UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN PAJANAN FORMALDEHIDA DENGAN JUMLAH LEUKOSIT, HITUNG JENIS DAN MORFOLOGINYA PADA PEKERJA LAKI-LAKI BAGIAN DIPPING DAN WEAVING INDUSTRI KAIN BAN
TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kedokteran Okupasi
PUSPA SARI 1106142476
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PENDIDIKAN PROGRAM SPESIALIS KEDOKTERAN OKUPASI JAKARTA JANUARI 2015
Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
ii
Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
iii
Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir saya yang berjudul “Hubungan Pajanan Formaldehida dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Pada Pekerja Industri Kain Ban”. Penulisan tugas akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis Okupasi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) DR. dr. Fikry Effendi MOH, SpOk, dr. Aria Kekalih M.TI , dan DR. dr. Ina S. Timan SpPK(K) selaku dosen pembimbing saya yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tugas akhir ini. (2) Dr. Pramudianto, MSc., MM., Sp.Ok dan DR. Dr. Astrid W. Sulistomo MPH., SpOk selaku penguji yang telah menyediakan waktu, masukan dan saran dalam penulisan dan penyusunan tugas akhir ini. (3) Pimpinan dan staf perusahaan tempat penelitian ini dilakukan yang telah memberikan saya kesempatan untuk melaksanakan tugas akhir di perusahaannya. (4) Orang tua, kakak, adik dan suami saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral dalam menyelesaikan tugas akhir ini. (5) Semua sahabat dan teman sejawat PPDS Kedokteran Okupasi, khususnya teman seangkatan yang bersama-sama melalui suka dan duka selama menjalani masa pendidikan. (6) Kepada segenap staf bagian Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, terimakasih atas ilmu, bimbingan, pengarahan, dan sarana yang telah diberikan dalam penyusunan tugas akhir ini. iv
Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
(7) Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan memberikan berkat yang baik untuk segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran okupasi. Jakarta, 16 Januari 2015 Penulis
v
Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
vi
Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
ABSTRAK
Nama Program studi Judul
: Puspa Sari : Kedokteran Okupasi : Hubungan Pajanan Formaldehida dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya pada Pekerja Laki-Laki Bagian Dipping dan Weaving Industri Kain Ban
Latar Belakang: Formaldehida memiliki efek iritan dan karsinogenik. Keganasan yang sering disebut sebagai akibat pajanan zat ini adalah karsinoma nasofaring, namun berbagai penelitian menunjukkan zat ini juga dapat menyebabkan kelainan leukosit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pajann formaldehida dengan perubahan leukosit pada pekerja yang menggunakan dan tidak menggunakan formaldehida dalam proses kerjanya. Metode penelitian: Penelitian dengan desain potong lintang komparatif dilakukan pada 108 responden laki-laki sehat yang bekerja di dipping dan weaving unit selama minimal 1 tahun. Data dikumpulkan dari wawancara, kuisioner, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium (jumlah leukosit, hitung jenis dan morfologi darah tepi). Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pekerja dengan riwayat keganasan, kemoterapi/radioterapi, dan infeksi. Pengukuran formaldehida lingkungan dilakukan dengan metode NIOSH 3500 dan NIOSH 2541. Pengukuran jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit dilakukan dengan menggunakan Hematology Analyzer ABX PENTRA 6, sementara pemeriksaan morfologi darah tepi dilakukan dengan pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Hasil: Walaupun pajanan formaldehida lingkungan di dipping unit menunjukkan nilai < 0,032 ppm, kelompok dipping unit memiliki risiko 4,74 kali lebih tinggi untuk mengalami gangguan morfologi leukosit dibandingkan responden kelompok weaving unit. Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara unit kerja dengan jumlah dan hitung jenis leukosit. Hasil serupa ditemukan pada variabel faktor perancu seperti usia, indeks massa tubuh, masa kerja, kebiasaan merokok, dan penggunaan alat pelindung diri. Kesimpulan: Pajanan kronis formaldehida dosis rendah dapat menyebabkan kelainan morfologi leukosit yang dapat menjadi penanda gangguan leukosit yang lebih serius Kata kunci: deteksi dini; formaldehida; hitung jenis; jumlah leukosit; morfologi
vii Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Puspa Sari : Occupational Medicine : Relationship Between Formaldehyde Exposure With Leukocyte Count, Differential Count, And Morphology of Leukocyte In Male Worker At Dipping And Weaving Unit In Fabric Tire Industry
Background: Formaldehyde is an irritant and carcinogenic agent. Nasopharynx carcinoma is the most frequent cancer caused by formaldehyde exposure, but many studies showed that formaldehyde exposure can lead to leukocyte disorders. The aim of this study was to find the relationship between formaldehyde exposure with leukocyte changes among workers who worked with formaldehyde compared to workers who did not work with formaldehyde. Methods: A comparative cross sectional study was conducted, involving 108 male respondents who worked in dipping and weaving unit for a minimal of one year. Data collected by interview, questionnaire, physical and laboratory examination (leukocyte count, differential count, morphology). Exclusion criteria for this study were respondents with malignancy, chemotherapy/radiotherapy, and infection. Environmental formaldehyde was measured using NIOSH 3500 and NIOSH 2541 methods. Leukocyte count and differential leukocyte count was analyzed using Hematology Analyzer ABX PENTRA 6, while leukocyte morphology was conducted by peripheral blood smear. Results: Even though the environmental formaldehyde level at dipping unit was < 0,032 ppm, dipping unit respondent group has a 4,74 times higher risk to get leukocyte morphology abnormality than worker from weaving unit’s. There were no significant relationship between working unit and leukocyte count and differential count. The same results were found with confounding factor variables such as age, body mass index, working duration, smoking, and personal protective equipment variabels Conclusion: This study showed chronic low exposure of formaldehyde can cause leukocyte morphology abnormality which in turn can lead to more serious leukocytes disorder. Keywords: differential count; early detection; formaldehyde; leukocyte count; morphology
viii Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...…….………………..... HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………....... KATA PENGANTAR………………………………………....................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR........................................................................................................... ABSTRAK..................................................................................................... ABSTRACT.................................................................................................. DAFTAR ISI……………………………………………………................. DAFTAR TABEL………………………………………............................. DAFTAR GAMBAR………………………………………......................... DAFTAR SINGKATAN…………………………….......................…….... DAFTAR LAMPIRAN…………………………….......................……...... 1. PENDAHULUAN……………………......……………..…………….. 1.1 Latar Belakang………….…………………….....……………...... 1.2 Rumusan Masalah………………………………..……………..... 1.3 Pertanyaaan Penelitian……………………………..…………….. 1.4 Hipotesis Penelitian…………………………...……..…………... 1.5 Tujuan Penelitian……………………………………......……….. 1.5.1 Tujuan Umum………………………………….……….... 1.5.2 Tujuan Khusus………………………………….…...….... 1.6 Manfaat Penelitian...………………………………………...…....
vi vii viii ix xii xiii xiv xvi 1 1 2 3 3 4 4 4 4
2. TINJAUAN PUSTAKA…………………………….……...………… 2.1 Formaldehida…………………………………………………….. 2.1.1 Sifat Fisik, Kimia dan Nilai Ambang Batas…………....... 2.1.2 Metabolisme Formaldehida Dalam Tubuh Manusia…..… 2.1.3 Efek Pada Manusia………………………………………. 2.1.4 Pengendalian Pajanan Formaldehida.................................. 2.2 Leukosit………………………………………………………….. 2.2.1 Jenis Leukosit dan Fungsinya………………………….... 2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Leukosit…… 2.2.3 Kelainan Leukosit……………………………………..…. 2.2.4 Myeloid Dysplasia Syndrome………….…........................ 2.3 Profil Perusahaan..……..……………………………………….... 2.3.1 Kesehatan dan Kecelakaan Kerja Perusahaan.................... 2.4 Kerangka Teori……………………......………………………..... 2.5 Kerangka Konsep………………………………………………...
6 6 6 8 10 12 14 14 17 19 21 26 28 30 31
3. METODE PENELITIAN……………………...………...…………... 3.1 Desain Penelitian ……………………………………………...… 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……………………………...…...... 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian………………………………….. 3.3.1. Populasi Penelitian……………………………....…..…..
32 32 32 32 32
ix Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
i ii iii iv
Universitas Indonesia
3.3.2. Sampel Penelitian……………………………………….. 3.3.3. Perhitungan Besar Sampel ………………....…………... 3.3.4. Data………………………………………………...…… Batasan Operasional…………………………………………....... Cara Kerja……………………………………………………....... Alur Penelitian…………………………………………….…..…. Penyajian dan Analisis Data…………………………....….……. Masalah Etika……………………………………….....……..…..
33 33 36 37 39 41 42 42
4. HASIL PENELITIAN……………………...….................................... 4.1 Pengukuran Formaldehida Lingkungan.......................................... 4.2 Pengumpulan Data.......................................................................... 4.3 Pengolahan Data............................................................................. 4.3.1 Karakteristik dan Kebiasaan Responden........................... 4.3.1.1. Karakteristik Berdasarkan Sosiodemografi......... 4.3.1.2. Karakteristik Berdasarkan Lingkungan Responden dan Kebiasaan................................... 4.4 Hubungan Karakteristik Responden dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya...................................................... 4.4.1 Usia dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya.................................................................... 4.4.2 Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya..................................................... 4.4.3 Unit Kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya.................................................................... 4.4.4 Masa kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya.................................................................... 4.4.5 Kebiasaan Merokok dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya..................................................... 4.4.6 Kebiasaan Minum Alkohol dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya......................................... 4.4.7 Kebiasaan Menggunakan Alat Pelindung Diri dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya............ 4.5 Perhitungan Power Jumlah Sampel Kelainan Morfologi Darah Tepi.................................................................................................
43 43 43 44 45 45
5. PEMBAHASAN.................................................................................... 5.1 Pajanan Formaldehida.................................................................... 5.2 Hubungan Pajanan Formaldehida dengan Karakteristik Responden...................................................................................... 5.3 Keterbatasan Penelitian..................................................................
55 55
6. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 6.1 Kesimpulan..................................................................................... 6.2 Saran............................................................................................... 6.2.1 Bagi Pendidikan................................................................ 6.2.2 Bagi Perusahaan................................................................
61 61 61 61 62
3.4 3.5 3.6 3.7 3.8
x Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
46 47 47 48 49 50 51 52 52 53
56 60
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI ..…………………………………………...….....
64
LAMPIRAN …………………………………………...….........................
67
xi Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Nilai Ambang Batas Formaldehida.................................................
7
Tabel 2.2
Metode Pendeteksian Formaldehida Menurut NIOSH……...........
8
Tabel 2.3
Jenis Leukosit dan Nilai Normalnya……………......……............. 16
Tabel 3.1
Batasan Operasional…………………..........………......……...…
Tabel 4.1
Gambaran Karakteristik Berdasarkan Usia dan Indeks Massa Tubuh ……………......................................................................... 46
Tabel 4.2
Gambaran Karakteristik Berdasarkan Lingkungan Pekerjaan dan Kebiasaan..………………….......................................................... 47
Tabel 4.3
Hubungan Usia dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya................................................................................... 48
Tabel 4.4
Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya.................................................................. 48
Tabel 4.5
Perbandingan Kelainan Morfologi Darah Tepi Leukosit Dipping unit dan Weaving unit.................................................................... 49
Tabel 4.6
Hubungan Unit Kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya................................................................................... 50
Tabel 4.7
Hubungan Masa Kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya........................................................................... 51
Tabel 4.8
Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya.................................................................. 51
Tabel 4.9
Hubungan Kebiasaan Menggunakan Alat Pelindung Diri dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis, dan Morfologinya......................... 52
xii Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
37
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Struktur Kimia Formaldehida………………………………
6
Gambar 2.2
Metabolisme Formaldehida…………………………………
9
Gambar 2.3
Perubahan Struktur Protein Akibat Formaldehida………..…
11
Gambar 2.4
Proses Differensiasi Sel pada Sistem Hematopoesis…..……
15
Gambar 2.5
Kelainan Neutrofil………………....…………………..……
21
Gambar 2.6
Pembelahan Sel………………………….....……………..…
23
Gambar 2.7
Patogenesis MDS Menjadi Leukemia…………….....………
24
Gambar 2.8
Alur Produksi Kain Ban………………….....…………..…...
26
Gambar 2.9
Skema Dipping unit…………………...……………….……
28
xiii Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
ACGIH
: The American Conference Of Governmental Industrial Hygienists
ADH3
: Alcohol Dehydrogenase 3
ALDH2
: Aldehyde Dehydrogenase 2
AML
: Acute Myeloid Leukaemia
An
: Anova
APD
: Alat Pelindung Diri
B3
: Bahan Berbahaya Dan Beracun
CLL
: Chronic Lymphocytic Leukemia
CMPD
: Chronic Myeloproliferative Disease
CO2
: Carbon Dioxcide
CPC
: Chemical Protective Clothing
cs
: Chi Square
Da
: Dalton
DNA
: Double Helix Acid
GC-FID
: Gas Chromatography - Flame Ionization Detector
GSH
: Glutathione
HMGSH
: S-Hydroxymethylglutathione
IMT
: Indeks Massa Tubuh
K3EDTA
: Tripotassium Ethylene Diamine Tetraacetic Acid
LEV
: Local Exhaust Ventilation
MCU
: Medical Check Up
MDS
: Myeloid Dysplasia Syndrome
MIPA
: Matematika Dan Ilmu Pengtahuan Alam
MPD
: Myelo Proliferative Disease
mw
: Mann-Whitney
NIOSH
: The National Institute Of Occupational Safety And Health
OSHA
: Occupational Safety And Health Administration
PPDS
: Peserta Pendidikan Dokter Spesialis
ppm
: Part Permillion
xiv Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
SPSS
: Statistical Package For The Social Sciences
STEL
: Short Term Exposure Limit
t
: T-Test
WHO
: World Health Organization
xv Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Informasi….....................……………………………
68
Lampiran 2
Lembar Persetujuan (Informed Consent)……..................……
70
Lampiran 3
Kuisioner Penelitian Bagian Dipping dan Weaving….........…
71
Lampiran 4
Lembar Izin Perusahaan…..…….............................................
72
Lampiran 5
Surat Izin Klinik Perusahaan………..................………..……
73
Lampiran 6
Pengukuran Kadar Formaldehida Lingkungan Dipping Unit..
74
Lampiran 7
Uji Kesetaraan …………….........................................………
75
Lampiran 8
Uji Normalitas dan Hasil Analisis Bivariat.........………….....
