UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMALISASI INTERVENSI DEKAPAN KELUARGA dan POSISI DUDUK saat PEMASANGAN INFUS untuk MEMENUHI KEBUTUHAN CAIRAN dan ELEKTROLIT dengan PENDEKATAN MODEL KONSERVASI LEVINE
KARYA ILMIAH AKHIR
TRI PURNAMAWATI 1306346374
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DEPOK, JUNI 2016
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
OPTIMALISASI INTERVENSI DEKAPAN KELUARGA dan POSISI DUDUK saat PEMASANGAN INFUS untuk MEMENUHI KEBUTUHAN CAIRAN dan ELEKTROLIT dengan PENDEKATAN MODEL KONSERVASI LEVINE
KARYA ILMIAH AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak
TRI PURNAMAWATI 1306346374
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DEPOK, JUNI 2016
i
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Nama Program Study Title
: Tri Purnamawati : Specialist Pediatric Nurse Program : Optimization of Intervention Family’s Cuddles and Sitting Position when Mounting Infusion to Meet the Fluid Need and Electrolytes with Levine Conservation Model Approach.
Abstract The child's condition is difficult to install a drip affect the treatment given, among other things can be problems of fluid and electrolyte imbalance. This can lead to dehydration and hypovolemic shock. Children who experience fluid and electrolyte imbalance requires energy to meet the metabolic needs in order to maintain body functions. Nursing care and the application of the principle of conservation Levine can maintain energy balance, structural integrity conservation, personal and social. Nursing interventions that can be done is collaboration in the provision of intravenous fluids. The action can be accompanied by the application of the concept of family centered care and atraumatic care through the intervention arms of the family and the sitting position when infusion to meet the needs of fluid and electrolytes. These results can be used as reference for nursing practice in children with fluid and electrolyte imbalance problems. Keywords : Family’s Cuddles and Sitting Position, fluid imbalance and electrolytes, Levine Conservation Model
v Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Nama Program Studi Judul
: Tri Purnamawati : Program Ners Spesialis Keperawatan Anak : Optimalisasi Intervensi Dekapan Keluarga dan Posisi Duduk saat Pemasangan Infus untuk Memenuhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit dengan Pendekatan Model Konservasi Levine.
Abstrak Kondisi anak yang sulit untuk dipasang infus berdampak kepada pengobatan yang diberikan antara lain dapat terjadi masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi dan syok hipovolemik. Anak yang mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit memerlukan energi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme agar dapat mempertahankan fungsi tubuhnya. Pemberian asuhan keperawatan dan penerapan prinsip konservasi Levine dapat mempertahankan keseimbangan energi, konservasi integritas struktural, personal dan sosial. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dalam pemberian cairan intravena. Tindakan tersebut dapat diiringi dengan penerapan konsep family centered care dan atraumatic care melalui intervensi dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit. Hasil ini dapat dijadikan acuan praktik keperawatan pada anak dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Kata Kunci : Dekapan Keluarga dan Posisi Duduk, Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, Model Konservasi Levine
vi Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT
yang
telah
memberikan
rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah Akhir (KIA) yang berjudul “Optimalisasi Intervensi Dekapan Posisi Duduk saat
Keluarga dan
Pemasangan Infus untuk Memenuhi Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit dengan Pendekatan Model Konservasi Levine”. Penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, banyak bimbingan dan arahan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan
penghargaan, rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Nani Nurhaeni S.Kp., MN., selaku Supervisor Utama yang telah memberikan waktu, dukungan, bimbingan, perhatian dan pemahaman dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini. 2. Ibu Dessie Wanda, S.Kp., MN., Ph.D., selaku Supervisor yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini. 3. Dr. Budi Purnomo, Sp. A (K) yang telah memberikan koreksi dan masukan untuk kesempurnaan Kaya Ilmiah Akhir ini, 4. Gusgus Ghraha Ramdhanie, Ns., Sp.Kep. An yang telah memberikan koreksi dan masukan untuk kesempurnaan Kaya Ilmiah Akhir ini, 5. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M. App.Sc., PhD., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 6. Ibu Dr. Novy H. Catharina Daulima, S.Kp., M.Sc., selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 7. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
vii Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
8. Direktur, Kepala Ruangan serta perawat ruang Infeksi Anak Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita atas dukungan dan kesempatan yang diberikan kepada residen keperawatan anak untuk melakukan praktik di setiap unit perawatan anak.. 9. Direktur, dosen serta staf Akper Hang Tuah Jakarta yang telah memberikan kebijakan dan motivasi demi kelancaran studi ini. 10. Yang tercinta suami dan anak ku (Hegar Budi Santoso dan Alif Fatin Alfazli Santoso) serta keluarga besarku yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil demi kelancaran selama menjalani studi ini. 11. Rekan-rekan Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Universitas Indonesia angkatan 2015/2016, yang telah memberikan semangat dan masukan kepada penulis selama studi ini. 12. Pihak-pihak terkait lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga setiap bantuan yang telah diberikan, dicatat sebagai amal baik oleh Allah SWT. Penulis menyadari Karya Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, namun penulis mengharapkan Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan anak selanjutnya.
Depok, Juli 2016
Penulis
viii Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………… HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………………………….. ABSTRACK .……………………………………………………………….. ABSTRAK ..………………………………………………………………… KATA PENGANTAR.................................................................................... DAFTAR ISI.................................................................................................. DAFTAR SKEMA ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1.1 Latar Belakang..... .......................................................................... 1.2 Tujuan Penulisan............................................................................ 1.3. Sistematika Penulisan .................................................................. BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................ 2.1 Gambaran Kasus …...................................................................... 2.2 Cairan dan Elektrolit …………………………………………… 2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan ……………………………………………..……...…… 2.4 Aplikasi Konsep Model Konservasi Levine pada Kasus Kelolaan Utama …………………………………………………………. BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI ………………......................... 3.1 Kompetensi Berdasarkan Ruang Rawat....................................... 3.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi ............................................................... 3.3 Implementasi Evidence Based Practice .....................................
I ii iii iv v vi vii x xi xii 11 1 5 6
7 7 11 24 29 43 43 46 50
BAB 4 PEMBAHASAN……………............................................................. 55 4.1 Penerapan Model Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit .................................................. 55 4.2 Kelebihan dan Keterbatasan Penerapan Model Konservasi Levine …………………………………………………………… 62 BA 5 SIMPULAN DAN SARAN ……………….……………………….. 5.1 Simpulan ……………….…………..…………………………. 5.2 Saran …………… ……………..……………………………….
63 63 64
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….
65
ix Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 : Model Konservasi Levine………………………………………. 22 Skema 2.2 : Integrasi Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit ………………………………………….. 24
xix Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Format Pengkajian Myra E. Levine
Lampiran 2
Laporan Hasil Inovasi
xi Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan suatu bentuk stressor utama pada anak. Anak-anak sangat rentan mengalami stress sebagai akibat perubahan keadaan sehat dan rutinitas lingkungan di rumah sakit, hal ini terjadi akibat keterbatasan anak dalam mekanisme pertahanannya untuk menghadapi stressor (Wong et al, 2009). Hospitalisasi merupakan proses secara darurat maupun disengaja yang membuat anak harus dirawat di rumah sakit karena penyakit yang diderita anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari 5 juta anak menjalani hospitalisasi karena prosedur tindakan invasif dan lebih dari 50% dari jumlah tersebut, anak mengalami kecemasan dan stres. Diperkirakan juga lebih dari 1,6 juta anak dan anak usia antara 2-6 tahun menjalani hospitalisasi disebabkan karena injury dan berbagai penyebab lainnya (Disease Control, National Hospital Discharge Survey (NHDS), 2014 dalam Apriany, 2015). Sedangkan angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 yang dikutip oleh Apriany (2015), di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%, usia 13-15 tahun sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar 8,13%. Angka kesakitan anak usia 0-21 tahun apabila dihitung dari keseluruhan jumlah penduduk adalah 14,44%. Anak yang dirawat di rumah sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya, hal ini disebut dengan hospitalisasi.
Selama hospitalisasi pada umumnya asuhan keperawatan pada anak memerlukan tindakan invasive berupa injeksi, pengambilan darah, maupun pemasangan infus. Pemasangan infus merupakan tindakan medis
yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit, transfuse darah, nutrisi dan pemeberian obat melalui intravena (Potter & Perry, 2005).
1 Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
2
Memasang infus pada anak bukan merupakan hal yang mudah karena anak memiliki vena yang kecil dan rapuh, sehingga sering ditemui pemasangan infus yang berulang kali karena gagal memasang kanul intra vena. Hal ini berdampak terhadap timbulnya cedera tubuh dan nyeri pada anak serta ketakutan anak yang lebih besar.
Salah satu terapi non farmakologi yang digunakan untuk mengurangi nyeri saat dilakukan pemasangan infus. Penelitian yang dilakukan oleh Axelin, Salantera, Kiriavainen dan Lehtonen (2009) menunjukkan bahwa respon nyeri pada bayi prematur berkurang saat diberikan cairan glukosa dan dekapan orang tua dengan posisi side-lying flexed dibandingkan pemberian opium. Namun berdasarkan observasi penulis selama bulan Februari sampai dengan April 2016 di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita, posisi pemasangan infus pada anak yang dilakukan adalah dengan memberikan posisi supinasi dan dipegang/restraint oleh perawat di daerah ekstremitas. Dilakukan sebagai penahan gerakan dengan tujuan untuk memudahkan pelaksaan prosedur tindakan. Selain itu, pada saat pelaksanaan prosedur tindakan keluarga diminta untuk meninggalkan ruangan, kondisi ini membuat anak jadi distress, yang ditunjukkan dengan perilaku anak menangis, meronta, ekspresi wajah ketakutan terhadap perpisahan dan menolak tindakan yang sedang dilakukan, menyebabkan semakin sulitnya perawat melakukan pemasangan infus, jika hal ini berdampak kepada kebutuhan anak untuk mendapatkan terapi pengobatan.
Strategi keperawatan yang baik untuk mengarahkan anak dan orang tua terhadap dampak positif hospitalisasi yaitu meningkatkan hubungan orang tua dengan anak, memberikan kesempatan orang tua dan anak untuk mendapatkan
informasi,
dan
meningkatkan
penguasaan
diri
serta
memfasilitasi sosialisasi (Hockenberry, 2009). Dampak positif yang lain yaitu dapat meningkatkan perkembangan yang actual dari ketrampilan koping anak dan meningkatkan harga diri (James & Ashwill,2013). Anak lebih percaya diri dalam mengurangi kecemasan selama dihospitalisasi dan
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
3
lebih mampu untuk melakukan perawatan diri sendiri. Tindakan lain yang dapat dilakukan perawat adalah mendorong partisipasi orang tua, memberi informasi,
mempersiapkan
pemulangan
dan
perawatan
dirumah
(Harisson,2009).
Hal diatas sesuai dengan dua prinsip perawatan anak yang berfokus pada keluarga. Prinsip pertama adalah didasarkan pada saling menghormati dan bekerja sama antara keluarga dengan perawat yang memberikan pelayanan sehingga dapat terbina hubungan kemitraan. Prinsip kedua adalah kolaborasi antara orang tua dengan perawat yang dapat menentukan tingkat keterlibatan keluarga dan pengasuhan. Analisis konsep Family Centred Care (FCC) seperti yang dilakukan di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) menggambarkan bahwa terdapat lima karakteristik dalam FCC yaitu (1) “koalisi” yang mengandung makna menghormati tim perwatan kesehatan dan keluarga yang bertujuan untuk pengambilan keputusan dalam perwatan bayi, (2) “komunikasi terbuka antara dokter dan keluarga dengan focus khusus dari penyedia pelayanan kesehatan” yang mengandung arti aktif untuk mencari pemahaman persepsi dan keprihatinan keluarga, (3) menyadari dan mendukung kekuatan keluarga, (4) menerima individual dan keragaman, dan (5) mengakui keluarga sebagai ahli dalam perawatan anak mereka (Harisson, 2009).
Spark, Setlik dan Luhman (2007) dalam penelitiannya mengatakan dampak dekapan orang tua dan posisi duduk dapat menurunkan distress anak pada saat dilakukan pemasangan infus. Kehadiran orang tua selama prosedur merupakan kemitraan antara keluarga dan tenaga profesional perawat, yang merupakan aplikasi dari family centered care (FCC). Penelitian yang dilakukan Bauchner, et, al (2006) yang menyatakan kehadiran keluarga tidak berdampak negatif terhadap kinerja medis yang berada bersama anak mereka serta menunjukkan berkurangnya kecemasan orang tua. Kustati (2013) dalam penelitiannya dampak dekapan orang tua dan pemberian posisi
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
4
duduk saat dilakukan pemasanga infus terbukti berdampak menurunkan skor distress pada anak.
Kondisi anak yang sulit untuk dipasang infus berdampak kepada pengobatan yang diberikan antara lain dapat terjadi masalah kekurangan volume cairan sehingga dapat terjadi dehidrasi, syok hipovolemik oleh karena itu pemasangan infus harus tetap dilakukan. Anak yang mengalami masalah keperawatan kekurangan volume cairan memerlukan energi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme agar dapat mempertahankan fungsi tubuhnya, yang mencakup tindakan untuk memfasilitasi konservasi energi pada anak. Salah satu model keperawatan yang memfasilitasi konservasi energi adalah model konservasi Levine. Model keperawatan Levine memfokuskan asuhan keperawatan pada proses adaptasi dan pemeliharaan kesehatan berdasarkan prinsip konservasi. Prinsip konservasi tersebut mencakup 4 hal yaitu konservasi energy, konservasi integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial yang berfokus pada peningkatan klien untuk dapat beradaptasi semaksimal mungkin untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pendekatan model konservasi yang dipelopori oleh Myra E.
Levine sesuai
untuk
mengatasi
tropicognosis
gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada anak (Tomey & Alligod, 2006).
Konsep utama model Levine terdiri dari wholism (menyeluruh/integritas), adaptasi dan konservasi. Sehat yang wholism (menyeluruh) adalah sesuatu yang
bersifat
organik,
mengalami
perubahan/kemajuan,
saling
menguntungkan antara perbedaan fungsi dan bagian yang ada di dalam tubuh, bersifat terbuka dan saling mempengaruhi dengan lingkungan sekitar. Kondisi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit memerlukan adaptasi internal tubuh maupun eksternal agar mampu mempertahankan dan mengembalikan kondisi homeostasis tubuh (Tomey & Alligood, 2006).
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
5
Model konservasi memungkinkan perawat dapat membantu seorang anak mencapai integritas dirinya. Dalam kondisi terganggunya kebutuhan cairan dan elektrolit, anak perlu mempertahankan konservasi energi untuk keseimbangan energi dan menghasilkan energi untuk menjalani kehidupan. Energi diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan. Pada kondisi gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit agar klien dapat mempertahankan integritas struktur, perawat dituntut untuk melakukan intervensi keperawatan dengan mengacu pada satu bagian prinsip konservasi, perawat juga harus mengkaji pengaruh prinsip konservasi lainnya yang berfokus pada keseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi dalam realitas biologis yang unik setiap individu. Perawat harus mempertahankan integritas personal klien, selalu mengajarkan pengetahuan dan kekuatan sehingga individu
dan
keluarga
dapat
hidup
mandiri
dan
perawat
dapat
mempertahankan konservasi integritas sosial anak melalui hubungan interpersonal, walaupun kondisi anak sedang, salah satunya saitu pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk pada saat dilakukan tindakan invasif (Tomey & Alligood, 2006).
Terapi mendekap dapat diberikan pada semua keadaan baik untuk anak maupun dewasa yang menerima perawatan dan pengobatan. Pinsip yang perlu diperhatikan menurut Royal College of Nursing (2010) yaitu mendekap harus seizin anak, menjelaskan tindakan yang dilakukan, membuat kesepakatan anatara perawat, anak dan keluarga, adanya kebijakan yang diperlukan pada saat dilakukan terapi mendekap sebagai pembatasan fisik, adanya kepercayaan diri dari tenaga kesehatan yang terlatih dan aman, tepat dalam melakukan pembatasan fisik sehingga perawat dapat melakukan tindakan invasive secara optimal.
Model keperawatan konservasi Levine dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pengkajian, penegakan diagnosa dan perumusan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada anak yang dirawat di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita Jakarta.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
6
Melalui pendekatan model Levine diharapkan klien dapat mencapai tingkat kesehatan yang menyeluruh (wholism) dengan memperhatikan aspek fisik, psikologis dan sosial anak sehingga masalah yang terjadi pada anak dengan penyakit infeksi dapat diatasi secara komprehensif. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis menerapkan konservasi yang dipelopori oleh Myra Estrin Levine untuk mengatasi trophicognosis gangguan pemenuhan kebutuan cairan dan elektrolit pada anak
di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita Jakarta.
1.2 Tujuan 1.2.1
Tujuan Umum Memberikan gambaran pelaksanaan intervensi dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk pada anak saat pemasangan infus pada anak yang mengalami gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dengan pendekatan model konservasi Levine.
1.2.2 Tujuan Khusus a. Memberikan gambaran proses intervensi dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk saat dilakukan tindakan pemasangan infus. b. Memberikan gambaran pendekatan model konservasi pada masalah gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. c. Memberikan gambaran dan analisis kasus pada anak yang mengalami gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. d. Memberikan gambaran pencapaian kompetensi dalam praktek spesialis keperawatan anak.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
7
1.3 Sistematika Penulisan Karya ilmiah ini terdiri dari lima bab yang masing-masing bab berisi pokok bahasan. Bab satu pendahuluan yang mencakup latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan. Bab dua aplikasi teori keperawatan dalam praktik meliputi gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan, aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih. Bab tiga mencakup pencapaian kompetensi praktik keperawatan anak. Bab empat adalah pembahasan yang terdiri dari penerapan model konservasi Levine dalam asuhan keperawatan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada anak
serta pembahasan praktik spesialis keperawatan anak dalam
pencapaian target kompetensi. Karya ilmiah ini diakhiri dengan Bab lima mencakup simpulan dan saran untuk proses perbaikan praktik residensi keperawatan anak serta lampiran-lampiran yang terkait dengan pelaksanaan praktik ini.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
Bab ini menguraikan tentang kasus yang dikelola selama praktik residensi yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang diambil sebagai penerapan teori keperawatan, tinjauan teoritis terkait dengan kasus yang dipilih, terintegrasi dalam teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan serta aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih. 2.1 Gambaran Kasus Kasus – kasus dalam laporan ini adalah kasus pada klien anak yang dirawat di ruang anak infeksi. Kasus utama yang menjadi pembahasan di laporan ini adalah kasus Pneumonia dan diare akut pada By. A. kasus lain yang menjadi pembahasan adalah kasus dengan HIV, DHF, Morbili dan pneumonia dan VSD. 2.1.1
Kasus I By. A, perempuan, usia 8 bulan 14 hari. dirawat pada tanggal 21 Maret 2016 dengan keluhan demam sejak 2 hari, batuk, pilek, BAB cair 10 kali/hari, nafas sesak, mual, muntah, sudah dibawa ke puskesmas dan klinik. Saat dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil berat badan 7.5 kg, tinggi badan 69 cm, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan 36 x/menit (menggunakan oksigen 2 liter), Suhu 390 C. kesadaran compos mentis, terlihat ada retraksi dada, suara nafas vesikuler dengan irama pernapasan cepat dan dangkal, terdengar bunyi ronchi dan tidak ada wheezing, tidak ada sianosis, sklera tidak ikterik, konjungtiva pucat, mulut kering dan pecahpecah, waktu pengisian kapiler < 3 detik, diare 6 kali dengan konsistensi cair tidak berampas, bising usus 30 kali, urin spontan, turgor kulit elastis. Tropicognosis yang ditegakkan adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, hipertermi.
Intervensi keperawatan utama yang dilakukan adalah mengkaji status pernafasan, memberikan posisi semi fowler/fowler, kolaborasi pemberian inhalasi dan mengkaji status hidrasi, menghitung balance cairan setiap 8 jam, melakukan
kolaborasi
pemberian
cairan
rehidrasi
parenteral,
mengikutsertakan keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu pemberian 8 Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
9
dekapan orang tua dan posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus, melakukan kompres hangat tepid water sponge
jika suhu diatas 39o C,
kolaborasi pemberian antipiretik. Klien diizinkan pulang oleh dokter pada hari perawatan keempat.
2.1.2
Kasus 2 By. J, laki-laki, usia 3 bulan 5 hari, dirawat pada tanggal 18 Februari 2016, klien rujukan dari RS. Budi Kemulyaan dengan skrining HIV, BAB cair dan demam sejak lahir. Riwayat penyakit sebelumnya klien lahir dengan premature, satu hari setelah pulang dari RS badan klien demam, dan setiap diberi susu langsung keluar lagi (BAB cair) sehingga dibawa ke RS dan dirawat kembali selama 2 minggu. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil berat badan anak 3.4 kg, panjang badan 54 cm, lingkar kepala 40 cm, lingkar dada 38 cm, lingkar lengan 8 cm, nadi 128 x/menit, pernapasan 48 x/menit, Suhu 390 C, kesadaran compos mentis, pernapasan spontan, suara nafas vesikuler, ronchi dan tidak ada wheezing. tidak ada sianosis, sklera tidak ikterik, konjungtiva pucat, mulut kering, terdapat candisiasis oral, tidak terdengar bunyi mur-mur dan gallop, waktu pengisian kapiler < 3 detik, diare 10 kali dengan konsistensi cair tidak berampas, bising usus 30 kali, urin spontan, turgor kulit elastis. Tropicognosis yang ditegakkan adalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan hipertermi.
Intervensi keperawatan utama adalah mengkaji status hidrasi, menghitung balance cairan setiap 8 jam, kolaborasi pemberian cairan rehidrasi parenteral, mengikutsertakan keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu pemberian dekapan orang tua dan posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus, melakukan kompres hangat tepid water sponge
jika suhu diatas 39o C,
melakukan kolaborasi pemberian antipiretik. mengkaji status nutrisi, mencatat
pemasukan
dan
pengeluaran,
kolaborasi
pemberian
diet
makanan/susu. Klien pada hari keempat perawatan dipindah ke ruang observasi dikarenakan mengalami penurunan kesadaran.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
10
2.1.3
Kasus 3 An. F, laki-laki, usia 9 tahun 9 bulan 17 hari, dirawat pada tanggal 4 Maret 2016 dengan keluhan demam timbul mendadak tinggi, tidak turun diberi obat penurun panas, klien mengalami pilek, batuk tidak ada, muntah saat dirumah 3 kali, penurunan nafsu makan, hanya mau minum susu, nyeri pada bagian persendian. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil berat badan anak 23 Kg, tinggi badan 134 cm, lingkar lengan 16,2 cm, tekanan darah: 95/62 mmHg,
nadi 100 x/menit, pernapasan 24 x/menit, Suhu 390 C.
kesadaran compos mentis, pernapasan tidak terlihat retraksi dada, suara nafas vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing. tidak ada sianosis, konjungtiva pucat, mulut kering dan pecah-pecah, lidah berwarna putih, waktu pengisian kapiler < 3 detik, pola defekasi 1 kali, urin spontan turgor kulit elastis. Tropicognosis yang ditegakkan adalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan hipertermi.
Intervensi keperawatan utama adalah mengkaji status hidrasi, menghitung balance cairan setiap 8 jam, kolaborasi
pemberian cairan rehidrasi
parenteral, mengikutsertakan keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus, melakukan kompres hangat tepid water sponge jika suhu diatas 39o C, kolaborasi pemberian antipiretik, mengkaji status nutrisi, kolaborasi pemberian diet makanan/susu. Pada hari keempat perawatan klien diizinkan pulang oleh dokter.
2.1.4
Kasus 4 An. M, laki-laki, usia 4 tahun 20 hari, dirawat pada tanggal 30 Maret 2016 dengan keluhan Demam hari keempat, timbul kemerahan pada muka, dada, perut, tangan, kaki dan diare sudah 1 hari sebelum masuk rumah sakit sebanyak 10 kali, cair tidak ada ampas, batuk pilek. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil Berat badan sebelum sakit : 25kg, Berat badan saat ini 23 kg, Tinggi badan 100 cm, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, pernapasan 30 x/menit, Suhu 39
0
C. kesadaran anak compos
mentis, tidak terlihat retraksi dada, suara nafas vesikuler, terdengar bunyi Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
11
ronchi dan tidak ada wheezing. tidak ada sianosis, sklera tidak ikterik, konjungtivitis, mulut kering, tidak terdengar bunyi mur-mur dan gallop, waktu pengisian kapiler < 3 detik, diare 10 kali dengan konsistensi cair tidak berampas, bunyi bising usus 35 kali, urin spontan, turgor kulit elastis, terdapat rash pada bagian muka, dada, perut, punggung, tangan kanan, kiri dan kaki kanan kiri. Tropicognosis yang ditegakkan adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan hipertermi.
Intervensi keperawatan utama yang dilakukan adalah mengkaji status pernafasan, memberikan posisi semi fowler/fowler, kolaborasi pemberian inhalasi. mengkaji status hidrasi, menghitung balance cairan setiap 8 jam, melakukan kolaborasi pemberian cairan rehidrasi parenteral, mengikutsertakan keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus, melakukan kompres hangat tepid water sponge jika suhu diatas 39o C, melakukan kolaborasi pemberian antipiretik. Klien diizinkan pulang oleh dokter pada hari perawatan ketiga.
