UJIAN TENGAH SEMESTER ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN Dosen Pengampu: Dr. Budi Hartono, SE, MARS
BOOK REVIEW ” A Problem Solving Approach to Nutrition Education and Counseling”
Dibuat Oleh : Nurbaety (1609047065)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA PROGRAM STUDI PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2017
PENDAHULUAN Problem atau masalah adalah satu hal yang mungkin tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. Ketika apa yang diinginkan oleh seorang individu tidak tercapai, atau mengalami hambatan dalam pencapaiannya, maka ia dikatakan sedang menghadapi suatu masalah.oleh karena itu dibutuhkan cara dalam pemecahanannya. Seorang individu akan menghadapi masalah jika apa yang diharapkannya tidak tercapai dan ia tidak memiliki kepastian apakah keinginannya itu dapat tercapai atau tidak. Jika seorang individu tidak tercapai keinginannya namun ia memiliki kepastian bahwa keinginannya akan tercapai, maka ia dikatakan tidak menghadapi masalah. Menurut Ormrod (2003), masalah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Masalah yang dapat didefinisikan dengan jelas (well defined problems), yaitu masalah yang memiliki kejelasan atau kepastian dalam tujuan yang diinginkan, informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah dan jawaban benar atas masalah tersebut.2. Masalah yang tidak dapat didefinisikan dengan jelas (ill defined problems), yaitu masalah yang memiliki ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam tujuan yang diinginkan, informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah dan memiliki berbagai kemungkinan jawaban atas masalah tersebut. Seringkali seorang individu mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah disebabkan karena ia tidak memahami dengan baik masalah yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, perlu suatu kemampuan untuk memahami bagaimana cara menyelesaikan suatu permasalahan dengan lebih baik. Tindakan yang dilakukan untuk mencapai keinginan tersebut dapat bervariasi mulai dari aktivitas fisik sampai aktivitas imajinasi Pendekatan pemecahan masalah (Problem solving) memberikan perasaan mampu dalam mengontrol diri sendiri. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan pembelajaran pasien dan mengaktifkan kembali ketrampilan pasien/ klien dalam pemecahan masalah, dapat diterapkan pada masalah kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan gejala somatik dan psikologik (Pierce, D & Gunn,J., 2007). Pemecahan masalah juga dapat meningkatkan perubahan perilaku dalam waktu jangka panjang hal ini karena klien berperan secara aktif dalam menghadapi masalah yang dihadapi baik untuk mengatasi masalah fisik maupun mental. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan keterampilan kognitif yang bersifat kompleks, dan mungkin merupakan kemampuan paling cerdas yang dimiliki manusia (Chi & Glaser dalam Matlin, 1989). Hal ini mengingat ketika memecahkan masalah, seorang individu tidak hanya perlu berfikir, tapi ia perlu berfikir kritis untuk dapat melihat suatu masalah dan berfikir kreatif untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) dianggap sebagai pendekatan yang cocok untuk pasien maupun professional karena tidak membutuhkan waktu yang untuk berlatih dan dianggap efektif untuk diterapkan di level perawatan primer (Gask, L, 2006). Denga kerjasama antara pasien dan terapis dan keaktifan mulai dari perencanaan sampai dengan aktifitaas pada sesi
yang dilakukan saat implementasi terutama oleh responden dengan fasilitasi dari terapis membuat terapai ini menjadi terapi yang aplikatif. Berdasarkan literatur penelitian sebelumnya menunjukan pendekatan pemecahan masalah melalui pendidikan dan pelatihan dapat membantu klien mengatasi hambatan saat menghadapi masalah hidup. Prinsip ini juga digunakan dalam pendidikan gizi dan konseling untuk membantu klien dalam mengatasi hambatan dalam mengubah perilaku gizi (Departement of Onkology , John Hoppskin School of Medicine). Pendidikan dan konseling gizi merupakan salah satu hal yang paling penting untuk mengubah perilaku dan pola makan.Walaupun sudah banyak yang mengerti tentang perilaku yang harus dirubah, mengapa penting dirubah tetapi muncul masalah baru yang terkait dengan perilaku dan pola makan seperti biaya makanan