UNIVERSITAS INDONESIA
PEMODELAN DAN SIMULASI BRUSHLESS DC MOTOR KECIL UNTUK APLIKASI AKTUATOR SIRIP ROKET
LAPORAN SEMINAR
MUHAMMAD AZZUMAR 0806455345
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JANUARI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMODELAN DAN SIMULASI BRUSHLESS DC MOTOR KECIL UNTUK APLIKASI AKTUATOR SIRIP ROKET
LAPORAN SEMINAR Seminar ini diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik
MUHAMMAD AZZUMAR 0806455345
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO PEMINATAN KENDALI DEPOK JANUARI 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Seminar ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Muhammad Azzumar NPM : 0806455345 Tanda Tangan : ............................... Tanggal : 12 Januari 2012
ii
HALAMAN PENGESAHAN
SEMINAR INI DIAJUKAN OLEH : NAMA NPM PROGRAM STUDI JUDUL SEMINAR
: Muhammad Azzumar : 0806455345 : Teknik Elektro : PEMODELAN DAN SIMULASI BRUSHLESS DC MOTOR KECIL UNTUK APLIKASI AKTUATOR SIRIP ROKET
TELAH DIPRESENTASIKAN DAN DITERIMA SEBAGAI BAGIAN PERSYARATAN YANG DIPERLUKAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK PADA PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS INDONESIA
Pembimbing : Dr. Abdul Halim M. Eng (................................)
Ditetapkan di
: ..........................
Tanggal
: ..........................
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, proses penulisan laporan seminar ini dapat terselesaikan. Penulisan laporan seminar ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan dari mata kuliah Seminar yang terdapat dalam kurikulum program studi Teknik Elektro Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai dengan masa penyusunan laporan seminar ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan seminar ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1). Dr. Abdul Halim M. Eng, selaku dosen pembimbing, serta dosen-dosen lainnya, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan seminar ini; (2). Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan berupa dukungan material dan moral; (3). Teman-teman, terutama Arnol Sinaga dan M. Titan Kemal Latif, selaku rekan sekerja saya, dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu saya dalam menyelesaikan laporan seminar ini.
Akhir kata, saya berharap agar Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu. Semoga seminar ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 12 Januari 2012
Muhammad Azzumar
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SEMINAR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Muhammad Azzumar NPM : 0806455345 Program Studi : Teknik Elektro Departemen : Teknik Elektro Fakultas : Teknik Jenis karya : Seminar
, demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : PEMODELAN DAN SIMULASI BRUSHLESS DC MOTOR KECIL UNTUK APLIKASI AKTUATOR SIRIP ROKET , beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : ……………………., Pada tanggal : ……………………., Yang menyatakan,
(Muhammad Azzumar) v
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Muhammad Azzumar : Teknik Elektro : Pemodelan dan Simulasi Brushless DC Motor Kecil Untuk Aplikasi Aktuator Sirip Roket
Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan akan sistem penggerak listrik yang efisien, kecepatan torsi yang tinggi, dan perawatan yang murah semakin meningkat. Akan tetapi motor yang sering digunakan saat ini yakni motor DC belum mampu memenuhi kebutuhan akan hal tersebut. Oleh karena itu, digunakan motor BLDC untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Agar mendapatkan motor brushless yang sesuai, dianalisis secara matematis berdasarkan rangkaian yang diacukan sebagai model motor BLDC ini. Analisis ini dimodelkan dengan dua frame, yaitu frame abc dan frame dq. Setelah itu dibuat juga persamaan – persamaan dari driver motor BLDC ini dan beban dari aktuator sirip rudal ini. Kata kunci: BLDC, driver 3 fasa, sirip rudal
vi Universitas Indonesia
ABSTRACT Name Study Program Title
: Muhammad Azzumar : Electrical Engineering : Modelling and Simulation of Brushless DC Motor Applications For Small Rocket Fin Actuator
Recently, the needs of electric motor that have high efficiency, speed, and torque, and inexpensive treatment is increasing. However, the motor that now is often used, such as DC motor, failed to meet the needs. Therefore, BLDC motor is used to overcome the needs of efficiency, speed, torque, and the treatment cost. In order to obtain a suitable brushless DC motor, analyzed mathematically based on thesequense referred to as a model of the BLDC motor is. This analysis is modeled with two frames, namely abc frame and dq frame. After it was made is also the equations of BLDC motor driver and the burden of these missile fin actuators. Key words : BLDC, driver 3-phase, missle fins
vii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
.................................
ii
.........................................................
iii
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SEMINAR
.....................
v
.............................................................................................
vi
ABSTRACT .............................................................................................
vii
DAFTAR ISI .............................................................................................
viii
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
DAFTAR TABEL
.................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xi
BAB 1 PENDAHULUAN
.....................................................................
1
1.1 Latar Belakang ......................................................... 1.2 Tujuan Penulisan ......................................................... 1.3 Pembatasan Masalah ......................................................... 1.4 Sistematika Penulisan .........................................................
1 3 3 3
BAB 2 DASAR TEORI
.....................................................................
5
2.1 Brushless DC Motor ......................................................... 2.1.1 Cara Kerja BLDCM ................................. 2.1.2 Driver Tiga Phasa ............................................. 2.2 Pengendalian BLDC ......................................................... 2.2.1 Metode Six Step ............................................. 2.2.2 Metode PWM Sinusoidal ................................. 2.3 Metode Pendeteksian Perubahan Komutasi ..................... 2.3.1 BEMF dan Zero Crossing ................................. 2.3.2 Encoder ......................................................... 2.3.3 Sensor Hall ......................................................... 2.4 Transformasi Clarke ......................................................... 2.5 Transformasi Park ......................................................... 2.6 Model Brushless DC Motor ............................................. 2.6.1 Persamaan BLDC dalam Frame abc ......... 2.6.2 Persamaan Torsi ............................................. 2.6.3 Persamaan BLDC dalam Frame dq .........
5 7 11 12 12 14 16 17 17 18 20 21 22 22 25 26 viii
Universitas Indonesia
2.6.4 2.6.5 2.6.6
Persamaan Mekanik ................................. Inverter ......................................................... Torsi Beban .............................................
