UJI PENGGUNAAN ASAP CAIR UNTUK MENGURANGI BAU PADA LIMBAH PENCUCIAN IKAN DENGAN METODE THRESHOLD ODOR TEST Dwicahyo, A.W*, Hadi, W** *Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111
[email protected] **Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111
[email protected]
Abstract In addition to waste water, the biggest problem came from fish washing activity is the odor.Odor is considered as the effect or impact of a primary pollutant, therefore the decision of the Minister of Environment No. 50/MenLH/11/1996 about standart deree of odor, which is set the source of odors or substances odorants. One of the solution to comply with standart degree of odor is addition of certain subtance that can reduce the odor before further waste water processing. This study intended to test the ability of liquid smoke in reducing odor from fish waste water, by comparing the value of Threshold Odor Number (TON) is obtained with the perception of odor by 10 panelists, in this study also considered the effect of contact time on the value of TON. Odors that arise associated with the concentration of pollutants in the effluent parameters such as COD and NH3 as well as the existence of microorganisms was observed before and after the added liquid smoke. The result from experiment show that liquid smoke is effective in reducing fishy odor from fish waste in dose of 1:20 (10 mL liquid smoke and 200 mL fish waste) with TON value 98. Contact time doesn't significantly influence odor reduction. Liquid smoke with dose 1:20 increased the COD value of fish waste water from 2000 mg/L to 2880 mg/L also increased NH3 concentration from 85.73 mg/L to 97.52 mg/L. The addition of 1:20 dose of liquid smoke reduces total coli from 8x108 to 14x106. Keywords: Odor, Liquid Smoke, Threshold Odor Test, and Threshold Odor Number (TON)
1. PENDAHULUAN Selain limbah buangan cair, masalah terbesar dari aktifitas pencucian ikan adalah bau. Bau dianggap sebagai efek atau dampak dari adanya pencemar primer, oleh karena itu dalam keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 50/MenLH/11/1996 tentang baku tingkat kebauan, yang diatur adalah sumber bau atau zat odoran. Yang dimaksud odoran adalah zat yang dapat menimbulkan rangsangan bau pada keadaan tertentu, berupa zat tunggal maupun campuran berbagai macam zat. Kondisi saat ini di lingkungan sekitar aktifitas pencucian ikan adalah pencemaran bau yang sering dikeluhkan oleh masyarakat yang melintas atau beraktifitas dekat dengan lokasi. Untuk dapat memenuhi standar baku tingkat kebauan di lingkungan aktifitas pencucian ikan, maka diperlukan suatu solusi. Salah satu solusi yaitu penambahan zat tertentu yang dapat mereduksi bau pada limbah buangan ikan, air cucian ikan ditempat, sebelum proses pengolahan limbah selanjutnya. Karena sebagian besar bau yang timbul berasal dari saluran-saluran, bak penampungan sementara, bahkan tumpahan yang tidak ditangani, kemudian karena pengaruh aktifitas bakteri dari udara bebas, sehingga menyebabkan bau. Penggunaan asap cair dalam penelitian ini dipilih sebagai alternatif zat penghilang bau, karena komposisi utama penyusun asap cair adalah karbonil 24,6%, asam karbosilat 39,9 %, dan fenol 15,7 % (Bratzlerr dkk, 1969). Senyawa yang berperan sebagai anti mikroba yang berguna sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah fenol dan asam asetat. Asam yang mudah menguap dalam asap akan menurunkan pH sehingga dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme (Darmaji, 1996). Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji kemampuan asap cair dalam mengurangi bau pada limbah pencucian ikan, dengan cara membandingkan nilai Threshold Odor Number (TON). Bau yang timbul dihubungkan dengan konsentrasi parameter pencemar dalam limbah seperti COD dan NH3 serta diamati keberadaan mikroorganisme sebelum dan sesudah ditambahkan asap cair. 1
2. METODOLOGI PENELITIAN Prosedur yang akan dilakukan pada penelitian ini pada dasarnya untuk menguji kemampuan asap cair dalam menghilangkan bau dan mengetahui dosis optimum penambahan asap cair untuk menghilangkan bau berdasarkan nilai TON pada limbah pencucian ikan. Penelitian ini mengambil sampel di tempat pencucian ikan di pasar, dilakukan dalam skala laboratorium. Asap cair yang digunakan adalah asap cair grade 3, kemudian ditentukan dosis optimum asap cair yang dapat mengurangi bau dan dinyatakan dalam nilai Threshold Odor Number (TON) kemudian di bandingkan TON limbah yang ditambahkan asap cair dan yang tidak ditambahkan asap cair dalam variasi waktu kontak yang berbeda. Asap cair grade 3 diperoleh dari proses pirolisis atau asap cair destilasi, berwarna coklat pekat dengan kandungan tar masih tinggi (51,82 %) dan memiliki warna cokelat tua.
