UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 2 OKTOBER – 7 NOVEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
BHATA BELLINDA, S.Farm. 1206329423
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 2 OKTOBER – 7 NOVEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
BHATA BELLINDA, S.Farm. 1206329423
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
iii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Bhata Bellinda, S.Farm
NPM
: 1206329423
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 17 Januari 2014
iv
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan syukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus yang telah memberikan penyertaanNya, anugerah, serta kasih karuniaNya yang selalu setia mendampingi dan menuntun saya selama proses pengerjaan dan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat, Periode 2 Oktober – 7 November 2013 mulai tanggal 2 September sampai dengan 24 September 2013. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Profesi Apoteker untuk dapat memperoleh gelar Apoteker dan merupakan sarana untuk memperluas wawasan mahasiswa Program Profesi Apoteker dibidang pelayanan apotik. 1. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI sekaligus pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA. 2. Dra. Azizahwati, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing PKPA dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah berkenan menyediakan waktu dan perhatiannya untuk memberikan bimbingan serta arahan dalam upaya penyusunan laporan PKPA; 3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI. 4. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Pejabat sementara Dekan Fakultas Farmasi UI sampai dengan tanggal 20 Desember 2013. 5. Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika atas kesempatan yang diberikan selama pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika; 6. Seluruh karyawan Apotek Atrika, seperti Mbak Ratna, Bu Mimin, Bu Tuti, Pak Tab, Mbak Ayu, Mbak Ponah, Pak Kadi, Mas Heru, dan nama-nama lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas didikan dan bantuannya selama perkuliahan di pendidikan profesi apoteker. v
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
8. Papa, mama, dan kak Abi yang telah memberikan doa dan semangat untuk menyelesaikan perkuliahan di pendidikan profesi apoteker. 9. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman serta saling mendukung selama pelaksanaan PKPA. 10. Seluruh teman-teman Apoteker UI Angkatan 77 yang telah berjuang bersamasama melaksanakan PKPA untuk mendapatkan gelar apoteker. 11. Seluruh pihak yang telah membantu penulisan laporan PKPA yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Saya menyadari laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan demi kesempurnaan dalam penyusunan laporan ini. Semoga apa yang saya sajikan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat yang cukup berarti bagi perkembangan peranan profesi Apoteker di apotek pada umumnya. Keterbatasan pada dasarnya dapat menjadi sumber pelajaran bagi perkembangan berikutnya dan kesempatan adalah titik awal perjuangan untuk menjadi lebih baik.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
vi
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Bhata Bellinda, S.Farm
NPM
: 1206329423
Program Studi : Apoteker Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 2 OKTOBER – 7 NOVEMBER 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
media/formatkan,
Universitas mengelola
Indonesia dalam
berhak
bentuk
basis
menyimpan, data,
mengalih
merawat,
dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 17 Januari 2014 Yang menyatakan
(Bhata Bellinda, S.Farm.)
vii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama
: Bhata Bellinda, S. Farm
Program Studi : Profesi Apoteker Judul
:.Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode 2 Oktober – 7 November 2013
Apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apotek menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan untuk mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Saat ini, pelayanan kefarmasian yang dilakukan dalam Apotek telah mengalami pergeseran orientasi dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Sebagai konsekuensinya, Apoteker dituntut meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung baik kepada pasien maupun kepada tenaga kesehatan lain. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada 2 Oktober – 7 November 2013 di Apotek Atrika guna memberikan perbekalan bagi para calon Apoteker untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama masa kuliah secara praktis dan langsung kepada pasien di Apotek. Kegiatan PKPA tersebut memberikan pengetahuan langsung mengenai peran dan fungsi Apoteker dalam pelayanan kefarmasian dan pengelolaan Apotek. Kata Kunci :.Praktek Kerja Profesi Apoteker, Apotek Atrika, Sistem Jaminan Sosial Nasional, E-catalogue, xiii +53 halaman : 21 lampiran Daftar Pustaka : 15 (1980-2011)
viii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name
: Bhata Bellinda, S. Farm
Study Program: Pharmacist Profession Judul
:. Report of Pharmacist Internship Program at Atrika Pharmacy Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat October 2nd – November 7th 2013 Period
Pharmacy is a place where do pharmacy work and distribution of pharmaceutical and other medical supplies to the public. Pharmacy became one of health care facility to realize the achievement of optimal health status for the community. Currently, pharmaceutical services are performed in the pharmacy has undergone a shift in the orientation of the drug to patients who are referred to the Pharmaceutical Care. As a consequence, Pharmacist required to increase the knowledge, skills, and behaviors in order to carry out the direct interaction to patients either to other health professionals. Pharmacists Internship Program (PIP) conducted on October 2nd to November 7th, 2013 at the Atrika Pharmacy to provide supplies for prospective pharmacists to apply the knowledge they have learned during the course in a practical and direct to patients in pharmacies. The PIP activities provide direct knowledge of the role and functions of pharmacists in pharmaceutical care and pharmacy management. Key Words
:. Pharmacist Internship Program, Atrika Pharmacy, National Social Assurance System, E-catalogue.
xiii +53 pages
: 21 appendixes
Bibliography
: 15 (1980-2011)
ix
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN ORISINALITAS.......................................................................... iv KATA PENGANTAR....................................................................................... v HALAMAN PUBLIKASI .......................................................................... vii ABSTRAK…………………….......................................................................... viii ABSTRACT……………………………………………………………………ix DAFTAR ISI ................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xii DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Tujuan ...................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ....................................................... 3 2.1 Definisi Apotek ........................................................................ 3 2.2 Landasan Hukum Apotek ...................................................... 3 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ....................................................... 4 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/ IX/2004)……………...... 4 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ............................... 5 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ............... 6 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002) ............... .... ........................ 7 2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ............................................... 10 2.9 Tenaga Kerja di Apotek .......................................................... 12 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek .................................................... 13 2.10.1 Obat Bebas .................................................................. 14 2.10.2 Obat Bebas Terbatas ...................................................... 14 2.10.3 Obat Keras dan Psikotropika ......................................... 14 2.10.4 Narkotika ……................................................................17 2.11 Pengelolaan Apotek ................................................................. 20 2.11.1 Perencanaan .................................................................. 20 2.11.2 Pengadaan .................................................................... 21 2.11.3 Penyimpanan ................................................................. 21 2.11.4 Administrasi .................................................................. 21 2.12 Pengadaan Persediaan Apotek .............................................. 22 2.13 Pengendalian Persediaan Apotek .......................................... 23 2.13.1 Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) ............... 24 2.13.2 Analisis ABC………….................................................. 24 2.13.3 Analisis VEN-ABC ....................................................... 24 2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek……......................... 25 2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) ................. 28 x
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
2.14.2 Konseling ...................................................................... 30 2.14.3 Swamedikasi ................................................................. 30
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA .................................... 32 3.1 Sejarah dan Lokasi ................................................................. 32 3.2 Tata Ruang .............................................................................. 32 3.3 Penataan Obat ……. ................................................................. 32 3.4 Struktur Organisasi . ................................................................. 33 3.5 Tugas dan Fungsi Jabatan ...................................................... 33 3.5.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) ............................... 33 3.5.2 Apoteker Pendamping ................................................... 34 3.5.3 Asisten Apoteker .......................................................... 34 3.5.4 Juru Resep...................................................................... 35 3.5.5 Kasir............................................................................... 35 3.5.6 Keuangan ....................................................................... 36 3.5.7 Kurir …........................................................................... 36 3.5.8 Petugas Kebersihan .........................................................36 3.6 Kegiatan di Apotek Atrika ...................................................... 36 3.6.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian ........................................ 37 3.6.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ..................... 37 3.6.1.2 Pengelolaan Narkotika ..................................... 39 3.6.1.3 Pengelolaan Psikotropika ................................ 40 3.6.1.4 Pelayanan Apotek ............................................ 41 3.6.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian ............................... 41 3.6.2.1 Kegiatan Administrasi ..................................... 41 3.6.2.2 Sistem Administrasi ......................................... 43 BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................... 46 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 52 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 52 5.2 Saran ......................................................................................... 52 DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 53
xi
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Logo golongan obat…..........................................................
15
Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas............
16
Gambar 2.3 Matriks VEN – ABC..............................................................
31
xii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Contoh formulir APT-1.........................................................
53
Lampiran 2 Contoh formulir APT-2.........................................................
55
Lampiran 3 Contoh formulir APT-3.........................................................
56
Lampiran 4 Contoh formulir APT-4.........................................................
62
Lampiran 5 Contoh formulir APT-5.........................................................
63
Lampiran 6 Contoh formulir APT-6.........................................................
66
Lampiran 7 Contoh formulir APT-7.........................................................
67
Lampiran 8 Struktur Organisasi Apotek Atrika........................................
68
Lampiran 9 Peta Lokasi Apotek Atrika………………………………….
69
Lampiran 10 Denah Ruang Apotek Atrika…….........................................
70
Lampiran 11 Tata Ruang Etalase Depan Apotek............................................
71
Lampiran 12 Lemari Penyimpanan Narkotik................................................. ...................................... 71
Lampiran 13 Lemari Penyimpanan Psikotropik............................................. ...................................... 71
Lampiran 14 Etiket dan Label Apotek Atrika ................................................ ...................................... 72
Lampiran 15 Kopi Resep Apotek Atrika ........................................................ ...................................... 72
Lampiran 16 Surat Pesanan Apotek Atrika .................................................... ...................................... 73
Lampiran 17 Surat Pesanan Narkotika........................................................... ...................................... 73
Lampiran 18 Laporan Penggunaan Narkotika................................................ ...................................... 74
Lampiran 19 Surat Pesanan Psikotropika....................................................... ...................................... 74 Lampiran 20 Laporan Penggunaan Psikotropika (1)...................................... .................................. 75 Lampiran 21 Laporan Penggunaan Psikotropika (2)...................................... .................................. 75
xiii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Apotek merupakan sarana kesehatan yang berperan dalam upaya-upaya
kesehatan, terutama untuk penyerahan obat dan perbekalan farmasi beserta informasinya kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang Tenaga Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Apotek sebagai sarana yang bergerak di bidang jasa pelayanan harus mampu memberikan pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu. Orientasi pelayanan kefarmasian yang telah bergeser dari pelayanan berorientasi obat menjadi pelayanan berorientasi pasien menyebabkan kegiatan pelayanan yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsekuensi perubahan orientasi tersebut adalah apoteker dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar dapat melaksanakan interaksi langsung kepada pasien. Bentuk interaksi tersebut bisa berupa pelaksanaan pemberian informasi dan pengawasan penggunaan obat demi tercapainya tujuan akhir terapi yang diharapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2004). Seiring dengan meningkatnya tuntutan terhadap perbaikan pelayanan kefarmasian, termasuk di apotek, calon-calon apoteker diharapkan dapat menjadi pemberi pelayanan kefarmasian yang baik, serta pembaharu dalam dunia kefarmasian yang terus berkembang. Apoteker dan calon apoteker harus terus meningkatkan pemahaman dan kompetensinya dalam melakukan tugas dan tangung jawab yang diemban. Oleh karena itu, program profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Atrika melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek untuk para calon apoteker sebagai latihan untuk terjun langsung ke lapangan dan melihat realita kerja yang ada, serta menerapkan ilmu yang didapat selama di bangku kuliah untuk mengatasi berbagai permasalahan yang bisa mereka temui di apotek.
1
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
1.2
Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika bertujuan agar
para calon apoteker: a. Memahami peran, fungsi dan tanggung jawab seorang Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian di apotek. b. Memahami dan melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek, baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1
Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, apotek merupakan
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2
Landasan Hukum Apotek Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a.
b.
Undang-Undang (UU), yaitu: 1.
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Peraturan Pemerintah, yaitu: 1. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 2. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
c.
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK), yaitu: 1. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. d.
Keputusan Menteri Kesehatan (KMK), yaitu: 1. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 3
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi
apotek adalah: a.
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b.
Sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
d.
Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.4
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/ IX/2004) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/
IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. Apotek harus memiliki: a.
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
5
b.
Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi.
c.
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d.
Ruang racikan.
e.
Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5
Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan PMK Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA atau SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN (Komite Farmasi Nasional). STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a.
Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b.
Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;
c.
Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
d.
Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
6
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: a.
Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
b.
Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
c.
Memiliki
SIPA
yang
dikeluarkan
oleh
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.. d.
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker.
e.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.
2.6
Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut: a.
Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
7
serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993); b.
Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993);
c.
Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).
d.
Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 ayat 2, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002);
e.
Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).
2.7
Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002) Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002
disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker
atau
Apoteker
bekerjasama
dengan
pemilik
sarana
untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
8
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1. b. Dengan
menggunakan
formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan
tembusan
kepada
Kepala
Dinas
Provinsi
dengan
menggunakan contoh formulir APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
9
h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib mengeluarkan
surat
penolakan
disertai
dengan
alasannya
dengan
menggunakan formulir model APT-7. Dalam mengajukan permohonan perizinan apotek, Apoteker selaku penanggung jawab melampirkan: 1. Data Apoteker -
Fotocopy KTP Apoteker Pengelola Apotek (APA)
-
Fotocopy NPWP APA
-
Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar
-
Fotocopy Surat Izin Kerja
-
Fotocopy Surat Lolos butuh dari Dinas Kesehatan Provinsi bagi APA yang berasal dari luar Provinsi
-
Surat Izin dari Atasan bagi APA yang PNS/TNI/Polri
2. Data Pemilik Sarana Apotek (PSA) -
Fotocopy KTP PSA / Pemilik Perusahaan
-
Fotocopy NPWP
-
Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar
3. Fotocopy Akte Perusahaan bila berbentuk Badan Hukum yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM RI 4. Salinan Akte Perjanjian kerjasama antara APA dan PSA 5. Fotocopy IMB yang telah dilegalisir 6. Fotocopy Undang-Undang Gangguan (UUG) dari Dinas Tramtib yang telah dilegalisir. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
10
7. Surat Pernyataan dari APA tidak bekerja pada perusahaan Farmasi lain di atas materai Rp 6.000,8. Surat Pernyataan APA yang menyaakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp 6.000,9. Surat Pernyataan dari APA tidak melakukan penjualan Narkotika, Obat Keras Tertentu tanpa resep di atas materai Rp 6.000,10. Surat Pernyaaan PSA tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang Farmasi/obat dan tidak ikut campur dalam hal pengelolaan obat di atas materai Rp 6.000,11. Peta lokasi dan denah ruangan beserta fungsi dan ukurannya 12. Struktur organisasi dan tata kerja/ tata laksana 13. Rencana jadwal buka apotek 14. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan 15. Kelengkapan Asisten Apoteker/D3 Farmasi -
Surat Izin Asisten Apoteker
-
Fotocopy KTP
-
Surat pernyataan bersedian bekerja di atas materai Rp 6.000,-
16. Daftar peralatan peracikan obat 17. Daftar buku pustaka 18. Perlengkapan administrasi
2.8
-
Contoh etiket, kartu stock, copy resep
-
Blanko SP, blanko faktur, form laporan Narkotika
Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila: a.
Apoteker
tidak
lagi
memenuhi
kewajibannya
untuk
menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
11
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus.
c.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
d.
SIPA APA dicabut.
e.
Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
f.
Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a.
Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
b.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
12
a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.
c.
Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).
2.9
Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/Asisten Apoteker. APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut: a.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b.
Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
c.
Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
d.
Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e.
Melakukan pengembangan apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 Tahun 2002, dalam
melakukan tugasnya, apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
13
apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pendamping merupakan apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki SIPA, dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
2.10
Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan psikotropika, serta obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2011; Departemen Kesehatan RI, 1997). Obat bebas
Obat bebas terbatas
Obat Keras
Narkotika Gambar 2.1 Logo golongan obat Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
14
2.10.1 Obat Bebas Obat bebas merupakan obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah Parasetamol (Kementerian Kesehatan, 2006).
2.10.2 Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras, tapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006). Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut:
Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas.
2.10.3 Obat Keras dan Psikotropika Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat keras adalah Asam Mefenamat. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
15
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi: a)
Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan I adalah Brafofetam dan ecstasy.
b) Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah Sekobarbital dan Metakualon. c)
Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah Amobarbital dan Pentobarbital.
d) Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
Contoh psikotropik
golongan IV adalah Alprazolam, Diazepam, Fenobarbital, dan Flurazepam. Dalam UU Nomor 5 Tahun 1997 pengaturan psikotropika bertujuan untuk: 1) Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. 2) Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. 3) Memberantas peredaran gelap psikotropika. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
16
1) Pemesanan Pemesanan psikotropika dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dilengkapi nama jelas, nomor SIPA, dan stempel apotek. Surat pesanan terdiri dari tiga rangkap dan dalam setiap surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari 1 (satu) jenis psikotropika.
2) Penyimpanan Penyimpanan psikotropika belum diatur dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya, sehingga untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika maka sebaiknya obat golongan psikotropika disimpan dalam suatu rak atau lemari khusus dan disertai kartu stok psikotropika. 3) Penyerahan Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter (UU No.5 tahun 1997 pasal 14). 4) Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan ke Kepala Balai POM setempat secara berkala. Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika. 5) Pemusnahan Pada Undang-undang No. 5 tahun 1997 pasal 53 disebutkan bahwa pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal yang berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
17
dibuatkan berita acara. Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan narkotika.
2.10.4 Narkotika Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a)
Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan I adalah Opium, Kokaina, tanaman ganja, Heroina, MDMA, Meskalin, Amfetamina, Metamfetamina.
b) Narkotika golongan II Narkotika yang berkhasiat pengobatan, dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan II adalah Difenoksilat, Fentanil, Levometorfan, Metadona, Morfina, dan Petidina. c)
Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan III adalah Kodeina dan Buprenorfina. Pengaturan narkotika dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 meliputi segala
bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: 1) Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
18
2) Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan
Bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika; 3) Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan 4) Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut: 1) Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIPA, dan stempel apotek. Surat pesanan narkotika terdiri dari empat rangkap dan satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. 2) Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIPA dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1.
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2.
Harus mempunyai kunci yang kuat.
3.
Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
5.
Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
6.
Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
19
7.
Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
3) Pelayanan resep Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. 4) Pelaporan Berdasarkan
Permenkes
RI
No.1575/Menkes/PER/XI/2005
tentang
organisasi dan tata kerja Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan, pengolahan dan penyajian data penggunaan obat narkotika dan psikotropika dari unit pelayanan. Dalam melaksanakan aktivitas pengelolaan data pelaporan tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menggunakan Sistem Pelaporan dalam bentuk software, yaitu Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP)
yang
dapat
http//www.sipnap.binfar.depkes.go.id.
diakses
SIPNAP
online
terdiri
dari
dengan software
alamat Unit
pelayanan (Apotek, Puskesmas, dan Rumah Sakit), Software tingkat Dinas Kesehatan Kab/Kota dan pelaporan ke Provinsi dan Pusat dilakukan sistem pelaporan online.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
20
5) Pemusnahan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan
dan/atau
untuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan.
Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.
2.11
Pengelolaan Apotek Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu
memberikan
pendidikan
dan
peluang
untuk
meningkatkan
pengetahuan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan.
2.11.1 Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
21
berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat. 2.11.2 Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2.11.3 Penyimpanan Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga. 2.11.4 Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
22
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita&Lily, 2004) Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu: a.
Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b.
Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan.
c.
Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku
Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
23
a.
Pembelian kontan Pembelian kontan adalah pembelian di mana pihak apotek langsung
membayar harga obat yang dibeli dari distributor. b.
Pembelian kredit Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo.
c.
Konsinyasi (Titipan obat) Konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya.
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997):
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
24
2.13.1 Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving. Obat non-esensial meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri. 2.13.2 Analisis ABC Analisis ABC disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis ABC merupakan metode pembuatan grup atau penggolongan berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A, B dan C. Kelompok A adalah inventory dengan jumlah sekitar 20% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 75% – 80% dari total nilai inventory. Kelompok B adalah inventory dengan jumlah sekitar 30% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15% – 20% dari total nilai inventory. Sedangkan kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 50% – 60% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% – 10% dari total nilai inventory. Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya (Widiyanti, 2005). 2.13.3 Analisis VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis ABC dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
25
V
E
N
A
VA EA NA
B
VB EB NB
C
VC EC NC
Gambar 2.3 Matriks VEN-ABC
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical
care
(PC)
seringkali
diartikan
sebagai
Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
26
c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Memberikan informasi tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care). 1)
Pelayanan Resep
a.
Skrining Resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1.
Persyaratan Administratif a) Nama, SIP, dan alamat dokter b) Tanggal penulisan resep c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badam pasien e) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta f)
Cara pemakaian yang jelas
g) Informasi lainnya 2.
Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
3.
Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif sepenuhnya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b.
Penyiapan Obat 1.
Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
27
2.
Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3.
Kemasan obat yang diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
4.
Penyerahan obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuain antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
5.
Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
6.
Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan
dan
perbekalan
kesehatan
lainnya
sehingga
dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
lainnya.
Untuk
menderita
penyakit
tertentu,
seperti
kardiovaskuler, diabetes, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 7.
Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu, seperti kardiovaskuler, diabetes, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2)
Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
28
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 3)
Pelayanan Residensial Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Informasi yang diberikan mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Informasi yang diberikan haruslah benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE ialah: a.
Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama secara kontinyu dapat mengakibatkan ketidakpatuhan pasien. Status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik juga termasuk salah satu penyebab ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
29
b.
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien.
c.
Penggunaan obat yang tidak benar seperti pada teknik penggunaan obat oleh pasien, beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam penggunaannya agar lebih efektif antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga
kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : a.
a.
Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan 1.
Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat
2.
Menurunkan ketidakpatuhan
3.
Menurunkan efek samping obat
4.
Menurunkan biaya pengobatan
5.
Meningkatkan pemahaman tentang penyakit
6.
Meningkatkan penggunaan obat yang rasional
Bagi Apoteker 1.
Meningkatkan citra profesi
2.
Meningkatkan kepuasan kerja
3.
Menarik customer Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-
ciri sebagai berikut: a.
Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
b.
Objektif
c.
Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dariberbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
d.
Ilmiah,
berarti
Apoteker
dalam
menyampaikan
informasi
harus
berdasarkansumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e.
Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
30
2.14.2 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.14.3 Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah: a.
Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA.
b.
Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
31
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain: a.
Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan.
b.
Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
c.
Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
d.
Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak
boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
gBAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1
Sejarah dan Lokasi Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Pemilik Sarana Apotek (PSA) ialah Bapak Winardi Hendrayanta dan sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika ialah Bapak Dr. Harmita, Apt. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34A Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk. Terletak di jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan. Peta lokasi Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 9.
3.2
Tata Ruang Bagian depan apotek memiliki halaman yang dapat digunakan sebagai
tempat parkir. Bangunannya terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, counter kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar tata ruang dan denah ruang Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 10.
3.3
Penataaan Obat Penataan obat dilakukan berdasarkan farmakologi obat dan jenis
sediaannya yang kemudian disusun berdasarkan abjad. Penggolongan obat secara farmakologi yang terdapat di apotek, diantaranya antibiotika, antimikroba, antivirus,
vitamin,
saluran
kemih,
antithyroid,
antimigrain,
analgesik/antiinflamasi, saluran pencernaan, saluran pernafasan, antihistamin, kortikosteroid, kontrasepsi/hormon, antipsikosis, kardiovaskular dan golongan lain. Bentuk sediaan dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), 32
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
33
sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk menyimpan obat fast moving, obat generik berlogo, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluwarsa.
3.4
Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: a. Apoteker, yaitu: Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang Apoteker Pendamping b.
c.
: 1 orang
Tenaga teknis farmasi, yaitu: Asisten Apoteker
: 2 orang
Juru resep
: 1 orang
Tenaga non teknis farmasi, yaitu: Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang Kurir
: 1 orang
Petugas Kebersihan
: 1 orang
Gambar struktur organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 8.
3.5 Tugas dan Fungsi Jabatan 3.5.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut: a.
Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
34
b.
Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan.
c.
Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan
dan
mengembangkan hasil
usaha
apotek dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d.
Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat.
e.
Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien.
f.
Memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.
g.
Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
h.
Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
i.
Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
3.5.2 Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut: a.
Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat.
b.
Bertanggung jawab atas pengadaan obat, kecuali obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
3.5.3 Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
35
a.
Melakukan pendataan kebutuhan barang.
b.
Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan.
c.
Melayani permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas.
d.
Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep.
e.
Memeriksa kesesuaian obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
f.
Mencatat keluar masuk barang.
g.
Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
h.
Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya.
i.
Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.5.4 Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a.
Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
b.
Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
c.
Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker.
d.
Menjaga kebersihan apotek.
3.5.5 Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut: a.
Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
36
b.
Menerima barang masuk.
c.
Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
d.
Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.
e.
Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
f.
Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan.
3.5.6 Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut: a.
Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi.
b.
Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep.
c.
Mengeluarkan
uang
yang diperlukan
untuk
melaksanakan
kegiatan
operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d.
Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.
3.5.7 Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut: a.
Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.
b.
Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.
c.
Menerima uang hasil pembayaran obat.
3.5.8 Petugas Kebersihan Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut: a.
Menjaga kebersihan apotek.
b.
Menjamin kerapian apotek.
c.
Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian.
3.6
Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
37
II pukul 16.00-22.00. Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul 08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-16.00, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian.
3.6.1
Kegiatan Teknis Kefarmasian
3.6.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a.
Perencanaan Barang Perencanaan barang di Apotek Atrika berdasarkan pola konsumsi dengan
melihat data konsumsi obat periode sebelumnya. b.
Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di apotek, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang dilakukan dengan cara COD (cash on delivery) dan kredit. Selain dengan COD dan kredit, terdapat juga cara konsinyasi di mana PBF menitipkan barang untuk dijual di apotek. Konsinyasi adalah penjualan dengan cara pemilik menitipkan barang kepada pihak lain dalam hal ini apotek, untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang telah diatur. COD adalah pembelian barang di mana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
38
c.
Pemesanan Barang Pemesanan barang kepada PBF dilakukan dengan menggunakan surat
pesanan. Apotek memesan barang langsung kepada salesman atau melalui telepon. Jenis barang yang dipesan dilihat berdasarkan catatan pada buku defekta. d.
Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani,memberi stempel apotek pada faktur dan memberi nomor faktur untuk kemudian dicatat di buku penerimaan barang yang berisi tanggal penerimaan, nomor urut faktur dan nama PBF. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Penerimaan dicatat dalam buku pemasukan obat ethical yang berisi tanggal penerimaan, nama obat dan jumlah barang yang diterima (satuan terkecil) dan tanggal kadaluarsa. Kemudian dilakukan pencatatan faktur ke buku faktur yang berisi tanggal faktur, nama PBF, jumlah barang (satuan terbesar), nama obat, tanggal kadaluwarsa, harga satuan, potongan harga dan PPN. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu gudang) dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. e.
Penyimpanan Barang Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barangbarang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
39
f.
Pengeluaran Barang Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First
Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep dokter. g.
Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Pemeriksaan dan pencatatan stok barang dilihat dari buku penjualan dan
buku resep dokter yang dilakukan setiap hari. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. h.
Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad.
3.6.1.2 Pengelolaan Narkotika a.
Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Gambar Surat Pesanan (SP) Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 17. b.
Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding
dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
40
c.
Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. d.
Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip.
3.6.1.3 Pengelolaan Psikotropika a.
Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Gambar Surat Pesanan (SP) Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 19. b.
Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping. c.
Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. d.
Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar Laporan Penggunaan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 20.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
41
3.6.1.4 Pelayanan Apotek a.
Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Koreksi, Penyerahan). Resep dokter dari pasien diterima oleh Asisten Apoteker, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan buku daftar harga dan pada huruf H diberi paraf. Harga obat yang telah disetujui pasien dibayarkan di kasir dan dicatat alamat serta nomor telepon pasien. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dilayani setiap harinya dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien melainkan disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. b.
Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.6.2
Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian
3.6.2.1 Kegiatan Administrasi a.
Administrasi Personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
42
b.
Administrasi Umum Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c.
Administrasi Penjualan Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d.
Administrasi Pembelian Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur. e.
Administrasi Pajak Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan
pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame. f.
Administrasi Pergudangan Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g.
Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
43
3.6.2.2 Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika meliputi: a.
Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang
telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b.
Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri
dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. Gambar surat pesanan (SP) Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 16. c.
Buku Penerimaan Barang Buku penerimaan barang digunakan untuk mencatat surat faktur barang
yang masuk. Dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan obat ethical dipisahkan. d.
Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas
dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
44
e.
Kartu Stok Besar Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru
dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. f.
Kartu Stok Kecil Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk
serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari. g.
Buku Pemasukan Obat Ethical Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam
buku ini tercantum nama barang, jumlah obat ethical satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. h.
Buku Pemasukan Obat Over The Counter (OTC) Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.
i.
Buku Resep Dokter Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep
dokter. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. j.
Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang
memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. k.
Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan
narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
45
l.
Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke
Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan, apotek merupakan tempat yang berperan dalam pengadaan obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat dan pendistribusian obat yang aman dan terjangkau oleh masyarakat secara luas. Peran apoteker di apotek sangat penting dalam mewujudkan pengobatan yang rasional bagi masyarakat serta pencegahan terhadap penggunasalahan dan penyalahgunaan obat di masyarakat karena apoteker terlibat langsung memberikan pertimbangan serta informasi mengenai obat kepada konsumen, hal ini sejalan dengan visi pemerintah dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sebagai calon apoteker diperlukan bekal pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas pelayanan tersebut. Lokasi apotek Atrika cukup strategis, karena apotek Atrika terletak di jalan dua arah yang juga dilewati angkutan umum, serta di belakangnya terdapat perumahan padat penduduk. Dari segi penandaan, apotek Atrika memiliki papan nama besar yang mudah dilihat dari jalan serta diposisikan sehingga dapat terlihat pada dua arah. Sesuai dengan ketentuan sarana dan prasarana apotek, apotek berlokasi di daerah yang mudah dikenali dan diakses oleh masyarakat, serta di halaman apotek ada papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “apotek” (Kementerian Kesehatan, 2004), dalam hal ini apotek Atrika sudah memiliki lokasi dan penandaan yang sesuai ketentuan. Apotek Atrika merupakan bangunan yang terbagi dalam dua ruangan. Ruang depan digunakan sebagai ruang tunggu yang dilengkapi tempat duduk, dan pendingin udara, konter penjualan produk OTC, konter kasir, penerimaan resep, dan penyerahan obat. Ruang depan dan ruang belakang dibatasi oleh dinding pembatas dan pintu sebagai satu-satunya akses penghubung kedua ruangan ini. Ruang belakang digunakan sebagai ruang racik dan ruang kerja dengan luas yang cukup memadai untuk pekerjaan meracik. Ruang belakang juga dilengkapi pendingin ruangan untuk menjamin stabilitas obat selama penyimpanan dan memenuhi aspek kenyamanan. Ruang belakang Apotek Atrika menyediakan meja racik yang diletakan di tengah ruangan yang dikelilingi oleh lemari/rak 46
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
47
penyimpanan obat ethical, meja kerja APA dan meja apoteker pendamping. Penempatan yang demikian bertujuan untuk mempermudah mobilisasi pegawai sehingga proses pengerjaan resep menjadi lebih efisien. Selain itu, apotek ini juga memiliki perlengkapan dalam meracik, lemari penyimpanan bahan baku obat, lemari penyimpanan khusus Narkotika dan Psikotropika, buku standar yang berhubungan dengan obat serta alat administrasi lain. Sehingga berdasarkan keputusan Menkes RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dalam hal ini apotek Atrika telah memenuhi standar yang ada. Penyimpanan barang di Apotek Atrika dibagi dalam menjadi bagian besar, yakni obat-obatan yang disimpan dalam ruangan depan dan belakang. Ruang depan menyimpan obat-obat OTC yang dikelompokkan dalam sediaan oral padat, sediaan oral cair, sediaan topical, alat kesehatan, dan produk konsinyasi. Pada Apotek Atrika, tiga buah etalase digunakan untuk sediaan padat, satu buah lemari untuk sediaan cair, satu buah lemari untuk sediaan topikal dan alat kesehatan, serta satu lemari khusus produk konsinyasi. Setelah itu, barang-barang ini disusun ke dalam etalase dan lemari secara alfabetis dan ditempatkan berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out). Sistem penyimpanan ini digunakan untuk memungkinkan pengambilan obat secara cepat dan efektif. Sedangkan untuk obat Ethical, obat disusun alfabetis dan ditempatkan berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out), serta farmakologi, yang terdiri dari satu rak dan dua lemari untuk sediaan padat nama dagang, satu buah lemari untuk sediaan topikal nama dagang, satu buah lemari untuk sediaan cair nama dagang, serta satu buah lemari untuk obat generik. Sistem penyimpanan obat Ethical di Apotek Atrika kurang efektif dalam waktu pengambilan dikarenakan orang/asisten apoteker yang hendak mengambil obat harus mengerti jenis dan golongan obat yang diminta oleh pasien. Tapi sisi positif dari penempatan secara farmakologi, pengetahuan kita akan obat dan golongannya semakin dalam, sekaligus memudahkan Apoteker dalam pengambilan obat jika pelanggan/pasien membutuhkan konsultasi dalam pengambilan keputusan dalam melakukan pengobatan (swamedikasi).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
48
Akan tetapi pada beberapa obat, ada yang ditempatkan secara khusus. Salah satu contohnya adalah obat-obatan yang sering digunakan dalam obat racikan, seperti teofilin dan CTM, juga memiliki tempat khusus di meja racik sehingga dapat mempermudah pekerjaan meracik obat. Selain itu, untuk obat-obat ethical yang memiliki kecenderungan fast moving seperti Interdoxin® diletakkan di tempat terpisah dan mudah untuk diambil. Penyimpanan narkotik dan psikotropik harus memenuhi persyaratan menurut Permenkes RI No. 28/Menkes/Per/I/1978. Oleh karena itu, penyimpanan narkotika dan bahan baku narkotika serta obat psikotropik disimpan dalam lemari khusus. Di dalam masing-masing lemari khusus tersebut, obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika disusun berdasarkan abjad dan disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni dalam lemari khusus berkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain, dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Kunci lemari narkotik dan psikotropik dipegang oleh penanggung jawab apotek. Harus diperhatikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropik penyimpanan dan penggunaannya untuk menghindari risiko kehilangan atau penyalahgunaan obat. Berdasarkan hasil pengamatan peserta PKPA, lemari narkotik dan psikotropik yang digunakan di Apotek Atrika belum memenuhi persyaratan PerMenKes RI No. 28/Menkes/Per/I/1978, akan tetapi dalam pengelolaanya sudah memenuhi syarat yang ditetapkan. Penanganan obat yang akan kadaluarsa di Apotek Atrika diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dan dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan expired”. Obat yang akan kadaluarsa adalah obat yang akan kadaluarsa dalam waktu tiga hingga enam bulan ke depan. Obat-obat tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan kepada PBF. Pada lemari obat dari obat yang akan kadaluarsa diberi catatan untuk mengingatkan agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka obat yang akan kadaluarsa diserahkan terlebih dahulu. Oleh sebab itu, untuk mengatasinya dalam pengadaan obat perlu dilihat berdasarkan kepentingan stok minimum serta kecepatan perputaran barang agar tidak terjadi pemborosan dalam penjualan, selain itu penempatan obat dengan sistem FEFO
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
49
harus diterapkan dengan baik agar tidak terjadi obat menjadi kadaluarsa dan kelebihan stok barang yang belum laku terjual. Pencatatan produk di apotek Atrika sejauh ini masih dilakukan secara manual. Sistem ini memerlukan kerajinan dan ketelitian pegawai dalam melakukan pencatatan, kekurangan dari sistem ini adalah kurang terintegrasinya pencatatan yang dilakukan oleh tiap bagian sehingga terkadang muncul kesalahan operasional, misalnya kesalahan komunikasi antar pegawai, penggandaan catatan keluar masuk barang yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya disebabkan ada barang keluar masuk tidak tercatat, maupun adanya barang-barang yang telah daluarsa tidak terjual tetapi masih terdapat pada apotek. Hal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi apotek akibat tidak efisiennya sistem pembukuan dan pencatatan. Maka, perlunya memberlakukan sistem administrasi dan managerial secara terkomputerisasi sehingga data dapat diolah secara efisien dan efektif. Sistem terkomputerisasi ini juga diharapkan dapat berguna sebagai reminder dan warning terhadap waktu daluarsa obat sehingga dapat mengingatkan apoteker bila ada obat yang akan daluarsa. Pelayanan yang dilakukan di Apotek Atrika meliputi dua hal, yaitu pelayanan swamedikasi dan pelayanan resep. Pelayanan swamedikasi dilakukan berdasarkan permintaan pasien tanpa resep dokter terhadap obat bebas, bebas terbatas, maupun obat wajib apotek. Pelayanan yang lainnya yaitu pelayanan resep tunai dimana resep yang masuk terlebih dahulu dilakukan skrining resep seperti menghitung jumlah obat yang digunakan dalam resep tersebut dan memberi harga dari resep tersebut oleh pegawai yang merangkap menjadi kasir. Resep dihargai yakni dihitung harganya berdasarkan margin laba dan pajak apotek. Kemudian, pasien diminta persetujuaannya untuk menebus obat yang sudah ditetapkan harganya (persetujuan pasien dari segi harga dan jumlah). Di sini, pasien mempunyai hak penuh untuk menentukan jumlah obat yang akan diambil ataupun setuju atau tidak dengan harga yang ditetapkan. Apabila pasien kurang setuju, apoteker dapat menyarankan obat lain yang lebih rendah harganya tapi dengan indikasi yang sama atau menghubungi dokter yang mengeluarkan resep. Setelah memperoleh persetujuan pasien, maka dilanjutkan penyiapan obat. Obat yang diracik, dihitung dosisnya dengan seksama sebelum diracik untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
50
menghindari kesalahan penimbangan. Jika obat tidak perlu diracik, obat hanya diambil dari rak obat. Obat-obat dalam resep tersebut dikemas dalam plastik, diberi etiket yang berisi tentang aturan pakai obat, kemudian tutup kemasan dengan baik. Langkah terakhir, yaitu penyerahan obat oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat. Hal ini sesuai dengan prinsip pelayanan resep di apotek Atrika yaitu Hargai, Timbang, Koreksi dan Penyerahan, yakni di tiap tahap tersebut harus ada yang bertanggung jawab. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dinyatakan bahwa sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep dan hal ini menjadi tanggung jawab seorang Apoteker. Penyerahan obat di Apotek Atrika agar sampai ke tangan pasien dapat dilakukan oleh apoteker dan asisten apoteker (disertai pelayanan informasi obat). Apotek Atrika juga memberikan layanan delivery (pesan-antar) obat untuk resep namun dibatasi dalam jarak tertentu dan minimal pembelian obat dengan kisaran dua ratus ribu. Layanan ini merupakan suatu tawaran yang menarik bagi pasien karena mempermudah menjangkau pembelian obat, sehingga dapat mendorong peningkatan penjualan di Apotek. Sedangkan untuk pelayanan residensial, Apotek Atrika belum dapat menyediakan pelayanan ini. Hal tersebut dapat disebabkan karena keterbatasan tenaga Apoteker ataupun karena pasien yang berminat masih sangat kurang. Apotek Atrika menerapkan sistem dokumentasi berupa paraf pada resep yang dilayani yang berguna untuk mempermudah cross-check atau pengecekan silang. Pada struk resep disediakan kolom yang bertanda harga (H), timbang/racik (T), isi/etiket, kemas/periksa, kuitansi/copy resep (K) dan penyerahan (P). Petugas yang bertanggung jawab di tahap terkait akan membuat paraf di kolom yang telah disediakan. Sistem ini juga dapat mendorong petugas untuk lebih teliti dan berhati-hati dalam melayani resep sebab kesalahan dapat dideteksi person to person. Dengan demikian, bila terjadi kesalahan di salah satu tahap dapat dideteksi dengan cepat serta tepat. Obat golongan narkotika hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
51
diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep aslinya). Resep yang mengandung narkotika, maka pada resep diberi garis merah pada nama obat yang mengandung narkotik dan disimpan terpisah dari resep obat non narkotika. Untuk obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dari dokter atau salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang jika perlu. Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat setiap bulan untuk obat golongan narkotika dan setiap tiga bulan sekali untuk obat golongan psikotropika sebelum tanggal 10 setiap bulannya. Secara keseluruhan, proses pelayanan kefarmasian di apotek Atrika sudah berjalan dengan baik dan cukup memenuhi standar pelayanan kefarmasian di apotek sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027 Tahun 2004. Kekurangan dalam proses administrasi bisa dikaji lebih lanjut untuk memperbaiki proses pelayanan kefarmasian dengan mengevaluasi tiap periode tertentu untuk mendeteksi kelemahan operasional dan menentukan solusi yang tepat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a. Apoteker bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek. Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian, mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal, serta melakukan pengembangan apotek b. Kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care). Kegiatan pekerjaan kefarmasian di Apotek Atrika hampir semua dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan untuk pelayanan residensial, apotek Atrika belum menyediakannya.
5.2 Saran a.
Dalam hal administrasi seperti pencatatan produk, apotek Atrika perlu ditingkatkan dengan menggunakan sistem komputerisasi. Karena hal ini dapat membantu
dan
mengoptimalkan
kelengkapan
pencatatan,
maupun
mempermudah aktivitas di apotek secara lebih efektif dan efisien. b.
Perlunya menambah jasa pelayanan kefarmasian di apotek Atrika, seperti pelayanan residensial (home care) khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Hal ini berguna dalam mengoptimalkan
pelayanan
kefarmasian
pada
pasien
yang
sangat
membutuhkan.
52
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Kementerian Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, the Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals. 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Cetakan Keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana. Widiyanti, T. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. 53
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
53
Lampiran 1. Contoh formulir APT-1
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
54
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
55
Lampiran 2. Contoh formulir APT-2
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
56
Lampiran 3. Contoh formulir APT-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
57
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
58
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
59
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
60
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
61
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
62
Lampiran 4. Contoh formulir APT-4
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
63
Lampiran 5. Contoh formulir APT-5
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
64
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
65
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
66
Lampiran 6. Contoh formulir APT-6
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
67
Lampiran 7. Contoh formulir APT-7
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
68
Lampiran 8. Struktur Organisasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
69
Lampiran 9. Peta Lokasi Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
70
Lampiran 10. Denah Ruang Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
71
Lampiran 11. Tata Ruang Etalase Depan Apotek
Lampiran 12. Lemari Penyimpanan Narkotik
Lampiran 13. Lemari Penyimpanan Psikotropik
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
72
Lampiran 14. Etiket dan Label Apotek Atrika
KOCOK DAHULU
TIDAK BOLEH DIULANG TANPA RESEP DOKTER
Lampiran 15. Kopi Resep Apotek Atrika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
73
Lampiran 16. Surat Pesanan Apotek Atrika
Lampiran 17. Surat Pesanan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
74
Lampiran 18. Laporan Penggunaan Narkotika (secara manual)
Lampiran 19. Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
75
Lampiran 20. Laporan Penggunaan Psikotropika (1)
Lampiran 21. Laporan Penggunaan Psikotropika (2)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
REKAPITULASI DAN ANALISIS RESEP OBAT ANTIASMA DAN ANTIALERGI PADA DAFTAR E-CATALOGUE OBAT GENERIK YANG DITERAPKAN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DI APOTEK ATRIKA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
BHATA BELLINDA, S. Farm. 1206329423
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................v BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................1 1.1 Latar Belakang..................................................................................1 1.2 Tujuan...............................................................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3 2.1 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ..........................................3 2.2 Asma...............................................................................................12 2.3 Rinitis alergi ...................................................................................17 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN .........................................................19 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian.......................................................19 3.2 Metode Pengumpulan Data ............................................................19 3.3 Metode Pengolahan Data................................................................19 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................20 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................34 5.1 Kesimpulan.....................................................................................34 5.2 Saran ...............................................................................................34 DAFTAR ACUAN................................................................................................35
ii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Perbandingan harga obat anti asma dan anti alergi oral generik pada daftar e-catalogue SJSN dan daftar harga di Apotek Atrika………….22
iii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Tampilan Menu Utama E-Catalogue ...............................................10 Gambar 2.2 Tampilan Menu E-Catalogue Obat Pemerintah untuk Provinsi DKI Jakarta ..............................................................................................12 Gambar 4.1 Perbandingan Jumlah Resep dan Non resep Antiasma E-catalogue Periode Februari - September 2013 .................................................21 Gambar 4.2 Perbandingan Jumlah Resep dan Non resep Antialergi E-catalogue Periode Februari - September 2013 .................................................21 Gambar 4.3 Penulisan resep dokter yang diterima Apotik Atrika.. .......................23
iv
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1
Contoh resep di Apotek Atrika ………...................................
36
Lampiran 2
Daftar PBF obat yang terdapat di dalam resep .....................
37
v
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia melalui upaya kesehatan yang berkesinambungan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintregrasi
dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Kemenkes RI, 2009). Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Setiap orang berhak memperoleh jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Oleh sebab itu, Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Hal tersebut diwujudkan melalui UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan PP No.101 Tahun 2012, tentang penerimaan bantuan iuran jaminan kesehatan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengatur program jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa badan penyelenggara secara bertahap dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas, serta memberikan manfaat yang lebih baik bagi setiap peserta dan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan
hilang/berkurangnya
pendapatan
karena
menderita
sakit,
mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun. Dan hal tersebut sesui dengan Pasal 34 UUD 1945 yang tertulis mengenai fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Asma merupakan penyakit yang ditandai oleh peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai stimulus. Stimulus dapat berupa pemaparan
1 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
berulang oleh suatu allergen (antigen), sehingga terjadi interaksi antigen-antibodi yang mencetuskan pelepasan mediator lain. Agen yang dilepaskan seperti histamin yang dapat berdifusi ke seluruh dinding saluran pernafasan dan menyebabkan kontraksi otot, edema, infiltrasi sel, dan perubahan dalam sekresi mukus yang dapat menyumbat lumen dan mengakibatkan terjadinya penyempitan lumen saluran pernafasan. Oleh sebab itu, penyakit asma dapat disebabkan oleh alergi, tetapi setiap alergi belum tentu mengakibatkan asma. Oleh karena itu, kejadian penyakit asma sering dikaitkan dengan alergi. Hal ini terlihat dalam setiap peresepan dokter untuk pasien dengan penyakit asma yang selalu meresepkan obat asma dan obat alergi secara bersamaan. Pelayanan kesehatan dibidang kefarmasian merupakan salah satu bentuk interaksi yang langsung dengan masyarakat dan merupakan tanggung jawab profesi apoteker khususnya dalam mengoptimalkan terapi dan masalah terkait obat. Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, dilakukan rekapitulasi dan analisis resep yang mengandung obat antiasma dan antialergi pada daftar e-catalogue obat generik yang diterapkan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di Apotek Atrika selama periode Februari sampai September 2013. Hasil pengkajian resep tersebut, diharapkan dapat diketahui obat antiasma dan antialergi yang sering diresepkan atau digunakan dan kerasionalan resep yang diberikan oleh dokter.
1.2. Tujuan Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk : a. Mengetahui antiasma dan antialergi pada daftar e-catalogue obat generik yang diterapkan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang disediakan oleh Apotek Atrika selama periode Februari sampai September 2013. b. Mengkaji peresepan antiasma dan antialergi pada daftar e-catalogue obat generik yang diterapkan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diterima Apotek Atrika selama periode Februari sampai September 2013. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
2.1.1 Landasan Filosofi a. Pasal 34 ayat 2 UUD 45 "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". b. Pasal 28 H ayat 3 UUD 45 “Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat" c. Konvensi ILO 102 tahun 1952 Standar minimal Jaminan Sosial (Tunjangan kesehatan, tunjangan sakit, tunjangan pengangguran, tunjangan hari tua, tunjangan kecelakaan kerja, tunjangan keluarga, tunjangan persalinan, tunjangan kecacatan, tunjangan ahli waris
2.1.2 Asas, Tujuan, dan Prinsip Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip : a. Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. b. Melalui
prinsip
kegotong-royongan
ini
jaminan
sosial
dapat
menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia. 3
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
c. Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesarbesarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. d. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan
dana
yang
berasal
dari
iuran
peserta
dan
hasil
pengembangannya. e. Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. f. Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. g. Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. h. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam UndangUndang ini adalah hasil berupa dividen dari
pemegang saham yang
dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial
2.1.3 Jenis ProgramJaminan Sosial 1. Jaminan Kesehatan; Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi
sosial
dan
prinsip
ekuitas.
Jaminan
kesehatan
diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
5
Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan. Setiap peserta dapat mengikutsertakan
anggota keluarga yang lain menjadi tanggungannya
dengan penambahan iuran. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya. Manfaat jaminan kesehatan diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penelenggara Jaminan Sosial. Dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan Kompensasi. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar. Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan, kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
6
2. Jaminan Kecelakaan Kerja; Jaminan
kecelakaan
kerja
diselenggarakan
secara
nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial. Jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran. Peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia. Manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.
3. Jaminan Hari Tua Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh
akumulasi
iuran
yang
telah
disetorkan
ditambah
hasil
pengembangannya. Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun. Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua.
4. Jaminan Pensiun. Jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Jaminan pensiun diselenggarakan
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
7
berdasarkan manfaat pasti. Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Jaminan Kematian. Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. 2.1.4 Kepersertaan Jaminan Kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. (* Ekuitas: Kesetaraan memperoleh manfaat & akses). Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 yang termasuk peserta Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yaitu: a. Yang membayar iuran atau yang dibayarkan oleh pemerintah (tidak mampu) b. Termasuk anggota keluarga inti (S/I/2A yang sah) c. Anggota keluarga lain dengan iuran tambahan d. Pekerja dengan PHK ditanggung maks 6 bulan, setelah 6bulan belum bekerja dan dinilai tidak mampu akan ditanggung Negara e. Cacat total dan tidak mampu ditanggung negara
Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti. Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS. Setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti. Setiap orang sebagaimana yang telah disebutkan wajib memberikan data mengenai dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS. Pekerja yang memiliki
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
8
anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan ingin mengikutsertakan anggota keluarga yang wajib membayar tambahan iuran. Setiap orang yang tidak mengikuti ketentuan diatas, dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif dapat berupa: a. Teguran tertulis (dilakukan oleh BPJS) b. Denda (dilakukan oleh BPJS) dan atau; c. Tidak mendapat pelayanan publik tertentu (dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS).
Pemerintah
mendaftarkan
penerima
Bantuan
Iuran
dan
anggota
keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS. Penerima Bantuan Iuran wajib memberikan data mengenai diri sendiri dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada Pemerintah untuk disampaikan kepada BPJS. UU SJSN menetapkan berbagai ketentuan untuk mempercepat pemenuhan hak rakyat atas PJKN (Program Jaminan Kesehatan Nasional), yaitu: 1. Menetapkan
pendekatan
keluarga
yang
dapat
diperluas
dari
keluarga inti (nuclear family) ke keluarga besar (extended family); a) penjelasan Pasal 20 ayat
(2): anggota keluarga adalah
istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 orang b) penjelasan Pasal 20 ayat (3): yang dimaksund anggota keluarga yang lain dalam ketentuan ini adalah anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua. Untuk mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, pekerja memberi surat kuasa kepada pemberi kerja untuk menambahkan iurannya kepada BPJS. 2. Mewajibkan pemerintah untuk membayar iuran bagi masyarakat miskin dan cacat tetap total; 3. Memperpanjang
masa
perlindungan
hingga
6
bulan
pasca
pemutusan kerja dan selanjutnya apabila tetap tidak bekerja dan masuk kriteria tidak mampu, kewajiban membayar iuran diambil alih oleh pemerintah
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
9
2.1.5 Manfaat a. Manfaat komprehensif : Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif b. Pengenaan iuran biaya untuk pelayanan yang berpotensi moral hazard : Obat suplemen, tindakan yang tidak sesuai kebutuhan medis c. Pelayanan dilakukan pada faskes pemerintah dan swasta yang bekerjasama dengan BPJS d. Dalam kondisi darurat pelayanan dapat dilakukan pada faskes yang tidak bekerjasama e. Pelayanan rawat inap di kelas standar f. Daftar dan harga obat serta BMHP yang dijamin BPJS ditetapkan pemerintah g. Jenis pelayanan yang tidak dijamin ditetapkan pemerintah
2.1.6 E-Catalogue E-Catalogue atau katalog elektronik adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia Barang/Jasa Pemerintah dengan tata cara pembelian yang diatur pemerintah yaitu menggunakan system e-Purchasing. Kementerian/Lembaga/Daerah/Instansi
(K/L/D/I)
dapat
melaksanaan
pengadaan dengan cara e-Purchasing terhadap Barang/Jasa yang tercantum dalam e-Catalogue. Tata cara penyusunan e-Catalogue adalah sebagai berikut: 1. Barang/Jasa yang dicantumkan pada e-Catalogue ditetapkan oleh Kepala LKPP. 2. Dalam rangka pengelolaan sistem e-Catalogue sebagaimana yang disebutkan dalam poin (1), LKPP melaksanakan Kontrak Payung dengan penyedia Barang/Jasa untuk Barang/Jasa tertentu. 3. Pemilihan penyedia Barang/Jasa dalam rangka Kontrak Payung dapat dilaksanakan dengan proses lelang/non lelang. 4. Dalam rangka persiapan, persiapan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi Kontrak Payung dengan penyedia Barang/Jasa, LKPP membentuk tim yang terdiri dari Personil LKPP dan/atau personil K/L/D/I teknis terkait.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
10
5. Apabila diperlukan, Kepala LKPP dan Pimpinan K/L/D/I terkait dapat menetapkan tim sebagaimana yang disebutkan dalam poin (4). 6. Apabila diperlukan, Kepala LKPP dan Pimpinan K/L/D/I terkait dapat menandatangani Kontrak Payung dengan penyedia Barang/Jasa. 7. LKPP menayangkan daftar barang beserta spesifikasi dan harganya pada
sistem
e-Catalogue
elektronik
dengan
alamat
www.e-
katalog.lkpp.go.id
Untuk dapat mengakses e-Catalogue terdapat persyaratan yang harus terpenuhi
yaitu pengguna harus memiliki Akses internet serta user ID dan
password sebagai identitas diri dari pengguna yang digunakan untuk beroperasi di dalam aplikasi SPSE. Dalam menu utama sistem e-Catalogue terdapat beberapa menu, yaitu: 1. Kendaraan Bermotor 2. Internet Service Provider 3. Alat Dan Mesin Pertanian 4. Obat
Gambar 2.1 Tampilan Menu Utama E-Catalogue
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
11
Untuk pengadaan obat, saat ini terdapat total 11.052 item obat dalam berbagai kekuatan, bentuk kemasan, dan dari berbagai produsen yang terdaftar dalam eCatalogue yang akan dialokasikan ke 33 provinsi di Indonesia. Dalam eCatalogue obat terdapat menu utama sebagai berikut:
1. Provinsi, untuk penelusuran pengadaan obat berdasarkan nama provinsi. 2. Cari, untuk penelusuran pengadaan obat berdasarkan nama obat atau berdasarkan kemasan. 3. Urut Berdasarkan, untuk tampilan katalog berdasarkan nama obat (urutan sesuai abjad A-Z atau Z-A) atau berdasarkan nama provinsi (urutan sesuai abjad A-Z atau Z-A). 4. Item per Halaman, untuk tampilan katalog sebanyak 20 item, 30 item, 50 item, maupun 100 item.
Tampilan katalog obat akan menampilkan sebuah tabel yang memuat datadata mengenai nama-nama obat yang tersedia untuk dialokasikan ke provinsiprovinsi beserta dengan nama penyedia obat-obat tersebut, bentuk kemasan, harga obat dalam satuan terkecil, serta nama distributor dan perjanjian Kontrak Payung. Yang dimaksud dengan Kontrak Payung adalah surat perjanjian kerjasama antara LKPP dengan penyedia Barang/Jasa, yang dalam hal ini adalah perusahaan farmasi dan distributor. Berikut contoh tampilan katalog obat untuk pencarian di provinsi DKI Jakarta:
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
12
Gambar 2.2 Tampilan Menu E-Catalogue Obat Pemerintah untuk Provinsi DKI Jakarta Obat-obatan yang terdaftar dalam e-Catalogue sebagian besar merupakan obat generik yang telah melalui proses seleksi melalui sistem pelelangan harga. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, untuk tahun 2013 penetapan harga melalui lelang harga satuan dilakukan dengan harapan agar pengadaan obat dapat mengikuti aturan, lebih mudah, dan efisien dengan tetap menjamin ketersediaan obat. Lelang harga obat melalui e-Catalogue merupakan kerjasama antara Kementerian Kesehatan dan LKPP.
2.2
Asma Asma ditandai oleh peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai stimulus dan oleh penyempitan luas pada saluran pernafasan yang berubah-ubah keparahannya, baik spontan atau sebagai akibat terapi. Gambaran patologiknya berupa kontraksi otot polos saluran pernapasan, penebalan mukosa karena edema dan infiltrasi sel serta penyempitan lumen saluran pernapasan karena sumbat mukus yang kental dan liat. Pasien dengan penyakit asma memiliki gambaran klinis berupa sesak napas yang khas disertai suara mengi akibat kesulitan ekspirasi, pada auskultasi terdengar wheezing dan ekspirasi memanjang, keadaan sesak hebat yang ditandai dengan giatnya otot-otot bantu pernapasan dan sianosis dikenal dengan status Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
13
asmatikus yang dapat berakibat fatal. Sering terjadi dispnae di pagi hari dan sepanjang malam, sesudah latihan fisik (terutama saat cuaca dingin), berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas, berhubungan dengan paparan terhadap alergen seperti pollen dan bulu binatang dan batuk yang panjang di pagi hari dan larut malam, berhubungan dengan faktor iritatif, batuknya bisa kering, tapi sering terdapat mukus bening yang diekskresikan dari saluran nafas. Dalam mendiagnosis asma kadang-kadang dapat ditegakkan atas dasar anamnesis dan auskultasi. Wheezing di akhir ekspirasi hampir selalu merupakan tanda penyakit paru obstruktif seperti asma. Pada asma ringan, auskultasi hampir selalu normal bila pasiennya asimtomatik. Berdasarkan Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penatalaksanaan penyakit asma dapat dilakukan: a. Faktor pencetus serangan sedapat mungkin dihilangkan. b. Pada serangan ringan dapat diberikan suntikan adrenalin 1 : 1000 0,2 – 0,3 ml subkutan yang dapat diulangi beberapa kali dengan interval 10 – 15 menit. Dosis anak 0,01 mg/kgBB yang dapat diulang dengan memperhatikan tekanan darah, nadi dan fungsi respirasi. c. Bronkodilator terpilih adalah teofilin 100 – 150 mg 3 x sehari pada orang dewasa dan 10 – 15 mg / kgBB sehari untuk anak. d. Pilihan lain : Salbutamol 2 – 4 mg 3 x sehari untuk dewasa e. Efedrin 10 – 15 mg 3 x sehari dapat dipakai untuk menambah khasiat theofilin. f. Prednison hanya dibutuhkan bila obat-obat diatas tidak menolong dan diberikan beberapa hari saja untuk mencegah status asmatikus. Namun pemberiannya tidak boleh terlambat. g. Penderita status asmatikus memerlukan oksigen, terapi parenteral dan perawatan intensif sehingga harus dirujuk dengan tindakan awal sebagai berikut : 1. Penderita diinfus glukosa 5% 2. Aminofilin 5 – 6 mg/kgBB disuntikkan i.v perlahan bila penderita belum memperoleh teofilin oral.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
14
3. Prednison 10 – 20 mg 2 x sehari untuk beberapa hari, kemudian diturunkan
dosisnya
sehingga
secepat
mungkin
dapat
dihentikan. 4. Bila belum dicoba diatasi dengan adrenalin, maka dapat digunakan dulu adrenalin.
2.2.1 Obat Antiasma a. Agonis β2 Agonis β2 merupakan bronkodilator yang paling efektif. Stimulasi reseptor β2-adrenergik
mengaktivasi
adenil
siklase,
yang
menghasilkan
peningkatan AMP siklik intraseluler. Hal ini menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi membran sel mast, dan stimulasi otot skelet. Sebaiknya obat ini diberikan sebagai sediaan aerosol, karena dapat meningkatkan bronkoselektivitas dan memberikan respon yang lebih cepat, serta perlindungan yang lebih baik terhadap provokasi yang menginduksi bronkospasmus (seperti latihan fisik, atau adanya allergen) dibandingkan dengan pemberian sistemik. Contoh agen agonis β2 yang telah beredar yaitu: isoproterenol, metaproterenol, isoetarin, albuterol (salbutamol), bitolterol, pirbuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol. Salbutamol diindikasikan untuk penanganan bronkospamus ireguler dan merupakan pilihan pertama dalam penanganan asma akut. b. Kortikosteroid Kortikosteroid berkerja dengan meningkatkan jumlah reseptor β2adrenergik dan meningkatkan respon reseptor terhadap stimulasi β2adrenergik, yang mengakibatkan penurunan produksi mukus dan hipersekresi, mengurangi hiperresponsivitas bronkus serta mencegah dan mengembalikan perbaikan jalur napas. Kortikosteroid hirup merupakan terapi control jangka panjang paling efektif untuk asma persisten, tanpa memperhitungkan keparahan, dan merupakan terapi yang menunjukkan penurunan resiko kematian yang disebabkan asma meski dalam dosis yang relatif kecil. Kortikosteroid sistemik juga direkomendasikan untuk penanganan pasien dengan asma parah akut yang sepenuhnya tidak
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
15
merespon pada pemberian Agonis β2 inhaler secara agresif (setiap 20 menit untuk tiga atau empat dosis) atau terapi bronkodilator. Karena steroid sistemik dalam jangka pendek (1-2 minggu) tidak menimbulkan toksisitas yang serius, maka baiknya digunakan dosis tinggi sesaat (burst) lalu menjaganya dalam terapi kontrol jangka panjang. Hidrokortison, prednisone, metilprednisolon dan deksametason merupakan contoh kortikosteroid sistemik yang telah beredar di pasaran. c. Metilxantin Teofilin menghasilkan bronkodilatasi dengan menginhibisi fosfodiesterase, yang
juga
dapat
menghasilkan
antiinflamasi
dan
aktivitas
nonbronkodilatasi lain melalui penurunan pelepasan mediator sel mast, penurunan pelepasan protein dasar eosinofil, penurunan proliferasi limfosit T, penurunan pelepasan sitokin sel T, dan penurunan eksudasi plasma. Teofilin juga dapat menginhibisi permeabilitas vaskular, meningkatkan klirens mukosiliar, dan memperkuat kontraksi diafragma yang kelelahan. Metilxantin tidak efektif dalam bentuk aerosol dan harus diberikan secara sistemik (oral atau IV). Teofilin lepas lambat lebih disukai untuk pemberian oral, sedangkan aminofilin lebih disukai untuk sediaan parenteral karena peningkatan kelarutannya. Kerugian signifikan terapi teofilin kronik adalah bahaya yang menyertai pemberian, yakni dapat menyebabkan aritmia, seizure, dan kematian pada konsentrasi serum yang hanya dua kali lebih besar daripada konsentrasi terapeutik optimal. Karena tingginya rasio untung-ruginya, maka teofilin dianggap agen lapis kedua atau ketiga dalam penanganan asma. d. Antikolinergik Ipratropium bromida dan tiotropium bromida merupakan inhibitor kompetitif reseptor muskarinik; zat ini menghasilkan efek bronkodilatasi hanya pada bronkokonstriksi yang di mediasi kolinergik. Antikolinergik merupakan bronkodilator efektif tetapi tidak sekuat agonis β2. Zat ini menekan, tetapi tidak memblok asma yang dipicu allergen atau latihan fisik.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
16
e. Kromolin natrium dan Nedokromil natrium Kromolin natrium dan Nedokromil natrium mempunnyai efek yang menguntungkan yang diyakini merupakan hasil dari stabilisasi membrane sel mast. Zat ini menginhibisi respon terhadap paparan allergen dan bronkospasma
diinduksi
oleh
latihan
tetapi
tidak
menyebabkan
bronkodilatasi. Kromolin merupakan obat pilihan kedua untuk pencegahan bronkospasma yang diinduksi oleh latihan fisik dan dapat digunakan bersama agonis β2 dalam kasus yang lebih parah yang tidak merespon terhadap tiap masing-masing zat. f. Modifikator leukotrien Zafirlukast dan montelukast merupakan antagonis reseptor leukotrien lokal yang mengurangi proinflamasi (peningkatan permeabilitas mikrovaskular dan edema pada saluran pernapasan) dan efek bronkokonstriksi leukotrien. Pada dewasa dan anak-anak dengan asma persisten, terlihat peningkatan pada uji fungsi paru-paru, penurunan bangun ditengah malam dan penggunaan agonis β2. Namun zat ini lebih kurang efektif pada asma dibandingkan kortikosteroid hirup dosis rendah. g. Kombinasi terapi pengontrol Berdasarkan Guideline NAEPP 2002, merekomendasikan kombinasi kortikosteroid hirup dan agonis β2 hirup kerja lama untuk asma dengan persisten sedang. Kombinasi ini lebih kuat daripada menduplikasi dosis kortikosteroid
hirup
atau
menambahkan
antagonis
leukotrien
ke
kortikosteroid hirup. h. Omalizumab Omalizumab merupakan antibodi anti-IgE yang digunakan untuk pengobatan asma yang tidak dapat ditangani dengan baik oleh kortikosteroidhirup dosis tinggi. Obat ini hanya diindikasikan untuk pasien atopik bergantung kortikosteroid yang memerlukan kortikosteroid oral atau kortikosteroid dosis tinggi dengan berlanjutnya gejala dan kadar IgE tinggi.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
17
i. Metotreksat Metotreksat dalam dosis rendah (15 mg/minggu) telah digunakan untuk mengurangi dosis kortikosteroid sistemik pada pasien asma parah akut bergantung steroid. Terjadi pengurangan dosis steroid sistemik (sekitar 23%) pada beberapa pasien, tetapi beberapa studi menunjukkan tidak ada efek yang menguntungkan. Metotreksat harus dipertimbangkan secara eksperimental dan ditunda untuk asma parah akut bergantung steroid dibawah pengawasan ahli, dengan pemantauan yang cermat terhadap fungsi hati dan paru-paru.
2.3
Rinitis Alergi Rinitis alergi merupakan faktor resiko asma, yakni sebanyak 78% pasien
asma mempunyai gejala nasal, dan sekitar 38% pasien rinitis alergi menderita asma. Rinitis alergi adalah inflamasi membran mukosa hidung disebabkan oleh paparan terhadap materi alergenik yang terhirup, hal ini yang mengawali respon imunologik spesifik, diperantai oleh imunoglobin E (IgE). Rinitis alergi ada dua tipe: a. Musiman (hay fever, di daerah bertemperatur); merupakan respon terhadap allergen spesifik (serbuk sari) yang ada pada waktu tertentu dalam setahun (misalnya musim semi) dan secara tipikal menyebabkan gejala yang lebih akut. b. Perennial (berselang-selang atau menetap); terjadi sepanjang tahun sebagai respon terhadap allergen dan bukan musiman (contoh : kutu atau jamur) dan biasanya menyebabkan gejala yang tersembunyi dan kronik. c. Menderita kedua tipe; pasien ini akan mengalami gejala sepanjang tahun dan memburuk pada musim tertentu.
Reaksi awal terjadi ketika allergen di udara terhirup selama proses inhalasi dan kemudian diproses oleh limfosit, yang menghasilkan antigen spesifik IgE. Hal ini menyebabkan sensitisasi pada orang yang secara genetic rentan terhadap allergen tersebut. Pada saat terjadi paparan ulang, IgE yang berikatan dengan sel mast berinteraksi dengan allergen dari udara dan memicu mediator inflamasi.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
18
Reaksi segera terjadi dalam hitungan menit, yang menyebabkan pelepasan cepat mediator yang terbentuk sebelumnya serta mediator yang baru dibuat melalui jalur asam arakidonat. Mediator hipersensitifitas meliputi histamin, leukotrien, prostaglandin, triptase, dan kinin. Mediator ini menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan produksi sekresi nasal. Histamin menyebabkan rinorhea, gatal, bersin, dan hidung tersumbat. Penatalaksanaan pada rhinitis alergi, yakni dilakukan pengobatan awal menggunakan antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolamin) untuk melegakan hidung tersumbat. Dan perlu diingat pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat. Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin tetapi efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang.
2.3.1 Obat Antialergi (Antihistamin H1) Antihistamin H1 merupakan antagonis reseptor histamin H1, berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasi reseptor yang mencegah ikatan dan kerja histamin. Antihistamin lebih efektif dalam mencegah respons histamin daripada melawannya. Antihistamin H1 oral dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yakni nonselektif (generasi pertama atau antihistamin sedasi, seperti klorfeniramin maleat, klesmatin fumarat, difenhidramin HCl) dan selektif perifer (generasi kedua atau antihistamin nonsedasi, seperti Loratadin, Feksofenadin, Setirizin). Efek sedatif sentral mungkin tergantung dari kemampuan melewati sawar darah otak. Kebanyakan antihistamin generasi pertama bersifat larut lemak dan dapat melewati sawar ini dengan mudah. Sedangkan obat yang selektif ke perifer memiliki sedikit atau tidak sama sekali efek ke sistem saraf pusat atau otonom. Antihistamin memiliki dua efek, yakni antikolinergik yang bertanggung jawab pada efek pengeringan yang mengurangi hipersekresi kelenjar hidung, saliva, dan air mata,
dan
antihistamin
yang mengantagonis
permeabilitas
kapiler,
pembentukkan bengkak dan rasa panas, serta gatal.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS 3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No : 34
Jakarta Pusat pada pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) periode 2 Oktober – 7 November 2013.
3.2
Metode Pengumpulan Data Data diperoleh dengan mengumpulkan resep dan non resep yang diterima
dan dilayani oleh Apotik Atrika selama bulan Februari hingga September 2013, kemudian dilakukan pencatatan terhadap resep dan non resep yang mengandung obat antiasma dan antialergi selama periode tersebut.
3.3
Metode Pengolahan Data Data yang telah diperoleh dicatat kemudian dihitung frekuensi peresepan
dan pembeliannya, kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel serta dilakukan analisis data yang disesuaikan dengan literatur.
19 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika, dilakukan penelusuran dan pengkajian terhadap resep yang mengandung obat antiasma dan antialergi yang terdapat dalam daftar e-catalogue. Obat antiasma dan antialergi oral tablet yang terdapat dalam e-catalogue ada tiga macam golongan yakni xantin (aminofilin), steroid (deksametason, metil prednisolon, prednison), dan agonis β2 (salbutamol), sehingga total obat anti asma yang digunakan dalam daftar e-catalogue berjumlah lima obat. Sedangkan antialergi terdapat tiga macam kelas yaitu kelas piperazin selektif perifer (cetirizin), kelas alkilamin non selektif (klorfeniramin maleat), dan kelas piperidin selektif perifer (loratadin). Kedelapan jenis obat tersebut diamati penggunaanya dalam resep yang diterima Apotek Atrika dan penjualan non resep selama periode Februari sampai September 2013. Hal ini dilakukan untuk mengetahui profil penjualan obat anti asma dan anti alergi yang paling banyak diresepkan oleh dokter dan juga yang paling banyak digunakan oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelusuran resep dan non resep yang di terima Apotek Atrika, diketahui bahwa antiasma dan antialergi e-catalogue yang digunakan dalam resep dan non resep, yaitu untuk antiasma hanya deksametason dan salbutamol dan antialergi terdapat ketiganya yakni cetirizin, klorfeniramin maleat, dan loratadin. Jumlah total resep yang diterima atau dilayani selama bulan Februari sampai September 2013 adalah 1597 lembar resep. Sedangkan jumlah resep yang menggunakan obat antiasma e-catalogue terdapat 60 lembar resep atau 3,76 % dan antialergi e-catalogue terdapat 139 lembar resep atau 8,70 % dari jumlah keseluruhan resep yang diterima selama periode tersebut. Untuk non resep, terjadi penjualan sebanyak total 3036 kali selama bulan Februari sampai September 2013. Penjualan obat non resep untuk antiasma e-catalogue terjadi sebanyak 36 kali atau 1,19%, sedangkan antialergi e-catalogue terjadi 49 kali atau 1,61 % dari jumlah keseluruhan penjualan selama periode tersebut. Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa permintaan obat menggunakan resep dokter lebih banyak dibandingkan tanpa resep, karena obat antiasma dan antialergi kebanyakan merupakan obat keras yang pembeliannya menggunakan resep
20 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
21
dokter. Tetapi di bulan September terlihat terjadi peningkatan penjualan non resep yang menjadi sama atau hampir melebihi dengan penjualan resep, dimungkinkan karena konsumen/pasien sudah merasa cocok dengan jenis obat tersebut sehingga dapat membeli tanpa resep dokter. 12 10 8 6
Resep
4
Nonresep
2 0
Gambar 4.1. Perbandingan Jumlah Resep dan Non resep Antiasma E-catalogue Periode Februari - September 2013
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Resep Nonresep
Gambar 4.2. Perbandingan Jumlah Resep dan Non resep Antialergi E-catalogue Periode Februari - September 2013
Antiasma memiliki banyak golongan yang masing-masing golongan terdiri dari banyak obat dan antialergi dari satu golongan yang memiliki banyak kelas yang terdiri dari berbagai obat antilergi, sehingga dalam pengobatannya Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
22
konsumen/pasien memiliki banyak pilihan dalam menentukan terapi pengobatan. Tetapi hanya delapan jenis obat yang digunakan dalam resep dan masuk dalam ecatalogue yang akan diterapkan dalam Sistem Jaminan Sosial nasional (SJSN). Hal ini mungkin disebabkan pertimbangan cost – effective dibandingkan obat antiasma golongan lainnya dan antialergi jenis lainnya. Meskipun begitu, keamanan
obat
juga
menjadi
faktor
pertimbangan
terpenting
dalam
penggunaannya. Pertimbangan dalam segi harga, dapat terlihat pada perbandingan harga obat anti asma dan anti alergi oral generik dalam daftar e-catalog dan daftar harga di Apotek Atrika yang dapat diamati pada tabel 4.1. Berdasarkan tabel tersebut, harga obat dalam daftar e-catalog lebih murah dibandingkan dengan daftar harga Apotek Atrika. Oleh karena itu, SJSN yang akan mulai diberlakukan pada tahun 2014 diharapkan dapat menjadi solusi dalam pemerataan jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat.
Tabel 4.1 Perbandingan harga obat anti asma dan anti alergi oral generik pada daftar e-catalogue SJSN dan daftar harga di Apotek Atrika Nama Obat
Anti asma
Anti alergi
Harga Satuan (Rp) e-catalogue
Apotek Atrika
Deksametason tablet 0,5 mg
52,58
70
Salbutamol tablet 2 mg
59,82
105
Salbutamol tablet 4 mg
82
122
Cetirizin tablet 10 mg
225
392
Klorfeniramin maleat tablet 4mg
21
34
Loratadin tablet 10 mg
160
429
Setelah melakukan rekapitulasi penjualan obat anti asma dan anti alergi oral generik selama bulan Februari hingga Sepetember 2013 dan dibandingkan dengan obat anti asma dan anti alergi oral generik pada e-catalogue SJSN. Maka selanjutnya dilakukan pengkajian pada salah satu resep yang terkandung anti asma dan anti alergi mengingat obat-obat ini kebanyakan merupakan golongan obat keras yang pembeliannya menggunakan resep dokter.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
23
4.1 Pengkajian Resep Resep ini milik pasien bernama Tn. Mansyur yang tidak diketahui umurnya, tetapi karena didepannya tertulis Tuan, maka digolongkan sebagai dewasa, yang memeriksakan dirinya ke Praktek dokter mandiri. DOKTER J.P. AULIA Sore : Jam 15.00-20.00 Jl. Bungur Besar No.34F Jakarta HP. 0818-140215 DU 0083/P-3-01/09-90 Jakarta, 13/3/2013 R/
Teofilin
150 mg
Salbutamol
4 mg
Codein
15 mg
CTM
2 mg
Ambroxol
tab I
Dexametason
0,5 mg
Vosedon
10 mg
Buscotica
tab I
Mf caps dtd No. XV S 3 dd I
Gambar R/ 4.3 Penulisan resep dokter yang diterima Apotik Atrika. Cap Cefadroxyl 500 mg S 3 dd I No. XV
Dalam 1 lembar resep terdiri dari 4 resep. Pada keempat resep tersebut hanya 1 resep yang perlu diracik terlebih dahulu ke dalam bentuk kapsul. Salah R/ zat aktif Tab Cimetidin mg sama, karena tidak tersedianya obat satu obatnya diganti dan dosis200 yang ® yang diminta, yakni Buscotica dengan Buscopan® dari Boehringer S 3 dd I No.diganti XV
Ingelheim. Berikut Gambar 4.3 terdapat penulisan resep dokter yang diterima Apotik Atrika. R/
Tab Tramadol 50 mg S 3 dd I No. XV
Universitas Indonesia
Pro
: Tn. Mansyur
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
24
4.1.1 Data obat dalam resep Sebelum pengkajian resep, terlebih dahulu diperlukan data mengenai obat yang terdapat dalam resep. Selain itu, pada lampiran 2 menyediakan daftar Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang bekerja sama dengan Apotik Atrika dalam hal pemesanan obat dalam resep. 1. Teofilin Kandungan Aktif
Teofilin
Bentuk Sediaan
Serbuk
Indikasi
Meringankan dan mengatasi asma bronchial, asma bronchitis, emfisema paru.
Kontraindikasi
Hipersensitif, penderita tukak lambung, penderita diabetes.
Perhatian
Tukak
peptic,
hipertiroid,
glaukoma,
DM,
hipoksemia berat, hipertensi, angina pektoris, infark miocard akut. Efek Samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia, palpitasi, takikardia, aritmia ventikuler, rash, dan hiperglikemia.
Dosis
Anak (6-12 tahun) : 60-75 mg, 3 kali sehari Dewasa : 130-150 mg, 3 kali sehari
Interaksi
Simetidin, eritromisin, rifampisin, troleandomisin, kontrasepsi oral.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
25
2. Salbutamol Kandungan Aktif
Salbutamol sulfat 2 mg atau 4mg
Bentuk Sediaan
Tablet
Indikasi
Kejang bronkus pada semua asma bronchial, bronchitis kronis, dan emfisema.
Kontraindikasi
Hipersensitif
Perhatian
Penderita tirotoksikosis, wanita menyusui dan wanita hamil
Efek Samping
Pada pemakaian dosis besar kadang terjadi tremor, palpitasi, kejang otot, takikardia, sakit kepala, dan ketegangan.
Dosis
Anak (6-12 tahun) : 2 mg, 3-4 kali sehari Dewasa : 2-4 mg, 3-4 kali sehari
Interaksi
Beta-bloker seperti propanolol, obat adrenergic lainnya,
inhibitor
monoaminoksidase,
atauantidepresan trisiklik. 3. Kodein Kandungan Aktif
Kodein 10 mg, 15 mg, 20 mg
Bentuk Sediaan
Tablet
Indikasi
Meredakan rasa nyeri yang hebat
Kontraindikasi
Hipersensitifitas, asma akut, peningkatan penekanan intracranial, pembedahan saluran empedu, hamil dan menyusui, gangguan fungsi hati.
Efek Samping
Penggunaan toleransi
jangka
panjang
ketergantungan,
mengakibatkan
depresi
pernapasan
terutama pada penderita asma, depresi jantung dan syok, depresi mental, sedasi, disforia, lemah, agitasi, delirium, dan insomnia, mual, muntah, hipotensi dan konstipasi, reaksi hipersensitivitas. Dosis
Anak (6-12 tahun) : 5-10 mg, 3 kali sehari Dewasa : 10-20 mg, 3 kali sehari
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
26
4. Klorfeniramin maleat (CTM ) Kandungan Aktif
Klorfeniramin maleat 2 mg atau 4 mg
Bentuk Sediaan
Tablet
Indikasi
Mengobati keadaan alergi pada rhinitis, urtikaria, hay fever, rhinitis vasomotor, alergi obat.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas, infeksi saluran napas bawah, bayi baru lahir atau prematur.
Perhatian
Hamil,
retensi
urin
akibat
hipertrofi
prostat,
penderita dengan lesi lokal pada korteks serebral, hindari mengemudi kendaraan atau mengoperasikan mesin. Efek Samping
Mulut kering, mengantuk, penglihatan kabur, sakit kepala, lelah, pusing, diare, dan gangguan saluran cerna.
Dosis
Anak (6-12 tahun) : 2 mg, 3-4 kali sehari Dewasa : 4 mg, 3-4 kali sehari
Interaksi
Alkohol, obat penekan SSP, antikolinergik, MAOI
5. Ambroxol Kandungan Aktif
Ambroxol HCl 30 mg
Bentuk Sediaan
Tablet
Indikasi
Penyakit saluran napas akut dan kronis disertai dengan produksi mukus yang kental dan berlebihan, terutama pada bronchitis, bronkitaksis, emfisema akut dan kronis, pra dan masa operasi, perawatan intensif untuk menghindari komplikasi paru.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas
Perhatian
Hati-hati pada penggunaan saat hamil dan menyusui.
Efek Samping
Kadang timbul gangguan saluran cerna ringan, reaksi alergi, dan reaksi intoleran.
Dosis
Dewasa dan anak (diatas 10 tahun): 30 mg, 3 kali sehari
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
27
6. Deksametason Kandungan Aktif
Deksametason 0,5 mg
Bentuk Sediaan
Tablet
Indikasi
Imunosupresan/antialergi, antiinflamasi, gangguan kolagen, alergi dan inflamasi pada mata, reumatik, asma bronchial, radang/alergi pada kulit, gangguan pernapasan.
Kontraindikasi
Ulkus peptikum, osteoporosis, psikosis, gangguan fungsi ginjal, glaukoma, hipersensitifitas
Perhatian
Gagal jantung kongestif, hipertensi, DM, penyakit infeksi, gagal ginjal kronik, uremia, lansia, anak, hamil,
menyusui.
Penghentian
tiba-tiba
pada
penggunaan yang lama tidak dianjurkan. Efek Samping
Osteoporosis, pertumbuhan pada anak, saluran pencernaan,
dermatologi.
Penggunaan
jangka
panjang: tukak lambung, hipoglikemia, atropi kulit, lemah otot, menstruasi tidak teratur, sakit kepala Dosis
Anak (6-12 tahun) : 0,25-2 mg, 2-4 kali sehari Dewasa : 0,75-9 mg, 2-4 kali sehari
Interaksi
Efek dapat diturunkan oleh fenitoin, fenobarbital, rifampisin. Menurunkan efek diuretik, hipoglikemik, salisilat, antikolinesterase.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
28
7. Vosedon Kandungan Aktif
Domperidon 10 mg
Bentuk Sediaan
Tablet
Indikasi
Pengobatan gejala dispepsia fungsional, mual dan muntah akut.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas, prolaktinoma, perdarahan atau perforasi saluran cerna.
Perhatian
Gagal jantung kongestif, hipertensi, DM, penyakit infeksi, gagal ginjal kronik, uremia, lansia, anak, hamil,
menyusui.
Penghentian
tiba-tiba
pada
penggunaan yang lama tidak dianjurkan. Efek Samping
Muka merah, sakit kepala, mengantuk, mulut kering, ruam, urtikaria. Jarang terjadi: sedasi, kejang saluran cerna reaksi ekstrapiramial distonik.
Dosis
Anak: 0,2-0,4 mg/kg BB/hari dengan rentang 4-8jam Dewasa : 10-20 mg, 3-4 kali sehari
Interaksi
Bromokriptin,
antikolinergik
muskarinik
dan
analgetik opioid, antasida 8. Buscopan Kandungan Aktif
Hiosin-N-butilbromida 10 mg
Bentuk Sediaan
Tablet
Indikasi
Nyeri paroksima pada penyakit lambung atau usus halus, nyeri spastic pada saluran empedu, saluran kemih, dan organ genitalis
Kontraindikasi
Glaukoma, hipertrofi prostat dengan kecenderungan retensi urin, stenosis mekanis di daerah saluran cerna,
takikardia,
megakolon
hipersensitifitas,
porfiria, penderita gangguan fungsi hati. Perhatian
Glaukoma sudut sempit, obstruksi usus-ginjal, takiaritmia.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
29
Efek Samping
Kekeringan
pada
mulutdan
kulit,
konstipasi,
palpitasi, flushing, aritmia jantung, bradikardia, dan takikardia. Dosis besar dapat menyebakan kerusakan hati Dosis
Dewasa dan anak (diatas 6 tahun): 1-2 tablet, 3 kali sehari
9. Cefadroksil Kandungan Aktif
Cefadroksil 250 mg, 500 mg
Bentuk Sediaan
Kapsul
Indikasi
Infeksi saluran napas, kulit, haringan lunak, saluran cerna, saluran kemih, dan infeksi lain seperti osteomielitis dan septic artritis.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas.
Perhatian
Hipersensitif terhadap penisilin, kerusakan fungsi ginjal, pasien dalam diuretic kuat, dan antibiotic nefrotoksik.
Efek Samping
Mual, muntah, diare, ruam kulit, biduran/kaligata, angioedema, gatal-gatal padaalat kelamin, moniliasis genital, vaginitis, neutropenia, leukopenia.
Dosis
Anak: 30 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis terbagi. Dewasa : 1-2 g, 1 kali sehari, atau 2 dosis terbagi.
Interaksi
Penggunaan
bersama
dengan
diuretika
poten,
aminoglikosida, dan probenesid.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
30
10. Cimetidin Kandungan Aktif
Cimetidin 200 mg
Bentuk Sediaan
Tablet
Indikasi
Pengobatan tukak usus, tukak lambung, refluks gastroesofagus
erosif,
pencegahan
pendarahan
saluran cerna atas, hiperskresi patologis seperti sindroma Zollinger-Ellison. Kontraindikasi
Hipersensitifitas.
Perhatian
Kurangi
dosis
pada
gangguan
ginjal,
tidak
dianjurkan untuk wanita hamil trisemester pertama dan menyusui. Efek Samping
Diare ringan, lelah, pusing, gatal, dan ginekomastia.
Dosis
Dewasa : 200-400 mg, 3 kali sehari, bersama makan dan sebelum tidur.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
31
11. Tramadol Kandungan Aktif
Tramadol HCl 50 mg
Bentuk Sediaan
Tablet
Indikasi
Pengobatan nyeri akut dan kronis yang berat, nyeri paska operasi.
Kontraindikasi
Ketergantungan obat dan opium, hipersensitivitas, mendapat terapi MAOI, intoksikasi akut dengan alkohol, hipnotik, analgesik, atau obat lain yang bekerja pada SSP.
Perhatian
Penggunaan jangka panjang, penderita trauma kepala, gangguan fungsi ginjal dan hati berat, hipersekresi
bronkus.
Pasien
dengan
kecenderungan/riwayat penyalahgunaan obat atau kombinasi opiate kronik. Anak dibawah 16 tahun, hamil,dan
menyusui.
Dapat
mengganggu
kemampuan untuk mengemudi atau menjalankan mesin. Efek Samping
pusing, sedasi, mialgia, pruritus, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dispepsia, dan konstipasi.
Dosis
Dewasa dan anak diatas 16 tahun:
50 mg dosis
tunggal, dapat ditingkatkan 50 mg tiap 4-6 jam. Maksimal sehari 400 mg.
4.1.2 Kerasional resep yang diberikan Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 mengenai standar pelayanan kefarmasian di apotek, persyaratan administratif dalam penulisan resep adalah sebagai berikut : 1. Nama, SIP, dan alamat dokter 2. Tanggal penulisan resep 3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep 4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
32
5. Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta 6. Cara pemakaian yang jelas 7. Informasi lainnya Pada resep di atas dilakukan skrining resep untuk mengetahui kerasionalan dari resep tersebut. Pada resep diatas belum memenuhi persyaratan administratif karena tidak terdapat umur dan berat badan pasien, serta cara pemakaian obat yang tidak lengkap, karena tidak diketahui kapan obat tersebut sebaiknya dikonsumsi seperti sebelum, saat, atau sesudah makan. Berdasarkan keterangan yang terdapat pada resep, dapat dipastikan bahwa Tn.Mansyur mengidap asma yang disebabkan alergi akibat infeksi serta adanya komplikasi sakit maag. Hal ini didukung dengan terdapatnya obat antiasma seperti salbutamol, teofilin, dan deksametason di dalam resep, serta obat anti alergi seperti CTM, dan antibiotik berupa cefadroxsil. Antibiotik diberikan bila telah terjadi infeksi pada pasien. Infeksi ini dapat sebagai pemicu yang mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan seperti bronkokonstriksi. Pada asma, terjadi bronkokonstriksi sehingga memerlukan bronkodilator seperti salbutamol dan teofilin, karena salbutamol merupakan agonis β2 yang dapat merelaksasi otot polos dan teofilin menghasilkan bronkodilatasi dengan menginhibisi fosfodiesterase. Selain itu, pada pasien dengan penyakit asma akan mengalami inflamasi pada saluran nafasnya sehingga akan menimbulkan bunyi wheezing di akhir ekspirasi, inflamasi ini dapat diobati dengan pemberian deksametason. Asma biasanya terjadi akibat alergi, karena itu dibutuhkan CTM sebagai antihistamin H1 non selektif yang dapat mencegah pelepasan mediator hipersensitifitas seperti histamin. Terjadi beberapa interaksi dalam resep ini, seperti deksametason berinteraksi dengan teofilin yang akan mengakibatkan penurunan kadar atau efek teofilin akibat deksametason mempengaruhi kerja hati atau intestinal melalui metabolisme CYP3A4. Interaksi lain yang mungkin terjadi adalah pemberian cimetidin dan teofilin secara bersamaan, cimetidin akan menghambat metabolisme teofilin sehingga kadar teofilin tinggi dalam plasma. Interaksi ini diatasi dengan memberikan interval waktu pemberian, yakni cimetidin diminum saat makan, dan teofilin diminum 2jam setelah makan.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
33
Hal menjadi perhatian dari resep ini adalah melakukan peracikan pada Vosedon® yang merupakan obat anti mual, karena anti mual sebaiknya diberikan lebih dahulu satu jam sebelum makan untuk dapat memberikan efek anti mual. Selain itu penggunaan cimetidin dalam resep tersebut tidak sesuai dengan penyakit saluran nafas yang diderita pasien, karena cimetidin merupakan antihistamin H1 yang mempengaruhi sekresi asam lambung atau digunkan dalam mengobati tukak. Tetapi jika diperlukansebaiknya diganti dengan ranitidin, hal ini disebabkan cimetidin memiliki efek samping berupa ginekomastia pada pasien laki-laki. Tuan Mansyur diberikan empat resep untuk mengobati penyakit yang dideritanya. Pada resep pertama adalah untuk mengobati penyakit asma yang disebabkan alergi. Bila tuan Mansyur menyetir, maka perlu diingatkan agar dalam mengkonsumsi obat ini tidak boleh dalam keadaan menyetir ataupun masih aktif bekerja, karena pada obat di resep pertama memiliki efek sedasi. Pada resep kedua berisi antibiotik yang harus diminum sampai habis, karena akan menimbulkan resistensi jika tidak dihabiskan. Pada kedua resep ini dan resep 4 baiknya digunakan 2 jam sesudah makan agar memberi efek terapi terbaik. Sedangkan pada resep 3 dan 4 digunakan saat pasien memerlukannya, sehingga saat gejala/sakit sudah tidak dirasakan maka boleh untuk dihentikan. Pada resep 3, sebaiknya diberikan pada saat makan atau sebelum makan, agar memaksimalkan kerja obat.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 a.
Kesimpulan Berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Februari hingga September 2013, resep yang mengandung obat antiasma yang terdapat dalam daftar e-catalogue terdapat 60 lembar resep atau 3,76 %. Sedangkan obat non resep untuk antiasma e-catalogue terjadi sebanyak 36 kali atau 1,19%. Deksametason dan salbutamol dan merupakan obat antiasma ecatalogue yang juga tersedia serta yang paling sering digunakan di Apotek Atrika.
b.
Berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Februari hingga September 2013, resep yang mengandung antialergi e-catalogue terdapat 139 lembar resep atau 8,70 % dari jumlah keseluruhan resep. Sedangkan obat non resep untuk antialergi e-catalogue terjadi 49 kali atau 1,61 % dari jumlah keseluruhan penjualan. Antialergi seperti cetirizin, klorfeniramin maleat, dan loratadin merupakan antialergi yang ada dalam ecatalogue yang juga tersedia serta yang paling sering digunakan di Apotek Atrika.
c.
Resep pilihan antiasma dan antialergi yang dilayani Apotek Atrika kurang memilki kerasionalan yang cukup karena itu harus selalu terpantau, khususnya jenis obat yang diberikan agar tidak memungkinkan terjadi interaksi obat dan cara peracikan obat sehingga dapat mengoptimalkan kerja obat tersebut.
5.2
Saran Perlu pengkajian resep pada periode yang lebih lama untuk mengetahui
jenis obat antiasma dan anti alergi lain yang diresepkan oleh dokter kepada pasien berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika. Selain itu, perlu dilakukan wawancara dan konseling dengan pasien untuk mengetahui informasi-informasi yang dibutuhkan sehingga dapat dinilai kerasionalan resep.
34 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Fadjriadinur. 2013. Persiapan PT. Askes sebagai BPJS Kesehatan 2014. Diunduh pada tanggal: 8 Juli 2013
Menteri Kesehatan RI. (2007). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
MIMS Indonesia. (2009). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 9 2009/2010. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.
Mukti, Ali Ghufron. 2012. Perkembangan Upaya Persiapan Penyelenggaraan SJSN Sektor Kesehatan. Diunduh pada tanggal 15 Juni 2013
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yees, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc
Gunawan S.G. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
Sukandar, E. Y., Retnosari A., Joseph I.S., I. K. Adnyana, A.Adji P.S., Kusnandar. (2008). Isofarmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
35 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
36
Lampiran 1. Contoh resep di Apotek Atrika
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
37
Lampiran 2. Daftar PBF obat yang terdapat di dalam resep
No.
1.
2.
3.
Nama Obat
Teofilin
PBF
Brataco
Indofarma Global
Salbutamol
Medika
Kodein
Kimia Farma
PT Pharos Tbk 4.
CTM
d/a PT Rajawali Nusindo
5.
Indofarma Global
Ambroxol
Medika
Kimia Farma 6.
Alamat
Telepon
Jl. Jababeka XIV Blok J-5
(021)
Cikarang-Bekasi
8935132
Jl. Dr.Saharjo No.45 Blok. B-85, Kompleks Infinia Park, Jakarta Selatan
Jl. Majapahit No. 18-22, Jakarta Pusat
(021) 83792589
(021)348 33395 34833397
Jl. Srengseng Raya No. 60
(021)
Jakarta Barat
5870334
Jl. Dr.Saharjo No.45 Blok. B-85, Kompleks Infinia Park, Jakarta Selatan
Jl. Majapahit No. 18-22, Jakarta Pusat
(021) 83791374
021)3483 3395 34833397
Dexametason Indofarma Global Medika
Jl. Dr.Saharjo No.45 Blok. B-85, Kompleks Infinia Park, Jakarta Selatan Jl. Rawa Gelam IV No. 7
7.
No.
Vosedon
Bina San Prima
Kawasan Industri Pulogadung –Jakarta Timur
(021) 83791374
(021) 46826464
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
38
Guna Abdi Wisesa 8.
Buscopan Tempo
9.
Cefadroksil
Jl. Kalibaru Barat Raya No.65 Jakarta
4243112
Cengkareng-Jakarta Barat
Anugrah Argon
Jl. Tawes 2A Jati
(021)
Medica
Pulogadung-Jakarta Timur
3861271
Bina San Prima
Kawasan Industri Pulogadung –Jakarta Timur
(021) 46826464
Cimetidin Kimia Farma
11.
4253830/
Jl. Raya Kemuning I No.1
Jl. Rawa Gelam IV No. 7
10.
(021)
Tramadol
Indofarma Global Medika
Jl. Majapahit No. 18-22, Jakarta Pusat
Jl. Dr.Saharjo No.45 Blok. B-85, Kompleks Infinia Park, Jakarta Selatan
021)3483 3395 34833397
(021) 83791374
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014