UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN SISTEM TOKEN EKONOMI DAN DUKUNGAN SOSIAL DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK (Studi Deskriptif Anak Kelas 6 Sekolah Dasar Swasta X)
SKRIPSI
YUNIA SELVILIANA 0806322773
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL DEPOK JUNI 2012
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
GAMBARAN SISTEM TOKEN EKONOMI DAN DUKUNGAN SOSIAL DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK (Studi Deskriptif Anak Kelas 6 Sekolah Dasar Swasta X)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesejahteraan Sosial
YUNIA SELVILIANA 0806322773
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL DEPOK JUNI 2012
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
ii Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
iii Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
KATA PENGANTAR
Bismillahiromanirohim... Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu setia. Alhamdulillah atas berkah yang selalu dilimpahkanya-Nya, Alhamdulilah atas nikmat yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dukungan Sosial Dalam Membentuk Karakter Anak (Studi deskriptif anak kelas 6 sekolah dasar X), sebagai syarat yang diajukan untuk mencapai gelar Sarjana Kesejahteraan Sosial Jurusan Ilmu kesejahteraan Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Dra. Farida Hayati Tobri, M.Kes selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu ditengah jadwalnya yang padat untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas waktu, tenaga, pikiran dan motivasi untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Semoga Bu Ida dan keluarga senantiasa dalam lindungan Allah SWY dan dilimpahi rahmat serta hidayah-Nya. (2) Sofyan Cholid S.Sos, M.Si selaku Pembimbing Akademik selama 4 tahun masa kuliah. Terima kasih banyak atas bimbingannya, dukungan, dan motivasi yang diberikan kepada saya. (3) Dra. Djoemeliarasanti, MA selaku Penguji Ahli pada sidang skripsi saya yang telah memberikan banyak kritik dan saran demi meningkatkan kualitas skripsi ini. Terima kasih banyak atas bimbingan yang telah diberikan selama ini. iv Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
(4) Dra. Ety Rahayu, M.si selaku Ketua Sidang dan Ketua Departeman Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan motivasi serta masukan sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Terima kasih atas bimbingannya. (5) Kania
Saraswati,
S.Sos,
M.Kesos
selaku
Sekretaris
Sidang
Ilmu
Kesejahteraan Sosial. Terima kasih atas bimbingan dan masukan untuk skripsi ini. (6) Dra. Djoemeliarasanti, MA dan Dra. Dwi Amalia Chandra Sekar, M.Si, selaku supervisor Praktikum I dan II. Terima kasih atas bimbingannya selama masa kuliah dan praktikum. (7) Keluarga besar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Dosen-dosen yang saya hormati, Mas Bambang, Mas Bandi, Mas Abud, Mas Pri, Mas Arif, Ibu Cacis, Mbak Wiwis, Mbak Fentiny, Mbak Deby, Mbak Fitri, Ibu Kunci, Mbak Sari, Mbak Yanti, Mbak Boni, dan lainnya yang telah membimbing dan memberikan pengetahuan kepada saya selama masa kuliah 4 tahun. Tidak lupa juga terima kasih kepada Staff Teh Iyan dan Mbak Rinda yang selalu membantu membuat dan mengurus surat-surat yang saya butuhkan. Sukses selalu untuk kalian semua dan semoga semua ilmu yang telah kalian ajarkan akan selalu bermanfaat. (8) Sugar Group Companies yang saya banggakan. Terima kasih keluarga besar Sugar Group atas segala fasilitas yang sudah diberikan kepada saya. (9) Papa dan mama tercinta, tersayang, terkasih, yang selalu memberikan semuanya. Terima kasih atas kasih sayang dan doa yang Insya Allah akan selalu di Ijabahi oleh Allah SWT. Doakan agar jadi anak yang soleha, selalu sukses dan menjadi kebanggan kalian semua. Semoga papa dan mama diberikan umur panjang, kesehatan, kesuksesan, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Terima kasih juga untuk Fiqi, Zahra dan Nadzwa yang selalu memberikan doa dan semangat. Semoga kita semua sukses dan jadi anak yang dibanggakan, bermanfaat dan berbakti sama orang tua. I love you all. (10) Keluarga besar yang ada di Lampung, mbah putri, bunda Siswati, bude, pakde, om, tante, sepupu, keponakan dan saudara-saudara lainnya. Terima v Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
kasih atas kasih sayangnya, semua doa dan motivasinya. Aku sayang kalian semua. Semoga kalian panjang umur, sehat dan selalu diberi perlindungan Allah SWT. (11) Pak Ery Sutanto selaku wakil kepala sekolah bidang kesiswaan yang telah banyak membantu disaat penulis mencari data di sekolah, selalu memberikan semangat serta doa. Terima kasih atas waktu, tenaga dan pikirannya ditengah jadwalnya yang padat. Tidak lupa juga terima kasih untuk Pak Komang, Bu Novy, Bu Dika, dan anggota SST lainnya serta semua warga di Sekolah Dasar Swasta 01 Gula Putih Matram yang telah memberikan waktu untuk saya mencari data dan mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah. Sukses untuk kalian semua. (12) Gesti Aprilia Fitriani selaku sahabat. Terima kasih atas rasa sayang, perhatian, semangat dan doanya. Jadi tempat berbagi kebahagian dan berkeluh kesah. Semangat! Semoga diberi kelancaran dan kesuksesan selalu. Kiss and big hug for you.. (13) Aulia Indrianti Pratiwi, Fauziah Azhima dan teman-teman sugar 2008 tersayang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Makasih yaa semangat dan doanyaa..sukses selalu buat kalian! Love you all..! (14) Teman-teman Kessos 2008 yang tercinta, Anto, Dezy, Dedew, Ariska, Yayan, Alia, Mira, Tika, Ade, Efron, Icha, Febby, Rani, Sen, Randi, Uchi, Lisa, Fredi, Afra, chrys, Eji, Gun, Nofan, Shinta, dan teman kessos lainnya. Terima kasih atas semua motivasi, pengalaman, doa, senang-senang dan keluh kesah. Semoga kalian sukses selalu. Love you guys!!
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 27 Juni 2012
Penulis vi Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
vii Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
viii Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul Skripsi
: Yunia Selviliana : Ilmu Kesejahteraan Sosial : Gambaran Sistem Token Ekonomi dan Dukungan Sosial Dalam Membentuk Karakter Anak (Studi Deskriptif Anak Kelas 6 Sekolah Dasar Swasta X)
Penelitian ini menjelaskan mengenai gambaran sistem token ekonomi dan dukungan sosial yang diberikan kepada anak kelas 6 dalam membentuk karakter di Sekolah Dasar Swasta X. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Adapun hasil yang diperoleh menunjukan bahwa sekolah sudah memberikan pendidikan karakter pada anak dengan menggunakan sistem token ekonomi. Bentuk dukungan sosial yang diterima anak dari sekolah adalah dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif. Sedangkan orang tua di rumah, kurang dalam memberikan dukungan sosial dan hanya memberikan dukungan instrumental pada anak saat di rumah.
Kata kunci : Dukungan sosial, pendidikan karakter
ix Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
ABSTRACT
Name : Yunia Selviliana Study Program : Social Welfare Science Title : Tocken Economy System Eoverview and Social Support in
Shaping Charactr Child (Children’s Class 6 Descriptive Studies of Private Elementary School X) This study describes the picture of token economic systems and social support given to sixth graders in shaping the character of Private Elementary School X. This study uses a descriptive qualitative research design. The results obtained show that the school is providing education to the child's character by using the token economy system. Forms of social support received from school children is emotional support, the support award, instrumental support and informational support. Meanwhile, parents at home, lacking in social support and instrumental social support only the children at home. Key words: Social support, character education
x Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian 1.5.2 Lokasi Pengumpulan Data 1.5.3 Teknik Pemilihan Informan 1.5.4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data 1.5.5 Teknik Analisa Data 1.5.6 Teknik Untuk Menigkatkan Kualitas Penelitian 1.6 Sistematika Penulisan
i ii iii iv vii viii ix x xii xiii 1 1 5 7 8 8 8 9 9 11 13 14 14
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak 2.2 Karakter 2.3 Sosialisasi orang tua atau keluarga 2.4 Dukungan Sosial
16 16 19 23 25
BAB 3
GAMBARAN UMUM SEKOLAH DASAR SWASTA X 3.1 Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Sekolah 3.2 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah 3.3 Struktur Organisasi Sekolah 3.4 Struktur Kurikulum 3.5 Student Conduct Management, Sistem Token Ekonomi dan Student Support Team 3.6 Persiapan yang Dilakukan Dalam Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Swasta X 3.7 Pilar Karakter dan Nilai-Nilai di Sekolah Dasar Swasta X 3.8 Tata Tertib Siswa di Sekolah 3.9 Fasilitas Sekolah
31 31 31 33 34
xi Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
36 39 40 44 46
BAB 4
TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Temuan Lapangan 4.1.1 Penerapan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Swasta X 4.1.2 Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial 4.2 Pembahasan BAB 5
48 48 48 63 85 105 105 107
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 5.2 Saran
109
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Pengolahan Data
15
Gambar 2.1
Faktor-faktor perilaku, kognitif dan pribadi serta lingkunga
18
Gambar 2.2
Alur Pikir Penelitian
29
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Sekolah Dasar Swasta X
31
xiii Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 4.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2
Jumlah anak kelas 6 yang melakukan perilaku negatif Waktu pengumpulan data Cakupan Kelompok Mata Pelajaran Peraturan GSL dan MSL Nilai-nilai dalam pilar Profil Informan Dukungan Sosial Di Sekolah Dukungan Sosial Orang Tua
7 11 13 38 42 51 72 85
xiv Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anak merupakan tumpuan masa depan, generasi penerus dan pengelola masa depan bangsa. Oleh karena itu perlu dipersiapkan sejak dini melalui pemenuhan hak-haknya yakni hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar
sesuai
dengan
harkat
dan
martabat
kemanusian,
mendapatkan
kesejahateraan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sebagaimana yang diatur dalam UU Republik Indonesia no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 9, yang mengatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Sedangkan menurut UU Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pada saat ini, pendidikan sekolah sudah semakin berkembang dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan oleh pemerintah. Anak-anak tidak hanya diajarkan dengan pendidikan formal saja, tetapi pendidikan informal. Salah satu dari pendidikan informal di sekolah adalah pendidikan karakter. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga telah ditegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. UU nomer 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 dan instruksi Presiden RI nomer 1 tahun 2010 1 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
2
tentang Percepatan Pelaksaan Prioritas Pembanguna Nasional Tahun 2010 merupakan dasar hukum yang penting bahwa Pemerintah sangat serius untuk membangun karakter (perilaku positif) atau budi pekerti bangsa. Diberbagai kesempatan juga Presiden Republik Indonesia mengemukakan pentingnya pembangunan karakter, karena pembangunan karakter merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara serta membangun manusia yang berakhlak. Karakter memiliki arti yaitu nilai-nilai yang baik, berperilaku baik, berbuat baik dalam kehidupan yang berdampak positif, misalnya jujur, tanggungjawab, kerja keras dan sebagainya (Amin, 2011:3). Sedangkan
pendidikan karakter
merupakan bagian dari usaha yang dilakukan oleh para warga sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggungjawab (Williams dan Schnaps dalam Zubaedi, 2011:15). Pendidikan karakter sangat penting diberikan kepada anak-anak karena akan mengajarkan anak untuk selalu berperilaku baik sehingga tidak melakukan hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Pada tahun 1998, ada 230 kasus tawuran di Jakarta dan hampir 2000 remaja yang terlibat ditahan, 66% dari anak yang mengikuti tawuran mengatakan bahwa alasan mereka melakukan tawuran karena solidaritas. Berdasarkan data dari penelitian di 5 SMK-TI Bogor, menunjukan banyak dari anak-anak dan remaja yang sering membohongi orang tua (81%), memalsukan tanda tangan orang tua (30,6%), mendapatkan kasus mencuri (13%), memalak (11%), dan melakukan tindakan kekerasan seperti berkelahi, mengejek dan tawuran (dalam Megawangi, 2009:8). Adapun kasus atau peristiwa yang menggambarkan tidak adanya karakter pada anak-anak masa sekarang di Indonesia, seperti suatu kejadian pada siswi kelas 6 SD itu mengaku telah melakukan hubungan badan dengan pacarnya, warga Tanjung Pauh, Mestong, Kabupaten Muarojambi. Perbuatan yang tak pantas dilakukan itu bahkan berulang hingga tiga kali. Motivasi tersangka melakukan persetubuhan itu karena dia sering nonton video porno. (Lis, Desember 2011, www.jambi-independent.co.id).
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
3
Kemudian ada lagi peristiwa yang dilakukan oleh anak-anak SD, yaitu garagara tidak diberi uang, tiga murid kelas V salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan hendak meracuni teman sekelasnya dengan menggunakan insektisida yang dicampur dengan minuman suplemen. Hal ini dilakukan oleh ketiga anak SD tersebut dikarenakan
korban tidak mau
memberikan sebagian uangnya kepada tersangka. (www.wartapedia.com, 2011). Adapun peristiwa lain mengenai kenakalan anak SD di Indonesia, seperti Empat anak SD membunuh temannya karena korban dianggap telah menghinanya. Korban berhasil dibujuk untuk diajak pergi bersama dan korban dibunuh dengan dipukul menggunakan batu. Kemudian korban dicampakkan begitu saja di sungai. Tujuh hari setelah kejadian tersebut, korban baru ditemukan. (Wahyudi, April 2011, www.edukasi.kompasiana.com). Dari kasus atau peristiwa diatas, maka pendidikan karakter penting diterapkan pada anak-anak usia sekolah karena menurut Hurlock (1980:146) pada masa usia sekolah atau masa akhir anak-anak (6-13 tahun) merupakan masa menyulitkan yaitu suatu masa di mana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan di mana ia lebih banyak di pengaruhi oleh teman sebayanya dari pada orang tua atau keluarganya (saat di rumah). Sedangkan saat di sekolah, mereka termasuk dalam periode krisis dimana mereka harus diberikan dorongan untuk berprestasi sesuai kemampuan yang mereka miliki, karena pada masa ini tingkat perilaku berprestasi anak-anak tinggi. Tingkat perilaku berprestasi pada masa akhir anak-anak mempunyai korelasi yang tinggi juga dengan perilaku berprestasi pada masa remaja dan dewasa (Hurlock, 1980:147). Dalam hal ini tidak hanya sekolah yang memberikan pendidikan pada anakanak, tetapi orang tua juga harus memberikan pendidikan saat di rumah. Karena pendidikan menjadi salah satu tanggungjawab orang tua saat di rumah. Berdasarkan UU Kesejahteraan Anak tahun 1979, Pasal 9 menyatakan bahwa orangtua adalah yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak-anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Penjelasan dari Pasal 9 tersebut, bahwa tanggungjawab orangtua atas kesejahteraan anak mengandung kewajiban memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
4
yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan serta berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila. Sejak anak lahir orang tua yang paling utama memberikan sosialisasi mengenai penanaman atau pendidikan nilai moral dalam pembentukan karakter. Seperti yang dikatakan oleh Gertrude Jaeger, 1997 (dalam Sunarto, 2004:24) bahwa orang tua merupakan agen sosialisasi terpenting dan paling utama. Sedangkan Berger, 1978 (dalam Sunarto, 2004:23) mengatakan bahwa sosialisasi merupakan keseluruhan kebiasaan yang dimiliki manusia tersebut dibidang pendidikan, ekonomi, agama, politik dan sebagainya dan harus dipelajari oleh setiap anggota baru dalam suatu masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua di rumah, yaitu anak diajarkan untuk berinteraksi dengan orang lain, melalui komunikasi verbal dan non-verbal, pendengar yang baik, penglihatan, berperilaku baik dan sentuhan melalui panca indra. Sosialisasi ini akan berlanjut terus hingga anak mencapai usia sekolah (Sunarto, 2004:26). Sedangkan di sekolah, seorang anak mempelajari hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga karena pendidikan formal di sekolah dilakukan untuk mempersiapkan anak dalam penguasaan peran-peran baru (Sunarto, 2004:27). Sosialisasi dalam usaha pembentukan karakter anak yang diajarkan orang tua di rumah lebih banyak, karena anak banyak menghabiskan waktu di rumah daripada di sekolah. Tetapi dalam penerapan pendidikan karakter orang tua saat di rumah harus sejalan dengan pendidikan karakter yang diajarkan oleh sekolah. Dukungan sosial merupakan informasi verbal atau nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Gottlieb, 1983:23).
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
5
Dukungan sosial terpenting adalah berasal dari keluarga (Rodin dan Salovey dalam Smet, 1994) karena orang tua sebagai bagian dalam keluarga yang merupakan individu dewasa yang paling dekat dengan anak. Seperti pada salah satu penelitian yang berjudul “Hubungan dukungan sosial orang tua terhadap prestasi sekolah anak pada usia sekolah dasar (10-11 tahun)” diketahui bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan prestasi belajar pada anak usia sekolah dasar. Hal ini menunjukan bahwa semakin positif dukungan sosial orang tua maka semakin tinggi prestasi belajar, sebalikya semakin negatif dukungan sosial orang tua maka semakin rendah pula prestasi belajarnya, (Mindo, 2008). Selain itu juga ada hasil dari penelitian lainnya yang berjudul “Dukungan sosial dalam pengobatan pasien kanker anak”. Hasil dari penelitian tersebut ditemukan bahwa dukungan sosial dari orang tua, dokter, dan perawat sangat membantu anak dalam pengobatan yang memiliki Leukimia (Amalia, 2011). Terkait dengan hal tersebut maka dalam hubungan dengan penelitian, menunjukan bahwa dukugan sosial dalam pendidikan karakter tidak hanya diberikan di sekolah saja, tetapi juga diberikan oleh orang tua ketika anak berada di rumah.
1.2 Perumusan Masalah Dukungan sosial tidak hanya diberikan selama anak berada di sekolah atau lingkungan lainya, akan tetapi dukungan sosial juga diberikan saat anak berada di rumah oleh orang tua atau keluarga. Orang tua sebagai bagian dari keluarga yang merupakan individu dewasa yang paling dekat dengan anak. Orang tua berperan sebagai tokoh penting dengan siapa anak menjalin hubungan dan merupakan suatu sistem dukungan ketika anak menjajaki suatu dunia sosial yang lebih luas dan kompleks (Santrok, 2002:42). Setiap individu memerlukan dukungan dari pihak lain, seperti anak yang memerlukan dukungan sosial lebih dari orang tua mereka dalam membentuk karakter. Tanpa dukungan sosial dari orang tua, anak tidak akan dapat berkembang dan menjadi lebih baik. Anak yang memiliki banyak masalah di sekolah, seperti tidak mengerjakan PR, bermain-main di dalam kelas, tidak mentaati peraturan sekolah, bullying, dan melakukan perilaku negatif lainnya,
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
6
dapat bertindak menjadi lebih buruk lagi ketika orang tua tidak mengetahui perilaku anaknya dan tidak memberikan dukungan sosial agar perilaku anak tersebut berubah menjadi lebih baik atau berkarakter. Di Sekolah Dasar Swasta X yang selanjutnya di singkat menjadi SDS X, menerapkan pendidikan karakter dengan menggunakan sistem token ekonomi. Sistem token ekonomi berfungsi untuk mengevaluasi bahwa siswa atau siswi dapat mengaplikasikan materi yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah dan mengontrol atau mengendalikan perilaku anak-anak di sekolah. Cara yang digunakan adalah memberikan poin positif (Goodcondact Slip) yang selanjutnya disingkat menjadi GSL, untuk anak yang terlihat telah melakukan perilaku positif dan poin negatif (Miscondact Slip) yang selanjutnya disingkat menjadi MSL, untuk anak yang terlihat melakukan perilaku negatif di sekolah. Setiap anak di sekolah diberikan kartu kontrol (Control Card) yang berfungsi untuk mencatat poin-poin yang didapatkan oleh anak. Poin positif (GSL) maupun poin negatif (MSL) memiliki level dari yang terkecil 1, 2 dan 3. Namun berdasarkan hasil kalkulasi poin positif dan poin negatif perbulannya, masih banyak siswa-siswi ditemukan belum berkarakter. Seperti pada siswa-siswi kelas 6 SD yang berjumlah 110 anak.
Tabel 1.1 Jumlah Anak Kelas 6 yang Melakukan Perilaku Negatif Tahun Ajaran 2011-2012 Bulan Juli Agustus September November Desember Januari Februari Maret
Jumlah anak 60 (66%) 55 (50%) 61 (67,1%) 45 (49,5%) 50 (55%) 40 (44%) 38 (38%) 42 (46,2%)
(Sumber : data sekolah)
Dari tabel di atas, jumlah anak kelas 6 yang ditemukan belum berkarakter masih banyak setiap bulannya. Perilaku negatif yang mereka lakukan seperti
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
7
mereka melakukan kesalahan dengan melanggar tata tertib sekolah, tidak disiplin, tidak mandiri dan tidak cinta lingkungan. Oleh karena itu tidak hanya sekolah saja yang menerapkan pendidikan karakter dan memberikan dukungan sosial, tetapi juga orang tua harus memberikan dukungan sosial saat di rumah. Orang tua (bapak-ibu) dari anak-anak tersebut 70% bekerja dan waktu bertemu dengan anak saat di rumah hanya sedikit. Saat orang tua bekerja, anak tinggal bersama saudara atau tetangga yang tidak bekerja. Terkadang ada anak yang tinggal sendiri di rumah pada waktu siang hari dan bermain bersama teman-temannya, karena orang tua bekerja (berangkat pagi, pulang sore). Orang tua dari anak-anak tersebut sebagian besar memiliki pendidikan rendah. Selain itu sekolah juga kurang dalam mensosialialisasikan mengenai pendidikan karakter kepada orang tua. Banyak orang tua yang setiap bulannya diundang ke sekolah untuk melakukan kontrak dengan guru dan Student Support Team (SST) karena hasil poin negatif anak mereka lebih banyak dari poin positif (berdasarkan kalkulasi setiap bulan). Student Support Team selanjutnya disingkat menjadi SST. Perilaku anak di sekolah, dapat mencerminkan perilaku orang tua saat di rumah, karena orang tua yang mendidikan anak-anak mereka sejak kecil dan waktu (jam) anak saat di rumah lebih banyak dari pada di sekolah. Sehingga, dukungan sosial orang tua sangat diperlukan untuk membentuk karakter anak agar dapat melakukan perilaku positif. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu : 1) Bagaimana gambaran sistem token ekonomi yang diterapkan oleh sekolah dalam membentuk karakter anak? 2) Bentuk-bentuk dukungan sosial apa saja yang diberikan kepada anak dalam membentuk karakter dengan penerapan sistem token ekonomi?
1.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan pada penelitian, yaitu : 1) Mengetahui dan mendeskripsikan sistem token ekonomi yang diterapkan oleh sekolah dalam membentuk karakter anak.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
8
2) Mengetahui dan mendeskripsikan bentuk-bentuk dukungan sosial dalam membentuk karakter anak dengan penerapan sistem token ekonomi.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Akademis - Dapat menambah dan memperkaya perbendaharaan studi dan penelitian bidang Ilmu kesejahteraan Sosial, khususnya mata kuliah Tingkah Laku Manusia (TLM). - Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pusat kajian anak dan orangtua dalam bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial. - Dapat memberikan wawasan kepada penelitian yang selanjutnya agar lebih sempurna. Manfaat Praktis -
Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan menambah cakrawala pengetahuan bagi peneliti, pihak sekolah dan juga untuk para orang tua yang ingin membentuk perilaku positif pada anaknya.
- Penelitian ini dapat memperkaya materi mengenai Dukungan Sosial orangtua terhadap anak dalam membentuk karakter.
1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pada penelitian yang dilakukan ini, dikaji secara mendalam mengenai pendidikan karakter (sistem token ekonomi) serta dukungan sosial sekolah dan orangtua terhadap anak dalam membentuk karakter di SDS X. Sesuai dengan kajian di atas, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Neuman (2006:88) mengklasifikasikannya
menjadi
3
pendekatan
kualitatif
yaitu
positivistik, interpretatif dan kritikal. Pendekatan kualitatif seringkali merupakan nama lain dari pendekatan interpretatif. Pendekatan interpretatif (pendekatan kualitatif) merupakan sistem analisis sosial dengan tindakan yang berarti melalui observasi langsung seseorang (informan) dalam setting situasi yang alami dalam rangka memahami dan menginterpretasikan bagaimana seseorang menciptakan dan memelihara kehidupan sosialnya. Penelitian kualitatif lebih menekankan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
9
untuk membuat suatu konsep baru dan menginterpretasikan konstruksi teori (Neuman, 2006:15). Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif. Penelitian deskriptif ini menggambarkan suatu fenomena sosial. Menurut Neuman (2006:35) penelitian deskriptif menyajikan suatu gambaran yang lengkap mengenai situasi sosial, setting sosial ataupun hubungan-hubungan yang terdapat dalam penelitian. Dalam penelitian ini telah memiliki definisi yang jelas mengenai subyek penelitiannya. Adapun outcome dari studi deskriptif ini adalah gambaran yang jelas mengenai subyek penelitian. Penelitian deskriptif juga menyajikan gambaran tipe seseorang ataupun suatu kegiatan sosial. jadi penelitian deskriptif ini memiliki tujuan utama yaitu untuk “melukiskan suatu fenomena sosial”.
1.5.2 Lokasi Pengumpulan Data Sesuai dengan tujuan dalam penelitian, pengumpulan data dilakukan di SDS X dan permukiman, Sugar Group Companies, Lampung Tengah. Lokasi ini dipilih dengan beberapa pertimbangan atau alasan :
Sekolah Dasar Swasta X merupakan sekolah yang berada di Sugar Group, Lampung Tengah yang ini memiliki ciri khas dalam membentuk karakter anak, yaitu dengan sistem token ekonomi.
Lingkungan penduduk yang jauh dari keramaian dan homogen dengan tinggal di perumahan serta bekerja di tempat yang sama, sehingga pemikiran dari orang tua tidak dapat berkembang cepat seperti orang tua yang hidup di kota besar.
1.5.3 Teknik Pemilihan Informan Dalam penelitian kualitatif yang dilakukan, dibutuhkan informan sebagai sumber penggalian informasi. Menurut Moleong (2006:90) bahwa informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa informan yang akan digunakan pada sebuah penelitian harus memahami betul dan memiliki pengetahuan seputar hal-hal yang berhubungan dengan penelitian karena keberadaan informan dibutuhkan untuk mendapatkan informasi demi memberikan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
10
gambaran yang sebenarnya mengenai hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive sampling, dimana informan dipilih secara sengaja berdasarkan pemikiran logis dan sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Alston dan Bowles (2003:92) bahwa teknik sampling ini akan menuntun kita untuk memilih sampel sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, informan dipilih dengan kriteria tertentu pada informan, yaitu :
Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan satu orang dari student support team (ketua koordinator SST). Informan-informan tersebut dipilih karena dianggap
mengetahui
banyak
tentang
gambaran
umum
sekolah,
perkembangan perilaku anak-anak di sekolah dan terlibat langsung dalam sistem yang digunakan oleh sekolah untuk membentuk karakter anak-anak.
3 orang anak dari kelas 6 SD (umur 10-11 tahun) yang mendapatkan point negatif tinggi atau yang sudah mendapatkan kontrak dengan sekolah beberapa kali.
Orang tua (ibu) dari 3 orang anak tersebut. Informan anak dipilih karena dianggap mengetahui dan merasakan ada atau tidaknya dukungan sosial dari orang tua mereka. Sedangkan informan orang tua dipilih karena dianggap mengetahui bagaimana dukungan sosial yang diberikan kepada anak mereka dalam membentuk karakter dan mengetahui perilaku anak ketika berada di rumah.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
11
Tabel 1.2 Kerangka Informan Informasi yang ingin diperoleh
Informan
Jumlah
Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan Gambaran sistem token Ketua koordinator student ekonomi (pendidikan support team (SST) karakter) dan dukungan Orang tua (ibu) sosial. Anak
1 1 3 3 8
Total (Sumber : Olahan Pribadi)
1.5.4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
melakukan penelitian kualitatif, karena dapat mengatahui atau mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif ini, teknik pengumpulan data yang digunakan studi literartur, observasi (pengamatan) dan wawancara (interview), dan dokumentasi seperti data-data : a.
Studi literatur Studi literatur digunakan untuk mendapatkan data sekunder. Data
sekunder adalah data pendukung dan untuk memperkuat data primer. Alston dan Bowles (2003: 66) menyatakan bahwa studi literatur membantu untuk memperoleh
pengetahuan
yang
sudah
ada
sebelumnya
mengenai
permasalahan yang akan diteliti, untuk mengetahui bagaimana penelitian yang akan dilakukan berbeda dari penelitian yang sudah ada sebelumnya dan menambah penelitian terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, serta memungkinkan untuk mengkonseptualisasikan kerangka pemikirannya. Studi literatur dilakukan terhadap berbagai jenis buku, penelitian dan berbagai dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini menggunakan studi literatur untuk mencari data seperti kartu kontrol yang setiap anak, melihat data yang memiliki point negatif dan positif, profil sekolah, kurikulum yang digunakan sekolah dan sebagainya.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
12
b.
