UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN DENGAN PENERAPAN TEORI SELF CARE OREM DI RSUP FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
KUSTIYUWATI NPM : 1006833855
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK,2014
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN DENGAN PENERAPAN TEORI SELF CARE OREM DI RSUP FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh Gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Oleh : KUSTIYUWATI NPM : 1006833855
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK,2014
i Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah SWT, hanya kepada-Nya kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya. Hanya dengan nikmat sehat, kekuatan lahir dan batin serta limpahan kasih dan sayang-Nya yang telah diberikan kepada praktikan sehingga dapat menyusun karya ilmiah akhir yang berjudul “ Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan Dengan Penerapan Teori Self Care Orem di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta”. Dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini, praktikan senantiasa mendapatkan bimbingan , arahan serta dukungan moril dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini praktikan ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ibu Dra.Junaiti Sahar, M.App.Sc.Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia atas kesempatan yang diberikan selama menjadi mahasiswa Program Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah.
2.
Bapak Agung Waluyo,S.Kp.,M.Sc.,Ph.D sebagai supervisor utama yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan didalam menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah Akhir.
3.
Ibu Lestari Sukmarini,S.Kp.,MNS, selaku supervisor dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan, baik di lahan praktik serta didalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
4.
Bapak Welas Riyanto,S.Kp.,Sp.KMB selaku pembimbing klinik di RSUP Fatmawati yang telah memberikan kemudahan serta memfasilitasi seluruh kegiatan selama melaksanakan kegiatan residensi.
5.
Rekan-rekan perawat di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati yang telah membantu dan bekerjasama pada saat pelaksanaan kegiatan praktik residensi keperawatan medikal bedah.
6.
Suami dan anak-anak kami yang tercinta sehingga Karya Ilmiah Akhir ini dapat selesai dengan tepat waktu.
vii
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Terimakasih diucapkan atas segala arahan dan bimbingan yang telah diberikan dan akhir kata semoga Karya Ilmiah Akhir ini dapat bermanfaat bagi diri penulis serta yang membacanya, dan penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis senantiasa menerima saran dan masukan guna perbaikan untuk menjadi lebih baik lagi.
Depok, 26 Desember 2013
Penulis
viii
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA Karya Tulis Ilmiah, Januari 2014 Kustiyuwati Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan Dengan Penerapan Teori Self Care Orem di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. xvii + 80 hal + 1 skema + 5 tabel + 3 diagram + 1 lampiran Abstrak Residensi keperawatan medikal bedah dilaksanakan selama mengikuti program spesialis keperawatan medikal bedah dengan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. Teori keperawatan yang digunakan adalah teori self care Orem yang merupakan suatu pendekatan dinamis dimana perawat bertugas mengembangkan kemampuan pasien dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan self care pasien. Masalah keperawatan utama pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakpatuhan, kelemahan dan cemas. Perencanaan diberikan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien meliputi: bantuan seluruhnya, bantuan sebagian dan support edukasi. Evaluasi keperawatan berfokus pada kemampuan pasien untuk mempertahankan kebutuhan self care, kemampuan untuk mengatasi deficit self care dan sampai sejauhmana perkembangan kemandirian pasien, serta kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika pasien tidak mampu. Pelaksanaan evidence based nursing practice berupa penerapan intervensi edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik. Dari 11 pasien yang diberikan edukasi terdapat 7 pasien (63,6%) menerima yang terdiri dari 5 pasien menjalankan inisasi dialisis karena sudah ada indikasi untuk inisiasi dialisis, dan 2 pasien akan mengikuti pengobatan secara teratur dan menjalankan perilaku hidup sehat. Sedangkan 4 pasien (36,4%) menolak walaupun sudah ada indikasi untuk inisiasi dialisis. Kegiatan inovasi adalah mengembangkan media edukasi berupa leaflet, booklet dan video untuk merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik. Kata kunci
: model self care Orem, inisiasi dialisis, edukasi
Daftar pustaka : 57 (1990-2012)
x
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
MEDICAL SURGICAL NURSING PROGRAM FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA Final Scientific Report, Januari 2014 Kustiyuwati Analysis of Medical Surgical Nursing Clinical Practice of Residency on Patient with Urinary System Disorders Using Self Care Orem Theory in Fatmawati Hospital Jakarta. xvii + 80 pages + 1 scheme + 5 table + 3 diagrams + 1 appendix Abstract Medical surgical nursing residency program implemented during specialist medical surgical nursing care focuses on patient with urinary system disorders. Nursing theory using self care Orem theory which is a dynamic approach in which the nurse on duty to develop the ability of the patient and the family to meet the needs of the patient’s self care. Major nursing problems in patients with the urinary system disorders are excess fluid volume, imbalance nutrition: less than body requirements, non compliance, weakness and anxiety. Planning is given based on the patient is level of dependence include the wholly compensatory nursing system, partially compensatory nursing system and support educative compensatory. Evaluation of nursing focuses on the patient’s ability to over come self care deficit and the extent to which development of patient autonomy and the ability to overcome self care deficit and the ability of families to provide assistance in self care if the patient is incapacitated. Implementation of evidence based nursing practice is the application of education on chronic kidney disease patient’s plans to initiate dialysis. The results obtained from 11 patients who were given education, there were 7 patients (63,6%) received consisting of 5 patient’s plans to initiate dialysis because already an indication for initiate dialysis and 2 patients will follow the treatment regularly and implement healthy behavior. Whereas 4 patients (36,4%) refused although there has been an indication for initiate dialysis. Innovation activities was to develop educational media such as leaflets, booklets and videos on chronic kidney disease patient’s plans to initiate dialysis. Keywords
: self care Orem model, initiate dialysis, education
Bibliography : 57 (1990 -2012)
xi
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. ii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………….... iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... v SURAT PERNYATAAN...................................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………………..….. ix ABSTRAK ......................................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii DAFTAR SKEMA ................................................................................................ xiv DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv DAFTAR DIAGRAM............................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xvii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................. 1.2.1 Tujuan Umum ....................................................................... 1.2.2 Tujuan khusus ....................................................................... 1.3 Manfaat ........................................................................................... 1.3.1 Pelayanan Keperawatan ......................................................... 1.3.2 Pengembangan Ilmu Pengetahuan Keperawatan ................... 1.3.3 Pendidikan Keperawatan .....................................................
1 3 3 3 4 4 4 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury)................................... 2.1.1 Pengertian ............................................................................. 2.1.2 Kriteria ................................................................................. 2.1.3 Etiologi .............................................................................. 2.1.4 Patofisiologi ......................................................................... 2.1.5 Manifestasi Klinik ................................................................. 2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik ........................................................ 2.1.7 Penatalaksanaan ................................................................... 2.2 Karsinoma Serviks Uteri ................................................................. 2.2.1 Pengertian ............................................................................. 2.2.2 Tanda dan Gejala................................................................... 2.3 Teori Self Care Orem 2.4 Penerapan Teori Self Care Orem ...................................................... 2.4.1 Pengkajian ........................................................................ 2.4.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................... 2.4.3 Tujuan Keperawatan ............................................................. 2.4.4 Intervensi Keperawatan ........................................................ 2.4.5 Evaluasi Keperawatan............................................................
5 5 6 7 8 9 10 11 13 13 13 14 18 18 21 22 22 23
xii
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN 3.1 Gambaran Kasus Kelolaan Utama ...................................................... 3.2 Penerapan Teori Self Care Orem pada pasien Gangguan Ginjal Akut 3.2.1 Pengkajian ......................................................................... 3.2.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................... 3.2.3 Penetapan Tujuan .................................................................. 3.2.4 Intervensi Keperawatan ........................................................ 3.2.5 Evaluasi Keperawatan .......................................................... 3.3 Pembahasan Berdasarkan Teori Self Care Orem............................... 3.3.1 Universal self care requisites............................................... 3.3.2 Developmental self care requisites....................................... 3.4 Analisis Penerapan Teori Self Care Orem pada 32 Kasus Kelolaan .. 3.4.1 Kasus Renal Disease.............................................................. 3.4.2 Kasus Obstruksi dan Neoplasma ..........................................
24 25 25 30 31 31 31 41 41 51 53 53 55
BAB 4 PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN 4.1 Latar Belakang ................................................................................ 4.2 Hasil Journal Reading (Critical Review) ........................................... 4.3 Pelaksanaan Praktik Keperawatan Berdasarkan Pembuktian ............. 4.4 Pembahasan .....................................................................................
57 59 61 64
BAB 5 KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN 5.1 Analisa Situasi ............................................................................... 5.2 Analisa Penerapan Inovasi ............................................................... 5.3 Kegiatan Inovasi .............................................................................. 5.4 Desiminasi Awal Program Inovasi ................................................. 5.5 Melaksanakan Program Inovasi ........................................................ 5.6 Melaksanakan Evaluasi .................................................................... 5.7 Pembahasan .....................................................................................
69 70 70 71 71 74 76
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan .......................................................................................... 6.2 Saran ................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
79 79
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1
:
Self Care Deficit Nursing Theory
xiv
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
............................. 17
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Rencana asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi.... 32 Tabel 4.1 : Profil pasien yang dilakukan intervensi edukasi di ruang lantai V selatan RSUP Fatmawati......................................... 62 Tabel 4.2 : Hasil intervensi edukasi terkait respon pasien dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik.................................................................................. 63 Tabel 5.1 : Tingkat pengetahuan perawat tentang CKD dan dialisis di ruang rawat inap lantai V selatan RSUP Fatmawati............. 74 Tabel 5.2 : Hasil intervensi edukasi terkait respon pasien dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik.................................................................................. 76
xv
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 :
Hasil intervensi edukasi: 63,6% menerima dan 36,4% menolak pada pasien penyakit ginjal kronik dalam merencanakan inisaisi dialisis............................................ 64
Diagram 5.1 :
Tingkat pengetahuan perawat tentang CKD dan dialisis di ruang rawat inap lantai V selatan RSUP Fatmawati....................................................................... 75
Diagram 5.2 :
Hasil intervensi edukasi : 75% menerima, 25% menolak pada pasien penyakit ginjal kronik dalam merencanakan inisiasi dialisis.................................................................... 76
xvi
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Resume Kasus
xvii
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
xviii
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keperawatan digunakan untuk membuat keputusan klinis dalam merawat individu dengan meningkatkan kemampuan individu didalam memelihara atau pemulihan kesehatan, menyelesaikan masalah kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup terhadap segala macam penyakit yang diderita atau ketidakmampuan sampai meninggal dunia. Keperawatan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, penyembuhan, pertumbuhan dan perkembangan, mencegah penyakit, kesakitan, kecelakaan dan ketidakmampuan. Disaat individu mengalami sakit atau ketidakmampuan,
keperawatan diberikan untuk meminimalisasi distress dan
penderitaan serta kemampuan individu dan masyarakat untuk mengerti penyakit mereka, ketidakmampuan dan pengobatan(Clark et al,2003). Praktik keperawatan tidak terbatas didalam memberikan perawatan kepada pasien. Fungsi keperawatan meliputi menyediakan dan mengatur praktik keperawatan secara langsung, mendidik pasien, keluarga dan petugas kesehatan, bekerja didalam tim kesehatan , mengembangkan praktik keperawatan berdasarkan riset dan pemikiran kritis(Clark et al,2003). Program spesialis keperawatan medikal bedah merupakan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga keperawatan untuk meningkatkan kemampuan klinik agar mutu pelayanan keperawatan menjadi meningkat. Residensi keperawatan medikal bedah peminatan sistem perkemihan dilaksanakan untuk memperdalam pelaksanaan asuhan keperawatan profesional terkait dengan sistem perkemihan. Adapun peran perawat spesialis adalah sebagai clinician, educator, consultant, counselor, administrator dan researcher (Headley&Wall,2000). Kegiatan residensi peminatan sistem perkemihan dilaksanakan selama dua semester di RSUP Fatmawati dan ruangan yang digunakan adalah ruang rawat inap lantai IV utara, lantai V utara, lantai V selatan, klinik bedah urologi,
1 Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Universitas Indonesia
2
ruang hemodialisa dan instalasi gawat darurat. Adapun kompetensi yang dicapai selama melaksanakan kegiatan residensi adalah mampu memberikan asuhan keperawatan pada gangguan sistem perkemihan, melaksanakan tindakan keperawatan mandiri berdasarkan pembuktian ilmiah (evidence based nusing practice) serta melakukan program inovasi guna meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Selama melaksanakan kegiatan residensi telah dilakukan pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan sebanyak 32 kasus yang meliputi penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease) stage V , gagal ginjal akut (acute kidney injury), Benigna Prostat Hyperplasia (BPH), batu saluran kemih dan neoplasma. Pendekatan asuhan keperawatan pada kasus sistem perkemihan dilaksanakan dengan menggunakan teori self care Orem untuk meningkatkan kemampuan pasien didalam merawat dirinya sendiri secara mandiri sehingga tercapai kemampuan untuk mempertahankan kesehatan dan kesejahteraannya. Teori self care juga merupakan suatu pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam merawat dirinya sendiri dan bukan menempatkan pasien pada posisi bergantung, karena self care merupakan perilaku yang
dapat
dipelajari
atau
didapatkan
dari
proses
belajar
(Aggleton&Chalmers,2000). Selain itu konsep ini juga menitikberatkan pada potensi pasien dan keluarganya dalam melakukan perawatan secara mandiri sehingga perawat bertugas untuk mengembangkan kemampuan pasien dan keluarga. Pada kegiatan residensi ini praktikan menerapkan evidence based practice in nursing (EBN) yaitu melaksanakan edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis dengan menggunakan media booklet, leaflet dan video berdasarkan pembuktian ilmiah yang telah dilakukan oleh Manns et al(2005). Edukasi yang diberikan kepada pasien gagal ginjal tahap akhir merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan seleksi modalitas dialisis yang cocok, membantu pasien dan keluarga dalam membuat keputusan kritis, menurunkan kecemasan, menjelaskan kebutuhan pasien yang akan datang meliputi medikasi, perubahan diet serta pelaksanaan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
3
hemodialisis(Headley&Wall,2000). Selain pelaksanaan EBN, praktikan juga melaksanakan peran sebagai inovator. Inovasi yang dilaksanakan adalah memberikan edukasi kepada perawat ruangan agar mampu menjalankan fungsinya sebagai pelaksana juga sebagai edukator bagi pasien yang mempunyai gangguan ginjal secara lebih dini agar pasien mengerti dengan perjalanan penyakitnya serta pasien dan keluarga dipersiapkan untuk dapat menerima baik secara fisik maupun psikologis saat pasien membutuhkan terapi pengganti ginjal. Sebagai bentuk pertanggungjawaban maka praktikan menyusun laporan analisis praktik keperawatan selama
melaksanakan kegiatan praktik residensi
dengan
menggunakan model konsep dan teori self care Orem didalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. 1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum Memberikan gambaran secara menyeluruh tentang pengalaman praktik residensi serta penerapan model konsep dan teori self care Orem didalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan di RSUP Fatmawati. 1.2.2 Tujuan Khusus Melakukan analisis hasil kegiatan praktik residensi keperawatan medikal bedah peminatan sistem perkemihan meliputi : a)
Peran perawat sebagai klinisi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem perkemihan dengan pendekatan teori self care Orem.
b) Peran perawat sebagai peneliti dalam menerapkan praktik berdasarkan pembuktian (evidence based nursing practice) pada pasien gangguan sistem perkemihan. c)
Peran perawat sebagai inovator dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem perkemihan.
d) Peran perawat sebagai edukator pada pasien, keluarga serta perawat di RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
4
1.3 Manfaat 1.3.1 Pelayanan Keperawatan a)
Digunakan sebagai bahan acuan didalam memberikan asuhan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan self care pasien, mempertahankan kehidupan dan kesehatannya, pulih dari penyakit dan trauma serta mengatasi dampaknya sehingga akan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
b) Memberikan pembelajaran serta motivasi kepada para perawat didalam memanfaatkan hasil penelitian berdasarkan bukti (evidence based nursing practice) sebagai dasar pengambilan keputusan klinik pada berbagai kasus dengan gangguan sistem perkemihan. 1.3.2 Pengembangan Ilmu Pengetahuan Keperawatan a)
Memberikan
sumbangan
pemikiran
pengetahuan
keperawatan
melalui
terhadap penerapan
pengembangan praktik
ilmu
keperawatan
berdasarkan bukti (evidence based nursing practice) serta sebagai inovator pada penerapan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. b) Memberikan acuan didalam menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan teori self care Orem pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. 1.3.3 Pendidikan Keperawatan Penerapan teori keperawatan self care Orem pada pasien gangguan sistem perkemihan dapat dijadikan bahan untuk meningkatkan peran perawat didalam memberikan asuhan keperawatan serta sebagai kajian untuk penelitian pada pasien khususnya dengan gangguan sistem perkemihan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan tentang landasan teori Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury), Karsinoma Serviks Uteri, teori Self-Care Orem serta penerapan teori Self-Care Orem pada asuhan keperawatan pasien Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury). 2.1
Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury)
2.1.1 Pengertian Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan reabsorbsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai disepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air diekskresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpul urin. (Avril& Heather,2006). Dan fungsi ginjal untuk homeostasis meliputi : regulasi cairan tubuh (urin output, tekanan darah), regulasi excretory (produk sampah nitrogenous, uric acid, metabolit obat dan sampah yang lain), regulasi metabolik / endokrin (erythropoietin, renin-angiotensin-aldosteron, vitamin D), keseimbangan asam basa (kompensasi metabolik) dan keseimbangan elektrolit (sodium, potassium, phosphorus, calcium dan magnesium) (Broscious&Castagnola,2006). Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury) merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai dengan adanya penurunan fungsi ginjal secara mendadak yang terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa disertai oliguri dan
terjadinya
gangguan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit.
(Murray&Palevsky,2007 dalam Roesli,2008). Sindroma ini ditemukan sekitar 5% dari semua pasien yang dirawat di rumah sakit dan sampai dengan 30% pasien yang dirawat di unit rawat intensif dan biasanya bersifat reversible. AKI merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di rumah sakit yang
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
6
disebabkan oleh sifat yang serius dari penyakit yang mendasarinya dan tingginya komplikasi yang terjadi (Isserbacher et al,2000). 2.1.2 Kriteria Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury) 2.1.2.1 Kriteria RIFLE Kriteria RIFLE (Risk-Injury-Failure-Loss-End stage renal failure) digunakan untuk memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit gangguan ginjal akut. Adapun kriteria RIFLE adalah sebagai berikut(Bellomo et al,2004; Bagshaw et al,2008 dalam Murphy&Byrne,2010):
Klasifikasi Risk Injury Failure Loss ESRD
Kriteria LFG
Kriteria Urin Output
Kenaikan SCr x 1,5 atau penurunan UO < 0,5ml/kg/jam LFG > 25% (selama 6 jam) Kenaikan SCr x 2 atau penurunan UO < 0,5ml/kg/jam LFG > 50% (selama 12 jam) Kenaikan SCr x 3 atau penurunan UO < 0,3ml/kg/jam LFG > 75% atau SCr ≥ 4mg/dl (selama 24 jam) atau (meningkat ≥ 0,5mg/dl) anuri dalam 12 jam Gagal ginjal akut menetap (Loss : hilangnya fungsi ginjal > 4 minggu) End Stage Renal Disease (Gagal Ginjal Terminal)
2.1.2.2 Kriteria AKIN (Acute Kidney Injury Network) Tahapan penyakit gangguan ginjal akut menurut AKIN adalah sebagai berikut (Mehta&Chertow,2007; Davenport et al,2008 dalam Murphy&Byrne,2010):
Tahap
Kriteria Serum Kreatinin
Kriteria Urin Output
1
Kenaikan serum kreatinin ≥ 0,3mg/dl atau kenaikan 1,5 sampai 2 kali kadar sebelumnya Kenaikan serum kreatinin 2 sampai 3 kali kadar sebelumnya Kenaikan serum kreatinin 3 kali kadar sebelumnya, atau serum kreatinin ≥ 4mg/dl dengan peningkatan akut paling sedikit sebesar 0,5mg/dl
UO < 0,5cc/kg/BB selama lebih dari 6 jam
2 3
UO < 0,5cc/kg/BB selama lebih dari 12 jam UO < 0,3cc/kg/BB selama lebih dari 24jam atau anuri selama 12 jam
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
7
2.1.3 Etiologi Gangguan ginjal akut secara klasik dibagi menjadi tiga kelompok utama. Pembagian ini berdasarkan lokasi terjadinya kelainan patofisiologi yang menyebabkan gangguan ginjal akut meliputi sebelum ginjal(pre renal), didalam ginjal(renal / intrinsik) atau sesudah ginjal(post renal) (Agrawal&Swartz,2000). 2.1.3.1 Pre Renal Gangguan ginjal akut pre renal disebabkan karena adanya penurunan perfusi renal (hipoperfusi) yang akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomeruli, sedangkan fungsi tubuli maupun glomeruli sendiri masih dalam keadaan normal (Fry&Farrington,2000). Beberapa penyebab gangguan ginjal akut pre renal yaitu: a)
Kehilangan volume cairan tubuh melalui: dehidrasi(apapun sebabnya), perdarahan(apapun sebabnya), gastro intestinal(diare, muntah, cairan NGT, dll), ginjal(diuretik, osmotik diuretik, insufisiensi adrenal, dll), kulit(luka bakar, diaphoresis), peritoneum(drain pasca operasi).
b) Penurunan volume efektif pembuluh darah(cardiac output) meliputi: infark miokard, kardiomiopati, perikarditis, aritmia, disfungsi katup, gagal jantung, emboli paru, hipertensi pulmonal, penggunaan ventilator. c)
Redistribusi cairan meliputi: hipoalbuminemia(sindroma nefrotik, sirosis hepatis, malnutrisi), syok vasodilator(sepsis, gagal hati), peritonitis, pancreatitis, rhabdomiolisis(crush injury), asites, obat-obat vasodilator.
d) Obstruksi renovaskuler meliputi: arteri renalis(stenosis intravaskuler, embolus, laserasi thrombus), vena renalis(thrombosis intravaskuler, infiltrasi tumor). 2.1.3.2 Renal (Intrinsik) Penyebab renal(intrinsik) adalah semua gangguan yang terjadi didalam ginjal, baik di tubuli ginjal, parenkim(interstitial), glomeruli, maupun pembuluh darah (vaskuler). Beberapa penyebab renal antara lain : a)
Tubular nekrosis akut meliputi: obat-obatan(aminoglikosida, cisplatin, amphotericin B), iskemia(apapun sebabnya), syok septik(apapun sebabnya), obstruksi
intratubuler(rhabdomiolisis,
hemolisis,
multiple
myeloma,
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
8
asam urat, kalsium oksalat), toksin(zat kontras radiologi, karbon tetraklorid, etien glikol, logam berat). b) Nefritis interstitial akut meliputi: obat-obatan(penisilin, NSAID, inhibitor ACE, allupurinol, cimetidine, H2blockers, proton pump inhibitors), infeksi (streptokokus,
difteri,
leptospirosis),
metabolik(hiperurikemia,
nefrokalsinosis, toksin(etilene glikol, kalsium oksalat), penyakit autoimun (SLE, cryoglobulinemia). c)
Glomerulonefritis akut meliputi: pasca infeksi(streptokokus, bacteria, hepatitis B, HIV, abses visceral), vaskulitis sistemik(SLE, poliarteritis nodosa), glomerulonefritis membranoproliferative, idiopatik.
d) Oklusi mikrokapiler / Glomerular: thrombotic thrombocytopenic purpura, hemolytic uremic syndrome, emboli kolesterol. e)
Nekrosis kortikal akut.
2.1.3.3 Post Renal Gangguan ginjal akut post renal terjadi akibat obstruksi pada saluran air kemih apapun etiologinya. Obstruksi akan meningkatkan tekanan didalam kapsula Bowman dan menurunkan tekanan hidrostatik sehingga LFG menurun(Lamiere et al,2006). Beberapa penyebab post renal antara lain: a)
Obstruksi ureter(bilateral atau unilateral) meliputi : Ekstrinsik : tumor(endometrium, serviks, limpoma, metastase), perdarahan / fibrosis retroperitoneum, ligasi(ikatan) ureter secara tidak sengaja(pada tindakan bedah). Intrinsik : batu, bekuan darah, nekrosis papilla ginjal, tumor.
b) Obstruksi kandung kemih atau uretra meliputi : Tumor atau hipertropi prostat, tumor kandung kemih, neurogenic bladder, prolaps uteri, batu, bekuan darah, sloughed papillae, obstruksi foley kateter. 2.1.4 Patofisiologi Berkurangnya perfusi ginjal dan volume efektif arterial akan menimbulkan perangsangan aktivitas sistem saraf simpatis dan juga sistem renin angiotensin aldosteron. Perangsangan sistem ini akan mengakibatkan peningkatan kadar
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
9
angiotensin II yang menimbulkan vasokonstriksi arteriol aferen glomerulus ginjal (post glomerulus). Meningkatnya kadar angiotensin II akibat gangguan hemodinamik akan merangsang sistem saraf simpatis sehingga terjadi reabsorbsi air dan garam di tubulus proksimal ginjal. Sebagai respon fisiologis terhadap gangguan hipoperfusi ginjal yang ringan maka untuk mempertahankan LFG akan terjadi retensi urin dan natrium sehingga urin menjadi pekat dengan kadar natrium yang rendah (Lamiere et al,2006; Abuelo,2007 dalam Roesli,2008). Pada gangguan ginjal akut intrinsik disebabkan oleh acute tubular necrosis yaitu proses iskemik dan proses nefrotoksik. Respon ginjal terhadap keadaan hipoperfusi menyebabkan azotemia pre renal atau gangguan iskemik. Bila hipoperfusi bertambah berat akan menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitel dari tubulus disertai gangguan pada Na+/K+ -ATP ase. Sel-sel yang mati dan rusak akan menyebabkan sumbatan di tubulus dengan akibat penurunan LFG (Schier et al,2004). Gangguan ginjal akut yang terjadi akibat sumbatan di buli-buli dan uretra (sumbatan tingkat bawah) juga terjadi pada ureter dan pelvis ginjal(sumbatan tingkat atas). Apabila sumbatan terjadi pada tingkat atas maka sumbatannya bilateral atau hanya terjadi pada satu buah ginjal saja dimana ginjal yang satunya sudah tidak berfungsi. Pada wanita biasa disebabkan oleh keganasan yang terjadi pada retroperitoneal atau pada panggul, sedangkan pada laki-laki biasanya diakibatkan oleh pembesaran atau keganasan prostat. Sifat sumbatannya dapat total dan disertai anuri, atau parsial yang biasanya tidak memiliki manifestasi klinik(Roesli,2008). 2.1.5 Manifestasi Klinik 2.1.5.1 Gangguan ginjal akut pre renal Gejala klinik yang timbul pada gangguan ginjal akut pre renal umumnya akibat hipoperfusi renal, antara lain : a)
Kehilangan volume cairan tubuh(lemah badan, rasa haus, hipotensi ortostatik, nadi cepat dangkal, bibir kering, turgor buruk, oligo-anuri).
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
10
b) Penurunan volume efektif pembuluh darah(cardiac output), redistribusi cairan (sesak nafas, normotensi atau hipotensi tergantung autoregulasi cairan tubuh), oligo-anuri, edema paru, edema tungkai). c)
Obstruksi renovaskuler, vasokonstriksi intra renal primer(biasanya urin output normal, bila terjadi oligo-anuri, dapat menimbulkan gejala edema paru, edema tungkai).
2.1.5.2 Gangguan ginjal akut renal Pada gangguan ginjal akut renal didapatkan gejala klinik sebagai berikut: a)
Pada nefrotoksik ATN(Acute Tubular Necrosis) atau nefritis interstitial, adanya konsumsi obat-obatan, penggunaan radiokontras.
b) Pada iskemik, keluhan panas badan akibat infeksi/sepsis, atau sesak nafas pada gagal jantung. c)
Pada glomerulonefritis akut adanya riwayat demam akibat infeksi streptokokus, SLE dan lain-lain.
d) Pada hemolisis adanya riwayat transfusi darah. 2.1.5.3 Gangguan ginjal akut post renal Gejala klinik gangguan ginjal akut post renal adalah biasanya selalu ada riwayat obstruksi ginjal atau ureter oleh berbagai sebab. Terdapat gejala antara lain: nyeri, kolik abdomen, demam, kadang-kadang septikemi, terdapat hidronefrosis atau hidroureter. 2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan penunjang diagnostik diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan membedakan
etiologi
gangguan
ginjal
akut(O’Callaghan,2009
dalam
Murphy&Byrne,2010).
