Topik Utama Sustainability: Mata Rantai yang Terputus Karbon Dioksida: Kawan atau Lawan
4 10
Studi Kasus Menghemat Energi dengan Pinch Analysis
13
Iklan PEBE Cognoscente
9 12
2
Editor Zulfan Adi Putra TMC, Eindhoven Editor Utama
Asep Bayu Dani Nandiyanto Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Editor
Muhammad Roil Bilad Nanyang Technological University, Singapura Editor
Oki Muraza King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran Editor
Riezqa Andika Yeungnam University, Gyeongsan Editor
Teguh Kurniawan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Editor
Editorial Sustainability adalah kata kunci yang cukup sering disebut saat ini. Kenaikan temperatur global merupakan salah satu isu penting di dalamnya. Berbagai macam konvensi dan pertemuan internasional telah berlangsung untuk membahas isu penting ini. Industri kimia merupakan salah satu bidang yang cukup disorot karena industri ini selain menyumbangkan gas rumah kaca seperti CO2 ke atmosfer, juga berpotensi untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada. Beberapa usaha di antaranya adalah dengan mendesain industri proses yang secara inheren lebih efisien dalam menggunakan energi, mengembangkan proses yang justru memanfaatkan CO2 sebagai bahan bakunya, dan mendesain sistem yang dapat menggunakan kembali energi yang biasanya terbuang ke atmosfer. Majalah Teknik Kimia Indonesia edisi Desember 2015 ini mencakup ketiga subjek di atas dan merupakan majalah perdana yang diterbitkan dari hasil kerja sama beberapa insinyur dan peneliti teknik kimia asal Indonesia dari berbagai negara di dunia.
Selamat membaca! Zulfan Adi Putra Editor Utama
3
Topik Utama
Sustainability: Mata Rantai yang Terputus Yuli Amalia Husnil Institut Teknologi Indonesia Tahun 1969, Amerika Serikat Mobil-mobil berukuran besar berseliweran di jalanan, pendingin ruangan dinyalakan hampir di tiap rumah untuk mengalahkan cuaca terik di luar dan permintaan daya listrik industri meningkat seiring bertambahnya kapasitas produksi. Sementara itu produksi minyak dalam negeri menurun bersamaan dengan bertambahnya ketergantungan pada minyak impor. Harga minyak mentah yang melompat naik serta embargo minyak yang dicetuskan oleh negaranegara di jazirah Arab pada tahun 1973 menjadi penanda resmi bahwa AS tengah dilanda krisis energi. Efek domino kemudian muncul (Gambar 1). Disebabkan oleh harga energi yang tinggi, daya beli masyarakat untuk produkproduk hasil industri menjadi lemah. Akibatnya kegiatan produksi menjadi lesu dan berujung pada banyaknya industri yang gulung tikar. Kesadaran selalu hadir
ketika situasi telah menjadi semakin genting. Sebagai usaha untuk keluar dari krisis ini, pemerintah AS kemudian menggalakkan berbagai regulasi dan gerakan untuk mengurangi ketergantungan negara itu pada minyak
impor, menaikkan produksi minyak dalam negeri, menghemat pemakaian energi dan tentu saja, mencari energi alternatif yang terbarukan (renewable energy). Semenjak krisis energi di era ‘70an risetriset untuk mencari sumber energi terbarukan bermunculan. Mobil berbahan bakar bioetanol, pembangkit listrik tenaga panas bumi, dan rumah-rumah yang diterangi lampu listrik bertenaga matahari adalah beberapa contoh inovasi hasil dari riset-riset tersebut. Tapi kemudian muncul kesadaran bahwa energi terbarukan bukanlah solusi akhir untuk bisa keluar dari krisis energi. Ada mata rantai yang terputus yang membuat penerapan energi terbarukan untuk menggantikan energi fosil justru menimbulkan masalah baru. Mata rantai itu bernama sustainability atau keberlanjutan.
Sustainable
development
atau pembangunan berkelanjutan secara umum mengacu pada setiap pembangunan yang didasari pada prinsip “memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang [1]. Prinsip ini jika dipahami dengan benar akan membuka cakrawala berpikir kita, para insinyur ataupun mahasiswa teknik kimia, bahwa segala sesuatunya saling berkaitan; bahwa ternyata seorang insinyur teknik kimia juga harus paham biologi dan ilmu pertanian.
