TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman aren (Arenga pinnata Merr.) merupakan pohon yang menghasilkan bahan-bahan industri yang sudah sejak lama kita kenal. Hampir semua bagian atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Selama ini permintaan produk-produk dari tanaman aren masih dilayani dengan mengandalkan tanaman aren yang tumbuh liar (tidak ditanam orang). Jika tanaman aren ditebang untuk diambil tepungnya (patinya), tentu saja populasi tanaman aren mengalami penurunan dengan cepat karena tidak diimbangi dengan kegiatan pengembangan. Aren atau enau (Arenga pinnata), tersebar di seluruh kepulauan nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut. Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan, di hampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan dan perawatan. Bahkan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum dibudidayakan (Gultom, 2009). Tiap tahun Sumatera Utara hanya mampu memproduksi 2.708 ton gula aren dari lahan sekitar 4.400 hektar yang tersebar secara acak di hutan-hutan tropis. Sedangkan kebutuhan pertahun, Sumatera Utara membutuhkan 20.000 ton. Begitu juga peluang ekspor, Sumatera Utara belum dapat menyanggupi permintaan gula aren sejumlah negara di kawasan Asia dan Eropa seperti Jepang. Petani aren di Sumatera Utara belum menjadikan tanaman bagot (aren) sebagai komoditas unggulan. Tanaman aren masih dikelola secara tradisional dan terbatas untuk bahan baku tuak dan gula sakka (gula aren) dengan pola tradisional. Petani
Universitas Sumatera Utara
masih mengandalkan bibit dari aren yang tumbuh alami di kebunnya. Biji-biji aren yang menjadi bibit tersebut biasanya disebarkan oleh musang. Selain pengelolaan kebun, penyadapan dan pengolahan hasil juga masih dilakukan dengan cara tradisional. Peluang mengembangkan industri hilir dari tanaman aren di Sumatera Utara masih terbuka lebar. Selain karena pasaran lokal masih terbuka, juga adanya pangsa pasar eksport yang menjanjikan (Siregar, 2007). Luas areal pertanaman aren di Sulawesi Utara hingga tahun 2004 mencapai 2.942 Ha yang tersebar di 7 kabupaten dan 44 kecamatan. Peluang pengembangan produk tanaman aren dilakukan dengan cara-cara seperti optimalisasi produk, penggunaan teknologi dan pengembangan pasar. Jenis produk yang potensial dan mempunyai peluang export adalah alkohol teknis, gula semut, gula merah, alkohol untuk bahan bakar dan minuman beralkohol. Tanaman aren di Sulawesi Utara sangatlah layak dan signifikan untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar nabati dengan pertimbangan adanya ketersediaan tenaga kerja terampil, proses penyulingan (destilasi), meski terbilang sederhana, telah dikenal masyarakat Sulawesi Utara sehingga sentuhan teknologi terapan (tepat guna) merupakan solusi terhadap faktor produktifitas, masih tersedia ribuan hektar lahan tidur yang jika diperlukan dapat dimanfaatkan dan diversifikasi produk saguer dan captikus menjadi bioetanol dapat
menunjang ketahanan sosial–ekonomi
masyarakat Sulawesi Utara (Mononutu, 2007). Gula aren selama ini menjadi sumber mata pencaharian penting bagi para petani di sentra-sentra produksinya. Salah satu sentra produksi gula aren di adalah di Kabupaten Lebak, Propinsi Banten yaitu tepatnya di Desa Hariang, Kecamatan Sobang. Kabupaten Lebak dikenal sebagai salah satu daerah penghasil gula aren
Universitas Sumatera Utara
terbesar di Indonesia. Industri gula aren di kabupaten ini menyerap 5.406 tenaga kerja melalui 2.982 unit usaha mikro dan kecil, belum termasuk tenaga kerja di saluran distribusinya. Kapasitas produksi per tahun mencapai 2.249,4 ton yang tersebar di 44 sentra produksi (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak, 2005).