baru, keterampilan memasak yang buruk, kurangnya dukungan sosial dan perubahan pola makan yang dipelajari di masa kanak-kanak. Dalam pelatihan pemecahan masalah untuk pendidikan gizi yang dilakukan di perumahan rakyat di distrik Columbia terdapat perbedaan perempuan dalam menanggapi program Hidup Sehat Melalui Pendidikan dimana program tersebut bertujuan untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayuran. Dengan adanya program tersebut terlihat jelas bahwa dengan pendekatan pemecahan masalah dapat mengubah perilaku gizi. Hal ini terlihat sebagian besar peserta menanggapi positif program tersebut dengan memperhatikan instruktur dan berpartisiapasi secara aktif dan antusias dalam diskusi dan latihan memasak. Di Indonesia sendiri pendekatan pemecahan masalah (problem solving) telah banyak diterapkan dalam meningkatkan perubahan perilaku dan menyelesaikan masalah. Salah datunya adalah penelitian oleh Rini tentang Pengaruh Terapi Penyelesaian Masalah (Problem Solving Therapy) terhadap Penurunan Distress Psikologik Pada Caregiver Lansia menunjukan pengaruh yang baik trehadap penurunan tingkat distress psikologik pada caregiver. A Problem Solving Approach to Nutrition Education and Counseling merupakan jurnal yang ditulis oleh Peter Houts, Shankar Sharada, Ann C. Klassen, Ellen B. Robinson, Marline McCarthy yang diterbitkan pada The Journal of Nutrition Education and Behavior edisi Maret / April tahun 2006. Jurnal ini memberikan kita gambaran tentang penerapan pendekatan pemecahan masalah terhadap pendidikan dan penyuluhan utamanya dalam hal ini adalah masalah nutrisi. Dalam hal ini yaitu tentang pendidikan dan penyuluhan nutrisi. Sebagai contoh pada program HTLE yang dilaksanakan di Columbia menunjukan bahwa adanya peningkatan keefektifan dalam perilaku gizi yang didapatkan dapatkan dari penggabungan pelatihan pemecahan masalah. Jurnal ini membahas tentang penerapan pendekatan pemecahan masalah pada pelayanan kesehatan dan pendidikan dan konseling nutrisi. ISI Masalah sebenarnya mempunyai manfaat dalam perkembangan manusia. Erikson (dalam Eggen & Kauchack, 1997) mengemukakan teori perkembangan psikososial yang menyebutkan bahwa dalam setiap tahap perkembangannya
manusia akan selalu dihadapkan pada krisis. Selanjutnya, Erikson juga mengemukakan bahwa keberhasilan dalam mengatasi krisis yang dihadapi pada akhirnya akan memberikan kesempatan pada setiap individu untuk berkembang, jika individu tersebut dapat mengatasi krisis dengan cara yang benar, dan sebaliknya, jika krisis tidak diatasi dengan benar, maka akan mengganggu tahap perkembangan selanjutnya dari seorang individu. Oleh karena itu kemampuan untuk menyelesaikan masalah sangat diperlukan bagi upaya pengembangan diri seorang individu. Dapat dikatakan jika seorang individu tidak belajar menyelesaikan masalah maka ia akan kehilangan kesempatan untuk belajar, maju dan berkembang. Ada banyak penelitian yang menggunakan pelatihan pemecahan masalah atau terapi untuk membantu mengatasi masalah kesehatan emosional dan fisik. Terapi pemecahan masalah telah digunakan secara ekstensif untuk membantu pasien mengatasi masalah emosional dengan membimbing mereka dalam mengembangkan dan melaksanakan rencana untuk mengatasi masalah dalam kehidupan mereka yang menyebabkan stres. Hampir semua penelitian menunjukkan adanya pengurangan stres emosional setelah mendapat terapi pemecahan masalah dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan terapi pemecahan masalah. Beberapa penelitian lain yang menunjukan hasil yang positif dari terapi pemecahan masalah Pertama , Nezu, dkk yang melaporkan adanya efek positf jangka panjang terhadap wanita yang menderita kanker payudara yang mengikuti terapi pemecahan masalah dibandingkan dengan wanita yang menerima terapi sendiri. Penelitian Allen dkk mengevaluasi sebuah program pemecahan masalah pendidikan singkat untuk pasien kanker payudara yang baru didiagnosis dilakukan tindak lanjut dengan mengikuti mereka dengan memberikan perhatian dengan menelpon mereka. Elliot, Grant, dan Miller mengkaji penelitian tentang pemecahan masalah sosial dan kesehatan perilaku dimana mereka mengutip beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa orang dengan keterampilan pemecahan masalah yang rendah dapat merespon secara berbeda terhadap pemecahan masalah pelatihan dari orangorang dengan keterampilan yang baik. Masalah kesehatan yang menjadi perhatian khusus bagi nutrisi educator dan konselor nutrisi adalah madalah obesitas. Dimana menurut Byrne dalam tinjauannya terhadap aspek psikologis manajemen berat badan menyimpulkan bahwa keterampilan pemecahan masalah yang buruk dikombinasikan dengan selfefficacy rendah memainkan peran penting dalam pemeliharaan berat badan. Byrne juga mengemukakan bahwa pemecahan masalah dapat mempengaruhi berat badan dengan mengurangi stres akibat masalah sehari-hari. Rangkuman Foster, Makris, dan Bailer tentang perawatan perilaku untuk obesitas juga menekankan pentingnya teknik pemecahan masalah dalam mengatasi hambatan untuk mencapai penurunan berat badan. Selain itu, mereka menunjukkan bagaimana pemecahan masalah perspektif membantu klien untuk melihat masalah mereka secara objektif. Penelitian lain tentang pengelolaan diabetes merupakan bagian penting dari manajemen diabetes utamanya perilaku gizi. Penelitian Hill-Briggs penelitian
tentang pemecahan masalah dan manajemen diri pada diabetes dan con-cluded bahwa “mayoritas studi cross-sectional dan ditemukan bahwa pemecahan masalah yang lebih baik dikaitkan dengan perilaku diabetes yang lebih baik perawatan diri. Dari 3 penelitian eksperimental tentang intervensi pemecahan masalah pada diabetes yang ditinjaunya, 2 menunjukkan peningkatan pemecahan masalah dan perbaikan perawatan diri setelah pelatihan pemecahan masalah, sedangkan 1 hanya menunjukkan pemecahan masalah yang lebih baik. Namun, tidak ada penelitian yang menunjukkan perubahan ukuran biologis kontrol diabetes. Rekomendasi Whittemore dkk kepada perawat untuk pengelolaan diabetes tipe II juga menekankan pentingnya mendukung pasien sebagai pemecah masalah. Penelitian tentang terapi pemecahan masalah dan pelatihan secara konsisten menunjukkan efek positif dalam membantu orang mengatasi stres dan penyakit. Hal ini dapat membantu orang untuk melihat masalah perilaku mereka secara obyektif dan untuk melihat bahwa peluang untuk mengubah perilaku. Pemecahan masalah bisa digunakan untuk mengatasi hambatan yang secara langsung mengganggu tujuan gizi serta masalah kehidupan yang menciptakan stres sehingga membuat perubahan menjadi lebih sulit. Dukungan sosial penting untuk menjaga efek jangka panjang dalam pendekatan pemecahan masalah. Ada kemungkinan kuat bahwa orang dengan tingkat keterampilan pemecahan masalah yang berbeda akan merespons program secara berbeda. Oleh karena itu, sebanyak mungkin, program harus disesuaikan dengan orang-orang dengan tingkat keterampilan pemecahan masalah yang berbeda. Selain pada masalah kesehatan model pemecahan masalah juga digunakan dalam pendidikan dan konseling gizi didasarkan pada konseptualisasi D'zurilla dan Nezu tentang pemecahan masalah untuk membantu orang yang mengalami depresi. Menurut D'Zurilla & Nezu, pemecahan masalah mengacu pada "proses perilaku kognitif yang diarahkan sendiri dimana seseorang mencoba untuk mengidentifikasi atau menemukan solusi untuk masalah spesifik yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat 5 elemen pemecahan masalah dalam mengatasi masalah hidup: orientasi, definisi masalah, alternatif pembangkitan, pembuatan keputusan, dan implementasi. Masing-masing dari 5 elemen proses pemecahan masalah ini dapat dimasukkan ke dalam pendidikan gizi dan konseling. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari presentasi formal proses pemecahan masalah hingga pendekatan informal dan individual dimana pendidik nutrisi / konselor mencatat elemen mana yang paling relevan untuk setiap klien dan membantu orang tersebut mengembangkan dan menggunakan keterampilan. Relevan dengan kebutuhannya. Perhatian terhadap perbedaan individual dalam tingkat keterampilan pemecahan masalah, seperti disebutkan di atas, harus menjadi bagian penting dari program pemecahan masalah gizi. Adaptasi terhadap model D'Zurilla / Nezu untuk nutrisi dapat dirangkum dalam singkatan ADOPT, di mana A singkatan dari "Sikap" (sesuai dengan orientasi Elemen dalam model Nezu dkk), D singkatan dari "Definisi" (definisi masalah), O adalah singkatan dari "Open mind" (alternatif generat), P adalah singkatan dari "Planning" (decision making), dan T Untuk "Try it out" (sesuai dengan elemen implementasi).
