UNIVERSITAS INDONESIA
SEJARAH PERKEMBANGAN SEKRETARIAT NEGARA DAN PEMISAHAN KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL
TESIS
ERICK MARIO 1006736684
FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCASARJANA JAKARTA JANUARI 2013
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
SEJARAH PERKEMBANGAN SEKRETARIAT NEGARA DAN PEMISAHAN KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia
ERICK MARIO 1006736684
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM KENEGARAAN JAKARTA JANUARI 2013
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya sendiri dan seluruh sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:
Erick Mario
NPM
:
1006736684
Tanda tangan
:
Tanggal
:
21 Januari 2013
i Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh: Nama
: Erick Mario
NPM
: 1006736684
Program Studi
: Pascasarjana Ilmu Hukum
Judul Tesis
: Sejarah
Perkembangan
Sekretariat
Negara
dan
Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI,
Pembimbing : Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H. (..........................................)
Penguji
: Prof. Abdul Bari Azed, S.H., M.Hum. (..........................................)
Penguji
: Dr. Tri Hayati, S.H., M.H. (..........................................)
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal
: 21 Januari 2013
ii Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Sejarah Perkembangan Sekretariat Negara dan Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil”. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dalam penulisan tesis ini saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan tesis ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada: 1) Prof Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing yang telah sangat sabar menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing, mengarahkan, dan menyemangati
Penulis dalam
penyusunan tesis ini; 2) Prof. Dr. Abdul Bari Azed, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Pascasarjana
Hukum
Kenegaraan
Fakultas
Hukum
Universitas
Indonesia beserta staf karyawan Sekretariat Pascasarjana yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu kelancaran studi Penulis di fakultas; 3) Dr. Tri Hayati, S.H., M.H., sebagai Dosen Penguji yang telah berkenan meluangkan waktu untuk menguji dan memberi masukan demi perbaikan tesis ini; 4) Orang tua Drs. L. Siregar dan H. Marbun, kedua adik Christian Paulus Siregar dan Andre Junifer Siregar, dan sanak saudara yang dengan penuh kasih sayang terus mendoakan dan menyemangati Penulis agar dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini; 5) Dr. M. Iman Santoso, S.H., M.H., M.A., selaku mantan Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, Sekretariat Kabinet, yang telah
iii Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
memberikan kesempatan kepada Penulis untuk dapat mengikuti kesempatan kuliah di Universitas Indonesia; 6) Bistok Simbolon, S.H., M.H., selaku Deputi Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan,
Sekretariat
Kabinet,
yang
telah
memberikan
kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan studi di Universitas Indonesia; 7) Drs. M.Y. Raso, M.Si. dan Danil Arif Iskandar, S.H., LL.M., selaku Asisten Deputi Bidang Politik dan Hubungan Internasional dan Kepala Bidang Hubungan Lembaga Negara, Organisasi Politik, dan Organisasi Kemasyarakatan,
Sekretariat
Kabinet,
yang
telah
memberikan
dukungan dan semangat kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini; 8) Rekan-rekan kerja di lingkungan Kedeputian Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Sekretariat Kabinet, yang terus mendukung agar Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini; dan 9) Pihak-pihak yang telah membantu melengkapi data yang diperlukan dan pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Akhir kata, saya berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu selama proses penulisan dan penyusunan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum tata negara pada khususnya.
Jakarta, 21 Januari 2013
Penulis
iv Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda-tangan di bawah ini: Nama
: Erick Mario
NPM
: 1006736684
Program Studi
: Pascasarjana Ilmu Hukum
Fakultas
: Hukum
Jenis Karya Ilmiah : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia: Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: SEJARAH
PERKEMBANGAN
PEMISAHAN SEKRETARIAT
KEMENTERIAN KABINET
SEKRETARIAT
NEGARA
DAN
SEKRETARIAT
NEGARA
DAN
DALAM
SISTEM
PEMERINTAHAN
PRESIDENSIIL beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta dan pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal : 21 Januari 2013 Yang menyatakan,
(Erick Mario)
v Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Erick Mario Program Studi : Hukum Kenegaraan Judul Tesis : Sejarah Perkembangan Sekretariat Negara dan Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil
Di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil tidak dikenal pemisahan kekuasaan Presiden sebagai kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of government). Oleh karena itu, praktik pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang dilakukan atas dasar pertimbangan pemisahan kekuasaan Presiden sebagai head of state dan head of government merupakan hal yang berkontradiksi (contradictio in terminis) dengan konsep negara dengan sistem pemerintahan presidensiil. Permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah bagaimanakah konsep pemisahan yang dilakukan terhadap Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet jika dikaitkan dengan fungsi jabatan yang dimiliki Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil dan bagaimanakah paradigma dan format kelembagaan yang baik dan tepat guna mendukung tugas dan fungsi Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensiil. Hasil penelitian dalam tesis ini menunjukkan bahwa konsep pemisahan yang dilakukan terhadap Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet tidak relevan dengan fungsi jabatan yang dimiliki Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil karena pemisahan itu semata-mata hanya didasari kepentingan politik Presiden dan hanya mengakibatkan dualisme kepemimpinan. Seharusnya, paradigma yang tepat adalah Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan yang memiliki kekuasaan pemerintahan negara yang bersifat inheren (dwitunggal) sehingga format kelembagaan yang baik dan tepat guna mendukung tugas dan fungsi pemberian layanan dan dukungan kepada Presiden ialah dengan menggabungkan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet menjadi suatu sekretariat baru bernama Sekretariat Presiden dan kedudukannya perlu diatur dalam suatu Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundangundangan, pendekatan konseptual, pendekatan historis, dan pendekatan kasus. Jenis data yang digunakan merupakan data sekunder yang dilakukan melalui studi dokumen atau studi kepustakaan. Data yang diperoleh dari studi kepustakaan itu dianalisis secara deskriptif-kualitatif.
Kata kunci :
pemisahan, sekretariat, kepala negara, kepala pemerintahan, dan sistem pemerintahan presidensiil.
vi Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
ABSTRACT
Name Study of Program Thesis Title
: Erick Mario : State Law : State Secretariat Development History and Separation of State Secretariat Ministry and Cabinet Secretariat in the Presidential Government System
In the country having the presidential government system, the separation of the President’s power as the head of state and as the head of government is not recognized. Therefore, the separation practice of the State Secretariat and the Cabinet Secretariat done based on the consideration of the separation of the President’s power as the head of state and as the head of government is something contradictory (contradictio in terminis) to the state concept with the presidential government system. The issues which become the study in this research are how the separation concept is done towards the State Secretariat Ministry and Cabinet Secretariat if it is related to the position function owned by the President in the presidential government system and what the good and right institutional paradigm and format are in order to support the duties and functions of the President as the government power executor in the presidential government system. The research result in this thesis shows the separation concept done towards the State Secretariat Ministry and the Cabinet Secretariat is not relevant with the position function owned by the President in the presidential government system because the separation is merely based on the President’s political interest and it only causes the leadership double standards to appear. The appropriate paradigm should be that the President is the government executor having the inherent state government power so that the good and right institutional format in order to support the duties and functions providing service and support to the President is by combining the State Secretariat Ministry and the Cabinet Secretariat to become a new secretariat named the President Secretariat and its position needs to be governed in a Law on Presidential Institutions. This research uses the normative law research method with the laws and regulations approach, the historical approach, and the case approach. The kind of data used is secondary data done through the document study or library research. The data obtained from the library research were analyzed descriptively and qualitatively.
Key words: separation, secretariat, the head of state, the head of government, and the presidential government system.
vii Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................i LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................ii KATA PENGANTAR .............................................................................................iii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................v ABSTRAK ...............................................................................................................vi ABSTRACT .............................................................................................................vii DAFTAR ISI ............................................................................................................viii DAFTAR BAGAN ...................................................................................................xii DAFTAR TABEL ...................................................................................................xiv BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................1 A. Latar Belakang Permasalahan ...........................................................1 B. Perumusan Masalah .......................................................................... 34 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 35 D. Manfaat Penelitian .............................................................................35 E. Kerangka Teori ..................................................................................36 1.
Teori Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan .............................36
2.
Teori Lembaga Negara ...............................................................40
3.
Teori Sistem Pemerintahan .........................................................44
F. Kerangka Konsep ...............................................................................47 1.
Pemisahan ...................................................................................47
2.
Kementerian ................................................................................48
3.
Sekretariat....................................................................................48
4.
Pemerintah, Pemerintahan, dan Pemerintahan Negara ...............48
5.
Lembaga Pemerintah ...................................................................49
6.
Kekuasaan dan Kekuasaan Pemerintah .......................................50
G. Metode Penelitian...............................................................................50 H. Sistematika Penulisan.........................................................................54 viii Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN SEKRETARIAT NEGARA ...........56 A. Masa Orde Lama ...............................................................................56 1.
Era Abdoel Gaffar Pringgodigdo (1945-1949) ..........................56
2.
Era Abdoel Karim Pringgodigdo (1950-1957)............................60
3.
Era Tamzil Gelar Sutan Narajau (1957-1960) ............................63
4.
Era Mochamad Ichsan dan Abdul Wahab Surjoadiningrat (1961-1968) ................................................................................65
B. Masa Orde Baru..................................................................................76 1.
Era Alamsyah Ratu Prawiranegara (1968-1972) ........................76
2.
Era Sudharmono (1972-1988) .....................................................79
3.
Era Moerdiono (1988-1998)........................................................93
4.
Era Saadilah Mursyid (1998) ......................................................96
5.
Era Akbar Tanjung (1998-1999) dan Muladi (1999) ..................99
C. Masa Reformasi..................................................................................103 1.
Era Ali Rahman (1999-2000) hingga Muh. Maftuh Basyuni (2001) ...........................................................................103
2.
Era Bambang Kesowo (2001-2004) ...........................................111
3.
Era Yusril Ihza Mahendra (2004-2007) dan Sudi Silalahi (2004-2009) ................................................................................113
4.
Era M. Hatta Rajasa (2007-2009) dan Sudi Silalahi (2004-2009) .................................................................................119
5.
Era Sudi Silalahi dan Dipo Alam (2009-2014) ...........................121
BAB III PEMISAHAN KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL ....................................................128 A. Jabatan dan Kekuasaan Presiden dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil ........................................................................................128 1.
Jabatan Presiden .........................................................................128
2.
Kekuasaan Presiden ....................................................................137
B. Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil dan Implikasinya .......................................................................................145 1.
Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010 ..........................145
ix Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
2.
Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil .................................................................................148
3.
Implikasi Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet ..............................................................165
C. Sekretariat sebagai Organ Pendukung dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil .................................................................172 1.
Konsep Sistem Pemerintahan Presidensiil di Indonesia..............172
2.
Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet sebagai Organ Pendukung dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil .................................................................................182
BAB IV PARADIGMA KONSOLIDASI DAN FORMAT PENATAAN ORGANISASI LEMBAGA KEPRESIDENAN ..................................200 A. Paradigma Konsolidasi antara Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet..........................................................200 1.
Paradigma Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan ................200
2.
Konsolidasi Internal Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet .....................................................................207
B. Format Penataan Organisasi di Lingkungan Lembaga Kepresidenan ......................................................................................212 1.
Urgensi Pengaturan Lembaga Kepresidenan .............................212
2.
Hal-Hal yang Perlu Diatur dalam Undang-Undang Lembaga Kepresidenan ..............................................................221
C. Relasi Konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Lembaga Negara Trias Politica..........................................................241
BAB V
1.
Relasi Konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat ..............................................245
2.
Relasi Konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Dewan Perwakilan Rakyat ..........................................................246
3.
Relasi Konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Dewan Perwakilan Daerah ..........................................................248
4.
Relasi Konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Mahkamah Agung .......................................................................249
5.
Relasi Konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Mahkamah Konstitusi..................................................................250
PENUTUP ...............................................................................................252 A. Simpulan ............................................................................................252 B. Saran ...................................................................................................253
x Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................256 A. Buku ..................................................................................................256 B. Artikel.................................................................................................261 C. Surat Kabar.........................................................................................261 D. Majalah Ilmiah....................................................................................261 E. Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Sumber yang Tidak Diterbitkan...........262 F. Internet................................................................................................263 G. Peraturan Perundang-undangan..........................................................270
xi Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1. Struktur Organisasi Pemerintah pada Masa Kemerdekaan .......................................... 58 Bagan 2.2. Struktur Kabinet Pemerintahan pada Sistem Parlementer .......................................... 59 Bagan 2.3. Struktur Lembaga Administrasi Pemerintahan pada Masa Konstitusi RIS 1950 ........ 61 Bagan 2.4. Struktur Lembaga Pendukung Presiden Pasca Berlakunya UUD 1945....................... 64 Bagan 2.5. Struktur Kabinet Pasca Berlakunya UUD 1945........................................................... 65 Bagan 2.6. Struktur Organisasi Kabinet Menteri Pertama ............................................................. 67 Bagan 2.7. Susunan Organisasi Sekretariat Negara Gaya Baru ..................................................... 68 Bagan 2.8. Struktur Organisasi Sekretariat Negara pada Tahun 1964 dan 1965 ........................... 73 Bagan 2.9. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966 .......... 74 Bagan 2.10. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967 ............ 76 Bagan 2.11. Lembaga Pendukung Presiden pada Awal Pemerintahan Presiden Soeharto .............. 78 Bagan 2.12. Sekretariat Negara pada Masa Soedharmono .............................................................. 82 Bagan 2.13. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1973 ............ 83 Bagan 2.14. Sekretariat Wakil Presiden Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1973.............................................................................................................................. 84 Bagan 2.15. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 .............. 90 Bagan 2.16. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981 ............ 95 Bagan 2.17.
xii Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998 ............ 98 Bagan 2.18. Sekretariat Negara pada Masa Pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie .. 102 Bagan 2.19. Pemisahan Sekretariat Negara menjadi Enam Sekretariat Mandiri ............................. 107 Bagan 2.20. Reorganisasi Sekretariat Negara menjadi Lima Sekretariat......................................... 110 Bagan 2.21. Sekretariat Negara pada Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri ....... 112 Bagan 2.22. Susunan Organ Pendukung Presiden pada Masa Kabinet Indonesia Bersatu.............. 118 Bagan 2.23. Susunan Organ Pendukung Presiden pada Masa Kabinet Indonesia Bersatu II .......... 127
xiii Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
DAFTAR TABEL
Bagan 3.1. Persinggungan Tugas dan Fungsi antara Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet....................................................................................................... 166
xiv Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Erick Mario Program Studi : Hukum Kenegaraan Judul Tesis : Sejarah Perkembangan Sekretariat Negara dan Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil
Di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil tidak dikenal pemisahan kekuasaan Presiden sebagai kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of government). Oleh karena itu, praktik pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang dilakukan atas dasar pertimbangan pemisahan kekuasaan Presiden sebagai head of state dan head of government merupakan hal yang berkontradiksi (contradictio in terminis) dengan konsep negara dengan sistem pemerintahan presidensiil. Permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah bagaimanakah konsep pemisahan yang dilakukan terhadap Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet jika dikaitkan dengan fungsi jabatan yang dimiliki Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil dan bagaimanakah paradigma dan format kelembagaan yang baik dan tepat guna mendukung tugas dan fungsi Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensiil. Hasil penelitian dalam tesis ini menunjukkan bahwa konsep pemisahan yang dilakukan terhadap Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet tidak relevan dengan fungsi jabatan yang dimiliki Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil karena pemisahan itu semata-mata hanya didasari kepentingan politik Presiden dan hanya mengakibatkan dualisme kepemimpinan. Seharusnya, paradigma yang tepat adalah Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan yang memiliki kekuasaan pemerintahan negara yang bersifat inheren (dwitunggal) sehingga format kelembagaan yang baik dan tepat guna mendukung tugas dan fungsi pemberian layanan dan dukungan kepada Presiden ialah dengan menggabungkan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet menjadi suatu sekretariat baru bernama Sekretariat Presiden dan kedudukannya perlu diatur dalam suatu Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundangundangan, pendekatan konseptual, pendekatan historis, dan pendekatan kasus. Jenis data yang digunakan merupakan data sekunder yang dilakukan melalui studi dokumen atau studi kepustakaan. Data yang diperoleh dari studi kepustakaan itu dianalisis secara deskriptif-kualitatif.
Kata kunci : pemisahan, sekretariat, kepala negara, kepala pemerintahan, dan sistem pemerintahan presidensiil.
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
ABSTRACT
Name Study of Program Thesis Title
: Erick Mario : State Law : State Secretariat Development History and Separation of State Secretariat Ministry and Cabinet Secretariat in the Presidential Government System
In the country having the presidential government system, the separation of the President’s power as the head of state and as the head of government is not recognized. Therefore, the separation practice of the State Secretariat and the Cabinet Secretariat done based on the consideration of the separation of the President’s power as the head of state and as the head of government is something contradictory (contradictio in terminis) to the state concept with the presidential government system. The issues which become the study in this research are how the separation concept is done towards the State Secretariat Ministry and Cabinet Secretariat if it is related to the position function owned by the President in the presidential government system and what the good and right institutional paradigm and format are in order to support the duties and functions of the President as the government power executor in the presidential government system. The research result in this thesis shows the separation concept done towards the State Secretariat Ministry and the Cabinet Secretariat is not relevant with the position function owned by the President in the presidential government system because the separation is merely based on the President’s political interest and it only causes the leadership double standards to appear. The appropriate paradigm should be that the President is the government executor having the inherent state government power so that the good and right institutional format in order to support the duties and functions providing service and support to the President is by combining the State Secretariat Ministry and the Cabinet Secretariat to become a new secretariat named the President Secretariat and its position needs to be governed in a Law on Presidential Institutions. This research uses the normative law research method with the laws and regulations approach, the historical approach, and the case approach. The kind of data used is secondary data done through the document study or library research. The data obtained from the library research were analyzed descriptively and qualitatively.
Key words : separation, secretariat, the head of state, the head of government, and the presidential government system.
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
1
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Permasalahan Di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil tidak dikenal
pemisahan kekuasaan Presiden sebagai kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of government). Oleh karena itu, praktik pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang dilakukan atas dasar pertimbangan pemisahan kekuasaan Presiden sebagai head of state dan head of government merupakan hal yang berkontradiksi (contradictio in terminis) dengan konsep negara dengan sistem pemerintahan presidensiil.1 Sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan mendasar sejak adanya amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1999 hingga 2002.2 Ambruknya rezim otoritarian menjadi penyebab utama (causa prima) yang mengawali proses transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi di Indonesia.3 Amendemen konstitusi telah mengubah skema dan format kelembagaan negara, mulai dari lembaga yang memiliki tingkatan paling tinggi sampai kepada lembaga yang memiliki tingkatan paling rendah.4 Di tingkat paling tinggi, perubahan terjadi pada struktur lembaga tinggi negara, seperti perubahan kedudukan MPR yang menjadi sejajar dengan lembaga negara lain, seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan 1
Pernyataan tesis (thesis statement) sebagai kesimpulan awal penelitian dari teori yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian tesis. 2 Perubahan tahap pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, tahap kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000, tahap ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2011, dan tahap keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 3 Samuel P. Huntington mengemukakan bahwa proses transisi menuju demokrasi bervariasi, yaitu: (1) kelompok reformis menguat di dalam rezim otoriter dan mengambil inisiatif untuk mendorong transisi, (2) muncul dari negosiasi antara pemerintah dengan kelompok oposisi, (3) lahir dari digusurnya atau ambruknya rezim otoritarian, dan (4) ada intervensi Amerika Serikat dalam menjatuhkan kediktatoran dan menggantikannya dengan rezim yang dipilih rakyat. Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008, hlm. 98. 4 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hlm. 350.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
2
Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi, sedangkan di tingkat paling rendah, perubahan struktur lembaga pemerintah terjadi mulai dari struktur pemerintahan pusat sampai ke struktur pemerintahan desa.5 Perubahan UUD 1945 yang terjadi ‘sekali dalam empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun’6 pada masa transisi demokrasi telah memaksa Pemerintah
untuk
melakukan
eksperimentasi
kelembagaan
(institutional
experimentation).7 Akibatnya, banyak lembaga negara yang dihapus dan dibentuk dalam rangka memformulasikan struktur kelembagaan negara yang sesuai dengan tuntutan konstitusi yang telah direformasi.8 Reformulasi struktur kelembagaan negara itu juga berimbas pada struktur organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, dua lembaga pemerintah yang berada di dalam lingkungan Lembaga Kepresidenan.9 Di dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 jelas dinyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Artinya, Presiden merupakan kepala kekuasaan eksekutif (head of executive) dalam negara sebagai lembaga negara yang melaksanakan undang-undang.10
Ketentuan
konstitusi
itu
menunjukkan
bahwa
sistem
pemerintahan yang dianut di Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensiil.11 Pada sistem pemerintahan presidensiil, titik berat kekuasaan dan tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan negara berada di tangan Presiden
5
Ibid. Sempat terjadi perdebatan mengenai berapa kali UUD 1945 diubah, apakah satu kali atau empat kali. Bila dicermati, maka sebenarnya UUD 1945 hanya diubah satu kali tetapi dalam empat tahapan. Perubahan tahap pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, tahap kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000, tahap ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2011, dan tahap keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Moh. Mahfud M.D., Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konsitusi, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. xi. 7 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi…, op.cit., hlm. x. 8 Ibid. 9 Letak keduanya yang berada di lingkungan Istana Negara menyebabkan pengamanan di sekeliling Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, atau sering disebut ring satu Presiden, dijaga ketat oleh Pasukan Pengamanan Presiden dari unsur Tentara Nasional Indonesia, sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 7 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. 10 Penjelasan Pasal 4 UUD 1945 sebelum diubah. 11 Mohammad Hatta, Menuju Negara Hukum, Jakarta: Yayasan Idayu, 1975, hlm. 11. 6
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
3
(concentration of power and responsibility upon the President).12 Sistem yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) sejak sebelum kemerdekaan itu merupakan prinsip pemerintahan konstitusional (constitutional government) yang menjadi ciri penting negara hukum (staatsrecht) modern.13 Selain itu, kekuasaan eksekutif pada sistem pemerintahan presidensiil lebih menonjol (executive heavy) dibandingkan dengan kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif.14 Akan tetapi setelah konstitusi UUD 1945 diamendemen, terjadi penguatan kekuasaan legislatif (legislative heavy) sehingga rezim kekuasaan bergeser dari Presiden ke DPR.15 Selama empat kali tahapan pembahasan perubahan UUD 1945 pada masa
Reformasi itu, banyak materi Batang Tubuh UUD 1945 yang diubah namun ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 tidak diubah.16 Sistem pemerintahan presidensiil tetap dipertahankan sebagai salah satu bagian dari lima hal dasar (vijf fundamentele) dari UUD 1945 yang tidak dapat diubah.17
12
Jimly Asshiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2005, hlm. 9 dan 10. Vide Penjelasan UUD 1945 bagian Sistem Pemerintahan Negara angka IV. 13 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2007, hlm. 328. 14 Muhammad Ridhwan Indra dan Satya Arinanto, Kekuasaan Presiden dalam UUD 1945 Sangat Besar, Jakarta: CV Trisula, 1998, hlm. xi. 15 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH UII Press, 2004, hlm. 182. Perhatikan juga ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah Perubahan UUD 1945. 16 Selama proses empat kali tahapan perubahan itu banyak materi muatan UUD 1945 yang berubah. Sebelumnya, materi muatan yang terdapat di dalam Naskah Asli UUD 1945 berjumlah 71 butir, namun setelah perubahan yang terjadi sejak tahun 1999 hingga tahun 2002 maka materi muatan UUD 1945 bertambah menjadi 199 butir. Dari 199 butir tersebut, hanya 25 butir yang berasal dari Naskah Asli UUD 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 dan selebihnya sebanyak 174 butir atau 300% merupakan ketentuan baru yang sama sekali belum ada dalam Naskah Asli UUD 1945. Pernyataan Jimly Asshiddiqie kepada wartawan ketika menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Wilmar P., “UUD 1945 Telah Mengalami Perubahan 300%”, http://www.suarakarya-online.com/ news.html?id=196554, diakses pada tanggal 22 Maret 2012. Vide Jimly Asshiddiqie, ibid., hlm. 115. 17 Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 merupakan hal dasar yang dipertahankan Panitia Ad-Hoc Badan Pekerja MPR ketika membahas materi perubahan UUD 1945. Lima hal dasar (vijf fundamentele) yang disepakati tidak diubah, yaitu (i) tidak mengubah Pembukaan UUD 1945; (ii) tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (iii) mempertegas sistem pemerintahan presidensiil; (iv) Penjelasan UUD 1945 ditiadakan, serta hal normatif dalam Penjelasan UUD 1945 dimasukkan ke dalam pasal-pasal; dan (v) perubahan dilakukan dengan cara addendum. Vide Majelis Permusyawaratan Rakyat, Panduan dalam Memasyarakatkan Undang-
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
4
Jimly Asshiddiqie menafsirkan, di dalam rumusan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 ada kekuasaan pemerintahan negara yang menurut Undang-Undang Dasar dan ada pula kekuasaan pemerintahan negara yang tidak menurut Undang-Undang Dasar.18 Frasa ‘menurut Undang-Undang Dasar’ itu masih dapat dibedakan antara secara eksplisit ditentukan dalam Undang-Undang Dasar dan tidak secara eksplisit ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.19 Namun meskipun demikian, Maria Farida Indrati S. menjelaskan bahwa makna Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 masih sama seperti sebelum perubahan, yakni Presiden tetap memiliki jabatan sebagai Kepala Pemerintahan Negara Republik Indonesia.20 Sistem pemerintahan presidensiil telah dipilih sebagai sistem pemerintahan Indonesia, sehingga salah satu materi pokok yang diatur di dalam UUD 1945 berkaitan dengan perihal kekuasaan Presiden sebagai suatu lembaga negara. 21 Hal inilah yang menyebabkan materi mengenai Lembaga Kepresidenan lebih dominan diatur dalam Batang Tubuh UUD 1945 dari materi lainnya, baik sebelum diubah maupun setelah diubah.22 Jika dihitung, sebelum UUD 1945 diubah terdapat 13 pasal tentang Lembaga Kepresidenan, yaitu ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, dan Pasal 16. Tetapi setelah UUD 1945 diubah, materinya justru
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2003, hlm. 25. 18 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum …, op.cit., hlm. 333. 19 Ibid. 20 Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2007, hlm. 130. 21 Di dalam diskusi bertema “Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Perspektif UUD 1945” pada tanggal 30 Mei 2012, Saldi Isra menyatakan bahwa mempertahankan sistem presidensiil telah menjadi komitmen dalam Perubahan UUD 1945. Lebih lanjut dikatakan, pemilihan Presiden secara langsung dan konstitusi yang menyatakan tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR menjadi bagian dari usaha mempertahankan sistem presidensiil. NWO, “Masalah Konstitusi Ada di Pelaksanaan”, Kompas, 31 Mei 2012. 22 Perhatikan dan bandingkan jumlah pasal yang mengatur mengenai Lembaga Kepresidenan di dalam Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara, baik sebelum UUD 1945 diubah maupun sesudah UUD 1945 diubah.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
5
bertambah 4 pasal,23 yaitu ketentuan Pasal 6A, Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 7C, sehingga secara keseluruhan terdapat 17 pasal di dalam UUD 1945yang mengatur tentang Lembaga Kepresidenan. Kekuasaan yang diberikan UUD 1945 kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan (pouvoir executif) yang tertinggi dalam sistem pemerintahan presidensiil, adalah sebagai berikut:24 a. b.
c. d.
e. f. g. h. i. j.
23
Kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan;25 Kekuasaan di bidang peraturan perundang-undangan, meliputi kekuasaan mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR dan menetapkan peraturan pemerintah,26 kekuasaan menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang,27 dan kekuasaan membentuk peraturan presiden;28 Kekuasaan di bidang yudisial, mencakup kekuasaan dalam pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi;29 Kekuasaan dalam hubungan luar negeri, mencakup kekuasaan menyatakan perang dan membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain,30 dan kekuasaan mengangkat duta dan konsul;31 Kekuasaan menyatakan keadaan bahaya;32 Kekuasaan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi angkatan bersenjata;33 Kekuasaan memberi gelar dan tanda kehormatan lainnya;34 Kekuasaan membentuk Dewan Pertimbangan Presiden;35 Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri;36 dan Kekuasaan mengangkat, menetapkan, atau meresmikan pejabat negara, seperti anggota BPK37, hakim agung38, anggota KY39, dan hakim konstitusi40. Keempat pasal tambahan tersebut merupakan hasil dari tahapan Perubahan Ketiga UUD
1945. 24
Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 96-120. 25 Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. 26 Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. 27 Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. 28 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 29 Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. 30 Pasal 11 UUD 1945. 31 Pasal 13 ayat (1) UUD 1945. 32 Pasal 12 UUD 1945. 33 Pasal 10 UUD 1945. 34 Pasal 15 UUD 1945. 35 Pasal 16 UUD 1945. 36 Pasal 17 ayat (2) UUD 1945.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
6
Dari hal tersebut, jelas bahwa Presiden diberi kekuasaan yang besar oleh UUD 1945 sehingga tanggung jawab yang dibebankan kepadanya juga besar (with great power comes great responsibility).41 Namun meskipun diberi kekuasaan yang besar, dalam menjalankan kekuasaannya Presiden senantiasa diawasi oleh DPR atas dasar prinsip checks and balances yang dianut konstitusi.42 Bahkan, Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya apabila melakukan pelanggaran hukum, sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945.43 Menurut C.F. Strong dalam Sri Soemantri, ada lima bentuk kekuasaan Presiden disamping memegang dan menjalankan kekuasaan pemerintahan, yaitu:44 1) 2) 3) 4) 5)
Diplomatic power, relating to the conduct of foreign affairs; Administration of the government; Military power, relating to the organization of the armed forces and the conduct of war; Judicial power, relating to the granting of pardons, reprieves, etc., to those convicted of crime; and Legislative power, relating to the drafting of bills and directing their passage into law.
37
Pasal 23F ayat (1) UUD 1945. Pasal 24A ayat (3) UUD 1945. 39 Pasal 24B ayat (3) UUD 1945. 40 Pasal 24C ayat (3) UUD 1945. 41 Dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat, Presiden memiliki tanggung jawab untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Frasa “with great power comes great responsibility” dipopulerkan oleh Stan Lee dalam karyanya Amazing Fantasy #15-The First Spiderman Story. Stan Lee adalah penulis buku, editor, dan produser berkebangsaan Amerika yang memperkenalkan penokohan yang kuat dan naturalis dalam karyanya tersebut. Wikipedia, “Stan Lee” http://en.wikiquote.org/wiki/Stan_Lee, diakses pada tanggal 28 Maret 2012. 42 Ketentuan Pasal 7B ayat (2) UUD 1945,”Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dana/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.” 43 Ketentuan Pasal 7A UUD 1945,”Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” 44 Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Bandung: Alumni, 1977, hlm.123. 38
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
7
Sedikit berlainan dengan C.F. Strong, Ismail Suny mengelompokkan kekuasaan Presiden menjadi enam bidang, yaitu kekuasaan administratif, kekuasaan legislatif, kekuasaan
yudikatif, kekuasaan militer, kekuasaan
diplomatik, dan kekuasaan darurat.45 Dari keenam bidang kekuasaan tersebut, yang mungkin isinya dapat dengan mudah berkembang atau memang tidak menentu rincian isinya ialah kekuasaan administratif karena dengan dimilikinya kekuasaan tersebut berarti pejabat yang bersangkutan berfungsi juga sebagai administrator dan menyandang fungsi yang bersifat formil (hak untuk mengeluarkan putusan administratif) dan bersifat materiil (kekuasaan untuk menentukan siapa yang diangkat).46 Berbeda dengan C.F. Strong dan Ismail Suny, Satya Arinanto dan Muhammad Ridwan berpendapat kekuasaan Presiden hanya terbagi menjadi empat bidang, yaitu kekuasaan bidang eksekutif, kekuasaan bidang legislatif, kekuasaan sebagai kepala negara, dan kekuasaan bidang yudikatif. 47 Namun jika dilihat berdasarkan mekanisme pelaksanaannya, kekuasaan pouvoir executif itu dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu kekuasaan Presiden yang mandiri, kekuasaan Presiden dengan persetujuan DPR, dan kekuasaan dengan konsultasi.48 Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang dimiliki Presiden sebagai lembaga eksekutif, juga ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus.49 Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum adalah kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara, sedangkan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan tugas dan wewenang pemerintahan yang secara konstitusional ada pada pribadi Presiden yang memiliki sifat prerogatif (di bidang pemerintahan). 50 45
Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Aksara Baru, 1977, hlm. 44-46. S. Toto Pandoyo et.al., Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Kekuasaan Lembaga Kepresidenan dalam Perspektif Konstitusional dan Praktek Politik, Yogyakarta: Pandega Media, 1997, hlm. 73. 47 Muhammad Ridwan Indra dan Satya Arinanto, op,cit., hlm. 37. 48 Masyarakat Transparansi Indonesia, “Kajian tentang Mekanisme Pelaksanaan Kekuasaan Presiden RI dalam Hukum Positif di Indonesia”, http://www.transparansi.or.id/kajian/ hakprerogatif-presiden/, diakses pada tanggal 8 Agustus 2012. 49 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta: FH UII Press, 2003, hlm. 122. 50 Ibid., hlm. 122 dan 127. Presiden adalah pimpinan tertinggi penyelenggaraan administrasi negara. Meskipun tugas dan wewenang konstitusional Presiden bersifat prerogatif tetapi ada dalam kekuasaan pemerintahan sehingga menjadi bagian dari objek administrasi negara. 46
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
8
Dalam praktiknya, kekuasaan Presiden sebagai kepala negara sering disebut dengan istilah ‘hak prerogatif’, yaitu hak istimewa yang dimiliki oleh lembagalembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat digugat oleh lembaga negara lain.51 Di dalam negara demokrasi manapun juga tetap diakui hak prerogatif Presiden bagi kepala negara, yang memberikan hak dan tanggung jawab yang luar biasa kepada kepala negara.52 Kekuasaan prerogatif melekat pada Presiden sebagai alat kelengkapan negara dan karena diputus untuk dan atas nama negara maka hak prerogatif itu bersifat konstitusional, baik ruang lingkup maupun batas-batasnya.53 Pada sistem pemerintahan negara modern, hak prerogatif itu dinyatakan dalam konstitusi dan tidak lagi bersifat mutlak dan mandiri, kecuali dalam hal pengambilan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.54 Salah satu kekuasaan prerogatif yang diberikan UUD 1945 kepada Presiden dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan adalah kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) UUD 1945.55 Kekuasaan itu diberikan karena Presiden memerlukan bantuan menteri untuk membantunya dalam melaksanakan berbagai macam urusan pemerintahan dan menjalankan segala perangkatnya.56 Ketentuan konstitusi itu memberi wewenang kepada Presiden untuk menyusun dan mengatur setiap lembaga pemerintah yang berada di bawahnya dalam rangka membantu penyelenggaraan urusan pemerintahan. Kekuasaan
51
Masyarakat Transparansi Indonesia, “Bab II Tinjauan Umum Kekuasaan Presiden RI”, Desember 1999, http://www.transparansi.or.id/wp-content/uploads/1999/12/bab_2.html, diakses pada tanggal 12 November 2012. 52 Z.A. Ahmad, Badan Eksekutif Negara, Jakarta: Bulan Bintang, 1952, hlm. 13. 53 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni, 1997, hlm. 160. 54 Ibid. Di dalam UUD 1945 memang tidak pernah dinyatakan istilah kekuasaan atau hak prerogatif Presiden, namun dalam kenyataannya hal ini terjadi dalam praktik ketatanegaraan Indonesia yang menggunakan sistem pemerintahan presidensiil, contohnya dalam hal pengangkatan menteri atau pejabat negara. 55 Ketentuan Pasal 17 ayat (2) UUD 1945 merupakan salah satu pasal yang diubah dalam Perubahan Pertama UUD 1945. Perubahan terhadap pasal itu untuk menyesuaikan dengan kaidah tata bahasa, dimana kata “diperberhentikan” disempurnakan menjadi “diberhentikan”. 56 Perhatikan ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 yang memberi definisi Menteri dan kementerian. Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin suatu kementerian yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, sedangkan kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
9
pengangkatan
dan
pemberhentian
(appointment
and
removal)
personel
pemerintahan ini menjadi alat utama Presiden untuk menjaga soliditas tim kepresidenannya, seperti reshuffle kabinet.57 Kekuasaan Presiden itulah yang memungkinkan jumlah kementerian dalam setiap kabinet pemerintahan -mulai dari Kabinet Presidensiil hingga Kabinet Indonesia Bersatu II- senantiasa bervariasi, ada yang berjumlah belasan, puluhan, dan bahkan ada yang mencapai ratusan.58 Terkait dengan hal tersebut, Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa semua corak, bentuk, bangunan, dan struktur organisasi dalam suatu negara hanya mencerminkan respon pengambil keputusan (decision maker) dalam mengorganisasikan berbagai kepentingan yang timbul dalam masyarakat, sehingga apabila kepentingan itu berkembang dengan dinamis maka organisasi negara juga berkembang dengan dinamikanya sendiri.59 Pascareformasi, kekuasaan prerogatif Presiden itu cenderung dibatasi parlemen akibat terjadi euforia legislative heavy dalam empat kali amendemen UUD 1945. Pembatasan itu terlihat dari keterlibatan DPR, baik melalui persetujuan maupun pertimbangan, dalam berbagai pengambilan keputusan atau kebijakan penyelenggaraan pemerintahan, contohnya pertimbangan DPR dalam hal pengangkatan duta dan penerimaan penempatan duta negara lain.60 Menyikapi hal itu, Saldi Isra berpendapat bahwa pertimbangan DPR dalam hal pengangkatan dan penempatan duta negara lain berada di luar kelaziman yang berlaku dalam hubungan internasional.61 Menurutnya, penguatan kewenangan DPR sering digunakan secara berlebihan atau tanpa batas dalam wilayah persentuhan kewenangan Presiden dan DPR.62 Contoh lain pembatasan kekuasaan prerogatif Presiden ialah pembatasan jumlah
kementerian
yang
dapat
dibentuk
Presiden
dalam
kabinet
57
Clinton Rossiter, The American Presidency, Brace: Harcourt, 1960, p. 6-7, dalam Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada: Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Jakarta: Buku Kompas, 2008, hlm. 206. 58 Wikipedia, “Daftar Kabinet Indonesia”, http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_ Indonesia, diakses pada tanggal 29 Maret 2012. 59 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi ..., op.cit., hlm. 1. 60 Ketentuan Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. 61 Saldi Isra, “Empat Belas Tahun Reformasi”, http://gagasanhukum.wordpress.com /2012/05/24/empat-belas-tahun-reformasi/, diakses pada tanggal 30 Mei 2012. 62 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
10
pemerintahannya.63 Kekuasaan prerogatif Presiden seolah dicampuri ketika DPR mengambil alih inisiatif penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Kementerian Negara dari Pemerintah.64 Di dalam rancangan yang akhirnya telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) itu, Presiden hanya dapat membentuk paling banyak 34 kementerian.65 DPR beralasan pembatasan jumlah kementerian itu tidak ditujukan untuk mengurangi apalagi menghilangkan hak Presiden dalam menyusun kementerian yang akan membantunya dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan tetapi justru memudahkan Presiden dalam menyusun kementerian karena kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi kementerian diatur secara jelas dan tegas (dalam Undang-Undang).66 Pengaturannya pun tidak menggunakan pendekatan pemberian nama tertentu pada setiap kementerian tetapi melalui pendekatan
63
Maximus Mere dalam surat pembaca Bali Post yang berjudul “Jangan Kebiri Hak Prerogatif Presiden” tanggal 5 Maret 2007 menyampaikan kritik kepada DPR bahwa dengan membatasi hak prerogatif Presiden dalam pembentukan kementerian justru bertentangan dengan prinsip pemerintahan presidensiil sekaligus membatasi keleluasaan eksekutif dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Maximus Mere, “”Jangan Kebiri Hak Prerogatif Presiden”, http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2007/3/5/s2.htm, diakses pada tanggal 30 Mei 2012. 64 Semula inisiatif penyusunan ada pada Pemerintah (saat itu diwakili Departemen Pendayagunaan Aparatur Negara) dan telah disampaikan kepada Presiden (saat itu Megawati Soekarnoputri). Namun sebelum sampai ke DPR, DPR telah mengajukan surat nomor: RU.02.4032/DPR-RI/2004 tanggal 4 Agustus 2004 yang menyatakan inisiatif penyusunan Rancangan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 sebagai inisiatif DPR. Proses pembahasan rancangan tersebut mengalami stagnasi karena terjadi pergantian Presiden. DPR kemudian memperbarui usulan inisiatifnya melalui surat Nomor: R-94/Pres/11/2006 tanggal 27 November 2006 kepada Presiden baru (Susilo Bambang Yudhoyono). Setelah melalui proses pembahasan yang cukup panjang, akhirnya dihasilkan suatu konsep RUU yang dirasakan lebih aplikatif dan akomodatif terhadap perkembangan yang ada. Pada akhirnya RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Humas Menpan, “Proses Kelahiran UU tentang Kementerian Negara”, http://weblama.menpan.go.id/index.php?option= com_content&task=view&id=91&Itemid=2, diakses pada tanggal 9 April 2012. 65 Ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Undang-Undang itu disahkan pada tanggal 6 November 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166. Mahkamah Konstitusi pernah melakukan pengujian undang-undang (constitutional review) terhadap ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan (3), Pasal 11 ayat (3), Pasal 20, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 56 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 yang dimohonkan oleh Hj. Lily Chadidjah Wahid. Dalam Putusan Nomor 151/PUU-VII/2009 tanggal 19 Mei 2010, para hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima. Mahkamah Konstitusi, “Putusan Sidang”, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_ no_151-PUU-VII-2009_030610.pdf, diakses pada tanggal 28 Maret 2012. 66 Penjelasan Umum Alinea Keempat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
11
urusan pemerintahan yang harus dijalankan Presiden secara menyeluruh dalam rangka pencapaian tujuan negara.67 Berdasarkan Undang-Undang itu, urusan tertentu dalam pemerintahan diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:68 a.
b.
c.
Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya disebutkan secara tegas dalam UUD 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan; Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan; serta Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.
Dari ketiga jenis urusan pemerintahan itu, terhitung ada 46 urusan yang menjadi tanggung jawab konstitusional Presiden dalam mencapai tujuan negara. Dengan mengetahui banyaknya urusan yang menjadi tanggung jawab Presiden itu, maka dapat dibayangkan betapa sibuk Presiden apabila semua urusan tersebut ditanganinya seorang diri tanpa dibantu siapapun. Terhadap hal tersebut, Komite Brownlow kepada Kongres Amerika Serikat merekomendasikan bahwa Presiden harus dibantu, seperti dinyatakan sebagai berikut:69 “The President needs help. His immediate staff assistance is entirely inadequate. He should be given a small number of executive assistants who would be his direct aides in dealing with the managerial agencies and administrative departments of the government. These assistants, probably not exceeding six in number, would be in addition to the present secretaries, who deal with the public, with the Congress, and with the press and radio. These aides would have no power to make decisions or issue instructions in 67
Penjelasan Umum Alinea Kelima Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. 69 U.S. President’s Committee on Administrative Management, Report of the President’s Committee, p. 5., dalam Harold C. Relyea, CRS Report for Congress, The Executive Office of the President: An Historical View, Order Code 98-606 Gov, November 26, 2008, p. 6, http://assets.opencrs.com/rpts/98-606_20081126.pdf, diakses pada tanggal 5 November 2012. 68
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
12
their own right. They would not be interposed between the President and the heads of his departments. They would not be assistant presidents in any sense. Their function would be, when any matter was presented to the President for action affecting any part of the administrative work of the Government, to assist him in obtaining quickly and without delay all pertinent information possessed by any of the executive departments so as to guide him in making his responsible decisions; and then when decisions have been made, to assist him in seeing to it that every administrative department and agency affected is promptly informed....”
Hal yang perlu digarisbawahi dari rekomendasi Komite Brownlow itu adalah Presiden pasti memerlukan bantuan dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya dalam pembuatan keputusan atau kebijakan yang tepat.70 Oleh karena itu, masih rasional jika Presiden dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh banyak lembaga, baik dalam melakukan kewajibannya sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan maupun dalam melakukan urusan tertentu pemerintahan. UUD 1945 telah menentukan bahwa Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden dan para menteri, dimana Wakil Presiden dibentuk untuk membantu pelaksanaan kewajiban Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dan menteri dibentuk untuk membantu Presiden dalam melakukan urusan tertentu dalam pemerintahan.71 Namun meski telah dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri, Presiden masih membutuhkan sekretaris untuk membantu pengelolaan tugas penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari.72 Sekretaris dibutuhkan karena pada dasarnya pekerjaan sekretaris merupakan perpanjangan dari pekerjaan yang dilakukan oleh pimpinan agar pimpinan dapat lebih mengonsentrasikan diri dalam melakukan tugas manajerial suatu organisasi atau perusahaan.73 Tidak hanya itu, seorang sekretaris bahkan dapat menggantikan
70
Frederick C. Mosher, The President Needs Help, White Burket Miller Center: University Press of America, 1988, p.70. 71 Ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (1) UUD 1945. 72 Sekretaris merupakan salah satu jabatan yang wajib ada pada struktur organisasi perkantoran, perusahaan, ataupun kepanitiaan, baik yang berskala kecil, seperti tingkat rukun tetangga dan kelurahan, maupun yang berskala besar, seperti tingkat kementerian dan negara. Vide Zaenal Arifin Mustakim, Bahasa Indonesia bagi Sekretaris, Jakarta: Grasindo, 2005, hlm. 1. 73 Rumsari Hadi Sumarto dan Lukas Dwiantara, Sekretaris Profesional, Yogyakarta: Kanisius, 2000, hlm. 6.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
13
peran manajerial suatu perusahaan dengan menjadi pemimpin dalam unit pekerjaannya (memimpin sekretariat).74 Sampai dengan saat ini, tugas dan fungsi kesekretarisan itu didelegasikan pada dua lembaga pemerintah yang masing-masing dipimpin oleh seorang pejabat pemerintahan. Presiden sebagai pimpinan eksekutif memberikan tugas memimpin lembaga pemerintah yang disebut Kementerian Sekretariat Negara kepada Menteri Sekretaris Negara dan tugas memimpin lembaga pemerintah yang disebut Sekretariat Kabinet kepada Sekretaris Kabinet. Keduanya berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Namun pada awal sejarahnya, Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet merupakan satu lembaga atau organisasi, tidak terpisah menjadi dua lembaga pemerintah yang berbeda. Selama hampir 55 tahun sejak masa pemerintahan Kabinet Presidensiil yang dipimpin oleh Presiden Soekarno hingga berakhirnya masa pemerintahan Kabinet Reformasi Pembangunan yang dipimpin oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, Sekretariat Negara merupakan induk organisasi bagi sekretariat yang berada di lingkungan Lembaga Kepresidenan.75 Di masa pemerintahan Presiden Soekarno, Sekretariat Kabinet yang pada saat itu disebut Sekretariat Presidium Kabinet merupakan salah satu unit kerja yang secara struktural berada di bawah Sekretariat Negara. Susunan organisasi Sekretariat Negara sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966 tentang Susunan Organisasi dan Pembagian Kerja Sekretariat Negara, terdiri dari empat sekretariat, yaitu Sekretariat Kepresidenan, Sekretariat Presidium Kabinet, Sekretariat Presiden Pribadi untuk Hal-Hal Khusus, dan Sekretariat Urusan Militer.76
74
Siwi Kadarmo, Sekretaris dan Tugas-Tugasnya, Jakarta: Nina Dinamika, 2001, hlm. 1. Perhatikan beberapa peraturan perundang-undangan mengenai organisasi Sekretariat Negara yang dikeluarkan sebelum Tahun 2000, diantaranya Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968 tentang Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Sekretariat Negara dan Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Negara. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam laman dokumentasi peraturan perundang-undangan: http://sipuu.setkab.go.id/ 76 Keputusan tersebut ditetapkan Presiden Soekarno pada tanggal 13 September 1966. Pada saat itu tugas dan fungsi Sekretariat Negara masih sebatas pelayanan administrasi perkantoran, seperti pengundangan, surat-menyurat, upacara kenegaraan dan hal-hal lain yang menyangkut hubungan pribadi Presiden. Sekretariat Negara belum menjadi lembaga setingkat kementerian yang memiliki fungsi mengambil kebijakan politik di dalam lembaganya. 75
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
14
Di masa itu memang sempat terjadi keterpisahan penyelenggaraan administrasi pemerintahan akibat sistem pemerintahan yang dianut berupa sistem parlementer, tetapi Presiden Soekarno menyatukannya sehingga tidak terjadi praktik pemisahan kekuasaan Presiden karena Sekretaris Negara ditugaskan untuk membantu Presiden/Pimpinan Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara serta presidium kabinet dan kabinet.77 Sekretaris Presidium Kabinet, Sekretaris Kepresidenan, Sekretaris Presiden Pribadi untuk Hal-Hal Khusus, dan Sekretaris Urusan Militer mempunyai hubungan hierarkis dan memiliki tugas utama untuk membantu Sekretaris Negara dalam melaksanakan tugasnya.78 Pada
masa
pemerintahan
selanjutnya,
Presiden
Soeharto
masih
menempatkan Sekretariat Presidium Kabinet atau Sekretariat Kabinet sebagai salah satu unit kerja di bawah organisasi Sekretariat Negara, bersama dengan Sekretariat Kepresidenan dan Sekretariat Urusan Militer, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967 tentang Susunan Organisasi dan Pembagian Kerja Sekretariat Negara.79 Meskipun diberi tugas untuk menyelenggarakan administrasi pemerintahan dalam arti luas, Sekretaris Presidium Kabinet atau Sekretaris Kabinet dalam menjalankan tugasnya seharihari berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden selaku Ketua Presidium Kabinet.80 Bahkan pada masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia yang kedua ini, jabatan Sekretaris Kabinet pernah dirangkap oleh Sekretaris Negara.81
77
Tugas Sekretaris Negara berdasarkan ketentuan Pertama angka 1 Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966. 78 Vide ketentuan Pertama angka 2 Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 13 September 1966. 79 Susunan organisasi Sekretariat Negara berdasarkan ketentuan Pertama angka 3 Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 15 April 1967. 80 Perhatikan pembagian tugas Sekretariat Negara dan pola pertanggungjawaban Sekretaris Kabinet berdasarkan ketentuan Kedua angka 1, angka 2, dan angka 3 Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967. 81 Vide ketentuan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972 tentang Organisasi Sekretariat Negara yang Disempurnakan. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 5 April 1972. Rangkap jabatan ini kemudian digugurkan dengan Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998 atas pertimbangan untuk peningkatan peran Sekretariat Negara dalam melaksanakan tugasnya.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
15
Tetapi sebelum masa Orde Baru berakhir, organisasi Sekretariat Negara berubah signifikan dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Susunan Organisasi Sekretariat Negara. Unit organisasinya menjadi terdiri dari enam sekretariat, yaitu Sekretariat Kabinet, Sekretariat Militer, Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan, Rumah Tangga Kepresidenan, Sekretariat Wakil Presiden, dan Staf (terdiri dari Sekretariat, Asisten, dan Staf Ahli).82 Dalam Keputusan Presiden tersebut, jabatan Sekretaris Kabinet ditempatkan kembali di bawah Sekretaris Negara atas dasar optimalisasi kinerja organisasi, namun Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet tidak dipisahkan karena Presiden menjalankan peranan sebagai penyelenggara pemerintahan negara, seperti tergambar dalam tugas Sekretaris Negara, yaitu memberi dukungan staf dan administrasi sehari-hari kepada Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara dan kepada Wakil Presiden.83 Di masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, susunan organisasi dan tugas Sekretariat Negara tidak berbeda jauh dengan susunan organisasi Sekretariat Negara pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Sekretariat Kabinet masih dipertahankan sebagai bagian dari Sekretariat Negara, sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Negara. Akan tetapi di dalam Keputusan Presiden tersebut, susunan organisasi Sekretariat Negara bertambah menjadi delapan unit organisasi, yaitu Sekretariat Kabinet, Sekretariat Militer, Sekretariat Pengendalian Operasional Pembangunan, Rumah Tangga Kepresidenan, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Sekretaris Negara, Asisten, dan Staf Ahli.84 Penambahan itu ditujukan untuk membangun
82
Susunan organisasi Sekretariat Negara berdasarkan ketentuan Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Susunan Organisasi Sekretariat Negara. Keputusan tersebut ditetapkan pada tanggal 13 April 1998. 83 Tugas Sekretariat Negara berdasarkan ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998. 84 Susunan organisasi Sekretariat Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 104 tahun 1998. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 23 Juli 1998.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
16
Sekretariat Negara agar sama seperti Kantor Presiden (the Office of the President) Amerika.85 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie sangat menginginkan agar Sekretariat Negara menjadi lembaga pemerintah satu-satunya yang melaksanakan fungsi pemberian dukungan administrasi dan pelayanan sehari-hari kepada Presiden.86 Keinginannya untuk menjalankan program reformasi tidak dilakukan dengan cara memisahkan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet atas dasar perbedaan fungsi kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.87 Presiden Republik Indonesia yang ketiga itu bahkan menyatukan kembali jabatan Sekretaris Kabinet dan Sekretaris Negara setelah sebelumnya dihapus pemerintahan sebelumnya.88 Namun karena situasi politik yang tidak mendukung dan pemerintahannya masih dianggap sebagai warisan Orde Baru, maka kepemimpinan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie harus berakhir cepat meskipun banyak program reformasi administrasi pemerintahan yang telah direncanakan.89 Pada masa pemerintahan berikutnya, yaitu masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, mulailah terjadi pemisahan Sekretariat Kabinet dari Sekretariat Negara.90 Presiden yang akrab disapa Gus Dur itu merombak besarbesaran struktur bangunan organisasi Sekretariat Negara karena tidak setuju dengan besarnya kekuasaan yang diwariskan Orde Baru pada Sekretariat Negara 85
Sofian Effendi, Reformasi Tata Kepemerintahan: Menyiapkan Aparatur Negara untuk Mendukung Demokratisasi Politik dan Ekonomi Terbuka, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010, hlm. 94-96. 86 Peran sentral Sekretariat Negara sebagai pusat penyelenggaraan administrasi tidak hanya terlihat dari tugasnya dalam memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden dan Wakil Presiden, tetapi juga pada lembaga pemerintah lainnya, seperti lembaga pemerintah non-departemen. Hal ini ditunjukkan dalam fungsi Sekretaris Negara sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998. 87 Dari isi ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 dapat disimpulkan bahwa pemberian dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden dan Wakil Presiden tidak mempedulikan soal pemisahan kekuasaan Presiden tetapi justru melihat kekuasaan Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan negara. 88 Vide ketentuan Pasal 2 ayat (3) Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998. 89 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie memimpin Kabinet Reformasi Pembangunan selama 17 bulan atau 512 hari sejak tanggal 21 Mei 1998 sampai dengan tanggal 26 Oktober 1999. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Reformasi Pembangunan”, http://www.setkab. go.id/profil-kabinet-23-kabinet-reformasi-pembangunan.html, diakses pada tanggal 27 Juni 2012. 90 Sofian Effendi, “Reorganisasi Sekretariat Negara”, http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/ REORGANISASI-SEKRETARIAT-NEGARA.pdf, diakses pada tanggal 15 Mei 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
17
yang justru menyulitkannya dalam memimpin birokrasi pemerintahan.91 Lantaran hal itu, Gus Dur seringkali mengkritik Sekretariat Negara dengan jargon “negara dalam negara” dan menyebutnya sebagai lembaga superbody.92 Selama masa kepemimpinannya, kekuasaan Sekretariat Negara terus direduksi atau diperlemah dengan cara memisahkan kendali satu tangan terhadap lembaga pemerintah tersebut.93 Hal itu diejawantahkan Gus Dur dengan memecah organisasi Sekretariat Negara menjadi lima sekretariat, yaitu Sekretariat Presiden, Sekretariat Militer Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Kabinet, dan Sekretariat Pengendalian Pemerintahan.94 Pembentukan Sekretariat Presiden ditetapkan Gus Dur dengan Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden;95 Sekretariat Militer Presiden ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Militer Presiden; 96 Sekretariat Wakil Presiden ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2000 tentang Sekretariat 91
Besarnya kekuasaan Sekretariat Negara terlihat dari banyaknya Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Negara yang sampai dengan akhir tahun 1999 mencapai 24 lembaga, yaitu Badan Kepegawaian Negara, Lembaga Administrasi Negara, Badan Pusat Statistik, Lembaga Sandi Negara, Badan Urusan Logistik, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Arsip Nasional Republik Indonesia, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Dewan Ketahanan Nasional, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Badan Pertanahan Nasional, Perpustakaan Nasional, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Badan Koordinasi Intelijen Negara, Badan Standarisasi Nasional, Badan Pengelola Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 92 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara Republik Indonesia: Dari Masa Pemerintahan Presiden Soekarno sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2009, hlm. 256. 93 Ibid. 94 Ibid. 95 Ditetapkan pada tanggal 22 November 1999. Sekretariat Presiden dipimpin oleh Sekretaris Presiden dengan jabatan eselon I.a. Selang 13 hari kemudian, tepatnya pada tanggal 4 Desember 1999, Gus Dur menetapkan Keputusan Presiden Nomor 149 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden untuk menambahkan satu unit kerja dalam susunan organisasinya, yaitu Asisten Sekretaris Presiden Urusan Umum yang bertugas membantu Sekretaris Presiden dalam hal pelaksanaan kebijakan di bidang pemerintahan dan pembangunan (Pasal 7). 96 Ditetapkan pada tanggal 9 Desember 1999. Sekretariat Militer Presiden dipimpin oleh Sekretaris Militer Presiden dengan jabatan eselon I.a. Sekretariat Militer Presiden berada di bawah pembinaan Panglima Tentara Nasional Indonesia (Pasal 1 ayat (3) Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1999 karena jabatan Sekretaris Militer Presiden merangkap juga sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Tanda-Tanda Kehormatan Republik Indonesia (Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1999).
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
18
Wakil Presiden;97 Sekretariat Kabinet ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000 tentang Sekretariat Kabinet;98 dan Sekretariat Pengendalian Pemerintahan ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 2000 tentang Sekretariat Pengendalian Pemerintahan. 99 Kelima sekretariat itu disebut sekretariat mandiri karena tidak lagi berkedudukan di bawah Sekretariat Negara dan/atau bertanggung jawab langsung kepada Sekretaris Negara, melainkan setingkat dengan Sekretariat Negara dan juga bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan Wakil Presiden.100 Walaupun Sekretariat Negara telah ‘dipreteli’ menjadi lima sekretariat mandiri, bukan berarti Sekretariat Negara hilang. Gus Dur tetap mempertahankan dan menata ulang Sekretariat Negara menjadi organisasi tersendiri dalam skala yang lebih kecil, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara.101 Bahkan setelah ditata ulang, Sekretariat Negara menjadi seperti ‘muara’ bagi Sekretariat Presiden, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Pengendalian Pemerintahan, Sekretariat Militer Presiden, dan Sekretariat Negara itu sendiri, dalam hal penyelenggaraan urusan administrasi kepegawaian, organisasi dan tata laksana, ketatausahaan, administrasi keuangan, administrasi
bangunan
dan
kendaraan,
dan
akuntabilitas
kinerja.102
Penyelenggaraan urusan di lingkungan Sekretariat Wakil Presiden tidak termasuk 97
Ditetapkan pada tanggal 20 April 2000. Sekretariat Wakil Presiden dipimpin oleh Sekretaris Wakil Presiden dengan jabatan eselon I.a. 98 Ditetapkan pada tanggal 25 April 2000. Sekretariat Kabinet dipimpin oleh Sekretaris Kabinet. Jabatan Sekretaris Kabinet tidak didudukkan dalam jabatan eselon I.a. Pada tanggal 1 Agustus 2000, Keputusan Presiden tersebut dinyatakan tidak berlaku karena Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 tentang Sekretariat Kabinet. Gus Dur mengakuisisi Sekretariat Pengendalian Pemerintahan ke dalam Sekretariat Kabinet dengan memasukkan tugas pokok dan fungsi Sekretariat Pengendalian Pemerintahan ke dalam tugas pokok dan fungsi Sekretariat Kabinet. 99 Sama dengan tanggal ditetapkannya Sekretariat Kabinet, yaitu tanggal 25 April 2000. Organisasi ini merupakan perubahan dari Inspektur Jenderal Pembangunan yang dibentuk pada masa pemerintahan Bacharuddin Jusuf Habibie. Sekretariat Pengendalian Pemerintahan dipimpin oleh Sekretaris Pengendalian Pemerintahan. Jabatan Sekretaris Pengendalian Pemerintahan tidak didudukkan dalam jabatan eselon I.a. Pada tanggal 1 Agustus 2000, Sekretariat Pengendalian Pemerintahan dihapuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 tentang Sekretariat Kabinet (Pasal 25). Keberadaannya disatukan dengan Sekretariat Kabinet. 100 Perhatikan kedudukan masing-masing sekretariat dalam ketentuan Pasal 1 masingmasing Keputusan Presiden yang mengatur tentang sekretariat-sekretariat tersebut. 101 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 25 April 2000. Tanggal penetapan ini bersamaan dengan tanggal penetapan organisasi Sekretariat Kabinet. 102 Perhatikan ketentuan mengenai fungsi Sekretariat Negara dalam Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
19
ke dalam wilayah urusan Sekretariat Negara karena penyelenggaraan pelayanan dukungan staf dan administrasinya ditujukan kepada Wakil Presiden, berbeda dengan sekretariat lainnya yang bertugas memberikan pelayanan dukungan staf dan administrasi kepada Presiden.103 Dengan pemecahan Sekretariat Negara seperti itu, setiap sekretariat diharapkan dapat semakin lancar, berdaya guna, dan berhasil guna dalam memberikan dukungan pelayanan kepada Presiden dan Wakil Presiden.104 Birokrasi yang berjenjang dipangkas sehingga Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Pengendalian Pemerintahan, dan Sekretaris Militer Presiden dapat melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya langsung kepada Presiden dan Wakil Presiden tanpa melalui Sekretaris Negara.105 Akan tetapi, kebijakan seperti itu ditentang oleh Sofian Effendi karena menurutnya pemecahan organisasi yang dilakukan Gus Dur itu bukan ditujukan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat Negara, melainkan hanya untuk sekedar memecah konsentrasi kekuasaan yang terlalu besar pada Sekretariat Negara.106 Nada kecewa juga dilontarkan oleh Djohan Effendi dengan menyatakan banyaknya sekretariat di lingkungan Lembaga Kepresidenan pada masa Gus Dur merupakan suatu kelemahan mendasar karena dengan sistem birokrasi seperti itu masing-masing sekretaris memiliki kepentingan langsung ke Presiden dan tidak mau berada di bawah sekretaris lainnya, sehingga tidak terjalin koordinasi yang baik antarsekretariat di lingkungan Lembaga Kepresidenan.107 Setelah memecah Sekretariat Negara menjadi lima sekretariat mandiri, Gus Dur juga menyempurnakan tugas dan fungsi Sekretariat Kabinet dan Sekretariat
103
Sekretariat Wakil Presiden memiliki lingkup pekerjaan dan aturan tersendiri yang berbeda dengan sekretariat lainnya karena pejabat negara yang dilayani Sekretaris Wakil Presiden bukanlah Presiden melainkan Wakil Presiden sehingga diperlukan fleksibilitas dalam penyelenggaraan fungsi Sekretariat Wakil Presiden. Perhatikan fungsi Sekretariat Wakil Presiden dalam ketentuan Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2000. 104 Perhatikan bagian Menimbang pada masing-masing Keputusan Presiden mengenai organisasi tersebut. 105 Perhatikan ketentuan Pasal 1 masing-masing Keputusan Presiden mengenai organisasi tersebut. 106 Sofian Effendi, op.cit. 107 Ahmad Gaus AF, Sang Pelintas Batas: Biografi Djohan Effendi, Jakarta: Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) dan Buku Kompas, 2009, hlm. 197.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
20
Negara
agar
pelayanan
kepada
Presiden
lebih
efisien
dan
efektif.108
Penyempurnaan dilakukannya dengan cara menghapus Sekretariat Pengendalian Pemerintahan dan meleburkan tugas dan fungsinya ke dalam tugas dan fungsi Sekretariat Kabinet, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 tentang Sekretariat Kabinet.109 Dengan adanya penyempurnaan tersebut, maka mau tidak mau tugas dan fungsi Sekretariat Negara juga ikut disempurnakan sehingga dibentuklah Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara.110 Namun sebenarnya apabila diperhatikan lebih lanjut, Gus Dur tidak hanya memecah dan menyempurnakan tugas dan fungsi organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet tetapi juga membedakan atau memisahkan fungsi kekuasaan Presiden sebagai kepala negara (head of state) dan sebagai kepala pemerintahan (head of government). Hal ini terlihat jelas pada bagian Menimbang di beberapa Keputusan Presiden yang mengatur tentang organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, contohnya Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000. Konsiderans Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000 menentukan sebagai berikut: “Menimbang: bahwa dalam rangka memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara secara terpadu sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat berjalan lancar, berdaya guna, dan berhasil guna, dipandang perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Sekretariat Negara”
Sementara, konsiderans Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000 menentukan sebagai berikut: 108
Perhatikan bagian Menimbang Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000. 109 Perhatikan ketentuan Pasal 25 Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 yang menyatakan tidak berlakunya Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 2000 tentang Sekretariat Pengendalian Pemerintahan dan terjadinya perubahan pada tugas dan fungsi Sekretariat Kabinet. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2000. 110 Keputusan Presiden ini ditetapkan pada tanggal 16 Agustus 2000 atau 15 hari setelah ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 tentang Sekretariat Kabinet.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
21
“Menimbang: bahwa dalam rangka memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara secara terpadu sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat berjalan lancar, berdaya guna, dan berhasil guna, dipandang perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Sekretariat Negara”
Lalu, konsiderans Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 menentukan sebagai berikut: “Menimbang: bahwa dalam rangka memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi secara lebih efisien dan efektif kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat berjalan lancar, berdaya guna, dan berhasil guna, dipandang perlu menyempurnakan organisasi Sekretariat Kabinet dengan menetapkannya dalam Keputusan Presiden”
Kemudian, konsiderans Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000 menentukan sebagai berikut: “Menimbang: bahwa dalam rangka memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi secara lebih efisien dan efektif kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat berjalan lancar, berdaya guna, dan berhasil guna, dipandang perlu menyempurnakan organisasi Sekretariat Negara dengan menetapkannya dalam Keputusan Presiden”
Berdasarkan pada isi konsiderans itulah maka terjadi pembagian tugas antara Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet. Sekretaris Negara hanya melayani Presiden sebatas pada hal-hal yang berhubungan dengan kapasitas Presiden sebagai Kepala Negara dan Sekretaris Kabinet hanya melayani Presiden sebatas pada hal-hal yang berhubungan dengan kapasitas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.111
111
Contoh tugas Presiden sebagai kepala negara, antara lain menyangkut urusan aset negara, kepegawaian, penerbitan peraturan perundang-undangan, penyusunan naskah kepresidenan, hubungan lembaga negara, dan akuntabilitas kinerja. Sedangkan contoh tugas Presiden sebagai kepala pemerintahan, antara lain menyangkut urusan penyelesaian peraturan perundang-undangan, penyiapan pendapat hukum, penyiapan sidang kabinet, dan pengangkatan dan pemberhentian dari jabatan atau pangkat yang menjadi wewenang Presiden. Vide ketentuan Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
22
Pembedaan
seperti
itu
sebenarnya
bertujuan
untuk
menghindari
persinggungan atau tumpang-tindih pelaksanaan tugas antara Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet yang pada waktu itu dirasakan sarat dengan kepentingan (politik) pihak tertentu.112 Namun pemikiran itu berkontradiksi jika mengingat praktik penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan Gus Dur selama masa pemerintahannya yang justru sering mengeluarkan kebijakan revolusioner yang dilatarbelakangi faktor politik kepentingan.113 Salah satu contohnya, pembongkar-pasangan (reshuffle) anggota kabinet114 dan pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial115. Kebijakan Gus Dur yang sering melakukan perombakan kabinet dengan menggonta-ganti menteri dengan orang kepercayaannya (all president’s men) banyak ditentang berbagai pihak dan akhirnya menjadi salah satu politik pemicu jatuhnya Gus Dur dari kursi kepresidenan.116 Setelah Gus Dur diberhentikan, Megawati Soekarnoputri yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Presiden diangkat dan ditetapkan menjadi Presiden untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan hingga tahun 2004.117 Pada masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia yang kelima itu, tidak terjadi 112
Saat itu Sekretariat Negara dipimpin oleh Djohan Effendi dan Sekretariat Kabinet dipimpin oleh Marsillam Simandjuntak. Keduanya menyadari akan adanya potensi tumpang-tindih dalam pelaksanaan tugas kesekretarisannya sehingga dibedakan antara kedua fungsi kekuasaan Presiden tersebut. Ahmad Gaus, op.cit., hlm. 197. 113 The Wahid Institute, Damai Bersama Gus Dur, Jakarta: Buku Kompas, 2010, hlm. 9. 114 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit, hlm. 249. Ke-20 orang menteri dan pejabat setingkat menteri yang terkena reshuffle pada masa pemerintahan Gus Dur antara lain Jusuf Kalla, Laksamana Sukardi, Yusril Ihza Mahendra, Wiranto, Juwono Sudarsono, Kwik Kian Gie, Bambang Sudibyo, Prakoso, Nurmahmudi Ismail, Hamzah Haz, Basri Hasanuddin, Bomer Pasaribu, Ryaas Rasyid, Hidayat Jailani, Mahadi Sinambela, Hasballah M. Saad, Ali Rahman, Wiranto, dan Marzuki Darusman. 115 L. Misbah Hidayat, Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, hlm. 63. Kedua departemen itu dibubarkan karena dianggap sisa peninggalan Orde Baru. 116 Pada awal terbentuknya Kabinet Persatuan Nasional diisi oleh tokoh politik dan pejabat TNI. Akan tetapi dengan kebijakan reshuffle yang dijalankan Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional menjadi Kabinet All the President’s Men karena diisi oleh orang dekat Gus Dur. Sekretariat Negara Republik Indonesia, op.cit., hlm.251. 117 Vide Ketetapan MPR Nomor: III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia, yang ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2001. Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa jika Presiden mangkat, berhenti, dan diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
23
perubahan organisasi Sekretariat Negara. Susunan organisasi dan sistem pertanggungjawaban di lingkungan Sekretariat Negara pada dasarnya sama seperti masa pemerintahan Gus Dur dimana setiap sekretariat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.118 Namun, ada dua hal menarik berkenaan dengan posisi Sekretaris Negara pada saat itu. Pertama, dengan disebutkannya Sekretaris Negara sebagai menteri negara dalam Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong-Royong, maka Sekretaris Negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pimpinan sekretariat/sekretaris lainnya.119 Kedua, untuk pertama kalinya muncul sebutan “Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan” dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, yang dalam penjelasannya disebutkan bahwa Sekretaris Negara merupakan salah satu Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat yang memiliki kewenangan dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan yang terdiri dari Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Presiden, Sekretariat Militer Presiden, dan Sekretariat Wakil Presiden.120 Berdasarkan kedua ketentuan hukum tersebut, maka secara teknisoperasional
seluruh
kegiatan
sekretariat
yang
berada
di
lingkungan
Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan berada di bawah Sekretaris Negara sebagai anggota kabinet.121 Sekretaris Negara berperan bak koordinator yang memanajerisasi para pimpinan sekretariat dalam memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam rangka
118
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 394. Struktur organisasinya masih tetap seperti di dalam Peraturan Presiden masing-masing. 119 Sesuai Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 yang ditetapkan Megawati Soekarnoputri pada tanggal 9 Agustus 2001, jabatan Sekretaris Negara dengan kedudukan Menteri Negara dalam susunan Kabinet Gotong-Royong dipercayakan kepada Bambang Kesowo. Posisi Bambang Kesowo ini kemudian diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003. 120 Peraturan Pemerintah itu ditetapkan pada tanggal 17 Februari 2003 dan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15. Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263. 121 Bambang Kesowo, Memori Serah Terima Jabatan Sekretaris Negara RI, Jakarta: Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia, 2004, hlm. 7.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
24
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara dan pelaksanaan pembangunan nasional.122 Dari hal tersebut tersirat saat itu bahwa Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dan/atau sekretariat lainnya tidak dipisahkan karena secara struktur organisasi Sekretariat Kabinet dan/atau sekretariat lainnya berada di bawah koordinasi Sekretariat Negara.123 Setelah masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri berakhir, tugas penyelenggaraan pemerintahan negara dilanjutkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia keenam dan sekaligus presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat selama dua periode pemerintahan.124 Pada periode pemerintahannya yang pertama (22 Oktober 2004-23 Oktober 2009), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memisahkan jabatan Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet dalam susunan Kabinet Indonesia Bersatu agar tugas penyelenggaraan pemerintahan negara dapat berjalan lancar.125 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyetarakan kedudukan Sekretaris Kabinet sebagai pejabat setingkat menteri negara agar Sudi Silalahi memiliki kedudukan yang setara dengan menteri negara lain. 126 Berkaitan dengan 122
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm 394-395. Hal ini menjawab pernyataan Pramono Anung yang ketika menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pernah mengusulkan pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, persis seperti zaman Presiden Abdurrahman Wahid, akibat pernyataan Bambang Kesowo terkait dana bantuan presiden untuk pembangunan asrama TNI/Polri. Adi Sutarwijono, “Wakil Sekjen PDIP: Sekretaris Negara dan Kabinet Perlu Dipisah”, http://www.tempo.co/read/news/2002/06/14/05513074/Wakil-Sekjen-PDIP-Sekretaris-Negaradan-Kabinet-Perlu-Dipisah, diakses pada tanggal 12 Juli 2012. 124 NN, “Biografi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”, http://www.presidenri.go.id/ index.php/statik/profil/, diakses pada tanggal 12 Juli 2012. Setelah menyelesaikan masa pemerintahannya dari tahun 2004-2009, Susilo Bambang Yudhoyono terpilih kembali menjadi presiden untuk kedua kalinya dari tahun 2010-2014. 125 Hal ini terlihat dari pengangkatan Yusril Ihza Mahendra sebagai Menteri Sekretaris Negara dan Sudi Silalahi sebagai Sekretaris Kabinet. Pengangkatan 36 menteri/pejabat setingkat menteri pada masa Kabinet Indonesia Bersatu ditetapkan dalam 2 Keputusan Presiden. Pengangkatan Menteri Sekretaris Negara dilakukan bersama dengan 34 orang menteri/pejabat setingkat menteri lainnya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 yang ditetapkan pada tanggal 20 Oktober 2004. Sedangkan, keputusan pengangkatan Sekretaris Kabinet ditetapkan pada tanggal yang sama melalui Keputusan Presiden Nomor 188/M Tahun 2004. 126 Dalam Keputusan Presiden Nomor 188/M Tahun 2004, kedudukan Sekretaris Kabinet dalam kabinet tidak jelas, apakah sebagai menteri atau pejabat setingkat menteri. Keputusan Presiden tersebut lalu direvisi dengan Keputusan Presiden Nomor 192/M Tahun 2004 dengan memberikan hak keuangan, administrasi, dan fasilitas setingkat menteri kepada Sekretaris Kabinet, sehingga posisi Sekretaris Kabinet sama dengan Jaksa Agung sebagai pejabat setingkat menteri. Selain itu, perhatikan kata “langsung” dalam ketentuan Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 31 123
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
25
hal ini, sudah menjadi sebuah rahasia umum dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pengangkatan Sudi Silalahi sebagai Sekretaris Kabinet dan penyetaraan kedudukannya sebagai menteri negara dilatarbelakangi oleh relasi kedekatannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.127 Setelah para menteri Kabinet Indonesia Bersatu dilantik, kira-kira setengah tahun kemudian barulah terbentuk Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 tentang Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. 128 Di dalam Peraturan Presiden itu, tugas Sekretariat Negara dibedakan dengan tugas Sekretariat Kabinet. Sekretariat Negara bertugas membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam hal penyelenggaraan kekuasaan negara, sedangkan Sekretariat Kabinet bertugas
membantu
Presiden
dalam
hal
penyelenggaraan
kekuasaan
pemerintahan.129 Pembedaan tugas Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet didasarkan pada pemisahan cakupan wilayah kekuasaan Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara (state power) dan kekuasaan pemerintahan (government power), sebagaimana terlihat dalam ketentuan Menimbang huruf a Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 sebagai berikut: “Menimbang: a.
bahwa dalam rangka membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara dan pemerintahan, diperlukan peningkatan pemberian dukungan teknis dan administrasi secara terpadu, efisien, dan efektif”
Pemisahan cakupan wilayah kekuasaan Presiden seperti itu menyebabkan organisasi Sekretariat Negara kembali mengalami penataan ulang atau direorganisasi.130 Sekretariat lain yang sebelumnya berkedudukan di bawah dan
Tahun 2005 yang memberi penegasan terhadap garis tanggung jawab Sekretaris Kabinet kepada Presiden tanpa harus berkoordinasi dengan Menteri Sekretaris Negara. 127 Di dalam kata pengantar pada buku Jenderal Batak dari Tanah Jawa disebutkan bahwa keduanya memiliki hubungan senior-junior sewaktu berprofesi TNI dimana Sudi Silalahi sebagai Wakil Sosial Politik TNI dan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Asisten Sosial Politik TNI, ***/humas Setneg, “Sudi Silalahi di Mata SBY: Pekerja Keras, Relijius, Setia”, http://www. setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=5647, diakses pada tanggal 25 Juli 2012. 128 Peraturan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 19 April 2005. 129 Perhatikan domain tugas Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 23 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005. 130 Ketentuan Menimbang huruf b Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
26
bertanggung jawab langsung kepada Presiden, seperti
Rumah
Tangga
Kepresidenan, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Militer, dan Sekretariat Menteri Sekretaris Negara (dahulu Sekretariat Negara skala kecil) ditarik dan disatukan kembali ke dalam organisasi Sekretariat Negara, kecuali Sekretariat Kabinet.131 Penyatuan kembali keempat sekretariat itu mempengaruhi derajat struktur pertanggungjawaban organisasinya masing-masing. Beberapa sekretariat yang pada pemerintahan sebelumnya bersifat mandiri (bertanggung jawab langsung kepada Presiden) turun derajat (downgrade) menjadi sekretariat non-mandiri (tidak bertanggung jawab langsung kepada Presiden). Selain itu, di antara Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet terbentuk garis pemisah antara urusan kenegaraan yang menjadi wilayah kewenangan Sekretaris Negara dan urusan pemerintahan yang menjadi wilayah kewenangan Sekretaris Kabinet. Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet ditempatkan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden. Namun dalam praktiknya, mekanisme pertanggungjawaban seperti itu hanya berlaku pada Sekretariat Kabinet sedangkan di lingkungan Sekretariat Negara hal itu tidak berjalan dengan semestinya. Di lingkungan Sekretariat Negara, meskipun Kepala Rumah Tangga Kepresidenan dan Sekretaris Militer berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan Sekretaris Wakil Presiden berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Presiden, pelaksanaan tugas ketiga lembaga pemerintah tersebut secara administratif masih dikoordinasikan oleh Menteri Sekretaris Negara.132 Dengan kata lain, setiap hasil pelaksanaan tugas dan kegiatan dari ketiga lembaga tersebut harus dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara dalam kapasitasnya sebagai sekretaris kepala negara (secretary of the head of state). Hal ini berbeda dengan Sekretaris Kabinet, yang dapat melaporkan tugas
131
Perhatikan susunan organisasi Sekretariat Negara dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005. Sebagai perbandingan, perhatikan susunan organisasi Sekretariat Kabinet dalam ketentuan Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005. Susunan organisasi Sekretariat Negara lebih besar dari Sekretariat Kabinet. Sekretariat Negara terdiri dari empat sekretariat, lima kedeputian, dan satu staf ahli, sedangkan Sekretariat Kabinet hanya terdiri empat kedeputian dan satu staf ahli. 132 Perhatikan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
27
dan kegiatannya secara langsung kepada Presiden dalam kapasitasnya sebagai sekretaris kepala pemerintahan (secretary of the head of government). Selain Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, di lingkungan Lembaga Kepresidenan Presiden juga dibantu oleh Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi133 dan Dewan Pertimbangan Presiden134. Adanya kedua lembaga tersebut menjadikan untuk pertama kalinya di lingkungan Lembaga Kepresidenan
dibentuk
lembaga
supervisi,
monitoring,
dan
evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan, yang juga berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.135 Penyempurnaan terhadap organisasi di Sekretariat Negara dilakukan kembali setelah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dibentuk.136 Di dalam peraturan perundangundangan tersebut, urusan kesekretariatan negara ditentukan sebagai salah satu urusan pemerintahan tertentu untuk membantu Presiden dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.137 Konsekuensinya, status kelembagaan Sekretariat Negara disamakan dengan kementerian dan nomenklaturnya berubah menjadi Kementerian Sekretariat
133
Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP-PPR) dibentuk pada tanggal 26 September 2006 dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2006 untuk membantu Presiden dalam hal pemantauan, pengendalian, pelancaran, dan percepatan atas pelaksanaan program dan reformasi. Lembaga ini kemudian pada tanggal 8 Desember 2009 berganti nama menjadi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009 untuk membantu Presiden dalam hal pengendalian pembangunan. 134 Dewan Pertimbangan Presiden merupakan lembaga pemerintah yang dibentuk pada tanggal 28 Desember 2006 berdasarkan ketentuan Pasal 16 UUD 1945. Lembaga ini bertugas membantu Presiden dalam hal pemberian nasihat dan pertimbangan dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara. 135 Organisasi sekretariat di lingkungan kepresidenan semakin bertambah banyak karena kedua lembaga tersebut juga memiliki sekretariat, yaitu Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden (Pasal 17 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2007 tentang Tata Kerja Dewan Pertimbangan Presiden dan Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden) dan Sekretariat UKP-PPR (Pasal 9 Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2006 tentang Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi). 136 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 disahkan pada tanggal 6 November 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166. 137 Ketentuan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
28
Negara.138 Meskipun begitu, perubahan itu tidak berpengaruh terhadap susunan kabinet karena ketika pembentukan kabinet pada periode pemerintahannya yang kedua (21 Oktober 2009-22 Oktober 2014) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih tetap mempertahankan organisasi Sekretariat Kabinet dan memisahkannya dari Kementerian Sekretariat Negara.139 Kementerian Sekretariat Negara dibentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010140 dan Sekretariat Kabinet dibentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010141. Dua Peraturan Presiden itu dibentuk untuk menyempurnakan tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Presiden. Tetapi yang sangat disayangkan, pertimbangan untuk memisahkan kedua lembaga pemerintah tersebut masih didasari oleh pembedaan fungsi kekuasaan Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan negara dan penyelenggara kekuasaan pemerintahan. Bahkan, dasar pembentukan organisasinya pun harus diatur secara terpisah dalam dua naskah Peraturan Presiden, tidak seperti halnya dalam Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 yang mengatur pembentukannya dalam satu naskah.142 Dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 disebutkan: “Menimbang: bahwa sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 47 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan dalam rangka meningkatkan kualitas pemberian dukungan teknis dan administrasi, serta analisis kepada Presiden dan 138
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 dan 16 Undang-Undang tersebut, maka ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2012. Di dalam Peraturan Presiden tersebut, disebutkan bahwa Kementerian Sekretariat Negara merupakan salah satu kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, sinkronisasi program pemerintah. 139 Vide pengangkatan Menteri Sekretaris Negara dalam susunan Kabinet Indonesia Bersatu II dalam Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 dan pengangkatan Sekretaris Kabinet dalam Keputusan Presiden Nomor 2/P Tahun 2010. 140 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 ditetapkan pada tanggal 17 September 2010. Peraturan Presiden tersebut kemudian disempurnakan dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010, ditetapkan pada tanggal 21 Desember 2010. Hal ini disebabkan nomenklatur Rumah Tangga Kepresidenan berubah menjadi Sekretariat Presiden. 141 Ditetapkan pada tanggal 28 Desember 2010. 142 Vide hlm. 15.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
29
Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara, dipandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kementerian Sekretariat Negara”
Sedangkan, di dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010 disebutkan: “Menimbang: bahwa dalam rangka meningkatkan dukungan staf, pelayanan administrasi, dan dukungan pemikiran kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945 dan pengelolaan serta pengendalian kabinet dapat berjalan lancar, efisien, dan efektif, dipandang perlu menyempurnakan organisasi Sekretariat Kabinet dengan Peraturan Presiden”
Pembedaan seperti itu tidak ada bedanya dengan pemisahan kekuasaan Presiden yang terjadi pada zaman Gus Dur, yang membedakan Presiden sebagai kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of government). Dasar pemisahan seperti itu dapat menjadi preseden buruk bagi organisasi karena hal itu hanya akan menciptakan standar ganda antara Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam memberikan pelayanan kepada Presiden serta menumbuhkan iklim persaingan politik antara Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet. Dari sejarah singkat kedua sekretariat itu, dapat dipahami bahwa susunan organisasi Kementerian Sekretariat Negara sejak masa Orde Lama hingga masa Reformasi cenderung berubah atau tidak sama dan sangat bergantung pada kepentingan politik (political interest) Presiden. Sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia, hanya Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang melakukan pemisahan organisasi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet.143 Bahkan di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet ini masih dipertahankan selama hampir satu dasawarsa. Dalam pelaksanaannya, pembedaan dan pemisahan kedua lembaga pemerintah itu telah menimbulkan permasalahan dan hanya menyebabkan tumpang-tindih kewenangan yang justru dapat menimbulkan kekacauan 143
Keduanya melakukan pemisahan organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet berdasarkan pembedaan fungsi kekuasaan Presiden. Dalam melakukan pemisahan tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid menggunakan pendekatan subyek (kepala negara dan kepala pemerintahan), sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan pendekatan obyek (kekuasaan negara dan kekuasaan pemerintahan).