2.1.5 Kasus 5 An. Al, perempuan, usia 1 tahun 7 bulan 7 hari, dirawat pada tanggal 27 April 2016 dengan keluhan nafas sesak, ada batuk, pilek, demam tinggi sejak 2 hari yang lalu, BAB cair 10 kali dalam sehari, tidak ada ampas, makan berkurang. Riwayat penyakit sejak usia 1 tahun terdiagnosa VSD sedang dan rencana akan di oprasi saat klien usia 2 tahun. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil berat badan 7,7 kg, Tinggi badan 78 cm, tekanan darah: 80/60 mmHg,
nadi 120 x/menit, pernapasan: 56 x/menit (menggunakan
oksigen 1 liter), Suhu 390 C. kesadaran anak compos mentis, terlihat ada retraksi dada, suara nafas vesikuler dengan irama pernapasan cepat dan dangkal, terdengar bunyi ronchi dan tidak ada wheezing. tidak ada sianosis, konjungtiva pucat, mulut kering dan pecah-pecah, terdengar bunyi mur-mur dan gallop tidak ada, waktu pengisian kapiler < 3 detik, bising usus 30 kali, urin spontan turgor kulit elastis. Tropicognosis yang ditegakkan adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, hipertermi. Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
12
Intervensi keperawatan utama yang dilakukan adalah mengkaji status pernafasan, memberikan posisi semi fowler/fowler, kolaborasi pemberian inhalasi. mengkaji status hidrasi, menghitung balance cairan setiap 8 jam, melakukan
kolaborasi
pemberian
cairan
rehidrasi
parenteral,
mengikutsertakan keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus, memberikan asupan cairan sesuai dengan kebutuhan, melakukan kompres hangat tepid water sponge jika suhu diatas 39o C, melakukan kolaborasi pemberian antipiretik. Pada hari keempat perawatan, klien pindah ke ruang intensif.
2.2 Tinjauan Teoritis 2.2.1 Cairan dan Elektrolit Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh.
Air merupakan salah satu komponen dalam tubuh, yang terdiri dari 50%80% dari total berat badan. Total berat badan (TBW) berbeda antar satu individu dengan individu lain. Persentasi total berat badan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, masa otot dan komponen lemak. Pada orang dewasa jumlah cairan berkisar antara 50% sampai 60% dari berat tubuh, sedangkan pada anakdibawah usia satu tahun mencapai persentasi yang lebih tinggi; terutama pada bayi prematur dan neonatus. Cairan tubuh pada bayi baru lahir adalah 70% sampai 75%, jumlah ini akan berkurang pada usia satu tahun kehidupan. Anak yang mencapai puberitas terjadi perubahan jumlah cairan tubuh dikarenakan tersimpan dalam
jaringan
adipose,
demikian juga persentasi TBW pada wanita akan lebih rendah dibanding dengan pria (Johnson, Lyons, & Vaughans, 2008).
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
13
Sifat alamiah membran biologis memungkinkan air bergerak bebas dalam tubuh, tetapi zat yang terlarut didalamnya tidak berubah. Terdapat dua kompartemen cairan utama dalam tubuh: air yang berada dalam sel disebut cairan intraseluler (intraceullar fluid, ICF), yang merupakan 65 % dari total tubuh, dan air yang berada diluar sel disebut cairan ekstraseluler (extracellular fluid, ECF). Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh membrane sel, dan sangat berbeda dalam hal konsentrasi ion yang terlarut didalamnya. Sekitar 65 % cairan ekstraseluler menyusun cairan jaringan yang terdapat diantara sel-sel disebut cairan intersitisial (interstitial fluid, ISF), dan sisanya adalah komponen cair darah (plasma). Sawar diantara dua cairan ini terdiri dari dinding pembuluh-pembuluh darah kecil yang disebut kapiler (Ward, Clarke, & Linden, 2009).
Kompartemen cairan tubuh dipisahkan satu sama lain dengan membrane sel dan membrane kapiler. Membran ini merupakan permeabel selektif karena zat bergerak menyebrangi membran dengan berbagai tingkat kemudahan, metode pergerakan elektrolit dan zat terlarut lain adalah dengan cara osmosis, difusi, filtrasi, dan transport aktif (Kozier, Erb, Berman et al, 2010). Osmosis adalah pergerakan air menembus membran sel dan larutan yang berkonsentrasi rendah ke larutan berkonsentrasi tinggi sebagai upaya menyeimbangkan komsentrasi. Difusi merupakan campuran kontinyu beberapa molekul di dalam cairan, gas, atau zat padat yang disebabkan oleh pergerakan molekul secara acak. Molekul bergerak melalui pori-pori, larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air berdifusi langsung melewati pori-pori tersebut. Filtrasi merupakan sebuah proses pergerakan cairan dan zat terlarut dari area yang bertekanan tinggi ke area yang bertekanan rendah sehingga cairan bergerak dari satu kompartemen menyebrangi membran ke kompartemen lain. Tekanan dalam kompartemen yang menyebabkan cairan berpindah disebut tekanan filtrasi.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
14
Transport aktif merupakan sebuah proses dimana zat bergerak dari larutan yang berkonsentrasi rendah ke larutan berkonsentrasi tinggi. Transpor aktif berguna untuk mempertahankan konsentrasi ion natrium dan kalium di dalam ICF dan ECF. Dalam kondisi normal natrium lebih banyak ada di ECF dan kalium lebih tinggi di ICF, dalam kondisi tertentu untuk mempertahankan kondisi ini, mekanisme transpor aktif digunakan untuk memindahkan natrium ke luas sel dan kalium ke dalam sel (Roberts, 2005).
Beberapa faktor mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh dan e lektrolit yaitu usia, jenis kelamin dan ukuran tubuh, suhu lingkungan, dan gaya hidup (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010) : a. Usia Bayi dan anak yang sedang tumbuh memiliki perpindahan cairan yang jauh lebih besar dibanding orang dewasa karena laju metabolisme mereka yang lebih tinggi meningkatkan kehilangan cairan. Bayi kehilangan cairan melalui ginjal karena ginjal yang belum matang kurang mampu menyimpan air. Selain itu pernafasan bayi lebih cepat dan
area permukaan tubuhnya secara proporsional lebih besar
dibandingkan orang dewasa, sehingga meningkatkan kehilangan cairan yang tidak dirasakan. Perpindahan cairan akibat penyakit dapat mengakibatkan ketidakseimbangan cairan yang kritis pada anak terjadi lebih cepat dibanding orang dewasa. Pada usia lanjut, proses penuaan dapat mempengaruhi keseimbangan cairan, respon haus terkadang tidak dirasakan. Kadar horman ADH tetap normal namun nefron menjadi kurang mampu menyimpan air sebagai respon ADH. Peningkatan faktor natriuretik atrial yang tampak pada lansia dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyimpan air sehingga meningkatkan resiko dehidrasi. b. Jenis kelamin dan ukuran tubuh Sel lemak mengandung lebih sedikit atau tidak ada air sama sekali. Individu yang memiliki persentase lemak tubuh lebih tinggi, memiliki cairan tubuh yang lebih sedikit. Pada individu gemuk, kandungan air mungkin hanya berkisar 30% - 40% dari berat badan individu tersebut.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
15
c. Suhu lingkungan Kehilangan cairan melalui keringat meningkat pada lingkungan yang panas karena tubuh berupaya untuk menghilangkan panas. Garam dan air tubuh hilang melalui keringat. Apabila hanya air yang digantikan, terjadi risiko deplesi garam. Individu yang mengalami deplesi garam dapat mengalami keletihan, kelemahan, sakit kepala, dan gejala gastrointestinal seperti muntah. d. Gaya hidup Asupan cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh diet. Orang yang mengalami
bullimia
atau
anoreksia
nervosa
berisiko
mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berat karena asupan tidak adekuat atau karena mereka melakukan upaya pembuangan. Individu dengan malnutrisi berat dapat mengalami penurunan kadar albumin Serum dan dapat mengalami edema karena aliran osmotik cairan ke kompartemen
pembuluh
darah
menjadi
berkurang.
Stres
dapat
meningkatkan metabolisme selular, kadar konsentrasi glukosa darah dan kadar katekolamin. Selain itu, stres dapat meningkatkan produksi ADH yang berpengaruh pada penurunan produksi urin. Seluruh respon tubuh terhadap stres adalah meningkatkan volume darah.
2.2.2 Kebutuhan Cairan dan Elektrolit pada Anak Bayi dan anak-anak memiliki perbedaan secara fisiologi dengan orang dewasa
sehingga
mereka
lebih
rentan
untuk
mengalami
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Cairan tubuh ada dalam status yang dinamis. Individu di semua usia, cairan dapat keluar dari tubuh melalui kulit, feses dan urin, serta pada saat respirasi. Komposisi cairan tubuh terdiri atas air. Cairan tubuh merupakan air yang didalamnya terdapat zat terlarut. Elektrolit seperti Natrium, Kalium, Calsium, Magnesium, Klorida, Phosfor harus ada dalam konsentrasi yang tepat agar sel dapat berfungsi dengan baik (Ball & Bindler, 2003).
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
16
Persentase antara berat badan dan komposisi cairan tubuh berbeda- beda untuk setiap usia. Persentase terbesar ada saat masa bayi dan berangsurangsur menurun seiring pertambahan usia. Neonatus dan bayi muda memiliki proporsi terbesar untuk volume cairan ekstraselular dibandingkan anak yang lebih tua atau remaja. Oleh karena itu, mereka lebih rentan mengalami dehidrasi. Tabel 2.1. Proporsi Cairan Tubuh Dengan Berat badan Usia
Presentase Cairan Tubuh dengan Berat Badan ECF
ICF
Total
Neonatus cukup bulan
45 %
30 %
75 %
Bayi 6 bulan
25 %
40 %
65 %
Annak usia 2 tahun
20 %
40 %
60 %
Remaja laki-laki = dewasa
10 – 15 %
40 %
55 %
Remaja perempuan = dewasa
10 – 15 %
40 %
50 %
Sumber : Ball & Bindler (2003)
Kebutuhan rumatan = IWL + urin + cairan tinja, kebutuhan cairan perhari bisa di perkirakan berdasarkan energy expenditure : 1 kcal = 1 ml H2O. rata-rata pada pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan kebutuhan cairan perhari sebagai berikut: Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kg BB/hari, Bayi 2 hari = 75 ml H2O/kg BB/hari, Bayi ≥ 3 hari = 100 ml H2O/kg BB/hari, BB 10 kg pertama = 100 ml H2O/kgBB/hari, BB 10 kg kedua = 1000 ml + 50 ml H2O/ kgBB/hari, BB > 20 kg = 1500 ml + 20 ml H2O/kg BB/hari. Pada klien dengan kesulitan kompensasi terhadap kelebihan atau kekurangan cairan dan elektrolit (kelainan jantung, ginjal) harus dilakukan perhitungan secara ketat. Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan pada kebutuhan metabolism atau dengan kebutuhan cairan perhari: Natrium : 2-4 mEq/100 ml H2O/kg BB/hari, Kalium : 1-2 mEq/100 ml H2O/kgBB/hari,
Klorida : 2-4 mEq/100
ml H2O/kgBB/hari.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
17
Walaupun dalam beberapa kondisi bisa terjadi kehilangan banyak elektrolit melalui kulit atau gastrointestinal, tetapi sebagian besar kehilangan elektrolit perhari adalah melalui urin. Karena itu klien yang menderita oliguria memerlukan elektrolit lebih sedikit untuk penggantiannya, sebaliknya pada klien poliuri. Pada klien dengan unusual losses memerlukan monitoring dan penyesuaian kebutuhan penggantian elektrolitnya.
2.2.3 Kondisi Berhubungan dengan Perubahan Volume Cairan a. Dehidrasi Dehidrasi terjadi karena adanya distribusi cairan tubuh antara ECF dan ICF menggunakan trasnport aktif kalium ke dalam sel dan natrium keluar sel. Natrium merupakan elektrolit utama yang ada di ECF dan kalium seharusnya berada di ICF. Ketika volume ECF berkurang karena dehidrasi akut total natrium dalam tubuh juga berkurang. Penggantian volume cairan juga harus bisa menggantikan volume natrium. Deplesi natrium pada diare terjadi karena dua cara, keluar bersama feses dan masuk ke dalam kompartemen ICF mengganti kalium untuk keseimbangan ion (Hockenberry, 2009).
Gejala klinis dehidrasi dipengaruhi oleh berat ringannya kehilangan cairan (tabel 2.2) dan kadar natrium cairan ekstraseluler. Tanda yang dapat dijumpai antara lain, berat badan turun, turgor kulit menurun, ubun-ubun cekung, mata cekung, mukosa kering, nadi cepat dan tekanan darah turun, serta jumlah urin sedikit dan pekat. Laboratorium menunjukan kenaikan hemotokrit dan kenaikan berat jenis urin. Tabel 2.2 Gejala Klinis Dehidrasi Gejala Klinis Ringan Penurunan BB 5% Turgor Selaput lender Kering Warna Kulit Pucat Urin Oliguria ringan Tekanan Darah Normal Nadi ± Buku ajar pediatric gawat darurat, 2008
Sedang 10 %
Berat 15 %
Sangat kering Kelabu Oliguria ± Normal
Pecah-pecah Mottled Oliguri berat Turun
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
18
b. Overhidrasi Overhidrasi terjadi jika air diperoleh dalam jumah berlebih dibanding elektrolit, menghasilkan osmolalitas serum yang rendah dan kadar natrium serum yang rendah, keadaan ini disebut juga ketidakseimbangan hipoosmolar atau intoksikasi air. Air ditarik ke dalam sel yang menyebabkan sel membengkak. Jika hal ini terjadi di otak akan mengakibatkan edema serebral dan mengganggu fungsi neurologis. Intoksikasi air bisa terjadi jika cairan dan elektrolit hilang secara berlebihan, namun yang tergantikan hanya air saja. Kondisi lain yang menyebabkan overhidrasi adalah akibat tumor ganas, SIDH (syndrom of inappropriate antidiuretic hormon), cedera kepala, atau pemberian obat-obatan tertentu (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). c. Gangguan Ginjal Pada klien dengan Chronic Kidney Disease, ginjal tidak mampu lagi menjaga struktur kimia cairan tubuh secara normal. Perburukan progresif yang berlangsung dalam hitungan bulan atau tahun menghasilkan gangguan secara klinis maupun biokimia yang berkumpul menjadi satu sindrom klinis uremia (O’Callaghan, 2009). d. Edema Edema adalah kenaikan abnormal volume cairan ekstraseluler yang tampak secara klinis. Berdasarkan luasnya, edema dapat dibagi dua menjadi edema yang terlokalisir dan edema yang terjadi
di
seluruh tubuh (generalisata).
Berdasarkan sifatnya terhadap tekanan, edema dapat dibagi menjadi pitting dan non pitting. Bila daerah edema diberi tekanan dan meninggalkan indentasi disebut pitting edema. Jika tidak terjadi indentasi maka disebut non pitting edema (Halim, 2011).
2.2.4. Pemasangan infus pada anak Salah satu peran yang sangat penting dari perawat adalah menghitung pemasukan dan pengeluaran cairan yang adekuat. Pemberian cairan intravena (Infus) yaitu memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005). Indikasi tindakan ini diberikan pada pasien dengan dehidrasi, sebelum tranfusi darah, pra dan pasca bedah sesuai dengan program pengobatan, serta pasien dengan gangguan sistem pencernaan. Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
19
2.2.5 Aplikasi Family Centered Care dalam Pemasangan infus Anak yang dirawat di rumah sakit memerlukan keterlibatan orang tua dalam perawatan anak. Perpisahan anak dan orang tua ketika dirawat dapat menimbulkan dampak psikologis pada anak. Anak mengalami kecemasan yang tinggi ketika dirawat di rumah sakit begitu juga orang tua menjadi stres, stres orang tua dapat menyebabkan distress pada anak. Perawatan anak yang berkualitas, keterlibatan keluarga dalam perawatan anak merupakan satu kesatuan dalam proses perawatan. Keterlibatan keluarga dalam proses perawatan anak disebut dengan istilah Family Centered Care (FCC). FCC merupakan konsep dasar yang menjadi pedoman dalam kolaborasi perawatan anak.
Prinsip dukungan keluarga merupakan pernyataan keyakinan tentang bagaimana dukungan dan pemberdayaan keluarga harus dilibatkann dalam FCC ada enam prinsip dalam FCC yaitu meningkatkan kepedulian masyarakat, mengaktifkan sumberdaya dan dukungan, tanggung jawab dan kolaborasi secara bersama, melindungi integritas keluarga, memperkuat fungsi keluarga dan proaktif dalam praktek pelayanan. Keterlibatan keluarga dalam prosedur pemasangan infus diantaranya memberikan pendidikan dan instruksi terkait dengan peralatan dan lokasi pemasangan, terapi intravena yang diberikan, penegndalian infeksi dan rencana keperawatan, potensial terjadinya komplikasi terkait dengan pengobatan atau terapi (Dougherty, 2008).
2.2.6 Terapi Mendekap Terapi mendekap merupakan penggunaaan posisi yang nyaman, aman, dan temporer yang memberikan kontak fisik yang erat dengan orang tua atau keluarga yang dipercaya (Hockenbery & Wilson, 2012). Terapi mendekap adalah menahan fisik anak setidaknya dua orang untuk membantu anak mengatasi perilaku kehilangan kontrol untuk mendapatkan kembali kontrol emosi yang kuat (Brenner, Parahoo & Taggarat, 2007) sedangkan menurut Giese (2010) pelukan merupakan salah satu kenyamanan masa kecil yang ditinggalkan di masa dewasa dan menguntungkan hampir semua orang selama masa stress dan digunakan untuk memfaslitasi penyelesaian prosedur klinik.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
20
Keterlibatan keluarga dalam terapi mendekap sering dilakukan pada anak terutama terapi dekapan melibatkan ibu/keluarga, mendekap anak secara erat dengan mempertahankan adanya kontak mata diantara mereka, bertujuan untuk sengaja memprovokasi tekanan pada anak sampai anak membutuhkan dan menerima kenyataan. Hal ini dapat meningkatkan hubungan anak dan orang tua serta membuka kemampuan anak untuk dapat berhubungan dengan orang lain.
Mercer (2009) menyatakan dalam penelitiannya bahwa dekapan orang tua dapat membuat anak autis membuka hubungan dengan orang lain. Dengan diberikanya dekapan anak akan menerima dan mengakui adanya kontrol otoritas dari orang dewasa. Mendekap merupakan penyampaian otoritas dan kekuasaan orang tua kepada anak melalui pelukan. Terapi memeluk/mendekap merupakan pembatasan gerak menggunakan pembatasan aktivitas atau menggunakan kekuatan terbatas. Metode ini membantu anak dengan mengijinkan mereka mengelola/mengatasi prosedur yang menyakitkan dengan mudah dan efektif. Terapi mendekap ini berbeda dengan pembatasan aktivitas fisik terletak pada tingkat kekuatan yang diperlukan dan keterlibatan anak. Prinsip yang perlu diperhatikan menurut Royal College of Nursing (2010) yaitu mendekap harus seijin anak, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat kesepakatan antara perawat anak dan keluarga, adanya kebijakan yang diperlukan pada saat dilakukan terapi mendekap sebagai pembatasan fisik, adanya kepercayaan diri dari tenaga kesehatan yang terlatih dan aman, tepat dalam melakukan pembatasan fisik dan mendekap pada anak dan remaja.
Giese (2010) menjelaskan pengaruh dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus efektif untuk menurunkan distress pada anak, hal ini disebabkan karena posisi duduk dan dekapan keluarga dapat memberikan kenyamanan pada anak dan immobilisasi yang cukup untuk dilakukan tindakan pemasangan infus. anak yang tenang sebelum pemasangan infus akan membutuhkan waktu yang sedikit dan perawat yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak yang sudah marah dan menolak dilakukan tindakan karena alasan tertentu.
Kehadiran orang tua/keluarga selama prosedur merupakan kemitraan antara keluarga dan tenaga professional, dan tidak berdampak negative terhadap kinerja medis/perawat yang berada bersama anak mereka, serta dapat menunjukkan Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
21
berkurangnya kecemasan keluarga/orang tua. Hal ini sejalan dengan Isoardi, et al (2008) dalam penelitianya responden saat dilakukan pemasangan infus di damping orang tua akan merasa tenang dan memudahkan perawat untuk melakukan tindakan. The Children’s Mercy Hospital (2012) menyatakan terjadi perbedaan skor distress karena pemberian posisi yang nyaman dari orang tua untuk meminimalkan distress anak saat dilakukan pemasangan infus. Immobilisasi ekstremitas pada anak saat dilakukan prosedur akan memberikan rasa aman dan senang serta kenyamanan melalui kontak langsung dengan orang tua dan orang tua ikut berpartisipasi memberikan bantuan positif dengan dekapan dan posisi duduk lebih menciptakan rasa kontrol pada anak.
2.2.7
Perawatan Atraumatik (Atraumatic Care) Perawatan Atraumatik adalah pemberian perawatan dengan cara meminimalkan ancaman emosi dan fisik pada anak (Bowden & Greeberg, 2010). Berdasarkan pengertian atraumatik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perawatan atraumatik yaitu bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan kesehatan anak, melalui tindakan yang dapat mengurangi stress fisik maupun stress psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya
2.2.7.1 Prinsip perawatan atraumatik Pada umumnya anak yang dirawat di rumah sakit akan timbul perasaan takut kepada petugas kesehatan yang memakai pakaian serba putih, selain mereka beranggapan mereka adalah orang baru, hal ini juga dikarenakan anak-anak memiliki persepsi tersendiri terhadap petugas kesehatan yang memakai pakaian serba putih, mereka beranggapan bahwa petugas kesehatan di rumah sakit hendak menyakiti mereka. Trauma yang sering dialami oleh anak yang itu disebabkan karena prosedur invasif yang tak jarang meninggalkan rasa nyeri pada anak, selain itu perubahan lingkungan anatara rumah sakit dan rumah juga dapat menimbulkan trauma pada anak. Reaksi anak pertama selain ketakutan pada saat dirawat di rumah sakit yaitu tidak mau makan atau minum, diam, atau bahkan menangis. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perawat harus menerapkan perawatan atraumatik.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
22
Hockenberry dan Wilson (2012) menyebutkan prinsip perawatan atraumatik yaitu mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orangtua, meningkatkan kontrol diri anak selama perawatan, mencegah atau meminimalkan cedera tubuh/rasa nyeri. Wong (2005) mengungkapkan terdapat tiga prinsip perawatan atraumatik yang harus dimiliki oleh tim kesehatan dalam merawat pasien anak yaitu diantaranya adalah mencegah atau meiminimalkan stressor fisik dan psikis yang meliputi prosedur yang menyakitkan seperti suntikan, kegelisahan, ketidakberdayaan, tidur yang tidak nyaman, pengekangan, suara bising, bau yang tidak sedap dan lain-lain, mencegah dampak perpisahan orang tua dan anggota keluarga yang lain, bersikap empati kepada keluarga dan anak yang sedang dirawat serta memberikan pendidikan kesehatan tentang kondisi sakit yang dialami anak.
Sementara itu, Hidayat (2005) menuliskan di dalam bukunya bahwa perawat anak harus memahami 5 prinsip perawatan perawatan atraumatik, yaitu : a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga. Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangmya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bila anak dirawat di rumah sakit dan selama itu tidak boleh berhubungan dengan orang tuanya, maka ia akan merasa ditolak oleh keluarga dan mengakibatkan anak cendrung emosi saat kembali pada keluarganya. Pada umumnya anak bereaksi negatif waktu pulang ke rumah.
Selama anak mengalami hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat dukungan moril seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan materil berupa usaha keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Jika dukungan tersebut tidak ada, maka keberhasilan untuk penyembuhan sangat berkurang. Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dari keluarga dapat dilakukan dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming in), jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka dan mempertahankan kontak dengan
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
23
kegiatan sekolah, diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan lain-lain. b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol tindakan anak selama dirawat. Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati da lam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak. Fokuskan intervensi keperawatan pada upaya untuk mengurangi ketergantungan dengan cara memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua. c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis) Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri tidak dapat dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya, distraksi, relaksasi, imaginary guidance. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dilakukan dengan cara mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang mnimbulkan rasa nyeri, yaitu dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak, misalnya dengan bercerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan dilakukan pada anak.