BAB 3 SIMULASI DAN ANALISIS
26 28 29
.............................................
31
3.1 Validasi Blok Diagram Simulasi Open Loop ..................... 3.2 Berdasarkan Perubahan Tegangan Input ..................... 3.3 Pengendalian Kecepatan Rotor dengan PI Controller......... 3.3.1 Blok Pengendali Arus Hysteresis ..................... 3.3.2 Blok PI Speed Controller ................................. 3.3.3 Blok Current Reference ................................. 3.3.4 Simulasi .........................................................
31 32 34 34 35 36 36
BAB 4 KESIMPULAN
.....................................................................
38
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
..................................................................... …………………………………………….
40 41
ix Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Strategi Pengendalian Driver ......................................................
10
Tabel 3.1 Tabel Hubungan Posisi Rotor dengan Arus Referensi ...............
36
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Penampang Motor BLDC .......................................................
6
Gambar 2.2 Sensor Hall dan Encoder pada Motor BLDC .........................
6
Gambar 2.3 Medan Magnet Putar Stator dan Perputaran Rotor ................
8
Gambar 2.4 Tegangan Stator BLDC ..........................................................
8
Gambar 2.5 Skema Umum Driver Tiga Phasa ............................................
9
Gambar 2.6 PWM Six Step .........................................................................
11
Gambar 2.7 PWM Six Step 3 Fasa ..............................................................
11
Gambar 2.8 Implementasi Algoritma Six Step ...........................................
12
Gambar 2.9 Pembentukan Sinyal PWM Sinusoidal ...................................
13
Gambar 2.10 Implementasi PWM Sinusoidal ............................................
14
Gambar 2.11 Sensor Hall dan Perubahan Sinyal PWM .............................
17
Gambar 2.12 Kombinasi Nilai Sensor Hall pada Motor 4 Pole .................
17
Gambar 2.13. Transformasi Clarke ............................................................
18
Gambar 2.14. Transformasi Park ...............................................................
19
Gambar 2.15 Model Stator Brushless DC Motor ......................................
20
Gambar 2.16 Inverter 3 Fasa .....................................................................
26
Gambar 3.1 Model Simulasi Pergerakan Fin Missile Secara Open Loop..
29
Gambar 3.2 Perubahan Kecepatan Rotor Berdasarkan Perubahan Tegangan
30
Gambar 3.3 Perubahan Tegangan Stator di 0.5 seconds ..........................
31
Gambar 3.4 Blok Simulasi Pengendalian Kecepatan Rotor ....................
32
xii Universitas Indonesia
Gambar 3.5 Blok Current Hysteresis .......................................................
33
Gambar 3.6 Blok Pengendali PI Speed ......................................................
33
xiii Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, kini dikembangkan teknologi rudal. Agar rudal dapat bekerja sesuai keinginan, maka dibutuhkan pada pengendalian rudal. Pengendalian ini lebih difokuskan kepada pengendalian actuator pada fin rudal. Actuator yang digunakan sebagai penggerak fin rudal ini yaitu motor listrik. Motor yang dibutuhkan yaitu motor yang memiliki efisiensi tinggi, torsi yang tinggi, kecepatan yang tinggi dan dapat divariasikan, dan biaya perawatan yang rendah. Hanya saja motor yang digunakan secara umum saat ini, yakni motor DC, belum dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Motor DC memiliki efisiensi yang tinggi karena penggunaan tegangan DC pada rotor untuk menggerakan motor tersebut. Hanya saja motor DC memiliki biaya perawatan yang tinggi. Biaya perawatan yang tinggi ini muncul akibat digunakannya brush dalam komutasi motor DC. Brush pada motor DC ini cepat mengalami kerusakan. Hal ini terjadi karena pada saat motor berputar, pada brush, akan timbul arching akibat proses komutasi. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan efisiensi tinggi, torsi yang tinggi, kecepatan yang tinggi dan dapat divariasikan, dan biaya perawatan yang rendah, maka digunakan motor brushless DC atau motor brushless AC. Brushless DC maupun brushless AC sebenarnya memiliki komponen yang sama yakni stator yang terbuat dari kumparan dan rotor yang terbuat dari permanen magnet. Perbedaan mendasar dari BLDCM dengan BLACM adalah Universitas Indonesia
2
back EMF yang diberikan yakni BLDC memiliki back EMF berupa trapezoidal dan BLAC memiliki back EMF berupa sinusoidal. Walaupun demikian pada prakteknya, keduanya sama dan sering disebut dengan BLDCM. Hal ini terjadi karena kedua jenis motor ini menggunakan pengendali yang sama, sumber tegangan utama yang sama, yakni tegangan DC, dan memiliki komponen penyusun yang sama. Oleh karena itu, perlu dimodelkan secara matematis terlebih dahulu motor brushless DC, baik dari frame abc maupun frame dq, yang akan dirancang dan digunakan sebagai actuator pada fin rudal, agar tercipta actuator yang diharapkan. Agar motor mampu bekerja dengan torsi dan kecepatan yang konstan, diperlukan timing perubahan komutasi yang tepat dalam pengendalian BLDC. Oleh karena itu, pada motor BLDC, akibat tidak memiliki brush, digunakan encoder atau 3 buah sensor hall untuk menentukan timing perubahan komutasi pada pengendalian BLDC. Pada umumnya, encoder digunakan untuk menentukan perubahan timing komutasi. Namun karena encoder bersifat tetap (tidak dapat diubah), suatu encoder belum tentu dapat diterapkan pada motor lain. Hal ini terjadi karena apabila motor memiliki jumlah pole yang berbeda, encoder yang digunakan pun harus berbeda. Hal ini berbeda dengan sensor hall yakni apabila jumlah pole dari motor berubah, letak dari sensor hall pun dapat dengan mudah diubah. Agar actuator fin rudal dapat terkendali, dibutuhkan pengendali pada actuator tesebut. Pengendali ini menggunakan PID controller yang di-tunning dengan
metode
ziggler-nichols.
