telah ditentukan yang menerima dana kredit, barulah kami melakukan ferifikasi dan survey lagi ke lapangan untuk memastikan, benar gak, layak gak…” (YD, 5 Juni 2012) Selain program pemberdayaan ekonomi mikro yang bekerjasama dengan KJKS dan juga BMT di atas, BMM juga mempunyai program pemberdayaan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
94
ekonomi mikro yang bekerjasama dengan DKM (Dewan Keluarga Masjid), dimana DKM tersebut membantu BMM untuk melakukan survey dan juga penyeleksian para jamaah masjid yang dapat menerima program kredit usaha mikro. Setelah terkumpul menjadi beberapa kelompok kecil (satu kelompok bisa berjumlah 7-10 orang), barulah pihak BMM melakukan tahap perifikasi dan selanjutnya menurunkan dana tersebut melalui pihak DKM. Sebagai supervisor program ini, BMM merekrut para relawan yang berasal dari mahasiswa tingkat akhir universitas yang tersebar di daerah Jabodetabek. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudari YD sebagai berikut: “…selain dengan BMT dan KJKS, kami juga kerjasama dengan pihak DKM-DKM (Dewan Keluarga Masjid) untuk melakukan pemberdayaan ekonomi ini. Kami megumpulkan beberapa DKM yang tersebar di Jabodetabek untuk meginformasikan pada mereka, bahwa kami mempunyai program pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat yang mau berusaha. Kami jelaskan persayaratannya dan mereka yang mencari siapa yang berhak menerima dana bantuan itu, yang bisa mereka ambil dari para jamaahnya. Setelah ditentukan siapa-siapa aja yang dapat, barulah kami turun lapangan dan melakukan survey langsung..lagi-lagi untuk memastikan apakah mereka-mereka yang dipilih sama DKM-nya benar-benar berhak. Karena dana ini kan adalah dana zakat, jadi gak boleh sembarangan..setelah itu, kami kelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil, sekitar 7-10 orang. Ketika sudah fix, baru kita kasih dananya….monitoring dan supervise dilakukan oleh relawan kami (mahasiswa tingkat akhir)…” (YD, 5 Juni 2012) b. Bina Pendidikan Selain program pemberdayaan ekonomi mikro, Yayasan Baitulmaal Muamalat juga membuat konsep program di bidang pendidikan. Untuk program bina pendidikan, yayasan memberikan dana bantuan pendidikan berupa beasiswa kepada karyawan ataupun keluarga dari PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang merupakan anak yatim ataupun yang termasuk ke-delapan golongan asnab (golongan yang berhak menerima zakat).
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
95
Mereka yang membutuhkan dapat mengajukan permohonan beasiswa secara langsung pada pihak BMM, lalu BMM melakukan survey kepada keluarga dan juga sekolah tersebut. Selama mendapatkan beasiswa pendidikan dari BMM, para penerima beasiswa mendapatkan supervisi, dimana supervisornya adalah para relawan yang berasal dari mahasiswa tingkat akhir universitas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh YD dan IA sebagai berikut: “…untuk program bina pendidikan, kita memberikan dana bantuan sekolah atau beasiswa. Pada awalnya dana beasiswa itu kami berikan untuk para karyawan maupun keluarganya yang masuk kategori ke-8 asnab (orang yang berhak menerima zakat) seperti anak yatim misalnya. Intinya sih, mereka yang memang butuh, bisa langsung mengajukan surat permohonan, lalu kami survey ke keluarganya ataupun sekolahnya. Selama mereka mendapatkan dana bantuan, mereka juga dimonitoring oleh relawan kami...” (YD, 5 Juni 2012) “…program bina pendidikan itu, kami peruntukan untuk para karyawan (PT.BMI Tbk), misalnya OB (office boy) yang masih bersekolah ataupun keluarga karyawan yang membutuhkan dan masuk kategori berhak memperoleh zakat.” (IA, 5 Juni 2012) c. Bina Kesehatan Untuk program bina kesehatan, yayasan bekerjasama dengan Puskesmas yang ada di lingkungan setempat (masyarakat) untuk melakukan pelayanan kesehatan gratis dan juga pembentukan kader-kader kesehatan di lingkungan masyarakat yang dikenal dengan produk Puskesra Keliling (Pusat Kesehatan Masyarakat) BMM. Selain itu, program pelayanan kesehatan gratis juga dapat diadakan sesuai ataupun bersamaan dengan jadwal event yang diadakan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Seperti halnya pembukaan kantor cabang Bank Muamalat, perayaan milad Bank Muamalat dan juga event-event lainnya. “…untuk bidang kesehatannya, kami memiliki program bina kesehatan yang bekerjasama dengan puskesmas setempat. Kami melakukan pelayanan kesehatan dan juga membentuk kader sehat di lingkungan masyarakat. Program ini kami namakan Puskesra (Pusat Kesehatan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
96
Masyarakat) Keliling. Kegiatan bina kesehatan ini juga dilaksanakan pada event-event yang ada di Muamalat, seperti halnya milad perusahaan ataupun kegiata-kegiatan lainnya. Disesuaikan saja tema dan kondisinya, tidak harus berbarengan dengan jadwal acara di Muamalat…” (IA, 5 Juni 2012) d. Bina Sosial Sedangkan untuk program bina sosial, yayasan melakukan kegiatankegiatan sosial yang terkait dengan kejadian bencana seperti halnya kebakaran, kebanjiran, gempa bumi maupun tsunami. Dalam program bina sosial ini, yayasan memberikan bantuan berupa biaya hidup ataupun bantuan dalam bentuk lainnya. Jadi, program bina sosial ini, diadakan sesuai dengan kejadian bencana yang sedang terjadi pada saat itu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudari YD sebagai berikut: “…program bina sosial ini adalah program yang bisa dibilang fleksibel. Pelaksanaannya terkait dengan kejadian bencana seperti halnya kebakaran, kebanjiran, gempa ataupun tsunami….ya, tetap terjadwal, tapi menyesuaikan kondisi yang ada di masyarakat mbak..selain untuk bantuan sosial korban-korban bencana tadi, juga bantuan biaya hidup maupun bantuan dalam bentuk lainnya…” (YD, 5 Juni 2012)
Ke-empat
program
merupakan
integrated
program
yang
diimplementasikan oleh yayasan untuk mencapai visi “Menjadi motor penggerak program kemandirian ekonomi ummat menuju terwujudnya tatanan masyarakat yang berkarakter, tumbuh dan peduli (empowering a caring society)” dan misi “Melaksanakan program pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat secara terintegral dan komprehensif, serta membangun dan mengembangkan jaringan kerja pemberdayaan seluasnya”. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan saudara IA sebagai berikut: “Kami memiliki empat program besar, yaitu bina ekonomi, bina pendidikan, bina kesehatan dan bina sosial. Dan yang menjadi program utama kami adalah program bina ekonomi, karena memang sesuai dengan bidang kami (Bank Muamalat Indonesia) yaitu keuangan. Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
97
Keempat program tersebut merupakan integrated program yang diharapkan dapat mencapai visi dan misi kami…untuk pelaksanaan program-program tersebut, kami merekrut mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir yang sebelumnya telah kami berikan supervisi dan juga bekerjasama dengan pemerintah maupun institusi lokal yang ada di lingkungan masyarakat seperti halnya BMT, KJKS, Puskesmas dan juga DKM (Dewan Keluarga Masjid/ pengurus dan pengelola masjid)…” (IA, 5 Juni 2012) Dan begitu juga dengan pernyataan yang diberikan oleh saudari YD sebagai berikut: “Ya…kami mulai dari awal berdirinya yayasan, mempunyai program ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial. yang pada akhirnya dikenal dengan produk b-Smart untuk bina pendidikan, b-Health untuk bina kesehatan, b-Masjid untuk bina ekonomi dan b-care untuk bina sosial…dan semua program itu sudah kami lakukan sejak awal…” (YD, 5 Juni 2012) Dan sebagai sumber daya manusia yang membantu pelaksanaan ke-empat program-program di atas, pihak yayasan merekrut para mahasiswa tingkat akhir yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Hal tersebut dikarenakan masih sedikitnya jumlah kru/ personel yang ada di Yayasan Baitulmaal Muamalat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh Yayan dan Iwan yang mengatakan bahwa, “Pada awalnya, pengurus yang ada di BMM hanya sedikit, berjumlah sekitar 5-6 orang saja”. Begitu pula yang dikatakan oleh saudara MN mengenai relawan-relawan perdana Yayasan Baitulmaal Muamalat: “Pada awalnya, kami merekrut para relawan dari pihak mahasiswa tingkat akhir yang pada akhirnya kami supervisi dan peningkatan kualitas, kapasitas dan juga kompetensi sumber daya manusianya untuk membantu pelaksanaan program-program yang ada di BMM” (April 2012)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
98
4.1.3.6. Aksi dan Fasilitasi Pelaksanaan ke-empat program yang dimiliki oleh Yayasan Baitulmaal Muamalat pada awalnya memang disesuaikan dengan jadwal event yang ada di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk seperti halnya perayaan milad perusahaan dan juga pembukaan kantor cabang Muamalat yang baru. Selain itu, di setiap bulan Ramadhan, BMM dan BMI selalu melakukan kegiatan bakti sosial secara bersama-sama untuk para mustahiq di beberapa daerah. Pelaksanaan program yang ada di yayasan juga tidak harus selalu mengikuti jadwal event yang ada di BMI. Seperti halnya, pemberdayaan ekonomi yang bekerjasama dengan beberapa mitra yayasan yaitu KJKS, BMT dan juga para DKM Masjid sudah memiliki waktu pelaksanaannya sendiri. Begitu pula dengan program bina pendidikan, dan sosial yang waktunya bisa terjadi kapan saja seperti halnya pemberian dana beasiswa dan dana bantuan untuk korban bencana. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudari YD sebagai berikut: “Pada awalnya memang kami melaksanakan kegiatan-kegiatan yayasan sesuai dengan jadwal event yang ada di perusahaan. Seperti contohnya, milad perusahaan. Lalu ketika perusahaan membuka kantor cabang baru. Pas bulan Ramadhan juga, kami melakukan kegiatan bakti sosial bersama-sama….namun gak semua program kami lakukan berbarengan sama event yang ada di perusahaan. Ya..mengikuti perkembangan kondisi dan kebutuhan yang ada. Misalnya, pemberian dana beasiswa yang memang dibutuhkan segera, ya kami berikan. Begitu juga dengan dana bantuan untuk korban bencana. Tidak harus menunggu acara yang ada di perusahaan….” (YD, 5 Juni 2012) 4.1.3.7. Evaluasi, Terminasi dan Reformasi Masih berdasarkan keterangan yang diberikan oleh saudari YD (8 Mei 2012), setelah persiapan perencanaan mengenai bentuk program, bagaimana, dimana dan oleh siapa pelaksanaanya, barulah mengukur tahapan target dan evaluasi yang akan dilakukan. Dengan visi misi yayasan yang berbunyi, Empowering a Caring Society” berharap dalam setiap tahunnya dapat terus mengembangkan program pemberdayaan ekonomi bagi ummat (masyarakat)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
99
dengan jangkauan yang semakin meluas, terpadu dan berkelanjutan. Oleh karena itu, evaluasi dilakukan selama satu tahun sekali, untuk mengukur apakah program yang ada telah berjalan sesuai dengan harapan dan target yang telah ditentukan. Apa-apa saja yang harus dibenahi, ditambah dan dikembangkan. Begitu di setiap tahunnya, hingga mencapai masa lima tahun. Hasil dari evaluasi setiap tahunnya dan pada puncaknya di lima tahun pertama ini akan dilaporkan dan dikonsolidasikan pada pihak PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sebagai bentuk laporan dan pertanggungjawaban yayasan Baitulmaal Muamalat. Evaluasi yang dilakukan setiap satu tahun sekali tersebut juga diharapkan dapat menampung aspirasi-aspirasi baru sesuai dengan perkembangan isu-isu dan masalah (ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, dll) yang terjadi pada saat itu. Seperti misalnya, adanya penambahan dan peluncuran program-program baru yang disesuaikan dengan kebutuhan akan penyelesaian masalah yang sedang terjadi saat berjalannya periode lima tahun pertama. Seperti halnya kejadian luar biasa seperti bencana alam (kebakaran, kebanjiran, gempa, tsunami ataupun gunung meletus). Oleh sebab itu, pada saat terjadinya bencana bencana banjir besar di Jakarta, lalu bencana gempa dan tsunami di Aceh membuat Yayasan tergerak untuk menambah program baru yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan akan kondisi yang terjadi pada saat itu yaitu program ATM (Aksi Tanggap Muamalat). Hal di atas berdasarkan keterangan yang diberikan oleh saudari YD, yaitu: “Di setiap akhir tahun, kami melakukan evaluasi. Karena pengukuran pencapaian target bukan hanya kami lakukan pada evaluasi 5 tahunan saja. Dengan evaluasi di setiap tahunnya itu kami mengukur, targettarget apa saja yang sudah kami lakukan (capai). Lalu ada gak yang perlu kita perbaiki, kita tambah atau kita kembangkan, dan hal itu tidak mesti kami harus menunggu evaluasi 5 tahunan. Disesuaikan saja dengan perkembangan isu-isu dan masalah yang menjadi kebutuhan yang dilakukan pada saat itu. Seperti halnya ketika kami meluncurkan program ATM (Aksi Tanggap Muamalat) yang juga disesuaikan dengan bencana terjadi pada saat itu seperti bencana banjir besar Jakarta dan juga bencana gempa dan tsunami di Aceh.” (8 Mei 2012)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
100