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
30
administrasi pemerintahan.
serta 144
mengganggu
tertib
penyelenggaraan
administrasi
Akibat pemisahan itu, sering terjadi kekacauan dalam
pelaksanaan tugas Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, seperti rivalitas politik antara Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet pada kasus penunjukan langsung pengadaan alat penyadapan telepon Komisi Pemberantasan Korupsi145; keterpisahan penyiapan dan penyelesaian suatu rancangan peraturan perundang-undangan146; penambahan mekanisme birokrasi penyusunan Peraturan Presiden147, tumpang-tindih (overlapping) pelaksanaan tugas dan fungsi148, ketidakberesan manajemen administrasi pemerintahan149, dan koordinasi yang
144
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi …, op.cit., hlm. 130. Pada tahun 2007, Menteri Sekretraris Negara Yusril Ihza Mahendra melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqqurahman Ruki atas dugaan penggelembungan nilai harga proyek pengadaan alat penyadapan telepon yang diperkirakan merugikan keuangan negara sebesar enam miliar rupiah. Yusril Ihza Mahendra dinilai melawan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebab penunjukan langsung pengadaan alat penyadapan telepon yang dilakukan Taufiqqurahman Ruki dilakukan atas dasar izin Presiden. Sudi Silalahi membenarkan hal itu dan menyatakan bahwa pemberian izin itu sesuai rekomendasi Yusril Ihza Mahendra. Arifin Asydhad, “3 Kasus Mendera Yusril”, http://preview.detik.com/detiknews/read/2007/02/20/080923/744263/10/3-kasus -mendera-yusril, diakses pada tanggal 13 Agustus 2012. 146 Sekretariat Negara menangani proses penyiapan dan penyelesaian suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan Rancangan Peraturan Pemerintah sedangkan Sekretariat Kabinet menangani proses penyiapan dan penyelesaian Rancangan Peraturan Presiden, Rancangan Keputusan Presiden, dan Rancangan Instruksi Presiden. Perhatikan pembagian fungsi kedua lembaga pemerintah tersebut dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010) dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 147 Fungsi ini diberikan kepada Menteri Sekretaris Negara dalam ketentuan Pasal 3 huruf b Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010). Di setiap penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, Sekretaris Kabinet diwajibkan untuk meminta pertimbangan Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Sekretaris Negara wajib untuk memberikan pertimbangan kepada Sekretaris Kabinet atas rancangan tersebut. Dalam praktiknya mekanisme seperti ini cenderung memakan waktu yang tidak sedikit dan kurang efisien. 148 Seringkali terjadi overlapping antara Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, sebagai contoh masih ada penyusunan Rancangan Peraturan Presiden yang dikerjakan Sekretariat Negara, misalkan mengenai grasi dan pengangkatan pejabat pemerintahan. 149 Sebagai contoh kasus adalah soal surat izin pemeriksaan kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Sebanyak 61 surat izin pemeriksaan kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi belum ditandatangani Presiden karena belum menerima surat yang harus ditandatangani tersebut. Pihak Kejaksaan Agung mengaku sudah mengirimkan surat izin untuk ditandatangani presiden. Margarito Kamis menduga surat izin pemeriksaan itu tertahan di Sekretaris Kabinet sebab alur pengiriman surat yang akan ditandatangani Presiden harus masuk ke Sekretaris Kabinet terlebih dahulu. Reza Yunanto,”Izin Pemeriksaan 61 Kepala Daerah Macet di Seskab”, TO:DAY 13 April 2011, http://www.today.co.id/read/2011/04/13/24572/izin_pemeriksaan_61_kepala_daerah_macet _di_seskab, diakses pada tanggal 22 Mei 2012. 145
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
31
lemah antarlembaga dan antarsatuan kerja Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet150. Belum lagi ditambah permasalahan kepegawaian dan keuangan151 dan sentimen negatif terhadap susunan organisasi Lembaga Kepresidenan152. Bahkan apabila memperhatikan Portal Nasional Republik Indonesia, terlihat indikasi kesalahpahaman pembuat situs (salah satu unit kerja Sekretariat Negara) terhadap keberadaan Sekretariat Kabinet.153 Terhadap hal itu, beberapa tokoh politik dan akademisi memberi komentar dan kritik atas kekacauan yang terjadi di wilayah “Ring Satu” Presiden atas berbagai persoalan yang terjadi, khususnya mengenai eksistensi dan kontestasi Sekretariat Negara dan Seketariat Kabinet. Menurut Sofian Effendi, pemisahan itu hanya akan menciptakan inersia kelembagaan, yaitu gejala hilangnya gairah atau kemampuan institusi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara dinamis.154 Arbi Sanit mengkritik, Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet sebaiknya dilebur menjadi satu karena keduanya memiliki fungsi dan peran yang tidak jauh berbeda dan rawan persaingan yang tidak sehat bila dipimpin oleh dua personel dari latar belakang politik yang berbeda sehingga akan sulit mencapai efektivitas
150
Sulitnya koordinasi tidak hanya dialami oleh Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet tetapi juga dialami oleh seluruh lembaga pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 151 Di lingkungan Sekretariat Kabinet masih banyak pegawai Sekretariat Negara dengan status dipekerjakan. Selain itu, sebelum tahun 2012 mata anggaran keuangan (MAK) atau akun Sekretariat Kabinet masih menyatu dengan Sekretariat Negara (akun 007), namun sekarang sudah memiliki akun sendiri (akun 114). 152 Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) melaporkan bahwa Istana Kepresidenan tidak dapat menjadi contoh bagi instansi di bawahnya sebab di lingkungan Istana Kepresidenan banyak dibentuk lembaga, seperti staf khusus, juru bicara, unit kerja presiden, dan satuan tugas, yang mengakibatkan birokrasi menjadi gemuk dan menambah berat beban anggaran negara. Red/Redaksi_ILS, “Birokrasi Istana Gemuk: Disebut Gagal Berikan Contoh ke Instansi di Bawah”, http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=9079, diakses pada tanggal 14 Agustus 2012. 153 Apabila memperhatikan kolom Setingkat Menteri dalam Navigasi Berita pada Portal Nasional Republik Indonesia www.indonesia.go.id, Sekretariat Kabinet tidak termasuk dalam daftar lembaga setingkat menteri. Di dalam daftar tersebut, hanya terpampang Kejaksaan Agung, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan UKP-PPP. Portal tersebut dibuat oleh Sekretariat Negara pada tahun 2010. Portal Nasional Republik Indonesia, “Lembaga Setingkat Menteri”, http://www.indonesia.go.id/in/setingkat-menteri.html, diakses pada tanggal 7 Agustus 2012. 154 Sofian Effendi, “Reorganisasi Sekretariat Negara”, op.cit., hlm. 2.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
32
dan efisiensi dalam praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan. 155 Irman Putra Sidin bahkan berkomentar lebih keras dengan mengatakan bahwa jabatan Sekretaris Kabinet sebaiknya dihilangkan dalam susunan kabinet karena pos (jabatan) setingkat menteri itu tidak langsung bekerja dalam unsur pemerintah dan terlalu mubazir untuk dipertahankan, namun jika seandainya ingin dipertahankan seharusnya Sekretaris Kabinet tidak setingkat menteri dan dimasukkan dalam struktur Sekretariat Negara sebagai Wakil Menteri Sekretaris Negara.156 Eksistensi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet erat kaitannya dengan institusi kepresidenan, begitu juga dengan jabatan Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet yang erat kaitannya dengan kekuasaan prerogatif Presiden. Secara struktural memang semua menteri anggota kabinet berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, namun Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet dapat dikatakan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki menteri lain dalam hal hubungan kerja dengan Presiden meskipun keduanya berasal dari partai politik yang berbeda dengan Presiden.157 Atas keistimewaan yang dimilikinya itu, seringkali keduanya disebut sebagai “tangan kanan” Presiden yang mampu berperan seperti pembisik (whisperer) dan peniup peluit (whistleblower) dalam penyelenggaraan kabinet pemerintahan.158 Berbeda dengan kementerian dan/atau lembaga negara non155
Yudhiarma, “Evaluasi Kabinet: Setkab Sarat Konflik Kepentingan”, http://www.suara karya-online.com/news.html?id=167689, diakses pada tanggal 14 Agustus 2012. 156 Laurencius Simanjuntak, lrn/yid, “Sekretaris Kabinet Sebaiknya Dihapus”, http://news.detik.com/read/2009/10/12/162824/1220100/10/sekretaris-kabinet-sebaiknya-dihapus, diakses pada tanggal 14 Agustus 2012. 157 Sebagaimana diketahui, pengisian jabatan menteri ditentukan melalui proses politik sehingga sangat mungkin bila menteri tidak berasal dari partai yang sama dengan partai Presiden. Busyro Muqoddas mengkritik pengisian jabatan menteri semacam itu karena partai politik cenderung memanfaatkan jabatan menteri untuk kepentingan partai. Ira Guslina, “Busyro Usulkan Menteri Bukan Partai Politik”, Tempo, 18 November 2011, http://www.tempo.co/read/news/ 2011/11/18/078367237/Busyro-Usulkan-Menteri-Bukan-dari-Partai-Politik, diakses pada tanggal 29 Mei 2012. 158 Dalam hal ini yang dimaksud whisperer adalah orang yang memberikan masukan bagi Presiden, sedangkan yang dimaksud dengan whistleblower adalah orang yang melaporkan segala hal yang dapat menimbulkan kerugian dan ancaman bagi masyarakat. Dalam konteks tindak pidana korupsi, whistleblower adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi. Bedanya dengan justice collaborator adalah salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kesalahan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Istilah
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
33
kementerian lain yang dirancang untuk melaksanakan suatu fungsi teknis pemerintahan dan pada dasarnya dapat beroperasi secara relatif-otonom. Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet memang lembaga pemerintah yang dirancang secara khusus untuk memberikan dukungan administratif dan dukungan kebijakan kepada Presiden.159 Kedua lembaga pemerintah tersebut memiliki aksesibilitas khusus (special accessibility) untuk berhubungan langsung dengan Presiden sehingga letak kedudukan keduanya ditempatkan dalam satu wilayah lingkungan kepresidenan.160 Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet juga memiliki posisi strategis.161 Alasannya, kedua lembaga pemerintah itu dibebani tugas untuk melihat permasalahan kenegaraan secara menyeluruh dan mengoordinasikan seluruh kegiatan pemerintahan yang luas sehingga Presiden mampu memberi kontribusi positif bagi pembangunan dan pengembangan kehidupan bangsa dan negara.162 Fokus permasalahan yang diteliti dalam tesis ini terkait dengan pemahaman dalam mengonstruksikan hakikat dan entitas fungsi jabatan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil. Pola pikir (mind-set) yang berkembang selama ini cenderung menganggap bahwa Presiden mempunyai peran yang berbeda dalam menjalankan kekuasaannya sehingga masih ada kebiasaan untuk membedakan antara kualitas Presiden sebagai kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of government). Mind-set seperti itu kelihatannya sudah menjadi doktrin yang mengakar (branded mind-set) dan sulit dihilangkan sehingga dikhawatirkan anggapan yang whistleblower sendiri dipopulerkan pertama kali oleh Raplh Nader untuk menghindari konotasi negatif dari istilah informan atau pengadu. Vide Chaidir, “Whistleblower: Pahlawan atau Pengkhianat”, http://m.kompasiana.com/post/politik/2012/04/11/whistleblower-pahlawan-ataupengkhianat/, diakses pada tanggal 4 Oktober 2012. Baca juga artikel yang ditulis A. Tomy Trinugroho dan M. Hernowo yang berjudul “Hubungan Lembaga: Menatap Gaduh yang Berpindah-Pindah”, Kompas, 21 November 2012, hlm. 2. 159 Saafroedin Bahar, The President Needs Help (1939) and the Buck Stops Here (1945): Sebuah Telaahan Awal tentang Kantor Kepresidenan Republik Indonesia, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara RI, 2009, hlm. 95. 160 Kedua lembaga pemerintah itu berada di belakang Istana Negara dan beralamat di Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110. 161 Saafroedin Bahar, “Posisi Strategis Sekretariat Negara dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil dalam NKRI”, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view &id=23, diakses 22 Desember 2011. 162 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
34
menyatakan bahwa cakupan tugas dan fungsi Kementerian Sekretariat Negara erat kaitannya dengan pengertian president as a head of state dan cakupan tugas dan fungsi Sekretariat Kabinet erat kaitannya dengan pengertian president as a head of government, akan terus berlanjut dan digunakan sebagai acuan atau preseden pemisahan organisasi pada pemerintahan berikutnya. Oleh karena itu, pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam sistem pemerintahan presidensiil menjadi substansi tesis yang penting untuk dikaji dan dianalisis secara lebih mendalam agar terbangun pola pemahaman dan kerangka berpikir yang tepat dalam memahami tugas dan fungsi jabatan Presiden dalam UUD 1945 beserta Perubahannya. Nantinya, hal itu juga bermanfaat dan diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam memformulasikan lembaga pendukung (supporting unit) yang efektif dan sesuai dengan sistem pemerintahan presidensiil dan tatanan lembaga ketatanegaraan yang digunakan di Indonesia. Selain itu, diskursus mengenai pemisahan Sekretariat Kabinet dari lingkungan unit organisasi Kementerian Sekretariat Negara perlu dikaji dan dianalisis lebih lanjut karena secara filosofis-konstitusional fungsi kedua lembaga pemerintah itu memiliki kesamaan fungsi dengan esensi fungsi jabatan dan kekuasaan Presiden. B.
Perumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka permasalahan
yang akan diteliti dalam tesis ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah relevansi konsep pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet jika dikaitkan dengan fungsi jabatan yang dimiliki Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil?
2.
Bagaimanakah paradigma dan format kelembagaan yang baik dan tepat guna mendukung tugas dan fungsi Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensiil? Kedua rumusan masalah tersebut akan dikaji, dianalisis, dan dipaparkan
sesuai dengan sistematika penulisan.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
35
C.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian tesis ini adalah untuk:
1.
Mengkaji dan menganalisis keterkaitan antara kedudukan Presiden dalam sistem
pemerintahan
presidensiil
dengan
pemisahan
Kementerian
Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet; dan 2.
Mengkaji dan menganalisis paradigma dan format kelembagaan yang tepat guna mendukung tugas dan fungsi Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensiil.
D.
Manfaat Penelitian Penelitian atas topik permasalahan yang diangkat dalam tesis ini memiliki
manfaat teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian tesis ini diharapkan bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum ketatanegaraan pada khususnya, yang senantiasa mengalami perkembangan yang kompleks dan perubahan yang dinamis dalam proses kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menambah pengetahuan dan mendorong perkembangan penelitian lebih lanjut mengenai materi pembentukan lembaga pemerintah yang tepat dan sesuai dengan fungsi jabatan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil, serta bermanfaat memberi pengayaan dan pendalaman terhadap studi Lembaga Kepresidenan. Secara praktis, penelitian tesis ini diharapkan bermanfaat bagi Pemerintah Negara Republik Indonesia, khususnya kepada Presiden, dalam melaksanakan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk kekuasaan prerogatif yang diberikan
konstitusi
untuk
membentuk,
mengubah,
dan
membubarkan
kementerian, terutama dalam menyempurnakan pranata lembaga pemerintah yang bertugas membantu pengelolaan urusan pemerintahan di lingkungan Lembaga Kepresidenan. Selain itu, penelitian tesis ini juga diharapkan bermanfaat untuk membantu para pimpinan dan pejabat di lingkungan lembaga Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam menentukan kebijakan pembentukan dan penyempurnaan format kelembagaan atau organisasi yang tepat dalam rangka membantu Presiden menyelenggarakan pemerintahan negara, serta berguna untuk memberi pengetahuan dasar dan pemahaman yang utuh kepada
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
36
masyarakat mengenai hukum kekuasaan dan fungsi jabatan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil. E.
Kerangka Teori Beberapa teori yang digunakan sebagai pendekatan dasar dan rasional dalam
memformulasikan permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini adalah sebagai berikut: 1.
Teori Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan Teori pemisahan dan pembagian kekuasaan merupakan penjabaran dari
doktrin Trias Politica. Trias Politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang (rule making function), kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang (rule application function), dan kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili pelanggaran undang-undang (rule adjudication function).163 Doktrin Trias Politica pertama kali dikemukakan oleh John Locke (16321704) dan Montesquieu (1689-1755) yang pada saat itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan (separation of power). Filsuf Inggris John Locke mengemukakan konsep ini dalam bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Government (1690) yang ditulisnya sebagai kritik terhadap kekuasaan absolut raja.164 Menurutnya, kekuasaan itu terdiri dari tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain, yaitu kekuasaan legislatif (legislative power) meliputi kekuasaan 163
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010,
hlm. 281. 164
Two Treatises on Civil Government terbagi atas 2 buku, yaitu the First Treatise dan the Second Treatise. Dalam bukunya yang pertama, the First Treatise, John Locke menyanggah buku Patriarcha yang ditulis Sir Robert Filmer yang menyatakan bahwa masyarakat tunduk pada kekuasaan absolut yang dimiliki raja. Dalam bukunya yang kedua, the Second Treatise, ia menjelaskan mengenai teori kekuatan masyaraka dengan menyatakan bahwa semua manusia diciptakan setara oleh Tuhan dan pemerintahan yang sah adalah pemerintahan yang mendapat legitimasi dari masyarakat. Alasan manusia mengadakan kontrak sosial adalah untuk memelihara hak alami manusia, yaitu hak untuk hidup, kemerdekaan, dan hak milik. John Locke, “Two Treatises of Government: Book I and II”, http://www.johnlocke.net/Two-Treatises-ofGovernment-1.html, http://www.johnlocke.net/Two-Treatises-of-Government-2.html, diakses pada tanggal 16 Agustus 2012. Vide Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta: Aksara Baru, 1978, hlm. 6.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
37
membuat peraturan dan undang-undang, kekuasaan eksekutif (executive power) meliputi kekuasaan melaksanakan undang-undang dan didalamnya termasuk kekuasaan mengadili, dan kekuasaan federatif (federative power) meliputi kekuasaan yang tidak termasuk kekuasaan legislatif dan eksekutif, seperti kekuasaan untuk menjaga keamanan negara dan hubungan luar negeri).165 Teori John Locke itu kemudian dikembangkan oleh Filsuf Perancis Baron de Montesquieu. Dalam bukunya yang berjudul L’ Esprit des Lois (The Spirit of Laws), kekuasaan dipisahkan (separation des pouvoirs) menjadi tiga cabang kekuasaan, yakni kekuasaan legislatif (la puissance legislative) meliputi kekuasaan yang membentuk undang-undang, kekuasaan eksekutif (la puissance executive) kekuasaan yang melaksanakan undang-undang, dan kekuasaan yudikatif (la puissance de juger) meliputi kekuasaan yang menjalankan kekuasaan kehakiman, menjatuhkan hukuman atas kejahatan, dan yang memberikan putusan apabila terjadi perselisihan antarwarga.166 Pendapat John Locke dan Baron de Montesquieu dalam bidang legislatif dan eksekutif memiliki kesamaan, namun dalam bidang yang ketiga pendapat keduanya berbeda. John Locke mengutamakan fungsi federatif, sedangkan Baron de Montesquieu mengutamakan fungsi yudikatif. Baron de Montesquieu lebih melihat pemisahan atau pembagian kekuasaan itu dari segi hak asasi manusia setiap warga negara, sedangkan John Locke lebih melihatnya dari segi hubungan dengan negara lain.167 Bagi John Locke, yang dianggap penting adalah fungsi federatif dimana penjelmaan fungsi pertahanan baru timbul apabila fungsi diplomasi terbukti gagal, sedangkan fungsi yudikatif menurutnya cukup dimasukkan ke dalam fungsi legislatif karena berkaitan dengan fungsi pelaksanaan hukum. Sementara bagi Baron de Montesquieu, kedua fungsi itu (pertahanan dan diplomasi) termasuk ke dalam fungsi eksekutif sehingga tidak perlu disebut tersendiri, sehingga menurutnya yang terpenting ialah fungsi yudikatif.
165
Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 282. Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, Bandung: Alumni, 2010, hlm. 43. 167 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hlm. 13. 166
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
38
Menurut Mahfud M.D., pembagian kekuasaan itu pada awalnya berjalan searah tetapi terpisah pada cabang kekuasaan eksekutif, dimana kekuasaan eksekutif menurut Montesquieu meliputi apa yang John Locke masukkan ke dalam
kekuasaan
federatif;
sedangkan
kekuasaan
yudikatif
yang
oleh
Montesquieu dianggap sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri, menurut John Locke kekuasaan itu termasuk ke dalam kekuasaan eksekutif karena menganggap kekuasaan mengadili masih termasuk kekuasaan melaksanakan undang-undang.168 Montesquieu memandang kekuasaan yudikatif (kekuasaan pengadilan) sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri dan berlainan dengan kekuasaan eksekutif. Menurutnya, pemisahan ketiga kekuasaan itu adalah suatu hal yang mutlak dan kemerdekaan hanya dapat dijamin jika ketiga kekuasaan tersebut tidak dipegang oleh satu orang atau badan tetapi oleh ketiga orang atau badan yang terpisah.169 Akan tetapi pada abad ke-20, Trias Politica dalam arti pemisahan kekuasaan (separation of power) tidak dapat dipertahankan lagi karena kehidupan ekonomi dan sosial negara-negara berkembang semakin kompleks.170 Di negara berkembang, ada kecenderungan untuk menafsirkan doktrin Trias Politica sebagai sebagai pembagian kekuasaan (division of power) karena banyaknya badan kenegaraan yang melakukan lebih dari satu fungsi kekuasaan sekaligus, misalnya badan eksekutif melakukan fungsi pelaksanaan undang-undang dan pembentukan undang-undang, dalam arti setiap badan memiliki fungsi pokok yang berbeda menurut sifatnya namun di antara ketiga fungsi tersebut masih terjalin kerja sama untuk kelancaran organisasi.171 Istilah separation of powers, division of powers, distribution of powers, atau istilah terkait lain sebenarnya mempunyai arti yang sama saja, tergantung konteks
168
Moh. Mahfud M.D., Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hlm.73. 169 Miriam Budiardjo, op.cit., hlm. 283. 170 Ibid., hlm. 286. 171 Ibid. Miriam Budiardjo menyatakan bahwa dengan berkembangnya konsep mengenai negara kesejahteraan (welfare state), dimana Pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh rakyat, dan karena itu harus menyelenggarakan perencanaan pembangunan ekonomi dan sosial secara menyeluruh, maka fungsi kenegaraan sudah jauh melebihi 3 macam kekuasaan yang disebut oleh Montesquieu. Lagipula tidak dapat lagi diterima sebagai asas bahwa tiap badan kenegaraan itu hanya dapat diserahi satu fungsi tertentu saja seperti yang dibayangkan oleh Montesquieu, misalnya ada badan eksekutif yang tidak hanya bertindak sebagai pelaksana undangundang tetapi juga melakukan penyusunan rancangan undang-undang.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
39
pengertian yang dianut.172 Misalnya di Amerika Serikat, istilah separation of power dan division of power sama-sama digunakan, dimana istilah separation of power digunakan dalam konteks pembagian kekuasaan di tingkat pemerintahan federal (capital division of power) sedangkan istilah division of power sering digunakan dalam konteks pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan negara bagian (territorial division of powers).173 Dengan demikian, penggunaan istilah pemisahan atau pembagian kekuasaan dapat dibedakan dalam dua konteks yang berbeda, yaitu konteks hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal dan vertikal. Pemisahan kekuasaan (separation of power) bersifat horizontal, artinya kekuasaan dipisahkan ke dalam fungsi yang tecermin dalam lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (checks and balance), sedangkan pembagian kekuasaan (division of power) bersifat vertikal, artinya kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah pada lembaga negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat.174 Ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) dan pembagian kekuasaan (division of power) didasarkan pada pemikiran bahwa kekuasaan tidak boleh berada dalam satu tangan (concentration of power) karena apabila kekuasaan
terkonsentrasi
pada
satu
tangan
maka
cenderung
terjadi
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Hal ini yang menjadi kekhawatiran Lord Acton bahwa “kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan mutlak juga akan melakukan korupsi secara besar-besaran (power tents to corrupt and absolute power corrupts absolutely)”.175 Pada intinya, prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) atau pembagian kekuasaan (division of power) itu dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan negara dari kemungkinan menjadi sumber penindasan dan tindakan sewenang-wenang penguasa.176 Ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) dan pembagian kekuasaan (division of power) bertujuan untuk membatasi 172
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum …, op.cit., hlm. 19. Ibid., hlm.19-20. 174 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hlm. 165. 175 Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Buku Kompas, 2006, hlm. 73. 176 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan …, op,cit., hlm. 167. 173
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
40
kekuasaan badan atau pejabat penyelenggara negara di dalam batas cabang kekuasaan masing-masing.177 Dalam suatu negara hukum (rechtstaat), keberadaan pemisahan atau pembagian kekuasaan merupakan hal yang mutlak untuk menjamin adanya kepastian hukum, sekaligus untuk mencegah dan menghindari kemungkinan terjadinya kesewenang-wenangan Pemerintah. Dengan kata lain, adanya pemisahan kekuasaan (separation of power) atau pembagian kekuasaan (division of power) diharapkan dapat melindungi hak dan kebebasan setiap warga negara.178 2.
Teori Lembaga Negara Hans Kelsen dalam bukunya yang berjudul General Theory of Law and
State menyatakan bahwa siapa saja yang menjalankan fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum adalah suatu organ (whoever fulfills a function determined by the legal order is an organ).179 Fungsi tersebut, baik itu menciptakan norma ataupun menerapkan norma, ditujukan untuk melaksanakan ketentuan hukum (these functions, be they of a norm-creating or of a norm-applying character, are all ultimately aimed at the execution of a legal sanction).180 Dalam mengartikan organ negara, Hans Kelsen membaginya menjadi pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara luas, yang dimaksud dengan organ negara itu identik dengan individu yang memenuhi fungsi atau jabatan tertentu dengan menjalankan fungsi menciptakan hukum atau menerapkan hukum dalam konteks kegiatan bernegara (an organ, in this sense, is an individual fulfilling a specific function; … he is an organ because and in so far as he performs a law-creating or law-applying function).181 Sebaliknya, dalam pengertian secara sempit, individu dikatakan sebagai organ negara hanya apabila individu tersebut secara pribadi memiliki kedudukan hukum 177
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 32. Ibid., hlm. 33. 179 Hans Kelsen, General Theory of Law and State (translated by Anders Wedberg), Cambridge: Harvard University Press, 1945, hlm. 192. 180 Ibid., Vide Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi …, op.cit., hlm. 36. Hans Kelsen mencontohkan parlemen yang membentuk undang-undang dan warga negara yang memilih parlemen adalah organ negara, sama halnya dengan hakim yang menjatuhkan putusan pidana dan seseorang yang melaksanakan hukuman. 181 Ibid. 178
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
41
tertentu (an individual is an organ of the state only if he personally has a specific legal position).182 Terkait hal itu, ada tiga hal yang menjadi karakteristik organ negara dalam arti sempit, yaitu organ negara itu dipilih atau diangkat untuk menduduki jabatan atau fungsi tertentu (the organ is appointed and or elected for a specific function), fungsi itu dijalankan sebagai profesi utama atau bahkan secara hukum bersifat eksklusif (the performance of this function has to be his main or even legally exclusive profession), dan berhak untuk mendapatkan imbalan gaji dari negara (has the right to receive a salary from the treasury of state).183 Organ negara dapat dikaitkan dengan jabatan atau pejabat (officials) namun tidak semua individu dapat berfungsi seperti organ negara sebagaimana halnya jabatan atau pejabat dalam arti yang sebenarnya. Dengan perkataan lain, meskipun dalam arti luas semua individu yang menjalankan law-creating and law-applying function adalah organ, tetapi dalam arti sempit yang disebut sebagai organ negara itu hanyalah individu yang menjalankan law-creating or law applying function dalam konteks jabatan kenegaraan saja, sedangkan individu yang berada di luar konteks jabatan kenegaraan tidak relevan disebut sebagai organ negara.184 Suatu negara hanya dapat bertindak melalui organ negara yang dijalankan oleh individu yang ditentukan secara hukum untuk melakukan perbuatan menciptakan dan menerapkan ketentuan hukum, contohnya Negara Indonesia dapat melakukan tindakan hukum melalui perbuatan individu yang menjadi Presiden.185 Akibat perkembangan ketatanegaraan yang cepat, maka konsepsi tentang organ atau lembaga negara tidak dapat dibatasi semata-mata pada pandangan Trias Politica Montesquieu (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) karena pada umumnya, dewasa ini, ketiga cabang kekuasaan itu telah saling bersentuhan dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip checks and balances.186 Ketentuan amendemen UUD 1945 sama sekali tidak mengatur ketentuan hukum tentang definisi lembaga negara sehingga banyak ahli hukum tata negara 182
Ibid., hlm. 193. Ibid. 184 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi …, op.cit., hlm. 39. 185 Ibid., hlm. 40. 186 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 35. 183
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
42
di Indonesia yang melakukan penafsiran sendiri dalam mendefinisikan dan mengklasifikasikan konsep lembaga negara.187 Satu-satunya petunjuk yang diberikan UUD 1945 pascaamendemen adalah berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah untuk mengadili dan memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.188 Oleh karena itu, Jimly Asshiddiqie mengategorikan organ atau lembaga negara ke dalam empat pengertian, yaitu:189 1.
2.
3.
4.
5.
Pengertian pertama, mengartikan organ negara dalam arti yang paling luas mencakup setiap individu yang menjalankan fungsi law-creating (menciptakan hukum) dan law-applying (menerapkan hukum);190 Pengertian kedua, mengartikan organ negara dalam arti luas namun lebih sempit dari pengertian pertama, yaitu mencakup individu yang menjalankan fungsi law-creating (menciptakan hukum) dan lawapplying (menerapkan hukum) dan juga mempunyai posisi sebagai atau berada dalam struktur jabatan kenegaraan atau jabatan pemerintahan;191 Pengertian ketiga, mengartikan organ negara dalam arti sempit sebagai badan atau organisasi yang menjalankan fungsi law-creating (menciptakan hukum) dan/atau law-applying (menerapkan hukum) dalam kerangka struktur dan sistem kenegaraan atau pemerintahan, yang mencakup lembaga negara yang dibentuk berdasarkan undangundang dasar, undang-undang, peraturan presiden, ataupun oleh keputusan yang tingkatannya lebih rendah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah;192 Pengertian keempat, mengartikan organ negara dalam arti yang lebih sempit, yaitu organ negara itu hanya terbatas pada pengertian lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945, undang-undang, atau peraturan yang lebih rendah;193 Pengertian kelima, berbeda dengan keempat pengertian sebelumnya, mengartikan organ negara dengan memberikan kekhususan kepada
187
Gunawan A. Tauda, Komisi Negara Independen: Eksistensi Independent Agencies sebagai Cabang Kekuasaan Baru dalam Sistem Ketatanegaraan, Yogyakarta: Genta Press, 2012, hlm. 58. 188 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi…, op.cit., hlm. 34. 189 Ibid., hlm. 40-42. 190 Dalam hal ini, yang dimaksud individu tersebut bisa siapa saja dan tidak terbatas pada salah satu cabang kekuasaan. 191 Dalam hal ini, individu tersebut harus memiliki kedudukan hukum atau menjabat posisi tertentu di lembaga pemerintah. 192 Dalam hal ini, organ negara merupakan organ yang dibentuk berdasarkan konstitusi atau peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di suatu negara. 193 Pengertian organ negara yang ketiga mencakup lembaga negara mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah (hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan), sedangkan dalam pengertian organ negara yang keempat hanya terbatas pada lembaga negara di tingkat pusat dan lembaga negara di tingkat daerah (hanya hingga tingkat kabupaten/kota).
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
43
lembaga negara yang berada di tingkat pusat yang pembentukannya diatur dan ditentukan oleh UUD 1945, seperti MPR, DPR, DPD, MA, MK, dan BPK.194
Organ negara (staatsorgaan) sering disebut juga dengan istilah lembaga pemerintah, lembaga pemerintah non-kementerian, atau lembaga negara. Ada lembaga yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh suatu Undang-Undang Dasar, ada yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari Undang-Undang, dan bahkan ada juga yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.195 Hierarki lembaga negara tersebut tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.196 Menurut Jimly Asshiddiqie, ada empat macam tingkatan lembaga negara di tingkat pusat, yaitu:197 1.
2.
3.
4.
Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar yang diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden; Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang yang diatur atau ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden; Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden; dan Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri atau keputusan pejabat di bawah Menteri.
Sedangkan di tingkat daerah terdapat tujuh tingkat kelembagaan, yaitu:198 1.
2.
Lembaga daerah yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden yang pengangkatan anggotanya dilakukan dengan Keputusan Presiden; Lembaga daerah yang dibentuk berdasarkan peraturan tingkat pusat atau Peraturan Daerah Provinsi dan pengangkatan anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Presiden atau pejabat pusat;
194
Jimly Asshiddiqie berpendapat walaupun saat ini semua lembaga konstitusional dianggap sederajat sebagai lembaga negara, namun untuk lembaga negara yang kewenangannya ditentukan dalam UUD 1945 tetap relevan untuk disebut sebagai lembaga tinggi negara (main organs). Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi …, op.cit., hlm. 45. 195 Ibid., hlm. 42. 196 Ibid., hlm. 43. 197 Ibid., hlm. 50. 198 Ibid., hlm. 53.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
44
3.
4. 5.
6.
7.
Lembaga daerah yang kewenangannya dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur yang pengangkatan anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur; Lembaga daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur yang pengangkatan anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur; Lembaga daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur yang pengangkatan anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Walikota; Lembaga daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang pengangkatan anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Walikota; dan Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati atau Walikota yang keanggotaannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Pemahaman mengenai lembaga negara masih didasarkan pada bentuk kekuasaan yang dijalankan dan dikaitkan dengan cabang kekuasaan tradisional, seperti kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.199 Lembaga negara yang berada pada lingkup kekuasaan legislatif disebut lembaga legislatif, lembaga yang berada di lingkup kekuasaan eksekutif disebut lembaga eksekutif, dan lembaga yang berada di lingkup kekuasaan yudikatif disebut lembaga yudikatif atau lembaga pengadilan.200 Sampai saat ini, ketiga lembaga tersebut masih disepakati sebagai lembaga negara utama atau lembaga fundamental yang mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang yang penting dalam rangka mewujudkan tujuan negara. 3.
Teori Sistem Pemerintahan Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari istilah “sistem” dan
“pemerintahan”. Menurut Carl J. Friedrich, sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antara bagian-bagian maupun terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan memengaruhi keseluruhannya itu.201
199
Ibid., hlm. 43. Ibid. 201 Carl J. Friedrich dalam Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Sinar Bakti, 1983, hlm. 171. 200
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
45
Kata “pemerintahan” mengandung dua macam pengertian, yaitu pengertian dalam arti luas dan dalam arti sempit.202 Pemerintahan dalam arti luas berkaitan dengan segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri, tidak hanya menjalankan tugas eksekutif saja tetapi juga tugas legislatif dan yudikatif.203 Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit hanya berkaitan dengan urusan yang menyangkut fungsi eksekutif saja.204 Jadi, pada dasarnya apabila berbicara mengenai sistem pemerintahan berkaitan dengan bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara itu dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.205 Pembagian kekuasaan dalam sistem pemerintahan terbagi menjadi dua macam, yaitu vertikal dan horizontal. Secara vertikal, pembagian kekuasaan dilakukan menurut tingkatannya antara beberapa tingkat pemerintahan yang melahirkan garis hubungan antara pusat dan daerah, sedangkan secara horizontal, pembagian kekuasaan dilakukan menurut sifat tugas pemerintahan yang berbeda antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.206 Dalam memaknai sistem pemerintahan, Sri Soemantri berpendapat bahwa ada atau tidak hubungan antara eksekutif dan legislatif dapat melahirkan sistem pemerintahan parlementer atau sistem pemerintahan presidensiil.207 Terkait dengan itu, Jimly Asshidiqqie berpendapat ada dua kriteria dasar yang dapat digunakan untuk membedakan sistem pemerintahan, yakni dengan (i) mengetahui ada atau tidaknya pembedaan antara real executive dan nominal executive dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan (ii) mengetahui ada atau tidaknya
202
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 39. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit. 204 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit. 205 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., Vide Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amendemen UUD 1945, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 148. 206 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., Vide Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 40. 207 Sri Soemantri dalam Titik Triwulan Titik, op.cit., hlm. 148. 203
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
46
hubungan legislatif.
pertanggungjawaban
antara
cabang
eksekutif
dengan
cabang
208
Secara garis besar, terdapat tiga macam sistem pemerintahan, yaitu:209 a.
Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem pemerintahan parlementer (parliamentary system) atau sering
disebut juga sistem kabinet (cabinet government) merupakan sistem pemerintahan yang dipimpin oleh kepala negara dan kepala pemerintahan. Ciri umum sistem pemerintahan parlementer, antara lain:210 1) 2)
3) 4) 5) 6)
7) 8)
9)
b.
Hubungan antara lembaga parlemen dan pemerintah tidak murni terpisahkan; Fungsi eksekutif terdiri atas kepala negara dan kepala pemerintahan (jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan dipisahkan dan dibedakan); Kepala pemerintahan diangkat oleh kepala negara; Kepala pemerintahan mengangkat menteri sebagai satu kesatuan institusi yang bersifat kolektif; Menteri biasanya merupakan anggota parlemen; Pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen dan tidak dipilih secara langsung oleh rakyat sehingga pertanggungjawaban kepada rakyat juga tidak bersifat langsung melainkan melalui parlemen; Kepala pemerintahan dapat memberikan pendapat kepada kepala negara untuk membubarkan parlemen; Dianutnya prinsip supremasi parlemen sehingga kedudukan parlemen dianggap lebih tinggi daripada bagian pemerintahan; dan Sistem kekuasaan negara terpusat pada parlemen.
Sistem Pemerintahan Presidensiil Sistem pemerintahan presidensiil (presidential system) adalah sistem
pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden sebagai pemimpin kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam suatu negara. Ciri umum sistem pemerintahan presidensiil, antara lain:211
208
C.F. Strong dalam bukunya Modern Political Constitution (1960) membedakan antara jabatan eksekutif sebagai kepala negara (nominal executive) dan jabatan eksekutif sebagai kepala pemerintahan (real executive). Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum …, op.cit., hlm. 312. 209 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum …, op.cit., 311. 210 Ibid., hlm. 316. 211 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
47
1) 2) 3)
4) 5) 6) 7) 8) 9)
c.
Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif; Presiden merupakan kekuasaan eksekutif tunggal dan memiliki kekuasaan yang tidak terbagi; Jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan disatukan dan tidak dibedakan sama sekali (kepala pemerintahan adalah kepala negara dan kepala negara adalah kepala pemerintahan); Presiden mengangkat menteri sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya; Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian sebaliknya; Presiden tidak dapat membubarkan parlemen; Dianut prinsip supremasi konstitusi sehingga pemerintahan eksekutif bertanggung jawab pada konstitusi; Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat; dan Kekuasaan tersebar dan tidak terpusat (tidak seperti sistem parlementer yang terpusat pada parlemen).
Sistem campuran Sistem pemerintahan campuran (mixed system atau hybrid system)
merupakan bentuk variasi dari sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensiil, tergantung dari kebutuhan negara yang bersangkutan.212 Penggabungan dari kedua konsep sistem pemerintahan ini melahirkan dua bentuk sistem pemerintahan, yaitu sistem quasi-parlementer dan sistem quasi-presidensiil. Apabila dalam suatu negara sifat parlementernya terlihat lebih dominan maka negara itu dikatakan menganut sistem sistem quasi-parlementer, tetapi apabila dalam suatu negara sifat presidensiil-nya terlihat lebih dominan maka negara itu dikatakan menganut sistem quasi-presidensiil.213 F.
Kerangka Konsep Di tesis ini terdapat beberapa istilah yang sering digunakan sehingga perlu
diuraikan secara jelas arti atau makna yang tepat dari istilah tersebut. Hal ini dimaksudkan guna menghindari perbedaan pandangan dalam memahami materi substansi yang akan diteliti.
212 213
Titik Triwulan Tutik, op.cit., hlm. 153. Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum …, op.cit., hlm. 321.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
48
Beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut: 1.
“Pemisahan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, yang dimaksud dengan pemisahan adalah proses, cara, perbuatan memisah atau memisahkan; pemecahan (pembelahan); dan pembedaan.214 Dalam Black’s Law Dictionary, padanan kata yang tepat dengan istilah tersebut ialah segregation, yang artinya the act or process of separating (tindakan atau proses pemisahan).215
2.
“Kementerian”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, yang dimaksud dengan kementerian adalah pekerjaan (urusan) negara yang dipegang oleh seorang menteri; lembaga atau kantor tempat mengurusi pekerjaan menteri; atau departemen/lembaga tinggi pemerintahan yang mengurus suatu bidang pekerjaan negara yang dipimpin oleh seorang menteri.216 Dalam Black’s Law Dictionary, padanan kata yang tepat dengan istilah tersebut ialah department, yang artinya a principal branch or division of government (cabang utama pemerintah) atau a division of executive branch of the government, headed by secretary who is a member of the President’s cabinet (divisi dari cabang eksekutif pemerintah, dikepalai oleh sekretaris yang merupakan anggota dari kabinet Presiden).217 Dalam UU Kementerian Negara, yang dimaksud kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu pemerintahan.218
3.
“Sekretariat”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, yang dimaksud dengan sekretariat adalah bagian organisasi yang menangani pekerjaan dan urusan yang menjadi tugas sekretaris.219 Dalam Black’s Law Dictionary, yang dimaksud dengan sekretaris atau secretary adalah an administrative assistant (asisten administratif) atau a corporate officer in charge of official correspondence, minutes of board meetings and records of
214
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Edisi Keempat, 2008, hlm. 1081. 215 Brian A. Garner, Black’s Law Dictionary, Minnesota: West Thomson Reuters, Ninth Edition, 2009, p. 1479. 216 Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 902 jo. 315. 217 Brian A. Garner, op.cit., p. 501. 218 Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. 219 Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 1245.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
49
stock ownership and transfer (pejabat korporasi yang bertanggung jawab dalam hal korespondensi perkantoran, rapat dewan, dan pencatatan kepemilikan dan transfer).220 4.
“Pemerintah, pemerintahan, dan pemerintahan negara”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, yang dimaksud dengan pemerintah adalah penguasa suatu negara atau badan tertinggi yang memerintah suatu negara; pemerintahan artinya segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara; dan pemerintahan negara artinya segala bentuk mekanisme, daya upaya, dan proses lembaga negara dalam menentukan, merumuskan, mengatur, dan mengusahakan tercapainya tujuan negara.221 Dalam Black’s Law Dictionary, padanan kata yang tepat dengan ketiga istilah tersebut ialah government, administration, dan state government. Government artinya the sovereign power in a nation or state (kekuasaan yang berdaulat dalam suatu bangsa atau negara)222; administration artinya the management or performance of the executive duties of a government, institution, or business (manajemen pelaksanaan tugas eksekutif lembaga pemerintah)223; dan state government artinya merujuk pada definisi government224.
5.
“Lembaga pemerintah”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, yang dimaksud dengan lembaga pemerintah adalah badan pemerintahan yang berada di dalam lingkungan eksekutif.225 Dalam Black’s Law Dictionary, padanan kata yang tepat dengan istilah tersebut ialah government agency, yang artinya a governmental body with the authority to implement and administer particular legislation (suatu badan pemerintah yang memiliki wewenang untuk mengurus dan menjalankan peraturan perundang-undangan tertentu).226
220
Brian A. Garner, op.cit., p. 1472. Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 1057. 222 Ibid., p. 764. 223 Brian A. Garner, op.cit., p. 49. 224 Ibid., p. 1539. 225 Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 808. 226 Brian A. Garner, op.cit., p. 71. 221
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
50
6.
“Kekuasaan dan kekuasaan pemerintah”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, yang dimaksud dengan kekuasaan adalah kemampuan orang atau golongan untuk menguasai orang atau golongan lain berdasarkan kewibawaan, wewenang, karisma, atau kekuatan fisik; dan kekuasaan pemerintah artinya kekuasaan eksekutif. Dalam Black’s Law Dictionary, padanan kata yang tepat dengan istilah tersebut ialah power dan public power. Power artinya the legal right or authorization to act or not act, a person’s or organization’s ability to alter, by an act of will, the rights, duties, liabilities, or other legal relations either or that person or of another (dasar hukum atau hak untuk bertindak atau tidak bertindak, kemampuan seseorang atau organisasi untuk mengubah, dengan suatu kehendak, hak, kewajiban, tanggung jawab, atau hubungan hukum antara orang itu dengan yang lainnya)227; dan public power artinya a power vested in a person as an agent or instrument of the functions of the state, comprise the various forms of legislative, judicial, and executive authority (kekuasaan yang ditetapkan kepada seseorang sebagai suatu lembaga atau instrumen dari fungsi negara, yang meliputi berbagai macam bentuk dari kekuasaan eksekutif, yudisial, dan eksekutif)228.
G.
Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penelitian atas sejarah
perkembangan Sekretariat Negara dan pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam sistem pemerintahan presidensiil ini merupakan penelitian hukum (legal research). Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya.229 Jenis penelitian hukum itu menurut Soetandyo Wignjosoebroto dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu penelitian hukum yang doktrinal dan
227
Ibid., p. 1288. Brian A. Garner, op.cit., p. 1289. 229 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress), 1986, hlm. 43. 228
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
51
penelitian hukum yang nondoktrinal.230 Penelitian hukum yang doktrinal bekerja untuk menemukan jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari di atau dari preskripsi hukum yang tertulis di kitab undang-undang atau kitab agama (tergantung keyakinan yang dianut) berikut ajaran atau doktrin yang mendasarinya, sedangkan penelitian hukum yang nondoktrinal bekerja untuk menemukan jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari di atau dari fakta sosial yang bermakna hukum sebagaimana yang tersimak dalam kehidupan sehari-hari atau yang telah terinterpretasi dan menjadi bagian dari makna yang hidup di lingkungan suatu masyarakat tertentu.231 Merujuk pada pengertian itu, penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum yang doktrinal atau penelitian hukum normatif karena pangkal permasalahannya terletak pada dasar pertimbangan hukum dalam pembentukan kedua lembaga (Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet) yang berparadoks dengan maksud ketentuan dasar konstitusi. Penelitian hukum normatif atau sering disebut penelitian hukum kepustakaan232 akan diarahkan pada aspek pembentukan lembaga
yang
sesuai
dengan
pelaksanaan
kekuasaan
penyelenggaraan
pemerintahan negara oleh Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil. Dalam kaitannya dengan penelitian normatif, terdapat beberapa pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach), dan pendekatan kasus (case approach).233 Mengacu pada jenis pendekatan itu, pendekatan dalam penelitian tesis ini menggunakan statute approach, conceptual approach, historical approach, dan case approach. Statute approach, digunakan untuk meneliti, mendalami, dan menelaah berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Presiden atau 230
Dalam Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hlm. 121. 231 Ibid. 232 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007, hlm. 23. 233 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Jawa Timur, 2008, hlm. 300.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
52
Keputusan
Presiden,
yang
mengatur
mengenai
pembentukan
lembaga
Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Dalam hal ini, dilakukan pendekatan untuk menjelaskan fungsi jabatan Presiden di dalam UUD 1945 dalam kaitannya dengan pembentukan lembaga pendukung (auxilliary organ) bagi Presiden. Conceptual approach, digunakan untuk mendalami fungsi lembaga eksekutif dalam sistem pemerintahan presidensiil. Pendalaman itu diperlukan untuk mengetahui ide atau konsep dari pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan mengetahui ide atau konsep pemisahan itu, dapat ditelaah paradigma dan format kelembagaan yang tepat dan sesuai dengan karakter fungsi eksekutif dalam sistem pemerintahan presidensiil sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945. Historical approach, digunakan untuk melacak sejarah atau latar belakang dari pembentukan dan pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Dalam hal ini, pendekatan difokuskan pada aturan perundang-undangan dengan maksud untuk menelusuri sejarah perkembangan Sekretariat Negara dari masa ke masa pemerintahan. Sementara itu, case approach digunakan untuk mempelajari berbagai permasalahan atau implikasi yang terjadi akibat pemisahan kedua lembaga pemerintah dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan presidensiil. Dilihat dari substansi materi muatan tesis, penelitian ini juga dapat dikategorikan sebagai penelitian evaluatif karena tesis ini dimaksudkan untuk mengevaluasi atau setidaknya menakar atau menilai keberhasilan dari pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam peranannya membantu Presiden menyelenggarakan pemerintahan negara. Dari hasil penelitian akan terkumpul informasi, data, dan bahan mengenai efisiensi dan efektivitas dari pemisahan kedua lembaga pemerintah itu, yang selanjutnya dapat dievaluasi dan menjadi bahan masukan bagi pembentukan RUU Lembaga Kepresidenan. Perlu disampaikan pula dalam tesis ini bahwasanya Penulis adalah pegawai pada salah satu lembaga pemerintah tersebut. Namun dalam melakukan penelitian, Penulis berusaha agar kajian dan analisis dapat dilakukan secara objektif dan
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
53
profesional. Penelitian ini tidak ditujukan untuk mempersalahkan ataupun menyudutkan pihak tertentu akibat pemisahan kedua lembaga itu melainkan dilakukan semata-mata untuk keperluan akademis sekaligus masukan demi perbaikan bagi pemerintahan di masa yang akan datang. Penulis juga menyadari bahwa substansi materi tesis ini sudah tidak asing lagi dan pernah dibahas serta dibukukan dan dijurnalkan oleh beberapa tokoh akademisi, contohnya Bagir Manan dalam bukunya “Lembaga Kepresidenan”, Jazim Hamidi-Mustafa Lutfi dalam bukunya “Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia”, dan jurnal Roby Arya Brata “Analisis Konstitusional Restrukturisasi Sekretariat Negara”. Namun dalam penelitian ini, Penulis memandang pembentukan suatu lembaga pemerintah pendukung seperti Sekretariat Negara atau Sekretariat Kabinet yang merupakan salah satu kekuasaan prerogatif Presiden pada hakikatnya perlu dilembagakan dan diatur secara jelas dalam suatu UndangUndang tentang Lembaga Kepresidenan. Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. 234 Penelitian hukum seperti itu tidak mengenal penelitian lapangan (field research) karena yang diteliti adalah bahan hukum sehingga dapat dikatakan sebagai library based, focusing on reading and analysis of the primary and secondary materials.235 Data sekunder (secondary materials) dalam penelitian tesis ini terbagi menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yang digunakan, berupa konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kementerian negara dan lembaga pemerintah tersebut; bahan hukum sekunder yang digunakan, berupa buku, karya ilmiah, jurnal, dan rancangan undang-undang terkait dengan permasalahan; dan bahan hukum tersier yang digunakan ialah berupa kamus dan ensiklopedia yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder tersebut. Berkenaan dengan jenis data dimaksud, maka pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi dokumen atau studi kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan berbagai macam dokumen 234 235
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit., hlm. 24. Johnny Ibrahim, op.cit., hlm. 46.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
54
ilmiah yang mengkaji mengenai fungsi kekuasaan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil. Selain itu, selama penelitian ini juga dilakukan wawancara atau diskusi dengan para pihak yang mengetahui perihal pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Setelah didapat seluruhnya, maka dilakukan pengolahan dan analisis secara kualitatif terhadap data dan bahan hukum tersebut. Dalam pengolahan data secara kualitatif, data yang diperoleh dari fakta yang ditemukan di lapangan diuji dengan teori, asas, dan kaidah hukum dari dokumen atau kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan sehingga dapat diperoleh simpulan atau jawaban dari permasalahan yang dikemukakan. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan mendorong penelitian atau pengembangan lebih lanjut mengenai studi Lembaga Kepresidenan, serta membantu para pimpinan lembaga tersebut untuk menentukan kebijakan pembentukan lembaga pendukung yang tepat bagi Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil. H.
Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang permasalahan yang terjadi akibat pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam sistem pemerintahan presidensiil. Selain itu juga dijelaskan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Sejarah Perkembangan Sekretariat Negara, menguraikan secara singkat sejarah perkembangan Sekretariat Negara sejak terbentuk hingga berkembangnya Sekretariat Negara menjadi Kementerian Sekretariat Negara, dari masa Orde Lama sampai masa Orde Baru hingga terjadinya pemisahan Sekretariat Kabinet dari Kementerian Sekretariat Negara pada masa Reformasi. Di dalam bab ini juga diuraikan perkembangan tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dari masa Kabinet Presidensiil hingga masa Kabinet Indonesia Bersatu II yang ditunjukkan melalui berbagai instrumen peraturan perundang-undangan (legal instrument) mengenai
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
55
pembentukan kedua lembaga tersebut, seperti Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden. Bab III Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil, membahas, mengkaji, dan menganalisis mengenai pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam kaitannya dengan fungsi jabatan dan kekuasaan Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan negara di dalam sistem pemerintahan presidensiil serta implikasi yang terjadi dari pemisahan kedua lembaga pendukung Presiden tersebut. Bab IV Paradigma Konsolidasi dan Format Penataan Organisasi Lembaga Kepresidenan, membahas, mengkaji, dan menganalisis paradigma konsolidasi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet untuk dibentuk sesuai dengan karakter sistem pemerintahan presidensiil. Selain itu, dalam bab ini juga dibahas, dikaji, dan dianalisis mengenai format penataan organisasi di lingkungan Lembaga Kepresidenan yang tepat dan sesuai dengan konstitusi UUD 1945 agar penyelenggaraan pemerintahan negara dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna. Bab V Penutup, merupakan bab terakhir yang berisi simpulan dari hasil penelitian dan saran yang dapat menjadi masukan bagi pengembangan lembaga pendukung Presiden pada masa pemerintahan berikutnya.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
56
BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN SEKRETARIAT NEGARA Sebelum sampai pada pembahasan mengenai materi permasalahan, terlebih dahulu dijelaskan sejarah perkembangan Sekretariat Negara dari masa pemerintahan Presiden Soekarno (Orde Lama) sampai dengan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (Orde Reformasi). Sejarah Sekretariat Negara penting untuk dikemukakan karena melalui hal ini dapat diketahui lahir dan berkembangnya Sekretariat Negara serta terlihat pengaturan atau regulasi organisasi
yang
dibentuk
oleh
masing-masing
Presiden
dalam
setiap
pemerintahannya.236 A.
Masa Orde Lama Pada masa pemerintahan Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno
(1945-1967), terjadi enam kali pergantian Sekretaris Negara, yaitu Abdoel Gaffar Pringgodigdo, Abdoel Karim Pringgodigdo, Tamzil Gelar Sutan Narajau, Mohammad Ichsan, dan Abdul Wahab Suryodiningrat. 1.
Era Abdoel Gaffar Pringgodigdo (1945-1949) Sejarah terbentuknya Sekretariat Negara berkaitan erat dengan sejarah
kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia. Robinson Pangaribuan mencatat, sejarah Sekretariat Negara bermula dari penetapan Abdoel Gaffar Pringgodigdo237 sebagai Sekretaris Negara oleh Presiden Soekarno ketika
236
Perlu disampaikan bahwa sebagian besar materi yang digunakan dalam bab ini menyerap isi buku yang dibuat Sekretariat Negara yang berjudul “Sekretariat Negara Republik Indonesia: Dari Masa Pemerintahan Presiden Soekarno sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”. Data dan buku tersebut juga didukung oleh data peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembentukan kedua lembaga dimaksud. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan literatur yang membahas tentang sejarah Sekretariat Negara. 237 Abdoel Gaffar Pringgodigdo lahir pada tanggal 24 Agustus 1904 di Bojonegoro. Beliau merupakan keturunan priayi yang menyelesaikan pendidikan pada Universitas Leiden bagian Indologi dan Hukum. Kariernya diawali sebagai pegawai administrasi, lalu meningkat menjadi Kepala Bagian Agraria pada Kantor Gubernur Jawa Timur, Wakil Kepala Kantor Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), hingga menjabat sebagai Kepala Sekretariat BPUPKI. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 12 dan 13.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
57
mengumumkan nama-nama menteri dalam kabinetnya, tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.238 Hari pelantikannya sebagai Sekretaris Negara pada tanggal 2 September 1945 diperingati sebagai hari lahir Sekretariat Negara, meskipun pada saat itu pengangkatannya belum ditetapkan dalam suatu ketentuan peraturan perundangundangan.239 Hal itu terekam dari petikan memorabilia “Kenangan Sekretaris Negara yang Pertama” yang ditulis Abdul Gaffar Pringgodigdo seperti berikut:240 “Pada hari Minggu Pahing, tanggal 2 September 1945, untuk pertama kalinya, dilantiklah Sekretaris Negara Republik Indonesia. Dan saya bersyukur, bahwa sayalah yang pada hari itu dilantik sebagai Sekretaris Negara yang pertama dalam lingkungan Pemerintah Republik Indonesia. Dengan pelantikan itu, sekaligus untuk pertama kalinya diadakan lembaga Sekretariat Negara….”
Pada masa awal kemerdekaan, pemerintahan masih diselenggarakan secara kolegial dan Sekretariat Negara belum menjadi sebuah lembaga yang setingkat dengan departemen (baca: kementerian), tetapi saat itu sudah disadari bahwa jabatan Sekretaris Negara (State Secretary) merupakan bagian penting dalam struktur kabinet.241
238
Robinson Pangaribuan, The Indonesian State Secretariat 1945-1993, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm. 14. Pernyataan ini merupakan hasil wawancara yang dilakukan Robinson Pangaribuan terhadap Sumarwoto, Asisten Menteri Sekretaris Negara untuk Urusan Lembaga Negara Non-Departemen, yang mengetahuinya dari wawancara yang dilakukannya sendiri terhadap Abdoel Gaffar Pringgodigdo di Surabaya. Vide susunan Kabinet Presidensil dalam Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Presidensil”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-14-kabinet-presidensil.html, diakses pada tanggal 29 Agustus 2012. 239 Hal ini disebabkan pada saat itu masih terjadi perlawanan dari penjajah Belanda yang tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. 240 Memorabilia itu merupakan catatan Abdul Gaffar Pringgodigdo yang ditulis di Surabaya pada tanggal 17 Agustus 1980. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 12. 241 Dalam suatu susunan organisasi yang kompleks seperti negara, idealnya memang dibutuhkan peran sekretaris guna membantu pelaksanaan kegiatan organisasi. Pada saat itu, kabinet masih merupakan satu kesatuan seperti sebuah pengurus perkumpulan, dimana Presiden sebagai Ketua, Wakil Presiden sebagai wakil ketua, para menteri sebagai anggota pengurus, dan Sekretaris Negara sebagai penulis. Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
58
Bagan 2.1. Struktur Organisasi Pemerintah pada Awal Kemerdekaan Presiden dan Wakil Presiden
Menteri
Menteri Negara
Ketua Mahkamah Agung
Jaksa Agung
Sekretaris Negara Juru Bicara Presiden Sumber: Diolah
Susunan organisasi Sekretariat Negara saat itu masih sangat sederhana, hanya terdiri dari Wakil Sekretaris Negara I yang dijabat Iskandar Gondowardoyo dan Wakil Sekretaris Negara II yang dijabat Ratmoko, yang berfungsi membantu Presiden
dan
Wakil
Presiden
dalam
melaksanakan
tugas
administrasi
pemerintahan atau sebagai pelaksana teknis administrasi, misalnya juru tulis dalam sidang kabinet, menandatangani peraturan, dan menyelenggarakan tugas keprotokolan.242 Sekretaris Negara belum terlibat dalam penentuan kebijakan, namun demikian Sekretariat Negara telah dipercaya untuk menjalankan dua fungsi penting dalam praktiknya sehari-hari. Fungsi pertama, Sekretariat Negara berperan sebagai penghubung atau perantara bagi instansi pemerintah lain dalam menyampaikan saran rekomendasi ataupun hal lain yang ditujukan pada Presiden; dan fungsi kedua, dalam membantu tugas administrasi Presiden sebagai kepala pemerintahan Sekretariat Negara bertugas untuk mendokumentasikan dan mengumpulkan surat penting serta menyebarluaskan informasi penetapan peraturan atau keputusan yang dikeluarkan Presiden atau kementerian.243 Ketika itu Sekretariat Negara memang belum sama dengan lembaga pemerintah atau kementerian lain. Tetapi setelah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Mulai Berlakunya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ditetapkan, peranan lembaga Sekretariat Negara menjadi sangat penting karena 242
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., ibid., hlm.15. Vide Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 14. 243 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., ibid., hlm.16. Vide Robinson Pangaribuan, ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
59
setiap Undang-Undang dan Peraturan Presiden yang diumumkan oleh Presiden harus ditandatangani oleh Sekretaris Negara dan suatu pengumuman dianggap tidak sah atau meragukan apabila tidak tercantum tanda tangan dari Sekretaris Negara.244 Setelah
Kabinet
Presidensiil
berakhir,
terjadi
perubahan
sistem
pemerintahan dari sistem presidensiil ke sistem parlementer dengan dibentuknya Kabinet Sjahrir I (14 November 1945-12 Maret 1946).245 Ketika itu, fungsi Sekretaris Negara menjadi penghubung (intermediary function) antara Presiden dengan Perdana Menteri, karena di dalam sistem pemerintahan parlementer kekuasaan pemerintahan tidak lagi dimiliki Presiden dan para menteri berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada parlemen.246 Perubahan sistem pemerintahan itu berkorelasi dengan pembentukan Sekretaris Perdana Menteri (Prime Minister Secretary) yang ditugaskan untuk membantu Perdana Menteri, dibedakan dengan Sekretaris Negara yang tetap membantu Presiden dan Wakil Presiden.247 Bagan 2.2. Struktur Kabinet Pemerintahan pada Sistem Parlementer Kabinet Sjahrir I
Presiden Sekretaris Negara
Perdana Menteri Sekretaris Perdana Menteri
Sumber: Sekretariat Negara Republik Indonesia Dari Masa Pemerintahan Presiden Soekarno sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 2009, diolah.
Abdoel Gaffar Pringgodigdo dipercaya untuk menjabat sebagai Sekretaris Negara selama beberapa masa kabinet, yaitu Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946-2
244
Vide Ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 10 Oktober 1945. 245 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Sjahrir I”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-15-kabinet-sjahrir-i.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 246 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 15 dan 23. 247 Ibid., hlm. 25.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
60
Oktober 1946)248, Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946-27 Juni 1947)249, Kabinet Amir Sjarifuddin I (3 Juli 1947-11 November 1947)250, Kabinet Amir Sjarifuddin II (11 November 1947-29 Januari 1948)251, Kabinet Hatta I (29 Januari 1948-4 Agustus 1949)252, Kabinet Darurat (19 Desember 1948-13 Juli 1949)253, dan Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949-20 Desember 1949)254. 2.
Era Abdoel Karim Pringgodigdo (1950-1957) Setelah melalui masa sulit akibat agresi militer Belanda, pusat pemerintahan
dan ibukota kembali ke Jakarta. Abdoel Gaffar Pringgodigdo diminta menjabat kembali sebagai Sekretaris Negara namun ternyata ia tidak bersedia menjabat kembali sebagai menteri dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat. 255 Presiden Soekarno lalu menunjuk adik dari Abdoel Gaffar Pringgodigdo sebagai penggantinya, yaitu Abdoel Karim Pringgodigdo.256 Penunjukannya sebagai Direktur Kabinet Presiden pada tanggal 7 Januari 1950 ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1950 dan penyebutan Sekretariat Negara diubah menjadi Kabinet Presiden.257
248
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Sjahrir II”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-16-kabinet-sjahrir-ii.html, diakses pada tanggal 30 Agustus 2012. 249 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Sjahrir III”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-17-kabinet-sjahrir-iii.html, diakses pada tanggal 30 Agustus 2012. 250 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Amir Sjarifuddin I”, http://www. setkab.go.id/profil-kabinet-18-kabinet-amir-sjarifuddin-i.html, diakses pada tanggal 30 Agustus 2012. 251 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Amir Sjarifuddin II”, http://www. setkab.go.id/profil-kabinet-19-kabinet-amir-sjarifuddin-ii.html, diakses pada tanggal 30 Agustus 2012. 252 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Hatta I”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-20-kabinet-hatta-i.html, diakses pada tanggal 30 Agustus 2012. 253 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Darurat”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-21-kabinet-darurat.html, diakses pada tanggal 30 Agustus 2012. Pada masa ini terjadi agresi militer sehingga pemerintahan dan ibukota dipindahkan ke Yogyakarta. 254 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Hatta II”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-22-kabinet-hatta-ii.html, diakses pada tanggal 30 Agustus 2012. 255 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., ibid., hlm. 48. 256 Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 15. Abdul Karim Pringgodigdo merupakan pria kelahiran Bojonegoro, 22 Maret 1906 yang menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Universitas Leiden, Belanda. Karier tertinggi yang pernah dicapainya sebelum menjadi Direktur Kabinet Presiden adalah sebagai Direktur Jenderal Perekonomian pada Departemen Kemakmuran, sewaktu pemerintahan berjalan di Yogyakarta, Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 48. 257 Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
61
Walaupun pada masa ini bentuk negara telah kembali pada bentuk negara kesatuan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, sistem pemerintahan yang digunakan masih berbentuk parlementer.258 Akibatnya, penyelenggaraan sistem administrasi pemerintahan masih dijalankan oleh dua lembaga, yakni Kantor Kabinet Presiden (the Cabinet Office of the President) dan Kabinet Perdana Menteri (the Cabinet Office of the Prime Minister).259 Kantor Kabinet Presiden yang dipimpin oleh Direktur Kabinet Presiden (President’s Cabinet Director) bertugas membantu Presiden, sedangkan Kabinet Perdana Menteri yang dipimpin oleh Direktur Kabinet Perdana Menteri (Prime Minister’s Cabinet Director) bertugas membantu Perdana Menteri. Anggota President’s Cabinet Director berasal dari kalangan non-politik, sedangkan semua anggota Prime Minister’s Cabinet Director berasal dari kalangan partai politik.260 Bagan 2.3. Struktur Lembaga Administrasi Pemerintahan pada Masa Konstitusi RIS 1950 Konstitusi RIS 1950
Presiden
Perdana Menteri
Kabinet Presiden (Direktur Kabinet Presiden)
Kabinet Perdana Menteri (Direktur Kabinet Perdana Menteri)
Kantor Kabinet Presiden
Rumah Tangga Presiden dan Wakil Presiden
Sumber: Sekretariat Negara Republik Indonesia Dari Masa Pemerintahan Presiden Soekarno sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 2009, diolah.
258
Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950. Undang-undang tersebut ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950. 259 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 49. 260 Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm.15.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
62
Sebagaimana terlihat dalam bagan struktur diatas, susunan organisasi Kantor Kabinet Presiden saat itu terdiri dari dua bagian, yaitu:261 a.
b.