Tinjauan Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) Morfologi Tanaman Aren (Arenga pinnata) Taksonomi dari tanaman aren (Arenga pinnata Merr) adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Arecales
Family
: Arecaceae
Genus
: Arenga
Spesies
: Arenga pinnata Merr. Tanaman aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman berbiji tertutup
(Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren ini termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). Tanaman aren banyak terdapat mulai dari Pantai Timur India sampai ke daerah Asia Tenggara. Di Indonesia tanaman ini banyak terdapat hampir di seluruh wilayah nusantara (Sunanto, 1993). Tanaman atau pohon aren itu hampir mirip dengan pohon kelapa (Cocos nucifera). Bedanya jika pohon kelapa batang pohonnya bersih (pelepah daun dan tapasnya mudah diambil) maka batang pohon aren itu sangat kotor karena
Universitas Sumatera Utara
batangnya terbalut ijuk yang warnanya hitam dan sangat kuat sehingga pelepah daun yang sudah tua pun sulit untuk diambil atau dilepaskan dari batangnya (Sunanto, 1993). Tanaman aren bisa tumbuh besar, kalau sudah tua. Garis tengah batangnya bisa sampai 65 cm, sedang tingginya 15 m. Kalau ditambah dengan tajuk daun yang menjulang di atas batang, tinggi keseluruhannya bisa sampai 20 meter. Waktu pohon masih muda, batang itu belum begitu kelihatan karena tertutup oleh pangkal-pangkal pelepah daun. Baru setelah daun paling bawahnya sudah gugur maka batangnya mulai kelihatan. Kadang-kadang sampai 3,5 tahun baru daunnya yang tertua gugur dari ruas yang paling bawah (Soesono, 1991). Perakaran pohon aren menyebar dan cukup dalam, sehingga tanaman ini dapat diandalkan sebagai vegetasi pencegahan erosi terutama untuk daerah yang tanahnya mempunyai kemiringan lebih dari 20%. Akar-akarnya yang direndam dalam air sehingga kulitnya mengelupas menghasilkan suatu material anyaman yang mudah dibelah-belah. Akar pohon aren juga dapat digunakan untuk benang kail karena mempunyai sifat yang sangat kuat (Sunanto, 1993). Batang pohon ini tidak mempunyai lapisan kambium, sehingga tidak dapat tumbuh semakin besar lagi. Daun tanaman aren pada tanaman bibit (sampai umur tiga tahun) bentuk daunnya belum bersirip (berbentuk kipas). Sedang daun tanaman aren yang sudah dewasa dan tua bersirip ganjil seperti daun tanaman kelapa, namun ukuran daun dan pelepah daunnya lebih besar dan lebih kuat jika dibandingkan dengan daun tanaman kelapa. Warna daun tanaman aren adalah hijau gelap sedangkan warna daun tanaman kelapa agak terang.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sunanto (1993), buah aren terbentuk setelah terjadinya proses penyerbukan dengan perantaraan angin atau serangga. Buah aren berbentuk bulat berdiameter 4-5 cm, di dalamnya berisi biji 3 buah, masing-masing berbentuk seperti siung bawang putih. Adapun bagian-bagian dari buah aren terdiri dari : 1.
Kulit luar, halus dan berwarna hijau pada waktu masih muda dan menjadi kuning setelah tua (masak)
2.
Daging buah, berwarna putih kekuning-kuningan
3.
Kulit biji, berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda dan berwarna hitam yang keras setelah buah masak
4.
Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih berwarna putih agak bening dan lunak pada waktu buah masih muda dan berwarna putih, padat atau agak keras pada waktu buah sudah masak. Tiap untaian buah panjangnya bisa mencapai 1.5-1.8 meter, dan tiap
tongkol (tandan buah) terdapat 40-50 untaian buah. Tiap tandan terdapat banyak buah, beratnya mencapai 1-2.5 kuintal. Buah yang tengah masak dapat dibuat kolang-kaling. Dan pada satu pohon aren sering didapati 2-5 tandan buah yang tumbuhnya agak serempak.
