Topik Utama Sustainability: Mata Rantai yang Terputus Karbon Dioksida: Kawan atau Lawan
4 9
Iklan Cognoscente PEBE HYGEA
8 14 15
2
Editor Zulfan Adi Putra
Editorial
Universiti Teknologi PETRONAS, Malaysia Editor Utama
Saat ini, energi merupakan keperluan primer bagi setiap manusia. Sumber-sumber energi pun telah menjadi komoditi yang diperebutkan. Di tengah kompetisi memperdagangkan sumber-sumber energi ini, masih terdapat banyak sumber-sumber energi lainnya yang belum dimanfaatkan secara optimal, atau pun belum diselidiki secara menyeluruh.
Asep Bayu Dani Nandiyanto Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Editor
Muhammad Roil Bilad Universiti Teknologi PETRONAS, Malaysia Editor
Oki Muraza King Fahd University of Petroleum and Minerals, Kingdom of Saudi Arabia Editor
Majalah Teknik Kimia Indonesia edisi April 2017 kali ini memuat artikel tentang pembangkit listrik tenaga batubara dan sampah. Kedua pembangkit listrik ini menggunakan teknologi gasifikasi. Untuk lebih detail, silahkan dibaca edisi kali ini.
Riezqa Andika
Artikel-artikel lainnya tentang biomassa dan gasifikasi biomassa dapat dilihat di website Teknik Kimia Indonesia.
Yeungnam University, South Korea Editor
Selamat membaca!
Teguh Kurniawan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Indonesia Editor
Zulfan Adi Putra Editor Utama
3
Topik Utama
Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara dan Pemurnian Syngas Riezqa Andika Yeungnam University Batu bara merupakan bahan bakar fosil dengan jumlah terbanyak dan dan tersebar di berbagai belahan dunia. Oleh karenanya, batu bara merupakan komponen bahan bakar utama di dunia. Namun, polusi udara dari pembangkit listrik tenaga batu bara menghasilkan lebih dari 70% emisi karbon dioksida dari pembangkitan listrik dan lebih dari 40% emisi karbon dioksida antropomorfik global [1]. Hal ini menjadikan pengurangan dampak lingkungan menggunakan teknologi yang lebih baik diperlukan untuk membuat batu bara menjadi sumber energi yang lebih bersih. Beberapa teknologi baru seperti yang dikenal sebagai teknologi batu bara bersih (clean coal technology; CCT) menjadi salah satu solusi. Teknologi ini dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi termal dan mengurangi emisi karbon dioksida dan juga emisi lainnya seperti NOx dan SOx. Hingga saat ini terdapat tiga teknologi CCT yang tersedia yakni oxygenfired pulverized combustion, fluidized bed combustion, dan IGCC (integrated gasification combined cycle). Tidak seperti proses pembakaran biasa yang menggunakan udara, oxygen-fired pulverized combustion menggunakan oksigen murni (O2) atau campuran oksigen dan flue gas sebagai
oksidator. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan syngas dengan konsentrasi CO2 yang tinggi [2]. Dengan teknologi ini, teknologi CO2 capture dari proses pembakaran diperkirakan mampu menghasilkan emisi mendekati nol dari pembangkit listrik tenaga batu bara [3]. Teknologi fluidized bed combustion menggunakan pembakar dengan media fluidisasi inert. Media ini mengandung bahan bakar padat yang sedikit yeng membuat tiaptiap partikel batu bara terbakar yang dikelilingi hanya oleh partikel inert yang bergerak [4]. Ada dua tipe teknologi fluidized bed combustion yakni bubbling fluidized bed combustion (BFBC) dan circulating fluidized bed combustion (CFBC). Pembangkit listrik IGCC menghasilkan hampir 20% emisi CO2 yang lebih rendah per unit pembangkitan listrik jika dibandingkan dengan pembangkit listrik batu bara konvensional [5]. Keuntungan ini salah satunya disebabkan oleh pemanfaatan panas berlebih di steam cycle yang membuat efisiensi termal yang lebih tinggi.
Umumnya, pembangkit listrik IGCC terdiri dari dua bagian utama yakni gasification block dan power block (Gambar 1).