Kantor Kabinet Presiden 1) Bagian Tata Usaha, terdiri dari Seksi Personalia; Perbendaharaan; Arsip/Ekspedisi; dan Rumah Tangga. 2) Bagian Perundang-undangan, terdiri dari Seksi Undang-Undang; Hubungan; dan Surat-Menyurat. 3) Bagian Protokol, terdiri dari Seksi Protokol; Undangan dan Penerimaan Tamu; Surat-Menyurat; Riset, Dokumentasi, dan Publikasi; Detasemen Keamanan Presiden; dan Sekretariat Wakil Presiden. Rumah Tangga Presiden dan Wakil Presiden 1) Bagian Tata Usaha, terdiri dari Seksi Perbendaharaan; Arsip/Ekspedisi; dan Surat-Menyurat. 2) Bagian Rumah Tangga Istana, terdiri dari Seksi Makanan/Minuman/Gudang; Dapur; Pemeliharaan Istana dan Kebun; Linnenkamar, dan Kendaraan. 3) Bagian Resepsi, terdiri dari Bagian Khusus dan Bagian Rumah Tangga Wakil Presiden.
Abdoel Karim Pringgodigdo tetap dipertahankan sebagai Sekretaris Negara meskipun sering terjadi pergantian kabinet, yakni dari Kabinet Republik Indonesia Serikat (20 Desember 1949-6 September 1950)262, Kabinet Peralihan (20 Desember 1949-21 Januari 1950)263, Kabinet Halim (21 Januari 1950-6 September 1950)264, Kabinet Natsir (6 September 1950-27 Maret 1951)265, Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)266, Kabinet Wilopo (3 April 195230 Juli 1953)267, Kabinet Ali Sastroamidjojo I (30 Juli 1953-12 Agustus 1955)268,
261
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 50 dan 51. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Republik Indonesia Serikat”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-43-kabinet-republik-indonesia-serikat.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 263 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Susanto/Peralihan”, http://www. setkab.go.id/profil-kabinet-44-kabinet-susantoperalihan.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 264 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Halim”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-45-kabinet-halim.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 265 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Moh. Natsir”, http://www.setkab.go. id/profil-kabinet-46-kabinet-moh-natsir.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 266 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Sukiman”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-47-kabinet-sukiman.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 267 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Wilopo”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-48-kabinet-wilopo.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 262
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
63
Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-24 Maret 1956)269, Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956-14 Maret 1957)270, Kabinet Djuanda (9 April 1957-10 Juli 1959)271, dan Kabinet Kerja I (10 Juli 1959-18 Februari 1960)272. Seringnya pergantian kabinet disebabkan pada masa itu kalangan partai politik mudah memberikan mosi tidak percaya kepada Presiden sehingga sering terjadi konflik antarpartai yang mengakibatkan stabilitas pemerintahan terganggu. 3.
Era Tamzil Gelar Sutan Narajau (1957-1960) Pasca berakhirnya masa kepemimpinan Abdoel Karim Pringgodigdo,
Tamzil Gelar Sutan Narajau ditunjuk sebagai Sekretaris Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 512/M Tahun 1960.273 Setelah Presiden Soekarno mengambil alih pemerintahan dan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan pembubaran Konstituante dan pemberlakuan kembali UUD 1945, terjadi perubahan sistem ketatanegaraan dari sistem demokrasi parlementer menjadi sistem demokrasi terpimpin (sistem presidensiil). Perubahan itu ternyata berpengaruh pada perubahan nama Kabinet Presiden menjadi Sekretariat Negara, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden 268
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Ali Sastroamidjojo I”, http://www. setkab.go.id/profil-kabinet-49-kabinet-ali-sastroamidjojo-i.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 269 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Burhanuddin Harahap”, http://www. setkab.go.id/profil-kabinet-50-kabinet-burhanuddin-harahap.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 270 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Ali Sastroamidjojo II”, http://www. setkab.go.id/profil-kabinet-51-kabinet-ali-sastroamidjojo-ii.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 271 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Djuanda/Karya”, http://www.setkab. go.id/profil-kabinet-52-kabinet-djuandakarya.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 272 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Kerja I”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-36-kabinet-kerja-i.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 273 Keputusan Presiden tersebut dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 1960. Tamzil Gelar Sutan Narajau dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 21 Mei 1908 dan menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Universitas Leiden. Sebelum diangkat menjadi Sekretaris Negara, Tamzil Gelar Sutan Narajau pernah bertugas sebagai Kepala Bagian Penerangan Luar Negeri merangkap Sekretaris Kementerian Penerangan di Jakarta (1945-1947); Wakil Sekretaris Negara II di Yogyakarta (1947), Menteri Muda Luar Negeri (1945-1948), Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Swedia, Denmark, dan Norwegia (1955-1956), Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Kairo, Lebanon, Yordania, dan Syria (1955-1956), dan Kepala Direktorat Eropa di Departemen Luar Negeri di Jakarta (1956-1957). Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 52. Vide buku Perkembangan Sekretariat Negara Republik Indonesia dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan dari Tahun 1945-1988 yang dikoleksi Perpustakaan Sekretariat Negara.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
64
Nomor 221 Tahun 1960.274 Dasar pertimbangannya, alat aparatur Kabinet Presiden sebagai aparatur administrasi Presiden perlu di-retooling dan perlu disesuaikan dengan suasana berlakunya kembali UUD 1945.275 Tugas dan fungsi Sekretariat Negara memang tidak dirinci di dalam Keputusan Presiden tersebut tetapi apabila melihat kebijakan pengembalian Seksi Pengundangan/Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman kepada Sekretaris Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 234 Tahun 1960, maka tugas dan fungsi Sekretariat Negara merujuk kembali pada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945, yaitu menandatangani dan mengundangkan Undang-Undang dan Peraturan Presiden yang telah diumumkan oleh Presiden.276 Akan tetapi meskipun sudah menerapkan sistem demokrasi terpimpin dan pusat kekuasaan pemerintahan juga telah dipegang oleh Presiden Soekarno, penyelenggaraan sistem administrasi pemerintahan masih dijalankan secara terpisah oleh Sekretariat Negara dan Kantor Kabinet Perdana Menteri.277 Oleh karena itu, selama menjadi Sekretaris Negara, Tamzil Gelar Sutan Narajau selalu berusaha untuk menyatukan Kantor Kabinet Presiden dan Kantor Perdana Menteri menjadi satu lembaga, yaitu Sekretariat Negara.278 Bagan 2.4. Struktur Lembaga Pendukung Presiden Pasca Berlakunya UUD 1945 Presiden
Sekretariat Negara
Kabinet Perdana Menteri
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 234 Tahun 1960, diolah. 274
Keputusan Presiden Nomor 221 Tahun 1960 tentang Penghapusan Kabinet Presiden dan Menggantinya dengan Sekretariat Negara ditetapkan pada tanggal 26 Agustus 1960. 275 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 52. 276 Ketentuan Menimbang dan ketentuan Pertama Keputusan Presiden Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan/Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara dan Pemindahan Personil yang Dibutuhkan. Keputusan tersebut ditetapkan pada tanggal 10 September 1960 dan terhitung saat itu tugas pengundangan dialihkan dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara. 277 Ibid. 278 Untuk menyukseskan program penyatuan kantor ini Tamzil mendekati Maria Ulfah selaku Prime Minister’s Cabinet Director guna mendapatkan persetujuannya. Namun rencana itu diketahui oleh kelompok Abdul Wahab yang mencoba untuk mempertahankan Kantor Kabinet Perdana Menteri. Vide Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 16.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
65
Meskipun usaha yang dilakukan Tamzil Gelar Sutan Narajau untuk menyatukan kedua kantor itu belum berhasil, Presiden Soekarno memberikan apresiasi kepadanya dengan menambahkan kata Menteri pada jabatan yang dipegangnya sehingga jabatannya kini menjadi Menteri/Sekretaris Negara agar mempertinggi posisinya dalam menjalin relasi atau hubungan dengan badan eksekutif lainnya.279 Bagan 2.5. Struktur Kabinet Pasca Berlakunya Kembali UUD 1945 Presiden dan Wakil Presiden
Menteri
Menteri Negara
Menteri/Sekretaris Negara
Ketua Mahkamah Agung
Jaksa Agung
Masa kepemimpinan Tamzil Gelar Sutan Narajau sebagai Sekretaris Negara pada Sekretariat Negara yang telah disatukan harus berakhir karena Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Perancis.280 Masa kepemimpinannya itu hanya berlangsung selama setengah masa dari periode Kabinet Kerja II.281 4.
Era Mohammad Ichsan dan Abdul Wahab Surjoadiningrat (1961-1968) Setelah Tamzil Gelar Sutan Narajau diberhentikan dengan hormat, jabatan
Sekretaris Negara diserahkan kepada Mohammad Ichsan.282 Mohammad Ichsan 279
Ibid. Dalam Bagian Ketiga Keputusan Presiden Nomor 512/M Tahun 1960 yang ditetapkan pada tanggal 26 Agustus 1960 ditentukan bahwa kedudukan dan penghasilan yang diberikan kepada Tamzil sebagai Sekretaris Negara dipersamakan dengan menteri. 280 Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 695/M Tahun 1960 yang ditetapkan pada tanggal 29 Oktober 1960, Tamzil Gelar Soetan Narajau diberhentikan dengan hormat sebagai Sekretaris Negara terhitung tanggal 15 November 1960. Beliau kemudian diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Perancis hingga tahun 1966. Vide Ambassade d’ Indonesie, “Ambassadeurs”, http://www.ambindonesie.fr/index.php?option=com_content&view= article&id=17&Itemid=9&lang=fr, diakses pada tanggal 3 September 2012. 281 Kabinet Kerja II (18 Februari 1960-6 Maret 1962), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Kerja II”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-37-kabinet-kerja-ii.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 282 Mohammad Ichsan dilahirkan di Kendal pada tanggal 25 September 1902. Kariernya lebih banyak dihabiskan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh pada sejumlah negara, contohnya Duta Besar untuk Swedia, Norwegia, dan Denmark (1956-1957) dan Duta Besar untuk Thailand, Kamboja, dan Laos (1957-1961). Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 53.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
66
diangkat sebagai sebagai Sekretaris Negara terhitung mulai tanggal 15 Januari 1961 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 42/M Tahun 1961.283 Mohammad Ichsan masih mewarisi masalah ketidakberhasilan penyatuan kedua kantor sehingga penyelenggaraan sistem administrasi pemerintahan pada saat itu masih ditangani Sekretariat Negara dan Kabinet Perdana Menteri. Bahkan, masalah semakin bertambah ketika Abdul Wahab Surjoadiningrat sebagai Direktur Kabinet Perdana Menteri (Prime Minister’s Cabinet Director) merevitalisasi susunan organisasi dan tugas Kabinet Perdana Menteri menjadi Kabinet Menteri Pertama sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961.284 Susunan organisasi Kabinet Menteri Pertama terdiri dari tiga biro, yaitu:285 a.
b.
c.
Biro I (Biro Administrasi dan Organisasi), mengurus soal administrasi, organisasi, kepegawaian, dan anggaran belanja/keuangan.286 Biro ini terdiri dari empat bagian, yaitu Bagian Umum/Pegawai, Keuangan, Arsip/Ekspedisi, dan Rumah Tangga.287 Biro II (Biro Ekonomi dan Keuangan), mengurus soal dalam bidang ekonomi, keuangan negara, dan moneter; perusahaan negara; dan bantuan luar negeri.288 Biro ini terdiri dari enam bagian, yaitu Bagian Ekonomi; Keuangan Negara dan Moneter: Khusus Urusan Perusahaan Negara; Hukum; Bantuan Luar Negeri; dan Tata Usaha Ahli Bantuan Luar Negeri.289 Biro III (Biro Politik dan Keamanan), mengurus soal keadaan politik dan keadaan keamanan dalam dan luar negeri.290 Biro ini terdiri dari empat bagian, yaitu Bagian Koordinasi; Musyawarah Kabinet; Urusan MPR/DPR/DPA/DEPERNAS (Dewan Perancang Nasional); dan Perundang-undangan.291
283
Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 16 Januari 1961. Vide buku Perkembangan Sekretariat Negara Republik Indonesia dalam Himpunan Peraturan Perundangundangan dari Tahun 1945-1988 yang dikoleksi Perpustakaan Sekretariat Negara. 284 Ketentuan Pertama Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961. Keputusan tersebut ditetapkan pada bulan September 1961. 285 Ketentuan Bab I Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961. 286 Bab I Huruf A Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961. 287 Ketentuan Pasal 1-Pasal 4 Bab II Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961. 288 Bab I Huruf B Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961. 289 Ketentuan Pasal 1-Pasal 6 Bab III Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961. 290 Bab I Huruf C Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961. 291 Ketentuan Pasal 1-Pasal 4 Bab IV Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
67
Bagan 2.6. Struktur Organisasi Kabinet Menteri Pertama Presiden
Sekretariat Negara
Biro Administrasi dan Organisasi
Kabinet Menteri Pertama
Biro Ekonomi dan Keuangan
Biro Ekonomi dan Keuangan
Sumber: Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961, diolah.
Setelah Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 12 dan 19 Juni 1962, Presiden Soekarno memutuskan untuk menyatukan lembaga pemerintah tersebut menjadi Sekretariat Negara Gaya Baru, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 tentang Pokok-Pokok Organisasi Aparatur Pemerintahan Negara pada Tingkat Tertinggi.292 Di dalamnya terdapat beberapa pengaturan mengenai susunan organisasi Sekretariat Negara.293 Sekretariat Negara Gaya Baru yang dibentuk pada masa Kabinet Kerja III294 ini bertugas untuk membantu Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia/Perdana Menteri dan Menteri Pertama dalam pekerjaannya sehari-hari dan melakukan pekerjaan kepaniteraan bagi Kabinet dan Musyawarah Pimpinan Negara.295 Susunan organisasi Sekretariat Negara Gaya Baru pada saat itu meliputi:296 a. b. c. d.
Kabinet Presiden; Sekretariat Militer Presiden; Rumah Tangga Presiden; Komando Resimen Cakrabirawa;
292
Bagian Mendengar Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 1962, ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1962. Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 60. 293 Ketentuan Pasal 26-28 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 1962. 294 Kabinet Kerja III (6 Maret 1962-13 November 1963), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Kerja III”, http://www.setkab.go.id/ profil-kabinet-38-kabinet-kerja-iii.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 295 Ketentuan Pasal 26 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 1962. Peraturan presiden ini ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1962. 296 Ketentuan Pasal 28 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 1962.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
68
e. f. g. h. i. j. k.
Ajudan Presiden; Biro Administrasi dan Organisasi (Biro I); Biro Ekonomi dan Keuangan (Biro II); Biro Politik dan Keamanan (Biro III); Biro Kesejahteraan Rakyat (Biro IV); Biro Musyawarah (Biro V); dan Biro Tanda Kehormatan (Biro VI).
Langkah yang dilakukan Presiden Soekarno selanjutnya dalam rangka memperlancar proses integrasi Sekretariat Negara dan Kabinet Menteri Pertama ke dalam Sekretariat Negara Gaya Baru ialah mengangkat Mohammad Ichsan dan Abdul Wahab Surjoadiningrat sebagai Pejabat Sekretaris Negara dengan kedudukan sebagai Menteri.297 Dengan kata lain, keduanya memiliki kedudukan yang sama sebagai (Menteri) Sekretaris Negara. Bagan 2.7. Susunan Organisasi Sekretariat Negara Gaya Baru Kabinet Presiden Sekretariat Militer Presiden Rumah Tangga Presiden Sekretaris Negara pada Sekretariat Negara Sekretariat Negara Gaya Baru
Komando Resimen Cakrabirawa Ajudan Presiden Biro Administrasi dan Organisasi
Sekretaris Negara pada Presidium Kabinet Kerja
Biro Ekonomi dan Keuangan Biro Politik dan Keamanan Biro Kesejahteraan Rakyat Biro Musyawarah Biro Tanda Kehormatan
Sumber: Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 1962, diolah.
297
Perhatikan Bagian Menimbang huruf a Keputusan Presiden Nomor 281 Tahun 1962 yang ditetapkan pada tanggal 23 Agustus 1962.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
69
Peraturan Presiden itu lalu disempurnakan dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1962 tentang Pedoman Kerja Administratif (Peraturan Tata Tertib) Aparatur Pemerintahan Negara pada Tingkat Tertinggi.298 Peraturan Presiden ini memuat peraturan tata tertib dalam musyawarah dan rapat kerja kabinet, rapat kerja menteri, musyawarah pimpinan negara dan memerinci tugas aparatur pemerintahan, termasuk tugas unit organisasi Sekretariat Negara (Pasal 31).299 Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 27 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 1962, maka Menteri Pertama dapat menata organisasi Sekretariat Negara sampai level terbawah.300 Atas dasar itu dibentuk Keputusan Menteri Pertama Nomor 140/M.P./1962 yang menetapkan susunan organisasi Sekretariat Negara sebagai berikut:301 a. b.
Kabinet Presiden terdiri dari Bagian Tata Usaha; Keuangan; Hubungan Umum dan Pers, Upacara; Kesehatan Keluarga Presiden. Sekretaris Militer Presiden terdiri dari Bagian Tata Usaha Militer; Peraturan Menteri; dan Hubungan Militer.
298
Peraturan Presiden ini ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1962. Tugas Kabinet Presiden adalah mengurus surat-surat yang bersifat sipil yang disediakan kepada pribadi Presiden dan segala pekerjaan lain yang tidak termasuk tugas Sekretariat Militer Presiden, Rumah Tangga Presiden, Komando Resimen Cakrabirawa, Ajudan Presiden, atau yang khusus ditugaskan kepadanya oleh Presiden; soal upacara, perjalanan, dan keuangan kepresidenan; soal hubungan antara Presiden dan pers, radio, dan televisi (Press Officer President); dan soal kesehatan pribadi dan keluarga Presiden, keluarga para petugas Sekretariat Negara yang ditentukan oleh Presiden (dokter pribadi Presiden). Tugas Sekretariat Militer Presiden adalah mengurus surat yang bersifat militer dan kepolisian yang disediakan kepada pribadi Presiden dan segala pekerjaan lain yang bersifat militer dan kepolisian yang ditugaskan kepadanya oleh Presiden. Rumah Tangga Presiden mengurusi soal istana, gedung, kendaraan, alat-alat, dan kerumahatanggaan Presiden. Komando Resimen Cakrabirawa (secara administratif termasuk ke dalam Sekretariat Negara) mengurusi soal penjagaan keselamatan pribadi Presiden beserta keluarga dan istana. Ajudan Presiden bertugas untuk mengurus pengawalan pribadi Presiden secara protokoler militer. Biro I bertugas untuk mengurusi soal administrasi, organisasi, dan personalia seluruh aparatur sipil negara, serta soal anggaran pendapatan dan belanja negara bagi semua lembaga negara tertinggi dan badan pemerintahan tertinggi yang ditempatkan di bawah Presiden dan Menteri Pertama. Biro II bertugas mengurus persoalan produksi, distribusi, dan keuangan. Biro III bertugas untuk mengurus persoalan di bidang luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan/keamanan, serta persoalan yang berhubungan dengan peraturan negara. Biro IV bertugas untuk mengurus persoalan di bidang kesejahteraan rakyat. Biro V bertugas untuk mengurus persoalan yang berkaitan dengan permusyawaratan dalam Musyawarah Pimpinan Negara, Kabinet, dan Lembaga Negara Tertinggi lain. Biro VI bertugas untuk mengurus persoalan yang berkaitan dengan penganugerahan bintang, satyalancan, dan tanda jasa/penghargaan. 300 Di dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 dijelaskan bahwa Menteri Pertama ikut serta memimpin dan mengawasi Sekretariat Negara. Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 60. 301 Peraturan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 31 Oktober 1962. Ibid. 299
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
70
c.
d.
e.
f.
g. l. h.
Rumah Tangga Presiden terdiri dari Rumah Tangga Istana (Jakarta, Bogor, Cipanas, dan Tampak Siring); Bagian Bangunan Istana Presiden; Kendaraan Kepresidenan; Rekreasi dan Kesenian; dan Tata Usaha Rumah Tangga Presiden. Biro Administrasi dan Organisasi (Biro I) terdiri dari Bagian Pegawai Sekretariat Negara dan Kepegawaian Umum; Anggaran Lembaga Negara Tertinggi; Pengawasan Keuangan; Perlengkapan; Arsip/Ekspedisi I; dan Arsip/Ekspedisi II. Biro Ekonomi dan Keuangan (Biro II) terdiri dari Bagian Finansial Moneter Anggaran Negara dan Urusan Umum; Produksi; dan Distribusi. Biro Politik dan Keamanan (Biro III) terdiri dari Bagian Luar Negeri; Dalam Negeri; Pertahanan/Keamanan; Perundang-undangan; dan Bagian Khusus (Seksi Penerangan, Penghubung MPR/DPR/DPA/ Bappenas, Front Nasional, dan Penghubung Alim Ulama). Biro Kesejahteraan Rakyat (Biro IV) terdiri dari Bagian Agama; Pendidikan, Kebudayaan, dan Olahraga; serta Sosial dan Kesehatan. Biro Musyawarah (Biro V). Biro Tanda Kehormatan (Biro VI).
Agar penyelenggaraan pemerintahan dan fungsi serta peranan yang dimiliki oleh kedua Sekretaris Negara dapat tertata dan berjalan dengan baik, maka Presiden Soekarno menetapkan Keputusan Presiden Nomor 433/M Tahun 1962.302 Dalam Keputusan Presiden itu ditentukan bahwa:303 a.
b.
c.
Pekerjaan pada Biro Politik dan Keamanan (Biro I), Biro Kesejahteraan Rakyat (Biro IV), dan Biro Tanda Kehormatan (Biro VI) dikoordinasikan oleh Sekretaris Negara Mohammad Ichsan; Pekerjaan pada Biro Administrasi (Biro I), Biro Ekonomi dan Keuangan (Biro II), dan Biro Musyawarah (Biro V) dikoordinasikan oleh Sekretaris Negara Abdul Wahab Surjoadiningrat; dan Pekerjaan Kabinet Presiden, Sekretariat Militer Presiden, dan Rumah Tangga Presiden dikoordinasikan oleh Wakil Sekretaris Negara.
Hingga masa Kabinet Kerja IV, sistem pemerintahan Indonesia masih tetap menggunakan sistem pemerintahan parlementer.304 Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 255 Tahun 1963, Sekretariat Negara pada masa itu dipimpin oleh dua orang, yakni Mohammad Ichsan sebagai Sekretaris Negara (yang memimpin Sekretariat Negara) dan Abdul Wahab Surjoadiningrat sebagai Sekretaris Negara 302
Keputusan Presiden ini ditetapkan pada tanggal 12 September 1962. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 71 dan 72. 304 Kabinet Kerja IV (13 November 1963-27 Agustus 1964), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Kerja IV”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-39-kabinet-kerja-iv.html, diakses pada tanggal 31 Agustus 2012. 303
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
71
pada Presidium Kabinet Kerja.305 Jabatan Sekretaris Negara pada Presidium Kabinet Kerja dibentuk karena pada saat itu belum ada orang atau pejabat yang bertugas untuk membantu tugas presidium.306 Penyebutan kedua jabatan tersebut menjadi rancu satu sama lain karena seharusnya jabatan mencerminkan pekerjaan atau tugas yang dilaksanakan.307 Keputusan Presiden itu akhirnya disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 361/M Tahun 1963.308 Dalam Keputusan Presiden tersebut, nomenklatur jabatan yang dipegang oleh Abdul Wahab Surjoadiningrat berubah menjadi Sekretaris Presidium Kabinet Kerja.309 Praktik
pembentukan
Sekretariat
Presidium
Kabinet
Kerja
dan
pengangkatan Abdul Wahab Surjoadiningrat menunjukkan sinyalemen penolakan Mohammad Ichsan dan Abdul Wahab Surjoadiningrat terhadap agenda penyatuan Sekretariat Negara.310 Keduanya lebih sering terlibat persoalan yang sifatnya pribadi daripada persoalan ideologi sehingga sering terjadi konflik internal yang berujung pada ketidakmampuan Sekretariat Negara dalam memberikan kontribusi yang positif dalam penyelenggaraan pemerintahan.311 Pada tahun 1964-1965, Sekretariat Negara mengalami penambahan tugas dengan dibentuknya Biro Urusan Perusahaan Negara (Biro VII)312 dan Biro
305
Bagian Kedua Keputusan Presiden Nomor 255 Tahun 1963, ditetapkan pada tanggal 13 Desember 1963. 306 Bagian Menimbang Keputusan Presiden Nomor 255 Tahun 1963. Hal ini dapat diartikan bahwa Mohammad Ichsan berperan sebagai secretary of the head of state dan Abdul Wahab Surjoadiningrat berperan sebagai secretary of the head of government. 307 Jabatan merupakan formulasi dari karakteristik pekerjaan sehingga dalam suatu manajemen penataan organisasi diperlukan metode analisis jabatan yang bertujuan bagi penyempurnaan organisasi (Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan). Vide arti jabatan dalam Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar …, op.cit., hlm. 554. 308 Keputusan Presiden itu ditetapkan pada tanggal 27 Desember 1963 namun mempunyai daya surut sampai tanggal 13 Desember 1963. 309 Bagian Kedua Keputusan Presiden Nomor 361/M Tahun 1963. 310 Hal ini disebabkan keduanya sama-sama ingin menunjukkan eksistensi diri dalam memimpin Sekretariat Negara. Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 17. 311 Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 17. 312 Biro ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1964 sehubungan dengan pembentukan Badan Pusat Koordinasi Perusahaan Negara dan Sekretariat Badan Pusat Koordinasi Perusahaan Negara. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 25 Januari 1964.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
72
Khusus Urusan Keamanan, Politik, dan Subversi (Biro VIII) 313. Di tahun 1966, permasalahan antara Mohammad Ichsan dan Abdul Wahab Surjoadiningrat berakhir karena Presiden Soekarno mengganti Abdul Wahab Surjoadiningrat dengan Hugeng Imam Santoso sebagai Sekretaris Presidium Kabinet.314 Tidak lama kemudian, sebagaimana terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 175 Tahun 1966, jabatan Sekretaris Presidium Kabinet yang dipegang Hugeng Imam Santoso dialihkan kepada Sudharmono, sedangkan jabatan Sekretaris Negara masih tetap dipegang Mohammad Ichsan.315
313
Biro ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1965 dalam rangka meningkatkan efisiensi kerja Biro Politik dan Keamanan (Biro III) agar sesuai dengan keadaan zaman itu. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 26 Januari 1965. Untuk melaksanakan tugas tersebut, diangkat Tjoek Soejono Soemodiredjo sebagai Pejabat Kepala. Vide Bagan 8. 314 Hal ini terlihat dalam Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1966 yang menetapkan status para pimpinan lembaga negara tertinggi. Keputusan Presiden ini ditetapkan pada tanggal 27 Maret 1966. Vide Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 17. 315 Selang beberapa bulan setelah penunjukannya sebagai menteri, Hugeng Imam Santoso ditarik kembali ke Departemen Angkatan Kepolisian. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 3 Agustus 1966. Selain Mohammad Ichsan dan Sudharmono masih terdapat dua pejabat lainnya, yaitu St. Munadjat Danusaputro sebagai Sekretaris Presiden Pribadi untuk Hal-Hal Khusus dan Djamin sebagai Wakil Sekretaris Negara merangkap Sekretaris Presiden.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
73
Bagan 2.8. Struktur Organisasi Sekretariat Negara pada Tahun 1964 dan 1965 Kabinet Presiden Sekretariat Militer Presiden Rumah Tangga Presiden Komando Resimen Cakrabirawa Sekretaris Negara pada Sekretariat Negara Sekretariat Negara Gaya Baru
Ajudan Presiden Biro Administrasi dan Organisasi Biro Ekonomi dan Keuangan
Sekretaris Negara pada Presidium Kabinet Kerja
Biro Politik dan Keamanan Biro Kesejahteraan Rakyat Biro Musyawarah Biro Tanda Kehormatan Biro Urusan Perusahaan Negara Biro Khusus Urusan Keamanan, Politik, dan Subversi
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1964 dan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1965, diolah.
Setelah Kabinet Ampera I terbentuk316, susunan organisasi dan pembagian kerja Sekretariat Negara diatur lebih lanjut dalam Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966 tentang Susunan Organisasi dan Pembagian Kerja Sekretariat Negara.317 Sekretariat Negara diberi tugas untuk membantu Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam
316
Kabinet Ampera I (25 Juli 1966-17 Oktober 1967), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Ampera I”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-27-kabinet-ampera-i.html, diakses pada tanggal 10 September 2012. Dalam susunan kabinet ini, Soeharto ditetapkan sebagai Ketua Presidium yang membawahi 5 menteri utama. 317 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 13 September 1966. Pada bagian Mengingat dari Keputusan Presiden itu sudah merujuk pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
74
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara serta Presidium Kabinet dan Kabinet dalam membantu Presiden melaksanakan tugas tersebut.318 Bagan 2.9. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966 Sekretariat Negara
Sekretariat Kepresidenan
Sekretariat Presidium Kabinet
Sekretariat Presiden Pribadi untuk Hal-Hal Khusus
Sekretariat Urusan Militer
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966, diolah.
Berdasarkan bagan diatas, susunan organisasi Sekretariat Negara terdiri dari:319 a.
b.
c. d.
Sekretariat Kepresidenan, dipimpin oleh Sekretaris Kepresidenan bertanggung jawab secara operasional kepada Presiden (Soekarno) dan secara administratif termasuk dalam Sekretariat Negara, serta berada di bawah pimpinan Sekretaris Negara. Sekretariat ini terdiri dari tiga biro, yaitu Kabinet Presiden (Biro I), Biro Rumah Tangga (Biro II), dan Biro Bangunan (Biro III); Sekretariat Presidium Kabinet, dipimpin oleh Sekretaris Presidium dan bertanggung jawab secara operasional kepada Ketua Presidium (Soeharto), terdiri dari lima biro, yaitu Biro Tata Usaha (Biro A), Biro Hukum dan Musyawarah (Biro B), Biro Keuangan (Biro C), Biro Urusan Dalam (Biro D), dan Biro Khusus Hubungan dengan LembagaLembaga (Biro E); Sekretaris Presiden Pribadi untuk Hal-Hal Khusus, bertanggung jawab secara operasional kepada Presiden; dan Sekretariat Urusan Militer, dipimpin oleh Sekretaris Militer dan bertanggung jawab secara operasional kepada Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, serta secara administratif termasuk dalam Sekretariat Negara.
Mohammad Ichsan masih tetap menjabat sebagai Sekretaris Negara ketika terjadi peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Soeharto pada tahun
318
Vide Bagian Pertama Angka 1 Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966. Vide Bagian Kedua Angka 1-Angka 4 Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966. Secara umum, tugas dan fungsi yang diberikan Presiden Soekarno kepada para pimpinan lembaga di lingkungan Sekretariat Negara relatif sama. Dengan demikian, dari tahun 1960 hingga tahun 1966, tugas dan fungsi Sekretariat Negara lebih ditekankan kepada pelayanan kegiatan administrasi perkantoran Presiden. 319
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
75
1967.320 Setelah serah-terima jabatan, Presiden Soeharto segera membentuk Keputusan Presiden untuk menyempurnakan organisasi Sekretariat Negara sesuai dengan kebutuhan dan keadaan Pemerintah pasca-berlakunya TAP MPRS No.XXXIII/MPRS/1967.321 Di dalam Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967 tentang Susunan Organisasi dan Pembagian Kerja Sekretariat Negara, Sekretariat Negara diberi tugas
untuk
membantu
Presiden/Pimpinan
Tertinggi
ABRI
dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara dengan penyelenggaraan administrasi kenegaraan dan pemerintahan dalam arti yang luas. 322 Adapun susunan organisasinya terdiri tiga bagian, yaitu:323 a.
b.
c.
Sekretariat Presidium Kabinet/Sekretariat Kabinet, dipimpin oleh Sekretaris Kabinet yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden/Ketua Presidium Kabinet, serta bertugas untuk menyelenggarakan administrasi pemerintahan dalam arti luas. Sekretariat ini terdiri dari enam biro, yakni Biro Tata Usaha (Biro A), Hukum dan Perundang-undangan (Biro B), Analisa/Pembahasan Masalah (Biro C), Urusan Dalam (Biro D), Keuangan (Biro E), dan Penghubung Lembaga Negara (Biro F). Sekretariat Kepresidenan, dipimpin oleh Sekretaris Kepresidenan atau Ajudan Kepala/Senior dan bertanggung jawab kepada Presiden, serta bertugas untuk menyelenggarakan pelayanan terhadap kegiatan kenegaraan Presiden. Sekretariat ini terdiri dari tiga biro, yakni Biro Urusan Rumah Tangga Kepresidenan (Biro 1), Biro Urusan Protokol (Biro 2), dan Biro Urusan Keamanan Presiden (Biro 3). Sekretariat Militer, dipimpin oleh Sekretaris Militer berpangkat Perwira Tinggi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden/Panglima Tertinggi ABRI, serta bertugas untuk melakukan administrasi negara atau pemerintahan khusus yang berhubungan dengan angkatan bersenjata. Sekretariat ini hanya terdiri dari dua biro,
320
Sebagaimana dinyatakan dalam Bagian Menimbang Huruf C Ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno, peralihan kekuasaan disebabkan adanya laporan tertulis dari Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dalam suratnya No. R-032/’067 tanggal 1 Februari 1967 yang berisikan petunjuk bahwa Presiden Soekarno telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan dan melindungi tokoh G-30-S/PKI. Penyerahan kekuasaan dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 1967 di Istana Merdeka. Tidak sampai sebulan, tepatnya pada tanggal 12 Maret 1967 Presiden Soeharto dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia yang kedua. 321 Ketentuan ini terdapat dalam Bagian Menimbang Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 15 April 1967 dan mencabut Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966. 322 Bagian Pertama Angka (1) Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967. 323 Bagian Kedua sampai dengan Bagian Keempat Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
76
yakni Biro Urusan Administrasi Militer (Biro I) dan Biro Tanda-Tanda Jasa (Biro II). Bagan 2.10. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967 Sekretariat Negara
Sekretariat Presidium Kabinet/Sekretariat Kabinet
Sekretariat Kepresidenan
Sekretariat Militer
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967, diolah.
B.
Masa Orde Baru Pada Masa Orde Baru, penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara
dijalankan oleh Presiden Soeharto (1967-1998) dan dilanjutkan oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie (1998-1999). Selama dua masa pemerintahan itu terjadi enam kali pergantian kepemimpinan Sekretariat Negara, diantaranya Alamsyah Ratu Prawiranegara, Sudharmono, Moerdiono, Saadilah Mursyid, Akbar Tanjung, dan Muladi. 1.
Era Alamsyah Ratu Prawiranegara (1968-1972) Kejatuhan Soekarno dan terpilihnya Soeharto telah membuka sejarah baru
bagi organisasi Sekretariat Negara.324 Setelah selama ± 8 tahun menjabat sebagai Sekretaris Negara, Mohammad Ichsan diberhentikan dengan hormat oleh Presiden Soeharto dan sebagai penggantinya ditunjuk Alamsyah Ratu Prawiranegara.325 Alamsyah Ratu Prawiranegara memimpin Sekretariat Negara hingga akhir masa
324
Setelah dilantik sebagai presiden berdasarkan TAP MPRS Nomor XIV/MPRS/1968, Presiden Soeharto membubarkan Kabinet Ampera II dan membentuk Kabinet Pembangunan I serta mengangkat 23 menteri, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 183 Tahun 1968 yang ditetapkan pada tanggal 6 Juni 1968. Vide Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 18. 325 Alamsyah Ratu Prawiranegara lahir di Lampung, 25 Desember 1925 dan menyelesaikan pendidikan hukumnya di Amerika Serikat. Sebelum bekerja di Sekretariat Negara, kehidupannya lebih banyak diabdikan pada dunia kemiliteran dan karier tertinggi yang pernah diraihnya ialah sebagai Deputi Khusus Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad) dengan pangkat mayor jenderal. Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 86.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
77
Kabinet Pembangunan I.326 Selama itu juga Presiden Soeharto terus melakukan penataan dan penyempurnaan organisasi Sekretariat Negara, salah satunya dengan membentuk Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968 tentang Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Sekretariat Negara.327 Pada masa Alamsyah Ratu Prawiranegara, Sekretariat Negara hanyalah suatu badan pusat yang merupakan wadah administrasi dari lembaga-lembaga pemerintah tingkat pusat yang tidak termasuk salah satu departemen. 328 Tugas pokoknya adalah membantu Presiden, baik sebagai Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan, dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara yang meliputi administrasi kenegaraan dan pemerintahan dalam arti yang luas.329 Kedudukannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.330 Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Negara dibantu tiga sekretariat yang masing-masing dipimpin oleh seorang sekretaris, sebagaimana terlihat dalam susunan organisasi sebagai berikut:331 a.
b.
c.
Sekretariat Kabinet, dipimpin oleh Sekretaris Kabinet yang merangkap sebagai Wakil Sekretaris Negara, bertugas menyelenggarakan pelayanan terhadap kegiatan pemerintahan dari Presiden selaku Kepala Pemerintah, dan terdiri dari enam biro, yaitu Biro Tata Usaha, Analisa dan Perundang-undangan, Kerja Sama Luar Negeri, Hubungan Lembaga-Lembaga Negara, Keuangan, dan Urusan Dalam; Sekretariat Kepresidenan, dipimpin oleh Sekretaris Kepresidenan, bertugas menyelenggarakan pelayanan terhadap kegiatan kenegaraan dari Presiden selaku Kepala Negara, dan terdiri dari empat biro, yaitu Biro Tata Usaha, Rumah Tangga Kepresidenan, Protokol, dan Keamanan Presiden; Sekretariat Militer, dipimpin oleh Sekretaris Militer, bertugas menyelenggarakan administrasi pemerintahan yang khusus melayani
326
Kabinet Pembangunan I (6 Juni 1968-28 Maret 1973), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Pembangunan I”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-29-kabinetpembangunan-i.html, diakses pada tanggal 11 September 2012. 327 Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968 ditetapkan pada tanggal 2 Juli 1968. Dengan dibentuknya Keputusan Presiden tersebut maka Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967 dinyatakan dicabut. 328 Ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968. 329 Ketentuan Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968. 330 Ketentuan Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968. 331 Ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 6-Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968. Selain ketiga sekretaris tersebut, dalam melaksanakan tugasnya Sekretaris Negara masih dibantu oleh beberapa pejabat asisten, seperti Asisten Pribadi Presiden, Juru Bicara Presiden (press officer), Tim Dokter Ahli, dan Tim Penasehat Presidium Kabinet. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 10 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968. Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 97.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
78
Kepala Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi ABRI, dan terdiri dari tiga biro, yaitu Biro Tata Usaha, Tanda-Tanda Jasa/Kehormatan, dan Personalia ABRI.
Selain melaksanakan tugas pokok, Sekretaris Negara juga memiliki dua fungsi utama, yaitu mengoordinir dan mengawasi pekerjaan sehari-hari dari Sekretaris Kabinet, Sekretaris Kepresidenan, dan Sekretaris Militer; dan menyelenggarakan administrasi dari lembaga pemerintah tingkat pusat yang tidak termasuk dalam salah satu departemen dan yang teknis operasional langsung di bawah Presiden.332 Presiden Soeharto juga membentuk Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969 tentang Pengendalian Operasionil Pembangunan Lima Tahun 1969-1973.333 Sekretariat ini dibentuk sebagai bagian dari program pembangunan dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun.334 Sekretariat ini dikendalikan langsung oleh Presiden dan dibantu oleh Menteri Negara Operasionil Pembangunan.335 Sekretariat ini juga dipimpin oleh seorang sekretaris namun kedudukan Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan berada di luar struktur organisasi Sekretariat Negara karena dibentuk melalui peraturan yang berbeda tetapi segala pembiayaannya masih dibebankan pada anggaran Sekretariat Negara.336 Bagan 2.11. Lembaga Pendukung Presiden pada Masa Awal Pemerintahan Presiden Soeharto Presiden Menteri Negara Pengawasan Operasionil Pembangunan (Bina Graha)
Sekretariat Negara
Sekretariat Kabinet
Sekretariat Kepresidenan
Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan
Sekretariat Militer
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968 dan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969, diolah. 332
Ketentuan Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1969. 334 Bagian Menimbang huruf a Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969. 335 Ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969. 336 Ketentuan Pembiayaan dalam Pasal 13 Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969. 333
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
79
Meskipun telah dibantu oleh Menteri Negara Pengawasan Operasionil Pembangunan dan Sekretaris Pengendalian Operasionil Pembangunan, Presiden Soeharto masih memerlukan bantuan dari orang sekitarnya untuk melaksanakan tugas dan amanat yang telah diberikan.337 Kesempatan politik inilah yang diperebutkan oleh Alamsyah Ratu Prawiranegara dan Sekretaris Kabinet yang saat itu dijabat oleh Sudharmono.338 Tetapi karena kapabilitas yang dimiliki Sudharmono dalam memahami hukum dan administrasi, Presiden Soeharto akhirnya
memutuskan
untuk
tidak
mempertahankan
Alamsyah
Ratu
Prawiranegara sebagai Sekretaris Negara.339 2.
Era Sudharmono (1972-1988) Setelah Alamsyah Ratu Prawiranegara diberhentikan dengan hormat sebagai
Sekretaris Negara dan diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Belanda, Presiden Soeharto mengangkat Sudharmono340 sebagai Sekretaris Negara.341 Bagi Sudharmono, menjadi Sekretaris Negara belum cukup karena urusan penyelenggaraan pemerintahan berada di tangan Sekretaris Kabinet.342 Selain itu, dengan menempati posisi sebagai Sekretaris Negara dan
337
Memang dalam melaksanakan kegiatannya Presiden dibantu oleh Menteri Negara Pengawasan Operasionil Pembangunan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969. Namun antara Presiden dan Menteri dibutuhkan perantara yang mampu mengomunikasikan setiap kegiatan. Lagipula, Menteri itu hanya diberi tugas untuk melakukan pengawasan kegiatan operasional pembangunan. 338 Salah satu obsesi Alamsyah Ratu Prawiranegara ketika menjabat sebagai Sekretaris Negara adalah menjadikan Sekretariat Negara sebagai pusat kekuasaan. Beliau kemudian membentuk Sekretariat Urusan Proyek-Proyek Pemerintah (cikal bakal Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan) namun dianggap kurang berhasil oleh Presiden Soeharto sehingga dibentuk Keputusan Presiden tersebut. Vide Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 24. 339 Sudharmono dipilih Presiden Soeharto karena dilatarbelakangi oleh krisis yang dialami yayasan yang dimiliki Presiden Soeharto pada tahun 1967. Kemampuan Sudharmono dalam meyakinkan Ali Wardhana (Menteri Keuangan) untuk memasukkan orangnya ke dalam tim anti korupsi menjadi nilai tambah bagi Presiden Soeharto. Vide Robinson Pangaribuan, ibid. 340 Sudharmono lahir di Gresik, 12 Maret 1967 dan pernah menjadi jaksa tentara tertinggi di Medan (1957-1961), jaksa tentara merangkap perwira staf Penguasa Perang Tertinggi, Sekretaris Kabinet merangkap Sekretaris Dewan Stabilitas Ekonomi (1966-1972), Sekretaris Negara (19721988), terpilih sebagai Ketua Umum Golkar (1983), dan Wakil Presiden yang kelima (1988-1993). Vide Ch. Robin Simanullang, “Biografi Sudharmono-Bangkit Bersama Pak Harto”, http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/280-bangkit-bersama-pak-harto, diakses pada tanggal 11 September 2012. 341 Bagian Menimbang huruf a dan b Keputusan Presiden Nomor 57/M Tahun 1972. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 6 April 1972. 342 Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 31.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
80
Sekretaris Kabinet, Sudharmono dapat dengan mudah menempatkan koleganya pada posisi strategis di lembaga pemerintah.343 Sehari sebelum pelantikannya, Presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan untuk menyempurnakan organisasi Sekretariat Negara yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972 tentang Organisasi Sekretariat Negara yang Disempurnakan.344 Beberapa aturan yang disempurnakan mengenai organisasi Sekretariat Negara di dalam Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972, antara lain:345 a. b.
c.
d.
Sekretaris Negara merangkap sebagai Sekretaris Kabinet;346 Tugas pokok Sekretaris Negara, yaitu:347 1) Membantu Presiden dalam memperlancar pelaksanaan tugasnya yang bersangkutan dengan penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemerintahan yang meliputi administrasi kenegaraan serta pemerintahan dalam arti yang luas; dan 2) Menyelenggarakan pelayanan administrasi dari Lembaga-Lembaga Pemerintah Non-Departemen; Fungsi Sekretaris Negara, antara lain pengoordinasian, pengolahan, penelaahan, perencanaan, penyusunan, pengawasan, penelitian, dan pembinaan di bidang teknis staf dan administrasi Sekretariat Negara;348 dan Susunan organisasi Sekretariat Negara terdiri dari:349 1) Sekretariat Kabinet, dipimpin oleh Sekretaris Kabinet dan dibantu oleh Wakil Sekretaris Kabinet. Sekretariat ini terdiri dari Biro
343
Ibid. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan sehari sebelum pengangkatan Sudharmono sebagai Sekretaris Negara, yaitu pada tanggal 5 April 1972. Berlakunya Keputusan Presiden tersebut mengakibatkan Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968 tidak berlaku lagi (Pasal 14). 345 Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 98. 346 Ketentuan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972. Bandingkan dengan kedudukan Sekretaris Kabinet yang merangkap sebagai Wakil Sekretaris Negara dalam Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968. 347 Ketentuan Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972. Bandingkan dengan tugas Sekretaris Negara dalam Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968. Penyempurnaan tugas dilakukan dengan memasukkan fungsi penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968 menjadi tugas pokok Sekretaris Negara dalam Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972. 348 Ketentuan Pasal 4 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972. Dalam Keputusan Presiden ini fungsi Sekretaris Negara semakin bertambah dibandingkan dengan fungsinya dalam Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968 (hanya fungsi pengoordinasian dan pengawasan). 349 Ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 6 sampai Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972. Dalam Keputusan Presiden ini sebelumnya tidak diatur mengenai jabatan Wakil Sekretaris Kabinet. Selain itu, nomenklatur Sekretariat Kepresidenan diubah menjadi Rumah Tangga Kepresidenan. 344
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
81
2)
3)
Umum, Analisa dan Perundang-undangan, Kerjasama Teknik Luar Negeri, Personil, Keuangan, dan Penghubung. Sekretariat Militer, dipimpin oleh Sekretaris Militer. Sekretrariat ini dan terdiri dari Biro Administrasi Militer, Tanda-Tanda Jasa/Kehormatan, dan Keamanan Presiden; dan Rumah Tangga Kepresidenan, dipimpin oleh Kepala Rumah Tangga Kepresidenan dan terdiri dari Biro Umum, Protokol, dan Rumah Tangga Istana-Istana.
Selain dibantu tiga orang sekretaris, Sekretaris Negara Sudharmono juga dibantu oleh beberapa orang Asisten dalam melaksanakan tugasnya.350 Ismail Saleh ditunjuk sebagai Asisten Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan merangkap Wakil Sekretaris Kabinet; Ali Affandi ditunjuk sebagai Asisten Sekretaris Negara Urusan Umum; Moerdiono ditunjuk sebagai Asisten Sekretaris Negara Urusan Khusus; dan Waskito Reksosudirdjo ditunjuk sebagai Asisten Sekretaris Negara Urusan Pengawasan.351 Keempat Asisten Sekretaris Negara itu bertanggung jawab langsung kepada Sekretaris Negara dalam pelaksanaan tugasnya.352 Pengaturan mengenai tugas Asisten diatur lebih lanjut dalam Keputusan Sekretaris Negara Nomor: Kep.42/Setneg/5/1972 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Asisten-Asisten Sekretaris Negara, Staf Sekretaris Negara, dan Sekretariat Kabinet. 353
350
Ketentuan Pasal 4 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972. Lampiran Keputusan Presiden Nomor 66/M Tahun 1972, ditetapkan pada tanggal 14 April 1972. Dua dari empat orang Asisten Sekretaris Negara (Ismail Saleh dan Moerdiono) adalah kolega Sudharmono ketika memimpin Sekretariat Kabinet. 352 Ketentuan Tata Kerja Asisten Sekretaris Negara dalam Pasal 5 ayat (1) Keputusan Sekretaris Negara Nomor: Kep.42/Setneg/5/1972. 353 Ketentuan Pasal 1 ayat (2) sampai ayat (5) Keputusan Sekretaris Negara Nomor: Kep.42/Setneg/5/1972. Asisten Sekretaris Negara Urusan Umum bertugas membantu Sekretaris Negara dalam melaksanakan tugas yang bersifat umum, yang tidak termasuk tugas dari 3 Asisten Sekretaris Negara yang lainnya (Pasal 1 ayat (2)). Asisten Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan bertugas membantu negara dalam menampung dan membahas masalah yang diajukan oleh Departemen dan Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan dengan penyelenggaraan administrasi pemerintahan; mengadakan hubungan/kerja sama dengan pejabat dari Departemen dan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dalam rangka menghimpun bahan yang diperlukan oleh Sekretaris Negara guna kelancaran pelaksanaan tugas; dan melakukan tugas lainnya yang ditentukan Sekretaris Negara (Pasal 1 ayat (3)). Asisten Sekretaris Negara Urusan Pengawasan bertugas membantu Sekretaris Negara dalam menyelenggarakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan fisik proyek pembangunan yang pembiayaannya bersumber pada Anggaran Bagian III; menampung masalah yang timbul dalam pelaksanaan proyek pembangunan; dan melakukan tugas pengawasan lain yang ditentukan oleh Sekretaris Negara (Pasal 1 ayat (4)). Asisten Sekretaris Negara Urusan Khusus bertugas membantu Sekretaris Negara dalam menyiapkan bahan dan merumuskan hasil dari Sidang/Pertemuan yang dipimpin/dihadiri oleh Presiden dan melaksanakan tugas lain yang ditentukan oleh Sekretaris Negara (Pasal 1 ayat (5)). 351
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
82
Bagan 2.12. Sekretariat Negara pada masa Sudharmono Sekretariat Kabinet Sekretariat Militer Rumah Tangga Kepresidenan
Sekretariat Negara
Asisten Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan/Wakil Sekretaris Kabinet Asisten Sekretaris Negara Urusan Umum Asisten Sekretaris Negara Urusan Pengawasan Asisten Sekretaris Negara Urusan Khusus
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972, diolah.
Setelah masa Kabinet Pembangunan I berakhir, dibentuk Kabinet Pembangunan II dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1973.354 Di dalam Keputusan Presiden tersebut, Sudharmono diangkat sebagai Menteri Negara yang mengoordinir administrasi dan keuangan dari Lembaga Pemerintah NonDepartemen
merangkap
sebagai
Sekretaris
Negara,
dengan
sebutan
Menteri/Sekretaris Negara.355 Susunan unit organisasi Sekretariat Negara pada masa ini bertambah karena berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1973, Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan atau Bina Graha yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969, secara administratif/organisatoris termasuk ke dalam lingkungan Sekretariat Negara.356 Adapun struktur organisasinya masih
354
Kabinet Pembangunan II (28 Maret 1973-29 Maret 1978), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Pembangunan II”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-30-kabinetpembangunan-ii.html, diakses pada tanggal 12 September 2012. 355 Bagian Kedua Angka 22 Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1973. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 28 Maret 1973. 356 Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1973. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 5 Mei 1973.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
83
sederhana karena hanya terdiri dari tiga biro, yakni Biro Umum, Pengumpulan Data dan Laporan, dan Proyek Bantuan Presiden.357 Bagan 2.13. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1973 Sekretariat Kabinet Sekretariat Militer Rumah Tangga Kepresidenan Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan Sekretariat Negara
Asisten Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan/Wakil Sekretaris Kabinet Asisten Sekretaris Negara Urusan Umum Asisten Sekretaris Negara Urusan Pengawasan Asisten Sekretaris Negara Urusan Khusus
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1973, diolah.
Kedudukan dan pertanggungjawaban Sekretaris Pengendalian Operasionil Pembangunan tidak lagi kepada Presiden tetapi kepada Menteri/Sekretaris Negara.358 Tetapi walaupun seperti itu, petunjuk Presiden tetap diperhatikan dalam pelaksanaan tugas, termasuk dalam menyelenggarakan hubungan/kerja sama dengan departemen/instansi dalam rangka mengumpulkan bahan laporan menyangkut pelaksanaan operasionil pembangunan.359 Dengan demikian, di lingkungan Sekretariat Negara sudah ada empat lembaga yang dibentuk, yaitu Sekretariat Kabinet, Sekretariat Militer, Rumah
357
Ketentuan Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1973. Hal ini merupakan konsekuensi pengaturan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1973 yang menjelaskan bahwa tugas Sekretaris Pengendalian Operasionil Pembangunan dikoordinir dan mendapat petunjuk dari Menteri/Sekretaris Negara. 359 Ketentuan Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1973. 358
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
84
Tangga Kepresidenan, dan Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan.360 Namun diantara keempat lembaga itu, tidak ada satu pun yang dibentuk secara khusus untuk memberikan pelayanan administrasi kepada Wakil Presiden. 361 Oleh sebab itu, dibentuklah Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1973 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Administrasi Wakil Presiden Republik Indonesia.362 Di dalam Keputusan Presiden tersebut, penyelenggaraan administrasi bagi Wakil Presiden dilakukan oleh staf yang terdiri dari Sekretaris Wakil Presiden, Asisten Wakil Presiden, dan Kepala Rumah Tangga Istana Wakil Presiden.363 Sekretaris Wakil Presiden dan Asisten Wakil Presiden berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Presiden, tetapi Kepala Rumah Tangga Istana Wakil Presiden bertanggung jawab kepada Wakil Presiden melalui Sekretaris Wakil Presiden.364 Bagan 2.14. Sekretariat Wakil Presiden Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1973 Wakil Presiden Sekretaris Wakil Presiden Asisten Urusan Pemerintahan
Asisten Urusan Kesejahteraan Rakyat
Asisten Urusan Pengawasan Kepala Rumah Tangga Istana Wakil Presiden
Biro Umum
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1973, diolah.
Selanjutnya, Sudharmono melanjutkan program kerjanya dengan melakukan penataan kelembagaan di lingkungan Sekretariat Negara hingga tahun 1976. 360
Sekretaris Kabinet dirangkap oleh Sudharmono, Sekretaris Militer dijabat oleh Sugiri, Kepala Rumah Tangga Kepresidenan dijabat oleh Soesidarto, dan Sekretaris Pengendalian Operasionil Pembangunan dijabat oleh Bardosono. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 118. 361 Hal ini didasari pemikiran bahwa Wakil Presiden memiliki tugas untuk membantu Presiden dalam melaksanakan kewajibannya sebagai penyelenggara pemerintahan sehingga diperlukan suatu sekretaris yang khusus membantu kelancaran pelaksanaan tugas Wakil Presiden. Perhatikan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUD 1945 dan bagian Menimbang Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1973. 362 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 5 Mei 1973. 363 Ketentuan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1973. Keputusan Presiden ini menjadi cikal bakal dibentuknya Sekretariat Wakil Presiden. 364 Perhatikan ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 5 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1973.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
85
Beberapa keputusan Sekretaris Negara dibentuk dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972, diantaranya:365 a.
Keputusan Sekretaris Negara Nomor Kep.008/Setneg/1/1973 tentang Perincian Susunan Organisasi Pembantu-Pembantu Bidang Para Asisten Sekretaris Negara, Sub-Sub Bagian di Sekretariat dan Dokumentasi dan Mass Media Sekretaris Negara dan Sub-Sub Bagian di Lingkungan Sekretariat Kabinet;366
365
Vide buku Perkembangan Sekretariat Negara Republik Indonesia dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan dari Tahun 1945-1988 yang dikoleksi Perpustakaan Sekretariat Negara (nomor buku R351(910) IND p). 366 Keputusan tersebut ditetapkan pada tanggal 30 Januari 1973. Susunan Asisten Sekretaris Negara terdiri dari: (1) Asisten Sekretaris Negara Urusan Umum (dibantu Pembantu Asisten Bidang Penelitian/Pemeriksaan, Pembantu Asisten Bidang Pembayaran, dan Pembantu Asisten Bidang Tata Usaha), (2) Asisten Sekretaris Negara Urusan Administrasi (dibantu Pembantu Asisten Bidang Hukum, Pembantu Asisten Sosial Politik, dan Pembantu Asisten Tata Usaha), (3) Asisten Sekretaris Negara Urusan Pengawasan (dibantu Pembantu Asisten Bidang Pengumpulan Bahan, Pembantu Asisten Bidang Penelitian/Penyajian, dan Pembantu Asisten Bidang Dokumentasi), dan (4) Asisten Sekretaris Negara Urusan Khusus (dibantu Pembantu Asisten Bidang Pengumpulan Bahan, Pembantu Asisten Bidang Penelitian/Penyajian, dan Pembantu Asisten Bidang Dokumentasi). Susunan Sub Bagian di Sekretariat dan Dokumentasi dan Mass Media terdiri dari: (1) Kepala Sekretariat Sekretaris Negara (mempunyai Sub Bagian Pengetikan, Sub Bagian Persuratan, dan Sub Bagian Acara) dan (2) Kepala Dokumentasi dan Mass Media (mempunyai Sub Bagian Dokumentasi, Sub Bagian Mass Media, dan Sub Bagian Tata Usaha). Susunan Sub Bagian di Sekretariat Kabinet terdiri dari (1) Biro Umum terdiri dari Bagian Arsip (mempunyai Sub Bagian Arsip, Sub Bagian Dokumentasi, dan Sub Bagian Perpustakaan), Bagian Redaksi dan Reproduksi (mempunyai Sub Bagian Redaksi dan Sub Bagian Penerbitan dan Reproduksi), Bagian Pembayaran dan Bendaharawan (mempunyai Sub Bagian Tata Usaha Pembayaran dan Pembukuan, Sub Bagian Kas, dan Sub Bagian Perjalanan); (2) Biro Personil terdiri dari Bagian Mutasi Jabatan (mempunyai Sub Bagian Departemen dan Lembaga dan Sub Bagian Badan Khusus), Bagian Kenaikan Pangkat dan Pensiun (mempunyai Sub Bagian Kenaikan Pangkat dan Sub Bagian Pemberhentian/Pensiun), Bagian Pembinaan Intern (mempunyai Sub Bagian Pengangkatan/Pemberhentian/Pensiun, Sub Bagian Kenaikan Pangkat dan Gaji, Sub Bagian dan Pendidikan); (3) Biro Keuangan terdiri dari Bagian Pengawasan (mempunyai Sub Bagian Pengawasan Anggaran Rutin dan Sub Bagian Pengawasan Anggaran Pembangunan), Bagian Anggaran (mempunyai Sub Bagian Anggaran dan Sub Bagian Otorisasi), dan Bagian Pembukuan dan Pemeriksaan (mempunyai Sub Bagian Pembukuan, Sub Bagian Pemeriksaan, dan Sub Bagian Dokumentasi dan Arsip Keuangan); (4) Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri terdiri Bagian Umum (mempunyai Sub Bagian Perjalanan Luar Negeri, Sub Bagian Perjanjian dan PP 19, dan Sub Bagian Tata Usaha), Bagian Antar Negara (mempunyai Sub Bagian Bilateral, Sub Bagian Colombo Plan, Sub Bagian Beasiswa Bilateral, dan Sub Bagian Beasiswa Colombo Plan), Bagian PBB (mempunyai Sub Bagian UNDP, Sub Bagian Regular and Regional Program, dan Sub Bagian Program Khusus PBB), Bagian Swasta dan Kebudayaan (mempunyai Sub Bagian Yayasan Internasional, Sub Bagian Kerjasama Regional, dan Sub Bagian Kerjasama Sosial dan Kebudayaan); dan (5) Biro Analisa dan Perundang-undangan terdiri dari Bagian Ekonomi dan Keuangan (mempunyai Sub Bagian Moneter, Sub Bagian Usaha Negara, dan Sub Bagian Produksi/Distribusi), Bagian Hukum (mempunyai Sub Bagian Naturalisasi, Sub Bagian Grasi, Sub Bagian Ratifikasi, dan Sub Bagian Pembahasan Masalah Hukum), Bagian Organisasi dan Administrasi (mempunyai Sub Bagian Pemerintah Pusat dan Daerah dan Sub Bagian Lembaga Non-Departemen), Bagian Perundang-undangan (mempunyai Sub Bagian Penyiapan Perundangundangan dan Sub Bagian Penelitian Perundang-undangan); (6) Biro Penghubung terdiri dari Bagian Umum (mempunyai Sub Bagian Tata Usaha, Sub Bagian Laporan/Pengolahan, dan Sub Bagian Keanggotaan) dan Bagian Penghubung (mempunyai Sub Bagian Politik dan Hukum, Sub Bagian Eku-Inbang, dan Sub Bagian Sosial dan Pendidikan).
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
86
b.
c.
d.
e.
Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep-046/MSesneg/8/1973 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Rumah Tangga Kepresidenan;367 Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep-064/MSesneg/11/1973 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tugas Para Pembantu Asisten Wakil Presiden, Bagian-Bagian dan Sub-Sub Bagian di Lingkungan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia;368 Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep-26/M-Sesneg/5/1974 tentang Kelengkapan Organisasi, Perincian Tugas dan Tata Kerja Sekretariat Militer;369 Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep-048/MSesneg/8/1974 tentang Kelengkapan Organisasi, Perincian Tugas dan Tata Kerja Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan Bina Graha; 370dan
367
Keputusan tersebut ditetapkan pada tanggal 8 Agustus 1973. Susunan Rumah Tangga Kepresidenan terdiri dari: (1) Biro Umum terdiri dari Bagian Urusan Dalam (Sub Bagian Tata Usaha, Sub Bagian Administrasi Kepegawaian, dan Sub Bagian Kesejahteraan), Bagian Peralatan dan Pemeliharaan (Sub Bagian Perlengkapan, Sub Bagian Bangunan, dan Sub Bagian Kendaraan), Bagian Keuangan (Sub Bagian Anggaran, Sub Bagian Pembayaran, Sub Bagian Pembukuan); (2) Biro Protokol terdiri dari Bagian Acara (Sub Bagian Upacara dan Sub Bagian Undangan) dan Bagian Perjalanan (Sub Bagian Logistik Perjalanan dan Sub Bagian Administrasi Perjalanan); (3) Rumah Tangga Istana-Istana terdiri dari Bagian Administrasi (Sub Bagian Administrasi Keuangan dan Kepegawaian, dan Sub Bagian Administrasi Perlengkapan), Istana Jakarta, Istana Bogor dan Cipanas, Istana Yogyakarta, dan Istana Tampak Siring (setiap istana terdiri dari Unit Peralatan dan Unit Pemeliharaan). 368 Keputusan tersebut ditetapkan pada tanggal 28 November 1973. Susunan organisasi Para Pembantu Asisten Wakil Presiden terdiri dari: (1) Asisten Wakil Presiden Urusan Pemerintahan terdiri dari Pembantu Asisten Urusan Pemerintahan Bidang Ekonomi dan Pembantu Asisten Urusan Pemerintahan Bidang Politik, (2) Asisten Wakil Presiden Urusan Kesejahteraan Rakyat terdiri dari Pembantu Asisten Urusan Kesejahteraan Bidang Khusus dan Pembantu Asisten Urusan Pemerintahan Bidang Umum, dan (3) Asisten Wakil Presiden Urusan Pengawasan terdiri dari Pembantu Asisten Urusan Pengawasan Bidang Ekonomi dan Keuangan dan Pembantu Asisten Urusan Pemerintahan Bidang Umum. Susunan Biro Umum Sekretariat Wakil Presiden terdiri dari (1) Bagian Tata Usaha (Sub Bagian Persuratan, Agenda, Arsip, dan Ekspedisi dan Sub Bagian Bagian Kepegawaian dan Kesejahteraan) dan (2) Bagian Keuangan (Sub Bagian Anggaran dan Sub Bagian Pembayaran). Susunan organisasi Rumah Tangga Istana Wakil Presiden terdiri dari (1) Bagian Urusan Dalam (Sub Bagian Pengadaan dan Sub Bagian Pemeliharaan) dan (2) Bagian Protokol (Sub Bagian Acara dan Sub Bagian Perjalanan). 369 Keputusan tersebut ditetapkan pada tanggal 18 Mei 1974. Susunan organisasi Sekretariat Militer terdiri dari: (1) Biro Administrasi Militer terdiri dari Bagian Administrasi Umum (Sub Bagian Sekretariat dan Sub Bagian Keuangan) dan Bagian Administrasi Pembinaan (Sub Bagian Registrasi/Kartotik dan Sub Bagian Kepangkatan dan Penyiapan Keputusan); (2) Biro Tanda Jasa/Kehormatan terdiri dari Bagian Administrasi Penganugerahan (Sub Bagian Tata Usaha dan Sub Bagian Arsip dan Registrasi), Bagian Penelitian dan Penyiapan Keputusan (Sub Bagian Penelitian/Reglementering dan Sub Bagian Penyiapan Keputusan), Bagian Dokumentasi dan Sejarah (Sub Bagian Dokumentasi dan Sub Bagian Sejarah); (3) Biro Keamanan Presiden terdiri dari Bagian Evaluasi (Sub Bagian Penelitian dan Laporan dan Sub Bagian Pengumpulan Data dan Informasi), Bagian Operasi (Sub Bagian Penghubung dan Sub Bagian Pengawasan), dan Bagian Dokumentasi/Filing. 370 Keputusan tersebut ditetapkan pada tanggal 23 Agustus 1974. Susunan organisasinya terdiri dari: (1) Biro Umum terdiri dari Bagian Sekretariat (Sub Bagian Agenda dan Arsip, Sub Bagian Reproduksi, dan Sub Bagian Perpustakaan dan Dokumentasi), Urusan Dalam (Sub Bagian Audiovisual, Sub Bagian Keamanan dan Protokol, Sub Bagian Juru Bayar dan Kepegawaian, dan Sub Bagian Pemeliharaan/Perawatan), Ruang Peragaan/Operation Room (Sub Bagian Perencanaan
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
87
f.
Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep-10/M-Sesneg/3/1976 tentang Perubahan dan Penambahan Keputusan Sekretaris Negara Republik Indonesia Nomor Kep.42/Setneg/5/1972 dan Nomor Kep.008/Setneg/1/1973.
Di era Sudharmono, Presiden Soeharto juga membentuk Inspektur Jenderal Proyek-Proyek Pembangunan (Irjenbang) dengan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1974 untuk menyelenggarakan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek pembangunan, yang meliputi proyek dalam rangka program sektoral, proyek Inpres, proyek bantuan desa, maupun proyek daerah, dengan cara melakukan penelitian dan peninjauan proyek dan melaporkan hasilnya kepada Presiden dan Wakil Presiden.371 Dalam melaksanakan tugasnya itu, Inspektur Jenderal ProyekProyek Pembangunan mendapat perintah dan petunjuk dari Presiden dan/atau Wakil Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden, namun pengurusan administrasinya
dilakukan
oleh
Sekretariat
Pengendalian
Operasionil
Pembangunan/Bina Graha (Sekretariat Negara).372 Pemberian fungsi administrasi itu menyebabkan Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan mempunyai posisi yang semakin penting bagi Presiden Soeharto karena dalam praktiknya lembaga ini diperankan sebagai alat untuk menjalin hubungan langsung dengan orang-orang penting (dalam arti bisnis) tanpa melalui jalur birokrasi.373 Menurut Sudharmono, hal semacam ini penting untuk membangun pusat kekuasaan di Sekretariat Negara yang menjadi obsesinya.374 Secara formal, Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan/Bina Graha berada di bawah yurisdiksi Sekretariat Negara. Akan tetapi, dalam praktiknya sehari-hari Sekretaris Pengendalian Operasionil Pembangunan dapat berhubungan langsung dengan Presiden tanpa sepengetahuan Menteri/Sekretaris
dan Sub Bagian Pengolahan); (2) Biro Pengumpulan Data dan Laporan terdiri Bagian Pengumpulan (Sub Bagian Umum, Sub Bagian Ekonomi, dan Sub Bagian Kesejahteraan Rakyat) dan Bagian Laporan (Sub Bagian Umum, Sub Bagian Ekonomi, dan Sub Bagian Kesejahteraan Rakyat); (3) Biro Proyek Bantuan Presiden terdiri dari Bagian Penelitian (Sub Bagian Proyek Spirituil dan Sub Bagian Proyek Non Spirituil), Bagian Administrasi dan Dokumentasi (Sub Bagian Dokumentasi dan Sub Bagian Laporan), Bagian Pengawasan (Sub Bagian Pengawasan Fisik dan Sub Bagian Pengawasan Administrasi Keuangan). 371 Perhatikan ketentuan Pertama dan Kedua Angka 1 dan 2 Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1974. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 22 April 1974. 372 Ketentuan Kedua Angka 3 dan 4 dan Ketiga Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1974. 373 Vide Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 31. 374 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
88
Negara karena sistem pertanggungjawaban langsung yang dimilikinya.375 Hal inilah yang menyebabkan Sudharmono tidak sepenuhnya dapat mengontrol Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan/Bina Graha, bahkan justru berseteru dengan Bardosono, Sekretaris Pengendalian Operasionil Pembangunan saat itu.376 Berikutnya, pada masa Kabinet Pembangunan III377, organisasi Sekretariat Negara disempurnakan kembali agar lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan perkembangan keadaan pemerintahan negara. Atas dasar pertimbangan itu dibentuk Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara.378 Sekretariat Negara pada saat itu merupakan suatu wadah administrasi dari Lembaga-Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat yang tidak termasuk salah satu Departemen.379 Sekretaris Negara tidak lagi merangkap sebagai Sekretaris Kabinet, bahkan tugasnya ditambah, tidak hanya memberikan pelayanan administrasi tetapi juga mengoordinasikan pelayanan keuangan dari Lembaga Pemerintah Non Departemen, menteri negara yang tidak memimpin departemen, dan lembaga lain.380 Pelayanan administrasi dimaksud berkaitan dengan kegiatan administrasi pemerintahan yang berhubungan dengan pembentukan maupun perubahan organisasi dan penghapusan kekayaan negara karena adanya kekayaan negara yang dikelola Lembaga Pemerintah Non Departemen.381 Sementara, pelayanan
375
Perhatikan ketentuan Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969. Vide Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 33. 377 Kabinet Pembangunan III (29 Maret 1978-19 Maret 1983), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Pembangunan III”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-31-kabinetpembangunan-iii.html, diakses pada tanggal 13 September 2012. 378 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 3 Mei 1978. 379 Ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. 380 Perhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Angka 2 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. 381 Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 123 dan 124. Terdapat 24 Lembaga Pemerintah Non Departemen yang dikoordinasikan Sekretariat Negara hingga tahun 1999, antara lain: Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Pusat Statistik (BPS), Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG), Badan Urusan Logistik (BULOG), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Arisp Nasional Republik Indonesia (ANRI), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dewan 376
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
89
keuangan berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan anggaran belanja negara oleh Lembaga Pemerintah Non Departemen.382 Adapun susunan organisasi Sekretariat Negara dalam Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 terdiri dari:383 a.
b.
c.
d.
e.
Sekretariat Kabinet, dipimpin oleh Sekretaris Kabinet, bertanggung jawab kepada Presiden, dan terdiri dari Biro Umum; Hukum dan Perundang-undangan; Kerjasama Teknik Luar Negeri; Personil; dan Keuangan;384 Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan, dipimpin oleh Sekretaris Pengendalian Operasionil Pembangunan, bertanggung jawab kepada Presiden, dan terdiri dari Biro Umum; Pengumpulan Data dan Laporan; dan Proyek Bantuan Presiden;385 Sekretariat Militer, dipimpin oleh Sekretaris Militer, bertanggung jawab kepada Presiden, dan terdiri dari Biro Administrasi Militer; Tanda Jasa/Kehormatan, dan Keamanan Presiden;386 Rumah Tangga Kepresidenan, dipimpin oleh Kepala Rumah Tangga Kepresidenan, bertanggung jawab kepada Presiden, dan terdiri dari Biro Umum; Protokol; dan Rumah Tangga Istana-Istana;387 dan Staf Sekretaris Negara, terdiri dari Sekretaris Sekretaris Negara dan beberapa orang Asisten Sekretaris Negara dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Negara.388
Ketahanan Nasional (WANTANNAS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara (BPKB), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Badan Pengelola Badan Usaha Milik Negara (BP-BUMN), dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). 382 Ibid. 383 Ketentuan Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. 384 Ketentuan Pasal 6 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. 385 Ketentuan Pasal 7 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. 386 Ketentuan Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. 387 Ketentuan Pasal 9 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. 388 Ketentuan Pasal 10 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
90
Bagan 2.15. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 Sekretariat Kabinet
Sekretariat Negara
Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan Sekretariat Militer Rumah Tangga Kepresidenan Staf Sekretaris Negara Sekretaris Sekretaris Negara Asisten Sekretaris Negara Urusan Umum Asisten Sekretaris Negara Urusan Khusus Asisten Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan dan Administrasi Lembaga Pemerintah Non Departemen Asisten Sekretaris Negara Urusan Hubungan dengan Lembaga Tertinggi/Lembaga Tinggi Negara Asisten Sekretaris Negara Urusan Pengawasan Asisten Sekretaris Negara Urusan Dokumentasi dan Mass Media
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978, diolah.
Sudharmono, yang pada masa Kabinet Pembangunan III389 ditunjuk kembali sebagai Menteri/Sekretaris Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 59/M Tahun 1978, terus melakukan penataan struktur susunan organisasi, tugas, fungsi, dan tata kerja unit kerja di lingkungan Sekretariat Negara, contohnya melalui Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep.39/M-Sesneg/10/1978 tentang 389
Kabinet Pembangunan III (29 Maret 1978-19 Maret 1983), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Pembangunan III”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-31-kabinetpembangunan-iii.html, diakses pada tanggal 13 September 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
91
Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Staf Menteri/Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 28 Tahun 1986.390 Dalam catatan sejarah, dari tahun 1980 hingga tahun 1987 Sekretariat Negara memiliki peranan yang dominan dalam pengendalian barang/peralatan Pemerintah melalui Tim Pengendali Pengadaan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1980, dimana tim tersebut diketuai oleh Menteri/Sekretaris Negara.391 Apalagi di dalam Keputusan Presiden tersebut, pembiayaan untuk kelancaran tugas Tim Pengendali Pengadaan dibebankan pada anggaran Sekretariat Negara.392 Guna menghadapi perkembangan atas pembentukan tim tersebut, susunan organisasi Sekretariat Negara disempurnakan. Penyempurnaan dilakukan dengan menambah Biro Pengadaan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun
390
Beberapa keputusan yang pernah dikeluarkannya, antara lain: (i) Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep.39/M-Sesneg/10/1978 tentang Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Staf Menteri/Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet (ditetapkan tanggal 12 Oktober 1978); (ii) Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 36 Tahun 1979 tentang Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Staf Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan, Sekretariat Militer, Rumah Tangga Kepresidenan, dan Staf Wakil Presiden (7 Agustus 1979); (iii) Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 33 Tahun 1980 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep.39/M-Sesneg/10/1978 tentang Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Staf Menteri/Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet (27 September 1980); (iv) Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 62 Tahun 1983 tentang Perubahan Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep.39/M-Sesneg/10/1978 (22 Desember 1983); (v) Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 55 Tahun 1984 tentang Perubahan Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep.39/M-Sesneg/10/1978 Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 62 Tahun 1983 (3 Desember 1984); (vi) Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 55 Tahun 1985 tentang Perubahan Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep.39/M-Sesneg/10/1978 Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 55 Tahun 1984 (6 September 1985); (vii) Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 28 Tahun 1986 tentang Perubahan Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor Kep.39/MSesneg/10/1978 tentang Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Staf Menteri/Sekretaris Negara dan Sekretariat Kabinet, Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Keputusan Menteri/Sekretaris Negara Nomor 55 Tahun 1985 (23 Juli 1986). 391 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 23 Januari 1980. Selain diketuai Menteri/Sekretaris Negara, di dalam Tim Pengendali Pengadaan juga terdapat Asisten Menteri/Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan dan Administrasi Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagai Anggota dan Sekretaris Menteri/Sekretaris Negara sebagai Sekretaris Tim. Latar belakang dibentuknya Tim Pengendali Pengadaan atau Tim Keppres 10 karena menjelang akhir tahun 1979-1980 dana Sisa Anggaran Pembangunan masih tersisa banyak akibat terjadi kenaikan harga minyak dunia yang menyebabkan penghasilan negara meningkat (terjadi percepatan pelaksanaan Crash Program). Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 134. 392 Ketentuan Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1980.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
92
1980 tentang Penyempurnaan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara.393 Selanjutnya, organisasi Sekretariat Negara kembali disempurnakan dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981 tentang Penyempurnaan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Diubah dan Ditambah dengan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1980.394 Di dalam Keputusan Presiden tersebut, organisasi Sekretariat Negara disempurnakan dengan menambahkan Staf Ahli sebagai salah satu unsur Staf Sekretaris Negara, paling banyak lima orang.395 Berikutnya, pada masa Kabinet Pembangunan IV396, untuk yang terakhir kalinya Sudharmono memimpin Sekretariat Negara.397 Di dalam susunan kabinet tersebut ditetapkan pengangkatan beberapa menteri muda, salah satu diantaranya Menteri Muda Sekretaris Kabinet yang dijabat oleh Moerdiono.398 Menteri
Muda
adalah
menteri
negara
pembantu
Presiden
yang
diperbantukan kepada menteri negara lainnya dengan tugas pokok mengikuti dan melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan dan program di bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara yang mendesak dan perlu ditangani secara lebih intensif.399 Dengan kata lain, seiring dengan meningkatnya tugas 393
Dalam ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1980 yang mengubah ketentuan Pasal 11 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978, dijelaskan bahwa Biro Pengadaan bertugas membantu Sekretaris Sekretaris Negara dalam menyelenggarakan pelayanan administrasi pengadaan kendaraan bermotor dan barang-barang lainnya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku pengadaannya dilakukan secara terpusat oleh Sekretariat Negara di bawah koordinasi Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah. 394 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 22 April 1981. 395 Ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981. Selain itu, terdapat beberapa pasal yang ditambah terkait dengan adanya ketentuan mengenai Staf Ahli tersebut, seperti menyisipkan Pasal 12A, menambah ketentuan Pasal 13 dan Pasal 16 ayat (4) pada Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. Dalam Keputusan Presiden tersebut, dijelaskan mengenai tugas Staf Ahli membantu Sekretaris Negara dengan memberikan pemikiran atau nasehat teknis mengenai masalah tertentu, bertanggung jawab kepada Sekretaris Negara, dan syarat jabatan eselon II.a. setinggi-tingginya I.b. 396 Kabinet Pembangunan IV (29 Maret 1983-19 Maret 1988). Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Pembangunan IV”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-32-kabinetpembangunan-iv.html, diakses pada tanggal 13 September 2012. 397 Sudharmono kembali diangkat sebagai Sekretaris Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 45/M Tahun 1983 tanggal 16 Maret 1983. 398 Dari 40 menteri yang diangkat dalam susunan Kabinet Pembangunan IV, tiga diantaranya adalah menteri koordinator, 21 menteri departemen, tujuh menteri negara, satu sekretaris, lima menteri muda, dan tiga pejabat setingkat menteri. 399 Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 146.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
93
Menteri/Sekretaris Negara, Menteri Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono diangkat untuk membantu Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono dalam mengikuti dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan kegiatan Presiden di bidang pemerintahan negara.400 Secara keseluruhan, susunan organisasi Sekretariat Negara saat itu masih sama dengan susunan organisasi dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981 tentang Penyempurnaan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Diubah dan Ditambah dengan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1980. Hanya saja susunannya sedikit berubah ketika dibentuk Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1983 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1980 dan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981, yang menambahkan unsur Wakil Sekretaris Kabinet dalam struktur organisasi Sekretariat Kabinet.401 Menjelang berakhirnya masa Kabinet Pembangunan IV pada tahun 1988, Sudharmono dipilih menjadi Wakil Presiden atas prestasinya yang luar biasa selama menjabat sebagai Menteri/Sekretaris Negara.402 Jabatan Menteri/Sekretaris Negara dilanjutkan oleh koleganya, Moerdiono, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Muda Sekretaris Kabinet. 3.