Jenis-Jenis Tanaman Aren (Arenga pinnata) Menurut Sunanto (1993), sampai saat ini dikenal ada 3 jenis aren yaitu : 1. Aren (Arenga pinnata) 2. Aren Gelora (Arenga undulatifolia). Aren jenis ini mempunyai batang bertunas sehingga tampak berumpun. Daunnya tersusun teratur dalam satu bidang datar, sisi daunnya bercuping banyak dan bergelombang. Aren ini tumbuh liar di hutan-hutan Kalimantan, Sulawesi dan Filipina pada daerah ketinggian 0-900
Universitas Sumatera Utara
meter di atas permukaan laut. Dalam keadaan darurat, penduduk pedalaman Kalimantan sering memanfaatkan tepung aren gelora untuk dimakan. Sedangkan daunnya untuk atap rumah. Tanaman ini sebenarnya berpotensi sebagai tanaman hias. 3. Aren sagu (Arenga microcarpa). Aren sagu adalah suatu jenis tumbuhan aren yang berbatang tinggi, sangat ramping dan berumpun banyak.
Syarat Tumbuh Tanaman Aren Tanaman Aren (Arenga pinnata) sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus, sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat (berlempung) dan berpasir. Tetapi tanah ini tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi (derajat keasaman tanah terlalu asam) (Soesono, 1991). Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi pada daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 mdpl. Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 m dan lebih dari 800 m, tanaman aren tersebut dapat tumbuh tetapi produksi buahnya kurang memuaskan (Soesono, 1991). Banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada tumbuhnya tanaman aren. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata sepanjang tahun, yaitu minimum sebanyak 1200 mm setahun. Faktor lingkungan tumbuhnya juga berpengaruh. Daerah-daerah perbukitan yang lembab, dimana di sekelilingnya banyak tumbuh berbagai tanaman keras, tanaman aren dapat tumbuh dengan subur. Dengan demikian tanaman ini tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang hari (Sunanto, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Potensi Tanaman Aren (Arenga pinnata) Tanaman aren memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Buahnya dapat dibuat kolangkaling yang digemari oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Daunnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan dan bisa juga sebagai atap, sedangkan akarnya dapat dijadikan bahan obat-obatan. Dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan lidi yang memiliki nilai ekonomis. Selain itu, batang usia muda dapat diambil sagunya, sedangkan pada usia tua dapat dipakai sebagai bahan furnitur. Namun dari semua produk aren, nira aren yang berasal dari lengan bunga jantan sebagai bahan untuk produksi gula aren adalah yang paling besar nilai ekonomisnya. Dalam gambar pohon industri (Gambar 1) adalah beberapa produk turunan dari aren yang berpotensi untuk dikembangkan (Bank Indonesia, 2008). Akar
Batang
Arak Akar
Industri Obat
Industri Alat Rumah Tangga/Bangunan Sagu
Industri Makanan Industri Lem
Aren
Industri Rokok Daun Industri Botol Bunga
Nira
Buah
Kolang-Kaling
Gula Aren
Industri Makanan dan Minuman
Industri Makanan
Gambar 1 Produk Turunan dari Tanaman Aren. Sumber : Bank Indonesia, 2008
Universitas Sumatera Utara
Potensi/manfaat yang dapat dihasilkan dari tanaman aren (Arenga pinnata) ini, yaitu : a.