Sikap Sikap merupakan hal penting dalam perubahan perilaku karena banyak orang yang menghadiri sesi pendidikan dan penyuluhan gizi memiliki sikap pesimis karena kegagalan masa lalu dalam mengubah perilaku gizi mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian Rini (2014) yang mengemukakan bahwa karakteristik kepribadian seperti optimisme dan pesimisme memberikan pengaruh terhadap perubahan perilaku . Mereka mungkin juga mengalami kegagalan dalam aspek lain kehidupan mereka yang mungkin membuat mereka pesimis tentang betapa suksesnya mereka saat ini. Tetapi penting, jika proses pemecahan masalah adalah bekerja, orang memiliki sikap positif, "dapat melakukan" dalam mengatasi hambatan untuk membuat perubahan nutrisi dalam kehidupan mereka. Penelitian oleh Nezu dan Nezu menunjukkan bahwa konseling pemecahan masalah yang membahas sikap pasien terhadap proses pemecahan masalah lebih efektif daripada penetapan keputusan yang tidak sesuai dengan sikap tersebut. Oleh karena itu, masalah ini harus ditekankan sejak awal program. Direkomendasikan bahwa, dalam sesi pengajaran terbuka atau sesi bersama, instruktur atau konselor mendiskusikan sikap yang dimiliki peserta terhadap proses pemecahan masalah. Instruktur / konselor harus menekankan, dari awal, bahwa dia percaya bahwa para peserta dapat memecahkan masalah terkait nutrisi mereka. Selama proses diskusi klien bersama instruktur berusaha untuk mencapai tujuan yang utama yaitu untuk meningkatkan pemahaman kliens tentang hubungan gejala-gejala yang di alami dengan masah-masalah yang sedang dialami termasuk pemahaman bahwa masalah adalah bgian dari kehidupan seharihari (Rini, 2014). Literatur lain ,menyarankan ada baiknya untuk menekankan bahwa memecahkan masalah terutama adalah masalah belajar dan menggunakan keterampilan memecahkan masalah dan bukan tes kekuatan kehendak klien. Penting untuk mengingatkan peserta bahwa mereka adalah pemecah masalah yang efektif dan mereka akan menggunakan keterampilan yang sama dalam mengubah apa yang mereka makan. Hal ini juga penting untuk menunjukkan rasa hormat kepada peserta sebagai pemecah masalah dan penghargaan atas masalah yang mereka hadapi. Tujuan instruktur / konselor adalah memaksimalkan perasaan percaya diri klien sehubungan dengan perubahan perilaku makan mereka. Bagi peserta yang belum pernah berhasil memecahkan masalah gizi di masa lalu, ada baiknya untuk menunjukkan bahwa mereka juga memiliki kesuksesan - misalnya, mengubah perilaku makan mereka hanya dalam waktu singkat. Ini juga saat yang tepat untuk menjelaskan pentingnya "tujuan yang masuk akal" yang cenderung mengarah pada kesuksesan dengan usaha yang masuk akal. Misalnya, alih-alih mencoba melepaskan 5 pon dalam seminggu, tetapkan tujuan makan salad dengan setiap makan malam selama seminggu. Dalam pengalaman kami, tujuan yang masuk akal adalah konsep tunggal yang paling penting dalam proses pemecahan masalah. Menetapkan tujuan yang masuk akal memastikan tingkat keberhasilan yang tinggi yang memberi penghargaan bagi partisipasi dan membantu mengurangi angka putus sekolah. Jika tujuannya
tidak tercapai, paling sering karena tujuannya terlalu tinggi. Dengan tujuan menyesuaikan-ing, orang dapat melihat kemajuan parsial sebagai keberhasilan. Definisi Mendefinisikan masalah dimulai dengan dasar pengetahuan yang sesuai. Pemecahan masalah yang efektif dalam nutrisi didasarkan pada dasar informasi yang benar yang memungkinkan klien untuk menetapkan tujuan yang sesuai dengan gizi dan efektif. Oleh karena itu penting bagi para pendidik gizi dan konselor untuk mengevaluasi pemahaman klien mereka tentang masalah gizi mereka dan perilaku yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Proses ini bisa dilakukan secara informal sebagai bagian dari