Topik Utama Memecah Campuran Azeotrop Problem Pemisahan Emulsi Minyak dan Air Pengembangan Proses Penangkapan Partikulat di Udara
4 10 16
Studi Kasus Desain Dasar Kolom Distilasi Zeotrop dan Azeotrop pada Equilibrium Stages (bagian 1)
19
Iklan Cognoscente Pebecons
9 31
2
Editor Zulfan Adi Putra TMC Chemical, Eindhoven Editor Utama
Asep Bayu Dani Nandiyanto Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Editor
Muhammad Roil Bilad Nanyang Technological University, Singapura Editor
Oki Muraza King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran Editor
Riezqa Andika Yeungnam University, Gyeongsan Editor
Editorial Hal yang sering diungkapkan di bidang teknik kimia adalah proses pemisahan. Proses pemisahan ini digunakan untuk mendapatkan produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Proses pemisahan tidak hanya ditemukan untuk membuat produk menjadi lebih murni, tapi juga untuk proses pengolahan limbah di Industri. Dalam edisi ini, Majalah Teknik Kimia Indonesia akan dibahas mengenai beberapa hal diantaranya pemisahan zeotrop dan azeotrop, pemisahan minyakair, dan penangkapan partikulat di udara. Edisi ini juga membahas mengenai riset mengenai proses pemisahan yang dilakukan di Korea Selatan. Semoga edisi ini bisa membuka serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai proses pemisahan di Industri. Tentu saja, sangat baik sekali apabila ilmu tersebut bisa digunakan untuk kemajuan industri di dunia pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya. Selamat membaca!
Teguh Kurniawan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang Editor
Asep Bayu Dani Nandiyanto Editor
3
Topik Utama
Memecah Campuran Azeotrop Zulfan Adi Putra TMC Chemical Pendahuluan Salah satu tantangan dalam proses pemisahan senyawa-senyawa kimia adalah pemisahan campuran yang memiliki relative volatility sangat dekat satu sama lainnya. Campuran seperti ini yang biasa kita sebut sebagai campuran azeotrop. Contoh paling sederhana adalah campuran etanol dan air dengan komposisi 95.63 wt% etanol dan 4.37 wt% air. Titik didih ethanol adalah 78.4°C, air pada 100°C, sementara campuran azeotrop tersebut mendidih pada 78.2°C. Detail mengenai campuran azeotrop dapat dibaca di buku-buku teks.
Tulisan kali ini hanya berfokus pada penjabaran proses pemisahan campuran azeotrop yang biasa terdapat di industri. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pilihan-pilihan proses pemisahan yang dapat dipertimbangkan dalam menangani campuran azeotrop. Ada beberapa proses pemisahan yang akan dibahas di sini. Proses-proses tersebut adalah penggunaan pressure swing distillation, penambahan senyawa lain yang dapat membuat azeotrop baru yang heterogen, penggunaan membrane pervaporation, molecular sieve, atau gabungan membrane pervaporation dan molecular sieve.
Gambar 1. Pressure swing distillation.
4
Proses dua distilasi pada dua tekanan yang berbeda (pressure swing distillation) Pressure swing distillation adalah proses yang melakukan dua distilasi pada dua dua tekanan yang berbeda. Proses ini memanfaatkan kenyataan bahwa konsentrasi campuran azeotrop akan berbeda jika beroperasi pada tekanan yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, silahkan dilihat Gambar 1 untuk kurva x-y dan contoh skema proses pemisahan senyawa A dan B.
Di Gambar 1 terlihat bahwa pada tekanan P1 (kurva x-y bagian atas), campuran azeotrop A dan B memiliki titik azeotrop di Az1. Pada tekanan P2 (kurva x-y bagian bawah), titik azeotropnya lebih rendah, yakni pada Az2. Campuran yang ingin dipisahkan berada pada konsentrasi F. Kolom distilasi pertama dioperasikan pada P1 dengan produk bawahnya berupa senyawa B murni. Produk atasnya adalah azeotrop Az1 karena kita tidak bisa memisahkan A dan B melewati titik azeotrop tersebut. Campuran Az1 ini kemudian dipisahkan di kolom kedua yang beroperasi pada P2. Produk bagian bawahnya adalah senyawa A murni karena, jika dilihat dari kurva x-y tersebut, senyawa A lebih sulit menguap daripada campuran Az1. Produk atasnya adalah campuran Az2. Campuran Az2 ini pun kemudian dikembalikan ke kolom pertama. Posisi umpan Az2 ke dalam kolom distilasi sebaiknya berada di atas posisi umpan F karena komposisi senyawa A di Az2 lebih besar daripada di F. Untuk lebih detailnya, proses simulasi, dengan menggunakan model termodinamik yang telah dimodifikasi sesuai data eksperimen, sebaiknya dilakukan.
Dari contoh sederhana ini, kita bisa melihat bahwa jika posisi azeotrop berubah dari satu tekanan ke tekanan lainnya, kita bisa memisahkan senyawa A dan B dengan dua kolom distilasi dengan tekanan yang berbeda tersebut. Menambahkan senyawa lain yang dapat menghasilkan campuran cairan dua fase (heterogeneous azeotrope) Ada kalanya titik azeotrop tidak berubah meskipun tekanannya telah diubah-ubah. Akan tetapi, ternyata senyawa-senyawa yang terlibat dapat membentuk azeotrop yang heterogen dengan senyawa lain. Senyawa azeotrop heterogen, secara sederhana, adalah campuran senyawa yang dapat menghasilkan dua fasa cairan yang tidak bercampur. Kedua fasa ini membentuk dua lapis cairan yang kemudian dapat dipisahkan karena perbedaan massa jenisnya. Contoh yang paling umum adalah proses pemisahan etanol dari air yang melibatkan penambahan senyawa aromatic seperti benzene atau toluene. Silahkan dilihat Gambar 2 untuk lebih jelasnya. Di contoh ini kita ingin memisahkan senyawa E dan W dengan konsentrasi umpan di titik F. dapat terlihat bahwa senyawa E dan W memiliki campuran azeotrop di titik 78.2°C. Diagram fasa di Gambar 2 merupakan kurva residue (residue curve) dari senyawa E dan W, dan juga senyawa T yang kita tambahkan. Dapat dilihat bahwa senyawa T membentuk azeotrop homogen (cairannya tidak terpisah) dengan senyawa E di titik 76.7°C dan azeotrop heterogen dengan senyawa W pada 84°C (berada di daerah miscibility gap). Ketiga senyawa ini membentuk ternary azeotrop di titik G yang merupakan campuran yang dapat terpisah (heterogen).
5
Gambar 2. Proses pemisahan dengan penambahan senyawa lain yang dapat membentuk campuran azeotrop heterogen. Umpan F dicampur dengan campuran K untuk menghasilkan campuran L. Campuran L ini dikirim ke kolom pertama untuk menghasilkan senyawa W sebagai produk bawah dan campuran H di produk atas. Campuran H ini kemudian digabung dengan campuran M untuk menghasilkan campuran N. Campuran N kemudian dipisahkan di kolom kedua dengan produk atas merupakan senyawa E murni dan produk bawah merupakan azeotrop G. Azeotrop G kemudian didiamkan di dalam decanter untuk memisahkan campuran K dan M. Campuran K dan M ini kemudian dikembalikan untuk dicampur dengan F dan H secara berturut-turut. Proses ini merupakan proses yang cukup banyak diaplikasikan di pemisahan senyawa-senyawa alkohol dengan air. Topik lebih detail mengenai residue curve, miscibility gap, dan desain kolom distilasi untuk ini akan dibahas di artikel berikutnya.
