UNIVERSITAS INDONESIA
VENTILASI ALAMI UNTUK HUNIAN BERDEMPETAN DI DAERAH BERIKLIM PANAS LEMBAB
SKRIPSI
WILLY PRATAMA PUTRA 0405050614
FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN ARSITEKTUR DEPOK 2009
UNIVERSITAS INDONESIA
VENTILASI ALAMI UNTUK HUNIAN BERDEMPETAN DI DAERAH BERIKLIM PANAS LEMBAB
SKRIPSI diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Arsitektur
WILLY PRATAMA PUTRA 0405050614
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR DEPOK JULI 2009
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Willy Pratama Putra
NPM
: 0405050614
Tanda Tangan : Tanggal
: 15 Juli 2009
ii Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Willy Pratama Putra NPM : 0405050614 Program Studi : Arsitektur Judul Skripsi : Ventilasi Alami untuk Hunian Berdempetan di Daerah Beriklim Panas Lembab
Telah berhasil dipertahankan di depan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur pada Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ir. Sukisno, M.Si.
(
)
Penguji
: Ir. Siti Hadjarinto, M.Sc.
(
)
Penguji
: Wied Wiwoho Winaktoe, S.T., M.Sc. (
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 15 Juli 2009
iii Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Tuhan karena atas berkat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Arsitektur pada Program Studi Arsitektur di Universitas Indonesia. Banyak dukungan serta bantuan pihak-pihak lain dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. Karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada • Ir. Sukisno, M.Si. sebagai dosen pembimbing yang banyak memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini; • Dr. Ir. Hendrajaya Ismael, M.Sc. selaku koordinator skripsi yang banyak memberikan pencerahan mengenai penyusunan skripsi; dan • Ibu, Ayah, dan Adik saya atas segala hal baik yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Saya juga ingin berterima kasih kepada • Pujas, Leon, Adi, Arman, Jo, Kiki, dan Santo atas DotA-nya walaupun jarang main bareng; • Irma yang sedang bersiap-siap menerima penghargaan MURI sebagai yang pertama dan satu-satunya pemain DotA perempuan; • Fatur, Rahmat, dan Kate sebagai teman nonton DVD di kala suntuk; • Rika yang suka baca novel-novel “lucu”; • Novi yang mau tertipu sulap murahan, hehe; • Dilla, Destri, dan Caning yang suka YM-an gak jelas; • Mimi atas kelucuan yang tidak terkira mulai dari survai Utilitas Bangunan, karaoke, kuliah Manajemen Proyek, hingga aksi-aksi panggung di pusjur; • Tezza dan Oho yang menemani saya menikmati pertunjukan Mimi saat karaoke; • Ika E., Naomi, Cilla, Reni, Karin, Nia, Lia, Windy, Intan, Nevin, Iril, Innes, Ama, Wenny, Luki, Christa, Doni; • Tyta yang percaya masalah timbangan kertas, Lita yang suka narik-narik untuk POJ, Romi yang kadang-kadang nyeletuk gak kira-kira; • Fadil, Iwan, Adit, dan Feri;
iv Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
• Unggul sebagai guru pertama DotA, Yosep, Igoy, Wildy, dan Sam sebagai teman-teman main DotA; • Azik yang sangat patriotik, Sidki yang menularkan acara-acara Mario Teguh; • Arli yang memperkenalkan Malcolm Galdwell dan buku-buku lainnya; • Nurul, Iyus, Shinta, Kania, Manda, Adit; • Jessie teman pulang-pergi; • Hendra, Ronaldo, Hadi, Innu, Ronal TP, Taufan, Malta atas kekonyolankekonyolan SMA. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga ingin saya haturkan untuk Anda yang membaca skripsi ini. Walaupun tidak sedikit kekurangan dalam skripsi ini, saya berharap tulisan ini dapat bermanfaat.
Depok, 15 Juli 2009
Willy Pratama Putra
v Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Willy Pratama Putra : 0405050614 : Arsitektur : Arsitektur : Teknik : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-esclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Ventilasi Alami untuk Hunian Berdempetan di Daerah Beriklim Panas Lembab Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di: Depok Pada tanggal: 15 Juli 2009 Yang menyatakan,
Willy Pratama Putra
vi Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
ABSTRAK
Nama : Willy Pratama Putra Program Studi : Arsitektur Judul : Ventilasi Alami untuk Hunian Berdempetan di Daerah Beriklim Panas Lembab Hunian sebaiknya dirancang dengan memperhatikan kondisi iklim setempat. Hal ini penting untuk menciptakan kenyamanan termal bagi para penghuninya. Dengan memperhatikan keterbatasan energi dan kondisi iklim Indonesia yang panas lembab maka ventilasi alami sebagai salah satu dari strategi pendinginan pasif yang paling cocok untuk diterapkan di sini. Namun, ventilasi alami sulit untuk diterapkan pada hunian berdempetan yang memiliki satu sisi atau lebih yang berdempet dengan hunian lain. Tulisan ini menunjukkan bahwa pemakaian pintu ber-jalousie, penerapan efek Bernoulli dan tabung Venturi dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah tersebut. kata-kata kunci: ventilasi alami, pendinginan pasif
vii Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
ABSTRACT Name : Willy Pratama Putra Study Program : Architecture Title : Natural Ventilation for Stuffed Houses in Hot Humid Area Houses should be designed with consideration of site’s climate. This is important to promote thermal comfort for their occupants. In regards of the short supply of energy resources and Indonesia’s hot humid condition, natural ventilation, as one of passive cooling strategies, is the most suitable for this country. Unfortunately, natural ventilation is not appropriate to be applied in stuffed houses which one or more sides are stuck together with adjacent houses. This paper shows that doors with jalousie and applications of Bernoulli’s and Venturi’s tube effect will overcome that problem. keywords: natural ventilation, passive cooling
viii Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
42
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................... vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii ABSTRACT ....................................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Masalah ........................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 2 1.4 Metode dan Sistematika Penulisan ................................................. 2 1.5 Kerangka Berpikir ........................................................................... 3 BAB 2 KAJIAN TEORI .................................................................................... 4 2.1 Iklim ................................................................................................ 4 2.1.1 Definisi ........................................................................... 4 2.1.2 Lingkup ........................................................................... 4 2.2 Pendinginan Pasif ............................................................................ 5 2.3 Ventilasi .......................................................................................... 7 2.3.1 Alasan Mengapa Udara Bergerak ....................................... 7 2.3.2 Pembelokan Gerakan Udara................................................ 8 2.3.3 Efek Bernoulli dan Tabung Venturi .................................. 10 2.3.4 Ruangan Pengap ................................................................ 11 2.3.5 Tekanan Udara di Sekitar Objek yang Tertiup Angin ...... 11 2.3.6 Pengaruh Ukuran Bukaan Terhadap Kecepatan Angin .... 11 2.3.7 Pengaruh Tekanan Udara di Luar Bangunan .................... 14 2.3.8 Single Sided-Ventilation dan Cross-Ventilation ............... 16 2.3.9 Diagram Aliran Udara ....................................................... 17 2.3.10 Kecepatan Angin terhadap Variasi Ketinggian dari Permukaan Tanah .............................................................. 18 2.3.11 Wind Shadows .................................................................. 19 2.3.12 Prinsip-prinsip Comfort Ventilation ................................. 20 BAB 3 STUDI KASUS DAN ANALISIS........................................................ 22 3.1 Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence ................................ 22 3.1.1 Deskripsi Umum ............................................................... 22 3.1.2 Lantai I dan II .................................................................... 23 ix
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
43
3.1.3
3.2
3.3
Ruangan-ruangan dengan Bukaan pada Dua Sisi atau Lebih ........................................................................................... 24 3.1.4 Ruangan-ruangan dengan Bukaan Hanya pada Satu Sisi . 25 3.1.5 Saat Pintu Terbuka ............................................................ 27 3.1.6 Pemanfaatan Stack-Effect Ventilation .............................. 30 Surabaya Ecohouse ....................................................................... 31 3.2.1 Deskripsi Umum ............................................................... 31 3.2.2 Analisis Lantai II dan III ................................................... 32 3.2.3 Analisis Ruangan-ruangan Lainnya .................................. 33 3.2.4 Pemanfaatan Efek Bernoulli dan Tabung Venturi ............ 35 Perbandingan Antara Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence dengan Surabaya Ecohouse ........................................................... 36 3.3.1 Cross-Ventilation .............................................................. 36 3.3.2 Common Rooms ............................................................... 37 3.3.3 Stack Effect-Ventilation, Efek Beroulli dan Tabung Venturi ........................................................................................... 37
BAB 4 KESIMPULAN..................................................................................... 39 DAFTAR REFERENSI ........................................................................................ 41 LAMPIRAN .......................................................................................................... 42
x