Wawancara Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan teknik
wawancara mendalam (indepth interview). Menurut Susan Stainback, 1988 (dalam Sugiyono, 2009:232), dengan wawancara, peneliti akan mengatahui hal-hal yang lebih mendalam tentang informan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan beberapa kali guna untuk memperdalam informasi
dari informan-informan
yang teleh dipilih
berdasarkan kriteria yeng telah ditentukan, yaitu wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, koordinator student support team, 3 anak kelas 6 SD, dan 3 orang tua (ibu). c.
Observasi Untuk membuktikan kebenaran informasi dalam penelitian, peneliti
menggunakan observasi atau pengamatan. Menurut marshall (1995), melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut (dalam Sugiyono, 2009:226). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data melalui observasi ini lebih tepatnya menggunakan observasi partisipatif pasif (obeservation non-participant). Sedangkan menurut Susan Stainback, 1988 (dalam Sugiyono, 2009:227), observasi partisipatif pasif (obeservation nonparticipant) adalah peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Observasi yang dilakukan memiliki tujuan untuk mengetahui perilaku anak-anak di sekolah, mengetahui kondisi atau lingkungan keluarga atau tempat anak dan orang tua tersebut tinggal dan untuk memahami saat proses wawancara. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dengan observasi yang dilaksanakan melalui pengamatan langsung pada hal-hal yang menjadi sasaran observasi meliputi: -
Sikap guru dan anak di sekolah Dalam observasi ini yang diperhatikan adalah dukungan sosial yang
diberikan dari guru, penerapan atau kegiatan pendidikan karakter anak di sekolah, dan perilaku anak di sekolah.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
13
- Sikap orang tua dan anak Observasi ini dilakukan untuk melihat dan mengetahui dukungan sosial yang diberikan orang tua pada anak, penerapan pendidikan karakter di rumah dan perilaku anak saat di rumah.
Waktu Pengmpulan data Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari-Mei. Tabel 1.2 Waktu pengumpulan data Waktu Pelaksanaan Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Kegiatan Penelitian Mengurus suratsurat perizinan penelitian Pengumpulan data (wawancara dan observasi) Pengelolaan/ penyusunan dan Analisis data Presentasi laporan penelitian (sidang)
(sumber : olahan pribadi)
1.5.5 Teknik Analisa Data Menurut Neuman (2006:466), teknik analisa data terdiri dari coding, menulis memo, dan melihat dari pendekatan analisis data kualitatif. Kebanyakan penelitian kualitatif menggabungkan beberapa teknik tersebut. Berikut ini adalah keterangan dari teknis analisa data menurut Newman (2006:468). Data I : data mentah dan pengalaman peneliti. Data mentah ini dilakukan melalui observasi, mendengar, dan interview. Data II : berupa recorded data, pengalaman lapangan dan data. Recorded data ini diperoleh dari rekaman wawancara maupun data berupa gambar. Data III: meliputi seleksi data, processed data dan laporan akhir.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
14
1.5.6 Teknik Untuk Menigkatkan Kualitas Penelitian Dalam penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa kriteria untuk meningkatkan kualitas data, salah satunya adalah dengan meningkatkan derajat kepercayaan (kredibilitas), yang meliputi triangulasi. Triangulasi merupakan suatu gagasan yang melihat sesuatu dari banyak sudut pandang untuk mengukur keakuratan (Neuman, 2006: 149). Sedangkan menurut Menurut Patton dalam Moleong (2006:178), triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode penelitian kualitatif.
1.6 Sistematika Penulisan Adapun hasil penelitian yang didapatkan. Maka penulisan penelitian ini disusun dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB 1
Pendahuluan, bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian yaitu manfaat akademis, manfaat teoritis dan manfaat praktis. Kemudian ada metode penelitian yang membahas mengenai masalah jenis penelitian, pendekatan penelitian, lokasi pengumpulan data, teknik pemilihan informan, teknik dan waktu pengumpulan data, teknik analisa data dan teknik untuk meningkatkan kualitas penelitian serta sistematika penulisan.
BAB 2
Tinjauan pustaka, bab ini menguraikan tentang pembahasan konsep dari perkembangan anak, teori belajar sosial, pendidikan karakter, sosialisasi dan dukungan sosial.
BAB 3
Gambaran umum tentang SDS X. Dalam bab ini memuat tentang latar belakang dan sejarah berdirinya sekolah, visi, misi dan tujuan, struktur organisasi sekolah, kerangka dasar kurikulum, student conduct management, sistem token ekonomi dan student support team, persiapan yang dilakukan oleh sekolah dalam menerapkan pendidikan karakter, pilar dan nilai, tata tertib sekolah dan fasilitas yang ada di sekolah.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
15
BAB 4
Temuan lapangan dan pembahasan. Dalam bab ini diuraikan hasil temuan lapangan yang telah dianalisis dan dikorelasikan atau dikomparasikan dengan konsep-konsep yang dikemukakan pada BAB 2. Analisis yang dimaksud mengenai hasil jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah dicantumkan pada BAB 1.
BAB 5
Penutup. Dalam bab ini berisi kesimpulan yang merupakan ikhtisar dari semua bahasan dari tulisan ini mulai BAB 1 hingga BAB 4 dan saran untuk sekolah serta orang tua.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak
Definisi Anak Department
of
Child
and
Adolescent
Health
and
Development,
mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 20 tahun. Sedangkan The Convention on the Rights of the Child mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun. WHO (2003), mendefinisikan anak-anak antara usia 0–14 tahun karena di usia inilah risiko cenderung menjadi besar. Menurut Badan Pusat Statistik di Indonesia, komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur terdiri dari penduduk berusia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun) dan usia tua (≥65 tahun). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan menurut pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pengertian anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
Tahap Perkembangan Anak Menurut Psikologi Swiss terkenal yaitu Jean Piaget, 1896-1980 (dalam
Santrock, 2002:44) dalam Perkembangan kognitif anak pada tahap Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun), pada tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkret dan saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya, dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama) serta anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis, seperti contoh anak pada tahap ini dapat berpikir secara
16 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
17
logis tentang peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan bendabenda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Sedangkan menurut Erick Erickson, 1902-1994 (dalam Santrock, 2002 : 40) dalam perkembangan psikososial memiliki delapan tahap dan tahap ke empat (masa pertengahan dan akhir anak-anak) adalah tahap Industry versus Inferioriy (tekun dan rendah diri) yang merupakan tahap perkembangan yang berlangsung pada tahun-tahun sekolah dasar. Prakarsa anak-anak membawa mereka terlibat dalam kontak dengan pengalaman-pengalaman baru yang kaya. Ketika mereka beralih pada masa pertangahan dan akhir anak-anak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Bahaya pada tahun-tahun sekolah dasar ialah perkemabangan rasa randah hati – perasaan tidak kompeten dan tidak produktif. Kemudian Sigmund Freud (dalam Santrock, 2002 : 39) dalam perkembangan kepribadian terdapat lima tahap dan umur 10-11 tahun masuk dalam tahap ke empat yaitu tahap laten/tersembunyi (latency stage), yang merupakan tahap dimana anak menekan semua minat terhadap seks dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. Kegiatan ini menyalurkan banyak energi anak ke dalam bidang-bidang yang aman secara emosional dan menolong anak melupakan konflik pada tahap phallic yang sangat menekan.
Teori Belajar Sosial Menurut Santrock (2002:46), teori belajar sosial (social learning theory)
adalah pandangan para pakar psikologi yang menekankan perilaku, lingkungan, dan kognisi sebagai faktor kunci dalam perkembangan. Kemudian Bandura, 1986 (dalam Santrock, 2002:47) mengatakan bahwa manusia belajar dengan mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Melalui belajar mengamati (yang disebut juga dengan “modeling” atau “imitasi”), manusia secara kognitif menampilkan perilaku orang lain dan kemudian mengadopsi perilaku ini. Misalnya seorang anak laki-laki yang mengamati ledakan amarah dan sikap permusuhan ayahnya yang agresif dengan orang lain. Ketika diamati bersama dengan teman sebayanya, gaya berinteraksi anak laki-laki kecil tadi sangat agresif, memperlihatkan karakteristik yang sama seperti perilaku ayahnya.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
18
Model teori belajar Bandura, 1986 (dalam Santrock, 2002:48) meliputi perilaku, pribadi atau orang dan lingkungan. Seperti pada gambar berikut ini.
PERILAKU
LINGKUNGAN
PRIBADI DAN KOGNITIF
Gambar 2.1 Faktor-faktor perilaku, kognitif dan pribadi serta lingkungan (sumber : Santrock, 2002:48)
Pada gambar 2.1 mengenai faktor-faktor perilaku, kognitif dan pribadi serta pengaruh lingkungan bekerja secara interaktif. Perilaku dapat mempengaruhi kognisi dan sebaliknya., kegiatan kognitif seseorang dapat mempengaruhi lingkungan, pengaruh lingkungan dapat mengubah proses pemikiran orang dan seterusnya. Tanda-tanda panah pada gambar tersebut menunjukan betapa hubungan antara faktor-faktor ini bersifat timbal balik bukan searah. Contoh faktor-faktor pribadi meliputi intelegensi, keterampilan dan pengendalian diri. Dari teori belajar sosial ini dapat diketahui bahwa, seseorang mudah meniru perilaku orang lain yang dilihatnya. Orang-orang yang ada di sekelilingny sangat berpengaruh pada perilakunya dan lingkungan juga sangat berpengaruh. Jika lingkungan melakukan perilaku yang berkarakter, maka anak-anak akan meniru atau terpengaruh untuk melakukan perilaku yang berkarakter. Tetapi jika orang lain dan lingkungannya memberikan contoh negatif dan tidak berkarakter, maka Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
19
anak-anak juga akan meniru atau melakukan hal-hal yang negatif atau tidak berkarakter. Karena dalam hal ini faktor orang lain maupun lingkungan sangat berpengaruh terhadap pribadi dan kognisi anak tersebut.
2.2 Karakter
Definisi karakter Kata karakter berasal dari kata Yunani yaitu charassein yang berarti
mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Artinya, mempunyai karakter yang baik adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses “pengukiran”). Dalam istilah bahasa Arab, karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik (dalam Ratna Megawangi, 2009:5). Menurut Maswardi M. Amin (2011:15), karakter adalah nilai-nilai yang baik, berperilaku, berbuat baik dalam kehidupan yang berdampak positif, misalnya jujur, tanggungjawab, kerja keras dan sebagainya. Kemudian dalam pembentukan karakter ini dapat dimulai dari pelayanan masyarakat, pembelajaran kebajikan, pemberntukan kebiasaan yang baik, pemberian imbalan atas perilaku positif hingga pengembangan kemampuan anak atau siswa melakukan penalaran moral (Schaps, Schaeffer & McDonnell, 2001 dalam Slavin, 2011). Endang Ekowarni, 2010 (dalam Zubaedi, 2011:10) mengatakan bahwa pada tatanan mikro, karakter diartikan (a) kualitas dan kuantitas reaksi terhadap diri sendiri, orang lain, maupun situasi tertentu. (b) watak, akhlak, ciri psikologi. Dalam ciri psikologis yang dimiliki individu pada ruang lingkup pribadi, secara evolutif akan berkembang menjadi ciri kelompok dan lebih luas lagi menjadi ciri sosial. Ciri psikologis individu akan memberikan warna dan corak identitas kelompok dan pada tatanan makro akan menjadi ciri psikologis atau karakter suatu bangsa. Menurut Hill (Wanda Chirsiana, 2005 dalam Zubaedi, 2011:9) mengatakan bahwa karakter menentukan pemikiran pribadi seseorang dan tindakan yang dilakukan seseorang, karakter yang baik adalah motivasi batin untuk melakukan apa yang benar, sesuai dengan standart tertinggi perilaku dalam setiap situasi.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
20
Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan karakter yang ditanamkan di rumah maupun di sekolah oleh orang tua maupun guru di sekolah. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain (Pusat kurikulum, 2010 :5). Pembentukan karakter harus dilakukan secara integral (menyeluruh) yang melibatkan aspek “knowing” atau mengetahui, “acting” atau melatih, “habit” atau membiasakan diri dan “feeling” atau perasaan (Ratna Megawangi, 2009:12). Menurut John Luther (dalam Ratna Megawangi, 2009:13) mengatakan bahwa karakter yang baik, lebih patut dipuji dari pada bakat yang luar biasa. Hampir semua bakat adala anugerah. Karakter yang baik, sebaiknya tidak dianugerahkan kepada kita. Kita harus membangunnya sedikit demi sedikit dengan pikiran, pilihan, keberanian, dan usaha keras.
Pendidikan Karakter Menurut David Elkind dan Freddy Sweet Ph. D, 2004, bahwa pendidikan
karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk membentuk manusia memahami, peduli tentang dan melaksanakan nilai-nilai etika inti, ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak, maka jelas bahwa kita mengharapkan mereka mampu menilai apakah kebenaran, peduli secara sungguhsungguh teradap kebenaran dan kemudian mengajarkan apa yang diyakini sebagai kebenaran, bahkan ketika menghadapi tekanan dari luar dan upaya dari dalam (dalam Zubaedi, 2011:15). Sedangkan menurut Williams dan Schnaps (dalam Zubaedi, 2011:15), pendidikan karakter merupakan bagian dari usaha yang dilakukan oleh para warga sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggungjawab. Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang telah dikemukakan diatas dirumuskan Pendidikan Karakter adalah usaha
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
21
dasar dan terencana untuk membangun atau membentuk kepribadian yang khas peserta didik yaitu kepribadian yang baik yang bercirikan kejujuran, tangguh, cerdasa, kepedulian, bertanggungjawab, kerja keras, pantang putus asa, tanggap, percaya diri, suka menolong, mampu bersaing, professional, ikhlas bergotong royong, cinta tanah air, amanah, disiplin, tolerasi, taat, dan lain-lain perilaku yang berahklak mulia atau perilaku positif. Pengertian pendidikan karakter memiliki dua kata kunci. Kata kunci yang pertama adalah isi pendidikan karakter. Isi berkaitan dengan pelaksanaan dalam pendidikan karakter. Isi pendidikan karakter meliputi nilai nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilainilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional Kata kunci yang kedua adalah pelaksanaan pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter, perlu diketahui fungsi dan tujuan pendidikan karakter (Pusat kurikulum, 2010 : 6). Adapun fungsi pendidikan karakter, yaitu : a.
Pengembangan: pengembangan potensi siswa untuk menjadi berkarakter atau pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
b.
Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi siswa yang lebih bermartabat.
c.
Penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Sedangkan tujuan pendidikan karakter (Pusat kurikulum, 2010:7), yaitu : a.
Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
b.
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
c.
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa;
d.
Mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
22
e.
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa Kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Menurut American School Counselor Association, 1998 (dalam Zubaedi, 2011) menyatakan tujuan dari pendidikan karakter adalah membantu siswa agar menjadi lebih positif dan mampu mengarahkan diri dalam pendidikan dan kehidupan, dan dalam berusaha keras dalam pencapaian tujuan masa depannya. Tujuan ini dilakukan dengan mengajarkan kepada siswa tentang nilai-nilai dasar kemanusian seperti kejujuran, kebaikan, kedermawanan, keberanian, kebebasan, persamaan, dan rasa hormat atau kemuliaan.
2.3 Sosialisasi Orang Tua atau Keluarga Menurut menurut UU Kesejahteraan Anak No 4 Tahun 1979, pasal 1 ayat 3 bahwa orang tua adalah ayah dan atau ibu kandung. Orang tua mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan mental dan spiritual anaknya, seperti memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar agar anak tidak tertekan, mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar pola hidup pergaulan yang benar, memberikan contoh perilaku yang baik dan pantas bagi anakanaknya. Hal ini disebabkan orang tua khususnya, dalam ruang lingkup keluarga merupakan media awal dari satu proses sosialisasi, sehingga dalam proses sosialisasi tersebut orang tua mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anakanaknya agar menjadi manusia baik-baik. Sosialisasi merupakan keseluruhan kebiasaan yang dimiliki manusia tersebut dibidang pendidikan, ekonomi, agama, politik dan sebagainya dan harus dipelajari oleh setiap anggota baru dalam suatu masyarakat (Berger, 1978 dalam Sunarto, 2004:23). Kemudian Gertrude Jaeger (1997) mengatakan bahwa orang tua merupakan agen sosialisasi terpenting dan paling utama (dalam Sunarto, 2004:24). Sosialisasi oleh orang tua di rumah, anak diajarkan untuk berinteraksi dengan orang lain, melalui komunikasi verbal dan non-verbal, pendengar yang baik,
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
23
penglihatan, berperilaku baik dan sentuhan melalui panca indra. Sosialisasi ini akan berlanjut terus hingga anak mencapai usia sekolah (Sunarto, 2004:26). Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain. Dari definisi tersebut dapat dirumuskan intisari pengertian keluarga, yaitu sebagai berikut: a.
Keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak,
b.
Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan / atau adopsi,
c.
Hubungan antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab,
d.
Fungsi keluarga adalah memelihara, merawat, dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial. Dengan demikian terlihat betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap
anak. Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga tempat di mana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Di samping itu, keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi. Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah orang tua. Keluarga
merupakan
multifungsional.
Fungsi
institusi
sosial
pengawasan,
yang
sosial,
bersifat
universal
pendidikan,
dan
keagamaan,
perlindungan, dan rekreasi dilakukan oleh keluarga terhadap anggota-anggotanya.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
24
Oleh karena proses industrialisasi, urbanisasi dan sekularisasi maka keluarga dalam masyarakat modern kehilangan sebagian dari fungsi-fungsi tersebut di atas. Meskipun perubahan masyarakat telah mendominasi, namun hara, sosialisasi, dan memberikan suasana kemesraan bagi anggotanya. Secara mendasar terdapat tiga tujuan sosialisasi di dalam keluarga, yakni sebagai berikut. 1.
Penguasaan diri Masyarakat menuntut penguasaan diri pada anggota-anggotanya. Proses
mengajar anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang tua melatih anak untuk memelihara kebersihan dirinya. Ini merupakan tuntutan sosial pertama yang dialami oleh anak untuk latihan penguasaan diri. Tuntutan penguasaan diri ini berkembang, dari yang bersifat fisik kepada penguasaan diri secara emosional. Anak harus belajar menahan kemarahannya terhadap orang tua atau saudarasaudaranya. Tuntutan sosial yang menuntut agar anak menguasai diri merupakan pelajaran yang berat bagi anak. 2.
Nilai-nilai Bersama-sama dengan proses berlatih penguasaan diri ini kepada anak
diajarkan nilai-nilai. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar dalam diri seseorang terbentuk pada usia enam tahun. Di dalam perkembangan usia tersebut keluarga memegang peranan terpenting dalam menanamkan nilainilai. Sebagai contoh melatih anak menguasai diri agar permainannya dapat dpinjamkan kepada temannya, maka di situ dapat muncul suatu makna tentang arti dari kerja sama. Mengajarkan anak menguasai diri agar tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan rumahnya, maka di situ mengandung ajaran tentang nilai sukses dalam pekerjaan. 3.
Peran-peran sosial Mempelajari peran-peran sosial ini terjadi melalui interaksi sosial dalam
keluarga. Setelah dalam diri anak berkembang kesadaran diri sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain, dia mulai mempelajari peranan-peranan sosial yang sesuai dengan gambaran tentang dirinya. Dia mempelajari peranannya sebagai anak, sebagai saudara (kakak/adik), sebagai laki-laki/perempuan, dan sebagainya. Proses mempelajari peran-peran sosial ini kemudian dilanjutkan di
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
25
lingkungan kelompok sebaya, sekolah, perkumpulan-perkumpulan dan lain sebagainya.
2.4 Dukungan Sosial
Definisi Dukungan Sosial Menurut Ritter, 1988 (dalam Smet 1994:134) dukungan sosial mengacu pada
bantuan emosional, instrumental, dan finansial yang diperoleh dari jaringan sosial seseorang. Rook 1985 (dalam Smet, 1994:134) mendefinisikan dukungan sosial sebagai salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stress. Dukungan sosial adalah kenyamanan fisik dan emosional yang diberikan oleh keluarga, teman rekan kerja dan lainnya. Penelitian telah diidentifikasi tiga jenis utama dukungan sosial; emosional, praktis, berbagi poin pandang. (Taylor, 2007:4). Menurut Cobb, 1976 dukungan sosial telah didefinisikan sebagai informasi dari orang lain bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, terhormat dan dihargai, dan bagian dari jaringan komunikasi dan ada timbal baliknya (dalam Tayor, 1991:244). Culliton, 1987 mengatakan bahwa Informasi tersebut dapat berasal dari pasangan atau kekasih, sanak keluarga lainnya, teman, kontak sosial dan masyarakat seperti gereja atau klub, atau bahkan hewan peliharaan yang setia (dalam Taylor, 1991:244). Gottlieb (dalam Smet, 1994:135) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (1990:107) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompokkelompok lain. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
26
Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Dukungan sosial terpenting adalah berasal dari keluarga (Rodin dan Salovey dalam Smet, 1994:133). Melengkapi pendapat tersebut Gore dalam Gottlieb (1983:136) menyatakan bahwa dukungan sosial lebih sering didapat dari relasi yang terdekat yaitu keluarga atau sahabat. Kekuatan dukungan sosial yang berasal dari relasi yang terdekat merupakan salah satu proses psikologis yang dapat menjaga perilaku sehat dalam diri seseorang. Menurut Schwarzer dan Leppin, 1990 (dalam Smet, 1994:135) dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh oranglain kepada individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support). Kemudian Rodin dan Salovey, 1989 (dalam Smet, 1994:133) mengatakan bahwa dukungan sosial terpenting berasal dari keluarga. Orangtua sebagai bagian dalam keluarga yang merupakan individu dewasa yang paling dekat dengan anak dan salah satu sumber dukungan sosial bagi anak dari keluarga. Santrock (2002:42) menjelaskan bahwa orangtua berperan sebagai tokoh penting dengan siapa anak menjalin hubungan dan merupakan suatu sistem dukungan ketika anak menjajaki suatu dunia sosial yang lebih luas dan lebih kompleks. Orang tua yang mendorong anak mereka untuk mencoba aktifitas yang baru dan memberikan dukungan pada usaha mereka akan membantu mengembangkan perasaan mampu pada anak saat menjumpai tantangan (Bandura, dalam Schunk, & Pajares, 2001:5).
Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial Menurut House (dalam Smet, 1994:136) membedakan empat jenis atau
dimensi dukungan sosial, antara lain : a.) Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. b.) Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
27
perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orangorang lain, contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih buruk keadaannya. c.) Dukungan instrumental, mencakup bantuan langsung, seperti kalau orangorang memberi pinjaman uang kepada orang itu. d.) Dukungan informatif, mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik.
Sedangkan menurut Sarafino (1998:103) membedakan dukungan sosial atas empat bentuk mendasar, yaitu: a.) Dukungan emosi atau penghargaan, yaitu meliputi empati, kepedulian, perhatian, penghormatan positif dan semangat kepada seseorang. Dukungan emosi memberikan rasa nyaman, jaminan, kepemilikan dan dicintai ketika seseorang dalam situasi stres, misalnya memberikan dukungan emosi pada seseorang yang kehilangan pasangan hidupnya. Dukungan emosi membantu seseorang memiliki rasa kompetensi dan dihargai. b.) Dukungan instrumental atau alat, yaitu meliputi bantuan langsung, seperti ketika orang meminjamkan atau memberi uang kepada orang tersebut atau menolong memberi pekerjaan ketika orang tersebut membutuhkan pekerjaan. c.) Dukungan informasi, yaitu meliputi memberikan nasihat, arahan, saran atau umpan balik mengenai bagaimana orang tersebut bekerja, contohnya seseorang yang sedang sakit mendapat informasi dari keluarga atau dokter bagaimana mengatasi penyakit, atau seseorang yang menghadapi keputusan sulit dalam pekerjaannya, mendapat umpan balik atas idenya dari rekan kerja. d.) Dukungan persahabatan, yaitu mengacu pada ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktu bersama orang tersebut, dengan demikian memberikan perasaan keanggotaan dalam kelompok untuk berbagi ketertarikan dan aktivitas sosial. Beberapa peneliti (Cohen & Mckay, 1976; Cutrona & Russel, 1990; House, 1984; Schaefer, Coyne & Lazarus, 1981; Wills, 1984, dalam Sarafino, 1998 : 98) mengemukakan lima bentuk dukungan sosial, yaitu : (a) Dukungan emosional (emotional support)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
28
Dukungan emosional yang meliputi empati, kepedulian dan perhatian orangtua kepada anak, sehingga dia akan merasa nyaman, tentram dan dicintai ketika dalam keadaan menekan. (b) Dukungan penghargaan (esteem support) Dukungan penghargaan meliputi ungkapan penghargaan yang positif kepada anak. Dukungan pernghargaan membantu anak dalam membangun harga diri dan kompetensinya. (c) Dukungan instrumental (tangible or instrumental support) Dukungan instrumental meliputi bantuan secara langsung. (d) Dukungan informasi (information support) Dukungan informasi termasuk pemberian nasehat, pengarahan, sugesti atau umpan balik mengenai pa yang dapat dilakukan oleh anak. (e) Dukungan jaringan (network support) Dukungan jaringan menghasilkan perasan sebagai anggota dalam suatu kelompok yang saling berbagi minat dan kegiatan sosial.
Dari beberapa deinisi tersebut di atas menunjukan bahwa bentuk-betuk dukungan sosial yang diberikan oleh orang terdekat memberikan dampak positif dan dapat membantu seseorang menyelesaikan masalahnya. Karena dari dukungan sosial, seseorang akan merasa lebih dicintai, disayangi, diperhatikan, dipedulikan, dihargai, serta merasa lebih kuat dan tidak merasa sendiri. Berhasil tidaknya dukungan sosial tergantung pada siapa atau sumber yang memberikannya. Sumber dukungan sosial merupakan aspek yang penting untuk diketahui dan dipahami. Keberhasilan dukungan sosial juga bergantung pada cocok atau tidaknya tipe dukungan sosial yang diberikan. Pengetahuan dan pemahaman tentang tipe dukungan sosial yang akan diberikan akan membantu individu mendapatkan dukungan sosial yang sesuai situasi dan keinginannnya, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak.
Sumber-sumber dukungan sosial Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci (dalam
Orford, 1992) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
29
(a) Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat. (b) Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu. Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan sepergaulan. (c) Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber
dukungan
yang
dimaksud
meliuputi
supervisor,
tenaga
ahli/profesional dan keluarga jauh.
2.5 Alur Pikir Penelitian Untuk membentuk karakter pada anak diperlukan adanya pendidikan karakter. Pendidikan karaker penting diterapkan pada anak-anak usia sekolah karena menurut Hurlock (1980:146) pada masa usia sekolah atau masa akhir anak-anak (6-13 tahun) merupakan masa menyulitkan yaitu suatu masa di mana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan di mana ia lebih banyak di pengaruhi oleh teman sebayanya dari pada orang tua atau keluarganya (saat di rumah). Kemudian pendidikan karakter tersebut dapat diperoleh melalui sosialisasi dari orang tua maupun sekolah. Karena saat anak di sekolah akan diajarkan tidak hanya pendidikan formal (akademis) tetapi juga informal (pendidikan karakter). Maka dari itu penerapan pendidikan karakter yang ada di sekolah harus sejalan dengan penerapa oleh orang tua di rumah. Karena anak banyak menghabiskan waktu di rumah dari pada di sekolah. Dalam penerapan pendidikan karakter dibutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan informasi verbal atau nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Gottlieb, 1983:23).
Jika sosialisasi dan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
30
dukungan sosial dari orang tua dan sekolah sudah diberikan kepada anak dalam menerapkan pendidikan karakter, maka anak tersebut akan terbentuk karakternya dengan baik. Sehingga menjadi anak yang berkarakter. Untuk memperjelas alur pikir, dapat dilihat gambar alur pikir penelitian berikut.
PENDIDIKAN KARAKTER : SISTEM TOKEN EKONOMI
DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA DAN SEKOLAH
SOSIALISASI ORANG TUA DAN SEKOLAH
ANAK BERKARAKTER
Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian (sumber : olahan pribadi)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
BAB 3 GAMBARAN UMUM SEKOLAH DASAR SWASTA X
3.1 Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Sekolah Sekolah Dasar Swasta X bergerak di bidang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dibangun pada tahun 1988.
Awalnya SD ini hanya kelas I saja, tapi setiap
tahunnya peserta didik bertambah semakin banyak. Sekolah dibangun dengan papan dan jauh dari pemukiman housing atau komplek. Setelah tahun ke 3, sekolah ini pindah dan dibangun dengan baik di area pemukiman komplek karyawan atau pegawai Sugar Group. Sekolah dibangun oleh pihak perusahan sebagai salah satu usaha kesejahteraan bagi karyawan yaitu dengan memberikan pendidikan bagi anak-anak karyawan Sugar Group. SDS X yang sampai saat ini sudah melakukan 23 kali kelulusan. Sekolah Dasar Swasta X terletak di dalam perkebunan tebu Sugar Group Companies, dekat dengan pemukiman atau perumahan (Housing) para warga (karyawan) yang bekerja di Sugar Group. Agar anak-anak lebih dekat bila ke sekolah dan mudah dipantau karena berada dalam kawasannya pemukiman. SDS X ini memiliki status swasta dengan akreditasinya disamakan. Jumlah murid dari kelas 1 sampai kelas 6 sebanyak 845 anak. Alamat dari Sekolah Dasar Swasta X yaitu di Sugar Group Companies, Lampung Tengah, Kecamatan Bandar Mataram, Desa/Kelurahan Mataram Udik, Jl. Site GPM Housing 1, kode pos 34164. Nomer statistik sekolah 10412021901
3.2 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah Visi, misi, dan tujuan Sekolah Dasar Swasta X ditentukan bersama oleh kepala sekolah dan staf serta perwakilan dewan pendidik dan komite sekolah, kemudian disosialisasikan kepada semua warga sekolah.
