UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI – 12 JULI;29 JULI – 2 AGUSTUS;19-23 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NENDEN NURHASANAH, S. Farm. 1206329871
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI – 12 JULI;29 JULI – 2 AGUSTUS;19-23 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
NENDEN NURHASANAH, S. Farm. 1206329871
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
iii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
iv
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan rangkaian kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dimulai dari pelaksanaan praktek di apotek hingga menyelesaikan laporan ini. Pelaksanaan PKPA di apotek
merupakan salah satu prasyarat bagi
mahasiswa Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk memperoleh gelar Apoteker dan memperkaya wawasan mahasiswa mengenai peran seorang Apoteker di apotek. Selama menjalani PKPA di Apotek Endeh, kami telah banyak mendapatkan informasi, pengetahuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang dengan penuh ketulusan hati memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan kepada penulis selama menjalankan PKPA dan ketika menyusun laporan PKPA yang terdiri dari Tugas Umum dan Tugas Khusus ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas izin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt sebagai Pejabat Sementara Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.
3.
Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4.
Drs. Arel ST.S. Iskandar MM., M.Si., Apt. selaku pembimbing PKPA di Apotek Endeh atas semua masukkan ide, waktu yang diberikan, bantuan, bimbingan, dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis. v
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5.
Ibu Dra. Arlina Adisasmita, Apt., MSc., selaku Apoteker Pengelola Apotek Endeh yang telah memberikan kesempatan, sarana, dan fasilitas yang diberikan selama PKPA.
6.
Dra. Rosmala Dewi, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini.
7.
Karyawan dan karyawati Apotek Endeh yaitu Ka Irul, Pak. Iwan, Mbak Yayuk dan Pak. Yadi yang telah banyak membantu penulis dalam praktek kerja selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8.
Seluruh staf pengajar dan sekretariat Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.
9.
Keluarga tercinta, atas kasih sayang dan doa yang tak pernah putus mengiringi setiap langkah perjalanan hidup penulis.
10. Seluruh teman-teman Apoteker Angkatan 77 Universitas Indonesia atas kebersamaan, kerjasama, canda-tawa dan kesediaan berbagi suka dan duka, dukungan dan semangat yang diberkan kepada Penulis. 11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama kegiatan PKPA ini dapat berguna bagi penulis di masa mendatang dan laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Depok, Januari 2014
Penulis vi
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
vii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Nenden Nurhasanah, S. Farm : 1206329871 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Endeh Jalan Pancoran Timur No 37, Jakarta Selatan periode 17 Juni- 12 Juli; 29 Juli – 2 Agustus; 19 – 23 Augustus 2013
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker yang mana sebagai tenaga profesional di Apotek memiliki peran yang penting untuk melaksanakan pelayanan kesehatan dalam bidang kefarmasian. Calon Apoteker perlu dibekali dengan pengalaman praktek kerja secara langsung di Apotek untuk menambah, memberi pemahaman dan memperluas pengetahuan secara langsung mengenai peran apoteker, tugas dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek di Apotek serta mempelajari cara mengelola apotek yang baik dengan mengikuti kegiatan rutin apotek, manajemen, organisasi dan pelayanan kesehatan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Endeh ini telah memenuhi semua tujuan diatas. Saran yang diberikan untuk kemajuan Apotek Endeh yaitu meliputi pengaktifkan kembali sistem kartu stok, perbaikan sarana dan pra sarana, serta perlu diadakan pelatihan terhadap sumber daya manusia terutama dalam hal pemberian pelayanan informasi obat (PIO) dan menggalakan swamedikasi. Dalam praktek perapotekan tidak menutup kemungkinan terjadi beberapa penyimpangan terhadap aturan yang telah ditetapkan seperti tidak adanya Apoteker di Apotek, pelayanan dispensing obat keras tanpa resep dokter, fenomena Apotek panel dan lain sebagainya. Maka dibuatlah tugas khusus yang bertujuan untuk mengkaji masih relevankah peraturan-peraturan yang berlaku saat ini terhadap praktek kefarmasian di Apotek. Ketentuan yang tertera dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) sudah saatnya direvisi dan diperluas, disesuaikan dengan kemampuan dan kompetensi dari Apoteker yang bersangkutan, sedangkan aturan-aturan lainnya perlu dilakukan penguatan untuk mendukung berlangsungnya pekerjaan profesi apoteker agar menjadi semakin tertib. Diperlukan komitmen sepenuhnya dari masing-masing apoteker yang bekerja sebagai APA. Apotek dapat tetap berjalan tanpa melanggar undang-undang yang ada. Kata kunci
: Apotek Endeh, Laporan PKPA, Apoteker, Undangundang kefarmasian. Tugas umum : xii + 42 halaman; 17 lampiran Tugas khusus : ii + 21 halaman Daftar Acuan Tugas Umum : 10 (1978 - 2011) Daftar Acuan Tugas Khusus : 10 (1990 - 2012)
viii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT Name : Nenden Nurhasanah S. Farm : 1206329871 NPM Study Program : Profession of Apothecary - Specialisation in Hospital Pharmacy and Community Title : Report of Advanced Pharmacy Practice Experiences at Endeh Pharmacy, East Pancoran 37 Street, South Jakarta period June 17 - Juy 12; July 29 - August 2; August 19-23 2013 Pharmacy (dispensary) is a pharmacy service facility which carry out the practice of pharmacy by a pharmacist. As a professionals in pharmacy, A pharmacist has an important role to carry out health services in the field of pharmacy. Candidate of pharmacists should be equipped with practical experience working directly in the pharmacy to give then added understanding and expanding knowledge of the role of pharmacists as well as learn how to manage a good pharmacy by following routine pharmacy, management, organizations and health care. Advanced Pharmacy Practice Experiences (APPE) in Endeh Pharmacy had met all of the objectives above. The advice given to the progress of pharmacy which included the reactivation Endeh’s card stock system, repair facilities, hold the training of human resources especially in about drug information services and promoting self medication. In fact, pharmacy’s practice was not close the possibility of some deviations from the predefined rules such as the absence of Pharmacist in pharmacy, service dispensing prescription drugs without doctor’s prescription, Panel pharmacy phenomenon etc. The specific tasks aimed assessed relevantion of current regulations in pharmacy. The DOWA should be revised and expanded, the capabilities and competence of the pharmacist was concerned, while other rules need to be strengthened to support the ongoing work of the pharmacist profession in order to become more orderly. Required commitment of each fully pharmacists who work as APA. Pharmacies can continue to run without violating existing laws. Keywords
:Endeh Pharmacy, APPE Report, Pharmacist, Phamaceutical Legislation General Assignment : xii + 42 pages; 17 appendixes Specific Assignment : ii + 21 pages References of General Assignment : 10 (1978 - 2011) References of Specific Assignment : 10 (1990 - 2012)
ix
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................... iv KATA PENGANTAR............................................................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..... vii ABSTRAK............................................................................................................................. viii ABSTRACT............................................................................................................................ ix DAFTAR ISI............................................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................xii
1. PENDAHULUAN..........................................................................................1 1.1 Latar Belakang .........................................................................................1 1.2 Tujuan.......................................................................................................2 2. TINJAUAN UMUM ......................................................................................3 2.1 Definisi Apotek ........................................................................................3 2.2 Landasan Hukum Apotek .........................................................................3 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek .........................................................................6 2.4 Tata Cara Perizinan Apotek .....................................................................6 2.5 Personalia Apotek ....................................................................................8 2.6 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) ......................................10 2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek ..................................................................12 2.8 Sediaan Farmasi .......................................................................................14 2.9 Obat Wajib Apotek...................................................................................17 2.10 Pengelolaan Narkotika ...........................................................................18 2.11 Pengelolaan Psikotropika .......................................................................21 2.12 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ............................................................23 2.13 Pelayanan Swamedikasi .........................................................................23 3. TINJAUAN KHUSUS...................................................................................27 3.1 Sejarah Singkat Apotek Endeh .................................................................27 3.2 Lokasi .......................................................................................................27 3.3 Bangunan dan Tata Ruang .......................................................................27 3.4 Struktur Organisasi ...................................................................................29 3.5 Kegiatan-Kegiatan di Apotek ...................................................................29 3.6 Pengelolaan Narkotika .............................................................................33 3.7 Pengelolaan Psikotropika .........................................................................34 4. PEMBAHASAN ............................................................................................36 5. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................42 5.1 Kesimpulan...............................................................................................42 5.2 Saran .........................................................................................................42 DAFTAR ACUAN.............................................................................................43 x
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5
Logo Obat Bebas ...........................................................................14 Logo Obat Bebas Terbatas .............................................................14 Tanda Peringatan Obat Bebas ........................................................15 Logo Obat Keras ............................................................................15 Logo Obat Narkotika .....................................................................16
xi
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17.
Denah Lokasi Apotek Endeh .......................................................44 Denah Ruangan Apotek Endeh ...................................................45 Struktur Organisasi Apotek Endeh ..............................................47 Alur Pengelolaan Barang .............................................................48 Surat Pesanan Sediaan Umum .....................................................49 Kartu Stok ....................................................................................50 Alur Pelayanan Resep Tunai .......................................................51 Etiket............................................................................................52 Copy Resep ..................................................................................53 Alur Pelayanan OTC ...................................................................54 Kuitansi Pembayaran ...................................................................55 Tanda Terima Faktur ...................................................................56 Surat Pesanan Narkotika..............................................................57 Surat Pesanan Psikotropika .........................................................58 Contoh Laporan Penggunaan Narkotika .....................................59 Contoh Laporan Penggunaan Psikotropika .................................61 Contoh Lembar Stock Opname Apotek Endeh ...........................63
xii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Maka perlu dilakukan suatu upaya kesehatan misalnya dengan cara peningkatan kualitas tenaga kesehatan, adanya sistem pelayanan yang terorganisir dengan baik dan ditunjang oleh sarana kesehatan yang memadai. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam upaya kesehatan ini diperlukan sumber daya kesehatan, yaitu tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan kesehatan, pembiayaan kesehatan, pengolahan kesehatan serta penelitian dan pengembangan kesehatan. Salah satu sarana kesehatan untuk melaksanakan upaya kesehatan adalah apotek. Menurut PP RI No. 51 tahun 2009, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Adapun pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.Apotek dipimpin oleh seorang apoteker yang disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA). Untuk dapat mengelola apotek seorang apoteker tidak cukup dengan berbekal ilmu teknis kefarmasian saja tetapi juga harus memiliki kemampuan memahami manajerial yang meliputi pengelolaan administrasi, persediaan sarana keuangan dan pengelolaan sumber daya manusia. Pelayanan kefarmasian kini tidak hanya berorientasi pada pengelolaan obat sebagai komoditi namun juga berorientasi pada pelayanan komprehensif 1
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan tersebut, maka perlu dilakukan penerapan ilmu kefarmasian yang baik di apotek yang telah diatur dalam Permenkes 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 Pasal 21 ayat 2 disebutkan bahwa yang boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep dokter adalah apoteker. Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Selain itu, Apoteker juga harus bertanggung jawab atas semua obat yang digunakan oleh pasien sehingga dapat memastikan semua terapi yang digunakan efektif, efisien, rasional, aman, bermutu dan terjangkau. Apoteker sebagai tenaga profesional di apotek memiliki peran yang penting dalam melaksanakan pelayanan kesehatan terutama dalam bidang kefarmasian. Untuk dapat mempersiapkan calon apoteker yang memiliki dedikasi tinggi yang mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan dapat mengelola apotek dengan baik, calon apoteker perlu dibekali dengan pengalaman praktek kerja secara langsung di apotek selain dari sisi penguasaan teori ilmu kefarmasian dan perapotekan. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Endeh yang dilaksanakan pada tanggal 17 Juni – 12 Juli, 29 Juli – 2 Agustus dan 19 – 23 Agustus 2013. Praktek kerja diharapkan mampu memberikan keterampilan dan keahlian dalam mengelola apotek.