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik Daerah Nyaman ....................................................................... 6 Gambar 2.2 Perbedaan Tekanan Mendorong Udara untuk Bergerak ..................... 7 Gambar 2.3 Diagram Sederhana Stack-Effect Ventilation ..................................... 8 Gambar 2.4 Pembelokan Gerakan Udara ................................................................ 8 Gambar 2.6 Diagram yang Menunjukkan Pembelokkan Udara yang Tidak Mencari jalur Terpendek ................................................................................... 9 Gambar 2.7 Denah Suatu Bangunan Dengan Bukaan di Samping (kiri) dan Sekolah Elk City (CRS, architects) yang Menunjukkan Perilaku Aliran Udara (tengah dan kanan) ............................................................................................ 9 Gambar 2.8 Efek Bernoulli ................................................................................... 10 Gambar 2.9 Tabung Venturi ................................................................................. 10 Gambar 2.10 Potongan yang Menunjukkan Efek Bernoulli dan Tabung Venturi 10 Gambar 2.11 Diagram Ruang Pengap................................................................... 11 Gambar 2.12 Diagram Tekanan Udara yang Terjadi di Sekitar Objek yang Diterpa Angin ............................................................................................................... 11 Gambar 2.13 Grafik Ukuran Bukaan dengan Kecepatan Rata-rata Aliran Udara 12 Gambar 2.14 Ruang dengan Inlet dan Outlet yang Sama Besar ........................... 12 Gambar 2.15 Ruang dengan Inlet yang Lebih Kecil daripada Outlet-nya ............ 13 Gambar 2.16 Ruang dengan Inlet yang Lebih Besar daripada Outlet-nya ........... 13 Gambar 2.17 Potongan yang Menunjukkan Pengaruh Perbedaan Ukuran Outlet terhadap Kecepatan Angin di Dalam Ruangan ............................................... 14 Gambar 2.18 Diagram Pengaruh Tekanan Udara yang Sama Besar di Samping Bukaan ............................................................................................................ 14 Gambar 2.19 Diagram Aliran Udara pada Bukaan yang Tidak Berada di Tengah Dinding Dengan (kiri) dan Tanpa (kanan) Fin Wall ....................................... 15 Gambar 2.20 Variasi Pengaruh Overhang yang Berbeda-beda pada Aliran Udara ......................................................................................................................... 15 Gambar 2.21 Single Sided-Ventilation (atas) dan Cross-Ventilation (bawah) ..... 16 Gambar 2.22 Langkah-langkah Membuat Diagram Aliran Udara........................ 17 Gambar 2.23 Grafik Hubungan Ketinggian dengan Kecepatan Aliran Udara untuk Desa, Sub-Urban, dan Pusat Kota ................................................................... 18 Gambar 2.24 Wind Shadow yang Terjadi Pada Suatu Bangunan ......................... 19 Gambar 2.25 Wind Shadow pada Suatu Susunan Bangunan ................................ 20 Gambar 2.26 Sketsa Usulan untuk Ventilasi pada Daerah Beriklim Panas Lembab ......................................................................................................................... 21 Gambar 3.1 Foto Fasad, Denah Lantai I (tengah) dan II (kiri) Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence ....................................................................... 22 Gambar 3.2 Diagram Aliran Udara di Lantai I (kiri) dan Tekanan Udara di Sekitar Objek yang Diterpa Angin (kanan) ................................................................. 23 Gambar 3.3 Diagram Aliran Udara di Lantai II .................................................... 24 Gambar 3.4 Diagram Aliran Udara di A (kiri) dan F (tengah) serta Kecepatan Aliran Udara di Dalam Bangunan (kanan)...................................................... 25 Gambar 3.5 Diagram I dan Aliran Udara dalam Ruangan dengan Dua Bukaan .. 25 Gambar 3.6 Diagram Aliran Udara di B (kiri) dan E (tengah) serta Aliran Udara yang Menerpa Suatu Objek dengan Satu Bukaan (kanan) .............................. 26 xi
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
45
Gambar 3.7 Diagram Aliran Udara pada H dan L ................................................ 26 Gambar 3.8 Denah J dan K ................................................................................... 27 Gambar 3.9 Diagram Aliran Udara pada Lantai I (kiri) dan II (kanan) saat Pintu Terbuka ........................................................................................................... 27 Gambar 3.10 Diagram Aliran Udara pada B Saat Pintu Terbuka ......................... 28 Gambar 3.11 Diagram Aliran Udara pada A Saat Pintu Terbuka ......................... 28 Gambar 3.12 Diagram Aliran Udara pada D, E, dan F saat Pintu Terbuka .......... 29 Gambar 3.13 Diagram Aliran Udara pada H dan L (kiri) serta J dan K (kanan) saat Pintu Terbuka .................................................................................................. 29 Gambar 3.14 Diagram Aliran pada I saat Pintu Terbuka ...................................... 30 Gambar 3.15 Diagram Aliran Udara pada Potongan a (kiri) dan Konsep StackEffect Ventilation (kanan) ............................................................................... 30 Gambar 3.16 Aksonometri Lantai II (atas kiri), III (bawah), dan Foto Fasad (atas kanan) .............................................................................................................. 31 Gambar 3.17 Diagram Aliran Udara pada Lantai II (kiri) dan Aliran Udara pada Objek (kanan) .................................................................................................. 32 Gambar 3.18 Diagram Aliran Udara pada Lantai III (kiri) beserta Diagram Aliran Udara Menurut Teori (kanan) ......................................................................... 33 Gambar 3.19 Diagram Aliran Udara pada B (kiri) dan G (tengah) beserta Diagram Aliran Udara Menurut Teori (kanan) .............................................................. 34 Gambar 3.20 Diagram Aliran Udara pada F (kiri) dan C (tengah) beserta Diagram Aliran Udara Menurut Teori (kanan) .............................................................. 34 Gambar 3.21 Diagram Aliran Udara pada I (kiri) dan N (tengah ......................... 35 Gambar 3.22 Diagram Aliran Udara pada J (kiri) dan M (tengah) ....................... 35 Gambar 3.23 Diagram Aliran Udara pada Potongan a beserta Diagram Aliran Udara Menurut Teori (kanan) ......................................................................... 36 Gambar 3.24 Grafik Perbandingan (dalam %) Luas Ruangan dengan Jenis Ventilasi Tertentu (Cross-Ventilation atau Single-Sided Ventilation) terhadap Luas Keseluruhan Bangunan Chalcedoni Residence dengan Pintu Tertutup (atas kiri), Pintu Terbuka (atas kanan), dan Surabaya Ecohouse (bawah) ...... 37
xii vii
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
DAFTAR LAMPIRAN
1. Denah Lantai I Tipe 135/160 Chalcedoni Residence ........................................42 2. Denah Lantai II Tipe 135/160 Chalcedoni Residence .......................................43 3. Potongan a Tipe 135/160 Chalcedoni Residence ..............................................44 4. Denah Lantai II Surabaya Ecohouse .................................................................45 5. Denah Lantai III Surabaya Ecohouse ................................................................46 6. Potongan a Surabaya Ecohouse .........................................................................47
xi Universitas Indonesia
xiii
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
1
BAB I BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Iklim merupakan susunan keadaan atmosferis dan cuaca dalam jangka
waktu dan daerah tertentu (Frick & Sukisyanto, 2007, hal. 19). Keadaan yang memengaruhi iklim tersebut tersusun atas suhu udara, intensitas radiasi matahari, curah hujan, kecepatan angin, ketinggian dari permukaan air laut, dan jarak dari pantai (Hausladen, de Saldanha, & Liedl, 2008, hal. 17). Iklim juga ikut menentukan kenyamanan termal bagi manusia (Frick & Sukisyanto, 2007, hal. 28). Pencapaian kenyamanan termal dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung iklim yang dihadapi. Untuk Indonesia yang beriklim tropis lembab (Forbes, 2007) pencapaian tersebut dapat berupa pendinginan mekanik (mechanical cooling) dan/atau pendinginan pasif (passive cooling). Pendinginan mekanik adalah segala upaya pendinginan lewat perangkat-perangkat yang membutuhkan daya listrik seperti air conditioner (AC). Sebaliknya, passive cooling adalah upaya pendinginan tanpa memakai daya listrik atau peralatan mekanik lainnya. Alokasi penggunaan energi untuk utilitas bangunan (mechanical cooling) terhitung paling banyak yaitu sekitar 50% (Edwards, 2001, hal. 30—31) sementara penggunaan energi dunia sebagian besar berasal dari sumber tak terbarukan yang dalam waktu dekat akan habis—dimana minyak diramalkan habis dalam 40 tahun dan gas diramalkan habis dalam waktu 65 tahun (Roaf, Fuentes, & Thomas, 2003, hal. 2). Hal inilah yang membuat passive cooling menjadi jawaban yang tepat untuk menghadapi krisis energi tersebut. Pada dasarnya passive cooling adalah pengalihan panas dari dalam bangunan ke heat sinks alami: atmosfer dan bumi. Berdasarkan cara pengalihannya passive cooling digolongkan menjadi ventilative cooling (pengalihan panas lewat pertukaran udara dalam dan luar bangunan), radiative cooling (radiasi panas keluar atmosfer), evaporative cooling (penguapan salah
1
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
2
satu komponen bangunan), dan mass-effect cooling (pemanfaatan thermal storage untuk menyerap panas). (Moore, 1993, hal. 175—176) Strategi yang paling cocok untuk daerah beriklim panas lembab seperti Indonesia adalah pendinginan lewat ventilasi yang merupakan pengalihan panas melalui pergerakan udara. 1.2
Masalah Sayangnya, kebanyakan hunian di kota-kota besar seperti Jakarta
berdempetan sehingga sulit mendapatkan aliran udara. Tulisan ini mencoba menguraikan bagaimana penerapan ventilasi alami pada hunian berdempetan yang sulit untuk mendapatkan angin di daerah beriklim panas lembab. 1. Apa yang membuat hunian berdempetan sulit memeroleh ventilasi alami yang memadai? 2. Bagaimana mengatasi sulitnya memeroleh ventilasi alami pada hunian berdempetan? 1.3
Tujuan Penulisan Hasil yang diharapkan adalah solusi atas penerapan ventilasi alami yang jitu
untuk hunian berdempetan (di daerah beriklim panas lembab) yang sulit untuk mendapatkan aliran angin. 1.4
Metode dan Sistematika Penulisan Metode penulisannya dimulai dengan membahas teori-teori yang berkaitan
dengan passive cooling terutama ventilative cooling dan aspek-aspeknya seperti iklim, kenyamanan termal, penerapannya. Pembahasan ini dilakukan berdasarkan berbagai literatur. Setelah itu dilakukan analisis terhadap studi kasus bangunanbangunan tadi berdasarkan teori-teori yang telah dibahas. Studi kasus didapat dari hasil penelitian dan majalah. Akhirnya, dibuat kesimpulan dari pembahasan teori dan penerapannya pada analisis studi kasus untuk menjawab tujuan penulisan. Sistematika penulisannya disusun sebagai berikut. •
Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, masalah, tujuan penulisan, metode dan sistematika penulisan, serta kerangka berpikir.