Gambar 1. Alat pembuat asap cair dan produk asap cair
Kerangka penelitian menggambarkan prosedur yang akan dilakukan dalam menguji kemampuan asap cair untuk mengurangi bau limbah ikan, yang dijelaskan pada gambar berikut:
2
Ide tugas akhir: “UJI PENGGUNAAN ASAP CAIR UNTUK MENGURANGI BAU PADA LIMBAH PENCUCIAN IKAN DENGAN METODE THRESHOLD ODOR TEST”
Penentuan parameter penelitian: 1. Nilai Threshold Odor Number (TON) 2. Karakteristik sampel (pH, COD, konsentrasi NH3) 3. Keberadaan mikroorganisme Penentuan variabel penelitian: 1. Dosis asap cair 2. waktu kontak asap cair dengan limbah.
Studi Literatur: 1. Asap cair 2. Threshold Odor Test 3. Threshold Odor Number 4. Bau (karakteristik dan pengukuran)
Pengambilan sampel: 1. Pengambilan sampel di tempat pencucian ikan. 2. Sampel dikondisikan dalam es segera setelah pengambilan.
Persiapan Alat: 1. Beker glas 200ml, erlenmeyer, pipet volumetrik, gelas ukur 2. Persiapan 4 variasi dosis asap cair
Analisa karakteristik awal dan nilai Threshold Odor Number (TON) sampel sebelum ditambahkan asap cair
1. Menentukan dosis optimum asap cair melalui uji ambang bau oleh panelis yang dinyatakan dalam TON 2. Dosis optimum yang ditentukan melalui analisa TON, kemudian dihubungkan dengan variabel waktu kontak untuk dilakukan uji ambang bau kembali, sehingga diperoleh data TON untuk setiap waktu kontak.
Analisa parameter sampel setelah ditambahkan asap cair
Analisa data dan pembahasan
Kesimpulan dan saran
Penulisan laporan
Gambar 2. Kerangka penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini mengunakan asap cair sebagai bahan yang diuji dalam kemampuanya mengurangi bau dengan berbagai variasi dosis untuk memberi panduan jangkauan pemberian asap cair yang paling efisien dalam mengurangi bau yaitu yang paling banyak dipilih oleh panelis saat bau sudah banyak berkurang. Sampel yang ditambahkan asap cair paling optimum mengurangi bau, dan dinyatakan dalam nilai Threshold Odor Number (TON) kemudian dibandingkan TON limbah yang ditambahkan asap cair dan yang tidak ditambahkan asap cair dalam variasi waktu kontak yang berbeda.
3
Limbah pencucian ikan Mengukur TON awal limbah
Mengukur parameter awal limbah
Penentuan Dosis optimum Asap Cair
A
B
C
D
1 : 40 5ml asap cair : 200ml sampel
1 : 20 10ml asap cair : 200ml sampel
1 : 10 20ml asap cair : 200ml sampel
1:5 40ml asap cair : 200ml sampel
2,8
12
50
200
2,8
12
50
200
2,8
12
50
200
2,8
12
50
200
I…..