1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia ini yaitu untuk menambah dan memperluas pengetahuan secara langsung mengenai peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek, memberi pemahaman kepada calon apoteker mengenai peran, tugas dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek di apotek serta mempelajari cara mengelola apotek yang baik dengan mengikuti kegiatan rutin apotek, manajemen, organisasi dan pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Definisi apotek Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Menkes, 2004). Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Presiden Republik Indonesia, 2009).
2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang berlandaskan pada : a. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan b. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. d. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. e. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek. f. Peraturan Menteri Kesehatan No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. g. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. h. Undang-Undang Obat Keras (St 1937 No. 541) i. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker dan Izin kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.184/Menkes/Per/II/1995 3
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
j. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/Menkes/
SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin
Apotek. k. Beberapa pokok-pokok ketentuan terkait Apotek dalam PP 51 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1) Pasal 1 Yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. 2) Pasal 20, Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian,
Apoteker
dapat
dibantu
oleh
Apoteker
pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian. 3) Pasal 21 a) Ayat 1 Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian,
Apoteker
harus
menerapkan
standar
pelayanan kefarmasian. b) Ayat 2 Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. 4) Pasal 23 a) Ayat
1 Dalam
sebagaimana
melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker
dimaksud
harus
menetapkan
Standar
Prosedur
Operasional. b) Ayat 2 Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang- undangan. 5) Pasal 31 a) Ayat 1 Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
5
b) Ayat 2 Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui audit kefarmasian. 6) Pasal 37 ayat 1 Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi. 7) Berkaitan dengan kepemilikan apotek, pasal 25 menyatakan: a) Ayat 1 Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. b) Ayat 2 Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. l. Dalam Permenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, pengolahan suatu apotek meliputi: 1) Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau bahan obat. 2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. 3) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi: a) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat. b) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya. Menurut peraturan pemerintah No.51 tahun 2009, tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah untuk : a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; b. Mempertahankan dan
meningkatkan mutu
penyelenggaraan Pekerjaan
Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan - undangan; dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
6
c. Memberikan kepastian
hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga
Kefarmasian.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Tugas dan fungsi Apotek adalah : a. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian b. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika. c. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan
dan
pendistribusi
atau
penyaluranan
obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2.4 Tata Cara Perizinan Apotek Apotek baru yang akan beroperasi harus mempunyai Surat Izin Apotek (SIA). SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Izin Apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
No.1332/ Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9, tata cara
pemberian izin Apotek dinyatakan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a. Permohonan izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
7
b. Dengan
menggunakan
Formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima 5 permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan Apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil
pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh formulir APT-3. d. Dalam hal
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, Apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat mengeluarkan SIA
dengan
menggunakan contoh formulir model APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi selambat-lambatnya
persyaratan yang belum dipenuhi
dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat
Penundaan. h. Terhadap permohonan izin Apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan Apotek atau lokasi Apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan
alasannya dengan menggunakan formulir
model APT-7 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
8
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah Apotek adalah: a. Tempat/Lokasi.
Persyaratan
jarak
minimum
antar
Apotek
tidak
dipermasalahkan lagi, sehingga tempat atau lokasi dapat dipilih dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, jumlah praktik dokter atau pelayanan kesehatan, kemudahan untuk mencapai Apotek, dan faktor lainnya. b. Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya. Bangunan Apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, ruang administrasi dan kamar kerja Apoteker serta ruang tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan Apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama Apotek. c. Perlengkapan Apotek Perlengkapan Apotek yang harus dimiliki antara lain : 1) Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu,dan lain-lain. 2) Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. 3) Wadah pengemas dan pembungkus. 4) Alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep, dan kwitansi. 5) Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan Apotek.
2.5 Personalia Apotek Tenaga
kefarmasian
adalah
tenaga
yang
melakukan
pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian., Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
9
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker pendamping ini hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 19 disebutkan mengenai ketentuan beberapa pelimpahan tanggung jawab pengelola Apotek, diantaranya (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping. b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker Pengganti yaitu Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di Apotek lain. c. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan menggunakan formulir model APT.9. d. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. e. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apoteker atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
10
Pada Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 megenai registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian, istilah Apoteker Pengelola Apotek tidak ada, akan tetapi ada istilah Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan. Pengelolaan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pelayanan kefarmasian dengan maksud agar praktek kerja kefarmasia dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu ruang lingkup Apoteker penanggung jawab apotek, lebih luas daripada apoteker pengelola apotek. Apoteker penanggung jawab apotek dan Apoteker pengelola apotek, dapat disingkat menjadi APA. Untuk mendukung kegiatan di Apotek apabila Apotek yang dikelola cukup besar dan padat diperlukan tenaga kerja lain seperti Asisten Apoteker, juru resep, kasir dan pegawai tata usaha. Juru resep adalah petugas yang membantu
pekerjaan Asisten Apoteker. Kasir adalah orang yang bertugas
mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kwitansi dan nota. Sedangkan pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi Apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, dan keuangan Apotek. APA bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping maupun Apoteker Pengganti, dalam pengelolaan Apotek. Apoteker Pendamping bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker Pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Berdasarkan Permenkes No.922/Menkes/Per/X/1993 Pasal 24, dijelaskan apabila APA meninggal dunia, maka ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut dalam waktu 2x24 jam kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada Apotek tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping, maka laporan wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2) kepada Kepala Dinas Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
11
Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir model APT.11 dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993).
2.6 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Tata cara memperoleh STRA yang disebutkan dalam pasal 12 dinyatakan sebagai berikut : a. Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Komite Farmasi Nasional (KFN). Surat permohonan STRA harus melampirkan: 1) Fotokopi ijazah Apoteker. 2) Fotokopi surat sumpah/janji Apoteker. 3) Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku. 4) Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik. 5) Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika
profesi. 6) Pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. b. Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi c. informatika atau secara online melalui website KFN. d. KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 pasal 17 dinyatakan bahwa setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat tersebut berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) yang merupakan surat izin yang diberikan kepada Apoteker Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
12
untuk dapat
melaksanakan praktek kefarmasian pada
fasilitas pelayanan
kefarmasian dan Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) adalah surat izin praktek yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan
(Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2011): a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN. b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3x4 sebanyak 3 (tiga) lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.
2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 25 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002) : a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apoteker Pengelola Apotek, dan atau b. Apoteker tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin dan melakukan penggantian obat generik dalam resep dengan obat paten, dan atau Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
13
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus, dan atau d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang Obat Keras Nomor.St. 1937 No.541, Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undangundang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yangberlaku, dan atau e. Surat Izin Kerja APA dicabut dan atau f. Pemilik Sarana Apotek (PSA) terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang undangan di bidang obat, dan atau g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan izin Apotek harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 26, pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut
dengan
tenggang waktu
masing-masing 2 bulan
menggunakan contoh Formulir Model APT-12
dengan
(Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2002). Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-13. Pembekuan Surat Izin Apotek (SIA) dapat dicairkan kembali apabila Apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam
peraturan dengan menggunakan
Formulir Model APT-14. Pencairan Izin Apotik ini dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Berdasarkan
No.1332/MENKES/SK/X/2002
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Pasal 27, keputusan pencabutan Surat Izin
Apotik oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada yang bersangkutan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-15 dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat serta Kepala Balai POM setempat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
14
2002).Ketika terjadi pencabutan izin Apotek, APA atau Apoteker Pengganti, wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 29) : a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotik; b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci; c. Apoteker Pengelola Apotik wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inve ntarisasi yang telah dilakukan di atas. 2.8 Sediaan Farmasi Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi : a. Obat Bebas Obat golongan ini adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna hijau disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis, atau aturan pemakaiannya, nomor bets, nomor registrasi, nama pabrik, dan alamaserta cara penyimpanannya.
Gambar 2.1. Logo Obat Bebas
b. Obat Bebas Terbatas Obat golongan ini adalah obat keras yang diberi batas pada setiap takaran dan kemasan yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
15
dikenali oleh penderita sendiri. Obat ini dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna biru yang ditulis pada etiket dan bungkus luar.
Gambar 2.2. Logo Obat Bebas Terbatas
Di samping itu ada tanda peringatan P.No.1 sampai dengan P.No.6, dan penandaan pada etiket atau brosur terdapat nama obat yang bersangkutan, daftar bahan khasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan (indikasi), dan cara pemakaian, peringatan, serta kontraindikasi. Tanda peringatan pada kemasan dibuat dengan dasar hitam dan tulisan putih.
Gambar 2.3. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas
c. Obat Keras
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
16
Obat golongan ini adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K didalamnya. Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras.
Gambar 2.4. Logo Obat Keras
d. Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Presiden Republik Indonesia,2009a). Obat golongan narkotika ditandai dengan palang medali berwarna merah.
Gambar 2.5. Logo Obat Narkotika
Narkotika dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu : 1) Narkotika golongan I, yang dapat digunakan untuk kepentingan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk menimbulkan ketergantungan.
Contoh tanaman
Papaver somniferum
(kecuali biji),
Erythroxylon coca, dan Cannabis sativa, heroina, desmorfina, tiofentanil, dan lainnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
17
2) Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah fentanil, metadona, morfin, petidin, tebain dan lainnya. 3) Narkotika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan ketergantungan. Contohnya yaitu kodein, etilmorfin, norkodein dan lainnya.
e. Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada sasaran saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku (Presiden Republik Indonesia, 1997). Psikotropika dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu: 1) Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : etisiklidina, lisergida, dan meskalina. 2) Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, dan metamfetamin. 3) Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan, digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital, dan pentazosina. 4) Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
18
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: barbital, alprazolam, dan diazepam. Psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi Narkotika golongan I. Oleh sebab itu, Lampiran mengenai Psikotropika golongan I dan II pada UU No.5 tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi (Presiden Republik Indonesia, 2009a).