Aktivitas bermain dilakukan perawat pada anak akan memberikan keuntungan seperti meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga dan perawat karena bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dan klien, aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak, dan bisa mengekspresikan perasaan anak. Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua pada saat dilakukan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri apabila mereka tidak dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya. Dalam kondisi ini, tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada perawat sebagai pendamping anak. Tunjukkan sikap empati sabagai pendekatan Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
24
utama dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkanPada tindakan pembedahan elektif, lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya apabila memungkinkan. Misalnya, dengan mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan dan lain-lain.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak Secara umum kekerasan didefenisikan sebagai sutu tindakan yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan psikis. Kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau individu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan psikis terganggu. Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak seperti melakukan tindakan keperawatan yang berulang-ulang (dalam pemasangan IVFD). e. Modifikasi lingkungan fisik. Melalui modifikasi lingkungan fisik rumah sakit yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya. Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti di rumah dan Ruangan tersebut memerlukan dekorasi yang penuh dengan nuansa anak, seperti adanya gambar dinding berupa gambar binatang, bunga, tirai dan sprei serta sarung bantal yang berwarna dan bercorak binatang atau bunga, cat dinding yang berwarna, serta tangga yang berwarna ceria.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis berpendapat bahwa prinsip yang harus ada selama perawat merawat anak di rumah sakit adalah perawatan atraumatik dengan melihat dimensi fisik dan psikologis seorang anak. Seorang perawat yang melaksanakan perawatan atraumatik harus selalu mengevaluasi apakah setiap tindakan yang dilakukannya mampu mengurangi dampak perpisahan antara anak dengan keluarga, keluarga mampu mengontrol tindakan anak selama dirawat di rumah sakit dan prosedur yang diberikan pada anak tidak menciderai anak atau melukainya. Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
25
2.7.2 Prosedur yang berhubungan dengan perawatan atraumatik Hockenberry dan Wilson (2012) menuliskan beberapa prosedur yang dapat digunakan sebagai intervensi perawatan atraumatic, yaitu : a. Mencegah atau meminimalkan perpisahan dengan melibatkan keluarga dalam perawatan (family center care) b. Manajemen terapi nyeri non farmakologi seperti relaksasi nafas dalam, terapi musik, imagery guidance, touching c. Manajemen Distress seperti pemberian dekapan dan posisi duduk saat tindakan invasive.
Selain itu, terapi perawatan atraumatik yang dapat diterapkan di tatanan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Bowden & Greenberg, 2010): a. Meningkatkan hubungan orang tua – perawat selama perawatan di Rumah Sakit b. Mengurangi rasa takut pada saat dilakukan prosedur dengan cara pelukan orang tua, distraksi, menggunakan terapeutic play, mempraktekan prosedur kepada anak c. Manajemen nyeri non farmakologi : distraksi, relaksasi, imagery guidance, positive self talk, thought stopping, behavioral contracting d. Memberi kesempatan, keleluasaan pribadi pada anak untuk menentukan perawatan yang akan ia terima
2.3
Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan Teori konservasi Levine memfokuskan pada proses adaptasi dan pemeliharaan kesehatan berdasarkan prinsip konservasi. Prinsip konservasi menggambarkan adanya interaksi sistem yang kompleks agar fungsi tubuh dapat beradaptasi ketika menghadapi tantangan yang berat. Melalui konservasi energy, integritas struktur, personal dan sosial, individu diharapkan dapat menghadapi hambatan, beradaptasi dan mempertahankan diri dengan keunikan masing-masing individu (Tomey & Alligood, 2006).
Adaptasi adalah proses perubahan. Adaptasi dapat diartikan sebagai proses dimana pasien menyesuaikan integritasnya dengan kenyataan yang ada di lingkungan. Adaptasi dicapai dengan cara menggunakan dan mengontrol sumber daya yang ada di lingkungan oleh individu secara hemat dan ekonomis untuk memperoleh hasil yang terbaik (Tomey & Alligood, 2006; Parker & Smith, 2010). Sedangkan prinsip Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
26
keutuhan (wholeness) menekankan bahwa hidup seseorang akan bermakna jika secara sosial juga bermakna.
Keutuhan terjadi jika adanya interaksi atau
adaptasi yang konstan antara manusia dengan lingkungannya. Peran perawat untuk mencapai keutuhan menggunakan prinsip konservasi (Tomey & Alligood, 2006; Parker & Smith, 2010). 2.3.1
Konservasi Konservasi berfokus pada keseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi dalam realitas biologis yang unik untuk setiap individu. Ada 4 (empat) prinsip konservasi, yaitu sebagai berikut : a. Konservasi Energi Seseorang membutuhkan keseimbangan energi dan pembaharuan energi yang terus menerus untuk memelihara aktifitas hidupnya. Proses penyembuhan dan penuaan juga membutuhkan energi. Berdasarkan prinsip konservasi, seseorang harus membatasi aktifitas atau gerakannya ataupun memelihara energinya untuk menghadapi kebutuhan energi yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan normal tubuh ataupun proses penyembuhan penyakit (Tomey & Alligood, 2006; Parker & Smith, 2010).. b. Konservasi Integritas Struktur Penyembuhan adalah proses perbaikan struktur dan fungsi integritas fisiologis tubuh dan merupakan cara mempertahankan kesatuan tubuh. Perawat dapat membantu seseorang meminimalkan jaringan yang rusak akibat penyakit dengan memfasilitasi seseorang untuk menyadari masalahnya dan membantu mengatasi masalahnya dengan intervensi keperawatan (Tomey & Alligood, 2006; Parker & Smith, 2010). c. Konservasi Integritas Personal Konservasi integritas personal digunakan untuk melindungi sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki seseorang. Integritas personal merupakan pengakuan perawat dan wujud perhatian perawat terhadap harkat dan martabat seseorang. Tujuan intervensi keperawatan terkait dengan konservasi integritas personal adalah melindungi dan memperhatikan privasi klien, sesuatu yang berharga bagi klien dan mekanisme pertahanan diri yang dipunyai serta mendukung pilihan klien. Perawat harus mengakui dan menyadari bahwa salah satu sumber harga
diri
klien
adalah
kemandirian.
Oleh
karena
itu
fokus
asuhan
keperawatan yang penting adalah melakukan penyapihan secara bertahap dari Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
27
ketergantungan kien kepada petugas kesehatan ke kemandirian (Tomey & Alligood, 2006). d. Konservasi Integritas Sosial Konservasi integritas sosial berawal pada kenyataan bahwa seseorang akan bermakna jika berada di lingkungan sosialnya dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berhubungan dengan berbagai kelompok sosial dan keluarga. Hidup seseorang dipegaruhi oleh faktor sosial, seperti keluarga, teman, budaya, agama, pendidikan dan sosial ekonominya. Konservasi integritas sosial adalah pengaturan dan akomodasi hubungan khusus seseorang dengan support system. Membuat perubahan dari ketergantungan menuju klien terkadang menimbulkan konflik. Klien membutuhkan dukungan baik dari keluarga ataupun masyarakat baik dukungan finansial maupun non finansial. Tujuan intervensi keperawatan pada konservasi integritas sosial adalah memfasilitasi dukungan keluarga, memberikan
pendidikan kesehatan, memfasilitasi hubungan klien
dengan orang lain (Tomey & Alligood,2006).
Skema 2. 1 Model Konservasi Levine, Terdiri dari Konservasi Energi, Integritras Struktural, Personal, Sosial
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
28
2.3.2 Proses keperawatan dalam Konservasi Levine Asuhan keperawatan berdasarkan prinsip konservasi menggunakan kerangka kerja proses keperawatan. Tetapi ada beberapa perbedaan istilah yang digunakan. Proses keperawatan berdasarkan teori konservasi dari Levine dimulai dari pengkajian, tropicognosis, intervensi dan evaluasi (Tomey & Alligood, 2006).
Pengkajian
meliputi faktor yang berubah
pada aspek energi, integritas struktur,
personal, dan sosial. Perawat mengumpulkan data klien berdasarkan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Wawancara digunakan untuk mencari keluhan utama dan keluhan lainnya serta faktor-faktor yang mempengaruhi dilihat dari aspek energi, integritas struktur, personal dan sosial. Setelah pengkajian, dilakukan
analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan. Levine
menggunakan istilah tropicognosis untuk menyatakan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan digunakan sebagai dasar menilai kebutuhan pasien terhadap bantuan perawat, selanjutnya perawat membuat hipotesis untuk menyelesaikan masalah keperawatan. Perawat menyusun hipotesis tentang masalah dan penyelesaianya. Hipotesis yang dirumuskan memberikan petunjuk
dalam
membuat
intervensi
keperawatan. Tujuannya adalah menjaga keutuhan klien dan meningkatkan proses adaptasi dengan kondisi saat ini (Tomey & Alligod, 2006).
Perawat mengimplementasikan hipotesis sebagai bentuk intervensi keperawatan. Intervensi didesain berdasarkan prinsip konservasi dan direncanakan bersama dengan klien dan keluarga. Pada saat implementasi perawat menguji hipotesis, apakah dapat menyelesaikan masalah klien. Pengujian hipotesis tersebut merupakan proses evaluasi untuk menilai keberhasilan intervensi keperawatan yang telah dilakukan. Setelah intervensi keperawatan, dilakukan evaluasi untuk menilai keberhasilannya. Observasi respon organismic dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis dapat mengatasi masalah klien atau tidak. Jika tidak dapat menyelesaikan masalah klien. perencanaan direvisi dan hipotesis baru ditegakkan. Untuk lebih jelasnya integrasi model konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada anak dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dapat dilihat pada skema 2.2
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
29
Skema 2.2 Integrasi Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Anak yang mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Assesment : 1. Konservasi energi : status hidrasi, status nutrisi, asupan nutrisi dan cairan, haluaran urin, aktivitas dan istirahat 2. Konservasi integritas struktur : pemeriksaan fisik head to toe 3. Konservasi integritas personal : konsep diri, koping dan isyarat perilaku anak 4.Konservasi integritas sosial : interaksi anak dengan tenaga kesehatan dan orang tua/keluarga
Tropicognosis :
Intervensi dan Implementasi :
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit 2.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3.Hipertermi 4. Perubahan proses berpikir
1. Pemenuhan kebutuhan cairan dan pemantauan tanda-tanda dehidrasi 2. Pemenuhan kebutuhan nutrisi 3. Upaya penurunan suhu tubuh dan pengobatan penyakit infeksi 4. Komunikasi terapeutik 5. Peningkatan keterlibatan orang tua/keluarga dalam perawatan anak dan pemberian pendidikan kesehatan.
Hipotesis
FCC
Respon Organismik : 1. Status cairan adequate 2.Anak dapat istirahat dan tidur 3.Suhu tubuh, frekuensi nafas dan nadi dalam batas normal 4.Cemas pada anak dan orang tua berkurang
Adaptif
Wholness
Sumber : Alligod, 2010; Hockenberry & Wilson, 2009, Parker & Smith, 2010.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
30
2.4 Aplikasi Konsep Model Konservasi Levine pada Kasus Kelolaan Utama 2.4.1 Riwayat kesehatan singkat By. A dengan diagnose medis pneumonia dan diare akut, perempuan, usia 8 bulan 14 hari, tanggal lahir 12 Juli 2015, nomor RM 853614, dirawat di ruang infeksi pada tanggal 21 Maret 2016 dengan keluhan demam sejak 2 hari, batuk, pilek, BAB cair 10 kali/hari, nafas sesak, mual muntah, sudah dibawa ke puskesmas dan klinik mendapat obat tempra dan puyer batuk pilek tetapi belum juga sembuh 2.4.2 Tantangan terhadap lingkungan internal klien Tantangan yang dapat menurunkan sumber energy klien adalah kondisi anak yang dirawat di ruang infeksi kelas III. Kesadaran by. A compos mentis dengan GCS 15, suhu tubuh mencapai 39 0 C, klien menderita diare sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dengan konsistensi cair dan tidak berampas. Nafas sesak, keadaan ini dapat meningkatkan kebutuhan energy metabolisme. Selain itu nafas sesak, diare dan suhu tubuh yang meningkat dapat meningkatkan konsumsi energy. Klien membutuhkan energy untuk proses penyembuhan dari infeksinya. 2.4.3 Tantangan terhadap lingkungan eksternal Saat ini klien ditempatkan di ruang infeksi kelas III, yang seharusnya kapasitas tempat tidur 4, tetapi karena banyaknya pasien yang masuk sehingga ditambah menjadi 6 tempat tidur, hal tersebut mengakibatkan suhu ruangan dan ventilasi terasa panas. 2.4.4 Pengkajian 1. Konservasi Energi a. Status Nutrisi dan Cairan Klien demam hari ke 2 , ibu klien mengatakan setiap minum susu anaknya muntah, membrane mukosa kering, bibir pecah-pecah, BAB cair 6 kali, klien mendapat susu LLM 8 x 100 ml b. Eliminasi Ibu klien mengatakan sejak tadi pagi sampai siang BAB cair 6 kali, klien menggunakan pampers dan pampers selalu ditimbang dan dicatat oleh orang tua.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
31
c. Istirahat dan Tidur Ibu klien mengatakan anaknya gelisah karena sesak dan rewel. d. Aktivitas Bermain Selama dirawat diruangan anak hanya berbaring dan tidur. Ibu klien sering mengajak bermain dan bercanda tetapi klien hanya terbaring lemas dan menangis. e. Kebersihan Diri Kulit anak terlihat bersih, sawo matang, dimandikan sehari dua kali pagi dan sore . Dengan cara menggunakan waslap diatas tempat tidur.
2. Integritas Sruktural a. Keadaan Umum Kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5 = 15 b. Tanda-tanda Vital Tekanan darah : 90/60 mmHg, Frekuensi nafas : 36 x/menit (menggunakan O2 2 liter), Frekuensi Jantung :120 x/menit, Suhu : 390C c. Antropometri Berat badan sebelum sakit : 8 kg, Berat badan saat ini : 7,5 Kg, Tinggi badan : 69 cm, BB/TB : 88,23 % (gizi kurang/). d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe 1) Kepala tidak ada chepal hematom, kulit kepala sedikit kotor, rambut jarang. 2) Muka Conjungtiva anemis, bereaksi terhadap cahaya, pupil isokor 3 mm/3mm Terdapat septum nasal, keluaran ada, tidak ada nafas cuping hidung, terpasang selang oksigen. Membrane mukosa mulut kering, palatum ole dan palatum durum utuh, lidah kotor .Telinga bersih, tidak ada nafas cuping hidung, ada retraksi dinding dada, bunyi nafas
vesikuler, terdengar bunyi ronkhi. Bunyi jantung I – II
vesikuler, tidak terdengar bunyi mur-mur dan gallop.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
32
3) Abdomen hepar dan lien tidak teraba, bising usus 30 x/menit, distensi abdomen. 4) Ekstremitas Tubuh klien tampak lemas, akral hangat, CRT < 3 detik. 5) Pemeriksaan integument Kulit teraba hangat, turgor kulit elastis, area sekitar anus terdapat kemerahan. 3. Integritas Personal Sebelum sakit By. A memiliki berat badan 8 kg, setelah sakit berat badan menjadi 7,5 kg. By. A diasuh oleh ua dari ibunya. Karena ibu nya menderita CHF sehingga tidak maksimal menjaga by. A, tetapi ibunya juga tinggal bersama By. A dan uanya.
Orang tua yakin akan
kesembuhan By.A dan senantiasa selalu berdoa. Klien terlihat menangis ketika ditinggal ibu nya ke kamar mandi. 4. Integritas Sosial Semenjak sakit By. A hanya tidur, lemas, tidak terlihat tersenyum saat diajak bercanda, hanya menangis. Hubungan dalam keluarga harmonis, anak mendapatkan kasih sayang dari keluarga. Orang tua selalu bertanya kondisi anaknya.
2.4.5
Tropicognosis Berikut ini adalah tropicognosis yang diidentifikasi pada By. A yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b. Ketidakseimbangan volume cairan c. Hipertermi d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh e. Kerusakan integritas kulit f. Perubahan proses pikir
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
33
2.4.6
Hipotesis Dengan menggunakan model konservasi, berikut adalah hipotesis yang dibuat oleh perawat untuk mengembangkan keperawatan pada By. A, melakukan managemen
respirasi diantaranya melalui
pemberian inhalasi, managemen
cairan dan
melalui kolaborasi dalam pemberian
terapi
kolaborasi
elektrolit
diantaranya
intravena,
pemantauan
intake output / balance cairan secara ketat, penanganan termoregulasi, pemberian nutrisi adekuat yang akan membantu proses penyembuhan melalui
kolaborasi dengan ahli gizi, pemeriksaan laboratorium dan
pemantauan hasil lab. 2.4.7
Intervensi keperawatan
a. Konservasi Energi Perawat melakukan kolaborasi dalam pemberian terapi inhalasi, oksigen, intravena melalui pemasangan infus, memasang
NGT , memberikan
makan cair dan cairan rehidrasi oral (CRO) melalui NGT, melakukan kolaborasi dengan dietisian dalam pengaturan diet pasien yang tepat. Melakukan balance cairan per shift, menganjurkan anak untuk banyak minum b. Konservasi Integritas Struktural Perawat melakukan observasi terhadap tanda-tanda vital setiap 4 jam, mengganti balutan infus dan mengawasi adanya tanda-tanda flebitis pada area di sekitar tempat pemasangan infus melalui metoda SLB (SentuhLihat-Bandingkan). Melakukan perawatan oral hygiene, melakukan pemeriksaan laboratorium serta pemantauan hasil laboratorium. c. Konservasi Integritas Personal Ibu dan keluarga diberi kesempatan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan ketika anak mengalami masalah gangguan cairan dan elektrolit dikarenakan adanya diare, demam. keluarga juga perlu diberi dukungan baik perkembangan klien dengan cara memfasilitasi anak melalui terapi maupun aktivitas yang bersifat teraupetik, misalnya dengan menyusun jadwal aktifitas harian, berdiskusi tentang perawatan saat pulang ke rumah.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
34
d. Konservasi Integritas Sosial Perawat mengikutsertakan keluarga dalam pemasangan infus dengan cara keluarga mendekap anak dan dalam posisi duduk, memberikan kesempatan keluarga untuk merawat, menyentuh dan mendoakan By.A ketika berkunjung, memotivasi ibu dan keluarga dalam merawat anak ketika anak sudah diperbolehkan pulang. 2.4.8
Respon Orgasmik (kriteria hasil ) Sebagai respon terhadap intervensi, perawat dapat mengkaji beberapa orgasmic dibawah ini :
1. Status pernapasan normal 2. Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi 3. Keadaan suhu tubuh stabil atau dalam batas normal 4. Berat badan normal/meningkat 5. Integritas kulit elastis dan utuh
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
35
2.4.9
Evaluasi ( Respon Organismik)
Tropicognosis Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Tanggal 21 Maret 2016 Subjektif : Keluarga mengatakan anaknya masih batuk dan sesak
22 Maret 2016 Subjektif : Keluarga mengatakan anaknya masih batuk dan sesak
23 Maret 2016 Subjektif : Keluarga mengatakan anaknya sesak berkurang
Objektif : Objektif : Objektif : Konservasi Integritas Konservasi Integritas Konservasi Integritas Struktur Struktur : Suara nafas tambahan ronchi, Struktur : : Suara nafas tambahan Suara nafas tambahan ronchi, terdapat tarikan dinding dada ronchi, terdapat tarikan terdapat tarikan dinding dada saat bernafas, saturasi O2 99%, dinding dada saat bernafas, saat bernafas, saturasi O2 98%, Frekuensi nafas : 30 x/menit saturasi O2 96%, Frekuensi nafas : 36 x/menit Tidak menggunakan oksigen Frekuensi nafas : 36 x/menit (menggunakan O2 2 liter), Posisi klien semi fowler (menggunakan O2 2 liter), Posisi klien semi fowler (menggunakan bantal), Posisi klien semi fowler (menggunakan bantal), (menggunakan bantal), Analisis: Analisis: Ketidakefektifan bersihan Analisis: Ketidakefektifan bersihan jalan jalan nafas Ketidakefektifan bersihan nafas jalan nafas Planning: Planning: Kaji status respirasi klien Pertahankan jalan nafas Planning: Kaji status respirasi klien Kolaborasi pemberian Pertahankan jalan nafas Kaji status respirasi klien nebulizer Nacl 0,9 % 2 cc dan
24 Maret 2016 Subjektif : Keluarga mengatakan anaknya sudah tidak sesak tetapi masih ada batuk sesekali Objektif : Konservasi Integritas Struktur : Suara nafas vesikuler, saturasi O2 99%, Frekuensi nafas : 30 x/menit , Posisi klien fowler
Analisis: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Planning: Memberikan informasi kepada keluarga tanda-tanda gawat nafas Memberikan informasi jika tidur atau minum susu posisi
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
36
Pertahankan jalan nafas Kolaborasi pemberian nebulizer Nacl 0,9 % 2 cc dan ventolin 1 amp
Tropicognosis Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Kolaborasi pemberian nebulizer Nacl 0,9 % 2 cc dan ventolin 1 amp
ventolin 1 amp
kepala harus lebih tinggi
Tanggal 21 Maret 2016
22 Maret 2016
Subjektif : ibu klien mengatakan anaknya masih diare sudah 6 kali cair tidak ada ampas dan ada muntah 1 kali
Subjektif : ibu klien mengatakan diare anaknya berkurang jadi 3 kali masih cair dan tidak ada ampas, sudah tidak muntah
Objektif : Konservasi Energi Bab cair tidak ada ampas (menggunakan pampers)
Objektif : Konservasi Energi Bab cair tidak ada ampas (menggunakan pampers)
Konservasi Integritas Struktur Membrane mukosa mulut kering, bibir pecah-pecah, turgor kulit elastis, mata tidak cekung, Suhu : 38 0 C, Intake : Infus: 350 cc, minum: 250 cc Total intake: 600 cc. Out put : Muntah: 50 cc, BAB/BAK : 400 cc Total out put : 450 cc
23 Maret 2016
24 Maret 2016
Subjektif : Subjektif : ibu klien mengatakan anaknya ibu klien mengatakan anaknya berkurang hanya 1 kali sudah tidak diare Objektif : Konservasi Energi Bab sudah ada ampas, konsistensi lunak (menggunakan pampers)
Objektif : Konservasi Energi Bab 1 kali konsistensi padat (menggunakan pampers)
Konservasi Integritas Konservasi Integritas Struktur Membrane mukosa mulut Konservasi Integritas Struktur Membrane mukosa mulut lembab, turgor kulit elastis, Struktur Membrane mukosa mulut lembab, turgor kulit elastis, mata tidak cekung, Suhu : 36 5 0 kering, bibir pecah-pecah, mata tidak cekung, Suhu : 38 C, Intake : Infus: 50 cc, turgor kulit elastis, mata tidak 0 C, Intake : Infus: 300 cc, minum: 400 cc Total intake: 50 cekung, Suhu : 38 C, Intake minum: 250 cc Total intake: 450 cc. Out put : BAB/BAK : : Infus: 300 cc, 550 cc. Out put : BAB/BAK : 150 cc, IWL: 203 cc Total out minum: 230 cc Total intake: 250 cc, IWL : 260 Total out put : 353 cc, balance cairan 530 cc. Out put : BAB/BAK : put : 5100 cc balance cairan : +97 250 cc Total out put : 250 cc + 40
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
37
Integritas Sosial Saat dilakukan pemasangan infus Integritas Sosial dengan pemberian dekapan Klien terlihat tenang dan lemas keluarga dan posisi duduk anak terlihat tenang
Integritas Sosial Klien terlihat mulai mau berinteraksi dengan perawat dan tidak menangis ketika dilakukan perawatan infus
Integritas Sosial Saat di lepas infus klien di dekap oleh ibunya danterlihat tenang
Analisis: ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Analisis: Analisis: Analisis: ketidakseimbangan cairan dan ketidakseimbangan cairan dan Kebutuhan cairan dan elektrolit elektrolit elektrolit terpenuhi
Planning - Kaji status hidrasi klien - Monitor tanda-tanda dehidrasi - Monitor intake dan output klien - Kolaborasi pemberian IUFD Kaen 3 B 8 tpm
Planning - Kaji status hidrasi klien - Monitor tanda-tanda dehidrasi - Monitor intake dan output klien - Kolaborasi pemberian IUFD Kaen 3 B 8 tpm -
Planning - Kaji status hidrasi klien - Monitor tanda-tanda dehidrasi - Monitor intake dan output klien - Kolaborasi pemberian IUFD Kaen 3 B 8 tpm -
Planning Memberikan informasi kepada ibu tanda-tanda anak dehidrasi, dan tetap memberikan minum untuk memenuhi kebutuhan cairanya.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
38
Tropicognosis Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tanggal 21 Maret 2016 Subjektif : ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak muntah, berat badan nya turun 0,5 kg Objektif : Konservasi Energi Klien terpasang NGT dan mendapat diet susu LLM 100ml Konservasi Integritas Struktur BB sebelum sakit: 8 kg, BB saat ini 7,5kg, TB 69cm LLA: 14,5 cm, BB/TB = 7.5/69 = 88,23 % (status gizi kurang), konjungtiva anemis, Integritas sosial Keluarga bertahap belajar memberikan susu lewat NGT dengan didampingi perawat.
22 Maret 2016 Subjektif : ibu klien mengatakan anaknya minum susu melalui selang NGT Objektif : Konservasi Energi Klien terpasang NGT dan mendapat diet susu LLM 100ml Konservasi Integritas Struktur BB sebelum sakit: 8 kg, BB saat ini 7,5 kg, TB: 69 cm, LLA: 14,5 cm, BB/TB = 7.5/69 = 88,23 % (status gizi kurang), konjungtiva anemis,
23 Maret 2016
24 Maret 2016
Subjektif : ibu klien mengatakan anaknya sudah mulai belajar minum susu melalui mulut.