TON A
TON B
TON C
II…..
X
TON D
X = Salah satu dari Dosis A,B,C atau D
Uji Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Nilai TON
X + 15 menit
2,8
12
50
X + 30 menit
200
2,8
TON X+15
12
50
X + 45 menit
200
TON X+30
12
50
200
2,8
TON X+45
Y = Salah satu dari waktu kontak 15,30,45 atau 60 menit
III…..
2,8
X + 60 menit
12
50
200
TON X+60
KETERANGAN :
I. Dari 4 pengenceran 2,8;12;50;200 sampel+asap cair dengan air bebas
TON XY
bau sampai 200ml, dipilih salah satu untuk dilakukan pembauan yang kedua dengan bahan yg lebih encer.
II. 4 Nilai TON dari 4 dosis yang berbeda, melalui analisa dipilih salah satu sebagai dosis optimum untuk dilakukan uji waktu kontak optimum. III. Melalui serangkaian uji ambang bau yang dihubungkan dengan waktu kontak, dipilih satu waktu kontak yang paling banyak menghilangkan bau.
Mengukur parameter akhir limbah
Gambar 3. Rincian Pelaksanaan Penelitian Penjelasan rincian penelitian Analisa karakteristik awal sampel limbah pencucian ikan yang meliputi pengukuran nilai Threshold Odor Number (TON), COD, NH3, dan keberadaan mikroorganisme. Dosis optimum asap cair ditentukan melalui serangkaian uji persepsi bau. Dibuat 4 variasi dosis yang akan diuji, dosis A dengan perbandingan asap cair dan limbah ikan yaitu 1 : 40, dosis B dengan perbandingan asap cair dan limbah ikan yaitu 1 : 20, dosis C dengan perbandingan asap cair dan limbah ikan yaitu 1 : 10, dosis D dengan perbandingan asap cair dan limbah ikan yaitu 1 : 5. Masing-masing dosis diuji dengan metode Threshold Odor Test yang dibagi menjadi dua tahap, pada tahap pertama disiapkan 4 volume larutan yaitu 2,8ml, 12ml, 50ml, dan 200ml campuran asap cair dan sampel limbah pencucian ikan untuk membuat total volume 200ml. Setelah itu larutan 2,8;12;50 dan 200ml tersebut disajikan ke sepuluh panelis dari konsentrasi yang paling kecil terlebih dahulu, panelis akan memberikan persepsi pada konsentrasi mana bau pertama kali terditeksi. Jika bau terditeksi pada salah satu konsentrasi, maka disiapkan 5 larutan yang lebih encer untuk dilakukan uji bau oleh panelis yang akan mempersepsikan kembali dimana bau pertama kali terditeksi. Konsentrasi terakhir yang dipilih oleh panelis kemudian digunakan untuk menentukan nilai Threshold Odor Number (TON). Prosedur diatas dilakukan untuk setiap dosis yang diuji, maka 4
didapatkan nilai TON masing-masing dosis dari hasil persepsi panelis. Melalui analisa dan pembahasan, didapatkan satu dosis optimum. Dosis optimum selanjutnya digunakan untuk membuat larutan baru dari sumber sampel yang sama untuk selanjutnya dilakukan uji waktu kontak optimum. Waktu kontak optimum adalah durasi campuran antara asap cair dan limbah pencucian ikan yang paling banyak mengurangi bau yang diukur dalam TON. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam percobaan ini, dilakukan pengujian terhadap 4 variasi dosis dan 1 karakteristik awal sampel limbah ikan. Berikut adalah grafik perbandingan nilai TON yang didapatkan melalui serangkaian uji ambang bau oleh 10 panelis:
Nilai T ON
Nilai T ON 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
A
B
C
D
RR e a ktor
Gambar 4. Perbandingan Nilai TON Selanjutnya, dari percobaan keempat reaktor tersebut didapatkan dosis optimum penambahan asap cair pada sampel limbah ikan. Dosis optimum dipilih berdasarkan nilai TON yang paling kecil dan persepsi 10 panelis terhadap bau yang dihasilkan. Nilai TON yang paling kecil direpresentasikan oleh percobaan pada reaktor B yaitu sebesar 98 yang menandakan bau amis mulai berkurang. Sedangkan persepsi bau oleh 10 panelis dipilih pada reaktor yang perbandingan bau amis dan bau asap mencapai 50:50 atau yang mendekati. Hal itu dikarenakan bau asap yang ditimbulkan menggantikan atau hampir menggantikan bau amis yang ditimbulkan oleh limbah ikan.