2.9 Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di Apotek (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri. Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di Apotek diwajibkan untuk: a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
19
2.10 Pengelolaan Narkotika Narkotika merupakan obat yang dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat. Di Indonesia, pengendalian dan pengawasan narkotika merupakan wewenang Badan POM RI. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Pengelolaan narkotika yang dilakukan di Apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan. a. Pemesanan narkotika Undang-undang No. 9 tahun 1976 menyatakan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada Apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki atau
menyimpan
untuk
persediaan,
menguasai,
menjual,
menyalurkan,
menyerahkan, mengirimkan, membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan. Untuk memudahkan pengawasan maka Apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, jabatan, alamat rumah, nama distributor, alamat dan no. telepon distributor, jenis dan jumlah narkotika yang dipesan, tujuan penggunaan narkotika, nomor SIK, nomor SIA, dan stempel Apotek. SP terdiri dari rangkap empat, tiga lembar diserahkan kepada PBF, sedangkan satu lembar salinan disimpan sebagai arsip Apotek. Satu SP hanya boleh memesan satu jenis narkotika. b. Penyimpanan narkotika Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA yang dapat diwakilkan oleh AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
20
nomor Surat Izin Apotek, dan stempel Apotek. Segala zat atau bahan yang termasuk narkotika di Apotek wajib disimpan khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Pasal 14 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 (Presiden Republik Indonesia, 2009a). Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1978). Tempat penyimpanan narkotika di Apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2) Harus mempunyai kunci yang kuat. 3) Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari. 4) Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40x80x100 cm maka lemari tersebut harus dilekatkan pada tembok atau lantai 5) Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. 6) Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa. 7) Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. c. Pelayanan resep narkotika Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika hanya dapat diserahkan
pada
pasien
berdasarkan
resep
dokter
(Presiden
Republik
Indonesia,2009a). Selain itu berdasarkan atas Surat Edaran Direktorat Jenderal POM RI (sekarang Badan POM RI) No. 336/E/SE/1997 disebutkan: 1) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, Apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh Apotek yang menyimpan resep asli.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
21
2) Salinan resep dan resep narkotika dengan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu, Dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan narkotika Dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) disebutkan bahwa industri farmasi, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan,wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya (Presiden Republik Indonesia, 2009a). Setiap bulannya, Apotek wajib membuat laporan mengenai pemasukan dan atau pengeluaran narkotika dengan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Laporan tersebut dikirim ke Dinas Kesehatan Kota
setempat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya, dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM dan Dinas Kesehatan Provinsi. Untuk apotek yang bertempat di DKI Jakarta, laporan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan (Kota/Kabupaten) setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan arsip. Untuk mempermudah pelaporan narkotika, saat ini telah dibuat sistem SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). SIPNAP adalah system yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, RS, dan Apotek) ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
dengan
menggunakan
pelaporan
elektronik
selanjutnya Kab/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinas kesehatan Propinsi dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. e. Pemusnahan narkotika Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28/MENKES/ PER/1978 pasal 9, disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pengobatan dan atau pengembangan penelitian
(Menteri Kesehatan Republik
Indonesia,1978). Untuk pemusnahan narkotika di Apotek, Apoteker Pengelola Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
22
Apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika, yang sekurang-kurangnya memuat : 1) Nama, jenis dan jumlah. 2) Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemusnahan 3) Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan. 4) Berita acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Suku Dinas Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM.
2.11 Pengelolaan Psikotropika Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No. 5 tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan (Presiden Republik Indonesia, 1997. Tujuan pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, dan memberantas peredaran gelap psikotropika
Secara garis besar pengelolaan
psikotropika meliputi
pemesanan, penyimpanan, pelaporan, dan pemusnahan. a. Pemesanan Psikotropika (Presiden Republik Indonesia, 1997) Pemesanan Psikotropika memerlukan SP, dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU No.5 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2). Dalam
Pasal 14 ayat (2) dinyatakan
bahwapenyerahan psikotropika oleh Apotek hanya dapat dilakukan kepada Apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, Dokter, dan pasien dengan resep Dokter. Tata cara pemesanan dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan terdiri dari 2 rangkap, aslinya diserahkan ke pihak distributor sementara salinannya disimpan oleh pihak Apotek sebagai arsip.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
23
b. Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan perundangundangan.
psikotropika
sampai
saat
ini
belum
diatur
oleh
Namun mengingat obat-obat tersebut cenderung disalah
gunakan maka disarankan agar psikotropika disimpan terpisah dengan obat-obat lain dalam suatu rak atau lemari khusus dan tidak harus dikunci. Pemasukan dan pengeluaran psikotropika dicatat dalam kartu stok psikotropika. c. Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh Apotek hanya dapat dilakukan kepada Apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, Balai pengobatan dan dokter kepada pengguna/pasien berdasarkan resep dokter. d. Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 33 ayat 1 dan Pasal 34 tentang pelaporan psikotropika. Pelaporan menggunakan cara manual dilakukan dengan membuat laporan tertulis yang dikirim setahun sekali ke Dinas Kesehatan Kota setempat selambatlambatnya tanggal 10 tahun berikutnya, dengan tembusan kepada Balai Besar POM. Untuk mempermudah pelaporan, sekarang ini
Apotek berkewajiban
menyusun dan mengirimkan laporan bulanan penggunaan psikotropika melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) setiap satu bulan sekali. SIPNAP adalah
sistem yang mengatur
pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke menggunakan
pelaporan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
elektronik.
Selanjutnya
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Ditjen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. f. Pemusnahan Psikotropika (Presiden Republik Indonesia, 1997).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
24
Pemusnahan psikotropika berdasarkan Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana,diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku, dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dalam waktu tujuh hari setelah mendapatkan kepastian.
2.12 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek Pekerjaan kefarmasian di
Apotek tidak hanya pada pembuatan,
pengolahan, pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan informasi obat. Tujuan diselenggarakannya PIO di Apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien,tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang Apoteker mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektf. b. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. c. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. d. Ilmiah, yang artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakup informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Oleh sebab itu peranan terhadap keberadaan Apoteker di Apotek dalam pemberian informasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
25
obat tersebut kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting.
2.13 Pelayanan Swamedikasi Pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab
membutuhkan produk obat yang sudah terbukti
keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep Dokter, namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidapk semestinya. Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional, terutama dalam hal : a.
Ketepatan penentuan indikasi/penyakit
b.
Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta
c.
Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat. Satu hal yang sangat penting dalam swamedikasi adalah meyakinkan agar
produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu Apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor penyakitnya, serta kapan
harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus
berkonsultasi kepada Dokter. Informasi tentang obat dan penggunaannya pada pasien saat swamedikasi pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
26
farmakoterapi yang disesuaikan dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien. Informasi yang perlu antara lain : a. Khasiat obat. Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.
b. Kontra indikasi. Pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud. c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada). Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya. d. Cara pemakaian. Kepada pasien harus diberikan informasi yang jelas cara pemakaian obat, untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain. e. Dosis. Apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh
produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain Sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, f. Waktu pemakaian. Harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, kapan waktunya pemakaian obat, misalnya sebelum atau sesudah makan, saat akan tidur
dan atau
bersamaan makanan. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan. g. Lama penggunaan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
27
Kepada pasien harus diinformasikan berapa lama obat tersebut dugunakan, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan. h. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat i. Cara penyimpanan obat yang baik. j. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa. k. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak Di samping itu, Apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien. Disamping konseling dalam farmakoterapi, Apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam
pernyataan
bersama
yang
dikeluarkan
oleh
IPF
(International
Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia untuk swamedikasi. b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi. c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek tak dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi. d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan
obat sebagai produk khusus yang harus
dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas. Selain melayani konsumen secara bertatap muka di Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
28
Apotek, Apoteker juga dapat melayani konsumen jarak jauh yang ingin mendapatkan informasi atau berkonsultasi mengenai pengobatan sendiri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Sejarah Singkat Apotek Endeh Apotek Endeh merupakan salah satu bidang usaha dari PT. Cucu Nini Sejahtera. Didirikan pada tanggal 04 Februari tahun 2001, oleh Drs. Arel ST. S. Iskandar bersama dengan Dra. Arlina Ardisasmita, M.Sc, Apt. sekaligus sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan nomor SIK 0431/SIK/DKI/1991. Nama Apotek ini berasal dari nama ibunda Dra. Arlina Ardisasmita, M.Sc, Apt. yang cukup dikenal oleh masyarakat sekitar.
3.2 Lokasi Apotek Endeh terletak di Jl. Pancoran Timur No. 37, Pengadegan, Jakarta Selatan. Lokasi tersebut strategis karena berada pada jalan dua arah dengan akses jalan utama yang ramai dilalui kendaraan terutama kendaraan umum sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Apotek Endeh berada pada kawasan pemukiman penduduk serta dekat dengan sarana kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan Praktek Dokter; Perkantoran; Swalayan; Rumah Makan; kost karyawan serta sekolah, memberikan keuntungan terhadap Apotek yaitu dekat kepada calon pembeli, serta memiliki halaman parkir yang cukup luas untuk kendaraan pribadi. Lokasi Apotek Endeh dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3 Bangunan dan Tata Ruang Bangunan Apotek Endeh yang berwarna kuning cerah dan dilengkapi dengan papan nama Apotek berupa neon box membuat Apotek Endeh mudah terlihat baik pada siang hari. Luas bangunan Apotek Endeh adalah sekitar 65m2. Area tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu ruang racik, ruang etalase obat, ruang tunggu, ruang periksa dokter, dan ruang penyimpanan dokumen. Denah Apotek Endeh dapat dilihat pada Lampiran 2
3.3.1 Ruang Peracikan Antara ruang peracikan dan ruang tunggu dibatasi dengan kaca sehingga dapat tembus pandang langsung dengan konsumen, yang memungkinkan 29
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
30
karyawan tetap bisa melihat ke bagian depan (ruang etalase obat). Ruang ini cukup luas dan dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk menyimpan dan menjaga semua obat di Apotek Endeh dan menjaga kenyamanan para karyawan. Di ruang peracikan terdapat peralatan peracikan yang lengkap, timbangan, mortir plus stamper, etiket luar dan dalam, perkamen, sudip, kapsul, gelas ukur, beaker gelas dan lain-lain yang dibutuhkan dalam peracikan. Pada ruang peracikan, penyimpanan obat disusun berdasarkan abjad dan jenis sediaan (tablet, sirup, krim, salep, obat tetes) di rak dan etalase untuk memudahkan pengambilan obat. Penyimpanan narkotika dilakukan pada lemari kayu yang menempel di dinding dan senantiasa dikunci. Sedangkan sediaan psikotropika dipisahkan penyimpanannya pada suatu lemari tersendiri.
3.3.2 Ruang etalase obat Ruang etalase obat terletak di depan ruang racik. Ruang ini dilengkapi dengan lemari kaca dan rak kaca untuk memajang obat yang dijual. Terdapat 8 (delapan) lemari kaca dan dua rak kaca yang masing-masing digunakan untuk menyimpan dan memajang obat OTC, obat oral generik, obat tradisional, kosmetik, dan alat kesehatan. Ruang ini digunakan untuk melayani penerimaan dan pemeriksaan kesesuaian barang dari PBF, cap dan paraf faktur pembelian, pembuatan surat pesanan, penentuan harga barang, penyimpanan obat, pelayanan pembelian obat, pelayanan swamedikasi, penerimaan resep, penyerahan obat dan copy resep, pembayaran obat, konsultasi dengan apoteker serta pelayanan informasi obat. Ruang etalase ini juga digunakan untuk promosi obat bebas berupa poster dan penyusunan kotak promo obat, tempat melaksanakan transaksi pemesanan obat dan penukaran faktur, dan penyerahan giro saat waktu pembayaran tiba. Di ruang ini juga terdapat meja untuk Apoteker.
3.3.3 Ruang tunggu Ruangan ini dilengkapi bangku panjang, televisi, AC, tempat surat kabar dan majalah. Selain itu terdapat papan mading untuk memajang artikel tentang obat dan poster obat. Pada ruang tunggu juga disediakan leaflet obat yang boleh Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
31
diambil oleh pasien. Berdasarkan pengamatan, pasien yang sedang menunggu obatnya diracik biasanya membaca leaflet/majalah yang tersedia sehingga pasien merasa nyaman.