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
3 •
Bab II Kajian Teori berisi pembahasan teori-teori tentang iklim, kenyamanan
termal,
passive
cooling,
ventilative
cooling
dan
penerapannya. •
Bab III Studi Kasus dan Analisis berisi hasil analisis penerapan ventilative cooling pada studi kasus berdasarkan teori-teori yang telah dibahas sebelumnya.
• 1.5
Bab V Kesimpulan berisi jawaban atas tujuan penulisan. Kerangka Berpikir IKLIM
PANAS LEMBAB
KENYAMANAN TERMAL
REFERENSI
TUNTUTAN EFISIENSI ENERGI
PASSIVE COOLING VENTILASI ALAMI
PENGERTIAN TIPE 135/160 CHALCEDONI RESIDENCE
KOMPONENKOMPONEN UTAMA
CARA KERJA
APLIKASI
STUDI KASUS SURABAYA ECOHOUSE
ANALISIS
TEKANAN UDARA YANG TERJADI
ALIRAN UDARA
STACK EFFECTVENTILATION, EFEK BERNOULLI DAN TABUNG VENTURI
CROSSVENTILATION ATAU SINGLE SIDEDVENTILATION
KESIMPULAN
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
4
BAB 2
2.1
BAB 2 KAJIAN TEORI KAJIAN TEORI
Iklim 2.1.1 Definisi Jika ditelusuri dari asal katanya iklim berasal dari kata Yunani klima yang
berarti ‘inklinasi matahari’. Dapat dikatakan bahwa iklim terutama terjadi akibat perilaku radiasi matahari terhadap bumi. Hal ini tampak pada definisi-definisi berikut. •
The climate or average weather is primarily a function of the sun. (Lechner, 2000, hal. 68)
•
Climate, the long-term effect of the sun’s radiation on the rotating earth’s varied surface and atmosphere. (Fairbridge, 2007)
Ada pula pihak-pihak lain yang mendefinisikan iklim lebih dari “sekadar” pengaruh matahari. Mereka menjelaskan tentang aspek-aspek apa saja yang disentuhnya. Contohnya adalah sebagai berikut. •
Iklim merupakan susunan keadaan atmosferis dan cuaca dalam jangka waktu dan daerah tertentu. (Frick & Sukisyanto, 2007, hal. 17)
•
Climate by definition is related to the atmospheric conditions of temperature, humidity, wind, vegetation and light specific to a geographical location. (Hyde, 2000, hal. 4)
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa iklim adalah keadaan atmosferis suhu, kelembaban, angin, dan intensitas cahaya matahari yang terjadi karena radiasi matahari pada rentang waktu dan daerah tertentu. 2.1.2 Lingkup 1 Menurut lingkup daerahnya iklim dibedakan menjadi macroclimate dan microclimate.
1
Sub-bab ini disarikan dari Heinz Frick dan F. X. Bambang Suskiyanto, Dasar-dasar Arsitektur Ekologis: Konsep Pembangunan Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan (Semarang: Kanisius & ITB, 2007), hal. 18—19 kecuali disebutkan sumber lain. Universitas Indonesia
4 Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
5
Macroclimate merupakan iklim suatu negara, benua, atau region (membentang ratusan kilometer) yang ditentukan oleh letak geografis, tinggi dari permukaan laut, jarak dari pesisir laut, arah dan kecepatan angin. Berdasarkan garis lintangnya macroclimate dibagi menjadi iklim tropis, sub-tropis, sedang, dan kutub. Suhu rata-rata tahunan daerah beriklim tropis adalah tidak kurang dari 20°C. Adapun iklim tropis masih dibagi lagi menjadi tropis lembab (sering disebut juga panas lembab) dan tropis kering. Tingkat kelembaban yang tinggi pada daerah tropis lembab membuat perbedaan suhu siang-malamnya lebih sempit daripada tropis kering. Indonesia termasuk negara beriklim panas lembab. Memiliki dua musim: kemarau dan penghujan. (Forbes, 2007) Microclimate adalah cakupan iklim terkecil (0—2 m dari permukaan tanah). Di sini gerak udara lebih kecil dan perbedaan suhu lebih besar daripada tingkatan iklim lainnya. Microclimate melingkupi bagian yang paling kecil. Contohnya ruangan dalam bangunan. Tingkat inilah yang memengaruhi secara langsung bagaimana manusia menilai pengaruh iklim (nyaman atau tidak) terhadap tubuhnya atau yang disebut sebagai kenyamanan termal manusia. 2.2
Pendinginan Pasif Kelembaban udara yang tinggi mempersulit terjadinya penguapan di
permukaan kulit yang pada akhirnya mengganggu pelepasan panas dari tubuh. Dalam keadaan seperti ini pergerakan udara sangat membantu proses penguapan. Pergerakan udara adalah aspek penting dalam kenyamanan termal untuk daerah beriklim panas lembab. Pergerakan udara akan membawa kelebihan uap air di udara yang membuat kulit manusia lebih mudah melakukan penguapan sehingga dapat melepas panas. (Lechner, 2000, hal. 246) Pendinginan pasif (passive cooling) adalah upaya untuk mendinginkan ruangan tanpa pemakaian daya listrik atau pemanfaatan alat-alat mekanikal lainnya. Ada tiga prinsip pokok pendinginan pasif. •
Heat avoidance adalah perlindungan yang menghindarkan pemanasan kulit luar gedung. Gagasan ini terutama untuk mengurangi heat gain. Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
6
Strategi-strateginya dapat berupa shading, orientasi, warna, vegetasi, insulasi, dan pencahayaan alami. (Frick & Sukisyanto, 2007) •
Heat removal adalah pendinginan pasif yang bertumpu pada pembuangan panas dari dalam gedung ke heat sink alami: tanah dan udara. (Moore, 1993, hal. 175)
•
Comfort zone shift/extend berbeda dengan dua konsep sebelumnya dimana tidak terdapat penurunan suhu. Gagasan utamanya adalah menggeser/memperluas daerah nyaman atau comfort zone dengan pergerakan udara. Comfort zone adalah kombinasi suhu udara dan kelembaban relatif suatu ruangan yang dianggap nyaman (lihat grafik di bawah). Terlihat pada Gambar 2.1 bahwa pergerakan udara dapat menggeser daerah nyaman tanpa penurunan suhu udara. Pergeseran comfort zone terjadi karena kulit manusia menjadi lebih mudah melakukan penguapan yang sekaligus melepas panas.