Pengendali
ini
diharapkan
mampu
mengendalikan posisi fin rudal dan kecepatan putar actuator tesebut. Universitas Indonesia
3
1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dari seminar ini adalah dapat memodelkan secara matematis motor brushless DC baik dari frame abc maupun frame dq yang menggunakan sensor hall sebagai feedback dalam menentukan timing perubahan komutasi dan mampu mengendalikan posisi fin rudal dan kecepatan putar actuator brushless DC tersebut. 1.3 Pembatasan Masalah Masalah yang dibahas dalam seminar ini adalah: 1. Memodelkan motor brushless DC secara matematis baik dari frame abc maupun frame dq 2. Mensimulasikan motor brushless DC yang telah dimodelkan dengan menggunakan MATLAB R2009A 3. Dapat merancang pengendali kecepatan dan posisi fin rudal dengan menggunakan pengendali PID. 1.4 Sistematika Penulisan Laporan seminar ini dibagi menjadi 2 bab, yakni: 1. Bab I Pendahuluan, bagian ini berisi latar belakang, tujuan penulisan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan. 2. Bab II Dasar Teori, bagian ini berisi teori – teori yang mendukung dalam penyusunan skripsi.
Universitas Indonesia
4
3. Bab III Simulasi dan Analisis, bagian ini membahas tentang simulasi dari hasil motor yang telah dimodelkan 4. Bab IV Kesimpulan, bagian ini adalah kesimpulan dari seminar ini.
Universitas Indonesia
5
BAB 2 DASAR TEORI
2.1 Brushless DC Motor (BLDCM) BLDC motor atau dapat disebut juga dengan BLAC motor merupakan motor listrik synchronous AC 3 fasa. Perbedaan pemberian nama ini terjadi karena BLDCM memiliki BEMF berbentuk trapezoid, sedangkan BLACM memiliki BEMF berbentuk sinusoidal. Walaupun demikian keduanya memiliki struktur yang sama dan dapat dikendalikan dengan metode six-step maupun PWM sinusoidal. Dibandingkan dengan motor DC, BLDCM memiliki biaya perawatan yang lebih rendah dan kecepatan yang lebih tinggi akibat tidak digunakannya brush. Dibandingkan dengan motor induksi, BLCM memiliki efisiensi yang lebih tinggi karena rotor dan torsi awal yang lebih tinggi karena rotor terbuat dari magnet permanen. Walaupun memiliki kelebihan dibandingkan dengan motor DC dan motor induksi, pengendalian BLDCM jauh lebih rumit untuk kecepatan dan torsi yang konstan karena tidak adanya brush yang menunjang proses komutasi dan harga BLDCM jauh lebih mahal. Secara umum BLDCM terdiri dari dua bagian, yakni rotor, bagian yang bergerak, yang terbuat dari permanen magnet dan stator, bagian yang tidak bergerak, yang terbuat dari kumparan 3 fasa. Walaupun merupakan motor listrik synchronous AC 3 fasa, motor ini tetap disebut dengan BLDCM karena pada implementasinya BLDCM menggunakan sumber DC sebagai sumber energi utama yang kemudian diubah menjadi tegangan AC dengan menggunakan inverter 3 fasa. Tujuan dari pemberian tegangan AC 3 fasa pada stator BLDCM adalah menciptakan medan magnet putar stator untuk menarik magnet rotor.
Universitas Indonesia
6
Gambar 2.1 Penampang Motor BLDC Oleh karena tidak adanya brush pada motor BLDC, untuk menentukan timing komutasi yang tepat pada motor ini sehingga didapatkan torsi dan kecepatan yang konstan, diperlukan 3 buah sensor Hall dan atau encoder. Pada sensor Hall, timing komutasi ditentukan dengan cara mendeteksi medan magnet rotor dengan menggunakan 3 buah sensor Hall untuk mendapatkan 6 kombinasi timing yang berbeda, sedangkan pada encoder, timing komutasi ditentukan dengan cara menghitung jumlah pola yang ada pada encoder.
Gambar 2.2 Sensor Hall dan Encoder pada Motor BLDC Pada umumnya encoder lebih banyak digunakan pada motor BLDCM komersial karena encoder cenderung mampu menentukan timing komutasi lebih presisi dibandingkan dengan menggunakan sensor hall. Hal ini terjadi karena pada encoder, kode komutasi telah ditetapkan secara fixed berdasarkan Universitas Indonesia
7
banyak pole dari motor dan kode inilah yang digunakan untuk menentukan timing komutasi. Namun karena kode komutasi encoder untuk suatu motor tidak dapat digunakan untuk motor dengan jumlah pole yang berbeda. Hal ini berbeda dengan sensor Hall. Apabila terjadi perubahan pole rotor pada motor, posisi sensor hall dapat diubah dengan mudah. Hanya saja kelemahan dari sensor hall adalah apabila posisi sensor hall tidak tepat akan terjadi keselahan dalam penentuan timing komutasi atau bahkan tidak didapatkan 6 kombinasi timing komutasi yang berbeda. 2.1.1
Cara Kerja BLDCM Motor BLDC ini dapat bekerja ketika stator yang terbuat dari kumparan diberikan arus 3 phasa. Akibat arus yang melewati kumparan pada stator timbul medan magnet (B):
Di mana N merupakan jumlah lilitan, i merupakan arus, l merupakan panjang lilitan dan µ merupakan permeabilitas bahan. Karena arus yang diberikan berupa arus AC 3 phasa sinusoidal, nilai medan magnet dan polarisasi setiap kumparan akan berubah-ubah setiap saat. Akibat yang ditimbulkan dari adanya perubahan polarisasi dan besar medan magnet tiap kumparan adalah terciptanya medan putar magnet dengan kecepatan
Di mana f merupakan frekuensi arus input dan p merupakan jumlah pole rotor.
Universitas Indonesia
8
Gambar 2.3 Medan Magnet Putar Stator dan Perputaran Rotor Berdasarkan gambar 2.3, medan putar magnet stator timbul akibat adanya perubahan polaritas pada stator U, V, dan W. Perubahan polaritas ini terjadi akibat adanya arus yang mengalir pada stator berupa arus AC yang memiliki polaritas yang berubah-ubah.