diskusi, atau dalam bentuk tes mandiri yang dilanjutkan dengan review jawaban dan peluang yang benar untuk mengajukan pertanyaan. Unsur kedua dalam mendefinisikan masalahnya adalah agar klien dapat melihat masalah gizi mereka secara obyektif dan untuk menghindari generalisasi. Meminta peserta apa yang mereka makan dan meminta mereka menjelaskan kondisi Di mana mereka makan bisa sangat membantu dalam mengelompokkan proses pemecahan masalah. Ini adalah dasar untuk menetapkan realistik tujuan gizi dicapai. Bagi klien untuk secara terbuka berkomitmen pada sebuah rencana dengan menjelaskan rencananya kepada anggota kelas lainnya atau menuliskan rencana mereka untuk seorang konselor. Melakukan hal itu membantu klien untuk membayangkan apa yang akan mereka lakukan dan juga meningkatkan komitmen mereka untuk mengerjakan rencananya. Buka pikiran Setelah mereka melaporkan kepada konselor peserta harus didorong untuk memiliki sikap terbuka dan kreatif terhadap strategi baru untuk mengatasi hambatan dan mengubah apa yang mereka dan keluarga mereka makan. Hambatan ini bisa mencakup masalah yang tidak berhubungan langsung dengan gizi, namun hal itu menyebabkan stres membuat perubahan gizi menjadi lebih sulit. Dalam pengaturan kelompok, peserta dapat saling membantu dengan berbagi strategi yang telah berhasil untuk mereka. Kami menemukan bahwa peserta program HLTE sangat tertarik dengan strategi yang telah digunakan orang lain dengan sukses. "Brainstorming" (di mana orang memikirkan pendekatan baru tanpa mempedulikan apakah mereka praktis) sering membantu orang melihat masalah dalam cahaya baru. Dalam pengalaman kami, latihan brainstorming diterima dengan baik oleh orang-orang dari semua latar belakang. Misalnya, meminta beberapa orang untuk memikirkan sebanyak mungkin cara menggunakan sendok adalah latihan "menyenangkan" yang kemudian membantu mereka dalam berpikir bebas tentang cara baru untuk mengatasi hambatan dalam perilaku gizi. Perencanaan Selanjutnya, peserta harus meninjau kembali gagasan yang dihasilkan dalam fase "pikiran terbuka", memilih strategi yang layak, dan membuat komitmen untuk melaksanakan rencananya. Rencana ini harus mencakup cara untuk mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman karena perubahan nutrisi
yang diinginkan. Kesuksesan dapat mempengaruhi sikap mereka terhadap keseluruhan program nutrisi. Karena itu, tujuan awal seharusnya berbuat salah di sisi yang mudah. Begitu orang telah mengalami kesuksesan, mereka lebih mampu menghadapi apa yang tampaknya merupakan kegagalan. Hal ini juga membantu klien untuk mempunyai komitmen untuk melaksanakan perencanaan yang telah disusun untuk memberikan contoh kepada klien lain tanpa perencanaan dengan konselor. Try out Di akhir sesi pertemuan dengan konselor klien atau peserta kembali ke ke rumah dan mencoba melaksanakan perencanaan nutrisi yang telah disusun bersam dengan konselor mereka. Setelah klien mencoba perencaanan tersebut di rumah mereka harus melaporkan kembali pada konselor karena hal ini merupakan bagian penting dari proses ini dan memberi kesempatan kepada instruktur untuk memuji peserta atas pencapaian mereka dan untuk membantu mereka melihat kegagalan sebagai masalah baru yang harus dipecahkan. Ini juga merupakan kesempatan untuk meninjau strategi apa yang telah dan tidak berhasil digunakan dalam rencana masa depan. Selain menggunakan model D'Zurilla / Nezu kita juga bisa menggunakan starategi pemecahan masalah menurut Bransford dan Stein (dalam Eggen & Kauchak, 1997) terdiri dari 5 langkah, yaitu: 1. Identifikasi masalah. Langkah pertama dalam upaya memecahkan masalah ini kelihatannya adalah hal yang sederhana, namun pada kenyataannya, memahami sebuah masalah adalah hal yang cukup menantang mengingat untuk dapat