Gambar 2.1 Grafik Daerah Nyaman sumber: H. Frick dan F. X. B. Suskiyanto, 2007
Teknik-teknik yang dipakai dalam pendinginan pasif adalah •
pendinginan dengan ventilasi yang terdiri atas comfort ventilation (ventilasi untuk meningkatkan evaporasi kulit penghuni sehingga meningkatkan kenyamanan termal) dan night flush cooling (ventilasi untuk mendinginkan bangunan pada malam hari agar siang harinya bangunan siap menjadi heat sink),
•
radiant cooling dimana terjadi pelepasan panas bangunan lewat radiasi, Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
7 •
evaporative cooling yang memanfaatkan pelepasan panas yang terjadi saat penguapan, dan
•
earth cooling dimana tanah dimanfaatkan sebagai heat sink. (Lechner, 2000, hal. 255)
Tidak setiap teknik cocok di semua iklim. Comfort ventilation paling cocok diaplikasikan pada daerah beriklim tropis lembab sementara night flush ventilation paling cocok untuk tropis kering. Earth cooling tidak cocok digunakan di daerah beriklim tropis karena struktur bangunannya yang masif yang membuat pertukaran udara—yang sangat dibutuhkan untuk menunjang kenyamanan penghuni—menjadi sukar. 2.3
Ventilasi 2 Ventilasi adalah pergerakan udara di dalam bangunan, antarbangunan, dan
antara bagian dalam bangunan (indoor) dengan luar bangunan (outdoor) (Roaf, Fuentes, & Thomas, 2003, hal. 110). Pendinginan dengan memanfaatkan ventilasi merupakan strategi tertua dan paling umum digunakan di daerah beriklim tropis lembab. Sebelum dapat memanfaatkan pergerakan udara tersebut dalam bangunan perlu diketahui prinsip-prinsipnya. 2.3.1 Alasan Mengapa Udara Bergerak Udara bergerak (angin) karena terjadi perbedaan tekanan udara. Udara selalu bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke yang rendah (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Perbedaan Tekanan Mendorong Udara untuk Bergerak sumber: F. Moore, 1993
Perbedaan suhu juga dapat menyebabkan bergeraknya udara. Hal ini dikarenakan udara yang bersuhu lebih tinggi memiliki tekanan udara yang lebih rendah daripada udara bersuhu rendah. Contohnya, jika udara dalam bangunan 2
Sub-bab ini disarikan dari Fuller Moore, Environmental Control Systems: Heating Cooling Lighting (New York: McGraw-Hill, 1993) kecuali disebutkan sumber lain. Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
8
lebih panas daripada di luar, maka udara akan keluar menuju bukaan yang tinggi. Udara panas cenderung bergerak ke atas. Udara luar (yang lebih dingin) akan masuk ke dalam bangunan menggantikan tempat yang ditinggalkan udara yang panas tadi (Gambar 2.3). Teknik ini biasa disebut stack-effect ventilation.
Gambar 2.3 Diagram Sederhana Stack-Effect Ventilation sumber: F. Moore, 1993
2.3.2 Pembelokan Gerakan Udara Karena memiliki massa dan momentum arah pergerakan udara dapat dibelokkan (Gambar 2.4 kiri).
Gambar 2.4 Pembelokan Gerakan Udara sumber: F. Moore, 1993
Walaupun dapat dibelokkan udara akan kembali ke arah pergerakan semula jika mendapat pengaruh yang sangat besar dari pergerakan udara site. Pembelokan gerakan udara yang lebih besar akan mengakibatkan turbulensi (Gambar 2.4 kanan).
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
9
Pada suatu denah dengan dua bukaan pada sisi yang berbeda udara tidak membelok dengan mencari jalur terpendek melainkan menurut jalur yang berbentuk kurva (Gambar 2.6).
Gambar 2.5 Diagram yang Menunjukkan Pembelokkan Udara yang Tidak Mencari jalur Terpendek sumber: G. Lippsmeier, 1994
Udara belok tidak hanya karena diberi penghalang. Tetapi juga karena adanya bukaan-bukaan di sepanjang jalur lewatnya aliran udara (Gambar 2.7 kiri).
Gambar 2.6 Denah Suatu Bangunan Dengan Bukaan di Samping (kiri) dan Sekolah Elk City (CRS, architects) yang Menunjukkan Perilaku Aliran Udara (tengah dan kanan) sumber: G. Lippsmeier, 1994 (kiri) dan Evans, 1989, mengutip F. Moore, 1993 (tengah dan kanan)
Sebuah sekolah di Elk City, Oklahoma memiliki denah seperti Gambar 2.7 tengah dan kanan. bukaan-bukaan yang paralel terhadap aliran udara menjadi inlet bagi setiap ruangan. Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
10
2.3.3 Efek Bernoulli dan Tabung Venturi Prinsip lainnya adalah efek Bernoulli yang mengakibatkan penurunan tekanan saat pergerakan udara dipercepat (diakselerasi) untuk melewati jarak yang lebih panjang daripada sisi sebelahnya (Gambar 2.8).
Gambar 2.7 Efek Bernoulli sumber: N. Lechner, 2001
Udara yang bergerak melewati ruang bervolume lebih kecil akan mengalami percepatan (Gambar 2.9). Ini disebut efek tabung Venturi.
Gambar 2.8 Tabung Venturi sumber: N. Lechner, 2001
Pemanfaatan efek Bernoulli dan tabung Venturi dapat menghasilkan tekanan rendah pada satu sisi bangunan yang memicu aliran udara dalam bangunan. Pada contoh di bawah ini kecepatan angin paling tinggi terjadi di puncak bangunan sehingga tekanan udaranya menjadi paling rendah. Hal inilah yang membuat aliran udara di dalam bangunan cenderung “tersedot”/mengarah ke puncak bangunan (Gambar 2.10).
Gambar 2.9 Potongan yang Menunjukkan Efek Bernoulli dan Tabung Venturi sumber: N. Lechner, 2001 Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
11
2.3.4 Ruangan Pengap Ruangan yang hanya memiliki bukaan pada salah satu sisi bangunan tidak akan mengalami pertukaran udara antara luar bangunan dan dalam bangunan (Gambar 2.11). Dengan kata lain ruangan tersebut pengap. Untuk memahami hal ini dapat digunakan analogi botol yang sudah penuh (dengan cairan) tidak dapat diisi (cairan) lagi.
Gambar 2.10 Diagram Ruang Pengap sumber: F. Moore, 1993
2.3.5 Tekanan Udara di Sekitar Objek yang Tertiup Angin Aliran udara yang menerpa suatu objek akan mengakibatkan tekanan udara pada sisi yang menghadap arah angin lebih tinggi daripada sisi lain (Gambar 2.12).
Gambar 2.11 Diagram Tekanan Udara yang Terjadi di Sekitar Objek yang Diterpa Angin sumber: F. Moore, 1993
2.3.6 Pengaruh Ukuran Bukaan Terhadap Kecepatan Angin Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
12
Semakin besar bukaan dalam sebuah ruangan semakin tinggi pula kecepatan aliran udara di dalamnya (Gambar 2.13).
Gambar 2.12 Grafik Ukuran Bukaan dengan Kecepatan Rata-rata Aliran Udara Ukuran bukaan dinyatakan dalam persentasi luas bukaan terhadap luas dinding sementara kecepatan rata-rata aliran udara dinyatakan dalam persentasi kecepatan angin di dalam terhadap di luar ruangan. Pengertian mengenai cross-ventilation dengan single window atau single sidedventilation akan dijelaskan pada sub-bab 2.3.8. sumber: M. Evans, 1980
Kesamaan ukuran inlet (bukaan dimana angin masuk) dan outlet (bukaan dimana angin keluar) menyebabkan pertukaran udara optimum (Gambar 2.14).
Gambar 2.13 Ruang dengan Inlet dan Outlet yang Sama Besar sumber: F. Moore, 1993
Inlet yang lebih kecil menyebabkan kecepatan angin dalam bangunan yang besar (Gambar 2.15) namun penyebaran keseluruh bagian ruangan tidak optimum. (Evans, 1980, hal. 130)
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
13
peningkatan kecepatan angin di dalam bangunan
Gambar 2.14 Ruang dengan Inlet yang Lebih Kecil daripada Outlet-nya sumber: F. Moore, 1993
Inlet yang lebih besar menyebabkan kecepatan angin di luar bangunan yang lebih besar tetapi kecepatan angin di dalam bangunan menurun. Penyebaran aliran udara ke bagian ruangan akan lebih besar daripada dua keadaan sebelumnya. (Evans, 1980, hal. 130) Hal ini cocok untuk memberikan kesejukan di luar bangunan. (Gambar 2.16) peningkatan kecepatan angin di luar bangunan
penurnunan kecepatan angin di dalam bangunan Gambar 2.15 Ruang dengan Inlet yang Lebih Besar daripada Outlet-nya sumber: F. Moore, 1993
Dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran inlet daripada outlet maka akan semakin cepat aliran udara dalam bangunan. Sebaliknya, semaikin besar ukuran inlet daripada outlet maka akan semakin pelan aliran udara dalam bangunan. Gambar 2.17 merupakan contoh pengaruh perbedaan besar inlet dan outlet pada kecepatan angin di dalam bangunan.