Menggunakan membrane pervaporation atau vapor permeation Jika proses pemisahan yang akan dilakukan melibatkan air, maka proses alternatif seperti membrane pervaporation atau vapor permeation dapat digunakan. Proses ini menggunakan kombinasi kolom distilasi dengan membran. Pada membrane pervaporation, umpan ke membrane berfasa cair dan produk akan berubah fase menjadi vapor di sisi permeatnya. Pada vapor permeation, umpan ke membran berfase uap. Proses pemisahan melalui membran ini dapat ditingkatkan dengan meningkatkan perbedaan chemical potential-nya (konsentrasi), menaikkan temperatur umpan, dan menurunkan tekanan parsial di sisi permeat. Jika membran yang digunakan membran hidrofobik, maka senyawa yang hidrofobik akan lebih mudah menembus membran tersebut. Demikian sebaliknya jika membran terbuat dari material hidrofilik, maka air akan lebih mudah berpindah.
6
Gambar 3. Proses distilasi dan membrane pervaporation. Secara sederhana, di Gambar 3, suatu campuran A dan B dipisahkan di kolom distilasi sampai pada, atau mendekati, titik azeotropnya (Az1). Produk bagian bawah adalah senyawa yang lebih berat, katakanlah senyawa B. Produk bagian atas adalah campuran azeotropnya (atau yang mendekati azeotrop). Produk bagian atas ini kemudian dialirkan ke suatu membrane yang sangat selektif terhadap A pada kondisi operasi yang telah ditentukan secara eksperimen. Jadi, permeate membrane ini adalah produk A murni, sedangkan retentate-nya adalah campuran A dan B (dengan B adalah komponen mayoritas). Dengan menggunakan metode ini pun kita bisa memisahkan A dan B. Seberapa jauh pemisahan di kolom distilasi yang sebaiknya dilakukan tergantung dari perhitungan ekonomis antara keperluan energi di reboiler dan pompa vakum (untuk membrane pervaporation ) dan keperluan investasi kolom dan luas
membran. Jika pemisahan dilakukan semakin dekat ke titik azeotropnya, maka reboiler akan semakin besar dan keperluan energinya juga besar. Atau juga kolomnya bisa bertambah tinggi. Akan tetapi, unit membran yang diperlukan akan berukuran kecil, berikut pompa vakumnya. Demikian juga sebaliknya. Menggunakan molecular sieve Salah satu alternatif lain adalah dengan menggunakan molecular sieve untuk mengambil air dari campuran azeotrop tersebut. Campuran umpan biasanya dipisahkan sedekat mungkin ke titik azeotrop. Hal ini dibatasi oleh kapasitas molecular sieve dalam menampung air, yaitu sekitar 20 - 25 wt% dari massa molecular sieve tersebut. Skema sederhana proses ini ditunjukkan di Gambar 4. Kombinasi membrane pervaporation dan
molecular sieve Jika campuran tidak dipisahkan sampai
7
Gambar 4. Proses distilasi dengan tambahan kolom molecular sieve.
Gambar 5. Kombinasi membrane pervaporation dan molecular sieve. mendekati titik azeotropnya, atau titik azeotrop tersebut masih memiliki banyak air, maka kebutuhan akan molecular sieve akan sangat besar. Di kasus ini, kombinasi membrane pervaporation dan molecular sieve dapat dipertimbangkan. Seperti terlihat di Gambar 5, campuran umpan dipisahkan di kolom distilasi sampai pada
titik H. Campuran ini kemudian dikirim ke unit membrane pervaporation untuk menghasilkan senyawa A berkonsentrasi tinggi. Akan tetapi, untuk memproduksi A dengan konsentrasi yang lebih tinggi lagi, molecular sieve perlu digunakan untuk mengambil sisa-sisa air yang tersisa.
8
Penutup Berbagai pilihan konsep proses untuk memisahkan senyawa azeotrop telah dideskripsikan di artikel ini. Informasi yang lebih detail dapat ditemukan di buku-buku teks atau artikelartikel mendatang di website Teknik Kimia Indonesia (www.indonesianchemicalengineers.com). Dengan adanya tulisan review ini, diharapkan pembaca setidaknya mengetahui beberapa pilihan yang dapat dipertimbangkan. Setiap pilihan memiliki keuntungan dan kerugian yang unik untuk setiap sistem pemisahan. Tidak akan ada satu solusi yang bisa menangani semua permasalahan pemisahan. Desain proses pemisahan juga memerlukan pengetahuan dan data termodinamika yang cukup akurat sehingga kita bisa memilih proses seperti apa yang sebaiknya kita gunakan.
Zulfan Adi Putra bekerja sebagai konsultan desain proses, engineering dan teknologi, dan pernah bekerja di beberapa perusahaan kimia seperti AkzoNobel, SABIC, Momentive (Hexion), DSM, dan SC Johnson. Berbagai tipe proyek yang pernah ditangani meliputi uji kelayakan, desain proses konseptual, basic engineering , optimasi pabrik, debottlenecking , dan process engineering support. Terkait dengan proses pemisahan, penulis pernah terlibat dalam mendesain, mengevaluasi, dan mengoptimalkan beberapa kolom distilasi serta mengevaluasi beberapa konsep proses pemisahan untuk biomass to chemicals. Penulis memegang gelar PDEng dari Technische Universiteit Eindhoven.