Gambar 2.4 Tegangan Stator BLDC
Universitas Indonesia
9
Berdasarkan gambar 2.4, ketika stator U diberikan tegangan negative maka akan timbul medan magnet dengan polaritas negative sedangkan V dan W yang diberikan tegangan positif akan memiliki polaritas positif. Akibat adanya perbedaan polaritas antara medan magnet kumparan stator dan magnet rotor, sisi postitif magnet rotor akan berputar mendekati medan magnet stator U, sedangkan sisi negatifnya akan berputar mengikuti medan magnet stator V dan W. Akibat tegangan yang digunakan berupa tegangan AC sinusoidal, medan magnet stator U, V, dan W akan berubah-ubah polaritas dan besarnya mengikuti perubahan tegangan sinusoidal AC. Ketika U dan V memiliki medan magnet negatif akibat mendapatkan tegangan negatif dan W memiliki medan magnet positif akibat tegangan positif, magnet permanen rotor akan berputar menuju ke polaritas yang bersesuaian yakni bagian negatif akan akan berputar menuju medan magnet stator W dan sebaliknya bagian postif akan berputar menuju medan magnet stator U dan V. Selanjutnya ketika V memiliki medan magnet negatif dan U serta W memiliki medan magnet postif, bagian postif bagian postif magnet permanen akan berputar menuju V dan bagian negatif akan menuju U dari kumparan W. Karena tegangan AC sinusoidal yang digunakan berlangsung secara kontinu, proses perubahan polaritas tegangan pada stator ini akan terjadi secara terus menerus sehingga menciptakan medan putar magnet stator dan magnet permanen rotor akan berputar mengikuti medan putar magnet stator ini. Hal inilah yang menyebabkan rotor pada BLDCM dapat berputar. 2.1.2
Driver Tiga Phasa Untuk membangkitkan daya/tegangan seperti pada gambar 2.5 dari sumber DC, maka digunakan driver 3 phasa seperti gambar 2.6
Universitas Indonesia
10
Gambar 2.5 Skema Umum Driver Tiga Phasa Driver ini tersusun dari 3 pasang transistor PNP dan NPN. Agar dapat menghasilkan tegangan seperti pada gambar 2.4, masing – masing transistor harus diberi sinyal kendali mengikuti urutan pada tabel 2.1. Sinyal kendali yang diberikan berupa sinyal kendali periodik yang dibagi menjadi 6 keadaan. Tabel 2.1 Strategi Pengendalian Driver Step
T1 dan T2
T3 dan T4
T5 dan T6
1
T1
T4
T5
2
T1
T4
T6
3
T1
T3
T6
4
T2
T3
T6
5
T2
T3
T5
6
T2
T4
T5
Berdasarkan Sinyal kendali yang dikenakan pada driver, terdapat dua metode pengendalian BLDC, yakni metode six step dan metode sinusoidal.
Universitas Indonesia
11
2.2 Pengendalian Motor BLDC Terdapat dua metode dalam pengendalian BLDC yakni metode konvensional atau metode six step dan metode sinusoidal. 2.2.1
Metode Six Step Metode six step merupakan metode yang paling sering digunakan dalam pengendalian BLDC komersial. Hal ini terjadi karena metode ini sederhana sehingga mudah diimplementasikan. Hanya saja metode ini memiliki kelemahan yakni memiliki arus rms yang tinggi, rugi – rugi daya yang tinggi, dan bising. Hal ini terjadi karena PWM yang diinginkan dalam metode ini merupakan PWM square dengan frekuensi tertentu sehingga menciptakan gelombang AC yang berbentuk trapezoid atau square. Akibat dari gelombang yang terbentuk square atau trapezoid timbul
gelombang
harmonic.
Gelombang
harmonik
inilah
yang
menyebabkan motor “bising” saat berputar. Metode ini disebut metode six step karena agar mampu menciptakan gelombang trapezoid atau square yang menyerupai gelombang sinusoidal, digunakan PWM square yang terdiri dari 6 bagian yakni 2 bagian positif, 2 negatif, dan 2 bagian floating. Masing – masing bagian besarnya 60 derajat gelombang sinusoidal. Kondisi floating pada algoritma ini adalah kondisi ketika gelombang sinusoidal berpotong pada titik 0.
Gambar 2.6 PWM Six Step
Universitas Indonesia
12
Untuk membentuk gelombang trapezoid atau gelombang square 3 fasa, digunakan 3 buah algoritma six step yang masing – masing berbeda 1 step (60 derajat) antara satu algoritma dengan algoritma lainnya.
Gambar 2.7 PWM Six Step 3 Fasa Dalam implementasi pada driver 3 fasa, maka algoritma PWM pada gambar 2.8 untuk masing – masing fasa dibagi menjadi 2 bagian yakni bagian positif untuk transistor T1, T3, dan T5 (gambar 2.6) dan bagian negatif untuk transistor T2, T4, dan T6 (gambar 2.6).
Gambar 2.8 Implementasi Algoritma Six Step
Universitas Indonesia
13
2.2.2
Metode PWM Sinusoidal Pengendalian dengan metode PWM sinusoidal bertujuan untuk menciptakan gelombang sinusoidal sebagai masukan motor. Kelebihan dari pengendalian ini adalah memiliki arus rms yang lebih kecil dibandingkan metode six step, rugi – rugi yang kecil, dan tidak bising karena pada gelombang sinusoidal tidak terdapat harmonik. Hanya saja metode ini jarang digunakan karena algoritma yang rumit dalam pembangkitan sinyal PWM sinusoidal. Proses pembangkitan PWM sinusoidal dilakukan dengan cara membandingkan sinyal sinusoidal dengan sinyal segitiga yang memiliki frekuensi yang lebih tinggi. Ketika sinyal segitiga dan sinyal sinusoidal ini berpotongan pada dua titik, sebuah sinyal PWM akan terbentuk. Berikut gambar pembentuk sinyal PWM sinusoidal.
Gambar 2.9 Pembentukan Sinyal PWM Sinusoidal Besar resolusi PWM yang dihasilkan sangat tergantung dari frekuensi sinyal segitiga yang digunakan. Semakin besar frekuensi sinyal segitiga yang digunakan, resolusi PWM yang dihasilkan semakin baik. Dan semakin tinggi resolusi PWM yang digunakan semakin sempurna gelombang sinusoidal yang terbentuk.