Subjektif : ibu klien mengatakan anaknya sudah bisa minum susu melalui mulut dan sudah makan bubur .
Objektif : Konservasi Energi Klien terpasang NGT dan mendapat diet susu LLM 100ml (NGT), 20 cc (oral)
Objektif : Konservasi Energi Klien sudah tidak terpasang NGT dan mendapat diet bubur dan klien dapat makan dan minum melalui mulut
Konservasi Integritas Struktur BB sebelum sakit: 8 kg, BB saat ini 7,5 kg, TB: 69 cm, LLA: 14,5 cm, BB/TB = 7.5/69 = 88,23 % (status gizi kurang), konjungtiva anemis,
Konservasi Integritas Struktur BB sebelum sakit: 8 kg, BB saat ini 7,5 kg, TB: 69 cm, LLA: 14,5 cm, BB/TB = 7.5/69 = 88,23 % (status gizi kurang),
Integritas sosial Keluarga terlihat dapat memberikan susu lewat NGT dengan didampingi perawat.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
39
Analisis: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Analisis: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Planning : Planning : - Kaji status nutrisi klien - Kaji status nutrisi klien - Timbang BB klien setiap - Timbang BB klien setiap hari hari - Cek kepatenan NGT setiap - Cek kepatenan NGT setiap hari hari - Kolaborasi pemberian makan - Kolaborasi pemberian cair / susu LLM makan cair / susu LLM
Integritas sosial Keluarga terlihat memberikan susu dengan menggunakan sendok dengan posisi kepala anak lebih tinggi
Integritas sosial Keluarga terlihat memberikan makan bubur dengan menggunakan sendok dengan posisi kepala anak lebih tinggi
Analisis: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Analisis: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Planning : Planning : - Kaji status nutrisi klien - Memberikan informasi - Timbang BB klien setiap tentang pentingnya hari memberikan makanan gizi - Cek kepatenan NGT setiap seimbang hari - Menganjurkan - Kolaborasi pemberian keluarga/ibu untuk makan cair / susu LLM mengunjungi posyandu untuk memonitor pertumbuhan dan perkembangan anak
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
40
Tropicognosis Kerusakan integritas kulit
Tanggal 21 Maret 2016
22 Maret 2016
23 Maret 2016
Subjektif : ibu klien mengatakan kulit daerah anus anaknya terlihat kemerahan
Subjektif : Subjektif : ibu klien mengatakan kulit ibu klien mengatakan kulit daerah anus anaknya masih daerah anus anaknya terlihat kemerahan dan mengelupas mengering dan tidak dan ibu mengatakan salep kemerahan Myco Z nya habis Objektif : Konservasi Integritas Objektif : struktur Objektif : Konservasi Integritas Daerah sekitar anus klien Konservasi Integritas struktur tampak kemerahan , klien Daerah sekitar anus klien struktur menggunakan pampers, Daerah sekitar anus klien tampak terlihat mongering klien mendapat salep myco tampak kemerahan , klien dan kemerahan berkurang. Z menggunakan pampers, klien mendapat salep myco Integritas personal dan Integritas personal dan Z (habis) sosial sosial Klien terlihat hanya meringis Klien terlihat menangis Integritas personal dan saat dibersihkan area anusnya kesakitan saat dibersihkan sosial ibu klien terlihat melakukan area anusnya, ibu klien Klien terlihat menangis perawatan area anus dengan terlihat memberikan salep kesakitan saat dibersihkan menggunakan VCO dan myco Z pada daerah anus area anusnya didampingi perawat klien ibu klien terlihat melakukan perawatan area anus dengan Analisis: Analisis: menggunakan VCO dan Kerusakan integritas kulit Kerusakan integritas kulit didampingi perawat
24 Maret 2016 Subjektif : ibu klien mengatakan kulit daerah anus anaknya sudah terlihat lebih baik tetapi masih sedikit kering Objektif : Konservasi Integritas struktur Daerah sekitar anus klien tampak terlihat mongering dan kemerahan berkurang. Integritas personal dan sosial Klien terlihat hanya meringis saat dibersihkan area anusnya ibu klien terlihat melakukan perawatan area anus dengan menggunakan VCO dan didampingi perawat Analisis: Kerusakan integritas kulit
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
41
Planning : - Kaji integritas kulit klien - Libatkan keluarga dalam perawatan bagian anus klien - Anjurkan ibu untuk selalu sgera mengganti pampers saat anak buang air besar atau maksimal 4 jam jika BAK - Kolaborasi untuk pemberian salep Myco Z
Planning : Planning : Analisis: - Kaji integritas kulit klien - Anjurkan ibu untuk Kerusakan integritas kulit - Libatkan keluarga dalam selalu sgera mengganti perawatan bagian anus pampers saat anak klien buang air besar atau Planning : - Kaji integritas kulit klien - Anjurkan ibu untuk maksimal 4 jam jika - Libatkan keluarga dalam selalu sgera mengganti BAK perawatan bagian anus pampers saat anak buang - Menganjurkan ibu untuk klien air besar atau maksimal 4 tetap melanjutkan - Anjurkan ibu untuk jam jika BAK memberi VCO . selalu sgera menggantipampers saat anak buang air besar atau maksimal 4 jam jika BAK
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
42
Tropicognosis Perubahan proses pikir
Tanggal 21 Maret 2016 Subjektif : keluarga mengatakan sedih dan cemas kenapa panas anaknya tidak turun-turun Objektif : Integritas personal dan sosial: Keluarga dapat melakukan membersihkan area anus dengan baik dan memberikan salep myco Z, Ibu dapat melakukan TWS dengan baik Analisis : Perubahan proses pikir Planning : - Kaji keluhan keluarga - Berikan informasi tindakan yang akan dilakukan kepada klien - Libatkan keluarga dalam tindakan/perawatan klien
22 Maret 2016 Subjektif : keluarga mengatakan kenapa panasnya tidak turun-turun Objektif : Integritas personal dan sosial: Keluarga dapat melakukan membersihkan area anus dengan baik dan memberikan VCO, Ibu dapat melakukan pemberian susu melalui NGT. Analisis : Perubahan proses pikir Planning : - Kaji keluhan keluarga - Berikan informasi tindakan yang akan dilakukan kepada klien - Libatkan keluarga dalam tindakan/perawatan klien -
23 Maret 2016 Subjektif : Keluarga mengatakan sekarang telah mengerti dan tidak cemas lagi tentang penyakit anaknya Objektif : Integritas personal dan sosial: Keluarga terlihat lebih dekat dengan anaknya dan selalu ikut serta dalam tindakan yang dilakukan terhadap anaknya. Analisis : Perubahan proses pikir Planning : - Kaji keluhan keluarga - Berikan informasi tindakan yang akan dilakukan kepada klien Libatkan keluarga dalam tindakan/perawatan klien
24 Maret 2016 Subjektif : keluarga mengatakan Senang melihat kondisi anaknya sudah sehat Objektif : Integritas personal dan sosial: Keluarga terlihat lebih tenang, senang dan semangat untuk pulang Analisis : Perubahan proses pikir teratasi Planning : Berikan informasi mengenai kondisi anak saat pulang, dan kontrol kembali serta obatobatan yang harus diberikan keluarga .
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI
3.1 Kompetensi Berdasarkan di Ruang Rawat Praktik residensi keperawatan dilaksanakan untuk menghasilkan ners spesialis. Menurut PPNI (2012) yang disebut ners spesialis adalah perawat yang telah menyelesaikan pendidikan spesialis keperawatan. Kompetensi adalah
kemampuan
seseorang
yang
dapat
terobservasi
mencakup
pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dengan standar kinerja yang ditetapkan (PPNI, 2012). Sedangkan kompetensi ners spesialis keperawatan anak mencakup praktik profesional, legal
dan
etis,
pemberian asuhan
dan
manajemen
asuhan
serta
pengembangan profesional (PPNI, 2012).
Kompetensi ners spesialis pada ranah praktik profesional, legal dan etis berupa praktik akuntabilitas, yang menerapkan prinsip etis dan menghormati serta menjaga kerahasiaan klien. Pada praktik legal seorang ners spesialis harus
melakukan praktik sesuai peraturan perundangan yang ada.
Kompetensi pada ranah pemberi asuhan dan manajemen, ners spesialis harus menerapkan berfikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan dari
pengkajian sampai evaluasi serta kemampuan untuk menjadi
manajer. Sedangkan kompetensi pada ranah pengembangan profesi diantaranya adalah meningkatkan kualitas dengan melakukan penelitian dan pendidikan berkelanjutan (PPNI, 2012).
Dalam rangka mencapai kompetensi tersebut, program pendidikan residensi keperawatan anak dilaksanakan dengan tujuan menghasilkan lulusan yang mampu memberikan
asuhan
keperawatan
kepada klien anak dan
keluarganya secara mandiri. Kompetensi yang ditetapkan meliputi praktik profesional, legal dan etis, pemberian asuhan dan manajemen asuhan serta pengembangan
profesional.
Untuk
mencapai
kompetensi
43 Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
tersebut,
44
mahasiswa dituntut menerapkan berbagai konsep dan teori kesehatan, temuan riset serta kebijakan pemerintah yang berlaku pada anak sehat maupun sakit dengan penyakit akut, kronik dan neonatus pada saat melakukan praktik residensi keperawatan.
Praktik residensi keperawatan anak dilaksanakan dalam 2 tahapan yaitu praktik residensi I dan II. Kontrak belajar dibuat residen sebelum praktik dimulai sebagai acuan kompetensi di masing-masing ruangan. Residen keperawatan anak praktik di area yang sesuai dengan peminatan yang telah dipilih. Dalam praktik ini residen memilih unit neonatologi, non infeksi dan infeksi dengan peminatan utama yaitu ruang infeksi. Pelaksanaan praktik residensi I dilaksanakan di RSAB Harapan Kita di ruang non infeksi selama 6 minggu, di RSUPN Cipto Mangunkusumo di ruang perinatology selama 4 minggu dan di RSPAD Gatot Soebroto di ruang infeksi selama 6 minggu. Praktik residensi II juga dilaksanakan di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama 6 minggu dan RSAB Harapan Kita selama 5 minggu.
3.1.1
Pencapaian Kompetensi di Perinatologi Kompetensi ners spesialis keperawatan anak di perinatologi sebagai pemberi
asuhan
keperawatan
dilakukan
dengan
meningkatkan
ketrampilan profesional pada pengelolaan neonatus dengan masalah respirasi, termoregulasi, gangguan metabolisme yaitu hipoglikemi dan hiperbilirubinemia serta neonatus dengan penyakit infeksi. Kompetensi lainnya yang diperoleh adalah melakukan perawatan metode kanguru, menilai masa gestasi dan usia koreksi bayi, manajemen laktasi, resusitasi
bayi,
menerapkan
asuhan
perkembangan,
memasang
fototerapi, mengoperasikan alat bantu nafas mekanik (CPAP dan ventilator) serta mengoperasikan alat pemantau jantung dan pernafasan. Sebagai agen pembaharu di unit neonatologi, residen keperawatan anak membuat proyek inovasi kelompok. Proyek inovasi kelompok yang telah dilaksanakan adalah optimalisasi komunikasi terapeutik perawat
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
45
dan orang tua. 3.1.2
Pencapaian Kompetensi di Ruang Non Infeksi Kompetensi sebagai pemberi asuhan yang didapat di ruang non infeksi adalah merawat klien dengan gangguan hematologi yaitu leukemia dan thalasemia. Kasus lain yang dikelola adalah merawat klien dengan gangguan sistem perkemihan yaitu nefrotik sindrom dan gagal ginjal dengan menggunakan CAPD, serta merawat anak dengan masalah sistem
onkologi
diantaranya
osteosarkoma
dan
retinoblastoma.
Kompetensi yang didapatkan selama praktik di ruang non infeksi antara lain melakukan manajemen nyeri, persiapan kemoterapi, memantau efek kemoterapi dan manajemen efek kemoterapi. 3.1.3
Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Infeksi Praktik di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita dilaksanakan selama 11 minggu. Beberapa variasi kasus yang dikelola yaitu merawat klien dengan masalah sistem pernafasan diantaranya
pneumonia,
merawat
klien
dengan
gangguan
keseimbangan cairan yaitu diare dan DHF, Pengelolaan kasus lainnya adalah merawat klien dengan HIV/AIDS, Morbili, VSD dan merawat klien dengan gangguan sistem persarafan yaitu meningitis, encepalitis dan cerebral palsi serta kejang demam.
Kompetensi yang didapatkan selama praktik di ruang infeksi diantaranya adalah melakukan
tindakan kolaborasi
pemberian
terapi
oksigen
menggunakan berbagai macam alat bantu nafas, melakukan inhalasi, dan melakukan prosedur hisap lendir. Kompetensi lainnya adalah menilai GCS anak, membantu posisi pemeriksaan dan prosedur pengambilan specimen, memasang infus, memasang NGT, memasang dan melepas kateter serta menilai status dehidrasi.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
46
3.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Kompetensi Menurut Potter, dan Perry (2010) dalam peran perawat klinis spesialis clinical nurse specialist (CNS), dijelaskan bahwa peran klinis spesialis merupakan peran perawat ahli (advanced practice nurse, APN) dengan keahlian dalam bidang praktik spesialisasi tertentu seperti diabetes mellitus, kanker, masalah jantung atau bidang spesifik seperti pediatric atau gerontology. Perawat ini berfungsi sebagai ahli, pendidik, manajer kasus, konsultan dan peneliti untuk merencanakan atau memeperbaiki kualitas keperawatan bagi klien dan keluarganya. Perawat spesialis anak adalah perawat yang memeberikan asuhan keperawatan kepada anak dan keluarga untuk meningkatkan status kesehatan anak, memberikan pendidikan kesehatan dan dukungan pada orang tua untuk dapat memepertahankan kesehatan anak.
Target kompetensi telah ditetapkan oleh akademik agar dicapai selama menjalani praktik residensi keperawatan anak di rumah sakit dalam rangka mencapai kompetensi ners spesialis. Residen keperawatan anak dapat mencapai target kompetensi tersebut sesuai kontrak belajar pada setiap area praktik yaitu di unit neonatologi, ruang non infeksi dan ruang infeksi anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSAB Harapan Kita dan RSPAD Gatot Soebroto.
Pada target kompetensi pemberi asuhan, residen keperawatan anak memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada klien anak yang dirawat. Beragamnya kasus yang dikelola menambah pengalaman dan wawasan yang luas bagi residen keperawatan anak. Di samping itu ketika praktik di unit neonatologi, residen keperawatan anak mendapat tambahan pengetahuan dengan mengikuti beberapa materi pelatihan tentang perawatan neonatus. Penambahan pengetahuan tidak hanya diperoleh saat praktik di unit neonatologi, namun ketika praktik di ruang non infeksi dan infeksi juga mendapat materi dengan mengikuti kuliah pakar oleh dokter konsultan.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
47
Pembahasan beberapa materi menambah pengetahuan dan menjadi dasar bagi residen keperawatan anak dalam mengelola klien. Selain adanya penambahan materi dari para pakar, residen
keperawatan anak juga
melakukan pembelajaran mandiri selama praktik dengan melakukan reflektif practice. Permasalahan yang ditemukan residen di lapangan kemudian dicari solusinya dengan mencari literatur terkait. Melalui reflektif
practice serta
bantuan
dari pembimbing
dan supervisor
menambah rasa percaya diri residen dalam mengelola klien.
3.2.1
Pemberi Asuhan Keperawatan Selama praktik residensi I dan II, residen memberikan asuhan keperawatan langsung pada klien. PPNI (2012) menjelaskan peran perawat sebagai pemberi asuhan berarti perawat menerapkan kemampuan berfikir kritis dan pendekatan sistem untuk menyelesaikan masalah serta pembuatan keputusan keperawatan yang komprehensif berdasarkan aspek legal dan etis. Dalam menjalankan peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat
spesialis
anak
ketika
melakukan
tindakan
keperawatan
menerapkan konsep-konsep keperawatan anak yaitu konsep tumbuh pertumbuhan
dan
perkembangan,
konsep
hospitalisasi,
konsep
keperawatan yang berfokus pada keluarga, konsep perawatan yang tidak menimbulkan trauma dan konsep bermain. Asuhan keperawatan yang dilakukan residen menggunakan teori keperawatan model konservasi Levine. Beberapa asuhan keperawatan yang telah dicapai digambarkan pada pencapaian target di masing-masing ruang perawatan 3.2.2
Advokat Sebagai advokat, perawat membantu anak dan keluarga untuk menentukan pilihan dan bertindak yang terbaik untuk klien dan keluarga. Perawat menjamin keluarga mengetahui pengobatan dan prosedurnya serta dilibatkan dalam perawatan anak (Wong et al., 2009). Dalam hal ini, Residen keperawatan anak memastikan tindakan yang diberikan aman bagi klien termasuk pemberian obat. Residen keperawatan anak memfasilitasi klien dan keluarga untuk menerima informasi/penjelasan
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
48
tentang kondisi kesehatannya dari dokter. Residen keperawatan anak memfasilitasi hak klien untuk menolak dilakukan perawatan.
Ketika residen praktik diruang infeksi, ada seorang ayah an.M, bercerita kepada residen jika anaknya sakit kepalanya kambuh, ayah klien meminta obat kepada perawat untuk menghilangkan sakit kepala anaknya tetapi perawatnya bilang baru diminum 2 jam yang lalu, residen melihat anak tersebut dan melihat anak sangat kesakitan dengan wajah meringis dan tangan
menggenggam
membenturkan
penghalang
kepalanya
ke
tempat
kasur.
Saat
tidur
sambil
dilaporkan
sesekali keperawat
penanggung jawab, jawabanya sama seperti yang dikatakan ayah an. M, residen memberi saran kepada perawat untuk lapor dokter yang menangani an. M tetapi jawaban perawat tidak berani dan sedang sibuk. Residen melaporkan hal tersebut kepada kepala ruangan dan kepala ruangan langsung telepon dokter terkait lalu anak tersebut diberikan obat ketorolac perdrip. 3.2.3
Konsultan Peran sebagai konsultan dilakukan dengan memberikan konsultasi kepada
keluarga
klien
mengenai
perawatan
anaknya.
Beberapa
konsultasi yang dilakukan antara lain memberikan alternatif tindakan untuk menurunkan suhu tubuh klien karena ibu mengeluh anaknya tidak berespon dengan pemberian obat penurun panas. Peran sebagai konsultan yang diberikan kepada perawat ruangan adalah tindakan kombinasi pemberian antipiretik dan kompres tepid water sponge untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam tinggi. 3.2.4
Pendidik Peran sebagai pendidik berarti memberikan pendidikan pada orang lain sesuai dengan kepakaran dalam bidang ilmunya (PPNI, 2012). Residen keperawatan anak melakukan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarganya
berdasarkan
permasalahan
yang
muncul.
Pendidikan
kesehatan dilakukan sebagai upaya mempersiapkan keluarga agar mampu merawat anaknya setelah pemulangan dari perawatan di rumah sakit.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
49
Pendidikan kesehatan yang dilakukan di perinatologi antara lain perawatan metode kanguru dan teknik pemberian ASI pada bayi. Di ruang non infeksi antara lain memberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan infeksi pada anak dengan leukemia, manajemen nyeri dan tatalaksana perawatan CAPD. Sedangkan di ruang infeksi antara lain memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen nyeri, tatalaksana demam,
fisioterapi
dada dan
range of
motion
(ROM).
Selain
memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarganya, residen keperawatan anak juga memberikan pengetahuan berdasarkan evidence based kepada perawat yang berada di ruang perinatologi, non infeksi dan infeksi. 3.2.5
Kolaborasi Kolaborasi dilakukan residen dengan tim kesehatan lain yaitu dengan dokter, ahli gizi, terapis rehabilitasi, farmasi dan laboran. Residen mengkomunikasikan kebutuhan klien kepada tim kesehatan lain yang sesuai dengan kebutuhan klien. Residen keperawatan anak dan tim kesehatan lain bersama-sama merawat klien. Tindakan kolaborasi yang dilakukan antara lain dengan dokter tentang kejelasan instruksi pemberian terapi dan pemberian dosis terapi. Kolaborasi dengan ahli gizi yaitu tentang kebutuhan nutrisi pada anak.
3.2.6
Peneliti Selama praktik residensi, residen keperawatan anak menerapkan hasil penelitian. Hasil penelitian yang diterapkan oleh residen keperawatan anak antara lain di unit neonatologi tentang
penilaian residu terhadap
kesiapan minum pada neonatus. Selain itu juga residen keperawatan anak menerapkan perawatan neonatus menggunakan metode kanguru. Di ruang non infeksi tentang perawatan mukositis dengan menggunakan madu pada anak dengan leukemia, selain itu juga residen menrapkan penatalaksanaan perawatan CAPD . Di ruang infeksi tentang pemberian kompres NACL pada anak yang mengalami phlebitis dan pemberian dekapan dan posisi duduk saat pemasangan infus untuk mengurangi distress pada anak.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
50
3.2.7
Agen Pembaharu Pencapaian peran perawat sebagai agen pembaharu dapat dilaksanakan residen keperawatan anak di 2 ruangan yaitu ruang unit neonatologi dan ruang infeksi. Residen keperawatan anak melakukan proyek inovasi di ruang unit neonatologi megenai optimalisasi komunikasi terapeutik perawat neonatus dan orang tua klien. hal tersebut didasari oleh observasi residen yang melihat orang tua yang anaknya dirawat di ruang neonatologi sangat membutuhkan informasi mengenai perkembangan anaknya, selain itu orang tua hanya bisa melihat dari luar inkubator, komunikasi yang ditemukan residen antara perawat dan orang tua hanya sebatas mengingatkan cuci tangan tanpa memberitahu perkembangan anaknya sehingga residen melakukan proyek inovasi. Pada ruang infeksi residen juga melakukan proyek inovasi untuk memenuhi kebutuhan cairan pada anak maka dilakukan pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemsangan infus hal tersebut untuk mengurangi distress pada anak, dan memudahkan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan.
3.3
Implementasi Evidence Based Practice Residen melakukan proyek inovasi di ruang infeksi RSUPN Cipto Mangunkusumo yaitu untuk mengatasi kebutuhan cairan pada anak diperlukan
pemasangan
infus.
Residen
masih
melihat
tindakan
pemasangan infus di ruangan tersebut masih menggunakan restrain (beberapa orang memegang tangan, kaki, badan dan kepala) hal tersebut membuat anak semakin takut, distress dan membuat sulit perawat untuk melakukan tindakan pemasangan infus. Berdasarkan hal tersebut, residen membuat proyek inovasi mengenai pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus. 3.3.1 Persiapan Penyusunan proposal inovasi dilakukan oleh mahasiswa berdasarkan evidence based dan jurnal-jurnal penelitian ilmiah. Penyusunan proposal dilakukan melalui proses bimbingan dan konsultasi dengan supervisor, supervisor utama dan juga konsultasi dengan supervisor
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
51
ruangan
anak.
Proposal
dipresentasikan
melalui
pendekatan
mahasiswa dengan Supervisor Utama Ruangan anak, Kepala Ruangan, Perawat Associate (PA), Perawat Primer (PP) dikarenakan kesibukan dan keterbatasan waktu.
Hasil dari presentasi inovasi
yaitu: a). Proposal inovasi berdasarkan evidence based dan jurnal ilmiah tentang dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan infus disetujui dan diijinkan oleh Supervisor dan Kepala ruangan untuk diimplementasikan di ruang anak RSUPN Rr. Cipto Mangunkusumo. b). Rencana pelaksanaan waktu implementasi inovasi dilakukan selama 2 Minggu mulai 7 – 18 Maret 2016 c). Rencana pelaksanaan evaluasi implementasi proyek inovasi dilakukan
langsung setelah implementasi.
3.3.2 Pelaksanaan Pelaksanaan implementasi proyek inovasi tentang dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan infus dimulai setelah dilakukan sosialisasi proposal inovasi. Pelaksanaan implementasi dilakukan selama 2 Minggu. Adapun prosedur pelaksanaan proyek inovasi sebagai berikut: a). Mengidentifikasi sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi (anak yang berusia 6 bulan sampai anak usia sekolah dalam perawatan di Gedung A lantai 1, yang akan dilakukan pemasangan infus b). Melakukan identifikasi karakteristik demografi anak (usia, jenis kelamin, dan diagnosa medis). c). Melakukan penilaian skor distress dengan menggunakan Children Fear’s Score pada kelompok kontrol d). Melakukan penilaian skor distress dengan menggunakan Children Fear’s Score pada kelompok intervensi dengan pemberian dekapan keluarga dan pemirian posisi duduk. e). Melakukan evaluasi langsung saat anak dilakukan pemaangan infus.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
52
3.3.3 Evaluasi Evaluasi terhadap anak yang diberikan pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk pada saat pemasangan infus dengan cara menilai skor distress menggunakan formulir Children Fear’s Score.
Hasil pelaksanaan intervensi pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk Tterhadap distress pada saat pemasangan infus yaitu: Tabel 3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSCM, 07 s/d 18 Maret 2016 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Kelompok Kontrol (n = 10) N % 3 30% 7 70 %
Kelompok Intervensi (n=10) N % 4 40 % 6 60 %
Berdasarkan karakteristik responden menurut jenis kelamin pada tabel 3.1, pada kelompok kontrol paling banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 70%, begitu juga pada kelompok intervensi paling banyak perempuan yaitu 60%.