4
Gambar 1. Efek domino seputaran krisis energi di AS era ‘70an. Bioetanol dan menghilangnya lebah madu Lebah madu adalah serangga mungil yang menghidupi dirinya dengan menghisap nektar dari berbagai jenis bunga. Koloni lebah madu tidak bisa berkembang jika mereka hanya ‘makan’ dari satu bunga seperti halnya manusia yang tidak bisa tumbuh sehat jika hanya makan nasi. Serangga ini, kita sadari atau tidak, adalah penentu apakah di piring makan kita tersedia sayur-mayur dan bijibijian. Bahkan ia menentukan apakah di dapur kita masih tersedia minyak untuk menggoreng. Tanpa lebah madu, tidak akan ada proses penyerbukan dan kita akan kehilangan sepertiga dari bahan pangan yang kita makan [2].
digunakan sebagai bahan baku produksi bioetanol di AS; dibuktikan dari berhektarhektar lahan yang dipakai untuk menanam jagung, salah satu tujuannya untuk memproduksi bioetanol [3]. Jika pada sebuah lahan yang sangat luas terdapat hanya satu jenis tanaman maka sistem pertanian ini disebut sebagai monokultur. Sistem pertanian seperti ini membawa dampak negatif tidak hanya untuk tanah namun juga bagi keberlangsungan hidup lebah madu.
1
Ketika embargo minyak berlaku dan pemerintah AS mencanangkan program energi terbarukan, bioetanol menjadi lebih populer 1 . Di awal perkembangannya jagung adalah biomass utama yang
Sebelum kebijakan energi terbarukan dicanangkan oleh pemerintah AS di era ‘70an, pemakaian etanol sebagai bahan bakar mobil telah dipopulerkan oleh Henry Ford sejak tahun 1896. Ia bahkan memprediksi etanol sebagai bahan bakar mobil masa depan [5]
5
Tanah yang digunakan untuk menumbuhkan satu jenis tanaman dalam kurun waktu setahun akan kehilangan banyak unsur hara dan menyisakan tanah yang lemah. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman monokultur ini, petani harus bergantung pada pupuk kimia. Pupuk kimia ini dalam penggunaan jangka panjang akan mengganggu peremajaan tanah secara alami yang kemudian akan memperparah berkurangnya komposisi nutrisi di tanah tersebut. Telah disebutkan di atas bahwa lebah madu harus mengumpulkan nektar dari bunga yang berbeda-beda karena ia butuh variasi nutrisi. Seekor lebah madu akan terbang sejauh mungkin untuk bisa mengumpulkan berbagai nektar namun berat badannya akan berkurang di tiap mile jarak yang ia tempuh[4]. Jika ia terus terbang berkilo-kilometer jarak untuk melewati ladang jagung, berat badannya tentu tak akan cukup untuk menempuh perjalanan pulang ke koloninya. Pada sistem pertanian monokultur jika satu tanaman terkena wabah penyakit maka kemungkinan penyakit itu untuk menyebar ke seluruh tanaman akan lebih cepat dibanding jika lahan itu ditanami beragam tumbuhan. Untuk mencegah hal ini, pemilik lahan akan menyemprotkan lebih banyak pestisida dan herbisida. Lebah madu yang daya tahan tubuhnya melemah karena kurang nutrisi akan semakin rentan terhadap efek negatif yang dibawa oleh pestisida.