79
xvi Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahan kimia menjadi bahan yang sangat penting dalam proses industri. Hal ini menyebabkan semakin pesatnya perkembangan bahan ini baik jumlah maupun jenisnya. Saat ini American Chemical Society telah mencatat lebih dari 14 juta jenis, dan sepuluh ribu ditemukan di dunia dengan kira-kira seribu jenis diantaranya dihasilkan dalam jumlah besar. Efek toksik yang ditimbulkan bahan kimia ini sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran maupun mekanisme kerjanya. Salah satu bahan kimia yang banyak digunakan adalah formaldehida. Zat ini digunakan di berbagai industri, diantaranya industri plastik dan melamin, plywood, pewarna, pengawet jaringan, pestisida hingga sebagai bahan dalam pembuatan serat-serat ban.1 Penggunaan formaldehida ini ternyata menimbulkan banyak masalah kesehatan, mulai dari iritasi hingga keganasan. The American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) menggolongkan formaldehida sebagai zat toksik dan mungkin karsinogenik. Oleh sebab itulah maka perusahaan wajib melakukan pengendalian untuk menjaga kesehatan dan keselamatan pekerjanya, seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja2 Nilai ambang batas formaldehida di lingkungan yang diperbolehkan berbeda-beda. Saat ini Indonesia menggunakan nilai rujukan dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA) untuk nilai ambang batas formaldehida yaitu 0,75 ppm, sedangkan untuk The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan nilai ambang batas formaldehida lebih rendah untuk per 8 jam kerja yaitu dibawah 0,016 ppm. NIOSH menetapkan nilai yang lebih rendah ini karena mengingat efek karsinogeniknya. 3, 4
1 Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
2
Saat ini telah banyak penelitan tentang formaldehida yang menunjukkan adanya hubungan antara pajanan zat ini terhadap kejadian keganasan, walaupun zat ini belum ditetapkan sebagai zat golongan A1 (karsinogenik). Keganasan yang sering disebut sebagai akibat inhalasi zat ini adalah karsinoma nasofaring. Namun penelitian mengenai darah sebagai target organ mulai dikembangkan. H-W Kuo dkk pada tahun 1997 menemukan pekerja yang terpajan formaldehida menunjukkan penurunan jumlah leukosit dibandingkan dengan jumlah leukosit sebelum pajanan. Hasil serupa ditunjukkan oleh L.Zhang dkk (2010 dan 2012) menemukan adanya efek penurunan jumlah limfosit perifer karena zat ini, penelitian lain oleh L. Zhang (2009) menunjukkan selain limfosit, granulosit perifer juga menurun pada pekerja yang terpajan formaldehida.5 Walaupun telah banyak penelitian menunjukkan efek hematotoksisitas dan karsinogenitas terhadap sistem hematopoetik, namun biological plausibility penemunan ini masih dipertanyakan.6 Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti di bidang ini. 1.2 Rumusan Masalah Pajanan inhalasi formaldehida dipercaya dapat menyebabkan perubahan ditingkat sel dan DNA yang menyebabkan perubahan dari leukosit baik jumlah maupun bentuknya. Penelitian yang meneliti mengenai hal ini menggunakan dua metode untuk pembuktian yaitu dengan membandingkan jumlah leukosit grup terpajan formaldehida dengan grup tidak terpajan dan dengan meneliti di tingkat sel dengan melihat kelainan kromosom. Dari kedua metode ini, metode yang terbaik adalah dengan melihat kelainan kromosom, namun metode ini kurang aplikatif karena biaya untuk pemeriksaan ini sangat tinggi. Sementara dengan melihat jumlah leukosit juga kurang ideal karena penurunan jumlah leukosit akibat pajanan formaldehida biasanya terjadi setelah pajanan bertahun-tahun dan sering gagal dideteksi akibat banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit selain pajanan formaldehida (faktor individu dan lingkungan). Hal ini menyebabkan kegagalan deteksi dini kelainan leukosit yang dapat menyebabkan
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
3
penyakit akibat kerja leukemia yang pada akhirnya bukan hanya merugikan pekerja karena dapat menyebabkan kematian, namun juga perusahaan. Salah satu metode untuk mendeteksi secara dini kelainan leukosit adalah dengan melihat bentuknya melalui pemeriksaan apus darah tepi. Pemeriksaan ini diharapkan dapat menjaring penyakit akibat kelainan leukosit yang disebut myelodysplastik syndrome yang sering disebut sebagai praleukemia. Penelitian ini sendiri dibatasi untuk melihat kelainan bentuk leukosit (neutrofil dan limfosit) dan membandingkan jumlah dan hitung jenis leukosit antara pekerja yang bekerja di dipping unit dan weaving unit. Dipping unit merupakan kelompok yang menggunakan bahan formaldehida dalam proses kerjanya dan weaving unit adalah kelompok yang tidak menggunakan formaldehida. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah terdapat hubungan antara unit kerja yang menggunakan bahan formaldehida dengan jumlah, hitung jenis dan morfologi leukosit (neutrofil dan limfosit)? 2. Apakah terdapat hubungan antara faktor-faktor lain dengan jumlah, hitung jenis dan morfologi leukosit terutama neutrofil dan limfosit? 1.4 Hipotesis Penelitian 1. Pekerja weaving unit yang tidak menggunakan bahan formaldehida dalam proses kerjanya memiliki jumlah leukosit dan hitung jenis neutrofil dan limfosit yang lebih tinggi dibandingkan dipping unit yang menggunakan bahan formaldehida. 2. Pekerja dipping unit memiliki risiko kelainan morfologi darah tepi yang lebih tinggi dibandingkan weaving unit.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
4
1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan pajanan formaldehida dengan leukosit pada pekerja di dipping unit dan weaving unit. 1.5.2 Tujuan Khusus : 1. Mengetahui hubungan unit kerja terhadap perbandingan jumlah dan hitung jenis leukosit pekerja dipping dan weaving unit. 2. Mengetahui hubungan unit kerja terhadap perbandingan gambaran morfologi darah tepi leukosit abnormal (neutrofil dan limfosit) pekerja dipping unit dan weaving unit. 3. Diketahuinya kekuatan hubungan antara pajanan formaldehida dengan jumlah leukosit, hitung jenis dan kelainan morfologi leukosit (neutrofil dan limfosit). 4. Diketahuinya faktor faktor lain (masa kerja, usia, Indeks Massa Tubuh
(IMT),
kebiasaan
minum
alkohol,
merokok,
dan
penggunaan alat pelindung diri) yang berhubungan dengan jumlah, hitung jenis dan morfologi leukosit. 1.6 Manfaat Penelitian : Institusi Pendidikan 1. Merupakan
bahan
masukan
untuk
identifikasi
efek
hematologi
formaldehida terhadap leukosit. 2. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan referensi untuk penelitian berikutnya. Bagi Perusahaan 1. Mendapat masukan tentang masalah pengaruh pajanan formaldehida terhadap jumlah, hitung jenis dan gambaran morfologi leukosit terutama
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
5
neutrofil dan limfosit terhadap pekerjanya yang terpajan di lingkungan kerjanya. 2. Sebagai bahan masukan untuk pengendalian dampak formaldehida terhadap pekerja. 3. Sebagai bahan masukan untuk pemeriksaan deteksi dini gangguan leukosit akibat pajanan formaldehida.
Bagi pekerja Tenaga kerja dapat merasa aman dalam bekerja di lingkungan kerja dengan pajanan formaldehida. Bagi institusi lain Bahan penyusunan kebijakan untuk pengendalian bahan kimia khususnya formaldehida.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Formaldehida
2.1.1 Sifat Fisik, Kimia Dan Nilai Ambang Batas Formaldehida merupakan bahan kimia yang banyak digunakan dalam industri. Zat ini merupakan senyawa organik dengan rumus kimia CH 2O dan merupakan senyawa aldehyde paling kecil sehingga sering disebut sebagai methanal.7
Gambar 2.1. Struktur Kimia Formaldehida7 Pada suhu ruangan, zat ini berbentuk gas yang tidak berwarna, berbau tajam dan irritan. Zat ini memiliki daya larut yang tinggi dalam air dan 55% terlarut dalam eter, aseton, benzene dan alkohol. Walaupun formaldehida dalam bentuk cair mengkorosi besi dan baja, sifat ini tidak ditemukan bila zat ini dalam bentuk gas. Karena kecenderungan zat ini untuk berpolimerisasi maka zat ini dijual dalam bentuk larutan yang mengandung formaldehida 37%-50% (formalin).8 Berat molekul zat ini adalah 30,03 gr/mol, titik leburnya -92°C sementara titik didihnya -19°C. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap.7
6 Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
7
Menurut The American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) formaldehida merupakan zat yang masuk golongan substrat A2 (mungkin menyebabkan keganasan). Nilai ambang batas formaldehida di lingkungan yang diperbolehkan berbeda-beda. Menurut ACGIH nilai ambang batas formaldehida STEL adalah 0,3 ppm, sedangkan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan nilai ambang batas formaldehida yang dianjurkan per 8 jam kerja dibawah 0,016 ppm. NIOSH menetapkan nilai yang lebih rendah ini karena mengingat efek karsinogeniknya.3 Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Formaldehida Pajanan (ppm) OSHA PEL TWA
0,75
STEL (15 min)
2
NIOSH REL TWA (Ca) CEILING
0,016 0,1
ACGIH STEL (A2)
0,3
(Ca) : Rekomendasi NIOSH mengingat efek potensi karsinogeniknya (A2) : dicurigai bahan karsinogenik Setiap pemberi lapangan pekerjaan yang menggunakan bahan kimia dalam proses produksinya wajib mengukur kadar bahan kimia tersebut. Penentuan titiktitik pengukuran dilakukan dengan melihat proses produksi. Apabila terdapat kemungkinan kadar pajanan formaldehida yang berbeda antar pekerja yang disebabkan oleh proses produksi yang berbeda, maka pemberi lapangan kerja harus memilih titik di mana pekerja terpajan paling besar 9. Terdapat dua metode pengukuran yang dapat dilakukan yaitu : 1. Pengukuran tempat kerja. Pengukuran ini dilakukan pada titik yang dianggap paling besar penggunaan formaldehida. Beberapa cara pengukuran kadar formaldehida menurut NIOSH dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
8
Tabel 2.2 Metode Pendeteksian Formaldehida Menurut NIOSH 10
2. Pengukuran perorangan (personal monitoring). Pengukuran ini menggambarkan kadar pajanan formaldehida yang terpajan pada pekerja lebih baik daripada pengukuran lingkungan. Hal ini disebabkan karena pajanan formaldehida pekerja satu dan yang lain akan berbeda tergantung posisi bekerja, alur produksi, pergerakan, penggunaan alat pelindung diri dan kebiasaan pekerja itu sendiri. Pengukuran perorangan dilakukan dengan meletakkan alat penangkap udara (cartridge)
pada
tubuh
masing
masing
pekerja,
sehingga
menggambarkan udara yang dihirup pekerja selama waktu kerjanya. 2.1.2 Metabolisme Formaldehida Dalam Tubuh Manusia Masuknya zat ini ke dalam tubuh pekerja dapat melalui beberapa jalur, diantaranya adalah perinhalasi, peroral dan dermal. Beberapa penelitian menunjukkan jalur masuk zat ini paling banyak melalui perinhalasi seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Egle. Penelitian Egle tahun 1972 menunjukkan zat ini diabsorbsi hampir 100% secara perinhalasi di anjing dan sekitar 95% zat ini diabsorbsi ketika zat ini diberikan melalui lower trachea tube.7 Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
9
Distribusi zat ini di sistemik belum jelas, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat ini beredar paling banyak dalam bentuk formaldehida non-enzymatic. Formaldehida bebas ini merupakan zat yang toksik dan bereaksi dengan protein dan komponen seluler di tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan DNA dan kerusakan sel. Namun karena zat ini sangat reaktif, zat ini juga dapat bereaksi langsung ditempat zat ini terpajan. Hal ini menjelaskan mengapa zat in banyak menyebabkan keganasan di daerah hidung dan nasopharing. Di dalam tubuh, formaldehida bebas akan berikatan dengan protein dan sebagian terhidrasi menjadi methanediol (CH2OH2) dengan jalur yang reversibel. Formaldehida akan dimetabolisme oleh alcohol dehidrogenase ADH3.7 Ada 2 jalur metabolisme zat ini. Jalur pertama: konversi formaldehida bebas membentuk formate oleh ALDH2. Jalur kedua adalah pengkonversian glutathion conjugated formaldehida (HMGSH) menjadi intermediate S-formylglutathione (oleh ADH3) lalu dengan GSH dirubah menjadi formate. Format kemudian akan dikonversi menjadi CO2 dan air, dan dieliminasi melalui urin dan feses sementara CO2 melalui pernafasan atau masuk ke pool karbon. 7
Gambar 2.2 Metabolisme Formaldehida7 Biomonitoring untuk formaldehida hingga saat ini belum dapat diukur. Hal ini dikarenakan asam format sebagai bentuk metabolit formaldehida yang
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
10
dikeluarkan melalui urin juga merupakan metabolit substansi lain. Pengukuran formaldehida di plasma juga sulit dilakukan karena zat ini memiliki waktu paruh yang sangat cepat yaitu sekitar 1-1,5 menit. 10 2.1.3 Efek Pada Manusia Formaldehida memiliki 2 sifat utama yaitu iritan dan karsinogenik. Target organ zat ini adalah paru-paru dan salurannya, dan diduga juga dapat mempengaruhi sistem limfohematopoetik. Efek iritan formaldehida paling sering mempengaruhi membran mukosa dari saluran nafas atas dan mata. Kerfoot dan Mooney (1975) menuliskan bahwa pajanan 0,25-1,39 ppm zat ini menyebabkan berbagai keluhan saluran nafas dan keluhan iritasi mata. Penelitian serupa oleh Ritchie and Lehnen (1987) dan Liu et al (1991) melaporkan adanya hubungan antara dosis pajanan formaldehida dengan keluhan kesehatan terutama iritasi mata, tenggorokan dan peningkatan kejadian alergi. Penelitian Alexandersson et al. (1982) dan Horvath et al. (1988) juga membuktikan efek iritasi zat ini terhadap paru yang menyebabkan gangguan fungsi paru. 1 Efek karsinogenik formaldehida saat ini menjadi perhatian dunia. Banyak penelitian yang membuktikan adanya efek ini, namun sampai saat ini formaldehida
masih
digolongkan dalam
substrat
yang
mungkin
dapat
menyebabkan keganasan (A2). Efek karsinogenik paling banyak ditemukan pada saluran nafas atas terutama nasofaring. Efek keganasan lainnya pada manusia dihubungkan dengan hematological toxicity dan genotoxicity pada limfosit termasuk diantaranya pada pembentukan rantai DNA double heliks dan pemecahan rantai ini. Formaldehida dapat menyebabkan perubahan protein yang menjadi bahan utama dalam DNA.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
11
Gambar 2.3 Perubahan Struktur Protein Akibat Formaldehida 7 Perubahan protein ini ditunjukkan dari penelitian Metz et all pada tahun 2004. Pada penelitiannya ditemukan formaldehida bereaksi dengan primary Nterminal amin membentuk senyawa labil methylol yang memiliki berat molekul lebih tinggi (30Da). Senyawa ini lalu mengalami proses dehidrasi membentuk imine atau basa Schiff dan air. Basa Schiff akan bereaksi dengan asam amino tertentu membentuk intra atau intermolecular methylene bridge, walaupun beberapa peptida pada senyawa asam amino ditemukan tidak berubah. Hal ini menunjukkan bahwa struktur ikatan peptida mempengaruhi kemampuan formaldehida untuk bereaksi dengan asam amino.7 Zhang dkk (2009) menyimpulkan formaldehida dapat menyebabkan leukemia tanpa melalui pengrusakan langsung di bone marrow 6. Leukemia dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu: 1. Formaldehida dapat merusak stem sel yang bersirkulasi dalam darah, stem sel yang rusak ini akan terdistribusi ke dalam tulang dan menjadi sel progenitor leukemia.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
12
2. Formaldehida merusak stem sel yang berada di nasal turbines atau mukosa olfaktori. Apabila formaldehida merusak stem sel baik yang beredar melalui darah maupun yang berada di nasal turbin, maka akan memberikan gambaran yang sama yaitu gangguan gambaran darah perifer seperti penurunan jumlah leukosit, granulosit, limfosit maupun gambaran morfologinya. Jenis leukemia yang dihubungkan dengan pajanan formaldehida adalah leukemia tipe myeloid walaupun ada juga penelitian yang menemukan adanya kerusakan limfosit pada pekerja yang terpajan zat ini. 11 2.1.4 Pengendalian Pajanan Formaldehida12, 13 Penggunaan formaldehida tidak dapat dihindari dari berbagai proses industri,
oleh sebab
menggantikan
itu
formaldehida
pengendalian dengan menjadi
hampir
menghilangkan ataupun
tidak
mungkin
dilakukan.
Pengendalian pajanan formaldehida yang dapat dilakukan adalah: 1. Pengendalian formaldehida lingkungan dibawah nilai ambang batas. Nilai ambang batas yang digunakan di Indonesia adalah 0,75 ppm. 2. General and local ventilation. Local ventilation merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan general ventilasi, disebabkan oleh dibutuhkannya udara yang sangat banyak (4-13 kali dibandingkan ruangan yang akan di dilusi) untuk mendilusi dengan general ventilation. Untuk penggunaan formaldehida di atas nilai ambang batas,
terutama
pada
petugas
pembalseman
mayat,
NIOSH
merekomendasikan penggunaan local exhaust ventilation (LEV) system yang dapat mendilusi zat ini. LEV terdiri dari sepasang slot hoods dengan panjang 6 feet yang diletakkan di sisi kiri dan kanan meja pembalseman. 3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pemilihan alat pelindung diri yang tepat harus dilakukan untuk meminimalkan pajanan terhadap pekerja. NIOSH menetapkan penggunaan APD yang benar adalah
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
13
dengan memilih APD jenis Chemical Protective Clothing (CPC) termasuk diantaranya adalah sarung tangan CPC dan pakaian khusus untuk mencegah kontak langsung kulit dengan formaldehida. Untuk APD masker, masker yang direkomendasikan oleh NIOSH adalah respirator 4. Penyimpanan. Cairan formaldehida harus disimpan dalam tempat yang tertutup, ditempat yang memiliki ventilasi yang baik, terhindar dari sinar matahari dan jauh dari sumber api. Suhu penyimpanan yang baik untuk formaldehida 37% adalah 15 oC dan disarankan adanya air mengalir didekat tempat penyimpanan. 5. Waste removal and disposal. Limbah formaldehida harus diperlakukan sebagai sampah B3 dan diproses terlebih dahulu sebelum dibuang. 6. Sanitasi. a. Seluruh pakaian yang terkontaminasi formaldehida harus segera dilepaskan dan diletakkan di sebuah kontainer yang tertutup untuk kemudian dibuang atau dicuci. b. Untuk pakaian yang dicuci, pencuci pakaian harus di informasikan adanya bahaya formaldehida pada pakaian tersebut, dan penggunaan kembali pakaian atau peralatan yang terpapar formaldehida harus dicek untuk residual contaminant. c. Pemberian kamar ganti khusus dengan fasilitas shower, bak pencucian dengan sabun dan air mengalir serta loker yang terpisah harus disediakan. d. Pekerja harus mandi setelah shift kerja dan harus mengganti pakaian sebelum pulang. e. Peraturan tidak diperbolehkannya merokok, makan atau menyimpan makanan dan minuman di tempat kerja, serta pekerja wajib mencuci tangan, wajah dan lengan dengan sabun dan air sebelum makan, merokok ataupun menggunakan toilet. 7. Pengetahuan emergency first aid procedures.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
14
8. SOP spills and leaks serta pengadaan sodium bikarbonat atau ammonium hydroxide.
2.2 Leukosit 2.2.1 Jenis Leukosit dan Fungsinya Leukosit terdiri dari basofil, eosinofil, monosit dan granulosit (neutrofil segmen dan batang). Terbentuknya berbagai macam leukosit ini disebabkan adanya proses diferensiasi dari sel induk omnipotent. Sel induk omnipotent awalnya akan berdiferensiasi menjadi pluripotent lymphatic stem cell dan pluripotent myeloid stem cell. Pluripotent lymphatic stem cell akan berkembang menjadi limfosit sedangkan pluripotent myeloid stem cell akan berkembang menjadi basofil, eosinofil, granulosit, monosit, trombosit (melalui jalur trombopoesis) dan eritrosit (melalui jalur eritropoesis). 14
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
15
Gambar 2.4 Proses Differensiasi Sel pada Sistem Hematopoesis14 Setiap jenis leukosit ini memiliki fungsi yang berbeda-beda yaitu: 14 1.
Neutrofil memiliki fungsi dalam pertahanan tubuh terhadap bakteri, terutama di luar sistem vaskuler (jaringan terinflamasi). Jenis leukosit ini akan memfagositosis dan melisiskan bakteri.
2.
Eosinofil. Leukosit jenis ini memiliki fungsi sebagai sel pertahanan terhadap parasit. Eosinofil memiliki aktivitas sitotoksik dan juga memiliki peran dalam proses anafilaktik dan respon autoimun.
3.
Basofil. Fungsi utama dari basofil adalah meregulasi pelepasan dari berbagai mediator seperti histamine, serotonin dan heparin. Mediator-mediator ini kemudian akan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
16
4.
Monosit. Sel ini merupakan pertahanan terhadap bakteri, virus, jamur dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Aktivitas monosit terutama berlangsung di luar pembuluh darah dengan proses fagositosis. Di luar pembuluh darah, monosit berkembang menjadi histiosit, makrofag, sel epitelioid, sel langerhans dan sel lainnya.
5.
Limfosit. Limfosit terbagi menjadi dua menurut fungsinya yaitu Thymus dependent T limfosit dan bone marrow dependent Blimfosit. T limfosit memiliki fungsi pertahanan lokal melawan antigen dari benda asing baik organik maupun anorganik pada reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Sedangkan B limfosit merupakan sel yang bertanggung jawab atas terbentuknya respon imun humoral. B limfosit akan mensekresi immunoglobulin yang berfungsi untuk melawan virus, bakteri dan alergen.
Tabel 2.3. Jenis Leukosit dan Nilai Normalnya14
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
17
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Leukosit Jumlah leukosit dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1.
Usia. Usia muda memiliki jumlah leukosit lebih tinggi daripada usia tua. 15 Namun penelitian yang berjudul “Reference Value and Annual Trend of White
Blood
Cell
Counts
among
Adult
Japanese
Population”
menunjukkan tidak adanya hubungan age dependency terhadap jumlah leukosit pada usia dewasa. 16 2.
Jenis kelamin. Wanita memiliki jumlah leukosit lebih tinggi daripada pria17. Namun pada tahun 1991, penelitian lain oleh Schwartz menunjukkan pria memiliki jumlah leukosit lebih tinggi daripada wanita.15 Rumah Sakit DR Cipto Mangunkusumo juga tidak pernah membedakan jumlah leukosit berdasarkan jenis kelamin.
3. Index Massa Tubuh (IMT). Penelitian “Influence of Body Mass Index on Leukocyte Count in Women” menunjukkan sampel dengan IMT golongan obesitas memiliki jumlah leukosit yang lebih tinggi.18 Hal serupa ditunjukkan dalam penelitian yang berjudul “Host and Environtmental Factors Influencing the Periferal Blood Leucocyte Count“15. 4.
Merokok. Pengaruh rokok terhadap jumlah leukosit hingga saat ini masih menyebabkan belum jelas. Penelitian-penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Jose Antonio dalam penelitiannya yang berjudul “Sistemic inflammation in 222.841 Healthy Employed Smoker And Nonsmoker: White Blood Cell Count and Relationship to Spirometry” menemukan adanya hubungan kemaknaan antara kebiasaan merokok dan jumlah leukosit. Leukosit ditemukan lebih tinggi pada sample penelitian yang merokok daripada yang tidak merokok.19 Namun penelitian lain yang berjudul “Smoking Status and Differential White Cell Count in Men and Women in EPIC Norfolk Population” menunjukkan kebiasaan merokok menyebabkan rendahnya jumlah sel leukosit terutama sel granulosit dan limfosit. 20
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
18
5.
Infeksi dan inflamasi. Infeksi dan inflamasi pada umumnya akan meningkatkan jumlah leukosit, namun beberapa infeksi seperti infeksi oleh Salmonella typhii dapat penurunkan jumlah leukosit.
6.
Pajanan bahan kimia seperti formaldehida. Formaldehida menyebabkan penurunan jumlah leukosit terutama jenis limfosit dan neutrofil. Zhang dkk meneliti pada konsentrasi > 0,6 ppm, pajanan formaldehida dapat menyebabkan penurunan dari jumlah leukosit dan kerusakan kromosom terutama kromosom 7 dan 8.6
7.
Alkohol. Alkohol memiliki hubungan terbalik dengan jumlah leukosit. Penelitian Joel Schwartz menunjukkan sample yang meminum alkohol lebih sedikit menunjukkan jumlah leukosit yang lebih tinggi. 15Mekanisme bagaimana alkohol dapat menurunkan jumlah leukosit hingga saat ini masih tidak jelas, namun dipercaya adanya kemampuan alkohol untuk menurunkan produksi tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan interleukin-6, salah satu proinflammatory cytocines yang dapat meningkatkan jumlah leukosit.21
2.2.3 Kelainan Leukosit Kelainan leukosit dapat dilihat dari jumlah dan morfologinya. Beberapa kelainan leukosit adalah sebagai berikut:22, 23 A. Kelainan neutrophil. Dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu kelainan pada sitoplasma dan kelainan pada inti sel. Kelainan pada sitoplasma meliputi: 1. Granulasi toksik. Granulasi toksik merupakan istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan adanya bintik granul pada neutrofil segmen. Granul ini berwarna ungu kemerahan dan biasanya dapat terlihat dengan jelas pada pewarnaan pH asam. Fenomena ini merupakan akibat dari adanya efek toksik obat maupun bahan kimia, infeksi berat maupun proses autoimun.22
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
19
2. Dohle Bodies. Merupakan badan inklusi sitoplasma neutrofil yang merupakan badan agregrasi dari reticulum endoplasma. Badan inklusi ini dapat terlihat pada pasien dengan infeksi berat, luka bakar, wanita hamil maupun pasien-pasien yang terpajan zat toxic.22 3. Smudge cell/ basket cell. Sel dimana sitoplasma telah rupture dan meninggalkan inti. Smudge cell biasanya timbul akibat adanya fragilitas dari sel tersebut. Sel ini banyak ditemukan pada Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL)22 4. Auer Rod. Merupakan badan inklusi berbentuk seperti jarum yang berwarna biru kemerahan dalam sitoplasma myeloblast. Khas pada penyakit leukemia.22 5. Hipogranulasi. Keadaan ini terjadi karena adanya gangguan proses maturasi seperti pada keadaan myelodisplasia atau akut leukemia. 22 6. Vakuolisasi. Vakuolisasi di sitoplasma disebabkan adanya proses fagositosis dari berbagai zat asing termasuk diantaranya zat toxic. 23 7. Pembengkakan neutrofil. Pembengkakan ini terjadi karena adanya perubahan tekanan osmotik sel, sehingga terjadi pembengkakan dari sitoplasma.23
Kelainan pada inti sel: 1. Anomali Pelger. Anomali ini diberi nama sesuai dengan penemunya Pelger. Merupakan kelainan segmentasi pada granulosit yang biasanya herediter. Kelainan segemntasi ini berupa ditemukannya round, rod shaped atau bisegmented nuclei.22 2. Pel-Ebstein fever atau Murchison Syndrome. Merupakan kelainan yang mirip dengan anomali pelger merupakan kelainan karena infeksi berat atau respon toksik seperti pada mielodisplasia dan leukemia. 22 3. Nuclear appendages. Merupakan badan kromatin yang terhubung dengan nukleus melalui jembatan yang mirip stik drum, nodul sessile atau seperti bentuk raket tenis.22
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
20
4. Degrading forms of granulocytes. Merupakan kelainan bentuk yang ditemukan terjadi sesaat sebelum sitolisis atau apoptosis. Pada kondisi ini, segmen-segmen neutrofil terputus, struktur kromatin menjadi berbentuk bulat, terkondensasi dan homogen. 22 5. Hipersegmentasi : Kelainan ini biasanya timbul pada penyakit-penyakit kronis atau pada proses degenerasi23 6. Nuclear projections: kelainan inti sel, ditandai oleh gambaran badan berbentuk seperti rambut “hairlike projection” yang lebih sering ditemukan pada neutrofil batang. Kelainan ini sering didapatkan pada pasien-pasien dengan kanker metastasis atau pasien yang mendapatkan terapi radiasi.23 7. Ring forms: kelainan bentuk inti sel yang menyerupai cincin. Kelainan ini sering ditemukan pada pasien dengan gangguan myeloproliferatif. 23
B. Kelainan eosinofil. Charcot-Leyden crystal merupakan salah satu pertanda ditemukannya infeksi parasit. C. Kelainan basofil. Kelainan tersering adalah ditemukannya sel muda basofil di darah perifer. Sel muda tersebut adalah promyelosit yang berukuran lebih besar dari sel matur. D. Kelainan monosit. Monosit memiliki bentuk yang paling bervariasi dari jenis leukosit lain. Kelainan sel ini tidak memiliki ciri spesifik. Kelainan tersering adalah ditemukannya jumlah monosit yang abnormal yang menunjukkan peningkatan dari reaksi imun, infeksi virus dan reaksi fagositosis. E. Kelainan limfosit. Nukleoli pada limfosit biasanya jarang terlihat. Adanya peningkatan jumlah nucleoli, perubahan warna limfosit maupun kelainan bentuk yang irregular menunjukkan kelainan sel ini.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
21
Gambar 2.5 Kelainan Neutrofil22 2.2. 4 Myeloid Dysplasia Syndrome World Health Organization (WHO) tahun 2001 mengelompokkan keganasan myeloid menjadi: Chronic Myeloproliferative Disease (CMPD), Myeloproliferative Disease (MPD), Myelodysplastik Syndrome (MDS) dan Acute Myeloid Leukaemias (AML).24 Menurut WHO, kategori baru MDS akan lebih memfokuskan pada penelitian klinis dan laboratorium dari proliferasi myeloid, proliferasi abnormal dan displasia. 25 Myeloid Dysplasia Syndrome (MDS) adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh proliferasi klonal dari sel stem hematopoetik. Proliferasi ini ditandai oleh sitopenia, displasia dan memiliki resiko tinggi untuk menjadi leukemia myeloid akut.26 Sindrom ini muncul sejak lahir atau bisa juga muncul sekunder. 27 Sampai saat ini etiologi MDS belum diketahui, namun pada beberapa kasus ditemukan adanya karsinogen di lingkungan kerja dan karsinogen lingkungan serta obat sitotoksik maupun radiasi ionisasi diduga menjadi penyebab penyakit ini.28 Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
22
Menurut National Cancer Institute, baik MDS maupun leukemia ditandai dengan jumlah sel darah berlebih yang dihasilkan namun abnormal dan dapat ditemukan di darah perifer. Hal ini disebabkan oieh karena kelainan dalam pembentukan dan mitosis sel. 27 Mitosis sel normal meliputi beberapa fase : 29 1. Profase: pada fase ini, kromatin berkondensasi membentuk benang-benang yang lebih tebal dan pendek yang disebut kromosom. Tiap kromosom terdiri atas 2 kromatid yang dihubungkan oleh sebuah sentromer. Selama profase, nukleolus dan membran inti menghilang. 2. Prometafase: terbentuknya spindle yang menghubungkan kedua kutub sel 3. Metafase: kromosom menempatkan diri di bidang ekuator dari sel. 4. Anafase: Kedua kromatid kakak beradik memisahkan diri dan masingmasing bergerak sebagai kromosom anakan menuju ke kutub dari spindel yang berlawanan letaknya. Proses ini didahului oleh membelahnya sentromer menjadi dua bagian. Fase ini menyelesaikan pembagian jumlah kromosom secara kuantitatif sama ke dalam sel anakan. Kecuali itu juga berlangsung pembagian bahan genetik secara kualitatif sama. 5. Telofase: datangnya kromosom anakan di kutub spindel merupakan tanda dimulainya telofase.Terbentuknya membran inti baru, anak inti baru dan menghilangnya spindel terjadi selama fase ini. Dengan terbentuknya dua buah inti baru, maka di tengah sel terbentuk sebagian dinding yang baru 6. Interfase: fase terakhir dalam siklus pembelahan sel. Pada fase ini dinding yang baru terbentuk sempurna dan sel membelah diri menjadi dua.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
23
Gambar 2.6 Pembelahan Sel 30 Apabila terjadi pembelahan sel yang tidak normal, maka tubuh akan memperbaikinya dengan proses apoptosis. Sel abnormal akan dihancurkan dan pembentukan atau mitosis ulang sel yang baru. Namun dalam keadaan adanya kerusakan DNA menyebabkan sel induk hemopoesis menjadi abnormal dan menghasilkan sel darah yang abnormal. Sel darah abnormal akan meningkatkan proses apoptosis dan menyebabkan kerusakan imunitas. Abnormalistas dari sel darah ini akan menyebabkan myelodysplastik syndrome dan apabila dibiarkan akan memicu terjadinya leukemia terutama leukemia tipe myeloid. 31
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
24
Primary acquired or inherited DNA damages
Hematopoetic precursor cell
Myelodysplastik clone Immune damage Increased apoptosis Myelodysplastik syndrome
Secondary genetic or epigenetic abnormalities
Acute Myeloid Leukemia
Gambar 2.7 Patogenesis MDS Menjadi Leukemia31 Hubungan antara formaldehida dengan kejadian leukemia dan Myeloid Dysplasia Syndrome saat ini telah banyak diteliti. Patofisiologi bagaimana formaldehida menyebabkan leukemia ditunjukkan oleh penelitian Zhang Luoping pada tahun 2010. Penelitian ini menemukan formaldehida berhubungan dengan peningkatan aneuploidy leukemia specific chromosome (kromosom 7 dan 8) pada sel progenitor hematopoetik.11 Namun perubahan ini hingga menyebabkan leukemia sendiri merupakan proses yang memerlukan waktu yang sangat lama. Walaupun patogenesis dari sindrom ini hingga sekarang masih belum jelas, namun penelitian menunjukkan adanya aktivitas kematian sel (apoptosis) yang berlebih pada gambaran sel darah penderita penyakit ini. 32 Mikkael A Sekeres pada tahun 2010 mengatakan bahwa adanya kelainan sitogenik yang ditemukan pada 40-70% penderita MDS. Kelainan sitogenik ini adalah adanya trisomi pada kromosom 8, monosomi kromosom 7 dan 5. 33 Penelitian Zhang Luoping 2010 menemukan adanya gangguan trisomi kromosom 7 dan 8 pada pekerja yang terpajan formaldehida, dan adanya pernyataan dari Mikkael ini dapat dibuat suatu kesimpulan, yaitu pajanan
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
25
formaldehida dapat menyebabkan terjadinya Myelodisplasya Syndrome sebelum menyebabkan leukemia pada pajanan jangka panjang. Gambaran klinis MDS maupun leukemia disebabkan karena terjadinya sitopenia, terbentuknya sel displastik yang tidak berfungsi secara normal, infiltrasi leukemia pada berbagai organ dan gejala konstitusional umum seperti demam dan malaise. Pada fase yang lebih lanjut, biasanya penyakit ini ditandai dengan adanya hepatomegali dan splenomegaly.28 Gambaran laboratorium dari MDS maupun leukemia dapat dilihat dari jumlah, hitung jenis maupun dari morfologi darah tepi maupun sumsum tulang. Pada umumnya ditemukan hiperseluleritas sumsum tulang akibat proliferasi dari satu atau beberapa seri myeloid. Seringkali proliferasi ini meningkatkan jumlah sel dalam sirkulasi dengan morfologi displastik dan fungsi yang abnormal. 28 Myelodysplasia syndrome ditandai oleh banyaknya sel apoptosis terutama di sumsum tulang. Pada sel darah tepi, gangguan ini dapat ditunjukkan oleh adanya sitopenia dan dysplasia sel darah, diantaranya ditemukannya ringed sideroblas, megaloblastic erithroid precursor, hipogranulasi atau hiposegmentasi dari granulosit.32 Pengobatan untuk MDS maupun leukemia sangat sulit. Selain transplantasi sumsum tulang, pengobatan yang ada saat ini bukan pengobatan kuratif. Namun deteksi dini dan pengobatan dini MDS sebelum menjadi leukemia dapat meningkatkan kualitas dan angka harapan hidup. 34
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
26
2.3 Profil Perusahaan Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang benang nilon dan kain ban di daerah Bogor. Perusahaan ini merupakan salah satu pemasok kain ban dan nilon untuk keperluan industri ban terbesar di dunia. Perusahaan ini telah beroperasi sejak 1985 dengan total lahan perusahaan adalah 228.332 m2. Luas bangunan tempat perusahaan ini beroperasi adalah 56,89% dari luas lahan. Pembuatan kain ban tidak terlepas dari berbagai bahan kimia, salah satunya adalah formaldehida dalam proses pencelupan kain ban. Pertama-tama benang nilon dari gulungannya akan dipintal dengan kecepatan sangat tinggi dan digulung ke klos. Benang kemudian dipintal lagi dengan cara melilitkan dua atau tiga benang oleh kabel twister (twisting). Benang yang telah dililit kemudian akan ditenun membentuk lembaran-lembaran kain (weaving) yang berdiameter 500 mm sampai 1500 mm. Lembaran kain selanjutnya akan dicelupkan (dipping) ke dalam larutan formalin yang mengandung formaldehida 37%
Gambar 2.8 Alur Produksi Kain Ban
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
27
Penelitian ini dilakukan di dipping unit dan weaving unit. Bangunan dipping unit memiliki luas 6720 m2 dengan jumlah jendela 10 buah. Unit ini terpisah dari bangunan lain namun belum memiliki ventilasi lokal. Bangunan ini terdiri dari 7 lantai untuk menampung sistem pencelupan di mana kain ban akan bergerak vertikal keatas untuk mengurangi jumlah lahan yang dibutuhkan dalam proses ini. Dipping unit memiliki 5 dipping saturator dan 3 tangki penyimpanan cairan formalin. Total pekerja yang bekerja di bagian ini adalah 72 orang dibagi dalam 3 shift selama 24 jam. Tiap orang pekerja bekerja 8 jam perhari atau 40 jam perminggu. Sementara weaving unit terletak di sebelah dipping unit, terpisah dari bangunan dipping unit oleh sebuah tembok dan memiliki pintu masuk yang berbeda antara dipping unit dan weaving unit. Weaving unit merupakan bagian dimana kain ditenun dari benang-benang nylon yang telah dipintal. Jumlah pekerja yang bekerja di bagian ini adalah 118 orang yang terdiri dari 97 orang pekerja pria dan 21 orang pekerja wanita. Pekerja di bagian ini bertugas untuk mengawasi penenunan mesin dan memperbaiki benang-benang yang putus atau kusut dan memasukkan benang-benang nylon yang telah dipintal ke mesin penenun. Karena pembuatan kain ban ini menggunakan benang nylon, maka adanya serat-serat dan debu nylon menjadi bahaya potensial kimia pada bagian ini. Kain ban yang telah ditenun di bagian weaving akan masuk ke bagian pencelupan (dipping) dan digulung dalam mesin pencelup. Pekerja di bagian ini kemudian akan menuangkan cairan formalin ke dalam sebuah wadah di dalam dipping saturator. Kemudian kain ban akan berjalan melalui wadah ini dan akhirnya akan masuk ke meja rewind untuk kembali di gulung dalam bentuk gulungan.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
28
Gambar 2.9 Skema Dipping unit
2.3.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perusahaan Perusahaan ini telah berkomitmen untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja dalam proses produksi. Salah satu bentuk komitmen perusahaan ini adalah dengan pengadaan divisi khusus yang disebut Health And Safety Department yang saat ini dikepalai oleh seorang dokter kesehatan kerja. Untuk mengurangi efek kesehatan yang disebabkan oleh pajanan formaldehida, hingga saat ini berbagai perbaikan masih dilakukan. Pengukuran kadar formaldehida lingkungan diukur secara berkala minimal satu kali dalam setahun dengan menggunakan alat yang dimiliki oleh perusahaan (MSA Altair 5 X). Menurut dokter perusahaan, hasil pengukuran di dipping unit selalu berada dibawah nilai ambang batas yang diperbolehkan. Salah satu cara mengurangi pajanan formaldehida terhadap pekerja yang dilakukan di perusahaan ini adalah dengan mendilusi udara, namun pendilusian udara dalam ruangan dipping unit hingga saat ini masih menggunakan sistem general ventilation dengan mengandalkan jendela-jendela yang diletakkan dibagian atas gedung dan
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
29
belum adanya local ventilation seperti local exhaust van terutama di dekat dipping saturator unit. Penyimpanan formaldehida di unit ini telah disimpan di tangkitangki tertutup walaupun belum ada shower khusus di dekat tangki ini dan saturator dip unit tempat formaldehida digunakan dalam proses produksi juga masih berupa bak terbuka. Pengendalian suhu dan kelembaban dilakukan untuk mengurangi penguapan formaldehida. Temperatur tempat pencelupan adalah 28 oC dan kelembabannya adalah 65% Berbagai Standart Operating Procedure (SOP) untuk mencegah kecelakaan kerja seperti larangan merokok, makan ataupun menyimpan makanan ditempat kerja telah diberlakukan. Safety dan healthy talk rutin dilakukan oleh perusahaan ini, walaupun safety talk dan healthy talk khusus untuk pajanan formaldehida belum dilakukan begitu pula untuk pelatihan khusus untuk pekerja di dipping unit mengenai formaldehyde handling. Namun, dokter perusahaan merupakan bagian yang terintegrasi dalam sistem management sehingga dokter perusahaan dapat dihubungi setiap saat dan sering turun ke lapangan dan mengevaluasi serta melakukan perbaikan langsung apabila ditemukan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pekerja di perusahaan ini. Selain mendapat informasi dengan observasi langsung, dokter perusahaan juga mendapat informasi dari supervisor dan petugas safety dari lapangan. Perusahaan ini juga telah melakukan pengendalian efek gangguan kesehatan pekerja dengan melakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan pekerjanya pertahun melalui Medical Check Up rutin yang dikoordinir oleh perusahaan. Hasil MCU ini akan diberikan kepada dokter perusahaan dan akan dievaluasi serta diambil tindakan oleh dokter perusahaan apabila dianggap perlu.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
30
2.4 KERANGKA TEORI
Pajanan formaldehida
Penggunaan APD
inhalasi
ingesti
dermal
darah
Formaldehida bebas
Formaldehida terikat air
oleh protein
Merusak DNA leukosit (khromosom no.7 dan 8)
Urin
Hepar (dimetabolisme)
Kegagalan anafase
Formate
Feses Kerusakan fungsi leukosit
Aktivasi jalur apoptosis
Kerusakan leukosit di perifer
LEUKEMIA
MDS Myeolopoiesis>> Kegagalan
koreksi
Obesitas, Merokok, infeksi
inflamasi
Jumlah leukosit <<
Jumlah leukosit >>
Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
TNF α &interleukin-6 ↓
alkohol
Universitas Indonesia
31
2.5 KERANGKA KONSEP
Formaldehida (unit kerja)
Masa kerja Alat Pelindung Diri (APD)
Jumlah leukosit
Hitung jenis
neutrofil dan limfosit
Usia Merokok Indeks Massa (IMT) Alkohol
Tubuh
Morfologi neutrofil dan limfosit
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif untuk mencari
hubungan antar variabel dengan pendekatan desain cross sectional komparasi, yaitu membandingkan 2 kelompok yang bekerja di pabrik kain ban. Dua kelompok ini adalah kelompok yang bekerja di weaving unit (tidak menggunakan formaldehida) dan kelompok yang bekerja di dipping unit (menggunakan formaldehida). Perbandingan yang diukur adalah perbandingan jumlah leukosit dan hitung jenis antar kedua kelompok tersebut serta perbandingan morfologi leukosit yang rusak dan tidak rusak yang dapat dilihat dari morfologi darah tepi. Data kedua kelompok ini diambil dari data MCU Maret 2014. Besarnyapajanan formaldehida di dipping unit ditentukan dengan pengukuran lingkungan. 3. 2
Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian : Pabrik produksi kain ban di Bogor
Waktu penelitian : Januari 2014 – Desember 2014 3. 3
Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi penelitian Populasi penelitian adalah pekerja yang bekerja di bagian dipping unit dan weaving unit di industri kain ban PT X. Departemen yang menggunakan formaldehida adalah departemen pencelupan (dipping unit), sementara departemen penenunan (weaving unit) tidak menggunakan formaldehida dalam proses kerjanya. Departemen pencelupan memiliki 72 orang pekerja yang semuanya adalah pekerja laki-laki, sementara departemen penenunan memiliki 118 orang pekerja yang terdiri dari 21 pekerja wanita dan 97 pekerja laki-laki.
32 Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
33
3.3.2. Sampel penelitian Sampel penelitian diambil dari dua bagian kerja yaitu dipping unit dengan cara total sampling sementara untuk weaving unit dilakukan dengan simple random sampling. Kriteria inklusi :
Kelompok pekerja yang bekerja selama lebih dari 1 tahun.
Pekerja yang memiliki data MCU jumlah leukosit, hitung jenis dan pemeriksaaan morfologi darah tepi yang lengkap
Kriteria eksklusi :
Riwayat keganasan
Pekerja yang menjalani kemoterapi /radioterapi
Pekerja yang sedang terinfeksi (ditentukan dari kuisioner dan pemeriksaan fisik dokter)
Pekerja yang bekerja di tempat lain
Pekerja yang mengkonsumsi obat rutin dan lama
Pekerja yang tidak memiliki data variabel yang dibutuhkan
3.3.3. Perhitungan Besar Sampel Besar sampel untuk menilai hubungan pajanan formaldehida dengan jumlah leukosit menggunakan rumus sampel beda dua mean yaitu :
2 2 Z1 Z1
2
n
1 2 2
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
34
Dimana : n = besar sampel δ = standar deviasi Z = level signifikan Z = power μ1 = rata-rata kelompok terpajan (5.422)
Didapatkan dari penelitian sebelumnya11
μ 2 = rata-rata kelompok tidak terpajan (6.269) Standar deviasi untuk rerata perbandingan dua mean menggunakan rumus: (n1-1) δ12 + (n2-1) δ22
δ=
(n1+ n2-2)
Dimana: n1 = jumlah sampel terpajan n2 = jumlah sampel tidak terpajan δ1 = standar deviasi kelompok terpajan δ2 = standar deviasi kelompok tidak terpajan
Standar deviasi yang digunakan untuk perhitungan sampel adalah : δ1 = 1.529
n1 = 10
δ2 =1.422
n2 = 12
δ=
(n1-1) δ12 + (n2-1) δ22 (n1+ n2-2)
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
35
δ=
(10-1) 1.5292 + (12-1) 1.4222 (10+12-2)
δ = 1.471,11 Maka perhitungan jumlah sampelnya adalah =
n
2 2 Z1 Z1
1 2 2
2
n = 2 x 1.471,112 (1,96 + 0,84)2 (5.422 – 6.269)2 n = 47,3 dibulatkan menjadi 47 orang perkelompok Selain data numerik, penelitian ini juga menggunakan data nominal untuk variabel dependen (morfologi darah tepi) sehingga perlu dihitung jumlah sampel minimal berdasarkan perhitungan beda dua proporsi. Disebabkan karena belum adanya referensi penelitian yang dilakukan untuk proporsi kelainan leukosit dilihat dari morfologi darah tepi terhadap pajanan formaldehida,
maka perlu dilakukan perhitungan power
berdasarkan jumlah sampel yang didapat untuk menilai kecukupan jumlah sampel untuk variabel ini. Rumus yang digunakan untuk menghitung power adalah:
√
√
n1= n2 =
dimana : n1= kelompok dipping unit (menggunakan bahan formaldehida) n2 = weaving unit (tidak menggunakan bahan formaldehida) Zα = Kesalahan tipe 1 yang ditetapkan sebesar 5% yaitu 1,96 Z𝞫 = power
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
36
P1 = Proporsi efek yang
P2 = Proporsi efek standar
P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P= Proporsi Total (P1+P2)/2 Q = 1- P Q1 = 1-P1
Q2 = 1-P2
3.3.4. Data Variabel terikat adalah jumlah leukosit, hitung jenis dan abnormalitas morfologi leukosit (neutrofil dan limfosit). Variabel bebas yang diukur meliputi : – Unit kerja – Masa kerja – Usia – Indeks Massa Tubuh (IMT) – Merokok – Alkohol – Penggunaan Alat Pelindung Diri Sumber Data diambil dari hasil data MCU tahun 2014 di perusahaan kain ban PT “X” di Bogor.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
37
3.4
Batasan Operasional
Tabel 3.1 Batasan Operasional No
Variabel
Definisi
Cara Pengukuran
Skala
Keterangan
1.
Jumlah leukosit
Jumlah total leukosit yang diambil dari darah tepi yang di periksa dengan menggunakan mesin Hematology Analyze ABX PENTRA 60 yang sudah dikalibrasi.
Perhitungan dengan menggunakan darah diperiksa di laboratorium PT. T.
Numerik
Jumlah ini dibandingkan antara yang terpajan dan yang tidak terpajan.
Hasil diperoleh dari pemeriksaan menggunakan mesin Hematology Analyze ABX PENTRA 60 yang sudah dikalibrasi
Perhitungan dengan menggunakan darah diperiksa di laboratorium PT. T.
2.
Hitung Jenis
Satuan (sel/µL) Numerik
3.
Morfologi darah tepi
Gambaran sel-sel darah dalam sediaan hapusan darah tepi. Morfologi darah yang dilihat adalah sel abnormal neutrofil dan limfosit per 100 sel. Dikategorikan normal apabila ditemukan maksimal 2 sel abnormal dan dikategorikan abnormal bila ditemukan lebih dari 2 sel abnormal per 100 sel
4.
Masa Kerja
Jangka waktu mulai pekerja bekerja di unit kerja dipping atau weaving PT X hingga pemeriksaan dilakukan.
Jumlah ini dibandingkan antara yang terpajan dan yang tidak terpajan. Satuan (sel/µL)
Hitung jenis yang digunakan adalah hitung jenis neutrofil dan limfosit. Hasil berupa jumlah sel/ µL yang didapatkan dari perkalian persentase hitung jenis dengan jumlah leukosit Dilakukan dengan sediaan hapus darah tepi yang dilakukan oleh analis, dan di baca oleh dokter spesialis patologi klinik dari PT T. Validasi dilakukan dokter patologi RSCM.
Nominal
data oleh spesialis klinik
dalam
dalam
Hasil dikategorikan dalam2 kategori berdasarkan jumlah sel abnormal yang ditemukan per 100 sel :23 Normal : 0-2 Abnormal : >2
Penentuan adanya sel leukosit(neutrofil dan limfosit) yang abnormal atau tidak. Pengisian kuisioner dan wawancara
Di bagi 2 kategori berdasarkan estimasi latensi leukemia(tah un)
Satuan tahun
0 ≤ 15 tahun 1 >15 tahun
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
dalam
38
No
Variabel
Definisi
Cara Pengukuran
Skala
Keterangan
5.
Unit Kerja
Unit di mana responden bekerja
Data didapatkan dari kuisioner dan dari data SDM Perusahaan
0:Weaving unit 1:Dipping unit
Weaving unit tidak menggunakan formaldehida Dipping unit menggunakan formaldehida
:
:
6
Usia
Usia berdasarkan ulang tahun terakhir (didapatkan dari kuisioner)
Data didapatkan dari pengisian kuisioner penelitian
Numerik
Satuan tahun
7
Merokok
Data didapatkan dari pengisian kuisioner
Nominal
0:ringan 1: sedang-berat
8.
Alkohol
Data didapatkan dari pengisisan kuisioner
Nominal
0 :tidak 1 : ya
9.
Indeks massa Tubuh (IMT)
Kebiasaanmerokok yang didapatkan dari kuisioner. Dengan menghitung Indeks Brinkman Ringan : 0-199 Sedang –berat : > 200 Kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Dikategorikan memiliki kebiasaan minum alkohol apabila responden mengkonsumsi alkohol minimal 1 kali perminggu. Status gizi diklasifikasikan menurutWHO AsiaPacific guideline for Asian adults. IMT didapatkan dari pembagian berat badan berdasarkan tinggi badan yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dokter
Membandingkan antara berat badan (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (meter)
Nominal
0: tidak obesitas (IMT ≤25) 1:obesitas (IMT> 25)
10
Alat Pelindung diri
Penggunaan masker yang disediakan perusahaan Dikategorikan : Ya : responden selalu menggunakan masker saat bekerja Kadang-kadang : responden tidak selalu menggunakan masker ketika bekerja Tidak : responden tidak pernah menggunakan masker ketika bekerja
Data didapatkan dari pengisian kuisioner
Nominal
0 : Ya 1: kadang-kadang 2: Tidak
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
dalam
39
3.5
Cara Kerja 1
Memberikan informasi kepada subjek penelitian (bagian pencelupan dan bagian penenunan) mengenai penelitian yang dilakukan.
2
Menilai kriteria inklusi dan eksklusi subjek penelitian dengan cara anamnesis dan pengisian kuisioner.
3
Mengikut sertakan subjek yang memenuhi persyaratan penerimaan.
4
Setiap subyek diambil darah vena, kemudian dimasukkan dalam tabung K3EDTA untuk pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis. Sedangkan untuk sediaan apus darah tepi, setetes darah diapuskan pada objek glass di tempat, setelah satu jam kemudian di fiksasi lalu ke dua sampel (K3EDTA dan kaca objek) dikirimkan ke laboratorium yang ditunjuk, dibaca oleh dokter spesialis patologi klinik dan divalidasi oleh dokter spesialis patologi klinik RS DR Cipto Mangunkusumo.
5
Subyek yang termasuk dalam frame samplingadalah seluruh subyek yang memenuhi kriteria dari bagian dipping, sementara subyek kontrol didapatkan dari sistematic random sampling dengan jumlah sample minimal adalah 47 orang. Grup yang dimaksud adalah kelompok yang bekerja di dipping unit dan kelompok yang bekerja di weaving unit.
6
Perhitungan hasil kuisioner, penarikan data didapatkan setelah ada hasil laboratorium dari RS DR Cipto Mangunkusumo.
Alat yang dibutuhkan35 : 1
Kaca objek ukuran 25 x 75 cm
2
Spuit 5 cc
3
Tabung K3EDTA
4
Kapas Alkohol
5
Torniket
Reagen untuk pemeriksaan morfologi darah tepi35: 1
Metanol absolut ( 100 % )
2
Zat warna Wright
3
Larutan dapar :
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
40
tablet buffer ph 7,2. Tambahkan air suling hingga 1 L. Campur hingga larut. Seluruh reagen tersebut disimpan pada suhu kamar Langkah kerja pemeriksaan morfologi darah tepi35: 1. Siapkan kaca objek yang bersih dan 1 kaca objek penghapus 2. Campurkan darah EDTA hingga homogen. 3. Letakkan satu tetes darah sekitar 2-3ml dari ujung kaca objek 4. Letakkan kaca penghapus dengan sudut 30-45o terhadap kaca objek pertama didepan tetes darah. 5. Tarik kaca penghapus kebelakang sehingga menyentuh tetes darah, tunggu hingga darah menyebar pada tetes tersebut. 6. Dengan dorongan mantap, dorong kaca penghapus ke belakang hingga membentuk hapusan darah sepanjang 3-4 cm. 7. Biarkan hapusan darah mengering. 8. Tulis identitas pasien pada kaca objek dengan pinsil. 9. Letakkan sediaan hapus pada 2 batang gelas di atas bak tempat pewarnaan. 10. Fiksasi sediaan dengan metanol absolut. 11. Teteskan zat warna Wright hingga menutupi seluruh lapang pandang slide. Diamkan selama 10 menit. 12. Teteskan larutan dapar ( jumlah tetesan = tetesan zat warna ). Teteskan di atas zat warna Wright, tiup hingga bercampur. Diamkan selama 20 menit. 13. Bilas dengan air mengalir sampai bersih. Bagian bawah kaca objek dibersihkan dari sisa zat warna. 14. Biarkan kering dalam posisi tegak. 15. Sediaan dibaca dengan mikroskop.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
41
3.6
Alur Penelitian Dipping unit
Weaving Unit
72 laki-laki
97 laki-laki
Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
Dipping Unit :
Weaving unit :
54 responden
79 responden
Informed consent
Randomisasi
Total
menjadi 54
Pengisian kuisioner.
Pengambilan darah
Perhitungan Kuisioner
Perhitungan jumlah
Gambaran morfologi darah
leukosit dan hitung jenisnya
tepi
dengan darah K3EDTA
Evaluasi
Validasi
Analisis univariat, bivariat, analisis multivariat
Perhitungan power untuk
morfologi darah tepi
Penarikan kesimpulan Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
42
3.7
Penyajian dan Analisis Data Data yang didapat disajikan dalam bentuk teks dan tabel, lalu diubah menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 20,0 untuk windows. Analisis data menggunakan 2 uji yaitu : 1. Analisis data numerik menggunakan uji parametrik T test tidak berpasangan dan Anova untuk sebaran normal. Sedangkan untuk data sebaran tidak normal digunakan uji nonparametrik Mann Whitney dan Kruskal Wallis. 2. Analisis data kategorik (morfologi darah tepi leukosit) menggunakan uji chi square apabila memenuhi syarat atau Fischer exact test bila tidak memenuhi syarat perhitungan. 3. Data kemudian dilakukan uji korelasi, di lanjutkan dengan uji regresi logistik untuk data kategorik dan uji regresi linier untuk data numerik bila diperlukan.
3.8
Masalah Etika
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada saat pelaksanaan Medical Check Up rutin yang diadakan bersama-sama dengan 3 penelitian lainnya yang berjudul: 1. Hubungan Antara Pajanan Formaldehida Dengan Nilai Cystatin C Pada Pekerja Industri Kain Ban PT X 2. Hubungan Antara Pajanan Formaldehid Dengan Fungsi Kognitif Pada Pekerja Di PT X 3. Hubungan Antara Pajanan Formaldehida Dengan Eosinofil Dan Neutrofil Swab Hidung Pada Pekerja Industri Kain Ban PT. X Penelitian ini telah mendapat keterangan lolos kaji etik (ethical clearance) yang dikeluarkan oleh Panitia Tetap Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1
Pengukuran Formaldehida Lingkungan. Pengukuran formaldehida lingkungan dilakukan 2 kali yaitu pada tanggal
12 November 2013 dan pada tanggal 24 Maret 2014 di bagian dipping unitoleh Lab Afiliasi Kimia Universitas Indonesia. Hasil pengukuran bulan November 2013 dan bulan Maret 2014 menunjukkan nilai yang masih berada di bawah nilai ambang batas yang ditentukan (< 0,032 ppm dan 0,026 ppm). Ruangan weaving unit berada disebelah ruang dipping namun terpisahkan oleh tembok dan pekerja masuk ke ruangan ini melalui dua pintu yang berbeda.Bagian weaving merupakan bagian penenunan. Bagian ini tidak menggunakan bahan kimia namun penggunaan benang nylon pada proses penenunan ini menyebabkan adanya debu-debu nylon yang dapat mengaktifasi sistem inflamasi tubuh. Pengukuran kadar formaldehida di weaving unit tidak dilakukan karena bagian ini tidak menggunakan formaldehida dalam proses kerjanya sehingga diasumsikan sama dengan ruangan lainnya dan berkaitan dengan izin perusahaan tempat penelitian ini dilakukan.
4.2
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan Medical
Check Up tahunan di PT X. Data diambil dari dua bagian yaitu bagian dipping dan bagian weaving setelah responden menandatangani lembar persetujuan. Pengumpulan data berlangsung selama 10 hari, mulai tanggal 3 Maret 2014 sampai tanggal 14 Maret 2014. Pelaksanaan pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan bersama-sama dengan 3 penelitian lainnya yang berjudul : “Hubungan Antara Pajanan Formaldehida dengan Fungsi Kognitif Pada Pekerja Industri Kain Ban”, “ Hubungan Pajanan Formaldehida dengan Eosinofil dan Neutrofil Mukosa Hidung”, dan “Hubungan Antara Pajanan Formaldehida dengan Kadar Cystatin C Serum”
43 Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
44
Pelaksanaan pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan sesuai dengan peraturan dari perusahaan dan juga dilakukan oleh responden secara suka rela. Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah semua pekerja di bagian dipping yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, sementara untuk pekerja di bagian weaving, pekerja yang memenuhi kriteria dipilih berdasarkan sistem random sampling dengan jumlah yang sama dengan pekerja di bagian dipping. Pengumpulan data menggunakan dua cara yaitu: 1. Kuisioner. Kuisioner berisi pertanyaan–pertanyaan dengan bentuk pilihan ganda dan isian singkat mengenai data diri dan pertanyaan pertanyaan yang berkaitan dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Kusioner yang diberikan kepada pekerja adalah kuisioner yang berisi gabungan pertanyaan untuk keempat penelitian.
2. Darah. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit adalah pemeriksaan berkala tahunan yang ditetapkan sebagai pemeriksaan wajib oleh perusahaan. Pelaksanaan pemeriksaan ini dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh perusahaan. Pemeriksaan hapus darah tepi dilakukan oleh laboratorium yang sama. Pengambilan darah untuk pembuatan preparat hapusan darah tepi tidak dilakukan terpisah, tetapi darah yang digunakan adalah darah yang sama dengan darah yang dipakai oleh pihak laboratorium rekanan untuk pemeriksaan darah medical check up tahunan. Pembuatan preparat ini dilakukan oleh analis laboratorium yang ditunjuk, kemudian difiksasi untuk kemudian diperiksa oleh dokter spesialis patologi klinik kemudian data divalidasi oleh dokter spesialis patologi klinik RSCM. 4.3
Pengolahan Data Jumlah responden yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah 108
responden yang terdiri dari 54 responden dipping unit dan 54 responden weaving unit. Jumlah data sampel ini melampaui sampel minimal dari hasil perhitungan sampel untuk jumlah leukosit yaitu sebanyak 94 sampel. Data ini kemudian diolah
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
45
menggunakan SPSS. Berdasarkan hasil pemeriksaan, didapatkan data jumlah sel leukosit dan hitung jenis leukosit (neutrofil dan limfosit) memiliki sebaran data yang normal. Sementara untuk sel abnormal leukosit dibuat dalam dua kategori. Sebelum data-data yang diperoleh diolah, dilakukan uji kesetaraan untuk menilai apakah kelompok dipping dan kelompok weaving memiliki perbedaan karakteristik. 4.3.1 Karakteristik dan Kebiasaan Responden Untuk menguji kesetaraan antara kelompok dipping unit dan weaving unit berdasarkan variabel-variabel karakteristik responden maka
dilakukan uji
kesetaraan. Uji-uji kesetaraan ini dilakukan dengan 2 uji yaitu uji Mann Whitney untuk data numerik dengan sebaran data yang tidak normal dan uji Chi Square untuk data nominal. Dari hasil uji ini ditemukan tidak adanya perbedaan karakteristik antara kelompok dipping unit dan weaving unit kecuali pada karakteristik penggunaan alat pelindung diri. Pada kebiasaan penggunaan alat pelindung diri ditemukan lebih banyak responden dari kelompok dipping unit yang mengaku tidak menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja dibandingkan dengan kelompok weaving unit. 4.3.1.1 Karakteristik Berdasarkan Sosiodemografi Dari 108 responden yang didapatkan, seluruhnya adalah pekerja laki-laki. Berdasarkan uji normalitas didapatkan sebaran data tidak normal baik yang di kelompok dipping unit maupun waving unit sehingga untuk menggambarkan karakteristik berdasarkan usia digunakan nilai tengah, nilai minimum dan maksimum. Sementara untuk menggambarkan karakteristik indeks massa tubuh, digunakan proporsi berdasarkan kriteria obesitas dan tidak obesitas.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
46
Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Berdasarkan Usia dan Indeks Massa Tubuh Variabel Usia (tahun) Median (Min-Max) Indeks Massa Tubuh (%) Tidak Obesitas Obesitas
Unit Kerja Dipping unit Weaving unit
Nilai p 0,837 mw
44 (19-55)
45,5 (20-55) 0,835 cs
68,52 31,48
70,37 29,63
Keterangan : mw = Mann-Whitney , cs = Chi Square , nilai p = nilai kemaknaan untuk uji kesetaraan variabel antar kelompok
4.3.1.2 Karakteristik Berdasarkan Lingkungan dan Kebiasaan Responden Karakteristik lingkungan pekerjaan dan kebiasaan didapatkan dari kuisioner. Pembagian kelompok masa kerja dibagi berdasarkan lama estimasi masa laten terjadinya leukemia yaitu 15 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan tidak adanya perbedaan karakteristik antara kelompok dipping unit dan weaving unit berdasarkan lingkungan pekerjaan dan kebiasaannya kecuali untuk kebiasaan menggunakan APD. Perusahaan mewajibkan pekerjanya menggunakan masker ketika bekerja, namun karena masker yang digunakan responden adalah masker kain, bukan masker cartridge untuk bahan kimia maka perbedaan kebiasaan antar kelompok ini menjadi tidak bermakna.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
47
Tabel 4.2 Gambaran Karakteristik Berdasarkan Lingkungan Pekerjaan dan Kebiasaan Variabel
Frekuensi (%) Dipping unit Weaving unit
Nilai p 0,311 cs
Masa kerja (%) ≤ 15 tahun >15 tahun
38,89 61,11
29,63 70,37 0,448cs
Kebiasaan Merokok (%) Ringan Sedang-berat
85,2 14,8
79,6 20,4
Kebiasan Minum Alkohol (%) Tidak Ya
100 0
100 0 0,041 cs
APD (%) Ya Kadang-kadang Tidak
16,67 59,26 24,07
37,04 50 12,96
Keterangan : Nilai p = nilai kemaknaan untuk uji kesetaraan variabel antar kelompok
4.4
Hubungan Karakteristik Responden dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis,dan Morfologinya
4.4.1 Usia Dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis,dan Morfologinya Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah leukosit dalam darah. Usia muda memiliki jumlah leukosit yang lebih tinggi daripada usia tua namun hubungan korelasi ini tidak terjadi pada usia dewasa. Uji korelasi Spearman dilakukan untuk menunjukkan hubungan antara usia dengan jumlah dan hitung jenis leukosit, sementara uji non-parametrik Mann-Whitney dilakukan untuk menunjukkan hubungan antara usia dengan kategori morfologi sel leukosit dikarenakan sebaran usia yang tidak normal. Hasil uji-uji ini menunjukkan tidak adanya koreasi dan hubungan antara usia dengan jumlah, hitung jenis maupun morfologi sel leukosit
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
48
Tabel 4.3 Hubungan Usia dengan Jumlah Leukosit,Hitung Jenis, dan Morfologinya Variabel
Usia Median (min-maks)
Jumlah Leukosit Hitung Jenis Neutrofil Hitung Jenis Limfosit Morfologi darah tepi Normal 44,5 (20-55) Abnormal 45 (19-55) Keterangan : sp = Spearman , mw = mann-whitney
Uji statistik Nilai p 0,963 sp 0,576 sp 0,944 sp
Koefisien Korelasi -0,005 0,054 0,007
0,918 mw
4.4.2 Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit dapat dipengaruhi oleh indeks massa tubuh. Penelitian “Influence of Body Mass Index on Leukocyte Count un Women” menunjukkan sampel golongan IMT obesitas memiliki jumlah leukosit yang lebih tinggi. Uji yang digunakan untukmenguji hubungan indeks massa tubuh dengan jumlah leukosit dan hitung jenis adalah uji t test tidak berpasangan sementara untuk menguji hubungan antara indeks massa tubuh dengan morfologi sel darah tepi digunakan uji Chi Square. Pada penelitian ini ditemukan jumlah leukosit dan hitung jenis neutrofil dan limfosit responden yang obesitas lebih tinggi daripada responden yang tidak obesitas. Namun perbedaan ini tidak bermakna. Hal serupa ditunjukkan oleh morfologi darah tepi leukosit terhadap indeks massa tubuh. Tabel 4.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Indeks Massa Tubuh (Mean±SD) Tidak Obesitas Obesitas 8495± 1704,041 8724± 1926,952 4184± 1123,940 4355,21± 1334,929 3621± 884,952 3712± 816,783
Jumlah Leukosit Hitung Jenis Neutrofil Hitung Jenis Limfosit Morfologi darah tepi Normal 33,33 % Abnormal 66,67% Keterangan : t = t test , cs = chi square
Nilai p 0,537t 0,493 t 0,613 t 0,543cs
39,39% 60,61%
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
49
4.4.3 Unit Kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Dari hasil data jumlah leukosit ditemukan sebanyak 21 orang responden memiliki jumlah leukosit di luar batasan normal (5000-10.000 sel/µL). Dari 21 orang responden tersebut, 71,43% responden berasal dari grup dipping unit dengan jumlah responden yang mengalami leukositosis adalah 13 orang dan responden yang mengalami leukopenia adalah 2 orang. Dari pemeriksaan morfologi darah tepi didapatkan kelainan sel neutrofil dan limfosit yang ada adalah smudge cell, hipersegmentasi, granulasi toxic, vakuolisasi, inti piknotik dan limfosit atipik dengan jumlah kelainan di bagian dipping unit lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kelainan di weaving unit kecuali untuk kelainan hipersegmentasi sel. Selain kelainan sel leukosit, pada pemeriksaan morfologi darah tepi juga ditemukan adanya pecahan sel megakariosit yang seharusnya tidak ditemukan di morfologi darah tepi orang normal. Namun perhitungan jumlah kelainan ini tidak dilakukan. Tabel 4.5 Perbandingan Kelainan Morfologi Darah Tepi Leukosit Dipping unit dan Weaving unit Kelainan Morfologi