Gula Merah dan Gula Semut Penyadapan Nira Gula merah aren dibuat dari tanaman aren. Nira ini dihasilkan dari
penyadapan tonggol (tandan) bunga jantan. Jika yang disadap tonggol bunga betina, maka akan diperoleh nira yang tidak memuaskan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Setiap tongkol bunga jantan dapat disadap selama 3-4 bulan, yaitu sampai tongkolnya habis atau mengering. Nira hasil sadapan selama periode ini, mula-mula jumlahnya sedikit kemudian jumlahnya meningkat sampai pertengahan masa sadap dan akhirnya kembali jumlahnya sedikit. Satu tongkol bunga dapat menghasilkan 4-5 liter nira (dua kali penyadapan), tergantung dari tingkat kesuburan pohon aren tersebut (Sunanto, 1993). Untaian-untaian bunga jantan lebih pendek dari untaian-untaian bunga betina. Untaian buang jantan panjangnya hanya sekitar 50 cm, untaian bunga betina panjangnya dapat mencapai 175 cm. Persiapan penyadapan merupakan kegiatan yang sangat penting agar dapat memperoleh nira yang cukup banyak dan lama penyadapannya dapat lebih lama. Kegiatan ini terdiri dari pembersihan tandan, bunga dan memukul-mukul tandan. Pembersihan tandan dilakukan jika bunga jantan belum pecah kulitnya, yaitu dengan membersihkan ijuk yang ada di sekitar tandan dan sekaligus membuang (menghilangkan) dua pelepah daun yang berada di atas dan di bawah tandan bunga. Pembersihan ini dilakukan agar lebih mudah melakukan penyadapan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah di sekeliling tandan bersih, kemudian tandan diayun-ayunkan dan dipukul-pukul agar dapat memperlancar keluarnya nira melalui pembuluh kapiler (pembuluh phloem). Pemukulan dilakukan dengan kayu secara ringan (tidak terlalu keras) dan tandan jangan sampai terluka. Pengayunan dan pemukulan tersebut dilakukan berulang-ulang selama tiga minggu dengan selang waktu dua hari. Untuk melihat apakah bunga jantan yang sudah diayun dan dipukul itu sudah atau belum menghasilkan nira, maka tandan ditoreh (dilukai) jika torehan belum mengeluarkan cairan, maka tongkol perlu diayun-ayunkan dan dipukul-pukul lagi. Jika torehan sudah mengeluarkan cairan, maka sudah siap disadap niranya. Kemudian tandan bunga dipotong tepat pada torehan tersebut dengan sabit atau parang yang tajam. Setelah tandan dipotong, kemudian diletakkan sebuah bumbung bambu yang khusus dibuat untuk menampung nira di bawah tandan yang dipotong, atau ujung tandan yang sudah dipotong masuk sedikit dalam mulut bumbung. Agar kedudukan bumbung tersebut kuat, maka bumbung harus diikat dengan batang pohon aren atau pangkal tandan. Penyadapan nira dilakukan 2 kali sehari (dalam 24 jam). Penyadapan pada sore hari, nira yang tertampung diambil pada pagi hari, dan penyadapan pagi hari niranya diambil pada sore hari. Setiap mengganti bumbung, tandan tempat keluarnya nira harus diiris tipis agar saluran atau pembuluh kapiler terbuka, sehingga nira dapat keluar secara lancar. Setiap tandan bunga jantan dapat disadap selama 3-4 bulan, yaitu sampai tandannya habis atau mengering. Nira hasil sadapan selama periode ini, mula-mula jumlahnya sedikit, kemudian jumlahnya meningkat sampai pertengahan masa sadap, dan akhirnya kembali jumlahnya sedikit. Satu tongkol bunga dapat menghasilkan 4-5 liter nira
Universitas Sumatera Utara