Berdasarkan pengamatan data hasil uji bau oleh 10 panelis, pada reaktor B terjadi ambigu persepsi jenis bau yaitu antara bau amis atau bau asap cair, artinya dosis pada reaktor B telah mampu mengurangi bau sehingga menyamarkan bau amis yang kuat. Sedangkan pada reaktor yang lain pada beberapa variabel, bau asap cair sudah menggantikan bau limbah pencucian ikan secara keseluruan. Sehingga data selanjutnya yang digunakan untuk uji bau dengan faktor waktu kontak adalah Reaktor B karena dosis pada reaktor B mampu mencapai keseimbangan persepsi jenis bau hingga hampir 50:50 tanpa penambahan asap cair yang berlebihan. Sedangkan jika ditinjau dari nilai TON, dapat dilihat bahwa nilai TON yang paling kecil adalah reaktor B sehingga konsentrasi yang paling optimum yang mampu menghilangkan bau amis adalah reaktor B. Pengurangan nilai TON terhadap nilai TON limbah cair awal tanpa asap cair sebesar 52. Selain itu dosis pada reaktor sebelumnya yaitu reaktor A, bau amis pada limbah cair masih lebih dominan walaupun nilai TON sudah berkurang sebesar 30. Selain itu nilai TON reaktor A masih lebih besar dari pada reaktor B. Untuk reaktor C pengurangan nilai TON berkurang tetapi tidak lebih besar dari pada pengurangan TON reaktor A. Untuk reaktor D nilai TON terkecil kedua setelah reaktor B. Nilai TON reaktor C dan D lebih besar dari pada nilai TON reaktor B walaupun konsentrasi asap cair pada reaktor C dan D lebih besar. Hal ini disebabkan asap cair yang ditambahkan cukup besar sehingga bau yang timbul tidak lagi bau amis melainkan bau asap cair. Sehingga hal ini menyebabkan kenaikan nilai TON, karena prinsip dasar TON adalah menentukan ambang bau melalui pengenceran sampel dengan air bebas bau, hingga bau yang dipersepsikan tercapai. Artinya, sangatlah penting bau yang pertama kali didapatkan dari uji 5
ambang bau, baik itu bau amis ataupun bau asap dan persepsi tersebut sangat mempengaruhi nilai TON.
Pengaruh Waktu Kontak terhadap Nilai TON
Uji pengaruh waktu kontak terhadap nilai TON adalah mengukur pengaruh variabel waktu pencampuran asap cair dan sampel limbah pencucian ikan yang diukur melalui uji Threshold Odor Test. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah waktu kontak secara signifikan berpengaruh terhadap nilai ambang bau atau nilai TON. Dalam penentuan waktu kontak variable waktu kontak yang digunakan adalah 0 menit, 15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit. Penentuan nilai TON pada 0 menit ini digunakan untuk acuan awal kontak. Kemudian, dilakukan uji bau dengan metode Threshold Odor Test kepada 10 panelis. Pengaruh waktu kontak terhadap TON dapat dilihat pada gambar beikut ini:
Nilai T ON
Nilai T ON 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
15
30
45
60
RR e a ktor
Gambar 5. Nilai TON Terhadap Waktu Kontak Pada percobaan dengan variabel waktu kontak, tidak dapat dideskripsikan pengaruh waktu kontak secara spesifik. Karena berdasarkan grafik diatas, nilai TON berangsur menurun kemudian naik secara signifikan. Menurut Clesceri dkk, 1998, angka ambang bukanlah nilai yang selalu tepat. Jika pengujian dilakukan oleh panelis tunggal, maka akan didapatkan keputusan terhadap interpretasi bau secara langsung tanpa perlu mengolah data lebih lanjut.. Satu atau dua pengamat dapat menghasilkan data yang berguna jika sudah dibuat perbandingan dengan panelis dalam jumlah yang besar untuk menentukan sensitivitas mereka. Sebaiknya tidak membuat perbandingan data dari waktu ke waktu atau tempat yang satu ke tempat yang lain kecuali semua persyaratan uji telah distandarkan dan berlandaskan sebuah dasar untuk perbandingan dari intensitas pengamatan. Dengan demikian, jika nilai TON dihubungkan dengan waktu kontak, maka waktu kontak secara signifikan tidak berpengaruh terhadap nilai TON. Meskipun nilai TON sempat turun menjadi 63 pada menit ke 30, dan kemudian naik kembali menjadi 80 di menit ke 45 dan terus naik menjadi 107 pada menit ke 60, seperti yang terlihat pada gambar 5. Fluktuatif nilai TON yang terjadi bukanlah mutlak disebabkan oleh asap cair yang mengurangi bau, namun lebih karena data persepsi bau yang diberikan panelis tidak bisa di bandingkan dari waktu ke waktu, bukan karena persepsi para panelis yang salah, tapi prosedur Threshold Odor Test hanya memungkinkan panelis yang sama untuk waktu yang sama. Pengaruh Pengurangan Bau dengan Konsentrasi Bahan Pencemar pada Limbah Ikan Pada penelitian ini, tidak didefinisiakn sumber bau secara terprtinci, namun bau yang timbul dihubungkan dengan konsentrasi parameter pencemar dalam limbah seperti COD dan NH3. Pengukuran parameter pencemar dilakukan sebelum dan sesudah penambahan asap cair pada limbah ikan. Hasil identifikasi dan pengukuran parameter pencemar dapat dilihat pada tabel berikut: 6
Tabel 1. Hasil Identifikasi parameter pencemar pada limbah ikan saat sebelum dan sesudah penambahan asap cair No.
Parameter
1 2
pH COD Titrasi FAS Blanko Titrasi FAS Sampel Konsentrasi COD NH3 Nilai Absorbansi Blanko Nilai Absorbansi Sampel Konsentrasi NH3
3
4
TotalColiform
Kondisi Awal 6,6
-
Kondisi Akhir* 5,6
22 9,5 2000
mL mL mg/L
22 4 2880
mL mL mg/L
0
A
0
A
0,691
A
0,786
A
85,73
mg/L MPN Index/100 mL
97,52
mg/L MPN Index/100 mL
Satuan
8 x 108
14 x 106
Satuan -
Sumber : Hasil Laboratorium * :Kondisi setelah dilakukan penambahan asap cair dengan perbandingan 1:20 dengan waktu kontak selama 30 menit.