Universitas Indonesia
14
Dalam implementasi, agar dapat mengendalikan keenam transistor pada driver, sinyal PWM sinusoidal yang didapatkan dibagi menjadi 6 bagian atau step. Masing – masing bagian atau step besarnya 60 derajat. Hal ini terjadi karena perbedaan tiap fasa dari sinyal 3 fasa adalah 120 derajat dan tiap 60 derajat terdapat gelombang sinusoidal yang berpotongan dengan nilai 0. Oleh karena itu sinyal PWM tersebut harus dibagi menjadi 6 bagian untuk menunjang proses komutasi pada BLDC. Berikut implementasi dari PWM sinusoidal:
Gambar 2.10 Implementasi PWM Sinusoidal 2.3 Metode Pendeteksian Perubahan Komutasi Agar BLDC dapat dikendalikan dengan baik (kecepatan dan torsi konstan), diperlukan adanya timing perubahan komutasi yang tepat. Apabila timing perubahan komutasi tidak tepat, motor BLDC akan mengalami slip. Akibat adanya slip adalah kecepatan dan torsi motor tidak konstan. Hal ini tampak terutama pada saat motor berputar pada kecepatan tinggi. Ketika
Universitas Indonesia
15
terjadi slip, kecepatan motor akan cenderung turun dan memiliki kemungkinan motor berhenti berputar. Untuk menentukan timing perubahan komutasi terdapat dua metode yang digunakan yakni metode sensorless dan degan menggunakan sensor. Metode sensorless dilakukan dengan cara mendeteksi BEMF dan zero crossing pada fasa motor yang mengalami kondisi floating (hanya
terdapat
pada
metode
six-step),
sedangkan
metode
dengan
menggunakan sensor adalah dengan menggunakan encoder dan sensor hall. Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada metode sensorless, metode ini tidak dapat digunakan pada kecepatan yang rendah. Hal ini terjadi karena tegangan yang diinduksikan pada kumparan yang tidak dialiri arus (floating) nilainya cukup kecil sehingga tidak dapat dideteksi, selain itu metode ini tidak dapat digunakan pada metode pengendalian sinusoidal karena pada metode ini tidak terdapat satu fasa pun yang mengalami kondisi floating. Kelebihan dari metode ini adalah spesifikasi motor secar fisik tidak diperlukan dan cenderung lebih murah karena tidak menggunakan alat tambahan (sensor tambahan). Sedangkan penggunaan sensor memiliki kelebihan yakni motor dapat berputan pada kecepatan yang rendah dan dapat digunakan pada kedua metode pengendalian yang ada. Kelemahan dari penggunaan sensor adalah fisik motor diperlukan dalam menentukan posisi sensor dan cenderung lebih mahal. 2.3.1
Back EMF dan Zero Crossing Pendeteksian dengan menggunakan Back Electromotive Force (BEMF) dan Zero Crossing dapat disebut dengan pendeteksian sensorless karena pendeteksian ini dilakukan dengan cara mendeteksi tegangan yang Universitas Indonesia
16
timbul akibat induksi magnet rotor pada salah satu kumparan stator yang mengalami kondisi floating. Kondisi floating merupakan kondisi di mana suatu fasa tidak terdapat arus yang mengalir (tidak aktif) dan terjadi tiap 60 derajat. 2.3.2
Encoder Encoder sering dijumpai pada implementasi motor komersial. Hal ini terjadi karena encoder mampu memberikan timing komutasi yang lebih tepat
dibandingkan
dengan
sensor
hall
dan
lebih
mudah
diimplementasikan. Hanya saja encoder memiliki kelemahan yakni suatu encoder tidak dapt digunakan untuk motor dengan jumlah pole yang berbeda dan letak suatu kode komutasi pada encoder hanya dikondisikan untuk satu jenis motor dengan jumlah pole tertentu dan apabila letak dari kode komutasi encoder tidak sesuai dengan pole motor, akan terjadi kesalahan dalam penentuan timing perubahan komutasi dengan encoder dapat dilakukan dengan cara membaca kode komutasi pada disk code dengan menggunakan sensor optik. 2.3.3
Sensor Hall Salah satu cara untuk menentukan timing perubahan komutasi yang tepat adalah dengan menggunakan 3 buah sensor hall. Pada umumnya ketiga sensor hall terpisah 120 derajat satu dengan yang lainnya, walaupun pada kondisi khusus tidak. Kondisi khusus adalah pada motor BLDC yang memiliki pole dalam jumlah banyak (di atas 6 pole). Kelebihan dari penggunaan sensor hall ini adalah peletakkan dari sensor hall awal tidak
Universitas Indonesia
17
perlu terlalu presisi dengan rotor selain itu untuk motor dengan pole yang berbeda cukup dengan menggeser letak dari sensor hall. Kelemahan dari sensor hall adalah apabila letak sensor hall tidak tepat satu dengan lainnya, misalkan pada motor 2 pole tidak benar – benar 120 derajat satu dengan lainnya, kesalah dalam penentuan timing perubahan komutasi dapat terjadi, bahkan ada kemungkinan tidak didapatkannya 6 kombinasi yang berbeda. Apabila posisi salah satu atau ketiga sensor hall tidak berbeda terlalu jauh dengan letak sensor hall yang seharusnya, misalkan seharusnya 120 derajat, posisi dalam implentasi 118 derajat, perbedaan itu dapat dikompensasi dalam algoritma pengendalian atau bahkan dapat diabaikan. Dengan menggunakan tiga sensor hall akan didapatkan 6 kombinasi yang berbeda. Keenam kombinasi ini menunjukkan timing perubahan komutasi. Ketika dari ketiga sensor hall didapatkan kombinasi tertentu, sinyal PWM pada suatu step harus diubah sesuai dengan kombinasi yang didapatkan.