VISI Diakui dan dikenal sebagai sekolah Indonesia yang menerapkan teknologi
pembelajaran berstandar nasional.
31 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
32
MISI a. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berwawasan kebangsaan Indonesia dan kondusif dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran b. Menumbuhkembangkan kebanggaan sebagai warga bangsa Indonesia yang berasaskan Pancasila, semangat keunggulan, dan bernalar sehat kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan sehingga berkemauan kuat untuk terus maju c. Meningkatkan komitmen seluruh warga sekolah untuk mengembangkan nilai-nilai : 1) Rasa memiliki dan tanggung jawab pada masyarakat 2) Menjadi model warga negara yang baik 3) Memiliki disiplin diri 4) Menghargai dan menghormati orang lain 5) Berorientasi pada pemecahan masalah 6) Berkomunikasi dengan baik 7) Memiliki kesadaran dan kepekaan budaya dan lingkungan 8) Menerapkan kepemimpinan diri d. Meningkatkan komitmen seluruh pendidik dan tenaga kependidikan terhadap tugas pokok dan fungsinya e. Mengembangkan
Teknologi
Informasi
dan
Komunikasi
dalam
pembelajaran dan administrasi sekolah f. Mengembangkan minat, bakat dan kreativitas peserta didik agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki g. Membangun kepercayaan diri dan kemandirian untuk jenjang pendidikan lebih lanjut.
TUJUAN a. Mempersiapkan peserta didik yang cerdas, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. b. Menanamkan kepada peserta didik sikap ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi dengan lingkungan dan mengembangkan sikap sportif.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
33
c. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu bersaing dalam dan memaksimalkan perkembangan teknologi. d. Mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian, cerdas, berkualitas dan berprestasi dalam bidang olahraga dan seni. e. Membekali peserta didik agar memiliki keterampilan teknologi informasi dan komunikasi serta mampu mengembangkan diri secara mandiri. f. Menumbuhkan kepercayaan dan kepedulian alumni untuk bekerjasama dan berperan aktif dalam mewujudkan nama besar sekolah serta kemandirian alumni di jenjang pendidikan selanjutnya 3.3 Struktur Organisasi Sekolah
Kepala Sekolah
Wakil Kepala Sekolah
Koordinator SST
SST
SST
SST
SST
SST
Guru Wali Kelas
Siswa-Siswi
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Sekolah Dasar Swasta X (sumber : data sekolah)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
34
Struktur organisasi Sekolah Dasar Swasta X, terdiri dari : 1.
Kepala sekolah (paling atas) yang menjadi pemimpin pendidikan di sekolah.
2.
Wakil kepala sekolah yang selalu membantu kepala sekolah dalam menerapkan pendidikan yang ada di sekolah.
3.
Koordinator SST (Student Supprt Team) yang menjadi koordinator untuk anggota SST lainnya dalam mengaplikasikan pendidikan karakter di sekolah.
4.
Anggota SST (ada 5 orang) yang memiliki tugas dalam pengaplikasian pendidikan karakter, seperti menghitung hasil poin positif dan poin negatif anak-anak dari kartu kontrol, menyiapkan tema-tema yang akan dibahas dalam mading sekolah, menyediakan semua keperluan untuk penerapan pendidikan karakter, menerapkan dan mengajarkan pilar serta nilai-nilai yang ada di sekolah.
5.
Wali kelas yang bertugas untuk mengkoordinator kelas dan anak murid yang ada di kelas tersebut.
6.
Siswa-siswi yang menerima pendidikan (baik formal dan informal) dari semua warga sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator SST, anggota SST dan wali kelas).
3.4 Struktur Kurikulum Struktur kurikulum Sekolah Dasar Swasta X meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh peserta didik selama enam tahun mulai kelas I – kelas VI. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran. Seluruh pengorganisasian kelas didasari oleh program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik. Dalam menentukan sturktur kurikulum SDS X, dilakukan analisa terhadap struktur kurikulum SD yang terdapat pada standar isi (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006) dihubungkan dengan visi, misi dan tujuan Sekolah Dasar Swasta 01 Gula Putih Mataram. Berdasarkan hasil analisa dan kesesuaian dengan jam pembelajaran untuk kelas I, II, III serta tambahan 10 jam pembelajaran untuk kelas IV, V, VI dialokasikan pada mata pelajaran tertentu, sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
35
-
Muatan Kurikulum Muatan Kurikulum Sekolah Dasar Swasta X meliputi sejumlah mata
pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan. (a) Mata pelajaran Mata pejalaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat kelas tercantum pada struktur kurikulum. Kelas I, II, dan III masing-masing mencakup 10 mata pelajaran, kelas IV, V dan VI masing-masing mencakup 11 mata pelajaran. Satu jam pembelajaran (jp) berlangsung selama 35 menit. Pelaksanaan pembelajaran di SDS X adalah sistem paket yaitu semua peserta didik diwajibkan mengikuti semua mata pembelajaran. (b) Muatan Lokal Muatan lokal merupakan kegiatan kulikuler untuk mengembangkan kompentensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi pelajaran tersendiri. Dengan mengacu pada visi Sekolah Dasar Swasta X yang berbasis teknologi informatik, didukung hasil analisis potensi dan kebutuhan lingkungan, potensi sekolah yang meliputi sumber daya manusia (pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik) serta ketersedian sarana prasarana yang terdapat di sekolah, Sekolah Dasar Swasta X menentukan “Teknologi Informasi dan Komunikasi”, “Bahasa Lampung” sebagai muatan lokal yang diberikan secara berkelanjutan untuk membekali peserta didik dengan wawasan dan ketergantungan yang terhadap penguasan/kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan untuk menganalisa dan kemampuan untuk berfikir dan berkomunikasi secara lokal dan global. Muatan lokal ini disesuaikn dengan kebutuhan peserta didik dan tututan masyarakat lokal, nasional, maupun global. (c) Kegiatan Pengembangan Diri Pengambangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengeksprsikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Berdasarkan hasil analisis potensi, minat dan bakat peserta anak didik
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
36
serta keberadaan Pembina kegiatan, SDS X memfasilitasi berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Pengembangan diri di SDS X meliputi : a.
Kegiatan pelayanan konseling. Kegiatan ini berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, balajar dan membentuk karakter peserta didik. Pengembangan diri bagi peserta didik SDS X terutama ditujukan untuk pengembangan kreatifitas dan karakter.
b.
Kegiatan pengembangan pribadi dan kreatif. Kegiatan ini dilakukan oleh peserta didik melalui kegiatan ekstrakulikuler, yaitu : - Keagamaan (Da’I Kecil) - Olahraga (basket, bulu tangkis, tenis lapangan, sepak bola, catur, permainan tradisional) - Seni (menyulam, kerajianan tangan, memasak, instrument, tari tradisional, membatik, puisi dan pidato, poco-poco, melukis, mewarnai, drama musik) - Kewiraan (pramuka) - Kelompok ilmiah (klub matematika, membaca, menulis, berkebun, klub bahasa inggris, klub penemu)
Setiap peserta didik diberi kesempatan untuk memilih 1 kegiatan ekstrakulikuler yang ada di SDS X. Semua aktivitas peserta didik berkenaan dengan kegiatan ekstrakulikuler di bawah pembinaan dan pengawasan Pembina yang ditugasi oleh kepala sekolah. Setiap Pembina kegiatan ekstra kulikuler membuat program kegiatan pengembangan diri.
3.5 Student Conduct Management, Sistem Token Ekonomi dan Student Support Team Student Conduct Management (SCM) ini adalah sebuah kebijakan di sekolah mengenai pendidikan karakter yang dibuat oleh Sugar Group untuk mengatur perilaku anak di sekolah tanpa menggunakan hukuman. Setiap sekolah mulai dari TK, SD, SMP dan SMA menggunakan SCM. Untuk Sekolah Dasar Swasta X menjalankan kebijakan tersebut dengan menggunakan sistem token ekonomi. Sistem Token Ekonomi yaitu suatu sistem yang digunakan untuk mengevaluasi
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
37
bahwa siswa atau siswi mengaplikasikan materi yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Sistem ini juga dapat mengontrol perilaku negative juga perilaku positif siswa atau siswi baik di dalam atau di luar kelas. Dalam pelaksanaanya sistem ini dikoordinir oleh satu tim yaitu Student Support Team (SST). Tahap pertama SST membuat daftar perilaku negative dan perilaku positif yang sering dilakukan oleh siswa/siswi di sekolah. Setelah itu SST membedakan setiap perilaku negatif atau positif ke dalam bentuk level yaitu level 1, level 2 dan level 3 yang bernama GoodConduct Slip (GSL) dan Misconduct Slip (MSL). GSL adalah slip atau atau surat keterangan untuk perilaku positif. Sedangkan MSL adalah slip atau surat keterangan yang untuk perilaku negatif. GSL dan MSL masing-masing memiliki level 1, level 2 dan level 3. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan maka setiap siswa mendapatkan Kartu Kendali Siswa (Control Card dalam lampiran), Kartu ini berfungsi untuk mencatat jika ada siswa yang melakukan perilaku negatif atau positif di sekolah dan tentunya disesuaikan dengan levelnya, selain perilaku siswa atau siswi dicatat anak tersebut juga akan mendapatkan konsekuensi dari apa yang sudah mereka lakukan (perilaku negatif), yang berhak mengisi atau menulis di kartu kendali adalah semua elemen sekolah, kecuali siswa itu sendiri. Dalam 1 bulan SST akan mengkalkulasikan kartu kendali siswa dan bagi yang mendapatkan jumlah perilaku positif sebanyak yang sudah ditetapkan maka akan mendapatkan sertifikat (dalam lampiran) dan bagi yang mendapat jumlah perilaku negatif melebihi jumlah yang sudah ditetapkan maka akan mendapatkan kontrak (dalam lampiran). Untuk sertifikat dan kontrak juga dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu tingkat I, II dan III. Jika siswa atau siswi mendapatkan sertifikat lebih dari III maka anak akan mendapatkan tropi atau piala. Sedangkan untuk tingkatan perilaku negatif, setelah siswa/siswi mendapatkan kontrak tingkat III, maka siswa atau siswi akan dikembalikan kepada orang tua. Akan tetapi setiap kontrak I, II maupun III, SST mengadakan sosialisasi kepada guru, orang tua dan siswa/siswi. Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik memiliki karakter atau perilaku positif dalam memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
38
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Tabel 3.2 Peraturan GSL dan MSL 1st Misconduct Slip 1st Misconduct Slip 2nd Misconduct Slip 2nd Misconduct Slip 2nd Goodconduct Slip 4th Goodconduct Slip
Plus Plus Plus
1st Good Conduct Slip
No Slip (netral)
2nd Good Conduct Slip 1st Good Conduct Slip
1st Good Conduct Slip 1st Misconduct Slip
Plus
2nd Misconduct Slip
4th Misconduct Slip (1st Contract)
Plus
2nd Goodconduct Slip
4th Goodconduct Slip
Plus
1st Good Conduct Slip
5th Good Conduct Slip (1st Certificate)
1st Contract
Plus
2nd Good Conduct Slip
1st Certificate
Plus
2nd Misconduct Slip
Reduce the validity of contract for 2 level Reduce the validity of certificate for 2 level
(sumber : data sekolah)
-
Misconduct Slip (MSL) Misconduct Slip adalah slip atau kertas untuk perilaku negatif. MSL memiliki
levelnya dari 1, 2 dan 3. Level 1 adalah level yang terendah, kesalahan atau perilaku negatif masih hanya sekedar, terlambat sekolah, rambut diatas 4cm untuk laki-laki, kukunya kotor dan sebagainya. Level 2 itu untuk kesalahan yang sedikit tinggi, seperti tidak membawa buku paket, tidak mengerjakan PR, tidak membawa paket, memalsukan tanda tangan orang tua dan sebagainya. Sedangkan level 3 adalah kesalahan yang sudah berat, misalnya berbohong, berkelahi, mencuri, narkoba, dan sebagainya. Jika level dari seorang anak sudah mencapai lebih dari 5 poin misalnya mendapat 8 poin negatif yang anak tersebut dapatkan dalam satu bulan, maka ia akan mendapatkan kontrak 1. Orang tua dipanggil ke sekolah untuk melakukan kontrak yang dihadiri ketua koordinator
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
39
SST dan anak tersebut serta wali kelasnya atau konselor. Kontrak juga ada levelnya dari 1,2 dan 3. Kontrak 1 itu dari level 7-9, kontrak 2 dari level kesalahan anak atau poin negatif anak 9-14, kontrak 3 itu mulai dari level 14. Jika sudah mendapatkan kontrak 3 maka anak tersebut terancam untuk di keluarkan dari sekolah, jika anak itu dalam waktu yang sudah ditentukan tidak berubah. -
Goodconduct Slip (GSL) Goodcondact Slip memiliki level dari 1,2, dan 3. Dalam setiap level, sekolah
tersebut membuat kriteria-kriteria agar mengetahui tingkat positif anak dan tingkat negative yang dilakukan oleh anak. Dalam Goodcondact Slip level 1 diberikan pada anak yang sudah melakukan hal-hal positif seperti berinisiatif membantu orang lain, berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar, berpartisipasi secara aktif dalam memecahkan masalah, Menunjukkan peningkatan dalam belajar, mendapatkan nilai paling tinggi (latihan/tes/ulangan). Dalam Goodcondact Slip level 2 berisi hal-hal positif, seperti 2 kali berturutturut
mendapatkan
nilai
lebih
baik
(>20
poin)
dari
sebelumnya
(latihan/tes/ulangan), berpartisipasi aktif mengajarkan materi pelajaran kepada teman, berinisiatif menjaga barang milik sekolah/orang lain, berpartisipasi dalam sebua kompetisi, mengakui kesalahan/jujur, bekerjasama dengan baik, dan berinisiatif mengambil sampah dan membuangnya pada tempat sampah. Sedangkan dalam goodcondact level 3 berisi hal-hal positif, seperti berkontribusi dalam mempromosikan sekolah, mengikuti perlombaan/kompetisi di tingkat propinsi, Hasil karya (karya tulis/gambar) di publikasikan di media cetak, dan menunjukkan perubahan perilaku dan akademik yang sangat jelas.
3.6 Persiapan yang Dilakukan Dalam Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Swasta X Sebelum dijalankannya pendidikan karakter di Sekolah Dasar Swasta X ini, sekolah mempersiapkan sistem dan kegiatan untuk guru, orang tua dan murid mengenai pendidikan karakter, yaitu sebagai berikut : (a) Perencanaan. Agar pelaksanaan pendidikan karakter berjalan dengan baik dan mempunyai tujuan yang sama, maka dalam proses perencanaan dilakukan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
40
oleh Penanggung Jawab Perilaku Siswa (Student Conduct Management) mulai dari pembuatan Silabus, RPP dan sebagain. (b) Sosialisasi. Dalam mensosialisasikan tentang pendidikan karakter di sekolah kepada seluruh element sekolah, sekolah mengundang salah satu instruktur pengembang kurikulum tingkat nasional dan melaksanakan pelatihan selama 2 hari. (c) Pelaksanaan. Di Sekolah Dasar Swasta X mempunyai jadwal khusus untuk melaksanakan materi pendidikan karakter (penjelasan 8 pilar dan nilai-nilai) yang didapat dari wali kelas yaitu setiap hari Jum’at pukul 07.20 – 07.40 WIB dan setiap harinya pendidikan karakter tersebut diterapkan kepada anakanak. (d) Pembuatan poster/banner dan kartu kontrol. Membuat banner atau poster yang
berhubungan
dengan
pilar
pendidikan
karakter
sekolah
dan
memasangnya di koridor sekolah. Kemudian pembuatan kartu kontrol untuk memudahkan pencatatan perilaku positif/negatif anak-anak. (e) Membuat jadwal kelas konseling dan mengisi majalah dinding dengan informasi yang berhubungan dengan perilaku.
3.7 Pilar Karakter dan Nilai-Nilai di Sekolah Dasar Swasta X Dalam menjalankan pendidikan karakter di sekolah, Sekolah Dasar Swasta X memiliki 8 Pilar dan nilai-nilai yang diterapkan atau diajarkan kepada semua peserta didik. Pilar dan nilai ini diajarkan setiap hari Jumat selama 20 menit oleh setiap wali kelas di kelas masing-masing sebelum pelajaran dimulai. Pilar-pilar tersebut adalah sebagai berikut : 1) Memiliki kebersamaan dan tanggung jawab kepada masyarakat (Sense of belonging and responsibility to community), yaitu kepekaan seseorang sebagai bagian dari masyarakat dan berkomitmen untuk bertanggung jawab atas dampak dari pilihan-pilihan individu kepada anggota masyarakat lainnya. 2) Menjadi contoh warga negara (Model citizenship), yaitu penguatan untuk terlibat aktif dalam proses kehidupan demokratis, keberagaman nilai, menghormati keabsahan pihak yang berwenang dan mengedepankan keadilan sosial.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
41
3) Memiliki disiplin pribadi
(Self Discipline), yaitu komitmen untuk
memperoleh target dan menunjukkan kualitas positif pribadi serta pemenuhan perilaku yang diharapkan. 4) Menghargai dan menghormati orang lain (Appreciation and respect for others), yaitu kepekaan dan kepedulian terhadap keberadaan orang lain serta menghormati kehidupan dan kepemilikan mereka. 5) Menjadi pemecah masalah (To be solution oriented), yaitu penguatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, hubungan antar pribadi serta keterampilan dalam mengelola sistem nilai yang ada untuk memecahkan situasi yang menantang. 6) Berkomunikasi dengan baik (To communicate well), yaitu terampil mengekspresikan diri agar baik secara verbal maupun non verbal sehingga dapat dimengerti secra mudah dan jelas bagi orang lain. 7) Kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan kebudayaan disekitarnya (Environmental and cultural awareness and sensitivity), komitmen untuk mengembangkan kesadaran menghargai saling ketergantungan diantara unsur alam (lingkungan dan manusia) dan mendorong kestabilan warisan budaya dan keberagaman. 8) Menerapkan kepemimpinan pribadi (Self leadership implementation), yaitu proses mengetahui potensi diri lebih baik untuk menunjang kehidupan pribadi yang lebih baik pula.
Kemudian dalam setiap pilar tersebut, juga terdapat nilai-nilai yang diajarkan kepada semua peserta didik. Nilai-nilai tersebut yaitu :
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
42
Tabel 3.3 Nilai - Nilai dalam Pilar Values 1. Acceptance Penerimaan 2. Accountable Bertanggung jawab 3. Assertive Tegas 4. Caring Perhatian 5. Commitment Komitmen
6. Confident Percaya diri
7. Courage Berani
8. Courtesy and manner Sopan-santun
9. Critical thinking Berpikir kritis 10. Empathy Empati 11.Ethical decision making Keputusan berdasarkan etika 12. Fairness Keadilan 13. Generosity Murah hati
Definition the mental attitude that something is believable and should be accepted as true Perilaku mental yang penuh percaya dan menerima sesuatu dengan sebenarnya responsibility to someone or for some activity bertanggung jawab terhadap seseorang atau kegiatan. confident and direct in claiming one's rights or putting forward one's views Percaya diri dan menyatakan secara langsung hak seseorang atau memberikan sudut pandang pribadi Feeling and exhibiting concern and empathy for others Menunjukkan perhatian dengan empati kepada orang lain The state of being bound emotionally or intellectually to a course of action or to another person or persons Pernyataan keterikatan secara emosi dan intelektual untuk melakukan sebuah tindakan an acceptance of the myriad consequences of a particular situation, whether they are good or bad Penerimaan terhadap konsekuensi beragam dari situasi tertentu, baik atau buruk. is the ability to confront fear, pain, risk/danger, uncertainty, or intimidation kemampuan untuk menghadapi rasa takut, sakit/ ancaman/bahaya, ketidakpastian atau intimidasi politeness; the acceptable way of a person behaves toward other people in menunjukkan perilaku yang dapat di terima secara pantas kepada orang lain the process of using your mind to consider something carefully proses penggunaan pikiran dengan sebuah pertimbangan yang hati-hati understanding and entering into another's feelings memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain making a decision based on standards of right and wrong membuat keputusan berdasarkan standar baik dan benar conformity with rules or standards melakukan tindakan berdasarkan standar aturan yang berlaku untuk sutau hal Liberality in giving or willingness to give kebebasan dalam memberi tanpa disertai unsur lain
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
43
Values 14. Honesty Kejujuran 15. Independent Mandiri 16. Interdependence Saling tergatung 17. Orderliness Keteraturan
18. Peace and conflict Kedamaian dan perseteruan
19. Reliability Dapat diandalkan 20.Tolerance Toleransi
21. Obedience Ketaatan
22. Determination Ketetapan hati
23.Compassion Perasaan penuh kasih 24. Creativity Kreatif 25. Preservation Pemeliharaan lllingkungan
Definition Straight forwardness along with the absence of lying, cheating, or theft. sebuah nilai yang dilakukan secara benar tanpa menutupi fakta yang ada. freedom from control or influence of another or others kebebasan dari kontrol atau pengaruh orang lain dependence between two or more people, groups, or things ketergantungan antara dua orang atau lebih, kelompok atau hal lain Having a systematic arrangement memiliki pengaturan yang sistematis terhadap suatu hal peace-relationship that is operating harmoniously and without violent; A conflict is an opposition of people, forces, or other entities. kedamaian: hubungan secara harmonis tanpa kekerasan. Perseteruan: sebuah pertentangan antara individu Capable of being relied on mampu untuk diberikan tanggung jawab untuk melakkan sesuatu The capacity for or the practice of recognizing and respecting the beliefs or practices of others Suatu usaha untuk mengenali dan menghormati hal yang dipercayai atau dilakukan oleh orang lain the act of obeying; dutiful or submissive behavior with respect to another person tindakan atau perilaku yang dilakukan atas dasar penghormatan the quality of being determined to do or achieve something; firmness of purpose kualitas yang ditentukan untuk melakuakn atau menggapai sesuatu disertai dengan ketegasan the humane quality of understanding the suffering of others and wanting to do something about it Kualitas manusia untuk memahami penderitaan orang lain dan berupaya untuk melakukan sesuatu terhadap situasi tersebut Having the ability or power to create mempunyai kemampuan atau kekuatan untuk mencipta the activity of protecting the environment from pollution or destruction tindakan yang dilakukan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
44
Values 26.Self consciousness Kesadaran diri 27. Spiritual-minded Kerohanian 28. Being Logical person Berpikir dengan logika
29.Patriotism Cinta tanah air
30. Diplomatic Diplomasi
Definition an alert cognitive state in which you are aware of yourself and your situation pernyataan kewaspadaan pikiran terhadap situasi atau kondisi yang terjadi pada diri individu. Having the mind set on spiritual things, or filled with holy desires and affections. mempunyai pola pemikiran Ketuhanan capable of or reflecting the capability for correct and valid reasoning mampu merefleksikan suatu kondisi berdasarkan pertimbangan logika (fakta) devotion to one's own country and concern for its defense pengabdian seseorang terhadap Negeri dan bersedia membelanya consideration in dealing with others and avoiding giving offense tindakan dalam berinteraksi dengan orang lain yang ditandai oleh pertimbangan untuk tidak menyerang orang lain
(Sumber: Data Sekolah)
3.8 Tata Tertib Siswa di Sekolah Peraturan dan tata tertib yang tercantum ini merupakan terjemahan atas misi sekolah-semangat menghargai dan menghormati orang lain. Melalui peraturan dan tata tertib kedisiplinan umum ini, para siswa diharapkan untuk senantiasa menerapakan semangat penghargaan dan penghormatan terhadap diri sendiri, serta seluruh civitas akademik sekolah. -
Kewajiban siswa (a)
Menjaga nama baik sekolah. Dalam hal ini, perbuatan yang melanggar tata tertib sekolah merupakan tanggung jawab pribadi siswa, bukan pihak sekolah.
(b)
Ikut bertanggung jawab terhadap kenyamanan proses belajar di sekolah. Siswa harus berjalan dengan tertib di koridor sekolah.
(c)
Menjaga kebersihan dan kerapihan diri sendiri, seperti mengenakan baju dan menyisir rambut dengan rapi. Panjang rok harus dibawah lutut.
(d)
Mengenakan jilbab putih polos tanpa corak bagi siswi yang mengenakan jilbab.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
45
(e)
Ikut bertanggung jawab atas pemeliharaan properti sekolah. Segala bentuk kerusakan dan kehilangan atas barang yang dipinjamkan atau barang pribadi, merupakan tanggung jawab pribadi bukan sekolah.
(f)
Wajib memperhatikan keselamatan masing-masing sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, khususnya tentang bahaya kebakaran dan prosedur pemakaian laboraturium.
Larangan bagi siswa (a)
Menghina atau melecehkan secara verbal maupun non verbal merupakan pelanggaran serius atas peraturan sekolah. Mencuri atau ’meminjam’ tanpa ijin merupakan bentuk ketidakjujuran dan juga dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap peraturan sekolah.
(b) Malas, tidak taat terhadap peraturan dan tata tertib sekolah, dan tidak mampu menunjukan kemajuan selama proses belajar merupakan tiga hal yang mensahkan keputusan mengeluarkan seorang siswa. (c)
Mengotori area sekolah. Sampah dibuang di 2 tempat sampah berbeda, tempat sampah hijau untuk sampah oraganik, dan tempat sampah kuning untuk sampah non-organik.
(d) Memakai perhiasan berlebihan. (e)
Berlari, bermain atau bersantai-santai dan tidak berteriak di ruang kelas.
(f)
Membeli makanan dan minumam di luar lingkungan sekolah.
(g) Membawa dan mengaktifkan handphone selama jam belajar sekolah. (h) Membawa atau mendistribusikan barang-barang pornografi. Siswa yang melanggar peraturan ini akan dikeluarkan. (i)
Merokok di lingkungan sekolah.
(j)
Mengkonsumsi minumam beralkohol.
(k) Membawa, mengkonsumsi, ataupun mendistribusikan obat-obatan terlarang. (l)
Membawa senjata apai atau senjata tajam di sekitar lingkungan sekolah.
(m) Mengendarai sepeda motor ke sekolah.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
46
Terlambat, Tidak Hadir dan Meninggalkan Sekolah selama jam Pelajaran (a)
Bel tanda masuk sekolah pada pukul 07.20 WIB. Siswa harus sudah berada di sekolah 5 menit sebelum bel berbunyi. Keterlambatan yang disebabkan oleh : -
Bis sekolah telat menjemput
-
Kecelakaan selama perjalanan
-
Gangguan kesehatan
-
Kematian anggota keluarga
Hal-hal tersebut harus segera dilaporkan kepada guru piket dengan mengisi KARTU TERLAMBAT. a.
Alasan keterlambatan dapat diterima jika terdapat pemberitahuan sebelumnya kepada pihak administrasi sekolah
b.
Partisipasi dalam kompetensi akademik antar sekolah dialkukan dengan izin Kepala Sekolah.
c.
Jika karena alasan tertentu seorang siswa harus meninggalkan sekolah, siswa tersebut wajib mengisi “Lembar Izin Meninggalkan Sekolah selama Jam Pelajaran” yang disahkan oleh Wakil Kepala Sekolah. Lembar ini diberikan dengan alasan sakit atau permintaan keluarga (melalui surat atau telepon). Jika dengan alasan tertentu seorang siswa harus pulang, sekolah TIDAK bertenggung jawab untuk mengantar.
d.
Siswa yang meninggalkan sekolah tanpa mengisi “Lembar Izin Meninggalkan Sekolah selama Jam Pelajaran”, akan mendapatkan sanksi, dikeluarkan dari sekolah.
3.9 Fasilitas Sekolah Sekolah Dasar Swasta X ini memiliki fasilitas-fasilitas yang sangat memadai, sehingga kebutuhan anak di sekolah untuk belajar dapat terpenuhi dengan baik. Dalam hal ini, anak atau siswa-siswi dibuat merasa nyaman di sekolah agar anak dapat belajar dengan semangat. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki, yaitu :
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
47
Gedung sekolah
Ruang kelas
Meja dan kursi belajar
Papan tulis (black board dan white board)
Papan mading (majalah dinding)
Lapangan ditengah sekolah untuk upacara
Lapangan belakang sekolah
Lapangan depan sekolah
Ruang kantor guru, kepala sekolah dan administrasi
Perpustakaan
Buku-buku pelajaran, majalah, koran, novel, fiksi, komik, atlas, kamuskamus
Laboraturium Science
Laboraturium komputer
Ruang konseling
Kamar mandi (toilet)
Rak sepatu di setiap ruangan
Ruang ganti baju
Ruang seni (untuk latihan dance)
Ruang studio (untuk latihan band)
Ruang peralatan atau properti sekolah untuk olahraga (bola kaki, bola voli, dsb)
Tempat sampah di setiap kelas (hijau dan kuning)
Tempat parkir kendaraan warga sekolah
Internet (speedy)
Peralatan musik (marching band, angklung, recorder, pianika, dsb)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
BAB 4 TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Swasta X, pada siswa kelas 6 SD, diperoleh gambaran sebagai berikut. Untuk mendapatkan data yang akurat, dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi dan data sekunder. Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada beberapa informan yang memiliki kapasitas dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan peneliti dalam penelitian ini. Peneliti mewawancarai beberapa informan yaitu 3 orang ibu, 3 orang anak SD kelas 6, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, dan ketua koordinator Student Support Team.
