UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK R (72 TAHUN) DENGAN INSOMNIA DI WISMA CEMPAKA PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULYA 1 CIPAYUNG
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
HESTIANI WINDARI BR GINTING 0906510924
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA DEPOK JULI 2014
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK R (72 TAHUN) DENGAN INSOMNIA DI WISMA CEMPAKA PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULYA 1 CIPAYUNG
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Ners
HESTIANI WINDARI BR GINTING 0906510924
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA DEPOK JULI 2014 i
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
ii
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
iii
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Tri Tunggal atas rahmat dan kasih karunia-Nya yang melimpah yang selalu memberikan kekuatan dan penghiburan selama proses pembuatan sampai selesainya Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini. Penulisan KIAN ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak mulai masa saya baru menjadi mahasiswa sampai pada saat penyusunan KIAN ini, saya tidak akan dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Yossie Susanti Eka Putri, S.Kp., MN selaku dosen pembimbing KIAN yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran dalam membimbing dan membantu saya dan teman-teman sepimbingan dalam penyelesaian KIAN ini. 2. Bapak Ns. Budhi Mulyadi, S.Kep., M.Kep, Sp.Kep. Kom selaku penguji dalam siding KIAN yang telah memberikan masukan untuk memperbaiki karya tulis ini 3. Ibu Kuntarti, S.Kp., M Biomed selaku Ketua Program Studi S1 dan Ners serta sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama 5 tahun perkuliahan saya 4. Keluarga saya yang hebat; Bapak (Hendri Ginting), Mamak (Morina Sembiring), adik-adik (Harry dan Irfan) yang memberikan semangat dan doa sehingga saya tetap bersemangat untuk menyelesaikan KIAN ini tepat pada waktunya. 5. Teman-teman satu kost (Ira, Elizabeth, Maria, Lisa, Nova, Siska, Yanthi) dan TKK ku Ningsih dan semua yang tidak bisa saya sebut satu-persatu yang telah menjadi tempat berbagi suka, duka, dan cerita tentang pahit dan asamnya menjadi mahasiswa profesi dan memberi dukungan kepada ketika saya iv
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
sedang mengalami stres dalam perkuliahan dan penulisan KIAN ini . Makasih, teman-teman, kalian selalu menjadi yang terbaik.
Akhir kata, saya berharap Tuhan yang membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya. Semoga KIAN ini diterima dan dan dapat dipertahankan sebagai syarat kelulusan dan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok,
Juli 2014 Penulis
v
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
vi
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Jumlah masyarakat perkotaan semakin lama semakin meningkat akibat arus urbanisasi. T inggal di perkotaan berdampak terhadap peningkatan level stress dan fungsi aktivitas. Daerah perkotaan memiliki jumlah pengangguran dan gelandangan yang tinggi, termasuk didalamnya lansia. Lansia mengalami penurunan dalam kemampuan fisik dan aktivitas sehingga membutuhkan tempat penanmpungan untuk membantu memenuhi kebutuhan mereka yakni panti sosial. Lansia yang tinggal di panti tidak lepas dari masalah-masalah kesehatan, salah satunya adalah insomnia. Insomnia adalah masalah yang sering terjadi pada lansia yang dapat menurunkan kualitas hidup lansia sehingga harus diselesaikan. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis intervensi dalam mengatasi insomnia, yakni dengan sleep hygiene, relaksasi otot progresif, peningkatan aktivitas, dan pemberian massase. Hasil dari analisis terhadap seorang lansia menemukan bahwa serangkaian intervensi tersebut dapat mengatasasi masalah insomnia pada lansia Kata kunci: Insomnia, lansia, massase punggung, relaksasi otot progresif, sleep hygiene tidur
ABSTRACT Urban populations keep increasing by time because of urbanization. Living in urban area effects increasing of sress level and activities. Urban slum and jobless/homeless are developing at a rapid rate including elders. Elders that living in nursing home are in risk of health problems, one of the problem is insomnia. Insomnia is a common problem in elders that may decrease quality of life, therefore this problem have to be solved. This writing aim to analize the interventions that can be used to reduce or solve insomnia, they are sleep hygiene progressive muscle relaxation, increasing activities, and back massage. The result by analizing the interventions in one elder found that the interventions can solve insomnia problem in elder. Keywords: back massage, elder, Insomnia, progressive muscle relaxation, sleep, sleep hygiene,
vii
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... viii BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 5 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 5 1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 5 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 5 1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................. 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8 2.1 Konsep Tidur ...................................................................................... 8 2.2. Konsep Lansia dan Fisiologis tidur pada Lansia ............................... 10 2.3 Insomnia pada Lansia ......................................................................... 12 2.4.................................................................................................. Penatala ksanaan Insomnia ............................................................................... 16 2.5 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan…………..18
2.6 Peran Perawat dalam Keperawatan Kesehatan Perkotaan ................. 20
viii
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ................................... 22 3.1 Pengkajian Keperawatan .................................................................... 22 3.2 Analisis Data....................................................................................... 24 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ........................................................... 26 3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ........................................... 27 BAB 4 ANALISIS SITUASI.......................................................................... 34 4.1 Profil Lahan Praktik............................................................................ 34 4.2 Analisis Diagnosa Keperawatan Insomnia dengan Konsep Terkait ... 38 4.3 Analisis Intervensi Keperawatan ........................................................ 40 BAB 5 PENUTUP ................................................................................... 45 5.1 Simpulan ............................................................................................. 45 5.2 Saran ................................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47 LAMPIRAN
ix
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Populasi lansia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, begitu juga dengan usia harapan hidup. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan mengalami ledakan jumlah penduduk berusia lanjut. Seperti data yang diambil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011 (dalam Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI, 2013), diproyeksikan dalam kurun waku tahun 2010– 2035, kelompok umur 0-14 tahun dan 15-49 menurun, dan sebaliknya kelompok umur lansia (50-64 tahun dan 65+) akan terus meningkat.
Situasi global yang berhubungan dengan peningkatan jumlah lansia saat ini adalah bahwa setengah dari seluruh lansia di dunia (400 juta jiwa) berasal dari Asia, pertumbuhan jumlah lansia di Negara yang sedang berkembang lebih cepat daripada lansia di Negara yang sudah berkembang, masalah terbesar lansia adalah penyakit degeneratif, dan diperkirakan pada tahun 2050 sekitar 75% lansia penderita penyakit degeneratif tidak dapat beraktifitas. Indonesia sebagai Negara berkembang diperkirakan akan mengalami ledakan jumlah penduduk lansia berdasarkan proyeksi 2010-2035 (Primadi, 2013).
Lanjut usia merupakan tahap terjadinya penurunan dalam berbagai fungsi tubuh seperti kemunduran fisik, kemampuan sosialisasi, dan kognitif sedikit demi sedikit sampai lansia tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Masalah yang menurut beberapa penelitian yang sering terjadi pada lansia adalah masalah tidur (Chan, F., Mok, E., Chan E.A. (2010); Constance et al., 2012). Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia. Tujuan tidur adalah untuk menjaga
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
2
keseimbangan mental, emosional, dan kesehatan (Potter & Perry,2006). Lansia secara umum mengalami perubahan pola tidur karena proses penuaan yang dialami. Lansia mengalami perubahan yang khas yang membedakannya dengan orang yang lebih muda. Masalah gangguan tidur yang sering terjadi pada lansia diakibatkan karena perubahan fisiologis tidur pada lansia dimana pada lansia terjadi penurunan tidur tahap 3 dan 4 (tidur dalam) yang mengakibatkan lansia mudah terbangun (Potter & Perry, 2006). Hal-hal lain yang mungkin menyebabkan gangguan pola tidur pada lansia adalah penurunan aktivitas fisik, penyakit degeneratif, ketakutan, kecemasan, stres dan depresi, lingkungan yang asing, kebisingan, obat-obatan serta penyakit.
Sebuah penelitian tentang insomnia pada lansia di komunitas panti dan rumah sakit menemukan bahwa penurunan kemampuan fisik dan aktivitas pada lansia berhubungan dengan peningkatan angka kejadian insomnia (Singer , 2005; Corsinovi et al., 2012). Penurunan aktivitas sosial pada lansia juga sering menyebabkan depresi pada lansia. Penelitian oleh Moon, Angela, Esther (2012) menemukan adanya hubungan antara gangguan tidur dan depresi pada lansia. Penelitian mengenai depresi pada lansia juga sudah sering dilakukan. Kehilangan pasangan, teman, sanak saudara, kemampuan fisik telah dihubungkan dengan depresi pada lansia. Lingkungan yang tidak nyaman seperti kebisingan, pencahaan yang terlalu terang, panas, dingin, dan kondisi tidak nyaman lainnya. Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur. Penelitian The Health Council of the Netherlands (2004) yang berfokus terhadap pengaruh lingkungan dengan tidur mempertimbangkan bukti bahwa kebisingan berpengaruh terhadap gangguan tidur, perubahan pola tidur, dan kualitas tidur subjektif.
Insomnia didefinisikan sebagai kesulitan terus-menerus dalam memulai dan/atau mempertahankan tidur dan berhubungan dengan distress serta kerusakan berfungsi di siang hari (Szentkiralyi, et al., 2009). Berdasarkan pengklasifikasian
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
3
International Classification of Sleep Disorder, insomnia merupakan kesulitan untuk memulai tidur, bangun terlalu dini, sering terbangun dengan kesulitan untuk tertidur kembali dan mengalami konsekuensi di siang hari akibat kesulitan tidur di malam hari. Insomnia memiliki karakteristik satu atau lebih gejala; kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur dan bangun terlalu cepat serta kualitas tidur kurang (Potter & Perry, 2005). Dari berbagai pengertian tersebut dapat diartikan bahwa insomnia merupakan suatu gangguan terhadap pemenuhan kualitas tidur yang memuaskan yang ditandai dengan kesulitan memulai tidur, mempertahankan tidur, dan kuantitas tidur yang kurang. Penelitian oleh Mausavi et al. (2012) terhadap 772 lansia di Kahrizak Nursing Home, Tehran Iran menemukan 39,2% dari lansia
mengalami sindrom
insomnia; 56,1% lansia menyatakan kesulitan untuk memulai tidur, 46,2% kesulitan untuk mempertahankan tidur dan 46,9% bangun terlalu dini. Di panti di Indonesia juga ditemukan masalah yang sama, yakni pada penelitian Heny., dkk (2013) mendapatkan bahwa dari 47 lansia yang diwawancarai, 24 di antaranya mengalami tanda dan gejala insomnia. Melalui hal tersebut diketahui bahwa insomnia merupakan gangguan yang sering terjadi pada populasi lansia. Beberapa faktor mungkin menjadi penyebab dari gangguan tidur pada lansia, khususnya pada lansia di panti, terpisah dari efek normal dari penuaan yang mengganggu ritme sirkardian (Cramer et al., 1999). Pada lansia di perkotaan khususnya di panti, berbagai faktor penyebab masalah insomnia pada lansia dapat ditemukan. Beberapa lansia memiliki masalah kesehatan tertentu seperti hipertensi, diabetes, asam urat yang dapat mempengaruhi tidurnya. Hal lain diluar itu hal penting lain yang bisa mempengaruhi tidur pada lansia di panti adalah lingkungan panti itu sendiri. Sebagian besar lansia mungkin mengalami kesulitan untuk beradaptasi terhadap level penerangan, kebisingan dan suhu. Kawasan perkotaan merupakan tempat dengan tingkat kebisingan, polusi dan kepadatan penduduk yang tinggi karena merupakan pusat dari industri,
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
4
kesehatan, pemerintahan. Jumlah penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan arus urbanisasi, termasuk diantaranya lansia. Organissasi kesehatan dunia mencatat bahwa jumlah lansia akan lebih banyak di perkotaan (Hamid, 2007). Fenomena meningkatnya lansia diperkotaan berdampak kepada peningkatan pelayanan lansia yang berada di perkotaan dengan dibentuknya panti sosial akibat banyaknya lansia yang terlantar karena tidak mampu menghidupi diri sendiri. Panti sosial terdapat di perkotaan yang umumnya memiliki kebutuhan yang tinggi akan tempat yang dapat memberikan kemudahan
pelayanan
kesehatan,
keamanan
dan
kenyamanan
demi
meningkatkan kesejahteraan lansia.
Panti Sosial Tresna Wredha Budi Mulia 1, Cipayung, Jakarta Timur merupakan salah satu panti sosial milik Pemda DKI. Panti ini berfungsi sebagai sarana pelayanan kesejahteraan bagi para lanjut usia yang mengalami masalah sosial yang disebabkan oleh kemiskinan, ketidakmampuan secara ekonomi untuk diberikan pembinaan pelayanan sosial serta perlindungan agar lansia dapat hidup secara wajar. Data 2014 menunjukkan jumlah lansia yang berada di panti ini adalah 210 orang.. Sebagai tugas akhir praktik KKMP penulis wajib untuk mengambil salah satu kasus pada lansia untuk dikelola secara khusus dan dilaporkan dalam Karya Akhir Ilmiah Ners (KIAN). Penulis kemudian memutuskan untuk mengambil kasus insomnia dengan latar belakang seperti diatas. Penulis tidak menemukan penelitian sebelumnya terkait insomnia di panti Cipayung, namun melalui pengkajian terhadap 10 lansia di wisma cempaka, penulis menemukan 4 orang lansia mengalami insomnia. Sedangkan di wisma Flamboyant dari pengkajian PSQI oleh mahasiswa pada bulan Maret 2014 ditemukan 78,58% lansia mengalami kualitas tidur buruk.
Penulis melakukan praktik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan (KKMP) di PSTW Budi Mulia 1 Selama 7 minggu untuk mengelola kasus dan manajemen keperawatan. Salah satu lansia yang terkaji memiliki masalah
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
5
insomnia adalah Nenek R (72 tahun).Nenek R adalah salah satu klien di PSTW Budi Mulia 1 yang sekarang ditempatkan di ruangan Cempaka. Nenek R sudah sekitar lima tahun menempati Panti tersebut. Dari pengkajian yang telah dilakukan oleh penulis, nenek R mengalami insomnia kronis selama lebih dari setahun. Nenek R mengatakan bahwa saat teman-teman lansia lain sudah tidur semua, nenek R belum bisa tidur. Nenek R menyatakan biasanya bisa mulai tertidur sekitar pukul 12 malam kemudian terbangun pukul 2 atau 3 dini hari. Nenek R juga menyatakan mencoba tidur lebih cepat, sama seperti lansia lain, namun sangat lama untuk bisa benar-benar tertidur. Nenek R tidak mengeluhkan sering pusing namun menyatakan sering mengantuk pada pagi hari sekitar pukul 9 atau 10 pagi, namun tidak bisa tidur karena lingkungan sudah bising pada jamjam tersebut. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk membrikan intervensi keperawatan terhadap masalah insomnia yang dialami oleh nenek R. Untuk mengatasi masalah insomnia pada nenek R dilakukan intervensi teknik relaksasi, yaitu napas dalam, otot progresif, dan massase serta sleep hygiene.
1.2 Perumusan Masalah Lansia mengalami perubahan pada sistem tubuhnya yang mencakup perubahan struktur dan fungsi tubuh, kemampuan kognitif, dan kesehatan mental. Salah satunya adalah gangguan tidur (insomnia). Insomnia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kesulitan untuk memulai tidur, memoertahankan tidur, dan/ atau bangun terlalu dini. Tinggal di panti merupakan salah satu stressor bagi lansia untuk mengalami gangguan tidur (insomnia) akibat kesulitan beradaptasi dengan lingkungan panti. Angka kejadian insomnia dan komplikasi yang ditimbulkan akan semakin meningkat jika masalah ini tidak ditangani khususnya pada lansia yang tinggal di perkotaan. PSTW Budi Mulia 1 Cipayung merupakan salah satu institusi bagi lansia yang ada di perkotaan. Masalah kesehatan yang ada di PSTW ini juga beragam, salah satunya adalah insomnia. Meskipun insomnia sering terjadi pada lansia, masalah tersebut tetap perlu untuk diatasi dengan berbagai cara untuk mencapai kualitas hidup yang optimal pada lannsia. Oleh
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
6
sebah itu, dalam laporan ini penulis ingin menganalisis intervensi yang dapat diberikan dalam asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah insomnia di wisma Cempaka PSTW Budi Mulia 1 Cipayung khususnya nenek R.
1.3 Tujuan a. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah menganalisis asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada Nenek R (72 tahun) dengan masalah insomnia praktik di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Mulia 1 Cipayung.
b. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah: 1. Menggambarkan profil pelayanan lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Mulia 1 Cipayung. 2. Menggambarkan hasil pengkajian dan analisis data pada Nenek R dengan masalah insomnia di wisma Cempaka Panti Sosial Tresna Wredha Budi Mulia 1 Cipayung. 3. Menggambarkan rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia dengan masalah insomnia 4. Menggambarkan implementasi yang telah dilakukan pada lansia dengan insomnia 5. Menggambarkan evaluasi hasil implementasi yang telah dilakukan.
1.4 Manfaat Penulisan Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk mengatasi masalah insomnia pada lansia, antara lain: 1. Bagi pelayanan keperawatan dan kesehatan Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi bidang keperawatan
dan pelayanan kesehatan
di
PSTW
terkait
intervensi
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
7
keperawatan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah insomnia dan menjadi masukan di bidang keperawatan untuk dapat menerapkan intervensi yang telah dilakukan dalam mengatasi masalah tidur pada lansia.
2. Bagi keilmuan Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik maupun bagi penelitian selanjutnya. Bagi pendidikan hasil laporan ini dapat dijadikan sebagai data dasar untuk pengembangan ilmu mengenai intervensi keperawatan pada lansia yang mengalami masalah insomnia. Selain itu, juga dapat dijadikan sumber informasi bagi pendidikan agar dapat meningkatkan pengajaran terhadap mahasiswa sebagai salah satu penyelesaian masalah insomnia. 3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan atau ide untuk meneliti lebih jauh terkait manfaat intervensi keperawatan untuk mengatasi insomnia seperti relaksasi otot progresif, napas dalam, dan massase punggung.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tidur Tidur adalah suatu keadaan yang ditandai dengan menurunnya kesadaran, penurunan aktivitas otot rangka, dan penurunan metabolisme (Harkreader, Hogan, & Thobaban, 2007). Menurut Potter & Perry (2005), tidur merupakan proses fisiologis yang bersiklus bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Tidur terjadi karena adanya proses pengaturan dalam tubuh. Tiga proses regulator mempengaruhi tidur; mekanisme homoestasis, ritme sirkadian (jam biologis), dan ritme ultradian. Dari ketiga mekanisme pengaturan tersebut, mekanisme homoestatis yang paling sedikit dipahami. Formasi neuron dalam batang otak retikuler dan hipotalamus menghasilkan neurotransmiter yang mempengaruhi siklus tidur. Asetikolin dan norepinefrin memainkan peran penting dalam tidur REM, serotonin dan asam gammaaminobutyric (GABA) dalam tidur NREM. Melalui penelitian yang dilakukan oleh National Institute of Neurological Disorder and stroke (NINDS, 2005) menujukkan bahwa adenosin menumpuk di dalam darah ketika seseorang sedang terjaga dan menyebabkan rasa kantuk, dan secara bertahap menurun ketika tidur (Harkreader, Hogan, & Thobaban., 2007). Ritme sirkardian adalah pola ritme biologis yang recara teratur berulang dalam interval 24 jam. Siklus tidur termasuk kedalam siklus sirkardian. Mekanisme yang mengontrol ritme sirkaridan alami siklus tidur dipicu oleh lingkungan atau synchronizer, atau zeitgabers (time keeper). Time keeper tersebut mengatur jam biologis manusia menjadi 24 jam dalam sekali siklus. Tiap
hari, pola malam dan siang adalah time keeper yang paling besar
pengaruhnya terhadap manusia. Melatonin “the hormone of darkness” mengatur fase sirkardian dalam tidur. Melatonin adalah hormon alami yang
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
9
terbentuk pada kelenjar pineal. Selama siang hari pineal tidak aktif, tetapi ketika matahari terbenam dan terjadi gelap pineal tersebut kemudian mulai mengaktifkan melatonin yang dilepas ke darah. Hal lain yang mempengaruhi pola bangun-tidur termasuk rutinitas sehari-hari, peristiwa sosial, kebisingan, dan jam alarm. Ritme Ultradian adalah pengulangan yang teratur pada ritme biologis yang kurang dari 24 jam. Dua siklus ultradian dalam siklus tidur adalah status tidur yakni tidur NREM dan tidur REM (Harkreader, Hogan, & Thobaban., 2007). Penelitian membuktikan bahwa terdapat 5 tahap dalam tidur; NREM tahap 1, 2, 3, 4 dan tidur REM ( Harkreader, Hogan, & Thobaban, 2007). a.
NREM (Non Rapid Eye Movement)
Tahap tidur ini dapat juga disebut sebagai tidur gelombang lambat. Dinamakan tidur gelombang lambat karena pada tahap ini gelombang otaknya sangat lambat Tubuh bergerak terutama ketika terjadi perubahan tahap tidur tidur yang satu dengan tahap tidur lainnya (Hidayat, 2008). Tahap tidur NREM ini dapat dibagi kedalam 4 tahap. Tahap I merupakan tidur yang paling ringan, seseorang akan mudah terbangun pada tahap ini. Polysomnography mengindikasikan bahwa terjadi penurunan aktivitas sebanyak 50% antara terbangun penuh dengan tahap 1 NREM. Melalui EEG (electroencephalogram) menunjukkan voltase rendah, aktivitas otak tidak teratur. Tahap II juga merupakan tidur ringan. Sedangkan tahap III dan IV sudah mulai memasuki tahap tidur dalam. Tidur NREM tahap 3 dan 4 adalah tahap tidur dalam, yang mana tahap 4 lebih intens daripada tahap 3. Tahap tiga ditandai dari munculnya ledakan gelombang delta atau tidur gelombang rendah yang diselingi dengan gelombang yang lebih kecil, lebih cepat. Aktivitas EEG tinggi dan ambang gairah yang tinggi sehingga akan sulit membangunkan seseorang yang sedang berada pada tahap ini. Tahap 4
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
10
merupakan tahap tidur yang paling dalam, Tidak ada pergerakan bola mata ataupun aktivitas otot pada tahap ini. Orang yang terbangun pada fase ini tidak secara langsung dapat menyesuaikan diri dan kadang-kadang merasa pusing dan disorientasi untuk beberapa menit setelah terbangun. Pada tahap ini mimpi seakan-akan nyata. b.
REM (Rapid Eye Movement). Tidur REM sangat mirip dengan
keadaan sadar penuh, kecuali tonus otot yang sangat rendah. Tidur REM adalah tahap pada tidur yang ditandai dengan bola mata bergerak ke berbagai arah dengan cepat. Disebut juga sebagai tidur paradoks karena terdapat aktivitas otak yang tinggi (EEG activation). Aktivitas otak yang direkam pada EEG sama seperti ketika sedang berada pada keadaan sadar penuh. Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi.
2.2 Konsep Lansia dan Fisiologis tidur pada lansia Penuaan pada setiap individu merupakan susuatu yang normal yang akan terjadi pada setiap individu. Proses penuaan ini diiringi dengan adalanya perubahan fisik dan psikologis. Penuaan tersebut juga mempengaruhi kebutuhan biologi dan psikologi. Proses menua adalah proses sepanjang hidup, yang dimulai sejak permulaan kehidupan, sehingga merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008). Menurut WHO dalam Nugroho 2008 usia lanjut meliputi usia pertengahan yaitu kelompok dengan usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut antara 60 sampai 74 tahun, usia tua antara 75 sampai 90 tahun dan sangat tua diatas 90 tahun.
Kecukupan tidur tidak hanya diukur dari lama waktu tidur tetapi dilihat juga dari kualitas tidurnya. Tidur seseorang dikatakan berkualitas jika ia bangun dengan kondisi yang segar dan bugar. Pola tidur akan berubah seiring dengan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
11
pertambahan usia dan semakin beragamnya pekerjaan atau aktivitas. Semakin bertambah usia, efisiensi tidur akan semakin berkurang. Kebutuhan lansia semakin menurun karena dorongan homoestatik untuk tidur pun berkurang (Prasadja, 2009). Perubahan tidur normal pada lansia adalah terdapat penurunan pada NREM 3 dan 4, lansia hampir tidak memiliki tahap 4 atau tidur dalam. Tahap tidur IV sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik. Para ahli yang meneliti tentang tidur menemukan bahwa pada lansia tahap IV tidur sangat jelas terlihat terjadi penurunan. Lansia mengalami penurunan tahap III dan IV waktu NREM, lebih banyak terbangun selama malam hari dan lebih banyak tidur di siang hari. Kebanyakan lansia yang sehat tidak melaporkan adanya gejala yang terkait dengan perubahan ini selain tidak dapat tidur dengan cukup atau tidak bisa tidur. Setelah masuk pada tahan IV akan berlanjut ke tidur REM. Tidur REM membantu melepaskan ketegangan dan membantu metabolism sistem saraf pusat. Kekurangan tidur REM telah terbukti dapat menyebabkan gangguan mood (alam perasaan) dan kecemasan (Stockslager,2007).
Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem neurologis yang secara fisiologis akan mengalami penurunan jumlah dan ukuran neuron pada sistem saraf pusat. Hal ini mengakibatkan fungsi dari neurotransmitter pada sistem saraf menurun sehingga distribusi norepinefrin yang merupakan zat perangsang tidur juga menurun. Perubahan fisiologis pada sistem saraf menyebabkan gangguan tidur pada lansia (Potter & Perry, 2005; Stanley, 2006).
Perubahan tidur yang mempengaruhi kualitas tidur yang berhubungan dengan proses penuaan seperti meningkatnya latensi tidur, efisiensi tidur menurun, bangun lebih awal, tidur nyenyak berkurang, gangguan irama sirkardian dan peningkatan tidur siang. Lansia melaporkan sering tidur siang dan mengalami kesulitan untuk memulai tidur dan mempertahankan tidur (Stanley, 2006;
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
12
Olivera, 2010). Penelitian oleh Khasanah & Hidayati, 2012 mengenai kualitas tidur lansia di balai rehabilitasi sosial mendapatkan hasil bahwa 70,1% lansia (68) responden memiliki kualitas tidur yang buruk. Penelitian yang dilakukan di Brazil pada tahun 2008 kepada 38 lansia juga mendapatkan hasil bahwa 63,2% lansia memiliki kualitas tidur yang buruk berdasarkan PSQI.
Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat mengganggu dan menurunkan kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut membutuhkan tidur 6 sampai 7 jam perhari (Hidayat, 2008). Gangguan tidur pada lansia biasanya muncul dalam bentuk kesulitan untuk memulai tidur dan sering terbangun atau bangun lebih awal, keadaan tersebut dikenal sebagai insomnia.
2.3 Insomnia pada Lansia Insomnia ditandai dengan kesulitan dalam memulai tidur, mempertahankan tidur, tidur terlalu ringan (dangkal), mudah terbangun, bangun terlalu cepat dipagi hari, atau perasaan subjektif bahwa kualitas tidur buruk dan tidak adekuat. Insomnia dikenal sebagai keadaan sulit tidur. Masalah yang sering muncul adalah kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur (Kupfer & Reynolds, 2012). Menurut Silber (2005) kesulitan mempertahankan tidur digambarkan dengan keadaan terbangun ketika seseorang sudah tidur tetapi terjadi sebelum keinginan untuk bangun muncul. Berdasarkan penelitian NINDS (2005) dalam Harkreader, Hogan, & Thobaban (2007) kejadian insomnia tersebut meningkat seiring dengan usia dan terjadi lebih banyak pada wanita dibanding pria. Beberapa orang yang telah mencapai usia lebih dari 65 tahun memiliki kebiasaan bangun sebanyak 25 kali dalam malam hari, sementara seperempatnya bangun lebih awal di pagi hari dan sulit untuk tertidur kembali (Roizen, 2009).
