TUGAS TERSTRUKTUR EVALUASI SENSORI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUKURAN SENSORIS
Disusun oleh: Devi Nurmalitasari
A1D007001
Resty Khairunissa
A1D007012
Berty Olivia Ieke Nugraha A1D007020 Desi Arini
A1D007030
Nefolina
A1D007031
Natya Laksmi Putri
A1D007032
Dwi Puspita Sari
A1D007049
Pramudhita Barita Putri
A1D007053
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2009
I. PENDAHULUAN Di pasaran banyak beredar bermacam-macam produk pangan, baik yang berlainan jenis maupun yang mempunyai sifat mirip yang diproduksi oleh pabrik atau produsen yang berbeda. Konsumen pada umumnya akan memilih produk yang terbaik dan disukai. Produsen dapat menguji produk-produk yang tersedia dengan uji organoleptik. Penilaian terhadap suatu mutu produk pangan memiliki dua aspek yaitu penilaian pembedaan sifat sensoris dan penilaian sifat sensoris atau intensitas mutu secara keseluruhan. Penilaian organoleptik merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana, karena penilaian ini menggunakan indera manusia secara langsung tanpa mengeluarkan tambahan biaya, namun demikian penilaian dengan menggunakan indera banyak digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian dan makanan. Dalam perkembangannya, dunia industri makanan banyak menggunakan cara ini untuk menilai dan menganalis suatu produk yang dihasilkan, sehingga diharapkan dari hasil uji organoleptik tersebut dapat diketahui kekurangan serta langkah perbaikannya dari produk tersebut sampai produk layak untuk dipasarkan dan diterima oleh konsumen. Penilaian organoleptik erat kaitannya dengan tanggapan psikologis, yang dihasilkan oleh kemampuan fisio psikologis seorang panelis. Kemampuan fisio psikologis dapat dikelompokkan menjadi empat tipe yaitu kemampuan mendeteksi, mengenal, membandingkan dan kemampuan hedonik. Kemampuan mendeteksi merupakan kemampuan menyadari adanya rangsangan sebelum mengenal adanya kesan tertentu yang spesifik. Uji organoleptik dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang berguna untuk memperbaiki produk, memelihara kualitas, mengembangkan produk-produk baru ataupun analisis pasar. Pengujian dapat diarahakan untuk: 1) seleksi pengujian-pengujian dan studi persepsi manusia terhadap atribut-atribut makanan; 2) mengkorelasikan pengukuran-pengukuran sensoris dengan pengukuran kimiawi dan fisika; 3) studi efekefek prosesing, mempertahankan kualitas, evaluasi seleksi materaial, menetapkan stabilitas penyimpanan, atau mengurangi biaya; 4) evaluasi kualitas atau determinasi reaksi konsumen. Masing-masing maksud ini memerlukan pengujian yang tepat.
Uji organoleptik terhadap bahan makanan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen maupun dengan menggunakan indra yang kita miliki. Pengujian dengan menggunakan indra manusia lebih efisien dan hasilnya lebih akurat karena dengan indra (penglihatan, pembauan, pendengaran dan pencicip) kita dapat mengetahui apakah produk tersebut disukai atau tidak oleh konsumen. Dalam uji organoleptik juga dapat diperoleh kesalahan-kesalahan yang dapat mempengaruhi data sehingga data yang diperoleh tidak valid. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya antara lain penelis, laboratorium, penyajian sampel produk, dan halhal yang mempengaruhi pada saat pengukuran sensoris (sikap, motivasi, kesalahankesalahan psikologis dalam penilaian, adaptasi).