3.3.4 Ruang Sholat Pintu keluar ke belakang menuju ruang praktek Dokter, di sampingnya terdapat ruang sholat yang dijadikan satu dengan ruang penyimpanan dokumen.
3.4 Struktur Organisasi Apotek Endeh dikepalai oleh seorang pimpinan sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA) sekaligus sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang memimpin Apotek secara keseluruhan. APA dibantu oleh apoteker pendamping yang membantu jalannya kegiatan di apotek. Kegiatan teknis kefarmasian dibantu oleh asisten Apoteker, juru resep, dan kasir. Sedangkan untuk kegiatan non kefarmasian seperti piutang dagang, hutang dagang, pajak, dan laporan keuangan dilakukan oleh bagian administrasi. Adapun rincian karyawan yang ada di Apotek Endeh adalah sebagai berikut : 1 orang pimpinan sekaligus APA, 1 orang Apoteker Pendamping, 1 orang asisten Apoteker, 2 orang juru resep merangkap kasir dan pembukuan pada shif pagi dan malam, serta 1 orang administrasi. Struktur organisasi Apotek Endeh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.5 Kegiatan-Kegiatan di Apotek Kegiatan di Apotek Endeh dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan dibidang teknis kefarmasian dan non kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Presiden Republik Indonesia, 2009b).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
32
Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di Apotek Endeh meliputi pengadaan atau pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang, pelayanan obat atas resep dokter, pendistribusian obat ke pasien (penjualan), serta pelayanan informasi obat.
3.5.1.1 Pengadaan Perbekalan Farmasi Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Apoteker atau Asisten Apoteker dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang telah ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pengadaan perbekalan farmasi ini dilaksanakan melalui pembelian secara tunai maupun kredit. Perbekalan farmasi yang akan dibeli atau disediakan ditentukan dari hasil catatan barang-barang yang telah habis atau mendekati stok minimum serta barang-barang yang bersifat fast moving walaupun stok belum mencapai minimum pada buku defekta yang ditulis oleh petugas apotek. Apoteker atau Asisten Apoteker akan mengelompokkan obat/barang yang dipesan sesuai dengan nama distributor. SP yang telah ditandatangani oleh APA akan diambil langsung oleh salesman dari distributor yang bersangkutan pada pagi dan/atau sore hari, untuk pemesanan cito disampaikan melalui telepon, dimana SP menyusul ketika barang diantar. Barang-barang yang dipesan pada pagi hari akan diantarkan pada sore hari di hari yang sama dan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan barang. Petugas apotek bagian penerimaan barang memeriksa keadaaan fisik barang, tanggal kadaluarsa, jenis dan jumlah barang sesuai dengan faktur. Jika barang yang diterima telah sesuai dengan pesanan, maka petugas akan menandatangani dan menberikan stempel apotek pada faktur asli dan 3 lembar faktur kopi. Faktur asli dan 1 lembar faktur kopi diberikan kepada distributor dan 2 lembar faktur kopi diberikan kepada AA yang bertugas. Alur pengelolaan barang di apotek dan contoh surat pesanan dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
33
3.5.1.2 Penyimpanan Barang Perbekalan farmasi yang telah diterima dari distributor dan telah diperiksa, kemudian akan dibuat aplikasi harga sesuai dengan komitmen apotek. Untuk obat OTC dan ethical memiliki perhitungan harga yang berbeda. Setelah perbekalan farmasi tersebut dihitung dan diberi harga, kemudian disusun berdasarkan bentuk sediaan secara alfabetis dengan sistem FIFO (First In First Out). Untuk obat bebas disimpan langsung di etalase ruang depan pada bagian OTC dan untuk obat generik, diletakkan di etalase obat generik. Obat keras diletakkan pada etalase khusus obat keras, sedangkan obat-obat yang bersifat narkotika dan psikotropik diletakkan di dalam lemari khusus yang terkunci pada ruang belakang, serta untuk obat-obat yang bersifat enzimatik dan yang berbentuk suppositoria atau obat-obat yang tidak stabil pada suhu ruang diletakkan di dalam lemari pendingin. Setiap obat masuk dan keluar didokumentasikan pada lembar kartu stok yang dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.5.1.3 Penjualan Kegiatan penjualan pada Apotek Endeh antara lain melayani penjualan resep tunai dan penjulan OTC. a.
Penjualan Resep Tunai Penjualan resep tunai di Apotek Endeh yaitu penjualan obat berdasarkan resep dokter kepada pasien dengan pembayaran tunai. Alur pelayanan resep tunai dapat dilihat pada Lampiran 7. Untuk penyerahan obat resep, pemberian etiket menjadi hal yang harus diperhatikan. Etiket harus ditulis jelas dan mudah dibaca oleh pasien. Bila obat resep yang dibutuhkan tidak tersedia, maka petugas apotek menuliskan salinan resep yang berisi obat yang telah diserahkan dan obat yang belum diserahkan. Contoh etiket obat dan blanko salinan resep dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.
b.
Penjualan Bebas (OTC) Penjualan obat bebas meliputi penjualan obat wajib apotek, obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional, kosmetik, perlengkapan bayi, dan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Alur pelayanan OTC dapat dilihat pada Lampiran 10. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
34
3.5.1.4 Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat yang dilakukan di Apotek Endeh, diberikan oleh Apoteker dan/atau Asisten Apoteker yang sedang bertugas. Informasi obat yang diberikan kepada pasien meliputi aturan pemakaian obat, tanggal kadaluarsa, efek samping obat, kandungan zat aktif obat, dan cara penggunaan obat. Selain pelayanan informasi obat, dilakukan pula pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh Apoteker dan/atau Asisten Apoteker yang sedang bertugas.
3.5.2 Kegiatan Teknis Non Kefarmasian Kegiatan teknis non kefarmasian di Apotek Endeh berupa kegiatan administrasi pembelian, piutang, penjualan, administrasi pajak, personalia/umum dan laporan keuangan.
3.5.2.1 Administrasi Pembelian Kegiatan administrasi pembelian disebut juga administrasi hutang dagang. Kegiatan ini meliputi : a.
Transaksi pembelian dicatat dalam buku pembelian oleh Asisten Apoteker berdasarkan pesanan. Kwitansi khusus Apotek Endeh juga disediakan bagi para pembeli yang menginginkan bukti kwitansi. Blanko kwitansi dapat dilihat pada Lampiran 11.
b.
Penukaran faktur dilakukan setiap 2 minggu sebelum jatuh tempo. Distributor menyerahkan faktur-faktur asli penjualan beserta total harga yang harus dibayar oleh Apotek. Selanjutnya petugas yang bersangkutan mencocokkan faktur tersebut dengan data jumlah dan harga obat yang telah diinput dalam buku pembelian. Jika sudah sesuai maka petugas tersebut akan membuat tanda terima faktur yang berfungsi untuk pengambilan faktur asli. Tanda terima faktur ini akan diambil langsung oleh distributor. Contoh tanda terima faktur dapat dilihat pada Lampiran 12.
c.
Kemudian dilakukan posting pembayaran hutang ke dalam faktur pembelian.
d.
Laporan pembayaran dibuat setiap bulan dan dilaporkan kepada Pimpinan Apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
35
3.5.2.2 Administrasi Penjualan Pemberian harga resep, OTC, DOWA dilakukan melalui bagian kasir di Apotek Endeh. Ketika pergantian shift, masing-masing kasir menyerahkan laporan perincian penjualan harian yang telah diprint. Setiap hari pada pukul 21.00 dilakukan posting transaksi penjualan, baik dari penerimaan resep maupun penjualan bebas oleh kasir yang bertugas pada malam hari. Hasilnya akan digunakan sebagai dasar dalam pemesanan barang keesokan harinya.
3.5.2.3 Administrasi Pajak Bagian pajak bertanggung jawab dalam menghitung serta mencatat jumlah pajak yang harus dibayar oleh Apotek.
3.5.2.4 Administrasi Personalia Bagian personalia bertanggung jawab dalam mencatat semua hal yang menyangkut urusan kepentingan pegawai, seperti gaji dan surat–surat lain yang berkaitan dengan kepegawaian dengan persetujuan Direktur.
3.6 Pengelolaan Narkotika 3.6.1 Pembelian dan Pengadaan Narkotika Narkotika yang terdapat di Apotek Endeh, dipesan dengan menggunakan Surat Pesanan khusus ke PBF Kimia Farma. Satu surat pesanan hanya berisi satu jenis narkotika, yang telah ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, jabatan, nomor SIPA, alamat rumah, nama distributor, alamat dan nomor telepon distributor, jenis dan jumlah narkotika yang dipesan, tujuan penggunaan narkotika, dan stempel Apotek. SP terdiri dari rangkap 4, tiga lembar diserahkan kepada PBF, sedangkan satu lembar salinan disimpan sebagai arsip apotek. Contoh Surat Pesanan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 13.
3.6.2 Penyimpanan Narkotika Narkotika pesanan diterima oleh Apoteker yang dapat diwakilkan oleh Asisten Apoteker AA dengan mencantumkan nama jelas, No. SIK, tanda tangan, dan stempel Apotek. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
36
dilakukan pencocokkan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. Narkotika pesanan tersebut disimpan dalam
lemari
kayu
yang
menempel di dinding. Lemari tersebut terletak di tempat yang tidak diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh AA yang bertugas dan penaggung jawab narkotika. Setiap obat narkotika dilengkapi kartu stok yang diletakan dalam lemari, dan dicantumkan tanggal kadaluarsanya.
3.6.3 Penjualan Narkotika Apotek Endeh melayani resep asli yang mengandung narkotika atau salinan resep yang berasal dari Apotek Endeh dengan mencantumkan nama dan alamat pasien yang jelas.
3.6.4 Pelaporan Narkotika Di Apotek Endeh, pelaporan narkotika dilakukan secara manual dengan melaporkan secara tertulis mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika yang tersedia di Apotek. Laporan dibuat setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan ditandatangani APA dengan mencantumkan nama jelas, No. SIPA, alamat apotek, jumlah pemasukan dan pengeluaran narkotika dalam satu bulan serta stempel apotek. Laporan ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM Jakarta dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta. Contoh pelaporan narkotika dapat dilihat pada Lampiran 15.