Era Moerdiono (1988-1998) Setelah Sudharmono menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang
Kelima, Moerdiono diangkat menjadi Menteri Negara/Sekretaris Negara 400
Ibid. Tugas Menteri/Sekretaris Negara semakin bertambah karena ditunjuk sebagai Ketua Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1984 dan Ketua Badan Pengelola Komplek Kemayoran berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1985. 401 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 23 Maret 1983. Dalam Keputusan Presiden tersebut, diatur mengenai perubahan Pasal 6 dan Pasal 16 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981. Wakil Sekretaris Kabinet diberi tugas untuk membantu Sekretaris Negara dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Kabinet. Selain itu, juga diatur bahwa jabatan Wakil Sekretaris Kabinet merupakan jabatan eselon I B dan setinggitingginya I A. 402 Sudharmono menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia yang Kelima dari tahun 1988-1993. Sudharmono wafat pada tanggal 25 Januari 2006 dalam usianya yang ke-78 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
94
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 64/M Tahun 1988 dan jabatan yang ditinggalkannya (Menteri Muda Sekretaris Kabinet) dilanjutkan oleh Saadilah Mursyid.403 Moerdiono dipercaya Presiden Soeharto memimpin Sekretariat Negara selama sepuluh tahun terhitung sejak masa Kabinet Pembangunan V hingga masa Kabinet Pembangunan VI. Berbeda dengan kepemimpinan Sudharmono, di bawah kepemimpinan Moerdiono fungsi utama Sekretariat Negara dikembalikan sebagai pemberi dukungan administratif kepada Presiden.404 Pada masa Kabinet Pembangunan V405, pria kelahiran Banyuwangi pada tanggal 19 Agustus 1934 ini menghapus Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1988 tentang Pencabutan Beberapa Ketentuan mengenai Barang dan Jasa, karena pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan sejak tahun 1980 telah berhasil memantapkan tata cara pengadaan barang dan jasa secara lebih berhasil guna dan berdaya guna.406 Pelaksanaan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang semula dilaksanakan secara terpusat oleh Sekretariat Negara dialihkan kepada masing-masing instansi yang membutuhkannya.407 Beberapa bagian yang berperan penting bagi penerimaan Sekretariat Negara dihilangkan dan pegawai yang terlibat dalam penetapan harga barang dipindahkan ke Sekretariat Wakil Presiden (saat itu di luar struktur Sekretariat Negara), lalu diganti dengan pegawai yang lebih muda dan tidak memiliki latar belakang partai politik.408 Susunan organisasi Sekretariat Negara ketika itu masih menggunakan susunan organisasi sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1983 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 403
Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 21 Maret 1988. Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 76. 405 Kabinet Pembangunan V (23 Maret 1988-17 Maret 1993). Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Pembangunan V”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-33-kabinetpembangunan-v.html, diakses pada tanggal 14 September 2012. 406 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 28 Maret 1988. 407 Perhatikan ketentuan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1988. 408 Keberanian Moerdiono ini menyebabkan Sekretariat Negara tidak memiliki pengaruh lagi dalam hal ekonomi dan politik. Menurunnya pengaruh Sekretariat Negara ini, menurut Robinson, mengakibatkan kalangan pengusaha/teknokrat mampu menekan kebijakan tanpa menemui kendala yang signifikan dan menjadi suatu tanda pertumbuhan bisnis para pengusaha Cina. Robinson Pangaribuan, op.cit., hlm. 77-79. 404
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
95
tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1980 dan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981. Bagan 2.16. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1983 Sekretariat Kabinet & Wakil Sekretaris Kabinet
Sekretariat Negara
Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan Sekretariat Militer Rumah Tangga Kepresidenan Staf Sekretaris Negara Sekretaris Sekretaris Negara Asisten Sekretaris Negara Urusan Umum Asisten Sekretaris Negara Urusan Khusus Asisten Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan dan Administrasi Lembaga Pemerintah Non Departemen Asisten Sekretaris Negara Urusan Hubungan dengan Lembaga Tertinggi/Lembaga Tinggi Negara Asisten Sekretaris Negara Urusan Pengawasan Asisten Sekretaris Negara Urusan Dokumentasi dan Mass Media Asisten Sekretaris Negara Urusan Luar Negeri Staf Ahli (paling banyak lima orang)
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981, diolah.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
96
Namun karena pada saat itu Indonesia mendapat kehormatan sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Non-Blok ke-10, Moerdiono sedikit mengubah susunan organisasi Sekretariat Negara dengan menambah satu Asisten Sekretaris Negara, yaitu Asisten Sekretaris Negara Urusan Luar Negeri, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1991 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Tiga Kali Diubah, Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1983 (perhatikan Bagan 2.16.).409 Selanjutnya, pada masa Kabinet Pembangunan VI yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993, posisi jabatan Moerdiono dan Saadilah Mursyid disetarakan sebagai Menteri Negara Sekretaris Negara dan Menteri Negara Sekretaris Kabinet.410 Ketika itu, susunan organisasi Sekretariat Negara, khususnya di bidang pelayanan ketatausahaan, disempurnakan kembali dengan menambah Biro Umum di bawah struktur Sekretaris Sekretariat Negara, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1996 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Empat Kali Diubah, Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1991.411 4.
Era Saadilah Mursyid (1998) Setelah masa jabatan Moerdiono berakhir, Sekretariat Negara dipimpin oleh
Saadilah Mursyid yang diangkat sebagai Menteri Sekretaris Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 62/M Tahun 1998.412 Pria asal Kalimantan Selatan 409
Dengan demikian, susunan Asisten Sekretaris Negara menjadi tujuh orang, yaitu Asisten Sekretaris Negara Urusan Umum, Asisten Sekretaris Negara Urusan Khusus, Asisten Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan dan Administrasi Lembaga Pemerintah Non Departemen, Asisten Sekretaris Negara Urusan Hubungan dengan Lembaga Tertinggi/Lembaga Tinggi Negara, Asisten Sekretaris Negara Urusan Pengawasan, Asisten Sekretaris Negara Urusan Dokumentasi dan Pengawasan, dan Asisten Sekretaris Negara Urusan Luar Negeri. Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 152. 410 Kabinet Pembangunan VI (17 Maret 1993-16 Maret 1998). Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 17 Maret 1993. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Pembangunan VI” http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-34-kabinet-pembangunan-vi.html, diakses pada tanggal 14 September 2012. 411 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 11 November 1996. Dengan demikian, struktur Sekretaris Sekretariat Negara terdiri dari Biro Tata Usaha, Biro Umum, dan 3 orang Pembantu Sekretaris. 412 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 14 Maret 1998.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
97
yang lahir pada tanggal 7 September 1967 itu, hanya memimpin Sekretariat Negara pada Kabinet Pembangunan VII selama ± 2 bulan.413 Pengorganisasian Sekretariat Negara pada saat itu diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Susunan Organisasi Sekretariat Negara.414 Di dalam Keputusan Presiden tersebut, Sekretariat Negara adalah lembaga pemerintah yang bertugas memberi dukungan staf dan administrasi sehari-hari kepada Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara dan kepada Wakil Presiden.415 Ketika itu, susunan organisasi Sekretariat Negara terdiri dari: 416 a.
b. c.
d.
e.
Sekretariat Kabinet, dipimpin oleh Sekretaris Kabinet dan terdiri dari biro: Hukum dan Perundang-undangan; Sosial dan Pemerintahan; Monter dan Jasa; Ekonomi dan Perdagangan; Administrasi Kepegawaian; dan Kerjasama Teknik Luar Negeri; Sekretariat Militer, dipimpin oleh Sekretaris Militer dan terdiri dari biro: Administrasi Militer; Tanda Jasa/Kehormatan; dan Pengamanan; Sekretariat Pengendalian Operasional Pembangunan, dipimpin oleh Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan dan terdiri dari biro: Pengumpulan dan Pengolahan Data; Proyek Bantuan Presiden; dan Umum; Rumah Tangga Kepresidenan, dipimpin oleh Kepala Rumah Tangga Kepresidenan dan terdiri dari biro: Protokol; Dokumentasi dan Media Massa; Umum; dan Rumah Tangga Istana-Istana; Sekretariat Wakil Presiden, pengaturannya diatur dalam keputusan presiden tersendiri;417 dan
413
Kabinet Pembangunan VII (14 Maret 1998-21 Mei 1998), Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Pembangunan VII”, http://www.setkab.go.id/profil-kabinet-35-kabinetpembangunan-vii.html, diakses pada tanggal 17 September 2012. Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 153. 414 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 13 April 1998. Dengan berlakunya Keputusan Presiden tersebut, maka Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1996 dinyatakan tidak berlaku lagi. 415 Ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998. Bandingkan dengan definisi organisasi Sekretariat Negara dalam Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. 416 Ketentuan Pasal 4 hingga Pasal 12 Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998. Bandingkan dengan ketentuan Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978. 417 Pengaturan ditetapkan pada tanggal 13 April 1998 dalam Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1998 tentang Tugas dan Susunan Organisasi Sekretariat Wakil Presiden dan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Administrasi Wakil Presiden dinyatakan tidak berlaku. Dalam ketentuan Pasal 2 hingga Pasal 6, dijelaskan bahwa susunan organisasi Sekretariat Wakil Presiden terdiri dari: (i) Sekretaris Wakil Presiden, yang membawahkan Biro Umum dan Rumah Tangga Wakil Presiden serta sebanyak-banyaknya tiga orang Pembantu Seswapres; (ii) Asisten Wakil Presiden, terdiri dari Asisten Bidang Politik dan Keamanan; Asisten Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri; Asisten Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara; Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
98
f.
Staf, yang terdiri dari Sekretariat, Asisten, dan Staf Ahli.418 Bagan 2.17. Sekretariat Negara Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998 Sekretariat Kabinet Sekretariat Militer Sekretariat Negara
Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan Rumah Tangga Kepresidenan Sekretariat Wakil Presiden Staf Sekretaris Negara Sekretariat: Biro Umum, Biro Anggaran, Biro Tata Usaha, Pembantu Sekretaris, Unit Keamanan Dalam, dan Unit Kesehatan Asisten: Asisten Urusan Khusus, Asisten Urusan Dana Bantuan Presiden, Asisten Urusan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Asisten Urusan Penghubung, Asisten Urusan Pengawasan, dan Asisten Urusan Luar Negeri Staf Ahli dan Biro-Biro
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998, diolah.
Seluruh pimpinan unit organisasi di lingkungan Sekretariat Negara ditugaskan untuk membantu Sekretaris Negara. Kedudukan Sekretaris Negara Pengentasan Kemiskinan; Asisten Bidang Globalisasi; Asisten Bidang Penyerasian Industri; dan Asisten Bidang Pembinaan Persatuan dan Kesatuan Bangsa; dan (iii) Staf Ahli Wakil Presiden, terdiri dari Staf Ahli Bidang Pembangunan Natuna dan Barelang; Staf Ahli Bidang Pengembangan Luar Jawa dan Bali; Staf Ahli Bidang Kemaritiman; Staf Ahli Bidang Pertahanan Keamanan; Staf Ahli Bidang Ekonomi; dan Staf Ahli Bidang Kebudayaan. 418 Diatur dalam ketentuan Pasal 10 hingga Pasal 12 Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998. Sekretariat yang dipimpin Sekretaris, terdiri dari: Biro Umum, Biro Anggaran, Biro Tata Usaha, sebanyak-banyaknya tiga Pembantu Sekretaris, Unit Keamanan Dalam, dan Unit Kesehatan. Asisten terdiri dari: Asisten Urusan Khusus, Asisten Urusan Dana Bantuan Presiden, Asisten Urusan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Asisten Urusan Penghubung, Asisten Urusan Pengawasan, dan Asisten Urusan Luar Negeri.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
99
sangat superior karena kepadanya diberi kewenangan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas atau kegiatan seluruh satuan kerja di lingkungan Sekretariat Negara, termasuk apabila ada petunjuk atau penugasan yang diterima langsung dari Presiden atau Wakil Presiden.419 Masa kepemimpinan Saadilah Mursyid seyogyanya berlangsung selama lima tahun tetapi karena terjadi desakan reformasi yang ditandai dengan suasana chaos pada bulan Mei 1998, maka kepemimpinan Saadilah Mursyid harus berakhir seiring dengan pergantian Presiden dan kabinetnya. 5.
Era Akbar Tanjung (1998-1999) dan Muladi (1999) Setelah Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada
tanggal 21 Mei 1998, maka sesuai dengan amanat Pasal 8 UUD 1945 sebelum amendemen, penyelenggaraan pemerintahan negara dilanjutkan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie yang kemudian diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia yang Ketiga. Esok harinya, Bacharuddin Jusuf Habibie mengumumkan Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan dan Pembubaran Kabinet Pembangunan VII.420 Dalam keputusannya itu, Akbar Tanjung ditunjuk sebagai Menteri Sekretaris Negara menggantikan Saadilah Mursyid. Karier pria yang dilahirkan di Sibolga pada tanggal 14 Agustus 1945 ini lebih banyak dihabiskan dalam dunia politik.421 Hal itu pulalah yang menjadi faktor utama penyebab dirinya mengundurkan diri sebagai Menteri Sekretaris Negara, tatkala dirinya harus dihadapkan pada pilihan untuk menentukan sikap sebagai Ketua Umum Partai Golongan Karya, di samping adanya ketentuan peraturan perundang-undangan
419
Perhatikan ketentuan Pasal 17 dan Pasal 18 Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998. Pengumuman Kabinet Reformasi Pembangunan dilakukan pada tanggal 22 Mei 1998. Susunan kabinet tersebut terdiri dari empat menteri koordinator, 20 menteri departemen, 12 menteri negara, dan tiga pejabat setingkat menteri. 421 Beberapa organisasi kemahasiswaan dan organisasi politik yang pernah diikutinya, antara lain Himpunan Mahasiswa Islam (1969-1974), Komite Nasional Pemuda Indonesia (1973), Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (1978-1980), dan Golongan Karya (1983-sekarang). Vide E-ti, “Biografi Akbar Tanjung”, http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285ensiklopedi/193-hidupnya-adalah-dunia-politik, diakses pada tanggal 17 September 2012. 420
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
100
yang tidak memperbolehkan pejabat pemerintah untuk melakukan kampanye politik.422 Atas pengunduran dirinya itu lantas Muladi ditunjuk sebagai Sekretaris Negara menggantikan Akbar Tanjung yang diberhentikan dengan Keputusan Presiden Nomor 145/M Tahun 1999.423 Namun tidak lama kemudian, pria kelahiran Surakarta tanggal 26 Mei 1943 ini juga harus melepaskan jabatannya sebagai Sekretaris Negara ketika akhirnya pidato pertanggungjawaban Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie di hadapan Sidang Umum MPR ditolak oleh mayoritas fraksi.424 Pada masa itu, pengorganisasian Sekretariat Negara diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Negara.425 Di dalam Keputusan Presiden tersebut, ada beberapa hal yang disempurnakan dalam susunan organisasi Seketariat Negara, yaitu: a. b. c.
Sekretaris Negara adalah Sekretaris Kabinet dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Sekretaris Negara;426 Sekretaris Kabinet, dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Sekretaris Kabinet;427 Susunan organisasi Sekretariat Negara terdiri dari:428 1) Sekretariat Kabinet, terdiri dari biro: Hukum; Perundang-undangan I; Perundang-undangan II; Kerjasama Teknik Luar Negeri; Personil; dan Persidangan; 2) Sekretariat Militer, terdiri dari biro: Administrasi Militer; Tanda Jasa/Kehormatan; dan Pengamanan; 3) Sekretariat Pengendalian Operasional Pembangunan, terdiri dari biro: Pengumpulan dan Pengolahan Data, Proyek Bantuan Presiden; dan Umum;
422
Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 174. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 10 Mei 1999. 424 Pada tanggal 19 Oktober 1999 dilakukan voting atas pertanggungjawaban Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Hasilnya, 355 menolak, 322 menerima, 9 abstain, dan 4 suara tidak sah. Vide Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie. 425 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 23 Juli 1998. Dengan berlakunya Keputusan Presiden tersebut, maka Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998 dinyatakan tidak berlaku. 426 Ketentuan Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998. Bandingkan dengan ketentuan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998. Saat itu, Wakil Sekretaris Negara dijabat oleh Toni Hartono. 427 Ketentuan Pasal 6 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998. 428 Ketentuan Pasal 5 hingga Pasal 13 Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998. 423
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
101
4)
d.
e.
Rumah Tangga Kepresidenan, terdiri dari biro: Protokol; Dokumentasi Audio Visual dan Kewartawanan; Umum; dan Administrasi Istana-Istana; 5) Sekretariat Wakil Presiden, terdiri dari: Sekretaris Wakil Presiden; Asisten Wakil Presiden, terdiri dari asisten bidang: Politik dan Keamanan; Ekonomi, Keuangan, dan Industri; Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara; Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan; Globalisasi; Penyerasian Industri; dan Pembinaan Persatuan dan Kesatuan Bangsa; dan Staf Ahli Wakil Presiden, terdiri dari staf ahli bidang: Pembangunan Natuna dan Barelang; Pengembangan Luar Jawa dan Bali; Kemaritiman; Kedirgantaraan; Pertahanan Keamanan; Ekonomi; dan Kebudayaan.429 6) Sekretariat Sekretaris Negara, terdiri dari biro: Umum; Anggaran; Tata Usaha; Komunikasi, Elektronik, Dokumentasi Umum, dan Perpustakaan; sebanyak-banyaknya tiga orang Pembantu Sekretaris; dan Unit Kesehatan; 7) Asisten, terdiri dari: Asisten Urusan Khusus; Asisten Urusan Luar Negeri; Asisten Urusan Umum; Asisten Urusan Hubungan Kelembagaan; Asisten Urusan Pengawasan dan Keterpaduan Kebijakan; Asisten Urusan Persatuan dan Kesatuan Bangsa; dan Asisten Urusan Pemerintahan dan Lembaga Non Departemen; dan 8) Staf Ahli. Pengendalian seluruh kegiatan satuan kerja di lingkungan Sekretariat Negara berada di tangan Sekretaris Negara namun dibantu oleh Wakil Sekretaris Negara;430 dan Dalam hal mendapat petunjuk atau penugasan yang diterima langsung dari Presiden atau Wakil Presiden, seluruh pimpinan satuan kerja di lingkungan Sekretariat Negara, termasuk Wakil Sekretaris Negara, wajib melapor kepada Sekretaris Negara.431
Guna menyempurnakan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998, Keputusan Presiden itu diatur kembali dengan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Negara.432 Selain itu, di samping Sekretaris Negara masih ada Staf Khusus Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden dalam
mengevaluasi,
mengkaji,
dan
menganalisis
berbagai
kebijakan
429
Pengorganisasian Sekretariat Wakil Presiden pada masa itu diatur dalam Keputusan Presiden tersendiri, yakni Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1998 tentang Tugas dan Susunan Organisasi Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 13 April 1998. 430 Ketentuan Pasal 16 Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998. 431 Ketentuan Pasal 17 Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998. 432 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 19 Juli 1999. Penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk menetapkan jabatan Pembantu Asisten, Pembantu Sekretaris Sekretariat Negara, dan Kepala Unit Kesehatan sebagai jabatan eselon IIa atau IIb.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
102
pembangunan daerah, yaitu Inspektur Jenderal Pembangunan, yang diatur kembali dalam Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1999.433 Bagan 2.18. Sekretariat Negara pada Masa Pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie Sekretariat Kabinet Sekretariat Militer Sekretariat Pengendalian Operasional Pembangunan Rumah Tangga Kepresidenan Sekretariat Negara
Sekretariat Wakil Presiden Sekretariat Sekretaris Negara Asisten Staf Ahli Staf Khusus Presiden Inspektur Jenderal Pembangunan
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1999 dan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1999, diolah.
Meskipun Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie hanya menjalankan pemerintahan selama 17 bulan atau 512 hari, setidaknya ada enam agenda reformasi politik strategis yang berhasil ditanamkannya, yaitu pengesahan paket undang-undang politik (Undang-Undang tentang Partai Politik, Undang-Undang 433
Keputusan Presiden yang ditetapkan pada tanggal 24 Juni 1999 tersebut merupakan bentuk pengaturan kembali Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1974. Inspektur Jenderal Pembangunan terdiri dari 5 unit, yaitu: Inspektur Jenderal Pembangunan Bidang Pembangunan Daerah/Banpres/KUD; Inspektur Jenderal Pembangunan Bidang Sektoral/Departemental; Inspektur Jenderal Pembangunan Bidang Pengembangan Teknologi dan Industri Strategis; Inspektur Jenderal Pembangunan Bidang Pembangunan Kawasan Industri, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan Proyek Khusus; dan Inspektur Jenderal Pembangunan Bidang Pembangunan Wilayah Tertinggal. Masing-masing Inspektur Jenderal Pembangunan dibantu oleh paling banyak 3 orang Pembantu Inspektur Jenderal Pembangunan dan Pembantu Inspektur Jenderal Pembangunan masing-masing dibantu paling banyak oleh 6 orang staf.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
103
tentang Pemilu, dan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD), pengesahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, reformasi di tubuh ABRI, pelaksanaan amendemen UUD 1945, penanganan masalah KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), dan kebebasan pers. 434 Hal lain yang patut mendapat apresiasi adalah usahanya dalam rangka menjalankan program reformasi pemerintahan dengan membentuk Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 198 Tahun 1998 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 1999.435 C.
Masa Reformasi Pada Masa Reformasi, penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan secara
berturut-turut dijalankan oleh Presiden Abdurrahman Wahid (1998-2001), Megawati Soekarnoputri (2001-2004), dan Susilo Bambang Yudhoyono (20042012). Selama pemerintahan Abdurrahman Wahid, Sekretariat Negara dipimpin secara berturut-turut oleh Ali Rahman, Bondan Gunawan, Djohan Effendi, dan Muh. Maftuh Basyuni, sementara Sekretariat Kabinet dipimpin oleh Marsillam Simanjuntak. Lalu, selama pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Sekretariat Negara dipimpin oleh Bambang Kesowo. Kemudian, selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Sekretariat Negara secara berturut-turut dipimpin oleh Yusril Ihza Mahendra, M. Hatta Rajasa, dan Sudi Silalahi, sedangkan Sekretariat Kabinet secara berturut-turut dipimpin oleh Sudi Silalahi dan Dipo Alam. 1.
Era Ali Rahman (1999-2000) hingga Muh. Maftuh Basyuni (2001) Setelah pidato pertanggungjawaban Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie
ditolak, MPR menyelenggarakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
434
Vide L. Misbah Hidayat, op.cit., hlm. 33. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pertama kali pada tanggal 7 Desember 1998, lalu diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 24 Februari 1999, kemudian diubah kembali dengan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 17 Mei 1999, dan terakhir diubah kembali dengan Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 31 Agustus 1999. Perubahan dilakukan karena sering terjadi perubahan struktur keanggotaan Tim. 435
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
104
hingga akhirnya terpilih pasangan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.436 Sesudah itu, Presiden Abdurrahman Wahid atau biasa disebut Gus Dur menetapkan nama-nama menteri yang akan membantunya selama memimpin pemerintahan periode 1999-2004 sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999.437 Di dalam susunan Kabinet Persatuan Nasional itu, kedudukan Sekretaris Negara bukan sebagai menteri negara melainkan sebagai pejabat setingkat menteri negara.438 Selama memimpin Kabinet Persatuan Nasional, Gus Dur seringkali melakukan penggantian menteri, termasuk diantaranya Sekretaris Negara.439 Selama kurang dari dua tahun masa kepemimpinannya, terjadi empat kali pergantian Sekretaris Negara, yaitu Ali Rahman, Bondan Gunawan, Djohan Effendi, dan Muh. Maftuh Basyuni. Ali Rahman, yang ditunjuk pada awal pembentukan Kabinet Persatuan Nasional hanya berkesempatan memimpin Sekretariat Negara selama empat bulan (26 Oktober 1999-14 Februari 2000).440 Tidak jauh berbeda dengan Ali Rahman, 436
Pengukuhan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden ditetapkan pada tanggal 20 Oktober 1999 dalam Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia, sementara pengukuhan Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden ditetapkan pada tanggal 21 Oktober 1999 dalam Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. 437 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 26 Oktober 1999. Kabinet Persatuan Nasional terdiri dari 3 orang menteri negara koordinator, 16 orang menteri negara departemen, 13 orang menteri negara yang tidak memimpin departemen, dan 3 orang pejabat setingkat menteri negara. 438 Hal ini berbeda dengan kedudukan Sekretaris Negara pada pemerintahan sebelumnya sebagai menteri negara. Perhatikan juga ketentuan Pasal Kedua Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999 yang menyetarakan kedudukan Sekretaris Negara dengan Jaksa Agung dan Panglima TNI juga sebagai pejabat setingkat menteri negara. 439 Hanya dalam hitungan bulan, Kabinet Persatuan Nasional telah di-reshuffle. Banyak menteri kabinet yang diberhentikan dan mengundurkan diri. Kebijakan Gus Dur yang sering mengganti para menterinya menjadi salah satu penyebab kejatuhan Presiden Abdurrahman Wahid. 440 Ali Rahman lahir di Tulangbawang, Lampung pada tahun 1944, berlatar belakang pendidikan di bidang pertanian dan meraih gelar doktor dari Amerika Serikat, serta bekerja di Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional sebelum akhirnya menjadi Sekretaris Negara. Bondan Gunawan lahir di Ngabean, Yogyakarta, pada tanggal 24 April 1948, berlatar belakang geologi, dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Pengendalian Pemerintahan sebelum diangkat menjadi Sekretaris Negara. Sementara, Djohan Effendi lahir di Kandangan, Kalimantan Selatan, pada tanggal 1 Oktober 1939, berlatar belakang pendidikan agama dann meraih gelar doktornya dari Australia, serta sebelum menjadi Sekretaris Negara pernah menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Agama. Muh. Maftuh Basyuni lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada tanggal 4 November 1939, berlatar belakang pendidikan pesantren Gontor dan menyelesaikan pendidikan sarjananya di Arab Saudi, dan pernah menjabat sebagai Kepala Rumah
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
105
Bondan Gunawan (14 Februari 2000-31 Mei 2000), Djohan Effendi (31 Mei 2000-20 Juni 2001), dan Muh. Maftuh Basyuni (20 Juni 2001-9 September 2001), bahkan menjabat sebagai Sekretaris Negara dalam waktu lebih singkat (± 3 bulan).441 Gus Dur memang dikenal sebagai Presiden yang paling sering melakukan reformasi lembaga pemerintah, contoh yang paling ekstrim adalah pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial.442 Reformasi lembaga itu juga dilakukannya terhadap organisasi Sekretariat Negara dengan memecahnya menjadi Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Pengendalian Pemerintahan, dan Sekretariat Militer Presiden. 443 Selain kelima sekretariat itu, keberadaan Sekretariat Negara juga tidak dihilangkan tetapi disederhanakan sehingga secara keseluruhan terdapat enam unit organisasi yang pembentukannya ditetapkan dalam Keputusan Presiden yang terpisah dan diumumkan secara bertahap. Pada awalnya, Gus Dur mengubah susunan organisasi Sekretariat Negara dengan memisahkan organisasi Rumah Tangga Kepresidenan lalu mengubahnya menjadi Sekretariat Presiden berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 149 Tahun 1999.444 Tangga Kepresidenan sebelum diangkat menjadi Sekretaris Negara. Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 257 dan 392. 441 Ibid. 442 Menurut Gus Dur, kedua departemen itu dibubarkan karena tugas penerangan dan masalah sosial sudah dilaksanakan Pemerintah Daerah dalam kerangka otonomi yang seluasluasnya. Masalah seperti itu seharusnya dilaksanakan oleh masyarakat, bukan lagi dimonopoli oleh Pemerintah, apalagi sampai di-departemen-kan. Atas alasan itu Gus Dur dicecar DPR namun meskipun begitu Gus Dur tetap berpendirian bahwa kedua departemen itu tak mungkin dihidupkan kembali dan dianggap sudah menjadi masa lalu. Vide, Putu Setia, “Dari Dialog Presiden Gus Dur dan Wakil Rakyat”, http://www.tempo.co.id/harian/opini/ana-18111999.html, diakses pada tanggal 18 September 2012. 443 Vide L. Misbah Hidayat, op.cit., hlm. 63. 444 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 22 November 1999. Hal ini terlihat dalam ketentuan Pasal 19 Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa Pada saat mulai berlakunya Keputusan Presiden ini, seluruh ketentuan yang dikeluarkan dan jabatan yang telah ada beserta pejabat yang memangku jabatan di lingkungan Rumah Tangga Kepresidenan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1999, tetap berlaku dan melaksanakan tugas masing-masing sampai ditetapkannya ketetapan yang baru berdasarkan Keputusan Presiden ini. Selang 13 hari kemudian, Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku dan diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 149 Tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 4 Desember 1999.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
106
Pembentukan Sekretariat Presiden menyebabkan kedudukan Sekretaris Negara Ali Rahman tidak jelas karena Sekretaris Presiden juga diberi kedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.445 Apabila dalam Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998, susunan organisasi Rumah Tangga Kepresidenan hanya terdiri dari empat biro, maka susunan organisasi Sekretariat Presiden di dalam Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 149 Tahun 1999 menjadi terdiri dari dua Asisten Sekretaris Presiden dan empat biro.446 Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya Sekretaris Presiden dibantu oleh Wakil Sekretaris Presiden. 447 Berikutnya, Sekretariat Militer Presiden dipisahkan dari susunan organisasi Sekretariat Negara dengan membentuk Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Militer Presiden.448 Dalam Keputusan Presiden tersebut, ditentukan bahwa Sekretaris Militer Presiden berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, berbeda dengan sebelumnya yang bertanggung jawab kepada Sekretaris Negara.449 Struktur organisasi pada Sekretariat Militer Presiden masih terdiri dari tiga biro.450 Selanjutnya, Gus Dur juga memisahkan Sekretariat Wakil Presiden dari susunan organisasi Sekretariat Negara dengan membentuk Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2000 guna memperlancar pelaksanaan tugas Wakil Presiden
445
Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 259. Asisten Sekretaris Presiden terdiri dari Asisten Sekretaris Presiden Urusan Administrasi dan Keuangan (dibantu oleh Pembantu Asisten Bidang Administrasi, Pembantu Asisten Bidang Keuangan, dan Pembantu Asisten Bidang Umum dan Pelaporan) dan Asisten Sekretaris Presiden Urusan Umum (dibantu oleh Pembantu Asisten Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data, Pembantu Asisten Bidang Analisa dan Laporan, dan Pembantu Asisten Bidang Pemantauan), sementara Biro terdiri dari biro: Protokol; Pers dan Media; Umum; dan Administrasi Istana-Istana. 447 Vide Ketentuan Pasal 4 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 149 Tahun 1999. 448 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 9 Desember 1999. Dengan demikian, segala ketentuan mengenai Sekretariat Militer Presiden sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 tidak berlaku karena telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 14 Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1999. 449 Vide Ketentuan Pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1999. Bandingkan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998. 450 Susunan organisasi Sekretariat Militer Presiden terdiri dari: Biro Operasi dan Pengamanan, Biro Administrasi Militer, dan Biro Tanda Jasa/Kehormatan (Pasal 6 Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1999). 446
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
107
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.451 Kedudukan Sekretaris Wakil Presiden sedikit
berbeda dengan kedua
organisasi
sebelumnya
karena
pertanggungjawabannya tidak ditujukan kepada Presiden, melainkan kepada Wakil Presiden.452 Susunan organisasi Sekretariat Wakil Presiden terdiri dari lima Deputi dan beberapa Asisten.453 Terakhir, dalam waktu yang bersamaan pada tanggal 25 April 2000 dilakukan pemisahan terhadap tiga organisasi, yaitu Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, dan Sekretariat Pengendalian Pemerintahan.454 Sekretariat Negara dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000, Sekretariat Kabinet dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000, dan Sekretariat Pengendalian Pemerintahan dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 2000. Pembentukan kedua sekretariat yang terakhir disebut mengakibatkan Inspektur Jenderal Pembangunan dibubarkan.455 Bagan 2.19. Pemisahan Sekretariat Negara menjadi Enam Sekretariat Mandiri Sekretariat Presiden
Sekretariat Kabinet
Sekretariat Pengendalian Pemerintahan
Sekretariat Negara
Presiden dan Wakil Presiden
Sekretariat Wakil Presiden
Sekretariat Militer Presiden
451
Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 20 April 2000. Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1998 dan Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 sepanjang mengatur tentang Sekretariat Wakil Presiden dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 31). 452 Vide ketentuan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2000. 453 Sekretariat Wakil Presiden terdiri dari Deputi Bidang Politik, Deputi Bidang Ekonomi; Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat; Deputi Bidang Kewilayahan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan; dan Deputi Bidang Administrasi (Pasal 4). Selain itu, Sekretaris Wakil Presiden juga dapat dibantu oleh beberapa Asisten Sekretaris sesuai kebutuhan (Pasal 21). 454 Jika sebelumnya Ali Rahman telah ditetapkan sebagai Sekretaris Negara, maka karena baru dibentuk Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Pengendalian Pemerintahan belum memiliki pemimpin. Oleh sebab itu, pada tanggal 7 Januari 2000 Bondan Gunawan dan Marsillam Simandjuntak ditetapkan sebagai Sekretaris Pengendalian Pemerintahan dan Sekretaris Kabinet. 455 Vide ketentuan Pasal 33 Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 2000.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
108
Dengan demikian Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, dan Sekretaris Pengendalian Pemerintahan berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab
kepada
Presiden.456
Hierarki
pertanggungjawaban
dan
susunan
organisasinya juga sudah jauh berubah karena Sekretariat Negara tidak lagi membawahi sekretariat lainnya sehingga Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Pengendalian Pemerintahan memiliki kedudukan yang setara dan struktur organisasi sendiri.457 Perbedaan antara ketiganya terlihat jelas dari tugas pemberian dukungan staf dan pelayanan administrasi yang dilaksanakan. Dukungan staf dan pelayanan administrasi oleh Sekretariat Negara diberikan dalam hal penyiapan data bagi penyusunan naskah Presiden, penerbitan peraturan perundang-undangan, dan tugas administrasi negara lain; sementara Sekretariat Kabinet dalam hal penyusunan
peraturan
perundang-undangan
dan
pengambilan
keputusan
pemerintah; dan Sekretariat Pengendalian Pemerintahan dalam hal pengendalian pelaksanaan pemerintahan, kegiatan komunikasi yang berkaitan dengan pemerintahan dan kemasyarakatan, serta tugas lain yang ditentukan Presiden.458 Akan tetapi, kebijakan pengorganisasian itu tidak bertahan lama karena Gus Dur melakukan reorganisasi terhadap Sekretariat Presiden, Sekretariat Negara, Sekretariat
Pengendalian
Pemerintahan,
dan
Sekretariat
Kabinet
guna
memberikan pelayanan secara lebih efisien dan efektif kepada Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan. Gus Dur mewujudkan hal itu dengan melakukan beberapa hal, yaitu:
456
Perhatikan kedudukan masing-masing organisasi pada masing-masing Keputusan Presiden yang mengaturnya. Bandingkan juga dengan kedudukan ketiganya pada masa pemerintahan sebelumnya. 457 Susunan organisasi Sekretariat Negara terdiri dari: Deputi Bidang Pemberdayaan Sumber Daya; Deputi Bidang Naskah Kenegaraan, Deputi Bidang Administrasi; Staf Ahli; dan Pusat Pengelolaan Akuntabilitas Kinerja (Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000). Susunan organisasi Sekretariat Kabinet terdiri dari: Asisten Sekretaris Kabinet; Staf Ahli; Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri; Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik, Keamanan, dan Kesejahteraan Rakyat; Biro Persidangan; dan Biro Administrasi dan Perlengkapan (Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000). Susunan organisasi Sekretariat Pengendalian Pemerintahan terdiri dari: Deputi Bidang Pemerintahan; Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan; Deputi Bidang Perencanaan dan Administrasi; dan Staf Ahli (Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 2000). 458 Perhatikan ketentuan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000, Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000, dan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 2000.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
109
a.
b.
c.
Mengubah Keputusan Presiden Nomor 149 Tahun 1999 dengan Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2000 tentang Sekretariat Presiden.459 Dalam Keputusan Presiden ini, susunan organisasi Sekretariat Presiden menjadi hanya terdiri dari dua Deputi dan bidang tugasnya meliputi kerumahtanggaan, keprotokolan, pers, media, pengelolaan keuangan, dan pengelolaan bantuan Presiden.460 Mengubah Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000 dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 tentang Sekretariat Kabinet.461 Pembentukan Keputusan Presiden ini mengakibatkan organisasi Sekretariat Pengendalian Pemerintahan ditiadakan namun tugas dan fungsinya ditambahkan ke dalam tugas dan fungsi Sekretariat Kabinet yang mencakup pengambilan dan pengendalian kebijakan pemerintah (contohnya penyiapan penyelesaian peraturan perundangundangan dan pemantauan atas pelaksanaan kebijakan pemerintah).462 Penggabungan kedua organisasi tersebut juga melahirkan susunan organisasi Sekretariat Kabinet yang baru, yang didalamnya terdapat unsur Wakil Sekretaris Kabinet.463 Mengubah Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 2000 dengan Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara.464 Dalam Keputusan Presiden ini, susunan organisasi Sekretariat Negara terdiri dari empat Deputi yang salah satunya menyelenggarakan tugas yang dahulu merupakan tugas Sekretariat Pengendalian Pemerintahan, yaitu Deputi Bidang Hubungan Lembaga Negara dan Lembaga Masyarakat, dan lima Staf Ahli.465 Untuk mengakomodasi pengaturan mengenai nama dan tugas Staf Ahli maka
459
Dalam ketentuan Pasal 28 Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2000 dinyatakan bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Presiden tersebut maka Keputusan Presiden Nomor 149 Tahun 1999 tidak berlaku. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2000. 460 Perhatikan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2000. Susunan organisasi Sekretariat Presiden terdiri dari: Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media (terdiri dari Biro Protokol dan Biro Pers dan Media) dan Deputi Bidang Kerumahtanggana dan Pengelolaan Bantuan Presiden (terdiri dari Biro Istana-Istana; Biro Pengelolaan Bantuan Presiden; dan Biro Administrasi dan Perlengkapan). 461 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2000. 462 Hal ini disebabkan adanya pengaturan Pasal 25 Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 yang menentukan bahwa Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 2000 tidak berlaku. 463 Sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000, susunan organisasi Sekretariat Kabinet terdiri dari Wakil Sekretaris Kabinet, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Deputi Bidang Pemerintahan, Deputi Bidang Administrasi, Asisten Sekretaris Kabinet (paling banyak 2 orang), dan Staf Ahli (paling banyak 3 orang). 464 Dalam ketentuan Pasal 23 Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000 dinyatakan bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Presiden tersebut maka Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1999 tidak berlaku. Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 16 Agustus 2000. 465 Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000 susunan organisasi Sekretariat Negara terdiri dari: Deputi Bidang Pemberdayaan Sumber Daya, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan, Deputi Bidang Hubungan Lembaga Negara dan Lembaga Masyarakat, Deputi Bidang Administrasi, dan Staf Ahli (paling banyak lima orang). Selain itu, Sekretariat Negara juga dapat membentuk Pusat (paling banyak tiga bidang) apabila ada tugas tertentu yang belum tertampung oleh unit lain (Pasal 4 ayat (2)). Bandingkan dengan ketentuan Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000 yang hanya mengatur tiga Deputi, satu Staf Ahli, dan satu Pusat.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
110
Keputusan Presiden itu diubah kembali dengan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara.466 Bagan 2.20. Reorganisasi Sekretariat Negara menjadi Lima Sekretariat Sekretariat Presiden
Sekretariat Kabinet
Sekretariat Negara
Presiden dan Wakil Presiden
Sekretariat Wakil Presiden
Sekretariat Militer Presiden
Penyempurnaan demi penyempurnaan yang dilakukan oleh Gus Dur terhadap unit organisasi yang berada di lingkungan Sekretariat Negara sebenarnya dilandasi pertimbangan efisiensi dan efektivitas serta peningkatan pelayanan agar Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaannya dapat berjalan lebih lancar, berdaya guna, dan berhasil guna. Namun sebagaimana telah dibahas, penataan organisasi seperti itu kurang tepat karena justru mempertajam perbedaan fungsi kekuasaan Presiden sebagai kepala negara (head of state) dan sebagai kepala pemerintahan (head of government), ke dalam penataan organisasi tersebut.467 Setelah mengalami kekecewaan politik yang kian membesar pasca-reshuffle kabinet yang kerap dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid, konfigurasi politik di kabinet menjadi semakin berkurang dan lambat laun posisi kekuasaannya dalam menjalankan roda pemerintahan juga kian melemah. 468 Ketidakhadiran dan 466
Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 20 April 2001. Kelima Staf Ahli dimaksud antara lain: Staf Ahli Bidang Persatuan dan Kesatuan Bangsa; Staf Ahli Bidang Perekonomian; Staf Ahli Bidang Kesejahteraan Rakyat; Staf Ahli Bidang Pendidikan; dan Staf Ahli Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 467 Mengenai hal ini perlu diperhatikan bagian Menimbang dari masing-masing peraturan pembentukan organisasi, sebagai contoh antara Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. 468 Tohadi, Pergeseran Kekuasaan antara Lembaga Kepresidenan dan Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Hasil Pemilu 1999 pada Masa Pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid, Jakarta: Tesis Program Pascasarjana Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003, hlm. 12.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
111
penolakan Presiden Abdurrahman Wahid untuk memberi pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR RI Tahun 2001 serta penerbitan Maklumat Presiden Republik Indonesia tanggal 23 Juli 2001 menyebabkan Gus Dur di-impeach dan diberhentikan sebagai Presiden.469 Selama masa transisi ini, Sekretaris Negara dijabat oleh Muh. Maftuh Basyuni, yang tidak lama kemudian diberhentikan dari jabatannya itu seiring dengan pembentukan kabinet baru di bawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. 2.
Era Bambang Kesowo (2001-2004) Setelah peristiwa impeachment Gus Dur, Megawati Soekarnoputri
ditetapkan sebagai Presiden Republik Indonesia yang Kelima dan sebagai wakilnya terpilih Hamzah Haz.470 Selama masa pemerintahannya, Presiden wanita pertama di Indonesia itu mempercayakan tugas pemberian layanan administrasi kepresidenan hanya kepada Bambang Kesowo.471 Bambang Kesowo lalu diangkat sebagai Sekretaris Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 288/M Tahun 2001 dan diberi kedudukan setingkat menteri negara.472 Dari hal itu dapat diketahui bahwa Presiden Megawati Soekarnoputri secara eksplisit menempatkan Sekretaris Negara lebih tinggi dari sekretaris lainnya yang berada di lingkungan Sekretariat Negara. Dengan demikian, secara operasional posisi Sekretaris Negara berperan sebagai koordinator dari pimpinan sekretariat 469
Vide Ketentuan Pasal 1 Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid, ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2001. Mahkamah Konstitusi RI, “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia, http://portal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/mg58ufsc89hrsg/Risalah_210220061452 33.pdf, diakses pada tanggal 19 September 2012. 470 Sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 1 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 25 Juli 2001 dan ketentuan Pasal 1 Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. 471 Bambang Kesowo lahir di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 27 Maret 1945. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana hukumnya di Universitas Gadjah Mada dan mendapatkan gelar magister hukum dari Harvard Law School, Amerika Serikat. Sepanjang kariernya diabdikan kepada Sekretariat Negara hingga diangkat sebagai Sekretaris Negara. Ch. Robin Simanullang, “Bambang Kesowo: Birokrat Profesional Empat Presiden”, http://www.tokohindonesia.com/ biografi/article/285-ensiklopedi/3990-birokrat-profesional-empat-presiden, diakses pada tanggal 19 September 2012. 472 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 9 Agustus 2001. Staf Khusus Wakil Presiden paling banyak 5 orang dan mendapat dukungan administrasi dari Sekretariat Wakil Presiden.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
112
yang bertugas memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam memimpin penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara dan pelaksanaan pembangunan nasional.473 Dalam hal kebijakan pengorganisasian, tidak banyak perubahan yang dilakukan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri terhadap organisasi Sekretariat Negara. Susunan organisasi Sekretariat Negara saat itu pada dasarnya masih mengacu pada susunan organisasi dalam Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Keputusan Nomor 117 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara, yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Hanya saja Sekretaris Negara diposisikan lebih tinggi dari sekretaris lainnya (lihat Bagan 2.21). Bagan 2.21. Sekretariat Negara pada Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri Presiden Sekretaris Negara
Sekretariat Presiden
Sekretariat Wakil Presiden
Sekretariat Militer Presiden
Sekretariat Negara
Sekretariat Kabinet
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2001, diolah.
Setelah itu, Presiden Megawati Soekarnoputri memerintahkan agar kesekretariatan di lingkungan Lembaga Kepresidenan dibenahi kembali karena melihat adanya kesimpangsiuran dan saling tumpang-tindih antara sekretariat yang tidak satu atap.474 Meskipun pembenahan itu diperintahkan oleh Presiden, namun sebenarnya ide untuk menyatuatapkan kelima sekretariat itu sebenarnya berasal dari ambisi Bambang Kesowo.475
473
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 394. Angelina Maria Donna, “Kesowo: Penggabungan Sekretariat Kepresidenan merupakan Ide Presiden”, Kompas Cyber Media, http://www.kompas.co.id/, diakses pada tanggal 15 Desember 2012. 475 Su, dt,”[L] Setneg-Setwapres Tidak Akur”, http://www.library.ohiou.edu/indopubs/ 2001/10/18/0103.html, diakses pada tanggal 17 Desember 2012. 474
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
113
Setelah kelima sekretariat itu digabung, kebijakan pengorganisasian yang ditetapkan Presiden Megawati Soekarnoputri terhadap lembaga pemerintah yang berada
di
lingkungan
Kesekretariatan
Lembaga
Kepresidenan476
adalah
penambahan satuan kerja Staf Khusus Wakil Presiden yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2002 guna meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas Wakil Presiden.477 Seiring dengan berakhirnya masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pengabdian Bambang Kesowo sebagai Sekretaris Negara harus berakhir. 3.
Era Yusril Ihza Mahendra (2004-2007) dan Sudi Silalahi (2004-2009) Ketentuan Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan Presiden dan
Wakil Presiden harus dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.478 Pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat setelah melalui dua kali putaran pemilihan.479 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lalu membentuk Kabinet Indonesia Bersatu dan langsung mengumumkan nama-nama menteri yang ditetapkannya dalam Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004, salah 476
Istilah Sekretariat Lembaga Kepresidenan muncul dalam ketentuan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan terdiri dari Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Presiden, Sekretariat Militer, dan Sekretariat Wakil Presiden. 477 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2002. 478 Ketentuan Pasal 6A UUD 1945 merupakan hasil perubahan atau amendemen ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 9 November 2001. Secara lengkap, Perubahan Pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, Perubahan Kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000, Perubahan Ketiga disahkan pada tanggal 9 November 2001, dan Perubahan Keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002. 479 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2004 dilakukan dalam 2 kali putaran. Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 putaran I yang diikuti 5 pasangan: pasangan Wiranto dan Salahuddin Wahid memperoleh 23.827.512 atau 22,19% dari jumlah suara; Megawati Soekarnoputri dan Ahmad Hasyim Muzadi memperoleh 28.186.780 atau 26,24% suara; Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo memperoleh 16.042.105 atau 14,94% suara; Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperoleh 36.070.622 atau 33,58% suara; dan Hamzah Haz dan Agum Gumelar 3.276.001 atau 13,05% suara. Pada putaran pertama belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara (Pasal 6A ayat (3) UUD 1945) sehingga dilakukan putaran II dengan hasil: Megawati Soekarnoputri dan Ahmad Hasyim Muzadi memperoleh 44.990.704 atau 39.38% suara; dan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperoleh 69.266.350 atau 60.62% suara. Komisi Pemilihan Umum, Modul 1: Pemilu untuk Pemula, Jakarta: Komisi Pemilihan Umum, 2010, hlm. 44 atau Vide http://www.kpu.go.id/ dmdocuments/modul_1d.pdf, diakses pada tanggal 21 September 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
114
satunya Yusril Ihza Mahendra yang ditunjuk sebagai Menteri Sekretaris Negara.480 Selain mengangkat Yusril Ihza Mahendra, pada waktu bersamaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengangkat Sudi Silalahi sebagai Sekretaris Kabinet yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 188/M Tahun 2004.481 Sudi Silalahi dianggap memenuhi syarat dan mampu melaksanakan tugas memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.482 Selain tugas itu, kepadanya juga diberikan hak kewenangan, administrasi, dan fasilitas lainnya yang setingkat dengan menteri negara sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 192/M Tahun 2004.483 Dengan demikian Presiden memiliki dua Sekretaris di dalam susunan kabinet pemerintahan. Adanya jabatan Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet sebagai entitas yang berbeda menyebabkan peraturan kelembagaannya juga ikut berubah, yang dalam hal ini ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 tentang Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. 484 Dalam Peraturan Presiden itu, Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet memiliki tugas yang berbeda. Sekretariat Negara mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administrasi kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara, sedangkan Sekretariat Kabinet mempunyai tugas memberikan
480
Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 20 Oktober 2004. Yusril Ihza Mahendra, lahir di Belitung pada tanggal 5 Februari 1956. Ia merupakan Profesor di Bidang Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sebelum menjadi Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Yusril Ihza Mahendra, “Pembuka Kata”, http://yusril.ihzamahendra.com /2007/11/01/kata-pengantar-2/, diakses pada tanggal 21 September 2012. 481 Ibid. 482 Perhatikan bagian Menimbang huruf a dan b Keputusan Presiden Nomor 188/M Tahun 2004. 483 Keputusan Presiden yang ditetapkan pada tanggal 2 November 2004 merupakan perubahan dari Keputusan Presiden Nomor 188/M Tahun 2004 yang tidak menjelaskan mengenai status kedudukan Sekretaris Kabinet. 484 Peraturan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 19 April 2005. Dengan diberlakukannya Peraturan Presiden tersebut, maka Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1999, Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000, dan Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2001, dinyatakan tidak berlaku (Pasal 51 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005).
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
115
dukungan teknis administrasi, serta analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.485 Dalam Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005, susunan organisasi Sekretariat Negara terdiri dari:486 a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Rumah Tangga Kepresidenan; Sekretariat Wakil Presiden; Sekretariat Militer; Sekretariat Menteri Sekretaris Negara; Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Dukungan Kebijakan; Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Sumber Daya Manusia; Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Hubungan Kelembagaan; Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan; dan Staf Ahli.
Sementara itu, susunan organisasi Sekretariat Kabinet terdiri dari:487 a. b. c. d.
Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Pemerintahan; Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum; Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Persidangan dan Dokumentasi; Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Administrasi; dan
e.
Staf Ahli.
Di lingkungan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet juga dapat diangkat Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara dan Staf Khusus Sekretaris Kabinet.488 Dengan demikian, secara keseluruhan struktur organisasi Sekretariat Negara lebih banyak dari Sekretariat Kabinet karena Sekretariat Negara memiliki empat sekretariat, empat deputi, lima staf ahli, dan tiga staf khusus, sedangkan Sekretariat Kabinet hanya terdiri dari empat deputi, lima staf ahli, dan tiga staf khusus. Meskipun nantinya ditambah dengan jabatan Wakil Sekretaris Kabinet, susunan organisasi Sekretariat Kabinet tetap saja tidak lebih banyak dari Sekretariat Negara.489 485
Perhatikan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 23 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun
2005. 486
Ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005. Ketentuan Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005. 488 Vide ketentuan Pasal 30 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005. Masing-masing instansi paling banyak tiga orang Staf Khusus yang bertanggung jawab kepada Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet. 489 Secara faktual jelas organisasi Sekretariat Negara lebih besar karena Sekretariat Negara memiliki empat sekretariat besar yang susunan organisasinya hampir sama dengan Sekretariat 487
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
116
Selain dibantu Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, Presiden juga dibantu oleh suatu unit khusus bernama Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP-PPR) yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2008.490 Unit yang dibentuk dalam rangka membantu Presiden sebagai kepala pemerintahan ini mempunyai tugas untuk membantu Presiden dalam melaksanakan
pemantauan,
pengendalian,
pelaksanaan program dan reformasi.
491
pelancaran,
percepatan
atas
Unit ini juga memiliki suatu sekretariat
tersendiri yang disebut Sekretariat Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi namun pembiayaannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Sekretariat Negara.492 Beberapa perubahan tugas dan fungsi antara Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang terjadi pada masa Kabinet Indonesia Bersatu, antara lain: a.
b.
c.
Fungsi penyelesaian dan pengoordinasian Rancangan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah yang semula merupakan bagian dari fungsi Sekretariat Kabinet dipindahkan menjadi fungsi Sekretariat Negara (terpisah dari fungsi penyelesaian dan pengoordinasian Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden);493 Fungsi pembiayaan keuangan Sekretariat Kabinet dipisahkan dari Sekretariat Negara, sementara fungsi pembangunan masih berada di bawah Sekretariat Negara;494 dan Sekretaris Kabinet dimasukkan sebagai Sekretaris Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Dalam dan Dari
Kabinet, yaitu Rumah Tangga Kepresidenan, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Militer, dan Sekretariat Menteri Sekretaris Negara. 490 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 29 September 2006. UKP-PPR dipimpin oleh seorang Kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya, unit ini dikendalikan secara langsung oleh Presiden dan dapat menggunakan jasa pemerintahan dari luar pemerintahan atas persetujuan Presiden (Pasal 10). Unit ini yang nantinya menjadi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. 491 Vide ketentuan Pasal 3 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2008. 492 Perhatikan ketentuan Pasal 9A jo. Pasal 17 Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2008. Sekretariat ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang bertanggung jawab kepada Kepala Unit dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Menteri Sekretaris Negara. 493 Perhatikan fungsi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam ketentuan Pasal 3 huruf f dan Pasal 24 huruf b Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005. 494 Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 438.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
117
Jabatan Struktural Eselon I, yang sebelumnya dijabat oleh Menteri Sekretaris Negara.495
Susunan organisasi atau lembaga pendukung di lingkungan Lembaga Kepresidenan pada saat itu adalah sebagaimana terlihat pada Bagan 2.22 pada halaman berikut.
495
Perhatikan susunan keanggotaan Tim Penilai Akhir dalam ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Dalam dan Dari Jabatan Eselon I, yang ditetapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 20 Desember 2004.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
118
Bagan 2.22. Susunan Organ Pendukung Presiden pada Masa Kabinet Indonesia Bersatu Dewan Pertimbangan Presiden Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden
Presiden dan Wakil Presiden
Sekretariat Negara
Sekretariat Kabinet
UKP-PPR
Rumah Tangga Kepresidenan
Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Pemerintahan
Sekretariat UKP-PPR
Sekretariat Militer Presiden Sekretariat Wakil Presiden Sekretariat Menteri Sekretaris Negara Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Dukungan Kebijakan Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Sumber Daya Manusia
Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Persidangan dan Dokumentasi Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Administrasi Staf Ahli Staf Khusus Sekretaris Kabinet
Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Hubungan Kelembagaan Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan Staf Ahli Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
119
Pada masa Kabinet Indonesia Bersatu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan dua kali reshuffle kabinet. Pada reshuffle pertama tanggal 5 Desember 2005, Yusril Ihza Mahendra tidak termasuk dalam daftar nama menteri yang diganti.496 Tetapi pada reshuffle kedua tanggal 7 Mei 2007, jabatan sebagai Menteri Sekretaris Negara harus diserahkannya kepada M. Hatta Rajasa, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007.497 Sementara itu, Sudi Silalahi tetap memimpin Sekretariat Kabinet hingga masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu berakhir (2009). 4.
Era M. Hatta Rajasa (2007-2009) dan Sudi Silalahi (2004-2009) M. Hatta Rajasa dikenal sebagai seorang pengusaha sukses yang kemudian
berkonsentrasi menjadi politisi.498 Setelah reshuffle kedua, M. Hatta Rajasa dipercaya kembali sebagai menteri dalam susunan Kabinet Indonesia Bersatu karena kemampuan manajerial dan loyalitasnya dalam memimpin organisasi, 496
Di dalam Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005, menteri yang diberhentikan antara lain: Aburizal Bakrie (Menteri Perekonomian), Alwi Shihab (Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat), Jusuf Anwar (Menteri Keuangan), Andung Nitimiharja (Menteri Perindustrian), Fahmi Idris (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), dan Sri Mulyani Indrawati (Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), sedangkan yang diangkat ialah: Boediono (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian), Aburizal Bakrie (Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat), Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan), Fahmi Idris (Menteri Perindustrian), Erman Suparno (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), dan Paskah Suzetta (Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). 497 Hal itu sekaligus mengakhiri kariernya di dunia pemerintahan karena pada pemerintahan berikutnya Yusril Ihza Mahendra tidak lagi dipilih sebagai menteri kabinet. Selain Yusril Ihza Mahendra, nama-nama pejabat yang diberhentikan dari jabatannya antara lain: Hamid Awaluddin (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), M. Hatta Rajasa (Menteri Perhubungan), Sofyan A. Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika), Saifullah Yusuf (Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal), Sugiharto (Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara), dan Abdul Rahman Saleh (Jaksa Agung). Untuk mengisi jabatan tersebut diangkat: M. Hatta Rajasa (Menteri Sekretaris Negara), Andi Mattalatta (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), Jusman Syafii Djamal (Menteri Perhubungan), Muhammad Nuh (Menteri Komunikasi dan Informatika), Muhammad Lukman Edy (Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal), Sofyan A. Djalil (Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara), dan Hendarman Supandji (Jaksa Agung). 498 M. Hatta Rajasa lahir di Palembang pada tanggal 18 Desember 1953. Sebagai politisi, lulusan perminyakan Institut Teknologi Bandung ini berupaya menjalankan peran secara optimal, tanpa terjadinya kemungkinan loyalitas ganda dan abuse of power, baik dalam posisinya secara bersamaan sebagai petinggi Partai Amanat Nasional (PAN) dan pejabat tinggi negara (menteri). Beliau pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional sekaligus pernah menjabat sebagai pejabat tinggi negara, mulai dari Menteri Riset dan Teknologi pada Kabinet Gotong-Royong, Menteri Perhubungan dan Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Indonesia Bersatu dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu II. Ch. Robin Simanullang, “Politis Negarawan, Plural & Relijius”, http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/336-politisinegarawan-plural-relijius, diakses pada tanggal 24 September 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
120
namun kali ini ia ditunjuk untuk memimpin dan melanjutkan pengelolaan organisasi Sekretariat Negara.499 Sementara itu, Sudi Silalahi masih tetap dipercaya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengelola organisasi Sekretariat Kabinet. Selama ± 2 tahun sisa masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, keduanya bersama-sama membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara dan pemerintahan. Pada masa itu, susunan organisasi Sekretariat Kabinet mengalami sedikit perubahan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 tentang Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, susunan organisasi Sekretariat Kabinet terdiri dari: 500 a. b. c. d.
e.
Wakil Sekretaris Kabinet; Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Pemerintahan; Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum; Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Persidangan dan Dokumentasi; dan Staf Ahli (lima orang).
Jabatan Wakil Sekretaris Kabinet diaktifkan kembali untuk membantu Sekretaris Kabinet dalam memimpin pelaksanaan tugas Sekretariat Kabinet.501 Selain daripada itu, kepadanya juga diberi wewenang untuk mengoordinasikan pelaksanaan tugas para Deputi, Staf Ahli, dan Staf Khusus di lingkungan Sekretariat Kabinet, sehingga setiap tugas yang disampaikan kepada Sekretaris Kabinet harus melalui Wakil Sekretaris Kabinet.502 Jika beban kerja Sekretaris Kabinet dapat dianggap sedikit berkurang dengan adanya Wakil Sekretaris Kabinet, maka tidak demikian halnya dengan
499
Ibid. Pengangkatan sebagai Menteri Sekretaris Negara mengharuskannya meninggalkan jabatan Menteri Perhubungan, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007. 500 Ketentuan Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2007. 501 Ketentuan Pasal 27A Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2007. Jabatan struktural Wakil Sekretaris Kabinet ialah eselon I.a, sama dengan jabatan Kepala Rumah Tangga Kepresidenan, Sekretaris Militer, Sekretaris Wakil Presiden, dan Sekretaris Menteri Sekretaris Negara. Di dalam organisasi Sekretariat Negara, jabatan Wakil Sekretaris Kabinet ini selevel dengan jabatan Sekretaris Menteri Sekretaris Negara. 502 Ketentuan Pasal 40A ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2007. Sekretaris Kabinet dapat juga memberikan penugasan langsung atas suatu tugas yang tidak perlu disampaikan melalui Wakil Sekretaris Kabinet (ayat (3)).
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
121
beban kerja Menteri Sekretaris Negara yang justru bertambah dengan dibentuknya Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden (lihat Bagan 2.22).503 Secara struktural memang Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Dewan Pertimbangan Presiden, namun secara administratif tugas Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden masih harus dikoordinasikan oleh Menteri Sekretaris Negara.504 Yang dimaksud hal administratif itu berkaitan dengan pembiayaan dan kepegawaiannya, dimana pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara
(APBN)
Sekretariat
Negara
serta
pengangkatan
dan
pemberhentian Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden diusulkan oleh Menteri Sekretaris Negara.505 5.
Era Sudi Silalahi dan Dipo Alam (2009-2014) Pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, Susilo
Bambang Yudhoyono terpilih sebagai Presiden untuk yang kedua kali bersama dengan pasangannya Boediono sebagai Wakil Presiden untuk periode 20092014.506 Sehari setelah mengucapkan sumpah dan dilantik pada tanggal 20 503
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 17 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2007 tentang Tata Kerja Dewan Pertimbangan Presiden dan Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2007. Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden dibentuk untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) UndangUndang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa Dewan Pertimbangan Presiden adalah lembaga pemerintah yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UUD 1945 dan untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris. Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden dipimpin jabatan struktural eselon I.a. dan terdiri dari dua Biro, yaitu Biro Data dan Informasi dan Biro Umum. Vide struktur organisasi Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden dalam situs http://www.wantimpres.go.id/SekretariatWantimpres/StrukturOrganisasiSekretariat/tabid/80/ Default.aspx, diakses pada tanggal 24 September 2012. 504 Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2007 tentang Tata Kerja Dewan Pertimbangan Presiden dan Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2007. 505 Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden bukanlah satuan organisasi dari Sekretariat Negara dan Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden tidak berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Sekretaris Negara. Perhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 jo. Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2007. 506 Pemilihan Umum yang dilakukan pada tanggal 8 Juli 2009 itu hanya berlangsung satu putaran karena pasangan calon Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono telah memperoleh suara lebih banyak dari pasangan calon lainnya. Hasil perolehan suara Susilo Bambang
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
122
Oktober
2009,
Presiden
Susilo
Bambang
Yudhoyono
mengumumkan
pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II yang ditetapkannya dalam Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009. Dalam Keputusan Presiden itu, M. Hatta Rajasa dan Sudi Silalahi tetap dipertahankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai menteri namun pada jabatan yang berbeda, M. Hatta Rajasa sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Sudi Silalahi sebagai Menteri Sekretaris Negara.507 Sementara itu di lain sisi, jabatan Sekretaris Kabinet yang ditinggalkan Sudi Silalahi sempat kosong selama ± 78 hari sebelum akhirnya Dipo Alam ditunjuk sebagai Sekretaris Kabinet sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 2/P Tahun 2010.508 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga tetap mempertahankan komitmen pengawasan dan pengendalian pembangunan demi keberhasilan capaian sasaran kebijakan nasional dengan mereorganisasi Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi menjadi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) yang dibentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2012.509 Unit kerja tersebut dipimpin oleh seorang kepala yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta memiliki fasilitas yang setara dengan menteri negara, susunan Yudhoyono dan Boediono memperoleh 73.874.562 suara atau sebesar 60,80%, Megawati Soekarnoputri dan Prabowo memperoleh 32.548.105 suara atau sebesar 26,79%, dan Jusuf Kalla dan Wiranto memperoleh 15.081.814 atau sebesar 12,41%. Komisi Pemilihan Umum, Modul 1: Pemilu untuk Pemula, Jakarta: Komisi Pemilihan Umum, 2010, hlm. 46 atau Vide http://www.kpu.go.id/dmdocuments/modul_1d.pdf, diakses pada tanggal 21 September 2012. 507 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 21 Oktober 2009. 508 Keputusan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 6 Januari 2010. Pelantikan Sekretaris Kabinet dilakukan pada gelombang kedua bersamaan dengan pelantikan lima wakil menteri pada November 2009. Hal itu disebabkan Presiden masih memerlukan waktu untuk menentukan figur yang tepat untuk menjabat sebagai Sekretaris Kabinet dan masih ada keinginan Presiden untuk mempertahankan Sekretariat Kabinet. Jon, “Presiden Tetap Pertahankan Keberadaan Seskab”, http://www.pelita.or.id/baca.php?id=81414, diakses pada tanggal 25 September 2012. 509 Peraturan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 8 Desember 2009. Pada masa Kabinet Indonesia Bersatu II, mengingat cakupan pelaksanaan program reformasi administrasi pemerintahan sangat kompleks dan berkaitan dengan bidang aparatur pemerintahan, maka tugas tersebut diberikan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Unit Kerja ini membantu Presiden dalam pengendalian 15 program prioritas unggulan (Pasal 4 huruf d Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2012).
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
123
organisasinya terdiri enam deputi dan tenaga profesional, dan dalam melaksanakan tugasnya juga memiliki sekretariat yang secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Menteri Sekretaris Negara.510 Pada masa Kabinet Indonesia Bersatu II ini, pengaturan mengenai organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet disempurnakan namun instrumen hukumnya (legal instrument) dibuat terpisah. Pengaturan mengenai organisasi Sekretariat Negara, yang berubah nama menjadi Kementerian Sekretariat Negara setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010; sedangkan pengaturan mengenai organisasi Sekretariat Kabinet ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010.511 Meskipun Sekretariat Negara telah menjadi kementerian dan Sekretariat Kabinet tetap berstatus lembaga pemerintah setingkat kementerian, keduanya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.512 Garis pemisah antara keduanya terletak pada tugas pokok yang diberikan, dimana Kementerian Sekretariat Negara mempunyai tugas untuk memberikan dukungan teknis dan administrasi serta analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara, sedangkan Sekretariat Kabinet mempunyai tugas untuk memberi dukungan staf, administrasi, teknis, dan pemikiran kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan.513 Sekretariat Kabinet tidak diberikan tugas pokok dan fungsi pelayanan kepada Wakil Presiden karena fungsi tersebut dilaksanakan oleh Sekretariat Wakil Presiden (berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara).514 510
Perhatikan ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2012. 511 Peraturan Presiden tentang Kementerian Sekretariat Negara ditetapkan pada tanggal 17 September 2010 dan Peraturan Presiden tentang Sekretariat Kabinet ditetapkan pada tanggal 28 Desember 2010. 512 Perhatikan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 dan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 513 Perhatikan ketentuan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 dan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 514 Perhatikan pertentangan antara ketentuan Menimbang dan ketentuan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. Dalam ketentuan Menimbang disebutkan bahwa pemberian dukungan dilakukan untuk Presiden dan Wakil Presiden namun dalam kenyataannya Sekretariat
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
124
Susunan organisasi Kementerian Sekretariat Negara terdiri dari:515 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m.
Sekretariat Presiden (sebelumnya Rumah Tangga Kepresidenan); Sekretariat Wakil Presiden; Sekretariat Militer Presiden; Sekretariat Kementerian; Deputi Bidang Dukungan Kebijakan; Deputi Bidang Sumber Daya Manusia; Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan; Deputi Bidang Perundang-undangan; Staf Ahli Bidang Politik, Pertahanan, dan Keamanan; Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia; Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat; Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Informatika; dan Staf Ahli Bidang Aparatur Negara dan Otonomi Daerah.
Sementara itu, susunan organisasi Sekretariat Kabinet terdiri dari:516 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
k.
Wakil Sekretaris Kabinet; Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Deputi Bidang Perekonomian; Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat; Deputi Bidang Persidangan Kabinet; Deputi Bidang Administrasi; Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Internasional; Staf Ahli Bidang Tata Ruang dan Wilayah Perbatasan; Staf Ahli Bidang Riset, Teknologi, Komunikasi, dan Informasi; Inspektorat; dan Pusat.
Meskipun tidak ditempatkan dalam satu pasal, di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara juga terdapat Inspektorat dan Pusat.517 Menteri Sekretaris
Kabinet sama sekali tidak berurusan dengan pelayanan kepada Wakil Presiden sesuai ketentuan Pasal 2 tersebut. Bandingkan dengan tugas pokok dan fungsi Sekretariat Kabinet dalam Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005. 515 Ketentuan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010. 516 Ketentuan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 517 Di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, tugas Inspektorat secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara dan Deputi Bidang Administrasi Sekretariat Kabinet. Di Kementerian Sekretariat Negara paling banyak dibentuk tiga Pusat, yang bertanggung jawab melalui Sekretaris Kementerian (khusus Pusat Pendidikan dan Pelatihan melalui Deputi Bidang Sumber Daya Manusia), sedangkan di Sekretariat Kabinet paling banyak dibentuk dua Pusat, yang bertanggung jawab melalui Deputi Bidang Administrasi. Perhatikan ketentuan Pasal 68 ayat (1) dan Pasal 69 ayat (1) Peraturan
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
125
Negara dan Sekretaris Kabinet juga masih memiliki Staf Khusus yang bertugas untuk memberi saran dan pertimbangan di luar bidang tugas organisasi. 518 Setelah kedua Peraturan Presiden itu terbentuk, di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet terjadi perubahan struktur (restrukturisasi) di beberapa tempat. Di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara, unsur jabatan Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Pengawasan dibubarkan dan fungsi pengawasannya diberikan kepada Inspektorat.519 Sementara itu, di lingkungan Sekretariat Kabinet, unsur organisasi dua kedeputian (Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Pemerintahan) dipecah menjadi tiga kedeputian (Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Deputi Bidang Perekonomian, dan Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat) dan terdapat dua unsur organisasi baru, yaitu Inspektorat dan Pusat.520 Selain Dewan Pertimbangan Presiden, Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, di lingkungan Lembaga Kepresidenan juga dibentuk Utusan Khusus, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden untuk memperlancar pelaksanaan tugas Presiden dalam rangka menyelesaikan berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Ketiga organ itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012.521
Presiden Nomor 58 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010 dan Pasal 4 jo. Pasal 27 dan Pasal 28 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 518 Di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet paling banyak diangkat 3 orang Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara dan 3 orang Staf Khusus Sekretaris Kabinet. Staf Khusus diberi hak keuangan dan fasilitas setingkat dengan jabatan struktural I.b. Perhatikan ketentuan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010 dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 519 Perhatikan ketentuan Pasal 5 ayat (6) Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 dan ketentuan Pasal 68 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan 80 Tahun 2010. 520 Bandingkan susunan organisasi Sekretariat Kabinet dalam ketentuan Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 dan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 521 Peraturan Presiden tersebut ditetapkan pada tanggal 14 Februari 2012 dan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 44.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
126
Dengan demikian, susunan organisasi atau lembaga pendukung yang berada di lingkungan Lembaga Kepresidenan pada masa Kabinet Indonesia Bersatu II adalah sebagaimana terlihat dalam Bagan 2.23 di halaman berikut.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
127 Bagan 2.23. Susunan Organ Pendukung Presiden pada Masa Kabinet Indonesia Bersatu II Dewan Pertimbangan Presiden Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden
Presiden dan Wakil Presiden
Sekretariat Negara
Sekretariat Kabinet
Sekretariat Presiden
Wakil Sekretaris Kabinet
Sekretariat Wakil Presiden
v Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Sekretariat Militer Presiden Sekretariat Kementerian Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Deputi Bidang Perundang-undangan Staf Ahli Bidang Politik, Pertahanan, dan Keamanan Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Informatika
Deputi Bidang Perekonomian Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Deputi Bidang Persidangan Kabinet Deputi Bidang Administrasi Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Internasional Staf Ahli Bidang Tata Ruang dan Wilayah Perbatasan Staf Ahli Bidang Riset, Teknologi, Komunikasi, dan Informatika Inspektorat Pusat
Staf Ahli Bidang Aparatur Negara dan Otonomi Daerah
UKP-PPP Sekretariat UKP-PPP
Utusan Khusus Presiden Staf Khusus Presiden (14): Sekretaris Pribadi Presiden; Juru Bicara Presiden; Bidang Hubungan Internasional; Bidang Informasi/Public Relation; Bidang Komunikasi Politik; Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Bidang Komunikasi Sosial; Bidang Pangan dan Energi; Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah; Bidang Perubahan Iklim; Bidang Publikasi dan Dokumentasi; Bidang Bantuan Sosial dan Bencana; Bidang Administrasi dan Keuangan; dan Bidang Ekonomi dan Pembangunan Staf Khusus Wakil Presiden (8): Bidang Umum; Bidang Komunikasi dan Informasi; Bidang Hukum; Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga; Bidang Ekonomi dan Keuangan; Bidang Infrastruktur dan Investasi; Bidang Reformasi Birokrasi; dan Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah Universitas Indonesia
Inspektorat Pusat
Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, & Staf Khusus Wakil Presiden
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
128
BAB III PEMISAHAN KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL A.
Jabatan dan Kekuasaan Presiden dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil
1.