Dari hasil identifikasi pencemaran diatas, menunjukkan bahwa terjadi kenaikan konsentrasi COD yang semula 2000 mg/L pada limbah ikan sebelum penambahan asap cair menjadi 2880 mg/L pada sampel dengan penambahan asap cair dengan dosis 1:20. Hal itu disebabkan, karena komposisi asap cair terdiri dari karbonil (24,6 %), asam karboksilat (39,9%), dan fenol (15,7%). (Tiger,dkk.,1962). Adanya zat organik dalam asap cair yang ditambahkan dalam limbah ikan menyebabkan konsentrasi COD meningkat. Angka COD menunjukkan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik. Sehingga, penambahan asap cair yang cenderung mengurangi bau amis pada limbah ikan namun tidak mengurangi konsentrasi COD, bahkan menambah beban pengolahan limbah karena kenaikan COD yang signifikan. Sedangkan Nilai NH3 juga mengalami kenaikan, dari 85,73 mg/L menjadi 97,52 mg/L. Kenaikan ini disebabkan masih terdapat kandungan protein pada limbah ikan. Pada protein mengandung unsur N yang mampu memecah dan berikatan dengan unsur hidrogen pada senyawa karboksilat yang ada pada senyawa asap cair. Hal inilah yang menyebabkan kenaikan nilai NH3. Dampak Pemberian Asap Cair terhadap Keberadaan Mikroorganisme
Asap cair mengandung fenol dan asam asetat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme dipilh sebagai parameter karena asap cair mengandung zat yang dapat menurunkan jumlah mikroba dalam sampel limbah ikan. Sehingga dilakukan analisis terhadap jumlah mikroba pada saat kondisi awal sebelum ditambahkan asap cair dan pada saat sesudah ditambahkan asap cair. Metode analisis mikroorganisme dilakukan dengan metode Most Probable Number. Pada analisis mikroorganisme ini, dilakukan pengamatan tehadap nilai Total Coli pada limbah ikan sebelum dan sesudah ditambahkan asap cair. Sehingga, metode Most Probability Number yang dilakukan hanya pada tahap uji presumtif. Hasil pengamatan total coli sebelum dan sesuda ditambahkan asap cair dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Hasil Pengamatan Total Coli Tahap Sebelum penambahan asap cair (A) Setelah penambahan asap cair (B)
10 mL
Volume 1 mL
0,1 mL
Total Coli
8 kali
3
0
0
8x108
6 kali
3
2
0
14x106
Pengenceran
Sumber : Hasil Laboratorium
7
Pada percobaan sebelum ditambahkan asap cair pengenceran dilaukan sebanyak 8 kali. Dair hasil pengamatan gelembung pada 10 tabung dengan masing-masing 5 tabung bervolume 10 mL, 1 mL, 0,1 mL didapatkan kombinasi 3-0-0. Kemudian dari kombinasi tersebut diplot pada tabel MPN Index/100 mL diddapatkan MPN Index/100 mL sebesar 8, kemudian dikalikan 10 pangkat jumlah pengenceran yaitu sebesar 8x108. Angka tersebut merupakan indikasi jumlah total coli yang terdapat pada tabung dengan volume sampel limbah ikan sebesar 10 mL. Sedangkan pada percobaan setelah ditambahkan asap cair dengan perbandingan volume 1:20, didapatkan kombinasi 3-2-0 setelah itu diplot pada tabel MPN Index/100 mL didapatkan sebesar 14, kemudian dikalikan 10 pangkat pengenceran sehingga total coli sebesar 14x106. Tabel MPN Index/100 mL dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut: Tabel 3 MPN Index/100 mL
Sumber: Trihadiningrum, 1995.