memahami masalah diperlukan suatu daya kreativitas, ketahanan dan kemauan untuk tidak terburuburu dalam menyelesaikan masalah. Banyaknya aspek yang terkait dengan masalah yang dihadapi terkadang ikut menyulitkan seorang individu dalam memahami suatu masalah. Ada beberapa kondisi yang membuat seorang individu mengalami kesulitan dalam identifikasi masalah, diantaranya: a. Kurangnya pengalaman dalam mengidentifikasi masalah. b. Kurangnya pengetahuan yang terkait dengan masalah, sehingga menyulitkan individu dalam memahami masalah dan melihat alternatif solusi yang tepat untuk mengatasi masalah c. Kecenderungan ingin cepat menemukan solusi, sehingga terkadang individu tidak sabar dan tidak mau membuang waktu untuk memahami masalah dengan lebih komprehensif. d. Kecenderungan berfikir konvergen, sehingga individu tidak dapat melihat berbagai kemungkinan untuk memecahkan masalah. 2. Representasi masalah atau penggambaran masalah Representasi atau penggambaran masalah dapat berupa secara sederhana membayangkan masalah yang ada, maupun menggunakan alat bantu seperti grafik, gambar, daftar dan lain sebagainya. Representasi masalah ini akan membantu individu untuk memberikan makna pada masalah tersebut, yang pada akhirnya akan membantu individu untuk memahami masalah dengan benar.
3. Pemilihan strategi pemecahan masalah Untuk pemecahan masalah yang bersifat well defined, strategi algoritma dapat dijadikan pilihan karena memberikan jaminan tercapainya penyelesaian masalah. Namun untuk masalah yang bersifat ill defined, strategi heuristik akan lebih memberi kemungkinan keberhasilan dalam menyelesaikan masalah. 4. Implementasi strategi pemecahan masalah. Kunci keberhasilan dari implementasi strategi adalah pemahaman yang benar tentang masalah. Jika dalam implementasi ini ada kesulitan, maka perlu dilihat kembali apakah masalah yang dihadapi sudah dipahami dengan benar. Jika ada kesalahan, maka individu tersebut perlu mulai lagi dari awal untuk mengidentifikasi dan memahami masalah dengan benar, kemudian mencoba lagi strategi pemecahan masalah yang sesuai. 5. Evaluasi hasil Evaluasi hasil berarti evaluasi realitas, apakah strategi pemecahan masalah yang diterapkan benar-benar sudah mengatasi masalah yang dihadapi. Dalam pemecahan masalah ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Menurut Ormrod (2003), kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: Pertama adalah kemampuan memori dimana mengingat dalam memecahkan masalah diperlukan kemampuan untuk mengaitkan berbagai informasi, maka memori memegang peranan yang penting. Yang kedua adalah pemberian makna pada masalah. Masalah akan lebih mudah dipahami jika direpresentasikan secara bermakna. Dengan pemahaman akan masalah yang lebih baik, akan mempengaruhi keberhasilan pemecahan masalah. Ketiga yaitu pemahaman individu akan informasi yang relevan dengan masalah. Semakin baik pemahaman seseorang akan berbagai informasi yang terkait dengan masalah, maka akan semakin memungkinkan bagi individu tersebut untuk mencari berbagai alternatif penyelesaian masalah. Kemudian yang keempat adalah Kemampuan memanggil kembali informasi dari memori jangka panjang. Hal ini akan terkait dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang. Jika seorang individu mampu memanggil kembali informasi dari memori jangka panjang, maka tentunya akan membantu individu tersebut mengelaborasikan informasi itu untuk digunakan dalam upaya pemecahan masalah. Yang terakhir yaitu Proses metakognitif, yaitu pemahaman akan kemampuan kognitif dan upayanya dalam mengoptimalkan kemampuan tersebut. Individu yang memahami bagaimana kemampuan kognitif yang dimiliki dan bagaimana mengoptimalkannya cenderung memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang lebih memadai.
ANALISA Kerangka konseptual lainnya yang digunakan dalam pendidikan dan penyuluhan gizi mencakup unsur-unsur pemecahan masalah. Misalnya, selfefficacy, yang merupakan elemen penting dalam Health Belief Model Rosenstock ini, Juga penting Elemen dalam bagian "sikap" model ADOPT. Miller dan Rollnick termasuk Motivational Interviewing menjelaskan tujuan dan mengembangkan strategi yang realistis dalam lingkungan tidak mengancam mendukung. Ini juga adalah bagian penting dari ADOPT. Model ADOPT dapat digunakan bersamaan dengan Motivational Interviewing dan kerangka konseptual lainnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang pemecahan masalah apa yang harus ditawarkan selain apa yang telah ditangani pada model lain. Kontribusi dari model pemecahan masalah dengan ADOPT. Pertama, dengan menggunakan prinsip pemecahan masalah dalam pendidikan gizi, pendidik dan konselor dapat menggunakan literatur klinis dan penelitian ekstensif mengenai terapi pemecahan masalah untuk strategi dalam menangani strategi klien untuk membantu klien mengubah perilaku gizi. Kedua, sementara skema konseptual lainnya termasuk elemen pemecahan masalah, model ADOPT memastikan bahwa semua elemen yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah yang efektif digunakan. Penelitian tentang intervensi pemecahan masalah menunjukkan 4 hipotesis uji coba untuk menggunakan model ADOPT dalam pendidikan gizi dan konseling. Hipotesis 1: Nutrisi pendidikan dan konseling program yang menggabungkan dukungan untuk semua 5 element pemecahan masalah ADOPT akan mencapai perubahan jangka panjang yang lebih besar dalam perilaku gizi dari program yang tidak. Hipotesis 2: Melibatkan orang lain yang signifikan dalam program untuk mengubah perilaku gizi akan menghasilkan perubahan yang lebih besar daripada program tanpa partisipasi lain yang signifikan. Hipotesis 3: Klien yang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik akan mengubah perilaku gizi mereka sebagai hasil dari program pemecahan masalah pemecahan masalah kelompok, namun klien dengan keterampilan pemecahan masalah rendah mungkin memerlukan konseling individual untuk mengubah perilaku tersebut. Hipotesis 4: Nutrisi pemecahan masalah pendidikan atau konseling yang membahas masalah non gizi yang menyebabkan kesusahan klien akan berakibat perubahan yang lebih besar daripada program yang tidak dilakukan. Selain penelitian eksperimental, penelitian deskriptif diperlukan untuk mengetahui bagaimana orang-orang dari berbagai latar belakang dan keterampilan yang berbeda memecahkan masalah dalam mengubah perilaku gizi mereka. Implikasi praktiknya adalah bahwa pendidik nutrisi dan konselor dapat meningkatkan kemungkinan bahwa klien akan mengubah perilaku gizi mereka dengan memasukkan prinsip pemecahan masalah ADOPT (sikap, definisi, pemikiran terbuka, perencanaan, dan mencobanya) ke dalam program mereka. Banyak yang sudah memasukkan beberapa prinsip ini, namun model pemecahan masalah menyediakan kerangka kerja untuk memastikan bahwa semua elemen penting disertakan dan diberi penekanan yang diperlukan.
