Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
UJI KEEFEKTIFAN BIJI SIRSAK (Annona muricata) DAN AKAR TUBA (Derris elliptica) TERHADAP LARVA Chrysomya bezziana SECARA IN VITRO (Effectivity of Sirsak Seed (Annona muricata) and Tuba Root (Derris elliptica) Against Larvae Of Chrysomya bezziana in In Vitro) SRI MUHARSINI, APRIL HARI WARDHANA dan YUNINGSIH Balai Penelitian Veteriner, Jl. R E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRACT Annona muricata (sirsak) and Derris elliptica (tuba) grow widespread in Indonesia and they are known as herbal insecticides. The major active compound of sirsak seed are annonain and squamosin which are included acetogenin compound. The active compound of tuba root is rotenon. The aim of the experiment is to evaluate of hexan and methanol extract of Annona muricata and Derris elliptica against Chrysomya bezziana in vitro. These extract with the concentration of 1 and 2% were added to the larvae at the satage of early L2 and L3 0.05% Counahos and water were used as positive and negative control, respectively. The larvae were observed in 24 hours. Theresults showed that all L2 died at all oncentration when treated with methanol extract of sirsak or methanol and hexane extract of tuba root. Methanol and hexane extract of sirsak with 1 and 2% concentrations killed 26 and 46% L3, respectively. Methanol and hexane extract of sirsak seed and tube root decreased pupae weight of L3 significantly (P < 0.05). The two plants are potential to be used for controlling of Chrysomya bezziana but further in vivo trial is needed. Key Words: Chrysomya bezziana, In Vitro, Derris elliptica, Annona muricata ABSTRAK Tanaman sirsak (Annona muricata) dan akar tuba (Derris elliptica) banyak tumbuh di Indonesia dan dikenal dapat digunakan sebagai insektisida botanis. Senyawa aktif utama biji sirsak adalah annonain dan squamosin yang termasuk golongan senyawa asetogenin, sedangkan senyawa aktif akar tuba adalah rotenon. Tujuan penelitian ini adalah menguji keefektifan biji sirsak dan akar tuba yang masing-masing diekstrak dengan heksan dan metanol, terhadap larva Chrysomya bezziana secara in vitro. Larva yang digunakan adalah L2 awal dan L3 yang diberi perlakuan dengan menambahkan ekstrak heksan dan metanol biji sirsak dan akar tuba masing-masing dengan konsentrasi 1 dan 2%. Kontrol positif dan negatif masing-masing menggunakan coumaphos 0,05% dan H2O dengan menggunakan pengemulsi Tween 20 1%. Pengamatan dilakukan dalam 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan semua larva L2 yang diberi perlakuan dengan ekstrak metanol biji sirsak, ekstrak metanol dan heksan akar tuba, mati pada semua konsentrasi. Sementara itu, L2 yang diberi ekstrak heksan biji sirsak konsentrasi 1 dan 2% mematikan masing-masing 26 dan 46%. Pada L3 yang diberi perlakuan, terjadi penurunan bobot pupa yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol yang diberi air (P < 0,05), baik pada biji sirsak dan akar tuba yang diekstrak dengan metanol dan heksan. Kedua tanaman ini sangat potensial digunakan untuk pengendalian penyakit myiasis yang disebabkan oleh larva Chrysomya bezziana. Namun perlu dilakukan pengujian lanjutan secara in vivo. Kata Kunci: Chrysomya Bezziana, In Vitro, Derris Elliptica, Annona Muricata
PENDAHULUAN Tanaman sirsak (Annona muricata) dan tuba (Derris eliptica) banyak terdapat di Indonesia dan tidak tergantung musim sehingga dapat tersedia secara terus menerus.
Senyawa aktif utama biji sirsak adalah annonain dan squamosin yang termasuk golongan senyawa asetogenin (LOUNDERSHAUSEN et al., 1991a; LEATEMIA dan ISMAN, 2001) sedangkan senyawa aktif akar tuba adalah rotenon. Senyawa asetogenin
1013
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
dari suku annonaceae dilaporkan mempunyai toksisitas yang cukup efektif terhadap serangga dari beberapa ordo seperti Lepidoptera, Coleoptera, Homoptera dan Diptera (LI et al., 1990; LONDERSHAUSEN et al., 1991b; MITSUI et al., 1991). Senyawa Annonain, squamosin dan rotenon bersifat sitotoksik dan neurotoksik sehingga menimbulkan kematian sel pada serangga. Apabila senyawa ini kontak atau masuk ke dalam tubuh maka akan menghalangi ikatan enzim NADH dengan sitokrom creduktase dan sitokrom komplek sub unit I yang berada di dalam mitokondria serangga. Akibatnya sel kehilangan energi dan pernafasan sel akan terhenti (LOUNDERHAUSEN et al., 1991b). Khasiat kedua tanaman tersebut sebagai insektisida telah diujikan pada Callobruchus analis (hama biji kacang hijau) (KARDINAN, 2000); Pediculus humanus (kutu kepala) (SOSROMARSONO, 1990); Plutella xylostella L. (hama kubis dan lobak) (LEATEMIA dan ISMAN, 2004); kutu anjing (HEYNE, 1987); Nilaparvata lugens (wereng coklat) dan Crocidolomia binotalis (ulat kubis) (PRIJONO, 1994). Dari penelitian yang telah terdahulu perlu dilakukan pengujian secara in vitro keefektifan biji sirsak dan akar tuba terhadap larva lalat Chrysomya bezziana. MATERI DAN METODE Koleksi biji sirsak dan akar tuba Biji sirsak diperoleh Bogor berasal dari Pelabuhan Ratu. Akar tuba diperoleh dari Jember (Jawa Timur). Pembuatan ekstrak biji sirsak dan akar tuba Biji sirsak dikupas, sehingga hanya daging bijinya yang tersisa. Daging biji sirsak digiling sehingga menjadi serbuk. Akar tuba dipotongpotong dan dimasukkan ke dalam oven agar kering, sehingga mudah digiling. Pembuatan ekstrak heksan dan metanol dilakukan di Departemen Toksikologi menurut metode PRIJONO (1994). Sepuluh gram serbuk daging biji sirsak dan akar tuba ditambahkan 100 ml metanol atau heksan teknis (1 : 10), lalu dikocok selama dua jam dengan alat pengocok.
1014
Larutan kemudian disaring dengan kertas saring kasar. Sisa serbuk diekstrak kembali dengan menambahkan 50 ml metanol atau heksan teknis dan dikocok kembali seperti di atas. Larutan disaring lagi dan dikumpulkan dengan hasil saringan yang pertama. Larutan kemudian diuapkan di atas waterbath sampai semua metanol atau heksan menguap. Proses ekstraksi ini diulang hingga memperoleh sejumlah ekstrak biji sirsak dan akar tuba yang dibutuhkan. Uji in vitro Metode uji in vitro untuk ekstrak biji sirsak dan esktrak tuba untuk L2 mengacu pada metode KUMARASINGHE et al. (2002), dan uji terhadap L3 menggunakan metoda SPRADBERY et al., (1983). Uji in vitro dilakukan pada ekstrak biji sirsak dan akar tuba dalam berbagai konsentrasi, yaitu 1 dan 2%. Kontrol positif menggunakan asuntol 0,05% yang mengandung coumaphos. Sebagai pengemulsi digunakan Tween 20 1%. Uji ini dilakukan pada larva instar 2 awal untuk mengetahui efek racun perut sedangkan pada larva L3 untuk mengetahui efek racun kontak. Uji L2 dilakukan dalam cawan petri kecil berdiameter 3 cm. Sebanyak 2 ml ekstrak heksan atau metanol dari biji sirsak atau akar tuba dalam berbagai konsentrasi (1 dan 2%) di dalam cawan petri dimasukkan sepuluh L2 C. bezziana awal dan diamati selama 24 jam. Jumlah larva yang hidup dan yang mati dihitung. Setiap isolat dilakukan 5 kali ulangan. Kontrol negatif menggunakan air, sedangkan kontrol positif menggunakan asuntol 0,05%. Uji terhadap L3 dilakukan di dalam pot obat plastik yang diisi dengan ekstrak metanol atau heksan dari biji sirsak dan akar tuba dengan konsentrasi yang sama dengan yang dilakukan pada L2. L3 dicelupkan ke dalam ekstrak metanol dan heksan selama 10 detik, kemudian larva dikeringkan dengan kertas saring. Selanjutnya, larva dipindahkan ke vermikulit dan diamati sampai menjadi pupa. Masing-masing perlakuan menggunakan 5 ulangan, dan masing-masing ulangan memerlukan 30 larva, sehingga jumlah L3 yang digunakan 750 larva. Jumlah larva yang menjadi pupa dihitung dan ditimbang bobotnya, kemudian diamati sampai menetas.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari 10 g biji sirsak yang diekstraksi dalam metanol dan heksan teknis mengasilkan 0,4 g ekstrak, sehingga rendemannya adalah 10%. Sementara itu, dari 10 g akar tuba yang diekstrak dalam metanol dan heksan teknis menghasilkan 1 g ekstrak, sehingga rendemannya 10%. Ada dua cara yang umum digunakan untuk mengekstraksi bahan insektisida botani yaitu dengan pelarut dan distilasi uap. Ekstraksi dengan pelarut yaitu dengan cara bahan ekstrak diupayakan kontak dengan bahan yang diekstraksi selama jangka waktu tertentu, kemudian larutan dipisahkan dari padatan dan pelarut diuapkan dengan menggunakan alat yang sesuai. Ekstraksi yang dikerjakan dalam penelitian ini adalah termasuk infusi. Selain infusi, ada beberapa cara lain yaitu perkolasi, ekstraksi refluks, ekstraksi soklet dan penyulingan (PRIJONO, 2003). Pada penelitian ini, kontrol positif yang digunakan adalah Asuntol™ yang berbahan aktif coumaphos 0,05%. Coumaphos merupakan senyawa golongan organofosfat yang sering digunakan di lapangan. Selain itu coumaphos mempunyai efek racun perut dan kontak, sehingga dapat digunakan sebagai kontrol positif untuk L1, L2 maupun L3. Lalat yang digunakan dalam uji ini adalah lalat yang sudah lama dipelihara di laboratorium, sehingga tidak perlu dikuatirkan kemungkinan pengaruh residu insektisida yang digunakan di lapangan. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan L2 awal, karena lebih mudah ditangani dibandingkan dengan L1 dan aktivitas makannya lebih terlihat, walaupun serangga yang sering digunakan adalah L1, karena jenjang perkembangan yang paling lemah dalam siklus hidup serangga. Metode yang digunakan adalah metode KUMARASINGHE et al. (2002), untuk mengetahui efek racun perut, karena pada stadium ini larva masih memerlukan nutrisi. Telur dan pupa tidak bisa digunakan sebagai obyek pengujian racun perut. L2 diberi perlakuan dengan ekstrak metanol biji sirsak konsentrasi 1 dan 2% mengalami kematian 100% setelah 24 jam, sedangkan yang diberi perlakuan dengan ekstrak heksan mengalami mortalitas masingmasing 26 dan 46% pada konsentrasi 1 dan
2%. L2 yang diberi perlakuan dengan ekstrak metanol dan heksan mengalami kematian 100% pada semua konsentrasi (Tabel 1). Analisa statistik dengan menggunakan Anova, terdapat perbedaan yang nyata antara larva (L2) yang diberi perlakuan dengan ekstrak heksan biji sirsak dengan konsentrasi masingmasing 1 dan 2% (P < 0,05%). Hasil ini menyatakan bahwa efek ekstrak metanol biji sirsak terhadap L2 lebih baik dari ekstrak heksan. Sementara itu, untuk akar tuba, kedua ekstrak sama baiknya, karena dapat mematikan L2 100% dalam 24 jam. Efek ini sama dengan efek asuntol terhadap L2 (Tabel 1). Tabel 1. Rata-rata persentase dan simpangan baku mortalitas L2 setelah 24 jam perlakuan Jenis ekstrak/perlakuan Akuades + Tween 20 1%
Mortalitas (%) ± SD 0,00a ± 0,00
Metanol biji sirsak 1%
100,00b ± 0,00
Metanol biji sirsak 2%
100,00b ± 0,00
Heksan biji sirsak 1%
26,00c ± 19,49
Heksan biji sirsak 2%
46,00d ± 20,74
Metanol akar tuba 1%
100,00b ± 0,00
Metanol akar tuba 2%
100,00b ± 0,00
Heksan akar tuba 1%
100,00b ± 0,00
Heksan akar tuba 2%
100,00b ± 0,00
Asuntol 0,05%
100,00b ± 0,00
Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
Uji in vitro terhadap L3 adalah untuk mengetahui efek racun kontak dilakukan dalam pot obat. Setelah L3 direndam dalam ekstrak selama 10 detik, maka dikeringkan dengan kertas saring dan selanjutnya dipindahkan ke vermikulit hingga menjadi pupa. Jumlah pupa dihitung dan bobot pupa ditimbang. Terjadi penurunan bobot pupa antara 24 – 54% pada L3 yang diberi perlakuan dengan ekstrak metanol dan heksan teknis pada biji sirsak dan akar tuba (Tabel 2). Penurunan bobot pupa yang tertinggi terjadi pada perlakukan L3 yang diberi ekstrak heksan akar tuba 2%. Dengan analisis statistik menggunakan Anova, penurunan bobot ini berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol menggunakan akuades dan Tween 20 1% (P < 0,05). Perbedaan yang nyata juga terjadi pada L3
1015
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 2. Rata-rata persentase dan simpangan baku bobot pupa L3 setelah perlakuan dengan perendaman 10 detik Jenis ekstrak/perlakuan
Rata-rata bobot pupa (mgr) ± SD a
Penurunan bobot pupa (%)
Akuades + Tween 20 1%
33,85 ± 1,57
0,0
Metanol biji sirsak 1%
23,13b ± 2,48
31,2
Metanol biji sirsak 2%
19,28c ± 2,43
43,0
b
Heksan biji sirsak 1%
25,66 ± 1,13
24,2
Heksan biji sirsak 2%
24,38b ± 2,93
28,0
c
Metanol akar tuba 1%
18,60 ± 1,78
45,0
Metanol akar tuba 2%
17,34c ± 2,60
48,8
Heksan akar tuba 1%
17,21c ± 2,78
49,2
c
Heksan akar tuba 2%
15,56 ± 1,37
54,0
Asuntol 0,05%
17,89c ± 2,59
47,1
Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
yang diberi perlakuan dengan ekstrak metanol biji sirsak 1 dan 2% (P < 0,05), sedangkan perlakuan dengan menggunakan ekstrak biji sirsak, ekstrak metanol akar tuba dan ekstrak heksan akar tuba tidak berbeda antara konsentrasi 1 dan 2% (P > 0,05). Hasil ini membuktikan bahwa ekstrak metanol lebih baik dari ekstrak heksan biji sirsak, sedangkan untuk akar tuba kedua ekstrak sama baiknya. Akar tuba mempunyai efek yang sama dengan asuntol baik yang diekstrak dengan metanol maupun dengan heksan teknis. Sementara itu, biji sirsak yang diekstrak dengan metanol maupun heksan teknis mempunyai efek racun kontak yang lebih rendah daripada efek yang diakibatkan oleh asuntol, kecuali yang diekstrak dengan metanol 2%. KESIMPULAN DAN SARAN Biji sirsak dan akar tuba mempunyai potensi yang baik sebagai insektisida botanis dan mempunyai efek yang sama dengan asuntol. L2 yang diberi perlakuan dengan ekstrak metanol biji sirsak konsentrasi 1 dan 2% mengalami kematian 100% setelah 24 jam, sedangkan yang diberi perlakuan dengan ekstrak heksan mengalami mortalitas masingmasing 26 dan 46% pada konsentrasi 1 dan 2%. L2 yang diberi perlakuan dengan ekstrak metanol dan hexan mengalami kematian 100% pada semua konsentrasi. L3 yang diberi
1016
perlakuan mengalami penurunan bobot pupa antara 24 – 54% yang berbeda nyata dengan kontrol yang diberi perlakuan dengan air. Perlu dilakukan uji secara in vivo untuk mengetahui potensi biji sirsak dan akar tuba untuk pengendalian myiasis di lapangan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Eko Setyo Purwanto, Lilis Solihat dan Yayan Daryani yang telah membantu di laboratorium Entomologi Bbalitvet. Penelitian ini didanai dari APBN tahun anggaran 2005. DAFTAR PUSTAKA HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Cetakan I. Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta Heyne. KARDINAN, A. 2000. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. PT Penebar Swadaya, Jakarta. KUMARASINGHE, S.P., N.D. KARUNAWEERA, R.L. IHALAMULLA, L.S. ARAMBEWELA and R.D. DISSANAYAKE. 2002. Larvasidal effect of mineral turpentine, low aromatic white spirits, aqueous extracts of Cassia alata, and aqueous extracts, ethanolic extracts and essential oil of betel leaf (Piper betle) on Chrysomya megacephala. Int. J. Dermatol. 41(12): 877 – 880.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
LAETAMIA, J.A. and M.B. ISMAN. 2001. Crude seed extract of Annona squamosa (Annonaceae) as a potential botanical insecticide. Faculty of Agricultural Sciences. Plant Science. 2482357 Main Mall. University of British Columbia. Vancouver. BC. Canada. LAETAMIA, J.A. and M.B. ISMAN. 2004. Efficacy of crude seed extracts of Annona squamosa againts diamondback moth, Plutella xylostella L. in the greenhouse. Inter. J. Pest. Manag. 50(2): 129 –133. LI X, H., Y.H. HUI, J.K. RUPPRECHT, Y.M. LIU, K.V. WOOD, D.L. SMITH, C.J. CHANG and J.L. MC LAUGHLIN. 1990. Bullatacin, bullatacinone, squamone, a new bioactive acetogenin, from the bark of Annona squamosa. J. Natur. Prod. 53(1): 81 – 86. LONDERSHAUSEN, M., W. LEICHT, F. LIEB, H. MOESCHLER and H. WEISS. 1991a. Molecular mode of action of Annonins. Pest. Sci. 33(4): 427 – 438. LONDERSHAUSEN, M., W. LEICHT, F. LIEB, H. MOESCHLER and H. WEISS. 1991b. Annonins - Mode of action of acetogenins isolated from Annona squamosa. Pest. Sci. 33(4): 443 – 445.
Ecological Theory and Integrated Pest Management Practice. Wiley. New York. pp. 251 – 297. MITSUI, T., S. ATSUSAWA., K. OHSAWA., I. YAMAMOTO., T. MIYAKE and T. UMEHARA. 1991. Search for insect growth regulators In Pesticides and the future: Toxicological Studies of Risks and Benefits. Rev. Pestic. Toxicol. I. North Carolina State University. Raleigh. North Carolina. PRIJONO, D. 1994. Teknik Pemanfaatan Insektisida Botanis. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. PRIJONO, D. 2003. Teknik ekstraksi, uji hayati, dan aplikasi senyawa bioaktif tumbuhan. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. hlm. 62. SOSROMARSONO, S. 1990. Peranan Sumber Hayati dalam Pengelolaan Serangga dan Tungau Hama. Seminar Pengelolaan Serangga Hama dan Tungau dengan Sumber Hayati, Bandung. SPRADBERY, J.P., R.S. TOZER and A.A. POND. 1983. The efficacy of some acaricides against Screwworm Fly larvae. Aus. Vet. J. 60: 57 -
METCALF, R.L. 1986. The ecology of insecticides and the chemical control of insects In
1017