Pada percobaan total coli ini, terutama pada sampel setelah penambahan asap cair, 5 tabung masing-masing 3 tabung bervolume 10 mL dan 2 tabung masing-masing bervolume 1 mL terdapat gelembung gas. Sedangkan pada percobaan sebelum ditambahkan asap cair, hanya terdapat 3 tabung yang bergelembung gas dengan volume 10 mL lebih sedikit dari pada sampel yang ditambahakan asap cair. Hal ini terjadi dikarenakan, sampel B hanya dilakukan pengenceran sebanyak 6 kali. Sedangkan sampel A sebanyak 8 kali. Jumlah pengenceran ini secara umum mengindikasikan kepekatan larutan. Semakin pekat larutan, maka jumlah mikroorganisme lebih banyak. Namun, karena sampel B hanya dilakukan pengenceran 6 kali, maka angka tersebut juga berpengaruh terhadap total coli yaitu sebesar 14x106 atau 14.000.000. Dari hasil percobaan diatas, maka terjadi penurunan jumlah organisme dari 8x108 atau 800.000.000 menjadi 14x106 atau 14.000.000 setelah ditambahkan asap cair. Sehingga, penambahan asap cair ini berpengaruh terhadap jumlah mikroorganisme dalam limbah ikan. 4. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dosis optimum penambahan asap cair terhadap limbah ikan adalah 1:20 (10 mL asap cair dan 200 mL Limbah ikan) dengan nilai TON paling kecil sebesar 98. 2. Waktu kontak tidak signifikan mempengaruhi nilai TON. Meskipun nilai TON sempat turun menjadi 63 pada menit ke 30, namun fluktuatif nilai TON yang terjadi bukanlah mutlak disebabkan oleh asap cair yang mengurangi bau, namun lebih karena data persepsi bau yang diberikan panelis tidak bisa di bandingkan dari waktu ke waktu, bukan karena persepsi para panelis yang salah, tapi prosedur Threshold Odor Test hanya memungkinkan panelis yang sama untuk waktu yang sama.
8
3.
Asap cair mengandung karbonil yang dapat meningkatkan C organik dalam limbah ikan, sehingga kadar COD meningkat, namun bau amis dapat dikurangi. Sedangkan kenaikan NH3 disebabkan karena masih terdapat kandungan protein pada limbah ikan. Pada protein mengandung unsur N yang mampu memecah dan berikatan dengan unsur hidrogen pada senyawa karboksilat yang ada pada senyawa asap cair. Hal inilah yang menyebabkan kenaikan nilai NH3. 4. penambahan asap cair dengan perbandingan dosis 1:20 berpengaruh terhadap keberadaan mikroorganisme yang ditunjukkan dengan penurunan total coli dari 8x108 menjadi 14x106.
DAFTAR PUSTAKA Alaerts,G. dan Sumestri S.,1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional
BPS (Badan Pusat Statistik ). 2001. Produksi Perikanan Laut yang dijual di TempatPelelangan Ikan. Jakarta. Hal. 20. Bratzler, L.J; Spooner, M.E; Weathspoon, J.B; Maxey, J.A; 1969. Smoke Flavour as Related to Phenol, Carbonil and Acid Content of Bologna. J. Food sci. 34: 146. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Penterjemah Hadi Purnomo dan Adiono. UI Press. Universitas Indonesia, Jakarta. Hal 365. Clesceri, L.S; Greenberg, A.E; Eaton, A.D. 1998. Satandard Methods for the Examination of Water and Waste Water. 20th Edition. Washington DC: American Public Health Association.
Cutting CI. 1965. Smoking. In : Fish as Food, G. Bongstrom (Ed). Vol III. Academic Press. London. Darmaji, P. 1996. Aktivitas Antibakteri Asap Cair yang Diproduksi dariBermacam-macam Limbah Pertanian. Agritech. 16 (4): 19-22. Daun H. 1979. Interaction of Wood Smoke Component and Food. Food Technol (5): 66-70. Fatimah F. 1998. Analisis Komponen Penyusun Asap Cair Tempurung Kelapa. Tesis. FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Firmansyah. 2004. Penggunaan Kombinasi Serbuk Kayu jati dan Cangkang Telur Ayam pada Produksi Asap Cair. Fakultas Peternakan, IPB Bogor.