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
13
Lansia rentan terhadap insomnia karena adanya perubahan pada pola tidur, biasanya menyerang pada tahap 4 (tidur dalam), beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap tidur 4 atau tidur yang dalam. Seorang lansia sering terbangun di malam hari membutuhkan waktu untuk tertidur kembali, namun pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan psikologis dalam proses penuaan lebih mudah memelihara tidur REM dan berlangsung dalam siklus tidur mirip dengan dewasa muda. Perubahan pola tidur pada lansia juga banyak disebabkan oleh penurunan kemampuan fisik dan kemampuan organ pada lansia. Proses gangguan tidur ini juga kemungkinan besar disebabkan oleh adanya rasa khawatir, tekanan jiwa, ataupun stress (Prasadja, 2009). Insomnia dapat terjadi akibat stress situasional seperti masalah keluarga, penyakit atau kehilangan orang yang dicintai. Kasus insomnia yang disebabkan oleh situasi stress dapat menyebabkan kesulitan berkepanjangan untuk mendapat tidur yang cukup. Insomnia sering berkaitan dengan kebiasaan tidur yang buruk. Apabila kondisi berlanjut, ketakutan tidak dapat tidur dapat menyebabkan keterjagaan. Di siang hari, seseorang dengan insomnia kronik biasanya merasa mengantuk, letih, depresi, dan cemas (Potter & Perry, 2005). American Insomnia Association membagi insomnia ke dalam 3 tipe utama yang dibedalan berdasarkan durasi atau waktu terjadinya, yakni; (1)Transient insomnia; merupakan Insomnia yang berlangsung kurang dari 4 minggu dan biasanya berhubungan dengan kejadian tertentu yang berlangsung sementara dan biasanya menimbulkan stress dan dapat dikenali dengan mudah oleh penderitanya sendiri. Diagnosis transient insomnia biasanya dibuat secara retrospektif setelah keluhan klien sudah hilang. Faktor yang memicu antara lain akibat lingkungan tidur yang berbeda, gangguan irama sirkardian sementara akibat jet lag atau rotasi waktu kerja, stress situasional akibat lingkungan kerja baru dan lain-lain. (2)Short-term insomnia; merupakan insomnia yang berlangsung antara 1 sampai 6 bulan dan biasanya disebabkan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
14
oleh kejadian stress yang lebih persisten, seperti kematian anggota keluarga, perceraian atau kehilangan pekerjaan. Kondisi medis dan masalah psikologis juga dapat menyebabkan short term insomnia. (3) Chronic insomnia (insomnia persisten); berlangsung lebih dari 6 bulan ( Harkreader, Hogan, & Thobaban, 2007). Berdasarkan etiologinya, insomnia dibagi menjadi 2 kategori, yaitu; (1) Insomnia primer; mengacu pada sebuah gangguan tidur yang terjadi tanpa adanya kondisi yang mendasari terjadinya insomnia. Pada tidur ini, penderita bisa tidur namun tidak merasa tidur. Masa tidur REM sangat kurang, sedangkan masa tidur NREM cukup, periode tidur berkurang dan terbangun lebih sering. Insomnia primer ini merupakan bentuk umum insomnia dan tidak berhubungan dengan kondisi kejiwaan, masalah neurologi, masalah medis lainnya, ataupun penggunaan obat-obatan. (2)Insomnia sekunder; Insomnia ini bisa terjadi karena psikoneurotik dan penyakit organic. Pada orang dengan insomnia karena psikoneurosis sering didapatkan keluhankeluhan norn organic seperti sakit kepala, kembung, dan badan pegal yang mengganggu tidur. Keadaan tersebut akan menjadi lebih parah jika orang tersebut mengalami ketegangan karena persoalan hidup. Pada insomnia sekdunder karena penyakit organic, penderita tidak bisa tidur atau kontinuitas tidurnya terganggu, misalnya karena kram otot atau gatal-gatal (Potter & Perry, 2005). 2.4 Penatalaksanaan Insomnia Insomnia memiliki pengaruh yang buruk bagi kesehatan lansia sehingga masalah tersebut harus diatasi. Adapun intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia pada lansia adalah dengan terapi farmakologis dan nonfarmakologis a. Terapi farmakologi Tujuan terapi farmakologi adalah untuk menghilangkan keluhan penderita insomnia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidue pada usia lanjut Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
15
(Galimi, 2010). Ada lima prinsip dalam farmakologi, yaitu menggunakan dosis rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan bersifat intermitten (3-4 kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek (3-4 minggu), penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada gejala insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari ( Kamel, 2006). Terapi farmakologi yang paling efektif untuk insomnia adalah Benzodiazepine atau non-Benzodiazepine (Galimi, 2010).
Obat golongan lain yang digunakan untuk terapi insomnia adalah sedating antidepressant, antihistamin, antipsikotik. Beberapa hipnotik yang efektif untuk usia lanjut yaitu; Benzodiazepine, obat ini menimbulkan efek sedasi karena bekerja secara langsung pada reseptor benzodiazepine (Woodward, 2007). Efek yang ditimbulkan adalah menurunkan frekuensi tidur pada fase REM, menurunkan sleep latency, dan mencegah penderita terjaga di malam hari. BZDs digunakan untuk transient insomnia karena tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang lebih dari 4 minggu karena dapat menyebabkan ketergantungan (Kamel, 2006).
Non- Benzodiazepine, memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif pada reseptor Benzodiazepine subtife di otak (Galimi, 2010). Obat ini efektif pada usia lanjut karena dapat diberikan dalam dosis yang rendah. Obat golongan ini memiliki efek hipotoni otot, gangguan perilaku, kekambuhan insomnia jika dibandingkan dengan gelongan BZDs. Obat golongan non – Benzodiazepine yang aman untuk lansia adalah Zeleplon, Zolpidem dan Eszopiclone dan ramelton. Zeleplon, Zolpidem dan Eszopiclone dan ramelton berfungsi untuk mengurangi sleep latency sedangkan ramelton (melatonin receptor agonist) digunakan pada klien yang mengalami kesulitan untuk mengawali tidur (Galimi, 2010).
b. Penatalaksanaan non-farmakologis
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
16
Intervensi keperawatan yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi gangguan pada tidur adalah dengan terapi nonfarmakologis, seperti berikut; 1) Sleep Hygiene Menurut National Sleep Foundation yang diunduh pada Juni 2014, terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kualitas tidur dengan pola tidur yang baik (sleep hygiene). Sleep hygiene adalah praktik yang bervariasi yang penting untuk memeiliki tidur yang normal dan berkualitas, dan kewaspadaan penuh pada siang hari, yaitu sebagai berikut; (1) menghindari tidur siang karena dapat mempengaruhi pola bangun dan tidur biasanya; (2) menghindari stimulan seperti kafein, alkohol, dan nikotin ketika sudah dekat dengan waktu tidur; (3) latihan di pagi dan sore hari. Latihan yoga sesaat sebelum tidur dapat merilekskan tubuh untuk mendapat tidur yang baik; (4) memastikan diri mendapatkan paparan cahaya alami yang dapat memelihata siklus bangun dan tidur yang sehat; (5) menciptakan rutinitas tetap rileks sebelum tidur. Menghindari percakapan atau aktivitas yang mungkin dapat membuat suasana hati menjadi buruk dan tidak
membawa masalah ke tempat tidur; (6)
menjadikan tempat tidur hanya untuk tidur dengan menghindari membaca buku, menonton televisi, atau mendengar radio di tempat tidur; (7) memastikan bahwa lingkungan tidur menyenangkan dan menenangkan, tidak terlalu panas dan dingin.
2) Massase punggung Terapi nonfarmakologis selanjutnya yang bisa digunakan untuk mengurangi masalah tidur adalah massase atau pijatan pada punggung, relaksasi otot progresif, pernapasan diafragma, imagery training, biofeedback, dan hypnosis (Miltenberger, 2004). Massase pada punggung
dapat meningkatkan rasa
rileks sehingga meningkatkan keinginan untuk tidur. Massase dapat diartikan sebagai pijat yang telah dismpurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
17
manusia atau gerakan-gerakan tangan mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik.
Massase punggung merupakan teknik yang sudah lama dikenal dalam keperawtan untuk meningkatkan relaksasi dan istirahat. Massase memiliki banyak manfaat pada tubuh seperti nyeri otot, dapat pula meregenerasi sel kulit dan membantu dalam system pertahanan tubuh serta efeknya pada system saraf dapat menurunkan insomnia (Kushariyadi & Setyohadi, 2009). Pada penelitian oleh Heny, Sutresna & Wira (2013) yang dilakukan terhadap 47 lansia di PSTW Wana Seraya Denpasar yang bertujuan untuk melihat pengaruh massase punggung terhadap kualitas tidur pada lansia dengan insomnia, ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara lansia kontrol (yang tidak diberi massase) dan lansia yang dilakukan tindakan massase punggung dimana kelompok yang diberikan massase akhirnya memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada yang tidak diberi tindakan. 3) Relaksasi otot Progresif Intervensi selanjutnya adalah relaksasi otot progresif Relaksasi otot progresif adalah metode yang dapat merangsang relaksasi dengan menegangkan dan merilekskan berbagai kelompok otot. Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi dengan memusatkan perhatian pada aktifitas otot. Teknik relaksasi otot progresif bertujuan untuk menurunkan ketegangan otot dan menenangkan pikiran. Teknik relaksasi otot progresif dapat digunakan untuk mengurangi stres, memudahkan tidur, mengurangi nyeri, dan mengatasi kecemasan (Roach, 2006; Miller, 2009).
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik untuk mengurangi ketegangan otot dengan proses sederhana dan sistematis dalam menegangkan sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali (Marks, 2011). Relaksasi
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
18
ini diperkenalkan oleh Edmund Jacobson pada tahun 1938 (Conrad dan Roth, 2007). Selain untuk memfasilitasi tidur, relaksasi otot progresif juga bermanfaat untuk ansietas, mengurangi kelelahan, kram otot serta nyeri leher dan punggung. Berdasarkan penelitian oleh Fitrysia & Ismayadi (2010) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia, ditemukan bahwa relaksasi otot progresif memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pemenuhan kebutuhan tidur lansia . Penelitian dari Roosevelt University Stress Institute menyatakan bahwa relaksasi otot progresif lebih efektif dalam menimbulkan rrelaksasi fisik daripada yoga (Ghoncheh, 2004).
2.5 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Kawasan perkotaan (urban) merupakan wilayah yang mempunyai aktivitas utama yang bukan pertanian dengan fungsi sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Masyarakat perkotaan merupakan sekumpulan orang yang tinggal di daerah perkotaan dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di lingkungan kota.
Pertumbuhan terbesar yang terjadi di dunia adalah pada negara yang memiliki kesejahteraan yang lebih rendah, dimana orang-orang miskin dan kumuh bertumbuh dengan sangat pesat (Vlahov & Gaklea, 2002). Berbagai masalah terjadi di perkotaan yang padat akan penduduk dan pusat kegiatan manusia seperti;masalah kesehatan lansia dan pembangunan lingkungan. Pada daerah perkotaan terjadi peningkatan rumah yang aman, transportasi umum yang sesuai, fasilitas rekreasi dan area hijau, peningkatan penyakit kronik yang membatasi mobilitas. Terhadap kesehatan mental, tinggal di perkotaan berdampak terhadap peningkatan level stress dan fungsi aktivitas. Kondisi tersebut juga yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya berbagai masalah
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
19
kesehatan, termasuk insomnia yang mana seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa stress dan depresi telah diteliti memiliki hubungan yang signifikan. Suasana rumah yang bising dan kualitas rumah yang rendah telah ditemukan memiliki hubungan langsung dengan kesehatan mental yang buruk, perlambatan pertumbuhan, bahkan perawakan yang lebih pendek (Bashir, 2002; Vlahov et al., 2007) dalam Allender, et al. (2010) selain itu lebih banyak melaporkan depresi jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di lingkungan yang baik (Galea, Ahern, Rudenstine, Wallace, dan Vlahov (2005) dalam Allender, et al. (2010). Sampah hazard juga sering berlokasi di dekat area perkotaan (Vlahov et al., 2007) dalam Allender, et al. (2010). Beberapa penelitian telah menghubungkan bahwa kasus kekerasan yang terjadi di perkotaan karena banyak pengangguran dan perubahan pendapatan (Oh, 2005) dalam Allender, et al. (2010). Pengangguaran dan gelandangan lebih banyak terjadi di daerah perkotaan daripada pedesaan. (Srinivasan et al., 2003) dalam Allender, et al. (2010). Tengah kota sering dianggap sebagai kota tempat orang-orang menengah keatas, pengangguran, perkerja full-time dengan bayaran yang rendah, orangtua tunggal, orang sakit, orang cacat, hidup di dalam kondisi rumah yang buruk (Wasylenki, 2001) dalam Allender, et al. (2010). Banyaknya pengangguran, orang sakit, orang miskin akibat urbanisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya lagi menyebabkan tingginya kebutuhan akan pelayanan sosial seperti panti sosial untuk mendukung kehidupan lansia. Keperawatan kesehatan komunitas juga mencakup masyarakat perkotaan. Keperawatan perkotaan memiliki delapan ciri-ciri yang penting dalam melakukan praktik (Allender, Rector, & Warner, 2010); yaitu merupakan lahan keperawatan, perpaduan antara keperawatan umum dan keperawatan klinik, berpusat pada populasi, menekankan terhadap pencegahan akan penyakit
serta
adanya
promosi
kesehatan
dan
kesejahteraan
diri,
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
20
mempromosikan self care, menggunakan validasi dan analisa, menggunakan prinsip teori organisasi dan melibatkan kolaborasi interprofesional.
2.6 Peran Perawat dalam Keperawatan Kesehatan Perkotaan Perbandingan proporsi dari registered nurses yang tinggal di perkotaan dan rural adalah 79% berbanding 21% (Allender, Rector, & Warner, 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perawat bekerja pada setting perkotaan. Mayoritas populasi di dunia saat ini bertempat tinggal di kota (Vlahov et al., 2007; Vlahov, Gibble, Freundenberg, & Galea, 2004) dalam Allender, 2014. Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi).
Kegiatan praktik keperawatan komunitas yang dilakukan perawat mempunyai lahan yang luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan kesehatan wilayah kerja perawat, tetapi secara umum kegiatan praktik keperawatan komunitas adalah sebagai berikut; pertama yaitu memberikan asuhan keperawatan langsung kepada individu, keluarga, kelompok khusus baik di rumah (home nursing), di sekolah (school health nursing), di perusahaan, di Posyandu, di Polindes dan di daerah binaan kesehatan masyarakat . Kedua Penyuluhan/pendidikan kesehatan masyarakat dalam rangka merubah perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2004). Pelayanan keperawatan komunitas pada masyarakat perkotaan salah satunya adalah keperawatan jangka panjang pada lansia. Pelayanan jangka panjang tersebut terdisi dari pelayanan berbasis komunitas dan isntitusi.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
21
Pelayanan jangka panjang berbasis komunitas mengarah pada diagnostik medis maupun non medis, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitas baik personal maupun sosial dan pelayanan paliatif untuk orang-orang yang yang mengalami keterbatasan dalam perawatan diri karena penyakit kronis atau kerusakan fisik, kognitif, maupun emosional. Beberapa jenis pelayanan ini antara lain home care, hospice care, adult daycare program, kliential care facilities, long tersm supportif care. Home care didefinisikan sebagai sebuah pelayanan di rumah masing-masing lansia dengan mempertahanankan level tertinggi kenyamanan, fungsi, dan kesehatan lansia oleh American Medical Association. Hospice care merupakan program pelayanan paliatif dan supportif pda pasien dan keluarga dengan penyakit terminal dengan tujuan menyediakan kenyamanan dalam menghadapi ajal di rumah. Adult daily care program merupakan program bagi lansia yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga perlu dibantu dan dijaga selama sehari (Arenson, 2009). Pelayanan keperawatan jangka panjang institusional salah satunya adalah rumah perawatan (nursing home). Pelayanan tersebut menyediakan tempat tinggal dengan segala perlengkapan kesehatan yang dibutuhkan oleh lansia. Lansia dengan hambatan mobilitas, keterbatasan mobilitas, kognitif, maupun dengan demensia akan mendapatkan bantuan dalam memenuhi aktivitas dan kebutuhan sehari-hari. Lansia dengan masalah kesehatan fisik seperti diare, stroke, dan lain sebagainya tidak perlu dibawa ke rumah sakit karena sudah tersedia fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang kompeten yang mampu memenuhi kebutuhan lansia. Selain pelayanan kesehatan, nursing home juga memiliki standar-standar tertentu yang ditetakan dengan penyediaan lingkungan tempat tinggal yang aman dan nyaman bagi lansia (Arenson, 2009).
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
22
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 3.1 Pengkajian Keperawatan Nenek R (72 tahun) merupakan salah satu klien di Wisma Cempaka Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1, Cipayung, Jakarta timur semenjak sekitar 5 tahun lalu. Klien tinggal di PSTW Budi Mulia 01 dengan dibawa oleh petugas Dinas Sosial Jakarta. Klien saat ini tinggal di Wisma Cempaka, wisma yang memiliki tingkat ketergantungan parsial. Klien sebelumnya pernah tinggal di Panti di daerah Kedoya sebelum dibawa ke PSTW BM 1, Cipayung. Klien merupakan seorang janda yang tidak memiliki anak, suaminya telah meninggal ketika klien masih muda, sekitar 35 tahun lalu. Saat itu klien tidak mau menikah lagi meskipun umurnya masih muda. Klien dibawa ke panti karena sudah tidak memiliki keluarga yang bisa merawatnya. Klien merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara yang kesemua saudaranya sudah meninggal dunia. Klien mengatakan bahwa ia hanya memiliki keponakan dari saudara-saudaranya, namun tidak pernah mengunjunginya ke panti. Klien memiliki riwayat hipertensi yang terkontrol, saat ini mengkonsumsi obat hipertensi Nifedipine 10 mg sekali sehari. Klien kesehariannya cukup teratur. Klien melakukan aktivitas dengan bantuan minimal, klien masih bisa mandi sendiri, makan sendiri. Dari hasil pengkajian dengan klien didapatkan bahwa klien memiliki masalah tidur. klien menyatakan mengalami kesulitan untuk memulai tidur. Klien menyatakan bahwa hampir setiap hari ia kesulitan untuk memulai tidur, selain itu akan terbangun pada dini hari. Klien menyatakan mengalami masalah ini sudah terjadi sekitar setahun atau lebih. Awalnya klien merasa kurang nyaman tinggal di lingkungan panti yang banyak orang, terkadang bising, banyak orang-orang yang tidak menyenangkan bagi klien, kepanasan, kedinginan, dan banyak pikirian. Lama-kelamaan hal tersebut sulit untuk diubah oleh klien. Klien mengatakan bahwa ia ingin seperti WBS lain yang bisa cepat
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
23
tidur, sedangkan ia disaat orang lain sudah tidur ia belum bisa tidur. Klien juga menyatakan kurang puas dengan tidurnya dan beberapa kali dikeluhkan. Teman sebelah klien juga menyatakan bahwa klien memang mengalami kesulitan tidur karena beberapa kali WBS tersebut terbangun di tengah malam menemukan klien sedang tidak dalam keadaan tertidur. Mata klien terlihat agak cekung, berbicara agak lemas, dan terkadang memiliki emosi yang kurang stabil. Klien menyatakan bahwa seringkali ia mengantuk di pagi atau siang hari namun tidak bisa tidur karena kondisi hari yang sudah mulai bising. Klien tampak antusias untuk mengurangi masalah tidur yang dialaminya. Setelah tinggal di PSTW BM 1, nenek R pernah mengalami jatuh sekitar setahun yang lalu yang menyebabkan kaki kirinya sakit. Kedua mata klien masih bisa melihat dengan jelas. Klien menyatakan kakinya sudah tidak kuat berjalan sehingga dari pihak panti klien mendapatkan walker untuk membantu berjalan untuk ke toilet maupun kedepan wisma, namun jika klien harus berjalan sampai lebih dari 50 meter klien harus dibantu dengan kursi roda karena sudah tidak kuat. Untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, klien hanya dibantu sebagian (parsial), khususnya untuk mobilisasi. Klien tidak mengikuti kegiatan rutin di panti seperti panggung gembira dan senam. Nenek R menyatakan bahwa selama di STW tidak melakukan sholat 5 waktu, namun biasanya berdoa dalam hati saat ia mengalami kesulitan. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, postur agak kecil dan bungkuk, kulit putih, berambut pendek dan beruban, tidak ada kutu. Tingkat kesadaran compos mentis, suhu 36 0C, nadi 80 x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, pernapasan 20 x/menit. Berat badan klien adalah 32 kilogram dengan tinggi badan 127 cm, IMT 19,84. Pemeriksaan sistematik dan kebersihan perorangan pada kepala didapatkan kepala dan rambut bersih, rambut terdistribusi merata dan tidak mudah tercabut, tidak ada lesi. Pada leher, tidak ada pembesaran KGB dan vena jugularis. Pada mata;
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
24
keadaan dan penampilan umum struktur mata : alis mata simetris, sejajar, konjungtiva berwarna merah muda (tidak anemis), sklera tidak ikterik, mata agak cekung; telinga sejajar mata, warna telinga sama dengan kulit wajah, lesi tidak ada, nyeri tidak ada, tidak tampak pengeluaran cairan, pendengaran masih baik; hidung normal, tidak ada lesi, tidak ada polip, bersih; pada mulut, gigi sudah banyak yang tanggal, lidah bersih, tidak ada lesi, tidak ada sariawan, mukosa tidak kering. Bentuk dada simetris, warna kulit sama, pergerakan dada simetris. Abdomen simetris, posisi abdomen lebih rendah daripada dada pada posisi berbaring, tidak ada kemerahan, umbilicus inverted dan bersih, bising usus ada yaitu 6x / mnt, tidak ada nyeri tekan pada abdomen dan tidak teraba massa. Pada ekstremitas, kulit tidak pucat, warna kulit sama dengan warna tubuh, tidak ada deformitas pada jari kaki, kaki tampak bersih kotor. Turgor kulit tidak elastis, kembalinya lambat, capillary refill time <2 detik. Kekuatan otot untuk ektremitas atas masih baik yaitu 5 5 5 5 (proksimal ke distal) untuk masing-masing kiri dan kanan, sedangkan untuk ekstremitas bawah mengalami penurunan yakni 4 4 4 4 untuk masing-masing kiri dan kanan.
3.2 Analisis Data Berdasarkan data pengkajian yang telah didapatkan, maka data dianalisis dan dikelompokkan. Anapun analisis data dari hasil pengkajian adalah sebagai berikut;
No 1
Data Ds a.
Masalah Keperawatan Insomnia
klien menyatakan sulit untuk memulai tidur, jika sudah tertidur dan terbangun di malam hari sulit untuk memulai tidur kembali,
b.
klien menyatakan bahwa saat WBS lain
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
25
semuanya sudah tidur ia sendiri belum bisa tidur meskipun telah mencoba untuk tidur. c.
klien
juga
menyatakan
bahwa
sering
terbangun dini hari saat WBS lain mulain terbangun, d.
klien menyatakan sering mengantuk di pagi maupun siang hari, namun tidak bisa tidur,
e.
klien merasa memiliki tidur yang berbeda dengan WBS lain dan merasa tidurnya tidak memuaskan.
f.
WBS disebelah tempat tidur klien juga menyatakan bahwa klien memang memiliki kesulitan untuk tidur
Do a.
mata klien terlihat agak cekung,
b.
klien sering terlihat lemas, emosi kurang stabil,
c.
klien tampak lebih sering menghabiskan waktu ditempat tidur bukan untuk tidur
d.
klien sering terlihat tidur-tiduran di tempat tidur sambil memejamkan mata, namun kemudian bangn lagi
2.
Hambatan mobilitas fisik
Ds a.
klien menyatakan bahwa ia sudah tidak kuat berjalan dan membutuhkan alat bantu jalan,
b.
klien menyatakan bahwa kedua kakinya sudah lemah tidak sekuat tangannya
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
26
Do a.
klien menggunakan alat bantu jalan, yaitu walker untuk berjalan disekitar ruangan dan kursi roda jika harus keluar ruangan, misalnya ke lapangan atau ke aula.
b.
Kekuatan otot pada ekstremitas atas masih baik yakni 5 5 5 5 untuk kanan dan kiri, namun untuk ektremitas bawah mengalami penurunan yakni 4 4 4 4 untuk ektremitas kanan dan kiri.
Berdasarkan analisis data tersebut didapatkan diagnosis keperawatan yaitu sebagai berikut; 1. Insomnia 2. Hambatan mobilitas fisik 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan a. Rencana asuhan keperawatan terhadap Insomnia Masalah keperawatan pertama yang ditetapkan kepada nenek R adalah insomnia. Rencana asuhan keperawatan insomnia pada klien disusun dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 minggu klien dapat mengidentifikasi tindakan yang meningkatkan tidur, menunjukkan cara terbaik yang sesuai baginya untuk meningkatkan tidur, menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis, peningkatan jumlah tidur, segar setelah tidur dan terbangun di waktu yang sesuai. Rencana intervensi untuk mengatasi masalah gangguan tidur (insomnia) dapat berupa; memotivasi klien untuk banyak minum di siang hari namun mengurangi minum di malam hari, Motivasi klien untuk melakukan sleep hygiene, yakni (1) menghindari tidur siang karena dapat mempengaruhi pola bangun dan tidur
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
27
biasanya, (2) latihan di pagi dan sore hari, (3) memastikan diri mendapatkan paparan cahaya alami yang dapat memelihata siklus bangun dan tidur yang sehat, (5) menciptakan rutinitas tetap rileks sebelum tidur. Menghindari percakapan atau aktivitas yang mungkin dapat membuat suasana hati menjadi buruk dan tidak membawa masalah ke tempat tidur, (6) menjadikan tempat tidur hanya untuk tidur (7) menciptakan suasana tidur yang menyenangkan dan menenangkan; Bantu klien belajar teknik relaksasi napas dalam dan distraksi; Bantu klien belajar relaksasi otot progresif dan berikan massase pada punggung. b.Rencana Asuhan Keperawatan terhadap Hambatan Mobilitas Fisik Diagnosa keperawatan kedua yaitu hambatan mobilitas fisik. Tujuan umumnya adalah mobilitas fisik meningkat setelah diberikan tindakan keperawatan selama 5 minggu. Adapun tujuan khusunya adalah; klien mampu melakukan ROM; mendemonstrasikan sesuai dengan instruksi yang diberikan; klien mampu melakukan gerakan ROM untuk meningkatkan kekuatan otot dan sendi secara mandiri; klien mampu melakukan ADL sesuai kemampuannya secara mandiri dengan pengawasan; kekuatan otot meningkat. Rencana intervensi yang dapat dilakukan dengan klien yang mengalami hambatan mobilitas fisik adalah a) monitor kemampuan mobilitas setiap hari; b) motivasi klien dalam mempertahankan atau mengembalikan mobilitas sendi dan otot; c) diskusikan dengan klien masalah kekuatan sendi dan otot yang dialami klien; d)ajarkan klien dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas, misalnya walker dan kursi roda; E)ajarkan dan bantu klien dalam proses berpindah misalnya dari kursi roda ke tempat tidur; f) ajarkan dan bantu klien dalam latihan rentang pergerakan sendi aktif maupun pasif. 3.4 Implementasi a. Implementasi terhadap Insomnia Implementasi keperawatan yang dilakukan penulis untuk mengatasi masalah insomnia pada klien adalah melakukan pengkajian terkait penyebab masalah tidur
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
28
yang dialami klien kemudian memotivasi klien untuk mengurangi minum dimalam hari, meotivasi klien untuk melakukan sleep hygiene, yakni menghindari tidur siang karena dapat mempengaruhi pola bangun dan tidur biasanya, melakukan banyak aktivitas di siang hari, memastikan diri mendapatkan paparan cahaya alami yaitu dengan berjemur setiap pagi dan siang hari di depan wisma, menciptakan rutinitas tetap rileks sebelum tidur yakni dengan menjaga kebersihan diri sebelum tidur, berdoa dan menenangkan pikiran, menciptakan suasana tidur yang menyenangkan dan menenangkan dengan menjaga kebersihan tempat tidur;kemudian membantu klien belajar teknik relaksasi napas dalam dan distraksi; membantu klien belajar relaksasi otot progresif dan memberikan massase pada punggung. b.Implementasi terhadap hambatan mobilitas fisik Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah hambatan mobilitas fisik pada klien adalah; a) memonitor kemampuan mobilitas klien setiap hari; b) memotivasi klien untuk mempertahankan dan meningkatkan mobilitas sendi dan otot; c) mengajarkan klien dan memantau penggunaan alat bantu mobilitas yakni tongkat dan kursi roda; d) membantu dan mengajarkan klien cara berpindah dari kursi roda ke walker dan sebaliknya, turun dan naik tempat tidur dengan aman; e) mengajarkan dan melatih klien melakukan ROM aktif; f) memotivasi klien untuk melakukan ROM setiap bangun tidur dan sore sebelum mandi. 3.5 Evaluasi a. Insomnia Penulis melakukan asuhan keperawatan dengan klien selama 5 minggu. Minggu ketiga praktik adalah awal pertemuan dengan klien. Klien terlihat kooperatif dan menerima kedatangan penulis, klien menjawab pertanyaan penulis dan mau bercerita tentang apa yang dirasakannya. Klien menyatakan ia memiliki masalah
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
29
tidur, yakni sulit untuk mulai tidur di malam hari dan terbangun pada dini hari. Setelah itu penulis dan klien memutuskan untuk menyelesaikan masalah yang dimiliki oleh klien yakni dengan relaksasi dan sleep hygiene. Pada minggu pertama penulis dan klien sama-sama mengenal masalah yang dialami oleh klien dan kemungkinan penyababnya, kemudian penulis memberikan motivasi kepada klien klien untuk menyelesaikan masalahnya
yakni menghindari tidur siang
karena dapat mempengaruhi pola bangun dan tidur biasanya, melakukan banyak aktivitas di siang hari, memastikan diri mendapatkan paparan cahaya alami yaitu dengan berjemur setiap pagi dan siang hari di depan wisma, menciptakan rutinitas tetap rileks sebelum tidur yakni dengan menjaga kebersihan diri sebelum tidur, berdoa
dan
menenangkan
pikiran,
menciptakan
suasana
tidur
yang
menyenangkan dan menenangkan. Klien menyatakan sebagian besar sudah dilakukan dan mau menambahkan aktivitas yang lain. Pada minggu pertama asuhan keperawatan langsung yang dilakukan oleh penulis adalah melatih teknik relaksasi napas dalam dan distraksi, namun teknik ini tidak begitu efektif bagi klien, klien mengalami kesulitan untuk distraksi dan mengikuti panduan penulis, selain itu klien menyatakan bahwa ia tidak merasakan efek yang berbeda setelah latihan tarik napas dalam, namun penulis tetap memotovasi klien untuk melakukan teknik napas dalam dengan benar namun tampaknya klien bosan karena tidak mendapat manfaat yang berarti dari relaksasi tersebut. Kemudian selanjutnya penulis mahasiswa memberikan massase pada punggung klien, klien tampak menikmati pijatan tersebut dan menyatakan bahwa pijatan tersebut enak dan rileks. Hasil yang didapatkan dari massase punggung sudah cukup baik, klien menyatakan lebih pulas tidurnya namun masih sulit untuk memulai tidur dan bangun masih tetap pada dini hari. Minggu ke-4 praktik, penulis mengevaluasi kembali tentang pengetahuan klien terkait sleep hygiene. Klien menyatakan sudah melakukan banyak hal, yakni menjaga lingkungan tetap bersih, mengurangi minum di malam hari, dan berjemur di depan wisma, kecuali pikiran yang sulit ditenangkan karena
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
30
memikirkan nasib tinggal sendiri dan teman-teman yang tidak menyenangkan bagi klien. Saat itu kemudian penulis memotivasi kembali klien bahwa klien tidak sendiri, sebagian besar teman-teman yang ada di panti juga sudah tinggal sendiri sehingga harusnya klien lebih mengoptimalkan interaksi dengan mahasiswa, petugas, maupun lansia lain di panti. Klien setuju akan hal itu dan memutuskan untuk banyak bercerita dengan orang lain saat merasa sendiri khususnya
dengan
mahasiswa
keperawatan.
Asuhan
keperawatan
yang
dioptimalkna pada minggu kedua adalah meningkatkan aktivitas dengan latihan menggunakan walker dan ROM. Pada pagi hari klien diajak untuk berjalan-jalan sedikit di wisma dengan walker, klien juga setiap hari berjemur
untuk
mendapatkan cahaya alami di depan wisma. Setiap ada ROM bersama dan TAK klien diajak untuk meningkatkan aktivitas. Salah satu aktivitas yang ditingkatkan adalah melakukan ROM, klien mampu melakukan ROM dengan baik meskipun urutannya tidak terlalu tepat dan kadang-kadang tidak mencakup semua sendi. Klien bersedia menambahkan ROM dalam kegiatan sehari-hari nya yaitu cukup sekali sehari saat bangun tidur dan jika ada latihan ROM di depan wisma. Pada minggu kedua intervensi dengan klien, klien menyatakan bahwa tidurnya memang sulit untuk diubah dan sudah kebiasaan. Klien tampak mengalami penurunan motivasi untuk meningkatkan kualitas tidurnya, namun tetap diyakinkan bahwa yang dialami klien saat ini adalah sebuah masalah yang bisa diselesaikan asalkan klien mau dan yakin bisa. Kemudian penulis dan klien membuat kontrak agar minggu depan lebih meningkatkan latihan untuk mengurangi masalah yang dialaminya. Minggu ke-5 praktik intervensi dan evaluasi terhadap intervensi dilanjutkan. Klien mampu melakukan sleep hygiene dengan baik, klien menyatakan bahwa pikiran-pikiran yang selama ini ada sebelum tidur dibawa dalam doa sehingga klien merasa lebih tenang. Aktivitas klien tetap ditingkatkan, klien diikutsertakan dalam kegiatan bersama dan memotovasi klien untuk lebih banyak berjalan-jalan ke depan wisma di pagi dan sore hari. Intervensi keperawatan yang diandalkan
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
31
pada minggu ke tiga bersama klien adalah relaksasi otot progresif, dilakukan selama 20 menit. Klien mampu mengikuti bimbingan untuk latihan relaksasi dan mengikiti langkah-langkah latihan otot progresif. Tampak klien merasa sedikit lelah setelah melakukannya, namun klien menyatakan bahwa latihannya cukup membuat klien merasa hangat di tubuhnya. Pagi hari setelah penulis dan klien melakukan latihan otot progresif, penulis mengkaji hasil dari intervensi. Klien melaporkan bahwa setelah sore hari latihan dengan penulis ia merasa lebih mudah untuk tertidur dan merasa tidurnya lebih pulas. Klien menyatakan bahwa beberapa saat setelah wisma sepi dan WBS lain sudah tertidur, klien juga bisa tertidur beberapa saat setelah itu. Selanjutnya penulis dan klien memutuskan untuk meningkatkan latihan otot progresif dan tetap meningkatkan aktivitas. Penulis dan klien membuat jadwal untuk setiap hari melakukan relaksasi otot progresif selama 10 sampai 15 menit yakni di sore hari dan ketika belum bisa tertidur. Beberapa kali diberikan massase pada punggung untuk meningkatkan rasa rileks pada klien. Klien
melaporkan bahwa tidurnya lebih baik dan
merasakan manfaat dari intervensi yang diberikan kepadanya. Klien juga tampak lebih segar, lebih sering terlihat berada di depan ruangan dan mau mengikuti banyak aktivitas daripada sebelumnya. Minggu ke-6 praktik, lebih banyak dilakukan evaluasi kemampuan klien dalam melakukan latihan yang telah diajarkan dan dilatih bersama-sama. Klien menyatakan bahwa setiap bangun tidur di pagi hari melakukan rentang pergerakan sendi, berjemur di pagi hari dan beristirahat di depan wisma setiap siang. Saat dilakukan evaluasi, klien mampu melakukan teknik relaksasi dengan baik, meskipun tahap-tahapnya kadang-kadang tidak berurutan namun sudah mewakili setiap otot. Klien melaporkan masih memang kadang-kadang masih mengalami sulit tidur jika ada masalah di siang hari, namun hal itu sudah jarang terjadi. Saat klien melaporkan malamnya sulit tidur, penulis melakukan massase punggung untuk meningkatkan rileks pada klien. Klien merasakan tidurnya lebih enak dan baik dan berharap agar kondisi tersebut dapat dipertahankan. Setelah
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
32
dilakukan serangkaian intervensi kepada resdien maka klien menyatakan bahwa akhir-akhir ini tidurnya lebih mudah dan pulas meskipun tetap terbangun dini hari karena banyak lansia lain juga yang sudah terbangun. Klien yang awalnya menyatakan hanya dapat tidur dua sampai empat jam, saat ini sudah dapat tidur selama 6 jam karena mulai tidur lebih awal. Minggu ke-7 praktik, mahasiswa mengevaluasi aktivitas sehari-hari klien dan latihan otot progresif. Klien menyatakan setiap bangun tidur selalu melakukan ROM dan berjemur di depan wisma, untuk relaksasi otot progresif klien menyatakan melakukannya di sore hari dan ketika tidak bisa tidur. Secara keseluruhan pola tidur klien semakin baik dan insomnia pada klien dapat diatasi dengan serangkaian intervensi keperawatan khususnya meningkatkan aktivitas dan relaksasi otot progresif. Setelah dilakukan serangkaian implementasi selama 5 minggu untuk mengatasi masalah insomnia pada klien didapatkan hasil yang baik terhadap peningkatan tidur klien. Klien yang awalnya sulit untuk tidur dapat tidur dapat tidur lebih cepat dua sampai empat jam daripada sebelumnya, tidur klien yang awalanya hanya 2 sampai 4 jam bisa mendapat tidur lebih lama (6 sampai 7 )jam di malam hari), tidur lebih pulas, bangun lebih segar, dan merasa lebih bersemangat dalam beraktivitas di siang hari serta jarang merasa mengantuk di pagi hari. b.Hambatan Mobilitas Fisik Implementasi keperawatan yang dilakukan kepada klien untuk mengatasi diagnosa hambatan mobilitas dilakukan selama empat minggu yaitu minggu ke empat hingga minggu ke tujuh. Implementasi yang telah dilakukan yaitu latihan ROM, latihan kekuatan otot, dan penggunaan alat bantu jalan kursi roda. Klien melakukan latihan ROM setiap hari di pagi hari. Selama masa implementasi, klien dapat melakukan semua gerakan ROM dengan aktif assistif. Klien mengatakan senang diajak untuk menggerakkan badan setiap hari untuk memghilangkan rasa pegal dan kaku di badan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
33
Klien sudah benar dalam penggunaan walker, mampu berpindah dari walker ke kursi roda dan sebaliknya, berpindah dari dan ke tempat tidur dengan aman.Penggunaan alat bantu jalan kursi roda yang menjadi salah satu rencana intervensi keperawatan digunakan oleh klien untuk mengikuti kegiatan di luar wisma cempaka. Klien tidak bisa menggunakan kursi roda sendiri untuk keluar wisma karena lingkungan panti yang menanjak sehingga klien tidak kuat untuk menggerakkan kursi roda sendiri. Oleh karen itu penggunaan alat bantu jalan kursi roda ini harus membutuhkan bantuan dari orang lain. Evaluasi terhadap implementasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaluasi subjetif: Klien mengatakan masih mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas di luar wisma Cempaka, klien merasa sendi-sendinya lebih enteng untuk
digerakkan.
Evaluasi
objektif
yang
ditemukan
yaitu
klien
mampmenggunakan kursi roda untuk melakukan aktivitas berjemur di pagi hari. Setelah implementasi selama empat minggu dilakukan pengkajian kekuatan otot kembali. Awalnya kekuatan otot klien pada ekstremitas bawah adalah 4 4 4 4 (proksimal ke distal) untuk masing-masing kiri dan kanan, setelah implementasi kekuatan otot bertambah menjadi 4 4 4 5 (proksimal ke distasl) untuk masingmasing ekstremitas kanan dan kiri. Rencana Tindak lanjut untuk perawat atau petugas panti adalah tetap memberikan motivasi kepada klien dan membantu klien untuk mengikuti setiap kegiatan yang masih mampu dilakukan oleh klien. Selain itu klien perlu dimotivasi untuk setiap hari tetap melakukan latihan rentang pergerakan sendi. Rencana tindak lanjut untuk
klien
adalah
tetap
melakukan
relaksasi
otot
progresif
untuk
mempertahankan tidur yang baik, melakukan sleep hygiene seperti yang telah diajarkan dan lakukan dan meningkatkan aktivitas di siang hari. Untuk mengatasi masalah hambatan mobilitas fisik, klien perlu latihan rentang pergerakan sendi setiap hari dan ditingkatkan menjadi dua kali sehari selama 10 menit.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
34
BAB 4 ANALISIS SITUASI 4.1 Profil Lahan Praktik Panti werda adalah tempat berkumpulnya lansia yang sukarela maupun diserahkan oleh keluarga untuk diurus segala keperluannya baik oleh panti swasta maupun pemerintah. Merupakan kewajiban Negara untuk menjaga dan memelihara setiap warga negaranya. Pelayanan sistem panti mulai dari tempat tinggal, makanan dan pakaian, jaminan kesehatan, bimbingan sosial, mental, dan agama (Depsos, 2002). Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur merupakan panti sosial milik Pemda DKI Jakarta. Panti Sosial ini merupakan salah satu unit pelaksana teknis yang memiliki fungsi sebagai tempat atau sarana pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia yang mengalami masalah sosial akibat dari kemiskinan, hambatan fisik dan ekonomi untuk dibina dalam pelayanan sosial serta diberikan perlindungan supaya lansia tersebut dapat hidup secara layak dan wajar. Panti sosial tersebut dibangun pada tahun 1968 dengan nama Panti Werdha 1 Cipayung, namun kemudian dengan Surat Keterangan Gubernur DKI Jakarta no. 736 tanggal 1 Mei 1996, nama tersebut diganti menjadi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung. Visi dari PSTW tersebut adalah “Penyandang masalah kesejahteraan sosial khususnya lanjut usia terlantar DKI Jakarta terentas dalam kehidupan normative”, yang direalisasikan dengan misi “(1)Mencegah,
mengurangi
tumbuh
kembang dan
meluasnya
masalah
kesejahteraan sosial khususnya lanjut usia terlantar. (2) Mengentaskan penyandang masalah kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar dalam kehidupan yang layak dan normative. (3) Pembinaan peran serta sosial bagi masyarakat dalam melaksanakan UKS. (4)Meningkatkan fasilitas kesejahteraan sosial
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
35
Panti sosial ini memiliki sasaran penduduk DKI Jakarta yang berusia lanjut dan terlantar, berusia minimum 60 tahun, tidak memiliki penghasilan ataupun tidak mampu untuk mencari nafkah untuk menghidupi dirinya sendiri. Selain itu, sasaran panti adalah lansia yang tidak memiliki keluarga/ orang lain/ lingkungan yang dapat memberikan bantuan penghidupannya, serta merupakan golongan keluarga yang benar-benar tidak mampu (Kemsos, 2012). Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01, Cipayung memiliki 7 wisma. Lansia ditempatkan pada wisma tertentu sesuai dengan tingkat ketergantungannya. Wisma Cempaka merupakan lahan praktik penulis. Wisma Cempaka merupakan wisma dengan lansia yang memiliki ketergantungan parsial yang membutuhkan bantuan minimal untuk perawatan diri. Wisma tersebut terdiri dari 30 tempat tidur dan setiap tempat tidur ditempati oleh satu lansia. Wisma Cempaka cukup terjaga kerapihannya, bersih, tidak licin, penerangan cukup, ventilasi cukup, tempat tidur empuk dengan sprei yang bersih, sehingga layak sebagai tempat hunian bagi lansia Lansia yang berada di panti ini merupakan orang-orang yang terlantar dan hampir tidak pernah menerima kunjungan dari anak dan sanak keluarga. Sebagian besar lansia di panti masih bisa mandiri namun sebagian lagi sudah tidak mampu secara mandiri. Adapun yang memberikan pelayanan kepada lansia adalah pekerja sosial dan perawat. Tugas perawatan pada PSTW tersebut tidak jauh berbeda dengan pekerja sosial lainnya, hanya saja jika ada masalah yang lebih berfokus kepada masalah kesehatan seperti perawatan luka maka perawatan yang mengambil alih. Perawat dan pekerja sosial bertugas memberikan obat sesuai penyakit yang dimiliki oleh penghuni, dan membantu penghuni melakukan kegiatan sehari-hari, seperti mandi, memakai pakaian, menyisir rambut, dan membersihkan tubuh. Panti juga menyediakan walker dan kursi roda untuk membantu penghuni yang kesulitan berjalan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
36
Panti sosial tresna werdha merupakan model long term care yang mendekati nursing home. Nursing home merupakan bentuk institusional untuk klien yang membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhannya akibat dari penurunan fisiologis, sama halnya dengan PSTW yang memberikan bantuan terhadap lansia yang tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Nursing home menyediakan kombinasi dari pelayanan perawatan terlatih yang mirip dengan pelayanan pasien di rumah sakit, klien seringkali memilih tinggal di fasilitas perawatan nursing home selama mengalami penyakit akut daripada tinggal di rumah sakit (Miller, 2012). PSTW juga menyediakan tempat tinggal untuk lansia untuk jangka waktu yang lama. Nursing home menyediakan perawatan holistic, pelayanan konsultasi medik, terapi rehabilitasi fisik dan terapi okupasi. Nursing home menyediakan banyak pelayanan perawatan kesehatan seperti disediakan oleh acute care setting yang berbeda adalah nursing home berbentuk tempat tinggal (Miller, 2012). Berbeda dengan PSTW yang memang berada di bawah dinas sosial sehingga fokus utamanya adalah menyediakan pangan, sandang dan papan. Kesehatan secara holistik tampaknya bukan menjadi fokus utama PSTW, namun PSTW juga memiliki fasilitas klinik sekali seminggu yang digunakan untuk merawat lansia yang memiliki masalah kesehatan serta merujuk klien ke rumah sakit tertentu jika ada masalah kesehatan yang tidak tertangani di panti karena fasilitas kesehatan di panti masih minimal. California Advocates for Nursing Home Reform (2012) menyebutkan standar pelayanan yang diberikan nursing home diantaranya kebutuhan akomodasi untuk klien, karyawan atau tenaga kesehatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan klien, kebutuhan cairan untuk mengatasi dehidrasi, kebutuhan nutrisi memenuhi standar diet yang baik, makanan yang menarik, gizi yang seimbang dan pola makan yang teratur serta menyediakan peralatan makan untuk klien, pemberian obat secara benar yang diberikan secara benar oleh petugas di nursing home, petugas apoteker yang berlisensi dalam sistem pengobatan untuk klien,
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
37
pelayanan fisioterapi, pelayanan mata, telinga, dan gigi, pencegahan kecelakaan pada klien, program pengenalan infeksi serta pemeriksaan kesehatan pada dokter. PSTW BM 1 ini juga menyediakan akomodasi untuk klien, namun tenaga kesehatan tampaknya kurang memadai mengingat berdasarkan standar CANHR (2012), minimal klien mendapatkan minimal 3,2 jam perawatan oleh perawat yang terampil dalam sehari sedangkan rata-rata jumlah klien misalnya di total care adalah 30 orang dengan petugas dan perawat rata-rata sebanyak 6 orang perhari. Walau demikian setiap petugas telah berusaha menyesuaikan asuhan yang dibutuhkan oleh klien dengan tingkat ketergantungan klien itu sendiri. Untuk makanan dan peralatan makan tersedia untuk klien meskipun makanan disamaratakan untuk semua klien dan tidak ada ahli gizi yang mengatur asupan untuk klien, tidak terdapat apoteker. Terdapat pelayanan fisioterapi seminggu sekali dan tidak terdapat program pengenalan infeksi serta jarang dilakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter. Standar pelayanan nursing home lainnya membuat perencanaan keperawatan yang komprehensif. Hal ini belum ada pada panti,tidak ada perencanaan keperawatan dan standar operasional prosedur karena sesuai dengan visi panti panti memang berfokus untuk mengentaskan masalah kesejahteraan sosial bukan masalah kesehatan. Standar selanjutnya adalah menghindari terjadinya masalah tambahan akibat kelalaian seperti adanya luka dekubitus pada lansia dan hambatan mobilisasi. Masalah dekubitus jarang ditemui di panti karena sebagian besar lansia masih bisa berpindah posisi, sering adanya mahasiswa keperawatan yang praktik juga membantu tugas pekerja panti sehingga masalah akibat kelalaian seperti dekubitus jarang ditemukan. 4.2 Analisis Masalah Keperawatan Insomnia dengan konsep terkait Berdasarkan pengkajian yang didapatkan, klien memiliki masalah insomnia, yaitu mengalami kesulitan untuk memulai tidur, dan mudah terbangun pada
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
38
malam atau dini hari. Rata-rata tidur yang didapatkan klien setiap harinya adalah dua sampai empat jam, sedangkan kebutuhan tidur lansia adalah enam sampai tujuh jam (Hidayat, 2008). Kejadian insomnia memang sudah sering terjadi pada lansia. Penelitian oleh Khasanah & Hidayati, 2012 mengenai kualitas tidur lansia di balai rehabilitasi sosial mendapatkan hasil bahwa 70,1% lansia (68) responden memiliki kualitas tidur yang buruk. Penelitian yang dilakukan di Brazil pada tahun 2008 kepada 38 lansia juga mendapatkan hasil bahwa 63,2% lansia memiliki kualitas tidur yang buruk berdasarkan PSQI. Kualitas tidur yang buruk berdasarkan PSQI mewakili tanda dan gejala insomnia. Penelitian oleh Mausavi et al. (2012) terhadap 772 lansia di Kahrizak Nursing Home, Tehran Iran menemukan 39,2% dari lansia
mengalami sindrom
insomnia; 56,1% lansia menyatakan kesulitan untuk memulai tidur, 46,2% kesulitan untuk mempertahankan tidur dan 46,9% bangun terlalu dini. Di panti di Indonesia juga ditemukan masalah yang sama, yakni pada penelitian Heny., dkk (2013) mendapatkan bahwa dari 47 lansia yang diwawancarai, 24 di antaranya mengalami tanda dan gejala insomnia. Hal tersebut dapat karena secara fisiologis pola tidur normal mulai berubah seiring pertambahan umur yang diakibatkan oleh reduksi saraf yang memengaruhi gelombang delta pada tidur NREM III dan IV karena defisit saraf pusat yang mengakibatkan berkurangnya reaksi terhadap alarm ekstrinsik dan disfungsi bioritme serta berkurangnya produksi melatonin yang memperberat kejadian insomnia sejalan dengan makin bertambahnya usia (Blackman, 2000; Black & Hawks, 2005). Lansia hampir tidak memiliki tahap 4 atau tidur dalam. Penuruanan pada NREM 3 dan 4 tersebut menyebabkan lansia mudah terbangun di malam atau dini hari karena lansia hampir tidak mendapatkan tidur yang dalam. Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem neurologis yang secara fisiologis akan mengalami penurunan jumlah dan ukuran neuron pada sistem saraf pusat. Hal ini menyebabkan fungsi neurotransmitter pada sistem neurologi menurun sehingga distribusi norepinefrin yang merupakan zat untuk merangsang
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
39
tidur juga menurun (Potter & Perry, 2005; Stanley, 2006), hal tersebut menyebabkan lansia mengalami kesulitan untuk memulai tidur sama seperti yang dirasakan oleh klien. Perubahan pola tidur pada lansia juga banyak disebabkan oleh penurunan kemampuan fisik dan kemampuan organ pada lansia (Prasadja, 2009). Klien mengalami penurunan dalam kemampuan aktivitas, mudah lelah, dan mengalami hambatan mobilitas fisik. Paparan cahaya matahari alami akan mempertahankan irama sirkardian pada lansia, namun dengan adanya masalah mobilitas fisik membuat klien jarang merasakan cahaya matahari langsung. Salah satu sleep hygiene untuk mempertahankan tidur yang baik adalah memanfaatkan tempat tidur hanya untuk tidur dan menghindari kegiatan lainnya, namun pada kenyataannya klien lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur sehingga meskipun berada di tempat tidur tidak merangsang klien untuk tidur. Klien melaporkan bahwa sebelum tidur sering terpikirkan akan hal-hal yang membuatnya sedih, seperti merasa kesepian, merindukan orang-orang yang dicintai, dan rasa kesal terhadap lansia lainnya. Adanya masalah yang dibawa ke tempat tidur merupakan tanda adanya masalah stress yang menyebabkan gangguan tidur pada lansia. Beberapa penelitian telah menghubungkan bahwa stress atau depresi memiliki kaitan yang erat dengan kejadian insomnia. Menurut Potter & Perry (2005) Insomnia dapat terjadi akibat stress situasional seperti masalah keluarga, penyakit atau kehilangan orang yang dicintai. Kasus insomnia yang
disebabkan
oleh
situasu
stress
dapat
menyebabkan
kesulitan
berkepanjangan untuk mendapat tidur yang cukup. Ansietas, stres, dan rasa khawatir juga telah ditemukan berhubungan dengan tidur yang buruk (Kelly, 2004; Carney & Waters, 2006) Klien melaporkan sering tidur siang dan mengalami kesulitan untuk memulai tidur dan mempertahankan tidur (Stanley, 2006; Olivera, 2010). Hal tersebut juga dialami oleh klien, dimana ia kesulitan untuk memulai tidur sehingga
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
40
mengantuk di pagi hari namun tidak bisa juga mendapatkan tidur yang memuaskan di siang hari. Faktor lingkungan tidak bisa dipisahkan dari masalah insomnia yang dialami oleh klien. Klien menyatakan awalnya merasa tidak nyaman dengan kondisi panti yang memiliki banyak penghuni, sesekali terjadi kegaduhan dan suhu yang tidak sesuai . menurut Potter & Perry (2005) keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur dan tetap tertidur diantaranya adalah suara/kebisingan, suhu ruangan, dan pencahayaan. Keadaan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur. Penelitian The Health Council of the Netherlands (2004) yang berfokus terhadap pengaruh kebisingan dengan tidur mempertimbangkan bukti bahwa kebisingan berpengaruh terhadap gangguan tidur, perubahan pola tidur, dan kualitas tidur subjektif. 4. 3 Analisis Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan
andalan yang digunakan untuk mengatasi masalah
insomnia pada klien adalah relaksasi otot progresif dan peningkatan aktivitas. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik untuk mengurangi ketegangan otot dengan proses sederhana dan sistematis dalam menegangkan sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali (Marks, 2011). Relaksasi ini diperkenalkan oleh Edmund Jacobson pada tahun 1938 (Conrad dan Roth, 2007). Relaksasi otot progresif adalah metode yang dapat merangsang relaksasi dengan menegangkan dan merilekskan berbagai kelompok otot. Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi dengan memusatkan perhatian pada aktifitas otot. Setelah dilakukan tindakan ini terhadap klien, efek yang didapat oleh klien sangat baik, klien melaporkan bahwa tidurnya lebih mudah dan pulas setelah latihan relaksasi otot progresif, klien merasa hangat, lelah namun rileks, dan langsung tampak mencoba tidur pada sore hari.
Teknik relaksasi otot progresif bertujuan untuk menurunkan ketegangan otot dan menenangkan pikiran. Teknik relaksasi otot progresif dapat digunakan untuk
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
41
mengurangi stres, memudahkan tidur, mengurangi nyeri, dan mengatasi kecemasan (Roach, 2006; Miller, 2009). Menenangkan pikiran merupakan salah satu bagian dari sleep hygiene untuk meningkatkan kualitas tidur karena seperti yang sudah banyak dilaporkan oleh penelitian bahwa pikiran yang tidak tenang seperti stress, cemas, depresi akan berpengaruh langsung terhadap terjadinya insomnia. Relaksasi akan mendapatkan hasil yang lebih baik jika dibarengi dengan peningkatan aktivitas fisik juga menurunkan ketegangan otot karena terjadi kontraksi dan relaksasi pada otot ketika seseorang melakukan aktivitas.
Aktivitas yang dilakukan juga sesuai dengan kemampuan dan toleransi klien, seperti latihan ROM yang dapat juga sekaligus mengatasi kaku-kaku pada sendi dan otot yang jarang digerakkan sehingga seluruh anggota tubuh dapat rileks. Selain untuk memfasilitasi tidur, relaksasi otot progresif juga bermanfaat untuk ansietas, mengurangi kelelahan, kram otot serta nyeri leher dan punggung. Berdasarkan penelitian oleh Fitrysia dan Ismayadi (2010) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia, ditemukan bahwa relaksasi otot progresif memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pemenuhan kebutuhan tidur lansia . Penelitian dari Roosevelt University Stress Institute menyatakan bahwa relaksasi otot progresif lebih efektif dalam menimbulkan rrelaksasi fisik daripada yoga (Ghoncheh, 2004). Hasil penelitian sebelumnya tampaknya sejalan dengan hasil yang didapatkan pada klien dimana klien melaporkan dan menunjukkan adanya perbaikan terhadap tidurnya. Keuntungan dari latihan relaksasi otot progresif adalah klien mampu melakukannya sendiri tanpa bantuan perawat atau oleh orang lain setelah mendapat bimbingan bagaimana cara melakukan teknik relaksasi tersebut.
Selain teknik relaksasi otot progresif dan peningkatan aktivitas, massase atau pijatan pada punggung dapat meningkatkan rasa rileks sehingga meningkatkan keinginan untuk tidur. Massase dapat diartikan sebagai pijat yang telah
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
42
dismpurnakan dengan ilmu-ilmy tentang tubuh manusia atau gerakan-gerakan tangan mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan bermacammacam bentuk pegangan atau teknik. Massase punggung merupakan teknik yang sudah lama dikenal dalam keperawtan untuk meningkatkan relaksasi dan istirahat. Massase memiliki banyak manfaat pada tubuh seperti nyeri otot, dapat pula meregenerasi sel kulit dan membantu dalam system pertahanan tubuh serta efeknya pada system saraf dapat menurunkan insomnia (Kushariyadi & Setyohadi, 2009). Teknik ini juga dilakukan kepada klien dan berhasil membuatnya merasa lebih rileks namun tidak langsung memeberikan hasil yang cukup signifikan yang dapat dirasakan oleh klien.
Penelitian oleh Heny, Sutresna, Wira (2013) yang dilakukan terhadap 47 lansia di PSTW Wana Seraya Denpasar yang bertujuan untuk melihat pengaruh massase punggung terhadap kualitas tidur pada lansia dengan insomnia, ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara lansia kontrol (yang tidak diberi massase) dan lansia yang dilakukan tindakan massase punggung dimana kelompok yang diberikan massase akhirnya memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada yang tidak diberi tindakan. Penulis meyakini bahwa jika intervensi diatas dipadukan maka akan memberikan hasil yang memuaskan untuk mengatasi masalah insomnia.
Terapi lain untuk meningkatkan tidur yang sudah banyak dikenal adalah sleep hygiene. Sleep hygiene adalah praktik yang bervariasi yang penting untuk memiliki tidur yang normal dan berkualitas, dan kewaspadaan penuh pada siang hari, yaitu sebagai berikut; (1) menghindari tidur siang karena dapat mempengaruhi pola bangun dan tidur biasanya; (2) menghindari stimulan seperti kafein, alkohol, dan nikotin ketika sudah dekat dengan waktu tidur; (3) latihan di pagi dan sore hari. Latihan yoga sesaat sebelum tidur dapat merilekskan tubuh untuk mendapat tidur yang baik; (4) memastikan diri mendapatkan paparan cahaya alami yang dapat memelihata siklus bangun dan tidur yang sehat; (5)
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
43
menciptakan rutinitas tetap rileks sebelum tidur. Menghindari percakapan atau aktivitas yang mungkin dapat membuat suasana hati menjadi buruk dan tidak membawa masalah ke tempat tidur; (6) menjadikan tempat tidur hanya untuk tidur dengan menghindari membaca buku, menonton televisi, atau mendengar radio di tempat tidur; (7) memastikan bahwa lingkungan tidur menyenangkan dan menenangkan, tidak terlalu panas dan dingin. Klien sudah melakukan berberapa bagian sleep hygiene dalam kebiasaannya, namun beberapa hal yang tidak bisa dihindari oleh klien adalah menjadikan tempat tidur hanya untuk tidur dan memastikan lingkungan tidur menyenangkan dan menyenangkan, tidak terlalu panas atau dingin. Klien tidak bisa menghindari kondisi panti yang mungkin menurutnya menjadi stressor seperti teman-teman yang tidak menyenangkan baginya, kebisingan, dan suhu yang tidak bisa diatur karena hidup secara bersama-sama di satu ruangan. Hal tersebut yang mungkin memperburuk insomnia pada klien.
Alternatif tindakan lain yang dapat diajarkan kepada seseorang yang mengalami insomnia adalah dengan pernapasan diafragma (relaksasi napas dalam), imagery training, dan hypnosis (Miltenberger, 2004). Untuk melakukan teknik pernapasan diafragma dan imagery training membutuhkan tingkat konsentrasi dan kemampuan berimajinasi yang tinggi sehingga teknik ini tampaknya cukup sulit dilakukan oleh klien dan tidak efektif bagi klien karena konsentrasinya mudah teralihkan serta sulit untuk melakukan pernapasan diafragma seperti yang diajarkan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
44
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan a. Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan khususnya lansia sebagai akibat dari urbanisasi menyebakan banyak lansia terlantar yang tidak mampu memenuhi
kebutuhannya
sendiri.
Oleh
sebab
itu
kebutuhan
panti
penampungan di perkotaan sangat dibutuhkan untuk mendukung lansia-lansia yang terlantar dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya.
b. Panti SosialTresnaWerdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur merupakan panti sosial milik Pemda DKI Jakarta. Panti sosial ini memiliki sasaran penduduk DKI Jakarta yang berusia lanjut dan terlantar, berusia minimum 60 tahun, tidak memiliki penghasilan ataupun tidak mampu untuk mencari nafkah untuk menghidupi dirinya sendiri. Panti sosial ini mendekati konsep nursing home, namun berbeda dengan nursing home, panti sosial ini lebih berfokus untuk memenuhi kesejahteraan sosial lansia daripada masalah kesehatan secara holistik.
c. Lansia yang tinggal di panti sosial tidak lepas dari masalah kesehatan, termasuk insomnia. Insomnia merupakan masalah yang sering terjadi pada lansia akibat dari perubahan fisiologis tidur dan faktor lain seperti lingkungan, penurunan aktivitas fisik dan stres
d. Nenek R merupakan salah satu klien tinggal di PSTW BM 1, Cipayung. Klien tersebut memiliki masalah insomnia dari pengkajian yang telah dilakukan. Untuk mengatasi masalah insomnia pada nenek R maka telah dilakukan serangkaian intervensi keperawatan yakni dengan mengenalkan sleep hygiene, melakukan massase punggung, meningkatkan aktivitas, mengajarkan teknik
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
45
napas dalam dan relaksasi terbimbing, serta relaksasi otot progresif. Beberapa intervensi tampaknya tidak efektif untuk menurunkan masalah insomnia seperti teknik napas dalam dan imajinasi terbimbing. Dari berbagai intervensi tersebut didapatkan bahwa klien melaporkan bahwa tidurnya lebih baik, yaitu lebih mudah untuk tertidur dimalam hari tidur lebih pulas, serta peningkatan rasa segar di pagi dan siang hari. 5.2 Saran Penulis menyarankan kepada perawat secara umum maupun petugas di panti agar memperhatikan kebutuhan lansia termasuk kebutuhan untuk mendapatkan tidur yang berkualitas. Terdapat berbagai intervensi yang dapat meningkatkan kualitas tidur pada lansia seperti teknik relaksasi otot progresif, massase punggung sleep hygiene, peningkatan aktivitas. Diharapkan agar perawat maupun petugas panti mampu mengkaji masalah insomnia pada lansia dan memberikan intervensi yang sesuai. Masalah yang sering menjadi penyebab insomnia di panti adalah karena lingkungan yang tidak nyaman seperti konflik antar lansia, lingkungan terlalu panas atau dingin, pencahayaan yang kurang sesuiai dan lain sebagainya. Hal tersebut sebaiknya menjadi perhatian bagi pihak panti. Sebaiknya lainsia yang sering memiliki konflik dijauhkan tempat tidurnya. Diharapkan juga kepada petugas panti agar memperhatikan kebutuhan aktivitas pada lansia, termasuk mengajak lansia yang mengalami hambatan fisik untuk ikut kegiatan rutin panti yang masih bisa dilakukan seperti panggung gembira dan senam. Untuk beberapa lansia yang tidak menyukai cahaya yang terlalu terang saat tidur baiknya dipisahkan dengan lansia yang tidak bisa tidur tanpa cahaya agar pengaturan penerangan dapat dilakukan.
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
46
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J.A., rector, C., & Warner, K.D. (2010). Community health nursing: Promoting and protecting public’s health 7th ed. Wolters Kluwer: Lippincont William & Wilkins Arenson, Christine, et. Al. (2009). Reichel’s care of elderly: Clinical aspects of aging, 6th Ed. New York: Cambridge University Press. Black & Hawks. (2005). Medical Surgical nursing clinical management for positive outcomes 7th Ed. Elsevier Saunders. St Louis Missouri Blackman, M.R. (2000). Age Related alteration in sleep quality and neuroendocrine function: Interrelation and implication. JAMA, 284 (7): 1-8 California Advocates for nursing home reform (CANHR). (2012). Nursing home standarts. Chan, F., Mok, E., Chan E.A. (2010). Effects of music on depression and sleep quality in elderly people: A randomised controlled trial. Elsevier Limited; 18 (3-4) Constance, et al. (2012). Sleep Disturbance Among Older Adults in Assisted Living Facilities. Lippincott Williams & Wilkins. 20 (6) Conrad, A. & Roth, W.T. (2007). Muscle Relaxation for Anxiety Disorder: it works but how? The Journal of Anxiety Disorder. 12 (243-264) Departemen Sosial RI. Direktorat Jenderal pelayanan san rehabilitasi Sosial, Direktorat Bina Pelayanan sosial lanjut usia (2002) standarisasi pelayanan kesejahteraan sosial panti sosial tersena werdha (PSTW). Jakarta
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
47
Fitrisyia & Ismayadi.(2012). Relaksasi otot progresif dengan pemenuhan kebutuhan tidur lansia. Medan: Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Skripsi Galimi, R. (2010). Insomnia in the elderly: an update and future challange. Journal of Sleep research. 58:231-247 Ghoncheh, S. & Smith JC. (2004). Progressive muscle relaxation, yoga stretching, and ABC relaxation theory. The Journal of Clinical Psychology; 60(1), (131136) Hamid, Almisar. (2007). Penduduk lanjut usia di Indonesia dan masalah kesejahterannya. Departemen kementrian sosial republic Indonesia Harkreader, H., Hogan, Mary. A., Thobaban,M. (2007). Fundamental Of Nursing: Caring And Clinical Judgement. 3rd Ed. Vol 2. Philladelphia: Saunders Elsevier Inc Heny., Sutresna., Wira. (2013). Pengaruh Masase punggung terhadap kualitas tidur pada lansia dengan insomnia di oanti sosial tresna werdha wana seraya Denpasar. Denpasar:Universitas Udayana. Skripsi Hidayat,A.A. (2006). Kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses keperawatan ed 2. Jakrta: salemba Medika Isaia G, Corsinovi et al. (2012) Insomnia among hospitalized
elderly patients:
prevalence, clinical characteristics and risk factors. Arch Gerontoly Geriatry 2011; 52(2):133-137 Kamel N.S. (2006). Gammack JK. Insomnia in the Elderly: caise, Approach and treatment. The American journal of Medicine. 199: 473-469 Kemsos (2012). Lembaga pelayanan kesejahteraan sosial pemerintah daerah. Jakarta: P3KS Press
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
48
Kushariyadi & Setyohadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika Marks, I. T. (2011). Master your sleep, Proven Methode Simplied. USA: Bascom Hills Publish Group Miller, Carol A. 2012. Nursing for wellness in older adults ed 6th. Lippincott: Williams and wilkins Miller, Christoper. J. (2011). Progressive Muscle Relaxation As an intervention to reduce manic symptom. Florida: University of Miami. Dissertation Mousavi, F., Tavabi,A.A., Iran-Pour.E., Tabatebai. R., & Golestan. B. (2012). Prevalence and Associated Factors of Insomnia Syndrome in the Elderly Residing in Kahrizak Nursing Home, Tehran, Iran. Iranian Journal of Public Health; 41 (1) Nugroho, W. (2008). Perawatan Lnjut Usia. Jakarta: EGC Oliveira, A. (2010). Sleep Quality of Elders Living in Long-Term Care Institution. http:/www.scielo.br/pdf/reeusp/v44/en_10.pdf Prasadja, A. (2009). Ayo Bangun dengan bugar karena tidur yang benar. Jakarta: penerbit Hikmah Primadi, O. (2013). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Kementrian Kesehatan RI Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental nursing: concepts, process, and practice. 6th ed. St Louis: Mosby Year Book Ratri, Nindyah P & Nurviyandari, D. (2013). Analisis Praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada ibu SMB (89 tahun) dengan masalah hambatan komunikasi verbal di wisma cempaka sasana tresna werda karya bhakti cibubur. FIK UI. KIAN
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
49
Stanley, Mickey. 2006. Buku ajar keperawatan gerontik. (juniarti, nety et al., penerjemah) Jakarta: EGC Szentkiraly, A ., Madrasz, C.Z., Novak, M. (2009). Sleep disorders: Impact on daytime functioning and quality of life. Expert review of pharmacoeconomic Outcomes research: 9(1) Tractenberg RE, Singer CM, Kaye JA. (2005). Symptoms of sleep disturbance in persons with Alzheimer's disease and normal. Journal of Sleep Research; 14(2):177-185 Woodward M.C. (2007). Managing Insomnia in Older People. Journal of Pharmacy Practice and Research; 37: 236-241
Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
Lampiran PENGKAJIAN INDIVIDU KEPERAWATAN KESEHATAN LANSIA
Nama Panti
: Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1 Cipayung
Alamat Panti
: Cipayung
1. IDENTITAS A. Nama
: Nenek R
B. Jenis Kelamin
: Perempuan
C. Umur
: 72 tahun
D. Agama
: Islam
E. Status perkawinan
: Janda
F. Pendidikan terakhir
: Tidak tamat
G. Alamat rumah
: Jakarta
2. ALASAN BERADA DI PANTI Klien dibawa oleh oleh Dinas Sosial Jakarta. Klien tinggal sendiri di Jakarta, suami dan saudara sudah meninggal, tidak ada yang mengurus klien di jakarta. 3. RIWAYAT KESEHATAN A. Masalah kesehatan yang pernah dialami dan dirasan saat ini Klien memiliki hipertensi namun terkontrol oleh obat hipertensi. Klien pernah jatuh setahun yang lalu di panti karena licin yang membuat kakina sakit, namun sekarang sudah sembuh. B. Masalah kesehatan keluarga/keturunan Klien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga dan riwayat penyakit menular. 4. KEBIASAAN SEHARI-HARI A. Biologis Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
1. Pola Makan Klien tidak memiliki jenis pantangan makanan. Klien memiliki jadwal makan tiga kali dalam sehari dengan menu makanan yang telah disediakan di panti. Waktu makan klien adalah Pukul 07.00, Pukul 10.30. dan Pukul 15.30. klien juga selalu menghabiskan makanan tambahan dari tamu maupun dari panti. Klien mengatakan selalu menghabiskan makanannya dan memang tampak lahap makannya. 2. Pola Minum Klien minum air putih lima sampai enam gelas besar per hari atau sekitar 1500 ml. Klien menyediakan cangkir besar yang selalu terisi dan diletakkan disamping tempat tidurnya. 3. Pola Tidur Klien mengalami kesulitan untuk memulai tidur dan terbangun terlalu dini sejak lebih dari setahun yang lalu. Awalnya klien merasa kurang nyaman tinggal di lingkungan panti yang banyak orang, terkadang bising, banyak orang-orang yang tidak menyenangkan bagi klien, kepanasan, kedinginan, dan banyak pikirian. Lama-kelamaan hal tersebut sulit untuk diubah oleh klien. Klien mengatakan bahwa ia ingin seperti WBS lain yang bisa cepat tidur, sedangkan disaat orang lain sudah tidur ia belum bisa tidur. Klien juga menyatakan kurang puas dengan tidurnya dan beberapa kali dikeluhkan. Teman sebelah klien juga menyatakan bahwa klien memang mengalami kesulitan tidur karena beberapa kali WBS tersebut terbangun di tengah malam menemukan klien sedang tidak dalam keadaan tertidur. Mata klien terlihat agak cekung, berbicara agak lemas, dan terkadang memiliki emosi yang kurang stabil. Klien menyatakan bahwa seringkali ia mengantuk di pagi atau siang hari namun tidak bisa tidur karena kondisi hari yang sudah mulai bising. 4. Pola Eliminasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
Klien memiliki kebiasaan untuk BAB satu dampai dua hari sekali, sedangkan BAK empat sampai lima kali dalam sehari. Klien mengatakan masih dapat menahan untuk berkemih dan tidak mengeluh pada pola eliminasi. B. Psikologis Keadaan emosi klien tampak stabil namun sesekali suka marah jika sesuatu yang tidak menyenangkannya terjadi. Klien tidak memiliki teman dekat di panti, klien merasa bahwa tidak ada yang nyambung dan mengerti keadaannya. Klien tidak pernah memiliki konflik berat dengan lansia lain, namun beberapa kali tampak saling mencibir dengan tetangga tempat tidurnya. berada di panti. Klien mengatakan jika sedang kesal atau marah maka ia akan mengucapkan doa dalam hati. C. Sosial 1. Dukungan Keluarga Klien masih memiliki keluarga yang tinggal di Jakarta, yakni keponakannya dari saudara-saudaranya, namun mereka tidak pernah mengunjungi klien semenjak berada di panti. 2. Hubungan dengan orang lain Klien tampak jarang berkomunikasi dengan para lansia yang tinggal di wisma Cempaka. Komunikasi yang klien lakukan seadanya saja dengan tetangga sebelahnya, tidak pernah bercapap-cakap. Klien hanya bercakap-cakap dengan mahasiswa praktik atau petugas saja. D. Spiritual Kultural 1. Pelaksanaan Ibadah Klien tidak lagi melakukan Sholat lima waktu, namun klien menyatakan hanya berdoa dalam hati saja kepada Tuhan jika sesuatu mengganjal di hatinya. Ia menyatakan tidak beribadah lagi karena penurunan kemampuan fisiknya.. 2. Keyakinan tentang kesehatan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
Klien mengatakan keadaannya saat ini sudah menua dan akan semakin mengalami penurunan dalam kekampuan dan kesehatan, namun klien menyatakan bahwa dengan makan, minum dengan baik serta menjaga kebersihan maka kesehatannya tidak akan langsung menurun. E. Aktivitas Sehari-hari Aktivitas klien sebagian besar hanya dilakukan di tempat tidur. Klien kurang aktif mengikuti kegiatan rutin yang dilaksanakan di panti. Klien tidak mengikuti kegiatan senam, angklung, dan panggung gembira. Klien mengatakan hal ini disebabkan oleh klien mengalami penurunan kemampuan dan adanya rasa malas untuk keluar dari ruangan. Klien hanya berjemur di pagi hari sekitar satu jam, kemudian kembali ke ruangan. Klien sesekali masih mau mencuci pakaiannnya saat mandi. Klien masih mampu mandiri dalam berbagai hal, namun untuk aktivitas yang mengharuskan klien untuk berjalan jauh harus dibantu dengan kursi roda karena klien sudah tidak kuat berjalan jauh. F. Rekreasi Klien tidak mengikuti rekreasi yang diadakan di panti, namun menurutnya berjemur, bercapak-cakap dengan mahasiswa, dan mandi yang bersih sudah dapat menghibur dirinya. 5. PEMERIKSAAN FISIK 1. Tanda vital Keadaan umum Kesadaran
: Baik : Compos mentis
Suhu
: 36,° C
Nadi
: 80x/m
TD
: 140/90 mmhg
Pernafasan
: 20x/m
Tinggi badan
: 127 cm
Berat badan
: 32 kg
IMT
: 19,84 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
2. Kebersihan perorangan Kepala
: kepala dan rambut bersih, rambut terdistribusi merata dan
tidak mudah tercabut, tidak ada lesi Pada mata; keadaan dan penampilan umum struktur mata : alis mata simetris, sejajar, konjungtiva berwarna merah muda (tidak anemis), sklera tidak ikterik, mata agak cekung; telinga sejajar mata, warna telinga sama dengan kulit wajah, lesi tidak ada, nyeri tidak ada, tidak tampak pengeluaran cairan, pendengaran masih baik; hidung normal, tidak ada lesi, tidak ada polip, bersih; pada mulut, gigi sudah banyak yang tanggal, lidah bersih, tidak ada lesi, tidak ada sariawan, mukosa tidak kering. Leher
: . Pada leher, tidak ada pembesaran KGB dan vena jugularis.
Dada
: Tampak simetris, pengembangan dada kiri dan kanan sama,
lesi (-), iktus kordis (-), ronki (-/-), suara napas vesikuler Abdomen
: simetris, posisi abdomen lebih rendah daripada dada pada
posisi berbaring, tidak ada kemerahan, umbilicus inverted dan bersih, bising usus ada yaitu 6x / mnt, tidak ada nyeri tekan pada abdomen dan tidak teraba massa Muskuloskeletal
: Nyeri (-), atrofi/hipertrofi (-), Kekuatan otot 5 5 5 5
(proksimal ke distal) pada ektremitas kanan dan kiri atas, 4 4 4 4 (proksimal ke distal) pada ekstremitas kanan dan kiri bawah Ektremitas
:Pada ekstremitas, kulit tidak pucat, warna kulit sama dengan
warna tubuh, tidak ada deformitas pada jari kaki, kaki tampak bersih kotor. Turgor kulit tidak elastis, kembalinya lambat, capillary refill time <2 detik.
6. INFORMASI PENUNJANG Terapi Medikasi : Nifedipine 1 x 10 mg
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
ANALISIS DATA
No 1
Masalah Keperawatan
Data Ds a.
Insomnia klien menyatakan sulit untuk memulai tidur, jika sudah tertidur dan terbangun di malam hari sulit untuk memulai tidur kembali,
b.
klien menyatakan bahwa saat WBS lain semuanya sudah tidur ia sendiri belum bisa tidur meskipun telah mencoba untuk tidur.
c.
klien juga menyatakan bahwa sering terbangun dini hari saat WBS lain mulain terbangun,
d.
klien menyatakan sering mengantuk di pagi maupun siang hari, namun tidak bisa tidur,
e.
klien
merasa
memiliki
tidur
yang
berbeda dengan WBS lain dan merasa tidurnya tidak memuaskan. f.
WBS disebelah tempat tidur klien juga menyatakan
bahwa
klien
memang
memiliki kesulitan untuk tidur Do a.
mata klien terlihat agak cekung,
b.
klien sering terlihat lemas, emosi kurang stabil,
c.
klien tampak lebih sering menghabiskan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
waktu ditempat tidur bukan untuk tidur d.
klien sering terlihat tidur-tiduran di tempat tidur sambil memejamkan mata, namun kemudian bangn lagi
2.
Hambatan mobilitas fisik
Ds a.
klien menyatakan bahwa ia sudah tidak kuat berjalan dan membutuhkan alat bantu jalan,
b.
klien menyatakan bahwa kedua kakinya sudah lemah tidak sekuat tangannya
Do a.
klien menggunakan alat bantu jalan, yaitu walker untuk berjalan disekitar ruangan dan kursi roda jika harus keluar ruangan, misalnya ke lapangan atau ke aula.
b.
Kekuatan otot pada ekstremitas atas masih baik yakni 5 5 5 5 untuk kanan dan kiri, namun untuk ektremitas bawah mengalami penurunan yakni 4 4 4 4 untuk ektremitas kanan dan kiri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
Catatan Perkembangan Klien dengan masalah Insomnia Waktu Minggu ke-1
Implementasi
Evaluasi
a. Membina hubungan S: saling percaya
menyatakan
mau
menyelesaikan
masalahnya bersama mahasiswa
b. Mengidentifikasi dan
klien
klien menyatakan bahwa kesulitan melakukan
mendiskusikan relaksasi napas dalam dan distraksi
masalah
yang Klien
dialami klien
menyatakan
merasa
nyaman
setelah
dilakukan massase punggung, tidur lebih pulas, c. Motivasi klien untuk namun masih sulit untuk memulai tidur melakukann
sleep O: klien tampak antusias untuk mengatasi
hygiene
masalahnya, klien kooperatif d. melatih
teknik
relaksasi
napas
dalam dan distraksi
Klien
tidak
mampu
berkonsentrasi
dalam
distraksi dan kesulitan untuk melakukan teknik napas dalam dengan benar
e. melakukan massase punggung pada klien
Klien
menikmati
massase
yang
diberikan
kepadanya A:Insomnia P:
lanjutkan intervensi dengan peningkatan
aktivitas dan relaksasi otot progresif Minggu ke-2
a. Memotivasi
lansia S:
klien
menyatakan
mau
meningkatkan
untuk meningkatkan aktivitasnya,klien menyatakan tidurnya masih aktivitas; berjemur, seperti biasa ROM,
jalan-jalan
disekitar panti, ikut TAK
O:klien
mampu
mengikuti
kegiatan
dan
termotivasi untuk meningkatkan kegiatan A: masalah masih ada P: tingkatkan aktivitas dan relaksasi otot Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
progresif
Minggu ke-3
a. Memotivas
klien S:klien menyatakan merasa enak setelah latihan,
untuk meningkatkan klien menyatakan tidurnya lebih mudah dan aktivitas
cepat 2 sampai 4 jam
b. Mengajarkan
dan O:Klien mampu mengikuti bimbingan untuk
memandu
klien latihan relaksasi dan mengikuti langkah-langkah
melakukan relaksasi latihan otot progresif. Tampak klien merasa otot progresif
sedikit lelah setelah melakukannya, klien tetap meningkatkan kegiatan A: insomnia dapat teratasi dengan peningkatan relaksasi otot dan peningkatan aktivitas P: meningkatkan latihan otot progresif dan tetap meningkatkan aktivita
Minggu ke-4
a. Evaluasi
relaksasi S: klien menyatakan melakukan relaksasi otot
otot progresif dan setiap sore hari atau ketika tidak bisa tidur. klien aktivitas klien
menyatakan tidurnya lebih mudah, lebih lama dan lebih pulas, , saat ini sudah dapat tidur selama 6 jam karena mulai tidur lebih awal. O:klien mampu melakukan gerakan relaksasi dengan baik, klien mau melakukan kegiatan yang dianjurkan, berjemur, ROM, berjalan-jalan A:Masalah teratasi untuk saat ini P:mengevaluasi tidur klien secara keseluruhan
Minggu ke-5
a. mengevaluasi
S: Klien menyatakan setiap bangun tidur selalu
aktivitas sehari-hari melakukan ROM dan berjemur di depan wisma, klien dan latihan otot untuk relaksasi otot progresif klien menyatakan melakukannya di sore hari dan ketika tidak bisa Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
progresif.
tidur, tidur lebih mudah, tidur klien yang
b. Mengevaluasi tidur klien keseluruhan
secara
awalanya hanya 2 sampai 4 jam bisa mendapat tidur lebih lama (6 sampai 7 )jam di malam hari), tidur lebih pulas, bangun lebih segar, dan merasa lebih bersemangat dalam beraktivitas di siang hari serta jarang merasa mengantuk di pagi hari. O: klien mampu melakukan relaksasi otot progresif
dengan
baik,
klien
tetap
aktif
beraktivitas sesuai dengan kemampuannya, klien tampak lebih bersemangat dan segar A: Masalah insomnia teratasi P: untuk perawat dan petugas panti agar mengkaji lansia yang memiliki masalah tidur dan memberikan intervensi yang sesuai Untuk klien agar tetap melakukan aktivitas di siang hari dan melakukan relaksasi otot setiap sore hari
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
2. Motivasi klien untuk melakukann sleep hyegiene, yakni (1) menghindari tidur siang karena dapat mempengaruhi pola bangun dan tidur biasanya; (2) menghindari stimulan seperti kafein, alkohol, dan nikotin ketika sudah dekat dengan waktu tidur; (3) latihan di pagi dan sore hari. Latihan
1. Memotivasi klien untuk banyak minum di siang hari namun mengurangi minum di malam hari
Rencana Tindakan
2. Sleep hygiene adalah praktik yang bervariasi yang penting untuk memiliki tidur yang normal dan berkualitas, dan kewaspadaan penuh pada siang hari
1. Mengurangi rasa ingin berkemih pada malam hari sehingga tidak harus terbangun di tengah malam
Rasional
RENCANA KEPERAWATAN PADA NENEK R DI WISMA CEMPAKA
Diagnosa Keperawatan Insomnia Umum Setelah dilakukan tindakan keperawata n terjadi perbaikan kualitas tidur
Tujuan Khusus Setelah dilakukan 4x intervensi diharapkan klien mampu: 1. Mempertahankan pola tidur yang baik 2. Menyatakan memiliki kualitas tidur yang baik 3. Menyatakan lebih segar ketika bangun di pagi hari 4. Menyatakan tidak mengalami ngantuk berlebihan di siang hari 5. Menunjukkan perilaku semangat untuk melakukan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
aktivitas
yoga sesaat sebelum tidur dapat merilekskan tubuh untuk mendapat tidur yang baik; (4) memastikan diri mendapatkan paparan cahaya alami yang dapat memelihata siklus bangun dan tidur yang sehat; (5) menciptakan rutinitas tetap rileks sebelum tidur. Menghindari percakapan atau aktivitas yang mungkin dapat membuat suasana hati menjadi buruk dan tidak membawa masalah ke tempat tidur; (6) menjadikan tempat tidur hanya untuk tidur dengan menghindari membaca buku, menonton televisi, atau mendengar radio di tempat tidur; (7) memastikan bahwa lingkungan tidur menyenangkan dan menenangkan, tidak terlalu panas dan dingin. 3. Bantu klien belajar teknik relaksasi napas dalam dan distraksi
3. Menenagkan pikiran untuk memberikan rasa rileks pada pikiran dan tubuh
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
Diagnosa Keperawatan Umum Hambatan Masalah mobilitas fisik mobilitas fisik klien dapat berkurang
Tujuan Khusus Setelah dilakukan 6 x intervensi diharapkan klien mampu: 1. Meningkatkan atau mengoptimalkan kekuatan otot dan sendi. 2. Mengoptimalkan mobilitas fisik
3. Mendemonstrasikan latihan yang dapat
4. Bantu klien belajar relaksasi otot progresif dan berikan massase pada punggung
Rencana Tindakan
1.Kaji adanya nyeri pada sendi
2. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat sedikitnya dua kali sehari. 3. Motivasi klien untuk mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan
4. Memiliki fungsi yang sama dengan latihan di siang hari untuk mengendurkan otot-otot, mengurangi ketegangan dan meningkatkan rasa rileks.
Rasional
1. Tingkat aktivitas atau latihan tergantung dari nyeri yang dirasakan
2.Mempertahankan / meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
3.Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
meningkatkan kekuatan otot dan sendi 4. Melakukan tindakan pengamanan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya cidera
berjalan 4. Anjurkan dan bantu untuk ambulasi dengan atau tanpa alat bantuan 5. Bantu lansia untuk berjemur di bawah sinar matahari selama 10 menit per hari di pagi hari
5. Ambulasi dapat mempertahankan mobilitas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Personal Nama Lengkap
: Hestiani Windari Br Ginting
Tempat Tanggal Lahir
: Berastagi, 26 Januari 1991
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum Menikah
Alamat Rumah
: Desa Kubucolia, Kec. Dolat Rayat, kab. Karo, Sumatera Utara
Alamat Rumah Domisili
: Jalan Yahya Nuih No. 30, Pondok Cina, Beiji, Depok 16424
No. Handphone
: 085289944538
E-mail
:
[email protected]
Agama
: Kristen Protestan
Kewarganegaraan
: Indonesia
Golongan Darah
:0
B. Riwayat Pendidikan Formal No Nama Sekolah
Tahun
1.
2009-sekarang
2. 3. 4.
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia SMA Negeri 1Kabanjahe, Sumatera Utara SMP Negeri 1Barusjahe, Sumatera Utara SD Inpres No. 044849, Kubucolia, Sumatera Utara
2006-2009 2003-2006 1997-2003
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Hestiani Windari Br Ginting, FIK UI, 2014