4
Gambar 1. Diagram ringkas pembangkit listrik IGCC. Gasification block terdiri dari beberapa unit yakni unit penanganan batu bara, unit gasifikasi, unit penanganan slag, unit penanganan sour slurry, sour water stripper unit, syngas treatment process unit, dan sulfur recovery unit. Sedangkan yang termasuk dalam power block diantaranya adalah turbin gas, heat recovery steam generator, dan turbin uap. Produksi Syngas Produksi syngas di pembangkit listrik tenaga batu bara terjadi dalam gasifier melalui proses gasifikasi. Reaksi-reaksi utama dalam gasifier (Gambar 2) adalah sebagai berikut [6]: C + ½ O2 → CO C + O2 → CO2 C + H2O ↔ H2 + CO C+ CO2 ↔ 2 CO
C + 2 H2 ↔ CH4 CO + H2O ↔ H2+CO2 CO + 3 H2 ↔ CH4+H2O Ada beberapa gasifier komersial yang tersedia di pasaran termasuk Shell, General Electric (GE, awalnya dikembangkan oleh Texaco), British Gas Lurgi (BGL), dan Kellog-RustWestinghouse (KRW). Gasifier ini memiliki kinerja yang berbeda bergantung pada kondisi operasinya. Sebagai contoh, gasifier Shell dan Texaco merupakan entrained bed dengan sistem feeding serbuk batu bara kering (dry pulverized coal) dan sistem feeding coal water slurry, berturut-turut. Sedangkan, gasifier BGL dan KRW menggunakan sistem wet feeding dengan moving bed dan fluidized bed, berturutturut [5].
5
Di reaktor pertama (guard reactor) terjadi sebagian konversi HCN dan COS dan di reaktor kedua (reaktor utama) terjadi konversi HCN dan COS seluruhnya. Reaksi yang terjadi di unit ini adalah sebagai berikut: HCN + H2O → CO + NH3 COS + H2O → CO2 + H2S
Gambar 2. Skema sederhana gasifier. Pemurnian Syngas Di keluaran gasifier dimana masih memiliki partikel padat, unit wet scrubber biasanya digunakan sebagai alat pengontrol polusi udara yang dapat memisahkan partikel padat. Wet scrubber juga dapat memindahkan sejumlah kecil polutan syngas berfasa gas. Wet scrubber menggunakan soda kaustik untuk menaikkan pH sehingga mengurangi keasaman syngas. Setelah melewati wet scrubber, syngas mengalir ke unit hidrolisis HCN-COS untuk mengkonversi HCN dan COS menjadi senyawa lain. Hal ini diperlukan untuk menghindari degradasi amine di downstream. Pada umunya, dua reaktor digunakan di unit ini.
Setelah itu, gas asam pada syngas (H2S dan CO2) akan diabsorbsi oleh solven di unit AGR (acid gas removal). Di kolom absorbsi, gas asam akan diabsorbsi oleh solven. Selanjutnya solven yang telah mengandung gas asam dengan konsentrasi tinggi akan mengalir ke kolom regenerasi. Di kolom ini gas asam akan dipisahkan dari solven dengan bantuan panas dari reboiler. Selanjutnya solven yang sudah murni (mengandung sedikit gas asam) akan dialirkan kembali ke kolom absorbs untuk mengabsorbsi gas asam kembali dan begitu seterusnya. Referensi 1. Burnard K and Bhattacharya S. Power Generation from Coal: Ongoing Developments and Outlook, October 2011, International Energy Aggency 2. Lei Chen, Sze Zhen Yong, Ahmed F. Ghonheim, Oxy-fuel combustion of pulverized coal: Characterization, fundamentals, stabilization and CFD modeling, Progress in Energy and Combustion Science, Volume 38, Issue 2, April 2012, Pages 156-214
6
3.
4.
5.
6.
Andrew Seltzer, Zhen Fan, Horst Hack, Minish Shah, Kenneth Burgers, Commercial Viability of Near-Zero Emissions Oxy-Combustion Technology for Pulverized Coal Power Plants, The 37th International Technical Conference on Clean Coal & Fuel Systems, Clearwater, Florida, June 3-7 2012 Vasilije Manovic, Mirko Komatina, Simeon Oka, Modeling the temperature in coal char particle during fluidized bed combustion, Fuel, Volume 87, Issue 6, May 2008, Pages 905-914 Ligang Zheng and Edward Furinsky, Comparison of Shell, Texaco, BGL and KRW gasifiers as part of IGCC plant computer simulations, Energy Conversion and Management, Volume 46, Issues 11-12, July 2005, 1767-1779 Bo Sun, Yongwen Liu, Xi Chen, Qulan Zhou, Ming Su, Dynamic modeling and simulation of Shell gasifier in IGCC, Fuel Processing Technology, Volume 92 Issue 8, August 2011, 1418-1425
Riezqa Andika adalah seorang research assistant dan juga kandidat doktor di Yeungnam University, Korea Selatan. Selain itu, penulis merupakan Chief Operating Officer di Cognoscente. Bidang yang ditekuni adalah intensifikasi proses termasuk distilasi, syngas treatment process, pembangkit listrik tenaga panas matahari, dan elektrolisis.
7
Sole distributor of INOSIM
8
Topik Utama
Gasifikasi Sampah Hutan Sebagai Solusi Penyediaan Listrik di Daerah Terpencil Gheady Wheland Faiz Muhammad Institut Teknologi Bandung Energi telah menjadi kebutuhan primer manusia terutama di zaman modern ini. Mulai dari aktivitas sehari-hari seperti mandi, bepergian, menyalakan barang elektronik, hingga memasak semuanya membutuhkan energi. Bentuk energi yang digunakan manusia dari massa ke-massa selalu berubah. Dahulu orang langsung menggunakan kayu bakar atau bahan lain yang mudah didapat dan bisa langsung dibakar. Kemudian ditemukan bahan bakar lain seperti batubara, minyak bumi, dan gas bumi. Ketiga sumber energi tidak terbarukan ini sekarang menjadi sumber pasokan energi utama di dunia. Namun, karena tidak dapat diperbaharui jumlah cadangannya semakin berkurang di alam. Di Indonesia sendiri, selama tahun 2009 – 2013 produksi minyak mentah dan kondensat menunjukkan kecenderungan menurun dengan tingkat penurunan rata-rata sebesar 3,43 persen per tahun. Begitu juga dengan produksi gas bumi yang mengalami penurunan dari tahun 2010 – 2013 (BPS, 2014). Dewasa ini, manusia sudah mulai menyadari bahwa ketergantungan terhadap sumber energi tak terbarukan akan membawa dunia menuju krisis energi.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menyadari hal ini dan menindaklanjutinya dengan menerbitkan Perpres No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dimana energi (primer) mix pada tahun 2025 akan meningkatkan porsi sumber energi terbarukan seperti bahan bakar nabati (biofuel) yang sekarang hanya sekitar 1% menjadi 5% dari total energi mix di 2025 nanti. Bentuk energi yang bisa langsung digunakan (final energy) selain bahan bakar minyak (BBM) dan gas adalah listrik. Sumber pembangkit listrik bisa bermacam-macam mulai dari BBM, gas alam, angin, air, dan masih banyak lagi. Namun, pembangkit listrik yang ada di Indonesia sendiri sebagian besar masih berbasis bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) yang tidak terbarukan. Padahal masih banyak sumber energi terbarukan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Misalnya panas bumi, air, mikrohidro, surya, angin, uranium, dan biomassa. Kapasitas total pembangkit listrik nasional adalah sebesar 44,8 GW dan sekitar 73% diantaranya berada di wilayah Jawa Bali, 18% di wilayah Sumatera, sisanya di wilayah Kalimantan dan pulau lain (BPPT, 2014). Terlihat bahwa pembangunan di luar pulau Jawa-Bali terutama di bidang penyediaan listrik. Masih banyak wilayah di daerah terpencil di luar pulu Jawa-Bali yang belum terpenuhi kebutuhan listriknya. Padahal sumber tenaga listrik tersedia banyak di daerah terpencil tersebut, terutama dari sumber terbarukan.
9
Meskipun sumber energi terbarukan sangat melimpah di alam, namun pemanfaatannya masih sangat terbatas. Salah satu faktor yang menyebabkan terhambatnya pengembangan sumber energi terbarukan adalah capital cost yang cukup besar. Sehingga, para investor sekarang ini masih lebih tertarik untuk menginvestasikan uangnya untuk membangun pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil terutama di beberapa bulan terakhir ini dimana harga minyak dunia sedang turun di level USD 40-50 per barrel (oil-price.net, 2015). Namun, dengan pengembangan teknologi yang baik seharusnya harga listrik dari sumber energi terbarukan seperti biomassa per-kWh bisa lebih murah dibanding sumber yang lain. Sebagai contoh di India, harga listrik per-kWh untuk biomassa hanya USD 0,07, lebih murah dibandingkan dari diesel USD 0,27 dan hanya sedikit di atas batubara USD 0,05 (Raman dan Nambirajan, 2010). Jelas bahwa sumber dari biomassa cukup kompetitif dibandingkan listrik dari sumber yang lain. Pemilihan biomassa yang digunakan juga harus memperhatikan faktor lain seperti kegunaan biomassa di bidang ketahanan pangan. Seperti yang kita ketahui saat ini, banyak sumber energi terbarukan yang berasal dari tanaman pangan seperti jagung, singkong, sawit, dan lain lain. Pemanfaatan bahan pangan tersebut sebagai sumber energi tidak boleh mengganggu stabilitas kebutuhan bahan pangan. Sehingga perlu dicari bahan lain yang jika dikonversi secara besar-besaran menjadi energi tidak akan mengganggun stabilitas pangan. Salah satu potensi yang belum begitu termanfaatkan sampai saat ini adalah sumber biomasa yang berasal dari sampah hutan.
Sampah hutan disini diartikan sebagai sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati dan tidak termanfaatkan seperti daun kering, batang kering, dan sisa organisme lain. Selain itu, sisasisa perkebunan seperti pohon karet, sisa pohon sagu, dan pohon lain yang sudah mati juga bisa didefinisikan sebagai sampah hutan. Sampah ini biasanya hanya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan untuk bahan bangunan dan kayu bakar. Untuk kayu bakar sendiri, kayu dan sampah hutan lain dimanfaatkan secara langsung dengan pembakaran langsung (direct combustion) untuk menghasilkan energi yang biasanya berupa panas. Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran hanya bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak atau kebutuhan minor lainnya. Energi panas yang dihasilkan dari pembakaran memang sangat terbatas penggunaannya. Selain itu efisiensi dari proses pembakaran langsung biasanya sangat kecil, hanya berkisar Antara 15-20% dari total panas yang dihasilkan. Maka dari itu, dibutuhkan proses lebih lanjut untuk meningkatkan efisiensi proses serta meningkatkan daya guna energi yang dihasilkan. Salah satu proses untuk meningkatkan efisiensi dan meningkatkan daya guna energi yang dihasilkan adalah gasifikasi. Proses gasifikasi telah dikenal sejak abad lalu untuk mengolah betubara, gambut, atau kayu menjadi bahan bakar gas yang mudah dimanfaatkan (Herri, 1985). Tujuan dari proses gasifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas energi dari bahan dasar gasifikasi. Selain itu, hasil dari proses gasifikasi yaitu synthetic gas,
10
campuran gas CO dan H2, bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan bakar dan listrik. Untuk daerah terpencil sekalipun, pemenuhan bahan bakar kebanyakan masih bisa dipenuhi dengan hanya membakar kayu dari hutan. Sehingga, yang menjadi permasalahan sekarang adalah pemenuhan kebutuhan listrik di daerah terpencil. Proses gasifikasi diawali dengan memasukkan sampah biomassa ke dalam reaktor gasifikasi (gasifier – Gambar 1). Saat biomassa mengalami tahap pengeringan dengan temperatur sekitar 100 – 250°C. Pada temperatur ini air yang terkandung dalam biomassa akan berubah menjadi uap.
Uap ini akan keluar ke aliran gas keluar bersama gas hasil gasifikasi. Tahap selanjutnya dalam reaktor adalah pirolisis. Proses ini terjadi pada temperatur 250 – 500°C. Pada temperatur ini biomassa mulai mengalami pemecahan molekul besar menjadi molekul-molekul lebih kecil akibat pengaruh temperatur tinggi. Hasil dari tahap pirolisis adalah arang, uap air, uap tar, dan gas-gas lain. Tahap selanjutnya adalah tahap reduksi yang berlangsung pada temperatur 600oC. Arang berekasi dengan uap air dan karbon dioksida menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida. Dua gas hasil reduksi inilah yang menjadi komponen utama gas hasil. Tahap yang terakhir dalam reaktor adalah oksidasi. Proses ini berlangsung pada temperatur yang tinggi, yaitu sekitar 1200°C. Temperatur yang tinggi ini disebabkan oleh pembakaran sisa biomassa yang menghasilkan kalor. Pada suhu tinggi ini, uap tar juga mengalami proses lebih lanjut menjadi molekul-molekul kecil yang akhirnya terbakar (Herri, 1985). Keluaran dari reaktor gasifikasi ini adalah gas H2, CO, H2O, CO2, partikel kecil (ash), dan sedikit gas SO2.
Gambar 1. Reaktor gasifikasi (http://www.chamco.net/Gasification_files/ima ge010.jpg).
Sebelum dapat digunakan, gas ini harus dibersihkan terlebih dahulu melalu gas cleaning system untuk mendapatkan konsentrasi H2 dan CO yang tinggi.
11
Proses yang ada di unit pembersih gas ini adalah pemisahan partikel kecil dari gas, desulfurisasi, dry gas cleaning, dan pembersihan dari gas minor lain. Setelah dibersihkan, gas H2 dan CO dialirkan ke dalam SOFC (solid oxide fuel cell). Di dalam sel elektrokimia ini, terjadi reaksi Antara H2 dan CO dengan O2 yang berasal dari udara. Hasil dari reaksi ini adalah CO2, H2O, dan arus listrik. Arus listrik inilah yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari. Namun, harga dari SOFC sendiri tergolong cukup mahal. Untuk menghasilkan 1 kWh listrik, dibutuhkan biaya sekitar USD 800 (Treacy, 2013) atau sekitar 11 juta rupiah hanya untuk sel elektrokimia saja. Harga ini cukup mahal jika ingin diaplikasikan di daerah terpencil yang umumnya masyarakatnya kurang mampu. Maka dari itu, kita harus mencari pengganti lain yang dapat digunakan untuk mengkonversi gas H2 dan CO menjadi listrik. Salah satunya dalah motor diesel. Gas hasil gasifikasi yang sudah dimurnikan dapat langsung diumpankan ke dalam motor diesel dan putaran mesinnya dapat langsung dihubungkan dengan generator dan menghasilkan arus listrik. Akan tetapi, efisiensi pembakaran menggunakan motor diesel masih lebih besar dari pembakaran langsung biomassa. Walaupun efisiensi dari motor diesel lebih kecil daripada efisiensi SOFC, namun harga motor diesel jauh lebih terjangkau daripada SOFC. Teknologi gasifikasi sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak tahun 1980-an. Untuk menghasilkan listrik, kendala utama dari penggunaan sumber energi biomassa adalah
transmisi listrik dari reaktor sampai ke konsumen. Kendala inilah yang seharusnya juga menjadi perhatian dari pemerintah. Salahs satunya adalah pembangunan instalasi listrik di daerah terpencil untuk mentransmisikan listrik dari reaktor gasifikasi ke rumah warga. Namun, jangan terlalu berlebihan dalam memanfaatkan sumber daya alam. Bukan hanya sumber daya energi tak terbarukan, tapi juga sumber daya energi terbarukan. Walaupun energi terbarukan dapat diperbaharui, namun energi ini juga membutuhkan waktu untuk memperbaharui dirinya. Jika kita mengambil terlalu cepat dalam jumlah yang banyak, sumber daya terbarukan pun lama-kelamaan akan habis pula. Pemanfaatan sampah hutan menjadi energi listrik melalui proses gasifikasi ini merupakan salah satu solusi dari penyediaan listrik di daerah pedalamn terutama pemukiman yang berada di dekat hutan. Dengan tersedianya pasokan listrik di daerah yang jarang perhatian pemerintah tersebut, diharapkan dapat mempercepat pembangunan di sana. Hal ini karena listrik telah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia di zaman modern ini. Selain itu, pemanfaatan sampah hutan dan biomassa lain juga akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Sehingga secara langsung kita ikut mengurangi pemanasan global yang akhir-akhir ini semakin menjadi perhatian seluruh masyarakat dunia. “Hutan bukan hanya sekedar paru-paru dunia, namun juga menjadi penggerak kehidupan manusia.”
12
Referensi 1.
2.
3.
4.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2014. Outlook Energi Indonesia 2014. Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi. Jakarta. Badan Pusat Statistik.2015. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Edisi 64. Jakarta Keairns, Dale L. dan Richard A. Newby. Integrated Gasification Fuel Cell (ICGFC) System. 11th Annual SECA Workshop 2010. Pittsburgh. US. Treacy, Megan. 2013. New fuel cell technology could cost one-tenth the price of Bloom. Diunduh dari http://www.treehugger.com/cleantechnology/new-fuel-cell-technologycould-cost-one-tenth-price-bloom.html pada tanggal 8 Oktober 2015 pukul 15.10.
G h e a d y W h e l a n d Fa i z Muhammad, biasa dipanggil Wheland, lahir di Surakarta pada 23 November 1994. Penulis sekarang sedang menyelesaikan pendidikan S1 di Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung. Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif di beberapa organisasi kampus seperti PSTK-ITB dan Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia ITB (HIMATEK-ITB). Selama di HIMATEK-ITB, penulis sering ikut serta di kajian internal organisasi maupun kajian di lingkungan kampus ITB. Kajian yang sering diikuti penulis adalah kajian energi dan kajian mineral. Penulis memiliki ketertarikan di dunia energi terutama di bidang energ i baru dan terbarukan. Beberapa tulisan mengenai energi pernah ditulisnya di blog pribadi maupun diikutsertakan di beberapa lomba menulis.
13
14
15