UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI KOMPUTASI PENGARUH INTERAKSI PERTUKARAN ANISOTROPIK TERHADAP TENDENSI TRANSISI FASE KEMAGNETAN ORDE KE-1 PADA La0,7Ca0,3MnO3 KRISTAL TUNGGAL
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar M. Si
GOBI HEMERLI 1006786783
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA KEKHUSUSAN FISIKA MURNI DAN TERAPAN DEPOK MEI 2012
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama NPM
: :
Tanda Tangan
:
Tanggal
:
Gobi Hemerli 1006786783
30 Mei 2012
ii Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
iii Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan ini dilakukan untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar Magister Sain pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa bantuan dan dukungan dari semua pihak sangat berarti dalam penyelesaian tesis ini, untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Muhammad Aziz Majidi selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam rangka penyusunan tesis ini; 2. Dinas Pendidikan Provinsi jambi atas dukungan dana selama masa kuliah; 3. Pemerintah Kabupaten Kerinci atas izin belajar yang diberikan; 4. Suami tercinta Muhamad Khabib Junaini yang telah banyak membantu dalam penyelesaian studi; 5. Orang tua dan segenap keluarga atas doa dan dukungan yang diberikan; 6. Anak-anak (Ahmad Hasbi Ramadhan dan Irfan Fatih Maulana) yang menjadi penyemangat dalam hidup; 7. Om Yufri dan Tante Yuli atas bantuannya dalam menjaga anak-anak selama studi; 8. Sahabat-sahabat yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis berdoa semoga Allah swt memberikan pahala dan kebaikan kepada semua pihak atas segala yang telah dilakukan, dan semoga tesis ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Depok,
penulis
iv Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
:
Gobi Hemerli
NPM
:
1006786783
Program Studi :
Fisika Murni dan Terapan
Departemen
:
Fisika
Fakultas
:
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya
:
Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif(Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Studi Komputasi Pengaruh Interaksi Pertukaran Anisotropik terhadap Tendensi Transisi Fase Kemagnetan Orde Ke-1 pada La0,7Ca0,3MnO3 Kristal Tunggal beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 30 Mei 2012 Yang menyatakan
(Gobi Hemerli)
v Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
ABSTRAK
Nama : Program Studi : Judul :
Gobi Hemerli Fisika Studi Komputasi Pengaruh Interaksi Pertukaran Anisotropik terhadap Tendensi Transisi Fase Kemagnetan Orde Ke-1 pada Bahan Oksida Mangan
Efek magnetokalorik pada material oksida mangan kristal tunggal diketahui bernilai lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi pada material oksida mangan polikristal. Di samping itu, transisi fase kemagnetan pada oksida mangan kristal tunggal dengan doping tertentu ditemukan berkarakter orde ke-1, yang berbeda dari yang umumnya terjadi yaitu orde ke-2. Kenyataan umum menunjukkan pula bahwa sifat-sifat anisotropik yang terdapat pada material kristal tunggal menjadi tidak tampak ketika material tersebut berada dalam bentuk polikristal. Fakta-fakta tersebut di atas mendorong sebuah hipotesis yang mendasari penelitian ini, yaitu bahwa fase ferromagnetik pada oksida mangan kristal tunggal dikontrol oleh interaksi pertukaran magnetik yang bersifat anisotropik. Untuk menguji hipotesis ini, pada studi ini dilakukan pemodelan sistem oksida mangan dengan Hamiltonian yang terdiri atas suku kinetik elektron yang diturunkan dari pendekatan tight-binding dan suku interaksi magnetik Double-Exchange antara spin-spin elektron dengan momen-momen magnetik lokal Mn. Pemilihan model dengan melibatkan derajat kebebasan elektron adalah untuk mengantisipasi penggunaan lebih lanjut hasil-hasil studi ini untuk prediksi sifat-sifat transpor dari sistem. Model diselesaikan dengan metode Dynamical Mean Field Theory (DMFT) dengan melibatkan koreksi interaksi pertukaran Heisenberg anisotropik. Hasil perhitungan kami menunjukkan bahwa transisi magnetik orde ke-1 dapat terjadi karena adanya pengaruh interaksi pertukaran anisotropik, dengan kopling ferromagnetik pada arah planar, atau dengan kopling antiferromagnetik pada arah axial. Walaupun magnitud dari koreksi anisotropik ini sangat kecil, namun efeknya sangat signifikan dalam mereduksi temperatur Curie sistem dan mengubah karekter transisi magnetik dari orde ke-2 menjadi orde ke-1. Kata kunci : Oksida mangan, magnetokalorik, first-oder transition, interaksi pertukaran anisotropik, Dynamical Mean Field Theory
vi Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ............................................................................................... ABSTRAK ....................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
i ii iii iv
1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Valensi Mn pada Oksida Mangan.......................................................... 1.3 Efek Magnetokalorik ............................................................................ 1.4 Sifat Magnetokalorik dan Transisi Magnetik ............................... ........ 1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................. 1.6 Hipotesis.................................................................................................
1 1 2 5 7 10 10
2. MODEL PENDEKATAN ........................................................................ 2.1 Model Heisenberg dengan Anisotropik ............................................... 2.2 Model Tight-Binding ............................................................................ 2.3 Model Double Exchange ........................................................................ 2.4 Hamiltonian Model ................................................................................
12 12 16 17 18
3. ALGORITMA PERHITUNGAN ........................................................... 3.1 Dynamical Mean Field Theory (DMFT) ............................................... 3.2 Fungsi Green ........................................................................................ 3.3 Algoritma DMFT ................................................................................. 3.4 Perhitungan Magnetisasi .......................................................................
20 20 21 22 30
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 4.1 DOS ...................................................................................................... 4.1.1 DOS dengan Tight-Binding untuk Kisi Bethe ............................. 4.1.2 DOS dari Hasil Perhitungan dengan Pengaruh Double Exchange 4.1.3 DOS dari Hasil Perhitungan yang Memasukkan Pengaruh Pertukaran Anisotropik ............................................................... 4.2 Pengaruh Exchange Coupling Anisotropik di Arah Planar dan Axial untuk Interaksi Ferromagnetik dan Antiferromagnetik terhadap Magnetisasi ............................................................................................
32 32 32 34
vii Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
v vi vii ix
35
36
4.3 Pengaruh Nilai Exchange Coupling Anisotropik yang Berupa Koreksi Feromagnetik di Arah Planar (Jp) terhadap Magnetisasi ..................... 38 4.4 Hasil Perhitungan Magnetisasi Paling Optimal ................................... 40 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 42 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 42 5.2 Saran ..................................................................................................... 43 DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 45
viii Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Struktur oksida mangan perovskite kubik ideal ......................... 3 Gambar 1.2. Konfigurasi elektron pada orbital 3d ion Mn+3 dan ion Mn+4 .... 4 Gambar 1.3 Struktur elektronik dari oksida mangan (bagian atas saat x=1, bagian tengah saat x terentu di antara 0 dan 1, bagian bawah saat x=0) .................................................................................... 5 Gambar 1.4 Kurva ketergantungan magnetisasi terhadap temperatur pada material La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal ................................... 9 Gambar 2.1. Mekanisme double exchange ..................................................... 18 Gambar 3.1. Ilustrasi dari pendekatan DMFT ................................................ 20 Gambar 3.2. Ilustrasi bare-DOS untuk simple cubic ..................................... 24 Gambar 3.3. Ilustrasi gambar bare DOS untuk kisi Bethe melalui pendekatan analitik ........................................................................................ 24 Gambar 3.4 Algoritma DMFT ........................................................................ 29 Gambar 4.1. DOS tight-binding untuk kisi Bethe ............................................ 33 Gambar 4.2. DOS hasil perhitungan dengan memasukkan pengaruh double exchange (warna merah), garis putus-putus (warna biru) menunjukkan posisi potensial kimia .......................................... 34 Gambar 4.3. DOS hasil perhitungan dengan double exchange dan pengaruh interaksi pertukaran anisotropik ................................................. 35 Gambar 4.4. Plot magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) yang diperoleh dari eksplorasi pengaruh interaksi pertukaran anisotropik pada arah planar dan axial, (Warna merah dan biru) dengan coupling antiferromagnetik, (warna hijau dan hitam) dengan coupling ferromagnetik............................................................................... 37 Gambar 4.5. Plot magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) yang diperoleh dari eksplorasi pengaruh interaksi pertukaran anisotropik dengan coupling ferromagnetik pada arah planar .................................... 39 Gambar 4.6. Grafik magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) hasil perhitungan yang paling optimal, (kurva hijau) ketika hanya ada pengaruh DE, (kurva merah dan biru) masing-masing ketika diperhitungkan koreksi anisotropik dengan coupling antiferromagnetik di arah axial dan coupling ferromagnetik di arah planar. ........................ 40
ix Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Oksida mangan adalah material yang sangat menarik untuk dieksplorasi, karena sifat-sifatnya yang tidak hanya menjanjikan untuk diaplikasikan dalam teknologi, tetapi juga menantang para peneliti untuk mengungkap mekanisme fisis yang mendasari munculnya sifat-sifat tersebut. Di antara sifat-sifat menarik tersebut adalah efek magnetoresistif yang bernilai sangat besar, seperti yang ditunjukkan oleh film tipis La0,67Ca0,33MnO3 sebesar 127% pada temperatur 77 K dengan aplikasi medan magnet luar sebesar 6 Tesla [1]. Efek magnetoresistif merupakan efek perubahan hambatan listrik pada suatu material ketika diterapkan medan magnet eksternal. Efek ini dimanfaatkan di dalam teknologi seperti sensor magnetik,
Magnetoresistive
Random
Acces
Memory
(MRAM),
dan
magnetoresistive read/write head [2]. Sifat lain yang juga menarik dari oksida mangan adalah efek magnetokalorik. Efek magnetokalorik adalah efek perubahan temperatur pada material akibat medan magnet eksternal yang diterapkan secara adiabatik. Efek ini dapat diaplikasikan dalam teknologi refrigerator magnetik. Oksida mangan menunjukkan efek magnetokalorik yang besar, seperti yang dilaporkan oleh Phan et al. dalam studinya pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal, bahwa bahan ini menunjukkan efek magnetokalorik sekitar 70 % dari efek magnetokalorik yang ditunjukkan oleh Gadolinium [3], dimana sampai saat ini Gadolinium masih menjadi material yang paling banyak digunakan sebagai active magnetic refrigerant (AMR) dalam refrigerator magnetik. Refrigerator magnetik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan refrigerator konvensional. Penggunaan material padatan sebagai AMR pada refrigerator magnetik, memungkinkan refrigerator ini dapat dibuat dengan desain yang lebih compact. Efek magnetokalorik yang besar akan menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi, dan material-material AMR lebih ramah lingkungan.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
2
Pada material oksida mangan fenomena-fenomena baik magnetoresistif maupun magnetokalorik bernilai maksimum di sekitar temperatur Curie (Tc) [4]. Ini menunjukkan adanya keterkaitan antara sifat-sifat material oksida mangan dengan fase magnetiknya. Kenyataan ini memberi motivasi bagi studi ini, yakni untuk mempelajari mekanisme fisis yang melandasi sifat-sifat unik oksida mangan, dalam hal ini studi difokuskan pada sifat transisi kemagnetan pada kristal tunggal La0,7Ca0,3MnO3.
1.2 Valensi Mn pada Oksida Mangan Oksida mangan mempunyai formula umum R1-xAxMnO3, dengan R = unsur tanah jarang/unsur deret lantanida bervalensi tiga (seperti La+3, Nd+3, Pr+3 ), dan A = unsur alkali bervalensi dua (seperti Ca+2, Sr+2, Ba+2 dan Pb+2). Material yang dijadikan objek pada studi ini adalah La1-xCaxMnO3 khususnya pada doping x = 0,3 atau La0,7Ca0,3MnO3. Studi pada oksida mangan telah lama dilaporkan oleh Jonker dan Van Santen (1950). Mereka melaporkan bahwa pada material La1-xCaxMnO3 untuk senyawa dengan nilai doping x = 0 dan x = 1, material ini menunjukkan sifat antiferromagnetik. Dan pada nilai x tertentu di antara nilai di atas, material ini dapat bersifat ferromagnetik. Dari studi tersebut dapat dikatakan bahwa material induk dari La1-xCaxMnO3 bersifat antiferromagnetik. Fase magnetik material La1-xCaxMnO3 berhubungan erat dengan keberaadaan ion Mn dalam material tersebut. Ketika nilai x = 0 di dalam material ini hanya mengandung ion Mn+3, dan untuk x = 1 di dalam material ini hanya terdapat ion Mn+4. Tetapi ketika doping x bernilai 0<x<1, di dalam material tersebut terdapat dua kelompok ion Mn yaitu ion Mn+3 dan ion Mn+4 atau dapat ditulis . Keberadaan ion Mn dalam dua valensi yang berbeda inilah yang berhubungan erat dengan sifat ferromagnetik pada material ini. Sehingga material ini juga sering disebut sebagai mixed valence manganites. Senyawa induk oksida mangan tanpa doping atau x=0 dengan rumus LaMnO3 mempunyai struktur kristal yang berbentuk perovskite sehingga sering juga disebut sebagai manganites perovskite. Gambar 1.1 adalah ilustrasi dari struktur Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
3
oksida mangan perovskite kubik yang ideal tanpa doping. Formula umumnya adalah ABO3, dengan A ditempati oleh ion La+3, dan B ditempati oleh ion Mn+3 yang dikelilingi oleh 6 ion oksigen oktahedral. Jika x>0 maka beberapa ion La+3 akan digantikan oleh ion Ca+2 atau Sr+2.
B
Gambar 1.1. Struktur oksida mangan perovskite kubik ideal [5]. Secara lengkap konfigurasi elektron untuk atom Mn dapat ditulis sebagai Mn25=1s22s22p63s23p63d54s2. Di atas telah disebutkan bahwa ketika sistem di dop dengan nilai x tertentu, misalkan dengan mensubsitusi sejumlah ion Ca+2 ke La+3 maka beberapa ion Mn+3 yang sesuai akan menjadi tetravalen yaitu Mn+4, dalam hal ini akan ada dua populasi ion Mn dengan keadaan valensi yang berbeda, yaitu Mn+3 dan Mn+4
dengan
konfigurasi elektron masing-masing adalah
1s22s22p63s23p63d4 dan 1s22s22p63s23p63d3. Hadirnya dua populasi ion Mn dengan valensi yang berbeda ini sangat berhubungan erat dengan sifat magnetik dan sifat elektronik dari oksida mangan. Orbital yang aktif secara elektronik adalah orbital 3d dari atom Mn. Lima orbital 3d atom Mn ini , masing-masing dapat mengakomodir satu elektron dengan spin up dan satu elektron dengan spin down. Kelima orbital 3d ion Mn ini mengalami splitting menjadi dua level energi yaitu : 3 orbital berenergi rendah yang disebut dengan orbital t2g dan 2 orbital berenergi tinggi yang disebut dengan orbital eg akibat adanya medan kristal oktahedral yang berasal dari enam ion oksigen yang mengelilinginya. Dalam pengisian orbital 3d baik untuk ion Mn+3 maupun Mn+4, elektron-elektron akan menempati orbitalnya sesuai dengan aturan Hund, ″orbitalorbital dengan energi yang sama, masing-masing diisi terlebih dahulu oleh satu elektron dengan arah (spin) yang sama, kemudian sisa elektronnya diisikan sebagai elektron pasangannya dengan arah (spin) berlawanan ″. Dengan demikian Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
4
konfigurasi elektron untuk orbital 3d ion Mn+3 adalah
, di mana 3 elektron
mengisi orbital t2g dan 1 elektron mengisi orbital eg. Sedangkan konfigurasi elektron untuk orbital 3d ion Mn+4 adalah
dengan 3 elektron pada orbital t2g.
Konfigurasi elektron pada orbital 3d ion Mn+3 dan ion Mn+4 dapat dilihat pada gambar 1.2.
Gambar 1.2. Konfigurasi elektron pada orbital 3d ion Mn+3 dan ion Mn+4 [6]. Tiga elektron di orbital
dari ion Mn+3 dan ion Mn+4 akan cenderung
terlokalisasi membentuk apa yang disebut dengan “core spins” dengan orientasi spin yang searah, dan total core spins masing-masing adalah S=3/2. Sementara elektron di orbital
dari ion Mn+3 spinnya juga terpolarisasi searah dengan arah
core spins dengan nilai spin elektron s = 1/2. Elektron yang ada pada orbital
ion Mn+3 ini disebut juga dengan elektron
konduksi. Pada oksida mangan dengan nilai doping x tertentu, elektron ini dapat berjalan atau hopping ke ion Mn+4 melalui ion oksigen dengan mekanisme yang dikenal dengan Double Exchange (DE). Mekanisme ini diperkenalkan pertama kali oleh Zener (1951) yang menjelaskan adanya interaksi pertukaran antara ion Mn+3 dengan ion Mn+4 yang dimediasi oleh elektron melalui ion O-2 sebagaimana yang diilustrasikan pada gambar 1.3. Teori ini selanjutnya disempurnakan oleh Anderson & Hasegawa (1953) dan De Genes (1960). Orbital sangat berperan penting dalam menentukan sifat-sifat dari material oksida mangan baik itu sifat listrik maupun sifat magnetiknya. Hal yang
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
5
juga sangat penting bahwa orbital
ion Mn+3 ini mengalami splitting akibat dari
distorsi MnO6 oktahedral, yang dikenal dengan distorsi Jahn-Teller.
Gambar 1.3. Sruktur elektronik oksida mangan (bagian atas saat x=1, bagian tengah saat x tertentu di antara 0 dan 1, bagian bawah saat x=0) [5].
1.3 Efek Magnetokalorik Ketika suatu material magnetik dikenai medan magnet eksternal, momen-momen magnetik dari atom-atomnya akan terorientasi. Jika medan magnet luar diterapkan secara adiabatik, temperatur dari material tersebut akan meningkat. Selanjutnya, jika medan magnet eksternal dihilangkan maka temperatur material akan turun kembali. Efek pemanasan dan pendinginan akibat penerapan dan penghilangan medan magnet eksternal secara adiabatik ini disebut dengan efek magnetokalorik
.
Efek magnetokalorik ditemukan oleh Warburg diawal 1881, melalui pengamatan terhadap perubahan temperatur adiabatik pada material besi [7]. Namun setelah bertahun-tahun ditemukan, belum ada teori yang dapat menjelaskan tentang fenomena tersebut, begitu juga dengan aplikasinya pada suhu ruang. Baru setelah itu pada tahun 1918 Weiss dan Piccard menjelaskan tentang efek magnetokalorik secara teori. Pada tahun 1926-1927 Debye dan Giauque menyarankan bahwa efek magnetokalorik dapat digunakan untuk memperoleh temperatur
yang sangat
rendah (yaitu di bawah 1 K) dengan menggunakan metode yang dikenal dengan Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
6
demagnetisasi adiabatik. Selanjutnya pada tahun 1935 MacDougall memverifikasi metode yang diperkenalkan oleh Debye dan Giaque tersebut melalui pendinginan suatu sampel dari 1,5 K ke 0,25 K
. Atas keberhasilan penelitiannya tersebut
Giaque dianugerahi penghargaan nobel pada tahun 1949. Karena eksperimen demagnetisasi adiabatik yang dilakukan oleh MacDougall telah menjadi sebuah teknik standar dalam fisika eksperimen untuk memperoleh temperatur dari beberapa Kelvin ke nano Kelvin, maka pada tahun 1976, Brown berhasil membangun suatu sistem refrigator magnetik yang beroperasi di daerah suhu ruang untuk pertama kalinya dengan menggunakan gadolinium sebagai material AMR [9]. Sejak penemuan ini, sistem refrigerator magnetik suhu ruang mulai berkembang secara pesat. Namun sebagaimana diketahui, harga Gadolinium cukup mahal, hal ini membuat kegunaan dari material ini sebagai Active Material Refrigerator (AMR) menjadi sangat terbatas [2]. Sehingga usaha untuk terus menemukan material lain terutama dengan harga lebih murah dan menunjukkan efek magnetokalorik yang besar di sekitar temperatur ruang dengan aplikasi medan yang rendah terus dilakukan hingga saat ini. Pada tahun 1996 Morelli et al.[10] menemukan efek magnetokalorik yang besar pada LaMnO thin film dengan doping Ca, Ba, atau Sr. Material ini menunjukkan efek magnetokalorik yang hampir sama besarnya dengan yang ditunjukkan oleh Gadolinium. Setahun kemudian, sebuah terobosan yang luar biasa muncul pada tahun 1997, Pecharsky dan Gschneidner menemukan efek magnetokalorik yang sangat besar pada senyawa
, senyawa ini menunjukkan efek
magnetokalorik yang bernilai dua kali lebih besar dibandingkan dengan Gadolinium sehingga disebut juga sebagai efek magnetokalorik raksasa atau Giant Magnetocaloric [11]. Meskipun efek magnetokalorik senyawa sangat besar, tetapi memiliki Tc yang rendah yaitu sekitar 276 K, tentunya suhu ini jauh lebih rendah dari Gadolinium yang mempunyai Tc ~ 294 K. Hal ini membuat aplikasi dari senyawa
menjadi sangat terbatas dan tidak dapat
diaplikasikan pada refrigerator yang daerah kerjanya di sekitar temperatur ruang. Walaupun kelas material oksida mangan menunjukkan efek magnetokalorik yang tidak sebesar Gadolinium ataupun senyawa
, namun material oksida Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
7
mangan ini memiliki beberapa keunggulan untuk dijadikan sebagai kandidat material AMR dalam teknologi refrigerator magnetik. Diantara keunggulankeunggulan itu adalah harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan material-material AMR lainnya, tidak beracun, tidak berefek pada pemanasan global, dan rute sintesisnya lebih sederhana. Disisi lain oksida mangan memiliki sifat-sifat yang menarik yaitu Tc dan magnetisasi saturasinya sangat tergantung pada doping, sehingga cocok untuk diaplikasikan pada berbagai temperatur. Hal ini membuat oksida mangan terus menjadi objek penelitian bagi para ilmuan dewasa ini. 1.4 Sifat Magnetokalorik dan Transisi Magnetik Besar efek magnetokalorik dalam suatu bahan magnetik dapat dievaluasi melalui perubahan entropi magnetik (ΔSM) dan perubahan temperatur adiabatik (ΔTad) [12]. Menurut teori termodinamika klasik perubahan entropi magnetik
yang
disebabkan oleh variasi medan magnet eksternal dari 0 hingga H0 dapat diekspresikan melalui persamaan : (1.1) Sementara perubahan temperatur adiabatik
, dihitung menurut persamaan
berikut: (1.2) Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu material dapat memiliki efek magnetokalorik yang sangat besar jika perubahan entropi dan perubahan temperatur adiabatiknya besar, jika dihubungkan dari persamaan 1.1 dan 1.2 berarti efek magnetokalorik akan bernilai sangat besar ketika
nya bernilai
maksimum. Dalam oksida mangan, baik efek magnetoresistif maupun efek magnetokalorik sering diobservasi di sekitar temperatur transisi fase order magnetik atau di sekitar Tc
. Sehingga, apabila
dalam persamaan 1.1 dan 1.2 dihubungkan
dengan sifat transisi fase magnetik suatu material, maka nilai ini diharapkan Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
8
menghasilkan efek magnetokalorik yang sangat besar ketika terjadi transisi fase magnetik. Secara umum ada dua syarat yang harus dimiliki oleh suatu material magnetik untuk bisa digolongkan sebagai material magnetokalorik, yaitu : 1. Memiliki magnetisasi spontan yang cukup besar sebagaimana yang dimiliki oleh kelas logam-logam rare earth [11]. 2. Magnetisasinya menurun secara tajam saat terjadi transisi ferromagnetikparamagnetik pada Tc, sebagaimana yang ditemukan pada senyawasenyawa logam transisi, termasuk di dalamnya adalah oksida mangan [13]. Jika ditinjau berdasarkan transisi fase magnetik, terdapat dua kelas material magnetik yang menunjukkan adanya efek magnetokalorik [4] , yaitu : 1. Material yang memiliki transisi fase magnetik orde ke-1 atau First Order Magnetic Transition (FOMT). 2. Material yang memiliki transisi fase magnetik orde ke-2 atau Second Order Magnetic Transition (SOMT). Material FOMT adalah material yang sangat menjanjikan sebagai material AMR, karena memiliki efek magnetokalorik paling besar pada saat terjadi transisi fase magnetik, magnetisasinya turun dengan sangat tajam terhadap perubahan temperatur, sehingga profil kurva magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) berbentuk sangat curam. Jika dihubungkan dengan Pers. (1.1) dan Pers. (1.2) maka
nya bernilai sangat besar di sekitar Tc. Tipe material FOMT
memberikan efek magnetokalorik yang sangat besar dalam rentang temperatur yang sempit. Sedangkan material SOMT secara umum transisi fasenya terjadi pada kisaran suhu yang lebih luas, magnetisasi turun secara perlahan terhadap perubahan temperatur dan memiliki efek magnetokalorik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan material FOMT. Jika dilihat dari grafik hubungan M terhadap T maka material SOMT menunjukkan perubahan magnetisasi yang lebih
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
9
melandai terhadap perubahan temperatur. Dari beberapa material AMR, hampir sebagian besar tergolong sebagai material FOMT. Pada tahun 2004, Phan et al. melaporkan hasil studi dari efek magnetokalorik dalam material La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal yang mengalami transisi fase magnetik orde ke-1 pada Tc
227 K, sebagaimana ditunjukan oleh grafik
ketergantungan magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) pada gambar 1.4. Untuk mengetahui seberapa besar efek magnetokalorik pada bahan oksida mangan, mereka melakukan pengukuran terhadap perubahan entropi magnetik dan perubahan temperatur adiabatik pada bahan La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal dan juga La0,7Ca0,3MnO3 polikristal. Hasil yang mereka laporkan adalah bahwa efek magnetokalorik pada bahan La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal ditemukan lebih besar daripada La0,7Ca0,3MnO3 polikristal, hal ini dapat dilihat dari perubahan entropi untuk La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal menunjukkan nilai yang lebih besar daripada bahan La0,7Ca0,3MnO3 yang polikristal. Besarnya nilai perubahan entropi pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal ini berasal dari penurunan magnetisasi yang sangat tajam yang berhubungan dengan transisi fase magnetik orde ke-1 dari bahan tersebut pada Tc [12]. Hasil ini didukung juga oleh penemuan yang sama pada senyawa
oleh Sande et al. (2001)
La0,67Ca0,33MnO3 oleh Lin et al. (2006)
, dan pada senyawa
.
Gambar 1.4. Kurva ketergantungan magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) pada material La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal dari hasil eksperimen Phan et al.[12]. Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
10
1.5 Tujuan Penelitian Motivasi dari studi ini adalah untuk memahami sifat magnetik material oksida mangan yang berhubungan dengan sifat-sifat magnetokalorik. Phan et al. (2004) melaporkan hasil studi dari efek magnetokalorik dalam La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal yang mengalami transisi fase magnetik orde ke-1 pada temperatur
227
K sebagaimana yang diperlihatkan oleh gambar 1.4. Efek magnetokalorik dalam La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal dilaporkan bernilai lebih besar dibandingkan dengan La0.7Ca0.3MnO3 polikristal. Fakta umum menunjukkan bahwa materialmaterial yang struktur kristalnya berbentuk kristal tunggal diketahui memiliki sifat-sifat fisis yang bergantung pada arah yang dikenal juga dengan sifat anisotropik dan sifat anisotropik ini akan hilang ketika material tersebut mempunyai struktur berbentuk polikristal. Fakta-fakta yang tersebut di atas memotivasi studi ini untuk lebih fokus dalam menyelidiki hubungan antara transisi kemagnetan dengan sifat anisotropik yang dimiliki oleh material La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal. Secara lebih terperinci tujuan dari penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Mengeksplorasi ketergantungan magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) dengan menggunakan model double exchange. 2. Menginvestigasi pengaruh anisotropik pada exchange coupling baik ferromagnetik ataupun antiferromagnetik. 3. Mencari parameter-paremeter yang optimal yang dapat menjelaskan data eksperimen transisi fase magnetik orde ke-1 pada material oksida mangan kristal tunggal.
1.6 Hipotesis Efek magnetokalorik pada material oksida mangan kristal tunggal diketahui bernilai lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi pada material oksida mangan polikristal [12]. Di samping itu, transisi fase kemagnetan pada oksida mangan kristal tunggal dengan doping tertentu ditemukan berkarakter orde ke-1, yang berbeda dari yang umumnya terjadi yaitu orde ke-2. Kenyataan umum Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
11
menunjukkan pula bahwa sifat-sifat anisotropik yang terdapat pada material kristal tunggal menjadi tidak tampak ketika material tersebut berada dalam bentuk polikristal
. Fakta-fakta tersebut di atas mendorong sebuah hipotesis yang
mendasari penelitian ini, yaitu bahwa fase ferromagnetik pada oksida mangan kristal tunggal dikontrol oleh interaksi pertukaran magnetik yang bersifat anisotropik
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
12
BAB II MODEL PENDEKATAN
Untuk menguji hipotesis sebagaimana diajukan dalam bab I, pada studi ini dilakukan pemodelan sistem La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal dengan Hamiltonian yang terdiri atas suku kinetik elektron yang diturunkan dari pendekatan tight-binding (TB) dan suku interaksi magnetik double-exchange (DE) antara spin-spin elektron dengan momen-momen magnetik lokal Mn. Pemilihan model dengan melibatkan derajat kebebasan elektron adalah untuk mengantisipasi penggunaan lebih lanjut hasil-hasil studi ini untuk prediksi sifat-sifat transpor dari sistem. Model diselesaikan dengan metode Dynamical Mean Field Theory (DMFT) dengan melibatkan koreksi interaksi pertukaran Heisenberg anisotropik.
2.1 Model Heisenberg dengan Anisotropik Model Heisenberg merupakan model mekanika yang dapat digunakan dalam menjelaskan fenomena-fenomena kemagnetan, seperti titik kritis dan transisi fase dalam
sistem
magnetik
.
Dalam
bab
1
telah
dijelaskan
bahwa
elektron-elektron yang berada pada orbital t2g dari Mn+3 dan Mn+4 terlokalisasi membentuk spin inti (core spins) dengan spin total masing-masing adalah S = 3/2. Spin inti yang terikat kuat dengan nukleus disebut juga dengan spin ion. Suatu cara yang sederhana untuk menggambarkan adanya interaksi pertukaran antar ion-ion Mn adalah dengan menggunakan model Heisenberg
.
Beberapa material magnetik yang menarik secara keilmuan dan penting secara teknologi, ada yang isotropik dan ada yang anisotropik
. Sifat isotropik dan
anisotropik ini berkaitan dengan karakteristik dari besaran fisis suatu sistem zat padat dalam merespon gangguan eksternal yang berupa vektor. Jika responnya tidak bergantung pada arah maka sistem tersebut dikatakan isotropik. Sebaliknya jika responnya bergantung pada arah, maka sistem tersebut dikatakan anisotropik
.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
13
Sifat-sifat yang bergantung pada arah ini muncul dari struktur kristal atau tekstur material yang khas. Karena itu, sifat-sifat yang anisotropik biasanya hanya muncul pada zat padat yang dalam bentuk kristal tunggal. Ketika material berada dalam bentuk polikristal, maka sifat anisotropik ini menjadi tidak tampak. Sehingga pada umumnya material dengan struktur polikristal bersifat isotropik. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa fase ferromagnetik pada oksida mangan kristal tunggal dikontrol oleh interaksi pertukaran magnetik yang bersifat anisotropik. Untuk material yang bersifat anisotropik maka model interaksi pertukaran antar spin-spin ion yang terdapat di dalam kristal dapat ditulis dalam model Heisenberg dengan Hamiltonian yang dapat dituliskan sebagai berikut : (2.1)
dimana
dan
masing-masing adalah spin ion pada site i dan j,
exchange coupling antar spin-spin ion dan kartesian dari matrik
adalah
merupakan indeks sumbu-sumbu
dalam koordinat x, y, dan z.
merupakan parameter
yang menggambarkan kekuatan interaksi antara momen magnetik ion di site i dan di site j. Interaksi spin-spin ion hanya terjadi antara ion Mn dengan ion Mn tetangga terdekatnya, dalam hal ini
memiliki nilai. Sedangkan antara ion Mn
dengan ion Mn yang bukan tetangga terdekat, tidak terjadi interaksi spin-spin antar ion, dengan demikian
bernilai nol.
Fisis dari model Heisenberg ini sangat tergantung pada paremeter . Jika bernilai positif maka spin-spin ionnya paralel atau berinteraksi dalam keadaan ferromagnetik, dan jika
bernilai negatif maka spin-spin ionnya antiparalel atau
berinteraksi dalam keadaan antiferromagnetik. Jika persamaan 2.1 ditulis dalam bentuk matrik maka bentuknya adalah :
(2.2)
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
14
Untuk lebih menyederhanakan perhitungan maka dipilih sumbu kristal sebagai kerangka koordinat, sehingga pengaruh anisotropik ditinjau hanya pada arah yang berimpit dengan sumbu utama yaitu pada arah x, y dan z, dan responnya terhadap arah selain itu dianggap 0 sehingga matrik J dapat disederhanakan menjadi :
(2.3)
Bentuk matrik J dapat juga dituliskan secara lengkap sebagai berikut :
(2.4)
dalam matrik suku pertama di atas adalah parameter coupling interaksi pertukaran antar ion Mn yang pada dasarnya sudah terangkum di dalam perhitungan DMFT dengan model TB dan DE murni. Sedangkan matrik suku kedua sebelah kanan
merupakan
suku
koreksi
anisotopik
yang akan
diperhitungkan di dalam penelitian ini. Selanjutnya, untuk lebih menyederhanakan perhitungan maka diambil dua arah koreksi anisotropik, yaitu arah planar dan arah axial. Arah planar diibaratkan sebagai bidang dua dimensi, dalam hal ini ditentukan dalam arah sumbu x dan sumbu y, sedangkan arah axial diibaratkan sebagai arah sumbu yang tegak lurus dengan bidang x-y, dalam hal ini berimpit dengan arah sumbu z. Bila dikaitkan dengan Pers. (2.4), perbedaan kedua arah tersebut mengikuti syarat berikut ini : -
Bila
, dan
, maka pengaruh suku koreksi
anisotropik diperhitungkan pada arah planar -
Bila
, dan
, maka pengaruh suku koreksi
anisotropik diperhitungkan pada arah axial. Dengan definisi parameter di atas maka Hamiltonian untuk suku koreksi anisotropik ini dapat dituliskan kembali sebagai : (2.5) Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
15
atau (2.6) Dalam koordinat bola operator spin dapat ditulis sebagai : (2.7) (2.8) (2.9) Dengan mensubsitusikan Pers. (2.7), (2.8) dan (2.9) ke Pers. (2.6) maka akan diperoleh Hamiltonian untuk interaksi pertukaran anisotropik sebagai fungsi sudut polar
dan sudut azimutal
:
cos cos
(2.11)
Di dalam studi ini pengaruh anisotropik tidak dapat dimasukkan ke dalam algoritma DMFT, karena algoritma DMFT yang murni itu hanya dapat menangkap gejala kemagnetan dan isotropik, selain itu di dalam DMFT terdapat proses perata-rataan sehingga apabila pengaruh anisotropik ini dimasukkan ke dalam perhitungan DMFT maka proses perata-rataan akan menghilangkan efek anisotropik tersebut. Salah satu cara yang bisa diambil adalah dengan memasukkan suku koreksi anisotropik ini secara ad hoc ke dalam aksi efektif (Seff). Untuk lebih jelasnya perhitungan aksi efektif akan dibahas di dalam bab 3.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
16
2.2 Model Tight-Binding Model Tight-Binding adalah model untuk menghitung struktur pita energi elektron dengan menggunakan kumpulan pendekatan dari fungsi gelombang, yaitu berdasarkan superposisi dari fungsi-fungsi gelombang atom yang terisolasi berada pada setiap site atom
.
Sesuai namanya model kuantum mekanik ini menjelaskan sifat dari elektronelektron yang terikat kuat pada zat padat. Elektron-elektron pada model ini harus terikat kuat pada atom di mana elektron tersebut berasal, dan elektron-elektron ini hanya mempunyai interaksi yang terbatas dengan keadaan-keadaan atau potensial di sekitar atom-atom di zat padat tersebut. Akibatnya fungsi gelombang dari elektron akan mirip dengan orbital atom dari elektron pada atom bebas. Energi dari elektron ini juga berada dekat dengan energi ionisasi dari elektron yang berada pada atom bebas atau ion, karena interaksi dengan potensial-potensial dan keadaan-keadaan atom tetangga menjadi terbatas. Jika digunakan penulisan secara second quantization, maka akan lebih mudah memahami konsep model TB. Dengan menggunakan orbital atom sebagai keadaan dasar (basis state), maka operator Hamiltonian dalam bentuk second quantization adalah sebagai berikut : (2.13) dimana :
= operator kreasi (anihilasi) elektron = parameter hopping = indeks untuk tetangga terdekat = indeks spin polarisasi
Parameter hopping “t” menyatakan transfer integral atau kemampuan elektron untuk berpindah tempat. Untuk kasus ekstrim, bila t bernilai 0 , maka tidak mungkin elektron-elektron dapat hoping atau melompat ke site tetangga terdekat, keadaan ini menunjukkan sistem atom yang terisolasi. Jika nilai hopping ini ada maka elektron-elektron bisa hopping ke site tetangga terdekat. Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
17
Dengan menggunakan transformasi Fourier, persamaan TB pada persamaan (2.13) di atas dapat ditulis sebagai : (2.14) Dimana
adalah spektrum energi. Spektrum energi untuk simple cubic adalah
seperti pada persamaan berikut ini : (2.15)
2.3 Model Double Exchange Mekanisme Double Exchange merupakan suatu tipe magnetic exchange yang dapat muncul antara ion-ion dalam keadaan oksidasi berbeda. Teori ini diperkenalkan oleh Zener (1951) dan kemudian di sempurnakan oleh Anderson dan Hasegawa (1953) dan oleh De Gennes (1960). Mekanisme double exchange terjadi dengan adanya pertukaran coupling antar ion yang saling bertetangga yang dimediasi oleh elektron yang berasal dari ion Mn+3 ke ion Mn+4 melalui ion O-2. Tiga elektron di orbital
ion Mn+3 dan Mn+4
cenderung membentuk spin inti dengan total spin 3/2, sementara satu elektron di orbital
ion Mn+3 overlap secara kuat dengan orbital 2p dari tetangga
terdekatnya yaitu oksigen. Sebagai contoh anggaplah interaksi ferromagnetik Mn+3-O-2-Mn+4 sebagaimana yang diperlihatkan oleh gambar 2.1, orbital
atom
Mn secara langsung berinteraksi dengan orbital 2p atom O, dan salah satu ion Mn mempunyai kelebihan 1 elektron dibandingkan dengan atom Mn yang lainnya. Dalam keadaan dasar, elektron-elektron pada masing-masing ion Mn diselaraskan sesuai dengan aturan Hund, jika O memberikan elektron spin up nya pada Mn+4, maka orbital kosongnya selanjutnya dapat diisi oleh sebuah elektron dari Mn+3. Yang pada akhir dari proses ini telah terjadi transfer elektron dari ion Mn+3 ke ion Mn+4. Jadi dalam mekanisme ini elektron dari Mn+3 dianggap seolah-olah melakukan hopping dua kali dari Mn+3 ke O-2 kemudian baru ke Mn+4. Sehingga mekanisme pertukaran coupling yang terjadi antara Mn+3 dan Mn+4 disebut juga dengan mekanisme ”double exchange”. Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
18
Gambar 2.1. Mekanisme double exchange
.
Untuk pemodelan double-exchange ini secara matematis digambarkan oleh Hamiltonian dibawah ini : (2.16) (2.17)
dimana :
= Hunds coupling = spin ion ke-i = spin elektron ke-i
Hamiltonian di atas merupakan pengambaran terjadinya interaksi antara spin ion dan spin elektron di site i. Yang dalam hal ini adalah interaksi antara ion t2g dan elektron eg dari Mn+3 kemudian elektron eg ini berjalan menuju ion Mn+4 melalui O-2.
2.4 Hamiltonian Model Dalam penelitian ini akan menggunakan model yang mengacu pada model-model yang telah dibahas. Secara lengkap model dalam studi ini dapat dituliskan sebagai : (2.18) dimana : H
= Hamiltonian total untuk seluruh sistem = Hamiltonian untuk tight-binding Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
19
= Hamiltonian untuk double exchange = Hamiltonian untuk interaksi pertukaran anisotropik model Heisenberg Dengan besar Hamiltonian masing-masing : (2.19) (2.20)
cos cos
(2.21)
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
20
BAB III ALGORITMA PERHITUNGAN
3.1 Dynamical Mean Field Theory (DMFT) Hamiltonian model yang telah dituliskan di dalam bab 2 selanjutnya akan diselesaikan dengan metode Dynamical Mean Field Theory (DMFT). Asumsi yang digunakan dalam DMFT adalah problem sistem banyak partikel yang saling berinteraksi satu sama lain, atau bisa juga disebut sebagai problem kisi yang disederhanakan menjadi problem satu site yang dipengaruhi oleh medan rata-rata dari site-site di sekitarnya [24]. Ide dari perhitungan DMFT ini diilustrasikan pada gambar di bawah ini :
DMFT
Problem kisi yang sebenarnya
Problem satu site dalam pengaruh medan dari site-site yang ada di sekitarnya
Gambar 3.1. Ilustrasi dari pendekatan DMFT [25]. Studi ini dilakukan pada bahan oksida mangan, dengan asumsi bahwa di dalam sistem tersebut selain adanya interaksi double exchange, juga dipengaruhi oleh adanya interaksi pertukaran anisotropik antar ion-ion Mn. Dalam penelitian ini, satu site yang dipandang sebagai site yang dipengaruhi oleh medan rata-rata dari site-site di sekitarnya, terdiri dari 2 kali unit sel primitif yang dipandang sebagai unit sel A dan unit sel B yang masing-masing ditempati oleh satu ion Mn. Sehingga bentuk matriknya menjadi 4 x 4 yang mengakomodir spin up dan spin down pada masing-masing unit sel.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
21
3.2 Fungsi Green Penggunaan fungsi Green adalah salah satu cara untuk menyelesaikan persamaan gelombang dari sistem banyak partikel. Bentuk matrik dari fungsi Green untuk sistem yang berinteraksi adalah sebagai berikut : (3.1) z adalah frekuensi, dimana pada pemakaiannya nanti dilakukan perhitungan dalam dua domain frekuensi yaitu frekuensi real dan frekuensi Matsubara, yang ditulis secara matematis : Dalam domain frekuensi real : (3.2) Dalam domain frekuensi Matsubara : (3.3) isinya adalah suku kinetik elektron atau
, yang nilainya tergantung
pada bentuk kisi, dan kisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk simple cubic yang dirumuskan dengan : (3.4) Sehingga persamaan 3.1 Juga bisa ditulis dalam bentuk : (3.5) Bentuk fungsi Green untuk sistem oksida mangan dalam studi ini dapat ditulis sebagai berikut: (3.6) adalah matrik identitas, sebagaimana telah dituliskan di atas bahwa matrik yang digunakan disini adalah matrik 4x4, yang mewakili spin up dan spin down elektron di site A dan site B.
adalah self energy yang merupakan suku yang
mengandung informasi seluruh interaksi yang dialami oleh elektron. Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
22
Semua interaksi yang tidak berhubungan dengan elektron akan diperhitungkan dalam aksi efektif Sef, termasuk dalam hal ini adalah interaksi pertukaran anisotropik antar ion-ion Mn. Di awal perhitungan, self energy ini berupa tebakan yang digunakan untuk menghitung fungsi Green, yang nilainya boleh saja diambil nol.
3.3 Algoritma DMFT Mengacu pada Hamiltonian model yang telah dirumuskan sebelumnya, secara umum hamiltonian tersebut dapat juga dituliskan sebagai : (3.7) Dimana
adalah Hamiltonian untuk sistem tanpa gangguan, yang berasal dari
suku tight binding murni.
adalah semua suku interaksi yang dialami oleh
elektron dari sekitarnya, termasuk dalam hal ini adalah interaksi double exchange. Bentuk matrik fungsi Green dari hamiltonian model pada persamaan (3.6) setelah diinverskan adalah :
(3.8)
Dengan memasukkan nilai tebakan awal untuk self energy, maka akan diperoleh fungsi Green
. Dan selanjutnya dilakukan perata-rataan terhadap nilai
ke
seluruh brillouin zones yang bertujuan untuk menghilangkan ketergantungan terhadap momentum agar fungsi Green ini bersifat lokal dan tidak lagi tergantung terhadap posisi sehingga diperoleh fungsi Green yang hanya sebagai fungsi z saja tanpa mengandung . Untuk melakukan sumasi terhadap titik zones digunakan pendekatan , yaitu sumasi terhadap
dalam brillouin
ditransformasi menjadi
integral terhadap variabel energi, proses ini mengacu pada : (3.9)
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
23
Atau (3.10) Dalam hal ini : =
integrand yang merupakan fungsi dari
(spektrum energi
kinetik). = bare density of states (DOS) atau rapat keadaan dasar dari spektrum energi kinetik. Di dalam model tight-binding, untuk kristal yang berbentuk simple cubic nilai bare DOS dari spektrum energi kinetiknya dihitung dengan rumus : (3.11) Dengan mengacu pada persamaan 3.10 Perata-rataan fungsi Green ini akan menghasilkan bar Green function, yang dapat ditulis sebagai berikut: (3.12) Atau dapat juga ditulis : (3.13) Mengingat tujuan studi ini difokuskan pada hasil secara kualitatif, maka dalam pelaksanaannya
dapat kita hitung dengan pendekatan analitik dengan tujuan
untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perhitungan komputasi, dengan syarat tidak mengubah batas-batas atau lebar dari bare DOS itu sendiri. Maka bentuk bare DOS melalui pendekatan diasumsikan berbentuk setengah lingkaran. Bare DOS
untuk simple cubic menurut model tight-binding dapat dilihat
pada Gambar 3.2. berikut :
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
24
Gambar 3.2. Ilustrasi bare-dos untuk simple cubic [26].
Bentuk bare DOS simple cubic seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, akan sedikit menimbulkan kesulitan dalam perhitungan. Sedangkan Bare DOS yang berbentuk setengah lingkaran, akan memiliki deskripsi analitik, sehingga akan memudahkan perhitungan. Bare DOS setengah lingkaran di peroleh dari kisi Bethe. Kisi Bethe merupakan kisi fiktif, yang diciptakan semata-mata untuk menghasilkan DOS yang memiliki deskripsi analitik. Ilustrasi bare DOS dari kisi Bethe dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3.
Ilustrasi gambar bare dos untuk kisi Bethe melalui pendekatan analitik [26].
Secara matematis bare DOS yang kita peroleh dari pendekatan dapat ditulis sebagai : (3.14) Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
25
Dengan menggunakan nilai
di atas, maka
dapat diperoleh.
Langkah selanjutnya adalah mencari fungsi Green mean field, dimana dalam langkah ini self energy diekstrak dari bar Green function, sehingga fungsi Green mean field tidak lagi mengandung suku self energy. Secara matematis fungsi Green mean field dituliskan sebagai : (3.15) Langkah ini dilakukan dengan terlebih dahulu menginverskan bar Green function, baru selanjutnya mengekstrak self energy. Tahapan selanjutnya adalah mencari self energy lokal, yang membawa informasi suku interaksi yang dialami oleh elektron dalam satu site, self energy lokal ini akan dipakai untuk menghitung fungsi Green lokal. Di dalam penelitian ini ada dua interaksi yang diperhitungkan yaitu interaksi double exchange dan interaksi pertukaran anisotropik. Karena interaksi pertukaran anisotropik di dalam sistem merupakan interaksi pertukaran yang dialami antar ion-ion Mn yang tidak melibat elektron, maka interaksi pertukaran anisotropik tidak dimasukkan ke dalam self energy lokal. Sehingga self energy lokal hanya mengandung interaksi yang dialami oleh elektron karena adanya mekanisme double exchange saja. Self energy lokal ini dapat ditulis sebagai berikut : (3.16) Hamiltonian dari model double exchange pada persamaan 2.6 pada bab 2 dapat dituliskan kembali sebagai : (3.17) merupakan interaksi antar ion dan elektron di site i. Karena dalam penelitian ini diasumsikan satu unit sel simple cubic yang terdiri dari dua unit sel primitif yang dipandang sebagai unit sel A dan unit sel B, maka interaksi yang dialami oleh elektron ditinjau untuk site A dan site B. Sebelumnya dihitung terlebih dahulu dot product untuk masing-masing site, yaitu interaksi elektron di site A dan interaksi elektron di site B. Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
26
Untuk site A, dapat ditulis : (3.18) (3.19) (3.20)
cos
00−cos
(3.21)
(3.22) Atau : (3.23) Untuk site B dapat ditulis : (3.24) (3.25) (3.26)
cos
00−cos
(3.27)
(3.28) atau
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
27
(3.29) Sedangkan untuk : (3.30) Persamaan (3.30) menjelaskan bahwa tidak ada interaksi antara ion di site A dengan elektron di site B. begitu juga dengan ion di site B tidak berinteraksi dengan elektron di site A. Dengan demikian bentuk matrik dari self energy lokal yang lengkap, dapat dituliskan sebagai :
(3.31)
Self energy lokal ini digunakan untuk menghitung fungsi Green lokal. Fungsi Green lokal ini merepresentasikan fungsi Green untuk satu site dalam sistem yang dapat ditulis sebagai berikut : (3.32) Tahapan dalam menghitung fungsi Green lokal ini dilakukan dengan terlebih dahulu menginverskan fungsi Green mean field dan selanjutnya memasukkan self energy lokal dan setelah itu diinverskan. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa fungsi Green lokal ini belum merepresentasikan fungsi Green untuk sistem secara keseluruhan. Sehingga untuk memperoleh fungsi Green yang merepresentasikan sistem secara keseluruhan, perlu dilakukan perata-rataan secara termodinamika, yang bertujuan untuk mencari probabilitas dari setiap spin untuk berada di setiap state. Perata-rataan ini memerlukan pemberat termodinamika yang dalam hal ini menggunakan pemberat Bolztman yang dirumuskan dengan : (3.33) Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
28
Sef adalah aksi efektif, di dalam aksi efektif ini kita memasukkan suku koreksi interaksi pertukaran anisotropik yang dapat ditulis sebagai berikut :
2
+ +
+
+
(3.34)
Suku kedua pada aksi efektif di atas berasal dari interaksi pertukaran anisotropik antar ion Mn di site A dan ion Mn di site B, yang sudah diturunkan sebelumnya di bab 2 pada persamaan (2.12). Jp adalah exchange coupling antar ion Mn di arah planar dan Ja adalah exchange coupling antar ion Mn di arah axial. Dan suku ketiga adalah pengaruh medan magnet eksternal (H). Sedangkan Z adalah fungsi partisi yang diperoleh menurut persamaan : (3.35) Dengan menggunakan pemberat Boltzman dilakukan perata-rataan fungsi Green lokal yang menghasilkan fungsi Green average, secara matematis
ditulis :
(3.36) Fungsi Green average ini sudah merepresentasikan fungsi Green sistem, sehingga bila diekstrak nilai self energy-nya akan diperoleh self energy yang merepresentasikan nilai self energy untuk sistem tersebut. Secara matematis pengekstrakan ini dapat ditulis : (3.37) Self energy baru yang diperoleh ini selanjutnya digunakan untuk menghitung fungsi Green dalam iterasi selanjutnya, demikian seterusnya dilakukan iterasi mengikuti langkah yang sama hingga diperoleh perhitungan yang konvergen dan diperoleh nilai self energy yang konsisten. Untuk algoritma DMFT yang lebih skematif dapat dilihat pada Gambar 3.3. Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
29
Mulai dengan memberi harga tebakan
Gambar 3.4. Algoritma DMFT
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
30
Perhitungan yang konvergen akan menghasilkan fungsi Green, pemberat Boltzman dan besaran-besaran lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung besaran-besaran fisis dari sistem La0,7Ca0,3MnO3. Beberapa besaran fisis yang penting untuk diketahui dari sistem La0,7Ca0,3MnO3 ini adalah density of state murni (bare DOS) untuk sistem tanpa koreksi yang hanya terdiri dari suku tightbinding, DOS untuk sistem dengan pengaruh double exchange, DOS untuk sistem dengan pengaruh interaksi pertukaran anisotropik, potensial kimia dan magnetisasinya. Besarnya DOS dapat dihitung dengan rumus : (3.38) Setelah DOS diperoleh, dan jika besar
, T, dan b
selanjutnya dapat dihitung besarnya potensial kimia
juga diketahui, maka untuk sistem yang di dop
dengan menggunakan persamaan berikut : (3.39) (3.40)
dimana
adalah kerapatan partikel tanpa doping,
Fermi-Dirac,
adalah potensial kimia,
adalah fungsi distribusi
adalah energi, dan
adalah temperatur.
3.4 Perhitungan Magnetisasi Dengan menggunakan perhitungan
pada persamaan (3.33),
maka kita dapat menghitung besar magnetisasi total yang dialami oleh sistem dengan rumus sebagai berikut : (3.26) Dimana MA dan MB masing-masing adalah magnetisasi yang dialami oleh ion Mn di site A dan di site B yang diperoleh dari persamaan :
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
31
(3.27) dan
(3.28) Penghitungan magnetisasi ini dilakukan untuk setiap nilai suhu dalam interval yang diinginkan, dengan mencari parameter-parameter coupling yang optimal untuk dapat menjelaskan data eksperimen transisi orde ke-1 pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal. Dengan diperoleh data magnetisasi, maka dapat diplot data magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) untuk berbagai nilai exchange coupling anisotropik, interaksi antar spin ion ditinjau secara antiferomagnetik dan ferromagnetik.
Untuk melihat ada tidaknya pengaruh koreksi anisotropik
terhadap tendensi transisi fase magnetik orde ke-1 pada oksida mangan, maka plot data M terhadap T dari hasil perhitungan yang dilakukan dengan hanya memperhitungkan interaksi double exchange. Sehingga dapat dibandingkan profil M vs T ketika hanya ada suku double exchange dan ketika ada pengaruh suku koreksi interaksi pertukaran anisotropik. Untuk tambahan bahwa di dalam proses perhitungan DMFT semua konstanta seperti konstanta Planck (h), konstanta Boltzman (k), konstanta kisi
, tetapan
cahaya (c), dan integral hopping (t) diset sama dengan 1.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Di bagian bab ini akan didiskusikan data-data yang diperoleh dari hasil perhitungan dalam studi ini. Data-data itu di antaranya adalah data DOS, parameter-parameter coupling, potensial kimia dan data magnetisasi.
4.1 DOS Data DOS yang didapatkan dari hasil perhitungan dalam studi ini ditampilkan dalam bentuk grafik DOS terhadap energi. DOS yang ditampilkan antara lain DOS tight-binding kisi Bethe, DOS yang dihasilkan dari perhitungan dengan model double exchange murni, dan DOS yang dihasilkan dari perhitungan dengan model yang memasukkan pengaruh interaksi pertukaran anisotropik.
4.1.1 DOS dengan Tight-Binding untuk Kisi Bethe DOS yang diperoleh dengan memasukkan suku tight-binding untuk kisi Bethe merupakan DOS dari perhitungan di mana Hunds coupling Jh diset sama dengan nol, dan exchange coupling dari interaksi pertukaran anisotropik Ja dan Jp juga diset sama dengan nol. Artinya baik pengaruh interaksi double exchange maupun pengaruh interaksi pertukaran anisotropik sama-sama tidak diperhitungkan. Perhitungan dilakukan pada temperatur 11,6 K. Perhitungan DOS dengan tight-binding untuk kisi Bethe ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah program yang telah dibuat dapat menghasilkan bare DOS yang benar. Gambar 4.1 adalah hasil plot DOS dari perhitungan dengan tight-binding untuk kisi Bethe. Dari plot DOS ini kita dapat memperoleh informasi bahwa program yang dibuat telah berjalan dengan baik. Dalam perhitungan ini semua suku interaksi yang dialami oleh elektron tidak diperhitungkan, sehingga DOSnya berbentuk DOS kisi Bethe seperti pada Gambar 4.1. Untuk nilai doping x=0 maka potensial kimia berada di bagian luar Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
33
dan sebelah kanan DOS yang berarti bahwa material bersifat isolator hal ini sesuai dengan karakteristik bahan induk oksida mangan yaitu LaMnO3 yang bersifat sebagai isolator. DOS 2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0 E (eV)
Gambar 4.1. DOS dengan tight-binding untuk kisi Bethe Ketika bahan induk oksida mangan mendapatkan doping dengan mensubsitusi Ca+2 ke La+3 dengan nilai x=0,3 maka akan tercipta hole atau sejumlah ruang kosong pada posisi B pada struktur oksida mangan perovskite (dengan rumus struktur ABO3). Dengan adanya doping, ion Mn yang dalam hal ini mengisi posisi B dapat berupa ion Mn+3 atau ion Mn+4. Ruang kosong yang tercipta akan memungkinkan elektron untuk dapat berpindah dari Mn+3 ke Mn+4. Potensial kimia yang semula berada di bagian luar dan sebelah kanan DOS, karena adanya doping dengan konsentrasi x tertentu akan bergeser ke dalam DOS, yang artinya pita valensi yang semula penuh menjadi terisi sebagian dengan sejumlah elektron yang tergantung pada konsentrasi doping tersebut, dan pada kondisi seperti ini sistem berada dalam keadaan metal.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
34
4.1.2 DOS dari Hasil Perhitungan dengan Pengaruh Double Exchange Dengan memasukkan interaksi double exchange dapat menjelaskan sifat metal dari bahan oksida mangan. Hal ini berhubungan dengan adanya transfer elektron dari Mn+3 ke Mn+4 akibat adanya doping. DOS yang dihasilkan dari model yang memperhitungkan interaksi double exchange dapat dilihat pada Gambar 4.2. DOS ini dihitung pada temperatur 11,6 K dengan J = 1,5.
DOS DOS TB+DE MU 1.0
0.5
0.0 -2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
E (eV)
Gambar 4.2. DOS hasil perhitungan dengan memasukkan pengaruh double exchange (warna merah), garis putus-putus (warna biru) menunjukkan posisi potensial kimia. Medan magnet luar pada awalnya diberikan sebesar 57,5 T untuk memagnetisasi sistem. Seiring dengan berjalannya perhitungan besar medan magnet luar ini dikurangi secara bertahap sampai bernilai nol. Hasil plot data DOS pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa adanya interaksi double exchange, menyebabkan DOS mengakami splitting menjadi dua keadaan yang digambarkan dengan munculnya pita konduksi. Potensial kimia yang semula berada pada pita valensi dengan adanya interaksi double exchange bergeser ke Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
35
pita konduksi dan berada hampir pada nilai maksimum DOS. Hal ini menunjukkan bahwa sistem berada dalam keadaan metal. Terpecahnya dua keadaan DOS akibat adanya interaksi double exchange juga dapat dijelaskan atas dasar asumsi bahwa transfer elektron berlangsung dengan memori spin, dan integral hopping t tergantung pada sudut antara spin yang berdekatan sehingga menghasilkan keadaan dengan energi positif dan keadaan dengan energi negatif. Keadaan-keadaan ini berkaitan dengan sudut antara spin elektron dengan spin ion Mn. Bila dilihat kembali pada persamaan self energy lokal, persamaan yang dirumuskan menggambarkan bahwa interaksi antara spin ion dengan spin elektron dipengaruhi oleh sudut antara keduanya. Keadaan dengan energi positif berhubungan dengan cos(θ) yang bernilai negatif. Sedangkan keadaan dengan energi negatif berhubungan dengan cos(θ) yang bernilai positif.
4.1.3
DOS dari Hasil Perhitungan dengan Memasukkan Pengaruh Interaksi Pertukaran Anisotropik
DOS yang dihasilkan dari perhitungan dengan memasukkan pengaruh interaksi pertukaran anisotropik dan interaksi double exchange dapat dilihat pada Gambar 4.3. Pada gambar tersebut ditampilkan dua profil DOS. Profil yang pertama merupakan DOS dari hasil perhitungan yang memperhitungkan pengaruh anisotropik yang berupa koreksi antiferromagnetik pada arah axial. Nilai parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan diambil pada Jh = 1,5 dan Ja = -0.001. Sedangkan profil yang kedua merupakan DOS dari hasil perhitungan yang memperhitungkan pengaruh anisotropik yang berupa koreksi ferromagnetik pada arah planar. Nilai parameter diambil untuk Jh = 1,5 dan Jp = 0.001. Kedua profil ini merupakan hasil perhitungan yang dilakukan pada temperatur 11,6 K.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
36
DOS
DOS Jh=1,5 Jp=0,001 DOS Jh=1,5 Ja=0,001 MU Jh=1,5 Jp=0,001 MU Jh=1,5 Ja=0,001
1.0
0.5
0.0 -2
-1
0
1
E (eV)
2
Gambar 4.3. DOS hasil perhitungan dengan double exchange pengaruh interaksi pertukaran anisotropik. Kedua profil DOS yang dihasilkan pada perhitungan ini tidak memiliki perbedaan. Demikian juga bila dibandingkan dengan profil DOS hasil perhitungan yang dilakukan hanya dengan memasukkan pengaruh interaksi double exchange. Hal
ini
berarti
bahwa
interaksi
pertukaran
anisotropik
tidak
banyak
mempengaruhi dinamika elektron, sehingga tidak banyak berpengaruh pada DOS. Hal ini dapat dipahami, karena suku koreksi interaksi pertukaran anisotropik merupakan interaksi yang terjadi antar ion-ion Mn yang tidak melibatkan elektron sehingga perhitungannya hanya dilakukan secara ad hoc di dalam aksi efektif Sef di luar fungsi Green. Dengan demikian penambahan suku koreksi pertukaran anisotropik ini menghasilkan DOS yang tidak jauh berbeda dengan DOS yang dihasilkan dari perhitungan yang hanya melibatkan adanya interaksi double exchange.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
37
4.2
Pengaruh Exchange Coupling Anisotropik di Arah Planar dan Axial untuk Interaksi Ferromagnetik dan Antiferromagnetik terhadap Magnetisasi
Hasil ekplorasi pengaruh koreksi pertukaran anisotropik pada arah axial dan planar terhadap magnetisasi ditampilkan dalam bentuk grafik magnetisasi sebagai fungsi temperatur. Eksplorasi dilakukan pada nilai Jh = 1.5. dan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.4. Eksplorasi dilakukan untuk suku koreksi anisotropik yang berupa koreksi ferromagnetik dan antiferromagnetik pada arah panar dan axial.
1.00
Ja = - 0,005 Jp = - 0,005 Ja = 0,005 Jp = 0,005
M/M SAT
0.75
0.50
0.25
0.00 0
50
100
150
200
250
Temperatur (K)
Gambar 4.4.
Plot magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) yang diperoleh dari eksplorasi pengaruh interaksi pertukaran anisotropik pada arah planar dan axial, (Warna merah dan biru) dengan coupling antiferromagnetik, (warna hijau dan hitam) dengan coupling ferromagnetik.
Dari profil magnetisasi yang dihasilkan, kecenderungan adanya transisi magnetik orde ke-1 ditunjukan oleh dua profil. Pertama adalah profil magnetisasi dari pengaruh suku koreksi pertukaran anisotropik berupa koreksi ferromagnetik dalam arah planar (kurva berwarna hijau). Kedua adalah profil magnetisasi yang Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
38
dihasilkan dari pengaruh suku koreksi pertukaran anisotropik berupa koreksi antiferromagnetik dalam arah axial (kurva berwarna hitam). Sedangkan dua profil magnetisasi lainnya , yaitu koreksi ferromagnetik dalam arah axial dan koreksi antiferromagnetik dalam arah planar cenderung memimik profil transisi fase magnetik orde ke-2. Grafik pada Gambar 4.4 juga memperlihatkan bahwa profil magnetisasi yang menunjukkan kecenderungan terjadinya transisi magnetik orde ke-1, memiliki nilai Tc sekitar 130 K, nilai ini sangat kecil bila dibandingkan dengan nilai Tc yang diperoleh dalam eksperimen Phan et al. (2004) [12] yaitu sekitar 227 K. Nilai Tc ini terlihat mengalami reduksi yang cukup signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh nilai parameter-paremeter coupling yang digunakan dalam perhitungan
seperti
coupling
Hund
(Jh),
exchange
coupling
untuk
antiferromagnetik axial (Ja), ataupun exchange coupling untuk ferromagnetik planar (Jp) belum merupakan padanan yang pas. Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut dalam menentukan padanan nilai parameter-parameter coupling yang dapat menghasilkan data magnetisasi yang menunjukkan kecenderungan terjadinya transisi magnetik orde ke-1 dengan Tc yang mendekati nilai eksperimen.
4.3 Pengaruh Nilai Exchange Coupling Anisotropik yang Berupa Koreksi Ferromagnetik di Arah Planar (Jp) terhadap Magnetisasi Ekspolasi pengaruh nilai parameter exchange coupling anisotropik terhadap transisi fase magnetik ditampilkan pada Gambar 4.5. eksplorasi dilakukan pada pengaruh anisotropik yang berupa koreksi ferromagnetik di arah planar. Koreksi ferromagnetik di arah planar ini dipilih semata-mata karena hasil yang diperoleh dari perhitungan sebelumnya (pada Gambar 4.4) lebih menunjukkan tendensi transisi fase magnetik orde ke-1 dengan Tc yang lebih tinggi, artinya ada kecenderungan bahan untuk mempertahankan magnetisasinya sebelum drop pada Tc. Eksplorasi dilakukan pada nilai Jh yang lebih besar yaitu Jh = 2,0. Nilai Jh diperbesar dengan asumsi dapat memperbesar pengaruh interaksi double Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
39
exchange, dengan harapan nilai magnetisasi dapat dipertahankan ketika temperatur dinaikkan. Sedangkan nilai Jp divariasikan mulai dari nilai yang terkecil, yaitu pada Jp = 0,0005, Jp = 0,001 dan Jp = 0,005. Dari hasil perhitungan diperoleh untuk nilai Jp = 0,005 menyebabkan pengaruh koreksi pertukaran anisotropik terhadap jatuhnya magnetisasi terlalu besar, sehingga magnetisasi terlalu cepat drop ketika temperatur dinaikkan.
Sedangkan
untuk nilai
Jp = 0,0005 memberikan profil perubahan magnetisasi terhadap temperatur yang lebih bertendensi pada transisi magnetik orde ke-2. Hasil yang lebih memadai terlihat ketika nilai Jp diset sama dengan 0,001. Sedangkan medan magnet luar diberikan diawal perhitungan sebesar 57,5 T dan akan berkurang seiring dengan berjalannya perhitungan sampai medan magnet luar ini bernilai nol.
1.00 Jp = 0,0005 Jp = 0,001 Jp = 0,005
M/M SAT
0.75
0.50
0.25
0.00 0
20
40
60
80
100
Temperatur (K)
Gambar 4.5. Plot magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) yang diperoleh dari eksplorasi pengaruh interaksi pertukaran anisotropik dengan coupling ferromagnetik pada arah planar. Hasil eksplorasi ini selanjutnya akan digunakan sebagai acuan eksplorasi selanjutnya, khususnya pada penentuan parameter-parameter yang menghasilkan Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
40
data yang paling optimal. Hasil yang paling optimal yang dimaksud adalah data magnetisasi yang menunjukkan transisi magnetik orde ke-1 dengan Tc yang paling besar. Untuk tujuan ini, maka dengan berpatokan dari hasil yang sudah diperoleh, ekplorasi dilanjutkan dengan memperbesar nilai Jh dan nilai exchange coupling anisotopik dipilih sebesar 0,001. Perhitungan selanjutnya akan dilakukan untuk kedua sifat interaksi yaitu untuk koreksi ferromagnetik di arah planar dan koreksi ferromagnetik di arah axial.
4.4. Hasil Perhitungan Magnetisasi Paling Optimal Berdasarkan hasil perhitungan dengan berbagai variasi parameter yang telah didapatkan, maka dilakukan perhitungan dengan satu set nilai parameter yang diharapkan dapat memberikan hasil yang paling optimal. Perhitungan dilakukan dengan nilai Jh = 2,4 dengan Ja = -0,001 dan Jp = 0,001. 1.0
M/M sat
Jh=2.4 Jp=o Ja=0 Jh=2.4 Jp=0 Ja=-0.01 Jh=2.4 Jp=0.01 Ja=0
0.5
0.0 0
100
200
300
400
Temperatur (K)
Gambar 4.6. Grafik magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) hasil perhitungan yang paling optimal, (kurva hijau) ketika hanya ada pengaruh DE, (kurva merah dan biru) masing-masing ketika diperhitungkan koreksi anisotropik dengan coupling antiferromagnetik di arah axial dan coupling ferromagnetik di arah planar. Hasil perhitungan magnetisasi dari satu set nilai parameter ini ditampilkan pada Gambar 4.6. gambar tersebut memperlihatkan bahwa dengan hanya meninjau Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
41
pengaruh interaksi double exchange saja (yang ditunjukkan oleh kurva merah) tidak dapat menjelaskan adanya tendensi transisi fase kemagnetan orde ke-1 pada bahan oksida mangan kristal tunggal, ini ditunjukkan oleh profil kurva magnetisasi terhadap temperatur yang cenderung memimik profil transisi fase magnetik orde ke-2. Namun ketika pengaruh interaksi pertukaran anisotropik diperhitungkan di dalam sistem, diperoleh hasil koreksi yang sangat signifikan dalam menghasilkan tendensi transisi fase kemagnetan orde ke-1, hal ini dapat dilihat dari profil kurva ketergantungan magnetisasi terhadap temperatur, dimana nilai magnetisasinya tiba-tiba drop dengan sangat drastis terhadap temperatur. Ketika nilai Ja diambil sebesar
-0,001,
yang
artinya
pengaruh
anisotropik
berupa
koreksi
antiferromagnetik di arah axial, diperoleh nilai magnetisasi jatuh secara drastis di sekitar temperatur 116 K. Demikian juga ketika pengaruh anisotropik berupa koreksi ferromagnetik di arah planar, nilai magnetisasi sistem jatuh secara drastis disekitar temperatur 92 K. Hasil eksperimen Phan et al. (2004) [12] pada Gambar 1.4 menunjukkan bahwa jatuhnya nilai magnetisasi pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal terjadi disekitar temperatur sekitar 227 K. Bila dibandingkan dengan hasil perhitungan di atas, maka nilai tempertur Tc hasil perhitungan mengalami reduksi yang cukup signifikan. Akan tetapi kurva magnetisasi yang dihasilkan dari perhitungan memiliki profil yang cukup mendekati hasil eksperimen. Maka bila dilihat dari profilnya, dapat dikatakan bahwa interaksi pertukaran anisotropik berpengaruh pada adanya tendensi transisi magnetik orde ke-1 pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal, yang dapat terjadi jika koreksi anisotropiknya yang berupa koreksi ferromagnetik di arah planar dan koreksi antiferromagnetik di arah axial. Untuk kedua sifat koreksi ini, niai Tc bisa saja berbeda.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dalam studi ini telah dilakukan perhitungan dengan menggunakan model yang memperhitungkan adanya pengaruh interaksi pertukaran anisotropik untuk mempelajari tendensi transisi fase magnetik orde ke-1 pada bahan oksida mangan kristal tunggal. Metode yang digunakan dalam perhitungan adalah metode DMFT. Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal antara lain : 1. Pendekatan yang hanya memperhitungkan pengaruh double exchange yang dihitung dengan algoritma DMFT hanya dapat menangkap gejala kemagnetan dan sifat isotropik saja. Sehingga pengaruh pertukaran anisotropik dimasukkan secara ad hoc ke dalam aksi efektif. Penambahan suku koreksi anisotropik ke dalam aksi efektif ini tidak banyak mempengaruhi dinamika elektron sehingga bentuk DOS-nya tidak jauh berbeda dari profil DOS yang hanya memperhitungkan interaksi double exchange saja. 2. Dari hasil perhitungan diperoleh tendensi transisi kemagnetan orde ke-1 dapat terjadi jika terdapat koreksi anisotropik yang dapat berupa : -
Koreksi ferromagnetik di arah planar
-
Koreksi antiferromagnetik di arah axial
3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koreksi anisotropik yang optimal dapat menghasilkan transisi fase kemagnetan orde ke-1 pada nilai Jh=2,4, Jp=0,001 dan Ja= -0,001. Walaupun magnitud dari koreksi anisotropik ini sangat kecil, namun efeknya sangat besar dalam mereduksi Tc sistem dan mengubah transisi magnetik dari orde ke-2 menjadi orde ke-1.
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
43
5.2 Saran Meskipun studi ini cukup memberikan gambaran adanya tendensi transisi magnetik orde ke-1 sebagai akibat dari adanya pengaruh interaksi pertukaran anisotropik pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal, namun masih ada beberapa hal yang belum cukup baik bila dibandingkan dengan hasil eksperimen. Terutama nilai Tc yang diperoleh masih cukup jauh dari nilai yang diharapkan. Untuk itu ada beberapa hal yang disarankan untuk studi selanjutnya, antara lain : 1. Perlu dilakukan eksplorasi terhadap pengaruh nilai konstanta Jh pada Tc. Dalam simulasi ini digunakan nilai Jh=2,4 yang dianggap optimal, namun dengan nilai Jh=2,4 seakan-akan memberikan Tc yang jauh lebih rendah dari eksperimen. Tc yang bernilai lebih rendah ini mungkin juga dapat disebabkan oleh penggunaan skala energi yang tidak sesuai dengan skala energi kisi Bethe pada tight-binding. 2. Interaksi yang terjadi di dalam sistem kristal hampir seluruhnya dipengaruhi oleh elektron. Karena keterbatasan perangkat perhitungan maka dalam perhitungan DMFT ini koreksi pertukaran anisotropik hanya diperhitungkan secara ad hoc di dalam aksi efektif (Sef) yang hasilnya tentu tidak seakurat hasil yang diperoleh dari perhitungan yang sebenarnya. Oleh karena itu akan sangat menarik apabila kita dapat membuat suatu model yang dapat mengakomodir segala bentuk interaksi yang terjadi di dalam suatu sistem kristal, paling tidak dapat mengakomodir interaksi untuk beberapa sel yang saling berjauhan dan memecahkan model tersebut tanpa pendekatan ad hoc, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih eksak dan studi yang dilakukan tidak hanya sekedar meninjau problem satu site saja, tapi lebih dari itu dapat melakukan perhitungan untuk problem banyak site yang saling berinteraksi satu sama lain sehingga lebih mempresentasikan dinamika interaksi yang sebenarnya. Jika hanya didukung oleh perangkat perhitungan sederhana tentunya banyak keterbatasan, misalnya dengan menambah unit sel berarti memperbesar ukuran matrik di dalam program, hal ini tentunya akan memperberat kerja dari perangkat PC yang digunakan dan proses running dalam memproduksi data menjadi sangat lama. Sehingga untuk dapat melakukannya maka kami menyarankan pada studi selanjutnya agar dapat Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
44
mengupayakan suatu perangkat perhitungan yang jauh lebih baik dari hanya sekedar PC ataupun laptop (seperti penggunaan cluster atau paralel computing).
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
45
DAFTAR REFERENSI
[1]
S. Jin, M. McCormack, T. H. Tiefel, dan R. Ramesh. Colossal magnetoresistance in La-Ca-Mn-O ferromagnetic thin films, Journal of Applied Physics, 76, 6929 (1994).
[2]
A. R. Dinesen, Magnetocaloric and magnetoresistif properties of La0.67Ca0.33-xSrxMnO3, Ph.d Thesis, Technical University of Denmark (2004).
[3]
M. H. Phan dan S. C. Yu, Review of the magnetocaloric effect in manganite materials, Journal of Magnetism and Magnetic Materials, 308, 325-340 (2007).
[4]
S. Jeppensen. Magnetocaloric materials, Ph.D Thesis, Niels Bohr Institute, University of Copenhagen (2008).
[5]
G. J. Snyder, Magnetism and electron transport in magnetoresistive lanthanum calcium manganites, Ph.D Tesis, Department of Applied Physics, Standford University (1997).
[6]
L. P. Gor’kov dan V. Z. Kresin, Mixed-valence manganites: fundamentals and main properties, Physics Reports, 400, 153 (2004).
[7]
E. Warburg, Magnetische untersuchungen, Annalen der Physic, 13, 141164 (1881).
[8]
W. F. Giauque dan D. P. MacDougall, The production of temperatures below one degree absolute by adiabatic demagnetization of Gadolinium Sulfate, Journal of the American Chemical Society, 57, 1175 (1935).
[9]
G. V. Brown, Magnetic heat pumping near room temperature, Journal of Alloys and Compounds, 47, 3673 (1976).
[10] D. T. Morelli, A. M. Mance, J. V. Mantese, dan A. L. Micheli, Magnetocaloric properties of doped lanthanum manganite films, Journal of Applied Physics, 79, 373 (1996). [11] V. K. Pecharsky dan K. A. Gschneidner, Giant magnetocaloric effect in , Physical Review Letters, 78, 4494 (1997). [12] M. H. Phan, S. C. Yu, N. H. Hur, dan Y. H. Jeong, Large magnetocaloric effect in
single crystal, Journal of Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
46
Applied Physics, 96,1154 (2004). [13] Z. B. Guo, Y. W. Du, J. S. Zhu, H. Huang, W. P. Ding, dan D. Feng, Large magnetic entropy change in perovskite-type manganese oxides, Physical Review Letters, 78, 1142 (1997). [14] M. H. Phan, S. C. Yu dan N. H. Hur, Excellent magnetocaloric properties of
(0.05≤x≤0.25) single crystals,
Applied Physics Letters, 86, 072504 (2005). [15] P. Sande, L. E. Hueso, D. R. Miguens, J. Rivas, F. Rivadulla, dan M. A. L. Quintela, Large magnetocaloric effect in manganites with charge order, Applied Physics Letters, 79, 2040 (2001). [16] G. C. Lin, Q. Wei dan J. X. Zhang, Direct measurement of the magnetocaloric effect in
, Journal of Magnetism and
Magnetic Material. 300, 392 (2005). [17] NDT Resource Center, Education Resources, Structure of Materials, Januari 10, 2012. http:// www.ndt-ed.org [18] M. A. Majidi, (2011, Januari 12), Milis Fisika Indonesia, Topik Penelitian, 15651, Januari 10, 2012. http://tech.groups.yahoo.com [19] R. Skomski, A. Kashyap, J. Zhou dan D. J. Sellmyer, Anisotropic exchange, Journal of Applied Physics, 97, 10B302 (2005). [20] Carsten Timm, Theory of magnetism, Technische Universität Dresden, 2011. [21] C. L. Henley, Solid-state physics II, Cambridge University Press, 2007. [22] A. Altland dan B. Simon, Condensed matter field theory, Cambridge University Press, 2006. [23] C. Zener, Interaction between the d-shells in the transition metals. II. Ferromagnetic compounds of manganese with perovskite structure, Physical Review, 82, 403 (1951). [24] H. Bruus dan K. Flensberg, Many-body quantum theory in condensed matter physics, University of Copenhagen, 2002. [25] M. A. Majidi. Magnetism and transport within the dinamical mean field theory, Conference on Theoretical Physics and Non-linear Phenomena, University of Indonesia, Depok, November 2010. Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012
47
[26] A. Z. Johannes, Model double-exchange dan interaksi elektron-fonon untuk
menjelaskan
transisi
isolator-metal
dan
fenomena
megnetoresistance pada bahan manganites, Tesis M.Si, Jurusan Fisika Universitas Indonesia, Depok (2011). [27] G. H. Jonker dan J. H. Van Santen, Ferromagnetic compounds of manganese with perovskite structure, Physica, 16, 337 (1950). [28] P. W. Anderson dan H. Hasegawa, Considerations on double exchange, Physical Review, 100, 675 (1955).
Universitas Indonesia
Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012