Universitas Indonesia
18
Gambar 2.11 Sensor Hall dan Perubahan Sinyal PWM
Gambar 2.12 Kombinasi Nilai Sensor Hall pada Motor 4 Pole Berdasarkan gambar (2.11) dan (2.12) ketika sensor hall menunjukkan kombinasi tertentu maka sinyal PWM akan berubah mengikuti kombinasi yang telah ditentukan, misalkan kombinasi sensor hall menunjukkan 101, maka PWM A dan B akan menyala, sedangkan C akan floating, kombinasi 001, PWM A dan C menyala, sedangkan B akan floating, dan seterusnya. Kondisi floating hanya terdapat pada metode PWM six-step, sedangkan pada metode PWM sinusoidal, kondisi floating merupak suatu kondisi di mana
Universitas Indonesia
19
sinyal sinusoidal berubah dari positif ke negative atau sebaliknya melewati nilai 0. 2.4 Transformasi Clarke Transformasi Clarke merupakan transformasi sistem tiga fasa (a,b,c) menjadi sistem dua fasa (α dan β) yang stasioner. Model dinamik untuk motor brushless DC dapat dinyatakan ke dalam mesin dua fasa jika ekuivalensi diantara keduanya dapat ditentukan. Ekuivalensi tersebut didasarkan pada kesamaan nilai mmf (magnetomotive force) yang dihasilkan pada kumparan dua dan tiga fasa dengan besar arus yang sama. Misalkan dengan mengasumsikan bahwa kumparan tiga fasa mempunyai lilitan sejumlah T1 dan besar arus untuk tiap fasanya yang sama besar, maka kumparan dua fasa akan mempunyai jumlah lilitan sebanyak 3T1/2 tiap fasanya untuk membuat nilai mmf antara kumparan tiga fasa dan dua fasa bernilai sama.
Gambar 2.13. Transformasi Clarke Arus is pada gambar 2.13. diatas bila dinyatakan sebagai fungsi dari
komponen tiga fasa adalah sebagai berikut: (2.3)
Universitas Indonesia
20
dan dengan menggunakan identitas Euler ejωt = cos(ωt) + jsin(ωt), maka komponen iα dan iβ dari vektor
dapat dinyatakan sebagai:
sehingga persamaan dalam bentuk matriks untuk mengubah komponen tiga fasa menjadi dua fasa, dengan memperhatikan ekuivalensi diantara keduanya, adalah sebagai berikut:
(2.4)
2.5 Transformasi Park Transformasi Park merupakan transformasi sistem dua fasa stasioner, α dan β, menjadi sistem dua fasa yang berputar, direct (d) dan quadrature (q).
Gambar 2.14. Transformasi Park Dari gambar diatas, hubungan antara vektor stasioner dan vektor
pada kerangka referensi
pada kerangka referensi yang bergerak adalah:
(2.5)
Universitas Indonesia
21
persamaan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
atau secara umum, bila persamaan di atas dinyatakan dalam matriks, maka: (2.6) dan sebaliknya: (2.7)
2.6 Model Brushless DC Motor 2.6.1
Persamaan Tegangan dan Arus dalam Kerangka Referensi Stasioner (Stator) BLDCM memiliki magnet permanen di rotor dan kumparan 3 fasa di statornya. Bentuk rangakaian equivalen BLDCM ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 2.15 Model Stator Brushless DC Motor Dengan menggunakan notasi vektor, baik kumparan rotor maupun stator dapat digambarkan sebagai sebuah rangkaian resistif dan induktif, dan Universitas Indonesia
22
dengan menggunakan
hukum
Kirchhoff untuk
tegangan (KVL),
persamaan kumparan stator dapat dituliskan sebagai: Pada Rangkaian A:
Pada rangkaian B:
Pada rangkaian C:
Maka bentuk persamaan kumparan stator brushless DC motor, sebagai berikut:
Universitas Indonesia
23
(2.8) Di mana L adalah induktansi dari stator, R adalah resistansi dari stator, dan M adalah mutual induktansi. Berdasarkan gaya Lorentz (“gaya yang timbul akibat suatu penghantar berarus pada stator terinduksi oleh medan magnet hasil dari permanen magnet yang dicatu pada rotor”). Gaya yang timbul yaitu: (2.9) Karena (2.10) dimana B adalah kepadatan fluks medan magnet dan l adalah panjang sisi koil yang dikenai medan ini, maka gaya F sebagai berikut: (2.11) Kepadatan fluks medan magnet, B, dapat dinyatakan dalam bentuk fluks ϕrs yang kembali, dikarenakan oleh adanya asumsi bahwa koil stator mempunyai lilitan tunggal, akan sama dengan flux lingkage λm, yaitu: (2.12) dimana Ar adalah luas penampang koil rotor, l adalah panjang sisi koil, dan r adalah radius koil. Akibat dicatunya kumparan rotor dengan permanen magnet kontan, sehingga fluks
yang dihasilkan: (2.13)
Universitas Indonesia
24
di mana
merupakan flux lingkage yang konstan yang terbentuk akibat
medan magnet pada rotor dan θ adalah sudut yang dibentuk antara B dan normal bidang yang ditembus medan magnet. Berdasarkan hukum lens (kawat bergerak melingkar): (2.14) di mana
adalah ggl induksi, B adalah kepadatan fluks medan magnet, l
adalah panjang sisi koil, dan
adalah kecepatan angular.
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.12) dan persamaan (2.13) ke persamaan (2.14), maka tegangan Back EMF nya menjadi: (2.15) di mana p adalah pole pair motor dan
adalah kecepatan putar rotor.
Sehingga Back EMF masing – masing phasa sebagai berikut:
(2.16) Kemudian mesubstitusikan persamaan (2.16) ke persamaan (2.8) akan menghasilkan model motor brushless DC dengan frame abc, yaitu:
(2.17) di mana
Universitas Indonesia
25
L adalah inductance di stator dan M adalah mutual inductance. 2.6.2
Persamaan Torsi Torsi T yang dihasilkan oleh arus pada sisi koil adalah: (2.18) dengan mensubstitusikan persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) ke persamaan (2.18) menjadi:
(2.19) di mana:
Posisi
stator
selalu tegak
lurus
dengan
rotor,
sehinggan
torsi
elektromagnetik yang dibangkitkan sebagai berikut:
(2.20)
di mana adalah posisi angular rotor dan p adalah pole pair motor. Torsi electromagnet ini dapat diubah ke dalam frame dq dengan cara memproyeksikan persamaan (2.20) dengan persamaan (2.26), menjadi: (2.21)
Universitas Indonesia
26
(2.22) 2.6.3
Model Brushless DC pada Kerangka Referensi Eksitasi (sumbu d-q) Untuk memodelkan motor brushless DC pada kerangka referensi eksitasi (sumbu dq) yang bergerak, dapat menggunakan transformasi frame abc ke frame dq seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Persamaan tegangan stator dan rotor motor brushless DC secara umum: (2.23) (2.24) Sedangkan persamaan untuk fluksnya adalah: (2.25) Jika persamaan (2.23) diproyeksikan ke sumbu dq, dengan matriks tranformasi sebgai berikut:
(2.26)
maka persamaan-persamaan tersebut akan menjadi: (2.27) (2.28) Persamaan (2.25) menjadi: (2.29) (2.30) Sehingga persamaan tegangan dan fluks brushless DC motor dalam frame dq adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
27
(2.31) 2.6.4
Persamaan Mekanik pada Motor Torsi dipengaruhi oleh momen inersia, gesekan putaran, dan beban yang diberikan. Berikut bentuk persamaan torsi mekanik: (2.32) di mana
adalah percepatan angular pada rotor,
adalah kecepatan
angular rotor, J adalah momen inersia, Bm adalah viscous friction pada rotor, dan
adalah beban yang diberikan pada motor.
karena
maka persamaan torsi yang terbentuk, sebagai berikut: (2.33) dan posisi rotor dapat ditentukan dari (2.34)
Universitas Indonesia
28
2.6.5
Inverter Agar dapat mengendalikan putaran pada motor brushless DC 3 fasa ini, perlu diketahui terlebih dahulu tegangan inputan yang masuk ke motor. Oleh karena itu perlu memodelkan persamaan tegangan yang dihasilkan dari driver 3 fasa ini. Berikut gambar dari inverter:
Gambar 2.16 Inverter 3 Fasa
Pada fase U Kondisi atas (di mana arus mengalir melalui T1 atau D1), menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Kondisi bawah (di mana arus mengalir melalui T4 atau D4), menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Tegangan yang terbentuk pada fase U adalah (2.35)
Pada fase V Kondisi atas (di mana arus mengalir melalui T3 atau D3), menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Kondisi bawah (di mana arus mengalir melalui T6 atau D6), menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
29
Tegangan yang terbentuk pada fase V adalah (2.36)
Pada fase W Kondisi atas (di mana arus mengalir melalui T5 atau D5), menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Kondisi bawah (di mana arus mengalir melalui T2 atau D2), menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Tegangan yang terbentuk pada fase W adalah
(2.37) Dari keseluruhan tiga fase tersebut didapat persamaan tegangan sebagai berikut:
(2.38) Di mana 2.6.6
. Karena beban 3 fasa adalah simetris.
Torsi Beban Beban yang dimaksudkan pada simulasi ini adalah pengaruh dari torsi aerodynamic dan pergeseran dari putaran rotor sebagai actuator terhadap fin missile.
Torsi aerodynamic Torsi aerodynamic ini merupakan fungsi gain dari pergeseran dari posisi rotor dengan posisi fin akibat dari penggunaan gear backlash.
Universitas Indonesia
30
Model matematis dari gear backlash ini adalah: (2.39) di mana
adalah keluaran hasil backlash (posisi fin),
adalah
posisi rotor, dan b adalah konstanta pergeseran backslah.
Torsi friction Torsi friction ini dapat dimodelkan dengan : (2.40) di mana fungsi sign yaitu sign adalah gain torsi friction dan
adalah viscous friction.
Universitas Indonesia
31
BAB 3 SIMULASI DAN ANALISIS
3.1 Validasi Blok Diagram Simulasi Open Loop Dengan penjelasan pemodelan matematis tiap blok yang telah dijelaskan di bab dasar teori, kemudian dibuat simulasinya dengan menggunakan matlab, berikut model yang dibuat:
Gambar 3.1 Model Simulasi Pergerakan Fin Missile Secara Open Loop Keterangan gambar: Scope1: arus stator 3 fasa Scope3: kecepatan rotor dalam rpm Scope4: torsi elektromagnetik Scope5: posisi rotor vs posisi fin
Universitas Indonesia
32
3.2 Berdasarkan Perubahan Tegangan Input Dari model yang digambarkan pada gambar 3.1 tegangan yang diinputkan berupa tegangan DC, dengan fungsi:
Menghasilkan kecepatan rotor seperti gambar di bawah ini:
Gambar 3.2 Perubahan Kecepatan Rotor Berdasarkan Perubahan Tegangan Stator Baerdasarkan gambar di atas, terlihat terjadi peubahan kecepatan berdasarkan perubahan tegangan stator. Berikut penggambaran perubahan tegangannya:
Universitas Indonesia
33
Gambar 3.3 Perubahan Tegangan Stator di 0.5 seconds Jika dianalisis berdasarkan persamaan (2.2):
Vdc= 12 volt Pada tegangan stator dicatu dengan 12 volt, frekuensi timing yang dihasilkan sekitar 10.5 Hz (terlihat pada gambar 3.2). Jika dihitung dengan persamaan (2.2) akan menghasilkan kecepatan putar sebesar 315 RPM.
Vdc= 24 volt Pada tegangan stator dicatu dengan 24 volt, frekuensi timing yang dihasilkan sekitar 19.23 Hz (terlihat pada gambar 3.2). Jika dihitung dengan persamaan (2.2) akan menghasilkan kecepatan putar sebesar 376.9 RPM.
Berdasarkan analisis dari prinsip kerja motor brushless DC motor telah menghasilkan hasil yang sesuai. Namun jika dianalisis berdasarkan simulasi ini terlihat hasil memiliki overshoot, serta masih terdapat ripple yang banyak. Sistem membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai steady state. Oleh karena itu, pada bab ini juga akan dibahas pengendalian kecepatan rotor agar memiliki transisen yang bagus dalam bekerja. Universitas Indonesia
34
3.3 Pengendalian Kecepatan Rotor dengan PI Controller Setelah disimulasikan pemodelan brushless DC secara open loop, kemudian akan dibahas simulasi brushless DC secara closed loop dengan referensi kecepata. Pengendalian ini menggunakan dua closed loop, di mana loop luar adalah pengendalian kecepatan dengan PI controller dengan feedback berupa kecepatan rotor dan loop dalam adalah pengendalian arus histeresis. Blok simulasi diagram dari sistem kontrol total ditunjukkan pada gambar.