Menurut hasil sebuah survey disebutkan bahwa pada musim dingin 2012/2013, dikarenakan oleh berbagai sebab, 35.8% dari total seluruh lebah madu yang ada di AS menghilang [6]. Sistem pertanian monokultur adalah salah satu penyebabnya. Dan jika ditarik garis mundur, semua ini berkaitan dengan kebijakan pencarian energi alternatif yang terbarukan. Tentu saja tidak ada yang salah dari kebijakan ini karena pada satu titik kita harus bisa melepaskan ketergantungan pada energi fosil. Namun kita perlu menganalisis kembali metode yang kita gunakan untuk memproduksi energi alternatif itu serta mencari cara bagaimana menyambungkan mata rantai yang terputus itu. Adalah sebuah kesadaran yang harus ditanamkan pada pihak industri apapun, dalam kasus ini produsen energi, bahwa segala daya upaya untuk mengeksplorasi dan memproduksi energi, dari mana pun sumbernya, akan menyentuh berbagai aspek kehidupan. Siapa yang menyangka sebelumnya bahwa niat untuk memproduksi energi alternatif terbarukan justru berujung pada musnahnya sejumlah besar koloni lebah. Barangkali sebelum pihak industri membeli berhektarhektar lahan untuk ditanami jagung ada beberapa hal yang harus ditelaah terlebih dahulu. Adakah life cycle assessment (LCA) dilakukan untuk memperkirakan bagaimana dampak sistem pertanian monokultur ini terhadap organisme lain
6
yang berada di sekitar lahan itu? Sudahkah para pelaku industri duduk bersama para ahli biologi, pemerhati lingkungan atau masyarakat sekitar lahan industri untuk mendiskusikan metode terbaik agar proses produksi energi yang akan dibangun bisa terus berkelanjutan tanpa mengorbankan apapun, terutama mengorbankan kemaslahatan generasi yang akan datang? Sudahkah pihak industri membuat sebuah rencana jika sekiranya pabrik bioetanol yang telah dibangun karena alasan tertentu suatu hari harus ditutup, bagaimana dengan lahan yang ditinggalkan?
semua data input dan output yang berkaitan dengan pembuatan sebuah produk, pelaksanaan sebuah proses atau jasa, (2) mengevaluasi potensi dampak dari tiap input dan output tersebut terhadap lingkungan, dan (3) menginterpretasikan hasil evaluasi sebagai dasar pengambilan keputusan. Sebagai contoh, LCA bioetanol terdiri dari 6 komponen seperti terlihat pada Gambar 2. Setiap komponen pada gambar tersebut memiliki kontribusi tersendiri terhadap perubahan di lingkungan.
Gambar 2. Contoh diagram LCA bioetanol. Sekelumit tentang LCA LCA adalah sebuah teknik analisa yang dilakukan untuk menilai potensi dampak sebuah produk, proses dan jasa terhadap lingkungan [7]. LCA dilakukan melalui tiga tahapan utama: (1) mengumpulkan
Seperti penanaman bahan baku yang berpotensi, dan sudah terbukti, mengacaukan keseimbangan lingkungan atau proses produksi yang berpotensi menyumbangkan gas-gas polutan ke udara dan sebagainya. Analisa dilakukan secara menyeluruh pada tiap komponen
7
yang berkaitan dengan siklus hidup bioetanol. Hasil analisa ini kemudian dijadikan sebagai dasar penentuan metode terbaik untuk menjalankan atau menghasilkan 6 komponen tersebut. Dengan demikian dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari life cycle bioetanol ini dapat ditekan. Teringat semasa saya masih berstatus sebagai mahasiswa teknik kimia, ada dua hal yang selalu ditekankan dalam kaitannya dengan perancangan pabrik; konsumsi energi minimum dengan profit maksimum. Rekayasalah proses sedemikian rupa agar kedua hal itu tercapai. Sepanjang ingatan, saya tidak pernah mendapatkan mata kuliah yang berkaitan dengan bagaimana merancang pabrik dengan prinsip sustainable development. Padahal menurut hemat saya, kita, para insinyur teknik kimia, yang justru harus paling paham tentang prinsip ini. Mahasiswa teknik kimia yang tidak dididik untuk memahami prinsip ini, lagi-lagi menurut pendapat saya, akan lulus menjadi insinyur yang tidak awas dengan kehidupan sosial yang sangat berkaitan dengan lingkup pekerjaannya. Dulu, minyak mentah mudah didapat. Kemudian sumber energi itu dieksploitasi dengan serampangan tanpa memikirkan dampaknya pada lingkungan, kehidupan sosial dan terutama ketersediaan sumber energi itu untuk generasi penerus. Kini, barangkali karena kelabakan mencari alternatif pengganti energi fosil, kita tergesa-gesa mencari sumber baru dan kelihatannya juga akan kembali
mengeksploitasi sumber itu dengan serampangan. Sebelum terlambat dan kita mewariskan tidak hanya krisis energi namun juga krisis pangan untuk generasi masa depan—karena lebah madu telah punah dari muka bumi—ada baiknya kita, para insinyur teknik kimia, menengok kembali paradigma dan metode yang kita gunakan saat meneliti dan mengeksplorasi sumber energi baru juga saat merancang dan membangun proses produksi energi. Sudahkah kita menyambungkan mata rantai yang bernama keberlanjutan itu? Referensi 1. Butlin, J. (1989), Our common future. By World commission on environment and development. (London, Oxford University Press, 1987, pp.383 £5.95.). J. Int. Dev., 1: 284–287. doi: 10.1002/jid.3380010208 2. Beasley, A. (2015). If bees die, we die: Why the honeybee is so important to your food (VIDEO). [online] NJ.com. Available at: http://www.nj.com/news/index.ssf/2 015/04/on_the_brink_the_fight_to_s ave_bees_and_our_food_s.html [Accessed 6 Aug. 2015]. 3. Capehart, T. (2015). USDA ERS - Corn: Background. [online] Ers.usda.gov. Available at: http://www.ers.usda.gov/topics/crop s/corn/background.aspx [Accessed 6 Aug. 2015]. 4. Traynor, J. (2015). How Far Do Bees Fly? One Mile, Two, Seven? And Why? – Beesource Beekeeping. [online] Beesource.com. Available at: http://www.beesource.com/point-ofview/joe-traynor/how-far-do-bees-flyone-mile-two-seven-and-why/ [Accessed 6 Aug. 2015].
8
5.
6.
7.
_________. (2015). Ethanol Fuel History.. [online] Fuel-testers.com. Available at: http://www.fueltesters.com/ethanol_fuel_history.html [Accessed 6 Aug. 2015]. vanEngelsdorp, D., Hayes, J., Underwood, R. and Pettis, J. (2008). A Survey of Honey Bee Colony Losses in the U.S., Fall 2007 to Spring 2008. PLoS ONE, 3(12), p.e4071. Pryshlakivsky, J. and Searcy, C. (2013). Fifteen years of ISO 14040: a review. Journal of Cleaner Production, 57, pp.115-123.
Yuli Amalia Husnil adalah CEO dari Cognoscente (www.cscente.com). Yuli menerima gelar Ph.D di bidang teknik kimia dari Ye u ng n am Un iver si ty , Korea Selatan pada tahun 2014. Saat ini, Yuli juga bekerja sebagai staf pengajar di Institut Teknologi Indonesia. Bidang penelitian yang pernah digelutinya semasa menempuh program Ph.D adalah perancangan struktur kontrol pengoptimasi energi untuk proses pencairan gas alam.
PEBE Consulting (http://www.pebecons.com/about-us.html) merupakan sebuah konsultan yang terdiri dari kumpulan profesional yang telah memiliki pengalaman di bidang riset bioenergi dan energi terbarukan. Para engineer dan researcher-nya berpengalaman mengerjakan berbagai macam proyek termasuk desain gasifikasi biomassa sebagai pembangkit listrik, produksi biodiesel dari waste vegetable oil dan virgin vegetable oil, biogas dari landfill, system integration, studi kelayakan, dan review teknologi. Pengalaman biogas kami mencakup digester dan gas landfill. Dengan portofolio berbagai proyek energi nasional dan internasional, kami percaya dapat menyelesaikan proyek bioenergi yang memberikan hasil terbaik untuk klien.
9
Topik Utama
Karbon Dioksida: Kawan atau Lawan? Anatta Wahyu Budiman Korea University of Science Technology Karbon dioksida (CO2) merupakan komponen terbesar bertanggungjawab atas peningkatan suhu bumi atau apa yang oleh para ahli disebut sebagai global warming effect. Meski sebagian ilmuwan masih meragukan teori tersebut, namun fakta bahwa konsentrasi gas rumah kaca yang meningkat dari tahun ketahun dan suhu bumi yang terus meningkat adalah dua hal yang tidak bisa kita pungkiri. Selama satu milenium terakhir konsentrasi gas karbon dioksida meningkat sebanyak 1.5 ppm per tahun yang artinya apabila terdapat total 5.3 x 1021 gram udara di atmosfir, maka peningkatan jumlah karbon dioksida pertahunnya mencapai sekitar 8 ton per tahun [1]. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakseimbangan antara peningkatan gas buang industri dan penggunaan bahan bakar minyak terhadap peningkatan jumlah pepohonan di dunia. Namun demikian memandang karbon dioksida sebagai musuh yang ditakuti untuk kemudian menyerah kalah bukanlah sebuah pandangan yang bijaksana. Berdamai dengan karbon dioksida, mencari cara alternatif untuk menjadikan karbon dioksida sebagai
bahan yang bermanfaat bagi makhluk hidup dinilai para pengambil kebijakan sebagai langkah antisipatif yang lebih bermanfaat. Para peneliti sejak beberapa dekade terakhir terus mencari cara untuk menggunakan karbon dioksida dalam berbagai kebutuhan baik secara langsung maupun sebagai bahan baku dalam reaksi kimia seperti digambarkan dalam skema sederhana Gambar 1. Karbon dioksida dapat dimanfaatkan secara langsung untuk berbagai keperluan. Membekukannya hingga -78.5°C dapat menjadikan karbon dioksida menjadi dry ice yang biasa digunakan untuk pendingin es krim atau sebagai properti panggung untuk memberikan efek asap dalam pertunjukan teater. Karena karbon dioksida merupakan senyawa yang relatif stabil dan tidak mempunyai nilai bakar, dia dapat pula digunakan sebagai gas untuk injeksi pneumatik di alat-alat industri dan alat pemadam api portable di gedung gedung perkantoran. Selain itu karbon dioksida dalam tekanan tinggi yang dimasukkan kedalam minuman membuat minuman tersebut menjadi minuman berkarbonasi. Peran karbon dioksida pada minuman ini adalah untuk memberikan sensasi ledakan kecil dimulut sehingga terasa lebih menyegarkan.