Pernyataan YD tersebut menguatkan kembali penyataan yang diberikan oleh MN sebelumnya: “Program-program yang ada di BMM juga dapat ditambah maupun dikembangkan, disesuaikan dengan isu-isu masalah sosial yang sedang terjadi pada saat itu. Seperti halnya program ATM (Aksi Tanggap Muamalat). Nah..program tersebut itu ada dikarenakan adanya beberapa kejadian bencana yang ada di Jakarta dan juga Aceh pada kisaran tahun 2001-2005-an…..Nah..hasil
evaluasi
dari
kegiatan
yang
sudah
dijalankan dilaporkan kepada kami (PT. BMI, Tbk) ada yang satu tahun sekali berbarengan dengan annual report perusahaan dan ada laporan besarnya yang diberikan 5 tahun sekali” (April 2012) Kedua pernyataan di atas juga dikuatkan kembali oleh pernyataan yang diberikan oleh saudara IA, sebagai berikut: “Kami melakukan evaluasi setiap setahun sekali, baik berupa anggaran maupun program. Hasil evaluasi tersebut kami jadikan ke dalam bentuk laporan yang kami serahkan pada dewan Pembina yayasan.” (IA, 5 Juni 2012)
4.1.4. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pembuatan dan Implementasi Strategic Planning in CSR PT. BMI dalam mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat Dalam proses pembuatan dan implementasi SP In CSR PT. Bank Muamalat Indonesia dengan mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat, terkait dengan faktor pendukung dan penghambat di dalamnya. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat sebagai pendukung dan adapula yang sifatnya sebagai penghambat jalannya proses dan implementasi SP in CSR PT. BMI, yaitu dengan mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat. Adapun faktor-faktor pendukung dan penghambatnya adalah sebagai berikut: a. Faktor Pendukung Faktor pertama yang mendukung proses perencanaan dan persiapan pendirian yayasan adalah dengan adanya based mark (istilah yang digunakan oleh
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
101
Yayasan BMM) atau contoh organisasi sosial yang bergerak pada bidang yang sama, yaitu pemberdayaan. Lembaga atau organisasi sosial yang dijadikan sebagai based mark oleh yayasan adalah perusahaan yang bergerak di bidang jurnalistik, yaitu Republika dengan lembaga sosialnya Dompet Dhuafa Republika (DDR). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudara IA sebagai berikut: “Salah satu yang membantu kami dalam proses perencanaan pendirian yayasan BMM ini adalah dengan adanya based mark yang ada seperti Republika yang memiliki DDR (Dompet Dhuafa Republika) sebagai lembaga sosial yang menjalankan kegiatan sosial dan pemberdayaan. Mereka memiliki program pemberdayaan di bidang ekonomi, sosial, kesehatan dan juga pendidikan. Namun, kami ingin membuat yang lebih baru dan berbeda. Karena latar belakang kami adalah perusahaan perbankan, sedangkan mereka di bidang jurnalis dan itu salah satu yang membuat kami berbeda. Dan kami (yayasan BMM), menjadikan pemberdayaan ekonomi sebagai program utama/unggulan kami yang sesuai dengan bidang kami yaitu finance” (IA, 5 Juni 2012) Dengan based mark tersebut, tim perencanaan dapat membuat rumusan program yang lebih baik dan berbeda, dengan menjadikan program pemberdayaan ekonomi sebagai program unggulan yang disesuaikan dengan core business perusahaan di bidang perbankan atau finance. Faktor yang kedua adalah dengan tersedianya sumberdaya manusia yang professional dan berpengalaman dalam pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat di PT. BMI, Tbk yaitu orang-orang yang pernah bekerja di divisi LKS (Lembaga Keuangan Syariah) perusahaan yang juga ditambah dengan direkrutnya sumber daya yang berpengalaman di bidang yang sama. Hal tersebut sesuai dengan pernyatan yang diberikan oleh saudari YD sebagai berikut: “…dalam hal ini (perencanaan dan persiapan pendirian yayasan BMM), kami merasa terbantu dengan adanya pak Wahyu, yang memang sudah berpengalaman sebelumnya (pernah bertugas di divisi LKS PT. BMI)…. Pada saat dewan direksi berinisiatif untuk mendirikan yayasan, pak Wahyu ditunjuk sebagai penanggung jawab dan diberi kewenangan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
102
untuk merekrut SDM yang memang telah mempunyai keahlian dan berorganisasi,
pengalaman
khususnya
lembaga
sosial
dan
pemberdayaan. Dan pak Wahyu akhirnya merekrut saya (YD) dan juga pak Iwan sebagai tim untuk melakukan persiapan dan perencanaan pendirian
yayasan.
Selain
kami
berdua,
pak
Wahyu
juga
memperbantukan 2 orang karyawan Muamalat (karyawan yang sebelumnya bekerja di divisi yang sama dengan pak Wahyu, divisi LKS) selama masa persiapan sampai yayasan berdiri.” (8 Mei 2012) Faktor pendukung yang ketiga adalah adanya pengalaman perusahaan di dalam melakukan penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat, yaitu dengan keberadaan divisi LKS (Lembaga Keuangan Syariah). Hal tersebut sesuai dengan informasi yang diberikan oleh saudara IA dan YD yang saling menguatkan satu sama lain sebagai berikut: “…dengan memiliki pengalaman sebelumnya di divisi LKS, membantu kami
untuk
merumuskan
program
pemberdayaan
yang
dapat
disempurnakan dengan melihat based mark dari DDR dan juga kegiatan LKS sebelumnya…” (IA, 5 Juni 2012) “…kan sebelumnya sudah ada LKS, sehingga kami punya pengalaman untuk merencanakan program pendayagunaan dana zakat yang lebih baik..” (YD, 8 Mei 2012) Faktor pendukung yang keempat adalah tersedianya dana awal operasional dan juga gedung (kantor sekretariat) yang strategis oleh PT. BMI, Tbk sebagai sarana pendukung pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat. Hal tersebut sesuai dengan peryataan saudari YD sebagai berikut: “..proses ini juga terbantu dengan adanya dana dan tempat yang telah disediakan oleh peusahaan. Sehingga operasional selama persiapan dan setelah peresmian menjadi lebih mudah. Terlebih lagi, kantor kami (BMM) yang posisinya strategis dan berdekatan dengan kantor para direksi, memudahkan komunikasi kita selama proses…” (YD, 8 Mei 2012)
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
103
Faktor pendukung yang kelima adalah dengan dikeluarkannya kebijakan dewan direksi untuk potongan otomatis sebesar 2,5% dari penghasilan setiap pegawai (karyawan) PT. BMI, Tbk sebagai bentuk zakat dan dihimpun, dikelola, dan didayagunakan (disalurkan) oleh Yayasan Baitulmaal Muamalat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudara YD sebagai berikut: “Sebelumnya, hanya perusahaan saja yang membayarkan dana zakatnya ke divisi LKS untuk disalurkan kepada yang berhak melalui BMT dan KJKS sebagai mitra perusahaan. Namun, ketika direksi merencanakan untuk mendirikan yayasan BMM, direksi akhirnya merencanakan untuk membuat kebijakan memotong 2,5% secara otomatis dari penghasilan setiap karyawan Muamalat. Nantinya dana tersebut dialokasikan dan diberdayakan untuk operasional program pemberdayaan BMM. Dengan dana tersebut (dana zakat perusahaan, karyawan, dan juga para nasabah) menjadikan BMM dapat menjangkau target mustahik yang semakin luas dan lebih banyak…” (8 Mei 2012) Pernyataan YD tersebut selaras dengan pernyataan yang diberikan oleh saudara MN sebagai berikut: “…kami juga mendukung proses pendanaan pogram pemberdayaan BMM dengan adanya kebijakan pemotongan 2,5% secara otomatis dari penghasilan setiap karyawan Muamalat setiap bulannya…” (April 2012) Faktor yang menjadi pendukung proses perencanaan pendirian yayasan Baitumaal Muamalat yang keenam adalah dengan adanya beberapa program LKS yang sudah mulai terkait dengan pemberdayaan ekonomi (cikal bakal program KUM3 yayasan BMM) dan dilanjutkan pada program pemberdayaan di bidang lainnya yang lebih bersifat integrated. Hal tersebut seperti yang diinformasikan oleh saudari YD sebagai berikut: “…LKS
sebelumnya
kan
sudah
pernah
melakukan
program
pemberdayaan ekonomi yang bekerjasama dengan BMT dan KJKS. Ya..pengalaman menjalankan program tersebut membantu kami untuk merumuskan
program
pemberdayaan
ekonomi
yang
lebih
komprehensif. Dan program tersebut merupakan cikal bakalnya
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
104
program KUM3 yang saat ini menjadi program unggulan kami…lalu mengintegrasikan program pemberdayaan ekonomi itu pada programprogram pemberdayaan lainnya. Ya..sifatnya integrated gitu mbak…” (YD, 8 Mei 2012) Faktor pendukung yang ketujuh berikutnya adalah dikarenakan nasabah PT. BMI, Tbk yang semakin banyak dan tersebar di beberapa daerah dan kota besar menjadikan keuntungan perusahaan pun semakin meningkat. Begitu pula dengan penawaran program berbagi dan zakat kepada para nasabah lewat teller maupun ATM, menjadikan pengimpunan dana semakin dipermudah. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh saudari YD: “Dengan
semakin
berkembangnya
bisnis
perusahaan,
semakin
banyaknya nasabah, maka semakin meningkatkan pula keuntungan bagi perusahaan. Jadi dana zakat yang dikeluarkan juga semakin besar tuh mbak. Selain itu juga, ada fitur penawaran zakat online via ATM ataupun teller kepada para nasabah, menjadikan penghimpunan dana zakat kita semakin mudah…” (YD, 8 Mei 2012) Faktor pendukung yang terakhir adalah dengan tersebarnya cabang-cabang PT. BMI, Tbk di beberapa daerah dan kota besar, memudahkan implementasi program pemberdayaan kepada masyarakat (mustahik) di daerah sekitar kantor cabang sebagai target program pemberdayaan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudari YD sebagai berikut: “Seperti yang telah saya kata sebelumnya, dengan tersebarnya cabangcabang Muamalat di beberapa daerah dan kota besar tadi, semakin memudahkan kami dalam mengimplementasikan program-program di lapangan untuk para mustahik yang berada di sekitar kantor cabang tersebut. Targetnya jelas, dan membantu program perusahaan juga…” (8 Mei 2012) b.
Faktor Penghambat Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat proses perencanaan dan
persiapan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat adalah adanya ketidaksetujuan (keberatan) beberapa pegawai terhadap kebijakan potongan 2,5% penghasilan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
105
setiap karyawan yang dikeluarkan oleh dewan direksi. Hal tersebut dikarenakan kendala beberapa pegawai tersebut untuk melakukan kebiasaan/rutinitasnya untuk melakukan santunan baik itu kepada anak yatim (anak asuh), fakir miskin dan juga masjid di daerah tempat mereka tinggal. Selain itu kurangnya sosialisasi yang baik dan tepat oleh pihak direksi, sehingga adanya permasalahan pada point pertama. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh saudari YD sebagai berikut: “Karena kurangnya sosialisasi ke seluruh karyawan Muamalat tentang pendirian yayasan, yang akhirnya mengeluarkan kebijakan 2,5 % pemotongan otomatis penghasilan dari setiap karyawan sebagai bentuk zakat yang akan dikelola oleh BMM. Hal tersebut menjadikan mereka tidak dapat melakukan rutinitas bulanan mereka untuk melakukan santunan terhadap anak asuhnya yang yatim, fakir miskin dan juga kegiatan masjid yang selama ini dilakukan. Ya…meskipun akhirnya masalah ini bisa teratasi dalam waktu beberapa bulan setelah peresmian…” (YD, 8 Mei 2012) Adapun kedelapan faktor pendukung dan dua faktor penghambat jalannya proses perencanaan dan persiapan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat dapat dirangkum dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 4.1 Faktor Pendukung & Penghambat Proses Perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan BMM No 1
2
3
4
Faktor Pendukung
Adanya based mark atau contoh organisasi sosial yang sama seperti halnya lembaga DD/ DDR (Dompet Dhuafa Republika) yang lebih dulu berdiri. Tersedianya sumberdaya manusia yang professional dan berpengalaman dalam pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat di PT. BMI, Tbk. Pengalaman di dalam pengelolaan dana zakat oleh LKS (Lembaga Keuangan Syariah) milik PT. BMI, Tbk. Tersedianya dana awal operasional dan juga gedung (kantor sekretariat)
Faktor Penghambat
Adanya ketidaksetujuan (keberatan) beberapa pegawai terhadap kebijakan potongan 2,5% penghasilan setiap karyawan yang dikeluarkan oleh dewan direksi. Kurangnya sosialisasi yang baik dan tepat oleh pihak direksi, sehingga adanya permasalahan pada point pertama.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
106
5
6
7
8
yang strategis oleh PT. BMI, Tbk sebagai sarana pendukung pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat. Dikeluarkannya kebijakan dewan direksi untuk potongan otomatis sebesar 2,5% dari penghasilan setiap pegawai (karyawan) PT. BMI, Tbk sebagai bentuk zakat dan dihimpun, dikelola, dan didayagunakan (disalurkan) oleh Yayasan Baitulmaal Muamalat. Adanya beberapa program LKS yang sudah mulai terkait dengan pemberdayaan ekonomi (cikal bakal program KUM3 yayasan BMM) dan dilanjutkan pada program pemberdayaan di bidang lainnya yang lebih bersifat integrated. Nasabah PT. BMI, Tbk yang semakin banyak dan tersebar di beberapa daerah dan kota besar menjadikan keuntungan perusahaan pun semakin meningkat. Begitu pula dengan penawaran program berbagi dan zakat kepada para nasabah lewat teller maupun ATM, menjadikan pengimpunan dana semakin dipermudah. Dengan tersebarnya cabang-cabang PT. BMI, Tbk di beberapa daerah dan kota besar, memudahkan implementasi program pemberdayaan kepada masyarakat (mustahik) di daerah sekitar kantor cabang sebagai target program pemberdayaan.