per hari (dua kali penyadapan), tergantung dari tingkat kesuburan pohon aren. Jika pertumbuhannya subur, dapat tumbuh beberapa tongkol bunga jantan dan betina secara serentak. Pohon seperti ini dapat lebih menguntungkan karena pada satu pohon dapat disadap beberapa tongkol bunga jantan setiap harinya. Karena banyaknya nira, maka bumbung sebaiknya dibuat dari bambu jenis petung atau ori. Nira aren segar lebih jernih dan sedikit lebih kental jika dibandingkan dengan nira kelapa segar. Pembuatan Gula Merah Nira mempunyai sifat mudah menjadi asam karena adanya proses fermentasi oleh bakteri Saccharomyces sp. Oleh karena itu nira harus segera diolah setelah diambil dari pohon, paling lambat 90 menit setelah dikeluarkan dari bumbung. Nira dituangkan sambil disaring dengan kasa kawat yang dibuat dari bahan tembaga, kemudian diletakkan di atas tunggu perapian untuk segera dipanasi (direbus). Pemanasan ini berlangsung selama 1-3 jam, tergantung banyaknya (volume) nira. Pemanasan tersebut sambil mengaduk-aduk nira sampai nira mendidih. Buih-buih yang muncul di permukaan nira yang mendidih dibuang, agar dapat diperoleh gula aren yang berwarna tidak terlalu gelap (hitam), kering dan tahan lama. Pemanasan ini diakhiri setelah nira menjadi kental dengan volume sekitar 8%. Proses produksi gula cetak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu langsung dari nira aren atau dari gula semut reject. Proses produksi gula cetak yang menggunakan nira aren biasanya hanya dilakukan di tingkat pengrajin. Sedangkan, di tingkat industri, gula cetak diproduksi dari gula semut reject yaitu gula semut yang menggumpal dan tidak lolos ayakan.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun demikian, secara garis besar proses produksinya tidak ada perbedaan. Proses produksi dimulai dari penyadapan nira, pemasakan nira, pengadukan dan pencetakan gula aren. Penyadapan nira aren biasanya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum menyadap, lodong atau bambu penampung diberi sedikit air kapur pada dasarnya yang bertujuan untuk mengurangi resiko rusaknya nira aren akibat pembiakan organisme mikro. Nira hasil sadapan pagi disaring menggunakan ijuk dari pohon aren kemudian dituang di kuali dan dimasak hingga matang agar menjadi gula cetak setengah jadi kemudian disimpan. Tujuan memasak nira sebelum disimpan adalah untuk menjaga daya tahan, karena nira aren mentah hanya tahan 3 jam. Nira yang disadap sore, kemudian dicampur dengan nira pagi yang sudah dimasak untuk kemudian dimasak bersama. Dalam pemasakan nira ini, juga perlu ditambahkan minyak goreng atau minyak kelapa sebanyak 10 gram untuk tiap 25 liter nira. Pada proses memasak, sesekali dilakukan pengadukan. Setelah memasuki fase jenuh yang ditandai dengan terbentuknya buih, pengadukan dilakukan lebih sering hingga nira aren menjadi pekat. Pada fase ini juga dilakukan pembersihan dari buih dan kotoran halus. Kemudian gula aren dicetak di dalam cetakan dari kayu. Sebelum digunakan, cetakan tersebut terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan air kapur dan merendamnya dengan air bersih untuk memudahkan pelepasan gula aren nantinya. Lama pemasakan nira aren hingga dicetak adalah 3-4 jam (Bank Indonesia, 2008). Untuk memperoleh gula aren yang berkualitas tinggi sangat tergantung pada kualitas nira yang diproses. Menurut Joseph et al (1994), nira yang disadap pada pagi hari memiliki pH yang lebih rendah daripada nira yang ditampung pada
Universitas Sumatera Utara
sore hari. Nira yang disadap pada pada pagi hari kadar sukrosanya lebih rendah dari nira yang disadap sore hari. Hal ini karena siang hari penguapan lebih besar dari pada malam hari. Hasil analisis Joseph et al (1994) mengungkapkan bahwa perlakuan terhadap penampungan berpengaruh nyata terhadap kadar sukrosa nira yang disadap pada sore hari, tetapi tidak berpengaruh nyata pada sukrosa yang disadap pada pagi hari. Nira yang digunakan pada bahan baku gula sebaiknya di atas 12 persen (Rachman, 2009).