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
14
Gambar 2.16 Potongan yang Menunjukkan Pengaruh Perbedaan Ukuran Outlet terhadap Kecepatan Angin di Dalam Ruangan sumber: F. Moore, 1993
2.3.7 Pengaruh Tekanan Udara di Luar Bangunan Terhadap Arah Aliran Udara
Gambar 2.17 Diagram Pengaruh Tekanan Udara yang Sama Besar di Samping Bukaan sumber: G. Lippsmeier, 1994
Tekanan udara pada sisi luar dinding dimana inlet berada memengaruhi arah aliran angin yang terjadi dalam bangunan. Letak inlet yang berada di tengah dinding akan menimbulkan tekanan udara yang sama besarnya pada kedua sisi dinding di samping inlet (yang ditandai dengan simbol + yang sama besar) yang membuat aliran udara ke dalam bangunan cenderung lurus (Gambar 2.18).
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
15
Gambar 2.18 Diagram Aliran Udara pada Bukaan yang Tidak Berada di Tengah Dinding Dengan (kiri) dan Tanpa (kanan) Fin Wall sumber: N. Lechner, 2001
Lain halnya jika inlet tidak terletak di tengah (Gambar 2.19 kiri). Akan terjadi tekanan udara yang lebih tinggi pada salah satu sisi dinding (pada denah ditandai dengan simbol + yang lebih banyak) dapat membelokkan aliran udara ke arah yang salah yang membuat banyak ruang dalam bangunan tidak terkena alirannya. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan fin wall yang dapat meningkatkan tekanan udara pada sisi lain sehingga arah udara dapat dibelokkan ke tengah ruangan sehingga area yang terkena aliran udara lebih luas (Gambar 2.19 kanan).
Gambar 2.19 Variasi Pengaruh Overhang yang Berbeda-beda pada Aliran Udara sumber: N. Lechner, 2001
Overhang dekat jendela juga kadang dapat membelokkan aliran udara ke ruangan bagian atas yang membuat aliran udara ke penghuni berkurang (Gambar 2.20 atas kiri). Hal ini terjadi karena tekanan udara yang terjadi di bawah bukaan lebih besar daripada yang terjadi di bawah overhang di atas bukaan. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan celah minimal 6 inci antara overhang dan dinding sehingga tekanan udara di atas overhang dapat membelokkan aliran udara agar mengenai penghuni (Gambar 2.20 atas kanan).
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
16
Selain itu dapat pula diberikan jarak minimal 12 inci antara jendela dan overvang sehingga tekanan udara di bawah overhang dapat terbentuk (Gambar 2.20 bawah). 2.3.8 Single Sided-Ventilation dan Cross-Ventilation 3 Seberapa jauh udara mengalir ke dalam sebuah ruangan tergantung pada keberadaan inlet dan outlet-nya. Jika ruangan tersebut hanya memiliki salah satunya saja (inlet saja atau outlet saja) maka dapat dipastikan ruangan tersebut sulit untuk mendapatkan pertukaran udara yang optimum (bandingkan dengan sub-bab 2.3.4).
Gambar 2.20 Single Sided-Ventilation (atas) dan Cross-Ventilation (bawah) Pada tiap gambar diberikan rules of thumb untuk mencari hubungan antara kedalaman ruangan W dan tinggi ruangan H. c adalah rasio antara luas bukaan dengan luas lantai ruangan. sumber: S. Roaf, 2003
Sesuai dengan namanya single sided-ventilation (Gambar 2.21 atas) adalah ventilasi dengan hanya memanfaatkan bukaan pada salah satu sisi ruangan. Lain halnya dengan cross-ventilation (Gambar 2.21 bawah) yang memanfaatkan bukaan pada dua atau lebih sisi ruangan. Single sided-ventilation tidak efektif untuk diterapkan di daerah beriklim panas sehingga diperlukan banyak bukaan untuk mendukung cross-ventilation. Single sided-ventilation juga hanya cocok untuk ruangan-ruangan kecil. Pada gambar 2.21 atas disebutkan panjang ruangan maksimum adalah sebesar
dimana W adalah panjang maksimum, c
adalah rasio luas bukaan dengan luas lantai, dan H adalah tinggi ruangan. 3
Sub-bab ini disarikan dari Susan Roaf, Ecohouse 2: A Design Guide (2nd ed.; Oxford: Architectural Press, 2003), hal. 126—127 kecuali jika disebutkan sumber lain. Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
17
. Berbeda dengan cross-ventilation yang cocok untuk ruangan-ruangan yang lebih besar dengan panjang maksimumnya sebesar
.
2.3.9 Diagram Aliran Udara 4 Perancangan ventilasi sebagian besar dilakukan dengan bantuan diagramdiagram aliran udara (air-flow diagrams). Diagram-diagram ini digambar berdasarkan prinsip-prinsip dasar ventilasi yang telah dibahas dan bukan atas perhitungan akurat.
Gambar 2.21 Langkah-langkah Membuat Diagram Aliran Udara sumber: N. Lechner, 2000 (menurut Murray Milner, Prof., UCLA) 4
Sub-bab ini disarikan dari Norbert Lechner, Heating, Cooling, Lighting: Design Methods for Architects (New York: John Wiley & Sons, 2000), hal. 265—266. Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
18
Langkah pertama yang perlu diambil adalah dengan menentukan arah aliran udara dalam site pada denah seperti pada Gambar 2.22 atas. Kemudian tarik garisgaris aliran udara dengan tarikan-tarikan membentuk kurva mulus dan tanpa bertabrakan. Untuk aliran udara baik yang naik maupun turun beri tanda—titik untuk aliran udara yang naik dan silang untuk aliran udara yang turun—seperti pada Gambar 2.22 tengah. Untuk menunjukkan aliran udara yang naik dan turun dapat dipakai potongan dengan prinsip-prinsip yang hampir sama dalam penggambaran diagram aliran udara pada denah seperti pada Gambar 2.22 bawah. 2.3.10 Kecepatan Angin terhadap Variasi Ketinggian dari Permukaan Tanah Semakin tinggi ketinggian dari tanah semakin tinggi pula kecepatan aliran udaranya (Evans, 1980). Penurunan kecepatan aliran udara pada daerah dekat permukaan tanah (rendah) terjadi akibat pengaruh stagnasi udara pada permukaan tanah. Karena itulah banyak bangunan di daerah panas lembab (seperti Indonesia) dibangun di atas tiang-tiang (rumah panggung) untuk memperoleh ventilasi silang yang baik (Lippsmeier, 1994, hal. 89).
Gambar 2.22 Grafik Hubungan Ketinggian dengan Kecepatan Aliran Udara untuk Desa, Sub-Urban, dan Pusat Kota sumber: M. Evans, 1980 Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
19
2.3.11 Wind Shadows Aliran udara yang menerpa bangunan akan menghasilkan apa yang disebut wind shadows yang merupakan area dimana tekanan udara menjadi lebih rendah. Besar area tersebut berbanding lurus dengan besar bangunan. Pada Gambar 2.22 ditunjukkan bahwa bangunan dengan atap berkemiringan 30° memiliki panjang wind shadow sebesar empat kali tinggi bangunannya (4 × 5 m = 20 m) yaitu 20 meter. (Evans, 1980, hal. 64)
Gambar 2.23 Wind Shadow yang Terjadi Pada Suatu Bangunan sumber: M. Evans, 1980
Area ini perlu diperhitungkan untuk tata letak antarbangunan dalam site. Jangan sampai bangunan-bangunan berada dalam wind shadow bangunan lain karena hal ini dapat mempersulit ventilasi bangunan tersebut (Gambar 2.23). Peletakan bangunan yang berjejer dan berdekatan menghadap aliran udara akan membuat banyak bangunan berada pada wind shadow bangunan lain. (Lechner, 2000)
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
20
Gambar 2.24 Wind Shadow pada Suatu Susunan Bangunan sumber: F. Moore, 1993
2.3.12 Prinsip-prinsip Comfort Ventilation Pemanfaatan comfort ventilation pada bangunan-bangunan di daerah beriklim panas lembab perlu mengikuti panduan-panduan berikut. (Lechner, 2000, hal. 269) •
pergerakan udara pada penghuni maksimal
•
insulasi seperlunya
•
luas lubang jendela/ventilasi 20% dari luas lantai dengan ukuran inlet dan outlet yang hampir sama
•
jendela terbuka sepanjang hari Peletakan bangunan hendaknya diberi jarak (minimal 5 kali tinggi
bangunan) sedemikian rupa sehingga memberikan keleluasaan bagi udara untuk bergerak bebas. Bangunan juga hendaknya tidak terlalu lebar sehingga ventilasi ke seluruh bagian dalam bangunan dapat dilakukan. Adapun orientasi bukaan bangunan ke arah utara-selatan diperlukan agar bukaan tidak malah menjadi pemasok panas dari matahari (Evans, 1980, hal. 68). (Gambar 2.24)
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
21
Gambar 2.25 Sketsa Usulan untuk Ventilasi pada Daerah Beriklim Panas Lembab sumber: M. Evans, 1980
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
22
BAB 3
3.1
BAB 3 STUDI KASUS DAN ANALISIS STUDI KASUS
Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence 3.1.1 Deskripsi Umum Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence adalah hunian bertingkat dua
yang dibangun Summarecon Serpong, Tangerang. Rumah ini berdiri di atas tanah seluas 160 meter persegi. 5 Menurut Eded Hayadi, senior architect Summarecon, rumah ini didesain untuk memenuhi selera konsumen. Desainnya kebanyakan berpusat pada pengolahan fasad (bukan mengolah bagaimana pengaruh iklim terhadap kenyamanan penghuni). Lantai II sepenuhnya untuk ruang private (kamar tidur dan kamar mandi) sementara lantai I kebanyakan dipakai untuk ruang semi-private (ruang tamu, keluarga, makan, dan dapur). Pada lantai I tampak bahwa sisi kanan dan kirinya tidak memiliki bukaan. Sedangkan sisi belakang ditutupi dinding pembatas (dengan rumah lain). Dengan kata lain ketiga sisi rumah ini dikelilingi dinding pembatas tanpa bukaan dan kemungkinan terbesar terpaan angin datang dari sisi depan rumah. Hal inilah sering terjadi pada hunian-hunian berdempet-dempetan.
Gambar 3.1 Foto Fasad, Denah Lantai I (tengah) dan II (kiri) Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence 5
“Chalcedoni: Tipe 135/160 Summarecon Serpong”, Housing Estate IV/46, Juni 2008 (Jakarta: PT Estate Indonesia, 2008), hal. 29 Universitas Indonesia
22
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
23
sumber: Housing Estate IV/46, Juni 2008
3.1.2 Lantai I dan II
Gambar 3.2 Diagram Aliran Udara di Lantai I (kiri) dan Tekanan Udara di Sekitar Objek yang Diterpa Angin (kanan) sumber: dokumentasi pribadi (kiri) dan Moore, 1993 (kanan)
Pada lantai I (Gambar 3.2) terjadi kenaikan tekanan udara di muka rumah (A1, A2 dan B1). Kecepatan udara di halaman belakang rumah menurun karena ukuran bukaan-bukaan pada dinding belakang rumah (A4, A5, dan F2) lebih kecil daripada ukuran bukaan dinding muka rumah (A1 dan A2). Perbedaan tekanan udara inilah yang memicu pergerakan udara di dalam rumah. Selain itu nampak bahwa yang mengalami cross-ventilation adalah A dan F (G tidak diperhitungkan
23
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
24
karena hanya berfungsi sebagai carport) sedangkan sisanya mengalami singlesided ventilation.
Gambar 3.3 Diagram Aliran Udara di Lantai II sumber: dokumentasi pribadi
Pada lantai II (Gambar 3.3 dan Gambar 3.2 kanan sebagai perbandingan) terjadi peningkatan tekanan di dinding-dinding muka (I1, H1, H2, H4, dan L1). Sedangkan pada dinding-dinding samping (L3, I2, K2) dan belakang (K3 dan J2) terjadi penurunan tekanan udara. 3.1.3 Ruangan-ruangan dengan Bukaan pada Dua Sisi atau Lebih
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
25
peningkatan kecepatan aliran udara di dalam bangunan
Gambar 3.4 Diagram Aliran Udara di A (kiri) dan F (tengah) serta Kecepatan Aliran Udara di Dalam Bangunan (kanan) sumber: dokumentasi pribadi dan Moore, 1993 (kanan)
Di dalam A dan F (Gambar 3.4) terjadi peningkatan kecepatan aliran udara karena ukuran outlet A (A4 dan A5) dan F (F2 dan F3) lebih besar daripada inlet A (A1 dan A2) dan F (F1). Peningkatan kecepatan ini meningkatkan pula laju pertukaran udara sehingga meningkatkan kenyamanan penghuni.
+
+
-
Gambar 3.5 Diagram I dan Aliran Udara dalam Ruangan dengan Dua Bukaan sumber: dokumentasi pribadi (kiri) dan G. Lippsmeier, 1994 (kanan)
I memiliki inlet dan outlet pada dua sisi berbeda yang membuat sebagian besar ruangan mendapat pergerakan udara (Gambar 3.5). Pertukaran udara dalam I adalah yang terbaik di antara ruangan-ruangan lainnya (H, J, K, dan L) di lantai II. 3.1.4 Ruangan-ruangan dengan Bukaan Hanya pada Satu Sisi
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
26
Gambar 3.6 Diagram Aliran Udara di B (kiri) dan E (tengah) serta Aliran Udara yang Menerpa Suatu Objek dengan Satu Bukaan (kanan) sumber: dokumentasi pribadi (kiri dan tengah) dan Moore, 1993 (kanan)
B dan E hanya memiliki satu bukaan (Gambar 3.6 kiri dan tengah). Udara sulit untuk masuk karena tidak ada outlet (bandingkan dengan Gambar 3.6 kanan). Hal ini tidak menjadi masalah jika B dan E adalah ruangan yang dipakai hanya untuk durasi yang pendek. Namun, sayangnya B dan E adalah kamar tidur—dimana waktu yang panjang dihabiskan penghuni di dalamnya.
Gambar 3.7 Diagram Aliran Udara pada H dan L sumber: dokumentasi pribadi
Sama seperti B dan E, H dan L hanya memiliki satu bukaan (Gambar 3.7). Hal ini membuat keempat ruangan tersebut sulit untuk mengalami pertukaran udara. Dapat dikatakan keadaan ruang tersebut pengap.
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
27
Gambar 3.8 Denah J dan K sumber: dokumentasi pribadi
J dan K (Gambar 3.8) mengalami hal yang sama dengan H dan L: samasama hanya memiliki satu bukaan. Namun, H dan L masih mendapat hembusan udara dari site sedangkan J dan K tidak. J dan K akan lebih sulit untuk mengalami pertukaran udara (dan lebih pengap) daripada H dan L. 3.1.5 Saat Pintu Terbuka Analisis-analisis ventilasi sebelumnya dibuat berdasarkan keadaan pintu yang tertutup. Berikut ini adalah analsis ventilasi saat pintu terbuka.
Gambar 3.9 Diagram Aliran Udara pada Lantai I (kiri) dan II (kanan) saat Pintu Terbuka
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
28
Berbeda dengan saat pintu tertutup (Gambar 3.2 dan Gambar 3.3) daerahdaerah dimana daerah terjadinya peningkatan tekanan udara lebih sedikit (Gambar 3.9). Hal ini dikarenakan jumlah bukaan yang meningkat akibat pintu terbuka.
Gambar 3.10 Diagram Aliran Udara pada B Saat Pintu Terbuka sumber: dokumentasi pribadi
Jika pintu pada B dibuka, tidak akan terjadi pengap lagi (seperti pada Gambar 3.6 kiri). Namun akibat ukuran outlet yang lebih kecil daripada inlet kecepatan aliran udara dalam B menurun.
6
Gambar 3.11 Diagram Aliran Udara pada A Saat Pintu Terbuka sumber: dokumentasi pribadi
Yang terjadi pada A saat pintu terbuka (Gambar 3.11) hampir sama pada saat pintu tertutup (Gambar 3.4 kiri) kecuali pada penambahan jumlah inlet. A mendapatkan aliran udara dari pintu antara A1 dan A2 serta A6. Selain itu terjadi
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
29
penurunan kecepatan aliran udara daripada saat pintu tertutup (karena penambahan jumlah inlet tadi).
Gambar 3.12 Diagram Aliran Udara pada D, E, dan F saat Pintu Terbuka sumber: dokumentasi pribadi
Yang terjadi pada D, E, dan F saat pintu terbuka (Gambar 3.12) tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan saat tertutup (Gambar 3.4 tengah dan Gambar 3.6 tengah). Yang berbeda adalah terjadi penurunan kecepatan aliran udara dibandingkan saat pintu tertutup akibar penambahan jumlah inlet.
Gambar 3.13 Diagram Aliran Udara pada H dan L (kiri) serta J dan K (kanan) saat Pintu Terbuka sumber: dokumentasi pribadi
Keadaan pengap yang terjadi di H dan L (Gambar 3.7) serta J dan K (Gambar 3.8) saat pintu tertutup tidak terjadi lagi saat pintu dibuka (Gambar 3.13). Pada H terjadi penurunan kecepatan aliran udara karena ukuran inlet (jendela) yang lebih besar daripada outlet (pintu H). Sementara K mengalami peningkatan kecepatan aliran udara akibat ukuran inlet (pintu K) yang lebih kecil daripada outlet-nya (jendela K). Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
30
Gambar 3.14 Diagram Aliran pada I saat Pintu Terbuka sumber: dokumentasi pribadi
Akibat pintu-pintu pada I terbuka (Gambar 3.14), jumlah inlet dan outlet semakin banyak (daripada Gambar 3.5) sehingga terjadi peningkatan jumlah pertukaran udara yang menunjang kenyamanan termal penghuni di dalamnya. 3.1.6 Pemanfaatan Stack-Effect Ventilation
Gambar 3.15 Diagram Aliran Udara pada Potongan a (kiri) dan Konsep Stack-Effect Ventilation (kanan) sumber: dokumentasi pribadi (kiri) dan Moore, 1993 (kanan)
Yang terlihat pada potongan Gambar 3.15 adalah pengapnya B dan H yang telah dijelaskan sebelumnya (pada sub-bab 3.1.4). Selain itu terjadi stack-effect ventilation dengan daerah tangga sebagai penghubung antara lantai bawah dengan atas. Udara panas yang terjadi di dalam A cenderung naik ke atas yaitu ke I dan keluar lewat bukaan di I. Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
31
3.2
Surabaya Ecohouse 3.2.1 Deskripsi Umum
Gambar 3.16 Aksonometri Lantai II (atas kiri), III (bawah), dan Foto Fasad (atas kanan) Aksonometri tersebut adalah pencitraan dari model 3-dimensi yang dipakai dalam penelitian Yaseri. 1, 2, 4, 5, 6, 7, 9, dan 10 adalah kamar tidur. 3 dan 8 adalah common room. sumber: Y. D. Apritasari (atas kiri dan bawah) dan S. Roaf, 2003 (atas kanan)
Surabaya Ecohouse adalah sebuah hunian bertingkat tiga dengan luas kurang lebih 294 m2. Hunian ini hadir sebagai jawaban atas desakan kebutuhan akan hunian yang nyaman namun tetap hemat energi. Hunian ini dirancang dengan prinsip-prinsip passive cooling demi mengurangi ketergantungan akan airconditioners (AC). Common room (pada Gambar 3.16 dinyatakan sebagai ruang 3 dan 8, pada Gambar 3.17 dinyatakan sebagai A, dan pada Gambar 3.18 dinyatakan sebagai H) dirancang untuk mendukung penerapan cross-ventilation. Semua dinding yang menghadap common room memiliki bukaan agar ruanganruangan selain common room bisa mendapatkan cross-ventilation. (Roaf, Fuentes, & Thomas, 2003, hal. 321) Surabaya Ecohouse dirancang oleh Prof. Silas dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan Dr. Y. Kodama dari Kobe Design University. Hunian ini adalah milik Departemen Pekerjaan Umum RI dan Institut Pengembangan Infrastruktur Jepang. (Roaf, Fuentes, & Thomas, 2003, hal. 320)
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
32
Hunian ini dipakai oleh Yaseri Dahlia Apritasari (Departemen Arsitektur ITS) sebagai subjek penelitiannya tentang ventilasi dalam bangunan. Ia meneliti tentang pengaruh perbedaan ukuran bukaan—yang ia nyatakan dalam rasio luas bukaan terhadap luas dinding—terhadap arus pertukaran udara (diukur dalam air change per hour 6). Hasil penelitiannya menyatakan bukaan dengan rasio 43% adalah yang paling optimum—yang senada dengan pernyataan Evans pada Gambar 2.13. Surabaya Ecohouse memiliki atap bertingkat dimana pada puncak atapnya terdapat bukaan. Bangunan ini adalah sebuah rumah panggung karena ruanganruangan untuk kegiatan utamanya diletakkan di lantai II dan III. 3.2.2 Analisis Lantai II dan III
peningkatan kecepatan aliran udara di dalam bangunan Gambar 3.17 Diagram Aliran Udara pada Lantai II (kiri) dan Aliran Udara pada Objek (kanan) sumber: dokumentasi pribadi (kiri) dan Moore, 1993 (kanan)
Berbeda dengan Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence sebelumnya, Surabaya Eco-House tidak berdempet dengan bangunan manapun. Pada denah lantai II (Gambar 3.17) dapat tampak bahwa lubang ventilasi terdapat di keempat sisi bangunan. Hembusan angin dari barat (Apritasari) menimbulkan peningkatan
6
Air change per hour adalah satuan arus pertukaran udara dalam suatu ruangan dimana satu air change per hour adalah pertukaran udara sebesar volume ruangan tersebut per jam. (Roaf, 2003) Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
33
tekanan udara pada sisi timur dan penurunan tekanan udara pada sisi utara, timur, dan selatan. Dalam A terjadi peningkatan kecepatan udara akibat outlet A (bukaan di sisi utara, timur, dan selatan) yang lebih besar daripada inlet-nya (bukaan di sisi barat). Bukaan yang terletak pada keempat sisi A membuat udara bebas mengalir ke seluruh ruangan sehingga semua bagian ruangan mendapat pertukaran udara segar. Hal ini menunjang kenyamanan penghuni.
a
a
Gambar 3.18 Diagram Aliran Udara pada Lantai III (kiri) beserta Diagram Aliran Udara Menurut Teori (kanan) sumber: dokumentasi pribadi (kiri) dan Moore, 1993 (kanan)
Lantai III (Gambar 3.18) mengalami hal yang hampir sama dengan lantai II. Sisi barat mengalami kenaikan tekanan udara sedangkan sisi utara, barat, dan selatan mengalami penurunan tekanan. 3.2.3 Analisis Ruangan-ruangan Lainnya Di dalam H terjadi penurunan kecepatan aliran udara karena inlet pada H (bukaan sisi barat) lebih besar daripada outlet-nya (bukaan sisi selatan I dan J, sisi utara N dan M, serta timur L).
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
34
Gambar 3.19 Diagram Aliran Udara pada B (kiri) dan G (tengah) beserta Diagram Aliran Udara Menurut Teori (kanan) sumber: dokumentasi pribadi (kiri dan tengah) dan Moore, 1993 (kanan)
B dan G memiliki lubang ventilasi di keempat sisinya dimana ventilasi di sisi barat B, selatan B, barat G, dan utara G berperan sebagai inlet sementara ventilasi di sisi utara B dan selatan G berperan sebagai outlet. Udara mengalir bebas ke seluruh ruangan. Hal ini sangat menunjang pertukaran udara di dalamnya.
_
kurangnya aliran udara akibat perbedaan tekanan udara yang kecil
_
Gambar 3.20 Diagram Aliran Udara pada F (kiri) dan C (tengah) beserta Diagram Aliran Udara Menurut Teori (kanan) Diagram kanan menunjukkan kemampuan aliran udara untuk membelok walaupun bukaan tidak berada langsung menghadap terpaan angin. sumber: dokumentasi pribadi (kiri dan tengah) dan Moore, 1993 (kanan)
F dan C memiliki inlet dan outlet di dua sisi yang berbeda yang membuat sebagian besar ruangan dalam F dan C dapat mengalami pertukaran udara. Namun pertukaran udara tersebut tidak sebaik pertukaran udara dalam B dan G. Inlet pada F (bukaan di selatan F) dan C (bukaan di utara C) sulit untuk membentuk tekanan udara karena letaknya tidak langsung menghadap arah datangnya aliran udara tinggi sehingga udara yang masuk kurang maksimal. H pada lantai III juga mengalami hal yang sama dengan A pada lantai II. Terjadi penurunan kecepatan aliran udara. Outlet yang terdapat di semua sisi H utara, timur, dan selatan) membuat seluruh bagian H mendapat aliran udara (yang membuatnya nyaman bagi penghuni). Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
35
Gambar 3.21 Diagram Aliran Udara pada I (kiri) dan N (tengah
Inlet pada I dan N lebih besar daripada outlet-nya. Hal ini membuat kecepatan angin di dalamnya lebih rendah daripada kecepatan angin sebelum masuk ke I dan N.