10
Gambar 1. Skema potensi pemanfaatan karbon dioksida. Dalam industri perminyakan, karbon dioksida digunakan sebagai enhancement oil recovery agent. Di Kanada misalnya, Conovus Oil menginjeksikan sebanyak 18 juta ton karbon dioksida sehingga terrecovery minyak bumi sebanyak 130 juta barel. Metode ini juga pada akhirnya mampu memanjangkan usia ladang minyak tersebut selama 25 tahun lebih lama. Sementara itu, untuk penggunaan karbon dioksida secara tidak langsung (penggunaan karbon dioksida sebagai bahan baku reaksi), ada banyak pilihan reaksi untuk menggunakan karbon dioksida. Penjelasan mengenai berbagai jalan reaksi untuk mengkonversi karbon dioksida menjadi bahan-bahan lain yang memiliki nilai tambah akan dibahas dalam
tulisan selanjutnya. Salah satu cara yang paling menjanjikan untuk memanfaatkan karbon dioksida secara tidak langsung adalah dengan mengubahnya menjadi synthesis gas (syngas) melalui reaksi carbon dioxide reforming. Reaksi ini berusaha menggantikan peran steam reforming yang biasa digunakan untuk menyediakan syngas karena punya dua keunggulan; (1) syngas yang diproduksi oleh reaksi ini memiliki rasio H2/CO yang rendah yang memudahkan untuk dikonversi menjadi zat kimia lain seperti methanol; (2) proses ini mampu menurunkan konsentrasi gas rumah kaca di udara. Syngas sendiri adalah zat antara yang digunakan untuk membuat syntetic fuel (bahan bakar
11
sintetis), methanol dan amoniak. Selain menggunakan karbon dioksida sebagai zat yang memiliki nilai guna, untuk menghindari dampak lebih lanjut dari dari tingginya konsentrasi karbon dioksida ini dilakukan pula usaha “menangkap” dan mengumpulkan karbon dioksida untuk kemudian diinjeksikan kedalam perut bumi. Usaha ini dikenal sebagai carbon capture and storage (CCS). Selain untuk mengurangi konsentrasi karbon dioksida diudara, para ilmuwan berpendapat bahwa karbon dioksida didalam tanah ini akan sangat berguna untuk dimanfaatkan kembali suatu saat ketika dibutuhkan. Kendatipun semua hal telah diusahakan untuk mengurangi jumlah konsentrasi karbon dioksida di undara baik untuk keperluan komersil maupun untuk penjagaan lingkungan, semua usaha yang telah dilakukan belum mampu mengkonversi karbon dioksida menjadi oksigen seperti yang dilakukan oleh pepohonan. Usaha usaha perbaikan hutan, penanaman pohon dan pelestarian alam senantiasa tetap menjadi satu satunya cara yang bisa
diandalkan untuk mengubah dioksidamenjadi oksigen.
karbon
Referensi 1. Budiman, A.W., Song, S.-H., Chang, T.S., Shin, C.-H., and Choi, M.-J. (2012). Dry Reforming of Methane Over Cobalt Catalyst: A Literature Review of Catalyst Development. Catalysis Surveys from Asia, 16(4), pp.183-197.
Anatta Wahyu Budiman saat ini sedang menempuh pendidikan doktor di Korea University of Science Technology, laboratorium Environmental Resource and Research Center, Korea Research Institute of Chemical Technology (KRICT) untuk bidang riset pemanfaatan gas rumah kaca. Pada tahun 2015, Anatta mendapatkan penghargaan “Excellent Research Student Awards” pada ulang tahun KRICT yang ke 39. Pemilik dua paten dan dua publikasi ilmiah ini juga aktif sebagai tutor dan pembimbing karya ilmiah di Univeritas Tebuka Korea Selatan.
www.cscente.com
12
Studi Kasus
Menghemat Energi dengan Pinch Analysis Zulfan Adi Putra TMC Pengenalan Pinch analysis adalah sebuah metode yang pada awalnya dikembangkan untuk mengevaluasi satu sistem pertukaran kalor secara menyeluruh. Metode ini pada mulanya diperkenalkan oleh Hohman [1] di awal 1970an. Di akhir 1970an, hampir secara bersamaan di tempat terpisah, Linnhoff (UK) dan Umeda (Jepang) mengembangkan metode pinch analysis yang kita kenal sekarang. Krisis minyak bumi di akhir tahun 1970an mempercepat pengenalan metode baru ini ke dunia industri. Oleh karena sistem pengevaluasian ini melibatkan pembuatan kurva antara aliran-aliran panas (hot composite curve) dan aliran dingin (cold composite curve) yang bertemu pada satu titik jepit (pinch). Pada perkembangan selanjutnya, konsep yang sama juga dikembangkan dan diaplikasikan di berbagai bidang seperti meminimalkan penggunaan air bersih [2], pengolahan air limbah [3], konsumsi hidrogen [4], menentukan properti senyawa yang diperlukan [5], sampai kepada menentukan desain optimum strategi proses berbahan dasar karbon seperti tipe pembangkit energi [6] dan biorefinery [7].
Di dalam skema sintesis proses, analisis ini dilakukan ketika sistem reaktor dan separator telah didesain, aliran recycle telah ditutup, dan neraca massa dan energinya telah dihitung. Di fase ini, seluruh data yang diperlukan untuk melakukan pinch analysis telah lengkap. Data-data tersebut berupa nama aliran, besar laju alir aliran, kapasitas kalor (heat capacity), temperatur awal dan temperatur akhir. Onion diagram di Gambar 1 menunjukkan fase dimana desain sistem jaringan penukar kalor dilakukan.
Gambar 1. Onion diagram. Prosedur kerja pinch analysis Prosedur kerja analisis pinch secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut. Langkah pertama yang sangat perlu dilakukan dalam analisis pinch adalah pengambilan
13
data dengan benar. Terlepas dari keberadaan unit-unit penukar kalor yang ada, aliranaliran yang akan dianalisis didefinisikan sebagai aliran panas dan aliran dingin. Aliran panas (hot stream) adalah aliran yang ingin diturunkan temperaturnya. Sementara aliran dingin (cold stream) adalah aliran yang ingin dinaikkan temperaturnya. Di Gambar 2 terlihat contoh sederhana pengambilan data. Tahap pengambilan data ini sangat penting dan biasanya memakan waktu yang jauh lebih lama jika dibandingkan dengan tahap-tahap lainnya.
(a) Diagram alir proses.
(b) Diagram alir pengambilan data.
Gambar 2. Contoh pengambilan data. Data-data yang diperoleh kemudian diurutkan berdasarkan temperatur masuknya untuk seluruh aliran panas dan dingin. Tabel 1 adalah contoh data yang diperoleh dari contoh kasus ini. Tabel 1. Data yang diambil. Nomor Aliran
Jenis Aliran
Temperatur Awal (°C)
Temperatur Akhir (°C)
Kapasitas Kalor Laju Alir (kW/°C)
1
Panas
180
80
20
2
Panas
130
40
40
3
Dingin
60
100
80
4
Dingin
30
120
36
dTmin = 10°C. Steam tersedia pada 200°C dan air pendingin pada 25°C. Temperatur air pendingin maksimal 30°C.
14
Dari data ini, dibuatlah kurva komposit aliran panas seperti di Gambar 3 berikut. Sumbu Y menunjukkan rentang temperatur rentang temperatur system secara keseluruhan. Sumbu X menunjukkan jumlah energi yang terkandung di sistem tersebut.
Gambar 3. Pembuatan kurva komposit aliran panas. Setelah kurva komposit aliran panas dan aliran dingin dibuat, maka kurva aliran dingin (cold composite curve) digeser sepanjang sumbu X sehingga jarak terdekatnya dengan kurva aliran panas (hot composite curve) adalah dTmin yang kita tentukan (dalam kasus ini, 10°C). Lokasi dTmin ini lah yang disebut sebagai titik pinch. Daerah yang saling tumpang tindih (overlapping) di antara kedua kurva adalah daerah di mana kalor bisa dipertukarkan dari aliran panas ke aliran dingin. Daerah di mana kurva aliran dingin tidak mengalami tumpang-tindih dengan kurva aliran panas merupakan keperluan utilitas pemanas. Sebaliknya, daerah di mana kurva aliran panas tidak tumpang tindih dengan kurva aliran dingin adalah kebutuhan utilitas pendingin. Dengan langkah ini, kita telah mengetahui target utilitas pemanas dan pendingin yang kita perlukan untuk dTmin yang kita tetapkan tanpa desain sama sekali. Untuk lebih jelasnya, silahkan lihat Gambar 4. Jika seluruh temperatur aliran panas diturunkan sebesar ½ dT min sementara temperatur aliran dingin dinaikkan sebesar ½ dT min, maka kedua kurva akan bersentuhan di titik pinch yang sama. Ini bisa dilihat di studi kasus yang akan dijelaskan nanti.
Dengan menggunakan kurva komposit dan titik pinch ini, ada tiga aturan utama (golden rules) yang bisa kita amati. Aturan-aturan ini adalah sebagai berikut (lihat Gambar 5 untuk lebih jelasnya): 1. Aliran-aliran panas di zona di atas pinch (zona buang energi atau sink) tidak boleh dikirim ke utilitas pendingin seperti menara pendingin (cooling tower). Pelanggaran akan aturan ini ditunjukkan dengan penalti energi sebesar γ, yang harus “dibayar” dengan menaikkan beban utilitas pemanas dan pendingin, masing-masing sebesar γ.
15
Gambar 4. Penentuan target kebutuhan utilitas panas dan dingin.
Gambar 5. Golden rules di pinch analysis. 2.
3.
Aliran-aliran dingin di zona di bawah pinch (zona sumber energi atau source) tidak boleh dikirim ke utilitas pemanas seperti steam bertekanan tinggi. Pelanggaran terhadap aturan ini ditunjukkan dengan penalti energi sebesar β, yang juga harus “dibayar” oleh utilitas pemanas dan pendingin, masing-masing sebesar β. Tidak boleh ada energy yang dipindahkan dari aliran-aliran yang berada di daerah di atas pinch ke aliran-aliran yang berada di bawah pinch. Pelanggaran terhadap aturan ini ditunjukkan dengan penambahan beban utlitas pemanas dan pendingin, masing-masing sebesar α.
16
Untuk lebih detail lagi mengenai pinch analysis, berikut prosedur mendesain jaringan penukar kalornya (heat exchanger network) pembaca diharapkan merujuk ke beberapa buku teks seperti Chemical Process Design & Integration [8] atau Process Integration [9]. Atau bisa juga merujuk ke laman Teknik Kimia Indonesia (indonesianchemicalengineers.com) yang akan mencakup artikel-artikel tentang ini. Contoh kasus di industri Satu kasus industri yang pernah penulis lakukan adalah menganalisis jaringan penukar kalor untuk crude oil preheat train (pemanasan awal minyak bumi) di sebuah pabrik pengilangan minyak bumi. Di Gambar 6 ini adalah skema sederhana jaringan penukar kalornya.
Gambar 6. Skema blok jaringan penukar kalor untuk crude oil preheat train. Dari data yang diambil, kurva aliran panas dan dingin dibuat seperti Gambar 7. Kebutuhan saat itu untuk utilitas panas adalah sebesar 35.15 MW dan utilitas dingin sebesar 6 MW. Target yang bisa dicapai adalah sebesar 33.8 MW (utilitas panas) dan 4.8 MW (utilitas dingin). Perhatikan bahwa kedua kurva saling menyentuh di titik pinch 154°C. Kedua kurva tersebut saling menyentuh karena temperature seluruh aliran panas diturunkan sebesar ½ dT min, sementara temperature aliran dingin dinaikkan sebesar ½ dT min. Jika diagram blok digambar ulang di diagram grid seperti di Gambar 8, terlihat bahwa penukar kalor (heat exchanger) HE-6, CW2, dan HE-4 melintasi titik pinch. Hal ini bertentangan dengan aturan ketiga dalam mendesain jaringan penukar kalor yang telah disebutkan di atas. Besar masing-masing beban yang melintasi titik pinch ditunjukkan dengan tulisan berwarna biru di gambar tersebut.
17
Gambar 7. Kurva komposit aliran panas dan dingin dalam penentuan kebutuhan utilitas.
Gambar 8. Kurva komposit aliran panas dan dingin dalam penentuan kebutuhan utilitas.
18
Untuk mencapai target yang telah diketahui, maka seluruh beban yang melintasi titik pinch dimodifikasi. Modifikasi yang harus dilakukan cukup hanya menyusun ulang system perpipaan dan target kebutuhan utilitas panas dan dingin pun tercapai. Investasi yang diperlukan sangat kecil dan biaya operasi bisa diturunkan. Hasil akhirnya terlihat di Gambar 9.
Gambar 9. Jaringan penukar kalor yang telah dimodifikasi.
Penutup Metode pinch analysis yang dikembangkan di akhir tahun 1970an telah merupakan bagian dari standar praktik engineering. Pinch analysis dapat memberikan gambaran menyeluruh terhadap penggunaan energi suatu sistem. Hal ini kemudian digunakan untuk meminimumkan penggunaan energi. Berbagai cara dapat dilakukan seperti dengan mengoptimalkan kondisi operasi unit-unit proses atau memodifikasi jaringan penukar kalor yang tidak optimum. Contoh aplikasi praktis yang telah ditunjukkan memberi gambaran mengenai modifikasi yang bisa dilakukan dalam pinch analysis ini. Dalam perkembangan selanjutnya, metode dan aplikasi pinch analysis telah dikembangkan ke berbagai bidang seperti desain jaringan air limbah, air bersih, manajemen hidrogen, sampai ke biorefinery. Kedepannya, pinch analysis merupakan salah satu keahlian yang harus dikuasai oleh process engineer atau konsultan process design. Referensi 1. Hohmann EC: Optimum networks for heat exchange. PhD thesis, Los Angeles, USA: University of Southern California, 1971.
19
2. 3. 4. 5.
6.
7. 8. 9.
Wang YP, Smith R: Wastewater Minimization. Chemical Engineering Science, 1994, 49:981-1006. Kuo WJ, Smith R.: Effluent treatment system design. Chemical Engineering Science, 52(23): 4273-4290, 1997. Hallale N, Moore I, Vauk D: Hydrogen: Liability or Asset?, Chemical Engineering Progress, September 2002. Kazantzi, V., Qin, X., El-Halwagi, M., Eljack, F. and Eden, M., Simultaneous Process and Molecular Design through Property Clustering – A Visualization Tool, Industrial Engineering Chemistry Research, 46, 3400-3409, 2007. Tan R, Foo DCY: Pinch analysis approach to carbon-constrained energy sector planning. Energy 2007, 32: 1422-1429. NG, DKS. Automated Targeting For The Synthesis Of An Integrated Biorefinery. Chemical Engineering Journal. 162(1), 67-74, 2010. Smith R: Chemical Process: Design and Integration. Chichester, UK: John Wiley & Sons Ltd.; 2005. El Halwagi MM: Process Integration, Elsevier; 2006.
Zulfan Adi Putra bekerja sebagai konsultan desain proses, engineering dan teknologi, dan pernah bekerja di beberapa perusahaan kimia seperti AkzoNobel, SABIC, Momentive (Hexion), dan DSM. Berbagai tipe proyek yang pernah ditangani meliputi uji kelayakan, desain proses konseptual, basic engineering, optimasi pabrik, debottlenecking, dan engineering support. Terkait dengan pinch analysis, penulis pernah terlibat dalam mendesain, mengevaluasi, dan mengoptimalkan penggunaan energi (maximizing heat recovery), dan meminimalkan penggunaan/pengolahan air (water and wastewater minimization) di berbagai industri. Penulis memegang gelar PDEng dari Technische Universiteit Eindhoven.
20