Nira Aren
Penyaringan (membersihkan dari kotoran kasar)
Pemasakan (ditambah minyak kelapa) serta pembersihan dari buih dan kotoran halus
Pekatan nira (peet)
Didinginkan 10 menit tanpa diaduk
Pencetakan dalam kojor
Pengadukan
Pendinginan
Pensterilan
Gula Cetak
Pengadukan Dipercepat
Gula Semut ½ Jadi
Gambar 2 Diagram Alur Proses Produksi Gula Aren Cetak dan Gula Semut oleh Pengrajin Sumber : Rachman, 2009
Universitas Sumatera Utara
Kekhasan gula merah (aren dari segi) kimianya dibandingkan dengan gula lainnya adalah bahwa gula aren mengandung sukrosa lebih tinggi (84%) dibandingkan dengan gula tebu (20%) dan gula bit (17%). Dari segi kandungan gizinya, gula aren mengandung protein, lemak, kalium dan fosfor yang lebih tinggi dibandingkan dengan tebu dan gula bit (Rumukoi, 1990). Demikian juga jika dibandingkan dengan nira dari pohon kelapa, nira aren lebih manis dan aromanya lebih menyengat. Banyak keunggulan gula aren dibandingkan dengan gula kelapa, diantaranya adalah (Dyanti, 2002) kadar gula pereduksinya lebih rendah (10,31% vs 11,72%) sehingga hasil gulanya menjadi lebih keras dan kering dan kadar sukrosa gula aren juga lebih tinggi (Rachman, 2009).
Pembuatan Gula Semut Proses produksi gula semut hampir sama dengan gula cetak, perbedaannya adalah gula aren semut proses pemasakan lebih lama dibandingkan pada gula aren cetak. Setelah nira aren yang dimasak berubah menjadi pekat, api kemudian dikecilkan. Setelah 10 menit, kuali diangkat dari tungku dan dilakukan pengadukan secara perlahan sampai terjadi pengkristalan. Setelah terjadi pengkristalan, pengadukan dipercepat hingga terbentuk serbuk kasar. Serbuk yang masih kasar inilah yang disebut dengan gula aren semut setengah jadi dengan kadar air masih di atas 5%. Gula semut setengah jadi dari pengrajin terlebih dahulu digiling dengan mesin penggiling untuk menghaluskan gula yang masih menggumpal. Setelah penggilingan, gula aren semut diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling halus 20 mesh dengan kadar air di bawah
Universitas Sumatera Utara
3%. Untuk memperoleh tiga tingkat kehalusan tersebut, gula yang sudah digiling diayak dengan ayakan dari ukuran yang paling besar terlebih dahulu, yaitu 10 mesh. Gula semut yang tidak lolos pada ayakan disebut dengan gula reject. Gula reject tersebut kemudian dimasak kembali hingga meleleh dan mengental untuk dibentuk menjadi gula cetak.
b. Pembuatan Tuak dan Cuka Di banyak daerah di Indonesia, nira difermentasi menjadi semacam minuman beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur juga disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus) atau sejenis manggis hutan (Garcinia)) ke dalam nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit (Wikipedia, 2009). Nira aren yang manis jika dibiarkan masih tetap di dalam bumbung bambu akan mengalami proses fermentasi, karena di dalam nira terdapat bakteri saccharomyces tuac. Nira yang sudah mengalami fermentasi ini disebut dengan tuak yang mempunyai kadar etanol 4%. Tuak ini dijadikan lebih kental dan berwarna putih seperti susu encer, mempunyai rasa sedap agak sepet dan tidak pahit. Agar kadar alkoholnya dapat meningkat maka tempayan tersebut ditutup rapat sehingga oksigen dari udara luar tidak masuk. Jika proses fermentasi tersebut dibiarkan berlangsung terus, akan terbentuk asam cuka yang rasanya asam (Sunanto, 1993).