3.7 Pengelolaan Psikotropika Obat-obatan psikotropika di Apotek Endeh dipesan ke PBF sama halnya seperti memesan obat-obat lainnya, dengan memakai Surat Pesanan Psikotropika rangkap 2. Satu lembar surat pesanan dapat berisi lebih dari satu jenis psikotropika. Surat pesanan psikotropika memuat nama APA, alamat rumah, jabatan, nama dan alamat PBF, jenis dan jumlah psikotropika yang dipesan, nama apotek, alamat apotek, tanda tangan APA, no.SIPA APA, dan stempel apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
37
Obat-obatan psikotropika ini disimpan di dalam lemari khusus terpisah dengan obat keras lainnya. Obat-obat ini diserahkan kepada pasien berdasarkan resep Dokter atau salinan resep. Di Apotek Endeh, pelaporan psikotropika dilakukan secara manual dengan melaporkan secara tertulis mengenai pemasukan dan pengeluaran psikotropika yang tersedia di Apotek. Laporan pelaporan psikotropika dilakukan setahun sekali (paling lambat tanggal 10 pada bulan Januari tahun berikutnya) dengan ditandatangani oleh APA dan dilaporkan ke Kepala Badan POM dengan tembusan Kepala Balai Besar POM Jakarta, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dan sebagai arsip di Apotek. Laporan penggunaan psikotropika memuat jumlah persediaan awal tahun, pemasukan dan pengeluaran psikotropika selama satu tahun serta total persediaan akhir tahun. Contoh Surat Pesanan Psikotropika dan laporan pemasukan dan pengeluaran psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 16.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN Aspek pertama yang dibahas disini adalah tentang lokasi yang mana hal ini memiliki pengaruh besar terhadap keberlangsungan apotek. Lokasi suatu apotek akan berpengaruh pada omzet apotek karena apabila suatu apotek terletak pada lokasi strategis maka akan mempermudah masyarakat atau calon pembeli menjangkau apotek (dilalui oleh kendaraan umum) sehingga apotek tersebut nantinya sering “terlihat”. Aspek lokasi merupakan aspek yang harus dipertimbangkan pada saat akan membuat usaha apotek, misalnya pertimbangan berapa banyak kendaraan yang melewati lokasi tersebut, bagaimana daya beli masyarakat sekitar hingga mempertimbangkan apakah keadaan lingkungan sekitar lokasi akan memberikan banyak keuntungan bagi usaha apotek serta mempertimbangkan pesaing yang ada. Akan tetapi, apabila terdapat apotek yang sudah cukup strategis tetapi omzetnya tidak terlalu besar dapat disebabkan karena kurangnya kelengkapan obat atau pelayanan dari SDM yang bekerja di apotek kurang memuaskan dan lain-lain. Karena apotek Endeh ini strategis maka tidak heran apabila transaksi yang terjadi setiap harinya cukup banyak. Terlebih lagi apotek lain yang berdiri berjarak agak jauh dari lokasi apotek Endeh sehingga setidaknya konsumen yang bertempat tinggal di sekitar daerah Pengadegan akan memilih apotek Endeh sebagai pilihan pertama untuk membeli obat. Faktor penunjang lain agar apotek “terlihat” adalah neon box apotek Endeh yang terletak di sekitar halaman parkir yang akan menyala pada malam hari sehingga apotek tetap dapat terlihat pada malam hari. Ini akan menunjang calon pembeli untuk melihat eksistensi dari apotek. Kaca tembus pandang pada jendela-jendela dan pintu serta pencahayaan yang cukup dari dalam apotek membuat semua orang yang sekilas dapat melihat isi apotek dari kejauhan. Yang membuat agak kurang nyaman bagi pengunjung mungkin pintu apotek yang memang hanya dapat dibuka pada sisi kanan, terkadang banyak calon pembeli yang mencoba membuka pintu pada sisi kiri. Walaupun pintu disini tidak begitu terlalu mempengaruhi kenyamanan apotek, tetapi ada baiknya Sebaiknya pintu diperbaiki sehingga dapat dibuka baik dari sisi kiri atau kanan.
36
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
37
Seorang apoteker harus dapat memanfaatkan luas ruangan yang ada sehingga kegiatan usaha apoteknya dapat berjalan dengan baik. Tiap-tiap ruangan disesuaikan berdasarkan fungsinya. Selain ruangan, apoteker juga harus dapat mengatur secara efektif barang-barang apa saja yang dibutuhkan untuk menunjang keberlangsungan apotek. Misalnya mesin kasir, meja, kursi, lemari dan lain-lain. Melihat dari pola calon pembeli apotek Endeh selama melaksanakan praktek apoteker ini, perhatian pengunjung kebanyakan melihat ke arah kiri lalu langsung melihat ke etalase, mencari obat yang mereka cari terlebih dahulu kemudian menanyakan apakah obat yang mereka cari tersedia atau tidak. Stiker obat yang ditempel menghiasi etalase memberikan kesan penuh terhadap ketersediaan obat, juga cermin yang ada dibagian belakang pada setiap etalase akan memberikan kesan obat lebih banyak. Sayangnya, stiker yang ditempel hanya pada dua etalase dari kiri sedangkan etalase yang selanjutnya tidak diberi stiker. Dengan demikian, etalase dibagian kanan seakan-seakan nampak lebih sedikit obatnya, ada baiknya etalase tersebut diberik tempelan stiker. Walaupun ini tidak berpengaruh pada calon pembeli secara langsung, tetapi ini menunjang terhadap kesan etalase yang penuh saat calon pembeli masuk ke apotek yaitu setidaknya menarik calon pembeli untuk melihat etalase tersebut. Pola kebiasaan yang lain dari calon pembeli yaitu mengeluhkan tentang rasa sakit yang dirasakan atau menanyakan obat apa yang paling tepat untuk dapat mengatasi rasa sakitnya. Karena banyaknya pilihan obat yang tersedia di apotek Endeh, maka peran apoteker disini dari segi farmakoterapi sangat penting dalam menentukan obat yang paling tepat dan harus disesuaikan dengan keadaan pasien. Kemampuan farmakoterapi akan mempengaruhi calon pembeli karena akan meningkatkan kepercayaan serta kenyamanan untuk berkonsultasi dalam pemilihan obat yang tepat. Apoteker di apotek dapat memberikan alternatif jika obat yang dimaksudkan pasien tidak ada ataupun obat dengan merk tertentu dapat diganti dengan obat generik yang memiliki kandungan zat aktif yang sama tetapi dapat dibeli dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Kendalanya ada jika beberapa pasien kerap kali fanatik dengan suatu merk tertentu, tetapi itu kembali lagi kepada hak calon pembeli untuk menentukan dan memutuskan akan membeli atau tidak. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
38
Apoteker berperan mengatur sumber daya manusia yang ada di apotek. berapa banyak karyawan yang dibutuhkan, apa saja pekerjaan yang harus dilakukan serta pertimbangan jika satu karyawan dapat mengerjakan tugas yang berbeda-beda. Ini bertujuan agar pengelolaan apotek berjalan efektif dan efisien dari segi sumber daya manusianya. Karena pegawai yang ada pasti harus diberikan penghargaan (gaji) yang sesuai. Ini berhubungan dengan keadaan finansial apotek. Maka apoteker harus dapat mempertimbangkan penghasilan apotek dengan keberadaan pegawai. Kemampuan apoteker juga dilihat dalam tata penyusunan obat-obat (obat bebas, bebas terbatas, generik dan sediaan komplementer lainnya). Apoteker harus bisa menentukan tata penyimpanan obat yang mempermudah pengambilan obat karena akan mempengaruhi kecepatan pelayanan kepada pembeli. Penyusunan obat-obat di apotek Endeh dapat dikatakan sudah cukup baik. Untuk obat-obat yang memerlukan resep dari dokter, kemampuan apoteker dalam menskrining resep sangat penting. Karena kemungkinan resep tersebut disalahgunakan dalam arti bukan dibuat oleh dokter dapat saja terjadi. Pada saat penyerahan obat resep kepada pasien, apoteker sebaiknya memberikan informasiinformasi penting terkait obat yang diserahkan. Kemampuan komunikasi serta pemahaman ilmu kefarmasian sangat diperlukan bagi seorang apoteker. Kendalanya adalah kadangkala pemberian informasi tidak berlangsung optimal karena permintaan pasien disebabkan pasien sedang terburu-buru atau pasien sudah berungkali memperoleh obat yang sama atau sudah biasa dengan pengobatannya. Untuk obat resep, pasien akan diminta alamat dan nomor telepon pada saat penyerahan obat sebagai data apotek untuk mengantisipasi jika terjadi kesalahan pada saat penyiapan atau penyerahan obat sehingga pasien yang bersangkutan dapat segera di informasikan. Untuk kegiatan peracikan, kami belajar bagaimana meracik sediaan krim dan kapsul. Kapsul yang kami buat jumlahnya berkisar lebih dari 500 buah dengan teknik yang diajarkan oleh pembimbing kami. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan resep tersebut lebih singkat dari pada pembuatan kapsul konvensional biasa. Walaupun kegiatan peracikan merupakan tugas dari Asisten Apoteker, tetapi sebagai Apoteker dalam hal peracikan harus paham betul Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
39
mengenai tahap-tahapan pembuatan sediaan. Pemahaman apoteker dalam peracikan berhubungan dengan kemampuan farmasetika. Hasil peracikan yang baik akan memberikan kepuasan kepada pasien dalam mempergunakan sediaan farmasi racikan dari apotek. Untuk resep narkotik psikotropik harus ditelaah dan diserahkan oleh apoteker. Penyimpanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika juga khusus. Obat-obatan tersebut disimpan secara terpisah dengan obat lainnya pada lemari khusus dan terkunci. Kewenangan hanya diberikan kepada apoteker karena penggunaannya dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan. Untuk pelaporannya, narkotika wajib dilaporkan sebulan sekali sedangkan psikotropika dilaporkan setahun sekali. Walaupun di beberapa daerah pelaporan narkotik dilakukan sebulan sekali. Dalam kegiatan pengadaan barang, apoteker harus mampu mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi. Walaupun kegiatan pemesanan dapat dilakukan oleh karyawan yang lain, tetapi keputusan dari hasil pertimbangan dilakukan pemesanan atau tidak ada di tangan
apoteker. Pemesanan dilakukan dengan
menghubungi PBF (Pedagang Besar Farmasi) pada pagi hari dan kemudian PBF akan mengirimkannya pada sore hari. Untuk beberapa obat, pembelian dilakukan untuk stok selama dua minggu atau satu bulan. Misalnya untuk obat yang perputarannya
cepat dan mendapatkan potongan harga jika membeli dalam
jumlah yang besar, namun, pembelian untuk obat-obat yang slow moving tetap dilakukan berdasarkan stok minimum. Sistem seperti ini memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah penumpukan barang di apotek dapat dihindari, sehingga kerugian akibat banyaknya obat yang hilang, rusak, serta kadaluwarsa juga dapat dihindari dan aset apotek dalam bentuk obat yang belum laku terjual dapat dikurangi sehingga jumlah uang yang mati atau lambat berputar dapat berkurang. Namun kekurangan dari sistem ini adalah menambah biaya pemesanan (jika dipesan lewat telepon, maka menambah biaya pembayaran telepon) dan dapat terjadi kekosongan obat sehingga apotek dapat kehilangan kesempatan penjualan, kehilangan pembeli atau bahkan kehilangan pelanggan sehingga menurunkan penghasilan apotek itu sendiri. Harus dilakukan perhitungan dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
40
seksama untuk mencegah terjadinya kekosongan stok dan stok barang harus diperhatikan setiap hari. Sekilas terlihat bahwa kelengkapan obat di apotek Endeh terbilang cukup lengkap, walaupun ada beberapa obat yang dicari pasien terkadang tidak dapat dipenuhi oleh apotek Endeh. Alasan mengapa obat tidak tersedia : a. Obat memang sedang tidak tersedia di PBF. b. PBF kebanyakan mengirim obat di waktu sore hari, sedangkan pembeli mulai ramai dari siang hari. c. Tidak ada sistem buffer stock, disebabkan karena jarak antara apotek dan tempat PBF tidak terlalu jauh, sehingga pengelola apotek hanya memilih obatobat tertentu saja yang diberlakukan sistem buffer stock. Untuk pemesanan, maka digunakan Surat Pemesanan (SP) yang ditandatangani APA sebagai bukti bahwa apoteker di apotek tersebut memang benar telah memesan perbekalan farmasi yang tertera pada SP. Pemesanan yang terjadi di apotek merupakan tanggung jawab apoteker. Selalu ada bukti tertulis untuk tiap transaksi sebagai bentuk transparansi keuangan. Apoteker harus mampu mengatur penyimpanan dokumen-dokumen tersebut diatas karena ini berhubungan dengan kegiatan administrasi apotek dalam hal pembukuan dan lain-lain. Apoteker mempunyai wewenang untuk menentukan berapa keuntungan yang diinginkan dari komoditi yang dijual di apotek. Dimana harga komoditi tersebut dapat memberikan keuntungan demi keberlangsungan apotek. Sistem harga yang diberlakukan di apotek Endeh ini menggunakan sistem Pareto. Dengan sistem ini, maka ketersediaan 20% perbekalan farmasi yang ada dapat memberikan kontribusi keuntungan 80% sedangkan ketersediaan perbekalan farmasi 80% akan memberikan kontribusi keuntungan 20%. Peran apoteker dalam hal finansial adalah mengatur keuangan misalnya bagaimana memutarkan modal atau uang yang ada, menutupi pembayaran atau tagihan tepat waktu, membayar gaji pegawai apotek dan lain-lain. Itu semua berpengaruh pada keberlangsungan apotek dan berhubungan dengan kepercayaan distributor terhadap apotek. Jika apoteknya membayar tepat waktu maka akan timbul rasa percaya distributor sehingga akan meningkatkan kerja samanya Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