www.cscente.com
9
Topik Utama
Problem Pemisahan Emulsi Minyak dan Air M. Ers Harry Yunashtanto BP Indonesia Peran pemisahan di industri migas Pemisahan atau separasi merupakan proses dasar dan fundamental di industri migas berbagai lini dari hulu sampai hilir, mulai dari fasilitas penerima (onshore receiving facilities), fasilitas pengolahan gas jual (sales gas treatment), kilang pengolahan minyak mentah (crude oil refinery), hingga kilang gas alam cair (LNG). Pemisahan yang hampir pasti dibutuhkan di berbagai fasilitas tersebut adalah pemisahan cairan hidrokarbon/minyak dan air. Hal ini dikarenakan setiap sumur minyak atau gas bumi pasti mengeluarkan tiga unsur utama ketika diproduksikan, yaitu gas hidrokarbon (disebut associated gas bila berasal dari sumur dominan minyak), cairan hidrokarbon/minyak (disebut condensate bila berasal dari sumur dominan gas), dan air (biasa disebut juga produced water). Pemisahan cairan-cairan antara air dan minyak sangat penting untuk memenuhi spesifikasi minyak yang akan dijual ke pasaran ataupun untuk memenuhi spesifikasi air sesuai regulasi sebelum dibuang ke lingkungan. spesifikasi air sesuai regulasi sebelum dibuang ke
lingkungan. Prinsip dari pemisahan dari air dan minyak ini sendiri cukup sederhana bagi insinyur proses. Biasanya insinyur proses berpedoman pada hukum Stoke yang menjelaskan settling velocity suatu partikel ataupun API 12J untuk menentukan waktu endap yang dibutuhkan air untuk berpisah dengan minyak berdasarkan specific gravity minyak. Namun prinsip-prinsip pengendapan gravitasional tersebut tidak akan berjalan semestinya ketika ditemukan adanya fenomena emulsi. Mengenal apa itu emulsi Istilah emulsi sebenarnya banyak didengar dan diteliti di berbagai industri baik itu industri pangan, kosmetik, kertas, farmasi, dan pertanian. Namun emulsi minyak yang akan dibahas di artikel ini merupakan emulsi yang merugikan bila tidak diatasi. Bila terjadi emulsi air-dalam-minyak, viskositas pada cairan akan meningkat, sehingga akan banyak pressure drop yang tidak diinginkan di sepanjang pipa. Efek lebih parahnya bukan tidak mungkin mengakibatkan process trip/upset pada unit pengolahan minyak mentah. Emulsi merupakan sistem koloid antara dua jenis cairan yang tidak bisa bercampur. Satu jenis cairan (disebut fase kontinyu). Bila fase terdispersinya adalah
10
Gambar 1. Contoh emulsi minyak-dalam-air. minyak, di dalam medium air, maka emulsi tersebut adalah emulsi minyak-dalam-air, begitupun sebaliknya. Terdapat juga jenis emulsi ganda yang terjadi misalkan ketika partikel minyak terdispersi di dalam partikel air, yang kemudian terdispersi di fase kontinyu minyak sehingga membentuk emulsi minyak-dalam-air-dalam minyak. Semakin kecil partikel yang terdispersi, semakin susah untuk dipisahkan emulsi tersebut. Emulsi dapat terbentuk bila terdapat tiga kondisi utama, yaitu adanya dua cairan yang tidak dapat bercampur, adanya surfaktan atau agen pengemulsi, serta adanya efek agitasi ataupun shearing yang cukup kuat untuk mendispersi suatu partikel cairan. Sifat surfaktan sebenarnya banyak ditemukan di komposisi minyak mentah itu sendiri, di mana sering dikenal dengan singkatan SARA ( Saturated, Aromatic, Resin, Asphaltene). Komponen SARA ini akan teradsorpsi di permukaan minyak dan air untuk mengurangi tegangan antarpermukaan. Hal ini, membuat partikel mengalami tegangan
tangensial karena adanya perbedaan (gradient) tegangan permukaan. Perbedaan ini akan melawan tarikan yang mengembalikan ke bentuk tegangan antarpermukaan yang seragam sehingga permukaan akan bersifat elastis. Fenomena ini disebut Gibbs-Marangoni. Maka dari itu, insinyur proses harus memiliki pemahaman akan komposisi hidrokarbon dari sumur yang akan diproduksi, sehingga dapat segera mempersiapkan rencana untuk menanggulangi apabila emulsi tidak dapat dihindari. Selain faktor komposisi dari sumur, efek agitasi ataupun shearing bisa mengakibatkan emulsi. Percaya atau tidak, ternyata tanpa disadari hasil desain dari insinyur proses dan insinyur mekanikal yang sebenarnya “menghasilkan” efek tersebut. Choke valve dan control valve adalah salah satu penyebab efek shear yang sangat besar karena adanya perbedaan tekanan di valve tersebut. Selain itu, bends/elbow pada pipa ataupun masukan separator dapat
11
Gambar 2. Stabilisasi emulsi oleh adanya partikel padatan halus.
Gambar 3. Strategi menghilangkan emulsi. Mengakibatkan efek agitasi. Maka dari itu biasanya insinyur proses memiliki kriteria tidak boleh ada elbow di sepanjang 5D sampai 10D di masukan separator agar tidak terjadi emulsifikasi sehingga pemisahan di separator dapat berjalan dengan efektif. Padatan/pasir (total suspended solid) yang terbawa oleh air terproduksi dari sumur juga bisa menstabilkan emulsi karena adanya padatan pada permukaan memberikan gaya permukaan tolak yang besar, seperti ditunjukkan Gambar 2. Gaya tolak ini dapat menstabilkan emulsi secara termodinamika. Strategi memecah emulsi Secara umum emulsi baru dapat dihilangkan apabila pertama-tama flokulasi
dan penggumpalan terjadi, di mana partikel-partikel emulsi bisa teragregat, sebelum akhirnya partikel menggumpal untuk membentuk partikel yang lebih besar. Dengan ukuran partikel yang jauh lebih besar, pemisahan antar dua cairan tersebut kemudian dapat terjadi secara gravitasi seperti separasi pada umumnya. Untuk dapat memicu flokulasi dan penggumpalan, terdapat beberapa alternatif teknologi yang banyak diterapkan di industri, antara lain dengan pengendapan; pemanasan; pre-filter dan coalescer; electrocoalescence; maupun injeksi kimia. Pemilihan teknologi ini harus dilihat spesifik tiap kasusnya karena harus memerhatikan berbagai aspek, seperti biaya, kriteria performa yang diinginkan, operabilitas, kompleksitas, ketersediaan area, dan lain-lain.
12
1. Pengendapan
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa emulsi tidak bisa dipisahkan dengan mudah menggunakan hukum Stoke seperti pemisahan cairan-cairan pada umumnya. Untuk emulsi yang kuat, waktu yang dibutuhkan agar emulsi pecah dan menggumpal membentuk partikel besar, dibutuhkan waktu lebih dari satu hari untuk sampai benarbenar terpisah antara fasa minyak dan air. Dalam praktiknya, untuk memenuhi kondisi ini, dibutuhkan suatu tangki yang besar untuk memberikan waktu tinggal yang lama. Metode ini tidak praktis untuk fasilitas yang tidak memiliki area yang luas seperti offshore platform. 2. Pemanasan Pemanasan dapat mempercepat pemisahan fasa dan memecahkan emulsi dengan cara menurunkan viskositas sehingga dapat meningkatkan kecepatan penggumpalan dan pengendapan sesuai persamaan hukum Stoke. Biasanya pemanasan dilakukan pada rentang 60 - 80°C. 3. Pre-filter dan liquid-liquid coalescer Metode ini cukup bisa diandalkan untuk menangani emulsi yang disertai dengan adanya padatan (total suspended solid) yang tinggi. Sistem ini terdiri dari tiga tahapan yaitu prefiltrasi, penggumpalan, dan pengendapan. Tahapan pertama, pre-filtrasi, berguna untuk mengurangi kandungan padatan (TSS) yang ada di campuran. Selain karena padatan dapat memicu terjadinya emulsi, hilangnya padatan juga dapat memperpanjang umur pakai dari elemen coalescer yang dipasang setelah tahap pre-filtrasi. Umumnya spesifikasi prefilter yang dipakai sebesar 2 µm.
Gambar 4. Sistem pre-filter dan liquid-liquid coalescer.