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
11
2.1.6.1 Pemeriksaan laboratorium a) Pemeriksaan darah Biochemistry Serial urea, Creatinine, Electrolytes, Blood gas analysis, Serum bicarbonate, Creatine kinase, Myoglobinura, C-reactive protein, Serum immunoglobulin, Serum protein electrophoresis, Bence Jones proteinuria. Haematology Full blood count, Blood film, Coagulation studies. Immunology Anti-nuclear
antibody(ANA),
Antineutrophil
cytoplasmic
Anti-double-stranded antibody(ANCA),
DNA
antibodies,
Antiproteinase3(PR3)
antibodies, Antimyeloperoxidase(MPO) antibodies, Complement levels, Antiglomerular basement membrane antibodies, Antistreptolysin O dan antiDNAse B titres. Virology Hepatitis B dan C, HIV. b) Pemeriksaan urin, urinalysis meliputi: Dipstick for blood dan atau protein, Cultures, Microscopy for cells, Casts, Crystals. 2.1.6.2 Pemeriksaan radiologis Renal ultrasound, Angiography atau Ultrasonographic Doppler studies atau radioisotope methods, CT, MRI. 2.1.6.3 Renal biopsy
2.1.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan gangguan ginjal akut terbagi menjadi dua jenis yaitu: terapi konservatif(suportif) dan terapi pengganti ginjal(TPG). 2.1.7.1 Terapi konservatif(suportif) Tujuan dari terapi konservatif adalah : a)
Mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal
b) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia c)
Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal
d) Memelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
12
Pengelolaan terapi konservatif(suportif) pada gagal ginjal akut adalah(Kieran& Brady,2000): Kelebihan cairan{batasi garam(1-2gram/hari) dan air(<1 liter/hari)}; Intravaskuler{diuretik, biasanya furosemide}; Hiponatremia{batasi cairan(<1 liter/hari), hindari pemberian cairan hipotonis , termasuk dextrose 5%}; Hiperkalemia{batasi intake kalium (<40 mmol/hari), hindari suplemen kalium dan diuretik hemat kalium, beri resin “potassium-binding ion exchange”(kayaxalate), beri glukosa 50% sebanyak 50cc + insulin 10 unit, beri natrium bikarbonat(50-100 mmol), beri salbutamol 10-20mg inhaler atau 0,5-1mg IV, kalsium glukonat 10% (10cc dalam 2-5 menit)}; Asidosis metabolik{batasi intake protein(0,81,0g/kgBB/hari), beri natrium bikarbonat(usahakan kadar serum bikarbonat plasma >15 mmol/l dan pH arteri >7,2)}; Hiperfosfatemia{batasi intake fosfat (800mg/hari), beri pengikat fosfat(kalsium asetat-karbonat, alumunium HCl, sevalamer)}; Hipokalsemia{beri kalsium karbonat atau kalsium glukonat 10% (10-20cc)}; Hiperuriksemia{tidak perlu terapi jika kadar asam urat <15mg/dl}. Dan peran perawat pada management Acute Kidney Injury meliputi: fluid management, metabolic acidosis management, electrolyte management, immune system management, nutritional management, personal care management and patient education management (Murphy&Byrne,2010). 2.1.7.2 Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal adalah usaha untuk mengambil alih fungsi ginjal yang telah menurun dengan menggunakan ginjal buatan(dialyzer) dengan teknik dialisis atau hemofiltrasi(Bellomo&Ronco,1999 dalam Roesli,2008). Tujuan dari terapi pengganti ginjal adalah : a)
Mencegah perburukan fungsi ginjal lebih lanjut
b) Membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit dan pemulihan fungsi ginjal dan fungsi organ lain yang terganggu c)
Memungkinkan dilakukan tindakan pengobatan yang banyak memerlukan cairan, misalnya resusitasi cairan, pemberian nutrisi dan obat-obatan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
13
Indikasi dan kriteria untuk inisiasi terapi pengganti ginjal pada gangguan ginjal akut adalah : oliguria(output urin <200cc/12jam), anuria/oliguria berat(output urin <50cc/12jam), hiperkalemia(K+ >6,5mmol/L), asidosis berat(pH <7,1), azotemia (urea >30 mmol/liter), gejala klinik berat(terutama edema paru), ensefalopati uremik, perikarditis uremik, neuropati/miopati uremik, disnatremia berat(Na > 160 atau <115 mmol/L), hipertermia/hipotermia, overdosis obat-obatan yang terdialisis jika kadar asam urat <15mg/dl. 2.2
Karsinoma Serviks Uteri
2.2.1 Pengertian Karsinoma serviks uteri adalah tumor ganas serviks uteri yang biasanya dimulai dari epitel serviks daerah transformasi antara ektoserviks dengan endoserviks. Terdapat dua jenis histologi utama karsinoma yang sesuai dengan epitel yang terdapat pada serviks yaitu epidermoid yang berasal dari epitel skuamosa yang melapisi ektoserviks dan adenokarsinoma yang berasal dari epitel kelenjar di daerah kanalis endoserviks(Rich,2000). 2.2.2 Tanda dan Gejala Karsinoma serviks uteri stadium dini biasanya tanpa gejala, namun jika lesi dapat terlihat secara makroskopis gejala yang umum ditemukan adalah perdarahan pervaginam yang abnormal. Sering perdarahan pervaginam ini terjadi setelah melakukan hubungan seksual. Karsinoma serviks uteri akan membentuk pembuluh darah baru saat tumbuh. Pembuluh darah baru ini biasanya abnormal dan mudah pecah sehingga perdarahan merupakan tanda karsinoma serviks uteri. Pertumbuhan karsinoma serviks uteri yang berlebihan menyebabkan gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia. Hipoksia akan menyebabkan kematian sel dan jaringan mudah terinfeksi sehingga akan terjadi keputihan yang encer dan berbau busuk yang tidak sembuh walaupun telah mendapatkan terapi antibiotika. Pertumbuhan karsinoma serviks uteri umumnya akan meluas ke dinding samping panggul dan sering menimbulkan obstruksi pada ureter yang melalui daerah panggul. Jika kedua ureter terkena maka akan menimbulkan gagal ginjal, koma
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
14
dan kematian. Selain itu juga akan menekan persyarafan tungkai bawah dan menyebabkan nyeri tungkai yang menetap. Penyebaran sel-sel kanker melalui sistem limfatik juga sering menimbulkan obstruksi sehingga timbul edema pada tungkai. Umumnya gejala ini ditemukan pada stadium lanjut(Sirait,1997). 2.3 Teori Self Care Orem Dorothea E.Orem adalah seorang perawat yang meraih gelar Master of Science bidang pendidikan keperawatan tahun 1945 di Universitas Katolik Amerika dan menjadi konsultan perawat pada Division of Health and Institutional Service di Departemen Kesehatan Negara Bagian Indiana pada tahun 1949-1957. Di tahun 1970 Orem mendirikan firma konsultasi sendiri yang diberi nama Orem&Shields di Chevy Chase dan bekerja sebagai konsultan ilmu keperawatan dan pendidikan keperawatan. Orem pada tahun 1980 meraih penghargaan The Catholic University of America’s Alumni Achievement Award untuk teori ilmu keperawatannya. Model konseptual Dorothea Orem(2001) dalam Alligood&Tomey(2006) adalah tentang self care deficit theory of nursing yang tersusun atas tiga teori yang saling berhubungan yaitu: 1)teori self-care, menggambarkan dan menjelaskan perawatan sendiri, 2)teori self-care deficit, menggambarkan dan menjelaskan mengapa manusia dapat ditolong melalui ilmu keperawatan dan 3)teori nursing system, menggambarkan
dan
menjelaskan
hubungan
yang
harus
dibawa
dan
dipertahankan bagi hasil keperawatan. 2.3.1 Self Care Self care adalah konsep mulidimensi yang kompleks. Menurut WHO(1983) dalam White(2010) Self care adalah kegiatan individu, keluarga dan masyarakat yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, membatasi penyakit dan memulihkan kesehatan. Self care juga didefiniskan sebagai “proses keputusan naturalistik yang melibatkan pilihan perilaku untuk menjaga stabilitas fisiologis(maintenance self care) dan respon terhadap gejala yang terjadi pada mereka(managemen self care)”(Riegel et al,2004).
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
15
Orem(2001) dalam White(2010) mendefiniskan tindakan dan perilaku terkait self care merupakan kegiatan untuk mempertahankan kehidupan manusia, kesehatan dan kesejahteraan. Tindakan ini dipengaruhi oleh usia, tahap perkembangan pribadi, status kesehatan, kondisi lingkungan dan efek perawatan medis. Beberapa contoh spesifik perilaku self care adalah mengikuti terapi diet, terlibat dalam exercise, serta mengambil obat yang telah diresepkan. Menggabungkan aspek self care activities(Barosky’s,1978) dan self care requisites(Orem’s,2001) dalam White(2010), self care adalah praktek kegiatan yang dimulai oleh orang dewasa dalam
kerangka
waktu,
untuk
kepentingan
mereka
sendiri
didalam
mempertahankan hidup, fungsi sehat, melanjutkan pengembangan diri dan kesejahteraan, melalui pertemuan yang harus dikenal
untuk pengaturan fungsi
dan perkembangan. Dengan demikian definisi kesehatan, kehidupan dan kesejahteraan memberikan alasan bagi perawat untuk berpartisipasi dalam proses self care yang digunakan oleh orang-orang untuk mengelola fungsi kesehatan mereka. 2.3.1.1 Basic conditioning factors Orem menjelaskan terdapat 10 basic conditioning factors yang mempengaruhi bagaimana individu harus memenuhi perawatan diri serta kemampuan untuk merawat diri sendiri. Basic conditioning factors meliputi : usia, jenis kelamin, keadaan perkembangan, status kesehatan, orientasi sosial budaya, faktor sistem perawatan kesehatan, faktor sistem keluarga, faktor pola lingkungan tempat tinggal, ketersediaan sumber daya dan kecukupan. 2.3.1.2 Self care requisites Self care requisites atau syarat-syarat perawatan sendiri merupakan suatu tindakan yang diperlukan untuk membantu orang-orang didalam mengatur fungsi dan perkembangan mereka untuk mencapai kesejahteraan yang positif ketika berada di lingkungan yang stabil maupun berubah. Menurut Orem terdapat tiga tipe self care requisites yaitu: a)universal self care requisites, b)developmental self care requisites, dan c)health deviation self care requisites.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
16
a) Universal self care requisites Syarat-syarat perawatan sendiri universal atau universal self-care requisites merupakan hal umum bagi seluruh umat manusia dan termasuk pemeliharaan udara, air, makanan, kebersihan, aktivitas dan istirahat, menyendiri dan interaksi sosial, pencegahan dari bahaya dan pengenalan fungsi makhluk hidup. b) Developmental self care requisites Pengenalan proses-proses kehidupan, pendewasaan dan pencegahan terhadap kondisi-kondisi yang merusak kedewasaan atau dapat mengurangi efek-efek tersebut. Pengalaman spiritual menurut Orem merupakan bagian dari definisi kesejahteraan. Spiritual mempengaruhi developmental self care requisites. Sebagai individu akan tumbuh baik fisik maupun mental serta mereka juga tumbuh secara spiritual dalam komunitas sosial, budaya dan agama. Masalah spiritual termasuk pada usaha pemahaman terhadap bentuk kebiasaan introspeksi dan refleksi, pemahaman terhadap keingintahuan tentang nilai kebajikan, variasi cinta manusia, cinta keindahan, membuat dan melakukan kesenangan, kegembiraan dan tertawa, emosi keagamaan dan kebahagiaan (Orem,2001 dalam White,2010). c)
Health deviation self care requisites
Orem mendefinisikan health deviation self care requisites adalah suatu penyakit atau luka yang tidak hanya berpengaruh pada mekanisme-mekanisme struktur spesifik secara fisiologi atau psikologi, tetapi juga bersatu dengan fungsi kemanusiaan. 2.3.2 Self Care Deficit Self care deficit merupakan hubungan antara self care agency dengan self care therapeutic demand yang didalamnya self care agency tidak cukup mampu menggunakan self care therapeutic demand. Orem menjelaskan tentang self care deficit merupakan hubungan antara kemampuan aksi individu dan tuntutan mereka untuk perawatan diri atau tuntutan untuk merawat anak-anak atau orang tua yang menjadi tanggungan mereka. Keperawatan diperlukan saat seseorang memiliki ketidakmampuan untuk merawat diri sendiri dikarenakan situasi kesehatan pribadi (Orem,2001 dalam White,2010). Didalam self care deficit, individu perlu terlibat
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
17
dalam perilaku perawatan diri untuk memenuhi syarat hidup sehat. Kesehatan merupakan karakteristik individu yang menggambarkan integritas struktural dan fungsional mereka. Kesehatan melibatkan integritas fisik dan mental dari fungsi yang meliputi fisik, mental dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Kesejahteraan sebagai suatu kondisi yang dirasakan pribadi terhadap kesenangan, kepuasan, kebahagiaan, pengalaman spiritual, gerakan untuk memenuhi ideal diri dan pengembangan pribadi (Orem,2001 dalam White,2010). 2.3.3 Nursing System Sistem keperawatan sebagai serangkaian tindakan kontinu yang dihasilkan ketika perawat menghubungkan satu atau sejumlah cara membantu pasien dengan tindakannya sendiri atau tindakan seseorang di bawah perawatan yang diarahkan untuk memenuhi tuntutan perawatan diri terapeutik orang tersebut atau untuk mengatur perawatan diri mereka(Orem,2001 dalam Alligood&Tomey,2006). Self care deficit nursing theory digambarkan sebagai berikut (White,2010): Skema2.1 Self Care Deficit Nursing Theory
Basic Conditioning Factors Age Gender Developmental State Health State Family System Factors Environmental Factors Resource Availability Pattern of Living Sosiocultural orientation Religious Affiliation
Therapeutic Self Care Demand Universal Requisites Developmental Requisites Health Deviation Requisites
Self Care Agency Self care operations Power component Basic capabilities & foundation dispositions Value herarchy Spirituality
Self Care Health deviation Health Maintenance Health Promoting Growth & Development Spiritual self care
Health & Well being
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
18
Orem menjelaskan bahwa perawat perlu mengkaji keterbatasan fisik untuk membantu kebutuhan pasien sesuai dengan kemampuannya. Terdapat tiga sistem keperawatan meliputi:a)wholly compensatory, b)partially compensatory dan c)supportive educative system. a)
Wholly compensatory, pasien secara total tidak dapat melakukan perawatan diri sendiri, dan perawat harus melakukan semua tugas-tugas tersebut untuk pasien, bahkan dalam hal kebutuhan perawatan diri umum seperti memandikan dan memberi makan pasien.
b) Partially compensatory, pasien memiliki beberapa kemampuan untuk melakukan perawatan diri tetapi tidak dapat mencapai perawatan diri total jika tidak dibantu, dan perawat harus membantu pasien dalam melakukan tugas-tugas tersebut. c)
Supportive educative system, pasien mampu melakukan atau belajar tentang perawatan diri, maka intervensi keperawatan harus dibatasi misalnya hanya pada pemberian dukungan dan pendidikan.
2.4
Penerapan Teori Self Care Orem Pada Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Ginjal Akut
Penerapan asuhan keperawatan menggunakan teori self care Orem diberikan kepada pasien dengan gangguan ginjal akut. Asuhan keperawatan diberikan secara holistik yang dimulai dari pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi serta evaluasi. 2.4.1 Pengkajian Pengkajian
keperawatan
bertujuan
untuk
mengidentifikasi
adanya
ketidakmampuan pemenuhan perawatan diri sehingga perlu mengumpulkan data mengenai tuntutan perawatan diri, kemampuan melakukan perawatan diri, kebutuhan perawatan diri secara umum dan penyimpangan kebutuhan perawatan diri(George,1985 dalam Dennis,1997). Pengkajian menurut Orem(2001) dalam White(2010) terdiri dari: 2.4.1.1 Basic conditioning factor Pengkajian basic conditioning factor pada pasien gangguan ginjal akut meliputi: usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, budaya, ras, status perkawinan,
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
19
agama, pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, status kesehatan, sistem pelayanan kesehatan di sekitar tempat tinggal serta bagaimana pemanfaatan fasilitas tersebut saat mengalami masalah kesehatan. 2.4.1.2 Universal self care requisites Universal self care menggambarkan delapan tipe kebutuhan self care yang meliputi: keseimbangan pemasukan udara, kebutuhan cairan, kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi, kebutuhan aktifitas dan istirahat, keseimbangan antara interaksi dan isolasi sosial, mencegah dan menghadapi risiko yang mengancam kehidupan serta meningkatkan fungsi dan kehidupan individu dalam kelompok sosial. Pengkajian universal self care requisites pada pasien gangguan ginjal akut meliputi : a) Keseimbangan pemasukan udara Pasien gangguan ginjal akut akan mengalami sesak nafas karena adanya edema paru akibat dari intake cairan yang berlebihan sedangkan produksi urin berkurang (Roesli,2008). Asidosis metabolik juga dapat terjadi dimana pada keadaan berat merupakan kondisi gawat darurat karena akan menimbulkan komplikasi pada sistem saraf, sistem gastrointestinal atau gagal nafas dan gagal jantung. Pengkajian keseimbangan pemasukan udara pasien gangguan ginjal akut meliputi: frekuensi pernafasan, kedalaman pernafasan, bunyi nafas, batuk dengan atau tanpa sputum, batuk berdarah, nyeri dada dan pengembangan dada. b) Keseimbangan cairan dan elektrolit Pada pasien gangguan ginjal akut terutama yang disertai oliguri atau anuri seringkali terjadi kelebihan cairan intravaskuler (volume overload). Salah satu komplikasi esensial gangguan ginjal akut adalah hiperkalemi yang dapat menyebabkan kematian dengan segera(Sood et al,2007). Gangguan keseimbangan elektrolit dapat terjadi yaitu hiperfosfatemia, hipokalsemia, hipermagnesemia dan hiperurikemia yang akan mempengaruhi prognosis pasien(Johnson&Feehally, 2003dalam Roesli,2008). Pengkajian keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi: keadaan cairan tubuh, kebutuhan mendapatkan cairan, jenis cairan, kemampuan pemasukan cairan, tanda-tanda dehidrasi dan kelebihan cairan, serta hasil laboratorium berkaitan dengan pemeriksaan cairan dan elektrolit.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
20
c)
Pemenuhan kebutuhan nutrisi
Pada kondisi gangguan ginjal akut, terjadi keadaan hiperkatabolisme yang menyebabkan banyak komplikasi antara lain gangguan imunitas serta menurunnya daya tahan tubuh penderita. Sedangkan peningkatan katabolisme protein akan menimbulkan keseimbangan nitrogen negatif sehingga terjadi akumulasi toksin uremi(Chan,2004). Pasien gangguan ginjal akut harus mendapatkan terapi nutrisi untuk mengatasi gangguan fungsi ekskresi ginjal dan kelainan metabolisme beserta komplikasinya yang terjadi. Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu dikaji meliputi : nafsu makan pasien, mual, muntah, penurunan berat badan, kepatuhan pasien dalam diet, pengetahuan pasien tentang diet, dan hasil laboratorium berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi (glukosa darah, hemoglobin dan kadar albumin serum). d) Pemenuhan kebutuhan eliminasi Pasien dengan gangguan ginjal akut mengalami oliguri sampai anuri akibat menurunnya fungsi ginjal. Pengkajian eliminasi meliputi : perubahan pola, retensi urin, karakteristik urin, produksi urin yang keluar, serta hasil pemeriksaan laboratorium protein urin, ureum darah dan kreatinin darah yang dapat menggambarkan kemampuan filtrasi glomerulus pasien. e)
Kebutuhan aktivitas dan istirahat
Pasien gangguan ginjal akut mengalami kelemahan fisik akibat perubahan metabolisme tubuh yang menyebabkan pasien tidak mampu mobilisasi dan melaksanakan aktifitas sehari-hari dengan optimal. Pengkajian meliputi: kemampuan mobilisasi, beraktivitas, gangguan tidur, nyeri daerah kandung kemih, penurunan tonus otot dan kekuatan otot. f)
Interaksi dan isolasi sosial
Pasien dengan gangguan ginjal akut dapat menyebabkan pasien kehilangan kontrol atas dirinya sehingga menimbulkan manifestasi gejala depresi. Pengkajian meliputi: tingkat stress pasien, tingkat kecemasan, tingkat ketergantungan pada orang lain, penerimaan terhadap penyakit, kontak sosial, support system dan partisipasi dalam perawatan di rumah sakit.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
21
g) Pencegahan terhadap risiko yang mengancam kehidupan Pengkajian yang harus dilakukan meliputi : risiko cedera jatuh dan risiko hiperkalemi. h) Peningkatan fungsi dan perkembangan hidup dalam kelompok sosial Pengkajian meliputi : sistem pendukung (orang terdekat), pelayanan kesehatan, kemampuan self care pasien. 2.4.1.3 Development self care requisites Kebutuhan self care sesuai dengan proses perkembangan dan kematangan seseorang menuju fungsi yang optimal untuk mencegah terjadinya kondisi yang dapat menghambat perkembangan tersebut. Ada tiga jenis developmental self care requisites yaitu mempertahankan kondisi yang meningkatkan perkembangan, penggunaan perkembangan diri, pencegahan atau menanggulangi akibat kondisi manusia dan situasi kehidupan yang dapat merugikan perkembangan manusia. Perubahan fisik pada pasien dengan gangguan ginjal akut antara lain menimbulkan keletihan, tidak selera makan, retensi urin dari oliguri sampai anuri, serta infeksi kandung kemih. 2.4.1.4 Health deviation self care requisites Kebutuhan health deviation self care requisites meliputi : berhubungan dengan perubahan struktur fisik, perubahan fungsi fisik, dan dihubungkan dengan perubahan perilaku. Kebutuhan yang berkaitan dengan adanya penyimpangan kesehatan seperti adanya gejala uremikum yang akan menimbulkan kelebihan volume cairan, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa serta penurunan kesadaran. 2.4.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan ginjal akut menurut diagnosa keperawatan Nanda(2010) adalah : a)
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi akibat penurunan fungsi ginjal
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
22
b) Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat c)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan oksigen akibat anemia dan kelelahan
d) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional terkait dengan proses penyakit, pengobatan dan perawatan yang akan dijalani e)
Ketidakefektifan koping berhubungan dengan krisis situasional, dukungan sosial yang tidak adekuat
f)
Ketidakefektifan performa peran berhubungan dengan depresi, kurang edukasi
g) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan 2.4.3 Tujuan Keperawatan Tujuan keperawatan
merupakan
tujuan
akhir
yang diharapkan
setelah
implementasi keperawatan diberikan. Adapun tujuan keperawatan sesuai dengan nursing outcomes classification pada pasien gangguan ginjal akut adalah sebagai berikut: activity tolerance, fatigue level, self care : activities of daily living (ADL), kidney function, electrolyte&acid/base balance, fluid balance, fluid overload severity, vital signs, nutritional status, systemic toxin clearance: dialysis, anxiety level, depression level, coping, knowledge: disease process. 2.4.4 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan dari Orem berdasarkan pada self care demand dan mendorong pasien sebagai self care agent, pola sistem keperawatan yang dapat dilakukan
adalah
wholly
compensatory(bantuan
sepenuhnya),
partially
compensatory(bantuan sebagian) atau education nursing system(dorongan atau pendidikan). Intervensi yang diberikan berdasarkan nursing interventions classification adalah: acid-base monitoring, anxiety reduction, decision-making support, electrolyte management:hyperkalemia, electrolyte monitoring, fluid management, fluid monitoring, hemodialysis therapy, nutrition management, nutritional monitoring, relaxation therapy, self care assistance, spiritual support, teaching: disease process, urinary retention care dan vital signs monitoring.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
23
2.4.5 Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Orem mengemukakan bahwa pasien membutuhkan kemandirian dalam mengatasi masalah kesehatannya, oleh
karena
itu
evaluasi
difokuskan
pada
kemampuan
pasien
untuk
mempertahankan kebutuhan self care nya, kemampuan untuk mengatasi deficit self care nya dan sampai sejauh mana perkembangan kemandirian pasien serta kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika pasien tidak mampu. Evaluasi ini dilakukan melalui identifikasi tingkat kemandirian pasien dalam perawatan dirinya yang dapat dilihat dari keterlibatan pasien dan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
24
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
Pada bab 3 ini praktikan akan menggambarkan asuhan keperawatan yang diberikan pada satu kasus kelolaan utama selama 26 hari sejak mulai tanggal 30 September 2013 sampai dengan 25 Oktober 2013 dengan menggunakan pendekatan teori self care Orem. 3.1
Gambaran Kasus Kelolaan Utama
Ny.W, usia 51 tahun, seorang janda, agama Islam, pendidikan terakhir SMA, sebagai ibu rumah tangga, alamat rumah di Kp.Palsi Gunung RT 02/RW 02 Mekarsari Cimanggis Jawa Barat. Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 27 September 2013 dan masuk ke ruang rawat Teratai lantai V Selatan kamar 530. Keluhan utama pasien tidak bisa buang air kecil sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit disertai dengan demam ringan. Pada saat pengkajian pada tanggal 30 September 2013 pasien mengeluh nyeri perut yang dirasakan pada hampir seluruh lapang perut, terutama saat ditekan pada daerah suprapubis. Skala nyeri (VAS) 2. Keluhan sesak tidak ada, bengkak sedikit pada ekstremitas bawah (pitting edema +1). Foley catheter terpasang, produksi urin 100cc dalam 24 jam, warna kuning pekat dan keruh. Tiga bulan yang lalu(Juni 2013), pasien dirawat di RSUD Cibinong dan dilakukan USG abdomen dan dinyatakan terdapat myoma uteri. Pasien juga mengalami perdarahan pervaginam sedikit dan bergumpal. Pasien saat itu dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi namun pasien dan keluarga tidak setuju. Akhirnya pasien dan keluarga memutuskan untuk melanjutkan pengobatan secara alternatif.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
25
Setelah pulang dari perawatan pasien berobat ke pengobatan alternatif dan diberi minum obat jamu-jamuan. Pasien minum pil jamu empat kali sehari dan setiap minum sebanyak delapan butir pil jamu(berjumlah 32 butir setiap hari), kemudian minum jamu seduh tiga kali sehari dan jamu godok yang dibuat sendiri dari ramuramuan dengan ditambahkan tiga liter air dan digodok sampai air rebusan menjadi 1,5liter dan diminum sehari sekali. Pasien mengatakan hanya mampu mengikuti terapi minum jamu ini selama dua minggu dan diberhentikan sendiri oleh pasien karena pasien mengeluh mual serta tidak nafsu makan. Pada tanggal 27 September 2013 pasien akhirnya dibawa oleh keluarga untuk berobat ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit disertai demam ringan, mual(+), muntah(-), nafsu makan berkurang(+), nyeri tekan daerah supra pubis(+). Hasil pemeriksaan laboratorium saat itu: hemoglobin 6,5g/dl, ureum 101mg/dl, kreatinin 8,6mg/dl. Berdasarkan penyakit dahulu pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi atau diabetes mellitus. Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit ginjal dan kanker. 3.2
Penerapan Teori Self Care Orem Pada Pasien Gangguan Ginjal Akut
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien Ny.W dilakukan secara komprehensif yang dimulai dari pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, dan evaluasi dengan menggunakan pendekatan teori self care Orem. 3.2.1 Pengkajian 3.2.1.1 Basic conditioning factor a) Age and gender Ny.W, berusia 51 tahun. b) Developmental state Pasien adalah seorang Ibu yang berperan sebagai single parent dalam tahap perkembangan dewasa. Selama dalam perawatan pasien dapat mengendalikan diri, tampak sabar dan ikhlas didalam menjalani semua tindakan medis dan tindakan perawatan. Pasien juga terlihat kooperatif dan memiliki respon yang
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
26
baik terhadap perawat dan petugas kesehatan lain dan kebutuhan aktivitas sehari-hari pasien dibantu oleh keluarganya. c)
Health state Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 27 September 2013 dan masuk ke ruang perawatan di lantai V selatan kamar 530. Pasien tampak sakit sedang, TB:160cm, BB:50kg, IMT:19,5kg/m². Pasien dirawat dengan diagnosa medis AKI dd/acute on CKD, dyspepsia. Keluhan utama pasien mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit disertai dengan demam ringan, mual(+), muntah(-), sesak(-), edema pada eksterimtas bawah(pitting edema+1), nyeri tekan pada daerah suprapubis(+) nilai VAS 2. Riwayat penyakit sekarang dimulai pada tiga bulan sebelum masuk rumah sakit(SMRS) pasien pasca rawat dengan myoma uteri dan perdarahan pervaginam sedikit dan bergumpal, pasien dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi namun pasien dan keluarga menolak dan kemudian melanjutkan pengobatan ke alternatif dengan meminum jamujamuan. Pasien selama dua minggu minum pil jamu sebanyak 4x8 butir setiap hari, jamu seduh 3xsehari dan jamu godok 1xsehari. Pasien akhirnya berhenti mengkonsumsi jamu tersebut dikarenakan merasa mual dan tidak nafsu makan.
d) Health care system Pasien menggunakan fasilitas kesehatan jamkesda Depok. e)
Sociocultural spiritual orientation Pasien seorang suku Betawi, agama Islam, status janda ditinggal mati oleh suaminya sejak 15 tahun yang lalu. Pasien memiliki dua orang anak, yaitu anak pertama laki-laki berumur 26 tahun dan sudah bekerja serta anak kedua perempuan berumur 16 tahun dan masih sekolah di SMK. Saat sehat pasien sering mengikuti pengajian kaum ibu yang diadakan dilingkungan rumahnya. Aktifitas ibadah pasien selama dirawat dilaksanakan di tempat tidur namun tidak konsisten. Persepsi pasien tentang penyakitnya adalah merupakan suatu ujian yang harus diterima dengan sabar dan ikhlas.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
27
f)
Pattern of living Sebelum sakit pasien pernah bekerja sebagai pesuruh di sebuah apartemen milik swasta, dan sudah berhenti serta tetap diberi gaji bulanan sebagai santunan terhadap seorang janda. Anak pasien yang tertua sudah bekerja dan hasilnya untuk membantu kebutuhan hidup sehari-hari serta untuk membiayai adiknya yang masih sekolah. Saat sehat pasien dan anaknya yang perempuan senang melakukan aktifitas olah raga renang sekaligus sebagai sarana rekreasi.
g) Condition of living / environment Pasien tinggal dilingkungan daerah padat penduduk di daerah Cimanggis, Jawa Barat bersama kedua anaknya. Pasien sebagai ibu rumah tangga sekaligus sebagai kepala rumah tangga. Pasien tinggal di rumahnya sendiri sebagai peninggalan dari almarhum suaminya, lantai rumah keramik, tidak terdapat tangga di rumah, WC jongkok. Tempat tinggal pasien dekat dengan fasilitas puskesmas kecamatan yang memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat didaerah tempat tinggalnya. h) Resources Kedua anak pasien sebagai support system yang baik untuk perkembangan kesehatan pasien. Anak pasien secara bergantian menunggu di rumah sakit. Pasien merupakan anak ke tiga dari enam bersaudara. Saudara kandung pasien
sering datang untuk membesuk pasien secara bergantian. Pasien
memperoleh fasilitas kesehatan dari jamkesda Depok serta bantuan dana dari saudara dan tempat pasien dahulu bekerja. 3.2.1.2 Universal self care requisites a) Mempertahankan kebutuhan udara / oksigenasi Jalan nafas spontan, pasien tidak menggunakan alat bantu pernafasan, frekuensi nafas 20x/menit reguler, TD 150/90mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, suhu 36,5ºC. Bentuk dada simetris, sesak(-), pernafasan cuping hidung(-), batuk(-), ekspansi paru kiri-kanan baik, tactile fremitus kanan dan kiri sama, bunyi nafas vesikuler pada kedua lapangan paru kanan-kiri,
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
28
wheezing(-), ronchi(-). Pasien tidak pernah merokok dan anggota keluarga yang lain juga tidak merokok. b) Mempertahankan kecukupan pemasukan cairan Mukosa bibir agak kering, turgor kulit elastis, ekstremitas: akral hangat, capillary refill time <2 detik, pitting edema di kaki+1, pasien tidak terpasang infus hanya venflon saja, asupan cairan 1000cc/hari. Untuk memenuhi kebutuhan cairan, pasien dapat minum peroral sendiri. Hasil pemeriksaan cairan dan elektrolit:hematokrit 20%, natrium 129mmol/l, kalium 4,67mmol/l, klorida 106mmol/l. c) Mempertahankan kecukupan pemasukan makananan Konjungtiva anemis, terdapat keluhan mual(+), muntah(-), pasien tidak menghabiskan
porsi
makanannya,
Pasien
mendapatkan
diet
lunak
1500kkal/hari, rendah garam<2gr/hari.TB:160cm, BB:50kg, IMT: 19,5kg/m². Hasil laboratorium: hemoglobin 6,5g/dl, GDS 80mg/dl, albumin 2.80g/dl. Pasien dapat makan sendiri dan memerlukan bantuan untuk mendekatkan makanan dalam jangkauan pasien. d) Mempertahankan kemampuan memenuhi kebutuhan eliminasi Pasien mengeluh tidak bisa BAK sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri tekan pada daerah supra pubis(+), skala nyeri(VAS)2, foley catheter terpasang, urin keluar sedikit, warna kuning pekat. BAB bisa 1x/hari di kamar mandi. Balance cairan: +400cc , intake(minum 1000cc), output(urin 100cc, IWL 500cc). Hasil laboratorium urinalisa: protein(3+), nitrit(+), leukosit(2+), darah/Hb(3+), claudy, leukosit(5-10), eritrosit(30-35), bakteri(+). ureum darah 101mg/dl, kreatinin darah 8,6mg/dl, CCT 7,2 ml/mnt. e) Mempertahankan keseimbangan antara aktifitas dan istirahat Keadaan umum pasien sakit sedang, pasien masih dapat beraktifitas di sekitar area lingkungan tempat tidur. Pasien dapat melakukan perawatan diri dan mobilisasi secara mandiri. Untuk ke kamar mandi pasien ditemani oleh keluarga. Kebutuhan istirahat dirasakan cukup oleh pasien. f) Mempertahankan keseimbangan untuk sendiri dan interaksi sosial Pasien melakukan kontak sosial dengan anggota keluarga, dan petugas di ruangan. Support sistem dalam keluarga adalah anak-anak pasien.Yang sering
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
29
mengunjungi pasien saat pasien dirawat adalah anak-anak pasien dan adik serta kakak pasien. Selama dalam masa perawatan pasien lebih banyak terdiam, terlihat kooperatif serta dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat. g) Risiko yang mengancam kehidupan dan kesejahteraan Adanya keluhan tidak bisa BAK sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS) dan nyeri tekan(distensi) di supra pubis menyebabkan pasien dilakukan pemasangan foley catheter di IGD yang bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin dari vesica urinaria. Keadaan tidak bisa BAK dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang akan berdampak pada kondisi serius bagi pasien. Pemasangan foley catheter juga dapat menimbulkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih. h) Peningkatan fungsi dan perkembangan selama hidup Fungsi peran sebagai seorang Ibu selama pasien dirawat untuk sementara terganggu dan pasien mengatakan anak-anaknya dirumah mengurus diri mereka sendiri karena sudah besar, selama sakit pasien hanya berdoa dan tidak melakukan kewajiban sholatnya Pasien ingin cepat sembuh dan bisa cepat pulang ke rumah. Pasien berusaha mematuhi instruksi perawatan dan pengobatan yang dijalankan. 3.2.1.3 Developmental self care requisites Pasien dalam tahap perkembangan dewasa tengah, pasien dapat mengendalikan emosinya, mampu mengekspresikan perasaannya secara kooperatif. Saat mengalami keluhan seperti mual , pasien mengutarakan keluhannya kepada perawat. Kebutuhan pasien dibantu oleh keluarga dan sebagian besar aktifitas pasien dilakukan di tempat tidur. 3.2.1.4 Health deviation self care requisites a) Kondisi pasien Pasien tidak bisa BAK, terpasang foley catheter, pada tanggal 4 Oktober 2013 produksi urin 0cc/24jam, pasien mengeluh mules di abdomen, perdarahan pervaginam 50cc warna merah segar, ekstremitas di kedua kaki terdapat
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
30
pitting edema+1. Pada jam 9 malam, pasien sempat tidak sadar dan bicara kacau. b) Pemeriksaan penunjang Hasil rontgen thorax pada tanggal 28 September 2013 kesan Cardiomegali, hasil USG abdomen pada tanggal 4 Oktober 2013: Hidronefrosis dan hidroureter bilateral, malignancy serviks dengan invasi korpus uteri, dinding posterior vesika dan KGB parailiaka kanan. Hasil laboratorium tgl 4 Oktober 2013: Elektrolit(natrium 127mmol/l, kalium 6,46mmol/l, klorida 102mmol/l). Analisa Gas Darah(pH 7,261, pCO2 28,9mmHg, pO2 118,6mmHg, HCO3 12,7mmol/L, O2 saturasi 97,8%). c)
Medical problem and plan Masalah medis yang dialami pasien adalah adanya anuri ec.uropati obstruktif ec.infiltrasi massa Ca cervix, hiperkalemia, hipoalbumin, anemia normositik normokrom. Pasien direncanakan untuk Hemodialisa dan Nefrostomi bilateral. Obat-obatan yang didapat: Oral(Omeprazol 2x20mg, Paracetamol 3x500mg, Asam Folat 1x15mg, Bicnat 3x500mg, B12 3x50mg), Injeksi IV (Ranitidin 2x50mg, Ondansentron 3x4mg kalau perlu, Cefotaxime 3x1gr, Furosemide 2x40mg).
3.2.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan model Orem didasarkan pada deficit self care dan perencanaan yang dibuat sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien. Berdasarkan pengkajian Orem selama pasien menjalankan perawatan didapatkan diagnosa keperawatan pada Ny.W sebagai berikut(NANDA,2010): 3.2.2.1 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi akibat penurunan fungsi ginjal; anuri 3.2.2.2 Retensi urin berhubungan dengan hambatan akibat infiltrasi massa cancer cervix 3.2.2.3 Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera akibat luka pembedahan: tindakan nefrostomi
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
31
3.2.2.4 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan uremi ditandai dengan mual, anoreksia, penurunan masukan per oral 3.2.2.5 Ansietas berhubungan dengan kondisi penyakitnya, perubahan fungsi peran, krisis situasional, kompleksitas pengobatan 3.2.2.6 Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh), pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (anemia) 3.2.3 Penetapan Tujuan Penetapan tujuan keperawatan merupakan tujuan akhir yang akan dicapai oleh individu untuk memenuhi kebutuhan self care nya. Adapun tujuan keperawatan setiap diagnosa keperawatan tercantum pada tabel 3.1. 3.2.4 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan diberikan berdasarkan pada self care demand dan mendorong pasien sebagai self care agent, pola sistem keperawatan yang akan dilakukan adalah
wholly compensatory
(bantuan sepenuhnya),
partially
compensatory (bantuan sebagian) atau supportive-educative nursing system (dorongan atau pendidikan). Intervensi keperawatan diberikan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan tercantum pada tabel 3.1. 3.2.5 Evaluasi Evaluasi keperawatan berdasarkan kemampuan pasien untuk mempertahankan kebutuhan self care nya, kemampuan untuk mengatasi deficit self care nya dan sampai sejauh mana perkembangan kemandirian pasien serta kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika pasien tidak mampu. Hasil akhir dari evaluasi keperawatan tercantum dalam tabel 3.1. Berikut ini penjabaran rencana keperawatan pasien dengan penerapan teori self care Orem :
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
32
Tabel 3.1 Rencana Asuhan Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi pada Ny. W
Pengkajian therapeutic self care demand Universal requisites
self
care
Data Subjektif Klien mengatakan tidak bisa BAK, kaki agak bengkak Data Objektif TD 150/90mmHg, HR 88x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,5ºC Balance cairan per24jam (-300cc), intake(minum 200cc) dan output(urin 0cc, IWL500cc) Pitting edema di kaki +1 JVP 5-2cmH2O Health deviation self care requisites Kimia Darah(27/9/2013) ureum 101mg/dl,
Diagnosa Keperawatan Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi akibat penurunan fungsi ginjal; anuri
Outcome, Indicator, Design of the nursing system and Method of helping
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 21x24jam terjadi keseimbangan cairan dan elektrolit Outcomes Electrolyte & Acid/Base balance Fluid balance Fluid overload severity Indicators Kesadaran composmentis TTVstabil(TD110/70mmHg, HR80x/menit,RR 18x/menit, Suhu 36ºC) Edema berkurang atau (-) Ascites berkurang atau (-) Tidak ada peningkatan JVP Intake dan output seimbang Membran mukosa lembab Turgor kulit baik
Intervensi (NIC) & Implementasi
Fluid/electrolyte hyperkalemia Fluid management Fluid monitoring
management:
Guidance Memonitor tekanan darah, heart rate, respiratory rate dan suhu Mencatat dengan akurat intake dan output cairan Memonitor mukosa membran, turgor kulit, rasa haus Memonitor jumlah, warna, bau dan keluhan dalam berkemih setiap hari Memonitor abnormal serum elektrolit : hiperkalemi Memonitor fungsi renal (ureum, kreatinin) Support Membatasi intake cairan sesuai kondisi pasien dengan menyediakan minum air putih 500cc untuk kebutuhan sehari Menganjurkan pemberian diet rendah garam (<2gr/hari) dan menghindari
Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 21hari perawatan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit teratasi S keluhan kaki bengkak tidak ada, pasien merasa enak badannya. O
TD110/70mmHg, HR 80x/mnt, RR18x/menit, suhu36,3ºC Balance cairan per 24jam (+150cc), intake(minum 3000cc) dan output(urin 2650cc, IWL 500cc) Edema di ekstremitas kaki(-) Membran mukosa lembab Turgor kulit baik JVP 5+0cm H2O
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
33 kreatinin 8,6mg/dl, CCT 7,2ml/mnt. Elektrolit (natrium 127 mmol/l, kalium 6,46 mmol/l, klorida 102 mmol/l) Hemoglobin 6,5g/dl Rontgen thorax CTR >50%
Universal requisites
self
care
Data Subjektif Pasien mengatakan tidak bisa BAK tiga hari SMRS nyeri tekan daerah suprapubis Data Objektif Skala nyeri (VAS) 2 Distensi kandung kemih Oliguri sampai anuri
Serum elektrolit, bicarbonat normal
pH,
Design of the nursing system Partially compensatory Method of helping Guidance, support, teaching, providing the developmental environment
Retensi urin berhubungan dengan hambatan akibat infiltrasi massa cancer cervix
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 21x24jam retensi urin tidak terjadi Outcomes Kidney function Urinary elimination Indicators Balance intake dan output per 24jam Serum ureum dan kreatinin normal Serum elektrolit, arterial bicarbonate (HCO3), pH nomal Hematuria tidak ada
makanan yang tinggi kalium Teaching Menjelaskan pada pasien dan keluarga tujuan pembatasan cairan dan dilakukannya tindakan hemodialisis Providing the developmental environment Memberikan obat diuretik (furosemide 2x40mg IV), asam folat 1x15mg peroral Memberikan obat elektrolit binding (kalitake 3x1sach peroral), medikasi (dextrose 40%, dan insulin 8 unit, sodium bicarbonate 3x1000mg peroral, calcium gluconate1x1 ampul IV) sesuai kebutuhan Menyiapkan prosedur hemodialisis Urinary retention care Urinary catheterization Urinary elimination management Teaching: pre operative Surgical preparation Guidance Mengkaji secara komprehensif berkemih pasien (frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna, pola berkemih, keluhan dalam berkemih) Mencatat waktu terakhir eliminasi urin Memonitor intake dan output per 24jam Memonitor derajat distensi bladder dengan palpasi dan perkusi Mengkaji pengalaman pembedahan dan level pengetahuan yang berhubungan
Fungsi ginjal tgl 25/10’13: ureum 45mg/dl, kreatinin 1,8mg/dl Elektrolit (natrium135mmol/l, kalium3,97mmol/l, klorida 97mmol/l) A Masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit teratasi P Tetap dilanjutkan intake output
monitor
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 21x24 jam perawatan retensi urin teratasi S Pasien mengatakan tidak ada lagi nyeri tekan di daerah kandung kemih O
Keadaan umum pasien baik Balance cairan per 24jam (+150cc), intake (minum 3000cc) dan output(urin 2650cc, IWL 500cc) Urin warna kuning jernih, tidak ada hematuri
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
34 Health deviation self care requisites Hasil USG abdomen pada tanggal 4/10/2013: Hidronefrosis dan hidroureter bilateral, malignancy serviks dengan invasi korpus uteri, dinding posterior vesika dan KGB parailiaka kanan Rencana dilakukan Nefrostomi
Jumlah, warna, kejernihan urin normal Retensi urin tidak terjadi Nyeri tekan pada kandung kemih tidak ada Design of the nursing system Partially compensatory Method of helping Guidance, directing, support, teaching, providing the developmental environment
dengan pembedahan Mengecek gelang identifikasi, alergi yang ada Directing Menginstrusikan pasien dan keluarga untuk mencatat output urin Menginformasikan pasien tentang tanggal, waktu dan lokasi pembedahan Support Melakukan perawatan catheter urin Membatasi cairan sesuai kebutuhan (500cc per24jam) Melengkapi checklist pre operatif Memastikan pasien untuk NPO Menyiapkan kelengkapan catatan medis di kardeks Teaching Mengajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran kemih (adanya nyeri saat berkemih, warna urin pekat, suhu tubuh meningkat) Menjelaskan rutin pre operatif (anastesi, diet, tes lab, IV terapi, persiapan kulit, baju operasi, ruang tunggu keluarga, transportasi ke kamar operasi) Menjelaskan post operatif rutin / peralatan yang ada (pengobatan, tube, diet, ambulasi) Providing the developmental environment Merujuk ke spesialis urologi Mengambil specimen midstream untuk urinalisis
Nefrostomi perkutan dilakukan di ginjal kanan pada tanggal 8/10/2013 Nefrostomi terbuka dilakukan di ginjal kiri pada tanggal 22/10/2013 A Masalah retensi urin teratasi P Program dihentikan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
35 Mendiskusikan kemungkinan pengukuran kontrol nyeri pasca tindakan Mempersiapkan prosedur persiapan operasi, termasuk informed concent Mempersiapkan tube dan peralatan untuk persiapan pembedahan Universal requisites
self
care
Data Subjektif Pasien mengatakan nyeri sekali di daerah operasi terutama pada saat operasi kedua Pasien menyatakan semalam tidak bisa tidur karena nyeri Data Objektif Skala nyeri (VAS) 8-9 TD 130/90mmHg, HR 100x/menit, RR 18x/menit, Suhu 37,2ºC Terdapat nefrostomi di kanan dan kiri, serta drain di daerah kiri Produksi drain (400cc) Produksi urin ada, warna kuning jernih (tube kanan 700cc dan tube kiri 2000cc)
Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera akibat luka pembedahan : tindakan nefrostomi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam keluhan nyeri berkurang Outcomes Client Satisfaction : Pain management Pain level Indicators Tidak terdapat adanya : Keluhan nyeri Episode yang panjang dari nyeri Rintihan dan menangis Expresi wajah menahan nyeri Diaphoresis Otot yang tegang Mual dan intoleransi makanan Perubahan tekanan darah, frekuensi nafas, frekuensi nadi dan apical heart rate
Pain management Self care assistance Guidance Mengkaji nyeri meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas , intensitas atau beratnya nyeri dan faktor penyebab timbulnya nyeri
Mengobservasi nonverbal terhadap ketidaknyamanan
Mencatat adanya perubahan level nyeri Memonitor kebutuhan self care pasien untuk personal hygiene, grooming, toileting dan makan Support Membantu pasien saat ketergantungan Teaching Menjelaskan prinsip manajemen nyeri Mengajarkan penggunaan nonfarmakologi (tehnik relaksasi nafas dalam) providing the developmental environment Menginformasikan ke tenaga medis yang lain tentang adanya keluhan nyeri Memberikan Tramadol 3x100mg peroral, Paracetamol 3x500mg peroral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam perawatan rasa nyeri berkurang S Pasien mengatakan berkurang O
nyeri
Skala nyeri 2 Pasien dapat mentoleransi keadaan nyerinya Pasien dapat melaksanakan tehnik relaksasi nafas dalam Wajah tampak rileks TTV dalam keadaan stabil (TD 110/70, HR88x/menit, RR18x/menit, Suhu 36,8ºC)
A Masalah sebagian
nyeri
teratasi
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
36 Health deviation self care requisites Dilakukan nefrostomi perkutan di bagian kanan pada tanggal 8/10/2013 dan nefrostomi terbuka di bagian kiri pada tanggal 22/10/2013 Universal requisites
self
care
Data Subjektif Mengeluh tidak nafsu makan Mual Data Objektif Konjungtiva pucat Membran mukosa pucat Kelemahan IMT 19,5kg/m² Menghabiskan makan hanya 4 sendok makan Health deviation self care requisites Albumin 2,80g/dl
Design of the nursing system Partially compensatory
P Intervensi dilanjutkan dengan memonitor tanda-tanda vital dan keluhan nyeri
Method of helping Guidance, support, teaching, providing the developmental environment Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan uremi ditandai dengan mual, anoreksia, penurunan masukan peroral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 14x24 jam ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh teratasi Outcomes Nutritional status: food & fluid intake Nutritional status: Energy Nutritional status: biochemical measures Indicators Nilai laboratorium normal meliputi : serum albumin, Stamina pasien baik Kekuatan otot baik Berat badan pasien Penyembuhan luka baik Intake makanan peroral adekuat
Nausea management Nutrition management Nutritional monitoring Guidance Mengkaji rasa mual meliputi frekuensi, durasi, tingkat keparahan, faktor presipitasi Mengevaluasi dampak dari rasa mual antara lain : tidak nafsu makan, gangguan tidur menanyakan apakah pasien mempunyai alergi terhadap makanan Memonitor intake makanan pasien Menimbang berat badan sesuai kebutuhan Memonitor albumin dan total protein Memonitor level energi, kelemahan Memonitor adanya keluhan di mulut Support Memberikan diet ginjal 1500kkal/hr, rendah garam <2gr/hari, rendah kalium
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 14x24 jam perawatan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh mengalami perbaikan S Pasien mengatakan mual masih ada tapi pasien mau makan sedikit-sedikit O
Stamina pasien membaik Kekuatan otot baik Pasien mampu melakukan aktifitas sendiri di tempat tidur Daerah tube tidak ada tanda-tanda infeksi Intake makan peroral (+) habis setengah porsi Nilai albumin 3,0g/dl Berat Badan 49,5kg
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
37 Design of the nursing system Partially compensatory Method of helping Guidance, support, teaching, providing the developmental environment
Universal requisites
self
care
Data Subyektif Pasien mengatakan balutan luka daerah nefrostomi kanan basah Pasien merasa lemas Data Obyektif TD 140/90mmHg, HR 96x/menit, RR 20x/menit, Suhu 37ºC Konjungtiva pucat Perdarahan pervaginam sekitar 100cc Terpasang nefrostomi kanan dan kiri
Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh), pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (anemia)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 21x24 jam risiko infeksi tidak terjadi Outcomes Risk control: infectious process Fatique level Self care status Tisue integrity: skin & mucous membranes Indicators Menunjukkan adanya : Monitor perilaku pasien dan lingkungan tentang faktor yang berhubungan dengan risiko infeksi Memelihara kebersihan lingkungan
Teaching Menjelaskan tujuan diberikannya diet, pembatasan cairan serta pemberian cairan seimbang sesuai kondisi pasien providing the developmental environment Melaksanakan kolaborasi dengan dietician pemberian jumlah kalori dan tipe diet Memberikan obat oral (omeprazol 2x20mg, B12 3x50mg), obat injeksi (ranitidine 2x50mg, ondansentron 3x4mg k/p) Tube care Energy management Discharge planning Guidance Memonitor jumlah, warna dan konsistensi drainage dari tube Memonitor keluhan perdarahan pervaginam Mengkaji area sekeliling daerah insersi tube dari kemerahan, kerusakan kulit sesuai kebutuhan Mengkaji kemampuan exercise pasien dan monitor exercixe yang dilakukan Mengkaji persiapan untuk pulang Mengidentifikasi pengajaran pasien sesuai kebutuhan meliputi perawatan nefrostomi, pengaturan diet, kontrol rutin Support Mengosongkan kantong drainage sesuai kebutuhan
A Masalah kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terjadi perbaikan P Intervensi dilanjutkan dengan memonitor intake peroral, mensupport keadaan pasien saat waktu makan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 21x24 jam perawatan risiko infeksi tidak terjadi S
O
Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang dan bisa ditoleransi Pasien mengatakan balutan luka tidak rembes lagi Pasien dan keluarga mengerti akan perawatan pasien di rumah Keadaan umum pasien baik Wajah tampak cerah Balutan luka di daerah nefrostomi tampak bersih
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
38 Health deviation self care requisites Hasil hemoglobin 7,1g/dl, fungsi ginjal tgl 8/10/2013(ureum 135mg/dl, kreatinin 16,2mg/dl) Kultur urine: Acinetobacter Baumanii
Menggunakan universal precaution Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan Monitor adanya perubahan status kesehatan Kegiatan untuk meningkatkan intake cairan, istirahat dan tidur Integritas kulit baik Tidak ada kemerahan, lesi di kulit daerah pemasangan tube Pasien mampu melakukan perawatan diri (ADL) Design of the nursing system Partially compensatory Method of helping Guidance, support, teaching, providing the developmental environment
Memberikan support emosional untuk penggunaan tube dalam waktu lama sesuai kebutuhan Meletakkan container drainage dengan baik Mengamankan tubing untuk mencegah tekanan dan kejadian terlepas Menyediakan tubing yang panjang untuk kebebasan bergerak sesuai kebutuhan Menganjurkan untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai kemampuan saat di rumah Mendokumentasikan perencanaan pasien pulang di kardeks Teaching Mengajarkan pasien dan keluarga tentang tujuan pemasangan tube dan bagaimana perawatannya Memelihara kepatenan tube Mengajarkan pasien tentang nama obat,durasi, cara pemberian, penyimpanan obat yang aman di rumah Mengajarkan tujuan pemberian diet dirumah, intake cairan sesuai jumlah urin yang keluar Providing the developmental environment Melakukan perawatan kulit pada area insersi tube, area vagina Memelihara kepatenan tube Mendiskusikan kebutuhan financial untuk mengatur perawatan lanjutan Mengatur kontrol ke bagian urologi serta obsgyn untuk masalah kesehatan yang lain
Kondisi tube dan kantong drain bersih Pasien dapat beraktifitas jalan diarea tempat tidur Nefrostomi kiri dan kanan terpasang Hasil laboratorium : hemoglobin 9,5g/dl , ureum 45mg/dl, kreatinin 1,8mg/dl. Tgl 25/10/2013 pasien pulang dari perawatan A Masalah risiko infeksi teratasi P Intervensi dihentikan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
39 Universal requisites
self
care
Data Subjektif Pasien mengatakan sering terbangun saat malam hari Pasien mengatakan tidak nafsu makan Defelopmental self care requisites Pasien mengatakan merasa cape dengan keadaan penyakitnya, merasa sedih, berfokus pada diri sendiri Hasil pengukuran Beck Depression Inventory pasien mengalami depresi sedang
Ansietas berhubungan dengan kondisi penyakitnya, perubahan fungsi peran, krisis situasional, kompleksitas pengobatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam cemas berkurang Outcomes Anxiety level Depression level Indicators Tidak adanya kondisi : Irritabilitas Gangguan tidur Perubahan pola makan Kelelahan Peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan Pernyataan cemas Perasaan sedih Penurunan level aktivitas Design of the nursing system Partially compensatory Method of helping Guidance, directing, support, teaching, providing the developmental environment
Anxiety reduction Role enhancement Religious ritual enhancement Relaxation therapy Guidance Mengkaji verbal dan nonverbal dari ansietas Mengidentifikasi level cemas terhadap prosedur pembedahan Menentukan kemampuan pasien dalam mengambil keputusan Mengidentifikasi perhatian pasien terhadap ekspresi religi Directing Menginstruksikan pasien menggunakan tehnik relaksasi Menganjurkan pasien mengekspresikan perasaanya, persepsi dan kekhawatiran Memberikan pujian terhadap perilaku yang sesuai Menganjurkan pasien untuk identifikasi keadaan yang realistik dalam perubahan peran Support Membina hubungan saling percaya Membantu pasien mendeskripsikan perasaan yang realistik Membantu pasien mengidentifikasi situasi yang menyebabkan timbulnya cemas Memberikan support penggunaan mekanisme pertahanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam perawatan rasa cemas berkurang S
O
Pasien mengatakan menerima dengan kondisi penyakitnya Pasien mengatakan akan melakukan perannya sesuai dengan kondisi fisiknya Pasien senantiasa akan mengikuti program pengobatan untuk penyembuhan pasien Tampak pasien terlihat lebih rileks, pasien dapat tidur dengan cukup dan tidak sedih Pasien mampu melakukan ibadah sholat di tempat tidur sesuai dengan kondisinya
A Masalah ansietas tercapai sepenuhnya
belum
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
40 Mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian Menemani pasien untuk meningkatkan kenyamanan dan menurunkan perasaan cemas Menyediakan waktu untuk pasien dan keluarga bertanya dan diskusi Membantu pasien untuk mengidentifikasi macam peran dalam siklus hidup, peran dalam keluarga, gangguan peran, kebutuhan perilaku untuk pengembangan peran, perubahan peran berhubungan dengan penyakit dan ketidakmampuan Membantu pasien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatur perubahan peran Membantu pasien untuk memodifikasi kebutuhan sholat saat sakit Teaching Menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga Menjelaskan rasional dari relaksasi dan keuntungan , tipe relaksasi (mendengarkan musik, sholat, nafas dalam. progressive muscle relaxation) Mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam Mengajarkan tayamum Providing the developmental environment Memfasilitasi diskusi dengan anggota keluarga terhadap perubahan peran dari pasien
P Pasien tetap memerlukan dukungan dari keluarga dan perawat
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
41
3.3 Pembahasan Berdasarkan Teori Self Care Orem Pada sub bab ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan pada Ny.W dengan gangguan ginjal akut berdasarkan teori self care Orem. Pembahasan dilakukan berdasarkan pengkajian therapeutic self care demand yaitu meliputi: universal self care requisites, developmental self care requisites dan health deviation self care requisites. 3.3.1 Universal Self Care Requisites Universal self care requisites menggambarkan delapan tipe kebutuhan self care yang meliputi: mempertahankan intake udara, cairan, nutrisi, pemenuhan kebutuhan eliminasi, keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, keseimbangan antara interaksi sosial, mencegah dan menghadapi resiko yang mengancam kehidupan serta meningkatkan fungsi dan kehidupan individu dalam kelompok sosial. Dari pengkajian universal self care requisites terdapat masalah keperawatan yang diangkat pada Ny.W yaitu sebagai berikut : 3.3.1.1 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi akibat penurunan fungsi ginjal; anuri Kelebihan volume cairan (hipervolemia) adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan volume cairan ekstrasel khususnya intravascular (volume overload) melebihi kemampuan tubuh mengeluarkan air melalui ginjal, saluran cerna dan kulit(Agrawal et al,2000). Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien Ny.W, terjadi komplikasi gangguan ginjal akut yaitu : a)
Gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit
Pada keadaan normal terjadi keseimbangan pengaturan cairan tubuh dan elektrolit (terutama natrium) sehingga tekanan osmotik plasma stabil dengan kadar normal natrium sekitar 135-145meq/liter. Pada gangguan ginjal akut post renal yang terjadi pada Ny.W disebabkan adanya obstruksi ekstrensik (keganasan pada cervix) yang akan menyebabkan obstruksi akut pada uretra, buli-buli dan ureter bilateral. Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal, hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2 dan setelah 1,5-2 jam akan terjadi penurunan aliran darah ginjal
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
42
dibawah normal, akibat pengaruh thromboxane-A2 (TxA2) dan A-II dan tekanan pelvis ginjal tetap meningkat. Keadaan ini menimbulkan terjadinya oliguri sampai anuri sehingga keseimbangan cairan akan terganggu dan akibat retensi cairan menyebabkan kelebihan cairan intravaskuler(volume overload) dan disnatremi dengan manifestasi klinik adanya peningkatan JVP(jugular venous pressure), hipertensi ringan, edema perifer atau edema paru. Gejala klinik pada Ny.W yaitu mengalami hipertensi ringan dan edema perifer di ekstremitas bawah. b) Gangguan keseimbangan elektrolit(hiperkalemi) Dalam keadaan normal kadar K+ lebih tinggi di intraselluler dibanding dengan ekstraseluler. Akibat kegagalan fungsi ekskresi kalium akan terjadi hiperkalemia, akibat peningkatan kadar kalium total atau terhambatnya translokasi kalium dari ekstraseluler ke intraseluler dan pada Ny.W, terjadi hiperkalemi dengan nilai kalium6,46mmol/l. Menurut Fry&Farrington(2008) pengelolaan hiperkalemi diberikan sebagai berikut: kalsium glukonat 10% diberikan secara intra vena perlahan untuk menstabilkan jantung (miosit membran jantung), tetapi tidak menurunkan kadar kalium darah. Pemberian insulin akan meningkatkan Na+/K+ ATPase sehingga translokasi K+ dari ekstraseluler ke intraseluler meningkat, tetapi tidak menyebabkan ekskresi kalium keluar tubuh. Untuk menghindari hipoglikemi diberikan glukosa 50% selama 10-20 menit. Pemberian obat oral yaitu Kayaxalate (resin penukar kation) akan mengikat kalium dalam saluran cerna dan menukarnya dengan natrium atau kalsium kemudian diekskresi lewat feses. Bila semua usaha diatas tidak berhasil, atau keadaan hiperkalemia mengancam nyawa maka kadar kalium harus diturunkan dengan melakukan terapi pengganti ginjal. c)
Asidosis metabolik dan azotemia
Ginjal memegang peranan penting dalam pengaturan keseimbangan asam basa. Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan LFG secara mendadak dengan akibat terjadinya penimbunan anion organik. Akibat gangguan reabsorbsi dan regenerasinya, produksi bikarbonat menurun. Kedua mekanisme ini menimbulkan asidosis metabolik. Dan akibat peningkatan toksin uremik(azotemia) dapat terjadi gangguan kesadaran dan tindakan yang dilakukan adalah hemodialisis cito untuk
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
43
menyelamatkan nyawa pasien. Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny.W didapatkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, asidosis metabolik dan azotemia dengan manifestasi klinik hipertensi ringan(TD 150/90mmHg), kaki agak bengak(pitting odema+1), terjadi oliguri sampai anuri, hiperkalemi(kalium 6,46mmol/l), penurunan hemoglobin(hemoglobin6,5g/dl), serta adanya perubahan status mental. Penerapan nursing system pada teori self care Orem adalah dengan menerapkan sistem keperawatan berdasarkan kepada kebutuhan self care, sehingga pada kondisi tersebut kategori bantuan adalah partially compensatory dengan metode bantuan : guidance, support, teaching and providing the developmental environment. Intervensi yang diberikan adalah memonitor tanda-tanda vital, mengukur intake dan output cairan per 24jam, monitor fungsi renal dan elektrolit, membatasi cairan sesuai kondisi pasien serta menyiapkan prosedur hemodialisis. Selama dalam masa perawatan, pasien dilakukan HD sebanyak empat kali. Hiperkalemi yang terjadi pada Ny.W(kalium 6,46mmol/l) diberikan Dextrose 40% dan 8 unit insulin bolus , calcium glukonas 1x1ampul intra vena serta kalitake 3x1 sach per oral dan Bicnat dinaikkan menjadi 3x1000mg peroral. Dengan pendekatan teori self care Orem, pada akhir perawatan (hari ke 21) Ny.W dapat menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan hasil TD 110/70mmHg, HR 80x/menit, RR 18x/menit, suhu 36,3ºC, edema(-), balance cairan (+200cc), JVP 5+0cmH2O, fungsi
ginjal(ureum
45mg/dl
dan
kreatinin
1,8mg/dl)
dan
elektrolit
(natrium135mmol/l, kalium3,97mmol/l, klorida 97mmol/l). 3.3.1.2 Retensi urin berhubungan dengan hambatan akibat
infiltrasi massa
cancer cervix Pada pasien Ny.W, gangguan ginjal akut disebabkan oleh post renal yaitu adanya obstruksi yang terjadi dibawah kandung kemih(uretra) akibat infiltrasi massa cancer cervix sehingga menghambat aliran urin dari kedua ginjal. Dari hasil USG abdomen didapatkan data terdapat hidronefrosis dan hidroureter bilateral, malignancy serviks dengan invasi korpus uteri, dinding posterior vesika dan KGB
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
44
parailiaka kanan. Hidronefrosis adalah suatu keadaan dilatasi piala dan kaliks ginjal yang disebabkan adanya obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Berdasarkan kondisi tersebut maka untuk memenuhi kebutuhan self care, kategori bantuan yang diberikan adalah partially compensatory dengan metode bantuan: guidance, directing, support, teaching and providing the developmental environment. Intervensi yang dilakukan adalah meliputi mengkaji
secara
komprehensif berkemih pasien(frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna, pola berkemih, keluhan dalam berkemih), memonitor derajat distensi bladder dengan palpasi dan perkusi, melakukan pembatasan cairan sesuai kebutuhan pasien, mengajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran kemih. Sedangkan untuk persiapan tindakan operasi maka intervensi yang diberikan adalah: menginformasikan
tanggal,
waktu
dan
lokasi
pembedahan(nefrostomi),
menjelaskan rutin pre operatif(anastesi, diet, tes lab, IV terapi, persiapan kulit, baju operasi, ruang tunggu keluarga dan transportasi ke kamar operasi), menjelaskan post operatif rutin/peralatan yang ada(pengobatan, tube, diet, ambulasi), mendiskusikan kemungkinan pengukuran kontrol nyeri pasca tindakan serta mempersiapkan prosedur persiapan operasi, termasuk informed concent. Nefrostomi perkutan adalah suatu prosedur terapi dimana dilakukan penempatan suatu kateter kedalam sistem pengumpul ginjal melalui kulit, dengan tuntunan image. Nefrostomi terbuka adalah tindakan penempatan kateter kedalam sistem pengumpul ginjal melalui pendekatan operasi terbuka. Ini merupakan tindakan untuk dekompresi sistem pengumpul ginjal yang dapat bersifat sementara atau menetap(Naidu et al,2012). Perawatan nefrostomi adalah monitor tanda vital secara berkala untuk mengevaluasi terjadinya kehilangan darah yang terus berlangsung, monitor hematuri yang umumnya terjadi pada pasien yang dilakukan nefrostomi, memberikan analgetik untuk menghilangkan nyeri, memperhatikan kateter/pipa drainase agar tidak terlipat, kantong urin tidak boleh terletak lebih tinggi dari ginjal agar tidak terjadi refluks, memperhatikan dan catat secara terpisah produksi cairan dari nefrostomi, mengusahakan diuresis yang cukup, memeriksa kultur urin dari nefrostomi secara berkala, mengganti kateter setiap
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
45
dua minggu dan bila nefrostomi untuk jangka lama pertimbangkan untuk memakai kateter silikon. Hasil evaluasi setelah 21 hari perawatan menunjukkan kebutuhan eliminasi terpenuhi. Pasien Ny.W dilakukan nefrostomi perkutan di bagian kanan pada tanggal 8 Oktober2013 dan nefrostomi terbuka pada tanggal 21 Oktober 2013 pada bagian kiri untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Balance cairan per 24 jam(+150cc) yaitu intake(minum 3000cc, IVFD 500cc) dan output(nefrostomi kanan 800cc, nefrostomi kiri 2000cc, drain 50cc, IWL 500cc). Evaluasi hasil nilai fungsi ginjal selama dalam perawatan adalah sebagai berikut: Fungsi ginjal (mg/dl)
Tanggal 28/9
5/10
8/10
11/10
15/10
18/10
22/10
25/10
Ureum
101
94
135
58
43
71
47
45
Kreatinin
8,6
9,4
16,2
8,8
7,2
4,2
3,9
1,8
3.3.1.3 Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera akibat luka pembedahan: tindakan nefrostomi Nyeri pasca operasi adalah suatu sensori yang subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan (Perry&Potter,2006). Nyeri bersifat individual dan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kebudayaan, perhatian, ansietas, pengalaman sebelumnya, gaya koping serta dukungan keluarga dan sosial. Perjalanan nyeri merupakan suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi dimana terjadinya stimuli yang kuat di perifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (korteks serebri). Proses transduksi merupakan proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Penyaluran impuls(transmisi) melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dan impuls tersebut mengalami modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
46
dikenal sebagai persepsi nyeri. Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer(Price&Wilson,2005). Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak. Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang terbatas setelah nosiseptor kembali ke ambang batas resting stimulus istirahat. Nyeri akut ini akan dialami segera setelah pembedahan sampai tujuh hari. Pasien dengan nyeri akut akan memperlihatkan tanda dan gejala sistem saraf otonom (takikardi, tekanan darah yang meningkat, diaphoresis, nafas cepat) pada saat nyeri muncul(Price&Wilson,2005). Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitifitas pada nosiseptor perifer(saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid. Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan, membran mukoasa, otot skeletal, tendon, tulang dan peritoneum. Nyeri insisi bedah merupakan
nyeri
somatik
seperti
nyeri
setelah
tindakan
nefrostomi
(Price&Wilson,2005). Setiap pasien yang mengalami pasca pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak dari nyeri itu sendiri akan menimbulkan respon stress metabolik (MSR) yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
47
dan memperberat kondisi pasien. Perubahan yang ditimbulkan berupa fisiologi dan psikologis meliputi perubahan kognitif(sentral): kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus asa; perubahan neurohumoral: hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka; plastisitas neural(kornu dorsalis), transmisi nosiseptif yang difasilitasi sehingga meningkatkan kepekaan nyeri; aktivasi simpatoadrenal: pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikardi; perubahan neuroendokrin: peningkatan kortisol, hiperglikemi dan katabolisme(Perry&Potter,2006). Pengkajian nyeri adalah meliputi lokasi nyeri, kualitas nyeri, pola nyeri, faktor presipitasi, respon perilaku dan afektif, efek nyeri terhadap aktivitas serta sumber koping yang digunakan untuk mengatasi nyeri(Berman et al,2009). Pengkajian nyeri yang dilakukan pada Ny.W menggunakan Visual Analog Scale (VAS) untuk mengetahui intensitas nyeri. Saat pasien dilakukan tindakan nefrostomi perkutan di bagian kanan, pasien mengatakan skala nyeri 3, nyeri ditempat pemasangan tube. Pasien Ny.W mendapatkan terapi analgetik tramadol 3x100mg peroral kalau perlu dan secara nonfarmakologi pasien diajarkan untuk relaksasi dengan tehnik nafas dalam, membantu mengatur posisi pasien senyaman mungkin serta memberikan support mental kepada pasien. Sedangkan pada pasca nefrostomi terbuka di bagian kiri, Ny.W mengalami nyeri hebat dengan skala nyeri (VAS) 8-9, pasien merintih, mengatakan sangat sakit sekali, tidak dapat tidur, wajah tampak meringis kesakitan. Terapi tramal suppositoria diberikan. Pasien diingatkan kembali untuk melakukan tehnik relaksasi nafas dalam, Nyeri yang timbul disebabkan tindakan nefrostomi terbuka yang berbeda dengan tindakan pertama yaitu nefrostomi perkutan. Nyeri yang dialami oleh Ny.W merupakan nyeri akut, nyeri nosiseptif dan nyeri somatik. Penerapan nursing system pada teori self care Orem adalah dengan menerapkan sistem keperawatan berdasarkan kepada kebutuhan self care, sehingga pada kondisi nyeri kategori bantuan yang diberikan adalah partially compensatory dengan metode bantuan: guidance, support, teaching and providing the developmental environment. Dan intervensi yang diberikan meliputi mengkaji
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
48
nyeri(lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor penyebab timbulnya nyeri), mengobservasi nonverbal terhadap ketidaknyamanan, mencatat adanya perubahan level nyeri, memonitor kebutuhan self care pasien untuk personal hygiene, grooming, toileting dan makan, membantu pasien saat ketergantungan, mengajarkan penggunaan nonfarmakologi (tehnik relaksasi nafas dalam) serta kolaborasi manajemen nyeri sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi setelah 7 hari perawatan kebutuhan aktivitas dan istirahat pasien terpenuhi, rasa nyeri berkurang dan kadang-kadang, skala nyeri (VAS) 2 dan dapat ditoleransi, wajah tampak rileks, pasien dapat tidur, pasien dapat melaksanakan tehnik relaksasi nafas dalam dan tanda-tanda vital dalam batas normal. 3.3.1.4 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan uremi ditandai dengan mual, anoreksia, penurunan masukan per oral Gangguan ginjal akut menyebabkan perubahan-perubahan metabolik termasuk asidosis metabolik, azotemia, ketidakseimbangan elektrolit dan perubahan respon glikemik. Perubahan ini terjadi akibat dari peningkatan produksi dan penurunan klirens produk sisa metabolik, sitokin-sitokin, protease dan hormon katabolik, gagalnya transport oksigen dan nutrient ke jaringan serta kemungkinan kurangnya suplai
nutrient(Chan,2004;Toigo,2000).