41
dengan pihak apotek. Untuk melihat keadaan keuangan apotek biasanya dilakukan stock opname yang dilakukan satu kali setiap bulannya. Yang perlu dicatat antara lain nama, jumlah (berapa bungkus, berapa tablet, per buah dan lain-lain), harga dan tanggal kadaluarsa masing-masing obat. Kemudian seluruh harga obat yang tersedia dikalikan dengan jumlah barang yang tersedia di apotek lalu dijumlahkan sebagai total dari keseluruhan nilai obat di apotek. Dari sini, apoteker dapat menilai keadaan apoteknya apakah mengalami kemajuan, diam ditempat atau mungkin malah mengalami kemunduran setelah menilai kemudian apoteker dapat mengambil keputusan-keputusan penting untuk kesuksesan apoteknya. Apoteker harus dapat mengatur proses administrasi dalam hal pembayaran kepada distributor agar apotek mempunyai cukup waktu dari perputaran uang untuk membayar tagihan. Walaupun apoteker dapat mempekerjakan pegawaiyang khusus menangani hal-hal yang bersifat finansial, tetapi apoteker bertanggung jawab sepenuhnya terhadap apotek, maka laporan keuangan termasuk pembayaran harus setransparan mungkin dibuat setiap bulan dan dilaporkan kepada pemilik apotek. Apotek adalah tempat praktek bagi apoteker dengan obat serta alat kesehatan sebagai komoditi prakteknya. Apoteker adalah suatu profesi, oleh karena itu perannya tidak dapat tergantikan. Banyak hal yang apoteker harus atur dalam suatu apotek. Dari mulai bagaimana memberikan informasi obat yang benar hingga memiliki strategi bagaimana kehidupan apotek tersebut dapat berlangsung. Maka seorang apoteker yang memutuskan agar namanya tercantum sebagai Apoteker Pemilik Apotek (APA) dalam suatu apotek harus mempunyai kemampuan yang baik dari segi kemampuan kefarmasian maupun dari segi kemampuan manajerial serta komitmen untuk memajukan apoteknya dengan bekerja sepenuh hati dalam mengelola apotek harus mampu mengatur dan menjalankan semua aspek terkait sehingga tujuan dan fungsi apotek dapat tercapai dan berjalan dengan baik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek Endeh ini telah menambah pengetahuan serta pengalaman praktikan mengenai peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek. Dengan adanya PKPA di apotek ini telah membuka pemikiran praktikan tentang apotek dan tahu apa saja yang harus dilakukan apabila suatu saat praktikan diberi tanggung jawab sebagai apoteker di suatu apotek.
5.2 Saran Saran penulis untuk kemajuan apotek Endeh ini yaitu : 1. Mengaktifkan kembali sistem kartu stok, karena selain meminimalisir terjadinya kecurangan, kartu stok merupakan gambaran stok fisik barang sehingga kita dapat mengetahui jumlah stok dan mempermudah dalam perencanaan obat-obat apa saja yang perlu dipesan, sehingga tidak perlu memeriksa masing-masing obat maka waktu akan lebih efisien. 2. Sebaiknya sarana dan pra sarana di Apotek Endeh lebih diperhatikan. 3. Untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, perlu diadakan pelatihan terhadap sumber daya manusia terutama dalam hal pemberian pelayanan informasi obat (PIO) serta menggalakan swamedikasi.
42
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan No 1027 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 tentang Pekerjaan Kefarmasian,Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1322/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek . Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. 43 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 1. Denah lokasi Apotek Endeh
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 2. Denah Ruangan Apotek Endeh
Koran
Ruang Tunggu
Banner
1
Kasir
2
4
5
6
3 8
15
16
17
9
7
10
Meja Apoteker
11
12
13
14
Alat-alat gelas
Lemari
19
18
Wastafel
dokumen
Meja Administrasi
Dispenser Lemari Pendingin
Meja Racik & Timbangan
20
21
22
23
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
(Lanjutan) Keterangan : 1. Lemari OTC (Sabun, kompres demam, hand gloves) 2. Lemari OTC ( Vitamin syrup anak) 3. Kasir dan Lemari OTC ( Obat batuk sirup ) 4. Lemari OTC ( Vitamin, obat batuk tablet ) 5. Lemari OTC ( Vitamin, obat batuk tablet ) 6. Lemari obat bebas topikal 7. Lemari obat-obat generik 8. Lemari obat golongan fast moving 9. Lemari obat tetes mata, obat tradisional 10. Lemari obat herbal, fitofarmaka 11 ; 12 ; 13 ; 14 Rak produk pelengkap dan konsinyasi 15. Lemari obat wajib apotek sirup 16. Lemari OTC (obat pencernaan) 17. Lemari OTC ( perban, kain kassa ) 18. Lemari obat Ethical 19. Lemari obat Ethical 20. Lemari obat psikotropika 21. Lemari sediaan kapsul kosong 22. Lemari obat narkotika 23. Lemari obat Ethical sediaan topikal, tetes mata dan telinga
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 3. Struktur organisasi Apotek Endeh
Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Bagian Administrasi
Asisten Apoteker Juru Resep
Kasir
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 4. Alur pengelolaan barang
Buku Defecta
Perencanaan Pemesanan ( Jenis, Jumlah, dan distributor )
Narkotika
Sediaan Umum dan Perb.Kesehatan
Psikotropika
Surat Pesanan Narkotika
Surat Pesanan Psikotropika
Surat Pesanan Umum
Pemeriksaan barang datang, faktur, serta kesesuaian dengan surat pesanan
Pemberian Harga
Penataan dan Penyimpanan
Narkotika dan Psikotropika
Lemari Narkotika dan Psikotropika
Sediaan Umum dan Perb.Kesehatan
Kondisi Penyimpanan
Bentuk Sediaan
Kartu Stok
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 5. Surat pesanan sediaan umum
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 6. Kartu stok
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 7. Alur pelayanan resep tunai
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 8. Etiket
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 9. Copy resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 10. Alur pelayanan OTC
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 11. Kuitansi pembayaran
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 12. Tanda terima faktur
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 13. Surat pesanan narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 14. Surat pesanan psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 15. Contoh laporan penggunaan narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 16. Contoh laporan penggunaan psikotropika Lampiran 16. Contoh laporan penggunaan psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 17. Contoh lembar stok opname Apotek Endeh
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH
NENDEN NURHASANAH, S. Farm. 1206329871
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... DAFTAR ISI .......................................................................................................
i ii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1 Latar Belakang................................................................................. 1.2 Tujuan ..............................................................................................
1 1 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 2.1 Peraturan Perundang-undangan .................................................... 2.2 Profesi Apoteker ........................................................................... 2.3 Apotek ........................................................................................... 2.4 Pelayanan Kefarmasian ............................................................... 2.5 Ketidaksesuaian di Apotek ..........................................................
3 3 3 4 7 10
BAB 3. METODE ..............................................................................................
11
BAB 4. PEMBAHASAN ..................................................................................
12
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 5.2 Saran ...............................................................................................
19 19 19
DAFTAR ACUAN.............................................................................................
21
ii
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, peraturan dibuat untuk dipatuhi. Peraturan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata tertib dalam masyarakat dan dibuat oleh masyarakat atau pemerintah dinamakan peraturan hukum atau kaidah hukum atau hukum. Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tingkah laku manusia yang berlaku dalam kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Adanya hukum bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum antara anggota masyarakat (Daris, 2012). Bidang kesehatan merupakan bidang yang dapat bersentuhan dengan masalah hukum dalam implementasinya dikarenakan kesehatan menyangkut perjanjian profesional terkait kesehatan dengan masyarakat. Contohnya, seorang dokter memberikan diagnosis dan atau konsultasi terkait kesehatan kepada seorang pasien kemudian setelah itu pasien membayar jasa dokter tersebut, maka telah terjadi suatu perjanjian profesional. Oleh karena itu apoteker dengan segala aspek ilmu yang dimilikinya serta berhubungan langsung dengan keselamatan seseorang memerlukan payung hukum dalam pelaksanaannya. Fungsi hukum di bidang kesehatan : a. Melindungi masyarakat dari praktek yang tidak sesuai dari praktisi kesehatan. b. Melindungi praktisi kesehatan dari tuntutan masyarakat yang berlebihan atau tidak sesuai c. Membatasi
Apoteker
dalam
melaksanakan
prakteknya
dikarenakan
kewenangan profesi yang diberikan. Oleh karena itu apoteker tidak boleh melewati batasan yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan profesi kefarmasian di apotek saat pasien menyetujui suatu resep dapat diracik dengan harga sekian, sebenarnnya telah terjadi perjanjian antara dua pihak (Daris, 2012). Fokus pelayanan kefarmasian saat ini telah beralih dari drug orinted (obat sebagai komoditi utama) menjadi patient oriented yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk mewujudkan perubahan orientasi 1
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
tersebut, maka diperlukan interaksi antara apoteker dan pasien diantaranya pemberian informasi dan monitoring penggunaan obat. Maka, selain apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien, apoteker juga harus memahami betul aturan yang berkaitan dalam melaksanakan praktek pelayanan kefarmasian di apotek (DEPKES RI, 2004) Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (DEPKES RI, 2004). Karena kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan sangat mungkin terjadi, sehingga seharusnya apoteker menyadari betul konsekuensi namanya dipakai sebagai Apoteker Pengelola Apotek dalam suatu apotek. Dalam aspek pelayanan kefarmasian khususnya di apotek ada beberapa penyimpangan diluar ketentuan yang telah ditetapkan undang-undang. Misalnya tidak adanya apoteker yang seharusnya menjalankan tugas di suatu apotek. Serta banyak apotek yang menjual obat keras tanpa resep dokter (Hartini, 2008). Oleh karena itu, maka muncul pertanyaan apakah undang-undang atau peraturan yang telah dibuat masih relevan terhadap praktek pelayanan kefarmasian di apotek saat ini atau tidak. Apakah harus merubah undang-undang yang telah ada atau sudah saatnya undang-undang yang telah ada lebih diberdayakan lagi.
1.2 Tujuan Pengambilan tema relevansi undang-undang terhadap gambaran praktek kefarmasian khususnya dalam pelayanan kefarmasian di apotek ini bertujuan untuk mengulas peraturan perundang-undangan yang ada terkait dengan fakta praktek pelayanan kefarmasian di apotek saat ini.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peraturan Perundang-undangan Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam dalam Peraturan Perundang-undangan. Undang-undang adalah adalah Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden (Pemerintah RI, 2011). Menururt Dalam UU No.12 Tahun 2011 pasal 7 ayat 1 disebutkan, jenis dan hirarki peraturan Perundang-undangan di Indonesia terdiri atas : a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat c. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang d. Peraturan Pemerintah/ Peraturan Presiden e. Peraturan Menteri f. Peraturan Daerah Provinsi g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
2.2 Profesi Apoteker Profesi adalah suatu moral community yang memiliki cita-cita dan nilainilai moral bersama.
Dalam kesatuan atau organisasi suatu profesi tertentu,
mereka disatukan karena memiliki keahlian yang diakui secara hukum serta tertutup bagi orang lain yang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Maka jelas bahwa profesi mempunyai kekuasaan dan tanggung jawab khusus/tersendiri (Daris, 2012). Ciri-ciri pekerjaan profesi adalah sebagai berikut : a) Diperoleh melalui pendidikan yang sesuai dengan standar nasional b) Pekerjaannya berlandaskan etika profesi c) Mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan d) Pekerjaannya legal, dilakukan perizinan 3
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
e) Anggotanya belajar sepanjang hayat f) Anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (Pemerintah RI, 2009). Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pemimpin dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya (manusia, fisik dan anggaran) secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan membantu member pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Apoteker merupakan salah satu sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam kelangsungan hidup suatu apotek. Apoteker di apotek memiliki wewenang dalam pembuatan Standar Prosedur Operasional (prosedur yang dituliskan langkah demi langkah untuk melakukan suatu kegiatan). SPO di apotek merupakan prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang pekerjaan kefarmasian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik (Adelina, 2009).
2.3 Apotek Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Pemerintah RI, 2004). Beberapa pokok-pokok ketentuan terkait Apotek dalam PP 51 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: a) Pasal 1 Yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. b) Pasal 20, Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian,
Apoteker
dapat
dibantu
oleh
Apoteker
pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
5
c) Pasal 21 1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,
Apoteker
harus
menerapkan
standar
pelayanan
kefarmasian. 2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. 3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri. 5) Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian di daerah terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. d) Pasal 22 Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. e) Pasal 23 1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud harus menetapkan Standar Prosedur Operasional. 2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui
secara
terus
menerus
sesuai
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan. f) Pasal 24 Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: 1) mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
6
2) mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan 3) menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. g) Pasal 25 menyatakan (berkaitan dengan kepemilikan apotek): 1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. 2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan. h) Pasal 27 Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. i) Pasal 28 Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. j) Pasal 29 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Menteri. k) Pasal 31 1) Setiap
Tenaga
Kefarmasian
dalam
melaksanakan
Pekerjaan
Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya. 2) Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui audit kefarmasian. l) Pasal 37 ayat 1 Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
7
m) Dalam Permenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, pengelolaan suatu apotek meliputi: 1). Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau bahan obat. 2). Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. 3). Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi: i). Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat. ii). Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
2.4 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumerotasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Pemerintah RI, 2004).. Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
8
diterbitkan dengan tujuan sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam praktek kefarmasian di apotek sehingga diharapkan pelayanan kefarmasian yang diselenggarakan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien (Pemerintah RI, 2004). Sekitar tahun 1960-1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting dan berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain : 1) Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan 2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan 3) Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada periode ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek darurat. Sedangkan untuk periode tahun 1980 berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang perubahan atas PP No. 26 tentang apotek. kemudian saat ini, telah diberlakukan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Peraturan Perundang-undangan terkait Pelayanan Kefarmasian di Apotek yaitu (Daris, 2012) : 1) UU Obat Keras (St. No.419 tgl 22 Desember 1949) 2) UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan diganti dengan UU No 36 Tahun 2009 3) UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 4) UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika diganti dengan UU No. 35 Tahun 2009 5) UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 6) UU No. 29 Tahun 2004 tentang: Praktik Kedokteran 7) PP No. 20 Tahun 1962 tentang: Lafal Sumpah/Janji Apoteker 8) PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotik serta PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotik 9) PP No. 32 Tahun 1996 tentang: Tenaga Kesehatan 10) PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
9
11) PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian 12) Reglement D.V.G. (St. 1882 No.97, sebagaimana dirubah terakhir menurut St.1949 No.228) tentang Menjalankan Peracikan Obat 13) Permenkes No.28/Menkes/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika 14) Permenkes No. 919/ Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep 15) Permenkes No. 924/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2 16) Permenkes 889/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian 17) Permenkes No. 688/Menkes/PER/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika 18) Permenkes
No.
HK.02.02/Menkes/068/2010
tentang
Kewajiban
Menggunakan Obat Generik 19) Kepmenkes No.280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik 20) Kepmenkes No.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik 21) Kepmenkes No. 1176/ Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3 22) Kepmenkes
No.1027/Menkes/SK/IX/2004
tentang
Standar
Pelayanan
Kefarmasian di Apotek 2.5 Ketidaksesuaian di Apotek Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan yang aman, bermutu dan terjangkau. Informasi penggunaan obat adalah keterangan yang diberikan oleh tenaga pelayanan kefarmasian pada waktu penyerahan obat kepada pasien. Informasi obat kepada pasien dapat berupa informasi umum dan khusus untuk obat-obat tertentu. Mal-praktek di bidang kefarmasian mungkin terjadi dalam pelayanan kefarmasian yang dapat dikarenakan kekurang telitian, salah menafsirkan atau ketidak tahuan dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Perbuatan melanggar hukum di bidang kefarmasian di apotek diantaranya (Sofiyani, 2006): 1) Menjual obat golongan obat keras, psikotropika dan atau narkotika tanpa resep dokter Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
10
2) Melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa kewenangan (izin praktek/ izin kerja) 3) Menjual obat palsu atau obat ilegal 4) Mengganti obat dalam resep tanpa persetujuan pasien atau dokter 5) Mengganti obat generik dengan obat nama dagang tanpa persetujuan dokter atau pasien. 6) Mengganti obat nama dagang dengan obat nama dagang lain tanpa persetujuan dokter atau pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 3 METODE
3.1 Metode Dalam pembuatan makalah ini, metode yang digunakan adalah menelusuri serta mengkaji literatur peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan terkait pelaksanaan praktek pelayanan kefarmasian di apotek kemudian membandingkan kerelevansiannya terhadap praktek pelayanan kefarmasian di beberapa apotek.
11
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Hal yang tidak sesuai tetapi dirasa sudah lumrah saat ini yang pertama akan penulis bahas adalah tentang kehadiran Apoteker di apotek. Untuk membahas permasalah yang ada, penulis mengunjungi beberapa apotek di salah satu kota besar di Indonesia. Pada tiap masing-masing apotek penulis menanyakan apakah apoteker sedang berada di apotek atau tidak, kebanyakan apoteker tidak berada di apotek. Ada juga apotek yang memiliki apoteker pendamping yang menggantikan apoteker pengelola apotek jika sedang tidak berada di apotek. Pada PP 25 tahun 1980 dinyatakan bahwa salah satu tugas/fungsi apotek adalah tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, oleh karena itu apotek yang pada waktu buka tidak ada apotekernya melanggar ketentuan ini. Salah satu ciri profesi yakni tidak tergantikan, maka kehadiran apoteker untuk melakukan praktek profesinya di apotek tidak dapat digantikan oleh Asisten Apoteker atau tenaga lain yang bukan berprofesi apoteker. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dibuat sebagai atas dasar pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Menurut Peranturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009, Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk mengingkatkan mutu kehidupan pasien. Apoteker adalah tenaga kesehatan yang mempunyai kewenangan melakukan pekerjaan kefarmasian. Di berbagai tempat sering dijumpai apotek buka tanpa ada tenaga kefarmasian baik Apoteker maupun Asisten Apoteker (AA). Permenkes No.922 tahun 1993 menyatakan bahwa dalam melaksanakan pengelolaan apotek, Apoteker Pengelola Apotek (APA) dapat dibantu oleh AA, pada PP 51 Tahun 2009 pasal 20 tertulis bahwa APA dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelyanan kefarmasian dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Ketentuan ini sangat 12 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
13
membantu Apoteker untuk dapat mengoptimalkan pelayanannya. Satu apoteker akan kewalahan kalau melakukan pelayanan bagi banyak pasien sekaligus, sementara semua pasien ingin dilayani secepatnya. Permasalahan terjadi karena kemudian justru apoteker menyerahkan semua pekerjaannya pada AA bahkan kepada tenaga yang bukan tenaga kefarmasian. Kehadiran apoteker di apotek dituntut oleh kewajiban profesional sehingga dapat melaksanakan atau memastikan bahwa apotek menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin dan memusnahkannya apabila karena sesuatu hal perbekalan tidak dapat lagi digunakan atau dilarang digunakan. Apoteker harus hadir karena berkewajiban memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkannya kepada pasien agar tepat, aman dan rasional. Kewajiban apoteker dalam memberikan informasi obat diatur dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pada penjelasan pasal 53, UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 7, PP No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pasal 22, Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 15 ayat 4 dan Kepmenkes No.1027 thn 2004. Kepmenkes No.1332 tahun 2002 mengatur bahwa apabila APA berhalangan melaksanakan tugasnya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek, maka APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Dalam PP 51 tahun 2009 Apoteker Pendamping yang ditunjuk tersebut merupakan Apoteker yang memiliki SIPA. Apotek
memerlukan
keuntungan
untuk
menjaga
keberlangsungan
kehidupan apotek. Namun, perlu diingat kembali bahwa apotek bukanlah sebagai alat bisnis. Masih bersumber pada peraturan pemerintah No.51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13 bahwa Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Disini, apotek merupakan tempat praktek profesi bagi seorang Apoteker, sama hal nya dengan ahli obgyn dengan alat-alat kedokteran yang mereka kuasai. Ahli obgyn mempergunakan alat-alat kedokteran seperti USG dan lainnya sebagai alat praktek kedokterannya kemudian pasien dikenai biaya pemakaian alat serta jasanya. Sama halnya dengan Apoteker yang menggunakan obat sebagai alat prakteknya. Maka apotek semata-mata bukan sebagai wadah perniagaan untuk mencari keuntungan semata. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
14
Telah terjadi perubahan dalam dunia kefarmasian di Indonesia yaitu tahun 1953 diberlakukan UU No.3 tentang Pembukaan Apotek dan UU No. 4 tentang Apotek Darurat. Sekitar tahun 1960-1965, beberapa peraturan perundangundangan yang penting dan berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain UU No. 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, UU No. 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 tentang Apotek. Dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan (Menkes) No. 33148/Kab/176 tanggal 8 Juni 1962, antara lain ditetapkan tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter dan semua izin apotekdokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januari 1963. Berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan SK Menkes No. 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963. Pada bagian ketentuan umum (BAB I) dari beberapa peraturan perundangundangan dinyatakan hal yang berbeda tentang apotek. Pada PP No.26 thn 1965 disebutkan bahwa : ‘Apotik ialah suatu tempat tertentu dimana dilakukan usahausaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian’, sedang pada PP No. 25 tahun 1980, ‘Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat’. Pada Permenkes No. 922 tahun 1993 disebutkan bahwa: ‘Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat’, sedang pada Kepmenkes No. 1332 tahun 2002, Kepmenkes No.1027 tahun 2004, dan Permenkes No.284 tahun 2007 dinyatakan bahwa: ‘Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat’. Pada ulasan diatas dapat ditarik persamaan bahwa apotek terkesan bertujuan untuk “jualan”, sedangkan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13 tertulis : ‘Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker’. Perbedaan terletak pada kesan yang diberikan dari perturan diatas, karena pemerintah menyesuaikan dengan perubahan zama serta paradigma yang ada yaitu perubahan dari drug oriented menjadi patient oriented sehingga kini apotek lebih terfokus dengan praktek kefarmasiannya diabanding dengan penyaluran atau usaha-usaha seperti yang telah disebutkan diatas. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
15
Ketidak sesuaian yang lain adalah obat keras diberikan kepada pasien tanpa ada resep dari dokter. Dalam Permenkes No.919 tahun 1993, Menteri Kesehatan mengatur tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, maka dalam kasus ‘apotek yang menjual obat keras tanpa dasar resep’ sejauh obat yang diserahkan memenuhi kriteria yang disebutkan dalam peraturan tersebut atau obat tersebut merupakan obat dalam daftar OWA, penyerahan obat tersebut tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Pada UU kesehatan disebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Apotek boleh mengganti obat dalam resep dengan persetujuan pasien dan atau dokter. Apabila seorang apoteker melakukan penggantian obat diluar ketentuan yang telah disebutkan diatas maka tindakan tersebut melanggar hukum. Terlebih jika obat tersebut diganti dengan obat yang harganya lebih mahal, selain melanggar hukum, tindakan tersebut juga melanggar etika profesi apoteker. Tindakan tersebut diatas merupakan pelanggaran terhadap PP 51 tahun 2009 pasal 24, dimana disebutkan bahwa dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat: a. Mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA; b. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan c. Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Permenkes No.922 tahun 1993 pasal 15 ayat 2 menyebutkan bahwa: “Apoteker tidak diijinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten” Pada pasal 16 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3, berturut-turut tertulis : “Sedang dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat”. Apabila dalam hal tersebut (ayat 1) karena pertimbangan tertentu
dokter
penulis
resep
tetap
pada
pendiriannya,
dokter
wajib
menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
16 resep”. “Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep “. Pada ayat 2 Menurut PP No. 72 tahun 1998 pasal 61 ayat 3: “Dalam rangka pelayanan kesehatan, penggantian penyerahan sediaan farmasi yang berupa obat berdasarkan resep dokter dengan padanannya berupa obat generik, dapat dilakukan dengan persetujuan dokter yang mengeluarkan resep dan dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi penerima pelayanan kesehatan”. Pada bagian penjelasan dari ayat tersebut dinyatakan bahwa: “Pada dasarnya sediaan farmasi yang berupa obat berdasarkan resep dokter tidak dapat diganti dengan padanannya, tetapi dengan mempertimbangkan faktor keadaan ekonomi yang bersangkutan dari pengunaan sediaan farmasi yang berupa obat yang tidak tepat sehingga dapat membahayakan kesehatan atau jiwa, maka dapat dimungkinkan penggantian sediaan farmasi yang berupa obat berdasarkan resep dokter dengan padanannya berupa obat generik, sepanjang hal tersebut disetujui atau atas sepengetahuan dokter yang mengeluarkan resep penggunaaan sediaan farmasi yang berupa obat yang tidak tepat dalam hal ini adalah berkaitan dengan jumlah sediaan farmasi yang berupa obat yang harus digunakan dalam pelayanan kesehatan yang bersangkutan”. Dalam praktek di apotek sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990 Pasal 18 yaitu (1) Apoteker Pengelola Apotik, Apoteker pendamping atau Apoteker pengganti dijinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotik tanpa resep. DOWA merupakan ketentuan khusus agar mempermudah pasien dalma hal keterjangkauan obat. DOWA memuat jenis serta jumlah obat yang dapat diberikan tanpa resep dokter. Dalam UU No. 8 tahun 1998 disebutkan bahwa hak konsumen antara lain adalah hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa. Mengacu dari hak konsumen tersebut, pasien sebagai konsumen obat berhak mendapat informasi tentang adanya obat sepadan yang lebih murah dengan obat dalam resep, tanpa memandang bagaimana kemampuan ekonominya. Pasien Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
17
berhak pula memilih obat yang akan dibelinya sepanjang obat tersebut sepadan baik mutu keamanan maupun manfaatnya. Kewajiban apoteker/ apotek selaku pelaku usaha antar lain adalah memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan, perbaikan, dan pemeliharaan, memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif dan menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Untuk pendirian sebuah apotek, saat ini di beberapa kabupaten/kota telah mensyaratkan minimal harus ada 2 apoteker yang bekerja penuh di apotek tersebut. Dengan adanya peraturan ini maka suatu apotek telah memenuhi aturan yang seharusnya dari peraturan perundang-undangan yang telah dibahas diatas. Praktek distribusi obat oleh apotek berupa penyerahan obat keras yang bukan berdasar resep, akan tetapi berdasarkan kesepakatan antara apotek, Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan dokter, sering terjadi. Fenomena seperti ini dikatakan sebagai apotek panel, dimana apotek bekerjasama dengan PBF dalam mendistribusikan obat keras kepada pihak-pihak yang diinginkan PBF misalnya dokter, dengan kata lain apotik panel menjadi perpanjangan fungsi dari PBF dalam menjual obat ke dokter. Kegiatan apotek ini melanggar kode etik keprofesian dikarenakan obat keras keluar dari apotek bukan berdasar resep melainkan berdasarkan kesepatakatn untuk menguntungkan beberapa pihak tertentu. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Kewenangan dokter untuk menyimpan dan menyerahkan obat diatur dalam UU No. 29 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa: ‘Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang antara lain adalah menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diijinkan, dan meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek’ Pada penjelasan pasal 35 butir i UU tersebut dinyatakan bahwa ‘Ketentuan ini dimaksud untuk memberikan kewenangan bagi dokter dan dokter Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
18
gigi untuk menyimpan obat selain obat suntik sebagai upaya untuk menyelamatkan pasien. Obat tersebut diperoleh dokter atau dokter gigi dari apoteker yang memiliki izin mengelola apotek. Jumlah obat yang disediakan terbatas pada kebutuhan pelayanan’ Dalam UU No.22 tahun 1997 bagian penjelasan pasal 39 ayat 4 dinyatakan bahwa ‘Penyerahan narkotika oleh dokter yang menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek memerlukan surat izin menyimpan narkotika dari Menteri Kesehatan atau pejabat yang diberi wewenang. Izin tersebut melekat pada surat keputusan penempatan di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Mengacu ketentuan ini maka dokter yang praktek di daerah terpencil otomatis mendapat izin simpan obat, sedang dokter yang praktek di tempat di luar daerah terpencil tidak dibenarkan untuk menyimpan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dengan mengamati perkembangan peraturan perundang-undangan yang ada dan dengan semakin berkembangnya ilmu, teknologi dan informasi dimana masyarakat pun semakin pandai dan semakin paham terutama tentang permasalahan kesehatan yang menyangkut dirinya, maka sudah selayaknya aturan-aturan yang menghambat pemberdayaan masyarakat yang ingin menjaga dan meningkatkan kesehatannya perlu diperbaiki dan di tata ulang. Demikian juga pengetahuan apoteker dalam hal farmakoterapi dan farmakologi sudah demikian maju dan bergerak menuju profesi yang paling bertanggung jawab terhadap masalah obat dan pengobatan. Sudah saatnya apoteker yang memilihkan obat yang tepat untuk pasien yang telah didiagnosa oleh dokter. Oleh karena itu ketentuan yang tertera dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) sudah saatnya direvisi dan diperluas, disesuaikan dengan kemampuan dan kompetensi dari apoteker yang bersangkutan. Sedangkan aturan-aturan lainnya perlu dilakukan penguatan untuk mendukung berlangsungnya pekerjaan profesi apoteker agar menjadi semakin tertib.
5.2 Saran a. Diperlukan komitmen sepenuhnya dari masing-masing apoteker yang bekerja sebagai APA untuk melaksanakan kewajibannya di apotek tersebut terkait undang-undang yang mengatur. b. Masing-masing apoteker harus dapat mengevaluasi bagaiamana progress kegiatan pelayanan kefarmasian berdasarkan penilaian konsumen atau masyarakat untuk dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian serta agar eksistensi apoteker lebih jelas dan diakui di masyarakat. Untuk evaluasi ini dapat dilakukan dengan melakukan survey berupa angket atau wawancara langsung. 19
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
20
c. Apoteker harus selalu ada di apotek karena untuk mencegah terjadinya medication error, dispensing error itu semua semata-mata untuk melindungi konsumen dari hal-hal yang tidak diinginkan terkait penggunaan obat. Karena ini berkaitan dengan ciri identik dari profesi, yaitu tidak tergantikan sehingga selayaknya apoteker pengelola apotek jika berhalangan sebaiknya digantikan dengan apoteker pendamping bukan digantikan oleh asisten apoteker atau lainnya. Akan tetapi itu memang merupakan ketentuan, dengan pertimbangan ekonomi, terlebih lagi jika apotek yang dikelola adalah apotek yang tidak terlalu besar pasti sudah pasti akan memikirkan berulang-ulang sebelum mempekerjakan apoteker pendamping. d. Apotek dapat tetap berjalan tanpa melanggar undang-undang yang ada, tergantung dari kreatifitas apoteker dalam menjalankan apotek. Sebagai contoh, apoteker harus meningkatkan pelayanan, menyediakan jasa pengiriman obat gratis, menjemput resep, memberikan konsultasi obat untuk pasien swamedikasi ataupun membentuk apotek jaringan dengan teman sejawat lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
21
DAFTAR ACUAN
Adelina br Ginting. (2009). Penerapan standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Kota Medan Tahun 2000. Universitas Sumatera Utara Repository. Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tangerang: Duwo Okta. Gunawan Widjaja & Ahmad Yani. (2001). Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Hartini YS. (2008). Sebuah Potret tentang Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Medisina, edisi 4, Vol.II. April- Juni 2008, PT ISFI Penerbitan, Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan No 1027 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Pemerintah Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Jakarta Sofiani R, Sugianto E, Astuti PDY. (2006). Laporan Hasil Penelusuran Kasus di Apotek. Tugas Matakuliah Etika & Perundang-undangan. Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014