Gambar 3.22 Diagram Aliran Udara pada J (kiri) dan M (tengah)
Inlet pada J dan M lebih kecil daripada outlet-nya. Hal ini membuat kecepatan angin di dalamnya lebih tinggi daripada kecepatan angin sebelum masuk ke J dan M. Kecepatannya lebih tinggi daripada I dan N tetapi distribusi aliran udaranya tidak sebaik I dan N. 3.2.4 Pemanfaatan Efek Bernoulli dan Tabung Venturi Pada Gambar 3.23 kiri terlihat efek Bernoulli dan tabung Venturi terjadi pada ventilasi pada puncak bangunan. Hal ini membuat udara dari lantai-lantai di bawahnya (lantai I, II, dan III) selain berhembus menuju outlet pada lantai masing-masing juga berhembus menuju ventilasi puncak bangunan. Efek Venturi ini sangat menunjang pertukaran udara sehingga dapat mengoptimalkan pertukaran udara tiap lantai. Udara panas juga dapat dibuang dengan mudah lewat ventilasi puncak karena sifat udara panas yang cenderung menuju ke atas yang biasa disebut stack effect-ventilation. Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
36
_ _ Gambar 3.23 Diagram Aliran Udara pada Potongan a beserta Diagram Aliran Udara Menurut Teori (kanan) sumber: dokumentasi pribadi (kiri) dan Moore, 1993 (kanan)
3.3
Perbandingan Antara Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence dengan Surabaya Ecohouse 3.3.1 Cross-Ventilation Jika rasio antara jumlah luas ruangan yang menggunakan cross-ventilation
(saat pintu tertutup) dengan luas ruangan keseluruhan yang ada dalam bangunan dihitung (lihat Gambar 3.24), maka Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence memiliki persentase yang lebih rendah (56,42 %) daripada Surabaya Ecohouse (97,15 %). Hal ini berarti Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence tersebut sulit untuk mendapatkan ventilasi alami yang nyaman bagi penghuninya karena hampir setengah dari luas keseluruhan hunian tersebut tidak mendapatkan crossventilation. Rumah tersebut akan memeroleh ventilasi alami yang lebih baik (persentasi ruang yang mengalami cross-ventilation meningkat hingga 95,52 %) lagi jika pintu-pintu di dalamnya terbuka—namun sayangnya akan mengurangi privasi yang dibutuhkan para penghuni dalam setiap ruangan. Hunian ini akan membutuhkan pendinginan mekanik yang lebih besar daripada Surabaya Ecohouse (untuk menunjang kenyamanan penghuninya). Agaknya, para perancang Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence sudah membayangkan pemasangan pendinginan mekanik (air conditioner) pada hunian ini sehingga prinsip-prinsip ventilasi alami kurang diindahkan.
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
37
7.48 43.58 56.42 95.5 2 2.85
97.5
Cross-Ventilation Single Sided-Ventilation
Gambar 3.24 Grafik Perbandingan (dalam %) Luas Ruangan dengan Jenis Ventilasi Tertentu (Cross-Ventilation atau Single-Sided Ventilation) terhadap Luas Keseluruhan Bangunan Chalcedoni Residence dengan Pintu Tertutup (atas kiri), Pintu Terbuka (atas kanan), dan Surabaya Ecohouse (bawah)
3.3.2 Common Rooms Seperti yang dijelaskan pada 3.2.1, salah satu perbedaan mendasar antara Tipe 135/160 Chalcedoni Residence dan Surabaya Ecohouse adalah pada common rooms. Common rooms yang dimaksud pada kasus ini adalah ruangan yang bersinggungan dengan sebagian besar ruangan lainnya dan memiliki bukaanbukaan yang menghadap ke luar bangunan. Cross-ventilation juga harus diterapkan pada common rooms. Pada kasus Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence common rooms tersebut adalah ruang A pada lantai I dan ruang I pada lantai II. Sayangnya hanya sedikit ruangan yang memiliki bukaan menuju common rooms tadi (seperti telah diuraikan pada sub-bab 363.3.1). Pemasangan bukaan yang terhadap common rooms akan meningkatkan rasio ruangan dengan cross-ventilation terhadap luas lantai total. Hal ini terlihat bilamana Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence dibuka pintu-pintunya. Pembukaan pintu menambah jumlah bukaan terhadap common rooms yang kemudian akan meningkatkan pula jumlah ruangan yang mendapat crossventilation. 3.3.3 Stack Effect-Ventilation, Efek Beroulli dan Tabung Venturi Kedua hunian memanfaatkan efek Bernoulli dan tabung Venturi serta stackeffect ventilation. Namun pada Tipe 135/160 Chalcedoni Residence hal tersebut
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
38
tampak kebetulan karena tidak ada void khusus (seperti pada Surabaya Ecohouse) sebagai aliran udara naik ke atas; yang ada hanya ruang tangga.
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
39
BAB 4 BAB 4 KESIMPULAN KESIMPULAN
Hunian berdempetan sulit untuk memeroleh ventilasi alami khususnya cross-ventilation. Hal ini diakibatkan banyaknya sisi yang tertutup akibat berdempetan dengan hunian di sebelahnya (baik samping kiri/kanan maupun belakang) sehingga membatasi penempatan bukaan untuk ventilasi alami (lihat sub-bab 3.1.2). Sangat berbeda dengan rumah yang tidak berdempetan (lihat subbab 3.2.2). Penempatan ventilasi alami tidak dibatasi (oleh bangunan-bangunan di sekitarnya) sehingga setiap ruangan di dalamnya mudah untuk memeroleh ventilasi alami secara cross-ventilation. Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk kasus-kasus hunian berdempetan? Pada Gambar 3.24 terlihat bahwa suatu hunian berdempetan (Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence) akan memiliki peningkatan jumlah ruangan yang mengalami cross-ventilation jika pintu terbuka. Pembukaan pintu dapat menjadi solusi yang paling mudah untuk hunian semacam ini. Namun hal ini tidak memberikan privasi yang dibutuhkan para penghuni di dalamnya. Dengan demikian penggunaan pintu sebaiknya diganti dengan pintu-pintu yang memiliki bukaan semacam jalousie agar udara dapat melewatinya sehingga pintu-pintu dapat berperan sebagai bukaan sehingga pintu tetap dapat ditutup namun dapat tetap menjadi bukaan. Perancangan common rooms juga akan sangat mempengaruhi ventilasi. Semakin banyak ruangan yang diberi bukaan-bukaan (jendela-jendela dan pintupintu ber-jalousie) terhadap common rooms maka semakin banyak pula crossventilation yang terjadi. Keterbatasan pemasangan bukaan akibat sisi-sisi hunian berdempet dengan bangunan lain di sekitarnya dapat diatasi dengan penerapan stack effectventilation, efek Bernoulli dan tabung Venturi. Penerapan prinsip ini tidak terlalu bergantung terhadap bukaan-bukaan di sisi-sisi hunian melainkan bukaan-bukaan pada atap (pada Surabaya Ecohouse ditampilkan sebagai bukaan di bawah atap puncak). Void dan ruang tangga dapat dimanfaatkan untuk mengalirkan udara ke bukaan di atap. 39
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
40
Optimalisasi ventilasi alami pada hunian berdempetan dapat dilakukan jika perancang hunian tersebut mau menerapkan prinsip-prinsip ventilasi alami pada tahap perancangan. Hal ini penting karena gagasan-gagasan seperti pemasangan bukaan-bukaan terhadap common rooms, penerapan stack effect-ventilation, efek Bernoulli dan tabung Venturi perlu diterapkan pada tahap perancangan.
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
41
DAFTAR REFERENSI Apritasari, Y. D. Optimize the Percentage of Opening Area due to Thermal Comfort in Hot Humid Residentia: Using Eco House as Model Simulation. (tulisan tidak diterbitkan). Edwards, B. (2001). Design Challenge of Sustainability. Dalam Architectural Design: Green Architecture (Vol. LXXI). London: John Wiley & Sons, Ltd. Evans, M. (1980). Housing, Climate and Comfort. London: The Architectural Press Limited. Fairbridge, R. W. (2007). Climate. Dalam Microsoft Student 2008 [DVD]. Redmond, Washington: Microsoft Corporation. Forbes, D. K. (2007). Republic of Indonesia. Dalam Microsoft Student 2008 [DVD]. Washington: Microsoft Corporation. Frick, H., & Sukisyanto, F. X. (2007). Dasar-dasar Arsitektur Ekologis: Konsep Pembangunan Berlanjutan dan Ramah Lingkungan. Semarang: Kanisius & ITB. Hausladen, G., de Saldanha, M., & Liedl, P. (2008). Climate Skin: Building Concepts that Can Do More with Less Energy. Basel: Birkhäuser. Hyde, R. (2000). Climate Responsive Design: A Study of Buildings in Moderate and Hot Climates. New York: E & FN Spon. Lechner, N. (2000). Heating, Cooling, Lighting: Design Methods for Architects. New York: John Wiley & Sons, Inc. Lippsmeier, G. (1994). Bangunan Tropis (Syahrir Nasution, penerjemah). Jakarta: Erlangga. Moore, F. (1993). Environmental Control Systems: Heating Cooling Lighting. New York: McGraw-Hill, Inc. Roaf, S., Fuentes, M., & Thomas, S. (2003). Ecohouse 2: A Design Guide. Burlington: Architectural Press. Stoutjesdijk, P., & Barkman, J. (1992). Microclimate, Vegetation and Fauna. Knivsta, Sweden: Opulus Press AB.
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
42
Lampiran 1: Denah Lantai I Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
43
Lampiran 2: Denah Lantai II Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
44
Lampiran 3: Potongan a Rumah Tipe 135/160 Chalcedoni Residence
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
45
Lampiran 4: Denah Lantai II Surabaya Ecohouse
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
46
Lampiran 5: Denah Lantai III Surabaya Ecohouse
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009
47
Lampiran 6: Potongan a Surabaya Ecohouse
Universitas Indonesia
Ventilasi alami..., Beriklim Panas Lembab, FT UI, 2009