Total Jumlah sel abnormal (dilihat per 100 sel) Dipping unit
Weaving unit
Total Kelainan Granulosit : Granulasi toxic Hipersegmentasi Vakuolisasi Inti piknotik
140
57
71 0 63 6
26 3 28 0
Total Kelainan Limfosit : Smudge cell Limfosit atipik
263
153
261 2
153 0
Untuk membuktikan adanya hubungan antara unit kerja dengan jumlah dan
hitung jenis leukosit dilakukan uji statistik T test tidak berpasangan,
sementara untuk menguji hubungan antara unit kerja dan kelompok morfologi Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
50
darah tepi digunakan ujiChi Square. Dari uji-uji ini didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara unit kerja terhadap jumlah dan hitung jenis leukosit (p>0,005), namun ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara unit kerja dengan gambaran morfologi darah tepi dimana ditemukan responden yang bekerja di dipping unit memiliki risiko mengalami kerusakan sel leukosit (neutrofil dan limfosit) 4,74 x lebih tinggi di banding responden yang bekerja di weaving unit (p < 0,001). Tabel 4.6 Hubungan Unit Kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Variabel
Unit Kerja (Mean±SD) Weaving unit Dipping unit
Jumlah Leukosit Hitung Jenis Neutrofil Hitung Jenis Limfosit Morfologi Darah Tepi Normal Abnormal
8446± 1496,249 4208± 952,306 3559± 772,836
8683 ± 2012,860 4265±1394,233 3738± 941,390
Nilai p 0,489t 0,806 t 0,282 t <0,001cs
51,85% 48,15 %
18,52% 81,48%
OR (CI 95%)
OR= 4,738 (1,986;11,307)
Keterangan : t = t test , cs = chi square
4.4.4 Masa Kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Hingga saat ini tidak ada metode observasi langsung, penentuan dari badan yang berwenang seperti National Academy of Sciences maupun penelitian yang dapat menentukan estimasi minimal latensi terjadinya leukemia akibat pajanan formaldehida. Satu-satunya metode yang dapat digunakan untuk menentukan estimasi minimal latensi adalah berdasarkan statistical modelling yang terdapat di studi epidemiologi dari hubungan antara pajanan dengan kejadian kanker. Berdasarkan metode ini ditemukan estimasi minimal latensi untuk terjadinya keganasan hematopoietik akibat pajanan formaldehida adalah 2 tahun, namun evaluasi latensi untuk leukemia memiliki range yang lebih lebar (hingga 15 tahun). Berdasarkan dari data ini maka angka 15 tahun menjadi patokan untuk membagi kelompok berdasarkan masa kerja. Untuk menguji hubungan ini digunakan uji t test tidak berpasangan dan uji chi square
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
51
Tabel 4.7 Hubungan Masa Kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Variabel Jumlah Leukosit Hitung Jenis Neutrofil Hitung Jenis Limfosit Morfologi Darah Tepi Normal Abnormal
Masa Kerja (Mean±SD) ≤15 Tahun >15 Tahun 8376± 1811,753 8663 ± 1751,427 4102±1255,734 4306± 1155,087 3555± 775,553 3698± 905,085 34,43% 67,57%
Nilai p 0,425t 0,399t 0,416t 0,665 cs
36,62 63,38%
Keterangan : t = t test , cs = chi square
4.4.5 Kebiasaan Merokok dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Merokok dapat mempengaruhi jumlah sel leukosit. Penelitian yang dilakukan oleh Jose Antonio menunjukkan adanya hubungan kemaknaan antara kebiasaan merokok dengan hal ini. Leukosit ditemukan lebih tinggi pada sample penelitian kategori merokok sedang berat. Namun pada penelitian ini, merokok bukan merupakan faktor pembias. Hal ini terbukti dari hasil analisis bivariat antara kebiasaan merokok dengan jumlah dan hitung jenis leukosit (neutrofil dan limfosit). Dari hasil analisis uji t test tidak berpasangan dan uji chi square ditemukan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara jumlah leukosit, hitung jenis neutrofil, limfosit dengan kebiasaan merokok. Hal serupa ditemukan dari analisa bivariat terhadap morfologi darah tepi. Tabel 4.8 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Variabel Jumlah Leukosit Hitung Jenis Neutrofil Hitung Jenis Limfosit Morfologi Darah Tepi Normal Abnormal
Kebiasaan Merokok (Mean±SD) Ringan Sedang-berat 8526 ± 1727,618 8747 ± 1992,867 4227 ± 1172,067 4280 ± 1296,209 3614 ± 868,639 3811 ± 832,927 34,8% 65,2%
Nilai p 0,623 t 0,858 t 0,369 t 0,868 cs
36,8% 63,2%
Keterangan : t = t test , cs = chi square
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
52
4.4.6 Kebiasaan Minum Alkohol dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Kebiasaan minum alkohol dapat mempengaruhi jumlah leukosit dan hitung jenisnya dimana alkohol memiliki hubungan terbalik dengan jumlah leukosit. Namun analisis tidak dilakukan pada penelitian ini karena berdasarkan hasil kuisioner semua responden mengaku tidak memiliki kebiasaan minum alkohol. 4.4.7 Kebiasaan
Menggunakan
Alat
Pelindung
Diridengan
Jumlah
Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Perusahaan menetapkan penggunaan masker sebagai alat pelindung diri. Masker yang digunakan oleh responden adalah masker yang terbuat dari kain. Dari hasil analisis ANOVA dan chi square ditemukan tidak adanya hubungan kemaknaan antara pemakaian alat pelindung diri ini dengan jumlah, hitung jenis maupun morfologi darah tepi leukosit. Hal ini menunjukkan tidak efektifnya penggunaan masker kain untuk melindungi responden terhadap pajanan formaldehida. Berdasarkan NIOSH, untuk pajanan bahan kimia yang mudah menguap, masker yang dianjurkan adaah masker tipe respirator atau masker dengan cartridge bahan kimia. Tabel 4.9 Hubungan Kebiasaan Menggunakan Alat Pelindung Diridengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Penggunaan APD (Mean±SD) Ya Kadang-Kadang Tidak 8534 ± 1542,789 8553 ± 1887,834 8645 ± 1797,506 4118 ± 1048,536 4278 ± 1258,259 4285 ± 1214,267 3743 ± 811,709 3611 ± 849,672 3624 ± 995,213
Jumlah Leukosit Hitung Jenis Neutrofil Hitung Jenis Limfosit Morfologi Darah Tepi Normal 34,48% Abnormal 65,52% Keterangan : An = Anova , cs = chi square
37,29% 62,71%
Nilai p 0,975An 0,825An 0,791An 0,837 cs
30% 70%
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
53
4.5
Perhitungan Power Jumlah Sampel Kelainan Morfologi Darah Tepi. Power penelitian adalah kemampuan suatu penelitian untuk mendapatkan
beda yang secara statistika bermakna. Nilai power yang sering kali digunakan adalah 80% atau 90%. Nilai power yang diinginkan tersebut akan mempengaruhi jumlah sampel. Pada penelitian ini, diharapkan nilai power 95%. Dari hasil pengumpulan data didapatkan jumlah sampel perkelompok adalah 54. Walaupun cara pengumpulan sampel didasarkan pada cara total sampling untuk dipping unit dengan perbandingan jumlah sampel dipping unit dan weaving unit adalah 1:1, perlu dilakukan perhitungan power untuk menilai apakah dengan jumlah sampel 54 telah mencukupi untuk menggambarkan perbedaan yang bermakna secara statistik. Jumlah sampel 54 dimasukkan kedalam rumus beda proporsi yang dituliskan pada bagian perhitungan jumlah sampel yaitu:
√
√
n1= n2 = n1= kelompok dipping unit (menggunakan bahan formaldehida) = 54 n2 = weaving unit (tidak menggunakan bahan formaldehida) = 54 Zα = Kesalahan tipe 1 yang ditetapkan sebesar 5% yaitu 1,96 Z𝞫 = power P1 = Proporsi efek gambaran morfologi darah tepi abnormal dibandingkan normal di dipping unit = 81,48% = 0,815 P2 = proporsi efek gambaran morfologi darah tepi abnormal dibandingkan normal di weaving unit = 48,15% = 0,482 P1-P2 = 0,815 – 0,482 = 0,333 P= Proporsi Total (P1+P2)/2 = (0,815 + 0,482)/2 = 0,649 Q = 1- P = 1- 0,649 = 0,351 Q1 = 1-P1= 1- 0,815 = 0,185 Q2 = 1-P2 = 1- 0,482 = 0,518
54 =
√
√
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
54
54 =
√
√
54 =
Z𝞫 = 1,776 Bila dilihat dari tabel distribusi nilai Z𝞫, diketahui untuk nilai Z𝞫 1,776 memiliki nilai power antara 96,16% hingga 96,25% yang apabila dibulatkan menjadi 96% atau nilai probabilitas kesalahan adalah 4%.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pengukuran Formaldehida Pengukuran formaldehida di dipping unit ditentukan dengan pengukuran lingkungan. Pengukuran lingkungan ini dilakukan oleh laboratorium MIPA Universitas Indonesia pada bulan November 2013 dan bulan Maret 2014. Hasil pengukuran lingkungan ini menunjukkan kadar formaldehida di dipping unit masih berada dibawah nilai ambang batas yang ditetapkan, sementara ada atau tidaknya pajanan formaldehida di weaving unit tidak diketahui karena pengukuran tidak dilakukan. Posisi ruang weaving yang berada di sebelah ruangan dipping unit ini memungkinkan terjadinya pencemaran di weaving unit walaupun proses kerja weaving unit tidak menggunakan formaldehida. Walaupun adanya kemungkinan pencemaran formaldehida di weaving unit, namun dapat diasumsikan kadar formaldehida di dipping unit akan lebih tinggi daripada di weaving unit mengingat dipping unit menggunakan formaldehida pada proses produksinya dan adanya sekat pemisah antar kedua ruangan ini. Akses menuju ruangan weaving unit dan dipping unit juga terpisah dengan pintu masuk yang berbeda. Pengukuran
kadar
formaldehida
lingkungan
di
ruang
dipping
menggunakan dua metode yaitu metode dengan GC-FID yang sesuai dengan metode NIOSH 2541 pada bulan November 2013 dan metode NIOSH 3500 pada bulan Maret 2014. Metode pengukuran berdasarkan NIOSH 2541 pada bulan November tidak dapat memberikan kadar formaldehida lingkungan secara kuantitatif karena didapatkan kadar formaldehida lingkungan yang lebih kecil daripada 0,24 ppm dan metode ini sebenarnya lebih cocok digunakan untuk personal sampling daripada pengukuran lingkungan. 36 Pada bulan Maret 2014 pengukuran lingkungan kembali dilakukan ulang dengan metode yang lebih sensitif yaitu NIOSH 3500.37 Metode ini merupakan metode paling sensitif untuk
55 Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
56
pengukuran lingkungan kerja dan memiliki kemampuan mengukur konsentrasi yang lebih kecil (hingga 0,02 ppm) dibandingkan dengan metode yang dilakukan pada bulan November sehingga dapat disimpulkan pengukuran konsentrasi formaldehida lingkungan di dipping unit pada bulan Maret 2014 telah cukup baik dan dapat menggambarkan keadaan konsentrasi formaldehida lingkungan di dipping unit dengan adequat. Untuk menggambarkan besarnya pajanan pada responden, pengukuran lingkungan tidak cukup ideal. Metode yang paling ideal adalah dengan mengukur tingkat pajanan perorangan yang sering disebut dengan personal monitoring karena efek pajanan formaldehida terhadap leukosit sangat tergantung dari konsentrasi pajanan yang diterima setiap responden. Tidak diukurnya kadar formaldehida lingkungan di weaving unit dan tidak adanya pengukuran personal sampling untuk formaldehida menjadi salah satu keterbatasan dalam penelitian ini. 5.2 Hubungan Pajanan Formaldehida Di Unit Kerja Dengan Karakteristik dan Kebiasaan Responden Dari hasil analisis bivariat karakteristik responden terhadap unit kerja didapatkan hasil yang bermakna secara statistik hanyalah hubungan antara unit kerja dengan morfologi darah tepi responden (p = <0,001). Responden yang bekerja di dipping unit memiliki risiko gangguan morfologi darah tepi untuk sel neurofil dan limfosit 4,74 kali lebih tinggi dibanding dengan responden yang bekerja di weaving unit (CI 1,986;11,307). Hingga saat ini penulis belum menemukan adanya penelitian mengenai hubungan pajanan formaldehida dengan kerusakan sel leukosit dinilai dari gambaran morfologi sel tepi. Namun penelitian mengenai gangguan sel leukosit ditingkat sel DNA telah dilakukan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Zhang Luoping 2010, ia menemukan adanya gangguan trisomi kromosom 7 dan 8 pada pekerja yang terpajan formaldehida, dan penelitian oleh Q Lan pada tahun 2014 yang menunjukkan adanya peningkatan frekuensi monosomi,trisomy dan tetrasomi (p = 0,000006 OR = 2,32) pada kromosom leukosit pekerja yang terpajan formaldehida ditempat kerja
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
57
dengan konsentrasi tinggi diatas 0,6 ppm. Adanya kelainan kromosom pada leukosit akan menyebabkan berbagai kelainan morfologi yang dapat dilihat pada gambaran morfologi darah tepi. Jenis kelainan morfologi darah tepi yang paling banyak ditemukan di dipping unit pada penelitian ini adalah smudge cell, granulasi toksik dan vakuolisasi. Selain kelainan ini, peneliti juga menemukan adanya serpihan sel megakariosit yang seharusnya tidak ditemukan pada morfologi darah tepi. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit untuk neutrofil dan limfosit menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara unit kerja responden denganjumlah maupun hitung jenis neutrofil dan limfosit dan ditemukannya 71,43% responden yang memiliki jumlah leukosit di luar rentang normal bekerja di bagian dipping unit dan sebanyak 86,67% dari responden ini mengalami leukositosis. Hasil ini berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhang dkk yang menunjukkan adanya penurunan jumlah leukosit pada pekerja yang terpajan formaldehida dan pekerja yang tidak terpajan formaldehida. Hal ni mungkin terjadi karena hasil pengukuran formaldehida lingkungan di unit dipping menunjukkan angka yang jauh lebih kecil (<0,032 ppm)dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang dkk (0,6 ppm) sehingga kemungkinan masih baiknya sistem myelopoiesis dan sistem koreksi responden pada penelitian ini. Selain itu, adanya debu nylon di tempat kerja dapat menyebabkan munculnya efek inflamasi yang dapat menyebabkan meningkatnya jumlah leukosit dan hitung jenisnya. Pajanan formaldehida dapat mempengaruhi jumlah leukosit dengan meningkatkan jumlah leukosit melalui proses pelepasan sel matur ke circulating pool akibat aktivasi jalur apoptosis yang menyebabkan peningkatan aktivitas myelopoiesis. Namun dalam keadaan tertentu di mana sudah terjadi kerusakan sum-sum tulang ataupun adanya kegagalan koreksi maka jumlah dan hitung jenis leukosit akan turun. Selain itu banyaknya sel leukosit yang rusak akan menyebabkan individu lebih rentan terinfeksi sehingga tubuh merespon dengan
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
58
meningkatkan produksi sel leukosit,neutrofil dan limfosit sebagai pertahanan tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa metode deteksi dini efek pajanan formaldehida dengan menggunakan jumlah leukosit dan hitung jenisnya menjadi kurang ideal. Hubungan antara jumlah leukosit dan hitung jenis dengan masa kerja dapat menentukan ada atau tidaknya dose respon relationship. Penelitian yang dilakukan pada perawat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan jumlah leukosit. Hal serupa ditunjukkan penelitian ini. Pada penelitian ini tidak tampak adanya hubungan tersebut walaupun nilai jumlah dan hitung jenis leukosit di dipping unit lebih tinggi daripada weaving unit, namun menunjukkan nilai yang masih berada pada rentang normal. Sementara hubungan antara masa kerja dengan morfologi darah tepi juga menunjukkan hasil yang tidak bermakna. Hal ini dapat disebabkan oleh peran faktor koordinasi turnover atau pembentukan dan penghancuran sel leukosit. Secara rata-rata neutrofil hanya berada di sirkulasi selama 7-24 jam, sementara rentang masa hidupnya hanya 9-15 hari,
kemudian sel akan bermigrasi ke jaringan dan
digantikan oleh sel neutrofil yang baru dari sum-sum tulang.38 Hal serupa terjadi pada sel limfosit. Sel limfosit memiliki masa hidup rata-rata 145 hari.39 Responden yang mengikuti penelitian ini adalah responden yang sehat, sehingga dapat diasumsikan responden memiliki sistem koordinasi pembentukan dan penghancuran leukosit yang masih baik. Alat pelindung diri merupakan salah satu komponen yang dapat mempengaruhi tingkat pajanan formaldehida pada responden. Formaldehida adalah zat yang mudah menguap sehingga alat pelindung diri yang tepat untuk pajanan ini adalah masker dengan cartridge bahan kimia. Hasil uji kesetaraan menunjukkan adanya perbedaan
varians
karakteristik
responden
bila
dilihat
dari
kebiasaan
menggunakan APD pada kedua kelompok ini. Namun penggunaan jenis APD yang salah menyebabkan tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara jumlah, hitung jenis maupun morfologi darah tepi kedua kelompok unit kerja. APD yang digunakan oleh responden adalah masker yang terbuat dari kain,
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
59
sedangkan APD yang sesuai untuk zat formaldehida adalah masker dengan cartridge. Tiga faktor lain yang ditemukan tidak mempengaruhi jumlah, hitung jenis leukosit dan morfologinya pada penelitian ini adalah faktor usia, indeks masa tubuh, dan kebiasaan merokok. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan korelasi antara usia dengan jumlah, hitung jenis maupun morfologi dari leukosit (neutrofil dan limfosit). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sonoko Sakuragi pada tahun 2013 yang menunjukkan pada individu dewasa, hubungan ketergantungan jumlah leukosit terhadap usia tidak ada.
16
Menurut teori, responden yang mengalami obesitas akan memiliki jumlah leukosit dan hitung jenis neutrofil dan limfosit yang lebih tinggi daripada responden yang tidak obesitas. Hal ini disebabkan lebih tingginya risiko inflamasi pada individu yang mengalami obesitas. Bila dilihat dari nilai reratanya, baik jumlah leukosit maupun hitung jenis neutrofil dan limfosit responden yang mengalami obesitas memiliki kecenderungan lebih tinggi walaupun tidak bermakna secara statistik. Hal ini mungkin disebabkan adanya fakor lain yang mempengaruhi jumlah leukosit, hitung jenis neutrofil dan limfosit seperti pajanan formaldehida di penelitian ini atau jumlah sampel penelitian ini yang terlalu kecil untuk membuktikan hal ini. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan adanya inflamasi kronik yang merangsang sum-sum tulang untuk memproduksi leukosit lebih banyak. Namun kesimpulan bagaimana merokok dapat mempengaruhi jumlah dan hitung jenis leukosit masih inconclusive karena ada penelitian yang menunjukkan merokok dapat menyebabkan peningkatan baik jumlah maupun hitung jenis leukosit, namun adapula yang menemukan pada individu yang merokok memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit khususnya untuk sel granulosit dan limfosit yang lebih rendah dibandingkan individu yang tidak merokok. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang tidak bermakna terhadap jumlah, hitung jenis neutrofil dan limfosit maupun morfologinya (p > 0,05), walaupun bila dilihat dari nilai reratanya terlihat jumlah leukosit, hitung jenis neutrofil dan limfosit pada
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
60
responden yang memiliki kebiasaan merokok sedang berat tampak lebih tinggi daripada responden yang memiliki kebiasaan merokok ringan. Faktor lain yang dapat menyebabkan tidak signifikannya perbedaan jumlah dan hitung jenis leukosit adalah adanya riwayat merokok. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nakanishi pada populasi di Jepang menunjukkan adanya perbedaan tingkat hubungan antara responden yang sama sekali tidak pernah merokok, memiliki riwayat merokok (ex-perokok) dan yang masih merokok.21 5.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, diantaranya adalah: 1. Tidak dilakukannya pengukuran pajanan formaldehida di weaving unit. Hal ini menyebabkan tidak diketahuinya apakah ada pajanan yang sama di kelompok kontrol (weaving unit) dan berapa besar pajanan yang sama tersebut 2. Adanya faktor pembias lain yang dapat mempengaruhi jumlah dan hitung jenis leukosit pada kelompok weaving unit. Adanya debu-debu nylon di kelompok ini dapat mempengaruhi jumlah dan hitung jenis leukosit sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian 3. Besarnya pajanan formaldehida di dipping unit hanya didapatkan dari pengukuran lingkungan. Pengukuran lingkungan kurang menggambarkan besarnya pajanan pada tubuh responden selama ia bekerja. Penggunaan metode pengukuran lain seperti personal sampling ataupun perhitungan pajanan semikuantitatif mungkin akan memberikan gambaran yang lebih baik. 4. Penentuan Indeks Brinkman yang berdasarkan pada status merokok saat ini. Hal ini menyebabkan responden yang benar-benar tidak pernah merokok dan responden yang merokok tetapi masih termasuk kategori ringan berdasarkan Indeks Brinkman disatukan dalam kategori kebiasaan merokok ringan.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan a. Tidak adanya perbedaan bermakna untuk jumlah dan hitung jenis leukosit antara kelompok dipping unit dan weaving unit. b. Adanya perbedaan bermakna dari gambaran morfologi darah tepi kedua kelompok, dimana ditemukan kelompok dipping unit memiliki risiko mengalami kelainan morfologi leukosit (neutrofil dan limfosit) 4,74 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok weaving unit. Hal ini menunjukkan penggunaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit sebagai metode deteksi dini kelainan leukosit menjadi kurang ideal, sementara morfologi darah tepi dapat menjadi metode deteksi dini kelainan leukosit yang lebih baik. c. Tidak ditemukan adanya hubungan antara penggunaan alat pelindung diri baik terhadap jumlah leukosit, hitung jenis maupun morfologinya. Hal ini disebabkan karena pemilihan jenis alat pelindung diri yang tidak tepat, sementara hubungan leukosit dengan usia, indeks massa tubuh dan kebiasaan merokok juga ditemukan tidak bermakna.
6.2 Saran 6.2.1 Bagi pendidikan a. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya, khususnya dalam menganalisis hubungan yang lebih akurat dari pajanan formaldehida terhadap morfologi darah tepi neutrofil dan limfosit dengan mempertimbangkan berbagai faktor perancu lainnya seperti pencemaran formaldehida di kelompok kontrol. b. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya terhadap temuan lain pada gambaran morfologi darah tepi yang tidak diteliti pada penelitian ini
61 Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
62
6.2.2 Bagi Perusahaan Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan-perbaikan yang sedang dilakukan oleh perusahaan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja khususnya di bagiandipping unit dan weaving unit. Saran yang dapat dijadikan pertimbangan untuk dilaksanakan oleh perusahaan: a. Kerjasama antara Departemen Health and Safety dengan bagian lain untuk mengevaluasi cara terbaik untuk mengubah sistem pencelupan terbuka pada dipping unit menjadi sistem pencelupan yang tertutup, meningkatkan dilusi udara di dipping unit dengan menggunakan local exhaust van dan menyediakan shower atau air mengalir di dekat tempat penyimpanan formaldehida yang dapat digunakan untuk mencuci bagian tubuh seperti mata dalam keadaan emergency. b. Pengetahuan formaldehyde handling yang benar dan sanitasi yang baik seperti meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja dan mengganti pakaian ketika pulang, dapat mencegah dan mengurangi pajanan formaldehida di tubuh pekerja, sehingga sebaiknya dilakukan pelatihan dan penyuluhan mengenai hal ini secara berkala terutama untuk pekerja-pekerja baru. c. Perusahaan telah menyediakan alat pelindung diri berupa masker kain untuk kedua unit ini, namun pemberian masker di dipping unit dan weaving unit sebaiknya diberikan masker dengan jenis yang berbeda karena masker kain bukan merupakan masker yang tepat untuk pajanan bahan kimia yang mudah menguap seperti formaldehida. Masker yang disarankan adalah masker dengan catridge bahan kimia yang sebelum diberikan ke pekerja dilakukan fitting test. Selain itu penggunaan sarung tangan dari bahan CPC juga diperlukan untuk mengurangi kontak langsung kulit terhadap formaldehida. d. Perusahaan telah melakukan pemeriksaan berkala untuk pekerja di kedua kelompok unit ini, namun untuk mendeteksi dini adanya kelainan leukosit sebaiknya ditambahkan pemeriksaan morfologi darah
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
63
tepi untuk pekerja yang menggunakan formaldehida dalam proses kerjanya dan perlunya pemeriksaan pra kerja untuk meminimalkan risiko munculnya gangguan kesehatan akibat pajanan formaldehida terutama untuk calon karyawan yang telah mengalami kelainan khususnya kelainan leukosit. e. Perlunya reevaluasi fit to work untuk responden yang bekerja di bagian dipping unit, terutama untuk responden yang telah mengalami perubahaan jumlah leukosit baik itu leukositosis maupun leukopenia.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
64
DAFTAR REFERENSI
1.
Formaldehyde : Chronic toxicity summary. California: Office of Environmental Health Hazard Assessment; 2007 [cited 2012 November 8th]; Available from: www.oehha.ca.gov.
2.
Yanri Z. Himpunan Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja. Jakarta: Lembaga Asean OSHNET Indonesia; 2005.
3.
Addendum To The Toxicological Profile For Formaldehyde. Atlanta: Division of Toxicology and Environmental Medicine : Agency for Toxic Substance and Disease Registry; 2010. p. 117-20.
4.
Zhang L, Freeman LEB, Nakamura J, Hecht SS, J.Vandenberg J, T.Smith M, et al. Formaldehyde and Leukemia : Epidemiology, Potential Mechanisms and Implications for Risk Assessment. National Institutes of Health. 2011(3):181-91.
5.
Jhosgood H, Zhang L, Tang X, Vermeulen R, Hao Z, Shen M, et al. Occupational Exposure to Formaldehyde and Alteration in Lymphocyte Subsets. American Journal of Industri Medicine. 2012;10.
6.
Report on Carcinogen. In: Service USDoHaH, editor. Formaldehyde. United State: National Toxicology Program; 2011. p. 199.
7.
Daniel Axelrad P, Elizabeth Margosches P, Iris Camacho P, Timothy McMahon P, Christina Cinalli P, Julie Migrin-Sturza P, et al. TOXICOLOGICAL REVIEW OF FORMALDEHYDE - INHALATION ASSESSMENT. US Environmental Protection Agency. 2010;I:14-69.
8.
Wilbur. S, M. Olivia Harris, McClure PR, Spoo W. Toxicology Profile for Formaldehyde. Atlanta-Geoegia: U.S. DEPARTMENT OF HEALTH AND HUMAN SERVICES; 1999. 1 p.
9.
OSHA. Occupational Safety and Health Standards : Sampling strategy and analytical methods for formaldehyde. Toxic and Hazardous Substances. United State: United States Department Of Labor; 2003.
10.
Formaldehyde. Australia: Department of Health And Ageing National Industrial Chemicals Notification and Assessment Scheme; 2006 [cited 2012 November 17th]; Available from: www.nicnas.gov.au.
11.
Zhang L, Tang X, Rithman N, Vermeulen R, ji Z, Shen M, et al. Occupational Exposure to Formaldehyde, Hematotoxicity, and Leukemia-
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
65
Specific Chromosome Changes in Cultured Myeloid Progenitor Cells. Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention. 2010;19(1):80-8. 12.
Goyer N, Begin D, Beaudry C, Bouchard M, Carrier G, Lavoue J, et al. Prevention Guide : Formaldehyde In The Work Place. 2006:21-3.
13.
Occupational Safety and Health Guidelines for Formaldehyde Potential Human Carcinogen. United State: National Institute of Occupational Safety and Health; 1988.
14.
Theml H, Diem H, Haferlach T. Color Atlas of Hematology : Practical Microscopic and Clinical Diagnosis. 2nd ed. New York: Thieme; 2004. 28 p.
15.
Schwartz J, T.Weiss S. Host and Environtmental Factors Influencing the Periferal Blood Leucocyte Count. American Journal of Epidemiology. 1991;134(12):1402-9.
16.
Sakuragi S, Moriguchi J, Ohashi F, Ikeda M. Reference Value and Annual Trend of White Blood Cell Counts among Adult Japanese Population. Environmental Health Preventive Medicine. 2013;18(2):143-50.
17.
Carel R, Eviatar J. Factor affecting Leucocyte Count in Healthy Adults. Preventive Medicine. 1985;14(5):607-19.
18.
Frollini A, Dias R, Souza C, Brunelli D, Oliveira J, Prestes J, et al. Influence of Body Mass Index On Leukocytes Count in Women. International Journal of Exercise Science. 2012;1(1).
19.
Fernandes JAF, Prats JM, Artero JVM, Mora AC, Farinas AV, Espinal A, et al. Systemic Inflamation in 222.841 Healthy employed Smokers and Nonsmokers : White Blood Cell Count and Relationship to Spirometry. Tobacco Induced Diseases. 2012;10(7):1-8.
20.
Smith M, Kinmonth A, Luben R, Bingham S, Day N, Wareham N, et al. Smoking Status and Differential White Cell Count in Men and Women in EPIC- Norfolk Population. Atherosclerosis. 2003;169(2):331-7.
21.
Nakanishi N, Yoshida H, Okamoto M, Matsuo Y, Suxuki K, Tatara K. Association of Alcohol Consumption With White Blood Cell Count : A Study of Japanese Male Office Workers. Journal of Internal Medicine. 2003;235(3):367-74.
22.
Theml H, Diem H, Haferlach T. Color Atlas of Hematology : Practical Microscopic and Clinical Diagnosis. 2nd ed. New York: Thieme; 2004. 40-9 p.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
66
23.
Clinical Hematology : Principles, Procedure, Correlations. 2nd ed. StieneMartin EA, A.Lotspeich-Steininger C, A.Koepke J, editors. Philadelphia : New York: Lippincott; 1998.
24.
Harris NL, S.Jaffe E, Diebold J, Flandrin G, Muller-Hermelink HK, Vardiman J, et al. New WHO Classsification of Malignant Hematological Disease. Journal of Clinical Oncology. 1999;17(12):3835-49.
25.
Vardiman J, Harris N, Brunning R. The World Health Organization (WHO) classification of the Myeloid Neoplasms. Blood. 2002;100(7):2292-302.
26.
Hamblin T. Epidemiology of The Myelodysplastic Syndromes. In: Steensma D, editor. Myelodysplastic Syndrome Pathobiology and Clinical Management. 2nd ed. New York: Informa Healthcare USA; 2009. p. 2747.
27.
Neals Young S. Aplastic Anemia, Myelodysplasia, and Related Bone Marrow Failure Syndrome. In: Kasper D, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson J, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 ed. New York 2008.
28.
Vardiman J, Piere R, Bain B, Bennet J, Imbert M, Brunning R. Chronic Myelomonocytic Leukemia. In: ES J, Harris.NL, H S, Vardiman.JW, editors. WHO Classification of Toumors: Pathology and Genetics of Tumours of hematopoetic and Lymphoid Tissues. 1 st ed. French: International Agency for Reseach on Cancer 2001. p. 53-4.
29.
Gregory MJ. Mitosis and Meiosis. New York: Clinton Community Collage; 2012 [cited 2012 November 18th]; Available from: www.faculty.clintoncc.suny.edu.
30.
Osorio J, Matt. Schematic Diagram of Mitosis. 2011 [cited 2012 December 2nd]; Available from: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Mitosis_schematic_diagramen.svg.
31.
Hoffbrand A, Catovsky D, Tuddenham E. Postgraduate Haematology. 5th ed: Oxford : Blackwell Publishing Inc; 2005.
32.
Peter A. Kouides M. Understanding The Myelodysplastic Syndromes. The Oncologist. 1997;2(6):389-401.
33.
Sekeres MA. The Myelodysplastic Syndromes. Cleveland: Cleveland Clinic; 2010 [cited 2012 December 5th]; Available from: http://www.clevelandclinicmeded.com.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
67
34.
Fenaux P, Ades L, Gardin C. Therapeutic Strategies: The Approch to Care of Patients with MDS, and Criteria For Treatment Response. In: Steensma D, editor. Myelodysplastic syndromes Pathobiology and Clinical Management 2nd ed. New York: Informa Healthcare USA; 2009.
35.
Pembuatan Sediaan Hapus Darah Tepi. Indonesia: Patologi Klinik . Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo; 2011. p. 1-3.
36.
Formaldehyde by GC. United State: National Institute for Occupational Safety and Health; 1994.
37.
Formaldehyde by VIS. United State: National Institute for Occupational Safety and Health; 1994.
38.
Sacher RA, McPherson RA. Metode Hematologi. In: Nurchaidah I, editor. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. 11 ed. Indonesia: ECG; 2004. p. 25-7.
39.
Rosegotti L. Life Cycle of Granulocytes abd Lymphocytes Determined by Making Use of 59Fe Labelled Haemin as A Tracer. Acta Physiologica Scandinavica. 1967;41(4):325-229. Epub 8 December 2008.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
68
LAMPIRAN 1 : Lembar Informasi Selamat Pagi/ Siang/ Sore Calon Responden yang Terhormat, Perkenalkan kami, dr. Ade Dwi Lestari dr. Kemal Zachariah dr. Puspa Sari dr. Mei Wulandari Puspitasari
Kami dari Program Spesialis Kedokteran Okupasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bermaksud melakukan penelitian mengenai hubungan pajanan formaldehida di industri kain ban dengan kesehatan para pekerja laki-laki bagian dipping dan weaving. Kegiatan utama penelitian adalah pengisian kuisioner, pemeriksaan cairan hidung dan pengambilan darah. Pengambilan darah dari pembuluh darah lengan dan pemeriksaan cairan hidung biasanya hanya menimbulkan rasa tidak nyaman dan nyeri ringan, namun terkadang pengambilan darah dari pembuluh darah juga dapat terjadi infeksi dan bengkak atau warna biru yang baru sembuh setelah beberapa hari. Penelitian ini akan dilakukan pada pekerja di bagian pencelupan (dipping) dan bagian penenunan (weaving). Sebelum pemeriksaan dilakukan kami akan melakukan penyaringan melalui anamnesa untuk menentukan apakah saudara termasuk dalam penelitian ini, selanjutnya responden yang sesuai dengan kriteria akan diperiksa sesuai dengan kegiatan penelitian kami. Lama semua penelitian kurang lebih 20-35 menit. Penelitian ini dilakukan sebagai penyelesaian tesis kami yang merupakan syarat kelulusan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kami berharap Saudara bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Semua informasi yang Anda berikan terjamin kerahasiaannya. Dalam penelitian ini, Anda tidak Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
69
dikenakan biaya apapun. Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu Anda membutuhkan penjelasan, Anda dapat menghubungi kami, dr. Ade Dwi Lestari di 08128021830, dr. Kemal Zachariah di 081286089544, dr. Puspa Sari 085295096679, atau dr. Mei Wulandari Puspitasari di 08129431732. Anda juga dapat menghubungi kami di Bagian Ilmu Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jl. Pegangsaan Timur No. 16 Cikini, Jakarta Pusat 10320. Atas Kesediaan Saudara menjadi responden dalam penelitian ini, kami ucapkan terimakasih. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya masyarakat pekerja dan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 3-14 Maret 2014 Hormat kami, dr. Ade Dwi Lestari dr. Kemal Zachariah dr. Puspa Sari dr. Mei Wulandari Puspitasari
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
70
Lampiran 2 : Lembar persetujuan (informed consent) Saya bertanda tangan di bawah ini, : ……………………………………………………….
Nama
Tempat / Tanggal Lahir : ………………………………………………………. Pekerjaan
: ……………………………………………………….
Unit Kerja
: ……………………………………………………….
Alamat Rumah
: ……………………………………………………….
No. Telepon
: ……………………………………………………….
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah mendapat penjelasan penelitian mengenai : Hubungan Antara Pajanan Formaldehida di industri kain ban dengan gangguan fungsi kognitif, eosinofil dan neutrofil swab hidung, kelainan sel darah putih dan kadar cystatin c serum. Saya mengetahui dan memahami bahwa saya, dalam penelitian ini, mempunyai kebebasan penuh untuk memilih untuk ikut berpartisipasi atau tidak. Dan dengan ini saya menyatakan : 1. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 2. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian penelitian dan mengikuti pemeriksaan 3. yang dilakukan. 4. Bersedia mematuhi seluruh prosedur penelitian yang ditetapkan oleh peneliti. 5. Seandainya ada hal-hal yang tidak berkenan, maka saya berhak untuk tidak 6. ikut dalam penelitian ini. Mengetahui,
Jakarta, …………………………2014
Peneliti,
Yang bertanda tangan,
dr Ade Dwi Lestari dr Kemal Zachariah
( ..................................................)
dr Puspa Sari
Responden
dr Mei Wulandari Puspitasari ( ..................................................) Saksi
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
71
Lampiran 3 : Kuisioner Penelitian Bagian Dipping Dan Weaving 1. Nama
:
2. Tanggal lahir
:
3. Jenis kelamin
:
4. Pekerjaan (departemen)
:
5. Berapa lama Anda bekerja di perusahaan ini :......thn (dikonfirmasi dengan anamnesa lama kerja di unit saat ini bertugas) 6. Berapa jam Anda bekerja dalam seminggu : ....... jam 7. Apakah anda bekerja di perusahaan lain? a. Ya, sebutkan bagiannya dan sejak kapan b. Tidak 8. Apakah anda merokok? a. Ya , Berapa banyak batang rokok dalam satu hari ? ...... batang rokok Sudah berapa lama anda merokok ? ................................tahun b. Tidak 9. Apakah anda mengkonsumsi alkohol? a. Ya, sejak kapan dan berapa gelas/botol dalam sehari b. Tidak 10. Apakah anda menggunakan alat pelindung diri (masker) saat bekerja? a. Ya, seriap hari b. Ya, tidak setiap hari c. Tidak 11. Apakah anda saat ini sedang sakit? a. Ya, sebutkan…..
b. Tidak
12. Apakah anda mengkonsumsi obat-obatan tertentu secara rutin? a. Ya, sebutkan..
b. Tidak
13. Apakah anda memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan kelainan darah atau kanker darah? a. Ya, sebutkan...
b. Tidak
14. Apakah anda pernah atau sedang menjalani pengobatan dengan radioterapi atau kemoterapi? a. Ya, sebutkan jenisnya dan sejak kapan
b. Tidak
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
72
Lampiran 4 : Lembar Izin Perusahaan
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
73
Lampiran 5 : Lembar Izin Klinik Perusahaan
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
74
Lampiran 6 : Pengukuran Kadar Formaldehida Lingkungan Dipping Unit
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
75
Lampiran 7 : Uji Kesetaraan Uji Kesetaraan Usia Berdasarkan Unit Kerja Test Statisticsa Usia Mann-Whitney U 1424.500 Wilcoxon W 2909.500 Z -.206 Asymp. Sig. (2-tailed) .837 a. Grouping Variable: Unit Kerja Uji Kesetaraan Indeks Massa Tubuh Berdasarkan Unit Kerja Kategori Indeks Massa Tubuh * Unit Kerja Crosstabulation
Kategori Indeks Massa Tubuh
Tidak Obesitas Obesitas
Total
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .044a .000 .044
Count % within Kategori Indeks Massa Tubuh Count % within Kategori Indeks Massa Tubuh Count % within Kategori Indeks Massa Tubuh
1 1 1
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2-sided) .835 1.000 .835
1
.835
df
Unit Kerja Weaving Unit Dipping Unit 38 37 50.7% 49.3% 16 17 48.5% 51.5% 54 54 50.0% 50.0%
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000 .043 108
.500
a.
b.
Total 75 100.0% 33 100.0% 108 100.0%
0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.50. Computed only for a 2x2 table
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
76
(lanjutan) Uji Kesetaraan Masa Kerja Berdasarkan Unit Kerja Kategori Masa Kerja * Unit Kerja Crosstabulation Unit Kerja Weaving Unit Dipping Unit Kategori Masa Kerja ≤15 Count 16 21 tahun % within Kategori Masa 43.2% 56.8% Kerja >15 Count 38 33 tahun % within Kategori Masa 53.5% 46.5% Kerja Total Count 54 54 % within Kategori Masa 50.0% 50.0% Kerja
Value 1.028a .658 1.030
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2df sided) 1 .311 1 .417 1 .310
Exact Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test .418 Linear-by-Linear 1.018 1 .313 Association N of Valid Cases 108 a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.50. b. Computed only for a 2x2 table
Total 37 100.0% 71 100.0% 108 100.0%
Exact Sig. (1sided)
.209
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
77
(lanjutan) Uji Kesetaraan Kebiasaan Merokok Berdasarkan Unit Kerja Kategori Indeks Brinkman * Unit Kerja Crosstabulation Unit Kerja Weaving Unit Dipping Unit Kategori Indeks Brinkman ringan Count 43 46 % within Unit Kerja 79.6% 85.2% sedang - berat Count 11 8 % within Unit Kerja 20.4% 14.8% Total Count 54 54 % within Unit Kerja 100.0% 100.0%
Value .575a .255 .577
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2df sided) 1 .448 1 .613 1 .448
Exact Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test .614 Linear-by-Linear .569 1 .450 Association N of Valid Cases 108 a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.50. b. Computed only for a 2x2 table
Total 89 82.4% 19 17.6% 108 100.0%
Exact Sig. (1sided)
.307
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
78
(lanjutan) Uji Kesetaraan Kebiasaan Menggunakan APD Berdasarkan Unit Kerja
Kebiasaan APD
Total
Kebiasaan Menggunakan APD * Unit Kerja Crosstabulation Unit Kerja Weaving Unit Dipping Unit Menggunakan Ya Count 20 9 % within Kebiasaan Menggunakan 69.0% 31.0% APD Kadang-kadang Count 27 32 % within Kebiasaan Menggunakan 45.8% 54.2% APD Tidak Count 7 13 % within Kebiasaan Menggunakan 35.0% 65.0% APD Count 54 54 % within Kebiasaan Menggunakan 50.0% 50.0% APD
Total 29 100.0% 59 100.0% 20 100.0% 108 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 6.396a 6.531 5.934
df
Asymp. Sig. (2sided) 2 .041 2 .038 1
.015
108
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
79
Lampiran 8 : Uji Normalitas dan Hasil Analisis Bivariat Uji Normalitas Data Usia, Jumlah Leukosit, Jumlah Hitung Jenis Neutrofil Dan Limfosit Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Usia
.186
Jumlah Leukosit
.059
Jumlah Neutrofil
.066
Jumlah Limfosit
.058
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
108
.000
.874
108
.000
108
.200
*
.985
108
.279
.200
*
.960
108
.002
.200
*
.980
108
.103
108 108
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Statistik Hubungan Usia dengan Jumlah Leukosit dan Jumlah Neutrofil Correlations
Spearman's rho
Usia
Jumlah Leukosit
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Usia 1.000 . 108 -.005 .963 108
Jumlah Leukosit -.005 .963 108 1.000 . 108
Usia 1.000 . 108 .054 .576 108
Jumlah Neutrofil .054 .576 108 1.000 . 108
Correlations
Spearman's rho
Usia
Jumlah Neutrofil
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
80
(lanjutan) Statistik Hubungan Usia dengan Jumlah limfosit dan Morfologinya Correlations Spearman's rho Usia
Jumlah Limfosit
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Usia Jumlah Limfosit 1.000 .007 . .944 108 108 .007 1.000 .944 . 108 108
Test Statisticsa Usia Mann-Whitney U 1314.000 Wilcoxon W 2055.000 Z -.103 Asymp. Sig. (2-tailed) .918 a. Grouping Variable: Kategori sel abnormal
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
81
(lanjutan) Statistik Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
Jumlah Leukosit Jumlah Neutrofil Jumlah Limfosit
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
F .016
t-test for Equality of Means
Sig. .899
.056
.813
.352
.554
t -.619 -.590 -.688 -.644 -.507 -.523
df 106 54.995 106 52.852 106 65.982
Sig. (2tailed) .537 .557 .493 .523 .613 .603
Mean Difference -229.576 -229.576 -171.345 -171.345 -91.610 -91.610
Std. Error Difference 370.637 388.891 248.913 266.166 180.680 175.094
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -964.399 505.248 -1008.933 549.781 -664.839 322.148 -705.242 362.551 -449.825 266.606 -441.199 257.979
Chi-Square Tests Asymp. Sig. df (2-sided) 1 .543 1 .697 1 .545
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Value Pearson Chi-Square .369a b Continuity Correction .151 Likelihood Ratio .366 Fisher's Exact Test .662 .346 Linear-by-Linear .366 1 .545 Association N of Valid Cases 108 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.61. b. Computed only for a 2x2 table
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
82
(lanjutan) Hubungan Unit Kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
Jumlah Leukosit Jumlah Neutrofil Jumlah Limfosit
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
F 4.321
Sig. .040
4.917
.029
2.580
.111
t df -.695 106 -.695 97.871 -.247 106 -.247 93.613 -1.082 106 -1.082 102.126
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig. Value df sided) (2-sided) (1-sided) a 13.155 1 .000 11.734 1 .001 13.559 1 .000 .001 .000
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear 13.033 1 .000 Association N of Valid Cases 108 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.00. b. Computed only for a 2x2 table
t-test for Equality of Means
Sig. (2tailed) .489 .489 .806 .806 .282 .282
Mean Difference -237.037 -237.037 -56.704 -56.704 -179.296 -179.296
Std. Error Difference 341.304 341.304 229.765 229.765 165.747 165.747
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -913.705 439.631 -914.354 440.280 -512.236 398.828 -512.933 399.525 -507.906 149.313 -508.050 149.457
Risk Estimate Value Odds Ratio for Kategori sel abnormal (Normal / Abnormal) For cohort Unit Kerja = Tidak Terpajan For cohort Unit Kerja = Terpajan N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
4.738
1.986
11.307
1.984
1.385
2.841
.419
.239
.734
108
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
83
(lanjutan) Hubungan Masa Kerja dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
Jumlah Leukosit Jumlah Neutrofil Jumlah Limfosit
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
F .040
Sig. .842
.474
.493
.745
.390
t -.801 -.792 -.846 -.824 -.817 -.858
df 106 70.948 106 67.952 106 83.583
t-test for Equality of Means
Sig. (2tailed) .425 .431 .399 .413 .416 .394
Mean Difference -287.705 -287.705 -204.251 -204.251 -142.959 -142.959
Std. Error Difference 359.320 363.207 241.330 247.810 175.038 166.715
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -1000.091 424.682 -1011.927 436.518 -682.710 274.208 -698.755 290.253 -489.988 204.070 -474.515 188.597
Kategori sel abnormal * Kategori Masa Kerja Crosstabulation Kategori Masa Kerja ≤15 tahun >15 tahun Total Kategori Normal Count 12 26 38 sel % within Kategori sel 31.6% 68.4% 100.0% abnormal abnormal Abnormal Count 25 45 70 % within Kategori sel 35.7% 64.3% 100.0% abnormal Total Count 37 71 108 % within Kategori sel 34.3% 65.7% 100.0% abnormal
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
84
(lanjutan) Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a .187 1 .665 .048 1 .826 .188 1 .664
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test .832 .415 Linear-by-Linear .185 1 .667 Association N of Valid Cases 108 a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.02. b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis dan Morfologinya Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
Jumlah Leukosit Jumlah Neutrofil Jumlah Limfosit
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
F .518
Sig. .473
.101
.752
.050
.824
t-test for Equality of Means
t -.494 -.450 -.179 -.168 -.903 -.928
df 106 24.112 106 24.678 106 27.031
Sig. (2tailed) .623 .657 .858 .868 .369 .362
Mean Difference -221.526 -221.526 -54.082 -54.082 -196.775 -196.775
Std. Error Difference 448.694 492.507 301.763 322.280 218.016 212.113
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -1111.105 668.053 -1237.760 794.708 -652.355 544.192 -718.269 610.106 -629.013 235.464 -631.971 238.422
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
85
(lanjutan) Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2df sided) 1 .868 1 1.000 1 .868
Value .028a .000 .028
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test 1.000 Linear-by-Linear .027 1 .868 Association N of Valid Cases 108 a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.69. b. Computed only for a 2x2 table
.532
Hubungan Kebiasaan Menggunakan Alat Pelindung Diri dengan Jumlah Leukosit, Hitung Jenis Neutrofil dan Limfosit ANOVA Sum of Squares df Jumlah Leukosit
Jumlah Neutrofil
Jumlah Limfosit
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Mean Square
164160.411
2
82080.205
334742135.885 334906296.296
105 107
3188020.342
552950.856
2
276475.428
150624865.810 151177816.667
105 107
1434522.532
353484.740
2
176742.370
79139530.556 79493015.296
105 107
753709.815
F .026
.975
.193
.825
.234
.791
Hubungan Kebiasaan Menggunakan Alat Pelindung Diri dengan Morfologi Darah Tepi Chi-Square Tests Value .356a .361
df
Asymp. Sig. (2sided) 2 .837 2 .835
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear .063 1 .803 Association N of Valid Cases 108 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.04.
Universitas Indonesia Hubungan pajanan..., Puspa Sari, FK UI, 2015
Sig.