gangguan
ginjal
akut
harus
Perencanaan
memperhatikan
nutrisi
hal-hal
pada
sebagai
pasien berikut:
mempertimbangkan kelainan metabolisme yang terjadi, mengurangi akumulasi toksin uremi, dan mempertahankan status nutrisi secara optimal. Pemberian kalori yang adekuat dengan asam amino esensial yang sesuai, bukan saja dapat memperpendek masa oliguri dari gangguan ginjal akut, tetapi juga dapat memperbaiki daya tahan terhadap infeksi, mengurangi komplikasi dan meningkatkan survival rate sehingga terapi nutrisi harus merupakan bagian penting dari terapi gangguan ginjal akut secara keseluruhan(Chan,2004; Toigo,2000).
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
49
Jenis dan jumlah kebutuhan nutrisi pada pasien gangguan ginjal akut adalah meliputi:
kebutuhan
energy/kalori
diberikan
20-30kkal/kgBB/hari,
asam
amino/protein minimum 1,2g/kgBB/hari agar tercapai keseimbangan nitrogen positif, rendah sodium (2-4gram/hari) karena terlalu banyak intake sodium dapat menimbulkan edema atau hipertensi, hindari asupan nutrisi yang banyak mengandung kalium. Pemberian cairan sesuai dengan kondisi pasien. Saat terjadi oliguri atau anuri maka asupan cairan dibatasi dan setelah tindakan nefrestomi, maka asupan cairan disesuaikan dengan produksi urin yang keluar. Untuk kebutuhan self care terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi maka kategori bantuan yang diberikan adalah partially compensatory dengan metode bantuan : guidance, support, teaching and providing the developmental environment. Intervensi yang diberikan meliputi mengkaji rasa mual(frekuensi, durasi, tingkat keparahan, faktor presipitasi), mengevaluasi dampak dari rasa mual(tidak nafsu makan, gangguan tidur), menanyakan apakah pasien mempunyai alergi terhadap makanan, memonitor intake makanan pasien, menimbang berat badan sesuai kebutuhan, memonitor
albumin,
total
protein,
hemoglobin
dan
level
hematokrit,
memonitor(level energy, kelemahan, konjungtiva yang pucat dan adanya keluhan di mulut), membatasi pemberian cairan sesuai kondisi pasien, memberikan diet ginjal 1500kkal/hr, rendah garam, rendah kalium(sesuai kolaborasi) serta menjelaskan tujuan diberikannya diet. Pembatasa cairan diberikan kepada Ny.W pada saat terjadi keadaan oliguri sampai anuri dan setelah dilakukan terapi pengobatan meliputi hemodialisis serta tindakan nefrostomi maka pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah urin yang keluar dalam sehari. Hasil evaluasi pada Ny.W terhadap masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi menujukkan perbaikan setelah 14 hari perawatan. Pasien dapat menghabiskan setengah porsi makanannya, stamina pasien membaik, pasien dapat beraktifitas di tempat tidur, nilai hemoglobin 9,5g/dl, albumin 3,0g/dl dan berat badan 49,5kg.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
50
3.3.1.5 Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat(terdapat nefrostomi kiri dan kanan), pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat(anemia) Pada pasien dengan gagal ginjal kronik dapat menyebabkan terjadinya perubahan respons imun yang diakibatkan adanya uremi, defisiensi vitamin D, penimbunan besi yang berlebihan dan akibat tindakan hemodialisis(Rubin et al,1990). Infeksi pada pasien dengan uremi disebabkan faktor ketahanan tubuh pasien yang menurun akibat kadar ureum yang tinggi yang bersifat toksis, adanya metabolisme yang abnormal mencakup metabolisme protein dan defisiensi vitamin akibat pengobatan yang dipergunakan. Pada uremi, penurunan respons imun disebabkan penurunan fungsi fagositosis leukosit polimorfonuklear(PMN) dan monosit. Selain itu penurunan respons imun pada uremi disebabkan penekanan cell mediated immunity yang disebabkan oleh memendeknya umur limfosit, limfopenia, hambatan pada transformasi limfosit dan penekanan aktivitas limfosit T(Rubin et al 1990 dalam Pusparini,2000). Dari hasil pengkajian didapatkan data bahwa pasien mengalami uremi(ureum 135mg/dl, kreatinin 16,2mg/dl), terpasangnya nefrostomi kanan dan kiri, pasien menyatakan bahwa balutan luka di daerah nefrostomi kanan tampak basah karena rembesan urin, konjungtiva pucat, hemoglobin 7,1g/dl , kultur urin: acinetobacater baumanii. Untuk memenuhi kebutuhan
self care
pada pencegahan terhadap
risiko yang mengancam kehidupan maka kategori bantuan yang diberikan adalah supportive educative compensatory dengan metode bantuan: guidance, support, teaching and providing the developmental environment. Intervensi yang diberikan meliputi memonitor(jumlah, warna dan konsistensi) drainage dari tube, mencegah tubing dari tekanan dan kejadian terlepas, mengosongkan kantong drainage sesuai kebutuhan dan meletakkan container drainage dengan baik, memonitor keluhan perdarahan pervaginam, mengkaji area sekeliling daerah insersi tube dari kemerahan dan kerusakan kulit, mengkaji kemampuan exercise paasien, mengidentifikasi pengajaran pasien(perawatan nefrostomi, pengaturan diet dan cairan, terapi obat yang didapat, kontrol rutin), support emosional untuk
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
51
penggunaan tube dalam waktu lama sesuai kebutuhan serta mengkaji persiapan untuk pulang dari perawatan. Hasil evaluasi terhadap Ny.W setelah dilakukan perawatan selama 21 hari perawatan menunjukkan risiko infeksi akibat pembedahan(nefrostomi) tidak terjadi, keadaan umum pasien membaik, pasien dapat beraktifitas jalan di sekitar tempat tidur, tube nefrostomi kiri dan kanan terpasang, produksi urin lancar, keadaan tube dan kantong drain bersih, balutan luka di daerah nefrostomi kanan dan kiri bersih, tidak ada rembesan urin, pasien pulang dari perawatan pada tangal 25 Oktober 2013. 3.3.2 Developmental Self Care Requisites Kebutuhan self care sesuai dengan proses perkembangan dan kematangan seseorang menuju fungsi yang optimal untuk mencegah terjadinya kondisi yang dapat menghambat perkembangan tersebut. Ada tiga jenis dari developmental self care requisites yaitu mempertahankan kondisi yang meningkatkan perkembangan, penggunaan perkembangan diri, pencegahan atau menanggulangi akibat kondisi manusia dan situasi kehidupan yang dapat merugikan perkembangan manusia. Dari pengkajian developmental self care requisites terdapat masalah keperawatan yang diangkat pada Ny.W yaitu : 3.3.2.1 Ansietas berhubungan dengan kondisi penyakitnya, perubahan fungsi peran, krisis situasional, kompleksitas pengobatan Ansietas adalah ketidaknyamanan atau kekhawatiran individu yang dirasakan dan seringkali sumbernya tidak diketahui oleh individu yang disebabkan oleh adanya bahaya. Individu juga akan mengekspresikan perasaannya yang disebabkan adanya perubahan yang terjadi, gelisah dan insomnia(Battistella,2012). Pada pasien dengan gangguan ginjal akut akan menyebabkan masalah psikologis yang ditandai adanya kondisi suasana hati yang rendah, berkurang minat atau kesenangan dalam kegiatan sehari-hari, insomnia, kelelahan, gelisah, tidak berdaya, putus asa dan rasa bersalah(Finkelstein,2000; Kimmel,2004). Selama
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
52
menjalani pengobatan dan perawatan, pengkajian depresi dilakukan dengan menggunakan Beck Depression Inventory scale(BDI II) meliputi perasaan sedih, pesimis, merasa gagal, kehilangan kesenangan, rasa bersalah, merasa sebagai hukuman, tidak menyukai diri sendiri, kritik diri sendiri, ingin bunuh diri, menangis, kehilangan perhatian, tidak dapat membuat keputusan, merasa tidak berharga, kehilangan energi, perubahan pola tidur, iritabilitas, perubahan dalam nafsu makan, kesulitan dalam berkonsentrasi, letih atau cape(Beck,1996). Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada Ny.W maka pasien mengalami depresi sedang yang disebabkan karena kondisi penyakit dan kompleksitas pengobatan yang didapat. Kondisi ketergantungan pada Ny.W yang terpasang nefrostomi kiri dan kanan juga akan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi peran dalam kehidupan pasien sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan developmental self care requisites maka kategori bantuan yang diberikan adalah partially compensatory dengan metode bantuan : guidance, support, teaching and providing the developmental environment. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi cemas pada Ny.W adalah dengan menjalin trust (kepercayaan) sehingga pasien dan keluarga dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara terbuka, menjadi pendengar yang baik dan menunjukkan sikap empati, mengkaji mekanisme koping yang digunakan untuk mengurangi cemas, memotivasi pasien untuk tetap melaksanakan ibadah sholat wajib selama sakit, mengajarkan pasien melakukan tayamum saat pasien mengalami kelemahan fisik, mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan progressive muscle relaxation serta melibatkan keluarga pasien untuk memberikan dukungan moril dan mendidik pasien dan keluarga tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya. Hasil evaluasi menunjukkan, setelah 12 hari menjalankan perawatan, pasien mengatakan sudah berkurang rasa cemasnya, dapat menerima
kondisi
penyakitnya, pasien mampu melaksanakan sholat di tempat tidur dan senantiasa berdoa untuk mendapatkan ketenangan, anggota keluarga juga mendukung dan mau merawat pasien dengan rasa ikhlas dan sabar, pasien dan keluarga juga akan mengikuti program pengobatan untuk penyembuhan penyakit pasien.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
53
3.4 Analisis Penerapan Teori Self Care Orem Pada 32 Kasus Kelolaan Selama pelaksanaan residensi, praktikan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan melalui pendekatan teori self care Orem. Praktikan melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus kelolaan utama serta pada 32 kasus dengan gangguan sistem perkemihan yang meliputi penyakit ginjal sebanyak 23 kasus, obstruksi(BPH dan batu saluran kemih) sebanyak enam kasus dan neoplasma(Ca buli, Ca testis dan Ca prostat) sebanyak tiga kasus. Pada sub bab ini praktikan akan menjelaskan analisis hasil penerapan teori self care Orem pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. 3.4.1 Kasus Renal Disease CKD stage V atau penyakit ginjal tahap akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD) adalah suatu kondisi kerusakan ginjal yang dimanifestasikan dengan abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan penurunan Laju Filtrasi Glomerulus(LFG) hingga kurang dari 15ml/min/1.73m² disertai dengan abnormalitas hasil pemeriksaan laboratorium darah, urin atau pemeriksaan imaging dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremi (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) serta kondisi pasien yang semakin memburuk(Kallenbach et al,2005; Black&Hawks,2005; Smeltzer&Bare, 2002). Sebagian besar kasus gangguan sistem perkemihan adalah pasien dengan CKD stage V yang dirawat di ruang rawat inap dan praktikan mengelola kasus ini sebanyak 23 kasus dengan menerapkan teori self care Orem. Pengkajian yang dilakukan meliputi basic conditioning factor, universal self care requisites, development self care requisites serta health deviation self care requisites. Masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien CKD stage V adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakpatuhan dan cemas.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
54
Seperti halnya pada kasus utama, pemenuhan kebutuhan self care pada setiap pasien didasarkan pada kebutuhan self care masing-masing pasien berdasarkan gangguan yang mendasarinya. Pasien dengan CKD akan mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, terjadinya asidosis metabolik dan azotemia. Berdasarkan pengkajian pada kasus kelolaan didapatkan data bahwa keadaan anemia ditemukan pada semua(100%) pasien CKD stage V yang masuk ke ruang rawat inap. Keadaan anemia menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas, serta angka perawatan di rumah sakit. Selain itu anemia juga menurunkan kualitas hidup, menurunkan kapasitas hemodinamik sistemik dan fungsi jantung, meningkatkan kejadian pembesaran ventrikel kiri jantung serta menurunkan kemampuan kognitif dan seksual (Pernefri,2003). Pada beberapa kasus pasien CKD stage V yang sudah menjalani hemodialisis rutin, didapatkan kondisi pasien masuk kembali ke ruang rawat inap dengan keadaan overload, pasien mengalami sesak nafas, edema di ekstremitas, bahkan edema diseluruh tubuh dan kondisi ini berdampak pada lamanya hari perawatan pasien. Kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan ini sering menjadi permasalahan pada pasien CKD. Menurut Agh,et al(2011) banyak faktor yang mempengaruhi pasien dalam kepatuhan menjalani terapi, di antaranya usia, jenis kelamin, pengetahuan, dan demografi pasien. Selain itu, kepatuhan dalam menjalani program terapi dapat juga dipengaruhi oleh gaya hidup, aspek psikososial, support sistem, dan kemauan(Anggarwal&Mosca,2010). Keadaan depresi dalam pengobatan jangka panjang menjadi alasan utama pasien tidak mematuhi pengobatan yang harus dijalankan(Nilsson et al,2007). Berdasarkan pengkajian yang didapat mengenai kondisi psikososial pasien, semua pasien dalam keadaan depresi. Depresi memiliki hubungan yang tinggi dengan penyakit kronik dan angka rawat inap pada pasien CKD dengan gangguan mental menjadi lebih tinggi 1,5-3,0 kali dibandingkan pada pasien dengan penyakit kronik lainnya serta depresi menjadi faktor risiko utama terhadap angka kematian pada pasien ini(NKF,2002). Pada kondisi tersebut maka dukungan sosial keluarga
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
55
berperan penting didalam memelihara keadaan psikologis pasien serta kesehatan melalui perilaku sehat pasien. Peran perawat dalam hal ini memberikan bantuan pada pasien melalui supportiveeducative system dengan meningkatkan self care agency agar pasien dapat belajar untuk melakukan self care terhadap kepatuhan restriksi cairan serta pengaturan diet, membantu didalam membuat keputusan, mengendalikan perilaku pasien serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan agar pasien dapat melaksanakannya. Intervensi yang diberikan Orem adalah berdasarkan pada self care demand dan mendorong pasien sebagai self care agent dan pola sistem keperawatan yang diberikan meliputi wholly compensatory, partially compensatory dan supportive educative dan metode bantuan yang diberikan meliputi guidance, support, directing, teaching, dan providing the developmental environment.Hasil evaluasi pada pasien kelolaan secara keseluruhan menunjukkan hasil yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan pasien untuk mempertahankan kebutuhan self care nya, kemampuan untuk mengatasi deficit self care nya dan sampai sejauh mana perkembangan kemandirian pasien serta kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika pasien tidak mampu melaksanakannya. 3.4.2 Kasus Obstruksi Dan Neoplasma Pada kasus obstruksi, praktikan mengelola enam kasus kelolaan yaitu BPH, batu uretra, batu ginjal bilateral serta striktur uretra sedangkan pada kasus neoplasma praktikan mengelola tiga kasus yaitu kasus Ca buli, Ca testis dan Ca prostat. Pada kasus obstruksi pasien mendapatkan terapi pembedahan serta pemasangan foley catheter dengan three way untuk drip spoel NaCl. Masalah utama yang muncul adalah perubahan pola eliminasi, nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan serta ansietas. Sistem keperawatan yang diberikan meliputi partially compensatory serta supportive-educatif dan metode bantuan ynag diberikan meliputi guidance, support, directing, teaching, dan providing the developmental environment. Sedangkan pada kasus neoplasma, pasien sudah dalam keadaan lanjut dengan perjalanan penyakitnya sehingga sistem keperawatan yang diberikan adalah wholly compensatory dan metode bantuan yang diberikan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
56
meliputi guidance, support, teaching, dan providing the developmental environment. Penerapan teori self care Orem telah diterapkan sebagai suatu pendekatan didalam memberikan asuhan keperawatn pada 32 kasus kelolaan dengan gangguan sistem perkemihan
dan asuhan keperawatan yang diberikan mencakup aspek fisik,
psikologis, sosial, kultural dan spiritual. Kelebihan pengkajian self care Orem ini adalah memungkinkan perawat untuk dapat menggali data pasien secara lebih komprehensif karena perawat perlu mengumpulkan data secara lengkap, menetapkan tingkat kemampuan pasien didalam sistem keperawatan serta metode apa yang diperlukan oleh pasien untuk mencapai pemenuhan kebutuhan self care pasien. Kelemahan dari teori ini adanya data dalam pengkajian yang sama antara data yang satu dengan data yang lainnya yaitu data pada pengkajian universal self care requisites akan muncul lagi pada data pengkajian health deviation self care requisites, hal ini karena data yang terdapat pada health deviation self care requisites
merupakan hasil pengkajian yang sudah didapatkan sebelumnya.
Dengan demikian, untuk membedakan data tersebut maka data di health deviation self care merupakan data berupa seluruh hasil pemeriksaan penunjang.
Dapat
disimpulkan bahwa penerapan teori self care Orem hendaknya menjadi suatu pendekatan yang dapat digunakan oleh perawat didalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan ganguan sistem perkemihan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
57
BAB 4 PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN Pada bab ini praktikan akan menguraikan pengalaman praktik dalam menerapkan tindakan mandiri berbasis fakta mengenai intervensi edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik di ruang rawat inap RSUP Fatmawati Jakarta. 4.1
Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease merupakan hilangnya fungsi ginjal menetap yang disebabkan oleh kerusakan jaringan ginjal(Avril&Heather, 2006). Penyakit ginjal kronik dapat berkembang secara cepat dalam periode bulan atau lambat dalam waktu lebih dari setahun, tidak dapat diobati namun intervensi yang dilakukan dapat memperlambat perkembangan dan memperbaiki gejala penyakit(Stein et al,2004 dalam Avril&Heather,2006). CKD stage V atau penyakit ginjal tahap akhir atau End Stage Renal Disease(ESRD) adalah suatu kondisi kerusakan ginjal yang dimanifestasikan dengan abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan penurunan Laju Filtrasi Glomerulus(LFG) hingga kurang dari 15ml/min/1.73m² disertai dengan abnormalitas hasil pemeriksaan laboratorium darah, urin atau pemeriksaan imaging dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremi(retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam
darah)
serta
kondisi
pasien
yang
semakin
memburuk
(Smeltzer&Bare,2002; Kallenbach et al,2005; Black&Hawks,2005). Penderita dengan ESRD didefinisikan dengan individu yang membutuhkan terapi pengganti ginjal atau renal replacement therapy(RRT) yang meliputi hemodialisis (HD), peritoneal dialisis(PD) atau transplantasi ginjal untuk menyelamatkan hidup (National Kidney Foundation{NKF},2002). Inisiasi hemodialisis adalah proses dimulainya hemodialisis sebagai terapi pengganti ginjal yang dilakukan pada pasien dengan nilai Laju Filtrasi Glomerulus(LFG) kurang dari 15 ml/menit atau
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
58
pasien gagal ginjal dengan komplikasi akut yaitu edema paru, hiperkalemia dan asidosis metabolik berulang. Inisiasi hemodialisis juga dilaksanakan pada pasien dengan nefropati diabetik(PERNEFRI,2003). Tujuan inisiasi hemodialisis adalah mempertahankan fungsi nefron yang masih baik, mengurangi morbiditas, menurunkan angka uremia perikarditis, uremia encephalopathy, overload cairan dengan congestive heart failure, gangguan nutrisi(akibat anoreksia), infeksi serta komplikasi intra hemodialisis sehingga meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup pasien(Rosansky,2009). Pasien dengan penyakit ginjal kronik dan keluarga harus mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai perjalanan alamiah penyakitnya dan risiko yang akan timbul dikemudian hari termasuk terapi dialisis atau transplantasi. Terapi pengganti ginjal merupakan terapi yang dilakukan secara terus menerus, karena itu pasien perlu dipersiapkan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Proses untuk merencanakan inisiasi dialisis bukanlah proses yang pendek melainkan membutuhkan waktu yang panjang, harus dilaksanakan secara terprogram, terstruktur, sistematis dan komprehensif. Edukasi pra-dialisis harus diberikan berupa penjelasan mengenai riwayat alamiah penyakit ginjal, perubahan diet, persiapan memasuki tahap gagal ginjal terminal diantaranya pembuatan akses vascular(PERNEFRI,2003). Edukasi yang diberikan kepada pasien gagal ginjal tahap akhir merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan seleksi modalitas dialisis yang cocok, membantu pasien dan keluarga dalam membuat keputusan kritis, menurunkan kecemasan, menjelaskan kebutuhan pasien yang akan datang meliputi medikasi, perubahan diet serta pelaksanaan hemodialisis (Headley&Wall,2000). Berdasarkan pengalaman praktikan selama melaksanakan kegiatan residensi di RSUP Fatmawati didapatkan kondisi bahwa perawat didalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien dengan penyakit ginjal kronik
belum
memberikan edukasi yang optimal dan terintegrasi untuk mempersiapkan pasien didalam melaksanakan inisiasi dialisis sehingga dapat mempengaruhi keputusan pasien dan keluarga terhadap pilihan terapi dialisis yang akan dijalankan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
59
Berdasarkan hal tersebut maka praktikan mengimplementasikan intervensi edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik di ruang rawat inap RSUP Fatmawati. 4.2
Hasil Journal Reading (Critical Review)
Beberapa hasil penelitian terkait kegiatan edukasi didalam merencanakan inisiasi dialisis adalah sebagai berikut : 4.1.1 The Impact of education on chronic kidney disease patients’ plans to initiate dialysis with self-care dialysis: a randomized trial. Manns, et al (2005) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi pada pasien chronic kidney disease untuk merencanakan inisiasi dialisis dengan self care dialisis. Penelitian dilaksanakan pada 35 pasien sebagai kelompok intervensi dan 35 pasien sebagai kelompok kontrol yang diberikan perawatan dan edukasi standard. Pada kelompok intervensi diberikan edukasi dalam dua fase. Pada fase pertama pasien diberikan edukasi tentang pemilihan tipe dialisis yang terbaik untuk pasien antara self care dialisis dan peritoneal dialisis dengan menggunakan media booklet. Kemudian dilanjutkan dengan penayangan video dengan topik yang sama selama 15 menit. Setelah dua minggu kemudian, fase kedua dilaksanakan yaitu dilakukan sesi interaktif dengan tiga sampai enam pasien beserta anggota keluarga. Hasil dari penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna yaitu pada kelompok intervensi didapatkan 82,1% yang bermaksud untuk memulai dialisis dengan self care dialisis dibandingkan dengan kelompok kontrol sebanyak 50%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah intervensi edukasi dengan menggunakan media booklet, video dan pertemuan group dalam dua fase dapat meningkatkan proporsi pasien yang bermaksud memulai dialisis dengan self care dialisis. 4.1.2 Effect of an educational program on the predialysis period for patients with chronic renal failure. Inaguma, et al (2006) Penelitian yang dilaksanakan di Tosei General Hospital, Japan ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas program edukasi pada pasien CKD predialisis. Penelitian
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
60
dilakukan pada 176 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok partisipan sebanyak 70 pasien yang mengikuti program edukasi dan kelompok non partisipan sebanyak 106 pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan secara memadai sebelum inisiasi dialisis akan mendapatkan hasil yang efektif terhadap kondisi fisik pasien terhadap nilai laboratorium meliputi serum albumin, hemoglobin, dan hematokrit, lama hari rawat dan beaya yang dibutuhkan pasien saat dilakukan inisiasi dialisis. 4.1.3 Reducing early mortality in patients on dialysis : lessons from the right start program. Wingard (2009) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi RightStart program terhadap penurunan tingkat kematian pada pasien dialisis. RightStart program merupakan program khusus yang didesain untuk semua pasien baru yang dilakukan dialisis untuk diberikan edukasi selama 3 bulan yang dikoordinasikan oleh perawat case manager. Edukasi diberikan meliputi intensif edukasi yang berfokus pada kesehatan self management dan rehabilitasi, konseling nutrisi oleh dietitian, intervensi yang berfokus pada manajemen anemia, dosis dialisis yang adekuat, pengaturan diet, medikal review, support logistik serta support psikososial. Pertemuan ini dilakukan satu atau dua kali dalam seminggu pada bulan pertama dan selanjutrnya setiap satu atau dua minggu dalam dua bulan terakhir. Hasil penelitian tersebut terdapat penurunan sebesar 41% tingkat kesakitan dan kematian dini pada 90 hari pertama dilakukan dialisis. 4.1.4 Developing a decision support intervention regarding choice of dialysis modality. Loiselle, et al (2011) Penelitian ini dilaksanakan di Canada dengan menggunakan mixed method design untuk mendukung pasien didalam membuat keputusan tentang terapi pengganti ginjal sesuai dengan yang dibutuhkan. Perawat juga diberikan edukasi untuk meningkatkan kompetensi didalam melaksanakan pengambilan keputusan sesuai dengan petunjuk dari the ottawa decision support framework. Hasil dari studi ini menunjukkan adanya pengembangan intervensi yang meningkatkan kualitas dari pembuatan keputusan berdasarkan modalitas dialisis serta mengembangkan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
61
keterampilan perawat didalam mendukung keputusan yang diambil oleh pasien dan keluarga. 4.1.5 Multidisciplinary CKD care enhances outcomes at Dialysis Initiation. Dixon, et al (2011) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas multidisciplinary care model pada pasien yang dilakukan inisiasi dialisis. Penelitian ini dilakukan menggunakan retrospective design terhadap 89 pasien pada kelompok intervensi dan 82 pasien pada kelompok kontrol yang menerima traditional nephrology care. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah pemasangan fistula pada pasien dialisis(60,7% vs. 21%, p< 0,001), jumlah fistula yang digunakan pada inisiasi dialisis(40,4% vs.12,3%, p<0,001) dan manajemen anemia dengan peningkatan kadar hemoglobin(10,9g/dL vs. 10,0g/dL, p=0,003). Pasien yang menerima multidisciplinary care terdapat penurunan sebanyak 42% masuk rawat inap saat dilakukan inisiasi dialisis. 4.3
Pelaksanaan Praktik Keperawatan Berdasarkan Pembuktian
Pelaksanaan praktik keperawatan berdasarkan evidence based nursing yaitu melaksanakan intervensi edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik di ruang rawat inap lantai V selatan RSUP Fatmawati selama periode melaksanakan kegiatan residensi tiga dengan waktu delapan minggu. Kegiatan EBN diawali dengan permohonan izin melaksanakan kegiatan praktik kepada kepala ruangan serta kepala instalasi rawat inap.
Setelah
mendapatkan izin praktik lalu praktikan memberikan penjelasan kepada jajaran keperawatan selaku tim kesehatan. Tahap penjelasan ini bertujuan untuk mensosialisasikan kegiatan pelaksanaan evidence based nursing (EBN) tentang rencana program intervensi edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik dan agar kegiatan ini dapat dilanjutkan di ruang perawatan. Pelaksanaan intervensi edukasi diberikan kepada 11 pasien rawat inap dengan penyakit ginjal kronik. Pasien tersebut terdiri dari 7 pasien perempuan dan 4 pasien laki-laki. Berikut data karakteristik pasien yang dilakukan intervensi edukasi.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
62
Tabel 4.1. Profil pasien yang dilakukan intervensi edukasi di ruang lantai V selatan RSUP Fatmawati Ini tial
Usia (thn)
K
63
M M H S A K H W P S
48 54 45 50 34 51 58 45 44 58
S E X P P P L L P P L L P P
Status nikah nikah nikah nikah nikah nikah nikah nikah nikah nikah nikah nikah
Pe ker jaan IRT IRT IRT Pen jahit Supir IRT IRT Pensi unan Swas ta IRT IRT
Dx me dis CKD stage V CKD stage V CKD stage V CKD stage IV CKD stage III CKD stage V CKD stage V CKD stage V CKD stage V CKD stage V CKD stage V
Nilai Laboratorium Ur Cr hb mg/dl mg/dl g/dl 116 4,9 6,3
Pernah mendapat informasi belum
Keadaan psikologis depresi
Rentang waktu intervensi 2 minggu
sedang 278
17,0
6,8
belum
depresi
2 minggu
sedang 173
9,4
9,4
sudah
depresi
2 minggu
sedang 75
2,1
9,9
sudah
depresi
2 minggu
sedang 68
2,0
7,3
belum
depresi
1 minggu
ringan 291
12,2
7,2
belum
depresi
1 minggu
sedang 101
7,0
8,3
sudah
depresi
3 minggu
sedang 141
8,1
7,8
belum
depresi
1 minggu
sedang 297
30,4
6,4
belum
depresi
1 minggu
sedang 201
15,6
8,0
belum
depresi
2 minggu
sedang 81
5,1
8,0
belum
depresi
2 minggu
sedang
Dari data tersebut diatas dapat diketahui bahwa dari 11 pasien terdapat 7 pasien perempuan(63,6%) dan 4 pasien laki-laki(36,4%) serta diagnosa medis terdiri dari CKD stage 3 sebanyak 1 pasien(9%), CKD stage 4 sebanyak 1 pasien(9%) dan CKD stage V sebanyak 9 pasien(82%). Pasien yang dilakukan intervensi edukasi didapatkan nilai rata-rata pemeriksaan fungsi ginjal ureum 165,6mg/dl, kreatinin 10,3mg/dl dan hemoglobin 7,8g/dl. Sedangkan pasien yang sudah mendapatkan informasi awal tentang kondisi penyakitnya dari tenaga kesehatan adalah berjumlah 3 pasien(27,3%) dan yang belum mendapatkan informasi berjumlah 8 pasien(72,7%). Kondisi psikologis semua pasien berada dalam keadaan depresi, paling banyak berada pada depresi sedang(91%) dan waktu intervensi yang diberikan adalah antara 1 sampai 3 minggu perawatan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
63
Adapun hasil dari intervensi edukasi pada pasien penyakit ginjal kronik untuk merencanakan inisiasi dialisis didapatkan sebanyak 7 pasien(63,6%) menerima yang terdiri dari 5 pasien melaksanakan inisiasi hemodialisis karena sudah ada indikasi untuk HD sementara 2 pasien akan mengikuti program pengobatan secara teratur dan melaksanakan perilaku hidup sehat, sedangkan sebanyak 4 pasien (36,4%) menolak untuk dilakukan inisiasi dialisis.
Tabel 4.2. Hasil intervensi edukasi terkait respon pasien dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik
No
Initial
Stage CKD
Hasil
Alasan
1
K
CKD stage V
Menerima
Pasien dilakukan inisiasi hemodialisis
2
M
CKD stage V
Menerima
Pasien dilakukan inisiasi hemodialisis
3
M
CKD stage V
Menerima
Pasien dilakukan inisiasi hemodialisis
4
H
CKD stage IV
Menerima
5
S
CKD stage III
Menerima
6
A
CKD stage V
Menolak
Pasien akan kontrol teratur dan mengikuti program pengobatan serta melaksanakan perilaku hidup sehat Pasien akan kontrol teratur dan mengikuti program pengobatan serta melaksanakan perilaku hidup sehat
7
K
CKD stage V
Menerima
Pasien dilakukan inisiasi hemodialisis
8
H
CKD stage V
Menolak
Pasien pulang dari perawatan
9
W
CKD stage V
Menolak
Pasien pulang dari perawatan
10
P
CKD stage V
Menolak
Pasien pulang dari perawatan
11
S
CKD stage V
Menerima
Pasien dilakukan inisiasi hemodialisis
Pasien pulang dari perawatan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
64
Diagram 4.1. Hasil intervensi edukasi : 63,6% menerima dan 36,4% menolak pada pasien penyakit ginjal kronik dalam merencanakan inisiasi dialisis
63,6% MENERIMA 36,4% MENOLAK
4.4
Pembahasan
Pelaksanaan intervensi edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis diberikan kepada pasien dengan penyakit ginjal kronik. Praktikan memberikan asuhan keperawatan kepada setiap pasien dengan melakukan pengkajian baik pengkajian bersifat universal sesuai kebutuhan perawatan diri pasien juga kebutuhan akan pembelajaran. Edukasi diberikan dengan menggunakan leaflet yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien serta penayangan video yang memuat tentang prosedur hemodialisis, perbedaan hemodialisis dan peritoneal dialisis serta testimoni oleh pasien yang telah melaksanakan hemodialisis secara rutin. Berdasarkan pengalaman praktikan melaksanakan edukasi maka terdapat beberapa hal yang dilaksanakan yaitu sebagai berikut: membina trust dengan cara melaksanakan asuhan keperawatan langsung serta bersifat empati kepada pasien dan keluarga, menawarkan terlebih dahulu kepada pasien dan keluarga untuk bersedia diberikan penjelasan tentang penyakit dan pengobatannya, mengatur dan meluangkan waktu yang tepat sesuai dengan kondisi fisik dan psikologis pasien, memberikan pujian atau respon positif kepada pasien dan keluarga, menjadi pendengar yang baik bagi pasien, menahan emosi saat terdapat ketidaksesuaian pengambilan keputusan oleh pasien serta kegiatan edukasi dilakukan dengan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
65
sabar, ikhlas dan tulus untuk membantu pasien dan keluarga didalam mengambil keputusan menjalani dialisis. Menurut Manns et al(2005) mengatakan bahwa persiapan inisiasi dialisis mulai dilaksanakan pada pasien CKD stage III dan stage IV dimana pasien diberikan edukasi tentang penyakit ginjal, pemberian diet serta penjelasan yang lebih spesifik tentang perbedaan modalitas terapi pengganti ginjal. Kegiatan ini diberikan oleh perawat, dietisian dan pekerja sosial. Kemudian pasien kontrol ke nephrologist dan multidisciplinary care team setiap tiga sampai enam bulan. Pemberian edukasi meliputi leaflet, video dan peer group dilaksanakan selama empat minggu dan waktu untuk tindak lanjut membutuhkan waktu selama 339 hari dan kemudian pasien dievaluasi terhadap perencanaan inisiasi dialisis. Berdasarkan waktu intervensi yang dilakukan pada pasien untuk merencanakan inisiasi dialisis hanya menggunakan waktu satu sampai tiga minggu, demikian juga kondisi pasien sudah berada pada keadaan CKD stage V, hal ini menjadi suatu keadaan krisis situasional yang harus dihadapi. Sangat pendeknya waktu intervensi serta kondisi pasien yang sudah pada end stage renal disease (ESRD) menjadi hal yang sangat sulit bagi pasien dan keluarga didalam mengambil keputusan untuk melaksanakan inisiasi dialisis. Dari keadaan tersebut hendaknya didalam merencanakan inisiasi dialisis terdapat hal-hal sebagai berikut: pemberian edukasi mulai dilaksanakan pada pasien dengan CKD stage III dan stage IV; kegiatan edukasi dilaksanakan di instalasi rawat jalan pada saat pasien kontrol ke klinik. Dengan demikian diharapkan progresivitas penurunan fungsi ginjal pasien dapat diperlambat dan pada saat pasien mempunyai indikasi untuk dilakukan dialisis maka pasien dan keluarga menjadi siap secara fisik dan mental. Untuk mengetahui kondisi psikologis pasien maka dilakukan pengkajian dengan menggunakan Beck Depression Inventory(BDI-II) yang bertujuan untuk mengetahui tingkat depresi pasien. Seluruh pasien berada dalam keadaan depresi dan paling banyak berada pada depresi sedang(91%). Keadaan ini akan memberikan dampak terhadap terjadinya konflik pengambilan keputusan bagi pasien dan keluarga terhadap rencana inisiasi dialisis. Menurut Finkelstein(2000)
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
66
dan Kimmel(2004) depresi merupakan masalah psikologis umum yang dihadapi pada pasien dengan end stage renal disease(ESRD). Gejala dan tanda depresi meliputi suasana hati yang rendah, kurangnya minat atau kesenangan dalam kegiatan hidup sehari-hari, insomnia, kelelahan, gelisah, tidak berdaya, putus asa dan rasa bersalah. Responden yang pernah mendapatkan informasi awal tentang perjalanan penyakit serta pengobatannya terdiri dari tiga pasien(27,3%). Hal ini dapat diterangkan bahwa dua responden yaitu Ny.M dan Ny.K adalah pasien yang sebelumnya pernah menjalani perawatan dimana pasien sudah dianjurkan untuk melaksanakan inisiasi dialisis namun menolak. Pada perawatan selanjutnya pasien masuk rawat inap dengan kondisi adanya tanda-tanda kelebihan volume cairan sehingga pengambilan keputusan untuk memulai inisiasi dialisis sangat diperlukan. Berdasarkan pengalaman praktikan, bahwa walaupun pasien sudah dalam perawatan ulang, namun konflik keputusan masih tetap terjadi pada pasien. Hal ini disebabkan kondisi pasien yang masih mengalami depresi, masalah finansial serta dukungan keluarga yang belum optimal. Peran perawat dalam kondisi demikian menjadi sangat penting untuk membantu pengambilan keputusan yang tepat bagi pasien dan keluarga. Pemberian edukasi perlu diulang lagi dengan menggunakan media leaflet dan video serta memberikan contoh nyata kepada keluarga pasien bila tindakan hemodialisis tidak dilaksanakan, senantiasa memberikan support mental dan dukungan kepada pasien dan keluarga dan menjadi pendengar yang baik serta bersikap sabar dalam memberikan edukasi. Dukungan keluarga yang tinggi akan membuat pasien khususnya pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis merasakan kenyamanan, perhatian, penghargaan dan bisa menerima kondisinya sehingga mengurangi stressor yang menjadi salah satu pemicu kejadian depresi pada pasien gagal ginjal kronis(Kimmel,2004). Berdasarkan hasil intervensi edukasi didapatkan data bahwa terdapat empat pasien(36,4%) yang menolak untuk direncanakan inisiasi dialisis walaupun kondisi pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (hemodialisis) untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah menurun.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
67
Berdasarkan data pasien yang menolak untuk direncanakan inisiasi dialisis didapatkan data bahwa nilai laboratorium fungsi ginjal berada pada nilai yang sangat tinggi yaitu: ureum 141-297mg/dl dan kreatinin 8,1-26,4mg/dl. Saat pasien menolak untuk dilakukan inisiasi dialisis maka praktikan mempersiapkan perencanaan pulang dengan memberikan edukasi meliputi: pengaturan diet yang harus dipatuhi(konsultasi dengan ahli gizi) dengan menjalankan restiksi cairan, diet rendah protein, rendah garam dan rendah kalium, kontrol dan minum obat secara teratur, menjalankan pola hidup sehat, menjelaskan tanda-tanda yang harus diketahui pasien dan keluarga agar pasien dibawa kembali ke rumah sakit segera mungkin bila terjadi seperti keluhan sesak berat, edema seluruh tubuh dan terjadi penurunan kesadaran. Berdasarkan pengalaman praktikan terdapat satu pasien yang menolak untuk inisiasi dialisis dan setelah tiga minggu pulang dari perawatan pasien tersebut kembali lagi dan dilakukan cito HD di IGD disebabkan kondisi pasien mengalami sesak berat, edema anasarka dan terjadi penurunan kesadaran. Pasien tersebut menjalankan kembali perawatan yang memerlukan waktu perawatan yang lama untuk dirawat di ruang high care unit dan dilanjutkan di ruang rawat biasa. Benomini et al(1985) dalam The Author(2005) berdasarkan studi observasi melaporkan bahwa inisiasi dialisis awal berhubungan dengan penurunan angka kematian dan kesakitan. Ketepatan keputusan inisiasi hemodialisis dan kualitas pelayanan kesehatan sebelum inisiasi hemodialisis menentukan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Shaefer&Rohrich(1999) dengan hasil bahwa pasien yang menjalani inisiasi dialisis tepat waktu mempunyai kualitas hidup yang baik dibandingkan pasien yang terlambat inisiasi. Usia harapan hidup pasien dapat mencapai lebih dari 75 tahun. Berdasarkan analisa dari masalah penolakan pasien untuk dilakukan inisiasi dialisis adalah disebabkan pasien masih berada pada kondisi depresi, rasa cemas yang tinggi, takut akan kematian, belum menerima tindakan HD, masih menanyakan kembali adakah obat yang diberikan sebagai pengganti HD,
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
68
dukungan keluarga yang belum optimal, masalah pembiayaan serta waktu penerimaan edukasi yang sangat pendek sehingga pasien dan keluarga merasa tidak siap akan tindakan yang diambil, dimana seharusnya pasien perlu dipersiapkan lebih awal sebelum pasien berada pada kondisi CKD stage V. Pada pasien dengan CKD stage III dan IV diberikan edukasi tentang perjalanan penyakitnya, perlunya kontrol dan melaksanakan pengobatan secara teratur, perlunya menjalankan diet yang diberikan, melaksanakan pola hidup sehat, dan tindakan terapi pengganti ginjal saat pasien sudah dalam keadaan terminal. Edukasi ini diberikan dengan tujuan untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal dan mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis pasien dan keluarga saat pasien memerlukan tindakan inisiasi dialisis. Terdapat hal yang menarik didapatkan bahwa setelah pengkajian awal pada pasien CKD stage III terdapat pola kebiasaan minum yang salah yaitu pasien kurang mengkonsumsi minum air putih, setiap hari minum teh botol sebanyak delapan botol karena cuaca yang panas saat bekerja, pasien merokok dua bungkus perhari dan pasien juga suka mengkonsumsi jamu seduh setiap minggu. Kebiasaa ini mengakibatkan nefrotoksik yang akan mempercepat penurunan fungsi ginjal pasien, namun setelah mendapatkan edukasi pasien mengerti tentang pentingnya merubah kebiasaan yang salah setelah pulang dari perawatan dan pasien juga mengerti tentang perjalanan penyakitnya. Kesimpulan dari penerapan EBN adalah intervensi edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis efektif terhadap peningkatan pemahaman pasien dan keluarga serta membantu pengambilan keputusan pada situasi kritis. Pelaksanaan edukasi untuk merencanakan inisiasi dialisis bukanlah proses yang pendek melainkan pasien harus dipersiapkan lebih dini dan kegiatan edukasi menjadi efektif bila diberikan di instalasi rawat jalan. Seleksi pasien sangat diperlukan dan pada saat pasien datang dengan kondisi CKD stage III, maka pasien sudah harus mendapatkan edukasi secara terstruktur, sistematis dan komprehensif agar pasien mengetahui keadaan penyakitnya dan memperlambat progresivitas dari penurunan fungsi ginjal. Apabila suatu saat pasien sudah berada dalam kondisi memerlukan tindakan dialisis maka diharapkan pasien dan keluarga menjadi siap baik secara fisik maupun mental.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
69
BAB 5 KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
Peran seorang perawat spesialis adalah sebagai klinisi, edukator, konsultan, konselor, administrator dan peneliti. Salah satu kompetensi yang dicapai dalam mengikuti kegiatan residensi spesialis keperawatan medikal bedah adalah melaksanakan kegiatan inovasi yang dilakukan oleh kelompok peminatan residensi perkemihan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan khususnya pada gangguan sistem perkemihan. 5.1 Analisa Situasi Praktik asuhan keperawatan pada gangguan sistem perkemihan dilaksanakan selama kegiatan residensi di RSUP Fatmawati dimana salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah dengan melakukan inovasi yang merupakan kerja kelompok didalam menerapkan intervensi edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik. RSUP Fatmawati adalah merupakan rumah sakit tipe A yang berorientasi sebagai rumah sakit pendidikan dan berada dibawah Kementrian Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berada di wilayah Jakarta Selatan. RSUP Fatmawati memberikan pelayanan sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai rumah sakit yaitu sebagai sarana preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif serta senantiasa mengikuti kebijakan pemerintah didalam memberikan pelayanan kesehatan bagi semua kalangan masyarakat. Ruang rawat inap lantai V selatan merupakan ruang rawat inap dewasa yang memberikan pelayanan kesehatan untuk masalah penyakit internis(non bedah). Pelayanan rawat inap dibagi menjadi tiga tim meliputi dua tim untuk ruang rawat biasa dan satu tim untuk ruang High Care Unit (HCU). Setiap tim dipimpin oleh seorang perawat primer dengan masing-masing mempunyai 20 kapasitas tempat tidur sedangkan untuk ruang HCU juga dipimpin oleh seorang perawat primer dengan kapasitas sebanyak enam tempat tidur. Berdasarkan hasil observasi serta
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
70
wawancara yang dilakukan dengan kepala ruangan, supervisor serta perawat ruangan bahwa setiap hari terdapat pasien yang dirawat dengan gangguan ginjal kronik baik pasien laki-laki maupun perempuan dan pasien juga ditempatkan di satu ruangan untuk pasien dengan diagnosa medis CKD(Chronic Kidney Disease). Perawat didalam memberikan asuhan keperawatan senantiasa menjalankan proses keperawatan meliputi pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan, pembuatan intervensi, pelaksanaan dan evaluasi. Peran perawat sebagai seorang edukator juga dijalankan kepada pasien yang menjadi tanggung jawabnya, namun pemberian edukasi kepada pasien dengan gangguan ginjal kronik(CKD stage V) belum dilaksanakan secara komprehensif dan terstruktur sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan bagi pasien dan keluarga untuk merencanakan inisiasi dialisis. Hal ini akan berdampak pada program pengobatan dan perawatan yang akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. 5.2 Analisa Penerapan Inovasi Untuk menerapkan inovasi maka dilakukan analisa SWOT(Strength, Weakness, Oportunity and Threat) di ruang rawat inap RSUP Fatmawati agar pelaksanaan inovasi dapat berjalan dengan baik. Adapun hasil analisa didapatkan data sebagai berikut: Strength(SDM perawat sebagian besar berusia muda sehingga mempunyai semangat kerja yang tinggi, keinginan belajar dan berkembang serta bersikap loyal kepada institusi), Weakness(belum mempunyai tim edukasi CKD, belum tersedia materi edukasi terkait dengan prosedur dan macam dialisis), Oportunity(tersedia ruang edukasi bagi pasien dan keluarga, banyaknya pasien CKD yang dirawat inap) dan Threat (adanya penolakan pasien CKD stage V yang akan dilakukan inisiasi dialisis). 5.3
Kegiatan Inovasi
Kegiatan inovasi ini merupakan kerja kelompok dengan membuat media edukasi berupa leaflet, booklet dan video untuk merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik. Berdasarkan diskusi kelompok maka materi leaflet dibuat sebanyak tujuh buah yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien yaitu: penyakit ginjal kronik, sayangi ginjal anda, terapi pengganti ginjal, hemodialisis, peritoneal
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
71
dialisis, pengaturan diet pada pasien gagal ginjal kronik dan tips untuk konsumsi bahan makanan dan minuman. Booklet edukasi dibuat sebanyak dua buah meliputi: sehat dengan penyakit ginjal kronik dan memulai dialisis. Adapun materi video meliputi prosedur hemodialisis, prosedur peritoneal dialisis dan testimoni oleh pasien yang sudah menjalankan hemodialisis. 5.4 Desiminasi Awal Program Inovasi Kegiatan inovasi diawali dengan dilakukan desiminasi dihadapan kepala ruangan, wakil kepala ruangan, perawat supervisor, komite keperawatan, kepala instalasi rawat inap dan bidang keperawatan. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan dukungan, masukan serta saran terhadap kegiatan inovasi yang akan dilaksanakan. 5.5
Melaksanakan Program Inovasi
Pada kegiatan inovasi ini praktikan membuat video sebagai media untuk merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik. Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga minggu dengan beberapa kegiatan antara lain: mengambil gambar tentang prosedur insersi saat dilaksanakan hemodialisis di unit Hemodialisis RSUP Fatmawati, pengambilan gambar penyampaian testimoni oleh responden yang telah melaksanakan dialisis serta penyampaian materi booklet kepada para perawat di ruang rawat inap. 5.5.1 Pembuatan Video Prosedur Hemodialisis Dan Testimoni 5.5.1.1 Pemilihan Responden Responden yang diambil gambarnya untuk prosedur tindakan insersi saat hemodialisis adalah salah seorang pasien yang sedang menjalankan hemodialisis di RSUP Fatmawati. Pemilihan responden untuk pemberian testimoni adalah berdasarkan hubungan yang sudah terbina antara responden dengan praktikan serta adanya perbedaan usia dan lamanya responden menjalankan hemodialisis. Responden yang diikuti dalam pemberian testimoni berjumlah dua orang yaitu Nn.M(18 tahun) dan Bp.A(60 tahun). Nn.M adalah responden yang sudah menjalankan hemodialisis selama satu tahun di unit hemodialisis RSUP Fatmawati dan Bp.A merupakan responden yang sudah menjalankan hemodialisis
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
72
selama enam tahun di unit hemodialisis RSIJ Cempaka Putih. Praktikan sudah mengenal baik dan membina hubungan komunikasi dengan Nn.M dan Bp.A. Praktikan mengenal Nn.M dan ibunya semenjak melaksanakan praktek residensi di unit hemodialisis RSUP Fatmawati serta membina hubungan komunikasi dengan Nn.M melalui media sms(short massage service). Nn.M merupakan siswa SMA kelas tiga dan dilakukan hemodialisis akibat penyakit ginjal yang diderita dengan riwayat minum yaitu kurang mengkonsumsi minum air putih dan setiap hari mengkonsumsi minum teh gelas siap saji dan minuman bersoda. Sedangkan Bp.A merupakan tetangga dari praktikan sendiri dan mempunyai hubungan yang sangat baik. Bp.A sebagai seorang kepala keluarga dan bekerja menjadi kepala sekolah STM di Jakarta dengan riwayat pola makan dan minum yaitu senang mengkonsumsi bebek setiap harinya dan meminum minuman berenergi setiap hari. 5.5.1.2 Persiapan Responden Persiapan awal pengambilan gambar saat insersi hemodialisis adalah dengan memberikan informasi kepada para perawat yang sedang bertugas serta kepada salah seorang pasien yang akan diambil gambarnya. Setelah mendapatkan persetujuan kemudian direncanakan waktunya untuk pengambilan gambar. Sedangkan untuk pengambilan gambar penyampaian testimoni adalah dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut kepada responden dan keluarga. Setelah mengerti dan mendapatkan persetujuan dari responden lalu dibuat perencanaan waktu serta petunjuk untuk hal-hal yang akan disampaikan saat penyampaian testimoni. Penyampaian materi dalam testimoni ini meliputi perkenalan diri, riwayat penyakit, pengalaman hidup dengan dialisis, exercise yang dilaksanakan, kendala yang dirasakan didalam mengatasi rasa haus dan motivasi yang diberikan untuk pasien lain saat akan menjalankan inisiasi dialisis.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
73
5.5.1.3 Pelaksanaan Kegiatan a) Pembuatan video prosedur hemodialisis Pengambilan gambar prosedur dialisis dilaksanakan di unit hemodialisis RSUP Fatmawati dan disesuaikan dengan waktu responden saat pelaksanaan hemodialisis. Praktikan sebelumnya melaksanakan kegiatan praktik di unit hemodialisis dengan mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan di ruangan. Setelah itu baru kemudian pada shift kedua pengambilan gambar dilaksanakan dan ada dua orang perawat yang ikut didalam pengambilan gambar ini. Hal ini bertujuan untuk memudahkan perawat didalam melaksanakan kegiatan insersi dan waktu yang dipergunakan menjadi lebih efektif. b) Pembuatan video penyampaian testimoni Pengambilan
gambar untuk
penyampaian testimoni
disesuaikan dengan
kesepakatan responden. Pada Nn.M pengambilan testimoni dilaksanakan bersamaan dengan kunjungan responden melaksanakan hemodialisis di unit hemodialisis RSUP Fatmawati dan waktu yang dibutuhkan hanya sekitar lima menit dan pengambilan gambar berjalan dengan baik. Sedangkan pada Bp.A pengambilan gambar untuk testimoni dilaksanakan di rumah responden dan waktu yang dipergunakan sekitar 12 menit. Pelaksanaan ini berjalan dengan lancar dan praktikan juga
memotivasi
kepada
semua
responden
untuk
senantiasa
menjalankan pola hidup sehat dan tetap bersemangat. c) Pemberian materi edukasi Pemberian materi edukasi kepada perawat diawali dengan penyampaian tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut kepada kepala ruangan, wakil kepala ruangan dan perawat supervisor. Kegiatan tersebut dilaksanakan di ruang rawat inap lantai V selatan dan diikuti oleh seluruh perawat yang bertugas pada shift pagi dan shift sore dengan terlebih dahulu diberikan pre test dan post test diakhir kegiatan. Adapun materi yang disampaikan antara lain: fungsi ginjal, penyakit ginjal kronik atau chronic kidney disease(CKD) meliputi: definisi, penyebab, tanda dan gejala, perhitungan
laju
filtrasi
glomerulus(LFG)
dan
tingkatan
CKD,
upaya
memperlambat progresivitas pada CKD, terapi pengganti ginjal, hemodialisis
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
74
(prosedur HD, akses pada sirkulasi darah pasien dan komplikasi), peritoneal dialisis (proses PD, persyaratan calon PD, keuntungan dan kelemahan PD dan kontra indikasi),
nutrisi pada CKD(pembatasan garam dan kalium, restriksi
cairan, tips mengurangi rasa haus) dan tata cara berkomunikasi dengan pasien untuk persiapan inisiasi dialisis. Tata cara berkomunikasi ini praktikan sebut dengan TERATAI yaitu T(tawarkan pasien untuk bersedia mendengarkan penjelasan, E(empati kepada pasien), R(respon positif / pujian senantiasa diberikan kepada pasien), A(atur dan luangkan waktu yang tepat), T(tahan emosi saat terdapat ketidaksesuaian dengan harapan), A(amati dengan cermat ungkapan pasien atau menjadi pendengar yang baik) dan I(ikhlas dan tulus membantu saat pengambilan keputusan). 5.6 Melaksanakan Evaluasi Kegiatan inovasi merupakan kerja kelompok untuk membuat media edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien gagal ginjal kronik. Media edukasi yang dibuat adalah berupa leaflet dan video untuk pasien sedangkan media booklet digunakan untuk perawat ruangan. Adapun hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan inovasi meliputi : 5.6.1 Evaluasi Terhadap Perawat Berdasarkan hasil evaluasi perawat terhadap pemahaman materi yang telah disampaikan maka didapatkan data sebagai berikut: Tabel 5.1 Tingkat pengetahuan perawat tentang CKD dan dialisis di ruang rawat inap lantai V Selatan RSUP Fatmawati No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Initial perawat R.A S.H P.C A.T I.P R.N F.T R.O T.L D.R P.I C.M D.H
Nilai Pre test 6 7 9 5 7 9 7 8 8 7 8 7 4
Nilai Post test 7 10 9 7 10 10 8 9 9 8 9 10 7
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
75
Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa nilai terendah pada pre test adalah nilai 4 sebanyak 1 orang(7,7%) dan nilai tertinggi adalah nilai 9 sebanyak 2 orang (15,4%) dan nilai rata-rata pre test adalah 7,3 sedangkan pada post test nilai terendah adalah nilai 7 sebanyak 3 orang(23,1%) dan nilai tertinggi adalah nilai 10 sebanyak 4 orang(30,8%) dan nilai rata-rata post test adalah 8,7.
Diagram 5.1 Tingkat pengetahuan perawat tentang CKD dan dialisis di ruang rawat inap lantai V Selatan RSUP Fatmawati
10 8 6
Nilai pre test
4
Nilai post test
2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13
5.6.2 Evaluasi Terhadap Pasien Pada kegiatan inovasi ini pelaksanaan edukasi diberikan kepada pasien penyakit ginjal kronik(CKD) stage V dengan menggunakan media leaflet dan video. Edukasi diberikan kepada empat pasien dengan hasil sebagai berikut: pasien yang menerima untuk dilakukan inisiasi dialisis sebanyak tiga pasien(75%) dan yang menolak sebanyak satu pasien(25%) dan pasien pulang dari perawatan. Pasien yang menolak adalah dikarenakan kondisi pasien yang masih dalam keadaan depresi, belum optimalnya dukungan keluarga, faktor finansial serta pendeknya waktu saat pasien memperoleh informasi.
Tabel 5.2 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
76
Hasil intervensi edukasi terkait respon pasien dalam merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik No
Initial
Diagnosa Medis
Hasil
1
Ny.AN
CKD stage V, hipertensi
Menolak
2
Ny.SS
CKD stage V, DM
Menerima
3
Ny. DK
CKD stage V, hipertensi
Menerima
4
Ny.SM
CKD stae V, hipertensi
Menerima
Diagram 5.2 Hasil intervensi edukasi: 75% menerima, 25% menolak pada pasien penyakit ginjal kronik dalam merencanakan inisiasi dialisis
MENERIMA MENOLAK
5.7
Pembahasan
Pemberian edukasi untuk merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik menggunakan media leaflet dan video, sedangkan media booklet diberikan untuk perawat. Untuk media video berisi tentang prosedur hemodialisis, dan testimoni yang diberikan oleh dua orang responden yang sudah menjalani hemodialisis. Pada pengambilan gambar untuk prosedur dialisis, praktikan mengambil gambar untuk tindakan insersi hemodialisis di unit hemodialisis RSUP Fatmawati, hal ini bertujuan agar pasien mendapatkan gambaran yang nyata tentang prosedur hemodialisis serta lingkungan yang akan digunakan saat pasien melaksanakan hemodialisis. Penjelasan dengan menggunakan video ini sangat membantu pasien didalam meningkatkan pengetahuannya tentang prosedur Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
77
hemodialisis sehingga dapat menurunkan rasa cemas pada pasien dan keluarganya. Pada penyampaian testimoni, praktikan menggunakan dua responden yang telah menjalankan hemodialisis. Karakteristik responden yang berbeda baik dari segi usia, jenis kelamin, lamanya waktu HD dan pekerjaan menjadi sumber informasi bagi pasien untuk dapat termotivasi terhadap tindakan hemodialisis. Pada pembuatan video ini praktikan tidak mengambil gambar untuk prosedur peritoneal dialisis serta testimoni dari responden yang telah melaksanakan peritoneal dialisis. Pengambilan gambar hanya bersumber dari internet, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu serta sumber informasi yang kurang didapat oleh praktikan. Namun demikian dari hasil observasi terhadap pasien dan keluarga setelah penayangan video tersebut maka dirasakan cukup membantu bagi pasien dan keluarga untuk mengetahui secara langsung tentang pengalaman responden yang telah melaksanakan hemodialisis. Hal ini menumbuhkan rasa keingintahuan pasien untuk berdiskusi tentang kondisi penyakitnya, dialisis yang akan dijalankan, mampu mengutarakan perasaannya serta dapat memotivasi pasien dan keluarga didalam mengambil keputusan untuk merencanakan inisiasi dialisis. Pada kegiatan inovasi ini terdapat hambatan yang dirasakan oleh praktikan didalam melaksanakan edukasi terhadap pasien dengan penyakit ginjal kronik. Pembentukan tim building belum terlaksana dan baru sebatas wacana yang akan ditindaklanjuti oleh jajaran keperawatan. Keadaan ini dikarenakan adanya persiapan pelaksanaan akreditasi JCI sehingga para perawat menjadi sulit untuk mengatur waktu dan berdiskusi tentang pembentukan tim building tersebut. Namun
dalam
pelaksanaan
kegiatan
di
ruangan,
praktikan
senantiasa
berkolaborasi dengan dietisian serta dokter yang merawat pasien khususnya pada pasien CKD stage V yang sudah memerlukan inisiasi dialisis. Berdasarkan journal tentang pelaksanaan edukasi untuk merencanakan inisiasi dialisis dilakukan kegiatan peer group yang diikuti oleh tiga sampai enam pasien beserta keluarganya. Kegiatan peer group ini diikuti oleh pasien dengan kondisi CKD stage III dan stage IV, dan pada kegiatan inovasi ini pelaksanaan peer group tidak terlaksana hal ini dikarenakan keadaan pasien yang tidak memungkinkan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
78
Pasien yang diberikan edukasi sudah dalam kondisi ESRD(CKD stage V) sehingga masalah fisik, psikologis menjadi hal yang tidak memungkinkan untuk dilakukan kegiatan peer group . Praktikan secara langsung memberikan edukasi ke pasien dan keluarganya di kamar pasien dengan menggunakan media leaflet dan video. Kegiatan rutinitas di ruang perawatan serta tenaga perawat yang kurang menyebabkan peran perawat sebagai edukator belum dilaksanakan secara optimal khususnya kepada pasien dengan penyakit ginjal kronik. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan, wakil kepala ruangan dan perawat supervisor maka dengan dilaksanakannya kegiatan inovasi ini diharapkan ruang rawat inap lantai V selatan menjadi ruangan pilot project untuk penerapan edukasi secara komprehensif dan terstruktur pada pasien CKD. Pasien yang masuk ke ruang rawat inap dengan penurunan fungsi ginjal (CKD stage III dan IV) diharapkan akan mendapatkan informasi secara terstruktur dari tim multidisiplin mengenai perjalanan penyakit, pengaturan diet, kontrol dan pengobatan rutin, perilaku hidup sehat serta terapi pengganti ginjal. Sehingga dengan demikian diharapkan akan memperlambat progresivitas penurunan fungsi ginjal serta pasien dan keluarga akan mengerti dan menerima baik fisik maupun psikologis saat pasien memerlukan tindakan terapi pengganti ginjal.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
79
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan diuraikan simpulan dan saran dari hasil analisis seluruh kegiatan praktik residensi spesialis keperawatan medikal bedah didalam memberikan asuhan keperawatan dengan menerapkan teori self care Orem pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan, pelaksanaan evidence based nursing (EBN) serta kegiatan inovasi yang merupakan kerja kelompok dari residensi peminatan sistem perkemihan. 6.1
Simpulan
6.1.1 Teori self care Orem merupakan teori keperawatan yang dapat diaplikasikan pada asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem perkemihan yang memandang pasien sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk merawat dirinya sendiri agar dapat memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan mencapai kesejahteraan. 6.1.2 Kegiatan evidence based nursing melalui intervensi edukasi untuk merencanakan inisiasi dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik dapat meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga serta membantu pasien didalam membuat keputusan untuk merencankan inisiasi dialisis. 6.1.3 Kegiatan inovasi merupakan kerja kelompok didalam pembuatan media edukasi yang meliputi leaflet, booklet dan video. Hasil yang didapatkan bahwa penggunaan video memberikan gambaran yang jelas terhadap pemahaman pasien terhadap prosedur hemodialisis sehingga dapat menurunkan kecemasan pasien serta memotivasi pasien dan keluarga didalam merencanakan inisiasi dialisis. 6.2
Saran
6.2.1 Penerapan asuhan keperawatan dengan pendekatan teori self care Orem hendaknya dapat dipergunakan oleh perawat didalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
80
6.2.2 Intervensi edukasi dalam merencanakan inisiasi dialisis hendaknya dijadikan suatu program edukasi yang komprehensif, terstruktur dan sistematis sehingga peran perawat sebagai edukator dapat ditingkatkan dan mutu asuhan keperawatan menjadi lebih baik. 6.2.3 Pemberian edukasi terhadap pasien penyakit ginjal kronik membutuhkan waktu yang panjang, pasien dengan CKD stage III dan IV sudah harus diberikan edukasi dengan media yang mudah dipahami antara lain leaflet dan video agar pemahaman pasien menjadi meningkat dan pasien serta keluarga akan menjadi siap baik secara fisik maupun psikologis pada saat pasien memerlukan tindakan inisiasi dialisis.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Aggleton, P. dan Chalmers, H. (2000). Nursing Models and Nursing Practice, 2nd edition. Mac Millan Press, Basingstoke, Hampshire. Agrawal, M. dan Swartz,R. (2000). Acute Renal Failure. Am Fam Physician, 61:2077-2088. Alligood, M.R. dan Tomey, A.M. (2006). Nursing theory : utilization and application (3rd ed). St Louis, MO: Mosby/Elsevier. Avril, R. dan Heather, Mc.C. (2006). Chronic kidney disease: risk factors, assessment and nursing care. Nursing Standard, 20,10,48-55. Battistella, M. (2012). Management of depression in hemodialysis patients, The Canadian Association of Nephrology Nurses and Technologists Journal, 22,3. Beck, A.T. (1996). Beck Depression Inventory. The psychological corporation, Harcourt Brace & Company, San Antonio. Bellomo, R. et al. (2004). Acute renal failure: definition, outcome measure, animal models, fluid therapy and information technology needs. Crit Care, 8:204-212. Berman, A. et al. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinik. Jakarta : EGC. Black, R.A. dan Hawks, J.H. (2005). Medical surgical nursing clinical th management for positive outcomes. 7 Edition. Elsevier Saunders. St Louis Missouri. Broscious, S.K. dan Castagnola, J. (2006). Chronic kidney disease: acute manifestations and role of critical care nurses. Critical Care Nurse, 26,4:17. Chan, L.N. (2004). Nutrition support in acute renal failure. Curr Opin Clin Nutr Metab Care , 7:207-12. Clark, D.J. et al. (2003). Defining Nursing, Royal College of Nursing, Cavendish Square London. Corbin, J. dan Strauss, A. (1991). Comeback: Overcoming disability. In A. Albertch (Ed). Readings on Disability. Greenwich, CT: JAI Press. Daryani (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan inisiasi dialisis pasien gagal ginjal tahap akhir di RSUP Dr.Soeradji. FIK-UI.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Dennis, C.M. (1997). Self care deficit theory of nursing. concepts and applications. Toronto:Mosby. Dixon, J. et al. (2011). Multidisciplinary CKD care enhances outcomes at dialysis initiation. Nephrology Nursing Journal, 38, 2. Finkelstein, F.O. dan Finkelstein, S.H. (2000). Depression in chronic dialysis patients: assessment and treatment. Nephrol Dial Transplant . 15:19111913. Fry, A.C. dan Farrington, K. (2006). Management of acute renal failure. Postgrad Med J, February; 82(964): 106-116. Headley, C.M. dan Wall, B. (2000). Advanced practice nurses: roles in the hemodialysis unit. Nephrology Nursing Journal, 27,2,177. Ignatavicius dan Workman, M.L. (2006). Medical surgical nursing : critical thinking for collaborative care. 5 Edition. Elsevier Saunder. St Louis Missouri. Inaguma, et al (2006). Effect of an educational program on the predialysis period for patients with chronic renal failure. Clin Exp Nephrol, 10:274-278. Isserbacher, K.J. et al. (2000). Harisson Prinsip-prinsip penyakit dalam. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1256-1272, 1425-1435. Kallenbach, et al. (2005). Review of hemodialysis for nursing and dialysis personnel 7th edition. Elsevier Saunders. St Louis Missouri. Kieran, N. dan Brady, H.R. (2000). Clinical evaluation, management, and outcome of acute renal failure. In Johnson RJ and Feehally J (eds). Comprehensive Clinical Nephrology, 2nd ed.Mosby , 183-207. Kimmel, P.L. (2004). Psychosocial factors in dialysis patients. Diunduh dari http://www.nature.com/ki/journal/v59/n4/full/4492198a.html, diakses 4 Oktober 2013. Lamiere, N., Van Biesen, dan Vanholder, R. (2006). The Changing Epidemiology of Acute Renal Failure. Nephrology, 2(7):364-376. Loiselle, M.E., O’Connor, A.M., dan Michaud,C. (2011). Developing a decision support intervention regarding choice of dialysis modality. The Canadian Association of Nephrology Nurses and Technologists Journal, 21,3. Manns, B.J. et al. (2005). The impact of education on chronic kidney disease patients’ plans to initiate dialysis with self-care dialysis: a randomized trial. Kidney International, 68, 1777-1783.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Mehta,R.L. dan Chertow,G.M. (2007). Acute kidney injury network (Akin): Report of an initiative to improve outcomes in acute kidney injury. Critical Care, 11:31. Murphy, F. dan Byrne, G. (2010). The role of the nurse in the management of acute kidney injury. British Journal of Nursing, vol 19, no.3. Naidu, S. et al. (2012). Nursing management of patients with nephrostomy tube. ACI urology networking-nursing. NANDA. (2010). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia: NANDA International. National Kidney Foundation (2002). K/DOQI Clinical practice guideline for chronic kidney disease: evaluations, classification and stratification.http://www.kidneyorg/professionals/kdoqi/guideline ckd/htm. Notoatmojo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Pernefri. (2003). Konsensus dialisis perhimpunan nefrologi Indonesia. Jakarta. Pernefri. (2009). Konsensus gangguan mineral dan tulang pada penyakit ginjal Kronik. Jakarta. Perry, A.G. dan Potter, P.A. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek. Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC. Price, S.A dan Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC. Pusparini. (2000). Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. J Kedokteran Trisakti, Vol.19, No.3 115-124 Rich,W.M. (2001). Cancer of the cervix. Available from URL =http://www.gyn cancer.com/ cervix html. Riegel, B., Carlson, B., dan Moser, D.K. (2004). Psychometric testing of the self care of heart failure index. Journal of Cardiac Failure, 10(4),350-60. Roesli, R.M.A. (2008). Diagnosis & Pengelolaan Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury). Cetakan I, Jakarta: Puspa swara. Rosansky, S.J., et al. (2009). Initiation of dialysis at higher GFRs : is the apparent rising tide of early dialysis harmful or helpful. International Society of Nephrology. http://www.kidney-international.org. Rubin, N.E.T. dan Rubin, R.H.(1990). Uremia and host defenses. N Engl J Med ,322(11):770-1.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Schier, R.W., Wang, W., dan Poole, B. (2004). Acute Renal Failure : Definitions, Diagnosis, Pathogenesis and therapy. J. Clin. Invest, 114: 5-14. Shaefer, K. dan Rohrich, B. (1999). The dilemma of renal replacement in patients over 80 years of age. Nephrol Dial Transplant, 35: 35-36. Sirait, A.M. (1997). Ketahanan hidup penderita kanker serviks di RS dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. MOGI , 3: 182-88. Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. (2002). Brunner & Suddharth’s Textbook of medical-surgical nursing. 11th Edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. Sood, M.M., Sood, A.R., dan Richardson, R. (2007). Emergency management and commonly encountered outpatient scenarios in patients with hyperkalemia. Mayo clin proc, 82(12): 1553-1561. Strand, H., dan Parker, D. (2010). Effectiveness of medical compared to multidisciplinary models of care for adult persons with pre-dialysis chronic kidney disease: a systematic review. JBI Library of Systematic Reviews, 8(26),1058-1087. The Author. (2005). The initiation of dialysis. Nephrol Dial Transplant, 20 [Suppl 9]:ix3-ix7doi:10.1093/ndt/gfi1116. Thomas, N. (2002). Renal nursing (2nd ed). London United Kingdom: Science.
Elsevier
Toigo, G, et al. (2000). Expert working group on nutrition in adult patients with renal insufficiency (part2 of2). Clinical nutrition, 19 : 281-91. Vassalotti. J.A. et al. (2006). Targeted screening and treatment of chronic kidney disease. Dis Manage Health Outcomes, 14(16): 341-352. Walker, Abel, dan Meyer. (2010). The role of the pre-dialysis nurse in Zaeland. Renal Society of Australia Journal, 6, 1-5.
New
Wingard, R. (2009). Reducing early mortality in patients on dialysis: lessons from the rightstart program. Nephrology Nursing Journal, 36, 2. White,M.L. (2010). Spirituality and self care expanding self care deficit nursing theory. UMI proquest.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
RENAL DISEASE No
Pasien
Basic Conditioning Factor
Therapeutic Self Care Demand
Nursing Care Plan
1
Ny.NLE 31 tahun
Status menikah dengan 2 orang anak, pendidikan SMP, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, agama Islam, sumber pembiayaan Jamkesda, diagnosa medis : CKD stage V. Keluhan utama : sesak yang memberat, ekstremitas bengkak, muka bengkak, abdomen buncit, keluhan timbul sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan pernah dirawat di RSUD Cibinong karena sakit ginjal dan hipertensi serta pernah dilakukan cuci darah sebanyak satu kali. Pola minum pasien senang minum coca cola, kurang mengkonsumsi minum air putih dan pasien mengkonsumsi jamu bungkus sepet wangi sejak gadis berusia 17 tahun sampai pasien menikah dan mempunyai anak.
Pasien mengatakan sesak nafas, RR 22x/menit, TD130/80mmHg, HR 88x/menit, Suhu 36ºC, konjungtiva pucat, ronkhi(-), wheezing(-), suara nafas vesikuler, batuk(-). Oksigen terpasang 3 l/menit dengan nasal kanule. Ekstremitas bengkak (pitting odema+3), wajah sembab, abdomen buncit (lingkar perut 93cm), Foley catheter terpasang, produksi urin kuning jernih 750cc/24jam. TB 153cm, BB 50 kg (IMT 21,35kg/m²), makan habis setengah porsi. Hasil laboratorium : hemoglobin 7,3g/dl, ureum 270mg/dl, kreatinin 17,5mg/dl, albumin 2,50g/dl. Elektrolit: natrium 129mmol/l, kalium 5,41mmol/l. Pasien dan suami mengatakan adakah obat sebagai pengganti cuci darah.
Masalah keperawatan yang muncul adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan elektrolit, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, ketidakpatuhan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, electrolyte monitoring, vital signs monitoring, nutrition management, nutritional monitoring, anxiety reduction, self efficacy enhancement, teaching:individual , kolaborasi medikasi dan HD. Metode bantuan : guidance, support, directing, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : kelebihan volume cairan teratasi setelah 14 hari perawatan, hasil lab elektrolit normal, cemas teratasi, pasien mengetahui tentang kondisi penyakit dan pengobatannya serta pengaturan diet di rumah, pasien melaksanakan travelling HD.
2
Nn.DJ 23 tahun
Status belum menikah, mahasiswa, agama Islam, diagnosa medis: CKD stage V. Pasien kiriman dari poli bedah untuk dilakukan tindakan laparoscopy insersi Tenckhoff catheter. Riwayat penyakit sekarang diawali sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengeluh cepat lelah, pucat, sesak, kaki bengkak dan cepat kram. Pasien kemudian dirawat di RS Belitung dan kemudian dilakukan HD.
Pengkajian dilakukan setelah post Laparoscopy insersi Tenckhoff catheter. TD 110/80 mmHg, HR 84x/menit, RR 18x/menit, Suhu 37ºC, terdapat luka post operasi pemasangan Tenckhoff catheter di abdomen, balutan luka bersih, nyeri daerah post operasi, skala nyeri (VAS) 5, sesak tidak ada, edema pada kaki tidak ada, Infus terpasang KaEN mg3. Hasil hematologi : hemoglobin 9,7g/dl, feritin 486mg/dl, serum iron 180,0mg/dl, TIBC 211,0mg/dl. Fungsi ginjal : ureum 24 mg/dl, kreatinin 3,3mg/dl.
Masalah keperawatan yang muncul adalah nyeri akut, keletihan, resiko gangguan citra tubuh. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : pain management, relaxation therapy, fluid monitoring, vital signs monitoring,coping enhancement, teaching : individual. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 3 hari perawatan nyeri daerah post operasi berkurang, skala nyeri (VAS) 2, pasien dapat mobilisasi, daerah luka operasi baik, pasien sudah menerima keadaan tubuhnya terhadap pemasangan Tenckhoff catheter, pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya, HD tetap dilakukan 2 kali dalam
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
seminggu dan kontrol untuk penggunaan CAPD.
diajarkan
memulai
3
Ny.SA 34 tahun
Status menikah, pendidikan Akademi, agama Islam, suku Sunda.Diagnosa medis: Acute on CKD dd/ AKI dengan asidosis metabolik. Keluhan utama sesak dan batuk sejak satu minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit(SMRS). Sesak makin lama semakin berat dan jika terlentang pasien semakin sesak. Mual(+), muntah lebih dari 5 kali dan muntah makanan. Tenggorokan terasa gatal, pusing(+), lemas(+), gatal seluruh tubuh(+), kulit tampak kering(+), bengkak dikedua tungkai(+), BAB agak sulit, terakhir 2 hari yang lalu, BAK lancar namun tidak tahu warnanya. Makan pasien berkurang, sehari hanya beberapa sendok, minum juga berkurang sehari 2 gelas. Pasien mengatakan meminum jamu bungkus sekali dalam seminggu dan sudah berlangsung sejak setahun yang lalu, riwayat merokok dan minum alkohol tidak ada, riwayat penyakit ginjal, paru, jantung, hati disangkal. Terdapat benjolan pada leher kanan dan kiri serta ikut bergerak ketika menelan sejak setahun yang lalu serta pasien mengeluh sering berdebar dan keringatan.
Pemeriksaan tanda-tanda vital : TD 150/80 mmHg, HR 100x/menit, RR 26x/menit, Suhu 36ºC. Keadaan umum sakit sedang, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, oral hygiene baik, leher terdapat pembesaran kelenjar tiroid kanan dan kiri, pengembangan paru simetris, retraksi dinding dada(-), suara nafas vesikuler , ronkhi(-), wheezing(-), pitting edema kaki +3, BB saat pengkajian 40kg, TB 150cm (IMT 17,8kg/m²), Rontgen thorax : kardiomegali dengan awal bendungan paru. Hasil laboratorium : AGD (pH 7,175, pCO2 12,1mmHg, pO2 145,1mmHg, HCO3 4,4mmol/L), Hematologi (hemoglobin 4,3gr/dl, lekosit 19,2ribu/UL), Fungsi ginjal (ureum 291mg/dl, kreatinin 12,2mg/dl), Elektrolit(natrium 126mmol/L). Foley catheter terpasang, balance cairan +200cc. Pasien mengatakan tidak mau dilakukan Hemodialisa, perasaan mudah tersinggung dan marah.
Masalah keperawatan yang muncul adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh, keletihan, ansietas, konflik keputusan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : acid base management: metabolic acidosis ,electrolyte management, electrolyte monitoring, fluid management, fluid monitoring, nutrition management, teaching:individual, spiritual support, relaxation therapy, coping enhancement. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 10 hari perawatan keadaan umum pasien baik, konjungtiva masih pucat, sesak tidak, makan menghabiskan setengah porsi, pitting odema dikaki +1, balance cairan -100cc, pasien dapat beraktifitas di tempat tidur, pasien menolak dilakukan tindakan hemodialisa, edukasi diberikan meliputi diet, tanda dan gejala penyakit yang harus diwaspadai agar pasien segera ke rumah sakit kembali.
4
Ny.IH, 47 tahun
Status menikah, pendidikan SMA, agama Islam, suku Jawa, pembiayaan jamkesmas. Diagnosa medis : CKD stage V dengan overload. Keluhan utama sesak sejak dua bulan yang lalu sebelum masuk rumah
Pengkajian dilakukan di ruang rawat biasa (paska perawatan HCU) didapatkan data: TD 130/80mmHg, HR 88x/menit, RR 20x/menit, Suhu 36,8ºC. Keadaan umum sakit sedang, konjungtiva anemis, mukosa
Masalah keperawatan yang muncul adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh, keletihan, ansietas, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
5
Ny.SP 35 tahun
sakit(SMRS), bertambah berat sejak seminggu yang lalu. Pasien mengeluh lemas dan nyeri perut seperti ditusuk-tusuk sejak seminggu yang lalu. Sesak diperberat jika harus tidur terlentang, terjadi terus menerus dan tidak diperberat dengan kegiatan. Riwayat hipertensi sudah lima tahun namun tidak terkontrol, ayah dan kakak pasien juga menderita hipertensi, riwayat Dibetes mellitus(-), BAK normal dan dirasakan tidak ada penurunan jumlah urin, BAB normal, demam(+) tidak terlalu tinggi. Pasien sempat mengalami kejang tiga kali kemudian dipindahkan ke ruang rawat HCU.
bibir kering, suara nafas vesikuler, ronchi +/+, wheezing(-), sesak(+), wajah sembab, JVP 5+2cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, akral hangat. Pitting edema di kaki +2. Balance cairan (100cc). Hasil laboratorium : hemoglobin 6,3gr/dl, ureum 518mg/dl, kreatinin 25,2mg/dl, albumin 2,90 g/dl. Pasien akan dilakukan tindakan pemasangan CDL dan HD.
Intervensi : fluid management, fluid monitoring, nutrition management, teaching:individual, spiritual support, relaxation therapy. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 14 hari perawatan keadaan umum pasien baik, sesak tidak, wajah tidak sembab lagi, pitting odema di kaki +1, balance cairan -200cc, makan menghabiskan setengah porsi, terpasang catheter double lumen (CDL), pasien dipersiapkan untuk traveling HD.
Status menikah, pendidikan SMA, agama Islam, suku Sunda. Diagnosa medis : CKD stage V dengan overload dan hipertensi grade 2. Keluhan utama sesak sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit(SMRS), batuk pilek(-), demam(-), nyeri dada(-). Pasien tidur dengan 2 bantal, sulit tidur karena sesak. Pasien mengatakan sesak timbul dikarenakan telat HD sehari dari jadwal yang telah ditentukan. Nafsu makan menurun, mual(+), muntah(-), minum 600cc sehari, BAK ± 5kali sehari, BAB sulit, nafsu makan menurun. Pasien pertama kali didiagnosis gagal ginjal pada 1 bulan yang lalu, saati itu pasien datang dengan keluhan sesak, pasien disarankan untuk HD dan mendapat jadwal HD 2 kali/minggu di RSUD Fatmawati. Sampai saat ini pasien sudah menjalani HD 5 kali. Riwayat penyakit dahulu: DM(-),
Pada pengkajian didapatkan data: TD 140/100mmHg, HR100x/menit, RR 22x/menit, Suhu 36ºC. Kesadaran compos mentis, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, JVP 5+0cmH2O, kelenjar getah bening tidak teraba, suara nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), abdomen datar, bising usus normal, akral hangat, edema tidak ada. Pasien mengeluh perut melilit, keluar keringat dingin, skala nyeri (VAS ) : 6. Hasil laboratorium : hemoglobin 9,8g/dl, lekosit 11,1ribu/UL, ureum 122mg/dl, kreatinin 11,6mg/dl.
Masalah keperawatan yang muncul adalah nyeri akut, konstipasi, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakpatuhani. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : pain management, constipation management, fluid management, fluid monitoring, nutrition management,coping enhancement, teaching:individual. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 6 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, sesak tidak, BAB normal, mual tidak ada, muntah tidak ada, nafsu makan mulai membaik, makan dapat dihabiskan setengah porsi, pasien mengatakan akan patuh terhadap jadwal HD yang telah ditentukan.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
hipertensi(+) dan baru diketahui 1 bulan ini,asma(-),alergi(-). Dalam keluarga, Ibu pasien juga menderita hipertensi. 6
Tn.NT 51 tahun
Status menikah, pendidika SMA, agama Islam, suku Jawa, jaminan SKTM, Diagnosa medis: CKD stage V on HD dengan overload, anemia, gastropati. Keluhan utama sesak sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS), edema pada ekstremitas tangan dan kaki, batuk(+), BAK 4 kali sehari, BAB rutin setiap 2 hari sekali. Pasien sudah menjalani HD rutin 2 kali dalam seminggu sejak 2 bulan yang lalu di RSUP Fatmawati. Pasien mengatakan sering haus dan suka minum air putih melebihi jumlah yang telah ditentukan. Riwayat penyakit dahulu hipertensi(+) dalam 4 tahun terakhir, dan kakak pasien juga menderita hipertensi.
Hasil pengkajian didapatkan data: TD 150/80mmHg, HR 110x/menit, RR 23x/menit, Suhu 36ºC. Kesadaran compos mentis, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, leher terpasang CDL, kelenjar getah bening tidak teraba, tangan kanan terdapat cimino, pasien mengeluh sesak, oksigen terpasang 8 liter/menit NRM, suara nafas vesikuler, ronchi(+/+) basah halus, wheezing(-), abdomen datar, bising usus normal, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan(-), akral hangat, pitting edema +3 di kaki, kulit kaki terlihat kering. Hasil laboratorium : hemoglobin 7,0g/dl, ureum 111mg/dl, kreatinin 7,2mg/dl, albumin 2,40gr/dl, Elektrolit (natrium 131mmol/L, kalsium total 7,10mg/dl, magnesium 0,90mg/dl). Hasil Rontgen Thorax : CTR > 50%, pneumonia dengan efusi pleura duplex dan awal bendungan paru.
Masalah keperawatan yang muncul adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan elektrolit, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakpatuhan, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring,electrolyte management: hyponatremia, hypocalcemia, hypomagnesemia, nutrition management, skin care, wound care, self-efficacy enhancement, teaching:individual. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 15 hari perawatan keadaan umum pasien baik, sesak tidak, edema dikaki sudah berkurang (+1), perawatan luka di daerah cubiti pada pemasangan cimino dilakukan, istri dan pasien mengerti tentang manfaat pembatasan cairan, cara mengurangi rasa haus, dan pengaturan pemberian cairan dan diet.
7
Tn. DP 30 tahun
Status menikah dengan satu orang anak, agama Islam, pendidikan SMA, pekerjaan supir, jaminan pembayaran: KJS. Diagnosa medis CKD stage V on HD rutin dengan overload, hipertensi grade II. Keluhan utama sesak nafas disertai dengan nyeri dada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS). Nyeri dada seperti ditusuktusuk sampai ke punggung, nyeri dirasakan hilang timbul, dan dada terasa panas. Rasa perih di ulu hati sampai ke dada depan dan
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan didapatkan data TD 180/110mmHg, HR 110x/menit, RR 28x/menit, Suhu 36,5º C . Keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, konjungtiva anemis, bunyi nafas vesikuler, ronchi+/+, wheezing(-). Abdomen datar dan lemas, ekstremitas bawah pitting edema +3. Hasil laboratorium : hemoglobin 8,2g/dl, ureum 97mg/dl, kreatinin 6,4mg/dl, albumin 3,0gr/dl. Hasil rontgen thorax :
Masalah keperawatan yang muncul pada Tn DP adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, ketidakpatuhan, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. I Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, nutrition management, wound care, self-efficacy enhancement, teaching:individual. Metode bantuan : guidance, directing, support, teaching, providing the developmental environtment.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
8
Tn.RY 35 tahun
kadang disertai dengan keringat dingin. Keluhan tidak membaik dengan istirahat, memberat dengan aktifitas. Batuk(+), dahak(+) disertai darah kental sedikit dan makin lama makin berkurang. Sesak bila tidur telentang dan lebih enak dengan posisi setengah duduk. Bengkak pada ekstremitas tangan dan kaki. Pasien sudah menjalani HD rutin 2 kali dalam seminggu (Rabu dan Sabtu). Terpasang CDL di daerah leher bagian kanan. Pasien rencana pemasangan cimino.
kardiomegali dengan edema paru.
Evaluasi : setelah 10 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, sesak tidak ada, edema dikaki sudah berkurang (+1), pasien dilakukan pemasangan cimino, pasien mengerti tentang perawatan luka pada daerah pemasangan cimino, manfaat pembatasan cairan, cara mengurangi rasa haus, dan pengaturan pemberian cairan dan diet.
Status menikah dengan 2 orang anak, pendidikan SMA, pekerjaan swasta di perusahaan tekstil, suku Sunda. Diagnosa medis CKD stage V post HD cito a/i overload dengan anemia renal, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipertensi grade II. Masuk ke rumah sakit dengan keluhan sesak memberat sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS), tidak dipengaruhi dengan posisi. Saat batuk disertai darah, kedua kaki bengkak dan muka sembab. Pasien pernah dirawat di RS Fatmawati pada 3 minggu SMRS dengan keluhan yang sama dan pasien direncanakan cuci darah namun menolak. Riwayat hipertensi, diabetes melitus disangkal, dan produksi urin masih banyak. Sebelum sakit pasien sering mengkonsumsi minuman extra joss, kuku bima dan nutrisari setiap hari saat bekerja, konsumsi minum air putih jarang.
Dari hasil pengkajian didapatkan data TD 160/100mmHg, HR 86x/menit, RR 24x/menit, Suhu 37ºC. Konjungtiva pucat, leher terpasang CDL, suara nafas vesikuler, ronchi(+) di basal kanan bilateral, wheezing tidak ada, bunyi jantung regular, mur-mur dan gallop tidak ada. Abdomen datar dan lemas, nyeri tekan tidak ada, akral hangat, bengkak di kaki (pitting edema +3), wajah masih terlihat sembab, UMU dalam 24 jam (-600cc). IMT 18,1 kg/m². Hasil laboratorium : hemoglobin 7,0g/dl, ureum 240mg/dl, kreatinin 13,3mg/dl, Elektrolit (natrium 134mmol/l, kalium 6,40mmol/l, klorida 106mmol/l ), Analisa Gas Darah (pH 7,249, pCO2 28,1 mmHg, pO2 108 mmHg, HCO3 12mmol/l, O2 saturasi 99%), Hasil rontgen thorax : edema paru.
Masalah keperawatan yang ada adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakpatuhan, ansietas. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, acid-base management, nutrition management, self-efficacy enhancement, coping enhancement, teaching:individual. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 12 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, sesak tidak, edema dikaki sudah berkurang (+1), sembab di muka tidak ada, pasien mengerti tentang perawatan luka pada daerah pemasangan CDL, manfaat pembatasan cairan, cara mengurangi rasa haus, pengaturan pemberian cairan dan diet, pentingnya terapi HD yang dijalankan.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
9
Tn.MM 69 tahun
Status menikah , agama Islam, pendidikan SLTP, jaminan Jamkesda Bogor. Diagnosa medis CKD stage V dengan overload. Keuhan utama pasien mengalami sesak sejak 1,5 bulan sebelum masuk rumah sakit(SMRS). Keluhan sesak dirasakan hilang timbul dan lama kelamaan semakin memberat. Sesak dirasakan ketika pasien melakukan aktivitas ringan dan berat serta membaik saat istirahat. Pasien sering terbangun malam karena sesak. Pasien mengeluh pusing, mual dan muntah, nafsu makan menurun. Keluhan demam, batuk pilek tidak ada. BAB lancar, BAK sulit keluar (anyang-anyangan). Riwayat sakit jantung(+), kencing batu(+) pada tahun 1997. Pada 1,5 bulan yang lalu pasien menggunakan herbal dan minum air putih hanya sedikit.
Pada pengkajian didapatkan data : TD 120/80mmHg, HR 70x/menit, RR 24x/menit, Suhu 37ºC, konjungtiva pucat, JVP 5-2cmH2O, sesak, bunyi nafas vesikuler, ronchi(+), wheezing(-), bunyi jantung regular, mur-mur(-), gallop(-), abdmen buncit, shifting dullness(+), bising usus(+) normal, ekstremitas akral hangat, tangan dan kaki odema +3, TB 165cm, BB 72kg, (IMT 26kg/m²), intake (minum 1000cc) output (urine 600cc, IWL 500cc), balance cairan (-100cc). Hasil laboratorium : hemoglobin 6,2g/dl, ureum 233mg/dl, kreatinin 20,8mg/dl, Elektrolit (natrium 134mmol/l, kalium 7,98mmol/l, klorida 109mmol/l ), Analisa Gas Darah (pH 7,105, pCO2 13,3 mmHg, pO2 125 mmHg, HCO3 4,1mmol/l, O2 saturasi 98,7%), Hasil rontgen thorax : kardiomegali dengan gambaran bendungan paru dan efusi pleura kanan.
Masalah keperawatan yang ada adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan elektrolit : hiponatremi, hiperkalemi dan asam basa, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, cemas, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management:hiperkalemia, acid-base management, oxygen therapy, hemodialysis therapy, dialysis access maintenance, nutrition management, anxiety reduction, teaching:individual. Metode bantuan : guidance, directing, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 12 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, sesak tidak, edema bekurang dikaki dan tangan, pasien terpasang CDL dileher kanan dan mengerti tentang perawatannya, pasien dan istrinya memahami manfaat pengaturan diet dan pembatasan cairan, serta manfaat HD. Pasien pulang dari perawatan dan melakukan travelling HD.
10
Ny.EK 51 tahun
Status menikah, agama Islam, jaminan perawatan: jamkesda Depok. Diagnosa medis : CKD stage V, hiperkalemia ringan, DM type 2. Keluhan utama sesak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS), odema di ekstremitas tangan dan kaki , sembab di muka. BAK sedikit, warna kuning. Riwayat sakit Diabetes Melitus sudah 5 tahun, kontrol rutin tidak dilakukan, mual(+), muntah(-), pasien mengatakan setahun yang lalu dirawat di RS swasta dan dikatakan pasien perlu di cuci darah namun pasien menolak.
Dari hasil pengkajian didapatkan data : keadaan umum sakit sedang, TD 150/80mmHg, HR 92x/menit, RR 22x/menit, Suhu 36,6ºC, sesak(+), konjungtiva pucat, wajah sembab, JVP 52cmH2O, suara nafas vesikuler, ronkhi(-), wheezing(-), jantung:bunyi jantung I-II regular, mur-mur dan gallop tidak ada, abdomen lemas, bising usus normal, ekstremitas bawah odema +2. Balance cairan dalam 24 jam (+50cc) : intake (minum 700cc, IVFD 800cc), output(urine 950cc, IWL 500cc). Pasien menolak dilakukan HD, terlihat menangis, cemas,
Masalah keperawatan pada Ny.EK adalah kelebihan volume cairan, resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, konflik keputusan, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, hemodialysis therapy, dialysis access maintenance, nutrition management, anxiety reduction, decision making support, teaching:individual. Metode bantuan : guidance, directing, support, teaching, providing the developmental environtment.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
dan menanyakan tentang HD (depresi sedang). Hasil laboratorium: hemoglobin 8,3g/dl, ureum 122mg/dl, kreatinin 7,0mg/dl, Elektrolit (natrium 138mmol/l, kalium 5,45mmol/l, klorida 119mmol/l ), GDS 58mg/dl. Hasil USG abdomen: chronic renal disease bilateral.
Evaluasi : setelah 16 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, sesak tidak, edema bekurang dikaki, pasien setuju dilakukan HD, CDL terpasang. Pasien dan keluarga memahami tujuan, manfaat dan kepatuhan dalam menjalankan hemodialisa dan pasien pulang untuk travelling HD.
11
Tn.AR 72 tahun
Status menikah, agama Islam, jaminan perawatan: jamkesda Depok. Diagnosa medis : CKD stage V, penurunan kesadaran ec. ensefalopati uremikum. Keluhan utama pasien tidak bisa BAK sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS), setiap miksi keluar darah dan gumpalannya, pasien kesulitan BAK meskipun dengan mengejan, pasien juga mengeluh sesak nafas dan tidak membaik dengan perubahan posisi, pasien juga mengeluh kaki kiri bengkak. Pasien menyangkal tidak ada riwayat hipertensi, DM, asma atau alergi terhadap obatobatan. Kebiasaan pasien seorang perokok berat dan sudah berhenti sejak setahun yang lalu, pernah dirawat dengan nyeri dada dan pasien tidak kontrol rutin namun pasien justru mengikuti pengobatan alternatif meminum jamu-jamuan.
Dari hasil pengkajian didapatkan data : keadaan umum sakit berat, kesadaran soporo coma, GCS E1M2 V1. TD 108/57mmHg, HR 116x/menit, RR 28x/menit, Suhu 37ºC, sesak, konjungtiva pucat, leher terpasang CDL, ronchi basah kasar(+/-), wheezing(-), bunyi jantung regular, mur-mur(-), gallop(-), abdomen datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus normal, ekstremitas akral hangat, edema di kaki kiri +2, terdapat sistostomi. Balance cairan per 24 jam (-1550cc) : intake (minum 250cc per NGT, IVFD 100cc), output (urine 400cc, IWL 500cc, VF 1000cc). Hasil laboratorium: hemoglobin 8,2g/dl, lekosit 13.2ribu/UL, ureum 389mg/dl, kreatinin 23,3mg/dl, Elektrolit (natrium 192mmol/l, kalium 7,27mmol/l, klorida 97mmol/l ), albumin 2,90g/dl. Pasien dilakukan HD rutin dua kali seminggu di ruangan (HCU).
Masalah keperawatan pada Tn.AR adalah penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan elektrolit, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan perfusi jaringan prifer, defisit perawatan diri. Kategori bantuan : wholly compensatory. Intervensi : bed rest care, cardiac care, fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, oxygen therapy, hemodialysis therapy, dialysis access maintenance, nutrition management, bed rest care, teaching: family. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 3 hari perawatan keadaan umum pasien memburuk, kesadaran coma, sesak , edema di ekstremitas di kaki kiri +2, drain cystostomi (+), foley catheter (+), urine warna kuning, keluarga sudah mengetahui kondisi pasien dan menyatakan jangan di resusitasi bila pasien terjadi sesuatu, informed consent untuk do not resusitation (DNR) (+), pasien dipakaikan gelang warna ungu untuk identitas DNR. Sore hari jam 16.10 pasien dinyatakan meninggal dunia.
12
Tn.SS 68 tahun
Status menikah, agama Islam, perawatan: jamkesda Tangerang Diagnosa medis : CKD stage V melena ec. suspect gastritis hipertensi. Keluhan utama
Dari hasil pengkajian pada Tn.SS didapatkan data : keadaan umum sakit sedang. TD 150/80mmHg, HR 96x/menit, RR 28x/menit, Suhu 36,5ºC, konjungtiva pucat, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-),
Masalah keperawatan pada Tn.SS adalah nyeri kronik, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, kelemahan, risiko perdarahan, ansietas. Kategori bantuan : partially compensatory.
jaminan Selatan. on HD, erosiva, pasien
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
13
Tn.SH, 56 tahun
mengeluh BAB darah kental sejak satu hari yang lalu, darah berwarna kehitaman, jumlah banyak, frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari. Pasien mengeluh mual dan nyeri ulu hati yang dirasakan sejak dua tahun yang lalu, semakin memberat dua hari terakhir dan biasanya diobati dengan Mylanta. Sering bengkak terutama di kaki, riwayat penyakit dahulu : DM(+), Hipertensi(+), riwayat operasi angkat ginjal kanan 12 tahun yang lalu akibat adanya batu, operasi prostat 5 tahun yang lalu. BAK sering tersendat, riwayat mengkonsumsi kopi, alkohol, rokok (-)
wheezing(-), bunyi jantung regular, murmur(-), gallop(-), abdomen datar, hepar teraba tiga jari di bawah procecus xyphoideus, nyeri tekan, konsistensi padat, lien tidak teraba, bising usus normal, ekstremitas akral hangat. Nyeri ulu hati, skala nyeri(VAS) 5. TB 162cm, BB 47kg, (IMT 18kg/m²). Balance cairan (-100cc) , intake (minum 700cc, IVFD 500cc), output (urine800cc , IWL 500cc). Hasil laboratorium: hemoglobin 6,0g/dl, ureum 173mg/dl, kreatinin 9,0mg/dl, Elektrolit (natrium 136mmol/l, kalium 4,81mmol/l, klorida 106mmol/l ), albumin 3,30g/dl. SGOT 26U/l, SGPT 21U/l, GDS 153mg/dl. Hasil Rontgen thorax CTR >50%, cardiomegali dengan suspect bendungan paru, aorta kalsifikasi, infiltrat di parakardial kanan susp. Pneumonia. Hasil USG abdomen : ginjal kanan : post nefrektomi (un visualized), ginjal kiri : ukuran mengecil, proses kronis dengan multiple cyst.
Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, hemodialysis therapy, nutrition management, hemorrhage control, anxiety reduction, teaching: individual and family. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 7 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, kesadaran compos mentis, sesak tidak ada , melena tidak ada, nyeri ulu hati masih, edema di ekstremitas tidak ada, nafsu makan pasien perbaikan, nyeri ulu hati masih , skala nyeri (VAS) 2. Pasien dilakukan HD dua kali dalam seminggu dan dipersiapkan untuk travelling HD.
Status menikah, agama Islam, jaminan perawatan: Jamkesda Depok. Suku Jawa, pendidikan SMA. Diagnosa medis : CKD stage V, DM type 2, Hypertensi grade I dengan HHD. Keluhan utama pasien merasa mual dan muntah setiap kali makan sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), kepala pusing, pasien mengeluh telinga berdengung, batuk jarang, dahak(-), demam dan sesak disangkal, riwayat DM (+) sejak 1998, berobat teratur dengan glucophag 2x500mg, glikuidon 1x30mg,
Dari hasil pengkajian pada Tn.SH didapatkan data : keadaan umum sakit sedang. TD 150/80mmHg, HR 80x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,5ºC, konjungtiva pucat, THT dalam batas normal, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), JVP 5+0cmH2O, bunyi jantung regular, mur-mur(-), gallop(-), abdomen datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tak teraba, ekstremitas akral hangat, CRT <3”. TB 161cm, BB63kg, IMT 25kg/m². Hasil rontgen thorax : kardiomegali, efusi
Masalah keperawatan pada Tn.SH adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, keletihan, konflik keputusan., resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, nutrition management, anxiety reduction, decision making support, coping enhancement, teaching: individual and family. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
14
Ny.TA 51 tahun
rentang gula darah 200mg/dl, riwayat luka yang sulit sembuh dikaki (+) setahun yang lalu, dilakukan operasi, berobat teratur dan luka di kaki sembuh. Riwayat hipertensi tidak diketahui sebelumnya, riwayat baal pada kaki disangkal, riwayat sakit ginjal sebelumnya disangkal.
pleura bilateral. Balance cairan (-1100cc) , intake (minum 600cc), output (urin 1200cc , IWL 500cc) Hasil laboratorium: hemoglobin 7,8g/dl, ureum 141mg/dl, kreatinin 8,1mg/dl, Elektrolit (natrium 136mmol/l, kalium 4,92mmol/l, klorida 104mmol/l ), GDS 213mg/dl. Pasien menanyakan adakah obat sebagai pengganti HD, pasien belum siap bila harus dilakukan dialisis
Evaluasi : setelah 14 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, edema di kaki berkurang (+1), sesak tidak ada, pengajaran diberikan tentang perjalanan penyakit, kegunaan dialisis, terapi diet, pola hidup sehat. Pasien belum bersedia dilakukan inisiasi dialisis, pasien pulang dari perawatan.
Status menikah, agama Islam, jaminan perawatan: KJS, pendidikan SD, Ibu rumah tangga. Diagnosa medis : AKI dd/ akut on CKD, DM type 2. Keluhan utama nyeri perut sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS), nyeri didaerah ulu hati, terasa perih terus menerus, menjalar ke seluruh perut, nyeri tidak dipengaruhi oleh makan. Pada tujuh hari SMRS, pasien merasa mual dan tidak nafsu makan, muntah selama dua hari sebanyak 4-5 kali disertai makanan, BAB mencret cair, ampas(+), BAB setiap kali flatus. Dua hari SMRS pasien merasa lemas awalnya pada kaki kemudian seluruh badan, bila jalan harus dibantu, keluhan demam, sesak, batuk disangkal. Sekarang pasien merasa nyeri perut, mual dan muntah(-), mencret (-), lemas dan tidak nafsu makan, BAK jarang , pasien menderita DM sejak lima tahun yang lalu, kontrol teratur, minum obat gliguidin, diet(+), olahraga(-), mata buram sejak 3 bulan yang lalu, rasa kesemutan ditangan dan kaki disertai nyeri sendi di tangan, pasien juga menderita
Dari hasil pengkajian pada Ny.TA didapatkan data : keadaan umum sakit sedang, TD 140/80mmHg, HR 84x/menit, RR18x/menit, suhu 36,7ºC. konjungtiva pucat, mukosa bibir agak kering, JVP 5-2 cmH2O, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung I-II normal, mur-mur & gallop (-), abdomen buncit, bising usus (+) normal, nyeri tekan seluruh lapang abdomen, paling keras didaerah epigastrium, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, shifting dulnes(-), ekstremitas akral hangat, pitting edema di kaki +2. Hasil laboratorium hemoglobin 8,1g/dl, lekosit 13,1ribu/ul, ureum 265mg/dl, kratinin 6,7mg/dl, GDS 148mg/dl, elektrolit (natrium 131mmol/l, kalium 4,08mmol/l, chlorida 105mmol/l), EKg sinus rhytm, hasil rontgen thorax: CTR >50%.
Masalah keperawatan pada Ny.TA adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh, ansietas, keletihan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, nutrition management, anxiety reduction, energy management, decision making support, teaching: individual and family. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 14 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, edema di kaki berkurang (+1), sesak tidak ada, keluhan nyeri epigastrium berkurang, mual(-), muntah(-), pasien dapat menghabiskan porsi makan, CDL terpasang, pasien melaksanakan HD dan direncanakan untuk travelling HD.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
hipertensi sejak lima tahun yang lalu , minum obat amlodipin dan captopril, dalam keluarga nenek pasien menderita DM. 15
Tn.SW 45 tahun
Status menikah dengan satu orang anak, penddikan akademi, pekerjaaan swasta, agama Islam, sumber pembiayaan perawatan: KJS. Diagnosa medis CKD stage V, dyspepsia. Keluha utama lemah saat beraktifitas, mual dan muntah setiap kali makan semenjak dua minggu sebelum masuk rumah sakit(SMRS) dan nyeri tekan daerah epigastrium lalu pasien dirawat di puskesmas, keluhan muntah dan nyeri perut berkurang dan menghilang. Namun hasil hemoglobin masih rendah dan kemudian dirujuk ke RSUP Fatmawati untuk diberikan transfusi darah. Keluhan masih lemas, keluhan (demam,sesak dan bengkak) disangkal, BAK masih banyak warna biasa , nafsu makan berkurang dan pasien sudah 2 hari belum BAB. Pasien mengalami hipertensi ± 5 tahun yang lalu dan minum obat captopril namun tidak teratur dan ayah pasien juga menderita hipertensi.
Dari hasil pengkajian pada Tn.SW didapatkan data: keadaan umum sakit sedang, TD 130/80mmHg, HR 78x/menit, RR 20x/menit, Suhu 36,8ºC. konjungtiva anemis, JVP 5+3cmH2O, KGB tidak teraba, bunyi jantung I-II regular, suara nafas vesikuler, ronchi(-), wheezinhg(-), turgor kulit baik, edema ekstremitas (-), akral hangat, CRT <3”. Abdomen datar, lemas, bising usus normal, nyeri tekan (-). Hepar dan lien tak teraba, perkusi timpani, shifting dullness(-). Hasil laboratorium: hemoglobin 6,4g/dl, ureum 297mg/dl, kreatinin 30,4mg/dl, e GFr 1,65ml/menit, elektrolit (natrium 127mmol/l, kalium 4,43mmol/l, chloride 99mmol/l). Pasien mengatakan takut mati, menolak untuk dilakukan inisiasi dialisis, pengalaman paman pasien juga sudah dilakukan HD tapi tidak bertahan lama dan meninggal dunia.
Masalah keperawatan pada Tn.SW adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, keletihan, konflik keputusan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, nutrition management, anxiety reduction, decision making support, coping enhancement, teaching: individual and family. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 14 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, edema di kaki(-), sesak tidak ada, pasien masih lemah, pasien dan keluarga sudah diberikan edukasi, namun pasien menolak dilakukan inisiasi hemodialisis, pengajaran diberikan tentang perjalanan penyakit, kegunaan dialisis, terapi diet, pola hidup sehat.
16
Ny.PM 55tahun
Status menikah , agama Islam, pendidikan SLTA, Ibu rumah tangga, dirawat dengan diagnosa medis : CKD stage V, HT grade II, DM type 2, jaminan perawatan Jamkesmas Depok. Keluhan utama pasien sesak nafas satu minggu sebelum masuk rumah sakit(SMRS), sesak nafas terus menerus dan terutama dirasakan saat
Dari hasil pengkajian pada Ny.PM didapatkan data: keadaan umum sakit sedang, sesak(+), batuk(-), TD 160/90mmHg, HR89x/menit, RR20x/menit, Suhu 36,5ºC, JVP 5 +2cmH2O, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, THT dalam batas normal, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-),
Masalah keperawatan pada Ny.PM adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, keletihan, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, nutrition management, anxiety reduction, coping enhancement, teaching: individual, disease process..
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
17
Ny.DK 63 tahun
berbaring, tidak dipengaruhi oleh aktifitas, keluhan bengkak di kaki, tangan dan perut sejak tiga bulan SMRS, batuk jarang, demam disangkal, BAK berkurang 4x/hari, setiap kali ±200cc, belum BAB selama seminggu, mual dan muntah tidak ada, nafsu makan baik, pasien menderita hipertensi sejak dua tahun yang lalu, tidak minum obat, DM 2 tahun yang lalu dan minum obat glibenklamid 1x1 rutin, TB paru sudah 10 bulan yang lalu dan minum OAT selama 9 bulan, dan dinyatakan sembuh. Pasien merasa kakinya sering baal dan kebas.
bunyi jantung I-II regular, mur-mur dan gallop(-), abdomen buncit, bising usus (+) normal,nyeri tekan(+) daerah epigastrium, shifting dullness(+), ekstremitas akral hangat, CRT<2”, pitting edema +3 di kedua tangan dan kaki, balance cairan (+100cc) intake (minum 1000cc), output (urine 400cc, IWL 500cc). Hasil laboratorium: hemoglobin 7,2g/dl, ureum 204mg/dl, kretainin 13,2mg/dl , elektrolit (natrium128mmol/l , kalium 4,2mmol/l, klorida98mmol/l), hasil rontgen thorax : CTR >50%, efusi pleura kanan (+).
Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 12 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, edema di kaki berkurang (+1), sesak tidak ada, TTV dalam batas normal, nafsu makan membaik, balance cairan (-200cc), pasien melaksanakan hemodialisis dan direncanakan untuk travelling HD.
Status menikah , agama Islam, pendidikan SD, Ibu rumah tangga, jaminan perawatan Jamkesmas, diagnosa medis : Akut on CKD dd/ CKD stage V, herpes fasialis, anemia. Keluhan utama pasien mengeluh pusing terus menerus sejak satu minggu yang lalu, lemas(+), mual(-), muntah(-), batuk pilek(-), BAB keras warna hitam, BAK sering dan banyak, warna kuning jernih, pasien mengeluh kesemutan dan baal pada kaki, gatal-gatal seluruh badan, asma(-), alergi(-), penyakit jantung dan penyakit kuning disangkal, hipertensi(+), terdapat herpes zoster di telinga hingga leher dan pundak kiri, area sekitar hiperemis (+)
Dari hasil pengkajian pada Ny.DK didapatkan data : keadaan umum sakit sedang, batuk(-), sesak(-), TD 130/80mmHg, HR 80x/menit, RR18x/menit, Suhu 36,8ºC, JVP52cmH2O, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, THT dalam batas normal, herpes zoster di telinga hingga leher dan pundak kiri, area sekitar hiperemis (+), bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), bunyi jantung I-II regular, mur-mur dan gallop(), abdomen datar, lemas, bising usus(+) normal, nyeri tekan(-), ekstremitas akral hangat, CRT<2”, edema(-), balance cairan (+100cc) intake (minum 1100cc), output (urine 500cc, IWL 500cc). Hasil laboratorium: hemoglobin 6,3g/dl, lekosit 12,1ribu/ul, ureum 116mg/dl, kretainin 4,9mg/dl , feritin 1,044ng/ml, serum iron 8,0mg/dl, T1BC 181,0mg/dl, elektrolit (natrium 134mmol/l, kalium 5,26mmol/l,
Masalah keperawatan pada Ny.DK adalah kerusakan integritas kulit, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, keletihan, konflik keputusan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : skin care: topical treatments, fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, nutrition management, anxiety reduction, decision making support, coping enhancement, teaching: individual, disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 14 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, keluhan kulit di area leher dan telinga perbaikan, sesak tidak ada, TTV dalam batas normal, balance cairan (-200cc), nafsu makan mulai meningkat, pasien dapat menghabiskan setengah porsi makan, pasien dan keluarga setuju untuk dilakukan inisiasi hemodialisis, pasien direncanakan untuk travelling HD.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
klorida 103mmol/l). Hasil rontgen thorax : kardiomegali . 18
Ny.SS 58 tahun
Status menikah , agama Islam, pendidikan SD, Ibu rumah tangga, dirawat dengan diagnosa medis : CKD stage V , anemia, asidosis metabolik, jaminan perawatan Jamkesmas. Keluhan utama sesak berulang sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit(SMRS), nyeri dada(-), batuk(+) sulit keluar dahak, sakit kepala(+), pasien mengeluh mual, perih di ulu hati, muntah (-), bengkak diekstremitas(-), demam(-), BAB dan BAK normal(tidak ada keluhan), nafsu makan menurun, pasien mengeluh sudah lama tidak dapat berjalan karena lemas di kedua kaki, menderita DM sejak 13 tahun yang lalu. Saat ini kaki sering teras baal, mata buram, riwayat hipertensi belum lama, pasien kontrol gula darah sebulan sekali dan mendapat obat glukopak satu kali sehari.
Dari hasil pengkajian pada Ny.SS didapatkan data : keadaan umum sakit sedang, batuk(+), sesak(-), TD 150/90mmHg, HR 90x/menit, RR 16x/menit, Suhu 36,8ºC, JVP 5-1cmH2O, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, THT dalam batas normal, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), bunyi jantung I-II regular, mur-mur dan gallop(), abdomen datar, lemas, bising usus(+)normal, nyeri tekan(+) daerah epigastrium, ekstremitas akral hangat, edema(-), balance cairan(+100cc) intake (minum 1100cc), output(urine 500cc, IWL 500cc). Hasil laboratorium hemoglobin 8,3g/dl, ureum 97mg/dl, kretainin 5,1mg/dl GDS 102mg/dl, elektrolit (natrium 139mmol/l, kalium 5,18mmol/l, klorida 117mmol/l, fosfor 6,40mmol/l) . Hasil rontgen thorax :kardiomegali dengan tanda suspek awal bendungan paru.
Masalah keperawatan pada Ny.SS adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, keletihan, ansietas, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, nutrition management, anxiety reduction, coping enhancement, teaching: individual, disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 15 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, tanda kelebihan volume cairan tidak terjadi, sesak tidak ada, TTV dalam batas normal, balance cairan (-250cc), nafsu makan membaik, nyeri ulu hati berkurang, pasien dapat menghabiskan setengah porsi makan, pasien dan keluarga setuju untuk dilakukan inisiasi hemodialisis, pasien direncanakan untuk travelling HD.
19
Ny.AN 46 tahun
Status menikah , agama Islam, pendidikan SLTA, Ibu rumah tangga, dirawat dengan diagnosa medis : CKD stage V ,CHF. Jaminan perawatan Jamkesmas. Pasien datang dengan keluhan utama sesak memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS), sesak diperberat dengan aktifitas bila berjalan ±10 meter sudah terasa ngos-ngosan, tidur biasa dengan posisi setengah duduk, sering terbangun saat malam hari, sebelumnya
Dari hasil pengkajian pada Ny.AN didapatkan data : keadaan umum sakit sedang, batuk(-), sesak(+), TD 200/100mmHg, HR86x/menit, RR24x/menit,Suhu 37ºC, JVP5 +1cmH2O, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, bunyi nafas vesikuler, ronchi(+), wheezing(-), bunyi jantung I-II regular, mur-mur dan gallop(-), abdomen datar, lemas, bising usus(+) normal, ekstremitas akral hangat, edema di kaki +2 dan wajah
Masalah keperawatan pada Ny.AN adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, keletihan, konflik keputusan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, nutrition management, anxiety reduction, decision making support, coping enhancement, teaching: individual, disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
20
Ny.MA 27 tahun
pasien ada keluhan batuk satu minggu disertai dengan kaki bengkak, demam tidak ada, mual(+), nafsu makan menurun, muntah(-), BAK sering tetapi sedikitsedikit, riwayat hipertensi dan minum obat captopril 2x25mg, riwayat DM disangkal, setahun yang lalu pasien pernah dirawat di RSUP Fatmawati karena sakit ginjal, hipertensi dan jantung, sudah dianjurkan HD tapi pasien menolak.
sembab, balance cairan -200cc intake (minum 800cc), output (urine 500cc, IWL 500cc). Hasil laboratorium hemoglobin 4,8, ureum 201, cretainin 15,6, asam urat 9,0, GDS 82mg/dl, elektrolit (natrium 139, kalium 4,20, klorida 110, fosfor 8,00) albumin 3,20 g/dl . Hasil rontgen thorax :kardiomegali dengan tanda bendungan paru.
Evaluasi : setelah 18 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, keluhan bengkak di wajah dan kaki berkurang, sesak tidak ada, TTV dalam batas normal, balance cairan (-300cc), nafsu makan membaik, pasien belum setuju untuk dilakukan inisiasi hemodialisis. Persiapan pulang disiapkan, pasien diberi pengajaran pengaturan diet, restriksi cairan, kontrol rutin, tanda dan gejala yang perlu diwaspadai oleh pasien dan keluarga (sesak berat, edema anasarka, penurunan kesadaran) maka pasien harus segera dibawa ke rumah sakit.
Status menikah , agama Islam, pendidikan akademi, karyawan swasta, dirawat dengan diagnosa medis : CKD stage V on HD , HT grade 2, jaminan perawatan : KJS. Riwayat penyakit sekarang : pasien baru pulang dari perawatan di RSUP Fatmawati selama dua minggu dan dua hari yang lalu, pasien mengeluh sesak semakin memberat, bila naik tangga sesak memberat, lebih enak posisi duduk dari pada setengah berbaring, terbangun malam karena sesak (-), kaki bengkak(-), pasien juga mengatakan batuk, dahak sulit dikeluarkan, mual dan muntah(-), pasien sudah terpasang CDL dan sudah HD sebanyak tiga kali.
Dari hasil pengkajian pada Ny.MA didapatkan data : keadaan umum sakit sedang, batuk(+), sesak(+), TD 190/90mmHg, HR104x/menit, RR20x/menit,Suhu36,5ºC,JVP5+0cmH2O, konjungtiva anemis, edema periorbita, bunyi nafas vesikuler, ronchi(+) basah halus, wheezing(-), abdomen buncit, lemas, shifting dullness(+), bising usus(+) normal, ekstremitas akral hangat,edema(-), CRT <2 “, keluhan gatal diseluruh badan, sering menggaruk,bekas ruam tampak di sekitar kelopak mata, bibir bengkak terasa gatal, daerah selangkangan juga gatal. Hasil laboratorium hemoglobin 6,6g/dl, ureum 137mg/dl, kretainin 14,7mg/dl, lekosit 11.400ribu/ul, elektrolit (natrium 143mmol/l, kalium 3,91mmo/l, klorida 105mmol/l, magnesium 2,1mmol/l, fosfor 9,10mmol/l). Hasil Rontgen thorax : CRT >50%, infiltrat di basal paru dextra.
Masalah keperawatan pada Ny.MA adalah gangguan rasa nyaman: gatal, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, keletihan, ketidakpatuhan, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : skin care: topical treatments, fluid management, fluid monitoring, nutrition management, coping enhancement, teaching: individual, disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 14 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, keluhan gatal berkurang, sesak nafas tidak ada, TTV dalam batas normal, balance cairan (200cc), nafsu makan baik, IDWG 1,5kg. pasien mengerti tentang pembatasan cairan dan tindakan HD yang dilaksanakan.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
21
Tn.AK 24 tahun
Status belum menikah, agama Islam, pendidikan SLTA, jaminan perawatan jamkesda, diagnosa medis CKD stage V. Pasien rujukan dari RS Melia, riwayat HD rutin di RS Melia dua kali seminggu (selasa, jum’at), terdapat cimino di lengan kiri. Pasien mengeluh sesak sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS), sesak dirasakan memberat sehingga tidak bisa beraktivitas, selain itu pasien juga mengeluh batuk tidak berdahak. Pasien mengatakan sebelum sesak dan batuk memakan kolak pisang, riwayat BAK lancar, bening, BAB normal, mual dan muntah(-), demam(-), asma(-), alergi(-), riwayat penyakit keluarga: ayah menderita hipertensi. Pasien HD sejak satu bulan yang lalu, pasien sudah didiagnosa CKD sejak dua bulan yang lalu, riwayat minum kuku bima dua kali sehari semenjak kelas 3 SMA, minum alkohol(+), merokok(+).
Dari hasil pengkajian pada Tn.AK didapatkan data: keadaan umum sakit sedang, batuk(+), sesak(+), TD 180/100mmHg, HR120x/menit, RR20x/menit, Suhu 36,6ºC, JVP5-2 cmH2O, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), abdomen datar, lemas, shifting dullness(-), bising usus (+) normal, hepar dan lien tak teraba, ekstremitas akral hangat, edema (-), CRT <2 “. Hasil laboratorium hemoglobin 5,9g/dl, ureum 133mg/dl, kretainin 9,6mg/dl, golongan darah B rhesus (+), lekosit 13,4ribu/ul.
Masalah keperawatan pada Tn.AK adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, keletihan, ketidakpatuhan, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, nutrition management, coping enhancement, energy management, teaching: individual, disease process, diet. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 7 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, keluhan sesak nafas berkurang, TTV dalam batas normal, balance cairan (-250cc), IDWG 2kg. pasien mengerti tentang pembatasan cairan dan pengaturan diet untuk dirumah.
22
Ny.NB 44 tahun
Status menikah, agama Islam, pendidikan SLTA, sebagai ibu rumah tangga, dirawat dengan diagnosa medis : CKD stage V, edema anasarka, DM type 2, jaminan perawatan : Jamkesmas. Pasien rujukan dari RSUD Depok, keluhan utama bengkak seluruh tubuh sejak dua minggu yang lalu, bengkak diawali dari tungkai sejak 6 bulan yang lalu dan bertambah berat hingga ke perut dan lengan, bengkak semakin lama semakin membesar, pasien juga mengeluh pusing yang hilang timbul ,
Dari hasil pengkajian pada Ny.NB didapatkan data: keadaan umum sakit sedang, batuk(+), bengkak(+) diwajah, abdomen, ekstremitas tangan dan kaki, sesak(+), TD 180/90mmHg, HR90x/menit, RR22x/menit, Suhu 36,5ºC, JVP 5+0cmH2O, bunyi nafas vesikuler, ronchi(+), wheezing(-), abdomen buncit, lemas, shifting dullness(+), bising usus(+) normal, ekstremitas akral hangat, pitting edema di ekstremitas +3, CRT <2 “. Hasil laboratorium hemoglobin 8,3g/dl, ureum
Masalah keperawatan pada Ny.NB adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, keletihan, konflik keputusan. Kategori bantuan : partially compensatory.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, nutrition management, anxiety reduction, decision making support, coping enhancement, teaching: individual, disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment.
23
Ny.MR 38tahun
sulit buang air besar sejak 2 hari yang lalu. Pasien mempunyai riwayat DM sejak 4 tahun yang lalu, jarang kontrol gula darahnya. Pasien minum obat mitformin, glibenklamid, captopril, ISDN. Pasien pernah mengalami tanda hipoglikemi pada bulan Desember yang lalu dan riwayat Hipertensi sejak 2 tahun yang lalu. Pasien sering terbangun untuk BAK, sering haus dan merasa lapar, kaki sering terasa kesemutan, nyeri pada kaki yang terkadang timbul pada malam hari, riwayat luka di kaki beberapa kali dan sembuh, Dalam keluarga tidak ada yang menderita DM.
139mg/dl, kretainin 5,8mg/dl, CCT 5,5ml/menit, HBA1C 5,5%, fosfor 6,80mg/dl (hiperfosfatemia), KGDH (189/202/213)mg/dl, hasil USG abdomen: Chronic kidney disease bilateral,ascites, efusi pleura bilateral, Hasil Rontgen thorax: cardiomegali, efusi pleura kanan cukup massif, pasien menolak dilakukan inisiasi HD
Evaluasi : setelah 15 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, keluhan bengkak di wajah dan kaki berkurang, sesak tidak ada, TTV dalam batas normal, balance cairan (-200cc), nafsu makan membaik, pasien belum setuju untuk dilakukan inisiasi hemodialisis. Persiapan pulang disiapkan, pasien diberi pengajaran pengaturan diet, restriksi cairan, kontrol rutin, tanda dan gejala yang perlu diwaspadai oleh pasien dan keluarga (sesak berat, edema anasarka, penurunan kesadaran) maka pasien harus segera dibawa ke rumah sakit.
Status janda dengan dua orang anak, agama Islam, pekerjaan pembantu rumah tangga, pendidikan SLTA. Diagnosa medis CKD stage V, overload putus HD, anemia, hipertensi grade II. Keluhan utama tiga hari sebelum masuk rumah sakit(SMRS), pasien mnegeluh sesak, sesak dirasakan sehabis HD, sesak berkurang bila pasien duduk, lemas, BAK sdikit, tidak berubah warna, tidak berdarah, BAB tidak ada keluhan, pasien mengaku sudah cuci darah 7 bulan yang lalu, pasien mengeluh perut terasa besar dan panas. Pasien pernah dirawat satu bulan yang lalu dengan gejala yang sama , keluhan (demam, batuk, mual, muntah) tidak ada, nafsu makan menurun, riwayat DM disangkal, riwayat hipertensi(+), riwayat alergi(-), asma(+). Pasien depresi dengan tentamen suicide. Pasien putus HD dan melanjutkan pengobatan ke alternatif diberikan minum
Dari hasil pengkajian pada Ny.MR didapatkan data: keadaa umum sakit berat, sesak(+), lemas, TD 190/120mmHg, HR 102x/menit, RR 32x/menit, Suhu 37ºC. Konjungtiva pucat, JVP 5+2 cmH2O, paru vesikuler, ronchi (+) basah kasar dan halus dibasal paru, wheezing(-), abdomen buncit, tegang, bising usus normal, shgifting dullness(+), edema (+4) dikedua kaki, akral hangat, CRT <3”. Hasil Hb 6,1g/dl, lekosit 12,1ribu/ul, ureum 238mg/dl, kreatinin 9,3mg/dl, elektrolit (natrium 138mmol/l, kalium 5,25mmol/l, klorida 101mmol/l).
Masalah keperawatan pada Ny.MRadalah kelebihan volume cairan, risiko mencederai diri, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, keletihan, ketidakpatuhan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, nutrition management, anxiety reduction, decision making support, coping enhancement, teaching: individual, disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 14 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, keluhan bengkak di wajah dan kaki berkurang, sesak tidak ada, TTV dalam batas normal, balance cairan (-100cc), nafsu makan membaik, IDWG 2,2kg, pasien akan mengikuti tindakan HD secara rutin, pasien mengerti tentang manfaat pembatasan cairan dan pengaturan diet.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
jamu-jamuan, setelah mengikuti pengobatan hampir satu bulan tubuh bertambah sembab, sesak dan pasien akhirnya dibawa kembali ke UGD RSUP Fatmawati.
OBSTRUKSI 24
Tn TN 58 tahun
Status menikah, agama Kristen, suku: Batak, pekerjaan supir, pendidikan SLTA, jaminan perawatan Jamkesda Tangerang, diagnosa medis : batu uretra posterior dan striktur uretra. Keluhan utama kencing menetes terus sejak lima bulan sebelum masuk rumah sakit(SMRS), awalnya pasien merasa kencing menetes terus dan tidak bisa mengontrol kencingnya. Pasien sudah empat kali dioperasi dan setelah operasi terakhir dinyatakan masih terdapat batu dibuli. Sejak saat itu kateter urin terpasang namun masih menetes diujung penisnya.
Keadaan umum sakit sedang, TD 140/90 HR88 RR20 Suhu 36, pasca operasi uteroskopi sachse dan litotripsi, keluhan nyeri di pinggang kiri seperti diremasremas, skala nyeri (VAS)7, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), bunyi jantung normal, mur-mur dan gallop(-), abdomen datar, lemas, bising usus normal, foley catheter terpasang three way, drip NaCl diberikan 40 tetes/menit, urine warna kemerahan, infus terpasang , ekstremitas akral hangat, edema tidak ada. Hasil laboratorium : fungsi ginjal ureum 28mg/dl, kreatinin 0,8mg/dl, hemoglobin 13,1g/dl, GD 91mg/dl, elektrolit (natrium 141mmol/l, kalium 3,42mmol/l, klorida 107mmol,l),
Masalah keperawatan pada Tn.TN adalah nyeri akut, risiko perdarahan, gangguan eliminasi urinarius, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : pain management, hemorrhage control, fluid management, fluid monitoring, tube care:urinarius, teaching: individual, prescribed diet. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 7 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, nyeri berkurang (VAS)2, pasien dapat BAK spontan, tidak ada perdarahan, status hidrasi baik, TTV dalam batas normal warna urin kuning jernih.
25
Tn.SW, 56 tahun
Status menikah, agama Islam, jaminan perawatan: KJS. Diagnosa medis : AKI (AKIN 3, RIFLE Failure) post renal ec. nefropati obstruktif dengan asidosis metabolik, post TURP atas indikasi BPH dengan hematuria. Pasien datang rujukan dari RS Marinir untuk HD post TURP, 10
Dari hasil pengkajian pada Tn.SW didapatkan data : keadaan umum sakit sedang. TD 140/80mmHg, HR 96x/menit, RR 22x/menit, Suhu 37,2ºC, konjungtiva pucat, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), bunyi jantung regular, murmur(-), gallop(-), abdomen datar, hepar
Masalah keperawatan pada Tn.SW adalah nyeri akut, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, electrolyte management, hemodialysis therapy, nutrition management, teaching: individual and family. Metode
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
26
Ny. SN 50 tahun
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengeluh tiba-tiba tidak bisa BAK, demam(-), riwayat trauma(-), pasien dilakukan TURP tanggal 1 November 2013 dan post operasi dirawat di HCU, dikatakan kedua ginjal rusak dan pasien harus dilakukan hemodialisis, riwayat batu ginjal disangkal, riwayat nyeri BAK disangkal.
dan lien tidak teraba, bising usus normal, ekstremitas akral hangat. Nyeri daerah post TURP, skala nyeri (VAS) 8. Terpasang foley catheter three way, spoel NaCl terpasang, urine warna kemerahan, Balance cairan (-700cc) , intake (minum 800cc, IVFD(-), output (urine1000cc , IWL 500cc) Hasil Laboratorium: hemoglobin 9,0g/dl, lekosit 12,5ribu/ul, ureum 171mg/dl, kreatinin 17,6mg/dl, Elektrolit (natrium 138mmol/l, kalium 3,67mmol/l, klorida 99mmol/l ), asam urat 12,6mg/dl, pH7,254, pCO 230,1mmHg, pO2 101,6mmHg, HCO3 13,0mmol/L, O2 saturasi 96%, hasil rontgen thorax : Bronchopneumonia
bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 14 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, nyeri tidak ada, sesak tidak ada , demam tidak ada, pasien dapat menghabiskan makan setengah porsi, foley catheter sudah di lepas, CDL terpasang, pasien melaksanakan HD dan direncanakan untuk travelling HD.
Status menikah dengan dua orang anak, agama Islam, jaminan perawatan: Jamkesmas. Suku Jawa, pendidikan SD. Diagnosa medis : DJ stent in situ dextra. Alasan masuk rumah sakit karena pasien mengeluh nyeri punggang satu bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS), nyeri menjalar ke pinggang, muncul perlahan dan makin parah. Nyeri dirasakan tumpul, tidak hilang dengan istirahat atau pada perubahan posisi tertentu. Riwayat batu ginjal dan dilakukan pemasangan DJ stent in situ dextra tiga bulan yang lalu. Pasien merasakan nyeri BAK, BAK warna merah dan encer(+), tampak luka operasi pada region lumbal dextra, luka kering, rembesan(-). Pasien direncanakan pengangkatan DJ stent.
Dari hasil pengkajian pada Ny.SN didapatkan data : keadaan umum sakit sedang. TD 120/80mmHg, HR 80x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,8ºC, konjungtiva tidak pucat, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), JVP 5-2cmH2O, bunyi jantung regular,mur-mur&gallop(-), abdomen lunak, datar, bising usus normal, tampak luka operasi pada regio lumbal dextra, kondisi luka kering, tidak ada rembesan, ekstremitas akral hangat. Hasil laboratorium: hemoglobin 11,0g/dl, lekosit 7,9ribu/ul. Hasil rontgen abdomen: terpasang DJ stent in situ dextra.
Masalah keperawatan pada Ny.SN adalah nyeri akut, gangguan eliminasi urinarius, defisiensi pengetahuan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : pain management, urinary elimination management, fluid monitoring, teaching: individual, preoperative Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 5 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, post pengangkatan DJ stent, nyeri saat BAK tidak ada, urin warna kuning jernih, nyer pinggang tidak ada, pasien tampak rileks, pasien mengetahui perawatan di rumah, meliputi menjaga pola makan dan minum, kegiatan olah raga dan pola hidup sehat.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
27
Ny. RR 43tahun
Status menikah dengan tiga orang anak, agama Islam, jaminan perawatan: Jamkesmas. Suku Jawa, pendidikan SD. Diagnosa medis : Hidronefrosis kanan, batu ginjal bilateral. Keluhan utama nyeri pada daerah perut, kemudian menjalar ke daerah pinggang. Keluhan dirasakan sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). BAK dirasakan kurang lancar, kadang anyang-anyangan, warna urin kuning keruh. Pasein mengatakan jarang minum air putih, riwayat penyakit keluarga: kakak pasien juga menderita penyakit batu ginjal.
Dari hasil pengkajian pada Ny.RR didapatkan data : keadaan umum sakit sedang. TD 130/90mmHg, HR 122x/menit, RR 28x/menit, Suhu 38ºC, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), JVP 5-2cmH2O, bunyi jantung regular, mur-mur(-), gallop(-), abdomen datar, lemas, hepar teraba 4jbac, 3 jbpx, permukaan keras, berbenjol-benjol, tepi tajam, nyeri tekan(+), lien tidak teraba, shifting dulnes(-), bising usus normal, akral hangat,edema ekstremitas tidak ada, pasien mengatakan tidak bisa tidur, terasa nyeri di abdomen, skala nyeri (VAS) 6, mual(+), nafsu makan menurun.Hasil laboratorium: hemoglobin 8,2g/dl, lekosit 24,6ribu/ul, kalsium total 7,20mg/dl. Hasil USG abdomen : hydronefrosis kanan dengan nefrolithiasis multipel.
Masalah keperawatan pada Ny.RR adalah nyeri akut, risiko kekurangan volume cairan, gangguan pola tidur, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : pain management, fluid management, fluid monitoring, nutrition management, anxiety reduction, sleep enhancement, teaching: disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 10 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, status hidrasi mulai membaik, TTV dalam batas normal, suhu tidak panas, keluhan nyeri di perut masih (VAS3), pasien direncanakan tindakan operasi open batu ginjal.
28
Ny. TjS 58tahun
Status menikah dengan empat orang anak, agama Islam, jaminan perawatan: KJS. Suku Sunda, pendidikan SD. Diagnosa medis : nefrolitiasis sinistra. Keluhan utama nyeri pinggang sebelah kiri, terasa panas bila setelah BAK, urin warna kuning agak keruh. Keluhan ini dirasakan hampir dua minggu. Pasien juga mengeluh mual, nafsu makan menurun, muntah tidak ada, pasien mempunyai riwayat DM hampir tiga tahun, kontrol rutin dan cek gula darah setiap bulan ke puskesmas.
Dari hasil pengkajian pada Ny.TjS didapatkan data : keadaan umum sakit sedang. TD 140/90mmHg, HR 86x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36,8ºC, konjungtiva agak pucat, sklera tidak ikterik, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), JVP 5-2cmH2O, bunyi jantung regular, mur-mur(-), gallop(-), abdomen datar, lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan(-), shifting dulnes(-), bising usus normal, akral hangat, edema ekstremitas tidak ada, pasien mengatakan tidur agak terganggu karena nyeri daerah pinggang skala nyeri (VAS) 5, mual(+), muntah(-)
Masalah keperawatan pada Ny.TjS adalah nyeri akut, gangguan eliminasi urinarius, risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas. Kategori bantuan : partially compensatory.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Intervensi : pain management,urinary elimination management, fluid monitoring, nutrition management, anxiety reduction, teaching: disease process. Metode bantuan : guidance, support, providing the developmental environtment.
teaching,
29
Tn. MJ 57tahun
Status menikah, agama Islam, jaminan perawatan: Jamkesda. Suku Betawi, pendidikan SLTP. Diagnosa medis : Hidronefrosis dan batu ginjal kanan. Keluhan utama nyeri pinggang sebelah kanan, agak nyeri saat BAK selesai. Riwayat penyakit DM, Hipertensi tidak ada. Riwayat penyakit keluarga, kakak pasien juga pernah menderita batu di saluran kemih. Keluhan mual dan muntah tidak ada, TB 170cm, BB 68kg (IMT 23,1kg/m²).
nafsu makan menurun.Hasil laboratorium: hemoglobin 9,2g/dl, lekosit 10,8ribu/ul, ureum 54mg/dl, kreatinin 2mg/dl. Hasil rontgen BNO IVP : obstruksi partial ureter sinistra di proximal, hidronefrosis sinistra, nefrolitiasis sinistra. Pasien direncanakan tindakan ESWL.
Evaluasi : setelah 8 hari perawatan keadaan umum pasien membaik (post ESWL), keluhan nyeri dan terasa panas saat BAK tidak ada, status hidrasi baik, TTV dalam batas normal, edukasi tentang proses penyakit dan pola diet yang dianjurkan dan pasien pulang dari perawatan.
Dari hasil pengkajian pada Tn.MJ didapatkan data : keadaan umum sakit sedang. TD 150/100mmHg, HR 84x/menit, RR 20x/menit, Suhu 37ºC, konjungtiva agak pucat, sklera tidak ikterik, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), JVP 5+0cmH2O, bunyi jantung regular, mur-mur(-), gallop(-), abdomen datar, lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan(-), shifting dulnes(-), bising usus normal, akral hangat, edema ekstremitas tidak ada, pasien mengatakan nyeri daerah pinggang skala nyeri (VAS) 5, saat BAK terasa nyeri, mual(-), muntah(-). Hasil laboratorium: hemoglobin 11,4g/dl, lekosit 11,5ribu/ul, ureum 49mg/dl, kreatinin 1,8mg/dl. Hasil rontgen BNO IVP : hidronefrosis dan batu ginjal kanan (staghorn stone). Pasien direncanakan tindakan open extended pielolitotomi.
Masalah keperawatan pada Tn.MJ adalah nyeri akut, gangguan eliminasi urinarius, ansietas. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : pain management, urinary elimination management,tube care:urinary, fluid monitoring, anxiety reduction, teaching: disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 9 hari perawatan keadaan umum pasien perbaikan (post open batu cetak ginjal), keluhan nyeri daerah operasi agak berkurang, foley catheter terpasang, urine warna kuning jernih, status hidrasi baik, tanda-tanda vital normal, pasien melakukan aktifitas dengan bantuan minimal.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
NEOPLASMA 30
Tn.HS, 41 tahun
Status menikah dengan satu orang anak, agama Islam, jaminan perawatan: KJS. Suku Betawi, pendidikan SMA. Diagnosa medis : Massa intra abdomen suspek metastasis seminoma, AKI dd/ acute on CKD ec. uropati obstruktif dengan hidronefrosis & hidroureter bilateral. Alasan masuk rumah sakit karena pasien mengeluh sesak, edema tungkai bilateral. Pasien bekerja sebagai supir, riwayat minum extra joss 3 kali sehari saat bekerja, dan senang minum cola, konsumsi minum air putih jarang. Riwayat operasi pada daerah testis di RS Budi Asih. dan hasil PA pada tanggal 10 Mei 2013 : sediaan testis terdiri dari massa tumor : seminoma.
Dari hasil pengkajian pada Tn.HS didapatkan data : keadaan umum sakit sedang. TD 130/80mmHg, HR 80x/menit, RR 20x/menit, Suhu 36,8ºC, konjungtiva pucat, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), JVP 5-2cmH2O, bunyi jantung regular, mur-mur(-), gallop(-), abdomen buncit, teraba massa di daerah suprapubik,bising usus normal, ekstremitas akral hangat, edema di kedua kaki (+3), IMT 19kg/m², balance cairan (-300cc) , intake (minum 800cc), output(urine 600cc, IWL 500cc). Hasil Laboratorium: hemoglobin 7,0g/dl, lekosit 16,9ribu/ul, ureum 171mg/dl, kreatinin 13,3mg/dl, Elektrolit (natrium 130mmol/l, kalium 5,16mmol/l, klorida 93mmol/l ). Hasil USG abdomen : hidronefrosis dan hidroureter proksimal bilateral.
Masalah keperawatan pada Tn.HS adalah kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, konflik keputusan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, hemodialysis therapy, nutrition management, coping enhancement . Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 20 hari perawatan keadaan umum pasien membaik, edema di kaki berkurang (+1), sesak tidak ada, massa di supra pubis masih teraba, pasien menolak untuk dilakukan nefrostomi, CDL terpasang, edukasi diet diberikan, pasien melaksanakan HD dan direncanakan untuk travelling HD.
31
Ny.MY 68 tahun
Status menikah, agama Islam, pendidikan Sd, sebagai ibu rumah tangga, dirawat dengan diagnose medis : Ca Buli post TURP, anemi gravis ec.perdarahan, acute on CKD, jaminan perawatan : SKTM Keluhan utama BAK keluar darah, terpasang foley catheter semenjak pasien dilakukan TURP 6 bulan yang lalu di RSUP Fatmawati, dikatakan tersangka Ca Buli, keadaan pasien lemah, tidak mau makan, kesadaran menurun dan pasien dibawa lagi ke IGD oleh keluarga
Keadaan umum sakit berat, kesadaran somnolen, GCS E4M5V2 TTV TD 70/40, HR90 cepat, kecil, RR24, Suhu 36,5C, JVP 5+0cmH2O, bunyi nafas vesikuler, ronchi (+), wheezing (-), abdomen datar, lemas, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-) ekstremitas akral dingin, pitting edema di ekstremitas (+1), CRT >3 “, foley catheter terpasang, urine warna merah produksi 1000cc per 24 jam, NGT terpasang, infus terpasang NaCl 0,9% 500cc per 8 jam, HES 6% per 24 jam Hasil laboratorium hemoglobin 6,3g/dl, ureum 120mg/dl, kretainin 2,2mg/dl,
Masalah keperawatan pada Ny.MY adalah kekurangan volume cairan, risiko syok, gangguan eliminasi urinarius, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh. Kategori bantuan : wholly compensatory. Intervensi : fluid management, fluid monitoring, vital signs monitoring, nutrition management, teaching: disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 8 hari perawatan keadaan umum pasien memburuk, kesadaran menurun, edema di kaki(+2), sesak ada, TTV TD 100/60, HR 100x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,8ºC urine warna kemerahan,
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
32
Tn.P 76 tahun
Status menikah dengan enam orang anak, agama Islam, jaminan perawatan: Jamkesmas. Suku Jawa, pendidikan SD. Diagnosa medis : Adenokarsinoma prostat. Keluhan pasien bila BAK sedikit-sedikit, tidak tuntas, dan terdapat hematuria, kedua kaki juga bengkak kemudian pasien berobat ke klinik bedah urologi dan dianjurkan untuk masuk ke ruang rawat inap. Sekitar delapan bulan yang lalu pasien dirawat dengan BPH dan dilakukan tindakan operasi TURP. Keluhan sekarang pasien terasa lemah dan terdapat keluhan BAK.
lekosit 26.600ribu/ul, elektrolit (natrium 140mmol/l, kalium 2,64mmol/l, klorida 113mmol/l), Hasil AGD (pH 7,231, pCO2 12,4mmHg, pO2 178,9mmHg, BP 751,0mmHg, HCO3 5,1mmol/l, O2 saturasi 94%, BE -19,5mmol/l, total CO2 5,5mmol/l), hasil PA : transtitional cell carcinoma, grade II
700cc/24 jam, pasien pindah ke ruang rawat HCU.
Dari hasil pengkajian pada Tn.P didapatkan data : keadaan umum lemah. TD 120/70mmHg, HR 84x/menit, RR 20x/menit, Suhu 37,3ºC, konjungtiva pucat, bunyi nafas vesikuler, ronchi(-), wheezing(-), JVP 5-2cmH2O, bunyi jantung regular, mur-mur(-), gallop(-), abdomen datar, lemas, nyeri tekan(-), bising usus normal, ekstremitas akral hangat, edema di kedua kaki(+2), IMT 18,5kg/m², mual(+), muntah(-), terdapat penurunan kesadaran, balance cairan (+100cc),intake(minum800cc,IVFD500cc) output(urine 700cc, IWL 500cc), terpasang foley catheter, urine warna kemerahan, Hasil laboratorium: hemoglobin 7,4g/dl, LED 119, ureum 45mg/dl, kreatinin 2,1mg/dl, Elektrolit (natrium 130mmol/l, kalium 4,20mmol/l, klorida 93mmol/l ). Hasil patologi anatomi prostat: adenokarsinoma prostat
Masalah keperawatan pada Tn.P adalah gangguan eliminasi urinarius, risiko kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, keletihan. Kategori bantuan : partially compensatory. Intervensi : urinary elimination management, tube care : urinary, fluid management, fluid monitoring, nutrition management, energy management, teaching: disease process. Metode bantuan : guidance, support, teaching, providing the developmental environtment. Evaluasi : setelah 15 hari perawatan gangguan eliminasi mengalami perbaikan, foley catheter masih terpasang, urine warna kuning jernih, edema di kaki tidak ada, sesak tidak ada, nafsu makan membaik, hasil Hb 9,9g/dl. Pasien pulang dari perawatan.
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014
Analisis praktik ..., Kustiyuwati, FIK, 2014