Tabel 3.2 Hasil Analisis Usia dan Skor Distres Responden Saat Dilakukan Pemasangan Infus di RSCM, 07 s/d 18 Maret 2016 Variabel Usia Skor distress
Kelompok Kontrol Intervensi Kontrol Intervensi
N 10 10 10 10
Min-Max 8 – 96 11 – 108 3–4 0 -2
Mean ± SD 36.80 ± 34.07 32.30 ± 28.952 3.70 ± 0.483 0.60 ± 0.699
Berdasarkan pada tabel 3.2, rerata usia responden anak pada kelompok kontrol adalah 36.80 bulan dengan standar deviasi 34.07 . usia paling muda adalah 8 bulan dan paling tua adalah 96 bulan. Rerata usia responden responden anak pada kelompok intervensi adalah 32.30 bulan
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
53
dengan standar deviasi 28.95. usia paling muda adalah 11 bulan dan yang paling tua adalah 108 bulan.
Skor distress yang dinilai adalah respon anak saat dilakukan pemasangan infus dikaji menggunakan Children Fear’s Score (CFS). Berdasarkan tabel 3.2, proporsi skor distress pada kelompok kontrol mempunyai rerata 3.70 dengan standar deviasi 0.483 dengan skor terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 4,. sedangkan pada kelompok intervensi mempunyai rerata 0.60 dengan standar deviasi 0.699 dengan skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah 2.
Tabel 3.3 Hasil Analisis Skor Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus di RSCM Karakteristik Skor Distress Mean ± SD Min – Max Penurunan Skor
Kontrol
Intervensi
3.70 ± 0.48 3–4
0.60 ± 0.6999 0–2
95% CI Lower Upper
P Value
2.474
0.00001
3.726
- 3.1 ± 0.1669
Tabel 3.3 menunjukan bahwa nilai p skor distress sebesar 0.00001 ( P < 0.05) sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna skor distress pada kelompok kontrol dan intervensi
Dukungan dari supervisor dan pembimbing klinik serta kepala ruang dan perawat ruangan sangat membantu dalam kelancaran proyek inovasi. Namun kelemahan yang diemukan saat melakukan proyek inovasi di ruang infeksi adalah bahwa proyek inovasi hanya dilakukan pada 20 klien terbagi dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Meskipun proyek inovasi hanya dilakukan pada 20 anak, namun hasil menunjukkan tindakan tersebut efektif dalam menurunkan distress pada
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
54
anak saat pemasangan infus. Kelemahan lain, sosialisasi proyek inovasi perlu ditingkatkan agar semua perawat dapat melakukannya. Harapannya perawat primer dapat melakukan sosialisasi berlanjut ke semua perawat ruangan. Pelaksanaan proyek inovasi membantu residen keperawatan anak
dalam
pencapaian
kompetensi
sebagai
pemimpin
dan
pengembangan profesi (PPNI, 2012)
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 4 PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pembahasan penerapan teori keperawatan pada asuhan keperawatan anak dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, serta pembahasan tentang praktik spesialis anak dalam pencapaian kopetensi.
4.1 Penerapan Model Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit Asuhan keperawatan yang dilakukan pada lima kasus kelolaan dalam karya ilmiah ini menggunakan pendekatan teori keperawatan yang dikembangkan oleh Myra E. Levine yaitu model konservasi dalam pencapaian keutuhan individu. Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian, tropicognosis, hipotesis, intervensi dan evaluasi. Berdasarkan lima kasus yang menjadi pembahasan di karya ilmiah ini memiliki penyakit utama yaitu 2 pasien dengan pneumonia dan diare, 1 pasien dengan HIV, 1 pasien dengan morbili, dan 1 pasien dengan DHF. Asuhan keperawatan yang diberikan pada lima pasien kelolaan, diantaranya memiliki masalah infeksi saluran pencernaan yang menyebabkan terjadinya gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Ketidakseimbangan fisiologis atau homeostatis bergantung pada berbagai proses fisiologis yang mengatur asupan dan haluaran cairan serta pergerakan air dan zat terlarut diantara kompartemen tubuh. Hampir setiap penyakit memiliki kemungkinan
untuk mengancam keseimbangan cairan dan
elektrolit. Bahkan disaat klien sehat dalam kehidupan sehari-hari, suhu yang ekstrem atau aktivitas berlebihan dapat mengganggu keseimbangan jika asupan cairan tidak dipertahankan secara adequate (Kozier, Erb, Berman et al, 2010). Anak memiliki kebutuhan cairan dan elektrolit yang lebih banyak karena pada usia anak memiliki rata-rata laju metabolik yang tinggi, Insensible water loss (IWL) yang tinggi, kemampuan konsentrasi urin yang rendah (Hockenberry, 2013).
55 Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
56
Pengkajian dalam pemberian asuhan keperawatan pada lima kasus kelolaan dalam karya ilmiah ini akan dijelaskan berdasarkan empat prinsip konservasi yang dikembangkan oleh Myra E Levine, yaitu konservasi energy, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal dan integritas sosial. 1.1.1
Karakteristik pasien kelolaan usia yang dikelola adalah 3 bulan samapai dengan 9 tahun, 4 pasien berusia dibawah lima tahun dan 1 pasien berusia diatas lima tahun. Anak usia dibawah lima tahun merupakan salah satu resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berupa infeksi pada saluran pencernaan (Adisasmito, 2007).
Bayi dan anak yang sedang tumbuh memiliki perpindahan cairan yang jauh lebih besar dibanding orang dewasa karena laju metabolisme mereka yang lebih tinggi meningkatkan kehilangan cairan. Bayi kehilangan cairan melalui ginjal karena ginjal yang belum matang kurang mampu menyimpan air. Selain itu pernafasan bayi lebih cepat dan
area permukaan tubuhnya secara proporsional lebih besar
dibandingkan orang dewasa, sehingga meningkatkan kehilangan cairan yang tidak dirasakan. Perpindahan cairan akibat penyakit dapat mengakibatkan ketidakseimbangan cairan yang kritis pada anak terjadi lebih cepat dibanding orang dewasa (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).
Karakteristik nutrisi anak, berdasarkan perhitungan kebutuhan nutrisi dengan menggunakan standar WHO, 4 pasien mengalami gizi kurang. Gupta (2014) dalam penelitianya mendapatkan informasi bahwa status gizi pada anak di bawah 5 tahun menjadi faktor resiko terjadinya infeksi saluran pencernaan yang mengakibatkan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. .
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
57
Riwayat pemberian ASI, kelima pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif. Galma dan Wahyuni (2014) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa bayi yang diberi ASI ekslusif selama kurang dari 6 bulan berisiko lebih besar untuk mengalami resiko infeksi saluran pencernaan daripada bayi yang diberikan ASI selama 6 bulan penuh. ASI memiliki mekanisme anti infeksi melalui proteksi terhadap bakteri dan anti viral.
1.1.2
Konservasi Energi Konservasi energi mengacu pada pencapaian keseimbangan antara energi yang tersedia yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menghindari kelelahan yang berlebihan, yaitu melalui nutrisi yang adequate, istirahat dan aktivitas yang cukup (Alligood, 2014). Berdasarkan hasil pengkajian konservasi energi pada 5 pasien kelolaan, masing-masing pasien mendapatkan program nutrisi enteral sesuai dengan tahapan usia dan kebutuhan energi.
Aspek pengkajian istirahat dan aktivitas pada kelima pasien kelolaan dikaji berdasarkan tingkat aktivitas mereka selama menjalani perawatan di ruang infeksi anak. Lima pasien anak yang dikelola umumnya memiliki tingkat aktivitas yang minimal. Penilaian ini dilakukan sebagai upaya pemenuhan energi awal saat pasien berada pada kondisi sakit, untuk selanjutnya pemenuhan kebutuhan energi menggunakan perhitungan Resting Energy Expenditure (REE). Penilaian kebutuhan energi ini akan berbeda-beda antara satu pasien dengan lainya, hal ini ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, penyakit penyerta dan faktor stress yang dialami pasien (Tatucu-Babet, Ridley, & Tierney, 2016).
Beberapa masalah keperawatan (tropicognosis) yang muncul dari hasil pengkajian
pada
prinsip
konservasi
energi
antara
lain
yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, peningkatan suhu tubuh, resiko perluasan infeksi selanjutnya hipotesis akan disusun sebagai rencana penyelesaian masalah keperawatan (tropicognosis) yang muncul dan dilaksanakan pada tahapan intervensi keperawatan.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
58
Intervensi utama yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan (tropicognosis) yang muncul antara lain adalah menilai kebutuhan nutrisi, melakukan pengukuran suhu tubuh setiap 2 jam, melakukan kompres hangat dan kolaborasi pemberian obat antipiretik, serta meningkatkan tindakan pencegahan infeksi dan kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Evaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan adalah menilai respon organismic yang muncul dari pasien, yaitu kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi sesuai dengan kebutuhan pasien, perkembangan penyakit pasien kea rah perbaikan, suhu tubuh pasien dalam batas normal, tanda-tanda infeksi pada pasien berkurang atau bahkan teratasi.
1.1.3
Konservasi Integritas Strukrur Konservasi integritas struktur mengacu pada upaya mempertahankan atau mengembalikan struktur tubuh, yaitu mencegah terjadinya kerusakan fisik dan meningkatkan kesembuhan (Fawcet, 2010). Pengkajian pada konservasi integritas struktur dalam lima pasien kelolaan meliputi pengkajian pada sistem pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal dan eliminasi, integumen, dan musculoskeletal. Dari pengkajian tiap sistem tersebut. Masalah utama yang muncul umumnya terdapat pada sistem gastrointestinal, yaitu masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Berdasarkan kelima kasus kelolaan ditemukan tanda dan gejala yang berkaitan dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit salah satu nya adalah dehidrasi. Dalam keadaan normal, cairan tubuh berada dalam keseimbangan. Oleh karena suatu, keseimbangan cairan tubuh dapat mengalami gangguan. Secara garis besar, gangguan keseimbangan cairan tubuh
terbagi
dua
yakni
edema
(hipervolemik)
dan
dehidrasi
(hipovolemik) (Asmadi, 2008). Menurut James, Nelson, dan Ashwill (2013) dehidrasi atau kehilangan cairan lebih dari asupan cairan, merupakan salah satu penyebab paling
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
59
umum dari rawat inap pada bayi dan anak-anak karena akibat
dari
gastroenteritis berat, yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas (Diggins, 2008 dalam James, Nelson, & Ashwill 2013). Penurunan asupan cairan atau peningkatan kehilangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi dapat mengakibatkan
kekurangan
elektrolit dan cairan (James, Nelson, & Ashwill 2013). Menurut James, Nelson, dan Aswill (2013) penyebab dehidrasi sangat bervariasi, diantaranya dehidrasi yang diakibatkan oleh gangguan sistem: Saluran cerna: muntah, diare, stenosis pylorus, malabsorbsi; Endokrin: demam, diabetes mellitus, cystic fibrosis,; Kulit: luka bakar; Pernafasan: takipnea; Perkemihan: gagal ginjal; Kardiovaskular: gagal jantung. Dehidrasi dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, akan tetapi dehidrasi neonatus dan bayi sangat rentan terhadap efek dehidrasi. (Bhutta, 2011 dalam James, Nelson, & Ashwill, 2013). Tindakan keperawatan yang diberikan selama mengelola kasus, selain menerapkan prinsip konservasi juga menerapkan konsep family centered care. Pada trophicognosis ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tindakan yang dilakukan terkait dengan konservasi energi antara lain melakukan pemantauan terhadap terjadinya perubahan status mental, mengkaji status hidrasi seperti turgor kulit, mukosa mulut, akral, kapilari refill, melakukan pencatatan frekuensi, jumlah dan konsistensi diare, serta menghitung balance cairan setiap shift, mempertahankan pemasukan cairan sesuai dengan pengeluaran, menganjurkan anak untuk banyak minum. Tindakan lainya yaitu pemberian cairan rehidrasi oral dan parenteral. 1.1.4
Konservasi Integritas Personal Pada konservasi integritas personal mengacu pada upaya mempertahankan atau mengembalikan pemahaman dari indentitas, harga diri dan pengakuan terhadap diri pasien. Prinsip ini menekankan pada upaya yang keras dari individu dalam mempertahankan indentitas dirinya (Fawcett, 2010). Pengkajian pada konservasi integritas personal ini berdasarkan perilaku dan gejala yang tampak pada anak. Seperti kegelisahan, ansietas,
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
60
perubahan mood, penurunan tingkat kesadaran, anak menjadi sianotik (Hockenberry, & Wilson, 2013). Tanda awal dan utama untuk mengenali adanya gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit adanya respon lemas dan gelisah. Pada kelima pasien kelolaan terlihat lemas dan rewel, dan 1 pasien By. J mengalami penurunan kesadaran.
1.1.5
Konservasi Integritas Sosial Konservasi integritas sosial mengacu pada pengakuan terhadap individu sebagai bagian dari sosial, dalam hal ini melibatkan hubungan interaksi pasien dengan orang lain termasuk orang tua, perawat dan tenaga kesehatan lain (Alligod, 2014). Konservasi integritas sosial ini juga berfokus pada kemampuan seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan atau sistem sosial disekitarnya (Alligod, 2014).
Pengkajian integritas sosial pada pasien kelolaan belum dapat dinilai kecuali pada pasien kelolaan kedua (An. F) yang telah berusia 9 tahun. Pengkajian konservasi integritas sosial ini dapat dilakukan dengan baik jika anak sudah membaik dan interaksi terus menerus dengan perawat. Asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien kelolaan dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan nutrisi terkait dengan integritas sosial yaitu
dalam tindakan pemberian cairan parenteral terkadang
membuat anak menjadi distress, tidak nyaman, menangis, dan meronta (Thomas, et al, 2009). Menurut Laurie, A., Jennifer, S., & Janet, L. (2007) dalam penelitianya menyatakan bahwa pemberian dekapan dan posisi tegak dapat menurunkan distress pada saat pemasangan intravena pada anak, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fartier., Blount., Wang., Mayes., & Kain. (2011) yaitu pemberian dekapan sebelum operasi dapat menurunkan kecemasan pada anak dan pemberian dekapan pada anak dengan penyakit infeksi dapat diterapkan pada saat prosedur klinik diantaranya pemasangan infus (Bray., Lucy., Snodin., Jill., & Carter, B. ,2014).
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
61
Dalam hal ini peran penting perawat tetap memberikan cairan parenteral dengan cara menerapkan konsep family centered care yaitu memberikan dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus untuk mengurangi distress. Kondisi menangis, gelisah dan distress dapat meningkatkan BMR dan produksi panas hal tersebut dapat mempengaruhi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Oleh karena itu dalam melakukan tindakan pemasangan infus dengan pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk, residen sangat memperhatikan respon anak dalam hal ini distress. Meskipun dengan pemberian tindakan yang sama yaitu pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus, naman respon distress ditunjukkan berbeda oleh individu.
Respon berbeda tersebut muncul pada kasus An. F menunjukan Score awal distress 3 menjadi 0 , klien lebih kooperatif dan tenang saat dilakukan pemasangan infus dengan pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk. Hal ini bisa terjadi karena anak sudah berusia sekolah sehingga perkembangan kognitif sudah mulai matang dan anak mampu menerima penjelasan yang diberikan oleh perawat maupun orang tua. Namun pada By. J, An. A, An. M dan An. Al meskipun usia masih bayi dan toddler menunjukan awal Score distress 4 menjadi 1, klien tidak kooperatif saat dilakukan pemasangan infus dengan pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk, hal ini sesuai denga penelitian yang dilakukan oleh Uman, LS., Birnie, KA., Parker, JA., Chambers, CT., McGrath & Kisely, SR. (2013) yaitu respon pada anak-anak dan remaja pada saat dilakukan prosedur tindakan invasive terdapat perbedaan. dan dengan pemberian dekapan orang tua efektif untuk mengurangi cemas pada anakanak pada saat tindakan invasive (Mahoney, L., Ayers, S. & Seddon, P, 2010).
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
62
1.2 Kelebihan dan Keterbatasan Penerapan Model Konservasi Levine Model konservasi Levine dapat diterapkan pada semua kasus dengan masalah dan diagnosis yang berbeda. Prinsip-prinsip konservasi dalam model konservasi Levine telah mencakup masalah yang sering ditemukan yaitu aspek bio, psiko, sosial dan spiritual dan dapat dijadikan acuan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Model konservasi Levine juga dapat diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak yang mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Penerapan model konservasi Levine pada anak ditemukan adanya kendala, terutama untuk prinsip integritas personal. Integritas personal dilakukan dengan memelihara identitas diri, harga diri, dan mengakui keunikan pasien. Mengkaji identitas diri maupun harga diri pada anak sulit dilakukan. Hal yang bisa dilakukan untuk integritas personal ini adalah dengan mengkaji masalah-masalah yang terjadi saat ini, dan kemungkinan dapat mengganggu keutuhan integritas personal klien di masa yang akan datang, seperti cidera fisik, gangguan pertumbuhan, kecacatan, dan dalam konservasi Levine pengkajian spiritual tidak dipaparkan secara rinci.
Tujuan model Levine adalah tercapainya wholness (keutuhan), namun Levine tidak menjelaskan secara rinci bagaimana jika klien yang dirawat mengalami perburukan atau meninggal. Apaakah model ini dapat disebut gagal diterapkan pada klien tersebut. Model konservasi Levine hanya menjelaskan keutuhan sebagai tujuan akhir dan tidak menjelaskan bagaimana jika tujuan tersebut tidak tercapai.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan 5.1.1 Pemberian dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus diimplementasikan kepada kelima kasus kelolaan, dan terdapat sedikit perbedaan skor distress terhadap kelima kasus tersebut. Hal ini disebabkan karena faktor usia berbeda. Pemberian dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk yang terlihat pada kelima kasus dapat mengurangi skor distress pada anak yang sedang dilakukan pemasangan infus.. 5.1.2 Model konservasi Levine dapat diaplikasikan pada pemberi asuhan keperawatan dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Model ini dapat membantu mempercepat proses adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada anak akibat penyakit yang dialaminya. Anak dan orang tua dapat mempertahankan fungsinya dengan cara meningkatkan konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial. Namun pelaksanaanya mengalami kesulitan pada aspek integritas personal pada bayi dan toddler. 5.1.3 Berdasarkan gambaran kasus, trophicognosis yang ditemukan pada anak dengan infeksi mencakup empat konservasi. Tropicognosis pada konservasi energi adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, pada integritas struktur yaitu
ketidakseimbangan
cairan
dan
elektrolit.
Sedangkan
trophicognosis pada integritas personal dan sosial adalah cemas baik pada anak maupun orang tua. Hipotesis dan intervensi yang dilakukan untuk masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit adalah pemantauan pemasukan dan pengeluaran, memberikan pemasukan yang adequate, kolaborasi pemberian cairan intravena dan cairan rehidrasi
63 Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
64
oral serta memfasilitasi interaksi anak dan keluarga melalui family centered care yaitu dengan pemberian dekapan keluarga saat pemasangan infus untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit. 5.1.4 Pencapaian kompetensi pada beberapa area praktik telah memperkaya pengalaman residen keperawatan anak. Berbagai peran perawat baik sebagai pemberi asuhan, advokat, konselor, pendidik, kolaborator, konsultan dan agen pembaharu telah dilakukan selama praktik dalam rangka mencapai kompetensi ners spesialis anak. Hal ini sebagai bekal untuk dikembangkan lebih lanjut di kemudian hari,
5.2 Saran 5.2.1 Pengelolaan klien menggunakan model konservasi dapat diterapkan pada anak dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Pada asepek pengkajian konservasi personal perlu dikembangkan menggunakan pengkajian
instrument
perkembangan
pengkajian Denver
II
yang atau
menunjang KPSP,
seperti
pengkajian
temperamen anak dan pengkajian psikologis anak 5.2.2 Perawat hendaknya lebih meningkatkan perannya, tidak hanya sebagai pemberi asuhan keperawatan, namun juga peran sebagai advokator, educator, konselor, dan innovator. Melalui peran tersebut, perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat anak. 5.2.3 Perawat diharapkan meneruskan proyek inovasi yang telah dilaksanakan yaitu tentang pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk pada anak saat pemasangan infus, sehingga hasilnya dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan untuk pembuatan SPO.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA
Alligod, M.R. (2014). Nursing theory : Utilization & application (5 Missouri : Elsevier Mosby.
th
edition).
Axellin, A., Salanter, S., Kiriavainen, J., & Lehtonen, L. (2009). Oral glucosa and parenteral holding preferable tp avoid in pain management in preterm infants. Clin J pain, 25 (2), 138-145. Ball, J.W., & Bindler, R.C. (2003). Pediatric nursing caring for children. 3 th edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Bowden, V.R. & Greenberg, CS. (2010). Children and their families. The continuum of care (2nd ed). Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. Bray., Lucy., Snodin., Jill., & Carter, B. (2014). Holding and restraining in children for clinical procedures within an acute care. Journal Nursing Inquiri, 22 (2), 157-167. Brenner, M., Parahoo, K., & Taggarart, L. (2007). Restraint in children’s nursing : ressing the distress. Journal of Children’s and Young People’s Nursing, 1(4), 159-162. Dougherty. L., (2008). Iv therapy: recognizing the differences between infiltration and extravasation. British journal of nursing, 17 (14), 7 – 14.
Fartier., Blount., Wang., Mayes., & Kain. (2011). Analysing a parental holding preoperative intervention programme. Britsh Journal of Anaesthesia, 1-6. Fawcet, J. (2010). Contemporary nursing knowledge: Analisys & evaluation of nursing models and theories. (2nd ed). Philadhelphia: F. A. Davis Company. Giese, H. (2010). Positioning for comfort.St. Joseph Children Hospital. Halim, H. (2011). (Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia). Edema: Kompendium nefrologi anak. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia). Hockenberry, M & Wilson, David. (2013). Wongs essentials of pediatric nursing. (9th edition). St. Louis Missouri: Elsevier Mosby. Hockenberry, M & Wilson, David. (2012). Wongs essentials of pediatric nursing eight edition. Inc. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. Hockenberry, M., & Wilson, D. (2009). Essential of pediatric nursing. St. Louis: Mosby Year Book. 65 Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
66
James, R. S., Nelson, A. K., & Ashwil, W. J. (2013). Nursing care of children principles & practice. St Louis: Saunders Johnson, M.A., (2007). Cairan tubuh, elektrolit, dan mineral. Polton Sports Science & Performance Lab. www.pssplab.com. Diunduh tanggal 3 Mei 2016. Kozier, D., Erb, G., Berman, A., Snyder, S.J. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, dan praktik. (Ed. 7). Vol.2. Jakarta : EGC.
Laurie, A., Jennifer, S., & Janet, L. (2007). Parental holding and positioning to decrease IV distress in young children: A Randomized Controlled Trial. Journal Pediatric of Nursing, 22 (6), 440-447. Lestari, B.K. (2013). Dampak dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus di RSAB Harapan Kita Jakarta. Tesis (tidak dipublikasikan). Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Mahoney, L., Ayers, S. & Seddon, P. (2010). The association between parent’s and healthcare profesional’s behavior and children’s coping and distress during venipuncture. Journal of Pediatric Psycology, 1-11. McMurtry, C.M., Noel, M., Chambers, C.T., McGrath, P.T. (2011). Children’s fear during procedural pain: preliminary investigation of the children’s fear scale. Journal of American Psychological Assosiation, 30(6), 780-788. O’Callaghann, C. (2009). At a glance sistem ginjal. Elisabeth. Y penerjemah. Jakarta : Erlangga. Parker, M.E., & Smith, M.C. (2010). Nursing theoris and nursing practice. Philadelphia: F.A Davis Company. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. (YasminAsih, Made Sumarwati, Dian Evriyani, Laily Mahmudah, Ellen Panggabean, Kusrini S, Sari Kurniasih, & Enie Noviestari, penerjemah). Jakarta : EGC. PPNI. (2012). Standar kompetensi perawat Indonesia. www.hpeq.dikti.go.id. Diperoleh 3 Juni 2016. Roberts, EK. (2005). Pediatric fliud and electrolyte balance: critical care case studies. http/faculty.ksu.edu.sa/..%20elektrolytes%20managment.pdf. Diunduh 16 Mei 2016.
Royal Colled Of Nursing. (2010). The restraining, holding still and containing young children, guidance for nursing staff. Maret 5, 2016. http: www.rcn.org.uk
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
67
Sparlks, L., Setlik, J., & Luhman, J. (2007). Parental holding and positioning to decrease IV distress in young children : A Randomized Controlled Trial, Journal of Pediatric Nursing, 22, 6-8. Tatucu-Babet, O.A, Ridley, E.J, & Tierney, A.C. (2016). Prevalence of underprescription or overprescription of energy needs in critically ill mechanically ventilated adults as determined by indirect calorumetry: A systematic literature review. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition, 40(2), 212-225. Tomey, M.A., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory and their work. 6th edition. Philadelphia:Elsevier. Uman, LS., Birnie, KA., Parker, JA., Chambers, CT., McGrath & Kisely, SR. (2013). Psychological interventions for needle-related procedural pain and distress in children and adolescent. Cochrane, 10, 1-137. Ward, J.P.T., Clarke, R.W., Linden, R.W.A. (2009). At a glance fisiologi. Penerjemah : Indah R.W. Jakarta : Erlangga. Wong, D.L, Eaton, M.H, D, Winkelstein, M.L & Schwartz. (2009). Wong’s essential pediatric nursing. St. Louis: Mosby Elsevier. World Health Organization. (2009). Buku saku : Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta : WHO.