II. ISI Uji organoleptik terhadap bahan makanan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen maupun dengan menggunakan indra yang kita miliki. Pengujian dengan menggunakan indra manusia lebih efisien dan hasilnya lebih akurat karena dengan indra (penglihatan, pembauan, pendengaran dan pencicip) kita dapat mengetahui apakah produk tersebut disukai atau tidak oleh konsumen. Namun, dalam uji organoleptik sering terjadi kesalahan-kesalahan yang dapat mempengaruhi data sehingga data yang diperoleh tidak valid. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kevalidan data antara lain panel, laboratorium, penyajian sampel produk, dan hal-hal yang mempengaruhi pada saat pengukuran produk (sikap, motivasi, kesalahan-kesalahan psikologis dalam penilaian, adaptasi). 1. Panel Kepekaan setiap panelis dapat mengalami perubahan dalam sehari maupun dari hari ke hari. Perubahan kepekaan dapat bersifat fisiologik maupun psikologik. Selain itu, lingkungan dapat juga mempengaruhi kepekaan panelis yang dapat berpengaruh pada validitas data yang diperoleh. Untuk melaksanakan suatu penilaian pada pengujian indrawi diperlukan panel yang harus bertindak sebagai instrumen atau alat. Pada mulanya penilaian hanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kelebihan sensorik, yaitu yang dikenal dengan technical expert. Kelebihan ini dapat digunakan untuk mengukur dan menilai sifat karakteristik secara tepat. Adanya kepekaan yang tinggi, seorang expert dapat menentukan mutu suatu bahan secara cepat dan tepat. Dengan mempelajari prinsip-prinsip yang dipakai dalam penilaian, mengatur suasana lingkungan dan persyaratan lain yang diperlukan saat ini pengujian inderawi mulai dikembangkan, dibakukan, dan diterapkan sehingga kedudukan seorang expert dapat digantikan oleh sekelompok penguji (panel). Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Panelis dapat dipilih dari orang-orang yang dianggap mampu dan tersedia di industri atau laboratorium yang bersangkutan sebagai bagian dari tugasnya sehari-hari kecuali mereka yang terlibat secara langsung pada obyek yang diuji, seperti orang yang selalu menyajikan sampel dan lain-lain.
2. Laboratorium Laboratorium merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam kevalidan data dalam uji sensoris. Oleh karena itu, untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi pada saat uji organoleptik, setiap laboratorium yang digunakan untuk pengujian harus memenuhi syarat antara lain ruangannya terisolir, kedap suara, kedap bau, nyaman, dan cahaya cukup terang untuk melakukan penilaian. Selain itu harus terdapat bilik pencicip yang dimaksudkan agar tiap-tiap panelis dapat melakukan penilaian secara individual, bebas dan tidak dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya atau orang lain. Pada pengujian inderawi diperlukan suatu laboratorium yang agak berbeda persyaratannya dengan laboratorium pengujian yang lain. Dalam laboratorium ini manusia dengan menggunakan inderanya digunakan sebagai alat pengukur, sedang laboratorium yang lain umumnya manusia sebagai operator alat pengukur. Pada pengujian
inderawi ini diharapkan
faktor
diluar
manusia sesedikit mungkin
mempengaruhi reaksi kejiwaan (psikis) manusia sebagai panelis dalam melakukan penilaian. Jadi, diharapkan penilaian atau pengindraan berlangsung secara murni. Oleh karena itu dituntut suasana yang mendukungnya, yakni suasana yang tidak mengarah terjadinya error-error psikologis dalam melakukan penilaian. Apabila persyaratanpersyaratan ini tidak dipenuhi, akan menyebabkan adanya bias dan penurunab sensitivitas manusia sebagai alat pengukur. Selain kondisi umum laboratorium, hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam laboratorium ini adalah penggunaan alat atau sarana bantu. Sarana bantu ini dapat berup alat-alat untuk penyiapan dan penyajian sampel serta alat komunikasi peneliti dengan panelis berupa blanko atau formulir instruksi dan penilaian. Sarana bantu yang digunakan pada pengujian inderawi ini hendaknya diperhatikan kebersihannya, agar tidak mengganggu sifat-sifat sensoris yang akan dinilai. Sarana penyiapan sampel ini pada umumnya sama dengan peralatan dapur, seperti : kompor,panci, pisau, sendok, dan lainlain. Alat ini digunakan peneliti dalam menyiapkan sampel sebelum disajikan kepada panelis. Sarana penyajian sampel yang lazim digunakan misalnya mangkok atau cawan sampel, gelas, cangkir, wadah bertutup, sendok, garpu nampan, serbet serta alat kumur. Sarana ini untuk menempatkan sampel dan mengambil sampel yang akan dinilai oleh