Jabatan Presiden Kata “presiden” pertama kali digunakan Amerika Serikat untuk menyebut
kepemimpinan George Washington pada masa Revolusi Amerika (1789-1797).522 Di Eropa, kata itu pertama kali digunakan Perancis pada era Republik Ketiga Perancis (1875-1940); di Asia mulai populer ketika Amerika Serikat memberi kemerdekaan kepada Filipina (1935); dan di Afrika pertama kali digunakan oleh Liberia (1848).523 Beberapa contoh negara lain yang menggunakan kata “presiden” dalam susunan pemerintahannya, antara lain Brazil, Suriah, Mesir, dan Indonesia. Dalam bahasa Latin, kata “presiden” merupakan gabungan dari dua kata, yaitu ‘prae’ berarti di depan dan ‘sidere’ berarti menduduki, sehingga kata “presidere” berarti duduk di depan, sedangkan kata “presiden” dalam bahasa Inggris merupakan derivatif atau berasal dari kata “to preside” yang artinya memimpin atau tampil di depan.524 Pada dasarnya, kata “presiden” menunjuk pada seseorang yang memiliki kedudukan tertinggi di suatu negara namun berkembang untuk menyebut jabatan seseorang dalam struktur lembaga atau organisasi, perusahaan, dan universitas.525 522
Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 13. 523 Ibid. 524 Harun Alrasid, Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999, hlm. 1. Buku tersebut merupakan disertasi Harun Alrasid yang berjudul Masalah Pengisian Jabatan Presiden (Sejak Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 1945 Sampai Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 1993. 525 Salah satu organisasi yang menggunakan kata Presiden adalah Partai Keadilan Sejahtera. Istilah ini juga banyak digunakan perusahaan dengan sebutan Presiden Direktur. Kemudian, di dalam struktur universitas masih terdapat penggunaan istilah Presiden untuk menyebut jabatan tertinggi kemahasiswaan, seperti Presiden Mahasiswa. Di Indonesia, pada tahun 1950, pernah digunakan istilah Presiden Universitas namun karena Soekarno berkeberatan dengan alasan hanya ada satu presiden di Indonesia sehingga istilah tersebut tidak digunakan dan diganti dengan istilah Rektor Universitas.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
129
Dalam literatur kamus Black’s Law, president adalah the chief political executive of government, the head of state, dan the chief executive officer of a corporation or other organization.526 Sementara itu, dalam bahasa Indonesia, presiden berarti kepala lembaga atau kepala negara bagi negara yang berbentuk republik.527 Kata “presiden” mengandung dua makna, yaitu jabatan (ambt) dan pejabat (ambtsdrager). Menurut Bagir Manan, ambt adalah lingkungan kerja tetap yang berisi fungsi tertentu yang secara keseluruhan akan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi, sedangkan ambtsdrager adalah pemangku jabatan atau orang-perorangan (natuurlijkpersoon) yang duduk atau didudukkan dalam suatu jabatan dengan tugas dan wewenang (taak en bevoegheid) untuk merealisasikan berbagai fungsi jabatan tertentu.528 Selain kata “presiden”, pilihan kata yang sering digunakan untuk menyebut kedudukan tertinggi dalam suatu negara, antara lain “raja (king)”, “ratu (queen)”, “amir (the ruler)”, “ketua (ra’is)”, dan “perdana menteri (prime minister)”.529 Kata yang digunakan itu biasanya mencerminkan penggunaan konsep kepala Negara (nominal executive) dan kepala pemerintahan (real executive) yang berbeda di setiap negara. Di negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer, konsep kepala negara dan kepala pemerintahan umumnya dibedakan dan dipisahkan, tetapi di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil, konsep itu tidak dibedakan.530 Tetapi di negara otoritarian, kedua konsep itu tetap diorganisasikan dalam satu tangan dan tidak bergantung pada corak sistem pemerintahannya.531 Jabatan Presiden di Indonesia memiliki tiga karakteristik pokok.532 Karakteristik pertama, jabatan Presiden merupakan jabatan tunggal (single 526
Brian A. Garner, op.cit., p. 1304. Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 1101. 528 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2004, hlm. 66. 529 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara …, op.cit., hlm. 56. 530 Ibid. 531 Ibid. 532 Ibid. Penulis berpendapat dari empat karakteristik yang disampaikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, hanya tiga karakteristik yang masih relevan untuk digunakan saat ini karena karakteristik ke-4 yang menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dipilih 527
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
130
executive), artinya hanya ada satu orang yang memangku jabatan tersebut yang diatribusikan wewenang dan tanggung jawab eksekutif untuk menjalankan kekuasaan negara (concentration of power and responsibility upon the President).533 Karakteristik kedua, Presiden memiliki masa jabatan yang tetap (fixed term of office).534 Karakteristik ketiga, menteri yang bertugas membantu menjalankan fungsi pemerintahan yang diemban oleh Presiden, diangkat, diberhentikan, dan hanya bertanggung jawab kepada presiden.535 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, ada empat prinsip jabatan yang harus dimiliki Presiden untuk menciptakan pemerintahan yang stabil dan akuntabel, yaitu: 536 1.
2.
3.
Jabatan presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil ditempatkan secara terpisah, baik secara kelembagaan maupun personel, dari majelis dan lembaga yudikatif. Prinsip ini berorientasi pada pemisahan kelembagaan dan personel yang tegas antara masing-masing kekuasaan dalam negara; Presiden dipilih langsung oleh rakyat (direct popular vote) untuk suatu masa jabatan yang tetap (fixed term of office). Prinsip ini bertujuan untuk membentuk eksekutif yang efektif karena memiliki legitimasi dan masa kerja yang pasti; Presiden merupakan eksekutif tunggal (sole executive) yang tidak terbagi (not divided) ke dalam jabatan kepala negara (head of state) dan jabatan kepala pemerintahan (head of government), sebagaimana
oleh MPR dengan suara terbanyak tidak berlaku lagi dan telah diubah bahwa Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 Setelah Perubahan. 533 Vide juga Penjelasan UUD 1945 bagian Sistem Pemerintahan Negara angka IV (Sebelum Perubahan UUD 1945). Karakteristik ini menunjukkan bahwa kekuasaan eksekutif dalam sistem pemerintahan Indonesia adalah penyatuan wewenang politik dan wewenang seremonial dalam satu jabatan (fusion of political and ceremonial powers) atau dalam bahasa yang lebih umum tidak ada pemisahan antara jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan. Ketentuan yang sebenarnya hanya bermaksud untuk mencerminkan sifat eksekutif tunggal ini di kemudian hari diperluas pengertiannya oleh sementara pihak demi melanggengkan dan memperluas kekuasaan politiknya. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, op.cit., hlm. 142. 534 Di dalam UUD 1945 ditentukan Presiden dan Wakil Presiden memiliki masa jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk sekali masa jabatan. Ketentuan ini dibentuk sebagai koreksi atas ketentuan UUD 1945 sebelumnya yang tidak membatasi masa jabatan Presiden guna mencegah terbentuknya kekuasaan Presiden yang absolut. Ibid., hlm. 143. 535 Pada masa awal ketatanegaraan Indonesia sempat terjadi persoalan antara Yamin dan Hatta dengan Supomo. Menurut Yamin dan Hatta, pada dasarnya menteri melaksanakan kekuasaan eksekutif sehingga DPR dapat meminta pertanggungjawabannya. Tetapi Soepomo berpendapat bahwa dalam sistem pemerintahan presidensiil menteri berperan sebagai pembantu Presiden sehingga pertanggungjawabannya hanya diberikan kepada Presiden. Ibid., hlm. 144. 536 Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Semua Harus Terwakili: Studi mengenai MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2000, hlm. 142.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
131
4.
umumnya terjadi dalam sistem pemerintahan parlementer ataupun semiparlementer. Prinsip ini mengandung makna peleburan kekuasaan seremonial dan kekuasaan politik (fusion of ceremonial and political powers) guna menghindari terjadinya tumpang-tindih fungsi dan wewenang dalam kekuasaan eksekutif; Presiden hanya bertanggung jawab secara langsung kepada rakyat (responsible to the constitution and directly responsible to the people). Konsekuensinya adalah presiden tidak dapat dijatuhkan secara politik oleh majelis, kecuali secara hukum atas dasar pendakwaan (impeachment) majelis.
Dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945, pernah ditentukan salah satu syarat untuk menjadi Presiden Republik Indonesia ialah orang Indonesia asli.537 Namun tidak ada syarat lain yang ditentukan UUD 1945 dan bahkan juga tidak dijelaskan lebih lanjut pengertian “orang Indonesia asli”, padahal saat itu UUD 1945 disertai dengan Penjelasan. Sebenarnya untuk mengetahui arti dari kata-kata “orang Indonesia asli” itu, dapatlah kiranya dilihat pada uraian tentang pembicaraan yang berlangsung selama rapat BPUPKI, khususnya sepanjang yang berhubungan dengan persoalan warga negara, yang kemudian dicantumkan di dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi:538 “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.”
Namun ketentuan UUD 1945 itu masih kurang jelas sehingga membutuhkan penafsiran yang tepat. Bagir Manan menyatakan, kata “orang Indonesia asli” masih memerlukan kejelasan karena memiliki dua macam penafsiran, yaitu penafsiran pertama, klausul “orang Indonesia asli” dimaknai sebagai golongan Bumiputera sebagaimana dimaksud Pasal 163 Indische Staatsegeling (IS)539 yang 537
Pasal tersebut termasuk dalam salah satu pasal yang diubah pada Perubahan Ketiga UUD 1945. 538 Muchyar Yara, Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia: Suatu Tinjauan Sejarah Hukum Tata Negara, Jakarta: Nadhilah Ceria Indonesia, 1995, hlm.125. 539 Pasal 163 IS mengatur pembagian golongan, yang seluruh isinya dikutip dari Pasal 109 Reggerings Reglement (RR). Golongan Eropa terdiri dari orang-orang Belanda, orang Eropa lain di luar Belanda, orang Jepang, semua orang yang berasal dari wilayah lain dengan ketentuan wilayah itu tunduk kepada hukum keluarga yang secara substansial memiliki asas hukum yang sama dengan hukum Belanda. Kemudian juga ditambahkan dengan anak sah yang diakui dengan undang-undang serta anak-anak klasifikasi golongan Eropa dimaksud yang lahir di tanah jajahan. Adapun golongan Timur Asing terdiri dari semua orang yang bukan golongan Eropa maupun penduduk asli tanah jajahan. Mereka ini di antaranya adalah orang Arab, India, dan China.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
132
membedakan penduduk Indonesia ke dalam golongan Eropa, Timur Asing, dan Bumiputera (penafsiran ini dinilai tidak sesuai lagi dengan suasana kemerdekaan Indonesia karena mengandung unsur diskriminasi dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu, dengan tidak ada kecualinya); sedangkan penafsiran kedua, klausul itu dimaknai sebagai orang yang lahir sebagai warga negara Indonesia (natural born citizen) sehingga yang dapat menjadi Presiden tidak hanya golongan Bumiputera tetapi juga golongan natural born citizen berdasarkan asas ius soli (hak untuk mendapatkan kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran).540 Pemaknaan yang kedua itulah yang pada akhirnya diadopsi sebagai syarat konstitusional dan dicantumkan secara eksplisit dalam perubahan ketentuan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945, yakni calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri. Syarat lainnya ialah tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.541 Selain syarat yang ditentukan UUD 1945 tersebut, calon Presiden dan calon Wakil Presiden juga harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ketentuan
Sedangkan golongan terakhir, yakni Bumiputera terdiri dari orang Indonesia asli. Pengelompokan yang demikian ini berimbas pada aturan hukum yang berlaku bagi setiap kelompok. Sebagaimana diatur dalam Pasal 131 IS, hukum yang berlaku bagi golongan Eropa adalah hukum yang berlaku di negeri Belanda. Adapun bagi golongan Timur Asing berlaku hukumnya sendiri. Selanjutnya bagi golongan Bumiputera hukum yang berlaku adalah hukum adat. Jika kepentingan sosial menghendaki maka hukum Eropa dapat berlaku lintas golongan. Keberlakuan ini selanjutnya disebut sebagai penundukan diri terhadap hukum Eropa, baik secara sempurna maupun sebagian. Penundukan sempurna dipahami bahwa ketentuan hukum Eropa berlaku utuh bagi setiap subjek hukum yang melakukan suatu perbuatan hukum. Dengan kata lain, subjek hukum tersebut dianggap sama dengan golongan Eropa sehingga hukumnya juga hukum Eropa. Vide Bagir Manan, op.cit., hlm. 60 dan 61. 540 Bagir Manan, op.cit., hlm. 61. Vide Ign Ismanto, Pemilihan Presiden Secara Langsung 2004: Dokumentasi, Analisis, dan Kritik: Jakarta, Galangpress Group, 2004, hlm. 52. 541 Perhatikan perbedaan bunyi Pasal 6 ayat (1) Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD 1945.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
133
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Syarat tersebut adalah:542 a. b.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri; c. Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya; d. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden; e. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; f. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara; g. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; h. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; i. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela; j. Terdaftar sebagai Pemilih; k. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi; l. Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; m. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945; n. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih; o. Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun; p. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat; q. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI; dan r. Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara Republik Indonesia.
Presiden harus menjadi pimpinan negara sejati yang bersatu jiwa dengan seluruh rakyatnya.543 Presiden juga harus mampu mengatasi segala golongan, 542
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 disahkan pada tanggal 13 November 2008 dan pemberlakuannya menyebabkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
134
bersifat mempersatukan negara dan bangsa, dan mengenal keadilan dan cita-cita rakyat.544 Dalam sistem pemerintahan presidensiil, jabatan Presiden memegang peranan yang sangat penting sebagai penyelenggara pemerintahan. Oleh sebab itu, jabatan kepresidenan harus senantiasa terisi dan tidak boleh kosong walaupun untuk waktu yang singkat.545 Apabila Presiden sedang berhalangan sementara atau tidak mampu melaksanakan tugas, harus segera ditetapkan segera penggantinya agar tidak terjadi kekosongan jabatan.546 Presiden dapat mendelegasikan tugas tertentu kepada Wakil Presiden untuk bertindak sebagai pejabat negara yang menjalankan tugas kepresidenan on behalf of the President.547 Situasi dan kondisi demikianlah yang menjadi landasan sosiologis (sociologische gronslag) pembentukan suatu Keputusan Presiden yang secara khusus memuat alasan penugasan kepada Wakil Presiden (fungsinya seperti surat pemberitahuan tugas).548 Masalah pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hubungan yang erat dengan sistem pemerintahan yang dianut oleh undang-undang dasar suatu negara yang berbentuk republik.549 Perbedaan kedudukan dan peranan Presiden pada masing-masing sistem pemerintahan yang dianut akan membawa akibat saling berbedanya pula pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden di negara yang bersangkutan.550 Menurut Bagir Manan, pengisian jabatan di negara hukum demokratis (democratische rechtstaat) dapat dilakukan melalui tiga sistem, yaitu pemilihan 543
Rudini et.al., Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Kekuasaan Lembaga Kepresidenan Pasca 1998, Yogyakarta: Pandega Media, 1997, hlm. 38. 544 Ibid. 545 Bagir Manan, Teori dan Politik …, op.cit., hlm. 82. 546 Ibid. 547 Dalam posisi on behalf, kualitas tindakan Wakil Presiden itu sama dengan kualitas tindakan Presiden sehingga Wakil Presiden dapat menandatangani suatu dokumen hukum tertentu apabila mendapat pendelegasian wewenang dari Presiden. Vide Hanta Yuda A.R., op.cit., hlm. 22. 548 Awalnya hal tersebut diatur dalam TAP MPR Nomor VII/MPR/1973 namun telah diperbarui dengan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2000 tentang Penugasan Wakil Presiden untuk Melaksanakan Tugas Presiden dalam hal Presiden Berada di Luar Negeri (ditetapkan tanggal 26 Januari 2000 dan masih menjadi acuan dalam pembentukan keputusan presiden selanjutnya), contohnya Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2012 (tugas ke Amerika Serikat). 549 Muchyar Yara, op.cit., hlm. 95. 550 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
135
(election),
pengangkatan
pengangkatan).
551
(appointment),
dan
gabungan
(pemilihan
dan
Di Indonesia, pengisian jabatan Presiden dilakukan melalui
sistem gabungan, dimana pengisian jabatan melalui sistem election dilakukan dalam hal terjadi kekosongan jabatan yang disebabkan berakhirnya masa jabatan Presiden sesuai dengan yang ditentukan dalam UUD 1945 (keadaan normal), sedangkan pengisian jabatan melalui sistem appointment dilakukan dalam hal terjadi keadaan mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya (keadaan khusus).552 Sistem election ini mengalami perkembangan atau transformasi yang selaras dengan perubahan ketentuan mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam UUD 1945. Jika sebelum reformasi, pengisian jabatan dilakukan melalui pemilihan tidak langsung karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak (election with indirect popular vote), maka setelah Perubahan Ketiga UUD 1945 yang menentukan bahwa Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dan negara hukum, pengisian jabatan dilakukan melalui pemilihan langsung karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (election with direct popular vote).553 Artinya, bila dalam keadaan normal maka Presiden dan Wakil Presiden akan digantikan secara bersamaan oleh Presiden dan Wakil Presiden baru yang terpilih dari pemilihan umum, namun bila dalam keadaan khusus maka Presiden akan digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.554 Dari beberapa hal tersebut, diketahui bahwa pengisian jabatan Presiden baru dapat dilakukan apabila masa jabatan Presiden berakhir. 555 Masa jabatan Presiden itu tidak selalu sama antara negara yang satu dengan negara yang lain. Hampir 551
Bagir Manan, Teori dan Politik …, op.cit. Perhatikan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (1) UUD 1945 Setelah Perubahan. 553 Perhatikan perubahan ketentuan mengenai pemilihan jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 Sebelum Perubahan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 Setelah Perubahan (Ketiga). Vide cara pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam Bagir Manan, Teori dan Politik …, op.cit., hlm. 69 dan 70. 554 Perhatikan ketentuan Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 8 ayat (1) UUD 1945 Setelah Perubahan. Selain kedua kondisi tersebut, masih ada 1 kondisi lagi, yaitu jika Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat melakukan kewajibannya maka tugas kepresidenan dilaksanakan secara bersama-sama oleh lembaga triumvirat (berasal dari bahasa Latin yang berarti dari 3 laki-laki) yang terdiri dari Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan. 555 Bagir Manan, Teori dan Politik …, op.cit., hlm. 70. 552
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
136
semua pemerintahan yang bersistem presidensiil membatasi masa jabatan Presiden, sekali atau paling banyak dua kali berturut-turut, seperti di Indonesia.556 Pembatasan masa jabatan itu didasarkan pada pertimbangan praktis dan ideologis, dimana secara praktis, pemerintahan yang terlalu lama dapat mendorong ke arah konservatisme, anti perubahan, dan dikhawatirkan terjadi kecenderungan power tents to corrupt, sementara secara ideologis, pembatasan itu berkaitan erat dengan prinsip republik, paham demokrasi, paham negara berdasarkan atas hukum, dan sebagainya.557 Di negara dengan sistem pemerintahan presidensiil, pemberhentian atau pemakzulan (impeachment) Presiden dilakukan atas dasar atau alasan pelanggaran hukum pidana tertentu dengan melalui suatu mekanisme peradilan pidana umum (forum privilegiatum), sedangkan di negara dengan sistem pemerintahan parlementer, pemakzulan Presiden dilakukan atas dasar atau alasan politik penolakan pertanggungjawaban Presiden dengan melalui suatu mekanisme pertanggungjawaban politik.558 Di Indonesia, pemakzulan hanya dapat dilakukan apabila Presiden dan/atau Wakil
Presiden
telah
terbukti
melakukan
pelanggaran
hukum
berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, maupun apabila tidak terbukti lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.559 Mekanisme pemakzulan itu diusulkan oleh sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah anggota DPR kepada
556
Di Indonesia, Presiden hanya memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk sekali masa jabatan (total 10 tahun) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 7 UUD 1945. 557 Bagir Manan, Teori dan Politik …, op.cit., hlm. 96. 558 Secara umum, ada empat kelompok alasan pemakzulan Presiden, yaitu alasan politik ditolaknya pertanggungjawaban Presiden (contohnya Perancis), pelanggaran hukum tata negara (contohnya Jerman), alasan tindak pidana (contohnya Amerika Serikat), dan gabungan dari ketiga alasan sebelumnya. Keberhasilan pemakzulan tersebut bergantung pada lima faktor, yaitu keseimbangan kekuasaan antara berbagai cabang kekuasaan, ketentuan konstitusi dan perundangundangan tentang pemakzulan, struktur partai politik, popularitas Presiden sebelum tuduhan pelanggaran atas kesalahan bertindak dari Presiden, dan faktor lain seperti media massa, kondisi ekonomi, dan tekanan internasional (Jody C. Baumgartner). Vide Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 40. 559 Vide ketentuan Pasal 7A UUD 1945 Setelah Perubahan.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
137
Mahkamah Konstitusi dan jika diputus terbukti melakukan pelanggaran maka DPR meneruskannya kepada MPR untuk menyidangkan usul DPR tersebut. 560 2.
Kekuasaan Presiden Pengertian kekuasaan identik dengan wewenang. Secara harfiah, kekuasaan
adalah kemampuan orang atau golongan untuk menguasai orang atau golongan lain berdasarkan kewibawaan, wewenang, karisma, atau kekuasaan fisik, sedangkan wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk bertindak atau kekuasaan untuk memerintah (kewenangan).561 Kedua kata itu saling berhubungan dan sering dipertukarkan satu sama lain dalam percakapan sehari-hari. Kekuasaan Presiden di berbagai negara sangat ditentukan oleh sistem ketatanegaraan, bentuk negara, dan sistem pemerintahan yang dianut oleh setiap negara. Di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil, biasanya lembaga eksekutif memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan lembaga legislatif dan lembaga yudikatif dan berbentuk tertulis. Menurut Jimly Asshiddiqie, ada tiga sifat kewenangan Presiden yang biasa dirumuskan dalam konstitusi, yaitu:562 a.
b.
c.
Kewenangan yang bersifat eksekutif, yaitu kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar (to govern based on the constitution). Kewenangan ini menegaskan bahwa semua kegiatan pemerintahan yang dilakukan Presiden harus didasarkan atas perintah konstitusi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga mempersempit peluang terjadinya diskresi kekuasaan (discretionary power); Kewenangan yang bersifat legislatif, yaitu kewenangan untuk mengatur kepentingan umum atau publik (to regulate public affairs based on the law and the constitution). Dalam sistem pemisahan kekuasaan (separation of power), kewenangan untuk mengatur ini dianggap berada di tangan lembaga perwakilan, bukan di tangan eksekutif. Jika lembaga eksekutif merasa perlu mengatur, maka kewenangan mengatur di tangan eksekutif itu bersifat derivatif dari kewenangan legislatif. Artinya, Presiden tidak boleh menetapkan suatu peraturan yang bersifat mandiri; Kewenangan yang bersifat yudisial, yaitu kewenangan yang bertujuan untuk pemulihan keadilan yang terkait dengan keputusan pengadilan, seperti kewenangan mengurangi hukuman, memberikan pengampunan, atau menghapusan tuntutan yang terkait erat dengan kewenangan
560
Secara lebih detil, Vide ketentuan Pasal 7B UUD 1945 Setelah Perubahan. Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 746 jo. 1560. 562 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara ..., op.cit., hlm. 75-77. Vide Hanta Yuda A.R., opc.it., hlm.23-25. 561
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
138
d.
e.
pengadilan. Dalam sistem parlementer yang mempunyai kepala negara, ini biasanya mudah dipahami karena adanya peran simbolik yang berada di tangan kepala negara. Namun dalam sistem presidensiil, kewenangan memberi grasi, abolisi, dan amnesti dimiliki Presiden; Kewenangan yang bersifat diplomatik, yaitu kewenangan untuk menjalankan hubungan dengan negara lain atau subjek hukum internasional lainnya dalam konteks hubungan luar negeri, baik dalam keadaan perang maupun dalam kondisi damai. Posisi Presiden adalah sebagai pucuk pimpinan negara sekaligus sebagai simbol kedaulatan politik negara dalam berinteraksi dengan negara lain. Selain itu, Presiden juga memiliki kewenangan politik untuk menyatakan perang atau berdamai dengan negara lain tetapi dengan persetujuan parlemen; dan Kewenangan yang bersifat administratif, yaitu kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan kenegaraan dan jabatan administrasi negara. Kewenangan ini biasa disebut dengan hak prerogatif Presiden. Selain itu, karena Presiden juga merupakan kepala eksekutif, maka Presiden juga berhak untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat pemerintahan atau pejabat administrasi negara.
Di Indonesia, kekuasaan Presiden diatur secara jelas di dalam konstitusi. Berdasarkan ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, kekuasaan Presiden pada awal kemerdekaan sangat besar karena segala kekuasaan yang ada sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional (memegang pemerintahan dalam arti luas). 563 Namun kekuasaannya itu hanya bertahan selama dua bulan karena kemudian diterapkan sistem pemerintahan parlementer sehingga Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara atau simbol saja, sementara kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Kondisi itu terus berlanjut hingga masa Konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950 karena dalam kedua konstitusi tersebut Presiden hanya sebagai kepala negara yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dalam pemerintahan karena roda pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikeluarkan, kekuasaan Presiden kembali menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sejak saat itu hingga tahun 1999, bangsa Indonesia menjalankan kehidupannya berlandaskan pada konstitusi tersebut, sebelum akhirnya dilakukan perubahan UUD 1945 pada tahun 1999-2002 sebanyak empat kali berturut-turut. 563
Perhatikan ketentuan UUD 145 Sebelum Perubahan. Pemerintahan pada saat itu masih dijalankan secara kolegial.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
139
UUD 1945 sebelum perubahan memberi kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden Republik Indonesia untuk menyelenggarakan roda kenegaraan. Kekuasaan yang sangat besar itulah yang menyebabkan usulan perubahan UUD 1945 banyak yang diarahkan pada Lembaga Kepresidenan, khususnya terhadap pasal yang mengatur lembaga tersebut dalam UUD 1945. 564 Hal ini didukung Hamdan Zoelva yang menyatakan bahwa kekuasaan Presiden yang begitu besar menjadi salah satu penyebab munculnya semangat perubahan UUD 1945.565 Maka dari itu, atas desakan berbagai pihak akhirnya pada tahun 1999-2004 MPR melakukan perubahan terhadap UUD 1945 dan salah satu hasil perubahannya adalah mereduksi kekuasaan Presiden.566 Sebelum perubahan, komposisi struktur UUD 1945 memberikan pengaturan yang dominan bagi kelembagaan Presiden, baik jumlah pasal maupun kekuasaannya. Dalam UUD 1945 terdapat 13 pasal dari 70 pasal yang mengatur langsung mengenai jabatan kepresidenan, yaitu Pasal 4 sampai dengan Pasal 15 dan Pasal 22 UUD 1945. Setelah empat kali perubahan, jumlah pasal yang mengatur langsung mengenai lembaga Presiden bertambah menjadi 19 pasal dari 72 pasal (di luar tiga pasal Aturan Peralihan dan dua pasal Aturan Tambahan).567 Tipe pemerintah yang diturunkan dari aneka pasal UUD 1945 telah menempatkan Lembaga Kepresidenan sebagai institusi politik dengan kekuasaan yang sangat besar, dengan posisi Presiden pada posisi puncak. 568 Oleh sebab itu, umum dipahami bahwa Pemerintah Indonesia mewakili the strong executive type of government, tipe yang mengekspresikan sentralitas Lembaga Kepresidenan dalam seluruh matriks politik yang sangat kompleks.569 Dewasa ini, kekuasaan prerogatif Presiden adalah sebagai berikut:570 564
S. Wicaksono, Perubahan Undang-Undang Dasar di Indonesia: Studi Yuridis terhadap Usulan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tentang Lembaga Kepresidenan, Depok: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000, hlm. 95. 565 Hamdan Zoelva, “Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Setelah Perubahan UUD 1945”, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=33, diakses pada tanggal 4 Oktober 2012. 566 Abdul Ghoffar, op.cit., hlm. 76. 567 Bagir Manan, op.cit., hlm. 27. 568 Cornelis Lay et.al., Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Yogyakarta: Pandega Media, 1997, hlm. 7. 569 Ibid. 570 Abdul Ghoffar, op.cit., hlm. 96-120.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
140
a. b.
c. d.
e. f. g. h. i.
j.
Kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan;571 Kekuasaan di bidang peraturan perundang-undangan, meliputi kekuasaan mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR dan menetapkan peraturan pemerintah,572 kekuasaan menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang,573 dan kekuasaan membentuk peraturan presiden;574 Kekuasaan di bidang yudisial, mencakup kekuasaan dalam pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi;575 Kekuasaan dalam hubungan luar negeri, mencakup kekuasaan menyatakan perang dan membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain,576 dan kekuasaan mengangkat duta dan konsul;577 Kekuasaan menyatakan keadaan bahaya;578 Kekuasaan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi angkatan bersenjata;579 Kekuasaan memberi gelar dan tanda kehormatan lainnya;580 Kekuasaan membentuk Dewan Pertimbangan Presiden;581 Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri;582 dan Kekuasaan mengangkat, menetapkan, atau meresmikan pejabat negara, seperti anggota BPK583, hakim agung584, anggota KY585, dan hakim konstitusi586.
Menurut Masyarakat Transparansi Indonesia, ada 35 bentuk kekuasaan Presiden yang dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu:587 a.
Kekuasaan Presiden yang mandiri, yaitu kekuasaan yang tidak diatur sama sekali mekanisme pelaksanaannya atau yang mekanisme
571
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. 573 Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. 574 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 575 Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. 576 Pasal 11 UUD 1945. 577 Pasal 13 ayat (1) UUD 1945. 578 Pasal 12 UUD 1945. 579 Pasal 10 UUD 1945. 580 Pasal 15 UUD 1945. 581 Pasal 16 UUD 1945. 582 Pasal 17 ayat (2) UUD 1945. 583 Pasal 23F ayat (1) UUD 1945. 584 Pasal 24A ayat (3) UUD 1945. 585 Pasal 24B ayat (3) UUD 1945. 586 Pasal 24C ayat (3) UUD 1945. 587 Masyarakat Transparansi Indonesia,”Bab III Analisis terhadap Mekanisme Pelaksanaan Kekuasaan Presiden RI dalam Hukum Positif di Indonesia”, Desember 1999, http://www.transparansi.or.id/wp-content/uploads/1999/12/bab_3.html, diakses pada tanggal 12 November 2012. 572
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
141
b.
c.
pelaksanaannya memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden. Dalam kategori ini terdapat sembilan bentuk kekuasaan Presiden, yaitu kekuasaan Presiden sebagai penguasa tertinggi angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, dan kepolisian negara; kekuasaan menyatakan keadaan bahaya; kekuasaan mengangkat duta dan konsul serta menerima duta negara lain; kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri; kekuasaan mengesahkan dan tidak mengesahkan rancangan undang-undang inisiatif DPR; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara, dan Kepala Kepolisian Negara RI; dan kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Kekuasaan Presiden dengan persetujuan DPR, yaitu kekuasaan yang dapat dilaksanakan dengan persetujuan DPR. Dalam kategori ini terdapat lima bentuk kekuasaan Presiden, yaitu kekuasaan menyatakan perang dan membuat perdamaian; kekuasaan membuat perjanjian dengan negara lain; kekuasaan membentuk undang-undang; kekuasaan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu); dan kekuasaan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kekuasaan Presiden dengan konsultasi, yaitu kekuasaan yang dilaksanakan dengan usul atau nasihat dari lembaga negara lain. Dalam kategori ini terdapat 21 bentuk kekuasaan Presiden, yaitu kekuasaan memberi grasi; kekuasaan memberi amnesti dan abolisi; kekuasaan memberi rehabilitasi; kekuasaan memberi gelar; kekuasaan memberi tanda jasa dan tanda kehormatan lain; kekuasaan menetapkan Peraturan Pemerintah; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan hakim; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Hakim Agung, Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota MA; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Ketua dan Wakil Ketua BPK; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda; kekuasaan mengesahkan penetapan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Panitera dan Wakil Panitera MA; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur Jenderal Kementerian; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekretaris Jenderal Dewan Pertimbangan Presiden; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekretaris Jenderal BPK; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan anggota MPR yang diangkat; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan anggota DPR yang diangkat; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Gubernur dan Direksi Bank Sentral; kekuasaan mengangkat dan memberhentikan rektor; dan kekuasaan mengangkat dan memberhentikan deputi atau jabatan yang setingkat dengan Deputi Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
142
Tetapi menurut ide dasar paham konstitusionalisme modern, kekuasaan Presiden dalam negara hukum (the rule of law) harus dibatasi.588 Pembatasan itu diperlukan karena kekuasaan memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti dikemukakan Lord Acton “power tents to corrupt and absolute power corrupts absolutely”.589 Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya kekuasaan Presiden yang sewenang-wenang, dalam UUD 1945 dianut sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) berdasarkan prinsip pengawasan dan keseimbangan (checks and balances).590 Wujud pelaksanaan prinsip checks and balances di Indonesia terlihat dari mekanisme pengawasan yang dilakukan DPR kepada Presiden dalam menjalankan kekuasaannya. Pembatasan kekuasaan tidak hanya dilakukan oleh DPR. John Pieris berpendapat, pembatasan kekuasaan dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu dengan: (i) menentukan batas tugas dan kewenangan lembaga negara; (ii) pengawasan dari parlemen terhadap pemerintah; (iii) menguatkan mekanisme checks and balances antara lembaga negara; dan (iv) membatasi masa jabatan pejabat negara (pemerintah) dan penggantian pejabat dilakukan secara teratur.591 Cara kedua dan ketiga disebut pembatasan kekuasaan yang bersifat aktif karena dilakukan melalui mekanisme pengawasan terhadap aktivitas atau tugas dan kewenangan lembaga negara atau pejabat negara yang dilakukan setiap saat sepanjang kekuasaan itu dilakukan, sedangkan cara pertama dan keempat disebut pembatasan kekuasaan yang bersifat pasif karena pembatasan tersebut hanya ditetapkan dalam aturan hukum dan hanya dapat dijalankan ketika terjadi pengangkatan dan pergantian pejabat negara.592 Pembatasan kekuasaan Presiden di dalam UUD 1945 terlihat dari adanya pengaturan sebagai berikut:593 588
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum ..., op.cit., hlm. 11. Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan ..., op.cit., hlm. 125. 590 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum ..., op.cit., hlm. 20. 591 John Pieris, Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Presiden RI, Jakarta: Pelangi Cendekia, 2007, hlm. 142 jo.hlm. 269. 592 Ibid. 593 Chrisdianto Eko Purnomo, Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 2, April 2010, hlm. 170-172. 589
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
143
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Kekuasaan Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain harus dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat (1) UUD 1945). Ketentuan ini membatasi kekuasaan Presiden karena dalam melaksanakan kewenangan itu Presiden harus mendapat persetujuan DPR; Kekuasaan Presiden menjadi terbatas karena Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat (2) UUD 1945); Kekuasaan Presiden terbatas dalam hal perjanjian internasional karena ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang (Pasal 11 ayat (3) UUD 1945). Dengan ketentuan ini, berarti penyelenggaraan pemerintahan yang terkait dengan perjanjian internasional dapat dilaksanakan jika ada perangkat undang-undang; Kekuasaan Presiden terbatas dalam hal menyatakan keadaan bahaya, maka syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dengan undangundang (Pasal 12 UUD 1945). Dengan penetapan undang-undang terlebih dulu berarti Presiden akan berhadapan dengan DPR secara bersama-sama membahas rancangan undang-undang terkait; Kekuasaan Presiden terbatas dalam mengangkat duta karena Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat (2) UUD 1945). Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) UUD 1945 Sebelum Perubahan yang menyatakan Presiden mengangkat duta dan konsul tanpa memperhatikan pertimbangan DPR; Pembatasan kekuasaan Presiden dalam hal Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat (3) UUD 1945). Berbeda dengan ketentuan sebelumnya Presiden mempunyai wewenang untuk menerima duta negara lain sesuai dengan Pasal 13 UUD 145 Sebelum Perubahan; Kekuasaan Presiden menjadi terbatas karena Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (Pasal 14 ayat (1) UUD 1945). Ketentuan sebelum perubahan menyatakan bahwa Presiden hanya memberi grasi dan rehabilitasi tanpa harus memperhatikan pertimbangan MA; Kekuasaan Presiden terbatas karena dalam hal Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat (2) UUD 1945). Sebelum perubahan UUD 1945, hanya Presiden yang mempunyai kekuasaan untuk memberi amnesti dan abolisi (Pasal 14 UUD 1945); Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Pasal 15 UUD 1945). Ketentuan sebelum perubahan Pasal 15 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden mempunyai kekuasaan untuk memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan, tanpa harus diatur terlebih dahulu dengan undangundang.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
144
Dalam hal pengangkatan pejabat negara, kewenangan Presiden juga dibatasi. Hal itu terlihat dari pengaturan dalam UUD 1945 Setelah Perubahan, sebagai berikut:594 1) 2)
3)
4)
5)
6)
Presiden meresmikan anggota BPK yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23F ayat (1) UUD 1945); Presiden menetapkan calon hakim agung menjadi hakim agung setelah calon hakim agung tersebut diusulkan oleh KY kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan (Pasal 24A ayat (3) UUD 1945); Presiden menetapkan anggota hakim konstitusi yang diajukan masingmasing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden (Pasal 24C ayat (3) UUD 1945); Presiden mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan anggota KY dengan persetujuan DPR (Pasal 24 B ayat (3) UUD 1945); Presiden berwenang untuk mengangkat dan memberhentikan menterimenteri (Pasal 17 ayat (2) UUD 1945), tetapi mengenai pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undangundang (Pasal 17 ayat (4) UUD 1945); Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang (Pasal 16 UUD 1945).
Disamping
pembatasan
pengangkatan
pejabat
negara,
pembatasan
kekuasaan Presiden juga dapat dilihat pada pembatasan kewenangan Presiden di bidang perundang-undangan. Kekuasaan Presiden dalam pembentukan undangundang menjadi terbatas dengan beberapa alasan, yaitu (i) kekuasaan membentuk Undang-Undang berada di tangan DPR; (ii) Presiden hanya mempunyai hak inisiatif untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang ke DPR; (iii) Presiden sebenarnya tidak memiliki hak tolak terhadap Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama; dan (iv) Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui akan menjadi undang-undang tanpa pengesahan Presiden dalam waktu 30 hari semenjak rancangan tersebut disetujui.595 Walaupun
Presiden
mempunyai
kewenangan
penetapan
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), kewenangannya itu juga telah dibatasi dalam dua hal, yaitu (i) masa Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang berlaku sampai masa sidang DPR berikutnya dan jika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu tidak disetujui DPR maka Peraturan 594 595
Ibid., hlm. 172. Ibid., hlm. 173.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
145
Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut, dan (ii) pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus mendapatkan pengawasan oleh DPR, sehingga misalnya dapat dihindari timbulnya korban ketidakadilan akibat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang tersebut.596 Selanjutnya, kekuasaan Presiden dalam bidang perundang-undangan yang lain adalah Presiden dapat membentuk Peraturan Presiden. Peraturan Presiden ini dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.597 B.
Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil dan Implikasinya
1.
Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010 a.
Kementerian Sekretariat Negara Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010
Berdasarkan
Peraturan
Presiden
Nomor
58
Tahun
2010
tentang
Kementerian Sekretariat Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010, Kementerian Sekretariat Negara merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administrasi serta analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara.598 Dalam melaksanakan tugasnya itu, Kementerian Sekretariat Negara menyelenggarakan 13 fungsi, yaitu:599 a.
Pemberian dukungan data, informasi, dan analisis dalam rangka pengambilan kebijakan di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat;
596
Ibid. Ibid. 598 Vide ketentuan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010. 599 Vide ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010. 597
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
146
b.
Pemberian dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam rangka penyiapan izin prakarsa dan penyelesaian Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan Rancangan Peraturan Pemerintah, serta pemberian pertimbangan kepada Sekretaris Kabinet dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, penyiapan pendapat hukum, serta penyelesaian Rancangan Keputusan Presiden tentang pemberian grasi, amnesti, abolisi, rehabililitasi, ekstradisi, remisi perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara, dan naturalisasi; c. Pemberian dukungan teknis dan administrasi kerumahtanggaan, keprotokolan, pers, dan media kepada Presiden dan Wakil Presiden; d. Penyiapan naskah-naskah bagi Presiden dan Wakil Presiden; e. Pemberian dukungan teknis dan administrasi kepada Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, dalam hal pengangkatan dan pemberhentian perwira TNI dan Polri, penganugerahan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, yang wewenang penetapannya berada pada Presiden, serta koordinasi pengamanan Presiden dan Wakil Presiden; f. Pemberian dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam penyelenggaraan administrasi pejabat negara dan pejabat lainnya yang dalam proses penetapannya memerlukan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat atau pejabat yang kedudukannya disetarakan dengan Menteri Negara, yang wewenang penetapannya berada pada Presiden; g. Pemberian dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam penyelenggaraan hubungan dengan lembaga negara, lembaga daerah, lembaga non struktural, organisasi politik, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, serta penanganan pengaduan masyarakat; h. Penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan kerja sama teknik antara Pemerintah Indonesia dengan pihak luar negeri; i. Penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia serta penataan organisasi dan tata laksana di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara; j. Pengembangan sistem akuntabilitas kinerja di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara; k. Penyelenggaraan pelayanan dan dukungan perencanaan, pengelolaan keuangan, ketatausahaan, kehumasan, teknologi informasi, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung-jawab Kementerian Sekretariat Negara, penyediaan prasarana dan sarana, serta administrasi umum lainnya di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara; l. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara; dan m. Pelaksanaan fungsi-fungsi lain yang diberikan oleh Presiden dan Wakil Presiden serta oleh peraturan perundang-undangan.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
147
Kementerian Sekretariat Negara dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara.600 Kementerian Sekretariat Negara memiliki kedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.601 Susunan organisasi Kementerian Sekretariat Negara terdiri atas:602 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m.
Sekretariat Presiden; Sekretariat Wakil Presiden; Sekretariat Militer Presiden; Sekretariat Kementerian; Deputi Bidang Dukungan Kebijakan; Deputi Bidang Sumber Daya Manusia; Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan; Deputi Bidang Perundang-undangan; Staf Ahli Bidang Politik, Pertahanan, dan Keamanan; Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia; Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat; Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Informatika; dan Staf Ahli Bidang Aparatur Negara dan Otonomi Daerah.
Di luar susunan organisasi tersebut, masih terdapat Inspektorat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara.603 Selain itu masih terdapat tiga Pusat, dimana satu Pusat Pendidikan dan Pelatihan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Sekretaris Negara melalui Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan dua Pusat lainnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Sekretaris Negara melalui Sekretaris Kementerian.604 Menteri Sekretaris Negara juga dapat mengangkat tiga orang Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara yang mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan sesuai penugasan Menteri Sekretaris Negara dan bukan merupakan bidang tugas unsur-unsur organisasi Kementerian Sekretariat Negara.605
600
Vide ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010. Vide ketentuan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010. 602 Vide ketentuan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010. 603 Vide ketentuan Pasal 68 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010. 604 Vide ketentuan Pasal 69 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010. 605 Vide ketentuan Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 72 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010. 601
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
148
b. Sekretariat Kabinet Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010 Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010 tentang Sekretariat Kabinet, Sekretariat Kabinet merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas memberi dukungan staf, administrasi, teknis, dan pemikiran kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan.606 Dalam melaksanakan tugasnya itu, Sekretariat Kabinet menyelenggarakan 13 fungsi, yaitu: 607 a. b.
c.
d.
e.
f. g.
h.
i.
606 607
Penyelenggaraan pengelolaan dan pengendalian manajemen kabinet; Perumusan dan penyampaian analisis atas rencana kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat; Penyiapan persetujuan prakarsa, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden, serta penyiapan pendapat atau pandangan hukum kepada Presiden dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat; Pemantauan dan evaluasi serta penyampaian analisis atas pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat; Penyiapan, pengadministrasian, penyelenggaraan, dan pengelolaan sidang-sidang kabinet, maupun rapat atau pertemuan yang dipimpin dan/atau dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta penyampaian, publikasi, dan pengoordinasian tindak lanjut hasil sidang, rapat atau pertemuan tersebut; Penyelenggaraan hubungan kemasyarakatan, kelembagaan, dan protokoler yang berkaitan dengan kegiatan kabinet; Penyiapan, penyelenggaraan, dan pengadministrasian dalam pengangkatan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan negeri, jabatan pemerintahan, dan jabatan lainnya, serta kepangkatan dan pensiun pejabat dan pegawai negeri sipil yang wewenang penetapannya berada di tangan Presiden, dan pengangkatan, pemindahan serta pemberhentian dalam dan dari jabatan atau pangkat pegawai negeri sipil di lingkungan Sekretariat Kabinet; Penyelenggaraan pelayanan dan dukungan administrasi, perencanaan, keuangan, pendidikan, pelatihan, dan pengelolaan barang milik negara/keuangan negara yang menjadi tanggung jawab Sekretariat Kabinet serta penyediaan sarana dan prasarana dan administrasi umum lainnya di lingkungan Sekretariat Kabinet; Pengumpulan, pengolahan, dan penyelenggaraan pelayanan dukungan data dan informasi, penyediaan sarana dan prasarana pengembangan teknologi informasi bagi kelancaran pelaksanaan tugas di lingkungan Sekretariat Kabinet;
Vide ketentuan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. Vide ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
149
j.
Pengoordinasian pelaksanaan tugas Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden; k. Koordinasi dengan Kementerian Sekretariat Negara dalam rangka pemberian dukungan staf, teknis dan administrasi untuk pelaksanaan tugas-tugas Presiden dan Wakil Presiden; l. Penyelenggaraan dukungan bagi kelancaran pelaksanaan tugas Presiden dan Wakil Presiden dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden; dan m. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Sekretariat Kabinet.
Sekretariat Kabinet dipimpin oleh Sekretaris Kabinet.608 Sekretariat Kabinet memiliki kedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.609 Susunan organisasi Sekretariat Kabinet terdiri atas:610 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
k.
Wakil Sekretaris Kabinet; Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Deputi Bidang Perekonomian; Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat; Deputi Bidang Persidangan Kabinet; Deputi Bidang Administrasi; Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Internasional; Staf Ahli Bidang Tata Ruang dan Wilayah Perbatasan; Staf Ahli Bidang Riset, Teknologi, Komunikasi, dan Informatika; Inspektorat; dan Pusat.
Di lingkungan Sekretariat Kabinet, Pusat dapat dibentuk paling banyak dua Pusat.611 Baik Inspektorat maupun Pusat itu berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Kabinet melalui Deputi Bidang Administrasi. 612 Selain itu, Sekretaris Kabinet dapat mengangkat tiga orang Staf Khusus Sekretaris Kabinet yang bertanggung jawab kepada Sekretaris Kabinet dan mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan sesuai penugasan Sekretaris Kabinet dan bukan merupakan bidang tugas unsur-unsur organisasi Sekretariat Kabinet.613
608
Vide ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. Vide ketentuan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 610 Vide ketentuan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 611 Vide ketentuan Pasal 30 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 612 Vide ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 613 Vide ketentuan Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 33 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. 609
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
150
Selain Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, masih ada beberapa organ pendukung atau lembaga pemerintah yang dibentuk di lingkungan Lembaga Kepresidenan, yaitu Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Staf Khusus Presiden, Staf Khusus Wakil Presiden, Utusan Khusus Presiden, dan Dewan Pertimbangan Presiden (lihat Bagan 2.23). Lembaga itu memiliki struktur, tugas, dan fungsi masing-masing dalam rangka pemberian dukungan pelayanan kepada Presiden dan Wakil Presiden. 2.
Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil Sepanjang sejarah perkembangan Sekretariat Negara yang telah diuraikan,
pemisahan antara Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet pernah terjadi di dua periode pemerintahan, yaitu di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Di masa pemerintahan Presiden Soekarno pernah terjadi pemisahan penyelenggaraan administrasi negara antara Kantor Kabinet Presiden dan Kantor Kabinet Perdana Menteri, namun sebenarnya hal itu tidak merepresentasikan pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet karena kedua kantor tersebut memang dibentuk sebagai akibat dari kebutuhan untuk menunjang tugas Presiden dan Perdana Menteri dalam sistem pemerintahan parlementer.614 Lagipula setelah masa pemerintahan parlementer berakhir, kedua kantor itu disatukan kembali menjadi Sekretariat Negara Gaya Baru.615 Fakta sejarah mengungkapkan, untuk pertama kali di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid Sekretariat Negara dipecah menjadi lima sekretariat mandiri, salah satunya Sekretariat Kabinet. 616 Sekretariat Negara dipecah karena sangat powerful sehingga menyebabkan birokrasi pemerintahan tidak efisien dan tidak efektif.617 Saat itu, Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dipecah atas dasar konsep pertimbangan pemisahan fungsi jabatan Presiden sebagai kepala negara
614
Vide hlm. 12. Vide hlm. 60. 616 Vide hlm. 15. 617 Vide hlm. 95. 615
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
151
dan kepala pemerintahan. Berdasarkan konsep pertimbangan itulah, maka dalam melaksanakan tugas dan kapasitasnya sebagai kepala negara Presiden dibantu oleh Sekretariat Negara, sedangkan dalam melaksanakan tugas dan kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan Presiden dibantu oleh Sekretariat Kabinet.618 Dasar pemecahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet itu terlihat pada bagian Menimbang Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000, seperti berikut. Di dalam ketentuan Menimbang Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000 disebutkan: “Menimbang: bahwa dalam rangka memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara secara terpadu sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat berjalan lancar, berdaya guna, dan berhasil guna, dipandang perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Sekretariat Negara”
Kemudian, di dalam ketentuan Menimbang Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000 disebutkan: “Menimbang: bahwa dalam rangka memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara secara terpadu sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat berjalan lancar, berdaya guna, dan berhasil guna, dipandang perlu menetapkan Keputusan Presiden tentang Sekretariat Negara”
Lalu, di dalam ketentuan Menimbang Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 disebutkan: “Menimbang: bahwa dalam rangka memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi secara lebih efisien dan efektif kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat berjalan lancar, berdaya guna, dan berhasil guna, dipandang perlu menyempurnakan organisasi Sekretariat Kabinet dengan menetapkannya dalam Keputusan Presiden” 618
Vide hlm. 18. Perhatikan bagian Menimbang dalam Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
152
Selanjutnya, di dalam ketentuan Menimbang Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000 disebutkan: “Menimbang: bahwa dalam rangka memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi secara lebih efisien dan efektif kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat berjalan lancar, berdaya guna, dan berhasil guna, dipandang perlu menyempurnakan organisasi Sekretariat Negara dengan menetapkannya dalam Keputusan Presiden”
Sementara, di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dilakukan untuk mengakomodasi kepentingan politik Presiden yang menginginkan agar jabatan Sekretaris Kabinet diisi oleh kolega terdekatnya. 619 Kepentingan politik itu lalu diakomodasi melalui pemisahan konsep penyelenggaraan kekuasaan negara dan kekuasaan pemerintahan, yang pada hakikatnya sama dengan konsep kepala negara dan kepala pemerintahan.620 Konsep itu terlihat jelas bila memperhatikan ketentuan Menimbang Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005, Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010, dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010, seperti berikut. Di dalam ketentuan Menimbang Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 disebutkan: “Menimbang: a. bahwa dalam rangka membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara dan pemerintahan, diperlukan peningkatan pemberian dukungan teknis dan administrasi secara terpadu, efisien, dan efektif”
Kemudian, di dalam ketentuan Menimbang Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 disebutkan: “Menimbang: bahwa sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 47 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan dalam rangka meningkatkan kualitas pemberian dukungan teknis dan administrasi, serta analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan 619
Vide hlm. 24. Perhatikan dan bandingkan konsep pemisahan yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 620
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
153
negara, dipandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kementerian Sekretariat Negara”
Lalu, di dalam ketentuan Menimbang Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010 disebutkan: “Menimbang: bahwa dalam rangka meningkatkan dukungan staf, pelayanan administrasi, dan dukungan pemikiran kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945 dan pengelolaan serta pengendalian kabinet dapat berjalan lancar, efisien, dan efektif, dipandang perlu menyempurnakan organisasi Sekretariat Kabinet dengan Peraturan Presiden”
Jika diperhatikan, istilah yang digunakan pada bagian konsiderans peraturan, baik di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid maupun di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, untuk menyebut entitas jabatan Presiden tersebut bervariasi. Ada yang digabung dalam satu rangkaian kata tanpa kata penghubung, contohnya “kekuasaan pemerintahan negara”; ada yang digabung dalam satu rangkaian kata dengan kata penghubung, contohnya “kekuasaan negara dan pemerintahan” atau “kekuasaan pemerintahan dan negara”; ada yang dipisah menjadi rangkaian kata yang berdiri sendiri, contohnya “kekuasaan pemerintahan” dan “kekuasaan negara”; dan ada juga yang disebut berdasarkan kapasitas jabatan, contohnya “kepala negara” dan “kepala pemerintahan”. Terkait dengan hal itu, sebenarnya setelah UUD 1945 diubah tidak ada satu pasal pun yang menyatakan secara tegas mengenai kepemilikan jabatan Presiden sebagai kepala negara.621 UUD 1945 juga ternyata tidak menegaskan apakah kekuasaan Presiden itu merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisah-pisah atau kekuasaan Presiden itu merupakan jabatan yang terpisah secara tegas satu dengan yang lainnya.622 Sama halnya dengan istilah “kekuasaan negara” yang tidak dinyatakan secara tersurat dalam UUD 1945. Justru setelah UUD 1945 diubah empat kali, 621
Dhian Deliani, Pelaksanaan Kekuasaan Presiden dalam Pemberian Grasi: Studi terhadap Pelaksanaan Pemberian Grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004 s/d 2010, Jakarta: Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011, hlm. 105. 622 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Gramedia, 1983, hlm. 63.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
154
istilah yang dinyatakan secara tegas dalam UUD 1945 adalah istilah “kekuasaan pemerintahan”, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 berikut: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”
Ihwal penggunaan istilah “kekuasaan negara”, “kepala negara”, dan “kepala pemerintahan” sebenarnya berasal dari Penjelasan UUD 1945 (sebelum perubahan), bukan dari teks Batang Tubuh UUD 1945. Istilah “kekuasaan negara” disebutkan pada Angka III Bagian Sistem Pemerintahan Negara dari Penjelasan UUD 1945 sebagai berikut: “Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (die gezamte Staatgewalt liegi allein bei der Majelis).”
Istilah “kepala negara” disebutkan pada Angka VII Bagian Sistem Pemerintahan Negara dari Penjelasan UUD 1945 dan Penjelasan Pasal 10, 12, 13, 14, dan 15 UUD 1945, seperti berikut ini: “Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas” “Kekuasaan-kekuasaan Presiden dalam pasal-pasal ini ialah konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.”
Sementara itu, istilah “kepala pemerintahan” disebutkan secara tersirat dalam pengertian yang berbeda pada Penjelasan Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, yaitu: “Presiden ialah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara. Untuk menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan peraturan pemerintah (pouvoir reglementair).”
Sesungguhnya dalam UUD 1945 (Batang Tubuh), sebagaimana dalam konstitusi negara dengan sistem pemerintahan presidensiil seperti Amerika Serikat, pemisahan kekuasaan atau penyebutan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak dinyatakan secara tegas atau implisit. Tidak seperti sistem pemerintahan parlementer, di dalam sistem pemerintahan presidensiil sebenarnya tidak dikenal pemisahan kekuasaan antara kepala negara dan kepala pemerintahan.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
155
Terkait dengan kedudukan hukum Penjelasan UUD 1945, ada dua golongan pendapat yang saling bertentangan satu sama lain, yaitu: 623 1)
2)
Golongan yang menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar hanya terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh saja. Penjelasan bukanlah bagian resmi dari UUD 1945; dan Golongan pendapat lain (yang umum) adalah bahwa UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Penjelasan UUD 1945 adalah bagian resmi dari UUD 1945.
Kedua pendapat itu terus berkembang sehingga keabsahan Penjelasan UUD 1945 sebagai dokumen yang otentik diragukan. Untuk menjawab keraguan itu, Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim menyatakan, meskipun Penjelasan UUD 1945 tidak disahkan bersama-sama dengan pengesahan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, bukan berarti Penjelasan UUD 1945 itu tidak otentik.624 Menurut pendapatnya:625 “Sewaktu UUD 1945 dinyatakan kembali berlaku oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Penjelasan tersebut dimuat bersama-sama dengan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 – sesuai dengan apa yang dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun ke-II Nomor 7 – dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959. Dengan demikian maka Penjelasan UUD 1945 tersebut telah merupakan bagian yang resmi dari UUD 1945 dan karenanya mempunyai nilai yang sama dengan yang lainnya (Pembukaan dan Batang Tubuh). Kemudian dapat pula dilihat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966 yang dinyatakan tetap berlaku oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor V/MPR/1973 tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia yang menyatakan bahwa dalam pada itu isi dari Batang Tubuh UUD 1945 dapat lebih dipahami dengan mendalami Penjelasan yang otentik. Jadi menurut MPR, Penjelasan UUD 1945 adalah penjelasan otentik. Selain itu, dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia pernah dilaksanakan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Tahun 1967, yang dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXXIII/MPRS/1967 telah mencabut kekuasaan Presiden Soekarno. Adanya Sidang Istimewa itu hanya disebutkan dalam Penjelasan UUD 1945 yang berbunyi jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau MPR, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa meminta pertanggungjawaban kepada Presiden. Hal ini pulalah yang menjadi dasar bagi MPR untuk menetapkannya dalam Pasal 5 Ketetapan Nomor VI/MPR/1973 tentang Pertanggungjawaban Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan demikian maka 623
Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, op.cit., hlm. 98. Vide Jimly Asshiddiqie, PokokPokok Hukum ..., op.cit., hlm. 93. 624 Ibid. 625 Ibid., hlm. 99 dan 100.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
156
Penjelasan tersebut telah diambil sebagai dasar hukum oleh MPR Sementara dan MPR hasil pemilihan umum. Dan karenanya Penjelasan itu tidak lagi diragukan keotentikannya dan jelas berlaku resmi sama dengan Pembukaan dan Batang Tubuh.”
Pendapat yang dikemukakan Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim itu merepresentasikan pandangan golongan kedua, namun tidak demikian menurut Jimly Asshiddiqie. Jimly cenderung sependapat dengan pandangan golongan pertama karena baik secara formal maupun substansial Penjelasan tersebut tidak lebih daripada penjelasan yang tidak resmi tentang UUD 1945.626 Menurut pendapatnya:627 “Penyusunan Penjelasan UUD 1945 itu memang sangat mungkin berbeda dari teks UUD 1945 itu sendiri, karena penyusunannya memang tidak dilakukan secara bersamaan. Dalam Berita Negara Republik Tahun ke-II Nomor 7, tempat naskah UUD 1945 diumumkan pertama kali, jelas termaktub bahwa naskah UUD 1945 dan naskah Penjelasan itu terpisah satu sama lain. Di antara naskah UUD 1945 dan naskah Penjelasan itu terdapat halaman yang berisi hal lain yang tidak terkait dengan Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa kedua naskah UUD 1945 dan Penjelasannya itu merupakan dua naskah yang terpisah sama sekali. Disamping itu, judul Penjelasan itu sendiri bukanlah “Penjelasan UUD 1945”, melainkan “Pendjelasan tentang Oendang-Oendang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Di dalam judul tersebut, terdapat kata tentang yang menunjukkan bahwa naskah dimaksud memang tidaklah dimaksudkan sebagai penjelasan resmi (otentik) yang tidak terpisahkan dari naskah UUD 1945, melainkan penjelasan yang sengaja dibuat untuk memberikan keterangan yang dipandang perlu mengenai UUD 1945 itu.”
Pendapat Jimly Asshiddiqie itu diperkuat hasil penelitian Tim Nasional Reformasi Masyarakat Madani, yang menyimpulkan bahwa Penjelasan UUD 1945 harus diamendemen karena:628 a)
Tidak ada kelaziman UUD memiliki Penjelasan yang resmi. Apalagi kemudian, baik secara hukum atau kenyataan, Penjelasan diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti UUD (Batang Tubuh). Penjelasan UUD 1945 bukan hasil kerja badan yang menyusun dan menetapkan UUD 1945 (BPUPKI dan PPKI), melainkan hasil kerja pribadi Supomo yang kemudian dimasukkan bersama-sama Batang Tubuh ke dalam Berita Republik Tahun 1946, dan kemudian dalam Lembaran Negara RI Tahun 1959 (Dekrit); dan
626
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 95. Ibid., hlm. 94 dan 95. 628 Jimly Asshiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 ..., op.cit., hlm. 9. 627
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
157
b) Dalam berbagai hal, Penjelasan mengandung muatan yang tidak konsisten dengan Batang Tubuh, dan memuat pula keterangan yang semestinya menjadi materi muatan Batang Tubuh.
Alhasil berdasarkan alasan itu, materi Penjelasan UUD 1945 diadopsi menjadi materi muatan Batang Tubuh UUD 1945. Komposisi UUD 1945 setelah Perubahan Keempat menjadi terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal, sebagaimana disebutkan dalam Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945 seperti berikut: “Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.”
Selain masalah Penjelasan UUD 1945, pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet juga berkaitan dengan penggunaan istilah “kekuasaan pemerintahan” dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Di tahun 1999 pernah ada keinginan dari beberapa anggota fraksi partai politik untuk mengubah ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 ketika pembahasan perubahan UUD 1945 memasuki materi pasal yang terkait dengan pembatasan kekuasaan Presiden. Hatta Mustopa dari fraksi Partai Golongan Karya mengusulkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 diubah menjadi “Presiden Republik Indonesia adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah majelis”.629 Lukman Hakim Saifuddin dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan menghendaki Pasal 4 ayat (1) diubah
menjadi
pemerintahan”.
630
“Presiden
memegang
kekuasaan
Kepala
Negara
dan
Tidak jauh berbeda dengan pendapat kedua fraksi itu, Asnawi
Latief dari fraksi Perserikatan Daulatul Ummah mengusulkan perubahan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menjadi “Presiden Republik Indonesia adalah Kepala Negara dan memegang kekuasaan pemerintahan”.631 Begitu juga dengan Subekti dari fraksi Utusan Daerah yag menghendaki perubahan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menjadi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan menurut UUD”.632 Pendapat senada juga dikemukakan Hadi Tjaswadi dari fraksi 629
Risalah rapat ke-2 Panitia Ad-Hoc III Badan Pelaksana MPR, 8 Oktober 1999, hlm. 108. Vide Saldi Isra, op.cit. 630 Ibid., hlm. 112. 631 Ibid., hlm. 118. 632 Ibid., hlm. 120.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
158
TNI/Polri, mengusulkan perubahan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menjadi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan yang diatur dengan undang-undang”.633 Usulan perubahan yang diinginkan oleh fraksi mayoritas dilatarbelakangi keinginan untuk mengangkat kata “kepala negara” yang terdapat dalam Penjelasan UUD 1945.634 Seandainya usulan diterima, hal itu dipercaya akan memperkuat salah satu roh executive heavy, yaitu dengan meletakkan Presiden sebagai pusat kekuasaan dan tanggung jawab penyelenggaraan (concentration of power and responsibility upon the president).635 Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 tidak termasuk pasal yang diusulkan untuk diubah dalam Sidang Umum MPR 1999, bahkan sampai selesai amendemen UUD 1945 yang keempat, pasal tersebut termasuk salah satu pasal yang tidak diubah. Peniadaan Penjelasan UUD 1945 dan tidak diubahnya Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menandakan sekaligus menegaskan bahwa Presiden merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensiil. Kedua hal itu pulalah yang menjadi salah satu dari lima hal dasar yang disepakati anggota Panitia Ad-Hoc Badan Pekerja MPR dalam penyusunan rancangan naskah Perubahan UUD 1945, yaitu:636 1) 2) 3)
4) 5)
Sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945; Sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; Sepakat untuk mempertahankan sistem pemerintahan presidensiil (dalam pengertian sekaligus menyempurnakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri umum sistem presidensiil); Sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam Penjelasan UUD 1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945; dan Sepakat untuk menempuh sistem adendum dalam melakukan amendemen terhadap UUD 1945.
Kesepakatan dasar itu menjadi koridor dan platform bagi setiap anggota MPR dalam melakukan setiap perubahan UUD 1945.637 Dengan kesepakatan 633
Ibid., hlm. 121. Saldi Isra, op.cit., hlm. 181. 635 Ibid., hlm. 181. 636 Jimly Asshiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 ..., op.cit., hlm. 9 dan 10. 637 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan Ke-5 Dilengkapi Kajian Komprehensif Komisi Konstitusi dan DPD RI, Jakarta: Grafitri Budi Utami, 2009, hlm. 48. 634
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
159
tersebut, diharapkan perubahan yang bakal terjadi merupakan penjabaran dan penegasan cita-cita yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.638 Apabila dibandingkan dengan sistem pemerintahan presidensiil yang telah dianut UUD 1945 sejak sebelum diadakan perubahan, sistem pemerintahan presidensiil yang sekarang dapat dikatakan sebagai sistem pemerintahan presidensiil yang lebih murni sifatnya. 639 Sebabnya, Presiden Republik Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dengan tugas dan wewenangnya masing-masing menurut Undang-Undang Dasar. Presiden adalah Presiden yang dalam jabatannya tercakup kedua pengertian itu sekaligus. Akan tetapi walaupun konsep jabatan Presiden itu telah lama diketahui, dalam praktik kesehariannya sampai saat ini masih ada kebiasaan untuk membedakan antara kualitas Presiden sebagai kepala negara dan kualitasnya sebagai kepala pemerintahan.640 Ada juga yang membagi kualitasnya menjadi tiga fungsi, yaitu kepala negara, kepala pemerintahan, dan mandataris MPR.641 Secara teori, pembagian kedudukan Presiden seperti itu memang masih dapat dibedakan dan/atau
dipisahkan
yang
satu
dengan
yang
lainnya
tetapi
dalam
aplikasi/praktiknya akan ada kesulitan untuk membedakan dan/atau memisahkan ketiga kekuasaan yang terkandung dalam ketiga gelar jabatan dimaksud.642 Hal itu juga tecermin jelas dengan dilakukannya pemisahan organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Masih banyak orang beranggapan bahwa Sekretaris Negara merupakan sekretaris Presiden sebagai kepala negara, sedangkan Sekretaris Kabinet merupakan sekretaris Presiden sebagai kepala pemerintahan. Anggapan seperti itu sering menimbulkan permasalahan karena
638
Ibid. Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 317. 640 Jimly Asshiddiqie, “Meningkatkan Perlindungan terhadap Semua Simbol dan Pejabat Negara di Era Keterbukaan dan Menguatnya Demokrasi”, naskah pengantar dalam roundtable discussion yang diselenggarakan oleh Lembaga Pertahanan Nasional, Jakarta, 8 April 2010, hlm. 10, diunduh dari www.jimly.com/makalah/namafile/92/Lemhanas-Jimly.doc, diakses 16 Oktober 2012. 641 Vide H. Abdullah Irvan Masduki, Lembaga Perwakilan Rakyat dan Lembaga Kepresidenan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998, hlm. 58. 642 S. Toto Pandoyo, op.cit., hlm. 78. 639
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
160
dalam kenyataannya hal itu mengakibatkan adanya dualisme kepemimpinan antara Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet.643 Pada sistem pemerintahan presidensiil tidak dikenal jabatan Sekretaris Negara dalam rangka dukungan staf terhadap kepala negara dan Sekretaris Kabinet dalam rangka dukungan staf terhadap kepala pemerintahan. 644 Sama halnya dengan penggunaan istilah kekuasaan negara dan kekuasaan pemerintahan untuk memisahkan tugas yang dilakukan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Pembedaan semacam itu apalagi pemisahan diantara pengertiannya tidak banyak relevansinya sama sekali.645 Dalam sistem pemerintahan presidensiil yang murni, pada pokoknya tidak lagi perlu dipersoalkan mengenai pembedaan atau apalagi pemisahan antara fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan karena pembedaan dan pemisahan itu hanya relevan dalam sistem parlementer yang memang mempunyai dua jabatan yang terpisah.646 Sistem itu tidak mempersoalkan kapan Presiden berfungsi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, sehingga dengan demikian tidak perlu lagi ada pembedaan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet ataupun Keputusan Presiden sebagai kepala negara dan Keputusan Presiden sebagai kepala pemerintahan.647 Hasan Ibrahim Hasan dalam Z.A. Ahmad bahkan menyatakan, sebagai instansi yang tertinggi dari kekuasaan eksekutif maka kepala negara tidaklah berdiri di luar daripada organisasi pemerintahan, yang umum dinamakan orang kekuasaan eksekutif.648 Oleh karena itu, kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak perlu dibedakan apalagi dipisahkan satu sama lain. Demikian pula dengan pengertian seolah Presiden dapat dibantu oleh sekretaris yang
643
Ibid. Ibid. 645 Ibid., hlm. 94. 646 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, Makalah pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjuta, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Denpasar 14-18 Juli 2003, hlm. 37. 647 Ibid. 648 Z.A. Ahmad, op.cit., hlm. 12. 644
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
161
bertindak sebagai sekretaris Presiden sebagai kepala negara dan kepala kabinet, juga tidak relevan untuk dibedakan apalagi dipisahkan.649 Berdasarkan hal itu pulalah maka dapat disimpulkan bahwa kebiasaan atau kebijakan pengorganisasian yang dipraktikkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan membentuk atau memisahkan jabatan Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet berdasarkan pembedaan kedudukan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan merupakan kebiasaan yang salah kaprah.650 Penyebutan secara eksplisit kedua jenis jabatan itu dalam Penjelasan UUD 1945 yang pernah diberlakukan sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari naskah UUD 1945, harus dipahami dalam konteks kesejarahan yang tepat dan tidak dapat digeneralisasikan secara umum dan untuk semua zaman.651 Hal itu juga perlu diterapkan dalam pembentukan suatu Keputusan Presiden. Terkadang, masih ada kebiasaan untuk membedakan Keputusan Presiden sebagai kepala negara dan Keputusan Presiden sebagai kepala pemerintahan. 652 Padahal jika ditinjau dari sisi Hukum Administrasi Negara, Presiden merupakan administrator negara atau Pejabat Tata Usaha Negara tertinggi dalam suatu negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil sehingga tentunya semua perihal surat-menyurat berpuncak pada Keputusan Presiden.653 Dengan demikian, seharusnya dalam pembentukan suatu Keputusan Presiden, hal itu tidak perlu dihubung-hubungkan atau dikaitkan dengan perbedaan status jabatan Presiden sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan.654 Kemudian daripada itu, saat ini juga banyak khalayak ramai yang beranggapan bahwa pengangkatan Duta Besar, Hakim Agung, Hakim Konstitusi, anggota DPR dan DPD, dan pejabat tinggi negara lainnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden dalam kapasitasnya sebagai kepala negara, sedangkan pengangkatan pejabat eselon I di kementerian ditetapkan dengan Keputusan
649
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 318. Ibid. 651 Jimly Asshiddiqie, “Meningkatkan Perlindungan ...”, op.cit. 652 Ibid. 653 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 318. 654 Ibid. 650
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
162
Presiden dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan. 655 Secara hukum, pembedaan seperti itu tidak mempunyai arti apapun sehingga segala kesalahkaprahan yang terjadi selama ini mengenai hal itu perlu dihentikan.656 Sebenarnya, istilah “kepala negara” dan “kepala pemerintahan” merujuk pada teori ketatanegaraan lama yang berasal dari praktik negara monarkiparlementer di Eropa Barat yang menempatkan Raja/Ratu atau Presiden sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Jika memperhatikan praktik yang berlaku di dalam negara demokrasi-parlementer, memang kedudukan kepala negaranya hanyalah merupakan simbol dan pertanggungjawaban kepada parlemen dipikul oleh kabinet dengan menterimenterinya; dan sebaliknya, di negara demokrasi-presidensiil seperti Amerika Serikat, pertanggungjawaban adalah di tangan Presiden (kepala negara) dan menteri-menterinya merupakan pegawai tinggi yang bekerja menurut instruksi Presiden.657 Di dalam sistem itu, Raja atau Ratu atau Presiden memang dikenal sebagai head of state yang dinisbatkan dengan fungsinya sebagai lambang persatuan dan kekuasaan (symbol of unity of sovereign power) dan pusat seremoni kenegaraan (center of ceremony).658 Akan tetapi saat ini teori itu semakin pudar seiring dengan berkembangnya sistem negara hukum modern yang mengutamakan pentingnya sistem aturan. Sesuai dengan prinsip “the rule of law and not of man” dalam sistem demokrasi modern, jika jabatan tersebut ingin dikembalikan ke dalam pengertian simbol negara maka penggunaan istilah tersebut perlu dirumuskan ulang dalam suatu peraturan perundang-undangan.659 Terkait dengan konteks pembedaan kepala negara dan kepala pemerintahan itu, menarik untuk disimak pernyataan Moh. Tolchah Mansoer dalam Padmo Wahjono sebagai berikut:660
655
Ibid. Ibid. 657 Z.A. Ahmad, op.cit., hlm. 12. 658 Jimly Asshiddiqie, “Meningkatkan Perlindungan ...”, op.cit. 659 Ibid. 660 Moh. Tolchah Mansoer dalam Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, hlm. 180. 656
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
163
“Berdasarkan semua itu (UUD 1945), jelaslah Presiden adalah bagian dari pemerintah, bahkan ia adalah Kepala, atau Kepala Eksekutif oleh Penjelasan UUD dianggap sebagai pemerintahan, atau ia merupakan kata lain dari/bagi Pemerintah. Yang sekarang menjadi soal apakah beda Presiden yang Kepala Negara dan beda Presiden yang Kepala Pemerintahan? Dan apakah perlu membedakan antara keduanya itu? Sekalipun khusus untuk UUD 1945, pembedaan bukanlah berarti pemisahan, sebab Presiden yang Kepala Negara dan Presiden yang Kepala Eksekutif adalah satu. Setidak-tidaknya hal itu perlu diberikan penjelasan karena di sekeliling kita terdapat negara yang menganut Presiden sebagai Kepala Negara. Kepala pemerintahannya adalah Perdana Menteri. Kedudukan Kepala Negara adalah lambang, simbol saja. Sebab Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada lembaga apapun juga. Berbeda dengan Kepala Pemerintahan. Sebab, Kepala Negara tidaklah membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintahan. Karena itu tidak ada yang harus dipertanggungjawabkan. Kepala Pemerintahan, selalu membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintahan dan karena itu ia harus bertanggung jawab.”
Pada sistem pemerintahan presidensiil yang dibangun dan diperkuat sejak reformasi, (seharusnya) tidak dikenal lagi adanya pembedaan dan apalagi pemisahan antara kualitas Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.661 Sebagaimana diterapkan dalam sistem monarki-parlementer di Eropa Barat, perlakuan terhadap kepala negara dalam sejarah masa lalu yang memberikan kedudukan khusus kepada kepala negara sebagai simbol persatuan dan pusat seremoni kenegaraan, juga sudah tidak relevan lagi untuk dikembangkan dewasa ini.662 Apalagi jika pengertian itu hendak diterapkan di Indonesia, tentu sangat tidak tepat karena sesudah reformasi sistem pemerintahan presidensiil justru diperkuat dalam kerangka sistem negara hukum (rechtsstaat atau the rule of law) dan negara demokrasi modern.663 Bahkan dalam konteks pengertian negara hukum (rechtstaat), prinsip the rule of law dapat dikatakan bahwa secara simbolik yang dinamakan kepala negara dalam sistem pemerintahan presidensiil itu adalah konstitusi.664 Dengan perkataan lain, kepala negara dari negara konstitusional Indonesia adalah UUD 1945, sedangkan Presiden dan Wakil Presiden beserta semua lembaga negara atau subjek hukum tata negara lainnya harusnya tunduk kepada 661
Ibid. Ibid. 663 Ibid. 664 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia ..., op.cit., hlm. 37. 662
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
164
konstitusi sebagai the symbolic head of state itu. Tidak ada keperluan untuk membedakan kapan Presiden bertindak sebagai kepala negara dan kapan Presiden bertindak sebagai kepala pemerintahan, seperti kebiasaan yang berlaku dalam sistem pemerintahan parlementer. Oleh karena itu, dalam sistem kenegaraan yang disebut constitutional democratic republic, kedudukan konstitusi bersifat sangat sentral. Konstitusi pada dasarnya merupakan kepala negara yang sesungguhnya. Berbeda dengan jabatan legislatif dan yudikatif yang multiple membership, jabatan Presiden merupakan jabatan tunggal, posisi “a club of one” yang hanya diisi oleh satu orang pemangku jabatan.665
Lantaran hal
itu, pembentukan lembaga pemerintah seperti
Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam sistem pemerintahan presidensiil, seharusnya sudah tidak lagi terjebak dalam arus budaya politik lama yang cenderung mempersonalisasikan jabatan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sebagaimana yang telah diuraikan tersebut.666 Menurut Roby Arya Brata, sesungguhnya di dalam konstitusi tidak ditemukan pembedaan istilah atau jabatan antara kepala negara dan kepala pemerintahan
sehingga
pembedaan
kekuasaan
Presiden
dalam
struktur
kelembagaan yang berbeda, seperti contoh pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, tidaklah sesuai dengan hakikat dan struktur kekuasaan Presiden dalam UUD 1945.667 Bahkan sebenarnya UUD 1945 menyatakan secara tersirat bahwa Presiden memiliki kekuasaan yang bersifat dwitunggal, dimana dua kekuasaan (kekuasaan kepala negara dan kekuasaan kepala pemerintahan) melekat dalam satu jabatan Presiden.668 Atas dasar itulah maka pembentukan organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang didasari oleh pemisahan kekuasaan negara dan kekuasaan pemerintahan dalam struktur yang berbeda adalah keliru secara
665
Harun Alrasid dalam Denny Indrayana, Negara Ada dan Tiada: ..., op.cit., hlm. 201. Jimly Asshiddiqie, “Meningkatkan Perlindungan ...”, op.cit. 667 Roby Arya Brata, Analisis Konstitusional Restrukturisasi Sekretariat Negara, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara Republik Indonesia No.12, Edisi Mei 2009, hlm. 157. 668 Ibid., hlm. 156. 666
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
165
konstitusional.669 Secara konstitusional, seharusnya Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dileburkan menjadi satu lembaga pemerintah yang membantu Presiden sebagai pemegang kekuasaan dwitunggal kepala negara dan kepala pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.670 3.