Sumber: telah diolah kembali
4.1.5. Kebijakan Pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat Sebagai Pelasakana Kegiatan CSR PT. BMI Sebagaimana yang telah diuraikan pada latar belakang pembuatan dan ipmplementasi SP In CSR PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yaitu dengan cara mendirikan lembaga sosial dan penghimpunan, pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat (berikut infaq, sedekah dan wakaf) yang diberi nama Yayasan Baitulmaal Muamalat. Inisiatif dewan direksi yang menjabat pada saat itu dengan didukung terbitnya UU Kemenag No. 38 Th. 1999 tentang pengelolaan dana zakat, serta penguatan pemahaman kepada masayarakat bahwa PT. Bank Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
107
Muamalat Indonesia adalah sebuah lembaga profit dimana core business nya jelas sama halnya dengan bank-bank pada umumnya ekonomi profit, bukanlah lembaga sosial (lihat bab. 4 h. 81-84). Pada akhirnya, Yayasan Baitulmaal Muamalat lah yang ditugaskan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan PT. Bank Muamalat Indonesia dan dengan tetap berkonsolidasi dan melakukan komunikasi yang baik agar setiap kegiatan yang dilakukan dapat disesuaikan dengan ‘kepentingan’ perusahaan dan juga kebutuhan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh saudari YD sebagai berikut: “setiap kegiatan yang kami (Yayasan BMM) kerjakan, tetap kami konsolidasikan dan komunikasikan dengan pihak Muamalat. Karena, sebagian besar dari kegiatan yang kami lakukan juga turut mendukung perusahaan melalui event-event yang pada saat itu juga sedang ada di Muamalat. Contohnya, kegiatan santunan dan layanan sosial untuk masyarakat yang diadakannya bareng sama event perayaan milad (ulang tahun) perusahaan.” (8 Mei 2012) Dalam pelaksanaanya, dana operasional kegiatan dan program yayasan didukung dengan kebijakan perusahaan yang memotong penghasilan setiap karyawan atau pegawainya sebesar 2,5% sebagai bentuk zakat yang diserahkan penghimpunan, pengelolaan, serta pendayagunaannya melalui program-program Yayasan Baitulmaal Muamalat (lihat bab. 4 h. 104-105). Selain itu, dengan adanya program penawaran infaq lewat ATM yang diperuntukkan bagi setiap nasabah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, dimana dana tersebut juga disalurkan langsung ke rekening Yayasan Baitulmaal Muamalat (lihat bab. 4 h. 104-105). Hal tersebut membuat semakin terbantunya dana operasional bagi yayasan dan juga membuat semakin meluas dan berkembangnya jangkauan target mustahik (masyarakat) yang akan mendapatkan program pemberdayaan ekonomi maupun kegiatan sosial lainnya.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
BAB 5 ANALISA
5.1. Latar Belakang Pembuatan Strategic Planning in CSR PT. BMI, Tbk Setiap perusahaan baik swasta maupun pemerintah mempunyai motivasi ataupun latar belakang tersendiri di dalam melaksanakan kegiatan CSR. Ada yang sifatnya cenderung terpaksa, dikarenakan takut ataupun sebagai bentuk kepatuhan akan hukum dan undang-undang yang berlaku, kemudian adapula yang bersifat sebagai kosmetik ataupun sebagai bentuk dari branding image perusahaan di mata pemerintah dan juga masyarakat. Namun, ada pula perusahaan yang benar-benar melakukan kegiatan CSR secara sukarela (philanthropy) sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya kepada lingkungan dan masyarakat. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa ahli mengenai motivasi serta alasan sebuah perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosial perusahaannya (lihat bab 2 h. 48-51). Perusahaan yang mempunyai motivasi serta alasan tipe ke-empat inilah yang dianggap lebih ideal dibandingkan tiga tipe lainnya. Dengan melihat latar belakang dan motivasi tersebut, mempengaruhi pula konsep dan model pelaksanaan yang digunakan oleh perusahaan di dalam melaksanakan kegiatan CSR (lihat bab 2 h. 42-45). PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk memiliki konsep model pelaksanaan kegiatan CSR dengan cara mendirikan yayasan, yang diberi nama Yayasan Baitulmaal Muamalat. Latar belakang didirikannya yayasan tersebut dikarenakan beberapa faktor (lihat bab 4 h. 80-81). Berdasarkan beberapa faktor tersebut, pada akhirnya, membuat dewan direksi PT. Bank Muamalat Indonesia yang menjabat saat itu (tahun 2000) mengambil langkah kebijakan untuk membuat sebuah tim perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pihak yang menghimpun, mengelola dan mendayagunakan dana zakat dan CSR perusahaan. Langkah kebijakan dewan direksi untuk mengambil keputusan mendirikan yayasan atau lembaga non profit perusahaan sebagai pelaksana kegiatan CSR merupakan
sebuah
langkah
positif,
dimana
keputusan
tersebut
berarti
108 Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
109
mengintegrasikan kebijakan untuk melakukan sebuah perubahan. Perubahan yang dilakukan oleh PT. BMI, Tbk adalah dengan mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR dengan cara mengelola dan mendayagunakan dana zakat perusahaan, karyawan dan juga nasabah secara mandiri dan terpisah. Karena pada dasarnya, PT. BMI, Tbk memang telah lebih dulu menghimpun dana zakat perusahaan dan menyalurkannya kepada beberapa mitra perusahaan (lihat bab 4 h. 85-86). Dengan pendirian yayasan tersebut, diharapkan bahwa PT. BMI, Tbk dapat berkonsentrasi menjalankan kewajibannya terhadap share holders untuk mencapai tujuan bisnis perusahaan. Di samping itu, kegiatan sosial seperti melakukan penyaluran dana zakat perusahaan tetap dapat dilakukan dengan konsep yang lebih terencana dan terarah, bukan sekedar menyalurkan dana zakat, namun juga mendayagunakannya dengan tepat melalui program-program pemberdayaan yang telah terintegrasi melalui yayasan Baitulmaal Muamalat. Hal tersebut, secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa komitmen perusahaan untuk mendirikan lembaga non profit didalam menjalankan kegiatan sosialnya merupakan wujud bentuk tanggung jawabnya kepada stake holders. Dengan menyeimbangkan kedua tanggung jawab tersebut, peneliti menilai bahwa eksistensi perusahaan di mata pemerintah dan juga masyarakat akan terjamin dalam jangka waktu panjang, dan hal tersebut merupakan keuntungan tersendiri yang didapat oleh perusahaan. Kebijakan yang diambil oleh sebuah perusahaan bukan hanya berakhir pada konsep pengambilan keputusan semata. Dibutuhkan sebuah proses perencanaan dan strategi di dalamnya guna mewujudkan tujuan dan visi-misi dikeluarkannya kebijakan tersebut. Proses persiapan dan perencanaan dalam melaksanakan sebuah kegiatan, mempengaruhi kesuksesan yang akan tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya tahapan proses perencanaan yang akan dilakukan memuat prinsip-prinsip perencanaan sebagai berikut: (1) apa yang akan dilakukan, yang merupakan jabaran dari visi dan misi; (2) bagaimana mencapai hal tersebut; (3) siapa yang akan melakukan; (4) lokasi aktivitas; (5) kapan akan dilakukan, berapa lama; dan (6) sumber daya yang dibutuhkan dengan didasari oleh pertimbangan-pertimbangan yang seksama atas
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
110
potensi, faktor-faktor internal maupun eksternal dan juga pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mencapai tujuan dari diadakannya kegiatan tersebut. Idealnya memang ketika perusahaan akan melaksanakan kegiatan CSR, terlebih dahulu melakukan proses persiapan, perencanaan dan konsep strategi yang matang. Dimana dalam proses tersebut, perusahaan dapat memadukan kepentingan shareholders dan stakeholders. Oleh karena itu, ada beberapa tahap yang dapat dilakukan oleh perusahaan di dalam proses perencanaan dan strategi pelaksanaan kegiatan CSR. Adapun tahap-tahap proses perencanaan strategis di dalam melaksanakan kegiatan CSR adalah sebagai berikut:
Sosialisasi Internal SP. In CSR
Assassment kekuatan & kelemahan baik internal maupun eksternal
Evaluation, Termination and Reformation
Identifikasi isuisu yang terkait
Action and Facilitation
Perumusan visimisi SP. In CSR
Plan and Action
Bagan.2.6 Teori Model SP in CSR dalam Penelitian Sumber: telah diolah kembali
5.2. Proses Strategic Planning In CSR PT. BMI, Tbk 5.2.1. Sosialisasi Internal SP. In CSR Dalam tahap ini, idealnya pihak perusahaan melalukan sosialisasi akan kebijakan ataupun rencana yang akan dilakukan kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan. Sosialisasi kebijakan dan rencana implementasi kebijakan yang akan dilakukan perusahaan baik internal maupun perusahaan bertujuan untuk mengakomodir setiap ide, gagasan pemikiran yang dapat diberikan sebagai bentuk demokrasi dan juga bantuan bagi perusahaan dalam proses perencanaan yang akan dilakukan. Mengapa begitu? Dengan diketahuinya rencana perusahaan tersebut, adanya kemungkinan sumberdaya manusia yang ada pada setiap unit kerja perusahaan memberikan sumbangsihnya baik berupa tenaga maupun ide dan Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
111
pemikiran. Selain itu, sosialisasi yang dilakukan kepada beberapa stakeholders (pihak di luar perusahaan) juga dapat memberikan pendapat yang juga dapat membantu proses perencanaan dan persiapan implementasi kebijakan yang telah dibuat, yaitu mendirikan yayasan atau lembaga non profit sebagai pelaksana kegiatan sosial perusahaan. Sayangnya, sosialisasi yang dilakukan oleh PT BMI, Tbk tidak dilakukan secara khusus dan terbuka di internal perusahaan, hanya pihak-pihak tertentu yang dinggap berkepentingan dan perlu yang diberitahu akan adanya kebijakan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan sosial perusahaan (lihat bab 4 h. 82-83). Seharusnya, ketika perusahaan memiliki kebijakan yang baru, sudah selayaknya setiap karyawan di dalam perusahaan tanpa terkecuali berhak mengetahui adanya informasi mengenai kebijakan baru tersebut. Nilai positif yang akan didapat adalah, adanya kemungkinan para karyawan dapat memberikan sumbangsihnya dalam proses implementasi kebijakan tersebut. Selain itu, mereka pun akan merasa dihargai dengan hanya mengetahui isi dari informasi kebijakan tersebut. Dikarenakan hal tersebut merupakan proses transparansi/ keterbukaan yang merupakan bagian dari prinsip kerja perusahaan. Lain halnya sosialisasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada pihak eksternal perusahaan, yaitu kepada para narasumber terpilih (perwakilan masyarakat). Dalam hal ini, perusahaan memberitahukan dan mendiskusikan rencana pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai bentuk kebijakan baru untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial perusahaan yang didanai oleh dana zakat perusahaan (2,5% dana keuntungan yang didapat oleh perusahaan). Para narasumber yang terdiri dari beberapa tokoh masyarakat yang ahli di bidang manajemen, ekonomi dan hukum syariah muamalat diharapkan dapat memberikan ide pemikiran dan pendapat yang dapat membantu dalam proses menyusun konsep dan perencanaan serta perumusan visi-misi dari kegiatan yang akan dilaksanakan perusahaan melalui yayasan Baitulmaal Muamalat (lihat bab 4 h. 8223). Meskipun, pihak perusahaan tidak melakukan sosialisasi secara khusus dan terbuka kepada setiap karyawan perusahaan layaknya sosialisasi yang
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
112
dilakukan kepada para stakeholder, pada akhirnya perusahaan pun mengumumkan dan menginformasikan bahwa akan didirikannya sebuah lembaga non profit perusahaan yang akan menjadi perpanjangan tangan perusahaan didalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya kepada lingkungan masyarakat. Namun informasi tersebut diberitahukan pada saat tahap proses perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat telah selesai dan akan diresmikan (launching). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh informan pada periode April-Juni 2012. Langkah kebijakan perusahaan untuk menginformasikan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat pada saat akan launching memang tidak sepenuhnya salah. Adanya faktor-faktor tertentu seperti kemungkinan untuk memperkecil resiko akan terpecahnya konsentrasi karyawan dalam bekerja dan mencapai tujuan dan target bisnis perusahaan, sehingga perusahaan memutuskan untuk menginformasikan kebijakan tersebut kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap berkepentingan dan perlu dalam tahap proses persiapan dan perencanaan yang dilakukan. Sehingga perusahaan pada akhirnya hanya perlu membentuk sebuah tim kecil yang ditugaskan secara khusus untuk melaksanakan hal-hal yang harus dilakukan dalam tahap proses persiapan dan perencanaan strategis dalam mendirikan yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan sosial perusahaan. 5.2.2. Assessment Kekuatan dan Kelemahan Internal Maupun Eksternal Perusahaan Pada tahap ini, perusahaan melakukan assessment ataupun identifikasi terhadap kekuatan dan juga kelemahan yang ada di lingkungan internal maupun eksternal perusahaan. Dalam tahap ini yang dinilai adalah kekuatan-kekuatan apa saja yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat mendukung proses perencanaan dari implementasi langkah kebijakan yang telah diambil. Kekuatan-kekuatan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: asset perusahaan fisik dan non fisik berupa sumber daya manusia; dana dan juga lokasi ataupun tempat pelaksanaan implementasi kebijakan. Selain itu, dalam tahap ini juga dilakukan identifikasi dan penilaian terhadap kelemahan-kelemahan apa saja yang dapat menghambat proses implementasi dari kebijakan dan berusaha untuk meminimalisir faktor
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
113
kelemahan tersebut. Selain assessment yang dilakukan kedalam perusahaan, juga dilakukan assessment faktor-faktor kekuatan dan kelemahan di luar lingkungan perusahaan dengan cara melakukan diskusi terhadap beberapa tokoh masyarakat (stakeholder) yang dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. Oleh karenanya, dalam tahap ini diharapkan dapat membantu proses perumusan program yang disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Dalam tahap ini, PT. Bank Muamalat yang sebelumnya telah memiliki sub-division yang memang bertugas untuk mengelola dan menyalurkan dana zakat (ZIS, Zakat Infaq dan Sedekah) perusahaan yang disebut LKS (lembaga keuangan syariah). Oleh karena itu, dewan direksi menugaskan ketua divisi tersebut (Bpk. WDA) yang dianggap telah cukup berpengalaman dalam bidang pemberdayaan dan pendayagunaan dana zakat perusahaan untuk mengerjakan proses persiapan dan perencanaan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai lembaga non profit yang menjadi perpanjangan tangan perusahaan untuk mengelola dan mendayagunakan dana ZIS perusahaan tersebut melalui program-program pemberdayaan yang bersifat integrated secara mandiri dan terpisah. Selain menunjuk ketua divisi LKS (Lembaga Keuangan Syariah) sebagai ketua tim perencana persiapan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat, dewan direksi juga memberikan wewenang kepada bapak WDA untuk merekrut sumberdaya manusia dari luar perusahaan untuk bergabung dalam tim. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh YD (bab. 4 h. 88). Dengan menimbang pengalaman perusahaan yang pernah memiliki divisi khusus yang mengelola dan mendayagunakan dana ZIS (Zakat, Infaq dan Sedekah) perusahaan dan menjadikan orang yang berada di dalamnya sebagai sumberdaya yang dimanfaatkan sebagai bagian dari kekuatan pendukung implementasi proses perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat. Namun, direksi juga menilai, bahwa tidak mungkin bapak WDA mengerjakan semua proses tersebut secara individu, maka diberikanlah kewenangan kepadanya untuk merekrut sumberdaya di luar perusahaan yang dapat membantunya dalam proses perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
114
Langkah perekrutan tersebut merupakan langkah yang tepat untuk menambah kekuatan personel dalam tim perencanaan dan persiapan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat. Sehingga, waktu yang dibutuhkan akan semakin sedikit apabila dibandingkan dengan proses yang hanya dilakukan oleh satu orang saja. Dengan membagi tugas diantara tim, lebih memudahkan para tim untuk berkonsentrasi pada fokus tugasnya masing-masing dan menyelesaikannya dalam waktu relatif singkat. 5.2.3. Identifikasi Isu-isu Yang Terkait Pada tahap ini, perusahaan melakukan identifikasi mengenai isu-isu yang terkait dengan proses perencanaan strategis yang akan dilakukan. Isu-isu yang harus menjadi sebuah perhatian adalah isu-isu yang terkait dengan masalah lingkungan, ekonomi, sosial dan juga budaya yang pada akhirnya akan membantu perusahaan di dalam merumuskan visi dan misi strategis perusahaan melalui program-program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam tahap ini, PT. Bank Muamalat melihat konsep pemberdayaan sebagai tema besar yang akan dijadikan dasar dari pembuatan program-program yang akan dilakukan oleh yayasan Baitulmaal Muamalat. Dengan core business perusahaan di bidang finance, maka isu utama yang dipilih oleh yayasan adalah isu yang terkait dengan program pemberdayaan ekonomi mikro, dimana program pemberdayaan ekonomi mikro tersebut diintegrasikan kepada program-program lainnya seperti pemberdayaan di bidang kesehatan, pendidikan dan juga sosial. Dengan mengedepankan konsep pemberdayaan di dalam pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat yang diberikan kepada para mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat), dengan kata lain, konsep pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat yang dilakukan oleh yayasan Baitulmaal Muamalat ini merupakan konsep zakat yang sifatnya produktif dan bukan lagi bersifat konsumtif. Selain itu, tim perencanaan dan persiapan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat juga melihat based mark dari perusahaan lain yang sudah lebih dulu menggunakan konsep pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat melalui konsep pemberdayaan (lihat bab 4, h. 90) sebagai contoh untuk membuat program yang lebih baik dan berbeda dengan yang pernah ada sebelumnya.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
115
Peneliti melihat langkah yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertimbangkan konsep permberdayaan yang telah dilakukan oleh DDR (Dompet Dhuafa Republika) sebagai based mark dalam tahap ini merupakan langkah yang tepat, berikut dengan dipilihnya konsep pemberdayaan sebagai isu utama di dalam merumuskan dan membuat program-program yang akan dilakukan oleh yayasan BMM nantinya. Oleh karena itu yayasan juga sudah seharusnya mempertimbangkan isu-isu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan juga sosial sebagai dasar untuk mencapai tujuan dari visi dan misi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yaitu program yang bersifat holistik dan integrated yang dapat membuat masyarakat menjadi berdaya dan sejahtera. Selain itu, keputusan perusahaan untuk memilih isu pemberdayaan ekonomi sebagai program utama yayasan juga merupakan langkah yang tepat untuk menginformasikan dan mempromosikan bahwa yayasan Baitulmaal Muamalat adalah sebagai lembaga sosial perusahaan yang menjadi pelaksana atau kendaraan bagi perusahaan dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat dengan tetap membawakan ciri khas utamanya di bidang pemberdayaan ekonomi yang mencerminkan core business PT. Bank Muamalat Indonesia itu sendiri di bidang finance. Sehingga pada akhirnya, hal tersebut menjadi sebuah keuntungan tersendiri agar masyarakat tahu bahwa program pemberdayaan unggulan yang dimiliki oleh PT. Bank Muamalat Indonesia
melalui
yayasan
Baitulmaal
Muamalatnya
adalah
program
pemberdayaan ekonomi. 5.2.4. Perumusan Visi dan Misi Yayasan Baitulmaal Muamalat Dalam tahap ini, perusahaan mulai menentukan arah dan merumuskan visi-dan misi dari kebijakan yang diambil untuk jangka waktu tertentu dan juga jangka panjang. Dalam hal ini, visi-dan misi yang akan dirumuskan tidak lepas dengan konsep dan model yang akan digunakan oleh perusahaan sebagai alat untuk untuk mencapai target dan tujuan yang akan dicapai. Selain mempertimbangkan konsep dan model yang akan digunakan, perusahaan juga harus mempertimbangkan isu-isu yang terkait yang dapat mengakomodir kebutuhan dan kepentingan stakeholder maupun shareholder. Selanjutnya, perusahaan juga harus mempertimbangkan faktor-faktor kekuatan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
116
dan kelemahan yang ada, baik di dalam internal perusahaan maupun eksternal perusahan. Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut, barulah perusahaan dapat mempertegas tujuan keberadaan dari kebijakan yang telah dibuat dengan membuat visi-misi yang berdasarkan kepentingan dan kebutuhan yang seimbang diantara kedua belah pihak yaitu, kepentingan dan kebutuhan stakeholders maupun shareholders. Dengan mengangkat konsep pemberdayaan sebagai isu sentral dan mempertimbangkan
faktor-faktor kebutuhan
dan
kepentingan
perusahaan
(shareholder) dan juga masyarakat (stakeholder) dalam perumusan visi-dan misi organisasi (yayasan Baitulmaal Muamalat), pada akhirnya terciptalah visi dan misi perusahaan melalui yayasan Baitulmaal Muamalat untuk melaksanakan program pemberdayaan yang lebih berbeda dan baru dari perusahaan maupun organisasi yang telah ada sebelumnya. Pada akhirnya visi-misi yang dirumuskan adalah untuk menjadi motor penggerak program kemandirian ekonomi ummat menuju terwujudnya tatanan masyarakat yang berkarakter, tumbuh dan peduli (empowering a caring society). Dengan kata kunci ekonomi, berkarakter, dan peduli diharapkan juga bahwa setiap karyawan dan juga nasabah PT. Bank Muamalat Indonesia memiliki karakter kepedulian yang baik dimana output-nya adalah dapat diterjemahkan dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial bagi masyarakat luas. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan saudara IA (lihat bab. 4 h. 91) Dengan melihat informasi yang diberikan oleh saudara IA tersebut, mencerminkan bahwa sebenarnya pada saat proses perumusan visi dan misi yang akan dijadikan acuan oleh perusahaan dan juga yayasan di dalam membuat program-program yang akan menjadi sebuah alat untuk mencapai visi dan misi tersebut dirasa cukup baik dan ideal. Karena dalam prosesnya, perusahaan juga telah mempertimbangkan beberapa aspek, baik aspek yang menjadi sebuah kepentingan dan juga kebutuhan yang berimbang serta kekuatan dan kelemahan dari kedua belah pihak, yaitu stakeholders dan juga shareholders. Melalui visi dan misi yang telah terbentuk itulah yang akan menjadi sebuah acuan bagi perusahaan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
117
untuk membuat sebuah program yang tepat dan sesuai sebagai alat untuk mencapai target dan tujuannya di masa yang akan datang. 5.2.5. Rencana dan Aksi Yayasan Baitulmaal Muamalat Dalam tahap ini, perusahaan sudah memulai untuk memikirkan programprogram apa saja yang tepat dan sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat. Tentunya, program tersebut juga merupakan program yang tepat dan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan dan juga memperhatikan isuisu dan kebutuhan yang sedang berkembang di masyarakat. Pada akhirnya, tujuan dari pembentukan program tersebut adalah membuat program yang tepat sasaran dan juga dapat diterapkan dengan baik. Dalam hal ini, PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dalam proses perencanaan dan persiapan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat merancang dan membuat program-program yang mencakup bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial. Program-program tersebut dikenal dengan nama, bina ekonomi, bina pendidikan, bina kesehatan, dan juga bina sosial berikut dengan target sasaran yang akan menerima manfaat dari program-program tersebut. Dengan melihat visi dan misi yang telah dibuat sebagai acuan di dalam merancang program-program yang akan diterapkan oleh yayasan Baitulmaal Muamalat, peneliti menilai bahwa adanya keselerasan dan kesesuaian diantara program yang dibuat sebagai alat untuk mencapat target dan tujuan dari visi dan misi tersebut. Selain itu, perusahaan juga telah mempertimbangkan aspek holistik mengenai
isu
dan
kebutuhan
yang
berkembang
di
masyarakat
dan
mengakomodirnya ke dalam bentuk program yang sesuai dengan bidangbidangnya yaitu program bina ekonomi, bina pendidikan, bina kesehatan dan juga bina sosial. selain merencanakan program yang tepat sasaran, perusahaan juga telah memiliki rencana siapa dan dimana sebagai target yang akan menerima program-program pemberdayaan. Dalam hal ini, yayasan memilih masyarakat yang tergolong sebagai mustahik yang berada di sekitar wilayah jangkauan perusahaan. Hal tersebut semakin memperjelas kedudukan dan alasan mengapa program itu dibuat dan siapa yang akan menerimanya. Bukan program yang mengawang-awang dan tidak jelas untuk siapa dan apa manfaatnya.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
118
5.2.6. Aksi dan Fasilitasi Yayasan Baitulmaal Muamalat Dalam
tahap
ini
perusahaan
mulai
memikirkan
apakah
dalam
pelaksanaannya, program-program yang telah dibuat akan dilakukan secara mandiri ataupun bekerjasama dengan masyarakat ataupun institusi lokal yang ada. Idealnya, karena yang akan menjadi target dari program-program tersebut adalah masyarakat, sebaiknya perusahaan bekerjasama dengan masyarakat dalam melaksanakan program yang kemudian dapat difasilitasi oleh LSM maupun pihak perusahaan. Dalam tahap ini, perusahaan juga harus memikirkan monitoring, supervisi dan pendampingan dalam program yang akan dilaksanakan karena hal tersebut merupakan kunci keberhasilan dari implementasi program. Dalam hal ini, perusahaan melalui yayasan Baitulmaal Muamalat telah membuat empat program besar yang mencakup isu pemberdayaan di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial. Sebagian besar dari ke-empat program tersebut dilaksanakan mengikuti jadwal event yang ada di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, namun tidak menutup kemungkinan jadwal pelaksanaan program tidak harus mengikuti jadwal event yang ada di perusahaan (lihat bab 4, h.92) namun disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Sebagai pelaksana kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan, yayasan Baitulmaal Muamalat (BMM) juga melakukan kerjasama dengan beberapa pihak seperti, KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah), BMT (Baitulmal wat Tamwil), dan DKM (dewan keluarga masjid) sebagai institusi lokal yang menjadi mitra dalam pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi. Dalam program bina kesehatan, BMM melakukan kerjasama dengan institusi kesehatan lokal masyarakat seperti halnya Puskesmas setempat dalam melakukan pemberdayaan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang kemudian membentuk kader sehat Muamalat. Pelaksanaan kegiatan program bina kesehatan ini juga tidak melulu harus berbarengan dengan jadwal event yang ada di perusahaan (PT. BMI Tbk), namun memiliki jadwal tersendiri dan menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan yang ada di masyarakat. Begitu pula dengan program bina sosial dan pendidikan yang pelaksanaannya juga tidak harus mengikuti jadwal event yang ada di perusahaan dan memiliki jadwal tersendiri yang disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan di lingkungan
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
119
masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh informan (lihat bab. 4 h. 97). Berdasarkan kebijakan yang diambil oleh perusahaan yaitu memilih untuk mendirikan yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai lembaga non profit yang dengan sengaja dan direncanakan sebagai pelaksana program. Sudah berarti, yayasan BMM bertanggung jawab untuk mengelola dan mendayagunakan dana zakat yang telah diberikan untuk kemudian disalurkan melalui program program pemberdayaan yang telah dibuat dan direncanakan sebelumnya guna mencapai target dan tujuan dari visi dan misi didirikannya yayasan BMM tersebut. Namun dalam hal ini, lagi-lagi yayasan BMM bukan hanya pihak yang harus bekerja sendiri. Perusahaan (PT. BMI Tbk) memberikan wewenang kepada yayasan BMM untuk melakukan kerjasama dengan beberapa pihak di luar perusahaan sebagai mitra yang dapat membantu yayasan dalam melaksanakan programprogramnya. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak yayasan (BMM) dengan stakeholder memunculkan hubungan yang baik antara perusahaan yang diwakili oleh yayasan BMM dengan masyarakat yang juga diwakili oleh institusi lokal yang ada di masyarakat, dan hal tersebut merupakan keuntungan tersendiri bagi perusahaan dan yayasan dalam mewujudkan visi dan misi perusahaan (yayasan BMM) untuk membuat program yang tepat sasaran dan berkelanjutan. Selain itu, dengan memberikan kewenangan waktu pelaksanaan tersendiri yang tidak selalu harus mengikuti jadwal event yang ada di perusahaan (PT. BMI Tbk) kepada yayasan BMM merupakan sebuah langkah yang tepat. Karena, yayasan BMM juga harus mengakomodir dan mengikuti perkembangan kondisi dan kebutuhan yang ada di masyarakat, sehingga target dan tujuan dari visi, “Menjadi motor penggerak program kemandirian ekonomi ummat menuju terwujudnya tatanan
masyarakat
yang berkarakter, tumbuh dan peduli
(empowering a caring society) dan misi, “Melaksanakan program pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat secara terintegral dan komprehensif serta membangun dan mengembangkan jaringan kerja pemberdayaan seluasnya” dapat tercapai.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
120
5.2.7. Evaluasi, Terminasi dan Reformasi Dalam tahap ini, perusahaan merencanakan sebuah proses evaluasi untuk menilai sejauh mana keberhasilan pelaksanaan program di lapangan. Berdasarkan hasil evaluasi ini, maka dapat ditentukan langkah selanjutnya mengenai keberlanjutan dan eksistensi program. Apakah program layak untuk dilanjutkan pada periode berikutnya, apakah ada hal-hal yang harus diperbaiki, diperbaharui, dan diminimalisir dari program yang telah dilaksanakan, dan apabila ternyata berdasarkan hasil evaluasi program harus diakhiri (termination), maka perlu adanya semacam pengakhiran kontrak dan exit strategi antara pihak-pihak yang terlibat dalam program. Dan apabila ternyata program tersebut tetap dilanjutkan (reformation), maka perlu dirumuskan lessons learned bagi pengembangan program berikutnya. Kesepakatan baru bisa dirumuskan sepanjang diperlukan. Dalam hal ini, perusahaan PT. BMI Tbk melalui yayasan Baitulmaal Muamalat merencanakan untuk melakukan proses evaluasi program setiap satu tahun sekali dengan harapan setiap tahunnya dapat terus memperbaiki dan mengembangkan program pemberdayaan ekonomi bagi ummat (masyarakat) dengan jangkauan yang semakin meluas, terpadu dan berkelanjutan. Hal tersebut seperti pernyataan yang diberikan beberapa narasumber (lihat bab. 4 h. 98-99). Pada kesimpulannya adalah, dengan membuat rencana proses evaluasi yang bertahap dan berjenjang, hal tersebut dapat membantu perusahaan dan yayasan untuk mengetahui dan menilai apakah program-program yang dilaksanakan telah mencapai target tahunan, apakah program-program tersebut membutuhkan tindak lanjut untuk tetap dipertahankan dan dilanjutkan pada periode selanjutnya, ataupun tidak dapat dilanjutkan kembali sehingga dibutuhkan adanya exit strategy atau terminasi, sehingga perusahaan dan yayasan dapat mengembangkan dan merumuskan strategi-strategi baru dalam merencanakan program berikutnya. 5.3. Faktor Pendukung dan Penghambat 5.3.1. Faktor Pendukung Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh beberapa informan, peneliti menilai bahwa faktor-faktor yang mendukung jalannya proses perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai lembaga non profit
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
121
yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk lebih banyak di bandingkan faktor penghambatnya (lihat bab 4 h. 99-105). Sehingga hal tersebut merupakan sebuah keuntungan tersendiri dan pada akhirnya memudahkan Tim perencana dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat dalam mewujudkan implementasi kebijakan perusahaan ke dalam rancangan-rancangan program pemberdayaan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan shareholders dan juga stakeholders. 5.3.2. Faktor Penghambat Selain
adanya
faktor-faktor
pendukung,
para
narasumber
juga
menyebutkan adanya faktor-faktor penghambat jalannya proses perencanaan dan persiapan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat ini (lihat bab 4 h. 98). Meskipun jumlah faktor penghambat ini lebih sedikit dibandingkan faktor-faktor pendukungnya, bukan berarti perusahaan dan juga tim yang melakukan proses persiapan dan perencanaan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat dapat mengabaikannya. Justru, seharusnya perusahaan dan juga tim perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat mencari solusi untuk meminimalisir kemungkinan resiko yang ditimbulkan oleh faktor penghambat tersebut di masa yang akan datang. Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah bahwa ternyata PT. Bank Muamalat Indonesia telah menjalankan tahap ataupun langkahlangkah yang dibutuhkan dalam melakukan proses perencanaan sebelum akhirnya meresmikan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai lembaga non profit/ LAZ yang ditugaskan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial dan pemberdayaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dan hukum syariah. Langkahlangkah tersebut hampir bahkan sama dengan langkah-langkah ideal proses perencanaan strategis menurut peneliti. Meskipun dalam setiap tahapnya, perusahaan memiliki konsepnya tersendiri berdasarkan pengalaman organisasinya sebagai sebuah perusahaan perbankan syariah tanpa mengacu pada teori-teori perencanaan strategis secara khusus. Berikut tabel mengenai perbandingan langkah-langkah perencanaan yang dilakukan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
122
dalam mendirikan Yayasan Baitulmaal Muamalat dengan langkah-langkah perencanaan strategis yang ideal menurut peneliti: Tabel 5.1 Perbandingan SP in CSR PT. BMI dan Teori SP in CSR dalam Penelitian No.
Teori SP In CSR
1
Sosialisasi Internal dan Eksternal SP. In CSR: Pada tahap ini perusahaan melalukan sosialisasi akan kebijakan ataupun rencana yang akan dilakukan kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan. Assessment kekuatan dan kelemahan internal maupun eksternal perusahaan: Assassment terhadap faktor-faktor yang menjadi nilai kekuatan dan kelemahan dalam proses perencanaan strategis.
2
3
4
5
6
Identifikasi isu-isu yang terkait: Perusahaan melakukan identifikasi mengenai isu-isu yang terkait dengan proses perencanaan strategis yang akan dilakukan. Perumusan Visi dan Misi SP In CSR: Dalam tahap ini, perusahaan mulai menentukan arah dan merumuskan visidan misi dari kebijakan yang diambil untuk jangka waktu tertentu. Plan and Action: Perusahaan sudah memulai untuk memikirkan dan merumuskan programprogram apa saja yang tepat dan sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat.
Action and Facilitation: Perusahaan mulai memikirkan apakah dalam pelaksanaannya, programprogram yang telah dibuat akan dilakukan secara mandiri ataupun bekerjasama dengan masyarakat ataupun institusi lokal yang ada. 7 Evaluation, Termination and Revolution: Perusahaan merencanakan sebuah proses evaluasi untuk menilai sejauh mana keberhasilan pelaksanaan program di lapangan. Sumber: telah diolah kembali
SP In CSR PT. BMI Sosialisasi secara terbatas kepada pihak tertentu saja, baik internal dan juga eksternal.
Dalam tahap ini, perusahaan melihat pengalaman sub division perusahaan yaitu LKS (Lembaga Keuangan Syraiah) dan SDM didalamnya sebagai nilai kekuatan yang dapat dikembangkan Sayangnya, perusahaan dalam hal ini tidak mengidentifikasi secara khusus faktor kekuatan dan kelemahan yang ada di luar lingkungan perusahaan. Dalam tahap ini PT. BMI memilih isu pemberdayaan ang bersifat holistik (ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial) berdasarkan contoh konsep pemberdayaan DDR (Dompet Dhuafa Republika) sebagai based mark. Dalam tahap ini perusahaan merumuskan visi dan misi yayasan BMM untuk menjadi motor penggerak program kemandirian ekonomi ummat menuju terwujudnya tatanan masyarakat yang berkarakter, tumbuh dan peduli (empowering a caring society). Dalam hal ini, PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk merancang dan membuat program-program yang mencakup bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial, berikut dengan target sasaran yang akan menerima manfaat dari program-program tersebut yaitu para mustahik. Dalam pelaksanaannya, BMM dapat menjalankan programnya secara mandiri maupun bekerjasama dengan institusi lokal (BMT, KJKS, Puskesma dan sekolah) yang dibantu oleh para relawan dalam melakukan monitoring dan supervisi. Jenjang waktu evaluasi yang direncanakan adalah setiap satu tahun sekali untuk mengukur tingkat keberhasilan program yang dilaksanakan.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. Kesimpulan Sebuah kebijakan yang dibuat dengan tujuan untuk melakukan perubahan positif di dalam mencapai target dan tujuan dari visi-misi perusahaan seharusnya dibarengi dengan adanya proses perencanaan strategis yang matang sebelum direalisasikan ke dalam bentuk program dan kegiatan. Adapun kesimpulan ini disampaikan berdasarkan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Latar Belakang strategic planning pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Model strategic planning yang dilakukan oleh PT. Bank Muamalat Tbk, dalam melaksanakan kegiatan CSR berdasarkan prinsip hukum syariah Islam, yang mengharuskan setiap kegiatan muamalat untuk menjalankan kewajibannya, yaitu dengan membayar zakat dari setiap keuntungan dan penghasilan yang didapat. Oleh karena itu, setiap keuntungan dari pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan harus segera dikeluarkan dana zakatnya sebesar 2,5% kepada para mustahik (golongan orang-orang yang berhak menerima zakat). Namun dikarenakan beberapa faktor seperti halnya UU Kemenag No 38 Th. 1999 dan juga kesalahapahaman masyarakat terhadap sudut pandang bank syariah yang menganggap bank syariah merupakan sebuah lembaga perbankan dan juga penyalur dana zakat kepada para mustahik, sehingga hal tersebut mengganggu operasional kerja PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk itu sendiri. Pada akhirnya hal tersebut membuat dewan direksi berinisiatif untuk membuat sebuah kebijakan baru agar kewajibannya terhadap shareholders dan juga stakeholders dapat dilakukan secara berimbang. Kebijakan baru yang dipilih untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah membentuk lembaga amil zakat (LAZ) milik perusahaan yang berdiri secara terpisah dan mandiri untuk melaksanakan tugasnya sebagai penghimpun, pengelola dan pendayagunaan dana zakat yang diberikan oleh perusahaan. 123 Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
124
Kebijakan tersebut tidak hanya berhenti pada inisiatif mendirikan yayasan atau lembaga amil zakat perusahaan, namun juga merumuskan konsep perencanaan yang bersifat strategis untuk jangka panjang, dimana lembaga non profit yang akan didirikan bukan hanya sekedar lembaga amil zakat yang ada pada umumnya (hanya menghimpun dan menyalurkan dana zakat – lebih ke arah konsep zakat konsumtif bukan produktif) namun membentuk lembaga amil zakat yang memiliki konsep zakat produktif dimana tema besar yang diangkat dalam masalah ini adalah pemberdayaan yang bersifat holistik. Dengan mengidentifikasi dan menilai isu-isu yang berkembang mengenai isu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan juga sosial dijadikannya isu-isu tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan visi-misi, program-program yang akan dikembangkan dan tepat sasaran, sesuai dengan visi didirikannya Yayasan Baitulmaal Muamalat, “Menjadi motor penggerak program kemandirian ekonomi ummat menuju terwujudnya tatanan masyarakat yang berkarakter, tumbuh dan peduli (empowering a caring society) dan misi, “Melaksanakan program pemberdayaan
ekonomi
komprehensif
serta
dan
sosial
Membangun
masyarakat
dan
secara terintegrasi
mengembangkan
jaringan
dan kerja
pemberdayaan seluasnya” dapat tercapai. 2. Proses strategic planning pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Melihat langkah-langkah yang dilakukan oleh tim yang telah dibentuk perusahaan selama proses perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat, peneliti menyimpulkan bahwa proses tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang seharusnya dilakukan. Mulai dengan tahap sosialisasi, assessment kekuatan dan kelemahan baik internal maupun eksternal, mengidentifikasi isu-isu yang terkait, perumusan visi dan misi organisasi, membuat plan of action yang tepat, bagaimana aksi dan fasilitas untuk mengimplementasikan program-program yang telah dibuat sampai dengan menentukan rencana evaluasi yang akan dilakukan oleh yayasan dengan harapan dapat memperbaiki dan mengembangkan program-program yang lebih up to date dan komprehensif sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Meskipun, ada beberapa langkah-langkah perencanaan tersebut yang
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
125
tidak dilakukan dengan sempurna namun tetap dapat dimaklumi. Karena tak selamanya, segala sesuatu yang telah dipersiapkan dan direncanakan dapat berjalan sesuai dengan harapan si perencana. Oleh karena itu, fungsi dari adanya proses evaluasi dalam langkah-langkah perencanaan sebagai proses yang bermanfaat untuk melakukan sebuah perbaikan dan penyempurnaan kembali halhal yang telah dilakukan sebelumnya. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai bagian CSR dari PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Pertanyaan penelitian selanjutnya mengenai faktor pendukung dan penghambat yang ada selama proses perencanaan dan persiapan pendirian yayasan Baitulmaal Muamalat, ternyata lebih banyak faktor pendukungnya dibandingkan dengan faktor penghambatnya. Dengan faktor pendukung yang lebih banyak, merupakan keuntungan tersendiri bagi perusahaan dan juga khususnya tim perencana dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat. Namun bukan berarti perusahaan dan tim perencana boleh mengabaikan faktor-faktor yang menjadi penghambat. Yang harus dilakukan adalah, meminimalisir kemungkinan dari resiko yang akan ditimbulkan darinya (faktor penghambat), dengan cara mencari kekuatan dan kemampuan yang telah dimiliki oleh perusahaan dan tim sebagai faktor pendukung untuk dapat mengatasi resiko yang akan muncul di masa yang akan datang.