Universitas Sumatera Utara
c.
Kolang-Kaling Kolang-kaling (buah atap) adalah nama cemilan kenyal berbentuk lonjong
dan berwarna putih transparan dan mempunyai rasa yang menyegarkan. Kolang kaling yang dalam bahasa Belanda biasa disebut glibbertjes, dibuat dari biji pohon aren (Arenga pinnata) yang berbentuk pipih dan bergetah. Untuk membuat kolang-kaling, para pengusaha kolang kaling biasanya membakar buah aren sampai hangus, kemudian diambil bijinya untuk direbus selama beberapa jam. Biji yang sudah direbus tersebut kemudian direndam dengan larutan air kapur selama beberapa hari sehingga terfermentasikan. Kolang-kaling memiliki kadar air sangat tinggi, hingga mencapai 93,8% dalam setiap 100 gram-nya. Kolang kaling juga mengandung 0,69 gram protein, empat gram karbohidrat, serta kadar abu sekitar satu gram dan serat kasar 0,95 gram. Selain memiliki rasa yang menyegarkan, mengkonsumsi kolang kaling juga membantu memperlancar kerja saluran cerna manusia. Kandungan karbohidrat yang dimiliki kolang kaling bisa memberikan rasa kenyang bagi orang yang mengkonsumsinya, selain itu juga menghentikan nafsu makan dan mengakibatkan konsumsi makanan jadi menurun, sehingga cocok dikonsumsi sebagai makanan diet (Wikipedia, 2009). Tiap biji buah tanaman aren mengandung 3 biji buah, yang bentuk bijinya jika sudah tua seperti biji salak yang mendekati bentuk satu siung umbi bawang putih, kulit bijinya berwarna hitam kecoklat-coklatan dan keras. Buah aren yang setengah masak, kulit biji buahnya tipis, lembek dan berwarna kuning ; inti biji (endosperm) berwarna putih agak bening dan lunak. Dari inti biji buah aren setengah masak itu dapat dibuat kolang-kaling.
Universitas Sumatera Utara
d. Tepung Aren Tanaman aren yang sudah disadap atau berumur tua, batang pohonnya sudah
tidak
mengandung
pati/tepung. Pengusaha
tepung
aren
sudah
berpengalaman dalam meramalkan atau menduga banyak sedikitnya tepung aren yang terkandung dalam batang suatu tanaman aren. e.
Pemanfaatan Batang dan Limbah Batang Batang Tanaman aren yang berumur tua, ditandai dengan tumbuhnya bunga yang
dekat dengan permukaan tanah tempat tanaman aren tumbuh. Dari batang tanaman ini dapat diproduksi berbagai macam barang, baik barang untuk bangunan maupun peralatan rumah tangga. Kayu batang tanaman aren sangat keras dan kuat. Kayu batang pohon tanaman aren yang sudah berumur tua dapat digunakan sebagai bahan bangunan seperti misalnya : kusen-kusen, pintu dan jendela, talang air dan lain sebagainya. Pemanfaatan Limbah Batang 1.
Ampas serbuk, limbah serbuk yang diperoleh dari serbuk yang sudah diambil tepungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan. Serbuk tersebut dapat dipisahkan menjadi tiga macam yaitu serbuk-serbuk kecil, serbuk-serbuk besar dan serat-serat panjang. Secara sederhana, keseluruhan serbuk tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, pupuk organik pada tanaman dan dapat memperbaiki struktur tanah
2.
Kulit batang, dapat digunakan sebagai bahan bakar sehingga mempunyai nilai ekonomi jika dijual. Sebagai kulit batang pada pangkal batang tanaman aren sangat keras karena umumnya lebih tua dari pada batang bagian atas. Kulit
Universitas Sumatera Utara
batang yang keras ini dapat digunakan untuk membuat tangkai kampak, tangkai cangkul dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara