UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH POSISI PENGELASAN DAN KETEBALAN PELAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO DARI SAMBUNGAN LAS DISSIMILAR METAL STAINLESS STEEL 304 DAN CARBON STEEL A36
SKRIPSI
BRIAN HERMAWAN 0806455635
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JULI 2012
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH POSISI PENGELASAN DAN KETEBALAN PELAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO DARI SAMBUNGAN LAS DISSIMILAR METAL STAINLESS STEEL 304 DAN CARBON STEEL A36
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
BRIAN HERMAWAN 0806455635
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JULI 2012
i Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Brian Hermawan
NPM
: 0806455635
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 5 Juli 2012
ii Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh: Nama
: Brian Hermawan
NPM
: 0806455635
Program Studi
: Teknik Metalurgi dan Material
Judul Skripsi
: Pengaruh Posisi Pengelasan dan Ketebalan Pelat terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro dari Sambungan Las Dissimilar Metal Stainless Steel 304 dan Carbon Steel A36
` Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Pembimbing
: Dr. Ir. Winarto M.Sc.
(
)
Penguji 1
: Ir. Rini Riastuti M.Sc.
(
)
Penguji 2
: Dra. Sari Kartili MS
(
)
Penguji 3
: Dr. Ir. Sutopo PhD
(
)
Ditetapkan di: Depok Tanggal
: 5 Juli 2012
iii Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dorongan, saran, dan bimbingan dari berbagai pihak penulis tidak akan mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Dengan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Winarto, MSc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan nasehat yang berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Ibu Ir. Rini Riastuti M.Sc, Ibu Dra. Sari Kartili MS, dan Bapak Dr. Ir. Sutopo PhD, sebagaia dewan penguji yang telah memberi masukan, kritikan dan nasehat yang berharga sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 3. Bapak I Nyoman Suarjana sebagai pembimbing dan rekan kerja yang telah memberikan bantuan baik itu tenaga, pemikiran dan biaya hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Bapak Ir. Donanta Dhaneswara, M.Si, sebagai pembimbing akademis penulis selama kuliah di Dept Metalurgi & Material FTUI 5. PT Baja Mukti Tirta Perkasa, Tangerang, yang telah memberikan bantuan material, workshop dan peralatan dalam pengerjaan skripsi ini. 6. Bapak Hasanudin, selaku welder yang telah mencurahkan tenaganya untuk mampu menghasilkan sampel hasil lasan yang diteliti. 7. Mas Tria dari PT Citra Solusindo dan Terry Atmajaya dari PT FSCM yang telah banyak membantu dalam pengujian material untuk pengerjaan skripsi ini. 8. Teman-teman metalurgi & material angkatan 2008, khususnya yang telah bersama-sama mengerjakan tugas akhir yang telah memberikan bantuan selama pengerjaan skripsi ini.
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
9. Abdullah Nirmolo, rekan kerja dan tukar pendapat sekaligus sahabat yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Dan secara khusus kepada kedua orang tua ku dan kedua adik ku yang telah banyak memberikan bantuan moral dan juga memberikan motivasi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah Yang Maha Esa membalas kebaikan semua pihak yang mungkin tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dan penulis juga berharap semoga skripsi ini membawa manfaat dalam pengembangan ilmu.pengetahuan.
Depok, 5 Juli 2012
Brian Hermawan
vi Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini, : Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: : : : : :
Brian Hermawan 0806455635 Teknik Metalurgi dan Material Teknik Metalurgi dan Material Teknik Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Posisi Pengelasan dan Ketebalan Pelat Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro dari Sambungan Las Dissimilar Metal Stainless Steel 304 dan Carbon Steel A36 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 5 Juli 2012 Yang menyatakan
(Brian Hermawan)
vii Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Brian Hermawan : Teknik Metalurgi dan Material : Pengaruh Posisi Pengelasan dan Ketebalan Pelat terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro dari Sambungan Las Dissimilar Metal Stainless Steel 304 dan Carbon Steel A36
Dalam beberapa kondisi lingkungan kerja atau fabrikasi, pengelasan harus dilakukan dengan posisi yang berbeda-beda. Posisi pengelasan yang dimaksud adalah pengelasan dengan posisi datar (flat welding, 1G), horizontal (horizontal welding, 2G), dan vertikal (vertical up, 3G). Tiap posisi pengelasan memiliki tingkat kesulitan tertentu khususnya karena pengaruh gravitasi pada kolam cairan las maupun saat transfer material pengisi las dapat mempengaruhi masukan panas yang dihasilkan. Demikian juga dengan ketebalan material yang di las dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan desain, yang juga mempengaruhi kecepatan pendinginan hasil las-lasan. Pada penelitian ini material yang disambung adalah carbon steel A36 dan stainless steel 304 dengan menggunakan metode pengelasan GTAW dengan filler ER 309L, kemudian dilakukan pengujian mekanis berupa uji kekerasan, tarik, dan tekuk untuk mengetahui kualitas dari hasil sambungan las logam yang berbeda tesebut. Dari hasil pengujian mekanis tersebut didapatkan kualitas kekuatan tarik dan tekuk dari sambungan las yang dihasilkan cukup baik. Sementara pada pengujian kekerasan didapatkan hasil kekerasan tertinggi pada daerah HAZ stainless steel, hal ini akibat adanya endapan karbida khrom di batas butir HAZ stainless steel. Sementara pada sisi logam carbon steel juga didapat nilai kekerasan yang meningkat pada bagian HAZ nya, dikarenakan adanya penghalusan butir dimana ukuran butir yang lebih kecil dan halus memilki nilai kekerasan yang lebih tinggi. Banyaknya endapan karbida khrom dan kehalusan butir yang terbentuk dipengaruhi oleh kecepatan pendinginan dan masukan panas yang dihasilkan. Pada pengamatan struktur mikro hasil sambungan las ternyata dihasilkan struktur mikro pada kolam las nya berupa struktur ferrite pearlite dan austenite.
Kata kunci: heat input, cooling rate, struktur mikro, sifat mekanis, GTAW
viii Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Nama Program Studi Judul
: Brian Hermawan : Teknik Metalurgi dan Material : Effect Position Welding and Plate Thickness on Mechanical Properties and Microstructures of Welding Dissimilar Metal Stainless Steel 304 and Carbon Steel A36
In some work environments or conditions of fabrication, welding should be done in different positions. The meaning of position welding in this study is the welding of a flat position (flat welding, 1G), horizontal (horizontal welding, 2G) and vertical (vertical up, 3G). Each position has a certain degree of difficulty of welding, especially because of the influence of gravity on the liquid weld pool and weld filler material transfer can affect the heat input. Likewise, the thickness of material welded can be varied in accordance with design requirements, which also affects the cooling rate of weld metal. In this study the material that have joined is carbon steel A36 and stainless steel 304 using GTAW welding method and ER 309L filler, then performed the mechanical testing of hardness, tensile, and bending to know the quality of the welded joints of different metals. From the mechanical test results obtained tensile strength and bending quality of welded joints produced good enough. While the hardness testing results obtained was the highest hardness in the HAZ stainless steel area, this is due to chromium carbide precipitation at grain boundaries in stainless steel HAZ. While on the carbon steel side also increased hardness values obtained in the HAZ, due to the refinement of grain where the grain size is smaller and smoother have the higher hardness values. The amount of chromium carbide precipitate and grain refinement formed influenced by the cooling rate and heat input was generated. Observation of the microstructure on the welded joints were generated structure of ferrite pearlite and austenite in the microstructure of weld pool.
Keyword: heat input, cooling rate, mechanical properties, GTAW
ix Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
UNIVERSITAS INDONESIA ............................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS ......... vii AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................ vii ABSTRAK .......................................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 I.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1 I.2. Perumusan Masalah ...................................................................................... 3 I.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3 I.4. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 4 I.5. Batasan Penelitian ......................................................................................... 4 I.6. Tempat Penelitian ......................................................................................... 5 I.7. Sistematika Penulisan ................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 7 II.1. Baja Karbon ASTM A36 ............................................................................. 7 II.2. Baja Tahan Karat ASTM A240 tipe 304 ..................................................... 9 II.3. Pengelasan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) ..................................... 10 II.4. Pengelasan Logam Berbeda Jenis (Dissimilar Weld Metal) (6).................. 12 II.5. Posisi Pengelasan dan Ketebalan Plat yang Di Las ................................... 15 II.6. Metalurgi Las ............................................................................................. 17
x Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
II.6.1. Diagram Fasa dan Diagram CCT ........................................................ 17 II.6.2. Daerah Terpengaruh Panas (Heat Affected Zone) .............................. 18 II.6.3. Heat Input dan Dilusi Lasan ................................................................ 19 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 20 III.1. Diagram Alir Penelitian............................................................................ 20 III.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 21 III.2.1. Alat..................................................................................................... 21 III.2.2. Bahan ................................................................................................. 22 III.3 Persiapan Sampel Las ................................................................................ 22 III.4 Persiapan Prosedur Pengelasan (WPS) ..................................................... 24 III.5 Proses Pengelasan ...................................................................................... 24 III.6 Pengamatan Visual dan Pengujian Radiografi .......................................... 25 III.7. Preparasi Sampel Untuk Pengujian .......................................................... 26 III.8. Pengujian Karakterisasi Sampel Pengelasan ............................................ 27 III.8.1. Pengujian Kekerasan.......................................................................... 27 III.8.2. Pengujian Tekuk ................................................................................ 28 III.8.3. Pengujian Tarik .................................................................................. 29 III.8.4. Pengamatan Metalografi .................................................................... 29 DATA DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 31 IV.1. Data dan Analisa Distribusi Nilai Kekerasan Hasil Sambungan Las....... 31 IV.1.1. Analisa Data Pengaruh Variasi Ketebalan Pelat Terhadap Distribusi Kekerasan Hasil Lasan................................................................................... 32 IV.1.2. Analisa Data Pengaruh Posisi Pengelasan Terhadap Distribusi Kekerasan Sambungan Las ............................................................................ 35 IV.2. Data dan Analisa Kekuatan Tekuk Hasil Sambungan Las ....................... 38 IV.2.1. Analisa Data Kekuatan Tekuk Root Hasil Sambungan Las .............. 38 IV.2.2. Analisa Data Kekuatan Tekuk Face Hasil Sambungan Las .............. 40 IV.3. Data dan Analisa Kekuatan Tarik Hasil Sambungan Las ........................ 41 IV.4. Pengamatan Struktur Mikro dan Makro ................................................... 44 IV.4.1. Analisa Struktur Mikro ...................................................................... 44 IV.4.1. Analisa Struktur Makro ..................................................................... 51 KESIMPULAN .................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58 LAMPIRAN ......................................................................................................... 60 xi Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Komposisi Kimia Baja Karbon ASTM A 36 (2) .................................... 7 Tabel 2. 2 Sifat Mekanis Baja Karbon (2) ................................................................ 8 Tabel 2. 3 Ceq Terhadap Sifat Mampu Las ............................................................ 8 Tabel 2. 4 Komposisi Kimia SS 304 (3) ................................................................... 9 Tabel 2. 5 Sifat Mekanis SS 304 & SS 304L (3) .................................................... 10 Tabel 2. 6 Cr equivalent dan Ni equivalent (SS 304, CS A36 & 309L) ............... 15 Tabel 3. 1 Ukuran Sampel Pelat Lasan ................................................................. 22 Tabel 4. 1 Data Distribusi Kekerasan Hasil Sambungan Las ............................... 31 Tabel 4. 2 Nilai Heat Input 1G .............................................................................. 34 Tabel 4. 3 Nilai Heat input Tebal Pelat 12 mm..................................................... 37 Tabel 4. 4 Hasil Uji Kekuatan Tekuk (Root Bending Test) Sambungan Las ........ 38 Tabel 4. 5 Hasil Uji Kekuatan Tekuk (Face Bending Test) Sambungan Las ....... 40 Tabel 4. 6 Data Perhitungan Dilusi ....................................................................... 52 Tabel 4. 7 Rata - Rata Dilusi Tiap Posis ............................................................... 53 Tabel 4. 8 Rata - Rata Dilusi Tiap Ketebalan ....................................................... 53 Tabel 4. 9 Creqv & Nieqv dari SS 304, CS A36 & 309L ......................................... 54
xii Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Skema Umum Proses Pengelasan GTAW (5).................................... 11 Gambar 2. 2 Pengelasan Dissimilar Metal ............................................................ 14 Gambar 2. 3 Ploting Diagram Schaeffler (SS 304, CS A36 & 309 L) .................. 15 Gambar 2. 4 Posisi Las Groove (7) ......................................................................... 16 Gambar 2. 5 Diagram Fasa Fe-Fe3C ..................................................................... 17 Gambar 2. 6 Variasi Perubahan Struktur Pada Daerah Las-Lasan (8).................... 18 Gambar 2. 7 Dilusi Pada Sambungan Lasan ......................................................... 19 Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian ................................................................... 20 Gambar 3. 2 Bentuk Sampel Tampak Atas .......................................................... 23 Gambar 3. 3 Bentuk Sampel Tampak Samping .................................................... 23 Gambar 3. 4 Design Bevel Lasan .......................................................................... 24 Gambar 3. 5 Dudukan Untuk Pengelasan (a) Tampak Atas (b) Tampak Bawah . 25 Gambar 3. 6 Penetrant Test (Dye Penetrant, Cleaner, Developer) ...................... 25 Gambar 3. 7 Radiografi Test ................................................................................. 26 Gambar 3. 8 Pembagian Ukuran Sampel Untuk Tiap Pengujian .......................... 27 Gambar 3. 9 Penampang Indentor Uji Microhardness Vickers ............................ 28 Gambar 3. 10 Sampel Uji Bending ....................................................................... 28 Gambar 3. 11 Sampel Uji Tarik Menurut Standard ASME IX ............................. 29 Gambar 3. 12 Lokasi Pengambilan Foto Mikro & Penjejakan Uji Keras ............. 30 Gambar 4. 1 Distribusi Kekerasan Posisi 1G Terhadap Variasi Tebal ................. 32 Gambar 4. 2 Distribusi Kekerasan Posisi 2G Terhadap Variasi Ketebalan .......... 32 Gambar 4. 3 Distribusi Kekerasan Posisi 3G Terhadap Variasi Ketebalan .......... 33 Gambar 4. 4 Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 12 mm Terhadap Beda Posisi ..... 35 Gambar 4. 5 Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 12 mm Terhadap Beda Posisi ..... 35 Gambar 4. 6 Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 8 mm Terhadap Beda Posisi ....... 36 Gambar 4. 7 Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 6 mm Terhadap Beda Posisi ....... 36 Gambar 4. 8 Hasil Uji Root Bending .................................................................... 39 Gambar 4. 9 Hasil Uji Face Bending .................................................................... 40 Gambar 4. 10 Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 6 mm ................................................ 41 Gambar 4. 11 Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 8 mm ................................................ 42 Gambar 4. 12 Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 10 mm .............................................. 42 Gambar 4. 13 Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 12 mm .............................................. 43 Gambar 4. 14 Spesimen Hasil Pengujian Tarik .................................................... 44 Gambar 4. 15 Foto Mikro Base Metal Carbon Steel ............................................. 45 Gambar 4. 16 Foto Mikro HAZ Kasar & HAZ Halus Carbon Steel .................... 45 Gambar 4. 17 Foto Mikro Batas Carbon Steel dan Inti Las .................................. 46
xiii Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
Gambar 4. 18 Struktur Mikro HAZ Carbon Steel A36 (a) 1G 6mm (b) 1G 8mm (c) 1G 10mm dan (d) 1G 12mm............................................................................ 47 Gambar 4. 19 Foto Mikro Base Metal Stainless Steel .......................................... 48 Gambar 4. 20 Foto Mikro HAZ Stainless Steel 304 ............................................. 48 Gambar 4. 21 Foto Mikro Batas Las Stainless Steel ............................................. 49 Gambar 4. 22 Foto Mikro Inti Las (Weld Metal) ................................................. 49 Gambar 4. 23 Sensitasi Pada HAZ Stainless Steel (a) 1G 6mm (b) 1G 8mm (c) 1G 10mm dan (d) 1G 12mm ....................................................................................... 50 Gambar 4. 24 Foto Makro Lasan Posisi 1G Pelat 10 mm ..................................... 51 Gambar 4. 25 Foto Makro Lasan Posisi 1G Tebal Pelat 12mm ........................... 52 Gambar 4. 26 Ploting Diagram Schaeffler Posisi 1G ........................................... 54 Gambar 4. 27 Ploting Diagram Schaeffler Posisi 2G ........................................... 55 Gambar 4. 28 Ploting Diagram Schaeffler Posisi 3G ........................................... 55
xiv Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Sesuai dengan berjalannya waktu, teknologi pun semakin berkembang dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Saat ini teknologi pengelasan telah dipergunakan secara luas dalam proses penyambungan material baik itu pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi untuk mesin. Luasnya penggunaan teknologi ini juga didukung akan pemahaman mendalam terhadap ilmu metalurgi dan material dimana dengan pemahaman tersebut kita diharapkan dapat menghasilkan sambungan dari lasan yang cukup baik agar proses penyambungan pada konstruksi bangunan dan mesin dapat menyambung dengan baik dan tidak mudah putus. Proses pengelasan mungkin terlihat sederhana, namun sesungguhnya didalamnya banyak problem-problem yang perlu diatasi dimana pemecahannya memerlukan bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman. Karena itu didalam proses pengelasan, pengetahuan harus turut serta mendampingi proses tersebut. Secara terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan konstruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las dan jenis las yang akan dipergunakan, berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang. Dalam proses penyambungan untuk konstruksi maupun permesinan. Proses pemilihan material dasar yang hendak disambung memiliki peranan penting untuk dapat menghasilkan sambungan pada konstruksi yang cukup baik. Sampai saat ini pemilihan baja sebagai material dasar untuk penyambungan telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, mengingat sifat-sifat fisik dan mekanis baja yang cukup baik untuk aplikasi konstruksi dan permesinan. Namun selayaknya jenis material-material lain, baja juga memiliki keterbatasan sifat yang mana dalam aplikasi-aplikasi khusus yang bergantung pada kondisi lingkungan dan perlakuan tertentu baja menjadi tidak bisa dipergunakan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, baja dalam bentuk paduan telah dibuat. Baja paduan dibuat
1 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
2
untuk mengatasi keterbatasan sifat pada baja yang rentan terhadap kondisi lingkungan tertentu seperti lingkungan yang korosif dipergunakan baja tahan karat stainless steel dan untuk aplikasi yang mebutuhkan keausan tinggi dipergunakan baja tahan aus wear resistance steel. Baja paduan sendiri memiliki jenis yang beragam, bergantung pada jenis paduan, perlakuan dan aplikasinya. Dengan demikian untuk keperluan dan aplikasi terentu, kombinasi material-material yang berbeda sifat dan karakteristiknya dapat dipergunakan sebagai cara untuk mengatasi keterbatasan dari sifat material yang digunakan. Kombinasi material dengan jenis dan sifat yang berbeda telah banyak diaplikasikan misalnya pada alat penukar panas (heat exchanger), bejana tekan, dan sistem perpipaan. Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala teknis yang sering muncul terutama dalam proses penyambungan pada material yang berbeda jenis. Salah satu cara penyambungan untuk bagian-bagian logam yang berpisah adalah dengan proses pengelasan. Las (welding) adalah suatu cara untuk menyambung material dengan jalan mencairkan material melalui pemanasan dengan ataupun tanpa tekanan. Dalam penelitian ini, yang akan ditelaah lebih lanjut adalah metode penyambungan las pada dua material yang berbeda. Ada beberapa jenis proses pengelasan yang sering digunakan dibidang fabrikasi industri yakni salah satunya adalah proses pengelasan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). Proses pengelasan ini cukup populer dan banyak digunakan, hal ini cukup beralasan karena jenis pengelasan ini cukup sederhana, tidak memerlukan peralatan yang kompleks, mobilitas peralatan yang bisa menjangkau berbagai tempat kerja, kualitas hasil pengelasan yang cukup baik, konsumsi energi lebih efisien, dan waktu serta biaya yang relatif kompetitif. Dalam beberapa kondisi lingkungan kerja atau fabrikasi, pengelasan harus dilakukan dengan posisi yang berbeda-beda. Posisi pengelasan yang dimaksud adalah pengelasan dengan posisi datar (flat welding, 1G), horizontal (horizontal welding, 2G), dan vertikal (vertical welding, 3G). Tiap posisi pengelasan memiliki tingkat kesulitan tertentu khususnya karena pengaruh gravitasi pada kolam cairan las maupun saat transfer material pengisi las. Demikian juga dengan ketebalan logam yang akan di las dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan design juga mempengaruhi kecepatan pendinginan hasil las-lasan. Dalam penelitian ini akan
2 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
3
dipelajari bagaimana pengaruh dari posisi pengelasan dan ketebalan bahan logam yang akan di las terhadap struktur mikro yang terbentuk dan sifat mekanis sambungan las tersebut. Dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi infromasi untuk memperoleh kualitas sambungan las yang terbaik terkait dengan parameter posisi pengelasan dan ketebalan sambungan las.
I.2. Perumusan Masalah Pada proses penyambungan dengan metode pengelasan, material logam didaerah sambungan akan selalu mengalami proses pemanasan, pencairan dan pembekuan, dimana selama proses tersebut, dapat terjadi peristiwa difusi, konveksi, pencampuran (mixing), dan reaksi-reaksi kimia antara elemen-elemen penyusun logam induk, logam pengisi maupun lingkungan disekitar daerah pengelasan, yang antara lain, dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor seperti posisi pengelasan terkait dengan efek gravitasi pada cairan kolam las dan kecepatan pendinginan (cooling rate) proses pengelasan terkait ketebalan sambungan las, desain sambungan las, serta sifat-sifat logam yang akan disambung dan logam pengisi (filler) yang digunakan, dan lain-lain. Hal ini akan menyebabkan distribusi dan komposisi kimia sambungan las terpengaruhi, perbedaan besarnya masukan panas (heat input), dilusi logam induk terhadap kolam las (weldmetal), dan laju pendinginan (cooling rate), akan mempengaruhi struktur mikro dan sifat mekanis pada sambungan las-lasan. Dalam penelitian ini, akan dikaji lebih detail keterkaitan antara posisi pengelasan dan ketebalan sambungan las dua logam yang berbeda antara baja tahan karat seri ASTM A240 type SS 304 dengan baja karbon ASTM A36 terhadap struktur mikro dan sifat mekanis.
I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas dari sambungan hasil proses pengelasan dari dua jenis material yang berbeda (welding dissimilar metal) untuk tiap-tiap posisi pengelasan serta ketebalan material sambungan yang berbeda-beda. Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk: a. Untuk mengetahui struktur mikro yang terbentuk serta menganalisa parameter-parameter yang mempengaruhinya pada proses pengelasan akibat
3 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
4
dari perbedaan jenis material yang disambung antara ASTM A240 tipe 304 dan baja karbon ASTM A36 serta pengaruhnya terhadap perbedaan posisi pengelasan dan perbedaan ketebalan material yang disambung. b. Mempelajari korelasi kualitas pengelasan terhadap posisi pengelasan dan ketebalan sambungan las. Kualitas pengelasan di evaluasi dari hasil pengujian sifat mekanis sambungan las yang terjadi. Dengan demikian, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi tingkat kualitas dari suatu sambungan las hasil pengerjaan atau fabrikasi aktual di lapangan, untuk suatu posisi pengelasan dan ketebalan sambungan las tertentu. Informasi tersebut diharapkan akan sangat bermanfaat sebagai bahan acuan dan pertimbangan untuk keamanan dari design suatu peralatan atau struktur baja.
I.4. Ruang Lingkup Penelitian Untuk ruang lingkup penelitian ini, sampel pelat yang digunakan di workshop sesuai dengan kondisi aktual. Lalu proses pengelasan sambungan dua material berbeda (dissimilar weld metal) yakni baja tahan karat ASTM A240 Type 304 dan ASTM A36 menggunakan proses pengelasan gas tungsten arc welding (GTAW) dengan filler ER 309L dan dengan posisi pengelasan datar (flat welding), horisontal (horizontal welding), dan pengelasan vertikal (vertical welding), masing-masing untuk ketebalan pelat sambungan las 6 mm, 8 mm, 10 mm dan 12 mm. Dimensi sampel untuk tiap pelat adalah dengan panjang 600 mm dan lebar 150 mm.
I.5. Batasan Penelitian 1) Jenis material yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja tahan karat ASTM A240 type 304 dan baja karbon ASTM A36. 2) Proses pengelasan menggunakan metode gas tungsten arc welding (GTAW) dengan menggunakan filler E 309 L. 3) Parameter-parameter yang digunakan telah disesuaikan dalam WPS yang digunakan. 4) Pengujian – pengujian yang dilakukan:
4 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
5
a. Pengujian visual test (dye penetrant) & radiographhy. b. Pengujian tekuk face dan root (bending test). c. Pengujian micro hardness Vickers d. Pengujian tarik (tensile test) e. Pengujian metallography (foto mikro & foto makro).
I.6. Tempat Penelitian Untuk proses pengelasan dimana sampel dibuat, dilakukan di PT. Baja Mukti Tirta Perkasa, Tangerang. Proses pengelasan pun dikondisikan sesuai dengan kondisi workshop tersebut. Sehingga bisa didapatkan sampel untuk dikarakterisasi dari sampel hasil pengelasan tersebut. Sedangkan tempat untuk mengkarakterisasi sifat mekanis uji tarik, uji tekuk dan pengamatan struktur mikro-makro dilakukan di departemen metalurgi dan material fakultas teknik universitas indonesia, depok dan untuk uji kekerasan di PT. FSCM, pulogadung.
I.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun agar penulisan skripsi ini menjadi runut sehingga kerangka alur penelitian mudah dimengerti, sistematis dan praktis. Sistematika tersebut dapat diuraikan dalam bentuk babbab yang saling terpartisi dan saling berkaitan satu sama lain, yaitu sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan Membahas latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, batasan penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka Membahas dasar teori penunjang tentang baja karbon ASTM A36, baja tahan karat ASTM A240 tipe 304, Pengelasan gas tungsten arc welding (GTAW), pengelasan logam berbeda jenis (dissimilar metal welding), posisi pengelasan dan ketebalan pelat yang di las, metalurgi las.
5 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
6
Bab III Metodologi Penelitian Membahas diagram alir penelitian, alat dan bahan, persiapan sampel las, persiapan prosedur pengelasan (WPS), proses pengelasan, pengamatan visual dan pengujian radiografi, preparasi sampel untuk pengujian, pengujian karakterisasi sampel hasil lasan (pengujian kekerasan, pengujian tekuk, pengujian tarik, pengamatan metalografi).
Bab IV Data dan Pembahasan Membahas dara yang didapat dari hasil pengujian yang telah dilakukan, serta membandingkan dengan teori yang berlaku. Data analisa distribusi nilai kekerasan hasil sambungan las, data dan analisa kekuatan tekuk hasil sambungan las, data dan analisa kekuatan tarik hasil sambungan las, pengamatan struktur mikro dan makro.
Bab V Kesimpulan Berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
6 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Baja Karbon ASTM A36 Baja karbon adalah paduan antara unsur besi dan karbon (paling dominan) dengan sedikit paduan Si, Mn, P, S dan Cu. Sifat baja karbon sangat bergantung pada kadar karbonya, oleh karena itu baja karbon ini dikelompokkan jenisnya berdasarkan persentase kadar karbonnya. Bila kadar karbon naik, kekuatan dan kekerasannya juga bertambah tinggi, akan tetapi perpanjangannya menurun (1). Berdasarkan kandungan unsur karbon, baja karbon dibedakan menjadi: Baja karbon rendah dengan kadar karbon kurang dari 0,30%, Baja karbon sedang dengan kadar karbon 0,30% ~ 0,45% Baja karbon tinggi dengan kadar karbon 0,45% ~ 1,70%. Baja karbon ASTM A36 termasuk dalam kategori baja karbon rendah (mild steel) dengan komposisi kimia sebagai berikut: Tabel 2. 1. Komposisi Kimia Baja Karbon ASTM A 36
(2)
Komposisi Kimia Bentuk
Ketebalan
C
in. (mm)
max.%
Mn %
P
S
Cu
max.
max.%
Si %
min.%
%
0.26
…
0.04
0.05
0.04 max.
0.20
~ ¾” (20)
0.25
…
0.04
0.05
0.04 max.
0.2
¾”~ ½” (20~40)
0.25
0.80 – 1.20
0.04
0.05
0.04 max.
0.2
1 ½”~2 ½”(40~65)
0.25
0.80 – 1.20
0.04
0.05
0.15 - 0.04
0.2
2 ½”~ 4”(65~100)
0.25
0.80 – 1.20
0.04
0.05
0.15 - 0.04
0.2
> 4” (100)
0.25
0.80 – 1.20
0.04
0.05
0.15 - 0.04
0.2
Umum
Pelat
7 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
8
Tabel 2. 2 Sifat Mekanis Baja Karbon (2)
Pelat, shapes, dan bars Kekuatan tarik, ksi [Mpa]
58 – 80 [400 – 550]
Yield point, min, ksi [Mpa]
36 [250]
Pelat dan bars Elongasi pada 8” [200 mm],min,%
20
Elongasi pada 2” [50 mm],min,%
23
Shapes Elongasi pada 8” [200 mm],min,%
20
Elongasi pada 2” [50 mm],min,%
21
Sifat mampu las baja karbon didefinisikan sebagai kapasitas dari material baja karbon untuk di las dalam kondisi perakitan atau fabrikasi yang khusus sehingga sesuai dengan desain struktur dan memberikan performa yang memuaskan dalam aplikasinya. Baja karbon rendah seperti A36 ini mempunyai kepekaan terhadap retak las yang rendah bila dibandingkan dengan baja karbon jenis lainnya, tapi retak las pada baja karbon jenis ini bisa saja terjadi pada pelat tebal atau bila didalamnya terkandung unsur sulfur (S) yang cukup tinggi
(1)
. Pada umumnya sifat mampu las dari Carbon Steel agar
tidak terjadi retak dapat diprediksi dari nilai karbon ekuivalen Ceq. dalam baja tersebut. (Pers 2.1) Tabel 2. 3 Ceq Terhadap Sifat Mampu Las
Nilai Ceq.
Sifat mampu las
< 0.40
Sangat baik
0.41 – 0.45
Baik
> 0.45 – 0.52 > 0.52
Sedang
Buruk
Perlakuan pengelasan Preheat untuk menghilangkan uap air Preheat + elektroda dengan kadar hidrogen rendah Preheat + elektroda dengan kadar hidrogen rendah + kontrol temperatur Preheat + elektroda dengan kadar hidrogen rendah + kontrol temperatur + PWHT
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
9
II.2. Baja Tahan Karat ASTM A240 tipe 304 Baja tahan karat termasuk dalam baja paduan tinggi yang mana tahan terhadap serangan korosi, baik itu suhu tinggi maupun suhu rendah. Selain itu, baja tahan karat juga memiliki sifat ketangguhan dan mampu potong yang cukup baik. Paduan utama dari baja tahan karat adalah Cr atau Cr dan Ni dengan sedikit paduan lain seperti Mo, Cu dan Mn. Secara garis besar baja tahan karat dapat dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu: jenis ferrite, jenis austenite dan jenis martensite. Baja tahan karat jenis austenite (austenitic stainless steel) seperti ASTM A240 tipe 304 atau biasa disebut stainless steel 304 mempunyai sifat mampu las yang lebih baik dibandingkan dengan kedua jenis baja tahan karat lainnya (ferritic dan martensitic). Akan tetapi walupun demikian pendinginan lambat dari temperatur 680oC ke 480oC akan bisa terbentuk karbid khrom yang mengendap di antara butir. Endapan ini terjadi pada temeperatur sekitar 650oC dan dapat menyebabkan penurunan sifat tahan karat dan sifat mekaniknya (1). Dengan dasar struktur materialnya austenite, ini akan menjuruskan pada terbentuknya retak panas. Oleh karena itu untuk pengelasan baja austenitic ini hendaknya: 1) Jangan dilakukan preheat saat pengelasan serta dihindari masukan panas (heat input) yang tinggi sehingga tidak terjadi pengendapan antar butir dari karbid-khrom; 2) Sebaiknya digunakan elektroda jenis Nb, Ti atau karbon rendah (C<0,03%) dan; 3) Dipilih elektroda yang mampu menghasilkan struktur logam las pada daerah aman dari diagram Schaefler. Berikut ini keterangan komposisi kimia dari SS 304 Tabel 2. 4 Komposisi Kimia SS 304 (3) Desain UNS
Nama umum
S30400
SS304
S30403
SS304L
Komposisi Kimia Lain-
C
Cr
Mn
Mo
N
Ni
P
S
Si
0.08
18.0-
2.00
-
0.1
8.0-
0.045
0.030
0.75
-
max.
20.0
max.
10.5
max.
max
0.03
18.0-
2.00
8.0-
0.045
0.030
0.75
-
max.
20.0
max.
12.0
max.
max
-
0.1
lain
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
10
Tabel 2. 5 Sifat Mekanis SS 304 & SS 304L (3)
Kekuatan mekanik Nama
UNS
umum
Elongasi ASTM
Bentuk
YS
S30403
SS304
SS304 L
pada 50 mm
Kekerasan
min., % 30 ksi min
S30400
TS
A240
A240
Pelat
Pelat
201 BHN
75 ksi min
205 Mpa
515 Mpa
min.
min.
25 ksi min
70 ksi min
170 Mpa
485 Mpa
min.
min.
40
Max 92 HRB Max 201 BHN
40
Max 92 HRB Max
II.3. Pengelasan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) Pengelasan GTAW (gas tungsten arc welding) atau sering disebut las TIG (tungsten inert gas) welding merupakan pengelasan yang busur nyalanya dihasilkan oleh elektroda yang tetap terbuat dari tungsten (W). Sedangkan, untuk bahan pengisinya (filler) biasanya terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan material yang hendak dilas dan terpisah dari pistol las (welding gun). Dalam prosesnya las GTAW menggunakan gas pelindung yang keluar dari pistol lasnya agar mencegah dari terjadinya oksidasi. Biasanya gas pelindung yang digunakan berupa gas yang inert (99% argon). Pengelasan GTAW biasanya baik untuk proses penyambungan bahan metal dan bahan metal berbeda yang ketebalannya tipis. Namun karena masukkan panas (heat input) yang menentukan daya cair dari suatu metal yang dilas, relatif kecil, maka pengelasan GTAW ini kurang baik digunakan untuk proses pengelasan untuk pelat-pelat yang tebal (4). Pengelasan GTAW cukup baik untuk pengelasan pertama (jalan las pertama) atau root bead/stringer bead. Hanya saja jika dalam proses pengoperasiannya mengalami kesalahan, kemungkinan besar di dalam hasil lasan akan kemasukan tungsten (heavy metal) yang mana logam tungsten atau paduannya memiliki titik lebur yang sangat tinggi. Busur nyala dihasilkan dari arus listrik melalui konduktor serta mengionisasi gas pelindungnya. Busur itu terjadi antara ujung elektroda tungsten dengan logam induk. Panas dari busur langsung mencairkan logam induk dan kawat las (rod). Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
11
Gambar 2. 1 Skema Umum Proses Pengelasan GTAW (5)
Berikut ini beberapa keuntungan pengelasan dengan menggunakan GTAW (4): a. Sambungan las yang dihasilkan bermutu tinggi, biasanya minim dari cacat. b. Tidak menghasilkan percikan las (spatter). c. Dapat digunakan dengan atau tanpa logam pengisi (filler metal). d. Penetrasi (tembusan) pengelasan root nya dapat dikendalikan dengan baik. e. Untuk produksi pengelasan autogenous cukup tinggi dan murah. f. Sumber tenaga yang digunakan relatif murah. g. Kemungkinan variabel las dapat dikendalikan secara akurat. h. Dapat digunakan pada hampir semua jenis logam termasuk pengelasan logam berbeda. i. Memungkinkan pengendalian mandiri sumber panas maupun penambahan filler metal. Sementara berikut ini beberapa keterbatasan dari pengelasan GTAW (4): a. Laju deposisi material lebih rendah dibanding pengelasan dengan elektroda terkonsumsi.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
12
b. Memerlukan keterampilan tangan dan koordinasi juru las lebih tinggi dibanding dengan las GMAW (MIG) atau SMAW. c. Untuk penyambungan bahan >3/8 (10 mm), GTAW lebih mahal daripada las dengan elektroda terkonsumsi. d. Jika lingkungan berangin cukup kencang, fungsi gas pelindung akan berkurang karena terhembus oleh angin. Dalam proses pengelasan GTAW juga mungkin terjadi beberapa masalah (4): a. Inklusi tungsten mungkin terjadi apabila ujung elektroda tercelup kedalam kolam las. b. Kontaminasi bahan las dapat terjadi apabila gas lindung kurang atau tidak berfungsi. c. Kelonggaran kontaminasi pada bahan las maupun bahan induk, rendah. d. Apabila air pendingin bocor dan masuk pada busur las (arc), kemungkinan akan terjadi porositas (keropos). e. Kemungkinan terjadi busur tembus (arc blow) atau busur liar (arc deflection) sebagaimana terjadi pula pada jenis las lainnya. Variabel proses yang utama pada pengelasan GTAW adalah tegangan busur (arc length), arus pengelasan, kecepatan gerak pengelasan (travel speed), dan gas lindung. Jumlah energi yang dihasilkan oleh busur sebanding dengan arus dan tegangan, sedangkan jumlah bahan las yang dideposisikan per satuan panjang berbanding terbalik dengan kecepatan gerak pengelasan. Busur yang dihasilkan dengan gas pelindung helium lebih dalam daripada dengan gas argon (4). II.4. Pengelasan Logam Berbeda Jenis (Dissimilar Weld Metal) (6) Welding dissimilar metal merupakan proses penyambungan dua jenis logam yang berbeda. Pengelasan dua logam yang berbeda jenis ini terkadang dibutuhkan dalam suatu produksi. Aplikasi welding dissimilar metal ini juga dibutuhkan untuk overlay (melapisi) suatu material agar terhimdar dari korosi, oksidasi dari panas dan keausan. Welding dissimilar metal ini juga dibutuhkan untuk perawatan atau perbaikan part-part yang mengalami kerusakan.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
13
Berhasil tidaknya suatu pengelasan dua metal yang berbeda tergantung pada: 1) Sifat fisiknya; 2) Titik leburnya; 3) Konduktivitas thermal; 4) Ukuran atomnya: 5) Ekspansi thermal masing-masing logam(6). Daya mampu las (weldability) biasanya dapat diperkirakan melalui pengalaman empiris. Pada umumnya tingkat kemampu lasan dapat dikaji dengan mempelajari fase paduan (alloy phase) yang terdapat pada suatu paduan. Apabila terjadi paduan antar metal (intermetallic compound) pada saat dua material berbeda dilas, maka paduan tersebut akan bersifat getas (6). Masalah
ketidakcocokkan
material
(incompatibility)
antara
dua
logam/paduan logam berbeda yang akan dilaskan kadang-kadang dapat diselesaikan dengan menggunakan cincin logam pengisi antara (filler metal shim), atau dengan cara pengelasan bahan transisi yang bisa cocok bagi kedua metal berbeda tersebut. Cara ini biasa disebut buttering (6). Pengelasan antara stainless steel dengan low carbon steel, perpaduan antara kedua jenis logam ini biasanya akan menghasilkan paduan yang keras dan getas yang tingkatannya bergantung pada komposisi kimia logam las. Terkadang suatu jenis stainless steel tertentu dilas dengan bahan baja murni atau paduan rendah dapat menghasilkan sambungan dengan sifat yang cukup memuaskan karena logam-logam tersebut memiliki kemampu lasan (weldability) yang baik. Namun demikian pertimbangan yang cukup hati-hati dan persiapan prosedur yang tepat, masih tetap diperlukan untuk mempersiapkan pengelasan dengan hasil yang dapat dijamin mutunya. Pengelasan stainless steel dengan baja paduan rendah (low alloyed steel) biasanya memerlukan bahan pengisi yang merupakan paduan yang lebih tinggi daripada stainless steel terkait (overalloyed stainless steel consumable). Tiga diantara bahan pengisi tersebut yang paling umum digunakan adalah: 23 – 25%Cr 11 – 15Ni (dengan atau tanpa Mo), 29Cr9Ni, dan 18Cr-8Ni6Mn (6). Struktur yang didesain untuk temperatur diatas 200oC seperti misalnya sambungan antara creep resistant Cr Mo steel dengan stainless steel harus dilas dengan bahan pengisi yang berbasis nikel, karena jenis consumable ini mencegah perpindahan atom karbon dari bahan Cr Mo yang mengandung karbon tinggi ke sambungan las. Hal ini terjadi ketika bahan pengisinya adalah stainless steel,
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
14
sehingga menghasilkan sambungan las yang getas karena terkarburasi dan zona di bagian bahan Cr Mo menjadi terdekarburisasi yang mengurangi kekuatan terhadap mulur (creep). Cara lain untuk mengelas stainless steel dengan baja murni atau baja paduan rendah yaitu dengan cara mengisi keseluruhan kampuh las dengan bahan pengisi stainless steel yang mengandung bahan pemadu lebih tinggi (overalloyed) atau bahan berbasis nikel, atau dengan melapisi permukaan sisi kampuh (buttering) bahan baja paduan rendah dengan bahan overalloyed stainless steel dan kemudian mengisi keseluruhan kampuh las dengan bahan pengisi yang cocok untuk bahan induk stainless steel yang terkait. Apabila bahan pengisi ataupun bahan buttering tidak sesuai, dapat mengakibatkan retak di dalam bahan las. Retak ini biasa disebut retak pembekuan (solidification crack). Karenanya penentuan jenis bahan pengisi yang sesuai menjadi sangat penting artinya (6).
Gambar 2. 2 Pengelasan Dissimilar Metal
Dalam penentuan bahan pengisi (filler) yang tepat untuk pengelasan dissimilar metal ini, diperlukan perhitungan Cr equivalence dan Ni equivalence dari tiap-tiap material yang disambung serta filler yang digunakan harus tepat dan sesuai dengan yang diplotkan didalam diagram Schaeffler. Dimana hasil dari plot diagram Schaeffler tersebut dapat diprediksikan fasa struktur mikro yang terbentuk dari hasil pengelasan dissimilar metal tersebut, serta pemilihan filler yang tepat untuk pengelasan tersebut.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
15
Berikut ini perhitungan nilai Creqv dan Nieqv dari logam yang hendak di las (Carbon Steel A 36, Stainless Steel 304 dan 309 L sebagai filler nya).
Tabel 2. 6 Cr equivalent dan Ni equivalent (SS 304, CS A36 & 309L)
%
BAHAN AISI
C
Cr
Ni
Mo
Si
Nb
Mn
SS 304 CS A36 309 L
0,08 0,26 0,04
19,00 0,00 23,45
9,25 0,00 12,60
0,00 0,00 0,00
0,75 0,00 0,53
0,00 0,00 0,00
2,00 0,75 1,58
Cr eqv
Ni eqv
20,13 0,00 24,25
12,15 8,18 14,44
Gambar 2. 3 Ploting Diagram Schaeffler (SS 304, CS A36 & 309 L)
II.5. Posisi Pengelasan dan Ketebalan Plat yang Di Las Yang dimaksud dengan posisi las adalah pengaturan posisi dan gerakan elektroda las. Posisi las yang diambil setiap operator las bergantung dari letak kampuh-kampuh lasnya atau celah-celah pada benda kerja yang hendak dilas. Posisi pengelasan pada pelat terdapat empat jenis sesuai American Welding Society (AWS), seperti terlihat pada Gambar 2.4, yaitu 1G, 2G, 3G, dan 4G.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
16
Gambar 2. 4 Posisi Las Groove (7)
Posisi pengelasan akan mempengaruhi jumlah arus yang digunakan. Jumlah minimum arus yang dibutuhkan ditentukan dari kebutuhan untuk menyatukan pelat dan menjaga busur tetap stabil . Ditentukan minimumnya juga untuk menghindari retak pada daerah HAZ. Sedangkan batas maksimum dari arus yang digunakan juga dibatasi oleh posisi pengelasan yang digunakan, contohnya pada posisi 4G tidak bisa digunakan arus yang lebih dari 160 A. Arus yang tinggi dapat menurunkan kekuatan impak. Perlu diperhatikan juga arus yang digunakan harus sesuai dengan diameter elektroda. Efek dari posisi juga mempengaruhi dari kecepatan las, contohnya las vertikal (3G) lebih lambat dari posisi flat (1G). Karena posisi las mempengaruhi kecepatan las, tentunya posisi ini mempengaruhi heat input dari pengelasan. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa posisi las akan mempengaruhi sifat mekanis dari hasil lasan.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
17
Ketebalan pelat juga akan mempengaruhi sifat mekanis dan mikrostruktur dari material. Pelat merupakan media konduktif yang berperan sebagai pentransfer panas selama proses solidifikasi dari logam pengisi terjadi. Semakin tebal pelat logam, maka semakin cepat transfer panas yang berlangsung dan akibatnya laju pendinginan semakin cepat. Sebaliknya jika semakin tipis pelat maka semakin lama transfer panas dan semakin lama laju pendinginannya.
II.6. Metalurgi Las II.6.1. Diagram Fasa dan Diagram CCT Pada umumnya struktur mikro dari baja tergantung dari kecepatan pendinginannya dari suhu daerah austenite sampai ke suhu kamar. Karena perubahan struktur ini maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki juga berubah. Hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur mikro yang terbentuk biasanya digambarkan dalam dalam diagram yang menghubungkan waktu, suhu dan transformasi yaitu diagram Continuous Cooling Transformation (CCT)
(1)
. Daerah terpengaruh panas (heat affected zone) pada baja karbon juga
sangat berhubungan dengan diagram fasa Fe-Fe3C dan diagram continous-cooling transformation untuk heat treatment pada baja karbon bisa berguna juga untuk pengelasan, berikut ini gambaran dari diagram fase Fe-Fe3C:
Gambar 2. 5 Diagram Fasa Fe-Fe3C
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
18
II.6.2. Daerah Terpengaruh Panas (Heat Affected Zone) Selama proses pengelasan akan terjadi proses pemanasan dan pendinginan, hal ini akan menyebabkan perubahan pada daerah disekitar las-lasan yang terpapar panas. Daerah terpengaruh panas yang sebenarnya adalah bagian dari sambungan las yang mengalami suhu tertinggi yang mampu menghasilkan perubahan struktur mikro dalam keadaan padat namun terlalu rendah untuk suatu pencairan
(9)
. Lebar daerah terpengaruh panas ini ditentukan oleh aliran panas.
Selama proses pengelasan daerah terpengaruh panas akan mengalami perubahanperubahan secara metalurgi, seperti rekristalisasi, pelarutan endapan, pengerasan, maupun pengendapan berlebih. Pada daerah HAZ yang dekat dengan lasan, kristal tumbuh lebih cepat dan membentuk butir-butir kasar. daerah ini disebut dengan batas las. Daerah ini butir menjadi kasar dan logam menjadi lebih getas akibat siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan.
Gambar 2. 6 Variasi Perubahan Struktur Pada Daerah Las-Lasan (8)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
19
II.6.3. Heat Input dan Dilusi Lasan Masukan panas (heat input) adalah besarnya energi panas tiap satuan panjang las ketika sumber panas bergerak. Heat input itu sendiri nilai nya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besarnya tegangan (V = Volt) dan arus (i = ampere) dari mesin las, kecepatan las welding speed (S = mm//min), serta efisiensi proses pengelasan. Berikut ini persamaan untuk perhitungan heat input dari sambungan las:
Untuk pengelasan jenis stainless steel yang berbeda, biasanya harus menggunakan masukan panas (heat input) yang rendah atau terbatas. Dikarenakan apabila pada stainless steel yang kita ketahui memiliki nilai kandungan Cr yang cukup tinggi, dipanaskan pada suhu 500oC pada saat dioperasikan, maka akan terjadi difusi karbon dari baja dengan kandungan Cr rendah ke baja dengan kandungan Cr tinggi. Sedangkan dilusi dari proses pengelasan merupakan persentase besarnya pelelehan base metal yang bercampur kedalam kolam lasan (weld metal). Dimana dari besarnya persentase dilusi tersebut kita dapat memprediksi struktur mikro yang terbentuk pada sambungan las dengan cara perhitungan perbandingan luasan area logam yang bercampur serta plotting persentase dilusi kedalam diagram Schaeffler. Dilusi itu sendiri dipengaruhi beberapa faktor-faktor lain dalam pengelasan: Kecepatan las (travel speed), besarnya arus yang digunakan, tebalnya material lasan, dan bentuk joint dari lasan.
Gambar 2. 7 Dilusi Pada Sambungan Lasan
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Diagram Alir Penelitian Gambar berikut adalah diagram alir yang terkait dengan pelaksanaan penelitian ini : PERSIAPAN BAHAN Logam Induk Kawat Las Persiapan WPS Parameter Las PENGELASAN Proses GTAW
VISUAL & RADIOGRAPHY TEST
PEMBUATAN SAMPEL
UJI MEKANIS Kekuatan Tekuk, Tarik, Distribusi kekerasan
Pengamatan Metalografi Logam Las,HAZ dan Logam Induk
PENGUMPULAN DATA STUDI LITERATUR
PENGOLAHAN DATA & PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian
20 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
21
III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama mencakup peralatan selama proses pengelasan sampel. Bagian kedua mencakup peralatan untuk karakterisasi sifat mekanis dan bagian ketiga peralatan untuk pengujian metallografi sampel hasil pengelasan. Peralatan yang digunakan selama proses pengelasan: a) Satu Set mesin Las GTAW b) Tang Ampere c) Meteran d) Stopwatch e) Alat-alat tulis f) Gerinda g) Sikat h) Plasma Cutting i) Kamera Peralatan untuk karakterisasi sifat mekanis pengelasan: a) Mesin Uji Tekuk Servo Pulser Dept. Metalurgi & Material FTUI b) Alat Uji Keras (Microhardness Vickers) Mitutoyo PT. FSCM c) Mesin Uji Tarik Shimadzu Dept. Metalurgi & Material FTUI d) Abrasive cutting machine e) Gerinda Potong dan Amplas Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi metallografi hasil lasan a) Mesin amplas & poles b) Peralatan elektroetsa c) Mikroskop Optik d) Kertas amplas (Grit #80 #100 #120 #240 #400 # 600 #800 #1000 #1200 #1500) e) Mesin amplas dan poles f) Kamera & Roll Film
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
22
III.2.2. Bahan 1. Pelat Logam Pelat logam yang digunakan adalah pelat baja tahan karat ASTM A240 (Stainless Steel 304) dan pelat Baja Karbon ASTM A36 dimana memiliki ukuran seperti pada Tabel 3.1 Tabel 3. 1 Ukuran Sampel Pelat Lasan
Material
SS 304
CS A36
Dimensi (mm) a)
500 X 150 X 6
b)
500 x 150 x 8
c)
500 x 150 x 10
d)
500 x 150 x 12
a)
500 X 150 X 6
b)
500 x 150 x 8
c)
500 x 150 x 10
d)
500 x 150 x 12
2. Logam Pengisi (Filler Metal) Logam pengisi yang digunakan adalah ER-309 L diameter 2,4 mm. 3. Backing Gas / Infus Gas Backing gas yang digunakan adalah argon purity 99,99%. 4. Dye Penetrant, Cleaner, Developer (Liquid Penetrant Test) 5. Zat kimia: aquades, alkohol, alumina pasta (Poles), HNO3 (Etsa Nital 23%), Asam oksalat (Elektroetsa). III.3 Persiapan Sampel Las Persiapan sampel las meliputi pengadaan material pelat baja karbon ASTM A36 dan baja tahan karat ASTM A240 Tipe 304 dengan ketebalan 6mm, 8mm, 10mm, dan 12mm. Kawat las yang digunakan untuk Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) adalah ER 309 L, Gas argon 99,9% dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan. Sebagai logam induk, kedua material akan dipotong masing-masing dengan dimensi 500 mm x 150 mm. Dan selanjutnya akan di bevel single V-groove dengan membuat
alur dengan kemiringan 300 sesuai dengan AWS A5.1-81 pada masing-masing
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
23
logam dasar. Setelah digabungkan terbentuk model V groove dengan sudut alur 600. Demikian juga komposisi kimia logam induk dan kawat las akan dianalisa dan dicatat.
Gambar 3. 2 Bentuk Sampel Tampak Atas
Gambar 3. 3 Bentuk Sampel Tampak Samping
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
24
Gambar 3. 4 Design Bevel Lasan
III.4 Persiapan Prosedur Pengelasan (WPS) Untuk mendapatkan hasil pengelasan yang baik agar memenuhi kebutuhan desain
maka
diperlukan
prosedur
pengelasan
(Welding
Procedure
Specification/WPS). Untuk penelitian ini, akan digunakan prosedur pengelasan yang telah ada dan telah valid untuk pengelasan baja karbon A36 dan baja tahan karat 304.
III.5 Proses Pengelasan Proses pengelasan dilakukan dengan GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) Butt Joint pada pelat baja karbon A36 dan SS304 dengan variasi ketebalan 6mm, 8mm, 10mm, dan 12 mm dengan posisi 1G(flat), 2G(Horizontal), dan 3G(Vertikal), pada masing-masing ketebalan. Pelaksanaan pengelasan spesimen uji dilakukan di bengkel kerja fabrikator dengan acuan prosedur pengelasan (Welding Procedure Specification / WPS) yang telah ditetapkan. Kualifikasi juru las untuk pengelasan yang telah memenuhi persyaratan dalam ASME Section IX “Welding and Brazing Qualifications” Pelat yang akan digunakan sebagai spesimen pengujian akan di tandai dan dipotong sesuai dengan dimensi yang sesuai dengan persyaratan standard.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
25
Setiap spesimen pengujian akan diberikan penanda permanen sebagai identifikasi khusus.
(a)
(b)
Gambar 3. 5 Dudukan Untuk Pengelasan (a) Tampak Atas (b) Tampak Bawah
III.6 Pengamatan Visual dan Pengujian Radiografi Pengamatan visual pertama yang dilakukan untuk mengecek kualitas hasil sambungan las yang pertama adalah dengan menggunakan metode Liquid Penetrant Inspection yaitu prinsip inspeksi dengan menggunakan cairan peresap (dye penetrant,
cleaner, dan
developer).
Tujuannya
sebenarnya
untuk
memperlihatkan adanya cacat-cacat yang ada dipermukaan hasil pengelasan seperti: retak (crack), lipatan (seam), kekeroposan (porosity), lapisan (fold atau lap) dan inklusi terak (slag) atau benda asing lainnya.
Gambar 3. 6 Penetrant Test (Dye Penetrant, Cleaner, Developer)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
26
Pengujian radiografi dilakukan untuk mengidentifikasi cacat-cacat seperti porositas dan retak yang terjadi pada hasil pengelasan. Sebisa mungkin sampel yang akan digunakan untuk pengujian minim dari cacat agar hasilnya akurat.
Gambar 3. 7 Radiografi Test
III.7. Preparasi Sampel Untuk Pengujian Sampel uji disiapkan sesuai persyaratan yang tercantum dalam standard pengujian. Berikut standard yang akan menjadi acuan dalam persiapan sampel uji : a) ASME Section IX QW – 462.1(a) Test Specimen Tension – Reduced Section – Plate. Standard yang digunakan untuk pengujian tarik. b) ASME Section IX QW – 462.3(a) Test Specimen Bends - Face and Root Bends Transverse. Standard yang digunakan untuk pengujian tekuk. c) ASTM E3-01 Standard Guide for Preparation of Metallographic Specimens ASM Handbook Vol. 9 Metallography & Microstructures Standard yang digunakan untuk proses metallography d) ASTM E92 Standard Test Method for Vickers Hardness of Metallic Materials. Standar untuk pengujian kekerasan vickers hasil lasan.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
27
Gambar 3. 8 Pembagian Ukuran Sampel Untuk Tiap Pengujian
III.8. Pengujian Karakterisasi Sampel Pengelasan III.8.1. Pengujian Kekerasan Uji kekerasan ini memiliki tujuan untuk mengetahui distribusi kekerasan pada logam las (weld metal), HAZ dan logam dasar. Standar yang digunakan adalah ASTM E 92 Standard Test Method for Vickers Hardness of Metallic Materials. Hasil dari pengujian ini dihubungkan dengan sifat mekanis
lainnya dan perubahan struktur mikro yang ada di sampel hasil lasan.
Dimana : k : 1852 P : beban (gramforce) d : diameter jejak (µm)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
28
Gambar 3. 9 Penampang Indentor Uji Microhardness Vickers
III.8.2. Pengujian Tekuk Uji tekuk yang dilakukan berdasarkan standar ASME Section IX QW – 462.3(a) Test Specimen Bends - Face and Root Bends Transverse. Uji tekuk yang dilakukan dua jenis yaitu root bend dan face bend. Root bend dilakukan ntuk mengetahui kekuatan mekanis dari root. Sedangkan face bend untuk mengetahui kekuatan mekanis dari face kampuh las seperti pada Gambar 3.10
Gambar 3. 10 Sampel Uji Bending
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
29
III.8.3. Pengujian Tarik Uji tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik dari hasil lasan. Kekuatan tarik juga dapat merepresentasikan keuletan dari hasil lasan dan ketangguhan dari hasil lasan. Standar yang digunakan untuk pengujian tarik sampel hasil lasan adalah ASME Section IX QW – 462.1(a) Test Specimen Tension – Reduced Section – Plate. Berikut ini gambaran standard specimen untuk pengujian tarik sampel hasil pengelasan.
Gambar 3. 11 Sampel Uji Tarik Menurut Standard ASME IX
III.8.4. Pengamatan Metalografi Pengamatan metalografi dilakukan untuk melihat permukaan hasil lasan secara mikro dan makro, fasa dan permukaan fraktografi, perhitungan besarnya dilusi dari hasil lasan. Pengambilan foto struktur mikro dilakukan pada daerah logam las (weld metal), batas las, HAZ, dan logam induk. Pengamatan dengan metalografi menggunakan mikroskop optik yang terdapat di laboratorium metalografi & HST di Departemen Metalurgi dan Material FTUI. Mikroskop optik yang digunakan adalah mikroskop dengan tambahan kamera. Hal ini mempermudah pemindahan dan perekaman gambar secara lebih jelas dan fokus dibanding kamera digital.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
30
Sebelum dilakukan pengamatan struktur mikro dan makro, benda uji terlebih dahulu dilakukan preparasi dengan tahapan sebagai berikut : a) Pemotongan sampel dengan mengunakan gerinda potong dan halus. b) Pengamplasan, dengan menggunakan amplas mulai dari grit #80 #100 #120 #240 #400 #600 #800 #1000 #1200 #1500 sampai permukaan rata dan orientasinya goresan searah. c) Poles, dengan menggunakan kain beludru dan pasta alumina d) Etsa dengan menggunakan larutan Nital 2-3% untuk sisi Carbon Steel A36 & Elektro Etsa Untuk Stainless Steel 304 serta Weld Metal nya. e) Kemudian pengamatan dan perekaman gambar di mikroskop. Untuk foto makro perbesaran 7x, sedangkan untuk mikro perbesaran 500x.
Gambar 3. 12 Lokasi Pengambilan Foto Mikro & Penjejakan Uji Keras
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
IV.1. Data dan Analisa Distribusi Nilai Kekerasan Hasil Sambungan Las
Tabel 4. 1 Data Distribusi Kekerasan Hasil Sambungan Las
Nilai Kekerasan (VHN) Kode Sampel 1G 12 1G 10 1G 8 1G 6 2G 12 2G 10 2G 8 2G 6 3G 12 3G 10 3G 8 3G 6
Carbon Steel Base CS 189,9 153,3 160,5 158,5 152,1 152,1 143 175,4 163,5 134,2 165,8 180,4
Stainless Steel
HAZ
FL CS
FL WM
223,4 187,5 183,6 170,3 208,6 234,6 232,9 205,1 233,7 249,3 232,6 220,5
246,5 208,2 204,4 208,3 226,9 243,6 227,9 223,2 257,6 247,4 255,6 245,6
266,3 217 220,8 210,3 236,6 268,6 241,5 242 271,8 261,3 265,8 256
Weld Metal 278,2 247,5 245,3 239,1 266,9 282,6 258,7 270,5 275,4 277,8 275,8 272,6
FL WM
FL SS
HAZ
284,3 258,8 262,8 243 252,2 296,6 288,4 220,2 275,9 281,7 278,8 254,7
271,4 268,3 239,2 253,3 232,7 274,3 262,6 242 253,8 284,1 290,2 244,8
291,5 277,4 269,1 278,5 244,3 250,3 293,9 289,7 260,3 280 295,5 288,9
Tabel 4.1 diatas menunjukkan nilai distribusi kekerasan dari sampel hasil pengelasan antara stainless steel 304 dengan carbon steel A36 dengan pengelasan GTAW Argon 99,99% menggunakan elektroda ER 309L. Pengujian ini dilakukan dengan alat uji microhardness vickers tester (mitutoya) milik PT. FSCM pulogadung, yang dilakukan pada 9 titik yang meliputi logam dasar (Base Metal), HAZ (Heat Affected Zone) Carbon Steel, Fusion Line Carbon Steel, Fusion Line Weld Metal–Carbon Steel, kampuh las (Weld Metal), Fusion Line Weld MetalStainless, Fusion Line Stainless Steel, HAZ Stainless Steel dan Base Metal Stainless Steel. Pengujian dilakukan untuk melihat perbedaan nilai kekerasan antara sampel dengan ketebalan yang bervariasi 6mm, 8mm, 10mm, dan 12mm. Selain itu, pengujian ini juga dilakukan untuk melihat perbedaan nilai kekerasan dari perbedaan posisi pengelasan antara flat welding (1G), horizontal welding (2G) dan vertical welding (3G). 31 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
Base SS 194,4 254,4 252,7 226,9 255,5 237,5 245,9 230,7 221,5 214,6 220,5 250,2
32
IV.1.1. Analisa Data Pengaruh Variasi Ketebalan Pelat Terhadap Distribusi Kekerasan Hasil Lasan Hasil pengujian distribusi kekerasan pada empat jenis variasi ketebalan pelat Gambar 4.1; Gambar 4.2; Gambar 4.3
Distribusi Kekerasan Posisi 1G Terhadap Variasi Ketebalan
Hardness Vickers Number
350 300 250 200
1G 12
150
1G 10
100
1G 8 1G 6
50 0 Base CS
HAZ
FL CS FL WM Weld FL WM FL SS Metal
HAZ
Base SS
Location Gambar 4. 1 Distribusi Kekerasan Posisi 1G Terhadap Variasi Tebal
Distribusi Kekerasan Posisi 2G Terhadap Variasi Ketebalan
Hardness Vickers Number
350 300 250 200
2G 12
150
2G 10
100
2G 8 2G 6
50
0 Base CS
HAZ
FL CS FL WM Weld FL WM FL SS Metal
HAZ
Base SS
Location Gambar 4. 2 Distribusi Kekerasan Posisi 2G Terhadap Variasi Ketebalan
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
33
Distribusi Kekerasan Posisi 3G Terhadap Variasi Ketebalan Hardness Vickers Number
350 300 250 200
3G 12
150
3G 10
100
3G 8
50
3G 6
0 Base CS
HAZ
FL CS FL WM Weld FL WM FL SS Metal
HAZ
Base SS
Location Gambar 4. 3 Distribusi Kekerasan Posisi 3G Terhadap Variasi Ketebalan
Dari hasil pengujian distribusi kekerasan vickers dapat dilihat bahwa nilai kekeraan tertinggi terdapat pada ketebalan pelat yang lebih tebal 12 mm dan 10 mm. Kemudian letak kekerasan tertingi terdapat pada daerah HAZ logam Stainless Steel, serta daerah weld metal dekat logam Stainless Steel. Sedangkan untuk daerah lain seperti weld metal dan HAZ dari Carbon Steel sendiri tidak lebih tinggi dibanding dengan HAZ dari stainless steel dan weldmetal dekat stainless steel . Hal ini disebabkan karena pada daerah HAZ logam stainless steel tersebut terdapat endapan karbid chrom dibatas butirnya
(10)
dimana nilai
kekerasan untuk endapan karbida seperti itu amat tinggi. Endapan ini terjadi pada temperatur sekitar 650oC dan menyebabkan penurunan sifat tahan korosi. Pada logam Austenitic Stainless Steel, nilai kekerasannya sangat dipengaruhi oleh pembentukan karbida pada mikrostruktur baja tersebut. Karbida (Cr23C6) tersebut merupakan senyawa antara logam dengan unsur karbon. Semakin banyak karbida yang terbentuk maka nilai kekerasan baja akan semakin keras. Dalam hal ini, laju pendinginan (cooling rate) dan masukan panas (heat input) juga sangat memegang peranan dalam pembentukan karbida dan perubahan strukturmikro weld metal dan daerah yang terkena dampak panas (HAZ). Dimana cooling rate dan heat input dari suatu lasan dipengaruhi oleh ketebalan dari pelat yang dilas. Semakin tebal suatu pelat logam yang dilas, maka semakin banyak
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
34
jumlah passing yang diberikan, semakin besar pula heat input yang diterima logam las. Semakin tebal suatu pelat, maka semakin cepat cooling rate nya. Semakin cepat pendinginan nya, maka karbida yang terbentuk juga akan semakin sedikit. Hal ini disebabkan karena waktu untuk membentuk senyawa karbida semakin sedikit seiring dengan meningkatnya laju pendinginan logam cair. Walaupun pelat 12 mm memiliki ketebalan yang cukup tinggi, ternyata pelat 12 mm memiliki masukan panas total yang cukup tinggi dibandingkan dengan ketebalan pelat yang lain, artinya walaupun memiliki ketebalan pelat yang besar, fasa karbida masih bisa terbentuk akibat dari masukan panas yang cukup tinggi mengingat jumlah passing pada pelat 12 mm juga cukup banyak. Tabel 4. 2 Nilai Heat Input 1G
Tebal Pelat
Heat Input 1G (kJ/cm)
6 mm
30,029
8 mm 10 mm 12 mm
49,371 69,570 91,975
Dari Gambar 4.2 diatas, didapatkan grafik distribusi kekerasan pada proses pengelasan dengan posisi 2G (horizontal). Dari grafik tersebut dapat dilihat kekerasan tertinggi terdapat pada ketebalan pelat 10 mm dan pada daerah Fusion Line Weld Metal yang dekat dengan Stainless Steel (FL WM-SS). Hal ini dikarenakan kekerasan yang tinggi pada daerah tersebut dapat mengindikasikan terbentuknya sigma phase atau fasa intermetallic
(11)
akibat dari bercampurnya
paduan-paduan dari base metal SS 304 dengan weld metal ditambah lagi dengan rendah nya cooling rate pada pengelasan tersebut. Sehingga menyebabkan nilai kekerasan dari daerah tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan daaerah HAZ Stainless Steel yang biasanya terdapat sensitasi atau pengendapan chromium carbide. Sementara untuk distribusi kekerasan logam carbon steel, ternyata memiliki kekerasan yang lebih tinggi didaerah HAZ nya dibanding base metalnya. Dikarenakan terdapat nya penghalusan struktur butir carbon steel akibat siklus termal yang dialaminya. Dimana semakin halus butir semakin tinggi pula nilai kekerasan, hal inilah yang terjadi diladaerah logam carbon steel.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
35
IV.1.2. Analisa Data Pengaruh Posisi Pengelasan Terhadap Distribusi Kekerasan Sambungan Las
Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 12 mm Terhadap Beda Posisi
Hardness Vickers Number
350 300 250 200 1G 12
150
2G 12
100
3G 12
50 0 Base CS
HAZ
FL CS FL WM Weld FL WM FL SS Metal
HAZ
Base SS
Location
Gambar 4. 4 Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 12 mm Terhadap Beda Posisi
Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 10 mm Terhadap Beda Posisi
Hardness Vickers Number
350 300 250 200 1G 10
150
2G 10
100
3G 10
50 0 Base CS
HAZ
FL CS FL WM Weld FL WM FL SS Metal
HAZ
Base SS
Location Gambar 4. 5 Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 12 mm Terhadap Beda Posisi
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
36
Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 8 mm Terhadap Beda Posisi
Hardness Vickers Number
350 300 250 200 1G 8
150
2G 8
100
3G 8
50
0 Base CS
HAZ
FL CS FL WM Weld FL WM FL SS Metal
HAZ
Base SS
Location Gambar 4. 6 Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 8 mm Terhadap Beda Posisi
Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 6 mm Terhadap Beda Posisi
Hardness Vickers Number
350 300 250 200 1G 6
150
2G 6 100
3G 6
50 0 Base CS
HAZ
FL CS FL WM Weld FL WM FL SS Metal
HAZ
Base SS
Location Gambar 4. 7 Distribusi Kekerasan Tebal Pelat 6 mm Terhadap Beda Posisi
Dari grafik–grafik diatas dapat dilihat hasil perbandingan distribusi kekerasan sambungan lasan dengan variasi posisi pengelasan. Dari grafik–grafik tersebut didapatkan hasil distribusi kekerasan yang sangat variatif. Hampir setiap ketebalan tertentu memiliki nilai kekerasan tertinggi yang berbeda pada posisi pengelasan tertentu. Walaupun terjadi perbedaan pada nilai kekerasan maksimum Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
37
dari tiap posisi pengelasan, namun ditinjau secara mayoritas trendline dari tiap– tiap ketebalan pelat. Posisi pengelasan 3G (vertical up) trendline distribusi kekerasannya lebih tinggi dibanding dengan posisi pengelasan yang lainnya. Hal ini terjadi dikarenakan pada posisi pengelasan 3G (vertical up) gaya gravitasi amat mempengaruhi dan kecepatan pengelasan pada posisi tersebut secara tidak lanngsung akan lebih lambat dibanding dengan posisi 1G (downhand) dan 2G (horizontal). Sehingga kecepatan las yang lambat akan mempengaruhi besarnya heat input yang diterima logam yang dilas. Karena kecepatan las yang lambat, membuat heat input yang di miliki posisi 3G (vertical up) lebih besar dibanding dengan posisi lainnya. Sehingga nilai distribusi kekerasan hasil lasan lebih tinggi dibanding posisi pengelasan lain. Tabel 4. 3 Nilai Heat input Tebal Pelat 12 mm
Posisi Las
Heat Input Tebal 12 mm (kJ/cm)
1G
91,975
2G 3G
90,668 103,401
Sementara pada bagian logam carbon steel didapat kan trendline nilai kekerasan yang sama dengan logam stainless steel. Dimana kekerasan didaerah HAZ logam carbon steel itu sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan kekerasan di base metal nya itu sendiri. Dikarenakan pada HAZ carbon steel itu sendiri terjadi proses heat treatment seperti tempering akibat siklus panas yang berulang efek dari pengelasan multi pass yang menyebabkan struktur mikro pada HAZ nya menjadi lebih halus atau dengan kata lain ukuran butir-butirnya menjadi lebih kecil dan halus. Walaupun struktur mikro logam carbon steel dan stainless steel pada awalnya memang sudah berbeda dengan struktur logam aslinya akibat dari proses pengerolan pelat yang mana membuat nilai kekerasan tiap-tiap base metal nya juga berbeda akan tetapi nilai kekerasan pada HAZ dari tiap logam berpengaruh secara signifikan dengan besarnya heat input yang di terimanya. Ditinjau dari awal pemilihan sampel pelat yang digunakan, seluruh sampel pelat yang dilas merupakan pelat hasil proses pengerolan, dimana pelat dengan ketebalan yang lebih tipis mayoritas memiliki nilai kekeran pada base metalnya lebih tinggi dibanding pelat yang lebih tebal akibat adanya efek strain hardening.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
38
IV.2. Data dan Analisa Kekuatan Tekuk Hasil Sambungan Las Bending test atau uji tekuk dilakukan pada sampel hasil pengelasan dengan mengacu kepada standar ASME IX QW 462.3. Tujuan dari pengujian tekuk ini adalah untuk mendapatkan info kualitas hasil pengelasan yang dapat ditinjau dari sifat ketangguhan dari material setelah dilakukan pengelasan, terutama ketangguhan pada daerah kampuh las. Ketangguhan adalah kombinasi antara kekuatan (strenght) dan keuletan (ductility) dari suatu material. Dalam istilah metalurgi sendiri ketangguhan (toughness) didefenisikan sebagai kemampuan material untuk menyerap energi sampai material tersebut mengalami perpatahan. Parameter dari ketangguhan hasil lasan dilihat dari sejauh mana pelat hasil lasan dapat dibengkokan sampai sudut terbesar. Semakin besar sudut pembengkokan (bending angle) dari sampel uji maka sampel tersebut semakin tangguh. Dalam pengujian bending kali ini dilakukan pengujian pada kedua sisi hasil lasan, yaitu sisi muka atas (face) lasan dan sisi dasar bawah (root) lasan. Dari hasil pengujian tersebut dapat dilihat baik buruknya kualitas hasil pengelasan. IV.2.1. Analisa Data Kekuatan Tekuk Root Hasil Sambungan Las Tabel 4. 4 Hasil Uji Kekuatan Tekuk (Root Bending Test) Sambungan Las
Tebal Pelat 6 mm 8 mm 10 mm 12 mm
Posisi 1G
2G
3G
Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak
Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak
Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak
Dari gambar grafik-grafik hasil pengujian root bending pada halaman lampiran, sampel-sampel hasil pengelasan tersebut menunjukkan hasil yang sangat baik. Sampel pengelasan pada semua posisi (downhand, horizontal, vertical up) tidak ditemukannya cacat patah ataupun retak di permukaannya. Selain itu dari grafik di halaman lampiran ditunjukkan bahwa ketangguhan dari
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
39
logam hasil dari pengelasan amat baik ditinjau dari besarnya luasan daerah dibawah kurva dari tiap-tiap grafik serta tingginya nilai stress yang di aplikasikan kepada sampel hasil lasan sampai ia ditekuk hingga sudut 160o. Dilihat dari Gambar 4.8 bentuk dan penampakan fisik sampel hasil uji bending juga menunjukkan tidak adanya patahan maupun keretakan pada permukaan lasan yang di tekuk yang mana menunjukkan kualitas hasil pengelasan root nya amat baik dan menunjukkan penggunaan yang tepat untuk logam pengisi (filler) ER 309L ternyata mampu menghasilkan kekuatan tekuk pada sambungan las yang cukup baik.
Gambar 4. 8 Hasil Uji Root Bending
Pada proses aplikasi nya didunia fabrikasi pengujian bending sendiri amat penting dilakukan untuk dapat mengetahui ketangguhan dan kekuatan dari hasil sambungan las-lasan. Dimana sambungan lasan yang baik tidak mudah retak ketika ditekuk. Begitu juga ketika diaplikasikan di pipa atau bejana bertekanan, ketangguhan dari material untuk menahan tekanan dari lingkungan agar tidak berdeformasi amat penting dalam proses perhitungan desain dan perhitungan nilai safety nya, agar suatu saat tidak terjadi kecelakaan yang berbahaya akibat kesalahan dalam proses pendesainan.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
40
IV.2.2. Analisa Data Kekuatan Tekuk Face Hasil Sambungan Las Tabel 4. 5 Hasil Uji Kekuatan Tekuk (Face Bending Test) Sambungan Las
Tebal Pelat 6 mm 8 mm 10 mm 12 mm
Posisi 1G
2G
3G
Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak
Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak
Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak
Dari data yang dihasilkan dari pengujian bending bagian face lasan. Ternyata juga dihasilkan kurva pada halaman lampiran yang memiliki nilai ketangguhan dan keuletan yang cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari besar nya luasan daerah dibawah kurva serta ketinggian dari tiap–tiap kurva hasil uji face bending. Dari foto penampakan fisiknya sendiri terlihat sudut kelengkungan yang dihasilkan tiap sampel mencapai sudut 160o dan tidak ditemukannya keretakan maupun patahan di permukaan hasil las-lasan, itu artinya kualitas pengelasan yang dihasilkan pada bagian capping nya yang juga sangat baik. Serta penggunaan filler metal ER 309L untuk capping pada las-lasan tersebut juga cukup baik.
Gambar 4. 9 Hasil Uji Face Bending
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
41
IV.3. Data dan Analisa Kekuatan Tarik Hasil Sambungan Las Pengujian tarik sampel hasil pengelasan dilakukan dengan menggunakan mesin uji
Shimadzu milik laboratorium destructive test Dept. Metalurgi &
Material FTUI dengan menggunakan standar untuk specimen pengujiannya ASME Section IX QW – 462.1(a) Test Specimen Tension – Reduced Section – Plate. Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran dimensi sampel agar sesuai standar yang digunakan. Spesimen yang di uji tarik harus putus dibawah beban yang diberikan, untuk itu perlu dihitung dulu beban maksimum yang dibutuhkan. Kemudian luas permukaan spesimen dicari dari hasil perkalian antara lebar dan ketebalannya. Kekuatan tarik diperoleh dengan membagi beban maksimum yang dicapai dengan luas permukaan spesimen yang diuji. Berikut ini data hasil dari pengujian tarik dari 12 spesimen yang di uji:
Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 6 mm 600
400 300 1G 6 200
2G 6 3G 6
100
0,288462
0,269231
0,250000
0,230769
0,211538
0,192308
0,173077
0,153846
0,134615
0,115385
0,096154
0,076923
0,057692
0,038462
0,019231
0 0
Tegangan (Mpa)
500
Regangan (mm/mm)
Gambar 4. 10 Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 6 mm
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
0,288461538
0,269230769
0,25
0,230769231
0,211538462
0,192307692
0,173076923
0,153846154
0,134615385
0,115384615
0,096153846
0,076923077
0,057692308
0,038461538
0,019230769
0
Tegangan (Mpa)
0,307692308
0,288461538
0,269230769
0,25
0,230769231
0,211538462
0,192307692
0,173076923
0,153846154
0,134615385
0,115384615
0,096153846
0,076923077
0,057692308
0,038461538
0,019230769
0
Tegangan (Mpa)
42
Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 8 mm
600
500
400
300
200 1G 8
100 2G 8
0 3G 8
Regangan (mm/mm)
Gambar 4. 11 Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 8 mm
Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 10 mm
600
500
400
300
200 1G 10
100 2G 10
0 3G 10
Regangan (mm/mm)
Gambar 4. 12 Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 10 mm
Universitas Indonesia
43
Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 12 mm 600
Tegangan (Mpa)
500 400 300 1G 12
200
2G 12
100
3G 12 0 0,019230769 0,038461538 0,057692308 0,076923077 0,096153846 0,115384615 0,134615385 0,153846154 0,173076923 0,192307692 0,211538462 0,230769231 0,25 0,269230769 0,288461538 0,307692308 0,326923077 0,346153846 0,365384615 0,384615385 0,403846154
0
Regangan (mm/mm)
Gambar 4. 13 Grafik Uji Tarik Pelat Tebal 12 mm
Dari data uji tarik yang dilakukan pada 12 sampel, didapatkan nilai kekuatan tarik dari tiap-tiap sampel relatif tidak jauh berbeda, serta memiliki ketinggian kurva rata-rata yang hampir sama. Pada semua sampel uji tarik juga ditemukan letak putus sampel nya pada bagian logam induk (base metal) carbon steel. Hal ini menunjukkan sambungan pada semua sampel uji tarik memiliki kekuatan yang yang lebih tinggi dibandingkan logam induk carbon steel. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas sambungan las tersebut amat baik, serta penggunaan elektroda ER 309L pada pengelasan carbon steel A36 dengan stainless steel 304 juga amat tepat dari sisi sifat mekanisnya. Jika dilihat dari data hasil penelitian, terlihat bahwa kekuatan tarik dari semua sampel berada pada kisaran 500 MPa dan tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu jauh. Jadi perbedaan posisi pengelasan : 1G (downhand), 2G (horizontal), dan 3G (vertical up) tidak memberikan pengaruh berarti terhadap nilai kekuatan tarik sambungan, dan pada keseluruhan posisi pengelasan ternyata menghasilkan kekuatan tarik yang cukup baik.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
44
Gambar 4. 14 Spesimen Hasil Pengujian Tarik
IV.4. Pengamatan Struktur Mikro dan Makro IV.4.1. Analisa Struktur Mikro Pengamatan struktur mikro dilakukan pada daerah logam dasar (Base metal) baik itu Carbon Steel A36 maupun Stainless Steel 304, HAZ (Heat Affected Zone) pada Carbon Steel A36 dan Stainless Steel 304, Batas Las (Fusion Line) dengan Carbon Steel A36 dan Stainless Steel 304, serta kampuh las (Weld Metal). Foto mikro dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik yang ada di Laboratoium Metalografi & HST Dept. Metalurgi & Material FTUI. Foto mikro yang diambil diambil dengan perbesaran 500 kali. Untuk sampel pengelasan pada bagian Carbon Steel A36 etsa yang digunakan pada ketiga daerah yang diamati adalah dengan nital 2% dengan waktu etsa antara 5-10 detik. Sedangkan pada sampel pengelasan bagian stainless steel 304 etsa yang digunakan adalah etsa elektronik dengan cairan etsa nya adalah asam oksalat dan besar voltase yang digunakan 6 – 8 volt sedangkan lama waktu pengetsaannya 90 detik – 120 detik. Pada bagian stainless steel menggunakan elektroetsa karena logam stainless steel 304 merupakan jenis austenitic stainless steel dimana apabila menggunakan nital Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
45
2% proses korosi terkontrol pada logam tersebut tidak bisa terjadi (logam tidak teretsa).
Gambar 4. 15 Foto Mikro Base Metal Carbon Steel
\
Gambar 4. 16 Foto Mikro HAZ Kasar & HAZ Halus Carbon Steel
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
46
Gambar 4. 17 Foto Mikro Batas Carbon Steel dan Inti Las
Dari hasil foto struktur mikro hasil pengelasan pada sisi carbon steel A36, dapat kita lihat struktur mikro pada base metal carbon steel A36 tersebut terdiri dari fasa ferrite dan pearlite dimana bentuknya pipih abu-abu dan hitam. Struktur tersebut dapat terbentuk akibat adanya pendinginan dengan udara, keseluruhan (9)
struktur mikro nya mungkin memiliki nilai kekerasan kisaran 270 HVN
. Serta
dapat dilihat juga adanya bekas arah roll an dari logam tersebut. Jika kita bandingkan foto mikro base metal tersebut dengan HAZ Kasar dan HAZ Halus pada sisi carbon steel A36. Nampak terlihat jelas adanya perubahan bentuk dan ukuran butir dari mikrostruktur carbon steel A36. Dari foto tersebut terlihat adanya daerah terimbas panas (heat affected zone) dimana ukuran butir dari carbon steel berubah makin lama menjadi lebih besar dan kasar lalu menjadi maksimum jika mendekat dengan daerah batas antar muka lasan
(9)
. Namun
semakin jauh dari batas daerah lasan akan terlihat butir semakin mengecil dan halus dan menyerupai bentuk butir base metal kembali. Pada suatu proses pengelasan sebenarnya daerah HAZ terbagi menjadi 2 bagian yaitu HAZ halus dan HAZ kasar. Dilihat dari foto mikro yang didapatkan, daerah HAZ yang diamati memang terbagi menjadi dua pada carbon steel A36. Adanya perbedaan cooling rate dan besarnya masukan panas yang diberikan pada masing-masing sampel memberikan pengaruh terhadap struktur yang terbentuk
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
47
pada daerah HAZ. Dimana dengan semakin lambat laju pendinginan dan semakin besar masukan panas yang terjadi menyebabkan terjadinya pembesaran ukuran butir-butir kristal dalam HAZ di sampel.
Gambar 4. 18 Struktur Mikro HAZ Carbon Steel A36 (a) 1G 6mm (b) 1G 8mm (c) 1G 10mm dan (d) 1G 12mm
Dari Gambar 4.18 diatas dapat dilihat bahwa ukuran butir pada HAZ carbon steel cenderung semakin halus seiring dengan kenaikan ketebalan pelat yang dilas. Semakin tebal pelat yang dilas, semakin banyak passing yang diberikan (multi pass) semakin besar pula masukan panas (heat input) yang diterima. Namun luas area dan arah sebaran konduksi panas pada pelat yang lebih tebal lebih besar sehingga laju pendinginannya meningkat. Dengan demikian tidak cukup waktu untuk terjadinya pertumbuhan butir, walaupun masukan panas yang diterima oleh logam cukup besar, akan tetapi ketebalan pelat yang mempengaruhi kecepatan pendinginan pelat tersebut mampu mengimbanginya. Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
48
Gambar 4. 19 Foto Mikro Base Metal Stainless Steel
Gambar 4. 20 Foto Mikro HAZ Stainless Steel 304
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
49
Gambar 4. 21 Foto Mikro Batas Las Stainless Steel
Gambar 4. 22 Foto Mikro Inti Las (Weld Metal)
Dari gambar – gambar pada bagian sisi stainless steel 304 dengan inti las (weld metal). Pada Gambar 4.20 HAZ stainless steel 304 dapat kita lihat adanya fenomena sensitasi dimana terjadi pengendapan chromium carbide di batas butir, yang mana bisa kita lihat adanya butiran-butiran karbida menutupi batas butir pada struktur mikro HAZ stainless steel 304. Adanya fenomena sensitasi tersebut diakibatkan karena tingginya masukan panas (heat input) serta rendahnya laju
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
50
pendinginan dari logam yang dilas. Untuk mencegah terjadinya sensitasi pada logam jenis austenitic stainless steel tersebut, dapat kita lakukan pengelasan dengan masukan panas (heat input) yang rendah dan menaikkan cooling rate nya agar mampu mengurangi pembentukan Cr – carbide (10).
Gambar 4. 23 Sensitasi Pada HAZ Stainless Steel (a) 1G 6mm (b) 1G 8mm (c) 1G 10mm dan (d) 1G 12mm
Sementara untuk foto mikro pada daerah inti lasan secara umum terlihat banyak sekali struktur ferrite pearlite berbentuk dendritik – dendritik yang memaanjang serta matriks dari struktur mikro nya berwarna putih yang merupakan strruktur austenite. Untuk mengetahui dan memastikan struktur mikro yang terbentuk pada kolam las (weld metal) dapat ditinjau dari plotting pada diagram Schaeffler dan perhitungan persentase dilusi dari logam las.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
51
IV.4.1. Analisa Struktur Makro Tujuan dari analisa struktur makro adalah untuk dapat memperkirakan besarnya dilusi logam pada kolam las (weld metal) dengan cara menghitung luasan daerah logam induk yang tercampur dengan weld metal, selain itu melihat penampakan hasil lasan dalam perbesaran yang rendah untuk dapat melihat luasan daerah kolam las (weld metal). Tahapan untuk perekaman gambar foto makro hampir sama dengan yang tahapan yang dilakukan saat pengambilan foto mikro. Etsa yang digunakan juga sama yaitu etsa nital 2% untuk sisi carbon steel. Sedangkan elektro etsa dengan oksalat untuk sisi stainless steel. Tahapan yang membedakan antara foto makro dengan mikro adalah pada perbesaran objek yang di foto. Untuk foto makro dilakukan dengan perbesaran 7x untuk semua sampel. Setelah didapatkan hasil gambar tiap-tiap sampel, kemudian dilakukan perhitungan luasan daerah yang terdilusi kedalam kolam lasan dengan membandingkan desain awal bentuk groove nya. Kemudian hasil perhitungan diplotkan kedalam diagram Schaeffler. Berikut ini contoh hasil dari foto makro yang telah berhasil dilakukan:
Gambar 4. 24 Foto Makro Lasan Posisi 1G Pelat 10 mm
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
52
Gambar 4. 25 Foto Makro Lasan Posisi 1G Tebal Pelat 12mm
Dari beberapa contoh gambar foto makro diatas dapat kita lihat, bahwa semakin tebal suatu pelat maka semakin banyak passing yang dilakukan terhadap material tersebut, artinya semakin banyak siklus termal yang dialami oleh pelat tersebut. Dari gambar foto makro masing – masing sampel tersebut dapat diperhitungkan besar dilusinya. Berikut ini data besarnya dilusi yang dihasilkan dari tiap-tiap sampel hasil lasan: Tabel 4. 6 Data Perhitungan Dilusi Posisi pengelasan 1G
2G
3G
Tebal (mm) 6 8 10 12 6 8 10 12 6 8 10 12
Area SS (mm2) 10,6475 8,2081 9,8607 20,0936 14,0218 14,9240 16,2138 31,6178 11,0225 18,9174 33,6776 20,0347
Area CS (mm2) 11,5874 6,6592 15,7974 19,8934 6,4153 11,9334 22,0494 26,4829 12,6407 17,3527 18,1799 16,9127
Area lasan total (mm2) 60,3019 67,3845 99,9332 148,9862 51,8802 92,3460 121,0286 168,3869 66,4172 125,6716 153,1116 155,0211
% Dilusi 36,873 22,063 25,675 26,839 39,393 29,083 31,615 34,504 35,628 28,861 33,869 23,834
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
53
Tabel 4. 7 Rata - Rata Dilusi Tiap Posis Posisi
Rata-rata % dilusi
1G
28
2G
34
3G
31
Tabel 4. 8 Rata - Rata Dilusi Tiap Ketebalan
Tebal
Rata-rata % dilusi
6
37
8
27
10
30
12
28
Dari data perhitungan diatas didapatkan petunjuk bahwa nilai rata-rata dilusi tertinggi pada posisi pengelasan 2G (horizontal) sedangkan untuk jenis ketebalan pelat 6 mm memilki rata-rata dilusi tertingi dibandingkan ketebalan yang lainnya. Untuk posisi pengelasan 2G horizontal memiliki rata-rata dilusi yang cukup tinggi dikarenakan adanya efek gravitasi, dimana penetrasi busur las akan lebih mengarah ke salah satu logam induk, yaitu logam induk yang diletakkan dibawah. Dengan mengetahui besarnya rata – rata dilusi dari tiap posisi, maka kita dapat memplotkannya ke diagram schaeffler, agar didapatkan prediksi struktur mikro yang dihasilkan pada kolam las (weld metal). Berikut ini hasil ploting diagram Schaeffler dari masing – masing posisi:
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
54
Tabel 4. 9 Creqv & Nieqv dari SS 304, CS A36 & 309L
%
BAHAN AISI
C
Cr
Ni
Mo
Si
Nb
Mn
SS 304 CS A36 309 L
0,08 0,26 0,04
19,00 0,00 23,45
9,25 0,00 12,60
0,00 0,00 0,00
0,75 0,00 0,53
0,00 0,00 0,00
2,00 0,75 1,58
Cr eqv
Ni eqv
20,13 0,00 24,25
12,15 8,18 14,44
Gambar 4. 26 Ploting Diagram Schaeffler Posisi 1G
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
55
Gambar 4. 27 Ploting Diagram Schaeffler Posisi 2G
Gambar 4. 28 Ploting Diagram Schaeffler Posisi 3G
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
56
Dari hasil ploting diagram Schaeffler diatas didapatkan prediksi struktur mikro dari weld metal hasil pengelasan masing-masing posisi. Dapat dilihat dari tiap diagram perbedaan plot titik mikro struktur akhir dari tiap diagram tidak menunjukkan rentan perbedaan yang terlalu jauh. Semua posisi pengelasan ternyata menunjukkan ploting hasil mikrostruktur akhir kolam las (weld metal) berada pada daerah austenite ferrite dengan besarnya
ferrite number 0-5%,
dimana range untuk ferrite number nya untuk tiap posisi adalah antara 0% sampai dengan 5% ferrite number. Itu artinya struktur yang terbentuk pada weld metal adalah austenite dengan sedikit ferrite (0 – 5%). Dengan mengetahui struktur mikro yang terbentuk di sambungan las tersebut berdasarkan hasil ploting diagram Schaeffler dan hasil pengamatan metallography, yang hasilnya terdiri dari austenite ferrite dan pearlite. Tentunya kita dapat juga memprediksi sifat-sifat mekanis yang ada pada sambungan las tersebut, ditinjau dari sifat-sifat struktur mikro pembentuknya. Struktur austenite, ferrite dan pearlite terbentuk di sambungan las, itu artinya sambungan las memiliki keuletan dan ketangguhan yang cukup baik, karena sifat dasar dari struktur mikro ketiganya memiliki keuletan yang cukup tinggi dibanding struktur mikro lain seperti martensite. Dan hal tersebut telah dibuktikan dari hasil pengujian mekanis bending dan tensile, dimana hasil pengujian bending memperlihatkan logam dapat dideformasi hingga mencapai kelengkungan 160o tanpa terjadi keretakan di permukaannya. Sedangkan dari hasil uji kekerasan juga memperlihatkan bahwa rata-rata nilai kekerasan di kolam las sambungan memiliki nilainya berkisar 270 HVN, dan nilai kekerasan tersebut sesuai dengan kisaran nilai kekerasan dari struktur mikro pearlite (9). Dalam aplikasinya pada konstruksi engineering dan permesinan, dengan mengetahui bentuk struktur akhir dari sambungan las antara logam carbon steel A36 dengan stainless steel 304. Tentunya kita dapat memprediksi sifat-sifat pada sambungan las tersebut. Karena sifat-sifat mekanis dari struktur mikro penyusun suatu sambungan las tersebut, tentunya akan sangat mempengaruhi sifat mekanis sambungan las tersebut ketika di aplikasikan. Dan hal ini dapat membantu dalam proses pendesainan atau fabrikasi dari suatu konstruksi engineering atau permesinan. Agar didapat desain sambungan las yang berkualitas dan aman.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
BAB V KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1) Pada proses pengelasan dissimilar metal antara carbon steel A36 dengan stainless steel 304 dengan menggunakan metode pengelasan GTAW dan filler ER 309L, dihasilkan kualitas sambungan las yang cukup baik. Ditinjau dari uji mekanis tarik (tensile) dan tekuk (bending). 2) Dari hasil pengujian mekanis tersebut didapatkan hasil bahwa perbedaan posisi pengelasan ternyata tidak berpengaruh secara berarti terhadap nilai kekuatan tarik dan tekuk nya. 3) Pada proses pengelasan tersebut, didapatkan hasil nilai kekerasan tertinggi terdapat pada daerah HAZ stainless steel. Hal ini dikarenakan pada HAZ stainless steel terdapat endapan karbida khrom di batas butir yang kekerasannya cukup tinggi. Sedangkan pada sisi logam carbon steel juga didapat nilai kekerasan yang meningkat pada bagian HAZ nya, dikarenakan adanya penghalusan butir dimana ukuran butir yang lebih kecil dan halus memilki nilai kekerasan yang lebih tinggi. 4) Dari hasil pengujian kekerasan, ternyata cooling rate dan heat input sangat mempengaruhi kekerasan dari hasil sambungan las. Dimana semakin tebal pelat semakin tinggi cooling rate nya dan semakin besar juga heat input nya, dan hal ini juga yang mempengaruhi banyaknya jumlah karbida serta kehalusan
butir
yang
terbentuk
sehingga
mempengaruhi
nilai
kekerasannya. 5) Dari hasil pengamatan struktur mikro dan makro didapat hasil bahwa pengelasan antara carbon steel A36 dan stainless steel 304 dengan menggunakan filler ER 309L ternyata menghasilkan struktur mikro pada kolam las nya berupa struktur austenite, ferrite dan pearlite.
57 Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiryosumarto, Harsono dan Okumura, Toshie. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2008. 2. Standard Specification for Carbon Structural Steel. s.l. : American Society of Testing and Materials. ASTM A36/ A36M-04. 3. Standard Specification for Chromium and Chromium-Nickel Stainless Steel Plate, Sheet and Strip for Pressure Vessel and for General Applications. s.l. : American Society Of Testing Materials. ASTM A 240 / A 240M - 05. 4. Widharto, Sri. Petunjuk Kerja Las. Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2008. 5. Kou, Sindo. Welding Mettallurgy 2nd ed. s.l. : A Wiley-Interscience, 2002. 6. Widharto, Sri. Inspeksi Teknik Buku 6. Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2007. 7. ASME Section IX : Welding and Brazing Qualification . s.l. : ASME Code, 2010. 8. Blondeau, Regis. Metallurgy and Mechanics of Welding. s.l. : John Willey & Sons, 2008. 9. Widharto, Sri. Inspeksi Teknik Buku 5. Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2007. Jakarta. 10. Investigation on AISI 304 austenitic stainless steel to AISI 4140 low alloy steel dissimilar joints by gas tungsten arc, electron beam and friction. Arivazhagan, N., et al., et al. 2011, Materials Design, hal. 3036 -3050. 11. Effect of heat input on the microstructure and mechanical properties of gas tungsten arc welded AISI 304 stainless steel joints. Kumar, Subodh dan Shahi, A.S. 2011, Materials Design, hal. 3617 - 3623. 12. ASM Handbook Volume 6 : Welding Brazing, and Soldering. s.l. : ASM International. 13. ASM Handbook Volume 9 : Metallography & Micostructures. s.l. : ASM International. 14. Dissimilar Welding of AISI 310 Austenitic Stainless Steel to Nickel-Based Alloy Inconel 657. H. Naffakh, M. Shamanian, F. Ashrafizadeh. 2009, Journal of Materials Processing Technology 209, hal. 3628 -3639. 15. Prediction of Residual Stresses in A Dissimilar Metal Welded Pipe With Considering Claddin, Buttering and Post Weld Heat Treatment. Deng, Dean, et al., et al. 2009, Computattional Material Science 47, hal. 398 - 408.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
59
16. Microstructure and Mechanical Properties of Dissimilar Materials Joints Between T92 Martensitic and S304H Austenitic Steels. Cao, Jian, et al., et al. 2011, Materials Design 32, hal. 831 - 837. 17. Effect of The Welding Heat Input on Residual Stresses in Butt-Welds of Dissimilar Pipe Joints. Akbari, D. dan Far, I Sattari -. 2009, International Journal of Pressure Vessels & Piping 86, hal. 769 - 776. 18. Characterization of microstructure, mechanical properties and corrosion resistance of dissim,ilar welded joint between 2205 duplex stainles steel. Wang, Shaogang, Ma, Qihui dan Li, Yan. 2011, Materials Design 32, hal. 831 - 837. 19. Rifai, Isa. Pengaruh Proses Pengelasan Pada Proses SMAW dengan Menggunakan Elektroda E 6013 Terhadap Sifat Mampu Tekuk Mild Steel. Depok : Jurusan Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997. 20. Utomo, R. Meiji. Pengaruh Posisi Pengelasan Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanis Pada Pengelasan Baja Karbon Rendah JIS G3103 SB450 Dengan Menggunakan Elektroda E8018-B2L. Depok : Jurusan Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996.
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
60
LAMPIRAN I.
LAMPIRAN DATA-DATA HASIL UJI BENDING
Face Bending 1G 6 mm (Y = 500 kg/cm)
Face Bending 1G 8 mm (Y = 500 kg/cm)
Face Bending 1G 10 mm (Y = 500 kg/cm)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
61
Face Bending 1G 12 mm (Y = 1000 kg/cm)
Face Bending 2G 6 mm (Y = 500 kg/cm)
Face Bending 2G 8 mm (Y = 500 kg/cm)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
62
Face Bending 2G 10 mm (Y = 500 kg/cm)
Face Bending 2G 12 mm (Y = 1000 kg/cm)
Face Bending 3G 6 mm (Y = 500 kg/cm)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
63
Face Bending 3G 8 mm (Y = 500 kg/cm)
Face Bending 3G 10 mm (Y = 500 kg/cm)
Face Bending 3G 12 mm (Y = 1000 kg/cm)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
64
Root Bending 1G 6 mm (Y = 500 kg/cm)
Root Bending 1G 8 mm (Y = 500 kg/cm)
Root Bending 1G 10 mm (Y = 500 kg/cm)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
65
Root Bending 1G 12 mm (Y = 1000 kg/cm)
Root Bending 2G 6 mm (Y = 500 kg/cm)
Root Bending 2G 8 mm (Y = 500 kg/cm)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
66
Root Bending 2G 10 mm (Y = 500 kg/cm)
Root Bending 2G 12 mm (Y = 1000 kg/cm)
Root Bending 3G 6 mm (Y = 500 kg/cm)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
67
Root Bending 3G 8 mm (Y = 500 kg/cm)
Root Bending 3G 10 mm (Y = 500 kg/cm)
Root Bending 3G 12 mm (Y = 1000 kg/cm)
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
68
Foto Sampel Face Bending
Foto Sampel Root Bending
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
69
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
70
II. LAMPIRAN HASIL UJI TARIK
Tensile Test 1G 6mm & 2G 6mm
Tensile Test 1G 8mm
Tensile Test 1G 12mm
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
71
Tensile Test 2G 8mm & 3G 8mm
Tensile Test 2G 10mm & 1G 10mm
Tensile Test 2G 12mm
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
72
Tensile Test 3G 6mm
Tensile Test 3G 10mm
Tensile Test 2G 12mm
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
73
III.
Data-Data Hasil Foto Makro
Foto Makro 1G 6mm Perbesaran 7x
Foto Makro 1G 8mm Perbesaran 7x
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
74
Foto Makro 1G 10mm Perbesaran 7x
Foto Makro 1G 12mm Perbesaran 7x
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
75
Foto Makro 2G 6mm Perbesaran 7x
Foto Makro 2G 8mm Perbesaran 7x
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
76
Foto Makro 2G 10mm Perbesaran 7x
Foto Makro 2G 8mm Perbesaran 7x
Foto Makro 2G 12mm Perbesaran 7x
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
77
Foto Makro 3G 6mm Perbesaran 7x
Foto Makro 3G 8mm Perbesaran 7x
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
78
Foto Makro 3G 10mm Perbesaran 7x
Foto Makro 3G 12mm Perbesaran 7x
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
79
IV. LAMPIRAN PROSEDUR PENGELASAN
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
80
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
81
V.
LAMPIRAN HASIL UJI RADIOGRAPHY
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
83
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
85
VI.
LAMPIRAN DATA HEAT INPUT
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
87
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
88
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
89
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
90
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
91
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
92
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
93
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
94
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012
95
Universitas Indonesia
Pengaruh posisi..., Brian Hermawan, FT UI, 2012