4.1 Temuan Lapangan Dari hasil temuan lapangan, diperoleh gambaran sistem token ekonomi dan bentuk-bentuk dukungan sosial sekolah dan orang tua yang diberikan kepada anak dalam upaya membentuk karakter anak. Berikut ini adalah profil dari informan yang peneliti wawancari dan observasi guna mendapatkan informasi mengenai pendidikan karakter dan dukungan sosial yang diberikan kepada anak. Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Informan SR dan informan RIQ SR (34 tahun) adalah orang tua (ibu) dari RIQ (11 tahun). RIQ merupakan
anak pertama (kelas 6 SD) dan memiliki adik yang masih kecil (1,5 tahun). Pendidikan terakhir SR yaitu SMA dan bekerja menjadi ibu rumah tangga serta memiliki pekerjaan sampingan yaitu berdagang di rumahnya. Ia membuka kios di depan rumah dengan menjual voucher atau pulsa, aksesoris handphone dan makanan
ringan.
Usaha
kecil-kecilan
ini
dilakukan
untuk
menopang
perekonomian keluarga yang kurang. Adapun suami dari SR yang bekerja sebagai supir di SMA X, dengan pendidikan terakhir adalah SMA dan memiliki penghasilan yang kecil. RIQ sering mendapatkan Misconduct Slip (MSL) dari guru di sekolah karena sering melakukan perilaku tidak baik (negatif). Hasil poin negatifnya yang
48 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
49
dikalkulasikan setiap bulan juga menunjukan bahwa RIQ mendapatkan kontrak. Sehingga sekolah harus memanggil orang tua dari RIQ untuk membicarakan mengenai kontrak dan perilaku RIQ di sekolah.
Informan AP dan informan DIT AP (35 tahun) adalah ibu dari DIT (11 tahun). Pendidikan terakhir AP yaitu
SLTA dan bekerja sebagai ibu rumah tangga serta menjadi pembantu rumah tangga di salah satu rumah orang yang tinggal di Sugar Group. Suami dari AP memiliki pendidikan terakhir SMA dan bekerja sebagai satpam di Sugar Group. Dari hasil perkawinan mereka diperoleh 2 orang anak yaitu DIT (kelas 6 SD) dan adiknya yang masih Taman Kanak-kanak. DIT adalah anak yang cukup pendiam dan kurang terbuka dengan orang tuanya. DIT juga sering mendapatkan poin negatif lebih banyak dari pada poin positifnya. Sehingga orang tua dari DIT juga beberapa kali datang ke sekolah untuk memenuhi panggilan dari sekolah karena orang tua harus bertemu dengan Student Support Team (SST) untuk membahas mengenai kontrak dan perilaku DIT saat di sekolah.
Informan FW dan informan DIT FW (39 tahun) adalah ibu dari anak yang bernama VAN (11 tahun).
Pendidikan terakhir FW adalah SMA dan bekerja sebagai ibu rumah tangga serta menjadi pekerja harian di pertanian Sugar Group dengan gaji yang dibayar perminggu. Begitu juga dengan suaminya yang memiliki pendidikan terakhir SMA dan bekerja sebagai buruh harian di Sugar Group. Dari hasil perkawinan FW dan suaminya, mereka memiliki 3 orang anak. Anak yang pertama perempuan dan sekolah di kampung yang tinggal bersama neneknya. Kemudian yang kedua VAN dan anak ketiga masih bayi. Anak FW yang bayi, setiap harinya diasuh oleh tantenya (adik perempuan dari FW) yang tinggal bersama FW di rumah. VAN termasuk anak yang pendiam saat di rumah. Jika dikalkulasikan jumlah poin negatif dan poin positif setiap bulannya, menunjukan bahwa VAN termasuk anak yang poin negatifnya banyak dari pada poin positifnya. Sehingga orang
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
50
tuanya beberapa kali dipanggil ke sekolah untuk bertemu wali kelas serta SST yang membahas mengenai kontrak dan perilaku anak di sekolah.
Informan ES ES (31 tahun) adalah wakil kepala sekolah bidang kesiswaan di Sekolah Dasar
Swasta X. ES bekerja sebagai guru sejak tahun 2003 di Sekolah Sugar Group. Pendidikan terakhir ES adalah S1 Olahraga, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Sebagai wakil kepala sekolah, ES mengetahui tentang pendidikan karakter sekolah serta dukungan sosial yang diberikan dari sekolah kepada anak-anak dalam usaha membentuk karakter.
Informan KM KM (38 tahun) adalah ketua koordinator Student Support Team di Sekolah
Dasar Swasta X. KM juga bekerja sebagai guru serta wali kelas 6 SD. KM bekerja di SD ini sudah dari tahun 2008. Pendidikan terakhir KM yaitu S1 FKIP Universitas Lampung. KM mengetahui mengenai sistem pendidikan karakter di sekolah, mengenal baik dan dekat dengan anak-anak, khususnya kelas 6, mengenal orang tua dari murid-muridnya serta mengetahui tentang dukungan sosial yang diberikan oleh sekolah kepada murid-murid. KM juga menjalankan dengan baik sistem pendidikan karakter di sekolah. Sering bertemu dengan orang tua jika ada pertemuan dengan orang tua yang anaknya bermasalah di sekolah. Dibawah ini akan dikemukakan hasil temuan lapangan berupa profil informan, sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
51
Tabel 4.1 Profil Informan Usia
Pendidikan terakhir yang SMA
No
Nama
1.
SR
34 Tahun
2.
AP
35 Tahun
3.
FW
39 Tahun
Ibu dari anak bernama VAN
4.
RIQ
11 Tahun
Anak dari ibu SR
5.
DIT
11 Tahun
Anak dari ibu AP
6.
VAN
11 Tahun
Anak dari ibu FW
7.
ES
31 Tahun
Wakil kepala sekolah bidang Kesiswaan
8.
KM
38 Tahun
Ketua koordinator Student Support Team (SST), guru serta wali kelas dari kelas 6.
Ibu dari anak bernama RIQ Ibu dari anak bernama DIT
yang
yang
Pekerjaan
IRT dan pedagang SMA IRT dan pembantu rumah tangga SMA IRT dan buruh harian SD (belum Pelajar tamat) SD (belum Pelajar tamat) SD (belum Pelajar tamat) Sarjana Wakil kepala sekolah dan guru Sarjana SST dan guru
(Sumber : Olahan Pribadi)
4.1.1 Penerapan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Swasta X Di sekolah ini menerapkan pendidikan karakter kepada semua peserta didik dengan menggunakan suatu sistem yang dapat memperlancar penerapan pendidikan karakter. Untuk mendapatkan informasi dilakukan wawancara dengan informan ES (wakil kepala sekolah bagian kesiswaan) dan KM (ketua koordinator Student Support Team). Berikut ini adalah hasil dari wawancara dengan informan ES dan KM. Informan
ES
memberitahukan
definisi
dari
pendidikan
karakter
berdasarkan dari buku yang sudah ia baca. Seperti dalam kutipan berikut ini. “Pendidikan karakter itu adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Misalnya
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
52
menanamkan nilai kejujuran, kedisiplinan, saling menghargai, tolong menolong”. (ES, Maret 2012)
Sedangkan informan KM mendefinisikan pendidikan karakter berdasarkan pelatihan yang ia ikuti. Seperti dalam kutipan ini. “Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan
untuk menerapkan
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan diri sendiri, manusia lain dan Tuhan. Contohnya yang terkecil saja misalnya nilai kejujuran, mandiri, displin.” (KM, Maret 2012)
Sistem Token Ekonomi Di sekolah ini menggunakan sistem token ekonomi dalam menjalankan
pendidikan karakter untuk peserta didik mereka. Semua guru atau warga sekolah wajib menerapkannya ke peserta didik.
Seperti dalam wawancara dengan
informan ES (wakil kepala sekolah bagian kesiswaan) dan KM (ketua koordinator Student Support Team) mengenai sistem token ekomomi yang ada di sekolah ini. Dapat dilihat kutipan sebagai berikut. “Token ekonomi itu untuk mengevaluasi bahwa siswa atau siswi mengaplikasikan materi yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, maka kami membuat satu sistem yang disebut dengan Tocken Economy. Sistem ini juga dapat mengontrol perilaku negatif juga perilaku positif siswa atau siswi baik di dalam atau di luar kelas.” (ES, Maret 2012)
Adapun pelaksanaannya, berikut ini kutipan dari informan ES. “Dalam pelaksanaanya dikoordinir oleh satu tim yaitu Student Support Team. Tahap pertama SST itu membuat daftar perilaku negatif dan perilaku positif yang sering dilakukan oleh siswa atau siswi di sekolah, setelah itu SST membedakan setiap perilaku negatif atau positif itu ke dalam bentuk level yaitu level 1, level 2 dan level 3.” (ES, Maret 2012)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
53
Informan ES mengatakan lagi bahwa ada kartu kontrol yang digunakan dalam sistem token ekonomi. Berikut ini kutipan dari informan ES. “Untuk memudahkan dalam pelaksanaan maka setiap siswa mendapatkan kartu kontrol atau kartu kendali siswa (Control Card). Kartu ini berfungsi untuk mencatat jika ada siswa melakukan perilaku negatif atau positif di sekolah tentunya disesuaikan dengan levelnya, selain perilaku siswa atau siswi dicatat anak tersebut juga akan mendapatkan konsekuensi dari apa yang sudah mereka lakukan (perilaku negatif), yang berhak mengisi atau menulis di kartu kontrol adalah semua elemen sekolah, kecuali siswa itu sendiri. Dalam 1 bulan SST akan mengkalkulasikan kartu kontrol dan bagi yang mendapatkan jumlah perilaku siswa sebanyak yang sudah ditetapkan maka akan mendapatkan sertifikat, juga bagi yang mendapat jumlah perilaku siswa melebihi jumlah yang sudah ditetapkan maka akan mendapatkan kontrak.” (ES, Maret 2012)
Kemudian informan ES juga menjelaskan mengenai sertifikat dan kontrak. Berikut ini kutipan wawancaranya. “Untuk sertifikat dan kontrak juga dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu tingkat I, II dan III. Tingkatan setelah tingkat III siswa atau siswi akan dikembalikan kepada orang tua. Akan tetapi sebelum semua dilaksanakan SST mengadakan sosialisasi kepada guru, orang tua dan siswa atau siswi. Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.” (ES, Maret 2012)
Sedangkan KM mengatakan pada saat wawancara, seperti dalam kutipan ini. “Sistem Tocken Economy ini adalah suatu sistem yang digunakan untuk membentuk perilaku positif atau baik pada anak. Yaa pendidikan karakter ini. Pada waktu itu kami melihat perilaku anak dengan semacam kegiatan per kelompok. Jadi setiap kelas kami buat 4 kelompok. Setiap kelompok kami
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
54
beri batu 10. Jika masing-masing dari anak tersebut kompak dan berperilaku baik maka batu itu akan bertahan tetap 10 bahkan akan mendapatkan tambahan batu lagi jika dari kelompok tersebut melakukan kebaikan seperti yang sudah tertera dalam pilar-pilar beserta nilai-nilainya. Tetapi jika dalam kelompok tersebut masing-masing anak tidak kompak dan ada yang berperilaku negatif, maka batu tersebut akan dikurangi dari kelompoknya dan diberikan kepada kelompok yang sudah berperilaku baik. Semakin banyak perilaku negatif yang dilakukan maka batu dalam kelompoknya akan terus berkurang, dan jika banyak perilaku baik yang dilakukan maka batu yang ada dalam kelompoknya akan terus bertambah pula. Jadi terlihat mana anak-anak yang berusaha untuk melakukan kebaikan, mana anak yang cuek tidak peduli dengan hal tersebut. Semua akan terlihat jelas. Kami para guru memancingnya dengan kegiatan. Setiap minggu kami mengkalkulasikan batubatu mereka karena setiap harinya guru-guru akan melihat perilaku anak-anak tersebut. Kelompok yang dapat mengumpulkan banyak batu, maka kami akan memberikan hadiah kepada mereka, dengan apa yang mereka mau. Seperti nonton video peperangan atau film anak-anak, kemudian jalan-jalan ke SMA melihat perpustakaan yang ada di sana, renang, dan sebagainya. Kami memberikan hadiah-hadiah yang mereka mau tetapi tetep dengan kegiatan yang positif dan tetap kami bimbing serta kami awasi.” (KM, Maret 2012) Berdasarkan hasil temuan lapangan dari observasi di sekolah, peneliti beberapa kali mengobservasi para SST dalam mengkalkulasikan kartu kontrol semua anak di sekolah pada akhir bulan. Semua wali kelas mengumpulkan kartu kontrol anak-anak kepada SST. Kemudian SST melihat dan memasukan data (poin positif dan poin negatif) yang ada dalam kartu kontrol kedalam tabel (ms. excel) di komputer. Setelah itu diketahui anak-anak yang mendapatkan sertifikat dan yang mendapatkan kontrak. Jika mendapatkan kontrak, maka orang tua akan di panggil ke sekolah. Sedangkan anak yang mendapatkan sertifikat akan disiapkan sertifikatnya dan diberikan setelah senam bersama pada hari jumat.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
55
Persiapan-Persiapan yang dilakukan sebelum penerapan pendidikan karakter Persiapan ini tidak hanya dilakukan oleh guru-guru atau warga sekolah saja,
tetapi persiapan ini juga dilakukan oleh anak-anak (peserta didik) serta orang tua (wali murid). Informan ES dan KM mengatakan persiapan-persiapan tersebut dalam wawancara dengan peneliti. Persiapan pertama dilakukan oleh sekolah. Dapat dilihat dalam kutipan berikut ini : “Persiapannya? Emm...langkah–langkah yang kami lakukan yaitu… yang pertama pastinya perencanaan. Agar pelaksanaan pendidikan karakter berjalan dengan baik dan mempunyai tujuan yang sama, maka dalam proses perencanaan dilakukan oleh Penanggung Jawab Perilaku Siswa (Student Conduct Management) mulai dari pembuatan Silabus, RPP dan sebagainya. Lalu yang kedua sosialisasi. Dalam mensosialisasikan tentang pendidikan karakter di sekolah kepada seluruh element sekolah, kami mengundang salah satu instruktur pengembang kurikulum tingkat nasional dan melaksanakan pelatihan selama 2 hari. Terus yang ketiga yaitu pelaksanaan. Di sekolah SDS X ini mempunyai jadwal khusus untuk melaksanakan materi pendidikan karakter yang didapat dari penanggung jawab perilaku siswa yaitu setiap hari Jum’at pukul 07.20 – 07.40 WIB.” (ES, Maret 2012).
Ada pun persiapan lain yang dilakukan oleh sekolah, seperti yang dikatakan oleh informan ES. Dapat dilihat kutipan ini. “Membuat banner atau poster yang berhubungan dengan pilar pendidikan karakter sekolah kita dan memasangnya di koridor sekolah. Membuat jadwal kelas konseling dan mengisi majalah dinding dengan informasi yang berhubungan dengan perilaku.” (ES, Maret 2012).
Sedangkan informan KM mengatakan bahwa Student Support Team juga mempersiapkan untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah. Seperti dalam kutipan ini. “Persiapannya ya seperti pelatihan guru-guru, membaca silabus dari Student Conduct Management tentang pendidikan karakter yang ada pilar dan nilainilainya. Baca juga yang dari Dinas Pendidikan. apa lagi yaa..ya browsing website yang ada tentang pendidikan karakternya, baca buku-buku juga.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
56
Saling sharing info yang didapat mengenai pendidikan karakter, seperti itu..” (KM, Maret 2012)
a.
Persiapan Untuk Guru Setelah persiapan sekolah, dilakukan juga persiapan untuk guru. Seperti
dalam kutipan ini. “Sama saja seperti tadi yang saya jelaskan. Selain itu kami mengirim guru-guru untuk mengikuti beberapa pelatihan yang dilaksanakan intern atau diluar. 2 kali di Lampung dan 1 kali di Jakarta.” (ES, Maret 2012). Sedangkan informan KM mengatakan dalam wawancara mengenai persiapan guru di sekolah, seperti pada kutipan ini. “Ya ada pelatihan-pelatihan untuk gurugurunya termasuk student support team. Pelatihan di dalam atau di sekolah bersama Student Conduct Management itu sebulan sekali. Sedangkan yang diluar yaa mengikuti jika ada seminar atau pelatihan di provinsi. Pernah juga ada yang ikut seminar dan pelatihan di Jakarta. Kadang juga kami mendatangkan ahli pendidikan karakter dari luar kota, seperti Pak Cipto dari Jakarta.” (KM, Maret 2012).
b.
Persiapan Untuk Murid Persiapan yang untuk murid yang dilakukan oleh sekolah “Anak
mendapatkan informasi secara umum melalui penjelasan dari wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, secara khusus oleh setiap wali kelas dan SST mendisplay semua yang berhubungan dengan peraturan sekolah disetiap kelasnya.” (ES, Maret 2012). Informan KM juga mengatakan bahwa ada persiapan juga yang dilakukan untuk murid agar sistem yang ada di sekolah mengenai pendidikan karakter berjalan dengan lancar. Seperti dalam kutipan berikut ini. “Kalau untuk murid yaa kami mempersiapkannya dengan memberitahukan kepada semua murid tentang peraturan yang ada di sekolah dan menempelkan peraturan tersebut di setiap kelas, menempelkan poster pilar-pilar di dinding sekolah, agar anak-anak membaca dan dapat mengingatnya. Kami juga mengajarkan pilar-pilar tersebut dengan baik serta memberitahukan mana
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
57
yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan agar anak-anak mengerti.” (KM, Maret 2012).
c.
Persiapan untuk orang tua murid (wali murid) Persiapan dalam penerapan pendidikan karakter di Sekolah Dasar Swasta 01
Gula Putih Mataram juga harus diketahui oleh semua orang tua (wali murid). Karena diharapkan orang tua dapat mendukung dan menjalankan pendidikan karakter seperti di sekolah saat anak berada di rumah. Informan ES mengatakan bahwa semua orang tua mendukung dengan adanya pendidikan karakter dan sistem token ekonomi yang dilakukan oleh sekolah. Dapat dilihat kutipan ini. “Semua orang tua mendukung sekolah, orang tua selalu setuju dan mendukung apa yang dilakukan oleh sekolah, apalagi itu hal-hal yang positif dan kami tidak pernah melakukan hal-hal yang negatif atau yang dapat merugikan anak-anak dan orang tua mereka. karena sekolah terbuka dengan semua orang tua. Jadi jika ada kegiatan atau program baru, kami dari sekolah memberitahukan kepada orang tua”. (ES, Maret 2012). Kemudian ES juga mengatakan bahwa sekolah sudah melakukan sosialisasi mengenai pendidikan karakter dan sistem token ekonomi kepada orang tua. Seperti dalam kutipan ini. “Sekolah sudah mensosialisasikan mengenai pendidikan karakter dan sistem yang kami gunakan kepada orang tua melalui penjelasan secara langsung pada sesi khusus di sekolah yaitu rapat dan workshop”. (ES, Maret 2012). Informan KM juga mengatakan bahwa semua tanggapan orang tua baik mengenaik sistem pendidikan karakter yang dijalakan oleh sekolah. Seperti dalam kutipan ini. “Tanggapan orang tua baik, semua setuju dengan apa yang dijalankan oleh sekolah.” (KM, Maret 2012). Lalu KM juga mengatakan dalam wawancara dengan peneliti. Lihat dalam kutipan ini. “Kami dari pihak sekolah sudah memberikan sosialisai dengan orang tua mengenai pendidikan karakter beserta sistem yang ada, agar orang tua juga dapat membantu kami dalam membentuk karakter yang baik pada anak. Dalam sosialisasi kami mengadakan seperti workshop atau rapat untuk menjelaskan mengenai pendidikan karakter yang ada di sekolah kami.” (KM, Maret 2012.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
58
d.
Misconduct Slip (MSL) dan Goodconduct Slip (GSL) Informan ES dan KM menjelaskan mengenai pengertian dan cara kerja dari
MSL dan GSL di sekolah. ES dan KM terlebih dahulu menjelaskan mengenai MSL. Berikut ini adalah rincian dari hasil wawancara peneliti dengan informan ES dan KM. “Misconduct itu slip kertas kecil yang berisi perilaku negatif dan berlevel. levelnya dari 1, 2 dan 3. level 1 ada level yang terendah, jadi kesalahan atau perilaku negatif mereka masih hanya sekedar, terlambat sekolah, rambut diatas 4cm untuk laki-laki, kukunya kotor dan sebagainya. Level 2 itu untuk kesalahan yang sedikit tinggi, seperti tidak membawa buku paket, tidak mengerjakan PR, memalsukan tanda tangan orang tua dan sebagainya. Sedangkan level 3 adalah kesalahan yang sudah berat, misalnya berbohong, berkelahi, mencuri, narkoba, dan sebagainya. Jika level dari mereka sudah banyak misalnya poinnya jadi 8 poin yang mereka dapatkan dalam satu bulan, maka mereka akan mendapatkan kontrak 1. Orang tua dipanggil ke sekolah untuk melakukan kontrak yang dihadiri ketua koordinator SST dan anak tersebut terkadang juga wali kelasnya atau konselor. Kontrak juga ada levelnya dari 1,2 dan 3. Kontrak 1 itu dari level 7-9, kontrak 2 dari level kesalahan anak atau poin negatif anak 9-14, kontrak 3 itu mulai dari level 14. Jika sudah mendapatkan kontrak 3 maka anak tersebut terancam untuk di keluarkan dari sekolah, jika anak itu dalam waktu yang sudah ditentukan tidak berubah.” (ES, Maret 2012).
Informan ES juga menambahkan lagi penjelasan mengenai waktu atau masa berlakunya MSL berdasarkan level yang didapatkan oleh anak-anak. Sepeti dalam kutipan ini. “Ada batasnya, level 1 itu 1 mingggu, level 2 ya 2 minggu dan level 3 itu 3 minggu. Misalnya anak mendapatkan level negatif atau poin negatif 1, maka anak tersebut tidak boleh melakukan kesalahan lagi, karena jika dalam waktu tertentu anak mendapatkan misconduct lagi, maka levelnya akan bertambah. Begitu juga dengan sistem kontraknya. Jika sudah mendapatkan kontrak 1,
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
59
maka ada batasan waktu yang diberikan dari sekolah kepada anak tersebut agar tidak melakukan kesalahan lagi, tetapi jika anak tersebut melakukan kesalahan lagi dan bertampah level atau poin negatifnya maka kontraknya bisa bertambah lagi jadi kontrak 2 dan orang tua dipanggil lagi ke sekolah.” (ES, Maret 2012).
Adapun hasil temuan lapangan dari observasi di sekolah. Peneliti melihat beberapa kali guru memberikan Misconduct Slip (MSL) kepada anak-anak yang melakukan kesalahan (perilaku negatif) di sekolah. Seperti guru memberikan MSL level 1 kepada 5 orang anak laki-laki kelas 6, karena tidak mengikuti sholat Dzuhur berjamaah. Dari 5 anak tersebut, 2 diantaranya adalah informan RIQ dan VAN. 5 anak tersebut ditemui oleh guru dan peneliti sedang bermain di kantin. Alasan mereka tidak mengikuti sholat berjamaah karena tidak membawa sarung. Kemudian guru tersebut memberikan konsekuensi kepada 5 anak tersebut untuk membacakan cerita tentang Nabi sebelum sholat berjamaah dimulai. Dalam waktu 5 hari, 5 anak tersebut harus membacakan cerita sebelum sholat berjamaah satu per satu di depan semua teman-temannya dan guru-guru. Kemudian guru tersebut menuliskan kesalahan mereka di kartu kontrol dan memberikan MSL level 1 kepada mereka, serta menyuruh mereka untuk sholat di musolah yang ada di sekolah. Observasi lainnya yang ditemukan, yaitu ada juga guru yang memberikan MSL level 2 kepada beberapa anak kelas 6 karena tidak membawa buku paket saat pelajaran tersebut berlangsung. Ketika peneliti melakukan observasi di dalam kelas 6, peneliti melihat ada beberapa anak tidak membawa buku paket matematika, padahal buku paket tersebut akan digunakan ketika pelajaran berlangsung. Salah satunya adalah informan DIT yang mendapatkan MSL. Pada hari sebelumnya guru tersebut sudah mengingatkan kepada semua anak di kelas teuntuk membawa buku paketnya. Kemudian guru tersebut bertanya alasan kepada beberapa anak yang tidak membawa buku paketnya. Setelah itu guru tersebut memberikan MSL level 2 kepada mereka yang tidak membawa buku paketnya dan menyuruh mereka untuk bergabung duduk dengan temannya yang membawa buku paket.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
60
Kemudian informan KM menjelaskan mengenai GSL kepada peneliti saat wawancara berlangsung. Seperti dalam kutipan dibawah ini. “Goodconduct Slip itu diberikan kepada anak yang melakukan perilaku positif atau baik. Goodconduct
Slip
juga
disebut
dengan
GSL.
Disingkat
aja
biar
gampang.hehe..”(KM, Maret 2012).
Informan KM juga menambahkan penejelsannya mengenai GSL. Dapat dilihat dalam kutipan ini. “Iyaa…GSL ini juga ada levelnya dari 1,2,dan 3. Level yang pertama itu dikasih sama anak yang melakukan perilaku positif yang masih dibilang ringan atau kecil seperti dapet nilai paling bagus di kelasnya, membantu atau menolong orang lain dan sebagainya. Terus untuk level 2 ini buat perilaku positif yang sedang atau agak tinggi, seperti mengajarkan pelajaran kepada temannya, mengakui kesalahan yang sudah diperbuat, kerjasama dengan baik, dan sebagainya. Sedangkan level 3 ini untuk anak-anak yang sudah melakukan perilaku positif yang tinggi atau bisa dibilang susah dibanding yang level 2 ataupun 1, seperti mengikuti lomba dan menjadi wakil dari sekolah, melakukan perubahan perilaku dan akademik menjadi lebih baik dengan sangat jelas dan lain-lain. Kalo setiap hari dia dapet GSL terus dan dalam 1 bulan dia GSL-nya banyak, maka anak tersebut akan mendapatkan sertifikat. Tergantung berapa banyak GSL yang didapat. Ada yang dapet sertifikat 1 atau 2 atau 3. Biasanya yang udah dapet sertifikat 3 dan masih terus dapat GSL yaa bisa dapet tropi.hehe Sertifikat juga ada periode atau waktu batasannya. Kalo dalam batasan waktu yang ditentuin anak itu tidak mendapatkan GSL ya bisa hangus. tapi kalo dia terus mendapatkan GSL ya bisa dapet sertifikat 2, bahkan 3.” (KM, Maret 2012).
Berdasarkan hasil dari observasi di sekolah, penelti melihat informan KM memberikan GSL level 1 karena ada anak di kelasnya yang mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya. Kemudian peneliti juga pernah melihat ada guru yang memberikan GSL level 2 kepada murid yang aktif bertanya ketika di dalam kelas dan memperhatikan guru ketika menjelaskan di depan kelas. Ini adalah salah satu
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
61
penghargaan yang diberikan oleh seorang guru kepada muridnya yang mendapatkan prestasi dan aktif saat di kelas. Poin positif (GSL) ini kemudian ditulis oleh guru tersebut di kartu kontrol.
e. Cara Kerja Dalam Menangani Permasalahan Pada Siswa Informan ES menjelaskan kepada peneliti mengenai cara kerja wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dalam menangani permasalahan pada siswa di sekolah. Seperti dalam kutipan ini. “Dalam menyelesaikan permasalahan perilaku siswa atau siswi di sekolah kami mempunyai prosedur penanganannya, yaitu siapapun yang menemukan anak bermasalah pada saat itu maka orang (guru, wali kelas, staf, manajemen sekolah) tersebut yang berkewajiban untuk menyelesaikan sesuai dengan prosedur yang dimiliki oleh sekolah, jika orang tersebut tidak bisa mampu untuk menyelesaikannya maka bisa diserahkan kepada wali kelas, jika wali kelas tidak mampu juga maka serahkan kepada student support team atau SST (tim yang khusus menangani perilaku siswa di sekolah), dan jika SST juga tidak mampu untuk menyelasaikan maka diserahkan kepada wakil kepala bidang kesiswaan. Setelah itu Kesiswaan akan bekerja sama dengan SST untuk mendiskusikan dengan orang tua dan jika siswa tersebut membutuhkan tindakan lebih lanjut, maka kami akan bekerja sama dengan Student Conduct Managemen (Orang yang mempunyai kemampuan khusus di dalam penangan perilaku siswa), seperti konselor yang ada di sekolahan kami. Kami memiliki beberapa konselor di sekolah”. (ES, Maret 2012).
Informan KM menjelaskan juga mengenai Student Conduct Management (SCM) dalam wawancara. Seperti dalam kutipan ini. “Student Conduct Management itu orang-orang yang mampu menangani permasalahan pada siswa yang sulit ditangani. Jadi student conduct management ini benar-benar khusus bagian yang menangani permasalahan pada siswa seperti melakukan konseling setiap kelas. Karena orang-orang yang di dalamnya adalah ahli dalam menangani permasalahan pada siswa dan semua psikologi. gitu,,,” (KM, Maret 2012)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
62
Kemudian dari hasil wawancara, informan KM menjelaskan mengenai cara kerja SST (Student Support Team) dalam menangani permasalahan anak di sekolah. dapat dilihat dalam kutipan ini. “Semua ada prosedurnya..jadi gini, semua guru atau staf disini boleh kasih anak tersebut poin negatif jika benar-benar ditemui atau dilihat anak tersebut melakukan perilaku negatif. Kemudian anak tersebut diberikan Misconduct Slip atau MSL dengan level tertentu tergantung kesalahan apa yang telah dilakukan oleh anak. Kita..sekolah maksudnya, memiliki 1,2 dan 3 level untuk kesalahan anak. Untuk level 1 itu kesalahan yang bisa dibilang ringan, seperti rambut anak laki-laki melebihi 4cm kan peraturan disekolah kita tidak boleh melebihi 4cm, bermain-main di kelas saat sebagainya. Untuk level 2 itu kesalahan yang sedikit berat, seperti tidak membawa buku paket, membawa mainan saat pelajaran sedang berlangsung, dan sebagainya. Sedangkan level 3 itu untuk kesalahan yang berat, misalnya berbohong, bulliying atau mengejek, mencuri dan sebagainya. naah jika guru yang memberikan MSL tersebut merasa anak tersebut sudah melakukan hal yang buruk seperti mencuri, maka guru tersebut dapat melaporkannya ke wali kelas, kemudian wali kelas melaporkannya lagi ke Student Support Team. Jika masalahnya belum selesai karena perilaku mencuri iru sudah hal yang buruk, maka akan adanya pemanggilan orang tua. Lalu student support team melaporkannya ke wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. karena apapun permasalahan dari siswa harus sepegetahuan bidang kesiswaan. Lalu kami juga akan bekerja sama dengan bagian Student Conduct Management serta kepala sekolah untuk menyelesaikan permasalahan anak tersebut. Seperti itu alurnya,,hehe” (KM, Maret 2012)
Berdasarkan hasil observasi di sekolah, peneliti melihat wakil kepala sekolah (informan ES) menangani masalah yang ada di kelas, karena guru yang sedang mengajar di kelas sudah tidak sanggup untuk memberikan peringatan kepada beberapa anak yang melakukan perilaku negatif. Saat guru menjelaskan di kelas, 4 anak berbincang-bincang di dalam kelas, berlarian, tertawa-tawa dan ketika sudah
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
63
diberi peringatan untuk memperhatikan, anak-anak tersebut tetap saja bermainmain. Karena mengganggu teman lainnya yang sedang belajar serius, dan guru tersebut sudah memberikan berulang kali peringatan tetapi mereka tidak mendengarkan. Maka guru tersebut melaporkannya kepada wakil kepala sekolah (informan ES). Kemudian 4 anak tersebut disuruh ke kantor untuk menemui informan ES. Guru pun kembeli mengajar di kelas dan anak-anak tersebut berhadapan dengan informan ES. Wakil kepala sekolah pun memberikan peringatan serta pilihan kepada anak-anak tersebut. Pilihan yang pertama, mereka boleh keluar kelas, tetapi harus berbincang-bincang di lapangan tengah sekolah dan setelah puas bermain, mereka boleh kembali ke kelas dengan satu syarat tidak boleh bermain-main lagi di dalam kelas. Pilihan kedua, masuk kelas, minta maaf dengan ibu guru, lalu mengikuti pelajaran kembali dan tidak boleh bermain-main lagi. Jika mereka bermain-main lagi, maka mereka akan diberikan MSL level 2. Satu per satu anak tersebut disuruh memilih pilihan 1 atau 2. Semua anak memilih pilihan ke 2, yaitu masuk kelas, minta maaf dengan ibu guru, lalu mengikuti pelajaran kembali dan tidak boleh bermain-main lagi. Kemudian mereka berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Setelah itu informan ES mengantarkan mereka ke kelas dan melihat mereka meminta maaf kepada guru yang mengajar di kelas tersebut dan anak-anak tersebut duduk mengikuti pelajarannya kembali. 4.1.2 Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial Dari penelitian didapatkan hasil mengenai bentuk-bentuk dukungan sosial yang diberikan oleh sekolah dan orang tua untuk anak dalam membentuk karakter.
4.1.2.1. Dukungan Sosial Dari Sekolah Dalam wawancara ES dan KM juga mengatakan mengenai dukungan sosial yang diberikan oleh guru-guru (warga sekolah) kepada semua murid agar penerapan pendidikan karakter berjalan dengan baik dan lancar. Semua anak diberikan dukungan sosial dan lebih memberikan dukungan sosial lagi untuk anak-anak yang memiliki perilaku yang negatif. Seperti dalam kutipan dibawah ini.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
64
Dukungan Emosional Dukungan emosional meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan. Sehingga orang mendapatkan dukungan tersebut merasa disayangi dan dicintai. Berikut ini adalah kutipan wawancara dari informan ES dan KM. Informan ES mengatakan bahwa informan maupun sekolah sudah memberikan dukungan emosional kepada anak-anak saat berada di sekolah. Dapat dilihat kutipan dibawah ini. “Kalo dukungan emosionalnya ya kita semua pasti ngelakuin kayak gini karena sayang anak-anak murid kita. Kita kasih perhatian dan rasa peduli. Karena kesuksesan murid adalah kesuksesan guru juga,,jadi ya kita pake hati juga kalo ngajar. Makanya itu kita buat sistem token ekonomi dalam penerapan pendidikan karakter ini, biar para guru-guru semuanya belajar cara mendidikan anak dengan baik juga. Misalnya kalo anak salah itu jangan dimarah dan tidak boleh mengucapkan kata “jangan” pada anak. Terus kalo anak salah cukup diperingati dengan mempertanyakan apa yang harus anak itu lakukan untuk dapat bertanggungjawab dengan perbuatan yang sudah ia lakukan. Anak tersebut dibantu untuk berubah agar tidak mengulanginya kembali. Kemudian jika anak salah atau belum mengerti, itu malah jangan sampai dijauhi. Karena namanya juga anak-anak, mau dia dimarah gimana juga pasti tetep gak ngerti, makanya harus dengan kelembutan, skedekatan dan tegas untuk membuat anak mengerti apa yang kita jelaskan..” (ES, Maret 2012)
Lalu informan KM juga mengatakan bahwa informan memberikan dukungan emosional juga kepada anak-anak muridnya. Seperti dalam kutipan ini. “saya kasih dukungan emosional dong mbak, saya kan guru, wali kelas terus jadi ketua koordinator SST (Student Support Team) lagi, yang berhubungan sama anak-anak terus, jadi saya harus sayang sama mereka, peduli, perhatian dan harus mengerti mereka. Saya juga deketin diri sama mereka, biar mereka mau terbuka. Kalo misalnya mereka terbuka, kan saya bisa mudah untuk membentuk karakter mereka. Jadi kan kalo ada apa-apa mereka bisa langsung
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
65
cerita ke saya. Yang pasti saya berusaha banget buat gak bentak atau marahin mereka, karena nantinya malah mereka takut dan menjauh dari saya. Jadi kalo mereka salah ya saya nasehatin aja. Saya ingetin kalo perilaku negatif seperti itu tidak boleh dilakukan dan saya jelaskan konsekuensinya, saya ajak ngobrol. Saya memberikan dukungan emosional ini setiap hari, karena setiap anak sifat dan perilakunya kan berbeda-beda sehingga saya harus mengenal mereka dengan baik”. (KM, Maret 2012)
Hasil wawacara dengan 3 informan anak (RIQ, DIT, VAN)
mengenai
dukungan emosional yang diberikan oleh informan ES dan KM. Informan RIQ, DIT dan VAN mengatakan bahwa informan ES dan KM memberikan dukungan emosiona. Mereka merasa dekat dengan informan ES dan KM serta mudah terbuka ketika mereka bercerita. Seperti dalam kutipan ini. “iyaa,,,pak ES sama KM mah baik mbak..suka ngajak ngobrol. Ngomongnya juga gak galak. Suka ngingetin kalo suruh bawa apa besok. Baik laaah.hehe” (RIQ, Maret 2012) “Pak ES dan KM itu gak jahat kok mbak, suka ketawa-tawa sama aku. Ngajak ngobrol kalo pas ketemu, terus aku juga suka cerita sama pak ES kadang ya sama pak KM juga. Sering tanya ada tugas gak, ada pr gak, gituu..” (DIT, Maret 2012) “Baik..sabar..semuanya enak mbak. Lucu lagi suka bercandaan.hehe jarang aah marah sama aku. Malah kayaknya gak pernah marah-marah.” (VAN, Maret 2012)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat informan ES dan KM sangat dekat dengan semua anak-anak di sekolah. Ketika istirahat, informan ES dan KM berkeliling sekolah untuk melihat keadaan anak-anak yang sedang beristirahat di koridor sekolah. Anak-anak makan bekal mereka dan tidak boleh masuk ke dalam kelas ketika sedang istirahat. Anak-anak pun terlihat terbuka dengan informan ES dan KM. Ketika berada di kelas 6, banyak anak yang menceritakan hasil test atau berbagi cerita tentang pelajaran dengan informan KM. Saat ada anak yang mendapatkan masalah atau melakukan kesalahan, informan ES, KM maupun
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
66
guru-guru lainnya menangani dengan baik, sabar, tidak memarahinya, dan tetap tegas. Sehingga anak-anak menjadi mengerti kesalahan yang mereka lakukan, tidak
merasa
ketakutan
dan
ketika
mereka
mendapatkan
MSL
serta
konsekuensinya, anak-anak dapat menerimanya dan menjelankan konsekuensi tersebut dengan baik. Peneliti melihat informan ES dan KM serta guru-guru lainnya sudah memberikan dukungan emosional kepada anak-anak. Peneliti melihat ketika mereka mengajar, sikap sabar, sikap peduli, kasih sayang kepada anak-anak mereka curahkan dan tidak terlihat ada paksaan atau hanya kewajiban saja. Sehingga anak-anak dapat terbuka dan dekat dengan semua guru. Peneliti melihat informan ES dan KM dalam memberikan peringatan kepada anak-anak, menjelaskan kesalahan yang sudah dilakukan anak dan mengingatkan anak-anak dalam segala hal, misalnya menyuruh sholat berjamaah, mengingatkan tidak boleh istirahat di dalam kelas, mengingatkan potong rambut, dan sebagainya.
Dukungan Penghargaan Dukungan pernghargaan ini mencakup dalam ungkapan rasa hormat, pujian
dan ucapan-ucapan postif untuk orang yang bersangkutan. Dalam wawancara terdapat kutipan informan ES dan KM mengenai dukungan penghargaan yang diberikan kepada anak-anak di sekolah. Kutipannya sebagai berikut. “Kami memberikan dukungan penghargaan kepada anak ya dengan pujian, ucapan terimakasih. Kami juga memberikan hadiah kepada anak yang berprestasi dan perilakunya baik. Kami memberikan penghargaan seperti itu agar mereka semakin semangat, agar mereka merasa dihargai dan diperhatikan. Terus jika anak melakukan hal baik, maka diberi penghargaan mulai dari ucapan terimakasih, pujian, penghargaan dari GSL (Good Conduct Slip), itu pasti anak sangat bangga dan senang sekali.” (ES, Maret 2012)
Begitu juga dengan informan KM, yang mengatakan sudah memberikan dukungan penghargaan kepada anak-anak muridnya. Dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
67
“kalo dukungan penghargaan, saya suka ngucapin makasih sama muji gitu mbak. Jadi kalo anak-anak perilakunya baik yaa saya puji. Karena mereka akan merasa dihargai. Terus saya juga gak pelit buat ngasih GSL (Goodconduct Slip) kalo tau ada anak yang berperilaku positif di sekolah. “ (KM, Maret 2012)
Dari hasil wawancara dengan informan RIQ, DIT dan VAN, mereka mengatakan bahwa informan ES dan KM memberikan dukungan penghargaan kepada mereka. Karena informan ES dan KM sering memberikan GSL maupun sesuatu lainnya seperti hadiah kecil (makanan, pensil, dan sebagainya) ketika mereka melakukan perilaku positif atau berkarakter di sekolah. Dapat dilihat kutipan berikut ini. “Pak ES sama pak KM sering ngasih GSL mbak, tapi jarang sih kalo aku,,Cuma aku liat temen-temen aku sering dikasih. Apa lagi kalo anaknya baik, terus pinter gitu. Aku pernah sih mbak 3 kalian lah mbak..hehe tapi level 1 aku dapetnya..” (RIQ, Maret 2012) “iyaa mbak,,pak ES, pak Km itu baik. Suka
ngasih GSL. Yaa karena
ngelakuin yang baik-baik. Kayak nolong temen, tanya-tanya pas di kelas, ya gitu laah..hehe” (DIT, Maret 2012) “suka ngasih mbak. GSL sama hadiah lain kadang-kadang. Kalo dapet nilai bagus, terus apa yaa..hehe itu kalo brani maju ke depan buat jawab pertanyaan bu guru.” (VAN, Maret 2012)
Berdasarkan observasi di sekolah, peneliti melihat sekolah memberikan penghargaan kepada anak-anak yang melakukan perilaku positif dan anak yang berprestasi. Seperti memberikan GSL, sertifikat, hadiah dan tropi. Selain itu juga, peneliti melihat informan ES, KM serta guru-guru lain yang suka memuji anak muridnya ketika mereka melakukan kebaikan. Mereka pun memberikan semangat ketika anak-anak melakukan hal-hal baik, dan terlihat pula anak-anak lebih bersemangat lagi. Peneliti melihatnya ketika ada anak-anak yang membantu pekerja di perpustakaan untuk menata buku dalam rak, dan informan ES memuji
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
68
anak-anak tersebut sambil memberikan GSL level 1. Peneliti melihat anak-anak tersebut semakin bersemangat untuk merapikan buku tersebut. hal seperti itu juga dapat menjadikan contoh bagi teman-teman lainnya, karena penelti melihat ada beberapa anak yang tadinya tidak membantu, jadi ikut membantu merapikan buku di rak.
Dukungan Instrumental Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung kepada orang tersebut,
seperti orang yang memberikan pinjaman uang kepada orang lain. Dalam wawancara informan ES dan KM mengatakan sudah memberikan dukungan instrumental kepada anak-anak. Seperti dalam kutipan berikut ini. “Dukungan instrumental yang kita kasih ya kita berusaha memenuhi kebutuhan belajar anak untuk di sekolah supaya anak berkembang dengan baik dari bakat dan usahanya. Misalnya anak itu suka alat musik, kita dalam arti sekolah akan berusaha memberikan fasilitas alat musik yang dapat digunakan oleh anak-anak yang suka main musik. Kemudian kami juga memberikan anak tersebut fasilitas-fasilitas untuk anka-anka agar karakternya terbentuk dengan baik. Seperti kami menyediakan tempat sampah organik dan non-oraganik. Misalnya ada yang perilakunya baik terus dan mendapatlan GSL banyak maka anak itu akan kami beri penghargaan sertifikat dan tropi. Kemudian kami menyediakan kartu kontrol untuk melihat perkembangan perilaku anak. Banyak fasilitas yang kami sediakan untuk anak di sekolah agar anak dapat belajar dengan baik dari akademiknya dan perilakunya.” (ES, Maret 2012)
Dukungan instrumental yang diberikan oleh informan KM kepada anak-anak seperti dalam kutipan dibawah ini. “Saya sama tim SST, buat kartu kontrol buat nyatet perilaku positif dan negatif. Setiap anak kan punya. Naah itu kita buat kartunya, terus tempat kartunya juga kita buat, ditempel di dinding kelas mereka masing-masing. Jadi kan gampang kalo ada guru yang liat perilaku mereka, tinggal ke kelasnya terus di catet, di tanda tanganin. Dari kartu itu juga kita bisa liat
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
69
gimana perkembangan perilaku mereka. Kan dikalkulasiin setiap bulannya. Banyak sih peralatan yang membantu mereka biar karakternya mudah dibentuk, seperti disediain tempat sampah, biar mereka belajar buang sampah pada tempatnya, cinta dan menjaga lingkungan. Terus fasilitas-fasilitas lainnya juga banyak.” (KM, Maret 2012)
Dari hasil wawancara dengan 3 informan anak (RIQ, DIT, VAN), mereka mengatakan bahwa informan ES dan KM memberikan dukungan instrumental kepada anak-anak. Seperti dalam kutipan-kutipan ini. “yaa ngasih kalo ada ada yang kita perluin mbak. kalo di sekolah kan semua ada mbak. kalo mau main musik ada, main bola ada.hehe” (RIQ, Maret 2012) “ada tempat sampah banyak mbak.hehe iyaa disiapin. Biar disiplin buang sampah di tempat sampah. Kalo gak buang sampah di tempatnya, terus ketauan yaa dapet MSL.hehe”. (DIT, Maret 2012) “iya mbak ada namanya control card. Itu buat nulis poin positif sama negatif. Kartunya di tarok di wadah gitu mbak, di tempel di tembok. Yang nyiapin ya pak ES, pak KM sama guru-guru lainnya.” (VAN, Maret 2012)
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di sekolah. Penelti melihat sekolah dan warga sekolah (semua guru) sudah memberikan dukungan instrumental. Ketika ada anak yang bajunya basah karena kehujanan saat berangkat sekolah, informan KM meminjami baju (seragam sekolah) milik sekolah kepada anak tersebut dan keesokan harinya baju tersebut harus dikembalikan lagi ke sekolah. Hal ini membuat anak menjadi lebih percaya diri untuk mengikuti kegiatan di sekolah karena bajunya tidak basah dan merasa nyaman. Peneliti juga melihat guru-guru menyediakan keperluan anak-anak untuk membentuk karakternya, seperti tempat sampah, kartu kontrol beserta tempatnya di dalam kelas, dan fasilitas lainnya yang diperlukan oleh anak-anak.
Dukungan Informatif Dukungan informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-saran atau umpan balik. Berdasarkan dari hasil wawancara dengan informan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
70
ES dan KM. Diketahui bahwa mereka sudah memberikan dukungan informatif kepada anak-anak. Seperti dalam kutipan dibawah ini. “Dukungan informatif ini selalu kami berikan kepada anak-anak, agar mereka mengerti apa yang harus mereka lakukan untuk menjadi anak yang berkarakter, berprestasi, menjadi contoh yang lainnya dan sebagainya. Kami selalu memberikan yang terbaik untuk anka-anak, apalagi untuk anak yang terlihat masih kurang dalam hal akadamik maupun perilaku. Misalnya anak yang perilakunya kurang baik, seperti tidak disiplin, ngobrol terus dengan teman di kelas, dan sebagainya, itu kami perhatikan, kami berikan bimbingan yang ekstra agar anak-anak yang seperti itu dapat terbentuk karakternya dengan baik dan dapat berprestasi. Kami juga memberikan informasi, saransaran kepada orang tua murid (wali murid) jika anaknya memiliki masalah perilaku atau akademik di sekolah. Karena kami selalu memanggil orang tua untuk datang ke sekolah setiap anak yang memiliki masalah perilaku dan prestasi setiap bulannya. Kami juga memberitahukan kepada orang tua tentang pendidikan karakter dan sistem yang kami gunakan di sekolah. Hal ini dilakukan agar orang tua mengetahui perilaku anaknya dan perkembangan akademiknya di sekolah dan diharapkan orang tua dapat mendukung anaknya untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tetapi jika anak tidak bermasalah di sekolah, kami tidak akan memanggil orang tuanya.” (ES, Maret 2012)
Kemudian kutipan dari informan KM, sebagai berikut. “Dukungan informatif ini saya beri ke anak-anak dengan kasih nasehat, saya ajak ngobrol, saya deketin, kalo mereka terlihat ada masalah, terus saya ingetin terus untuk berbuat baik atau berperilaku baik, buat belajar terus biar pinter. Saya juga jelasin tentang pendidikan karakter sama mereka. Kan ada sesi khususnya, setiap hari jumat pagi, sekitar 10-20 menit. Kalo mereka melakukan kesalahan saya kasih pilihan untuk mereka mikir perbuatan mereka itu baik atua tidak dan biar mereka mikir juga konsekuensinya. Karena perbuatan buruk atau negatif itu harus ada koneskuensinya jika dilakukan biar anak gak ngelakuin perilaku negatif itu lagi.” (KM, Maret 2012)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
71
Dari hasil wawancara dengan RIQ, DIT dan VAN, mereka mengatakan bahwa informan ES dan KM memberikan dukungan informatif. Karena mereka merasa dekat dengan informan ES dan KM, memberikan pengetahuan atau informasi mengenai pendidikan karakter maupun pengetahuan lainnya. Dapat dilihat dalam kutipan berikut ini. “iyaa suka ngobrol, cerita-cerita gitu pas istirahat. Kalo ada pengumuman juga dikasih tau. Terus bilangin gak boleh nakal, gak boleh terlambat sekolah, banyak yang dikasih tau mbak.hehe” (RIQ, Maret 2012) “suka nasehatin. Kalo setiap ada pengumuman langsung dikasih tau. Jadi semua anak tau. Tapi kalo kitanya lupa gitu ya udah dapet MSL. Yaa kalo disuruh bawa apa gitu, terus besoknya lupa bawa. Ya itu dapet MSL. hehe” (DIT, Maret 2012) “deket mbak..suka cerita-cerita. Yaa gitu,,ngasih tau kalo ada pengumuman. sabar kalo ngajarin.” (VAN, Maret 2012)
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di sekolah, penelti melihat adanya dukungan informatif yang diberikan oleh informan ES dan KM serta guruguru lainnya. Mereka sering sekali memberikan peringatan dan nasehat kepada anak-anak agar tidak melakukan perilaku negatif, kemudian mereka juga memberikan informasi kepada anak-anak mengenai pendidikan karakter. Seperti pada setiap hari jumat ada jam khusus untuk mengajarkan anak-anak mengenai pilar dan nilai yang ada dalam sekolah tersebut. Peneliti melihat informan KM memberikan pelajaran mengenai pilar dan nilai tersebut kepada anak-anak. Tidak lupa informan KM memberikan contoh dan nasehat kepada anak-anak agar tidak melakukan perilaku negatif dan dapat menjadi anak yang berkarakter. Peneliti juga melihat informan ES memberikan dukungan informatif kepada anak-anak maupun orang tua. Ketika ada orang tua datang ke sekolah ada keperluan seperti saat ada orang tua yang datang memenuhi undangan dari sekolah untuk melakukan kontrak karena hasil poin negatif anak lebih banyak dari poin positifnya, informan ES memberikan dukungan informatif seperti informasi-
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
72
informasi mengenai anak di sekolah, mengenai pendidikan karakter dan memberikan saran-saran kepada orang tua dalam membentuk karakter anak.
Tabel 4.1 Dukungan Sosial Guru Di Sekolah Bentuk-bentuk Dukungan Sosial 1. Dukungan Emosional
Informan ES
2. Dukungan Penghargaan
3. Dukungan Instrumental
kasih sayang perhatian rasa peduli empati kepada anakanak. mengajar menggunakan perasaan tidak membentak, tidak memarahi murid jika mereka salah,tidak pernah mengatakan kata “jangan” kepada anak, mengajar dengan penuh kelembutan dan kesabaran selalu mendekatkan diri dengan anak-anak agar mereka terbuka. Pujian ucapan terimakasih. Memberikan hadiah Memberikan Goodconduct Slip (GSL) pembagian tropi, piagam sertifikat untuk anak yang berperilaku baik (berkarakter) dan perprestasi. fasilitas-fasilitas yang memudahkan anak untuk berkembang sesuai minat dan bakatnya tanpa adanya paksaan dari siapa pun. memasang poster-poster 8 pilar dan nilai-nilainya di sepanjang dinding kelas
Informan KM rasa sayang perhatian kepada anak murid Ramah kepada anakanak Tidak membentak tidak memarahi anak murid jika ada anak yang salah, menjelaskan secara lembut agar anak tidak takut Mendekatkan diri dengan anak-anak, agar terbuka
Memuji mengatakan terimakasih memberikan GSL pada anak memberikan hadiah tropi atau piagam sertifikat untuk anak yang memiliki banyak poin positifnya menyediakan peralatan dalam membentuk karakter mereka, membuat kartu kontrol dan tempat dari kartu konrol yang ditempel pada setiap kelas.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
73
4. Dukungan Informatif
menyediakan tempat sampah banyak (organik dan non-organik) dan sebagainya. Nasehat informasi, pengetahuan kepada anak murid ketika anak tersebut melakukan kesalahan selalu mengingatkan untuk berperilaku positif. pengetahuan mengenai pendidikan karakter dan saran-saran kepada orang tua
memberikan penjelasan kepada anak-anak mengenai pendidikan karakter memberikan nasehat ketika anak melakukan kesalahan memberikan pilihanpilihan atau saran kepada anak agar tidak melakukan perilaku negatif di sekolah.
(Sumber : Olahan Pribadi)
4.1.2.2. Dukungan Sosial Orang Tua Dalam membentuk karakter atau perilaku positif anak diperlukan adanya dukungan sosial dari orang tua di rumah. Karena dukungan sosial termasuk dalam faktor eksternal yang menimbulkan dampak positif bagi anak dalam membentuk karakter. Bentuk-bentuk dukungan sosial adalah dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan penghargaan dan dukungan informatif.
a.
Dukungan Emosional Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan. Berikut ini adalah kutipan wawancara dari SR, ibu dari anak yang bernama RIQ mengenai dukungan sosial emosional yang diberikan oleh RIQ dari informan SR : “Kalo sayang ya pasti saya sayang mbak,,mau dia seperti apa ya saya sayang, kalo masalah perhatian sama peduli memang gak sepenuhnya, agak kurang. Karna bapaknya sibuk kerja, saya juga sibuk gini. Apa-apa perlu disambi gitu biar semuanya selesai.” (SR, Maret 2012)
Selain itu SR mengatakan bahwa ia tidak dapat meningkatkan perhatian kepada anaknya jika RIQ sedang mendapatkan masalah di sekolah mengenai
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
74
perilaku negatifnya. Seperti dalam kutipan ini, ”Sebenarnya yaa saya kasih perhatian, kadang saya ingetin gitu mbak,,tapi karena saya repot di rumah jadi ya gak bisa ningkatin perhatian kayak ibu-ibu lain yang kerjanya cuma ibu rumah tangga, ngurusin rumah, gak jualan kayak saya mbak.” (SR, Maret 2012)
Berdasarkan hasil wawancara dengan RIQ. Mereka mengatakan bahwa ibu SR kurang dalam memberikan dukungan emosional dan RIQ menjadi tidak terbuka dengan ibunya. Seperti dalam kutipan berikut ini. “ya sayang mbak,,Cuma jarang ngobrol sama ibu. Sibuk terus di warungnya. Ngurusin adek juga. Ya paling ngomong kalo ada yang penting aja.hehe” (RIQ, Maret 2012)
Berdasarkan hasil dari observasi ketika berada di rumah informan SR, peneliti melihat informan SR kurang dalam memberikan perhatian, peduli kepada RIQ. Disaat anak berada di rumah, informan SR tidak menyuruhnya makan, mengizinkan RIQ untuk bermain terus dengan teman-temannya, dan jarang sekali menyuruh RIQ untuk belajar saat malam hari. Informan SR sibuk dengan kiosnya dan mengurus adiknya RIQ yang masih kecil. Informan SR juga tidak pernah menyuruh RIQ untuk mandi ketika RIQ ada di rumah. RIQ mengambil makan sendiri, mandi dan belajar pun sendiri di kamar. Terlihat juga informan SR dan RIQ jarang sekali berinteraksi dan komunikasi. Saat di rumah RIQ terlihat tertutup dan sangat pendiam. Informan SR dan RIQ berkomunikasi ketika ada hal yang penting seperti meminta uang, bertanya sesuatu yang penting, dan meminta izin untuk untuk keluar rumah.
Sedangkan informan AP, ibu dari DIT, dalam wawancara memberikan dukungan emosional kepada anaknya (DIT) seperti dalam kutipan ini, “Sebagai ibu ya saya perhatian, peduli juga mbak. Cuma saya kan kerja, jadi perhatian saya mungkin kurang mbak. Memang sih kerasa, tapi mau gimana lagi mbak. Saya brangkat pagi pulang sore. Jadi ketemu cuma pagi sebelum DIT brangkat sama malem. Malem aja saya sibuk di rumah. yang nyetrika, nyuci, masak, beres-beres rumah.” (AP, Maret 2012)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
75
Jika DIT mendapatkan masalah di sekolah mengenai perilaku negatifnya, AP tidak meningkatkan dukungan emosionalnya kepada DIT, seperti dalam kutipan wawancara sebagai berikut.“Biasa aja mbak,,mau ditingkatin gimana lagi.haha kalo kata saya sih saya udah cukup ngasih perhatian ke DIT. Ya walaupun gak setiap hari harus bilangin.” (AP, Maret 2012)
Hasil wawancara dengan DIT, mengatakan bahwa ibu AP kurang dalam memberikan dukungan emosional. Karena kurang perhatian. Seperti dalam kutipan sebagai berikut. “kerja mbak,,jadi pembantu di rumah orang. Iyaa brangkat pagi pulangnya sore. Jarang ngobrol. Gak pernah di suruh apa-apa juga mbak.hehe mamak juga jarang bilangin aku. Kecuali aku brantem sama temen, baru kena marah.hehe”. (DIT, Maret 2012)
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di rumah informan AP, peneliti melihat informan AP kurang dalam memberikan dukungan emosional. Karena terlihat informan jarang sekali berbicara kepada DIT. Terlihat juga perilaku atau sikap informan AP yang kurang perhatian dengan DIT. Informan AP sibuk dengan pekerjaanya dan hanya bertemua dengan DIT pada saat pagi dan malam hari. Ketika di rumah, DIT mengambil makan sendiri tanpa di suruh, makan sendiri tanpa ditemani oleh AP, belajar sendiri bahkan jarang sekali belajar malam saat di rumah. Saat siang hari DIT di rumah sendiri karena informan AP dan suaminya bekerja. Diwaktu bertemu dengan DIT, informan AP juga tidak bertanya-tanya atau mengajak DIT berbincang-bincang. Kemudian untuk informan FW dalam memberikan dukungan emosional kepada anaknya yang bernama VAN, tertera dalam kutipan sebagai berikut. “Saya sayang sama anak. Saya juga udah ngerasa perhatian sama peduli. Saya juga udah ngerasa jadi ibu yang baik buat anak saya. Tapi saya kerja mbak, jadi jarang ketemu anak kalo gak pagi sama malem. Tapi untung aja ada buleknya (tante) itu jadi bisa perhatiin kalo pas siang.” (FW, Maret 2012)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
76
Jika VAN memiliki masalah di sekolah, dan FW mengetahuinya, FW berusaha untuk meningkatkan dukungan emosionalnya juga, meskipun terkadang ia memita tolong kepada adiknya (tantenya VAN) untuk memperhatikan VAN ketika FW sedang tidak ada di rumah. Seperti dalam kutipan wawancara ini. “Saya bilangin terus mbak waktu abis dipanggil dari sekolah gitu. Saya minta tolong sama adek saya itu buat merhatiin VAN kalo pas saya gak ada di rumah. Terus
saya omongin jangan nakal kalo di sekolah. Nanti bapak
dipanggil lagi ke sekolah kalo kamu nakal. Kalo pas malem saya di rumah ya kadang saya tanya seharian tadi ngapain aja, gimana sekolahnya. Tapi kalo udah lama-lama ya biasa lagi mbak, yaa gak terlalu diperhatiin banget gitu..ini cuma kalo pas VAN lagi ada masalah aja. ” (FW, Maret 2012)
Dari hasil wawacara dengan VAN, ia mengatakan bahwa ibunya kurang dalam memberikan dukungan emosional. Seperti dalam kutipan ini. “iyaa ketemu malem aja mbak, pagi kadang-kadang aja kalo ibu belum berangkat kerja. Tapi seringnya sih kalo pagi udah brangkat kerja. Jadi ya gak pernah ngobrol. Aku juga gak pernah cerita apa-apa. Kalo ada pengumuman dari sekolah baru aku kasih tau. “ (VAN, Maret 2012)
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di sekolah, peneliti melihat informan FW saat di rumah sibuk dengan pekerjaan rumah. Sehingga kurang dalam memberikan dukungan emosional kepada VAN. Karena informan FW bekerja dan ketika berada di rumah, informan FW sibuk dengan pekerjaan rumah. Informan FW hanya ada di rumah diwaktu pagi hari dan malam hari. Pukul 06.00 atau 06.30 informan serta suaminya sudah berangkat kerja dan pulang pada sore hari. Peneliti melihat kurangnya perhatian, kurang peduli dan kurang komunikasi antara informan FW dan VAN. Sehingga membuat VAN jadi tertutup dan pendiam saat di rumah. VAN juga tidak pernah makan bersama dengan informan FW ataupun ayahnya. Ketika siang hari, VAN bermain dengan teman-temannya dan tinggal bersama tantenya di rumah. Peneliti melihat informan FW tidak
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
77
memberikan sepenuhnya perhatian dan rasa pedulinya karena sibuk bekerja. Ketika malam hari waktunya belajar, informan FW hanya sekali menyuruh VAN belajar. Sehingga VAN seperti tidak mendengarkan informan FW berbicara karena VAN sedang melihat acara televisi. Pagi harinya, informan FW membangunkan VAN untuk berangkat ke sekolah dan menyuruhnya mandi dan makan atau sarapan. Kemudian informan berangkat keja. Ketika informan FW dan suaminya pulang kerja, VAN pun terlihat tidak peduli dan tetap bermain dengan teman-temannya di dekat rumah.
b.
Dukungan Penghargaan Dalam dukungan pengharagaan ini, terjadi lewat ungkapan rasa hormat,
pujian, dan ucapan-ucapan positif untuk orang yang bersangkutan. Selain itu juga adanya dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu. Seperti yang dikatakan oleh beberapa informan dalam wawancara dengan peneliti. SR memberikan dukungan penghargaan kepada anaknya (RIQ) karena RIQ melakukan sesuatu hal kebaikan di rumah. “Yaa saya seneng, kadang saya puji mbak. Saya bilang, weehh anak lanang pinter loh saiki..gitu,,hehe.. tapi ya itu kadang-kadang aja mbak, kadang ya saya juga diem aja. Palingan dalam hati saya ngerasa seneng kalo RIQ baik gitu di rumah, terus nurut.” (SR, Maret 2012) Dari hasil wawancara dengan RIQ, diketahui bahwa ibu SR tidak pernah memberikan dukungan pengharagaan, karena ibunya tidak pernah mengucapkan terima kasih atau memujinya. Seperti dalam kutipan ini. “gak pernah bilang makasih tuh mbak..diem aja.. kalo muji pernah kayaknya sekali deh gara-gara aku di rumah gak main. Bilang yaa anak lanang kok tumben baik di rumah.gitu aja lah mbak,,hehe” (RIQ, Maret 2012) Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di rumah informan SR, peneliti melihat informan SR tidak pernah memberikan pujian kepada RIQ ketika RIQ melakukan kebaikan, seperti informan SR menyuruh RIQ untuk membeli bumbu masakan di warung. Setelah RIQ membelikan dan memberikannya, informan SR tidak mengucapkan terimakasih kepada RIQ atau memuji. Hanya diam dan kembali sibuk masak di dapur untuk makan malam. Kemudian ketika RIQ belajar sendiri di kamar, informan SR hanya melihatnya dari pintu kamar RIQ untuk
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
78
memastikan RIQ ada di kamar untuk belajar atau tidak dan kemudian informan SR menutup kembali pintunya tanpa berbicara apa pun. Kemudian untuk informan AP memberikan dukungan penghargaan kepada anaknya (DIT) dengan cara seperti dalam kutipan ini. “anak saya baik? Paling ya sekali-kali aja keliatan baiknya mbak. Saya juga liat baiknya sesekali. Jadi ya gak setiap saat saya puji atau gimana. Bahkan saya bilang makasih sama dia aja kayaknya gak pernah.hehe tapi kadang yaa kalo dia baik gitu, saya bilang aja, naah gitu dong jadi anak rajin.hehe.” (AP, Maret 2012)
Dari hasil wawancara dengan DIT, ia mengatakan bahwa ibu AP tidak pernah memberikan dukungan penghargaan kepada DIT. Seperti dalam kutipan ini. “gak pernah mbak,,hehe gak pernah bilang-bilang makasih apa muji-muji aku gitu. Gak tau kenapa.hehee aku juga jarang ngobrol. Ngasih hadiah juga gak pernah sama sekali.” (DIT, Maret 2012)
Ketika melakukan observasi di rumah informan AP, peneliti melihat informan AP tidak memberikan dukungan penghargaan kepada DIT. Terlihat ketika DIT membuang sampah bekas makanannya yang dimakan di rumah sambil menonton televisi, informan AP hanya diam saja. Padahal itu adalah salah satu karakter atau perilaku positif yang sudah dilakukan oleh DIT saat di rumah. Informan AP terlihat cuek dan kurang peduli dengan DIT sehingga apa yang dilakukan oleh DIT, tidak mendapatkan dukungan penghargaan dari informan AP.
Sedangkan informan FW memberikan dukungan penghargaan kepada VAN (anaknya), seperti dalam kutipan ini. “Ya biasa saja mbak, ya pasti seneng lah ya liat kalo liat anak baik gitu. Kalo ngucapin terimakasih atau muji gitu. Jujur saya jarang mbak.hehe ngasih semangat aja saya gak pernah. Malah kalo VAN males sekolah saya marahin, saya tanya kenapa males-males sekolah, mau jadi apa? Jadi anak tu jangan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
79
malesan, mau kayak bapak,ibu yang sekolahnya cuma sampe SMA aja?. Saya marahin mbak..” (FW, Maret 2012)
Kemudian VAN mengatakan bahwa ibu FW tidak pernah memberikan memberikan dukungan penghargaan. Seperti dalam kutipan ini. “gak pernah mbak..aku gak pernah dipuji, gak pernah dikasih hadiah juga.” (VAN, Maret 2012)
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan saat di rumah informan FW. Peneliti melihat informan FW belum memberikan dukungan penghargaannya kepada VAN. Karena terlihat ketika VAN melakukan perilaku baik, seperti menemani adiknya bermain di kamar, ketika tantenya mandi dan ibunya sedang masak. Informan FW tidak memujinya atau mengatakan terimakasih kepada VAN setelah VAN menjaga adiknya. Informan FW hanya diam saja dan sibuk dengan aktifitasnya. Ketika tantenya sudah selesai mandi pun, tantenya tidak mengucapkan apa-apa kepada VAN.
c.
Dukungan Instrumental Dukungan instrumental ini mencakup bantuan langsung kepada orang
tersebut, seperti orang yang memberikan pinjaman uang kepada orang lain. Dalam hal ini, orang tua dapat memberikan sesuatu hal yang berguna kepada anak mereka atau dengan memenuhi kebutuhan yang mereka butuhkan. Dalam hal ini, informan SR mengatakan mengenai dukungan instrumental kepada anaknya (RIQ) saat peneliti wawancara. Seperti kutipan ini. “Ya itu kalo anak saya gak minta ya saya gak beliin mbak..hehe nanti dia malah boros. pensil, pulpen aja sering ilangnya kok,. Bukannya tambah rajin belajar, disiplin, malah tambah teledor mbak sangking banyaknya peralatan sekolah.hehe.. RIQ pernah tuh mbak, dihukum gara-gara gak bawa apa gitu saya lupa. Terus besoknya suruh bawa, saya langsung buru-buru nyariin mbak..biar dia gak dihukum lagi.” (SR, Maret 2012)
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
80
Dari hasil wawancara dengan RIQ, diketahui bahwa ibu SR memberikan dukungan instrumental. Dapat dilihat dalam kutipan ini. “ngasih uang mbak kalo aku mau beli peralatan sekolah. tapi kalo untuk mainan, jajan gitu jarang dikasih. Katanya gak punya duit.hehe” (RIQ, Maret 2012)
Dari hasil observasi ketika peneliti berada di rumah informan SR. Peneliti melihat RIQ meminta uang kepada informan SR untuk membeli penggaris karena penggaris RIQ hilang. Kemudian informan SR memberikan uang kepada RIQ untuk membeli penggaris. Sebelum informan memberikan uangnya, informan SR memarahi RIQ karena sudah menghilangkan penggaris. Informan SR mengatakan bahwa RIQ tidak disiplin, belum ada tanggung jawab, teledor karena suka hilang peralatan sekolahnya. Sesudah diberikan uangnya RIQ tidak mengucapkan terimakasih kepada informan SR. RIQ langsung pergi membeli penggaris di warung dekat dengan rumahnya. Kemudian informan AP mengatakan bahwa memberikan suatu dukungan instrumental dalam membentuk karakter anak di rumah kepada DIT. Seperti dalam kutipan ini. “kalo peralatan sekolah, itu mah kewajiban orang tua mbak beli-beliin itu. Tapi saya gak pernah ngasih kalo dia gak butuh sesuatu. Abisnya percuma juga dikasih anaknya gak disiplin gitu malah gak guna ntar. Saya kerja, bapaknya kerja kan juga buat anak mbak..buat sapa lagi.hehe” (AP, Maret 2012) Dalam wawancara dengan DIT, ia mengatakan bahwa ibu AP memberikan dukungan instrumental. Dapat dilihat pada kutipan ini. “iyaa mbak, ngasih kalo aku minta uang buat beli peralatan buat sekolah, kayak pensil, penghapus sama yang lainnya. Pokoknya buat sekolah pasti dikasih. Kalo enggak ya gak dikasih.haha” (DIT, Maret 2012) Dari hasil observasi yang telah dilakukan. Peneliti melihat informan AP memberikan dukungan instrumentalnya ketika DIT meminta uang untuk membeli kertas origami karena ada tugas kesenian dari sekolah. Kemudian informan AP memberikan uang kepada DIT. Sesudah diberi uang dari ibunya (informan SR), DIT tidak mengucapkan terimakasih dan langsung pergi saja membeli kertas origami. Peneliti melihat informan AP juga terlihat biasa saja dan tidak berkata
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
81
apa-apa, ketika DIT tidak mengucapkan terimakasih, karena informan AP juga tidak sering mengucapkan terimakasih ketika DIT membantu atau menolongnya.
Sedangkan informan FW mengatakan jika ia pernah melakukan dukungan instrumental untuk VAN dalam membentuk karakter di rumah. Ketika VAN membutuhkan sesuatu seperti peralatan belajar. Maka FW akan membelikannya. Seperti dalam kutipan berikut ini. “Kalo anak butuh baru saya beliin mbak. Yang penting kebutuhan anak terpenuhi, apalagi kebutuhan sekolah. tapi tetep saya liat itu penting banget atau enggak. Kalo enggak ya saya gak beliin mbak. Kebutuhan yang lain juga kan banyak.hehe.. waktu itu VAN minta dibelin obat nyamuk. Katanya kotaknya mau dipake dan suruh ngumpulin buat tempat kartu apa gitu di sekolah. Naah itu saya langsung beliin mbak, obat nyamuknya.” (FW, Maret 2012)
Dari hasil wawacara dengan VAN, ia mengatakan bahwa ibu FW memberikan dukungan instrumental untuk memenuhi kebutuhan yang ia perlukan. “kalo buat sekolah pasti dikasih mbak..kalo buat yang lainnya jarang dikasihnya.hehe tapi kalo aku gak minta ya enggak dikasih mbak. padahal waktu itu aku lupa bilang, pensil aku ilang. Jadi aku pinjem temen. Terus punya temen yang aku pinjem juga ilang gak tau keselip dimana. Ya udah akhirnya aku beli 2, buat aku 1 sama temen aku 1. Buat nuker yang ilang.hehe terus aku kena marah sama ibu.hehe” (VAN, Maret 2012)
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di rumah, peneliti melihat informan FW memberikan dukungan instrumental ketika VAN membutuhkan sesuatu untuk kebutuhan sekolah. VAN meminta kepada informan FW untuk membelikan obat nyamuk bakar karena kotaknya (tempat obat nyamuk) akan dibawa ke sekolah untuk tempat kartu kontrol. Informan FW langsung membelikanya karena VAN sedang membutuhkan tempat obat nyamuk tersebut. Setelah dibelikan obat nyamuknya, VAN tidak mengucapkan terimakasih kepada
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
82
informan FW yang telah membelikan obat nyamuknya. Setelah diberikan obat nyamuknya, VAN langsung membuka dan mengambil kotaknya dan dimasukan ke dalam tasnya. Sedangkan obat nyamuknya diberikan kepada informan FW agar dapat disimpan, karena berbahaya.
d.
Dukungan Informatif Dukungan sosial informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-
petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Berdasarkan hasil dari wawancara peneliti dengan informan SR, AP dan FW mengenai dukungan informatif yang diberikan kepada anak mereka, dapat dilihat dalam kutipan-kutipan sebagai berikut. Dukungan informatif yang diberikan oleh SR kepada RIQ dalam membentuk karakter di rumahnya dapat dilihat dalam kutipan ini. “Ya saya nasehatin mbak,,tapi jarang-jarang siih. Saya kasih tau, kamu tu harus gini, gitu, gak boleh ini, itu. yang baik-baik saya kasih taunya, yang buruk saya kasih contohnya biar dia juga tau kalo itu gak boleh dilakuin. Dia diem aja mbak.,kalo lagi saya nasehatin adanya diem mbak.” (SR, Maret 2012) Selain itu juga SR mengatakan, jika ia memberikan nasehat tersebut tidak setiap hari, seperti dalam kutipan ini. “Ya gak setiap hari mbak saya bilanginnya, sesempetnya saya aja..” (SR, Marte 2012)
Dari hasil wawancara dengan RIQ mengenai dukungan informatif, diketahui bahwa ibu SR tidak sering memberikan dukungan informatif kepada RIQ. Seperti dalam kutipan ini. “jarang nasehatin mbak..paling kalo aku abis dipanggil ke sekolah aja baru dibilangin jangan nakal, gitu laah,,udah itu ya udah gak pernah bilangin lagi.” (RIQ, Maret 2012)
Berdasarkan hasil observasi di rumah informan SR, terlihat RIQ mengatakan kepada informan SR, bahwa RIQ mendapatkan misconduct level 2 karena tidak
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
83
membawa buku paket matematika, informan SR hanya berkata “makanya jadi anak yang disipilin, disiapin semuanya biar gak ketinggalan” dan tidak mencoba menasehati RIQ sambil berbincang-bincang. Ketika informan SR berkata seperti itu, RIQ hanya diam saja tanpa bicara sepatah kata pun. Kemudian informan SR pun tak banyak bicara, dan hanya berkata seperti itu saja. Pada malam hari pun SR masih menjaga kiosnya hingga pukul 23.00 dan RIQ sudah tidur. Sehingga terlihat informan SR kurang dalam memberikan dukungan informatif kepada RIQ. Informan AP juga memberikan dukungan informatif kepada DIT (anaknya). Dapat dilihat kutiapan ini. “Saya omongin mbak. Kalo pas mau tidur, gak boleh nakal, gak boleh buat masalah di sekolah. Itu juga jarang-jarang mbak..soalnya kadang dia udah tidur duluan. Kadang saya ngerasa kasian gitu ngeliatin DIT kalo tidur, setiap hari saya kerja, siang dia sendirian di rumah. Tapi kalo gak kerja nanti kebutuhan yang diperluin gak bisa kebeli lagi mbak.hehe bapaknya aja cuma kerja jadi satpam gitu.hehe” (AP, Maret 2012)
Dalam memberikan dukungan informatif juga informan AP memberikan disaat anak ingin tidur dan disaat anak mendapatkan permasalahan. Seperti dalam kutipan berikut : “Ya itu mbak,,kadang pas mau tidur. Kalo pagi-pagi saya kan udah sibuk sendiri.hehe Gak setiap hari juga mbak, ya paling kalo pas dia kira-kira ada masalah di sekolah atau di rumah pas saya tau DIT abis brantem sama temennya. Kalo enggak ya pas dia buat masalah di rumah, kayak gak mau di suruh, malesan itu saya omelin mbak.hehe” (AP, Maret 2012)
Dari hasil wawancara dengan DIT mengenai dukungan informatif, diketahui bahwa ibu AP tidak sering memberikan dukungan informatif kepada DIT. Seperti dalam kutipan ini. “pernah sih mbak bilangin, Cuma jarang banget..ya gitu
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
84
ngomonginnya. Aku diem aja. Gak jawab apa-apa.hehe kalo aku gak brangkat disuruh gitu ya, dimarahin.hehe” (DIT, Maret 2012)
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti di rumah informan AP. Peneliti melihat informan AP tidak sering memberikan dukungan informatif kepada DIT. Terlihat ketika DIT tidak mau disuruh untuk membantu informan AP saat lagi sibuk di rumah (memasak, menyapu lantai, menyuci baju dan sebagainya). Informan AP hanya berbicara sendiri saja (ngomel-ngomel) tanpa mengajak bicara atau menasehati DIT dan DIT hanya diam saja seperti tidak terjadi apa-apa. Jika di rumah DIT terlihat pendiam. Sedangkan untuk informan FW, memberikan dukungan informatif kepada VAN (anaknya) seperti dalam kutipan ini. ”Ya dibilangin, dinasehatin. Saya kalo nasehatin VAN itu harus baik-baik banget mbak, gak boleh emosi. Abisnya dia ini kalo dibilangin diem aja, kayak orang gak dengerin gitu loh.” (FW, Maret 2012)
FW memberikan dukungan tersebut disaat anak mendapatkan masalah saja. Dapat dilihat kutipan sebagai berikut, “Paling kalo lagi ada masalah mbak, soalnya kan kalo lagi ada masalah anak mesti diomongin bener-bener biar gak diulangin lagi, kalo hari-hari biasa terus dia gak ada masalah ya saya diem aja.” (FW, Maret 2012)
Dari hasil wawancara dengan VAN mengenai dukungan informatif, diketahui bahwa ibu FW tidak sering memberikan dukungan informatif kepada VAN. Seperti dalam kutipan ini. “nasehatin mbak,,pernah kok, tapi aku lupa nasehatin apa.hehe apa yaa? Oohh itu pas aku abis kena kontrak, terus aku dibilangin gak boleh dapet kontrak lagi. Abis itu gak pernah bilangin lagi. Hehe” (VAN, Maret 2012)
Dari hasil observasi yang telah dilakukan, peneliti melihat informan FW tidak memberikan dukungan informatif kepada VAN. Interkasi dan komunikasi mereka terlihat kurang. Sehingga peneliti tidak melihat mereka berbincang-bincang saat di rumah. Hanya berbicara (berpamitan) ketika informan FW dan suaminya akan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
85
berangkat kerja. Ketika informan FW mengetahui bahwa VAN mendapatkan MSL level 1 dari sekolah karena tidak mengikuti sholat dzuhur berjamaah. Informan FW hanya mengatakan “besok jangan diulangin lagi, nanti bapak dipanggil ke sekolah lagi loh”.
Tabel 4.2 Dukungan Sosial Orang Tua Bentuk-bentuk Dukungan Sosial
Informan SR
melalui kasih sayang. perhatian dan rasa perduli kurang diberikan oleh informan SR kepada anaknya membangunkan pada pagi hari, dan memberikan uang jajan kepada RIQ Terkadang juga SR mengingatkan anaknya untuk belajar pada malam hari, walaupun tidak setiap hari mengingatkannya 2. Dukungan kurang dalam Penghargaan memberikan dukungan penghargaan kepada anaknya. Beberapa kali memberikan pujian ketika RIQ melakukan perilaku baik di rumah 1. Dukungan Emosional
Informan AP
Informan FW
kurang dalam memberikan dukungan melalui perhatian dan rasa peduli kepada anaknya mengingatkan untuk belajar, terkadang mengingatkan untuk makan malam dan membangunkan DIT setiap pagi.
Kurang dalam memberikan dukungan emosional kepada anak. mengingatkan tidak boleh nakal di sekolah, dan bersikap baik.
Beberapa kali memberikan pujian Kurang dalam memberikan dukungan penghargaan
kurang dalam memberikan dukungan penghargaan kepada anak. beberapa kali memberikan pujian ketika VAN melakukan perilaku baik di rumah beberapa kali mengucapkan terimakasih.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
86
3. Dukungan Instrumental
4. Dukungan Informatif
memenuhi kebutuhan anaknya ketika anaknya membutuhkan sesuatu hal, seperti peralatan sekolah. kurang dalam memberikan dukungan informatif kepada anaknya. nasehat dan contoh-contoh perbuatan baik dan buruk.
memenuhi kebutuhan sekolah anak, seperti alat tulis, buku dan sebagainya.
memenuhi kebutuhan anak berupa peralatan sekolah ketika anak membutuhkan.
Beberapa kali memberikan nasehat. Kurang dalam memberikan dukungan informatif kepada anaknya
Beberapa kali memberikan nasehat dan saran.
(Sumber : Olahan Pribadi)
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pendidikan karakter dan sistem token ekonomi Sekolah Dasar Swasta (SDS) X menerapkan pendidikan karakter untuk peserta didik mereka dengan menggunakan sistem token ekonomi. Berdasarkan undang-undang nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang telah dikemukakan diatas dirumuskan Pendidikan Karakter adalah usaha dasar dan terencana untuk membangun atau membentuk kepribadian yang khas peserta didik yaitu kepribadian yang baik yang bercirikan kejujuran, tangguh, cerdas, kepedulian, bertanggungjawab, kerja keras, pantang putus asa, tanggap, percaya diri, suka menolong, mampu bersaing, professional, ikhlas bergotong royong, cinta tanah air, amanah, disiplin, tolerasi, taat, dan lain-lain perilaku yang berahklak mulia atau perilaku positif. Dalam penerapan pendidikan karakter tersebut maka dibuat sistem yang bernama sistem token ekonomi. Sistem Token Ekonomi yaitu suatu sistem yang digunakan untuk mengevaluasi bahwa siswa/siswi mengaplikasikan materi yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Sistem ini juga dapat mengontrol perilaku negative juga perilaku positif siswa/siswi baik di dalam atau di luar kelas.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
87
Hal tersebut dijalankan berdasarkan misi, visi dan tujuan sekolah yang tertera dalam profil sekolah. Selain itu juga hal tersebut dilakukan karena berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 7 menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Semua program dalam pendidikan karakter dan sistem token ekonomi dijalan dengan baik oleh sekolah. Dalam pelaksanaanya sistem ini dikoordinir oleh satu tim yaitu Student Support Team (SST). SST terdiri dari 6 orang guru yang dikoordinir oleh satu ketua. Dari 6 orang guru tersebut memiliki tugas masing-masing dan masingmasing orang membawahi 1 kelas, yaitu dari kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 SD. Dari hasil temuan lapangan, ditemukan banyak anak yang terlihat belum terbentuk karakternya. Hal tersebut dilihat dari hasil kalkulasi setiap bulannya melalui Goodconduct Slip (GSL) dan Misconduct Slip (MSL) dalam kartu kontrol yang dimiliki setiap anak. Kartu ini berfungsi untuk mencatat jika ada siswa yang melakukan perilaku negative/positif di sekolah dan tentunya disesuaikan dengan levelnya, selain perilaku siswa/siswi dicatat anak tersebut juga akan mendapatkan konsekuensi dari apa yang sudah mereka lakukan (perilaku negative), yang berhak mengisi atau menulis di kartu kendali adalah semua elemen sekolah, kecuali siswa itu sendiri. Kemudian GSL adalah slip atau atau surat keterangan untuk perilaku positif. Sedangkan MSL adalah slip atau surat keterangan yang untuk perilaku negatif. GSL dan MSL masing-masing memiliki level 1, level 2 dan level 3. Sekolah ini memiliki 8 pilar dan nilai-nilai yang diterapkan dalam pendidikan karakter. Pilar-pilar dan nilai-nilai tersebut diajarkan kepada anak didik dengan baik dan dilakukan setiap hari. Selain itu sekolah juga menerapkannya pada sesi khusus seperti pada setiap hari Jumat pagi. Hal ini dilakukan oleh setiap wali kelas, diwaktu sesi wali kelas (sebelum pelajaran dimulai) selama 10-20 menit. Dalam sesi pilar dan nilai ini, wali kelas menjelaskan, memberi contoh dan mendiskusikannya dengan anak-anak mengenai pilar dan nilai yang sedang dibahas setiap minggunya. Selain itu juga anak-anak diberikan tugas khusus untuk melakukan atau menerapkan di sekolah pilar dan nilai yang sudah dijelaskan.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
88
Dengan begitu anak-anak akan lebih mengerti dan diharapkan dapat melakukan pilar dan nilai yang sudah dijelaskan. Hasil kalkulasi GSL dan MSL setiap bulannya diketahui banyak anak yang masih melakukan perilaku negatif di sekolah. Seperti 3 orang anak (11 tahun) kelas 6 yang bernama RIQ, DIT dan VAN. Orang tua dari 3 anak tersebut pernah beberapa kali dipanggil ke sekolah (diundang) dikarenakan banyak perilaku negatif yang mereka lakukan di sekolah. Misalnya tidak disiplin, seperti tidak mengerjakan PR tepat waktu, bermain-main di dalam kelas, dan melanggar tata tertib atau peraturan yang ada di sekolah. Menurut Hurlock (1980:146) pada masa usia sekolah atau masa akhir anak-anak (6-13 tahun) merupakan masa menyulitkan yaitu suatu masa di mana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan di mana ia lebih banyak di pengaruhi oleh teman sebayanya dari pada orang tua atau keluarganya. Dalam pendidikan karakter anak tidak hanya sekolah saja yang berhak menerapkan pendidikan tersebut dan memberikan dukungan sosial. Tetapi setiap orang tua di rumah juga wajib memberikan atau menerapkan pendidikan karakter kepada anak-anaknya. Karena menurut Gertrude Jaeger, 1997 (dalam Sunarto, 2004:24) bahwa orang tua merupakan agen sosialisasi terpenting dan paling utama. Sosialisasi oleh orang tua di rumah, anak diajarkan untuk berinteraksi dengan orang lain, melalui komunikasi verbal dan non-verbal, pendengar yang baik, penglihatan, berperilaku baik dan sentuhan melalui panca indra. Sosialisasi ini akan berlanjut terus hingga anak mencapai usia sekolah (Sunarto, 2004:26). Terkait dengan perkembangan mengenai standar pendidikan dan sistem pendidikan karakter di sekolah maka anak-anak juga memerlukan dukungan sosial dari orang tua. Dukungan sosial merupakan informasi verbal atau nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Gottlieb, 1983:23). Dukungan sosial terpenting adalah berasal dari keluarga (Rodin dan Salovey dalam Smet,
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
89
1994). Seperti pada salah satu penelitian mengenai hubungan dukungan sosial orang tua terhadap prestasi sekolah anak pada usia sekolah dasar (10-11 tahun). Sebelum dijalankannya pendidikan karakter di Sekolah Dasar Swasta (SDS) X, sekolah mempersiapkan sistem dan kegiatan untuk guru, orang tua dan murid mengenai pendidikan karakter. Berdasarkan temuan lapangan dengan informan ES, memberitahu persiapan yang dilakukan oleh sekolah, yaitu :
Perencanaan. Agar pelaksanaan pendidikan karakter berjalan dengan baik dan mempunyai tujuan yang sama, maka dalam proses perencanaan dilakukan oleh Penanggung Jawab Perilaku Siswa (Student Conduct Management) mulai dari pembuatan Silabus, RPP dan sebagain.
Sosialisasi. Dalam mensosialisasikan tentang pendidikan karakter di sekolah kepada seluruh element sekolah, sekolah mengundang salah satu instruktur pengembang kurikulum tingkat nasional dan melaksanakan pelatihan selama 2 hari.
Pelaksanaan. Di Sekolah Dasar Swasta (SDS) X mempunyai jadwal khusus untuk melaksanakan materi pendidikan karakter (penjelasan 8 pilar dan nilainilai) yang didapat dari wali kelas yaitu setiap hari Jum’at pukul 07.20 – 07.40 WIB dan setiap harinya pendidikan karakter tersebut diterapkan kepada anak-anak.
Pembuatan poster/banner dan kartu kontrol. Membuat banner atau poster yang
berhubungan
dengan
pilar
pendidikan
karakter
sekolah
dan
memasangnya di koridor sekolah. Kemudian pembuatan kartu kontrol untuk memudahkan pencatatan perilaku positif/negatif anak-anak.
Membuat jadwal kelas konseling dan mengisi majalah dinding dengan informasi yang berhubungan dengan perilaku.
Kemudian persiapan juga dilakukan oleh guru. Menurut informan ES dan KM persiapannya seperti pelatihan guru-guru, membaca silabus dari Student Conduct Management tentang pendidikan karakter yang ada pilar dan nilainilainya. Baca-baca mengenai pendidikan karakter dari Dinas Pendidikan. Lalu browsing website yang ada tentang pendidikan karakternya dan saling sharing info yang didapat mengenai pendidikan karakter.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
90
Guru-guru aktif dalam mencari informasi mengenai pendidikan karakter. Karena mereka ingin mengajarkannya dan membentuk karakter pada anak murid mereka. Ada juga pelatihan-pelatihan untuk guru-gurunya termasuk student support team. Pelatihan di dalam atau di sekolah bersama Student Conduct Management itu sebulan sekali. Sedangkan yang diluar yaa mengikuti jika ada seminar atau pelatihan di provinsi. Pernah juga ada yang ikut seminar dan pelatihan di Jakarta. Kadang juga sekolah mendatangkan ahli pendidikan karakter dari luar kota, seperti Pak Cipto dari Jakarta. Persiapan selanjutnya adalah persiapan untuk orang tua. Menurut ES dan KM, sekolah sudah mensosialisasikan mengenai pendidikan karakter beserta sistem dan kegiatannya kepada orang tua. Tanggapan dari orang tua pun baik dan semua setuju dengan adanya pendidikan karakter dan sistem yang ada di sekolah. Tetapi berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti dengan orang tua, banyak sekali orang tua yang belum mengerti dan memahami tentang pendidikan karakter yang diterapkan oleh sekolah. Sehingga saat di rumah orang tua tidak menerapkan pendidikan karakter yang ada di sekolah. Seperti 3 orang informan ibu-ibu yaitu SR (ibu adri RIQ), AP (ibu dari DIT), dan FW (ibu dari VAN). Mereka bekerja, dan suami mereka juga berkerja. Sehingga mereka tidak sering untuk memperhatikan dan mengajarkan pendidikan karakter dengan baik kepada anak saat berada di rumah. Selanjutnya persipaan untuk anak seperti menjelaskan kepada mereka mengenai pendidikan karakter, sistem token ekonomi dan peraturan atau tata tertib sekolah. Wakil kepala sekolah badang kesiswaan yang menjelaskan kepada mereka mengenai persiapan ini. Kemudian pendidikan karakter yang diterapkan di SDS X ini terlihat berjalan dengan baik. Dilihat dari semua guru yang sudah mengetahui tentang pendidikan karater. Sekolah tersebut menyusun dan menjalankan dengan baik sistem yang ada. Sekolah membuat 8 pilar dan nilai-nilainya untuk menerapkan pendidikan karakter pada anak-anak. Pilar-pilar tersebut secara khusus diajarkan oleh wali kelas setiap jumat pagi, sebelum pelajaran dimulai selama 10-20 menit. Dalam sesi khusus ini, wali kelas menjelaskan dan memberikan contoh kepada
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
91
anak-anak mengenai pilar dan nilai tersebut. Selain itu juga ada kegiatan diskusi setelah wali kelas menjelaskan dan memberikan contoh mengenai pilar dan nilai. Saat wali kelas menjelaskan dan memberikan contoh, anak-anak mencatatnya dalam buku tulis. Setelah itu anak-anak berdiskusi dan dalam setiap kelompok diskusi tersebut, anak-anak disuruh membuat beberapa contoh lain mengenai pilar dan nilai yang sudah dibahas. Mereka juga mendapatkan tugas khusus seperti mencatat perilaku atau hal-hal positif yang mereka lakukan tetapi yang berhubungan dengan pilar dan nilai yang sudah dibahas pada hari itu. Tugas ini dilakukan selama 1 sampai 2 minggu. Kemudian setiap mereka melakukan hal tersebut selama 1 atau 2 minggu mereka mengumpulkannya kepada wali kelas. Dalam penerapan pendidikan karakter ini, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan (informan ES) dan ketua koordinator Student Support Team (Informan KM), sangat memperhatikan dan menjadi contoh bagi guru-guru lain dalam menjalankan pendidikan karakter. Karena ES dan KM terlihat sangat dekat dengan anak-anak. ES selain menjadi wakil kepala sekolah, ia juga menjadi guru olah raga. Begitu juga dengan KM, selain menjadi ketua koordinator SST, ia juga menjadi wali kelas 6 dan guru IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Informan ES dan KM sangat dekat dengan anak-anak karena mereka sering berinteraksi dengan anak-anak. Kemudian mengenai sistem token ekonomi yang diterapkan di Sekolah Dasar Swasta (SDS) X ini, dapat memudahkan untuk membentuk karakter pada anak dan mengontrol perilaku anak-anak baik positif atau pun negatif. Mengontrol perilaku anak ini dengan menggunakan kartu kontrol, karena semua perilaku anak baik yang positif atau negatif akan ditulis di dalam kertas tersebut dan tanda tangan guru yang melihat anak tersebut melakukan perilaku positif atau negatif. Kartu kontrol ini, akan dikalkulasikan setiap bulannya. Dari hasil kalkulasi tersebut akan diketahui bagaimana perilaku anak-anak tersebut dan akan ditindak lanjuti dengan prosedur yang telah dibuat. Untuk mengetahui anak tersebut melakukan perilaku positif atau negatif bisa dilihat dari perilakunya dan dilihat dalam poin-poin yang ada dalam GSL atau MSL. Karena dalam GSL dan MSL itu terdapat perilaku positif dan negatif beserta poin-
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
92
poinnya. Sehingga dengan mudah untuk guru memberikan penilaian atau poin kepada anak-anak. GSL dan MSL memiliki level, yaitu 1,2 dan 3. Untuk GSL, level 1 adalah level untuk perilaku positif yang paling ringan, seperti membuang sampah pada tempatnya, mengerjakan tugas atau PR tepat waktu dan sebagainya. Untuk level 2, buat perilaku positif yang sedang atau agak tinggi, seperti mengajarkan pelajaran kepada temannya, mengakui kesalahan yang sudah diperbuat, kerjasama dengan baik, dan sebagainya. Sedangkan level 3 ini untuk anak-anak yang sudah melakukan perilaku positif yang tinggi atau bisa dibilang susah dibanding yang level 2 ataupun 1, seperti mengikuti lomba dan menjadi wakli dari sekolah, melakukan perubahan perilaku dan akademik menjadi lebih baik dengan sangat jelas dan lain-lain. Sedangkan MSL adalah slip untuk perilaku negative. MSL memiliki levelnya dari 1, 2 dan 3. Level 1 adalah level yang terendah, kesalahan atau perilaku negatif masih hanya sekedar, terlambat sekolah, rambut diatas 4cm untuk laki-laki, kukunya kotor dan sebagainya. Level 2 itu untuk kesalahan yang sedikit tinggi, seperti tidak membawa buku paket, tidak mengerjakan PR, tidak membawa paket, memalsukan tanda tangan orang tua dan sebagainya. Sedangkan level 3 adalah kesalahan yang sudah berat, misalnya berbohong, berkelahi, mencuri, narkoba, dan sebagainya. Jika level dari seorang anak sudah mencapai lebih dari 5 poin misalnya mendapat 8 poin negatif yang anak tersebut dapatkan dalam satu bulan, maka ia akan mendapatkan kontrak 1. Orang tua dipanggil ke sekolah untuk melakukan kontrak yang dihadiri ketua coordinator SST dan anak tersebut serta wali kelasnya atau konselor. Kontrak juga ada levelnya dari 1,2 dan 3. Kontrak 1 itu dari level 7-9, kontrak 2 dari level kesalahan anak atau poin negatif anak 9-14, kontrak 3 itu mulai dari level 14. Jika sudah mendapatkan kontrak 3 maka anak tersebut terancam untuk di keluarkan dari sekolah, jika anak itu dalam waktu yang sudah ditentukan tidak berubah. Seperti 3 orang anak SD kelas 6 yang bernama RIQ, DIT dan VAN ini sering sekali mendapatkan MSL daripada GSL. Beberapa kali dipanggil orang tuanya ke sekolah dikarenakan mendapatkan kontrak level 1 dan 2. RIQ mendapatkan kontrak 1 pada bulan Agustus 2011, kontrak 2 pada bulan November 2011 dan kontrak 2 lagi pada bulan Februari 2012. Kemudian DIT
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
93
mendapatkan kontrak 1 pada bulan September 2011, kontrak 1 pada bulan januari 2012 dan kontrak 2 pada bulan Februari 2012. Sedangkan VAN, mendapatkan kontrak 1 pada bulan September 2011, kontrak 1 pada bulan Januari 2012, dan kontrak 2 pada bulan Februari 2012. Kesalahan atau perlaku negatif yang mereka lakukan bukan kesalahan yang seperti mencuri, narkoba dan sebagainya. Tetapi kesalahan seperti kurang disiplin, rambut lebih dari 4cm, tidak mengerjakan PR, terlambat, mengejek teman, dan sebagainya. Menurut hasil dari kartu kontrol mereka, kesalahan atau perilaku negatif yang mereka lakukan masih level 1 dan 2, tetapi sering mendapatkannya. Menurut infoman ES dan KM, 3 anak tersebut anak yang pendiam dan masih perlu perhatian atau pendekatan khusus kepada mereka. Ketika peneliti melakukan wawancara dan observasi dengan ke 3 anak tersebut, memang mereka pendiam sekali tetapi disaat mereka sudah dekat, mereka akan terbuka. Mereka tinggal di lingkungan yang termasuk bebas, karena banyak sekali perilakuperilaku tidak baik di lingkungan tempat tinggal mereka, seperti banyak orang dewasa yang berbicara kasar atau jorok. Sehingga seusia mereka walau pun tidak mengerti arti dari kata-kata tersebut, tetap mereka ikuti. Orang tua dari mereka yang bekerja semua membuat mereka bebas bermain dengan teman-temannya. Membuat mereka bebas juga melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa sepengetahuan orang tua. Dalam hal ini, tidak hanya sekolah yang menerapkan pendidikan karakter dan memberikan dukungan sosial kepada mereka, tetapi saat mereka di rumah, orang tua juga bertanggung jawab memberikan dukungan sosial dan mengajarkan pendidikan karakter dengan baik. Karena saat di rumah, orang tua yang menjadi contoh model yang baik dari anak-anak.
4.2.2
Dukungan Sosial Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapat karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
94
sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai. Kemudian House (dalam Smet, 1994) membedakan empat jenis atau dimensi dukungan sosial, yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif. Seperti yang telah dikatakan di atas bahwa dukungan sosial yang dibutuhkan dalam membentuk karakter anak SD kelas 6 ini tidak hanya dari sekolah saja melainkan dari orang tua. Karena waktu anak lebih banyak di rumah dari pada di sekolah. Pada dasarnya sekolah sudah memberikan dukungan sosial kepada anak-anak. Menurut Rodin dan Salovey, 1989 (dalam Smet, 1994:133), dukungan sosial terpenting berasal dari keluarga. Orangtua sebagai bagian dalam keluarga yang merupakan individu dewasa yang paling dekat dengan anak dan salah satu sumber dukungan sosial bagi anak dari keluarga. Dalam menerapkan pendidikan karakter anak di rumah, anak memerlukan dukungan sosial orang tua agar anak yang bermasalah di sekolah (berperilaku negatif) menjadi lebih mudah terbentuk karakternya (perilaku positif) dan mengurangi perilaku negatif yang sering dilakukannya. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk-bentuk dukungan sosial sekolah dan orang tua dalam membentuk karakter anak. Maka akan dibahas mengenai dukungan sosial dari sekolah dan orang tua dalam membentuk karakter anak, sebagai berikut.
a.
Dukungan emosional Menurut House (dalam Smet, 1994) dukungan emosional ini mencakup
ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap anak, sehingga anak menjadi
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
95
lebih nyaman, dicintai, diperhatikan dan merasa bahwa orang peduli kepadanya. Dalam hal ini, sekolah memberikan dukungan sosial emosional kepada peserta didik mereka. Semua guru memberikan dukungan emosional kepada anak-anak dalam penerapan pendidikan karakter dan menjalankan sistem ekonomi serta dalam kegiatan belajar mengajar, agar anak-anak menjadi anak yang terbuka dan dekat dengan semua guru. Seperti yang dilakukan oleh informan ES dan informan KM serta guru-guru lainnya. Sehingga masalah yang ada pada anak tersebut dapat terselesaikan dengan baik dan ank tersebut tidak melakukan perilaku negatif lagi. Dukungan sosial emosional yang diberikan kepada anak tersebut melalui kasih sayang, perhatian, rasa empati dan peduli. Dukungan tersebut diberikan pada semua anak dan terlebih lagi pada anak yang masih melakukan perilaku-perilaku negatif. Karena anak yang masih sering melakukan perilaku negatif atau yang bermasalah di sekolah, mereka butuh perhatian lebih dari guru-gurunya. Sedangkan saat di rumah, hal ini tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Karena informan SR, ibu dari RIQ kurang dalam memberikan perhatian dan peduli kepada anaknya. Kurangnya dukungan sosial emosional ini diakibatkan karena informan SR sibuk bekerja sebagai penjual di rumahnya. Sehingga ia tidak terlalu memperhatikan dan peduli pada anaknya. Ketika RIQ mendapatkan masalah di sekolah karena perilaku negatif yang dilakukan, informan SR tidak meningkatkan dukungan sosial emosional kepada anaknya. Komunikasi antara ibu dengan anak juga terlihat kurang. Walaupun ibu SR bekerja di rumah (pedagang) tetapi tetap saja komunikasi dan interaksi SR dengan RIQ kurang. Berdasarkan wawancara dan observasi peneliti melihat bahwa SR jarang sekali memberikan perhatian atau sikap peduli dengan RIQ. Disaat pulang sekolah, SR tidak menyuruhnya makan atau tidur. Saat RIQ pulang sekolah, RIQ langsung ganti baju dan pergi lagi bermain dengan teman-temannya. RIQ hanya mengatakan kepada SR untuk bermain dengan teman-temannya. Karena SR sibuk dengan dagangan dan anaknya yang kecil. Makanya SR langsung menginzinkan RIQ bermain tanpa bertanya atau berbicara apa-apa. Hanya mengatakan “iyaaa”. Kemudian disaat RIQ ada di rumah, pada malam hari, SR hanya mengingatkan RIQ belajar satu kali dan RIQ dibiarkan untuk melakukan aktifitasnya sendiri.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
96
Sehingga RIQ jarang sekali belajar malam kecuali ia ada tugas dari sekolah, dan SR tidak pernah mengecek atau melihat-lihat isi tas RIQ atau bertanya mengenai sekolahnya. RIQ dan informan SR tidak pernah makan bersama-sama, begitu juga dengan ayahnya. Ayahnya yang sibuk bekerja, berangkat pagi dan pulangnya malam. Sehingga mereka jarang berbincang-bincang, bahkan untuk bertemu saja sebentar sekali. SR memang terlihat kurang dalam memberikan perhatian dan sikap peduli kepada RIQ. SR mengatakan bahwa RIQ tidak terbuka dan sangat pendiam. Sehingga SR bingung ketika bertanya, karena RIQ hanya menjawab beberapa kata saja dan ketika RIQ melakukan kesalahan, SR memarahinya dan RIQ hanya diam saja, tanpa bicara. SR terlihat peduli dengan RIQ ketika setiap pagi SR membangunkan RIQ untuk sekolah. Terkadang RIQ makan pagi (sarapan) jika SR sudah selesai masak makanan. Jika belum, RIQ meminta uang jajan lebih untuk membeli makanan di kantin sekolah. Karena istirahat 2 kali (pukul 10 dan 12 siang). Saat obseervasi di sekolah juga, peneliti melihat RIQ tidak pernah membawa bekal makanan seperti teman lainnya. RIQ membeli makanan di kantin sekolah. Ketika RIQ mendapatkan masalah di sekolah, SR bertanya kepada RIQ, mengapa bisa terjadi? Mengapa sampai bisa orang tua dipanggil ke sekolah? dan RIQ hanya menjawab tidak tahu kemudian diam. Interaksi yang kurang baik mengakibatkan komunikasi kurang baik juga, sehingga tidak ada keterbukaan dari RIQ kepada SR untuk bercarita masalahnya di sekolah atau menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengannya. SR juga merasa bingung dengan sikap RIQ yang pendiam seperti itu dan lebih suka main bersama teman-temannya dari pada di rumah. Begitu juga dengan informan AP, ibu dari anak yang bernama DIT. Informan tersebut kurang dalam memberikan dukungan sosial emosional kepada anaknya. Informan bekerja dan hanya bertemu dengan anaknya pagi dan malam hari. Sehingga dukungan sosial emosional tersebut jarang sekali diberikan kepada anaknya meskipun DIT mendapatkan masalah di sekolah karena perilaku negatif yang ia lakukan. Karena kesibukannya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah orang dan ketika di rumah juga sibuk merapikan rumah, seperti menyapu
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
97
lantai, menyuci, masak, dan sebagainya, ia tidak memperhatikan anaknya. Setelah DIT mendapat masalah di sekolah karena melakukan perilaku negatif pun, informan AP tidak berusaha meningkatkan dukungan sosial emosionalnya. DIT memang pendiam saat di rumah dan di sekolah. Berdasarkan wawancara dan observasi, DIT merasakan bahwa orang tuanya kurang perhatian, kurang peduli kepadanya. AP yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (berangkat pagi dan pulang sore), membuatnya jarang berbincang-bicang dengan DIT. Saat di rumah AP sudah sibuk dengan pekerjaan rumahnya. Untuk makan, belajar, mandi dan mengaji DIT melakukannya sendiri tanpa diingatkan oleh AP. Sehingga DIT jarang sekali belajar dan mengaji. AP pernah mengingatkan DIT untuk belajar dan mengaji, tetapi itu hanya beberapa kali saja. Ketika pagi hari AP membangunkan DIT untuk kesekolah. Jika AP sudah selesai memasak, maka DIT akan membawa bekal atau sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah. Tetapi jika AP belum masak makanan, DIT membawa uang saku lebih untuk membeli makanan di kantin sekolah. DIT terlihat orang yang pemalu dan tertutup, tetapi jika sudah bisa dekat dengannya, DIT anak yang cukup terbuka. DIT berangkat sekolah bersepeda dengan temantemannya terkadang berangkat bersama AP karena AP juga berangkat untuk kerja. Pada siang hari, DIT tinggal di rumah sendiri, karena AP dan ayahnya bekerja. Adiknya pun ikut ibunya bekerja, karena tempat ibunya bekerja (di rumah bosnya) ada anak seumuran dengan adiknya DIT dan tidak mungkin AP menyuruh anaknya yang kecil untuk tinggal di rumah pada siang hari. Karena masih terlalu kecil untuk tinggal di rumah tanpa orang tua dan hanya bersama DIT. Pulang sekolah DIT ke rumah tempat AP bekerja karena terkadang kunci rumah dibawa AP. Sehingga DIT mengambil kunci dahulu kemudian pulang ke rumah. Pada siang hari, DIT makan sendiri dan melakukan aktifitasnya sendiri, seperti main, tidur dan sebagainya. Ketika sore hari AP pulang, AP pun jarang sekali bertanya apakah DIT sudah makan atau belum?, bagaimana sekolahnya? dan sebagainya. Karena AP langsung mengerjakan pekerjaan rumah. Sama dengan informan FW, karena informan bekerja, maka dukungan emosional yang diberikan kepada anaknya yang bernama VAN juga kurang. Ia jarang sekali memberikan dukungan tersebut. Tetapi ketika VAN mendapatkan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
98
masalah di sekolah, dalam waktu beberapa hari, ibu FW cukup memberikan dukungan sosial emosional tersebut melalui perhatian kepada VAN. Tetapi jika sudah berlalu satu atau dua hari, maka dukungan sosial emosional tersebut tidak dilakukan lagi. Informan FW memberikan rasa peduli dan perhatian tersebut dengan menanyakan kegiatan anaknya diwaktu informan bekerja. Ia bertanya kepada anaknya saat malam hari disela informan melakukan aktifitas di rumah, seperti menyetrika pakaian atau menyuci pakaian. Sehingga bertanya hanya sekedarnya saja dan ketika sudah mengetahui kegiatan anaknya. FW tidak mengatakan bahwa VAN anak yang sangat pendiam, tetapi FW menyadari bahwa ia dan suaminya sibuk bekerja. Sehingga ia kurang dalam memberikan dukungan emosional kepada VAN. Lingkungan rumah VAN yang cukup bebas membuat VAN menjadi suka berbicara kotor dan kasar meskipun ia tidak mengetahui arti sebenarnya. Suka bermain setiap hari tanpa ingat waktu untuk mandi dan mengaji atau belajar. Pada siang hari VAN tinggal bersama tantenya (adik perempuan dari FW), tetapi tantenya tersebut mengasuh adiknya VAN yang masih kecil. Sehingga tantenya juga sibuk mengurus adiknya VAN. Maka dari itu Van kurang diperhatikan oleh anggota keluarganya. Ketika pagi hari Van dibangunkan oleh FW untuk pergi ke sekolah dan sarapan terlebih dahulu. Terkadang juga VAN membawa bekal makanan, karena FW sudah pasti masak makanan pada pagi hari untuk sarapan FW dan suaminya sebelum berangkat kerja. Karena rumah VAN jauh dari sekolah, ia terkadang terlambat datang ke sekolah. Van berangkat ke sekolah sering dianter oleh pamannya. Karena FW dan ayahnya berangkat lebih awal dari VAN. Ketika malam hari, FW sibuk dengan pekerjaan rumah dan ayahnya beristirahat karena lelah bekerja. Jarang sekali VAN diingatkan untuk belajar malam oleh FW. Disaat Van terkena masalah, orang tua dipanggil ke sekolah, ayahny adan FW memarahinya. FW hanya beberapa kali mengingatkan Van tidak boleh nakal dan bersikap baik. Dari temuan lapangan peneliti melihat anak-anak (RIQ, DIT, VAN) tetap terlihat masih melakukan perilaku negatif walau pun orang tua mereka sudah di panggil ke sekolah untuk bertemu dengan wali kelas dan SST (student support team). Sikap mereka juga belum ada perubahan setelah orang tua mereka
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
99
dipanggil ke sekolah. Anak-anak tersebut terlihat pendiam jika di rumah dan tidak terbuka dengan orang tua mereka. Karena berdasarkan temuan lapangan, seperti informan SR mengatakan bahwa RIQ sangat pendiam dan jarang sekali berbincang-bincang dengan orang tuanya atau terbuka dengan orang tuanya. Begitu juga dengan informan AP dan FW yang mengatakan bahwa anak mereka pendiam dan lebih terlihat tertutup dengan orang tua. Mereka jarang sekali berkumpul bersama, dan berbincang-bincang membahas sesuatu hal. Orang tua mereka memang terlihat sibuk dengan urusan atau kepetingan masing-masing. Karena orang tua (bapak, ibu) mareka semuanya bekerja. Hal ini sama dengan yang ada dalam teori belajar sosial (bab 2) dimana anak meniru sikap orang yang berada di sekelilingnya yaitu orang tua. Dalam hal ini sikap tertutup anak-anak dengan orang tua karena ornag tua juga kurang berkomunikasi dengan anak. Perilaku kurang peduli, kurang perhatian, tertutup dan pendiam anak-anak tersebut adalah imitasi dari orang tua.
b.
Dukungan penghargaan Dukungan sosial yang kedua adalah dukungan sosial penghargaan. Dukungan
penghargaan meliputi ungkapan penghargaan yang positif kepada anak. Dukungan pernghargaan membantu anak dalam membangun harga diri dan kompetensinya. Dengan adanya dukungan sosial penghargaan, maka individu akan merasakan dihargai, lebih dihormati, dan dapat meingkatkan rasa percaya diri akan hal-hal yang dilakukannya. Berdasarkan hasil temuan lapangan wawancara dan observasi dukungan sosial penghargaan yang diberikan oleh sekolah kepada anak-anak (peserta didik) sesuai dengan yang ada salam teori. Di sekolah setiap anak yang melakukan hal atau perilaku baik maka akan diberikan penghargaan seperti pujian, ucapan terimakasih, dan ucapan-ucapan positif. Selain itu juga untuk anak yang berprestasi, sekolah sering memberikan sertifikat atau tropi. Begitu juga dengan anak yang perilakunya selalu baik. Akan mendapatkan GSL, sertifikat dan tropi. Dengan dukungan sosial penghargaan dari sekolah seperti itu, akan membuat anak merasa dihargai, diperhatikan, merasa percaya diri, bangga, berani, dan selalu ingin melakukan hal-hal positif di sekolah.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
100
Sedangkan di rumah, tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Informan SR, AP dan FW menyatakan kurang dalam memberikan dukungan sosial penghargaan, dikarenakan mereka tidak sering memberikan pujian atau ucapan terimakasih kepada anak mereka ketika anak mereka melakukan perilaku positif di rumah. Seperti informan SR yang kurang dalam memberikan dukungan sosial penghargaan kepada anaknya. Informan SR pernah memberikan pujian kepada anaknya hanya beberapa kali dan tidak setiap hari. Sama juga dengan informan AP yang hanya memberikan pujian kepada anaknya beberapa kali saja. Kemudian informan FW juga seperti dua informan lainnya yang kurang dalam memberikan dukungan sosial penghargaan, dengan tidak pernah mengucapkan terimakasih dan tidak sering memuji anak saat anak melakukan perilaku positif di rumah. Dalam hal ini, anak yang kurang dukungan sosial penghargaan saat di rumah, terlihat menjadi kurang percaya diri saat berada di kelas untuk menjawab pertanyaan guru. Anak menjadi lebih diam dan jarang sekali mengucapkan terimakasih atau memuji orang lain yang telah melakukan perilaku baik terhadapnya. Seperti VAN yang meminjam pensil kepada temannya di kelas, kemudian
setelah
selesai
dikembalikan
kepada
temannya.
VAN
tidak
mengucapkan terimakasih dan hanya mengucapkan ingin mengembalikan pensil tersebut. Perilaku seperti itu didapatkan dari orang tua. Sama halnya dengan teori belajar sosial. Orang tua yang tidak pernah memberikan dukungan penghargaan kepada anaknya dengan ucapan terima kasih atau memuji, maka anak juga akan meniru hal yang sama dari orang tuanya. Anak tidak anak berperilaku memberikan penghargaan kepada orang lain. Hal ini menjadikan anak susah atau tidak berkarakter.
c.
Dukungan instrumental Selanjutnya yang ketiga adalah dukungan sosial instrumental yang mencakup
bantuan langsung, seperti kalau orang-orang memberi pinjaman uang kepada orang itu. Berdasarkan hasil temuan lapangan observasi dan wawancara, sekolah telah memberikan dukungan tersebut kepada anak-anak SD tersebut. Dukungan sosial instrumental yang diberikan sekolah (guru-guru) kepada peserta didik adalah memenuhi semua fasilitas sekolah dalam menunjang penerapan pendidikan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
101
karakter, akademik dan non-akademik. Sekolah memberikan fasilitas berdasarkan kebutuhan yang dibutuhkan peserta didik. Seperti dalam penerapan pendidikan karakter dengan menggunakan sistem token ekonomi, sekolah membuat kartu kontrol untuk memudahkan guru dan murid dalam melihat perilaku positif dan negatif yang peserta didik lakukan. Selain itu dibuat juga GSL (Goodconduct Slip) dan MSL (Missconduct Slip) serta dibuat sertifikat dan tropi untuk anak-anak yang kalkulasi perilaku positifnya (poin positif) baik setiap bulannya. Sedangkan untuk anak-anak yang kalkulasi perilaku negatifnya (poin negatif) lebih banyak, dibuat kartu kontrak yang akan ditanda tangani oleh orang tua, ketua koordinator dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Karena jika kalkulasi poin negatif lebih banyak, maka orang tua akan dipanggil ke sekolah, agar orang tua mengetahui perilaku anaknya di sekolah dan diharapkan orang tua dapat mendukung dalam perubahan perilaku pada anak. Sekolah juga memberikan fasilitas seperti tempat sampah di dalam kelas, di luar kelas, di halaman sekolah agar anak-anak dapat belajar disiplin untuk membuang sampah pada tempatnya dan dapat menjaga lingkungan. Sekolah juga membuat kartu kontrol dan tempat kartu tersebut dengan menggunakan bahan bekas dari tempat obat nyamuk, seperti kotak obat nyamuk baigon, vape, dan sebagainya. Dalam penerapan pendidikan karakter ini juga, sekolah membuat posterposter besar yang berisi pilar-pilar dan nilai, yang di tempel di dinding setiap kelas. Sehingga peserta didik bisa melihat dan menghafalkan pilar beserta nilainya. Khususnya untuk anak-anak yang masih sering melakukan perilaku negatif dan mendapat poin negatif banyak setiap bulannya. Jadi mereka dapat langsung melihat isi pilar dan nilai, lalu memikirkan apa yang harus mereka perbuat setelah melakukan perilaku negatif. Karena anak tersebut harus membuktikan dengan melakukan konsekuensi yang sudah dibicarakan dengan guru yang melihat perilaku negatif anak tersebut dan tidak mengulanginya kembali. Sedangkan berdasarkan teori tersebut, dukungan sosial orang tua yang diberikan pada anak mereka ini sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Bahwa informan SR, AP dan FW memberikan dukungan sosial instrumental kepada anak
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
102
berupa memenuhi kebutuhan sekolah mereka. Bagi informan-informan tersebut, bekerja atau mencari uang adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan anak. Tetapi kebutuhan anak yang diberikan tersebut juga tergantung permintaan anak dan apabila permintaan anak dirasakan tidak penting, maka tidak akan diberikan. Mereka harus mengetahui benar atau tidak anaknya membutuhkan sesuatu tersebut atau tidak. Hal ini terlihat dari hasil observasi. Peneliti melihat informan SR memberikan dukungan instrumentalnya ketika RIQ meminta uang untuk membeli penggaris karena penggaris RIQ hilang. Sebelum memberikan uangnya kepada RIQ, informan SR memarahi RIQ terlebih dahulu, karena RIQ teledor, tidak disiplin dan sebagainya. Setelah itu informan SR memberikan uangnya kepada RIQ untuk membeli penggaris. Sedangkan informan AP memberikan dukungan instrumental kepada DIT, ketika DIT membutuhkan kertas origami karena ada tugas kesenian dari sekolah. Informan AP langsung memberikan uangnya kepada DIT untuk membeli kertas origami. Kemudian informan FW terlihat memberikan dukungan instrumental kepada VAN, ketika VAN membutuhkan kotak obat nyamuk untuk dikumpulkan ke sekolah karena akan digunakan untuk tempat kartu kontrol yang akan diatur kembali oleh SST (student support team). Informan FW berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhan VAN. Informan FW langsung membelikannya dan memberikannya kotaknya kepada VAN.
d.
Dukungan informatif Kemudian dukungan sosial keempat adalah dukungan sosial informatif.
Dukungan informatif yaitu mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Dalam dukungan sosial informatif dilakukan agar individu dapat membatasi masalahnya dan menyelesaikan permasalahannya dengan pilihan memikirkan sendiri jalan keluar permasalahannya yang akan dilakukan. Dalam hal ini, sekolah juga memberikan dukungan informatif kepada anakanak (peserta didik) agar anak-anak dapat menyelesaikan permasalahan yang ada
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
103
dan mendapatkan gambaran dari nasehat, petunjuk maupun saran-saran yang telah diberikan. Untuk anak yang sering mendapatkan masalah di sekolah khususnya perilaku negatif, sekolah akan meningkatkan dukungan informatif lebih banyak lagi kepada anak tersebut. Agar anak tersebut tidak akan mengulanginya lagi dan mendapatkan petunjuk atau saran untuk menyelesaikan permasalahannya. Dengan dukungan informatif juga dapat membuat anak menjad lebih terbuka. Pihak sekolah juga memberikan dukungan informatif kepada orang tua yang dipanggil ke sekolah karena anaknya memiliki masalah perilaku ataupun akademik dengan memberikannya penjelasan, saran atau petunjuk mengenai pendidikan karakter dan segala hal mengenai sekolah. Hal ini dilakukan agar orang tua mengerti dan dapat memberikan dukungan serta pengajaran yang lebih baik kepada anaknya di rumah. Karena tidak hanya sekolah saja yang memberikan dukungan informatif saja, tetapi orang tua di rumah juga harus memberikan dukungan informatif kepada anak sehingga interaksi orang tua dengan anak di rumah menjadi lebih baik dan terbuka. Sedangkan di rumah berdasarkan temuan lapangan melalui wawancra dan observasi, peneliti mendapatkan hasil bahwa informan SR, AP dan FW memberikan nasehat ketika anak sedang mendapatkan masalah di sekolah atau membuat masalah di rumah. Informan juga terkadang memberikan saran dan peringatan atau mengingatkan anak untuk melakukan hal atau perilaku positif. Tetapi tidak sepenuhnya atau setiap hari melainkan kurang dalam memberikan dukungan informatif tersebut, dikarenakan mereka sibuk bekerja dan jarang berbincang-bincang dengan anak mereka. RIQ, DIT dan VAN terlihat pendiam saat di rumah, tidak banyak bicara, dan tidak aktif. Informan (SR, AP dan FW) jarang sekal berbincang-bincang dengan anak-anak mereka. Karena para informan sibuk bekerja dan ketika di rumah, informan sudah mengerjakan pekerjaan rumah, seperti menyapu, menyuci, masak dan sebanginya. Tetapi terkadang (tidak sering) informan AP memberikan nasehat kepada DIT saat malam hari ketika DIT belum tidur. Karena biasanya DIT tidurnya lebih cepat dari pada informan AP. Sehingga mereka jarang sekali berbincang-bincang.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
104
Informan SR terlihat tidak memberikan dukungan informatif, seperti ketika RIQ mendapatkan MSL level 2 dikarenakan tidak membawa buku paket matematika. Tetapi respon dari informan SR biasa saja dan mengatakan RIQ kurang disiplin, teledor dan sebagainya. Informan SR tidak menasehati RIQ ketika ia mendapatkan MSL level 2. RIQ pun hanya diam saja. Kemudian informan FW juga kurang dalam memberikan dukungan informatif. Terlihat tidak memberikan nasehat ketika VAN mendapatkan MSL level 1 dikarenakan tidak mengikuti sholat berjamaah di sekolah. informan FW hanya mengatakan kepada VAN untuk tidak mengulanginya lagi.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini memiliki tujuan, untuk mengetahui dan mendeskripsikan sistem token ekonomi yang diterapkan oleh sekolah dalam membentuk karakter anak serta mengetahui dan mendeskripsikan bentuk-bentuk dukungan sosial sekolah dan orang tua dalam membentuk karakter anak. Dalam penerapan sekolah diketahui telah melakukan atau menjalankan sistem tersebut untuk membentuk karakter anak. Dengan menggunakan sistem token ekonomi dapat memudahkan guru dalam mengetahui karakter anak dari hasil kalkulasi kartu kontrol yang dimiliki oleh masing-masing anak. Dari hasil penelitian ini, sekolah sudah berusaha memberikan dukungan sosial dengan baik. Mulai dari dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif. Dukungan emosional diberikan kepada anak-anak dengan memberikan kasih sayang, perhatian dan rasa peduli. Agar anak-anak merasa dekat, terbuka dan nyaman saat berada di sekolah. Ketika mengajarkan sesuatu tidak dengan suara keras (membentak), mengerti dan memahami akan perilaku anak-anak sehingga guru mengetahui cara untuk membentuk karakternya dan mudah untuk dekat dengan anak-anak sehingga anakanak bisa terbuka dalam segala masalah yang ada agar dapat dipecahkan bersama. Dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa sekolah telah memberikan dukungan emosional kepada anak-anak. Lalu untuk dukungan penghargaan, sekolah memberikan pujian, ucapan terimakasih dan penghargaan berupa benda. Seperti GSL (Goodconduct Slip) dari level 1-3 untuk anak-anak yang melakukan perilaku positif di sekolah, seertifikat untuk anak yang poin positifnya lebih banyak dari poin negatifnya (berdasarkan kalkulasi GSL dan MSL setiap bulannya). Kemudian akan diberikan tropi jika anak tersebut mendapatkan sertitikat setiap bulannya hingga sertifikat level 3 (tertinggi/poin positif terbanyak). Dalam hal ini sekolah sudah memberikan 105 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
106
dukungan penghargaan, karena sering memberikan GSL dan hadiah lainnya kepada anak-anak yang berkarakter maupun yang berprestasi. Lalu dukungan instrumental, sekolah memberikan fasilitas yang ada untuk memudahkan anak membentuk karakternya. Seperti tempat sampah, kartu kontrol, poster-poster 8 pilar yang di tempelkan di tembok sekolah agar mudah dibaca oleh anak-anak, poster tata tertib sekolah, dan sebagainya. Sekolah menyiapkan fasilitas-fasilitas sebagai sarana untuk kebutuhan anak-anak agar dapat terbentuk karakternya dan dapat meningkatkan prestasi akademiknya. Sehingga hasil dari penelitian ini, didapatkan bahwa sekolah sudah memberikan dukungan instrumental kepada anak-anak. Sedangkan untuk dukungan informatif, guru-guru selalu memberikan nasehat kepada anak-anak untuk selalu melakukan perilaku positif (karakter). Lalu memberikan informasi dan saran-saran mengenai pendidikan karakter, agar anakanak dapat melakukan perilaku positif dan dapat menjadi anak yang terbuka kepada guru-guru jika ada masalah. Sehingga mudah menyelesaikannya dan tidak menjadi beban pikiran anak tersebut. Selain itu juga, sekolah selalu memberikan dukungan informatif dan terbuka kepada orang tua mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sekolah. Sehingga hasil dari penelitian ini dikatakan bahwa sekolah telah memberikan dukungan informatif kepada anak-anak. Selanjutnya dapat dilihat dari hasil temuan lapangan dengan menggunakan wawancara dan observasi mengenai dukungan sosial orang tua dalam membentuk karakter anak. Peneliti mewawancarai dan mengobservasi 3 informan ibu-ibu (SR, AP dan FW) dan 3 orang anak, yang bernama RIQ, DIT dan VAN. Didapatkan hasil sebagai berikut. Dukungan emosional seperti kasih sayang, perhatian, dan peduli yang diberikan dari orang tua kepada anak tidak sesuai dengan apa yang ditemui di lapangan. Karena orang tua tersebut bekerja semua (istri-suami), dari pagi hingga sore, sehingga tidak dapat memberikan dukungan emosionalnya secara penuh. Berdasarkan hasil temuan lapangan juga, mereka kurang dalam memberikan dukungan emosionalnya karena tidak sepenuhnya memberikan perhatian dan rasa peduli kepada anak. Sehingga anak menjadi tertutup dan menjadi lebih diam saat
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
107
di rumah. Maka dari itu anak suka melakukan perilaku negatif di sekolah, seperti hanya mencari perhatian saja dari guru-guru dan teman-temannya. Kemudian dukungan penghargaan mencakup seperti pujian, ucapan terimakasih dan memberikan sesuatu benda atau barang kepada anak. Hal ini tidak sesuai dengan yag ada di lapangan. Orang tua tidak sering memberikan pujian atau ucapan terimakasih kepada anak mereka setelah anak mereka melakukan suatu perilaku baik di rumah. Sehingga mereka kurang dalam memberikan dukungan penghargaan kepada anak. Selanjutnya adalah dukungan instrumental yang mancakup pemberian bantuan kepada orang atau individu yang membutuhkan bantuan. Dalam hal ini teori sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Orang tua memberikan dukungan instrumental dengan memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak. Seperti yang sudah dijelaskan dalam Bab 4. Sedangkan untuk dukungan informatif yang mencakup pemberian nasehat, informasi serta saran. Hal ini tidak sesuai dengan yang ada di lapangan. Karena orang tua kurang dalam memberikan dukungan informatif kepada anak-anak mereka. Mereka tidak sering memberikan nasehat kepada anaknya, kecuali anak tersebut benar-benar sedang mendapatkan masalah dari sekolah, seperti mendapatkan kontrak karena poin negatifnya lebih banyak dari poin positifnya. Pemberian dukungan informatif hanya 1 atau 2 kali saja. Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa orang tua kurang memberikan dukungan sosial dalam membentuk karakter anak. Sehingga anak susah terbentuk karakternya meskipun sekolah sudah memberikan sistem dan dukungan sosial yang terbaik untuk anak-anak. Dalam penelitian ini, dari 4 bentuk dukungan sosial, ditemukan orang tua hanya memberikan dukungan sosial instrumental saja kepada anaknya.
5.2 Saran 1.
Agar terdapat kesinambungan antara pendidikan karakter sekolah dan orang tua dapat dilakukan pertemuan atau rapat bersama untuk membahas masalah pendidikan karakter dan perilaku anak di sekolah. Sehingga penerapan
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
108
pendidikan karakter tidak hanya di sekolah saja, tetapi saat di rumah orang tua juga dapat mengajarjan atau menerapkan dengan baik. 2.
Pemberian poin positif atau negatif pada anak-anak harus dilakukan setiap waktu, baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Sehingga setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan poin positif atau negatif.
3.
Sekolah dapat mengundang orang tua dan mengadakan acara khusus untuk membahas mengenai pentingnya komunikasi dan managemen waktu agar orang tua dapat meluangkan waktu untuk anak meskipun orang tua sangat sibuk bekerja. Karena dengan komunikasi yang lancar dan baik antara anak dan orang tua, mengakibatkan anak menjadi terbuka dengan orang tua.
Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Alston, M., & Bowles, W. (2003). Research for social workers: An introduction to methods (2nd ed.). London : Allen & Unwin. Amin, Maswardi Muhamad. (2011). Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Penerbit Bandouse Media. Jakarta. Golleman, David (1991). Emotional Intellegence : Why it can matter mpre than IQ. New York : Bantam Books. Gottlieb, Benjamin. H. (1983). Social Support Strategies. California: Sage Publication. Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. (2004). Psikologi praktis :Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta : PT BPK, Gunung Mulia. Hurlock, B. Elizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang kehidupan. Edisi kelima . Jakarta : Erlangga Irawan, P. (2006). Penelitian kualitatif dan kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Depok : FISIP UI. Lickona, T. (1992). Educating for Character, How Our School can Teach Respect and Responsibility. New York : Bantam Books. Marshall, C & Rossman. (1999). Designing Qualitative Research (3rd). London : sage publication. Megawangi, Ratna. (2009). Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Indonesia Heritage Foundation. Cimanggis, Depok. Minichiello, V., & Kottler, J. A. (2009). Qualitative Journeys: Student and mentor experiences with research. California : Sage Publication. Moleong, Lexy .J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Nasution. (2003). Metode research : Penelitian Ilmiah. Jakarta : PT Bumi Aksara. Neuman, W. Lawurence. (2006). “Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approach”. Six Edition. America
108 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
Poerwandari, E. Kristi. (2005). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia: Edisi Ketiga. LPSP3 UI: Depok Krefting, Laura.(1990). Rigor In Qualitative Research : The Assessment of Trustworthiness. The American Journal of Occupational Therapy Vol 45 No 3. Ontario Santrock, John. W. (2002). Life span developmental : Perkembangan masa hidup. Edisi ke lima. Penerbit Erlangga. Jakarta. Sarafino, E. P. (1998). Health Psychology. New York: John Wiley and Sons. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Grasindo.Sarafino Slavin, Robert E. (2011). Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik. Edisi ke Sembilan. Jilid 1. Penerbit PT Indeks. Jakarta. Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D”. Alfabeta. Bandung Sunarto, Kamanto. (2004). Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Taylor, S.E. (2006). Terjemahan Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga. Jakarta ---------------. (1991). Health Psychology. Second Edition. New York : Mc. Graw Hill. Widyarini, Nilam. 2009. “Relasi Orangtua dan Anak”. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Pencetak PT Gramedia. Jakarta.
Karya Ilmiah : Amalia, Tyas. (2011). Skripsi “Dukungan Sosial dalam Pengobatan Pasien Kanker Anak”. Universitas Indonesia. Agustine, Rhany. (2011). Skripsi “Dukungan Sosial Terhadap Penderita Skizofrenia”. Unversitas Indonesia. Mindo, Risma Rosa. (2008). Skripsi Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Prestasi Belajar Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Universitas Indonesia.
Sumber lain : Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Jakarta. 109 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
Undang-Undang Republik Indonesia No, 20 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Jakarta. Pusat Kurikulum Sekolah Dasar tahun 2010 Peraturan Mentri Pendidikan Nesional Republik Indonesia, Nomer 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Keputusan Rektor No 628/SK/R/UI/2008. Pedoman Teknis Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa. Universitas Indonesia, Depok.
Internet : http://wartapedia.com/nasional/hukum-dan-kriminal/2977-kenakalan-anak-tigamurid-sd-coba-racuni-teman-sekelas.html http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/16/anak-sd-membunuh-temannya-siapasalah/ http://www.jambiindependent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=14715
110 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA ORANG TUA A. Identitas Informan Jenis Kelamin
:
Usia
:
Pekerjaan
:
Pendidikan Terakhir : Tempat Tinggal
:
B. Dukungan Sosial 1. Jelaskan sosialisasi anda dengan anak saat di rumah? 2. Jelaskan dan sebutkan dukungan emosional yang anda berikan kepada anak di rumah dalam membentuk karakter anak? 3. Apakah manfaat dari dukungan emosional yang anda berikan? 4. Jelaskan dan sebutkan dukungan penghargaan yang anda berikan kepada anak di rumah dalam membentuk karakter anak? 5. Apakah manfaat dari dukungan penghargaan yang anda berikan? 6. Jelaskan dan sebutkan dukungan instrumental yang anda berikan kepada anak di rumah dalam membentuk karakter anak? 7. Apakah manfaat dari dukungan instrumental yang anda berikan? 8. Jelaskan dan sebutkan dukungan informatif yang anda berikan kepada anak di rumah dalam membentuk karakter anak? 9. Apakah manfaat dari dukungan informatif yang anda berikan?
111 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
LAMPIRAN B
PEDOMAN WAWANCARA WAKIL KEPSEK BID. KESISWAAN DAN STUDENT SUPPORT TEAM (SST)
A. Identitas Informan Jenis Kelamin
:
Usia
:
Pekerjaan
:
Pendidikan Terakhir
:
B. Pendidikan Karakter Di Sekolah 1. Bagaimana penerapan pendidikan karakter di sekolah Sekolah Dasar Swasta 01 Gula Putih Mataram? Jelaskan! 2. Bagimana dan jelaskan cara kerja sistem token ekonomi? 3. Bagaimana dan jelaskan cara kerja GSL dan MSL? 4. Bagaimana persiapan yang dilakukan sekolah untuk menjalankan pendidikan karakter dan sistem token ekonomi? Jelaskan! 5. Bagaimana cara kerja wakil kepala sekolah dan Student Support Team (SST) dalam menangani masalah perilaku anak di sekolah? C. Dukungan Sosial 1. Jelaskan dan sebutkan dukungan emosional yang anda berikan kepada anak di rumah dalam membentuk karakter anak? 2. Jelaskan dan sebutkan dukungan penghargaan yang anda berikan kepada anak di rumah dalam membentuk karakter anak? 3. Jelaskan dan sebutkan dukungan instrumental yang anda berikan kepada anak di rumah dalam membentuk karakter anak? 4. Jelaskan dan sebutkan dukungan informatif yang anda berikan kepada anak di rumah dalam membentuk karakter anak?
112 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
LAMPIRAN C PEDOMAN WAWANCARA ANAK A. Identitas Informan Jenis Kelamin
:
Usia
:
Kelas
:
B. Dukungan Sosial 1. Jelaskan dan sebutkan dukungan emosional yang anda terima dari orang tua dan guru di sekolah? 2. Jelaskan dan sebutkan dukungan penghargaan yang anda terima dari orang tua dan guru di sekolah? 3. Jelaskan dan sebutkan dukungan instrumental yang anda anda terima dari orang tua dan guru di sekolah? 4. Jelaskan dan sebutkan dukungan informatif yang anda anda terima dari orang tua dan guru di sekolah?
113 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
LAMPIRAN D SURAT KONTRAK
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Kelas :
FIRST CONTRACT / Surat Perjanjian
I
Sugar Group School SDS 01 Gula Putih Mataram
Telp. (0725)563088
Telah melakukan hal-hal berikut: Tgl 19 September 2011 tidak memperhatikan guru (level 1) Tgl 19 September 2011 mengganggu teman (level 1) Tgl 22 September 2011 tidak mengerjakan soal (level 1) Tgl 22 September 2011 jalan-jalan dikelas (level 1) Tgl 26 September 2011 mengganggu teman (level 1) Tgl 29 September 2011 berkata tidak sopan (level 1) Total Misconduct 6 = Contract 1 Selanjutnya, saya berjanji tidak melakukan pelanggaran kembali, dan apabila ternyata sebelum masa berlaku perjanjian pertama berakhir saya melakukan pelanggaran kembali, maka saya bersedia menerima konsekuensi selanjutnya yaitu menerima surat perjanjian 2
Surat perjanjian ini berlaku dari tanggal 20 Oktober 2011 sampai 4 November 2011
Site GPM, 20 Oktober 2012 Siswa
Wali Murid
.......................
................
Mengetahui, WaKa Bid. Kesiswaan
ES 114 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
LAMPIRAN E KARTU KONTROL (CONTROL CARD)
CONDUCT CONTROL CARD NAME : ………………………...
DATE
CONDUCT CODE + -
ATTITUDE
TEACHER’S SIGN
115 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
LAMPIRAN F
LEVEL dan JENIS PENANGAN PERILAKU SISWA PERILAKU POSITIF
PERILAKU NEGATIF
LEVEL 1
LEVEL 1
1. Berinisiatif membantu orang lain 2. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar 3. Berpartisipasi secara aktif dalam memecahkan masalah 4. Menunjukkan peningkatan dalam belajar 5. Mendapatkan nilai paling tinggi (latihan/tes/ulangan)
1. Seragam tidak rapih 2. Memakai sepatu/kaos kaki diluar dari ketentuan sekolah 3. Rambut tidak rapih (Laki-laki: menyentuh kerah, daun telinga dan melewati alis mata. Perempuan: melewati alis mata) 4. Memakai aksesoris (Cincin, Kalung, Gelang, Bros, Pin) 5. Kuku panjang, kotor dan/atau diwarnai 6. Tidak membawa buku teks 7. Mengganggu teman pada saat kegiatan belajar mengajar
LEVEL 2
1. 2 kali berturut-turut mendapatkan nilai lebih baik (>20 poin) dari sebelumnya (latihan/tes/ulangan) 2. Berpartisipasi aktif mengajarkan materi pelajaran kepada teman 3. Berinisiatif menjaga barang milik sekolah/orang lain 4. Berpartisipasi dalam sebua kompetisi 5. Mengakui kesalahan/jujur 6. Bekerjasama dengan baik 7. Berinisiatif mengambil sampah dan membuangnya pada tempat sampah
LEVEL 2 Datang terlambat tanpa alasan yang jelas Membawa benda lain selain perlengkapan belajar (mainan, hand phone, Mp3, dll) Makan pada saat jam pelajaran Makan di dalam kelas Absen 2 kali berturut-turut tanpa informasi yang jelas. Berperilaku tidak semestinya di lingkungan sekolah (koridor sekolah, perpustakaan, tempat parkir sepeda) Membuang sampah sembarangan Menyerahkan pekerjaan rumah tidak tepat waktu Tidak bertanggung jawab terhadap fasilitas sekolah Tidur pada saat jam pelajaran
116 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
LEVEL 3
LEVEL 3
1. Berkontribusi dalam mempromosikan sekolah 2. Mengikuti perlombaan/kompetisi di tingkat propinsi 3. Hasil karya (karya tulis/gambar) di publikasikan di media cetak 4. Menunjukkan perubahan perilaku dan akademik yang sangat jelas.
1. Mengejek/mengancam/menyerang orang lain secara Fisik/mental. 2. Mencontek/menjiplak 3. Membawa/menggunakan handphone pada saat proses belajar. 4. Membawa rokok/ merokok di lingkungan sekolah 5. Meninggalkan sekolah tanpa izin 6. Mengambil milik orang lain tanpa izin 7. Merusak fasilitas sekolah 8. Berbohong/memberikan informasi yang tidak benar 9. Membawa senjata tajam/minuman beralkohol/obat-obatan terlarang dan yang sejenisnya 10. Membawa/mengakses hal-hal yang berhubungan dengan pornografi
Updated by counselor team
LAMPIRAN G TABEL DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA 117 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
Bentuk-bentuk Dukungan Sosial
Informan SR
Informan AP
Informan FW
melalui kasih sayang. perhatian dan rasa perduli kurang diberikan oleh informan SR kepada anaknya membangunkan pada pagi hari, dan memberikan uang jajan kepada RIQ Terkadang juga SR mengingatkan anaknya untuk belajar pada malam hari, walaupun tidak setiap hari mengingatkannya kurang dalam memberikan dukungan penghargaan kepada anaknya. Beberapa kali memberikan pujian ketika RIQ melakukan perilaku baik di rumah
kurang dalam memberikan dukungan melalui perhatian dan rasa peduli kepada anaknya mengingatkan untuk belajar, terkadang mengingatkan untuk makan malam dan membangunkan DIT setiap pagi.
Kurang dalam memberikan dukungan emosional kepada anak. mengingatkan tidak boleh nakal di sekolah, dan bersikap baik.
Beberapa kali memberikan pujian Kurang dalam memberikan dukungan penghargaan
3) Dukungan Instrumental
memenuhi kebutuhan anaknya ketika anaknya membutuhkan sesuatu hal, seperti peralatan sekolah.
kurang dalam memberikan dukungan penghargaan kepada anak. beberapa kali memberikan pujian ketika VAN melakukan perilaku baik di rumah beberapa kali mengucapkan terimakasih. memenuhi kebutuhan anak berupa peralatan sekolah ketika anak membutuhkan.
4) Dukungan Informatif
kurang dalam memberikan dukungan informatif kepada anaknya. nasehat dan contohcontoh perbuatan baik dan buruk.
Beberapa kali memberikan nasehat. Kurang dalam memberikan dukungan informatif kepada anaknya
1) Dukungan Emosional
2) Dukungan Penghargaan
memenuhi kebutuhan sekolah anak, seperti alat tulis, buku dan sebagainya.
Beberapa kali memberikan nasehat dan saran.
LAMPIRAN H TABEL DUKUNGAN SOSIAL SEKOLAH 118 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012
Bentuk-bentuk Dukungan Sosial 5. Dukungan Emosional
Informan ES
6.
Dukungan Penghargaan
7.
Dukungan Instrumental
8.
Dukungan Informatif
kasih sayang perhatian rasa peduli empati kepada anak-anak. mengajar menggunakan perasaan tidak membentak, tidak memarahi murid jika mereka salah,tidak pernah mengatakan kata “jangan” kepada anak, mengajar dengan penuh kelembutan dan kesabaran selalu mendekatkan diri dengan anak-anak agar mereka terbuka. Pujian ucapan terimakasih. Memberikan hadiah Memberikan Goodconduct Slip (GSL) pembagian tropi, piagam sertifikat untuk anak yang berperilaku baik (berkarakter) dan perprestasi. fasilitas-fasilitas yang memudahkan anak untuk berkembang sesuai minat dan bakatnya tanpa adanya paksaan dari siapa pun. memasang poster-poster 8 pilar dan nilai-nilainya di sepanjang dinding kelas menyediakan tempat sampah banyak (organik dan nonorganik) dan sebagainya. nasehat informasi, pengetahuan kepada anak murid ketika anak tersebut melakukan kesalahan selalu mengingatkan untuk berperilaku positif. pengetahuan mengenai pendidikan karakter dan saran-saran kepada orang tua
Informan KM
rasa sayang perhatian kepada anak murid Ramah kepada anak-anak Tidak membentak tidak memarahi anak murid jika ada anak yang salah, menjelaskan secara lembut agar anak tidak takut Mendekatkan diri dengan anak-anak, agar terbuka
Memuji mengatakan terimakasih memberikan GSL pada anak memberikan hadiah tropi atau piagam sertifikat untuk anak yang memiliki banyak poin positifnya menyediakan peralatan dalam membentuk karakter mereka, membuat kartu kontrol dan tempat dari kartu konrol yang ditempel pada setiap kelas.
memberikan penjelasan kepada anak-anak mengenai pendidikan karakter memberikan nasehat ketika anak melakukan kesalahan memberikan pilihan-pilihan atau saran kepada anak agar tidak melakukan perilaku negatif di sekolah.
119 Universitas Indonesia
Gambaran sistem..., Yunia Selviliana, FISIP UI, 2012