Universitas Indonesia Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
LAMPIRAN 1
FORMAT TEORI KONSERVASI LEVINE PENGKAJIAN DAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK
Nama pasien : Tempat /Tanggal Lahir/ Usia : Jenis kelamin : Anak ke : Alamat :
Tanggal Masuk : Tanggal Pengkajian : Diagnosa Medis : No. Rekam Medis
Jam : Jam :
:
dari
bersaudara
Nama Penanggung Jawab: Hubungan dengan Pasien : Nomor telepon: Alamat :
Data Orang tua : Nama Ayah : Usia Ayah : Pendidikan : Pekerjaan : No. Telepon : Keluhan Utama :
Nama Ibu : Usia Ibu : Pendidikan : Pekerjaan : No. Telepon :
Riwayat Penyakit :
Dikirim oleh :
Diantar oleh :
Cara masuk RS :
Informasi didapat dari :
Subjektif :
Objektif : Keadaan umum : sakit ringan sakit sedang sakit berat Kesadaran : CM Apatis Sopor Somnolen Coma Alergi
BB :
kg
Suhu……..C
TB :
cm
Nadi :
x/mnt
Pernapasan x/mnt ya, sebutkan………………………………………… TD : / mmHg
: tidak
Riwayat kelahiran : Usia kehamilan :…………..minggu BBL: …gram PB :…… cm Persalinan : spontan SC Forcep VE Menangis : ya tidak, Nilai Apgar :……………… Jaundice : ya tidak Golongan darah ibu: Golongan darah ayah: Komplikasi persalinan:
Imunisasi : Hepatititis : I DPT :I Polio :I BCG : Campak : Lain-lain
II II II
III III III IV
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Riwayat penyakit sebelumnya : Klien pernah mengalami penyakit: ..............................................................................pada umur.................. Riwayat konsumsi obat: Riwayat kecelakaan: Riwayat operasi:....................................................................................tahun................................... Riwayat alergi Jenis alergen: Pada usia: Reaksi alergi: RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Umur Sosial Motorik halus
Motorik kasar
2 bulan
senyum
mengikuti gerak
mengangkat kepala 45 dari perut membalikan badan
4 bulan
senyum
menggenggam
6 bulan
menggapai mainan
duduk
9 bulan
bermain ciluk ba
memindahkan benda Dari tangan satu ke tangan lain mengambil benda dengan ibu jari dan telunjuk menjumput benda dengan 5 jari
dapat menyebut 2 suku kata
18 bulan
menggunakan sendok
mencoret-coret kertas
naik tangga
2 tahun
melepaskan pakaian
membuat garis
berdiri dgn satu kaki
3 tahun
bermain interaktif
meniru membuat garis
mengayuh sepeda
memasang kancing baju memaka baju tanpa pengawasan
menggambar
melompat dengan satu kaki menangkap bola
meniru gambar
mencari sumber suara mengeluarkan kata ma-ma-da-da menirukan suara
minum dgn cangkir
5 tahun
mengoceh
berdiri
12 bulan
4 tahun
Bahasa
berjalan
menyebutkan 3 kata
PENGKAJIAN & MASALAH KEPERAWATAN
KONSERVASI ENERGI 1. NUTRISI DAN CAIRAN BB lahir :……………..gr BB saat ini……….kg BB sebelum sakit………………..kg PB/TB saat ini: Lingkar lengan atas: : Diet :…………………………………………………………….. ASI Susu formula lain-lain………………………. Puasa : ya tidak Dextrostix…………..mg/dl Cara minum : oral NGT/OGT/Gastrostomi Jumlah minum………………………..ml/hari Frekuensi makan : …………….x/hari Cara makan : disuapi makan sendiri Kualitas makanan : kurang cukup baik Mukosa mulut : lembab kering kotor
menyebutkan anggota tubuh menyebut nama awal dan nama akhir menyebutkan nama dengan lengkap menjelaskan dingin, lelah dan lapar
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Kaji penurunan berat badan, catat adanya mual, muntah dan anoreksia. Kaji dan monitor status nutrisi Kaji status pertumbuhan meliputi berat badan, tinggi badan/panjang badan dan Lingkar kepala. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi meliputi turgor kulit, membran mukosa dan produksi urin Jelaskan pentingnya nutrisi dan cairan yang adekuat Beri dorongan klien untuk makan Berikan klien cairan/minum yang cukup Berikan porsi makan kecil tapi sering Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Labio schizis Palato schiziz LPG schiziz Lidah : lembab kering kotor Gigi : bersih kotor karies Abdomen : supel kembung tegang Bising usus…………..x/mnt Mual : ya tidak Muntah : tidak ya, frekuensi …………x Turgor : elastis tidak elastis Edema: Ada Tidak ada Pembesaran hati: Ada Tidak ada Pembesaran limpa: Ada Tidak ada Polifagia: Ada Tidak ada Polidipsi: Ada Tidak ada Hasil laboratorium : Hb: Ht: Asidosis metabolik : ya tidak Hipoglikemia : ya tidak Lain-lain :…………………………………………………………… …………………………………………………………………… ………. Dehidrasi : tidak dehidrasi ringan sedang berat Diuresis: IWL: Intake dan output dalam 24 jam: Antropometri: BB/TB: BB/U TB/U BMI: Kesan: Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Risiko tinggi/Aktual Gangguan kebutuhan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh. Risiko tinggi/Aktual Defisit cairan Risiko tinggi/ Aktual kelebihan Volume cairan Risiko tinggi/ Aktual Gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Lainlain…………………………………………………………… 2.
TIDUR DAN ISTIRAHAT Lebih banyak siang hari, tidur siang………. jam Lebih banyak malam hari, tidur malam………..jam Pengantar tidur, jika ada…………………………………………. Kebiasaan sebelum tidur : minum susu bermain menangis Tidur dengan bantuan obat : ya tidak Keadaan setelah bangun tidur : ceria menangis Benda kesayangan, jika ada memungkinkan dapat dibawa…………………………………………………………… ………..
Timbang BB setiap hari Monitor tanda-tanda vital Ciptakan suasana nyaman saat makan Hitung intake dan output Kolaborasi : - Pemberian cairan/nutrisi parenteral - Konsultasi dengan bagian gizi untuk diet - Pemberian terapi - Pemeriksaan laboratorium Lainlain…………………………………….
Kurangi kebisingan lingkungan Jika berkemih sepanjang malam, batasi masukan cairan waktu malan dan anjurkan berkemih sebelum tidur Batasi jumlah dan panjang waktu tidur jika berlebihan Tetapkan jadual untuk program aktivitas bersama klien dan keluarga Jelaskan pada klien/keluarga penyebab gangguan tidur/istirahat dan cara untuk menghindarinya. Kolaborasi pemberian obat-obatan Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Pola tidur: Nyenyak tidur
Terbangun di malam hari
Tidak bisa
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Perubahan/gangguan pola tidur Gangguan istirahat Lainlain……………………………………………………………….. PENGKAJIAN & MASALAH KEPERAWATAN 3. POSISI, GERAKAN TUBUH, AKITIVITAS NEURO SENSORI Tingkat kesadaran :………………………………………………. Aktivitas anak : Hiperaktif Aktif Pasif Gerakan : Aktif Lemah Terbatas Paralise : tidak tangan, kiri / kanan / keduanya kaki, kiri / kanan /keduanya Kontraktur: Ada, lokasi..................... Tidak ada Kekuatan otot: Gemetar: Ada Tidak ada Respon terhadap nyeri : ya tidak Tangisan : merintih kurang kuat kuat melengking Kejang : tidak ya, durasi …………..menit Status neurologis: Glasgow Coma Scale……………………………………………….. Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk: Lasegue: Kerning: Brudzinski I: Brudzinski II: Nervus kranialis: Refleks fisiologis: Achiles: Patella: Biceps: Triceps: Refleks patologis: Babinski: Chadocks: Gordon: Gonda: Oppenheim: Schaffer: Refleks otonom: Refleks motorik:
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Kaji dan monitor status neurosensori, meliputi kesadaran, aktifitas dan adanya kelemahan Catat dan laporkan ke dokter jika ada kejang meliputi jenis kejang, frekuensi, lama kejang dan keadaan klien saat kejang apakah ada apnea, sianosis dan bradikardi. Berikan oksigen selama klien kejang. Tidak memberikan apapun ke dalam mulut klien selama kejang. Pasang pengaman tempat tidur Kaji tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial Ukur lingkar kepala 1 minggu sekali Kaji dan monitor tonus dan kekuatan otot Kaji kemampuan dan sensasi ekstremitas Instruksikan klien untuk melaporkan sensasi yang tidak biasa Bantu kebutuhan perawatan diri dalam kebersihan perorangan, makan dan minum, eliminasi dll Lakukan exercise aktif/pasif sesuai ROM Kolaborasi : pemberian obat, persiapan operasi dan pemeriksaan penunjang
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Kepala : Normal Hidrosefalus Mikrosefalus Ubun-ubun : Datar Cekung Cembung sakit kepala vertigo Lingkar kepala………………… cm Mata : Bentuk …………………….. Warna……………………. Nistagmus Perdarahan Strabismus Pupil : Isokor An-isokor Dilatasi Reaksi terhadap cahaya : Ada Tidak ada Lain- lain ………………………………………………………… ……… Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Risiko tinggi/aktual Injuri : Jatuh / tersedak Gangguan perfusi serebral Gangguan rasa nyaman : sakit kepala / vertigo Kurang perawatan diri Lain-lain ………………………………………………………… ……. PENGKAJIAN & MASALAH KEPERAWATAN
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KONSERVASI INTEGRITAS STRUKTUR 1.
PERTUKARAN GAS Napas spontan : ya tidak, apnea ………….mnt RR :……x/mnt teratur tidak teratur Sesak : ya tidak takipnea retraksi sianosis napas dgn cuping hidung grunting Suara napas : vesikuler bronkho vesikuler rales ronkhi wheezing Batuk : tidak ya kering berlendir, konsistensi………………..warna…………….. Oksigen :……….l/mnt, SaO2 ………% Metode : nasal head box corigated tube Alat bantu napas : ETT CPAP NCPAP Ventilator Hasil analisa gas darah : Asidosis respiratorik Alkalosis respiratorik Lain-lain :………………………………………………………… ………………………………………………………… Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif Pola napas tidak adekuat Risiko tinggi/Aktual Gangguan pertukaran gas
Isap lendir Atur posisi kepala klien agar ekspansi paru efektif Lakukan resusitasi pada bayi baru lahir jika perlu Kaji status respirasi, catat : irama, frekuensi napas, bunyi napas, batuk dan karakteristik sputum. Berikan cairan yang adekuat Ajarkan anak batuk dan napas dalam Lakukan fisioterapi dada Monitor saturasi oksigen Kolaborasi : - Pemberian oksigen - Pemberian inhalasi dengan nebulizer jika perlu - Pemeriksaan Analisa Gas Darah - Pemasangan ETT dan ventilator - Foto toraks Lainlain………………………………………………… ……………………….
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
2.
KARDIO VASKULER Bentuk dada: Bunyi jantung : Normal Murmur Takikardia Bradikardia Frekuensi ……x/mt Tekanan darah………/…………mmHg. Pengisian kembali kapiler …………..detik Sianosis : ya tidak Perdarahan : tidak ya, jumlah …………..ml Pucat : Tidak ya Clubbing finger: Ada Tidak ada Nadi radialis/brachialis/femoralis : Isi : kuat lemah Frekuensi …………..x/mnt
Monitor bunyi jantung, irama jantung, edema, sianosis, pucat, suhu ektremitas dan pengisian kembali kapiler Monitor adanya perdarahan Ukur tekanan darah pada tempat yang berbeda dan bandingkan hasilnya Monitor saturasi oksigen setiap jam atau kalau perlu. Monitor intake dan output Kolaborasi pemberian cairan intra vena, pemberian obat-obatan inotropik dan pemeriksaan penunjang Lain-lain …………………………………………………… ………………
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Penurunan curah jantung Gangguan perfusi jaringan Lain-lain ………………………………………………………… 3. SUHU Suhu tubuh :……………C Suhu kulit : panas hangat dingin Warna kulit : kemerahan pucat ikterus cutis mermorata Lain-lain :…………………………………………………… Masalah keperawatan : Perubahan suhu tubuh : Hipotermia Perubahan suhu tubuh : Hipertermia Risiko tinggi/aktual Infeksi Lain-lain ………………………………………………………… ………
4. ELIMINASI A. Buang Air Kecil (BAK) Frekuensi …………….x/hari Produksi Urin ………………..ml/kgbb/jam Warna: Jernih Keruh Cara BAK : Ngompol di toilet Urin : jernih kuning kemerahan incontinentis urine retensio urine Disuria : ya tidak Poliuri: Ada Tidak ada Lain-lain …………………………………………………..
Hipotermia : Identifikasi faktor penyebab hipotermi Monitor, catat dan laporkan perubahan suhu dan warna kulit Berikan lampu pemanas atau selimut ekstra Untuk bayi kecil lakukan Perawatan Bayi Lekat (PBL) Rawat bayi dalam inkubator Monitor suhu setiap 3 jam Lain-lain …………………………………………………… … Hipertermia : Identifikasi penyebab hipertermia Pakaikan baju yang tipis Berikan minum banyak Lakukan kompres hangat Kolaborasi pemberian obat antipiretik dan antibiotik Lain-lain …………………………………………………… ………………….. Buang Air Kecil : Kaji pola berkemih, frekuensi dan produksi urin Anjurkan orangtua untuk melakukan toiet training pada anaknya Lakukan dan ajarkan klien bladder training Lakukan pemasangan kateter urin jika perlu Anjurkan klien minum yang banyak Monitor dan catat intake / output Kolaborasi pemberian obat-obatan dan pemeriksaan laboratorium Lain-lain ………………………………………… Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
B. Buang Air Besar (BAB) Anus : Ada lubang Tidak berlubang Frekuensi BAB………………………..x/hari Konsistensi : Lembek Cair berampas Cair tanpa ampas Konstipasi : ya tidak Penggunaan pencahar : ya tidak Kolostomi / Ilestomi : ya tidak Haemoroid : ya tidak Lain-lain ……………………………………………………… Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Perubahan pola eliminasi : BAK/BAB Risiko tinggi 7eficit cairan Risiko tinggi/actual Gangguan integritas kulit Lain-lain ………………………………… 5. MUSKULOSKELETAL Postur tubuh : normal tidak normal Berjalan : normal tidak normal Kepala dan leher : Gerakan normal tidak normal Pembesaran kelenjar limfe : ya tidak Ekstremitas (tangan dan kaki) Panjang kanan & kiri : sama tidak sama Jumlah jari kanan & kiri : sama tidak sama Polidaktili : ya tidak Syndactili : ya tidak Gerakan ektremitas: aktif simetris asimetris CTEV : tidak ya, kanan / kiri Lain-lain …………………………………………………………
Buang Air Besar : Kaji pola dan kebiasaan buang air besar Kaji factor penyebab konstipasi/diare : diet, cairan dan latihan. Jika konstipasi ; anjurkan klien minum banyak dan makan-makanan yang berserat. Tetapkan waktu eliminasi yang teratur Lakukan perawatan kolostomi/ileustomi jika ada Anjurkan klien menggunakan sabun yang lembut untuk membersihkan daerah perineal setiap habis buang air besar Kolaborasi pemberian laksatif jika perlu dan pemeriksaan laboratorium Lainlain……………………………………………… …………………………
Berikan dukungan emosional pada anak/orangtua Ajarkan orangtua merawat anak yang terpasang gips atau traksi Bantu orangtua agar mengerti kondisi dan pengobatan yang penting untuk anaknya Cegah komplikasi akibat imobilisasi Lakukan latihan pasif dan aktif range of motion Bantu aktifitas anak sehari-hari Berikan pujian pada anak yang kooperatif Anjurkan anak untuk mengikuti program rehabilitasi Lain-lain …………………………………………………… ……
Tulang belakang : Lurus Kiposis Skoliosis Spina bifida : tidak ya, utuh / rupture Lain-lain …………………………………………………………. Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Gangguan gambaran diri Gangguan/perubahan mobilitas fisik Lain-lain …………………………………………………………. 6. INTEGUMEN Warna kulit: Ptekie: Ada Tidak ada Memar: Ada Tidak ada Perdarahan dari membran mukosa/luka suntikan/ fungsi vena: Ada Tidak ada Luka: Ada Tidak ada Jenis luka: Terbuka Tertutup Luka bakar Penyebab luka: Tumpul Tajam Grade luka:
Kaji tanda-tanda perdarahan Berikan perawatan luka aseptik Observasi adanya perbaikan pada area luka Kolaborasi pemberian anti perdarahan dan inflamasi
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Letak luka: Jenis perawatan luka: Frekuensi perawatan luka: 7.
KEBERSIHAN PERORANGAN Rambut : bersih kotor bau Mata : Sekret ya tidak Telinga : bersih kotor Hidung : 8anic8 ya tidak Kulit : bersih kotor utuh rash bullae pustule ptechiae lesi kering nekrosis 8anic88us phlebitis
Kaji pengetahuan orangtua tentang kebersihan pada anak Berikan penjelasan tentang pentingnya kebersihan rambut, mata, telinga, hidung, kulit dan alat genetalia Lakukan kebersihan pada anak Lain-lain …………………………………………………… ………
Genetalia perempuan : Vagina : bersih kotor Menstruasi : ya tidak Pemasangan kateter : ya tidak Genetalia laki-laki : Preputium : bersih tidak Phimosis Hipospadia : ya tidak Skrotum : Testis kanan/kiri ya tidak Pemasangan kateter : ya tidak Lain-lain …………………………………………………………... ...... Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Kurang perawatan diri : kebersihan Gangguan integritas kulit Lainlain……………………………………………………… …………..
8.
PENGOBATAN Obat-obatan yang diberikan : ………………………………………………………… ………………………………………………………… ……………………………………………..…………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… Hasil pemeriksaan penunjang : ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… ……………………………………….………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… …………………………………………………………
KONSERVASI INTEGRITAS PERSONAL Persepsi klien/keluarga terhadap kesehatan saat ini……………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………….. Harapan klien/keluarga terhadap keperawatan dan pengobatan saat ini……………………………………………………… ………………………………………………………… ………………………………………………………… …………………………………………………
KONSERVASI INTEGRITAS SOSIAL 1. KELUARGA Klien, adalah anak yang diharapkan : ya tidak Dukungan keluarga lain : Ada tidak ada Tempat tinggal anak : penitipan anak rumah pengasuh Anak dirawat oleh : ibu nenek pengasuh Interaksi orangtua-anak : Berkunjung Kontak mata Menyentuh Berbicara Menggendong Ekspresi wajah
: ya tidak : ya tidak tidak : ya : ya tidak tidak : ya :………………………………………………..
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Cemas pada orangtua Risiko tinggi/9anic9 Kekerasan pada anak Lain-lain …………………………………………………………
2. LINGKUNGAN YANG ASEPTIK Adakah anggota keluarga lain yang mempunyai penyakit infeksi saat ini : tidak ya, siapa…………………penyakit………………… Adakah penyakit keturunan : tidak Asthma Kencing manis Penyakit jantung
ya
Kaji tingkat kecemasan klien/keluarga (ringan, sedang, berat, 9anic). Kaji perkembangan psikososial anak Lakukan stimulasi perkembangan, jika ada penyimpangan Berikan kenyamanan dan ketenteraman pada klien Tempatkan klien di ruangan yang tenang, batasi kontak dengan orang lain Bantu klien/keluarga mengenali sumber stress Berikan aktivitas yang dapat mengurangi ketegangan/kecemasan. Kaji dan berikan support system pada klien/keluarga Berikan informasi mengenai penyakit dan pencegahannya Lain-lain …………………………………………………… ……………………
Identifikasi sumber-sumber yang dapat mengakibatkan penyakit Lindungi anak dari orang-orang yang terinfeksi Ajarkan anak dan keluarga perilaku hidup sehat seperti : olah raga, membiasakan diri cuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan badan, membiasakan sarapan pagi dan tidak jajan sembarangan. Berikan pendidikan kesehatan tentang penyebab Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Thalasemia lain-lain ………………………………………………………… …………. Kebiasaan anak : Mencuci tangan : ya tidak Sarapan pagi : ya tidak Senang jajan : ya tidak membawa bekal makanan dari rumah : ya tidak lain-lain ……………………………………………………… ……………
dan pencegahan penyakit Anjurkan agar membawa anak segera berobat jika ada tanda-tanda sakit. Lain-lain …………………………………………………… ………………..
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Risiko tinggi terpapar penyakit infeksi Kurang pengetahuan keluarga tentang kesehatan lain-lain …………………………………………………………… ………. 3. KEPERCAYAAN / AGAMA Aturan dalam agama yang mempengaruhi kesehatan dalam hal : Diet……………………………………………………. Pengobatan………………………………………… Lain-lain ………………………………………………………… ………… Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Distress spiritual
4. FUNGSI PERAWATAN KELUARGA SAAT ANAK KEKURANGAN/KELEBIHAN CAIRAN Yang dirasakan keluarga ketika anak kekurangan/kelebihan cairan : Panik, khawatir, gelisah Tenang, memberikan kasih sayang, memberikan perawatan yang tepat
Terima keyakinan spiritual klien/keluarga Fasilitasi klien/keluarga dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya Berikan klien & keluarga privasi, ketenangan dalam berdoa, kunjungan pemuka agama dan membaca buku-buku agama. Pertahankan diet dan pengobatan dengan pembatasan spiritual, jika tidak mengganggu kesehatan Lain-lain …………………………………………………… ………………… Berikan pendidikan kesehatan tentang penyebab dan pencegahan penyakit Anjurkan agar membawa anak segera berobat jika ada tanda-tanda sakit.
Yang dilakukan ketika anak kekurangan/kelebihan cairan : a. Memperhatikan bagian tubuh anak yang kelebihan cairan Ya tidak b. Mencatat cairan yang masuk Ya tidak c. Mencatat cairan yang keluar (BAB, Muntah, perdarahan) Ya tidak Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Lainnya, sebutkan ......................
Jakarta, 2016 Perawat yang melakukan pengkajian
(…………………………………)
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
PROYEK INOVASI INTERVENSI KEPERAWATAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE TENTANG EFEKTIVITAS PELUKAN KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI DUDUK TERHADAP DISTRESS ANAK SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS DI RUANG ANAK RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO
OLEH : TRI PURNAMAWATI 1306346374
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2016 Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i KATA PENGANTAR...................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1.1 Latar Belakang..... .......................................................................... 1.2 Tujuan ............................................................................................ 1.2.1 Tujuan Umum....................................................................... 1.2.2 Tujuan Khusus...................................................................... 1.4. Manfaat..........................................................................................
11 1 3 3 3 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2.1 Hospitalisasi.................................................................................. 2.1.1 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi................................... 2.1.2 Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi ......................... 2.2 Distress pada Anak ….................................................................. 2.2.1 Pengertian dan Karakteristik stress…………………......... 2.2.2 Respon dan Adaptasi Stress ……………………………… 2.2.3 Prinsip Dasar Mengatasi Stress ……………………......... 2.2.4 Alat Ukur Stress …………………………………............ 2.3 Atraumatic Care ………………………………………………...…… 2.3.1 Prinsip Perawatan Atraumatic Care ……………………. 2.3.2 Prosedur Berhubungan dengan Atraumatic Care …….. 2.4 Terapi Mendekap ………………………………………………. 2.4.1 Keterlibatan Keluarga dalam Terapi Mendekap………….
4 4 4 5 6 6 7 8 9 9 10 13 14 14
BAB 3 ANALISIS EVIDANCE BASED PRACTICE…......................... 3.1 Evidance Based Practice ..............................................................
16 16
BAB 4 PLAN OF ACTION (POA)............................................................... 4.1 Langkah-langkah PDCA .............................................................. 4.2 Waktu Pelaksanaan.......................................................................
19 19 21
BAB 5 PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN……………………….. 5.1 Pelaksanaan ………………………..…………………………. 5.2 Faktor Pendukung ……………..………………………………. 5.3 Evaluasi ………………………………………………………… 5.4 Pembahasan …………………………………………………….
22 22 25 25 26
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………. 6.1 Kesimpulan ……………………………………………………………. 6.2 Saran…………………………………………………………………….
29 29 30
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….
31
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anak yang dirawat dirumah sakit akan memperoleh tindakan pengobatan dan perawatan sesuai dengan penyakit dan kebutuhan dasarnya. Salah satu tindakan yang rutin dilakukan adalah tindakan pemasangan infus. Pemasangan infus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit, transfuse darah, nutrisi, pemberian obat dan atau kemoterapi melalui intravena (Potter & Perry, 2005). Memasang infus pada anak bukan merupakan hal yang mudah karena anak memiliki vena yang kecil dan rapuh, sehingga sering ditemui pemasangan infus yang berulang kali karena gagal memasang kanul intravena. Hal ini berdampak terhadap timbulnya cendera tubuh dan nyeri pada anak serta ketakutan pada anak yang lebih besar.
Pada tahun pertama kehidupan, anak sangat rentan mengalami sakit yang mengakibatkan anak harus dirawat di rumah sakit. Penyakit dan perawatan di rumah sakit sering menjadi krisis yang harus dihadapi anak karena stress akibat perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan sementara anak masih memiliki koping yang terbatas untuk mengatasi kejadian yang menimbulkan stress. Stress utama yang menyebabkan anak stress selama perawatan dirumah sakit adalah akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri (Hockenberry & Wilson, 2012).
Ketakutan sering dialami anak akibat cedera tubuh dan nyeri. Respon anak terhadap cedera dan nyeri yang ditunjukkan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembanganya. Kemampuan anak untuk menggambarkan jenis dan intensitas nyeri mulai berkembang pada periode usia pra sekolah ( 3 – 6 tahun), meskipun pada periode toddler (1-3 tahun) anak mulai mampu menunjukkan lokasi nyeri dengan menunjuk pada area yang spesifik. Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Konsekuensi dari rasa nyeri dapat mengakibatkan anak menghindari perawatan dan pengobatan yang diberikan di rumah sakit (Hockenberry & Wilson, 2012).
Terapi non farmakologi yang digunakan untuk mengurangi nyeri saat dilakukan pemasangan infus salah satunya adalah dengan memberikan posisi side-lying flexed dan kontak kulit pada neonatal di NICU. Penelitian Axelin, Salantera, Kiriavainen dan Lehtonen (2009)
tentang pemberian cairan
glukosa dan dekapan orang tua, menunjukkan bahwa sakit pada bayi premature berkurang dibandingkan dengan pemberian opium.
Upaya meminimalkan cedera, nyeri, dan ketakutan pada anak merupakan salah satu prinsip dasar dalam asuhan keperawatan anak yaitu asuhan atraumatik. Asuhan atraumatik merupakan kebijakan perawatan terapeutik melalui pemberian intervensi yang dapat mengurangi atau meminimalkan stress fisik dan fisiologis yang dialami oleh anak dan keluarga dalam sistem perawatan kesehatan (Hockenberry & Wilson, 2012). Salah satu prinsip yang menjadi kerangka kerja dalam pencapaian asuhan atraumatic care adalah mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh, meminimalkan perpisahan, optimalisasi kontrol. Prinsip ini dapat diterapkan oelh perawat sebagai care giver (pemberi asuhan) melalui aktivitas pemberian asuhan keperawatan secar tepat dengan melakukan pengkajian dan evaluasi status fisik secara berkesinambungan.
Posisi pemasangan infus pada anak yang selama ini dilakukan adalah dengan memberikan posisi supinasi dan dipegang/ restraint oleh perawat di daerah ekstremitas sebagai penahan gerakan dengan tujuan untuk memudahkan pelaksaan prosedur tindakan, pada saat pelaksanaan prosedur tindakan keluarga diminta untuk meninggalkan ruangan. Tindakan ini membuat anak jadi distress, yang ditunjukkan dengan perilaku anak menangis, meronta, ekspresi wajah ketakutan terhadap perpisahan dan menolak tindakan yang sedang dilakukan. Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Berdasarkan hasil pengamatan di ruang anak RSCM, residen menemukan bahwa tindakan keperawatan yang dilakukan dalam pemasangan infus anak masih menggunakan posisi supine sebagai posisi standar dan belum ada hasil penelitian ilmiah dari pemberian poisi tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan menuntut tenag perawat untuk memberikan intervensi berdasarkan bukti ilmiah. Salah satu upaya mengatasi hal tersebut adalah dengan penggunaan
evidence based practice (EBP) dalam memberikan
asuhan keperawatan.
Pemberian posisi supine dan diberikan restraint saat dilakukan pemasangan infus oleh perawat banyak menimbulkan berbagai dampak yang dapat mempengaruhi distress pada anak disebabkan anak merasa terkekang, kontrol dirinya kurang, ketakutan dan merasa tidak nyaman. Kondisi ini juga menjadi konflik bagi keluarga karena orang tua terpaksa melakukan restraint pada anak yang bertujuan untuk memberikan imobilisasi yang aman dan terkadang ada orang tua yang meninggalkan ruangan karena tidak tega melihat kondisi anak saat dilakukan tindakan. Oleh karena itu, residen merencanakan inovasi untuk membuat lebih nyaman saat anak dilakukan pemasangan infus yaitu dengan cara memberi pelukan keluarga untuk mengurangi distress pada anak.
1.2 Tujuan 1.2.1
Tujuan Umum Mengetahui efektivitas pelukan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress saat pemasangan infus pada anak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
1.2.2
Tujuan Khusus
1.2.2.1 Teridentifikasinya score distress pada anak setelah dilakukan pemberian pelukan keluarga dan pemberian posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
1.2.2.2 Meningkatkan kompetensi perawat dalam pemberian asuhan atraumatik pada anak dengan pemberian pelukan keluarga pada anak dengan pemasangan infus 1.3 Manfaat 1.3.1 Rumah Sakit Penerapan proyek inovasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan suatu standar operasional pelaksanaan intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan atraumatic care
pada anak di
ruang perawatan anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 1.3.2 Perawat Memberikan informasi kepada perawat sekaligus dapat meningkatkan kompetensi dalam melakukan asuhan keperawatan atraumatic care pada anak yang dilakukan pemasangan infus
di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. 1.3.3
Keluarga dan pasien Memberikan informasi dan layanan perawatan yang benar dan tepat dalam menangani pada anak, sehingga orang tua dapat berperan serta dalam membantu melaksanakan tindakan keperawatan.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hospitalisasi Anak bereaksi terhadap hospitalisasi tergantung pada usia, persiapan, pengalaman terhadap penyakit sebelumnya, support keluarga, pemberi layanan kesehatan dan status emosi anak (Price & Gwin, 2008). Reaksi ini juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif, keterampilan terhadap koping dan pengaruh budaya terhadap reaksi anak sakit (James & Aswill, 2007). Stressor utama dari hospitalisasi meliputi perpisahan, hilang kendali, cidera tubuh dan nyeri (Hockenbery & Wilson, 2012). 2.1.1 Reaksi anak terhadap hospitalisasi Reaksi anak terhadap penyakit dipengaruhi oleh usia, perkembangan kognitif,
keterampilan koping dan budaya. Juga dipengaruhi oleh
pengalaman sebelumnya dan respon keluarga sebagai efek dari anak sakit. Respon anak terhadap hospitalisasi menurut James dan Aswill (2007), Hockenbery dan Wilson (2012) adalah : a. Kecemasan akibat perpisahan Pada usia 6 – 12 bulan sudah dapat memperlihatkan adanya perhatian pada lingkungan sekelilingya. Perasaan cemas atau takut akan timbul pada saat anak dibawa atau di rawat di rumah sakit, karena tempat ini merupakan hal yang asing baginya. Selain itu juga akan terjadi trauma karena dipisahkan dari kedua orang tuanya dan harus berhadapan denganorang-orang yang tidak dikenal dan lingkungan yang asing. Dan pada anak pra sekolah sudah dapat mentoleransi perpisahan singkat dengan orang tua dan lebih cenderung membangun rasa percaya orang lain sebagai pengganti orang tua.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Respon yang ditunjukkan dengan menolak makan, mengalami sulit tidur, menangis secara diam-diam karena ditinggal pergi orang tua, dan terus bertanya kapan mereka dating. Mereka dapat mengungkapkan perasaanya dengan memecahkan mainan, memukul anak lain, menolak anak lain, menolak bekerjasama selama aktivitas perawatan.
Anak usia sekolah lebih mampu melakukan koping terhadap perpisahan, stress dan disertai regresi akibat penyakit atau hospitalisasi dengan meningkatkan keamanan dan bimbingan orang tua. Anak usia ini cenderung takut kehilangan kelompok dibandingkan perpisahan dengan orang tua. Anak membutuhkan bimbingan dan dukungan orang tua sebagai figure orang dewasa. Respon yang muncul pada anak yaitu mudah tersinggung/mudah marah walaupun orang tua didekatnya, menarik diri, tidak dapat berhubungan dengan teman sepermainan, menolak kehadiran saudara kandung. b. Kehilangan kendali Anak usia pra sekolah kehilangan kontrol yang disebabkan oleh retraksi fisik, perubahan rutinitas dan ketergantungan yang harus dipatuhi. Kekuasaan diri mereka merupakan faktor yang mempengaruhi krisis persepsi dan reaksi terhadap perpisahan, nyeri, sakit dan hospitalisasi.
Anak usia sekolah sudah mencapai kemandirian dan produktivitas sehingga peka terhadap kejadian yang dapat mengurangi rasa nyaman. Perubahan peran keluarga, ketidakmampuan fisik, takut terhadap kematian, penelantaran atau cidera permanen, kehilangan penerimaan kelompok
sebaya,
kurang
produktivitas
dan
ketidakmampuan
menghadapi stress sesuai harapan budaya yang dapat menyebabkan kehilangan kendali. Apabila anak diajak untuk berkontribusi dalam prosedur intervensi maka dia akan kooperatif dalam setiap prosedur tindakan yang diterimanya.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
c. Cedera tubuh dan nyeri Takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi dintara anak-anak. Pada anak usia pra sekolah konsep ini dipengaruhi oleh kemampuan kognitif pada tahap preoperative. Prosedur
invasive, baik yang
menimbulkan nyeri maupun yang tidak merupakan ancaman terhadap konsep integritas tubuh yang belum berkembang baik
Pada usia sekolah, ketakutan yang mendasar terhadap sifat dari penyakit yang muncul, anak tidak khawatir terhadap nyeri dibandingkan dengan disabilitas, prosedur invasive sebagai hal yang menimbulkan stress. 2.1.2 Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi Ketika anak dirawat di rumah sakit, orang tua tidak dapat tinggal di rumah sakit untuk menemani sehingga mereka akan merasa bersalah karena meninggalkan anak. Orang tua merasa bersalah dan cemas karena tidak dapat membantu meringankan penyakit anaknya. Hubungan saling percaya antara perawat dengan orang tua akan mempercepat kesembuhan anak. Kondisi ini dapat terjadi bila perawat bertindak objektif dan berempati dengan cara mendengarkan dan memberi support keluarga (Hockenbery & Wilson, 2012). Menurut James dan Aswil (2007) keluarga merasa takut karena tidak mengetahui penyebabnya, tidak familiar terhadap lingkungan rumah sakit, prosedur, pengobatan dan proses penyakit anak. Perawat perlu menjelaskan rutinitas dan prosedur perawatan di rumah sakit dan menunjukkan proses penyakit dapat menurunkan perasaan kecemasan dari orang tua 2.2 Distress pada anak Penyakit dan hospitalisasi merupakan krisis awal yang harus diatasi pada anak. Anak sangat rentan terhadap stress yang ditimbulkan oleh perubahan, rutinitas lingkungan. Mekanisme koping anak terbatas untuk Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
menyelesaikan stress. Kejadian yang dapat menimbulkan stress hospitalisasi meliputi perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap stress dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman
sakit
sebelumnya,
perpisahan
atau
hospitalisasi,
keterampilan koping yang mereka miliki, keparahan diagnosis dan sistem pendukung yang ada (Hockenbery & Wilson, 2012).
2.2.1 Pengertian dan karakteristik stres Menurut Nasir dan Muhith (2011) ada dua jenis stress yaitu yang baik dan yang buruk. Stress melibatkan perubahan fisiologis yang memungkinkan dapat dialami sebagai perasaan yang baik dan yang buruk.
Stress yang baik atau eustress adalah stress yang berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapat sesuatu yang baik dan berharga. Stress yang baik adalah bila seseorang menghadapi suatu keadaan dengan selalu berfikiran positif, setiap stimulant yang dating menjadi pelajaran yang berharga dan mendorong untuk berperilaku yang bermanfaat. Karakteristik eustress adalah sebagai motivasi, lebih focus, ingatan jangka pendek, meningkatkan kinerja.
Stress yang buruk atau distress merupakan stress yang negatif. Distress dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu dengan hal yang buruk, respon yang digunakan selalu negative ada nada indikasi mengganggu integritas diri sehingga menjadi sebuah ancaman. Stimulus yang datang diartikan sebagai sesuatu yang merugikan diri sendiri dan menyerang dirinya. Respon yang dimunculkan terhadap distress adalah menyalahkan diri sendiri, menghindar dari masalah dan menyalahkan orang lain. Karakteristik distress yaitu menyebabkan kekhawatiran atau kecemasan, durasi bisa pendek atau panjang, teras atidak menyenangkan, menurunkan kinerja. Sedangkan respon distress pada anak ditujukkan Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
dengan apatis, kurang energi, menarik diri, menolak bertemu dengan orang lain, menempel terus ke orang yang dikenal, kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, agresif, marah, cenderung berkelakuan kekerasan (UNICEF, 2009).
2.2.2 Respon dan adaptasi terhadap stresor Nasir dan Muhith (2011) menyatakan bahwa stress dapat menghasilkan berbagai respon. Respon dapat berguna sebagai indicator terjadinya stress pada individu dan mengukur tingkat stress yang dialami individu. Respon stress dapat dilihat dalam berbagai aspek sebagai berikut : a. Respon fisiologis, ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak jantung, andi dan sistem pernafasan b. Respon kognitif, ditandai dengan terganggunya proses kognitif individu
seperti
pikiran
menjadi
kacau,
menurunnya
daya
konsentrasi, pikiran berulang dan pikiran tidak wajar c. Respon emosi, ditandai dengan munculnya rasa takut, cemas, malu, marah dan sebagainya d. Respon tingkah laku, dibedakan menjadi fight yaitu menghindari situasi yang menekan
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikologis berubah dalam berespon terhadap stress. Suatu proses adaptasi terjadi ketiak stimulus
dari
lingkungan
internal
maupun
eksterna
mengalami
penyimpangan. Adaptasi melibatkan reflek, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping, dan mengarah pada penyesuaianatau penguasaan situasi (Potter & Perry, 2005).
2.2.3 Prinsip dasar mengatasi stress Menurut Nasir dan Munhith (2011) ada tujuh bidang pencetus stress yaitu : a. Perilaku (behavior) Perilaku yang buruk dipercaya berandil besar terhadap terjadinya stress misalnya menolak dan memberontak saat dilakukan tindakan. Untuk Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
mengatasi stress karena perilaku adalah dengan mengubah sikap dan perilaku menjadi positif, hal ini akan mengurangi stress. Reaksi terhadap keadaan ini akan menentukan keadaan selanjutnya. Anak dapat bekerjasama dalam tindakan yang diberikan dan menerima kehadiran orang tua. b. Perasaan (affect) Sikap yang termasuk dalam affect diantaranya emosi, mood dan berbagai perasaan lain misalnya sifat mudah marah atau emosional. Keadaan ini berkaitan dengan sifat pembawa/temperamen anak yang sulit untuk diubah, untuk mengubahnya membutuhkan proses yang panjang dan kemauan diri. c. Sensasi tubuh (sensation) Jika tubuh merasa nyeri atau mengalami kelelahan setelah bermain, maka kondisi ini dapat menyebabkan stress. d. Penghayatan mentalitas (imagery) Mentalitas yang buruk seperti perasaan gagal, tidak bisa melakukan segala sesuatu, perasaan tidak berguna, anak gagal menyelesaikan jenis permainan tertentu dapat mengakibatkan stress. Untuk mengatasi dengan mempunyai cara pandang yang positif terhadap keadaan yang terjadi. Anak mau mempelajari dan menerima hal yang baru. e. Proses berfikir merangkai pengertian (cognition) Filosofi yang terlalu “harus, mesti, tidak bisa, mutlak” misalnya anak ditekankan harus menjadi juara di kelasnya, meski bersikap sopan dengan orang tua, tidak diizinkan bermain keluar. Hal ini dapat berujung pada stress. f. Hubungan antara manusia (interpersonal relationship) Hubungan dengan masyarakat sekitar sangat perlu, sehingga jika ada permasalahan maka dapat menjadi sumber stress. Cara terbaik untuk mengatasinya dengan saling menghargai, belajar sabar, mengampuni kesalahan mereka dan pengendalian diri. g. Obat – obatan (drugs)
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Obat-obatan terkadang diperlukan untuk mengatasi rasa sakit tetapi ketergantungan akan obat dapat memicu terjadinya stress.
2.2.4 Alat ukur stress Menurut Pretzlik dan Sylva (2009) ada beberapa alat ukur yang dapat digunakan untk mengukur tingkat distress pada anak, diantaranya yaitu : a. Procedure Behaviour Rating Scale (PBRS) Alat ini menilai perilaku anak usia 8 bulan sampai 17 tahun pada saat dilakukan prosedur tindakan . penilaian dilakukan pada sebelum, saat dan dilakukan prosedur. Hasil penilaian diambil dari nilai mean pada akumulasi penilaian. Terdapat 25 item yang menunjukkan kriteria dari distress, misalnya berteriak, menangis, menolak, penolakan pemberian posisi. b. Observation Scale for Behavioural Distress (OSBD) Alat ini digunakan untuk anak usia 6 bulan sampai 20 tahun, penilaian dilakukan sebelum, saat dan setelah dilakukan prosedur tindakan. Terdapat 11 item yang menunjukkan adanya distress meliputi : menangis, ketakuatan, restrain, menanyakan keadaanya, mengatakan kesakitan. c. Children Fear’s Score (CFS) CFS dari McMurtry, Noel, Chambers, McGrath (2011) diadaptasi dari Faces Anxiety Scale untuk mengukur rasa takut pada anak sedang menjalani prosedur medis yang menimbulkan respon meyakitkan. CFS terdapat 5 gambar wajah yang dimulai dari wajah yang yang menunjukkan tidak takut sampai sangat takut. Penialain diambil dari gambar yang ditunjukkan anak dan orang tua kemudian ambil nilai mean untuk menunjukkan nilai distress pada anak. Skala penialaian nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 4.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
2.3 Atraumatic Care Perawatan
Atraumatik
adalah
pemberian
perawatan
dengan
cara
meminimalkan ancaman emosi dan fisik pada anak ( Bowden & Greeberg, 2010). Perawatan Atraumatik yang dimaksud disini adalah perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarga (Hidayat, 2005). Berdasarkan pengertian atraumatik yang dikemukakan para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perawatan atraumatik yaitu bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan kesehatan anak, melalui tindakan yang dapat mengurangi stress fisik maupun stress psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya 2.3.1 Prinsip perawatan atraumatik Pada umumnya anak yang di rawat di rumah sakit akan timbul perasaan takut kepada petugas kesehatan yang memakai pakaian serba putih, selain mereka beranggapan mereka adalah orang baru, hal ini juga dikarenakan anak-anak memiliki persepsi tersendiri terhadap petugas kesehatan yang memakai pakaian serba putih, mereka beranggapan bahwa petugas kesehatan di rumah sakit hendak menyakiti mereka. Trauma yang sering dialami oleh anak yang itu disebabkan karena prosedur invasif yang tak jarang meninggalkan rasa nyeri pada anak, selain itu perubahan lingkungan anatara rumah sakit dan rumah juga dapat menimbulkan trauma pada anak. Reaksi anak pertama selain ketakutan pada saat dirawat di rumah sakit yaitu tidak mau makan atau minum, diam, atau bahkan menangis. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perawat harus menerapkan perawatan atraumatik.
Hockenberry & Wilson (2012) menyebutkan prinsip perawatan atraumatik yaitu mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orangtua, meningkatkan kontrol diri anak selama perawatan, mencegah atau meminimalkan cedera tubuh/rasa nyeri. Wong (2005) mengungkapkan terdapat tiga prinsip perawatan atraumatik yang harus dimiliki oleh tim kesehatan dalam merawat pasien anak yaitu Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
diantaranya adalah mencegah atau meiminimalkan stressor fisik dan psikis yang meliputi prosedur yang menyakitkan seperti suntikan, kegelisahan, ketidakberdayaan, tidur yang tidak nyaman, pengekangan, suara bising, bau yang tidak sedap dan lain-lain, mencegah dampak perpisahan orang tua dan anggota keluarga yang lain, bersikap empati kepada keluarga dan anak yang sedang dirawat serta memberikan pendidikan kesehatan tentang kondisi sakit yang dialami anak.
Sementara itu, Hidayat (2005) menuliskan di dalam bukunya bahwa perawat anak harus memahami 5 prinsip perawatan perawatan atraumatik, yaitu : 1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga. Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan
mengalami gangguan
psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangmya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bila anak dirawat di rumah sakit dan selama itu tidak boleh berhubungan dengan orang tuanya, maka ia akan merasa ditolak oleh keluarga dan mengakibatkan anak cendrung emosi saat kembali pada keluarganya. Pada umumnya anak bereaksi negatif waktu pulang ke rumah.
Selama anak mengalami hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat dukungan moril seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan materil berupa usaha keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Jika dukungan tersebut tidak ada, maka keberhasilan untuk penyembuhan sangat berkurang. Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dari
keluarga
dapat dilakukan dengan cara
melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming in), jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud mempertahankan Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
kontak antar mereka dan mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan lain-lain. 2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol tindakan anak selama dirawat. Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati da lam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak. Fokuskan intervensi keperawatan pada upaya untuk mengurangi ketergantungan dengan cara memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua. 3. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis) Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri tidak dapat dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya, distraksi, relaksasi, imaginary guidance. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dilakukan dengan cara mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang mnimbulkan rasa nyeri, yaitu dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak, misalnya dengan bercerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan dilakukan pada anak.
Aktivitas bermain dilakukan perawat pada anak akan memberikan keuntungan seperti meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga dan perawat karena bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dan klien, aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak, dan bisa mengekspresikan Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
perasaan anak. Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua pada saat dilakukan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri apabila mereka tidak dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya. Dalam kondisi ini, tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada perawat sebagai pendamping anak. Tunjukkan sikap empati sabagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkanPada tindakan pembedahan elektif, lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya apabila memungkinkan. Misalnya, dengan mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan dan lainlain.
4. Tidak melakukan kekerasan pada anak Secara umum kekerasan didefenisikan sebagai sutu tindakan yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan psikis. Kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau individu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan psikis terganggu. Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak seperti melakukan tindakan keperawatan yang berulang-ulang (dalam pemasangan IVFD). 5. Modifikasi lingkungan fisik. Melalui modifikasi lingkungan fisik rumah sakit yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya. Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti di rumah dan Ruangan tersebut memerlukan dekorasi yang penuh dengan nuansa anak, seperti adanya gambar dinding berupa gambar binatang, bunga, tirai dan sprei serta sarung bantal yang berwarna
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
dan bercorak binatang atau bunga, cat dinding yang berwarna, serta tangga yang berwarna ceria.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis berpendapat bahwa prinsip yang harus ada selama perawat merawat anak di rumah sakit adalah perawatan atraumatik dengan melihat dimensi fisik dan psikologis seorang anak. Seorang perawat yang melaksanakan perawatan atraumatik harus selalu mengevaluasi apakah setiap tindakan yang dilakukannya mampu mengurangi dampak perpisahan antara anak dengan keluarga, keluarga mampu mengontrol tindakan anak selama dirawat di rumah sakit dan prosedur yang diberikan pada anak tidak menciderai anak atau melukainya.
2.3.2 Prosedur yang berhubungan dengan perawatan atraumatik Hockenberry dan Wilson (2012) menuliskan beberapa prosedur yang dapat digunakan sebagai intervensi perawatan atraumatic, yaitu : 1. Mencegah atau meminimalkan perpisahan dengan melibatkan keluarga dalam perawatan (family center care) 2. Manajemen terapi nyeri non farmakologi seperti relaksasi nafas dalam, terapi musik, imagery guidance, touching a. Selain itu, terapi perawatan atraumatik yang dapat diterapkan di tatanan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Bowden & Greenberg, 2010): 3. Meningkatkan hubungan orang tua – perawat selama perawatan di Rumah Sakit 4. Mengurangi rasa takut pada saat dilakukan prosedur dengan cara pelukan orang tua, distraksi, menggunakan terapeutic play, mempraktekan prosedur kepada anak 5. Manajemen nyeri non farmakologi : distraksi, relaksasi, imagery guidance, positive self talk, thought stopping, behavioral contracting 6. Memberi kesempatan, keleluasaan pribadi pada anak untuk menentukan perawatan yang akan ia terima Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
7. Mengurangi rasa nyeri pada saat prosedur dapat menggunakan : a. Sukrosa, glukosa. Sukrosa dan glukosa dapat diberikan melalui intravena secara drip. Pemberian sukrosa dan glukosa efektif untuk bayi baru lahir dan anak. b. EMLA (eutectic mix lidocaine analgetic) yang diberikan secara topikal kepada anak yang akan diberikan tindakan invasif. Menurut penelitian, waktu kerja EMLA terlihat di menit ke enam puluh. c. LMX (lidocaine cream) d. J-tip dengan lidocaine, Teknik seperti ini dilakukan dengan teknik injeksi, dimana efek kerja dapat dirasakan setelah 1 menit dari waktu pemberian J-tipe dengan lidocaine, lidocaine injeksi efektif untuk anak usia 5-18 tahun. e. Topical analgesic patch (Synera, S-Cainel) dimana efek kerja teknik seperti ini yaitu pada menit ke 20 sampai dengan 30 dan efektif untuk anak berusia 3 tahun atau lebih. 1.4 Terapi Mendekap Terapi mendekap merupakan penggunaaan posisi yang nyaman, aman, dan temporer yang memberikan kontak fisik yang erat dengan orang tua atau keluarga yang dipercaya (Hockenbery & Wilson, 2012).
Terapi mendekap adalah menahan fisik anak setidaknya dua orang untuk membantu
anak
mengatasi
perilaku
kehilangan
kontrol
untuk
mendapatkan kembali kontrol emosi yang kuat (Brenner, Parahoo & Taggarat, 2007) sedangkan menurut Giese (2010) pelukan merupakan salah satu kenyamanan masa kecil yang ditinggalkan di masa dewasa dan menguntungkan hampir semua orang selama masa stress dan digunakan untuk memfaslitasi penyelesaian prosedur klinik. 1.4.1
Keterlibatan keluarga dalam terapi mendekap pembatasan aktivitas yang sering dilakukan pada anak terutama terapi dekapan melibatkan ibu/keluarga, mendekap anak secara erat dengan mempertahankan adanya kontak mata diantara mereka, bertujuan untuk sengaja memprovokasi tekanan pada anak samapai anak Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
membutuhkan dan menerima kenyataan. Hal ini dapat meningkatkan hubungan anak dan orang tua serta membuka kemampuan anak untuk dapat berhubungan dengan orang lain.
Mercer (2009) menyatakan dalam penelitiannya bahwa dekapan orang tua dapat membuat anak autis membuka hubungan dengan orang lain. Dengan diberikanya dekapan anak akan menerima dan mengakui adanya kontrol otoritas dari orang dewasa. Mendekap merupakan penyampaian otoritas dan kekuasaan orang tua kepada anak melalui pelukan.
Terapi
memeluk/mendekap
merupakan
pembatasan
gerak
menggunakan pembatasan aktivitas atau menggunakan kekuatan terbatas. Metode ini membantu anak dengan mengijinkan mereka mengelola/mengatasi prosedur yang menyakitkan dengan mudah dan efektif. Terapi mendekap ini berbeda dengan pembatasan aktivitas fisik terletak pada tingkat kekuatan yang diperlukan dan keterlibatan anak. Terapi mendekap dapat diberikan pada semua keadaan baik anak maupun dewasa yang menerima perawatan dan pengobatan. Prinsip yang perlu diperhatikan menurut Royal College of Nursing (2010) yaitu mendekap harus seijin anak, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat kesepakatan antara perawat anak dan keluarga, adanya kebijakan yang diperlukan pada saat dilakukan terapi mendekap sebagai pembatasan fisik, adanya kepercayaan diri dari tenaga kesehatan yang terlatih dan aman, tepat dalam melakukan pembatasan fisik dan mendekap pada anak dan remaja.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 3 ANALISIS EVIDANCE BASED PRACTICE
3.1 EVIDANCE BASED PRACTICE Pencarian evidence based practice melalui model PICO dan appraise artikel terlampir. Berikut model PICO diuraikan dibawah ini : Population
: Pasien anak yang diberikan intervensi pemasangan infus
Intervention
: Pemberian pelukan keluarga
Comparison
:-
Outcome
: Pemberian pelukan keluarga dapat menurunkan distress saat pemasangan infus
Write out your question : Pertanyaan
: apakah pemberian pelukan keluarga dapat menurunkan distress pada anak saat pemasangan infus
List the main topics and terms form your question that you can use to search : -
Parenteral holding to decrease IV distress in children
-
Distress in children
Batasan penelusuran jurnal a. 5 tahun kebelakang b. Penelitian dengan menggunakan metode Ramdomised clinical Trial dan Case Study
Data base penelusuran jurnal a. Journal Pediatric of Nursing : dengan penggunaan kata kunci Parenteral holding to decrease IV distress in children Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
b. Journal Nursing Inquiry : dengan kata kunci holding in children tahun 2014 c. Joannabrigs : dengan kata kunci parental holding tahun 2011 d. Journal of Pediatric Psycology : dengan kata kunci distress in children tahun 2010 e. Cochrane : dengan kata kunci distress in children tahun 2013
Hasil penelusuran a. Laurie,
A., Jennifer, S., & Janet, L. (2007). Parental holding and
positioning to decrease IV distress in young children: A Randomized Controlled Trial. Journal Pediatric of Nursing, 22 (6), 440-447.
Penelitian ini berdesain Randomized Controlled Trial, melibatkan 118 anak-anak, dengan usia sampel 6 bulan – 4 tahun dengan penyakit infeksi. Terbagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi (pemberian pelukan orang tua dan posisi). Kesimpulanya adalah pemberian pelukan dan posisi tegak dapat menurunkan distress pada saat pemasangan intravena pada anak.
a. Bray., Lucy., Snodin., Jill., & Carter, B. (2014). Holding and restraining in children for clinical procedures within an acute care. Journal Nursing Inquiri, 22 (2), 157-167.
Penelitian ini berdesain empirical evidence, melibatkan 110 sampel, pada anakanak usia kurang dari 1 tahun sampai dengan usia dibawah 18 tahun. Kesimpulannya adalah dekapan dan restraining pada anak-anak dengan penyakit infeksi dapat diterapkan pada saat prosedur klinik.
b. Fartier., Blount., Wang., Mayes., & Kain. (2011). Analysing a parental holding preoperative
intervention programme.
Britsh
Journal
of
Anaesthesia, 1-6.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Penelitian ini berdesain individual research studies, melibatkan 96 anak-anak, dengan usia 2 – 10 tahun. Kesimpulannya pemberian pelukan sebelum operasi dapat menurunkan kecemasan pada anak.
c. Uman, LS., Birnie, KA., Parker, JA., Chambers, CT., McGrath & Kisely, SR. (2013). Psychological interventions for needle-related procedural pain and distress in children and adolescent. Cochrane, 10, 1-137.
Penelitian ini berdesain Systematic Review, melibatkan anak-anak dan remaja, berusia 2 – 19 tahun yang mendapatkan prosedur terkait dengan jarum, terbagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan intervensi. Kesimpulanya adalah terbukti kuat mengurangi nyeri pada anak-anak dan remaja dengan tarik nafas dalam, pelukan orang tua, distraksi.
d. Mahoney, L., Ayers, S. & Seddon, P. (2010). The association between parent’s and healthcare profesional’s behavior and children’s coping and distress during venipuncture. Journal of Pediatric Psycology, 1-11.
Penelitian ini berdesain individual research studies. Melibatkan 50 anak-anak berusia 7 – 16 tahun. Penelitian ini dilakukan pada anak yang mendapatkan tindakan venipuncture, dengan cara saat dilakukan tindakan orang tua mendapingi dengan cara memeluk lalu direkam dan dianalisis. Kesimpulanya adalah penelitian ini efektif dan menunjukkan peran orang tua dengan memeluk dalam mengatasi cemas pada anak-anak .
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 4 PLAN OF ACTION (POA)
Proyek inovasi yang akan diimplementasikan di ruang anak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebelumnya melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu: 4.1 Langkah-langkah Pelaksanaan berdasarkan P-D-C-A Plan a. Rencana: Melakukan pemberian pelukan keluarga dan posisi duduk terhadap distress anak saat pemasangan infus sebanyak 10 orang pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol 10 orang tidak diberikan pelukan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus. b. Hasil yang diharapkan: Teridentifikasinya efektivitas pelukan keluarga terhadap distress anak saat pemasangan infus c. Langkah-langkah pelaksanaan:
Mengidentifikasi sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi (anak usia 6 bulan sampai usia sekolah dalam perawatan di Gd A lt 1 atau 2 zona A, anak diberikan intervensi pemasangan infus).
Melakukan penilaian score distress dengan mengisi format Children Fear’s Score untuk anak usia 6 bulan sampai usia sekolah dan dilakukan pada anak baik dengan penyakit infeksi maupun non infeksi, pada kelompok intervensi dilakukan pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan pemberian dekapan dan posisi duduk.
Melakukan penilaian score distress dengan mengisi format Children Fear’s Score saat dilakukan pemberian dekapan keluarga saat pemasangan infus.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
0
1
2
3
4
Do Penilaian distress pada anak
saat
pemasangan infus, dengan
menggunakan format Children Fear’s Score. o Chek Mahasiswa mempelajari apakah efektif pelukan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada anak saat pemasangan infus. Pada tabel 4.1 akan dijelaskan tentang penilaian score distress pada saat anak sebelum diberikan pelukan dan saat pemaangan infus diberikan pelukan. Tabel 4.1 Penilaian distress pemasangan infus menggunakan Children Fear’s Score Initial klien
Diagnose
Score tidak
Score diberikan
medis
diberikan pelukan
pelukan
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Act Hasil analisis dari pemberian pelukan keluarga terhadap distress pada anak pemasangan infus sesuai Evidance-
Based Practice (EBN)
diharapkan menjadi kebijakan dan SOP untuk menerapkan asuhan keperawatan atraumatik pada anak. 4.2 Waktu Pelaksanaan Waktu dalam
N o 1
minggu
Kegiatan
1 2 3 4 Persiapan
dan
studi
5 6
Penanggung
Hasil
Jawab Mahasiswa
PICO, dan jurnal EBP
Mahasiswa
Proposal EBN
Mahasiswa,
Mahasiswa:
PP dan PA
format penilaian yang akan
literature 2
Penyusunan proposal
3
Persiapan
dan
pelaksanaan implementasi
menyiapkan
digunakan untuk menilai distressi
5
6
Implementasi
Evaluasi
Mahasiswa,
Penilaian distress sebelum
PP, dan PA
dan saat pemaangan infus
Mahasiswa,
Evaluasi penilaian distress
PP, dan PA
sebelum
dan
saat
pemaangan infus 7
Penyusunan laporan
Mahasiswa
Laporan
hasil
proyek
hasil
proyek
inovasi 8
Presentasi hasil proyek
Laporan
inovasi
inovasi
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 5 PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Pelaksanaan Pelaksanaan implementasi inovasi efektifitas dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan infus berdasarkan evidence based practice di ruang infeksi dan non infeksi di RSCM selama 3 minggu, melalui beberapa tahap :
1. Plan (Tahap Persiapan) Penyusunan proposal inovasi dilakukan oleh mahasiswa berdasarkan evidence based dan jurnal-jurnal penelitian ilmiah. Penyusunan proposal dilakukan melalui proses bimbingan dan konsultasi dengan supervisor, supervisor utama dan juga konsultasi dengan supervisor ruangan anak. Proposal
dipresentasikan
melalui
pendekatan
mahasiswa
dengan
Supervisor Utama Ruangan anak, Kepala Ruangan, Perawat Associate (PA), Perawat Primer (PP) dikarenakan kesibukan dan keterbatasan waktu. Hasil dari presentasi inovasi yaitu: a). Proposal inovasi berdasarkan evidence based dan jurnal ilmiah tentang dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan infus disetujui dan diijinkan oleh Supervisor dan Kepala ruangan untuk diimplementasikan di ruang anak RSUPN Rr. Cipto Mangunkusumo. b). Rencana pelaksanaan waktu implementasi proyek inovasi dilakukan selama 2 Minggu mulai 7 – 18 Maret 2016 c). Rencana pelaksanaan evaluasi implementasi proyek inovasi dilakukan langsung setelah implementasi.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
2. Do (Tahap Pelaksanaan) Pelaksanaan implementasi proyek inovasi tentang dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan infus dimulai setelah dilakukan sosialisasi proposal inovasi. Pelaksanaan implementasi dilakukan selama 2 Minggu. Adapun prosedur pelaksanaan proyek inovasi sebagai berikut: a). Mengidentifikasi sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi (anak yang berusia 6 bulan sampai anak usia sekolah dalam perawatan di Gedung A lantai 1, yang akan dilakukan pemasangan infus b).
Melakukan identifikasi karakteristik demografi anak (usia, jenis kelamin, dan diagnosa medis).
c). Melakukan penilaian skor distress dengan menggunakan Children Fear’s Score pada kelompok kontrol d).
Melakukan penilaian skor distress dengan menggunakan Children Fear’s Score pada kelompok intervensi dengan pemberian dekapan keluarga dan pemirian posisi duduk.
e). Melakukan evaluasi langsung saat anak dilakukan pemaangan infus. 3. Check (Evaluasi Proyek Inovasi) Evaluasi terhadap anak yang diberikan pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk pada saat pemasangan infus dengan cara menilai skor distress menggunakan formulir Children Fear’s Score.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Hasil pelaksanaan intervensi pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk Tterhadap distress pada saat pemasangan infus yaitu:
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSCM, 07 s/d 18 Maret 2016 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Kelompok Kontrol (n = 10) N % 3 30% 7 70 %
Kelompok Intervensi (n=10) N % 4 40 % 6 60 %
Berdasarkan karakteristik responden menurut jenis kelamin pada tabel 4.1, pada kelompok kontrol paling banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 70%, begitu juga pada kelompok intervensi paling banyak perempuan yaitu 60%.
Tabel 5.2 Hasil Analisis Usia dan Skor Distres Responden Saat Dilakukan Pemasangan Infus di RSCM, 07 s/d 18 Maret 2016 Variabel
Usia
Skor distress
Kelompok
N
Min-Max
Mean ± SD
Kontrol
10
8 – 96
36.80 ± 34.07
Intervensi
10
11 – 108
32.30 ± 28.952
Kontrol
10
3–4
3.70 ± 0.483
Intervensi
10
0 -2
0.60 ± 0.699
Berdasarkan pada tabel 5.2, rerata usia responden anak pada kelompok kontrol adalah 36.80 bulan dengan standar deviasi 34.07 . usia paling muda adalah 8 bulan dan paling tua adalah 96 bulan. Rerata usia responden responden anak pada kelompok intervensi adalah 32.30 bulan dengan standar deviasi 28.95. usia paling muda adalah 11 bulan dan yang paling tua adalah 108 bulan.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Skor distress yang dinilai adalah respon anak saat dilakukan pemasangan infus dikaji menggunakan Children Fear’s Score (CFS). Skor
distress responden
antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi ditunjukkan pada tabel 5.2.
Berdasarkan tabel 5.2, proporsi skor distress pada kelompok kontrol mempunyai rerata 3.70 dengan standar deviasi 0.483 dengan skor terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 4,. sedangkan pada kelompok intervensi mempunyai rerata 0.60 dengan standar deviasi 0.699 dengan skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah 2.
Tabel 5.3 Hasil Analisis Skor Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus di RSCM Karakteristik Skor Distress Mean ± SD Min – Max Penurunan Skor
Kontrol
Intervensi
3.70 ± 0.48 3–4
0.60 ± 0.6999 0–2
95% CI Lower Upper
P Value
2.474
0.00001
3.726
- 3.1 ± 0.1669
Tabel 5.3 menunjukan bahwa nilai p skor distress sebesar 0.00001 ( P < 0.05) sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna skor distress pada kelompok kontrol dan intervensi
5.2. Faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan Inovasi a). Dukungan dari Supervisor, kepala ruangan, PP, dan PA dalam pelaksanaan pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus b). Orang tua sangat menerima, senang dan kooperatif dalam pelaksanaan intervensi seperti saat dilakukan pemasangan infus orang tua mendekap anak. Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
c). Rekan sejawat yang sudah membantu dalam pelaksanaan intervensi seperti mengingatkan dan memberikan motivasi kepada perawat dan keluarga untuk melakukan pemberian dekapan saat pemasangan infus, serta menilai skor distress. 5.3. Evaluasi a). Evaluasi Proses Proses pelaksanaan intervensi proyek inovasi pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan infus. terlaksana dengan lancar sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Responden pada kelompok intervensi 10 orang, sementara responden pada kelompok kontrol 10 orang. Responden yang didapat sudah sesuai dengan target yaitu 10 pada kelompok intervensi dan 10 pada kelompok kontrol dalam waktu 2 minggu. Kendala utama dalam pelaksanaan intervensi adalah kondisi belum terbiasanya perawat melakukan pemasangan infus dengan posisi duduk. b). Evaluasi hasil Evaluasi pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan infus menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor distress pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Presentasi hasil evaluasi pelaksanaan inovasi dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016.
5.4 Pembahasan 5.4.1
Jenis Kelamin Proporsi terbanyak pada karakteristik jenis kelamin yang dilakukan tindakan adalah perempuan 70 % pada kelompok kontrol dan 60% pada kelompok intervensi. Hal ini disesuaikan dengan jumlah responden yang dirawat di RSCM gedung A lantai I. hasil penelitian Sparks, Setiliks dan Luhman (2007) dan McMurtry, Noel, Chambers dan McGrath (2011) Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
yang menjelaskan bahwa faktor distress anak selama perawatan dirumah sakit adalah jenis kelamin.
Berdasarkan penelitian dari Mahat dan
Scolovena (2008) menunjukkan bahwa dampak hospitalisasi lebih banyak muncul pada anak perempuan dibandingkan laki-laki.
5.4.2 Usia Usia termuda responden adalah 8 bulan dan usia paling besar adalah 9 tahun. Menurut Hockenbery dan Wilson (2012) pada anak usia 6 – 12 bulan sudah dapat memperlihatkan adanya perhatian pada lingkungan sekelilingya. Perasaan cemas atau takut akan timbul pada saat anak dibawa atau di rawat di rumah sakit, karena tempat ini merupakan hal yang asing baginya. Selain itu juga akan terjadi trauma karena dipisahkan dari kedua orang tuanya dan harus berhadapan denganorang-orang yang tidak dikenal dan lingkungan yang asing. Menurut perkembangan kognitif (Piaget) anak usia prasekolah masuk ke tahap praoperasional terutama fase pikiran intuitif dimana anak sudah memiliki kesadaran sosial dan mapu mempertimbangkan sudut pandang orang lain, perkembangan simbolis dimana anak sudah
belajar
mempresentasikan objek yang dilihat menggunakan gambaran dan katakata tapi masih bersifat egosentris sehingga stimulan asing yang datang dianggap akan meyakitkan bagi anak dan mengakibatkan distress (Hockenbery & Wilson, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) tentang dampak dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk
terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus
menunjukan terjadi penurunan distress pada anak. Anak usia sekolah sudah dapat berfikir rasional, imajinatif dan mengenal objek untuk dapat menyelesaikan masalah, sudah mencapai tahap operasional konkret dimana anak mampu menggunakan proses pikir, mengembangkan pemahaman hubungan antara hal dengan ide, dapat memberikan penilaian sesuai apa yang mereka lihat (pemikiran perseptual) sampai membuat penilaian sesuai dengan alasan mereka (pemikiran Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
konseptual), sudah mencapai kemandirian dan produktivitas sehingga peka terhadap kejadian yang dapat mengurangi rasa nyaman. Anak dapat diajak bekerjasama untuk berkontribusi dalam prosedur intervensi maka dia lebih kooperatif dalam setiap prosedur tindakan yang diterimanya (Hockenbery & Wilson, 2012). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang
dilakukan Taddio (2009) tentang cara mengurangi distress anak usia prasekolah dan usia sekolah menggunakan posisi duduk saat dilakukan vaksinasi. 5.4.3 Dekapan Keluarga Pada proyek inovasi ini responden didampingi keluarga saat dilakukan pemasangan infus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Rumah sakit ini sudah menerapkan filosofi asuhan berpusat pada keluarga atau yang disebut dengan Family Center Care (FCC). FCC merupakan cara merawat anak bersama
keluarga dalam pelayanan kesehatan yang
menjamin perawatan, direncanakan dan melibatkan
seluruh keluarga
diakui sebagai penerima perawatan (Shields, Pratt & Hunter, 2006). Program ini dapat berlangsung dengan dukungan perawat dengan memberikan dorongan, menghargai dan mendukung keluarga untuk meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga, usaha ini dilakukan dengan pemberdayakan pendekatan dan pemberian bantuan yang efektif.
Berbagai upaya yang dilakukan perawat untuk membantu mengurangi efek trauma pada anak yang ditimbulkan karena pemasangan infus, disesuaikan dengan tahapan tumbuh kembang anak yaitu dengan mengembangkan prinsip atraumatic care. Meminimalkan perpisahan anak dan keluarga merupakan salah satu tujuan utama dalam perawatan atraumatik (Hockenberry Wilson, 2012). Responden saat dilakukan pemasangan infus didampingi oleh keluarga, terutama pada kelompok intervensi.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
5.4.4 Skor Distress Hasil mean skor distress responden saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok kontrol sebesar 3.70. hal ini berbeda dengan skor distress responden pada kelompok intervensi yang sebagian besar mengalami mean skor distress 0.60. perbedaan skor distress terjadi disebabkan karena pemberian posisi yang nyaman dari orang tua
untuk
meminimalkan timbulnya distress anak saat dilakukan prosedur akan memberikan rasa aman dan senang serta kenyamanan melalui kontak langsung dengan orang tua dan orang tua ikut berpartisipasi memberikan bantuan positif, posisi duduk lebih menciptakan rasa kontrol (The Children’s Mercy Hospotal, 2012).
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan Kesimpulan pelaksanaan proyek inovasi yang dilakukan di ruang anak lantai 1 gedung A yaitu: a). Hasil pelaksanaan implementasi proyek inovasi efektifitas dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat pemasangan infus. pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi menunjukkan perbedaan. b). Perbedaan skor distress pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol terdapat perbedaan setelah dilakukan intervensi. c). Pemberian dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk dapat mengurangi distress pada anak yang sedang dilakukan pemasangan infus. d). Kendala yang dihadapi ketika pelaksanaan proyek inovasi yaitu belum optimalnya perawat dalam melakukan pemasangan infus dengan posisi duduk. e). Faktor pendukung yaitu supervisor, kepala ruangan anak, PP dan PA yang memfasilitasi untuk berkoordinasi dalam melakukan implementasi proyek inovasi. f). Penggunaan format Children Fear’s Score direkomendasikan untuk menilai skor distress pada anak.
6.2. Saran 1. Pelayanan Kesehatan Mempertimbangkan hasil pelaksanaan proyek inovasi ini sebagai acuan dalam penilaian skor distress pada anak yang akan dilakukan pemasangan infus. Selain itu hasil dari dari proyek inovasi ini dapat digunakan dalam meminimalkan atraumatic care.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
2
Pendidikan Keperawatan Proyek inovasi efektifitas dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress saat anak dilakukan pemasangan infus dengan menggunakan skala dehidrasi berdasarkan EBN ini bisa menjadi dasar dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak untuk meminimalkan atraumatic care.
3. Penelitian Keperawatan Hasil proyek inovasi ini bisa menjadi data dasar dan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan penilaian skor distress dengan menggunakan sampel yang lebih banyak dan metode penelitian yang berbeda.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA
Axellin, A., Salanter, S., Kiriavainen, J., & Lehtonen, L. (2009). Oral glucosa and parenteral holding preferable tp avoid in pain management in preterm infants. Clin J pain, 25 (2), 138-145. Brenner, M., Parahoo, K., & Taggarart, L. (2007). Restraint in children’s nursing : ressing the distress. Journal of Children’s and Young People’s Nursing, 1(4), 159-162. Bowden, V.R. & Greenberg, CS. (2010). Children and their families. The continum of care (2nd ed). Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins Giese, H.(2010). Positioning for comfort.St. Joseph Children Hospital. Hockenberry, M & Wilson, David. (2012). Wongs essentials of pediatric nursing eight edition. Inc. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. James, S.R, & Ashwil, J.W. (2007). Nursing care of children principles & practice (3th ed). St. Louis Missauri: Elsvier Mosby. Lestari, B.K. (2013). Dampak dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus di RSAB Harapan Kita Jakarta. Tesis (tidak dipublikasikan). Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Mercer, J. (2009). Psycology to day. McMurtry, C.M., Noel, M., Chambers, C.T., McGrath, P.T. (2011). Children’s fear during procedural pain: preliminary investigation of the children’s fear scale. Journal of American Psychological Assosiation, 30(6), 780-788. Nasir, M. & Munith. (2011). Dasar – dasar keperawatan jiwa. Jakarta : Salemba Medika. Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik, Volume I, Edisi keempat. Jakarta : EGC. Price & Gwin. (2008). Pediatric nursing: AN introductory texs (10th ed). St. Louis Missauri : Elsvier Mosby. Preetzlik, U. & Sylva, K. (2009). Pediatric patien’s distress and coping: An observational measure. Journal of Arch Dis Child, 81, 528-530.
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Royal Colled Of Nursing. (2010). The restraining, holding still and containing young children, guidance for nursing staff. Maret 5, 2016. http: www.rcn.org.uk Shields, L., Pratt, J. & Hunter, J. (2006). Family centered care : A review of qualitative studies. Clinical Nursing, 15, 1317 – 1323. Sparlks, L., Setlik, J., & Luhman, J. (2007). Parental holding and positioning to decrease IV distress in young children : A Randomized Controlled Trial, Journal of Pediatric Nursing, 22, 6. Taddio, A., et al. (2009). Reducing the pain of childhood vaccination : An evidence based clinical practice guideline. UNICEF. (2009). Action for Right of Children (ARS). Maret 5, 2016. www.unicef.org
Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016