Foster WW. 1977. The Phisic of Wood Smoke Fish as Food. Edited by Borgstrom G. Three Academic Press. New York, San Fransisco, London. Gangolli SD. 1986. The Toxicology of Smoked Foods. Proceedings of IFST South Eastern Branch Minisymposium : Smoke Food, January 1986. 68-78. Girrard JP. 1992. Smoking. In : Technology of Meat and Meat Products, Girard JP. and Morton I. (Ed). Ellis Horwood Limited, New York. Guillan MD, Ibargoita ML. 1999. Influence of The Moisture Content on the Composition of the Liquid Smoke Produced in the Pyrolysis Process of Fagus sylvatica L. J. Agri food chem. 47 : 4126-4136. Hadiwiyoto S, Darmadji P, Purwasari SR. 2000. Perbandingan Pengasapan Panas dan Penggunaan Asap Cair pada Pengolahan Ikan. Tinjauan Kandungan Benzopiren, Fenol dan Sifat Organoleptik Ikan Asap. Agritech. 20 (1) 14-19.
9
Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gigi Pada Pengolahan Pangan. Terjemahan Achmadi. ITB Press, Bandung. Heldman DR, Singh PR. 1981. Food Process Engineering. 2nd Edit. AVI Publishing Company Inc, Westport. Connecticut.
Jaya IK, Darmadji P, Suhardi. 1997. Penurunan Kandungan Benzo(a)pyrene Asap Cair dengan Zoelit dalam Upaya Meningkatkan Keamanan Pangan. didalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan, Denpasar 16-17 juli 1997. Kamaruddin, A; Abdul, K.I; Nirwan, S, Endah, A; Armansyah, H.T; Yamin, M; Edy, H;Purwanto, Y.A; Dyah, W; Leopold O.N, 1999. Energi dan Listrik Pertanian. Ropiudin dan Aep SU Editor (edisi revisi - belum cetak).Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: KEP 50 /MENLH/ 11 / 1996. Tentang Baku Tingkat Kebauan. BAPEDAL. Jakarta. Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. Marsh, L & Z. Karapetyan. 1999. Gaseous Emissions from Swine Production Facilities: A Review of Technologies Designed to Reduce Odor. Internal Report US EPA Region 6. Dallas. Metcalf & Eddy, Inc. 2003. Waste Water Engineering: Treatment and Reuse, Fourth Edition (International Edition). Singapore: McGraw-Hill Company, Inc.
Pearson AM, Tauber FW. 1984. Processed Meat. 2nd Edit. Smoking. AVI Publishing Company, Inc. Westport. Connecticut. Rojum J. 1999. Flavor of Meat, Meat Products and Seafoods. 2nd Edit. Shahidi F(Ed). Departemen of Biochemistry Memorial University of Newfoundland St John’s, Canada. Sawyer, Clair dkk., 2003. Chemistry for Environtmental Engineering and Science. New York: Mc Graw Hill Company
Simko P, Sklarsova B, Simon P, Belajova E. 2006. Effect of plastic packages on benzo[a]pyrene concentration in sunflower oil. Czech J. Food Sci. 24 (1): 143-148. Simon,R; Calle,B; Palme,S; Meler,D; Anklam,E. 2005. Composition and Analysisof Liquid Smoke Flavouring Primary Products. J. Food Sci. 28 : 871-882. Tahir I. 1992. Pengambilan Asap Cair Secara Destilasi Kering pada ProsesPembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa. FMIPA. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tampubolon M. 1988. Pengaruh Bahan Bakar Terhadap Daya Awet Ikan Asap.Tesis, Pascasarjana IPB, Bogor. Tranggono; Suhardi; Setiadji, B; Darmadji, P; Supranto; Sudarmanto. 1996.Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan Tempurung Kelapa.J. Ilmu dan Teknologi Pangan. Yogyakarta. 1 (2): 15-24. Trihadiningrum,Y. 1995. Mikrobiologi Lingkungan. Surabaya: TL ITS. Winarno FG, Fardiaz S. 1980. Dasar Teknologi Pangan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta. IPB, Bogor. Zaitzev et al. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publishing, Moskow. p.722. 10