13
Tahap kedua adalah tahap utama, yaitu penggumpalan melalui media elemen coalescer. Tahap ini merupakan tahap pemisahan mekanis berdasarkan kemampuan media coalescer untuk menghilangkan gaya tolak pada partikel terdispersi sehingga partikelpartikel tersebut dapat tergumpal membentuk partikel yang lebih besar, sehingga nantinya dapat lebih mudah dipisahkan secara gravitasi. Pada skala komersil, elemen ini menggunakan media multi lapisan terdiri dari susunan yang kompleks. Bahannya terbuat dari bahan polymer yang tidak memiliki efek disarming, memiliki efisiensi yang konstan sepanjang waktu, serta dapat memisahkan emulsi yang sangat stabil (dengan tegangan antarpermukaan serendah-rendahnya hingga sekitar 0.5 dyne/cm). Di tahap selanjutnya, terdapat segmen yang tidak memiliki internal pada bejana, yang berfungsi untuk memisahkan cairan-cairan secara gravitasi. Sistem ini cukup direkomendasikan karena tidak terlalu membutuhkan area yang besar untuk instalasinya serta sederhana karena tidak membutuhkan utilitas tambahan. 4. Electrocoalescence Teknologi ini dilandaskan dari efek gaya elektrostatis dan efek shearing. Ketika medan listrik diterapkan di emulsi air-dalam-minyak, suatu partikel mengalami berbagai gaya seperti dijelaskan di Gambar 5. Berbagai jenis teknik pengolahan elektrostatis ini tersedia untuk industri, di antaranya medan AC, DC, AC/DC, modulasi, dan pulsed. Pemilihan yang tepat dapat membantu desainer untuk mengoptimalisasi laju pengolahan, temperatur, dosis injeksi kimia, dan tegangan yang dipasang.
Gambar 5. Gaya-gaya yang terjadi pada electrocoalescence. 5. Injeksi kimia de-emulsifier Bahan kimia yang biasanya bisa digunakan adalah koagulan, yang dapat merusak sifat pengemulsi dari suatu campuran. Bahan kimia tersebut bekerja dengan menetralisir faktor yang menstabilkan emulsi, yaitu muatan elektrik yang terakumulasi di partikel teremulsi sehingga nantinya dapat mengalami penggumpalan menjadi partikel yang lebih besar. Gambar 6 mengilustrasikan bagaimana muatan listrik yang terakumulasi pada partikel teremulsi dapat dinetralisir dengan menyertakan muatan yang berlawanan melalui deemulsifier.
14
Gambar 6. Cara kerja de-emulsifier untuk memecah emulsi. Injeksi juga bisa dilakukan dengan substansi pengatur pH, yang dapat membantu mengubah sifat basah dari partikulat padatan agar lebih terbasahi. Dengan demikian partikel minyak tidak akan mengikat dengan padatan lagi, sehingga dapat lebih mudah dipisahkan dari air. Pengujian di lapangan sebaiknya harus dilakukan terlebih dahulu oleh production chemist sebelum diterapkan di pabrik secara kontinyu agar insinyur proses dapat menentukan titik-titik injeksi yang tepat untuk memberikan waktu tinggal yang optimum untuk bahan kimia yang diinjeksikan, sekaligus memastikan tidak ada bahan kimia lain di unit proses lainnya di pabrik yang tidak cocok dengan kimia de-emulsifier. Referensi 1. Abdel-Raouf, M. –E. (2012). Crude Oil Emulsions-Composition Stability and Characterization. [online] www.intechopen.com Available at: http://www.intechopen.com/books/crude-oil-emulsions-composition-stability-andcharacterization/factors-affecting-the-stability-of-crude-oil-emulsions [Accessed 6 Feb. 2016]. 2. Silset, A. (2008). Thesis: Emulsions (w/o and o/w) of Heavy Crude Oils. Characterization, Stabilization, Destabilization, and Produced Water Quality. (Trondheim, NTNU)
M. Ers Harry Yunashtanto mendapatkan gelar sarjananya dari Universitas Indonesia pada tahun 2011. Saat ini, penulis bekerja sebagai process engineer di BP Indonesia. Disela-sela kesibukannya, penulis aktif memberikan pelatihan Aspen Hysys di berbagai institusi akademik di Indonesia. Penulis merupakan scholarship awardee dari LPDP dan akan melanjutkan studi master di University of Manchester.
15
Topik Utama
Pengembangan Proses Penangkapan Partikulat di Udara Asep Bayu Dani Nandiyanto Universitas Pendidikan Indonesia Pengetahuan untuk proses penangkapan partikel di udara menjadi meningkat dalam beberapa tahun belakangan ini. Partikel dengan ukuran yang unik dan bentuk yang bervariasi memiliki korelasi dengan bagaimana caranya menangkap partikel. Tulisan ini akan membahas mengenai cara-cara menangkap partikel yang memiliki berbeda ukuran. Proses pengambilan partikel yang ada di udara, saat ini telah menjadi hal yang sangat penting dikarenakan jumlah partikel di udara sangatlah banyak. Hal ini juga berhubungan dengan penggunaan partikel yang tidak terbatas jumlahnya saat
ini. Sebagai bukti, partikel saat ini banyak ditemukan pada berbagai macam bahan konsumsi, seperti peralatan, elektronik, obat-obatan dan kosmetik, makanan, peralatan pembersih kotoran dan limbah, bahkan peralatan militer [1]. Oleh karena itu, diperlukan cara dan teknologi untuk menangkap partikel yang ada di udara. Dalam tulisan ini, akan dibahas beberapa cara untuk menangkap partikel berdasarkan pengalaman penulis yang telah lebih dari 10 tahun meneliti tentang nanopartikel [2]. Ada beberapa cara untuk menangkap partikel yang terbang di udara, diantaranya cyclone, filter, filter bag, dan electric field precipitator. Adapun gambar ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 1 [2, 3].
Gambar 1. Ilustrasi alat penangkap partikulat (gambar diadopsi dari referensi [2]).
16
Untuk partikel berukuran besar, dimana ukurannya lebih dari ratusan micrometer, gravity settling dapat digunakan [4]. Namun, apabila partikel tersebut diprediksi memiliki ukuran kurang dari puluhan mikrometer, sistem peralatan gravity settling tidak dapat digunakan. Pada umumnya, untuk ukuran kecil, filter biasanya digunakan. Tergantung ukuran dari partikel yang akan dipisahkan, filter memiliki keuntungan karena ukuran dan tipe pori bisa diatur [5]. Tetapi, filter memiliki banyak permasalahan, diantaranya adalah masalah pressure drop. Untuk melawan pengaruh pressure drop, penggunaan alat cyclone sangat dianjurkan [6]. Sistem kerja alat ini juga diketahui karena low cost dan sistem desain yang sederhana [7]. Walaupun begitu, metode ini memiliki kelemahan, yaitu hanya bisa menangkap partikel yang berukuran micrometer [8]. Tentu saja, apabila partikel berada pada submicron atau lebih lagi dalam area nanometer, alat ini tidak efisien.
Alat lain yang bisa digunakan karena kemampuannya untuk menangkap partikel hingga ukuran pada area nanometer adalah electrostatic-related particle collector. Karena alat ini menggunakan prinsip gaya elektrostatik, partikel dengan ukuran beberapa nanometer dapat ditangkap dengan efisien. Tentu saja, karena gaya elektrostatik ini, yield/perolehan yang didapat bisa mencapai hingga 90% [9].