Gambar 3.4 Blok Simulasi Pengendalian Kecepatan Rotor 3.3.1
Blok Pengendali Arus Hysteresis Blok arus histeresis kontroler adalah untuk mencapai kontrol arus histeresis, di mana sinyal input referensi tiga fasa dan arus praktis, dan output sinyal akan bertindak sebagai sinyal kontrol dari inverter, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar. 3.4:
Universitas Indonesia
35
Gambar 3.5 Blok Current Hysteresis
Ketika arus praktis lebih besar daripada arus referensi dan error lebih besar daripada lebar ring dari komparator hysteresis, fasa yang cocok akan ke depan dan belok secara reverse. Dan sebaliknya, arus akan digunakan secara reverse dan mengarah ke depan. Ketika pemilihan lebar ring hysteresis yang tepat, arus praktis akan mengikuti arus referensi secara kontinyu. Dengan ini berarti kendali closed-loop dapat tercapai. 3.3.2
Blok PI Speed Controller Pengendalian kecepatan mengaplikasikan regilator PI, yang banyak digunakan di berbagai bidang. Dan hubungan integralnya memiliki efek akumulasi, memorisasi dan delay, yang memungkinkan pengendali PI mengurangi eror statis. Blok diagram dari speed PI ditunjukkan pada gambar. Blok saturasi membatasi amplitudo dari ouputan arus referensi tiga fasa pada range yang diinginkan.
Gambar 3.6 Blok Pengendali PI Speed
Universitas Indonesia
36
3.3.3
Blok Current Reference Aksi dari blok arus referensi adalah untuk menghasilkan arus referensi tiga fasa yang tergantung dari amplitudo sinyal arus, Is, dan posisi sinyal, yang secara langsung masuk ke blok pengendali arus hysteresis untuk membawa pengendali
arus hysteresis
dibandingkan dengan arus
sebenarnya. Tabel di bawah menunjukkan hubungan yang cocok antara posisi rotor dan arus referensi tiga fasa. Tabel 3.1 Tabel Hubungan Posisi Rotor dengan Arus Referensi
3.3.4
Simulasi Simulasi ini menggunakan pengendali PI dengan konstanta gain proportional (Kp) sebesar 5 dan konstanta gain integrator (Ki) sebesar 0.011 serta range arus yang dibutuhkan sebesar batas atas sebesar 35 A dan batas bawah sebesar -35 A (Parameter – parameter tersebut diambil dari jurnal “Research of Modeling BLDCM Control System Based on SFunction Builder) dan dengan set point sebesar 100 RPM, menghasilkan respon kecepatan seperti berikut:
Terlihat dari gambar di atas respon sistem mempunyai error steady state sama dengan nol. Oleh karena itu pengendali kecepatan ini berhasil disimulasikan dengan parameter – parameter tersebut.
Controller Proportional (Kp) Pengaruh terhadap sistem: 1. Memperbaiki transien response, khususnya: rise time dan settling time
Universitas Indonesia
37
2. Mengurangi error steady state 3. Semakin besar sinyal kendali yang dihasilkan, maka semakin besar error
Controller Integrator (Ki) Pengaruh terhadap sistem: 1. Menghilangkan error steady state 2. Respon lebih lambat 3. Penambahan orde sistem
Universitas Indonesia
38
BAB 4 KESIMPULAN
Dalam seminar ini, beberapa hal yang dapat kita simpulkan antara lain adalah : 1. BLDCM memiliki magnet permanen di rotor dan kumparan 3 fasa di statornya. Bentuk rangakaian equivalen BLDCM ditunjukkan oleh gambar berikut.
2. Model Matematis dari persamaan tegangan dan fluks dari rangkaian stator yaitu
di mana
keterangan: Ua , Ub , Uc : tegangan phasa ia , ib , ic : arus phasa ea , eb , ec : back EMF R: resistance stator L: self-inductance stator M: mutual inductance Universitas Indonesia
39
: Kecepatan putaran rotor p: pole pair motor 3. Persamaan Torsi Elektromagnetik
di mana adalah posisi angular rotor dan p adalah pole pair motor 4. Frame abc dapat diproyeksikan menjadi frame dq dengan matriks:
5. Persamaan tegangan,fluks, dan torsi dalam frame dq yaitu sebagai berikut:
dan di mana
6. Model ini berhasil dimodelkan dan disimulasikan dengan model inverter dan model beban sirip rudal yang telah dijelaskan di bab 2.
Universitas Indonesia
40
DAFTAR PUSTAKA
Abe Dharmawan. “Pengendalian Motor Brushless DC Dengan Metode PWM Sinusoidal Menggunakan ATMEGA 16” Skripsi UI 2009 Zhu Dong, Che Yanbo, and Zhao Lihua “Research on Modeling of BLDCM Control System Based on S-function Builder”, IEEE C. K. Lee, N. M. Kwok, “Reduced Parameter Variation Sensitivity With a Variable Structure Controller in Brushless DC Motor Velocity Control Systems”, IEEE 1993 Ji Hua and Li Zhiyong,“Simulation of Sensorless Permanent Magnetic Brushless DC Motor Control System”, Proceedings of the IEEE International Conference on Automation and Logistics Qingdao, China September 2008 Milan Ristanovic, Dragan Lazic, and Ivica Indin,“Experimental Validation of Improved Performances of an Electromechanical Aerofin Control System With a PWM Controlled DC Motor”, FME Transactions (2006) 34, 15-20 Dian-sheng SUN, Xiang CHENG, and Xu-qiang XIA, “Research of Novel Modeling and Simulation Approach of Brushless DC Motor Control System”, IEEE 2010 William H. Hayt, Jr. and John A. Buck, “Electromagnetics 7th edition”, Erlangga
Universitas Indonesia
41
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia