UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 17 MARET –28 MARET 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Sabrina Putri Damayanti, S.Farm. 1306434231
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 17 MARET –28 MARET 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
Sabrina Putri Damayanti, S.Farm. 1306434231
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
iii
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
iv
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 17 Maret – 28 Maret 2014. Kegiatan PKPA bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi UI. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah penulis terima, kiranya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, yaitu kepada: 1.
Bapak Drs. Rahbudi Helmi, Apt., MKM selaku Kepala Sub Direktorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT serta pembimbing yang selalu memberikan saran dan mendukung penulisan
2.
Bapak Dr. Hayun, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis;
3.
Bapak Dr. Hayun, M.Si.,Apt selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
4.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
5.
Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt.,Ph.D, selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
6.
Ibu drg. Arianti Anaya, MKM., selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
7.
Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA. v
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
8.
Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan penyusunan laporan ini.
9.
Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat, dan doa yang tak pernah putus mengiringi setiap langkah perjalanan hidup penulis.
10. Seluruh teman-teman Apoteker angkatan 78 Universitas Indonesia atas kebersamaan dan kesediaan berbagi suka dan duka, dukungan dan semangat yang diberkan kepada penulis. 11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis 2014
vi
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
vii
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Sabrina Putri Damayanti, S.Farm : 1306434231 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Periode 17 Maret – 28 Maret 2014
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan berada di bawah Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memliki tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, izin edar serta pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah Republik Indonesia. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada tanggal 17 Maret – 28 Maret 2014 di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tujuan untuk memahami peran apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah mengetahui kegiatan penindakan sarana produksi, distribusi, produk alat kesehatan dan PKRT oleh Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT pada Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
Kata Kunci
: Praktek Kerja Profesi Apoteker, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Alat Kesehatan,PKRT
Tugas Umum : xiv+65 halaman: 1 gambar, 12 lampiran : v+23 halaman Tugas Khusus Daftar Acuan Tugas Umum : 7 (2009-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 (2006-2013)
viii
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name NPM Study Program Title
: Sabrina Putri Damayanti, S.Farm : 1306434231 : Pharmacist : Report of Pharmacist Intenship Program in Directorate of Production anda Distribution Medical Device General Directorate of Pharmaceutical dan Medical Device on Maret 17 – Maret 28, 2014
General Directorate of Pharmaceutical and Medical Device is under the Ministry of Health Republic of Indonesia. General Directorate of Pharmaceutical and Medical Device has assignment to formulate and implement a policy and technical standardization in the field of pharmaceutical development and medical devices. General Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices consist of a Secretariat of General Directorate, Directorate of Public Medicines and Medical Supply, Directorate of Pharmaceutical Services, Directorate of Medical Devices Production and Distribution and Directorate of Pharmaceutical Production and Distribution. Directorate of Medical Devices Production and Distribution have responsibility to give production certificate, channel license of medical device, permission to circulate as well as guidance, control, and supervision of medical devices and circulate of PKRT in the territory of the Republic of Indonesia. Pharmacists Internship Program (PIP) activities held on Maret 17 – Maret 28, 2014 in General Directorate of Pharmaceutical and Medical Device with the aim to understand the role of pharmacist on Directorate of Medical Device Production and Distribution General Directorate of Pharmaceutical and Medical Device. While the aim of specific assignment is to know suppression activities of place of production, distribution, product of medical device and PKRT by Subdirectorate of Inspection of medical device and PKRT on Directorate of Medical Devices Production and Distribution.
Keyword
: Pharmacist Intenship Program, General Directorate of Pharmaceutical and Medical Device, Directorate of Medical Device Production and Distribution, Medical Device, PKRT
General Assignment : xii+65 halaman: 1 gambar, 12 lampiran Specific Assignment : v+23 halaman Bibliography of General Assignment : 7 (2009-2013) Bibliography of Specific Assignment : 5 (2006-2013)
ix
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii HALAMAN PENYATAAN ORISINALITAS .................................................... iv KATA PENGANTAR .......................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................................................................................................ vii ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT .......................................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2 BAB 2 TINJUAN UMUM .................................................................................... 4 2.1 Kementerian Kesehatan .................................................................................. 4 2.2 Direktorat jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan ............................. 10 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .............................................................................. 16 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ............................... 16 3.2 Visi dan Misi ................................................................................................... 17 3.3 Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................................. 18 3.4 Tujuan ............................................................................................................. 18 3.5 Sasaran dan Strategi ........................................................................................ 19 3.6 Indikator Kinerja dan Target ........................................................................... 19 3.7 Struktur Organisasi ......................................................................................... 20 3.8 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.......................................................... 20 3.9 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ............................................................................. 21 3.10 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ............................................................................................... 23 3.11 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi .................................................... 24 3.12 Sub Bagian Tata Usaha ................................................................................. 25 3.13 Sumber Daya Manusia .................................................................................. 26 3.14 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .............. 27 3.15 Pelayanan Surat Keterangan ......................................................................... 36 3.16 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT ................................................................................... 37 BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 40 x
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
4.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.......................................................... 42 4.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ............................................................................. 44 4.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ............................................................................................... 46 4.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi .................................................... 47 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 49 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 49 5.2 Saran ................................................................................................................ 49 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51 LAMPIRAN .......................................................................................................... 52
xi
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Logo Kementrian Kesehatan ........................................................... 4
xii
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Indikator Kinerja dan Target Tahun 2010-2014 ................................... 19 Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan honorer Direktorat Bina ....... 26 Tabel 3.3 Jumlah pegawai negeri sipil berdasarkan golongan ............................. 26 Tabel 3.4 Jumlah PNS dan honorer menurut jenjang pendidikan ......................... 26 Tabel 3.5Jumlah pegawai berdasarkan jenis kelamin ........................................... 27
xiii
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan ..................................... 53 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ......................................................................................... 54 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .......................................................................... 55 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ......................................................................................... 56 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian .......... 57 ......................................................................................................... Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ......................................................................................... 58 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ..................................................................................... 59 Lampiran 8. Formulir permohonan sertifikat produksi alat kesehatan/ perbekalankesehatan rumah tangga (PKRT) .................................. 60 Lampiran 9. Formulir permohonan izin penyalur alat kesehatan ......................... 61 Lampiran 10. Blanko perubahan/perpanjangan izin edar ..................................... 62 Lampiran 11.Blanko penilaian perubahan/perpanjangan izin edar ....................... 64 Lampiran 12.Blanko pemeriksaan perubahan/perpanjangan izin edar ................. 65
xiv
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap
individu,
keluarga
dan
masyarakat
berhak
memperoleh
perlindungan terhadap kesehatannya dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya sebagai perwujudan dari perlindungan hak dasar tersebut seperti pada undang- undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Upaya mewujudkan hak fundamental tersebut adalah kewajiban dari pemerintah untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga terwujud masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Untuk mewujudkannya, maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik karena pemerintah bertanggung
jawab
dalam
merencanakan,
mengatur,
menyelenggarakan,
membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan sehingga terwujud masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui pelayanan kefarmasian yang profesional. Oleh sebab itu, diperlukan suatu lembaga yang bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Berdasarkan
Keputusan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
Menteri
Kesehatan
tentang
Organisasi
Republik dan
Indonesia
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tugas yaitu merumuskan, melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat
1
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tanggung jawab dalam hal pemberian sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, izin edar serta pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT yang beredar dalam wilayah Republik Indonesia. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 peran apoteker adalah melakukan pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan kesehatan. Mengingat pentingnya peran apoteker tersebut dalam menjamin obat dan perbekalan kesehatan maka Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Kegiatan PKPA ini bertujuan agar calon apoteker memperoleh gambaran umum tentang peran apoteker di instansi pemerintah khususnya di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker : 1.
Memahami secara umum tugas Kementerian Kesehatan serta Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan spesifikasi pada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
3
2.
Memahami pencapaian pelaksanaan tugas dan peran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan selama penulis melaksanakan PKPA
3.
Memahami peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Kementerian Kesehatan Unsur pelaksana pemerintah dibidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung jawab kepada Presiden adalah Kementerian Kesehatan. 2.1.1 Logo Kementerian Kesehatan
Gambar 2.1. Logo Kementrian Kesehatan Arti simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah sebagai berikut: a. Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota,
bermakna
Pancakarsa
Husada
yang
melambangkan
tujuan
pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional. b. Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau, melambangkan Pancakarya Husada yang pada hakikatnya adalah penjabaran makna pembangunan kesehatan. c. Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak daun berwarna hijau, melambangkan pengabdian yang luhur. d. Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan. e. Tulisan “BHAKTI HUSADA” bermakna pelayanan kesehatan paripurna. 2.1.2 Dasar Hukum Dasar hukum dibentuknya Kementerian Kesehatan yaitu: a. Perpres RI No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi 4
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5
Kementerian Negara. b. Perpres RI No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. c. Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. 2.1.3 Visi dan Misi Visi yang dimiliki oleh Kementrian Kesehatan adalah adalah Masyarakat Sehat, Mandiri dan Berkeadilan. Dalam upaya tercapainya visi tersebut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan misi sebagai berikut a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
melalui
pemberdayaan
masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. 2.1.4 Tujuan Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia
bertujuan
untuk
menyelenggarakan pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. 2.1.5 Nilai-nilai Guna mewujudkan visi dan misi tersebut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki rencana strategis dalam pembangunan kesehatan serta menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai berikut : a. Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan harus menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
6
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, sehingga seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penangnganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel. 2.1.6 Strategi Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan Visi dan Misi yang telah ditetapkan, yaitu : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
7
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan
berhasilguna
untuk
memantapkan
desentralisasi
kesehatan
yang
bertanggungjawab. 2.1.7 Tugas Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. 2.1.8 Fungsi Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melakukan fungsi : a. perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan. c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 2.1.9 Rencana Strategis Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010-2014, yaitu: a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparitas separuh dari tahun 2009. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
8
h. Seluruh Kabupaten/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Rancangan arah kebijakan pembangunan kesehatan 2015-2019 yaitu: a. Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita, anak dan KB serta lansia b. Peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan dengan memperkutan upaya promotif preventif c. Penguatan pemberdayaan masyarakat d. Pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular dan penyehatan lingkungan e. Peningkatan pelayananan kefarmasian, alkes dan pengaawasan obat dan makanan f. Mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan nasional g. Pemenuhan, pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan h. Penguatan status gizi masyarakat i. Penguatan manajemen kesehatan 2.1.10 Kewenangan Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan : a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro b. Penetapan pedoman untuk menetukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/Kota di bidang Kesehatan c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama Negara di bidang kesehatan; g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
9
i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan k. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kesehatan l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat essential (buffer stock nasional) u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : 1) Penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu 2) Pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan
2.1.11 Susunan Organisasi Berdasarkan Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 mengenai Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, susunan organisasi
Kementerian Kesehatan yang setingkat Eselon – I adalah sebagai berikut : a. Sekretariat Jenderal. b. Inspektorat Jenderal. c. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. d. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; e. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. f. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
10
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada lampiran 1.
2.2 Direktorat Jenderal Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan 2.2.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan dan dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan fungsi : a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2.2.2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari : a. Sekretariat Direktorat Jenderal. b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
11
d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Struktur Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. 2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal Tugas Sekretariat Direktorat Jenderal adalah melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal melakukan fungsi: a. koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran; b. pengelolaan data dan informasi; c. penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; d. pengelolaan urusan keuangan; e. pelaksanaan urusan kepegawaian,
tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga dan perlengkapan; dan f. evaluasi dan penyusunan laporan Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Bagian Program dan Informasi. b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan. d. Bagian Kepegawaian dan Umum. e. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3. 2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu : Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
12
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 4. 2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
13
pelayanan kefarmasian. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Standardisasi. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas. c. Subdirektorat Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5. 2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melakukan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
14
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dansertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 6. 2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian adalah melaksanakan
penyiapan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
serta
penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian melakukan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
15
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas : a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. e. Subbagian Tata Usaha. f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 7.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan satu diantara direktorat di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan dipimpin oleh Direktur yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a.
Subbagian Tata Usaha.
b. Subdirektorat, yang terdiri dari : 1. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan. 2. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 3. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 4. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. c.
Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan adalah satu
rangkaian upaya menyeluruh agar Alat Kesehatan (Alkes) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat memenuhi persyaratan. Oleh karena itu pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT dilakukan mulai dari proses produksi hingga digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, distribusi dan penggunaan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar 16
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
17
Alat
Kesehatan
dan
Perbekalan
Kesehatan
Rumah
Tangga
danNo.
1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari penggunaan alkes dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
3.2 Visi dan Misi Untuk mendukung visi dan misi Kementerian Kesehatan yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menetapkan visi, misi sebagai berikut : 3.2.1 Visi Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu, bermanfaat, tepat guna serta terjangkau oleh masyarakat. 3.2.2 Misi a. Alat kesehatan yang beredar di wilayah Indonesia sesuai dengan yang dipersyaratkan. b. Pengawasan diperedaran (post market survalance) untuk melindungi masyarakat dari produk alat kesehatan yang substandard dan mengetahui sumber permasalahan di lapangan. c. Meningkatkan pengawasan sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dan sarana distribusi alat kesehatan d. Meningkatkan mutu pelayanan perizinan yang prima di bidang alat kesehatan dan PKRT. e. Meningkatkan profesionalisme dan kompetensi SDM dan etika kerja f. Mengembangkan industri alat kesehatan dan PKRT dalam negeri yang berbasis riset g. Mencegah penyalahgunaan dan penggunasalahan alat kesehatan dan PKRT h. Melindungi masyarakat dari alat kesehatan yang dapat berisiko terhadap kesehatan i. Meningkatkan daya tarik Investasi dan daya saing produk dalam negeri. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
18
3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melakukan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tujuan : a.
Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT.
b.
Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
19
c.
Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya saing.
3.5 Sasaran dan Strategi Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki sasaran meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan Peralatan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Indikator pencapaian sasaran tersebut adalah: a.
Persentase produk Alat Kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat sebesar 95%.
b.
Persentase sarana produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%
c.
Persentase sarana distribusi Alat Kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 70%.
3.6 Indikator Kinerja dan Target Untuk mencapai kinerja secara terarah maka telah ditetapkan indikator kinerja dan target sebagaimana tabel 3.5 berikut: Tabel 3.1 Indikator Kinerja dan Target Tahun 2010-2014 : Target Indikator Kerja 2010
2011
2012
2013
2014
a. Persentase produk Alat Kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat
70%
80%
85%
90%
95%
b. Persentase sarana produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara pembuatan yang baik
45%
45%
50%
55%
60%
c. Persentase sarana distribusi Alat Kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi yang baik
50%
55%
60%
65%
70%
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
20
3.7 Struktur Organisasi Berdasarkan Permenkes No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, struktur organisasi tersebut terdiri dari: a.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
b.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
c.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
d.
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
e.
Subbagian Tata Usaha
f.
Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.8 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan 3.8.1 Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Subdirektorat Penilaian Alat kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan. c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan.
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
21
3.8.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. 3.8.2.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
penyusunan
norma,standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert) dan harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh alatkesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain. 3.8.2.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan
non
elektromedik
merupakan
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, termometer raksa, kursi roda, softlens, dan lain-lain.
3.9 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 3.9.1 Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/ MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan tugas dari Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah melaksanakan penyiapan bahan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
22
perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT melakukan fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik invitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.9.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari: 3.9.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro Tugas Seksi Produk Diagnostik In vitro adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro. Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lainlain. 3.9.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Tugas Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
23
penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
3.10 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 3.10.1 Tugas dan Fungsi Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga melakukan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
24
3.10.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas: 3.10.2.1 Seksi Inspeksi Produk Tugas Seksi Inspeksi Produk adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3.10.2.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Tugas Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi adalah tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3.11 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi 3.11.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat
Standardisasi
dan
Sertifikasi
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
25
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
3.11.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas: 3.11.2.1 Seksi Standardisasi Produk Tugas Seksi Standardisasi Produk adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga 3.11.2.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Tugas Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
3.12 Sub Bagian Tata Usaha Tugas Subbagian Tata Usaha adalah melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
3.13 Sumber Daya Manusia Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki sumber daya manusia dengan jumlah 62 orang, terdiri dari PNS 37 orang dan honorer 25 orang, dengan perincian sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
26
Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan honorer Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Jabatan
Jumlah
Struktural
14 orang
Fungsional umum
23 orang
Honorer
25 orang
Jumlah
62 orang
Tabel 3.3 Jumlah pegawai negeri sipil berdasarkan golongan Golongan
Jumlah
IV
10 orang
III
22 orang
II
5 orang
Jumlah
37 orang
Tabel 3.4 Jumlah PNS dan honorer menurut jenjang pendidikan Jenjang Pendidikan
PNS
Honorer
Jumlah
S2
7
0
7
Profesi
17
13
34
S1
3
4
7
D3
5
3
8
SMA
5
5
10
Jumlah
37
25
62
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
27
Tabel 3.5 Jumlah pegawai berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
PNS
Honorer
Jumlah
Laki-laki
11
10
21
Perempuan
26
15
41
Jumlah
62
3.14 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 3.14.1 Sertifikasi Produksi Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang produksi Alat Kesehatan dan PKRT menyebutkan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi, yang artinya alat kesehatan yang diproduksi sesuai dengan ketentuan tentang Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) yang mengacu kepada ISO 13485, Medical devices – Quality management systems – Requirement for regulatory purposes atau Cara Pembuatan PKRT yang Baik (CPPKRTB) (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III disebut Sertifikat Produksi Alat Kesehatan kelas A. Penanggung jawab teknis pada pabrik tersebut minimal Apoteker atau sarjana lain yang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri. b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB disebut Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
28
Sertifikat Produksi Alat Kesehatan kelas B. Penanggung jawab teknis pada pabrik tersebut minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan kelas IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB disebut Sertifikat Produksi Alat Kesehatan kelas C. Penanggung jawab teknis pada pabrik tersebut asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi. Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu : a. Sertifikat Produksi PKRT Kelas A Sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPPKRTB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi PKRT kelas I dan kelas II dan kelas III disebut Sertifikat produksi PKRT kelas A. b.
Sertifikat Produksi PKRT Kelas B Sertifikat
yang diberikan kepada pabrik yang layak memproduksi PKRT
kelas I dan jelas II sesuai ketentuan CPPKRTB disebut Sertifikat produksi PKRT kelas B c. Sertifikat Produksi PKRT Kelas C Sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II tertentu, sesuai ketentuan CPPKRTB disebut Sertifikat produksi PKRT kelas C Tata cara mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b) : a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1 (Lampiran 8). b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
29
untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dan
Kepala
Dinas
Kesehtan
Kabupaten/Kota setempat. f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alatkesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. 3.14.2 Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d): 3.14.2.1 Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan propinsi setempat Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
30
dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Akte notaris b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). c. Peta lokasi dan denah bangunan. d. Alamat gedung, dan bengkel. e. Penanggung jawab teknis. f. Tenaga teknisi. g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat. h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan. i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan. 3.14.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d) : a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat (Lampiran 8 dan 9). b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Tim pemeriksa bersama selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama
meneruskankepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
31
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan (e), dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK. g. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima hasil pemeriksaan (d), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK. h. Terhadap penundaan (f), pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan. 3.14.3 Pemberian Izin Edar Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010, Izin edar adalah izin yang dikeluarkan kepada perusahaan untuk produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang akan diimpor dan/atau digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai dengan Farmakope Indonesia atau Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT atau standar lain yang ditetapkan oleh Menteri. Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
Keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis dan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan
b.
Keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai peraturan dan/atau data klinis atau data lain yang diperlukan
c.
Mutu, yang dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
32
Untuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang merupakan produk impor, cara pembuatan yang baik ditunjukkan dengan sertifikat produksi. Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT produksi dalam negeri diajukan oleh: a.
Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan dan/atau rekondisi/remanufaktur dan/atau makloon alat kesehatan dan/atau PKRT yang telah mendapat sertifikat produksi.
b.
Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin penyalur dan ditunjuk sebagai agen tunggal dari perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam negeri.
c.
Perusahaan pemilik merek dagang produk PKRT yang melakukan maklun kepada perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi PKRT.
Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT impor diajukan oleh : a.
PAK yang telah memiliki izin atau Importir PKRT yang memiliki penunjukan dari perusahaan atau perwakilan usaha yang memiliki kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk yang diageni serta diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat, dengan masa penunjukan minimal 2 (dua) tahun.
b.
PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRT yang bukan agen tunggal harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dan/atau PKRT dari perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau PKRT atau perusahaan penanggung jawab di luar negeri.
c.
Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan perakitan/pengemasan kembali produk impor. Alat kesehatan atau PKRT impor yang akan didaftarkan, wajib disertai
surat yang menyatakan bahwa alat kesehatan atau PKRT tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal produk diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau mutu alat kesehatan dan/atau PKRT dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses evaluasi. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : 3.14.3.1 Data Administrasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
33
a.
Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri).
b.
Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificateof Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual.
c.
Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Catatan : Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida.
d.
Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI
3.14.3.2 Data Teknis a.
Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan.
b.
Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
34
c.
Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik.
d.
Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan.
Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut : X
-
X
X
-
X
X
-
X
X
-
X
X
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
X
X
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
35
Contoh nomor izin edar a.
:
Alat kesehatan: AKL 21104900078 AKL
: Alat Kesehatan Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: Kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04)
: Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90)
: Tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Digit 8-11 (Angka 0078) : Nomor urut pendaftaran 0078 Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). b.
PKRT: PKD 20305700520 PKD
: PKRT dalam negeri
Digit 1 (Angka 2)
: Kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 03)
: Kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05)
: Sub kategori 5 (pembersih kloset)
Digit 6,7 (Angka 70)
: Tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 0520) : Nomor urut pendaftaran 0520 Alat ini adalah PKRT dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun 2007. Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan. Blanko perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 10. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar terbukti tidak memenuhi
persyaratan
mutu,
keamanan
serta
kemanfaatan,
pemerintah
berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diberi izin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
36
memakai nomor izin edar yang lama). Blanko penilaian perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 11. Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru). Blanko pemeriksaan perubahan atau perpanjangan izin edar dapat dilihat pada Lampiran 12.
3.15 Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga memberikan pelayanan surat keterangan diantaranya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009): 3.15.1 Certificate Of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau PKRT yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Ketentuan pemberian CFS, antara lain: a.
Perusahaan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan RI (Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan).
b.
CFS diberikan kepada pemilik sertifikat produksi alkes/PKRT dan izin edar yang masih berlaku.
c.
CFS diberikan untuk 1 kali permohonan dan satu negara tujuan.
d.
Masa berlaku CFS adalah 1 tahun sejak tanggal diterbitkan.
e.
Proses Surat Keterangan Ekspor alat kesehatan/PKRT diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu: a.
Surat permohonan ditandatangani oleh Direktur/Penanggung Jawab Teknis dengan mencantumkan negara tujuan.
b.
Salinan surat izin edar yang masih berlaku yang mencantumkan nama produk.
c.
Salinan sertifikat produksi yang masih berlaku beserta addendum
d.
Salinan NPWP Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
37
e.
Contoh produk jadi yang akan diekspor
3.15.2 Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut: a.
Produk alat kesehatan atau PKRT untuk penelitian dan pendidikan
b.
Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan atau PKRT yang sudah terdaftar.
c.
Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan/atau PKRT yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan)
d.
Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut yaitu : a.
Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai.
b.
Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang.
c.
PIB
d.
Invoice dan/atau AWB/MAWB/BL
e.
Surat perjanjian kerjasama antara donator dan penerima (poin 1)
f.
Surat protokol pengujian (poin 2)
g.
Surat persetujuan dari komite medik rumah sakit yang mencantumkan nama pasien pengguna (poin 6)
h.
Surat pernyataan dokter penanggung jawab
i.
Izin edar dan izin produksi terkait produk yang dimaksud (poin 3)
j.
Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut
3.16 Pembinaan,
Pengendalian
dan
Pengawasan
Keamanan
Alat
Kesehatan dan PKRT Berdasarkan Permenkes 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
38
persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan dalam bidang, antara lain: a.
Informasi produk
b.
Perdagangan
c.
Sumber daya manusia
d.
Pelayanan kesehatan
e.
Periklanan Berdasarkan Permenkes Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang
Penyaluran Alat Kesehatan, penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik premarket maupun post-market. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah dan masyarakat (pengawasan eksternal), maupun produsen/penyalur (pengawasan internal). Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah: a.
Audit terhadap informasi teknis dan klinik
b.
Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi
c.
Sampling dan pengujian
d.
Pengawasan penandaan iklan
Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur: a.
Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang didapat dari sarana distribusi/penyalur
b.
Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak diinginkan
c.
Melaporkan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota tentang kejadian yang tidak diinginkan
Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
39
a.
Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban terhadap alat kesehatan yang beredar.
b.
Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standard yang ditetapkan.
c.
Dapat memberikan masukkan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan mutu
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan suatu kementerian yang mempunyai tugas membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Kementerian Kesehatan mempunyai beberapa fungsi yaitu melakukan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan, pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi yang berlaku tahun 2010 – 2014. Visi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan, sedangkan misi Kementerian Kesehatan RI diantaranya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; serta menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Visi dan misi Kementerian Kesehatan dicapai dengan adanya koordinasi antar Direktorat Jenderal yang bernaung di bawahnya. Empat Direktorat Jenderal yang bernaung yaitu Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Penyakit
dan
Penyehatan
Lingkungan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Visi dan misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada periode tahun 2010-2014 mengacu pada visi dan misi Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara dinamis menyelaraskan visi dan misi dalam direktorat ini dengan visi dan misi Kementerian
Kesehatan
sesuai
dengan
dinamika perkembangan 40
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
bidang
Universitas Indonesia
41
kefarmasian dan alat kesehatan, yang kemudian terbentuklah rancangan visi dan misi untuk periode tahun 2015-2019. Rancangan visi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang diusulkan untuk periode tahun 2015-2019 antara lain pembina yang handal di bidang kefarmasian dan alat kesehatan, untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri; pembina yang handal di bidang kefarmasian dan alat kesehatan, dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; serta pembina yang handal di bidang kefarmasian dan alat kesehatan dalam meningkatkan daya saing produk dalam negeri, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Di sisi lain, rancangan misinya antara lain menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan; meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri melalui pemenuhan standar dan persyaratan serta upaya kemandirian di bidang bahan baku; meningkatkan pengawasan pre market dan post market Alat Kesehatan dan PKRT; meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang rasional; serta menjadi pemberi layanan publik yang profesional melalui praktek tata kelola pemerintahan yang baik Dalam rancangan visi tersebut diatas, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) berfokus untuk menjadikan direktorat ini selaku pembina, yang mana sesuai dengan mandat kelembagaan, bahwa lingkup peran dan fungsi Ditjen Binfar dan Alkes adalah melaksanakan pembinaan. Kegiatan tersebut pada akhirnya akan berujung pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yang mana hal ini selaras dengan visi Kementerian Kesehatan. Pengajuan visi tentu perlu diiringi dengan misi-misi untuk mencapai visi tersebut. Dalam rancangan misi Ditjen Binfar dan Alkes, kegiatan berupa penjaminan yang berkaitan dengan obat dan alkes, peningkatan sektor farmasi dan alkes dalam negeri dan pengawasan, serta penyediaan layanan publik yang profesional merupakan komponen kegiatan yang akan berdampak pada derajat kesehatan masyarakat. Setiap direktorat yang tergabung dalam Ditjen Binfar dan Alkes ini dapat memiliki visi dan misinya tersendiri, yang mendukung visi dan misi Kementerian Kesehatan dan Ditjen Binfar dan Alkes itu sendiri. Kegiatan-kegiatan yang dirumuskan secara lebih detail merupakan bagian dari pelaksanaan misi, yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
42
tersusun dalam Rencana Strategi (Renstra) lengkap dengan target pencapaiannya. Strategy Map yang terdapat dalam Renstra memperhatikan segi mandat Kementerian Kesehatan, nilai tambah untuk masyarakat, layanan publik yang disediakan, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan yang akan diperoleh. Kegiatan Unit Kerja dalam Koordinasi Ditjen Binfar dan Alkes juga diperinci dalam dokumen Renstra. Berdasarkan Permenkes Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 527 bahwa Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam menjalankan visi dan misi yang telah disusun tersebut Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terbagi dalam empat subdirektorat yaitu Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Reagensia dan PKRT, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT serta Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi. Setiap subdirektorat dikepalai oleh seorang kepala subdit yang masing-masing membawahi dua kepala seksi.
4.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Tugas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan adalah menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian Alat Kesehatan yang dikepalai oleh Drs. Masrul, Apt. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri atas Seksi Alat Kesehatan Elektromedik yang dikepalai oleh Siti Nurhasanah, S.Si., Apt., dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik yang dikepalai oleh Eva Silvia, S.K.M. Pada struktur organisasi terdahulu kedua seksi tersebut berada dalam subdirektorat yang berbeda. Perubahan struktur organisasi tersebut bertujuan meningkatkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
43
efisiensi kinerja sesuai dengan spesifikasi dari kedua jenis Alat Kesehatan tersebut. Berdasarkan risiko yang ditimbulkan dibagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III yang dilakukan untuk mempermudah dalam pengelompokkan dimana Alat Kesehatan dengan risiko semakin tinggi maka proses pemberian izin edarnya juga semakin lama karena akan memerlukan proses yang lebih panjang. Kelas I adalah alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak menyebabkan akibat yang berarti seperti kasa, kapas, masker, dental flos, perban dan ice bag. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk. Kelas IIa adalah Alat Kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius seperti reflex hammer dan kursi roda. Alat Kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Kelas IIb adalah adalah Alat Kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius seperti contact lenses dan ophthalmic laser. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa risiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Kelas III adalah Alat Kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator seperti implant jantung dan silicon gel filled breast. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis. Jangka waktu pemberian keputusan persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar Alat Kesehatan untuk kelas I 30 hari kerja, kelas II 60 hari kerja dan kelas III 90 hari kerja yang dilakukan oleh evaluator. Evaluator harus merupakan orang yang teliti dan cermat dalam mengevaluasi data Alat kesehatan yang diajukan oleh pendaftar. Jika ada data yang kurang dari pendaftar, evaluator akan mengembalikan kepada pendaftar agar dilakukan penambahan data. Tugas evaluator cukup berat disini apalagi jika Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
44
pendaftar tidak cermat dan teliti dalam pengisian data, sehingga evaluator harus mengembalikan berkali-kali sampai data yang diberikan cukup. Maka mulai April 2014 ini, pendaftar hanya diperbolehkan melakukan penambahan data sebanyak dua kali dan dikenai biaya untuk Alat Kesehatan kelas I Rp 1.000.000,00 ; kelas II Rp 3.000.000,00 dan kelas III Rp 5.000.000,00. Jika penambahan data harus dilakukan lebih dari dua kali, maka pendaftar harus membayar biaya lagi. Hal ini baik dilakukan karena dapat mendorong pendaftar untuk lebih teliti dan cermat dalam pengisian data Alat Kesehatan dan beban evaluator menjadi berkurang.
4.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT Subdit yang menilai/mengevaluasi produk diagnostik in vitro dan PKRT adalah Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT. Subdit yang dikepalai oleh Dra. Rully Makarawo, Apt. ini dibagi menjadi dua seksi yaitu Seksi Produk Diagnostik in vitro yang dikepalai oleh Dra. Ema Viaza, Apt. dan Seksi produk PKRT yang dikepalai oleh Nurhidayat, S.Si, Apt. Kegiatan yang dilakukan subdit ini yaitu menilai dan memberikan izin edar alat kesehatan dan PKRT dalam maupun luar negeri. Penilaian bertujuan menjamin produk diagnostik in vitro dan PKRT yang beredar di Indonesia telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Penilaian ini meliputi data administrasi dan data teknis. Data administrasi terdiri dari formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan), surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, certificate of free sale (untuk produk impor), dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Data teknis terdiri dari data formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Produk diagnostik in vitro adalah alat kesehatan yang digunakan tunggal maupun dalam kombinasi dibuat bertujuan untuk pemeriksaan spesimen yang berasal dari tubuh manusia secara reagensia yang digunakan untuk diagnostik, pemantauan atau kesesuaian pelaksanaan pengobatan. Produk diagnostik in vitro dibagi dalam empat kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi, dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
45
peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya produk diagnostik in vitro membutuhkan perhatian pada penyimpanan terkait suhu dan kelembaban. Alat kesehatan tersebut rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi penting untuk diperhatikan karena dikhawatirkan mempengaruhi kualitas dari alat kesehatan. Oleh karena itu, suatu penilaian alat kesehatan sebelum diberikan izin edar sangat penting dilakukan. PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan, perawatan, pengendali kutu hewan peliharaan, dan keperluan kebersihan rumah tangga. Pembagian kelas risiko untuk PKRT sama dengan kelas untuk alat kesehatan yaitu kelas I (risiko rendah), Kelas II (risiko sedang) dan kelas III (risiko tinggi).
Kelas I adalah PKRT yang pada penggunaannya tidak
menimbulkan akibat yang berarti seperti iritasi, korosif, karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran tanpa harus disertai hasil pengujian laboratorium. Contoh: kapas , tissue. Kelas II adalah PKRT yang pada penggunaannya dapat menimbulkan akibat seperti iritasi, korosif tapi tidak menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan disertai hasil pengujian laboratorium. Contoh: Deterjen, Alkohol. Kelas III adalah PKRT yang mengandung Pestisida dimana pada penggunaannya dapat menimbulkan akibat serius seperti karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan, melakukan pengujian pada laboratorium yang telah ditentukan serta telah mendapatkan persetujuan dari KOMISI PESTISIDA. Contoh: Anti nyamuk bakar, repelan. Produk PKRT banyak digunakan oleh konsumen dan beberapa diantaranya mengandung bahan berbahaya seperti pestisida sehingga untuk mencegah keracunan pestisida pada manusia perlu dilakukan penilaian kandungan pestisida dalam produk PKRT sebelum diberikan izin edar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
46
4.3 Subdirektorat Inspeksi Alkes & PKRT Tugas Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan PKRT yang dikepalai oleh Drs. Rahbudi H., Apt, MKM.. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk yang dikepalai Dra. Nurlaili Isnaini Apt, MKM. dan inspeksi sarana produksi dan distribusi yang dikepalai oleh Dra. Ninik Hariyati, Apt. Kegiatan pengawasan alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia dilakukan dengan tiga kegiatan utama, yaitu post market surveillance, vigilance, dan pengawasan iklan. Post market surveillance merupakan kegiatan pemantauan terhadap produk yang beredar di pasaran, sarana produksi serta sarana distribusi alkes dan PKRT. Kegiatan ini dilakukan dengan cara pembelian produk dari pasar kemudian diuji sesuai dengan parameter keamanan, mutu dan kemanfaatannya. Hasil pengujian dibandingkan dengan dokumen yang dilampirkan oleh produsen ketika proses pendaftaran. Penilaian terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan dengan melakukan inspeksi sarana produksi dan distribusi di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan dilakukan setiap 5 tahun sekali. Kelayakan sarana produksi dan distribusi dinilai dari komitmen produsen dan distributor dalam menerapkan pedoman CPAKB (Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik) dan CDAKB (Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik). Petugas pelaksana pemeriksaan harus telah mendapatkan pelatihan tentang pengawasan Alkes dan PKRT, memiliki pengetahuan dan memahami sistem pengawasan Alkes dan PKRT, peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kegiatan vigilance adalah kegiatan pelaporan terkait alkes dan PKRT oleh produsen, distributor, masyarakat atau pemerintah mencakup kegiatan produksi, distribusi serta penggunaanya oleh masyarakat. Laporan ini dilakukan setiap satu tahun sekali. Pada kasus tertentu seperti kejadian yang menimbulkan banyak korban jiwa, maka pelaporan harus dilakukan maksimal 2x24 jam setelah kejadian. Bila suatu kasus menimbulkan korban jiwa yang tidak banyak (hanya satu atau dua korban), maka pelaporan dilakukan maksimal sepuluh hari setelah Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
47
kejadian. Apabila suatu peristiwa terjadi namun tidak menimbulkan korban jiwa, maka pelaporan dilakukan maksimal tiga puluh hari kalender. Adanya kegiatan vigilance ini akan meningkatkan kesehatan dan keamanan pasien, pengguna dan lainnya dalam meminimalisir kejadian adverse event sejenis yang mungkin akan berulang. Perlu dibuat pedoman yang berisi tindak lanjut dan suatu bentuk pertanggungjawaban yang jelas untuk mengatasi kejadian yang tidak diinginkan pada penggunaan Alkes terutama Alkes kelas tiga. Pengawasan iklan dilakukan dengan pemantauan terhadap iklan yang dipublikasikan di media massa, baik elektronik maupun cetak. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa iklan yang dipublikasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Beberapa hal yang diatur terkait periklanan antara lain tenaga profesional tidak boleh mengiklankan produk kecuali untuk pelayanan masyarakat, mengunakan kata-kata superlatif, tidak diperkenankan mengunakan anak-anak kecuali produk tersebut digunakan oleh anak. Pada kenyataannya, masih ada beberapa iklan terutama di televisi yang kurang sesuai. Misal suatu produk pasta gigi menggunakan dokter gigi sebagai bintang iklannya, iklan detergen menggunakan anak-anak sebagai bintang iklannya. Perlu adanya ketegasan dari Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT dalam melakukan teguran bagi iklan produk Alat Kesehatan dan PKRT yang tidak sesuai peraturan.
4.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi Tugas
Subdirektorat
Standardisasi
dan
Sertifikasi
melaksanakan
penyiapan bahan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Dalam melaksanakan tugas standardisasi, subdit ini bekerjasama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Kepala Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi kini dijabat oleh Dra. Lili Saidah Jusuf, Apt, dengan Ismiyati, S.Si., Apt. sebagai Kepala Seksi Standardisasi Produk dan Lupi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
48
Trilaksono, SF, MM, Apt sebagai Kepala Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri dari: Seksi Standardisasi Produk serta Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi dan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi Produk) atau di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT (Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi). Produk dari Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi antara lain, sertifikat produksi, izin penyalur, pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Pemberian sertifikat hanya kepada perusahaan yang telah memenuhi ketentuan pedoman yang berlaku. Selama melaksanakan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mahasiswa mengamati kegiatan, mendapatkan materi, dan berdiskusi terkait dengan tugas dan fungsi dari setiap subdirektorat. Kegiatan tersebut memberikan pemahaman dan pengetahuan terkait tugas dan fungsi dari masing-masing subdirektorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan direktorat ini berperan dalam penilaian, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. Kegiatan pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2. Tugas dan peran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan telah dapat dilaksanakan sesuai dengan amanat yang terdapat dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 Tahun 2010 yang ditunjukkan dalam laporan akuntabilitas setiap tahunnya. 3. Peran Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas permohonan produksi, izin penyalur, dan izin edar alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Selain berperan dalam kegiatan tersebut apoteker juga berperan dalam kegiatan inspeksi terhadap alat kesehatan dan perbekalan kesehatan, sarana produksi dan distribusi, pengawasan post market surveillance, serta pengawasan iklan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
5.2 Saran 1. Petugas pelaksana post market surveillance harus telah mendapatkan pelatihan tentang pengawasan Alkes dan PKRT, memiliki pengetahuan dan memahami sistem pengawasan Alkes dan PKRT, peraturan dan ketentuan yang berlaku agar dapat menilai mana produk, sarana produksi dan sarana distribusi yang 49
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
50
tidak sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. 2. Perlu adanya ketegasan dalam melakukan teguran bagi iklan produk Alat Kesehatan dan PKRT yang tidak sesuai peraturan untuk mentertibkan agar iklan yang dipublikasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku 3. Untuk mengatasi kejadian yang tidak diinginkan pada penggunaan Alkes kelas tiga, maka perlu dibuat pedoman yang berisi tindak lanjut dan suatu bentuk pertanggungjawaban yang jelas
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
51
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. (2013). Laporan Akuntabilitas Kinerja. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri KesehatanRepublik
Indonesia
Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Tata Cara Sertifikasi Produksi Alat Kesehatan dan PKRT. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
52
LAMPIRAN
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
53
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
54
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
55
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
56
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
57
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
58
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
59
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
60
Lampiran
8.
Formulir
permohonan
sertifikat
produksi
alat
kesehatan/
perbekalankesehatan rumah tangga (PKRT). PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN /PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Saya yang bertanda tangan dibawah ini mengajukan permohonan sertifikat produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 1. Nama Pemohon
:
Alamat Pemohon
:
2. Nama Pabrik
:
Alamat Pabrik
:
3. Badan Usaha
:
4. NPWP
:
SIUP
:
TDI : Status 5. Permodalan : Alamat Surat menyurat 6. dan : Nomor Telepon Alamat Gudang Jenis yang 7. diproduksi
: akan :
8. Nama Penanggung Jawab : Teknis Produksi 9. Pendidikan Penanggung : Jawab Produksi Pas pemohon
foto Pemohon,
Tanda Tangan
Berwarna Stempel Perusahaan
(.......................)
Ukuran 4 x 6 Materai 6000
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
61
Lampiran 9. Formulir permohonan izin penyalur alat kesehatan
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
62
Lampiran 10.
Blanko perubahan/perpanjangan izin edar
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
63
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
64
Lampiran 11.
Blanko penilaian perubahan/perpanjangan izin edar
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
65
Lampiran 12.
Blanko pemeriksaan perubahan/perpanjangan izin edar
Universitas Indonesia Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI KEGIATAN PENINDAKAN OLEH SUBDIREKTORAT INSPEKSI ALAT KESEHATAN DAN PKRT
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SABRINA PUTRI DAMAYANTI, S.Farm 1306434231
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK 2014
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. DAFTAR ISI .......................................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................... ................................................................ 1.2 Tujuan .......................................................................................................... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2.1 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ........................................................................................... 2.2 Post Market Surveillance............................................................................ BAB 3 PEMBAHASAN ........................................................................................ BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 4.2 Saran .......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
ii
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
i ii 1 1 2 3 3 4 18 22 22 22 23
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berkembangnya
teknologi
di
Indonesia
sangat
berperan
dalam
meningkatnya pengetahuan masyarakat. Transportasi antar negara, wilayah dan antar kota dan desa pun menjadi semakin mudah. Hal ini menyebabkan makin hilangnya entry bariersemua komoditas termasuk alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia. Peningkatan jumlah dan jenis alkes dan PKRT pun tidak dapat dielakkan. Alkes dan PKRT yang beredar tersebut harus diiringi dengan adanya suatu pengendalian dan pengawasan dari pemerintah agar tetap tercapai produk alkes dan PKRT yang bermutu (quality),terjangkau (affordable), cara penggunaan yang aman dan sesuai (safe and appropriate use). Menurut permenkes RI No. 1144/menkes/Per/VIII/2010, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah institusi yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan pembinaan, pengendaliandan pengawasan alkes dan PKRT tersebut.Pengawasan alkes dan PKRT olehDirektorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dilakukan melaluipremarket dan postmarket control. Premarket control dan postmarket control berfungsi untuk memastikan bahwa alkes dan PKRT yang telah diberikan izin edar, secara terusmenerus sesuai dengan persyaratan keamanan, mutu, manfaat dan kinerja yang telah disetujui. Namun pada faktanya saat ini banyak ditemukan alkes dan PKRT yang tidak memenuhi standar keamanan dan mutu di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat. Hal ini bisa disebabkan karena produk alkes dan PKRT yang tidak memenuhi syarat ataupun karena sarana produksi dan distribusi yang tidak memenuhi ketentuan yang ada. Temuan-temuan semacam inilah yang perlu dilakukan penindakan untuk menjamin keamanan (safety), kualitas (quality), dan bermanfaat (efficacy) alkes dan PKRT yang beredar di Indonesia.
1
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
1.2 Tujuan a. Mengetetahui kegiatan penindakan alat kesehatan dan PKRT oleh Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT pada Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). b. Mengetetahui kegiatan penindakan sarana produksi dan distribusi oleh Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT pada Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 2.1.1 Tugas dan Fungsi Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.1.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas:
3
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.1.2.1 Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2.1.2.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2.2. Post Market Surveillance Post Market Surveillance merupakan kegiatan proaktif yang dilakukan dalam rangka melakukan pengecekan kesesuainan terhadap mutu, keamanan dan kinerja alat selama di peredaran dan penilaian kesesuaian terhadap data awal yang dimasukkan pada saat registrasi. Post Market Surveillance dilakukan oleh pemerintah bersama produsen secara berkala dan berkelanjutan melalui : a. Monitoring sarana produksi dan penyalur b. Audit Quality System c. Sampling produk di pasaran Post Market Surveillance mempersyaratkan produsen dan penyalur untuk: a. Secara sistematik mampu melakukan peninjauan terhadap pengalaman yang didapat setelah alkes disalurkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan sifat dan resiko yang terkait dengan produk tersebut. c. Memberitahukan pihak penyalur alkes mengenai KTD. d. Produsen dan atau penyalur wajib melaporkan kepada Kementrian Kesehatan setiap KTD yang memerlukan tindak lanjut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
5
e. Produsen dan atau penyalur dapat menunjukkan hasil dari post market surveillance yang dilakukannya bila diminta. Informasi yang termuat dalam post market surveillance ini dapat berasal dari banyak sumber yaitu : a. Kelompok pengguna ahli b. Survei pelanggan, sarana produksi dan penyalur c. Keluhan pelanggan d. Informasi servis dan pemeliharaan e. Tinjauan pustaka f. Umpan balik pengguna g. Penelusuran alat kesehatan h. Reaksi pengguna selama program pelatihan i. Sampling dan uji laboratorium Pada umumnya post market surveillance oleh produsen telah ada sebagai bagian dari “Quality System” internal. Walaupun sertifikat “Quality System” tidak dipersyaratkan untuk produsen Alkes/ PKRT kelas I (paling tidak beresiko) atau non alkes yang berfungsi sebagai pengukuran, namun produsen masih perlu melaporkan hasil post market surveillance yang telah dilaksanakan pada waktu melakukan pendaftaran izin edar. Penarikan produk dari peredaran adalah tanggung jawab produsen atau penyalur, namun Kementrian Kesehatan melakukan pengawasan apakah pelaksanaan post market surveillance telah dilaksanakan sesuai prosedur dan meminta hasilnya apabila diperlukan. 2.2.1 Sampling Draft SOP Post Market Surveillance (sampling) terdiri dari beberapa poin, yaitu sebagai berikut: 2.2.1.1 Pelaksanaan Sampling Pelaksanaan
Sampling
dikoordinasikan
oleh
Kementerian
Kesehatan selaku pusat pelaksana, kemudian dilanjutkan oleh Petugas Dinas Kesehatan Provinsi yang berkoordinasi dengan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Hasil pengujian sampel direkapitulasi di Dinas Kesehatan Provinsi, kemudian dilaporkan ke Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
6
Alat Kesehatan dalam hal ini Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Mekanisme Pelaksanaan Sampling dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.2.1.2 Prioritas Produk yang di Sampling Sasaran sampling diprioritaskan pada Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dengan kriteria sebagai berikut : a. Produk yang diduga dapat menimbulkan efek samping. b. Produk yang rawan terhadap kerusakan atau kondisinya cenderung tidak stabil seperti reagensia/diagnostik untuk jenis pemeriksaan tertentu. c. Produk yang mempunyai batas kadaluarsa. d. Produk yang dipakai oleh masyarakat luas seperti kondom, anti nyamuk terutama bakar, repelant. e. Alat kesehatan steril. 2.2.1.3 Waktu dan Prioritas Lokasi Sampling Kegiatan sampling sebaiknya dimulai pada awal tahun dan disesuaikan dengan rencana kerja masing-masing institusi baik di daerah maupun pusat. Pengambilan sampel dapat dilaksanakan di provinsi, kabupaten/kota dan ditentukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Adapun lokasi pengambilan sampel Alkes dan PKRT adalah sebagai berikut : a. Penyalur Alat Kesehatan (PAK)/ Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) / Sub PAK. b. Apotek. c. Toko/toko swalayan. d. Pedagang Besar Farmasi (PBF) e. Rumah Sakit (RS). f. Pasar tradisional. g. Di seluruh provinsi dan kabupaten.kota di Indonesia. 2.2.1.4 Petugas Sampling Tenaga pelaksana sampling di setiap tingkat adalah sebagai berikut : a. Tingkat Pusat Penanggung jawab sampling di Tingkat Pusat adalah 2 (dua) orang Petugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang telah ditunjuk. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
7
1. Melampirkan surat tugas dan kuitansi sesuai format yang ditandatangani oleh petugas pusat 2. Melampirkan SPPD petugas pusat 3. Melampirkan bukti transportasi dan akomodasi 4. Menyusun
dan
menyerahkan
laporan
kegiatan
sampling
dan
penomoran produk yang telah disampling. b. Tingkat Provinsi Penanggung jawab sampling di Tingkat Provinsi adalah 2 (dua) orang Petugas Dinas Kesehatan Provinsi yang telah ditunjuk. 1. Melampirkan surat tugas dan kuitansi sesuai format yang ditandatangani oleh petugas provinsi. 2. Melampirkan SPPD petugas provinsi. 3. Melampirkan bukti transportasi dan akomodasi. 4. Menyusun
dan
menyerahkan
laporan
kegiatan
sampling
dan
penomoran produk yang telah disampling. c. Tingkat Kabupaten/Kota Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 (dua) orang yang ditunjuk (1 (satu) orang sebagai penanggung jawab dan 1 (satu) orang sebagai tenaga pelaksana sampling). 1. Melampirkan surat tugas dan kuitansi sesuai format yang ditandatangani oleh petugas kabupaten/kota. 2. Melampirkan tanda terima uang harian sesuai format yang ditandatangani oleh petugas kabupaten. 2.2.1.5 Persyaratan Tenaga Pelaksana Sampling a. Penanggung jawab sampling Penanggung jawab sampling harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Memiliki
kemampuan
berkomunikasi
untuk
dapat
menggali
data/informasi dan menjelaskan hasil-hasilnya. 2. Memiliki pengetahuan dan kemampuan keterampilan yang cukup tentang pelaksanaan sampling alkes dan PKRT. 3. Memiliki keinginan dan motivasi untuk selalu berorientasi pada pengingkatan mutu. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
8
4. Setiap penanggung jawab sampling harus dilengkapi surat tugas yang dikeluarkan oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alkes atau dari Dinas Kesehatan setempat apabila ikut melakukan sampling. b. Petugas pelaksana sampling Sedangkan petugas sampling harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Memiliki pengetahuan dan kemampuan keterampilan yang cukup tentang pelaksanaan sampling alkes dan PKRT. 2. Memiliki
ketekunan
dan integritas sehingga proses dan
hasil
pengambilan sampel representative dan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Mampu bekerja sama dengan baik dalam satu tim 4. Setiap petugas sampling harus dilengkapi surat tugas yang dikeluarkan oleh dikeluarkan oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alkes atau dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/kota setempat. 2.2.1.5 Tugas Penanggung Jawab dan Petugas Sampling a. Penanggung Jawab Sampling Ruang lingkup tugas penanggung jawab sampling adalah sebagai berikut: 1. Menyusun jumlah dan jenis produk yang akan disampling serta jadwal pengambilan/pembelian sampel. 2. Menghitung
kebutuhan
dana
sampling
(harga
alkes/PKRT,
lama
sampling, transport, ATK, pengiriman dan pengambilan uji alkes/PKRT). 3. Mempersiapkan
daerah
yang
akan
disampling,
waktu
kunjungan
sampling, surat pemberitahuan ke lokasi sampling dan macam Alkes/PKRT yang akan di sampling. 4. Mempersiapkan kelengkapan surat tugas dari pejabat yang berwenang. 5. Mempersiapkan berita acara pengambilan sampel. 6. Menerima dan mengecek hasil pengambilan sampel. 7. Memberi kode pada bahan sampling sesuai lokasi pengambilan sampel. 8. Mengirim hasil pengambilan sampel ke laboratorium uji secara langsung maupun lewat pos. 9. Menerima hasil uji dan mencatat setiap hasil uji dari laboratorium.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
9
10. Melaporkan hasil sampling ke Dinas Kesehatan Provinsi, untuk menentukan tindak lanjut dan direkapitulasi, serta dilaporkan ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.. b. Petugas Sampling Ruang lingkup tugas petugas sampling adalah sebagai berikut : 1. Mempersiapkan perlengkapan pengambilan sampel sesuai dengan kebutuhan. 2. Mengecek perlengkapan sebelum menuju lokasi pengambilan sampel. 3. Melakukan
pengambilan
sampel
sesuai
dengan
prosedur
pengambilan
sampel
setiap
yang
telah ditetapkan. 4. Wajib
menyerahkan
hasil
selesai
melaksanakan tugas kepada penanggung jawab sampling paling lambat satu minggu setelah sampai. 5. Membantu pengemasan hasil samplinguntuk dikirim ke laboratorium uji. 2.2.2 Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi mencakup pemeriksaan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. 2.2.2.1 Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan secara rutin yaitu pemeriksaan berkala yang frekuensi disesuaikan dengan kapasitas tenaga yang dimiliki oleh Pemerintah, dan pemeriksaan secara Khusus/Kasus yaitu pemeriksaan untuk tujuan khusus ataupun dalam rangka penulusuran kasus. 2.2.2.2 Data yang diperiksa Data yang diperiksa adalah data administrasi dan teknis. Data teknis diperiksa kesesuian kondisi saatpemeriksaan dengan ketentuan yang ada, antara lain meliputi persyaratan manajemen, sumber daya, serta sanitasi higiene. Ruang lingkup pemeriksaan sarana produksi adalah mengevaluasi : a. Dokumentasi b. Proses produksi c. Sarana penyimpanan d. Peralatan dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
10
e. Sistem pengawasan yang dilakukan produsen untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan atau spesifikasi yang telah ditentukan sesuai Cara Pembuatan Alkes atau PKRT yang baik. f. Install dan Service Apabila diperlukan petugas juga dapat mengambil dan menguji produk pertinggal yang ada di pabrik. Sedangkan
ruang
lingkup
pemeriksaan
sarana
distribusi
adalah
mengevaluasi : a. Proses distribusi b. Sarana penyimpanan c. Kontrol
yang
dilakukan
distributor
untuk
menjamin
produk
yang
didistribusikan memenuhi persyaratan kemanan, mutu, dan manfaat apakah telah sesuai Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik. d. Install dan Service Distributor terutama distributor pemegang izin edar yang menyalurkan produk import harus mempunyai system monitoring terhadap produk yang disalurkannya, dan untuk distributor pemegang izin edar alkes elektromedik harus mempunyai bengkel untuk menguji produk yang disalurkannya. 2.2.2.3 Petugas Pelaksana Petugas pelaksana pemeriksaan rutin harus telah mendapatkan pelatihan tentang pengawasan Alkes dan PKRT, surat tugas, memiliki pengetahuan dan memahami sistem pengawasan Alkes dan PKRT, Peraturan dan ketentuan yang berlaku, Cara Pembuatan Alkes dan PKRT yang baik serta menggunakan form pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku. Petugas pelaksana
pemeriksaan
kasus selain memnuhi persyaratan diatas, juga didampingi oleh petugas penyidik pegawai negeri sipil yang dilengkapi surat tugas. 2.2.2.4 Pelaksanaan Pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan Provinsi bersama dengan petugas Dinkes Kabupaten/Kota menggunakan formulir pemeriksaan yang disusun oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes. Hasil pemeriksaan bersama tersebut direkapitulasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan dilaporkan kepada Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
11
Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa sarana produksi dan distribusi tersebut telah memenuhi prinsip-prinsip CPAKB dan/atau CDAKB di dalam melaksanakan kegiatan produksi dan/atau distribusi alat kesehatan. Data yang diperiksa antara lain : proses produksi, sarana penyimpanan, peralatan produksi, SDM, dan dokumen pendukung lainnya. Selain itu juga memastikan bahwa produsen/distributor telah melakukan sistem pengawasan internal. 2.2.3 Vigilance Program vigilance merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau produsen atau distributor setelah pihak tersebut menyadari akan adanya kejadian yang tidak diinginkan dan/atau kesalahan fungsi Alkes. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil pengujian dan/atau informasi lain terhadap produk Alkes/PKRT yang didistribusikannya di Indonesia. Vigilance dilakukan berdasarkan laporan Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat akibat penggunaan alkes dan PKRT. Tindakan reaktif harus dilakukan laporan KTD dalam tenggat waktu sesuai ketentuan pemerintah untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama dan dilakukan Corrective Action and Preventive Action (CAPA). Tujuan dari vigilance alat kesehatan adalah untuk meningkatkan kesehatan dan keamanan pasien, pengguna dan lainnya dalam meminimalisir kejadian adverse event sejenis yang mungkin berulang. Hal ini didapatkan melalui : a. Mengevaluasi kejadian yang tidak diinginkan b. Diseminasi informasi yang dapat digunakan untuk mencegah atau meminimalisir konsekuensi dari kejadian yang tidak diinginkan, bila diperlukan. c. Modifikasi alat kesehatan d. Menarik alat kesehatan dari pasaran. Produsen dan penyalur alat kesehatan harus menginformasikan ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan setiap kejadian yang tidak
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
12
diinginkan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Waktu dan tindakan yang tepat harus dilakukan. Pelaksanaan vigilance meliputi : a. Evaluasi KTD b. Diseminasi
informasi
yang
dapat
digunakan
untuk
mencegah
atau
meminimalisir konsekuensi dari KTD, bila perlu c. Modifikasi alkes d. Penarikan kembali alkes dari pasaran (recall) 2.2.4 Pengawasan Iklan dan Penandaan Pengawasan iklan untuk Alkes dan PKRT adalah kegiatan yang saling berhubungan satu sama lain antara produsen, pemerintah dan masyarakat sebagai konsumen. Produsen harus menjamin keamanan, mutu dan manfaat produknya dan mengiklankan produk tersebut dengan prinsip memberikan informasi yang objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Sedangkan tugas pemerintah adalah melakukan post market evaluation yaitu melakukan pengawasan iklan yang telah beredar dimasyarakat dimana harus sesuai dengan label dan penandaan yang telah disetujui didalam izin edar yang dimiliki. Menurut Permenkes Penandaan dan informasi alat kesehatan dan/ atau PKRT dilaksanakan untuk melindungi masyarakat dari informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang tidak obyektif, tidak lengkap, serta menyesatkan. Penandaan sekurang-kurangnya berisi: a. Nama produk/ atau nama dagang b. Nama dan alamat perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dan/ atau PKRT c. Nama dan alamat PAK dan/ atau importer PKRT yang memasukkan produk kedalam wilayah Indonesia d. Komponen pokok alat kesehatan dan/ atau PKRT e. Bahan aktif dan kadar untuk produk PKRT f. Kegunaan dan cara penggunaan harus dalam bahasa Indonesia g. Tanda peringatan atau efek samping harus dalam bahasa Indonesia h. Batas waktu kadaluarsa untuk alat kesehatan dan/ atau PKRT tertentu; dan i. Nomor bets/ kode produksi/ nomor seri, nomor izin edar dan netto. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
13
Menurut Permenkes Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010 iklan alat kesehatan dan/ atau PKRT yang diedarkan harus memuat keterangan secara obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan serta sesuai dengan penandaan yang disetujui. Iklan mengenai alat keseehatan dan/ atau PKRT pada media apapun harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilaksanakan dengan memperhatikan etika periklanan. a. Penilaian terhadap iklan alat kesehatan dan/atau PKRT setelah ditayangkan di media massa atau disebarluaskan dilakukan oleh Tim yang ditetapkan oleh Menteri
dalam
rangka
melindungi
masyarakat
dari
informasi
yang
menyesatkan dan tidak sesuai dengan etika periklanan b. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pakar dari organisasi profesi, asosiasi terkait, perguruan tinggi, praktisi dan instansi terkait. Tugas tim pengawasan iklan dibagi menjadi 3 yaitu : a.
Tugas Tim 1. Melakukan pelaksanaan pengawsan iklan sesuai dengan prioritas dan dana yang telah ditetapkan. 2. Membuat pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan iklan. 3. Membuat laporan dan usulan tindak lanjut kepada pimpinan.
b.
Ketua Tim 1. Menentukan produk dan media yang akan dipantau 2. Memantau iklan yang beredar di media baik media cetak maupun media elektronik 3. Menerima hasil telaahan dan penilaian materi iklan dari anggota Tim 4. Membuat laporan dan melaporkan hasil penilaian iklan kepada Direktur Bina Produksi dan Distribusi 5. Alkes untuk menentukan tindak lanjut.
c.
Anggota Tim 1. Mempersiapkan perlengkapan untuk kegiatan penilaian iklan 2. Mamantau iklan yang beredar di media baik cetak maupun media elektronik 3. Melakukan telaahan dan penilaian isi iklan 4. Menyerahkan hasil penilaian pada ketua Tim Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
14
Tahapan prosedur pengawasan adalah : a. Persiapan Pengambilan Sampel Iklan Tahap persiapan ini dibagi dalam 2 tahap yang meliputi : 1. Penyusunan Rencana Kegiatan Pada tahapan ini dilaksanakan penyusunan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan selama satu tahun anggaran lengkap dengan alokasi waktu, biaya dan pengaturan petugas pelaksana. Adapun tahapan yang akan direncanakan meliputi: a) Menyusun rencana kerja. b) Menentukan media dan produk yang akan diawasi iklannya. 2. Persiapan Administrasi a) Mempersiapkan Berita Acara pelaksanaan pengambilan sample iklan di media yang telah direncanakan b) Mempersiapkan perlengkapan pengambilan sample iklan sesuai dengan kebutuhan. 2.2.5 Penindakan Apabila berdasarkan sampling produk, monitoring dan evaluasi sarana, serta tindakan pengawasan yang lain ditemukan produk maupun sarana produksi alkes dan PKRT tidak memenuhi persyaratan maka akan dilakukan tindak lanjut terhadap produk maupun sarana tersebut. Tindak lanjut yang dilakukan berupa: 2.2.5.1 Penarikan Kembali (Recall) Pada
pasal
49
Permenkes
Nomor
1190/MENKES/PER/VIII/2010
penarikan kembali alat kesehatan dan/atau PKRT dari peredaran karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin edarnya, dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan dan PKRT. 2.2.5.2 Pemusnahan Permenkes Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 menyatakan bahwa pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan terhadap alat kesehatan dan/atau PKRT yang : a. diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku; b. telah kedaluwarsa; Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
15
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau d. dicabut izin edarnya. Pemusnahan alat kesehatan dan/ atau PKRT dilaksanakan oleh perusahaan yang memproduksi, mengedarkan alat kesehatan dan/ atau PKRT, orang yang bertanggung jawab atas sarana kesehatan, Pemerintah, pemerintah daerha provinsi, dan/ atau PKRT yang berhubungan dengan tindak pidana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pemusnahan alat kesehatan dan/ atau PKRT harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan yang memuat keterangan : a. Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/ atau PKRT; b. Jumlah dan jenis alat kesehatan dan/ atau PKRT; c. Nama penanggung jawab teknis pelaksana pemusnahan alat kesehatan dan/ atau PKRT; d. Nama dua orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/ atau PKRT Selanjutnya dalam Berita Acara Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT harus tertera tandatangan pimpinan perusahaan, penanggung jawab teknis, dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT. Sanksi yang diberikan untuk sarana produksi maupun distribusi dapat berupa sanksi administratif oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.Sanksi administratif tersebut dapat berupa: a. peringatan lisan; b. peringatan tertulis; atau c. pencabutan izin Apabila pelanggaran tersebut mengakibatkan seseorang mengalami gangguan kesehatan yang serius, cacat atau kematian dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Agar penanganan lapaoran atau tindak lanjut masalah Alkes/PKRT dapat dilaksanakan dengan cepat dan tepat, maka perlu dibentuk tim kerja di Pusat Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
16
a. Penanganan laporan/tindak lanjut di tingkat pusat Dibentuk Tim Kerja di tingkat Pusat: Penanggung jawab : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Ketua Tim
: Kasubdit pada Dit. Bina Prodis Alkes (yang ditunjuk)
Sekretaris
: Kasie pada Dit. Bina Prodis Alkes (yang ditunjuk)
Anggota
: 3 (tiga) orang staf dari Dit. Bina Prodis Alkes
Tugas tim kerja pusat: 1. Memeriksa dan merekapitulasi hasil laporan pengawasan dari daerah. 2. Menganalisa jenis tindak lanjut yang akan diambil. 3. Menyusun rencana kegiatan tindak lanjut. 4. Melakukan tindak lanjut. 5. Mengevaluasi pelaksanaan tindak lanjut. 6. Menyusun pedoman tindak lanjut atau melakukan pelatihan terhadap tim kerja provinsi dan tim kerja kabupaten/kota. 7. Menentukan prioritas pengawasan setiap tahun anggaran b. Penanganan laporan/tindak lanjut di tingkat provinsi Dibentuk Tim kerja di tingkat Provinsi: Penanggung jawab : Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Ketua Tim
: Es III atau Es IV yang menangani masalah Alkes
Sekretaris
: Petugas yang ditunjuk
Anggota
: 2 (dua) orang yang ditunjuk
Tugas Tim Kerja Provinsi: 1. Mengkoordinasikan pelaksanaan pengawasan. 2. Menerima dan merekapitulasi hasil pengawasan. 3. Merencanakan tindak lanjut sesuai pedoman dari pusat. 4. Melaksanakan
tindak
lanjut
bersama
dengan
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai arahan dari pusat. 5. Membuat laporan perkembangan tindak lanjut hasil pengawasan ke pusat. c. Penanganan laporan/tindak lanjut di tingkat kabupaten/kota Dibentuk Tim kerja di tingkat Provinsi: Penanggung jawab : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Ketua Tim
: Pejabat Es IV yang menangani masalah Alkes Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
17
Sekretaris
: Petugas yang ditunjuk
Anggota
: 2 (dua) orang yang ditunjuk
Tugas Tim Kerja di tingkat kabupaten/kota: 1. Melaksanakan pengawasan sesuai dengan pedoman dari pusat. 2. Melaporkan hasil pengawasan ke Provinsi dengan tembusan ke pusat. 3. Melakukan tindak lanjut berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi. 4. Memonitoring perkembangan hasil pelaksanaan tindak lanjut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 3 PEMBAHASAN
Pengawasan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan PKRT, yaitu secara pre market surveillance dan post market surveillance. Pre market surveilance dilakukan dengan penetapan/persyaratan izin edar untuk semua produk alkes dan PKRT lokal maupun impor yang akan diedarkan di Indonesia, sertifikat produksi untuk sarana produksi alkes dan PKRT, kepemilikan IPAK untuk sarana distribusi alkes dan PKRT. Sedangkan pengawasan post market dilakukan dengan cara sampling, monitoring dan evaluasi serta pengawasan iklan. Selanjutnya apabila ditemukan produk dan sarana yang tidak memenuhi syarat maka dilakukan penindakan lebih lanjut. Penindakan dapat berupa pemusnahan, penarikan kembali, ataupun sanksi administratif. Apabila ada laporan kasus kejadian yang tidak diinginkan (KTD) yang diduga dapat menyebabkan kematian, cedera serius dan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat maka laporan akan dikoordinasikan dengan tim ahli. Tim ahli melakukan review dan evaluasi terhadap laporan tersebut untuk dilakukan rekomendasi dan langkah-langkah/ tindakan lebih lanjut. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan akan menindaklanjuti rekomendasi dari tim ahli. Penanganan tindak lanjut dilaksanakan dengan beberapa tahap yaitu : a.
Evaluasi pelaporan pengawasan
b.
Menentukan apakah diperlukan tindak lanjut atau tidak
c.
Menentukan sifat/ jenis tindak lanjut atau tidak
d.
Sifat tidak lanjut yang dilakukan Ringan/ Sedang/ Berat
e.
Jenis tindak lanjut yang dilakukan : 1.
Peringatan tertulis
2.
Public warning
3.
Pemberitahuan sanksi administratif pencabutan izin dll
4.
Pengamanan setempat/ penarikan produk dari pasaran
5.
Pemberian sanksi Pidana (Pro justicia)
18
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
19
3.1 Penanganan Tindak Lanjut terhadap Produk 3.2.1 Penarikan Kembali (Recall) Recall adalah proses yang dilakukan terhadap alkes bermasalah seperti cacat, beresiko terhadap pelayanan kesehatan, maupun keduanya dan melanggar peraturan perundang-undangan alkes. Proses recall dapat berupa tindakan perbaikan atau penghapusan. Dengan demikian, recall tidak selalu berupa penghentian pemakaian atau pengembalian ke perusahaan, akan tetapi dapat berupa pengecekan, penyesuaian atau perbaikan. Recall ada 2 macam volunter recall dan law inforcement. Volunter recall adalah recall yang dilakukan oleh perusahaan/sarana yang bersangkutan, sebelum kemenkes meminta adanya penarikan. Sedangkan law inforcement adalah recall yang dilakukan aparat kepolisian karena produk alkes dan PKRT terkait tindak pidana. Hal-hal yang dapat dilakukan terhadap alkes yang di- recall adalah sebagai berikut : a. Memeriksa alkes yang bermasalah b. Memperbaiki alkes c. Menyesuaikan pengaturan alkes d. Melakukan penandaan ulang e. Memusnahkan alkes f. Pemberitahuan masalah kepada pasien g. Memonitoring kondisi pasien terkait dengan pemakaian alkes Pelaksanaan recall menjadi tanggung jawab dari perusahaan. Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait kecacatan produk dan atau ancaman terhadap kesehatan yaitu me-recall alkes (perbaikan atau perbaikan) dan wajib melaporkan kepada pemerintah. Klasifikasi penarikan kembali (recall) antara lain dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas I, kelas II, dan kelas III. Produk kelas I merupakan produk cacat secara potensial membahayakan nyawa atau dapat menyebabkan kecacatan permanen. Contoh produk kelas I seperti kesalahan software CT Scanner yang dapat menyebabkan rotasi yang tidak diinginkan dan menyebabkan cedera atau kematian pasien, gel pack panas/ dingin yang mengandung senyawa beracun yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
20
dapat terpejan secara tidak sengaja oleh anak-anak, implan pacu jantung yang cacat produk yang menyebabkan kegagalan memberikan daya pacu jantung, khususnya kepada pasien yang tergantung terhadap alat pacu jantung sehingga dapat menyebabkan kematian atau cedera. Produk kelas II merupakan produk cacat dapat menyebabkan kesakitan atau kesalahpenanganan dan berpengaruh terhadap kesembuhan pasien. Contoh produk kelas II seperti kontaminasi mikrobial pada lubrikan operasi, kesalahan software pada peralatan radiasi yang dapat menyebabkan kesalahhitungan dan pemberian salah, invitro diagnostik test yang salah mendeteksi strain dari mikroorganisme dan dapat menyebabkan perawatan yang tidak tepat. Sedangkan produk kelas III merupakan produk cacat tidak terlalumembahayakan secarasignifikan terhadap kesehatan. Contoh produk III seperti desinfektan yang salah pelabelan tanggal kadaluarsanya kurang dari tanggal kadaluarsanya sebenarnya dan kemasan luar dari alkes habis pakai yang mengindikasikan ukuran berbeda dibandingkan dengan box utamanya. Sangat jelas terlihat oleh klinisi bahwa kemasan tidak sesuai dengan isinya. 3.2.2 Pemusnahan Pemusnahan alkes dan PKRT dilaksanakan setelah penarikan produk dilakukan. Pemusnahan alkes dan PKRT harus mengikuti ketentuan yang ketat dan spesifik. Sebagai contoh alkes yang terkontaminasi setelah penggunaan (contohnya disposibel syringe) atau alkes yang mengandung kimia yang beracun dapat berakibat bahaya pada masyarakat atau lingkungan harus dimusnahkan secara layak agar tidak meracuni masyarakat ataupun lingkungan. Pemusnahan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan oleh perusahaan yang memproduksi atau
mengedarkan atau kerjasama dari kedua perusahaan alat
kesehatan dan PKRT tersebut. Namun untuk pemusnahan alat kesehatan dan PKRT yang berhubungan dengan tindak pidana pelaksanaannya melibatkan kepolisian. Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal Binfar dan Alkes dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
21
Pemusnahan alkes dan PKRT dilakukan pada alkes atau PKRT yang tidak memenuhi persyaratan yang berlaku contohnya produk yang diproduksi tanpa memenuhi persyaratan CPAKB. Selain itu produk alkes dan PKRT yang telah kadaluarsa juga, tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi juga akan dimusnahkan. Begitu juga untuk alkes dan PKRT yang dicabut izin edarnya akan dimusnahkan. 3.2 Penanganan Tindak Lanjut terhadap Sarana Produksi dan Distribusi Tindak lanjut untuk sarana produksi apabila tidak memenuhi syarat dilakukan dengan mencabut sertifikat produksi. Sertifikat produksi dicabut oleh Direktur Jenderal bila terjadi pelanggaran terhadap persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang dapat mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan pengguna, pekerja atau lingkungan. Selain itu sertifikat produksi juga dapat dicabut bila produsen terbukti tidak menerapkan Cara Pembuatan Alat kesehatan atau PKRT yang Baik padahal produk alat kesehatan yang beredar harus memenuhi standar dan persyaratan mutu, keamanan dan manfaat. Pelaksanaan pencabutan sertifikat produksi yang pertama dilakukan dengan peringatan secara tertulis kepada produsen dua kali berturut-turut dengan tenggang waktu masingmasing dua bulan. Apabila dengan peringatan tersebut podusen tidak melakukan perbaikan terhadap produk yang diproduksinya maka produsen tidak boleh melakukan kegiatan produksi atau penghentian produksi sementara sampai produk sudah dilakukan perbaikan/ produk dibuat sesuai dengan Cara Pembuatan Alat Kesehatan dan PKRT yang baik. Jika belum juga dilakukan perbaikan baik dari kualitas produk maupun proses pembuatan produk maka serttifikat produksi akan dicabut. Sarana distribusi alkes yang dapat diberi sanksi administratif adalah sarana ditribusi yang mendistribusikan produk yang tidak memiliki izin edar atau tidak sesuai dengan klaim yang disetujui pada waktu mendapatkan izin edar, dengan sengaja menyalahi jaminan pelayanan purna jual, berdasarkan hasil pemeriksaan setempat sudah tidak memenuhi lagi persyaratan sarana dan prasarana.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan 1. Kegiatan pengawasan oleh Subdirektorat inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT dilakukan secara postmarket meliputi sampling produk, monitoring dan evaluasi sarana produksi dan distribusi, vigillance, pengawasan iklan alkes dan PKRT yang telah beredar di Indonesia. 2. Penindakan terhadap produk alkes dan PKRT yang tidak memenuhi syarat adalah dengan dilakukan recall hingga pemusnahan produk jika diperlukan. 3. Penindakan terhadap sarana produksi dan distribusi alkes dan PKRT adalah sanksi administratif berupa peringatan, pemberhentian sementara, hingga pencabutan izin. 4.2 Saran 1. Untuk meminimalisir penyalahgunaan produk yang telah ditarik, sebaiknya jarak waktu penarikan produk alkes dengan waktu pemusnahan diberi batasan waktu yang jelas. 2. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas serta memperluas ruang gerak dari Subdit Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT perlu dipertimbangkan untuk memberikan kewenangan menindak pelanggaran oleh sarana produksi dan distribusi pada subdit ini.
22
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
23
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2009). Revisi Pedoman Periklanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman Pengawasan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Pedoman Sistem E-Monitoring Post Market & Surveillance Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan (Alkes) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Jakarta
Laporan praktek…, Sabrina Putri Damayanti, FFar UI, 2014