REKOMENDASI Dari hasil studi ini terlihat bahwa dengan menggabungkan tekhnik pemecahan masalah dalam pendidikan dan penyuluhan kesehatan akan meningkatkan perubahan perilaku jangka panjang dalam perilaku gizi. Oleh karena itu dalam menghadapi masalah, baik itu masalah kesehatan ataupun masalah lain diharapkan teknik ini dapat digunakan juga sehingga masalah tersebut dapat diatasi baik itu dengan bantuan orang lain maupun tdengan kemampuan sendiri. Rekomendasi ini juga sejalan dengan D’Zurilla & Nezu bahwa pemecahan masalah mengacu pada proses perilaku kognitif yang diarahkan sendiri dimana seseorang mencoba untuk mengindentifikasi atau menemukan solusi untuk masalah spesifik yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu rekomendasi lain adalah perlu adanya program untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pemecahan masalah bagi konselor.
UCAPAN TERIMA KASIH Karya ini didukung oleh hibah TURPG-00-294-01-PBP dari The American Cancer Society.
REFERENSI 1. Chang EC, D'Zurilla TJ, Sanna LJ, eds. Pemecahan Masalah Sosial: Teori, Penelitian, dan pelatihan. Washington, DC: Psikologi Amerika Asosiasi; 2004. 2. Shankar S, AC Klassen, Garrett-Mayeer E, dkk. Evaluasi intervensi pendidikan gizi bagi wanita penghuni komunitas perumahan publik Washington DC. J Health Educ Res. 2006; Di tekan 3. Nezu AM, Maguth Nezu C, Felgoise SH, McClure KS, Houts PS. Kejadian Proyek: Menilai kemanjuran terapi pemecahan masalah untuk pasien kanker dewasa tertekan. J Consult Clin Psychol. 2003; 71: 1036-1048. 4. Allen S, Shah SC, Nezu AM, dkk. Pendekatan pemecahan masalah terhadap pengurangan stres di kalangan wanita muda dengan karsinoma payudara. Bisacer. 2002; 69: 3089-3100. 5. Elliot TR, Grant JS, Miller DM. Kemampuan Memecahkan Masalah Sosial dan Kesehatan Perilaku. Dalam: Chang EC, D'Zurilla TJ, Sanna LJ. Prob-lem sosial Pemecahan: Teori, Penelitian, dan Pelatihan. Washington, DC: Asosiasi Psikologi Amer-Amerika; 2004. 6. Byrne SM. Aspek psikologis dari pemeliharaan berat badan dan kambuh pada obesitas. J Psychosomatic Res. 2002; 53: 1029-1036. 7. Kayman S, Bruvold W, Stern JS. Pemeliharaan dan kambuh setelah penurunan berat badan pada wanita: aspek perilaku. Am J Clin Nutr. 1990; 52: 800-807. 8. Senekal M, Albertse EC, Momberg DJ, Groenewald CJ, Visser EM. Program pengelolaan berat badan multidimensional untuk wanita. J Am Di-etetic Assoc. 1999; 99: 1257-1264. 9. Foster GD, Makris AP, Bailer BS. Perilaku pengobatan obesitas. Am J Clin Nutr. 2005; 82 (suppl): 230S-235S. 10. Hill-Briggs F. Pemecahan Masalah dalam Pengelolaan Diri Diabetes: sebuah model perilaku manajemen penyakit kronis. Annals Beh Med. 2003; 25: 182-193. 11. Whittemore RW, Bak PS, Melkus GD, Gray M. Mempromosikan perubahan gaya hidup dalam pencegahan dan pengelolaan diabetes tipe 2. Selai Praktisi Perawat Acad. 2003; 15: 341-349. 12. D'Zurlla TJ, Nezu AM. Terapi pemecahan masalah: Kompetensi sosial Pendekatan terhadap intervensi klinis. Edisi ke 2 New York, NY: Springer Penerbitan; 1999.
13. Rosenstock I. Asal Sejarah Model Kepercayaan Kesehatan. Kesehatan Monografi Pendidikan. 1974; 2 (4). 14. Miller WR, Rollnick S. Motivational Wawancara Second Edition: Mempersiapkan orang untuk berubah. New York, NY: Guilford Press; 2002. Ralat The Journal of Nutrition Education and Behavior edisi Maret / April (JNEB 2006; 38: 127-8) membawa ulasan materi MyPyramid yang tersedia dari Iowa State University Extension, daftar Ruth Litchfield sebagai pencipta situs web. Ruth Litchfield mengirimkan situs untuk ditinjau; Tidak ada pencipta atau penulis yang dikutip dalam pengajuan.