Implikasi Pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet Dari uraian sejarah singkat Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat
Kabinet dapat disimpulkan bahwa susunan organisasi di lingkungan kepresidenan sejak masa Orde Lama hingga masa Reformasi cenderung berubah atau temporer dan sangat bergantung pada kepentingan politik (political interest) Presiden. Namun sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia, hanya Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang melakukan pemisahan organisasi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. 671 Di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dipisahkan namun hanya bertahan sementara karena terjadi peristiwa impeachment, sedangkan di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet ini tetap dipertahankan selama hampir satu dasawarsa terakhir dalam dua periode masa kepemimpinannya. Akan tetapi, selama hampir satu dasawarsa terakhir itu ternyata pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet tidak berjalan dengan baik. Hal itu terjadi karena banyak permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang dijalankan oleh kedua lembaga tersebut, yang secara umum disebabkan oleh tumpang-tindih (overlapping) kewenangan. Hal inilah yang telah sejak lama dikhawatirkan bahwa pembedaan dan pemisahan keduanya hanya akan menyebabkan tumpang-tindih kewenangan yang dalam praktiknya di lapangan
669
Ibid., hlm. 158. Ibid. 671 Keduanya melakukan pemisahan organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet berdasarkan pembedaan fungsi kekuasaan Presiden. Dalam melakukan pemisahan tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid menggunakan pendekatan subyek (kepala negara dan kepala pemerintahan), sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan pendekatan obyek (kekuasaan negara dan kekuasaan pemerintahan). 670
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
166
justru dapat menimbulkan kekisruhan dan bahkan kekacauan administrasi atau mengganggu tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan.672 Beberapa kewenangan yang saling overlap tersebut dapat dilihat dari persinggungan fungsi yang dijalankan oleh kedua lembaga tersebut, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut. Tabel 3.1. Persinggungan Tugas dan Fungsi antara Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet Tugas dan Fungsi Kementerian Sekretariat Negara berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010) Pasal 3 huruf a Pemberian dukungan data, informasi, dan analisis dalam rangka pengambilan kebijakan di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat
Tugas dan Fungsi Sekretariat Kabinet berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010 Pasal 3 huruf b Perumusan dan penyampaian analisis atas rencana kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat Pasal 3 huruf d Pemantauan dan evaluasi serta penyampaian analisis atas pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat
Pasal 3 huruf b Pemberian dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam rangka penyiapan izin prakarsa dan penyelesaian Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan Rancangan Peraturan Pemerintah, serta pemberian pertimbangan kepada Sekretaris Kabinet dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, penyiapan pendapat hukum, serta penyelesaian Rancangan Keputusan Presiden tentang pemberian grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi, ekstradisi, remisi perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara, dan naturalisasi
Pasal 3 huruf c Penyusunan persetujuan prakarsa, penyusunan dan penyampaian Rancangan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden, serta penyiapan pendapat atau pandangan hukum kepada Presiden dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat
Pasal 3 huruf c Pemberian dukungan teknis dan administrasi kerumahtanggaan, keprotokolan, pers, dan media kepada Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 3 huruf e Penyiapan, pengadministrasian, penyelenggaraan dan pengelolaan sidang-sidang kabinet, maupun rapat atau pertemuan yang dipimpin dan/atau dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta penyampaian, publikasi, dan pengoordinasian tindak lanjut hasil sidang, rapat atau pertemuan tersebut
Pasal 3 huruf d Penyiapan naskah-naskah bagi Presiden dan Wakil Presiden
672
Pasal 3 huruf k Koordinasi dengan Kementerian Sekretariat Negara dalam rangka pemberian dukungan staf, teknis, dan administrasi untuk pelaksanaan tugas-tugas Presiden dan Wakil Presiden
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi …, op.cit., hlm. 130.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
167
Tugas dan Fungsi Kementerian Sekretariat Negara berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010) Pasal 3 huruf e Pemberian dukungan teknis dan administrasi kepada Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, dalam hal pengangkatan dan pemberhentian perwira TNI dan Polri, penganugerahan gelar, tanda jasa dan kehormatan, yang wewenang penetapannya berada pada Presiden, serta koordinasi pengamanan Presiden dan Wakil Presiden
Tugas dan Fungsi Sekretariat Kabinet berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010 Pasal 3 huruf g Penyiapan, penyelenggaraan, dan pengadministrasian dalam pengangkatan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan negeri, jabatan pemerintahan dan jabatan lainnya, serta kepangkatan dan pensiun pejabat dan pegawai negeri sipil yang penetapannya berada di tangan Presiden, dan pengangkatan, pemindahan serta pemberhentian dalam dan dari jabatan atau pangkat pegawai negeri sipil di lingkungan Sekretariat Kabinet
Pasal 3 huruf f Pemberian dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam penyelenggaraan administrasi pejabat negara dan pejabat lainnya yang dalam proses penetapannya memerlukan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat atau pejabat yang kedudukannya disetarakan dengan Menteri Negara, yang wewenang penetapannya berada pada Presiden Pasal 3 huruf g Pemberian dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam penyelenggaraan hubungan dengan lembaga negara, lembaga daerah, lembaga non struktural, organisasi politik, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, serta penanganan pengaduan masyarakat
Pasal 3 huruf f Penyelenggaraan hubungan kemasyarakatan, kelembagaan, dan protokoler yang berkaitan dengan kegiatan kabinet
Pasal 3 huruf m Pelaksanaan fungsi-fungsi lain yang diberikan oleh Presiden dan Wakil Presiden serta oleh peraturan perundang-undangan
Pasal 3 huruf l Penyelenggaraan dukungan bagi kelancaran pelaksanaan tugas Presiden dan Wakil Presiden dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden
Dari tabel di atas terlihat bahwa overlapping kewenangan antara Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet terjadi dalam hal pemberian
analisis
kebijakan
kepada
Presiden,
pembentukan
peraturan
perundang-undangan, penyelenggaraan administrasi rumah tangga kepresidenan, penyelenggaraan administrasi pengangkatan dalam jabatan negara dan jabatan pemerintahan, dan koordinasi antarlembaga. Dalam hal pemberian analisis kebijakan, keduanya sama-sama dapat memberikan laporan atau analisis kebijakan di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat kepada Presiden. Namun pada kenyataannya, seringkali analisis kebijakan berupa memorandum, catatan staf,
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
168
atau executive summary yang diterima Presiden dari Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet berisi pertimbangan yang didasarkan atas kepentingan tertentu yang (mungkin saja) dapat saling menjatuhkan satu sama lain, seperti contoh perseteruan Yusril Ihza Mahendra dengan Sudi Silalahi mengenai kasus Sistem Administrasi Badan Hukum. Padahal ide dasar diberikannya fungsi ini pada kedua lembaga tersebut sebenarnya agar Presiden tidak hanya menerima saran kebijakan dari satu pihak saja melainkan ada second opinion dari pihak lain (baik itu sifatnya pro ataupun kontra terhadap saran kebijakan yang diberikan oleh salah satu pihak) sehingga kebijakan yang akan diputuskan Presiden merupakan kebijakan yang telah melalui perencanaan dan pertimbangan hukum yang matang. Kemudian, jika memperhatikan secara keseluruhan fungsi yang telah ditentukan di dalam kedua Peraturan Presiden tersebut (perhatikan tabel), terlihat bahwa pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat hanya dapat dilakukan oleh Sekretariat Kabinet, termasuk pemantauan dan evaluasi di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat atas pelaksanaan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah yang merupakan domain Kementerian Sekretariat Negara. Hal ini disebabkan Kementerian Sekretariat Negara berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010 tidak diberikan fungsi untuk melakukan pemantauan dan evaluasi atas hal tersebut, disamping juga sebagai konsekuensi tersuratnya pengaturan fungsi itu dalam domain fungsi Sekretariat Kabinet dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. Selanjutnya, dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan di lingkungan Lembaga Kepresidenan, proses penyiapan dan penyelesaiannya dilakukan secara terpisah antara Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah dengan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah diproses oleh Kementerian Sekretariat Negara sedangkan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden diproses oleh Sekretariat Kabinet.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
169
Namun dalam hal penyelesaian Rancangan Keputusan Presiden tentang pemberian grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi, ekstradisi, remisi perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara, dan naturalisasi masih dipegang oleh Kementerian Sekretariat Negara. Padahal hal semacam ini menurut Jimly Asshiddiqie yang mendasarkannya pada teori sistem presidensiil murni, pembedaan Keputusan Presiden atas dasar kedudukan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan itu tidak ada gunanya.673 Pemisahan dalam hal pembentukan atau penyusunan peraturan perundangundangan ini merupakan permasalahan paling krusial dan berakibat fatal karena dengan dipisahkannya penyiapan dan penyelesaian jenis peraturan perundangundangan itu pada dua lembaga yang berbeda, meskipun dalam satu lingkungan, dapat menyebabkan proses penyusunan peraturan perundang-undangan menjadi lama akibat prosedur birokrasi yang ditempuh semakin banyak dan berjenjang. Selain itu, dikhawatirkan penafsiran atau pemahaman dalam memahami materi substansi peraturan perundang-undangan belum tentu sama dan sangat mungkin berbeda antara para perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Padahal agar suatu peraturan perundang-undangan dapat dibentuk dengan baik, legal drafter itu harus dilibatkan dalam setiap proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari pembentukan Rancangan Undang-Undang sampai dengan Rancangan Instruksi Presiden sekalipun. Belum lagi adanya kekhawatiran mengenai ketidaksinkronan antara Peraturan Presiden dengan peraturan perundang-undangan diatasnya (UndangUndang dan Peraturan Pemerintah) karena mungkin saja dalam proses penyusunannya dipengaruhi oleh faktor politik kepentingan. Namun terjadinya ketidaksinkronan
itu
sesungguhnya
telah
diperkirakan
sangat
kecil
kemungkinannya karena telah ditentukan bahwa Sekretaris Kabinet diharuskan untuk meminta pertimbangan Menteri
Sekretaris Negara dalam
setiap
pembentukan Peraturan Presiden. Hal ini juga telah menjadi prosedur standar di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah dipahami dan ditaati oleh setiap pejabat dan pegawai di lingkungan asisten deputi perancangan 673
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi ..., op.cit., hlm. 129.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
170
peraturan perundang-undangan, baik di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara maupun di lingkungan Sekretariat Kabinet. Lalu, dalam hal penyelenggaraan administrasi rumah tangga kepresidenan juga sempat terjadi kekacaubalauan akibat restrukturisasi yang menyebabkan pelaksanaan kegiatannya dilakukan oleh dua instansi yang berbeda, dimana penyelenggaraan acara kenegaraan ditangani oleh Kementerian Sekretariat Negara sedangkan penyelenggaraan rapat atau sidang kabinet ditangani oleh Sekretariat Kabinet. Di dalam praktik penyelenggaraannya sehari-hari, sering terjadi selisihpaham (missunderstanding) antara pegawai pelaksana pada unit kerja yang bersangkutan mengenai hal-hal teknis kegiatan, sebagai contoh dalam hal publikasi kegiatan dimana terlihat seolah kedua lembaga tersebut saling berlomba menampilkan detil kegiatan Presiden dalam website-nya masing-masing (tentunya hal ini mempengaruhi psikologis pegawai yang terkadang memunculkan egosektoral kedua lembaga). Selanjutnya, dalam hal pengangkatan dalam jabatan negara dan jabatan pemerintahan juga masih dibedakan antara jenis surat Keputusan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pemisahan fungsi pengangkatan dalam jabatan ini hanya akan memperlebar jarak antara kekuasaan yang wewenang penetapannya sebenarnya berada pada satu jabatan Presiden. Bahwasanya dari pemisahan kekuasaan seperti itu juga muncul kekhawatiran atas rivalitas politik Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet dalam kabinet pemerintahan, belum lagi kebingungan masyarakat
awam
dalam
hal
pengurusan
administrasi
terkait
dengan
pengangkatan dalam jabatan negara atau jabatan pemerintahan tersebut (sehingga muncul stigma negatif terhadap kedua lembaga tersebut). Berikutnya, implikasi terburuk dari pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet adalah koordinasi antarlembaga dan antarunit kerja. Meskipun di atas kertas telah ditentukan bahwa antara kedua lembaga ini harus saling berkoordinasi dalam rangka pemberian dukungan staf, teknis, dan administrasi untuk pelaksanaan tugas-tugas Presiden dan Wakil Presiden, namun kenyataannya seringkali kegiatan koordinasi itu tidak berjalan dengan baik. Hal
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
171
ini karena setelah pemisahan kerap muncul sikap egosentris pejabat dan pegawai di kedua instansi tersebut. Selain beberapa masalah tersebut, masih ada fungsi yang dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan permasalahan serius dalam kabinet pemerintahan, yaitu dengan diberikannya fungsi atau wewenang kepada Sekretaris Kabinet untuk melakukan penyelenggaraan pengelolaan dan pengendalian manajemen kabinet (cabinet management) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 3 huruf a Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. Atas dasar fungsi inilah Sekretaris Kabinet Dipo Alam dapat mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kementerian untuk menyampaikan dan mengingatkan para menteri mengenai berbagai arahan Presiden, termasuk surat edaran kepada Kementerian Keuangan untuk “membintangi” anggaran dana optimalisasi Kementerian Pertahanan mengenai alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah, yang dipermasalahkan oleh Lily Wahid.674 Meskipun argumentasi dasar hukum Dipo Alam dapat diterima, namun apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda sebenarnya sangkaan Lily Wahid itu merupakan kritik tajam bagi ketatanegaraan Indonesia yang tidak dapat dipandang sepele. Hal ini karena dengan diberikannya fungsi cabinet management kepada Sekretaris Kabinet secara tidak langsung telah memposisikan Sekretaris Kabinet sebagai cabinet manager bagi menteri atau pimpinan lembaga, termasuk bagi Menteri Sekretaris Negara. Konsekuensi logisnya, terjadi situasi dilematis karena tidak mungkin Sekretaris Kabinet yang notabene merupakan pimpinan lembaga setingkat kementerian mempunyai power yang cukup untuk mengatur para menteri yang kedudukannya secara jelas diatur lebih tinggi dalam UUD 1945 dan sulit untuk dicampuri karena sarat dengan kepentingan politik kepartaian. Lagipula apabila diberikan fungsi atau wewenang seperti itu, posisi Sekretaris Kabinet tidak mungkin ditempatkan dalam struktur yang sama atau bahkan lebih rendah daripada menteri atau pimpinan lembaga lain karena menyebabkan fungsi 674
Hindra, “Lily Wahid Laporkan Dipo Alam ke Polisi”, http://www.nasional.kompas. com/read/2012/12/21/15381424/Lily.Wahid.Laporkan.Dipo.Alam.ke.Polisi, diakses pada tanggal 26 Desember 2012. Lihat juga penjelasan Dipo Alam dalam Heru Margianto, “Anggaran Kementerian Diblokir, Ini Penjelasan Dipo Alam”, http://www.nasional.kompas.com/read/2012/11 /26/19111256 dan analisis Bistok Simbolon, “Sekretaris Kabinet Tidak Melanggar UndangUndang”, http://www.setkab.go.id/artikel-6767-sekretaris-kabinet-tidak-melanggar-undangundang.html, diakses pada tanggal 26 Desember 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
172
tersebut menjadi mandul (posisi Sekretaris Kabinet harus lebih tinggi di atas menteri lainnya). Hal ini tentu saja sangat berpotensi mengganggu keharmonisan kabinet dan mengganggu penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Pemisahan itu juga tidak hanya menimbulkan kesalahpahaman terhadap fungsi kedudukan dan kekuasaan Presiden tetapi juga sering menimbulkan kekacauan bagi para pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang diberikan dalam kontrak kinerjanya yang dapat berujung pada terganggunya pelayanan teknis administrasi kepada Presiden. C.
Sekretariat Presidensiil
sebagai
Organ
Pendukung
Sistem
1.
Konsep Sistem Pemerintahan Presidensiil di Indonesia
Pemerintahan
Sebelum sampai pada pembahasan mengenai judul sub bab tersebut, terlebih dahulu dalam sub bab ini akan dibahas sekilas mengenai sistem pemerintahan presidensiil. Pembahasan mengenai sistem pemerintahan berkaitan erat dengan pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat. 675 Sistem pemerintahan pada hakikatnya merupakan relasi antara kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif.676 Relasi yang terjadi antara dua kekuasaan itu membentuk sistem pemerintahan negara, yang oleh Mahfud M.D., diartikan sebagai sistem hubungan dan tata kerja antara lembaga negara.677 Hubungan yang terjadi antara lembaga negara, seperti lembaga eksekutif dan legislatif melahirkan beberapa bentuk
675
Carl J. Friedrich dalam Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., hlm. 171. Vide Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum ..., op.cit., hlm. 148. 676 Hanta Yuda A.R., Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm. 10. 677 Moh. Mahfud M.D., Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hlm. 74.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
173
sistem pemerintahan.678 Hal itu bergantung pada pola relasi kekuasaan pemerintah yang secara politik bersifat diametral.679 Di dalam studi ilmu negara (staatslehre) terdapat tiga bentuk sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan presidensiil (presidential system), sistem pemerintahan parlementer (parliamentary system), dan sistem pemerintahan campuran (mixed system atau hybrid system).680 Representasi utama dari ketiganya adalah Amerika Serikat untuk sistem pemerintahan presidensiil, Inggris untuk sistem pemerintahan parlementer, dan Perancis untuk sistem pemerintahan campuran (semi-presidensiil).681 Selain ketiga varian itu, masih ada bentuk sistem pemerintahan lain. Menurut John J. Wuest dan Shepard L. Wilman sebagaimana dikutip Tutik Triwulan Tutik, ada empat bentuk sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan presidensiil, sistem pemerintahan quasi (quasi-presidensiil dan quasi-parlementer), dan sistem referendum.682 Sementara itu Denny Indrayana mengelompokkan sistem pemerintahan menjadi lima bentuk, yaitu sistem parlementer, sistem presidensiil, sistem hybrid atau campuran, sistem kolegial, dan sistem monarki.683 Dari beberapa varian sistem pemerintahan yang telah disebutkan, sub bab ini akan memfokuskan pembahasan pada sistem pemerintahan presidensiil karena objek penelitian ini terjadi pada negara bersistem pemerintahan presidensiil. Contoh sistem pemerintahan presidensiil (presidential system) yang ideal ada pada Amerika Serikat karena negara itu merupakan tanah kelahiran sistem
678
Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni, 1992,
hlm. 99. 679
Jika pola relasi kekuasaannya berfokus pada lembaga eksekutif, maka sistem pemerintahan yang terbentuk adalah sistem presidensiil, sedangkan jika pola relasi kekuasaannya berfokus pada lembaga legislatif, maka sistem pemerintahan yang terbentuk adalah sistem parlementer. Hanta Yuda A.R., op.cit., hlm. 10. 680 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum …, op.cit., hlm. 311. 681 Denny Indrayana, Sistem Presidensiil yang Adil dan Demokratis, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar tanggal 6 Februari 2012, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2012, hlm. 2. 682 Titik Triwulan Tutik, op.cit., hlm. 149-154. 683 Denny Indrayana, Negara Ada dan Tiada: ..., op.cit., hlm. 192-195.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
174
tersebut dan memenuhi hampir semua kriteria sistem pemerintahan presidensiil.684 Dalam kehidupan sehari-hari, sistem pemerintahan presidensiil dikenal sebagai sistem pemerintahan yang penyelenggaraan pemerintahannya dijalankan oleh Presiden, berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer yang penyelenggaraan pemerintahannya dijalankan oleh Perdana Menteri. Menurut Douglas V. Verney, asal-usul jabatan Presiden dapat diketahui dari perkembangan sejarah evolusi sistem pemerintahan parlementer.685 Evolusi sistem pemerintahan parlementer terjadi dalam tiga fase, fase pertama, berawal dari sistem pemerintahan monarki yang memposisikan seorang Raja/Ratu (monarch) sebagai satu-satunya penanggung jawab atas seluruh sistem politik di negaranya; fase kedua, muncul pada saat terbentuknya Majelis Perwakilan yang berhasil menandingi kekuasaan monarch dan sekaligus memisahkan wilayah kekuasaan di antara keduanya, dimana Majelis memegang kekuasaan legislatif dan monarch memegang kekuasaan eksekutif; dan fase ketiga, kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh monarch semakin menyurut dan perlahan-lahan beralih ke para menteri yang diangkat dari anggota Majelis dan bertanggung jawab penuh kepada Majelis.686 Sistem pemerintahan presidensiil merupakan sistem pemerintahan terakhir yang muncul setelah terjadi pasang-surut praktik penyelenggaraan kekuasaan negara. Kerangka pemikiran yang mendasari hal itu bermula dari pelaksanaan kekuasaan negara secara absolut oleh raja dan ratu, lalu kekuasaan itu didekonsentrasikan kepada perdana menteri, dan akhirnya kekuasaan itu dihilangkan dan diganti dengan lembaga presiden yang lebih demokratis.687
684
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensiil Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010, hlm. 31. Jika sistem pemerintahan terkait dengan perkembangan sistem parlementer Inggris, maka sistem pemerintahan presidensiil tidak dapat dipisahkan dari Amerika Serikat. 685 Douglas V. Verney, “Parliamentary Government and Presidential Government” dalam Arend Lijphart, Parliamentary Versus Presidential Government, New York: Oxford University Press, 1998, p. 32-33, 40-41. Buku tersebut telah disadur oleh Ibrahim R. dkk, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensiil, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995. Dikutip dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, op.cit., hlm. 8. 686 Ibid. 687 Hal inilah yang menjadi penyebab Perancis menghapus sistem kerajaan setelah masa kekaisaran Napoleon Bonaparte (1852-1870). Abdul Ghoffar, op.cit., hlm. 13.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
175
Dari hasil analisis Verney itu, sistem pemerintahan presidensiil dalam konstitusi tertulis Amerika Serikat merupakan manifestasi langsung dari Revolusi Amerika yang berhasil menghambat peralihan sistem pemisahan kekuasaan (fase kedua) ke sistem peleburan kekuasaan (fase ketiga). 688 Yurisdiksi antara kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif dipisahkan dari kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh seorang presiden sebagai pengganti monarch dan pemerintahannya.689 Berlainan dengan Verney, Giovanni Sartori membuat parameter penilaian yang lebih umum dan sederhana dengan mengemukakan bahwa suatu pemerintahan dinyatakan sebagai sistem pemerintahan presidensiil murni jika hanya memenuhi tiga kondisi, yaitu presiden dihasilkan melalui pemilihan langsung, tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen selama masa jabatannya, dan memimpin langsung pemerintahan yang diangkat olehnya.690 Definisi Sartori itu jelas memperlihatkan tolok-ukur untuk membedakan sistem pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer terletak pada karakteristik prosedural yang melekat pada lembaga eksekutif (Presiden). 691 Jika pendapat Verney dan Sartori disatukan, diperoleh kesimpulan bahwa tujuan utama dari sistem presidensiil adalah menciptakan pemerintahan yang stabil dan bertanggung jawab (accountable) kepada publik.692 Berdasarkan tingkat efektivitasnya, ada empat tipologi institusionalisasi sistem presiden (presidensialisme), yaitu pertama, presidensialisme efektif, yaitu desain institusi politik dan bangunan sistemnya (struktur konstitusi dan struktur politik) kokoh dan personalitas serta gaya kepemimpinan Presiden juga kuat (hard presidentialism-strong president); kedua, presidensialisme akomodatif, yaitu desain institusi politik dan bangunan sistemnya kokoh tetapi personalitas kepemimpinan Presiden lemah (hard presidentialism-weak president); ketiga, presidensialisme konfrontatif, yaitu desain politik dan bangunan sistemnya rapuh 688
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, op.cit., hlm. 141. Ibid. 690 Giovanni Sartori, Comparative Constitutional Engineering: An Inquiry into Structures, Incentives, and Outcomes, New York: New York University Press, 1997, p. 84, dalam Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, op.cit., hlm. 141. 691 Ibid. 692 Ibid. 689
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
176
tetapi personalitas kepemimpinan presiden kuat (soft presidentialism-strong president); dan keempat, presidensialisme reduktif/setengah hati, yaitu desain institusi politik dan bangunan sistemnya rapuh dan personalitas kepemimpinan Presiden juga lemah (soft presidentialism-weak president).693 Di dalam sistem pemerintahan presidensiil, hanya dikenal satu eksekutif sebagai kepala negara (head of state atau chief of state) dan kepala pemerintahan (head of government atau chief executive) berada pada satu tangan dan tunggal (single executive).694 Artinya, dalam sistem pemerintahan presidensiil tidak dikenal pemisahan kekuasaan kepala negara dan kekuasaan kepala pemerintahan. Hal ini berbeda dengan kedudukan Presiden dalam sistem pemerintahan parlementer yang hanya memegang kekuasaan sebagai kepala negara, sedangkan kekuasaan sebagai kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri (Prime Minister).695 Sistem
pemerintahan
presidensiil
sering
pula
dinamakan
sistem
pemerintahan dengan prinsip pemisahan kekuasaan.696 Pada sistem pemerintahan presidensiil ini, hubungan antara badan eksekutif dan badan legislatif dipisahkan secara tegas sehingga badan eksekutif tidak tergantung dan tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif.697 Negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil ini pasti berbentuk republik, meskipun suatu negara republik belum tentu menganut sistem pemerintahan presidensiil karena dapat juga menganut sistem pemerintahan parlementer atau sistem pemerintahan quasi.698 Oleh sebab itu, sistem pemerintahan presidensiil dapat disebut sebagai subsistem pemerintahan republik karena hanya dijalankan dalam negara yang berbentuk republik (sesuai dengan sebutannya sebagai sistem pemerintahan
693
Hanta Yuda A.R., op.cit., hlm. 61 dan 62. Abdul Ghoffar, op.cit., hlm. 49. Vide Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum …, op.cit., hlm. 311. 695 C.F. Strong menyebut jabatan kepala negara sebagai nominal executive dan jabatan kepala pemerintahan disebut sebagai real executive, sehingga kriteria untuk menentukan suatu sistem pemerintahan dapat dilakukan dengan cara mengetahui ada tidaknya pembedaan antara real executive dan nominal executive serta mengetahui ada tidaknya hubungan pertanggungjawaban antara cabang eksekutif dan legislatif. Ibid., hlm. 312. 696 Muchyar Yara, op.cit., hlm. 54. 697 Ibid. 698 Ibid. 694
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
177
kepresidenan).699 Sebagai subsistem pemerintahan republik, pemegang kekuasaan eksekutif tunggal atau Presiden (ambtsdrager) dalam sistem pemerintahan presidensiil memiliki kedudukan yang kuat dan tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat tetapi langsung kepada badan pemilih (electoral college).700 Menurut Stefan dan Skach, sistem presidensiil murni (pure presidentialism) merupakan sistem yang mutual-independence karena pemegang kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif mendapat mandat langsung dari pemilih.701 Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil murni seperti yang dicerminkan Amerika Serikat adalah sebagai berikut:702 a. b.
c.
d.
e.
f.
Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif tunggal; Presiden adalah penyelenggara pemerintahan yang bertanggung jawab, selain berbagai wewenang konstitusional yang bersifat prerogatif dan biasanya melekat pada jabatan kepala negara (head of state); Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat (Congress) karena itu tidak dapat dikenai mosi tidak percaya oleh Congress; Presiden tidak dipilih dan tidak diangkat oleh Congress, karena dalam praktiknya Presiden langsung dipilih oleh rakyat walaupun secara formal dipilih oleh badan pemilih (electoral college); Presiden memangku jabatan selamat empat tahun (fixed) dan hanya dapat dipilih untuk dua kali masa jabatan berturut-turut (8 tahun) dan dalam hal mengganti jabatan Presiden yang bersifat berhalangan tetap, jabatan tersebut paling lama 10 tahun berturut-turut; dan Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatan melalui impeachment karena melakukan pengkhianatan (treason), menerima suap (bribery), melakukan kejahatan berat (misdemeanors), dan kejahatan berat lainnya (other big crime).
Secara lebih ringkas, Mahfud M.D. mengemukakan ciri-ciri yang terdapat dalam sistem pemerintahan presidensiil, yaitu:703 a. b. c.
Kepala negara menjadi kepala pemerintahan (eksekutif); Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR); Menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden; dan
699
Bagir Manan, op.cit., hlm. 14. Ibid. Vide Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum …, op.cit., hlm. 314. 701 Alfred Stefan dan Cindy Skach, Constitutional Frameworks and Democratic Consolidation: Parliamentarinism and Presidentialism, dalam Saldi Isra, op.cit., hlm. 41. 702 Bagir Manan, ibid., hlm. 50 dan 51. 703 Moh. Mahfud M.D., Dasar dan Struktur …, op.cit., hlm. 74. 700
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
178
d.
Eksekutif dan legislatif sama-sama kuat.
Sementara itu, ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil menurut Abdul Hadi Anshary adalah:704 a.
b.
c.
d.
Presiden ialah kepala eksekutif yang meimpin kabinet, dimana semua kabinet diangkat dan diberhentikan serta bertanggung jawab kepada Presiden. Presiden juga sekaligus kepala negara (lambang negara) yang masa jabatannya telah ditentukan dengan pasti oleh Undang-Undang Dasar; Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif tetapi dipilih oleh sejumlah pemilih. Oleh karena itu, Presiden bukan bagian dari badan legislatif seperti dalam sistem parlementer; Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan dalam hubungan ini Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif (di Amerika Serikat, Presiden dijatuhkan melalui impeachment); dan Sebagai imbangannya, Presiden tidak dapat atau tidak mempunyai wewenang membubarkan legislatif.
Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie, ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil secara universal adalah:705 a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif; Presiden merupakan eksekutif tunggal dan kekuasaannya tidak terbagi serta hanya ada Presiden dan Wakil Presiden; Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya; Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya; Anggota parlemen tidak menduduki jabatan eksekutif dan sebaliknya: Presiden tidak dapat membubarkan ataupun memaksa parlemen; Berlaku prinsip supremasi konstitusi sehingga pemerintahan eksekutif bertanggung jawab kepada konstitusi; Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat; dan Kekuasaan tersebar dan tidak terpusat seperti dalam sistem pemerintahan parlementer.
Keuntungan dari sistem pemerintahan presidensiil adalah lebih menjamin stabilitas pemerintahan.706 Saldi Isra menambahkan, ada empat keuntungan dasar 704
Abdul Hadi Anshary, “Menuju Trias Politika dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Studi Konstitusional) tentang Pemisahan Kekuasan Negara”, (Tesis, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2003), hlm. 125 sebagaimana dikutip dari Abdul Ghoffar, op.cit., hlm. 50 dan 51. 705 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum …, op.cit., hlm. 316. 706 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., hlm. 178.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
179
sistem pemerintahan presidensiil dengan pola hubungan yang terpisah antara lembaga eksekutif dan legislatif, yaitu:707 a. b.
c.
d.
Dengan dipilih secara langsung, kekuasaan Presiden menjadi lebih legitimate karena mendapat mandat langsung (direct mandate) pemilih; Dengan pemisahan itu setiap lembaga negara dapat melakukan pengawasan terhadap lembaga negara lainnya untuk mencegah terjadinya penumpukan dan penyalahgunaan kekuasaan; Dengan posisi sentral dalam jabatan eksekutif, Presiden dapat mengambil kebijakan strategis yang amat menentukan secara cepat (speed and decisiveness); dan Dengan masa jabatan yang tetap, posisi Presiden jauh lebih stabil dibandingkan Perdana Menteri yang bisa diganti setiap waktu.
Tidak berbeda jauh dengan pendapat Saldi Isra, Abdul Hadi Anshary juga menyebutkan keuntungan sistem pemerintahan presidensiil, yaitu: 708 a.
b.
c.
Terjadi stabilitas eksekutif yang didasarkan pada masa jabatan Presiden. Stabilitas eksekutif ini berlawanan arah dengan instabilitas eksekutif yang biasanya melahirkan suatu sistem parlementer dari penggunaan kekuasaan legislatif untuk membentuk kabinet melalui mosi tidak percaya atau sebagai akibat dari hilangnya dukungan mayoritas terhadap kabinet di parlemen; Pemilihan kepala pemerintahan oleh rakyat secara langsung dipandang lebih demokratis daripada pemilihan tak langsung, formal atau informal, dalam sistem parlementer. Memang dalam demokrasi tidak ada tuntutan untuk memilih pejabat pemerintah secara langsung oleh rakyat, tetapi jika Presiden dipilih secara langsung akan memiliki validitas demokrasi yang tinggi; dan Dalam sistem pemerintahan presidensiil terjadi pemisahan kekuasaan yang berarti pemerintahan dibatasi, sehingga jaminan atas perlindungan kebebasan individu atas tirani pemerintah akan terminimalisasi.
Sistem pemerintahan presidensiil juga memiliki kelemahan. Kelemahannya, sistem pemerintahan presidensiil cenderung menempatkan lembaga eksekutif sebagai bagian kekuasaan yang sangat berpengaruh karena kekuasaannya cukup besar sehingga diperlukan pengaturan konstitusional, seperti mengakomodasi sistem multipartai, untuk mengurangi dampak negatif kelemahan bawaan dari sistem pemerintahan presidensiil.709 Bahkan, sangat mungkin terjadi perbedaan
707
Saldi Isra, op.cit., hlm. 42. Abdul Hadi Anshary dalam Abdul Ghoffar, op.cit., hlm. 51 dan 52. 709 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan …, op.cit., hlm. 75. 708
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
180
pendapat antara eksekutif dan legislatif mengenai apa yang ditetapkan sebagai tujuan negara.710 Terkait dengan hal itu, Abdul Hadi Anshary mengemukakan tiga kelemahan sistem pemerintahan presidensiil, yaitu:711 a.
b.
c.
Mudah terjadi kemandekan dalam hubungan eksekutif dan legislatif. Inilah yang menjadi konsekuensi utama yang dialami Amerika Serikat, yang kemudian menuntut reformasi kelembagaan secara mendasar. Solusi pemecahan apabila terjadi kemandekan itu adalah dengan meningkatkan kekuasaan Presiden dan mengurangi kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat menjadi penggerak sistem pemerintahan yang lebih aktif dan efektif; Dapat terjadi kekakuan temporal. Ini terlihat dari masa jabatan Presiden yang kaku dan tidak berkelanjutan sehingga Pemerintah tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan kebijakan yang revolusioner yang sesuai dengan keadaan; dan Mempunyai cacat bawaan karena sistem ini berjalan atas dasar aturan “pemenang menguasai semuanya”, sehingga politik demokrasi menjadi sebuah permainan dengan semua potensi konfliknya. Dalam pemilihan Presiden, hanya seorang calon dan satu partai yang menang. Hal itu akan menyulitkannya untuk bernegosiasi dengan oposisi dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dapat memecah-belah, sehingga dalam hal ini politik menjadi eksklusif, bukan inklusif.
Dengan pemisahan secara jelas antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif atas dasar prinsip clear-cut separation of powers, pembentukan (kabinet) pemerintah dalam sistem pemerintahan presidensiil tidak tergantung pada proses politik di lembaga legislatif.712 Pada sistem pemerintahan presidensiil, pembentukan kabinet dilakukan sendiri oleh Presiden dan sangat tergantung pada visi politiknya, baik dalam menetapkan komposisi dan personel kementerian, maupun tipe kabinetnya, apakah kabinet partai, kabinet nasional, atau kabinet koalisi.713 Jika kabinet partai,
710
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit. Lihat juga Nomensen Sinamo, Perbandingan Hukum Tata Negara, Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010, hlm. 70. 711 Abdul Hadi Anshary, op.cit., hlm. 18, sebagaimana dikutip dari Abdul Ghoffar, op.cit., hlm. 53. 712 Saldi Isra, op.cit., hlm. 41. Konsekuensinya, cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif tidak dibutuhkan mempunyai hubungan kerja sama (the president has no format relationship with the legislature). Ensiklopedia Wikipedia, “Presidential System”, http://en.wikipedia.org/wiki/ Presidential_system, diakses pada tanggal 27 September 2012. 713 M. Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Bandung: Mandar Maju, 2008, hlm. 120. Dalam membagi kabinet, M. Solly Lubis menggunakan tiga ukuran tertentu, yaitu (i) siapakah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas eksekutif dari kabinet; (ii) apakah pembentukan kabinet itu dicampuri oleh parlemen; dan (iii) bagaimana susunan personalia kabinet itu dengan kekuatan
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
181
semua menterinya berasal dari satu partai politik saja dan mempunyai fraksi terkuat di DPR; namun jika kabinet nasional, para menterinya diambil dari hampir semua partai politik yang mempunyai fraksi di DPR; sedangkan jika kabinet koalisi, para menterinya berasal dari beberapa partai politik atau fraksi yang secara bersama-sama menjadi fraksi terkuat di DPR.714 Sebelum amendemen UUD 1945, sistem pemerintahan yang digunakan di Indonesia
bukanlah
sistem
pemerintahan
presidensiil
melainkan
sistem
pemerintahan quasi-presidensiil (sistem pemerintahan presidensiil dengan ciri parlementer atau semi-presidensiil) karena majelis atau parlemen masih memiliki supremasi atas Presiden (parliamentary supremacy).715 Salah satu indikatornya, Presiden dan DPR masih membuat undang-undang secara bersama-sama dan kedudukannya dapat dijatuhkan MPR sewaktu-waktu karena masih menjabat sebagai Mandataris MPR yang melaksanakan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).716 Sistem pemerintahan quasi-presidensiil yang digunakan pada masa prareformasi ini memiliki kelemahan sehingga ketika terjadi resesi ekonomi dan krisis kepercayaan muncul tekanan untuk mengganti Presiden dan bentuk sistem pemerintahan yang berlaku. Tekanan untuk mengganti Presiden berhasil dilakukan, namun tidak dengan penggantian sistem pemerintahan karena ternyata mayoritas rakyat Indonesia tidak menginginkan sistem pemerintahan presidensiil diganti. Justru pandangan yang mengemuka dalam pembahasan perubahan UUD
politik yang ada di parlemen. Dari ukuran pertama, kabinet terbagi atas kabinet ministerial dan kabinet presidensiil. Kemudian dari ukuran kedua, kabinet terbagi atas kabinet parlementer dan kabinet ekstra parlementer. Lalu dari ukuran ketiga, kabinet terbagi atas kabinet partai, kabinet koalisi, dan kabinet nasional (hlm. 111-115). 714 Ibid., hlm. 120. 715 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., hlm. 179. Vide Titik Triwulan Tutik, op.cit., hlm 157. 716 Ibid. Sebelum perubahan UUD 1945, mekanisme pemberhentian Presiden dapat dilihat dalam TAP MPR Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau AntarLembaga-Lembaga Tinggi Negara. Dalam Pasal 7 TAP MPR tersebut, DPR dapat menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden dan apabila Presiden tidak memperhatikan memorandum tersebut dalam arti tidak memperbaiki kesalahannya maka DPR dapat meminta MPR untuk mengadakan Sidang Istimewa dengan agenda meminta pertanggungjawaban Presiden. Vide Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Civic Education: Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm. 147.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
182
1945
adalah
mempertahankan
dan
mempertegas
sistem
pemerintahan
717
presidensiil.
Penegasan sistem yang disebut Saldi Isra sebagai pemurnian atau purifikasi sistem presidensiil, dapat dilakukan melalui enam cara, yaitu: (i) mengubah proses pemilihan Presiden/Wakil Presiden dari pemilihan dengan sistem perwakilan (mekanisme pemilihan di MPR) menjadi pemilihan secara langsung; (ii) membatasi periodisasi masa jabatan Presiden/Wakil Presiden; (iii) memperjelas proses pemakzulan (impeachment) Presiden/Wakil Presiden; (iv) menentukan larangan bagi Presiden untuk membubarkan Presiden; (v) memperbarui atau menata ulang eksistensi MPR; dan (vi) melembagakan mekanisme pengujian undang-undang (judicial review).718 Oleh karena itu sesuai dengan hasil kesepakatan MPR ketika mengubah UUD 1945, purifikasi sistem pemerintahan presidensiil seharusnya dilanjutkan dengan menata ulang fungsi legislasi (ius constituendum) dan untuk merealisasikan hal itu perlu dilakukan perubahan UUD 1945.719 2.
Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet sebagai Lembaga Pendukung dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil Secara umum, kehadiran lembaga penunjang dapat dilihat sebagai jalan
keluar atas kondisi buruknya kinerja lembaga negara, tingginya beban kerja lembaga negara, tuntutan masyarakat sipil, penyesuaian negara terhadap perkembangan sistem ketatanegaraan, perkembangan kewenangan karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi negara dan masyarakat.720 Menurut Firmansyah Arifin, ada beberapa hal yang menjadi inti dan mempengaruhi banyak pembentukan lembaga negara baru, yaitu:721
717
Vijf fundamentele. Vide catatan kaki nomor 17, hlm. 3. Saldi Isra, op.cit., hlm. 63-71. 719 Ibid., hlm. 332. Penguatan sistem pemerintahan presidensiil merupakan poin krusial yang direkomendasikan oleh para peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan XLVII Lemhannas apabila dilakukan amendemen yang kelima terhadap UUD 1945, Vide WHY, “Dengar Aspirasi Rakyat: Amandemen Konstitusi untuk Penguatan Sistem Presidensiil”, Kompas, 17 Oktober 2012, hlm. 5. 720 Tim Antarkementerian Pengkajian Penataan Lembaga Non Struktural, Kajian Penataan Lembaga Non Struktural: Analisis terhadap Eksistensi 11 Lembaga Non Struktural, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2010, hlm. 16. 721 Dalam Gunawan A. Tauda, op.cit., hlm. 89. 718
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
183
a.
Tiadanya kredibilitas lembaga negara yang telah ada akibat asumsi adanya korupsi yang sistemik, mengakar, dan sulit diberantas; Tidak independennya lembaga negara yang ada karena satu sama lain hanya tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara atau kekuasaan lainnya; Ketidakmampuan lembaga negara yang ada untuk melakukan tugas yang urgen dilakukan dalam masa transisi demokrasi karena persoalan birokrasi dan KKN; Pengaruh global, dengan pembentukan apa yang dinamakan auxilliary organ state agency atau watchdog institution di banyak negara; Tekanan lembaga internasional, tidak hanya sebagai prasyarat untuk memasuki pasar global tetapi juga untuk membuat demokrasi sebagai satu-satunya jalan bagi negara yang asalnya berada di bawah kekuasaan otoriter.
b.
c.
d. e.
Terkait hal itu, Jimly Asshiddiqie menyatakan ada 34 macam subjek hukum kelembagaan atau subjek hukum tata negara atau tata usaha negara yang keberadaannya disebut dalam UUD 1945, yaitu: 722 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16)
722
MPR, diatur dalam Bab II Pasal 2 dan Pasal 3 UUD 1945; Presiden, diatur dalam Bab III Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 UUD 1945; Wakil Presiden, diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUD 1945; Menteri dan Kementerian Negara, diatur dalam Bab V Pasal 17 UUD 1945; Menteri Dalam Negeri sebagai triumvirat, diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945; Menteri Luar Negeri sebagai triumvirat, diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945; Menteri Pertahanan sebagai triumvirat, diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945; Dewan Pertimbangan Presiden, diatur dalam Pasal 16 UUD 1945; Duta, diatur dalam Pasal 13 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945; Konsul, diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UUD 1945; Pemerintahan Daerah Provinsi, diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945; Gubernur/Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945; DPRD Provinsi, diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UUD 1945; Pemerintahan Daerah Kabupaten, diatur dalam Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan (7) UUD 1945; DPRD Kabupaten, diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UUD 1945; Bupati/Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten, diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945;
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi ..., op.cit., hlm. 57-59.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
184
17) Pemerintahan Daerah Kota, diatur dalam Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan (7) UUD 1945; 18) Walikota/Kepala Pemerintah Daerah Kota, diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945; 19) DPRD Kota, diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UUD 1945; 20) Satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, diatur dalam Pasal 18B UUD 1945; 21) DPR, diatur dalam Bab VII Pasal 17 sampai dengan Pasal 22B UUD 1945; 22) DPD, diatur dalam Pasal VII A Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945; 23) KPU, diatur dalam Pasal VII B Pasal 22E UUD 1945; 24) Bank sentral, diatur dalam Pasal 23D UUD 1945; 25) BPK, diatur dalam Bab VIII A Pasal 23E, Pasal 23 F, dan Pasal 23G UUD 1945; 26) MA, diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 24A UUD 1945; 27) KY, diatur dalam Pasal 24B UUD 1945; 28) MK, diatur dalam Pasal 24C UUD 1945; 29) TNI, diatur dalam Bab XII Pasal 30 ayat (2) UUD 1945; 30) TNI AD, diatur dalam Pasal 10 jo. Pasal 30 ayat (3) UUD 1945; 31) TNI AL, diatur dalam Pasal 10 jo. Pasal 30 ayat (3) UUD 1945; 32) TNI AU, diatur dalam Pasal 10 jo. Pasal 30 ayat (3) UUD 1945; 33) POLRI, diatur dalam Bab XII Pasal 30 ayat (2) UUD 1945; dan 34) Badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
Ke-34 lembaga itu dapat dibedakan berdasarkan fungsi dan hierarkinya. Berdasarkan fungsinya, lembaga itu dapat dibedakan menjadi lembaga utama atau primer (primary constitutional organ) dan lembaga pendukung atau penunjang (auxilliary state organ), sedangkan berdasarkan hierarkinya, lembaga itu dapat digolongkan menjadi organ lapis pertama, organ lapis kedua, dan organ lapis ketiga.723 Menurut Janedjri M. Gaffar, kelembagaan negara berdasarkan UUD 1945 dapat diklasifikasikan menjadi enam kategori, yaitu pertama, lembaga utama yang melaksanakan cabang kekuasaan tertentu; kedua, lembaga negara yang bukan pelaksana salah satu cabang kekuasaan tetapi keberadaannya diperlukan untuk mendukung salah satu lembaga pelaksana cabang kekuasaan tertentu; ketiga, lembaga yang ditentukan untuk melaksanakan kekuasaan tertentu tanpa mengatur nama dan pembentukan lembaganya; keempat, lembaga yang ditentukan secara umum dan menyerahkan pengaturan lebih lanjut kepada undang-undang; kelima, 723
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi ..., op.cit., hlm. xi dan 106.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
185
lembaga yang berada di bawah Presiden untuk melaksanakan fungsi tertentu; dan keenam, lembaga di tingkat daerah.724 Jika merujuk pada hal tersebut, maka Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet termasuk kategori organ lapis kedua yang berfungsi sebagai lembaga negara pendukung atau penunjang (state auxilliary organ) di lingkungan eksekutif.725 Meskipun tidak disebutkan secara jelas nomenklaturnya dalam UUD 1945, Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet merupakan lembaga yang berada di bawah Presiden untuk membantu dan mendukung pelaksanaan tugas Presiden atau wewenang tertentu yang berada dalam wilayah kekuasaan Presiden.726 Pembentukan, pengubahan, ataupun pembubaran kedua lembaga itu sepenuhnya merupakan kewenangan Presiden selaku kepala eksekutif (chief of executive). Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan diberi kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2) UUD 1945 karena hal itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kewenangan mutlak (hak prerogatif) Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensiil. Menurut Hajriyanto, Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi yang mendapat mandat dari rakyat dan diberi kewenangan yang relatif besar dan memegang fungsi eksekutorial.727 Artinya, Presiden sebagai kepala eksekutif tertinggi dapat menggunakan kewenangannya untuk mengevaluasi, atau bahkan mengganti menteri yang dianggap bermasalah.728 Di dalam UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah perubahan, pengaturan mengenai kewenangan itu diatur dalam bab tersendiri dan terpisah dari bab yang 724
Janedjri M. Gaffar, “Penataan Lembaga Negara”, Seputar Indonesia, 19 Februari 2006, hlm. 64, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/public/content/infoumum/artikel/pdf/makalah_3% 20Kliping%2064-96.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012. 725 Ibid., hlm. 109. Lembaga negara dapat berada dalam ranah eksekutif, legislatif, dan yudikatif atauupun bersifat campuran. Organ lapis pertama disebut lembaga tinggi negara (hanya untuk memudahkan pembagian), organ lapis kedua disebut lembaga negara, dan organ lapis ketiga disebut lembaga daerah. Pengelompokan itu berpengaruh pada derajat protokolernya, contoh Presiden, Menteri, dan Kepala Badan. 726 Hal ini didasari atas opini yang dikemukakan Janedjri M. Gaffar, ibid. 727 Vide NTA, “Presiden Semestinya Tegas kepada Menteri”, Kompas, Senin, 3 Desember 2012, hlm. 2. 728 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
186
mengatur tentang kekuasaan Presiden. Bab V Kementerian Negara dipisahkan dari Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara karena struktur ketatanegaraan sudah berubah dan kedudukan menteri dianggap sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.729 Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin kementerian, sedangkan kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.730 Menteri adalah jabatan politik, sedangkan kementerian diisi oleh pegawai negeri sipil dengan jabatan yang diisi melalui pengangkatan dan pemberhentian secara administratif.731 Dalam hal ini, seyogyanya dalam percakapan sehari-hari tidak digunakan lagi kata “menteri negara” dan “kementerian negara” karena kedua kata itu telah dilekatkan frasa “yang selanjutnya disebut” sehingga penyebutannya cukup hanya “menteri” dan “kementerian”, seperti contoh Menteri Lingkungan Hidup (bukan Menteri Negara Lingkungan Hidup) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (bukan Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara).732 Dalam sistem pemerintahan presidensiil, Presiden sebagai kepala eksekutif yang berperan selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, membawahi sejumlah pejabat yang pada dasarnya digolongkan pada tiga kelompok, yaitu:733 1)
2)
3)
Kelompok I, yaitu kelompok yang memiliki status sebagai menteri, pejabat yang diperlakukan seperti menteri, dan para pejabat lain yang karena sifat tugasnya bertanggung jawab langsung kepada dan berada di bawah Presiden; Kelompok II, yaitu para pejabat senior lain, misalnya para ketua lembaga pemerintah non kementerian, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden; dan Kelompok III, yaitu kelompok pejabat yang menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di masingmasing bidang.
Akan tetapi jika melihat praktik ketatanegaraan Indonesia dari masa Orde Lama hingga saat ini, dikenal empat macam kategori menteri, yaitu:734 729
Ibid., hlm. 173 dan 174. Vide ketentuan Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. 731 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 367. 732 Perhatikan ketentuan Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang menyebutkan frasa “Dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut dengan Kementerian ...”. 733 Sondang P. Siagian, Kerangka Ilmu Administrasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hlm. 115. 730
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
187
a.
b.
c.
d.
Menteri koordinator, merupakan menteri yang mengoordinasikan beberapa urusan tertentu dalam pemerintahan, contohnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; Menteri dengan portofolio kementerian, merupakan menteri yang memimpin suatu kementerian dan memiliki perangkat aparatur pemerintahan pendukung yang menjangkau sampai ke lapisan pemerintahan di daerah melalui aparatur dekonsentrasi di tingkat provinsi dan/atau bahkan sampai ke tingkat kabupaten/kota, contohnya Menteri Dalam Negeri; Menteri tanpa portofolio kementerian (sering disebut menteri negara), merupakan menteri yang tidak memimpin suatu kementerian dan tidak dapat mengatur publik atau tidak boleh diberi kewenangan regulasi karena tidak memiliki aparatur birokrasi yang dapat mendukung pelaksanaan tugas untuk mengimplementasikan pengaturan yang dibuatnya, sebagai contoh Menteri Sekretaris Negara; dan Menteri muda (junior minister), merupakan istilah yang diberikan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto untuk menyebut menteri negara pembantu Presiden yang diperbantukan kepada menteri negara lainnya dengan tugas pokok mengikuti dan melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan dan program di bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara yang mendesak dan perlu ditangani secara lebih intensif, contohnya Menteri Muda Sekretaris Kabinet.
Meskipun kedudukannya tergantung pada Presiden, jabatan menteri merupakan jabatan yang sangat penting karena dalam praktiknya para menteri itulah yang menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir executif).735 Dalam arti sebenarnya, para menteri itu merupakan pimpinan pemerintahan di bidang tugasnya masing-masing.736 Dalam bentuk bagaimanapun juga, jabatan menteri adalah pemegang kekuasaan
pemerintahan
karena
menterilah
yang
langsung
memimpin
pemerintahan yang dibagi kepada berbagai kementerian menurut kebutuhan masyarakat dan zamannya.737 Menteri memiliki pengaruh besar dalam menentukan politik negara yang menyangkut lingkup pekerjaan kementeriannya sehingga seseorang yang dipilih dan diangkat oleh Presiden untuk menduduki
734
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 367-371. Vide Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat ..., op.cit., hlm. 146. 735 Vide Penjelasan UUD 1945 yang terkait dengan menteri negara bukan pegawai tinggi biasa. 736 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi ..., op.cit., hlm. 175. 737 Z.A. Ahmad, op.cit., hlm. 14.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
188
jabatan menteri harus didasarkan atas kriteria kecakapannya bekerja, bukan karena jasa politiknya ataupun imbalan terhadap dukungan kelompok atau partai politik terhadap Presiden.738 Jabatan menteri dalam sistem pemerintahan presidensiil harus dipahami berbeda dari jabatan menteri dalam sistem pemerintahan parlementer yang murni bersifat politik.739 Hak dan tanggung jawab menteri pada sistem pemerintahan parlementer bersifat positif, sedangkan hak dan tanggung jawab menteri pada sistem pemerintahan presidensiil bersifat negatif (meskipun dalam praktiknya menteri mempunyai tanggung jawab penuh kepada Presiden).740 Penyusunan kabinet tidak boleh didasarkan atas logika sistem parlementer yang dibangun atas dasar koalisi antarpartai politik pendukung Presiden dan Wakil Presiden, melainkan dibangun atas dasar merit system (sistem penilaian jasa).741 Dalam sistem presidensiil, yang murni bersifat politik hanyalah Presiden dan Wakil Presiden, sedangkan jabatan menterinya disamping bersifat politik juga bersifat teknis.742 Oleh karena itu, menteri dalam sistem pemerintahan presidensiil membutuhkan kualifikasi politik (syarat kapabilitas) sekaligus kualifikasi teknis (syarat akseptabilitas).743 Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi menteri adalah:744 a. b. c. d. e. f.
Warga negara Indonesia; Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan; Sehat jasmani dan rohani; Memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dan Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
738
Ibid. Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 369. 740 Z.A. Ahmad, op.cit., hlm. 14. Sebagaimana diketahui, dalam sistem pemerintahan parlementer, para menteri bertanggung jawab secara langsung kepada parlemen atas pelaksanaan urusan pemerintahannya (pertanggungjawaban positif), sedangkan dalam sistem pemerintahan presidensiil, menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen melainkan bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden dan Presiden melaporkan hasil pelaksanaan urusan pemerintahannya kepada parlemen (pertanggungjawaban negatif). 741 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi ..., op.cit., hlm. 175 dan 176. 742 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit. 743 Ibid. 744 Vide ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. 739
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
189
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945, menteri yang diangkat dan diberhentikan itu berkewajiban membantu Presiden dengan membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Urusan tertentu dalam pemerintahan itu terdiri atas tiga jenis, yaitu:745 a.
b.
c.
Urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan; Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan; dan Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.
Di dalam ketentuan Undang-Undang itu disebutkan, salah satu urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah ialah kesekretariatan negara. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang itu pula dibentuk Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah tiga kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011, yang untuk pertama kalinya menyebutkan nomenklatur Kementerian Sekretariat Negara.746 Dalam Peraturan Presiden tersebut, Kementerian Sekretariat Negara diletakkan pada urutan keempat dari 34 kementerian, di bawah tiga kementerian koordinator dan di atas kementerian triumvirat.747 Akan tetapi, dalam kelompok
745
Vide ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 746 Perhatikan ketentuan Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah tiga kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011. 747 Ibid. Tiga kementerian koordinator dimaksud ialah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; dan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sementara itu, yang dimaksud
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
190
kementerian penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi, Kementerian Sekretariat Negara berada pada urutan pertama dari sebelas kementerian.748 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 juga menetapkan pengaturan mengenai kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi pada kelompok kementerian penajaman, koordinasi,
dan sinkronisasi.749 Namun, segala
pengaturan mengenai hal tersebut dikecualikan dari Kementerian Sekretariat Negara yang mengaturnya dengan Peraturan Presiden tersendiri.750 Pengecualian sebagaimana dimaksud Pasal 47 ayat (2) Peraturan Presiden itu disebabkan karakteristik tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian Sekretariat Negara berbeda dengan kementerian lainnya.751 Karakteristik dimaksud terlihat dari tugas dan fungsi Kementerian Sekretariat Negara yang dititikberatkan pada pelayanan teknis, administratif, dan analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara dan susunan organisasinya yang terdiri dari beberapa sekretariat. Lantaran menindaklanjuti ketentuan Undang-Undang dan Peraturan Presiden itu, maka ketika terjadi perubahan organisasi Sekretariat Negara pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, nomenklatur “Kementerian Sekretariat Negara” digunakan sebagai judul peraturan pada Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010. Penggunaan nomenklatur itu juga menjadi salah satu pertimbangan untuk memisahkannya dengan legal instrument
kementerian triumvirat ialah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pertahanan. 748 Vide ketentuan Pasal 47 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah tiga kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011. 749 Vide ketentuan Pasal 48-67 Peraturan Presiden Presiden Nomor 47 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah tiga kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011. 750 Perhatikan ketentuan Pasal 47 ayat (2) Peraturan Presiden Presiden Nomor 47 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah tiga kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011. Penggunaan kata “dengan” memang dimaksudkan agar pengaturan mengenai kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian Sekretariat Negara diatur secara khusus. 751 Hal ini sempat menjadi pertanyaan dalam pembahasan rancangan Peraturan Presiden dimaksud karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 pengaturan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kementerian Sekretariat Negara sama dengan kementerian lain. Vide ketentuan Pasal 7, Pasl 8 ayat (3), dan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Tetapi setelah melalui pembahasan di tingkat pimpinan, disepakati untuk mengecualikan Kementerian Sekretariat Negara dari pasal pengaturan dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
191
Sekretariat Kabinet yang ditetapkan kemudian dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010. Sebelum Undang-Undang dan Peraturan Presiden itu terbentuk, dasar hukum pembentukan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet hanya didasarkan pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dan penaskahannya disatukan. Namun setelah Undang-Undang dan Peraturan Presiden itu terbentuk, penaskahannya dipisah dan dasar hukum pembentukan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet menjadi berbeda.752 Pada pembentukan Kementerian Sekretariat Negara, kekuasaan prerogatif Presiden dikonversikan oleh UndangUndang menjadi kementerian, sedangkan pada pembentukan Sekretariat Kabinet, kekuasaan itu tidak dikonversikan oleh Undang-Undang sehingga Sekretariat Kabinet bukanlah kementerian melainkan lembaga pemerintah setingkat kementerian.753 Terlepas dari apapun status kelembagaannya, entah itu kementerian ataupun lembaga setingkat kementerian, Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet merupakan hasil eksperimentasi kelembagaan (institutional experimental) yang mencerminkan respon pengambil keputusan (decision maker) dalam mengorganisasikan berbagai kepentingannya (dalam hal ini Presiden). Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, kepentingan itu diorganisasikan
melalui
pemecahan unit organisasi Sekretariat Negara dari tangan birokrasi yang sentralistis menjadi enam sekretariat mandiri, sedangkan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kepentingan itu diorganisasikan melalui pemisahan organisasi yang didasarkan pada kolegialitas (rasa setia kawan terhadap teman sejawat).
752
Dasar hukum pembentukan Kementerian Sekretariat Negara tidak hanya didasarkan pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 melainkan juga ditambah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008, Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009, dan Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009, sedangkan dasar hukum pembentukan Sekretariat Kabinet masih tetap hanya berdasarkan pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. 753 Dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 ditentukan bahwa kementerian itu membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Namun dengan diaturnya Kementerian Sekretariat Negara dalam peraturan tersendiri, maka terjadi lagi pemisahan penyelenggaraan pemerintahan negara dimana Kementerian Sekretariat Negara hanya membantu Presiden menyelenggarakan kekuasaan negara sedangkan Sekretariat Kabinet membantu Presiden menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
192
Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yakni organ dan fungsi. 754 Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan fungsi adalah isinya; organ adalah status bentuknya, sedangkan fungsi adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya.755 Sekretariat merupakan instansi pemerintahan yang tidak kurang pentingnya di dalam suatu negara.756 Dipandang dari sudut pekerjaannya sehari-hari (menulis, mengarang, mencatat, dan menyimpan segala arsip dan dokumen negara), dapat diketahui betapa penting fungsinya di dalam pekerjaan pemerintahan.757 Hal itu akan lebih dirasakan lagi apabila mengetahui bahwa sekretaris dapat memegang seluruh tugas kepemimpinan sebagai kepala kantor (kepala sekretariat).758 Sebagaimana telah diketahui, pada dasarnya pekerjaan sekretaris merupakan perpanjangan dari pekerjaan yang dilakukan oleh pimpinan agar pimpinan dapat lebih mengonsentrasikan diri dalam melakukan tugas manajerial suatu organisasi atau perusahaan.759 Bahkan seorang sekretaris dapat menggantikan peran manajerial suatu perusahaan dengan menjadi pemimpin dalam unit pekerjaannya (memimpin sekretariat).760 Di samping kedudukannya sebagai figur politik yang bekerja di bawah dan bersama menteri, maka kedudukannya yang tidak kalah penting adalah sebagai pegawai tinggi.761 Dalam kedudukannya ini, sekretaris hanyalah mesin yang bergerak
menurut
perintah
atasannya.762
Sebab
itu,
apapun
bentuk
pemerintahannya, baik di pusat maupun di daerah, jabatan sekretaris tetap selamanya ada dan senantiasa mengabdi kepada penguasa negara yang ada diatasnya.763
754
Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hlm. 45. 755 Ibid. 756 Z.A. Ahmad, op.cit., hlm. 113. 757 Ibid. 758 Ibid. 759 Rumsari Hadi Sumarto dan Lukas Dwiantara, op.cit., hlm. 6. 760 Siwi Kadarmo, op.cit., hlm. 1. 761 Z.A. Ahmad, op.cit., hlm. 123. 762 Ibid. 763 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
193
Menurut Hasan Ibrahim Hasan, jabatan sekretaris merupakan jabatan politis namun mempunyai sifat yang berlainan dengan jabatan menteri, seperti dinyatakannya sebagai berikut:764 “Dipandang dari sudut kedudukannya sebagai pemimpin dari suatu organisasi pemerintahan, maka sekretaris itu bersifat politis. Namun jika dipandang dari sudut kepegawaian, sekretaris itu bersifat teknis dan administratif yang meminta keahlian dan kecakapan. Hal ini berbeda dengan jabatan menteri yang hanya bersifat politis. Dalam praktik pada umumnya, jabatan sekretaris tidaklah tetap kedudukannya. Ada masanya hanya merupakan sekretaris yang pekerjaannya tidak lain sebagai pegawai tinggi yang bekerja menurut perintah dan ada pula masanya sebagai sekretaris yang kedudukannya sama dengan menteri, yang memegang tanggung jawab pemerintahan secara penuh. Ada pula waktunya sekretaris dapat menjadi sekretaris jenderal dari suatu kementerian. Kedudukannya di samping menteri merupakan pegawai tinggi yang menjalankan politik dan kebijaksanaan dari menteri. Tetapi dipandang dari pekerjaannya memimpin seluruh kementerian yang tidak mudah diombangambingkan oleh pergantian kabinet dan pertukaran menteri, maka sekretaris merupakan figur politik yang tidak kurang pentingnya. Jabatan sekretaris merupakan jabatan yang bersifat politis karena sekretaris memegang peranan yang penting dalam pemerintahan negara, baik dalam menentukan haluan negara maupun di dalam menjalankan practice politik dari pemerintahan. Namun ada satu kekurangan dari jabatan sekretaris, yaitu sekretaris tidaklah mempunyai hak pertanggungjawaban langsung (direct). Pertanggungjawaban itu dipikulnya secara tidak langsung atas nama suatu jabatan lain diatasnya. Sebagai sekretaris negara, pertanggungjawaban itu dipikulnya atas nama kepala negara, sedangkan sebagai sekretaris jenderal suatu kementerian, pertanggungjawaban itu dipikul atas nama menteri.”
Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet disebut organ pemerintahan karena menjalankan fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum (legal order). Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet merupakan organ atau lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden sehingga dapat disebut organ Peraturan Presiden. Sementara jika dilihat dari sumber legitimasinya, kedua lembaga itu dapat dikategorikan sebagai lembaga tingkat ketiga karena sumber kewenangannya murni ditentukan oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan sehingga pembentukannya sepenuhnya bersumber dari beleid Presiden (presidential
764
Ibid., hlm. 15, 16, 113, dan 123.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
194
policy).765 Artinya, pembentukan, perubahan, ataupun pembubarannya tergantung pada kebijakan Presiden, bahkan pengangkatan anggotanya pun (Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet) dilakukan dengan Keputusan Presiden yang bersifat beschikking.766 Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Kementerian
Sekretariat
Negara
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:767 a. Pemberian dukungan dukungan data, informasi, dan analisis dalam rangka pengambilan kebijakan di bidang politik, hukum, keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat; b. Pemberian dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam rangka penyiapan izin prakarsa dan penyelesaian Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dan Rancangan Peraturan Pemerintah, serta pemberian pertimbangan kepada Sekretaris Kabinet dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, penyiapan pendapat hukum, serta penyelesaian Rancangan Keputusan Presiden tentang pemberian grasi, amnesti, abolisi, rehabililitasi, ekstradisi, remisi perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara, dan naturalisasi; c. Pemberian dukungan teknis dan administrasi kerumahtanggaan, keprotokolan, pers, dan media kepada Presiden dan Wakil Presiden; d. Penyiapan naskah-naskah bagi Presiden dan Wakil Presiden; e. Pemberian dukungan teknis dan administrasi kepada Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, dalam hal pengangkatan dan pemberhentian perwira TNI dan Polri, penganugerahan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, yang wewenang penetapannya berada pada Presiden, serta koordinasi pengamanan Presiden dan Wakil Presiden; f. Pemberian dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam penyelenggaraan administrasi pejabat negara dan pejabat lainnya yang dalam proses penetapannya memerlukan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat atau pejabat yang kedudukannya disetarakan dengan Menteri Negara, yang wewenang penetapannya berada pada Presiden; g. Pemberian dukungan teknis dan administrasi serta analisis dalam penyelenggaraan hubungan dengan lembaga negara, lembaga daerah, lembaga non struktural, organisasi politik, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, serta penanganan pengaduan masyarakat;
765
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi ..., op.cit., hlm. 52. Hal ini didasarkan pada teori norma sumber legitimasi yang dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie yang menyatakan bahwa derajat kelembagaan suatu lembaga dapat dilihat dari bentuk norma hukum yang menjadi sumber pemberian kewenangan kepada lembaga negara itu atau dari siapa yang merupakan sumber atau pemberi kewenangan terhadap lembaga negara yang bersangkutan. 766 Ibid. 767 Vide ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 tentang Kementerian Sekretariat Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
195
h. i.
j. k.
l.
Penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan kerja sama teknik antara Pemerintah Indonesia dengan pihak luar negeri; Penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia serta penataan organisasi dan tata laksana di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara; Pengembangan sistem akuntabilitas kinerja di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara; Penyelenggaraan pelayanan dan dukungan perencanaan, pengelolaan keuangan, ketatausahaan, kehumasan, teknologi informasi, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung-jawab Kementerian Sekretariat Negara, penyediaan prasarana dan sarana, serta administrasi umum lainnya di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara; Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara; dan
m. Pelaksanaan fungsi-fungsi lain yang diberikan oleh Presiden dan Wakil Presiden serta oleh peraturan perundang-undangan.
Sedangkan fungsi yang diselenggarakan oleh Sekretariat Kabinet adalah sebagai berikut:768 a. b.
c.
d.
e.
f. g.
768
Penyelenggaraan pengelolaan dan pengendalian manajemen kabinet; Perumusan dan penyampaian analisis atas rencana kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat; Penyiapan persetujuan prakarsa, penyusunan, dan penyampaian Rancangan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden, serta penyiapan pendapat atau pandangan hukum kepada Presiden dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat; Pemantauan dan evaluasi serta penyampaian analisis atas pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan, perekonomian, dan kesejahteraan rakyat; Penyiapan, pengadministrasian, penyelenggaraan, dan pengelolaan sidang-sidang kabinet, maupun rapat atau pertemuan yang dipimpin dan/atau dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta penyampaian, publikasi, dan pengoordinasian tindak lanjut hasil sidang, rapat atau pertemuan tersebut; Penyelenggaraan hubungan kemasyarakatan, kelembagaan, dan protokoler yang berkaitan dengan kegiatan kabinet; Penyiapan, penyelenggaraan, dan pengadministrasian dalam pengangkatan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan negeri, jabatan pemerintahan, dan jabatan lainnya, serta kepangkatan dan pensiun pejabat dan pegawai negeri sipil yang wewenang penetapannya berada di tangan Presiden, dan pengangkatan, pemindahan serta pemberhentian dalam dan dari jabatan atau pangkat pegawai negeri sipil di lingkungan Sekretariat Kabinet; Vide ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
196
h.
Penyelenggaraan pelayanan dan dukungan administrasi, perencanaan, keuangan, pendidikan, pelatihan, dan pengelolaan barang milik negara/keuangan negara yang menjadi tanggung jawab Sekretariat Kabinet serta penyediaan sarana dan prasarana dan administrasi umum lainnya di lingkungan Sekretariat Kabinet; i. Pengumpulan, pengolahan, dan penyelenggaraan pelayanan dukungan data dan informasi, penyediaan sarana dan prasarana pengembangan teknologi informasi bagi kelancaran pelaksanaan tugas di lingkungan Sekretariat Kabinet; j. Pengoordinasian pelaksanaan tugas Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden; k. Koordinasi dengan Kementerian Sekretariat Negara dalam rangka pemberian dukungan staf, teknis dan administrasi untuk pelaksanaan tugas-tugas Presiden dan Wakil Presiden; l. Penyelenggaraan dukungan bagi kelancaran pelaksanaan tugas Presiden dan Wakil Presiden dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden; dan m. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Sekretariat Kabinet.
Jika dilihat dari fungsi yang dijalankannya itu, Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet bersifat administratif-eksekutif. Kedua lembaga itu dapat saling bersinggungan dan tidak sinkron satu sama lain dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya itu karena secara garis besar Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet sama-sama menjalankan fungsi pelayanan administrasi kepada Presiden. Selain daripada itu, dalam pelaksanaan tugasnya seringkali muncul friksi dalam pemberian analisis kebijakan kepada Presiden, contohnya pemberian analisis kebijakan dari Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Padahal sebagai organ, kedua lembaga pemerintah itu mempunyai fungsi pembentukan hukum (law-creating) dan penerapan hukum (law-applying) yang dapat berujung pada ketidaktepatan Presiden dalam mengambil kebijakan. Hal itu memperlihatkan bahwa seringkali proses pembentukan lembaga penunjang bersifat reaktif-responsif dan tidak didasarkan atas ketatanegaraan yang komprehensif.769 Disamping itu, dengan adanya pemisahan organisasi seperti saat ini, koordinasi antara Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet cenderung melemah. Dari hasil analisis yang dilakukan Roby Arya Brata terhadap
769
Tim Antarkementerian Pengkajian Penataan Lembaga Non Struktural, op.cit., hlm. 17.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
197
kinerja kesekretariatan di lingkungan Lembaga Kepresidenan, ada beberapa masalah yang dihadapi akibat pemisahan itu, yaitu:770 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Staf kurang profesional dan responsif; Tidak didukung oleh sistem dan teknologi informasi yang andal; Kurang koordinasi, integrasi, dan kerja sama; Konflik personal dan kewenangan antarpejabat kesekretariatan; Adanya organisasi, jabatan, dan pekerjaan yang tidak perlu; Duplikasi kewenangan dan pekerjaan; Sarana dan prasaran kurang memadai; Kesejahteraan pegawai yang relatif rendah; Struktur organisasi yang tidak efisien dan efektif; Tidak sepenuhnya diterapkan prinsip meritokrasi dalam promosi pegawai, namun dalam beberapa hal lebih berdasarkan kepada pertimbangan lain yang bukan berdasarkan kompetensi dan keahlian. Dalam tingkatan tertentu, hal ini dapat menghambat kinerja birokrasi dan menciptakan budaya organisasi yang tidak kondusif bagi peningkatan kinerja; k. Institusi kepresidenan tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk mengelola perumusan dan implementasi kebijakan dan program pemerintah; l. Tidak ada atau tidak dijalankannya dengan baik dan konsisten standar pelayanan, prosedur kerja, metode, dan evaluasi kerja; m. Tidak ada unit kerja internal yang ‘independen’ untuk memantau dan mengevaluasi kinerja kesekretariatan; n. Tidak ada atau tidak dijalankannya dengan objektif dan adil sistem reward and punishment yang efektif untuk memperbaiki dan mendorong kinerja organisasi dan pegawai; dan o. Etos, budaya kerja, dan budaya organisasi yang kurang kondusif.
Lain lagi kesan yang diperoleh Saafroedin Bahar dari pemisahan kedua lembaga itu, yang merasa koordinasi antara Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet sebagai dua lembaga yang mandiri (mungkin) masih harus dikoordinasikan langsung oleh Presiden sendiri.771 Kekhawatiran akan pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet (seperti yang dirasakan Saafroedin Bahar) itu kiranya perlu diantisipasi agar tidak terjadi lagi persaingan tidak sehat seperti persoalan yang terjadi antara Yusril Ihza Mahendra dan Sudi Silalahi.772 Bukan tidak mungkin 770
Roby Arya Brata, Reformasi dan Reorganisasi Kantor Kepresidenan, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara RI, November 2009, hlm. 128. 771 Saafroedin Bahar, The President Needs Help, ..., op.cit., hlm. 110. 772 Yudhiarma, “Evaluasi Kabinet: ...”, op.cit.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
198
perselisihan seperti itu akan terjadi kembali pada pemerintahan berikutnya karena dalam dinamika hubungan antarlembaga dapat muncul silang-pendapat mengenai kewenangan masing-masing, apalagi jika struktur kedua organisasi itu masih tetap dipisahkan satu sama lain. Jika terjadi perselisihan atau sengketa yang menyangkut kewenangan konstitusional, mungkin hal itu dapat diselesaikan melalui proses peradilan hukum di Mahkamah Konstitusi.773 Namun jika sengketa kewenangan atau perselisihan itu terjadi antara Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet, maka mau tidak mau perselisihan atau sengketa itu harus diselesaikan oleh Presiden selaku atasan kedua pejabat pemerintah tersebut yang mempunyai kewenangan prerogatif dan hierarki kedudukan yang lebih tinggi. Konsekuensi dari perselisihan kedua pihak dan lembaga itu pasti menyebabkan hubungan keduanya menjadi disharmonis dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga dapat mengakibatkan pelayanan kepada Presiden tidak maksimal dan penyelenggaraan pemerintahan menjadi terganggu. Berkaitan dengan kedudukan Presiden sebagai kepala pemerintahan, maka yang menonjol adalah fungsi administratifnya, sedangkan Presiden sebagai kepala negara lebih bersifat simbol kesatuan negara/bangsa dan seremonial. 774 Namun meskipun yang menonjol adalah fungsi administratifnya, bukan berarti Presiden dalam melaksanakan fungsinya tersebut Presiden dapat memisahkan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet berdasarkan pertimbangan pemisahan fungsi kepala pemerintahan dan fungsi kepala negara. Dalam mekanisme jalannya pemerintahan seharusnya tidak terjadi tumpangtindih kewenangan maupun kekosongan kewenangan karena setiap lembaga yang diatur melalui undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya memiliki pengaturan dan tanggung jawabnya masing-masing.775 Oleh sebab itu, diperlukan suatu paradigma berpikir dan format kelembagaan yang baik dan tepat guna mendukung tugas dan fungsi Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan 773
Hal itu merupakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. 774 Kotan Y. Stefanus, op.cit., hlm. 341. 775 Andhika Danesjvara, Hukum dan Administrasi Publik: Suatu Pengantar Kajian Hukum dalam Konstruksi Manajemen Negara, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, hlm. 11.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
199
pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensiil, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
200
BAB IV PARADIGMA KONSOLIDASI DAN FORMAT PENATAAN ORGANISASI DI LEMBAGA KEPRESIDENAN A.