6.2. Rekomendasi Dengan melihat faktor penghambat yang ada dalam proses perencanaan dan persiapan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat, hasil penelitian ini merekomendasikan kepada perusahaan maupun pengurus yayasan untuk melakukan sosialisasi yang tepat sasaran. Sehingga kesalahapahaman dari pihak terkait, yaitu para karyawan PT. Bank Muamalat Indonesia dapat teratasi. Bahkan, ketika sosialisasi yang dilakukan dengan baik dan tepat sasaran benar-benar diterapkan, akan membuat keuntungan tersendiri bagi perusahaan dan juga yayasan. Sebagai contoh, para karyawan yang memiliki pengalaman dan potensi dibidang perencanaan dan pemberdayaan yang bukan termasuk dalam tim
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
126
perencanaan juga dapat memberikan ide dan pendapatnya sebagai bentuk sumbangsih positif untuk masa depan perusahaan dan juga yayasan. Selain hal di atas, penelitian ini juga merekomendasikan kepada setiap perusahaan pada umumnya dan secara khusus kepada PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk untuk memperhatikan konsep perencanaan strategis sebelum proses implementasi kegiatan ataupun program CSR itu sendiri di lapangan. Karena tingkat keberhasilan dan kesuksesan kegiatan CSR yang dilakukan oleh sebuah perusahaan (korporat) juga dilatar belakangi oleh perencanaan dan kematangan konsep yang dibuat oleh perusahaan itu sendiri. Sebagai salah satu solusi permasalahan tersebut adalah perusahaan dituntut untuk membuat strategic planning yang tepat, efektif dan ideal dalam memilih model penerapan kegiatan CSR yang tepat dan dapat menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Buku: Abertis (2003). Strategic Plan for Corporate Social Responsibility. Barcelona: Abertis magazine & publisher. Alifjuman (2007). Definisi Zakat. Bandung: Iqra Media Alston, Margaret., & Wendy Bowles. (1998). Research for social workers: and introduction to methods (2nd Ed). Canberra: Allen & Unwin. Ambadar, J. (2008). Corporate Social Responsibility dalam Praktik di Indonesia (Ed 1). Jakarta: Elex Media Computindo. Anshori, Abdul Ghofur (2007). Perbankan Syariah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Breg. Bruce. L. (2001). Qualitative Research Methods For The Social Sciences. USA: Allyn & Bacon A Pearson Eduacation Company. Bryson, John M (1995). Strategic Planning for Public and Nonprofit Organization: A Guide to Strenghtening and Sustaining Organizational Achievement – Revised Edition. San Francisco: Jossey-Bass A wiley Company. Bryson, John M (2001). Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR (Anggota IKAPI) Bungin, Burhan (Ed), (2001). Metodologi Kualitatif (Aktualisasi Metodologi ke Arah Ragam Varian Kontemporer). Jakarta: PT. RAJA Persada. Carroll, Archie B., & A.K. Buchholtz, (2000). Business and society: ethics and stakeholder management. (4th Ed). Cincinnati: Thompson Learning. Creswell. John. W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design Choosing Among Five Traditions. USA: Sage Publications, inc. 127
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
128
Denzim, Norman K., Yvonna S. Lincoln. (2009). Handbook of qualitative research (Dariatno dkk, Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Djunaedi, Achmad MUP, 2002. Keragaman Pilihan Corak Perencanaan (Planning Styles) untuk Mendukung Kebijakan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Effendi, Muh. Arief (2009). The Power of Good Corporate Governance: Teori dan Implementasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Faisal, Sanapiyah (1990). Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh Malang (YA3 Malang). ______________ (2007). Format-Format Penelitian Sosial “Dasar-dasar dan Aplikasi”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Fajar, Mukti ND (2010). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Studi Tentang Penerapan Ketentuan Corporate Social Responsibilty Pada Perusahaan Multi Nasional, Swasta Nasional dan Badan Usaha Milik Negara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fung, Hung-Gay., Sheryl A. Law., & Jot Yau. (2010). Socially responsible investment in a global environment. UK: Edward Eglar Publishing Limited. Hariwijaya M
& Bisri. M. Djaelani, (2005). Teknik Menulis Skripsi & Tesis.
“Landasan Teori, Analisa Data & Kesimpulan. Jogjakarta: Zenith Publisher. Jauch, Lawrence R & Glueck. William F (1988). Manajemen Strategis Dan Kebijakan Perusahaan (ed. Ketiga). Jakarta: PENERBIT ERLANGGA. Kotler, Philip., & Nancy Lee (2005). Corporate social responsibility: doing the most good for your company and your cause. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc Hoboken. Moleong, Lexy. J, (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
129
Muhadjir, Noeng. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin. PO.BOX 83. Nawawi, Hadari, (1992). Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ndraha, Taliziduhu. (2010). Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta. Neuman, W. Lawrance. (2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. (4 th ed), USA: Allyn and Bacon. Nugraha, Benny Setia. (Ed). (2005). Investasi Sosial. Jakarta: Puspensos. LaTofi Enterprise. Poerwandari. E. Kristi, (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Peneitian Psikologi. Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi UI. Rachman, Nurdizal M, Efendi, Asep & Wicaksana, Emir, (2011). Panduan Lengkap Perencanaan CSR (Corporate Social Responsibility). Depok: Penebar Swadaya Raco,
J.R.
(2010).
Metode
Penelitian
Kualitatif:
Jenis,
Karakteristik
dan
Keunggulannya. Jakarta,: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Rahman, Afzalur (1996). Doktrin Ekonomi Islam (Jilid 3). Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf Rangkuti, Freddy, (1999). ANALISIS SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Schensul, Jean J. (2008). “Methodology”. Given, Lisa M (Ed). The sage encyclopedia of qualitative research methods volumes 1 & 2. UK: London, SAGE Publcations, Inc. 516-521 Sjadzali, K.H. Munawir, Dkk (1992). Zakat dan Pajak. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
130
Stake, R. E. (2005). “Qualitative case studies.” In Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S.(eds). The sage handbook of qualitative research. (3rd ed). Thousand Oaks, CA: SAGE. Stephen P.Robbins (1994). Teori Organisasi Struktur, Desain, dan Aplikasi. Jakarta: Arcan. Sugiyono, (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta CV. Untung, Hendrik Budi (2007). Corporate Social Responsibility. Jakarta: Sinar Grafika. Wibisono, Yusuf, (2007). Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik: Fascho Publishing. Williams, Idalene Richmond, (2008). Strategic Planning In Small Business: a Phenomenological Study Investigating The Role, Challenges, and Best Practices Of Strategic Planning. USA: Capella University. Za’im, Saidi, & Hamid Abidin. (2004). Menjadi bangsa pemurah: wacana dan praktek kedermawanan sosial di Indonesia. Jakarta: Piramedia.
Publikasi Elektronik: Anatan, Lina. (2011). CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR): Tinjauan Teoritis
dan
Praktik
di
Indonesia.
majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-
manajemen/article/.../pdf. Lina Anatan, S.E., M.Si. Diakses pada tanggal 21/12/2011 jam 10.15 Suharto, Edi (2008). Corporate Social Responsibikity. CSR2008/
[email protected]. Diakses pada bulan November 2011 Chamsyah, Bachtiar. (2007). Pembangunan Ksejahteraan Sosial di Indonesia Upaya Menangani Permasalahan Sosial Kemiskinan. http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=216&Item id=76. Diakses pada tanggal 02/01/2012 jam 09.52 Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
131
www.kemenag.go.id http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU3899.pdf.
Diakses
pada
tanggal
11/05/20122 jam 09.37
Konvensi dan Undang-undang: Undang-Undang RI nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Undang-Undang RI nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentangPeradilan Agama Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Dokumen/ Arsip: Annual Report PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia 2009 Annual Report PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia 2010 Profil Yayasan Baitulmaal Muamalat 2012
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
132
Serial: Carrol, Archie B. (2007). Corporate social responsibility. In Wayne Visser, Dirk Matten, Manfred Pohl & Nick Tolhurst (Ed.). The A to Z Corporate Social Responsibility. John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex, England: An ICCA Publication. Galbreath, J. (2009). Building corporate social responsibility into strategy. Perth, Australia: European Business Review, Vol. 2. pp. 109-127 Penelitian: Ekawati, Dewinta Garnis (2011). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) Ditinjau Dari Prinsip Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus PT. Batubara Bukit Asam (PERSERO), Tbk). Yogyakarta: S2 Magister Hukum UGM. Hafidza, Adlin, (2002). Evaluasi Aktivitas Dan Pelaporan CSR Pada PT. AKZO NOBEL CAR REFINISHES INDONESIA (ANCRI). Jakarta: Program Studi Magister Akuntansi FE UI Halomoan, Yopy, (2007). Efektivitas Program Community Development Sebagai Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Peningkatan Kemandirian Masyarakat (Studi Kasus Program Community Development / Community Relation PT. Indah Kiat Pulp and Paper Serang Miil, Kabupaten Serang, Provinsi Banten). Depok: Program Studi Sosiologi Kekhususan Manajemen Pembangunan Sosial Pasca Sarjana FISIP UI Noormandiri, Dyah Paramita, (2006). Corporate Social Responsibility By a ServiceBased Company With Stakeholder Engagement Perspective (Case: Grand Melia Jakarta). Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI Nurrochmani, Whika Ayu, (2010). Analisis Undang-Undang dan Peraturan-peraturan Terkait Untuk Memberikan Rekomendasi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial di Indonesia. Depok: Program Studi Magister Akuntasi FE UI Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
133
Pramesvhari, Tysa Hayuning (2011). Analisis Yuridis Terhadap Implementasi Kewajiban Melaksanakan Corporate Social Responsibility Pada PT TIMAH (Persero) Tbk. Yogyakarta: S2 Magister Kenotariatan UGM. Satrio, Hendri Bud, (2002). Evaluasi Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Swasta (Corporate Social Responsibility) Sebagai Alat Komunikasi Perusahaan. (Studi Pada PT. Unilever Indonesia Tbk). Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi Pasca Sarjana FISIP UI Setyani, Nur Hidayati, (2010). Kebijakan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Prinsip ”Good Corporate Governance” Bagi Bank Umum Dalam Praktek Perbankan Syari’ah. Semarang: Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Sutan I, Theresia Agustina, (2008). Analisis Kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Perusahaan Sumber Daya Alam Pertambangan. Jakarta: Ilmu Administrasi (Administrasi dan Kebijakan Perpajakan) FISIP UI Winanda, Nadya (2011). Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Sebagai Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Kasus PT. Semen Padang). Yogyakarta: S2 Magister Kenotariatan UGM.
Universitas Indonesia
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Lampiran 1 DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA IMPLEMENTASI STRATEGIC PLANNING DI DALAM CSR PT. BANK SYARIAH MUAMALAT INDONESIA, TBK DALAM MELAKSANAKAN CSR: STUDI KASUS PEMBENTUKAN YAYASAN BAITULMAAL MUAMALAT Peneliti: Taajun Nisail H (Universitas Indonesia)
Nama Jabatan Unit Kerja No. Telp/HP Email Waktu & Tgl
: _____________________________________________________ : _____________________________________________________ : _____________________________________________________ : _____________________________________________________ : _____________________________________________________ : _____________________________________________________
No. Pertanyaan 1. Bentuk dan model strategic planning seperti apakah yang dilakukan PT Bank Syariah Muamalat Indonesia dalam melaksanakan kegiatan CSR?
2.
Bagaimanakah latar belakang dan proses pembentukan Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR oleh PT. Bank Muamalat Indonesia?
Sub Pertanyaan a) Apakah PT. BMI mempunyai pedoman/ panduan dalam pembuatan strategic palnning (SP) in CSR? b) Berdasarkan beberapa literatur yang menjelaskan tentang bentuk/model strategic planning (SP) sebuah perusahaan, bentuk dan model SP yang seperti apakah yang digunakan oleh PT. BMI di dalam melaksanakan kegiatan CSR dan kegiatan sosial lainnya? c) Apa latar belakang dipilihnya bentuk/model SP in CSR tersebut? d) Apakah bentuk/model SP in CSR tersebut sudah ideal menurut PT. BMI dalam melaksanakan kegiatan CSR dan kegiatan CSR lainnya? a) Hal apa yang mendasari pembuatan strategic planning (SP) ini? b) Visi dan misi apakah yang ditetapkan oleh perusahaan dalam proses SP in CSR ini? c) Pihak mana sajakah yang dilibatkan dalam proses pembuatan SP ini? d) Apakah perusahaan memiliki divisi khusus yang bertugas untuk melakukan proses pembuatan SP in CSR ini? e) Langkah-langkah apa saja yang telah dilakukan oleh PT. BMI di dalam proses pembuatan SP in CSR ini? f) Apakah proses pembuatan SP in CSR PT. BMI menggunakan tahap-tahap perencanaan pada umumnya seperti: 1)
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
3.
Apakah faktor pendukung dan penghambat PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia (PT. BMI) di dalam melaksanakan kegiatan CSR tersebut?
Sosialisasi; 2) Assassment; 3) Identifikasi isu-isu yang terkait; 4) Perumusan visi dan misi; 5) Plan of Action; 6) Action & Falititation; dan 7) Evaluation and Termination dan jelaskan ke-7 tahap tersebut! g) Seberapa lamakah proses pembuatan SP ini dilakukan sampai terbentuknya Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pelaksana kegiatan CSR PT. BMI? h) Faktor dan isu-isu apa saja yang menjadi pertimbangan dalam proses pembuatan SP in CSR ini? i) Nilai-nilai kekuatan (internal dan ekstrenal) apa saja yang menjadi pertmbangan di dalam proses pembuatan SP in CSR ini? j) Nilai-nilai kelemahan (internal dan eksternal) apa saja yang menjadi pertimbangan di dalam proses pembuatan SP in CSR ini? k) Apakah faktor-faktor lingkungan di sekitar perusahaan menjadi perimbangan di dalam proses pembuatan SP in CSR ini? l) Hal-hal resiko apa saja yang diminimalisir dalam proses pembuatan SP in CSR ini dalam mencapai visimisi pelaksanaan CSR PT. BMI? m) Kebijakan apakah yang mendasari PT. BMI mendirikan Yayasan BMM sebagai pelaksana kegiatan CSR perusahaan? n) Apakah pendirian Yayasan BMM sudah dianggap tepat oleh PT. BMI sebagai pelaksana kegiatan CSR perusahaan? o) Hambatan apa saja yang ditemukan oleh PT. BMI di dalam menerapkan SP in CSR ini? a) Faktor penghambat apa saja di dalam pelaksanaan kegiatan CSR PT. BMI? Jelaskan! b) Faktor pendukung apa saja di dalam pelaksanaan kegiatan CSR PT. BMI? Jelaskan!
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Lampiran 2
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA Implementasi Strategic Planning PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dalam melaksanakan CSR: Studi kasus pembentukan yayasan Baitulmaal Muamalat Peneliti: Taajun Nisail H (Universitas Indonesia) Nama
: ______
Jabatan
:
Unit Kerja
:
No. Telp/HP : Email
:
Waktu & Tgl : ___________________________________________________________
1. Bagaimanakah sejarah berdirinya Yayasan Baitulmaal Muamalat sebagai pengelola dana zakat dan pemberdayaan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk? 2. Siapa dan pihak mana sajakah yang terlibat di dalam proses perencanaan dan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat? 3. Apakah visi dan misi yang dimiliki oleh Yayasan BMM di dalam melakukan pemberdayaan? 4. Strategi perencanaan dan pemberdayaan apakah yang digunakan oleh PT. BMI dan Yayasan BMM di dalam pelakanaan kegiatan pemberdayaan yang akan dilakukan pada awal masa berdirinya Yayasan BMM? 5. Apakah ada tim ataupun divisi khusus yang dibentuk oleh PT. BMI pada saat itu, di dalam proses perencanaan dan pendirian Yayasan BMM? 6. Berapa lamakah proses yang dilakukan selama masa perencanaan sampai dengan berdirinya Yayasan BMM? 7. Apakah di dalam proses perencanaan pendirian Yayasan BMM tersebut menggunakan tahap-tahap sebagai berikut: 1)Sosialisasi Internal SP In CSR; 2) Assassment kekuatan-kelemahan internal dan eksternal; 3) Identifikasi isu-isu yang terkait; 4) Perumusan visi-misi SP in CSR; 5) Plan and Action; 6) Action and Facilitation; dan 7) Evaluation, Termination and Reformation. jelaskan ke-7 tahap tersebut jika memang ada dan dilakukan?
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
8. Apakah faktor pendukung dan penghambat selama proses pendirian Yayasan BMM ini dilakukan? 9. Hal-hal resiko apa sajakah yang diminimalisir dalam proses pendirian Yayasan BMM ini? 10. Landasan apakah yang digunakan Yayasan BMM didalam mengelola dana zakat dan pemberdayaan?
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 TABEL INFORMASI WAWANCARA MELALUI IN-DEPTH INTERVIEW
No
Nama/Status
Informasi yang Diperoleh
1
Bapak MN Head of Corporate Secretary Division PT. BMI, Tbk
Karena terkait dengan UU No. 38 th 1999 yang mengharuskan kita tidak menghimpun dan mengelola dana zakat perusahaan kita sendiri, tapi harus mendirikan yayasan sosial tersendiri yang dapat mengerjakan tugas yang sebelumnya telah kita lakukan, yaitu BMM itu. Karena tugas utama BMI adalah mencapai target dari visimisi perusahaan yang sifatnya komersial karena pada dasarnya, BMI memang memiliki core business yang sama dengan perusahaan perbankan lainnya yang sifatnya profit. Oleh karena itu, agar tugasnya tetap berjalan baik, maka didirikanlah Yayasan BMM untuk mengelola dan menyalurkan dana zakat BMI. Selain itu juga, karena terkait dengan UU No. 38 th 1999 yang mengharuskan kita tidak menghimpun dan mengelola dana zakat perusahaan kita sendiri, tapi harus mendirikan yayasan sosial tersendiri yang dapat mengerjakan tugas yang sebelumnya telah kita lakukan, yaitu BMM itu. Kami (PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk) bertugas dan bertanggung jawab untuk mencapai target profit perusahaan kepada para share holder, sedangkan untuk kegiatan dan tanggung jawab sosial perusahaan, kami serahan kepada Yayasan Baitulmaal Muamalat. Jadi kami konsentrasi dengan tugas utama kami. Walaupun begitu, tanggung jawab sosial perusahaan pun tetap kami jalankan melalui BMM. Pada saat persiapan selesai, baru pihak direksi menginformasikan kepada pihak share holder, karyawan dan juga masyarakat, bahwa Muamalat akan meresmikan pendirian Yayasan BMM yang bertanggung jawab sebagai lembaga yang menghimpun, mengelola dan juga menyalurkan dana zakat perusahaan melalui kegiatankegiatan sosial dan juga pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat yang memang sesuai dengan core business perusahaan kami. Pada awalnya, kami merekrut para relawan dari pihak mahasiswa tingkat akhir yang pada akhirnya kami supervisi dan peningkatan kualitas, kapasitas dan juga kompetensi sumber daya manusianya untuk membantu pelaksanaan program-program yang ada di BMM Program-program yang ada di BMM juga dapat ditambah maupun dikembangkan, disesuaikan dengan isu-isu masalah sosial yang sedang terjadi pada saat itu. Seperti halnya program ATM (Aksi Tanggap Muamalat). Nah..program tersebut itu ada dikarenakan adanya beberapa kejadian bencana yang ada di Jakarta dan juga Aceh pada kisaran tahun 2001-2005-an…..Nah..hasil evaluasi dari kegiatan yang sudah dijalankan dilaporkan kepada kami (PT. BMI, Tbk) ada yang satu tahun sekali berbarengan dengan annual report
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
2
Ibu YD Manajer Adminitrasi & Umum dan Anggota Tim Perencanaan & Persiapan Pendirian Yayasan BMM
perusahaan dan ada laporan besarnya yang diberikan 5 tahun sekali Kami juga mendukung proses pendanaan pogram pemberdayaan BMM dengan adanya kebijakan pemotongan 2,5% secara otomatis dari penghasilan setiap karyawan Muamalat setiap bulannya… Terkait dengan UU BI dan Kemenag No.38 Th. 1999, yang mengatur tentang pengelolaan dana zakat yang tidak memperbolehkan dikelola sendiri oleh perusahaan, tapi harus melalui Lembaga zakat….membuat dewan direksi pada saat itu berinisiatif untuk mendirikan LAZ (Lembaga Amil Zakat) nya sendiri
Pada awalnya memang Muamalat mengelola dana zakat di divisi LKS (Lembaga Keuangan Syariah), nah…tapi terkait dengan UU BI dan banyak mustahiq yang menganggap Bank Muamalat adalah sebagai bank sosial, jadi banyak masyarakat yang datang ke Muamalat itu bukan untuk menabung, tapi untuk meminta bantuan. Nah..dengan semakin banyak itu maka perlu dibentuk lembaga sosialnya bank Muamalat. Karena mengganggu nasabah-nasabah banknya dengan mustahiq….mengganggu secara operasional juga ya kan, dan tidak pada tempatnya juga kan. Karena kan Muamalat komersil kan, bisnis kan. Sementara yang minta bantuannya itu kan sosialnya gitu. Jadi pendirian Yayasan BMM ini juga dikarenakan untuk mematuhi aturan UU No.38 tahun 1999 mba. Disitu dijelaskan bahwa perusahaan atau organisasi yang sifatnya profit tidak boleh mengelola dana zakatnya sendiri, boleh diserahkan pada yayasan atau lembaga sosial seperti LAZ pada umumnya, atau mendirikan LAZ sendiri yang dapat menaunginya. Pada saat melakukan perencanaan dan persiapan pendirian yayasan BMM ini, pihak direksi tidak melakukan sosialisasi secara khusus maupun terbuka kepada seluruh karyawan Muamalat. Namun, hanya di kalangan tertentu saja yang dianggap perlu untuk tahu mengenai masalah perencanaan dan persiapan pendirian yayasan ini. Pada akhirnya, pihak direksi mengumumkan secara umum, bahwa perusahaan akan mendirikan dan meresmikan yayasan BMM sebagai lembaga non profit milik perusahaan yang bertanggung jawab untuk menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana zakat perusahaan dan juga karyawannya…melalui program-program pemberdayaan ekonomi Pada saat dewan direksi berinisiatif untuk mendirikan yayasan, pak Wahyu ditunjuk sebagai penanggung jawab dan diberi kewenangan untuk merekrut SDM yang memang telah mempunyai keahlian dan pengalaman berorganisasi, khususnya lembaga sosial dan pemberdayaan. Dan pak
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Wahyu akhirnya merekrut saya (YD) dan juga pak Iwan sebagai tim untuk melakukan persiapan dan perencanaan pendirian yayasan. Selain kami berdua, pak Wahyu juga memperbantukan 2 orang karyawan Muamalat selama masa persiapan sampai yayasan berdiri. Semua persiapan dan perencanaan kira-kira selesai sekitar 23 bulanan mba. Mulai dari perizinan pendirian yayasan, pembuatan perencanaan 5 tahun ke depan dan SOP-nya. Pak Iwan dan Pak Wahyu, mereka mengerjakan perencanaan dan SOP-nya, sedangkan saya mengurus perizinan pendirian yayasannya…untuk lokasi yang menjadi target program kami adalah daerah Jabodetabek dan juga kota-kota besar seperti, Semarang, Bandung, Surabaya, Balik Papan, Pekanbaru, Medan, dan juga Jogja, dengan harapan semakin berkembangnya yayasan, semakin meluas juga target lokasi pemberdayaannya Untuk pemberdayaan ekonomi/ bina ekonomi, kami melakukan kerjasama kepada lembaga yang memang sebelumnya telah menjadi mitra Muamalat untuk penyaluran dana zakat perusahaan, yaitu BMT dan KJKS. Kami memberikan dana untuk program pemberdayaan ekonomi mikro kepada BMT dan KJKS, lalu mereka yang menentukan siapa saja yang dapat melakukan kredit untuk usaha ekonomi mikro. Yang diberikan dana tersebut adalah para nasabah (BMT) dan anggota (KJKS)…diberikannya sesuai dengan persyaratan dari mereka (BMT dan KJKS). Mereka yang turun lapangan, ketika telah ditentukan yang menerima dana kredit, barulah kami melakukan ferifikasi dan survey lagi ke lapangan untuk memastikan, benar gak, layak gak Selain dengan BMT dan KJKS, kami juga kerjasama dengan pihak DKM-DKM (Dewan Keluarga Masjid) untuk melakukan pemberdayaan ekonomi ini. Kami megumpulkan beberapa DKM yang tersebar di Jabodetabek untuk meginformasikan pada mereka, bahwa kami mempunyai program pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat yang mau berusaha. Kami jelaskan persayaratannya dan mereka yang mencari siapa yang berhak menerima dana bantuan itu, yang bisa mereka ambil dari para jamaahnya. Setelah ditentukan siapa-siapa aja yang dapat, barulah kami turun lapangan dan melakukan survey langsung..lagi-lagi untuk memastikan apakah mereka-mereka yang dipilih sama DKMnya benarbenar berhak. Karena dana ini kan adalah dana zakat, jadi gak boleh sembarangan..setelah itu, kami kelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil, sekitar 7-10 orang. Ketika sudah fix, baru kita kasih dananya….monitoring dan supervise dilakukan oleh relawan kami (mahasiswa tingkat akhir) Untuk program bina pendidikan, kita memberikan dana bantuan sekolah atau beasiswa. Pada awalnya dana beasiswa itu kami berikan untuk para karyawan maupun keluarganya yang masuk kategori ke-8 asnab (orang yang berhak menerima zakat) seperti anak yatim misalnya. Intinya sih, mereka yang memang butuh, bisa langsung mengajukan surat
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
permohonan, lalu kami survey ke keluarganya ataupun sekolahnya. Selama mereka mendapatkan dana bantuan, mereka juga dimonitoring oleh relawan kami Program bina sosial ini adalah program yang bisa dibilang fleksibel. Pelaksanaannya terkait dengan kejadian bencana seperti halnya kebakaran, kebanjiran, gempa ataupun tsunami….ya, tetap terjadwal, tapi menyesuaikan kondisi yang ada di masyarakat mbak..selain untuk bantuan sosial korban-korban bencana tadi, juga bantuan biaya hidup maupun bantuan dalam bentuk lainnya Ya…kami mulai dari awal berdirinya yayasan, mempunyai program ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial. yang pada akhirnya dikenal dengan produk b-Smart untuk bina pendidikan, b-Health untuk bina kesehatan, b-Masjid untuk bina ekonomi dan b-care untuk bina sosial…dan semua program itu sudah kami lakukan sejak awal Pada awalnya memang kami melaksanakan kegiatan-kegiatan yayasan sesuai dengan jadwal event yang ada di perusahaan. Seperti contohnya, milad perusahaan. Lalu ketika perusahaan membuka kantor cabang baru. Pas bulan Ramadhan juga, kami melakukan kegiatan bakti sosial bersamasama….namun gak semua program kami lakukan berbarengan sama event yang ada di perusahaan. Ya..mengikuti perkembangan kondisi dan kebutuhan yang ada. Misalnya, pemberian dana beasiswa yang memang dibutuhkan segera, ya kami berikan. Begitu juga dengan dana bantuan untuk korban bencana. Tidak harus menunggu acara yang ada di perusahaan Di setiap akhir tahun, kami melakukan evaluasi. Karena pengukuran pencapaian target bukan hanya kami lakukan pada evaluasi 5 tahunan saja. Dengan evaluasi di setiap tahunnya itu kami mengukur, target-target apa saja yang sudah kami lakukan (capai). Lalu ada gak yang perlu kita perbaiki, kita tambah atau kita kembangkan, dan hal itu tidak mesti kami harus menunggu evaluasi 5 tahunan. Disesuaikan saja dengan perkembangan isu-isu dan masalah yang menjadi kebutuhan yang dilakukan pada saat itu. Seperti halnya ketika kami meluncurkan program ATM (Aksi Tanggap Muamalat) yang juga disesuaikan dengan bencana terjadi pada saat itu seperti bencana banjir besar Jakarta dan juga bencana gempa dan tsunami di Aceh. Dalam hal ini (perencanaan dan persiapan pendirian yayasan BMM), kami merasa terbantu dengan adanya pak Wahyu, yang memang sudah berpengalaman sebelumnya (pernah bertugas di divisi LKS PT. BMI)…. Pada saat dewan direksi berinisiatif untuk mendirikan yayasan, pak Wahyu ditunjuk sebagai penanggung jawab dan diberi kewenangan untuk merekrut SDM yang memang telah mempunyai keahlian dan pengalaman berorganisasi, khususnya lembaga sosial dan pemberdayaan. Dan pak Wahyu akhirnya merekrut saya (YD) dan juga pak Iwan sebagai tim untuk melakukan persiapan dan perencanaan pendirian yayasan. Selain kami berdua, pak
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
Wahyu juga memperbantukan 2 orang karyawan Muamalat (karyawan yang sebelumnya bekerja di divisi yang sama dengan pak Wahyu, divisi LKS) selama masa persiapan sampai yayasan berdiri. Kan sebelumnya sudah ada LKS, sehingga kami punya pengalaman untuk merencanakan program pendayagunaan dana zakat yang lebih baik Proses ini juga terbantu dengan adanya dana dan tempat yang telah disediakan oleh peusahaan. Sehingga operasional selama persiapan dan setelah peresmian menjadi lebih mudah. Terlebih lagi, kantor kami (BMM) yang posisinya strategis dan berdekatan dengan kantor para direksi, memudahkan komunikasi kita selama proses Sebelumnya, hanya perusahaan saja yang membayarkan dana zakatnya ke divisi LKS untuk disalurkan kepada yang berhak melalui BMT dan KJKS sebagai mitra perusahaan. Namun, ketika direksi merencanakan untuk mendirikan yayasan BMM, direksi akhirnya merencanakan untuk membuat kebijakan memotong 2,5% secara otomatis dari penghasilan setiap karyawan Muamalat. Nantinya dana tersebut dialokasikan dan diberdayakan untuk operasional program pemberdayaan BMM. Dengan dana tersebut (dana zakat perusahaan, karyawan, dan juga para nasabah) menjadikan BMM dapat menjangkau target mustahik yang semakin luas dan lebih banyak LKS sebelumnya kan sudah pernah melakukan program pemberdayaan ekonomi yang bekerjasama dengan BMT dan KJKS. Ya..pengalaman menjalankan program tersebut membantu kami untuk merumuskan program pemberdayaan ekonomi yang lebih komprehensif. Dan program tersebut merupakan cikal bakalnya program KUM3 yang saat ini menjadi program unggulan kami…lalu mengintegrasikan program pemberdayaan ekonomi itu pada program-program pemberdayaan lainnya. Ya..sifatnya integrated gitu mbak Dengan semakin berkembangnya bisnis perusahaan, semakin banyaknya nasabah, maka semakin meningkatkan pula keuntungan bagi perusahaan. Jadi dana zakat yang dikeluarkan juga semakin besar tuh mbak. Selain itu juga, ada fitur penawaran zakat online via ATM ataupun teller kepada para nasabah, menjadikan penghimpunan dana zakat kita semakin mudah Seperti yang telah saya kata sebelumnya, dengan tersebarnya cabang-cabang Muamalat di beberapa daerah dan kota besar tadi, semakin memudahkan kami dalam mengimplementasikan program-program di lapangan untuk para mustahik yang berada di sekitar kantor cabang tersebut. Targetnya jelas, dan membantu program perusahaan juga Karena kurangnya sosialisasi ke seluruh karyawan Muamalat tentang pendirian yayasan, yang akhirnya mengeluarkan kebijakan 2,5 % pemotongan otomatis penghasilan dari setiap karyawan sebagai bentuk zakat yang akan dikelola oleh BMM. Hal tersebut menjadikan mereka tidak dapat
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
3
Bapak IA GM Yayasan BMM dan Anggota Tim Perencanaan & Persiapan Pendirian Yayasan BMM
melakukan rutinitas bulanan mereka untuk melakukan santunan terhadap anak asuhnya yang yatim, fakir miskin dan juga kegiatan masjid yang selama ini dilakukan. Ya…meskipun akhirnya masalah ini bisa teratasi dalam waktu beberapa bulan setelah peresmian Setiap kegiatan yang kami (Yayasan BMM) kerjakan, tetap kami konsolidasikan dan komunikasikan dengan pihak Muamalat. Karena, sebagian besar dari kegiatan yang kami lakukan juga turut mendukung perusahaan melalui eventevent yang pada saat itu juga sedang ada di Muamalat. Contohnya, kegiatan santunan dan layanan sosial untuk masyarakat yang diadakannya bareng sama event perayaan milad (ulang tahun) perusahaan. Atas permintaan para nasabah Muamalat yang menginginkan dana zakatnya dikelola oleh Muamalat….akhirnya didirikanlah BMM sebagai lembaga yang terpisah dan mandiri untuk mengelola dana zakat perusahaan
Sosialisasi memang tidak dilakukan secara khusus kepada setiap kru Muamalat. Namun, secara personel bapak A. Riawan Amin (selaku dewan direksi) memberitahukan dan mendiskusikan ke beberapa tokoh masyarakat (stakeholders) bahwa Muamalat akan mendirikan sebuah yayasan pengelola dan pendayagunaan dana zakat plus yang terpisah dan mandiri dari Muamalat. Tokoh masyrakat tersebut adalah orang-orang yang memiliki keahlian di bidang manajemen, syariah dan juga ekonomi yang pada akhirnya akan menjadi dewan Pembina Yayasan Baitulmaal Muamalat, yang juga memberikan masukan-masukan dan ide pemikirannya untuk persiapan dan perencanaan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat ini. Selain para tokoh masyarakat tersebut, kami juga diikutsertakan dalam rapat…dimana para pemimpin cabang dari bank Muamalat hadir. Dan pada saat itu, diberitahukanlah bahwa Muamalat akan mendirikan Yayasan pengelola dana zakat secara terpisah dan mandiri. Pada saat akan launching, barulah setiap kru dari Muamalat dan juga Masyarakat umum diinformasikan….pada saat itu juga kami mengundang beberapa Menteri untuk ikut meresmikan pendirian Yayasan Baitulmaal Muamalat ini Berdasarkan kebijakan dewan direksi pada saat itu, maka ada dua orang kru Muamalat yang juga ditugaskan untuk melakukan proses persiapan dan perencanaan pendirian yayasan…sebelumnya mereka memang telah bertugas di divisi LKS (Lembaga Keuangan Syariah) atau ZISnya Muamalat, sama halnya dengan pak Wahyu, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai ketua divisi LKS Muamalat Dalam membuat konsep perencanaan dan program, pada dasarnya kami telah melihat beberapa based mark ataupun contoh dari beberapa organisasi sosial serupa yang telah lebih
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
dulu berdiri. Seperti halnya, DDR (Dompet Dhuafa Republika) dan juga organisasi sosial yang ada di Singapura dan juga Malaysia…isu-isu pemberdayaan yang mereka angkat mengenai ekonomi, pendidikan, kesehatan dan juga sosial. namun, kami ingin membuat yang lebih berbeda. Karena latar belakang kami adalah perusahaan perbankan, kami ingin membuat LAZ plus yang berbeda dengan ciri khas kami yaitu pemberdayaan ekonomi mikro sebagai program yang paling dominan pada saat itu…presentasi kami untuk pemberdayaan ekonomi ini sekitar 70% dibandingkan dengan program pemberdayaan lainnya karena hal tersebut memang sesuai dengan core business kami di bidang keuangan (finance) Pada saat perumusan visi dan misi yayasan, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, bahwa kami mengikuti based mark atau protype yang sudah ada sebelumnya yaitu LKS/ZIS Muamalat. Namun kami ingin membuat yang baru dan berbeda, dengan menjadikan yayasan ini sebagai motor penggerak kemandirian dan pemberdayaan ekonomi (sesuai visi dan misi yayasan). Yang intinya adalah membuat setiap kru (karyawan) dan juga nasabah menjadi lebih berkarakter dan peduli. Maksudnya adalah, karakter yang peduli akan kesejahteraan ummat dimana output-nya diterjemahkan ke dalam program-program yayasan…lalu munculah kata empowering a caring society yang menjadi visi dan misi kami Kami memiliki empat program besar, yaitu bina ekonomi, bina pendidikan, bina kesehatan dan bina sosial Program bina pendidikan itu, kami peruntukan untuk para karyawan (PT.BMI Tbk), misalnya OB (office boy) yang masih bersekolah ataupun keluarga karyawan yang membutuhkan dan masuk kategori berhak memperoleh zakat. Untuk bidang kesehatannya, kami memiliki program bina kesehatan yang bekerjasama dengan puskesmas setempat. Kami melakukan pelayanan kesehatan dan juga membentuk kader sehat di lingkungan masyarakat. Program ini kami namakan Puskesra (Pusat Kesehatan Masyarakat) Keliling. Kegiatan bina kesehatan ini juga dilaksanakan pada eventevent yang ada di Muamalat, seperti halnya milad perusahaan ataupun kegiata-kegiatan lainnya. Disesuaikan saja tema dan kondisinya, tidak harus berbarengan dengan jadwal acara di Muamalat Kami memiliki empat program besar, yaitu bina ekonomi, bina pendidikan, bina kesehatan dan bina sosial. Dan yang menjadi program utama kami adalah program bina ekonomi, karena memang sesuai dengan bidang kami (Bank Muamalat Indonesia) yaitu keuangan. Keempat program tersebut merupakan integrated program yang diharapkan dapat mencapai visi dan misi kami…untuk pelaksanaan programprogram tersebut, kami merekrut mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir yang sebelumnya telah kami berikan supervisi dan juga bekerjasama dengan pemerintah maupun institusi
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012
lokal yang ada di lingkungan masyarakat seperti halnya BMT, KJKS, Puskesmas dan juga DKM (Dewan Keluarga Masjid/ pengurus dan pengelola masjid) Kami melakukan evaluasi setiap setahun sekali, baik berupa anggaran maupun program. Hasil evaluasi tersebut kami jadikan ke dalam bentuk laporan yang kami serahkan pada dewan Pembina yayasan. Salah satu yang membantu kami dalam proses perencanaan pendirian yayasan BMM ini adalah dengan adanya based mark yang ada seperti Republika yang memiliki DDR (Dompet Dhuafa Republika) sebagai lembaga sosial yang menjalankan kegiatan sosial dan pemberdayaan. Mereka memiliki program pemberdayaan di bidang ekonomi, sosial, kesehatan dan juga pendidikan. Namun, kami ingin membuat yang lebih baru dan berbeda. Karena latar belakang kami adalah perusahaan perbankan, sedangkan mereka di bidang jurnalis dan itu salah satu yang membuat kami berbeda. Dan kami (yayasan BMM), menjadikan pemberdayaan ekonomi sebagai program utama/unggulan kami yang sesuai dengan bidang kami yaitu finance Dengan memiliki pengalaman sebelumnya di divisi LKS, membantu kami untuk merumuskan program pemberdayaan yang dapat disempurnakan dengan melihat based mark dari DDR dan juga kegiatan LKS sebelumnya
Proses strategic..., Taajun Nisail Huluq, FISIP UI, 2012