panelis. Kadang-kadang suatu contoh memerlukan wadah yang khas, misalnya untuk menilai bau minyak diperlukan wadah bertutup. Untuk komunikasi antara peneliti dengan para panelis, diperlukan sarana berupa blanko, atau formulir, instruksi kerja dan penilaian, alat tulis dan lain-lain. Semua sarana bantu yang digunakan dalam pengujian inderawi selain dijaga kebersihannya dianjurkan untuk secukupnya saja, tidak berlebihan. Selain itu perlu diusahakan sarana tersebut tidak mengganggu penilaian, misalnya diusahakan wadah yang digunakan sama, warnanya tidak beraneka ragam. 3. Penyajian sampel produk Pada prinsipnya sampel yang akan diuji harus mewakili bahan atau proses yang sedang dikaji, oleh karena itu, dalam pengambilan sampel perlu diperhatikan cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Kadang-kadang perhatian peneliti terlalu terpusat pada seleksi panelis dan metode pengujian, sehingga melupakan metode pengambilan sampelnya. Apabila pengambilan sampel menyebabkan bahan tidak diperhatikan akan muncul error-error yang tidak diharapkan. Hal ini akan mengurangi generalisasi keputusan atau kesimpulan yang diambil. Dalam penyajian sampel perlu dihindari perlakuan sengaja maupun tidak sengaja yang menyebabkan ada bau atau rasa yang berasal dari luar bahan yang akan diuji. Semua perlakuan penyiapan sampel diusahakan identik dan tidak mengubah sifat-sifat sampel. 4. Hal-hal yang mempengaruhi pada saat pengukuran sensoris A Faktor Sikap (Attitudinal) Perbedaan-perbedaan individual dalam kemampuan intelektual telah dipelajari, dan
studi
sistematik
mengkorelasikan
perbedaan-perbedaan
perceptual
dengan
perbedaan-perbedaaan individual seperti yang didefinisikan di bawah ini. “Constancy” didefinisikan sebagai tendensi untuk bereaksi terhadap obyek-obyek dalam istilah-istilah yang dikenal sebagai ukuran, bentuk atau warna. Ada perbedaan individual yang besar dalam “constancy”, dan orang yang “object-criented” mungkin tidak “stimulus-oriented”. Orang dapat menggunakan cara yang mana saja di bawah ini untuk respon-respon visual dan auditori melalui stimulus: 1. survei sederhana objek-objek stimulus 2. surve “inquiring” (mengajukan pertanyaan-pertanyaan)
3. surve khusus objek-objek untuk deskripsi akurat 4. surve subjektif (personal) 5. evaluasi objektif (impersonal) dalam hubungannya dalam standar konvensional. Cara-cara ini dapat mempengaruhi respon penguji terhadap makanan. Meskipun tidak sempurna, hal-hal di bawah ini telah terbukti berguna dalam praktek untuk melihat luasnya persepsi. 1. Analitik versus sintetik. Penguji analitik memusatkan pada yang detail dan hanya melihat bagian-bagian individual. Penguji (observer) sintetik melihat integrasi keseluruhan, tetapi melalaikan yang detail. Beberapa teknik evaluasi sensorik dirancang untuk analisa, sedangkan hampir semua uji kesukaan dilakukan melalui pendekatan sintetik. 2. Objektif versus subjektif Penguji objektif gerak lambat, setiap bagian harus detil dulu sebelum berlanjut, sedangkan penguji subjektif membuat inspeksi garis besar, biasanya menekankan interpretasinya sendiri atau kesukaan pribadinya. 3. Aktif versus pasif Orang yang aktif bekerja secara rasional, mencoba membuat hipotesa untuk memecahkan persoalan, sedangkan pendekatan pasif dilakukan dengan “trial and error”,hanya dibimbing oleh kesan atau pemikiran yang timbul seketika. Sikap ini nampak lebih jelas pada anak-anak daripada orang dewasa. 4. Yakin/pasti (confident) versus hati-hati (cautious) Penguji yang cofident melihat semuanya dengan cepat/sekejap mata dan sekaligus melaporkannya, kadang-kadang laporannya lebih rinci daripada yang dilihat sebenarnya. Orang yang hati-hati nampak ragu untuk melaporkan, meskipun dia melihat detail. Penguji yang confident mungkin lebih banyak melakukan kesalahan statistik pada jenis yang pertama (yaitu laporannya dari data yang sebenarnya) daripada jenis yang kedua (yaitu dapat melihat perbedaan-perbedaan actual). Hal sebaliknya terjadi pada penguji yang hati-hati rupanya betul.
5. Reaktor-reaktor warna versus reaktor-reaktor bentuk Beberapa penguji respon terhadap warna daripada bentuk. Dalam evaluasi buah perbedaan ini mungkin merupakan faktor yang mempengaruhi hasil-hasilnya. 6. Visual versus “haptic” Orang yang “visually mended” melihat segala sesuatu melalui rangsanganrangsangan visual, sedangkan yang “heptically mended” terutama resposif terhadap sentuhan dan kinestetik. Perbedaan-perbedaan ini tidak diterapkan pada makanan. Jika melihat kepribadian dari segi fungsionalistik, persepsi-persepsi individual memiliki sifat-sifat adaptatif. Persepsi-persepsi ini adalah alat untuk menolak atau mengakui stimulasi terpilih saja. Jika stimulasi pemikiran dibiarkan masuk atau diterima begitu saja, dapat menyebabkan trauma atau rusaknya karakteristik individu. Dalam
psikologis
sikap
ini
dikenal
sebagai
“ansochauungen”.
Tiga
set
“ansochauungen” yang telah didefinisikan meliputi: 1. leveling and sharpening 2. resistance to or acceptance of instability 3. physiogonomic and literal attitudes. Leveler,
cenderung
membuat
suatu
stimulus
sederhana
dan
kurang
memperbedakan jika memungkinkan, baik dengan mengurangi perbedaan-perbedaan figure-ground maupun dengan mengasimilasikan rangsangan-rangsangan baru dengan suatu organisasi yang dominan. Sharpener, mencoba mempertinggi perbedaan-perbedaan dan mengeksploitasi perbedaan. Leveler dibedakan dengan sharpener atas dasar kemampuan untuk membedakan penefsiran-penafsiran ukuran balok-balok kayu. Yang ekstrim dari tiap kelompok kemudian diuji untuk membandingkan level kecerahan bila rangsangan cahaya standar dan variabel ditempatkan diantara rangsangan-rangsangan cahaya yang lain. Terbukti bahwa leveler lebih bingung daripada sharpener oleh adanya cahaya-cahaya perantara. Dalam semua pengujian, sharpener membuat error lebih sedikit daripada leveler.
Kemampuan
penguji-penguji
makanan
tidak
diperbandingkan
dengan
“anschauungen”, tetapi bila diperlukan diferensiasi maksimum jelas digunakan sharpener. Dari studi tentang pengaruh pengharapan-pengharapan psikologis terhadap persepsi dan
kesukaan (preference) disimpulkan bahwa persepsi populasi terpengaruh oleh pengharapan-pengharapan dengan perbedaan fundamental. Karena itu, hal ini harus diperhatikan dalam seleksi panelis. B. Motivasi Untuk memperoleh hasil pengujian yang berguna sangat tergantung pada terpeliharanya tingkat motivasi secara memuaskan. Kriteria motivasi yang baik tidaklah sangat spesifik, tetapi motivasi yang jelek ditandai dengan pengujian yang terburu-buru, melakukan pengujian semaunya, partisipasinya dalam pengujian tidak sepenuh hati. Dengan tidak adanya pengalaman serta pengujian yang waktunya tidak tentu, maka minat sebagai penguji timbul secara spontan, sedangkan bila pengujian dilakukan terus menerus sering terjadi minat akan menurun karena kebosanan. Satu faktor penting yang dapat membantu tumbuhnya motivasi yang baik ialah dengan mengusahakan agar panelis merasa bertanggung jawab dan berkepentingan pada pengujian yang sedang dilakukan. Dengan memeberikan penjelasan tentang kegunaan pengujian serta tujuan diharapkan panelis akan ikut berpartisipasi secara penuh. Setelah pengujian selesai dan telah diperoleh hasil analisa datanya, panelis sebaiknya diberitahu tentang hasil tersebut. Adanya fasilitas yang memadai, cara pengujian dan jadwal pengujian yang pasti akan meningkatkan perhatian pada program yang sedang dijalankan. Selain itu, kondisi lingkungan yang menyenangkan ikut berperan pula, misalnya dengan membuat suasana istirahat yang rileks pada pengujian yang terus menerus sepanjang hari. Dalam hubungan ini ada baiknya kepada panelis diberikan suatu penghargaan. Salah satu bentuk penghargaan ialah dengan mengajak mereka makan bersama pada akhir pengujian, sambil nantinya dijelaskan tentang hasil pengujian yang telah selesai dilaksanakan. C. Kesalahan-kesalahan Psikologis dalam Penilaian Pada pengujian yang terutama dilakukan panelis yang kurang paham dalam type pengujian dan bahan yang diuji sering terjadi kesalahan dalam cara penilaian. Ada beberapa macam kesalahan yaitu : a. Tendensi Central Karakteristik kesalahan ini ialah panelis selalu memberi nilai tengah pada skala nilai yang ada dan ragu-ragu memberi nilai tertinggi. Efek dari kesalahan ini adalah menganggap semua sampel yang diuji hampir sama. Hal ini terjadi akibat
panelis tidak mengenal metode pengujian dan produk yang dinilainya. Seorang panelis yang sudah berpengalaman sangat kecil kemungkinannya untuk membuat kesalahan seperti diatas. b. Contrast Effect Hal ini sering terjadi akibat posisi sampel yang dinilai, dimana suatu sampel dinilai lebih tinggi ataupun lebih rendah dari kenyataanya, dan umumnya lebih rendah. Untuk mencegah maka pengujian sampel dilakukan secara acak. c. Expectation Error Adanya informasi yang diterima oleh panelis sebelum pengujian akan berpengaruh pada hasilnya. Hal ini disebabkan panelis mengetahui apa yang diharapkan oleh pemberi instruksi. Kesalahan jenis ini disebut ”expectation error”. Disarankan agar orang yang banyak berhubungan dengan pengujian, tidak dipergunakan sebagai penguji. Untuk pencegahan maka setiap sampel yang disajikan diberikan kode berupa angka 3 digit. d. Stimulus Error Pada sampel-sampel yang tidak seragam sering terjadi panelis dipengaruhi oleh sifat-sifat yang tidak relevan. Misal : harus membedakan dua sampel dalam hal tingkat kemanisannya, panelis terpengaruh pada sifat yang lain, seperti bentuk, ukuran, warna. Kesalahan ini dikenal dengan istilah stimulus error. e. Logical Error Pada pengujian yang perintahnya kurang jelas, sering terjadi penilaian terhadap satu sifat dihubungkan dengan sifat lain yang secara logis selalu berkaitan dengan sifat yang dinilai. Misal sesuatu jenis makanan yang berwarna hitam akan selalu dinilai pahit. Hal ini dikenal dengan istilah logical error. f. Halo Effect Bila ada lebih dari satu sifat yang dinilai misalnya bau, tekstur, warna, rasa pada suatu saat hasilnya mungkin berbeda bila dibandingkan masing-masing sifat tersebut dinilai sendiri-sendiri pada saat yang tidak bersamaan. g. Sugesti Hasil penilaian oleh seorang panelis dapat terpengaruh oleh panelis yang lain. Karena adanya pengaruh ini maka panelis selama pengujian harus duduk terpisah satu
dengan
yang
lain.
Percakapan
dan
diskusi
tidak
diperkenankan
selama
berlangsungnya pengujian, sehingga sugesti dari seorang panelis tidk mempengaruhi panelis yang lain. Selain error-error tersebut di atas, juga dikenal: a. “Error of the First and Second Kind” Gagal mendeteksi suatu stimulus yang sebenarnya ada, disebut suatu error jenis pertama (First kind). Sebaliknya, melaporkan suatu tanda bila tidak ada stimulus disebut error jenis kedua (Second kind). Error-error ini kemungkinan disebabkan oleh adanya pengharapan dan dapat dipengaruhi oleh motivasi. Error-error tersebut dapat dihindari atau dihilangkan sebagian dengan mengatakan pada penguji-penguji tentang error-error yang dapat terjadi dan mohon mereka untuk membuat suatu usaha eliminasi error-error yang demikian. Tentunya perhatian berlebihan jangan difokuskan pada error-error potensial ini, tetapi hendaknya selalu diingat untuk mengeliminasi atau mengisolasinya bila memungkinkan, sehingga dapat diestimasikan dalam analisis data. Metode paling efektif unuk memperbaiki perhitungan dan karena itu mengurangi error-error psikologis, adalah melatih penguji-penguji dengan seksama. Latihan yang meliputi praktek dan diikuti oleh kelompok diskusi, telah direkomendasikan sebagai yang paling efektif. b. Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Respon Pengaruh memori diakui penting, tetapi mekanisme operasinya tidak jelas. Apakah memori membantu penguji dalam identifikasi bau (mudah hilang) menjadi lebih cepat, sehingga dia kemudian dapat konsentrasi pada determinasi intensitasnya. Atau apakah memori secara langsung menolong dalam merangking intensitas dalam urutan yang semestinya? Melalui pengalaman dapat diperoleh prosedur-prosedur tertentu. Polapola penyajian dan perbedaan-perbedaan dalam konsentrasi. Bukti objektif bahwa konsentrasi adalah penting, sukar diperoleh, tetapi sensitivitas olfaktori ternyata lebih besar bila penguji konsentrasi pada bau spesifik. Dalam hal ini, jelas penguji perlu pengetahuan tentang bau tersebut. Selain itu diketahui bahwa sensitivitas pengecapan lebih besar di bawah kondisi-kondisi istirahat, bebas dari gangguan dan adanya kesempatan maksimum untuk konsentrasi pada situasi pengujian. Perhatian diperoleh melalui perubahan temporal tertentu dalam stimulasi.
Perhatian tidak hanya dipengaruhi oleh kompleknya rangsangan, tetapi juga oleh kompleknya individu. Oleh karena itu lebih disukai heterogenitas yang menjamin adanya perhatian. Hal ini penting dalam evaluasi kualitas makanan. Apabila sebelum stimulasi diberi penjelasan atau instruksi, ternyata threshold yang diberikan lebih rendah daripada tanpa instruksi. Pengarahan yang salah akan menaikan threshold. Struktur bahasa dan isinya dapat mempengaruhi persepsi. Faktor-faktor psikologis lain yang dapat dipertimbangkan, misalnya pada panel tidak terlatih atau panel konsumen, pengujian bir jangan menggunakan cangkir atau teh panas jangan menggunakan gelas (bukan semestinya). Bagi panel terlatih hal ini kurang penting, karena dalam pengujian-pengujian tidak digunakan kondisi-kondisi normal konsumsi. Oleh karena apresiasi kualitas merupakan suatu sensasi integrasi, maka pengalaman dalam membuat ketentuan-ketentuan kualitas sangatlah penting. Penguji berpengalaman khusus, meskipun dapat lebih cepat tanggap terhadap pola kualitas dan dapat dipercaya, karena pengalamannya yang lalu, dia dapat membatasi dan mengkategorikan
faktor-faktor kualitas
yang memungkinkan.
Observer terlatih
kemungkinan juga lebih cepat respon karena telah belajar mengkorelasikan faktor-faktor visual atau tecktil dengan kualitas, sedangkan yang belum berpengalaman tidak. ”Agar tidak suka” diintensifkan dengan pengalaman. Hal ini penting dalam pengujian-pengujian konsumen, karena pengalaman panel dapat menuji ke penurunan nilai-nilai. D. Adaptasi Karena diantara kita kemungkinan berbeda tingkat sensitivitasnya maka rangsangan rasa belum tentu dapat diukur secara seragam oleh kita semua. Tetapi dengan melalui adaptasi selama bekerja waktu lama kelamaan kita akan dapat memberikan respon terhadap rangsangan yang kita terima secara konstan. Salah satu yang dapat menurunkan respon terhadap rasa adalah perlakuan berkumur dengan air. Kemudian lambat. Dari hasil determinasi threshould olfaktori yang terukur setelah adaptasi, ternyata kecepatan recoveri lebih lambat jika konsentrasi stimulus yang teradaptasi menjadi lebih besar. Dalam pengujian makanan terbukti bahwa adaptasi adalah suatu faktor dengan
makanan-makanan tertentu, tetapi tidak dengan yang lain. Adaptasi rendahnya diuji untuk tiap produk pangan, karena efisiensi dalam penggunaan personalia panel yang akan lebih banyak jika pengujian per periode sesion dapat dinaikkan.
III. PENUTUP
A. SIMPULAN Penilaian terhadap suatu mutu produk pangan memiliki dua aspek yaitu penilaian pembedaan sifat sensoris dan penilaian sifat sensoris atau intensitas mutu secara keseluruhan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kevalidan data antara lain panel, laboratorium, penyajian sampel produk, dan hal-hal yang mempengaruhi pada saat pengukuran produk (sikap, motivasi, kesalahan-kesalahan psikologis dalam penilaian, adaptasi). B. SARAN Dalam pengujian organoleptik sebaiknya memperhatikan syarat, ketentuan dan faktor-faktor yang berlaku seperti yang telah disebutkan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Kartika, Bambang, dkk. 1987. Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. Soekarto, S. T.. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.