Paradigma Konsolidasi Sekretariat Kabinet
Kementerian
Sekretariat
1.
Paradigma Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Negara
dan
Selama ini, kerangka berpikir atau paradigma yang digunakan dalam membagi tugas dan fungsi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet selalu didasarkan pada pemisahan kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Paradigma itu salah kaprah dan keliru secara konstitusional jika diterapkan dalam negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil seperti Indonesia. Sebagai instansi tertinggi dari kekuasaan eksekutif, maka kepala negara tidaklah berdiri di luar daripada organisasi pemerintahan, yang umum dinamakan orang kekuasaan eksekutif.776 Pemisahan kekuasaan Presiden seperti itu hanya berlaku pada sistem pemerintahan parlementer yang membagi jabatan kepala negara kepada Presiden dan jabatan kepala pemerintahan kepada Perdana Menteri. Meskipun perbedaan fungsinya dapat diidentifikasikan, tetapi disini tidak terdapat pemisahan yang tegas antara kepala negara dan kepala pemerintahan.777 Konteks pemisahan kekuasaan dalam sistem pemerintahan parlemeter terletak pada pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintah. Kedudukan kepala negara hanyalah simbol kedaulatan yang tidak bersentuhan langsung dengan urusan pemerintahan sehari-hari tetapi dilakukan oleh perdana menteri bersama kabinet yang dibentuk dan merupakan bagian dari badan perwakilan rakyat. Kedudukan kepala negara sebagai eksekutif nominal pada satu sisi memiliki kekuasaan yang terbatas tetapi pada sisi lainnya sebagai simbol
776
Z.A. Achmad, op.cit., hlm. 12. Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1996, hlm. 81. 777
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
201
kedaulatan negara dapat mengontrol parlemen.778 Secara tidak langsung, hal itu dapat dikategorikan sebagai bentuk keseimbangan dan kontrol (check and balances) antara nominal eksekutif dan parlemen.779 Berbeda halnya dengan pemisahan kekuasaan dalam sistem pemerintahan presidensiil yang secara ketat memisahkan fungsi legislatif dan fungsi eksekutif pada lembaga yang berbeda. Jika eksistensi eksekutif dalam sistem pemerintahan parlementer merupakan bagian dari badan perwakilan rakyat, maka dalam sistem presidensiil, baik nominal eksekutif maupun riil eksekutif, nyata berada pada Presiden yang berbeda dan terpisah serta tidak merupakan bagian dari badan perwakilan rakyat sehingga perangkapan jabatan antara badan legislatif dan badan eksekutif tidak dimungkinkan dalam sistem pemerintahan presidensiil.780 Jika paradigma pemisahan kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan
itu
terus-menerus
dan
berulang-ulang
dijadikan
pertimbangan untuk memisahkan organisasi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, dikhawatirkan di kalangan masyarakat akan terbentuk suatu pemahaman yang dapat berkembang menjadi stigma bahwa Pemerintah Negara Indonesia tidak konsisten dan setengah hati menjalankan amanat konstitusi yang memerintahkan penyelenggaraan sistem pemerintahan presidensiil. Seharusnya dalam sistem pemerintahan presidensiil yang murni, entitas fungsi jabatan Presiden tersebut tidak dipisahkan satu sama lain. Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan yang memiliki kekuasaan pemerintahan negara yang bersifat inheren (dwitunggal). Dalam sistem pemerintahan presidensiil, kekuasaan riil eksekutif dipegang oleh Presiden yang juga merangkap sebagai kepala negara. 781 Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau sebuah badan pemilih yang anggotanya dipilih oleh rakyat dan dalam menjalankan fungsinya sebagai pemegang kekuasaan eksekutif itu, Presiden dibantu oleh Sekretaris Negara yang diangkat, diberhentikan, serta
778
Firdaus, Implikasi Sistem Kepartaian terhadap Stabilitas Pemerintahan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Bandung: Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, 2012, hlm. 122. 779 Ibid., hlm. 123. 780 Ibid. 781 Muchyar Yara, op.cit., hlm. 55.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
202
bertanggung jawab kepadanya, sehingga pada prinsipnya Sekretaris Negara tersebut merupakan pembantu Presiden.782 Dalam perjalanan dari waktu ke waktu, permasalahan yang harus dihadapi dalam setiap masyarakat berkembang semakin kompleks. Kompleksitas pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan di suatu negara juga berkembang pesat sesuai dengan tuntutan zaman.783 Berbagai permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet akibat pemisahan itu juga mengindikasikan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menyangkut soal pelayanan kesekretariatan kepada Presiden tidak dapat dijalankan oleh dua lembaga pemerintah yang berbeda karena hal itu justru menimbulkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing lembaga. Segala bentuk hambatan dan gangguan yang terjadi pada kedua lembaga itu secara sertamerta akan turut berdampak pada penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan Presiden. Pada sistem pemerintahan presidensiil tidak dikenal jabatan Sekretaris Negara dalam rangka dukungan staf terhadap kepala negara dan Sekretaris Kabinet dalam rangka dukungan staf terhadap kepala pemerintahan. 784 Sama halnya dengan penggunaan istilah kekuasaan negara dan kekuasaan pemerintahan untuk memisahkan tugas yang dilakukan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Pembedaan semacam itu apalagi pemisahan diantara pengertiannya tidak banyak relevansinya sama sekali.785 Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet merupakan saudara kandung yang memiliki tujuan yang tidak dapat dipisahkan karena alasan pemisahan kekuasaan Presiden. Dalam sistem pemerintahan presidensiil yang murni, pada pokoknya tidak lagi perlu dipersoalkan mengenai pembedaan atau apalagi pemisahan antara fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan karena pembedaan dan pemisahan itu hanya relevan dalam sistem parlementer yang memang mempunyai dua
782
Ibid. Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah ..., op.cit., hlm. 113. 784 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan ..., hlm. 94. 785 Ibid. 783
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
203
jabatan yang terpisah.786 Sistem itu tidak mempersoalkan kapan Presiden berfungsi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, sehingga dengan demikian tidak perlu lagi ada pembedaan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet ataupun Keputusan Presiden sebagai kepala negara dan Keputusan Presiden sebagai kepala pemerintahan.787 Oleh karena itu, kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak perlu dibedakan apalagi dipisahkan satu sama lain. Demikian pula dengan pengertian seolah Presiden dapat dibantu oleh sekretaris yang bertindak sebagai sekretaris Presiden sebagai kepala negara dan kepala kabinet, juga tidak relevan untuk dibedakan apalagi dipisahkan.788 Berdasarkan hal itu, maka dapat disimpulkan bahwa kebiasaan atau kebijakan pengorganisasian yang dipraktikkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan membentuk atau memisahkan jabatan Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet berdasarkan pembedaan kedudukan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan merupakan kebiasaan yang salah kaprah.789 Penyebutan secara eksplisit kedua jenis jabatan itu dalam Penjelasan UUD 1945 yang pernah diberlakukan sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari naskah UUD 1945, harus dipahami dalam konteks kesejarahan yang tepat dan tidak dapat digeneralisasikan secara umum dan untuk semua zaman.790 Hal itu juga perlu diterapkan dalam pembentukan suatu Keputusan Presiden. Terkadang, masih ada kebiasaan untuk membedakan Keputusan Presiden sebagai kepala negara dan Keputusan Presiden sebagai kepala pemerintahan.791 Padahal jika ditinjau dari sisi Hukum Administrasi Negara, Presiden merupakan administrator negara atau Pejabat Tata Usaha Negara tertinggi dalam suatu negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil sehingga tentunya semua perihal surat-menyurat berpuncak pada Keputusan Presiden.792 Dengan demikian, 786
Ibid., hlm. 37. Ibid. 788 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 318. 789 Ibid. 790 Jimly Asshiddiqie, “Meningkatkan Perlindungan ..., op.cit. 791 Ibid. 792 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 318. 787
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
204
seharusnya dalam pembentukan suatu Keputusan Presiden, hal itu tidak perlu dihubung-hubungkan atau dikaitkan dengan perbedaan status jabatan Presiden sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan.793 Kemudian daripada itu, saat ini juga banyak khalayak ramai yang beranggapan bahwa pengangkatan Duta Besar, Hakim Agung, Hakim Konstitusi, anggota DPR dan DPD, dan pejabat tinggi negara lainnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden dalam kapasitasnya sebagai kepala negara, sedangkan pengangkatan pejabat eselon I di kementerian ditetapkan dengan Keputusan Presiden dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan. 794 Secara hukum, pembedaan seperti itu tidak mempunyai arti apapun sehingga segala kesalahkaprahan yang terjadi selama ini mengenai hal itu perlu dihentikan.795 Sebenarnya, istilah “kepala negara” dan “kepala pemerintahan” merujuk pada teori ketatanegaraan lama yang berasal dari praktik negara monarkiparlementer di Eropa Barat yang menempatkan Raja/Ratu atau Presiden sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Di dalam sistem itu, Raja atau Ratu atau Presiden memang dikenal sebagai head of state yang dinisbatkan dengan fungsinya sebagai lambang persatuan dan kekuasaan (symbol of unity of sovereign power) dan pusat seremoni kenegaraan (center of ceremony).796 Akan tetapi, teori itu saat ini semakin pudar seiring dengan berkembangnya sistem negara hukum modern yang mengutamakan pentingnya sistem aturan. Sesuai dengan prinsip “the rule of law and not of man” dalam sistem demokrasi modern, jika jabatan tersebut ingin dikembalikan ke dalam pengertian simbol negara maka penggunaan istilah tersebut perlu dirumuskan ulang dalam suatu peraturan perundang-undangan.797 Pada sistem pemerintahan presidensiil yang dibangun dan diperkuat sejak reformasi, (seharusnya) tidak dikenal lagi adanya pembedaan dan apalagi pemisahan antara kualitas Presiden sebagai kepala negara dan kepala 793
Ibid. Ibid. 795 Ibid. 796 Jimly Asshiddiqie, “Meningkatkan Perlindungan ...”, op.cit. 797 Ibid. 794
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
205
pemerintahan.798 Sebagaimana diterapkan dalam sistem monarki-parlementer di Eropa Barat, perlakuan terhadap kepala negara dalam sejarah masa lalu yang memberikan kedudukan khusus kepada kepala negara sebagai simbol persatuan dan pusat seremoni kenegaraan, juga sudah tidak relevan lagi untuk dikembangkan dewasa ini.799 Apalagi jika pengertian itu hendak diterapkan di Indonesia, tentu sangat tidak tepat karena sesudah reformasi sistem pemerintahan presidensiil justru diperkuat dalam kerangka sistem negara hukum (rechtsstaat atau the rule of law) dan negara demokrasi modern.800 Bahkan dalam konteks pengertian negara hukum (rechtstaat), prinsip the rule of law dapat dikatakan bahwa secara simbolik yang dinamakan kepala negara dalam sistem pemerintahan presidensiil itu adalah konstitusi.801 Dengan perkataan lain, kepala negara dari negara konstitusional Indonesia adalah UUD 1945, sedangkan Presiden dan Wakil Presiden beserta semua lembaga negara atau subjek hukum tata negara lainnya harusnya tunduk kepada konstitusi sebagai the symbolic head of state itu. Tidak ada keperluan untuk membedakan kapan Presiden bertindak sebagai kepala negara dan kapan Presiden bertindak sebagai kepala pemerintahan, seperti kebiasaan yang berlaku dalam sistem pemerintahan parlementer. Oleh karena itu, dalam sistem kenegaraan yang disebut constitutional democratic republic, kedudukan konstitusi bersifat sangat sentral. Konstitusi pada dasarnya merupakan kepala negara yang sesungguhnya. Berbeda dengan jabatan legislatif dan yudikatif yang multiple membership, jabatan Presiden merupakan jabatan tunggal, posisi “a club of one” yang hanya diisi oleh satu orang pemangku jabatan.802
Lantaran hal
itu, pembentukan lembaga pemerintah seperti
Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam sistem pemerintahan presidensiil, seharusnya sudah tidak lagi terjebak dalam arus budaya politik lama yang cenderung mempersonalisasikan jabatan Presiden sebagai 798
Ibid. Ibid. 800 Ibid. 801 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia ..., op.cit., hlm. 37. 802 Harun Alrasid dalam Denny Indrayana, Negara Ada dan Tiada: ..., op.cit., hlm. 201. 799
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
206
kepala negara dan kepala pemerintahan sebagaimana yang telah diuraikan tersebut.803 Menurut Roby Arya Brata, sesungguhnya dalam konstitusi tidak ditemukan pembedaan istilah atau jabatan antara kepala negara dan kepala pemerintahan, sehingga pembedaan kekuasaan Presiden dalam struktur kelembagaan yang berbeda, seperti contoh pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, tidaklah sesuai dengan hakikat dan struktur kekuasaan Presiden dalam UUD 1945.804 Bahkan sebenarnya UUD 1945 menyatakan secara tersirat bahwa Presiden memiliki kekuasaan yang bersifat dwitunggal, dimana dua kekuasaan (kekuasaan kepala negara dan kekuasaan kepala pemerintahan) melekat dalam satu jabatan Presiden.805 Atas dasar itulah maka pembentukan organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang didasari oleh pemisahan kekuasaan negara dan kekuasaan pemerintahan dalam struktur yang berbeda adalah keliru secara konstitusional.806 Secara konstitusional, seharusnya Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dileburkan menjadi satu lembaga pemerintah yang membantu Presiden sebagai pemegang kekuasaan dwitunggal kepala negara dan kepala pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.807 Oleh karena itu, paradigma penting yang perlu dipopulerkan dalam rangka optimalisasi pelayanan kepada Presiden ialah paradigma konsolidasi internal dan penataan kelembagaan secara menyeluruh terhadap semua lembaga yang berada di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. 808 Terkait hal ini, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa setiap pembentukan organisasi negara dan semua unitnya harus disusun berdasar rasionalitas birokrasi yang
803
Jimly Asshiddiqie, “Meningkatkan Perlindungan ...”, op.cit. Roby Arya Brata, Analisis Konstitusional Restrukturisasi Sekretariat Negara, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara Republik Indonesia No.12, Edisi Mei 2009, hlm. 157. 805 Ibid., hlm. 156. 806 Ibid., hlm. 158. 807 Ibid. 808 Paradigma demikian disampaikan Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Perkembangan dan Konsolidasi ..., op.cit., hlm 351. 804
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
207
efisien dan tidak menimbulkan peluang inefisiensi dan penyalahgunaan kekuasaan.809 2.
Konsolidasi Internal Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet Hasil kajian ini menemukan bahwa alasan pembentukan kedua lembaga
tersebut cenderung didasarkan atas kepentingan politik daripada kebutuhan sistem karena sebagian besar pembentukannya dibentuk dengan Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden. Oleh karena itu, penataan lembaga seharusnya merupakan kewenangan Presiden untuk mengevaluasi eksistensi dan keberlangsungannya. Dasar pembentukan lembaga juga tidak jelas dan tidak tepat karena pembentukan seolah-olah didasarkan atas kesepakatan diantara pengambil keputusan serta tekanan politik dari kelompok tertentu yang terkait kepentingan dengan keberadaaan lembaga tersebut. Oleh sebab itu, jika dasar pembentukan lembaga itu tidak kuat maka lembaga tersebut dapat dibubarkan atau digabung dengan lembaga negara lain yang serupa karakternya. Pembentukan suatu lembaga negara seharusnya berasaskan sistem ketatanegaraan yang terkait dengan hukum tata negara dan administrasi pemerintahan sebab dibiayai dengan anggaran negara (APBN).810 Selain itu, pembentukan lembaga negara dan lembaga pemerintah juga harus saling menunjang dan mendukung, serta harus didasarkan pada cetak biru (blue print) rencana kebijakan serta strategi dalam pembangunan nasional jangka menengah dan panjang sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.811 Pembentukan suatu lembaga negara juga harus disesuaikan dengan konsep ketatanegaraan yang komprehensif, bukan bersifat reaktif-responsif melainkan bersifat preventif-solutif.812 Pembentukan kedua lembaga pemerintah itu sebaiknya tidak didasari kebijakan yang cenderung populis untuk menaikkan
809
Vide Pendapat Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUUX/2012 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, angka [3.13.4], hlm. 106. Dalam putusan tersebut, Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas) dinyatakan inkonstitusional dan status hukumnya dikembalikan kepada Pemerintah. 810 Muladi, op.cit., hlm. 27. 811 Ibid. 812 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
208
pamor politik penguasa yang ingin menjadikannya dagangan politik bahkan alat manipulasi politik.813 Oleh sebab itu, kedua lembaga tersebut perlu dibandingkan satu sama lain, mulai dari kondisi internalnya masing-masing, seperti sumber daya manusianya; kondisi keuangan dan aset atau kekayaan negara yang dikelolanya; sistem aturan yang berlaku didalamnya serta perangkat sistem administrasi yang dijalankannya; tugas pokok dan fungsinya; hasil kerja dan kinerjanya dalam kenyataan; nilai kegunaannya; dan maksud pembentukannya (desain organisasinya). 814 Artinya, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap organisasi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet sebagai salah satu auxilliary organ. Dua lembaga yang terpisah dan setara serta fungsi yang berbeda merupakan potensi besar yang dapat menyokong terbentuknya kutub konflik yang dapat menyebabkan kebuntuan
pemerintahan
mengatasinya.
tanpa
diserta
alternatif
konstitusional
untuk
815
Lagipula secara teori konstitusional, peran politik Sekretariat Negara pada negara kesatuan dengan sistem presidensiil cenderung lebih kuat daripada peran politik Sekretariat Negara atau kantor kepresidenan lainnya pada negara federal dengan sistem presidensiil.816 Hal itu karena kewenangan Sekretariat Negara pada negara federal-presidensiil bersifat reduktif (reduced power) dimana kekuasaan pemerintah federal merupakan sisa dari kekuasaan negara bagian, sementara kewenangan Sekretariat Negara pada negara kesatuan-presidensiil terpusat pada Presiden (centralized power) yang sebagian kekuasaan politiknya bisa ditransfer kepada Pemerintah Daerah (devolved power).817 Berdasarkan pada sistem pemerintahan yang digunakan dan berkaca dari permasalahan kelembagaan yang dialami, maka solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas dukungan dan pelayanan kepada Presiden ialah dengan menggabungkan tugas dan fungsi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Artinya, Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet harus 813
Ibid. Ibid, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012. 815 Firdaus, op.cit., hlm. 123. 816 Roby Arya Brata, Analisis Konstitusional ..., op.cit., hlm. 156. 817 Ibid. 814
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
209
dilebur menjadi satu lembaga yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara. Seperti dikemukakan Irman Putra Sidin, jabatan Sekretaris Kabinet sebaiknya dihilangkan dalam susunan kabinet karena pos (jabatan) setingkat menteri itu tidak langsung bekerja dalam unsur pemerintah dan terlalu mubazir untuk dipertahankan, namun jika seandainya ingin dipertahankan seharusnya Sekretaris Kabinet tidak setingkat menteri dan dimasukkan dalam struktur Sekretariat Negara sebagai Wakil Menteri Sekretaris Negara.818 Prakarsa atau inisiatif untuk melakukan konsolidasi dan penataan kelembagaan secara menyeluruh itu harus berasal dari Presiden. Presiden sebagai kepala eksekutif harus memiliki komitmen yang kuat dan keberanian yang cukup untuk mengambil kebijakan penyatuan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Dalam hal ini, kepentingan politik Presiden harus dikesampingkan agar tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 dapat tercapai dengan baik, seperti ada adagium yang menyatakan “my loyalty to the party ends, when my loyalty to the country begins”.819 Prakarsa atau inisiatif Presiden itu harus didukung juga oleh seluruh aparatur pemerintahan dan pemangku kepentingan (stakeholders) terkait. Konsolidasi dan penataan itu tentunya tidak akan berjalan dengan baik jika hanya ditentukan dari atas, melainkan juga harus digerakkan dengan partisipasi dari bawah.820 Wacana untuk membentuk suatu Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan perlu diangkat kembali dalam Program Legislasi Nasional, dimana salah satu materi yang penting untuk diatur didalam Undang-Undang tersebut ialah menyangkut organ pendukung yang berfungsi membantu Presiden dalam mengorganisasikan pekerjaannya. Dengan adanya organ pendukung Presiden itu, maka harapan setiap masyarakat Indonesia untuk memiliki lembaga pemerintah yang kuat dan aparatur
818
Laurencius Simanjuntak, op.cit. Adagium ini terdapat dalam Jimly Asshiddiqie, “Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidentil”, http://www.jimly.com/makalah/namafile/108/MEMPERKUAT_SISTEM_ PRESIDENTIL__Jember_.pdf, diakses pada tanggal 2 November 2012. 820 Ibid., hlm. 355. 819
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
210
yang bersih serta sistem yang efektif untuk mewujudkan pelayanan publik yang efisien dapat direalisasikan. Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan sumber daya manusia dan lingkungan kehidupannya yang diupayakan melalui perbaikan ragam dan mutu pelayanan publik. Oleh sebab itu, diperlukan perubahan administrasi pemerintahan untuk mendukung proses birokrasi melalui pemberdayaan aparatur agar mampu mendukung perbaikan sistem dalam rangka membentuk budaya kerja kreatif dan produktif. Tentunya upaya perubahan dan pembaruan itu harus didukung dengan perbaikan kesejahteraan untuk peningkatan kapasitas dan kompetensi aparatur pemerintahan. Di dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Nomor 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2012, ditentukan bahwa reformasi birokrasi meliputi delapan area perubahan, yaitu organisasi, tata laksana, peraturan perundangundangan, sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) aparatur.821 Menurut Muladi, reformasi birokrasi yang dilakukan di Indonesia bertujuan untuk merekayasa ulang (reengineering) seluruh lembaga negara menyangkut kedudukan, kewenangan, urusan, tugas, fungsi, peran, tanggung jawab, pola hubungan, dan mekanisme kerja dalam suatu desain tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).822 Tujuan utama reformasi birokrasi ialah menghasilkan pelayanan publik yang responsif, tidak memihak dan profesional, mengurangi rendahnya kepercayaan terhadap peran pemerintah dalam upaya memenuhi dan melayani kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan perubahan pandangan terhadap kekuasaan dengan kecenderungan menjadikannya sebagai kekuatan yang sakral karena belum ada aturan untuk membatasi hubungan antara partai politik dan birokrasi sehingga terjadi politisasi birokrasi yang melemahkan birokrasi dan menghambat demokrasi.823 Dengan demikian, diperlukan upaya perbaikan efisiensi lembaga 821
Vide Tabel Gambar 1 Perbandingan Reformasi Birokrasi Gelombang I dan II dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010. 822 Muladi, op.cit., hlm. 32. 823 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
211
pemerintah untuk mendukung penguatan masyarakat madani melalui pendidikan politik untuk peningkatan partisipasi dalam penyelenggaraan negara. 824 Setiap lembaga negara yang dibentuk harus didasarkan atas kebutuhan (by design), bukan didasarkan atas kepentingan (by order). Proses penataan lembaga dalam kerangka reformasi birokrasi menjadikan lembaga fungsional dengan aparatur yang profesional perlu didukung dengan sistem yang andal dan budaya kerja yang reaktif dan produktif. Oleh sebab itu, penataan lembaga ini menjadi taruhan bagi pemerintah karena jika mempertahankan lembaga pemerintah dengan eksistensinya kurang baik akan menjadi bumerang jika pendekatan penataannya kurang tepat karena kuatnya resistensi kepentingan politik. Menurut Sedarmayanti, di era globalisasi yang menuntut keterbukaan, akuntabilitas, dan ketanggapan, penataan kelembagaan pemerintahan negara terutama di negara berkembang, tidak akan terhindar dari kondisi ketergantungan pada negara lain atau institusi global lainnya yang berkepentingan terhadap keseimbangan
dan
ketahanan
sistem
ekonomi
global. 825
Dampaknya,
pemerintahan beserta masyarakat akan semakin memainkan peran semakin besar dalam membangun kemakmuran dan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Komitmen perubahan juga diperlukan sebagai komitmen dasar penataan ulang lembaga. Hal ini karena dalam suatu penataan lembaga akan ada pihak yang akan kehilangan kesempatan jika dikaitkan dengan kolegaisme atau corps spirit ataupun nepotisme. Jika suatu lembaga akan ditingkatkan kemampuannya sesuai dengan tugas dan fungsi yang spesifik sesuai pembentukannya, maka dilakukan penilaian (assessment) terhadap kapasitas dan kompetensi aparatur serta kemampuan kepemimpinan sehingga ada yang akan tersisih. Apalagi jika revitalisasi itu dikaitkan dengan reorganisasi dan restrukturisasi dalam konteks rightsizing maka sebagian aparatur akan terbuang dengan pola golden shakehand atau dimutasikan ke unit yang sesuai, dimana hal itu akan menimbulkan konflik kepentingan secara vertikal dan horizontal.826 Oleh karena
824
Ibid. Sedarmayanti, Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan: Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik, Bandung: Refika Aditama, 2010, hlm. 322. 826 Ibid. 825
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
212
itu, selama masa transisi sebaiknya dilakukan konsolidasi kelembagaan secara besar-besaran dalam rangka menata kembali sistem kelembagaan negara sesuai dengan amanat UUD 1945.827 B.
Format Penataan Organisasi di Lingkungan Lembaga Kepresidenan
1.
Urgensi Pengaturan Lembaga Kepresidenan Pada sistem pemerintahan presidensiil yang dianut Indonesia, kekuasaan
Presiden dalam UUD 1945 sangat besar.828 Pengaturan kekuasaan Presiden yang masih diperkuat oleh berbagai pengaturan lain dalam berbagai Ketetapan MPR dan peraturan perundang-undangan lainnya, menandakan bahwa UUD 1945 menganut sistem yang menitikberatkan pada kekuasaan eksekutif (executive heavy). Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), bukan negara kekuasaan (machtstaat).829 Di dalam negara hukum, hukumlah yang berdaulat.830 Salah satu ciri rechtstaat adalah semua perbuatan (hukum), baik yang dilakukan oleh subjek hukum yang berbentuk individu maupun yang berbentuk penguasa, harus dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.831 Hukum bukan saja difungsikan untuk menata kehidupan masyarakat, melainkan juga untuk menjamin kepastian
dan
keadilan
kekuasaan
negara
sehingga
konstitusionalisme
dikembangkan sebagai ciri pemerintahan dalam negara demokrasi.832 Ketika UUD 1945 pada akhirnya diberlakukan dari 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949; dan kemudian dilanjutkan dengan Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950); UUD Sementara 1950 (17 Agustus 827
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum ..., op.cit., hlm. 342. Hal ini terkait dengan banyaknya pasal yang mengatur kekuasaan Presiden dalam UUD 1945, dari Pasal 10 sampai dengan Pasal 17 UUD 1945. 829 Vide ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. 830 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia: Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, hlm. 88. 831 Muchsan, Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Relevansi Perundang-undangan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia, Yogyakarta: Pandega Media, 1997, hlm. 83. 832 Arbi Sanit, “Penguatan Sistem Politik dan Pemerintahan Presidensiil”, Majalah Figur, Edisi XI/Tahun 2007, hlm. 31, http://figur.co.id/tfiles/cetak/pdf/p1189074872.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012. 828
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
213
1950-5 Juli 1959); hingga masa kembali ke UUD 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999), Lembaga Kepresidenan telah menjadi semacam figur sentral dalam wacana ketatanegaraan Indonesia.833 Namun yang sangat disayangkan, kekuasaan Presiden itu belum diatur secara khusus dengan suatu Undang-Undang. Hal ini bahkan tetap berlangsung ketika perubahan demi perubahan telah dilakukan terhadap UUD 1945, meskipun banyak orang sudah menggugat proses dan hasil perubahan terhadap UUD 1945.834 Faktanya, hingga selama ini belum ada aturan yang mengatur tentang kekuasaan Presiden sehingga tidak jarang Presiden berlindung di balik hak prerogatifnya.835 Secara umum juga terlihat bahwa pelaksanaan kekuasaan Presiden selama ini masih belum diatur secara jelas dan rinci, bahkan sebagian dari kekuasaan Presiden tersebut belum diatur oleh suatu peraturan perundangundangan manapun.836 Ketika UUD 1945 yang asli berlaku pada masa Orde Baru, hampir semua lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara yang eksis pada saat itu, seperti MPR, DPR, MA, DPA (saat ini Wantimpres), dan BPK, sudah diatur dengan Undang-Undang tersendiri.837 Hanya Lembaga Kepresidenan-lah yang merupakan satu-satunya lembaga tinggi negara pada saat itu -bahkan hingga saat ini- yang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.838 Pengaturan kekuasaan Presiden dalam rangka memperkuat sistem pemerintahan presidensiil di Indonesia itu adalah suatu keniscayaan.839 Presiden yang dipilih secara langsung masih harus menerjemahkan kekuasaan yang
833
Satya Arinanto, “Lembaga Kepresidenan dalam Perspektif Hukum Tata Negara”, Majalah Figur Edisi XI/Tahun 2007, hlm. 46, http://figur.co.id/tfiles/cetak/pdf/p1189074872.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012. 834 Ibid. 835 Indria Samego, “Kita Butuh UU Lembaga Kepresidenan”, Majalah Figur Edisi XI/Tahun 2007, hlm. 50, http://figur.co.id/tfiles/cetak/pdf/p1189074872.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012. 836 Admin, “Hak Prerogatif Presiden: Kajian tentang Mekanisme Pelaksanaan Kekuasaan Presiden RI dalam Hukum Positif Indonesia”, Masyarakat Transparansi Indonesia, Desember 1999, http://www.transparansi.or.id/kajian/hak-prerogatif-presiden/, diakses pada tanggal 12 November 2012. 837 Satya Arinanto, “Lembaga Kepresidenan dalam ...”, hlm. 47, op.cit. 838 Ibid. 839 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 167.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
214
dimilikinya langsung dari UUD 1945.840 Dengan kata lain, Lembaga Kepresidenan adalah satu-satunya lembaga yang tidak punya payung hukum (umbrella law).841 Sebenarnya dorongan untuk menyusun suatu UU Lembaga Kepresidenan pada masa Orde Baru cukup kuat, namun karena pada saat itu posisi Pemerintah sangat kuat dan posisi DPR lemah maka Undang-Undang itu tidak pernah terwujud.842 Dorongan untuk membentuk Undang-Undang itu menguat kembali pada masa reformasi, terutama dipicu praktik penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh Presiden Abdurrahman Wahid yang cenderung berorientasi pada kekuasaan (macht) semata.843 Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang kuat dan aparatur yang bersih (strong and clean government) dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dimulai dari pembentukan peraturan perundang-undangan dan pembentukan lembaga yang seterusnya mengakomodasi kepentingan publik secara melembaga.844 Praktik penyelenggaraan pemerintahan pada masa itu diinventarisasi untuk menjadi data dan bahan dalam penyusunan materi Rancangan UU Lembaga Kepresidenan. Pada tahun 2001, DPR pernah memprakarsai penyusunan draf RUU Lembaga Kepresidenan, namun tidak disetujui Pemerintah karena menurut Yusril Ihza Mahendra yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, ada dua hal yang patut dipertimbangkan dari rancangan tersebut, yaitu masih berlangsungnya proses amendemen UUD 1945 pada saat itu dan hampir 70% materi substansi dalam rancangan yang sebenarnya sudah diatur
840
Redaksi Majalah Figur, “UU Lembaga Kepresidenan: Apakah Suatu Keharusan?”, Majalah Figur Edisi XI/Tahun 2007, hlm. 57, http://figur.co.id/ tfiles/cetak/pdf/p1189074872.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012. 841 Ibid. 842 Satya Arinanto, “Lembaga Kepresidenan dalam ...”, op.cit. Dorongan untuk membentuk UU Lembaga Kepresidenan pernah mencuat pada masa reformasi, tepatnya sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2004. 843 Sebagaimana dikemukakan Lord Acton, negara yang identik dengan kekuasaan cenderung terjadi penyimpangan kekuasaan (abuse of power). 844 Muladi, Penataan Lembaga Non-Struktural (LNS) dalam Kerangka Reformasi Birokrasi serta Upaya Formulasi Kebijakan Strategis Kelembagaan Negara, Jakarta: Jurnal Negarawan Sekretariat Negara RI, November 2010, hlm. 24.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
215
UUD 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.845 Lebih lanjut menurutnya, secara teoretis memang tidak perlu ada Undang-Undang khusus yang mengatur tentang Lembaga Kepresidenan sebab Presiden diatur oleh konstitusi dan hampir semua Undang-Undang mengatur tugas Presiden.846 Muchsan memiliki pandangan yang sama dengan Yusril Ihza Mahendra dengan pernyataannya sebagai berikut: 847 “Khusus untuk Lembaga Kepresidenan yang diatur dalam UUD 1945, sama sekali tidak ada ketentuan yang mengharuskan Lembaga Kepresidenan diatur dalam Undang-Undang. Hal ini bukan berarti tidak boleh diatur dengan Undang-Undang, melainkan harus ditafsirkan sebagai berikut: a. Demi kepastian hukum dan tegaknya negara hukum, Lembaga Kepresidenan tetap harus diatur dalam peraturan perundang-undangan; b. Bentuk Undang-Undang tidak tepat untuk mengatur Lembaga Kepresidenan ini, mengingat yang berhak membuat Undang-Undang adalah Presiden sendiri, meskipun harus disetujui DPR. Apabila diatur dengan Undang-Undang, besar sekali kemungkinan Undang-Undang tersebut semakin mengukuhkan kekuasaan dan kedudukan Presiden, yang hal tersebut justru tidak dikehendaki oleh UUD 1945. Dari uraian tersebut, logis sekali apabila Lembaga Kepresidenan ini diatur dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya daripada Undang-Undang; dalam hal ini yang paling tepat adalah Ketetapan MPR.”
Pendapat Muchsan itu didukung oleh Adnan Buyung Nasution yang mengkhawatirkan efek yang dapat ditimbulkan dari pembentukan UU Lembaga Kepresidenan tersebut, sebagaimana dinyatakannya sebagai berikut:848 “Ini berarti bahwa jika dilihat dari tertib hukum (rechtsorde) yang mengatur hirarki peraturan perundang-undangan, keberadaan Lembaga Kepresidenan yang diatur dengan TAP MPR itu memang lebih tinggi kedudukan hukumnya dibandingkan dengan lembaga tinggi negara lain yang “hanya” diatur dengan UU. Namun bersamaan dengan munculnya pemikiran ini, muncul pula kekhawatiran dan kritik tentangnya. Kritik ini berangkat dari kenyataan bahwa dalam konstelasi politik ketatanegaraan sekarang ini harus diakui bahwa posisi eksekutif cenderung lebih menonjol dalam pembentukan suatu produk UU. Sehingga bila demikian, adalah bukan mustahil UU tentang Lembaga Kepresidenan yang dibentuk nantinya justru akan semakin mengukuhkan keberadaan Lembaga Kepresidenan itu sendiri.” 845
A20-78t, “Pemerintah Tolak RUU Lembaga Kepresidenan”, Suara Merdeka, 12 Februari 2004, http://www.suaramerdeka.com/harian/0402/12/nas5.htm, diakses pada tanggal 2 November 2012. 846 Ibid. 847 Muchsan, op.cit., hlm. 84. 848 Adnan Buyung Nasution et.al., Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Lembaga Kepresidenan Masa Depan, Yogyakarta: Pandega Media, 1997, hlm. 98.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
216
Kekhawatiran Adnan Buyung Nasution itu dijawab oleh Jimly Asshiddiqie dalam pendapatnya seperti berikut:849 “Namun demikian, dalam perkembangan praktik penyelenggaraan negara selama ini, tidak dapat diabaikan berkembang pula pemikiran untuk menetapkan suatu Undang-Undang yang bersifat khusus yang mengatur mengenai penyelenggaraan tugas institusi kepresidenan. Gagasan semacam ini dapat dibandingkan dengan adanya Undang-Undang tersendiri yang mengatur mengenai lembaga tinggi negara yang sederajat dengan Presiden, seperti Undang-Undang tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang tentang Dewan Pertimbangan Agung, dan Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Karena Undang-Undang mengenai lembaga tinggi negara itu sudah ada, maka dapat dimengerti bahwa gagasan untuk membuat UndangUndang tentang Lembaga Kepresidenan juga dapat dikembangkan. Gagasan itu dapat diwujudkan asalkan penetapan Undang-Undang yang bersifat tersendiri itu memang dianggap perlu, misalnya karena materi ketentuan Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR mengenai hal itu dinilai belum mencukupi dan masih memerlukan rincian ketentuan mengenai berbagai aspek pelaksanaan tugas dan kewenangan Presiden dan Wakil Presiden itu lebih lanjut dalam bentuk Undang-Undang. Namun sebelum ide pembentukan Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan dikembangkan, sebaiknya ketentuan mengenai Presiden dan Wakil Presiden yang perlu diatur dalam rangka perubahan materi UUD 1945 dan Ketetapan MPR diselesaikan dulu sebagaimana mestinya.”
Senada dengan pendapat Jimly Asshiddiqie, Aan Burhanuddin berpendapat sebagai berikut:850 “Sekiranya setelah Undang-Undang Dasar dan perubahannya diselesaikan atau Ketetapan MPR mengenai hal itu juga sudah cukup lengkap, namun masih juga diperlukan pengaturan yang bersifat teknis berkenaan dengan pelaksanaan tugas, wewenang, dan tanggung jawab lembaga kepresidenan, dapat saja ditetapkan dalam suatu Undang-Undang tersendiri yang mengaturnya dengan catatan tentu saja tidak bertentangan dengan konstitusi.”
Penataan kekuasaan pemerintahan negara dan Lembaga Kepresidenan dalam mewujudkan kehidupan ketatanegaraan yang konstitusional mestinya ditindaklanjuti dengan pengaturan yang lebih rendah, yaitu dengan UndangUndang.851 Hal itu karena kenyataan saat ini menunjukkan bahwa aturan hukum
849
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara ..., op.cit., hlm. 102-103. Aan Burhanuddin, Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Presiden Selaku Kepala Pemerintahan Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bandung: Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, 2010, hlm. 252. 851 Kotan Y. Stefanus, Makna Kekuasaan Pemerintahan Negara menurut Bab III UndangUndang Dasar 1945 dan Hubungannya dengan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia, Bandung: Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, 2000, hlm. 326. 850
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
217
dasar atau aturan pokok negara (staatsgrundgezets) menyangkut pemerintahan negara dan Lembaga Kepresidenan yang terkandung dalam UUD 1945 dan Ketetapan MPR belum diturunkan dalam Undang-Undang formal (formellegezets) sehingga kondisi norma hukum tersebut ibarat “melayang dan terbang di angkasa dan tidak menyentuh bumi”.852 Sementara itu, seandainya format yang dipilih adalah Undang-Undang, Aan Burhanuddin mempertimbangkan dua kemungkinan pola pengaturan yang bersifat teknis mengenai Lembaga Kepresidenan itu, yaitu pertama, pengaturan secara parsial atau sektoral, misalnya Undang-Undang tentang Hak Keuangan Presiden, jadi bukan mengenai Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan dalam arti yang utuh; sedangkan yang kedua, pengaturan yang bersifat implementatif yang menyangkut keseluruhan aspek mengenai materi yang sudah diatur dalam UUD atau Ketetapan MPR.853 Sementara itu, Satya Arinanto melihat ada tiga hal yang menghambat proses penyelesaian Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan itu menjadi Undang-Undang, yaitu:854 Pertama, jika dilihat rancangan pasal dalam RUU itu akan tampak bahwa hal-hal yang dimasukkan sebenarnya sudah tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari UUD 1945, Ketetapan MPR, dan berbagai peraturan lainnya. Ada kekhawatiran rancangan pasal itu berpotensi saling bertentangan jika dimasukkan dan disebutkan kembali dalam RUU, padahal pasal itu merupakan berasal dari berbagai peraturan yang berbeda hierarkinya. Kedua, sebagai akibat dari faktor yang pertama, muncul pandangan bahwa kalau memang demikian berarti RUU tersebut tidak diperlukan karena hampir seluruh materinya sudah diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan. Pandangan ini yang dirasa masih cukup kuat dianut saat ini sehingga kecenderungannya RUU itu belum akan dibahas menjadi UU. Ketiga, ada kecenderungan yang kuat bahwa elit politik di sekitar Presiden yang berkuasa, mulai dari Presiden Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman Wahid, dan Susilo Bambang Yudhoyono tidak mendukung pengajuan RUU itu untuk dibahas ke DPR.
Sebenarnya pada tahun 2004 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah membentuk Tim Sebelas untuk mematangkan konsep Lembaga Kepresidenan.855
852
Ibid. Aan Burhanuddin, op.cit., hlm. 252 dan 253. 854 Satya Arinanto, “Lembaga Kepresidenan dalam ...”, op.cit., hlm. 47. 853
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
218
Namun rancangan undang-undang tersebut belum juga disahkan menjadi undangundang hingga saat ini karena ada tiga hal dalam penggunaan kekuasaan Presiden yang masih menimbulkan masalah, yaitu:856 1.
2.
3.
Besarnya kekuasaan Presiden tidak diikuti dengan mekanisme dan pertanggungjawaban yang jelas padahal hak tersebut sifatnya substansial bagi kehidupan bangsa sehingga memerlukan adanya kontrol; Fenomena ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pemerintah telah sedemikian besar sehingga menimbulkan sensitivitas dalam tubuh masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah, khususnya Presiden; dan Munculnya sensitivitas yang didorong oleh tumbuhnya kesadaran masyarakat dengan sangat cepat yang dipicu oleh atmosfer reformasi.
Menurut Chairul Anwar, penyusunan politik dalam sistem pemerintahan presidensiil bersifat kompromi dan tawar-menawar.857 Selain itu, berkembang anggapan yang menyatakan bahwa pembentukan UU Lembaga Kepresidenan dimaksudkan untuk membatasi hak prerogatif Presiden. Akan tetapi jika berangkat dari pemahaman terhadap Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, Undang-Undang tersebut justru bertujuan untuk melindungi kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Pembentukan Undang-Undang tersebut justru akan memperkuat Presiden, bukan mengurangi kewenangannya.858 Menurut Cornelis Lay, pengaturan Lembaga Kepresidenan dalam suatu Undang-Undang dapat menjadi landasan tambahan yang semakin mengukuhkan posisi kekuasaan Lembaga Kepresidenan yang sudah sedemikian luas dan besarnya.859 Pengaturan ini tidak bermakna sebagai pembatasan, penanggalan, ataupun pengurangan kekuasaan Lembaga Kepresidenan, melainkan bermakna
855
Tim Sebelas yang disebut best brain SBY beranggotakan Muhammad Lutfhi, Munawar Fuad Noeh, Joyo Winoto, Mayjen (Purn.) Djali Jusuf, Andi Mallarangeng, Dino Pati Djalal, Mayjen (Purn.) Irvan Edison, Chatib Basrie, Denny J.A., Kurdi Mustofa, dan Heru Lelono. Cahyo Junaedy/Metta/Budi S/Muhamad Nafi, “Tim 11 Godok Lembaga Kepresidenan”, Tempo, 13 Oktober 2004, http://www.tempo.co/read/news/2004/10/13/05549301/Tim-11-Godok-LembagaKepresidenan, diakses pada tanggal 7 November 2012. 856 Ibid., hlm. 56. 857 Chairul Anwar, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 1999, hlm. 34. 858 Pratikno, ”Berbahaya Jika Presiden Menjangkau Birokrasi”, Majalah Figur, Edisi XI/Tahun 2007, hlm. 55, http://figur.co.id/tfiles/cetak/pdf/p1189074872.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012. 859 Cornelis Lay et.al., op.cit., hlm. 8.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
219
sebagai langkah pemberian motif untuk kekuasaan yang netral agar terhindar dari akutnya potensi destruktif kekuasaan karena sekecil apapun kekuasaan yang digenggam satu lembaga atau seseorang akan tetap problematik ketika tidak diatur.860 S. Toto Pandoyo berpendapat, kalau pengaturan terhadap lembaga tinggi negara lainnya itu diatur dalam bentuk Undang-Undang, seperti disebut dalam bagian terdahulu, maka untuk Lembaga Kepresidenan sebenarnya juga dapat pengaturannya dengan Undang-Undang seperti lainnya.861 Dengan kata lain, pengaturan Lembaga Kepresidenan itu merupakan kebutuhan objektif dan kehadirannya diperlukan guna memastikan agar kekuasaan yang melekat dalam lembaga ini digunakan secara proporsional.862 Pratikno yang melihatnya dari sudut pandang yang berbeda menyatakan, pembentukan UU Lembaga Kepresidenan itu bertujuan untuk menguatkan sistem presidensiil Indonesia yang saat ini terkena sindrom bebek pincang (lame duck syndrome), dimana Presiden secara konstitusional mempunyai kekuasaan yang besar namun dalam praktik politiknya tidak berdaya. 863 Menurutnya lagi, keberadaan Undang-Undang tersebut juga akan mempersempit gap antara perintah konstitusi dengan realita politik yang disebabkan praktik politik yang berkembang saat ini yang tidak tegas mengarah ke presidensiilisme serta sekaligus untuk membatasi kekuasaan Presiden agar tidak terjadi sindrom bebek liar (wild duck syndrome).864 Sementara itu Lauri Huffman berpendapat, pengaturan itu (Undang-Undang Lembaga Kepresidenan) diperlukan untuk mencegah agar Presiden tidak menjual jabatan kepresidenannya (selling presidenty) demi kepentingan politis individu atau kelompoknya semata.865 Aturan itu juga diperlukan untuk mengembalikan kewibawaan Lembaga Kepresidenan agar citra kepemimpinan lembaga tersebut 860
Ibid., hlm. 12. S. Toto Pandoyo, op.cit., hlm. 74. 862 Cornelis Lay, op.cit., hlm. 14. 863 Pratikno, op.cit., hlm. 54. 864 Ibid. Menurutnya, sindrom bebek liar (wild duck syndrome) akan muncul jika prinsip presidensiilisme diterapkan dengan batasan yang tidak jelas. 865 Lauri Huffman, “UU Lembaga Kepresidenan Bukan Manipulasi Tapi Mencegah Presiden Menjual Jabatannya”, Majalah Figur, Edisi XI/Tahun 2007, hlm. 43, http://figur.co.id/ tfiles/cetak/pdf/p1189074872.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012. 861
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
220
menjadi populer lagi.866 Dengan demikian kesimpulannya, UU Lembaga Kepresidenan perlu dibuat untuk mengatur Presiden agar tidak muncul pelbagai permasalahan yang mengarah pada abuse of power dari Presiden.867 Selain daripada itu, Presiden dalam menjalankan fungsinya tentu memerlukan
suatu
lembaga
eksekutif
yang
efektif
dengan
didasarkan
pertimbangan struktur mengikuti fungsi (structure follow function).868 Oleh karena itu, sudah seharusnya prinsip demokrasi konstitusional itu diberlakukan terhadap Lembaga Kepresidenan di Indonesia karena amendemen UUD 1945 telah memastikan penerapan sistem pemerintahan presidensiil bersifat demokratis, dimana hak prerogatif Presiden itu sudah direduksi begitu jauh sehingga kinerjanya harus dipastikan melalui Undang-Undang.869 Pada hakikatnya tindakan eksekutif yang menyangkut kebijakan (wisdom), kebijaksanaan (policy), dan pelaksanaan semua kebijakan tersebut itu harus selalu dipertanggungjawabkan kepada rakyat, yang keseluruhannya harus diatur dengan peraturan perundang-undangan.870 Lagipula dengan Undang-Undang itu, Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan mempunyai kepastian legitimasiformal dalam menggunakan kekuasaannya.871 Jika penataan lembaga negara melalui ketentuan peraturan perundangundangan telah dilakukan, maka setiap lembaga negara dapat menjalankan wewenang sesuai dengan kedudukan masing-masing dan hal itu akan mewujudkan kerja sama dan hubungan yang harmonis demi pencapaian tujuan nasional dengan tetap saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances) agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan konsentrasi kekuasaan.872 Ketidakjelasan ketentuan UUD 1945 dalam mengatur lembaga negara memang menyebabkan munculnya beragam penafsiran. Ketidakjelasan itu dapat dilihat dari tidak adanya standar atau kriteria suatu lembaga bisa diatur atau tidaknya dalam konstitusi. Dalam amendemen UUD 1945, ada lembaga yang 866
Ibid. Ibid. 868 Indria Samego, “Kita Butuh ...”, op.cit. 869 Arbi Sanit, “Penguatan Sistem Politik ...”, op.cit. 870 H. Abdullah Irvan Masduki, op.cit., hlm. 29. 871 Ibid. 872 Janedjri M. Gaffar, “Penataan Lembaga Negara”, op.cit., hlm. 65. 867
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
221
disebutkan dengan jelas wewenangnya, ada yang secara umum disebutkan wewenangnya, dan ada yang tidak sama sekali.873 Salah satunya adalah penafsiran yang membagi lembaga negara menjadi lembaga negara utama (main state’s organ) dan lembaga negara bantu (auxilliary state’s organ).874 Lembaga negara utama mengacu pada paham trias politica, yang membagi kekuasaan menjadi tiga poros, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif sehingga dengan demikian yang dapat dikategorikan sebagai lembaga negara utama menurut UUD 1945 adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, dan MK, sedangkan lembaga lainnya dikategorikan sebagai lembaga negara bantu.875 Selain itu, ada lembaga negara yang disebutkan dengan huruf besar dan huruf kecil sehingga menimbulkan penafsiran lain. Terkait hal ini, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional telah melakukan penelusuran terhadap putusan MK mengenai sengketa kewenangan lembaga negara dan disimpulkan hal sebagai berikut:876 1)
2)
3) 4)
2.
“Lembaga Negara” dengan huruf kapital L dan N harus dibedakan dengan “lembaga negara” dengan huruf kecil l dan n karena kedua penyebutan itu ternyata memiliki status dan konsekuensi yang berbeda; Penyebutan “lembaga negara” (dengan huruf kecil) ditujukan untuk lembaga yang dibiayai APBN dan lembaga tersebut merupakan lembaga independen dan bebas dari kekuasaan manapun; Komisi negara independen bertujuan untuk menjalankan prinsip checks and balances untuk kepentingan publik; dan Suatu “lembaga negara” tidak boleh melaksanakan secara sekaligus fungsi legislatif, eksekutif, dan yustisi berdasarkan prinsip pembatasan kekuasaan negara hukum.
Hal-Hal Yang Kepresidenan
Perlu
Diatur
dalam Undang-Undang Lembaga
Pada hakikatnya, Lembaga Kepresidenan itu adalah institusi atau organisasi jabatan dalam sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 yang berisi jabatan Presiden dan Wakil Presiden.877 Menurut Pusat Studi Hukum dan Kebijakan 873
Gunawan A. Tauda, op.cit., hlm. 60. Firmansyah Arifin, et.al., Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2005, hlm. 30. 875 Ibid. 876 Gunawan A. Tauda, op.cit., hlm. 61. 877 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 173. 874
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
222
Indonesia, yang dimaksud dengan Lembaga Kepresidenan adalah lembaga negara yang mengatur organisasi dan tata kerja kepresidenan yang dijalankan oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenegaraan dan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945.878 Lembaga Kepresidenan sebagai sebuah institusi yang mengendalikan kekuasaan eksekutif, maknanya senantiasa merosot menjadi sebatas Presiden.879 Dalam sistem pemerintahan presidensiil, Lembaga Kepresidenan dirancang untuk mampu merumuskan dan menjabarkan kebijakan secara komprehensif dan terarah.880 Lembaga Kepresidenan dengan fungsi eksekutifnya merupakan alat perlengkapan yang dapat menumbuhkan alat perlengkapan negara lainnya untuk melaksanakan tugas konstitusionalnya yang luas dan banyak.881 Hal yang perlu diatur dalam UU Lembaga Kepresidenan pada dasarnya terkait dengan pola hubungan mekanisme kerja Presiden sehari-hari.882 Materi muatan atau substansi yang dimasukkan ke dalam Undang-Undang tersebut seyogyanya mencakup hubungan Presiden dengan Pemerintah Daerah, koordinasi Presiden dan Wakil Presiden, mekanisme hubungan Presiden dan Dewan Pertimbangan Presiden, hubungan Presiden dengan kementerian, hubungan Presiden dan staf khusus kepresidenan, dan sebagainya.883 Arbi Sanit menentukan, materi yang perlu dipastikan dalam UU Lembaga Kepresidenan, antara lain lingkup dan jenis kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden beserta struktur lembaga itu, mulai dari Wakil Presiden dan kementerian negara sampai penasihat dan dewan serta komisi di bawah Presiden, termasuk pula kinerja badan kepresidenan untuk membuat kebijaksanaan publik dan 878
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, “Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan”, http://www.parlemen.net/privdocs/84113be0b7b480d640587cff2e056 c34.pdf, diakses pada tanggal 31 Oktober 2012. 879 Cornelis Lay et.al., op.cit., hlm. 4. 880 Rosa Ristawati, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam Kerangka Sistem Pemerintahan Presidensiil, Jurnal Konstitusi Volume II Nomor 1 Juni 2009, Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, hlm. 11. 881 Hendra Nurtjahjo, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 65. 882 Agun Gunanjar Sudarsa, “Mengapa Dewan Pertimbangan Presiden (DPP) Dibutuhkan dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil?” Majalah Figur, Edisi XI/Tahun 2007, hlm. 41, http://figur.co.id/tfiles/cetak/pdf/p1189074872.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012. 883 Redaksi Majalah Figur, “UU Lembaga Kepresidenan: ...”, op.cit., hlm. 57.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
223
mengendalikan negara.884 Menurut Indria Samego, hal yang harus diatur didalamnya ialah mengenai transparansi dan akuntabilitas anggaran Presiden.885 Hal ini disebabkan tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai cirinya masingmasing dalam menjalankan determinasi kebijakan anggaran negara, yang disesuaikan dengan kondisi stabilitas politik, tingkat ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.886 Sementara itu menurut Pratikno, materi terpenting yang harus diatur adalah mengenai kekuasaan prerogatif Presiden, terutama menyangkut kekuasaan Presiden yang memerlukan pertimbangan DPR.887 Namun menurut Sunarno, penataan Lembaga Kepresidenan sesungguhnya bukanlah persoalan bagaimana mengatur kewenangan dan membatasi kekuasaan Presiden tetapi yang lebih penting justru menata ulang perangkat Lembaga Kepresidenan mengingat kekuasaan Presiden itu sendiri saling terkait dengan lembaga negara lain yang telah diatur dalam UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada.888 Masyarakat Transparansi Indonesia juga memandang, di dalam RUU Lembaga Kepresidenan harus diatur mengenai kategorisasi kelembagaan yang termasuk
dalam
kekuasaan
pemerintahan
agar
pembentukan
Lembaga
Kepresidenan menjadi tertib dan jauh dari politisasi.889 Patrialis Akbar juga menyatakan bahwa Lembaga Kepresidenan dipandang perlu memiliki hak veto bersyarat dalam menghadapi kondisi kegentingan yang memaksa terkait
884
Arbi Sanit, “Penguatan Sistem Politik ...”, op.cit., hlm. 31. Indria Samego, “Kita Butuh ...”, op.cit., hlm. 51. 886 Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 86. Menurut Adrian Sutedi, Indonesia telah mengalami tiga fase kebijakan ekonomi. Pada masa pemerintahan Orde Baru diorientasikan pada pertumbuhan ekonomi; pada masa transisi pemerintahan diorientasikan pada pemulihan ekonomi; dan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid diorientasikan pada pembaruan ekonomi. 887 Pratikno, ”Berbahaya Jika ...”, op.cit., hlm. 55. 888 Sunarno, “Lembaga Kepresidenan: Efektivitas dan Efisiensi Birokrasi”, Majalah Figur, Edisi XI/Tahun 2007, hlm. 41, http://figur.co.id/tfiles/cetak/pdf/p1189074872.pdf, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012. 889 Masyarakat Transparansi Indonesia, “Daftar Inventarisasi Masalah Umum RUU Lembaga Kepresidenan, Draft I-MTI 01/2007”, www.transparansi.or.id, diakses pada tanggal 12 November 2012. 885
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
224
pembiayaan pembangunan, juga dalam menghadapi kecelakaan legislasi.890 Hal tersebut juga sebagai upaya antisipasi agar tidak terulang kembali pengalaman masa lalu yang membuat roda pemerintahan terhambat, juga terganggunya program pembangunan dalam mempercepat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.891 Dari beberapa pandangan itu dapat disimpulkan, hal penting yang perlu diatur dalam Undang-Undang itu ialah soal efektivitas dan efisiensi lembaga melalui restrukturisasi organ atau lembaga pendukung yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan. Restrukturisasi organ atau lembaga pendukung di lingkungan Lembaga Kepresidenan itu penting karena harus diakui bahwa keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan ternyata terkait erat dengan peran penting Sekretariat Negara.892 Widodo menyatakan, dalam melakukan perubahan suatu organisasi tidak terlepas dari tekanan atau kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan, dimana tekanan ataupun kekuatan tersebut dapat berasal dari dalam (internal) maupun berasal dari luar (eksternal) organisasi.893 Tekanan internal dapat berupa ketidakpuasan terhadap cara kerja yang berlaku dan keinginan untuk meningkatkan efektivitas, sedangkan tekanan eksternal dapat berupa tekanan hukum, tekanan teknologi, tekanan ekonomi, tekanan sosial, tekanan politik, tekanan lingkungan, dan tekanan karena aktivitas yang kompetitif.894 Tekanan eksternal yang berasal dari berbagai bidang tersebut seringkali menjadi faktor paling signifikan dalam mendorong terjadinya perubahan.895 Selain kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan, terdapat juga kekuatan yang menghambat perubahan. Menurut Widodo, kekuatan penghambat 890
Demikian dikemukakan Patrialis Akbar saat mempertahankan disertasinya pada sidang promosi doktor ilmu hukum pada tanggal 3 Desember 2012. Vide SEM, “Veto Bersyarat untuk Lembaga Kepresidenan”, Kompas, 4 Desember 2012, hlm. 2. 891 Ibid. 892 Saafroedin Bahar, The President Needs Help ..., op.cit., hlm. 104. Dalam hal ini Saafroedin Bahar merujuk pada peran Sekretariat Negara yang mampu membantu Presiden Soeharto dalam menyelenggarakan pemerintahan selama 32 tahun. Presiden Soeharto mampu memfungsikan Sekretariat Negara sebagai sarana koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kegiatan departemen dan lembaga negara non-kementerian. 893 Marcus Prihminto Widodo, Merencanakan dan Mengelola Perubahan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996, hlm. 5. 894 Ibid. 895 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
225
terbesar terhadap perubahan datang dari struktur organisasi itu sendiri atau dari para manajer atau dari individu lainnya dalam organisasi tersebut sehingga secara garis besar terdapat penghambat yang sifatnya organisasional dan yang sifatnya manusiawi.896 Robinson Pangaribuan menyebutkan ada tiga faktor yang yang harus dipenuhi Sekretariat Negara untuk mewujudkan keberhasilan itu, yaitu:897 1.
2.
3.
Pengembangan kekuasaan Sekretariat Negara tergantung pada besar kepercayaan Presiden kepada Sekretariat Negara, semakin besar kepercayaan Presiden semakin besar pengembangan kekuasaan yang dicapai Sekretariat Negara; Tingkat kepercayaan Presiden yang diperoleh Sekretariat Negara tergantung pada kemampuan Sekretariat Negara untuk menghadapi kelompok atau elit lain; dan Tingkat kepercayaan Presiden yang diperoleh Sekretariat Negara juga tergantung pada tingkat loyalitas dan ketergantugannya kepada Presiden melalui strategi pelayanan patron-klien.
Selain ketiga hal tersebut, guna mewujudkan Lembaga Kepresidenan yang baik, lembaga itu harus ditopang oleh orang-orang yang mempunyai kapabilitas dalam menjalankan dan merumuskan program pembangunan negara, dalam hal ini lembaga itu perlu dilengkapi dengan pakar dan politisi senior yang menjadi ‘dapur analisis’ yang mampu memberi masukan bagi Presiden sebelum membuat keputusan.898 Oleh sebab itu, untuk melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien sebagai lembaga negara yang terdiri dari satu orang (one man institution), Presiden membutuhkan dukungan sebuah sekretariat yang berfungsi sebagai staf umum, semacam The Executive Office of the President di Amerika Serikat dan Secretarie General du Gouvernment di Perancis.899 Di Indonesia, dukungan strategis bagi Presiden itu memang hanya dapat dilakukan oleh Sekretariat Negara, yang memang selain dirancang untuk membantu kelancaran tugas Presiden dan Wakil Presiden juga tidak dibebani dengan tugas teknis operasional pemerintahan yang sudah dipercayakan pada 896
Ibid., hlm. 17. Robinson Pangaribuan, Perkembangan Kekuasaaan Sekretariat Negara dalam Jajaran Politik Nasional Periode 1945-1987, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia: Jakarta, 1988, hlm. 30. 898 Redaksi Majalah Figur, “UU Lembaga Kepresidenan: ...”, op.cit., hlm. 56. Vide Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 176 dan 177. 899 Ibid., hlm. 122. 897
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
226
kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian lain.900 Sekretariat Negara diperlukan Presiden untuk menetralisasi kelemahan yang dimiliki Presiden secara institusional, sebagaimana disampaikan Saafroedin Bahar sebagai berikut: 901 “As the only one-man institution in the implementation of national policy and strategy, with wide ranging power and influence to the nation, special car should be given to the organization and management of the Presidency so that personal strength of the incumbent can be taken advantaged of and his or her weakness can be institutionally neutralized.”
Menurut Margarito Kamis, Sekretariat Negara nampaknya dimaksudkan atau seolah berfungsi sebagai Kantor Presiden dan Menteri Sekretaris Negara nampaknya difungsikan seperti chief of staff di Kantor Presiden Amerika Serikat.902 Tugas membantu kelancaran tugas kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden itu memang tidak dapat diharapkan dari kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian karena sifatnya yang sangat teknis, yang umumnya tidak mampu melihat masalah kenegaraan secara menyeluruh.903 Oleh karena itu, penting untuk membangun Sekretariat Negara yang kuat, efektif, dan efisien guna membantu tugas konstitusional Presiden dan tugas lainnya (to help the President in carrying his or her constitutional and other duties, it is urgent to establish a strong, effective, and efficient State Secretariat).904 Faktor individu pemimpin pun sangat penting. Manusia sebagai anggota organisasi memiliki peranan yang sangat penting karena kemajuan atau kemunduran suatu organisasi sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas, dan moralitas manusia dalam organisasi tersebut. 905 Dengan kata lain, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi atau organisasi.906 Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk
900
Ibid., hlm. 113. Saafroedin Bahar, Pancasila, the Living Staatsfundamentalnorm of the Indonesian Nation-State, the Norms, the Institutions, and the Performance, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara RI, Mei 2009, hlm. 91. 902 Margarito Kamis, Pemerintahan Presidensiil: Asal-Usul, Dinamika, dan Dukungan Administrasi, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara RI, Mei 2009, hlm. 31. 903 Saafroedin Bahar, The President Needs Help ..., op.cit., hlm. 113. 904 Saafroedin Bahar, Pancasila, the Living Staatsfundamentalnorm ..., op.cit., hlm. 92. 905 H. Ismail Nawawi, Perilaku Administrasi: Kajian, Teori dan Pengantar Praktik, Surabaya: ITS Press, 2009, hlm. 63. 906 Andhika Danesjvara, op.cit., hlm. 27. 901
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
227
kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia.907 Oleh sebab itu, Sekretariat Negara harus dipimpin oleh seorang presidential chief of staff yang tangguh, yang mempunyai pandangan politik yang sama dengan Presiden dan memiliki wawasan yang luas dan kapabilitas manajerial yang handal untuk memantau seluruh kebijakan dan program pemerintah serta mengolahnya untuk menjadi masukan dalam penyusunan kebijakan Presiden dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.908 Ada masanya seorang sekretaris hanya merupakan pegawai tinggi yang semata-mata menjalankan perintah, ada pula sekretaris merupakan figur yang ikut menentukan jalannya politik negara, dan bahkan ada kalanya sekretaris memegang seluruh kekuasaan negara.909 Melihat fungsinya yang penting itu, tidaklah heran apabila jabatan sekretaris dalam suatu negara senantiasa menjadi perebutan golongan dan partai. Bergantinya politik pemerintahan, berganti pula pimpinan sekretariat.910 Artinya, sekretaris lama diberhentikan dan digantikan oleh sekretaris baru yang menyetujui politik pemerintahan yang baru. 911 Figur sekretaris merupakan figur politik yang penting. Dilihat dari sudut statusnya sebagai pegawai tinggi negara, sekretaris diharuskan mempunyai keahlian dan pengetahuan yang mengerti dengan segala seluk-beluk pekerjaan.912 Sementara dilihat dari sudut statusnya sebagai pemimpin dari organisasi pemerintahan negara, sekretaris haruslah seorang figur politik yang mempunyai kecakapan, berkarakter, dan mempunyai popularitas.913 Pendapat para ahli di setiap negara mengenai jabatan sekretaris ini berbedabeda.914 Ada golongan yang menganggapnya hanya jabatan administratif dan bersifat teknis, yang tidak mempunyai fungsi politik sama sekali.915 Golongan ini
907
Ibid. H. Ismail Nawawi, op.cit., hlm. 116. 909 Z.A. Ahmad, op.cit., hlm. 114. 910 Ibid., hlm. 114. 911 Ibid. 912 Ibid., hlm. 113. 913 Ibid. 914 Ibid. 915 Ibid. 908
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
228
berpandangan, jabatan politik hanyalah menteri dan oleh sebab itu mengakui sekretaris bersifat politis berarti menciptakan dualisme di dalam pemerintahan karena adanya dua figur politik dalam organisasi kementerian.916 Adapula golongan yang memandang jabatan sekretaris bersifat politis.917 Selain karena kedudukannya tidak mudah digoyang di dalam memimpin kementeriannya, tetapi figurnya mempunyai gezag (kewibawaan) yang sangat besar di seluruh pegawai dari atas sampai bawah di lingkungan kementerian.918 Oleh sebab itulah, jabatan sekretariat umum merupakan figur yang paling tinggi di dalam jajaran eksekutif organisasi atau partai politik.919 Masih terkait dengan jabatan sekretaris, Sukardi Rinakit menambahkan, pos Sekretariat Negara tidak dapat diisi oleh orang sembarangan melainkan harus diisi oleh menteri yang memang mempunyai keahlian atau kompetensi dalam hal administrasi pemerintahan dan tidak boleh diisi oleh figur yang dipilih atas dasar kepentingan politik atau kompromi politik dengan tawar-menawar dengan partai politik.920 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Adhianti yang menyimpulkan bahwa sebagian besar pegawai di lingkungan Sekretariat Negara tidak menginginkan politisi masuk dalam jabatan birokrasi.921 Namun Akbar Tanjung mensyaratkan, kalaupun harus dipimpin oleh figur dari partai politik, figur tersebut harus memiliki kepemimpinan politik yang negarawan, artinya pemimpin politik yang negarawan itu harus memahami betul skala prioritas yang lebih didahulukan (kepentingan bangsa dan negara lebih luas) dan yang tidak.922 Akan tetapi jika melihat ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, persyaratan untuk dapat
916
Ibid. Ibid. 918 Ibid. 919 Ibid. 920 Yudhiarma, “Evaluasi Kabinet: Setneg Cenderung Berperan Minimalis”, Suara Karya Online, 28 Februari 2007, http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=167508, diakses pada tanggal 2 November 2012. 921 Adhianti, Analisis Dimensi Struktural Organisasi Sekretariat Negara, Jakarta: Tesis Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002, hlm. 115. 922 Akbar Tanjung, “Kepemimpinan Politik yang Negarawan”, http://www.setneg.go.id/ index.php?option=com_content&task=view&id=728&Itemid=135, diakses pada tanggal 4 Desember 2012. 917
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
229
diangkat menjadi menteri memang masih bersifat umum.923 Realita kehidupan ketatanegaraan yang terjadi pada masa politik saat ini memperlihatkan bahwa pengangkatan menteri lebih cenderung didasarkan pada syarat akseptabilitas dan kurang didukung syarat kapabilitas yang tinggi.924 Padahal menurut Jimly Asshiddiqie, menteri itu harus memiliki syarat kapabilitas dan syarat akseptabilitas yang tinggi.925 Oleh sebab itu, sebaiknya persyaratan pengangkatan menteri ditambah dengan syarat memiliki kompetensi jabatan yang sesuai dengan bidang urusan pemerintahan yang dijabatnya. Walaupun sepertinya hal itu agak sulit untuk diaplikasikan pada Indonesia yang menerapkan sistem multipartai, namun setidaknya syarat tersebut dapat menjadi pedoman hukum bagi partai politik dalam memberikan nama calon menteri yang akan disampaikan kepada Presiden. Di dalam suatu negara yang memiliki sistem multipartai, wajar apabila Presiden memilih para menterinya atas dasar kolegialitas kepartaian. Namun dalam hal pengangkatan Menteri Sekretaris Negara, Presiden harus lebih selektif dalam memilih calonnya agar kinerja pemerintahan dapat dicapai secara optimal.926 Hal itu karena peran seorang Menteri Sekretaris Negara dalam kabinet sangat vital, seperti tersirat dalam Amanat Presiden Soeharto ketika melantik Menteri Sekretaris Negara Soedharmono, seperti berikut:927 “Dalam praktik bergeraknya roda pemerintahan, pada Sekneglah (saat ini disebut Setneg) terletak fungsi pengoordinasian, pengintegrasian, dan 923
Vide catatan kaki nomor 667. Hal itulah yang sesungguhnya menjadi dasar filosofi diaturnya ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Akan tetapi karena pengangkatan wakil menteri itu juga dipolitisasi, maka terjadilh gugatan pengujian undang-undang yang diajukan Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pusat ke Mahkamah Konstitusi yang telah diputus pada tanggal 5 Juni 2012 dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 yang amar putusannya mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian, sehingga jabatan wakil menteri tidak lagi dari pejabat karier. 925 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum ..., op.cit., hlm. 370. 926 Rizal Mallarangeng, “Perlukah Setneg dan Setkab Dipisah?”, Tempo, 17 Februari 2002, http://freedom-institute.org/id/index.php?page =profil&detail=artikel&detail=dir&id=80, diakses pada tanggal 2 November 2012. Rizal Mallarangeng mengumpamakannya dengan fungsi penting Sekretariat Negara pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Diumpamakannya, kalau tiga atau empat kementerian tidak berfungsi dengan baik, Megawati mungkin masih bisa memerintah dengan efektif; tetapi kalau Sekretariat Negara/Sekretariat Kabinet macet, tertutup, atau berjalan dengan agendanya sendiri, maka kepemimpinan Megawati pasti juga akan macet dan kehilangan elannya (elan: semangat perjuangan) sebagai tumpuan harapan masyarakat untuk mengangkat Indonesia dari krisis (saat itu masih dalam tahap pemulihan krisis ekonomi). 927 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Negara ..., op.cit., hlm. 105. 924
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
230
penyinkronisasian administratif dari kegiatan pemerintahan negara yang meliputi kegiatan departemen-departemen dan lembaga-lembaga pemerintah non-departemen. Setiap penggarisan kebijaksanaan dan diputuskan yang diambil oleh pemerintah, selamanya harus mempertimbangkan berbagai segi yang sangat luas. Dan disini pula diperlukan adanya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Sebab itu, tugas pokok Sekneg adalah membantu Presiden dalam memperlancar pelaksanaan tugasnya yang bersangkutan dengan penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemerintahan, yang meliputi penyelenggaraan administrasi negara dan pemerintahan dalam arti yang luas. Ia juga harus memberikan perhatian pelayanan administrasi bagi lembagalembaga pemerintah non-departemen. Untuk dapat melaksanakan tugas yang demikian dan sebagai pejabat yang langsung membantu tugas sehari-hari Presiden dengan tidak mengurangi arti dan peranan pejabat-pejabat negara lainnya, kepada Sekneg diminta persyaratan kemampuan dan kepribadian yang lebih banyak jika dibanding dengan pejabat lainnya. Ia harus menjadi penghubung antara Presiden dengan menteri-menteri dan pimpinan lembaga-lembaga pemerintah non-departemen serta sebaliknya. Ia juga harus memiliki kemampuan pendekatan yang tepat untuk mewujudkan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi administratif yang saya sebutkan tadi. Sebagai pejabat yang langsung membantu tugas sehari-hari Presiden, baik sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan, ia juga harus dapat memahami dan mengikuti jalan pikiran Presiden. Ia juga harus dapat menerjemahkan gagasan-gagasan, jalan pikiran, dan keputusan yang diambil Presiden di dalam melaksanakan tugas memegang puncak tertinggi pemerintahan dan mengemudikan negara. Dengan sarana hukum yang berlaku dan ketertiban administrasi, ia juga harus dapat mengamankan dalam arti positif pelaksanaan daripada kebijaksanaan dan putusan-putusan Presiden.”
Terkait dengan karakteristik yang harus dimiliki Menteri Sekretaris Negara, yang dalam hal ini kiranya dapat dipersamakan seperti Asisten Presiden di Amerika Serikat, Komite Brownlow mengriteriakan hal sebagai berikut:928 “...Their effectiveness in assisting the President will, we think, be directly proportional to their ability to discharge their functions with restraint. They would remain in the background, issue no orders, make no decisions, emit no public statements. Men for these positions should be carefully chosen by the President from within and without the Government. They should be men in whom the President has personal confidence and whose character and attitude is [sic] such that they would not attempt to exercise power on their own account. They should be possessed of high competence, great physical vigor, and a passion for anonymity. They should be installed in the White House itself, directly accessible to the President. In the selection of these aides, the President should be free to call on departments from time to time for the assignment of persons who, after a tour of duty as his aides, might be restored to their old positions.”