Selanjutnya, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa alat ini bisa ditingkat efisiensinya, yaitu dengan penambahan kontak dengan fluida. Modifikasi alat ini dinamakan wet electrostatic field precipitator [10]. Adapun informasi mengenai beberapa jenis particle collectors beserta keterangan tentang ukuran partikel, tipe, dan yield, dapat dilihat pada Tabel 1. Namun, informasi lebih jelas daripada jenis partikel kolektor lain dapat dilihat di referensi lain seperti Svarovsky [11] and Perry and Green [12].
Tabel 1. Beberapa tipe particle collector (table diadopsi dari referensi [2, 10]). Tipe kolektor Gravity settling Filter Cyclone Electrostatic precipitator (ESP) Wet electrostatic precipitator (WESP)
Ukuran partikulat (µm) > 100
Efisiensi (%)
Biaya
40 – 50
Alat/kapital Rendah
Operasi Rendah
<2 >1 < 10
90 – 99 85 – 95 90 – 99
Sedang - tinggi Sedang Tinggi
Sedang - tinggi Sedang Rendah - sedang
<10
68 – 93
Tinggi
Rendah - sedang
17
Walaupun informasi mengenai bagaimana cara untuk menangkap partikel tidak banyak dibahas pada tulisan ini, penulis berharap bahwa tulisan ini bisa memotivasi dan memberikan gambaran singkat mengenai bagaimana caranya menangkap partikel yang ada di udara. Referensi 1. T. Ogi, A. B. D. Nandiyanto, and K. Okuyama, Adv. Powder Technol. 25, 3 (2014). 2. A. B. D. Nandiyanto and K. Okuyama, Adv. Powder Technol. 22, 1 (2011). 3. R. Patel, M. Patel, and A. Suthar, Indian J. Sci. Technol. 2, 44 (2009). 4. J. W. Thomas, J. Air Pollut. Assoc. 8, 32 (1958). 5. R. G. Stafford and H. J. Ettinger, Atmos. Environ. 6, 353 (1972). 6. J. Dirgo and D. Leith, Aerosol Sci. Technol. 4, 401 (1985). 7. J. Kim and K. Lee, Aerosol Sci. Technol. 12, 1003 (1990). 8. T. Chan and M. Lippmann, Environ. Sci. Technol. 11, 377 (1977). 9. W. S. Cheow, S. Li, and K. Hadinoto, Chem. Eng. Res. Des. 88, 673 (2010). 10. T.-M. Chen, C.-J. Tsai, S.-Y. Yan, and S.N. Li, Separation and Purification Technology 136 (2014).
11. L. Svarovsky, Solid - gas separation, in Principles of Powder Technology, M.J. Rhodes, Editor. 1990, John Wiley & Sons, Ltd: Chichester. p. 171 - 192. 12. R. H. Perry, D. W. Green, and J. O. Maloney, Perry's chemical engineers' handbook. 1997: McGraw-Hill New York.
Asep Bayu Dani Nandiyanto adalah seorang asisten profesor di Departemen Kimia di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Ketertarikannya di bidang riset tentang teknologi partikel dan nanomaterial telah membawanya mengunjungi berbagai pusat riset tentang nanoteknologi di berbagai belahan dunia dan beberapa penghargaan internasional seperti SCEJ Award (Society of Chemical Engineers Japan) for Outstanding Young Researcher pada tahun 2014 dan juga George Klinzing Award dari American Institute of Chemical Engineers (AIChE). Asep mendapatkan gelar Sarjana Teknik dari Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, dan gelar master dan doktoral dari Hiroshima University.
18
Studi Kasus
Desain Dasar Kolom Zeotrop dan Azeotrop pada Equilibrium Stages (bagian 1) Yus Donald Chaniago Process Systems Design and Control Lab. Yeungnam University Proses kimia menurut sudut pandang secara ilmiah adalah suatu metode yang mengubah satu atau lebih bahan kimia atau senyawa kimia. Proses kimia dapat terjadi secara spontan atau disebabkan pengaruh dari luar dan melibatkan reaksi kimia. Dari sudut pandang engineering, proses kimia adalah metode yang ditujukan untuk membuat atau menghasilkan suatu produk dalam skala industri. Di dalam proses kimia dengan skala industri atau bisa disebut sebagai plant, terdapat berbagai unit operasi seperti reaktor, unit pemurnian atau separasi dan unit utilitas. Distilasi adalah salah satu unit operasi industri kimia yang menggunakan energi secara intensif untuk proses pemurnian dan salah satu unit operasi yang fundamental. Untuk pabrik kimia tertentu, distilasi menggunakan sekitar 40% dari total konsumsi energi [1]. Hal ini menunjukkan distilasi adalah proses yang banyak menggunakan energi. Hal ini memicu peneliti dan juga profesional untuk meningkatkan efisiensi distilasi yang membuat teknologi distilasi menjadi yang paling berkembang diantara teknologi pemisahan lainnya [2].
Pendahuluan Distilasi adalah proses pemisahan komponen dari suatu campuran likuid dengan menggunakan prinsip evaporasi dan kondensasi. Didalam kehidupan sehari-hari, prinsip dasar pemisahan ini bisa dilihat di kegiatan memasak air. Energi (panas) di berikan untuk memanaskan air dan sebagian dari air berubah fase menjadi uap. Selama proses pemisahan, sebagian energi hilang dikarenakan ikut menjadi uap yang dibiarkan lepas dan bercampur dengan lingkungan. Di kegiatan sehari-hari, panas yang hilang ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting, tetapi, jika dalam skala besar atau dalam industri, tentunya ceritanya akan berbeda.
Untuk meminimalkan panas yang hilang karena lepas nya uap dan untuk membuat proses pemisahan menjadi lebih efisien, panas yang di lepas yang terdapat di uap, di kontak kan kembali dengan likuid dan ini menjadi dasar distilasi kontinyu (continuous distillation ). Namun, untuk merancang distilasi kontinyu yang melibatkan sejumlah tray atau stage dimana uap dan likuid bertemu, dibutuhkan analisa secara keseluruhan dan menimbukan pertanyaan, bagaimana kita membuat model dari stage atau tray tersebut? [3]. Salah satu modeling yang
19
dapat digunakan yaitu menggunakan konsep equilibrium stage atau hypothetical zone dimana terjadi kesetimbangan di antara dua fase yang terdiri dari fase uap dan likuid dari suatu substansi. Pesamaan yang menggunakan model kesetimbangan, dikenal sebagai MESH. M berarti material balance, E berarti equilibrium relationships, S berarti summation equation dan H berarti heat atau enthalpy balances. Kesetimbangan vapor-liquid dan termodinamika distilasi Untuk menyelesaikan persamaan MESH, dengan tambahan properti kalori, dibutuhkan pengetahuan yang akurat mengenai pola vapor-liquid equilibrium (VLE) [4]. Suatu kondisi di sistem uap likuid dimana suatu likuid dan uap nya (atau fase gas) berada dalam kesetimbangan satu dengan yang lain di sebut VLE. Pada kondisi ini, laju penguapan (likuid berubah menjadi uap) akan sebanding dengan laju kondensasi (perubahan uap menjadi likuid). Konsep berbeda yang melibatkan laju perpindahan massa di sebut nonequilbrium atau perhitungan dengan basis rate (laju). Untuk VLE, fugasitas suatu komponen pada fase uap (𝑓𝑖𝑉 ) sebanding dengan fugasitas suatu komponen pada fase likuid (𝑓𝑖𝐿 ).
Dimana 𝑦𝑖 adalah fraksi mol komponen i pada fase uap, 𝜙 𝑉 adalah koefisien fugacity fase uap dan P adalah tekanan sistem. Untuk koefisien fugasitas fase likuid ( 𝜙 𝐿 ) dapat juga di definisikan sebagai berikut: 𝑓𝑖𝐿 = 𝑥𝑖 𝜙𝑖𝐿 𝑃 Koefisien aktivitas untuk fase likuid γ𝑖 dapat didefinisikan juga sebagai berikut: 𝑓𝑖𝐿 = 𝑥𝑖 𝛾𝑖 𝑓𝑖𝑜 Dimana, 𝑥𝑖 adalah fraksi mol komponen i pada fase likuid, dan 𝑓𝑖𝑜 adalah fugasitas komponen i pada keadaan standar. Untuk keadaan tekanan yang sedang, 𝑓𝑖𝑜 dapat di perkirakan dengan tekanan uap jenuh, 𝑃𝑖𝑆𝐴𝑇 , sehingga fugasitas fase likuid dapat dinyatakan oleh persamaan berikut: 𝑓𝑖𝐿 = 𝑥𝑖 𝛾𝑖 𝑃𝑖𝑆𝐴𝑇 Sehingga, pada kedaan setimbang atau equilibrium, VLE dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑓𝑖𝑉 = 𝑓𝑖𝐿
𝑦𝑖 𝜙𝑖𝑉 𝑃 = 𝑥𝑖 𝛾𝑖 𝑃𝑖𝑆𝐴𝑇
Kemudian, kesetimbangan di capai ketika kecendrungan perubahan dari fase uap dan likuid untuk komponen i adalah sama. Koefisien fugasitas fase uap (𝜙 𝑉 ) dapat didefinisikan sebagai:
Atau dapat juga di nyatakan dengan nilai K: 𝑦𝑖 𝛾𝑖 𝑃𝑖𝑆𝐴𝑇 𝐾𝑖 = = 𝑥𝑖 𝜙𝑖𝑉 𝑃
𝑓𝑖𝑉 = 𝑦𝑖 𝜙𝑖𝑉 𝑃
20
Jika fase gas berperilaku ideal, maka 𝜙𝑖𝑉 =1. Koefisien aktivitas pada fase likuid menentukan deviasi likuid. Jika γ𝑖 =1, maka likuid berperilaku ideal sehingga kesetimbangan uap dan likuid sepadan dengan hukum Raoult. 𝑦𝑖 𝑃𝑖𝑆𝐴𝑇 𝐾𝑖 = = 𝑥𝑖 𝑃
Nilai γ𝑖 <1 menyatakan deviasi negatif dari h u k u m R a o u l t , s e d a n g k a n γ𝑖 > 1 menyatakan deviasi positif dari hukum Raoult [5]. Sehingga secara umum, pengaruh deviasi koefisien aktivitas fase likuid dapat digambarkan pada Gambar 1. Semakin γ mendekati nilai 1, maka dapat disebut sebagai zeotrop, sedangkan semakin jauh deviasi dari nilai ideal dapat
menyebabkan azeotrop.
campuran
menjadi
𝑦𝑖 𝛾𝑖 𝑃𝑖𝑆𝐴𝑇 𝐾𝑖 = = 𝑥𝑖 𝜙𝑖𝑉 𝑃 Sehingga, pemilihan termodinamika untuk suatu fluida sangat penting untuk mendesain distilasi. Nilai γ dapat di tentukan oleh metode NRTL atau metode yang melakukan perhitungan aktivitas likuid dan nilai 𝜙 𝑉 dapat di tentukan oleh metode equation of state (EOS), sebagai contoh Peng-Robinson. Pemilihan paket termodinamika ini harus dilakukan secara teliti bedasarkan kondisi dan perilaku campuran fluida. Kesalahan dalam memilih paket termodinamika ini akan menyebab kan kesalahan prediksi perilaku fluida dan lebih lanjut kesalahan dalam mendesain kolom distilasi [6].
Gambar 1. Perilaku komponen berdasarkan aktivitas likuidnya.
21
Kondisi zeotrop 1. Metode McCabe-Thiele Lebih dari 90 tahun yang lalu, McCabe dan Thiele telah mengembangkan suatu t e k n i k so l us i y an g k re ati f d en gan menggunakan grafik berdasarkan asumsi Lewis constant molar overflow (CMO) untuk desain distilasi yang rasional [7]. Metode ini hanya benar untuk dua komponen yang memiliki persamaan dan mol konstant panas laten penguapan. Perubahan entalpi sensibel, panas pencampuran, panas hilang dan juga penurunan tekanan diabaikan. Dengan banyaknya asumsi, metode klasik ini memiliki keterbatasan dalam mendesain kolom distilasi walaupun untuk dua komponen. Walaupun begitu, metode ini tetap dijadikan acuan dalam pembelajaran untuk mendesain kolom distilasi yang sangat sederhana. Metode yang di sederhakan, seperti McCabe-Thiele, sudah sangat jarang digunakan dalam
pendesainan kolom distilasi secara detail belakangan ini. Namun, pada saat ini, dengan berkembangnya metode perhitungan secara detail, pengimplementasian prosedur grafik Mccabe-Thiele tidak membutuhkan perkiraan CMO dan diagram dapat dibuat dari suatu perhitungan detail (rigorous) distilasi [8]. Metode McCabe-Thiele dapat memprediksi mol fraksi suatu komponen dengan hasil yang serupa dengan pehitungan secara rigorous. Sebagai contoh pemisahan campuran dua komponen, aseton dan etanol dengan menggunakan paket termodinamika NRTL. Hasil prediksi metode McCabe-Thiele memiliki kesamaan dengan hasil perhitungan, dapat dilihat pada Gambar 2. Walaupun demikian, metode klasik McCabe-Thiele hanya valid untuk dua komponen.
Gambar 2. Komposisi profil likuid yang didapat menggunakan teknik McCabe-Thiele dan perhitungan rigorous tampak serupa.
22
2. Metode Fenske-Underwood-Gilliland (multi komponen) Di Industri, pada umumnya proses distilasi melibatkan dengan atau lebih dari dua komponen. Pemisahan multi komponen tetap menggunakan tipe distilasi yang sama, reboiler, condenser, heat exchanger dan lainnya. Namun ada beberapa perbedaan yang fundamental pada sistem multi komponen, yaitu degree of freedom yang sama tidak dicapai karena adanya kehadiran komponen lainnya. Komponenkomponen yang memiki kemurnian fraksionasi tertentu di distilasi dan produk berat disebut sebagai komponen kunci (key components). Komponen yang memiliki volatility yang tinggi disebut light key (LK), sebaliknya, komponen dengan volatility rendah disebut heavy key (HK). Beberapa metode short-cut digunakan untuk pehitungan sistem multi komponen. Secara umum meliputi estimasi jumlah tray minimum, estimasi laju minimum reflux dan jumlah stage untuk reflux terbatas untuk fractionator sederhana. Fenske (1932) adalah yang pertama kali mendapatkan persamaan untuk menghitung jumlah tray minimum pada distilasi multi komponen pada reflux total. Penuruan persamaan berdasarkan asumsi bahwa stage adalah equilibrium dan perbandingan (relative) volatility adalah konstan. Persamaan Fenske adalah sebagai berikut:
N𝑚𝑖𝑛
adalah jumlah minimum pada theoretical stage, αAB adalah relative volatility antara A dan B. Untuk sistem multi komponen, jika satu atau lebih komponen terdapat di hanya salah satu produk, maka terjadi pemisahan di titik pinch di masing-masing bagian stripping dan rectifying. Untuk masalah ini, Underwood mengembangkan analisa alternatif untuk menemukan rasio reflux minimum [9]. Persamaan Underwood mengasumsi relative volatility dan molar flow adalah konstan diantara zona komposisi konstan. Persamaan Underwood terdiri dari dua persamaan, yang pertama untuk menemukan akar dari persamaan (θ). 𝑁𝐶
𝑖=1
𝛼𝑖𝑗 𝑥𝑖,𝐹 =1−𝑞 𝛼𝑖𝑗 − 𝜃
Nilai 𝛼𝑖𝑗 adalah relative volatility, 𝑥𝑖,𝐹 adalah fraksi mol komponen i pada umpan, θ adalah akar persamaan, q adalah kondisi feed (umpan), jika likuid jenuh q =1, jika uap jenuh q =0 dan NC adalah jumlah komponen. Setelah akar persamaan ditemukan, dilanjutkan ke persamaan selanjutnya untuk menemukan reflux minimum 𝑅𝑚𝑖𝑛 . 𝑁𝐶
𝑅𝑚𝑖𝑛 + 1 = 𝑖=1
𝛼𝑖𝑗 𝑥𝑖,𝐷 𝛼𝑖𝑗 − 𝜃
Persamaan Fenske dan Underwood mengasumsi relative volatility adalah konstan. Relative volatility dapat dikalkulasi dari komposisi umpan, tetapi
23
kemungkinan tidak mewakili di keseluruhan kolom. Jika VLE berperilaku ideal, maka: 𝛼𝑖𝑗 =
𝑃𝑖𝑆𝐴𝑇
𝑃𝑗𝑆𝐴𝑇
𝑃 𝑆𝐴𝑇 , adalah tekanan uap pelarut murni yang dapat di hitung dari persamaan Antoine:
ln𝑃 𝑆𝐴𝑇 = 𝐴 −
𝐵 𝐶+𝑇
Metode
terakhir untuk metode approximate atau short-cut adalah korelasi Gilliland yang dapat memperkirakan jumlah stage pada kondisi reflux terbatas dengan perkiraan nilai dari reflux terbatas itu. Adapun korelasinya adalah:
𝑌=
𝑁 − 𝑁𝑚𝑖𝑛 𝑅 − 𝑅𝑚𝑖𝑛 ,𝑋 = 𝑁+1 𝑅+1
Dimana X, Y adalah parameter korelasi, N adalah jumlah aktual dari theoretical stages, 𝑁𝑚𝑖𝑛 adalah jumlah minimum theoretical stages, R adalah rasio reflux aktual dan 𝑅𝑚𝑖𝑛 adalah rasio reflux minimum. Dengan beberapa percobaan, korelasi secara aljabarnya adalah:
𝑌 = 0,2788 − 1,3154𝑋 + 0,4114𝑋 0,2910 1 + 0,8268ln𝑋 + 0,9020𝑙𝑛 𝑋 + 𝑋
3. Perbandingan desain kolom distilasi dengan perhitungan manual vs. simulasi short-cut vs. simulasi rigorous Walaupun metode perhitungan komputer secara detail telah tersedia untuk menyelesaikan masalah pemisahan multikomponen, metode approximate (shortcut) tetap di gunakan pada permasalahan praktis. Software perhitungan komersial seperti Aspen Hysys, Aspen Plus, PRO/II, dan lain-lain menawarkan perhitungan secara short-cut dan rigorous (detail) dengan akurasi yang tinggi dan waktu yang singkat, namun perhitungan secara manual di butuhkan untu proses pembelajaran. Sebagai contoh, desain kolom distilasi untuk pemurnian n-butana dan i-pentana [5]. Suatu kolom distilasi beroperasi pada tekanan 14 bar dengan kondisi umpan likuid jenuh 1000 kmol/hr dengan komposisi pada table dibawah yang akan dipisahkan ke produk atas 99% n-butana produk/umpan dan 95% i-pentana di produk bawah. Relative volatility juga terdapat di Tabel 1. Tabel 1. Relative volatility beberapa komponen. Komponen
𝑓𝑖 (kmol/h)
𝛼𝑖𝑗
propana i-butana n-butana (LK) i-pentana (HK) n-pentana n-heksana n-heptana n-oktana
30,30 90,70 151,20 120,90 211,70 119,30 156,30 119,60
16,50 10,50 9,04 5,74 5,10 2,92 1,70 1,00
24
a. Hitung jumlah stage minimum dengan menggunakan persamaan Fenske. b. Estimasi komposisi produk atas dan bawah dengan menggunakan persamaan Fenske. c. Kalkulasi rasio reflux minimum menggunakan persamaan Underwood. Dengan menggunakan data diatas, permasalahan dapat di selesaikan: a. 𝑟𝐿,𝐷 = 0.,99 , 𝑟𝐻,𝐵 = 0,95 , 𝛼𝐿𝐻 = 1,5749 log 𝑁𝑚𝑖𝑛 =
0,99 0,95 . 1 − 0,99 1 − 0,95 log 1.5749
𝑁𝑚𝑖𝑛 = 16.6 b. Dengan menggunakan komponen heavy key sebagai referensi: 𝑑𝐻 1 − 𝑟𝐻,𝐵 1 − 0,95 = = = 0,05263 𝑏𝐻 𝑟𝐻,𝐵 0,95 𝑑𝑗 𝑏𝑗 𝑑𝑖 = 𝑑𝑗 𝑁 1 + 𝛼𝑖𝑗𝑚𝑖𝑛 𝑏𝑗 𝑁
𝛼𝑖𝑗𝑚𝑖𝑛 𝑓𝑖
untuk propana: 2,87516,6 𝑥 30,3 𝑥 0,05263 𝑑𝑖 = 1 + 2,87516,6 𝑥 0,05263 𝑑𝑖 = 30,30 𝑘𝑚𝑜𝑙. ℎ𝑟 −1 𝑏𝑖 = 𝑓𝑖 − 𝑑𝑖 𝑏𝑖 = 30,30 − 30,30 𝑏𝑖 = 0 𝑘𝑚𝑜𝑙. ℎ−1
25
Tabel 2. Distribusi komponen. Komponen
𝑑𝑖
𝑏𝑖
𝑥𝑖,𝐷
𝑥𝑖,𝐵
propana i-butana n-butana (LK) i-pentana (HK) n-pentana n-heksana n-heptana n-oktana Total
30,30 90,62 149,69 6,05 1,55 0 0 0 278,21
0 0,08 1,51 114,86 210,15 119,30 156,30 119,60 721,80
0.1089 0,3257 0,5380 0,0217 0,0056 0 0 0 0,9999
0 0,0001 0,0021 0,1591 0,2911 0,1653 0,2165 0,1657 0,9999
c. Reflux minimum: Umpan = likuid jenuh; q =1 𝑁𝐶
𝑖=1
𝑥𝐹,𝑖 0,0303 0,0907 0,1512 0,1209 0,2117 0,1193 0,1563 0,1196
𝛼𝑖𝑗 16,5 10,5 9,04 5,74 5,10 2,92 1,70 1,00
𝛼𝑖𝑗 𝑥𝑖,𝐹 =0 𝛼𝑖𝑗 − 𝜃
𝛼𝑖𝑗 𝑥𝑖,𝐹 𝛼𝑖𝑗 − 𝜃
𝛼𝑖𝑗 𝑥𝑖,𝐹 0,5000 0,9524 1,3668 0,6940 1,0797 0,3484 0,2657 0,1196
𝜃 =7,0
𝜃 =7,3
𝜃 =7,2
𝜃 =7,2487
0,0526 0,2721 0,6700 -0,5508 -0,5682 -0,0854 -0,0501 -0,0199 -0,2797
0,0543 0,2796 0,7855 -0,4449 -0,4908 -0,0795 -0,0474 -0,0190 0,0559
0,0538 0,2886 0,7429 -0,4753 -0,5141 -0,0814 -0,0483 -0,0193 -0,0532
0,0540 0,2929 0,7630 -0,4600 -0,5025 -0,0805 -0,0479 -0,0191 0,0000
26
Solusi untuk persamaan kedua Underwood 𝑥𝐷,𝑖
𝛼𝑖𝑗
𝛼𝑖𝑗 𝑥𝑖,𝐷
0,1089 0,3257 0,5380 0,0217 0,0056 0 0 0
16,5 10,5 9,04 5,74 5,10 2,92 1,70 1,00
1,7970 3,4202 4,8639 0,1247 0,0285 0 0 0
𝑁𝐶
𝑅𝑚𝑖𝑛 + 1 = 𝑖=1
𝛼𝑖𝑗 𝑥𝑖,𝐷 𝛼𝑖𝑗 − 𝜃 0,1942 1,0520 2,7153 -0,0827 -0,0133 0 0 0 3,8655
𝛼𝑖𝑗 𝑥𝑖,𝐷 𝛼𝑖𝑗 − 𝜃
𝑅𝑚𝑖𝑛 + 1 = 3,866 𝑅𝑚𝑖𝑛 = 2,866 Untuk mengetahui jumlah tray pada refluk tertentu. Korelasi Gilliland dapat digunakan. Dengan menggunakan 𝑅𝑚𝑖𝑛 dari hasil sebelum nya. Misalnya 𝑅 𝑅𝑚𝑖𝑛 = 1,1 𝑅
2,866 = 1,1 𝑅 = 3,153
𝑋=
𝑋=
𝑅 − 𝑅𝑚𝑖𝑛 𝑅+1
3,153 − 2,866 3,153 + 1
𝑋 = 0,0691
27
Dengan menggunakan rumus Y sebelum nya, subsitusi nilai X: 𝑌 = 0,2788 − 1,3154𝑋 + 0,4114𝑋 0,2910 + 0,8268ln𝑋 + 0,9020𝑙𝑛 𝑋 +
1 𝑋
𝑌 = 0,2788 − 1,3154 𝑥 0,0691 + 0,4114 𝑥 0,06910,2910 + 0,8268 ln 0,0691 1 + 0,9020𝑙𝑛 0,0691 + 0,0691 𝑌 = 0,5822 Substitusi nilai Y ke persamaan: 𝑌=
𝑁 − 𝑁𝑚𝑖𝑛 𝑁+1
0,5822 =
𝑁 − 16,6 𝑁+1
𝑁 = 41,1 Jadi, jumlah tray aktual teoritis adalah 42. Berikut, perbandingan hasil perhitungan manual dan dengan menggunakan program simulasi Aspen Hysys (short-cut dan rigorous). i. Komponen distilat - Fraksi mol Komponen
Perhitungan manual
Short-cut
Rigorous
propana i-butana n-butana i-pentana n-pentana n-heksana n-heptana n-oktana
0,1089 0,3257 0,5380 0,0217 0,0056 0 0 0
0,1088 0,3254 0,5375 0,0217 0,0065 0 0 0
0,1086 0,3250 0,5365 0,0220 0,0079 0 0 0 28
ii. Komponen produk bawah - Fraksi mol Komponen
Perhitungan manual
Short-cut
Rigorous
propana i-butana n-butana i-pentana n-pentana n-heksana n-heptana n-oktana
0 0,0001 0,0021 0,1591 0,2911 0,1653 0,2165 0,1657
0 0,0001 0,0021 0,1592 0,2909 0,1653 0,2166 0,1658
0 0 0,0021 0,1592 0,2906 0,1655 0,2168 0,1659
iii. Perbandingan perhitungan FUG secara manual dan program simulasi Jumlah stage minimum Reflux minimum Jumlah stage teoritis
Perhitungan manual
Short-cut
17 2.866 42
16 2.716 40
Metode approximate (FUG) digunakan sebagai desain cepat untuk kolom distilasi sederhana pada campuran zeotrop. Untuk lebih lanjut, diluar topik tulisan ini, desain distilasi sekarang ini sudah meliputi distilasi yang lebih maju, seperti proses intensifikasi dari distilasi dengan menggunakan teknik thermally couple atau dividing wall column (DWC) yang dapat mengurangi konsumsi energi dan biaya kapital [10]. Metode FUG masih dapat dijadikan acuan untuk desain awal DWC sebelum dilanjutkan dengan desain secara rigorous.
(bersambung). Referensi 1. Humphrey, J.L., Keller, II, G. E., Separation Process Technology, McGraw-Hill, New York, 1997. 2. Olujic, Z., Jödecke, M., Shilkin, A., Schuch, G., Kaibel, B.,Chem. Eng. Process. 48 (2009) 1089. 3. Taylor, R., Krishna, R., Kooijman, H., Real-World Modelling of Distillation. Reaction and Separations.
29
4.
Gmehling, J., Kleiber, M., Vapor-Liquid Equilibrium and Physcal Properties for Distillation, Distillation Fundamentals and Prinsciples. 5. Smith, R., Chemical Process Design and Integration 6. Carlson, E. C., Don’t Gamble with Physical Properties For Simulations. 7. McCabe, W.L., and Thiele, E. W., Graphical Design of Fractionating Column, Ind. Eng. Chem., 17, pp. 605-611 (1925). 8. Marthias, P.M., Visualizing the McCabe-Thiele Diagram. Reaction and Separations. 9. Wankat, P. C., Equilibrium Staged Separations: Separations for Chemical Engineers, Elsevier (1988). 10. Chaniago, Y.D., Potensi Kolom Distilasi Berpartisi untuk Penghematan Energi di Proses Industri Kimia. Energi Nusantara, April 2015, 64-69.
Yus Donald Chaniago adalah kandidat Ph.D bidang Teknik Kimia di Yeungnam University, Korea Selatan. Saat ini, Yus juga menjabat CTO dari Cognoscente (www.cscente.com). Yus menerima gelar sarjana dan magisternya dari Universitas Sriwijaya. Bidang penelitian yang digelutinya saat ini adalah perancangan desain dan optimasi kolom distilasi
30
31