UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GLAXO WELLCOME INDONESIA JL. PULOBUARAN RAYA KAV. III DD 2-4 KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG, JAKARTA PERIODE 2 JULI-29 AGUSTUS 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
HARRY UTOMO, S.Farm. 1306502503
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GLAXO WELLCOME INDONESIA JL. PULOBUARAN RAYA KAV. III DD 2-4 KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG, JAKARTA PERIODE 2 JULI-29 AGUSTUS 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
HARRY UTOMO, S.Farm. 1306502503
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
iii
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, yang telah senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Glaxo Wellcome Indonesia, Pulogadung, Jakarta Timur. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FF UI) untuk mencapai gelar Apoteker. Selain itu, kegiatan PKPA juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas Apoteker di industri, khususnya di PT. Glaxo Wellcome Indonesia (GWI). Pelaksanaan PKPA di PT. GWI berlangsung pada periode 2 Juli-29 Agustus 2014. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada: 1.
Bapak Widodo Dumadi, S.Si., Apt., selaku pembimbing di PT. GWI,
2.
Bapak Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt., selaku pembimbing di FF UI,
3.
Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker FF UI,
4.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.S., Apt., selaku Dekan FF UI,
5.
Para staf di PT. GWI, khususnya Bapak Nurman Syusata, S.Si., Apt. (SolidTopical Manager), Purwa Indah, S.Farm., Apt. (Solid-Topical Supervisor), Erik Z., S.Farm., Apt. (Liquid Supervisor), Ardiansyah (operator granulasi),
6.
Seluruh keluarga penulis atas do’a, semangat, dan dukungan moril serta materil yang telah diberikan,
7.
Ifthah Nur S., S.Farm., Apt., yang telah dengan penuh cinta dan kesabaran membantu dan menemani penulis,
8.
Rekan-rekan Program Profesi Apoteker FF UI angkatan LXXIX atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan,
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini,
iv
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis 2014
v
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Harry Utomo, S.Farm. Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Glaxo Wellcome Indonesia, Jl. Pulobuaran Raya Kav. III DD 2-4, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta, Periode 2 Juli-29 Agustus 2014 Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Glaxo Wellcome Indonesia (GWI) bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari penerapan CPOB di dalam industri farmasi. Selain itu, mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di dalam industri farmasi. PT. GWI merupakan salah satu contoh industri farmasi asing yang tergabung dalam kelompok perusahaan GlaxoSmithKline (GSK). Perusahaan ini bergerak dalam bidang produksi, importasi, dan distribusi sediaansediaan, baik sediaan steril maupun non-steril. Sediaan farmasi yang dihasilkan antara lain sediaan solid (tablet, kaplet), sediaan semi solid (gel, krim, salep), dan sediaan cair (sirup). PT. GWI telah menerapkan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pemastian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Aspek-aspek CPOB tersebut telah diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik. Tugas khusus yang diberikan berjudul Pembuatan Manufacturing Batch Record Format Baru untuk Produk Tablet Allopurinol 100 mg, Tablet Allopurinol 300 mg, dan Tablet Salbutamol 2 mg. Tujuan dari tugas khusus ini yaitu untuk membuat manufacturing batch record format baru untuk produk tablet allopurinol 100 mg, tablet allopurinol 300 mg, dan tablet salbutamol 2 mg yang sederhana (tidak ada duplikasi pencatatan), lengkap, dan sesuai dengan persyaratan dokumentasi CPOB.
Kata Kunci
: PT. Glaxo Wellcome Indonesia, industri farmasi, CPOB, produksi, tablet Tugas Umum : vii + 55 halaman; 14 lampiran Tugas Khusus : ii + 20 halaman; Daftar Acuan Tugas Umum : 9 (2001-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 2 (2012-2014)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
ABSTRACT
Name : Harry Utomo, S.Farm. Study Program : Pharmacist/Apothecary Title : Pharmacist Professional Practice Report in PT. Glaxo Wellcome Indonesia, Jl. Pulobuaran Raya Kav. III DD 2-4, Pulogadung Industrial Estate, Jakarta, Period of 2 July-29 August 2014 Pharmacist professional practice in PT. Glaxo Wellcome Indonesia (GWI) aims to identify and study the application of GMP in the pharmaceutical industry. In addition, aims to know and to understand the roles and responsibilities of pharmacists in the pharmaceutical industry. PT. GWI is one example of the foreign pharmaceutical industry who is a member of the GlaxoSmithKline (GSK) group of companies. The company is engaged in the production, importation, and distribution of preparations, both sterile and non-sterile preparations. Pharmaceutical preparations produced include solid preparations (tablets, caplets), semi-solid preparations (gels, creams, ointments), and liquid preparations (syrup). PT. GWI has implemented the guidelines of Good Manufacturing Practice (GMP) for all process of production, supervision, and quality assurance, as well as other related activities. GMP aspects are implemented and documented. The given special assignment titled The Making of Manufacturing Batch Records New Format for Products of Allopurinol 100 mg Tablets, Allopurinol 300 mg Tablets, and Salbutamol 2 mg Tablets. The purpose of this special assignment is to make manufacturing batch records new format for products of allopurinol 100 mg tablets, allopurinol 300 mg tablets, and salbutamol 2 mg tablets which are simple (no duplicate records), complete, and in accordance with the requirements of GMP documentation.
Keywords
: PT. Glaxo Wellcome Indonesia, pharmaceutical industry, GMP, production, tablet General Assignment : vii + 55 pages; 14 appendices Special Assignment : ii + 20 pages; Bibliography of General Assignment : 9 (2001-2013) Bibliography of Special Assignment : 2 (2012-2014)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2. Tujuan................................................................................................. 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................... 4 2.1. Industri Farmasi.................................................................................. 4 2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik ....................................................... 5 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ............................................................................ 7 3.1. Sejarah ................................................................................................ 7 3.2. Profil ................................................................................................... 8 3.3. GMS Indonesia ................................................................................... 11 3.4. Struktur Organisasi GMS Indonesia .................................................. 12 BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 33 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 46 5.1. Kesimpulan......................................................................................... 46 5.2. Saran .................................................................................................. 46 DAFTAR ACUAN .............................................................................................. 47 Lampiran ............................................................................................................ 48
vi
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisai GMS Indonesia................................................ Lampiran 2. Struktur Organisasi Divisi Produksi .............................................. Lampiran 3. Alur Proses Produksi di Pulogadung Site ...................................... Lampiran 4. Alur Proses Produksi Sediaan Solid .............................................. Lampiran 5. Alur Proses Produksi Sediaan Liquid ............................................ Lampiran 6. Alur Proses Prodeuksi Sediaan Krim ............................................. Lampiran 7. Alur Proses Prodeuksi Sediaan Salep ............................................ Lampiran 8. Struktur Organisasi Departemen Quality ....................................... Lampiran 9. Struktur Organisasi Divisi Compliance ......................................... Lampiran 10. Struktur Organisasi Departemen EHS .......................................... Lampiran 11. Struktur Organisasi Departemen OE ............................................ Lampiran 12. Struktur Organisasi Divisi Logistik .............................................. Lampiran 13. Struktur Organisasi Divisi Pembelian .......................................... Lampiran 14. Struktur Divisi Engineering .........................................................
vii
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
48 49 50 50 51 51 52 52 53 53 54 54 55 55
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera, baik secara fisik, mental spiritual, maupun sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pentingnya kesehatan merupakan hak asasi manusia yang menjadi salah satu cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Oleh karenanya obat memiliki peran yang penting dalam dunia kesehatan khususnya dalam mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh manusia. Maka menjadi sebuah tuntutan bagi industri farmasi yang utama untuk menghasilkan obat dengan kualitas, keamanan, dan efikasi yang terjamin. Produksi dalam industri farmasi memiliki peraturan yang sangat ketat karena nantinya obat yang dihasilkan akan dipasarkan kepada masyarakat luas. Industri farmasi memiliki fungsi dalam pembuatan obat dan bahan obat, sebagai sarana pendidikan dan pelatihan, serta sebagai sarana penelitian dan pengembangan. Kekonsistensian yang meliputi aspek kualitas, keamanan dan efikasi harus dikedepankan oleh sebuah industri farmasi terhadap obat yang diproduksi. Berdasarkan Permenkes 1799/menkes/Per/XII/2010, industri farmasi merupakan badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Selain itu obat atau bahan obat tersebut hanya boleh diproduksi oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Obat yang dipasarkan secara luas juga harus memiliki izin edar yang dikeluarkan oleh otoritas Badan POM RI, dimana proses pembuatannya sudah memenuhi ketentuan CPOB. Sehingga persyaratan CPOB merupakan persyaratan mutlak yang wajib dipenuhi oleh suatu industri farmasi. 1
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan (BPOM RI, 2006). Peran seorang apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang tercantum dalam PP No. 51 tahun 2009 yaitu bertanggung jawab pada pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan orientasi kepada masyarakat atau pasien menjadi dasar dalam menjalani pekerjaan kefarmasian dengan memproduksi sediaan farmasi yang memenuhi standar, persyaratan keamanan, kualitas, dan efikasinya secara konsisten. Apoteker sebagai tenaga profesional kefarmasian yang merupakan personil kunci dalam suatu industri farmasi memiliki peranan penting dalam penerapan CPOB di suatu industri farmasi. Tanggung jawab tersebut meliputi aspek pemastian mutu, pengawasan mutu, dan produksi obat sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan CPOB. Oleh sebab itu, dibutuhkan tenaga apoteker yang berkompeten dan berpengalaman di bidangnya untuk dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai tenaga kefarmasian di industri farmasi. Dalam mempersiapkan tenaga apoteker yang dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian dengan baik dan benar, dibutuhkan sarana bagi calon apoteker untuk memperoleh pengalaman. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu sarana untuk memperoleh pengalaman tersebut. Hal ini sangat penting karena selama ini mahasiswa calon apoteker hanya mendapatkan teori dari jenjang pendidikan yang ditempuhnya tetapi belum pernah berkesempatan untuk mempraktikkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Selain itu PKPA juga memberikan kesempatan bagi calon apoteker untuk memperoleh pengatahuan teknis dan manajerial pada sebuah industri farmasi. Sehingga program pendidikan profesi apoteker Universitas Indonesia menjalin
kerja
sama
dengan
PT.
Glaxo
Wellcome
Indonesia
untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
3
menyelenggarakan PKPA yang dilaksanakan mulai tanggal 2 Juli-29 Agustus 2014.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi ini bertujuan untuk: a. Mengetahui dan mempelajari penerapan CPOB di dalam industri farmasi. b. Mengetahui dan mempelajari peran apoteker dalam industri farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Industri Farmasi (Priyambodo, 2007) Salah satu kriteria penting dari produk industri farmasi ialah diterimanya kriteria “persyaratan kualitas obat” sebagai produk industri farmasi, yang telah dirumuskan oleh Academy of Pharmaceutical Sciences Amerika Serikat, sebagai berikut: a. Mengandung kuantitas masing-masing bahan aktif sesuai dengan persyaratan pada etiket, yang masih dalam nilai batas sesuai dengan spesifikasinya. b. Mengandung kuantitas bahan aktif yang sama, dalam setiap satuan takaran obat. c. Terjaganya potensi, penampilan dan ketersediaan terapeutik sampai saat digunakan oleh penderita untuk tujuan pengobatan. d. Melepaskan bahan aktif saat digunakan sehingga tercapai ketersediaan biologisnya.
Apabila diamati, berdasarkan jenis kegiatan usahanya maka industri farmasi dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu : a. Industri riset (inovasi) farmasi : Industri yang menghasilkan obat dan atau bahan baku obat hasil penelitian sendiri, memperoleh hak paten selama periode/waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional maupun internasional. b. Industri sintesis dan/atau fermentasi farmasi : Industri farmasi yang menghasilkan bahan aktif obat atau bahan baku lainnya, baik yang masih mempunyai hak paten atau sudah kadaluwarsa. c. Industri manufaktur farmasi, yaitu industri farmasi yang menghasilkan obat jadi dari bahan baku yang dihasilkan oleh industri farmasi riset dan atau industri sintesis atau fermentasi. Termasuk dalam kategori ini adalah industri farmasi fitofarmaka (jamu), yang menghasilkan produk obat dari bahan yang berasal dari alam.
4
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
5
d. Industri jasa farmasi, yaitu lembaga/institusi yang memberikan jasa, berupa jasa penelitian, sintesis dan atau formulasi, bermacam studi tentang pasar obat baik secara nasional, regional maupun internasional, meneliti dan mempelajari kecenderungan yang sedang terjadi, membuat perkiraan perkembangan masa datang, yang sangat diperlukan oleh pengambil keputusan, baik di lingkungan industri farmasi maupun pemerintah. Dibandingkan dengan berbagai industri yang lain, industri farmasi memiliki ciri yang spesifik. Ciri industri farmasi yang perlu diperhatikan antara lain adalah: a. Diatur oleh regulasi yang ketat karena terkait dengan jiwa manusia. b. Bukan hanya sebagai penghasil obat, namun juga merupakan industri yang berorientasi pada profit. Oleh karena itu, dalam industri farmasi terdapat aspek sosial dan aspek ekonomi (bisnis). c. Salah satu industri berisiko tinggi. d. Industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (BPOM RI, 2012) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
6
pelaksanaan pengujian tertentu saja; namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Dalam
Pedoman CPOB 2012, terdapat dua belas aspek yang harus
dipenuhi dalam penerapan CPOB, yaitu manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; kualifikasi dan validasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. GLAXO WELLCOME INDONESIA
3.1 Sejarah Pada tahun 1830, John K. Smith membuka toko obat pertamanya di Philadelpia. George, adiknya bergabung pada tahun 1841 untuk membentuk John K. Smith & Co. Produknya antara lain, “eskay’s neurophospate”, kapsul lepas lambat, obat “Cold & Flu”, dan obat tukak lambung “tagamet”. Kemudian SmithKline bergabung dengan French pada tahun 1929 dan berubah nama menjadi SmithKline and French Laboratories yang mulai fokus pada penelitian. Produknya “poison ivy”, tablet dengan kandungan zat besi, dan “lozenges”. SmithKline bergabung dengan Beecham Instruments Inc. dan berubah nama menjadi SmithKline Beecham pada tahun 1982. Pada tahun 1842, Thomas Beecham membuka The Beecham’s Pills Laxative di England. Beecham Laboratories dibentuk pada tahun 1943 dengan misi secara eksklusif fokus pada penelitian farmasi dasar. Pada tahun 1945, Beecham Group Ltd. didirikan untuk menggantikan Beecham Pills Ltd. dan Beecham Estates Ltd. yang selanjutnya dengan Beecham Group plc. dan tergabung dengan Beecham Research Laboratories. Produk-produk Beecham antara lain, pasta gigi ”macleans”, minuman berenergi “lucosade”, dan “amoxil” (peneliti berhasil menemukan amoxicillin). Kemudian di tahun 1989, SmithKline bergabung dengan Beecham Group plc membentuk SmithKline Beecham plc. dan tahun 1994 SmithKline Beecham mengakuisisi Sterling Health. Pada tahun 1906, Joseph Nathan & Co. mendaftarkan Glaxo sebagai trademark susu bubuk. Selanjutnya pada tahun 1935, Glaxo Laboratories dibentuk dan dibuat fasilitas baru di Greenford dekat London. Tahun 1947, Glaxo Laboratories mengabsorbsi Joseph Nathan & Co. dan menjadi perusahaan induk. Melalui akuisisi Meyer Laboratories Inc. di tahun 1978, bisnis Glaxo menjadi Glaxo Inc. sejak 1980. Produk farmasi Glaxo pertama kali adalah “Ostein” (vitamin D). Peneliti dari Glaxo berhasil mengisolasi vitamin B12 untuk anemia pernisiosa dan memproduksi streptomisin untuk tuberkulosis pada tahun 1948. 7
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
8
Produk lain yang dihasilkan diantaranya “bernovate” (betametason), “ventolin” (salbutamol), “ceporex” (sefalosporin), “becotide” (beklometason dipropionat), “beconase”, “zinacef” (cefuroksin), “zantac”, “augmentin”, dan “fortum”. Pada tahun 1995, Glaxo dan Burroughs Wellcome & Co. yang dibentuk oleh apoteker Amerika Henry Wellcome dan Silas Burrough di London pada tahun 1880, bergabung menjadi Glaxo Wellcome. Wellcome sendiri telah berhasil mengisolasi glikosida dari Digitalis lanata, mengembangkan antibakteri polimiksin, “daraprim” (pirimetamin), “purinetol” (markaptopurin), produksi “Actifed”, “septrin” (kotrimoksasol), vaksin rubella, “zovirax”, dan “flolan”. (GlaxoSmithKline plc, 2001) GlaxoSmithKline (GSK) Indonesia merupakan gabungan dari dua perusahaan besar, yaitu Glaxo Wellcome dan SmithKline Beecham pada tahun 2000. Pada saat itu, SmithKline Beecham telah mengakuisisi Sterling Health sejak tahun 1994. Masing-masing perusahaan ini mempunyai sejarah tersendiri sebelum pada akhirnya bergabung. Penggabungan ini merupakan realisasi visi yang akan menempatkan GSK sebagai perusahaan farmasi terkemuka dunia dengan dasar riset yang kokoh. Perpaduan keunggulan di bidang penelitian, pengembangan, kekuatan pemasaran, dan keuangan, menjadikan GSK pelopor industri farmasi masa depan. Di Indonesia, GSK terdiri dari tiga badan hukum yaitu PT. Glaxo Wellcome Indonesia, PT. Sterling Products Indonesia, dan PT. SmithKline Beecham Pharmaceutical. Penyediaan produk GSK ke pasar dikoordinasikan oleh sebuah unit bisnis yang bernama Global Manufacturing and Supply (GMS). Pabrik di Pulogadung dengan nama awal Glaxo dibangun pada tahun 1990 dan selesai pada tahun 1992, kemudian diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI Prof. Dr. Sujudi pada 4 Juli 1994, lalu berubah menjadi Glaxo Wellcome sejalan dengan kebijakan perusahaan induk.
3.2 Profil 3.2.1 Visi GSK (GlaxoSmithKline Consumer Healthcare Ltd., 2011) Visi GSK adalah menjadi pemimpin yang tidak terkalahkan dalam industri pelayanan kesehatan. Tidak hanya dalam hal ukuran, tapi juga bagaimana Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
9
menggunakan ukuran itu untuk mencapai misi dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
3.2.2 Misi GSK (GlaxoSmithKline Consumer Healthcare Ltd., 2011) Misi global GSK adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dengan memungkinkan orang-orang untuk melakukan lebih, merasa lebih baik, dan hidup lebih lama (do more, feel better, and live longer). GSK mendedikasikan diri untuk menghasilkan produk-produk inovatif yang membantu jutaan orang di dunia hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih bahagia.
3.2.3 Tujuan GSK a. Memastikan keberlanjutan dan integritas suplai; b. Menerapkan kepatuhan dalam semua aktivitas bisnis (kualitas, keselamatan, peraturan, dan finansial); c. Menggunakan Operational Excellence Tool untuk mencapai visi pabrik dengan fokus pada kapabilitas proses, OEE, aliran, dan perubahan pola pikirbudaya; d. Merekrut, mengembangkan, dan berinvestasi pada sumber daya manusia yang tepat untuk menciptakan organisasi pembelajaran yang dapat terus dipertahankan.
3.2.4 Strategi GSK menetapkan strategi bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, mengurangi resiko dan memperbaiki kinerja finansial GSK dalam jangka panjang. Adapun strategi bisnis GSK antara lain; a. Grow a diversified global business GSK ingin memantapkan dan terus mengembangkan bisnisnya di bidang pharmaceutical yang mendukung peningkatan investasi pada produk-produk yang sedang berkembang seperti vaksin dan consumer healthcare. Rencana yang akan dilakukan meliputi: -
Mendorong perkembangan bisnis farmasetik pada pasar pusat
-
Memenuhi target penyediaan vaksin Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
10
-
Memenuhi semua pasar yang potensial
-
Mengembangkan bisnis consumer health care
b. Deliver more products of value Rencana yang akan dilakukan dalam pemenuhan strategi ini antara lain: -
Memfokuskan pada pengembangan sains dan teknologi
-
Melakukan diversifikasi melalui eksternalisasi
-
Meningkatkan produkivitas divisi Research and Development
c. Simplify the operating model GSK merupakan organisasi yang besar dan kompleks. GSK melakukan penyederhanaan model operasional sehingga lebih efektif dan efisien, dengan mengubah cara kerja, membuang proses dan struktur yang tidak perlu yang dapat memperlambat kerja dan menjauhkan dari misi GSK. Program restrukturisasi global merupakan katalisator utama dalam strategi GSK. GSK yakin cara ini akan mengubah bisnis secara radikal dan memberikan kemampuan untuk mendukung diversifikasi yang lebih lagi, menumbuhkan bisnis yang juga diharapkan lebih menguntungkan untuk jangka panjang. Rencana yang akan dilakukan meliputi: -
Memajukan sistem komersial
-
Menyederhanakan proses bisnis di semua lini
-
Mempersingkat proses sehingga lebih efektif dan efisien
-
Mengurangi biaya kerja
3.2.5 Struktur Organisasi GSK berpusat di Brentford, Inggris, dengan pusat operasionalnya berada di Amerika Serikat dan diatur oleh Board of Director dan Corporate Executive Team. Board of Director terdiri dari beberapa direktur eksekutif dan noneksekutif yang bertanggung jawab terhadap kepemimpinan, aktivitas, strategi dan kinerja perusahaan. Chief Executive Officer (CEO) bertanggung jawab dalam mengelola bisnis dan dibantu oleh Corporate Executive Team yang mengelola aktivitas GSK. Tiap anggota bertanggung jawab dalam bidangnya masing-masing Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
11
untuk memberikan laporan kepada CEO. Saat ini CEO GSK dijabat oleh Sir Andrew Witty.
GSK mempunyai tiga unit bisnis, yaitu: a. Commercial Pharma Product untuk produk ethical. b. Commercial Consumer Product untuk produk OTC. c. Global Manufacturing Supply (GMS), terdiri dari beberapa divisi: -
Primary and Antibiotic Supply
-
Regional Pharma Supply
-
Consumer Healthcare Supply
-
New Product and Global Supply
-
Quality
-
Human Resource
-
Finance
-
Communication
-
Operational Excellence
-
Global Procurement and Third Party Contractor
-
GMS Strategy
-
New Product Supply
-
Corporate Environmental Health & Safety
-
Information Technology
-
Legal Unit bisnis GSK di Indonesia dalam bentuk GMS yang berada di regional
Consumer Healthcare GMS International. Struktur organisasi GMS di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3 GMS Indonesia Pabrik GMS Indonesia berlokasi di: a. Cimanggis (Bogor Site) untuk produk-produk Consumer Healthcare (PT. Sterling Products Indonesia) dan antibiotik (PT. SmithKline Beecham Pharmaceutical). Keduanya berada di gedung yang terpisah sesuai dengan persyaratan CPOB. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
12
b. Pulogadung (Jakarta Site) untuk produk-produk Pharmaceuticals (PT. Glaxo Wellcome Indonesia).
3.4 Struktur Organisasi GMS Indonesia GMS Indonesia dipimpin oleh seorang direktur teknis yaitu Bambang Poerwanto, yang langsung memimpin kegiatan fungsional produksi, logistik, pembelian, EHS, engineering, dan Operational Excellence. Kegiatan fungsional di bidang pemastian mutu dan compliance dipimpin kepala bagian kualitas yaitu Burhanuddin Mahdis dan berkoordinasi dengan direktur teknis. Berikut akan dijelaskan mengenai aktivitas-aktivitas GMS Indonesia di Pulogadung.
3.4.1 Departemen Produksi Secara umum terdapat dua plant yang dimiliki oleh GMS Indonesia yaitu di Pulogadung dan Cimanggis. Kedua site tersebut digunakan untuk proses manufaktur. Departemen produksi Pulogadung site dipimpin oleh seorang Production
Manager
yang membawahi
Process
Supervisor,
Packaging
Supervisor dan tenaga administratif (batch administrator). Struktur organisasi divisi produksi dapat dilihat pada Lampiran 2. Kegiatan produksi di PT. Glaxo Wellcome Indonesia secara umum dibagi dalam dua tahap, yaitu processing-IPC dan pengemasan (primer dan sekunder). Selain itu, dilakukan juga proses repacking untuk produk-produk impor seperti vaksin dan sediaan injeksi. Secara umum, aktivitas yang terdapat di bagian produksi antara lain: a.
produk solid : dispensing, granulasi, blending, pencetakan tablet, penyalutan tablet, blistering, dan pengemasan sekunder.
b.
produk semi-solid : dispensing, melting, mixing, filling, dan pengemasan sekunder.
c.
produk liquid : dispensing, mixing, filling, dan pengemasan sekunder.
d.
sediaan steril seperti injeksi dan vaksin tidak diproduksi sendiri oleh GMS Indonesia, tetapi langsung diimpor dan dilakukan repacking.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
13
Dalam proses produksi produk solid, semi-solid, maupun liquid selalu dilakukan IPC oleh personil produksi. IPC dilakukan pada tahap-tahap kritis selama proses pembuatan, misal: a. Tablet - Granulasi: kadar air granul - Kompresi: ketebalan, bobot tablet, uji disintegrasi, kekerasan dan kerapuhan - Blistering: kebocoran blister b. Sirup - Mixing: volume, pH, kejernihan - Filling: removal torque (kekencangan tutup untuk dibuka), cap torque (kemampuan tutup untuk ditutup kembali) - Packaging: pencetakan expired date dan nomor bets pada label c. Krim dan Salep - Mixing: pH, homogenitas, kehalusan - Filling: bobot isi tube, penampilan, termasuk pencetakan expired date dan nomor bets. Proses produksi di PT. Glaxo Wellcome Indonesia dilakukan di ruang kelas B dengan jumlah partikel maksimal 10.000/feet3 yang terdiri dari solid, liquid, dan topikal. Kegiatan pengemasan primer seperti blistering, liquid filling, dan tube filling juga dilakukan di ruang kelas C (grey area). Sedangkan proses pengemasan sekunder seperti cartoning dilakukan di ruang kelas F (black area) dengan jumlah partikel 100.000/feet3. Penjelasan masing-masing ruang produksi di PT. Glaxo Wellcome Indonesia: a. Ruang Antara (Production Air Lock) Production Air Lock merupakan ruang antara yang membatasi ruang kelas D dan ruang kelas C. Ruang ini berfungsi sebagai ruang untuk transfer barang dari gudang kepada Production Supervisor berdasarkan kesesuaian antara barang yang dikirim dengan permintaan yang tertera pada batch record. Setelah serah terima ini barang kemudian dibawa ke dispensing room. b. Ruang Penimbangan (Dispensing Room) Dispensing Room merupakan ruang untuk menimbang raw material (RM) yang dilakukan oleh petugas. Ruang ini memiliki sistem Laminar Air Flow Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
14
(LAF) yang dilengkapi dengan High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter. Sistem HEPA filter memiliki dua indikator yaitu airflow gauge yang mengatur keluar masuknya udara dan fine dust filter yang berfungsi untuk menyaring partikel. Tujuan penggunaan LAF dan HEPA filter yaitu untuk memberikan kualitas udara yang bersih dengan aliran udara yang teratur dan menjamin kualitas bahan yang ditimbang tetap baik. Di dalam Dispensing Room terdapat tiga buah timbangan dengan kapasitas yang berbeda. Ketiga timbangan tersebut terhubung dengan satu display dan printer. Penimbangan dimulai dari bahan tambahan (non toksik), setelah itu ditimbang zat aktif. Penimbangan bahan tambahan seperti pewarna dan pewangi dilakukan terakhir. Penimbangan dilakukan untuk satu bets secara lengkap sehingga mencegah kontaminasi dan/atau kontaminasi silang. Setelah satu bets selesai, harus dilakukan line clearance sebelum penimbangan RM berikutnya. Untuk penimbangan bahanbahan yang higroskopis ruangan dikondisikan dengan RH kurang dari 50% dan suhu kurang dari 25°C. c. Ruang Pencampuran (Blending Room) Blending
Room
merupakan
ruangan
yang
digunakan
untuk
proses
pencampuran bahan aktif dengan bahan tambahan. Untuk pemindahan bahanbahan yang bersifat higroskopis menggunakan alat khusus yaitu siever (pengayak). d. In Process Control Room Ruang IPC merupakan ruangan untuk melakukan pengujian-pengujia khusus selama proses produksi yang tidak mungkin dilakukan di ruang produksi yang bersangkutan. IPC dilakukan terhadap tahap-tahap kritis selama proses produksi. Sediaan solid, liquid , dan topikal memiliki IPC yang berbeda-beda.
IPC untuk sediaan solid (tablet), antara lain: -
LOD (Loss on Drying) untuk menguji kadar air dalam granul.
-
Waktu hancur tablet dengan media deionized water. Waktu yang dicatat adalah waktu tablet yang pertama dan terakhir hilang dari saringan.
-
Ketebalan tablet.
-
Keseragaman bobot tablet.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
15 -
Kekerasan tablet diuji dengan menggunakan hardness tester yang terintegrasi dengan sensor pengukur ketebalan tablet sehingga pada saat pengukuran kekerasan diperoleh pula data ketebalan tablet.
-
Kerapuhan tablet diuji dengan menggunakan friability tester. Pengujian friabilitas tidak melalui proses deduster karena di ruang kompresi setiap tablet sudah dilewatkan pada metal check machine dan deduster machine.
Uji kebocoran blister dengan menggunakan sistem vakum.
IPC untuk sediaan liquid (sirup dan suspensi), antara lain: -
Keseragaman volume dan pH.
-
Kejernihan.
-
Removal torque (kekencangan tutup untuk dibuka) dan cap torque (kemampuan tutup botol untuk ditutup kembali).
Tes appearance, pencetakan expired date dan nomor bets pada label.
IPC untuk sediaan semisolid (krim, salep, dan lotion), antara lain: -
Viskositas dan pH.
-
Keseragaman bobot isi tube.
-
Tes appearance, pencetakan expired date dan nomor bets pada label.
e. Ruang Pencucian Ruang pencucian merupakan ruangan yang digunakan untuk mencuci peralatan yang telah selesai digunakan dalam proses produksi. Alat yang telah dicuci bersih dan siap digunakan diberi label “cleaned”. Setiap alur produksi memiliki wash room tersendiri. Pada masing-masing wash room tersedia suplai tap water dan deionized water. f. Blistering Room Blistering Room merupakan ruang untuk mengemas tablet. Blister merupakan wadah primer untuk sediaan tablet. Mesin blister yang dimiliki PT. Glaxo Wellcome Indonesia ada dua jenis, yaitu : -
Duan Kwei Blistering aluminium foil dengan aluminium foil. Produk obat yang dikemas dengan cara ini adalah obat-obat yang sensitif terhadap kelembapan, seperti Salbutamol. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
16 -
Klockner Blistering aluminium foil (sebagai lid foil) dengan Poly Vinyl Chloride (PVC) sebagai back foil.
Tahap blistering merupakan rate limiting step dari proses produksi. Adapun parameter kritis pada proses ini adalah temperatur saat pencetakan dan setelah pencetakan, kecepatan mesin, dan ketepatan pengaturan foil dengan alat pemotong. g. Bottle Washing Room Merupakan ruangan yang digunakan untuk mencuci botol sediaan liquid. Pencucian botol dilakukan dengan metode “blow and suck“. Botol ditiup dengan udara bertekanan dalam kondisi vakum dan langsung dihisap. Mesin pencucian botol ini dihubungkan dengan conveyor belt langsung ke ruang pengisian. Tekanan udara pada ruang pengisian dibuat lebih tinggi daripada ruang pencucian botol untuk mencegah kontaminasi. h. Liquid Manufacturing Room Ruangan ini digunakan untuk membuat sediaan liquid, khususnya pada proses pencampuran dan penyaringan. Tekanan udara di ruang liquid mixing dibuat lebih tinggi daripada di koridor. Alat yang digunakan pada proses pembuatan sediaan liquid, antara lain: -
Mixing Tank Alat ini dilengkapi dengan dipstick yang terkalibrasi yang berfungsi untuk mengukur volumee larutan yang terdapat dalam tangki dan mixer yang berfungsi untuk mengaduk. Alat ini menggunakan sistem double jacket yang dihubungkan dengan sistem supply steam dan chilled water.
-
Holding Tank Alat yang digunakan untuk menampung bulk sebelum dilakukan pengisian. Untuk keperluan final mixing, alat ini dilengkapi dengan paddle mixer. Alat ini tidak dilengkapi dengan double jacket sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan proses pencampuran yang disertai pemanasan. Semua bagian alat yang kontak langsung dengan produk terbuat dari stainless steel.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
17
i. Topical Manufacturing Room Ruangan ini digunakan untuk produksi sediaan topikal. Alat yang terdapat di dalam ruangan ini antara lain: -
Fats melter merupakan alat yang digunakan untuk melelehkan fase minyak.
-
Vacuum mixing vessel yang dilengkapi dengan impeller, scrapper, dan emulsifier (ketiganya merupakan pengaduk), selain itu dilengkapi juga dengan double jacket yang memungkinkan untuk melakukan pengadukan dengan bantuan pemanasan. Alat ini digunakan untuk mencampur fase minyak dan fase air pada tekanan tertentu. Pembuatan sediaan topikal menggunakan sistem tertutup yang meniadakan kontak produk dengan udara luar. Transfer bahan dasar dan bulk ke holding tank menggunakan pump untuk menghindari kontaminasi produk dari mikroba atau partikel asing.
j. Coating Room Coating Room merupakan ruangan untuk menyalut tablet. Kondisi ruangan ini dibuat seperti halnya granulating room. Hal ini dilakukan karena selama proses penyalutan menggunakan pelarut yang mudah meledak dan terbakar, seperti isopropanol dan diklorometana. Oleh karena itu dibutuhkan Personnel Protective Equipment (PPE) khusus. Mesin penyalut yang digunakan berkapasitas 10 kg dilengkapi dengan penyemprot. Proses penyalutan diawali dengan melarutkan bahan untuk menyalut tablet dengan pelarut yang sesuai. Proses penyalutan antara lain: -
Pemanasan tablet
-
Penyemprotan larutan penyalut
-
Pengeringan tablet salut dengan peningkatan suhu.
-
Pendinginan sampai suhu tablet
-
Selama proses penyalutan, IPC yang dilakukan adalah kadar air dalam tablet (Equilibrium Relative Humidity/ERH), pengukuran diameter tablet, ketebalan tablet, keseragaman bobot tablet, dan waktu hancur tablet.
k.
Compressing Room Merupakan ruangan untuk proses pencetakan tablet. Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan metal detector dan deduster machine. Setiap tablet yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
18
dihasilkan dilewatkan pada deduster machine yang berfungsi untuk membersihkan tablet dari debu yang melekat dan dilewatkan juga pada alat metal detector yang berfungsi untuk mendeteksi adanya kandungan logam pada tablet dan apabila ada tablet yang terdeteksi mengandung logam maka akan secara otomatis memisahkan tablet tersebut. Kepekaan metal detector diuji ulang secara berkala. Selama proses pencetakan tablet, IPC yang dilakukan adalah keseragaman bobot, ketebalan, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur tablet. Selain pengujian tersebut, pengujian tersebut, pengujian lain yang dilakukan antara lain pemeriksaan emboss code, debu, capping, dan kehalusan permukaan tablet. l. Granulating Room Merupakan ruangan yang digunakan untuk pembuatan massa granul. Ruangan ini dirancang menggunakan sistem tertutup yaitu selama proses granulasi berlangsung tidak ada kontak dengan udara diluar mesin tersebut. Tujuan digunakan sistem tertutup ini untuk menjaga keamanan dan keselamatan kerja dari kebakaran yang mungkin ditimbulkan oleh penggunaan pelarut yang mudah terbakar selama proses granulasi. Granulating room dilengkapi dengan plant air supply, demin water supply, dan steam supply. Beberapa alat yang digunakan antara lain: - PMA Mixer Merupakan alat pembuat granul dengan kapasitas 50 kg. proses granulasi yang dilakukan dengan alat ini adalah granulasi basah. Bahan-bahan dimasukkan melalui inlet dan ditambahkan larutan pembasah. Larutan yang digunakan untuk melarutkan bahan pengikat yaitu pure demineralized water atau water alcohol. PMA mixer dilengkapi dengan chopper untuk mereduksi ukuran partikel dan impeller yang berfungsi sebagai pengaduk. Kemudian granul dikeluarkan melalui outlet untuk dikeringkan. Parameter kritis pada proses granulasi adalah waktu dan kecepatan putar mixer. - Lifting Device Alat ini merupakan alat transfer bahan baku ke dalam granulator melalui inlet sebagai alat bantu transfer dari satu alat kea lat lainnya. - Fluid Bed Dryer (FBD) Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
19
FBD digunakan untuk mengeringkan granul dengan menggunakan udara panas yang disemburkan melalui bagian bawah FBD. Granul kemudian akan beterbangan dalam ruangan FBD dan menjadi kering. Granul yang terbang ke atas akan ditahan oleh semacam kain penahan yang terbuat dari bahan yang mengandung isolator untuk mencegah terjadinya aliran listrik yang diakibatkan dari gesekan granul dan kain. Hal ini merupakan salah satu bagian dari prosedur keamanan menggunakan alat. Dalam proses granulasi dilakukan IPC kandungan air granul (moisture content). - Quadro mill Quadro mill berfungsi untuk mengayak granul yang telah kering. Setelah pengayakan granul dilakukan IPC terhadap kadar air dalam granul.
Kegiatan proses produksi yang dilakukan di Pulogadung site meliputi proses pembuatan solid, liquid, semisolid. Secara garis besar alur produksi dapat dilihat pada Lampiran 2. Sebelum dilakukan produksi, sudah harus dipastikan bahwa ruang dan peralatan dalam kondisi bersih dengan pemberian label “cleaned”. Selain itu, juga terdapat SOP Line Clearance, dimana orang yang melakukan dan yang mengecek harus merupakan orang yang berbeda. Production Supervisor harus memeriksa kebenaran bahan yang digunakan, berat bahan yang ditimbang, dan kelengkapannya sebelum proses produksi berjalan.
Berikut ini adalah uraian proses produksi masing-masing bentuk sediaan: a. Alur proses produksi sediaan solid dapat dilihat pada Lampiran 4. b. Alur proses produksi sediaan liquid Dalam proses produksi sediaan liquid terdapat sistem filling line yang dimulai dari botol yang telah dicuci dari bottle washing room. Pencucian botol dilakukan dengan metode “blow and suck”. Botol ditiup dengan udara bertekanan dalam kondisi vakum dan langsung dihisap. Botol yang telah dicuci masuk ke ruang pengisian sirup secara langsung (otomatis) melalui conveyor belt. Botol yang telah terisi produk obat akan ditutup (capping) secara otomatis oleh mesin yang menjadi satu bagian dengan mesin pengisian sirup. Alur proses produksi sediaan liquid dapat dilihat pada Lampiran 5. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
20
Sebelum memasuki tahap pengemasan sekunder, dilakukan IPC terhadap hasil produk, antara lain: -
Uji kejernihan yang dilakukan secara visual
-
Keseragaman volume : Bobot tiap produk ditimbang, kemudian hasil penimbangan dikonversikan ke dalam volume dengan mengetahui berat jenis larutan terlebih dahulu.
-
Uji kekuatan tutup botol (torque test) : Menggunakan alat khusus dimana diukur rentang kekuatan menutup botol (capping torque) dan rentang kemampuan membuka tutup botol (removal torque) sesuai dengan yang dipersyaratkan.
-
Uji penampilan, yaitu uji kerapian penampilan produk.
c. Alur proses produksi sediaan semisolid -
Sediaan krim Proses dimulai dengan penimbangan raw material yang dilakukan oleh petugas, kemudian diserahkan pada petugas produksi untuk dicampur. Sebelum proses mixing, terlebih dahulu masing-masing bahan dilarutkan ke dalam fase yang sesuai. Alur proses produksi sediaan krim dapat dilihat pada Lampiran 6. Tahap mixing antara dua fase dilakukan pada temperatur tertentu dan perbedaan temperatur kedua fase harus memenuhi persyaratan karena dapat menyebabkan campuran “pecah”, dan tidak tercampur homogen. Tahap ini merupakan tahap yang kritis, sehingga dalam pelaksanaannya operator harus didampingi oleh Production Supervisor. Bahan-bahan yang dicampur dan diaduk pada sebuah alat Vacuum Mixing Vessel yang mempunyai impeller, scrapper, dan emulsifier. Setelah pencampuran selesai, suhu diturunkan sambil terus diaduk. Kegiatan IPC yang dilakukan adalah pemeriksaan pH. Setelah campuran homogen, krim dipindahkan ke holding vessel dengan bantuan vacuum dan siap diisikan ke dalam tube. Sebelum diisi, tube yang akan digunakan dibersihkan dari debu terlebih dahulu dengan cara divakum. Setelah krim selesai diisikan ke dalam tube, ujung tube dilipat dan diberi cap nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Untuk menjadi FG, tube dikemas dalam karton dan diberi brosur. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
21 -
Sediaan salep Proses pembuatan salep sedikit berbeda dengan krim, hanya saja pada salep terdiri dari satu basis saja. Proses selanjutnya sama dengan pembuatan krim. Alur proses produksi sediaan salep dapat dilihat pada Lampiran 7.
3.4.2 Departemen Compliance Pada awalnya, divisi Compliance merupakan bagian dari Quality Assurance (QA). Namun, saat ini divisi Compliance berada di bawah Head of Quality dan dipimpin oleh seorang compliance manager yang dibantu oleh compliance. Stuktur organisasi departemen compliance dapat dilihat pada Lampiran 9. Compliance bertanggung jawab untuk mengelola implementasi QMS, CAPA management, validasi dan technical terms of supply.
3.4.2.1 Implementasi QMS GSK Indonesia menggunakan QMS (Quality Management System) sebagai standar untuk memenuhi persyaratan GMP, dimana standar tersebut lebih ketat dari pada standar GMP maupun CPOB. QMS merupakan suatu sistem kebijaksanaan yang hidup dan luas mencakup banyak hal, proses, dan pedoman pendukung sejalan dengan persyaratan regulasi internasional. Tujuan QMS adalah untuk menyediakan kerangka kerja perusahaan untuk: a. Memastikan kualitas, keamanan, dan efikasi produk; b. Menghasilkan kualitas proses dan kemajuan operasional; c. Mencapai dan dan menyokong pemenuhan regulasi; d. Mengelola kualitas untuk memenuhi risiko dan mencegah kualitas yang menurun atau gagal. Dalam rangka implementasi QMS, awalnya departemen compliance melakukan Gap analysis, suatu analisa pembanding atau penyimpangan antara implementasi di regulaai dengan implementasi di lapangan yang dapat menyebabkan
permasalahan.
Setelah
ditemukan
suatu
Gap
dilakukan
penyususnan SOP. SOP berisi instruksi secara rinci mengenai cara – cara melakukan suatu pekerjaan. SOP ini merupakan implementasi local dari QMS dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
22
harus sesuai dengan persyaratan GQP (Global Quality Policies) dan GQMP (Global Quality Manufacturing Process).
3.4.2.2 Corrective Action and Preventive Action (CAPA) Management Tugas ini berhubungan dengan monitoring apabila terjadi permasalahan yang tidak sesuai dengan standar QMS dan melakukan corrective action, kemudian membuat preventive action agar masalah tersebut tidak terulang kembali.CAPA management berasal dari: a. Hasil audit Audit merupakan kegiatan kesesuaian dokumen lokal (SOP, batch record/BR, spesifikasi, dan metode analisa) dengan standar (QMS, GQP, GQG), CPOB Indonesia dan dokumen registrasi. Manfaat dari audit, antara lain : -
Sebagai alat untuk menilai semua aspek yang berhubungan dengan kualitas dan risiko terhadap compliance;
-
Mengidentifikasi kekuatan dan kesempatan untuk melakukan perbaikan operasional;
-
Mendeteksi terjadinya deviasi dalam operasional kerja;
-
Merekomendasikan adanya CAPA.
Berikut ini kategori audit di PT. Glaxo Wellcome Indonesia) : -
Self audit(Audit level 1) yaitu audit yang bersifat pencegahan untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian antara aktual dengan standar. Audit ini merupakan tanggung jawab setiap kepala departemen dan dilakukan secara rutin (berdasarkan SOP dua bulan sekali). Setiap departemen memiliki daftar yang harus dinilai untuk mengetahui perubahan dari dari kekurangan sebelumnya. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui perubahan dari kekurangan sebelumnya. Hal ini penting dilakukan untuk memudahkan perbaikan pada area tempat kerja, mengidentifikasi penyimpangan terhadap standar sehingga dapat dilakukan perbaikan sebelum mempengaruhi kualitas produk atau ditemukan auditor pihak luar, dan menilai semua aspek yang berhubungan dengan kualitas dan risiko terhadap proses yang mendukung perbaikan terus – menerus. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
23 -
Internal audit (Audit level 2) audit dilakukan oleh organisasi lokal ke seluruh departemen dalam perusahaan. Audit ini dipimpin compliance dengan anggotanya terdiri dari Head of Quality dan tim kualitas lainnya. Audit ini dilakukan secara teratur tiga bulan sekali (sesuai SOP). Internal audit dilakukan untuk memastikan bahwa sistem dan proses yang digunakan atau sedang berjalan sesuai dengan QMS dan persyaratan regulasi pemerintah setempat.
-
GQA audit (Audit level 3) atau Global Quality Assurance audit dilakukan oleh auditor dari GSK quality corporate (UK). Audit ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas sistem, manajemen, dan ketaatan terhadap QMS serta persyaratan regulasi pemerintah setempat.
-
Eksternal audit (Audit level 4) adalah audit yang dilakukan oleh pemerintah lokal (BPOM). Audit ini merupakan tanggung jawab Head of Quality, departemen regulasi, dan semua manajer GMS untuk mempersiapkan persyaratan audit, mengadakan CAPA, dan tindak lanjut terhadap semua temuan yang ada dalam batas waktu tertentu.
-
Third party audit (Audit level 5) dilakukan oleh GSK kepada pihak ketiga termasuk supplier, kontraktor, dan distributor untuk menilai dan memonitor kualitas dari kesesuaian terhadap standar GSK dan persyaratan GMP. Yang bertanggung jawab adalah pemastian mutu. Compliance bertugas untuk merencanakan, melaksanakan dan memastikan semua CAPA dalam rentang waktu yang telah ditentukan.
b. Deviation report Merupakan laporan yang berisi tentang kronologi apabila terjadi penyimpangan atau insiden selama proses produksi berlangsung. -
Komplain Departemen Compliance ikut serta dalam penanganan keluhan, baik yang bersifat critical, major, minor, atau no needed action.
-
Change control Change control merupakan dokumen tertulis yang berisi perubahan akibat adanya deviasi dan kerusakan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
24 -
Gap analysis dan risk register
3.4.2.3 Validasi Validasi merupakan tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi yang dilakukan mengacu pada Validation Master Plan, yang berisi tujuan dan wawasan validasi, komite validasi, macam dan bentuk validasi, jadwal validasi, dan dokumen validasi. Objek dan komponen validasi meliputi konstruksi dan rancangan bangunan, peralatan, sarana penunjang, layanan yang kritis, prosedur analisis, kalibrasi instrumen, bahan baku dan bahan pengemas, serah terima proses produksi dan/atau peningkatan skala bets, prosedur pengolahan induk dan proses pengemasan induk, prosedur pembersihan, serta personalia. Alasan dilakukannya validasi, antara lain : a. Sebagai implementasi peraturan pemerintah; b. Menjamin kualitas obat yang dihasilkan dalam kondisi yang konsisten; c. Meningkatkan kepercayaan konsumen; d. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi, menghemat biaya produksi dengan mengurangi pengluaran biaya yang tidak perlu.
3.4.2.4 Technical terms of supply Technical terms of supply merupakan perjanjian yang berhubungan dengan kualitas untuk setiap produk ekspor maupun impor yang dibuat oleh pihak produsen. Technical terms of supply mengatur adanya pembagian tanggung jawab antara GSK dengan pihak produsen termasuk bila ada complain terhadap produk obat yang dijual di pasaran.
3.4.3 Departemen Pembelian (Procurement) Divisi pembelian bertanggung jawab dalam menjamin ketersediaan barang sesuai permintaan dari divisi logistik, baik secara kuantitas maupun kualitas. Barang yang telah dibeli harus terjamin kualitasnya sejak mulai dipesan sampai Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
25
barang diterima di gudang. Untuk menjamin kualitasnya, divisi pembelian bekerja sama dengan divisi pemastian mutu dan divisi produksi yang tergabung dalam tim untuk mengaudit suplier. Divisi pembelian bertanggung jawab apabila barang yang dibeli tidak memenuhi kualitas sehingga ditolak oleh divisi pemastian mutu maupun produksi. Divisi pembelian terdiri dari dua bagian, yaitu bagian inventaris dan bagian non inventaris. Bagian inventaris menangani pembelian bahan-bahan yang berhubungan langsung dengan proses produksi seperti bahan baku (zat aktif dan tambahan) dan bahan pengemas (karton, stiker, label, botol, dan lain-lain). Sedangkan bagian non inventaris mengangani pembelian barang-barang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, misalnya alat untuk promosi, kertas, alat tulis, alat-alat laboratorium, reagen, dan sebagainya. Divisi pembelian melakukan tugasnya berdasarkan PR yang telah disetujui oleh kepala departemen. Di dalam PR dijelaskan nama barang, jenis, jumlah yang akan dibeli dan kapan barang harus ada. Setelah menerima PR, divisi pembelian membuat PO yang berisi deskripsi barang yang akan dibeli, tanggal diperlukan/kapan barang harus ada, jangka waktu pembayaran, serta ke mana barang akan dikirim berhubung GSK Indonesia terletak di dua tempat, yaitu Cimanggis dan Pulogadung. PO asli diserahkan ke suplier sedangkan salinannya diberikan ke bagian keuangan, gudang, dan logistik. Pembelian dilakukan kepada suplier yang terdaftar dalam suplier terkualifikasi. Untuk suplier baru, perlu dilakukan audit terlebih dahulu. Minimal ada tiga suplier untuk satu barang untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kebakaran sehingga proses pengadaan barang tetap lancar. Apabila hanya ada satu suplier/satu-satunya, maka divisi ini harus menjaga hubungan baik atau memberlakukan sistem kontrak untuk mennjamin kontinuitas suplai barang serta mengikat/mempertahankan harga. Umumnya sistem in diberlakukan untuk barang yang sulit didapat dan harganya mahal. Suplier kunci juga merupakan prioritas pertama dalam audit berkala. Pengadaan barang antar jaringan GSK di seluruh dunia disuplai oleh grup. Setiap negara menyamakan kebutuhan dan selanjutnya masing-masing negara mengajukan harga. Mereka memesan barang dengan harga paling rendah, jadi ada Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
26
beberapa suplier yang disarankan GSK masing-masing negara untuk barangbarang tertentu. Apabila ada barang dengan harga tinggi dan jumlah yang dipesan sedikit atau kurang dari pesanan minimum, maka perusahaan dapat membeli barang tersebut dengan perusahaan GSK lain yang membutuhkan barang yang sama untuk efisiensi waktu, biaya, serta ketersediaan barang tersebut. Untuk mencegah penumpukan stok, maka digunakan sistem pemesanan on-call basis, yaitu pemesanan melalui telepon dengan jumlah sesuai keinginan. Hal ini harus didasarkan pada sikap tanggung jawab dan rasa saling percaya antara pihak GSK dengan suplier. Beberapa pemilihan suplier antara lain: a. Suplier harus menjamin ketersediaan barang yang dipesan, jumlahnya cukup, kualitas memenuhi spesifikasi GMS Indonesia, serta untuk kelangsungan produksi jangka panjang. Mempertimbangkan adanya asuransi barang yang dibeli untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, misal hilang atau rusak mengingat membeli dalam jumlah besar, biaya juga besar. b. Produk memiliki kualitas sesuai spesifikasi GMS Indonesia c. Pelayanan terbaik dan memuaskan. Mempertimbangkan lead time, sehingga tepat waktu dan tidak mengganggu produksi. Suplier memiliki gudang sehingga barang yang dipesan dalam jumlah banyak terjamin kualitasnya. d. Harga kompetitif e. Supplier harus dapat menjamin kontinuitas suplai barang yang dipesan dan diperlukan oleh industri f. Lead time harus diperhatikan. Umumnya untuk barang ekspor memerlukan waktu lead time 3 bulan, sedangkan lokal 1 bulan. Struktur organisasi divisi pembelian terdapat pada Lampiran 13.
3.4.4 Departemen Logistik Divisi logistik dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab langsung kepada direktur teknis. Manajer logistik membawahi logistic officer. Struktur organisasi divisi logistik terdapat pada Lampiran 12. Secara garis besar, tugas logistik dibagi menjadi dua bagian, yaitu perencanaan dan pengawasan.Pada bagian perencanaan, divisi logistik bertanggung jawab melakukan perencanaan penyediaan bahan baku dan bahan pengemas agar produksi dapat berjalan sesuai Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
27
jadwal dan tidak terjadi kekosongan barang atau kelebihan barang. Tugas-tugas bagian perencanaan antara lain: a. Merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan pengemas/Material Requirement Planning (MRP) berdasarkan keperluan/Net Requisition (NR) yang diterima dari divisi marketing berdasarkan 12-month rolling forecast yang telah dilakukan sebelumnya. b. Merencanakan prioritas mana yang harus diproduksi terlebih dahulu berdasarkan data kelebihan barang. c. Melakukan penjadwalan kegiatan operasional. d. Merencanakan kapasitas produksi yang dapat dilakukan (bekerja sama dengan divisi produksi). e. Merencanakan target bulanan yang harus dicapai. Produk-produk di GMS Indonesia terdiri dari produk untuk lokal, produk untuk ekspor, dan produk impor untuk pasar lokal. Perencanaan pengadaan produk untuk lokal dimulai dengan daftar keperluan untuk satu bulan ke depan. Divisi logistik membuat jadwal produksi yang berisi bahan-bahan baku yang diperlukan untuk produksi dalam satu bets. Selanjutnya dibuat Bill of Material (BOM). BOM adalah dokumen berisi formula, jumlah yang dibutuhkan, serta jenis dan jumlah bahan pengemas dari produk yang akan dibuat. Ketersediaan bahan yang dibutuhkan diperiksa saat pembuatan Master Requirement Planning (MRP). Apabila bahan yang diperiksa kurang, maka divisi logistik membuat permintaan/Purchase Requisition yang diserahkan ke divisi pembelian yang selanjutnya akan membuat pemesanan/Purchase Order (PO). Apabila bahan sudah tersedia, akan dikeluarkan surat ketersediaan bahan/Material Availability (MA) sehingga proses produksi dapat dimulai. Perencanaan pengadaan produk untuk ekspor hampir sama dengan produk untuk lokal. Akan tetapi, NR diperoleh dari negara tujuan ekspor berdasarkan perkiraan yang telah mereka lakukan. Proses perencanaan dimulai ketika keluar PO dari negara tujuan ekspor untuk pemesanan bahan-bahan yang diperlukan. Produk-produk yang diekspor dikemas sesuai dengan spesifikasi negara tujuan. Perencanaan pengadaan produk impor untuk pasar lokal dimulai dengan pengajuan NR oleh marketing. Setiap awal bulan dilakukan rapat untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
28
menentukan permintaan produk impor untuk tiga bulan ke depan, kemudian dibuat analisis ketersediaan produk dan bahan produksi. Apabila kurang, maka dibuat PR dan diserahkan ke bagian pembelian. Barang berupa produk jadi dan telah memenuhi spesifikasi kemasan untuk indonesia siap jual. Apabila berupa semi jadi, maka dilakukan pengemasan ulang dan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Pada bagian pengawasan, divisi logistik bertanggung jawab untuk memonitor pengendalian penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi di gudang. Tugas-tugas yang dilakukan secara umum antara lain: a. Melakukan pengendalian terhadap keluar masuknya material di gudang, mencakup penerimaan dan penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, bulk, dan produk jadi, serta pengiriman produk jadi b. Mengontrol produk-produk kembalian c. Mengontrol nilai total persediaan yang ada d. Bertanggung jawab mulai dari barang datang sampai dengan release. Pada saat barang datang, diperiksa kesesuaian antara faktur dari supplier dengan PO dari bagian pembelian dan dilakukan pemeriksaan fisik serta jumlah barang. Bagian gudang selanjutnya membuat nota penerimaan barang/Material Receiving Note (MRN) dan dilaporkan ke divisi logistik. Pemeriksaan kualitas barang dilakukan oleh divisi pemastian mutu. Apabila release, maka digunakan untuk produksi. Produk jadi masuk ke gudang untuk disimpan sebelum didistribusikan. Dokumen yang disertakan adalah Finished Good Transfer Slip (FGTS) dan Material Return Slip (MRS). Dokumen dalam sistem inventaris sudah dapat di-link dengan sistem komputerisasi menggunakan program JD Edward (JDE) untuk produk jadi (MRN produk jadi, FGTS), dan Glaxo Wellcome Indonesia Integrated System (GWI-IS) untuk bahan baku, bahan pengemas, dan bulk (MRN RM/PM, MR/PR, dan MRS).
3.4.5 Departemen Quality Assurance (QA) Dengan penerapan GMP, PT. Glaxo Wellcome Indonesia mempunyai sebuah divisi QA yang bertanggung jawab untuk menjamin keseluruhan sistem telah berjalan sebagaimana mestinya dan senantiasa memenuhi hasil yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
29
diinginkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Sebagai salah satu perusahaan multinasional, PT Glaxo Wellcome Indonesia harus mampu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi secara konsisten untuk memenuhi harapan konsumen. Selain itu, kualitas produk juga terkait dengan kebutuhan bisnis yaitu menyangkut imej perusahaan. Dalam pelaksanaan tugasnya, QA berpedoman pada Quality Management System (QMS) yang berlaku secara internasional untuk lingkungan internal PT. Glaxo Wellcome Indonesia. QMS yang digunakan sebagai pedoman untuk menjamin kualitas merupakan standar kualitas hasil integritas dari Good Manufacturing Practices (GMP), standar ISO, standar kualitas yang diterapkan oleh perusahaan, dan termasuk juga peraturan standar kualitas di Indonesia, yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2006. QMS yang terdiri dari 100 kebijakan kualitas yang harus diikuti merupakan standar minimum global GSK yang berlaku untuk semua jenis produk dan harus dipenuhi dalam seluruh rangkaian proses. Divisi QA di PT. Glaxo Wellcome Indonesia dipimpin oleh seorang Head of Quality yang membawahi QA Manager. Head of Quality bertanggung jawab langsung pada Consumer Healthcare International Quality Director dan bertanggung jawab secara tidak langsung terhadap Technical Director.QA Manager
membawahi
QA
Packaging
Development,
dan
QA
Administrator.Struktur organisasi Departemen Quality dapat dilihat pada Lampiran 8. Tugas-tugas dari divisi QA, antara lain: a. Change Control (CC) Change control merupakan prosedur terhadap usulan perubahan dari aktivitas di keseluruhan proses manufacturing, mulai dari pembelian bahan baku, pembuatan
obat,
dan
pemeriksaan
produk
yang
kemungkinan
dapat
mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada kualitas produk, untuk menjamin bahwa kualitas produk tidak terpengaruh oleh adanya perubahan tersebut. CC berisi nama departemen yang melakukan perubahan, produk yang terpengaruh akibat adanya perubahan, bentuk perubahan yang dilakukan, dan alasan perubahan. Sebelum dilakukan persetujuan oleh tim panel (persetujuan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
30
akhir oleh QA), usulan perubahan tidak dapat dilaksanakan. Seluruh perubahanperubahan harus didokumentasikan sehingga dapat dikontrol dan dimonitor. Semua perubahan yang terjadi harus dikontrol untuk: -
Menjaga kualitas, keamanan, dan efikasi produk
-
Menjamin compliance terhadap regulatori
-
Mengetahui perubahan yang terjadi selama product life cycle
-
Menjamin perubahan dilakukan untuk memperoleh hasil yang diharapkan
b. Artwork Creation and Approval Di PT. Glaxo Wellcome Indonesia maupun industri lain, kesalahan pada artwork akan mempengaruhi kualitas produk dan merupakan salah satu penyebab penarikan produk kembali. Akibat kesalahan artwork dapat menyebabkan risiko keselamatan pasien, compliance regulatory, dan kinerja bisnis. Bahan pengemas ada 2 macam, yaitu pengemas primer dan sekunder. Spesifikasi bahan pengemas primer harus mengikuti Corporate Product Standard, sedangkan untuk bahan pengemas sekunder informasi yang diberikan harus benar. Bahan pengemas harus dirancang sedemikian rupa sehingga memberikan perbedaan yang jelas untuk setiap produk dan kekuatan sediaan (perbedaan warna, format, ukuran). Packaging Development Officer menyiapkan desain bahan kemas baik untuk bahan kemas baru atau perubahan bahan kemas yang ada. Desain artworkuntuk perubahan warna dan tulisan dilakukan oleh packaging development sesuai dengan permintaan marketing dan desain yang sudah diluluskan oleh BPOM pada saat registrasi obat. Desain akhir dari artwork harus mendapat persetujuan dari seluruh divisi terkait, yaitu bagian marketing, production manager, dan QA. Untuk menentukan tempat penulisan ED harus mendapat persetujuan dari QA manager dan juga harus sesuai dengan peraturan dari BPOM.
c.
Releasing PM, RM, bulk, dan FG Jika hasil pemeriksaan terhadap RM, PM, bulk, dan FG memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan, maka RM, PM, bulk, dan FG diberi label berwarna hijau. Untuk RM, PM, dan bulk yang telah diberi label hijau dapat dilanjutkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
31
untuk digunakan dalam proses produksi. Sedangkan untuk FG yang telah di“released” dapat didistribusikan ke distributor. Sebelum didistribusikan dilakukan pemeriksaan dari seluruh dokumen yang diperlukan untuk menjamin produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang tinggi.
d.
Handling Product Complaint Semua keluhan dari konsumen yang dilaporkan menyangkut kualitas,
keamanan, dan keefektifan produk, meliputi produk yang dipasarkan (termasuk sampel), produk obat investigasi (produk tahap uji klinis), dan produk sebelum dipasarkan (pre-marketed products). Komplain diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan tingkat kekritisannya, yaitu: -
Critical : Komplain mempunyai potensi besar mengakibatkan efek samping terhadap pasien atau konsumen.
-
Major : Komplain tidak bersifat kritis, tetapi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kualitas produk
-
Minor : Hal-hal yang menyimpang dari aturan GMP tetapi tidak memenuhi kriteria critical atau major. Memiliki kemungkinan kecil mempengaruhi kualitas atau kegunaan produk.
Sedangkan berdasarkan jenisnya, komplain dibagi menjadi 3, yaitu -
Technical complains : Jika komplain berhubungan dengan label, kemasan, penampilan, jumlah, potensi, dan integritas produk.
-
Medical complains : Jika komplain berhubungan dengan efektifitas obat atau efek samping obat.
-
Lain-lain : Jika komplain berhubungan kondisi kemasan tidak bagus, konsumen tidak menyukai warna atau penampilan kemasan. Jika terjadi komplain dari konsumen maka tindakan yang dilakukan adalah
melakukan pemeriksaan apakah benar-benar terjadi kerusakan pada produk. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap kemasan luar dari produk, meliputi karton, nomor bets, pharmacode, dan segel pengaman, atau dapat juga pemeriksaan terhadap kandungan zat aktif produk tersebut. Setelah itu pemeriksaan dilakukan terhadap kemasan fisik seperti kotor, bau, basah, nomor kontrol/kadaluarsa pada blister, karton harus jelas serta pemeriksaan ke dalam blister dan tablet (tanpa Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
32
membuka blister) seperti basah, lembab, berubah warna, mengelupas, dan lainlain. QA juga harus memeriksa status retained sample, testing report, data dan laporan stabilitas, laporan komplain (tren dan frekuensi komplain yang sama atau sejenis). Jika pada saat dilakukan pemeriksaan sampel produk ditemukan bukti yang mendukung terjadinya komplain, maka harus dilakukan Corrective Action and Preventive Action (CAPA). Pemeriksaan kimia hanya dilakukan jika komplain yang diterima berkaitan dengan kadar zat aktif.
e.
Periodic Product Review (PPR) PPR dilakukan untuk melakukan pengkajian ulang mengenai tren suatu
produk selama periode waktu tertentu. Data produk yang dihasilkan selama periode waktu tertentu dikumpulkan, dievaluasi, dan dihasilkan suatu saran yang berguna untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu produk. PPR dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengembangkan produk dan proses produksi. Pada PPR dilakukan review terhadap data produk dan proses untuk membandingkan produk dan proses sekarang dan sebelumnya. PPR berisi gambaran produk yang dibuat dan diuji, meliputi besar bets, bahan baku, mesin, dan peralatan, pengumpulan parameter kritis pada proses produksi dan produk yang diperiksa di laboratorium. Dari data yang diperoleh, dilakukan evaluasi dan tindakan akibat evaluasi, kemudian dibuat laporannya. QA bertanggung jawab untuk melakukan PPR, sedangkan manajer produksi dan head of quality bertanggung jawab untuk mengecek dan menyetujui PPR. Keuntungan dilakukannya PPR adalah: -
Memahami kualitas produk dan proses manufacturing dan suplai
-
Memahami parameter proses yang kritikal terhadap kualitas
-
Memahami pengaruh variasi material dan proses terhadap kualitas produk
-
Mengurangi kemungkinan cacat produk
-
Meningkatkan kualitas produk
Menghasilkan proses yang konsisten, efektif, dan efisien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu yang rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut melalui suatu kebijakan mutu. Dalam proses pencapaiannya, diperlukan partisipasi dan komitmen dari semua personil di masing-masing departemen dalam suatu perusahaan, para supplier dan para distributor. Untuk mendapatkan mutu yang konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya serta tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan tinggi, sehingga produk atau jasa yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Glaxo Wellcome Indonesia menerapkan manajemen mutu pada sistem yang dinamakan Quality Management System (QMS). QMS merupakan standar yang ditentukan dari GSK global headquarter yang harus dipenuhi oleh semua plant GSK di seluruh dunia. Selain QMS, Glaxo Wellcome Indonesia juga menerapkan dua standar mutu lainnya yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan International Organization for Standardization (ISO). Ketiga standar mutu ini digunakan oleh GSK companies di seluruh dunia dan mengacu pada regulasi yang berlaku di negara masing-masing sehingga dapat dihasilkan produkproduk yang memenuhi persyaratan dan berkualitas.
34
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
35
4.2 Personalia Sesuai dalam CPOB mengenai kesehatan personil bahwa setiap calon personil di industri ini telah melalui tahap pemeriksaan kesehatan fisik dan mental. Pemantauan kesehatan personil tidak hanya berhenti sampai disana, melainkan secara berkala dilakukan pemeriksaan kesehatan. Dalam satu minggu terdapat satu hari yang disediakan untuk konsultasi kesehatan oleh dokter perusahaan. Agar kesehatan tiap personil dapat terkontrol, setiap personil memiliki catatan kesehatannya masing-masing. Kesehatan fisik dan mental dari personil akan berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Jumlah personil pada berbagai posisi ditentukan dengan menganalisis tugas
pada
tiap
posisi,
kemudian
menghitung
jumlahnya
dengan
mempertimbangkan man hours dari tiap aktivitas/proses. Seringkali besarnya target yang harus dicapai pada setiap aktivitas menyebabkan para personil bekerja lembur/overtime. Hal ini berisiko menimbulkan kelelahan fisik dan mental personil, yang selanjutnya bisa saja mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, penetapan jumlah personil di perusahaan ini dilakukan dengan secermat mungkin, sehingga setiap personil dapat bekerja secara maksimal tanpa harus memforsir kemampuan personil. Personil kunci dalam struktur organisasi PT. Glaxo Wellcome Indonesia, seperti manajer produksi, manajer QA, dan manajer QC, telah memenuhi persyaratan formal yakni seorang Apoteker. Manajer produksi dan manajer QA merupakan personil yang tidak saling bertanggung jawab satu sama lain dalam melaksanakan tugasnya. Namun, keduanya bertanggung jawab bersama dalam mempertahankan mutu produk yang dihasilkan. Setiap personil yang berada dalam struktur organisasi di GSK Pulogadung site telah terkualifikasi untuk dapat melaksanakan semua tugas untuk masingmasing posisi. GSK menerapkan individual empowerment yang berarti berupaya dalam memberdayakan kemampuan seorang personil secara maksimal. Tiap personil memperoleh pelatihan dasar tentang CPOB sebanyak dua kali per tahun. Pelatihan tersebut mencakup pengenalan CPOB/GMP, sanitasi dan higiene karyawan, peraturan dalam CPOB dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
36
Tidak hanya pelatihan tentang CPOB, personil juga mendapatkan pelatihan yang berkesinambungan pada masing-masing divisi terkait tugasnya oleh orang yang telah terkualifikasi. Pelatihan yang dilaksanakan dibuat semenarik dan semudah mungkin dari segi penyampaian materi. Setiap personil memiliki catatan mengenai pelatihan yang pernah diikuti.
4.3 Bangunan dan Fasilitas PT. Glaxo Wellcome Indonesia terletak di kawasan industri Pulogadung yang cukup jauh dari pemukiman penduduk dan jalan raya sehingga dapat meminimalisasi risiko kontaminasi udara dari debu dan asap kendaraan bermotor. Tindakan preventif juga dilakukan dengan membuat fondasi bangunan kantor utama lebih tinggi daripada jalan di depan area site sehingga dapat terhindar dari luapan air apabila terjadi banjir. Bangunan dan fasilitas dirawat, dibersihkan, dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci. Proses produksi sediaan padat, cair, dan topikal di PT. Glaxo Wellcome Indonesia sudah dilakukan pada ruang gray area dengan memenuhi persyaratan jumlah partikel maksimum sebanyak 10.000/kaki3. Kondisi lingkungan, baik temperatur dan Relative Humidity (RH), dijaga dan dikontrol oleh Building Management System (BMS). PT. Glaxo Wellcome Indonesia tidak memiliki white area karena tidak memproduksi injeksi dan vaksin. Desain
dan
tata
letak
ruang
produksi
diatur
dan
dipastikan
kompatibilitasnya dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan. Pencegahan area produksi untuk dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang diproses telah dilakukan/memenuhi. Ruangan produksi memiliki dinding, lantai, dan langit-langit yang licin, mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Sudutsudut antara dinding, lantai, dan langit-langit berbentuk lengkungan/kurva agar mudah dibersihkan serta untuk menghindari pengumpulan partikel yang dapat mencemari produk. Lantai ruangan produksi dilapisi dengan material epoksi yang tahan terhadap bahan kimia, khususnya asam.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
37
Fasilitas pengolahan air menggunakan filter karbon, resin penukar ion, dan lampu UV. Sistem tekanan udara (Air Handling Unit) menyaring udara sebelum ke ruang pengolahan. Pada ruang pengolahan tablet terdapat dust collector untuk menghisap debu/partikel yang terbentuk saat proses produksi. Kekurangan penerapan CPOB di area produksi terjadi dalam hal penerangan, dimana salah satu lampu di granulation room tiba-tiba mati pada saat proses granulasi, sehingga mengurangi penerangan khususnya saat operator mengisi Batch Record (BR). Fasilitas lain yang dimiliki adalah gudang. Pada dasarnya fasilitas ini sudah diatur sedemikian rupa agar memenuhi persyaratan penyimpanan baik untuk bahan baku, bahan kemas maupun produk jadi. Oleh karenanya tersedia beberapa area dengan suhu tertentu yang terkendali. Namun demikian berdasarkan hasil observasi kondisi kepenuhan terjadi di warehouse karena memiliki kapasitas yang terbatas. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya koordinasi dengan bagian purchasing sehingga jadwal kedatangan barang dari supplier bisa lebih awal. Selain itu juga terjadi gap antara sistem dan aktual di rak, akibat update harian oleh opertor yang kadang terlewat. Kedua hal tersebut membuat barang-barang tersebut diletakkan dikoridor.
4.4 Peralatan Semua peralatan yang digunakan untuk proses produksi dan laboratorium di PT. Glaxo Wellcome Indonesia menggunakan bahan stainless steel 316 L dengan roughness < 0,6 Ra untuk tiap produk kontak dengan alat. Desain mesin memungkinkan untuk dikualifikasi terhadap kinerjanya. Kualifikasi meliputi kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi performa mesin. Kualifikasi peralatan dilakukan oleh bagian engineering yang dibantu oleh bagian Quality. Selain kualifikasi, dilakukan juga kalibrasi pada alat ukur yang digunakan. Kalibrasi ini dilakukan secara periodik untuk menjamin keakuratan alat ukur. Kualifikasi dan kalibrasi merupakan bagian dari program validasi. Pemeliharaan dan kalibrasi peralatan dilakukan berdasarkan petunjuk yang telah ditetapkan dalam SOP. Tujuannya untuk memastikan alat dapat berfungsi dengan baik dan mencegah pencemaran yang dapat mempengaruhi mutu produk. Alat yang telah dikalibrasi diberi label kalibrasi. Kekurangan penerapan CPOB Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
38
terjadi dalam hal penempatan antar peralatan, yang hendaknya ditempatkan pada jarak yang cukup agar tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk. Namun yang teramati adalah penempatan moisture content checker yang sangat dekat dengan drum lifting controller dan PMA mixer, sehingga operator harus berjalan dengan hati-hati bila akan menuju moisture content checker.
4.5 Sanitasi dan Higiene Di PT. Glaxo Wellcome Indonesia dilakukan sanitasi dan higiene terhadap personil, bangunan, peralatan, bahan awal hingga bahan kemas untuk menjamin kebersihan dan menjaga agar produk-produk yang dihasilkan terbebas dari kontaminasi dan pencemaran. Untuk setiap personil dan non-personil yang akan masuk ke bagian produksi, laboratorium, dan gudang harus menggunakan pakaian dan/atau perlengkapan khusus. Setiap orang yang akan memasuki ruang produksi harus mencuci tangan dengan desinfektan dan menggunakan pakaian khusus (inner dan outer suit) yang bersih dilengkapi dengan penutup rambut, masker dan safety shoes. Karyawan yang melakukan proses pengolahan produk harus menggunakan sarung tangan lateks untuk menghindari kontak langsung antara tangan dengan bahan baku maupun produk akhir. Akan tetapi, masih teramati adanya operator yang tidak mengenakan inner suit saat akan memasuki area produksi. Masih banyak teramati juga operator yang tidak mencuci tangan baik masuk atau keluar area produksi. Bagi personil
yang memasuki laboratorium harus menggunakan
perlengkapan khusus seperti jas laboratorium, kaca mata pelindung, masker, dan sepatu khusus. Personil yang memasuki area gudang, harus menggunakan pakaian khusus dan helm. Penggunaan pakaian khusus tersebut bertujuan untuk menjamin keselamatan kerja karyawan dan produk dari pencemaran. Bagi setiap karyawan baru dilakukan pemeriksaan kesehatan, sedangkan bagi karyawan lama pemeriksaan kesehatan dilakukan satu tahun sekali. Salah satu cara menjaga higiene dan kesehatan karyawan diantaranya adalah melengkapi ruang dispensing dengan Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah kontaminasi terhadap operator dan adanya pembatasan terhadap karyawan yang dapat masuk ruang produksi. Karyawan dilarang makan, minum, atau menyimpan makanan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
39
dan minuman di dalam ruang produksi dan laboratorium atau ruangan lain yang berkemungkinan dapat menurunkan kualitas produk. Karyawan juga dilarang merokok dan membawa telepon seluler ke area produksi atau ruangan lain yang dinilai berpotensi dapat menimbulkan percikan api. Karyawan hanya boleh merokok di smoking area yang berlokasi di luar kantor dan pabrik. Sistem pest control juga dilakukan dalam rangka pemeliharaan bangunan untuk menghindari bersarangnya tikus, lalat, semut, cicak, atau hewan lainnya dalam bangunan pabrik. Sistem pest control di PT. Glaxo Wellcome Indonesia dilakukan oleh Aardwolf Pestcare.
4.6 Produksi Setiap aktivitas produksi yang dilakukan di Glaxo Wellcome Indonesia telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut berupa SOP yang dibuat dengan merujuk pada referensi QMS. QMS merupakan standar kualitas global untuk seluruh GMS di dunia. Dengan memenuhi standar QMS, setiap produk yang dibuat di GMS telah dipastikan senantiasa memenuhi persyaratan mutu dan ketentuan CPOB ataupun GMP. Kegiatan produksi yang terkait bahan awal dan produk jadi meliputi penerimaan, karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi telah dilakukan sesuai prosedur, baik SOP, work standard maupun instruksi tertulis, dan selalu terdokumentasi dalam Manufacturing Batch Record (BR) dan Packaging BR. Produk yang dibuat di Glaxo Wellcome Indonesia meliputi produk solid, semi-solid (krim dan salep), dan cair. Sebelum memulai kegiatan produksi produk apapun, selalu dipastikan bahwa ruangan dan peralatan yang akan digunakan telah bersih, tidak ada satupun material sisa bets produk sebelumnya dan terdapat label “CLEANED”. Pemastian kebersihan dikontrol dengan adanya form instruksi tertulis mengenai cleaning yang harus diisi oleh personil dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh supervisor. Supervisor produksi masing-masing stream bertugas untuk memeriksa setiap aktivitas/proses produksi telah berjalan dengan benar mulai dari pemeriksaan kebersihan ruangan dan alat, pemeriksaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
40
kebenaran dan kelengkapan bahan sebelum proses berjalan, hingga pemeriksaan BR saat proses produksi berjalan dan telah selesai. Setiap proses produksi yang dilakukan, mulai dari pengolahan hingga pengemasan produk, telah sesuai dengan prosedur yang telah divalidasi. Validasi proses terlebih dahulu dilakukan sebelum suatu prosedur dilaksanakan sebagai prosedur rutin. Adanya perubahan berarti pada proses, peralatan dan bahan yang digunakan dalam produksi selalu disertai dengan validasi ulang. Contoh perubahan yang disertai validasi ulang adalah perubahan batch size. Validasi tersebut dilakukan minimal pada tiga bets hasil implementasi dari perubahan. Pencemaran silang menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam kegiatan produksi di GSK. Berbagai tindakan preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya pencemaran silang, seperti adanya ruang penyangga dan pengisap udara yang terkontrol oleh sistem, penggunaan pakaian dan alat pelindung diri yang disesuaikan dengan risiko pencemaran, pelaksanaan prosedur pembersihan (dari material batch sebelumnya dan kontaminan debu atau organisme) dengan sistem double check, dan penggunaan label status kebersihan untuk alat dan ruangan. Untuk dapat memastikan terhindarnya suatu proses dari kontaminasi/pencemaran silang, setelah suatu proses selesai lalu dilanjutkan dengan aktivitas clearing, cleaning dan checking oleh supervisor produksi. Aktivitas tersebut menjamin ruangan/area dan peralatan yang digunakan telah bebas dari bahan awal, material dari bets sebelumnya ataupun dokumen yang tidak terkait dengan proses yang akan berjalan. Dalam mengidentifikasi setiap produk yang dihasilkannya, GSK telah memiliki suatu sistem terkontrol yang menjamin bahwa penggunaan nomor bets setiap produk berbeda dan tidak akan dipakai secara berulang. Selain nomor bets sebagai identitas produk, produk-produk GSK juga dilengkapi dengan pharmacode. Pharmacode merupakan suatu penandaan semacam barcode yang dapat dideteksi secara selektif oleh suatu sensor. Kegiatan produksi diawali dengan dispensing bahan baku. Untuk sediaan berbeda, kegiatan penimbangan dilakukan di ruang yang berbeda dengan tujuan menghindari kemungkinan adanya kontaminasi silang. Sebelum dimulai proses penimbangan untuk satu bets suatu produk, setiap bahan baku yang akan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
41
ditimbang dicocokkan terlebih dahulu identitas pada labelnya dengan kode bahan dalam lembar Shop Order (SO), pick list dari warehouse dan Material Requisition (MR) dalam BR produk terkait. Alat timbang untuk dispensing sebelumnya telah diverifikasi sebelum dipakai dan dikalibrasi secara berkala. Penimbangan dilakukan sesuai kapasitas alat timbang yang dipakai. Penimbangan dimulai dari bahan tambahan dan non-toksik, lalu diikuti zat aktif. Penimbangan bahan tambahan seperti pewarna, perasa dan pewangi dilakukan terakhir. Bahan-bahan higroskopis ditimbang dengan sistem tertutup dari awal penimbangan sampai pencampuran. Penimbangan dilakukan untuk satu bets secara lengkap untuk mencegah kontaminasi. Sistem double check untuk setiap proses selalu diterapkan sebagai salah satu implementasi pemastian mutu produk. Oleh karena itu, dalam proses penimbangan selalu dilakukan oleh dua personil. Hasil penimbangan selalu dicatat dan didokumentasikan dengan melampirkan print-out dalam BR. Setelah penimbangan dan perhitungan sisa bahan baku selesai dilakukan, semua bahan baku untuk tiap bets disimpan dalam ruang Wait In Process (WIP). Pada proses pengolahan sediaan, didahului dengan pengecekan kebenaran identitas antara kode bahan/identitas yang tercantum dalam MR (Material Requisition) dengan label identitas yang terdapat pada wadah pengemasnya. IPC (In Process Control) dilakukan pada tahapan kritis dalam proses produksi. IPC dilakukan di area produksi oleh personil dari divisi produksi. Setiap kegiatan pengolahan dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam BR. Hasil tiap tahapan tercatat secara jelas dalam BR dan diperiksa oleh supervisor produksi, termasuk hasil rekonsiliasi tiap tahap proses. Dengan demikian, penyimpangan yang terjadi dapat diketahui lebih awal dan dapat segera dilaporkan. Dalam proses pengolahan produk, terdapat kondisi lingkungan tertentu yang harus dikendalikan yaitu kualitas purified water, steam, chiller, suhu, kelembaban dan tekanan dalam ruang produksi. Pengendalian kondisi lingkungan/ruang produksi tidak sama antar produk, tergantung jenis produk yang akan dibuat. Kegiatan pengemasan ada yang dilakukan secara otomatis dengan alat dan manual. Prosedur dan
produk jadi
yang dihasilkan saat
pengemasan
terdokumentasi dalam BR. Untuk penerimaan bahan pengemas dari gudang dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
42
pengiriman produk jadi ke gudang dilaksanakan oleh satu orang personil yang ditunjuk. Dokumen serah terima tersebut juga akan menjadi bagian dari BR. Selain pentingnya pencatatan setiap proses produksi dalam BR, pelabelan untuk setiap hal yang akan digunakan dan dihasilkan dalam setiap tahap produksi juga menjadi aktivitas penting yang harus dilakukan.
4.7 Pengawasan mutu Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, organisasi, dokumentasi, serta prosedur pelulusan yang memastikan bahan pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pada PT. Glaxo Wellcome Indonesia terdapat divisi pengawasan mutu atau Quality Control (QC) yang bertugas dalam memeriksa dan menjamin bahwa seluruh bahan yang digunakan dalam proses pembuatan produk, serta produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Sehingga mutu, keamanan, serta kualitas produk tetap terjamin.
4.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspceksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagaian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Pada PT. Glaxo Wellcome Indonesia, inspeksi diri sudah termasuk dalam program audit mutu. Kategori audit yang diterapkan di PT. Glaxo Wellcome Indonesia ialah audit level 1 yang dilakukan oleh masing-masing divisi, audit level 2 yang dilakukan oleh divisi Complience dan kepada pihak ketiga yaitu supplier, kontraktor, dan distributor untuk menilai dan memonitor kualitas dan kesesuaian terhadap standar GSK dan persyaratan CPOB, audit level 3 yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
43
dilakukan oleh GSK Quality Coorporate, dan audit level 4 yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). 4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari suatu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan. Keluhan terhadap obat mencakup keluhan terhadap mutu (keadaan fisik, kimia, dan biologi), reaksi yang merugikan atau masalah efek terapetik (tidak berkhasiat). Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Pada PT. Glaxo Wellcome Indonesia, tiap laporan dan keluhan harus diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam. Penanganan tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis dan didokumentasikan. Untuk produk kembalian perlu dikarantina dalam penyimpanannya dan produk yang tidak dapat diolah ulang akan dimusnahkan.
4.10 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian yang esensial dalam mengoperasikan suatu industri farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau, dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Untuk memenuhi kebutuhan ini ada berbagai jenis dokumen
yang
diperlukan,
antara
lain
spesifikasi,
dokumen
produksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
44
induk/formula pembuatan, Prosedur Tetap (Protap), metode dan instruksi, laporan dan catatan, yang semuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca dan dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan. Pada PT. Glaxo Wellcome Indonesia memiliki sistem dokumentasi yang cukup baik. Setiap kegiatan yang dilakukan masing-masing divisi dan berkasberkas baik yang dibutuhkan atau pun yang diterbitkan telah didokumentasi secara teratur. Sistem penomoran untuk masing-masing dokumen telah dibuat secara teratur. Penyusunan dokumen dilakukan dengan pengelompokkan jenis dokumen agar memudahkan dalam penelusuran dokumen yang dibutuhkan jika terjadi masalah. Berkas dokumentasi disimpan pada suatu ruangan yang disebut ruangan dokumen. Ruangan dokumen tersebut dikunci dan kuncinya disimpan oleh divisi Complience. Setiap peminjaman dokumen yang berada di ruang dokumen dicatat pada sebuah buku peminjaman yang disediakan oleh divisi Complience. Meskipun demikian missing sign dalam proses dokumentasi masih menjadi masalah yang cukup sering. Misalnya pada temuan hasil observasi di QC hal ini masih sering terjadi dalam pembuatan report.
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dibuat secara benar sesuai dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Dalam kontrak tertulis telah dengan jelas mencantumkan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak terbagi menjadi dua yaitu toll out dan toll in. Saat ini penerapan toll out oleh GSK Pulogadung site dilakukan ke industri farmasi Combiphar. Sedangkan GSK Pulogadung site melakukan toll in untuk GSK Bogor site, PT. Sterling Products Indonesia.
4.12 Kualifikasi dan Validasi Kegiatan validasi meliputi kualifikasi (personil, peralatan, dan sistem), kalibrasi (instrument dan alat ukur) dan validasi (prosedur dan proses). Pada PT. Glaxo Wellcome Indonesia kegiatan kualifikasi dan validasi dilakukan untuk menjamin produk yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu. Kualifikasi dilakukan untuk menjamin bahwa peralatan yang digunakan dalam proses Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
45
pembuatan produk telah memenuhi spesifikasi, sehingga dapat bekerja sesuai dengan yang diharapkan guna menghasilkan produk yang bermutu. Sementara validasi dilakukan untuk menentukan prosedur atau proses yang akan digunakan dalam pembuatan produk sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a.
Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Glaxo Wellcome Indonesia membantu mahasiswa profesi apoteker dalam memahami penerapan dan peran apoteker di industri farmasi. PT. Glaxo Wellcome Indonesia telah menerapkan prinsipprinsip CPOB dalam pelaksanaan setiap aktivitas terkait pembuatan produk obat.
b.
Peran Apoteker dalam struktur organisasi PT. Glaxo Wellcome Indonesia tidak hanya terletak pada tiga personil kunci. Apoteker juga memiliki peran pada divisi lainnya, yaitu Technical, Compliance, dan Logistik.
5.2 Saran PT. Glaxo Wellcome Indonesia harus terus dapat mempertahankan penerapan CPOB dan meningkatkan kesadaran para karyawan akan pentingnya penerapan CPOB dalam segala aspek yang berkaitan dengan produksi. Sehingga dapat selalu menghasilkan produk yang berkualitas secara konsisten dengan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.
46
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
47
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik 2012, jilid I. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. GlaxoSmithKline Consumer Healthcare Ltd. (2011). Mission. Dipetik November 13, 2014, dari http://www.gsk-ch.in/Mission.aspx GlaxoSmithKline Consumer Healthcare Ltd. (2011). Vision. Dipetik November 13, 2014, dari http://www.gsk-ch.in/vision.aspx GlaxoSmithKline plc. (2001). Our History. Dipetik November 13, 2014, dari http://www.gsk.com/about-us/our-history.html Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Kepresidenan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Kepresidenan Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Priyambodo, B. (2007). Manajemen Industri Farmasi. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
48
Lampiran 1. Struktur Organisasi GMS Indonesia
Consumer Healthcare GMS International Vice President
Consumer Healthcare GMS International Quality Director
Head of Quality
GMS Indonesia Technical Director
HRD Finance
Production and Supply GMS Pulogadung
Production and Supply GMS Bogor
Engineering
Logistic
Environtment, Health, and Safety
Procurement
Operational Excellence Champion
QA GMS Pulogadung
QC
Compliance
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
QA GMS Bogor
49
Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen Produksi
Operational Manager
Batch Admin
Liquid Manager
Solid & Topical Manager
Packing Manager
Liquid Spv.
Solid & Topical Manager
Packing Foreman
Solid & Topical Foreman
Packer
Operator Dispensing
Operator Folding
Liquid Foreman
Operator Liq. Mixing Operator Liq. Filling Serah terima material
Operator Solid Process Operator Topical Filling Operator Blistering
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
50
Lampiran 3. Alur Proses Produksi di Pulogadung Site
Granulation Compression Coating
Material Machine Man Management Method
Blistering
Mixing Filtering
Liquid Filling
Mixing
Topical Filling
Secondary Packaging
Finished Good
Lampiran 4. Alur Proses Produksi Sediaan Solid
Raw Material
Dispensing
Mixing / Granulation
Fluid Bed Drying
IPC : moisture content
Milling IPC : LOD Blistering
Coating
Cartoning
IPC : Kebocoran blister, No. Batch, dan ED
Compressing
Blending
IPC : kerapuhan, waktu hancur, kekerasan, keseragaman bobot, deteksi logam
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
51
Lampiran 5. Alur Proses Produksi Sediaan Liquid
Raw Material
Dispensing
Mixing
Filtering
IPC : pH dan kejernihan
Filling
Cartoning
Labelling
Capping
IPC : cap torque, removal cap, appearance, kejernihan
Lampiran 6. Alur Proses Prodeuksi Sediaan Krim
Fase Minyak Mixing pada suhu yang sama
Cooling
Fase Air Holding
IPC : Performance, coding, bobot
FillingTube
Cartoning
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
IPC : pH
52
Lampiran 7. Alur Proses Prodeuksi Sediaan Salep
Penambahan bahan lain
Cooling
Mixing
IPC : pH
Holding
Pelelehan Basis (Fast Melting) IPC : Performance, coding, bobot
FillingTube
Cartoning
Lampiran 8. Struktur Organisasi Departemen Quality
Technical Director
Head of Quality
QC Manager
Compliance Manager
QA Manager
QC Supervisor Pack Dev. Coordinator Retained Sample Owner
Validation Technician
QC Coordinator
QA Supervisor
QA Admin
Analyst
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Compliance Supervisor
Manufacturing Technical Officer
53
Lampiran 9. Struktur Organisasi Divisi Compliance
Consumer Healthcare GMS International Quality Director
Head of Quality
Compliance Manager
Compliance Officer
Lampiran 10. Struktur Organisasi Departemen EHS
Technical Director
EHS Manager
EHS Supervisor Cimanggis
Occupational Physician
EHS Officer
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
EHS Supervisor Pulogadung
EHS Officer
54
Lampiran 11. Struktur Organisasi Departemen OE
Technical Director
OE Champions & Knowledge Manager
OE Expert Cimanggis
OE Expert Pulogadung
Lampiran 12. Struktur Organisasi Divisi Logistik Technical Director
Logistic Manager
Planner Cimanggis Site
Warehouse Officer
Raw Material Packaging Material Finished Goods Vaccine Administration
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Planner Pulogadung
55
Lampiran 13. Struktur Organisasi Divisi Pembelian
Technical Director
Head of Procurement
Procurement Manager
Procurement Coordinator
Procurement Coordinator
For Inventory Material
For non Inventory Material
Lampiran 14. Struktur Divisi Engineering Technical Director
Engineering Manager
Untility Service Supervisor
Process Equipment Supervisor
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Engineering Complience
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMBUATAN MANUFACTURING BATCH RECORD FORMAT BARU UNTUK PRODUK TABLET ALLOPURINOL 100 MG, TABLET ALLOPURINOL 300 MG, DAN TABLET SALBUTAMOL 2 MG
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
HARRY UTOMO, S.Farm. 1306502503
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i DAFTAR ISI...................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Tujuan............................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3 2.1. Dokumentasi..................................................................................... 3 2.2. Dokumen Bagian Produksi .............................................................. 5 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ........................................................ 3.1. Tempat dan Waktu ........................................................................... 3.2. Objek Pengkajian ............................................................................. 3.3. Metode Pengkajian...........................................................................
10 10 10 10
BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 4.1. Material Requisition (MR)............................................................... 4.2. Manufacturing Batch Record (MBR) .............................................. 4.3. MBR Tablet Allopurinol 100 mg dan Tablet Allopurinol 300 mg .. 4.4. MBR Tablet Salbutamol 2 mg .........................................................
11 12 12 17 17
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 19 5.1. Kesimpulan....................................................................................... 19 5.2. Saran ................................................................................................ 19 DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 20
ii
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Obat merupakan komponen yang diperlukan dalam memelihara kesehatan
dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Industri farmasi sebagai produsen sediaan obat bertanggung jawab untuk menyediakan obat yang berkualitas dan aman bagi pasien. Industri farmasi harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses produksi agar dihasilkan obat yang mempunyai mutu tinggi. Langkah utama untuk memjamin kuaitas obat adalah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB merupakan pedoman dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat di industri farmasi. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM RI), industri obat wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar serta spesifikasi produk. Dokumentasi merupakan salah satu bagian dari CPOB 2012 dan termasuk dalam bagian yang penting dalam pemastian mutu. Salah satu dokumen penting dalam produksi adalah batch record yang terdiri dari manufacturing batch record dan packaging batch record. Batch record berisikan prosedur yang harus diikuti oleh operator dalam proses produksi obat serta langkah-langkah identifikasi parameter kritis dalam proses produksi sehingga proses tersebut dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi dan kualitas yang ditetapkan secara reprodusibel. Prosedur yang dimuat dalam batch record harus sederhana agar mudah dipahami, diikuti, dan didokumentasikan oleh operator. Akan tetapi, kesalahan dalam pengisian batch record tetap mungkin terjadi. Untuk mencegah kesalahan tersebut, PT. Glaxo Wellcome Indonesia mengembangkan suatu format batch record baru. Batch record dengan format baru tersebut diharapkan dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya BnRFT proses pemeriksaan parameter 1
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
2
kritis selama proses berlangsung, sehingga proses produksi diharapkan dapat berjalan dengan lebih efisien.
1.2
Tujuan Membuat manufacturing batch record format baru untuk produk tablet
allopurinol 100 mg, tablet allopurinol 300 mg, dan tablet salbutamol 2 mg yang sederhana (tidak ada duplikasi pencatatan), lengkap, dan sesuai dengan persyaratan dokumentasi CPOB.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dokumentasi (BPOM RI, 2012) Pada industri farmasi, dokumentasi merupakan hal yang penting.
Dokumentasi
adalah
bagian
dari
sistem
informasi
manajemen
dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Pada kesempatan ini akan dijelaskan lebih khusus kepada dokumen yang diperlukan untuk bagian produksi seperti Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu,
misalnya
pembersihan,
berpakaian,
pengendalian
lingkungan,
pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Bagian dokumen pembuatan dan hendaklah sesuai dengan dokumen persetujuan izin edar yang relevan. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas. Penampilan dokumen hendaklah dibuat rapi dan mudah dicek. Dokumen hasil reproduksi hendaklah jelas dan terbaca. Reproduksi dokumen
3
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
4
kerja dari dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang disebabkan proses reproduksi. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja. Dokumen hendaklah tidak ditulistangan; namun, bila dokumen memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulistangan dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Hendaklah disediakan ruang yang cukup untuk mencatat data. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan hendaklah memungkinkan pembacaan informasi semula. Jika perlu ada alasan perubahan hendaklah dicatat. Pencatatan hendaklah dibuat atau dilengkapi pada tiap langkah yang dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan mengenai pembuatan obat dapat ditelusuri. Catatan pembuatan hendaklah disimpan selama paling sedikit satu tahun setelah tanggal daluwarsa produk jadi. Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan, namun prosedur rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan hendaklah tersedia, dan akurasi catatan hendaklah dicek. Apabila dokumentasi dikelola dengan menggunakan metode pengolahan data elektronis, hanya personil yang diberi wewenang boleh
mengentri
atau memodifikasi data dalam komputer dan hendaklah
perubahan dan penghapusannya dicatat; akses hendaklah dibatasi dengan menggunakan kata sandi (password) atau dengan cara lain, dan hasil entri dari data kritis hendaklah dicek secara independen. Catatan bets yang disimpan secara elektronis hendaklah dilindungi dengan transfer pendukung (back-up transfer) menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain. Adalah sangat penting bahwa data selalu tersedia selama kurun waktu penyimpanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
5
2.2
Dokumen Bagian Produksi (BPOM RI, 2012) Dokumen yang esensial dalam produksi adalah: a) Dokumen Produksi Induk yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets, b) Prosedur Produksi Induk, terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, yang masing-masing berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Prosedur Produksi
Induk
dipersyaratkan
divalidasi sebelum mendapat
pengesahan untuk digunakan, c) Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang merupakan reproduksi dari masingmasing Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Kadang-kadang pada Catatan Produksi Bets, prosedur yang tertera dalam Prosedur Produksi Induk tidak lagi dicantumkan secara rinci.
Dokumen Produksi Induk yang disahkan secara formal hendaklah mencakup nama, bentuk sediaan, kekuatan dan deskripsi produk, nama penyusun dan bagiannya, nama pemeriksa serta daftar distribusi dokumen dan berisi hal sebagai berikut: a) informasi bersifat umum yang menguraikan jenis bahan pengemas primer yang harus digunakan atau aternatifnya, pernyataan mengenai stabilitas produk, tindakan pengamanan selama penyimpanan dan tindakan pengamanan lain yang harus dilakukan selama pengolahan dan pengemasan produk, b) komposisi atau formula produk untuk tiap satuan dosis dan untuk satu sampel ukuran bets, c) daftar lengkap bahan awal, baik yang tidak akan berubah maupun yang akan mengalami perubahan selama proses, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
6
d) spesifikasi bahan awal, e) daftar lengkap bahan pengemas, f) spesifikasi bahan pengemas primer, g) prosedur pengolahan dan pengemasan, h) daftar peralatan yang dapat digunakan untuk pengolahan dan pengemasan, i) pengawasan selama-proses pengolahan dan pengemasan, dan j) masa edar/simpan.
Prosedur Pengolahan Induk yang disahkan secara formal hendaklah tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets yang akan dibuat. Prosedur Pengolahan Induk hendaklah mencakup: a) nama produk dengan kode referen produk yang merujuk pada spesifikasinya; b) deskripsi bentuk sediaan, kekuatan produk dan ukuran bets; c) daftar dari semua bahan awal yang harus digunakan, dengan menyebutkan
masing-masing
jumlahnya,
dinyatakan
dengan
menggunakan nama dan referen (kode produk) yang khusus bagi a) bahan itu; hendaklah dicantumkan apabila ada bahan yang hilang selama proses; d) pernyataan mengenai hasil akhir yang diharapkan dengan batas penerimaan, dan bila perlu, tiap hasil antara yang relevan; e) pernyataan mengenai lokasi pengolahan dan peralatan utama yang harus digunakan; f) metode
atau
rujukan
metode
yang
harus
digunakan
untuk
mempersiapkan peralatan kritis (misalnya pembersihan, perakitan, kalibrasi, sterilisasi); g) instruksi rinci tahap proses (misalnya pemeriksaan bahan, perlakuan awal, urutan penambahan bahan, waktu pencampuran, suhu); h) instruksi untuk semua pengawasan selama-proses dengan batas penerimaannya;
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
7
i) bila perlu, syarat penyimpanan produk ruahan; termasuk wadah, pelabelan dan kondisi penyimpanan khusus, di mana perlu; dan j) semua tindakan khusus yang harus diperhatikan. Prosedur Pengemasan Induk yang disahkan secara formal hendaklah tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets serta ukuran dan jenis kemasan. Dokumen ini umumnya mencakup, atau merujuk, pada hal berikut: a) Nama produk; b) Deskripsi bentuk sediaan dan kekuatannya, di mana perlu; c) Ukuran kemasan yang dinyatakan dalam angka, berat atau volume produk dalam wadah akhir; d) Daftar lengkap semua bahan pengemas yang diperlukan untuk satu bets standar, termasuk jumlah, ukuran dan jenis bersama kode atau nomor referen yang berkaitan dengan spesifikasi tiap bahan pengemas; e) Di mana sesuai, contoh atau reproduksi dari bahan pengemas cetak yang relevan dan spesimen yang menunjukkan tempat untuk mencetak nomor bets dan tanggal daluwarsa bets; f) Tindakan khusus yang harus diperhatikan, termasuk pemeriksaan secara cermat area dan peralatan untuk memastikan kesiapan jalur (line clearance) sebelum kegiatan dimulai; g) Uraian kegiatan pengemasan, termasuk segala kegiatan tambahan yang signifikan serta peralatan yang harus digunakan; dan h) Pengawasan selama-proses yang rinci termasuk pengambilan sampel dan batas penerimaan.
Catatan Pengolahan Bets hendaklah tersedia untuk tiap bets yang diolah. Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari Prosedur Pengolahan Induk yang berlaku. Metode pembuatan catatan ini hendaklah didesain untuk menghindarkan kesalahan transkripsi. Catatan hendaklah mencantumkan nomor bets yang sedang dibuat. Sebelum suatu proses dimulai, hendaklah dilakukan pemeriksaan yang dicatat, bahwa peralatan dan tempat kerja telah bebas dari produk dan dokumen sebelumnya atau bahan yang tidak Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
8
diperlukan untuk pengolahan yang direncanakan, serta peralatan bersih dan sesuai untuk penggunaannya. Selama pengolahan, informasi sebagai berikut hendaklah dicatat pada saat tiap tindakan dilakukan dan setelah lengkap - hendaklah catatan diberi tanggal dan ditandatangani dengan persetujuan dari personil yang bertanggung jawab untuk kegiatan pengolahan: a) Nama produk; b) Tanggal dan waktu dari permulaan, dari tahap antara yang signifikan dan dari penyelesaian pengolahan; c) Nama personil yang bertanggung jawab untuk tiap tahap proses; d) Paraf operator untuk berbagai langkah pengolahan yang signifikan dan, di mana perlu, paraf personil yang memeriksa tiap kegiatan ini (misalnya penimbangan); e) Nomor bets dan/atau nomor kontrol analisis dan jumlah nyata tiap bahan awal yang ditimbang atau diukur (termasuk nomor bets dan jumlah bahan hasil pemulihan atau hasil pengolahan ulang yang ditambahkan); f) Semua kegiatan pengolahan atau kejadian yang relevan dan peralatan utama yang digunakan; g) Catatan
pengawasan
selama-proses
dan
paraf
personil
yang
melaksanakan serta hasil yang diperoleh; h) Jumlah hasil produk yang diperoleh dari tahap pengolahan berbeda dan penting; dan i) Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya dengan tanda tangan pengesahan untuk segala penyimpangan terhadap prosedur pengolahan induk.
Catatan Pengemasan Bets hendaklah tersedia untuk tiap bets yang dikemas. Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari Prosedur Pengemasan Induk yang berlaku dan metode pembuatan catatan ini hendaklah didesain untuk menghindarkan kesalahan transkripsi. Catatan hendaklah mencantumkan nomor bets dan jumlah produk jadi yang direncanakan akan diperoleh. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
9
Sebelum suatu kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan pemeriksaan yang dicatat, bahwa peralatan dan tempat kerja telah bebas dari produk dan dokumen sebelumnya atau bahan yang tidak diperlukan untuk pengemasan yang direncanakan, serta peralatan bersih dan sesuai untuk penggunaannya. Selama pengemasan, informasi sebagai berikut hendaklah dicatat pada saat tiap tindakan dilakukan dan setelah lengkap hendaklah catatan diberi tanggal dan ditandatangani dengan persetujuan dari personil yang bertanggung jawab untuk kegiatan pengemasan: a) Nama produk; b) Tanggal dan waktu tiap kegiatan pengemasan; c) Nama personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengemasan; d) Paraf operator dari berbagai langkah pengemasan yang signifikan; e) Catatan pemeriksaan terhadap identitas dan konformitas dengan prosedur pengemasan induk termasuk hasil pengawasan selama proses; f) Rincian kegiatan pengemasan yang dilakukan, termasuk referensi peralatan dan jalur pengemasan yang digunakan; g) Apabila dimungkinkan, sampel bahan pengemas cetak yang digunakan, termasuk spesimen dari kodifikasi bets, pencetakan tanggal daluwarsa serta semua pencetakan tambahan; h) Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya dengan tanda tangan pengesahan untuk semua penyimpangan terhadap prosedur pengemasan induk; dan i) Jumlah dan nomor referen atau identifikasi dari semua bahan pengemas cetak dan produk ruahan yang diserahkan, digunakan, dimusnahkan atau dikembalikan ke stok dan jumlah produk yang diperoleh untuk melakukan rekonsiliasi yang memadai.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Tempat dan Waktu Pengkajian dilakukan pada periode Juli-Agustus 2014 yang bertempat di
PT. Glaxo Wellcome Indonesia, Jl. Pulobuaran Raya Kav. III DD 2-4, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta.
3.2
Objek Pengkajian Objek penelitian ini dibatasi pada proses produksi tablet allopurinol 100
mg, tablet allopurinol 300 mg, dan tablet salbutamol 2 mg.
3.3
Metode Pengkajian Metode yang dilakukan dalam pembuatan Manufacturing Batch Record
format baru untuk produk tablet melalui penelusuran pustaka (CPOB 2012 dan catatan bets produksi versi sebelumnya) dan dilakukan observasi proses produksi.
10
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
GlaxoSmithKline merupakan research-based company yang terus tumbuh dan berkembang pesat. Departemen produksi sebagai salah satu bagian dari GSK terus melakukan perbaikan untuk mengurangi masalah teknis terkait proses produksi serta meningkatkan operational excellence. Master Manufacturing Batch Record pada bagian awal (Lembar Pemeriksaan Kelengkapan Batch Record) memuat kolom Product Name, Batch No., dan Expire Date dari suatu bets. Dokumen-dokumen yang terdapat dalam Master Manufacturing Batch Record yaitu Batch Processing, Batch Packaging, Laporan Analisis, dan Status of Batch (keputusan untuk diluluskan atau ditolak). Batch Processing yang diisi oleh Departemen Produksi memuat Manufacturing Instruction Batch Records, bahan-bahan yang digunakan selama proses produksi (Material Requisition/MR) dan tambahannya (Add MR), lembar material return slip (MRS) jika ada, dan print-out Shop Order (SO). Batch Packaging yang juga diisi oleh Departemen Produksi memuat Packaging Instruction Batch Records, bahan-bahan
yang
digunakan
selama
proses
pengemasan
(Packaging
Requisition/PR) dan tambahannya (Add PR), lembar material return slip (MRS) jika ada, print-out Shop Order (SO), dan sertifikat analisis bahan-bahan yang digunakan. Laporan analisis yang diisi oleh Departemen QC memuat lembar laporan produk jadi (Finished Good Report Sheet), laporan analisis mikrobiologi, dan raw data dari analisis. Dokumen terakhir yaitu Status of Batch berisi informasi apakah hasil bets yang diproduksi normal atau terjadi penyimpangan. Keputusan apakah bets dapat diluluskan atau ditolak ditentukan oleh Manajer QA (diberi tandatangan dan tanggal) setelah semua dokumen telah dikaji. Batch Record Processing sendiri memuat tentang bahan-bahan yang digunakan selama proses produksi (material requisition), instruksi proses produksi, spesifikasi yang harus dipenuhi untuk produk yang baik, serta produk jadi yang dihasilkan. Pembuatan Manufacturing Batch Record (MBR) format baru dilakukan terhadap produksi produk-produk solid, liquid, topical dan repacking yang dilakukan di GSK Pulogadung. Kali ini dilakukan untuk produk solid yaitu 11
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
12
tablet allopurinol 100 mg, tablet allopurinol 300 mg, dan tablet salbutamol 2 mg. Data-data yang diperlukan untuk pembuatan MBR dengan format baru antara lain MBR current version yang sudah terisi data, Master Manufacturing Batch Record, serta observasi-komunikasi langsung dengan operator-operator terkait, Solid-Topical Supervisor dan Solid-Topical Value Stream Manager.
4.1
Material Requisition (MR) Halaman pertama dokumen MR untuk produk tablet pada bagian judul
bertuliskan “Material Requisition (nama produk) Tablets (kekuatan dosis) mg”. Pada bagian header baris pertama berisi kolom untuk MR No., Method Code, Item Code, dan Batch No. Untuk header baris kedua berisi kolom deskripsi produk/item desc., kekuatan produk/strength, ukuran bets/batch size, tanggal dokumen MR produk tersebut efektif (Effective Date), dan tanggal dokumen MR produk tersebut harus diperiksa kembali (Review Date). Untuk header baris ketiga berisi kolom manufacturing/MFG date dan expire/EXP date bets produk tersebut. Dokumen MR produk disiapkan oleh (Prepared by) supervisor produksi, diperiksa oleh (Checked by) Value Stream Manager, dan disetujui oleh (Approved by)
QA
Manager;
juga
ditandatangani
oleh
Batch
Admin
dan
QA
Operation/Manager. Dokumen MR berisi bahan-bahan yang digunakan selama proses produksi/Bill of Material (BoM). Pada bagian BoM terdapat kolom untuk Weighing Sequence, Item Code, bahan-bahan yang digunakan, timbangan yang digunakan untuk masing-masing bahan, kuantitas masing-masing bahan, unit berat/volume masing-masing bahan, dan kolom paraf Weighing & Cleaned, Checked, serta tanggal masing-masing bahan. Untuk halaman kedua berisi Revision History dimana memuat nomor versi/tanggal dari perubahan/revisi serta referensi dan detail perubahan yang terjadi pada dokumen MR.
4.2
Manufacturing Batch Record (MBR) Halaman pertama dokumen MR untuk produk tablet pada bagian judul
bertuliskan “Manufacturing Batch Record (nama produk) Tablets (kekuatan dosis) mg”. Pada bagian header baris pertama berisi kolom untuk MBR No., Item Code, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
13
dan Batch No. Untuk header baris kedua berisi kolom deskripsi produk/item desc., kekuatan produk/strength, ukuran bets/batch size, masa simpan setelah dikemas/shelf life finished packed, kondisi penyimpanan/storage condition, tanggal dokumen MBR produk tersebut efektif (Effective Date), dan tanggal dokumen MBR produk tersebut harus diperiksa kembali (Review Date). Untuk header baris ketiga berisi kolom manufacturing/MFG date dan expire/EXP date bets produk tersebut. Dokumen MBR produk disiapkan oleh (Prepared by) supervisor (SPV) produksi, diperiksa oleh (Checked by) Value Stream Manager, dan disetujui oleh (Approved by) QA Manager. Daftar isi pada halaman Batch Record secara umum meliputi : 1. Health & Safety Precautions, 2. Line Opening, 3. Attachment Cleaned Label, 4. Instruksi Kerja, 5. Start Up, 6. Normal Run & IPC, 7. Rekonsiliasi, dan 8. Revision History.
4.2.1 Health & Safety Precautions Health & Safety Precautions berisi informasi dan langkah-langkah pencegahan yang seharusnya dilakukan sebelum tahap-tahap produksi dijalankan. Informasi yang dimuat termasuk keamanan bahan dan langkahlangkah pencegahan di setiap tahap produksi, contoh : ‘flammable solvent, mudah menguap dan terbakar’, ‘gunakan PPE’, dan ‘pastikan grounding semua mesin terpasang’. Halaman ini ditandatangani oleh foreman/SPV, operator dispensing, operator granulasi, dan operator compressing.
4.2.2 Line Opening Line Opening secara umum terdiri dari empat bagian pemeriksaan, meliputi dokumentasi; ruangan; mesin, instrumen, peralatan; dan bahan baku. Pemeriksaan dokumentasi secara umum misalnya apakah Batch Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
14
record produk sebelumnya telah dikeluarkan dari ruangan yang akan digunakan. Terdapat juga kolom pengisian informasi Line Clearance sebelumnya yang terdiri dari tanggal, produk sebelumnya, dan batch no. produk sebelumnya. Untuk pemeriksaan ruangan secara umum misalnya apakah sistem HVAC ruangan beroperasi dengan baik. Terdapat juga kolom pengisian nilai aktual Differential Pressure. Pada pemeriksaan instrumen secara umum misalnya apakah instrumen X berfungsi dengan baik, sudah diverifikasi dan terkalibrasi. Terdapat juga kolom pengisian tanggal masing-masing instrumen harus dikalibrasi kembali. Untuk pemeriksaan bahan baku secara umum yaitu apakah bahan baku telah tersedia; dan jumlah, no.lot, dan identitas sesuai BoM. Proses Line Opening ini diperiksa dan disetujui oleh foreman/SPV dengan menuliskan tandatangan dan tanggal pemeriksaan.
4.2.3 Attachment Cleaned Label Attachment Cleaned Label berisi kolom-kolom besar untuk penempelan label-label dari item-item yang tertulis di halaman tersebut untuk dibersihkan. Item-item tersebut termasuk ruangan dan peralatan yang akan digunakan. Jadi misalnya suatu ruang atau alat telah dibersihkan, maka label ‘Cleaned’ ruangan atau alat tersebut dapat ditempelkan di kolom yang tersedia.
4.2.4 Instruksi Kerja Instruksi kerja terdapat pada halaman tahap-tahap produksi, yaitu layering, binding solution, granulasi, blending, dan compression. Secara umum, instruksi kerja berisi urutan pekerjaan yang harus dilakukan oleh operator tahap produksi yang bersangkutan. Bila ada label/print-out yang dikeluarkan oleh instrumen dan perlu untuk didokumentasikan, maka print-out tersebut dapat ditempel di kolom yang tersedia di masing-masing halaman tahap produksi. Contohnya operator binding solution melakukan pengambilan sekian volume pelarut dan penimbangan sekian massa binder, maka operator tersebut mengisi label dispensing pelarut dan dari Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
15
timbangan muncul print-out penimbangan. Selanjutnya label dan print-out tersebut dapat ditempel di kolom yang tersedia di halaman instruksi binding solution. Instruksi kerja ini dilakukan oleh operator dan diperiksa oleh foreman/SPV dengan menuliskan masing-masing tanda tangan, tanggal pengerjaan, dan tanggal pemeriksaan.
4.2.5 Start Up Start Up (sebagai contoh start up proses compression) terdapat pada halaman tahap compression. Secara umum, start up berisi urutan pekerjaan awal dan pemeriksaan sampel tablet yang harus dilakukan oleh operator compression sebelum melakukan normal running pencetakan tablet. Operator melakukan setting mesin hingga dihasilkan tablet dengan spesifikasi tertentu yang tertulis pada halaman start up compression. Spesifikasi sampel awal tablet yang diperiksa meliputi emboss sisi atas dan bawah, diameter, ketebalan, kekerasan, bobot per tablet, bobot per 20 tablet, waktu hancur, dan keregasan. Untuk pemeriksaan bobot tablet, print-out hasil penimbangan dapat ditempel pada kolom yang tersedia. Dilakukan juga pengujian pada sensor detektor logam untuk memastikan detektor dapat memisahkan bila ada tablet yang mengandung partikel logam. Proses start up compression ini dilakukan oleh operator compression dan bila hasil start up memenuhi spesifikasi, maka dapat disetujui oleh foreman/SPV dengan menuliskan masing-masing tanda tangan, tanggal pengerjaan, dan tanggal pemeriksaan/persetujuan.
4.2.6 Normal Run & IPC Halaman Normal Run & IPC compression berisi instruksi pencetakan tablet pada kecepatan tertentu yang tervalidasi dan instruksi pemeriksaan IPC selama compressing. IPC selama compressing meliputi pemeriksaan
penampilan/fisik, bobot
tablet, ketebalan,
kekerasan,
keregasan, waktu hancur, dan deteksi logam. Pada halaman IPC compressing ini terdapat kolom tanggal dan kolom jam-jam serta menitmenit dilakukannya pemeriksaan per parameter (kolom menit untuk IPC Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
16
penampilan dan bobot tablet). Untuk bobot tablet, tersedia kolom untuk menggambar grafik hasil penimbangan bobot tablet, sehingga dapat dilihat apakah keragaman bobot tablet yang dihasilkan masih berada dalam range target atau tidak. Print-out hasil penimbangan bobot tablet tersebut dapat ditempel pada kolom yang tersedia. Terdapat juga kolom untuk menghitung bobot rata-rata tablet yang telah ditimbang. Proses Normal Run & IPC compression ini dilakukan oleh operator compression dan bila hasil IPC memenuhi spesifikasi, maka dapat disetujui oleh foreman/SPV dengan menuliskan masing-masing tanda tangan, tanggal pengerjaan, dan tanggal pemeriksaan/persetujuan.
4.2.7 Rekonsiliasi Proses rekonsiliasi terdapat pada akhir tahap granulasi-blending dan pada akhir tahap compression. Secara umum, pada halaman rekonsiliasi terdapat kolom-kolom untuk menuliskan kuantitas akhir (total/actual
yield),
kuantitas
yang
ditolak/di-reject,
persentase
akuntabilitas, dan persentase yield dari masing-masing granul dan tablet. Pada rekonsiliasi compression terdapat juga kolom untuk menuliskan berat netto container, total tablet yang dihasilkan, tablet reject metal detector, dan ringkasan IPC penampilan tablet. Print-out penimbangan berat netto container dapat ditempel pada kolom yang tersedia. Proses rekonsiliasi granulasi-blending dihitung oleh operator granulasi dan dicek oleh foreman/SPV, lalu diperiksa kembali oleh Value Stream Manager. Masing-masing menuliskan tanda tangan, tanggal penghitungan, tanggal pengecekan, dan tanggal pemeriksaan kembali. Untuk proses rekonsiliasi compression dihitung oleh operator compression dan dicek oleh foreman/SPV, selanjutnya bulk tablet diserahkan ke operator blistering. Pemeriksaan kembali terakhir dilakukan oleh Value Stream Manager, Production Manager, dan QA Manager. Masing-masing menuliskan tanda tangan, tanggal penghitungan, tanggal pengecekan, tanggal penerimaan bulk, dan tanggal pemeriksaan kembali.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
17
4.2.8 Revision History Halaman terakhir dari batch record adalah Revision History yang berisi nomor versi/tanggal dari perubahan/revisi serta referensi dan detail perubahan yang terjadi pada dokumen MBR.
4.3
MBR Tablet Allopurinol 100 mg dan Tablet Allopurinol 300 mg Batch record untuk produk tablet allopurinol 100 mg dan tablet allopurinol
300 mg berisi tahap-tahap sebagai berikut: 1. Health & safety precautions, 2. Line opening – Dispensing & attachment cleaned label/tag 3. Line opening – Dispensing alkohol & attachment cleaned label/tag 4. Line opening – Layering & attachment cleaned label/tag 5. Instruksi kerja – Layering 6. Line opening – Binding solution & attachment cleaned label/tag 7. Instruksi kerja – Binding solution 8. Line opening – Granulation & attachment cleaned label/tag 9. Instruksi kerja – Granulation 10. Line opening – Blending & attachment cleaned label/tag 11. Instruksi kerja – Blending & rekonsiliasi granulasi 12. Line opening – Compression & attachment cleaned label/tag 13. Start Up – Compression 14. Normal run & IPC – Compression 15. Rekonsiliasi Compression 16. Revision history
4.4
MBR Tablet Salbutamol 2 mg Batch record untuk produk tablet salbutamol 2 mg berbeda dengan produk
tablet allopurinol karena tidak berisi instruksi untuk Binding solution, tetapi berisi instruksi penempelan lembar catatan suhu dan % Relative Humidity (RH). Halaman batch record tablet salbutamol 2 mg berisi tahap-tahap sebagai berikut: 1. Health & safety precautions, 2. Line opening – Dispensing & attachment cleaned label/tag Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
18
3. Temperature & % RH record sheet – Dispensing 4. Line opening – Layering & attachment cleaned label/tag 5. Instruksi kerja – Layering 6. Line opening – Granulation & attachment cleaned label/tag 7. Instruksi kerja – Granulation 8. Temperature & % RH record sheet – Granulation 9. Line opening – Blending & attachment cleaned label/tag 10. Instruksi kerja – Blending & rekonsiliasi granulasi 11. Line opening – Compression & attachment cleaned label/tag 12. Start Up – Compression 13. Normal run & IPC – Compression 14. Temperature & % RH record sheet – Compression 15. Rekonsiliasi Compression 16. Revision history
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan 1. MBR format baru dibuat untuk mengurangi kesalahan operator dalam penulisan/pengisian batch record sehingga mengurangi BnRFT. 2. MBR format baru memenuhi persyaratan CPOB 2012 untuk dokumen esensial bagian produksi.
5.2
Saran Perlu dilakukan pembuatan MBR format baru untuk produk-produk lainnya yang diproduksi di GlaxoSmithKline khususnya PT. Glaxo Wellcome Indonesia.
19
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014
Universitas Indonesia
20
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. PT. Glaxo Wellcome Indonesia. (2014). Master Manufacturing Batch Record. Jakarta: PT. Glaxo Wellcome Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Harry Utomo, FF UI, 2014