928
Harold J. Relyea, CRS Report ..., op.cit., p. 7, http://assets.opencrs.com/ rpts/98606_20081126.pdf, diakses pada tanggal 5 November 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
231
Margarito Kamis menyarankan, karena dinamika politik ada baiknya (bahkan menjadi lebih tepat) bila jabatan Menteri Sekretaris Negara diisi oleh orang yang bukan dari kalangan partai politik Presiden, memiliki kejujuran, loyalitas total, kecerdasan politik, dan kesantunan berkomunikasi dengan political presidential partner.929 Hal ini dapat dimengerti karena preseden yang terjadi pada lembaga negara lainnya, seperti MPR, DPR, DPD, MK, MA, BPK, dan KY, menunjukkan bahwa sekretaris dijabat oleh seorang pegawai negeri sipil.930 Bahkan Sunarno menyarankan, seharusnya pada tataran Pemerintah Pusat, Kementerian Negara dipimpin oleh Sekretaris Jenderal karena birokrasi harus didesain sebagai organisasi yang bebas dari kepentingan politik dengan cara memposisikan birokrasi dipimpin oleh jabatan karier tertinggi sehingga birokrasi tidak terpengaruh oleh silih-bergantinya pimpinan politik.931 Untuk melengkapi beberapa syarat yang telah ditentukan undang-undang dan telah dikemukakan para ahli dan akademisi itu, maka calon Menteri Sekretaris Negara yang dipilih Presiden seharusnya memiliki karakter atau sifat kenegarawanan. Menurut Janedjri M. Gaffar, negarawan dapat diartikan sebagai sosok yang visioner, berorientasi jangka panjang, mengutamakan kesejahteraan masyarakat, mampu berlaku egaliter, dan adil serta mengayomi semua komponen bangsa.932 Seorang negarawan juga harus memiliki karakter dasar dan basic values kepemimpinan, yaitu memiliki kemampuan (ability), kapasitas (capacity), kemampuan (skill), pengetahuan/wawasan (knowledge), pengalaman (experience), pengaruh (influence), kemampuan menggalang solidaritas (solidarity maker), kemampuan memecahkan masalah (decision making), integritas (integrity), 929
Margarito Kamis, Pemerintahan Presidensiil: ..., op.cit., 34. Menurutnya, gaya dan kesantunan seorang calon Menteri Sekretaris Negara perlu dipertimbangkan karena seorang chief of staff mempunyai relasi antara Presiden dengan DPR dan DPD dan juga mempunyai relasi politik untuk memahami trik, jebakan, dan siasat, yang kalau tidak cerdas mengenalinya akan sangat mengganggu atmosfir penyelenggaraan pemerintahan. 930 Perhatikan ketentuan Pasal 99 UU Nomor 22 Tahun 2003, Pasal 11 UU Nomor 22 Tahun 2004, Pasal 14 Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2012, dsb. 931 Sunarno, “Lembaga Kepresidenan: ...”, op.cit., hlm. 43. 932 Dalam bahasa Inggris, negarawan disebut statesman atau stateswoman, sebagai sebutan terhadap tokoh yang mempunyai karier terhormat (respected career) di bidang kenegaraan. Kualitas yang dimiliki negarawan meliputi aspek pengetahuan, kepribadian, komitmen, dan pengalaman. Negarawan dapat berasal dari akademisi, politisi, birokrat, dan berbagai profesi atau bahkan masyarakat biasa. Janedjri M. Gaffar, “Hakim Konstitusi dan Negarawan”, op.cit., hlm. 77.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
232
kepribadian berwibawa (charism), kebijakan (wisdom), bersikap empatik, menjadi panutan, dan totalitas demi kemajuan organisasi (totality).933 Sifat itu diperlukan agar setiap pemberian dukungan analisis dalam rangka pengambilan kebijakan yang diberikan Menteri Sekretaris Negara kepada Presiden lebih mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Presiden harus ditopang oleh organ penyelenggara administrasi kepresidenan yang andal karena kepercayaan Presiden terhadap Menteri Sekretaris Negara merupakan kunci efektivitas implementasi kewenangan konstitusional Presiden sebagai kepala pemerintahan.934 Terkait dengan kebijakan pemisahan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, hal itu merupakan masalah pokok dalam formulasi kebijakan yang hanya menimbulkan duplikasi tugas dan fungsi yang menandai terjadinya pemborosan anggaran dan pemubaziran sumber daya.935 Oleh sebab itu, menurut Roby Arya Brata, reformasi dan reorganisasi terhadap kantor kepresidenan yang pada dasarnya didesain untuk mengatasi tiga masalah defective governance dalam manajemen pemerintahan, yaitu:936 1.
2.
Presiden kehilangan kendali dan kontrol yang efektif atas kegiatan perumusan dan implementasi kebijakan dan program pemerintah. Hal ini disebabkan Presiden tidak didukung oleh sistem informasi manajemen pemerintahan yang andal yang dapat menyajikan informasi tentang kegiatan perumusan, implementasi dan manajemen kebijakan, dan program pemerintah dengan cepat, lengkap, akurat, dan benar; dan tidak ada forum, staf, atau Lembaga Kepresidenan yang efektif dan powerful yang dapat mengelola, memantau, mengoordinasikan, mengintegrasikan, dan mengendalikan kegiatan perumusan, implementasi, manajemen kebijakan, dan program pemerintah. Tujuan kebijakan dan sasaran program pemerintah tidak tercapai atau kinerjanya kurang memuaskan, disebabkan tidak ada koordinasi, integrasi, dan kerja sama yang efektif antarinstansi pemerintah dalam perumusan dan implementasi kebijakan pemerintah; intervensi politik dari partai politik, parlemen, kelompok kepentingan, dan bisnis; pimpinan lembaga memiliki agenda dan kepentingan politik, ekonomi, dan personalnya sendiri dalam perumusan dan implementasi kebijakan pemerintah; Presiden tidak memiliki kekuasaan yang cukup dan efektif untuk mengendalikan dan mengelola proses pemerintahan; kebijakan dan program suatu kementerian bertentangan, menghambat, atau tidak
933
Akbar Tanjung, op.cit. Margarito Kamis, Pemerintahan Presidensiil: ..., op.cit., 35. 935 Muladi, op.cit., hlm. 41. 936 Roby Arya Brata, Reformasi dan Reorganisasi ..., op.cit., hlm. 127 dan 128. 934
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
233
3.
mendukung strategi dan kebijakan dasar Presiden (grand policy) dan kementerian lainnya; implementasi kebijakan dan program pemerintah menyimpang dari standar kebijakan implementasi Presiden dan pimpinan lembaga terkait; dan Presiden tidak memiliki akses teknologi dan informasi yang kredibel, cepat, andal, akurat, dan komprehensif tentang perumusan, implementasi, dan dampak kebijakan, program, dan proyek pemerintah. Keputusan dan kebijakan Presiden kurang tepat, terlambat, atau kurang efektif, disebabkan Presiden kurang menguasai masalah secara komprehensif karena informasi mengenai masalah yang hendak diputuskan tidak ada, tidak akurat, salah, distortif, atau terlambat; dan Presiden tidak didukung oleh penasihat, staf, administrasi, dan teknologi yang andal, profesional, efektif, dan efisien.
Hal lain yang perlu diatur lebih lanjut adalah format organisasi di lingkungan Lembaga Kepresidenan. Berdasarkan analisis struktur kekuasaan Presiden dalam UUD 1945 yang telah disampaikan sebelumnya, maka pengintegrasian atau peleburan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet merupakan kebijakan yang seharusnya dilakukan. Manfaatnya akan sangat besar jika unit organisasi di lingkungan Lembaga Kepresidenan (seperti Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Militer Presiden, Sekretariat Kementerian, Sekretariat Kabinet, dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) diintegrasikan dan dipimpin oleh seorang menteri yang dipercaya penuh oleh Presiden.937 Namun bila Sekretariat Negara ingin tetap dipertahankan, sebaiknya pada nama Sekretariat Negara tidak dilekatkan dengan kata “kementerian” seperti dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2010 yang menggunakan nama Kementerian Sekretariat Negara. 938 Menurut Djohermansyah Djohan, mengingat landasan historis budaya kerja pemerintahan, legal-konstitusional, komparatif, dan beban tugasnya, Sekretariat Negara bukanlah kementerian namun sebagai lembaga pemerintah strategis yang dipimpin oleh pejabat setingkat menteri koordinator.939 Hal ini karena Sekretaris Negara tidak
937
Saafroedin Bahar, The President Needs Help ..., op.cit., hlm. 111. Vide pendapat Muchyar Yara, op.cit., hlm. 55. 939 Humas Setneg, “Posisi Sekretariat Negara di dalam RUU Kementerian Negara”, Forum Group Discussion 22 Februari 2008, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content& task=view&id=1489&Itemid=26v, diakses pada tanggal 5 November 2012. 938
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
234
mempunyai pertanggungjawaban atas suatu hal yang mana pertanggungjawaban itu dipikulnya atas nama Presiden. Sekretariat Negara bukan merupakan kementerian, namun merupakan kantor kepresidenan (semacam the Executive of the President di Amerika Serikat dan Secretarie General du Gouverment di Perancis) dengan dua fungsi perumusan serta
pengawasan
pelaksanaan
kebijakan
Presiden.940
Peluang
untuk
mengintegrasikan atau meleburkan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat
Kabinet
masih
terbuka
dan
dapat
dilakukan
dengan
mempertimbangkan asas pengubahan kementerian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008.941 Namun konsekuensinya, pengubahan itu harus dilakukan dengan pertimbangan DPR karena salah satu subjek lembaga yang hendak digabung adalah kementerian. Setelah diubah, lebih baik nomenklatur atau penamaannya tidak lagi disebut Kementerian Sekretariat Negara melainkan cukup Sekretariat Negara karena urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara tidak harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri.942 Untuk memenuhi prinsip pengubahan itu, disarankan sebaiknya Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet secara struktural terintegrasi dan dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara yang juga merangkap sebagai Sekretaris Kabinet.943 Roby Arya Brata mengusulkan format yang tepat bagi organisasi di lingkungan Lembaga Kepresidenan adalah dengan membentuk Kantor Presiden seperti halnya the Executive of the President di Amerika Serikat.944 Kantor Presiden itu membawahi kantor lainnya, seperti Kantor Asisten Kepala Kantor Presiden,
Kantor
Wakil
Presiden,
Kantor
Perencanaan
Anggaran
dan
940
Ibid. Syarat pengubahan kementerian didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas; perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah; kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang. 942 Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 menyebutkan, setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu Kementerian tersendiri. Kesekretariatan negara yang diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 termasuk salah satu urusan yang dimaksud ketentuan Pasal 6 tersebut. 943 Roby Arya Brata, Analisis Konstitusional ..., op.cit., hlm. 163. 944 Ibid., hlm. 159. 941
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
235
Pembangunan, Kantor Pengelolaan Program dan Reformasi Pemerintahan, Kantor Hukum dan Perundang-undangan, Kantor Administrasi Kepresidenan, Kantor Rumah Tangga Kepresidenan, Kantor Dewan Ekonomi Nasional, Kantor Dewan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan, Kantor Badan Perlindungan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Dewan Kebijakan Otonomi Daerah, Kantor Dewan Ketahanan Nasional, Kantor Badan Intelijen Nasional, Kantor Dewan Pengendalian Obat Terlarang dan AIDS, Kantor Staf Khusus Presiden, Kantor Pusat Studi Kebijakan dan Antikorupsi, dan Kantor Akuntabilitas dan Pengawas Integritas.945 Penataan struktur organisasi Kantor Presiden itu dapat menggunakan tiga alternatif model rancangan, yaitu:946 a.
b.
c.
945 946
Rancangan A, penataan organisasi dibentuk dengan undang-undang dengan membentuk unit kerja baru hasil peleburan unit organisasi sekretariat kepresidenan (Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet), Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan tiga Kementerian Koordinator ke dalam Kantor Eksekutif Presiden. Rancangan ini merupakan rancangan yang ideal namun berpotensi menghadapi oposisi politik dan resistensi birokrasi yang relatif tinggi dan juga harus mencabut atau mengubah ketentuan yang mengatur kewenangan Kementerian Keuangan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan Kementerian Koordinator; Rancangan B, penataan organisasi dibentuk dengan Peraturan Presiden dengan tidak membentuk Kantor Perencanaan Anggaran dan Pembangunan dan Kantor Pengelolaan Program dan Reformasi Pemerintahan karena akan bertentangan peraturan perundang-undangan terkait. Rancangan ini kurang ideal tetapi mempunyai akseptabilitas politik dan organisasi yang lebih baik karena tidak banyak membentuk kantor baru; Rancangan C, penataan organisasi dibentuk dengan undang-undang dengan tidak mencabut kewenangan perencanaan anggaran Kementerian Keuangan dan perencanaan pembangunan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan juga tidak membentuk unit kerja baru, termasuk Kantor Perencanaan Anggaran dan Pembangunan dan Kantor Pengelolaan Program dan Reformasi Pemerintahan. Rancangan ini memiliki fisibilitas (keterlaksanaan) politik dan legal yang lebih baik dibandingkan Rancangan A namun Kantor Eksekutif Presiden tidak akan memiliki kewenangan yang kuat untuk mengendalikan perumusan dan implementasi kebijakan dan program pemerintah. Roby Arya Brata, Reformasi dan Reorganisasi ..., op.cit., hlm. 132-140. Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
236
Jika cara pertama (ketiga rancangan) itu diperkirakan akan menimbulkan resistensi birokrasi, maka cara lainnya menurut Roby Arya Brata adalah dengan tetap mempertahankan Sekretariat Negara namun dengan tugas pokok dan fungsi yang baru, yang sesuai dengan struktur kekuasaan Presiden dalam UUD 1945.947 Saat ini di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, organisasi atau lembaga pendukung di lingkungan Lembaga Kepresidenan terdiri dari Kementerian Sekretariat Negara yang terdiri atas Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Militer Presiden, Sekretariat Kementerian (Sekretariat Negara); Sekretariat Kabinet; Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengelolaan Pembangunan; Utusan Khusus Presiden; Staf Khusus Presiden; Staf Khusus Wakil Presiden; dan Dewan Pertimbangan Presiden. Dari susunan organisasi yang telah ada sebagaimana telah disebutkan, maka Penulis berpendapat bahwa sebaiknya format penataan organisasi kesekretariatan yang tepat terhadap Lembaga Kepresidenan di Indonesia adalah dengan membentuk organ atau lembaga Sekretariat Presiden948 dengan konsep Burung Garuda yang memiliki satu leher dan dua sayap (one neck two wings). Maksudnya,
Sekretariat
Presiden
dikonstruksikan
sebagai
leher
yang
menghubungkan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kementerian/lembaga sebagai badan atau organ pemerintahan, yang sekaligus memiliki dua sayap sebagai lembaga penting yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam mengontrol dan mengendalikan penyelenggaraan pemerintahan negara. Presiden dapat diibaratkan sebagai kepala Burung Garuda yang menghadap ke kanan, sementara sayap baratnya (west wing) beranggotakan organ Sekretariat Presiden (lebih tepat digunakan istilah Rumah Tangga Presiden), Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Militer Presiden, Sekretariat Kementerian (Sekretariat Negara), Sekretariat Kabinet, dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan 947
Ibid. Namun Roby Arya Brata juga menyimpulkan bahwa sepertinya jika hanya dibentuk institusi tunggal, hal itu akan menyebabkan penyelenggaraan pemerintahan tidak luwes bergerak. 948 Penyebutan ini menurut Penulis lebih tepat dibandingkan dengan Kantor Presiden karena secara harfiah nama Kantor Presiden itu lebih merujuk pada pengertian tempat atau ruangan kerja pribadi Presiden. Namun jika menggunakan nama Sekretariat Presiden, perlu dipertimbangkan adanya kesamaan nama dengan salah satu unsur lembaga Rumah Tangga Kepresidenan (yang saat ini bernama Sekretariat Presiden).
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
237
Pengelolaan Pembangunan, sedangkan sayap timurnya (east wing) beranggotakan organ Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, Staf Khusus Wakil Presiden; dan Dewan Pertimbangan Presiden. West wing diisi dan dipimpin oleh pejabat karier dari pegawai negeri (civil servants) sedangkan east wing diisi dan dipimpin oleh pejabat politik (political office holders).949 West wing dan east wing dipimpin oleh seorang Sekretaris Presiden tanpa perlu diberikan istilah ‘Menteri’ dan diberikan tugas dan fungsi yang berbeda sehingga tidak terjadi overlapping dalam pelaksanaannya.950 Memang dengan diposisikannya Sekretaris Presiden sebagai leher, dapat terjadi risiko bottleneck (leher botol) yang dapat menghambat dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Namun menurut Penulis, hal itu lumrah terjadi mengingat peranannya dalam struktur kabinet merupakan sebagai presidency assistant yang mengoordinasikan seluruh urusan pemerintahan. Oleh sebab itu, Sekretaris Presiden harus didukung oleh sekretariat yang kompak dan aparatur atau personel yang memenuhi kualifikasi persyaratan dan memiliki kapabilitas serta bersifat negarawan. Struktur organisasinya juga perlu dipertimbangkan agar sesuai dengan tipe organisasi yang dikembangkan dalam negara tersebut. Menurut Sondang P. Siagian, dalam lingkup administrasi negara dewasa ini dikenal lima tipe organisasi, yaitu tipe lini, tipe lini dan staf, tipe fungsional, tipe matriks, dan tipe panitia.951 Tipe lini hanya cocok dan tepat untuk digunakan apabila:952 a.
Organisasi masih berukuran kecil;
949
Pada umumnya pejabat publik berstatus pegawai negeri, namun tidak semua pejabat publik berstatus pegawai negeri, seperti halnya pemegang jabatan dari suatu jabatan negara (politieke ambtsdrager). Sebaliknya, tidak setiap pegawai negeri merupakan pemegang jabatan publik. Hal ini disampaikan oleh Utrecht dalam Philipus M. Hadjon dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia: Introduction to the Indonesian Administrative Law, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008, hlm. 213. 950 Muchyar Yara berpendapat, di beberapa negara lain yang juga menganut sistem pemerintahan presidensiil dipergunakan istilah ‘Menteri/Minister’ untuk jabatan Sekretaris Negara meskipun sebenarnya jabatan atau istilah tersebut berasal dari sistem pemerintahan parlementer. Jabatan ‘Secretary of States’ merupakan jabatan yang sama dengan menteri pada sistem pemerintahan parlementer. Vide Muchyar Yara, op.cit., hlm. 55 dan 58. 951 Sondang P. Siagian, op.cit., hlm. 115. 952 Ibid., hlm. 28.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
238
b. c. d. e. f. g.
Jumlah karyawan masih sedikit dan oeh karenanya masih saling mengenal secara pribadi; Tugas yang diemban tidak terlalu rumit; Produk organisasi relatif homogen; Hubungan atasan-bawahan masih bersifat personal; Pengetahuan dan keterampilan yang dituntut dari para karyawan belum terlalu spesialistik; dan Sarana dan prasarana kerja relatif masih sederhana.
Sebaliknya bagi organisasi yang besar, tipe yang lebih tepat digunakan adalah tipe lini dan staf dengan ciri-ciri sebagai berikut:953 a. b. c. d. e. f.
Jumlah karyawan yang dipekerjakan besar; Sudah terdapat delinisasi (pelinian) yang jelas antara tugas pokok dan kegiatan penunjang; Hubungan langsung antara atasan dengan semua karyawan sudah tidak mungkin lagi; Sudah diperlakukan beberapa jenjang jabatan manajerial; Kecanggihan sarana dan prasarana sudah merupakan salah satu persyaratan penting untuk dipenuhi; dan Terdapat diversifikasi kegiatan dalam usaha mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
Namun, apabila organisasi bergerak dalam kegiatan yang bagiannya menyelenggarakan aktivitas yang sangat spesialistik, seperti lembaga penelitian dan pengembangan, tipe organisasi yang dipandang paling cocok adalah organisasi tipe fungsional, dengan ciri-ciri sebagai berikut:954 a. b. c. d. e. f.
Para karyawan terlibat dalam kegiatan yang sangat spesialistik; Diperlukan hubungan atasan-bawahan yang relatif luntur; Otonomi satuan kerja dalam organisasi relatif besar; Sifat pekerjaan menuntut daya inovasi dan kreativitas yang tinggi para pelaksananya; Tingkat pendelegasian wewenang, terutama dalam hal pengembalian keputusan yang teknikal dan operasional tinggi; dan Jenjang jabatan manajerial relatif lebih kecil, sedangkan sebaliknya jenjang jabatan fungsional dan profesional lebih besar.
Selain ketiga tipe itu, tipe organisasi lain yang meskipun relatif baru tetapi semakin populer dalam penggunaannya adalah tipe matriks, yang memiliki ciri khas menggambarkan dua hal sekaligus dalam suatu matriks, yaitu kegiatan yang 953 954
Ibid., hlm. 29. Ibid., hlm. 30.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
239
akan dilakukan secara terprogram dan satuan kerja yang menyelenggarakannya secara terkoordinasi.955 Sementara, penggunaan tipe panitia dapat dibenarkan apabila organisasi menghadapi satu dari dua kondisi berikut, yaitu:956 1)
Timbul tugas baru sebagai akibat perubahan, baik yang sifatnya internal maupun eksternal, yang tidak atau sukar diperhitungkan sebelumnya; atau
2)
Timbul tugas yang sangat penting tetapi diketahui tidak akan berlanjut sehingga tidak perlu dilembagakan secara fungsional dalam bentuk permanen.
Menurut Sondang P. Siagian, dari kelima tipe organisasi yang telah disebutkan, tipe organisasi yang dianggap paling cocok digunakan organisasi besar, seperti organisasi pemerintahan negara, adalah tipe lini dan staf.957 Ia juga menggambarkan kedudukan Menteri Sekretaris Negara pada struktur organisasi pemerintah pusat sebaiknya ditempatkan lebih tinggi dari Menteri/Kepala Kementerian dan Menteri Negara.958 Sekretariat Presiden sebagai suatu organ pendukung, tidak perlu dibentuk menjadi suatu kementerian tersendiri namun struktur organisasinya harus diatur secara jelas dalam UU Lembaga Kepresidenan dan urutan kedudukannya dalam susunan
kementerian
seharusnya
ditempatkan
diatas
tiga
Kementerian
Koordinator. Hal ini ditujukan agar sistematika dan mekanisme koordinasi dan sinkronisasi pengambilan kebijakan dipusatkan (bottleneck) pada Sekretariat Presiden sebelum pada akhirnya difinalisasi Presiden selaku Kepala Eksekutif Pemerintahan (Chief Executive of Government) dalam peranannya sebagai pengambil kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang terakhir. Perubahan organisasi di lingkungan Lembaga Kepresidenan ini juga sebaiknya bersifat antisipatif (anticipatory) terhadap perkembangan lingkungan karena organ penunjang ini (Sekretariat Presiden) seringkali berubah seirama dengan perubahan atau penggantian Presiden.959 Penggantian Presiden ini secara 955
Ibid., hlm. 32. Ibid., hlm. 34. 957 Ibid., hlm. 115. 958 Ibid., hlm. 118. 959 Nadler mengemukakan bahwa terdapat dua faktor yang biasa dilakukan di dalam change management, yaitu faktor pertama dicirikan atas motif dari perubahan, apakah bersifat antisipatif 956
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
240
otomatis juga akan mengubah kabinet, yang pada akhirnya, biasanya akan diikuti oleh perubahan struktur organisasi tersebut.960 Selama masa transisi nanti, segala resistensi akibat restrukturisasi organisasi harus dikesampingkan. Para pejabat dan pegawai di masing-masing unit organisasi yang dilebur harus lebih bersinergi mengedepankan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadi agar penyelenggaraan dukungan kepada Presiden dapat berjalan dengan baik dan lancar. Perubahan dan/atau pembentukan institusi atau lembaga baru dalam sistem dan struktur kekuasaan negara merupakan implikasi tuntutan reformasi serta aspirasi keadilan yang berkembang di masyarakat, sekaligus sebagai upaya mendorong terwujudnya cita-cita negara demokrasi, tegaknya hak asasi manusia dan hukum yang berkeadilan, serta pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.961
Lembaga
Kepresidenan
yang
akan
datang
diharapkan
dapat
mewujudkan pemerintahan yang demokratis, bersih, dan berwibawa serta berorientasi pada kepentingan rakyat.962 Dengan terbentuknya UU Lembaga Kepresidenan dan adanya suatu organ pendukung bernama Sekretariat Presiden, diharapkan peraturan yang mengatur tentang wewenang dan tugas konstitusional Presiden dapat diatur secara jelas dan terkodifikasi dengan baik dalam satu dokumen undang-undang, masalah koordinasi antarkementerian yang hingga saat ini menjadi problematika utama serta penyelenggaraan dukungan pelayanan analisis, teknis, dan administrasi
terhadap perkembangan lingkungan (anticipatory) ataukah merupakan jawaban atas tuntutan lingkungan dan intern organisasi (reactive); dan faktor kedua memperlihatkan skala perubahan yang terjadi di dalam organisasi tersebut, apakah berskala kecil dan bertahap (incremental) ataukah berskala besar dan dalam waktu yang relatif pendek (radical). Kedua faktor itu dapat memunculkan empat tipe perubahan, yaitu pertama, perubahan yang bersifat antisipatori yang incremental dinamakan tuning; kedua, perubahan yang bersifat antisipatori dan bersifat radikal disebut redirecting; ketiga, perubahan yang bersifat reaktif dan incremental disebut adapting; dan keempat, perubahan yang bersifat reaktif dengan skala yang sangat radikal disebut dengan overhauling. Dengan mengetahui hal tersebut, Penulis sependapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adhianti yang mendasarkan penelitiannya atas teori mode of change management yang dikemukakan oleh Nadler, yang menyimpulkan bahwa perubahan yang dilakukan organ ini semestinya adalah perubahan tuning mode yang dilakukan dengan cara antisipatif, secara bertahap, dan waktu yang relatif lama. Vide Adhianti, op.cit., hlm. 23, 105, dan 118. 960 Ibid., hlm. 105. 961 Firmansyah Arifin et.al., op.cit., hlm. 1. 962 Rudini et.al., op.cit., hlm. 42.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
241
kepada Presiden dapat teratasi dengan baik dan terlaksana secara optimal sehingga ekspektasi rakyat kepada Presiden meningkat. C.
Relasi Konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Lembaga Negara Trias Politica Pembahasan tentang organisasi dan kelembagaan negara tidak terlepas dari
arti dari lembaga negara dan hakikat kekuasaan yang dilembagakan atau diorganisasikan kedalam bangunan kenegaraan. Lembaga negara merupakan lembaga pemerintah negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam UUD 1945.963 Secara keseluruhan, UUD 1945 Sebelum Perubahan mengenal enam lembaga tinggi/lembaga tertinggi negara, yaitu MPR sebagai lembaga tertinggi negara, DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai lembaga tinggi negara. Namun setelah perubahan, UUD 1945 menyebutkan bahwa lembaga negara terdiri atas MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY tanpa mengenal istilah lembaga tinggi atau tertinggi negara. UUD 1945 mengejawantahkan prinsip kedaulatan yang tecermin dalam pengaturan penyelenggaraan negara. UUD 1945 juga memuat pengaturan kedaulatan hukum, rakyat, dan negara karena didalamnya mengatur tentang pembagian kekuasaan yang berdasarkan pada hukum, proses penyelenggaraan kedaulatan rakyat, dan hubungan antarnegara dalam konteks hubungan internasional. Disamping itu, UUD 1945 juga mengatur mengenai hubungan kewenangan dan mekanisme kerja antarlembaga negara dalam penyelenggaraan negara. Prinsip kedaulatan rakyat yang diwujudkan dalam peraturan perundangundangan tecermin dalam struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan untuk menjamin tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi. Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat biasanya
963
A.M. Fatwa, Tugas dan Fungsi MPR serta Hubungan Antar Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan, Jakarta: Jurnal Majelis Volume 1 Nomor 1 Agustus 2009, hlm. 23, http://mpr.go.id/files/pdf/2011/10/12/tugas-dan-fungsi-mpr-serta-hubungan-antar-lembaga-negaradalam-sistem-ketatanegaraan-1318393988.pdf, diakses pada tanggal 8 November 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
242
diorganisasikan melalui sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) atau pembagian kekuasaan (distribution of power). Pemisahan kekuasaan cenderung bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisahkan ke dalam fungsi yang tecermin dalam lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (checks and balances), sedangkan pembagian kekuasaan bersifat vertikal dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah pada lembaga tinggi negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat.964 Selama ini, UUD 1945 menganut paham pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal. Kedaulatan rakyat dianggap sebagai wujud penuh dalam wadah MPR yang berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara.965 Fungsi tertentu dibagikan sebagai tugas dan wewenang lembaga tinggi negara yang ada dibawahnya, yaitu Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA. Dalam UUD 1945 Sebelum Perubahan tidak dikenal pemisahan yang tegas tetapi prinsip pemisahan kekuasaan secara horizontal itu jelas dianut pada UUD 1945 Setelah Perubahan, misalnya mengenai pemisahan antara pemegang kekuasaan eksekutif yang berada di tangan Presiden (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945) dan pemegang kekuasaan legislatif yang berada di tangan DPR (Pasal 20 ayat (1) UUD 1945). Perkembangan sejarah penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dalam kurun waktu 60 tahun Indonesia merdeka mengalami pasang-surut sejalan dengan perkembangan kehidupan konstitusional dan politik yang selama ini telah tiga kali hidup dalam konstitusi dan sistem politik yang berbeda. Perkembangan sistem politik di Indonesia secara umum dapat dikategorikan pada empat masa dengan ciri-ciri yang mewarnai penyelenggaraan negara, yaitu sistem Politik Demokrasi Liberal-Parlementer pada masa awal kemerdekaan (1945-1959), Demokrasi Terpimpin pada masa Orde Lama (1959-1966), Demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru (1966-1998), dan Demokrasi berdasarkan UUD 1945 pada masa Orde Reformasi. Adanya pergeseran prinsip pembagian ke pemisahan kekuasaan yang dianut dalam UUD 1945 telah berimplikasi pada pergeseran kedudukan dan hubungan tata kerja antarlembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, baik 964 965
A.M. Fatwa, op.cit., hlm. 24. Perhatikan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Sebelum Perubahan.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
243
dalam kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Perubahan prinsip yang mendasari bangunan pemisahan kekuasaan antarlembaga negara adalah adanya pergeseran kedudukan lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang semula di tangan MPR diubah menjadi dilaksanakan menurut UUD 1945. Dengan perubahan tersebut, jelas bahwa UUD 1945 yang menjadi pemegang kedaulatan rakyat yang dalam praktiknya dibagikan pada lembagalembaga dengan pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas. Di bidang legislatif terdapat DPR dan DPD; di bidang eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat; di bidang yudikatif terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial; dan di bidang pengawasan keuangan ada BPK. Namun demikian, dalam pembagian kekuasaan antarlembaga negara terdapat kedudukan dan hubungan tata kerja antarlembaga negara yang mencerminkan adanya kesamaan tujuan dalam penyelenggaraan negara. Menelaah hasil perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan MPR mulai tahun 1999-2002, terdapat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan negara. Salah satu perubahan mendasar tersebut adalah MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi karena prinsip kedaulatan rakyat tidak lagi diwujudkan dalam kelembagaan MPR tapi oleh UUD 1945. UUD 1945 salah satunya mengatur mengenai pemegang cabang kekuasaan pemerintahan negara dengan prinsip pemisahan kekuasaan secara tegas yang tecermin pada lembaga negara yang menjalankan fungsi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dengan mengedepankan prinsip checks and balances system. Dengan adanya perubahan kedudukan MPR, berimplikasi pada berubahnya struktur kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Seperti disebutkan Philipus M. Hadjon, makna kedudukan lembaga negara dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pertama, kedudukannya diartikan sebagai suatu posisi yang dapat diperbandingkan dengan lembaga negara lain; dan kedua, kedudukannya sebagai lembaga negara diartikan sebagai posisi yang didasarkan pada fungsi utamanya.966 Saat ini lembaga negara yang memegang fungsi kekuasaan pemerintahan (eksekutif) adalah Presiden, yang memegang kekuasaan 966
Dalam Titik Triwulan Tutik, op.cit., hlm. 176.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
244
membentuk undang-undang adalah DPR, dan yang memegang kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Adanya perubahan terhadap fungsi dan kedudukan lembaga berimplikasi pada hubungan tata kerja antarlembaga negara karena pada prinsipnya UUD 1945 mengatur lembaga negara sesuai dengan prinsip pemisahan kekuasaan secara tegas. Pada umumnya, lembaga negara yang ditentukan dalam UUD 1945 telah dibentuk tersendiri dengan suatu undang-undang. MPR, DPR, DPD, dan DPRD telah dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003, BPK telah dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, MA telah dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, MK telah dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, dan KY telah dibentuk dengan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2004 sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Akan tetapi meskipun UUD 1945 telah diubah empat kali, institusi Lembaga Kepresidenan belum dibentuk dengan suatu undang-undang. Padahal,
sebagaimana
telah
diketahui,
pada
hakikatnya
Lembaga
Kepresidenan adalah institusi atau organisasi jabatan dalam sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 yang berisi jabatan Presiden dan Wakil Presiden.967 Jika Lembaga Kepresidenan itu ditata dan diatur dengan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan, maka lembaga negara itu dapat menjalankan wewenangnya dan mewujudkan kerja sama dan hubungan yang setara dan harmonis dengan lembaga negara lainnya dalam rangka saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances) agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan konsentrasi kekuasaan. Pembahasan pada sub bab ini hanya difokuskan pada relasi konstitusional lembaga trias politica antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif (MPR, DPR, dan DPD) dan lembaga yudikatif (MA dan MK). Hal ini karena kekuasaan Lembaga Kepresidenan dalam UUD 1945 lebih banyak dibatasi oleh kekuasaan kedua lembaga tersebut.
967
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 173.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
245
1.
Relasi Konstitusional Lembaga Permusyawaratan Rakyat
Kepresidenan
dengan
Majelis
Setelah UUD 1945 diubah, Presiden memiliki kedudukan sejajar dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Hubungan atau relasi antara keduanya didasarkan atas prinsip checks and balances. Relasi kekuasaan Lembaga Kepresidenan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat dilihat dalam kewenangannya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) dan Pasal 8 ayat (2) dan (3) UUD 1945. Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat ini telah diatur juga dalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003. Sekalipun tugas dan wewenangnya telah mengalami perubahan, MPR tetap memiliki tugas dan wewenang konstitusional yang sangat penting. Di dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945 ditegaskan bahwa kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. Sementara di dalam ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat juga berwenang untuk menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan Presiden dalam jangka waktu 60 hari dan berwenang untuk menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya dalam jangka waktu 30 hari. Menurut John Pieris, dengan memiliki kewenangan konstitusional untuk mengubah dan menetapkan UUD, berarti Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat menetapkan norma hukum dalam kerangka membatasi kekuasaan Presiden dan
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
246
Wakil Presiden.968 Norma hukum yang ditetapkan berupa ketentuan konstitusional yang lama dicabut dan sebagai penggantinya dibuat ketentuan konstitusional yang baru sesuai dengan perkembangan politik yang baru. 969 Begitu juga dengan konsekuensi dari wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang hanya dapat melantik Presiden dan Wakil Presiden. Tidak seperti sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat saat ini tidak dapat menjatuhkan Presiden dari jabatannya tanpa disertai dengan alasan yang jelas sesuai ketentuan Pasal 7A UUD 1945. Hal ini karena Presiden tidak lagi dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat melainkan dipilih secara langsung melalui pemilihan umum. Berdasarkan hal tersebut di atas, Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi berpendapat bahwa dengan adanya ketentuan dalam UUD 1945 yang mengatur wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat atas Presiden maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Lembaga Kepresidenan dan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah hubungan yang berdasarkan prinsip checks and balances dalam hal pelaporan dan pertanggungjawaban.970 Pelaporan dimaksud bukan pelaporan secara personal tetapi secara kelembagaan dan terhadap laporan Presiden itu Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dapat memberikan tindak lanjut karena yang berhak menilai kinerja Lembaga Kepresidenan adalah rakyat.971 2.
Relasi Konstitusional Perwakilan Rakyat
Lembaga
Kepresidenan
dengan
Dewan
Hubungan atau relasi konstitusional antara Lembaga Kepresidenan dengan Dewan Perwakilan Rakyat terjadi dalam hal pembentukan undang-undang; usul pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden; menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, dan membuat perjanjian internasional; mengangkat dan menerima penempatan duta negara lain; dan memberi amnesti dan abolisi.
968
John Pieris, op.cit., hlm. 224. Ibid. 970 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 35. 971 Ibid. 969
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
247
Dalam hal pembentukan undang-undang, kekuasaan membentuk undangundang dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dan disetujui secara bersama-sama. Apabila rancangan undang-undang itu mendapat persetujuan bersama, maka rancangan itu dapat disahkan menjadi undang-undang. Tetapi jika tidak mendapat persetujuan, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi ke Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tidak disahkan Presiden dalam waktu 30 hari, rancangan tersebut dianggap sah sebagai undang-undang dan wajib diundangkan oleh Pemerintah. Dalam hal pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, permintaan usul pemberhentian hanya dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Perwakilan Rakyat setelah Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 7B ayat (1) UUD 1945. Pengajuan permintaan itu hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian negara dengan negara lain, dan membuat perjanjian internasional lainnya, Presiden harus berkoordinasi untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden, dalam hal ini diwakili oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri, wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan publik.972 Sementara dalam hal mengangkat dan menerima penempatan duta negara serta memberi amnesti dan abolisi, Presiden harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut John Pieris, secara konstitusional kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat sejajar dan counterpart dengan Presiden sehingga kesamaan kedudukan
972
Vide ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
248
antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden sebagai lembaga negara menempatkan
kedua
belah
pihak
harus
mengakui
fungsi
dampingan
(counterparting functions) yang dimilikinya untuk bekerja sama menyukseskan pembangunan.973 Dewan Perwakilan Rakyat dalam posisinya sebagai lembaga legislatif perlu melakukan kerja sama kritis (critical cooperations) terhadap Lembaga Kepresidenan dalam posisinya sebagai lembaga eksekutif dalam kaitannya dengan fungsi perundang-undangan, kontrol, dan penganggaran.974 Dewan Perwakilan Rakyat juga mempunyai fungsi konsultatif dan fungsi diplomatik dalam rangka pengawasan terhadap Lembaga Kepresidenan. Dalam fungsi konsultatif, Dewan Perwakilan Rakyat dapat melaksanakan pengawasan untuk mendengar dan meminta penjelasan atas kebijakan politik yang ditentukan Presiden, sementara dalam fungsi diplomatik, Dewan Perwakilan Rakyat dapat menanyakan mengenai perihal politik luar negeri kepada Pemerintah.975 3.
Relasi Konstitusional Perwakilan Daerah
Lembaga
Kepresidenan
dengan
Dewan
Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Ketentuan konstitusi ini memperjelas bahwa Indonesia memiliki struktur parlemen tiga kamar atau trikameralisme.976 Menurut Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, hubungan atau relasi konstitusional antara Lembaga Kepresidenan dengan Dewan Perwakilan Daerah terkait dengan fungsi pengawasan.977 Sebenarnya, fungsi pengawasan yang dijalankan oleh Dewan Perwakilan Daerah terhadap Presiden berhubungan dengan fungsi legislasi terbatas yang dimiliki DPD dalam mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan membahas rancangan tersebut.978 973
John Pieris, op.cit., hlm. 224. Ibid. 975 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 123. 976 Fatmawati, Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen dengan Sistem Multikameral: Studi Perbandingan antara Indonesia dan Berbagai Negara, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2010, hlm. 100. 977 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 127. 978 John Pieris, op.cit., hlm. 263. 974
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
249
Legislasi terbatas Dewan Perwakilan Daerah hanya terkait dengan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Hal ini diatur secara jelas dalam ketentuan Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Dewan Perwakilan Daerah juga dapat melakukan pengawasan kepada Presiden dalam melaksanakan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila Presiden tidak melaksanakannya, Dewan Perwakilan Daerah dapat menyampaikan pertimbangan politik sebagai masukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk menilai ada tidaknya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan Presiden dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dengan adanya pengawasan dari Dewan Perwakilan Daerah di daerah, maka Lembaga Kepresidenan akan berusaha sekuat mungkin agar segala kebijakan yang ditetapkan dan tindakan yang dilakukan Presiden tidak merugikan rakyat di daerah. 4.
Relasi Konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Mahkamah Agung Pengawasan terhadap Presiden tidak hanya dilakukan oleh lembaga
legislatif tetapi juga dilakukan oleh lembaga yudikatif, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Perbedaannya, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah melakukan pengawasan yang cenderung didasarkan atas pertimbangan politik sedangkan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi melakukan pengawasan yang didasarkan atas pertimbangan hukum. Pertimbangan hukum yang diberikan oleh Mahkamah Agung kepada Presiden terkait dengan pemberian grasi dan rehabilitasi, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Selain pemberian grasi dan rehabilitasi, hubungan atau relasi konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Mahkamah Agung juga terdapat dalam hal proses rekrutmen hakim agung yang melibatkan Komisi Yudisial (Pasal
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
250
24A ayat (3) UUD 1945). Relasi konstitusional itu juga terlihat dari hak pengujian materiil peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang (Pasal 24A ayat (1) UUD 1945). Berdasarkan wewenang yang dimilikinya itu, dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Agung memiliki fungsi pengawasan untuk mengingatkan Presiden agar dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak melakukan tindakan yang
justru
bertentangan,
menyalahi,
atau
melanggar
hukum.
Relasi
konstitusional antara Lembaga Kepresidenan pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan mekanisme checks and balances yang sifatnya disamping politis juga berkaitan dengan perihal hukum.979 5.
Relasi Konstitusional Lembaga Kepresidenan dengan Mahkamah Konstitusi Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi
merupakan salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia, di samping Mahkamah Agung. Wewenang Mahkamah Konstitusi diatur secara lebih jelas dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Hubungan atau relasi konstitusional antara Lembaga Kepresidenan dengan Mahkamah Konstitusi terjadi dalam hal pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Undang-undang yang notabene merupakan produk eksekutif bersama legislatif dapat diuji secara materi (constitutional review) oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengawal konstitusi dapat bersikap aktif dalam mencari dan menemukan undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 karena objek yang harus diuji hanya terbatas pada undang-undang saja. Selain pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, relasi konstitusional antara Lembaga Kepresidenan dengan Mahkamah Konstitusi juga terkait dengan mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Mahkamah Konstitusi dilibatkan dalam mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
979
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, op.cit., hlm. 132.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
251
Presiden dalam hal memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat atas pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden. Mahkamah
Konstitusi
bukanlah
lembaga
yang
dapat
melakukan
impeachment terhadap Presiden dalam sistem ketatanegaraan UUD 1945. Namun putusan Mahkamah Konstitusi itu sangat menentukan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebab MPR akan menggunakan putusan MK itu sebagai bukti untuk memutuskan Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
252
BAB V PENUTUP
A.
Simpulan Berdasarkan penjelasan dan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan dua hal berikut, yaitu: 1.
Jika dikaitkan dengan fungsi jabatan yang dimiliki Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil, konsep pemisahan yang dilakukan terhadap Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak relevan sama sekali. Pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dilatarbelakangi pertimbangan yang didasarkan pada konsep pemisahan fungsi jabatan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sementara di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dilatarbelakangi kepentingan
politik
yang diakomodasi
melalui
konsep
pemisahan
penyelenggaraan kekuasaan negara dan kekuasaan pemerintahan, yang pada hakikatnya sama dengan konsep pemisahan kepala negara dan kepala pemerintahan. Dalam praktiknya selama ini, pemisahan itu hanya menimbulkan permasalahan inefisiensi dan inefektivitas dalam pemberian pelayanan
dukungan
kepada
Presiden
akibat
adanya
dualisme
kepemimpinan antara Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet dalam susunan kabinet pemerintahan. Selain itu, jika dikaitkan dengan fungsi jabatan yang dimiliki Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil, konsep pemisahan yang dilakukan terhadap Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet merupakan konsep yang salah kaprah dan keliru secara konstitusional karena sebenarnya fungsi jabatan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensiil menurut UUD 1945 bersifat dwitunggal, dimana kekuasaan kepala negara dan kekuasaan kepala pemerintahan melekat atau inheren dalam satu jabatan Presiden (a club of one). Pembedaan dan pemisahan kekuasaan itu hanya relevan diterapkan dalam Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
253
sistem pemerintahan parlementer yang memang mempunyai jabatan terpisah antara Presiden dan Perdana Menteri. 2.
Paradigma dan format kelembagaan yang baik dan tepat guna mendukung tugas dan fungsi Presiden sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensiil adalah paradigma konsolidasi internal dengan melakukan peninjauan dan penataan ulang atau reorganisasi kelembagaan secara menyeluruh terhadap semua auxilliary organ yang berada di lingkungan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang diwujudkan melalui kelembagaan yang tepat dengan meleburkan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet serta auxilliary organ lainnya di lingkungan kepresidenan menjadi satu lembaga yang disebut Sekretariat Presiden. Dengan demikian maka format kelembagaan yang tepat adalah dengan menggabungkan tugas dan fungsi Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet menjadi satu lembaga pendukung yang tangguh dalam memberikan dukungan pelayanan teknis dan operasional kepada Presiden sebagai kepala penyelenggara pemerintahan.
B.
Saran Dari dua simpulan yang telah dikemukakan di atas, maka ada dua saran
yang dapat diberikan, yaitu: 1.
Di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil tidak dikenal pemisahan kekuasaan presiden sebagai kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of government). Oleh sebab itu, praktik pemisahan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet yang dilakukan atas dasar pertimbangan pemisahan kekuasaan presiden sebagai head of state dan head of government merupakan hal yang berkontradiksi (contradictio in terminis) dengan konsep negara dengan sistem pemerintahan presidensiil. Jika konsep pemisahan itu terus-menerus dijadikan pertimbangan untuk memisahkan organisasi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dapat terbentuk suatu pemahaman yang dapat berkembang menjadi stigma bahwa Pemerintah Negara Indonesia tidak konsisten dan setengah hati dalam menjalankan amanat konstitusi yang memerintahkan penyelenggaraan
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
254
sistem pemerintahan presidensiil. Seharusnya, penyebutan secara eksplisit kedua jenis jabatan itu harus dipahami dalam konteks kesejarahan yang tepat dan tidak dapat digeneralisasikan secara umum dan untuk semua zaman dan pembentukan lembaga pendukung (auxilliary organ) seperti Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam sistem pemerintahan presidensiil seharusnya sudah tidak lagi terjebak dalam arus budaya politik lama yang cenderung mempersonalisasikan jabatan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Untuk mewujudkan dan menegakkan ketatanegaraan yang konstitusional, maka dibutuhkan penjabaran dalam pengaturan
Undang-Undang
terhadap
kaidah
hukum
kekuasaan
pemerintahan negara dan Lembaga Kepresidenan yang tercantum dalam konstitusi yang berlaku. Dalam hal penataan Lembaga Kepresidenan harus dipertegas
batas
penggunaan
wewenang
Presiden
sebagai
kepala
pemerintahan dan Presiden sebagai kepala negara sehingga dapat dihindari kekacauan penggunaan wewenang Presiden yang konstitusional. 2.
Di dalam sistem pemerintahan presidensiil, seharusnya Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet digabung menjadi satu organisasi bernama Sekretariat Presiden. Sekretariat Presiden itu dibentuk dengan konsep Burung Garuda yang memiliki satu leher dan dua sayap (one neck two wings). Sayap barat (west wing) beranggotakan organ Rumah Tangga Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Militer Presiden, Sekretariat Kementerian (Sekretariat Negara), Sekretariat Kabinet, dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengelolaan Pembangunan, sedangkan sayap timur (east wing) beranggotakan organ Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, Staf Khusus Wakil Presiden; dan Dewan Pertimbangan Presiden. West wing diisi dan dipimpin oleh pejabat karier dari pegawai negeri (civil servants) sedangkan east wing diisi dan dipimpin oleh pejabat non karier dari golongan politik (political office holders) atau para akademisi, namun keduanya dipimpin oleh seorang Sekretaris Presiden. Baik right wing maupun left wing diberikan tugas dan fungsi dengan batasan yang jelas berbeda sehingga tidak terjadi overlapping dalam pelaksanaannya. Risiko bottleneck lumrah terjadi mengingat perannya
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
255
sebagai presidency assistant. Oleh sebab itu, Sekretaris Presiden harus didukung oleh aparatur atau personel yang diseleksi secara ketat dan memenuhi persyaratan serta memiliki kapabilitas dan sifat kenegarawanan. Sekretariat Presiden yang dipimpin Sekretaris Presiden tidak perlu dibentuk menjadi suatu kementerian tersendiri namun struktur organisasinya harus diatur secara jelas dalam suatu peraturan perundang-undangan dan urutan kedudukannya dalam susunan kementerian ditempatkan diatas tiga Kementerian Koordinator. Hal ini dimaksudkan agar sistematika dan mekanisme koordinasi dan sinkronisasi pengambilan kebijakan dipusatkan pada Sekretariat Presiden sebelum pada akhirnya difinalisasi atau diputuskan Presiden selaku Kepala Eksekutif Pemerintahan (Chief Executive of Government). Apabila terjadi perubahan tersebut, maka selama masa transisi nanti, segala resistensi harus dikesampingkan. Para pejabat dan pegawai di masing-masing unit organisasi yang dilebur harus lebih bersinergi mengedepankan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadi agar penyelenggaraan dukungan kepada Presiden dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pembentukan lembaga ini juga menjadi titik masuk (entry point) bagi pembentukan UU Lembaga Kepresidenan. Dengan terbentuknya UU Lembaga Kepresidenan dan adanya suatu organ pendukung tunggal bernama Sekretariat Presiden, diharapkan peraturan yang mengatur tentang wewenang dan tugas konstitusional Presiden dapat diatur secara jelas dan terkodifikasi dengan baik dalam satu dokumen undang-undang, serta penyelenggaraan dukungan pelayanan analisis, teknis, dan administrasi kepada Presiden dapat terlaksana secara optimal sehingga ekspektasi rakyat kepada Presiden dapat meningkat di masa pemerintahan yang akan datang.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
256
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Ahmad, Z.A. (1952). Badan Eksekutif Negara, Jakarta: Bulan Bintang. Alrasid, Harun. (1999). Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Anwar, Chairul. (1999). Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri. Arifin, Firmansyah, et.al. (2005). Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Arinanto, Satya. (2008). Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Asshiddiqie, Jimly. (1996). Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). ________________. (2004). Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH UII Press. ________________. (2005). Implikasi Perubahan UUD 1945 terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. ________________. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. ________________. (2006). Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Konstitusi Press. ________________. (2006). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press. ________________. (2006). Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Jakarta: Konstitusi Press. ________________. (2007). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Budiardjo, Miriam. (2010). Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Danesjvara, Andhika. (2005). Hukum dan Administrasi Publik: Suatu Pengantar Kajian Hukum dalam Konstruksi Manajemen Negara, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
257
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. (2009). Konstitusi Republik Indonesia Menuju Perubahan Ke-5 Dilengkapi Kajian Komprehensif Komisi Konstitusi dan DPD RI, Jakarta: Grafitri Budi Utami. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Edisi Keempat. Effendi, Sofian. (2010). Reformasi Tata Kepemerintahan: Menyiapkan Aparatur Negara untuk Mendukung Demokratisasi Politik dan Ekonomi Terbuka, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Farida Indrati S., Maria. (2007). Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius. Fatmawati. (2010). Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen dengan Sistem Multikameral: Studi Perbandingan antara Indonesia dan Berbagai Negara, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Gaus A.F., Ahmad. (2009). Sang Pelintas Batas: Biografi Djohan Effendi, Jakarta: Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) & Buku Kompas. Garner, Brian A. (2009). Black’s Law Dictionary, Minnesota: West Thomson Reuters, Ninth Edition. Ghoffar, Abdul. (2009). Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Jakarta: Kencana. Hadjon dkk., Philipus M. (2008). Pengantar Hukum Administrasi Indonesia: Introduction to the Indonesian Administrative Law, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hamidi, Jazim & Mustafa Lutfi. (2010). Civic Education: Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ____________________________. (2010). Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, Bandung: Alumni. Hatta, Mohammad. (1975). Menuju Negara Hukum, Jakarta: Yayasan Idayu. Hidayat, L. Misbah. (2007). Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ibrahim R. dkk. (1995). Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Ibrahim, Johnny. (2008). Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Jawa Timur. Indra, Muhammad Ridhwan & Satya Arinanto. (1998). Kekuasaan Presiden dalam UUD 1945 Sangat Besar, Jakarta: CV Trisula.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
258
Indrayana, Denny. (2008). Negara Antara Ada dan Tiada: Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Jakarta: Buku Kompas. Irianto, Sulistyowati & Sidharta. (2011). Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Ismanto, Ign. (2004). Pemilihan Presiden Secara Langsung 2004: Dokumentasi, Analisis, dan Kritik: Jakarta, Galangpress Group. Isra, Saldi. (2010). Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Kadarmo, Siwi. (2001). Sekretaris dan Tugas-Tugasnya, Jakarta: Nina Dinamika. Kansil, C.S.T. & Christine S.T. Kansil. (2008). Hukum Tata Negara Republik Indonesia: Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini, Jakarta: Rineka Cipta. Kelsen, Hans. (1945). General Theory of Law and State (translated by Anders Wedberg), Cambridge: Harvard University Press. Komisi Pemilihan Umum. (2010). Modul 1: Pemilu untuk Pemula, Jakarta: Komisi Pemilihan Umum. Kusnardi, Moh. & Bintan R. Saragih. (1983). Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Gramedia. Kusnardi, Moh. & Harmaily Ibrahim. (1983). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia & Sinar Bakti. Lay, Cornelis, et.al. (1997). Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Yogyakarta: Pandega Media. Lijphart, Arend. (1998). Parliamentary Versus Presidential Government, New York: Oxford University Press. Lubis, M. Solly. (2008). Hukum Tata Negara, Bandung: Mandar Maju. Magnar, Kuntana. (1997). Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni. Mahfud M.D., Moh. (2001). Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta. ________________. (2010). Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konsitusi: Rajawali Pers, Jakarta. Majelis Permusyawaratan Rakyat. (2003). Panduan dalam Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
259
Manan, Bagir. (2003). Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta: FH UII Press. ___________. (2004). Teori dan Politik Konstitusi, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Mosher, Frederick C. (1988). The President Needs Help, White Burket Miller Center: University Press of America. Muchsan. (1997). Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Relevansi Perundang-undangan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia, Yogyakarta: Pandega Media. Mustakim, Zaenal Arifin. (2005). Bahasa Indonesia bagi Sekretaris, Jakarta: Grasindo. Nasution, Adnan Buyung et.al. (1997). Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Lembaga Kepresidenan Masa Depan, Yogyakarta: Pandega Media. Nawawi, H. Ismail. (2009). Perilaku Administrasi: Kajian, Teori dan Pengantar Praktik, Surabaya: ITS Press. Nurtjahjo, Hendra. (2005). Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Pandoyo, S. Toto, et.al. (1997). Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Kekuasaan Lembaga Kepresidenan dalam Perspektif Konstitusional dan Praktek Politik, Yogyakarta: Pandega Media. Pangaribuan, Robinson. (1996). The Indonesian State Secretariat 1945-1993, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Pieris, John. (2007). Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Presiden RI, Jakarta: Pelangi Cendekia. Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia. (2000). Semua Harus Terwakili: Studi mengenai MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia. Rahardjo, Satjipto. (2006). Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Buku Kompas. Rudini et.al. (1997). Tidak Tak Terbatas Kajian atas Lembaga Kepresidenan RI: Kekuasaan Lembaga Kepresidenan Pasca 1998, Yogyakarta: Pandega Media. Sartori, Giovanni. (1997). Comparative Constitutional Engineering: An Inquiry into Structures, Incentives, and Outcomes, New York: New York University Press. Sedarmayanti. (2010). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan: Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik, Bandung: Refika Aditama. Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2009). Sekretariat Negara Republik Indonesia: Dari Masa Pemerintahan Presiden Soekarno sampai
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
260
dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Siagian, Sondang P. (2001). Kerangka Ilmu Administrasi, Jakarta: Rineka Cipta. Sinamo, Nomensen. (2010). Perbandingan Hukum Tata Negara, Jakarta: Jala Permata Aksara. Soekanto, Soerjono. (1986). Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. (2007). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada. Soemantri, Sri. (1977). Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Bandung: Alumni. ____________. (1992). Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni. Sumarto, Rumsari Hadi & Lukas Dwiantara. (2000). Sekretaris Profesional, Yogyakarta: Kanisius. Suny, Ismail. (19770. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Aksara Baru. __________. (1978). Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta: Aksara Baru. Sutedi, Adrian. (2010). Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Sinar Grafika. Tauda, Gunawan A. (2012). Komisi Negara Independen: Eksistensi Independent Agencies sebagai Cabang Kekuasaan Baru dalam Sistem Ketatanegaraan, Yogyakarta: Genta Press. The Wahid Institute. (2010). Damai Bersama Gus Dur, Jakarta: Buku Kompas. Tutik, Titik Triwulan. (2010). Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amendemen UUD 1945, Jakarta: Kencana. Wahjono, Padmo. (1984). Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, Jakarta: Ghalia Indonesia. Widodo, Marcus Prihminto. (1996). Merencanakan dan Mengelola Perubahan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yara, Muchyar. (1995). Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia: Suatu Tinjauan Sejarah Hukum Tata Negara, Jakarta: Nadhilah Ceria Indonesia. Yuda A.R., Hanta. (2010). Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Zoelva, Hamdan. (2011). Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
261
B. Artikel Indrayana, Denny. “Sistem Presidensial yang Adil dan Demokratis”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 6 Februari 2012. C. Surat Kabar NTA, “Presiden Semestinya Tegas kepada Menteri”, Kompas, 3 Desember 2012. NWO, “Masalah Konstitusi Ada di Pelaksanaan”, Kompas, 31 Mei 2012. SEM, “Veto Bersyarat untuk Lembaga Kepresidenan”, Kompas, 4 Desember 2012. Trinugroho, A. Tomy & M. Hernowo, “Hubungan Lembaga: Menatap Gaduh yang Berpindah-Pindah”, Kompas 21 November 2012. WHY, “Dengar Aspirasi Rakyat: Amandemen Konstitusi untuk Penguatan Sistem Presidensial”, Kompas, 17 Oktober 2012. D. Majalah Ilmiah Bahar, Saafroedin. (Mei 2009). Pancasila, the Living Staatsfundamentalnorm of the Indonesian Nation-State, the Norms, the Institutions, and the Performance, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor 12. ______________. (November 2009). The President Needs Help (1939) and the Buck Stops Here (1945): Sebuah Telaahan Awal tentang Kantor Kepresidenan Republik Indonesia, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara RI. Brata, Roby Arya. (Mei 2009). Analisis Konstitusional Restrukturisasi Sekretariat Negara, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor 12. ________________. (November 2009). Reformasi dan Reorganisasi Kantor Kepresidenan, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor 18. Fatwa, A.M. (Agustus 2009). Tugas dan Fungsi MPR serta Hubungan Antar Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan, Jakarta: Jurnal Majelis Volume 1 Nomor 1. Kamis, Margarito. (Mei 2009). Pemerintahan Presidensial: Asal-Usul, Dinamika, dan Dukungan Administrasi, Jakarta: Negarawan, Jurnal Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor 12. Muladi. (November 2010). Penataan Lembaga Non-Struktural (LNS) dalam Kerangka Reformasi Birokrasi serta Upaya Formulasi Kebijakan
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
262
Strategis Kelembagaan Negara, Jakarta: Jurnal Negarawan Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor 18. Purnomo, Chrisdianto Eko. (April 2010). Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 2. Ristawati, Rosa. (Juni 2009). Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam Kerangka Sistem Pemerintahan Presidensiil, Jurnal Konstitusi Volume II Nomor 1 Juni 2009, Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. E. Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Sumber yang Tidak Diterbitkan Adhianti. (2002). Analisis Dimensi Struktural Organisasi Sekretariat Negara, Jakarta: Tesis Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Anshary, Abdul Hadi. (2003). Menuju Trias Politika dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Studi Konstitusional) tentang Pemisahan Kekuasaan Negara, Yogyakarta: Tesis Program Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia. Burhanuddin, Aan. (2010). Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Presiden Selaku Kepala Pemerintahan Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bandung: Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Deliani, Dhian. (2011). Pelaksanaan Kekuasaan Presiden dalam Pemberian Grasi: Studi terhadap Pelaksanaan Pemberian Grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004 s/d 2010, Jakarta: Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Firdaus. (2012). Implikasi Sistem Kepartaian terhadap Stabilitas Pemerintahan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Bandung: Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran. Kesowo, Bambang. (2004). Memori Serah Terima Jabatan Sekretaris Negara RI, Jakarta: Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia. Masduki, H. Abdullah Irvan. (1998). Lembaga Perwakilan Rakyat dan Lembaga Kepresidenan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pangaribuan, Robinson. (1988). Perkembangan Kekuasaaan Sekretariat Negara dalam Jajaran Politik Nasional Periode 1945-1987, Skripsi, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Perkembangan Sekretariat Negara Republik Indonesia dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan dari Tahun 1945-1988 yang dikoleksi Perpustakaan Sekretariat Negara. Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
263
Stefanus, Kotan Y. (2000). Makna Kekuasaan Pemerintahan Negara menurut Bab III Undang-Undang Dasar 1945 dan Hubungannya dengan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia, Bandung: Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Tohadi. (2003). Pergeseran Kekuasaan antara Lembaga Kepresidenan dan Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Hasil Pemilu 1999 pada Masa Pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid, Jakarta: Tesis Program Pascasarjana Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Tim Antarkementerian Pengkajian Penataan Lembaga Non Struktural. (2010). Kajian Penataan Lembaga Non Struktural: Analisis terhadap Eksistensi 11 Lembaga Non Struktural, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Wicaksono, S. (2000). Perubahan Undang-Undang Dasar di Indonesia: Studi Yuridis terhadap Usulan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tentang Lembaga Kepresidenan, Depok: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. F. Internet ***/humas Setneg, “Sudi Silalahi di Mata SBY: Pekerja Keras, Relijius, Setia”,
. 25 Juli 2012. A20-78t, “Pemerintah Tolak RUU Lembaga Kepresidenan”, Suara Merdeka, 12 Februari 2004, . 2 November 2012. Admin, “Hak Prerogatif Presiden: Kajian tentang Mekanisme Pelaksanaan Kekuasaan Presiden RI dalam Hukum Positif Indonesia”, Masyarakat Transparansi Indonesia, Desember 1999, . 12 November 2012. Ambassade d’ Indonesie, “Ambassadeurs”, . 3 September 2012. Arinanto, Satya, “Lembaga Kepresidenan dalam Perspektif Hukum Tata Negara”, Majalah Figur Edisi XI/Tahun 2007, . 29 Oktober 2012. Asydhad, Arifin, “3 Kasus Mendera Yusril”, . 13 Agustus 2012. Asshiddiqie, Jimly, “Meningkatkan Perlindungan terhadap Semua Simbol dan Pejabat Negara di Era Keterbukaan dan Menguatnya Demokrasi”, naskah pengantar dalam roundtable discussion yang diselenggarakan oleh Lembaga Pertahanan Nasional, Jakarta, 8 April 2010,
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
264
<www.jimly.com/makalah/namafile/92/Lemhanas-Jimly.doc>. Oktober 2012.
16
Asshiddiqie, Jimly, “Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidentil”, . 2 November 2012. Chaidir, “Whistleblower: Pahlawan atau Pengkhianat”, . 4 Oktober 2012. Dewan Pertimbangan Presiden, “Struktur Organisasi Sekretariat Wantimpres”, . 24 September 2012. Donna, Angelina Maria, “Kesowo: Penggabungan Sekretariat Kepresidenan merupakan Ide Presiden”, Kompas Cyber Media, . 15 Desember 2012. Effendi, Sofian, “Reorganisasi Sekretariat Negara”, . 15 Mei 2012. E-ti, “Biografi Akbar Tanjung”, . 17 September 2012. Fatwa, A.M., “Tugas dan Fungsi MPR serta Hubungan Antar Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan”, . 8 November 2012. Gaffar, Janedjri M., “Penataan Lembaga Negara”, Seputar Indonesia, 19 Februari 2006, hlm. 64, . 29 Oktober 2012. Guslina, Ira, “Busyro Usulkan Menteri Bukan Partai Politik”, Tempo, 18 November 2011, . 29 Mei 2012. Isra, Saldi, “Empat Belas Tahun Reformasi”, . 30 Mei 2012. Hindra, “Lily Wahid Laporkan Dipo Alam ke Polisi”, . 26 Desember 2012. Huffman, Lauri, “UU Lembaga Kepresidenan Bukan Manipulasi Tapi Mencegah Presiden Menjual Jabatannya”, Majalah Figur, Edisi
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
265
XI/Tahun 2007, . 29 Oktober 2012. Humas Setneg, “Posisi Sekretariat Negara di dalam RUU Kementerian Negara”, Forum Group Discussion 22 Februari 2008, . 5 November 2012. Jon,
“Presiden Tetap Pertahankan Keberadaan Seskab”, 25 September 2012.
Junaedy, Cahyo/Metta/Budi S/Muhamad Nafi, “Tim 11 Godok Lembaga Kepresidenan”, Tempo, 13 Oktober 2004, . 7 November 2012. Locke, John, “Two Treatises of Government: Book I and II”, . 16 Agustus 2012. Mahendra, Yusril Ihza, “Pembuka Kata”, . 21 September 2012. Mahkamah Konstitusi RI, “Putusan Sidang”, 28 Maret 2012. Mahkamah Konstitusi RI, “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia”, . 19 September 2012. Mallarangeng, Rizal, “Perlukah Setneg dan Setkab Dipisah?”, Tempo, 17 Februari 2002, . 2 November 2012. Margianto, Heru, “Anggaran Kementerian Diblokir, Ini Penjelasan Dipo Alam”, . 26 Desember 2012. Masyarakat Transparansi Indonesia, “Kajian tentang Mekanisme Pelaksanaan Kekuasaan Presiden RI dalam Hukum Positif di Indonesia”, 8 Agustus 2012. Masyarakat Transparansi Indonesia, “Bab II Tinjauan Umum Kekuasaan Presiden RI”, Desember 1999, . 12 November 2012. Masyarakat Transparansi Indonesia,”Bab III Analisis terhadap Mekanisme Pelaksanaan Kekuasaan Presiden RI dalam Hukum Positif di Indonesia”, Desember 1999, . 12 November 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
266
Masyarakat Transparansi Indonesia, “Daftar Inventarisasi Masalah Umum RUU Lembaga Kepresidenan, Draft I-MTI 01/2007”, <www.transparansi.or.id>. 12 November 2012. Menpan, Humas, “Proses Kelahiran UU tentang Kementerian Negara”, . 9 April 2012. Mere, Maximus, ”Jangan Kebiri Hak Prerogatif Presiden”, . 30 Mei 2012. NN, “Biografi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”, . tanggal 12 Juli 2012. Portal Nasional Republik Indonesia, “Lembaga Setingkat Menteri”, . 7 Agustus 2012. Pratikno, ”Berbahaya Jika Presiden Menjangkau Birokrasi”, Majalah Figur, Edisi XI/Tahun 2007, . 29 Oktober 2012. Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, “Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan”, . 31 Oktober 2012. Redaksi Majalah Figur, “UU Lembaga Kepresidenan: Apakah Suatu Keharusan?”, Majalah Figur Edisi XI/Tahun 2007, . 29 Oktober 2012. Red/Redaksi_ILS, “Birokrasi Istana Gemuk: Disebut Gagal Berikan Contoh ke Instansi di Bawah”, . 14 Agustus 2012. Relyea, Harold C., CRS Report for Congress, The Executive Office of the President: An Historical View, Order Code 98-606 Gov, November 26, 2008, . 5 November 2012. Samego, Indria, “Kita Butuh UU Lembaga Kepresidenan”, Majalah Figur Edisi XI/Tahun 2007, . 29 Oktober 2012. Sanit, Arbi, “Penguatan Sistem Politik dan Pemerintahan Presidensial”, Majalah Figur, Edisi XI/Tahun 2007, . 29 Oktober 2012. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Kabinet Reformasi Pembangunan”, . 27 Juni 2012. ________________________________, “Kabinet Presidensil”, . 29 Agustus 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
267
________________________________, “Kabinet Sjahrir I”, . 30 Agustus 2012. ________________________________, “Kabinet Sjahrir II”, . 30 Agustus 2012. ________________________________, “Kabinet Sjahrir III”, . 30 Agustus 2012. ________________________________, “Kabinet Amir Sjarifuddin I”, . 30 Agustus 2012. ________________________________, “Kabinet Amir Sjarifuddin II”, . 30 Agustus 2012. ________________________________, “Kabinet Hatta I”, . 30 Agustus 2012. ________________________________, “Kabinet Darurat”, . 30 Agustus 2012. ________________________________, “Kabinet Hatta II”, . 30 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Republik Indonesia Serikat”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Susanto/Peralihan”, . tanggal 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Halim”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Moh. Natsir”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Sukiman”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Wilopo”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Ali Sastroamidjojo I”, . 31 Agustus 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
268
_______________________________, “Kabinet Burhanuddin Harahap”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Ali Sastroamidjojo II”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Djuanda/Karya”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Kerja I”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Kerja II”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Kerja III”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Kerja IV”, . 31 Agustus 2012. _______________________________, “Kabinet Ampera I”, . 10 September 2012. _______________________________, “Kabinet Pembangunan I”, . 11 September 2012. _______________________________, “Kabinet Pembangunan II”, . 12 September 2012. _______________________________, “Kabinet Pembangunan III”, . 13 September 2012. _______________________________, “Kabinet Pembangunan IV”, . 13 September 2012. _______________________________, “Kabinet Pembangunan V”, . 14 September 2012. _______________________________, “Kabinet Pembangunan VI” . 14 September 2012. _______________________________, “Kabinet Pembangunan VII”, . 17 September 2012.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
269
Setia, Putu, “Dari Dialog Presiden Gus Dur dan Wakil Rakyat”, . 18 September 2012. Simanjuntak, Laurencius, lrn/yid, “Sekretaris Kabinet Sebaiknya Dihapus”, . 14 Agustus 2012. Simanullang, Ch. Robin, “Biografi Sudharmono-Bangkit Bersama Pak Harto”, . 11 September 2012. _____________________, “Bambang Kesowo: Birokrat Profesional Empat Presiden”, . 19 September 2012. _____________________, “Politis Negarawan, Plural & Relijius”, . 24 September 2012. Simbolon, Bistok, “Sekretaris Kabinet Tidak Melanggar Undang-Undang”, . 26 Desember 2012. Su, dt,”[L] Setneg-Setwapres Tidak Akur”, . 17 Desember 2012. Sudarsa, Agun Gunanjar, “Mengapa Dewan Pertimbangan Presiden (DPP) Dibutuhkan dalam Sistem Pemerintahan Presidensial?” Majalah Figur, Edisi XI/Tahun 2007, . 29 Oktober 2012. Sunarno, “Lembaga Kepresidenan: Efektivitas dan Efisiensi Birokrasi”, Majalah Figur, Edisi XI/Tahun 2007, . 29 Oktober 2012. Sutarwijono, Adi, “Wakil Sekjen PDIP: Sekretaris Negara dan Kabinet Perlu Dipisah”, . 12 Juli 2012. Tanjung, Akbar, “Kepemimpinan Politik yang Negarawan”, . 4 Desember 2012. Wikipedia, “Stan Lee” . 28 Maret 2012. ________, “Daftar Kabinet Indonesia”, . 29 Maret 2012. ________, “Presidential System”, . 27 September 2012. Wilmar P., “UUD 1945 Telah Mengalami Perubahan 300%”, . 22 Maret 2012. Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
270
Yudhiarma, “Evaluasi Kabinet: Setkab Sarat Konflik Kepentingan”, . 14 Agustus 2012. _________, “Evaluasi Kabinet: Setneg Cenderung Berperan Minimalis”, Suara Karya Online, 28 Februari 2007, . 2 November 2012. Yunanto, Reza, ”Izin Pemeriksaan 61 Kepala Daerah Macet di Seskab”, TO:DAY 13 April 2011, . 22 Mei 2012. Zoelva, Hamdan, “Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Setelah Perubahan UUD 1945”, . 4 Oktober 2012. G. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia. Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Mulai Berlakunya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 1962 tentang Pokok-Pokok Organisasi Aparatur Pemerintahan Negara pada Tingkat Tertinggi.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
271
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1962 tentang Pedoman Kerja Administratif (Peraturan Tata Tertib) Aparatur Pemerintahan Negara pada Tingkat Tertinggi. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Dalam dan Dari Jabatan Eselon I. Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 tentang Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2007 tentang Tata Kerja Dewan Pertimbangan Presiden dan Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 tentang Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2007 tentang Tata Kerja Dewan Pertimbangan Presiden dan Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009 tentang Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2010 tentang Kementerian Sekretariat Negara. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2010 tentang Sekretariat Kabinet. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pengangkatan Mr. A.K. Pringgodigdo menjadi Direktur Kabinet Presiden. Keputusan Presiden Nomor 512/M Tahun 1960 mengenai Pengangkatan Mr. Tamzil sebagai Sekretaris Negara. Keputusan Presiden Nomor 221 Tahun 1960 tentang Penghapusan Kabinet Presiden dan Menggantinya dengan Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan/Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara dan Pemindahan Personel yang Dibutuhkan. Keputusan Presiden Nomor 695/M Tahun 1960 mengenai Pemberhentian Mr. Tamzil sebagai Sekretaris Negara dan Pengangkatannya sebagai Duta Besar Luar Biasa da Berkuasa Penuh Republik Indonesia pada Pemerintah Republik Perancis.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
272
Keputusan Presiden Nomor 281 Tahun 1962 tentang Pengangkatan Pejabat Sekretaris Negara sebagai Menteri Saudara Mohammad Ichsan, S.H., dan Saudara Abdul Wahab Surjoadiningrat, S.H. Keputusan Presiden Nomor 255 Tahun 1963 tentang Pengangkatan Sdr. Mohammad Ichsan, S.H. sebagai Sekretaris Negara dan Pengangkatan Sdr. Abdul Wahab Surjoadiningrat, S.H. sebagai Sekretaris Negara pada Presidium Kabinet Kerja. Keputusan Presiden Nomor 175 Tahun 1966 tentang Pengangkatan Kolonel Sudharmono, S.H. menjadi Sekretaris Kabinet Presiden. Keputusan Presiden Nomor 197 Tahun 1966 tentang Susunan Organisasi dan Pembagian Kerja Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1967 tentang Susunan Organisasi dan Pembagian Kerja Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 215 Tahun 1968 tentang Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969 tentang Pengendalian Operasionil Pembangunan Lima Tahun 1969-1973. Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1972 tentang Organisasi Sekretariat Negara yang Disempurnakan. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1973 tentang Sekretariat Pengendalian Operasionil Pembangunan Bina Graha. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1973 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Administrasi Wakil Presiden Republik Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1974 tentang Pengangkatan Inspektur Jenderal Pembangunan untuk Pengawasan atas Pelaksanaan ProyekProyek Pembangunan. Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penyempurnaan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981 tentang Penyempurnaan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Diubah dan Ditambah dengan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1980. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1983 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1980 dan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1981. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1984 tentang Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan. Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
273
Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1985 tentang Badan Pengelola Komplek Kemayoran. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1991 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Tiga Kali Diubah, Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1983. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1996 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1978 tentang Organisasi Sekretariat Negara Sebagaimana Telah Empat Kali Diubah, Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1991. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Susunan Organisasi Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan dan Pembubaran Kabinet Pembangunan VII. Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 198 Tahun 1998 tentang Pembentukan Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani. Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 149 Tahun 1999. Keputusan Presiden Nomor 156 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Militer Presiden. Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2000 tentang Sekretariat Wakil Presiden. Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2000 tentang Sekretariat Kabinet. Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 2000 tentang Sekretariat Pengendalian Pemerintahan. Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2000 tentang Sekretariat Presiden. Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2000 tentang Sekretariat Kabinet. Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 2000 tentang Sekretariat Negara. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong-Royong. Keputusan Presiden Nomor 288/M Tahun 2001.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013
274
Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2002 tentang Staf Khusus Wakil Presiden. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pengangkatan Menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu. Keputusan Presiden Nomor 188/M Tahun 2004 mengenai Pengangkatan Sekretaris Kabinet pada Kabinet Indonesia Bersatu. Keputusan Presiden Nomor 192/M Tahun 2004 mengenai Pemberian Kedudukan Pejabat Setingkat Menteri kepada Sekretaris Kabinet. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2006 tentang Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi. Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai pengangkatan Menteri Sekretaris Negara dalam susunan Kabinet Indonesia Bersatu II. Keputusan Presiden Nomor 2/P Tahun 2010 tentang Pengangkatan Sekretaris Kabinet dalam susunan Kabinet Indonesia Bersatu II. Keputusan Menteri Pertama Nomor 351/M.P./1961 mengenai Perubahan Nama Kabinet Perdana Menteri menjadi Kabinet Menteri Pertama dan Susunan Tugas Kabinet Menteri Pertama. Keputusan Menteri Pertama Nomor 140/M.P./1962 mengenai Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Sementara Sekretariat Negara. Keputusan Sekretaris Negara Nomor: Kep.42/Setneg/5/1972 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Asisten-Asisten Sekretaris Negara, Staf Sekretaris Negara, dan Sekretariat Kabinet. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Pasal 10). Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 36/PUU-X/2012 mengenai mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Pasal 3 angka 19 dan 23, Pasal 3 huruf b, Pasal 4 ayat (3), Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 ayat (2), dan Pasal 13, dan Pasal 44). Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.
Universitas Indonesia
Sejarah perkembangan..., Erick Mario, FH UI, 2013